wahid artikel ilmiah
TRANSCRIPT
UJI KEMEMPANAN EMPAT ISOLAT JAMUR Trichoderma sp.TERHADAP PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA
LADA PERDU (Piper nigrum L.)
Efficacy test of four Trichoderma sp. isolates on Fusariumwith of pepper shrub
Wahid Arifudin Sidiq, Loekas Soesanto, dan Totok AgungD.H.
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian,Universitas Jenderal Soedirman
Jl. Jendral Soeparno 75, Purwokerto, 53123Alamat Korespondensi: [email protected]
ABSTRAKPenelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh
kemempanan empat isolat Trichoderma sp., menentukan isolatTrichoderma sp. yang paling baik, serta mengetahuipengaruh aplikasi Trichoderma sp. pada pertumbuhan ladaperdu. Penelitian dilaksanakan di LaboratoriumPerlindungan Tanaman Fakultas Pertanian, UniversitasJenderal Soedirman, Purwokerto, dan Screen House diFakultas Pertanian dengan ketinggian tempat 110 m dplpada bulan April - Juni 2014. Penelitian menggunakanRancangan Acak Kelompok Lengkap dengan 15 perlakuan dan4 kali ulangan. Perlakuan terdiri atas: kontrol;fungisida berbahan aktif propineb 70%; Trichoderma sp.isolat jahe; nenas; pisang; bawang merah; kombinasiTrichoderma sp. isolat jahe dan nenas; jahe dan pisang;jahe dan bawang merah; nenas dan pisang; nenas danbawang merah; pisang dan bawang merah; jahe, nenas danpisang; jahe, nenas dan bawang merah; nenas, pisang danbawang merah; serta jahe, nenas, pisang dan bawangmerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa empat isolatTrichoderma sp. efektif menekan intensitas penyakit layufusarium pada lada perdu dengan tingkat kemempananisolat jahe 28,98 %, isolat nenas 29,02 %, isolat pisang19,85%, isolat bawang merah 36,67 %. Isolat terbaikdalam menekan intensitas penyakit layu fusarium adalah
1
kombinasi isolat pisang dan bawang merah dengan tingkatkemempanan 42,36%. Perlakuan menggunakan isolatTrichoderma sp. efektif meningkatkan tinggi tanamansebesar 19,09%; jumlah daun sebesar 16,5%; bobot tanamansegar sebesar 88,88%; bobot kering sebesar 79,75%; bobotbasah akar sebesar 34,12%; kering sebesar 24,24%.
Kata kunci: Lada Perdu, Trichoderma sp., Fusarium oxysporum
ABSTRACT A Research was aimed at knowing the efficacy effect of isolates
Trichoderma sp. most well against suppress determine the effect of theapplication suppres Trichoderma sp. on the growth of pepper shrubs. Thisresearch was conducted Laboratory of Plant Protection and the screenhouse Faculty of Agriculture, Jenderal Soedirman University, Purwokerto,with a height of 110 m above sea level started from April to June 2014.Randomized Block Design Complete was used with fifteen treatments andfour replicates. The treatments were: control, fungicides substance activepropineb 70%; isolates Trichoderma sp. ginger; isolates Trichodermasp. pineapple; isolates Trichoderma sp. banana; isolates Trichodermasp. shallot; isolates Trichoderma sp. ginger and pineapple; isolatesTrichoderma sp. ginger and banana; isolates Trichoderma sp. gingerand shallots; isolates Trichoderma sp. pineapple and bananas; isolatesTrichoderma sp. pineapple and shallot; isolates Trichoderma sp.bananas and shallot; isolates Trichoderma sp. ginger and pineapple andbanana; isolates Trichoderma sp. ginger, pineapple and shallot; isolatesTrichoderma sp. pineapple, banana and shallot; with isolatesTrichoderma sp. ginger, pineapple, banana and shallot. Results of thisresearch showed that four isolates of Trichoderma sp. effective suppressthe intensity of fusarium wilt disease in pepper shrub with impervious rateisolates ginger 28.98%; isolates pineapple 29.02%; banana isolates 19.85%and 36.67% isolates shallot. The best isolates inside effectively suppressintensity fusarium wilt disease is a combination of Trichoderma sp. andisolates banana shallot with impervious rate 42.36%. Treatment with ofisolates of Trichoderma sp. were effective enough to improve plant growthby 19.09%, quantity leaf by 16,5%, fresh plant weight by 88,88 %, freshplant dry by 79,75%, fresh root weight by 34,12 %, fresh root dry by 24,24%,
2
Keyword: Pepper shrub, Trichoderma sp., Fusarium oxysporum
PENDAHULUAN
Permintaan lada setiap
tahun selalu mengalami
peningkatan berkaitan
dengan jumlah penduduk yang
semakin meningkat,
sedangkan produksi lada
setiap tahunnya selalu
mengalami penurunan,
berdasarkan survei
pertanian, produksi lada
2008 – 2012 adalah 10,72
kw/ha atau 1,072 ton/ha
(Direktorat Jenderal
Perkebunan, 2013).
Budidaya lada perdu
tidak terlepas dari
berbagai kendala salah satu
masalah dalam upaya
meningkatkan produksi lada
adalah adanya penyakit layu
fusarium disebabkan oleh
jamur Fusarium oxysporum,
termasuk kelompok penyakit
tular-tanah, yang dapat
bertahan dalam waktu yang
lama. Penyakit ini, umumnya
menginfeksi pada bagian
akar tanaman (Manohara et
al., 2005).
