perbedaan individu dan kemampuannya
TRANSCRIPT
PERBEDAAN INDIVIDU DAN KEMAMPUANNYA
Disusun guna Melengkapi Tugas Mata Kuliah TeoriPembelajaran
Dosen Pengampu Prof. Dr. FX. Sugiyanto, M. Pd & Dr.Yustinus Sukarmin, M. S.
Oleh:Prahastara14711251040
PERBEDAAN INDIVIDU DAN KEMAMPUANNYA
Oleh:Prahastara14711251040
ABSTRAK
Siapa pun mengetahui bahwa manusia sebagaiindividu pasti berbeda satu dengan yang lainnya.Perbedaan ini disebut perbedaan individu atau perbedaanindividual atau individual differences. Dalam duniapendidikan terdapat berbagai macam faktor yang memilikiandil dalam pendidikan. Salah satu tugas yang diembanoleh para pendidik adalah memahami akan berbagai faktorpendukung pendidikan tersebut.
Makalah ini membahas mengenai faktor yangmemengaruhi perbedaan individu dan kemampuannya. Sertamembahas mengenai konsep kemampuan (abilitas) motorikumum yang mula-mula dipahami sebagai kemampuanpotensial tunggal untuk melakukan berbagai tugas gerak,namun kemudian pandangan tersebut disanggah oleh hasil-hasil penelitian berikutnya. Sebab dalam duniapendidikan perlu untuk mengetahui segala perkembangandan kemampuan peserta didik yang termasuk sebagaiindividu-individu yang berbeda tersebut.
Setelah guru menemukan perbedaan-perbedaan darisetiap individu, maka langkah berikutnya adalahmelakukan perencanaan dan pelaksanaan programpengajaran yang disesuaikan dengan perbedaan tersebutagar setiap individu mampu berkembang sesuai dengankemampuan dan kecepatan yang dimiliki oleh masing-masing individu siswa. Para pendidik harus bisamemahami akan situasi dan kondisi, baik lingkunganmaupun peserta didik itu sendiri.
Kata Kunci: perbedaan, individu, kemampuan
2
PENDAHULUAN
Manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan dalam
pertumbuhan dan perkembangannya. Pada awal kehidupan
manusia, sebagai bayi hanya mementingkan kebutuhan
jasmaninya dan belum peduli dengan yang terjadi di luar
dirinya. Perkembangan selanjutnya, manusia akan mulai
mengenal lingkungannya, membutuhkan alat komunikasi
(bahasa), membutuhkan teman, keamanan, dan seterusnya.
Semakin manusia mengalami perkembangan, semakin banyak
kebutuhan non-fisik atau psikologis yang dibutuhkannya.
Salah satu tugas yang diemban oleh para pendidik
adalah memahami akan berbagai faktor pendukung
pendidikan. Di antara berbagai faktor tersebut adalah
para pendidik bisa memahami akan situasi dan kondisi,
baik lingkungan maupun peserta didik itu sendiri.
Peserta didik sebagai objek pendidikan sangat penting
untuk diperhatikan dari berbagai faktor. Faktor yang
harus diperhatikan adalah tahap perkembangan peserta
3
didik. Di antara perkembangan perserta didik tersebut
adalah individu dan kemampuannya.
Kegiatan belajar mengajar di sekolah bukan hanya
sebuah kegiatan transfer ilmu semata, tetapi lebih jauh
lagi dalam hal mempersiapkan dan membentuk generasi
yang lebih kompeten pada bidang yang dipilihnya.
Dibutuhkan upaya dan dukungan dari semua aspek yang
menjadi faktor penentu keberhasilan kegiatan belajar
mengajar di sekolah. Upaya maksimal tersebut datang
dari guru, siswa, sekolah, dan aspek lainnya yang
memengaruhi pendidikan.
Aspek yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
peserta didik atau siswa di sekolah yang memiliki
perbedaan individu dan kemampuan masing-masing dalam
kegiatan belajar mengajar, khususnya pada pendidikan
jasmani “Pendidkan jasmani adalah proses pendidikan
melalui penyediaan pengalaman belajar kepada siswa
berupa aktivitas jasmani, bermain, dan berolahraga yang
direncanakan secara sistematis guna merangsang
pertumbuhan dan perkembangan fisik, keterampilan
4
motorik, keterampilan berpikir, emosional, sosial, dan
moral” (Depdiknas, 2007: 1).
Guru pendidikan jasmani harus memiliki kemampuan
untuk menemukan perbedaan individu dan kemampuan
peserta didik, memberikan pelayanan terhadap perbedaan
individu dan kemampuan peserta didik, melakukan
diagnosis kesulitan belajar siswa agar kegiatan belajar
mengajar terlaksana dan tujuannya pembelajaran
pendidikan jasmani akan tercapai secara keseluruhan.
PEMBAHASANIndividu
Individu berasal dari bahasa latin “individuum”
artinya “yang tidak terbagi”, merupakan sebutan yang
dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang
paling kecil dan terbatas. Menurut Hasan Alwi (2007:
125) individu adalah kata benda dari individual yang
berarti orang, perseorangan, dan oknum. Individu
manusia memiliki perbedaan kedudukan yang paling tinggi
di antara mahkluk ciptaan Tuhan lainnya. Individu
manusia memiliki sifat hakikat yang merupakan
5
karakteristik dan mempunyai akal yang membedakan
individu itu berbeda dengan makhluk lainnya bahkan
individu manusia lainnya.
Manusia menjadi bahan pembicaraan manusia itu
sendiri karena keunikannya. Unik dalam arti sisi fisik
dan jiwanya, sehingga wajar karena kompleksitas
keunikannya itulah sampai saat ini manusia hanya dapat
menduga-duga. Kalaupun kajian bersifat ilmiah,
konklusinya tidak dapat serta merta diproklamasikan
sebagi sumber informasi primer yang benar secara
generik. Dikatakan demikian karena manusia benar-benar
unik karena tidak ada dua individu yang identik,
walaupun kedua individu tersebut kembar. Apalagi jika
manusia diteliti dengan mengomparasikannya dengan hewan
atau makhluk lain. Manusia sebagai makhluk berakal,
makhluk berpikir, mahkluk sosial, beradab, berperasaan,
dan sekaligus mahkluk individu.
Individu perserta didik memiliki cara-cara yang
berbeda dalam memahami informasi dalam proses
pembelajaran. Perbedaan ini bergantung pada teori
6
belajar yang lebih disukai. Terdapat tiga komponen
utama dari yang dapat memengaruhi kemampuannya dalam
proses pembelajaran, yaitu gaya belajar merupakan
faktor kognitif atau pengetahuan individu, afektif atau
sikap, dan lingkungan belajar seperti suhu ruangan,
jumlah keanggotaan, dan dukungan emosi. Menurut Dwi
Cahyo Prabowo (2011: 1) dalam ilmu sosial, individu
menekankan penyelidikan kepada kenyataan-kenyataan
hidup. Individu bukan berarti manusia sebagai suatu
keseluruhan yang tidak dapat dibagi, melainkan sebagai
kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia
perseorangan, sehingga sering digunakan sebutan “orang-
seorang” atau “manusia perseorangan”. Sifat dan fungsi
orang-orang di lingkungan adalah makhluk-makhluk yang
berdiri sendiri, dalam berbagai hal bersama-sama satu
sama lain, tetapi dalam banyak hal terdapat
perbedaannya.
Manusia merupakan makhluk individu, pola tingkah
lakunya bersifat spesifik dirinya dan bukan lagi
mengikuti pola tingkah laku umum. Ini berarti bahwa
7
individu adalah seorang manusia yang tidak hanya
memiliki peranan-peranan yang khas di dalam lingkungan
sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta
pola tingkah laku spesifik dirinya. Kepribadian suatu
individu tidak serta merta langsung terbentuk, akan
tetapi melalui pertumbuhan sedikit demi sedikit dan
melalui proses yang panjang.
Dari bahasa bemacam-macam aspek perkembangan
individu, dikenal ada dua fakta yang menonjol, yaitu:
1. Semua manusia mempunyai unsur-unsur kesamaan di
dalam pola perkembangannya.
2. Di dalam pola yang bersifat umum yang membentuk
warisan manusia secara biologis dan sosial, tiap-
tiap individu mempunyai kecenderungan berbeda.
Setiap orang, baik seorang anak atau seorang dewasa
dan berada di dalam suatu kelompok atau seorang diri
disebut individu. Individu menunjukkan kedudukan
seseorang sebagai orang perorangan atau perseorangan.
