hubungan tingkat pengetahuan remaja putri dengan sikap pencegahan kanker leher rahim pada siswi...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI DENGAN SIKAP
PENCEGAHAN KANKER LEHER RAHIM PADA SISWI KELAS XII SMA
NEGERI 02 SINTANG TAHUN 2014
Profosal Penelitian
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana keperawatan di Stik Muhammadiyah
Pontianak
Di susun oleh : Kelompok 2
1. Idayati 2. Irma .S.Kayai3. Juli
Anggraini4. Karmila 5. Kristina
Endang6. Neni
Rahmawati
PROGRAM KHUSUS S1 KEPERAWATAN KELAS SINTANG SEKOLAH
TINGGI ILMU KEPERAWATAN
MUHAMMADIYAH PONTIANAK
TAHUN 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker merupakan salah satu penyakit tidak
menular yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat,baik di dunia maupun di Indonesia. Di
dunia 12% seluruh kematian disebabkan oleh kanker
dan pembunuh nomor 2 setelah penyakit
kardiovaskular. WHO dan Bank Dunia,2005
memperkirakan setiap tahun 12 juta orang diseluruh
dunia menderita kanker dan 7,6 juta di antaranya
meninggal dunia.Jika tidak
dikendalikan,diperkirakan 26 juta orang akan
menderita kanker dan 17 juta meninggal karena
kanker pada tahun 2030.Ironisnya kejadian ini akan
terjadi lebih cepat di Negera miskin dan
berkembang ( International Union Against
Cancer/UICC,2009).
Sampai saat ini, kanker mulut rahim masih
merupakan masalah kesehatan perempuan diIndonesia
sehubungan dengan angka kejadian dan angka
kematiannya yang tinggi.Keterlambatan diagnosis
pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah,
status sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan
sumber daya, keterbatasan sarana dan prasarana,
jenis histopatologi, dan derajat pendidikan ikut
serta dalam menentukan prognosis penderita.Kanker
mulut rahim adalah kanker terbanyak kelima pada
wanita di seluruh dunia. Penyakit ini banyak
terdapat pada wanita Amerika Latin, Afrika, dan
negara-negara berkembang lainnya di Asia, termasuk
Indonesia. Pada wanita-wanita Suriname keturanan
Jawa, terdapat insidens yang lebih tinggi
dibandingkan dengan keturunan etnis lainnya.Kanker
mulut rahim di negara-negara maju menempati urutan
keempat setelah kanker payudara, kolorektum, dan
endometrium. Sedangkan di negara-negara sedang
berkembang menempati urutan pertama. Di negara
Amerika Serikat, kanker mulut rahim memiliki Age
Specific Incidence Rate (ASR) yang khas, kurang
lebih 20 kasus per 100.000 penduduk wanita per
tahun.
Untuk wilayah ASEAN, insidens kanker serviks
diSingapore sebesar 25,0 pada ras Cina; 17,8 pada
ras Melayu; dan Thailand sebesar 23,7 per 100.000
penduduk. Insidens dan angka kematian kanker
serviks menurun selama beberapa dekade terakhir di
AS. Hal ini karena skrining Pap menjadi lebih
populer dan lesi serviks pre-invasif lebih sering
dideteksi daripada kanker invasif. Diperkirakan
terdapat 3.700 kematian akibat kanker serviks pada
2006.
Di Indonesia diperkirakan ditemukan 40 ribu
kasus baru kanker mulut rahim setiap tahunnya.
Menurut data kanker berbasis patologi di 13 pusat
laboratorium patologi, kanker serviks merupakan
penyakit kanker yang memiliki jumlah penderita
terbanyak di Indonesia, yaitu lebih kurang 36%.
Dari data 17 rumah sakit di Jakarta 1977, kanker
serviks menduduki urutan pertama, yaitu 432 kasus
di antara 918 kanker pada perempuan.
Keterlambatan diagnosis pada stadium
lanjut,keadaan umum yang lemah, status sosial
ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya,
keterbatasan sarana dan prasarana, jenis
histopatologi, dan derajat pendidikan ikut serta
dalam menentukan prognosis dari penderita.
Sesuai dengan etiologi infeksinya, wanita
dengan partner seksual yang banyak dan wanita yang
memulai hubungan seksual pada usia muda akan
meningkatkan risiko terkena kanker serviks. Karena
sel kolumnar serviks lebih peka terhadap
metaplasia selama usia dewasa maka wanita yang
berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan
berisiko terkena kanker serviks lima kali
lipat.Keduanya, baik usia saat pertama berhubungan
maupun jumlah partner seksual, adalah faktor
risiko kuat untuk terjadinya kanker serviks.
Dalam penelitian “HUBUNGAN TINGKAT
PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG KANKER SERVIKS DENGAN
PERILAKU PENCEGAHAN KANKER SERVIKS DI SMK KARTIKA 1
SURABAYA” pada Tahun 2010. Penelitian pada remaja
putri kelas X, XI,XII. Besar sampel dalam
penelitian ini adalah sebanyak 70 orang. Dari
hasil penelitian didapat suatu kesimpulan yaitu:
1) Tingkat pengetahuan siswa tentang kanker oleh
siswa di SMK Kartika I Surabaya secara umum
terhadap kanker serviks tergolong cukup sebesar
60% .2) Tingkat perilaku pencegahan kanker serviks
oleh siswa di SMK Kartika I Surabaya secara umum
terhadap kanker serviks tergolong kurang
prosentase sebesar 4,29%. Tidak ada hubungan
antara pengetahuan siswa tentang kanker serviks
dengan perilaku pencegahan kanker serviks yang
dilakukan siswa di SMK Kartika I Surabaya. Hal ini
dapat dilihat dari hasil perhitungan diperoleh
angka korelasi sebesar -0,172 (ANTI
WIDAYANI,2010).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah
penelitian adalah :
“ Apakah ada hubungan tingkat pengetahuan remaja
putrid dengan sikap pencegahan kanker leher rahim
pada siswi kelas XII SMA Negeri 02 Sintang.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk membuktikan hubungan tingkat
pengetahuan remaja putri dengan sikap
pencegahan kanker leher rahim.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan
Remaja Putri Siswi Kelas XII SMA Negeri 02
Jakarta
b. Untuk Mengetahui Gambaran Sikap Pencegahan
Kanker Leher Rahim Pada Remaja Putri Siswi
Kelas XII SMA Negeri 02 Sintang
c. Membuktikan Hubungan Tingkat Pengetahuan
Remaja Putri Dengan Sikap Pencegahan
Kanker Leher Rahim
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan dan bermanfaat :
A. Bagi peneliti
Menambah ilmu pengetahuan dan
pengalaman,dalam menjalankan penelitian dan
menambah pengetahuan tentang kanker leher
rahim.
B. Institusi pendidikan
Dapat dijadikan suatu rekomendasi dalam
mempromosikan pencegahan penyakit kanker
leher rahim.
C. Remaja putri
Untuk meningkatkan pengetahuan remaja putri
tentang kanker leher rahim dan memotivasi
untuk melakukan pencegahan kanker leher
rahim.
D. Penelitian selanjutnya
Sebagai rujukan yang memperkaya hasil jawaban
terhadap fenomena yang terjadi di
masyarakat,serta pendekatan yang bervariasi
bagi penelitian selanjutnya .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan adalah informasi atau
maklumat yang diketahui atau disadari oleh
seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak
dibatasi
pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, pri
nsip dan prosedur yang secara Probabilitas
Bayesian adalah benaratau berguna.
Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah
berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh
manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan
muncul ketika seseorang menggunakan akal
budinya untuk mengenali benda atau kejadian
tertentu yang belum pernah dilihat atau
dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika
seseorang mencicipi masakan yang baru
dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan
tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan
tersebut.
Pengetahuan adalah informasi yang telah
dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi
untuk menindaki; yang lantas melekat di benak
seseorang. Pada umumnya, pengetahuan memiliki
kemampuan prediktif terhadap sesuatu sebagai
hasil pengenalan atas suatu pola. Manakala
informasi dan data sekedar berkemampuan untuk
menginformasikan atau bahkan menimbulkan
kebingungan, maka pengetahuan berkemampuan
untuk mengarahkan tindakan. Ini lah yang
disebut potensi untuk menindaki
(Wikipedia.org).
Dalam Notoatmodjo,2003 “ pengetahuan
adalah merupakan hasil dari tahu,dan ini
terjadi setelah melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia,yakni
indera penglihatan,pendengaran,penciuman
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperolah melalui mata dan telinga”.
Menurut Notoatmojo (1993) pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan
sseseorang.Pengetahuan mencakup domain
kognitif mempunyai enam tingkat yaitu: tahu
(know), memahami (comprehension), aplikasi
(application), analisa (analysis), sintesis
(syntesis) dan evaluasi (evaluation)
(Soekidjo, Notoatmodjo, 2005,hlm.121-124).
Dilihat dari bentuk respon terhadap
stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan
menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : a).Perilaku
tertutup (convert behavior) Perilaku tertutup
adalah respon seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk terselubung atau tertutup
(convert). Respon atau reaksi terhadap
.stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap
yang terjadi pada orang yang menerima
stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain. b).Perilaku
terbuka (overt behavior).Respon seseorang
terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata
atau terbuka. Respon terhadap stimulus
tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan
atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati
atau dilihat oleh orang lain.
Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo
(2003) adalah suatu respon seseorang
(organisme) terhadap stimulus atau objek yang
berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistim
pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman,
serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku
kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3
kelompok :
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health
maintanance).
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang
untuk memelihara atau menjaga kesehatan
agar tidak sakit dan usaha untuk
penyembuhan bilamana sakit.
b. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem
atau fasilitas kesehatan, atau sering
disebut perilaku pencairan pengobatan
(health seeking behavior).
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau
tindakan seseorang pada saat menderita
penyakit dan atau kecelakaan.
c. Perilaku kesehatan lingkunganAdalah
apabila seseorang merespon lingkungan,
baik lingkungan fisik maupun sosial
budaya, dan sebagainya.
Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2003)
proses terbentuknya suatu perilaku baru
adalah melewati tahap-tahap berikut
ini,yaitu :
Awareness yaitu mengetahui terlebih dahulu
stimulus,interest yaitu merasa tertarik
terhadap stimulus obyek tersebut,evaluasi
yaitu menimbang-nimbang terhadap baik
tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya,Trial yaitu subjek mulai mencoba
melakukan sesuatu sesuai apa yang
dikehendaki oleh stimulus, Adaption yaitu
subjek telah berprilaku baru sesuai dengan
pengetahuan,kesadaran dan sikapnya
terhadap stimulus.
2. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin
diukur dari subjek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui
atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan
tingkatan domain di atas (Notoatmodjo,2003).
B. Sikap
1. Pengertian
Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat
manusia terhadap dirinya sendiri, orang
lain, obyek atau isue. (Petty, cocopio, 1986
dalam Azwar S., 2000 : 6).
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon
seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek (Soekidjo Notoatmojo,
1997 : 130).
Sikap adalah pandangan-pandangan atau
perasaan yang disertai kecenderungan untuk
bertindak sesuai sikap objek tadi (Heri
Purwanto, 1998: 62).
2. Komponen Sikap
Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang
saling menunjang yaitu (Azwar S., 2000 : 23):
a. Komponen kognitif merupakan representasi
apa yang dipercayai oleh
individu pemilik sikap, komponen kognitif
berisi kepercayaan stereotipe yang
dimiliki individu mengenai sesuatu dapat
disamakan penanganan (opini)
terutama apabila menyangkut masalah isu
atau problem yang controversial.
b. Komponen afektif merupakan perasaan yang
menyangkut aspek emosional. Aspek
emosional inilah yang biasanya berakar
paling dalam sebagai komponen sikap dan
merupakan aspek yang paling bertahan
terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin
adalah mengubah sikap seseorang komponen
afektif disamakan dengan perasaan yang
dimiliki seseorang terhadap sesuatu.
c. Komponen konatif merupakan aspek
kecenderungan berperilaku tertentu sesuai
dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang.
Dan berisi tendensi atau kecenderungan
untuk bertindak / bereaksi terhadap
sesuatu dengan cara-cara
tertentu. Dan berkaitan dengan objek yang
dihadapinya adalah logis untuk
mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah
dicerminkan dalam bentuk tendensi
perilaku.
3. Tingkatan Sikap
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan
yakni (Soekidjo Notoatmojo,1996 : 132), yaitu
:
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek)
mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (obyek).
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang
diberikan adalah suatu indikasi sikap
karena dengan suatu usaha untuk menjawab
pertanyaan atau mengerjakan tugas yang
diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau
salah adalah berarti orang itu menerima
ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan
atau mendiskusikan dengan orang lain
terhadap suatu masalah adalah suatu
indikasi sikap tingkat tiga, misalnya
seorang mengajak ibu yang lain (tetangga,
saudaranya, dsb) untuk menimbang anaknya
ke posyandu atau mendiskusikan tentang
gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu telah
mempunyai sikap positif terhadap gizi
anak.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang telah dipilihnya dengan segala resiko
adalah mempunyai sikap yang paling tinggi.
Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor
KB, meskipun mendapatkan tantangan dari
mertua atau orang tuanya sendiri.
4. Sifat Sikap
Sikap dapat pula bersifat positif dan
dapat pula bersifat negatif (Heri Purwanto,
1998 : 63),yaitu :
a. Sikap positif kecenderungan tindakan
adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan
obyek tertentu.
b. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk
menjauhi, menghindari, membenci, tidak
menyukai obyek tertentu.
5. Ciri-ciri sikap
Ciri-ciri sikap adalah (Heri Purwanto,
1998 : 63), yaitu:
a. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan
dibentuk atau dipelajari sepanjang
perkembangan itu dalam hubungan dengan
obyeknya. Sifat ini membedakannnya dengan
sifat motif-motif biogenis seperti lapar,
haus, kebutuhan akan istirahat.Sikap dapat
berubah-ubah karena itu sikap dapat
dipelajari dan sikap dapat berubah pada
orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan
dan syarat-syarat tertentu yang
mempermudah sikap pada orang itu.
b. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi
senantiasa mempunyai hubungan tertentu
terhadap suatu objek dengan kata lain,
sikap itu terbentuk, dipelajari atau
berubah senantiasa berkenaan dengan suatu
objek tertentu yang dapat dirumuskan
dengan jelas.
c. Objek sikap itu merupakan suatu hal
tertentu tetapi dapat juga merupakan
kumpulan dari hal-hal tersebut.
d. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan
segi-segi perasaan, sifat alamiah yang
membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan
atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki
orang.
6. Cara Pengukuran Sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan
menilai pernyataan sikap
seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian
kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai
obyek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan
sikap mungkin berisi atau mengatakan hal-hal
yang positif mengenai obyek sikap, yaitu
kalimatnya bersifat mendukung atau memihak
pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut
dengan pernyataan yang favourable. Sebaliknya
pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal
negatif mengenai obyek sikap yang bersifat
tidak mendukung maupun kontra terhadap obyek
sikap.
Pernyataan seperti ini disebut dengan
pernyataan yang tidak favourabel. Suatu skala
sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri
atas pernyataan favorable dan tidak favorable
dalam jumlah yang seimbang.
Dengan demikian pernyataan yang
disajikan tidak semua positif dan tidak semua
negatif yang seolah-olah isi skala memihak
atau tidak mendukung sama sekali obyek sikap
(Azwar, 2005).
Menurut Notoatmodjo( 2003),Pengukuran
sikap dapat dilakukan secara langsung atau
tidak langsung. Secara langsung dapat
ditanyakan bagaimana pendapat/ pernyataan
responden terhadap suatu obyek. Secara tidak
langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-
pernyataan hipotesis .Kemudian ditanyakan
pendapat responden melalui kuesioner .
Likert’s Summated Rating (LSR) adalah
metode pengukuran sikap (attitude) yang
banyak digunakan dalam penelitian sosial
karena kesederhanaannya. LSR sangat
bermanfaat untuk membandingkan skor sikap
seseorang dengan distribusi skala dari
sekelompok orang lainnya, serta untuk
melihat perkembangan atau perubahan sikap
sebelum dan sesudah ekperimen atau kegiatan.
Tahap-tahap perancangan LSR adalah sebagai
berikut:
a. Tentukan secara tegas sikap terhadap topik
apa yang akan diukur. Contohnya, sikap
para karyawan terhadap sistem pelatihan,
sikap para pengusaha kecil terhadap
realisasi pemberian kredit usaha, sikap
mahasiswa terhadap liberalisasi
perdagangan, dan sebagainya
b. Tentukan secara tegas Dimensi yang
menyusun sikap tersebut. Dimensi tersebut
pada dasarnya merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi sikap yang menurut Likert
terdiri dari dimensi kognitif (tahu atau
tidak tahu), afektif (perasaan terhadap
sesuatu), dan konatif (kecenderungan untuk
bertingkat laku). Contoh lain, dimensi
tingkat sosial ekonomi meliputi kekayaan,
pendapatan, pendidikan, dan pekerjaan
c. Susun pernyataan-pernyataan atau item yang
merupakan alat pengukur dimensi yang
menyusun sikap yang akan diukur sesuai
dengan indikator. Banyaknya indiktor
biasanya antara 30-40 item untuk sebuah
sikap tertentu. Item-item yang disusun
tersebut harus terdiri dari item positif
dan item negatif. Item positif adalah
pernyataan yang memberikan isyarat
mendukung/menyokong topik yang sedang
diukur, sedangkan item negatif sebaliknya,
yaitu melawan topik. Item positif dan item
negatif harus ditempatkan secara
acak.Setiap item diberi pilihan respon
yang bersifat tertutup (closed
questionare). Banyaknya pilihan respon
biasanya 3, 5, 7, 9, dan 11. Dalam
prakteknya, jumlah pilihan respon yang
paling banyak dipakai adalah 5. Alasannya
adalah jika respon terlalu sedikit maka
hasilnya terlalu kasar tetapi jika terlalu
banyak maka responden sulit membedakannya.
Kelima pilihan respon tersebut adalah:
Sangat tidak setuju Tidak setuju Tidak ada
pendapat Setuju Sangat setuju
Contoh:
a) Masuknya investor asing akan memperluas
jaringan bisnis
[ ] Sangat setuju
[ ] Setuju
[ ] Tidak ada pendapat
[ ] Tidak setuju
[ ] Sangat tidak setuju
b) Investor asing akan menyebabkan
eksploitasi sumber daya domestik
[ ] Sangat setuju
[ ] Setuju
[ ] Tidak ada pendapat
[ ] Tidak setuju
[ ] Sangat tidak setuju
d. Untuk setiap pilihan respon, jawaban
diberikan skor dengan kriteria apabila
item positif maka angka terbesar
diletakkan pada sangat setuju sedangkan
jika item negatif maka angka terbesar
diletakkan pada sangat tidak setuju. Skor
yang diberikan pada jawaban untuk setiap
item kemudian dijumlahkan Skala likert
akan digunakan untuk mengevaluasi
pelaksanaan program pendidikan, yaitu
dengan menganalisis persepsi peserta yang
sudah mengikuti program pendidikan
tersebut.
Skala tersebut terdiri dari 5 item sebagai
berikut:
a)Program ini tidak menarik
[ ] Sangat setuju
[ ] Setuju
[ ] Tidak ada pendapat
[ ] Tidak setuju
[ ] Sangat tidak setuju
b)Metode mengajarnya baik
[ ] Sangat setuju
[ ] Setuju
[ ] Tidak ada pendapat
[ ] Tidak setuju
[ ] Sangat tidak setuju
c)Pendapat peserta tidak mendapatkan
perhatian dalam program
[ ] Sangat setuju
[ ] Setuju
[ ] Tidak ada pendapat
[ ] Tidak setuju
[ ] Sangat tidak setuju
d)Program ini sangat baik untuk persiapan
bekerja
[ ] Sangat setuju
[ ] Setuju
[ ] Tidak ada pendapat
[ ] Tidak setuju
[ ] Sangat tidak setuju
e) Program ini tidak sesuai dengan harapan
saya
[ ] Sangat setuju
[ ] Setuju
[ ] Tidak ada pendapat
[ ] Tidak setuju
[ ] Sangat tidak setuju
Kuisoner tersebut bisa dianalisis jika
membuat skor 1 sampai 5 untuk masing-
masing respon dari setiap item. Misalkan
kuisoner tersebut diisi oleh 5 responden
yang dianggap sebagai sampel penelitian
dengan hasil terlihat pada Tabel berikut.
Berapa skor terkecil dan terbesar untuk
satu orang responden dan total semua
responden.. Saya memperoleh banyak
pelajaran dari program ini
7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
keluarga terhadap obyek sikap
antara lain :
a. Pengalaman Pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan
sikap, pengalaman pribadi haruslah
meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu,
sikap akan lebih mudah terbentuk apabila
pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam
situasi yang melibatkan faktor emosional.
b. Pengaruh orang lain yang dianggap
penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk
memiliki sikap yang konformis
atau searah dengan sikap orang yang
dianggap penting. Kecenderungan ini
antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk
berafiliasi dan keinginan untuk
menghindari konflik dengan orang yang
dianggap penting tersebut.
c. Pengaruh Kebudayaan
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan
garis pengarah sikap kita
terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah
mewarnai sikap anggota
masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang
memberi corak pengalaman
individu-individu masyarakat asuhannya.
d. Media Massa
Dalam pemberitaan surat kabar mauoun radio
atau media komunikasi lainnya, berita yang
seharusnya faktual disampaikan secara
obyekstif cenderung dipengaruhi oleh sikap
penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap
sikap konsumennya.
e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga
pendidikan dan lembaga agama sangat
menentukan sistem kepercayaan tidaklah
mengherankan jika kalau pada gilirannya
konsep tersebut mempengaruhi sikap.
f. Faktor Emosional
Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan
pernyataan yang didasari emosi yang
berfungsi sebagai semacam penyaluran
frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme
pertahanan ego. (Azwar, 2005).
C. Kanker Leher Rahim
1. Pengertian
Pengertian Kanker serviks sering
dianggap sebagai suatu penyakit menular
seksual yang disebabkan oleh infeksi tertentu
virus papilloma (HPV) manusia (Elizabet C,
2000 : 655)
Pengertian Kanker adalah suatu
pertumbuhan sel-sel abnormal yang cenderung
menginvasi jaringan disekitarnya dan menyebar
ke tempat-tempat yang jauh (Elizabet C,
2000 : 96). Kanker adalah penyakit yang
disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel yang
tidak normal (Anugerah W, 2005) .