Gejala layu fusarium,
terlihat apabila bagian
batangnya dipotong
melintang berbentuk cicin
hitam melingkar, daun
menjadi kuning kaku, dan
batang menjadi kuning. Daun
yang menguning tidak layu
tetapi sangat rapuh
sehingga secara bertahap
akan gugur. Apabila bagian
akar tanaman terserang
digali, tampak sebagian
rambut akar rusak (Manohara
et al., 2005).
Keadaan tersebut
mendorong petani
menggunakan pestisida untuk
pengandalian, sehingga
menyebabkan munculnya
3
bahaya residu pestisida.
Penggunaan bahan kimia
sering menimbulkan residu
pada lingkungan dan
membunuh organisme bukan
sasaran (Untung, 1996).
Oreopoulou et al. (2009)
menyatakan bahwa alternatif
pengendalian yang tepat
aman dan ramah lingkungan
perlu dilakukan, salah
satunya adalah dengan
memanfaatkan agensia
pengendali hayati.
Kemampuan agensia
hayati dalam menekan
penyakit layu fusarium
dibuktikan dengan hasil
penelitian Wardhana et al.
(2009), bahwa aplikasi
Trichoderma sp. isolat pisang
Haryono (2007), jahe
Soesanto et al. (2004),
bawang merah Santoso et al.
(2007), dan nenas (koleksi
Loekas Soesanto) mampu
menekan penyakit layu
fusarium in planta dengan
masa inkubasi 64 hari,
intensitas penyakit 15,55%
dan jumlah populasi 20
upk/g.
Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui
pengaruh kemempanan empat
isolat Trichoderma sp.,
menentukan isolat Trichoderma
sp. yang paling baik, serta
mengetahui pengaruh
aplikasi Trichoderma sp. pada
pertumbuhan lada perdu.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan
di Laboratorium
Perlindungan Tanaman
Fakultas Pertanian,
Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto, dan
Screen House di Fakultas
Pertanian dengan ketinggian
tempat 110 m dpl pada bulan
April - Juni 2014.
4
Perbanyakan F. oxysporum danTrichoderma sp.
Medium perbanyakan F.
oxysporum dan Trichoderma sp.
menggunakan PDA (Potato
Dextrose Agar) (Tuite, 1969).
Perbanyakan dilakukan
dengan cara memanaskan
medium PDA steril dalam
erlemeyer 250 mL hingga
mencair.
Inokulasi Trichoderma sp.
pada PDA kemudian
diinkubasi sehingga
miselium memenuhi cawan
petri dan siap digunakan 5
hsi. Selanjutnya, isolat
tersebut dipindahkan secara
aseptis ke medium PDB
(Potato Dextrose Broth) dalam
labu erlenmeyer, dan
digojok dengan orbital shaker
150 rpm dalam waktu 4 hari
pada suhu kamar (Handaru,
2009). Selanjutnya,
dihitung kerapatannya
populasi konidium F.
oxysporum kerapatan spora x
106 konidium/mL. dan
Trichoderma sp. kerapatan
konidium x 107
konidium/mL.
Penyiapan Medium Tanaman
Medium tanam untuk
tanaman lada perdu dibuat
dengan mencampur tanah dan
kompos steril pada polybag
dengan perbandingan (2 : 1)
dengan ukuran polybag 30 cm
x 35 cm.
Penanaman Bibit Lada Perdu
Tanaman yang digunakan
berjumlah 128 tanaman
dengan umur tanaman 3
bulan. Bibit berasal dari
petani lada perdu Bpk.
Sahiri di Desa Dawuhan,
Kecamatan Karang Lewas,
Kabupaten Banyumas.
Investasi Trichoderma sp.pada lada perdu
5
Perlakuan minggu
pertama sampai minggu kedua
sebanyak 50 mL/tanaman,
minggu ketiga sampai minggu
kelima 100 mL/tanaman, dan
minggu keenam sampai minggu
ketuju 200 mL/tanaman,
dengan kerapatan konidium
Trichoderma sp. x 107 cara
penyiraman ke bagian akar
tanaman.
Rancangan Penelitian
Penelitian menggunakan
rancangan acak kelompok
lengkap (RAKL) dengan 15
perlakuan dan 4 kali
ulangan, semua diinvestasi
konidium F. oxysporum satu
kali di awal aplikasi. Macam
perlakuan adalah sebagai
berikut. P0 = kontrol, P1 =
fungisida berbahan aktif
propineb 70%, P2 =
Trichoderma sp. isolat jahe
(J), P3 = Trichoderma sp.
isolat nenas (N), P4 =
Trichoderma sp. isolat pisang
(P), P5 = Trichoderma sp.
isolat bawang merah (B), P6
= Trichoderma sp. isolat J+N,
P7 = Trichoderma sp. isolat
J+P, P8 = Trichoderma sp.
isolat J+B, P9 = Trichoderma
sp. isolat N+P, P10 =
Trichoderma sp. isolat N+B,
P11 = Trichoderma sp. isolat
P+B, P12 = Trichoderma sp.
isolat J+N+P, P13 =
Trichoderma sp. isolat J+N+B,
P14 = Trichoderma sp. isolat
N+P+B, P15 = Trichoderma sp.
isolat J+N+P+B.