Sifat individual adalah sifat yang berkaitan dengan
orang perseorangan, berkaitan dengan perbedaan
8
individual perseorangan. Ciri dan sifat orang yang satu
berbeda dengan yang lain. Perbedaan ini disebut
perbedaan individu atau perbedaan individual, maka
perbedaan dalam perbedaan individual menurut Landgren
(1980: 578), menyangkut variasi yang terjadi baik
variasi pada aspek fisik maupun psikologis.
Seorang guru setiap tahun ajaran baru selalu
menghadapi siswa-siswa yang berbeda satu sama lain.
Siswa-siswa yang berada di dalam sebuah kelas, tidak
terdapat seorang pun yang sama. Mungkin sekali dua
orang dilihatnya hampir sama atau mirip, akan tetapi
pada kenyataannya jika diamati benar-benar antara
keduanya tentu terdapat perbedaan. Perbedaan yang
segera dapat dikenal oleh seorang guru tentang siswanya
adalah perbedaan fisiknya, seperti tinggi badan, bentuk
badan, warna kulit, bentuk muka, dan semacamnya.
Berdasarkan fisiknya seorang guru cepat mengenal siswa
di kelasnya satu per satu. Ciri lain yang segera dapat
dikenal adalah tingkah laku masing-masing, begitu pula
suara siswa. Ada siswa yang lincah, banyak gerak,
9
pendiam, ada siswa yang nada suaranya kecil dan ada
yang besar atau rendah, ada yang berbicara cepat dan
ada pula yang pelan-pelan. Apabila ditelusuri secara
cermat siswa yang satu dengan yang lain tentu memiliki
sifat psikis yang berbeda-beda.
Kemampuan (Abilitas)
Menurut Poerwadarminta (1984: 141) “kemampuan
berasal dari kata dasar mampu yang berarti kuasa (bisa,
sanggup, melakukan sesuatu, dapat, berada, kaya,
mempunyai harta berlebihan)”. Pengertian mengenai
kemampuan adalah kesanggupan, sanggup, dapat melakukan
sesuatu, memecahkan masalah. Ditinjau dari segi bahasa
Indonesia, kemampuan merupakan kesanggupan seseorang
untuk berinteraksi di suatu masyarakat bahasa, antara
lain mencakupi sopan santun.
Menurut Akhmad Sudrajat (2008: 1) kemampuan
individu dapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu
kemampuan nyata (actual ability) dan kemampuan potensial
(potential ability). Kecakapan nyata (actual ability) yaitu
10
kecakapan yang diperoleh melalui belajar
(achivement atau prestasi), yang dapat segera
didemonstrasikan dan diuji sekarang. Dapat dicontohkan
setelah selesai mengikuti proses pembelajaran (kegiatan
tatap muka), pada akhir pelajaran siswa diuji oleh guru
tentang materi yang disampaikannya (tes formatif).
Ketika siswa mampu menjawab dengan baik tentang
pertanyaan guru, kemampuan tersebut merupakan atau
kecakapan nyata (achievement). Kecakapan potensial
(potential ability) merupakan aspek kecakapan yang masih
terkandung dalam diri individu dan diperoleh dari
faktor keturunan (herediter). Kemampuan potensial dapat
dibagi ke dalam dua bagian, yaitu kemampuan dasar umum
(kecerdasan atau intelegency) dan kemampuan dasar khusus
(bakat atau aptitudes).
Istilah abilitas memang silih berganti
pemakaiannya dengan istilah kapabilitas (capability) dan
bakat (aptitude). Abilitas biasanya dianggap sebagai
karakteristik yang relatif stabil atau permanen,
ditentukan oleh faktor keturunan dan berkembang relatif
11
secara otomatis dalam proses pertumbuhan dan
kematangan, serta tidak mudah diubah melalui latihan
atau pengalaman. Sebaliknya, keterampilan (skill) mudah
diubah atau dipengaruhi melalui latihan atau
pengalaman. Abilitas menentukan baik buruknya dapat
dilakukannya suatu keterampilan motorik. Sebagai
contoh, abilitas berupa reaksi yang cepat bisa
dikatakan sebagai pendukung utama bagi keberhasilan
seseorang untuk menampilkan keterampilan yang baik
seperti dalam start lari cepat, renang atau bereaksi
dalam mengemudikan kendaraan (Schmidt dalam Rusli
Lutan, 1988: 339-340).
