hubungan-antara-kecerdasan-emosi-dan-derajat-depresi
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HUB
BUNGAN DERA
Mem
F
UNIV
ANTARAAJAT DEP
Untuk Me
mperoleh G
DAVID A
G
FAKULTA
VERSITA
SUR
A KECERPRESI PA
SKRIPSI
menuhi Per
Gelar Sarjan
ANGGARA
G 0007054
AS KEDOK
AS SEBEL
RAKART
2011
RDASAN EADA REM
rsyaratan
na Kedokter
PUTRA
KTERAN
LAS MAR
TA
EMOSI DAMAJA
ran
N
RET
AN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul: Hubungan antara Kecerdasan Emosi dan Derajat
Depresi pada Remaja
David Anggara Putra, NIM/ Semester : G0007054/VII, Tahun 2011
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada hari Selasa, tanggal 11 Januari 2011
Pembimbing Utama Prof. Dr. H.M. Syamsulhadi, dr., Sp.KJ (K) (...........................................) NIP. 19461102 197609 1 001 Pembimbing Pendamping Margono, dr., MKK (...........................................) NIP. 19540915 198601 1 001 Penguji Utama Prof. Dr. H. Aris Sudiyanto, dr., Sp.KJ (K) (...........................................) NIP. 19500131 197603 1 001 Anggota Penguji Drs. Bagus Wicaksono, M.Si (...........................................) NIP. 19750311 200212 2 002
Ketua Tim Skripsi
Muthmainah, dr., M.Kes NIP. 19660702 199802 2 001
Dekan Fakultas Kedokteran UNS
Prof. Dr. A.A. Subiyanto, dr., MS NIP. 19481107 197310 1 003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 11 Januari 2011
David Anggara Putra
NIM. G0007054
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK David Anggara Putra, G0007054, 2011. Hubungan antara Kecerdasan Emosi dan Derajat Depresi pada Remaja. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tujuan penelitian: Untuk menilai perbedaan proporsi dan hubungan antara kecerdasan emosi dan derajat depresi pada remaja. Metode penelitian: Observasional analitik dengan menggunakan pendekatan case control dimana teknik sampling yang digunakan yakni purposive random sampling dengan kriteria inklusi adalah (1) Bersedia mengikuti sebagai responden dan telah menyetujui lembar informed content. Sampel tidak dapat dipilih jika (1) memiliki skor L-MMPI > 10, (2) Sampel tidak mengisi satu atau lebih aitem pertanyaan pada kuisioner. Sampel mengisi (1) lembar informed consent, sebagai tanda persetujuan, (2) kuesioner Skala L-MMPI untuk menilai dan mengetahui kejujuran dalam menjawab pertanyaan yang diberikan, (3) kuesioner kecerdasan emosi, dan (4) Beck’s Depression inventory. Diperoleh data yang dapat dianalisis sebanyak 238 sampel. Data kemudian dianalisis menggunakan Uji Chi-Square dilanjutkan dengan uji kontingensi. Hasil Penelitian: Pada uji chi-square diperoleh beda proporsi antar variabel yang diuji dengan nilai p = 0,000 (p<0,05) sehingga terdapat hubungan yang bermakna antara kecerdasan emosi dan derajat depresi. Studi ini juga menunjukkan nilai koefisien kontingensi sebesar 0,503 yang berarti berkorelasi sedang Simpulan penelitian: Terdapat perbedaan proporsi dan hubungan negatif yang bermakna antara kecerdasan emosi dan derajat depresi pada remaja dengan kekuatan korelasi sedang. __________________________________________________________________ Kata kunci : kecerdasan emosi, derajat depresi pada remaja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
David Anggara Putra, G0007054, 2011. Relationship between Emotional Quotient and Depression Scale among Adolescents. Faculty of Medicine Sebelas Maret University, Surakarta. Objectives: To assess proportion difference and relationship between emotional quotient and depression scale among adolescents Methods: This study was an analytical descriptive study by using cross-sectional approach in which the sampling technique used by purposive random sampling within inclusion and exclusion criteria. The inclusion criteria were the students who have already approved and applied the informed consent sheet. The exclusion criteria were students who had L-MMPI score > 10, students was not filled-out one or more item in he questionnaire. Subject filled-out a short CC and informed consent sheet, scale questionnaire of L-MMPI to asses and know the honesty in answering the given questions, a validated Emotional Quotient questionnaire and Beck’s Depression Inventory respectively. The collected data were 238 samples of students. Data analysis techniques used were Chi-Square test and continued with contingency test. Results: The chi-square result obtained proportion difference between two variable tested and p value is 0.000 (p < 0.05) with the result there are significant correlation between emotional quotient and depression scale among adolescents. This study showed moderate correlation between emotional quotient and depression scale because there are contingency coefficient valued is 0.503 Conclusion: This study found proportion difference and significant negative correlation between emotional quotient and depression scale among adolescents with moderate correlation. Keywords: emotional quotient, depression among adolescent
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PRAKATA
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Hubungan antara Kecerdasan Emosi dan Derajat Depresi pada Remaja Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. A.A. Subiyanto, M.S. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Muthmainah, dr., MKes., selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Prof. Dr. H. M. Syamsulhadi, dr. Sp KJ (K) selaku Pembimbing Utama yang telah memberi bimbingan, saran, dan petunjuk guna penyusunan skripsi ini.
4. Margono, dr., MKK selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberi bimbingan dan saran.
5. Prof. Dr. H. Aris Sudyanto, dr. Sp KJ (K) selaku Penguji Utama yang telah memberi saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.
6. Drs. Bagus Wicaksono, M.Si selaku Anggota Penguji yang telah memberi masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
7. Bagian skripsi Fakultas Kedokteran UNS yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
8. Bapak dan Ibu, adik-adikku, teman-teman Vagus serta angkatan 2007 yang selalu membantu dan memberi semangat selama proses penyusunan skripsi ini
9. Bapak, Ibu Guru, dan siswa SMAN 3 Surakarta atas partisipasinya dalam penelitian ini.
10. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.