Pengamatan KomponenPatosistem dan PertumbuhanLada Perdu
a. Komponen Patosistem
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi diamati
sejak tanam sampai gejala
pertama muncul dalam
satuan hari setelah
inokulasi (hsi).
2. Intensitas penyakit
6
Perhitungan
intensitas penyakit di
hitung menggunakan rumus
(Departemen Pertanian,
2002):
IP = x 100%
Keterangan:
IP = intensitas penyakit
(%), n = jumlah daun
bergejala penyakit dengan
skala tertentu, v = nilai
hasil penukuran satuan
pengamatan, Z = nilai
numerik tertinggi
kategori kerusakan, N =
jumlah daun. Kategori
serangan F. oxysporum pada
tanaman lada perdu
(Departemen Pertanian,
2002), adalah 0 =
tanaman sehat, 1 = daun
layu 1 – 20%, dimulai
pada daun bagian bawah
dan pada pangkal batang
kecoklatan, 2 = daun layu
20 – 40%, pembusukan pada
pangkal batang berwarna
kecoklatan, 3 = daun layu
41 – 60%, pembusukan pada
pangkal batang semakin
meluas, tetapi masih di
permukaan tanah, 4 = daun
layu 61 – 80%, pembusukan
pada pangkal batang sudah
lebih dari 5 cm dan sudah
mencapai bawah, 5 = daun
layu ≥ 80% dan sudah
mencapai bagian
generatif.
3. Jumlah konidium akhir
Penghitungan populasi
jamur dilakukan dengan
cara mengambil tanah
sekitar perakaran
sebanyak 10 g, dimasukkan
ke dalam Erlenmeyer
berisi 90 mL air kemudian
dikocok hingga homogen.
Suspensi diambil 1 tetes
ditumbuhkan pada cawan
Petri yang berisi medium
PDA padat dan diinkubasi
7
selama 3 hari.
Penghitungan dilakukan
dengan menghitung jumlah
koloni yang ada dengan
satuan unit pembentuk
koloni (upk)/g tanah.
a. Komponen Pertumbuhan
Komponen pertumbuhan
meliputi tinggi tanaman,
jumlah daun, panjang
akar, bobot tanaman
segar, bobot tanaman
kering, bobot akar segar,
bobot akar kering.
b. Analisis jaringan
Analisis jaringan
tanaman diamati dengan
melakukan uji kandungan
senyawa fenol (glikosida,
saponin, dan tanin)
secara kualitatif
(Chairul, 2003).
d. Variabel pendukung
Variabel pendukung
yang diukur adalah suhu
serta kelembapan dengan
termohigrometer dan pH
tanah dengan soil tester.
Analisis Data
Data dianalisis menggunakan
uji F. Apabila berbeda
nyata, dilanjutkan
menggunakan BNT 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perlakuan
MasaInkubasi
(hsi)n
IntensitasPenyakit (%)n
KepadatanTrichoderma
sp.awal
(konidium/mL)
KepadatanTrichoderma
sp.akhir
(konidium/mL)
Kepadatan F. oxysporum
spakhir
(konidium/mL)
P0 3,57 7,03 a - - 18 x 104
8
abP1 3,17
ab5,79abc
- - -
P2 1,30ab
4,70cd
8, 63 x108
4 x 10 4 4 x 104
P3 0,75b
4,59ab
9, 09 x108
2 x 104 3 x 104
P4 3,41ab
5,86abc
13,05 x108
4 x 104 5 x104
P5 0,97b
4,25 c 7,73 x 108 3 x 104 4 x 104
P6 0,85b
4,12 c 8,86 x 108 5 x 104 3 x 104
P7 1,65ab
4,86 c 10,84 x108
3 x 104 5 x 104
P8 1,45ab
5,17 c 8,18 x 108 4 x 104 3 x 104
P9 2,59ab
5,17 c 11,07 x108
4 x 104 4 x 104
P10 1,43ab
4,55 c 8,41 x 108 5 x 104 3 x 104
P11 4,19a
4,05 c 10,39 x108
4 x 104 2 x 104
P12 1,67ab
4,76 c 10,26 x108
7 x 104 3 x 104
P13 3,59a
5,43bc
8,48 x 108 4 x 104 5 x104
P14 2,42ab
5,61abc
9,96 x 108 6 x 104 4 x 104
P15 2,92ab
4,35ab
9,62 x 108 3 x 104 3 x 104
Tabel 1. Pengaruh perlakuan Trichoderma sp. terhadapkomponen patosistem
Keterangan: P0 = kontrol; P1= fungisida berbahan aktif propineb70%; P2 = Trichoderma sp. isolat jahe (J); P3 =Trichoderma sp. isolat nenas (N); P4 = Trichoderma sp.isolat pisang (P); P5 = Trichoderma sp. isolat bawangmerah (B); P6 = Trichoderma sp. isolat J+N; P7 =Trichoderma sp. isolat J+P; P8 = Trichoderma sp. isolatJ+B; P9 = Trichoderma sp. isolat N+P; P10 = Trichodermasp. isolat N+B; P11 = Trichoderma sp. isolat P+B; P12 =Trichoderma sp. isolat J+N+P; P13 = Trichoderma sp. isolat
9
J+N+B; P14 = Trichoderma sp. isolat N+P+B; P15 =Trichoderma sp. isolat J+N+P+B; his = hari setelahinokulasi. Angka diikuti huruf yang berbeda pada kolomsama menunjukkan perbedaan nyata pada uji lanjut BNT5%. Data intensitas penyakit ditransformasi ke arcsin
.
Pengaruh Perlakuan terhadapKomponen Patosistem
Masa Inkubasi
Hasil pengamatan
aplikasi Trichoderma sp.
menunjukkan berbeda nyata
(Tabel 1.). Masa inkubasi
paling cepat pada perlakuan
P3 (Trichoderma sp. isolat
nenas) sebesar 79,02%.
Cepatnya masa inkubasi pada
perlakuan P3 dibandingkan
dengan kontrol dan
perlakuan lain. Diduga
Trichoderma sp. tidak mampu
berkembang dengan sempurna,
juga masih perlu
penyesuaian bagi agensia
hayati yang bukan berasal
dari daerah tersebut.
Masa inkubasi paling
lama nampak pada P11
(kombinasi Trichoderma sp.
isolat pisang + bawang
merah) sebesar 17,34%. Hal
ini diduga gabungan
metabolit sekunder yang
dihasilkan Trichoderma sp.
mampu menghambat
perkembangan jamur F.
oxysporum.
Soesanto et al. (2008)
menyatakan bahwa masa
inkubasi F. oxysporum f.sp.
gladiol, yang diberi
perlakuan dengan Trichoderma
sp. lebih lama dibandingkan
dengan kontrol. Hal ini
karena ada persaingan
antara patogen dengan
antagonis, sehingga waktu
yang diperlukan untuk
infeksi lebih lama.
10
Perlakuan P13
(kombinasi Trichoderma sp.
isolat jahe + nenas +
bawang merah) dibandingkan
dengan kontrol yaitu isolat
Trichoderma sp. isolat masa
inkubasi paling lama kedua
16,78%. Hal ini dapat
dikatakan bahwa perlakuan
tersebut mengalami
penurunan sebesar 0,55%.
Masa inkubasi pada P1
(fungisida propineb 70%)
sebesar 11,19%. Diduga
penyakit layu fusarium
mengalami resistensi atau
ketahanan terhadap bahan
aktif propineb pada
fungisida. Hal ini sesuai
pendapat Djatnika dan
Nuryani, (1993) bahwa upaya
pengendalian penyakit
dengan fungisida
menimbulkan efek adanya
ketahanan penyakit yang
semakin meningkat dalam
waktu ke waktu.
Intensitas Penyakit
Perlakuan P0 (kontrol)
memiliki intensitas paling
tinggi dibandingkan dengan
perlakuan yang lain. Hal
ini diduga tidak adanya
agensia hayati pengendali
penyakit layu dalam
perlakuan kontrol sehingga
tidak ada mekanisme
menghambat timbulnya
penyakit layu fusarium. Hal
ini sesuai dengan pendapat
Hersanti et al. (2000), bahwa
Trichoderma sp. sebagai
antagonis bagi patogen
tanaman, karena
menghasilkan antibiotika,
dan mempunyai sifat
mikoparasitik (Tindaon,
2008).
Hasil pengamatan
perlakuan P1 (fungisida
berbahan aktif propineb
70%), mampu memberikan
pengaruh dalam menekan
intensitas penyakit
11
dibandingkan dengan kontrol
sebesar 21,18%. Hal ini
bahwa pemberian fungisida
mampu menghambat jamur F.
oxysporum, sehingga dapat
menurunkan intensitas
penyakit. Sejalan dengan
pendapat Davidse (1982),
bahwa fungisida sintetis
akan memengaruhi pembelahan
sel dengan cara merusak dan
mengganggu pembagian sel,
yang mengakibatkan
terhambatnya kerusakan
tanaman.
Perlakuan terbaik dalam
menekan intensitas penyakit
adalah P11 (kombinasi
Trichoderma sp. isolat
pisang + bawang) sebesar
42,36%, sedangkan perlakuan
aplikasi P1 (fungisida
berbahan aktif propineb
70%) menekan intensitas
penyakit 21,18%.
Kurang efektifnya
fungisida berbahan aktif
propineb 70% dibandingkan
P11 (kombinasi Trichoderma
sp. isolat pisang + bawang)
diduga bahwa penggunaan
pestisida sintetis kurang
bijaksana mengakibatkan
timbulnya beberapa masalah
yang kurang menguntungkan,
di antaranya timbul
ketahanan terhadap
pestisida sintetis, residu
pestisida, dan pencemaran
lingkungan (Balai Proteksi
Tanaman Perkebunan, 2007).
Jumlah Kepadatan akhir
Kepadatan paling tinggi
yaitu Trichoderma sp. isolat
pisang sebesar 13,055 x 108
konidium/mL pada akhir
pengamatan diperoleh hasil
kepadatan akhir Trichoderma
sp. mengalami penurunan.
Kepadatan paling tinggi
yaitu P12 (kombinasi
Trichoderma sp. isolat pisang
+ bawang merah) 10,26 x 108
konidium/mL sedangkan,
12
kepadatan akhir 7 x 104
konidium/mL yang mengalami
penurunan 31,77 %.
Hal ini diduga terjadi
persaingan di dalam tanah
serta aliran air akibat
penyiraman air tercuci dan
hilang antara isolat
Trichoderma sp. dan F.
oxsposporum sehingga
kepadatan akhir mengalami
penurunan. Hal ini sejalan
dengan pendapat Hubbard et
al. (1983), bahwa menurunnya
Trichoderma sp. disebabkan
terjadi persaingan dengan
patogen lain dan kurangnya
sumber nutrisi.
Kepadatan akhir paling
rendah pada P3 (Trichoderma
sp. isolat nenas) kepadatan
awal isolat nenas sebesar
9,099 x 108 konidium/mL,
sedangkan kepadatan akhir 2
x 104 konidium/mL dan
mengalami penurunan 78,01%.
Hal ini diduga
keberadaan F. oxysporum
semakin berkurang di dalam
polibag, karena Trichoderma
sp. dapat berperan sebagai
pesaing atau antagonis, Hal
ini sesuai dengan
pernyataan Sukamto (1997),
bahwa Trichoderma sp. mampu
hidup sebagai hiperparasit,
menghasilkan antibiotika
viridin, mempunyai
kemampuan tumbuh yang lebih
cepat, dan dapat terjadi
persaingan dalam ruang
nutrisi.
Pengaruh PerlakuanTrichoderma sp.Terhadap PertumbuhanTanaman
Pengaruh perlakuan
isolat Trichoderma sp.
terhadap tinggi tanaman,
jumlah daun, bobot tanaman
13
segar, bobot akar segar,
bobot tanaman kering, dan
bobot akar kering tersaji
pada di bawah ini.
Tabel 2. Pengaruh perlakuan Trichoderma sp. terhadappertumbuhan tanaman
Perlakuan
TinggiTanaman
Jumlah
Daun
BobotAkarBasah
BobotBasah
Tanaman
BobotAkarKerin
g
BobotKeringTanaman
P0 0,68 d 0,50d
0,50c 0,50 c 0,50
a 0,50 d
P1 5,06 c 4,25c
1,70bc 3,02 b 0,43
a 1,15 c
P2 5,31 c 4,50c
2,40ab
3,77ab
0,65a 2,17 ab
P3 6,18 c 5,37bc
2,60ab 4,49 a 0,63
a1,95abc
P4 5,06 c 4,00c
3,12a
3,76ab
0,48a
1,76abc
P5 6,31 c 6,37bc
2,60ab 4,33 a 0,65
a 2,47 a
P6 10,56b
6,00bc
2,11ab
3,85ab
0,33a
1,76abc
P7 10,87b
7,25ab
1,92ab
3,53ab
0,36a
1,85abc
P8 5,25 c 5,50bc
2,12ab
4,07ab
0,37a 2,12 ab
P9 5,06 c 5,00bc
2,02ab
3,87ab
0,50a
1,87abc
P10 6, 00c
5,25bc
2,11ab
3,82ab
0,62a 2,22 ab
P11 13,81a
8,75a
2,65ab
3,97ab
0,62a 2,40 a
P12 5,12 c 4,62c
2,40ab
3,75ab
0,66a
1,60abc
P13 9,06 b 5,37bc
2,40ab 4,50 a 0,57
a 2,41 a
P14 5,25 c 4,87c
2,15ab
3,71ab
0,45a
2,03abc
P15 2,37 d 1,12d
1,87b 2,99 b 0,52
a 1,40 bc
Keterangan: Lihat Tabel 1.
14
Tinggi Tanaman
Hasil analisis
statistika menunjukkan
bahwa tinggi tanaman yang
diberi perlakuan Trichoderma.
berbeda nyata dibandingkan
dengan kontrol. Tinggi
tanaman paling tinggi
dijumpai pada perlakuan P11
(kombinasi Trichoderma sp.
isolat pisang + bawang
merah) dibandingkan dengan
kontrol yaitu sebesar 19,09
%, sedangkan P7 (kombinasi
Trichoderma sp. isolat jahe
+ pisang) dibandingkan
dengan kontrol sebesar
14,98 %.
Hal ini diduga bahwa
jamur Trichoderma sp. yang
diaplikasikan mampu
menghasilkan hormon tumbuh.
Seperti yang dilaporkan
oleh Hajieghrari et al.
(2008) dan Hajieghrari
(2010), bahwa Trichoderma
mampu mempromosi
pertumbuhan tanaman. lebih
lanjut dijelaskan tanaman
jagung yang diberi isolat
Trichoderma mampu
meningkatkan panjang akar
dan tunas bibit jagung
serta meningkatkan
konduktivitas stomata.
Selain itu, bertambahnya
tinggi dan jumlah daun
tanaman lada disebabkan
oleh kemampuan Trichoderma
untuk menekan populasi
patogen di sekitar
pertanaman lada.
Trichoderma telah dibuktikan
menekan populasi patogen
atau sebagai biokontrol.
Jumlah Daun
Jumlah daun paling
tinggi yaitu P11 (kombinasi
Trichoderma sp. isolat
pisang + bawang merah)
dibandingkan dengan kontrol
16,5% dan P7 (kombinasi
Trichoderma sp. isolat jahe
15
+ pisang) dibandingkan
dengan kontrol 13,5%.
