pemikiran politik jaringan islam liberal

33
PEMIKIRAN POLITIK JARINGAN ISLAM LIBERAL SKRIPSI Skripsi ini diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam sebagai syarat tugas akhir perkuliahan di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk mencapai gelar Sarjana Agama Oleh: Maman Suratman NIM. 11510008 PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2019

Upload: khangminh22

Post on 06-Jan-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PEMIKIRAN POLITIK

JARINGAN ISLAM LIBERAL

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam sebagai

syarat tugas akhir perkuliahan di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

untuk mencapai gelar Sarjana Agama

Oleh:

Maman Suratman

NIM. 11510008

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2019

ABSTRAK

Jaringan Islam Liberal (JIL) adalah komunitas Muslim liberal di

Indonesia. Ia turut menggagas ide liberalisme dan demokrasi bagi perkembangan

pemikiran keislaman, terutama kaitannya dengan politik, ekonomi, hingga sosial-

kemasyarakatan.

Sebagaimana umumnya kajian filsafat, skripsi ini didasarkan pada

penelitian kualitatif. Metode yang digunakan adalah studi pustaka diskriptif-

analitis. Metode ini jadi instrumen menggambarkan fokus penelitian sembari

mengajukan posisi atau refleksi kritis.

Melalui skripsi ini, penulis berupaya menemukan konsepsi mendasar

tentang bagaimana masyarakat Indonesia, terutama umat Muslim, merespons arus

perubahan zaman. Di samping itu, hal ini juga akan memperkaya khazanah

intelektual serta memberi warna dalam arus pemikiran politik, khususnya di

Indonesia.

Kata Kunci: Muslim Liberal, Demokrasi, Liberalisme

MOTO

Kebebasan itu harga mati!

PERSEMBAHAN

Untuk para penghuni Bumi Manusia.

KATA PENGANTAR

Sejak pemikiran liberal diperkenalkan ke publik luas melalui forum

diskusi bernama Jaringan Islam Liberal (JIL), liberalisme pada akhirnya menjadi

daya tarik luar biasa bagi perkembangan intelektual penulis. Beragam ranahnya,

mulai dari pemikiran Islam hingga praktik politik di alam kebebasan (demokrasi),

semuanya benar-benar membangkitkan gairah penulis untuk berani menggarap

dan mengarungi luasnya samudra ilmu pengetahuan.

Daya tarik itu kemudian mendapat dukungan relevan dari program studi

yang penulis geluti di Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan

Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, selain memang penulis punya

minat utama di bidang kajian filsafat politik. Diterimanya tema skripsi ini

sekaligus jadi legitimasi penulis untuk mengembangkan pemikiran itu lebih jauh.

Sebuah karunia terbesar bisa berkesempatan menyelesaikan skripsi ini,

juga perkuliahan di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta secara umum. Selama kurang

lebih 7 tahun bergelut, penulis mampu merasakan bagaimana hebatnya

berinteraksi dengan banyak kalangan, di dalam maupun dari luar kampus.

Merekalah yang marak memberi inspirasi awal untuk mengangkat tema ini dalam

bentuk skripsi. Sehingga, melalui kesempatan langka ini, sudah waktunya bagi

penulis untuk berterima kasih kepada semuanya.

Pertama, patut saya sampaikan terima kasih kepada UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta atas ruang dan kesempatan yang diberikannya kepada penulis

menggeluti dunia kampus dan pendidikan. Juga kepada Fakultas Ushuluddin dan

Pemikiran Islam, khususnya Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam, yang selalu turut

memberi motivasi dan mendorong penulis agar segera selesai tepat waktu dari

kewajiban yang melelahkan.

Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih secara khusus kepada Dr.

Mutiullah, S.Fil.I. M.Hum sebagai pembimbing skripsi. Juga kepada Dr. H.

Shofiyullah MZ, S.Ag M.Ag selaku penasihat akademik. Penulis tidak tahu harus

membalas bantuan kalian dengan apa hingga skripsi ini rampung selain

melimpahkan rasa terima kasih sedalam-dalamnya.

Tentu terima kasih seagung-agungnya penulis curahkan kepada Tim

Qureta, terutama untuk Luthfi Assyaukanie yang terus mendorong dan memberi

inspirasi awal bagi penulis, juga untuk Evi Rachmawati sebagai eks redaksi

islamlib.com yang telah bersedia melapangkan akses ke sumber utama penulisan

skripsi ini.

Teruntuk pula bagi teman-teman di Institut Demokrasi dan Kesejahteraan

Sosial (Indeks), Nanang Sunandar dan Sukron Hadi. Tanpa kehadiran kalian,

memberi naungan berupa Forum Libertarian Indonesia yang turut mendukung

tema penulis, mungkin skripsi ini hanya akan jadi naskah tak usai. Jangan

surutkan gaung untuk kebebasan! Gagasan-gagasan itu sangat berarti untuk masa

depan.

Terima kasih juga untuk teman-teman nongkrong penulis yang masih setia

sejauh ini, Riandy Aryani dan Abu Bakar. Kalian terus hadir memberi arahan-

arahan berakal meski sedikit nakal, dan itu luar biasa. Juga kepada rekan-rekan di

Aspuri Bangka Belitung yang berkenan memberi ruang istirahat bagi penulis di

kala letih menggerogoti.

Ibuku terkasih, Rosni, terima kasih telah memberiku kasih sayang yang tak

terkira. Dorongan dan semangat darimulah yang membuat penulis bisa sampai di

jenjang pendidikan tertinggi ini. Ayahku, Achmad Bora, terima kasih atas

dukungan morelnya. Saudara-saudaraku, Saidiman Ahmad, Swarni, Didi Suhardi,

dan (almarhumah) Masniar, terima kasih. Kalian, keluargaku, adalah ruh agung di

jiwa penulis.

