pembaruan agraria nasional
TRANSCRIPT
1
PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL
“Ditinjau dari Program Sertifikat Tanah melalui Prona
di Kalimantan Barat”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara agraria yang
membentang dari Sabang sampai Maroeke, agraria yang
identik dengan Tanah mempunya arti penting bagi
kehidupan, dimana sebagian besar penduduk indonesia
bertumpuh pada tanah untuk menopang kehidupan nya,
dimasyarakat Indonesia kepemilikan atas tanah dapat
menentukan derajat status sosial tertentu. Mengingat
arti pentingnya tanah bagi kelangsungan hidup
masyarakat maka diperlukan pengaturan yang lengkap
dalam hal penggunaan, pemanfaatan, pemilikan dan
perbuatan hukum yang berkaitan dengan hal tersebut.
Semua ini bertujuan untuk menghindari terjadinya
persengketaan tanah baik yang menyangkut pemilikan
maupun perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan oleh
pemiliknya. Maka tanggal 24 September 1960 telah
diterbitkan suatu kebijakan hukum yang mengatur
bidang pertanahan sebagai landasan yuridis dalam
menyelesaikan masalah-masalah bidang pertanahan,
yaitu dikeluarkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
2
yang kemudian disebut dengan UUPA.
Untuk memperoleh kepastian hukum dan kepastian
akan hak atas tanah UUPA telah meletakkan kewajiban
kepada Pemerintah untuk melaksanakan pendaftaran
tanah yang ada di seluruh Indonesia, disamping bagi
para pemegang hak untuk mendaftarkan hak atas tanah
yang ada padanya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.1
Jaminan kepastian hukum ini tercantum dalam
ketentuan Pasal 19 ayat (1) UUPA, menyebutkan
berbunyi :
“Untuk menjamin kepastian hukum hak dan tanah oleh Pemerintah
diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”
Ketetapan di atas mengandung pengertian bahwa
hal-hal yang menyangkut kepemilikan, penguasaan, dan
penggunaan tanah harus di ikuti dengan kegiatan
pendaftaran tanah baik yang dimiliki oleh masyarakat
maupun oleh Badan Hukum ke Kantor Pertanahan guna
mendapatkan kepastian hukum hak atas tanah yang
dikuasainya atau yang dimilikinya.
Badan Pertanahan Nasional yang merupakan
lembaga yang berfungsi untuk mendaftarkan hak tanah
tersebut tersebar diseluruh wilayah Indonesia baik
yang berada ditingkat Provinsi, Kota dan Kabupaten.
Untuk di Kalimantan Barat sendiri terdapat 18 Kantor
1 Djoko Prakoso dan Budiman Adi Purwanto, Eksistensi Prona SebagaiPelaksana Mekanisme Fungsi Agraria, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), hal19.
3
Badan Pertanahan Nasional yang berada diruang
lingkup kerja masing-masing Kota dan Kabupaten di
Kalimantan Barat.2
Masalah pertanahan merupakan permasalahan yang
bersifat global, di Kalimantan Barat khususnya,
banyak sekali ditemukan permasalahan yang berkaitan
dengan Pertanahan, tidak hanya permasalahan yang
berkaitan dengan pemberian hak kepemilikan terhadap
status tanah, tumbang tindihnya kepemilikan terhadap
tanah, serta tumbang tindih perijinan merupakan
problema yang mesti diselesaikan oleh Badan
Pertanahan Nasional maupun instansi terkait lain
nya, problema-problema tersebut memiliki banyak
unsur kepentingan baik itu yang melibatkan oknum-
oknum dari Kantor Badan Pertanahan maupun oknum dari
instansi terkait lainnya, yang tujuan utama hanya
untuk memperkaya diri masing-masing.3
Dengan adanya PRONA (Proyek Operasi Nasional
Agraria) di harapkan dapat membantu penyelesaian
beberapa permasalahan tersebut di atas, serta
pembenahan-pembenahan internal maupun external dalam
pelaksanaan nya harus segara dilaksanakan agar dapat
mewujudukan pembaharuan agraria yang diharapkan.4
2 http://portaldaerah.bpn.go.id/default.aspx?propid=17&propname=Kalimantan%20Barat , di akses tanggal 12 Januari 2014.3 http://news.metrotvnews.com/read/2015/01/10/343341/pegawai-bpn-kalbar-ditangkap-karena-palsukan-sertifikat-tanah , di akses tanggal 12 Januari 2014.4 Menurut TAP MPR IX/MPR/2001, Pembaharuan Agraria (Reforma agraris)adalah restrukturisasi penggunaan, pemanfaatan, penguasaan dan pemilikansumber – sumber agraria, terutama tanah yang mampu menjaminkeadilan dankeberlanjutan peningkatan kesejahteraan rakyat.
4
Guna mewujudkan hal tersebut perlu adanya Reforma
agraria (Agrarian Reform) untuk itu Presiden Susilo
Bambang Yudoyono (SBY) mencanangkan Program
Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) atau program
Reforma Agraria. Dalam Program Pembaruan Agraria
Nasional (PPAN) ini lebih ditumpukan kepada dua hal
yaitu : (1) redistribusi lahan secara terbatas, dan
(2) sertipikasi tanah. Langkah itu dilakukan dengan
mengalokasikan tanah bagi rakyat termiskin yang
berasal dari hutan konversi, dan tanah lain yang
menurut hukum pertanahan kita boleh diperuntukkan
bagi kepentingan rakyat.5
Dalam konteks program sertipikasi tanah,
menurut Lutfi Nasution, Kepala BPN periode yang
lalu, “dari sekitar 85 juta bidang tanah di seluruh
Indonesia, baru 25 juta bidang yang sudah
disertipikasi atau sekitar 32%-nya”. Hal ini menjadi
suatu pekerjaan rumah bagi Badan Pertanahan Nasional
sebagai penanggungjawab pelaksanaan program
tersebut. Oleh karena itu program sertipikasi tanah
dijadikan sebagai salah satu agenda kebijakan oleh
Badan Pertanahan Nasional yaitu berupa peningkatan
pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran tanah serta
sertipikasi tanah secara menyeluruh diseluruh
Indonesia dan penyelenggaraan penguatan hak,
mencakup berbagai kegiatan yang dibutuhkan untuk
penguatan hak atas tanah sampai dengan
5 Susilo Bambang Yudhoyono, http://www.spi.or.id/?p=1834, di akses tanggal10 Januari 2015.
5
diterbitkannya sertipikat tanah.