Kanker serviks adalah kanker ginekologik
yang biasanya tumbuh ke arah luar dan ke arah
dalam sehingga menimbulkan pembesaran serviks
( Derek, 2002 : 68).
Kanker leher rahim (serviks) adalah
tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim
atau serviks (bagian terendah dari rahim yang
menempel pada puncak vagina) (Susternada,
2007).
Pengertian Kanker leher rahim (serviks)
adalah kanker yang terjadi pada serviks
uterus, suatu daerah pada organ reproduksi
wanita yang merupakan pintu masuk ke arah
rahim yang terletak antara rahim (uterus)
dengan liang senggama (vagina) (Yohanes R,
1999).
2. Etiologi
Penyebab terjadinya kanker serviks
sejauh ini belum diketahui secara pasti,
tetapi terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kanker serviks :
a) HPV (human papillomavirus)
Merupakan virus penyebab kutil pada
daerah genetal (kondiloma akuminata) yang
ditularkan melalui hubungan seksual. HPV
sering diduga sebagai penyebab terjadinya
perubahan yang abnormal dari sel-sel
leher rahim. (Susternada, 2007).
b) Perokok
Kandungan tembakau yang ada di dalam
bahan dasar pembuatan rokok, merusak
sistem kekebalan atau mempengaruhi
kemampuan tubuh untuk melawan infeksi HPV
pada serviks.
c) Pemakaian pil KB
Kandungan estrogen dalam pil KB dapat
memicu timbulnya kanker servik.
(Susternada, 2007)
d) Menikah atau memulai aktivitas seksual
pada usia muda (kurang dari 16
tahun)
Umumnya sel-sel mukosa baru matang
setelah wanita berusia 20 tahun ke atas.
Jadi, seorang wanita yang menjalani
hubungan seks pada usia remaja, paling
rawan bila dilakukan pada usia dibawah 16
tahun. Pada usia ini, sel-sel mukosa pada
serviks wanita belum matang. Artinya,
masih rentan terhadap rangsangan sehingga
tidak siap menerima rangsangan dari luar.
Termasuk zat-zat kimia yang dibawa
sperma. Karena masih rentan, sel-sel
mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker.
Sedangkan sifat sel sendiri selalu
berubah setiap saat, mati dan tumbuh
lagi. Karena ada rangsangan bisa saja
sel yang tumbuh lebih banyak dari sel
yang mati, sehingga perubahannya tidak
seimbang. Kelebihan sel ini akhirnya bisa
berubah sifat menjadi sel kanker. (Erik
T, 2005)
e) Berganti-ganti pasangan seksual
(promiskuitas)
Penyebab kanker leher rahim, sebagian
besar berasal dari kondisi lingkungan
yang diperantarai oleh virus HPV. Virus
itu ditularkan melalui hubungan seksual.
Seorang wanita dapat tertular infeksi
virus dari mitra seksualnya. Infeksi
virus ini dapat tertular cepat melalui
hubungan seksual multi pasangan. Oleh
sebab itu penyakit ini sering disebut
penyakit akibat hubungan seksual. Dan
resikoterjadinya kanker leher rahim
meningkat lebih dari 10x bila mitra seks
6 atau lebih. (Erik T, 2005)
f) Melahirkan banyak anak (multiparitas)
(Erik T, 2005 : 17-20)
g) Jumlah kelahiran dengan jarak pendek
Pada wanita yang bersalin (melahirkan)
tentulah bagian kemaluan wanita yang
merupakan jalan lahir dengan mudah akan
terpapar oleh dunia luar, banyak hal
terjadi selama proses persalinan secara
tidak sadar virus bisa masuk sehingga
mengakibatkan infeksi. Dikarenakan
infeksi tersebut bisa mengakibatkan
perubahan-perubahan pada sel-sel mukosa
serviks (displasia) (Prawiroharjo,1999).
Sama seperti pada paritas, persalinan
yang terlalu dekat jaraknya, dapat
mengakibatkan kerusakan pada sel-sel
serviks. Jarak persalinan dapat menjadi
factor risiko terhadap kesehatan ibu
apabila melahirkan dengan jarak kurang
dari 2 tahun (DEPKES.RI, 2002)
h) Kebersihan vagina yang buruk
Sosial ekonomi rendah sangat mempengaruhi
seseorang dalan memperoleh pengetahuan.
Mereka tidak tahu bahwa kurang menjaga
kebersihan daerah kemaluan dapat
mengakibatkan terjadinya kanker leher
rahim, seharusnya vagina dibersihkan
segera setelah melakukan hubungan intim.
(Derek, 2001)
i) Perlukaan mulut rahim yang tidak mendapat
pengobatan yang tepat (Derek, 2001 : 68)
j) Wanita yang suaminya tidak disunat
(sirkumsisi), karena pada leher penis
dihasilkan suatu zat yang disebut
smegma. Pada smegma inilah ada sejenis
virus yang gemar dan mudah berkembang
biak yang bernama Human Papilloma Virus
(HPV). HPV ini mempunyai sifat
carcinogen, yaitu mampu mengubah sifat
sel menjadi sel yang ganas atau kanker.
k) Golongan sosial ekonomi rendah
Golongan sosial ekonomi rendah dapat
dilihat dari pekerjaan mereka, apakah
mereka bekerja sebagai buruh ataukah
sebagai wanita tuna susila (berhubungan
dengan virus HPV), ataukah dari sosial
ekonomi tinggi. Beberapa penelitian
terakhir memperkirakan kejadian kanker
meningkat karena pengaruh gaya hidup
l) Defisiensi asam folat (folic acid),
vitamin C, vitamin E,
betacarotin/ retinol dihubungkan dengan
peningkatan resiko kanker serviks.
(FKUI, 2002 : 101-102)
3. Gejala yang munculpada Kanker Serviks (Leher
rahir)
a. Keputihan yang sulit sembuh dan disertai
bau. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama akan berbau busuk akibat infeksi
dan nekrosis jaringan. (FKUI, 2000 : 399)
b. Perdarahan vagina yang abnormal,
terutama diantara 2 menstruasi, setelah
melakukan hubungan seksual dan setelah
menopause.
c. Menstruasi abnormal (lebih lama dan
lebih banyak (Susternada, 2007)
d. Perdarahan setelah menopouse (Anugerah,
2007)
Gejala dari kanker serviks stadium lanjut :
a. Nafsu makan berkurang, penurunan berat
badan, kelelahan
b. Nyeri punggung, panggul dan tungkai
c. Dari vagina keluar air kemih (Susternada,
2007)
4. Faktor Risiko
1. Hubungan Seksual
Karsinoma serviks diperkirakan sebagai
penyakit yang ditularkan secara seksual.
Beberapa bukti menunjukkan adanya hubungan
antara riwayat hubungan seksual dan risiko
penyakit ini.Sesuai dengan etiologi
infeksinya, wanita dengan partner seksual
yang banyak dan wanita yang memulai
hubungan seksual pada usia muda akan
meningkatkan risiko terkena kanker serviks.
Karena sel kolumnar serviks lebih peka
terhadap metaplasia selama usia dewasa maka
wanita yang berhubungan seksual sebelum
usia 18 tahun akan berisiko terkena kanker
serviks lima kali lipat.Keduanya, baik usia
saat pertama berhubungan maupun jumlah
partner seksual, adalah faktor risiko kuat
untuk terjadinya kanker serviks.