Surakarta, 11 Januari 2011
David Anggara Putra
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
halaman
PRAKATA ............................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ........................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 3
BAB II LANDASAN TEORI .............................................................................. 4
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 4
1. Kecerdasan Emosi ............................................................................ 4
2. Depresi .............................................................................................. 16
3. Peranan Kecerdasan Emosi dalam Pengelolaan Depresi .................. 21
B. Kerangka Berpikir ............................................................................... 23
C. Hipotesis .............................................................................................. 24
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 25
A. Jenis Penelitian ................................................................................... 25
B. Lokasi Penelitian ................................................................................. 25
C. Subyek Penelitian ................................................................................ 25
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
D. Teknik Sampling ................................................................................ 25
E. Identifikasi Variabel Penelitian ........................................................... 26
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ............................................ 26
G. Instrumen Penelitian .......................................................................... 27
H. Protokol Penelitian ............................................................................. 30
I. Analisis Data ....................................................................................... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................................ 32
A. Deskripsi Sampel ................................................................................ 32
B. Analisis Statistik ................................................................................. 33
BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................... 36
A. Hasil Penelitian ................................................................................... 36
B. Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 39
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 40
A. Simpulan ............................................................................................. 40
B. Saran .................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 41
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 1. Distribusi Sampel berdasarkan Jenis Kelamin ....................................... 32
Tabel 2. Distribusi Sampel berdasarkan Kelas ..................................................... 33
Tabel 3. Rerata Skor Kecerdasan Emosi dan Derajat Depresi ............................. 33
Tabel 4. Hasil Crosstabulation Kecerdasan Emosi dan Derajat Depresi ............. 33
Tabel 5. Hasil Uji Chi-Square .............................................................................. 34
Tabel 6. Hasil Uji Kontingensi ............................................................................. 35
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran
Lampiran 2. Informed Consent
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian L-MMPI
Lampiran 4. Kuesioner Kecerdasan Emosi (EQ)
Lampiran 5. Kuesioner Derajat Depresi (Beck’s Depression Inventory)
Lampiran 6. Data Awal Penelitian
Lampiran 7. Data untuk Uji Chi-Square dan Uji Kontingensi
Lampiran 8. Deskripsi Statistik
Lampiran 9. Hasil Crosstabulation Kecerdasan Emosi dan Derajat Depresi
Lampiran 10. Hasil Uji Kontingensi
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Remaja merupakan penghubung antara masa kanak-kanak dengan masa
dewasa. Saat-saat remaja merupakan perkembangan yang sangat cepat pada
perkembangan kedewasaan secara seksual, penemuan jati diri, penentuan harga
diri dan menemukan peran mereka di masyarakat. Remaja adalah waktu dimana
kondisi psikiatrik seperti depresi dan berbagai gangguan emosi muncul ke
permukaan sehingga mengarah pada resiko untuk bunuh diri, gangguan makan
seperti anoreksia nervosa dan bulimia nervosa (Pastey, 2006).
Madhuri Patil (dalam Pastey, 2006) melaporkan bahwa remaja dibayang-
bayangi oleh berbagai stres yang berhubungan dengan sekolah, keluarga serta
persahabatan dan terkadang stres-stres tersebut sulit untuk diatasi. Ada saat
dimana terjadi gangguan perkembangan khususnya problematika yang
berhubungan dengan persepsi diri sendiri, penentuan jati diri dan emosi negatif
pada umumnya. Harga diri para remaja yang memiliki stres emosi, menurunkan
kualitas hubungan antar sesama.
Depresi adalah gangguan alam perasaan hati (mood) yang ditandai oleh
kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sampai hilangnya
gairah hidup (Hawari, 2006).
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Dalam Sadock dan Sadock (2005) dikatakan bahwa beberapa faktor
berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Neurotransmiter seperti nor-
epinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmiter yang paling berperan
dalam patofisiologi gangguan mood. Selain itu bermacam-macam disregulasi
endokrin dijumpai pada pasien gangguan mood (Sadock dan Sadock, 2005;
Durand dan Barlow, 2007).
Selain faktor biologis diatas, faktor psikososial juga berperan dalam
gangguan mood. Peristiwa kehidupan, stres lingkungan, teori kognitif seperti
penilaian diri yang negatif, pesimis dan keputusasaan merupakan faktor
psikososial yang selanjutnya dapat menyebabkan perasaan depresi.
Kecerdasan emosi didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami
perasaan dirinya dan orang lain serta menggunakan hal tersebut sebagai panduan
dalam berpikir dan bertindak (Batool dan Khalid, 2009). Aspek-aspek yang diakui
berperan dalam kecerdasan emosi antara lain harga diri, memahami perasaan,
tegas, aktualisasi diri, empati, tanggung jawab sosial, hubungan antar personal,
toleransi stres, uji realitas, fleksibel, pemecahan masalah, bebas, optimis dan
bahagia (Bar-On dan Stein, 2000).
Seharusnya individu yang didalam dirinya mempunyai aspek-aspek yang
disebutkan diatas akan dapat mengelola stresnya dengan baik sehingga
mempunyai derajat depresi yang rendah. Dari beberapa uraian tersebut akhirnya
penulis mempunyai kehendak untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
aspek-aspek yang terdapat dalam kecerdasan emosi dan derajat depresi pada
remaja.
B. Perumusan Masalah
Adakah perbedaan proporsi dan hubungan negatif antara aspek-aspek
kecerdasan emosi dan derajat depresi pada remaja?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara aspek-
aspek kecerdasan emosi dan derajat depresi pada remaja.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik
Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui hubungan antara kecerdasan
emosi dan depresi khususnya pada remaja.
2. Manfaat Terapan
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan agar
kecerdasan emosi diperhatikan sebagai salah satu upaya pencegahan
terjadinya kasus depresi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kecerdasan Emosi / Emotional Quotient (EQ)
a. Defenisi Kecerdasan
Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan
membaca, menulis, berhitung, sebagai jalur sempit ketrampilan kata dan
angka yang menjadi fokus di pendidikan formal (sekolah), dan
sesungguhnya mengarahkan seseorang untuk mencapai sukses di bidang
akademis (menjadi profesor). Pandangan baru yang berkembang dewasa
ini, ada kecerdasan lain di luar IQ, seperti bakat, ketajaman pengamatan
sosial, hubungan sosial, kematangan emosional, dan lain - lain yang harus
juga dikembangkan (Atkinson, 2001).
Kecerdasan atau intelegensi adalah suatu karakteristik dalam diri
seseorang yang didapatkan melalui penalaran, umumnya didefinisikan
sebagai suatu kemampuan untuk mengambil keuntungan dari suatu
pengalaman, memperoleh pengetahuan, berpikir secara abstrak, bertindak
berdasarkan alasan, atau beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada
lingkungan (Wade, 2007).
Penelitian yang telah berkembang menyatakan bahwa seseorang yang
memiliki intelegensi yang tinggi pada satu area atau ranah tertentu belum 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
tentu memiliki intelegensi yang tinggi pada area atau ranah lainnya (Wade,
2007).
b. Definisi Emosi
Emosi berasal dari bahasa Yunani “emorvere” yang berarti “untuk
keluar”. Emosi yang dilahirkan manusia adalah suatu bentuk tindakan
untuk memenuhi kepuasan. Dapat juga dikatakan sebagai suatu perasaan
yang ditunjukan pada proses fisiologi dan psikologi seseorang. Bila dikaji
lebih dalam lagi, perasaan dan emosi penting untuk kesejahteraan,
kebahagiaan, dan keselarasan ruang lingkup hidup (Azizi dkk, 2005).
Menurut W.F. Maramis, emosi adalah suatu keadaan yang kompleks
yang berlangsung tidak lama, yang mempunyai komponen pada badan dan
jiwa individu, pada jiwa berupa keadaan terangsang dengan perasaan yang
hebat serta biasanya juga terdapat impuls untuk berbuat sesuatu yang
tertentu, pada badan timbul gejala-gejala dari susunan saraf vegetatif,
misalnya pada pernafasan, sirkulasi, dan sekresi (Maramis, 2005).
