lembar pengesahan

191
LEMBAR PENGESAHAN

Upload: independent

Post on 22-Apr-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LEMBAR PENGESAHAN

AYAT AL-QURAN

MOTTO

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Saat ini banyak sekali karyawan yang ingin

memiliki penghasilan lebih dari setiap pekerjaan yang

dia lakukan salah satunya adalah mengambil waktu

tambahan yang dimana biasa disebut dengan jam lembur,

jam lembur sendiri di definiskan sebagai waktu untuk

melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan siang hari

dan/atau malam hari. Namun biasanya jam lembur ini juga

telah di tetapkan oleh perusahaan untuk setiap karyawan

yang bekerja di perusahaan tertentu. Dalam pelaksanaan

jam lembur disini para karyawan dapat mendapatkan

tambahan uang atau sering disebut dengan insentif sama

halnya dengan pengupahan yang diberikan kepada karyawan

yang melakukan akhitifitas tambahan salam melakukan

pekerjaannya seperti jam lembur, namun disini di

jelaskan bahwa setiap jam lembur yang dilakukan oleh

setiap karyawan akan mendapatkan upah tambahan.

Insentif yang di berikan oleh karyawan berdeda-

beda tergantung pada prestasi yang di lakukannya.

Penelitian bertujian untuk dapat mengetahui ada

pengaruh jam lembur yang di lakukan setiap karyawan

dengan intensif yang diterima. Dengan fungsi utama dari

insentif adalah untuk memberikan tanggungjawab dan

dorongan kepada karyawan. Dalam hal ini, untuk

menentukan apakah ada pengaruh jam lembur terhadap

pendapatan insentif disini salah satunya adalah

menggunakan teknik analisis dapat dianalisis pengaruh

beberapa variabel terhadap variabel lainnya dalam waktu

yang bersamaan untuk menjelaskan hubungan antar

variabel, dimana hubunga teknik analisis digunakan

untuk mempelajari antara jam lembur dengan pendapatan

intensif. Sehingga dengan analisis disini dapat

memprediksi jumlah intensif yang di terima karyawan

dengan mempertimbangkan jam lembur yang di lakukan.

Dengan adanya kasus tersebut dapat diidentifikasi

variabel penyebab dan akibat, bahwa yang menjadi

variabel penyebab (X) adalah jam lembur karyawan dan

variabel akibat (Y) adalah jumlah pendapatan insentif.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah disini terkait dengan kasus yang

ada untuk pembuatan laporan akhir dengan kasus mengenai

pengaruh jam lembur terhadap pendapatan insentif :

1. Bagaimana mengevaluasi hasil menggunakan Teknik

Analisis Statistik ?

2. Bagaimana pengaruh jam lembur karyawan terhadap

pendapatan insentif karyawan?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah pengaruh jam

lembur karyawan terhadap pendapatan insentif karyawan.

Tujuannya untuk mengetahui asumsi yang digunakan

dalam regresi linier sederhana dan untuk memprediksikan

nilai variabel regresi.

1. Dapat mengevaluasi hasil menggunakan Teknik

Analisis Statistik

2. Dapat mengetahui dan mengambil kesimpulan

pengaruh jam lembur karyawan terhadap pendapatan

insentif karyawan.

1.4 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian digunakan

untuk lebih melihat kepada :

1. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data sekunder yaitu data yang diperoleh atau

dikumpulkan dari berbagai sumber yang telah ada,

yang di dapat dari data sebuah kantor Dinas di

Kalimantan Barat.

2. Dimana objek penelitian disini adalah Jam Lembur

yang di sini menjadi variabel X dan Jumlah

Insentif menjadi variabel Y.

3. Alat penunjang dalam penelitian dan pembuatan

laporan disini menggunakan software IBM SPSS 22.

1.5 Sistematika Penulisan

Pada proses penyusunan untuk menyelesaikan laporan

akhir Statistik Bisnis Industri II, yaitu sebagai

berikut :

BAB I Pendahuluan

Pada bab ini berisi tentang latar belakang dari

penyusunan laporan akhir, perumusan masalah yang akan

dianalisa dan tujuan dari pengolahan dan perhitungan

data yang telah didapat, serta sistematika penulisan

laporan akhir.

BAB II Landasan Teori

Pada bab ini berisi tentang penjelasan teori-teori

yang berhubungan dengan studi kasus mengenai pengaruh

jam lembur terhadap jumlah insentif karyawan serta

teori yang berhubungan dengan praktikum Statistik

Bisnis Industri II.

BAB III Kerangka Pemecahan Masalah

Pada bab ini berisi tentang penjelasan menganai

kerangka pemecahan masalah yang diinterpretasikan

melalui flowchart disertai dengan uraian pemecahan

masalah.

BAB IV Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pada bab ini berisi tentang gambaran umum

Laboratorium Manajemen Kualitas, pengumpulan data yang

terdiri dari data objek penelitian dan data pretest, dan

pengolahan data mengenai perhitungan parameter

populasi, perhitungan ukuran pemusatan data,

perhitungan ukuran penyebaran data, pengukuran

dispersi, skewness, dan kurtosis, pengujian kenormalan,

penentuan koefisien regresi, uji hipotesis dan

penaksiran selang koefisien regresi, penentuan

koefisien korelasi, uji hipotesis dan penaksiran selang

koefisien korelasi, dan analisis variansi.

BAB V AnalisisPada bab ini akan membahas tentang hasil

perhitungan dan pengolahan data yaitu analisis

perhitungan parameter populasi, perhitungan ukuran

pemusatan data, perhitungan ukuran penyebaran data,

analisis pengujian kenormalan, analisis penentuan

koefisien regresi, analisis uji hipotesis dan

penaksiran selang koefisien regresi, analisis penentuan

koefisien korelasi, analisis uji hipotesis dan

penaksiran selang koefisien korelasi, dan analisis

variansi.

BAB VI Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini dipaparkan tentang kesimpulan data yang

sudah diolah, serta memberikan jawaban dari perumusan

masalah yang ada dan Saran yang akan di berikan untuk

khasus yang dipilih dengan hasil dari pengolahan data

yang ada.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Teori Jam Lembur & Insentif

2.1.2 Jam Lembur

Menurut KEPMEN Pasal 1 Ayat 1 (2004: 1), waktu

kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi tujuh jam

sehari dan 40 jam satu minggu untuk enam hari kerja

dalam satu minggu atau delapan jam sehari dan 40 jam

satu. Minggu untuk lima hari kerja dalam satu minggu

atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau

pada hari libur resmi yang ditetapkan.

Menurut KEPMEN Pasal 3 Ayat 1 (2004: 2), waktu

kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak tiga

jam dalam satu hari dan 14 jam dalam satuminggu.

Menurut KEPMEN Pasal 8 Ayat 1 (2004: 2),

perhitungan upah lembur didasarkan pada upah bulanan.

Menurut KEPMEN Pasal 8 Ayat 2 (2004: 2), cara

menghitung upah sejam adalah 1/173 kali upah sebulan.

Menurut KEPMEN Pasal 11 (2004: 1), cara

perhitungan upah kerja lembur sebagai berikut.

1. Kerja lembur dilakukan pada hari kerja.

a.Untuk jam kerja lembur pertama harus dibayar

upah sebesar 1,5 kali upah sejam.

b.Untuk setiap jam kerja lembur berikutnya harus

dibayar upah sebesar dua kali upah sejam.

2. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari

istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi untuk

waktu kerja enam hari kerja 40 jam seminggu.

a. Perhitungan upah kerja lembur untuk tujuh jam

pertama dibayar dua kali upah sejam, dan jam

kedelapan dibayar tiga kali upah sejam dan jam

lembur kesembilan dan kesepuluh dibayar empat

kali upah sejam.

b. Apabila hari libur resmi jatuh pada hari

kerja terpendek perhitungan upah lembur lima jam

pertama dibayar dua kali upah sejam, jam keenam

3 (tiga) kali upah sejam dan jam lembur ketujuh

dan kedelapan 4 (empat) kali upah sejam.

2.1.3 Insentif

Pengertian yang umum, insentif adalah kompensasi

khusus yang dirancang untuk memotivasi kinerja luar

biasa (superior performance). Dalam bahasa yang lebih

sederhana insentif dapat diartikan sebagai bonus diluar

gaji. Kompensasi dalam bentuk insentif ini mempunyai

kaitan langsung dengan motivasi (jadi insentif

diberikan guna meningkatkan motivasi).

Insentif diberikan tergantung dari prestasi atau

produksi. Kompensasi insentif dibedakan atas:

Bonus Utuh (lump-sump), yaitu pembayaran kas sekali

waktu/tunai atau hak untuk membeli saham

perusahaan berdasarkan kinerja.

Pembagian Keuntungan (profit sharing), yaitu pemberian

bonus berdasarkan keuntungan perusahaan.

Pembagian Pendapatan (gain sharing), yaitu pemberian

bonus karena berhasit melampaui target kinerja

yang ditetapkan atau terjadi efisiensi kerja.

Pembayaran atas Pengetahuan Yang Dimiliki (pay for

knowledge), yaitu pemberian kenaikan upah/gaji atas

keterampilan atau pekerjaan baru yang mereka

kuasai.

Menurut Para ahli pengertian insentif, berikut ini

beberapa diantaranya:

1. Andrew F. Sikula: insentif ialah sesuatu yang

mendorong atau mempunyai kecenderungan untuk

merangsangsuatu kegiatan, insentif adalah motif-

motif dan imbalan-imbalan yang dibentuk untuk

memperbaiki produksi.

2. Heidjrachman: Pengupahan insentif dimaksudkan

untuk memberikan upah/gaji yang berbeda karena

prestasi kerja yang berbeda.

3. Adams dan Hicks: Insentif adalah semua bentuk

imbalan dan hukuman (punishments) yang diterima oleh

para pemberi layanan (providers) sebagai konsekuensi

dari organisasi tempat mereka bekerja, institusi

yang mereka operasionalkan, dan intervensi-

intervensi yang mereka lakukan.

2.2 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan salah satu merode

dalm kajian ilmu statistika metode ini dipergunakan

untuk menggambarkan dan menganalisis data dengan cara

menghitung/mengolah sekurang-kurangnya satu statistik

sampel, dengan cara menyusun sejumlah grafik dan tabel,

dan dengan cara membandingkan hasil yang diperoleh

dengan data lainnya.

2.2.1 Konsep Dasar Statistika

Terdapat banyak definisi yang diberikan untuk

menjelaskan pengertian dari statistika (statistics) atau

ilmu statistik. Salah satunya diberikan oleh Sudjana

(2013) yang mengatakan bahwa statistik adalah

“Pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara

pengumpulan data, pengolahan atau penganalisisannya dan

penarikan kesimpulan berdasarkan kumpulan data dan

penganilisisan yang dilakukan”.

Untuk dapat mempelajari statistik lebih lanjut,

perlu dipahami terlebih dahulu mengenai beberapa konsep

dasar yang berkaitan dengan statistika tersebut. Adapun

sejumlah konsep dasar yang perlu dipahami tersebut

antara lain.

1. Data, adalah sekumpulan angka atau keterangan yang

tersusun dan didapatkan melalui pengukuran, hasil

perhitungan ataupun hasil kerja dari badan tertentu

(Sudjana, 2013).

2. Populasi, adalah kumpulan dari seluruh elemen

sejenis tetapi dapat dibedakan satu sama lain karena

karakteristiknya (Supranto, 2008). Perbedaan-

perbedaan itu disebabkan karena adanya nilai

karakteristik yang berlainan. Misalnya, seluruh

karyawan perusahaan merupakan suatu populasi. Disini,

elemennya berupa orang, yaitu karyawan perusahaan.

Walaupun jenisnya sama, namun karakteristiknya secara

keseluruhan akan berlainan, misalnya pendidikan, masa

kerja, jumlah anak, gaji pokok, dan lain sebagainya.

Ukuran populasi tersebut bisa berhingga (finite

population) ataupun yang tidak terhingga (infinite

population). Nilai sebenarnya dari suatu sifat populasi

ini disebut dengan parameter populasi, yang

dilambangkan dengan sejumlah huruf latin, seperti

μ,σ,π dan lain sebagainya.3. Sampel acak (random sample), adalah sampling yang

pemilihan elemen-elemen populasinya dilakukan secara

acak atau random (Supranto, 2008). Pemilihan

dilakukan dengan menggunakan lotere, undian atau

tabel bilangan acak (table of random number). Ukuran

sampel biasanya berhingga dan cukup kecil yang

bertujuan untuk mengurangi waktu pengumpulan data dan

biaya, namun lebih besar ukuran sampel akan menambah

tingkat akurasi dari estimasi parameter. Nilai dari

sampel disebut dengan “statistik” (statistic), yakni

suatu angka yang dihitung dari data sampel dan

digunakan untuk mengestimasi suatu parameter

populasi, yang biasanya tidak diketahui. Statistik

ini biasanya dilambangkan oleh suatu huruf romawi

seperti s, t, p, x. Sebagai contoh, misalnya untuk

contoh kependudukan maka sampel merupakan sebagian

dari penduduk kota yang diteliti.

4. Variabel, adalah karakteristik populasi yang

diamati. Dilambangkan dengan huruf kapital dan dapat

diklasifikasikan menjadi variabel diskret, dan

variabel kontinu. Variabel diskret, hanya dapat

mengasumsikan suatu nilai terbatas yang tentu.

Contohnya, sejumlah orang yang bekerja (misalkan X),

dapat merupakan suatu bilangan bulat (integer) 0, 1,

2, dan seterusnya. Variabel kontinu dapat mengasumsikan

suatu bilangan diantara dua batas (limit), ukuran

tinggi badan misalnya merupakan salh satu contoh

variabel kontinu. Kenyataan yang seringkali

menunjukkan bahwa variabel kontinu terlihat sebagai

variabel diskret, terjadi karena variabel tidak dukur

seakurat mungkin. Jika diakatakan bahwa tinggi badan

seseorang adalah 175 cm, ini bukanlah diskret, tetapi

kontinu. Karena sebenarnya 175 cm adalah 174,79.

Terdapat dua tahapan utama dalam statistika, yakni

statistika deskriptif (descriptive statistics), dan statistika

inferentif (inferential statistics). Statistika deskriptif,

menggambarkan dan menganalisis data dengan cara

menghitung/mengolah sekurang-kurangnya satu statistik

sampel, dengan cara menyusun sejumlah grafik dan tabel,

dan dengan cara membandingkan hasil yang diperoleh

dengan data lainnya. Setelah tahapan ini selesai, maka

statistika inferentif mengintepretasikan hasil tersebut

dengan menggunakan alat (tools) statistika, pengalaman,

pengetahuan umum (common sense), dan pemahaman umum dari

proses yang dipelajari.

2.2.2 Penyajian Data

Data yang telah dikumpulkan, baik berasal dari

populasi maupun smapel, untuk keperluan pelaporan dan

atau analisis selanjutnya, perlu diatur, disusun, dan

disajikan dalam bentuk yang jelas dan singkat sehingga

mempermudah pemahaman. Secara umum terdapat dua cara

penggambaran data yang seringkali digunakan dalam

statistika, yakni cara tabel dan grafik atau diagram.

Sebagai bahan rujukan lebih lanjut mengenai format

penyajian data statistika dapat dilihat pada Sudjana

(2013).

2.2.2.1 Tabel

Tabel merupakan bentuk penggambaran data dalam

bentuk baris dan kolom. Adapun bentuk tabel ini beragam

sesuai dengan kebutuhan yang ada.

2.2.2.2 Grafik/Diagram

Grafik atau diagram merupakan bentuk penyajian

data dalam bentuk gambar. Terdapat beberapa jenis

grafik atau diagram, yang dibedakan berdasarkan bentuk

visualnya. Diantara grafik tersebut antara lain diagram

batang, diagram garis, diagram pastel/lingkaran,

diagram pencar dan lain-lain.

2.2.2.3 Distribusi Frekuensi

Untuk dapat memahami data dengan mudah, harus

disajikan dalam bentuk yang ringkas dan jelas. Salah

satu cara untuk meringkas data adalah dengan distribusi

frekuensi. Distribusi frekuensi merupakan

pengelompokkan data ke dalam beberapa kelompok (kelas)

dan kemudian dihitung banyakanya data yang masuk

kedalam tiap kelas (Supranto, 2008). Distribusi

frekuensi atau yang disebut juga dengan histogram, bisa

digunakan untuk data yang dikelompokkan atau tidak.

Dara yang tidak dikelompokkan (ungrouped data) biasanya

digunakan untuk suatu variabe diskret. Nilai variabel

diletakkan pada sumbu absis (sumbu x) dan skala

frekuensi pada sumbu ordinat (sumbu y). Seringkali

distribusi frekuensi data tidak terkelompok, kurang

memberikan gambaran bagaimana data terdistribusi karena

perbedaan setiap nilai membuat frekuensi setiap data

sangat kecil. Untuk meningkatkan efesiensi dalam

mempelajari sejumlah variabel, data tersebut dapat

dikelompokkan menjadi sejumlah kelas (cells). Untuk

membuat daftar distribusi frekuensi dengan panjang

kelas yang sama, langkah pengerjaan yang harus

dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Mengurutkan data dari yang terkecil hingga yang

terbesar.

2. Menentukan rentang (R) kelas, dengan cara:

R = Xmaks - Xmin

..................................................

.............(2.1)

3. Menentukan banyak kelas interval yang diperlukan

Banyak Kelas = 1 + 3,3 log n

..........................................(2.2)

4. Menentukan panjang kelas interval (p) dengan cara:

5. Menentukan batas kelas, yakni setelah nilai

setengah unit pengukuran yang lebih akurat

daripada nilai yang diamati.

6. Menentukan nilai tengah setiap kelas dengan cara:

Nilai tengah = 12 (Batas atas kelas + Batas bawah kelas)

...........(2.3)

2.2.3 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data

Dalam tendesi pemusatan data akan dipelajari

mengenai rata-rata (mean), modus (mode) dan median

(median), selain itu akan dipelajari juga tentang

kuartil, desil dan persentil. Sedangkan dalam tendensi

penyebaram data (dispersion) akan dipelajari tentang

rentang (range), simpangan baku (standard deviation) dan

variansi (variance). Selain itu, pada tulisan ini hanya

akan dibahas mengenai ukuran pada data yang telah

dikelompokkan

2.2.3.1 Ukuran Pemusatan Data

Dalam bagian ini akan dipelajari mengenai

perhitungan rata-rata (mean), nilai tengah (median),

nilai terbanyak (modus) dan nilai perempat (quartile),

persepuluh (desil), perseratus (persentile).

Rata-rata

Rata-rata (mean/average/expected value) adalah nilai

yang mewakili himpunan atau sekelompok data (a set of

data) yang pada umumnya cenderung terletakdi tengah

suatu kelompok data yang telah disusun menurut besar

kecilnya niali (Supranto, 2008). Beberapa jenis rata-

rata yang sering digunakan ialah rata-rata hitung

(aritmetic mean), rata-rata ukur (geometric mean) dan rata-

rata harmonik (harmonic mean). Dalam tulisan ini, hanya

akan dibahas mengenai rata-rata hitung (seterusnya

sebut saja rata-rata) saja, sedangakn untuk jenis rata-

rata lain dapat dirujuk pada Sudjana (2013). Rata-rata

( X ) (baca: eks bar) untuk sampel, dan µ (baca: miu)

untuk rata-rata populasi. Jadi X adalah statistik

sedangkan µ adalah parameter untuk menyatakan rata-

rata.

.........................................

......................(2.4)

Dimana: Xi = Nilai tengah kelas

n = Banyak data

Dan bila memperhitungkan frekuensi setiap kelas

.........................................

...................... (2.6)

Dimana: Xi = Nilai tengah kelas

ƒi = Frekuensi kelas

Median

Kalau ada sekelompok nilai sebanyak n diurutkan

mulai dari yang terkecil X1 sampai dengan yang terbesar

Xn, maka nilaiyang ada ditengah disebut dengan median

(Me).

.................................

................................. (2.7)

Dimana:

Lo = Batas bawah dari kelas median dimana median

berada

n = Jumlah data

p = Panjang kelas interval

= Frekuensi kelas median

F = Jumlah frekuensi dengan tanda kelas lebih

kecil dari tanda kelas

Median

Modus

Modus (Mo) dari suatu kelompok nilai adalah nilai

kelompok yang memiliki frekuensi tertinggi. Atau nilai

yang paling banyak terjadi di dalam suatu kelompok

nilai. Nilai modus diperoleh dengan menggunakan

persamaan berikut.

..................................

........................... (2.8)

Dimana:

Lo = Batas bawah dari kelas modus

b1 = Selisih antara frekuensi kelas modus dengan

frekuensi tepat satu

kelas sebelum kelas modus

b2 = Selisih antara frekuensi kelas modus dengan

frekuensi tepat satu

kelas sesudah kelas modus

p = Panjang kelas interval

Kuartil, Desil dan Persentil

Bila median membagi data menjadi dua kelompok yang

sama, maka kuartil (Q) membagi data menjadi empat

bagian yang sama, desil (D) membagi menjadi sepuluh

bagian yang sama dan persentil (P) menjadi seratus

bagian yang sama. Bila data tersebut belum ikelompokkan

nilai kuartil, desil, dan persentil diperoleh dengan

menggunakan persamaan berikut.

..........................................

................................ (2.9)

Dengan catatan

Kuartil : L = 4 ; i= 1, 2, 3

dimana, n= 4

Desil : L = 10 ; i= 1, 2, 3, ..., 9

dimana, n= 10

Persentil: L = 100 ; i= 1, 2, 3, ..., 99

dimana, n= 100

Untuk data yang telah dikelompokkan ke dalam

distribusi frekuensi, ketiga pengukuran tersebut dapat

diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut ini.

- Kuartil

...............................

............... (2.10)

- Desil

..............................

................(2.11)

- Persentil

.............................

............... (2.12)

Dimana:

Lo = Batas bawah dari kelas kuartil, desil,

persentil

p = Panjang kelas interval

= Frekuensi kelas kuartil, desil, persentil

= Jumlah semua frekuensi kelas sebelum

kelas kuarti, desil dan persentil

2.2.3.2 Ukuran Penyebaran Data

Dalam bagian ukuran penyebaran data (dispersion)

akan dipelajari tiga ukuran, yakni nilai jarak (range),

nilai rata-rata simpangan (mean deviation), nilai

simpangan baku (standard deviation), bilangan baku

(standardized value) dan koefisien variasi (coefficient of

variation).

Nilai Jarak

Bila suatu kelompk nilai (data) telah disusun

menurut urtan yang terkecil (Xi) sampai dengan yang

terbesar (Xn), maka untuk menghitung nilaijarak (R)

dipergunakan persamaan 2.13, yaitu

R= Xmaks.- Xmin

.......................................................

................ (2.13)

Rata-rata Simpangan

Rata-rata simpangan (RS) adalah rata-rata dari nilai

absolut simpangan antara data (Xi) dengan nilai rata-

ratanya (x). Rata-rata simpangan ini selanjutnya dapat

dirumuskan sebagai berikut.

RS= 1/n x Σ I xi -

xI.....................................................

.................. (2.14)

Simpangan Baku

Simpangan baku merupakan salah satu ukuran dispersi

yang diperoleh dari akar kuadrat variansi. Sedangkan

variansi adalah rata-rata dari kuadrat simpangan baku

setiap pengamatan terhadap rata-ratanya (Supranto,

2008). Lambang yang digunakan untuk varians adalah “σ2”

(baca: sigma kuadrat) untuk populasi, dan “s2” untuk

sampel. Persamaan yang digunakan untuk mencari nilai s2

adalah sebagai berikut.

................................

...............................(2.15)

Dan bila memperhitungkan frekuensi setiap kelasnya

persamaan yang digunakan adalah

....................................

............................ (2.16)

Karena simpangan baku merupakan akar variansi,

maka

Atau,

....................................

............................. (2.17)

Dimana: S2 = Variansi

S = Simpangan Baku

Bilangan Baku

Misalkan terdapat suatu sampel berukuran n dengan

data x1, x2, x3, ..., xn sedangkan rata-ratanya = (x)

dan simpangan bakunya= s, maka nilai bilangan baku (Zi)

diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut ini.

..........................................

..............................................(2.18)

Dari nilai z ini kemudian dapat dihitung nilai

rata-rata dan simpangan baku yang baru, dan dari

perhitungan akan diperoleh jika rata-rata (xz) selalu

bernilai atau mendekati nilai nol (0). Sedangkan nilai

simpangan bakunya selalu bernilai atau mendekati nilai

satu (1).

Koefisien variansi

Simpangan baku mempunyai satuan yang sama dengan

satuan data aslinya, hal ini merupakan suatu kelemahan

bila ingin membandingkan dua kelompok data, misalnya

berat 100 ekor kuda dengan berat 100 ekor kelinci.

Walaupun nilai simpangan baku untuk berat kuda lebih

besar daripada simpangan baku kelinci, namun belum

tentu data berat kuda lebih heterogen (beragam) atau

lebih bervariasi daripada berat kelinci. Untuk itu,

dalam membandingkan dua kelompok data dipergunakan

koefisien variasi (kv), yang bebas dari satuan data

asli, untuk sampel nilai koefisien variasi diperoleh

dengan menggunakan persamaan.

.............................................

................................................ (2.19)

Jika ada dua kelompok data dengan kv1 dan kv2,

dimana kv1 > kv2, maka ini berarti kelompok pertama

lebih bervariasi atau lebih heteogen daripada kelompok

kedua.

2.2.4 Momen, Kemiringan dan Kurtosis

Apabila terdapat sekelompok data sebanyak n: x1,

x2, x3, ...., xn, maka yang disebut momen ke r (Mr)

dapat dirumuskan sebagai berikut.

.....................................

..................................... (2.20)

Dan bila memperhitungkan frekuensi setiap kelasnya,

persamaan tersebut dapat ditulis.

...................................

