karakteristik itik tegal (anas plantyhynchos javanicus)

10
Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura 300 KARAKTERISTIK ITIK TEGAL (Anas plantyhynchos javanicus) SEBAGAI ITIK PETELUR UNGGULAN LOKAL JAWA TENGAH DAN UPAYA PENINGKATAN PRODUKSINYA Subiharta, Dian Maharso Yuwono, dan Pita Sudrajad Assessment Institute for Agricultural Technology of Central Java PO Box 101 Ungaran E-mail : [email protected] ABSTRAK Berdasarkan hasil identifikasi menunjukkan bahwa itik Tegal termasuk salah satu bangsa yang populasinya masih tinggi diantara 15 bangsa itik lokal di Indonesia, karena peminat dan peternak yang mengusahakan cukup banyak. Dalam perkembangannya itik tersebut juga berkembang di Provinsi lain seperti Jawa Barat, Papua, Sulawesi Selatan, Aceh dan Lampung. Lebih dari 50% peternak itik Tegal di sentra pengembangan mengusahakan sebagai mata pencaharian utama. Berdasarkan sejarahnya itik Tegal keturunan bangsa itik Indian Runner yang merupakan itik petelur produksi tinggi. Pada tahun 1924 telah diterbitkan deskripsi itik Tegal beserta produksi telurnya, namun sampai sekarang kesulitan menelusuri keberadaan buku tersebut. Hasil penelitian lain menunjukkan ada 9 jenis itik berdasarkan warna bulu penutup pada itik Tegal dewasa, dengan warna bulu dominan putih kotor kecoklatan totol coklat tua yang jelas. Itik Tegal dengan bulu tersebut, dengan nama daerah Branjangan dan populasinya terbanyak mencapai 56,73%. Berdasarkan hasil penelitian itik Tegal Branjangan, merupakan warna asli itik Tegal dengan produksi telur tertinggi dibanding produksi telur itik Tegal warna lain. Itik Tegal termasuk dalam katagori itik umur awal bertelur cepat dibanding itik lokal yang lain, yaitu berkisar antara 132 162,4 hari. Namun umur awal bertelur yang terlalu dini menyebabkan masa produksi telur pendek dan telur yang dihasilkan kecil - kecil. Umur awal bertelur yang dianjurkan untuk itik Tegal berkisar antara 150 170 hari. Berdasarkan hasil penelitian maupun komunikasi dengan ketua tokoh tokoh peternak itik Tegal, kemampuan produksi itik Tegal mencapai lebih 70%. Namun pada saat sekarang ini kemampuan produksi itik Tegal mulai menurun, hal ini disampaikan oleh beberapa hasil penelitian yang menunjukkan antara 33,33 42,7% berkemampuan produksi kurang dari 50%. Diperlukan usaha untuk peningkatan produksi telur itik Tegal antara lain dengan melakukan seleksi (jangka pendek) dan perbaikan perbibitan untuk jangka panjang. Kata kunci: karakteristik, Itik Tegal, unggulan lokal, dan produksi telur. PENDAHULUAN Populasi itik secara nasional cukup tinggi, terbukti menempati urutan ketiga dunia setelah Cina dan Vietnam. Pada tahun 2010 populasi itik nasional mencapai 44.301.804 ekor (http://ditjennak.deptan.go.id, 2013). Apabila dilihat dari populasi

Upload: iaard

Post on 24-Jan-2023

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

300

KARAKTERISTIK ITIK TEGAL (Anas plantyhynchos javanicus)

SEBAGAI ITIK PETELUR UNGGULAN LOKAL JAWA TENGAH DAN

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSINYA

Subiharta, Dian Maharso Yuwono, dan Pita Sudrajad

Assessment Institute for Agricultural Technology of Central Java

PO Box 101 Ungaran E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Berdasarkan hasil identifikasi menunjukkan bahwa itik Tegal termasuk salah

satu bangsa yang populasinya masih tinggi diantara 15 bangsa itik lokal di Indonesia,

karena peminat dan peternak yang mengusahakan cukup banyak. Dalam

perkembangannya itik tersebut juga berkembang di Provinsi lain seperti Jawa Barat,

Papua, Sulawesi Selatan, Aceh dan Lampung. Lebih dari 50% peternak itik Tegal di

sentra pengembangan mengusahakan sebagai mata pencaharian utama. Berdasarkan

sejarahnya itik Tegal keturunan bangsa itik Indian Runner yang merupakan itik petelur

produksi tinggi. Pada tahun 1924 telah diterbitkan deskripsi itik Tegal beserta produksi

telurnya, namun sampai sekarang kesulitan menelusuri keberadaan buku tersebut. Hasil

penelitian lain menunjukkan ada 9 jenis itik berdasarkan warna bulu penutup pada itik

Tegal dewasa, dengan warna bulu dominan putih kotor kecoklatan totol coklat tua yang

jelas. Itik Tegal dengan bulu tersebut, dengan nama daerah Branjangan dan populasinya

terbanyak mencapai 56,73%. Berdasarkan hasil penelitian itik Tegal Branjangan,

merupakan warna asli itik Tegal dengan produksi telur tertinggi dibanding produksi

telur itik Tegal warna lain. Itik Tegal termasuk dalam katagori itik umur awal bertelur

cepat dibanding itik lokal yang lain, yaitu berkisar antara 132 – 162,4 hari. Namun umur

awal bertelur yang terlalu dini menyebabkan masa produksi telur pendek dan telur yang

dihasilkan kecil - kecil. Umur awal bertelur yang dianjurkan untuk itik Tegal berkisar

antara 150 – 170 hari. Berdasarkan hasil penelitian maupun komunikasi dengan ketua

tokoh – tokoh peternak itik Tegal, kemampuan produksi itik Tegal mencapai lebih 70%.

Namun pada saat sekarang ini kemampuan produksi itik Tegal mulai menurun, hal ini

disampaikan oleh beberapa hasil penelitian yang menunjukkan antara 33,33 – 42,7%

berkemampuan produksi kurang dari 50%. Diperlukan usaha untuk peningkatan

produksi telur itik Tegal antara lain dengan melakukan seleksi (jangka pendek) dan

perbaikan perbibitan untuk jangka panjang.

Kata kunci: karakteristik, Itik Tegal, unggulan lokal, dan produksi telur.

PENDAHULUAN

Populasi itik secara nasional cukup tinggi, terbukti menempati urutan ketiga

dunia setelah Cina dan Vietnam. Pada tahun 2010 populasi itik nasional mencapai

44.301.804 ekor (http://ditjennak.deptan.go.id, 2013). Apabila dilihat dari populasi

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

301

nasional, Jawa Tengah menempati urutan kedua setelah Jawa Barat. Pada tahun 2010

populasi itik di Jawa Tengah mencapai 4.848.263 ekor dan terus meningkat yakni

mencapai 5.006.163 ekor pada tahun 2011 (BPS dan Bappeda Jawa Tengah, 2012). Ada

sekitar 15 bangsa itik lokal di wilayah Indonesia, dua diantaranya berasal dari Jawa

Tengah. Kedua bangsa itik lokal Jawa Tengah tesebut salah satunya itik Tegal (Anas

plantyhynchos javanicus). Sesuai dengan namanya itik Tegal berkembang di Kabupaten

Tegal, tepatnya di Karesidenan Pekalongan mulai dari Kabupaten Batang sampai di

Kabupaten Brebes, bahkan telah berkembang sampai di Kabupaten Cirebon dan

Indramayu Jawa Barat.

Laporan diskripsi tentang itik lokal di Indonesia, bahwa itik Tegal termasuk

dalam bangsa itik yang populasinya masih cukup banyak (Susanti dan Prasetyo, 2005).

Hal ini didasarkan penyebaran itik tersebut yang tidak hanya di Jawa tapi sampai ke

Aceh, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Papua. Penyebaran yang luas tidak lepas dari

permintaan yang tinggi sebagi akibat dari tingginya produksi telur.

Kondisi itik Tegal saat ini menunjukkan bahwa itik dipelihara dengan tujuan

utama menghasilkan telur, skala pemeliharaan bervariasi dari kecil sampai menengah,

walaupun ada beberapa pemodal yang mengusahakan dalam jumlah besar. Namun yang

berkembang di pantai Utara Jawa sebagai sentra itik Tegal sebagian besar skala

pemilikan kecil dan menengah. Yuwono et al. (1995) melaporkan lebih dari 50%

peternak mengusahakan sebagai usaha pokok. Peningkatan itik Tegal sebagai

pendapatan utama terus meningkat dengan makin bertambahnya jumlah anggota

kelompok di Desa Limbangan Kabupaten Brebes (komunikasi dengan Ketua kelompok

itik di Desa Limbangan Kabupaten Brebes, 2011). Desa Limbangan merupakan sentra

itik Tegal di Kabupaten Brebes. Usaha ini dapat terjadi karena produksi telur lebih

tinggi dibanding ayam buras. Akibat model pemeliharaan dengan tujuan produksi telur,

menyebabkan perbibitan terlupakan. Hingga saat ini masalah utama berkaitan dengan

itik Tegal adalah belum dihasilkannya bibit yang banyak dan berkualitas (Subiharta et

al., 2012). Perbibitan lebih tepat disebut penetasan atau penangkaran yang dilakukan

oleh penetas di Kabupaten Pemalang, Kendal dan Kabupaten Cirebon dalam skala

rumah tangga. Hal ini yang sama dilaporkan oleh Diwyanto (2005) kalau peternak

kesulitan dalam mendapatkan itik dalam jumlah banyak dan umur yang sama untuk

peremajaan. Melihat potensi produksi telur itik Tegal dan kondisi pemeliharaan saat ini,

maka dirasa perlu untuk mengungkap karakteristik itik tersebut termasuk sejarahnya,

umur awal bertelur, diskripsi itik Tegal berdasarkan warna bulu penutup dan

penyimpangannya, termasuk kemampuan produksi telur saat ini. Semoga tulisan ini

bermanfaat bagi siapapun yang akan mengusahakannya dan melakukan penelitian

dengan menggunakan materi itik Tegal, mengingat itik Tegal merupakan salah satu

bangsa itik lokal yang banyak dipakai sebagai materi penelitian.

Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

302

Sejarah Itik Tegal

Berdasarkan sejarahnya itik lokal di Indonesia merupakan domestikasi dari itik

liar (mallard) keturunan Indian Runner. Hal ini didasarkan pada itik – itik yang

memiliki “sex feather” yaitu beberapa bulu yang mencuat ke atas pada ekor itik jantan

seperti pada itik mallard (Susanti dan Prasetyo, 2005), termasuk dalam hal ini itik

Tegal. Sedang Tanabe et al (1984) melaporkan bahwa itik Tegal merupakan keturunan

dari itik Khaki Campbell, yaitu keturunan itik Rouen dengan itik Indian Runner. Hal ini

memperkuat Tanabe et al (1984) memasukkan itik Tegal kedalam bangsa Indian

Runner. Menurut Barlet (1984), itik Tegal mempunyai ciri – ciri fisik sama dengan itik

Indian Runner yang produksi telurnya tinggi. Ciri – ciri fisik itik Tegal antara lain

kepala kecil, leher langsing, panjang dan bulat, sayap menempel erat pada badan dan

ujung bulunya menutup diatas ekor (Susanti dan Prasetyo, 2005). Bentuk badan tersebut

merupakan ciri – ciri itik Indian Runner yang dicirikan juga kalau berdiri hampir tegak

lurus, tubuh langsing bulat seperti botol (Setioko et al., 2004).

Umur Awal Bertelur

Karakteristik itik Tegal yang juga penting untuk diperhatikan adalah umur awal

bertelur. Umur awal bertelur berhubungan dengan besar telur dan lama masa produksi,

makin cepat bertelur, makan telur yang dihasilkan kecil – kecil dan masa produksi telur

menjadi pendek (Hardjosworo, 1990). Begitu sebaliknya kalau umur awal bertelur

terlalu lama akan merugikan, mengingat banyaknya biaya yang dikelurkan tanpa

mendapatkan hasil. Ada dua hal penting yang terkait dengan produk itik (telur), yaitu:

bobot telur dan warna kerabang telur. Konsumen di Indonesia menghendaki bobot telur

itik diatas 60 gram dengan warna kerabang biru muda. Kalau kedua kriteria tersebut

tidak dipenuhi, maka harga telur itik akan jauh dibawah harga yang sebenarnya. Untuk

itu yang penting dilakukan menjaga agar itik mulai bertelur sesuai dengan kriteria yang

dianjurkan, karena warna kerabang tidak akan berubah selama itk masih kawin dengan

itik lokal. Oleh karena itu Hardjosworo dan Rukmiasih (1999) menyarankan

pembatasan kebutuhan nutrisi itik antara umur 5 - 16 minggu atau periode pertumbuhan.

Pembatasan kebutuhan nutrisi bisa dilakukan dengan mengurangi jumlah pakan atau

penggembalaan itik di sawah yang habis dipanen atau mengintegrasikan ternak itik

dengan tanaman padi. Menurut Setioko (1990) melaporkan hasil identifikasi isi

tembolok itik gembala paling banyak berisi gabah, yang berarti hanya sumber energi.

Sedang Subiharta et al (2012) menyatakan bahwa integrasi ternak itik dengan padi

selain menghemat biaya pakan 50% dan biaya penyiangan maupun penggunaan

herbisida serta juga meningkatkan pendapatan, karena pada saat yang sama satu lahan

dapat memproduksi dua produk (itik dan padi). Pada Tabel 1 dibawah ini disampaikan

umur awal bertelur dari beberapa hasil penelitian

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

303

Tabel 1. Umur awal bertelur pada itik Tegal dari berbagai hasil penelitian

Peneliti Umur awal bertelur (hari)

Hetzel (1981) 132

Subiharta et al (1998) 162,24 ±14,96

Hetzel dan Gunawan (1984) 5% hen-day 167

Hetzel (1984), 5% hen-day 107

Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa umur awal bertelur pada itik Tegal bervariasi

yang cukup besar antara penelitian yang satu dengan penelitian yang lain. Pada

penelitian Hetzel (1991), umur awal bertelur dicapai pada umur 132 hari, sedang

Subiharta et al (1998) mendapatkan angka 162,24 ±14,96 hari. Pada penelitian

Subiharta et al (1998) kandungan protein ransum antara 15 – 16 % dan itik dipelihara

secara intensif (terkurung). Umur awal bertelur pada itik Tegal dianjurkan berkisar

antara 150 – 170 hari (Hardjosworo, 1990). Kejadian yang hampir sama terjadi pada

produksi 5%, dimana pada penelitian Hetzel (1984) dicapai pada umur 107 hari, jauh

lebih awal dari anjuran dan pada penelitian Hetzel dan Gunawan (1984) pada tahun

yang sama, umur produksi 5% dicapai pada umur 167 hari dengan kualitas pakan yang

berbeda tanpa menjelaskan kandungan nutrisi pakan. Perbedaan data yang besar antar

hasil penelitian diduga faktor penyebabnya, yaitu pakan yang diberikan selama masa

pertumbuhan. Kemungkinan kualitas dan kuantitasnya pakan yang diberikan terlalu

baik menyebabkan awal produksi lebih cepat. Seperti dilaporkan oleh Hardjosworo

(1990), bahwa itik Tegal termasuk itik lokal yang positif terhadap perbaikan pakan. Hal

ini dibuktikan oleh penelitian Raharjo (1988) pada itik Tegal fase produksi, itik yang

mendapat pakan dengan kandungan protein 17,5% dan 20% produksi telurnya nyata

lebih tinggi dibanding kandungan protein 15% dan 12%.

Diskripsi Itik Tegal Berdasarkan Warna Bulu Penutup

Diskripsi warna bulu penutup itik dewasa penting untuk dikemukakan sebagai

catatan karakteristik pada itik Tegal, mengingat saat ini telah terjadi deviasi atau

penyimpangan pada warna bulu tersebut. Warna bulu penutup yang dominan pada itik

Tegal adalah putih kotor dengan totol – totol coklat tua yang tegas, warna asli itik Tegal

tersebut oleh peternak dinamakan itik Branjangan. Ada peneliti lain menemukan itik

Tegal sering disebut juga dengan Siranu dengan ciri – ciri warna yang sama (Setioko et

al., 1994), namun nama ini kurang terkenal di peternak itik.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan ada 9 warna bulu penutup pada itik

Tegal dewasa (Srigandono dan Sarengat, 1990; Sopiyana et al., 2006). Hasil

identifikasi dari kedua peneliti tersebut, 9 warna bulu penutup pada itik Tegal dewasa

sesuai dengan jumlahnya sebagai berikut: Branjangan (56,73%), Lemahan (22,47%),

Jarakan (10,40%), Putihan (3,36%), Jalen (2,01%), Blorong (1,46%), Jambul (1,29%),

Pudak (1,18%) dan Irengan (1,10%). Namun demikian hasil penelitian sebelumnya

mendapatkan warna bulu itik Tegal dewasa lebih sedikit dibanding kedua peneliti

Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

304

tersebut. Samosir (1973) melaporkan itik Tegal yang dikenal dengan itik Indonesia,

didapatkan 3 warna bulu yaitu: Jarakan, Branjangan dan campuran. Pada penelitian

berikutnya Samosir (1983) mengidentifikasi warna bulu penutup pada itik Tegal ada 3

macam, dengan urutan populasi berbeda yaitu: Branjangan, Jarakan dan campuran.

Sedang Suwondo (1979) melaporkan hasil identifikasi bulu penutup pada itik Tegal

dewasa ada 6 jenis warna. Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pada

awalnya hanya ada 3 warna bulu penutup pada itik Tegal, namun makin hari jumlah

warna bulu penutup makin banyak, yang berarti makin banyak terjadi penyimpangan.

Hal ini menunjukkan kemurnian itik Tegal dilihat dari warna bulu penutup makin

berkurang. Penyimpangan warna yang berarti telah mengurangi kemurnian itik Tegal

diduga akibat perbibitan yang belum tertangani dengan baik. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Subiharta et al (2012), bahwa sampai saat ini belum ada instansi

manapun atau swasta yang menangani perbibitan itik sesuai dengan kriteria perbibitan.

Perbibitan itik Tegal ditingkat peternak yang ada saat ini baru pada tingkat penetas atau

penangkar, belum memperhatikan kualitas induk penghasil telur tetas. Telur tetas pada

penetasan itik saat ini berasal itik gembala yang tidak terkontrol perkawinannya, diduga

telah terjadi perkawinan antar bangsa itik lokal pada saat digembala. Hal ini yang

diduga sebagai penyebab terjadi penyimpangan warna bulu pada itik Tegal tersebut.

Padahal hasil penelitian menunjukkan ada korelasi positif antara warna bulu dengan

produksi telur (Suwondo (1979 dan Setioko et al., 1994). Selanjutnya Suwondo (1979)

melaporkan produksi telur tertinggi pada itik Tegal warna Branjangan diikuti warna

Lemahan dan Jarakan. Sedang Setioko et al (1994) melaporkan itik Tegal warna Siranu

atau coklat khaki, produksi telurnya paling tinggi diantara warna lain.

Produksi Itik Tegal dan Upaya Peningkatannya

Tujuan utama peternak mengusahakan itik lokal adalah sebagai penghasil telur,

walaupun saat sekarang daging itik sudah dapat diterima oleh konsumen. Oleh karena

itu produksi telur menjadi fokus dalam berusaha ternak itik lokal. Itik Tegal termasuk

dalam salah satu itik lokal yang berkemampuan produksi telurnya tinggi, hal ini

dibuktikan dengan perkembangan itik tersebut sampai keluar Provinsi Jawa Tengah.

Kemampuan produksi telur yang tinggi itik Tegal telah dilaporkan Chavez dan Lasmini

(1978) bahwa sebanyak 50% lebih dari populasi bekemampuan produksi diatas 60%,

namun kemampuan produksi telur per individu itik mulai menurun sejalan dengan

makin berjalannya waktu (Tabel 2). Hetzel (1981) melaporkan kemampuan itik yang

produksinya jelek, tanpa memerinci berapa produksi telurnya mencapai 33,3%. Data

yang hampir sama dilaporkan Hardjosworo (1989) bahwa 42,7% itik Tegal kemampuan

produksi telurnya kurang dari 50%. Sedang Subiharta et al (2001) melaporkan tinggal

25% itik Tegal yang berkemampuan produksi diatas 65%, bahkan lebih dari 50% itik

Tegal yang produksinya kurang dari 50%. Kualitas bibit itik Tegal yang menurun

dilaporkan Subiharta dan Sarjana (2010), sebanyak 77,7% responden peternak itik Tegal

menyampaikan kualitas bibit itik Tegal mulai menurun. Pendapat yang sama diperkuat

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

305

oleh Ketua Gabungan Kelompok Ternak itik Tegal di Kabupaten Tegal (komunikasi

langsung, 2012) yang mengatakan produksi itik Tegal saat ini kurang dari 50%, padahal

sekitar tahun 1970 produksi telur mencapai lebih 70% hen-day. Keadaan ini yang

menyebabkan Sabrani et al (1985) berpendapat pemeliharaan itik lokal secara intensif

kurang menguntungkan.

Tabel 2. Kemampuan produksi telur itik Tegal beberapa hasil penelitian

Peneliti Kemampuan produksi telur

Chavez dan Lasmini (1978) Sebanyak 50% dari populasi kemampuan produksi

telur itik tegal diatas 60%.

Hetzel (1981) Sebanyak 33.3% merupakan itik berkemampuan

produksi jelek.

Hardjoswowo (1989) Sebanyak 42,7% itik tegal berkemampuan produksi

kurang dari 50%.

Subiharta et al (2001) Tinggal 25% itik yang kemampuan produksi 65% dan

50% dari populasi berkemampuan produksi kurang

dari 50%.

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi produksi telur itik Tegal yang makin

menurun dalam jangka pendek adalah dengan seleksi dan jangka panjang dengan

perbaikan bibit (Hardjosworo, 1990; Srigandono dan Sunarti, 2001). Hardjosworo

(1990) menyarankan seleksi dilakukan dengan pendekatan genetik agar pengaruhnya

lebih lama. Selama ini peternak melakukan seleksi yang tidak terkait dengan produksi

telur, tapi lebih banyak pada bentuk luar dari itik. Setioko dan Istiana (1997)

melaporkan peternak itik Alabio di desa Guha Kabupaten Hulusungai Kalimantan

Selatan melakukan seleksi berdasarkan pada penampilan luar seperti: paruh panjang

warna kuning atau coklat, leher panjang dan bulu hitam merupakan petelur yang baik.

Suwondo (1979) melaporkan itik Tegal warna bulu penutup coklat muda dengan totol

coklat (Branjangan) produksi telurnya lebih tinggi dibanding itik Tegal warna lain.

Namun pada seleksi berdasarkan bentuk luar tidak menjelaskan secara rinci kenaikan

produksinya.

Hasil penelitian tentang seleksi beberapa itik lokal berdasarkan produksi telur

dilaporkan oleh peneliti terdahulu di berbagai daerah (Tabel 3). Gunawan et al (1995)

melaporkan seleksi pada itik Alabio jantan dapat meningkatkan produksi telur dan

efisiensi pakan 0,63%. Sedang Subiharta et al (2003) melaporkan seleksi pada itik

Tegal sampai generasi 5 dengan intensitas seleksi 3% dapat meningkatkan produksi

telur 22,93%. Dari hasil penelitian ini menunjukkan dampak langsung seleksi yaitu

dapat menaikkan produksi telur dan efisiensi pakan. Ternak itik yang produksi telurnya

tinggi akan efisien dalam memanfaatkan pakan.

Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

306

Tabel 3. Hasil seleksi pada itik Tegal dan itik Alabio

Peneliti Bangsa itik Kenaikan

Produksi (%)

Efisiensi Pakan

(%)

Gunawan et al.,

1995

Itik Alabio 6,17 0,63

Subiharta et al.,

2003

Itik Tegal Generasi 5 22,93 -

Peningkatan produksi telur dapat dilakukan dengan perbaikan bibit untuk jangka

panjang. Perbaikan bibit dengan kemitraan antara peternak penghasil telur tetas dengan

peternak penetas. Peternak penghasil telur tetas melakukan seleksi terhadap induk

penghasil telur tetas. Seleksi dilakukan berdasarkan warna bulu penutup pada itik Tegal

dewasa dan berdasarkan produksi telur. Seleksi peningkatan produksi telur dapat

dilakukan secara kelompok atau individu. Induk hasil seleksi selanjutnya digunakan

sebagai produsen telur tetas dan telur tetas yang dihasilkan dijual kepada peternak

penetas untuk ditetaskan sebagai penghasil anak itik berkualitas.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Itik Tegal merupakan salah satu itik lokal asli Jawa Tengah keturunan Indian

Runner yang dikenal produksi telurnya banyak. Populasi itik tersebut relatif masih

banyak dibanding bangsa lain. Penyebaran itik Tegal tidak hanya di Jawa Tengah

tetapi sampai luar Provinsi Jawa Tengah seperti Jawa Barat, Aceh, Lampung,

Sulawesi Selatan, dan Papua.

Itik Tegal termasuk dalam golongan itik umur bertelur awal, karena masak kelamin

dini yang dapat menyebabkan telur – telur yang dihasilkan kecil dan masa

produksinya pendek. Umur awal bertelur yang dianjurkan berkisar antara 150 – 170

hari untuk menghindari masa produksi yang pendek dan telur yang kecil - kecil.

Pengaturan kualitas dan kuantitas pakan dapat mengurangi awal bertelur dini.

Berdasarkan deskripsi warna bulu penutup pada itik Tegal dewasa telah terjadi

penyimpangan dari warna bulu aslinya sebagai akibat dari sistem perkawinan yang

tidak terkontrol. Perkawinan tidak terkontrol akibat belum dilakukan perbibitan

yang sesuai dengan kaidah perbibitan.

Akibat belum tertanganinya perbibitan itik Tegal dengan baik, juga berakibat

menurunnya kemampuan produksi telur. Saran untuk meningkatkan produksi telur

dilakukan seleksi berdasarkan produksi telur untuk jangka pendek dan perbaikan

perbibitan dalam jangka panjang.

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

307

DAFTAR PUSTAKA

Barlet, P. 1984. Duck and Geese, Aquide to management, The Crowood Press.

BPS dan Bappeda Jawa Tengah. 2012. Jawa Tengah dalam Angka 2012. Kerjasama

BPS dan Bappeda Jawa Tengah.

Chavez and A. Lasmini 1978. Comparative performance of native Indonesia egg

laying duck. Center Report No. 6. Center for Animal Research and

Development, Bogor.

Ditjennak. 2013. Statistik populasi itik. http://ditjennak.deptan.go.id/ index.php

page=statistik&action=info&idcat=1. Diakses tanggal 3 Juni 2013.

Diwyanto, K. 2005. Perbibitan dan pengembangan unggas air.Prosiding Lokakarya

Nasional Unggas Air II. Balai Penelitian Ternak, Bogor.

Gunawan, B. 1988. Teknologi Pemuliabiakan Itik Petelur Indonesia. Prosiding Seminar

Nasional Peternakan dan Forum Peternak, Unggas, dan Aneka Ternak II.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak, Bogor.

Hardjosworo, P. S. 1989. Respon biologik itik Tegal terhadap pakan pertumbuhan

berbagai kadar protein. Disertasi Doktor. Fakultas Pascasarjana IPB, Bogor.

Hardjosworo, P. S. 1990. Usaha – usaha pemanfaatan ternak itik Tegal untuk produksi

telur. Prosiding Temu Tugas Sub Sektor Peternakan, Pembangunan Usaha

Ternak Itik di Jawa Tengah. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu.

Hetzel, D. J. S. 1981. Evaluation of native strains of duks in the Sabroa. Proc. of the

second Sabroa Workshop on Animal Gen. Resources.

Hetzel, D. J. S. 1984. Comparative performance of intensively managed Khaki

Campbell and native Indonesian ducks. Tropical Animal Productions.

Hetzel, D. J. S. and B. Gunawan. 1984. Egg production of Indonesian native and

crossbreed ducks under intensive and extensive conditions. Tropical Animal

Productions.

Raharjo, Y. C. 1988. Pengaruh berbagai tingkat protein dan energi terhadap produksi

dan kualitas telur itik Tegal. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan

Forum Peternak, Unggas dan Aneka Ternak II. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Ternak, Bogor.

Sabrani. M., A. Mulyadi dan U. Kusnadi, 1985. Socioeconomic aspects of village duck

production in Central Java and Yogyakarta. Ducks Production Science and

Word Practices.

Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

308

Samosir, D. J. 1973. Ilmu Ternak Itik. Bagian ternak unggas Fak. Pet. IPB, Bogor.

Samosir, D. J. 1983. Ilmu Ternak Itik. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.

Setioko, A. R. 1990. Pola Pengembangan Itik di Indonesia. Prosiding Temu Tugas Sub

Sektor Peternakan, Pembangunan Usaha Ternak Itik di Jawa Tengah. Sub

Balai Penelitian Ternak Klepu.

Setioko, A. R., A. Samsudin, M. Rangkuti, H. Budiman dan B. Gunawan. 1994.

Budidaya Ternak Itik. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi

Penelitian, Badan Litbang Pertanian.

Setioko, A. R. dan Istiana. 1997. Perbibitan itik Alabio di Hulu Sungai Tengah,

Kalimantan Selatan. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner.

Puslitbangnak, Bogor.

Setioko, A. R., L. H. Prasetyo, S. Sopiyana, T. Susanti, R. Hernawati dan S. Widodo.

2004. Koleksi dan Evaluasi karakterisasi biologok itik lokal dan Entog secara

Exsitu. Laporan Hasil-hasil Penelitian. Balitnak, Bogor.

Sopiyana. S., A. R. Setioko dan M. E. Yusnandar. 2006. Identifikasi sifat – sifat

kualitatif dan ukuran tubuh itik Tegal, Magelang dan Damiaking. Pros.

Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi dalam Mendukung Usaha Ternak

Unggas Berdaya Saing, Semarang 4 Agustus 2006. Kerjasama Puslitbangnak

dengan Fak. Peternakan UNDIP.

Srigandono, B. dan W. Sarengat. 1990. Ternak itik beridentitas Jawa Tengah. Temu

Tugas Sub Sektor Peternakan. Pengembangan Usaha Ternak Itik di Jawa

Tengah. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu dengan Balai Informasi Pertanian

dan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah.

Srigandono, B. dan D. Sunarti. 2001. Sumbangan pemikiran pengembangan peternakan

itik di Jawa Tengah. Prosiding Serasehan Pengembangan Peternakan Itik di

Jawa Tengah. Itik Sebagai Alternanif Usaha Agribisnis, Puslitbangtek Lemlit

UNDIP.

Subiharta, L. H. Prasetyo, S. Prawirodigdo, D. Pramono, Y. C. Raharjo, B. Budiharta

dan Hartono. 1998. Seleksi Itik Tegal berdaya hasil tinggi. Laporan Penelitian

kerjasama Pemerintah Kabupaten Brebes dengan BPTP Jawa Tengah.

Subiharta, L. H. Prasetyo, S. Prawirodigdo, D. Pramono, Y. C. Raharjo, B. Budiharta

dan Hartono. 2001. Seleksi Itik Tegal berdaya hasil tinggi. Laporan Penelitian

kerjasama Pemerintah Kabupaten Brebes dengan BPTP Jawa Tengah.

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan

Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan

Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, 2013

309

Subiharta, L. H. Prasetyo, S. Prawirodigdo, D. Pramono, Y. C. Raharjo, B. Budiharta

dan Hartono. 2003. Seleksi Itik Tegal berdaya hasil tinggi. Laporan Penelitian

kerjasama Pemerintah Kabupaten Brebes dengan BPTP Jawa Tengah.

Subiharta dan Sarjana. 2010. Penilaian peternak terhadap kualitas itik Tegal. Prosiding

Seminar Nasional Peternakan. Balai Penelitian Ternak, Bogor.

Subiharta, B. Prayudi dan Seno Basuki. 2012. Sistem Usahatani Integrasi Tanaman

Padi dengan Ternak Itik pada Lahan Irigasi. Rekomendasi Paket Teknologi

Pertanian Provinsi Jawa Tengah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

(BPTP) Jawa Tengah.

Susanti, T. dan L. H. Prasetyo. 2007. Panduan karakterisasi ternak itik. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Suwondo, S. 1979. Perbandingan produksi telur beberapa jenis itik lokal Indonesia di

Semarang. Skripsi. Fak. Pet. UNDIP, Semarang.

Tanabe, Y., D. J. S. Hetzel, T. Kazaki and B. Gunawan. 1984. Biochemical studies of

phylogenetic breeds. Proc. XVII World’s Poultry Conggress and Exhibition

Helsinki Firland.

Yuwono, D. M., Subiharta, W. Dirdjopratono, Muryanto dan A. P. Sinurat. 1995. Studi

pemeliharaan itik Tegal sistem intensif Kabupaten Pemalang. Prosiding

Pertemuan Ilmiah Komunikasi Hasil – Hasil Penelitian untuk Menunjang

Industri Peternakan di Pedesaan. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu.