glory shine

30
GLORY SHINE Blogroll Laman Beranda Rabu, 11 Desember 2013 ANALISIS KEBIJAKAN POSYANDU PENDAHULUAN Posyandu adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu wilayah kerja Puskesmas, dimana pelaksanaannya dilakukan di tiap kelurahan/RW. Kegiatannya berupa KIA, KB, P2M (Imunisasi dan Penanggulangan Diare) dan Gizi (Penimbangan balita). Untuk sasarannya adalah ibu hamil, ibu menyusui, wanita usia subur (WUS) (Muninjaya, 2004). Posyandu diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan setempat, dimana dalam satu unit posyandu idealnya melayani sekitar 100 balita (120 Kepala Keluarga) yang disesuaikan dengan kemampuan petugas dan keadaan setempat. Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat sehingga pembentukan, penyelenggaraan dan pemanfaatannya memerlukan peran serta aktif masyarakat dalam bentuk partisipasi penimbangan balita setiap bulannya, sehingga dapat meningkatkan status gizi balita. Kegiatan ini membutuhkan partisipasi aktif ibu-ibu yang memiliki anak balita untuk membawa balita-balita mereka ke posyandu sehingga mereka dapat memantau tumbuh kembang balita melalui berat badannya setiap bulan (Depkes RI, 2006).

Upload: independent

Post on 18-Nov-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

GLORY SHINE B l o g r o l l

L a m a n

Beranda

R a b u , 1 1 D e s e m b e r 2 0 1 3

ANALISIS KEBIJAKAN POSYANDU

PENDAHULUAN

Posyandu adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu

wilayah kerja Puskesmas, dimana pelaksanaannya dilakukan di tiap kelurahan/RW. Kegiatannya

berupa KIA, KB, P2M (Imunisasi dan Penanggulangan Diare) dan Gizi (Penimbangan balita).

Untuk sasarannya adalah ibu hamil, ibu menyusui, wanita usia subur (WUS) (Muninjaya, 2004).

Posyandu diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan

setempat, dimana dalam satu unit posyandu idealnya melayani sekitar 100 balita (120 Kepala

Keluarga) yang disesuaikan dengan kemampuan petugas dan keadaan setempat.

Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat sehingga pembentukan,

penyelenggaraan dan pemanfaatannya memerlukan peran serta aktif masyarakat dalam bentuk

partisipasi penimbangan balita setiap bulannya, sehingga dapat meningkatkan status gizi balita.

Kegiatan ini membutuhkan partisipasi aktif ibu-ibu yang memiliki anak balita untuk membawa

balita-balita mereka ke posyandu sehingga mereka dapat memantau tumbuh kembang balita

melalui berat badannya setiap bulan (Depkes RI, 2006).

Salah satu program utama posyandu adalah Imunisasi. Perkembangan Imunisasi adalah suatu

cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila

kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit (Siregar & Matondang, 2005).

Imunisasi diperkirakan dapat mencegah 2,5 juta kasus kematian anak per tahun di seluruh dunia

dapat dicegah dengan imunisasi (WHO, UNICEF, & World Bank, 2009). Imunisasi masih sangat

diperlukan untuk melakukan pengendalian Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi

(PD3I), seperti Tuberkulosis (TB), dipteri, pertusis (penyakit pernapasan), campak, tetanus, polio

dan hepatitis B. Program imunisasi sangat penting agar tercapai kekebalan masyarakat

(population immunity).(Depkes RI, 2006)

Di Indonesia, program imunisasi merupakan kebijakan nasional. Program Imunisasi di

Indonesia dimulai pada tahun 1956 dan pada tahun 1990, Indonesia telah mencapai status

Universal Child Immunization (UCI), yang merupakan suatu tahap dimana cakupan imunisasi di

suatu tingkat administrasi telah mencapai 80% atau lebih.(Depkes RI,2006)

Program imunisasi merupakan sebuah keberhasilan dalam mencegah penyakit infeksi, hal ini

terbukti dari menurunnya insiden penyakit menular di Amerika Serikat dan negara lain sejak

pertengahan abad ke-20. Di Amerika sejak tahun 1990, cakupan imunisasi dasar telah mencapai

lebih dari 90% (Ranuh, 2000)

Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan kondisi di Indonesia saat ini. Menurut

Organisasi medis kemanusiaan dunia Médecins Sans Frontières (MSF) atau Dokter Lintas

Batas , setiap tahunnya, satu dari lima anak – atau sekitar 19 juta anak-anak di seluruh dunia

tidak terjangkau pelayanan imunisasi. Program imunisasi juga masih menjadi masalah di

Indonesia. Karena sejak 2006, Indonesia termasuk sebagai salah satu dari enam negara yang

teridentifikasi memiliki jumlah tertinggi anak-anak yang tidak terjangkau imunisasi. (Mahdi,

2012)

Di wilayah Indonesia bagian timur, khususnya wilayah Papua untuk distribusi pelaksanaan

imunisasi belum mampu menjangkau seluruh masyarakat. Padahal sudah jelas tertera anggaran

dana APBD untuk kesehatan khususnya program imunisasi sebesar 10%. Namun, faktanya

masih banyak balita yang belum mendapat pelayanan Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIL). Di

sisi lain, kurangnya pengawasan dari Dinas Kesehatan Pusat serta distribusi vaksin yang belum

mencukupi kebutuhan di Papua juga mempengaruhi keberlangsungan program imunisasi di

Papua.

Menurut MSF, sekitar 70 persen dari anak-anak di Kongo, India, Nigeria, Ethiopia,

Indonesia, dan Pakistan belum terjangkau program imunisasi rutin tersebar. Rencana Aksi

Vaksinasi Global senilai 10 milyar dolar AS akan sulit tercapai jika masalah-masalah utama

pelaksanaan program imunisasi rutin masih belum terpecahkan.(Mahdi,2012)

Secara global, 20 persen bayi yang lahir setiap tahunnya tidak mendapatkan imunisasi dasar

yang dapat melindungi mereka dari berbagai penyakit mematikan yang sebenarnya dapat dicegah

melalui imunisasi. Penyakit campak, TBC, Polio masih tetap menghantui negara-negara Asia.

(MSF,2012)

Indonesia bersama seluruh negara anggota WHO di Regional Asia Tenggara telah

menyepakati tahun 2012 sebagai Tahun Intensifikasi Imunisasi Rutin atau Intensification of

Routine Immunization (IRI). Hal ini sejalan dengan Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional atau

GAIN UCI yang bertujuan meningkatkan cakupan dan pemerataan pelayanan imunisasi sampai

ke seluruh desa di Indonesia. Saat ini Indonesia masih memiliki tantangan mewujudkan 100%

UCI Desa/Kelurahan pada tahun 2014 (Pusat Komunikasi Publik, 2011).

Melalui tantangan 100 % UCI desa/kelurahan pada tahun 2014, Pemerintah Indonesia telah

berupaya untuk menyediakan pelayanan imunisasi, khususnya bagi balita. Namun, imunisasi

tersebut belum bisa menjangkau seluruh balita di Indonesia, khususnya di wilayah Indonesia

Timur. Sehingga masih ditemukan kasus – kasus balita yang terkena berbagai penyakit ganas dan

menular lainnya. Padahal, sudah jelas bahwa pemerintah telah mencanangkan program dan

kebijakan imunisasi untuk kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Tentunya hal ini perlu dikaji

lagi proses pelaksanaan dan tingkat keberhasilan program imunisasi dengan melihat berbagai

indikator seperti ada atau tidaknya ketimpangan kebijakan, sasaran, penyedia layanan kesehatan

dan peran pemerintah sendiri sebagai regulator. Tindakan ini sangat penting dilakukan untuk

mengevaluasi kelebihan dan kekurangan dari program imunisasi sehingga kedepannya

diharapkan dapat berjalan sesuai dengan harapan masyarakat dan rencana kerja pemerintah.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat yang pada dasarnya merupakan salah satu

wujud peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan, tempat masyarakat dapat

memperoleh pelayanan KB – kesehatan ibu dan anak (KIA), Gizi, Imunisasi,dan

penanggulangan diare pada waktu dan tempat yang sama ( Effendy, 1998 ).

Kegiatan di posyandu merupakan kegiatan yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam

upaya pelayanan kesehatan dari masyarakat oleh masyarakat dan untuk masyarakat, yang

dilaksanakan oleh kader-kader kesehatan, yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari

tim puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar ( Effendy,1998 ).

Landasan Hukum Program Posyandu

1.        Undang-undang Dasar tahun 1945, pasal 28 H ayat 1 dan UU No 23 Tahun 1992 tentang

Kesehatan

2.        Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan

3.        Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Kewenangan

Propinsi sebagai daerah otonom.

4.        Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

5.        Surat Edaran Mendagri Nomor 411.3/1116/SJ tahun 2001 tentang Revitalisasi Posyandu.

6.        Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

7.        Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457 tahun 2003 tentang Standar Pelayanan Minimal

Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.

8.        Undang-undang Nomor 32 tahun 2003 tentang Pemerintah Daerah.

9.        Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan

Pemerintah Daerah.

10.    Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2003 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

11.    Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128 tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat

Kesehatan Masyarakat.

12.    Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 131 tahun 2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional.

13.    Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

14.    PP No.7 tahun 2005 tentang RPJMN

Salah satu program layanan dasar di Posyandu adalah Imunisasi. Program imunisasi

sendiri memiliki peran yang penting dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan

masyarakat, khususnya pada balita.

A.    Imunisasi

Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang

secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut

tidak akan sakit atau sakit ringan. (Depkes RI, 2005).

Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara

memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia, untuk mencegah penyakit. (Depkes-Kessos RI,

2000).

1.      Dasar – Dasar Imunisasi

Manusia dalam kehidupannya tidak akan luput dari paparan berbagai penyakit.

Agen-agen infeksi dan hal-hal yang dapat membahayakan kehidupan, banyak sekali tersebar

dalam lingkungan hidup manusia. Dalam sejarah, sejak berabad-abad yang lalu, manusia telah

berusaha menimbulkan kekebalan tubuhnya terhadap penyakit atau ancaman dari luar, contohnya

di Abad ke 7, orang India mencoba meminum bisa ular supaya tubuhnya kebal terhadap gigitan

ular. Upaya yang lebih ilmiah dimulai oleh Edward Jenner, dengan mengembangkan vaksin

cacar pada tahun 1877. Jenner mengembangkan vaksin cacar atau smallpox dari bahan cacar sapi

atau cowpox berdasar penelitiannya.

Tubuh manusia sebenarnya telah mempunyai sistem kekebalan sebagai

mekanisme pertahanan dalam mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksi. Mekanisme

pertahanan ini terdiri dari dua kelompok fungsional, yaitu pertahanan non spesifik dan spesifik

yang saling bekerja sama. Pertahanan non spesifik diantaranya adalah kulit dan membran

mukosa, selsel fagosit, komplemen, lisozim, interferon, dan berbagai faktor humoral lain.

Pertahanan non spesifik berperan sebagai garis pertahanan pertama. Semua pertahanan ini

merupakan bawaan (innate) artinya pertahanan tersebut secara alamiah ada dan tidak adanya

dipengaruhi secara instriksik oleh kontak dengan agen infeksi sebelumnya. Mekanisme

pertahanan spesifik meliputi sistem produksi antibodi oleh sel B dan sistem imunitas seluler oleh

sel T. Sistem pertahanan ini bersifat adaptif dan didapat, yaitu menghasilkan reaksi spesifik pada

setiap agen infeksi yang dikenali karena telah terjadi pemaparan terhadap mikroba atau

determinan antigenik tersebut sebelumnya. Sistem pertahanan ini sangat efektif dalam

memberantas infeksi serta mengingat agen infeksi tertentu sehingga dapat mencegah terjadinya

penyakit di kemudian hari. Hal inilah yang menjadi dasar imunisasi (Wahab, 2002).

Saat ini banyak penyakit telah dapat dicegah dengan imunisasi. Misalnya vaksin

Baccillus Calmete-Guerin (BCG) untuk mencegah penyakit tuberculosis, Toksoid Diphteri untuk

mencegah penyakit difteri, Vaksin pertusis untuk mencegah penyakit pertusis, toksoid tetanus

untuk mencegah penyakit tetanus, vaksin hemophilus influenza untuk mencegah penyakit

saluran nafas yang disebabkan oleh kuman haemophyllus influenza, dll. Bahkan saat ini sedang

dikembangkan pembuatan vaksin demam berdarah, Human immunodeficiency virus/Acquired

immune deficiency syndrome (HIV/AIDS), dan penyakit infeksi lain yang banyak menimbulkan

kerugian baik bagi individu, masyarakat maupun negara.

2.      Imunisasi Di Indonesia

Di Indonesia, program imunisasi diatur oleh Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. Pemerintah, bertanggungjawab menetapkan sasaran jumlah penerima imunisasi,

kelompok umur serta tatacara memberikan vaksin pada sasaran. Pelaksaan program imunisasi

dilakukan oleh unit pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta. Institusi swasta dapat

memberikan pelayanan imunisasi sepanjang memenuhi persyaratan perijinan yang telah

ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, Di Indonesia pelayanan imunisasi dasar/ imunisasi rutin

dapat diperoleh pada :

a.         Pusat pelayanan yang dimiliki oleh pemerintah, seperti Puskesmas, Posyandu, Puskesmas

pembantu, Rumah Sakit atau Rumah Bersalin

b.         Pelayanan di luar gedung, namun diselenggarakan oleh pemerintah misalnya pada saat

diselenggarakan program Bulan Imunisasi Anak Sekolah, pekan Imunisasi Nasional, atau

melalui kunjungan dari rumah ke rumah.

c.         Imunisasi rutin juga dapat diperoleh pada bidan praktik swasta, dokter praktik swasta atau

rumah sakit swasta.

3.      Dasar hukum penyelenggaraan program imunisasi :

a.    Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.

b.    Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

c.    Undang-undang No. 1 tahun 1962 tentang Karantina Laut.

d.   Undang-undang No. 2 tahun 1962 tentang Karantina Udara.

e.    Keputusan Menkes No. 1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan

Imunisasi.

f.     Keputusan Menkes No. 1626/ Menkes/SK/XII/2005 tentang Pedoman Pemantauan dan

Penanggulangan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI).

2.      Tujuan imunisasi di Indonesia

a.    Tujuan Umum

Turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian bayi akibat PD3I.

b.    Tujuan Khusus

a.    Tercapainya target Universal Child Immunization yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80%

secara merata pada bayi di 100% desa/ kelurahan pada tahun 2010

b.    Tercapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden di bawah 1 per 1.000 kelahiran

hidup dalam satu tahun) pada tahun 2005.

c.    Eradikasi polio pada tahun 2008.

d.   Tercapainya reduksi campak (RECAM) pada tahun 2005)

3.      Sasaran imunisasi di Indonesia dapat dijabarkan :

Imunisasi dilakukan di seluruh kelurahan di wilayah Indonesia. Imunisasi rutin diberikan

kepada bayi di bawah umur satu tahun, wanita usia subur, yaitu wanita berusia 15 hingga 39

tahun termasuk ibu hamil dan calon pengantin. Imunisasi pada bayi disebut dengan imunisasi

dasar, sedangkan imunisasi pada anak usia sekolah dasar dan wanita usia subur disebut dengan

imunisasi lanjutan.

Vaksin yang diberikan pada imunisasi rutin meliputi, pada bayi: hepatitis B, BCG, Polio,

DPT, dan campak. Pada usia anak sekolah: DT (Difteri Tetanus), campak dan Tetanus Toksoid.

Pada imunisasi terhadap wanita usia subur diberikan Tetanus Toksoid. Pada kejadian wabah

penyakit tertentu di suatu wilayah dan waktu tertentu maka Imunisasi tambahan akan diberikan

bila diperlukan. Imunisasi tambahan diberikan kepada bayi dan anak. Imunisasi tambahan sering

dilakukan misalnya ketika terjadi suatu wabah penyakit tertentu dalam wilayah dan waktu

tertentu misalnya, pemberian polio pada Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan pemberian

imunisasi campak pada anak sekolah

4.      Kebijakan dan Strategi:

a.         Program Imunisasi

1)   Kebijakan RPJMN 2010 – 2014,

-          Tercapainya cakupan imunisasi dasar lengkap kepada 90 %  bayi 0-11 bulan

-          Tercapainya UCI di seluruh desa dan kelurahan

2)      Renstra Kem. Kesehatan 2010 – 2014,

Cakupan imunisasi menjadi indikator yang harus dicapai pada setiap tahun melalui penilaian:

-          Cakupan pemberian imunisasi pada bayi 0-11 bulan  (80% pada tahun 2010)

-          Persentase anak SD yang mendapatkan imunisasi (98% pada tahun 2010)

-          Persentase desa yang mencapai Universal Child Immunization (UCI) (80% pada tahun 2010)

3)      Target Imunisasi Tahun 2010-2014

-          UCI desa 100% pd tahun 2014

-          Cakupan HB-0 80% pd tahun 2010

-          Cakupan 98% dosis ke 2 campak melalui BIAS

-          Eliminasi MNT pada tahun 2010

-          TT bagi WUS di Kab/Kota risiko tinggi tetanus

-          Validasi data MNTE bertahap tahun 2010-201

-          Reduksi kematian akibat campak sebesar 90% pd tahun 2010 dibanding 2000

4)      Indikator Keberhasilan

GAIN ( Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional)  UCI  selama 5 tahun ( 2010 s/d

2014 )

-          80% UCI desa/kelurahan pada tahun 2010

-          85% UCI desa/kelurahan pada tahun 2011

-          90% UCI desa/kelurahan pada tahun 2012

-          95% UCI desa/kelurahan pada tahun 2011

-          100% UCI desa/kelurahan pada tahun 2014

5)   Strategi

-   Memberikan akses (pelayanan) kepada masyarakat

-   Membangun kemitraan dan jejaring kerja

-   Menjamin ketersediaan dan kecukupan vaksin, peralatan rantai vaksin da alat suntik

-   Menerapkan sistem Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) untuk menentukan prioritas kegiatan

serta tindakan perbaikan

-   Pelayanan imunisasi dilaksanakan oleh tenaga profesional/ terlatih

-   Pelaksanaa sesuai standar

-   Memanfaatkan perkembangan metoda dan teknologi yang lebih efektif, berkualitas dan efisien.

-   Meningkatkan advokasi, fasilitasi dan pembinaan

B.     Kasus

P a p u a M a s u k D a e r a h R e n d a h C a k u p a n I m u n i s a s i

JAYAPURA [PAPOS] - Kementerian Kesehatan menyebutkan masih ada daerah-daerah yang cakupan

imunisasinya masih rendah. Daerah tersebut umumnya berada di wilayah terpencil yang sulit terjangkau juga

daerah kumuh perkotaan

Provinsi yang masih rendah cakupan imunisasinya ada di Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan

NTT. Hal ini menurut Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi juga dikarenakan kurangnya komitmen pemerintah

daerah dalam melaksanakan program.

"Seharusnya pemda bisa mengalokasikan 10 persen APBD nya untuk anggaran kesehatan termasuk dalam

memperluas cakupan imunisasi lengkap. Anggaran ini semestinya tidak termasuk untuk gaji," kata Menkes di

sela-sela workshop media baru-baru ini di Hotel Acacia Jakarta.

Sampai saat ini, baru sekitar 80 persen desa di Indonesia yang telah mencapai Universal Child Immunization

(UCI) dari target 86,8 persen. Universal Child Immunization (UCI) adalah status dimana lebih dari 80 persen

bayi di desa tersebut yang telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap.

Program Imunisasi sudah terbukti berhasil mengeradikasi penyakit cacar di Indonesia sejak 1976 dan kasus

polio liar sudah tidak pernah ditemukan lagi di Indonesia sejak 2006. Kematian akibat campak juga mengalami

penurunan yang tajam, yaitu sebesar 87 persen, dari sekitar 10.300 kasus (2000) menjadi < 2.000 kasus (2012).

Imunisasi juga berhasil menekan angka kematian ibu dan anak yang diakibatkan oleh tetanus menjadi kurang

dari 1 per 1.000 kelahiran hidup.

Sejak tahun 1956, Indonesia telah memberikan imunisasi dalam rangka eradikasi cacar, BCG dan lain-lain.

Seiring dengan perkembangan teknologi semakin banyak ditemukan vaksin-vaksin yang dapat mencegah

penyakit berbahaya yang menimbulkan wabah, kecacatan ataupun kematian, diantaranya yaitu penyakit

tuberkulosis, polio, difteri, pertusis atau batuk rejan, tetanus, hepatitis, campak, pneumonia, meningitis dan

lain-lain.

Mulai Juli 2013 ini, guna mempercepat penurunan angka kematian bayi dan anak dalam rangka pencapaian

MDGs, pemerintah juga melakukan introduksi vaksin baru berupa vaksin pentavalent (DPT/HB/Hib)

menggantikan vaksin DPT-HB. Vaksin Haemophilus influenza tipe b (Hib) diberikan dalam vaksin kombinasi

DPT/HB/Hib pada usia yang sama dengan pemberian vaksin DPT/HB. Vaksin ini berguna untuk mencegah

penyebaran bakteri Hib di dalam darah (bakteriemia), infeksi saluran nafas berat (pneumonia), dan radang otak

(meningitis).

Strategi untuk mencapai cakupan imunisasi yang tinggi dan merata, yang telah dicanangkan oleh pemerintah

Indonesia sejak 2010 lalu melalui suatu gerakan nasional yang dikenal dengan Gerakan Akselerasi Imunisasi

Nasional UCI (GAIN UCI). Hal ini juga sejalan dengan kesepakatan Pemerintah Indonesia bersama dengan

negara-negara Regional Asia Tenggara menjadikan tahun 2012 lalu sebagai Tahun Intensifikasi Imunisasi

Rutin atau Intensification of Routine Immunization.(rm)

Analisis Kebijakan Pemerintah terhadap Imunisasi

Berdasarkan paparan kasus di atas, program imunisasi di Indonesia belum mampu

menjangkau seluruh wilayah di Indonesia khususnya di wilayah Papua. Tidak dapat dipungkiri

Pemerintah Pusat belum mampu menjangkau wilayah Papua melihat letak geografisnya yang

sulit dijangkau. Namun, pemerintah juga tidak dapat melepaskan kewajibannya untuk tetap

memberikan pelayanan yang terbaik bagi seluruh masyarakat. Pemerintah mempunyai tanggung

jawab untuk membuat dan melaksanakan kebijakan serta program - program untuk kesejateraan

masyarakat, khususnya pada program imunisasi. Namun, faktanya kebijakan pemerintah

terhadap imunisasi belum mampu berjalan sesuai dengan harapan masyarakat. Keberhasilan

program imunisasi tersebut dapat dilihat dari ada atau tidaknya ketimpangan kebijakan, cakupan

sasaran program, peran penyedia pelayanan kesehatan serta pemerintah sebagai regulator.

Ketimpangan Kebijakan

Dari kasus yang kami amati masih terdapat ketimpangan-ketimpangan kebijakan pada

program imunisasi khususnya pada sektor kesehatan di wilayah Papua, diantaranya :

1.      Rendahnya cakupan imunisasi

Rendahnya cakupan imunisasi dalam hal ini di artikan bahwa masih banyak sekali daerah

daerah di Papua yang masih belum tersentuh dan mendapatkan imunisasi. Dalam kasus di atas

dijelaskan bahwa daerah yang belum tersentuh atau terdapat program imunisasi adalah daerah

yang wilayah nya masih terpencil dan sulit terjangkau oleh fasilitas kesehatan. Bahwasanya

imunisasi di indonesia harus dilakukan dan dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia baik itu di

desa maupun di kota sesuai dengan target Universal Child Immunization yaitu cakupan imunisasi

lengkap minimal 80% secara merata pada bayi 100% di desa atau kelurahan pada tahun 2010 hal

ini juga sesuai dengan sasaran imunisasi yang di kelurkan oleh Menteri Kesehatan dalam

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1059/MENKES/SK/IX/2004.

Universal Child Immunization itu sendiri adalah suatu keadaan tercapainaya imunisasi dasar

pada semua bayi ( anak dibawah umur 1 tahun) dan berdasarkan RPJM Pemerintah berkomitmen

untuk mencapai targt 100% desa mencapai UCI pada tahun 2014. Dari kasus diatas kita dapat

melihat bahwa target dari Universal Child Immunization dan Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia belum tercapai dan terlaksana dengan baik pada tahun 2013 hal ini karena di

tahun 2013 di daerah Papua belum semua derah mendapatkan cakupan program imunisasi.

Dengan demikian, cakupan wilayah yang masih rendah atau dengan kata lain wilayah yang

masih terpencil dan sulit terjangkau seharusnya bukan menjadi alasan tidak tersediaanya

program imunisasi di wilayah Papua tersebut.

2.      Kurangnya komitmen dan kerjasama dari pemerintah dan pihak swasta serta masyarakat dalam

melaksanakan program imunisasi di Papua

Komitmen merupakan kesepakatan yang harus ada dan dilaksanakan oleh 2 orang atau lebih

untuk mencapai tujuan tertentu. Sebuah komitmen yang sudah di sepakati harus dilaksanakan

dengan baik agar tujuan yng dikehendaki bisa terwujud. Seperti halnya pada kasus yang terjadi

di Papua, Pemerintah daerah sebagai stakeholder dan pembuat serta pelaksana kebijakan tidak

mempunyai komitmen dalam melaksanakan program imunisasi di Papua, serta tidak adanya

kerjasama antar lintas sektoral . Untuk mencapai target imunisasi lengkap minimal 80% secara

merata pada bayi 100% di desa atau kelurahan maka diperlukan akselerasi atau kegiatan

percepatan dari seluruh komponen masyarakat baik pemerintah,NGO/LSM maupun swasta

bersama-sama untuk menggerakan masyarakat luas untuk berpatisipasi aktif mendorong ibu

untuk membawa anaknya untuk mendapatkan imunisasi, hal ini sesuai dengan yang tercantum

dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 482/MENKES/SK/IV/2010

tentang Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional Universal Child Immunization 2010-

2014(GAIN UCI 2010-2014).

Pemerintah daerah sebagai lembaga negara kurang berkontribusi dalam melaksnakan program

imunisasi di daerah Papua padahal menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 199 tentang

Pemerintah Daerah , bahwa pemerintah pusat telah memberikan otonomi luas kepada

kabupaten/kota dan otonomi terbatas pada provinsi, sehingga pemerintah daerah akan semakin

leluasa menentukan prioritas pembangunan sesuai kondisi daerah. Oleh sebab itu daerah harus

memiliki kemampuan mengidentifikasi masalah sampai dengan memilih prioritas maslah

kesehatan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan daerah, seeta mencari sumber-sumber

dana yang dapat digunakan untuk menyelsaikan maslah. Dalam hal ni imunisasi merupakan

upaya prioritas yang dapat dipilih oleh semua wilayah mengingat bahwa imunisasi merupakan

upaya yang efektif dan diperlukan oleh semua daerah.

Dalam program pengembangan imunisasi pemerintah atau menteri Kesehatan republik

indonesia telah membentuk suatu badan yang disebut dengan badan Komite Penasehat Ahli

Imunisasi Nasional sesuai dengan Keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor

904/MENKES/SK/VII/2010 tentang Komite Penasehat Ahli Imunisasi Nasional.

Tugas komite sebagaiman diktum kedua :

a.         Memantau dan mengkaji perkembangan keilmuan vaksin, baik aspek teknologi, produksi

maupun vaksin baru

b.         Menyampaikan hasil pemantauan dan kajian vaksin sebagai bahan pertimbangan untuk

rekomendasi dalam rangka pengembangan program imunisasi

c.         Menjalin komunikasi, koordinasi dengan berbagai lembaga, kelompok kerja,organisasi profesi

baik di tingkat nasional maupun provinsi yang relevan dengan imunisasi

d.        Dalam melaksanakan tugasnnya komite penasehat ahli komunikasi dapat berkonsultasi dengan

para pakar lain dalam bidang keilmuan yang terkait dan organisasi terkait serta pihak-pihak lain

yang dipandang perlu

e.         Menyusun dan menyampaikan laporan secara berkala kepada menteri kesehatan melalui

direktorat jenderal pengendalian penyakit dan penyeehatan lingkungan

Dengan sudah di adakannya atau dibuat badan komite ini maka kasus seperti yang ada

didaerah Papua tidak ada yaitu kasus tentang kurangnya komitmen pemerintah dan kurangnya

kerjasama antar lintas sektoral. Kasus seperti itu sekarang ini harus tidak ada namun keadaannya

sebaliknya.

3.      Alokasi APBD untuk kesehatan rendah

Seperti yang di kemukakan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia “Seharusnya pemda

bisa mengalokasikan 10 persen APBD nya untuk anggaran kesehatan termasuk dalam

memperluas cakupan imunisasi lengkap. Anggaran ini semestinya tidak termasuk untuk gaji”

namun keadaan di Papua sebaliknya. Kurangnya cakupan Imunisasi di daerah Papua juga

disebabkan salah satu nya adaah oleh rendahnya alokasi APBD Papua untuk anggaran kesehatan.

Menurut Undang-undang Kesehatan 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa anggaran APBD untuk

kesehatan adalah 10 persen namun kenyataannya di daerah Papua angaran APBD yang

seharusnya dialokasikan untuk anggaran kesehatan kurang dari 10 persen.

Dengan anggaran kesehatan yang kurang dari 10 persen tersebut maka hal ini dapat

menyebabkan banyak sekali daerah yang berada di Papua tidak dapat mendapatkan fasilitas

kesehatan yaitu sakah satu nya imunisasi. Seharusnya pemerintah daerah menambah alokasi

anggaran APBD untuk kesehatan.

Sasaran

Data Cakupan Imunisasi Papua 2012

Target Renstra 90%Target 2012 = 85 %

 

Data Indikator Target Tercapainya Cakupan Imunisasi Dasar Papua 2012

Berdasarkan data profil kesehatan Provinsi Papua Tahun 2012, terhitung cakupan balita

yang mendapatkan imunisasi campak sebesar 44,49%, sementara target Renstra tahun 2012

adalah 90%. Sedangkan untuk imunisasi dasar lengkap, sebesar 45,7% di Provinsi Papua,

sementara berdasarkan data RKP (Rencana Kerja Pemerintah) Tahun 2013 diharapkan cakupan

imunisasi dasar lengkap sebesar 85%.

Berdasarkan data di atas juga diketahui bahwa dari 11 kabupaten / kota di propinsi Papua

Barat belum ada satu pun yang memenuhi target renstra pelayanan bayi yaitu sebesar 86%.Rata-

rata di kabupaten/kota di Papua barat ini cakupannya hanya berkisar pada angka 69,72 % ke

bawah.

Data tersebut menunjukan ada ketimpangan yang besar antara target dengan realisasi yang

dicapai, dimana Provinsi Papua tidak dapat memenuhi standar target yang ditentukan, bahkan

jauh dari target yang diharapkan.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1611/Menkes/SK/XI/ 2005

tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, menyebutkan bahwa imunisasi merupakan salah

satu upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui pemberian zat kekebalan tubuh, harus

dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh dan dilaksanakan sesuai standar sehingga

mampu memberikan perlindungan kesehatan dan memutus mata rantai penularan penyakit

(Depkes RI, 2006).

Mengingat pentingnya imunisasi untuk kesehatan, rendahnya cakupan imunisasi di Papua

akan berbanding lurus dengan derajat kesahatan masyarakatnya, terlebih bayi dan balita. Hal ini

dapat ditunjukan dari angka kematian Bayi dan Balita menurut SDKI 2012 yang menyatakan

bahwa angka kematian bayi di Papua sebesar 74 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian

balita sebesar 102 per 1000 kelahiran hidup, dimana jauh dari target MDG’s yang menargetkan

angka kematian bayi sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup dan target angka kematian balita

sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup.

Dilansir Antara News, Deputi Bidang Kesehatan, Kependudukan dan KB Kementerian

Koordinasi Kesejahteraan Rakyat Emil Agustiono menyatakan pada media Indonesia bahwa

problem utama rendahnya imunisasi di Papua adalah karena sulitnya kondisi geografis,

infrastruktur dan SDM kesehatan.

Melihat kondisi geografis Provinsi Papua yang umumnya terpencil dan sulitnya akomodasi

untuk mencapai target tempat tujuan, menyebabkan distribusi obat dan tenaga kesehatan akan

terkendala, sehingga cakupan imunisasi tidak akan optimal. Selain itu, faktor pendidikan juga

berpengaruh terhadap Sumber Daya Manusia Kesehatan yang tersedia. Rendahnya derajat

pendidikan di Papua akan menyebabkan masyarakat tidak memiliki pengetahuan dan pendidikan

yang cukup tentang pentingnya imunisasi dan kesehatan, bahkan untuk menjadi tenaga

kesehatan.

Oleh karena itu, agar program imunisasi dapat terlaksana dengan baik dan mencapai target

yang telah ditentukan, perlu adanya manajemen yang baik dari pemerintah. Pelaksanaan program

imunsasi tidak terlepas dari peran manajemen organisasional serta teknis pelaksana individual

yakni sumber daya manusia dalam melaksanakan kegiatan tersebut, agar keberhasilan program

imunisasi dalam upaya menurunkan angka kematian dapat ditekan sekecil mungkin, sehingga

dengan pelaksanaan program imunisasi sesuai dengan pedoman diharapkan cakupan imunisasi

tinggi dan merata tetap dapat dipertahankan untuk mencapai tingkat population immunity atau

kekebalan masyarakat, yang pada akhirnya angka kesakitan dan kematian dapat diturunkan.

Distribusi Penyedia Layanan Kesehatan

Dari tabel di atas, menunjukan bahwa desa di Kabupaten Manokwari yang mengeluarkan

biaya untuk pelayanan kesehatan di posyandu 83.3% dikarenakan posyandunya tidak memiliki

dana operasional. Hal serupa terjadi di Kota Sorong yaitu sebanyak 75% desa mengeluarkan

biaya pelayanan posyandu karena tidak ada dana operasional posyandu.

Seharusnya Posyandu yang telah mempunyai anggaran operasional, tidak lagi

membebankan biaya pelayanan kesehatan bayi dan anak balita kepada masyarakat namun dari

table di atas diketahui beberapa desa di Kabupaten Manokwari dan Kota Sorong masih

mengeluarkan biaya padahal sudah ada dana oprasional, yaitu masing-masing 16.7% dan 25%

desa. Intervensi yang perlu dilakukan untuk membuat pelayanan posyandu menjadi maksimal

adalah adanya anggaran operasional untuk kegiatan posyandu sehingga masyarakat tidak merasa

terbebani apabila menjalankan pemeriksaan kesehatan ibu dan bayinya di Posyandu.

Dari table diatas, diketahui bahwa di Kota Sorong tidak ada perawat di puskesmas yang

memberi pelayanan KIA. Kegiatan pelayanan KIA terutama dilakukan oleh Bidan (77,78%).

Namun di 3 puskesmas tidak terdapat satupun tenaga kesehatan yang member pelayanan KIA.

Sementara dalam pelayanan Imunisasi masih ada 5 puskesmas yang tidak memiliki satupun

tenaga kesehatan untuk pelayanan tersebut. Kegiatan ini terutama dilakukan oleh tenaga perawat,

namun memang jumlah puskesmas yang memiliki perawat dalam pelayanan imunisasi tidak

begitu besar, hanya sebanyak 70,37%.

Dilihat dari sisi ketersediaannya pelayanan kesehatan seperti Posyandu, setiap posyandu

sebaiknya melayani maksimal 100 balita per 700 pendududk dalam wilayah atau disesuaikan

dengan kemampuan petugas dan keadaan setempat, gografis, jarak antar rumah, jumlah keluarga

dalam kelompok, dan sebagainya. Standar ini berlaku umum dimanapun untuk menstandarkan

pelayanan posyandu. Dari data survey, setiap desa di Provinsi Papua Barat telah memiliki

Posyandu, namun jumlahnya sangat sedikit.

Selain jumlah yang sedikit, sebaran posyandu di setiap desa jumlahnya juga sangat

bervariasi dimana ada desa yang memiliki 18 posyandu, tapi ada pula desa yang hanya memiliki

1 posyandu. Hal ini menunjukkan komitmen dari masing-masing masyarakat desa dan juga

pemangku kepentingan di desa masih beragam, kemungkinan mereka belum memiliki persepsi

yang sama dan juga belum mengerti pentingnya posyandu dalam pemantauan kesehatan ibu dan

balitanya.

Hal ini juga didukung dengan ketimpangan kebijakan pelayanan kesehatan di Papua, yakni

dilihat dari segi cakupan wilayah yang sulit dijangkau, komitmen setempat, dan APBD yang

rendah untuk program itu sendiri.

Peran Pemerintah sebagai regulator

Peran Pemerintah dalam penyelenggaraan program imunisasi di Papua antara lain:

1.    Dalam rangka pencapaian MDGs, pemerintah melakukan introduksi vaksin baru berupa vaksin

pentavalent (DPT/HB/Hib) menggantikan vaksin DPT-HB.

2.    Pemerintah Indonesia juga telah mencanangkan suatu strategi untuk mencapai cakupan

imunisasi yang tinggi dan merata sejak 2010 lalu melalui suatu gerakan nasional yang dikenal

dengan Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional UCI (GAIN UCI). Hal ini juga sejalan dengan

kesepakatan Pemerintah Indonesia bersama dengan negara-negara Regional Asia Tenggara

menjadikan tahun 2012 lalu sebagai Tahun Intensifikasi Imunisasi Rutin atau Intensification of

Routine Immunization.

Peran serta Pemerintah Indonesia yang seharusnya dalam penyelenggaraan program

imunisasi di Indonesia antara lain, yaitu:

1.    Mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan imunisasi baik terhadap sasaran masyarakat

maupun sasaran wilayah

2.    Mengupayakan kualitas pelayanan yang bermutu

3.    Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui perencanaan program dan anggaran

terpadu

4.    Memberikan perhatian khusus untuk wilayah rawan sosial, rawan penyakit (KLB) dan daerah-

daerah sulit secara geografis.

5.    Pemerintah harus menyediakan dan menambah tenaga terlatih serta bekerja sama dengan

LSM/CSO, begitupun sebaliknya .

6.    Untuk program imunisasi, seluruh kebutuhan vaksin dicukupi oleh Pemerintah Pusat, Sedangkan

Pemda diharapkan peran sertanya untuk mencukupi biaya operasional dan pemeliharaan. Namun

pada kenyataannya karena keterbatasan dan perhatian dari pemerintah daerah masih sangat

rendah, sehingga kecukupan pembiayaan untuk program imunisasi belum optimal.

Penyelenggaraan program imunisasi di Indonesia mengacu pada kesepakatan-kesepakatan

internasional untuk pencegahan dan pemberantasan penyakit, antara lain:

1.        WHO tahun 1988 dan UNICEF melalui World Summit for Children pada tahun 1990 tentang

ajakan untuk mencapai target cakupan imunisasi 80-80-80, Eliminasi Tetanus Neonatorum dan

Reduksi Campak.

2.        Himbauan UNICEF, WHO dan UNFPA tahun 1999 untuk mencapai target Eliminasi Tetanus

Maternal dan Neonatal (MNTE) pada tahun 2005 di negara berkembang.

3.        Himbauan dari WHO bahwa negara dengan tingkat endemisitas tinggi (>8%) pada tahun 1997

diharapkan telah melaksanakan program imunisasi hepatitis B ke dalam program imunisasi rutin.

4.        WHO/UNICEF/UNFPA tahun 1999 tentang Joint Statement on the Use of Autodisable Syringe

in Immunization Services;

5.        Konvensi Hak Anak: Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak dengan Keputusan

Presiden Nomor 36 Tahun 1999 tertanggal 25 Agustus 1990, yang berisi antara lain tentang hak

anak untuk memperoleh kesehatan dan kesejahteraan dasar;

6.        Resolusi Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly) tahun 1988 dan tahun 2000 yang

diperkuat dengan hasil pertemuan The Eight Technical Consultative Group Vaccine Preventable

Disease in SEAR tahun 2001 untuk mencapai Eradikasi Polio pada tahun 2004 untuk regional

Asia Tenggara dan sertifikasi bebas polio oleh WHO tahun 2008;

7.        The Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2003 yang meliputi goal (target) no 4:

tentang reduce child mortality, goal (target) no 5: tentang improve maternal health, goal (target)

no 6: tentang combat HIV/AIDS, malaria and other diseases (yang disertai dukungan teknis dari

UNICEF);

8.        Resolusi WHA 56.20, 28 Mei 2003 tentang Reducing Global Measles Mortality, mendesak

negara-negara anggota untuk melaksanakan The WHO-UNICEF Strategic Plan for Measles

Mortality Reduction 2001-2005 di negaranegara dengan angka kematian campak tinggi sebagai

bagian dari Program Imunisasi;

9.        Cape Town Measles Declaration, 17 Oktober 2003, menekankan pentingnya melaksanakan

tujuan dari United Nation General Assembly Special Session (UNGASS) tahun 2002 dan World

Health Assembly (WHA) tahun 2003 untuk menurunkan kematian akibat campak menjadi 50%

pada akhir tahun 2005 dibandingkan dengan tahun 1999; dan mencapai target The United

Millenium Development Goals untuk mereduksi kematian campak pada anak usia kurang dari 5

tahun menjadi 2/3 pada tahun 2015 serta mendukung The WHO/UNICEF Global Strategic Plan

for Measles Mortality Reduction and Regional Elimination 2001-2005;

10.    Pertemuan The Ninth Technical Consultative Group on Polio Eradication and Polio Eradication

and Vaccine Preventable Diseases in South-East Asia Region tahun 2003 untuk

menyempurnakan proses sertifikasi eradikasi polio, reduksi kematian akibat campak menjadi

50% dan eliminasi tetanus neonatal , cakupan DPT3 80% di semua negara dan semua kabupaten

, mengembangkan strategi untuk safe injections (penyuntikan aman ) and waste disposal ( limbah

buangan) di semua negara serta memasukkan vaksin hepatitis B di dalam Program Imunisasi di

semua negara;

11.    WHO-UNICEF tahun 2003 tentang Joint Statement on Effective Vaccine Store Management

Initiative.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis kasus di atas, kebijakan pemerintah terhadap program imunisasi belum

berhasil sesuai dengan pencapaian target dan indikator keberhasilan dalam Universal Child

Immunization (UCI) yakni 85-85-85, artinya cakupan imunisasi dasar lengkap tercapai 85%

merata di tingkat kabupaten/kota, 85% tercapai merata di tingkat kecamatan/puskesmas dan 85%

merata di tingkat desa/kelurahan. Hal tersebut dapat dilihat dari kasus banyaknya balita di Papua

yang belum mendapat pelayanan imunisasi dasar. Padahal imunisasi dasar merupakan kebutuhan

yang penting bagi balita dalam menjaga sistem kekebalan tubuh agar dapat tumbuh dan

berkembang dengan baik. Sebenarnya program yang telah dicanangkan pemerintah akan

pemerataan imunisasi dasar pada bayi dan balita sudah cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat dari

upaya pemerintah dalam pencapaian MDG’s yakni dengan melakukan introduksi vaksin baru

berupa vaksin pentavalent (DPT/HB/Hib) menggantikan vaksin DPT-HB. Namun, masih

ditemukannya berbagai penyimpangan terhadap kebijakan tersebut seperti penyelewengan

anggaran APBD, kurangnya cakupan imunisasi, belum adanya komitmen Pemerintah untuk

mensukseskan program imunisasi serta kurangnya distribusi penyedia layanan kesehatan.

SARAN

Dalam upaya memberikan pelayanan imunisasi secara maksimal terhadap kelompok sasaran,

seharusnya Pemerintah menyediakan berbagai sarana dan prasarana mulai dari sarana

transportasi bagi petugas, lemari es, freezer, dan vaccin carier/cold box ataupun termos es

sebagai tempat untuk menyimpan dan membawa vaksin ke sasaran, alat suntik (spuit) baik untuk

di wilayah pusat kota maupun di wilayah desa. Di samping itu untuk mengantisipasi

perkembangan zaman dan teknologi, Pemerintah dan Dinas Kesehatan hendaknya melakukan

penyegaran pengetahuan (refreshing) bagi petugas imunisasi melalui berbagai pelatihan maupun

penataran untuk lebih meningkatkan keterampilan bagi petugas posyandu.

Di sisi lain, sebagai masyarakat hendaknya kita mengawal dan mengawasi seluruh program

Pemerintah baik dalam bidang kesehatan maupun non kesehatan. Hal tersebut dilakukan untuk

menghindari berbagai upaya penyimpangan – penyimpangan yang dilakukan oknum tertentu.

Sehingga program imunisasi tepat sasaran dan dapat menjangkau seluruh masyarakat Indonesia.

Selain, itu adanya partisipasi dari masyarakat untuk aktif dalam memeriksakan kesehatan bayi

dan balita di Posyandu juga penting dan perlu dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim,_____________________________________.Repository USU.

Diakseshttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31684/5/Chapter%20I.pdf, 19 Oktober

2013

Anonim ____________, USU Library. Diakses

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22315/4/Chapter%20II.pdf , 10 Oktober 2013

Anonim. 2011. Translation of Comprehensive Multi Year Plan 2007-2011 (INO AAD 201 XC 081 SE-08-

218072).pdf

Ariebowo. 2005. Analisis Faktor-Faktor Organisasi yang Berhubungan dengann Cakupan Imunisasi.

Semarang

Departemen dalam Negeri RI dan TP.PKK.1994 Pusat Posyandu : posyandu dan perkembangannya.

Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 1990

Departemen Kesehatan RI. 2000

Departemen Kesehatan RI. 2001

Departemen Kesehatan RI. 2006

Departemen Kesehatan RI. 2008

Depkes RI . 1987. Posyandu, Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Depkes RI

Depkes R.I. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1059/Menkes/SK/IX/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta:

Depkes RI

Efendi, N. 1998. Dasar-dasar Keperawatan, Kesehatan Masyarakat. Jakarta : IEGC

Eko susanto, Cornelius . 2012. Vaksinasi Rendah Tuberkulosis di Indonesia Timur Tinggi. Antara

News. Diakses http://iluvimunisasi.wordpress.com/2012/05/22/vaksinasi-rendah-tuberkulosis-di-

indonesia-timur-tinggi/, pada tanggal 19 Oktober 2013 pukul 16.00

Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Pembangunan Nasional, 2012. Rencana Kerja

Pemerintah Tahun 2013. Diakses

http://bappeda.jabarprov.go.id/assets/data/berita/BUKU_I_RKP_2013.pdf, 18 Oktober 2013

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 482/MENKES/SK/IV/2010 tentang Gerakan Akselerasi

Imunisasi Nasional Universal Child Imunnix=zation 2010-2011 (GAIN UCI 2010-2011)

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1059/MENKES/SK/IX/2004 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Imunisasi

Muhammad, Mahdi, 2012. 19 Juta Anak Belum Terjangkau Imunisasi. Kompas.

http://health.kompas.com/rengad/2012/07/23/08130248/19.Juta.Anak.Belum.Terjangkau.Imunis

asi pada tanggal 13 Oktober 2013 pukul 16.00

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI,____. Ringkasan Eksekutif Data dan Informasi

Kesehatan Provinsi Papua. Diakses http://www.depkes.go.id/downloads/KUNKER

%20BINWIL/32%20Ringkasan%20Eksekutif%20Prov%20Papua%20Barat.pdf, 19 Oktober

2013

.

DIPOSKAN OLEH IDA MAHFIROH DI RABU, DESEMBER 11, 2013

1 komentar:

Adityo Darmawan Sudagung mengatakan...

Selamat malam. Sebelumnya perkenalkan saya Adityo mahasiswa jurusan Hubungan Internasional di UNPAD. Saya tertarik dengan tulisan yang saudari tulis. Mohon ijin untuk mengutip tulisan ini untuk keperluan tugas saya. Barangkali jika berkenan mungkin lain waktu saya boleh berdiskusi dengan saudari perihal tulisan dan data di dalam tulisan ini. Terima kasih sebelumnya.

Saya bisa dicontact via email [email protected] Februari 2014 21.14

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

P e n g u n j u n g

160448

H A L L O

Selamat Datang di Glory Shine. Anda akan menemukan berbagai informasi ilmu.Khususnya tentang Kesehatan ^^

W e b L i n k

FKM UNDIP UNDIP SITE

F K M U n d i p

Berita Duka 426 Mahasiswa FKM Undip Siap Dampingi Ibu Hamil JADWAL UAS SEMESTER GASAL TH. 2013/2014 Kunjungan Prof Taro Yamauchi di FKM UNDIP Implementasi Kerjasama FKM UNDIP dan Kabupaten Brebes Melalui Kegiatan PBL-2

U n d i p | U n i v e r s i t a s D i p o n e g o r o | D i p o n e g o r o U n i v e r s i t y . . B e c o m e s a n E x c e l l e n t R e s e a r c h U n i v e r s i t y

Undip Eratkan Kerjasama Internasional dengan Nagoya University Dukung Wujudkan Poros Maritim Dunia, FPIK Undip Gelar International Symposium Tindak lanjut MoU, Undip Berangkatkan Mahasiswa ke Jepang untuk Program Food

Safety Magister Linguistik Undip selenggarakan Seminar Internasional Language Maintenance

and Shift (LAMAS) Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) XI adakan FGD di Kampus FPIK Undip

S u b s c r i b e T o

Atom Pos

Atom Komentar

B l o g A r c h i v e

►  2015 (14) o ►  Januari (14)

▼  2013 (46) o ▼  Desember (8)

PENELITIAN PENGARUH SISTEM AERASI PADA PERTUMBUHAN...

FRANCAIS EXERCISE PRACTICE ABOUT ACID AND BASE PRAKTIKUM SOLUTION, COLLOID DAN SUSPENSION TEKNOLOGI INFORMASI DALAM KESEHATAN MASYARAKAT PERANAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM SISTEM

INFORMASI... ANALISIS KEBIJAKAN POSYANDU ANALISIS SPSS

o ►  Juni (3) o ►  April (35)

B l o g g e r t e m p l a t e s

Diberdayakan oleh Blogger.

Beranda

LAPORAN PRAKTUKUM KIMIA REAKSI NYALA LOGAM ALKALI DAN ALKALI TANAH

REAKSI NYALA LOGAM ALKALI DAN ALKALI TANAH A.      Tujuan Mengamati reaksi nyala logam alkali dan alkali tanah. B.       Dasar T...

MAKALAH SIKLUS SULFUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1.          Latar Belakang Ekologi biasanya didefinisikan sebagai ilmu tentang interaksi antara organisme...

LEMBAGA SOSIAL

Pertanyaan 1.       Konsep dan perkembangan lembaga sosial 2.       Unsur dan fungsi lembaga 3.       Pengertian dan proses terja...

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA TITIK BEKU LARUTAN

Membandingkan Titik Beku Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit A.       Tujuan Membandingkan titik beku larutan elektrolit   dan n...

LAPORAN PRAKTIKUM FERMENTASI

FERMENTASI 1.       Tujuan Mengamati hasil proses fermentasi glukosa 2.       Dasar Teori Fermentasi atau respirasi anaerob m...

LAPORAN PRAKTIKUM CACING

BAB I Pendahuluan A.     Tujuan Praktikum A.1. Meng amati morfologi, struktur, hospes, distribusi geografis, patologi dan gejal...

ISTILAH - ISTILAH DALAM K3

Istilah – Istilah dalam Dasar Keselamatan Kerja Secara teoritis istilah-istilah bahaya yang sering ditemui dalam lingkungan kerja me...

IMPLEMENTASI GEOPOLITIK INDONESIA DI ERA GLOBALISASI

IMPLEMENTASI GEOPOLITIK INDONESIA DI ERA GLOBALISASI Disusun oleh : NAMA    ...

ANALISA KASUS KECELAKAAN KERJA ( K3 )

Kesetrum, Dua Pekerja Bangunan Tewas Purwokerto, CyberNews. Dua orang pekerja bangunan tewas kesetrum saat sedang bekerja me...

MATERI ANATOMI FISIOLOGI

ANATOMI BERASAL DARI BAHASA LATIN :                 * ANA : BAGIAN, MEMISAHKAN                 * TOMI (TOMIE) : IRIS/ POTONG Ø  ...

P r o fi l

IDA MAHFIROH LIHAT PROFIL LENGKAPKU

 Copyright GLORY SHINE 2009. Powered by Blogger.Designed

by Ezwpthemes .Converted To Blogger Template by Anshul .