................................... (2.21)

Momen ketiga dan keempat, yaitu M3 dan M4 masing-

masing berguna untuk mengukur kemiringan (skewness) dan

keruncingan (kurtosis) dari suatu distribusi frekuensi.

2.2.4.1 Ukuran Kemiringan

Kemiringan data diukur pada suatu sumbu vertikal.

Dimana, kemiringan tersebut berhubungan dengan letak

dari rata-rata, median dan modus. Kemiringan data

tersebut dapat dikategorikan ke dalam tiga jenis bentuk

data.

1. Data simetris: rata-rata, median dan modus

terletak pada garis yang sama. (a3 = 0)

2. Data miring ke kanan: median terletak diantara

rata-rata dan modus, dengan letak modus di

sebelah kiri. (a3 > 3)

3. Data miring ke kiri: median terletak diantara

rata-rata dan modus, dengan modus di sebelah

kanan. (a3 < 3)

Secara diagramatis kemiringan dapat digambarkan

sebagai berikut.

Gambar 2. 1 Ukuran Kemiringan (di modifikasi dari Supranto, 2008)

Ukuran kemiringan (α3) dapat diperoleh dengan

menggunakan dua pendekatan pertama, pendekatan Pearson,

dan kedua pendekatan momen. Penedekatan pertama

diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut.

Kemiringan Pearson tipe pertama

......................................

.........................................(2.22)

Kemiringan Pearson tipe kedua,

.....................................

.......................................(2.23)

Sedangkan bila menggunakan pendekatan Momen,

kemiringan dapat ditulis,

α3 =

.......................................................

....................................(2.24)

2.2.4.2 Ukuran Keruncingan

Dilihat dari tingkat keruncingannya (α4) kurva

distribusi frekuensi dibagi menjadi 3, yaitu leptokurtis

(puncalk sangat runcing), platykurtis (puncak agak datar),

dan mesokurtis (puncak tidak begitu runcing). Secara

diagramatis ketiga jenis kurva dapat digambarkan

sebagai berikut.

Gambar 2. 2 Ukuran Keruncingan (di modifikasi dari Supranto, 2008)

Untuk memperoleh nilai α4 ini dapat dipergunakan

pendekatan momen yang dapat ditulis.

a4 =

.......................................................

.................................... (2.25)

2.3 Teori Peluang

Peluang (probability) dapat diartikan sebagai

kemungkinan terjadinya suatu kejadian sebagai hasil

percobaan statistika seperti itu dinilai dengan

menggunakan sekumpulan bilangan real dari 0 sampai 1

(Walpole dan Myers 1995). Untuk tiap titik pada ruang

sampel dikaitkan suatu peluang sedemikian rupa,

sehingga jumlah semua bobot sama dengan l. Bila kita

yakin bahwa suatu titik sampel tertentu kemungkinan

besar akan terjadi, maka bobotnya seharusnyalah dekat

dengan 1. Sebaliknya, bobot yang hampir nol diberikan

pada titik sampel yang kecil sekali kemungkinannya

terjadi. Dalam banyak percobaan, seperti pelantunan

suatu mata uang atau dadu, tiap titik sampel

berkemungkinan sama untuk muncul dan karenanya diberi

bobot yang sama pula. Titik di luar ruang sampel (yang

menggambarkan kejadian sederhana yang tak mungkin

terjadi) diberi bobot nol. Untuk menentukan peluang

suatu kejadian A, semua bobot titik sampel dalam A

dijumlahkan. Jumlah ini dinamakan peluang A dan

dinyatakan dengan P(A).

P (A )=nN ................................................

.......................................................

. (2-1)

Peluang ini dapat dinyatakan dalam bentuk desimal,

semisal 0.25. Selain itu peluang dapat juga dinyatakan

dalam bentuk persentase tertentu, semisal 65 % dan

sebagainya.

2.3.1 Teori Himpunan

Suatu himpunan (set) adalah sekumpulan dari

sejumlah objek tertentu, dimana objek-objek yang berada

dalam satu himpunan tersebut bisanya memiliki sejumlah

kesamaan tertentu. Sedangkan himpunan bagian (subset)

adalah kumpulan objek, yang merupakan bagian dari suatu

himpunan. Sebagai contoh misalnya himpunan A adalah

jumlah mahasiswa di seluruh kampus UNISBA, sedangakan

subset a misalnya jumlah mahasiswa di Fakultas Teknik

Industri UNISBA.

Semesta (universe) dilambangkan "S", atau himpunan

semesta adalah kumpulan dari seluruh objek yang

diteliti, jadi suatu himpunan merupakan subset bagi

suatu himpunan semesta. Suatu himpunan yang tidak

memiliki objek disebut himpunan kosong, dan

dilambangkan dengan huruf latin Ø (phi).

2.3.1.2 Diagram Venn dan Operasi Himpunan

Diagram Venn merupakan suatu diagram yang dapat

menjelaskan secara grafis dari sejumlah himpunan dan

bagaimana hubungan diantara himpunan-himpunan tersebut.

Terdapat tiga operasi himpunan yang berguna dalam

memahami teori peluang. Berikut ini dijelaskan mengenai

masing-masing operasi dan diagram venn yang

menggambarkannya.

Gambar Diagram Ven (a) Gabungan, (b) Irisan, (c) Komplemen

Gabungan (union) (gambar 2.1 a). Gabungan dari dua

himpunan merupakan suatu himpunan yang mengandung

seluruh elemen dari kedua himpunan, dan dilambangkan

dengan simbol "∪” Misalnya: A = {a,b,c} dan B = {b,d,f,g}

Maka : A ∪ B = {a,b,c,d,f,g}

Irisan (intersection) (gambar 2.1 b) . Irisan dari dua

himpunan adalah himpunan yang mengandung elemen yang

terdapat di kedua himpuan dan dilambangkan ∩,untuk.contoh diatas A ∩B = {c}

Komplemen (complement) (gambar 2.1 c). Komplemen

dari suatu himpunan merupakan himpunan yang memiliki

elemen diluar himpunan tersebut tapi masih merupakan

elemen himpunan semesta. Misalnya S = {a,b,..., j},

maka komplemen himpunan A adalah A’ = {e,f,g,h,i,j} dan

(A ∪B)' = {e,g,i,j}.2.3.1.3 Ruang Sampel dan Peluang Suatu Kejadian

Suatu daftar mengenai seluruh hasil yang mungkin

dari suatu percobaan, merupakan himpunan semesta, dan

disebut dengan ruang sampel (S). Anggota dari S ini

disebut dengan elemen, dan suatu subset dari S disebut

dengan kejadian (event). Suatu kejadian biasanya

merupakan perhatian utama, namun pemahaman mengenai

ruang sampel tetap saja diperlukan untuk mempelajari

kejadian lain pada ruang sampel yang sama.

2.3.1.4 Aksioma-aksioma Peluang

Suatu aksioma merupakan suatu pembuktian, yang

telah terbukti kebenarannya. Tiga aksioma dasar seluruh

perhitungan peluang dari suatu ruang sampel S dan dua

kejadian A dan B akan diperlihatkan berikut ini, P ()

dipergunakan untuk melambangkan peluang.

1. Bernilai Positif, setiap kejadian memiliki peluang

non negatif

P (A) ≥ 0

2. Kepastian, peluang dari ruang sampel adalah bernilai

1

P (S) = 1

3. Gabungan, peluang gabungan dari sejumlah kejadian

yang saling terpisah (mutually eclusive) adalah

penjumlahan dari peluang setiap kejadiannya

P (A∪B) = P (A) + P (B), Jika, A ∩ B = Ø2.3.1.5 Aturan Peluang

Terdapat sejumlah aturan peluang yang mungkin

dapat ditulis dan dibuktikan. Berikut ini dijelaskan

beberapa diantara aturan yang penting (Blank, 1986).

1. 0 ≤ P (A) ≤ 1

2. P (Ø) = 0

3. P (A) ≤ P (B), jika A merupakan subset dari B

4. P (A’) = 1 – P (A)

5. P (A∪B) = P (A) + P(B) – P (A ∩ B)Aturan terakhir akan berlaku jika himpunan A dan B

memiliki himpunan irisan. Namun bila A dan B tidak

memiliki himpunan irisan maka aturan yang berlaku

adalah seperti pada aksioma ketiga peluang.

2.3.1.6 Peluang Besyarat dan Kejadian Bebas

Peluang terjadinya suatu kejadian B bila diketahui

bahwa A telah terjadi disebut kejadian bersyarat

(conditional events) dan dinyatakan dengan P(B|A). Lambang

P(B|A) biasanya dibaca "peluang terjadi bila diketahui

A terjadi" atau lebih sederhana lagi" peluang B, bila A

diketahui. Secara matematis, persamaan yang dapat

digunakan untuk mencari P(B|A) adalah sebagai berikut.

P (B|A )=P(A∩B)P(A)

bilaP (A )>0 ...........................

............................ (2-2)

Berdasarkan persamaan 2.2 diatas dapat dibangun

suatu persamaan baru, yakni peluang irisan, dari dua

buah kejadian dimana kedua-duanya saling bergantung

(dependent). Persamaan P(A ∩ B) dapat ditulis sebagaiberikut.

Jadi peluang A dan B terjadi serentak sama dengan

peluang A terjadi dikalikan dengan peluang terjadinya B

bila A terjadi. Karena kejadian A ∩ B dan B ∩ A

ekivalen, maka berlaku

P(A∩B) = P(B∩A) = P(B)P(A|B)Dengan kata Iain, tidaklah menjadi soal kejadian

yang mana disebut A dan yang disebut B.

2.3.1.7 Variabel Acak

Variabel atau peubah acak merupakan suatu fungsi

yang mengaitkan suatu bilangan real pada setiap unsur

dalam mang sampel (Walpole, 1995). Contoh : Suatu

peubah acak biasanya dinotasikan dengan huruf besar

misalnya A,B,X,Y dan seterusnya sedangkan harganya

dengan huruf kecil misalnya a,b,x,y dst.

Bila x menyatakan kemungkinan jumlah anak laki

yang lahir bila pasangan suami istri merencanakan punya

2 anak sudah cukup maka nilai x yang mungkin dari

peubah acak X adalah pada Tabel

Contoh Variabel Acak

KejadianPP LP

PL LL

X0 1

1 2

2.3.1.8 Aturan Bayes

Teorema Bayes memainkan peranan yang penting dalam

penggunaan probabilitas bersyarat dan kejadian bebas.

Misalkan kejadian B1, B2, ......, Bk merupakan suatu

sekatan ruang sampel T dengan P(Bi) ≠+ 0 untuk i =

1,2,....,k. Misalkan A suatu sembarang dalam T dengan

P(A) ≠ 0. Maka:

P (Br|A )= P(Br∩A)

∑i=1

kP(Bi∩A)

=P (Br )P(A∨Br)

∑i=1

kP (Bi)P¿¿¿

....................

........................ (2-3)

untuk r = 1,2,..., k.

2.3.2 Permutasi dan Kombinasi

Bila kita mempunyai sebanyak n buah iłem, kemudian

n buah iłem tersebut akan disusun kedalam r cara,

dimana r < n, maka banyaknya cara yang dapat dilakukan

dapat ditentukan melalui dua cara:

1. Urutan penyusunan diperhatikan, yang dikenal dengan

model permutasi

2. Urutan penyusunan tidak diperhatikan, yang dikenal

dengan model kombinasi

Misalnya terdapat tiga buah bola, katakan bola A,

B, dan C. Tentukan banyak cara menyusun tiga bola

tersebut ke dalam dua posisi, baik menurut cara satu

ataupun cara dua

1. Bila menggunakan cara permutasi dimana urutan

diperhatikan, maka tiga bola tersebut dapat disusun

sebagai berikut: AB, AC, BC, BA, CA, CB. Atau

sebanyak 6 cara, perhatikan jika menggunakan cara

ini AB ≠ BA. Dengan menggunakan persamaan matematis

cara menyusun n item kedalam r cara dengan

memperhatikan urutan penyusunannya dapat ditulis

sebagai berikut :

nPr ¿n!

(n−r )!

....................................................

............................................ (2-4)

Dimana : nPr permutasi dari sebanyak n item yang

disusun ke dałam posisi sebanyak r posisi. Dimana n

≥ r.

2. Bila menggunakan cara kombinasi dimana urutan tidak

diperhatikan, maka tiga bola tersebut dapat disusun

sebagai berikut: AB, AC, BC. Atau sebanyak 3 cara,

perhatikan jika menggunakan cara ini AB = BA. Dengan

menggunakan persamaan matematis cara menyusun n item

kedalam r cara dengan memperhatikan urutan

penyusunannya dapat ditulis sebagai berikut

nCr ¿ n!r! (n−r)!

....................................................

.......................................... (2-5)

2.3.3 Distribusi Peluang

Distribusi peluang adalah tabel, gambar atau

persamaan yang menggambarkan atau mendeskripsikan

nilai-nilai yang mungkin dari peubah acak dan peluang

yang bersesuaiannya (Peubah Acak Diskret) atau

kepadatan (Peubah Acak Kontinu).

2.3.3.1 Distribusi Peluang Diskret

Himpunan pasangan terurut (x, f(x)) merupakan

suatu fungsi peluang, fungsi massa peluang atau

distribusi peluang peubah acak diskret X, untuk setiap

kemungkinan hasil x (Walpole/Myers, 1995).

1. f(x)>0

2. ∑x=a

bf (x)=1

3. P (X=x) = f(x)

2.3.3.2 Distribusi Hipergeometrik

Dipergunakan untuk memecahkan masalah penarikan

sampel tanpa pengembalian

Ada n benda

k benda diberi nama sukses

Sisanya n-k benda gagal. Dicari peluang memilih x

sukses dari sebanyak k yang tersedia , bila sampel

acak ukuran n diambil dari N benda.

Sifat percobaan hipergeometrik

Sampel acak ukuran n diambil dari N benda

Sebanyak k benda dapat diberi nama sukses sedangkan

sisanya N-k, diberi nama gagal

Asumsi yang diperhatikan dalam distribusi

hipergeometrik adalah sebagai berikut:

1. Terdapat n kali percobaan dalam suatu sampel dari

suatu populasi terbatas berukuran N

2. Hanya terdapat dua hasil sukses atau gagal

3. Jumlah sukses populasi diketahui

Parameter dari distribusi ini terdiri dari tiga

parameter, yaitu .

• N (ukuran populasi),

• D (jumlah kejadian sukses), dan

• n (ukuran sampel).

Secara matematis peluang ditemukannya x (sukses)

dalam sampel berukuran n yang diambil dari populasi

berukuran N, dengan D (sukses), dimana nilai D

diketahui dapat ditulis sebagai berikut.

h (x;N,n,D)=[Dx][N−D

n−x][Nn]

..............................

....................................... (2-6)

Sedangkan nilai rata-rata dan standar deviasi dari

distribusi ini dapat dicari dengan menggunakan

persamaan berikut

μ=nDN ............................................

......................................................

(2-7)

σ2=N−nN−1

nDN (1−

DN ) ..................................

........................................ (2-8)

2.3.3.3 Distribusi Binomial

Dalam distribusi hipergeometrik ukuran populasi

dan jumlah kejadian sukses dalam populasi tersebut

diketahui, namun bagaimana menghitung nilai peluang

ditemukannya x sukses dalam suatu sampel berukuran n,

dimana ukuran populasinya jauh lebih besar dinadingkan

nilai n dan kejadian sukses dalarn populasi tersebut

tidak ketahui. Untuk menjawabnya kita dapat menggunakan

pendekatan distribusi binomial, dengan asumsi sebagai

berikut.

1. Terdapat n kali percobaan Bernauli

2. Hanya terdapat dua hasil yang mungkin dalarn

setiap kali percobaan

3. Peluang setiap kejadian adalah konstan, dalam

setiap kali percobaan

Parameter dari distribusi ini terdiri dari dua

jenis parameter, yakni n (ukuran sampel), p (proporsi

atau peluang kejadian sukses), dan q (proporsi atau

peluang gagal; q=l-p). Peluang terjadinya kejadian

sukses sebanyak x kali, pada sampel berukuran n, dengan

peluang kejadian sukses sebesar p, dapat dicari

menggunakan persamaan matematis berikut ini.

b (x;n,p )=[nx]pxqn−x ................................

...................................... (2-9)

Sedangkan nilai rata-rata dan standar deviasi dari

distribusi ini dapat dicari

dengan menggunakan persamaan berikut

μ=E (X )=np ........................................

.......................................... (2-10)

σ2=V (X )=npq ......................................

........................................ (2-11)

2.3.3.4 Distribusi Poison

Suatu percobaan Poisson mendapat namanya dari

proses Poisson dan memiliki sifat berikut

1. Banyaknya hasil yang terjadi dalam suatu selang

waktu atau daerah tertentu tidak terpengaruh oleh

(bebas dari) apa yang terjadi pada selang waktu atau

daerah lain yang terpisah. Dalam hubungan ini proses

Poisson dikatakan tak punya ingatan.

2. Peluang terjadinya suatu hasil (tunggal) dalam

selang waktu yang amat pendek atau daerah yang tidak

tergantung pada banyaknya hasil yang terjadi di luar

selang waktu atau daerah tersebut.

3. Peluang terjadinya lebih dari satu hasil dalam

selang waktu yang pendek atau daerah yang sempit

tersebut dapat di abaikan.

Banyaknya hasil X dalam suatu percobaan Poisson

disebut suatu peubah acak Poisson dan distribusi

peluangnya disebut distribusi Poisson. Rataan banyaknya

hasil dihitung dari μ=¿ λ t, bila t menyatakan 'waktu'

atau 'daerah' khas yang menjadi perhatian. Karena

peluangnya tergantung pada λ , laju terjadinya hasil

akan kita nyatakan dengan lambang p(x; λ t).

Poison terjadi dengan asumsi sebagai berikut.

1. Terdapat n kali percobaan bebas

2. Hanya terdapat satu kejadian yang diamati

3. Peluang yang konstan dalam setiap kali percobaan

4. Peluang terjadinya lebih dari satu kejadian teramati

dalam setiap percobaan dapat diabaikan.

Sifat percobaan Poison:

1. Banyaknya sukses terjadi dalam suatu selang waktu

atau daerah tertentu tidak terpengaruh oleh apa yang

terjadi pada selang waktu atau daerah lain yang

dipilih (bebas).

2. Peluang terjadinya suatu sukses (tunggal) dalam

selang waktu yang amat pendek atau dalam daerah yang

kecil sebanding dengan panjang selang waktu atau

besarnya daerah dan tidak tergantung pada banyaknya

sukses yang terjadi di luar selang waktu atau daerah

tersebut.

3. Peluang terjadinya lebih dari satu sukses dalam

selang waktu yang pendek atau daerah yang sempit

tersebut dapat diabaikan.

Parameter dari distribusi ini terdiri dari satu

jenis parameter, yakni λ (rata-rata). Secara matematis

peluang ditemukannya kejadian khusus sebanyak x kali,

dengan rata-rata terjadinya kejadian dalam unit yang

diamati, adalah konstan sebesar λ dapat ditulis.

P (X )=P (X=x )=e−¿❑x

x!¿ .................................

..................... (2-12)

dengan x 0, 1, 2, 3, ...., sedangkan e = sebuah

bilangan konstan yang jika dihitung hingga 4 desimal e

= 2,7183 dan λ (baca : lambda) = sebuah bilangan

tetap.

Sedangkan nilai rata-rata dan standar deviasi dari

distribusi ini dapat dicari dengan menggunakan

persamaan berikut

μ=¿ ..............................................

.......................................................

. (2-13)

σ=√❑ ............................................

.................................................. (2-

14)

2.3.3.5 Distribusi Peluang Kontinu

Ada banyak jenis distribusi peluang variable random

kontinu yang dikenal dalam ilmu probabilitas, seperti:

Distribusi normal,

Chi-kuadrat

Distribusi F

Distribusi t dll.

Distribusi frekuensi normal merupakan distribusi

yang paling sering digunakan dalam statistik.

Suatu peubah acak kontiniu mempunyai peluang nol

pada setiap titik x. Karena itu, distribusi peluangnya

tak mungkin disajikan dalam bentuk tabel. Kendati

distribusi peluang peubah acak kontinu tidak dapat

disajikan dalam bentuk tabel, mungkin dapat disajikan

dalam bentuk rumus. Rumus seperti itü tentunya

merupakan fungsi dari nilai yang berbentuk bilangan

(numerik) dari peubah kontinu X dan karena itu akan

dinyatakan dengan lambang fungsi f(x). Fungsi f(x)

adalah fungsi padat peluang peubah acak kontiniu X,

yang didefiniskan di atas himpunan semua bilangan real

R, bila :

1. f(X) ≥ 0 untuk semua x ∈ R.

2. ∫−∞

f (x)dx=1

3. P (a<X<b )=∫a

b

f (x )dx

2.3.3.6 Distribusi Normal

Distribusi nomal merupakan distribusi peluang

kontinu yang terpenting dalam seluruh bidang statistika

(Walpole dan Myers, 1995). Kurva normal standar adalah

kurva nomal yang sudah diubah menjadi distribusi nilai

Z, dimana distribusi tersebut akan mempunyai μ=0 dan

standar deviasi σ=1. Variabel normal standar Z adalah

Z=NilaivariabelrandomRata−ratavariabelrandom

Standardeviasivariabelrandom

Atau : z=(x−μ)/σKurva distribusi normal kontinu dibuat sedemikian

rupa sehingga luas daerah di bawah kurva itu yang

dibatasi oleh x = x1 dan x = x2 sama dengan peluang

bahwa variabel acak x mengambil nilai antara x = x1 dan

x = x2. Jadi kurva normal daerah P(x1<x<x2) dinyatakan

oleh daerah yang diarsir. Untuk mengetahui berbagai

luas di bawah kurva normal standar maka digunakan Tabel

Luas Kurva Nomıal Standar.

Ciri-ciri distribusi normal :

1. Kurvanya membentuk garis lengkung yang halus.

2. Simetris terhadap rata-rata μ.3. Kedua ujungnya (ekor) semakin mendekati sumbu x

tetapi tidak pernah memotong.

4. Jarak titik belok kurva tersebut dengan sumbu

simetrisnya sama dengan σ.5. Luas daerah di bawah lengkungan kurva normal dari

-∞ sampai +∞ sama dengan 1 atau 100%.Distribusi ini memiliki dua parameter, yakni nilai

rata-rata (μ) untuk parameter lokasi, dan standar

deviasi (σ) untuk parameter skala. Untuk menghitungluas daerah dibawah kurva normal, dapat digunakan

persamaan matematis berikut ini.

P (xi<X<x2 )=∫x1

x2n (x;μ,σ )dx ...........................

....................... (2-15)

¿1

√2πσ∫x1

x2

e−(

12

) [x−μ¿¿σ ]2

dx ...............................

............................... (2-16)

Perhitungan luas daerah dengan menggunakan

persamaan diatas, dirasa cukup menyulitkan, oleh karena

itu nilai dari setiap variabel acak, dapat

ditransfonnasikan kedalam bentuk bilangan baku (Z).

Variabel Z diperoleh dengan menggunakan persamaan

berikut ini.

Z=X−μσ ..........................................

....................................................

(2-17)

Dengan menggunakan nilai bilangan baku diatas maka

persamaan luas daerah kurva normal selanjutnya dapat

ditulis sebagai berikut.

P (x1<X<x2 )= 1√2πσ

∫x1

x2

e−(

12

)[x−μ¿¿σ ]2

dx

= 1√2π

∫e−z2/2dz=∫z1

z2

n (z;0,1 )dz

=

P(Z1<Z<Z2) ............................................

....................... (2-18)

Walaupun dengan menggunakan nilai bilangan baku,

proses perhitungan menjadi lebih mudah, namun

penggunaan integral, dirasa masih menyulitkan bagi

sebagian orang dalam menghitung daerah normal, untuk

mempermudahnya nilai peluang ini dapat dilihat pada

tabel normal, atau dengan menggunakan bantuan perangkat

lunak.

2.3.3.7 Distribusi X2

Distribusi X2 (baca: Chi Square) biasanya

digunakan dalam pengujian hipotesis statistika, dan

sejak pengujian menjadi hal yang utama dalam aplikasi

statistika keteknikan, pemahaman Distribusi X2 ini

menjadi suatu hal yang penting.

Distribusi ini memiliki satu buah parameter bentuk

(shape), yakni parameter derajat kebebasan (v : baca

nu), derajat kebebasan ini merupakan suatu parameter

yang digunakan pada sejumlah distribusi kontinu, nilai

v adalah hasil pengurangan antara ukuran sampel n

dengan jumlah parameter populasi k. Secara matematis v

dapat ditulis.

v = n – 1

.......................................................

....................................... (2-19)

Untuk menentukan luas daerah dibawah kurvanya

dapat digunakan persamaan fungsi kepadatan sebagai

berikut.

f (x )={ 1

2v2 (v2

)

xv

2−1e−x /2} ...............................

................................ (2-20)

Sama halnya dengan pdf normal, perhitungan diatas

akan cukup menyulitkan, karenanya untuk menentukan luas

kurva ini dapat juga dilakukan dengan menggunakan

bantuan tabel, atau perangkat lunak komputer. Sementara

untuk menghitung nilai rataan dan variansinya dapat

dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut.

μ=vdanσ2=2v ........................................................................... (2-21)

2.3.3.8 Distribusi-t

Jika ukuran sampel kecil (n < 30), nilai dari S2

berfluktuasi clari satu sampel ke sampel yang Iain dan

distribusi dari variabel random tidak lagi merupakan

distribusi normal standar. Bila x dan s2 masing-masing

adalah nilai tengah dan ragam suatu contoh acak

berukuran n yang diambil dan suatu populasi normal

dengan nilai tengah μdan ragam σ2, merupakan sebuah

mlai peubah acak T yang mempunyai distribusi t dengan v

= (n — 1) derajat bebas.