Agar agenda kebijakan dapat diwujudkan dan
dapat mencapai sasaran maka Badan Pertanahan
Nasional melaksanakan percepatan pendaftaran tanah
dan penguatan hak atas tanah melalui program
sertipikasi tanah dengan biaya murah, bebas pajak/
BPHTB serta melalui program Proyek Nasional Agraria
(yang selanjutnya disebut PRONA), dengan tetap
mendorong, menyediakan fasilitas serta infrastruktur
bagi inisiatif, swadaya dan partisipasi masyarakat.
Pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional
melalui PRONA disamping untuk memberikan jaminan
kepastian hukum bagi pemiliknya dan membantu
masyarakat golongan ekonomi lemah untuk
mensertipikatkan tanahnya juga untuk mencegah dan
menyelesaikan masalah kasus-kasus tanah yang berupa
sengketa yang bersifat strategis. Adapun tujuan
PRONA adalah untuk menumbuhkan kesadaran hukum
masyarakat dalam bidang pertanahan sebagai usaha
untuk berpartisipasi dalam menciptakan stabilitas
sosial politik serta pembangunan di bidang ekonomi.
Melalui PRONA inilah diharapkan masyarakat golongan
ekonomi lemah ini dapat mensertipikatkan tanah yang
dimilikinya dengan biaya murah diperoleh dari
subsidi pemerintah.
Pelaksanaan Pembaruan Agraria Nasional dengan
program sertipikasi tanah melalui PRONA di seluruh
wilayah Provinsi Kalimantan Barat yang tersebar di
6
tingkat desa kabupaten dan kota, pelaksanaan
tersebut bertujuan untuk Tertib Hukum Pertanahan,
Tertib Administrasi Pertanahan, Tertib Penggunaan
Tanah dan Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan
Hidup, dengan alasan bahwa :
1. Banyaknya masyarakat yang belum mempunyai
sertipikat tanah.
2. Banyak masyarakat yang keadaan ekonominya lemah,
sehingga tidak mampu untuk mensertipikatkan
tanahnya secara perorangan yang relatif mahal.
3. Untuk menyukseskan Program Pembaruan Agraria
Nasional (PPAN).
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan sertipikasi tanah
melalui PRONA di Provinsi Kalimantan Barat ?
2. Bagaimana kesadaran dan minat masyarakat dalam
hal dengan program sertipikasi tanah melalui
PRONA di Provinsi Kalimantan Barat ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis dalam penelitian ini adalah
:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan Program Pembaruan
Agraria Nasional (PPAN) dengan sertipikasi tanah
7
melalui PRONA di Provinsi Kalimantan Barat.
2. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap
pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional
(PPAN) dengan program sertipikasi.tanah melalui
PRONA di Provinsi Kalimantan Barat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum Tentang Pendaftaran Tanah di Provinsi
Kalimantan Barat
Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus,
meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data
yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai
bidang-bidang tanah dan satuan satuan rumah susun,
termasuk pemberian sertipikat sebagai surat tanda
bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada
hak tertentu yang membebaninya.
Menurut AP Parlindungan, Pendaftaran berasal dari
kata Cadaster (bahasa Belanda kadaster) yaitu
istilah untuk record (rekaman), menunjukkan tentang
luas, nilai dan kepemilikan atau lain – lain alas
8
hak terhadap suatu bidang tanah.6 Selain itu,
pendaftaran berasal dari bahasa latin “Capilastrum”
yang berarti suatu register atau unit yang diperbuat
untuk pajak tanah Romawi. Dalam artian yang tegas
Cadaster adalah rekord (rekaman daripada lahan –
lahan, nilai daripada tanah dan pemegang haknya dan
untuk kepentingan hukum lainnya).
UUPA memberi pengertian pendaftaran tanah diatur
dalam Pasal 19 ayat (2) yaitu rangkaian kegiatan
yang meliputi :
1. Pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah.
2. Pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak
tersebut.
3. Pembuktian surat – surat tanda bukti hak, yang
berlaku sebagai alat pembuktiaan yang kuat.
Sedangkan pengertian pendaftaran tanah menurut
Pasal 1 angka 1 PP No. 24 Tahun 1997 adalah :
“Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
Pemerintah secara terus – menerus, berkesinambungan dan teratur
meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian
serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta
dan daftar mengenai bidang – bidang tanah dan satuan – satuan
rumah susun termasuk pemberian surat bukti haknya bagi bidang –
bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan
rumah susun serta hak – hak tertentu yang membebani.”
Sebagai suatu alat bukti yang kuat, sertifikat
6 AP Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung, Mandar Maju,2002), hal 11
9
atau biasa dikenal dengan buku tanah, selain
mempunyai nilai komersil bukan tidak mungkin
kepemilikannya bisa disalah gunakan oleh pihak-pihak
yang ingin memperoleh keuntungan dengan salah satu
cara memalsukan bentuk fisik dari sertifikat
tersebut, Badan Pertanahan Nasional dalam hal ini
merupakan lembaga pemerintah yang berhak dan
berwenang menerbitkan suatu sertifikat tanah,
mengingat sertifikat tanah adalah bukti kepemilikan
terkuat dan terpenuh terhadap sautu tanah yang
dimiliki, maka timbul suatu pertanyaan bagaimana
jika sertifikat tanah tersebut palsu atau ganda ?
Dan bagaimana cara membuktikannya ke asliannya.7 Bagi
masyarakat awam untuk membedakan keaslian terhadap
suatu sertifikat tanah merupakan hal yang sulit, dan
tidak menutup kemungkinan sertifikat tersebut bisa
saja palsu, untuk mengatasi hal tersebut Badan
Pertanahan Nasional bukan hanya bertugas
mengeluarkan sertifikat tanah bukti kepemilikan
melainkan juga untuk mengatasi tertib administrasi
pertanahan mengenai sertifikat ganda tersebut.
Tujuan pendaftaran tanah berdasarkan UUPA adalah
untuk mendapatkan kepastian hukum dan kepastian hak
atas tanah (recht kadaster / legal cadastre).
Menurut Djoko Prokoso dan Budiman Adi Purwanto
7 Sebagai salah satu contoh pada tanggal 3 September 2014, DirektoratReserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kalbar menangkap tersangka LimBudiono pemalsuan sertfikat tanah seluas 1,8 hektar di Desa Korek, SungaiAmbawang, Kubu Raya yang melibatkan pegawai Badan Pertanahan Nasional KubuRaya bernama Mawardi. (Harian Berita Antara News tanggal 12 Seotember2014, editor : Tasried Tarmizi)
10
mengemukakan adanya tiga tujuan pokok pendaftaran
yaitu :8
a. Memberikan kepastian obyek
Kepastian mengenai bidang teknis (yaitu kepastian
mengenai letak, luas, dan batas-batas tanah yang
bersangkutan). Hal ini diperlukan untuk
menghindarkan sengketa di kemudian hari baik
dengan pihak yang menyerahkan maupun pihak –
pihak yang mempunyai tanah yang berbatasan.
b. Memberikan kepastian hak
Ditinjau dari segi yuridis mengenai satus haknya,
siapa yang berhak atasnya (siapa yang mempunyai)
dan ada atau tidaknya hak – hak dan kepentingan
pihak lain (pihak ke tiga). Kepastian mengenai
status hukumnya dari tanah yang bersangkutan
diperlukan, karena dikenal tanah – tanah dengan
berbagai macam status hukum, yang masing – masing
memberikan wewenang dan meletakkan kewajiban –
kewajiban yang berlainan kepada pihak yang
mempunyai, hal mana akan terpengaruh pada harga
tanah.
c. Memberikan kepastian subyek
Kepastian mengenai siapa yang mempunyai
diperlukan untuk mengetahui dengan siapa kita,
harus berhubungan untuk dapat melakukan perbuatan
– perbuatan hukum secara sah mengenai ada atau
tidak adanya hak – hak dan kepentingan pihak ke
8 Djoko Prakoso dan Budiman Adi Purwanto, Op.Cit, Hal. 21
11
tiga diperlukan untuk mengetahui perlu atau
tidaknya diadakan tindakan – tindakan tertentu
untuk menjamin penguasaan dan penggunaan tanah
yang bersangkutan secara efektif dan aman.
Sistem Pendaftaran Tanah
Ada dua macam sistem pendaftaran tanah, yaitu sistem
pendaftaran akta (registration of deeds) dan sistem
pendaftaran hak (registration of titles). Lebih jauh
Boedi Harsono merumuskan sebagai berikut:9
1. Sistem Pendaftaran Akta
Dalam sistem pendaftaran akta, akta-akta itulah
yang di daftar oleh Pejabat Pendaftaran Tanah
(PPT). Dalam sistem pendaftaran akta PPT bersifat
pasif. Ia tidak melakukan pengujian kebenaran
data yang di sebut dalam akta yang di daftar.
Tiap kali terjadi perubahan wajib dibuatkan akta
sebagai bukti. Maka dalam sistem ini data yuridis
yang diperlukan harus di cari dalam akta-akta
yang bersangkutan. Untuk mencari data yuridis
harus dilakukan apa yang disebut “title search”
yang bisa memakan waktu dan biaya, karena untuk
title search diperlukan bantuan ahli.
2. Sistem Pendaftaran Hak
Berbeda dengan sistem pendaftaran akta, dalam
sistem pendaftaran hak setiap penciptaan hak baru
dan perbuatan-perbuatan hukum yang menimbulkan
9 Boedi Harsono, Op.cit, hal 76
12
perubahan kemudian, juga harus di buktikan dengan
suatu akta. Tetapi dalam penyelenggaraan
pendaftarannya, bukan akta yang didaftar,
melainkan haknya yang di ciptakan dan perubahan-
perubahannya kemudian. Akta merupakan sumber
datanya. Akta pemberian hak berfungsi sebagai
sumber data yuridis untuk mendaftar hak yang di
berikan dalam buku tanah.
Akta pemindahan dan pembebanan hak berfungsi
sebagai sumber data untuk mendaftar perubahan-
perubahan pada haknya dalam buku tanah hak yang
bersangkutan. Jika terjadi perubahan, tidak di
buatkan buku baru, melainkan dilakukan pencatatannya
pada ruang mutasi yang disediakan pada buku tanah
yang bersangkutan. Berbeda dengan Pejabat
Pendaftaran Tanah (PPT) dalam sistem pendaftaran
akta, dalam sistem pendaftaran hak ia bersifat
aktif. Sebelum dilakukan pendaftaran haknya dalam
buku tanah dan pencatatan perubahannya kemudian,
oleh Pejabat Pendaftaran Tanah (PPT) dilakukan
pengujian kebenaran data yang termuat dalam akta
yang bersangkutan.
UUPA dan PP No.24 Tahun 1997 telah meletakkan dua
kewajiban pokok pendaftaran tanah yaitu :
1. Kewajiban bagi pemerintah untuk melaksanakan
pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia.
Kewajiban itu meliputi :
13
a. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah.
b. Pendaftaran hak atas tanah dan peralihannya
c. Pemberian surat tanda bukti yang berlaku
sebagai alat pembuktian yang kuat.
d. Pendaftaran yang menjadi kewajiban pemerintah
ini disebut dengan pendaftaran tanah.
2. Kewajiban bagi pemegang hak atas tanah untuk
mendaftarkan hak atas tanahnya. Hak-hak tersebut
adalah : Hak Milik (Pasal 23), Hak Guna Bangunan
(Pasal 32), Hak Guna Usaha (Pasal 38), Hak Pakai
dan Hak Pengelolaan (Pasal 1 PMA No. 1 Tahun
1961)
Pendaftaran tanah menurut PP 24 Tahun 1997
sendiri dibagi dalam 2 (dua) macam kegiatan, yaitu :
1. Pendaftaran untuk pertama kali.
I.1. Kegiatannya diperinci dalam hal :
a. Pengumpulan dan pengolahan data fisik
b. Pembuktian hak dan pembukuannya
c. Penerbitan sertipikat
d. Penyajian data fisik dan data yuridis
e. Penyimpanan data umum dokume
I.2. Pendaftaran untuk pertama kali dibagi dalam 2
macam :
a. Pendaftaran tanah secara sistematik
Pendaftaran tanah secara sistematik adalah
kegiatan pendaftaran untuk pertama kali
dilakukan secara serentak yang meliputi semua
obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar
14
dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa
atau kelurahan. Pendaftaran ini ditetapkan
dengan ketetapan Menteri Negara Agraria /
Kepala BPN yang selama ini juga telah
dijalankan melalui program ajudikasi.
Ajudikasi sendiri berdasarkan Pasal 1 angka
8 PP No. 24 Tahun 1997 adalah :
“Kegiatan yang dilakukan dalam rangka proses
pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi
pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan
data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek
pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya”.
Pendaftaran tanah sistematik menurut Pasal 1
angka 10 PP No. 24 Tahun 1997 yaitu :
“Pendaftaran tanah secara serentak yang meliputi
semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar
dalam wilayah atau bagian wilayah desa atau
kelurahan.”