Hal ini diduga
tingginya jumlah daun pada
perlakuan aplikasi tersebut
disebabkan isolat
Trichoderma sp. mampu
menghasilkan fitohormon,
mempercepat dekomposisi
bahan organik dan
menyediakan hara bagi
tanaman lada untuk
mendukung pertumbuhan
tanaman lada, menghambat
pertumbuhan gulma mencegah
erosi permukaan tanah dan
mendorong pertumbuhan
tanaman. Hal ini sesuai
dengan pendapat (Chang dan
Beker, 1986) bahwa aplikasi
Trichoderma sp. sangat tepat
dilakukan pada tanah karena
dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman.
Dugaan lain yang
diungkapkan Sutanto at al.
(2004), bahwa jamur
antagonis yang diperlakukan
mampu mempunyai mekanisme
plant growth promoting fungi
(PGPF) yang terbawa
supernatan.
Bobot Tanaman Segar dan
Kering
Hasil analisis
statistika pada bobot
tanaman segar menunjukkan
perbedaan nyata pada semua
perlakuan Trichoderma sp.
pada (Tabel. 2), diduga
menggunakan Trichoderma sp.
menghasilkan jumlah bobot
basah akar dan bobot basah
tanaman dibandingkan tanpa
aplikasi Trichoderma sp.
meningkatnya petumbuhan
tanaman dengan adanya
aplikasi Trichoderma sp.
yang bersifat antagonis
terhadap F. oxysporum dan
juga dapat berperan sebagai
pupuk biologis.
Berat bobot tanaman
segar tertinggi yaitu P13
16
(kombinasi Trichoderma sp.
isolat jahe + nenas +
bawang merah) sebesar
88,88% dibandingkan dengan
kontrol. Sedangkan, bobot
tanaman kering tertinggi
yaitu P5 Trichoderma sp.
isolat bawang merah
sebesar 79,75%. Tingginya
bobot tanaman segar dan
bobot tanaman kering pada
perlakuan menunjukkan
Trichoderma sp. dapat hidup
dengan baik pada sekitar
tanaman sehingga
menghasilkan hormon pemicu
pertumbuhan.
Tjandramukti (1999),
menyebutkan bahwa
antagonis Trichoderma mampu
meningkatkan pertumbuhan
tanaman kemampuan
Trichoderma sp. merangsang
tanaman meningkatkan
hormon pertumbuhan. Fungsi
hormon auksin antara lain
untuk pembentukan sel,
fototropisme, geotropisme,
dominasi apikal,
pertumbuhan akar dan
pembentukan kalus bila ada
jaringan luka.
Bobot Akar Segar dan Kering
Berdasarkan analisis
statistika pengkuran bobot
kering tanaman dan bobot
kering akar semua perlakuan
tidak menunjukan hasil yang
berbeda nyata dari semua
perlakuan Trichoderma sp.
dibandingkan dengan kontrol
pada semua perlakuan (Tabel
2.)
Perhitungan Bobot
kering akar tertinggi yaitu
P12 (kombinasi Trichoderma
sp. isolat jahe + nenas +
pisang) sebesar 24,24%. Hal
ini disebabkan lada perdu
merupakan tanaman tahunan
yang memiliki batang yang
keras, tebal, dan sukar
untuk menghilangkan
17
kandungan air secara
maksimum.
Berdasarkan hasil
pengukuran tersebut
meskipun menunjukan
pengaruh yang berbeda
nyata, dapat dilihat secara
keseluruhan bahwa pemberian
semua isolat Trichoderma sp.
pada tanaman lada perdu
belum memberikan pengaruh
yang nyata. Soesanto
(2008), melaporkan bahwa
pengaplikasian Plant Growth
Promoting Fungi (PGPF) di
lapang tidak selalu
optimum, dan kepadatan
populasi jamur antagonis
yang tinggi untuk
meningkatkan pertumbuhan
dan hasil tanaman tidak
dapat diperoleh dalam waktu
yang singkat.
Analisi Kandungan Senyawa
Fenol
Hasil pengujian
kandungan senyawa fenol
secara kualitatifpada akar,
daun dan bantang tanaman
lada perdu secara
kualitatif, menunjukan
adanya perbedaan Perlakuan
pemberian Trichoderma sp.
formula cair mampu
meningkatkan kandungan
senyawa fenol lebih tinggi
dibandingkan kontrol.
tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil pengujian kandungan senyawa fenol secarakualitatifPerlakua
n Glikosida Saponin TaninP0 - - -P1 + + +P2 + + +P3 + ++ +P4 ++ ++ +
18
P5 + ++ +P6 + ++ ++P7 + ++ +P8 + + +P9 + + +P10 + + ++P11 +++ +++ +++P12 + ++ +P13 + + +P14 +++ +++ ++P15 ++ ++ +
Keterangan: Lihat Tabel
1.
Kandungan glikosida
paling tinggi terdapat
pada P11. Hal ini
dibuktikan dengan
banyaknya endapan
berwarna merah bata pada
larutan ekstrak tanaman
lada perdu yang diuji,
setelah ditambahkan H2SO4
dan Fecl3. Sejalan dengan
pernyataan Chairul
(2003), bahwa glikosida
merupakan senyawa alam
yang terdapat pada
berbagai tumbuhan untuk
mempertahankan diri dari
penyakit.