Misalkan Z peubah acak normal baku dan V peubah

acak Chi square dengan derajat kebebasan v. Bila Z dan

V bebas, maka distribusi peubah acak T, bila

T= z√V /v ..........................................

................................................... (2-

22)

Diberikan oleh

h (t )=¿

Γ[ (v+1)/2 ]

Γ(v /2)√πv (1+t2v )

−(v+1)/2

....................................................

(2-23)

Ini dikenal dengan nama distribusi-t dengan derajat

kebebasan v.

Ciri khusus dari distribusi ini adalah bahwa

distribusi t tergantung pada suatu parameter yang

disebut derajat kebebasan (degrees offreedom). Jika

derajat bebas meningkat maka perbedaan distribusi t

dengan distribusi normal baku semakin kecil.

Dalam menurunkan distribusi t, akan kita misalkan

bahwa sampel acaknya berasal dari populasi normal. Maka

:

t=x−μσ /√n ..........................................

....................................................

(2-24)

2.3.3.9 Distribusi-F

Distribusi yang tergantung pada dua buah derajat

kebebasan. Salah satu distribusi yang terpenting dalam

statistika terapan ialah ditsribusi-F, yang

didefinisikan sebagai rasio dari dua variabel

independen chi-square random yang masing-masing dibagi

dengan derajat kebebasannya. Sehingga, dapat ditulis :

F=U /v1

V /v2 ...........................................

................................................... (2-

25)

U dan V menyatakan dua peubah acak bebas yang masing-

masing berdistribusi chi square dengan derajat

kebebasan v1dan v2. Maka distribusi peubah acak F=U /v1

V /v2

, diberikan oleh

h (f )=¿

{ Γ[ (v1+v2 )/2 ](v1/v2 )

v1 /2fv1 /2−1

Γ(v1 ¿2)Γ(v2 ¿2)(1+v1f /v2)( v1+v2 )/2

0 }, 0 < f < ∞ untuk

nilai lainnya

Perhitungan diatas akan cukup menyulitkan.

Sehingga, untuk menentukan luas kurva ini dapat juga

dilakukan dengan menggunakan bantuan tabel, atau

perangkat lunak komputer.

2.4 Pendahuluan

Pada modul sebelumnya pembahasan ditekankan pada

sifat-sifat sampel dari rataan sampel dan variansi

sampel. Tujuannya ialah untuk meletakkan dasar agar

memungkinkan para statistikawan menarik kesimpulan

tentang parameter-populasi dari data percobaan. Sebagai

contoh, Teorema Limit Pusat memberi informasi tentang

distribusi dari rataan sampel X. Distribusinya

mengandung rataan populasi. Jadi setiap kesimpulan yang

ditarik mengenai dari suatu rata-rata sampel yang

diamati haruslah tergantung pada pengetahuan tentang

distribusi sampel ini. Di modul ini kita mulai secara

resmi membahas garis besar dari tujuan inferensi

statistik, kemudian diikuti dengan membahas

permasalahan penaksiran parameter populasi.

2.4.1 Inferensia Statistik

Teori inferensi statistik terdiri atas metode

untuk menarik inferensi atau proses pcngambilan

kesimpulan tentang parameter populasi berdasarkan

analisa pada sampel. Proses ini menggunakan sampel

statistik untuk menduga atau menaksir hubungan

parameter populasi yang tidak di ketahui. Kecenderungan

yang sekarang adalah membedakan metode klasik dan

metode Bayes dalam menaksir parameter populasi. Dalam

metode klasik, inferensi didasarkan scpenuhnya pada

informasi yang diperoleh melalui sampel acak yang

diambil dari populasi. Metode Bayes menggunakan

pengetahuan subjektif sebelumnya mengenai distribusi

peluang parameter yang tak diketahui bersama dengan

informasi yang diberikan oleh data sampel.

Inferensi statistik dapat dibagi dalam dua bagian

besar: penaksiran dan pengujian hipotesis. Untuk

membedakan kedua bagian ini dengan jelas, pandanglah

contoh berikut. Seorang pedagang yang akan memasarkan

produksi barunya ingin menaksir proporsi sesungguhnya

calon pembeli dengan menanyakan pendapat pada sampel

acak ukuran 100 dari calon pembeli. Proporsi calon

pernbeli yang mau membeli barangnya dalam sampel dapat

digunakan sebagai taksiran proporsi calon pembeli

sesungguhnya dalam populasi. Pengetahuan tentang

distribusi sampel proporsi memungkinkan kita menentukan

derajat ketepatan taksiran tersebut. Masalah ini masuk

bagian penaksiran.

Sekarang pandanglah kasus seorang ibu yang ingin

menentukan apakah sabun cuci Rinso mencuci lebih unggul

daripada B29. Dia mungkin menghipotesiskan bahwa Rinso

lebih baik daripada B29, dan setelah mengadakan

pengujian secukupnya, si ibu menerima atau menolak

hipotesis. Dalam contoh ini parameter tidak ditaksir,

tapi sebagai gantinya kita ingin mendapat keputusan

yang benar mengenai hipotesis yang ditetapkan

sebelumnya. Untuk itu kita juga menggunakan teori

sampel untuk mendapatkan suatu ukuran ketepatan

keputusan yang diambil.

2.4.2 Penentuan Ukuran Sampel dan Teori Penaksiran

Statistika berusaha untuk menyimpulkan populasi,

untuk itu perilaku dari populasi ini dipelajari

berdasarkan data yang diambil baik secara sensus maupun

sampling. Dalam kenyataannya, mengingat sejumlah

faktor, penarikan kesimpulan perilaku suatu populasi

berdasar suatu sampel yang dianggap representatif

menjadi alternatif yang kerap dipilih. Perilaku

populasi yang akan ditinjau disini hanyalah mengenai

parameter populasi, dan sampel yang akan digunakan

merupakan suatu sampel acak, dari nilai statistik

sampel ini kemudian akan disimpulkan bagaimana perilaku

dari parameter.

2.4.2.1 Tingkat Kepercayaan dan Ketelitian

Istilah kepercayaan (confìdence) dan ketelitian atau

keberartiaan (significance), merupakan istilah yang akan

sering ditemukan dalam bahasan statistika induktif

(inference statistics). Tingkat kepercayaan menyangkut

tingkat keyakinan (faith) terhadap kesimpulan yang

bersifat statistika, sedangkan tingkat ketelitian

menyangkut pada tingkat kecurigaan atau

ketidakpercayaan (mistrust) terhadap hal yang sama.

Tingkat kepercayaan dapat didefinisikan sebagai derajat

(degree) jaminan (assurance) bahwa suatu pernyataan

statistika yang khusus, adalah benar dalam suatu

kondisi tertentu. Sedangkan tingkat keyakinan adalah

derajat ketidakpastian mengenai suatu pernyataan

statistika dalam kondisi yang sama untuk menentukan

tingkat kepercayaan. (Walpole,E., 1995).

Tingkat ketelitian dilambangkan dengan α (0 ≤ α ≤

l) dan tingkat kepercayaan dengan 1 - α. Secara

matematis dapat ditulis, jika

Tingkat kepercayaan + Tingkat ketelitian = 1

(1−α )+α=1..........................................

........................................ (2-1)

Jika ketelitian α = 0.05, kepercayaan adalah 1 -

0.05 = 0.95. Jika dalam bentuk persentase kepercayaan

adalah 100 (l - α) = 95%. Dalam kasus ini kesimpulan

atau pernyataan diharapkan akan keliru tidak lebih lima

kali dalam seratus percobaan.

Secara grafis ketelitian dapat ditunjukan dua

jenis ketelitian, yakni ketelitian satu arah (one tail)

dan ketelitian dua arah (two tail). Ketelitian satu arah,

menempatkan daerah α dalam satu arah, baik daerah lebih

rendah (lower) atau lebih tinggi (upper), dan sisanya

mempakan kepercayaan 1 - α. Sedangkan pada dua arah

menempatkan α/2 pada masing-masing arah, dan

kepercayaan 1 – α diantara kedua daerah tersebut.

2.4.2.2 Penentuan Ukuran Sampel

Ketika parameter populasi di taksir (estimated),

suatu sampel berukuran n harus dihitung, dan bukannya

ditebak sehingga nilai parameter yang ditaksir akan

lebih akurat. Akurasi secara statistika memiliki dua

aspek:

Tingkat kepercayaan 1 – α.

Persyaratan kecermatan (precision) h. Jumlah

simpangan dari nilai sesungguhnya yang dinyatakan dalam

bentuk unit nyata atau dalam bentuk persentase.

Pernyataan akurasi itu misalnya "saya ingin 98%

percaya jika taksiran µ tidak melebihi 10 inc dari

panjang sesungguhnya" atau "saya ingin 98% percaya jika

taksiran µ tidak melebihi 5% dari panjang

sesungguhnya". Pernyataan pertama di nyatakan dalam

suatu unit nyata (10 inc) sedangkan pernyataan kedua

dinyatakan dalam bentuk persentase (5%). Dalil limit

pusat untuk rata-rata sampel dan distribusi normal

baku.

z=x−μσ ............................................

.....................................................

(2-2)

Digunakan untuk menghitung ukuran sampel yang

diperlukan. Variabel z pada persamaan 2.2 merupakan

distribusi normal baku untuk ketelitian dua arah. Nilai

h = x - µ merupakan persyaratan kecermatan dalam unit

nyata, dan σp adalah simpangan baku dari parameter yang

ditaksir. Dengan mensubsitusikan h untuk x - µ dan

simpangan baku dari rata-rata σX untuk σp.

g=

zαzσ

√n.............................................

................................................. (2-3)

maka,

n=( zα

zσg )

2

...........................................

............................................. (2-4)

Taksiran σ diperoleh dari data masa lalu atau dari

percobaan suatu sampel kecil. Ukuran sampel yang

melampaui n akan lebih memberikan kepercayaan dan

kecermatan. Dengan menggunakan persamaan binomial nilai

n dapat juga diperoleh dengan menggunakan persamaan

berikut.

n=z2p(1−p)

h2 ........................................

................................................. (2-5)

Disamping menggunakan pendekatan diatas penentuan

ukuran sampel juga dapat ditentukan menurut cara atau

metode pengambilan sampel, untuk keperluan tersebut

dapat dilihat lebih lanjut pada bahasan teori sampling

di sejumlah referensi.

2.4.3 Penaksiran Titik dan Penaksiran Selang

Taksiran titik (point estimate) adalah suatu nilai

tunggal yang diambil dari suatu sampel untuk menaksir

suatu parameter populasi. Misal X= 12.5 kg, mempakantaksiran titik untuk rata-rata populasi µ. Pada

taksiran ini tidak terdapat kaitan dengan peluang,

sehingga akurasinya tidak dapat diketahui.

Statistik yang digunakan untuk mendapatkan

taksiran titik disebut penaksir atau fungsi keputusan.

Jadi fungsi keputusan S2, yang merupakan fungsi peubah

acak, ialah suatu penaksir σ2 dan taksiran S2 ialah

'tindakan' yang diambil. Sampel yang berlainan umumya

akan menghasilkan tindakan atau taksiran yang berlainan

pula.

Taksiran selang (interval estimate) merupakan suatu

pernyataan peluang yang menyatakan jika suatu parameter

populasi berada diantara dua nilai yang dihitung.

Misalnya kita percaya 95% jika µ berada diantara 1.75

dan 2.38 kg atau dapat ditulis P (1.75 ≤ µ ≤ 2.38).

Kasus ini adalah contoh dari penaksiran dua arah,

dengan kepercayaan sebesar 95%. Secara umum penaksiran

selang dua arah dengan suatu tingkat kepercayaan 1 - α.

P (Batas bawah ≤ Parameter ≤ Batas atas) = 1 – α

............................... (2-6)

Penaksiran ini dapat juga dilakukan pada satu

arah, baik lebih besar, maupun lebih kecil. Penaksiran

satu arah tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut

P (Batas bawah ≤ Parameter) = 1 – α

.................................................. (2-

7)

P (Parameter ≤ Batas atas) = 1 – α

.................................................. (2-

8)

Makin lebar selang kepercayaan makin yakin pula

kita bahwa selang tersebut mengandung parameter yang

tidak diketahui (Walpole,E.,1986,hal 208). Sehingga

lebih baik percaya 95% bahwa rata-rata umur suatu

transitor televisi antara 6 sampai 7 tahun daripada

percaya 99% bahwa umur antara 3 sampai 10 tahun.

Idealnya, lebih disenangi selang pendek dengan derajat

kepercayaan yang tinggi. Kadang-kadang, pembatasan

dalam ukuran sampel tidak memungkinkan mendapat selang

yang sempit tanpa mengorbankan sedikit derajat

kepercayaan.

2.4.3.1 Penaksiran Selang Untuk Rataan Populasi

Untuk dapat menaksir suatu rata-rata populasi

dapat dilakukan terhadap dua kondisi. Kondisi pertama

bila nilai µ dan σ diketahui, sedangkan pada kondisi

kedua nilai µ dan σ tidak diketahui. Menurut Walpole

(1995) kondisi pertama dapat terjadi karena, kedua

nilai dapat diganti dengan nilai asalkan ukuran

sampelnya ≥ 30. Untuk kondisi ini digunakan pendekatan

distribusi normal, sehingga diperoleh taksiran selang

untuk rata-rata sebagai berikut

P(−zα /2<Z<zα /2) = 1 – α

.......................................................

....... (2-9)

Dimana nilai Zhitung dituliskan sebagai berikut :

x−μσ /√n..............................................

.......................................................

(2-10)

Sehingga didapat sebagai berikut:

P [−zα /2<x−μσ /√n

<zα /2] = 1 – α

.......................................................

(2-11)

Selang kepercayaan untuk µ ; σ diketahui bila Xrataan sampel acak berukuran n dari suatu populasi

dengan variansi σ2 yang diketahui, maka selang

kepercayaan (1 - α) 100% untuk µ ialah

X−zα /2σ√n

<μ<X+zα /2σ√n...............................

......................... (2-12)

Untuk menaksir µ dengan derajat ketepatan yang

lebih tinggi diperlukan selang yang lebih besar

(Walpole,E., 1995,).

Untuk kondisi kedua dimana nilai σ tidak

diketahui, yang berarti ukuran sampel < 30, maka

taksiran dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan

distribusi t, sehingga diperoleh persamaan taksiran

selang terhadap rataan, sebagai berikut

P(−tα /2<T<tα/2) = 1 – α

.......................................................

..... (2-13)

Dimana Thitung dituliskan sebagai berikut :

x−μs/√n..............................................

.......................................................

(2-14)

Sehingga didapat persarnaan sebagai berikut:

P [−tα /2<x−μs/√n

<tα /2] = 1 – α

.......................................................

. (2-15)

Dengan mengalikan tiap suku dalam persamaan dengan

S/√n, lalu dikurangi dengan X, dan kemudian dikalikan

dengan - 1, maka akan diperoleh persamaan taksiran

selang terhadap rataan sebagai berikut

X−tα /2S√n

<μ<X+tα /2S√n...............................

........................ (2-16)

2.4.3.2 Selisih rata-rata dua populasi

Selain terhadap kedua kondisi diatas penaksiran

selang terhadap rataan dapat juga dilakukan terhadap

rataan dengan kondisi sebagai berikut

Selang kepercayaan untuk menaksir selisih dua rataan

dimana nilai σ12dan σ2

2diketahui

(X1−X2 )−Zα /2√ σ12

n1+σ22

n2<μ1−μ2<(X1−X2 )+Zα /2√ σ12

n1+σ22

n2..... (2-17)

Bila ukuran sampel kecil, maka distribusi t harus

digunakan kembali untuk mencari selang kepercayaan

yang akan berlaku bila distribusi populasinya hampir

normal

Selang kepercayaan untuk menaksir selisih dua rataan

dimana nilai σ12 =σ2

2tidak diketahui

(X1−X2)−ts /2sp√ 1n1

+1n2

<μ1−μ2<(X1−X2 )+ts /2sp√ 1n1

+1n2

.. (2-18)

Selang kepercayaan untuk menaksir selisih dua rataan

dimana nilai σ12 ≠σ2

2tidak diketahui dan merniliki

ukuran sampel yang kecil (<30)

(X1−X2 )−tα /2√ s12

n1+s22

n2<μ1−μ2<(X1−X2 )+tα /2√ s12

n1+s22

n2....... (2-

19)

Bila tα/2 nilai distribusi-t dengan derajat kebebasan

v=( s1

2

n1+s22

n2)2

[( s12n1 )2

/(n1−1)]+[( s22n2 )2

/(n2−1)]2.4.4 Penaksiran Selang Untuk Proporsi Populasi

Penaksiran titik untuk proporsi p dalam suatu

percobaan binomial diberikan oleh statistik p = x/n

dengan x menyatakan banyaknya yang berhasil dalam n

usaha. Jadi, proporsi sampel p= x/n akan digunakansebagai taksiran titik untuk parameter p.

P(−zα /2<Z<zα /2) = 1 –

α.................................................

........... (2-20)

Dengan Z dituliskan sebagai berikut: p−p

√Pq /n, sehingga

didapat persamaan:

P(−zα /2<p−p

√Pq/n<zα /2) = 1 –

α.................................................

.... (2-21)

Dengan mengalikan tiap suku dalam persamaan dengan

√ p q /n, lalu dikurangi dengan p (proporsi yang berhasildalam sampel acak ukuran n) dan kemudian dikalikan

dengan - 1, maka akan diperoleh persamaan taksiran

selang terhadap proporsi dari suatu populasi adalah

sebagai berikut

P(p−zα /2√pqn <P<p+zα /2√pqn ) = 1 – α

................................. (2-22)

Dimana p = x/n dan q didapat dari q=1−p. Dengandemikian persamaan taksiran selang terhadap proporsi

dari suatu populasi dapat dituliskan sebagai berikut.

p−zα/2√ pqn <P<p+zα /2√ p qn .............................

......................... (2-23)

2.4.4.1 Menaksir selisih dua proporsi

Pandangan persoalan menaksir selisih dua parameter

binomial Pı dan P2. Penaksiran titik untuk selisih dua

proporsi Pı - P2, adalah statistic p1−p2. Jadi, selisih

kedua proporsi sampel, p1−p2, akan digunakan sebagai

taksiran titik untuk Pı - P2. Sedangkan untuk menaksir

selisih dari dua proporsi dapat dilakukan dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut.

(p1−p2 )−zα /2√ p1q1

n1+p2q2

n2<Pı−P2<(p1−p2)+zα /2√ p1q1

n1+p2q2

n2

(2-24)

2.4.4.2 Penaksiran Selang Untuk Variansi

Untuk menaksir nilai variansi populasi dapat

digunakan pendekatan distribusi dengan persamaan selang

kepercayaan sebagai berikut.

P (X1−α/22 <X2<Xα /2

2 ) = 1 – α

.......................................................

(2-25)

Dimana X2 dituliskan :

(n−1)S2σ2 ...........................................

......................................................

(2-26)

Sehinga didapat :

P(X1−α/22 <

(n−1)S2

σ2 <Xα /22 ) = 1 – α

............................................... (2-27)

Bagilah setiap suku dengan persamaan (n−1)S2, dankemudian balikkan setiap suku, maka persamaan taksiran

selang untuk variansi dari suatu populasi dapat

dituliskan sebagai berikut.

(n−1)S2Xα /22 <σ2<

(n−1)S2

X1−α /22 ................................

....................................... (2-28)

2.4.5 Pengujian Hipotesis

Benar atau salahnya suatu hipotesis tidak akan

pemah diketahui dengan pasti, kecuali bila kita

memeriksa seluruh populasi. Tentu saja, dalam

kebanyakan situasi hal itu tidak mungkin dilakukan.

Oleh karena itu, kita dapat mengambil suatu contoh acak

dari populasi tersebut dan menggunakan informasi yang

dikandung contoh itu untuk memutuskan apakah hipotesis

tersebut kemungkinan besar benar atau salah. Bukti,

dari contoh, yang tidak konsisten dengan hipotesis yang

dinyatakan tentu saja membawa kita pada penolakan

hipotesis tersebut, sedangkan bukti yang mendukung

hipotesis akan membawa pada penerimaannya. Perlu

ditegaskan di sini bahwa penerimaan suatu hipotesis

statistik adalah merupakan akibat tidak cukupnya untuk

menolaknya, dan tidak berimplikasi bahwa hipotesis itu

pasti benar. Misalnya, dalam pelemparan sekeping uang

logam sebanyak 100 kali, kita mungkin ingin'menguji

hipotesis bahwa uang itu setimbang. Dikatakan dalam

parameter populasi, kita ingin menguji hipotesis bahwa

proporsi munculnya Sisi gambar adalah p = 0.5 bila uang

itu dilemparkan terus-menerus tanpa henti-hentinya.

Meskipun seandainya uang logam itu setimbang, kejadian

munculnya sisi gambar 48 kali bukanlah hal yang

mengejutkan. Hasil yang demikian itu tentu saja

mendukung hipotesis bahwa p — 0.5. Tetapi kita juga

dapat mengatakan bahwa hasil yang demikian itu

konsisten dengan hipotesis bahwa p — 0.45. Jadi, dalam

menerima hipotesis itu, satu-satunya yang dapat kita

pastikan adalah bahwa munculnya proporsi munculnya sisi

gambar yang sesungguhnya tidak terlalu jauh berbeda

dari setengah. Bila ke-100 lemparan itu hanya

menghasilkan 35 sisi gambar, maka kita mempunyai cukup

bukti untuk menolak hipotesis itu. Mengingat bahwa

peluang memperoleh 35 sisi gambar atau kurang dari itu

dalam 100 lemparan uang yang setimbang kira-kira

sebesar 0.002, berarti telah terjadi suatu kejadian

yang jarang sekali terjadi, atau kita benar dalam

menyimpulkan bahwa p = 0.5.

Meskipun kita akan sangat sering menggunakan

istilah "menerima" dan "menolak", tetapi perlu disadari

bahwa penolakan suatu hipotesis berarti menyimpulkan

bahwa hipotesis itu salah, sedangkan penerimaan suatu

hipotesis semata-mata mengimplikasikan bahwa kita tidak

mempunyai bukti untuk mempercayai sebaliknya. Karena

pengertian ini, statistikawan atau peneliti sering

mengambil sebagai hipotesisnya suatu pernyataan yang

diharapkan akan ditolak.

Pengujian hipotesis dilakukan untuk menggunakan

sejumlah data statistik sampel dan pengetahuan mengenai

distribusi statistika, untuk membuat suatu kesimpulan

mengenai populasi yang diwakili oleh sampel tersebut.

Penyimpulan itu dapat mengenai nilai parameter populasi

atau mengenai pdf dari populasi tersebut.

Hipotesis adalah suatu pernyataan statistika

mengenai menerima atau menolak. Hipotesis statistik

adalah pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih

populasi. Hipotesis ini dapat merumuskan mengenai

rataan, variansi, perbedaan dari sejumlah rataan, atau

bentuk pdf. Terdapat dua jenis hipotesis untuk setiap

pengujian statistika. Pertama dan yang terpenting

adalah Ho (hipotesis nol). Hipotesis

alternatif/tandingan (Hl) secara otomatis akan diterima

bila pengujian menunjukan Ho harus ditolak. Suatu

hipotesis nol mengenai suatu parameter populasi akan

selalu dinyatakan sedemikian rupa sehingga parameter

tersebut tertentu nilainya secara tepat, sedangkan

hipotesis alternatif/ tandingan memungkinkan beberapa

nilai. Jadi, bila Ho menyatakan hipotesis nol p = 0.5

untuk populasi binomial, hipotesis tandingan Hi mungkin

salah satu dari p > 0,5,p < 0,5 atau p ≠ 0,5.

Seperti pada penaksiran interval, pengujian

hipotesis ini juga menggunakan dua jenis pengujian.

Pertama pengujian dua arah, dan yang kedua pengujian

satu arah, dimana pada setiap jenisnya digunakan suatu

tingkat kepercayaan tertentu.

Pengujian hipotesis ini walau telah dilakukan

dengan benar, namun tetap saja memiliki galat (error)

atau kesalahan. Dalam pengujian hipotesis dikenal dua

jenis kesalahan, yakni galat jenis I (α) dan galat

jenis Il (β). Kesalahan galat jenis I terjadi jika kitamenolak Ho dan menerima H1, padahal sesungguhnya Ho

yang benar, sedangkan galat jenis Il terjadi ketika

kita menerima Ho yang sebenarnya hipotesis itu salah.

Peluang melakukan galat jenis I disebut taraf

nyata uji tersebut dan dilambangkan dengan α. Peluang

menggunakan galat jenis II, yang dilambangkan dengan β,tidak mungkin dihitung kecuali bila kita memiliki

hipotesis alternatif yang spesifik.

2.4.5.1 Uji Satu-Arah dan Dua-srall

Uji satu arah

Suatu uji hipotesis statistik yang alternatifnya

bersifat satu-arah, seperti

H0: θ = θ0

H1: θ>θ0

Atau mungkin:

H0: θ = θ0

H1: θ<θ0

Disebut uji satu-arah. Wilayah kritik bagi

hipotesis altefnatif θ>θ0 terletak seluruhnya di ekor

kanan sebaran tersebut, sedangkan wilayah kritik

bagi hipotesis alternatif θ<θ0 terletak seluruhnya di

ekor kiri.

Uji dua arah

Uji hipotesis statistik yang alternatifnya bersifat

dua-arah, seperti

H0: θ = θ0

H1: θ ≠ θ0

Disebut uji dua-arah, karena wilayah kritiknya

dipisah menjadi dua bagian yang ditempatkan di masing-

masing ekor sebaran statistik ujinya. Hipotesis

alternatif θ ≠ θ0 menyatakan bahwa θ>θ0 atau θ<θ0.

