urban legend fve night at freddy's

22
===Five Nights at Freddy's=== ~ chapter 1 – Night 1 From : Creepypasta . . . . "Hallo?" "Ya—ya, hallo," Terdengar suara dari lubang hitam di gagang telepon. Suara itu sedikit parau dan gelisah. "Ada apa? Kamu kenapa? Cerita sama Mamah!" tutur sang lawan bicara dengan nada jauh lebih wibawa, lembut namun tegas. "Ehm…. Tidak ada apa-apa, Mah," sang anak yang masih dengan suara paraunya, sedikit berdehem, entah apa tujuannya. Tentu firasat seorang ibu jarang sekali salah, ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan dari anak kesayangannya itu. Terlebih sebelumnya sang anak mengirimnya pesan. "Bohong, kalau tidak ada apa-apa untuk apa kau mengirim pesan seperti itu? Uangmu habis lagi? Iya, 'kan?" Sang anak menahan nafasnya sejenak lalu menghembuskannya secara kasar, naluri orang tua selalu tajam. Tapi bukan ini yang akan ia katakan sebenarnya. Ia memang mengirim pesan kepada ibunya, hanya ingin bicarakan sesuatu saja. "Y-ya, maaf," suara sang anak kini penuh rasa bersalah dari jauh, tersampai melalui telepon. "Sudah Mamah duga! Nanti Mamah kirim uang—" "Tidak usah, Mah!" cegah sang anak terburu-buru. "Masih ada beberapa, kok! Untuk makan cukup. Yah, walau untuk kuliah tidak," nada lesunya membuat sang ibu ikut menghela nafas. "Ya, kalau begitu tetap saja kirim—" "Ya, untuk bayar kuliah saja! Tidak untuk jajan," "Kenapa?" "Ehm…. 'kan sudah Jeremy bilang, sebenarnya Jeremy ingin kerja sambilan," . . . Jeremy Fitzgerald, mahasiswa kuliah siang dan juga mahasiswa 'kupu-kupu' (Kuliah-pulang-kuliah-pulang). Sebenarnya ia berkecukupan, ia hanya memegang prinsip tidak mau merepotkan orang tuanya lebih jauh. Ia ingin merasakan bagaimana dunia kerja, dan

Upload: independent

Post on 10-Nov-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

===Five Nights at Freddy's===~ chapter 1 – Night 1

From : Creepypasta

.

.

.

."Hallo?""Ya—ya, hallo,"Terdengar suara dari lubang hitam di gagang telepon.Suara itu sedikit parau dan gelisah."Ada apa? Kamu kenapa? Cerita sama Mamah!" tutursang lawan bicara dengan nada jauh lebih wibawa,lembut namun tegas."Ehm…. Tidak ada apa-apa, Mah," sang anak yang masihdengan suara paraunya, sedikit berdehem, entah apatujuannya. Tentu firasat seorang ibu jarang sekali salah,ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan dari anakkesayangannya itu. Terlebih sebelumnya sang anakmengirimnya pesan."Bohong, kalau tidak ada apa-apa untuk apa kaumengirim pesan seperti itu? Uangmu habis lagi? Iya,'kan?"Sang anak menahan nafasnya sejenak lalumenghembuskannya secara kasar, naluri orang tua selalutajam. Tapi bukan ini yang akan ia katakan sebenarnya. Iamemang mengirim pesan kepada ibunya, hanya inginbicarakan sesuatu saja."Y-ya, maaf," suara sang anak kini penuh rasa bersalahdari jauh, tersampai melalui telepon."Sudah Mamah duga! Nanti Mamah kirim uang—""Tidak usah, Mah!" cegah sang anak terburu-buru. "Masihada beberapa, kok! Untuk makan cukup. Yah, walauuntuk kuliah tidak," nada lesunya membuat sang ibu ikutmenghela nafas."Ya, kalau begitu tetap saja kirim—""Ya, untuk bayar kuliah saja! Tidak untuk jajan,""Kenapa?""Ehm…. 'kan sudah Jeremy bilang, sebenarnya Jeremyingin kerja sambilan,"...Jeremy Fitzgerald, mahasiswa kuliah siang dan jugamahasiswa 'kupu-kupu' (Kuliah-pulang-kuliah-pulang).Sebenarnya ia berkecukupan, ia hanya memegangprinsip tidak mau merepotkan orang tuanya lebih jauh.Ia ingin merasakan bagaimana dunia kerja, dan

kebetulan pihak kampus memperbolehkan dirinya untukkerja sambilan.Jeremy bukan Anak Mamih, ia benci julukan itu. Ia hanyaterlalu mendapat kasih sayang yang berlebih dari sangibu. Dengan sedikit berdebat dengan sang ibu, Jeremyakhirnya mendapat izin dari kedua orang tuanya, untukkerja sambilan.Pria itu berumur duapuluh tahunan, badan tidak terlalukurus, wajah tidak bisa dibilang jelek, dan ia cukup tinggi.Banyak teman-temannya yang membantu mencarikankerja sambilan, namun semuanya bergaji terlalu rendah.Ia sempat frustasi, tidak menemukan nominal gaji yangcocok untuknya, untuk kehidupan sehari-harinya. Jeremytak lupa—justru sangat rajin untuk melihat lowongankerja pada koran maupun majalah.DICARIMata Jeremy tertuju pada tulisan itu dan satu gambaryang menarik perhatiannya. Gambar itu menunjukan tigamakhluk yang mirip kelinci memegang gitar elektrik, laluberuang dengan mic-nya, dan semacam bebek atauayam yang membawa cup cake bermata dua menghiasibagian krimnya, tak lupa ada lilin di atasnya."Hmm, robot?"Gumam pria itu sambil mengamati gambar serincimungkin. Lalu matanya beralih ke tulisan di sampingnya.GRAND RE-OPENING!TEMPAT PIZZA ANTIK YANG MEMBERI KEHIDUPAN BARU!DATANG DAN JADILAH BAGIAN DARI WAJAH BARUFREDDY FAZBEAR'S PIZZA!KENAPA TIDAK?$100.50 SEMINGGU!HUBUNGI : 1-888-FAZ-FAZBEAR"Huh? Apa ini? Mereka membutuhkan apa? Danbahasanya aneh sekali,"Jeremy pun bertanya pada teman-teman kampusnya.Dan tidak ada satupun yang tahu maksud dari promosiitu. Banyak temannya yang mengira kalau itu hanyatipuan, atau itu hanya merekrut perempuan yangbersedia duduk di kasir dan menyapa tamu. Tapi, salahsatu temannya memberi saran agar mengkontak pihaktersebut agar lebih jelas lagi. Dan Jeremy pun setuju, iamengambil langkah untuk menelepon pihak restoran...."Apa kau yakin? Yah, menurutku kau memang sedikitcocok untuk jadi penjaga. Tapi, kau belum adapengalaman dan mereka menerimamu? Lagi pula gajinyajuga tak seberapa! Kau bisa cari yang lain,"