Pendaftaran tanah secara sistematik
diselenggarakan atas prakarsa Pemerintah
berdasarkan pada suatu rencana kerja jangka
panjang dan tahunan serta dilaksanakan di
wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan.
b. Pendaftaran tanah secara sporadik
15
Berbeda dengan pendaftaran sistematik, pada
pendaftaran tanah secara sporadik ini
inisiatif berasal dari masing-masing pemilik
tanah. Mereka pemilik tanah sebagai pemohon
dituntut untuk lebih aktif mengurus
permohonan sertifikat tanahnya karena segala
sesuatunya harus diusahakan sendiri. Pemohon
harus melengkapi syarat-syarat guna keperluan
permohonan sertifikat hak atas tanahnya.
Pendaftaran tanah yang demikian disebut
dengan pendaftaran tanah individual.
Pemeliharaan data pendaftaran tanah
dilaksanakan dengan pendaftaran perubahan
data fisik / data yuridis objek pendaftaran
tanah yang telah terdaftar dengan mencatatnya
di dalam daftar umum. Kegiatan pemeliharaan
data tanah pendaftaran tanah meliputi :
a) Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak
b) Pendaftaran perubahan data pendaftaran
tanah lainnya
B. Tinajaun Umum Tentang Prona (Program Operasi
Nasional Agraria) di Provinsi Kalimantan Barat
Dalam meningkatkan pelayanan di bidang
pertanahan dalam rangka pemberian kepastian hak,
Pemerintah telah membuat kebijakan percepatan
pensertipikatan tanah melalui kegiatan sertipikasi
massal secara PRONA. Kebijaksanaan ini dimaksudkan
16
agar setiap masyarakat golongan ekonomi lemah dapat
memiliki sertipikat hak atas tanah dengan biaya
lebih murah, dalam rangka untuk memberikan jaminan
kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah.
PRONA merupakan kegiatan yang diselenggarakan oleh
pemerintah dibidang pertanahan dengan suatu subsidi
di bidang pendaftaran tanah pada khususnya, yang
berupa pensertipikatan massal dalam rangka membantu
golongan ekonomi lemah.
PRONA adalah kebijakan nasional di bidang
Pertanahan yang bermaksud untuk memberikan jaminan
kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah dalam
rangka meningkatkan maupun menunjang pelaksanaan
Landreform dan menyelesaikan sengketasengketa secara
tuntas dengan biaya yang murah. Selain itu untuk
memberdayakan organisasi dan sumber daya manusia.
Pelaksanaan PRONA ini, merupakan usaha dari
pemerintah untuk memberikan rangsangan dan
partisipasi kepada pemegang hak atas tanah agar mau
melaksanakan sertipikat hak atan tanahnya dan
berusaha membantu menyelesaikan sengketa-sengketa
tanah yang bersifat strategis dengan jalan
memberikan kepada masyarakat tersebut fasilitasi dan
kemudahan serta pemberdayaan organisasi dan sumber
daya manusia.
Bagi masyarkat Provinsi Kalimantan Barat Proyek
Operasi Nasional Pertanahan (PRONA) merupakan hal
yang baru, dan tidak banyak bagi masyarakat yang
17
tidak mengetahui adanya program sertifikat tanah
gratis tersebut, terutama bagi masyrakat yang
tinggal dipedesaan kendala akses dan minimnya
sosialisasi merupakan kendala utama dalam kelancaran
pelaksanaan program tersebut. Sebanyak 7500 lembar
sertifikat tanah yang didanai melalui Proyek Operasi
Nasional Pertanahan (Prona) dari Pemerintah Pusat
melalui APBN untuk wilayah Kalimantan Barat yang di
keluarkan di tahun 2010 yang lalu,10 Sejumalh
sertifikat tersebut akan dibagi kepada 14
kabupaten/kota yang ada di Kalbar. Khusus di
Kabupaten Sintang mendapatkan jatah sekitar 1.250
persil, namun seiring berjalannya waktu di tahun
2013 untuk kabupetan sintang jatah tersebut
dikurangi menjadi 1.000 persil dari 12.000 persil
untuk seluruh wilayah Provinsi Kalimantan Barat,,
hal ini dikarenakan banyak nya masalah yang timbul
dalam pelaksaaan tersebut, selain minumnya informasi
yang diterima masyarakat, selain itu ada nya pungli
(pungutan liar) dari beberapa oknum yang ingin
meraup keuntungan, tidak tanggung-tanggung beberapa
daerah ditemukan adanya pematokan tarif dari setiap
sertifikat, padahal PRONA untuk masyrakat tidak
mampu diselenggarakan pemerintah secara gratis tidak
dipungut biaya apapun.11
PRONA merupakan salah satu usaha untuk
10 http://portaldaerah.bpn.go.id/Propinsi/Kalimantan-Barat/Kabupaten-Sanggau/Program/Prona.aspx , diakses tanggal 13 Januari 2015.11 http://www.kalimantan-news.com/berita.php?idb=23778 , diakses tanggal 13 Januari 2015
18
tercapainya Catur Tertib Pertanahan yang meliputi :
1. Tertib Hukum Pertanahan
Tertib Hukum Pertanahan bertujuan agar setiap
tanah mempunyai sertipikat, sehingga tanah
tersebut mempunyai kepastian hukum maupun hak
yang kuat. Hal ini merupakan salah satu bukti
bahwa peraturan hukum pertanahan sudah
dilaksanakan dengan baik. Dengan adanya
sertipikat tanah, diharapkan sengketa-sengketa
tanah dapat dihindari.
2. Tertib Administrasi Pertanahan
Tertib Administrasi Pertanahan bertujuan untuk
peningkatan mutu pelayanan kantor pertanahan
kepada masyarakat dengan cara cepat, mudah dan
biaya yang murah, yang diharapkan membawa
manfaat bagi masyarakat khususnya masyarakat
golongan ekonomi lemah.
3. Tertib Penggunaan Tanah
Tertib Penggunaan Tanah dimaksudkan perlu
ditumbuhkan adanya pemahaman tentang arti
pentingnya penggunaan tanah secara terencana agar
diperoleh manfaat yang optimal, seimbang dan
lestari, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
tentang Penataan Ruang (UU No 24 Tahun 1992),
karena masih banyak tanah-tanah yang belum
diusahakan atau dimanfaatkan sesuai dengan
peruntukkannya, dan sebaliknya banyak terjadi
penggunaan tanah tidak sesuai dengan perencanaan
19
tata ruangnya
4. Tertib Pemeliharaan tanah dan Lingkungan Hidup
Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup
dimaksudkan sebagai upaya untuk mencegah
kerusakan tanah dan pemeliharaan kesuburan tanah
serta menjaga kelestarian sumber daya alam yang
terkandung di atasnyadan di dalamnya. Dalam
hubungan ini faktor pertumbuhan penduduk dan
penyebarannya yang tidak merata, seringkali
menyebabkan terjadinya pemusatan penduduk atau
berlangsungnya urbanisasi yang melampaui batas
kemampuan daya tampung satu wilayah dan mendorong
terjadinya penggunaan tanah tanpa memperhatikan
kondisi tanah dan kelestarian lingkungan hidup.