Hipotesis nol, H0, akan selalu dituliskan dengan

tanda kesamaan sehingga menspesifikasi suatu nilai

tunggal. Dengan cara demikian, peluang melakukan galat

jenis I dapat dikendalikan. Apakah kita harus

menggunakan uji satu-arah atau dua-arah, bergantung

pada kesimpulan yang akan ditarik bila H0 ditolak.

Lokasi wilayah kritiknya dopat ditentukan hanya setelah

hipotesis altematif H1 dinyatakan.

2.4.5.2 Langkah-langkah Pengujian Hipotesis

Untuk membuat suatu kesimpulan statistika,

prosedur-prosedur standar berikut ini dapat dilakukan.

Prosedur tersebut adalah :

1. Tentukan penyataan hipotesis, kembangkan bentuk

eksak dari H0 dan Hl. Tentukan pula jenis pengujian

yang akan dilakukan, apakah satu atau dua arah

2. Pilih tingkat ketelitian yang akan digunakan.

3. Hitung statistik sampel dan lakukan penaksiran

parameter. Satu atau lebih statistik mungkin

diperlukan untuk menyusun pengujian.

4. Hitung nilai statistik pengujian atau disebut juga

statistik hitung.

5. Tentukan daerah penerimaan dan daerah kritis dari

statistik uji.

6. Putuskan apakah H0 diterima atau ditolak (terima H0

bila statistik hitung berada pada daerah penerimaan

dan tolak jika berada didaerah kritis).

2.4.5.3 Pengujian Hipotesis untuk Rataan

Salah satu bentuk penggunaan uji hipotesis yang

paling sering digunakan adalah pengujian untuk

menentukan apakah rataan sejumlah sampel adalah sama,

lebih, atau kurang dari suatu nilai lain yang spesifik.

Seluruh pengujian rataan ini menggunakan statistik uji

z dan t, yang membedakan penggunaan keduanya terletak

pada tiga hal berikut.

Apakah data yang diuji tersebut merupakan data

satu atau dua sampel, dan bila dari dua data apakah

keduanya berasal dari satu sumber, bila ya maka kedua

sampel tersebut tidak bebas, tapi berpasangan.

• Apakah nilai standar deviasi σ diketahui, atau

harus ditaksir

• Apakah ukuran sampel kecil atau besar, besar bila

n ≥ 30

Pengujian Rataan untuk Satu Sampel dengan Nilai σ

Diketahui

Untuk melakukan pengujian rataan dari satu sampel

dengan nilai σ diketahui, baik ukuran sampel besar atau

kecil. Serta rataan dengan nilai σ tidak diketahui tapi

ukuran sampelnya besar digunakan statistik uji z dengan

menggunakan persamaan :

z= x−μσ /√n...........................................

................................................... (2-

29)

Pengujian Rataan untuk Satu Sampel dengan Nilai σ

Tidak Diketahui

Untuk melakukan pengujian rataan dari satu sampel

dengan nilai σ tidak diketahui, dan ukuran sampel kecil

yaitu n < 30 digunakan statistik uji t dengan

menggunakan persamaan :

t=x−μ0s /√n

...........................................

................................................... (2-

30)

Pengujian Rataan untuk Dua Sampel Saling Bebas

dengan Nilai σ Diketahui

Untuk melakukan pengujian rataan dari dua sampel

saling bebas dengan nilai σ dari kedua populasi

diketahui, baik ukuran sampel besar atau kecil. Serta

dua rataan dengan nilai σ tidak diketahui tapi ukuran

sampelnya besar digunakan statistik uji z dengan

menggunakan persamaan

Z=(x1−x2 )−(μ1−μ2)

√ σ12

n1+σ22

n2

..................................

.......................................... (2-31)

Berdistribusi normal baku. Jelas, bila dianggap

bahwa σ1=σ2=σ, maka statistik diatas menyusut menjadi

Z=(x1−x2 )−(μ1−μ2)

σ√ 1n1

+1n2

..................................

......................................... (2-32)

Kedua statistik diatas merupakan dasar bagi

pengembangan prosedur uji yang menyangkut dua rataan.

Kesamaannya dengan selang kepercayaan dan kemudahan

memperluasnya dari kasus uji menyangkut satu rataan

menyederhanakan pekerjaan kita. Hipotesis dua arah

menyangkut dua rataan dapat ditulis secara umum sebagai

H0 : µ1 - µ2 = d0

Distribusi yang digunakan ialah distribusi dari uji

statistik dibawah H0. Nilai x1 dan x2 dihitung dan untuk

σ1 dan σ2 yang diketahui maka uji statistiknya

berbentuk

z=(x1−x2 )do

√σ12

n1+σ22

n2

Pengujian Rataan untuk Dua Sampel Saling Bebas

dengan Nilai σ Tidak Diketahui

Untuk melakukan pengujian rataan dari dua sampel

dengan nilai σ kedua populasi tidak diketahui, dan

ukuran sampel kecil digunakan statistik uji t dengan

menggunakan persamaan :

t=(x1−x2 )−do

Sp√ 1n1+ 1n2

......................................

............................................... (2-32)

Untuk

Sp2=

S12 (n−1 )+S2

2(n2−1)n1+n2−2

................................

........................................ (2-33)

Pengujian Rataan Untuk Dua Sampel Berpasangan

Untuk menguji rataan dari dua buah sampel yang

berpasangan digunakan statistik uji t dengan persamaan

statistik uji sebagai berikut :

T=D−μDSd√n

...........................................

................................................. (2-

34)

Bila D dan Sd peubah acak yang menyatakan rataan

sampel dan simpangan baku dari selisih pengamatan dalam

satuan percobaan. Seperti pada uji-t gabungan.

Anggapannya ialah bahwa pengamatan dari tiap populasi

adalah normal. permasalahan dua-sampel pada dasarnya

disederhanakan menjadi permasalahan satu sampel dengan

menggunakan selisih dl, d2, ..., dn. Jadi hipotesisnya

berbentuk

H0 : µD = d0

Uji statistik hasil perhitungan menjadi

t=d−d0

Sd√n...........................................

................................................... (2-

35)

2.4.5.4 Pengujian Hipotesis untuk Variansi

Dalam seluruh pengujian terhadap rataan dua buah

sampel, sejumlah asumsi mengenai kesamaan atau

ketidaksamaan variansi adalah sangat diperlukan.

Seluruh pengujian mengenai variansi ini menggunakan dua

statistik uji apakah itu statistik uji atau statistik

uji F. Perbedaan penggunaan dua statistik uji tersebut

terletak dalam dua hal berikut ini.

Apakah data berasal dari satu atau dua buah

sampel, jika satu gunakan statistik uji jika dua

gunakan statistik uji F.

Apakah data berasal dari populasi normal, jika ya

bisa diproses, jika tidak, suatu n diperlukan untuk

penaksiran.

Pengujian Variansi Satu Sampel

Untuk menguji variansi dari sebuah sampel

berukuran n dengan H0 digunakan statistik uji yang

memiliki derajat kebebasan v = n - 1, adapun persamaan

statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut.

x2=(n−1)S2

σ02 ........................................

............................................... (2-36)

Pengujian Variansi Dua Sampel

Untuk menguji variansi dari dua buah populasi

normal, digunakan statistik uji F dengan persamaan

statistik uji sebagai berikut.

F=S12

S22.............................................

................................................... (2-

37)

Dengan

V1 = n1 – 1

.......................................................

................................... (2-38)

V2 = n2 – 2

.......................................................

................................... (2-39)

Pengujian Hipotesis untuk Proporsi

Dalam melakukan pengujian proporsi digunakan

pendekatan statistik uji z, yakni dengan menggunakan

pendekatan normal terhadap binomial. Pendekatan ini

biasanya akurat jika np > 5 dan nq > 5 tetapi bila

ukuran sampel terlalu kecil untuk menggunakan

pendekatan normal ini distribusi normal harus

digunakan. (Walpole,E.,1995,).

2.4.5.5 Pengujian Proporsi Satu Sampel

Uji hipotesis yang menyangkut proporsi banyak

dipakai dalam berbagai bidang. Politisi tentunya

tertarik untuk mengetahui beberapa bagian dari pemilih

yang akan mendukungnya dalam pemilihan mendatang.

Pengusaha pabrik berkepentingan mengetahui proporsi

yang cacat dalam suatu pengiriman prodüksinya. Penjudi

bergantung pada pengetahuannya mengenai proporsi hasil

yang dia anggap akan menguntungkannya.

Disini akan dibahas persoalan pengujian hipotesis

bahwa proporsi sukses dalam suatu percobaan binomial

sama dengan suatu nilai tertentu. Yaitu, akan diuji

hipotesis nol H0 bahwa P = P0, bila p parameter

distribusi binomial tersebut. Hipotesis tandingan

mungkin salah satu dari P < P0, P > P0, atau p ≠ P0.

Untuk menguji proporsi satu buah sampel berukuran

n dengan H0. Digunakan pendekatan statistik uji z

dengan persamaan statistik uji sebagai berikut.

z=P−P0

σp...........................................

................................................... (2-

40)

Dimana

σp=√P0(1−P0)

n......................................

............................................. (2-41)

Pengujian Proporsi Dua Sampel

Untuk menguji proporsi dua buah sampel dengan H0.

digunakan pendekatan statistik uji z dengan persamaan

statistik uji sebagai berikut (Walpole).

z=p1−p2

√p q[( 1n1 )+(

1n2 )]..................................

.............................................. (2-

42)

Keterangan: p = Total proporsi sampel p1 = Proporsi

sampel pertama q=1−p2.4.6 Uji Kesesuaian

Pada pembahasan pengujian hipotesis sebelumnya,

kita melakukan pengujian terhadap parameter populasi

seperti rataan, variansi, dan proporsi. Pada bagian uji

kesesuaian (goodness of fitting test) kita akan melakukan

penyimpulan terhadap distribusi populasi dari data yang

dikumpulkan. Dari sampel yang diambil kita akan menguji

suatu hipotesis nol dalam bentuk umum berikut.

Ho : sampel berasal dari distribusi tertentu

Distribusi yang diuji dapat berupa sembarang

distribusi apakah distribusi yang telah dikenal, atau

distribusi yang dibangun oleh seorang statistikawan.

Hipotesis tandingan selalu dalam bentuk berikut.

Hl : sampel tidak berasal dari distribusi tertentu

Terdapat dua jenis pengujian distribusi yang akan

dibahas pada bagian ini.

Kedua jenis pengujian tersebut adalah sebagai berikut.

Uji, dengan menggunakan pendekatan statistik

Uji Kolmogorov-Smirnov (K-S), yang merupakan

pengujian yang bersifat non parametrik, atau tidak

memerlukan suatu statistik uji tertentu.

2.4.6.1 Uji Kesesuaian Untuk Distibusi Diskret

Uji x2 menggunakan uji statisik dalam

penyelesaiannya, dimana distribusi kesesuaian x2

digunakan dalam melakukan uji ini. Untuk melakukan

pengukuran pada uji ini, maka formula yang digunakan

adalah sebagai berikut :

x2=∑i=1

k (Oi−Ei)2

Ei......................................

........................................ (2-43)

Keterangan :

K = jumlah perbedaan nilai dari varibel

Oi = nilai frekuensi pengamatan

Ei = nilai frekuensi teoritis yang diharapkan

Nilai Ei dibentuk dari ukuran sampel dan peluang

dari distribusi hipotesis yang dituliskan sebagai

berikut :

Ei=nPi............................................

................................................. (2-

44)

Sejak fungsi kepadatan x2 digunakan untuk uji

kesesuaian, parameter tingkat kebebasan harus

ditentukan. Seperti (Johnson,A. 1996,hal 301)

v=(k−1)(r−1)......................................

..................................... (2-45)

Dimana r adalah jumlah parameter dari uji

hipotesis yang di estimasi dari data sampel (baris) dan

K menyatakan kolom percobaan. Secara umum untuk

melakukan uji kesesuaian tahapan pengujiannya hampir

sama dengan uji hipotesis.

2.4.6.2 Frekuensi Pemeriksaan Minimum Untuk Statistik

X2

Nilai frekuensi ei yang diharapkan untuk digunakan

dalam uji kecocokan minimum memiliki frekuensi sebanyak

5, untuk perkiraan keakuratan dalam X2 jika dimungkinkan

dapat dilakukan kombinasi antara nilai ei dan oi dengan

jaminan nilai ei> 5.

2.5 Regresi Linier Dengan Kuadrat Terkecil (Least

Squares)

Susunan dari sebuah garis eye-baled yang melalui

titik-titik yang diplot dalam sebuah grafik adalah satu

cara tepat membentuk baris data. Bagaimanapun juga,

jika bentuk garis jadi kemungkinan terbaik dan jika ada

sebuah persamaan garis tersebut, Regresi adalah

pendekatan yang tepat.

"Regresi adalah model hubungan antara dua variabel atau lebih,

yaitu antara variabel bargantung (dependent variable), dengan

variabel bebasnya (independent variable) " (Supangat, 2010).

"Persamaan regresi adalah persamaan matematik yang

memungkinkan untuk meramalkan nilai-nilai suatu peubah tak

bebas dari nilai-nilai satu atau lebih peubah bebas. Regresi

diterapkan pada semua jenis peramalan, dan tidak harus

berimplikasi suatu regresi mendekati nilai tengah populasi

(Walpole, 1995).

S=∑ei2=∑ (Yi−Yi)

2............................

............................... (2-1)

Gambar 2. 3 Persamaan Garis Regresi Linier

Oleh karena itu, metode kuadrat terkecil (method of

least squares) sekali lagi akan digunakan untuk

menempatkan garis pada data yang diamati, sehingga

bentuk dari persamaan regresi adalah sebagai berikut :

Y=a+bX.......................................................................................... (2-2)

Dimana : a = Titik tolak Y.

b = Kemiringan dari garis regresi (kenaikan

atau penurunan Y' untuk setiap perubahan

satu-satuan X) atau koefısiensi regresi,

yang mengukur besarnya pengaruh X

terhadap Y kalau X naik satu unit.

X = Nilai tertentu dari variabel bebas.

Y = Nilai yang diukur atau dihitung pada

variabel tidak bebas.

Regresi atau bentuk kurva yang menggunakan

sepasang data (Xi, Yi) persamaan (2-1) untuk menentukan

sebuah persamaan yang menerangkan hubungan matematis

antar dua variabel. X adalah variabel bebas biasa

karena belum terpilih dan nilai tetap (non-random). Y

adalah variabel tidak bebas atau jawaban yang acak

untuk setiap nilai X.

Teknik dengan kuadrat terkecil membuat asumsi

tertentu :

1. Tidak ada kesalahan dalam nilai Xi, karena itu data

pengamatan. Variabel Xtidak ada kesalahan.

2. Distribusi normal tampak pada setiap Xi jika

beberapa nilai Yi didapatkan.

3. Distribusi normal adalah bebas dari yang lainnya.

4. Variansi normal (σ2) ada pada setiap nilai Xi

adalah sama.

5. Kemiringan kuadrat terkecil melalui rata-rata µi

distribusi normal pada setiap Xi.

Garis atau regresi dengan kuadrat terkecil

memiliki hubungan matematis yang dikembangkan hanya

mengunakan nilai Xi yang ditentukan, perhitungan diluar

batas ini akan beresiko. Tidak ada jaminan bahwa

distribusi normal untuk nilai Y akan mengikuti asumsi

diatas.

2.5.1.1 Penentuan Koefisinsi Regresi

Jika sebuah hubungan garis lurus diasumsikan

terbaik antara X dan Y, model matematis untuk i = 1, 2,

. , n adalah :

Yi=α+βXi+ei.......................................

......................................... (2-3)

Dimana nilai ei atau S adalah kesalahan acak mengenai

garis. Penaksir terbaik α dan βadalah α= a dan β = bdari persamaan :

Yi=a+bXi..........................................

............................................... (2-4)

Dimana Yiadalah penaksiran dari persamaan regresi.

Persamaan (2-1) dan persamaan (2-4) bisa digunakan pada

persamaan a dan b menggunakan metode kuadrat terkecil.

(Minimasi)

∑i=1

nei2=S=∑

i=1

n(Yi−Yi)

2=∑ [Yi−(a−bXi)]2...................

...... (2-5)

Secara serentak solusi dari a dan b dari persamaan

normal diberikan :

b=

n∑i=1

nxiyi−(∑

i=1

nxi)(∑

i=1

nyi)

n∑i=1

nxi2−(∑

i=1

nxi)

2............................

................................... (2-6)

a=∑i=1

nyi−b∑

i=1

nxi

n....................................

............................................ (2-7)

Nilai dari a dan b disubstitusikan kedalam persamaan

(2-4) untuk mendapatkan persamaan Yi.

Jika persamaan normal pertama (2-4) dengan Y, kitaakan dapatkan :

Y=∑Yn

=nan

+bXi

nY=a+bX......................................

........................................ (2-8)

Gambar 2. 4 Mode Regresi Linier Pergeseran Awal Pada (X,Y)

Gambar 2.2 menunjukan tujuan dari pergeseran untuk

mencapai hubungan yang lebih mudah dalam penggunaan

yang konstan.

Jika regresi linier digunakan, sebuah hubungan

linier diasumsikan antara variabel X dan Y, dan model

untuk i = l, 2, ..., n adalah :

Yi=α+βXiDimana α adalah titik tolak y dan β adalah kemiringan.Jika estimator kuadrat terkecil â = a dan β = b

digunakan, ini mungkin bergeser dari awal ke titik (

X,Y), seperti ditunjukan pada gambar 2.2, dan samaberasal dari hubungan sederhana untuk konsistensi.

Tanpa disebutkan translasi awal, modelnya adalah :

Yi=a+bXi..........................................

............................................... (2-9)

dan dengan translasi adalah :

Y−Y=a'+b(X−X)....................................

................................. (2-10)

Setelah a dan b ditentukan, beberapa nilai X dapat

digunakan dalam persamaan regresi untuk menentukan

nilai harapan Y , yang mana nilai rata-rata dari sebuahdistribusi normal ditempatkan pada nilai X. Langkah-

langkah gambaran penggunaan teknik regresi .

l. Menghitung X dan Y.

1. Peroleh nilai dan jumlah X−X, (X−X )2dan Y−Y.

2. Hitung a dan b menggunakan persamaan (2-6) dan (2-

7)

3. Substitusikan b dan a kedalam persamaan dan tulis

kembali persamaan kedalam bentuk Yi=a+bXi.

4. Selesaikan Y menggunakan nilai X yang diberikan

dan plot persamaan.

2.5.1.2 Selang Kepercayaan Garis Regresi

Garis regresi yang sesuai, diterangkan pada bagian

persamaan (2-1), melalui rata-rata distribusi normal

pada setiap pengamatan nilai X. Data persamaan Yi=a+bXi

, dan sekitar garis regresi variansi Sy2 yang digunakan

dalam interval persentase tingkat kepercayaan (1 – α)

dalam empat nilai terkecil yang berbeda. Pertama kita

akan diskusikan penaksiran interval dalam Y, yang manarata-rata nilai pengamatannya pada setiap nilai X.

Batas ditemukan pada Yuntuk setiap nilai X, dan batas

simetris yang ditunjukan pada gambar 2.3. Variansi

untuk setiap rata-rata nilai Y adalah:

Sy2=Sy

2[ 1n+(X−X)2

∑ (X−X)2 ]........................................................................ (2-11)

X dalam perhitungan adalah nilai untuk setiap interval

yang tersusun, jadi Sy2 yang baru dihitung untuk setiap

nilai X.

Penaksiran interval ( θ ), yang tersusun

menggunakan distribusi t dengan derajat kebebasan v = n

- 2 dan two-tail α, adalah :Y−tsY<θ<Y+tsY ....................................

........................................ (2-12)

Interval selalu berhimpit pada X. Untuk menjaga

kepercayaan yang sama berawal duri nilai X, intervalyang didapat lebih jauh.

Gambar 2. 5 Interval Kepercayaan Pada Rata-rata Nilai Yi Pada Tiap Nilai

Pengamatan Xi

Jika X baru bernilai X0 disubstitusikan pada

persamaan regresi dan Y sebagai nilai prediksi untuknilai selanjutnya, interval tersusun dalam penaksiran

nilai Y0. Interval ini terlihat seperti diatas, lebih

jauh karena dihitung untuk satu nilai Y, bukan untukrata-rata. Sering kali nilai X tidak teramati ketika

data telah terkumpul dan dan dihitung.

Variansi untuk satu nilai Y0akan dinotasikan oleh

S02 dan sama dengan :

S02=Sy2[1+

1n

+(X0−X)2

∑ (X−X)2 ]................................................................. (2-13)

Ini juga menggunakan distribusi t untuk derajat

kepercayaan v = n - 2 dan two tail α :

Y−ts0<θ<Y+ts0 ....................................

......................................... (2-14)

Dimana Y0=a+bX0 dari persamaan regresi. Untuk

menghitung satu batas interval Y untuk nilai X0 lebih

dari seluruh bentuk kipas kurva pada gambar 2.3.

Cacatan bahwa S02 pada persamaan (2-13) lebih besar dari

Sy2 pada persamaan (2-11), oleh jumlah Sy

2.

Penaksiran interval mungkin juga menetapkan titik

tolak dan kemiringan b menggunakan distribusi t dengan

derajat kebebasan v = n - 2. Formulasinya :

Tabel 2.1 Standar Deviasi Sa dan Sb

ParameterPenaksiran

IntervalTitik Tolak

aa±tsa

Kemiringan

bb±tsb

2.5.1.3 Uji Hipotesis Koefisiensi Regresi

Dalam pembuatan beberapa tipe dari kesimpulan

statistik mengenai regresi, ini perlu menghitung

sekitar garis regresi variansi, (Sy2 = rata-rata kuadrat

penyimpangan sekitar regresi atau rata-rata kuadrat

residu) seperti :

Sy2=

JumlaherrorkuadratDerajatkebebasan

=∑ei

2

v

¿∑ (Yi− Yi)

2

n−2........................................

............................................ (2-15)

Penghitungan persamaan (2-11) dan derajat kepercayaan v

= n - 2 karena ini memerlukan dua titik untuk

menentukan sebuah garis tertentu, jadi 2 derajat

kebebasan hilang.

Untuk menguji nilai a dan b dari garis Yi = a + bXi

menghadapi beberapa nilai hipotesis a0 atau b0. ini

digunakan jika beberapa kriteria tipe telah tersusun

dalam sebuah garis atau set data yang Iain untuk

dibandingkan. Distribusi t digunakan untuk menguji

kinerja untuk setiap nilainya. Jika nilai hipotesis b0

= 0 diterima, garis regresi memiliki kemiringan 0, jadi

variabel X dan Y adalah bebas dan garis kesesuaian

adalah tanpa nilai.

Hipotesis Dua Bagian, uji statistik t, dan derajat

kebebasan teringkas dalam tabel 2.1. Dalam kasus Iain,

jika perhitungan t melebihi nilai dari nilai tabel

distribusi t untuk sebuah two-tail α, kemudian tolak Ho.Tabel 2.2 Uji Statistik untuk Titik Tolak dan Garis Regrasi

Hipotesi

s

Standar Deviasi a atau

b

Uji Statistik

t

Derajat

Kebebasan

H0 : a ≠

a0

H0 : a ≠+

a0

Sa=[Sy2(1n+

X2

∑(Xi−X)2 )]1/2

t=[a−a0 ]Sa

v ≠ n - 2

H0 : b ≠

b0

H0 : b ≠+

b0

Sb=[Sy2( X2

∑ (Xi−X)2 )]1/2

t=[b−b0 ]Sb

v ≠ n - 2

Adapun langkah umum dalam pengujian hipotesis,

dimana prosedurnya antara lain :

1. Tentukan pernyataan hipotesis, kembangkan bentuk

eksak H0 dan H1. Tentukan pula jenis pengujian

yang akan dilakukan, apakah satu atau dua arah.

2. Pilih tingkat ketelitian yang akan digunakan.

3. Hitung statistik sampel dan lakukan penaksiran

parameter. Satu atau lebih statistik mungkin

diperlukan untuk menyusun pengujian.

4. Hitung nilai statistik pengujian atau disebut juga

statistik hitung.

5. Tentukan daerah penerimaan dan daerah krisis dari

statistik uji.

6. Putuskan apakah diterima atau ditolak (Terima H0

bila statistik hitung berada pada daerah

penerimaan dan penolakan H0 jika berada di daerah

kritis).

Gambar 2. 6 Daerah Penerimaan Oner-tail (satu arah)

Gambar 2. 7 Daerah Penerimaan Two-tail (dua arah)

2.5.2 Analisis Korelasi

Korelasi merupakan suatu hubungan antara satu

variabel dengan variabel Iainnya. Hubungan antara

variabel tersebut bisa secara korelasi dan bisa juga

secara kausal. Jika hubungan tersebut tidak menunjukkan

sifat sebab akibat, maka korelasi tersebut dikatakan

korelasional, artinya sifat hubungan variabel satu

dengan variabel Iainnya tidak jelas mana variabel sebab

dan mana variabel akibat. Sebaliknya, jika hubungan

tersebut menunjukkan sifat sebab akibat, maka

korelasinya dikatakan kausal, artinya jika variabel

yang satu merupakan sebab, maka variabel Iainnya

merupakan akibat.

Materi pada bagian ini akan membantu melakukan

pembelajaran sebuah korelasi dan menginterprestasikan

hasil. Penggunakan analisis koefisiensi korelasi linier

telah dikenalkan, juga korelasi nonlinier dan korelasi

multiple linier diperkenalkan.

Analisis korelasi adalah studi yang membahas tentang derajat

hubungan antara variabel-variabel (Sudjana,2013).

Ukuran yang dipakai untuk mengetahui derajat

hubungan, terutama untuk data kuantitatif, dinamakan

koefisien korelasi. Ini mungkin menggunakan studi hubungan

misal seperti IQ dan pendidikan, kelelahan dan angka

produksi, temperatur dan tekanan, dan Iain sebagainya.