Teman Jeremy mengutarakan opininya."Tidak juga, aku sendiri sedikit ragu. Setelah menanyakanapa yang mereka cari, dan ternyata mereka merekrutbeberapa orang saja. Seperti penjaga malam, dan sisanyauntuk berdiri di belakang kasir dan kompor. Hanya satuyang aku bisa, menjadi penjaga malam saja,""Resikonya aku mengorbankan jam tidur malamku. Tidakmasalah sebenarnya, aku masih bisa tidur di siang harisebelum kuliah dan pulang kuliah jam empat sore. Jamkerjaku dimulai tengah malam sampai jam enam pagi,"Lanjut Jeremy sambil mengemas perbekalannya; kopi,kopi, kopi lagi dan makanan ringan."Dan kau tidak di wawancara atau diuji, bukan? Itu yangmembuatku aneh dan kurang yakin," temannya belumberhenti mengkhawatirkan Jeremy."Mereka baru buka, maksudku buka kembali. Tidakterlalu heran kalau mereka butuh pegawai secepatnya!Tenang sajalah, kawan!" Jeremy tersenyum sumringahsambil menepuk bahu lawan bicaranya itu."Ya, sudahlah. Hati-hati! Jika ada apa-apa cerita padaku!"...Jeremy baru saja memasuki pintu belakang khususkaryawan, dan disambut oleh Manajer dengan senyumanramah menghiasi wajahnya."Selamat datang! Hari pertama kerja, tentu aku harusmembawamu keliling tempat ini,"Ucapnya tanpa basa-basi, dan memberikan nametagpada Jeremy. Name tag itu bertuliskan SECURITYGUARD. Tentunya Jeremy sudah memakai seragam yangdiberi oleh pihak restoran sebelumnya."Besok-besok datang satu jam sebelum shift-mudimulai," ucap Manajer sembari tangannyamemerintahkan Jeremy agar mengikutinya ke mana iapergi. "Siap, Manajer!"Jeremy diajak berkeliling dan ia tentu dilihat beberapapekerja lainnya. "Anak baru? Selamat datang, nak!Penjaga malam, kah?" sapa pria paruh baya yangmemakai apron berlambang beruang mascot restoranini. Jeremy menebak diam-diam, lawan bicaranyabekerja sebagai waiter."Iya, namaku Jeremy! Salam kenal," balasnya sambiltersenyum. "Hmmm, berhati-hatilah!" lawan bicaranyatersenyum sesaat lalu pergi ke ruangan khusus karyawan."Huh?" Jeremy bingung apa maksudnya dari pria tadi.Manajer memanggil Jeremy yang tertinggal di belakangsana untuk mengajak Jeremy kembali berkeliling."Kau akan menjadi penjaga, kau harus tahu di mana letak

kamera itu berada dan menangkap sisi mana saja,"Jeremy awalnya dibawa ketempat di mana ia akanberjaga. "Ini ruanganmu saat malam, kau hanya bisamelihat satu persatu ruangan melewati kamera ke layaruntuk kau pantau, kameranya di lengkapi perekam suarajuga, jadi kau bisa mendengar pergerakan di dalamruangan. Tekan tombol-tombol ini untuk melihat setiapruangan. Dan kau hanya dibekali senter,"Mata Jeremy tak mau diam, melihat setiap inci tempat iaakan duduk semalaman. Ruangannya tidak begituberantakan, tidak terlalu rapih juga. Hanya beberapatelevisi kecil menghiasi ruangan, kipas angin cukup besarbertengger di atas meja dan ditemani beberapa kertas.Dan televisi khusus untuk memantau tiap ruangan ada disebelah mejanya lagi, layar televisi itu cukup besar dancembung tak lupa dihiasi tombol-tombol untukmemindahkan 'chanel'. "Baik!" Jeremy meyakinkandengan mantap.Mereka berdua lalu berjalan kembali ke lorong, setiaplorong maupun ruangan pasti dihiasi poster ataupunkertas gambar hasil anak-anak. Kertas warna-warni yangmenjuntai, bentuknya ada yang seperti kabel—ataumemang kabel? Jeremy tidak terlalu memikirkannya.Jeremy memasuki ruang pesta pertama bersamaManajernya, dan ada pegawai lainnya yang sudah selesaimembersihkan sisa pesta dan menempelkan kertaspanjang berbentuk orang bergandengan di atas sana,mendekati langit-langit ruangan."Ini ruangan pesta pertama,"Dua meja panjang yang sudah bersih, dihiasi topi pestauntuk anak kecil yang terjejer sangat amat rapih. Didinding tak lupa ada poster tiga robot yang terpisahmasing-masing.Manajer melangkah menyebrangi lorong. "Ini ruangpesta ke dua, seperti yang kau lihat, ruangan ini palingsering digunakan untuk pesta ulang tahun. Hati-hatilangkahmu! Mereka habis membersihkan lantainya,"Jeremy melihat tanda warning dekat dengan mejapanjang. "Woah, megah juga," gumam Jeremy masihmelihat sekeliling, bisa dibilang ruangan ini sedikit lebihbesar dan tentu rapih. Topi pesta berbaris,banner yangmenggantung dan bertuliskan 'LET'S PARTY!' menghiasiruangan ini."Ini ruangan pesta ke tiga, tepat di sebelah ruangan pestapertama," tuturnya sembari memperlihatkan salah saturuang pesta yang sudah rapih dan siap pakai besok.Ruang pesta ke tiga tidak semeriah ruangan sebelumnya,hanya satu meja panjang, di ujungnya ada beberapakotak hadiah dan balon berisi gas Hydrogen itu. Mata

Jeremy tertuju pada poster yang menempel pada dindingyang sedikit lusuh. Poster itu menampakkan tiga makhlukyang sepertinya sangat terkenal di sini."Ehm, Pak, ke tiga robot itu maskot di sini?" Jeremymemberanikan diri. "Robot? Ah, maksudmu Animatronicitu? Tentu! Yang beruang adalah maskot utama, Freddynamanya. Akan kuperkenalkan kepada mereka semuananti,"Jeremy mengangguk cepat lalu mengikuti atasannya lagimenuju ruang selanjutnya. Ruangan pesta ke empat tidakterlalu meriah. Hanya satu meja panjang yang di atasnyadihias beberapa kotak hadiah dan balon berisi Hydrogen.Di dinding terdapat kertas kreasi yang membentuk tigamakhluk. Jeremy tidak terlalu jelas melihatnya, karena ialangsung mengikuti Manajernya melihat ruangan lain."Ruangan selanjutnya, akan kuperkenalkan mereka,"Pegawai baru itu dengan semangat mengikuti ke manaManajernya melangkah. "Di sini sangat berantakan danbau, karena. Yah, karena di sini tempat Animatronic yangsedang dalam perbaikan atau benar-benar rusak,"Jeremy bergidik, ruangan itu sedikit temaram dan lantaiyang menghiasi seluruh restoran ini seperti papan catur.Terlebih ruangan ini memang bau anyir besi berkarat danberantakan. Matanya tertuju pada Animatronicterbengkalai nan rusak."Ini Mangle, dia sebenarnya di desain untuk Foxy versilebih ramah, atau versi perempuannya. Tapi, dia sangatmalang nasibnya. Anak-anak justru merusaknya sampai-sampai ia tidak bisa digunakan lagi,"Jeremy semakin bergidik melihat mesin tergeletakbernama Mangle itu hanya mata sebelahnya saja yangada, dan kepalanya saja yang utuh berbentuk sepertirubah, rangka badannya berserakan tak karuan. Dibahunya tampak menempel entah apa itu. "Ehm, ituapanya, Pak?" Jeremy berani menunjuk benda yangmembuatnya penasaran."Ah, itu sebenarnya burung beo, dia berperan sebagaibajak laut di sini, seperti Foxy," Manajer menggesertubuhnya menghadap Foxy. Seperti namanya, diaberbentuk rubah. Jauh berbeda dengan Mangle yangberwarna putih-merah muda. Foxy berwarna merah/crimson dan memakai penutup mata pada matakanannya.Kesan bajak laut sangat lengkap pada diri Foxy, tangankanannya bukan tangan robot, melainkan hookyangbiasa bajak laut pakai. Celana coklat lusuh dan robekmembungkus kakinya, ada robek pada bagian dada danlengan-lengannya memperlihatkan bagian dalam Foxy.Berupa kerangka besi, tidak beda jauh dengan Mangle

yang badannya memang rangka robot yang abstrak.Beruntung Foxy masih utuh walau ia tidak dapatdigunakan."Lalu ini Chica. Dia anak ayam yang manis sebenarnya.Dia rusak, seperti yang kau lihat,"Bukan bergidik lagi sekarang, Jeremy benar-benarmerasa bulu kuduknya berdiri dan bergetar. Robotkuning itu tergeletak terlentang tak berdaya denganmulut terbuka memperlihatkan Endoskeleton, dadanyadihiasi apron kecil bertuliskan 'LET'S EAT!'. Kedua ujungtangannya putus dan hanya memperlihatkan kabel-kabelyang menjulur. Jeremy melihat gigi-gigi Chica."Ayam punya gigi, huh?""Ahahah! Tidak ada salahnya, toh mereka hanya alatpenghibur anak-anak," tanggap Manajer santai."Ini Bonnie. Aku sendiri takut melihatnya," Manajermenutup mulutnya rapat dan melirik kearah lain."Hiiiy!" reaksi Jeremy setelah menengok makhluk ungukebiruan yang tampak seperti kelinci.Wajahnya tidak ada. Hanya rahang bawah beserta giginyayang utuh. Bagian dalam wajahnya hanya ada kabel,rangka wajahnya tidak kelihatan karena sedikit gelap.Bonnie yang cukup tinggi itu memiliki badan yang berisicenderung gemuk. Jeremy segera melangkah menjauhmengikuti Manajernya."Dan ini maskot utama, Freddy,"Animatronic yang berbentuk seperti beruang gemuk,matanya yang tertutup separuh memberi kesan ia sedangmengantuk. Topi hitam menghiasi kepala coklatnya,berdiri tegap di antara kuping bulatnya. Hanya beberapalecet dan robek pada badannya. "Dia masih bagus,"gumam Jeremy."Ya, tapi sayangnya mereka semua terpaksa kami simpandan digantikan dengan yang baru, mereka ada dipanggung," manager menunjukan jalan kearahpanggung."Pantas saja! Ahahah! Aku melihat para Animatronicsebelumnya di ruangan tadi merasa aneh, merekaberbeda jauh dengan yang ada di poster!" Jeremymenepuk kepalanya sendiri."Anak kecil tidak akan ada yang mau kemari kalau kamipasang mereka di sini. Dan nama mereka masih samadengan yang dulu, hanya ditambah Toy di depannya,"celetuk Manajer.Jeremy mendekat ke panggung, melihat tiga Animatronicyang masih bagus, mulus dan lebihfriendly lookketimbang yang sebelumnya. "Selanjutnya kita ke P. Disini anak-anak suka sekali datang. Membeli boneka,bermain dengan Marionette,"

"Marionette?" ulang Jeremy. "Ya, dia ada di dalam kotakitu, kotak besar merah-putih itu,"Manajer membuka kotak hadiah itu dan memperlihatkanboneka atau robot yang cukup aneh bentuknya. Mukanyaterlihat aneh, senyum joker namun di bawah matanyaseperti ada garis seperti jalur air mata jika menangis.Pipinya terdapat bulatan merah, dan badannya sangatpanjang lalu hitam.Jeremy bergidik sekali lagi, merasa tidak enak. "Yah,terkadang anak-anak menangis melihatnya karenaketakutan, mereka bilang dia seperti Slender Man,"Manajer terkekeh lalu menaruh Marionette itu kembalidalam kotaknya."Bukankah itu kotak musik?" Jeremy menunjuk ujungmeja yang memajang beberapa boneka asli dan empuk."Ya, kotak musik antik itu termasuk kesukaan anak-anak,mereka suka mendengarnya,""Hooo, begitu," Jeremy manggut-manggut."Selanjutnya ke G. Tempat paling anak-anak sukai,mereka yang memenangkan game di sini akan mendapathadiah dari P. Di sini ada BB, dia termasuk robot,""BB?" Jeremy mengkerutkan alisnya, hampir menyatu."Balloon Boy," jelas atasannya singkat. "Lalu di sana adaKid's Cove, sebenarnya tempat untuk Foxy dan Manglemenghibur anak-anak," pria paruh baya itu menunjukruangan dekat Game Area ini.Jeremy ber-hooh ria, lalu mereka kembali ke ruangan dimana Jeremy akan bekerja. "Shift-mu akan dimulaisekitar dua jam lagi, aku tinggalkan kau di sini tidak apa,'kan? Kau akan baik-baik saja, dan maaf aku akanmematikan semua lampu kecuali ruanganmu. Kamerapengintai disertai lampu, kok! Jadi kau masih bisa melihatdan mengamati mereka. Dan maaf sekali lagi, teleponkami sedang dalam perbaikan,""Ehhmm…. tidak apa," Jeremy tersenyum sedikit berbaupasrah. Manajer menepuk bahu pegawai barunya, danpamit...."Sial! Padahal saat lampu masih menyala semua, tempatini tidak terlalu seram! Tapi sekarang malah bikin tegangseperti ini,"Jeremy menyedot kopinya dari gelas plastik danmenaruhnya kembali di dekat kipas angin. Hembusankipas angin tak sanggup meredam keringat Jeremy. Jamdua belas, setidaknya itu yang ditunjukan jam dinding didekatnya.KRIIIING

Jeremy hampir jatuh dari kursinya, ia terkejutmendengar telepon berdering dekat mejanya. "Bukannyasedang rusak, ya?" alisnya kembali berkerut dan sedikitlagi menyatu.KRIIIIINGKRIIIIINGJeremy baru sadar itu adalah pesan masuk, buru-buru iamemenekan tombol jawab. (Disini author juga bingung,memangnya udah ada ya telepon merekam danmengirim pesan di tahun 1987? Klo udah ada syukurlah# plak )"Uh, hallo? Halo, hallo? Uh, hallo dan selamat datang dipekerjaan barumu di musim panas ini di tempat yanglebih baik, Freddy Fazbear's Pizza. Uh, aku di sini inginberbicara denganmu mengenai beberapa hal yang bisakau harapkan selama minggu pertama di sini dan untukmembantumu memulai karir baru dan menarik ini,"Jeremy menelan ludahnya sendiri, dan mendengarkandengan seksama."Uh, sekarang, aku ingin kau melupakan apa pun yangmungkin pernah kau dengar tentang lokasi lama restoranini, kau tahu. Eh, beberapa orang masih memiliki kesanagak negatif terhadap perusahaan ini. Uh... Bahwarestoran lama dibiarkan 'membusuk' selama beberapawaktu, tapi saya ingin meyakinkan padamu, FazbearEntertainment berkomitmen untuk menyenangkankeluarga di atas semua, termasuk keamanan,"Seketika itu Jeremy membeku, seakan terkena seranganjantung skala kecil. Ia ingat apa yang dikatakantemannya, dulu restoran ini pernah terjadi insiden yangmembuat tempat ini tutup. Dan sekarang kembalidibuka, walau lokasi yang berbeda tentunya."Mereka telah menghabiskan beberapa uang untukAnimatronic baru, uh, perubahan wajah, mobilitascanggih, para pegawai bahkan membiarkan merekaberjalan-jalan di siang hari. Bukankah itu apik?"terdengarorang itu berdehem sebentar."Tapi yang paling penting, mereka semua terikat kedalam beberapa jenis kriminal, sehingga mereka dapatmendeteksi predator mil jauhnya. Kita harus membayarmereka untuk menjagamu.Uh, seperti yang sudahdikatakan, tidak ada sistem baru tanpanya... Uh... Kaupenjaga kedua yang bekerja di lokasi tersebut. Uh, orangpertama menyelesaikan pekerjaannya, tapi mengeluhtentang... kondisi. Uh, jadi kita mengganti dia ke shiftsiang hari, jadi Hei, kau beruntung, 'kan?"Alis Jeremy berkedut, dan semakin menukik. Ia masihbelum menangkap maksud dari rekaman entah siapa itu."Uh, terutama ia khawatir bahwa Animatronic tertentu