Dapat disimpulkan bahwa kemampuan (abilitas)
merupakan potensi yang melandasi penampilan gerak
seseorang, karena dianggap sebagai faktor pendukung
bagi pelaksanaan suatu keterampilan yang membedakan
kemampuan individual. Sebagai contoh, seseorang
menginginkan menjadi pemain bola basket profesional
yang berprestasi, namun seseorang tersebut tidak
memiliki potensi yang baik dalam cabang bola basket
12
(misalnya keterbatasan tinggi badan hanya 1,50 m,
sedangkan tinggi badan pemain basket profesional di
Amerika Serikat rata-rata mencapai 2 m).
Kemampuan (Abilitas) Motorik Umum
Kemampuan motorik lebih tepat disebut sebagai
kapasitas dari seseorang yang berkaitan dengan
pelaksanaan dan peragaan suatu ketrampilan yang relatif
melekat setelah masa kanak-kanak (Rusli Lutan, 1988:
96). Ada yang berpendapat bahwa semua keterampilan
motorik berlandaskan pada abilitas tunggal yang
mencakup semuanya. Ada orang yang mampu melakukan
keterampilan apa saja sehingga dia disebut serba bisa
atau atlet allround. Berdasarkan pengamatan sepintas
tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor yang cenderung
membuat semua tugas dalam olahraga ialah abilitas
motorik umum (Adams dalam Rusli Lutan, 1988: 342).
Meskipun demikian, konsep mengenai abilitas
motorik umum memperoleh kritik, terutama berdasarkan
hasil penelitian Franklin Henry dan murid-muridnya pada
13
tahun 1958/1968 dan 1961 di Berkeley. Hipotesis Henry
bertentangan dengan ide abilitas motorik umum, yakni
abilitas motorik bersifat spesifik bagi suatu tugas
tertentu, transfer antara keterampilan agaknya rendah
(Schmidt & Young dalam Rusli Lutan, 1988: 343). Program
penelitian yang berkenaan dengan perbedaan individu
dalam keterampilan sebagai pilot yang dilakukan oleh
Fleishman dan kawan-kawannya di jajaran Angkatan Udara
Amerika Serikat juga memperlihatkan kritik terhadap
konsep abilitas motorik umum, yakni korelasi di antara
keterampilan yang berbeda adalah rendah (Rusli Lutan,
1988: 343).
Fleishman dan kawan-kawannya merumuskan
seperangkat hipotesis tentang abilitas yang menjadi
landasan bagi berbagai aspek perilaku motorik (Schmidt,
1991: 137), sebagai berikut:
1. Reaction Time. Abilitas ini mendukung tugas dalam
keadaan terdapat satu stimulus dan satu respons dan
subjek harus bereaksi secepat mungkin setelah
14
stimulus disampaikan dalam situasi waktu reaksi.
Contoh yaitu start dalam lari cepat 100 meter.
2. Response Orientation. Abilitas ini mendukung tugas
gerak yang membutuhkan kecepatan orientasi penentuan
alternatif pola gerak yang akan dibuat, berkaitan
memilih gerakan yang tepat dalam situasi waktu
reaksi. Contoh yaitu memukul bola lemparan dari
pitcher pada baseball.
3. Speed of Movement. Abilitas menggerakkan anggota
tubuh dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat,
tetapi tanpa stimulus waktu reaksi untuk memperkecil
waktu gerak. Contoh yaitu pitcher melakukan lemparan.
4. Finger Dexterity. Abilitas gerakan jari-jari untuk
menangani objek yang relatif kecil. Contoh yaitu
reparasi arloji.
5. Manual Dexterity. Abilitas menangani objek yang besar
menggunakan tangan dan lengan. Contoh yaitu melakukan
dribbling bola basket.
6. Response Integration. Abilitas ini menyokong tugas
seseorang harus memanfaatkan dan menerapkan petunjuk
15
penting bersifat sensoris dari beberapa sumber ke
dalam satu respons tunggal yang terpadu. Contoh:
passing dalam bolabasket atau bolavoli
7. Physical Proficiency Abilities. Abilitas yang berkaitan
dengan aspek struktur badan/fisik. Fleishman dalam
Rusli Lutan (1988: 346) mengidentifikasikannya
sebagai berikut: fleksibilitas statis dan dinamis,
kekuatan dinamis dan eksplosif, koordinasi badan,
keseimbangan badan, dan stamina (daya tahan
kardiovaskular). Abilitas tersebut merupakan landasan
bagi dimensi kesegaran jasmani dan terpisah dengan
abilitas yang membutuhkan keterampilan.
Motor ability atau kemampuan gerak pada dasarnya
merupakan kemampuan yang mendasari dari gerak yang
dibawa sejak lahir yang bersifat umum atau fundamental
yang berperan untuk melakukan gerak baik gerakan
olahraga maupun non-olahraga. Untuk itu, bagi siswa
sekolah dasar perlu ditanamkan kemampuan gerak dasar
yang dimiliki dapat dilakukan dengan benar. Menanamkan
cara melakukan gerak dasar yang benar sangat penting
16
bagi siswa sekolah dasar, karena pada usia sekolah
dasar merupakan masa perkembangan dan pertumbuhan,
sehingga kemampuan gerak dasar yang dimiliki dapat
dilakukan dengan benar. Kesalahan dalam melakukan gerak
dasar akan berdampak pada pola gerakan yang salah,
sehingga akan berdampak pada aktivitas-aktivitas
geraknya. Upaya meningkatkan kemampuan gerak (motor
ability), harus dilakukan latihan dengan baik dan benar.
Kemampuan gerak (motor ability) tidak terlepas dari unsur-
unsur kondisi fisik yang ada di dalamnya. Tampilan
gerak yang dilakukan seseorang dalam kehidupan sehari-
hari atau aktivitas olahraga tidak terlepas dari unsur-
unsur kondisi fisiknya. Struktur kemampuan gerak (motor
ability) terdiri atas beberapa komponen. Komponen tersebut
terdiri atas faktor-faktor yang harus diteliti yaitu
kontrol gerak keseimbangan, koordinasi gerak badan,
kekuatan gerak yaitu kecepatan, power dan kelincahan.
Faktor-faktor tersebut memiliki kecenderungan cukup
besar dalam memengaruhi motor perfomance (penampilan
motorik).
17
Berdasarkan pendapat tersebut ditunjukkan
bahwa kemampuan gerak (motor ability) di dalamnya terdiri
atas beberapa macam unsur kondisi fisik, yaitu
koordinasi gerak badan, kekuatan, kecepatan, power,
kelentukan, daya tahan, dan kelincahan. Unsur-unsur
kondisi fisik tersebut sangat menunjang kemampuan gerak
(motor ability) seseorang.
Variabel Perbedaan Individual
Variabel perbedaan individual (misalnya jenis
kelamin, dan keturunan asal) juga disebut variabel
organismik (misalnya usia, tinggi, berat, jenis
kelamin, dan warna kulit). Menurut Rusli Lutan (1988:
347) faktor-faktor yang memengaruhi perbedaan
individual yang dikaitkan dengan penampilan gerak
yaitu:
1. Pengaruh Usia terhadap Keterampilan
Ada dua kategori kegiatan penelitian sehubungan
pengaruh usia terhadap penampilan keterampilan
motorik. Golongan pertama menekankan perkembangan
18
motorik berdasarkan perkembangan yang berlangsung
pada seseorang. Golongan kedua adalah mempelajari
hubungan usia seseorang terhadap penampilan
keterampilan motorik misalnya pada waktu sebelum dan
sesudah pubertas. Keogh & Sugden dalam Rusli Lutan
(1988: 348) membahas penemuan bahwa ketika usia 18
tahun terjadi peningkatan yang banyak dan sistematik
dalam hampir setiap aspek penampilan motorik, setelah
lewat usia 25 tahun terjadi penurunan yang sistematik
dalam perilaku motorik.
2. Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Penampilan
Keterampilan Motorik
Berbagai studi yang dilakukan para peneliti ada
kecenderungan kesimpulan yang menyatakan kaum pria
lebih unggul dalam tugas-tugas motorik. Sebagai
contoh dari rekor-rekor Olimpiade selalu lebih unggul
pria daripada wanita. Ada penelitian yang menyatakan
wanita lebih terampil dalam tugas yang membutuhkan
penanganan cepat, seperti memilih kartu, membuat
titik, membidik ke suatu sasaran. Zaichkowsky, dkk
19
dalam Rusli Lutan (1988: 349) mengemukakan empat
alasan utama terjadi perbedaan dalam penampilan
motorik anak laki-laki dan perempuan: (a) bentuk
tubuh, (b) struktur anatomis, (c) fungsi fisiologis,
dan (d) faktor budaya.
3. Intelegensia dan Penampilan Motorik
Di Indonesia faktor intelegensia sering
diungkapkan oleh para pelatih sebagai faktor penentu
terhadap tingkat keberhasilan seseorang dalam suatu
cabang olahraga. Ryan dalam Rusli Lutan (1988: 350)
mengungkapkan tidak ada hubungan antara prestasi
akademis (dianggap sebagai IQ) dengan penampilan pada
tugas keseimbangan (stabilometer). Start dalam Rusli
Lutan (1988: 350) melaporkan bahwa korelasi antara IQ
dan belajar keterampilan pemula dalam senam sebesar
0,08. Suatu bukti bahwa hampir tidak ada kesamaan
antara kedua macam tes tersebut. Namun data empirik
dapat dikaji lebih lanjut bahwa seseorang yang
menderita cacat mental cenderung mengalami
keterbelakangan atau cacat keterampilan motorik.
20
Dengan demikian intelegensia dan penampilan motorik
ini masih merupakan topik kajian yang belum tuntas
jawabannya, sehingga dapat diungkapkan kembali
sebagai topik penelitan.
Makna perbedaan dan perbedaan individual menyangkut
variasi yang terjadi, baik variasi pada aspek fisik
maupun psikologis (Lindgren,1980: 578).
Adapun bidang-bidang dari perbedaannya yakni:
1. Perbedaan Kognitif
Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang
berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan
tehnologi. Setiap orang memiliki persepsi tentang
hasil pengamatan atau penyerapan atas suatu objek.
Berarti ia menguasai segala sesuatu yang diketahui,
dalam arti pada dirinya terbentuk suatu persepsi, dan
pengetahuan itu diorganisasikan secara sistematik
untuk menjadi miliknya.
2. Perbedaan Kecakapan Bahasa
Bahasa merupakan salah satu kemampuan individu
yang sangat penting dalam kehidupan. Kemampuan tiap
21
individu dalam berbahasa berbeda-beda. Kemampuan
berbahasa merupakan kemampuan seseorang untuk
menyatakan buah pikirannya dalam bentuk ungkapan kata
dan kalimat yang penuh makna, logis, dan sistematis.
Kemampuan berbahasa sangat dipengaruhi oleh faktor
kecerdasan dan faktor lingkungan serta faktor fisik
(organ bicara).
3. Perbedaan Kecakapan Motorik
Kecakapan motorik atau kemampuan psiko-motorik
merupakan kemampuan untuk melakukan koordinasi
gerakan syarat motorik yang dilakukan oleh saraf
pusat untuk melakukan kegiatan.
4. Perbedaan Latar Belakang
Perbedaaan latar belakang dan pengalaman tiap-
tiap individu dapat memperlancar atau menghambat
prestasinya, terlepas dari potensi individu untuk
menguasai bahan.
5. Perbedaan Bakat
Bakat merupakan kemampuan khusus yang dibawa
sejak lahir. Kemampuan tersebut akan berkembang
22
dengan baik apabila mendapatkan rangsangan dan
pemupukan secara tepat, sebaliknya bakat tidak
berkembang sama, manakala lingkungan tidak memberikan
kesempatan untuk berkembang, dalam arti tidak ada
rangsangan dan pemupukan yang menyentuhnya.
6. Perbedaan Kesiapan Belajar
Perbedaan latar belakang, yang meliputi
perbedaan sisio-ekonomi sosio kultural, amat penting
artinya bagi perkembangan anak. Akibatnya anak-anak
pada umur yang sama tidak selalu berada pada tingkat
kesiapan yang sama dalam menerima pengaruh dari luar
yang lebih luas. Setiap individu siswa berbeda satu
dengan lainnya, hal ini di pengaruhi banyak faktor
yang membentuk kepribadian setiap siswa.
Perbedaan ini merupakan hal penting yang harus
diketahui oleh guru karena perbedaan ini dapat
digunakan oleh guru untuk menentukan metode belajar
yang tepat dalam proses belajar mengajar di kelas. Guru
haruslah teliti dalam mencari dan menemukan perbedaan
yang ada pada siswa, terutama perbedaan-perbedaan yang
23
menonjol. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam
proses belajar mengajar dan dalam memberikan pelayanan
terhadap siswa agar mampu menemukan dan mengembangkan
potensi yang dimiliki oleh siswa.
Perbedaan itu dapat dilihat dari dua segi, yakni
horisontal dan vertikal. Perbedaan segi horisontal
adalah perbedaan individu dalam aspek mental, seperti
tingkat kesadaran, bakat, minat, ingatan, dan emosi.
Perbedaan vertikal adalah perbedaan individu dalam
aspek jasmaniah, seperti: bentuk, tinggi dan besarnya
badan, dan tenaga (Massofa, 2011: 1).
Tiap-tiap aspek individu tersebut besar
pengaruhnya terhadap kegiatan dan keberhasilan belajar.
Mungkin salah satu faktor ada yang lebih dominan, namun
tetap kedua faktor tersebut masing-masing berpengaruh,
dan pada gilirannya ternyata tidak ada dua individu
yang sama. Menurut Hendriono (2010: 1) perbedaan
individu di atas dipengaruhi oleh: (1) faktor keturunan
(bakat) dan (2) faktor lingkungan.
24
Perbedaan ini merupakan hal penting yang harus
diketahui oleh guru karena perbedaan ini dapat
digunakan oleh guru untuk menentukan metode belajar
yang tepat dalam proses belajar mengajar di kelas. Guru
haruslah teliti dalam mencari dan menemukan perbedaan
yang ada pada siswa, terutama perbedaan-perbedaan yang
menonjol. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam
proses belajar mengajar dan dalam memberikan pelayanan
terhadap siswa agar mampu menemukan dan mengembangkan
potensi yang dimiliki oleh siswa.
Guru hendaknya memberikan perhatian khusus terhadap
siswa-siswa yang memiliki tingkat kemampuan rendah
dengan berusaha menemukan dan mengatasi kesulitan
belajar siswa dengan mendiagnosis kesulitan belajar
siswa tersebut. Jika tingkat kesulitan belajarnya
sangat sulit diidentifikasi, tidak ada salahnya meminta
bantuan guru lain atau guru yang berkompeten dalam hal
ini dan ini biasanya guru bimbingan dan penyuluhan.
Setelah guru menemukan perbedaan-perbedaan dari
setiap individu, langkah berikutnya adalah melakukan
25
perencanaan dan pelaksanaan program pengajaran yang
disesuaikan dengan perbedaan tersebut agar setiap
individu mampu berkembang sesuai dengan kemampuan dan
kecepatan yang dimiliki oleh tiap-tiap individu siswa.
Mengajar siswa dengan kemampuan belajar cepat akan
berbeda dengan mengajar siswa dengan kemampuan belajar
kurang/lambat. Kemampuan yang berbeda dari setiap
individu memerlukan pelayanan tersendiri bagi guru
dalam upaya penyesuaian program pengajaran yang akan
dibuat dan dilaksanakan.
Hal ini tidaklah mudah bahkan sangat sulit
dilaksanakan bagi mereka yang belum terbiasa dalam
upaya pelayanan terhadap perbedaan individu siswa.
Kesulitan-kesulitan yang paling mudah ditemukan dalam
lingkungan sekitar, misalnya terbatasnya waktu yang
disediakan oleh sekolah dalam suatu pertemuan
pembelajaran di kelas akan membuat guru tidak maksimal
dalam menemukan dan melayani siswa sesuai dengan
perbedaan setiap individu walaupun hal ini sudah
26
direncanakan dalam program pengajaran yang akan atau
sedang dilaksanakan.
Jika kesulitan-kesulitan yang dihadapi ini memang
sangat sulit dipecahkan, guru tidak perlu memaksakan
diri sampai di luar batas kemampuannya. Minimal guru
mampu melaksanakan pada tahap yang dapat
dilaksanakannya, misal terhadap siswa yang memiliki
kemampuan cepat dalam menyerap materi pelajaran, guru
bisa saja memberinya materi atau tugas tambahan untuk
dikerjakannya di luar sekolah, sedangkan siswa yang
memiliki kemampuan kurang guru dapat memberinya materi
yang sesuai untuknya. Siswa yang memiliki bakat
menonjol bisa diberikan kesempatan atau diberikan
fasilitas untuk mengembangkannya sedangkan siswa yang
mengalami kesulitan dalam belajar perlu dibantu agar
siswa tersebut dapat mengatasi kesulitannya. Proses
belajar dikembangkan menurut keadaan dan kemampuan di
lingkungan sekolah.