Dalam teori psikoanalitik, emosi merupakan suatu keadaan
ketegangan disertai dengan dorongan insting. Sedangkan manifestasi emosi
disebut dengan affect, yaitu suatu keadaan emosi yang pervasif dan
dipertahankan (Dorland, 2006).
Emosi dibutuhkan manusia untuk menunjukkan keberadaannya
dalam masalah manusiawi. Aspek perasaan sering kali lebih penting
daripada nalar-nalar disaat-saat manusia diharuskan untuk mengambil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
tindakkan dan keputusan segera. Luapan emosi yang tidak terkontrol
dengan baik dapat berakibat tindakan yang menyalahi aturan dan hukum,
sehingga kecerdasan tidak berarti apabila emosi yang berkuasa. Wujud
emosi yang ditampakkan oleh manusia antara lain adalah; amarah,
kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan malu
(Goleman, 2007).
c. Perkembangan Emosi
Pertumbuhan dan perkembangan emosi, seperti juga pada tingkah
laku lainnya, ditentukan oleh proses pematangan dan proses belajar. Makin
besar anak, makin besar pula kemampuannya untuk belajar sehingga
perkembangan emosinya akan semakin rumit. Perkembangan emosi
melalui proses kematangan hanya terjadi saat usia satu tahun. Setelah itu,
perkembangan selanjutnya lebih banyak ditentukan oleh proses belajar
(Fauzi, 2008).
Perkembangan emosi sesuai dengan pertumbuhan fisik dan psikis,
semakin bertambahnya usia seseorang diharapkan semakin mampu
mengontrol emosi yaitu adanya organisasi dan integrasi dari semua aspek
emosi yang merupakan bagian integral dari keseluruhan pribadinya
sehingga mampu menyatakan emosi secara tepat dan wajar (Hurlock,
1999).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
d. Definisi Kecerdasan Emosi
Pertama kali istilah kecerdasan emosi dikemukakan oleh Salovey
dan Mayer, yaitu sebuah kemampuan mengenali perasaan, meraih, dan
membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan
dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga
membantu perkembangan emosi dan intelektual (Cooper, 2000)
Sementara Cooper dan Sawaf menyebut kecerdsan emosi sebagai
kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya
dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan
pengaruh yang manusiawi (Cooper, 2000). Sedangkan menurut
Hapsariyanti (2006), kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang
dalam memahami, merasakan dan mengenali perasaan dirinya dan orang
lain sehingga individu tersebut dapat mengendalika perasaan yang ada pada
dirinya dan dapat memahami sera menjaga perasaan orang lain. Individu
tersebut juga dapat memotivasi diri sendiri untuk menjadi pribadi yang
lebih baik dalam kehidupan yang dijalani.
Selain itu kecerdasan emosi juga merupakan kemampuan yang
dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi
kegagalan, mengendalikan emosai dan menunda kepuasan, serta mengatur
keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosi tersebut seseorang dapat
menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, ,memilih kepuasan, dan
mengatur suasana hati (Goleman, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
e. Faktor – faktor yang mempengaruhi Kecerdasan Emosi
Faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi menurut Goleman (2007)
adalah :
1) Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dalam mempelajari
emosi, dan orang tualah yang sangat berperan . Anak-anak
mengidentifikasi perilaku orang tua kemudian diinternalisasikan
akhirnya menjadi bagian dalam kepribadian anak. Kehidupan emosi
yang dibangun di dalam keluarga sangat berguna bagi anak kelak,
bagaimana anak dapat cerdas secara emosional.
2) Lingkungan non keluarga
Lingkunga yang dimaksud dalam hal ini adalah lingkungan
masyarakat dan lingkungan pendidikan yang dianggap bertanggung
jawab terhadap perkembangan kecerdasan emosi. Pergaulan dengan
teman sebaya, guru dan masyarakat luas.
3) Otak
Otak adalah organ yang penting dalam tubuh manusia, otaklah yang
mempengaruhi dan mengontrol seluruh kerja tubuh, struktur otak
manusia adalah sebagai berikut.
a) Korteks. Berfungsi membuat seseorang berada di puncak
tangga evaluasi. Memahami korteks dan perkembangan
membantu individu menghayati mengapa sebagian individu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
sangat cerdas sedangkan yang lain sulit belajar. Korteks
berperan penting dalam memahami kecerdasan emosi serta
dalam memahami sesuatu secara mendalam, menganalisis
mengapa kita mengalami perasaan tertentu, selanjutnya berbuat
sesuatu untuk mengatasinya.
b) Sistem Limbik. Bagian ini sering disebut sebagai bagian emosi
yang letaknya jauh dalam hemisfer otak besar terutama
bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan impuls. Sistem
limbic meliputi hippocampus, tempat berlangsungnya proses
pembelajaran emosi. Selain itu ada amigdala yang dipandang
sebagai pusat pengendali emosi pada otak.
Menurut Hurlock (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan kecerdasan emosi seseorang adalah faktor kematangan dan
faktor belajar.
a) Faktor Kematangan
Perkembangan intelektual menhasailkan kemampuan untuk
memahami makna yang sebelumnya tidak dimengerti,
memperhatikan satu rangsangan dalam jangka yang lebih lama
dan memutuskan ketegangan emosi pada satu objek.
Kemampuan mengingat dan menduga mempengaruhi emosi,
sehingga menjadi reaktif terhadap rangsangan yang semula tidak
tidak mempengaruhi dirinya. Perkembangan kelenjar endokrin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
penting untuk mematangkan perilaku emosional, dan kelenjar
adrenalin memaikan peranan utama pada emosi. Faktor ini dapat
dikendalikan dengan memelihara kesehatan fisik dan
keseimbangan tubuh.
b) Faktor belajar
Faktor ini lebih penting karena merupakan faktor yang mudah
dikendalikan. Cara mengendalikan lingkungan untuk menjamin
pembinaan pola emosi yang diinginkan dan menghasilkan pola
reaksi emosional yang tidak diinginkan merupakan pola belajar
yang positif sekaligus tindakan preventif. Makin bertambahnya
usia makin sulit mengubah pola reaksi. Ada lima jenis belajar
yang turut menunjang pola perkembangan emosi yaitu belajar
coba ralat, belajar dengan cara meniru, belajar dengan cara
identifikasi, belajar melalui pengkondisian dan pelatihan.
f. Aspek – aspek dalam Kecerdasan Emosi
Salovey dan Mayer (dalam Shapiro, 1997) menyebutkan kualitas
emosional yang tercakup dalam EQ mencakup empati, mengungkapkan
dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian,
kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah
antarpribadi, ketekunan, kesetiakawanan, dan sikap hormat.