Teristimewa untuk Uci Susilawati, perempuan supertangguhku, terima

kasih atas semua pengorbanan waktu dan tenaganya selama ini. Sungguh dirimu

tak pernah lelah menemani penulis berbagi segala hal, yang suka maupun duka,

dari sejak 8 tahun silam hingga detik ini. Terima kasih, Engbos.

Kepada semua pihak yang juga turut membantu, langsung ataupun tidak,

terima kasih dan maaf jika penulis tidak sempat sebutkan nama kalian satu per

satu di sesi curhat yang terbatas ini. Jangan berkecil hati, ya.

Yogyakarta, 21 Agustus 2019

Maman Suratman

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

ABSTRAK .............................................................................................. ii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN................................................... iii

SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI ....................................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. v

MOTO ..................................................................................................... vi

PERSEMBAHAN ................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ............................................................................ viii

DAFTAR ISI ........................................................................................... xi

BAB I : PENDAHULUAN ................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ..................................... 6

D. Tinjauan Pustaka ............................................................. 7

E. Metode Penelitian ............................................................ 10

F. Sistematika Pembahasan ................................................. 11

BAB II : JARINGAN ISLAM LIBERAL ........................................... 13

A. Kemunculan Gerakan Islamis di Indonesia ..................... 13

B. Kelahiran Jaringan Islam Liberal .................................... 16

1. Konteks Global .......................................................... 18

2. Konteks Regional ...................................................... 22

3. Konteks Internal Umat Islam di Indonesia ................ 23

C. Visi-Misi .......................................................................... 24

D. Proyek Intelektual ............................................................ 28

BAB III : ARUS UTAMA PEMIKIRAN POLITIK

JARINGAN ISLAM LIBERAL ........................................... 30

A. Islam dan Liberalisme ..................................................... 30

B. Kebebasan Individu ......................................................... 34

C. Demokrasi Liberal ........................................................... 39

D. Liberalisme Ekonomi ...................................................... 44

E. Sekularisme dan Pluralisme ............................................ 46

BAB IV : ANALISIS PEMIKIRAN POLITIK

JARINGAN ISLAM LIBERAL ........................................... 49

A. Citra Demokrasi Liberal ala JIL ...................................... 50

B. Menyegarkan Kembali Paham Demokrasi Liberal ......... 52

C. Pilar-Pilar Demokrasi Liberal.......................................... 54

1. Kebebasan Individu ................................................... 54

2. Peran Pemerintah yang Terbatas ............................... 58

3. Sistem Ekonomi Kapitalisme .................................... 64

4. Liberalisasi Pendidikan ............................................. 66

BAB V : PENUTUP ............................................................................ 68

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 73

LAMPIRAN ............................................................................................ 76

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak tumbangnya Orde Baru Soeharto pada Mei 1998, gelombang

demokratisasi di Indonesia mulai menampakkan eksistensi. Iklim kebebasan

berpendapat dan berserikat terbuka lebar. Ini yang kemudian mendorong

menguatnya aktualisasi aspirasi politik di berbagai kalangan.

Di antara mereka itu, terdapat satu kelompok bernama Jaringan Islam

Liberal (JIL). Melalui aktivis-aktivisnya, JIL turut memanfaatkan momentum

atau iklim kebebasan. Mereka ikut menyampaikan gagasan-gagasan secara

lebih terbuka ke publik luas. Mereka terlibat mewarnai sejumlah perdebatan

politik mutakhir di Indonesia.

Pada perkembangannya, JIL mampu bersumbangsih bagi pendewasaan

politik di Tanah Air. JIL juga tampil berhasil memberi perlawanan utama atas

gagasan-gagasan politik dari kalangan muslim konservatif (islamis-radikal).

Semua dilakukan lewat diseminasi ide/gagasan secara masif ke berbagai kanal

publik, baik yang berbentuk artikel di platform online seperti website maupun

melalui pelatihan dan workshop hingga penerbitan buku-buku.

Dari semua pemikiran politik JIL yang menyebar itu, demokrasi dan

liberalisme merupakan titik pangkal paling utama. Dua term ini kemudian

menjadi ciri khas gagasan-gagasan JIL bagi perkembangan dunia politik di

Indonesia hingga sekarang.

2

Di tangan para aktivis JIL, ide demokrasi ditempatkan pada dimensi

yang sangat cair. Eksistensinya terus dipertanyakan dan diperdebatkan. Tidak

ayal jika kompleksitasnya1 terus mewarnai sejumlah perdebatan mutakhir,

yang sebelumnya sudah dimulai di hampir seluruh belahan dunia, yang pada

gilirannya turut memperkaya khazanah pengetahuan tentang demokrasi.2

Sekilas menilik sejarah, tentu sudah lazim diceritakan bahwa istilah

―demokrasi‖ pertama kali diperkenalkan oleh filsuf Yunani Kuno bernama

Plato.3 Kira-kira 500 tahun SM, istilah ini mulai mendapat bentuk ketika ada

sekelompok kecil manusia berusaha mengembangkan sistem pemerintahan.

Pada prosesnya, mekanismenya melibatkan rakyat banyak untuk turut dalam

pengambilan keputusan, dalam hal ini kebijakan publik secara langsung.4

Akan tetapi, tidak butuh waktu yang panjang, hanya berselang sekitar

200 tahun, bentuk maupun praktik demokrasi di Yunani Kuno akhirnya

runtuh. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kekalahan Athena dalam Perang

1 Kompleksitas demokrasi membuat David Held harus mengatakan bahwa sejarah tentang

paham demokrasi itu menarik; sedangkan sejarah tentang demokrasi itu sendiri membingungkan.

David Held, Models of Democracy (Jakarta: Akbar Tanjung Institute, 2007), hlm. xxiii.