Kandungan saponin
paling tinggi yaitu P11,
yang diduga pemberian P11
(kombinasi Trichoderma sp.
isolat pisang + bawang)
memberikan interaksi
antagonis secara nyata
mampu menghambat
pertumbuhan F. oxsposporum
pada lada perdu. Hal ini
sejalan dengan pendapat
Lamothe et al. (2009), bahwa
senyawa saponin yang
dapat ditemukan pada
berbagai jenis tanaman
berpengaruh dalam
memberikan perlindungan
secara alami terhadap
patogen potensial, karena
19
memiliki aktivitas
antimikroba.
Kandungan tanin lada
perdu P11 (kombinasi
Trichoderma sp. isolat
pisang + bawang merah)
memiliki kandungan tanin
yang tinggi hal ini
sesuai dengan pendapat
Suganda (2000), bahwa
reaksi ketahanan dapat
muncul dari hasil
ekspresi adanya
serangkaian gen
pertahanan yang
teraktifkan oleh
rangsangan dari luar. Hal
ini terjadi saat
pengimbasan seyawa
protein dan asam
salisilat yang di
transfer ke seluruh
bagian tanaman.
Hasil analisis
pengujian secara
kualitatif diketahui
bahwa kandungan
glikosida, tanin, dan
saponin pada tanaman
sangat berfluktuatif.
Aplikasi penyiraman
isolat Trichoderma sp.
mampu meningkatkan
ketahanan biokimia
tanaman terhadap penyakit
layu fusarium. De Meyer et
al. (1998) dan Levy et al.
(2004) menyatakan bahwa
salah satu mekanisme
penghambatan terhadap
patogen oleh Trichoderma
sp. adalah pengimbasan
ketahanan lokal maupun
sistemik pada tanaman
inangnya.
Peningkatan kandungan
fenol dalam tanaman
terjadi karena terimbas
oleh penambahan metabolit
jamur antagonis ke dalam
jaringan tanaman.
Peningkatan ini terjadi
karena adanya perlakuan
isolat Trichoderma sp. yang
20
di translokasikan secara
sistemik ke seluruh
bagian lada perdu,
sehingga menghasilkan zat
yang bertanggung jawab
dalam ketahanan terimbas,
di antaranya senyawa
fenol (Agrios, 2005).
KESIMPULAN
1. Empat isolat Trichoderma
sp. efektif menekan
intensitas penyakit
layu fusarium pada
lada perdu dengan
tingkat kemempanan
isolat jahe sebesar
28,98%; isolat nenas
sebesar 29,02%; isolat
pisang sebesar 19,85%
dan isolat bawang
merah sebesar 36,67%.
2. Isolat terbaik dalam
menekan intensitas
penyakit layu fusarium
adalah kombinasi
Trichoderma sp. isolat
pisang + bawang merah
dengan tingkat
kemempanan sebesar
42,36%.
3. Perlakuan menggunakan
isolat Trichoderma sp.
efektif meningkatkan
tinggi tanaman sebesar
19,09%; jumlah daun
sebesar 16,5%; bobot
tanaman segar sebesar
88,88%; bobot kering
sebesar 79,75%; bobot
segar akar sebesar
34,12%; kering sebesar
24,24%.
SARAN
Perlu dilakukan
penelitian lanjutan
tentang kemampuan
Trichoderma sp. isolat
jahe, nenas, pisang,
bawang merah dan
kombinasi dalam formulasi
cair dengan frekuensi
yang lebih banyak untuk
21
meningkatkan pertumbuhan
lada perdu dan menekan
intensitas penyakit layu
fusarium lada perdu.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G.N. 2005. PlantPathology 5th ed. ElsevierAcademic Press, SanDiego. 922p.
Balai Proteksi TanamanPerkebunan.2007..Dasar.pelaksanaan.kegiatanpengembangan agenshayati, Jawa Barat.(Online)..http://litbang.deptan.co.id/207/OPT.htm. diakses 5September 2014.
Bridge, J. 1978. PlantNematodes Associated withCloves and Black Pepper inSumatera and Bangka,Indonesia. ODMTechnical Report onvisit to Indonesia.9-19 th July, 1978.UK Ministry ofOverseasDevelopment. 19 pp.
Chairul. 2003.Identifikasi secaracepat bahan bioaktifpada tumbuhan di
lapangan. Berita Biologi6 (4): 621-628.
Chang, Y.C., R. Baker, O.Kleifeld, and I.Chet. 1986.Increased growth ofplants in presenceof the biologicalcontrol agentTrichoderma harzianum.Plant Dis. 70:145-148.
Davidse L.C., L.D Daniel,and J. van W Cees.1983. Resistance tometalaxyl inPhytophthora infestansin the Netherlands.Neth. J. Pl. Path. 89:1-20.
De Meyer, G., J.Bigirinaba, Y. Elad,and M. Hofte. 1998.Induced systemictesistence inTrichoderma harzianumY39 bicontrol ofBotrytis cinerea. European J.Plant Pathology. 104:279-286.
Departemen Pertanian.2002. Metodepengamatan OPT. (On-line).http://ditlin.hortikultura.deptan.go.id/index.php?option=com_wrapper&Itemid=55 . diakses 13agustus 2014.
22
Direktorat JenderalPerkebunan. 2013.Luas Panen, Produksi, danProduktivitas LadaPerkebunan Rakyat.Indonesia, Jakarta.
Djatnika, I, dan W.Nuryani. 1993.Pengendalian Penyakit LayuFusarium pada BawangPutih secara Hayati. SubBalai PenelitianHortikulturaSegunung. Yogyakarta.hal. 625 – 630.
Hajieghrari, B., M.G.Torabi, M.R.Mohammadi, and M.Davari. 2008.Biological potentialof some iranianTrichoderma isolatesin control of soilborne plantpathogenic fungi.African journalBiotechnology. 7(8):967 -972.
Hajieghrari, B. 2010.Effects of someIranian Trichodermaisolates on maizeseed germinationand seedling vigor.African journal ofBiotechnology. 28:4342- 4347.
Handaru, O.D. 2009.PengimbasanKetahanan Bibit
Pisang Ambon KuningTerhadap PenyakitLayu Fusarium DenganBeberapa JamurAntagonis. Skripsi.Fakultas PertanianUniversitas JenderalSoedirman,Purwokerto. 67 hal(Tidakdipublikasikan).
Haryono, J. 2007.Pengaruh PemasteuranMedium Tanam danPengendalian HayatiPenyakit Busuk HatiPada PembibitanPisang di PesemaianPT. NusantaraTropikal Fruit,Lampung. Skripsi.Fakultas PertanianUniversitas JenderalSoedirman,Purwokerto. (Tidakdipublikasikan).
Hersanti., Y.D. Endah,dan Luciana. 2000.Pengaruh IntroduksiJamur Trichoderma sppdan EfektiveMikroorganisme MS(EM4) TerhadapPerkembanganPenyakit (Fusariumoxysporum sp.) PadaTanaman Tomat.Laporan Penelitian.Fakultas PertanianUniversitas
23
Padjadjaran Bandung,Bandung.
Hubbard, P., J. Hywel, T.Barbara, and W. Rod.1983. A Training Coursefor TEFL, OxfordUniversity Press:Oxford.
Lamothe, G., R.G.Mitchell, M.Gattuso, M.S.Diarra, F. Malouin,and K. Bouarab.2009. Plantantimicrobial agentsand their effects onplant and humanpathogens. Internationaljournal of molecularsciences, 10(8), 3400-3419. (On-line)http://www.mdpi.com/1422-0067/10/8/3400/pdf.diakses tanggal 16Februari 2014.
Levy, N.O., Y. Elad, N.Korolev, and J.Katan. 2004.Resistence inducedby soil biocontrolapplication abd soilsolarization for thecontrol of foliarpathogens. IOBC wprsBulletin. 27(1): 171-176.
Manohara, D., W. Wahyuno,dan R. Noveriza.2005. Penyakit busuk
pangkal batangtanaman lada danlayu fusarium(Fusarium oxysporum).Pengembangan TeknologiPertanian. TRO XVII(2): 41-51.
Oreopoulou, V., D.Lembesi, C. Dimakou,T. Tsironi, S.Paulin, R. Lake,J.E. Haugen, C. vonHolst, and M.Thomas. 2009. FoodQuality and Safety Issues inthe Priority Areas withinMoniQA. QualityAssurance and Safetyof Crops and Foods.Blackwel PublishingLtd.
Santoso, S.E., L.Soesanto, dan T.A.D.Haryanto. 2007.Penekanan hayatipenyakit moler padabawang merah denganTrichoderma harzianum,Trichoderma koningii danPseudomonas fluorescensP60. Jurnal HPT Tropika.7(1): 53-61.
Soesanto, L., E.Mugiastuti, dan W.Prihartono. 2004.Uji ketoksinanantibiotika 2,4-diacetylphloroglucinol terhadap sembilanisolat Fusarium
24
oxysporum Schlecht.f.sp. zingiberiTrujillo. Eugenia10(4):267-274.
Soesanto, L. 2008.Pengantar PengendalianHayati Penyakit Tanama.PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta.573 hal.
Suganda, T. 2000.Penginduksianresistensisistematik buahcabai merah terhadappenyakit antraknosadenganpengaplikasianpenginduksian biotikdan abiotik. JurnalAgrikultura 11 (2): 67-75.
Sukamto, S. 1997. Ujiantagonis Trichodermasp. terhadap jamurakar coklat padatanaman kakao dilaboratorium. Hal.453-460. Dalam:Suparman (Ed.),Prosiding Kongres NasionalXIV dan Seminar IlmiahPFI, Palembang, 27-29 Oktober.
Tindaon, H. 2008.Pengaruh JamurAntagonis Trichodermaharzianum dan PupukOrganik UntukMengendalikan
Patogen Tular TanahSclerotium rolsfsii Sacc.Pada Tanaman Kedelai(Glycine max L.) diRumah Kaca. Skripsi.Universitas SumatraUtara. Medan. 79hal.(Online).http://repository.usu.ac.id.pdfAkses. diakses 25 juli2014.
Tjandramukti. 1980. Bio-starter Bmf biofad. AnekaUsaha Tani Budi,Purwadadi.
Tuite, J. 1996. PlantPathological Methods.Fungi and BacteriaBurgess Pub. Co.Minneapolis, Minn.USA. 293pp.
Untung, K. (1996).Pengantarpengelolaan hamatanaman terpadu.Yogyakarta: GadjahMada UniversityPress.(Online)..http://lib.ugm.ac.id/digitasi/index.php?module=cari_hasil_full&idbuku. diakses25 juli 2014.
Wardhana, D.W., L.Soesanto, dan D.S.Utami. 2009.
25