PENUTUP
27
Kesimpulan
Terdapat berbagai macam faktor yang satu sama
lainnya memiliki andil dalam pendidikan. Salah satu
tugas yang diemban oleh para pendidik atau guru adalah
memahami akan berbagai faktor pendukung pendidikan
tersebut. Di antara berbagai faktor tersebut adalah
para pendidik dapat memahami akan situasi dan kondisi,
baik lingkungan maupun peserta didik tersebut. Peserta
didik sebagai objek dari pendidikan sangat penting
untuk diperhatikan dari berbagai faktor. Faktor
tersebut yang harus diperhatikan adalah tahap
perkembangan dari peserta didik tersebut dalam hal
perbedaan individual dan kemampuan dalam proses belajar
mengajar, khususnya dalam pendidikan jasmani.
Proses pendidikan memanfaatkan aktivitas fisik
untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas
individu, baik dalam hal fisik, mental, serta
emosional. Setelah guru menemukan perbedaan-perbedaan
dari setiap individu, langkah berikutnya adalah
melakukan perencanaan dan pelaksanaan program
28
pengajaran yang disesuaikan dengan perbedaan tersebut
agar setiap individu mampu berkembang sesuai dengan
kemampuan dan kecepatan yang dimiliki oleh tiap-tiap
individu siswa. Mengajar siswa dengan kemampuan belajar
cepat akan berbeda dengan mengajar siswa dengan
kemampuan belajar kurang/lambat. Kemampuan yang berbeda
dari setiap individu memerlukan pelayanan tersendiri
bagi guru dalam upaya penyesuaian program pengajaran
yang akan dibuat dan dilaksanakan.
Saran
Perbedaan individu merupakan hal penting yang
harus diketahui, terutama oleh guru karena dengan
mengetahui perbedaan individu tersebut guru dapat
menentukan metode belajar yang tepat dalam melaksanakan
proses belajar mengajar. Guru harus teliti dalam
mencari dan menemukan perbedaan yang ada pada siswa,
terutama perbedaan-perbedaan yang menonjol. Hal ini
dilakukan untuk memudahkan dalam proses belajar
mengajar dan dalam memberikan pelayanan terhadap siswa
29
agar mampu menemukan dan mengembangkan potensi yang
dimiliki oleh siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad Sudrajat. (2008). Kemampuan Individu: Memahami Bakatda Kecerdasan Individu. Diakses darihttp://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/25/kemampuan-individu/ pada tanggal 9 November 2014, jam 14.05WIB.
Depdiknas. (2007). Standar Kompetensi dan Kompetensi DasarTingkat SD/MI (Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, danKesehatan). Jakarta: Depdiknas
Dwi Cahyo Prabowo. (2011). Pengertian Individu. Diaksesdari http://dwicahyoprabowo.wordpress.com/2011/01/09/pengertian-individu/ pada tanggal 29 Oktober 2014, jam 14.15WIB.
Hasan Alwi. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.
Hendriono. (2010). Kemampuan Guru Mengatasi Kesulitan Belajar.Diaksesdari http://www.hendriono.web.id/2010/06/kemampuan-guru-mengatasi-kesulitan.html. pada tanggal 28 Oktober 2011,jam 15.15 WIB.
Landgren, H. C. (1980). Educational Psychology in theClassroom. New York: Ed 6
Massofa. (2011). Perbedaan Individual. Diakses darihttp://massofa.wordpress.com/2008/01/15/perbedaan-individual-
30
dan-jenis-kebutuhan-anak-usia-sekolah-dasar/. pada tanggal18 November 2014, jam 13.05 WIB.
Rusli Lutan. (1988). Belajar Keterampilan Motorik, PengantarTeori dan Metode. Jakarta: Depdiknas.
Schmidt, R. A. (1991). Motor Learning and Performance: FromPrinciples to Practice. Champaign, IL: Human Kinetics.
31