2 Beberapa teori sekaligus problem demokrasi juga bisa dibaca dalam Frank Cunningham,

Theories of Democracy; A Critical Introduction (London: Routledge, 2002), hlm. 15.

3 Plato, bernama asli Aristocles (427 – 247 SM), memang dikenal sebagai penggagas

awal demokrasi, meski ia sendiri menghendaki Aristokrasi sebagai bentuk pemerintahan

terbaiknya. Tetapi idenya hanya sebatas menggagas penulisan pemikiran gurunya, yakni Socrates,

ke dalam karyanya yang berjudul Republik. Jadi, Socrates-lah yang sebenarnya paling pas disebut

sebagai penggagas awal demokrasi ini. ―Dialog-dialog Socrates‖ dalam Plato, Republik

(Yogyakarta: Bentang Budaya, 2002), hlm. 374.

4 Salah satu kebijakan publik yang diambil melalui mekanisme demokrasi di Athena pada

saat itu terlihat dalam peristiwa penghukuman Socrates. Melalui pemungutan suara, Socrates

dinyatakan bersalah oleh mayoritas hakim sebanyak 60 suara (280 melawan 220) dalam

pengadilan rakyat di Athena. Simon Petrus L. Tjahjadi, Petualangan Intelektual: Konfrontasi

dengan Para Filsuf dari Zaman Yunani hingga Zaman Modern (Yogyakarta: Kanisius, 2008),

hlm. 57.

3

Peloponnesia melawan Sparta. Dari sinilah titik awal eksistensi demokrasi

mulai dipertanyakan hingga berusaha digantikan dengan sistem pemerintahan

yang dianggap lebih memungkinkan, paling tidak dalam menjaga stabilitas

sosial dan politik Athena.5

Selain Yunani, Romawi pun tidak luput menjadi satu sumber rujukan

utama tentang demokrasi. Jika Yunani memperkenalkannya dengan konsep

demokrasi langsung, melibatkan rakyat dalam urusan kebijakan publik,

Romawi menjadi inspirasi bagi para pemikir politik dan negarawan dalam hal

penerapan demokrasi perwakilan—rakyat diberi ruang untuk memilih

perwakilan yang nantinya akan bertugas merumuskan kebijakan-kebijakan

publik (konstitusi) bagi warga negara yang diwakilinya.6

Meski demokrasi hancur terbenam selama hampir 20 dekade akibat

sistem feodalisme dan monarki absolut di Abad Pertengahan, sistem

pemerintahan ini mulai menuai kesuburannya kembali, tentu dengan konsepsi

yang lebih kompleks dari sebelumnya.

Sekitar pertengahan abad ke-19, demokrasi mulai menunjukkan

taringnya lagi, dan itu terjadi di negara-negara Eropa Barat. Di masa inilah

5 Karena sebab ini, Plato yang kita kenal sebagai penggagas demokrasi, justru berujung

merendahkan demokrasi. Bagi Plato, sistem politik yang lemah (demokrasi) inilah yang menjadi

sebab kekalahan Athena atas Sparta. Sebab lain mengapa Plato tampil untuk lebih mendukung

sistem aristokrasi daripada demokrasi, lahir atas kekecewaannya terhadap peristiwa penghukuman

guru yang sangat dicintainya, yakni Socrates. Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat dan

Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik Zaman Kuno hingga Sekarang (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2007), hlm. 142.

6

Istilah ―konstitusi‖ tercetus pertama kali di zaman Kekaisaran Romawi (Roman

Empire). Kitab-kitab Hukum Romawi bisa dianggap sebagai sumber rujukan paling awal

mengenai konstitusi. Charles Howard Mcllwain, Constitutionalism: Ancient and Modern (Cornell

University Press: New York, 1966), hlm. 23.

4

demokrasi kemudian dikenal dengan istilah ―Demokrasi Barat‖ atau

demokrasi modern dalam arti sekarang.7

Tidak hanya di belahan dunia seperti Eropa dan Amerika, di Asia

seperti Indonesia pun perdebatan seputar demokrasi seolah tidak pernah dan

tidak akan padam. Lagi-lagi, pro dan kontra selalu mewarnai sejumlah

pergunjingannya.

Di satu sisi, demokrasi berusaha diredam dengan anggapan bahwa ia

tidak sesuai dengan budaya ―ketimuran‖ bangsa Indonesia. Solusi yang kerap

dilontarkan untuk mengganti demokrasi pun tidak tanggung-tanggung.

Umumnya, sistem ini ditarik ke dalam unsur-unsur agama, seperti konsep

khilafah dalam kacamata kelompok Islam tertentu; bahwa demokrasi sama

sekali tidak kompatibel dengan Islam.8 ―Produk Barat, produknya orang-orang

kafir.‖ Begitulah anggapan fundamentalnya.

Selain itu, terdapat juga kelompok Islam lainnya yang mendukung

penuh demokrasi. Berbeda dengan kelompok yang pertama, mereka justru

menganggap bahwa nilai-nilai demokrasi adalah juga nilai-nilai yang islami—

7 Bagaimanapun, Roma memiliki pengaruh fundamental terhadap persebaran ide-ide yang

berhubungan dengan tatanan kekuasaan sendiri (self-governing), dari dunia zaman kuno, warisan

tradisi Yunani, dan model demokrasi Athena pada khususnya, telah mendatangkan istilah-istilah

dalam sejarah pemikiran dan praktik demokrasi. David Held, Models of Democracy (Jakarta:

Akbar Tanjung Institute), 2007, hlm. 24.

8 Pendapat semacam ini umumnya didasarkan pada hasil studi para sarjana terkemuka,

seperti Samuel Huntington yang mengatakan bahwa Islam tidak cocok dengan demokrasi, dan

bahkan negara-bangsa tidak pernah dikenal dalam Islam. Meski demikian, pendapat ini kemudian

terbantahkan melalui riset ilmiah yang dilakukan Saiful Mujani yang berhasil mengeksplorasi

hubungan yang kompleks antara Islam dan unsur-unsur sistem demokrasi di Indonesia. Saiful

Mujani, Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca

Orde Baru (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), hlm. 250.

5

misalnya tentang musyawarah, konsep keadilan, amanah/tanggung jawab, dan

lain sebagainya.9

Adapun liberalisme, bagi JIL, sama sekali tidak bisa dilepaskan dari

kajian tentang demokrasi. Dengan liberalisme, dalam arti kebebasan individu

(individualisme), kita dapat menemukan konsepsi umum tentang demokrasi,

entah itu demokrasi Barat maupun modern. Dengan kata lain, demokrasi dapat

kita pahami dengan memahami liberalisme.10

Jadi, liberalisme adalah akar

sejarah yang harus dipahami ketika ingin mengkaji wilayah demokrasi.

Liberalisme tak lain adalah fondasi demokrasi.

Liberalisme, sebagai cikal bakal demokrasi, merupakan sebuah

ideologi politik paling mutakhir. Sebagai ideologi, liberalisme tidak hanya

memuat perkara ide mengenai doktrin politik, melainkan pula memberi alas

terkait bagaimana penerapannya dalam kehidupan politik manusia sehari-hari.

Merujuk Ian Adams, Guru Besar Politik di New College, Durham,

dalam karyanya berjudul Ideologi Politik Mutakhir; Konsep, Ragam, Kritik,

dan Masa Depannya, liberalisme bahkan disebut-sebut sebagai ideologi dunia

modern yang paling berhasil. Keberhasilannya ditandai dari tidak adanya lagi

pesaing yang serius bagi liberalisme sampai hari ini.11

9 M. Zainuddin, Islam dan Demokrasi, dalam www.islamlib.com, diakses tanggal 27

Oktober 2015.

10

Meski sejarah demokrasi sudah amat tua, kita tetap bisa memperoleh pengertian umum

tentang demokrasi. Hal ini disebabkan karena semua corak demokrasi memiliki ―roh‖ yang sama,

yakni liberalisme. Zulfikri Zuleman, Demokrasi untuk Indonesia: Pemikiran Politik Bung Hatta

(Jakarta: Kompas, 2010), hlm. 88.

11

Ian Adams, Ideologi Politik Mutakhir; Konsep, Ragam, Kritik, dan Masa Depannya

(Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2004), hlm. 19.

6

Meski demikian, generalisasi tersebut hanya dimungkinkan jika kita

menafsirkan liberalisme secara lebih luas. Liberalisme, kata Adams, bukanlah

seperangkat kepercayaan yang tunggal lagi absolut, melainkan hanya sebuah

definisi pemikiran yang hingga kini terus berkembang.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Jaringan Islam Liberal?

2. Bagaimana pemikiran politik Jaringan Islam Liberal?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memperoleh gambaran

umum mengenai pemikiran politik JIL, dalam hal ini pemikiran politik dari

para aktivisnya. Fokus kajiannya adalah konsep demokrasi dan liberalisme

yang bagi penulis menginspirasi akan lahirnya kembali demokrasi liberal,

serta implikasinya terhadap kehidupan sosial masyarakat, khususnya umat

muslim di Indonesia.

Di samping itu, penulis juga akan berusaha memperkenalkan gagasan-

gagasan JIL (pemikiran politiknya) ke publik intelektual (muslim) Indonesia.

Penulis menyadari bahwa gagasan-gagasan fundamental komunitas muslim

liberal seperti JIL ini sudah telanjur disalahpahami secara fanatik sebelum

benar-benar memahami apa makna, maksud, dan tujuan di balik gagasan-

gagasannya.

Lebih jauh, melalui tulisan ini, penulis juga ingin mengajak berbagai

kalangan, terutama kaum intelektual, untuk mengkaji demokrasi dan

liberalisme (demokrasi liberal) yang kerap kali diperdebatkan secara tidak

7

proporsional yang seolah telah keluar dari konteks pemikiran itu sendiri. Inilah

dasar yang harus diketahui seseorang atau kelompok yang hendak menjadi

pewacana atau praktisi (politik).

D. Tinjauan Pustaka

Pada perkembangannya, JIL banyak menginspirasi kaum intelektual,

penulis, akademisi, bahkan politisi di Indonesia, terutama mereka yang

bergelut dalam tema-tema seperti liberalisme, sekularisme, dan pluralisme. JIL

juga memicu kontroversi terkait sistem pemerintahan antara khilafah islamiah

dan demokrasi; juga tentang Islam dan liberalisme secara umum.

Ada beberapa karya yang penulis temukan yang menjadikan gagasan

para aktivis JIL mengenai demokrasi dan liberalisme sebagai landasan

berpikirnya. Karya-karya itu, antara lain: Islam Liberal: Paradigma Baru

Wacana dan Aksi Islam Indonesia dan Islam Liberal: Varian-varian

Liberalisme Islam di Indonesia 1991 – 2002. Keduanya ditulis oleh Zuly

Qodir.

Sebagai karya ilmiah, tulisan di atas mengkaji dan memotret gerakan

pemikiran Islam dari para intelektual muslim Indonesia generasi baru. Bisa

disebut, karya ini merupakan kajian lanjutan atas beberapa karya sebelumnya

yang membahas tentang pemikiran Islam Indonesia.12

Karya lain yang tidak kalah pentingnya adalah hasil pengamatan yang

ditulis oleh Budhy Munawar-Rachman, Islam dan Liberalisme. Karya ini

12

Zuly Qodir, Islam Liberal: Varian-Varian Liberalisme Islam di Indonesia 1991 – 2002

(Yogyakarta: LKiS, 2012), hlm v – vii.

8

menggambarkan perkembangan paling mutakhir pemikiran Islam global,

khususnya pemikiran Islam di Indonesia.

Di samping merespons isu-isu seperti demokrasi, hak asasi manusia,

dan paham-paham kebebasan seperti kebebasan beragama maupun

berekspresi, karya ini juga menampilkan debat mutakhir mengenai Islam dan

negara, khususnya tentang negara sekuler versus negara Islam.13

Selain itu, terdapat pula sejumlah jurnal ilmiah, seperti yang ditulis

oleh Dosen STAIN Ponorogo, Mambaul Ngadhima, berjudul Potret

Keberagamaan Islam Indonesia (Studi Pemetaan Pemikiran dan Gerakan

Islam). Karya ini berusaha memetakan pemikiran-pemikiran kaum muslim

berupa aliran-aliran keagamaan14

yang dianggap telah memperkaya khazanah

intelektual-keagamaan Islam di Indonesia dalam merespons pergumulan Islam

dan modernitas.

Jurnal yang juga ditulis oleh Ali Maksum, Dosen Fakultas Tarbiyah

IAIN Sunan Ampel Surabaya, yang berjudul Diskursus Islam dan Demokrasi

di Indonesia Kontemporer: Telaah Pemikiran Jaringan Islam Liberal dan

Hizbut Tahrir Indonesia, juga turut merespons gagasan demokrasi dari dua

kelompok muslim paling produktif di Indonesia ini, yakni JIL dan HTI. Sesuai

13

Budhy Munawar-Rachman, Islam dan Liberalisme (Jakarta: Friedrich Naumann

Stiftung, 2011), hlm. ix – x.

14

Aliran-aliran keagamaan yang dimaksud, di antaranya Modernisme Islam,

Tradisionalisme Islam, Fundamentalisme Islam, Neo Modernisme Islam, Neo Fundamentalisme

Islam, serta Post Tradisionalisme Islam. Mambaul Ngadhimah, Potret Keberagamaan Islam

Indonesia (Innovatio, Vol. VII. No. 14, 2008), hlm. 267.

9

dengan judul tulisannya, karya ini mencoba mengangkat pemahaman JIL dan

HTI tentang hubungan Islam dan demokrasi di Indonesia.15

Di samping menginspirasi para penulis papan atas dan kaum akademisi

(dosen) dalam menuliskan tema yang juga penulis angkat dalam skripsi ini,

para mahasiswa pun sudah banyak yang mengulas pemikiran JIL. Beberapa di

antaranya, seperti Ihsan Maulana, Pola Hubungan Islam dan Negara dalam

Pemikiran Jaringan Islam Liberal. Skripsi ini mencoba menjelaskan secara

rinci pemikiran JIL tentang hubungan Islam dan negara serta wacana-wacana

global lainnya yang aktivis JIL sebarkan melalui media-media massa selama

ini.16

Meski juga terdapat sejumlah skripsi para mahasiswa UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta yang telah diajukan, misalnya Studi Kritis terhadap

Pemikiran Jaringan Islam Liberal tentang Jilbab; Negara Sekuler Perspektif

Jaringan Islam Liberal dan Hizbut Tahrir Indonesia; Pemberlakuan Syariat

Islam di Indonesia dalam Perspektif Majelis Mujahidin dan Jaringan Islam

Liberal; Nikah Beda Agama dalam Perspektif Aktivis Jaringan Islam Liberal;

Penafsiran Ayat-ayat tentang Pluralisme Beragama dalam Jaringan Islam

Liberal; serta Relasi Agama dan Negara dalam Perspektif Majelis Mujahidin

dan Jaringan Islam Liberal; tetapi belum ada yang memfokuskan kajiannya

sebagaimana yang penulis kehendaki. Hal inilah yang menjadi salah satu

15

Demokrasi yang coba dipetakan dalam tulisan ini adalah demokrasi prosedural dan

substansial dalam pemikiran Jaringan Islam Liberal dan Hizbut Tahrir Indonesia. Ali Maksum

dalam Annual International Conference an Islamic Studies (AICIS XII), hlm. 2341.

16

Ihsan Maulana, Pola Hubungan Islam dan Negara dalam Pemikiran Jaringan Islam

Liberal (Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Program Studi Pemikiran Politik Islam UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2008), hlm. 10.

10

pendorong utama mengapa penulis turut bicara tentang pemikiran JIL, dalam

hal ini tentang pemikiran politiknya.

E. Metode Penelitian

Sebagaimana lazimnya kajian filsafat, apalagi yang menyangkut

sebuah pemikiran tertentu, kajian ini murni menggunakan penelitian kualitatif.

Metode penelitian yang akan digunakan adalah studi pustaka (library

research). Studi pustaka yang dimaksud meliputi pengumpulan informasi,

baik dari buku, majalah, koran, jurnal, makalah-makalah, maupun informasi-

informasi yang sifatnya personal dengan narasumber mumpuni di bidang tema

yang penulis akan kaji.

Adapun pengumpulan bahan-bahan pustaka, itu meliputi pustaka

primer dan sekunder. Penulis tidak menutup kemungkinan akan memperoleh

informasi dari mana pun, termasuk bahan-bahan diskusi di berbagai forum

intelektual.

Setelah semua bahan pustaka terkumpul, penulis akan menganalisisnya

dengan menggunakan metode deskriptif-analitis. Metode ini yang akan penulis

jadikan sebagai instrumen utama dalam menggambarkan fokus penelitian

sembari mengajukan posisi kritis (reflektif). Penulis tidak berpretensi untuk

melakukan kajian kausalitas, yakni mencari secara lebih jauh mengapa

pemikiran ini muncul, melainkan sekadar memaparkan bagaimana pemikiran

itu apa adanya.

11

Penulis menyadari, pesona pemikiran JIL ini sangat mungkin sulit

untuk diatasi. Akan tetapi, penulis tidak mau dan tidak akan terjebak di

dalamnya, melainkan akan lebih jauh mengambil posisi kritis.

F. Sistematika Pembahasan

Untuk memenuhi sistematika standar penulisan ilmiah, tulisan ini akan

dimulai dengan Bab I, Pendahuluan. Di bab ini, penulis akan mengurai latar

belakang persoalan yang ingin penulis kemukakan dalam tulisan.

Bab ini juga akan memaparkan sejumlah rumusan masalah, berikut

tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, serta

sistematika pembahasan. Ini penting untuk mengurai secara umum

keseluruhan isi tulisan; diperlukan agar tercipta pengetahuan yang utuh

mengenai keterkaitan antara satu bagian dengan bagian lain.

Bab II akan mengulas tentang JIL. Bahasan ini meliputi kelahiran atau

latar belakang berdirinya JIL, visi dan misi didirikannya, serta perkembangan

dan proyek-proyek intelektual JIL hingga kini.

Bab III akan mengeksplorasi lebih jauh arus utama pemikiran politik

JIL sehubungan dengan tema skripsi yang penulis ajukan. Selain tentang

demokrasi dan liberalisme sebagai yang utama, penulis juga akan

menempatkan sekularisme dan pluralisme sebagai diskursus sosial-

keagamaannya.

Bab IV akan berisi analisis penulis terhadap pemikiran politik JIL.

Penulis sekaligus akan memetakan apa implikasi dari berbagai pemikiran

12

politik JIL di bagian ini sebagai solusi atas berbagai persoalan yang tengah di

hadapi bangsa Indonesia.

Tulisan ini akan diakhiri dengan Bab V, Penutup. Bagian ini berisi

kesimpulan dari keseluruhan bahasan di bab-bab sebelumnya, mulai dari latar

belakangan kemunculan JIL, arus utama pemikiran politiknya, hingga analisis

penulis terkait pemikiran politik JIL.

68

BAB V

PENUTUP

Jaringan Islam Liberal (JIL) tidak lahir dari ruang hampa. “Mazhab Islam

Liberal” dalam terminologi Zuly Qodir ini lahir dan tumbuh dalam konteks

pertarungan wacana yang mendahuluinya, terutama yang datangnya dari gerakan-

gerakan islamis-radikal, baik dari luar maupun dalam negeri. Semua JIL respons,

khususnya melalui pendiseminasian ide/gagasan ke sejumlah kanal publik, yang

kemudian mengantarkan JIL sebagai gudangnya wacana-wacana yang membalut

liberalisme sebagai titik berpijaknya.

Sebagai dasar berpikir, liberalisme ala JIL mewujud dalam bentuk-

bentuknya yang beragam. Dalam bidang ekonomi, misalnya, liberalisme

termanifestasi dalam bentuk sistem kapitalisme (economic liberalism), yakni

suatu organisasi ekonomi yang bercirikan kepemilikan pribadi (property), pasar

bebas (free-market), dan persaingan (competition).

Di bidang politik, prinsip liberalisme tampak terang dalam sistem

demokrasi, yakni demokrasi liberal (political liberalism). Pada ini, demokrasi

liberal meniscayakan adanya pemisahan agama dan negara (sekularisme).

Individu sebagai warga negara yang otonom punya kebebasan penuh untuk

mengatur bagaimana negara harusnya berperan dalam ranah publik. Partisipasi

politik adalah keniscayaan yang harus menjadi keutamaan dalam hal ini.

Adapun dalam wilayah agama, yakni sosial-kemasyarakatannya,

liberalisme tercermin dalam agenda-agenda pembaruan (modernisme). Prinsip

69

dasarnya adalah mengambil apa yang baik dari yang lama, dan apa yang paling

baik dari yang baru. Hal ini sebagaimana yang pernah ditunjukkan oleh para

pemikir Neo-Modernis seperti Cak Nur, Gus Dur, juga Ahmad Wahib.

Di antara prinsip liberalisme yang termanifestasi dalam berbagai sistem di

atas, demokrasi liberal yang menjadi inti dari penulisan skripsi ini. Bahwa

konsepsi liberalisme JIL, bagi penulis, adalah inspirasi yang pas untuk

membicarakan bagaimana demokrasi liberal harus diterapkan sebagai sistem

politik atau pemerintahan di Indonesia.

Seperti diterangkan di Bab II, JIL hidup, tumbuh, dan berkembang di

tengah kecamuk perkembangan gerakan pemikiran Islam pasca tumbangkan rezim

Orde Baru Soeharto. Kelahiran JIL sekaligus sebagai respons. JIL muncul dengan

tujuan merespons pemahaman sebagian besar masyarakat atas ajaran agama yang

diyakini sebagai harga mati. JIL tidak bisa dilepaskan dari pengaruh ekstremisme

atau konservatisme dan fundamentalisme agama yang berkembang di Indonesia

saat itu.

Sebagai “Mazhab Islam Liberal”, JIL menjadi satu kelompok yang

menitik-beratkan upaya dengan gagasan-gagasan interpretatif. Interpretasinya

tidak hanya berada di wilayah doktrin Islam (Alquran dan Sunnah), melainkan

juga atas sejarah sosial dan konteks kehidupan masyarakat Islam di Indonesia.

Semua upaya itu, umumnya, berdasar pada ilmu bahasa, kritik bahasa, dan studi

ilmu-ilmu sosial seperti filsafat dan sosiologi.

Salah satu misi JIL adalah menghadirkan wajah Islam perspektif liberal.

Islam liberal atau liberalisme dijadikan sebagai alat bantu dalam mengkaji norma-

70

norma Islam. Hal ini bertujuan agar ajaran agama bisa hidup dan berdialog dengan

konteks dan realitas secara produktif dan progresif. Dengan kata lain, Islam

hendak ditafsirkan dan dihadirkan secara liberal-progresif dengan metode

hermeneutik, yakni metode penafsiran dan interpretasi terhadap teks, konteks, dan

realitas.

Dengan tujuan dan metode yang digunakan JIL tersebut, maka JIL penulis

simpulkan sebagai kelompok liberal-progresif yang radikal sekaligus

transformatif. Penulis tidak sepakat dengan tipologi yang dipetakan Zuly Qodir

dalam Islam Liberal LKiS, 2012) yang menempatkan JIL hanya sebagai

kelompok pemikiran Islam yang Liberal-Radikal.

Memang, dari segi pemikiran, JIL terlihat berusaha mengikuti pemikiran

teologi feminis dan teologi pembebasan. Sikap normatifnya cenderung

menyisihkan norma-norma agama. Baginya, soal agama adalah soal pribadi.

Masing-masing individu punya otonomi yang sangat luas dan bebas dalam

menentukan kehendaknya.

Dalam ibadah (salat), misalnya, apakah seseorang harus menjalankan atau

tidak, itu murni urusan individu. Karenanya, tidak perlu diurus terlalu banyak,

apalagi sampai dipersoalkan dalam ranah publik. Inilah ciri khas dari pemikir

liberal-radikal.

Meski demikian, adalah keliru jika memandang JIL hanya mempersoalkan

hal-hal normatif yang demikian. Dalam berbagai wacana atau gagasannya, JIL

tampaknya lebih mengedepankan pembaruan yang diarahkan pada pemahaman

atas Islam.

71

Dengan berkaca pada masa lalu, mereka sadar bahwa perjuangan umat

Islam tidak bisa lagi dilakukan secara kaku. Ketimbang konfrontatif, JIL lebih

memilih sikap politik yang kritis-akomodotif. Arah geraknya berusaha mendobrak

hegemoni kiai (pesantren) serta melawan konservatisme tradisional.

Terkait pemikiran JIL tentang liberalisme dan demokrasi, uraiannya bisa

dipahami melalui gagasan-gagasan kunci, seperti pertautan Islam dan liberalisme,

konsep kebebasan individu, sistem demokrasi liberal, liberalisme ekonomi, serta

sekularisme dan pluralisme. Semua gagasan itu yang kemudian mendeklarasikan

JIL sebagai pelanjut dan pengembang pemikir-pemikir Islam Neo-Modernis

seperti Cak Nur, Gus Dur, Djohan Effendi, dan Ahmad Wahib.

Hanya saja, jika para pendahulunya lebih bertumpu pada kekuatan

pembaruan secara personal, JIL tampil sebagai gerakan pembaruan yang lebih

bersifat kolektif dengan jargon: Mengambil yang baik dari yang lama, sembari

yang lebih baik dari yang baru.

Terakhir, soal sumbangsih gagasan JIL, dalam hal ini ide tentang

liberalisme dan demokrasi, patut untuk kita pertimbangkan ulang. Sebagaimana

sudah dijelaskan di Bab IV, dua term ini benar-benar menginspirasi lahirnya

kembali satu sistem politik yang mungkin bisa dicoba penerapannya di Indonesia,

yakni Demokrasi Liberal.

Tanpa perlu terburu-buru memaknainya secara peyoratif berdasar fakta

penerapannya di masa lalu, Demokrasi Liberal adalah sistem politik paling ideal

untuk berlaku di negara berkembang seperti Indonesia. Bangsa ini mengakui

demokrasi sebagai sistem politik, tetapi menerapkan demokrasi tidak sesubstantif

72

ide demokrasi. Kita justru masih terpaku pada corak sosialisme, sebuah corak

yang justru berlawanan drastis dari ide demokrasi sendiri. Itu bisa kita lihat dalam

pelbagai penerapan demokrasi, mulai dari perkara hak asasi seperti kebebasan

individu, peran pemerintah bagi kehidupan masyarakat, kebijakan negara atas

perekonomian warga, hingga kebijakan-kebijakan kebudayaan seperti pendidikan.

Terkait kebebasan individu, penting untuk ditegaskan kembali bahwa hak

ini nyaris bahkan mustahil ditiadakan atau sekadar diatur oleh otoritas di luar

individu (masyarakat atau negara). Sebab, hampir tidak ada manusia di dunia ini

yang ingin hidup tanpa kebebasan. Setidaknya, kebanyakan di antaranya ingin

bebas menjalani hidup sebagaimana yang mereka pilih sendiri.

Begitu pun aspek pemerintahan yang terbatas, sistem ekonomi

kapitalisme, serta liberalisasi pendidikan. Semuanya tidak lepas dari apa yang

dalam skripsi ini penulis sebut sebagai kebebasan individu. Dan aktivis-aktivis

JIL telah turut menuainya, hingga menginspirasi kita untuk membahasnya lebih

lanjut. Meskipun komunitas progresif ini sudah sirna secara lembaga, tetapi

gagasannya tetap hidup dan masih bisa kita akses di berbagai kanal publik, seperti

melalui website www.islamlib.com.

73

DAFTAR PUSTAKA

A. Epstein, Richard, Skeptisime dan Kebebasan; Pembelaan Modern untuk

Liberalisme Klasik, Jakarta: Freedom Institute & Yayasan Obor

Indonesia, 2006.

A. Hayek, Friedrich, Ancaman Kolektivisme, Jakarta: Friedrich Naumann Stiftung

(FNS), 2011.

Abshar Abdalla, Ulil, Nabi Muhammad dan Intervensi Pasar, www.islamlib.com.

Adams, Ian, Ideologi Politik Mutakhir; Konsep, Ragam, Kritik, dan Masa

Depannya, Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2004.