tampaknya bergerak di malam hari, dan bahkanmencoba untuk masuk ke kantornya."Jeremy semakin bergidik, tidak hanya bulu padatengkuknya yang berdiri dan menari, hampir seluruhbulu tipis di tubuhnya."Sekarang, dari apa yang kita ketahui, bahwa seharusnyatidak mungkin. Uh, restoran ini yang seharusnya menjaditempat paling aman di bumi. Jadi sementara para teknisikami tidak memiliki penjelasan untuk hal ini, bahwa teorikerjanya... tepatnya robot tidak pernah diberi 'modusmalam'. Jadi ketika robot itu merasa sekelilingnya tenang,mereka pikir mereka ada di ruangan yang salah, sehinggakemudian mereka pergi mencoba untuk menemukan dimana orang berada, dan dalam hal itu kantormu.""APAAA—Jadi mereka—" Jeremy memekik lalu menutupmulutnya."Jadi solusi sementara kami adalah; ada kotak musik diPrize Corner, dan sudah di setting agar bisa dimainkandari tempatmu berada. Jadi hanya sekali-sekalimemutarkannya, beralih ke tayangan Prize Corner. Danjangan lupa memutarkannya lagi selama beberapa detik.Walaupun begitu, tampaknya tidak mempengaruhisemua Animatronic, hanya mempengaruhi... salah satudari mereka."Pria yang terekam suaranya itu berdehem kembali."Uh, dan untuk sisanya, kami memiliki solusi lebihmudah. Soalnya, mungkin ada kesalahan kecil dalamsistem, 'sesuatu' tentang robot melihatmu sebagaiEndoskeleton tanpa kostum, dan ingin menjejalkanmukedalamnya, jadi hei, kami telah memberikanmu sebuahkepala Freddy Fazbear kosong, masalah terpecahkan! Kaubisa menempatkannya kapan saja, dan biarkan selamayang kau inginkan. Nantinya apa yang berjalanmenemuimu, akan berjalan kembali ketempat semula.""Menjejalkan, apa?" ingin sekali Jeremy memutar ulangnamun tak bisa."Uh, hal lain yang yang layak disebutkan adalahbangunan yang di desain modern. Kau mungkin telahmenyadari tidak ada pintu bagimu untuk menutupruangan, heh. Tapi, hei, kau memiliki senter! Danmeskipun sentermu bisa kehabisan daya, bangunan tidakbisa. Jadi, jangan khawatir tentang tempat gelap. Yah,saya pikir itu saja. Uh, kau harus berhati-hati. Uh, periksalampu, pakai topeng kepala Freddy jika perlu, uh,menjaga kotak musik agar selalu diputar, sepotong kue.Selamat malam, dan saya akan berbicara denganmubesok."Jeremy sekali lagi, sekali lagi dia bingung. Namunsetidaknya ia tahu apa maksud pesan tadi. Jeremy pun

mengambil topeng Freddy yang ada di atas lemarikantornya."Jadi mereka tetap bisa berjalan di malam hari? Kenapapara teknisi itu tidak memperbaiki dan me-reset ulangsaja mereka?" nafas Jeremy memburu, gugup dan tidakberaturan. Jeremy sadar bahwa pria yang berpesan tadijuga sedikit gugup. Dan menambah kegugupan Jeremysendiri jika diingat nada yang dia katakan."Uh, okay! Kita periksa mereka,"...Jam sudah menunjukan pukul tiga pagi. Kopi Jeremyhabis, dan dia tidak ada waktu untuk membuatnya lagi.Dia terlalu sibuk menekan tombol untuk memutarkankotak musik di Prize Corner setiap lima belas detik sekali.Ya, lima belas detik sekali termasuk memantau area PrizeCorner.Jeremy masih sempat untuk melihat-lihat bagianpanggung maupun Parts and Service Room, aliasruangan yang di tempati Animatronic lawas yang tidakberfungsi. Tidak lupa ia melihat sesekali Kid's CovedanGame Area."AP—" pekik Jeremy seketika saat menekan tomboluntuk melihat Parts and Service Room. Kamera pengintaisedang menyorot salah satu sudut ruangan itu,seharusnya sudut itu berdirilah Bonnie. SesungguhnyaJeremy tidak ingin melihatnya, tapi kini ia melihat Bonniesedang duduk. Padahal saat dia ke sana bersamaManajer, Bonnie sedang berdiri.Tidak hanya Bonnie, di dekatnya ada Chica yangtergeletak. Seingat Jeremy, Chica tidak di situ tadinya. "Inipasti mimpi," Jeremy mencubit pipinya dan mengeluhsakit."Oke, bukan,""Mereka benar-benar bergerak,"Jeremy kembali memutar kotak musik lewat tomboldekat layar televisi. Dan tak bosannya Jeremy melihatkeadaan satu persatu ruangan di restoran itu."BB masih di sana, mereka masih di sana, dan tidak adaapa-apa. Aku akan baik-baik saja,"Jeremy menguatkan dirinya sendiri, tak lupa ia menekansaklar lampu ventilasi kiri-kanannya dan menyorotlampu ke arah lorong di depannya."Tidak ada apa-apa,"Walau dia bilang seperti itu, Jeremy tetap was-was dansekujur tubuhnya mengeluarkan keringat, wajahnyagugup-tegang, dan sering menelan ludah. Ya, keadaan diabisa dibilang sangat ketakutan pada malam pertamanya

ini, di tempat kerjanya.Satu jam berlalu, pukul empat pagi ini terasa dinginseharusnya. Apa lagi kipas di atas meja itu masihberputar stabil seperti biasa. Tapi tak mampu meredakankeringat Jeremy yang bermunculan sebesar bijimentimun."Uh, aku harap jam enam pagi cepat datang," suaranyatercekat, masih sibuk memeriksa sekelilingnya dan terusmemutar kotak musik itu. Jeremy sangat waspada danmenuruti saran orang-entah-siapa-itu."Kurasa dia pekerja sebelumku, aku harus berterimakasih padanya," Ujar Jeremy pelan.Ia lalu memeriksa Parts and Service Room sekali lagi,lewat kamera pengintainya. Sayangnya lampu kamera ituhanya berkedip beberapa kali sekali sehingga terkadangmenyita waktu Jeremy untuk memastikan ruangan yangakan ia lihat."Hhh, seharusnya lampunya terus menyala setiap akuingin melihat keadaan," protesnya lalu nafasnya tertahan."D-di mana Bonnie!?" pekiknya panik.Jeremy langsung menyinari lorong di depannya, kosong.Lalu menekan tombol lampu yang menyinariventilasibagian kiri maupun kanan.Kosong.Jeremy belum bisa bernafas lega, ia memutar lagi musikdi Prize Corner, dan ia melihat ruangan terdekat maupunParts and Service Room lagi.Makhluk berwarna Lavender itu ada, duduk, dengankepala tertunduk, dengan wajah yang masih mengerikanitu."Sial, membuat panik saja!"Malam pertama yang tidak begitu menyenangkan danjuga menenangkan. Betapa sibuknya Jeremy memeriksaruangan lewat kamera pengintai, lalu mengeceksekitarnya, dan tidak lupa untuk memutar lagu Lullaby diPrize Corner.Jeremy lambat laun menyadari sesuatu. Ia pernahmendengar dentingan musik ini, namun ia tidak begituingat persisnya. My Grandfather's Clock. Hanya itu yangJeremy ingat, judul lagu yang dimainkan kotak musik itu.Kepala Jeremy terasa berat dan sakit. "Uhh—"Diliriknya jam, sudah menunjukan sekitar jam lima pagi."Sebentar lagi, saja," Jeremy menggeleng-gelengkankepalanya secara kasar.Tak bosan-bosannya ia memutar lagu itu lewat tombolyang tersedia di kantornya.IT'S MESekelebat, Jeremy mendapat bayangan wajah Freddytanpa mata Endoskeleton-nya. Dan tulisan 'IT'S ME'

berada di pikirannya. "Huh?" Jeremy berkedip. "It's me?Apa maksudnya?" dia tidak menemukan jawaban pasti,siapa yang mau menjawab tentunya? Para Animatronic?Jeremy akan terkena serangan jantung jika itu terjadi."Uh, akan kulaporkan keluhan dan protesku ini nanti,"Jeremy mencoba berdiri dari kursinya yang tidak terlalunyaman."Eh?"Dia tidak bisa mengangkat tubuhnya, kakinya tidak bisa iagerakan. Tangannya mencengkram sandaran kursimaupun meja untuk membantu tubuhnya terangkat tapipercuma. Ia seperti terikat di atas kursi itu."Apa-apaan ini!?"Jeremy panik, lagi. Seketika ia mendengar suara gaduh didepannya. Jeremy sigap mengambil senternya danmenyorot lorong di depannya.Gelap, kosong, tidak ada apa-apa. Ia menekan tombollampu ventilasi sampingnya, juga tidak ada apa-apa.Jeremy yakin sekali mendengar sesuatu. Ia menyorot lagikearah lorong, tepat di depannya.Tidak ada apa-apa. Jeremy mematikan senternya, danmenatap layar televisinya dan menekan tombol khususuntuk memutarkan musik itu lagi, entah yang keberapakalinya.Mata Jeremy menangkap sesuatu, di depan mejanya.Wujud kuning dengan mata gelap seperti kosong. Satutelinganya hilang entah kenapa dan mengapa. Terduduklesu seperti tidak ada semangat hidup. Tangan kanannyamemegang mic, dan kepalanya dihiasi topi hitam."Asta—" buru-buru Jeremy memakai topeng Freddy.Nafasnya berat dan jantung berdetak cepat. Dari mana iadatang? Sejak kapan ia ada di situ? Jeremy tidak tahu.Nafas Jeremy masih memburu. Ia tidak salah lagi melihatAnimatronic seperti Freddy namun berwarna kuningkeemasan.Tapi Jeremy yakin itu bukanlah Freddy, tidak ada isinya didalam Animatronic itu. Tidak adaEndoskeleton darimatanya yang gelap gulita tersebut.Sedetik kemudian Jeremy tersentak. Makhluk itumenghilang dari hadapannya."Eh!?"Denting jam menggema seisi ruangan. Sepasang jarumjam merentangkan, saling berjauhan ujung denganujungnya. Tepat menunjukan jam enam pagi."Apa…. Itu tadi?" Jeremy merasa pundaknya lepas,badannya lemas tidak berdaya setelah melepas topengFreddy itu. Malam pertama ia lewatkan dengan kejutan,melihat bayangan Golden Freddy..

.

.BERSAMBUNG...

LZ_WHY SO SIRIUS

Five Nights at Freddy's chapter 2 – Night 2Source : fanfiction.net

.

.

.

"Jadi kau seperti diganggu hantu begitu?"

"Ya! Uh—bukan maksudku untuk berhenti bekerja. Aku ingin bekerja di sini tapi, apa para teknisi tidak membetulkan mereka?"

Jeremy sengaja belum pulang dari apa yang terjadi malam sampai pagi ini tadi. Ia mendatangi ruangan Manajer itu.

"Ehm. Maaf, para teknisi itu sedang tidak ada di kota ini. Jadi kami juga belum bisa mengatasi masalah ini. Pekerja sebelum kau juga memproteskan hal yang sama, dan dia ada di shift siang hari,"

"Ya, aku sudah dengar tentangnya," aku Jeremy.

"Huh? Dari siapa? Aku belum menceritakannya padamu," Manajer memasang ekspresi heran.

"Dari orang yang mungkin bekerja di sini sebelum orang yang pindah shift itu. Semalam ada rekaman yang masuk,"

Manajer terdiam, alisnya menukik tajam seperti tanjakan empat puluh lima derajat. "Apa? Rekaman? Orang sebelum pekerja shift siang, katamu?"

Jeremy mengangguk mantap. "Dengar, Jeremy. Telepon kami rusak, tidak bisa menerima maupun melakukan apa-apa,"

"Y-ya aku tahu, tapi tadi malam bukan halusinasi—"

"Dan tidak ada yang kerja malam selain orang sebelum kau,"

Jeremy terhenti, kini ia yang memasang ekspresi heran yang lebih heran dari biasanya. "Ehm, maaf. Apa maksud Pak Manajer?"

"Selama kami buka, hanya kau dan dia yang pernah menjaga malam di restoran ini. Tidak ada yang lain,"

"Lalu siapa dia, Pak? Pesannya tidak dapat diulang dan langsung terhapus setelah dimainkan," Jeremy memijit pelipisnya, ia merasa dipusingkan dalam hal ini.

"Kalau dia bukan penjaga malam, lalu siapa lagi? Dia sepertinya tahu benar dan mengarahkanku, memberiku saran, seperti seorang senior," lanjut Jeremy.

"Pekerja malam yang sudah berganti shift tidak mengatakan apa-apa soal rekaman, dia sudah datang, panggilkan saja dia dan tanyakan,"

.

.

.

"Kau tahu, tidak ada rekaman apapun pada malam pertamaku. Memang benar aku melewati malam pertama dan baik-baik saja. Tapi mereka berkeliaran seperti di siang hari! Aku lebih menjaga siang hari tentunya. Yang datang pertama kali ke tempatku adalah Marionette itu. Dia berdiri sendirian di depan lorong dan mengamatiku sampai pagi, aku tidak tahu kenapa. Dan jam enam tiba dia menghilang,"

"Tapi—" Jeremy menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Karena itu aku pindah shift. Aku harus bekerja dulu,bye!"

"Jadi, kau mau berhenti bekerja atau melanjutkannya? Tentu tetap berjaga malam," tawar Manajer seletah mendengar semuanya.

"Uh, ehm." Jeremy memutar otaknya. Untung saja hari ini tidak ada jadwal kuliah jadi ia bisa istirahat sepuasnya. "Baiklah, aku coba bertahan," gumamnya terdengar oleh Manajernya. "Kami perbaiki teleponnya hari ini, malam nanti sudah bisa kau gunakan. Jika ada apa-apa telepon saja,"

.

.

.

"Hay, Jeremy! Selamat menikmati hari ke duamu di sini,"

Waiter itu lagi-lagi menyapanya lalu pergi, ditambah senyuman yang janggal menurut Jeremy. Dia tidak tahu nama sang waiter, jadi ia memilih untuk diam tak menanggapinya. Jeremy sudah datang dari jam sepuluh malam. Ia terlalu kenyang beristirahat di rumah sementaranya. Jadi ia putuskan untuk berangkat kerja lebih awal.

Tidak mau terulang, ia membawa kopi yang sudah diseduh dalam termos cukup besar. Nantinya ia tinggal tuang ke dalam gelas plastik di kantornya. "Malam kedua! Aku siap!"

.

.

.

Jam menunjukan pukul sebelas malam lebih, tentu semua karyawan belum pulang. Tapi Jeremy sudah duduk manis di kantornya.

"Semoga tidak terjadi apa-apa hari ini," doanya lalu melihat layar televisi khususnya. Jari Jeremy menekan tombol yang akan menunjukan ruang Prize Corner.

Gelap. Layar tidak memunculkan apa-apa selain warna hitam pekat.

"Loh? Rusak?"

Tiba-tiba layar memunculkan pixel-pixel berwarna-warni membentuk sepeti ruangan dengan seisi perabotannya. Mirip ruangan pesta di restoran ini namun dalam bentu pixel seperti game arcade.

"Ha? Game-kah?" Jeremy terheran-heran. Ia menekan tombol kecil pada samping televisi. Empat tombol yang ia tekan membuat salah satu gambar berjalan. Gambar yang berjalan itu nampak seperti beruang berwarna kuning membawa seperti mic di tangannya, tangan kanannya.

"….. Jangan-jangan. Ini beruang yang kulihat kemarin," Jeremy sebenarnya ragu namun ia tetap memainkannya. Ia mendengar suara dari alat elekrtonik di hadapannya itu setiap karakternya berjalan, dan ia melihat ada karakter lain, seperti melayang dan berwarna hitam, berkepala putih.

"…. Apa itu Marionette? Tempat ini pernah membuatgame sendiri? Apa untuk anak-anak?"

Pertanyaan yang tidak terjawab dari Jeremy, ia mau tak mau meneruskan game yang mendadak muncul itu.

Jeremy sadar kalau ia harus mengikuti karakter lain yang berwarna hitam itu, namun tiba-tiba muncul satu karakter lagi berwarna ungu, di dadanya ada warna kuning, dan tangannya yang aneh.

"Huh?"

Karakter yang Jeremy mainkan terhalang makhluk ungu yang berbentuk seperti manusia dalam pixel itu. Lalu layar menghitam kembali dan terdapat garis-garis biru berjalan cepat. Jeremy sempat membaca hurufpixel yang ada di pojok kiri layar di bagian bawah.

YOU CAN'T

"Eh? Game over? Apanya yang tidak bisa—"

Jeremy tersentak.

Ia ingat setiap karakternya berjalan, ada suara seperti mengeja. Ia mengingat ejaan tersebut.

S-A-V-E T-H-E-M

"Save them? You can't? Apa maksudnya?" Jeremy terdiam sebentar. "Mungkin itu kata lain dari Game over. Ups! Sudah jam dua belas malam. Manajer sudah pulang, besok aku akan tanyakan game ini,"

.

.

.

KRIIING

Jeremy tidak terkejut, namun ia hanya melirik kearah telepon itu dan melihat LED menyala warna hijau, bertanda itu adalah pesan.

"Huh? Dari siapa?"

KRIIIING

KRIIIING

Jeremy terpaksa menerimanya lagi.

"Ah…. Hallo, hallo! Uh, hey, sudah saya katakan malam pertamamu tidak akan menjadi masalah. Kau hebat!"

Jeremy entah kenapa justru sedikit kesal mendengar suara ini lagi. Dia pria-yang-entah-siapa-itu kembali menerornya lewat pesan. Seandainya saja Jeremy punya alat untuk kembali merekam apa yang terjadi hari ini, sayangnya di kantornya ini tidak ada kamera pengintai seperti tempat lainnya.

"Uh, sekarang saya yakin kau telah melihat para Animatronic lama duduk di ruang belakang. Uh, mereka itu dari restoran sebelumnya. Kami hanya menggunakannya untuk bagian sekarang. Ide awalnya adalah untuk memperbaiki mereka... Uh, para teknisi bahkan mulai menyesuaikan mereka dengan beberapa teknologi baru, tapi mereka hanya begitu jelek, kau tahu?"

Jeremy mendengus kesal. "Yah, terserah apa katamu,"

"Baunya... Uh, sehingga perusahaan memutuskan untuk membuat yang baru, dengan wajah yang lebih ramah. Uh, mereka yang lebih tua tidak seharusnya mampu untuk berjalan-jalan, tetapi jika mereka seperti itu, trik memakai kepala Freddy yang kosong dapat mengelabui mereka juga, jadi, ya, begitulah,"

Jeremy memutar bola matanya kesal. "Ya, ya, ya," komentarnya.

"Uh... Heh... Aku menyukai para karakter lama. Apakah kau pernah melihat Foxy si bajak laut? Oh, tunggu, tunggu…. Oh yeah, Foxy. Uh, hei dengarlah, dia itu agak gugup,"

"Seperti kau, Tuan entah-siapa-dirimu," celetuk Jeremy.

"Uh... Aku tidak yakin kalau trik memakai kepala Freddy yang kosong itu akan berpengaruh pada Foxy, uh. Jika karena alasan tertentu ia aktif pada malam hari dan kau melihat dia berdiri di ujung

lorong, sorot saja menggunakan senter kearahnya dari waktu ke waktuAnimatronic yang lebih tua selalu bingung dengan lampu terang. Dan itu akan menyebabkan restart sistem, atau sesuatu. Uh, kalau dipikir-pikir, kau mungkin ingin mencoba pada setiap ruangan di mana sesuatu yang tidak diinginkan mungkin. Mungkin menahan mereka di tempat selama beberapa detik. Mungkin berlaku juga untuk Animatronic baru,"

"Terima kasih atas sarannya," Jeremy mendengus kesal lagi.

"Satu hal lagi, jangan lupa kotak musik. Jujur saja, saya tidak pernah menyukai Marionette itu. Dia selalu... berpikir, dan bisa pergi ke mana saja... Menurutku topeng Freddy tidak akan bisa menipunya, jadi jangan lupa kotak musiknya. Pokoknya, aku yakin malam ini tidak akan menjadi masalah. Uh, selamat malam, dan berbicara lagi denganmu besok,"

"Besok? Okay! Aku akan membawa orang lain untuk menjadi saksi!" Jeremy rupanya kesal karena tidak ada yang kenal dengan orang yang memberikan pesan ini. Terlebih Manajernya tidak tahu siapa dia—yang memberi pesan itu.

Satu jam berlalu, Jeremy sudah terbiasa dan hapal detik kapan ia harus memutar kotak musik itu, dan kapan ia harus mengecek yang lain.

Jeremy menyeruput kopinya yang sudah ia tuangkan dalam gelas sembari mengecek satu persatu ruangan.

Parts and Service Room.

Jeremy hampir tersedak kopi yang ia minum setelah melihat ruangan ini dari kameranya. Ia tidak melihat apa-apa di ruangan itu. Yang berarti Bonnie yang seharusnya terlihat paling jelas di situ, telah menghilang.

"Astaga, ke mana dia!?" Jeremy memeriksa ruangan lainnya. Jeremy menemukan sosok Bonnie berada diMain Hall dekat dengan ruangan pesta ke empat. Jeremy meneguk saliva-nya sendiri.

"Hiiy!"

Jeremy bergidik saat melihat Kid's Cove, terlihat jelas Mangle sedang menggantung di sana. Ia yang tak punya badan, kenapa bisa berjalan—lebih tepatnya menggantung seperti itu? Seharusnya dia ada di ruangan yang sama dengan Animatronic lama!

Kabel yang menggantung dari tubuh abstraknya itu, terlebih matanya yang menatap ke arah kamera, membuat Jeremy memutuskan untuk kembali melihatPrize Corner dan memutar musik lagi.

"Mereka bergerak, uh, sial!" umpat Jeremy sambil menyalakan senternya untuk memastikan sekitarnya aman.

Kembali lagi ke Parts and Service Room, bukan kelaptop, belum lahir laptop pada tahun 1987 ini. Jeremy melihat Chica, tepat di ruangan itu. Dan ia mencari sosok Bonnie yang ternyata sudah pindah dari tempatnya yang tadi berada di Main Hall.

Jeremy buru-buru menyalakan senternya mengarah lorong di depannya. Seketika itu juga Jeremy menahan nafas dan memandangi sosok jauh di sana. Warna Lavender-nya samar-samar. Bonnie ada di hadapannya, memang jauh tapi tetap saja menyeramkan.

Jeremy melirik televisinya, lalu menekan tombol untuk memutarkan musik. Untung ia masih ingat kotak musik itu dan saran dari entah-siapa-dia. Jeremy masih waspada dengan makhluk ungu di ujung lorong sana.