Adapun dasar hukum PRONA adalah :
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Ketentuan Pokok Agraria;
2. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 189 tahun
1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria,
yang berlaku mulai tanggal 15 Agustus 1981;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah;
4. Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1997 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pelaksanaan
Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.
20
Dalam petunjuk pelaksanaan PRONA, dijelaskan tujuan
PRONA adalah
1. Memberikan rangsangan kepada masyarakat khususnya
pemegang hak atas tanah, untuk bersedia
membuatkan sertipikat atas hak yang dimilikinya
tersebut.
2. Menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat dalam
bidang pertanahan
3. Membantu pemerintah dalam hal menciptakan suatu
suasana kehidupan masyarakat yang aman dan
tenteram
4. Menumbuhkan partisipasi masyarakat, khususnya
pemilik tanah dalam menciptakan stabilitas
politik serta pembangunan dibidang ekonomi
5. Menumbuhkan rasa kebersamaan dalam menyelesaikan
sengketa pertanahan
6. Memberikan kepastian hukum pada pemegang hak atas
tanah
7. Membiasakan masyarakat pemegang hak atas tanah
untuk memiliki alat bukti yang otentik atas
haknya tersebut.
Dengan usaha-usaha yang pasti dari Pemerintah dan
dukungan masyarakat luas untuk mensukseskan PRONA di
seluruh Indonesia, maka program PRONA benar-benar
dapat membantu masyarakat untuk dapat memiliki alat
bukti hak kepemilikan atas tanah. Proses untuk
21
mendapatkan sertipikat tersebut tidak mengalami
kesulitan dengan biaya murah. Biaya PRONA ditetapkan
dalam Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 594
Tahun 1982 tanggal 26 November adalah sebagai
berikut :
1. Untuk golongan ekonomi lemah, biaya
operasionalnya diberi subsidi dengan anggaran
Pemerintah Pusat melalui APBN dan melalui
Pemerintah Daerah melalui APBD.
2. Untuk golongan mampu biaya operasionalnya
dibebankan kepada swadaya para anggota masyarakat
yang akan menerima sertipikat.
Pada dasarnya PRONA merupakan proyek pensertipikatan
tanah secara massal yang memperoleh dukungan dana
atau subsidi dari Pemerintah melalui anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dibebankan
kepada Badan Pertanahan Nasional. Pensertipikatan
tanah melalui PRONA ini memberikan banyak keuntungan
dibanding dengan pensertipikatan yang diadakan atas
keinginan sendiri. Keuntungan tersebut, antara lain,
adanya subsidi dari Pemerintah, sehingga pemohon
sertipikat mendapatkan keringanan biaya dan cepatnya
proses penerbitan sertipikat sesuai dengan waktu
yang telah ditetapkan.12
12 Pada prinsipnya tahap-tahap pelaksanaan PRONA adalah sama dengan tahaptahap pelaksanaan pendaftaran tanah sistematik. Prosedur / tahapanpendaftaran sistematik diatur dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 72Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentangPeraturan Pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,yang berlaku juga dalam tahapan-tahapan Pelaksanaan PRONA. Secara garis
22
C. Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) ditinjau
dari aspek Pelaksanaan Pendaftaran Tanah melalui
Program PRONA di Provinsi Kalimantan Barat.
Reforma Agraria di Indonesia sudah dikenal
sejak tahun 1960. Pembuktian atas hal tersebut
adalah diundangkannya Undang – Undang Nomor. 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok –Pokok Agraria
yang merupakan tonggak penting bagi upaya menuju
keadilan agraria di Indonesia. Inti dari reforma
agraria adalah landreform dalam pengertian
redistribusi pemilikan dan penguasaan tanah.
Penataan ulang struktur penguasaan tanah
(landreform), bukan saja akan memberikan kesempatan
kepada sebagian besar penduduk yang masih
menggantungkan hidupnya pada kegiatan pertanian
untuk meningkatkan taraf kehidupannya. Lebih dari
itu, landreform bukan hanya akan suatu dasar yang
kokoh dan stabil bagi pembangunan ekonomi dan
sosial, tetapi juga menjadi dasar bagi pengembangan
kehidupan masyarakat yang demokratis.
Menurut Boedi Harsono menyatakan bahwa UUPA
besar tahap-tahap pelaksanaan PRONA adalah sebagai berikut : a. Penetapan lokasi b. Pembentukan Panitia PRONA dan Satuan Tugas (Satgas) c. Penyuluhan d. Pengumpulan data fisike. Pengumpulan dan penelitian data yuridis f. Pengumpulan data fisik dan pengesahan g. Penegasan konversi h. Pembukuan hak i. Penerbitan sertipikat j. Penyerahan hasil kegiatan k. Laporan
23
merupakan Undang-undang yang melakukan pembaharuan
agraria karena didalamnya memuat program yang
dikenal dengan Panca Program Agraria Reform
Indonesia yang meliputi :13
1. Pembaharuan hukum agraria melalui unifikasi hukum
yang berkonsepsi hukum nasional dan pemberian
jaminan kepastian hukum.
2. Penghapusan hak-hak asing dan konsesi-konsesi
kolonial atas tanah.
3. Mengakhiri pengisapan feodal secara berangsur-
angsur
4. Perombakan pemilikan dan penguasaan tanah serta
hubungan-hubungan hukum yang bersangkutan dengan
pengusahaan tanah dalam wujud pemerataan
kemakmuran dan keadilan.
5. Perencanaan persediaan dan peruntukan bumi, air,
dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya,
serta pengunaannya secara terencana sesuai dengan
daya dukung dan kemampuannya.
Badan Pertanahan Nasional sebagai salah satu
pelaksana dari Undang-undang tersebut yang merupakan
lembaga pemerintah yang ditugaskan dalam bidang
pertanahan, menyadari betul harus bekerja keras bahu
membahu dengan instansi pemerintah lainnya baik
pusat maupun daerah, agar amanat UUD Tahun 1945
"tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat"
dapat segera terwujud. Sebagai upaya untuk
13 Boedi Harsono, Op.cit, hal 57
24
mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa tersebut,
Badan Pertanahan Nasional telah menetapkan program-
program strategis, antara lain :14
- Percepatan legalisasi aset tanah, antara lain
melalui Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA),
sertipikasi lintas sektor yaitu Usaha Mikro dan
Kecil (UKM), Petani, Nelayan, serta Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR);
- Redistribusi Tanah, yang termasuk dalam program
pelaksanaan Reforma Agraria;
- Penertiban tanah terlantar;
- Percepatan penanganan kasus pertanahan; dan
- Optimalisasi pelaksanaan Larasita;
Dalam rangka mewujudkan tanah untuk keadilan
dan kesejahteraan politik, arah dan kebijakan
pertanahan didasarkan pada empat prinsip :
1. Pertanahan harus berkontribusi secara nyata untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat dan melahirkan
sumber-sumber baru kemakmuran rakyat
2. Pertanahan harus berkontribusi secara nyata untuk
meningkatkan tatanan kehidupan bersama yang lebih
berkeadilan dalam kaitannya dengan pemanfaatan,
penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah
3. Pertanahan harus berkontribusi secara nyata dalam
menjamin keberlanjutan sistem kemasyarakatan,
kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan
memberikan akses seluas-luasnya pada generasi
14 http://www.bpn.go.id/Portals/0/perencanaan/dokumen-publik/isi.pdf , di akses tanggal 14 Januari 2015
25
akan datang pada sumber-sumber ekonomi masyarakat
tanah
4. Pertanahan harus berkontribusi secara nyata dalam
menciptakan tatanan kehidupan bersama secara
harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa dan
konflik pertanahan di seluruh tanah air dan
menata sistem pemgelolaan yang tidak lagi
melahirkan sengketa dan konflik di kemudian hari.
Berlandaskan empat prinsip pengelolaan
pertanahan tersebut, Pemerintah melalui Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia telah
merumuskan 11 Agenda Prioritas yaitu :
1. Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan
Pertanahan Nasional RI
2. Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan
pendaftaran tanah serta sertipikasi tanah secara
menyeluruh di seluruh Indonesia
3. Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah
4. Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah-
daerah korban bencana alam dan daerah-daerah
konflik di seluruh tanah air
5. Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah,
sengketa dan konflik pertanahan secara sistematis
6. Membangun sistem Informasi Manajemen Pertanahan
Nasional (SIMTANAS) dan sistem pengamanan
dokumen pertanahan di seluruh Indonesia
7. Menangani masalah KKN serta meningkatkan
partisipasi dan pemberdayaan masyarakat
26
8. Membangun basis data penguasaan dan pemilikan
tanah berskala besar
9. Melaksanakan secara konsisten semua peraturan
perundang-undangan pertanahan yang telah
ditetapkan
10.Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional RI
11.Mengembangkan dan memperbaharui politik, hukum
dan kebijakan pertanahan (Reforma Agraria).
Pembaruan Agraria atau adakalanya disebut
dengan “reforma agraria” diartikan secara beragam
oleh beragam orang, profesi atau kelompok dan
dipahami secara berbeda beda pula. Tetapi, dari
semua ragam pemahaman ini, ada benang merah yang
dapat menghubungkan semuanya yaitu bahwa reforma
agraria dimaknai sebagai penataan atas penguasaan,
pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (P4T)
atau sumber-sumber agraria menuju suatu struktur P4T
yang berkeadilan dengan langsung mengatasi pokok
persoalannya.15
Untuk lebih mempermudah pemahaman reforma
agraria, Joyo Winoto mendefinisikan reforma agraria
sebagai Land Reform plus, artinya reforma agraria
adalah landreform dalam rangka mandat konstitusi,
politik dan Undang-undang untuk mewujudkan keadilan
dalam P4T ditambah dengan Access Reform.16
15 Joyo Winoto, Reforma Agraria dan Keadilan Sosial, (Jakarta : Badan Pertanahan Nasional, 2007), hal 21 16 Joyo Winoto, “Reforma Agraria” Tanah Untuk Keadilan Dan KesejahteraanRakyat, Makalah Seminar Nasional, Penguatan Hak Kepada Rakyat Dalam
27
Salah satu agenda dalam reforma agraria adalah
penguatan hak kepada rakyat. Penguatan hak dapat
dilakukan dengan kemudahan untuk memperoleh
sertipikat bagi rakyat melalui program sertipikasi
massal (PRONA, SMS, Ajudikasi).
Pengertian pembaruan agraria juga dapat dilihat
dalam ketetapan MPR No. IX tahun 2001 Pasal 2,
disebutkan bahwa : “Pembaruan agraria mencakup suatu
proses yang berkesinambungan berkenaan dengan
penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan
dan pemanfaatan sumber daya agrarian, dilaksanakan
dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan
hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh
rakyat Indonesia. Dengan demikian Reforma Agraria
ditujukan untuk :
1. Menata kembali ketimpangan struktur penguasaan
dan penggunaan tanah ke arah yang lebih adil.
2. Mengurangi kemiskinan.
3. Menciptakan lapangan kerja.
4. Memperbaiki akses rakyat kepada sumber-sumber
ekonomi, terutama tanah
5. Mengurangi sengketa dan konflik pertanahan
6. Memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan
hidup, serta
7. Meningkatkan ketahanan pangan rakyat Indonesia
dan ketahanan energi nasional.
Reforma Agraria Melalui Persamaan Hak Memperoleh Hak Atas Tanah, (MagisterKenotariatan Undip,Kanwil BPN Propinsi Jateng, KAPTI & IMMK, Semarang, 15Mei 2008).
28
Menurut Ketetapan MPR Nomor IX Tahun 2001 Pasal
6, arah kebijakan dari pembaruan agraria :
1. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai
peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan agraria dalam rangka sinkronisasi
kebijakan antarsektor demi terwujudnya peraturan
perundang-undangan yang didasarkan pada prinsip-
prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan
ini.
2. Melaksanakan penataan kembali penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
(landreform) yang berkeadilan dengan
memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat,
baik tanah pertanian maupun tanah perkotaan.
3. Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui
inventarisasi dan registrasi penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
secara komprehensif dan sistematis dalam rangka
pelaksanaan landreform.
4. Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan
dengan sumberdaya agraria yang timbul selama ini
sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik
dimasa mendatang guna menjamin terlaksananya
penegakan hukum dengan didasarkan atas
prinsipprinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5
Ketetapan ini.
5. Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam
rangka mengemban pelaksanaan pembaruan agraria
29
dan menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan
dengan sumberdaya agraria yang terjadi.
6. Mengupayakan pembiayaan dalam melaksanakan
program pembaruan agraria dan penyelesaian
konflik-konflik sumberdaya agraria yang terjadi.
D. Peran Serta Masyarakat dalam Program PRONA di
Provinsi Kalimantan Barat.
Kesadaran hukum memiliki arti penting dalam
pelaksanaan hukum pertanahan. Adanya kesadaran hukum
akan sangat mendukung keberhasilan suatu aturan
hukum itu diterapkan ditengah masyarakat.
Keberhasilan penerapan aturan-aturan hukum ini
dipengaruhi oleh derajat kesadaran hukum yang ada.
Makin tinggi derajat kesadaran hukum maka makin
tinggi tingkat keberhasilan penerapan hukum itu di
masyarakat.
Asumsi awal tentang kesadaran hukum ini perlu
diperjelas dengan teori-teori mengenai kesadaran
hukum itu sendiri. Untuk memahami lebih lanjut
tentang kesadaran hukum dapat ditinjau terlebih
dahulu arti dari kesadaran hukum itu sendiri.
Kesadaran (awareness) mengandung pengertian
mengetahui sesuatu atau tahu bersikap yang
seharusnya, yang didukung oleh persepsi atau
informasi. Kesadaran individu timbul karena ia
memiliki persepsi atau informasi yang mendukungnya
30
sehingga ia tahu bagaimana seharusnya bersikap.17
Berkaitan dengan kesadaran hukum, Soerjono
Soekanto memberi pengertian bahwa kesadaran hukum
adalah konsep-konsep abstrak dalam diri manusia
tentang keserasian antara ketertiban dan ketentraman
yang dikehendaki dengan ketertiban dan ketentraman
yang sepantasnya.18 Dalam pandangan yang lain Esmi
Warassih mengungkapkan bahwa kesadaran hukum adalah
kesadaran untuk bertindak sesuai dengan ketentuan
hukum. Kesadaran hukum masyarakat merupakan semacam
jembatan yang menghubungkan antara peraturan-
peraturan hukum dengan tingkah laku hukum anggota
masyarakat. Lawrence Friedman menyebutnya sebagai
kultur hukum, yaitu nilai-nilai, sikap-sikap yang
mempengaruhi bekerjanya hukum.19
Kesadaran hukum bukanlah semata-mata suatu yang
tumbuh secara spontan dalam hati sanubari rakyat
tetapi merupakan sesuatu yang harus dipupuk secara
sadar agar tumbuh dalam hati sanubari rakyat.
Dengan begitu, ada perbedaan antara kesadaran hukum
dengan perasaan hukum. Melihat pendapat dari
Sunaryati Hartono, dapat diungkapkan bahwa perasaan
hukum merupakan sesuatu yang murni abstrak dalam
hati sanubari rakyat, sedangkan kesadaran hukum
17 Febri Hirnawan, Kesadaran Hukum Lingkungan dalam Pembangunan, dalam :Kusdiwirarti Setiono, Johan S, Masjur, Anna Alisyahbana (Ed) ManusiaKesehatan dan Lingkungan (Bandung : Alumni, 1998), Hal 9718 Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, (Jakarta : Rajawali, 1982), Hal 12919 Esmi Warassih, Pembinaan Kesadaran Hukum, (Semarang : Majalah Masalah-masalah Hukum Nomor 5 Tahun XIII (Undip, Semarang tahun 1983), Hal 9
31
merupakan abstraksi yang rasional dari perasaan
hukum yang hidup dalam masyarakat. Lebih lanjut
Satjipto Raharjo menambahkan bahwa dalam kesadaran
hukum terdapat beberapa komponen penting, yakni :20
1. Peraturan hukumnya sendiri yang kemudian
dikomunikasikan dalam masyarakat.
2. Aktivitas para pelaksana
3. Proses pelembagaan (Institusionalzation) dan
internalisasi hukumnya.
Tiga komponen yang dikemukakan oleh Satjipto
Raharjo mempunyai arti penting dalam membentuk
kesadaran hukum. Dalam menumbuhkan kesadaran hukum
tentang Pembaruan Agraria Nasional dengan Program
Sertipikasi Tanah melalui Prona, aspek sosialisasi
terhadap ketentuan hukum Pembaruan Agraria Nasional
dengan Program Sertipikasi Tanah melalui Prona
memiliki arti penting. Sosialisasi ini tidak mutlak
tertuju kepada masyarakat Kabupaten Pemalang, tetapi
juga kepada aparat penegak hukum yang akan melakukan
enforcement terhadap aturan-aturan hokum Pembaruan
Agraria Nasional dengan Program Sertipikasi Tanah
melalui Prona itu di lapangan. Selain itu, adanya
internalisasi aturan tersebut secara konsisten dalam
penerapan terhadap semua ketentuan yang digariskan
oleh aturan tersebut juga memberikan pengaruh
terhadap tumbuhnya kesadaran hukum tentang
20 Soerjono Soekanto, Op.Cit, Hal 135
32
Pelaksanaan Pembaruan Agraria Nasional dengan
Program Sertipikasi Tanah melalui Prona.
Pada prinsipnya minat masyarakat untuk
menyertipikatkan tanahnya merupakan suatu tindakan
untuk melakukan suatu pilihan (choice) atau suatu
tindakan pengambilan keputusan.21
Minat (interest) adalah suatu kecenderungan
bertingkah laku yang terarah terhadap obyek,
kegiatan atau pengalaman tertentu; kecenderungan ini
berbeda dalam intensitasnya pada setiap individu.22
Pengetahuan tentang hukum pertanahan masyarakat
yagn tersebar di wilaha Negara Kesatuan Republik
Indonesia khususnya masyrakat di Provinsi Kalimantan
Barat masih sangat rendah, terutama bagi meraka yang
masih hidup didaerah-daerah pedesaan, penguasaan
mereka terhadap peraturan-peraturan hukum, khususnya
yang berhubungan dengan kewajiban-kewajiban hukum
atas tanah yang dipunyainya sangat terbatas. Dalam
banyak hal ketentuan UUPA dan peraturan pelaksana
tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan, ditambah
lagi kurangnya sosialisai mengenai aturan-aturan
tersebut oleh instansi terkait lainnya. Dengan
minimnya pengetahuan masyrakat mengenai hukum
tersebut bedampak pada Program sertifikat tanah
gratis tersebut, ini dapat dilihat dari banyaknya
21 Kerjasama Badan Pertanahan Nasional dan Fakultas Hukum UGM, HasilSeminar Nasional Kegunaan Setipikat dan Permasalahannya, (Yogyakarta :1992), Hal 54 22 Ensiklopedia Indonesia, (Jakarta : 1984), Hal 2684
33
masyakat memiliki tanah yang cukup luas namun tidak
memiliki sertifikat hanya berubah Surat Keterangan
Tanah tidak ikut berpartisipasi ikut serta
menyukseskan pelaksanaan program sertifikat tanah
gratis tersebut, dimana sebagian masyrakat tersebut
beranggapan Surat Ketarangan Tanah juga dapat
dijadikan bukti yang sah kepemilikan atas suatu
tanah yang dimilikinya, selain itu ketidak mauan
masyrakat dalam melaksanakan program setifikat tanah
(PRONA) ketidak mampuan masyrakat untuk membayar
biaya tertentu untuk masing-masing sertifikat,
dikarenakan ada beberapa oknum tertentu yang
mengatas namakan perangkat desa dan bahkan dari
pihak Badan Pertanahan Nasioanl dengan mematok harga
dalam penyelesaian sertifikat tersebut, pada
dasarnya Program Sertifikat Tanah (PRONA) adalah
gratis.
Tindakan pengambilan keputusan itu, secara umum
diartikan sebagai pemilihan antara berbagai
alternatif, yang dalam prosesnya mencakup tiga tahap
yakni :
1. Menemukan lingkungan di mana permasalahan itu
timbul
2. Menemukan dan menganalisis berbagai alternatif,
dan
3. Melakukan pilihan di antara berbagai alternatif
yang ada.
Secara singkat, tindakan pengambilan keputusan
34
adalah proses yang dinamis, yang menyangkut waktu
yang lampau, sekarang, dan yang akan datang. Dengan
demikian jelaslah bahwa minat untuk menyertipikatkan
tanah adalah suatu tindakan pengambilan keputusan
untuk melakukan perbuatan hukum tertentu, dalam hal
ini sertipikasi tanah. Minat seseorang / masyarakat
untuk menyertipikatkan tanah bisa didasarkan pada
informasi tertentu yang didapatkannya yang dapat
mendorongnya untuk melakukan sertipikasi tanah.
Informasi tersebut bisa mengenai manfaat sertipikat
tanah, tujuan dari sertipikasi tanah, tentang biaya,
dan jangka waktu pendaftaran sampai dikeluarkannya
sertipikat tanah. Sehingga dengan penelitian ini
akan dilihat, apakah ada hubungan antara tingkat
pengetahuan masyarakat tentang manfaat sertipikat
tanah, tujuan sertipikasi tanah, persepsinya tentang
biaya, dan tentang jangka waktu pendaftaran sampai
dikeluarkannya sertipikat tanah, atau apakah ada
faktor kebutuhan yang lebih menentukan pilihan
eseorang untuk melakukan sertipikasi tanah.
35
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) yang
dilaksanakan di Provinsi Kalimantan, tersebar
disetiap desa di 14 Kabupaten dan Kota menuai banyak
permasalahan, minimnya sosialisasi merupakan faktor
utama dalam terlaksananya program tersebut,
masyrakat banyak mengerahui akan adanya Program
Sertifikat Tanah tersebut, sejalan dengan minimnya
sosialisasi yang dilaksanakan oleh Badan Pertanahan
Nasional dan Instansi Terkait Lainya yakni
Pemerintah Daerah terdapat beberapa oknum yang
memanfaatkan kondisi tersebut dengan mematok harga
tertentu di bawah harga wajar yang biasa ditentukan
oleh Badan Pertanahan Nasional diluar program PRONA
tersebut, bagi masyarakat yang ingin memiliki
sertifikat sebagai bukti terkuat dan terpenuh
terhadap kepemilikan suatu tanah ikut menjadi
korban.
Tingkat pendidikan masyrakat di daerah Provinsi
Kalimantan Barat khususnya masyarakat pedesaan hanya
36
tamatan SD dan SMP juga berpengaruh terhadap
pengetahuan mereka mengenai hukum berpengaruh
terhadap kesadaran hukum mereka ikut serta dalam
ikut serta melaksanakan Pembaharuan Agraria melalui
Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) tersebut ,
ada sebagian masyarakat beranggapan bahwa tanpa
Sertifikat Tanah yang dikeluarkan oleh istansi yang
berwenang cukup dengan Surat Keterangan Tanah (SKT)
merupakan suatu alat bukti yang sah terhadap
kepemilikan suatu tanah mereka, ditambah lagi
terdapat beberapa oknum baik itu ditingkat aparatur
desa sampai tingkat aparatur dari Badan Pertanahan
Nasional yang mematok harga tertentu terhadap
penyelesaian sebuah sertifikat, berdampak terhadap
masyarakat menjadi enggan dalam mengajukan
permohonan sertifikat kepemilikan atas tanah mereka
karena keterbatasan ekonomi.
B. Saran
PRONA merupakan program nasional yang
dilaksanakan pemerintah dalam hal ini berupaya untuk
tertib administrasi dan kepastian hukum terhadap
tanah-tanah yang dimiliki masyarakat diseluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia guna
mewujudkan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN)
/ Reformasi Agraria seutuhnya. Peran serta
pemerintah antara pusat dan daerah maupun instansi
terkait lainnya sangat diharapkan, terutama dalam
37
menyukseskan Program tersebut dianggap perlu
melakukan pemerataan sosialisasi, keterbukaan dan
transparansi, perlunya integritas dan loyalitas bagi
seluruh jajaran aparatur pemerintah baik itu
ditingkat desa maupun tingkat pusat.
38
Daftar Pustaka
Buku-Buku
A.P. Perlindungan, 1994, Pendaftaran Tanah di Indonesia, CV.Mandar Maju, Bandung.
Boedi Harsono, 1999, Hukum Agraria Indonesia, SejarahPembentukan Undang –undang Pokok Agraria, isi dan pelaksanaannya,Djambatan, Jakarta.
Djoko Prakoso dan Budiman Adi Purwanto, 1985, EksistensiProna Sebagai Pelaksana Mekanisme Fungsi Agraria, GhaliaIndonesia, Jakarta.
Esmi Warassih, 1983, Pembinaan Kesadaran Hukum, MajalahMasalah-masalah Hukum Nomor 5 Tahun XIII, Semarang
Joyo Winoto, 2007, Reforma Agraria dan Keadilan Sosial, BadanPertanahan Nasional, Jakarta.
Soerjono Soekanto, 1982, Kesadaran Hukum dan KepatuhanHukum, Rajawali,Jakarta
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang nomor 5 tahun 1960 tentang KetentuanPokok Agraria
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 189 tahun 1981tentang Proyek Operasi Nasional Agraria, yang berlakumulai tanggal 15 Agustus 1981 Undang-Undang nomor 24 tahun 1997 tentang PendaftaranTanah
39
Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan PertanahanNasional nomor 3 tahun 1997tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan PelaksanaanPemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang PendaftaranTanah
Ketetapan MPR Nomor IX Tahun 2001 tentang PembaruanAgraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam
Situs Internet / Blog
http://portaldaerah.bpn.go.id/default.aspx?propid=17&propname=Kalimantan%20Barat , http://news.metrotvnews.com/read/2015/01/10/343341/pegawai-bpn-kalbar-ditangkap-karena-palsukan-sertifikat-tanah ,
http://www.spi.or.id/?p=1834,