Ali, Fachry dan Bachtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam, Bandung: Mizan,

1987.

Assyaukanie, Luthfi, Ideologi Islam dan Utopia: Tiga Model Negara Demokrasi

di Indonesia, Jakarta: Freedom Institute, 2011.

Assyaukanie, Luthfi, Tentang Asal-Usul dan Mengapa “Islam Liberal”,

www.islamlib.com.

Barton, Greg, Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neo-Modernisme

Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib, dan Abdurrahman

Wahid, Jakarta: Paramadina dan Pustaka Antara, 1999.

Basyaib (Ed.), Hamid, Membela Kebebasan, Percakapan tentang Demokrasi

Liberal, Jakarta: Pustaka Alvabet & Freedom Institute, 2006.

Berlin, Isaiah, Four Essays on Liberty, Jakarta: LP3ES & Freedom Institute, 2004.

Binder, Leonard, Islam Liberal; Kritik terhadap Ideologi-Ideologi Pembangunan,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.

Cunningham, Frank, Theories of Democracy; A Critical Introduction, London:

Routledge, 2002.

Effendy, Bahtiar, Tanpa Kepercayaan, Demokrasi Tidak Sehat,

www.islamlib.com.

F. Miller, Eugene, Kondisi Kebebasan; Liberalisme Klasik F.A. Hayek, Jakarta:

Freedom Institute & Friedrich Naumann Stiftung, 2012.

74

Held, David, Models of Democracy, Jakarta: Akbar Tanjung Institute, 2007.

Hourani, Albert, Pemikiran Liberal di Dunia Arab, Bandung: PT Mizan Pustaka,

2004.

Howard Mcllwain, Charles, Constitutionalism: Ancient and Modern, Cornell

University Press, Ithaca, New York, 1966.

Kurzman, Charles (Ed.), Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam Kontemporer

tentang Isu-isu Global, Jakarta: Paramadina, 2001.

Kurzman, Charles, Wacana Islam Liberal; Pemikiran Islam Kontemporer tentang

Isu-Isu Global, Jakarta: Penerbit Paramadina, 2001.

Madjid, Nurcholish dkk., Islam Universal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

Maksum, Ali, Annual International Conference an Islamic Studies (AICIS XII).

Maulana, Ihsan, Pola Hubungan Islam dan Negara dalam Pemikiran Jaringan

Islam Liberal, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

Mujani, Saiful, Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi

Politik di Indonesia Pasca Orde Baru, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

2007.

Mujani, Saiful, Syariat Islam dan Keterbatan Demokrasi, www.islamlib.com.

Munawar-Rachman, Budhy, Islam dan Liberalisme, Jakarta: Friedrich Naumann

Stiftung (FNS), 2011.

Muzali, Saeful (Ed.), Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun

Nasution, Bandung: Mizan, 1995.

Ngadhimah, Mambaul, Potret Keberagamaan Islam Indonesia, dalam Innovatio,

Vol. VII. No. 14, Juli – Desember 2008, hlm. 267.

P. Huntington, Samuel, Partisipasi Politik, Jakarta: Sangkala Pulsar, 1984.

Petrus L. Tjahjadi, Simon, Petualangan Intelektual: Konfrontasi dengan Para

Filsuf dari Zaman Yunani hingga Zaman Modern, Yogyakarta: Kanisius,

2008.

Plato, Republik, Yogyakarta: Bentang Budaya, 2002.

Qodir, Zuly, Islam Liberal: Paradigma Baru Wacana dan Aksi Islam Indonesia,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

75

Qodir, Zuly, Islam Liberal: Varian-Varian Liberalisme Islam di Indonesia 1991 –

2002, Yogyakarta: LKiS, 2012.

Recker, Clemens (Ed.), Liberalisme Arab, Jakarta: Friedrich Naumann Stiftung,

2011.

Russell, Bertrand, Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-

Politik Zaman Kuno hingga Sekarang, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2007.

Soekarno, Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah (Never Leave History),

“Amanat Presiden Soekarno pada Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan

Indonesia 17 Agustus 1966 di Jakarta.

Syafii Anwar, M., Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia, Jakarta: Paramadina,

1995.

Wahib, Ahmad, Pergolakan Pemikiran Islam, Jakarta: Democracy Project (Edisi

Digital), 2012.

Zainuddin, M., Islam dan Demokrasi, www.islamlib.com.

Zuleman, Zulfikri, Demokrasi untuk Indonesia: Pemikiran Politik Bung Hatta,

Jakarta: Kompas, 2010.

CURRICULUM VITAE

A. Biodata Pribadi

Nama Lengkap : Maman Suratman

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat, Tanggal Lahir : Mamuju, 27 Juli 1990

Alamat Asal : Mamuju, Sulawesi Barat

Alamat Tinggal : Jl. Gatak, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta

Email : [email protected]

No. HP : 081242525897

B. Latar Belakang Pendidikan Formal

Jenjang Nama Sekolah Tahun

SD SD Mandar Pitu -

SLTP SMP Negeri 1 Papalang -

SLTA SMK Negeri 2 Majene -

S1 UIN Yogyakarta 2011 – 2019

C. Latar Belakang Pendidikan Non Formal

Kursus Bahasa Inggris di Smart ILC, Pare, Kediri

D. Pengalaman Organisasi

- Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)

- Forum Libertarian Indonesia

E. Pengalaman Pekerjaan

- Editor Majalah Nusantara

- Editor Qureta

F. Keahlian

Editor Konten

G. Penghargaan

Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah se-DIY 2016

H. Karya Tulis

- Kesaksian; Kisah Perlawanan Mahasiswa UTY (Philosophia Press, 2017)

- Ahok dan Kemelut Pilkada Jakarta (Philosophia Press, 2018)