Seandainya ia bisa pergi dari sini, sudah ia lakukan semenjak Bonnie menghilang. Manajer pernah bilang, untuk tidak pergi sebelum jam kerja selesai. Terlebih kursi ini dengan ajaibnya seperti mengunci Jeremy, pria itu tak bisa ke mana-mana.

"Baiklah, kau bisa lakukan ini, Jeremy!" ia menyemangati dirinya sendiri, tentu karena ia sendirian di restoran ini.

Ia menyinari lorong laknat itu lagi, tidak ada apa-apa. Tak lupa melihat samping kiri dan kanan ventilasididekatnya. Tidak ada yang mencurigakan. Jeremy tidak bosan-bosannya memutar My Grandfather's Clockdi Prize Corner.

Satu jam berlalu lagi, kini angka dua di tunjuk oleh jarum jam yang lebih kecil. Jeremy sesekali membuka mulutnya, melepaskan karbon dioksida dari dalam tubuhnya melalu mulut.

'Hi!'

Matanya terbelalak, tak salah lagi kupingnya mendengar suara sapaan menggema dari sudut ruangan ini, seperti suara anak kecil. Jeremy langsung memasukkan kepalanya ke dalam topeng Freddy yang siap sedia di sampingnya. Di dalam topeng itu, jarak pandang dan pergerakan Jeremy terbatas.

Jeremy tidak dapat menyinari lorong di depannya ketika memakai topeng itu, dan jarak pandang Jeremy tidak luas. Jeremy merasakan ada yang datang.

"Hhh…. Hhhahhh…" nafasnya memburu. Iya yakin suara sapaan itu dekat sekali dengannya. Seketika itu lampu dalam kantornya meredup. Mata Jeremy dapat melihat sesuatu, dari ke dua lubang topeng Freddy.

Badan yang besar, seungu bunga Lavender. Tangan kirinya tidak ada, hanya ada kabel yang menjuntai tak karuan, cara berdirinya yang seperti waria. Jeremy tidak akan menyangka kalau Bonnie ada di depannya sekarang, detik ini juga.

Wajah Bonnie tidak ada, memang. Namun Jeremy dapat merasakan kalau Bonnie sedang menatapnya, sepasang LED merah dari dalam kegelapan kepalanya itu membuat bulu kuduk Jeremy menegang.

Jeremy menutup matanya, berharap ini hanya mimpi. "Fuuuuh," ia hembuskan nafasnya pelan. Seketika itu ruangan kembali terang dan Bonnie tidak ada di hadapannya saat Jeremy memberanikan diri membuka matanya. Ia dengan cekatan melepas topeng Freddy.

Jeremy langsung menekan lagi tombol untuk memainkan musik di ruangan khusus itu. Dan sekalian melihat ruangan lainnya. Mengecek bagian dalam ventilasi kiri-kanannya. Lalu mengecek ruangan yang selalu terdapat pergerakan dari mereka; Parts and Service Room.

Tidak ada yang berubah, Bonnie sudah duduk di tempat semula. Jeremy melihat ruangan lainnya, yaitu kamera yang menyorot kearah panggung. Satu dari tiga Animatronic itu menghilang.

"Sial—Toy Chica, di mana dia?"

Jeremy untung masih sempat memutarkan musik untuk sang Marionette lalu kembali mencari Chica. Dan setiap ada Animatronic yang hilang atau ada bunyi-bunyi mencurigakan, Jeremy dengan sigap menyinari atau langsung memakai topeng Freddynya.

Ia bertahan dari teror yang dibuat Animatronic.Jeremy merasa mereka sangat berbahaya, instingnya merasa demikian. Ia ingat kalau pria yang memberinya pesan telah mengatakan; 'sesuatu' tentang robot melihatmu sebagai Endoskeleton tanpa kostum, dan ingin menjejalkanmu ke dalamnya.

'SESUATU' dan MENJEJALKAN, Jeremy mencerna kalimat itu matang-matang. Dalam arti para Animatronic ini seperti mesin pembunuh saat malam. Tidak untuk siang hari. Jeremy sadar, ini adalah pekerjaan terburuk di dunia. Digaji kecil, taruhan nyawa, tidak ada jaminan, dan terakhir untuk menjaga supaya mereka tidak keluar restoran, mungkin.

Bayangkan saja kalau tidak dijaga. Mereka akan keluar, berjalan-jalan di tengah kota. Membuat teror yang lebih parah. Jeremy tidak tahu harus sedih atau justru ingin menghancurkan para Animatronic ini. Jeremy pun tak kuasa, ia baru dua hari bekerja di sini. Dan sudah mendapat ujian yang luar biasa di luar khayalan manusia manapun.

Satu jam yang mencekam ia lewati. Masih ada tiga jam lagi dan ia harus melaporkannya pada Manajer. "Mereka semakin aktif—ugh!"

Jeremy melindungi dirinya sendiri dari sosok biru muda yang tersenyum manis. Pipinya merona merah, mata besar dan dihiasi bulu mata plastik itu. Penampilan mereka benar-benar menipu. Toy Bonnie berjalan secara horizontal di hadapan Jeremy. Seakan ia mencari sisi lemah Jeremy.

Tidak hanya Toy Bonnie, terkadang Mangle muncul di lorongnya. Membuat Jeremy ingin sekali berteriak meminta pertolongan.

Pertolongan? Percayalah, Jeremy sudah mencoba menelepon Manajer maupun temannya. Telepon itu tidak berfungsi sama sekali.

Demi apapun, Jeremy membenci suara anak kecil yang menyapanya sedari tadi, terkadang tertawa sekali. Suaranya jelas jika Balloon Boy itu muncul diventilasi bagian kiri.

Malam ini Jeremy seperti sedang lari marathonselama dua puluh delapan jam. Tapi, rambut maupun kondisi badannya tidak sebagus yang iklantampakkan. Jeremy seperti mandi keringat dingin. Ia bersyukur juga kalau para Animatronic tidak punya indra penciuman seperti anjing. Hanya punya pendeteksi entah apa itu seperti yang dibicarakan oleh pria misterius yang mengoceh dari telepon.

Tak terasa kalau satu jam lain telah berlalu. Jeremy masih punya dua jam ke depan untuk bertahan. Yang membuat tak terasa adalah untuk memutar kotak musik itu dan melihat sekelilingnya dengan sangat amat waspada. Jeremy masih menyemangati dirinya. Hanya untuk hari ini saja, dan saat pagi tiba ia akan benar-benar meng-komplain-kan semua.

Sensasi aneh terkadang dirasakan Jeremy. Kepalanya pusing, dan seperti hari pertama ia mendapat visionaneh di kepalanya. Seperti melihat kata-kata itu lagi;'IT'S ME'. Tidak hanya itu, wajah Animatronic yang muncul terkadang Bonnie maupun Freddy, tanpa mata.

Kali ini sensasi itu muncul kembali. Dan melihat Freddy berwarna kuning dalam benaknya. "Nghh!" erangnya sambil menahan rasa sakit kepala yang dideritanya. Jeremy bersumpah besok jika ia masih ingin bekerja di sini, ia akan membeli obat sakit kepala dulu sebelum bekerja.

'Save him!'

Samar-samar telinganya menangkap perkataan itu. Suara parau yang ter-distorsi itu membuat sakit kepala Jeremy lenyap. "AH! Musiknya!"

Jeremy terburu-buru melihat Prize Corner dan menekan tombol untuk memutarkan lagu kesayangan Marionette. Jeremy membeku, matanya tertuju pada senyum joker yang mengembang pada kepala putih itu. Menyembul keluar dari kotak besar tempat ia tidur.

Jeremy sadar, Marionette itu terbangun dari tidurnya. Suara tenggorokan yang sedang menggiling salivakembali ke dalam tubuhnya itu terdengar jelas. Jeremy mencoba melihat ruangan lain, untuk mengalihkan rasa takutnya.

Saat kembali melihat Prize Croner, hanya untuk melihat apakah dia sudah masuk kembali ke dalam tempatnya tidur atau justru keluar. Jeremy bernafas lega, Marionette tidak ada dan kotak itu tertutup lagi. Jeremy tak lupa untuk memutarkan lagu itu kembali.

Pukul empat pagi. Jeremy semakin berkeringat, lebih dari hari pertamanya. Para Animatronic itu satu persatu mendatanginya. Entah itu Foxy, Mangle, Bonnie, Chica. Maupun para Animatronic baru

lainnya. Dan Jeremy pun bersyukur, Freddy maupun Toy Freddy tidak ikut mengunjunginya. Jeremy merasa sang maskot Animatronic itu kalem dan tidak suka berjalan-jalan.

.

.

.

Tubuhnya terasa terguncang, suara-suara itu membawanya ke alam sadar.

"Jeremy?"

Suara Manajer membangunkannya. "Huh?"

"Kau ketiduran?"

Jeremy mengumpulkan nyawanya yang berceceran, dan sekaligus mengumpulkan kesadarannya. "Uhm, mungkin? Jam berapa ini, Pak?"

"Jam delapan pagi," balas Manajer singkat. "Eh—aku ketiduran? Maaf, Pak!" Jeremy langsung berdiri dari tempat ia duduk. "Loh, aku bisa berdiri," tuturnya spontan. "Ha? Apa maksudmu?"

"Ah, iya, Pak! Saya bercerita jujur, saya tidak pernah berbohong selama kerja di sini—dari malam kemarin dan juga malam ini saya tidak bisa berdiri dari kursi saya, Pak! Dan—teleponnya kembali tidak berfungsi! Tapi saat tengah malam, pria itu mengirim pesan lagi," Jeremy melapor seperti bawahan kepada sang kapten.

"Sungguh?" Manajer mengangkat gagang telepon. Terdengar suara bunyi panjang tak berujung. "Lalu suara apa ini?" Manajer memencet angka-angka dengan sembarang lalu menutup teleponnya kembali. "Kau yakin ini tak berfungsi?"

"L-loh? Tapi sumpah, Pak! Semalam saya tidak bisa menghubungi siapapun dan para Animatronic itu berkeliaran lebih sering dari kemarin malam!" Jeremy menjelaskan dengan tegas.

"Dengar, Jeremy. Kami tidak punya tempat kosong lainnya jika kau memang ingin pindah shift, pilihan lain kau berhenti bekerja di sini,"

Jeremy terdiam sejenak dan meminta maaf. Disaat itu juga ia melihat waiter itu mengintip di ujung lorong sana.

.

.

.

Sebelum Jeremy pulang, ia menyempatkan diri melihat para maskot beraksi di panggung. Trio maskot itu seakan sedang bernyanyi, walau lagu itu hanya lipsync. Gerakan mereka sangat terlihat seperti robot, patah-patah dan membosankan. Tapi Jeremy tidak heran, dia pernah menjadi anak kecil tentunya, ia pernah menyukai hal seperti itu dulunya.

'Bagaimana bisa Animatronic seperti mereka bisa menjadi sangar di malam hari?'

Jeremy masih belum menemukan jawabannya.

.

.

.

"Bagaimana kerjamu?"

"Buruk,"

Teman Jeremy menyambutnya saat datang ke tempat tinggal sementaranya itu. "Sudah kuduga, apa pekerja lainnya meremehkanmu? Atau ada sesuatu?"

"Sesuatu. Kau tahu insiden yang terjadi dulu di restoran itu, 'kan? Aku hanya tahu kalau lima anak kecil hilang di restoran yang dulu,"

Jeremy menatap teman dekatnya itu. "Itu, insiden itu yang membuat mereka dipaksa tutup. Freddy Fazbear's Pizza sudah ada sejak kita kecil dan tidak terlalu terkenal. Namun aku pernah ke sana waktu kecil, yang paling ditunggu adalah kemunculan Foxy si bajak laut,"

"Dia ada di tempat kerjaku. Tidak mau diam saat malam, seperti sedang mencari makan," Jeremy tidak tahan untuk menceritakannya juga.

"Sungguh!? Tapi, tapi Foxy, dia walau berperan sebagai bajak laut, dia baik. Ada juga kelinci dan bebek, dan Freddy sendiri. Mereka suka bernyanyi di atas panggung,"

"Bukan bebek, dia ayam. Bonnie, Chica dan Freddy. Kau kangen dengan mereka? Lupakan saja, bentuk mereka sudah buruk rupa," Jeremy menghela nafasnya.

"Jadi…. Mereka benar-benar bergerak di malam hari?"

Jeremy mengangguk dan menceritakannya. "Mereka belum diperbaiki sejak datang ke restoran itu. Justru pemilik restoran membeli Animatronic baru yang lebih terlihat ramah. Memang terlihat ramah, tapi kelakuan mereka masih sama. Sama-sama suka berkeliaran saat malam. Mencari orang-orang. Atau mereka malah mencari makan," Jeremy mengangkat bahunya.

"Jadi insiden itu disebabkan oleh mereka adalah benar. Tapi ada yang mengatakan bahwa pegawainya yang melakukannya. Aku sendiri tidak tahu pasti," temannya itu ikut mengangkat bahunya.

"Memangnya apa yang terjadi?" Jeremy bertanya penuh penasaran.

"Ada lima anak, saat di dalam restoran itu sedang menikmati pertunjukan Foxy. Hanya lima anak itu dan Foxy dalam ruangan. Selanjutnya mereka tidak ditemukan di manapun. Diduga Foxy rusak atau dikendalikan oleh seseorang. Sampai berhari-hari ke lima anak itu tidak ditemukan. Lalu Freddy saat itu warnanya kuning,"

"Tunggu! Golden Freddy, maksudmu?" Jeremy memotong, mendapati jawaban positif dari temannya, Jeremy langsung menelan ludah. "Dia muncul di hari pertama aku bekerja, padahal pihak restoran tidak membawanya,"

"Uh, kalau aku jadi kau, aku berhenti bekerja di sana. Oke, kita lanjut. Golden Freddy itu mengeluarkan bau tidak enak, dan membuat para orang tua komplain. Dan yang benar saja, dari matanya Golden Freddy ternyata ada sedikit bercak darah dan lendir! Tidak hanya Golden Freddy, semua Animatronic juga. Tapi polisi tidak dapat menemukan tubuh lima anak itu. Darah itu ternyata memang berasal dari anak-anak yang hilang saat diselidiki. Sejak kejadian itu, berbagai pihak meminta Freddy Fazbear's Pizza ditutup. Dan tidak beroperasi lagi selama bertahun-tahun,"

Jeremy manggut-manggut. "Jadi pembunuhnya belum ditemukan?"

"Belum, entah itu pekerjanya atau para maskot yang melakukannya. Polisi tidak sanggup mengungkapkannya. Jadi kau masih mau bekerja di sana?"

"Walau aku takut setengah mati setelah dua malam diteror oleh mereka. Entah kenapa aku masih penasaran. Maksudku, kemarin sebelum aku memulai jam kerjaku. Televisi yang kugunakan tahu-tahu memainkan suatu game yang sepertinya tentangrestoran itu sendiri. Saat kutanya pada Manajer, dia tidak tahu apa-apa. Dan aku meminta kalau seandainya dia mau bukti bahwa aku tidak berhalusinasi, aku akan membawa teman untuk berjaga denganku. Dia menolak,"

"Hmm, ya sudah. Itu hakmu, kawan. Tapi, aku benar-benar khawatir kalau kau masih bekerja di sana. Sampai sekarang pembunuh itu belum ditemukan masalahnya,"