Sedangkan Reuven Bar On dan Stein (2000) membagi EQ kedalam
lima area atau aspek yang menyeluruh, dan 15 sub bagian atau skala:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
1) Aspek intrapribadi, terkait dengan kemampuan diri untuk mengenal dan
mengendalikan diri sendiri. Hal ini meliputi kesadaran diri, yaitu
kemampuan untuk mengenali perasaan dan mengapa kita merasakannya
seperti itu dan pengaruh perilaku diri sendiri terhadap orang lain, sikap
asertif, disebut juga kemampuan menyampaikan secara jelas pikiran dan
perasaan seseorang, membela diri, dan mempertahankan pendapat,
kemandirian, yaitu kemampuan untuk mengarahkan dan mengendalikan
diri, berdiri dengan kaki sendiri, penghargaan diri, yaitu kemampuan
untuk mengenali kekuatan dan kelemahan seseorang, dan menyenangi
diri sendiri meskipun kita memiliki kelemahan; dan aktualisasi diri,
yaitu kemampuan mewujudkan potensi yang dimiliki dan merasa
senang/puas dengan prestasi yang diraih di tempat kerja maupun dalam
kehidupan pribadi.
2) Aspek antarpribadi, berkaitan dengan kemampuan diri untuk
berinteraksi dan bergaul baik dengan orang lain. Terdiri atas tiga skala
yaitu empati didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami
perasaan dan pikiran orang lain, kemampuan untuk melihat dunia dari
sudut pandang orang lain; tanggung jawab sosial, atau kemampuan
untuk menciptakan dan mempertahankan hubungan saling
menguntungkan, dan ditandai oleh saling memberi dan menerima dan
rasa kedekatan emosional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
3) Aspek penyesuaian diri berkaitan dengan kemampuan untuk
bersikap lentur dan realistis, dan untuk memecahkan aneka masalah
yang muncul. Ketiga skalanya adalah uji realitas, yaitu kemampuan
untuk melihat sesuai dengan kenyataannya, bukan seperti yang kita
inginkan atau takuti: sikap fleksibel disebut juga kemampuan untuk
menyesuaikan perasaan, pikiran dan tindakan dengan keadaan yang
berubah-ubah, dan pemecahan masalah, yaitu kemampuan untuk
mendefinisikan permasalahan, kemudian bertindak untuk mencari dan
menerapkan pemecahan yang jitu dan tepat.
4) Aspek pengendalian stres, terkait dengan kemampuan diri untuk tahan
dalam menghadapi stres dan mengendalikan impuls. Kedua skalanya
adalah ketahanan menanggung stres, atau kemampuan untuk tetap
tenang dan berekonsentrasi, dan secara konstruktif bertahan menghadapi
kejadian yang gawat dan tetap tegar menghadapi konflik emosi; dan
pengendalian impuls, atau kemampuan menahan atau menunda
keinginan untuk bertindak.
5) Aspek suasana hati umum juga memiliki dua skala, yaitu optimisme,
adalah kemampuan untuk mempertahankan sikap positif yang realistis,
terutama dalam menghadapi masa-masa sulit; dan kebahagiaan, yaitu
kemampuan untuk mensyukuri kehidupan, menyukai diri sendiri dan
orang lain, dan untuk bersemangat serta bergairah dalam melakukan
setiap kegiatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Selain itu Goleman (2007) menuliskan aspek kecerdasan emosional
terdiri dari lima, yaitu :
a) Pengenalan diri (self-awareness).
Mengenali perasaan sebagaimna yang terjadi adalah kunci dari
kecerdasan emosi. Ketidakmampuan untuk mencermati yang
sesungguhnya membuat individu berada dalam kekuasaan perasaan.
b) Mengelola emosi atau pengendalian diri (self regulation)
Mengelola perasaan secara tepat merupakan kemampuan yang
diperlukan untuk mengendalikan diri. Orang-orang yang kurang dalam
kemampuan ini terus menerus berada dalam perasaan menderita
sedangkan mereka yang dapat mengatasinya dapat merasa segar kembali
jauh dari kemunduran dan gangguan dalam kehidupan.
c) Memotivasi diri sendiri (motivating ownself)
Mengatur emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang
mendasar untuk dapat memberikan perhatian, motivasi diri, dan
menguasai diri, serta mengembangkan kreativitas. Orang-orang yang
memiliki kemampuan ini cenderng lebih produktif dan efektif dalam
melakukan berbagai aktifitas.
d) Mengenali emosi orang lain atau empati (Empathy)
Empati adalah dasar dari ketrampilan pribadi. Orang-orang yang
empatik lebih peka dalam menangkap isyarat-isyarat sosial yang
mengindikasikan apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
e) Membina hubungan atau ketrampilan sosial (Social skill)
Seni membina hubungan, sebagian besar merupakan ketrampilan
mengelola emosi orang lain. Orang-orang yang unggul dalam
ketrampilan ini dapat melakukan segala sesuatu dengan baik. Mereka
dapat melakukan interaksi dengan orang lain secara baik dan lancer
dalam pergaulan sosial.
g. Perkembangan Emosi pada Remaja
Masa remaja merupakan masa transisi yaitu peralihan dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut Monks (2004) pada masa remaja
(usia 12-21 tahun) terdapat beberapa fase, yaitu: fase remaja awal (usia 12-
15 tahun), remaja pertengahan (15-18 tahun), masa remaja akhir (18-21
tahun). Remaja mengalami perubahan dalam sistem kerja hormon di dalam
tubuhnya dan hal ini memberi dampak, baik berupa bentuk fisik dan psikis
terutama emosi.
Perkembangan emosi pada remaja tidak terlepas dari perkembangan
fisik, psikis, sosial dan kepribadian. Hal tersebut merupakan satu kesatuan
yang terjadi secara hampir bersamaan dan saling berhubungan antara satu
dengan yang lainnya. Santrock (2003) menjelaskan ada beberapa hal yang
menjadi ciri perkembangan pada diri remaja yaitu :
a. Identitas diri
Remaja memiliki pemikiran tentang siapakan diri mereka dan apa
yang membuat mereka berbeda dari orang lain. Mereka memegang erat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
identitas diri mereka dan berpikir bahwa identitas dirinya tersebut bisa
menjadi lebih stabil. Menurut Erikson (dalam Santrock, 2003) para
remaja berusaha menemukan siapakah diri mereka sebenarnya, apa
saja yang ada dalam diri mereka, dan arah mereka dalam menjalani
hidup.
b. Gender
Hipotesis identifikasi gender menyatakan bahwa perbedaan
psikologis dan tingkah laku di antara anak laki-laki dan perempuan
meningkat selama masa remaja awal dikarenakan adanya peningkatan
tekanan-tekanan soaialisasi masyarakat untuk menyesuaikan diri pada
peran gender maskulin dan feminin yang tradisional.
c. Seksualitas
Selama masa remaja, kehidupan remaja dihiasi oleh problem
seksualitas. Masa remaja adalah waktu untuk penjelajahan dan
eksperimen, fantasi seksual, dan kenyataan seksual untuk menjadikan
seksualitas sebagai bagian dari identitas seseorang.
d. Perkembangan moral
Perkembangan moral berhubungan dengan peraturan-peraturan
dan nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan remaja dalam
interaksinya dengan orang lain. Ketika remaja mendapatkan penguatan
untuk melakukan suatu tingkah laku yang sesuai dengan hokum an
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
konvensi sosial mereka cenderung untuk mengulang tingkah laku
tersebut.
e. Prestasi
Tekanan sosial dan akademis mendorong remaja kepada beragam
peran yang harus mereka bawakan, peran yang seringkali menuntut
tanggung jawab yang lebih besar. Prestasi menjadi hal yang sangat
penting bagi remaja, dan remaja menyadari pada saat inilah mereka
dituntut untuk menghadapi kehidupan mereka nanti sebagai orang
dewasa.
2. Depresi
A. Definisi
Depresi adalah gangguan alam perasaan hati (mood) yang ditandai oleh
kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sampai
hilangnya gairah hidup, tidak mengalami gangguan menilai realitas (Reality
Testing Ability / RTA masih baik), kepribadian tetap utuh (tidak ada splitting
of personality), perilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal
(Hawari, 2006).
Depresi terdapat dua komponen, yaitu komponen psikologik dan
somatik. Gejala-gejala psikologik adalah menjadi pendiam, rasa sedih,
pesimistik, putus asa, nafsu bekerja dan bergaul kurang, tidak dapat
mengambil keputusan, lekas lupa, bahkan juga akan timbul pikiran-pikiran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
bunuh diri. Sedangkan gejala badaniah adalah penderita terlihat tidak
senang, lelah, tidak bersemangat atau apatis. Bicara dan gerak geriknya
pelan dan kurang hidup. Kadang-kadang terdapat anoreksia dan insomnia.
Faktor penyebab depresi dapat secara buatan dibagi menjadi faktor
biologis, faktor genetika dan faktor psikososial (Sadock dan Sadock, 2005).
a. Faktor biologis
1) Faktor Neurotransmiter
Dari biogenik amin, norepinefrin dan serotonin merupakan dua
neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi
gangguan mood (Sadock dan Sadock, 2005).
2) Faktor neurokimia lainnya seperti GABA (Gama Amino
Buteric Acid) dan neuroaktif peptida (terutama vasopressin dan
opiate endogen) telah dilibatkan dalam patofisiologi gangguan
mood (Sadock dan Sadock, 2005).
3) Faktor Neuroendokrin
Hipothalamus adalah pusat regulasi neuroendokrin dan
menerima rangsangan neuronal yang menggunakan
neurotransmitter biogenic amin. Bermacam-macam disregulasi
endokrin dijumpai pada pasien gangguan mood (Sadock dan
Sadock, 2005; Durand and Barlow, 2007). Salah satu hormon
yang diduga memiliki peranan adalah CRH (Corticotropin
Releasing Hormon) (Yim et al., 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
b. Faktor Genetika
Pada penelitian twin studies menunjukan bahwa anak kembar
identik memiliki kemungkinan dua sampai tiga kali lebih tinggi
untuk menunjukkan gangguan suasana perasaan dibanding dengan
kembar fraternal (Durand and Barlow, 2007).
c. Faktor Psikososial (Sadock dan Sadock, 2005)
1) Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan
Peristiwa tersebut lebih sering terjadi mendahului episode
pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya.
2) Faktor kepribadian premorbid
Meskipun depresi dapat terjadi pada setiap manusia dengan
pola kepribadian apapun, tetapi manusia dengan tipe
kepribadian dependen-oral, obsesif-kompulsif, histerikal
memiliki resiko yang lebih tinggi mengalami depresi.
3) Faktor psikoanalitik dan psikodinamik
4) Ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness)
Binatang yang dipapar dengan kejutan listrik secara berulang
maka binatang akan menyerah dan tidak melakukan usaha
sama sekali untuk menghindari kejutan yang diberika padanya
dan pada manusia depresi juga ditemukan ketidakberdayaan
yang mirip.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
5) Teori kognitif
Interpretasi yang keliru (misinterpretation) kognitif yang sering
menyebabkan distorsi negatif pengalaman hidup, penilaian diri
yang negatif, pesimisme, dan keputusasaan selanjutnya dapat
menyebabkan perasaan depresi.
A. Diagnosis dan skrining depresi
Diagnosis dan skrining depresi dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa instrumen di bawah ini :
a. Skala penilaian Beck Depression Inventory (BDI), hanya
digunakan sebagai alat skrining/ alat penunjang (Leigh and
Milgrom, 2008).
b. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Edisi
keempat/DSM-IV (Durand dan Barlow, 2007)
c. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia, Edisi ke III/PPDGJ III (Maslim, 2001).
Diagnosis dan derajat depresi menurut PPDGJ III adalah sebagai
berikut
1) Gejala Utama
a) Afek depresif
b) Kehilangan minat dan kegembiraan
c) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah dan hipoaktivitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
2) Gejala Lainnya
a) Konsentrasi dan perhatian berkurang
b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d) Padangan masa depan yang suram dan pesimis
e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh
diri
f) Tidur terganggu
g) Nafsu makan terganggu
3) Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan terutama
diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk
penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat
dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung
cepat.
4) Kategori diagnosis episode depresif ringan, sedang dan berat
hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang
pertama). Episode depresi berikutnya harus diklasifikasikan di
bawah salah satu diagnosis gangguan depresi berulang.
B. Depresi pada remaja
Pada anak-anak dan remaja, depresi tidak selalu dikarakteristikan
dengan kesedihan, tetapi sikap mudah marah, rasa bosan, tidak mampu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
menikmati kesenangan. Depresi adalah keadaan yang kronis, berulang dan
sering merupakan penyakit yang bersifat familial dimana sering terjadi
pertama kali saat anak-anak atau remaja. Beberapa anak dapat
menunjukan kesedihan, tetapi depresi dikarakteristikkan dengan sifat
cengeng yang menetap, sedih, bosan, dan kesulitan menjalin hubungan
dengan keluarga, sekolah dan pekerjaan (Brent & Birmaher, 2002).
Dr. Ayub Sari Ibrahim dalam penelitiannya menyebutkan sekitar
8,23% siswa SMA di Jakarta mengalami depresi. Akan tetapi Brent &
Birmaher (2002) mengatakan bahwa sekitar 5% remaja mengalami
depresi. Sebelum pubertas, laki-laki dan perempuan mempunyai resiko
yang sama untuk terjadinya depresi akan tetapi setelah pubertas resiko
terjadinya depresi meningkat dua kali pada perempuan. Orang tua dengan
riwayat depresi meningkatkan resiko terjadinya depresi pada anak-
anaknya. Depresi juga sering terjadi pada individu dengan penyakit kronik
seperti diabetes dan epilepsi serta setelah mengalami peristiwa yang penuh
tekanan seperti teman, orang tua atau saudara. Perlakuan yang salah,
kelalaian, dan perselisihan antara orang tua dan anak dapat meningkatkan
resiko depresi (Brent & Birmaher, 2002)
3. Peranan Kecerdasan Emosi dalam Pengelolaan Depresi
Goleman (2007), mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti
dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut
akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah
menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Lebih lanjut
Goleman mengatakan bahwa EQ adalah kemampuan lebih yang dimiliki
seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam meghadapi kegagalan,
mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa.
Dengan EQ tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang
tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Masalah Sosial (hubungan
pertemanan, interaksi sosial, budaya, agama)
Masalah Lingkungan (Pergaulan, gaya
hidup, pendidikan, pengalaman masa
lampau)
Masalah Keluarga (Hubungan ortu-anank,
harmonisasi, konflik keluarga, kasih sayang)
Mood negatif, pesimis, rasa bersalah, gagal, ide bunuh diri, lelah, penurunan
berat badan, pasif, motivasi turun, tidak berinisiatif, kurang bahagia
Kecerdasan Emosi (EQ) Aspek-aspek meliputi harga diri, waspada, tegas, aktualisasi diri, empati, tanggung jawab sosial, hubungan interpersonal, toleransi stress, kontrol perasaan, uji realitas, fleksibel, pemecahan masalah, optimis dan kebahagian
Kecerdasan Emosi (EQ) Aspek-aspek meliputi harga diri, waspada, tegas, aktualisasi diri, empati, tanggung jawab sosial, hubungan interpersonal, toleransi stress, kontrol perasaan, uji realitas, fleksibel, pemecahan masalah, optimis dan kebahagian
Resiko Depresi Rendah
Resiko Depresi Tinggi
Individu depresi
B. Kerangka Berfikir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
C. Hipotesis
Terdapat perbedaan proporsi dan hubungan negatif antara aspek-aspek
kecerdasan emosi dan derajat depresi pada remaja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan ini merupakan penelitian observasional
analitik dengan pendekatan case control studies (Taufiqurrahman, 2004).
B. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 3 Surakarta.
C. Subyek Penelitian
Populasi sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X, XI dan XII
SMA Negeri 3 Surakarta dengan kriteria sebagai berikut :
1. Kriteria Inklusi
Bersedia menjadi responden dan mengisi serta menyetujui lembar informed
consent.
2. Kriteria Eksklusi
a. Skor L-MMPI dengan jawaban “Tidak” > 10.
b. Tidak mengisi satu atau lebih pertanyaan pada kuisioner kecerdasan
emosi ataupun derajat depresi.
D. Teknik Sampling
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Purposive Sampling, yaitu
memilih sampel pada sesuai kriteria yang telah ditentukan (Taufiqurrahman,
2004). Sedangkan teknik pemilihan subyek/sampel dengan cara restriksi karena
25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi. Besar sampel yang diambil sebanyak
238 siswa.
E. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Kecerdasan Emosi
2. Variabel tergantung : Derajat depresi
3. Variabel luar :
a) terkendali : genetik, umur
b) tidak terkendali: pembelajaran dan pelatihan EQ, lingkungan dan
situasi, bimbingan dan pola asuh orang tua,
kepribadian premorbid.
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Kecerdasan Emosi (Emotional Quotient/EQ)
Kecerdasan emosi (EQ) adalah suatu kemampuan untuk mengenali
perasaan baik diri sendiri maupun orang lain dan kemampuan
mempersepsikan situasi mengendalikan perasaan dengan baik, meraih
dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, bertindak sesuai
persepsi tersebut, sehingga mampu melakukan hubungan sosial yang
sehat, serta membantu perkembangan emosi dan intelektual.
Nilai kecerdasan emosi diperoleh dari skor jawaban subjek pada skala
kecerdasan emosi (skala nominal).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
2. Depresi pada remaja
Kondisi ini merupakan suatu gangguan perasaan yang disertai
komponen psikologis, misalnya rasa sedih, sudah tidak ada harapan, putus
asa, dan komponen somatik, misalnya anoreksia, konstipasi, dan keringat.
Depresi dapat diukur dengan Beck’s Depression Inventory (BDI) dengan
skala pengukuran kategorikal yaitu tinggi dan rendah. (Marshall, 2004;
Berrocal et al, 2006).
G. Instrumen Penelitian
1. Data diri dan informed consent
Data diri adalah data yang berisi tentang informasi identitas sampel,
meliputi:
a. Nama
b.Umur
c. Jenis kelamin
d.Kelas
e. Informed consent dalam penelitian ini adalah untuk menyatakan
bahwa responden setuju mengikuti penelitian.
2. Skala Inventori L-MMPI (Lie-Scale Minnesota Multiphasic Personality
Inventory)
Skala Kebohongan L-MMPI adalah suatu skala yang telah diuji validitasnya
oleh MMPI. Skala tersebut berisi 15 item. L-MMPI digunakan untuk menilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
dan mengetahui kejujuran dalam menjawab pertanyaan yang diberikan.
Subyek penelitian dinyatakan gugur jika menjawab ”tidak” sebanyak >10.
3. Kuesioner tentang kecerdasan emosional
Kecerdasan emosional dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan
kuesioner kecerdasan emosional yang berdasarkan dengan penilaian
terhadap aspek kecerdasan emosional, yaitu kesadaran diri, mengelola
emosi, memanfaatkan emosi secara produktif, empati, dan membina
hubungan dengan orang lain.
Skala pengukuran variabel telah diujicobakan sebelumnya, mengingat untuk
variabel – variabel non fisik sebelum digunakan hendaknya dilakukan uji
validasi dan reliabilitas. Skala untuk kuesioner kecerdasan emosi ini telah
digunakan Hermasanti (2009) dalam penelitiannya dengan aitem valid
sebanyak 38 aitem dari 45 aitem. Hasil validitas aitem adalah bergerak dari
0,195 – 0,624 dengan hasil realibilitasnya adalah 0,888. Angket ini terdiri
dari dua macam pernyataan, yaitu pernyataan favourable dan unfavourable.
Favourable adalah pernyataan yang mendukung, memihak, atau
menunjukkan ciri adanya atribut yang diukur, sedang pernyataan
unfavourable adalah pernyataan yang tidak mendukung atau tidak
menggambarkan ciri atribut yang diukur.
Untuk pernyataan yang bersifat favourable adalah sangat setuju bernilai 4,
setuju bernilai 3, tidak setuju bernilai 2, dan sangat tidak setuju bernilai 1.
Sedangkan untuk pernyataan yang bersifat unfavourable adalah sangat setuju
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
bernilai 1, setuju bernilai 2, tidak setuju bernilai 3, dan sangat tidak setuju
bernilai 4. Aitem favourable sebanyak 22 pernyataan, sedang unfavourable
sebanyak 16 pernyataan.
4. BDI (Beck Depression Inventory)
BDI meliputi 21 aitem instrumen yang didesain untuk menilai derajat
depresi pada remaja dan dewasa. BDI menjadi salah satu instrumen yang
diterima secara luas di dalam psikiatri dan psikologi klinik untuk menilai
derajat depresi pada populasi klinik dan untuk mendeteksi kemungkinan
adanya depresi pada populasi normal. Nilainya berkisar antara 0-63. Nilai
yang lebih tinggi mengindikasikan derajat depresi yang lebih tinggi. Skala
BDI ini konsisten dan reliabel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
H. Protokol Penelitian
Siswa Sampel
Skor Skala L-MMPI < 10
Angket Derajat Depresi
Angket Emotional Quotient
Data Hasil Kuisioner
BDI Tinggi
25% EQ rendah
25% EQ tinggi
Uji Chi-Square
BDI Rendah
BDI Rendah
BDI Tinggi
Uji Kontingensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
I. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji chi-square
dilanjutkan dengan uji kontingensi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Sampel
Responden dalam penelitian ini adalah siswa kelas X, XI, dan XII SMA N 3
Surakarta. Total responden pada penelitian ini adalah 275 siswa yang terdiri dari
100 siswa kelas X (36,4%), 25 siswa kelas XI (9,1%) dan 150 siswa kelas XII
(54,5%). Berdasarkan jenis kelamin responden, terdapat 100 responden berjenis
kelamin laki-laki (36,4%) dan 175 responden berjenis kelamin perempuan
(63,6%). Dari total 275 siswa yang menjadi responden, terdapat 37 siswa yang
tidak memenuhi kriteria. Penyebab gugurnya 37 siswa tersebut karena 3 siswa
tidak mengisi informed consent (8,1%), 20 siswa gugur karena skor L-MMPI
>10 (54,5%), dan 14 siswa tidak mengisi satu atau lebih pertanyaan pada
kuisioner (37,8%). Setelah melalui proses restriksi berdasarkan kriteria inklusi
dan eksklusi, didapatkan 238 responden yang dapat dianalisis.
Tabel 4.1 Distribusi Sampel berdasarkan Jenis Kelamin.
No Jenis Kelamin FrekuensiPersentase
(%) 1 Laki-laki 78 32,77 2 Perempuan 160 67,23
Total 238 100 Sumber : data primer, 2010
32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Tabel 4.2 Distribusi Sampel berdasarkan Kelas
No Kelas FrekuensiPersentase
(%) 1 X 87 35,4 2 XI 26 10,1 3 XII 125 52,5
Total 238 100 Sumber : data primer, 2010
Tabel 4.3 Rerata Data Awal Skor Kecerdasan Emosi (EQ) dan Derajat Depresi (BDI)
No Skor
Jumlah
Responden Rerata SD Minimal Maksimal
1 EQ 238 111,05 10,476 92 135
2 BDI 238 12,97 7,079 2 41
Sumber : data primer, 2010
B. Analisis Statistik
Dari penelitian ini diharapkan akan diketahui adanya hubungan negatif
yang bermakna antara kecerdasan emosi (EQ) dan derajat depresi pada remaja.
Penelitian ini merupakan uji hipotesis skala kategorik dengan variabel bebas
berupa skor kecerdasan emosi dan variabel terikat berupa skor derajat depresi.
Data yang diperoleh dari penelitian ini selanjutnya dianalisis menggunakan
uji chi-square. Sebelum dilakukan uji chi-square akan dilakukan
crosstabulation antara kecerdasan emosi dan derajat depresi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Tabel 4.4 Hasil Crosstabulation Kecerdasan Emosi dan Derajat Depresi EQ BDI Tinggi Rendah Tinggi 2 (1.7%) 18 34 (28.3%) 18 Rendah 58 (48.3%) 42 26 (21.7%) 42
Sumber : data primer, 2010
Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat empat kelompok yaitu 1) EQ
tinggi-BDI tinggi, 2) EQ tinggi-BDI rendah, 3) EQ rendah-BDI tinggi, 4) EQ
rendah-BDI rendah. Dari hasil tabel crosstabulation di atas diketahui nilai
observed, persentase, dan expected dari masing-masing cell. Data kecerdasan
emosi diambil dari 25% nilai kecerdasan emosi yang paling tinggi dan 25% nilai
kecerdasan emosi yang paling rendah sedangkan nilai derajat depresi dari masing-
masing kelompok skor kecerdasan emosi dibagi berdasarkan nilai mean dua
kelompok tersebut. Dari tabel crosstabulation secara deskriptif dapat dilihat
adanyan beda proporsi antara dua kelompok tersebut.
Tabel 4.5 Hasil Uji Chi-Square
Value Df P
Pearson Chi-Square 40.635 1 0.000
Likelihood Ratio 46.962 1 0.000
Linier-by-linier Association 40.296 1 0.000
N of Valid Cases 120
Sumber : data primer, 2010
Tabel diatas menunjukkan hasil analisis data melalui uji chi-squre. Apabila
nilai signifikan hitungnya (p) < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data
tersebut memiliki hubungan antara variabel yang diuji dan begitu juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
sebaliknya, jika p>0,05 berarti tidak ada hubungan antara variabel-variabel
yang di uji.
Dari tabel diperoleh nilai pada Pearson Chi-Square mempunyai nilai
signifikan p<0,05 yang artinya terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dan
derajat depresi pada remaja. Interpretasi lengkap dari nilai p adalah bila tidak
ada hubungan antara kecerdasan emosi dan derajat depresi, faktor peluang
menerangkan kurang dari 5% , maka hasil tersebut bermakna.
Setelah dilakukan uji chi-square maka dilanjutkan uji kontingensi untuk
mengetahui kekuatan hubungan dari dua variabel tersebut. .
Tabel 4.6 Hasil Uji Kontingensi Value Approx.Sig.
Contingency coefficient 0.503 0.000 Sumber : data primer, 2010
Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai koefisien kontingensi sebesar
0,503 yang dapat diinterpretasikan bahwa korelasi dari dua variabel yang di uji
tersebut berkorelasi sedang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
BAB V
PEMBAHASAN
A. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitan pada tabel 1 dan 2 mengenai distribusi sampel
terlihat bahwa terdapat lebih banyak sampel perempuan daripada laki-laki selain itu
jumlah sampel tiap kelas juga tidak mempunyai jumlah yang sama. Hal ini
dikarenakan metode pengambilan sampel diambil dari populasi yang pada saat
penelitian dapat dan bersedia dijadikan sampel.
Selanjutnya data skor kecerdasan emosi dan derajat depresi dibagi menjadi
empat golongan masing-masing 25 persen. Setelah itu 25 persen skor kecerdasan
emosi paling tinggi dan 25 persen paling rendah diambil. Masing-masing skor derajat
depresi dari tiap kelompok dibagi menjadi derajat depresi tinggi dan rendah
berdasarkan mean. Setelah proses pemilihan data selesai selanjutnya dilakukan
crosstabulation yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.
Dari tabel 5 pada hasil penelitian dapat dilihat hasil setelah dilakukan uji chi-
square. Dari hasil uji chi-square didapatkan bahwa nilai signifikan hitungnya sebesar
0,000 (p<0,05) yang berarti terdapat hubungan antara variabel yang diuji yaitu
kecerdasan emosi dan derajat depresi karena pada uji chi-square terdapat beda
proporsi yang bermakna. Setelah itu analisi data diteruskan dengan menggunakan uji
kontingensi untuk mengetahui kekuatan hubungan dari variabel yang diuji. Pada tabel
6 dapat dilihat bahwa contingency coefficient sebesar 0,503 yang berarti kekuatan
36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
hubungan antara kedua variabel yang diuji berkorelasi sedang. Hasil ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Woolery dan Salovey (2004) yang menyebutkan
bahwa kecerdasan emosi berpotensi sebagai faktor pelindung untuk kesehatan fisik
dan mental , khususnya dalam kasus depresi.
Individu yang mempunyai pemahaman tentang emosi dan kemampuan
mengendalikan emosi dilaporkan mempunyai harga diri yang tinggi, suatu indikator
penting dalam kesehatan mental (Salovey et al, 2002). Pembenahan emosi sering
dihubungkan dengan kemampuan untuk mengontrol gangguan pikiran yang sering
ada ketika kondisi stress (Salovey et al, 1995).
Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa remaja yang mempunyai skor
kecerdasan emosi tinggi cenderung mempunyai skor derajat depresi yang rendah juga
sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa remaja yang mempunyai
kemampuan untuk mendeskripsikan kondisi emosinya serta mengatur status
emosinya menunjukkan kecemasan dan depresi yang rendah (Beroccal, 2006). Dawda
dan Hart (2005) menemukan hubungan negatif sedang sampai kuat antara perasaan
optimis dengan depresi dan ide bunuh diri. Dupertuis (1996) menemukan korelasi
negatif antara toleransi stress, pemecahan masalah dan depresi.
Seligman (dalam Batool dan Khalid, 2009) menyatakan harga diri, merupakan
salah satu faktor yang terdapat dalam kecerdasan emosi yang berperan dalam
kesehatan mental. Individu yang kemampuan menghargai dirinya kurang, biasanya
karena suatu pengalaman masa lalu yang pernah gagal, ketidakpuasan pada diri
sendiri, menyalahkan diri sendiri dan ragu-ragu akhirnya akan membawa mereka ke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
awal mula depresi. Pemecahan masalah atau problem solving juga merupakan salah
satu hal yang dapat dijadikan prediktor dalam depresi(Beroccal et al, 2006).
Ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah biasanya terjadi bersamaan
dengan sikap ragu-ragu, salah satu kunci depresi. Individu yang depresi mempunyai
pandangan negatif terhadap dirinya sendiri, orang lain dan masa depan. Mereka
enggan untuk membuat keputusan karena takut mengalami kegagalan, menjadi pasif
serta kekurangan motivasi, dan sebagai konsekuensinya mereka akan kehilangan
kemampuan untuk menyelesaikan masalah (Beck, 1976; Miller, 1975).
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa terdapat hubungan negatif
yang bermakna antara optimis dan depresi. Individu yang depresi mempunyai
pandangan pesimis, lebih condong melihat sesuatu dari sudut pandang negatif,
berpikir gagal untuk masa depan, selalu mengantisipasi masa depan yang buruk dan
tidak mengambil inisiatif karena takut gagal, semua hal tersebut akan membawa
mereka pada awal mula depresi (Batool dan Khalid, 2009).
Hubungan antara kecerdasan emosi telah diinvestigasi sejak sepuluh tahun
terakhir untuk menemukan susunan skala kecerdasan emosi yang valid. Hasil
penelitian yang menunjukkan adanya hubungan negatif antara kecerdasan emosi dan
depresi ini sesuai dengan beberapa penelitian serupa yang dilakukan di Amerika dan
Eropa (Batool dan Khalid, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
B. Keterbatasan Penelitian
Penulis menyadari adanya keterbatasan dalam analisis korelasi dua variabel
untuk mencari hubungan antara aspek-aspek dalam kecerdasan emosi dan derajat
depresi. Jumlah sampel yang terlalu kecil dan diambil dari satu lokasi serta
perbandingan jenis kelamin sampel yang tidak sama. Subyektifitas penelitian juga
merupakan salah satu kekurangan dalam penelitian ini karena penulis ikut serta dalam
pengambilan data. Selain itu faktor-faktor yang dapat merancukan hasil penelitian
seperti kepribadian premorbid, status ekonomi-sosial, pembelajaran EQ, pelatihan
EQ, lingkungan atau situasi, asuhan orang tua, serta bimbingan orang tua merupakan
faktor-faktor yang belum dapat dikendalikan karena keterbasan materi dan waktu dari
penulis.
Walaupun dengan semua keterbatasan tersebut, tulisan ini menunjukkan
bahwa nilai-nilai kecerdasan emosi sesuai untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesehatan mental individu. Hasil penulisan ini memberikan dukungan pada gagasan
bahwa individu dengan kecerdasan emosi yang rendah akan mudah jatuh atau
kesehatan mentalnya lemah, sebagaimana telah diungkapkan diatas bahwa semua
komponen kecerdasan emosi hilang atau tidak ada pada individu yang mengalami
depresi. Hal ini bisa diasumsikan bahwa jika kecerdasan emosinya kuat, itu akan
membantu dalam prognosis kasus depresi dan akan berperan baik sebagai tindakan
pencegahan kasus depresi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan adanya perbedaan
proporsi dan hubungan negatif antara aspek-aspek kecerdasan emosi dan derajat
depresi pada remaja dengan korelasi sedang (p<0,05; r=0,503).
B. Saran
1. Dari kesimpulan telah diketahui terdapat hubungan antara aspek-aspek yang ada
di dalam kecerdasan emosi untuk pencegahan kasus depresi sehingga nantinya
diharapkan para remaja untuk dapat belajar mengelola emosinya dengan baik
agar terhindar dari kasus depresi.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih baik mengenai hubungan antara kecerdasan
emosi dan derajat depresi pada remaja dengan mengendalikan faktor-faktor luar
yang belum dapat dikendalikan oleh penulis, seperti kepribadian premorbid,
faktor ekonomi-sosial, pembelajaran EQ, lingkungan atau situasi di sekitar
siswa, asuhan orang tua, bimbingan orang tua, dan tingkat kecerdasan umum.
Untuk penelitian yang lebih lanjut sebaiknya dilakukan pada lebih dari satu
lokasi atau populasi yang lebih luas dengan jumlah sampel (responden) yang
lebih besar, serta dengan studi kohort sehingga hasil dapat lebih signifikan dan
lebih akurat. Selain itu untuk mengurangi subyektifitas sebaiknya penelitian
dilakukan oleh sebuah tim dimana penulis tidak terlibat di dalam pengambilan
dan pengolahan data.
40