tugas 5 etika profesi kasus cybercrime

43
1 TUGAS 5 ETIKA PROFESI KASUS CYBERCRIME Disusun oleh : MAHASISWA ETIKA PROFESI ANGKATAN 2015 DOSEN Endina Putri Purwandari S.T., M.Kom Kurnia Anggriani S.T.,M.T PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BENGKULU 2015

Upload: independent

Post on 18-Nov-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

TUGAS 5 ETIKA PROFESI

KASUS CYBERCRIME

Disusun oleh :

MAHASISWA ETIKA PROFESI ANGKATAN 2015

DOSEN

Endina Putri Purwandari S.T., M.Kom

Kurnia Anggriani S.T.,M.T

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BENGKULU

2015

2

NAMA : Tresna Dwi Lestari

NPM : G1A012078 TUGAS

Cari Contoh Kasus CyberCrime dan hubungannya dengan UU ITE

Kasus : The Legend Hacker Kevin Mitnick

Kevin Mitnick lahir di Los Angeles, California, pada 6 Agustus 1963. Kevin adalah

seorang maniak komputer di masa mudanya. Dia adalah salah satu pelaku cyber crime

(kejahatan dunia maya) paling terkenal di dunia saat ini. Karir kejahatannya dimulai

sejak umur 12 tahun. Kevin memanfaatkan kemampuan social engineering-nya untuk

mengelabui sistem pembayaran kartu bus di kota Los Angeles, sehingga dirinya dapat

bebas naik dan turun bus di sebagian besar kota Los Angeles tanpa perlu membayar.

Pada usia 17 tahun, Kevin Mitnick untuk pertama kalinya merasakan tidur di

balik jeruji penjara. Dia terbukti melakukan hacking pada jaringan kompuer COSMOS

(Computer System Mainstream Operation) milik perusahaan telepon Pacific Bell di Los

Angeles. Perusahaan ini merupakan sentral database telepon Amerika. Kevin, 17 tahun

pada waktu itu, relatif beruntung, dan dijatuhi hukuman hanya menghabiskan tiga

bulan di Pusat Penahanan Los Angeles Juvenile, diikuti dengan masa percobaan satu

tahun.

Pada tahun 1983, setelah 3 tahun tertangkap, Kevin kembali melancarkan

aksinya. Kali ini korbannya adalah sistem keamanan PENTAGON. Kevin Mitnick

menembus jaringan ketat sistem tersebut lewat program bernama ARPAnet, yang

dilakukannya melalui terminal kampus USC (University of Southern California) dan

dijatuhi hukuman enam bulan di Youth Authority California Karl Holton Training

School, sebuah penjara remaja di Stockton, California.

Setelah bebas, Kevin mencari kehidupan lain dan menghilang dari dunia hacker.

Tapi, hal tersebut tidak berlangsung lama, karena pada tahun 1987, lagi-lagi dia harus

berurusan dengan pihak yang berwajib. Dia dituduh telah menyusup ke dalam jaringan

perusahaan Santa Cruz Organization, perusahaan software yang bergerak di sistem

operasi Unix. Kasus ini kembali menyeretnya ke dalam penjara selama 3 tahun.

Tidak sampai setahun Mitnick kembali tersandung kasus hukum dikarenakan

seorang teman yang komputernya ia gunakan untuk membobol komputer lain

3

melaporkannya ke pihak berwajib. Komputer yang dibobol Mitnick adalah milik Digital

Equipment Corporation (DEC).

Setiap kali membobol komputer, yang dilakukan Mitnick adalah mengambil kode

penyusun dari piranti lunak. Kode itu kemudian dia pelajari dengan sungguh-sungguh,

terkadang menemukan beberapa kelemahan di dalamnya. Dalam sebuah kesempatan,

Mitnick hanya mengaku mengambil kode penyusun dari piranti lunak yang ia sukai atau

yang menarik baginya.

Dalam kasus DEC, Mitnick tidak melakukannya sendiri. Ia duet dengan temannya

Lenny Cicicco dan diganjar hukuman penjara selama 1 tahun. Kevin Mitnick memang

seorang adiktif komputer sejati. Pengacaranya sendiri menjuluki perbuatannya sebagai

“kecanduan komputer yang tidak bisa dihentikan”.

Di penjara, Mitnick mendapatkan pengalaman yang buruk. Pada saat itu, nama

Mitnick atau yang lebih dikenal dengan nama samaran “The Condor” sebagai seorang

penjahat komputer demikian melegenda. Sehingga sipir di Lompoc, penjara tempat

Mitnick ditahan, mengira Mitnick bisa menyusup ke dalam komputer hanya dengan

berbekal suara dan telepon. Akhirnya, Mitnick bukan hanya tidak boleh menggunakan

telepon, ia juga menghabiskan waktu berbulan-bulan dalam ruang isolasi. Tidak heran

jika kemudian dia dikabarkan mengalami sedikit gangguan jiwa saat menjalani

hukuman di Lompoc.

Tahun 1989 Mitnick dilepaskan dari penjara. Ia berusaha mencari pekerjaan

yang resmi, namun statusnya sebagai mantan narapidana membuat Mitnick sulit

mempertahankan pekerjaannya. Selepas dari penjara setelah kejadian tersebut, Mitnick

sedikit jera dan bekerja secara normal di Tel Tec Detective, sebuah perusahaan mailing

list di Las Vegas, Nevada. Namun, ketika FBI memeriksa perusahaan tersebut, mereka

menemukan keganjilan pada sistem jaringan komputernya. Tidak heran lagi, Mitnik pun

kembali dicurigai dan dinobatkan sebagai Most Wanted Hacker. Kali ini ia takut akan

masuk ruang isolasi kembali, kemudian Mitnick memutuskan untuk kabur.

Kejadian tersebut membuat Mitnick harus menjalani kehidupan nomaden

selama beberapa waktu. Dirinya tidak bisa tinggal di satu tempat dan harus berpindah

dari satu kota ke kota lain. Namun, Mitnick tetap melakukan “hobi”nya selama menjalan

hidup yang demikian. Tercatat jaringan sistem sejumlah perusahaan besar telah

4

berhasil ditembusnya pada periode itu, yaitu antara lain Fujitsu, Motorola, Nokia, dan

Sun Microsystem.

Petualangan Mitnick menghindari kejaran FBI berakhir pada tahun 1995. FBI

berhasil membekuknya dengan bantuan dari seorang hacker berdarah Jepang yang juga

pernah menjadi korban Mitnick bernama Tsutomu Shimomura.

Namun faktor utama yang menyebabkan Mitnick tertangkap adalah

keteledorannya. Ia menggunakan layanan penyimpanan dari rekening milik seseorang

yang dibobolnya dan layanan tersebut menginformasikan kepada pemilik rekening

bahwa rekeningnya sudah melebihi batas yang sudah ditentukan (over quota). Mitnick

ditangkap di kediamannya di daerah Raleigh, North Carolina ketika sedang melacak

balik para pengejarnya.

Mitnick dipenjara secara kontroversial setelah kejadian tersebut. Selama 4 tahun

dirinya mendekam di balik terali besi tanpa kepastian hukum dan pengajuan ke

pengadilan. Namun pada tahun 2000 ia dibebaskan dengan syarat tidak boleh

memegang komputer. Mitnick harus hidup dengan menahan ‘hasrat’ dan hobinya

selama kurang lebih 2 tahun. Pada tahun 2002 ia baru diperbolehkan memegang

komputer lagi, dan setahun setelahnya, 2003, Mitnick diperbolehkan memiliki akses

internet lagi.

Kevin Mitnick menempati posisi pertama Hall Of Fame of Hacker dari The

Discovery karena kemampuan hackingnya yang mencakup software dan hardware.

Selain itu, Mitnick memiliki bakat alam di bidang social engineering dan manipulasi

terhadap informasi. Kini Kevin Mitnick hidup normal dan berhenti total dari dunia

hacker. Dirinya malah mendirikan perusahaan konsultan security jaringan internet di

sebuah situs bernama kevinmitnick.com dan juga menulis sejumlah buku tentang dunia

yang digelutinya, diantaranya berjudul “The Art Of Intrusion”, “The Art Of Deception”,

dan “Hacking” yang menjadi best seller.

Beberapa pasal dalam Undang - undang ITE USA yang dikenakan untuk Kasus

Cybercrime Kevin Mitnick :

1. 18 U.S.C. § 1029: Possession of Unauthorized Access Devices, atau Pasal yang

mengatur UU Penggunaan Peralatan Akses Secara Illegal

5

2. 18 U.S.C. § 1030(a)(4): Computer Fraud, Pasal yang mengatur Pelanggaran

Komputer

3. 18 U.S.C. § 1030(a)(5): Causing Damage To Computers, Pasal untuk Kasus

Menimbulkan Kerusakan pada Komputer

4. 18 U.S.C. § 1343: Wire Fraud; Interception of Wire or Electronic

Communications; Pelanggaran (komunikasi) kabel, Penyadapan lewat kabel atau

alat komunikasi elektronik

5. 18 U.S.C. § 2(a): Aiding and Abetting; Membantu Kejahatan atau Melakukan

Persekongkolan

6. 18 U.S.C. § 2(b): Causing and Act to be Done; untuk Kasus Menjadi Dalang

Kejahatan

7. Dsb.

Beberapa sumber mengatakan bahwa terdapat puluhan pasal yang dikenakan pada

kasus-kasus cybercrime Kevin Mitnick.

6

Nama : Sultoni Latif

Npm : G1A012071

Cari Kasus Cybercrime dan hubungannya dengan UU ITE

Contoh kasus :

Perjudian online, pada kasus ini pelaku menggunakan sarana internet untuk melakukan

perjudian. Contohnya seperti yang terjadi di Semarang, Desember 2006. Para pelaku

melakukan praktiknya dengan menggunakan system member yang semua anggotanya

mendaftar ke admin situs itu, para pelaku bermain judi online atau taruhan adalah

untuk mendapatkan uang dengan cara instan.

Hubungnan dengan UU ITE :

Dalam kasus ini telah melanggar UU ITE BAB VII Pasal 27 Ayat 2 yang berbunyi

"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian".

7

NAMA : Anri Qasthari Adyan

NPM : G1A012046

Contoh Kasus : Cybercrime Tentang Penyerangan Terhadap Jaringan Internet KPU

Jaringan internet di Pusat Tabulasi Nasional Komisi Pemilihan Umum sempat down

(terganggu) beberapa kali. KPU menggandeng kepolisian untuk mengatasi hal tersebut.

“Cybercrime kepolisian juga sudah membantu. Domain kerjasamanya antara KPU

dengan kepolisian”, kata Ketua Tim Teknologi Informasi KPU, Husni Fahmi di Kantor

KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng , Jakarta Pusat (15 April 2009).

Menurut Husni, tim kepolisian pun sudah mendatangi Pusat Tabulasi Nasional

KPU di Hotel Brobudur di Hotel Brobudur, Jakarta Pusat. Mereka akan mengusut adanya

dugaan kriminal dalam kasus kejahatan dunia maya dengan cara meretas. “Kamu sudah

melaporkan semuanya ke KPU. Cybercrime sudah datang,” ujarnya. Sebelumnya, Husni

menyebut sejak tiga hari dibuka, Pusat Tabulasi berkali-kali diserang oleh peretas.”

Sejak hari lalu dimulainya perhitungan tabulasi, samapai hari ini kalau dihitung-hitung,

sudah lebuh dari 20 serangan”, kata Husni, Minggu(12/4).

Seluruh penyerang itu sekarang, kata Husni, sudah diblokir alamat IP-nya oleh

PT. Telkom. Tim TI KPU bias mengatasi serangan karena belajar dari pengalamn 2004

lalu. “Memang sempat ada yang ingin mengubah tampilan halaman tabulasi nasional

hasil pemungutan suara milik KPU. Tetapi segera kami antisipasi.”

Kasus di atas memiliki modus untuk mengacaukan proses pemilihan suara di

KPK. Motif kejahatan ini termasuk ke dalam cybercrime sebagai tindakan murni

kejahatan. Hal ini dikarenakan para penyerang dengan sengaja untuk melakukan

pengacauan pada tampilan halaman tabulasi nasional hasil dari Pemilu. Kejahatan kasus

cybercrime ini dapat termasuk jenis data forgery, hacking-cracking, sabotage and

extortion, atau cyber terorism. Sasaran dari kasus kejahatan ini adalah cybercrime

menyerang pemerintah (against government) atau bisa juga cybercrime menyerang hak

milik (against property).

Adapun cara untunk menangulangi kasus tersebut :

1. Kriptografi : seni menyandikan data. Data yang dikirimkan disandikan terlebih

dahulu sebelum dikirim melalui internet. Di komputer tujuan, data dikembalikan ke

bentuk aslinya sehingga dapat dibaca dan dimengerti oleh penerima. Hal ini

8

dilakukan supaya pihak-pihak penyerang tidak dapat mengerti isi data yang

dikirim.

2. Internet Farewell: untuk mencegah akses dari pihak luar ke sistem internal.

Firewall dapat bekerja dengan 2 cara, yaotu menggunakan filter dan proxy. Firewall

filter menyaring komunikasi agar terjadi seperlunya saja, hanya aplikasi tertentu

saja yang bisa lewat dan hanya komputer dengan identitas tertentu saja yang bisa

berhubungan. Firewall proxy berarti mengizinkan pemakai dalam untuk

mengakses internet seluas-luasnya, tetapi dari luar hanya dapat mengakses satu

komputer tertentu saja.

3. Menutup service yang tidak digunakan.

4. Adanya sistem pemantau serangan yang digunakan untuk mengetahui adanya

tamu/seseorang yang tak diundang (intruder) atau adanya serangan (attack).

5. Melakukan back up secara rutin.

6. Adanya pemantau integritas sistem. Misalnya pada sistem UNIX adalah program

tripwire. Program ini dapat digunakan untuk memantau adanya perubahan pada

berkas.

7. Perlu adanya cyberlaw: Cybercrime belum sepenuhnya terakomodasi dalam

peraturan / Undang-undang yang ada, penting adanya perangkat hukum khusus

mengingat karakter dari cybercrime ini berbeda dari kejahatan konvensional.

8. Perlunya Dukungan Lembaga Khusus: Lembaga ini diperlukan untuk memberikan

informasi tentang cybercrime, melakukan sosialisasi secara intensif kepada

masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus dalam penanggulangan cybercrime.

9

NAMA : Teguh Santoso

NPM : G1A012016

Contoh Kasus : Kasus Pemindahan Dana Nasabah Melinda Dee

inong malinda ak.a malinda dee adalah seorang Relationship Manager Citigold di bank

citibank, yang menangani nasabah kusus, istilahnya nasabah kelas vip. Beliau

melakukan aksinya selama 3 tahun dan berakhir pada maret 2011 ketika ditangkap

oleh direktorat ekonomi khusus badan reserse kriminal mabes polri di apartementnya

dikawasan SCBD, setelah mendapat laporan oleh salah satu nasabah akibat hilangnya

dana yang dia simpan di bank tersebut.

Dalam kasus yang sudah disidangkan tenyata beliau tidak sendiri melainkan meminta

bantuan dari bawahannya untuk memindahkan dana para nasabah vip yang dipegang

melinda dee ke 4 rekening perusahaannya lalu dari situ dipindahkan lagi ke beberapa

rekening kerabat melinda dee , dan ternyata suami melinda dee yaitu artis andika

gumilang ikut terlibat karena menerima aliran transferan dan dari melinda dan juga

ternyata andika mempunyai beberapa rekening dengan nama dan identitas palsu untuk

menampung dana haram tersebut, dan juga adik perempuannya beserta adik iparnya

yaitu Visca Lovitasari serta suami Visca, Ismail bin Janim, visca sendiri mendapat jatah 5

jura setiap transferan yang dilakukan melinda.

10

Dan disini suami melinda didakwa dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a, b, d, f UU Tindak

Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 5 ayat (1) UU

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1)

KUHP, dan Pasal 263 Ayat (2) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun

penjara.Lalu adik melinda yaitu visca dan suaminya didakwa dengan tuduhan

menampung aliran dan dari melinda.

Sedangkan melinda dee sendiri akhirnya didakwa dengan pasal UU perbankan Pasal 49

ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 amandenmen Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juncto Pasal 55 ayat 1 dan pasal 65 KUHP

dan UU pencucian uang Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002

amandemen Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Pidana Pencucian Uang juncto

Pasal 65 KUHP. Ketiga, Pasal 3 Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan

dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.dengan

ancaman 15 tahun penjara.

Dan disini juga malinda dapat terjera dengan UU ITE pasal 30 ayat 1 dan pasal 32 ayat 2,

kemudian KUHP pasal 263 ayat 1 dan 2.

11

Dan kenapa malinda dee dapat melakukan hal itu, dari keterangan yang didapat bahwa

ini karena gaya hidup mewah malinda dan membeli beberapa mobil WOW dikalangan

orang high class seperti hammer, ferrari, dll. Dan kasus melinda dee termasuk kedalam

kejahatan kooporasi.

Hubungan dengan UU ITE:

Pasal 30

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses

Komputer

dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses

Komputer

dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh

Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses

Komputer

dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos,

melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

Sumber:

http://dimasamiluhur.blogspot.co.id/2014/03/contoh-kasus-cyber-crime.html

12

NAMA : Nuzul Fitrianto

NPM : G1A012086

Contoh Kasus :

MAY 26, 2015 / WINDANURDIANA

Pemalsu Kartu Kredit Beli Data pada Peretas Luar Negeri

Kamis, 30 Mei 2013 | 17:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Empat tersangka kasus pemalsuan kartu kredit yang

melakukan pencurian di sejumlah toko mendapatkan data dari peretas yang ada di luar

negeri. Mereka bergabung dalam salah satu forum chatting lalu membeli data tersebut

dengan nilai harga yang bervariasi.

Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Hari

Santoso menuturkan, berdasarkan penyelidikan, peretas memasukan virus atau

malware ke sistem komputer toko berinisial BS dengan mencuri data yang ada. Hari

mengatakan, virus bisa masuk dalam komputer toko BS karena komputer di sana tidak

hanya digunakan untuk transaksi jual beli tetapi untuk membuat kegiatan data lain.

” Si penyerang ini (peretas), posisinya saat dilakukan pelacakan IP Adress-nya ada di

luar negeri semua, seperti di Jerman, ada di Prancis, ada di China, dan ada di beberapa

negara bagian Amerika,” kata Hari di Mapolda Metro Jaya, Kamis (30/5/2013).

Setelah mencuri data, peretas itu kemudian menjual data tersebut melalui forum

chatting. Para tersangka pemalsu kartu kredit itu kemudian bergabung dalam

komunitas forum tersebut dan menjadi member. Mereka lalu membeli hasil data curian

itu kepada para peretas.

” Satu data kartu kredit ataupun satu data kartu debit itu dijual hampir 20 sampai 50

USD. Yang kita temukan di laptop tersangka ini, setiap laptop dari empat tersangka ini

memuat ribuan data kartu kredit maupun kartu debit,” ujar Hari.

13

Baru setelah mendapatkan data dari peretas, tersangka melancarkan aksinya. Sampai

akhirnya, pihak perbankan menemukan kejanggalan transaksi dari aksi para pelaku.

” Dari pihak bank melakukan analisa transaksi juga, dan melakukan kroscek kepada

pemilik kartu kredit dan kartu debit. Setelah dikonfirmasi, memang ternyata betul

transaksi-transaksi itu tidak pernah dilakukan pemilik kartu,” ujar Hari.

Dengan adanya fakta yuridis tersebut, lanjutnya, pihak bank melaporkan hal itu kepada

kepolisian. Aparat kepolisian kemudian melakukan upaya dari mulai penyelidikan,

pengumpulan data, sampai dengan penangkapan empat tersangka pemalsu kartu kredit

itu.

Kerugian akibat perbuatan para tersangka pun ditaksir mencapai miliaran rupiah.

“Khusus untuk yang sedang kita tangani, saat ini mencapai kurang lebih 4 miliar,” tutup

Hari.

Sebelumnya, petugas mengamankan SA, TK, FA, dan KN dari pengungkapan pemalsuan

kartu kredit itu. Tiga orang berinisial AC, MD, dan HK ditetapkan sebagai buronan.

Sementara dua orang pelaku berinisial AW dan ER telah ditangkap sebelumnya.

Kepada mereka akan dijerat dengan pasal berlapis yaitu tindak pidana pencurian

dengan pemberatan terhadap kartu kredit melalui sarana elektronik dan pencucian

uang sebagaimana dimaksud Pasal 363 KUHP, Pasal 31 Undang-undang Nomor 11

tahun 2008 tentang ITE atau Pasal 3, dan Pasal 5 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman

hukuman 6 tahun penjara.

Carding adalah proses di mana terjadinya pemindahan data kartu kredit orang lain dan

kemudian membuat duplikat kartu . Data dasar disimpan pada pita magnetik dan kartu

palsu dicetak untuk digunakan . ” Sementara penipu menggunakan kartu , pemilik kartu

asli dibebankan untuk membayarnya . kasus ini merajalela pada tingkat internasional

14

Penanganan Carding

Menyadari bahwa carding sebagai salah satu jenis cyber crime sudah termasuk

kejahatan yang meresahkan apalagi mengingat Indonesia dikenal sebagai surga bagi

para carder maka Polri menyikapinya dengan membentuk suatu satuan khusus di

tingkat Mabes Polri yang dinamakan Direktorat Cyber Crime yang diawaki oleh

personil terlatih untuk menangani kasus kasus semacam ini , tidak hanya dalam teknik

penyelidikan dan penyidikan tapi juga mereka menguasai teknik khusus untuk

pengamanan dan penyitaan bukti bukti secara elektronik. Mengingat dana yang terbatas

karena mahalnya peralatan dan biaya pelatihan personil maka apabila terjadi kejahatan

di daerah maka Mabes Polri akan menurunkan tim ke daerah untuk memberikan

asistensi.

Sebelum lahirnya UU NO. 11 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika ( ITE ) maka

mau tidak mau Polri harus menggunakan pasal pasal di dalam KUHP seperti pasal

pencurian ,pemalsuan dan penggelapan untuk menjerat para carder dan ini jelas

menimbulkan berbagai kesulitan dalam pembuktiannya karena mengingat karakteristik

dari cyber crime sebagaimana telah disebutkan diatas yang terjadi secara non fisik dan

lintas negara. Dengan lahirnya UU ITE khusus tentang carding dapat dijerat dengan

menggunakan pasal 31 ayat 1 dan 2 yang membahas tentang hacking. Karena dalam

salah satu langkah untuk mendapatkan nomor kartu kredit carder sering melakukan

hacking ke situs situs resmi lembaga penyedia kartu kredit untuk menembus sistem

pengamannya dan mencuri nomor nomor kartu tersebut.

Hubungan dengan UU ITE :

Secara detil dapat saya kutip isi pasal tersebut yang menerangkan tentang perbuatan

yang dianggap melawan hukum menurut UU ITE berupa illegal access :

Pasal 31 ayat 1 , ” Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan

hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronika dan

atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik

secara tertentu milik orang lain “

15

Pasal 31 ayat 2 , ” Setiap orang dengan sengaja atau tanpa hak atau

melawan hukum melakukan intersepsi atau transmisi elektronik dan atau

dokumen elektronik yang tidak bersidat publik dari,ke,dan di dalam suatu

komputer dan atau sistem elektronik tertentu milik orang lain , baik yang tidak

menyebabkan perubahan,penghilangan dan atau penghentian informasi

elektronik dan atau dokumen elektronik yang ditransmisikan”.

Sumber: https://windanurdiana2.wordpress.com/2015/05/26/contoh-kasus-

carding-pada-pemalsu-kartu-kredit/

16

Nama : Selfi Ristiarini NST

NPM : G1A012004

Berikut contoh kasus Cycber Crime dan hubungannya dengan UU ITE :

Kasus 1

KASUS PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOCIAL

Liputan6.com, Bantul - Tangis Suparmi tak terbendung saat mengingat Ervani

Emi Handayani, anak pertamanya yang kini mendekam di balik tembok penjara. Seperti

ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Rabu (5/11/2014), perempuan 58 tahun itu tak

pernah menyangka status yang ditulis Ervani di Facebook membuat putrinya harus

berurusan dengan polisi di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kasus ini berawal saat Alfa Janto, suami Ervani yang bekerja di Joely Jogja

Jewellery, akan dipindahtugaskan ke Cirebon. Karena merasa tak ada perjanjian dalam

kontrak kerja, Alfa Janto keberatan dengan keputusan manajemen. Penolakan itu

kemudian berujung pemecatan. Merasa suaminya diperlakukan tidak adil, Ervani

mengeluh di Facebook 13 Maret lalu. Dalam statusnya, Ervani menyebut nama salah

satu karyawati yang dianggap berperan dalam proses pemecatan suaminya.

Ervani sebenarnya sudah menyampaikan permintaan maaf, namun tetap

dilaporkan ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik. Akhirnya sejak 6 hari lalu

Ervani mendekam di Lapas Wirogunan Yogyakarta. Kasus yang menimpa Ervani

hanyalah 1 dari sekian kasus yang bermula dari aktivitas di sosial media. Dari sejumlah

kasus yang terjadi, hukuman penjara diperoleh gara-gara ungkapan yang ditulis di

media sosial. Kasus serupa pernah menimpa Florence, Muhammad Arsyad, dan 2 aktivis

yang dituding menghina Wali Kota Tegal.

Undang-Undang ITE :

Kasus Ervani Emi Handayani ini telah melanggar UU ITE pasal 27, ayat 3 “setiap

orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan

dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan

penghinaan dan/atau pencemaran nama baik“.

Ketentuan pidana pada UU ITE UU ITE pasal 45 ayat (1):

“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1),

ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)

tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliarrupiah). “

17

Kasus 2

KASUS PENIPUAN LOWONGAN PEKERJAAN DI MEDIA ELEKTRONIK

Pada awal bulan Desember 2012 tersangka MUHAMMAD NURSIDI Alias CIDING

Alias ANDY HERMANSYAH Alias FIRMANSYAH Bin MUHAMMAD NATSIR D melalui

alamat website http://lowongan-kerja.tokobagus.com/hrd-rekrutmen/lowongan-kerja-

adaro-indonesia4669270.html mengiklankan lowongan pekerjaan yang isinya akan

menerima karyawan dalam sejumlah posisi termasuk HRGA (Human Resource-General

Affairs) Foreman dengan menggunakan nama PT. ADARO INDONESIA.

Pada tanggal 22 Desember 2012 korban kemudian mengirim Surat Lamaran

Kerja, Biodata Diri (CV) dan pas Foto Warna terbaru ke email [email protected]

milik tersangka, setelah e-mail tersebut diterima oleh tersangka selanjutnya tersangka

membalas e-mail tersebut dengan mengirimkan surat yang isinya panggilan seleksi

rekruitmen karyawan yang seakan-akan benar jika surat panggilan tersebut berasal

dari PT. ADARO INDONESIA, di dalam surat tersebut dicantumkan waktu tes, syarat-

syarat yang harus dilaksanakan oleh korban, tahapan dan jadwal seleksi dan juga nama-

nama peserta yang berhak untuk mengikuti tes wawancara PT. ADARO INDONESIA,

selain itu untuk konfirmasi korban diarahkan untuk menghubungi nomor HP.

085331541444 via SMS untuk konfirmasi kehadiran dengan

formatADARO#NAMA#KOTA#HADIR/TIDAK dan dalam surat tersebut juga

dilampirkan nama Travel yakni OXI TOUR & TRAVEL untuk melakukan reservasi

pemesanan tiket serta mobilisasi (penjemputan peserta di bandara menuju ke tempat

pelaksanaan kegiatan) dengan penanggung jawab FIRMANSYAH, Contact Person 082

341 055 575.

Selanjutnya korban kemudian menghubungi nomor HP. 082 341 055 575 dan

diangkat oleh tersangka yang mengaku Lk. FIRMANSYAH selaku karyawan OXI TOUR &

TRAVEL yang mengurus masalah tiket maupun mobilisasi (penjemputan peserta di

bandara menuju ke tempat pelaksanaan kegiatan) PT. ADARO INDONESIA telah bekerja

sama dengan OXI TOUR & TRAVEL dalam hal transportasi terhadap peserta yang lulus

seleksi penerimaan karyawan, korbanpun kemudian mengirimkan nama lengkap untuk

pemesanan tiket dan alamat email untuk menerima lembar tiket melalui SMS ke nomor

HP. 082 341 055 575 sesuai dengan yang diminta oleh tersangka, adapun alamat e-mail

korban yakni [email protected].

18

Setelah korban mengirim nama lengkap dan alamat email pribadi, korban

kemudian mendapat balasan sms dari nomor yang sama yang berisi total biaya dan

nomor rekening. Isi smsnya adalah “Total biaya pembayaran IDR 2.000.00,- Silakan

transfer via BANK BNI no.rek:0272477663 a/n:MUHAMMAD FARID” selanjutnya

korbanpun kemudian mentransfer uang sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) untuk

pembelian tiket, setelah mentransfer uang korban kembali menghubungi Lk.

FIRMANSYAH untuk menanyakan kepastian pengiriman tiketnya, namun dijawab oleh

tersangka jika kode aktivasi tiket harus Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, Kombes

Polisi, Endi Sutendi mengatakan bahwa dengan adanya kecurigaan setelah tahu jika

aktivasinya dilakukan dengan menu transfer. Sehingga pada hari itu juga Minggu

tanggal 23 Desember 2012 korban langsung melaporkan kejadian tersebut di SPKT

Polda Sulsel. Dengan Laporan Polisi Nomor : LP / 625 / XII / 2012 / SPKT, Tanggal 23

Desember 2012, katanya.

Menurut Endi adapun Nomor HP. yang digunakan oleh tersangka adalah

082341055575 digunakan sebagai nomor Contact Person dan mengaku sebagai

penanggung jawab OXI TOUR & TRAVEL, 085331541444 digunakan untuk SMS

Konfirmasi bagi korban dan 02140826777 digunakan untuk mengaku sebagai telepon

kantor jika korban meminta nomor kantor PT. ADARO INDONESIA ataupun OXI TOUR &

TRAVEL, paparnya.

Sehingga Penyidik dari Polda Sulsel menetapkan tersangka yakni MUHAMMAD NURSIDI

Alias CIDING Alias ANDY HERMANSYAH Alias FIRMANSYAH Bin MUHAMMAD NATSIR

D, (29) warga Jl. Badak No. 3 A Pangkajene Kab. Sidrap. dan Korban SUNARDI H Bin

HAWI,(28) warga Jl. Dg. Ramang Permata Sudiang Raya Blok K. 13 No. 7 Makassar. Dan

menurut Endi pelaku dijerat hukuman Pasal 28 ayat (1) Jo. Pasal 45 ayat (2) UU RI No.

11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektonik Subs. Pasal 378 KUHPidana.

Undang-Undang ITE;

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan

menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”

Ketentuan Pidana pada UU ITE sesuai UU ITE pasal 45 ayat (2);

“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)

atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

19

Nama : Kurnia Dwi Maisari

NPM : G1A012090

Berikut contoh kasus Cycber Crime dan hubungannya dengan UU ITE :

Contoh 1

KASUS KEJAHATAN KARTU KREDIT YANG DILAKUKAN LEWAT TRANSAKSI

ONLINE DI YOGYAKARTA

Polda DI Yogyakarta menangkap lima carder dan mengamankan barang bukti

bernilai puluhan juta, yang didapat dari merchant luar negeri. Begitu juga dengan yang

dilakukan mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Bandung, Buy alias Sam. Akibat

perbuatannya selama setahun, beberapa pihak di Jerman dirugikan sebesar 15.000 DM

(sekitar Rp 70 juta). Para carder beberapa waktu lalu juga menyadap data kartu kredit

dari dua outlet pusat perbelanjaan yang cukup terkenal. Caranya, saat kasir menggesek

kartu pada waktu pembayaran, pada saat data berjalan ke bank-bank tertentu itulah

data dicuri. Akibatnya, banyak laporan pemegang kartu kredit yang mendapatkan

tagihan terhadap transaksi yang tidak pernah dilakukannya.

Modus kejahatan ini adalah penyalahgunaan kartu kredit oleh orang yang tidak

berhak. Motif kegiatan dari kasus ini termasuk ke dalam cybercrime sebagai tindakan

murni kejahatan. Hal ini dikarenakan si penyerang dengan sengaja menggunakan kartu

kredit milik orang lain. Kasus cybercrime ini merupakan jenis carding. Sasaran dari

kasus ini termasuk ke dalam jenis cybercrimemenyerang hak milik (against property).

Sasaran dari kasus kejahatan ini adalahcybercrime menyerang pribadi (against person).

Undang-undang ITE

Kasus tersebut telah melanggar UU ITE pasal 31 ayat 1 dan 2;

“(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan

intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.”

“(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan

intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak

bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik

tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun

yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.”

20

Ketentuan pidana UU ITE pasal 47;

“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1)

atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).”

Agar konsumen perbankan dapat bertransaksi secara aman, berikut tips yang perlu

anda lakukan:

1. Pengamanan password dan user name jika anda melakukan pembayaran via credit

card dan debit card.

2. Menggunakan hotspot yang secure jika ingin melakukan transaksi E-Banking.

3. Mempelajari segala macam jenis perdagangan via internet/pelajari baik-baik dan

jangan mudah tertipu.

4. Cek dan ricek masalah data dan kebenaran identitas anda.

5. Masyarakat agar terus mempelajari cara-cara terbaru penipuan via internet.

6. Kenali, waspada dan hindari jika kita melakukan online trading, lebih baik bertemu

langsung antar penjual dan pembeli.

Contoh Kasus 2

KASUS PORNOGRAFI

Kasus ini terjadi saat ini dan sedang dibicarakan banyak orang, kasus video

porno Ariel “PeterPan” dengan Luna Maya dan Cut Tari, video tersebut di unggah di

internet oleh seorang yang berinisial ‘RJ’ dan sekarang kasus ini sedang dalam proses.

Pada kasus tersebut, modus sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau

individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut.

Penyelesaian kasus ini pun dengan jalur hukum, penunggah dan orang yang

terkait dalam video tersebut pun turut diseret pasal-pasal sebagai berikut, Pasal 29

UURI No. 44 th 2008 tentang Pornografi Pasal 56, dengan hukuman minimal 6 bulan

sampai 12 tahun. Atau dengan denda minimal Rp 250 juta hingga Rp 6 milyar. Dan atau

Pasal 282 ayat 1 KUHP.

Undang-Undang ITE

Dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak

ada istilah pornografi, tetapi “muatan yang melanggar kesusilaan”. Penyebarluasan

muatan yang melanggar kesusilaan melalui internet diatur dalam pasal 27 ayat (1) UU

ITE mengenai Perbuatan yang Dilarang, yaitu;

21

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”.

Ketentuan Pidana pada UU ITE sesuai UU ITE pasal 45 ayat (1);

“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1),

ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)

tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliarrupiah). “

Dalam pasal 53 UU ITE, dinyatakan bahwa seluruh peraturan perundang-undangan

yang telah ada sebelumnya dinyatakan tetap berlaku, selama tidak bertentangan

dengan UU ITE tersebut.

22

NAMA : Aprilia Dwi Gumay

NPM : G1A012009

Contoh Kasus : Kasus Asusila dalam Media Elektronik

Aktor Taura Denang Sudiro alias Tora Sudiro dan Darius Sinathrya, mendatangi

Sentra Pelayanan Kepolisian Polda Metro Jaya untuk membuat laporan penyebaran dan

pendistribusian gambar atau foto hasil rekayasa yang melanggar kesusilaan di media

elektronik.

"Saya membuat laporan, sesuai apa yang saya lihat di media twitter. Sebenarnya, saya

sudah melihat gambar itu bertahun-tahun lalu. Awalnya biasa saja, namun sekarang

anak saya sudah gede, nenek saya juga marah-marah. Padahal sudah dijelaskan kalau itu

adalah editan," ujar Tora, di depan Gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus, Polda

Metro Jaya, Rabu (15/5).

Ia melanjutkan, pihaknya memutuskan untuk membuat laporan dengan nomor

TBL/1608//V/2013/PMJ/Dit Krimsus, tertanggal 15 Mei 2013, karena penyebaran foto

asusila itu kian ramai dan mengganggu privasinya.

"Saya merasa dirugikan. Sekarang juga kembali ramai (penyebarannya), Darius juga

terganggu. Akhirnya kami memutuskan untuk membuat laporan. Pelakunya belum tahu

siapa, namun kami sudah meminta polisi untuk menelusurinya," ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Darius menyampaikan dirinya juga sudah

mengetahui beredarnya foto rekayasa adegan syur sesama jenis itu, sejak beberapa

tahun lalu.

"Sudah tahu gambar itu, beberapa tahun lalu. Awalnya saya cuek, mungkin kerjaan

orang iseng saja. Namun, sekarang banyak teman-teman di daerah menerima gambar

itu via broadcast BBM. Bahkan, anak kecil saja bisa melihat. Ini yang sangat mengganggu

saya," jelasnya.

Darius yang merupakan saksi dan korban dalam laporan itu menambahkan, banyak

teman-teman daerah memintanya untuk mengklarifikasi apakah benar atau tidak foto

itu. "Ya, jelas foto ini palsu. Makanya kami laporkan," katanya.

Sementara itu, Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP

Audie Latuheru, menuturkan berdasarkan penyeledikan sementara, disimpulkan jika

foto itu merupakan rekayasa atau editan.

"Kami baru melakukan penyelidikan awal dan menyimpulkan ini foto editan, bukan foto

asli. Hanya kepala mereka (Tora, Darius dan Mike) dipasang ke dalam gambar asli,

23

kemudian ditambahkan pemasangan poster Film Naga Bonar untuk menguatkan

karakter itu benar-benar Tora. Selain itu tak ada yang diganti. Editor tidak terlalu

bekerja keras (mengubah), karena hampir mirip gambar asli," paparnya.

Langkah selanjutnya, kata Audie, pihaknya bakal segera melakukan penelusuran

terkait siapa yang memposting gambar itu pertama kali.

"Kami akan mencoba menelusuri siapa yang mengedit dan memposting gambar itu

pertama kali. Ini diedit kira-kira 3 tahun lalu, tahun 2010. Kesulitan melacak memang

ada, karena terkendala waktu yang sudah cukup lama. Jika pelaku tertangkap, ia bakal

dijerat Pasal 27 Ayat (1) Jo Pasal 45 Ayat (1) UU RI 2008, tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik," tegasnya.

Diketahui, sebuah foto rekayasa adegan syur sesama jenis yang menampilkan wajah

Tora Sudiro, Darius Sinathrya dan Mike (mantan VJ MTV), beredar di dunia maya.

Nampak adegan oral seks di dalam foto itu.

Berdasarkan kasus tersebut terkait UU ITE BAB VII Pasal 27 Ayat 1 yang

berbunyi"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan". Serta Undang-

Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE Pasal 45 ayat 1 : setiap orang yang

memenuhi unsur sebagimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat

(4) dipidana penjara paling lama 6(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.

1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

24

Nama : Avrida Yanti

Npm : G1A012081

Contoh Kasus : kasus pelanggaran terhadap UU ITE oleh Prita Mulyasari

Rincian : Prita Mulyasari adalah seorang ibu rumah tangga, mantan pasien Rumah Sakit

Omni Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat di Rumah Sakit tersebut Prita

tidak mendapat kesembuhan namun penyakitnya malah bertambah parah. Pihak rumah

sakit tidak memberikan keterangan yang pasti mengenai penyakit Prita, serta pihak

Rumah Sakitpun tidak memberikan rekam medis yang diperlukan oleh Prita. Kemudian

Prita Mulyasari mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut melalui surat elektronik

yang kemudian menyebar ke berbagai mailing list di dunia maya. Akibatnya, pihak

Rumah Sakit Omni Internasional marah, dan merasa dicemarkan.

Lalu RS Omni International mengadukan Prita Mulyasari secara pidana. Sebelumnya

Prita Mulyasari sudah diputus bersalah dalam pengadilan perdata. Dan waktu itupun

Prita sempat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009

karena dijerat pasal pencemaran nama baik dengan menggunakan Undang-Undang

Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)

Hubungan dengan UU ITE :

merupakan contoh kasus mengenai pelanggaran Undang-Undang Nomor 11 pasal 27

ayat 3 tahun 2008 tentang UU ITE. Dalam pasal tersebut tertuliskan bahwa: Setiap

orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan

dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan /atau Dokumen

Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik.

25

NAMA : Yolanda Hervianti

NPM : G1A012064

Cybercrime adalah tindakan pidana kriminal yang dilakukan pada teknologi

internet (cyberspace), baik yang menyerang fasilitas umum di dalam cyberspace

ataupun kepemilikan pribadi. Secara teknik tindak pidana tersebut dapat dibedakan

menjadi off-line crime, semi on-line crime, dan cybercrime. Masing-masing memiliki

karakteristik tersendiri, namun perbedaan utama antara ketiganya adalah

keterhubungan dengan jaringan informasi publik (internet). Cybercrime dapat

didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan

internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan telekomunikasi.

The Prevention of Crime and The Treatment of Offlenderes di Havana, Cuba pada

tahun 1999 dan di Wina, Austria tahun 2000, menyebutkan ada 2 istilah yang dikenal:

1. Cybercrime dalam arti sempit disebut computer crime, yaitu prilaku ilegal/

melanggar yang secara langsung menyerang sistem keamanan komputer

dan/atau data yang diproses oleh komputer.

2. Cybercrime dalam arti luas disebut computer related crime, yaitu prilaku ilegal/

melanggar yang berkaitan dengan sistem komputer atau jaringan.

Dari beberapa pengertian di atas, cybercrime dirumuskan sebagai perbuatan melawan

hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai sarana/ alat atau

komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan

merugikan pihak lain.

Undang-undang ITE

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku

untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar

wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum

Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan

Indonesia. Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

(UUITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan

26

transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang.

Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa

instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL

Model Law on eSignature.

Contoh Kasus Cybercrime Yang Berhubungan Dengan UU ITE

A. Kasus Pornografi

Kasus ini dialami oleh seorang perempuan dan laki-laki yang berasal dari

Karang anyar Jawa Tengah dengan status mereka yaitu berpacaran tanpa restu kedua

orangtua si perempuan. Akibat tidak adanya restu tersebut si laki-laki mengajak si

perempuan melakukan hubungan seksual atas kesepakatan mereka berdua. Hasil

rekaman hubungan seksual tersebut diserahkan pada orang tua perempuan dengan

maksud agar orang tua perempuan menyetujui pernikahan mereka. Akan tetapi

ternyata si laki-laki menggandakan video pada sebuah rental dan menyebarkan

kepada teman-temannya dan videonya diketahui Polsek Colomadu Karanganyar. Kasus

ini melanggar UU ITE mengenai penyebaran video kesusilaan kasus ini melanggar Pasal

27 ayat (1) UU ITE yang berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak

mendstribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang

melanggar kesusilaan”. Dan untuk ketentuan pidananya sendiri dijelaskan pada Pasal

45 ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud

dalam pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana

penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

27

SOLUSI:

Pihak kepolisian seharusnya berusaha semaksimal mungkin agar

pengedar dan ketiga pelaku video seksual tersebut dihukum seberat- beratnya. Jika

vonis yang dijatuhkan itu terlalu ringan, maka tidak akan menimbulkan efek jera pada

si pelaku. Selain itu, alamat situs yang melibatkan kasus pornografi seharusnya ditutup

agar menimbulkan kejadian yang tidak diinginkan.

B. Kasus Carding Kejahatan kartu kredit yang dilakukan lewat transaksi

online di Yogyakarta

Polda DI Yogyakarta menangkap lima carder dan mengamankan barang bukti

bernilai puluhan juta, yang didapat dari merchant luar negeri. Begitu juga dengan yang

dilakukan mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Bandung, Buy alias Sam. Akibat

perbuatannya selama setahun, beberapa pihak di Jerman dirugikan sebesar 15.000 DM

(sekitar Rp 70 juta). Para carder beberapa waktu lalu juga menyadap data kartu kredit

dari dua outlet pusat perbelanjaan yang cukup terkenal. Caranya, saat kasir menggesek

kartu pada waktu pembayaran, pada saat data berjalan ke bank-bank tertentu itulah

data dicuri. Akibatnya, banyak laporan pemegang kartu kredit yang mendapatkan

tagihan terhadap transaksi yang tidak pernah dilakukannya. Modus kejahatan ini adalah

penyalahgunaan kartu kredit oleh orang yang tidak berhak. Motif kegiatan dari kasus ini

termasuk ke dalam cybercrime sebagai tindakan murni kejahatan. Hal ini dikarenakan

si penyerang dengan sengaja menggunakan kartu kredit milik orang lain. Kasus

cybercrime ini merupakan jenis carding. Sasaran dari kasus ini termasuk ke dalam jenis

cybercrime menyerang hak milik (against property). Sasaran dari kasus kejahatan ini

adalah cybercrime menyerang pribadi (against person). Kasus tersebut telah melanggar

UU ITE pasal 31 ayat 1 dan 2:

“(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum

melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu

milik Orang lain.”

“(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum

melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

28

Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer

dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak

menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya

perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.”

Ketentuan pidana UU ITE pasal 47;

“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat

(1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun

dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).”

SOLUSI:

Perlu adanya cyberlaw: Cybercrime belum sepenuhnya terakomodasi dalam

peraturan / Undang-undang yang ada, penting adanya perangkat hukum khusus

mengingat karakter dari cybercrime ini berbeda dari kejahatan konvensional.

Perlunya Dukungan Lembaga Khusus: Lembaga ini diperlukan untuk memberikan

informasi tentang cybercrime, melakukan sosialisasi secara intensif kepada

masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus dalam penanggulangan cybercrime.

Penggunaan enkripsi untuk meningkatkan keamanan. Penggunaan enkripsi yaitu

dengan mengubah data-data yang dikirimkan sehingga tidak mudah disadap

(plaintext diubah menjadi chipertext). Untuk meningkatkan keamanan

authentication (pengunaan user_id dan password), penggunaan enkripsi dilakukan

pada tingkat socket.

DAFTAR PUSTAKA

http://etikanama.blogspot.co.id/2013/05/contoh-kasus-cyber-crime-di-indonesia.html

Diakses Jumat 11 Desember 2015, pukul 14:58

http://vicksatriani.blogspot.co.id/2013/05/cyberc.html

Diakses Jumat 11 Desember 2015, pukul 14:58

29

NAMA : Sandi Setiawan

NPM : G1A012010

Contoh Kasus :

Perkembangan Internet dan umumnya dunia cyber tidak selamanya menghasilkan hal-

hal yang postif. Salah satu hal negatif yang merupakan efek sampingannya antara lain

adalah kejahatan di dunia cyber atau, cybercrime. Hilangnya batas ruang dan waktu di

Internet mengubah banyak hal. Seseorang cracker di Rusia dapat masuk ke sebuah

server di Pentagon tanpa ijin. Salahkah dia bila sistem di Pentagon terlalu lemah

sehingga mudah ditembus? Apakah batasan dari sebuah cybercrime? Seorang yang baru

“mengetuk pintu” (port scanning ) komputer anda, apakah sudah dapat dikategorikan

sebagai kejahatan? Apakah ini masih dalam batas ketidak-nyamanan

( inconvenience ) saja? Bagaimana pendapat anda tentang penyebar virus dan bahkan

pembuat virus? Bagaimana kita menghadapi cybercrime ini? Bagaimana aturan /

hukum yang cocok untuk mengatasi atau menanggulangi masalah cybercrime di

Indonesia? Banyak sekali pertanyaan yang harus kita jawab.

Contoh kasus di Indonesia

Pencurian dan penggunaan account Internet milik orang lain . Salah satu kesulitan

dari sebuah ISP (Internet Service Provider) adalah adanya account pelanggan mereka

yang “dicuri” dan digunakan secara tidak sah. Berbeda dengan pencurian yang

dilakukan secara fisik, “pencurian” account cukup menangkap “userid” dan “password”

saja. Hanya informasi yang dicuri. Sementara itu orang yang kecurian tidak merasakan

hilangnya “benda” yang dicuri. Pencurian baru terasa efeknya jika informasi ini

digunakan oleh yang tidak berhak. Akibat dari pencurian ini, penggunan dibebani biaya

penggunaan acocunt tersebut. Kasus ini banyak terjadi di ISP. Namun yang pernah

diangkat adalah penggunaan account curian oleh dua Warnet di Bandung.

Membajak situs web . Salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh cracker adalah

mengubah halaman web, yang dikenal dengan istilah deface. Pembajakan dapat

dilakukan dengan mengeksploitasi lubang keamanan. Sekitar 4 bulan yang lalu, statistik

di Indonesia menunjukkan satu (1) situs web dibajak setiap harinya. Hukum apa yang

dapat digunakan untuk menjerat cracker ini?

30

Probing dan port scanning . Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum

masuk ke server yang ditargetkan adalah melakukan pengintaian. Cara yang dilakukan

adalah dengan melakukan “port scanning” atau “probing” untuk melihat servis-servis

apa saja yang tersedia di server target. Sebagai contoh, hasil scanning dapat

menunjukkan bahwa server target menjalankan program web server Apache, mail

server Sendmail, dan seterusnya. Analogi hal ini dengan dunia nyata adalah dengan

melihat-lihat apakah pintu rumah anda terkunci, merek kunci yang digunakan, jendela

mana yang terbuka, apakah pagar terkunci (menggunakan firewall atau tidak) dan

seterusnya. Yang bersangkutan memang belum melakukan kegiatan pencurian atau

penyerangan, akan tetapi kegiatan yang dilakukan sudah mencurigakan. Apakah hal ini

dapat ditolerir (dikatakan sebagai tidak bersahabat atauunfriendly saja) ataukah sudah

dalam batas yang tidak dapat dibenarkan sehingga dapat dianggap sebagai kejahatan?

Berbagai program yang digunakan untuk melakukan probing atau portscanning ini

dapat diperoleh secara gratis di Internet. Salah satu program yang paling populer

adalah “nmap” (untuk sistem yang berbasis UNIX, Linux) dan “Superscan” (untuk sistem

yang berbasis Microsoft Windows). Selain mengidentifikasi port, nmap juga bahkan

dapat mengidentifikasi jenis operating system yang digunakan.

Virus . Seperti halnya di tempat lain, virus komputer pun menyebar di Indonesia .

Penyebaran umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Seringkali orang yang

sistem emailnya terkena virus tidak sadar akan hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan

ke tempat lain melalui emailnya. Kasus virus ini sudah cukup banyak seperti virus

Mellisa, I love you, dan SirCam. Untuk orang yang terkena virus, kemungkinan tidak

banyak yang dapat kita lakukan. Akan tetapi, bagaimana jika ada orang Indonesia yang

membuat virus (seperti kasus di Filipina)? Apakah diperbolehkan membuat virus

komputer?

Denial of Service (DoS) dan Distributed DoS (DDos) attack . DoS attack merupakan

serangan yang bertujuan untuk melumpuhkan target (hang, crash) sehingga dia tidak

dapat memberikan layanan. Serangan ini tidak melakukan pencurian, penyadapan,

ataupun pemalsuan data. Akan tetapi dengan hilangnya layanan maka target tidak dapat

memberikan servis sehingga ada kerugian finansial. Bagaimana status dari DoS attack

ini? Bayangkan bila seseorang dapat membuat ATM bank menjadi tidak berfungsi.

31

Akibatnya nasabah bank tidak dapat melakukan transaksi dan bank (serta nasabah)

dapat mengalami kerugian finansial. DoS attack dapat ditujukan kepada server

(komputer) dan juga dapat ditargetkan kepada jaringan (menghabiskan bandwidth).

Tools untuk melakukan hal ini banyak tersebar di Internet. DDoS attack meningkatkan

serangan ini dengan melakukannya dari berberapa (puluhan, ratusan, dan bahkan

ribuan) komputer secara serentak. Efek yang dihasilkan lebih dahsyat dari DoS attack

saja.

Kejahatan yang berhubungan dengan nama domain . Nama domain (domain name)

digunakan untuk mengidentifikasi perusahaan dan merek dagang. Namun banyak orang

yang mencoba menarik keuntungan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan

orang lain dan kemudian berusaha menjualnya dengan harga yang lebih mahal.

Pekerjaan ini mirip dengan calo karcis. Istilah yang sering digunakan adalah

cybersquatting. Masalah lain adalah menggunakan nama domain saingan perusahaan

untuk merugikan perusahaan lain. (Kasus: mustika-ratu.com) Kejahatan lain yang

berhubungan dengan nama domain adalah membuat “domain plesetan”, yaitu domain

yang mirip dengan nama domain orang lain. (Seperti kasus klikbca.com) Istilah yang

digunakan saat ini adalah typosquatting.

IDCERT ( Indonesia Computer Emergency Response Team). Salah satu cara untuk

mempermudah penanganan masalah keamanan adalah dengan membuat sebuah unit

untuk melaporkan kasus keamanan. Masalah keamanan ini di luar negeri mulai dikenali

dengan munculnya “sendmail worm” (sekitar tahun 1988) yang menghentikan sistem

email Internet kala itu. Kemudian dibentuk sebuah Computer Emergency Response

Team (CERT). Semenjak itu di negara lain mulai juga dibentuk CERT untuk

menjadi point of contact bagi orang untuk melaporkan masalah kemanan. IDCERT

merupakan CERT Indonesia .

Sertifikasi perangkat security . Perangkat yang digunakan untuk menanggulangi

keamanan semestinya memiliki peringkat kualitas. Perangkat yang digunakan untuk

keperluan pribadi tentunya berbeda dengan perangkat yang digunakan untuk

keperluan militer. Namun sampai saat ini belum ada institusi yang menangani masalah

evaluasi perangkat keamanan di Indonesia. Di Korea hal ini ditangani oleh Korea

Information Security Agency.

32

Bagaimana di Luar Negeri?

Berikut ini adalah beberapa contoh pendekatan terhadap cybercrime (khususnya) dan

security (umumnya) di luar negeri.

Amerika Serikat memiliki Computer Crime and Intellectual Property Section

(CCIPS) of the Criminal Division of the U.S. Departement of Justice. Institusi ini

memiliki situs web <http://www.cybercrime.gov> yang memberikan informasi

tentang cybercrime. Namun banyak informasi yang masih terfokus kepada

computer crime.

National Infrastructure Protection Center (NIPC) merupakan sebuah institusi

pemerintah Amerika Serikat yang menangani masalah yang berhubungan

dengan infrastruktur. Institusi ini mengidentifikasi bagian infrastruktur yang

penting ( critical ) bagi negara (khususnya bagi Amerika Serikat). Situs web:

<http://www.nipc.gov>. Internet atau jaringan komputer sudah dianggap

sebagai infrastruktur yang perlu mendapat perhatian khusus. Institusi ini

memberikan advisory

The National Information Infrastructure Protection Act of 1996

CERT yang memberikan advisory tentang adanya lubang keamanan (Security

holes).

Korea memiliki Korea Information Security Agency yang bertugas untuk

melakukan evaluasi perangkat keamanan komputer & Internet, khususnya yang

akan digunakan.

33

NAMA : Latifah Nurul Aini

NPM : G1A013038

Contoh Kasus : Pencemaran Nama Baik

Prita Mulyasari adalah seorang ibu rumah tangga, mantan pasien Rumah Sakit

Omni Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat di Rumah Sakit tersebut Prita

tidak mendapat kesembuhan namun penyakitnya malah bertambah parah. Pihak rumah

sakit tidak memberikan keterangan yang pasti mengenai penyakit Prita, serta pihak

Rumah Sakitpun tidak memberikan rekam medis yang diperlukan oleh Prita. Kemudian

Prita Mulyasari mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut melalui surat elektronik

yang kemudian menyebar ke berbagai mailing list di dunia maya. Akibatnya, pihak

Rumah Sakit Omni Internasional marah, dan merasa dicemarkan.Lalu RS Omni

International mengadukan Prita Mulyasari secara pidana. Sebelumnya Prita Mulyasari

sudah diputus bersalah dalam pengadilan perdata. Dan waktu itupun Prita sempat

ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009.

Hubungan dengan Undang – Undang (UU) ITE

Karena kasus diatas merupakan contoh kasus mengenai pelanggaran Undang-

Undang Nomor 11 pasal 27 ayat 3 tahun 2008 tentang UU ITE. Dalam pasal tersebut

tertuliskan bahwa: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/

atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan

/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/ atau pencemaran

nama baik.

Daftar Pustaka

http://dwimayasuhainingsih.ilearning.me/mata-kuliah/regulasi-dan-hukum-dunia-maya/contoh-pelanggaran-uu-ite-pasal-30-3/

34

NAMA : Saputra Bhakti Wijaya

NPM : G1A012080

Contoh Kasus : Penipuan Lowongan Kerja Pada Media Elektronik

Pada awal bulan Desember 2012 tersangka MUHAMMAD NURSIDI Alias CIDING

Alias ANDY HERMANSYAH Alias FIRMANSYAH Bin MUHAMMAD NATSIR D melalui

alamat website http://lowongankerja. tokobagus.com / hrd-rekrutmen/ lowongan –

kerja - daroindonesia4669270. html mengiklankan lowongan pekerjaan yang isinya

akan menerima karyawan dalam sejumlah posisi termasuk HRGA (Human Resource-

General Affairs) Foreman dengan menggunakan nama PT. ADARO INDONESIA.

Pada tanggal 22 Desember 2012 korban kemudian mengirim Surat Lamaran

Kerja, Biodata Diri (CV) dan pas Foto Warna terbaru ke email [email protected]

milik tersangka, setelah e-mail tersebut diterima oleh tersangka selanjutnya tersangka

membalas e-mail tersebut dengan mengirimkan surat yang isinya panggilan seleksi

rekruitmen karyawan yang seakan-akan benar jika surat panggilan tersebut berasal

dari PT. ADARO INDONESIA, di dalam surat tersebut dicantumkan waktu tes, syarat-

syarat yang harus dilaksanakan oleh korban, tahapan dan jadwal seleksi dan juga nama-

nama peserta yang berhak untuk mengikuti tes wawancara PT. ADARO INDONESIA,

selain itu untuk konfirmasi korban diarahkan untuk menghubungi nomor HP.

085331541444 via SMS untuk konfirmasi kehadiran dengan

formatADARO#NAMA#KOTA#HADIR/TIDAK dan dalam surat tersebut juga

dilampirkan nama Travel yakni OXI TOUR & TRAVEL untuk melakukan reservasi

pemesanan tiket serta mobilisasi (penjemputan peserta di bandara menuju ke tempat

pelaksanaan kegiatan) dengan penanggung jawab FIRMANSYAH, Contact Person

082341055575. Selanjutnya korban kemudian menghubungi nomor HP.

082341055575 dan diangkat oleh tersangka yang mengaku Lk. FIRMANSYAH selaku

karyawan OXI TOUR & TRAVEL yang mengurus masalah tiket maupun mobilisasi

(penjemputan peserta di bandara menuju ke tempat pelaksanaan kegiatan) PT. ADARO

INDONESIA telah bekerja sama dengan OXI TOUR & TRAVEL dalam hal transportasi

terhadap peserta yang lulus seleksi penerimaan karyawan, korbanpun kemudian

mengirimkan nama lengkap untuk pemesanan tiket dan alamat email untuk menerima

lembar tiket melalui SMS ke nomor HP. 082341055575 sesuai dengan yang diminta

oleh tersangka, adapun alamat e-mail korban yakni [email protected]

35

Setelah korban mengirim nama lengkap dan alamat email pribadi, korban

kemudian mendapat balasan sms dari nomor yang sama yang berisi total biaya dan

nomor rekening. Isi smsnya adalah “Total biaya pembayaran IDR 2.000.000,- Silakan

transfer via BANK BNI no.rek:0272477663 a/n: MUHAMMAD FARID” selanjutnya

korbanpun kemudian mentransfer uang sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) untuk

pembelian tiket, setelah mentransfer uang korban kembali menghubungi Lk.

FIRMANSYAH untuk menanyakan kepastian pengiriman tiketnya, namun dijawab oleh

tersangka jika kode aktivasi tiket harus Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, Kombes

Polisi, Endi Sutendi mengatakan bahwa dengan adanya kecurigaan setelah tahu jika

aktivasinya dilakukan dengan menu transfer. Sehingga pada hari itu juga Minggu

tanggal 23 Desember 2012 korban langsung melaporkan kejadian tersebut di SPKT

Polda Sulsel. Dengan Laporan Polisi Nomor : LP / 625 / XII / 2012 / SPKT, Tanggal 23

Desember 2012, katanya. Menurut Endi adapun Nomor HP. yang digunakan oleh

tersangka adalah 082341055575 digunakan sebagai nomor Contact Person dan

mengaku sebagai penanggung jawab OXI TOUR & TRAVEL, 085331541444 digunakan

untuk SMS Konfirmasi bagi korban dan 02140826777 digunakan untuk mengaku

sebagai telepon kantor jika korban meminta nomor kantor PT. ADARO INDONESIA

ataupun OXI TOUR & TRAVEL, paparnya. Sehingga Penyidik dari Polda Sulsel

menetapkan tersangka yakni MUHAMMAD NURSIDI Alias CIDING Alias ANDY

HERMANSYAH Alias FIRMANSYAH Bin MUHAMMAD NATSIR D, (29) warga Jl. Badak No.

3 A Pangkajene Kab. Sidrap. dan Korban SUNARDI H Bin HAWI,(28)warga Jl. Dg.

Ramang Permata Sudiang Raya Blok K. 13 No. 7 Makassar. Dan menurut Endi pelaku

dijerat hukuman Pasal 28 ayat (1) Jo. Pasal 45 ayat (2) UU RI No. 11 tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektonik Subs. Pasal 378 KUHPidana.

36

NAMA : Yopi Vernando

NPM : G1A012037

Contoh Kasus : TYPOSQUATTING

Pada tahun 2001, internet banking diributkan oleh kasus pembobolan internet

banking milik bank BCA. Kasus tersebut dilakukan oleh seorang mantan mahasiswa ITB

Bandung dan juga merupakan salah satu karyawan media online (satunet.com) yang

bernama Steven Haryanto.

Pada dasarnya, kasus klikbca merupakan kasus domain name yang

memanfaatkan kesalahan ketik yang mungkin dilakukan oleh nasabah. Steven Haryanto

membeli domain-domain yang srupa www.klikbca.com dimana isi dari tiap situs palsu

tersebut sangat mirip dengan situs asli BCA. Kunci dan keberhasilan dari kasus ini

adalah apabila terjadi salah ketik oleh nasabah. Berdasarkan hal ini, maka kasus

klikbca.com merupakan kasus typosquatting dan bukan phishing.

Typosquatting pada intinya adalah suatu tindakan membeli dan mengoperasikan

nama-nama domain yang merupakan hasil variasi suatu nama domain yang telah

terkenal, dengan harapan situs tersebut dikunjungi oleh pengguna internet karena

adanya kesalahan eja atau ketik dari situs asli yang memang ingin dikunjungi oleh

pengguna. Sedangkan phishing adalah suatu tindakan mengirimkan email kepada

pengguna internet dengan menyatakan bahwa email tersebut berasal dari sebuah

perusahaan besar atau terkenal ataupun lembaga keuangan dimana kemungkinan besar

si pengguna memiliki account. Email tersebut akan meminta pengguna masuk ke dalam

sebuah website palsu dan hanya digunakan untuk mencuri informasi-informasi pribadi.

Jelas terlihat dari pengertian tersebut bahwa memang antara typosquatting

dengan phishing terdapat persamaan yang cukup mencolok yaitu penggunaan website

palsu yang meniru website asli dari pihak yang telah terpercaya atau terkenal. Namun

apabila diperhatikan lebih jauh, terlihat pula perbedaan yang cukup menonjol, yaitu

cara yang digunakan. Phishing menggunakan email-email palsu sebagai cara untuk

menipu dan menjerat calon korbannya, sedangkan typosquatting tidak menggunakan

email, melainkan memanfaatkan kemungkinan kesalahan ketik dan eja yang sangat

mungkin dilakukan oleh pengguna internet.

37

Dalam hal kasus klikbca, karena tampilan dari website palsu serupa dengan

website aslinya, maka dalam penyelesaiannya dapat diterapkan UU Hak Cipta karena

menjiplak secara keseluruhan tampilan dalam suatu situs dan UU Merek karena dalam

website palsu tersebut juga menampilkan logo BCA yang telah didaftarkan sebagai

merek oleh pihak BCA. Tercatat 130 nasabah tercuri data-datanya, namun menurut

pengakuan Steven pada situs Master Web Indonesia, tujuannya membuat situs plesetan

adalah agar publik memberi perhatian pada kesalahan pengetikan situs, bukan untuk

mengeruk keuntungan.

UU ITE & PASAL YANG MENGATUR TENTANG "TYPOSQUATTING"

1. Pasal 72 UU No.14 tahun 1997 untuk kasus Typosquatting : Barang siapa dengan

sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana yang di

maksud dalam pasal 2 ayat 1atau pasal; 49 ayat 1 dan ayat 2 di pidana dengan

pidana masing - masing paling singkat 1 bulan dan denda Rp. 1.000.000.00 (Satu

Juta Rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 tahun atau denda paling banyak

Rp.5.000.000.000.00,-(lima miliar rupiah)

2. Pasal 378 KUHP tentang Penipuan : Barang siapa dengan maksud untuk

menguntungkan diri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai

nama palsu atau martabat palsu dengan tipu muslihat ataupun rangkaian

kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu

kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapus piutang diancam

karena penipuan dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun.

Pasal 362 KUHP tentang pencurian : Barang siapa mengambil barang sesuatu yang

seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara

melawan hukum, diancam karena pencurian dan pidana penjara paling lama 5 tahun.

38

Nama : Prima Ridho Santoso

NPM : G1A011055

Contoh Kasus : PERLINDUNGAN NASABAH KASUS CARDING DALAM UU ITE NO.11

TAHUN 2008

PERLINDUNGAN NASABAH KASUS CARDING DALAM UU ITE NO.11 TAHUN 2008

Perlindungan hukum bagi nasabah pengguna kartu kredit mutlak diperlukan seperti

halnya perlindungan yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana lainnya. Menurut

sistem perbankan Indonesia, perlindungan terhadap nasabah dapat dilakukan melalui

dua metode, yaitu:

a. Perlindungan secara eksplisit (explicit deposit protection) Yaitu perlindungan

yang diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan

masyarakat, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden No. 26 Tahun 1998

tentang Jaminan terhadap Kewajiban Bank Umum. Sehingga apabila bank

mengalami kegagalan, maka lembaga tersebut akan mengganti dana masyarakat

yang disimpan dalam bank yang gagal tersebut. Hal ini diatur dalam Keputusan

Presiden No. 26 Tahun 1998 tentang Jaminan terhadap Kewajiban Bank Umum,

sebelum diberlakukannya asuransi deposito (Marulak Pardede, 2001).

b. Perlindungan secara implisit (implicit deposit protection) Yaitu perlindungan

yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank secara efektif.

Maksudnya agar dapat menghindari terjadinya kebangkrutan bank yang

diawasi. Perlindungan semacam ini dapat diperoleh melalui (Marulak Pardede,

2001): 1) Peraturan perundang-undangan di bidang ITE dan perbankan;

2)Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif,

yang dilakukan oleh Bank Indonesia; 3) Upaya menjaga kelangsungan usaha

bank sebagai suatu lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem

perbankan pada umumnya;

Undang Undang yang Mengatur Carding :

Saat ini di Indonesia belum memiliki UU khusus/Cyber Law yang mengatur

mengenai Cybercrime, walaupun UU tersebut sudah ada sejak tahun 2000

namun belum disahkan oleh Pemerintah Dalam Upaya Menangani kasus-kasus

yg terjadi khususnya yang ada kaitannya dengan cyber crime. Dalam menangani

39

kasus carding para Penyidik (khususnya Polri) melakukan analogi atau

perumpamaan dan persamaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP Pasal

yang dapat dikenakan dalam KUHP pada Cybercrime. Sebelum lahirnya UU

No.11 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE), maka mau tidak mau

Polri harus menggunakan pasal-pasal di dalam KUHP seperti pasal pencurian,

pemalsuan dan penggelapan untuk menjerat para carder, dan ini jelas

menimbulkan berbagai kesulitan dalam pembuktiannya karena mengingat

karakteristik dari cyber crime sebagaimana telah disebutkan di atas yang terjadi

secara nonfisik dan lintas negara.

Di Indonesia, carding dikategorikan sebagai kejahatan pencurian, yang dimana

pengertian Pencurian menurut hukum beserta unsur-unsurnya dirumuskan

dalam pasal 362 KHUP yaitu: "Barang siapa mengambil suatu benda yang

seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara

melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama

5 tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah". Untuk menangani

kasus carding diterapkan Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding

dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain walaupun tidak

secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang diambil dengan

menggunakan software card generator di Internet untuk melakukan transaksi di

e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian

penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik

kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.

Kemudian setelah lahirnya UU ITE, khusus kasus carding dapat dijerat

dengan menggunakan pasal 31 ayat 1 dan 2 yang membahas tentang hacking.

Karena dalam salah satu langkah untuk mendapatkan nomor kartu kredit carder

sering melakukan hacking ke situs-situs resmi lembaga penyedia kartu kredit

untuk menembus sistem pengamannya dan mencuri nomor-nomor kartu

tersebut.

Bunyi pasal 31 yang menerangkan tentang perbuatan yang dianggap melawan

hukum menurut UU ITE berupa illegal access:

Pasal 31 ayat 1: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan

hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronika dan

40

atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik

secara tertentu milik orang lain."

Pasal 31 ayat 2: "Setiap orang dengan sengaja atau tanpa hak atau melawan

hukum melakukan intersepsi atau transmisi elktronik dan atau dokumen

elektronik yang tidak bersidat publik dari, ke dan di dalam suatu komputer dan

atau sistem elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan

perubahan, penghilangan dan atau penghentian informasi elektronik dan atau

dokumen elektronik yang ditransmisikan.”.

Jadi sejauh ini kasus carding di Indonesia baru bisa diatasi dengan regulasi lama

yaitu pasal 362 dalam KUHP dan pasal 31 ayat 1 dan 2 dalam UU ITE.

Penanggulangan kasus carding memerlukan regulasi yang khusus mengatur

tentang kejahatan carding agar kasus-kasus seperti ini bisa berkurang dan

bahkan tidak ada lagi. Tetapi selain regulasi khusus juga harus didukung dengan

pengamanan sistem baik software maupun hardware, guidelines untuk pembuat

kebijakan yang berhubungan dengan computer-related crime dan dukungan

dari lembaga khusus.

Cara Penanggulangan Kejahatan Carding Meskipun dalam knyataanya untuk

penanggulangan carding sangat sulit diatasi tidak sebagaimana kasus-kasus

biasa secara konvensional tetapi untuk penanggulanganya harus tetap di

lakukan. Hal ini di maksudkan agar ruang gerak pelaku carding dapat

dipersempit. Berikut adalah beberapa metode yang biasa digunakan pelaku

carding :

1. Extrapolasi

Seperti yang diketahui, 16 digit nomor kartu kredit memiliki pola algoritma

tertentu. Extrapolasi dilakukan pada sebuah kartu kredit yang biasa disebut

sebagai kartu master, sehingga dapat diperoleh nomor kartu kredit lain yang

nantinya digunakan untuk bertransaksi. Namun, metode ini bisa dibilang

sudah kadaluwarsa, dikarenakan berkembangnya piranti pengaman dewasa

ini.

2. Hacking

Pembajakan metode ini dilakukan dengan membobol sebuah website toko

yang memiliki sistem pengaman yang lemah. Seorang hacker akan meng-

hack suatu website toko, untuk kemudian mengambil data pelanggannya.

41

Carding dengan metode ini selain merugikan pengguna kartu kredit, juga

akan merugikan toko tersebut karena image-nya akan rusak, sehingga

pelanggan akan memilih berbelanja di tempat lain yang lebih aman.

3. Sniffer

Metode ini dilakukan dengan mengendus dan merekam transaksi yang

dilakukan oleh seorang pengguna kartu kredit dengan menggunakan

software. Hal ini bisa dilakukan hanya dalam satu jaringan yang sama,

seperti di warnet atau hotspot area. Pelaku menggunakan software sniffer

untuk menyadap transaksi yang dilakukan seseorang yang berada di satu

jaringan yang sama, sehingga pelaku akan memperoleh semua data yang

diperlukan untuk selanjutnya melakukan carding. Pencegahan metode ini

adalah website e-commerce akan menerapkan sistem SSL (Secure Socket

Layer) yang berfungsi mengkodekan database dari pelanggan.

4. Phising

Pelaku carding akan mengirim email secara acak dan massal atas nama suatu

instansi seperti bank, toko, atau penyedia layanan jasa, yang berisikan

pemberitahuan dan ajakan untuk login ke situs instansi tersebut. Namun

situs yang diberitahukan bukanlah situs asli, melainkan situs yang dibuat

sangat mirip dengan situs aslinya. Selanjutnya korban biasa diminta mengisi

database di situs tersebut. Metode ini adalah metode paling berbahaya,

karena sang pembajak dapat mendapatkan informasi lengkap dari si

pengguna kartu kredit itu sendiri. Informasi yang didapat tidak hanya nama

pengguna dan nomor kartu kreditnya, namun juga tanggal lahir, nomor

identitas, tanggal kadaluwarsa kartu kredit, bahkan tinggi dan berat badan

jika si pelaku carding menginginkannya.

Pencegahan yang dapat dilakukan terhadap carding.

1. Pencegahan dengan hukum

Hukum cyber sangat identik dengan dunia maya, yaitu sesuatu yang

tidak terlihat dan semu. Hal ini akan menimbulkan kesulitan bagi para

penegak hukum terkait dengan pembuktian dan penegakan hukum atas

kejahatan dunia maya. Selain itu obyek hukum siber adalah data

elektronik yang sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan dan

42

dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Oleh

karena itu, kegiatan siber meskipun bersifat virtual dan maya dapat

dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata.

Secara yuridis untuk ruang siber sudah tidak pada tempatnya lagi untuk

mengkategorikan sesuatu dengan ukuran dan kualifikasi hukum

konvensional untuk dapat dijadikan objek dan perbuatan, sebab jika cara

ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal-hal yang lolos

dari jerat hukum. Karena kegiatan ini berdampak sangat nyata meskipun

alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya

harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan

perbuatan hukum secara nyata.

2. Pencegahan dengan teknologi

Handphone dapat dikatakan merupakan keamanan yang privacy bagi

penggunanya. SMS bisa dijadikan sebagai otentikasi untuk mencegah

para carding menggunakan kartu kredit ilegal. Untuk itu diperlukan

suatu proses yang dapat memberikan pembuktian bahwa dengan cara

otentikasi melalui SMS maka kejahatan carding dapat ditekan sekecil

mungkin. Otentikasi sms dilakukan dengan menggunakan tanda tangan

digital dan sertifikat.

3. Pencegahan dengan pengamanan web security.

Penggunaan sistem keamanan web sebaiknya menggunakan keamanan

SSL. Untuk data yang disimpan kedalam database sebaiknya

menggunakan enkripsi dengan metode algoritma modern, sehingga

cryptoanalysis tidak bisa mendekripsikanya.

4. Pengamanan pribadi

Pengamanan pribadi adalah pengamanan dari sisi pemakai kartu kredit.

Pengamanan pribadi antara lain secara on-ine dan off-line:

Pengaman pribadi secara off-line:

a. Anda harus memastikan kartu kredit yang anda miliki tersimpan

pada tempat yang aman.

b. Jika kehilangan kartu kredit dan kartu identitas kita, segeralah lapor

ke pihak berwajib dan dan pihak bank serta segera lakukan

pemblokiran pada saat itu juga.

43

c. Jangan tunggu waktu hingga anda kebobolan karena digunakan oleh

orang lain ( baik untuk belanja secara fisik maupun secara online ).

d. Pastikan jika Anda melakukan fotocopy kartu kredit dan kartu

identitas tidak sampai digandakan oleh petugas layanan ( yang minta

copy kartu kredit anda ) atau pegawai foto copy serta tidak di catat

CCV-nya. Tutup 3 digit angka terakhir CVV dengan kertas putih

sebelum kartu kredit kita di foto copy. Hal ini untuk menghindari

penyalahgunaan kartu kredit kita oleh pihak lain dengan tidak

semestinya. Perlakukan pengamanan CVV anda sama dengan

pengamanan PIN atau Password anda.

e. Jangan asal atau sembarang menyuruh orang lain untuk memfoto

copy kartu kredit dan kartu identitas.

f. Waspadalah pada tempat kita berbelanja, pastikan pada tempat

belanja / tempat shopping / counter / gerai / hotel, dll yang benar –

benar jelas kredibilitas-nya.

Pengaman pribadi secara on-line:

a. Belanja di tempat ( websites online shopping ) yang aman, jangan

asal belanja tapi tidak jelas pengelolanya atau mungkin anda baru

pertama mengenalnya sehingga kredibilitasnya masih meragukan.

b. Pastikan pengelola Websites Transaksi Online mengunakan SSL (

Secure Sockets Layer ) yang ditandai dengan HTTPS pada Web

Login Transaksi online yang anda gunakan untuk berbelanja.

c. Jangan sembarangan menyimpan File Scan kartu kredit Anda

sembarangan, termasuk menyimpannya di flashdisk dan dalam

email anda.

Dampak Kerugian

Dampak dari Carding adalah

1. Kehilangan uang secara misterius

2. Pemerasan dan Pengurasan Kartu kredit oleh Carder

3. Keresahan orang dalam penggunaan kartu kredit

4. Hilangnya rasa kepercayaan masyarakat terhadap jasa keuangan dinegara ini.