Seperti analisis regresi, studi korelasi biasanya

berkonsentrasi pada hubungan linier. Hasil dari studi

korelasi adalah indikator yang baik, tentang seberapa

baiknya garis regresi menjelaskan variasi atas

tanggapan variabel Y. Walaupun regresi Y adalah acak

dan variabel bebas X tetap, analisis korelasi

memberikan informasi untuk studi regresi.

Secara umum korelasi dapat dibagi menjadi 7

(tujuh), yaitu:

1. Korelasi Positif

Korelasi positif adalah tingkat hubungan antara

dua variabel yang mempunyai ciri, bahwa

perubahan variable independent x (variabel bebas x)

diikuti oleh perubahan variable dependent y (variabel

tak bebas y) secara "searah".

2. Variabel Negatif

Variabel negarif adalah tingkat hubungan antara

dua variabel yang mempunyai ciri, bahwa perubahan

variabel independent x (variabel bebas x) diikuti

oleh perubahan variabel dependent y (variabel tak

bebas y) secara "berlawanan".

3. Korelasi sederhana

Korelasi sederhana adalah tingkat hubungan yang

terjadi antara 2 (dua) variabel saja.

4. Korelasi Multipel (Multiple Corelation)

Korelasi multipel adalah tingkat hubungan yang

terjadi antara 2 (dua) variabel atau lebih.

Misalnya pada model regresi multipel (y = a0+ a1x1

+ a1x2 + e), maka dan pengertian dari pernyataan

diatas adalah: tingkat hubungan antara y dan x1

atau tingkat hubungan antara y dan x2 atau tingkat

hubungan antara X1 dan x2.

5. Korelasi Sempurna (Perfect Corelation)

Maksud dan pengertian dari korelasi sempurna

adalah suatu kondisi bahwa setiap variabel bebas x

akan terdapat pada setiap nilai variabel tidak

bebas y nya. Hal ini dapat diartikan pula, bahwa

garis regresi yang terbentuk dalam data yang

tersebar (terdistrubusi) adalah merupakan tempat

kedudukan dari rata-rata dimaksud, sehingga nilai

r nya - 1 atau r = -1.

6. Korelasi tidak semurna (Inperfect Corelation)

Korelas antara 2 (dua) variabel dikatakan tidak

sempurna, jika titik-titik yang tersebar tidak

terdistribusi tepat pada satu garis lurus.

7. Kolerasi yang mustahil (Nonsense Coleration)

Kolerasi antara variabel yang seolah-olah ada tapi

tidak ada.

Sebuah grafik pengamatan data untuk dua variabel

acak X dan Y disebut diagram pencar (Gambar 2.6).

Walaupun korelasi nonlinier dan analisis regresi

dimungkinkan, banyak waktu untuk sebuah hubungan linier

cukup untuk menjelaskan banyak bagian dari variasi

data. Tidak ada hubungan Sebab-Akibat yang menaksir

studi kolerasi.

Gambar 2. 8 Grafik Umum Diagram Tebar yang Digunakan dalam Analisis

Korelasi

2.5.2.1 Penentuan Koefisien Korelasi

Hubungan antara dua variabel diukur menggunakan

koefisien korelasisederhana r, juga disebut koefisien

korelasi produk-momen Pearson. Nilai r didefinisikan

sebagai tingkat kekuatan hubungan antara dua variabel

atau lebih (besarnya konstribusi yang diberikan oleh

variabel yang mempengaruhi), baik secara langsung

maupun tidak langsung. Secara umum r didefinisikan

sebagai:

r=(VariansiyangditentukanTotalvariansi )1/2

......................

................................. (2-16)

Untuk korelasi linier pasangan data (Xi,, Yi) untuk i

= 1, 2, ..., n pengamatan menggunakan perhitungan r (i

dihilangkan) :

r=n∑xy−∑x∑ y

√¿¿¿..................................

....................... (2-17)

Beberapa penyajian r, dengan acuan seperti :

Range : - 1 ≤ r ≤ 1

r = ± 1 : Korelasi linier sempurna (Gambar

2.7.a)

r = 0 : Tidak ada hubungan linier, tidak

berkorelasi (Gambar 2.7.b)

r > 0: Kemiringan positif antara X dan Y

r mendekati + 1 : Kecenderungan linier positif kuat

(Gambar 2.7.c)

r< 0 : Kemiringan negatif antara X dan Y

r mendekati – 1 : Kecenderungan linier negatif kuat

(Gambar 2.7.d)

Dimensi : Tidak ada, dimensi X dan Y tidak

terlihat

Translasi : r sama tertinggal jika variabel

banyak oleh penambahan tetapnya

Jika r = ± 1 dan garis regresi membentuk data,

bentuk yang sempurna dan kesalahan (error) jumlah, sama

dengan persamaan (2-1) akan sama dengan 0. Jika r = 0

variabelnya tidak berkorelasi, tidak ada kecenderungan

linier yang dapat dibedakan. Variabel ini bebas karena

r = 0, tapi variabel ini benar bahwa dua variabel bebas

dengan r = 0.

Gambar 2. 9 Diagram Tebar Koefesiensi Korelasi

2.5.2.2 Uji Hipotesis Koefisien Korelasi

Untuk menentukan perhitungan nilai untuk

signifikasi statistik r atau sama dengan nilai p0, cara

pengujian hipotesis digunakan untuk menguji :

H0 : p = p0 vs H1 : p ≠ p0

Dimana p adalah nilai populasi dari dari

koefisiensi korelasi sebagai estimasi oleh sampel nilai

r. Uji hipotesis ini diilustrasikan diatas, perbedaan

uji statistik dari distribusi t atau distribusi normal

(z) harus digunakan untuk menguji H0 tergantung pada

nilai p0. Jika nilai p0 adalah 0 dan jika H0 ditolak,

korelasi dari data yang signifikasi dengan 100(1 - α)

persen tingkat kepercayaan. Untuk menghitung statistik,

jawaban pertama dari pertanyaan dan gunakan hubungan

dari tabel 2.3.

1. Dengan ukuran sampel (n< 30) atau lebih? Jika

sampel kecil, tapi distribusi normal dapat

diasumsikan untuk data, menggunakan perhitungan

statistik dengan sampel besar. Jika p ≠ p0 dan n <

30, tambah data atau asumsikan normal.

2. Dalam ketidakberlakuan hipotesis H0 : p = p0 , p0

menuju 0, atau beberapa nilai bukan nol?

Statistik t dalam persamaan 2-17 dengan derajat

kebebasan v = n - 2. Pengujian satu sisi, ini biasanya

menampilkan pengujian dua sisi untuk korelasi.

Jika menghitung nilai t dan dan z yang melebihi nilai

tabulasi, H0 ditolak.Tabel 2.3 Uji Statistik untuk Menguji Koefisiensi Korelasi

Ukura

n

Sampe

l

Nilai p0

dalam H0

Tipe dari

Uji

Statistik

Uji Statistik

Nomor

Persamaa

n

Kecil 0 Tr√n−2√1−r2 (2-18)

Besar 0 Zr√n−2√1−r2 (2-19)

Besar Bukan 0 Z √n−32

ln[( 1+r1−r )(1−p0

1+p0 )] (2-20)

2.5.2.3 Koefisien Determinasi

Definisi umum dari koefisien korelasi r, mungkin

digunakan untuk menghitung pecahan dari variasi total

data yang dipindahkan oleh sebuah persamaan regresi

linier atau bukan. Kuadrat r disebut koefisiensi dengan

ketentuan :

r2=Variansiyangditentukan

TotalvariansiKoefisien determinasi adalah ukuran (besaran) yang

menyatakan tingkat kekuatan hubungan dalam bentuk

persen (%). Besaran ini dinyatakan dalam nitasi R.

Dimana:

R =

r2.....................................................

............................................. (2-21)

Peninjauan dari tipe variansi dihadirkan dalam

sebuah analisis regresi. Dalam penjumlahan akar

kuadrat, r2 ditulis :

r2=SSRSST

=∑ ( Y−Y )2

∑ (Y−Y )2...................................

.......................................... (2-22)

Dimana : Y = Ditentukan dari persamaan regresi

Y = Rata-rata dari nilai pengamatan Y

Nilai r2, yang memiliki rentang 0 ≤ r2 ≤ 1 , berisi

lampiran banyak perhitungan regresi.

Harus dilaksanakan bahwa akar persamaan 2-22 dan

koefisiensi korelasi dalam persamaan 2-23 bertepatan

ketika regresi linier digunakan. Persamaan 2-23

memberikan hasil bilangan yang sama pada kurva

kesesuaian baru, karena hanya pasangan data asli (Xi,

Yi) digunakan, bukan menentukan Y dalam persamaan

2-22. Jika tipe persamaan nonlinier menjadi

ketidaksesuaian data, distribusi r dihitung sebagai

akar kuadrat r2 dalam persamaan 2-22. Hubungannya

disebut koefisiensi korelasi umum.

r=[∑ (Y−Y)2

∑ (Y−Y)2 ]1/2

.....................................

............................................ (2-23)

2.5.3 Analisis Variansi

Pada bagian ini mendiskusikan mengenai teknik dan

penggunaan Analisis Variansi (ANOVA). Model matematik

yang diasumsikan, hipotesis yang diuji, dan tabel

lengkap ANOVA yang diberikan untuk satu dan dua faktor

ANOVA. Dasar pemikiran Analisis Variansi (ANOVA),

diikuti pertimbangan situasi. Empat mesin dapat

digunakan untuk memproduksi produk alumunium yang sama.

Lima sampel ketebalan i (i = 1, 2, 3, 4, 5) diambil dari

setiap mesin j (j = 1, 2, 3, 4). Ketebalan dari semua

mesin menggunakan persamaan statistik atau jika "akibat

mesin" membuat beberapa perbedaan ketebalan dari yang

lainnya. Kita menunjuk mesin sebagai perawatan, karena

setiap mesin berbeda cara terhadap perlakuan produknya.

Jika hanya ada dua mesin, pengujian rata-rata dapat

digunakan, tetapi apabila lebih dari dua analisis lebih

efektif menggunakan teknik analisis variansi.

Pada dasarnya ANOVA dapat dibagi menjadi 2

kelompok besar yaitu :

a. Beberapa kelompok yang dihadapi merupakan bagian

dari satu independent variabel (variabel bebas).

Kondisi ini yang sering disebut dengan single factor

experiment (analisis variansi satu arah).

b. Beberapa kelompok yang dihadapi merupakan

pembagian dari beberapa independent variabel

(variabel bebas). Kondisi ini yang sering disebut

dengan two factor experiment (analisis variansi dua

arah).

Dalam bagian ini kita mendiskusikan singkat

mengenai :

a) Dasar model ANOVA,

b) Uji hipotetsis,

c) Pembagian total variansi, dan

d) Bagaimana tabel ANOVA disiapkan dan digunakan

untuk memperoleh hasil yang bersangkutan dengan

hipotesis. Semua keperluan ANOVA ditampilkan,

dengan tanpa melihat kelengkapan disain

penelitian.

Untuk pemecahan permasalahan empat mesin diatas,

model linier dirumuskan :

xij=μ+Tj+eij.......................................

........................................ (2-24)

Dimana : xij = Nilai pengamatan i dari mesin j

μ = Rata-rata keseluruhan ketebalan untuk

semua mesin.

Tj = Akibat dari mesin j dalam penambahan

rata-rata keseluruhan µ

eij = Akibat acak untuk pengamatan i dari

mesin j

Jika rata-rata ketebalan 5 cm banyak produk i = 3 dalam

2 mesin (j = 2) dengan akibat mesin - 0,3 dan akibat

acak + 0,1 cm, kemudian X32 = 5,0 - 0,3 + 0,1 = 4,8 cm.

Jumlah semua akibat perlakuan disumsikan 0 ketika ANOVA

digunakan. Ditulis sebagai :

∑j=1

kTj=0...........................................

.............................................. (2-25)

Dimana j = 1, 2, ..., k adalah perlakuan, yang

berasal dari pemisahan populasi. Populasi ini adalah

produk alumunium yang dibuat oleh setiap mesin pada

contoh tersebut.

Akibat perlakuan Tj adalah sebuah variabel acak,

jadi persamaan 2-20 disebut juga model acak akibat.

Dalam ANOVA setiap Tj diasumsikan berdistribusi N(0,σT2 ¿.

Variansi σT2sama untuk semua perlakuan, kesalahan

hipotesis diuji bukan sebagai akibat perlakuan yang

ditampilkan. Oleh karena itu :

H0 : Tj = 0 untuk semua perlakuan j

Diuji dengan alternatif hipotesis :

H1 : Tj ≠ 0untuk beberapa perlakuan j

Jika satu atau beberapa mesin membuat produk dengan

perbedaan statistik dari yang Iain, H0 ditolak.

Partisi variansi total dipenuhi oleh pemisahan

jumlah total kuadrat SST untuk data pengamatan. SST

selalu jumlah kuadrat dari perbedaan antar setiap Xij

dan tinggi rata-rata X .

SST=∑j∑i

(Xij−X)2...................................

................................... (2-26)

Tinggi rata-rata X adalah :

∑j=1

k

∑i=1

n Xij

kn..........................................

............................................. (2-27)

Dimana perlakuan k dan pengamatan n per perlakuan. Dua

sumber variansi dalam model persamaan 2-26 meliputi

SST. Salah satunya perbedaan diakibatkan akibat mesin

Tj, perlakuan antara jumlah kuadrat SST, yang ditulis :

SSTr=∑jn(Xj−X)2....................................

................................... (2-28)

Dimana : n = Bilangan pengamatan per sampel (i = l,

2, ..., n)

Xj= Rata-rata nilai pengamatan untuk setiap perlakuan j

Kedua adalah efek acak eij yang terjadi dengan setiap

mesin (perlakuan) karena karakteristik spesifiknya.

Hasil dalam perlakuan ini, atau kesalahan, jumlah

kuadrat SSE.

SSE=∑j∑i

(Xij−Xj)2..................................

................................... (2-29)

Dimana Xj telah dijelaskan sebelumnya. Bisa ditunjukan

bahwa SST adalah jumlah dari persamaan 2-28 dan 2-29 :

SST=SSTr+SSE

SSE=∑j∑i

¿¿¿........ (2-30)

Penjumlahan ini digunakan dalam bagian berikutnya untuk

memperoleh hasil ANOVA; yang akan ditulis kembali dalam

bentuk hitungan yang lebih mudah.

Hasil ANOVA diperoleh dari perhitungan nilai

distribusi F untuk setiap stiap sumber variasi kecuali

kesalahan total dan acak. Rata-rata kuadrat dihitung

dari setiap jumlah kuadrat kecuali total. Nilai rata-

rata kuadrat tidak lebih dari taksiran variansi, jadi

jumlah rata-rata dibagi dengan derajat kebebasan v yang

sesuai. Untuk MSTr, antar perlakuan derajat kebebasan

vTr, adalah bilangan perlakuan k kurang 1 :

MSTr=SSTRvTr

=SSTrk−1....................................

....................................... (2-31)

Untuk kesalahan rata-rata kuadrat vE total derajat

kebebasan nk - 1, kurang vTr atau vE = k(n - 1). Kemudian

:

MSE=SSEvE

=SSE

k(n−1)...................................

........................................ (2-32)

Semua hasilnya dimasukan dalam sebuah tabel ANOVA

seperti tabel 3.4. Jika perhitungan nilai F melebihi

nilai tabel B-6 untuk pemilihan nilai a dengan derajat

kebebasan vTr dan vE, H0 tidak diterima dan akibat

perlakuan akan disampaikan. Kesimpulan ini berarti

bahwa satu mesin paling kecil memproduksi ketebalan

material yang berbeda.

Tabel 2.4 Bentuk Umum Tabel ANOVA

Sumber

Variansi

Derajat

Kebebasa

n

Jumlah

Kuadrat

Rata-rata

KuadratNilai F

Antar

Perlakukan

(Tj)

k – 1 SSTR MSTr=SSTrk−1

MSTr

MSE

Kesalahan

(eij)k (n - 1) SSE MSE=

SSEk(n−1)

Total Kn – 1 SST ≠ SSTr + SSE

2.5.3.1 Analisis Variansi Satu Arah

Perlakuan membedakan tingkatan faktor, yang mana

menarik pemikiran sebuah ANOVA. Jika hanya satu faktor,

seperti tipe mesin, tingkat tekanan, tingkat

temperatur, dsb, akan disampaikan sebuah faktor yang

digunakan. Juga disebut satu arah ANOVA. Lebih lanjut

lagi, disainnya lengkap sembarang jika tidak ada

batasan yang ditempatkan dalam pemilihan sampel acak

dari tingkat perlakuan k. Bagian ANOVA ini

mengasumsikan model pada persamaan 2-24 yang hasil yang

disampaikan pada bentuk tabel 2.4. Ini mungkin menulis

ulang syarat jumlah kuadrat dalam persamaan 2-26 pada

persamaan 2-25 dalam bentuk yang lebih mudah digunakan.

Langkah-langkah dibawah ditampilkan dalam penulisan

kembali bentuk dan rancangan prosedur untuk menampilkan

satu arah ANOVA untuk pengamatan i = l, 2, ..., n dan

perlakuan j = l, 2, ..., k.

1. Tulis model asumsi, ketidakberlakuan hipotesis dan

tingkatan a.

2. Hitung jumlah seluruh pengamatan dan masukan

syarat T :

T=∑j∑iXij.........................................

............................................. (2-

33)

3. Hitung jumlah total kuadrat :

SST=∑j∑iXij2 −

T2

nk...................................

....................................... (2-34)

Dimana T dari persamaan 2-35. Derajat kebebasannya

vT = nk - 1.

4. Hitung perlakuan antar jumlah kuadrat :

SSTr=∑j

Xj2

n−T2

nk.....................................

......................................... (2-35)

Dimana : Xj2 = Kuadrat jumlah Xij untuk setiap

perlakuan j.

= (∑i Xij)2

Derajat kebebasannya adalah vTr = k - l.

5. Tentukan kesalahan jumlah kuadrat dan derajat

kebebasan dengan mengurangi:

SSE=SST−SSTrvE=vT−vTr

6. Tempatkan hasilnya dalam tabel 2.4 dan hitung

nilai rata-rata kuadrat dengan persamaan 2-31 dan

persamaan 2-32.

7. Tentukan nilai F untuk akibat perlakuan dan

bandingkan dengan nilai susunan tabel untuk v1 = k

- 1 dan v2 = k(n - l). Terima atau tolak hipotesis

akibat ketidakberlakuan.

2.5.3.2 Analisis Variansi Untuk Persamaan Regresi

Faktor tunggal ANOVA digunakan untuk menguji

signifikansi model multipel (atau simpel) regresi

linier umumnya berbentuk :

Yi=a+b1Xi1+b2Xi2+…+bkXik............................

.................... (2-36)

Dimana Yi (i = 1, 2, ..., n) adalah nilai pengamatan

analisator pada Xij dalam persamaan 2-36. Nilai bj

mengestimasi koefisiensi βj, pada bab sebelumnya.

Signifiknsi keseluruhan regresi mengurangi uji

hipotesis :

H0:b1=b2=…=bk=0..................................

.............................. (2-37)

H0 tidak diterima dengan metode rata-rata ANOVA pada

satu bj terkecil bukan nilai statistik sama dengan 0,

jadi pada satu Variabel Xj terkecil bukan variabel

bebas Y oleh karena itu regresinya penuh arti. Tentu

beberapa variabel Xj yang Iain ditambahkan sedikit atau

tidak satupun untuk menjelaskan hubungannya dengan

variabel Y.

Untuk membentuk ANOVA pada persamaan regresi,

mempertimbangkan perlakuan koefisiensi regresi bj dan

menggunakan tabel 2.4, tapi menempatkan variasi antar

perlakuan dengan regresi.

1. Tulis model regresi, tidak ada hipotesis,

pemilihan tingkatan a.

2. Hitung bentuk T dengan jumlah dari rata-rata semua

nilai pengamatan Y :

T=∑iYi...........................................

..................................................

(2-38)

3. Hitung total jumlah kuadrat menggunakan :

SST=∑iYi2−

T2

n ......................................

......................................... (2-39)

Dengan derajat kebebasan vT = n – 1.

4. Tentukan kesalahan jumlah kuadrat dengan :

SSE=∑i

¿¿..........................................

................................... (2-40)

Derajat kebebasan vE = n - k - 1, dimana k adalah

anggota nilai b dalam H0

5. Hitung regresi jumlah kuadrat SSR dengan

mengurangi :

SSR=SST−SSE.......................................

........................................ (2-41)

Derajat kebebasannya vk = k. Alternatif SSR

dihitung menggunakan persamaan:

SSR=∑i

¿¿..........................................

................................... (2-42)

6. Masukan hasilnya pada bentuk tabel 2.4 dan hitung

rata-rata kuadrat untuk regresi dan kesalahannya.

7. Tentukan nilai F untuk akibat regresi bandingkan

dengan nilai tabel distribusi F untuk v1 = vR dan v2

= vE. Terima H0 jika nilai perhitungan tidak

melebihi nilai tabel pada tingkat signifikansi a.

2.5.3.3 Analisis Variansi Dua Arah

Disain sebuah pengamatan sering untuk menguji

pemisahan dua atau lebih wilayah (disebut ruang dalam

ANOVA) karena ketiadaan ruangan dalam satu ruang.

Beberapa contoh :

Data Pengamatan Perlakuan RuangReaksi waktu

alarmAlarm asap Ruang asap

Roda jarak

bermil-milMerk ban Kendaraan

Kecacat Produk Temperatur proses Garis proses

Gambar 2. 10 Empat Perlakuan (Alarm)Ditempatkan Acak Dengan Setiap

Ruangan (Kamar)

Karena pengamatan ditampilkan oleh setiap ruang,

ini memungkinkan sebuah efek ruangan yang diisikan dan

dianalisis dalam ANOVA. Sebuah contoh, diduga empat

merk alarm asap diuji dalam lima ruang asap berbeda

lebih baik dari semua dalam sat ruangan. Gambar 2.7

diacak dengan setiap ruang (ruangan), dan satu dari

setiap tipe alarm dimasukan dalam setiap ruang.

Dalam satu faktor ANOVA dengan tingkat perlakuan Tj

(j = l, 2, ..., k) masih utama, tetapi model asumsi

sekarang diisi ruang akibat Bi (i = 1, 2, ..., n) :

Xij=μ+Tj+Bi+eij....................................

.................................. (2-23)

Untuk model persamaan semua ruang mengandung pengamatan

k, satu untuk setiap perlakuan. Jika tidak semua

perlakuan dapat diisi dalam setiap blok, satu

ketidaklengkapan analisis ruang acak ditamplikan.

Hipotesis gagal dari tidak ada akibat perlakuan,

sebelumnya berbentuk,

H0:T1=T2=…=Tk=0.............................

....................... (2-24)

Hipotesis dari tidak ada akibat ruangan, seperti,

H0:B1=B2=…=Bn=0

Mungkin juga diuji. Karena Tj dan akibat Bi, ANOVA

disebut analisis dua arah, dan jumlah kuadrat untuk

ruang SSBI diisikan dengan mengurangi hanya kesalahan

jumlah kuadrat SSE, bukan yang lainnya. Langkah yang

diberikan untuk analisis satu cara dibenarkan dengan

tiga alternatif. Pertama, beri nama kembali langkah 4

ke langkah 4a dan isikan langkah 4b.

4b. Hitung ruang antara jumlah kuadrat :

SSBI=∑i

Xi2

k−T2

nk................................

.................................. (2-25)

Dimana Xi2 = Kadrat dari jumlah Xij untuk setiap

pengamatan i.

¿(∑i Xij)2

Derajat kebebasan vBI = n - 1.

Kedua, langkah 5 ditulis kembali untuk mengurangi

kesalahan jumlah kuadrat untuk menampung SSBI :

5.Tentukan SSE adn vE dengan mengurangi :

SSE=SST−SSTr−SSBt.............................

......................... (2-26)

vE=vT−vTr−vBI=(k−1)(n−1)

Jadi, derajat kebebasan dalam langkah 7 untuk nilai F

sekarang v1 = k - 1 dan v2= (k – 1)(n - 1)

BAB III

KERANGKA PEMECAHAN MASALAH

3.1 Kerangka Pemecahan Masalah

Berikut adalah flowchart pembuatan laporan akhir

yang ditampilkan dalam bentuk flowchart . flowchart kerangka

kerja praktikum dapat di lihat pada Gambar:

Gambar 3. 1 Flowchart Pemecahan Masalah

3.2 Uraian Pemevahan Masalah

Laporan akhir di sini memiliki beberapa tahapan

yang di lakukan untuk mendapatkan hasil dari data yang

telah di mana data tersebut harus di olah sesuai

tahapan di bawah ini, yang di mana di sini telah di

buat flowchart dan akan di jelaskan sebagai berikut :

Studi Pendahuluan

Pada studi pendahuluan laporan akhir disini di

mana kegiatan penelitian harus memahami tentang apa

khasus yang diambil untuk laporan akhir yang harus di

pahami mulai dari latar belakang masalah, perumusan

masalah, maksud dan tujuan penelitian hingga pembatasan

dan sumber data yang di dapatkan untuk khasus tersebut.

Menentukan Rumusan Masalah & Pembatasan Masalah

Pada rumusan masalah di sini harus memahami apa

dari masalah dari khasus yang di ambil sehingga nanti

dapat dengan mudah untuk mengambil tujuan dari

penelitan yang di lakukan, dan untuk pembatasan masalah

di sini lebih di utamakan untuk pembatasan masalah

dalam penelitian digunakan untuk lebih melihat kepada

objek pengamatan agar lebih cepat untuk mencapai tujuan

dan dapat menarik kesimpulan sesuai dengan tujuan yang

ingin dicapai. Pembatasan masalah dalam penelitian ini

adalah penunjang penelitian digunakan software IBM SPSS

22.

Landasan Teori

Landasan teori disini menjelaskan teori apa saja

yang digunakan dalam penulisan laporan, dimana teori

disini antara lain teori mengenai Jam Lembur ,

Insentif, dan teori mengenai praktikum SBI II teori

tentang statistika deskriptif, teori peluang dan

distribusi peluang, statistika inferensial dan teknik

analisis statistik.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

mengambil data yang telah ada di sebuah kantor dinas di

Kalimantan Barat. Peneliti melakukan pengumpulan data

yang nantinya data tersebut akan diolah. Pengumpulan

data yang digunakan dalam penelitian laporan akhir ini

merupakan data Sekunder yaitu data yang diperoleh atau

dikumpulkan dari berbagai sumber yang ada.

Pengolahan Data

Untuk mengolah data-data tersebut menggunakan

teknik analisis statistik untuk mengetahui hubungan jam

lembur dengan pendapatan insentif karyawan, sehingga

dapat memprediksi jumlah insentif yang di dapat dari

banyaknya waktu lembur yang di lakukan. Berdasarkan

kasus tersebut dapat diidentifikasi variabel penyebab

dan akibat, bahwa yang menjadi variabel penyebab (X)

adalah jam lembur dan variabel akibat (Y) adalah

pendapatan insentif pengolahan dilakukan dengan cara

perhitunga parameter populasi, perhitungan ukuran

pemusatan data, perhitungan ukuran penyebaran

data,pengukuran dispersi, skewness, dan kurtosis,

pengujian kenormalan, penentuan koefisien regresi,

penentuan koefisien korelasi, uji hipotesis dan

penaksiran selang koefisien korelasi, dan analisis

variansi.

Analisis Hasil Pengamatan

Analisis di sini di lakukan dari hasil pengolahan

data dari khasus yang telah dipilih, menganalisis data

yang telah diperoleh , menganalisis data dari analisis

regresi linier dengan kuadrat terkecil, analisis

korelasi, dan analisis variansi.

Kesimpulan & Saran

Kesimpulan dari laporan akhir ini adalah hasil dari

tujuan yang telah di dapatkan dan diberi kesimpulan

apakah telah mencapai tujuan yang diinginkan dan saran

untuk hasil akhir yang didapat dan diberi saran sesuai

dengan yang seharusnya dilakukan.

BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Gambaran Umum Laboratorium Manajemen Kualitas

Gambaran umum di sini menjelaskan tentang sejarah

singkat dan srtuktur organisasi laboratorium manajemen

kualitas.

4.1.2 Sejarah Singkat Laboratorium Manajemen

Kualitas

Kehadiran teknologi yang mampu mengangkat nilai

hidup manusia ditengah-tengah budaya masyarakat, perlu

digalakkan penerapannya disemua sektor pada tingkat,

skala dan jenis industri. Maka dari itu pengendalian

kualitas sebagai suatu ilmu yang sangat diperlukan

untuk memberikan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan

manusia berjalan seiring dengan perkembangan teknologi.

Banyaknya keputusan mengenai masalah yang

berhubungan dengan kualitas atau mutu diperlukan dalam

suatu proses pembuatan produk. Dalam membuat keputusan-

keputusan semacam itu ingin diperiksa perbandingan

ekonomis antara alternatif yang sedang diperiksa.

Teknik-teknik pengendalian kualitas dapat memberikan

suatu sumbangan yang berguna bagi penelitian ekonomis

semacam itu.

Banyaknya permasalahan yang sering kita hadapi

didunia industri mendorong para dosen Teknik Industri

Universitas Islam Bandung untuk memberikan dan

mengaplikasikan beberapa mata kuliah keahlian yang ada

di jurusan Teknik Industri salah satunya berupa

praktikum, sehingga dapat memberikan pengetahuan

tambahan kepada mahasiswa.

Praktikum Manajemen Kualitas berawal pada tahun

2001. Pertama kali diadakan di Laboratorium Perancangan

Sistem Kerja dan Ergonomi. Laboratorium ini baru

berdiri sendiri pada bulan September 2001, dengan 10

asisten dan melaksanakan 3 macam praktikum, yaitu

Praktikum Statistik Industri 1, Praktikum Pengendalian

Kualitas dan Praktikum Aplikasi Perangkat Lunak.

4.1.2 Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Laboratorium

Manajemen Kualitas

1. Visi dari laboratorium Manajemen Kualitas yaitu:

Menjadi tempat penyelenggaraan eksperimen dalam

bidang manajemen kualitas yang mampu bersaing di

tingkat daerah dan nasional.

2. Misi dari laboratorium Manajemen Kualitas yaitu:

Membantu mahasiswa dalam memecahkan masalah

ilmiah pada bidang manajemen kualitas.

Memberikan kemampuan lapangan (eksperimental)

kepada mahasiswa dalam bidang manajemen

kualitas.

Meningkatkan pemeberdayaan tenaga akademik

melalui penyelenggaraan penelitian, penulisan

artikel ilmiah, penyusunan bahan ajar, dan

pubilkasi di tingkat nasional.

3. Tujuan

Meningkatkan penguasaan dan keterampilan dalam

bidang Manajemen Kualitas melalui pendidikan,

pelatihan dan pengabdian kepada masyarakat.

Mengembangkan metodelogi Manajemen Kualitas

melalui kegiatan penenlitian.

4. Sasaran

Pembelajaran

Meningkatkan kualitas pemebelajaran keiilmuaan

Manajemen Kualitas.

Meningkatkan SDM laboratorium melalui pendidikan

formal dan non formal (kursus, seminar, on the job

traininag, dll).

Penelitian

Menumbuhkan minat penelitian di kalangan dosen dan

mahasiswa.

Menjalin kerjasama dengan instansi baik pemerintah

maupun swasta untuk melaksanakan penelitian

bersama.

Mempublikasikan hasil penelitian dan pengembangan

ke media lokal, nasional, dan internasional.

Mensosialisasikan hasil penelitian mengenai system

produktivitas dan efisiensi baik yang dihasilkan

oleh laboratorium maupun pihak lain.

Pengabdian

Menigkatkan peran serta dalam perbaikan Manajemen

Kualitas pada sistem manufaktur Nasional dan

menumbuhkan industry kecil.

Mengadakan pelatihan tentang Manajemen Kualitas.

4.1.3 Program dan Kegiatan

Program

Perbaikan kegiatan praktikum dan penelitian bagi

mahasiswa.

Pembinaan dan pengembangaan mata kuliah.

Peningkatan penelitian dan penerapan hasil

akumulasi pengetahuan dan keterampilan.

Peningkatan kompetensi dalam penguasaan sistem

produktivitas dan efisiensi.

Peningkatan citra Laboratorium Manajemen Kualitas

dan Program Studi Teknik Industri UNISBA.

Kegiatan

1. Pembelajaran

a. Pembinaan Praktikum: Statistik Bisnis Industri

II, Perancangan Sistem Manufaktur (Perancngan

Produk dan Perencanaan Proses), Perancangan Sistem

Perusahaan (Pengendalian Kualitas).

b. Pembinaan Mata Kuliah: Wajib dan Pilihan,

diantaranya:

Statistik Industri I

Statistik Industri II

Pengendalian Kualitas

Sistem Produksi*

Perancangan Sistem Kerja*

Manajemen Kualitas dan Hubungan Pelanggan*

Manajemen Hijau

*) Laboratorium Manajemen Kualitas turut

berkepentingan dalam pembinaan mata kuliah

tersebut.

c. Penulisan Hand-out/ diktat/ buku ajar untuk mata

kuliah

d. Pengembangan Wawasan Manajemen Kualitas.

e. Pembinaan staf pengajar dan calon staf pengajar.

2. Penelitian dalam Manajemen Kualitas

a. Penelitian Tugas Akhir mahasiswa Sarjana

b. Penelitian individual staf pengajar/kelompok

c. Peran serta seminar dan publikasi tingkat

Nasional dan Internasional

d. Penyelenggara Seminar/Workshop pada tingkat

Lokal dan Nasioanal

e. Menjalin kerjasama penelitian dengan instansi

pemerintah maupun swasta (masyarakat industri)

3. Pengabdian kepada masyarakat

a. Pelatihan

b. Kerjasama keilmuan/pendidikan

c. Kompetensi Sistem Produktivitas dan Citra

Laboratorium (dicapai melalui kegiatan- kegiatan

pada butir 1, 2, dan 3).

4.1.4 Lingkup Manajemen Kualitas

1) Fasa Perancangan

Sistem Design

Persyaratan Pelanggan (Customer Requirements).

Karakteristik Kualitas (Quality Characteristic).

Desain konsep (Conceptual Design).

Inovasi Produk (Product Innovation).

Parameter dan Toleransi (Parameter & Tolerance).

Design

Matoda Taguchi (Taguchi Methods): Turunan Fungsi

Kualitas (Quality Loss Function).

Desain untuk Manufaktur, Keandalan dan Perawatan

(Design for Manufacturability, Realibity &

Maintainability) menggunakan QFD: Analisa dan

dampak dari jenis kesalahan (Failur mode effect &

analysis)

2) Fasa Produksi

Pengendalian Proses (Process Control):

- Menjalankan proses yang singkat (Short run

process)

- Proses yang bermacam-macam (Multivariate process)

- Grafik urutan proses (Sequential process chart)

Proses pemeriksaan yang otomatis (Automated

process Inspection):

- Sampel Penerimaan (Accepted Sampling)

- Pemeriksaan dalam Proses (In-process Inspection)

- Komputer yang dirancang untuk pemeriksaan

(Computer aided inspection)

Pengujian perawatan kecepatan daya tahan

(Accelerated life testing Maintenance):

Berdasarkan Waktu (Time Based), Berdasarkan

Penggunaan (Used based), Berdasarkan Keadaan

(Condition Based), Berdasarkan Hasil Desain

(Design-out).

3) Fasa Pasca Produksi

Garansi Produk (Product Warranty): Garansi Satu

Dimensi (One Dimensional Warranty) dan Garansi Dua

Dimensi (Two Dimensional Warranty)

Kontrak Pelayanan (Service Contracts): Kebijakan

Satu Dimensi (One Dimensional Policy) & Kebijakan

Dua Dimensi (Two Dimensional Policy)

Keandalan Operasional (Operational Reliability):

- Waktu daya tahan yang diinginkan (Expected life

time)

- Pertumbuhan keandalan (Realibity growth)

- Faktor-faktor yang aman (Safety factors)

- Kecenderungan analisis pohon kesalahan pada

produk (Fault tree analysis Product Liability):

Turunan Kualitas Keuangan (Financial Quality

Loss)

Jaminan Kualitas (Quality System):

- Sistem Kualitas (Quality System)

Manajemen Kualitas Total

ISO 9000

Audit kualitas (Quality Audit)

- Siklus kualitas dan kemajuan kualitas

(Quality Circles dan Quality Improvement):

Siklus Demingg (Deming cycle), Kaizen,

Rekayasa ulang (Reengineering).

- Sistem lingkungan yang terfokus pada pengguna

(Customer oriented Enviroment System):

Produksi Bersih (Clean Production) dan ISO

14000.

4.1.5 Struktur Organisasi Laboratorium Managemen

Kualitas

4.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

mengambil data yang telah ada di sebuah kantor. Oleh

karena itu, data yang digunakan dalam penelitian

laporan akhir ini merupakan data Sekunder yaitu data

yang diperoleh atau dikumpulkan dari berbagai sumber

yang telah ada, yang di dapat dari data sebuah kantor

Dinas di Kalimantan Barat.

4.2.1 Data Objek Penelitian

Berikut ini adalah data objek penelitian yaitu Jam

Lembur dan jumlah Insentif yang di dapatkan :Tabel 4. 1 Data Penelitian

No

Jam

Lembur

(X)

Insentif

(Rp.1000.

000) (Y)

1 14 15

2 14 17

3 20 19

4 20 25

5 17 16

6 20 19

7 21 19

8 20 18

9 19 21

10 20 20

11 18 20

12 17 15

13 20 20

14 17 20

15 23 23

16 20 20

17 17 17

18 20 20

19 16 18

20 22 22

21 19 24

22 20 24

23 20 23

24 20 22

25 20 22

26 20 19

27 19 18

28 18 20

29 18 20

30 20 20

4.2.2 Data Pretest

Uji Validasi

Uji Validitas konstruk dapat dilakukan dengan

menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan

dengan skor total yang menggunakan rumus teknik

korelasi “product moment”

r=n∑xy−∑x∑ y

¿¿¿

r=(30x11401 )−(569x596)

{[ (30x10913 )−(569)2 ] [ (30x12028 )−(596)2 ]}12

=0,64

Keterangan :

r = Korelasi Product Moment

X = Skor Pernyataan

Y = Skor Total Seluruh Pernyataan

XY = Skor Pernyataan Dikalikan Skor Total

N = Jumlah Responden Pretesr

Variabel dinyatakan valid apabila rhitung > rtabel.

Adapun rekapitulasi hasil wawancara untuk responden

adalah sebagai berikut :

Tabel 4. 2 Rekapitulasi Hasil Penelitian

No

Jam

Lembur

(X)

Insentif

(Rp.1000.

000) (Y)

1 14 15

2 14 17

3 20 19

4 20 25

5 17 16

6 20 19

7 21 19

8 20 18

9 19 21

10 20 20

11 18 20

12 17 15

13 20 20

14 17 20

15 23 23

16 20 20

17 17 17

18 20 20

19 16 18

20 22 22

21 19 24

22 20 24

23 20 23

24 20 22

25 20 22

26 20 19

27 19 18

28 18 20

29 18 20

30 20 20

Tabel 4. 3 Perhitungan Uji Validitas

No

Jam

Lembur

(X)

Insentif

(Rp.1000.

000) (Y)

X Y X.Y

1 14 15 196 225 210

2 14 17 196 289 238

3 20 19 400 361 380

4 20 25 400 625 500

5 17 16 289 256 272

6 20 19 400 361 380

7 21 19 441 361 399

8 20 18 400 324 360

9 19 21 361 441 399

10 20 20 400 400 400

11 18 20 324 400 360

12 17 15 289 225 255

13 20 20 400 400 400

14 17 20 289 400 340

15 23 23 529 529 529

16 20 20 400 400 400

17 17 17 289 289 289

18 20 20 400 400 400

19 16 18 256 324 288

20 22 22 484 484 484

21 19 24 361 576 456

22 20 24 400 576 480

23 20 23 400 529 460

24 20 22 400 484 440

25 20 22 400 484 440

26 20 19 400 361 380

27 19 18 361 324 342

28 18 20 324 400 360

29 18 20 324 400 360

30 20 20 400 400 400

Jumla

h569 596 10913 12028 11401

r=n∑xy−∑x∑ y

¿¿¿

r=(30x11401 )−(569x596)

{[ (30x10913 )−(569)2 ] [ (30x12028 )−(596)2 ]}12

=0,64

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, dapat

dilihat sebesar 0,64 sedangkan nilai r tabel menurut

tabel angka kritik untuk N -2 yaitu 30-2 = 28 dan taraf

signifikan 5% maka nilai r tabel yaitu 0,361. Karena

rhitung > rtabel = 0,64 > 0,361 maka variabel dinyatakan

Valid, hal ini berarti bahwa variabel tersebut dapat

dijadikan data untuk pengolahan selanjutnya.

Uji Reliability

Keandalan (realiability) didefinisikan sebagai

seberapa jauh pengukuran bebas dari varian kesalahan

acak (free from random error variance). Reliabilitas dapat

juga dikatakan sebagai tingkat kepercayaan hasil suatu

pengukuran. Pengukuran reliabilitas bertujuan untuk

menunjukkan kestabilan dan kekonsistenan alat ukur

dalam mengukur konsep yang ingin diukur. Uji

reliabilitas dilakukan dengan menggunakan software SPSS

22.0. nilai koefisien reabilitas (Alpha Cronbach)

berkisar antara 0 hingga 1. Makin besar koefisien ini

maka makin besar keandalan alat ukur yang digunakan.

Reliability Statistics

Cronbach'sAlpha

Cronbach'sAlpha Based

onStandardized

ItemsN ofItems

.772 .783 2

Item-Total StatisticsScale Meanif ItemDeleted

ScaleVariance ifItem Deleted

CorrectedItem-TotalCorrelation

SquaredMultiple

Correlation

Cronbach'sAlpha if

Item DeletedVAR00001 19.8667 6.464 .643 .414 .VAR00002 18.9667 4.171 .643 .414 .

Scale Statistics

Mean VarianceStd.

DeviationN ofItems

38.8333 17.316 4.16126 2Gambar 4. 1 Output Uji Reliability

4.2.3 Data Hail PengukuranTabel 4. 4 Data Penelitian

No

Jam

Lembur

(X)

Insentif

(Rp.1000.

000) (Y)

1 14 15

2 14 17

3 20 19

4 20 25

5 17 16

6 20 19

7 21 19

8 20 18

9 19 21

10 20 20

11 18 20

12 17 15

13 20 20

14 17 20

15 23 23

16 20 20

17 17 17

18 20 20

19 16 18

20 22 22

21 19 24

22 20 24

23 20 23

24 20 22

25 20 22

26 20 19

27 19 18

28 18 20

29 18 20

30 20 20

4.3 Pengolahan Data

Pengolahan data disini digunakan untuk mengolah

data Jam lebur (X) dan Insentif (Y) dimana data di olah

sehingga mendapatkan hasil dan dapat disimpulkan apakah

dua variabel tersebut memiliki pengaruh satu sama

lainnya Pegolahan data disini antara lain :

4.3.1 Perhitungan Parameter Populasi

Dalam penelitian ini akan digunakan tingkat

kepercayaan sebesar 95%, tingkat akurasi 5% dan

simpangan baku 2,04. Dengan demikian ukuran sampel yang

diperlukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

α = 0,05 ; Nilai Z (Dua Arah) = 1,96 (Tabel

Distribusi Normal)

n = zσα=(1,96x2,040,05 )=30,12≈ 30 sampel

Jadi banyaknya sampel yang harus diambil dalam

penelitian sebanyak 30 sampel.

NoJam Lembur

(X)

Insentif

(Rp.1000.000) (Y)

1 14 15

2 14 17

3 20 19

4 20 25

5 17 16

6 20 19

7 21 19

8 20 18

9 19 21

10 20 20

11 18 20

12 17 15

13 20 20

14 17 20

15 23 23

16 20 20

17 17 17

18 20 20

19 16 18

20 22 22

21 19 24

22 20 24

23 20 23

24 20 22

25 20 22

26 20 19

27 19 18

28 18 20

29 18 20

30 20 20

4.3.2 Perhitungan Ukuran Pemusatan Data

Variabel X

No

Jam

Lembur

(X)

Insentif

(Rp.1000.

000) (Y)

1 14 15

2 14 17

3 20 19

4 20 25

5 17 16

6 20 19

7 21 19

8 20 18

9 19 21

10 20 20

11 18 20

12 17 15

13 20 20

14 17 20

15 23 23

16 20 20

17 17 17

18 20 20

19 16 18

20 22 22

21 19 24

22 20 24

23 20 23

24 20 22

25 20 22

26 20 19

27 19 18

28 18 20

29 18 20

30 20 20

Membuat Tabel Distribusi Frekuensi

Dari data diatas akan dilakukan perhitungan ukuran

pemusatan data pengolahan dilakukan dengan menggunakan

distribusi frekuensi, yaitu dengan mengelompokkan data

berdasarkan batas kelasnya. Terlebih dahulu data

diurutkan dari nilai yang terkecil hingga yang

terbesar.

No Jam Insentif

Lembur

(X)

(Rp.1000.

000) (Y)

1 14 15

2 14 17

3 20 19

4 20 25

5 17 16

6 20 19

7 21 19

8 20 18

9 19 21

10 20 20

11 18 20

12 17 15

13 20 20

14 17 20

15 23 23

16 20 20

17 17 17

18 20 20

19 16 18

20 22 22

21 19 24

22 20 24

23 20 23

24 20 22

25 20 22

26 20 19

27 19 18

28 18 20

29 18 20

30 20 20

Setelah data diurutkan dari nilai terkecil hingga

terbesar, kemudian melakukan pengolahan data

menggunakan tabel distribusi frekuensi. Ada empat

langkah dalam membuat tabel distribusi frekuensi.

Keempat langkah tersebut yaitu sebagai berikut :

Menghitung rentang (Range/R)

R = Nilai data Maksimum – Nilai data Minimum

R = 23 – 14 = 9

Menghitung Jumlah Kelas Interval (k)

Menentukan banyak kelas interval yang diperlukan.

Banyak kelas adalah 6 – 10 kelas untuk data kurang

dari 50, dan 10 – 20 kelas untuk data sejumlah 50

atau lebih. Data yang diperoleh dari hasil

pengukuran sebanyak 30 data. Berdasarkan jumlah

tersebut maka diambil jumlah kelas interval sebanyak

5 kelas.

Menentukan Panjang Kelas Interval (p)

p = R/k

p = 9/6 = 1,8≈ 2jadi, panjang kelas intervalnya 2. Berdasarkan nilai

p tersebut dapat ditentukan bahwa kelas pertama

adalah 14 – 15

Menentukan Batas Kelas

Pilih ujung ujung bawah kelas interval pertama.

Untuk ini bisa diambil sama dengan data terkecil

atau nilai data yang lebih kecil dari data terkecil

tetapi selisishnya harus kurang dari panjang kelas

yang telah ditentukan. Selanjutnya daftar

diselesaikan dengan menggunakan harga-harga yang

telah dihitung.

Untuk Interval ke-1

Batas Bawah = 14 – 0,5 = 13,5

Batas Atas = 15 + 0,5 = 15,5

Menentukan Nilai Tengah

Nilai Tengah = ½ (Batas bawah kelas + batas atas

kelas )

Nilai tengah = ½ (13,5 + 15,5)

= 14,5

Tabel TabulasiInterval

Kelas Tabulasi

Freku

ensi14 - 15 II 216 - 17 IIIII 518 - 19 IIIII I 6

20 - 21

IIIII

IIIII

IIIII 1522 - 23 II 2

Urutan kelas interval disusun mulai dari terkecil

terus ke bawah sampai nilai data terbesar. Berturut-

turut mulai dari atas, diberi nama kelas interval

pertama, kelas interval kedua,…, kelas interval

terakhir.

Membuat Grafik Histogram, Poligon, dan Kurva

Frekuensi

Grafik Histogram

13,5 - 15,5

15,5 - 17,5

17,5 - 19,5

19,5 - 21,5

21,5 - 23,5

0

4

8

12

16Grafik Histogram

Batas Kelas

Frek

uens

i

Grafik Poligon

13,5 - 15,5

15,5 - 17,5

17,5 - 19,5

19,5 - 21,5

21,5 - 23,5

0

4

8

12

16Grafik Poligon

Batas Kelas

Frek

uens

i

Variabel Y

No

Jam

Lembur

(X)

Insentif

(Rp.1000.

000) (Y)

1 14 15

2 14 17

3 20 19

4 20 25

5 17 16

6 20 19

7 21 19

8 20 18

9 19 21

10 20 20

11 18 20

12 17 15

13 20 20

14 17 20

15 23 23

16 20 20

17 17 17

18 20 20

19 16 18

20 22 22

21 19 24

22 20 24

23 20 23

24 20 22

25 20 22

26 20 19

27 19 18

28 18 20

29 18 20

30 20 20

Membuat Tabel Distribusi Frekuensi

Dari data diatas akan dilakukan perhitungan ukuran

pemusatan data pengolahan dilakukan dengan menggunakan

distribusi frekuensi, yaitu dengan mengelompojjan data

berdasarkan batas kelasnya. Terlebih dahulu data

diurutkan dari nilai yang terkecil hingga yang

terbesar.

No

Jam

Lembur

(X)

Insentif

(Rp.1000.

000) (Y)

1 14 15

2 14 17

3 20 19

4 20 25

5 17 16

6 20 19

7 21 19

8 20 18

9 19 21

10 20 20

11 18 20

12 17 15

13 20 20

14 17 20

15 23 23

16 20 20

17 17 17

18 20 20

19 16 18

20 22 22

21 19 24

22 20 24

23 20 23

24 20 22

25 20 22

26 20 19

27 19 18

28 18 20

29 18 20

30 20 20

Setelah data diurutkan dari nilai terkecil hingga

terbesar, kemudian melakukan pengolahan data

menggunakan tabel distribusi frekuensi. Ada empat

langkah dalam membuat tabel distribusi frekuensi.

Keempat langkah tersebut yaitu sebagai berikut :

Menghitung rentang (Range/R)

R = Nilai data Maksimum – Nilai data Minimum

R = 25 – 15 = 10

Menghitung Jumlah Kelas Interval (k)

Menentukan banyak kelas interval yang diperlukan.

Banyak kelas adalah 6 – 10 kelas untuk data kurang

dari 50, dan 10 – 20 kelas untuk data sejumlah 50

atau lebih. Data yang diperoleh dari hasil

pengukuran sebanyak 30 data. Berdasarkan jumlah

tersebut maka diambil jumlah kelas interval

sebanyak 6 kelas.

Menentukan Panjang Kelas Interval (p)

p = R/k

p = 10/6 = 1,6 ≈ 2jadi, panjang kelas intervalnya 2. Berdasarkan

nilai p tersebut dapat ditentukan bahwa kelas

pertama adalah 15 – 16

Menentukan Batas Kelas

Pilih ujung ujung bawah kelas interval pertama.

Untuk ini bisa diambil sama dengan data terkecil

atau nilai data yang lebih kecil dari data

terkecil tetapi selisishnya harus kurang dari

panjang kelas yang telah ditentukan. Selanjutnya

daftar diselesaikan dengan menggunakan harga-harga

yang telah dihitung.

Untuk Interval ke-1

Batas Bawah = 15 – 0,5 = 14,5

Batas Atas = 16 + 0,5 = 16,5

Menentukan Nilai Tengah

Nilai Tengah = ½ (Batas bawah kelas + batas atas

kelas )

Nilai tengah = ½ (14,5 + 16,5)

= 15,5

Tabel TabulasiInterval

Kelas Tabulasi

Frekuen

si15 – 16 III 317 – 18 IIIII 5

19 – 20

IIIII

IIIII III 1321 – 22 IIII 423 – 24 IIII 425 – 26 I 1

Urutan kelas interval disusun mulai dari terkecil

terus ke bawah sampai nilai data terbesar. Berturut-

turut mulai dari atas, diberi nama kelas interval

pertama, kelas interval kedua,…, kelas interval

terakhir.

Membuat Grafik Histogram, Poligon, dan Kurva

Frekuensi

Grafik Histogram

14,500 - 16,500

16,500 - 18,500

18,500 - 20,500

20,500 - 22,500

22,500 - 24,500

24,500 - 26,500

0

4

8

12

Grafik Histogram

Batas kelas

Frek

uens

i

4.3.3 Perhitungan Ukuran Penyebaran Data

Variable X INTERVAL KELAS BATAS KELAS Xi fi fkum Fixi14.00 - 15.00 13.50 - 15.50 14.50 2 2 2916.00 - 17.00 15.50 - 17.50 16.50 5 7 82.518.00 - 19.00 17.50 - 19.50 18.50 6 13 11120.00 - 21.00 19.50 - 21.50 20.50 15 28 307.522.00 - 23.00 21.50 - 23.50 22.50 2 30 45

JUMLAH 30 575

Rata – Rata Hitung (x)Karena data yang ada telah dikelompokkan maka

menggunakan rumus untuk data yang sudah dimasukkan

dalam distribusi frekuensi.

x=∑ fixi∑fi

Dimana:

= Frekuensi untuk kelas interval ke-i

= Nilai dari titik tengah

x=∑ fixi∑fi = 56930 = 18,97

Median (Me)

Karena data yang ada telah dikelompokkan maka

menggunakan rumus untuk data yang sudah dimasukkan

dalam distribusi frekuensi.

Me=Lo+p((n2 )−F❑

) Dimana:

Lo = Batas bawah dari kelas median dimana median

berada

n = Jumlah data

p = Panjang kelas interval

= Frekuensi kelas median

F = Jumlah semua frekuensi kelas sebelum kelas

yang mengandung Median

Me=Lo+p((n2 )−F❑

) = 19,5+2((302 )−13

15 )= 19,77 Modus (Mo)

Karena data yang ada telah dikelompokkan maka

menggunakan rumus untuk data yang sudah dimasukkan

dalam distribusi frekuensi.

Mo=Lo+p( b1b1+b2 )

Dimana:

Lo = Batas bawah dari kelas modus

b1 = Selisih antara frekuensi kelas modus dengan

frekuensi tepat satu kelas sebelum kelas

modus

b2 = Selisih antara frekuensi kelas modus dengan

frekuensi tepat satu

kelas sesudah kelas modus

p = Panjang r kelas interval

Mo=Lo+p( b1b1+b2 ) = 19,5+2( 9

9+13 ) = 20,32 Menghitung Kuartil

Karena data yang ada telah dikelompokkan maka

menggunakan rumus untuk data yang sudah dimasukkan

dalam distribusi frekuensi (baik kuartil, desil,

maupun persentil).

Qi=Lo+p( i.n4 −∑ F

fkuartil ) Dimana:

i = 1,2,3

Lo = Batas bawah dari kelas kuartil

f = Frekuensi kuartil Ke-i

ΣF = Jumlah semua frekuensi kelas sebelum kelas

kuartil

Misal nilai Q1 yaitu , Q1 = ¼ x jumlah total data

= ¼ x 30

= 7,5, cari fkum sampai total

(kumulatif) dari frekuensi

pada tebel berjumlah ≥ 8,75

Q1 = 17,5 + 2 (7,5−76 ) = 17,67

Q2 = 19,5 + 2 (15−1315 ) = 19,77Q3 = 19,5 + 2 (22,5−1315 )= 20,77

Menghitung Desil

Di=Lo+p( i.n10−∑ F

fkuartil ) Mis : nilai D6, yaitu ; D6 = 6/10 x jumah total

data = 6/10 x 30 = 18. Cari fkum sampai total

(kumulatif) dari frekuensi pada tebel berjumlah ≥

18. Didapat pada tebel adalah kelas ke 3.

D1=15,5+2( 30.110−2

5 ) = 15,90D2=15,5+2( 30.210

−2

5 ) = 17,01

D3=17,5+2( 30.310−7

6 ) = 18,17D4=17,5+2( 30.410

−7

6 ) = 19,17D5=19,5+2( 30.510

−13

15 ) = 19,77D6=19,5+2( 30.610

−13

15 ) = 20,17D7=19,5+2( 30.710

−13

15 ) = 20,57D8=19,5+2( 30.810

−13

15 ) = 20,97D9=19,5+2( 30.910

−13

15 ) = 21,37 Menghitung Persentil

Pi=Lo+p( i.n100−∑ F

fkuartil ) P5=13,5+2( 5.30100

−0

2 ) = 15,00

P31=17,5+2( 31.30100−7

6 ) = 18,27P50=19,5+2( 50.30100

−13

15 ) = 19,77P93=19,5+2( 93.30100

−13

15 ) = 21,49P95=21,5+2( 95.30100

−28

2 ) = 22,00Variable Y

INTERVAL KELAS BATAS KELAS Xi fi fkum Fixi15.00 - 16.00 14.50 - 16.50 15.50 3 3 46.517.00 - 18.00 16.50 - 18.50 17.50 5 8 87.519.00 - 20.00 18.50 - 20.50 19.50 13 21 253.521.00 - 22.00 20.50 - 22.50 21.50 4 25 8623.00 - 24.00 22.50 - 24.50 23.50 4 29 9425.00 - 26.00 24.50 - 26.50 25.50 1 30 25.5

JUMLAH 30 593

Rata – Rata Hitung (x)Karena data yang ada telah dikelompokkan maka

menggunakan rumus untuk data yang sudah dimasukkan

dalam distribusi frekuensi.

x=∑ fixi∑fi

Dimana:

= Frekuensi untuk kelas interval ke-i

= Nilai dari titik tengah

x=∑ fixi∑fi = 59630 = 19,87

Median (Me)

Karena data yang ada telah dikelompokkan maka

menggunakan rumus untuk data yang sudah dimasukkan

dalam distribusi frekuensi.

Me=Lo+p((n2 )−F❑

) Dimana:

Lo = Batas bawah dari kelas median dimana median

berada

n = Jumlah data

p = Panjang kelas interval

= Frekuensi kelas median

F = Jumlah semua frekuensi kelas sebelum kelas

yang mengandung Median

Me=Lo+p((n2 )−F❑

) = 18, 5 +2((302 )−813 ) = 19,42

Modus (Mo)

Karena data yang ada telah dikelompokkan maka

menggunakan rumus untuk data yang sudah dimasukkan

dalam distribusi frekuensi.

Mo=Lo+p( b1b1+b2 )

Dimana:

Lo = Batas bawah dari kelas modus

b1 = Selisih antara frekuensi kelas modus dengan

frekuensi tepat satu kelas sebelum kelas

modus

b2 = Selisih antara frekuensi kelas modus dengan

frekuensi tepat satu

kelas sesudah kelas modus

p = Panjang r kelas interval

Mo=Lo+p( b1b1+b2 ) = 18,5+2( 8

8+9 ) = 19,30 Menghitung Kuartil

Karena data yang ada telah dikelompokkan maka

menggunakan rumus untuk data yang sudah dimasukkan

dalam distribusi frekuensi (baik kuartil, desil,

maupun persentil).

Qi=Lo+p( i.n4 −∑ F

fkuartil ) Dimana:

i = 1,2,3

Lo = Batas bawah dari kelas kuartil

f = Frekuensi kuartil Ke-i

ΣF = Jumlah semua frekuensi kelas sebelum kelas

kuartil

Misal nilai Q1 yaitu , Q1 = ¼ x jumlah total data

= ¼ x 30

= 7,5, cari fkum sampai total

(kumulatif) dari frekuensi

pada tebel berjumlah ≥ 8,75

Q1 = 16,5 + 2 (7,5−35 ) = 18,03

Q2 = 18,5 + 2 (15−813 ) = 19,42Q3 = 20,5 + 2 (22,5−214 )= 21,14

Menghitung Desil

Di=Lo+p( i.n10−∑ F

fkuartil ) Mis : nilai D6, yaitu ; D6 = 6/10 x jumah total

data = 6/10 x 30 = 18. Cari fkum sampai total

(kumulatif) dari frekuensi pada tebel berjumlah ≥

18. Didapat pada tebel adalah kelas ke 3.

D1=14,5+2( 30.110−0

3 ) = 16,20D2=16,5+2( 30.210

−3

5 ) = 17,52D3=18,5+2( 30.310

−8

13 ) = 18,63D4=18,5+2( 30.410

−8

13 )= 19,02D5=18,5+2( 30.510

−8

13 )= 19,42

D6=18,5+2( 30.610−8

13 )= 19,81D7=¿ 18,5+2( 30.710

−8

13 )= 20,20D8=20,5+2( 30.810

−21

4 )= 21,78D9=22,5+2( 30.910

−25

4 ) = 23,35 Menghitung Persentil

Pi=Lo+p( i.n100−∑ F

fkuartil ) P5=14,5+2( 5.30100

−0

3 ) = 15,35P31=18,5+2( 31.30100

−8

13 ) = 18,67P50=18,5+2( 50.30100

−8

13 ) = 19,42P93=22,5+2( 93.30100

−25

4 ) = 23,73

P95=22,5+2( 95.30100−25

4 ) = 23,994.3.4 Pengukuran Dispersi, Skewness, dan Kurtosis

Variabel X

Beberapa ukuran dispersi yang akan diuraikan

disini adalah simpangan baku (s) dan variansi (s2).

Karena ada data yang telah ada dikelompokkan maka

menggunakan rumus untuk yang telah dikelompokkan maka

menggunakan rumus untuk yang telah dikelompokkan.

Meskipun rumusnya berbeda hasilnya tetap sama. INTERVALKELAS BATAS KELAS Xi fi (x -

xi)(x -xi)2

(x -xi)3

(x -xi)4

fi(x -xi)2

fi(x -xi)3

fi(x - xi)4

14.00 -

15.00

13.500 -

15.500

14.50 2 4.47

19.951

89.115

398.047 39.902

178.230

796.094

16.00 -

17.00

15.500 -

17.500

16.50 5 2.47 6.084

15.008

37.020 30.422 75.041

185.102

18.00 -

19.00

17.500 -

19.500

18.50 6 0.47 0.218 0.102 0.047 1.307 0.610 0.285

20.00 -

21.00

19.500 -

21.500

20.50 15

-1.53 2.351

-3.605 5.528 35.267

-54.076 82.916

22.00 -

23.00

21.500 -

23.500

22.50 2

-3.53

12.484

-44.11

2155.8

61 24.969-

88.223311.72

3

JUMLAH30.000

2.333

41.089

56.508

596.504

131.867

111.582

1376.119

S =√Σf (Xi−x)2

n−1

S = √41,08929

S = 1,190

S2 = 1,417

Berdasarkan tabel diatas, dan dengan menggunakan

persamaan yang ada, maka :

M1 =0

M2 =∑1

nfi¿¿¿¿=131,86730 = 4,396

M3 =∑1

nfi¿¿¿¿= 111,58230 = 3,719

M4 =∑1

nfi¿¿¿¿ = 45,871

∝3=M3S3 =

3,7191,1903= 2,205

∝4=M4S4 =

45,8711,1904 = 22,85

Berdasarkan nilai ∝3 dan ∝4 dapat disimpulkan jika :

Kurva miring ke kanan (∝3 > 0)

Kurva mempunyai keruncingan Leptokurtik (∝4 > 3)

Variabel Y

Beberapa ukuran dispersi yang akan diuraikan

disini adalah simpangan baku (s) dan variansi (s2).

Karena ada data yang telah ada dikelompokkan maka

menggunakan rumus untuk yang telah dikelompokkan maka

menggunakan rumus untuk yang telah dikelompokkan.

Meskipun rumusnya berbeda hasilnya tetap sama.

S =√Σf¿¿¿¿

S = √72,40729

S = 1,580

S2 = 2,497INTERVALKELAS BATAS KELAS Xi fi (x -

xi)(x -xi)2

(x -xi)3

(x -xi)4

fi(x -xi)2

fi(x -xi)3

fi(x -xi)4

15.00 -

16.00

14.50 -

16.50

15.50 3 4.37 19.068 83.263

363.580 57.203

249.788

1090.740

17.00 -

18.00

16.50 -

18.50

17.50 5 2.37 5.601 13.256 31.372 28.006 66.280

156.862

19.00 -

20.00

18.50 -

20.50

19.50 13 0.37 0.134 0.049 0.018 1.748 0.641 0.235

21.00 -

22.00

20.50 -

22.50

21.50 4

-1.63 2.668 -4.357 7.117 10.671

-17.429 28.468

23.00 -

24.00

22.50 -

24.50

23.50 4

-3.63 13.201

-47.964

174.269 52.804

-191.85

6697.07

7

25.00 -

26.00

24.50 -

26.50

25.50 1

-5.63 31.734

-178.77

11007.0

75 31.734

-178.77

11007.0

75

JUMLAH30.00

-3.80

0 72.407

-134.52

41583.4

32182.16

7-

71.3482980.4

58

Berdasarkan tabel diatas, dan dengan menggunakan

persamaan yang ada, maka :

M1 =0

M2 =∑1

nfi¿¿¿¿=182,16730 = 2,414

M3 =∑1

nfi¿¿¿¿= −71,348

30 = -2,378

M4 =∑1

nfi¿¿¿¿ = 99,349

∝3=M3S3 =

−2,3781,5803 = - 0,6028

∝4=M4S4 =

99,3491,5804 = 15,937

Berdasarkan nilai ∝3 dan ∝4 dapat disimpulkan jika :

Kurva miring ke kiri (∝3< 0)

Kurva mempunyai keruncingan Leptokurtik (∝4 > 3)

4.3.5 Pengujian Kenormalan

Variabel X

Dari data diatas maka dilakukan uji kesesuaian

untuk mengetahui apakah data yang ada berdistribusi

normal atau tidak. Dengan derajat kebebasan 0,05 nilai

σ = 2,042 dan nilai µ = 18,97.

Solusi : Ho = Data Berdistribusi Tidak Normal

H1 = Data Tidak Berdistribusi Normal INTERVAL KELAS BATAS KELAS Xi fi fkum14.00 - 15.00 13.50 - 15.50 14.50 2 216.00 - 17.00 15.50 - 17.50 16.50 5 718.00 - 19.00 17.50 - 19.50 18.50 6 1320.00 - 21.00 19.50 - 21.50 20.50 15 2822.00 - 23.00 21.50 - 23.50 22.50 2 30

JUMLAH 30

Langkah pertama adalah dengan menghitung luas

dibawah kurva normal yang dihipotesiskan yang berada

antara berbagai batas kelas. frekuensi harapan paling

sedikit sebesar 5, maka dilakukan penggabungan Oi.

BATAS KELAS fi OiGABUNGAN

13.50 - 15.50 2 715.50 - 17.50 517.50 - 19.50 6 619.50 - 21.50 15 1721.50 - 23.50 2

Untuk Batas Kelas Peratama

Z1 = 13,55–18,97

2,042 = -2,677 dan Z2 =

15,5–18,972,042 = -1,679

Sehingga P (-1,679< Z < -2,677) = 0,045 – 0,004 = 0,041

Jadi frekuensi harapan untuk kelas pertama adalah :

ei = (0,041)(30) = 1,233

Untuk Batas Kelas Kedua

Z2 = 15,5–18,97

2,042 = -1,697 dan Z3 = 17,5–18,97

2,042 = 0,718

Sehingga P (0,718< Z <1,697) = 0,236 – 0,045 = 0,192

Jadi frekuensi harapan untuk kelas kedua adalah :

ei = (0,192)(30) = 5,746

Untuk Batas Kelas Ketiga

Z3 = 17,5–18,97

2,042 = 0,718 dan Z4 = 19,5–18,97

2,042 = 0,261

Sehingga P (0,261 < Z <0,718) = 0,603 – 0,236 = 0,367

Jadi frekuensi harapan untuk kelas ketiga adalah :

ei = (0,367)(30) = 9,216

Untuk Batas Kelas Keempat

Z4 = 19,5–18,97

2,042 = 0,261 dan Z5 = 21,5–18,97

2,042 = 1,240

Sehingga P (1,240< Z <0,261) = 0,893 – 0,603= 0,290

Jadi frekuensi harapan untuk kelas keempat adalah :

ei = (0,290)(30) = 8,687

Untuk Batas Kelas Kelima

Z5 = 21,5–18,97

2,042 = 1,230 dan Z6 = 23,5–18,97

2,042 = 2,220

Sehingga P (2,220< Z <1,230) = 0,987 – 0,893 = 0,094

Jadi frekuensi harapan untuk kelas kelima adalah :

ei = (0,094)(30) = 2,826

BATAS KELAS fi

OiGABUNGAN

Z1HITUNG

Z2HITUNG

Z1TABEL

Z2TABEL P EI EI

GABUNGAN13.500 -

15.500 2

7-2.677 -1.697 0.004 0.045

0.041

1.233

6.979

15.5 - 17.5 5 -1.697 -0.718 0.045 0.236 0.1 5.74

00 00 92 617.500 -

19.500 6 6 -0.718 0.261 0.236 0.603

0.367

11.000 11.000

19.500

 -

21.500

15 17 0.261 1.240 0.603 0.893

0.290

8.687 11.51321.5

00 -

23.500 2 1.240 2.220 0.893 0.987

0.094

2.826

Dari hasil perhitungan diatas terlihat bahwa jumlah

seluruh selang terlah berubah dari 6 menjadi 3 sehingga

derajat kebebasannya menjadi v = 1. Nilai X2 akan

menjadi

x2=∑i=1

k¿¿¿

x2=¿¿ + ¿¿ + ¿¿

= 4,888

Dari tabel x0,051 dengan V = 1 didapat nilai 3,8414.

Karena nilai x2 hitung lebih besar daripada nilai x2

tabel. Maka, dapat disimpulkan H0 ditolak yaitu data

tidak berdistribusi normal.

Variabel Y

Dari data diatas maka dilakukan uji kesesuaian

untuk mengetahui apakah data yang ada berdistribusi

normal atau tidak. Dengan derajat kebebasan 0,05 nilai

σ = 2,542 dan nilai µ = 19,87.

Solusi : Ho = Data Berdistribusi Tidak Normal

H1 = Data Tidak Berdistribusi Normal INTERVAL KELAS BATAS KELAS Xi fi fkum

15.00 - 16.00 14.500

 - 16.500 15.50 3 3

17.00 - 18.00 16.500

 - 18.500 17.50 5 8

19.00 - 20.00 18.500

 - 20.500 19.50 13 21

21.00 - 22.00 20.500

 - 22.500 21.50 4 25

23.00 - 24.00 22.500

 - 24.500 23.50 4 29

25.00 - 26.00 24.500

 - 26.500 25.50 1 30

JUMLAH 30

Langkah pertama adalah dengan menghitung luas

dibawah kurva normal yang dihipotesiskan yang berada

antara berbagai batas kelas. frekuensi harapan paling

sedikit sebesar 5, maka dilakukan penggabungan Oi.

BATAS KELAS fi OiGABUNGAN

14.500 

- 16.500 38

16.500 

- 18.500 5

18.500 

- 20.500 13 13

20.500 

- 22.500 4

922.500 

- 24.500 4

24.500 

- 26.500 1

Untuk Batas Kelas Peratama

Z1 = 14,5–19,87

2,542 = - 2,111 dan Z2 =

16,5–19,872,542 = - 1,324

Sehingga P(- 1,324< Z <-2,111) = 0,093 – 0,017 = 0,075

Jadi frekuensi harapan untuk kelas pertama adalah :

ei = (0,075)(30) = 2,260

Untuk Batas Kelas Kedua

Z2 = 16,5–19,87

2,542 = - 1,324 dan Z3 = 18,5–19,872,542 =

0,534

Sehingga P 0,534< Z <-1,324) = 0,295 – 0,093 = 0,203

Jadi frekuensi harapan untuk kelas kedua adalah :

ei = (0,203)(30) = 6,082

Untuk Batas Kelas Ketiga

Z3 = 18,5–19,87

2,542 = 0,538 dan Z4 = 20,5–19,87

2,542 = 0,249

Sehingga P (0,249< Z <- 0,538) = 0,598 - 0,249 = 0,303

Jadi frekuensi harapan untuk kelas ketiga adalah :

ei = (0,303)(30) = 9,087

Untuk Batas Kelas Keempat

Z4 = 20,5–19,87

2,542 = 0,249 dan Z5 = 22,5–19,87

2,542 = 1,036

Sehingga P (1,036< Z <0,249) = 0,850 – 0,598 = 0,251

Jadi frekuensi harapan untuk kelas keempat adalah :

ei = (0,251)(30) = 7,544

Untuk Batas Kelas Kelima

Z5 = 22,5–19,87

2,542 = 1,036 dan Z6 = 24,5–19,87

2,542 = 1,822

Sehingga P (1,822< Z < 1,036) = 0,966 – 0,850 = 0,116

Jadi frekuensi harapan untuk kelas kelima adalah :

ei = (0,116)(30) = 3,479

Untuk Batas Kelas Keenam

Z6 = 24,5–19,87

2,542 = 1,822 dan Z7 = 26,5–19,87

2,542 = 2,609

Sehingga P (2,609< Z <1,822) = 0,995 – 0,966 = 0,030

Jadi frekuensi harapan untuk kelas keenam adalah :

ei = (0,030)(30) = 0,890

BATAS KELAS fi OiGABUNGAN

Z1HITUNG

Z2HITUNG

Z1TABEL

Z2TABEL P EI EI

GABUNGAN14.500

 -

16.500 3 8 -2.111 -1.324 0.017 0.093

0.075

2.260 8.34216.5

00 -

18.500 5 -1.324 -0.538 0.093 0.295

0.203

6.082

18.500

 -

20.500 13 13 -0.538 0.249 0.295 0.598

0.303

9.087 9.087

20.500

 -

22.500 4

9

0.249 1.036 0.598 0.8500.251

7.544

11.91322.500

 -

24.500 4 1.036 1.822 0.850 0.966

0.116

3.479

24.500

 -

26.500 1 1.822 2.609 0.966 0.995

0.030

0.890

Dari hasil perhitungan diatas terlihat bahwa

jumlah seluruh selang terlah berubah dari 6 menjadi 3

sehingga derajat kebebasannya menjadi v = 1. Nilai X2

akan menjadi

x2=∑i=1

k¿¿¿

x2=¿¿ + ¿¿ + ¿¿

= 2,411

Dari tabel x0,051 dengan V = 1 didapat nilai 3,8414.

Karena nilai x2 hitung lebih kecil dari pada nilai x2

tabel maka disimpulkan terima H0 merupakan distribusi

normal.

4.3.6 Penentuan Koefisien Regresi

Dapatkan Koefisien a dan b

Langkah-langkah dalam menentukan hasil dari

koefisien (persamaan) regresi didapatkan dari:Data Pengamatan

No X Y X2 X.Y1 14 15 196 2102 14 17 196 2383 20 19 400 3804 20 25 400 5005 17 16 289 2726 20 19 400 3807 21 19 441 3998 20 18 400 3609 19 21 361 39910 20 20 400 40011 18 20 324 36012 17 15 289 25513 20 20 400 40014 17 20 289 34015 23 23 529 52916 20 20 400 40017 17 17 289 28918 20 20 400 40019 16 18 256 28820 22 22 484 48421 19 24 361 45622 20 24 400 480

23 20 23 400 46024 20 22 400 44025 20 22 400 44026 20 19 400 38027 19 18 361 34228 18 20 324 36029 18 20 324 36030 20 20 400 400Tot

al569 596 10913 11401

b=

n∑i=1

nxiyi−(∑i=1

nxi)(∑i=1

nyi)

n∑i=1

nxi2−(∑i=1

nxi)

2

¿(30×11401 )−(569x596)

(30x10913 )−(569)2=0,80

a=∑i=1

nyi−b∑

i=1

nxi

n .

¿596−(0,80x569)

30=4,68

Buat persamaan regresi linier

Ῡi¿a+bXῩi = 4,68 + 0,80 Xi

4.3.7 Uji Hipotesis Dan Penaksiran Selang

Koefisiensi Regresi

Uji hipotesis dilakukan pada kedua koefisien

tersebut yaitu koefisien a dan koefisien b, dimana

langkahnya antara lain:

Menentukan pernyataan hipotesis dengan bentuk eksak

H0 dan H1

Lakukan untuk pengujian dua arah (Two Tail)

H0 : Adanya hubungan antar variabel

H1 : Tidak ada hubungan antar variabel

Pengujian terhadap koefisien a

H0 : 4,68 = 0 dengan H1 : -4,68≠ 0

Pengujian terhadap koefisien b

H0 : 0,80 = 0 dengan H1 : -0,80 ≠ 0

Hitung nilai perhitungan statistik

Masukkan setiap nilai pengamatan (X = Jam Lembur )

terhadap persamaan garis regresi sederhana di atas dan

penyimpanan (error) masing-masing nilai pengamatannya.

Contoh perhitungan untuk pernyataan ke-1

Ŷi = 4,68 + 0,80 Xi

Ŷi = 4,68 + 0,80 (14) = 15,89

(Yi - Ῡ)2 = (15 - 15,89)2 = 0,79

(Xi – X)2 = (14 – 18,97)2 = 24,70

Sehingga didapatkan seluruh nilai persamaan garis

regresi sederhana tersebut :Rekapan Data Persamaan Garis Regresi Sederhana

No X Y Ŷ (Xi –

Xbar)2

(Yi -

Ŷ)2

1 14 15 15,89 24,70 0,792 14 17 15,89 24,70 1,233 20 19 20,69 1,06 2,874 20 25 20,69 1,06 18,545 17 16 18,29 3,88 5,256 20 19 20,69 1,06 2,87

7 21 19 21,49 4,12 6,228 20 18 20,69 1,06 7,269 19 21 19,89 0,00 1,2210 20 20 20,69 1,06 0,4811 18 20 19,09 0,94 0,8212 17 15 18,29 3,88 10,8413 20 20 20,69 1,06 0,4814 17 20 18,29 3,88 2,9215 23 23 23,10 16,24 0,0116 20 20 20,69 1,06 0,4817 17 17 18,29 3,88 1,6718 20 20 20,69 1,06 0,4819 16 18 17,49 8,82 0,2620 22 22 22,30 9,18 0,0921 19 24 19,89 0,00 16,8622 20 24 20,69 1,06 10,9323 20 23 20,69 1,06 5,3224 20 22 20,69 1,06 1,7125 20 22 20,69 1,06 1,7126 20 19 20,69 1,06 2,8727 19 18 19,89 0,00 3,5828 18 20 19,09 0,94 0,8229 18 20 19,09 0,94 0,8230 20 20 20,69 1,06 0,48Tota

l569,00 596,00 596,00 120,97 109,90

Derajat kebebasannya (V) = n-2 = 30-2 = 28

Sr2=

∑i=1

n(Yi−Yi)

2

n−2 =109,9028

=3,925

Nilai uji statistik koefisien a:

Sa=[Sr2(1n+

X2

∑ (Xi−X)2 )]1/2

=[3,925( 130+18,972120,97 )]

1/2

=3,436

t=[a−a0 ]Sa

=(4,68)−03,436

=1,362

Nilai uji statistik koefisien b:

Sb=[Sr2( X2

∑ (Xi−X)2 )]1/2

=[3,925( 18,972

120,97 )]1/2

=3,417

t=[b−b0 ]Sb

=(0,80)−03,417

=0,234

Menentukan daerah penerimaan dan daerah kritis uji

statistik

Daerah penerimaan untuk dua arah dengan tingkat

ketelitian (α ¿=0,025 dan derajat kebebasan V = n-2

= 30-2 = 28, pada tabel distribusi t didapatkan

nilai t = ± 2,3684 (-2,3684 < t < 2,3684)

Simpulan putusan terhadap hasil

Untuk koefisien a diketahui nilai t hitung adalah

1,362 sedangkan nilai t tabel adalah ± 2,3684 (-

2,3684 < t < 2,3684)

Daerah Kritis Koefisien a

t hitung berada didalam daerah penerimaan, maka

keputusannya Terima H0 dan simpulkan bahwa ada hubungan

antar variabel.

Untuk koefisien b diketahuin nilai t hitung adalah

0,234 sedangkan nilai t tabel adalah ± 2,3684 (-2,3684

< t < 2,3684)

Gambar 4. 2 Simpulan Putusan Terhadap Hasil Untuk Koefisien b

t hitung berada didalam daerah penerimaan, maka

keputusannya Terima H0 dan simpulkan bahwa ada hubungan

antar variabel.

Hitung nilai kesalahan (error)

Dari tabel perhitungan di atas didapatkan jumlah

kesalahan (error) adalah :

S=∑i=1

nei2=∑

i=1

n(Yi−Yi)

2

Sy2=

∑ (Yi−Yi)2

n−2=109,9028

=3,925

Contoh perhitungan untuk pernyataan ke-1:

Sy2=[Sy

2(1n+(Xi−X)2

∑ (Xi−X)2 )]1/2

Sy2=[3,925( 130+

24,70120,97 )]

1/2

Sy=0,97

Nilai t tabel dua arah didapatkan dari tabel

distribusi t dengan derajat kepercayaan V = n-2 =

30-2 = 28, nilainya adalah ±2,3684, sehingga

batasannya (θ) adalah:Ŷi = 4,68 + 0,80 Xi

Ŷi = 4,68 + 0,80 (14) = 15,89

Ŷ – tsŷ < θ < Ŷ + tsŷ15,89 - (2,3684)(2,286) < θ < 15,89 + (2,3684)

(2,286)

13,60 < θ < 18,18Berikut adalah rekapitulasi perhitungan:

Rekapan Data Kesalahan (Error)

No X Y Ŷ (Xi –

Xbar)2

(Yi

-

Ŷ)2

SŶ(Ŷ-

tsŷ)

(Ŷ+t

sŷ)Ket

1 14 1515,8

924,70 0,79

0,9

7

13,6

0

18,1

8

Didal

am

2 14 1715,8

924,70 1,23

0,9

7

13,6

0

18,1

8

Didal

am3 20 19 20,6 1,06 2,87 0,4 19,7 21,6 Didal

9 1 3 6 am

4 20 2520,6

91,06

18,5

4

0,4

1

19,7

3

21,6

6

Dilua

r

5 17 1618,2

93,88 5,25

0,5

1

17,0

9

19,4

9

Didal

am

6 20 1920,6

91,06 2,87

0,4

1

19,7

3

21,6

6

Didal

am

7 21 1921,4

94,12 6,22

0,5

1

20,2

8

22,7

1

Didal

am

8 20 1820,6

91,06 7,26

0,4

1

19,7

3

21,6

6

Didal

am

9 19 2119,8

90,00 1,22

0,3

6

19,0

4

20,7

5

Dilua

r

10 20 2020,6

91,06 0,48

0,4

1

19,7

3

21,6

6

Didal

am

11 18 2019,0

90,94 0,82

0,4

0

18,1

4

20,0

4

Didal

am

12 17 1518,2

93,88

10,8

4

0,5

1

17,0

9

19,4

9

Didal

am

13 20 2020,6

91,06 0,48

0,4

1

19,7

3

21,6

6

Didal

am

14 17 2018,2

93,88 2,92

0,5

1

17,0

9

19,4

9

Dilua

r

15 23 2323,1

016,24 0,01

0,8

1

21,1

8

25,0

2

Didal

am

16 20 2020,6

91,06 0,48

0,4

1

19,7

3

21,6

6

Didal

am

17 17 1718,2

93,88 1,67

0,5

1

17,0

9

19,4

9

Didal

am

18 20 2020,6

91,06 0,48

0,4

1

19,7

3

21,6

6

Didal

am

19 16 1817,4

98,82 0,26

0,6

5

15,9

6

19,0

2

Didal

am

20 22 2222,3

09,18 0,09

0,6

5

20,7

5

23,8

5

Didal

am

21 19 2419,8

90,00

16,8

6

0,3

6

19,0

4

20,7

5

Dilua

r

22 20 2420,6

91,06

10,9

3

0,4

1

19,7

3

21,6

6

Dilua

r

23 20 2320,6

91,06 5,32

0,4

1

19,7

3

21,6

6

Dilua

r

24 20 2220,6

91,06 1,71

0,4

1

19,7

3

21,6

6

Dilua

r

25 20 2220,6

91,06 1,71

0,4

1

19,7

3

21,6

6

Dilua

r

26 20 1920,6

91,06 2,87

0,4

1

19,7

3

21,6

6

Didal

am

27 19 1819,8

90,00 3,58

0,3

6

19,0

4

20,7

5

Didal

am

28 18 2019,0

90,94 0,82

0,4

0

18,1

4

20,0

4

Didal

am

29 18 2019,0

90,94 0,82

0,4

0

18,1

4

20,0

4

Didal

am

30 20 2020,6

91,06 0,48

0,4

1

19,7

3

21,6

6

Didal

amTot

al

569,

00

596,

00

596,

00120,97

109,

90

14,

57

561,

51

630,

49

4.3.8 Penentuan Koefisien Korelasi

Untuk menentukan hubungan dari beberapa variabel

diatas, dicari koefisiensi korelasinya menggunakan

produk momen Pearson.Koefisien Korelasi

No X Y X2 Y2 X.Y1 14 15 196 225 210

2 14 17 196 289 2383 20 19 400 361 3804 20 25 400 625 5005 17 16 289 256 2726 20 19 400 361 3807 21 19 441 361 3998 20 18 400 324 3609 19 21 361 441 39910 20 20 400 400 40011 18 20 324 400 36012 17 15 289 225 25513 20 20 400 400 40014 17 20 289 400 34015 23 23 529 529 52916 20 20 400 400 40017 17 17 289 289 28918 20 20 400 400 40019 16 18 256 324 28820 22 22 484 484 48421 19 24 361 576 45622 20 24 400 576 48023 20 23 400 529 46024 20 22 400 484 44025 20 22 400 484 44026 20 19 400 361 38027 19 18 361 324 34228 18 20 324 400 36029 18 20 324 400 36030 20 20 400 400 400Tota

l569 596 10913 12028 11401

r=n∑xy−∑x∑ y

¿¿¿

r=(30x11401 )−(569x596)

{[ (30x10913 )−(569)2 ] [ (30x12028 )−(596)2 ]}12

=0,64

Nilai r = 0,64 (r > 0; positif) berarti ada

kenaikan korelasi linier antara variabel X dan Y. Garis

linier ditampilkan pada gambar berikut:

0 2 4 6 8 10 12024681012

Garis Regresi Linier

(X.Y)

4.3.9 Uji Hipotesis dan Penaksiran Selang Koefisien

Korelasi

Menentukan pernyataan hipotesis dengan bentuk eksak

H0 dan H1

Dilakukan untuk pengujian dua arah (two tail)

H0 : adanya hubungan antara variabel

H1 : Tidak adanya hubungan antar variabel

Pengujian terhadap koefisien r:

H0 : 0,64= 0 dengan H1 : 0,64 ≠ 0

Hitung nilai perhitungan statistik

Sampel statistik yang ditentukan adalah sebanyak

n=30 dengan nilai r = 0,64.

t=r√n−2√1−r2

t=0,64√30−2√1−0,642

=4,446

Menentukan daerah penerimaan dan daerah kritis uji

statistik

Derajat penerimaan untuk dua arah dengan tingkat

ketelitian (α) = 0,04 dan derajat kepercayaan v = n-2 = 30-2 = 28 pada tabel distribusi t didapatkan

nilai t = 2,3684 (-2,3684 < t < 2,3684).

Simpulan terhadap putusan hasil

Untuk koefisien t diketahui nilai t hitungnya adalah

4,446 sedangkan t tabel adalah ± 2,3684 (-2,3684 < t

< 2,3684) maka:

Daerah Kritis Korelasi

t hitung berada didalam daerah penerimaan, maka

keputusannya terima H1 dan simpulkan bahwa tidak ada

hubungan antar variabel.

4.3.10 Analisis Variansi

Langkah-langkah dalam penulisan bentuk dan

rancangan prosedur untuk menampilkan ANOVA untuk

persamaan regresi antara lain:

Menentukan Model Pengamatan ANOVA

Ŷi = 4,68 + 0,80 Xi

Hipotesisnya adalah:

H0 : b1 = 0

Dengan ketentuan tingkat ketelitian adalah α=0,025

dijadikan taraf atau tingkat signifikan.

Hitung Nilai Perhitungan Statistik

Daripersamaan T=∑iYi didapatkan nilainya adalah :

ANOVA Persamaan Regresi

No X Y Y2 Ŷ(Y -

Ŷ)2

1 14 15225,00

015,890 0,792

2 14 17289,00

015,890 1,232

3 20 19361,00

020,690 2,856

4 20 25625,00

020,690 18,576

5 17 16256,00

018,290 5,244

6 20 19361,00

020,690 2,856

7 21 19361,00

021,490 6,200

8 20 18324,00

020,690 7,236

9 19 21441,00

019,890 1,232

10 20 20400,00

020,690 0,476

11 18 20400,00

019,090 0,828

12 17 15225,00

018,290 10,824

13 20 20400,00

020,690 0,476

14 17 20400,00

018,290 2,924

15 23 23529,00

023,100 0,010

16 20 20400,00

020,690 0,476

17 17 17289,00

018,290 1,664

18 20 20400,00

020,690 0,476

19 16 18324,00

017,490 0,260

20 22 22484,00

022,300 0,090

21 19 24576,00

019,890 16,892

22 20 24576,00

020,690 10,956

23 20 23529,00

020,690 5,336

24 20 22484,00

020,690 1,716

25 20 22484,00

020,690 1,716

26 20 19361,00

020,690 2,856

27 19 18 324,00 19,890 3,572

0

28 18 20400,00

019,090 0,828

29 18 20400,00

019,090 0,828

30 20 20400,00

020,690 0,476

Tota

l569 596

12028,

000

595,92

0109,907

Hitung Jumlah Pengamatan

T=∑iYi=Y1+Y2+…Yn=596

∑ Yi2 = 12028

Hitung Jumlah Kuadrat

SST=∑iYi2−

T2

n =12028−(596)2

30=187,467

Hitung Jumlah Kuadrat Kesalahan (error)

SSE=∑iei2=∑ (Y−Ŷ)2=109,907

Dengan derajat kebebasannya adalah:

VE = n – k – 1 = 30 – 1 – 1 =28

Hitung Nilai Perhitungan Statistik

Substraksi jumlah kesalahan (error) kuadrat:

SSR = SST – SSE = 187,467– 109,907 = 77,560

Dengan derajat kebebasan adalah :

VR = k = 1Sumber Variansi

Sumber

Variansi

Derajat

Kebebas

an

Jumla

t

Kuadr

Rata-

Rata

Kuadra

Nilai

F

at tAntar

Variabel1

77,56

077,560

19,75

9

Kesalahan

(error)28

109,9

07

3,9252

429

Total 29187,4

67

Menentukan Daerah Penerimaan dan Daerah Krisis Uji

Statistik

Daerah penerimaan untuk dua arah dengan tingkay

ketelitian (α)=0,025 dengan V1 = VR = 1 dan V2 = 28,

pada tabel distribusi F didapatkan nilai F = 5,6096.

Simpulan Putusan Terhadap Hasil

Untuk nilai F diketahui nilai F hitung adalah 19,759

; sedangkan nilai F tabel ± 5,6096 (-5,6096 < F <

5,6096)

Gambar 4. 3 Simpulan Putusan Terhadap Hasil F Hitung

Karena F hitung berada luar daerah penerimaan, maka

putusannya adalah terima H1 .

BAB V

ANALISIS

5.1 Perhitungan Parameter Populasi

Dalam melakukan suatu penelitian hal yang utama

dilakukan yaitu menentukan parameter populasi untuk

dijadikan objek penelitian. Untuk mendapatkan populasi

yang harus didapatkan dibutuhkannya menentukan tingkat

kepercayaan, tingkat ketelitian, dan simpangan baku

terhadap data tersebut. Menentukan sampel dapat

menggunakan rumus dengan mengkalikan antara nilai Z

tabel normal dengan simpangan baku dan membaginya

dengan tingkat ketelitian, sehingga didapatkan sampel

yang diperlukan untuk penelitian yaitu sebesar 30,12

dibulatkan menjadi 30 sampel.

5.2 Perhitungan Ukuran Pemusatan Data

Pemusatan data ini yaitupengolahan data dengan

menggunakan distribusi frekuensi yang dimana dibutuhkan

perhitungan-perhitungan seperti menghitung rentang (R),

jumlah kelas interval (k), panjang kelas interval (p),

menentukan batas kelas, dan nilai tengah. Dengan

langkah awal mengurutkan data dari yang terkecil hingga

terbesar lalu dapat mulai perhitungan. Pada variabel X

pada kasus ini yaitu jam lembur diperoleh hasil rentang

yaitu 9, jumlah kelas sebanyak 6 dengan sampel sebanyak

30 data, dan panjang kelas 2, maka dapat dibuatnya

tabel tabulasi yang terdiri dari interval kelas,

tabulasi, dan frekuensi.. Pada variabel Y yaitu

insentif pekerja didaptkan hasil rentang yaitu 10,

jumlah kelas sebanyak 6, panjang kelas yaitu 2, batas

kelas dengan mengurangi 0,5 untuk batas bawah dn

menambah 0,5 untuk batas atas, nilai tengan dengan cra

menambhakan batas bawah dan batas atas dan dikalikan

setengah. Diperoleh hasil tersebut dibuatnya grafik

histogram dan poligon yang menggambarkan hubungan

antara batas kelas dan frekuensi sehingga lebih

memudahkan dalam membaca terhadap data tersebut.

5.3 Perhitungan Ukuran Penyebaran Data

Ukuran penyebaran terdiri atas mean, median,

modus, kuartil, desil, dan persentil. Mean (rata – rata

hitung) merupakan nilai yang dapat mewakili keseluruhan

variable pada data. Nilai mean pada variable x sebesar

18,97 dan untuk variable y sebesar 19,87. Median

merupakan nilai tengah yang terdapat pada data, dari

variable x didapatkan nilai median sebesar 19,77,

sedangkan untuk variable y sebesar 19,42. Modus adalah

nilai yang sering muncul pada data. Pada variable x

didapatkan nilai modus sebesar 20,32 dan pada variable

y sebesar 19,30. Kuatil adalah nilai yang membagi data

menjadi emapat bagian, kuartil terdiri atas 4. Kuartil

satu (Q1), kuartil dua (Q2), dan kuartil tiga (Q3). Pada

variable x nilai Kuartil satu (Q1) 17,67 , kuartil dua

(Q2) 19,77, dan kuartil tiga (Q3) 20,77.

Desil merupakan nilai yang mebagi data menjadi 10

bagian, desil terdiri atas sembilan. Untuk variable x

nilai desil satu (D1) sebesar 15,90, desil dua (D2)

sebesar 17,01, desil tiga (D3) sebesar 18,17, desil

empat (D4) sebesar 19,17, desil lima (D5) sebesar

19,77, desil enam (D6) sebesar 20,17, desil tujuh (D7)

sebesar 20,57, desil delapan (D8) sebesar 20,97, dan

desil sembilan (D9) sebesar 21,37. Untuk variable y

nilai desil satu (D1) sebesar 16,20, desil dua (D2)

sebesar 17,52, desil tiga (D3) sebesar 18,63, desil

empat (D4) sebesar 19,02, desil lima (D5) sebesar

19,42, desil enam (D6) sebesar 19,81, desil tujuh (D7)

sebesar 20,20, desil delapan (D8) sebesar 21,78, dan

desil sembilan (D9) sebesar 23,35. Penyebaran data yang

terakhir adalah persentil. Persentil merupakan nilai

yang membagi data menjadi 100 bagian. Untuk persentil

pada penyebaran data ini, terdapat lima perhitungan

persentil, yaitu persentil lima (P5) sebesar 15,00,

persentil tigapuluh satu (P31) sebesar 18,27, persentil

limapuluh (P¿¿50)¿sebesar 19,77, persentil sembilanpuluh

tiga (P¿¿93)¿sebesar 21,49 ,dan persentil sembilanpuluh

lima (P¿¿95)¿ sebesar 22,00 untuk variable x. sedangkan

untuk variable y yaitu persentil lima (P5) sebesar

15,35, persentil tigapuluh satu (P31) sebesar 18,67,

persentil limapuluh (P¿¿50)¿sebesar 19,42, persentil

sembilanpuluh tiga (P¿¿93)¿sebesar 23,73,dan persentil

sembilanpuluh lima (P¿¿95)¿ sebesar 23,99.

Dari penyabaran data tersebut kemudian digambarkan

kedalam kurva kemiringan dan kurva keruncingan. Untuk

variable x Kurva miring ke kanan (∝3 > 0) dan

keruncingan Leptokurtik (∝4 > 3). Hal ini didapat kan

karna nilai ∝3 sebesar 2,205 dan nilai ∝4 sebesar

22,8. Untuk variable y Kurva miring ke kiri (∝3< 0)

dan keruncingan Leptokurtik (∝4 > 3). Dengan nilai ∝3

sebesar - 0,6028 dan nilai ∝4 sebesar 15,937

5.4 Pengujian Kenormalan

Pengujian kenormalan merupakan pengujian atas data

variable x dan y, apakah data yang ada berdistribusi

normal atau tidak. Untuk variable x dengan nilai σ =

2,042 dan nilai µ = 18,97 Dari hasil perhitungan

terlihat bahwa jumlah seluruh selang terlah berubah

dari 5 menjadi 3 sehingga derajat kebebasannya menjadi

v = 1. Nilai X2 akan menjadi 4,88 sehingga dapat

disimpulkan H0 ditolak yaitu data tidak berdistribusi

normal. Untuk variable y dengan nilai σ = 2,542 dan

nilai µ = 19,87. Dari hasil perhitungan terlihat bahwa

jumlah seluruh selang terlah berubah dari 6 menjadi 3

sehingga derajat kebebasannya menjadi v = 1. Nilai X2

akan menjadi 2,411 sehingga dapat disimpulkan H0

diterima yaitu data berdistribusi normal.

5.5 Penentuan Koefisiensi Regresi

Dari hasil yang didapat dalan pengolahan data aitu

Ῡi = 4,68 + 0,80 Xi dimana 0,80 adalah koefisien arah

regresi linier dan di mana koefisien ini merupakan

perubahan rata-rata variabel Y (4,68) untuk setiap

perubahan variabel X yaitu jam lembur. Dimana perubahan

disini adalah bertambah karena nilai dari variabel b

adalah positif. Regresi dengan X menyatakan variabel

bebas dan Y variabel terikat sering dinamakan sebagai

regresi Y atas X atau sebaliknya. Variabel tak bebas Y

dalam regresi telah dinyatakan oleh simbol Ŷ yang mana

digunakan untuk menbedakan denga Y hasil amatan dan Ŷ

yang di dapat dari regresi.

5.6 Uji Hipotesis dan Penaksiran Selang Koefisiensi

Regresi

Dan telah di dapatkan dari hasil pengolahan data

untuk Jam lembur & Insentif yang di mana niali b adalah

0,80 bertanda posistif sehingga kita dapat menyatakan

bahwa setiap X (Jam Lembur) bertambah, maka rata-rata

insentif bertambah dengan hasil nilai a adalah 4,68.

Dan di perkirakan dari hasil Ŷi = 4,68 + 0,80 (14) =

15,89 bahwa di perkirakan rata-rata dari jam lembur dan

insentif disini 15,89 dari 14 jam lembur yang di

hasilkan. Dimana data di hitung dari data pertama

hingga terakhir itu di sebut interpolasi, dan jika di

masukan harga Y di luar batas daerah ruang gerak

pengamatan merupakan ekstrapolasi dalam menentukan

ekstrapolasi harus di lakukan dengan pertimbangan

penuh. Resio selalu timbul terkecuali kita tau bahwa

regresi sama berlaku untuk Y di luar ruang gerak

pengamatan. Dan hasil akhir di mana b & a bertanda

positif dan a dan b untuk menentukan t hitung, dan t

hitung dari kedua variabel berada didalam daerah

penerimaan, maka keputusannya terima H0 dan simpulkan

bahwa ada hubungan antar variabel.

5.7 Penentuan Koefisiensi Korelasi

Dapat dianalisis variabel X mengalami kenaikan,

maka variabel Y akan ikut naik, nilai koefisien

korelasi mendekati +1 (positif Satu) dan pasangan data

variabel X dan variabel Y memiliki korelasi linear

positif yang kuat/erat.

Dari hasil pengolahan data didapatkan r sebesar

0,64 maka di artikan bahwa kriteria hubungan antara

variabel X dan variabel Y berkorelasi sedang. Untuk

hasil dari diagram pencar atau sering di sebut garis

regresi linear di dapatkan garis naik artinya hubungan

positif antara variabel x (jam lembur) dengan variabel

y (insentif).

5.8 Uji Hipotesis dan Penaksiran Selang Koefisiensi

Korelasi

Hasil dari uji hipotesis dan penaksiran selang

koefisiensi korelasi didapatkan nilai thitung adalah

4,446 dari hasil tersebut dapat disimpulkan dengan

nilai ttabel 2,368 maka tidak ada hubungan antara

variabel X (jam lembur) dengan variabel Y (insentif).

5.9 Analisis Variansi

Analisis variansi disini dipengaruhi oleh nilai

SST yaitu jumlah kuadrat perlakuan yang berfungsi untuk

mengukur keragaman antara terata sampel dan SSE jumlah

kuadrat kesalahan yang dimana SSE berfungsi untuk

mnegukur keragaman dalam sampel. Dari hasil perhitungan

didapatkan Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima

yang berarti ada pengaruh yang signifikan antara

variabel independen X (jam lembur) secara bersama-sama

terhadap variabel dependen Y (insentif). H0 : b1 = 0

artinya tidak ada pengaruh dari variabel independen

secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis dapat

disimpulkan bahwa:

- Penelitian yang dilakukan yaitu mengenai ‘Pengaruh

Jam Lembur terhadap Jumlah Insentif Karyawan

Dinas Pertambangan & Energi Provinsi Kal-Bar.

Dimana penelitian bertujuan untuk dapat mengetahui

adakah pengaruh jam lembur yang di lakukan setiap

karyawan dengan intensif yang diterima, dengan

dapat diidentifikasi variabel penyebab dan akibat,

yang menjadi variabel penyebab (X) adalah jam

lembur karyawan dan variabel akibat (Y) adalah

jumlah pendapatan insentif.

- Dalam penelitian laporan akhir ini pengumpulan

data yang digunakan merupakan data Sekunder karena

data diperoleh dari data yang sudah tersedia dan

ada di salah satu kantor Dinas di Kal-Bar. Objek

pengamatan nya yaitu jam lembur (X) terhadap

insentif (Y) dengan jumlah data masing-masing

variabel terdapat 30 sampel.

- pengolahan data yang dilakukan pada saat

pengerjaan LA apa aja?

Untuk menguji analisis dibutuhkannya pengolahan

data sehingga diperoleh keputusan analisis yang

- berdasrkan pengolahan data apakah variabel x sama

y ada pengaruhnya ? sertakan alasannya.

- Dari hasil pengamatan serta pengolahan dengan

rumus yang ditentukan didapatkan nilai-nilai yang

dibutuhkan dalam penarikan analisis.

6.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA