keberfungsian sosial mantan penerima manfaat panti

81
KEBERFUNGSIAN SOSIAL MANTAN PENERIMA MANFAAT PANTI REHABILITASI SOSIAL NAPZA Konsultan : Prof. Adi Fahrudin, Ph.D PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BADAN PENDIDIKAN, PENELITIAN, DAN PENYULUHAN SOSIAL KEMENTERIAN SOSIAL RI 2018

Upload: khangminh22

Post on 02-Feb-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KEBERFUNGSIAN SOSIAL MANTAN PENERIMA MANFAAT

PANTI REHABILITASI SOSIAL NAPZA

Konsultan :Prof. Adi Fahrudin, Ph.D

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEJAHTERAAN SOSIALBADAN PENDIDIKAN, PENELITIAN, DAN PENYULUHAN SOSIAL

KEMENTERIAN SOSIAL RI2018

Setyo Sumarno dkk

KEBERFUNGSIAN SOSIAL MANTAN PENERIMA MANFAAT PANTI REHABILITASI SOSIAL NAPZA; Jakarta 2018: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI, iv + 76 halaman 14,5 x 21 cm

Konsultan:Prof. Adi Fahrudin, Ph.D

Penulis :Setyo Sumarno, Hari Harjanto Setiawan, Alit Kurniasari,

Haryati Roebyantho, Mulia Astuti, Ruaida Murni,Husmiati, Ahmad Suhendi, Aulia Rahman

Perwajahan :Tim Peneliti

ISBN : 978-602-53459-2-0

Cetakan I : November 2018

Diterbitkan oleh:Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial,

Kementerian Sosial RI - JakartaJl. Dewi Sartika No. 200 Cawang II Jakarta Timur,

Telp. 021-8017146, Fax.021-8017126

Sanksi Pelanggaran Pasal 72Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (2) dipidanakan dengan penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau hak terkait sebagaimana di maksud pada ayat (1) dipidanakan dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, berkat rahmat dan karunia-Nya, buku hasil penelitian yang berjudul “Keberfungsian Sosial Mantan Penerima Manfaat Panti Rehabilitasi Sosial Napza” dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial berupaya tampil dalam melaksanakan peran strategisnya guna mendukung Kementerian Sosial Republik Indonesia sebagai pilar utama pembangunan kesejahteraan sosial untuk mengembangkan kebijakan dan program pada unit teknis terkait.

Buku ini merupakan hasil penelitian cepat (quick research) yang dilakukan pada empat provinsi di Indonesia. Provinsi yang dijadikan sampel dipilih berdasarkan tempat rehabilitasi penyalahguna NAPZA yaitu dua Provinsi mempunyai tempat rehabilitasi milik kementerian sosial dan dua Provinsi lainnya tempat rehabilitasi milik swasta/LSM. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial yang berada di bawah Badan Pendidikan, Penelitian, dan Penyuluhan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia merasa perlu meneliti mengenai fenomena ini.

Semoga buku ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat, baik bagi praktisi maupun akademisi yang mengkaji permasalahan ini. Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, sesuai dengan pepatah “tidak ada gading yang tidak retak”. Oleh karena itu, kami berharap masukan yang bersifat konstruktif dari pembaca guna perbaikan selanjutnya. Kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan penelitian hingga terwujudnya buku ini, kami menyampaikan terima kasih.

Jakarta, November 2018

Kapuslitbangkesos,

Mulia Jonie

iv

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................. iv

DAFTAR TABEL ................................................................................... v

DAFTAR DIAGRAM .............................................................................. vi

KATA PENGANTAR ............................................................................... iii

BAB 1 : PENDAHULUAN ................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................. 5

C. Tujuan Penelitian .............................................................. 5

D. Manfaat Penelitian ............................................................ 6

E. Metodologi ........................................................................ 6

F. Sistematika Penulisan ........................................................ 10

BAB II : KERANGKA KONSEP ............................................................ 12

A. Rehabilitasi Sosial .............................................................. 13

B. Pembinaan Lanjut ............................................................. 19

C. Keberfungsian Sosial ......................................................... 20

BAB III : HASIL PENELITIAN ............................................................... 21

A. Gambaran Lokasi Dan Lembaga Rehabilitasi .................. 21

B. Demografi ............................................................................ 36

C. Keberfungsian Sosial ........................................................ 41

BAB IV : PEMBAHASAN ....................................................................... 51

A. Keberfungsian Sosial ........................................................ 51

B. Dukungan Sosial ................................................................. 54

C. Korelasi Antar Variabel ...................................................... 56

BAB V : PENUTUP ............................................................................... 61

A. Kesimpulan ......................................................................... 61

B. Rekomendasi ..................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 64

BIODATA PENULIS ................................................................................ 66

INDEKS ................................................................................................... 74

v

daftar TABEL

Tabel 1. Daftar Wilayah dan Responden Penelitian ............................ 7

Tabel 2. Jadwal Penelitian ...................................................................... 10

Tabel 3. Data Penyalahgunaan Napza IPWL YKP2N ........................... 35

Tabel 4. Korelasi Antara Variabel ........................................................... 57

vi

daftar DIAGRAM

Diagram 1. Jumlah Responden .......................................................... 36

Diagram 2. Jenis Kelamin Responden ................................................ 37

Diagram 3. Status Perkawinan ............................................................. 38

Diagram 4. Tempat Tinggal Responden .............................................. 38

Diagram 5. Tempat Tinggal Setelah Keluar .......................................... 39

Diagram 6. Ketrampilan yang Diikuti ................................................... 40

Diagram 7. Pekerjaan Responden ........................................................ 41

Diagram 8. Kemampuan Pemenuhan Kebutuhan Sehari Hari ......... 42

Diagram 9. Kemampuan Mengatasi Masalah ..................................... 43

Diagram 10. Kemampuan Melaksanakan Peran Sosial ...................... 44

Diagram 11. Kemampuan Mengembangkan Diri Sendiri ................... 45

Diagram 12. Dukungan Keluarga .......................................................... 46

Diagram 13. Dukungan Masyarakat ..................................................... 47

Diagram 14. Dukungan Lingkungan Pekerjaan / Pendidikan ............. 49

Diagram 15. Dukungan Sosial ............................................................... 50

Diagram 16. Keberfungsian Sosial IPWL Pemerintah dan Masyarakat ................................................................. 58

Diagram 17. Dukungan Sosial IPWL Pemerintah dan Masyarakat .................................................................. 59

1Pendahuluan

A. LATAR BELAKANG

Ancaman bahaya penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif lainnya saat ini semakin memprihatinkan. Dari berbagai pemberitaan media massa dan media elektronika pemakai atau penyalahguna sudah merata di segala lapisan masyarakat dari kalangan selebritis, anggota DPR, pegawai (ANS dan swasta) serta Polisi, TNI, ABRI. Bahkan tersangka kasus penyalahgunaan NAPZA, baik sebagai pengedar maupun pecandu dan korban – tidak memandang: pendidikan, kelompok umur, agama, suku bangsa, status sosial ekonomi dan kewilayahan. Penyalahguna NAPZA mulai dari pendidikan rendah sampai pendidikan tinggi, kelompok umur anak-anak sampai dewasa dan lanjut usia, tidak terbatas pada pemeluk agama tertentu, keluarga miskin atau keluarga mampu, rakyat biasa maupun pejabat publik, di desa maupun di kota.

Dilihat dari aspek-aspek terjadinya kasus Penyalahgunaan NAPZA, bersifat multidimensional dan, saling terkait, yaitu: aspek medis, sosial, budaya, ekonomi, politik dan hukum. (Martono dan Joewana, 2005; Suradi, 2012; Lisa dan Sutrisna, 2013). Meningkatnya kasus penyalahgunaan NAPZA dan dampak yang ditimbulkan cukup luas bagi warga masyarakat. Kondisi ini menjadi perhatian yang besar bagi pemerintah Indonesia.

BAB

I PENDAHULUAN

2 Pendahuluan

Peningkatan jumlah penyalahgunaan napza dan zat adiktif lainnya sebagaimana laporan Badan Narkotika Nasional bahwa jumlah penyalahguna Napza di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Penyalahguna NAPZA, Pada tahun 2011 sebesar 4,2 juta, kemudian pada tahun 2013 pecandu narkoba di atas angka 4,9 juta jiwa, dan di prediksi tahun 2015 menjadi 5,8 juta jiwa (Merdeka.com, 2014). Bila dilihat dari pecandunya 75 % adalah pelajar atau usia produktif (Antar News, 2014). Dengan , demikian Indonesia kini masuk dalam kategori darurat penyalahgunaan Narkotika dan zat adiktif lainnya /NAPZA (Merdeka.com, 2014). Hal ini didukung oleh hasil Survei Nasional Penyalahgunaan Narkoba di 34 Provinsi (BNN, 2017) menunjukkan bahwa prevalensi angka pernah memakai narkoba tahun 2017 sebanyak 9,1 % (1 dari 11 orang ) atau sejumlah 33.388 orang (laki-laki 20.178 orang, perempuan 13.155 orang). Kondisi demikian tidak salah bila Indonesia berada pada posisi keempat negara dengan jumlah narkoba terbesar di dunia.

Hal ini sangat memprihatinkan apabila sebagian besar generasi muda terlibat Narkotika, membahayakan eksistensi suatu bangsa karena calon pemimpin bangsa kecanduan Narkotika dan zat adiktif lainnya yang juga merupakan ancaman bagi keutuhan NKRI dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan adil makmur.

Untuk menangani persoalan tersebut berbagai cara telah dilakukan Pemerintah melalui rawat inap di RSKO maupun penanganan melalui rehabilitasi sosial melalui IPWL atau Panti Sosial Pamardi Putera (PSPP), namun jumlah pecandu ataupun penyalahguna napza kian bertambah. Mengingat bahwa persoalan penyalahguna napza adalah masalah kita bersama, maka untuk penanganannya tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, juga menjadi tanggung

3Pendahuluan

jawab masyarakat. Untuk itu dalam penanggulangan korban penyalahgunaan napza harus melibatkan masyarakat.

Disamping itu sanksi terhadap penyalahguna napza juga tidak hanya menetapkan kebijakan khusus bagi pecandu narkotika atau korban penyalahgunaan NAPZA, di mana bagi korban penyalahgunaan napza, mereka tidak lagi dipidana kurungan atau penjara, akan tetapi sebagai korban mereka akan memperoleh pelayanan rehabilitasi medis maupun sosial. Kebijakan ini dimaksudkan untuk membangun kesadaran bagi pecandu dan korban penyalahgunaan NAPZA maupun keluarganya, dan masyarakat untuk melaporkan diri kepada institusi-institusi yang sudah disiapkan oleh pemerintah melalui Peraturan Presiden RI Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika.

Meskipun demikian, sejuah ini belum diperoleh informasi yang pasti bagaimana penanganan korban penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan oleh lembaga baik pemerintah, swasta ataupun masyarakat, termasuk di dalamnya tahapan after care yang dilakukan setelah program rehabilitasi selesai.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, pada tahun 2012 telah melakukan penelitian tentang Sistem pelayanan di dalam panti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pelayanan yang dilakukan panti belum menyentuh keluarga dan masyarakat sebagai bagian dari sistem klien (Nurdin Widodo dkk.2012). Kemudian pada tahun 2014 telah dilakukan penelitian berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA ini. Pada penelitian yang dilaksanakan oleh Gunawan, Sugiyanto dan Roebiyanto (2014), difokuskan pada eksistensi Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (RBM) di DI Yogyakarta dan Jawa Barat. RBM merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam penanggulangan NAPZA yang dimulai dari tingkat akar rumput. Partisipasi masyarakat ini sangat diharapkan,

4 Pendahuluan

mengingat penyalahgunaan NAPZA sudah meluas ke semua lapisan masyarakat.

Tahun 2015 Puslitbang kesejahteraan sosial melakukan, penelitian kapasitas IPWL dalam penanganan korban NAPZA di tiga provinsi yaitu Sumatera Utara, DI Yogyakarta dan Jawa Timur (oleh Suradi dkk). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya panti telah mempersiapkan untuk melakukan rehabilitasi sosial terhadap penyalahguna napza. Kesiapan dimaksud meliputi, program, kegiatan, fasilitas/sarana prasana, sumber daya manusia dan kesiapan lainnya. Dari kesiapan lembaga 70 % telah dapat merubah korban penyalahguna napza, baik dari kondisi fisik, sikap mental dan perilaku sosial.

Tahun 2018 Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial melakukan kajian cepat tentang: “Peran Rehabilitasi Sosial Adiksi Terhadap Kesiapan Reintegrasi Penyalahguna NAPZA”. Hasil penelitian menunjukkan penyelenggara rehabilitasi sosial telah berhasil membentuk kesiapan penyalahguna napza dalam reintegrasi sosial melalui berbagai program dan kegiatan sehingga dapat merubah kondisi fisik, sikap mental dan perilaku sosial.

Sementara itu, penelitian yang memfokuskan pada kondisi mantan penyalahguna napza setelah berada di tengah-tengah lingkungan masyarakat sejauh ini belum ada. Sehubungan dengan itu, maka Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial berkepentingan untuk melakukan penelitian ini dengan judul : “Keberfungsian Sosial Mantan Penerima Manfaat Panti Rehabilitasi Sosial Napza”. Diharapkan hasil penelitian ini akan memberikan data dan informasi yang bermanfaat bagi peningkatan dalam penanganan korban penyalahgunaan NAPZA di Indonesia.

5Pendahuluan

Berdasarkan kerangka penelitian, maka pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Keberfungsian Sosial mantan penyalahguna napza ditengah tengah kehidupan masyarakat setelah selesai mendapatkan rehabilitasi sosial dari lembaga.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan kerangka pikir penelitian, maka pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Keberfungsian Sosial mantan penerima manfaat panti rehabilitasi napza ditengah kehidupan masyarakat setelah selesai menjalani rehabilitasi sosial? Penelitian ini akan menjawab tiga hal sebagai berikut:

1. Bagaimana keberfungsian sosial mantan penerima manfaat panti rehabilitasi sosial napza?

2. Bagaimana dukungan sosial mantan penerima manfaat panti rehabilitasi sosial napza?

3. Bagaimana hubungan antara dukungan sosial terhadap keberfungsian sosial mantan penerima manfaat panti rehabilitasi sosial napza?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan pertanyaan yang diajukan dalam penelitian tersebut di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui keberfungsian sosial mantan penerima manfaat panti rehabilitasi sosial napza.

2. Mengetahui dukungan sosial mantan penerima manfaat panti rehabilitasi sosial napza?

3. Mengetahui hubungan antara dukungan sosial terhadap keberfungsian sosial mantan penerima manfaat panti rehabilitasi sosial napza?

6 Pendahuluan

D. MANFAAT PENELITIAN

Secara akademis, manfaat penelitian ini, memberikan kontribusi teoritis ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan sosial, terutama disiplin Ilmu Kesejahteraan Sosial. Selain itu akan memberikan wawasan metodologis bagi peneliti yang akan meneliti keberfungsian sosial mantan penerima manfaat panti rehabilitasi sosial napza. Secara praktis, hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi Pengambil kebijakan terutama Unit Teknis Kementerian Sosial sebagai dasar dalam membuat kebijakan tentang penanganan penyalahguna NAPZA sehingga akan menghasilkan suatu program yang sistematis dan berkesinambungan.

E. METODOLOGI

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang diperkuat dengan data kualitatif. Analisa data menggunakan statistik deskriptif. Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2008: 147).

1. Sampel

Lokasi penelitian ditentukan secara purposive yaitu 4 lokasi berdasarkan 1) lokasi panti rehabilitasi milik Kementerian Sosial. 2) Panti yang melaksanakan program rehabilitasi milik swasta/LSM. Jumlah populasi yang di setiap lokasi yang dijadikan penelitian menurut Provinsi adalah sebagai berikut :

7Pendahuluan

Tabel 1.Daftar Wilayah dan Responden Penelitian

No. Provinsi LembagaJumlah

Responden

1. Sumatera Utara PSPP Insyaf 14 orang

2. Jawa Barat PSPP Galih Pakuan 18 orang

3. Yogyakarta Yayasan Indocaritas 17 orang

4. Sulawesi Selatan YKP2N 21 orang

JUMLAH 70 orang

Menurut Sugiyono (2008 : 8), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel yang diambil dari populasi harus representatif. Berdasarkan populasi tersebut maka penentuan sampel yang akan di ambil secara sensus bagi responden mantan penerima manfaat yang telah selesai menjalani rehabilitasi.Responden dalam penelitian meliputi: mantan penerima manfaat, keluarga, masyarakat/pengurus RT, teman di tempat kerja, teman dan guru di sekolah.

2. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam kegiatan penelitian sangatlah penting karena berkaitan dengan tersedianya data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian, sehingga simpulan yang diambil adalah benar.

a. Kuesioner, untuk mendapatkan data kuantitatif akan dilakukan dengan penyebaran kuesioner kepada mantan Penerima Manfaat yang sesuai dengan kriteria responden.

b. Diskusi kelompok terfokus (FGD), FGD dilakukan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan Kondisi Mantan Penyalahguna Napza Pasca Rehabilitasi Sosial. Peserta FGD, yaitu: unsur panti/lembaga, unsur pemda, unsur pendidikan, unsur tempat kerja, tokoh masyarakat, dan mantan penyalahguna napza.

8 Pendahuluan

c. Studi Dokumentasi, Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi yang berbentuk surat, catatan harian, laporan, foto dan sebagainya. Disamping itu juga dilakukan studi kepustakaan dari buku-buku, website dan laporan hasil penelitian.

d. Observasi. Observasi terhadap kondisi psikososial mantan penerima manfaat pasca rehabilitasi sosial

3. Teknik pengolahan data

Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) Mengorganisir informasi, b) membaca keseluruhan informasi dan memberi kode, c) membuat suatu uraian terperinci mengenai kasus dan konteksnya, d) peneliti menetapkan pola dan mencari hubungan antara beberapa kategori, e) selanjutnya peneliti melakukan interpretasi dan mengembangkan generalisasi natural dari kasus baik untuk peneliti maupun untuk penerapannya pada kasus yang lain dan f) menyajikan secara naratif. Proses pengolahan data yang dilakukan adalah : a) Edit, yaitu kegiatan memeriksa dan meneliti kembali data yang diperoleh dari hasil kuesioner dan wawancara, untuk mengetahui apakah data yang ada sudah cukup dan lengkap ataukah perlu ada pembetulan. b) Koding, yaitu kegiatan melakukan klasifikasi data dari jawaban responden dengan memberikan kode/simbol serta skor menurut kriteria yang ada. Jawaban setiap item instrumen tersebut menggunakan skala Likert dalam bentuk pilihan. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2001: 73-74). Untuk setiap item pernyataan diberi skor satu sampai dengan lima dari hasil yang terendah sampai yang tertinggi. c) Tabulasi, yaitu kegiatan melakukan pengolahan data ke dalam bentuk tabel dengan memproses hitung frekuensi dari masing-masing kategori, baik secara manual maupun bantuan komputer.

9Pendahuluan

4. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas dan reliabilitas dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Uji Validitas, Suatu instrumen (daftar pertanyaan) dalam kuesioner dikatakan valid apabila pertanyaan tersebut dapat mengukur apa yang ingin diukur. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi-rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mempunyai validitas yang tinggi pula.

b. Uji Reliabilitas, Reliabilitas menunjukkan keterandalan suatu alat ukur. Tujuan dari dilakukan uji reliabilitas adalah agar instrumen yang digunakan yaitu kuesioner dapat dipercaya (reliable). Pengujian reliabilitas pada penelitian ini menggunakan internal consistency, yaitu mencobakan instrumen sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Internal consistency diukur dengan menggunakan koefisien Cronbach alpha.

c. Analisis Data, Teknik pengolahan data menggunakan perhitungan komputasi program SPSS (Statistical Program for Social Science) yaitu suatu program komputer statistik yang mampu memproses data statistik secara tepat dan cepat, menjadi berbagai output yang dikehendaki para pengambil keputusan. Analisis data adalah pengolahan data yang diperoleh dengan menggunakan rumus atau dengan aturan yang ada sesuai dengan pendekatan penelitian (Arikunto, 2006: 239). Analisis data dilakukan dengan tujuan untuk menguji hipotesis dalam rangka penarikan simpulan.

Penelitian ini menggunakan tahapan sebagai berikut: persiapan, pelaksanaan, pengolahan dan analisa data, pelaporan dan finalisasi hasil penelitian. Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih dua bulan dengan jadwal penelitian sebagai berikut:

10 Pendahuluan

Tabel 2.Jadwal Penelitian

No TahapanMinggu

1 2 3 4 5 6

1. Persiapan

2. Pelaksanaan

3. Pengolahan dan analisa data

4. Pelaporan

5. Finalisasi

Pengarah : Kepala Badan Pendidikan, Penelitian dan Penyuluhan Sosial

Penanggung Jawab : Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial

Konsultan : Prof. Adi Fahrudin, P.hD

KetuaTim : Drs.Setyo Sumarno, M.Si

AnggotaTim : 1. Dra.Alit Kurniasari, MPM.2. Dra. Mulia Astuti, M.Si.3. Ir. Ruaida Murni4. Husmiati, Ph.D5. DR. Hari Harjanto Setiawan6. Aulia Rahman, S.IP., M. Si.7. Dra. Haryati Roebyanto

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Penelitian Keberfungsian Sosial Mantan Penerima Manfaat Panti Rehabilitasi Sosial Napza akan di sajikan per Bab yang saling berkaitan.

Bab Satu, Pendahuluan, bahwa penelitian ini memfokuskan pada tujuan dari rehabilitasi sosial adalah keberfungsian sosial mantan penerima manfaat sehingga peran rehabilitasi

11Pendahuluan

sosial adiksi harus berpengaruh terhadap keberfungsian sosial mantan penerima manfaat di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Sehubungan dengan itu, maka Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial akan melakukan kajian cepat tentang: “Keberfungsian Sosial Mantan Penerima Manfaat Panti Rehabilitasi Sosial Napza” Diharapkan hasil penelitian ini akan memberikan manfaat dalam penanganan korban penyalahgunaan NAPZA sampai dengan menyatu kembali dengan keluarga dan masyarakat.

Bab dua, Kerangka Konsep, membahas tentang teori yang dipakai dalam membahas hasil penelitian ini antara lain mengukur keberfungsian sosial mantan penerima manfaat hidup ditengah-tengah lingkungan masyarakat. Penelitian ini menggunakan teori perilaku yang terencana dengan menyesuaikan kondisi bahwa mantan penerima manfaat dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat.

Bab tiga hasil penelitian; memaparkan data hasil penelitian lapangan yang terdiri dari gambaran lokasi penelitian, gambaran identitas diri responden, dan hubungan antar variabel yang berpengaruh terhadap keberfungsian sosial mantan penerima manfaat korban napza.

Bab empat pembahasan, menganalisa hasil penelitian yaitu “Keberfungsian Sosial Mantan Penerima Manfaat Panti Rehabilitasi Sosial Napza”.

Bab lima penutup, menyimpulkan uraian hasil penelitian dan menjawab tujuan penelitian yang tercantum pada bab satu. Kemudian pada bab ini juga menampilkan rekomendasi hasil penelitian terhadap pihak terkait, untuk kepentingan penelitian selanjutnya.

12 Kerangka Konsep

BAB

II

Napza merupakan kepanjangan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat prikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat Adiktif adalah obat serta bahan-bahan aktif yang apabila dikonsumsi oleh organisme hidup dapat menyebabkan kerja biologi serta menimbulkan ketergantungan atau adiksi yang sulit dihentikan dan berefek ingin menggunakannya secara terus menerus yang jika dihentikan dapat memberi efek lelah luar biasa atau rasa sakit luar biasa, atau zat yang bukan narkotika dan psikotropika, tetapi menimbulkan ketagihan (Kemensos, 2014; UU No. 35 Tahun 2009).

Berdasarkan pengertian tersebut, bahwa pecandu atau korban penyalahgunaan NAPZA menghadapi risiko yang mengancam kondisi fisik atau kesehatan, kondisi psikis (emosional) dan gangguan perilaku sosial. Kondisi tersebut akan berdampak pada kehidupan sosial pecandu atau korban dalam lingkungan keluarga, kelompok dan masyarakat.

KERANGKA KONSEP

13Kerangka Konsep

Terdapat tiga tahap dalam pemulihan pecandu narkoba:

a. Tahap rehabilitasi medis (detoksifikasi), Pada tahap ini pecandu diperiksa seluruh kesehatannya baik fisik maupun mental oleh dokter, untuk memutuskan apakah pecandu perlu diberi obat tertentu untuk mengurangi gejala putus zat (sakau). Pemberian obat tergantung dari jenis narkoba dan berat ringannya gejala putus zat.

b. Tahap rehabilitasi non medis. Di tempat rehabilitasi pecandu menjalani berbagai program diantaranya program therapeutic communities (TC), 12 steps (dua belas langkah, pendekatan keagamaan dan pendekatan lainnya).

c. Tahap bina lanjut (after care), Tahap ini pecandu diberikan kegiatan sesuai dengan minat dan bakat untuk mengisi kegiatan sehari-hari. Pecandu dapat kembali ke sekolah atau tempat kerja namun tetap berada di bawah pengawasan.

A. REHABILITASI SOSIAL

Penyalahgunaan NAPZA berkaitan dengan sikap dan perilaku seseorang yang tidak sesuai dengan norma dan standar sosial yang berlaku di masyarakat, melanggar hukum dan merugikan negara. Pada perspektif psikologi sosial, orang yang menyalahgunakan NAPZA dikatakan mengalami perilaku menyimpang (social diviant), dan dalam perspektif sosiologi dikatakan mengalami patologi atau patologi sosial (Kartono, 2007). Sementara itu, dalam perspetif pekerjaan sosial, merupakan bentuk perilaku yang tidak sesuai dengan tatanan sosial (social disorder) yang berlaku di masyarakat.

Terdapat beberapa metode terapi dan rehabilitasi yang digunakan yaitu:

a. Cold turkey,

Pecandu langsung menghentikan penggunaan narkoba/zat adiktif dengan cara mengurung pecandu dalam masa putus obat tanpa memberikan obat-obatan. Setelah gejala putus

14 Kerangka Konsep

obat hilang pecandu dikeluarkan dan diikutsertakan dalam sesi konseling. Metode ini banyak digunakan oleh panti dengan pendekatan keagamaan dan fase detoksifikasi.

b. Metode alternatif

Selain terapi medis dan non medis atau spiritual terdapat pula terapi alternatif yang banyak digunakan oleh para ustadz di yayasan pendidikan Islam. Langkah-langkah yang dilakukan dalam metode alternatif adalah :

• Memanasi air dalam drum setinggi dada

• Begitu air mendidih kemudian diberi ramuan-ramuan dan ragi tempe

• Air yang sudah dicampuri ramuan dicampuri lagi air tawassul

• Untuk meyakinkan pasien ustadz memberi contoh berendan di dalam drum.

• Setelah pasien merasa yakin dan percaya selanjutnya pasien masuk berendam di drum tersebut, begitu seterusnya bergantian dengan ustadz

• Lama proses perebusan 30 menit dan pasien duduk dikursi yang sudah disediakan di dalam drum

• Didepan pasien duduk dalam drum disediakan TV agar selama dalam pengobatan pasien merasa enjoy, tenang dan tidak panik

• Selama dalam pengobatan tersebut ustadz berdoa agar air panas tersebut terasa hangat dirasakan pasien

• Proses perendaman ini dimaksudkan untuk mengeluarkan toksin/racun dari dalam tubuh pasien

• Untuk frekwensi perebusan ini tergantung dari berat ringannya pasien dalam penyalahgunaan narkoba.

c. Terapi subsitusi opioda

Terapi ini hanya digunakan untuk pasien ketergantungan heroin (opioda) yang telah bertahun-tahun dengan menggunakan opioda suntikan. Pecandu biasanya

15Kerangka Konsep

mengalami kekambuhan kronis sehingga perlu berulang kali menjalani terapi ketergantungan. Kebutuhan heroin (narkoba ilegal) diganti dengan narkotika legal. Beberapa obat yang sering digunakan adalah kodein, bufrenorphin, metadone, dan nalrekson. Obat-obatan ini digunakan sebagai obat detoksifikasi dan diberikan dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan pecandu, kemudian secara bertahap dosisnya diturunkan.

c. Therapeutic Community (TC)

Program TC merupakan program yang disebut Drug Free Self Help Program. Program ini bertujuan untuk membantu menolong pecandu agar mampu kembali ketengah-tengah masyarakat dan dapat kembali menjalani kehidupan yang produktif. Program ini mempunyai sembilan elemen yaitu (1) partisipasi aktif, (2) feedback dari keanggotaan, (3) role modeling, (4) format kolektif untuk perubahan pribadi, (5) sharing norma dan nilai, (6) struktur dan sistem, (7) komunikasi terbuka, (8) hubungan kelompok dan (9) penggunaan terminologi unik. Aktivitas dalam TC akan menolong peserta belajar mengenal dirinya melalui lima area pengembangan yaitu: (1) managemen perilaku, (2) emosi/psikologis, (3) intelektual dan spiritual, (4) vocational dan pendidikan, (5) ketrampilan untuk bertahan bersih dari narkoba.

d. Metode 12 langkah

Seseorang yang kedapatan menyalahgunakan narkoba oleh pengadilan akan memberikan hukuman untuk mengikuti program 12 langkah dan harus mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian, Kementerian Sosial RI menempatkan seseorang yang menyalahgunaan atau pecandu NAZPA itu sebagai korban. Implikasi dari status sebagai korban tersebut, maka seseorang yang menyalahgunakan atau pencandu NAPZA memerlukan intervensi sosial dalam bentuk rehabilitasi sosial, dan bukan dipenjarakan. Sehubungan dengan itu, maka penanganan

16 Kerangka Konsep

korban penyalahgunaan NAPZA masuk ke dalam rumpun “rehabilitasi sosial”.

Menurut Tomas dan Pierson yang dikutip Suradi (et.all, 2014), rehabilitasi sosial didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki kapasitas fisik, mental dan sosial klien secara optimal. Kemudian, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Peraturan Menteri Sosial No 26 Tahun 2012, dan Peratruan Menteri Sosial No 03 Tahun 2012, mendefinisikan rehabilitasi sosial sebagai proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Selanjutnya, khusus berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA, Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika, rehabilitasi sosial didefinisikan sebagai suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar mantan pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.

Berdasarkan pengertian rehabilitasi sosial di atas, dapat dipahami bahwa unsur-unsur di dalam rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA, yaitu (1) pecandu atau korban, (2) arah kegiatan pada pemulihan fisik, mental dan sosial dan (3) tujuannya untuk mencapai keberfungsian sosial orang. Berdasarkan ketiga pokok pikiran tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pecandu narkotika didefinisikan sebagai orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Kemudian korban penyalahgunaan NAPZA didefinisikan sebagai seseorang yang menggunakan

17Kerangka Konsep

Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter (Kemensos, 2014).

b. Pemulihan fisik, mental dan sosial sebagai tujuan yang akan dicapai dari rehabilitasi sosial. Ketiga aspek tersebut dibahas secara luas oleh Lisa dan Sutrisna (2013), Martono dan Joewana (2005), tim penelitian BNN (2014), Suradi (2012) dan Abdalla (2009). Intinya, bahwa NAPZA merusak keberfungsian ketiga aspek tersebut.

c. Korban penyalahgunaan NAPZA yang selanjutnya disebut dengan korban, adalah seseorang yang mengalami gangguan fisik, psikis mapun sosialnya, sehingga ia tidak mampu melaksanakan fungsi sosialnya atau mengalami disfungsi sosial. Menurut Siporin (Suradi, 2012), bahwa seseorang mengalami disfungsi sosial ketika seseorang itu menunjukkan kondisi: (1) tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar (2) tidak mampu mengakses pelayanan sosial, sehingga tidak mampu memecahkan masalah yang dihadapi, dan (3) tidak mampu melaksanakan peranan sesuai dengan tugas-tugas kehidupannya.

Berkenaan dengan itu, maka lahir pendekatan intervensi sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA, yaitu pendekatan biopsikososial. Berdasarkan kondisi yang dihadapi oleh korban, maka rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.Rehabilitasi sosial sebagaimana tersebut dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif dan koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial. Kemudian, dikemukakan oleh Coleman yang dikutip oleh Haryanto (Suradi, et.all,2014), bahwa tujuan rehabilitasi sosial adalah:

a. Meningkatkan insight individu terhadap problem yang dihadapi, kesulitan dan tingkah lakunya.

b. Membentuk sosok self identity yang lebih baik pada individu.

18 Kerangka Konsep

c. Memecahkan konflik yang menghambat dan mengganggu.

d. Merubah dan memperbaiki pola kebiasaan dan pola reaksi tingkah laku yang tidak diinginkan.

e. Meningkatkan kemampuan melakukan relasi interpersonal maupun kemampuan lainnya.

f. Modifikasi asumsi-asumsi individu yang tidak tepat tentang dirinya sendiri dan dunia lingkungannya.

g. Membuka jalan bagi eksistensi individu yang lebih berarti dan bermakna atau berguna.

Sedangkan tujuan rehabilitasi sosial yang khusus bagi korban penyalahgunaan NAPZA sebagaimana diatur di dalam standar rehabilitasi sosial (Kemensos, 2014), yaitu:

a. Korban penyalahgunaan NAPZA dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang meliputi: kemampuan dalam melaksanakan peran, memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah dan aktualisasi diri.

b. Terciptanya lingkungan sosial yang mendukung keberhasilan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA.

Rehabilitasi sosial dilaksanakan melalui tahapan kegiatan. Sesuai dengan Standar Rehabilitasi Sosial (Kemsos, 2012), tahapan rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA, yaitu:

a. Pendekatan awal

Pada tahap ini dilaksanakan kegiatan sosialisasi, konsultasi, identifikasi, motivasi, seleksi dan penerimaan.

b. Pengungkapan dan pemahaman masalah

Merupakan kegiatan mengumpukan, menganalisis, merumuskan masalah, kebutuhan, potensi dan sumber yang meliputi aspek fisik, psikis, sosial, spiritual dan budaya.

19Kerangka Konsep

c. Menyusun rencana pemecahan masalah

Kegiatan penyusunan rencana pemecahan masalah berdasarkan hasil pengungkapan dan pemahaman masalah, yang meliputi penentuan tujuan, sasaran, kegiatan, metode, strategi dan teknik, tim pelaksana, waktu pelaksanaan dan indikator keberhasilan.

d. Resosialisasi

Kegiatan menyiapkan lingkungan sosial, lingkungan pendidikan dan lingkungan kerja.

e. Terminasi

Kegiatan pengakhiran rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA. Terminasi dapat dilakukan dalam hal (a) korban telah selesai mengikuti rehabilitasi sosial, (b) keinginan korban sendiri untuk tidak melanjutkan rehabilitasi sosial, (c) korban meninggal dunia, dan (d) keterbatasan lembaga rehabilitasi sosial, sehingga diperlukan rujukan.

f. Pembinaan lanjut

Pembinaan lanjut ditujukan korban yang sudah selesai mengikuti rehabilitasi sosial. Pembinaan lanjut bertujuan agar korban mampu (a) melaksanakan fungsi sosialnya, (b) menjaga kepulihan, (c) mengembangkan kewirausahaan untuk mencapai kemandirian ekonomi, dan (d) menciptakan lingkungan keluarga dan lingkungan sosial secara kondusif.

B. PEMBINAAN LANJUT

Pembinaan lanjut merupakan perawatan lanjutan yang diberikan kepada pecandu narkoba setelah menjalani rehabilitasi. Kegiatan ini merupakan program integral yang terdiri dari berbagai macam intervensi, pelayanan dan asistensi yang disediakan untuk recovery sebagai keberlanjutan dari program primer. Tahap ini pecandu diberikan kegiatan sesuai

20 Kerangka Konsep

dengan minat dan bakat untuk mengisi kegiatan sehari-hari. Pecandu dapat kembali ke sekolah atau tempat kerja namun tetap berada di bawah pengawasan.

C. KEBERFUNGSIAN SOSIAL

Keberfungsian sosial adalah kemampuan mengatasi tuntutan lingkungan yang menjadi tugas-tugas kehidupan individu (Barlet, 1970 dalam Fahrudin A, 2012). Dalam kehidupan yang baik dan normal terdapat keseimbangan antara tuntutan lingkungan dan kemampuan individu dalam mengatasinya. Kalau terjadi ketidak seimbangan keduanya maka akan terjadi masalah, misalnya tuntutan lingkungan melebihi kemampuan mengatasi yang dimiliki oleh individu tersebut. Sedangkan menurut Siporin (1975) dalam Fahrudin A. (2012), keberfungsian sosial merujuk kepada cara individu berperilaku untuk dapat melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan memenuhi kebutuhan mereka. Dalam menjalankan fungsi sosialnya, seseorang dituntut untuk dapat menselaraskan antara peranan sosial dan status sosialnya. Keberfungsian sosial menunjukkan keseimbangan dan penyesuaian timbal balik antara orang secara individual, dan lingkungan sosial mereka. Keberfungsian sosial dinilai berdasarkan apakah keberfungsian sosial tersebut memenuhi kebutuhan dan memberikan kesejahteraan kepada orang dan komunitasnya dan apakah keberfungsian sosial itu norma dan dibenarkan secara sosial (Fahrudin A, 2012).

21Hasil Penelitian

BAB

III HASIL PENELITIAN

Penelitian ini melihat tentang keberfungsian sosial penyalahguna NAPZA yang telah menjalani rehabilitasi. Keberfungsian sosial yang diukur adalah dari niat (intention) penyalah guna NAPZA yang akan menjalani reintegrasi dengan keluarga dan masyarakat. Keberfungsian sosial tersebut dibentuk oleh tiga hal antara lain sikap, Norma Subyektif dan kontrol perilaku.

A. GAMBARAN LOKASI DAN LEMBAGA REHABILITASI

Hasil Penelitian diperoleh dari 4 wilayah di Indonesia antara lain; Sumatera Utara, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan.

1. Sumatera Utara

Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) “INSYAF” terletak di Jl. Berdikari No. 37 Desa Lau Bakeri – Kec. Kutalimbaru – Kab. Deli Serdang Sumatera Utara 20354 Telp. 061 – 77 200 300. Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara atau yang dikenal dengan PSPP “Insyaf” Medan merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial R.I. Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial R.I. Nomor 106/HUK/2009 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen Sosial maka PSPP Insyaf mempunyai tugas melaksanakan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial bagi korban penyalahgunaan Napza yang meliputi:

22 Hasil Penelitian

a. Memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat kuratif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan pengetahuan dasar pendidikan, fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan;

b. Resosialisasi yakni bimbingan lanjut bagi eks-korban narkotika dan pengguna psikotropika sindroma ketergantungan agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat serta;

c. Pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rujukan.

Sejarah singkat panti ini dimulai pada pertengahan tahun 1970 dilaksanakan rapat koordinasi Pemda Tk. I Sumatera Utara, salah satu hasil rapat tersebut yakni mendirikan Panti Sosial bagi Anak Nakal dan Korban Narkotika. Untuk mewujudkan impian tersebut, pihak kepolisian Sumatera Utara menyediakan sebidang tanah 8.960 m2 (128 x 70 m) di Jalan Pancing Medan, sedangkan dana pembangunan berasal dari Kanwil Depsos Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 1976. Seiring dengan meningkat dan meluasnya korban penyalahguna Napza dari tahun ke tahun dengan dimensi yang sangat beragam sehingga membutuhkan penanganan secara menyeluruh dan utuh, maka lokasi PSPP “Insyaf” Medan saat ini tidak memungkinkan sebagai Panti Sosial Rehabilitasi Korban Penyalahguna Napza karena berada di pusat kota. Untuk mendapatkan solusi atas permasalahan di atas dilakukan rapat koordinasi antara Departemen Sosial RI dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun 2006 tentang pemindahan lokasi PSPP “Insyaf” Medan ke Desa Lau Bakeri Kecamatan Kutalimbaru – Deli Serdang. Setelah terbitnya Kepmensos RI  No. 09/HUK/2008 tentang Pemindahan Lokasi Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” ke Desa Lau Bakeri Kec. Kutalimbaru – Deli Serdang pada tanggal 23 Januari 2008. Maka dilakukan perpindahan sarana dan

23Hasil Penelitian

prasarana secara bertahap dan kegiatan operasional pelayanan rehabilitasi sosial mulai dilaksanakan bulan Juni 2008 di Lau Bakeri – Deli Serdang.

Pelaksanaan rehabilitasi sosial terhadap korban penyalahgunaan Napza, PSPP “Insyaf” Medan mempunyai fungsi yang meliputi:

a. Pelaksanaan penyusunan rencana program, evaluasi dan laporan

b. Pelaksanaan registrasi, observasi, identifikasi, diagnosa sosial, dan perawatan

c. Pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi yang meliputi bimbingan mental, sosial, fisik dan keterampilan

d. Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut

e. Pelaksanaan pemberian informasi dan advokasi

f. Pelaksanaan pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rehabilitasi sosial

g. Pelaksanaan urusan Tata Usaha

Sasaran program dari lembaga ini antara lain

a. Penyalahguna Napza dan eks – penyalahguna Napza

b. Lingkungan tempat tinggal korban penyalahguna NAPZA

c. Lingkungan sosial Korban Napza meliputi keluarga/ kerabat, teman sebaya, sekolah, dan sebagainya

Kapasitas daya tampung dan isi PSPP “Insyaf” Lau Bakeri dalam melaksanakan rehabilitasi sosial adalah:

1. Kapasitas isi : 200 orang

2. Kapasitas tampung : 200 orang

Adapun sumber daya manusia PSPP “Insyaf” Lau Bakeri berjumlah 92 orang yang meliputi:

24 Hasil Penelitian

a. Pegawai Negeri Sipil yang terdiri dari Kepala Panti (Eselon III), Kepala Sub Bag Tata Usaha (Eselon IV), Kepala Seksi Program dan Advokasi Sosial (Eselon IV), Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial (Eselon IV), serta 5 orang pekerja sosial fungsional dan 26 staf umum lainnya.

b. Tenaga honorer yang terdiri dari Tenaga Kesejahteraan Sosial (TKS) dan Pekerja Sosial (Peksos) sebanyak 15 orang, Konselor adiksi sebanyak 7 orang, dokter umum sebanyak 2 orang, psikolog sebanyak 1 orang, perawat sebanyak 2 orang, satpam sebanyak 15 orang, juru masak sebanyak 4 orang, pramubakti sebanyak 3 orang dan cleaning service sebanyak 8 orang.

PSPP “Insyaf” Medan memiliki luas tanah 46.962 M² dengan luas bangunan 8.103 M². Fasilitas yang tersedia di PSPP “Insyaf” Medan yaitu: Kantor, Aula, Ruang Pendidikan, Ruang Rapat, Ruang Perpustakaan, Ruang Assesment, Ruang Data & Informasi, Ruang Komputer, Asrama Konvensional & Terpadu, Asrama Re-Entry Putra, Asrama Re-Entry Putri, Gedung Khusus Rehabilitasi Terpadu, Rumah Dinas, Dapur & Ruang Makan Kelayan, Gedung Poliklinik, Gedung Olahraga, Gedung Ketrampilan Elektro, Gedung Ketrampilan Otomotif Roda 2 & Roda 4, Kendaraan Dinas, Komputer, Laptop, Musholla, Lapangan Olahraga, Gudang & Garasi, Guest House, Gazebo, Show room, Akses Internet. Dalam rangka sosialisasi dan meningkatkan pelayanan Rehabilitasi Sosial PSPP “Insyaf” Medan menjalin kerjasama lintas sektoral dengan Pemerintah Daerah, BUMN, Perusahaan Swasta sebagai mitra kerja. Diantaranya adalah :

a. Badan Perpustakaan Dan Arsip Daerah Propinsi Sumatera Utara. Bentuk kerjasama yang dilakukan adalah  Pengembangan Sumber Daya Manusia Pegawai dan Kelayan PSPP “Insyaf” Medan berupa bantuan buku-buku bacaan untuk Perpustakaan PSPP “Insyaf” Medan. Selain itu pada tahun 2010 direncanakan adanya kerjasama

25Hasil Penelitian

berupa pelatihan yang diperuntukkan bagi fungsional arsiparis PSPP “Insyaf” Medan.

b. PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara & Nad. Kerjasama yang dilakukan berupa Sosialisasi Pencegahan dan Penanggulangan Korban Penyalahgunaan NAPZA melalui penempatan Billboard dan Publikasi Audio di Stasiun Kereta Api Wilayah Sumatera Utara. Dengan kerjasama ini diharapkan masyarakat semakin mengenal PSPP “insyaf” Medan sebagai rujukan bagi korban penyalahgunaan NAPZA.

c. Balai Latihan Kerja Departemen Tenaga Kerja Prop. Sumut. Kerjasama ini dilakukan dalam rangka Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan Roda 2, Roda 4, Dan Elektro dengan mendatangkan instruktur dari instansi dimaksud.

d. Kadin, Disperindag, Dinas Koperasi/ Ukm, Praktisi Dunia Usaha. Kerjasama ini dilakukan dalam rangka pelatihan kewirausahaan bagi kelayan sehingga klien memiliki bekal pengetahuan mengenai berwirausaha setelah mengikuti pelayanan rehabilitasi sosial.

e. Balai Permasyarakatan Kelas I Medan. Kerjasama ini dilakukan dalam rangka pelaksanaan kegiatan outreaching bagi kelayan BAPAS Kelas I Medan sehingga kelayan memiliki pemahaman untuk tidak kembali menyalahgunakan Napza (relaps) dan memiliki bekal pengetahuan mengenai berwirausaha.

Proses rehabilitasi yang dilaksanakan adalah sebagai berikut :

a. Pendekatan Awal. Kegiatan yang mengawali proses rehabilitasi yang dilaksanakan di masyarakat untuk mendapatkan kemudahan dan kerjasama dengan mengadakan kontak langsung dengan pemerintah daerah dan keluarga. Pendekatan awal dilakukan untuk mendapatkan gambaran dan informasi yang jelas guna penetapan calon kelayan, serta menumbuhkan minat kelayan untuk direhabilitasi dan termotivasinya orang tua

26 Hasil Penelitian

kelayan untuk menyerahkan anaknya mengikuti program rehabilitasi di PSPP “Insyaf” Lau Bakeri.

b. Penerimaan. Merupakan kegiatan registrasi yang berhubungan dengan persyaratan administrasi kelayan berupa pencatatan dalam buku induk, pengisian formulir, interview dan penempatan kelayan pada asrama

c. Assesment. Untuk mendapatkan data dan informasi mengenai latar belakang permasalahan kelayan meliputi bakat, minat, potensi-potensi yang dimiliki, kemampuan, harapan dan rencananya untuk masa depan yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah serta upaya lain untuk pengembangan potensi kelayan

d. Bimbingan Sosial, Fisik, Mental dan Keterampilan Bimbingan Sosial, Fisik dan Mental dilakukan melalui metode TC dan semi TC. Disamping itu, kelayan juga mendapatkan bimbingan keterampilan praktis roda 2, keterampilan design grafis, keterampilan las dan keterampilan elektro.

e. Resosialisasi. Merupakan kegiatan untuk mempersiapkan kelayan kembali ke masyarakat dalam membantu proses pemulihan harga diri kelayan melalui kegiatan magang / PKL, kewirausahaan, bantuan stimulan usaha ekonomi produktif dan penyaluran kelayan.

f. Rujukan & Bimbingan Lanjut. Merupakan kegiatan untuk memantapkan kesembuhan dan kepulihan eks kelayan dan agar terbina lingkungan keluarga, sekolah dan kerja yang mendukung bagi pemantapan sosial eks kelayan

2. Jawa Barat

Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor berdiri sejak tahun 1982 dan mulai beroperasi pada tahun 1983 berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Bina Rehabilitasi Sosial Nomor : KEP.007/RPS-4/1983, dengan nama Panti Rehabilitasi Sosial Korban Narkotika “Putat Nutug”. Tanggal 28 Februari 1989 panti ini ditetapkan sebagai panti tipe

27Hasil Penelitian

“A” berdasarkan KEPMENSOS Nomor: 06/HUK/1989. Dan sejak tanggal 26 April 1994 dengan berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Bina Rehabilitasi Sosial Nomor: 06/KEP/BRS/IV/1994 panti ini dinamakan Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan”.

Visi :

Panti sebagai Pusat Pelayanan, Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA berstandar Nasional, Profesional, Berkualitas Tahun 2019.

Misi :

1) Menyelenggarakan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyalahgunaan NAPZA dalam sistem panti dengan menggunakan pendekatan multi disipliner, teknik Pelayanan yang unggul dan menjunjung tinggi nila-nilai kemanusiaan.  2) Menyelenggarakan pengkajian model Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyalahgunaan NAPZA. 3) Memfasilitasi tumbuh kembangnya motivasi dan usaha masyarakat dalam penanggulangan Penyalahgunaan NAPZA.  4) Menyelenggarakan kegiatan pengembangan SDM dalam rangka meningkatkan Pelayanan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA yang berkualitas.

Motto :

Kami Peduli, Anda Pulih Dan Dunia Indah Tanpa Narkoba

Maklumat Pelayanan :

“Dengan Ini, Kami Menyatakan Sanggup Menyelenggarakan Rehabilitasi Sosial Bagi Korban Penyalahgunaan Napza Sesuai Dengan Standar Pelayanan Yang Telah Ditetapkan Dan Apabila Tidak Menepati Janji Ini, Kami Siap Menerima Sanksi Sesuai Peraturan Perudangan-Undangan Yang Berlaku”

Indikator:

1) Melakukan pelayanan dengan segera, benar dan memuaskan. 2) Memberikan pelayanan secara terpadu

28 Hasil Penelitian

dan tuntas. 3) Berorientasi pada pemenuhan harapan penerima pelayanan. 4) Peduli, perhatian dan memahami kebutuhan penerima pelayanan 5) Sopan, ramah dan profesional dalam memberikan pelayanan. 6) Memberikan rasa aman dan perlindungan terhadap penerima   manfaat. 7) Mempersiapkan kemandirian penerima manfaat.

Tugas Pokok :

Memberikan Bimbingan, Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial yang bersifat Kuratif, Rehabilitatif, Promotif, dalam bentuk bimbingan pengetahuan dasar, pendidikan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan, resosialisasi serta bimbingan lanjut bagi eks korban Narkotika dan pengguna Psikotropika Sindroma ketergantungan agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, serta pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rujukan.

Persyaratan Klien :

1) Korban Penyalahguna NAPZA. 2) Jenis Kelamin Laki-laki. 3) Usia anak 12 s/d 18 tahun. 4) Usia dewasa 18 tahun keatas. 5)  Menyerahkan Pas photo berwarna 4 x 6  (2 lembar). 6) Fotocopy KTP / KK. 7) Surat Keterangan Dokter Spesialis Kejiwaan yang menyatakan calon klien tidak dual diagnosis. 8) Melampirkan hasil General Check Up. 9) Mengisi formulir pendaftaran, surat permohonan, surat pernyataan, dan surat perjanjian bersedia mengikuti program Rehabilitasi Sosial minimal 6 (enam) bulan.

Persyaratan Rujukan :

1). Surat pengantar dari instansi terkait Provinsi/Kabupaten/ Kota. 2) Rujukan PN dan BAPAS harus menyertakan surat keputusan tetap pengadilan dan apabila terjadi proses banding, maka diluar tanggung jawab PSPP “Galih Pakuan” Bogor. 3) Rujukan dari BNN baik Provinsi atau Kota/Kab. Harus menyerahkan berita acara perintah penangkapan. 4) Rujukan dari IPWL lainnya yang menyatakan untuk di

29Hasil Penelitian

Rehabilitasi Sosial berdasarkan hasil Asessment. 5) Bagi yang akan mengikuti Program Clean UP, melampirkan catatan perkembangan (case record) di tempat Rehabilitasi yang pernah diikuti sebelumnya.

3. Yogyakarta

Yayasan Charis adalah Lembaga Kesejahteraan Sosial yang berdiri sejak tahun 2000, Membantu Merehabilitasi Korban Narkoba, Gangguan Jiwa dan Kaum Papa (Gepeng), agar hidup mereka dipulihan dan diberdayakan sesuai dengan Potensi yang mereka miliki.   Dalam Penyesuian Undang-undang Tentang Yayasan, maka Ijinnya diproses ke Kementerian Hukum dan HAM, sehingga namanya kini telah menjadi IndoCharis, dan meningkat lingkup operasioal pelayanannya di seluruh Indonesia. Selain itu Yayasan Charis juga ditunjuk sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) untuk menjalankan UU no.35.Thn 2009, dengan  SK Menteri Sosial Nomor: 36/ HUK/ 2013. Tanggal, 17 April   2013.   Oleh sebab itu bagi siapa saja yang menjadi korban narkoba laporkanlah diri anda, maka anda akan ditolong, sebaliknya kalau anda ketangkap justru hukumannya sangat berat. 

Visi:

“Terbangunnya Manusia Yang Terabaikan Dengan Seutuhnya”(Dalam Bidang Sosial, Keagamaan dan Kemanusiaan)

Misi:

Menjalankan Kegiatan-Kegiatan di Bidang Sosial, Kemanusiaan dan Keagamaan dengan komitment : untuk eksis menyatakan kasih Allah kepada manusia sebagai sentral utamanya, tanpa memandang suku, agama, budaya, jenis kelamin, warna kulit, status ekonomi dan ideology. Misi menyatakan kasih Allah kepada manusia yang terabaikan merupakan denyut jantung dari keberadaan Yayasan IndoCharis, yang berarti segala sarana, upaya

30 Hasil Penelitian

dan kemampuan Yayasan IndoCharis difokuskan untuk membangun manusia yang terabaikan dengan seutuhnya.

Empat Sasaran Misi Utama :

1. Merekrut, menampung, membina, memberdayakan Anak Jalanan/Gepeng, agar hidupnya menjadi tertib dan mandiri.

2. Mengadopsi, mendidik/membina, memberdayakan, dan menolong Kaum Papa (anak asuh, dan korban pertikaian, orang terlantar, dll) agar masa depannya menjadi baik dan mandiri.

3. Konsultatif, menampung, terapi serta memberikan pembinaan bagi Korban Napza/Pecandu Narkoba/HIV-AIDS agar dipulihkan.

4. Menampung, merawat dan membina orang Sakit Jiwa agar disembuhkan serta dimanusiawikan.

Penanganan Korban Napza

Pada awalnya panti rehabilitasi sosial Indocharis menangani anak jalanan yang terlibat penyalahguna napza hanya beberapa orang, tetapi dalam perkembangannya jumlah yang ditangani semakin meningkat sehingga panti tidak dapat menampung lagi keinginan anak jalanan dan anak korban napza untuk mendapatkan rehabilitasi sosial. Untuk mengatasi hal tersebut panti membuat selter/rumah singgah ditempat lain seperti didaerah Janti dan Klaten. Strategi penanganan yang dilakukan Indocharis cukup fleksibel dan tidak ada penekanan ataupun paksaan, semua dilakukan atas kesadaran dari residen sendiri. Langkah-langkah yang dilakukan panti adalah dengan melakukan sosialisasi program kepada masyarakat yang dilanjutkan dengan pendekatan-pendekatan baik kepada masyarakat ataupun kepada calon yang mau direhabilitasi. Dari pendekatan-pendekatan inilah akhirnya para residen atau calon klien mulai tertarik untuk mendapatkan rehabilitasi. Untuk mendapatkan jalinan relasi kekeluargaan antara petugas

31Hasil Penelitian

dengan residen, sering kali dilakukan petugas panti, baik oleh para pekerja sosial, konselor, ataupun petugas lainnya melalui pendekatan perorangan (pendekatan hati) sehingga antara petugas dengan residen terlihat keakraban dalam relasi kekeluargaan.

Panti rehabilitasi sosial Indocharis mempunyai kapasitas tampung, untuk rawat inap sebesar 100 orang, sedangkan kapasitas untuk rawat jalan berkisar antara 150 – 200 orang. Namun demikian dalam pelaksanaannya tergantung dari dana yang tersedia. Hal ini tergantung dari perolehan dana yang masuk untuk melakukan rehabilitasi sosial dari pemerintah (Kemsos) melalui IPWL. Tetapi untuk penanganan masalah psikotik, dana dari partisipasi keluarga/masyarakat yang menitipkan anaknya. Penanganan korban napza dilakukan melalui rehabilitasi dalam panti (rawat inap) dan luar panti (rawat jalan) selama 4 bulan. Home visit untuk rawat inap dilakukan setiap bulan sekali (4 kali), sedangkan untuk rawat jalan dilakukan 3 kali selama tiga bulan. Kegiatan home visit dilakukan dalam rangka menjalin silaturahmi dengan keluarga sekaligus memberikan pembinaan terhadap keluarga dan melaporkan perkembangan residen.

Dengan kondisi seperti ini, residen yang masih dalam rehabilitasi maupun yang sudah selesai rehabilitasi terlihat akrab bagaikan dalam satu keluarga besar. Bagi residen yang sudah selesai menjalani rehabilitasi dan kembali ke tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, panti selalu memantau terus perkembangan anak-anak sehingga satu persatu residen yang sudah keluar dari panti selalu terpantau dalam kehidupannya. Komunikasi selalu terjalin dengan baik antara panti dengan residen yang sudah keluar sehingga apabila panti memerlukan calon residen baru yang akan mendapatkan rehabilitasi tidak mengalami kesulitan. Sistem yang dibangun panti dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial adalah sosialisasi dan

32 Hasil Penelitian

relasi sosial melalui getok tular (bhs jawa), sehingga dengan sistem seperti ini cukup efektif dalam menjalankan program rehabilitasi sosial. Ditambah lagi dengan kebijakan pemerintah melalui SK Menteri Sosial Nomor 43/HUK/2018, tanggal 01 Maret 2018 tentang Institusi Penerima Wajib Lapor menambah kesadaran residen dan masyarakat untuk membawa anggota keluarga/korban napza mendapatkan pelayanan rehabilitasi sosial dari panti.

Operasional kegiatan rehabilitasi sosial, sumber dana di peroleh dari Kementerian Sosial RI melalui program IPWL dengan dana rawat inap (10 residen) Rp 57.600.000,- dan rawat jalan (40 residen) Rp 108.000.000,-.

Hasil Penanganan

Hasil penanganan pasca rehabilitasi sosial yang dilaksanakan oleh panti Charis dari tahun 2015 s/d 2017 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tahun 2015

No. Rawat Inap Jumlah Rawat Jalan Jumlah

1. Kembali ke Keluarga 44 Kembali ke Keluarga 16

2. Wirausaha 16 Wirausaha 0

3. Bekerja 84 Bekerja 27

4. Sekolah 4 Sekolah 4

5. Menikah 2 Menikah 0

6. Relaps 92 Relaps 28

7. Lain-lain 15 Lain-lain 1

Jumlah 257 Jumlah 76

Sumber : Panti Rehsos Charis

33Hasil Penelitian

Tahun 2016

No. Rawat Inap Jumlah Rawat Jalan Jumlah

1. Kembali ke Keluarga 11 Kembali ke Keluarga 30

2. Wirausaha 0 Wirausaha 0

3. Bekerja 71 Bekerja 170

4. Sekolah 1 Sekolah 0

5. Menikah 0 Menikah 0

6. Relaps 1 Relaps 0

7. Lain-lain 18 Lain-lain 0

Jumlah 102 Jumlah 200

Sumber : Panti Rehsos Charis

Tahun 2017

No. Rawat Inap Jumlah Rawat Jalan Jumlah

1. Kembali ke Keluarga 8 Kembali ke Keluarga 25

2. Wirausaha 0 Wirausaha 2

3. Bekerja 2 Bekerja 57

4. Sekolah 0 Sekolah 0

5. Menikah 0 Menikah 0

6. Relaps 0 Relaps 0

7. Lain-lain 0 Lain-lain 0

Jumlah 10 Jumlah 84

Sumber : Panti Rehsos Charis

4. Sulawesi Selatan

Yayasan Kelompok Peduli Penyalahgunaan Narkotika dan Obat-obat Terlarang (YKP2N) yang didirikan di Makassar pada tanggal 10 April 1999  sesuai dengan Akta Notaris DIA ISKANDAR, S.H No. 5 Tanggal 10 April 1999 adalah sebuah organisasi sosial yang bergerak dibidang pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba.

34 Hasil Penelitian

Lembaga ini didirikan oleh sekumpulan remaja yang didukung para orang tua yang mempunyai kepedulian terhadap masalah penyalahgunaan Narkoba yang semakin marak terjadi di kalangan masyarakat. Yayasan ini dikelola bersama oleh sebuah tim dengan sejumlah staf (Pekerja profesional, pekerja sosial, psikolog dll) serta dibantu oleh beberapa tenaga relawan yang berasal dari kalangan generasi muda.

Visi : Mewujudkan Masyarakat Indonesia Yang Bebas Dari Pengaruh Penyalahgunaan Napza Dan Mengupayakan Penurunan Prevalensi Hiv/Aids Menuju Masyarakat Yang Berkualitas

Misi:

1. Menyebarluaskan informasi yang benar tentang bahaya penyalahgunaan Narkoba kepada segenap kalangan masyarakat terutama usia-usia yang beresiko terhadap penyalahgunaan NAPZA

2. Melaksanakan program penanggulangan bahaya narkoba dan pencegahan penyakit menular lewat darah (HIV/AIDS, Hepatitis, TBC dll) dikalangan pengguna NAPZA

3. Mengembangkan model – model pendekatan kepada masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat

4. Mengadakan Pusat Rehabilitasi, detoksifikasi dan Pemberdayaan kepada Klien/Kelompok Dampingan.

Pemulihan, pelayanan dan pendampingan di YKP2N didasarkan atas pembentukan perilaku, perubahan perilaku dan kepribadian untuk memenuhi kebutuhan para remaja yang rentan. Berdasarkan konsep “SELF HELP” dimana kejujuran, kepercayaan, dan tanggungjawab sangat diutamakan. Sekaligus menangani pemecahan konflik, mengendalikan kemarahan dan emosi lain.

Sasaran Program Yang menjadi kelompok sasaran dalam melaksanakan program kerja YKP2N Makassar adalah para

35Hasil Penelitian

Pecandu Narkoba. Hal ini mengingat semakin tingginya angka penyalahgunaan Narkoba dikalangan remaja khususnya anak anak dibawah umur. Selain itu, sebagai generasi penerus cita-cita bangsa, remaja mempunyai tanggungjawab yang sangat besar sehingga dengan mengetahui bahaya penyalahgunaan Narkoba, mereka diharapkan mampu melawan segala bentuk penyalahgunaan Narkoba. Hal ini juga berkaitan dengan tingginya angka penyebaran HIV/AIDS dikalangan Pecandu Narkoba Suntik (IDU/Injecting Drug User), maka kelompok ini juga menjadi sasaran pelaksanaan program kerja.

Tabel 3.Data Penyalahgunaan Napza IPWL YKP2N

Tahun 2011 – 2016

Program Kegiatan YKP2N :

1. Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahguna Napza Rawat Inap (Anak dan Dewasa)

2. Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahguna Napza Rawat Jalan (Anak dan Dewasa)

3. Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) Kementerian Sosial RI

4. Sosialisasi dan Penyuluhan

5. Penjangkauan (Outreach)

36 Hasil Penelitian

6. Pemberdayaan Klien Pasca Rehabilitasi (AfterCare)

7. Support Group

YKP2N merupakan lembaga yang memiliki tugas pokok untuk melaksanakan rehabilitasi sosial korban penyalahguna napza. Namun, diluar tugas pokok tersebut, juga berperan dalam membantu meningkatkan kemampuan dan pengetahuan pelajar/mahasiswa.

B. DEMOGRAFI

Sebelun masuk pada hasil penelitian, perlu dikemukakan mengenai demografi dari responden.

Diagram 1.Jumlah Responden

Responden yang dapat diwawancarai pada waktu pelaksanaan penelitian di empat provinsi jumlahnya tidak sama dan cukup bervariasi. Di YKP2N Provinsi Sulawesi Selatan jumlahnya paling tinggi yaitu 21 orang, namun untuk PSPP Isyaf yang ada di Jawa Barat paling sedikit yaitu 14 orang. Sedangkan di DI Yogyakarta sebanyak 17 orang dan di Galih Pakuan Provinsi Jawa Barat sebanyak 18 orang.

37Hasil Penelitian

Diagram 2.Jenis Kelamin Responden

Kemudian responden yang dapat ditemui pada waktu penelitian rata-rata berjenis kelamin laki-laki, kecuali di Yayasan Indocharis Yogyakarta terdapat 4 orang perempuan. Hal ini terkait dengan aturan yang berlaku di masing-masing panti yang pada umumnya adalah pecandu laki-laki. Dari hasil wawancara yang dilakukan, alasan tidak mau menerima responden perempuan beragam. Mereka mengatakan urusannya ribet kalau menerima klien perempuan, resikonya berat menerima klien laki-laki dan perempuan terutama untuk pengawasannya dan masih banyak alasan lainnya.

Menyangkut status perkawinan cukup bervariasi yaitu ada yang belum menikah, ada yang sudah menikah tetapi ada juga yang berstatus janda atau duda. Bila kita lihat masing-masing provinsi, responden yang berstatus masih bujang atau belum menikah berada di Sulawesi Selatan (15 orang), sedangkan yang berstatus janda/duda dan menikah masing-masing 3 orang. Tetapi sebaliknya untuk DI Yogyakarta terbanyak adalah pada status sudah menikah, sedangkan yang janda/duda 3 orang dan yang belum menikah 2 orang. Untuk provinsi Jawa

38 Hasil Penelitian

Barat status menikah juga terbanyak dibanding dengan status yang belum menikah atau janda/duda.

Diagram 3.Status Perkawinan

Diagram 4.Tempat Tinggal Responden

Terkait dengan tinggal dengan siapa setelah keluar dari panti rehabilitasi, keempat provinsi terbanyak menjawab kembali ke keluarga. Pemahaman kembali kekeluarga dapat diartikan bahwa mengingat jumlah terbanyak adalah belum

39Hasil Penelitian

menikah maka satu-satunya jalan keluargalah yang dapat menampung mantan penerima manfaat yang sudah selesai mendapatkan rehabilitasi. Tetapi untuk wilayah DI Yogyakarta disamping mantan penerima manfaat kembali ke orang tua/keluarga, mereka yang sudah berkeluarga kembali ke keluarganya masing-masing, mengingat mantan penerima manfaat sudah banyak yang berstatus menikah. Mereka yang kost dan kembali kerumah sendiri empat provinsi ada tetapi untuk yang numpang teman hanya ada di Sulawesi Selatan.

Diagram 5.Tempat Tinggal Setelah Keluar

Setelah mereka menyelesaikan rehabilitasi dari panti, kebanyakan mereka kembali ketempat tinggal semula (sebelumnya), tetapi ada juga yang pindah tempat tinggal karena kalau tidak pindah takut kambuh kembali. Pengaruh lingkungan menurut responden sangat potensial untuk kembali melakukan penyalahgunaan napza, sehingga keputusan yang diambil dari mantan penerima manfaat dan keluarganya jalan terbaik adalah pindah tempat tinggal. Tetapi ada pula mantan penerima manfaat yang tidak mau keluar dari panti karena mereka menyadari yang menyembuhkan mereka

40 Hasil Penelitian

adalah pegawai panti, sehingga mereka sudah nyaman tinggal dipanti. Mereka tidak mau meninggalkan panti dan mengabdi sebagai tenaga panti. Untuk wilayah DIY kebanyakan mereka kembali ketempat tinggal semula, Sulawesi Selatan jumlah terbanyak kembali ketempat tinggal semula dan ada pula yang tetap tinggal di panti.Sedangkan untuk wilayah Jawa Barat kebanyakan mereka pindah tempat tinggal. Alasan mereka tetap tinggal di panti, karena panti dapat menerima keberadaan klien, mau membantu penyelesaian masalah dan ingin mengabdikan diri ke panti untuk membantu teman-teman senasib sepenanggungan. Mereka yang pindah tempat tinggal lebih cenderung mereka menghindar teman-teman sepergaulan yang menyebabkan mereka terlibat narkoba. Satu-satunya untuk menghindar dari persoalan itu mereka pindah tempat tinggal.

Diagram 6.Ketrampilan yang Diikuti

Keterampilan yang diselenggarakan di empat panti cukup bervariasi, mulai dari montir, fotografi, desain grafis, las, sablon, ternak, olah pangan sampai pada steam motor. Namun yang banyak diminati oleh klien di empat provinsi adalah ketrampilan montir. Tetapi terdapat pula di empat provinsi yang

41Hasil Penelitian

tidak memperoleh kesempatan untuk mengikuti ketrampilan. Ketrampilan ternak diikuti oleh klien yang ada di Jawa Barat, fotografi di Sumatera Utara, Desain grafis, las, sablon, olah pangan dan steam motor di Sulawesi Selatan. DIY ketrampilan yang diikuti las, sablon, ternak, dan olah pangan.

Diagram 7.Pekerjaan Responden

Bila dilihat jenis pekerjaan mantan penerima manfaat, ada yang menekuni usaha sablon, bengkel, ada yang berdagang, buruh/karyawan, sopir/ojek, pekerja musik (ngamen), kerja di panti tetapi ada pula yang kembali sekolah dan ada pula yang bekerja sebagai guru/dosen. Mantan penerima manfaat yang bekerja di panti (tukang kebon, konselor, satpam dll) yang banyak adalah di DIY terbanyak adalah sebagai buruh/karyawan. Tetapi ada pula mantan penerima manfaat yang tidak bekerja seperti yang terdapat di DIY, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara. Untuk pekerja musik banyak terdapat di DIY.

C. KEBERFUNGSIAN SOSIAL

Salah satu Indikator dari keberfungsian sosial terdiri dari kemampuan kebutuhan sehari-hari yang akan diuraikan sebagai berikut.

42 Hasil Penelitian

Diagram 8.Kemampuan Pemenuhan Kebutuhan Sehari Hari

Keberfungsian sosial dapat dijabarkan dalam bentuk kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, kemampuan mengatasi masalah, kemampuan melaksanakan peran sosialnya, dan kemampuan mengembangkan diri.

Kemampuan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dilihat dari kemampuan pemenuhan kebutuhan fisik, psikis, spiritual, dan sosial. Pemenuhan kebutuhan fisik berupa sandang , pangan, papan, dan kesehatan. Pemenuhan kebutuhan psikis seperti rasa aman, pengisian waktu luang, dan pemenuhan kebutuhan spiritual seperti melaksanakan ibadah. Kemudian untuk pemenuhan kebutuhan sosial berupa penyesuaian diri dengan lingkungan masyarakat. Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden sudah mampu memenuhi kebutuhan sehari- hari, ini terlihat dari rata-rata jawaban responden cukup tinggi yaitu 82,9 %, sedangkan yang kurang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari hanya 17,1 % dan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari tidak ada. Ini menunjukkan bahwa mantan penerima manfaat setelah

43Hasil Penelitian

keluar dari panti dapat mandiri dalam arti dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa menggantungkan orang lain. Bila dikaitkan dengan peran lembaga maka lembaga sangat membantu sekali di dalam pemulihan atau pengembalian mantan penerima manfaat untuk hidup mandiri dalam pemenuhan kebutuhan dan penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya. Demikian halnya dengan kemampuan mengatasi masalah, untuk jelasnya dapat dilihat pada diagram berikut.

Diagram 9.Kemampuan Mengatasi Masalah

Kemampuan mengatasi masalah dimaksud adalah kemampuan responden dalam mengatasi masalah yang muncul dari dalam dirinya sendiri, masalah keluarga dan masalah yang bersumber dari lingkungan baik teman sebaya, maupun masyarakat pada umumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sebagian besar responden sudah mampu mengatasi masalah dalam taraf sedang, hal ini terlihat dari rata-rata jawaban responden maupun persentase jawaban. Sebagian besar responden yaitu 60,0 sudah mampu mengatasi masalah namun pada tataran sedang artinya tidak semua persoalan yang dialami responden, baik masalah pribadi maupun masalah keluarga dapat diatasi dengan lancar dan mudah. Walaupun

44 Hasil Penelitian

demikian pada dasarnya masalah yang dihadapi dapat teratasi dengan baik. Sedangkan yang mampu mengatasi masalah dengan baik dan tuntas dalam arti percaya dirinya cukup tinggi 40,0. Kemudian yang tidak mampu mengatasi persoalan yang dihadapi responden di empat provinsi tidak ada. Disini mengindikasikan bahwa walaupun responden dihadapkan persoalan, baik persoalan yang muncul dari dalam diri sendiri, keluarga maupun lingkungan rata-rata mereka dapat mengatasi persoalan itu dengan baik dan selesai masalahnya.

Diagram 10.Kemampuan Melaksanakan Peran Sosial

Kemampuan melaksanakan peran sosial di masyarakat dimaksudkan kemampuan responden dalam melaksanakan perannya sebagai kepala keluarga dalam mencari nafkah, peran dalam keluarga, dalam kelompok pekerjaan atau masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan melaksanakan peran sosial dimasyarakat cukup tinggi yaitu 68,6 dalam arti bahwa peran yang ada di dalam keluarga maupun peran sosial yang ada di masyarakat dapat dilaksanakan dengan baik. Kemudian kemampuan melaksanakan peran sosial pada taraf sedang 31,4 ini menunjukkan bahwa belum semua peran yang dilaksanakan baik dalam tanggung jawab

45Hasil Penelitian

rumah tangga maupun tanggung sosial di masyarakat belum sepenuhnya dapat dilaksanakan dengan baik. Banyak hal yang dapat berpengaruh terhadap kemampuan dalam melaksanakan peran sosial, seperti waktu yang tidak tersedia, peluang yang ada atau hal-hal lain yang membuat individu tersebut tidak dapat meluangkan waktu untuk berperan serta dalam kehidupan sosial di masyarakat. Kemudian kemampuan untuk mengembangkan diri sendiri dapat dilihat berikut ini.

Diagram 11.Kemampuan Mengembangkan Diri Sendiri

Kemampuan mengembangkan diri merupakan hal yang penting untuk menuju ke kemandirian, karena dengan kemampuan mantan penerima manfaat untuk mengembangkan dirinya, mereka akan terus mencari tambahan ilmu maupun keterampilan yang dimiliki, sehingga apapun jenis usaha yang ditekuni akan bisa berkembang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (98,6) responden mantan penerima manfaat mampu mengembangkan kemampuan diri sendiri. Sedangkan mantan penerima manfaat yang belum sepenuhnya dapat mengembangan kemampuan diri hanya 1,4. Dengan melihat kenyataan ini nampak bahwa mantan penerima manfaat yang telah hidup di tengah-tengah lingkungan masyarakat selalu terus berusaha menambah pengetahuan

46 Hasil Penelitian

ataupun ketrampilan demi memperjuangkan hidup kedepan agar kehidupannya akan lebih baik. Untuk menyongsong kehidupan yang lebih baik perlu adanya berbagai dukungan baik dari lingkungan keluarga, masyarakat ataupun tempat mereka bekerja, seperti terlihat berikut ini.

Diagram 12.Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan hal terpenting bagi mantan penerima manfaat, karena keseharian responden bertemu dan berkumpul dengan keluarga. Dari hasil penelitian terlihat bahwa sebagian besar responden mendapatkan dukungan dari keluarga cukup tinggi yaitu 57,1 sedangkan dukungan keluarga 42,9. Dari dukungan keluarga, baik yang sedang maupun yang tinggi juga akan membawa pengaruh positif terhadap mantan penerima manfaat di dalam pengembangan dirinya. Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam memberikan support kepada anggota keluarga yang lain. Lebih-lebih bagi mantan penerima manfaat, keluarga merupakan tempat berlindung dan memberikan semangat untuk bangkit kembali dan meninggalkan kebiasaan lamanya. Apalagi untuk pemulihan diri dalam penyesuaian diri dengan keluarga, lingkungan ataupun tempat kerja. Hal ini disadari

47Hasil Penelitian

bahwa mantan penerima manfaat jelas telah mendapatkan stigma negatif dari lingkungannya.

Responden sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menunjukkan bahwa ia sudah bersih dari ketergantungan dengan NAPZA atau sudah sehat, namun kepercayaan keluarganya sulit di munculkan, sampai pada akhirnya responden pindah alamat/rumah, akan tetapi masih mendapat stigma dari keluarga maupun dari masyarakat.

Diagram 13.Dukungan Masyarakat

Untuk mengembangkan kepercayaan diri perlu penyesuaian diri dengan lingkungan sekitarnya. Lebih-lebih untuk pengembangan dirinya, perlu adanya dukungan yang kuat dari keluarga untuk meyakinkan kepercayaan dirinya. Terkait dengan hal tersebut maka dukungan keluarga cukup menduduki paling tinggi di dalam memberikan support untuk mantan penerima manfaat. Bahkan tokoh masyarakat mengatakan bahwa stigma itu dapat dihilangkan ketika nilai-

48 Hasil Penelitian

nilai ibadah mantan penerima manfaat dapat ditingkatkan.

Seperti yang dikatakan oleh tokoh masyarakat dan teman kerja pada pelaksanaan FGD, bahwa untuk mendapat dukungan dari masyarakat, membutuhkan upaya yang maksimal dari mantan penerima manfaat, baik dari perilaku maupun dari peningkatan nilai-nilai ibadah. Data lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar mantan penerima manfaat sudah mendapatkan dukungan dari masyarakat namun masih dalam taraf sedang. Artinya bahwa masyarakat mendukung untuk keberfungsian sosial mantan penerima manfaat belum maksimal. Hal ini dapat dimengerti karena stigma masyarakat yang sudah menempel pada mantan tidak mudah untuk dihilangkan sebelum mantan tersebut benar-benar berubah baik dari perilaku, ibadahnya maupun dari sikap kesehariannya. Masyarakat umumnya ingin bukti nyata yang ditunjukkan dalam kehidupan kesehariannya. Untuk merubah hal tersebut memang harus ada usaha dari berbagai fihak utamanya dari mantan itu sendiri, keluarga mendukung dan masyarakat juga harus memberikan peluang untuk berubah dengan mengajak mereka dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan.

Pada salah satu kasus responden mengatakan bahwa masyarakat tahu dia merupakan mantan penerima manfaat pecandu NAPZA, akan tetapi masyarakat tidak melakukan stigma. Kesehariannya sering diingatkan oleh masyarakat agar tidak lagi terjebak dengan NAPZA, dan sering diajak ikut ke masjid untuk melaksanakan ibadah. Walaupun dari data lapangan terlihat masih ada responden yang belum mendapatkan dukungan dari masyarakat namun demikian perlu tetap mendapat perhatian. Pada diagram berikut dapat dilihat rata-rata dukungan masyarakat terhadap mantan penerima manfaat.

49Hasil Penelitian

Diagram 14.Dukungan Lingkungan Pekerjaan / Pendidikan

Dukungan lingkungan pekerjaan juga sangat dibutuhkan oleh mantan penerima manfaat. Hasil penelitian terlihat bahwa sebagian besar responden mantan penerima manfaat mendapatkan dukungan dari teman pekerjaan/pendidikan. Terlihat dari diagram yang menunjukkan sebagian besar (81,4) responden sudah mendapatkan dukungan dari lingkungan pekerjaan/pendidikan. 18,6 dukungannya masih dalam taraf sedang artinya walaupun mendukung tetapi belum sepenuhnya kepada mantan penerima manfaat, mengingat terdapat sebagian responden belum bekerja, sehingga masih ragu apakah nanti akan mendapatkan dukungan dari lingkungan pekerjaan atau tidak. Lebih jelas dapat dilihat pada diagram berikut

Diagram 15.Dukungan Sosial

50 Hasil Penelitian

Dukungan sosial untuk meyakinkan mantan penerima manfaat dalam keberfungsian sosial di masyarakat juga tidak kalah penting dengan dukungan-dukungan lainnya. Hal ini sangat dimengerti karena untuk membuktikan mantan penerima manfaat berfungsi atau tidaknya di lingkungan, masyarakatlah yang akan menilai dan melihat kenyataan di lapangan. Bila dilihat dari diagram di atas, nampak dukungan sosial untuk mantan penerima manfaat menunjukkan angka 62.9 ini menunjukkan bahwa pada dasarnya masyarakat mendukung agar mantan penerima manfaat dapat menjalankan fungsinya di masyarakat. Namun terdapat juga masyarakat yang masih ragu memberikan dukungan sosialnya kepada mantan penerima manfaat untuk menjalankan fungsi sosialnya. Keraguan ini dapat dimaklumi karena stigma yang masih menempel pada diri pecandu narkoba tidak mudah untuk dihilangkan kecuali yang bersangkutan sudah dapat membuktikan keberadaannya ditengah-tengah lingkungan masyarakat. Dari diagram tersebut, walaupun dukungannya rendah ataupun tinggi pada dasarnya masyarakat mendukung mantan penerima manfaat dapat melakukan fungsi sosialnya dimasyarakat dengan mengikuti berbagai kegiatan-kegiatan dimana mereka tinggal.

51Pembahasan

BAB

IV PEMBAHASAN

Kementerian Sosial terus berupaya untuk melakukan pengentasan korban penyalahgunaan Napza (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya) dengan berbagai kebijakan guna mengurangi berbagai masalah yang lebih serius bagi generasi Indonesia mendatang. Saat ini, Indonesia dihadapkan pada kondisi belum dapat mengurangi jumlah penyalahgunaan Napza secara signifikan. Kondisi ini menuntut penanganan yang serius dari semua pihak serta partisipasi dari masyarakat secara berkesinambungan.

Langkah, yang harus ditempuh bukan hanya penindakan pada pengedar, tetapi rehabilitasi sosial dan pemberdayaan pada para pengguna yang didominasi anak muda agar mereka mau berubah. Sehingga mengatasi masalah adiksi mereka melalui solusi yang berasal dari dalam diri, atau yang dalam ilmu pekerjaan sosial dikenal dengan konsep “to help people to help themselves”. 

A. KEBERFUNGSIAN SOSIAL1. Keberfungsian Sosial

Keberfungsian sosial dapat dijabarkan dalam bentuk kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, kemampuan mengatasi masalah, kemampuan melaksanakan peran sosialnya, dan kemampuan mengembangkan diri. Kemampuan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dilihat dari kemampuan pemenuhan kebutuhan fisik, psikis, spiritual, dan sosial. Pemenuhan kebutuhan fisik berupa sandang ,

52 Pembahasan

pangan, papan, dan kesehatan. Pemenuhan kebutuhan psikis seperti rasa aman, pengisian waktu luang, dan pemenuhan kebutuhan spiritual seperti melaksanakan ibadah. Kemudian untuk pemenuhan kebutuhan sosial berupa penyesuaian diri dengan lingkungan masyarakat. Mantan penerima manfaat setelah keluar dari panti dapat mandiri dalam arti dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa menggantungkan orang lain. Bila dikaitkan dengan peran lembaga maka lembaga sangat membantu sekali di dalam pemulihan atau pengembalian mantan penerima manfaat untuk hidup mandiri dalam pemenuhan kebutuhan dan penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya.

2. Kemampuan Mengatasi Masalah

Kemampuan mengatasi masalah dimaksud adalah kemampuan responden dalam mengatasi masalah yang muncul dari dalam dirinya sendiri, masalah keluarga dan masalah yang bersumber dari lingkungan baik teman sebaya, maupun masyarakat pada umumnya. Sebagian besar responden sudah mampu mengatasi masalah namun pada tataran sedang artinya tidak semua persoalan yang dialami responden, baik masalah pribadi maupun masalah keluarga dapat diatasi dengan lancar dan mudah. Walaupun demikian pada dasarnya masalah yang dihadapi dapat teratasi dengan baik. Sedangkan yang mampu mengatasi masalah dengan baik dan tuntas dalam arti percaya dirinya cukup tinggi. Kemudian yang tidak mampu mengatasi persoalan yang dihadapi responden di empat provinsi tidak ada. Disini mengindikasikan bahwa walaupun responden dihadapkan persoalan baik persoalan yang muncul dari dalam diri sendiri, keluarga maupun lingkungan rata-rata mereka dapat mengatasi persoalan itu dengan baik dan selesai masalahnya.

53Pembahasan

3. Kemampuan Melaksanakan Peran Sosial

Kemampuan melaksanakan peran sosial di masyarakat dimaksudkan kemampuan responden dalam melaksanakan perannya sebagai kepala keluarga dalam mencari nafkah, peran dalam keluarga, dalam kelompok pekerjaan atau masyarakat. Kemampuan melaksanakan peran sosial mantan penerima manfaat dimasyarakat cukup tinggi terbukti peran yang ada di dalam keluarga maupun peran sosial yang ada di masyarakat dapat dilaksanakan dengan baik. Kemudian kemampuan melaksanakan peran sosial pada taraf sedang menunjukkan bahwa belum semua peran yang dilaksanakan baik dalam tanggung jawab rumah tangga maupun tanggung sosial di masyarakat belum sepenuhnya dapat dilaksanakan dengan baik. Banyak hal yang yang dapat berpengaruh terhadap kemampuan dalam melaksanakan peran sosial, seperti waktu yang tidak tersedia, peluang yang ada atau hal-hal lain yang membuat individu tersebut tidak dapat meluangkan waktu untuk berperan serta dalam kehidupan sosial di masyarakat.

4. Kemampuan Mengembangkan Diri

Kemampuan ini merupakan hal yang penting untuk menuju kemandirian, karena dengan kemampuan mantan penerima manfaat untuk mengembangkan dirinya, mereka akan terus mencari tambahan ilmu maupun keterampilan yang dimiliki, sehingga apapun jenis usaha yang ditekuni akan bisa berkembang. Pada dasarnya responden mantan penerima manfaat mampu mengembangkan kemampuan diri sendiri. Mantan penerima manfaat yang telah hidup di tengah-tengah lingkungan masyarakat selalu terus berusaha menambah pengetahuan ataupun ketrampilan demi memperjuangkan hidup kedepan agar kehidupannya akan lebih baik. Untuk menyongsong kehidupan yang lebih baik perlu adanya berbagai dukungan baik dari lingkungan keluarga, masyarakat ataupun tempat mereka bekerja, seperti terlihat berikut ini.

54 Pembahasan

B. DUKUNGAN SOSIAL1. Dukungan Keluarga

Dukungan ini merupakan hal terpenting bagi mantan penerima manfaat, karena keseharian responden bertemu dan berkumpul dengan keluarga. Sebagian besar responden mendapatkan dukungan dari keluarga cukup tinggi. Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam memberikan support kepada anggota keluarga yang lain. Lebih-lebih bagi mantan penerima manfaat, keluarga merupakan tempat berlindung dan memberikan semangat untuk bangkit kembali dan meninggalkan kebiasaan lamanya. Apalagi untuk pemulihan diri dalam penyesuaian diri dengan keluarga, lingkungan ataupun tempat kerja. Hal ini disadari bahwa mantan penerima manfaat jelas telah mendapatkan stigma negatif dari lingkungannya. Responden sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menunjukkan bahwa ia sudah bersih dari ketergantungan dengan NAPZA atau sudah sehat, namun kepercayaan keluarganya sulit di munculkan, sampai pada akhirnya responden pindah alamat/rumah, akan tetapi masih mendapat stigma dari keluarga maupun dari masyarakat.

Untuk mengembangkan kepercayaan diri perlu penyesuaian diri dengan lingkungan sekitarnya. Lebih-lebih untuk pengembangan dirinya, perlu adanya dukungan yang kuat dari keluarga untuk meyakinkan kepercayaan dirinya. Terkait dengan hal tersebut maka dukungan keluarga cukup menduduki paling tinggi di dalam memberikan support untuk mantan penerima manfaat. Bahkan tokoh masyarakat mengatakan bahwa stigma itu dapat dihilangkan ketika nilai-nilai ibadah mantan penerima manfaat dapat ditingkatkan.

2. Dukungan Teman Sebaya

Hubungan sebaya lebih setara dibanding hubungan orang tua-anak. Pengendalian emosi mandiri menghasilkan

55Pembahasan

hubungan sebaya yang positif. Variasi hubungan sebaya telah ditemukan di berbagai kelompok sosioekonomi, kelompok etnis dan bangsa Fungsi dari permainan mencakup afiliasi dengan sebaya, pelepasan ketegangan, percepatan perkembangan kognitif dan eksplorasi. Perspektif kontemporer berfokus pada aspek sosial dan kognitif dari permainan. Tipe permainan yang paling luas dipelajari adalah permainan sensorimotor dan praktik, permainan pura-pura/simbolis, permainan sosial, permainan konstruktif dan game. Fungsi pertemanan mencakup persahabatan, rangsangan, dukungan fisik, dukungan ego, perbandingan sosial dan keintiman/afeksi. Kesamaan dan keintiman merupakan dua karakteristik pertemanan yang paling umum. Teman seringkali memiliki sikap yang sama tentang sekolah, cita-cita yang sama, dan sebagainya.

3. Dukungan Masyarakat

Seperti yang dikatakan oleh tokoh masyarakat dan teman kerja pada pelaksanaan FGD, bahwa untuk mendapat dukungan dari masyarakat, membutuhkan upaya yang maksimal dari mantan penerima manfaat, baik dari perilaku maupun dari peningkatan nilai-nilai ibadah. Data lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar mantan penerima manfaat sudah mendapatkan dukungan dari masyarakat namun masih dalam taraf sedang. Artinya bahwa masyarakat mendukung untuk keberfungsian sosial mantan penerima manfaat belum maksimal. Hal ini dapat dimengerti karena stigma masyarakat yang sudah menempel pada mantan tidak mudah untuk dihilangkan sebelum mantan tersebut benar-benar berubah baik dari perilaku, ibadahnya maupun dari sikap kesehariannya. Masyarakat umumnya ingin bukti nyata yang ditunjukkan dalam kehidupan kesehariannya. Untuk merubah hal tersebut memang harus ada usaha dari berbagai fihak utamanya dari mantan itu sendiri, keluarga mendukung

56 Pembahasan

dan masyarakat juga harus memberikan peluang untuk berubah dengan mengajak mereka dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan.

4. Dukungan Lingkungan Pekerjaan/Pendidikan

Dukungan lingkungan pekerjaan juga sangat dibutuhkan oleh mantan penerima manfaat. Sebagian besar responden mantan penerima manfaat mendapatkan dukungan dari teman pekerjaan/pendidikan. Sebagian besar responden sudah mendapatkan dukungan dari lingkungan pekerjaan/pendidikan. Dukungan sosial untuk meyakinkan mantan penerima manfaat dalam keberfungsian sosial di masyarakat juga tidak kalah penting dengan dukungan-dukungan lainnya. Hal ini sangat dimengerti karena untuk membuktikan mantan penerima manfaat berfungsi atau tidaknya di lingkungan, masyarakatlah yang akan menilai dan melihat kenyataan di lapangan. Namun terdapat juga masyarakat yang masih ragu memberikan dukungan sosialnya kepada mantan penerima manfaat untuk menjalankan fungsi sosialnya. Keraguan ini dapat dimaklumi karena stigma yang masih menempel pada diri pecandu narkoba tidak mudah untuk dihilangkan kecuali yang bersangkutan sudah dapat membuktikan keberadaannya baik ditengah-tengah lingkungan masyarakat. Dari diagram tersebut, walaupun dukungannya rendah ataupun tinggi pada dasarnya masyarakat mendukung mantan penerima manfaat dapat melakukan fungsi sosialnya dimasyarakat dengan mengikuti berbagai kegiatan-kegiatan dimana mereka tinggal.

C. KORELASI ANTAR VARIABEL

Berikut adalah hubungan antar variabel yang telah ditetapkan dalam penelitian.

57Pembahasan

Tabe

l 4.

Kor

elas

i Ant

ara

Vari

abel

58 Pembahasan

Kotak yang berwarna kuning adalah hubungan antar variabel yang lemah yang nilainya diatas 0,05. Jadi hubungan antar variabel dikatakan signifikan apabila kurang dari 0,05.

Kebijakan Pemerintah di dalam penanganan korban penyalahgunaan napza menetapkan bagi korban penyalahgunaan napza tidak lagi dipidana kurungan atau penjara, akan tetapi sebagai korban mereka akan memporoleh pelayanan rehabilitasi medis maupun sosial. Kebijakan dimaksudkan untuk membangun kesadaran bagi pecandu, korban penyalahgunaan napza, keluarga maupun masyarakat untuk melaporkan diri ke Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) baik yang dikelola oleh pemerintah maupun yang dikelola oleh masyarakat.

Diagram 16.Keberfungsian Sosial IPWL Pemerintah dan Masyarakat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk keberhasilan panti (IPWL) yang dikelola pemerintah dengan panti (IPWL) yang dikelola oleh masyarakat memperlihatkan perbedaan yang signifikan dalam hal keberfungsian sosial mantan penerima manfaat. Pada diagram IPWL yang dikelola oleh pemerintah

59Pembahasan

memperlihatkan keberhasilan yang cukup tinggi dengan angka 185.4063 dalam keberfungsian sosial mantan penerima manfaat hidup ditengah-tengah lingkungan masyarakat. Mereka dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, dapat menunjukkan perannya dimasyarakat dengan menunjukkan perubahan baik dalam sikap, perilaku ataupun dalam keaktifan di dalam kegiatan-kegiatan sosial. Sedang IPWL yang dikelola oleh masyarakat dalam keberfungsian sosial mantan penerima manfaat pada angka 180.9474. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan dalam merubah mantan penerima manfaat agar mereka dapat berfungsi sosial di masyarakat masih dalam batas sedang. Ini bukan berarti mantan penerima manfaat yang ditangani IPWL masyarakat tidak berhasil tetapi lebih pada keterbatasan berbagai sarana dan prasarana yang dimiliki untuk menunjang keberhasilan dalam melaksanakan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan napza.

Diagram 17.Dukungan Sosial IPWL Pemerintah dan Masyarakat

Demikian halnya dengan dukungan sosial antara IPWL pemerintah dan IPWL yang dikelola oleh masyarakat. IPWL yang dikelola oleh pemerintah juga mendapatkan dukungan yang cukup tinggi, karena keberadaan IPWL sendiri sudah

60 Pembahasan

meyakinkan bagi masyarakat untuk ikut berperan didalamnya dan mendukung sepenuhnya dalam penanganan masalah korban penyalahgunaan napza. Dilihat dari kelengkapan sarana prasana, SDM, anggaran dan fasilitas lainnya secara logika akan mendapatkan dukungan sosial yang cukup meyakinkan dari masyarakat umum ataupun dari lembaga lainnya. Dengan kelengkapan yang dimiliki IPWL Pemerintah akan dapat meyakinkan hasil rehabilitasi sosial kepada lembaga ataupun masyarakat luas. Lain halnya dengan IPWL yang dikelola masyarakat, dengan semua keterbatasan yang ada nampak dukungan sosial dari berbagai pihak kurang mendapat perhatian. Dampak dari hal tersebut dukungan sosialnya terhadap IPWL belum begitu maksimal seperti yang diharapkan.

61Penutup

BAB

V PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penanganan masalah penyalahgunaan napza selama ini telah dilakukan baik oleh pemerintah, swasta ataupun masyarakat. Pendekatan dari penanganannyapun juga cukup bervariasi, mulai dari penanganan secara medis, sosial maupun religi dengan metoda yang berbeda pula. Tujuan utama dari penanganan masalah tersebut agar mantan penerima manfaat dapat sembuh dari ketergantungan dengan meninggalkan kebiasaan dalam penyalahgunaan napza sehingga mereka dapat kembali hidup ditengah-tengah lingkungan masyarakat secara sehat dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Namun dari penanganan tersebut belum membawa hasil maksimal mengingat masalah tersebut tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata tetapi masyarakat harus terlibat di dalamnya. Untuk percepatan penanganan dimaksud pemerintah mengupayakan agar masyarakat dapat terlibat di dalam penanganan dengan mengeluarkan Peraturan Presiden RI Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika.

Penelitian ini melihat keberfungsian sosial mantan kelayan Panti Rehabilitasi Penyalahguna Napza di empat lokasi yaitu PSPP Insyaf (Sumatera Utara), PSPP Galih Pakuan (Jawa Barat), Yayasan Indocaris (Yogyakarta), dan YKP2N (Sulawesi Selatan).

62 Penutup

Pada dasarnya keberfungsian sosial dan dukungan sosial ada di tingkat sedang dan tinggi, namun sebagian besar masih bekerja di lingkungan panti. IPWL pemerintah rata-rata keberfungsian sosial dan dukungan sosial lebih tinggi dibandingkan swasta. Ada pengaruh yang signifikan dukungan sosial terhadap keberfungsian sosial mantan penerima manfaat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk keberhasilan panti (IPWL) yang dikelola pemerintah dengan panti (IPWL) yang dikelola oleh masyarakat memperlihatkan perbedaan yang signifikan dalam hal keberfungsian sosial mantan penerima manfaat. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan dalam merubah mantan penerima manfaat agar mereka dapat berfungsi sosial di masyarakat masih dalam batas sedang. Ini bukan berarti mantan penerima manfaat yang ditangani IPWL masyarakat tidak berhasil tetapi lebih pada keterbatasan berbagai sarana dan prasarana yang dimiliki untuk menunjang keberhasilan dalam melaksanakan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan napza.

Demikian halnya dengan dukungan sosial antara IPWL pemerintah dan IPWL yang dikelola oleh masyarakat. IPWL yang dikelola oleh pemerintah juga mendapatkan dukungan yang cukup tinggi, karena keberadaan IPWL sendiri sudah meyakinkan bagi masyarakat untuk ikut berperan didalamnya dan mendukung sepenuhnya dalam penanganan masalah korban penyalahgunaan napza. Lain halnya dengan IPWL yang dikelola masyarakat, dengan semua keterbatasan yang ada nampak dukungan sosial dari berbagai pihak kurang mendapat perhatian. Dampak dari hal tersebut dukungan sosialnya terhadap IPWL belum begitu maksimal seperti yang diharapkan.

63Penutup

B. REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa rekomendasi untuk pihak-pihak terkait permasalahan kesiapan reintegrasi penyalah guna NAPZA antara lain:

1. Perlu adanya lembaga independen untuk after care bagi mantan Penerima Manfaat (diluar lembaga IPWL)

2. Perlu lebih dikembangkan lagi program after care yang dapat meningkatkan dukungan sosial (keluarga, teman sebaya, masyarakat dan lingkungan pendidikan/Pekerjaan)

3. Pemberian bantuan pasca rehabilitasi perlu mempertimbangkan kemampuan mantan penerima manfaat (lebih dahulu menstabilkan kondisi psikososial)

4. Perlu ada kerjasama dengan SKPD lain dalam ketrampilan dan pekerjaan.

64 Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Metodelogi penelitian. Yogyakarta: Bina Aksara

Azwar, S. 1995. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Badan Narkotika Nasional, (2014), “Jurnal Data Pencegahan dan Pemberatasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba, Tahun 2013”, Jakarta : Badan Narkotika Nasional.

Gunawan, Sugiyanto, dan Roebyanto Haryati, (2014), Eksistensi Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat bagi Korban Penyalahgunaan Napza, Jakarta: P3KS press.

Kartono, Kartini, (2007), Patologi Sosial, Jakarta: CV Rajawali.

Kementerian Sosial (Kemensos) RI, (2014), “Standar Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya, Jakarta : Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA.

-----------, (2014), “Standar Rehabilitasi Sosial bagi Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya, Jakarta : Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA.

Lisa, FR Juliana dan Sutrisna W Nengah, (2013), Narkoba, Psikotropika dan Gangguan Jiwa: Tinjuan Kesehatan dan Hukum, Yogyakarta: Nuha Medika.

Martono, Lydia Marlina dan Joewana, Satya, (2005), Membantu Pemulihan Pecandu Narkoba dan Keluarganya, Jakarta : Balai Pustaka.

65Daftar Pustaka

Peraturan Menteri Sosial Nomor 56/HUK/2009 tentang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahguna NAPZA

Peraturan Presiden RI Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika.

Peraturan Menteri Sosial Nomor: 26 TAHUN 2012 tentang standar Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahguna NAPZA (menjadi NSPK/Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria).

Ritonga, Rahman. 1997. Statistika untuk Penelitian Psikologi dan Penelitian. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

Suradi, (2012), NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif), Penyalahgunaan dan Penangannya, Jakarta: P3KS Press.

Suradi dkk, (2015), Kapasitas Institusi Penerima Wajib Lapor Dalam Penanganan Korban Penyalahgunaan Napza, Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial bekerjasama dengan P3KS Press.

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Pusat Bahasa Depdiknas

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Pekerja Sosial Profesional

Zastrow, C. (2004). Introduction To Social Welfare (Eight Edition ed.). USA: Thomson Brooks/Cole.

66 Biodata Penulis

BIODATA PENULIS

Setyo Sumarno. Lahir di Solo, 8 Juni 1957. menamatkan program sarjana Pekerjaan Sosial dari Sekolah Tinggi Kesejahteraa Sosial (STKS) Bandung pada tahun 1983 dan Magister Kesejahteraan Sosial dari STISIP Widuri pada tahun 2010. saat ini menjabat Peneliti Utama pada Puslitbang Kessos Kemensos RI. Pernah mengikuti beberapa kegiatan penelitian, meliputi topik-topik yang berkaitan dengan Penelitian Anak Jalanan, Lanjut Usia, Kenakalan

Remaja, Masyarakat Terasing, Penyandang Cacat, Napza, Karang Taruna, Eks Kusta, Masalah Tenaga Kerja di Sektor Industri, Akreditasi Panti, Penanganan Anak Terlantar Berbasis Kekerabatan, Penanganan Lanjut Usia Berbasis Kekerabatan, Implementasi Program Pemberdayaan Fakir Miskin (Studi Evaluasi di Delapan Daerah Indonesia), Penelitian Uji Coba Model Pemberdayaan Fakir Miskin di Kawasan Pinggiran Hutan, Penelitian wanita Rawan Sosial Ekonomi, Penelitian Penyandang Cacat Berat, Penelitian tentang Penyerapan Tenaga Kerja Penyandang Cacat dalam Pasar Kerja, Penelitian tentang Multilayanan, Pemberdayaan Masyarakat Miskin melaluiLembaga Kesejahteraan Sosial, Rehabilitasi Sosial Wanita Tuna Susila, Pengembangan Lembaga Kesejahteraan Sosial untuk Mengatasi Kemiskinan, Penelitian Konten Pornografi masalah Napza dll. Pengalaman lainnya adalah bekerja sama dengan Safe the Children UK, Sustainable Integrated Rural Development (SIRD) – ASEAN – New Zealand dan beberapa lembaga lain dalam berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan sosial. Saat ini masih ini aktif di Tim Redaksi Jurnal SosioKonsepsia Puslitbang Kessos, Tim Penilai Peneliti Instansi (TP2I)

67Biodata Penulis

Kementerian Sosial RI dan sebagai Direktur Pelaksana P3KS Press.

Hari Harjanto Setiawan. Lahir di Klaten, pada tanggal 2 November 1973. Menamatkan pendidikan Sarjana pada tahun 1998 di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung, tahun 2001 menamatkan pendidikan Magister di Universitas Indonesia Program Studi Sosiologi dengan kekhususan Ilmu Kesejahteraan Sosial, dan pendidikan Doktoral di Universitas Indonesia Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial.  Saat ini menjabat sebagai tenaga fungsional Peneliti Madya pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan, Penelitian dan Penyuluhan Sosial,  Kementerian Sosial RI. Kajian yang diminati adalah kajian tentang permasalahan sosial anak dan permasalahan sosial lainnya. Berbagai penelitian sudah pernah dilakukan dan diterbitkan dalam bentuk Buku maupun Jurnal Ilmiah. Pengalaman lainnya, sebagai dewan Redaksi Jurnal Sosiokonsepsia sampai sekarang.

Ruaida Murni, Lahir di Takengon tanggal 17 Juli 1962, menyelesaikan S1 di Universitas Negeri Jambi. Saat ini menjabat sebagai Peneliti Muda pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI. Dan sebagai anggota tim penilai jabatan fungsional Litkayasa Kementerian Sosial RI. Penelitian yang telah dilaksanakan antara lain Peranan

68 Biodata Penulis

Pelayanan dan Bantuan Sosial Proyek Atma Brata CCF Terhadap Kesejahteraan Social Keluarga Miskin di Kecamatan Cilincing; Pengembangan Metode dan Teknik Penyuluhan dan Bimbingan Sosial Masyarakat Perkotaan dan Pedesaan; Kebutuhan Pelayanan Kesejahteraan Sosial di Kawasan Industri; Metode dan Teknik Pelayanan Anak Pada Kelompok Bermaian dan Taman Penitipan Anak; Permasalahan Sosial Migran Perkotaan di Propinsi Riau; Penelitian Kemandirian Penerima Pelayanan Panti Sosial Asuhan Anak dan Panti Sosial Bina Netra; Model Rehabilitasi Sosial Penyalahguna NAFZA di Beberapa Institusi Swasta; Pengembangan Uji Coba Model Pemberdayaan Remaja Melalui Karang Taruna; Akreditasi Panti; Uji Coba Model Pengentasan Anak Terlantar Melalui Kekerabatan; Pergeseran Pola Relasi Gender Ex TKW; Pemberdayaan Sosial Keluarga Pasca Bencana Alam; dan Uji Coba Model Pemberdayaan Sosial Keluarga Pasca Bencana Alam, Studi Kebijakan Penanganan Korban Tindak Kekerasan: Kasus Perdagangan Perempuan di Wilayah Perbatasan dan Studi Kebijakan Pengembangan Kegiatan Sakti Peksos di Panti Sosial Masyarakat; Strategi Pengembangan Kawasan Perbatasan Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Sosial; Evaluasi Pembinaan Lanjut Pada Panti Sosial. Evaluasi Program Raskin; Kajian Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Disabilitas Eks Psikotik Melalui UILS, dan Evaluasi Program Raskin dll.

Mulia Astuti. Lahir di Payakumbuh, Sumatera Barat (1954), Pendidikan terakhir Pasca Sarjana (S2) Program Kajian Ketahanan Nasional (UI 1997). Mengawali karir sebagai pegawai negeri sipil Departemen Sosial RI (1978) ditempatkan di Badan

69Biodata Penulis

Penelitian dan Pengembangan Sosial. Mulai menjadi peneliti (1987). Pernah ditempatkan pada jabatan struktural mulai dari kepala seksi sampai dengan kepala bidang atau kasubdit di unit teknis antara lain Kepala Bidang Program pada Pusat Penelitian Kesejahteraan Sosial (2000), Kepala Bidang Pemberdayaan Pranata Sosial (2001) dan Kepala Bidang Kerjasama dan Publikasi (2006) pada Pusat Pengembangan Ketahanan Sosial Masyarakat. Kemudian di mutasi ke Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial sebagai Kepala Sub Direktorat Pelayanan Sosial Anak Terlantar (2007), terakhir Kasubdit Kelembagaan, Perlindungan dan Advokasi Sosial (2009). Mengikuti berbagai Diklat fungsional seperti “Asean Training-Overview of Social Services (1991) di Singapura dan struktural (Sepala dan Spama). Disamping itu pernah mengajar pada Universitas Satya Negara Indonesia (USNI) untuk jurusan Kesejahteraan Sosial (1989-1994). Pada tahun 2010 kembali pindah ke Puslibang Kesejahteraan sebagai peneliti.

Alit Kurniasari, Magister Profesional Pengembangan Masyarakat IPB (2004), Sarjana Psikologi Perkembangan UNPAD Bandung (1984). Saat ini menjabat sebagai Peneliti Madya di Puslitbang Kessos. Penelitian yang pernah dilakukan: Permasalahan dan Kebutuhan Anak Jalanan; Permasalahan dan Kebutuhan Pengungsi Wanita dan anak Korban Konflik; Sikap masyarakat terhadap Trafficking Anak; Pengembangan Komunitas Peduli Anak; Pelayanan Sosial bagi eks TB Paru; Prevalensi penyalahgunaan obat/NAPZA pada remaja di kota besar; Kualitas Pengasuhan dan Pelayanan Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) di Indonesia, Save

70 Biodata Penulis

Children-Depsos; Penanganan Anak Berkonflik Hukum; Profil Pendamping ABH; Evaluasi PSMP; After Care pada Panti Rehabiltasi Sosial; Survei Kekerasan terhadap Anak; Perlindungan Sosial Anak melalui RPSA; Pekerja Migran dan Permasalahannya; Survei Kesejahteraan Sosial Dasar; Kekerasan di Sekolah (Bullying); Kondisi ABH dalam Proses diversi. Tulisan yang pernah dimuat di Jurnal Litbang Kessos meliputi: Pelayanan Sosial bagi Eks Penyandang TBC Berbasis Masyarakat, Faktor Penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga, Partisipasi Organisasi Sosial Lokal dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Profil Pendampingan Anak Berkonflik Hukum. Sikap Masyarakat terhadap Traficking Anak Disiplin versus Kekerasan, After Care pada Korban NAPZA;Pedofilia sebagai Ancaman bagi Anak Indonesia; Kecerdasan Emosi pada Anak; Permasalahan dan Penanganan Kekerasan Seksual terhadap anak; Paruh baya dan penanganannya. Pernah menjadi staf pengajar di STKS Bandung, dari tahun 1986-1995, pada mata kuliah Psikologi Anak, Psikologi Abnormal dan Psikologi Sosial. Tahun 1996-2003 mengajar di program D2 Pendidikan Guru TK di yayasan Islamic Tangerang.

Husmiati, lahir di Makassar, 9 Oktober 1967, memperoleh gelar Doctor of Philosophy (Ph.D) dan Master of Social Science (M.Soc.Sc) di Universiti Sains Malaysia (USM) Penang

Malaysia. Sedangkan jenjang S1 (Dra) diselesaikan di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung. Saat ini menjabat sebagai Peneliti Madya pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (Badiklitpensos-Kemensos RI). Kegiatan penelitian yang telah dilakukan dan

71Biodata Penulis

karya tulis ilmiah yang telah dipubllikasikan diantaranya: Pembinaan Lanjut (After Care Services) Pasca Rehabilitasi Sosial pada Panti Sosial (2012). Working With Homosexual Clients:Application of Solution Focus Therapy. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro (2012). Kondisi Psikososial Anak Nakal dan ABH Pasca Rehabilitasi Sosial Di PSMP Antasena Magelang (2013), Survei Nasional Kekerasan terhadap Anak (2013), Evidence based practice model for child welfare: a social work perspective. PROSIDING. International Multidiciplinary Conference.November 12-13, (2013). Peranan Harga Diri Sebagai Variabel Moderasi Dalam Hubungan Antara Depresi Dan Keberfungsian Sosial (2014). Kepuasan lanjut usia terhadap dukungan sosial yang diterima dari keluarga di Sukamanah, Pangalengan.(2014). Asesmen dalam Praktek Pekerjaan Sosial: Relevansi dengan Praktek dan Penelitian (2014). Perilaku bullying: asesmen multidimensi dan intervensi sosial. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro (2014). Masalah dan intervensi psikososial terhadap imigran illegal (2014). Perlindungan Sosial Bagi Pekerja Migran Bermasalah melalui RPTC (2014), Survey Nasional Kesejahteraan Sosial Dasar (2015). Trauma Healing Pada Anak-Anak Korban Bencana Gunung Sinabung Di Sumatera Utara (2016), International of social work education in indonesia. Joint International Joint Research Project. ACWelS, APASWE,Japan College of Social Work (2013,2014,2015). Peran Keluarga dalam Peningkatan Kualitas Hidup Eks Klien Psikotik (2016). Masalah psikososial keluarga dan peranan psikoedukasi dalam peningkatan kualitas hidup bekas pesakit mental, PROSIDING. Seminar Psikologi Kebangsaan III UMS (2016). Joint International Joint Research Project. ACSWR, Hasegawa Research Institute, Shukutoku University, ACWelS, Japan College of Social Work. (March 2016).

72 Biodata Penulis

Haryati Roebyantho, Lahir di Tondano, Sulawesi Utara 7 April 1956; latar belakang pendidikan antara lain: SDN di Kepanjen Malang (1962-1968); SMPN IV Malang (1968 - 1971); SMAN I Bondowoso (1971 - 1974); Sarjana Sosiatri Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (1977 - 1984). Pekerjaan: Staf Identifikasi Masalah Pusat Penelitian Usaha Kesejahteraan Sosial (1986 - 1991) Jabatan fungsional Asisten Peneliti Muda

Pada Pusat Penelitian Usaha Kesejahteraan Sosial/UKS (1992 - 1999); Asisten Peneliti Madya Pusat Penelitian Usaha Kesejahteraan Sosial / UKS (1999 - 2001); Peneliti Madya Pusat Penelitian Permasalahan Kesejahteraan Sosial, Penelitian yang pernah dilakukakan antara lain; Melakukan penelitian masalah Narkotika dan Tim work Penanggulangan Narkotika (1985-1987) di BERSAMA. Melakukan penelitian yang berkaitan dengan masalah sosial seperti: Gelandangan Pengemis, Perilaku dalam penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif lainnya, Perilaku Tuna Sosial, Aksesibilitas Penyandang cacat, Pelaksanaan Kelompok Usaha Bersama Ekonomi (KUBE), Konflik dan Kesenjangan, Masalah Anak dan Pengungsi.Juga Penelitian mengenai organisasi Sosial dan peranan Pranata Sosial. Karya Ilmiah yang telah di hasilkan antara lain; Berupa karangan mandiri tentang remaja dan penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif; Panti Petirahan Anak, KUBE, Organisasi Sosial, Kon? ik dan kesenjangan, Masalah Tuna Sosial, Penyandang cacat; Karangan dalam bentuk majalah ilmiah dan buku.

73Biodata Penulis

Aulia Rahman, Lahir di Medan pada tanggal 12 Juli 1985. Menamatkan Pendidikan Tinggi sebagai Sarjana di Universitas Riau pada tahun 2008, kemudian menamatkan pendidikan Pasca Sarjana dan saat ini telah menyandang gelar M.Si. Pernah menjadi Staf pada Subbagian Umum pada tahun 2013, dan saat ini merupakan Peneliti Pertama.

74 Indek

Indeks

BBandung 66, 67, 69, 70

DDiagnosa 23Dukungan Sosial iv, vi, 49, 59

EEmosi 15, 34, 54

IIdentifikasi 18, 23IPWL v, vi, 2, 4, 28, 29, 31, 32, 35, 58, 59, 60, 62, 63

KKeberfungsian Sosial iii, iv, vi, 4, 5, 10, 11, 51, 58, 71Keluarga 1, 3, 7, 11, 12, 17, 19, 21, 23, 25, 26, 31, 32, 38, 39, 43, 44, 46, 47, 48,

52, 53, 54, 55, 58, 63, 71Kemampuan Melaksanakan Peran Sosial Vi, 44, 53Kemampuan Mengatasi Masalah 42, 43, 51Kemampuan Mengembangkan Diri Sendiri vi, 45Kemampuan Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari 42, 51Korban Napza 23, 30

LLingkungan Pekerjaan vi, 49, 56

MMasyarakat 1, 2, 3, 4, 5, 7, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 21, 25, 26, 27, 30, 31, 32, 34,

42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 69

75Indek

NNapza a, b, iii, 1, 2, 3, 4, 6, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 21, 23, 25, 27, 28, 34,

47, 48, 54, 63, 64, 65, 69, 70Narkotika 2, 3, 12, 16, 17, 22, 26, 28, 33, 51, 61, 64, 65, 72

OObservasi 23

PPatologi 13Pecandu 1, 2, 3, 12, 13, 14, 15, 16, 19, 37, 48, 50, 56, 58Pendidikan iii, vi, 10, 24, 49, 56, 67, 68, 70, 73Psikologis 15Psikotropika 12, 17, 28, 51, 64, 65

RRegistrasi 23, 26Rehabilitasi Sosial 2, 4, 5, 6, 8, 10, 15, 16, 17, 18, 19, 22, 23, 25, 30, 31, 32, 36,

51, 59, 60, 62Resosialisasi 23, 28

TTeman Sebaya 23, 43, 52, 63

ZZat Adiktif 12, 17, 51, 64, 65, 72