2. Karakteristik Partner
Sirkumsisi pernah dipertimbangkan
menjadi faktor pelindung, tetapi sekarang
hanya dihubungkan dengan penurunan faktor
risiko. Studi kasus kontrol menunjukkan
bahwa pasien dengan kanker serviks lebih
sering menjalani seks aktif dengan partner
yang melakukan seks berulang kali. Selain
itu, partner dari pria dengan kanker penis
atau partner dari pria yang istrinya
meninggal terkena kanker serviks juga akan
meningkatkan risiko kanker serviks.
3. Riwayat Ginekologis
Walaupun usia menarke atau menopause
tidak mempengaruhi risiko kanker serviks,
hamil di usia muda dan jumlah kehamilan
atau manajemen persalinan yang tidak tepat
dapat pula meningkatkan risiko.
4. Dietilstilbesterol (DES)
Hubungan antara clear cell
adenocarcinoma servik dan paparan DES in
utero telah dibuktikan.
5. Agen Infeksius
Mutagen pada umumnya berasal dari
agen-agen yang ditularkan melalui hubungan
seksual seperti Human Papilloma Virus (HPV)
dan Herpes Simpleks Virus Tipe 2 (HSV 2)
(Benedet 1998; Nuranna 2005).
6. Human Papilloma Virus (HPV)
Terdapat sejumlah bukti yang
menunjukkan bahwa Human Papilloma Virus
(HPV) sebagai penyebab neoplasia servikal.
Karsinogenesis pada kanker serviks sudah
dimulai sejak seseorang terinfeksi HPV yang
merupakan faktor inisiator dari kanker
serviks yang menyebabkan terjadinya
gangguan sel serviks.
Ada bukti lain yaitu onkogenitas virus
papiloma hewan; hubungan infeksi HPV
serviks dengan kondiloma dan atipik
koilositotik yang menunjukkan displasia
ringan atau sedang; serta deteksi antigen
HPV dan DNA dengan lesi servikal.
HPV tipe 6 dan 11 berhubungan erat
dengan diplasia ringan yang sering regresi.
HPV tipe 16 dan 18 dihubungkan dengan
diplasia berat yang jarang regresi dan
seringkali progresif menjadi karsinoma
insitu. Infeksi Human Papilloma Virus
persisten dapat berkembang menjadi
neoplasia intraepitel serviks (NIS).
Seorang wanita dengan seksual aktif
dapat terinfeksi oleh HPV risiko-tinggi dan
80% akan menjadi transien dan tidak akan
berkembang menjadi NIS. HPV akan hilang
dalam waktu 6-8 bulan. Dalam hal ini,
respons antibodi terhadap HPV risiko-tinggi
yang berperan. Dua puluh persen sisanya
berkembang menjadi NID dan sebagian besar,
yaitu 80%, virus menghilang, kemudian lesi
juga menghilang. Oleh karena itu, yang
berperan adalah cytotoxic T-cell. Sebanyak
20% dari yang terinfeksi virus tidak
menghilang dan terjadi infeksi yang
persisten. NIS akan bertahan atau NIS 1
akan berkembang menjadi NIS3, dan pada
akhirnya sebagiannya lagi menjadi kanker
invasif. HPV risiko rendah tidak berkembang
menjadi NIS3 atau kanker invasif, tetapi
menjadi NIS 1 dan beberapa menjadi NIS 2.
Infeksi HPV risiko-rendah sendirian tidak
pernah ditemukan pada NIS 3 atau karsinoma
invasif.
Berdasarkan hasil program skrining
berbasis populasi di Belanda, interval
antara NIS 1 dan kanker invasif
diperkirakan 12,7 tahun dan kalau dihitung
dari infeksi HPV risiko-tinggi sampai
terjadinya kanker adalah 15 tahun. Waktu
yang panjang ini, di samping terkait dengan
infeksi HPV risiko-tinggi persisten dan
faktor imunologi (respons HPV-specific T-
cell, presentasi antigen), juga diperlukan
untuk terjadinya perubahan genom dari sel
yang terinfeksi. Dalam hal, ini faktor
onkogen E6 dan E7 dari HPV berperan dalam
ketidakstabilan genetik sehingga terjadi
perubahan fenotipe ganas.
Oncoprotein E6 dan E7 yang berasal
dari HPV merupakan penyebab terjadinya
degenerasi keganasan.Oncoprotein E6 akan
mengikat p53 sehingga TSG p53 akan
kehilangan fungsinya. Sementara itu,
oncoprotein E7 akan mengikat TSG Rb. Ikatan
ini menyebabkan terlepasnya E2F yang
merupakan faktor transkripsi sehingga
siklus sel berjalan tanpa kontrol.
7. Virus Herpes Simpleks
Walaupun semua virus herpes simpleks
tipe 2 (HPV-2) belum didemonstrasikan pada
sel tumor, teknik hibridisasi insitu telah
menunjukkan bahwa terdapat HSV RNA spesifik
pada sampel jaringan wanita dengan
displasia serviks. DNA sekuens juga telah
diidentifikasi pada sel tumor dengan
menggunakan DNA rekombinan.
Diperkirakan, 90% pasien dengan kanker
serviks invasif dan lebih dari 60% pasien
dengan neoplasia intraepitelial serviks
(CIN) mempunyai antibodi terhadap virus.
8. Lain-lain
Infeksi trikomonas, sifilis, dan
gonokokus ditemukan berhubungan dengan
kanker serviks. Namun, infeksi ini
dipercaya muncul akibat hubungan seksual
dengan multipel partner dan tidak
dipertimbangkan sebagai faktor risiko
kanker serviks secara langsung.
9. Merokok
Saat ini terdapat data yang mendukung
bahwa rokok sebagai penyebab kanker serviks
dan hubungan antara merokok dengan kanker
sel skuamosa pada serviks (bukan
adenoskuamosa atau adenokarsinoma).
Mekanisme kerja bisa langsung (aktivitas
mutasi mukus serviks telah ditunjukkan pada
perokok) atau melalui efek imunosupresif
dari merokok. Bahan karsinogenik spesifik
dari tembakau dapat dijumpai dalam
lendir dari mulut rahim pada wanita
perokok. Bahan karsinogenik ini dapat
merusak DNA sel epitel skuamosa dan bersama
infeksi HPV dapat mencetuskan transformasi
keganasan.
10.Faktor Risiko yang Diperkirakan
Kontrasepsi Oral
Risiko noninvasif dan invasif kanker
serviks telah
menunjukkan hubungan dengan kontrasepsi
oral.Bagaimanapun, penemuan ini hasilnya
tidak selalu konsisten dan tidak semua
studi dapat membenarkan perkiraan risiko
dengan mengontrol pengaruh kegiatan
seksual. Beberapa studi gagal dalam
menunjukkan
beberapa hubungan dari salah satu studi,
bahkan melaporkan proteksi terhadap
penyakit yang invasif. Hubungan yang
terakhir ini mungkin palsu dan menunjukkan
deteksi adanya bias karena peningkatan
skrining terhadap pengguna kontrasepsi.
Beberapa studi lebih
lanjut kemudian memerlukan konfirmasi atau
menyangkal observasi ini mengenai
kontrasepsi oral.
11. Diet
Diet rendah karotenoid dan defisiensi
asam folat juga
dimasukkan dalam faktor risiko kanker
serviks.
12. Etnis dan Faktor Sosial
Wanita di kelas sosioekonomi yang paling
rendah memiliki faktor risiko lima kali
lebih besar daripada wanita di kelas yang
paling tinggi. Hubungan ini mungkin
dikacaukan oleh hubungan seksual dan akses
ke sistem pelayanan kesehatan.Di Amerika
Serikat, ras negro, hispanik, dan wanita
Asia memiliki insiden kanker serviks yang
lebih tinggi daripada wanita ras kulit
putih. Perbedaan ini mungkin mencerminkan
pengaruh sosioekonomi.
13. Pekerjaan
Sekarang ini, ketertarikan difokuskan
pada pria yang pasangannya menderita
kanker serviks. Diperkirakan bahwa paparan
bahan tertentu dari suatu pekerjaan (debu,
logam, bahan kimia, tar, atau oli mesin)
dapat menjadi faktor risiko kanker
serviks.
5. Klasifikasi Hispatologi
Secara histopatologi, kanker serviks
terdiri atas berbagai jenis. Dua bentuk yang
sering dijumpai adalah karsinoma sel skuamosa
dan adenokarsinoma. Sekitar 85% merupakan
karsinoma serviks jenis skuamosa
(epidermoid), 10% jenis adenokarsinoma, serta
5% adalah jenis adenoskuamosa, clear cell,
small cell, verucous, dan lain-lain.
6. Faktor Prognosis
Ketahanan hidup penderita pada kanker
serviks stadium awal setelah histerektomi
radikal dan limfadenektomi pelvis bergantung
pada beberapa faktor:
a) Status KGB
Penderita tanpa metastasis ke KGB,
memiliki 5-year survival rate (5-YSR) antara
85 – 90%. Bila didapatkan metastasis ke KGB
maka 5-YSR antara 20 – 74%, bergantung pada
jumlah, lokasi, dan ukuran metastasis.
b) Ukuran tumor
Penderita dengan ukuran tumor < 2 cm
angka survivalnya 90% dan bila > 2 cm angka
survival-nya menjadi 60%. Bila tumor primer
> 4 cm, angka survival turun menjadi
40.Analisis dari GOG terhadap 645 penderita
menunjukkan 94,6% tiga tahun bebas kanker
untuk lesi yang tersembunyi; 85,5% untuk
tumor < 3 cm; dan 68,4% bila tumor > 3 cm.
c) Invasi ke jaringan parametrium
Penderita dengan invasi kanker ke
parametrium memiliki 5-YSR 69% dibandingkan
95% tanpa invasi.Bila invasi disertai KGB
yang positif maka 5-YSR turun menjadi 39-
42%.
d) Kedalaman invasi
Invasi < 1 cm memilki 5-YSR sekitar 90%
dan akan turun menjadi 63 – 78% bila > 1 cm.
e) Ada tidaknya invasi ke lymph–vascular space
Invasi ke lymph–vascular space sebagai
faktor prognosis masih menjadi kontroversi.
Beberapa laporan menyebutkan 50 – 70% 5-YSR
bila didapatkan invasi ke lymph – vascular
space dan 90% 5-YSR bila invasi tidak
didapatkan. Akan tetapi, laporan lain
mengatakan tidak ada perbedaan bermakna
dengan adanya invasi atau tidak.
7. Gambaran Patologi Sebagai Faktor Prognosis
a) Histologi
Para ahli menemukan hubungan
adenokarsinoma serviks dengan prognosis
yang lebih buruk daripada karsinoma sel
skuamous, khususnya pada pasien dengan
limfonodus positif dan mempunyai interval
rekurensi yang lebih pendek daripada
karsinoma sel skuamous. Adenoma maligna,
yaitu subtipe adenokarsinoma yang jarang
dan berdiferensiasi jelek, diketahui
berhubungan dengan prognosis yang jelek.
Pada penelitian ditemukan bahwa hanya 25%
pasien adenoma maligna stadium I dan II
yang survive selama 3 tahun.
b) Diferensiasi dan Grade Histopatologi
Kepentingan prognosis dari diferensiasi
kanker serviks
sampai saat ini masih diperdebatkan.
Demikian pula sampai saat ini tidak
ditemukan hubungan prognostik dengan grade
kanker serviks. Bichel dkk., (1985) memakai
sistem grading malignancy (MGS) untuk
meneliti 275 biopsi karsinoma sel skuamous
invasif. Sistem ini berdasarkan 8
parameter, di mana tiap grade dibagi atas 3
poin (tabel 2). Angka survival pada pasien
dengan indeks MGS < 14 adalah lebih baik
daripada indeks MGS> 14 (p=0,001). Tidak
ditemukan hubungan antara skor MGS dengan
stadium klinik pasien.
c) Reaksi Stromal
Seperti grading histologik, reaksi
stroma pada kanker serviks mula-mula
diperiksa untuk mengetahui
radiosensitivitas tumor. Para ahli
menemukan bahwa reaksi stroma merupakan
faktor prognosis yang baik. Dilaporkan
bahwa pasien dengan tumor yang mempunyai
infiltrat limfosit padat dan uniform
mempunyai prognosis yang lebih baik.
Metastasis tumor hanya ditemukan pada
pasien yang hanya mempunyai infiltrat sel
eosinofil pada tumornya.
d) Umur
Telah banyak penelitian menemukan bahwa
insidens kanker serviks pada usia muda
makin meningkat dan tumor terlihat lebih
agresif. Pada analisis retrospektif
terhadap 2628 pasien, ditemukan bahwa
insidens dan
derajat keganasan lebih tinggi pada
kelompok usia muda. Selain itu, pada tiap
penelitian ditemukan bahwa wanita muda
mempunyai risiko metastasis limfonodus yang
lebih besar. Insidens metastasis limfonodus
pelvis
pada wanita muda meningkat dari 23% menjadi
40% selama periode 34 tahun (p=0,02),
meskipun limfadenektomi yang makin banyak
dilakukan juga mempengaruhi angka ini.
8. Pencegahan
Pencegahan memiliki arti yang sama dengan
deteksi dini atas pencegahan sekunder, yaitu
pemeriksaan atau tes yang dilakukan pada
orang yang belum menunjukkan adanya gejala
penyakit untuk menemukan penyakit yang belum
terlihat atau masih berada pada stadium
praklinik. Program pemeriksaan/skrining yang
dianjurkan untuk kanker serviks (WHO):
skrining pada setiap wanita minimal satu kali
pada usia 35-40 tahun. Jika fasilitas
tersedia, lakukan tiap 10 tahun pada wanita
usia 35-55 tahun. Jika fasilitas tersedia
lebih, lakukan tiap 5 tahun pada wanita usia
35-55 tahun. Ideal atau optimal, lakukan tiap
3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun.
a) Test PAP
Secara umum, kasus kanker mulut rahim
dan kematian akibat kanker mulut rahim bisa
dideteksi dengan mengetahui adanya perubahan
pada daerah mulut rahim dengan cara
pemeriksaan sitologi menggunakan
tesPap.American College of Obstetrician and
Gynecologists(ACOG), American Cancer Society
(ACS), dan US Preventive Task Force (USPSTF)
mengeluarkan panduan bahwa setiap wanita
seharusnya melakukan tes Pap untuk skrining
kanker mulut rahim saat 3 tahun pertama
dimulainya aktivitas seksual atau saat usia
21 tahun. Karena tes ini mempunyai risiko
false negatif sebesar 5-6%, Tes Pap
yang kedua seharusnya dilakukan satu tahun
pemeriksaan yang pertama. Pada akhir tahun
1987, American Cancer Society mengubah
kebijakan mengenai interval pemeriksaaan Tes
Pap tiap tiga tahun setelah dua kali hasil
negatif.Saat ini, sesuai dengan American
College of Obstetry and Gynecology dan
National Cancer Institute, dianjurkan
pemeriksaan Tes Pap dan panggul setiap tahun
terhadap semua wanita yang aktif secara
seksual atau yang telah berusia 18 tahun.
Setelah wanita tersebut mendapatkan tiga atau
lebih Tes Pap normal, tes dapat dilakukan
dengan frekuensi yang lebih jarang sesuai
dengan yang dianjurkan dokter. Diperkirakan
sebanyak 40% kanker serviks invasif dapat
dicegah dengan skrining pap interval 3 tahun.
b) IVA
IVA merupakan tes visual dengan
menggunakan larutan asam cuka(asam asetat 2
%) dan larutan iosium lugol pada serviks dan
melihat perubahan warna yang terjadi setelah
dilakukan olesan. Tujuannya adalah
untukmelihat adanya sel yang mengalami
displasia sebagai salah satu metode skrining
kanker mulut rahim.IVA tidak direkomendasikan
pada wanita pascamenopause,karena daerah zona
transisional seringkali terletak kanalis
servikalis dan tidak tampak dengan
pemeriksaan inspekulo. IVA positif bila
ditemukan adanya area berwarna putih dan
permukaannya meninggi dengan
batas yang jelas di sekitar zona
transformasi.
c) Pencegahan Primer Menunda Onset Aktivitas
Seksual
Menunda aktivitas seksual sampai usia 20
tahun dan berhubungan secara monogami akan
mengurangi risiko kanker serviks secara
signifikan.
Penggunaan Kontrasepsi Barier Dokter
merekomendasikan kontrasepsi metode barier
(kondom, diafragma, dan spermisida) yang
berperan untuk proteksi terhadap agen virus.
Penggunaan lateks lebih dianjurkan daripada
kondom yang dibuat dari kulit kambing.
d) Penggunaan Vaksinasi HPV
Vaksinasi HPV yang diberikan kepada
pasien bisa mengurangi infeksi Human Papiloma
Virus, karena mempunyai kemampuan proteksi
>90%. Tujuan dari vaksin propilaktik dan
vaksin pencegah adalah untuk mencegah
perkembangan infeksi HPV dan rangkaian dari
event yang mengarah ke kanker serviks.
Kebanyakan vaksin adalah berdasarkan
respons humoral dengan penghasilan antibodi
yang menghancurkan virus sebelum ia menjadi
intraseluler. Masa depan dari vaksin
propilatik HPV sangat menjanjikan, namun
penerimaan seluruh populasi heterogenous
dengan tahap pendidikan berbeda dan
kepercayaan kultur berbeda tetap
dipersoalkan.
Sebagai tambahan, prevelansi tinggi
infeksi HPV mengindikasikan bahwa akan butuh
beberapa dekade untuk program imunisasi yang
sukses dalam usaha mengurangi insiden kanker
serviks.
e) Pencegahan Sekunder
Pencegahan Sekunder – Pasien Dengan
Risiko Sedang
Hasil tes Pap yang negatif sebanyak tiga kali
berturut-turut dengan selisih waktu
antarpemeriksaan satu tahun dan atas petunjuk
dokter sangat dianjurkan. Untuk pasien (atau
partner hubungan seksual yang level
aktivitasnya tidak diketahui), dianjurkan
untuk melakukan tes Pap tiap tahun.
f) Pencegahan Sekunder – Pasien Dengan Risiko
Tinggi
Pasien yang memulai hubungan seksual
saat usia <18 tahun dan wanita yang mempunyai
banyak partner (multipel partner) seharusnya
melakukan tes Pap tiap tahun, dimulai dari
onset seksual intercourse aktif.Interval
sekarang ini dapat diturunkan menjadi setiap
6 bulan untuk pasien dengan risiko khusus,
seperti mereka yang mempunyai riwayat
penyakit seksual berulang
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
A. Kerangka Konsep
Skema Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen
Variabel Dependen
B. Hipotesis
Ada hubungan tingkat pengetahuan remaja
putri dengan sikap pencegahan kanker leher
rahim pada siswi kelas XII SMA Negeri 02
Sintang.
C. Definisi Operasional
Variabel Definisi
Operasional
Alat
Ukur
Cara
Ukur
Hasil
Ukur
Skala
Ukur
Pengetahuan tentangkankerLeher rahim meliputi :a. Pengertian
kanker leher rahim
b. Tanda gejala kanker leher rahim
Sikap Pencegahan Kanker leher rahim
Pengetah
uan
tentang
kanker
leher
rahim
Pengetahuan
yang
diperoleh
seseorang
mengenai
kanker leher
rahim
meliputi:
1. Pengert
ian kanker
leher rahim
2. Tanda
dan gejala
kanker
leher rahim
3. Faktor
penyebab
kanker
leher rahim
4. Pencega
han kanker
leher rahim
Kuisio
ner
Cara
ukur
yang
akan
dilakuka
n
peneliti
adalah
menghitu
ng
jawaban
responde
n yang
diisi
dalam
kuisione
r
Tingkat
pengeta
huan
Tinggi
jika
skor
atau
nilai :
>75%,
Sedang
jika
skor
nilai :
56-
75%,ren
dah
jika
skor
nilai :
<56%
Ordinal
Sikap
Pencegah
an
kanker
leher
rahim
Respon
responden
berupa sangat
setuju,setuju
,tidak
setuju,sangat
tidak setuju
mengenai
pencegahan
Kuisio
ner
Cara
ukur
yang
akan
dilakuku
an
peneliti
adalah
menghitu
Kemudia
n
diklasi
fikasik
an: 76-
100%=
baik,
56-75%=
cukup
kanker leher
rahim
ng
jawaban
responde
n yang
di isi
dalam
kuisione
r.untuk
pernyata
an
positif
penilain
nya
adalah :
SS: 4
S : 3
TS :2
STS: 1
Sedangka
n untuk
pernyata
an
negative
penilain
nya
adalah :
SS : 1
S : 2
TS : 3
STS :4
56% =
kurang
Penilai
an
akhir
untuk
pertany
aan
seluruh
item
pertany
aan
dikalik
an skor
terting
gi
(20x4=8
0)
(80x100
/80=100
)
Baik
jika
nilai
>75.
Dengan
kode
tabulas
i data
3 cukup
baik=Ni
lai 56-
75
dengan
kode
tabulas
i data
2.
Kurang
dari 56
dengan
kode
tabulas
i data
1.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif
korelasi melalui pendekatan cross
sectional,dimana pengumpulan data untuk
variabel dependen dan variabel independen
dilakukan bersamaan melalui instrument
kuisioner.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan siswi kelas
XII SMA Negeri 02 Sintang.
2. Sampel
Tekhnik pengambilan sampling adalah dengan
cara accidental sampling yaitu dengan
mengambil responden yang bersedia pada
saat penelitian. Jumlah sampling di hitung
berdasarkan rumus Notoatmodjo,2002. Jumlah
sampling dihitung berdasarkan rumus
Notoatmodjo karena populasi < dari 10000
responden. n=
keterangan :
n = perkiraan jumlah sampel
N = perkiraan besar sampel
d² = besarnya penyimpangan 5%(0,05)
N
1 + N (d²)
n = 145 = 106,42 1+ 145+(0,05)
Jadi sampel dari jumlah populasi ialah 106
orang siswi kelas XII SMA Negeri 02
Sintang.
3. Kriteria inklusi
Siswi kelas XII SMA Negeri 02 Sintang
yang bersedia menjadi responden penelitian
.
C. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 02
Sintang. Adapun alasan peneliti memilih
tempat ini sebagai tempat penelitian karena
melihat dari keberadaan SMA Negeri 02 Sintang
yang berada di pusat ibu kota Kabupaten.
Dimana jaringan tekhnologi semakin canggih
dan lingkungan ibu kota kabupaten sangat
besar dalam mempengaruhi pergaulan anak
remaja khususnya SMA Negeri 02 Sintang dalam
hal ini perilaku sex bebas. Karena salah satu
faktor penyebab kanker leher rahim ialah
hubungan sexsual pada usia dini (kurang dari
18 tahun) dan berganti-ganti
pasangan,peneliti ingin mengetahui tingkat
pengetahuan dan sikap pencegahan kanker leher
rahim dari siswi SMA Negeri 02 Sintang.
D. Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian dilakukan pada
bulan Oktober-Desember 2014,dimana persiapan
dimulai dari penyusunan profosal dibulan
Oktober 2014.
E. Etika Penelitian
Penelitian ini hanya melibatkan sampel
atau responden yang mau terlibat secara
sadar dan tanpa paksaan.sebelum penelitian
dilakukan ,peneliti telah menjelaskan
tujuan,manfaat dan prosdur penelitian kepada
responden.selanjutnya peneliti meminta
persetujuan responden untuk menandatangani
surat persetujuan menjadi responden. Dalam
melakukan penelitian,peneliti memandang perlu
adanya rekomendasi dari pihak lain dengan
mengajukan permohonan izin kepada instansi
tempat penelitian dalam hal ini SMA Negeri 02
Sintang. Persetujuan barulah dilakukan
penelitian dengan menekankan masalah etika
yang meliputi :
1. Informed concent
Lembar persetujuan ini diberikan kepada
responden yang akan diteliti yang memenuhi
kriteria inklusi dan disertai judul
penelitian, bila responden menolak maka
peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati
hak-hak responden.
2. Anonimity
Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak
akan mencantumkan nama responden,tetapi
lembaran tersebut diberikan kode .
3. Confidentially
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh
peneliti. Hanya kelompok data tertentu yang
akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
F. Alat Pengumpul Data
Instrument dalam penelitian ini berupa
daftar pertanyaan atau angket yang dibuat
oleh peneliti. Dalam penelitian ini terdapat
dua variabel yang diukur,yaitu tingkat
pengetahuan tentang kanker leher rahim dan
sikap pencegahan kanker leher rahim. Untuk
mengisi variabel tersebut peneliti
menggunakan pertanyaan tertutup untuk
mengukur tingkat pengetahuan dan untuk
mengukur variabel sikap pencegahan.
G. Proses Pengumpulan Data
Dalam hal ini proses penggumpulan data
dilakukan dengan cara:
1. Dalam mengidentifikasi responden dengan
cara menanyakan kepada kepala humas SMA
Negeri 02 Sintang mengenai populasi yang
tersedia.
2. Peneliti menjelaskan kepada responden
mengenai cara pengisian kuisioner serta
memberika kesempatan bertanya bagi
responden yang belum mengerti.
3. Memberikan lembar kuisioner terhadap
responden dengan mengusahakan agar peneliti
dengan responden tidak saling mempengaruhi.
4. Sebelum lembar kuisoner dikumpulkan,para
responden diberi kesempatan untuk memeriksa
kembali kelengkapan lembaran,dan jika masih
ada responden yang belum lengkap,maka
peneliti memberikan kesempatan kembali
untuk melengkapi lembaran pada saat itu
juga.
5. Jika kuisioner tersebut telah selesai
dijawab,maka dikumpulkan kepada peneliti.
H. Pengolahan Data
Sebelum melakukan penganalisaan pada datayang
telah didapat,peneliti terlebih dahulu
melakukan bebrapa lengkah penting agar data
yang didapat jelas hasilnya,yaitu :
1. Editing,untuk membuktikan bahwa data yang
diperoleh telah lengkap serta dapat terbaca
dengan baik dan jelas,yaitu dengan
memeriksa kebenaran pengisian,ketepatan
dokumen yang digunakan serta
kelengkapannya.
2. Coding,merupakan proses memberi kode pada
setiap variabel dengan tujuan untuk
memudahkan peneliti dalam melakukan
tabulasi dan analisa data.
3. Tabulating, yaitu mengelompokkan data
berdasarkan kategori yang telah ditentukan
yang kemudian dilakukan tabulasi dengan
cara : setiap kuisioner diberikan kode
untuk keperluan analisis statistik dengan
komputer.
4. Entry data,merupakan proses memasukan data
kedalam computer untuk selanjutnya
dilakukan analisis.
5. Cleaning data,sebelum dilakukan analisis
dilakukan pembersihan data melaui program
dikomputer agar terbebas dari kesalahan
sebelum analisis.
6. Scoring terhadap tingkat pengetahuan dan
sikap.
I. Analisa Data
1. Analisa univariat
Analisa ini mempunyai tujuan untuk
mendeskripsikan masing-masing variabel yang
diteliti. Analisa untuk data ini adalah
kategorik disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi. Pengujian masing-
masing variabel dengan menggunakan tabel
dan interprestasikan sesuai hasil yang
diperoleh.
2. Analisa bivariat
Analisa ini dilakukan untuk mengetahui
perbandingan diantara variable yang telah
dipilih dari kelompok sampel sehingga
diketahui perbedaan dan persamaan. Analisis
ini dilakukan dengan menggunakan prosedur
pengujian statistic dan uji hipotesis .
Dimana prinsip Hipotesis adalah melakukan
perbandingan antara nilai sampel (data yang
didapat dari penelitian) dengan nilai
hipotesis yang diajukan. Variable dalam
penelitian ini berjenis ordinal ordinal
(kategorik)sehingga uji menggunakan chi
square,dengan confident interval 95% dan α
= 0,05.
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa
tahap, yaitu :
a. Memformulasikan ( hipotesis null dengan
hipotesis alternative)
b. Memasukan frekuensi obseervasi (0)
kedalam table silang
c. Menghitung frekuensi harapan
d. Melakukan uji chi square,khusus pada table
2x2 dengan rumus
X² = Ʃ (fo−fe)² fe
e. Menghitung p value yaitu dengan
membandingkan nilai X² hitung dengan X²
tabel chi square .
f. Diambil keputusan dengan 2 hasil
kemungkinan, yaitu p value< nilai
α,berarti ada hubungan antara variable
independen (tingkat pengetahuan) dengan
variable dependen (sikap penceghan),
tetapi bila p value > dari nilai α,
berate tidak ada hubungan antara
variable independen ( tingkat
pengetahuan ) dengan variable dependen (
sikap pencegahan).
DAFTAR PUSTAKA
British Journal of Cancer(2009).Differences in the risk
of cervical cancer and human papillomavirus
infection by education level,101,865-870.(Published
online 4 August
2009).http//www.bjcancer.com.Diakses 29 Oktober
2014
Blog Pendidikan Indonesia (2013)Sarjanaku.com.
http://www.sarjanaku.com/2012/12/kanker-
serviks-leher-rahim-pengertian.html. Diakses
tanggal 29 Oktober 2014
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.Di
perbaharui 10 Oktober 2014
http://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Pengetahuan&redirect=no. Diakses tanggal 29
Oktober 2014
Anti.W (2010) SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG KANKER SERVIKS DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN KANKER SERVIKS DI SMK KARTIKA 1 SURABAYA.http://www.fk.unair.ac.id/attachments/1594_Anti%20W,%20S.pdf Diakses tanggal 29 Oktober 2014
Indonesian Journal of cancer (2009).Efidemiologi Kanker
Servik.(dipublikasikan pada Juli-September
2009)http://indonesianjournalofcancer.org/2009/2009
-no3-jul-sep/103-epidemiologi-kanker-serviks?
catid=48%3Aliterature-study. Diakses tanggal 29
Oktober 2014