gambaran usia saat hamil dan riwayat keluarga pada ibu penderita retardasi mental slb-c banjarmasin...

58
GAMBARAN USIA SAAT HAMIL DAN RIWAYAT KELUARGA PADA IBU PENDERITA RETARDASI MENTAL SLB-C BANJARMASIN JUNI 2010 Karya Tulis Ilmiah Diajukan guna memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh derajat Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Oleh Riz Sanfebrian Adiatma I1A007065 UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS KEDOKTERAN BANJARBARU Desember, 2010

Upload: fkipunlam

Post on 15-Jan-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

GAMBARAN USIA SAAT HAMIL DAN RIWAYAT

KELUARGA PADA IBU PENDERITA RETARDASI MENTAL

SLB-C BANJARMASIN JUNI 2010

Karya Tulis Ilmiah

Diajukan guna memenuhi sebagian syarat

untuk memperoleh derajat Sarjana Kedokteran

Fakultas Kedokteran

Universitas Lambung Mangkurat

Oleh

Riz Sanfebrian Adiatma

I1A007065

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

BANJARBARU

Desember, 2010

ii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam karya tulis ilmiah ini tidak terdapat

karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara

tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Banjarbaru, Desember 2010

Riz Sanfebrian Adiatma

iii

Karya Tulis Ilmiah oleh Arifah

Telah dipertahankan di depan dewan penguji

Pada tanggal 18 Desember 2010

Dewan Penguji

Ketua (Pembimbing Utama)

dr. Siti Wasilah, M.Si.Med

Anggota (Pembimbing Pendamping)

dr. H Syamsul Arifin, M.Pd

Anggota (Penguji)

Isnaini S.Si, M.Si, Apt

Anggota (Penguji)

dr. Nelly Al-Audah, M.Sc

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Kedokteran

dr. H. Hasyim Fachir, Sp.S

NIP. 19560402 198412 1 001

iv

ABSTRAK

GAMBARAN USIA SAAT HAMIL DAN RIWAYAT KELUARGA PADA

IBU PENDERITA RETARDASI MENTAL SLB-C BANJARMASIN JUNI

2010

Riz Sanfebrian Adiatma

Retardasi mental adalah suatu keterbelakangan mental, yang biasa disertai

adanya kendala dalam penyesuaian tingkah laku dan gejalanya timbul pada masa

perkembangan. Retardasi mental dapat disebabkan oleh faktor genetik dan non-

genetik. Faktor genetik yang mempengaruhi kejadian retardasi mental adalah usia

saat hamil dan riwayat keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

gambaran usia saat hamil dan riwayat keluarga pada ibu penderita retardasi mental

SLB-C Banjarmasin Juni 2010. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

dengan pendekatan retrospektif. Sampel yang digunakan pada penelitian ini

adalah ibu seluruh penderita retardasi mental di SLB-C Banjarmasin yang

memenuhi kriteria inklusi sebanyak 45 orang. Berdasarkan hasil penelitian,

didapatkan gambaran usia saat hamil ibu penderita retardasi mental yang

bersekolah di SLB-C Banjarmasin berusia dibawah 35 tahun adalah 33 orang

(73%) dan berusia lebih dari atau sama dengan 35 tahun adalah 12 orang (27%).

Sedangkan Ibu Penderita yang memiliki Riwayat Keluarga dengan kelainan

genetik berjumlah 12 orang (27%).

Kata-kata kunci: Retardasi mental, usia saat hamil, riwayat keluarga

v

ABSTRACT

DESCRIPTION OF MATERNAL AGE AND FAMILY HISTORY IN

MOTHER OF PATIENTS WITH MENTAL RETARDATION IN SLB-C

BANJARMASIN JUNE 2010

Riz Sanfebrian Adiatma

Mental retardation is insuffient mental ability, which is usually

accompanied by difficulties in adjusting the behavior and symptoms arise during

development. Mental retardation can be caused by genetic factors and non-

genetic. Genetic factors that influence the incidence of mental retardation is

maternal age and family history. This study aims to know the description of

maternal age and family history of mother patient with mental retardation in SLB-

C Banjarmasin June 2010. This study is a retrospective descriptive approach. The

sample used in this research is the mother of all people with mental retardation in

SLB-C Banjarmasin who fulfilled the inclusion criteria as many as 45

people. Based on research results, obtained picture of maternal age at which

people with mental retardation in school in SLB-C Banjarmasin under the age of

35 years was 33 people (73%) and older than or equal to 35 years is 12

people(27%). While Mother Patients who have a family history with a genetic

disorder amounted to 12 people(27%).

Keyword: Mental Retardation, Maternal Age, Family History

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatNya

sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul

‖GAMBARAN USIA SAAT HAMIL DAN RIWAYAT KELUARGA PADA

IBU PENDERITA RETARDASI MENTAL SLB-C BANJARMASIN JUNI

2010‖.

Karya tulis ilmiah ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat guna

memperoleh derajat sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas

Lambung Mangkurat banjarbaru. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

Kedua orang tua, atas dukungan semangat, material, dan doa yang telah

diberikan.

Dekan Fakultas Kedokteran, dr. H. Hasyim Fachir, Sp.S yang telah memberi

kesempatan dan fasilitas dalam pelaksanaan penelitian.

Kedua dosen pembimbing, dr. Siti Wasilah, M.Si.Med dan dr. H Syamsul

Arifin, M.Pd yang berkenan memberikan saran dan arahan dalam penyelesaian

karya tulis ilmiah ini.

Kedua dosen penguji, Isnaini S.Si, M.Si, Apt dan dr. Nelly Al-Audah, M.Sc,

yang memberi kritik dan saran sehingga karya tulis ilmiah ini menjadi semakin

baik.

Rekan-rekan penelitian, serta semua pihak atas sumbangan pikiran dan

bantuan tenaga yang telah diberikan.

vii

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari

kesempurnaan, akan tetapi penulis berharap penelitian ini bermanfaat bagi dunia

ilmu pengetahuan.

Banjarbaru, Desember 2010

Penulis

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

HALAMAN PERNYATAAN ............................ ..................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii

ABSTRAK ............................................................................................. iv

ABSTRACT ................................................................................................ v

KATA PENGANTAR .............................................................................. vi

DAFTAR ISI ............................................................................................. viii

DAFTAR TABEL ..................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................. 3

C. Tujuan Penelitian .............................................................. 4

D. Manfaat Penelitian ............................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Retardasi Mental ............................................................... 5

B. Penilaian Genetik .............................................................. 15

C. Analisis Pedigree ............................................................... 17

D. Penatalaksanaan ................................................................ 25

BAB III LANDASAN TEORI 29

ix

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian ........................................................ 31

B. Populasi dan Sampel ......................................................... 31

C. Instrumen Penelitian.......................................................... 33

D. Variabel Penelitian ............................................................ 33

E. Definisi Operasional.......................................................... 33

F. Prosedur Penelitian…………………………………….... 34

G. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data ..................... 35

H. Cara Analisis Data............................................................. 35

I. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................... 35

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 36

BAB VI PENUTUP

A. Simpulan ......................................................................... 43

B. Saran ................................................................................ 43

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Karakteristik Dari Retardasi Mental Berdasarkan Range Umur .... 9

4.1 Jadwal Penelitian Gambaran Morfologi Kepala Anak Yang

Bersekolah Di SLB-C Banjarmasin ............................................... 33

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Simbol-simbol dalam pedigree .................................................... 16

3.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian Gambaran Gambaran Usia

Saat Hamil dan Riwayat Keluarga Pada Ibu Penderita

Retardasi Mental Slb-C Banjarmasin Juni 2010 ......................... 21

5.1 Grafik Gambaran Usia Saat Hamil Ibu Penderita Retardasi

Mental SLB-C Banjarmasin Juni 2010 25

5.2 Grafik Gambaran Riwayat Keluarga Ibu Penderita Retardasi

Mental SLB-C Banjarmasin Juni 2010 ....................................... 29

5.3 Grafik Gambaran Riwayat Keluarga Dengan Usia Saat Hamil

Ibu Penderita Retardasi Mental SLB-C Di Banjarmasin Juli

2010 ............................................................................................. 30

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Lembaran Inform Consent Subjek Penelitian

2. Formulir Pemeriksaan Usia dan Riwayat Keluarga Ibu

3. Dokumentasi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak-anak tuna grahita atau biasa disebut penderita retardasi mental (RM)

menurut Diagnostic and Statical Manual of Mental Disorder (DSM-IV-TR)

merupakan gangguan yang ditandai oleh fungsi intelektual yang secara signifikan

di bawah rata-rata (IQ kira-kira 70 atau lebih rendah) yang bermula sebelum usia

18 tahun disertai penurunan fungsi adaptif. Fungsi adaptif ialah kemampuan

individu untuk secara efektif menghadapi kebutuhan untuk mandiri yang dapat

diterima oleh lingkungan sosialnya. Sebagian besar penderita retardasi mental

didiagnosis ketika masuk usia sekolah,tapi hanya sekitar 30% sampai 50 % saja

yang diketahui penyebabnya (1).

Data dari American Psychiatric Accociation (APA), sekitar 1-3% dari

jumlah penduduk Amerika menyandang retardasi mental yang dapat dijumpai di

lingkungan sekitar tempat tinggal. Studi yang dilakukan di Pakistan dan India,

menunjukkan angka kejadian retardasi mental berat berkisar 12-24/1000,

sedangkan di Bangladesh berkisar 5,9/1000 kelahiran anak. Negara Indonesia

belum memiliki data pasti mengenai jumlah penderita retardasi mental.

Berdasarkan data DEPDIKNAS tahun 2009 terdapat 50.000 ribu anak retardasi

mental yang terdaftar pada sekolah luar biasa di seluruh Indonesia, sedangkan

untuk di Kalimantan Selatan khususnya Banjarmasin belum diketahui berapa

jumlah penduduk yang mengalami keterbelakangan mental (2-7).

2

Secara umum penyebab kelainan mental adalah faktor keturunan (genetik)

atau faktor yang tidak jelas sebabnya (simpleks), disebut retardasi mental primer.

Faktor sekunder disebabkan oleh faktor luar yang berpengaruh terhadap otak bayi

dalam kandungan atau anak-anak. Seorang anak dapat menderita retardasi mental

disebabkan oleh infeksi atau intoksikasi, akibat dari dalam kandungan, gangguan

metabolisme, pertumbuhan atau gizi kurang, penyakit otak, pengaruh pranatal

yang tidak jelas, dan prematuritas. Faktor ibu merupakan salah satu faktor genetik

yang mempengaruhi kejadian retardasi mental (1,8).

Usia kehamilan ibu berpengaruh pada kejadian retardasi mental. Ibu yang

mengandung di usia tua merupakan faktor resiko terjadinya sindrom down.

Sindrom down merupakan salah satu kelainan genetik yang menyebabkan

retardasi mental. Semakin tua usia ibu hamil maka kemungkinan terjadinya

meiotic disjunction dan rekombinasi menyimpang yang menghasilkan aneuploidi

semakin meningkat. Hasil pemeriksaan prenatal yang dilakukan pada ibu hamil

berusia lebih dari 35 tahun dengan suatu aneuploidi yang terdeteksi, ternyata

menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian antara fetus yang dilahirkan dengan

aneuploidi yang terdeteksi. Fetus yang dilahirkan sebagian besar memiliki defek

kelahiran dan retardasi mental (8).

Pemeriksaan klinik genetik yang optimal dimulai dengan riwayat

komprehensif dan pemeriksaan fisik, termasuk riwayat tiga generasi keluarga

dengan melihat fakta-fakta anggota keluarga dengan retardasi mental,

keterlambatan perkembangan, diagnosis psikiatrik, malformasi kongenital,

keguguran berulang (mischarriage), kematian bayi baru lahir (stillbirth), dan

3

kematian dini anak-anak. Riwayat keluarga dan klinik digunakan oleh ahli

genetika klinis untuk mengetahui faktor penyebab dan membantu evaluasi

diagnosis (9).

Penelitian tentang retardasi mental sangatlah penting, karena menyangkut

kualitas sumber daya manusia. Sebagaimana diketahui, retardasi mental berat

akan menjadi beban masyarakat, sedangkan anak retardasi mental border line atau

ringan masih dapat melakukan pekerjaan sederhana. Pencapaian perkembangan

maksimal anak retardasi mental dapat dilakukan dengan pendidikan di SLB-C.

Sekolah luar biasa di Kalimantan Selatan tersebar di berbagai kabupaten dan

kota. SLB-C yang terbanyak terdapat di kota Banjarmasin yaitu berjumlah empat

buah yang terdiri atas SLB-BC Dharma Wanita Persatuan Provinsi Kalimantan

Selatan, SLB-BC Paramita Graha, YPLB Airmantan dan SDLB N Pelambuan 6

Banjarmasin.

Penelitian tentang usia dan riwayat keluarga pada ibu penderita tuna grahita

yang bersekolah di SLB-C di Kalimantan Selatan khususnya di Banjarmasin

belum pernah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan hal ini maka akan dilakukan

penelitian tentang morfologi kepala yang mengambil tempat di empat SLB-C di

Banjarmasin.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, dapat dirumuskan

permasalahan penelitian, yaitu ―bagaimanakah gambaran usia saat hamil dan

riwayat keluarga pada ibu penderita retardasi mental di SLB-C Banjarmasin Juni

2010?‖

4

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran usia saat

hamil dan riwayat keluarga pada ibu penderita retardasi mental SLB-C

Banjarmasin Juni 2010.

Tujuan khusus penelitian ini adalah

a) Mengetahui gambaran usia saat hamil pada ibu penderita retardasi mental

SLB-C Banjarmasin Juni 2010.

b) Mengetahui gambaran riwayat keluarga pada ibu penderita retardasi mental

SLB-C Banjarmasin Juni 2010.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan

ilmu pengetahuan tentang faktor yang berhubungan dengan retardasi mental

terutama mengenai usia saat hamil dan riwayat keluarga pada ibu penderita

retardasi mental.

Hasil dari penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi pasangan usia

subur dalam merencanakan perkawinan harus memperhatikan usia saat hamil dan

riwayat keluarga dari ibu sehingga dapat terhindar dari anak yang lahir dengan

retardasi mental.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Retardasi Mental

1. Definisi dan etiologi retardasi mental

Keterbelakangan mental (sering disebut sebagai intelektual cacat dan cacat

kognitif ) yang berasal dari kata oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren =

jiwa) atau tuna mental yaitu cacat seumur hidup yang dimulai pada masa bayi atau

anak usia dini tetapi tidak dapat didiagnosis sampai anak berumur lebih dari 5

tahun, yaitu saat pengukuran standar kecerdasan menjadi valid dan reliabel.

Retardasi mental menurut Diagnostic and Statical Manual of Mental Disorder

(DSM-IV-TR) merupakan gangguan yang ditandai oleh fungsi intelektual yang

secara signifikan di bawah rata-rata (IQ kira-kira 70 atau lebih rendah) yang

bermula sebelum usia 18 tahun disertai penurunan fungsi adaptif. Asosiasi

retardasi mental di Amerika, mendefinisikan keterbelakangan mental dengan

langkah-langkah dari 3 domain: kecerdasan (IQ), perilaku adaptif, dan sistem

yang mendukung. Dengan demikian, tidak dapat hanya mengandalkan ukuran IQ

untuk menentukan retardasi mental (1,2).

Menurut WHO retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak

mencukupi. Carter mengatakan retardasi mental adalah suatu kondisi yang

ditandai oleh intelegensi yang rendah yang menyebabkan ketidakmampuan

individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas

kemampuan yang dianggap normal (10).

6

Prevalensi gangguan ini di Amerika adalah 3:100 orang. American

Psychiatric Accociation menyatakan penyebab dari retardasi mental dapat

disebabkan oleh: (1)

a. Sindrom down dan abnormalitas kromosom lainnya

Wade pada tahun 2000 menyatakan abnormalitas kromosom yang paling

umum menyebabkan retardasi mental adalah sindrom down yang ditandai oleh

adanya kelebihan kromosom atau kromosom ketiga pada pasangan kromosom ke

21, sehingga mengakibatkan jumlah kromosom menjadi 47.

Anak dengan sindrom down dapat dikenali berdasarkan ciri-ciri fisik

tertentu, seperti wajah bulat, lebar, hidung datar, dan adanya lipatan kecil yang

mengarah kebawah pada kulit dibagian ujung mata yang memberikan kesan sipit.

Lidah yang menonjol, tangan yang kecil, dan berbentuk segi empat dengan jari-

jari pendek, jari kelima yang melengkung, dan ukuran tangan dan kaki yang kecil

serta tidak proporsional dibandingkan keseluruhan tubuh juga merupaka ciri-ciri

anak dengan sindrom down. Hampir semua anak ini mengalami retardasi mental

dan banyak diantara mereka mengalami masalah fisik seperti gangguan pada

pembentukan jantung dan kesulitan pernafasan.

b. Sindrom Fragile X dan Abnormalitas genetik lainnya

Sindrom fragile X merupakan tipe umum dari retardasi mental yang

diwariskan. Gangguan ini disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X. gen

yang rusak berada pada area kromosom yang tampak rapuh, sehingga disebut

sindrom fragile X. sindrom ini menyebabkan retardasi mental pada 1000-1500

pria dan hambatan mental pada setiap 2000-2500 perempuan. Efek dari sindrom

7

fragile X berkisar antara gangguan belajar ringan sampai retardasi parah yang

dapat menyebabkan gangguan bicara dan fungsi yang berat.

Phenylketonuria (PKU) merupakan gangguan genetik yang terjadi pada satu

diantara 10000 kelahiran. Gangguan ini disebabkan adanya satu gen resesif yang

menghambat anak untuk melakukan metabolisme. Konsekuensinya, phenilalanin

dan turunannya asam phenilpyruvic, menumpuk dalam tubuh, menyebabkan

kerusakan pada system saraf pusat yang mengakibatkan retardasi mental dan

gangguan emosional.

c. Faktor prenatal

Penyebab retardasi mental adalah infeksi dan penyalahgunaan obat selama

ibu mengandung. Infeksi yang biasanya terjadi adalah Rubella, yang dapat

menyebabkan kerusakan otak. Penyakit ibu juga dapat menyebabkan retardasi

mental, seperti sifilis, cytomegalovirus, dan herpes genital. Obat-obatan yang

digunakan ibu selama kehamilan dapat mempengaruhi bayi melalui plasenta.

Sebagian dapat menyebabkan cacat fisik dan retardasi mental yang parah.

Anak-anak yang ibunya minum alkohol selama kehamilan sering lahir

dengan sindrom fetal fetal, dan merupakan kasus paling nyata sebagai penyebab

retardasi mental. Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen atau cedera

kepala, infeksi otak, seperti encephalitis dan meningitis, terkena racun, seperti cat

yang mengandung timah sangat berpotensi menyebabkan retardasi mental.

d. Faktor-faktor psikososial

8

Penyebab retardasi mental pada sebagian kasus disebabkan faktor

psikososial, seperti lingkungan rumah, atau sosial yang miskin, yaitu yang tidak

memberikan stimulasi intelektual, penelantaran, atau kekerasan dari orang tua

dapat menjadi penyebab atau memberi kontribusi dalam perkembangan retardasi

mental.

Kasus yang berhubungan dengan aspek psikososial disebut sebagai retardasi

budaya-keluarga (cultural-familial retardation). Individu dalam keluarga miskin

kekurangan keperluan untuk menerima pendidikan dan pengembangan

keterampilan-keterampilan. Akibatnya, individu menjadi retardasi mental akibat

dari kemiskinan, tidak menerima pendidikan dan larangan-larangan pada budaya

tertentu untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan individu.

Retardasi mental tersebut dapat terjadi disebabkan infeksi atau intoksikasi,

akibat dari dalam kandungan, gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi

kurang, akibat penyakit otak yang nyata, pengaruh pranatal yang tidak jelas, dan

akibat prematuritas (11).

2. Epidemiologi dan klasifikasi retardasi mental

Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di indonesia 1-

3 persen penduduknya menderita kelainan ini. Insidennya sulit diketahui karena

retardasi metal kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan

dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak

sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5

kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan (12).

9

Data dari American Psychiatric Accociation (APA), sekitar 1-3% dari

jumlah penduduk amerika menyandang retardasi mental yang dapat dijumpai di

lingkungan sekitar tempat tinggal. Studi yang dilakukan di Pakistan dan India

angka kejadian retardasi mental berat berkisar 12-24/1000, sedangkan di

Bangladesh berkisar 5,9/1000 kelahiran anak. Negara Indonesia belum memiliki

data angka pasti mengenai jumlah penderita retardasi mental, tetapi berdasarkan

data DEPDIKNAS terdapat 50.000 ribu anak retardasi mental yang terdaftar pada

sekolah luar biasa di seluruh Indonesia, sedangkan untuk di Kalimantan Selatan

khususnya Banjarmasin belum diketahui berapa jumlah penduduk yang

mengalami keterbelakangan mental (2-7).

Prevalensi retardasi menurut kepustakaan mental adalah 3,4% dari seluruh

populasi. Indonesia terdapat prevalensi sebesar 3%. Penelitian pada komunitas

orang dewasa terdapat prevalensi sebesar 1,89%. Penelitian tentang retardasi

mental sangat penting, karena menyangkut kualitas sumber daya manusia.

Sebagaimana diketahui retardasi mental berat menjadi beban masyarakat, sedang

border line atau ringan masih dapat melakukan pekerjaan sederhana. Dari

penelitian Santoso (1981) dikatakan bahwa 74% 196 dari 265 narapidana

mempunyai kecerdasan subnormal dan mampu melakukan pekerjaan ringan (13).

Klasifikasi retardasi mental dapat dibagi menjadi 4 kelompok yaitu: (14)

1) Retardasi mental ringan

Keterampilan sosial dan komunikasinya mungkin adekuat dalam tahun-

tahun prasekolah. Tetapi saat anak menjadi lebih besar, defisit kognitif tertentu

10

seperti kemampuan yang buruk untuk berpikir abstrak dan egosentrik mungkin

membedakan dirinya dari anak lain seusianya.

2) Retardasi mental sedang

Keterampilan komunikasi berkembang lebih lambat. Isolasi sosial dirinya

mungkin dimulai pada usia sekolah dasar. Penderita dapat dideteksi lebih dini jika

dibandingkan dengan retardasi mental ringan.

3) Retardasi mental berat

Bicara anak terbatas dan perkembangan motoriknya buruk. Gangguan sudah

nyata terlihat pada usia prasekolah. Kemampuan bahasanya mungkin berkembang

pada usia sekolah. Jika perkembangan bahasanya buruk, bentuk komunikasi

nonverbal dapat berkembang.

4) Retardasi mental sangat berat

Keterampilan komunikasi dan motoriknya sangat terbatas. Perkembangan

bicara dan mampu menolong diri sendiri secara sederhana pada masa dewasa

dapat terjadi, tetapi seringkali masih membutuhkan perawatan orang lain.

11

Tabel 2.1 Derajat Retardasi Mental

Derajat

RM

IQ Usia Prasekolah

(0-5 tahun)

Usia Sekolah

(0-21 tahun)

Usia Dewasa

(>21 ahun)

Sangat

Berat

<20 Retardasi Jelas Beberapa

perkembangan

motorik dapat

berespons namun

terbatas

Perkembangan

motorik dan bicara

sangat terbatas

Berat 20-

34

Perkembangan

motorik yang

miskin

Dapat berbicara atau

belajar

berkomunikasi

namun latihan

kejuruan tidak

bermanfaat

Dapat berperan

sebagaian dalam

pemeliharaan diri

sendiri dibawah

pengawasan ketat

Sedang 35-

49

Dapat berbicara

atau belajar

berkomunikasi,

ditangani dengan

pengawasan

sedang

Latihan dalam

keterampilan sosial

dan pekerjaan dapat

pergi sendiri

ketempat yang telah

dikenal

Dapat bekerja

sendiri tanpa

dilatih namun

perlu pengawasan

terutama jika

berada dalam stres

Ringan 50-

69

Dapat

mengembangakan

keterampilan

sosial dan

berkomunikasi,

retardasi mnimal

Dapat belajar

keterampilan

akademik sampai ±

kelas 6 SD

Biasanya dapat

mencapai

keterampilan

sosial dan

kejuruan namun

perlu bantuan

terutama bila

stress

12

3. Etiologi

Penyebab keterbelakangan mental dikategorikan berdasarkan genetik, fisik,

dan cultural-familial (multi-faktorial) serta resultan sindrom atau kondisi yang

muncul dari sebab tersebut (2).

Genetik

Penyebab genetik merupakan penyebab yang paling sering disebutkan

dalam literatur mengenai retardasi mental dan resultan sindromnya. Padahal

tercatat bahwa hanya delapan sampai dua belas persen dari populasi retardasi

mental disebabkan oleh faktor genetik. Hal ini mungkin disebabkan dari jumlah

delapan persen ini kira-kira tiga puluh lima persen dari yang dikenal spesifik

penyebab retardasi mental (2).

Penyimpangan dalam kromosom seks dapat menghasilkan sindrom Turner

(kekurangan kromosom X) dan sindrom Klinefelter's (adanya ekstra kromosom

X). Sindrom Turner hanya terjadi pada wanita, dengan keterbelakangan mental

yang terjadi dalam dua puluh persen dari kasus. Sindrom Klinefelter terjadi pada

laki-laki saja, dengan keterbelakangan mental. Sebuah kelainan kromosom seks

baru-baru ini yang disebut sindrom Fragile X yang terjadi terutama pada laki-laki,

mungkin merupakan penyebab sejumlah besar laki-laki dengan keterbelakangan

mental yang sebelumnya didiagnosis sebagai culturalfamilial cause (atau

diagnosis tidak diketahui) dan sindrom genetik kedua paling umum berhubungan

dengan keterbelakangan mental (2,15).

Perubahan umur yang berhubungan dalam pola melahirkan mungkin

memiliki implikasi untuk kehamilan baik jangka pendek maupun panjang. Bayi

13

yang dikandung oleh perempuan diatas dari spektrum usia optimal untuk hamil,

beresiko lebih tinggi untuk melahirkan anak dengan kelainan, seperti janin lahir

mati, prematur, berat lahir rendah, lahir cacat, dan kematian bayi. Anak-anak yang

lahir dari ibu hamil pada usia yang sangat muda atau sangat tua mungkin beresiko

besar untuk masalah lain,termasuk rendahnya fungsi kognitif (8,16).

Beberapa data hasil penelitian terdahulu menunjukkan adanya hubungan

antara umur seorang wanita pada saat kelahiran dan tingkat fungsi kognitif anak

yang dilahirkannya. Hasil penelitian di antara anak-anak yang telah mencapai usia

sekolah, secara konsisten menunjukkan hubungan linier positif antara umur ibu

saat melahirkan dan status mental anak. Rendahnya nilai prestasi belajar dan

frekuensi yang lebih tinggi dari retensi di TK atau kelas satu telah dilaporkan pada

anak-anak yang dilahirkan oleh ibu remaja. Namun, asosiasi ini menjadi lemah

atau hilang sama sekali ketika faktor-faktor pengganggu seperti pendidikan ibu,

status sosial ekonomi, dan ukuran keluarga yang dipertimbangkan (8,17).

Usia ibu yang lebih tua berhubungan dengan peristiwa meiosis

nondisjunction (gagal berpisah) dan penurunan angka rekombinasi dan atau

rekombinasi menyimpang yang mengakibatkan terjadinya aneuploidy. Beberapa

kelainan akibat aneuploidi yang paling sering terdeteksi, yang dapat bertahan

hidup dengan sindrom genetik yang ditandai dengan beberapa cacat lahir dan

keterbelakangan mental yaitu, trisomi 21,18, dan 13 (17-20).

Usia ibu yang lebih tua adalah faktor risiko yang terkenal untuk sindrom

Down (trisomi 21), penyebab genetik paling umum keterbelakangan mental.

Beberapa laporan telah menunjukkan bahwa anak-anak dari ibu yang berusia di

14

atas 35 tahun saat melahirkan memiliki skor tes mental sedikit lebih rendah

daripada anak-anak dari ibu berusia di bawah 35 tahun, yang menimbulkan

pertanyaan apakah anomali kongenital lain yang mempengaruhi sistem saraf pusat

dapat berhubungan dengan usia ibu yang lebih tua. Peristiwa aberasi dalam

rekombinasi genetik yang disebabkan oleh usia ibu hamil yang tua jarang

terdeteksi tetapi jika pada masa awal perkembangan embrio terganggu oleh karena

gamet yang tua (gametogenic aging) maka dapat terjadi gangguan perkembangan

saraf dan menyebabkan kemampuan kognitif rendah pada bayi yang dilahirkan

dari ibu hamil usia tua (8,17,18,19,20).

Fisik

Keterbelakangan mental akibat kerusakan otak dapat memberikan kontribusi

sekitar 10 hingga 12 persen dari total populasi retardasi mental. Faktor fisik utama

pemicu keterbelakangan mental. meliputi: (2)

a) Prenatal: Gizi ibu, ibu infeksi akut (Rubella), infeksi kronis ibu (Sifilis),

sensitivitas ibu (faktor Rh), disfungsi ibu (hipertensi, diabetes), anoxia,

radiasi, dan obat-obatan (termasuk alkohol ).

b) Neonatal : bayi lahir prematur, apneu atau asfiksia, adanya cedera saat lahir.

c) Postnatal : Trauma cedera kepala, tumor otak, infeksi (meningitis).

Cultural atau familial

Faktor kultural familial berpengaruh pada delapan puluh persen dari

populasi retardasi mental. Hereditas (keturunan) memainkan peran yang jelas

karena kemungkinan keterbelakangan lebih besar bagi anak-anak lahir dalam

keluarga dengan orang tua yang signifikan secara intelektual terbatas. Pengaruh

15

lingkungan sama nyata atas kejadian keterbelakangan mental. Faktor lingkungan

meliputi: budaya, sikap kekeluargaan atau sub-kelompok; perawatan ibu acuh tak

acuh; penolakan orangtua, dan kurang sensorik (2).

B. Penilaian genetik

Seperti yang telah kita ketahui bahwa semua penderita yang datang di klinik

umumnya dilakukan wawancara, pemeriksaan fisik rutin, pemeriksaan penunjang

dan selanjutnya baru ditentukan diagnosisnya pada penderita yang dicurigai

mempunyai penyakit genetik yang diwariskan ataupun tidak diwariskan. Ada hal-

hal yang khusus dalam menilai pemeriksaan yang berhubungan dengan penyakit

genetik, yaitu penelusuran riwayat keluarga. Wawancara penelusuran keluarga

sangat penting untuk penegakkan pohon keluarga (family tree atau pedigree) yang

informatif. Pedigree keluarga akan menyimpulkan jenis penurunan dari penyakit

dan menghitung risiko munculnya penyakit ini pada anggota keluarga (16,19).

Sebuah evaluasi medis genetika yang optimal dimulai dengan sejarah

lengkap dan pemeriksaan fisik, termasuk riwayat keluarga yang meliputi 3

generasi dengan perhatian khusus kepada anggota keluarga dengan

keterbelakangan mental, keterlambatan perkembangan, kelainan kejiwaan,

kelainan bawaan, keguguran, stillbirths, dan kematian anak usia dini. Sejarah

medis dan keluarga yang memungkinkan untuk ahli genetika klinis untuk

mencurigai sebuah etiologi akan membantu dalam membimbing evaluasi

diagnosis; tetapi hal ini tidak berdiri sendiri dan hanya penting setelah

pemeriksaan klinis. Sejarah keluarga dapat membantu menyarankan diagnosis,

16

terutama ketika terdapat anggota keluarga lain yang terkena dampak yang sama

(9,16).

1. Wawancara

Pada anak-anak dengan malformasi kongenital dibutuhkan informasi

tentang kesehatan orang tua, umur ibu ketika hamil, pemaparan bahan-bahan

teratogen, riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya, apakah pernah

keguguran dan pertumbuhan janin dalam kandungan. Keadaan anggota keluarga

lainnya apakah ada yang menderita malformasi kongenital atau kelainan yang

mirip dengan kelainan anak yang menjadi probandus. Umur awitan sakit (age of

onset) dari penderita dan umur dari anggota keluarga lainnya yang tidak sakit

perlu juga dicatat (16).

2. Pemeriksaan Fisik

Status mental pada anak-anak diatas dua tahun sudah dapat dinilai dengan

tes intelegensia. Pada bayi-bayi masih sulit dilihat status mentalnya,

keterlambatannya perkembangan pada bayi dapat merupakan indikator adanya

gangguan kognitif. Pengambilan foto penderita merupakan salah jenis perekaman

medik yang cukup bagus (16).

3. Diagnosis

Diagnosis dapat dimulai dari pemeriksaan fisik yang tersebut diatas,

kemudian pemeriksaan laboratorium rutin dan sederhana. Kemudian dilanjutkan

pemeriksaan spesifik. Setelah pemeriksaan diatas baru kemudian berdasarkan

indikasi medik dilakukan pemeriksaan spesifik genetik yaitu sitogenetika atau

17

analisis kromosom dan analisis DNA. Pemeriksaan spesifik ini tidak selalu dapat

membuka tabir adanya kelainan genetik pada seseorang (16).

C. Analisis Pedigree

Pembuatan silsilah keluarga sangat penting dalam genetika kedokteran.

Dengan silsilah keluarga yang lengkap, apalagi terdapat kelainan yang terdeteksi

dalam beberapa generasi dan dalam tiap generasi yang mempunyai jumlah

anggota yang besar, maka dapat diungkap dengan lebih mudah cara pewarisan

penyakit tertentu. Tetapi saat ini jumlah anak sangat kecil dan jarak pada penyakit

genetik yang telah diketahui pewarisannya, maka cara pewarisan yang telah

diketahui dapat digunakan sebagai patokan (16).

Simbol-simbol yang digunakan dalam membuat silsilah keluarga adalah

sebagai berikut (15):

Perkawinan dan anak-anaknya

Pria dengan dua istri

18

Hubungan ilegal

Perkawinan keluarga

Kembar dizigot

Kembar monozigot

Zigositas tak jelas

Jumlah anak

Subjek sakit

dikonsultasikan

heterozigot untuk gen autosom

heterozigot X linked

lahir mati

abortus

3 4 5

? ?

O

19

telah meninggal

Gambar 2.1 Simbol-simbol dalam pedigree

Aberasi Kromosom

Aberasi kromosom artinya jumlah dan atau bentuk kromosom yang

abnormal, kelainan ini dapat dilihat dengan mikroskop cahaya. Faktor-faktor yang

mengindikasikan bahwa seseorang mempunyai aberasi kromosom yang familial

adalah adanya riwayat infertilitas, keguguran berulang, melahirkan bayi mati

dengan malformasi atau bayi lahir hidup dengan malformasi ganda yang tidak

mengikuti pola pewarisan Mendel. Kelainan jumlah kromosom yang paling

banyak dimasyarakat adalah Sindrom Down yang mempunyi kromosom 47

dengan kelebihan 1 kromosom 21. Sindrom Down trisomi 21 termasuk penyakit

genetik tetapi biasanya tidak diwariskan, diduga kelainan ini akibat usia ibu yang

tua sehingga kualitas sel telur menjadi kurang baik dan mengalami gangguan

pembelahan. Pada amniosentesis risiko untuk jenis trisomi lainnya 1 %. Risiko

rekurensi mempunyai bayi sindrom down meningkat. Bila terdapat sindrom Down

yang dilahirkan oleh ibu muda maka harus dilakukan pemeriksaan kariotip anak.

bila kariotip anak menunjukkan trisomi 21 translokasi maka kariotip orangtua (Ibu

dan bapak) harus diperiksa karena sindrom Down translokasi sering akibat

pewarisan oleh orang tuanya yang membawa translokasi seimbang. Kemungkinan

translokasi seimbang pada orang tua penderita sindrom Down adalah translokasi

normal yang pembawa translokasi seimbang antara kromosom 21 dab 21 maka

risiko 100% mempunyai anak dengan sindrom Down.

20

Sebagian besar aberasi kromosom akibat mutasi spontan (sporadik). Dalam

konseling genetika konselor harus sangat hati-hati terhadap kasus-kasuk sindrom

Down, mengingat umumnya kasus-kasus ini bukan karena pewarisan dan

rekurensinya sangat kecil. Konseling suportif bgi ibu-ibu muda dengan riwayat

pernah melahirkan bayi sindrom Down harus benar-benar dipertimbangkan dan

berdasarkan investigasi agar dapat mengambil keputusan hamil lagi.

Aberasi kromosom diwariskan paling banyak adalah translokasi seimbang

(balanced/reciprocal translocation) dan inversi, kelainan struktur kromosom tidak

seimbang (unbalanced structural abnormalities) umumnya translokasi seimbang

(carrier balanced translocation) Oleh karena itu dalam kasus-kasus aberasi

kromosom pada malformasi kongenital harus dilakukan pemeriksaan kromosom

orang tuanya. Sangat sulit untuk menilai risiko reproduksi pada seseorang dengan

translokasi seimbang, kromosom dapat hidup tergantung pada besar kecilnya

segment yang tidak seimbang. Bila sepasang suami isteri melahirkan bayi lahir

hidup dengan malformasi kongenital mempunyai risiko reproduksi yang lebih

tinggi dibanding dengan keguguran dan infertilitas. Pada individu dengan

translokasi resiprokal mempunyai predisposisi untuk mempunyai keturunan

dengan 45 atau 47 kromosom, menunjukkan angka keguguran yang tinggi dan

pada wanita carrier risiko mendapat keturunan dengan dengan kromosom tak

seimbng 7-10% sedang pada laki-laki carrier risiko rendah.

Gangguan Gen Tunggal

Sesuai dengn hukum Mendel ada 3 pola penurunan yaitu secara autosomal

dominan dan resesif (kelainannya pada autosom, bukan pada kromosom penenda

21

kelamin) dan pewarisan melalui kromosom X (kromosom kelamin penanda

kelamin) atau yang melalui jalur ibu yang biasa disebut pewarisan X terangkai (X-

linked).

Didalam satu haploid genom manusia (23 kromosom) didapatkan 30.000-

50.000 gen dan didalamsatu kromosom didapatkan 2.000 gen. Satu kromosom

besarnya lebih kurang 85 megabase (Mb), bila aberasi kromosom <4Mb (4 juta

basa/bp) tidak dapat dilihat dibawah mikroskop cahaya. Oleh karena itu kelainan

gen tunggal ini tidak dapat dilihat dengan mikroskop cahaya (pemeriksaan

sitogenetika) karena gen sangat kecil sekali (10-15Kb). Utasi gen biasanya hanya

beberapa basa saja bahkan bisa hanya satu basa.

a. Autosomal resesif

Bila pasangan suami isteri keduanya heterozigot pembawa gen abnorml,

pasangan ini biasanya tidak menderita sakit tetapi aakan menimbulkan penyakit

pada anaknya yang homozigot (keduanya autosomnya sebagai pembawa gen

abnormal). Pada gangguan autosomal resesif keadaan homozigot (penderita)

biasanya hanya terdapat pada satu keluarga dalam satu generasi. Laki-laki dan

perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi penderita. Penyakit

ini banyak berhubungan dengan perkawinan keluarga (consanguity).

Perkawinan keluarga (sanak, kadang) dekat biasanya disebut perkawinan

kosanguin, perkawinan darah, atau inbreeding, dan perkawinan demikian

mempunyai arti yang sangat penting dalam genetika kedokteran. Akibat buruk

dari perkawinan keluarga adalah lebih mudah bertemunya sifat jelek resesif

(terutama ressif autosom), sehingga akan manifes kelainannya (menampakkan

22

fenotip). Untuk penyakit resesif autosom, individu heterozigot tampak normal,

sehingga calon mempelai tidak akan mengetahui bahwa ia sendiri atau

pasangannya membawa gen jelek, sehingga mereka tidak bisa memilih pasangan

bebas gen jelek tadi. Sebaliknya pada penyakit dominan, maka individu akan

dipilih sebagai calon pasangan dalam perkawinan keluarga. Dengan demikian

nasib penyandang penyakit dominan di mata keluarga dan orang lain dalam hal ini

sebagai pasangan adalah sama. Keadaan demikian juga dialami oleh pria dengan

penyakit resesif terangkai-X, karena pria hemizigot juga manifes penyakitnya.

Kelainan gen tunggal autosomal resesif yaitu penyakit darah thalassemia

dan albinisme. Konselor menjelaskan risiko terjadinya penyakit pada

keturunannya dapat diibaratkan dengan membalik 2 koin bergambar kepala dan

ekor, kemungkinan yang terjadi koin-koin tersebut hanya satu kali dapat

menampakkan 2 gambar yang sama kepala dan kepala atau ekor dan ekor

(homozigot normal maupun homozigot sebagai pembawa gen), yang berarti risiko

terjadinya homozigot penderita dan homozigot normal adalah 1 : 4. Kemungkinan

menampakkan 2 gambar yang berbeda kepala dan ekor (heterozigot) dapat terjadi

2 kali berarti risiko terjadinya heterozigot 1 : 2.

Secara konvensional kemungkinan (probability) ditandai dengan fraksi

proporsi 1, jadi kemungkinan 0 berarti hasilnya tidak akan pernah diteliti,

sedangkan 1 berarti hasilnya akan selalu damati pada 1 dalam 4 kesempatan.

Ketika mengkalkulasi risiko penurunan autosomal resesif prinsip dasar adalah

menegakkan kemungkinan, bila ayah dan ibu carrier maka produk dari

kemungkinan (risiko akan menderit sakit) dikalikan ¼ dan anak yang sehat ¾, dari

23

3 anak yang tampak sehat 2 adalah carrier maka kemungkinan menjadi carrier

adalah 2/3.

b. Autosomal dominan

Karakteristik penurunan kelainan gen tunggal autosomal dominan adalah

individu heterozigot akan menderita sakit, salah satu orangtuanya pasti menderita

sakit, keturunan yang fenotipnya normal pasti tidak membawa mutasi gen.

Penghitungan risiko pada aurosomal dominan sangat mudah, anak dari penderita

mempunyai risiko ½ tanpa melihat jenis kelamin baik pada laiki-laki maupun

perempuan.

c. X terangkai (X-linked)

Penyakit keturunan yang diwariskan lewat jalur ibu maka risiko pewarisan

pada anak laiki-laki 50% dan risiko pembawa gen abnormal pada anak perempuan

juga 50%. Penurunan secara X terangkai digolongkan dengan resesif dan

dominan. Wanita penderita resesif tidak akan menderita sakit, sedang pada yang

dominan wanita pembawa sifat jug dapat menderita sakit dibanding dengan

wanita heterozigot. Contoh penyakit yang diwariskan secara X terangkai resesif

adalah sindrom Fragile-X. Khusus pada fragile X, ada pendapat wanita pembawa

sifat juga sebagai penderit dan laki-laki (non-transmitting males/NTM) yang

tampak sehat ternyata sebagai pembawa gen abnormal.

Pewarisan Mitokondria/Sitoplasmik

DNA mitokondria berada pada sitoplasma semua sel. Penurunan secara

mitondrial disebut juga matrilineal inheritance akan selalu dibawa lewat jalur ibu

karena pada proses konsepsi hanya wanita yang akan membawa DNA

24

mitokondria. DNA mitokondria spermatozoa terletak pada ekornya yan gakan

dilepas ketika terjadi konsepsi (penembusan spermatozoa ke zona pellusida).

Pedigree pada penyakit mitokondrial sangat mirip dengan pedigree dari X-linked

dominan karena wanita pembawa mutasi dari wanita akan diwariskan kepada

semua keturunannya sehingga laki-laki dan wanita mempunyai kesempatan yang

sama untuk menjadi penderita. Wanita penderita akan selalu mewariskan penyakit

ini kepada anak-anaknya, tetapi laki-laki tidak akan menurunkan penyakit ini.

Penderita laki-laki tidak akan mewariskan gen yang mutasi kepada keturunannya.

Problem pada konseling dari penyakit ini bahwa ada individu yang membawa gen

yang bermutasi tetapi asimtomatik. Rekurensi pada penyakit ini mitokondrial ini

juga sulit di kontrol. Penyakit mitokondrial juga ada yang terjadi secara spontan

atau sporadik, bukan karena transmisi dari garis ibu.

Kelainan Multifaktorial

Pewarisan multifaktorial atau poligenik yaitu menunjukkan suatu efek

kombinasi antara jumlah banyak gen dan interaksi dengan lingkungan seperti pada

kasus celah bibir yang diduga akibat mutasi gen karena pengaruh lingkungan

(logam berat). Bayi baru lahir dengan kelainan pada saluran sistem saraf (neural

tube defect) seperti spian bifida, encephalocele dan anencepaphaly, yang

diakibatkan oleh kekurangan asam folat baik itu secara genetik ibu tidak dapat

mengolah asam folat maupun akibat faktor lingkungan (makanannya kurang

25

mengandung asam folat). Risik pada kasus multifaktorial sulit ditentukan, lebih

dekt hubungan keluarganya lebih tinggi risikonya.

D. Penatalaksanaan

Terapi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi pencegahan dan

penanganan psikiatri.

Pencegahan

Fokus pada pencegahan gangguan intelektual dan komplikasi yang

menyertainya dengan cara : (21)

a) Newborn metabolik screening berhasil mengurangi insidensi timbulnya

Retardasi mental.

b) Pemberian asam folat mengurangi defek pada neural tube.

c) Pemeriksaan diagnostik prenatal untuk mengurangi trisomy 21.

d) Wanita hamil harus menghindari penyakit infeksi seperti rubella, meningitis

dan sifillis.

e) Wanita hamil atau yang merencanakan kehamilan harus tidak merokok atau

berhati-hati memakan obat-obatan, karena bahan kimia yang terkandung di

dalamnya dapat menembus plasenta yang bisa merusak perkembangan otak

dari fetus.

Pencegahan terjadinya sindrom down dapat dilakukan dengan peringatan

pada ibu-ibu usahakan untuk tidak hamil setelah usia 35 tahun. Bila sudah terjadi

kehamilan pencegahan bisa dilakukan dengan pemeriksaan darah dan atau

kromosom dari cairan kandungan/ari-ari (18).

Penanganan Psikiatri

26

Penanganan secara psikiatri dapat dilakukan dengan pendekatan

psikoanalitik fokus pada teori perkembangan, untuk memperbaiki ekspresi emosi,

meningkatkan self esteem, meningkatkan indepedence, dan interaksi sosial (22).

Cognitive Behavioral Therapy untuk pasien depresi, kemudian Brief

relaxation therapy untuk mengurangi kecemasan. Terapi perilaku juga digunakan

untuk mengubah perilaku agresif, self injury. Modifikasi dapat juga dilakukan

lingkungan dan edukasi kepada kepada pengrawat (23,24).

Terapi juga dilaksanakan agar penderita retardasi mental dapat bertahan

hidup di lingkungannya. Terapi yang dapat dilakukan seperti Group

therapy,suportive therapy dan Family Therapy (25).

Penderita Sindrom Down dapat diterapi secara medik tidak ada pengobatan

pada penderita ini karena cacatnya pada sel benih yang dibawa dari dalam

kandungan. Bayi baru lahir bila diketahui adanya kelemahan otot bisa dilakukan

latihan otot yang akan membantu mempercepat kemajuan pertumbuhan dan

perkembangan anak (26).

Penderita ini bisa dilatih dan dididik menjadi manusia yang mandiri untuk

bisa melakukan semua keperluan pribadinya sehari-hari seperti berpakaian dan

buang air, walaupun kemajuannya lebih lambat dari anak biasa. Bahkan beberapa

peneliti mengatakan dengan latihan bisa menaikkan IQ sampai 90. Dari beberapa

penelitian mengatakan bahwa anak-anak penderita sindroma Down yang

diberi latihan dini akan menaikan intelegensianya 20% lebih tinggi pada saat

mereka mulai mengikuti sekolah formal. Latihan ini harus teap dilakukan

walaupun anak sudah dewasa (26).

27

Jenis latihan yang bisa diberikan pada anak-anak ini yaitu latihan dasar

dirumah yang biasanya diberikan pada anak dibawah 2 tahun atau pada anak-

anak yang tinggal dipedesaan, latihan ini dikerjakan oleh orang tua dengan

konsultasi atau kunjungan rumah dari guru atau tenaga medis (ahli fisioterapi, ahli

terapi bicara, ahli terapi kerja) secara rutin. Pada saat masih bayi orang tua bisa

melatih kelemahan otot misalnya dengan menggantungkan kepala bayi pada ujung

bantal sehingga bayi akan berusaha mengangkat kepala, hal ini akan melatih otot-

otot leher. Memberikan bunyi-bunyian/musik dan mainan yang berwarna akan

merangsang sistem syaraf bayi untuk mengenalinya (26).

Latihan lain yang bisa diberikan oleh oleh orang tua dirumah antara lain

seperti menyusun dan memadukan balok-balok, mengenali warna, pada saat itu

sekali gus anak bisa mengenal "kata" misalnya pada saat diperintah letakkan balok

ini maka anak akan mengenal kata letakkan. Bila anak beranjak besar bisa pula

diperintahkan untuk membantu didapur misalnya untuk mencuci daun kubis dan

tomat secara tidak langsung anak tersebut bisa mengidentifikasi barang dan warna

bahwa daun kubis yang berwarna putih sedang tomat yang berwarna merah.

Pemberian latihan ini harus dipertimbangkan jangan sampai anak merasa capai

dan bosan. "Latihan dasar terpusat" diberikan pada anak-anak usia taman kanak-

kanak pada suatu tempat tertentu/terpusat, biasanya diberikan anatara 3-5 jam

perhari selama 5 hari berturut-turut perminggunya. "Latihan kombinasi" antara

dirumah dan terpusat ini biasanya diberikan pada anak-anak yang dengan

gangguan fisik sehingga tidak bisa secara rutin datang kesekolah/tempat tertentu

(26).

28

Jenis latihan yang lain adalah konsultasi, ini dikerjakan hanya pada saat-saat

tertentu datang pada seorang ahli seperti dokter anak, ahli jiwa, ahli fisioterapi.

Latihan secara resmi dari pusat-pusat pendidikan/sekolah/ sheltered workshop

memang dibutuhkan secara berkesinambungan, tetapi interaksi dari keluarga

sangat dibutuhkan untuk perkembangan anak terutama pada latihan dini peranan

orang tua sangat penting. Orang tua jangan sekali-kali berpendapat bahwa anak itu

cacat sehingga dibiarkan apa adanya atau pasrah pada pendidikan formal (26).

29

BAB III

LANDASAN TEORI

Retardasi mental adalah suatu keterbelakangan mental, yang biasa disertai

adanya kendala dalam penyesuaian tingkah laku dan gejalanya timbul pada masa

perkembangan. Dikatakan retardasi mental bila memenuhi kriteria yaitu fungsi

intelektual umum dibawah normal, terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial,

dan gejalanya timbul dalam masa perkembangan. Retardasi mental dapat

disebabkan oleh faktor genetik dan non-genetik(9).

Faktor genetik yang berpengaruh pada penderita retardasi mental bisa

disebabkan oleh faktor dari ayah maupun ibu. Faktor ibu merupakan faktor yang

sangat mempengaruhi kejadian retardasi mental. Usia ibu pada saat hamil sangat

mempengaruhi keadaan janin. Pada ibu yang hamil lebih dari 35 tahun sangat

rentan terkena retardasi mental. Ibu dengan hamil pada usia tua rentan karena

pada usia tua kejadian meiotic nondisjunction rentan terjadi. Demikian juga

dengan riwayat keluarga dengan kejadian retardasi mental. Anggota keluarga

dengan retardasi mental, keterlambatan perkembangan, diagnosis psikiatrik,

malformasi kongenital, keguguran berulang (mischarriage), kematian bayi baru

lahir (stillbirth), dan kematian dini anak-anak merupakan beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi kejadian kelainan genetik pada anak (7).

30

Keterangan:

= yang diteliti

= yang tidak diteliti

Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian Gambaran Gambaran Usia

Saat Hamil dan Riwayat Keluarga Pada Ibu Penderita Retardasi

Mental Slb-C Banjarmasin Agustus 2010

Retarda

si

Mental

Non-genetik

Genetik

Ayah Ibu

Usia Ibu

saat Hamil

Riwayat

Keluarga

Ibu

FAKTOR

31

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

survei deskriptif dengan pendekatan retrospektif, yaitu penelitian yang bertujuan

untuk melihat gambaran usia saat hamil dan riwayat keluarga pada ibu penderita

retardasi mental.

B. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu penderita retardasi mental yang

anaknya bersekolah di SLB C dan telah terdaftar pada Dinas Pendidikan Provinsi

Kalimantan Selatan di Banjarmasin Juni 2010.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling

methode. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah ibu seluruh penderita

retardasi mental di SLB-C Banjarmasin yang memenuhi kriteria inklusi sebagai

berikut :

1. Ibu yang memiliki anak berusia 6-18 tahun yang bersekolah di SLB-C

Banjarmasin

2. Ibu pada saat hamil tidak mengkonsumsi alkohol

3. Ibu pada saat hamil tidak melakukan pemeriksaan rontgen

4. Ibu pada saat persalinan tidak melahirkan bayi prematur

5. Ibu pada saat persalinan tidak melahirkan bayi yang mengalami cedera kepala

32

6. Ibu pada saat postnatal tidak memiliki riwayat anak yang mengalami cedera

kepala

7. Ibu pada saat postnatal tidak memiliki riwayat anak yang mengalami tumor

otak

8. Ibu pada saat postnatal tidak memiliki riwayat anak yang mengalami

infeksi(meningitis)

9. Bersedia menjadi subjek penelitian dengan mengisi informed consent

Sampel minimal yang digunakan 45 orang berdasarkan perhitungan

sampel minimal sebagai berikut :

2

2

2/1 )1(**

d

PPZn

2

2

05,0

)03,01(*03,0*96,1 n

457,44 n orang

Jadi jumlah sampel minimal 45 orang

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah formulir informed

consent, L-MMPI scale, lembaran identitas responden yang berisi kode sampel,

usia anak, jenis kelamin anak, usia ibu saat hamil, dan riwayat keluarga ibu.

n = Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini

Z 1-α/2 = Derajat kemaknaan yaitu 95% (1,96)

P = Prevalensi kejadian MR =3%

d = Presisi=5%

33

D. Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini adalah usia saat hamil dan riwayat keluarga

pada ibu penderita retardasi mental yang bersekolah di SLB C.

E. Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian ini memiliki definisi operasional sebagai berikut :

1. Ibu penderita yang bersekolah di SLB-C adalah ibu yang memiliki anak

berusia 6-18 tahun yang bersekolah khusus tuna grahita, baik di tingkat TK,

SD, dan SMP. SLB-C Banjarmasin yang meliputi empat sekolah yaitu SLB-

BC Dharma Wanita Persatuan Provinsi Kalimantan Selatan, SLB-BC

Paramita Graha, YPLB Airmantan dan SDLB N Pelambuan 6 Banjarmasin.

2. Usia ibu saat hamil adalah usia ibu dari penderita retardasi mental saat

mengandung anaknya tersebut. Usia ibu saat hamil selanjutnya

dikelompokkan menjadi:

a. Usia ibu kurang dari 35 tahun

b. Usia ibu lebih dari atau sama dengan 35 tahun

3. Riwayat Keluarga Ibu adalah ada atau tidaknya sejumlah anggota keluarga ibu

yang mengalami keterbelakangan mental, keterlambatan perkembangan,

kelainan kejiwaan, kelainan bawaan, keguguran berulang, kematian bayi baru

lahir (stillbirths) tanpa sebab, dan kematian anak usia dini (dibawah satu

tahun) tanpa sebab. Riwayat keluarga ibu akan digambarkan dalam pohon

keluarga (family tree/pedigree) yang sedikitnya meliputi 3 generasi. Untuk

meminimalkan ketidaktahuan ibu tentang riwayat keluarga yang dapat

34

menjadi faktor risiko retardasi mental maka sebelum dilakukan penelitian akan

dilakukan pengarahan.

F. Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan sesuai dengan prosedur berikut :

1. Mencari data-data mengenai SLB C yang berada di Kota Banjaramasin

dengan meminta data di Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan.

2. Meminta izin kepada kepala sekolah tempat penderita retardasi mental

mendapat pendidikan dan orang tua atau wali penderita retardasi mental

bahwa akan dilakukan penelitian tentang usia ibu ketika hamil dan riwayat

keluarga ibu dengan anak penderita retardasi mental.

3. Peneliti melakukan perkenalan dan menjelaskan maksud penelitian kepada ibu

yang mempunyai anak menderita retardasi mental kemudian meminta

kesediaan ibu agar dapat berpartisipasi dan mau dilakukan wawancara dengan

mengisi informed consent sebagai pernyataan persetujuan mengikuti penelitian

ini.

4. Setelah mendapatkan persetujuan dilakukan pengisian skala L-MMPI

terhadap ibu dan kemudian dilanjutkan dengan wawancara mengenai usia saat

hamil dan riwayat keluarga ibu. Riwayat keluarga ibu akan digambarkan

dalam pedigree yang memuat minimal 3 generasi.

5. Data hasil penelitian dideskripsikan sesuai dengan teori.

G. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

35

Data diambil berdasarkan hasil wawancara mengenai usia ibu ketika hamil

dan riwayat keluarga ibu pada kejadian anak retardasi mental. Data yang telah

didapatkan masing-masing akan ditabulasi dan dihitung distribusi frekuensi

berdasarkan usia saat hamil dan ada atau tidak ada riwayat keluarga ibu dengan

kelainan genetik.

H. Cara Analisis Data

Data yang telah diambil berdasarkan kelompok usia saat hamil dan

kelompok riwayat keluarga ibu penderita tuna grahita yang telah ditabulasi dan

dihitung distribusi frekuensinya selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

I. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di empat SLB-C di Banjarmasin yaitu SLB-BC

Dharma Wanita Persatuan Provinsi Kalimantan Selatan, SLB-BC Paramita Graha,

YPLB Airmantan dan SDLBN Pelambuan 6 Banjarmasin pada bulan Maret -

September 2010.

36

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian tentang gambaran usia kehamilan dan riwayat keluarga ibu

penderita retardasi mental pada empat sekolah luar biasa di Banjarmasin telah

dilaksanakan pada bulan Juni 2010. Berdasarkan penelitian menggunakan

kuesioner, didapatkan responden yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 45

orang.

A. Gambaran Usia Saat Hamil Ibu Penderita Retardasi Mental SLB-C

Banjarmasin Juni 2010

Hasil penelitian dapat dilihat pada grafik sebagai berikut:

Gambar 5.1 Grafik Gambaran Usia Saat Hamil Ibu Penderita Retardasi Mental

SLB-C Banjarmasin Juni 2010.

73%

27%

hamil pada usia <35 tahun hamil pada usia ≥35 tahun

37

Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa 27% responden hamil pada usia

≥35 tahun dan 73% lainnya hamil pada usia <35 tahun. Hal ini menunjukkan

bahwa sebagian besar ibu penderita RM yang melahirkan pada usia < 35 tahun

lebih banyak.

Hasil penelitian menyebutkan bahwa 27% responden haml usia ≥35 tahun

memiliki anak penderita retardasi mental. Kemungkinan mekanisme penyebab

retardasi mental yang berhubungan dengan usia ibu antara lain adalah kejadian

meotic non disjunction dan translokasi Robertsonian.(23,27)

Berdasarkan American Psychiatric Accociation (1) penyebab dari retardasi

mental antara lain dapat disebabkan oleh sindrom Down dan abnormalitas

kromosom lainnya. Sindrom Down adalah suatu kelainan akibat abnormalitas

kromosom yang paling umum menyebabkan retardasi mental yang ditandai oleh

adanya kelebihan kromosom atau kromosom ketiga pada pasangan kromosom ke

21, sehingga mengakibatkan jumlah kromosom menjadi 47. Hal ini berhubungan

dengan meningkatnya usia ibu dimana dengan meningkatnya usia ibu akan

menyebabkan mudah terjadinya meiotic non disjunction yang dikarenakan tuanya

sel telur yang terdapat pada ibu(28).

Hasil penelitian ini menunjukkan 73% responden hamil pada usia < 35

tahun. Mekanisme kejadian retardasi mental pada anak yang dikandung ibu-ibu

muda kemungkinan berhubungan dengan ketidaksiapan untuk menjalani

kehamilan. Ibu yang mengandung pada usia di bawah 35 tahun rentan terjadinya

nilai kognitif yang rendah pada anak disebabkan oleh kurangnya asupan nutrisi

ibu, kurangnya pendidikan ibu, dan kurangnya kebutuhan ekonomi (8).

38

Berdasarkan penelitian morris et al (29) 68% ibu yang melahirkan anak

retardasi mental, hamil pada usia <35 tahun. Jika dilihat dari total populasi ibu

hamil, ibu hamil yang berumur ≥35 tahun lebih sedikit daripada jumlah wanita

yang melahirkan pada usia <35tahun. Hal ini disebabkan sudah tingginya tingkat

kesadaran ibu akan bahayanya hamil pada usia ≥35 tahun, sehingga ibu takut

hamil pada usia tersebut. Hanya sekitar 9% dari total kehamilan terjadi pada

wanita ≥35 tahun. Hal ini mungkin merupakan penyebab yang bersesuaian dengan

hasil penelitian ini.

Kurangnya asupan nutrisi dari ibu dapat menyebabkan retardasi mental.

Defisiensi yang sering di alami oleh ibu ketika melahirkan anak retardasi mental

adalah defisiensi yodium dan asam folat. Yodium dan asam folat sangat penting

untuk perkembangan normal bayi yang belum lahir. Kurangnya ketersediaan

makanan yang mengandung yodium dan asam folat dari ibu membatasi

pertumbuhan otak janin. Diet seimbang kalori, protein vitamin dan mineral

diperlukan untuk ibu hamil dan anak-anak muda untuk perkembangan otak

normal, sehingga ibu dengan malnutrisi berat dapat memiliki efek langsung dan

tidak langsung pada perkembangan otak dan dengan demikian meningkatkan

risiko perkembangan dibawah normal(8).

Ibu dengan pendidikan rendah kemungkinan dapat menjadi faktor yang

menyebabkan anak mengalami retardasi mental. Rendahnya tingkat pendidikan

ibu berhubungan tingkat pengetahuan ibu akan nutrisi ketika hamil, selain itu pula

juga berhubungan dengan tingkat hygene pada lingkungan sosialnya(30).Tingkat

ekonomi rendah juga kemungkinan merupakan faktor terjadinya retardasi mental.

39

hal ini berhubungan dengan kurangnya kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh ibu

hamil(31).

Kemungkinan lain yang menyebabkan banyaknya anak-anak retardasi

mental yang dilahirkan ibu-ibu usia muda dapat dihubungkan dengan kejadian

translokasi Robertsonian. Translokasi Robertsonian adalah bentuk umum dari

penataan kromosom yang pada manusia terjadi di lima pasang kromosom

akrosentrik, yaitu 13, 14, 15, 21, dan 22. Dalam translokasi Robertsonian, lengan

pendek dari dua kromosom ini hilang dan lengan panjang yang tersisa bergabung

bersama. Sebagai lengan pendek kromosom ini tidak mengandung informasi

genetik yang penting, translokasi ini digambarkan sebagai seimbang dan tidak

berpengaruh pada kesehatan seseorang(27).

Perhatian utama bagi orang-orang dengan translokasi robertsonian adalah

bahwa mereka mungkin memiliki anak dengan bahan genetik tambahan, yang

dapat menyebabkan masalah medis. Untuk setiap kehamilan, hasilnya tergantung

pada apakah sperma atau telur dari induk yang memiliki translokasi robertsonian

berisi translokasi robertsonian dan atau kromosom normal. Berdasarkan teori

diatas kejadian retardasi mental pada ibu penderita <35 tahun dapat terjadi(27).

40

B. Gambaran Riwayat Keluarga Ibu Penderita Retardasi Mental SLB-C

Banjarmasin Juli 2010

Gambar 5.2 Grafik Gambaran Riwayat Keluarga Ibu Penderita Retardasi Mental

SLB-C Banjarmasin Juni 2010

Berdasarkan gambaran grafik di atas didapatkan bahwa 73% ibu tidak

memiliki riwayat keluarga dengan penyakit genetik. Hal ini menunjukkan bahwa

banyak ibu yang memiliki anak retardasi mental tidak memiliki riwayat keluarga

dengan kelainan genetik. Sedikitnya jumlah ibu yang memiliki riwayat genetik ini

menunjukkan banyak jumlah ibu yang diwariskan secara genetik gen yang normal

maupun gen buruk yang dibawa secara carrier. Jenis kelainan yang bersifat carrier

yang dapat menyebabkan retardasi mental biasanya terjadi pada translokasi

Robertsonian(32).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 27% dari responden memiliki

riwayat keluarga dengan kelainan genetik. Responden yang memiliki riwayat

keluarga dengan penyakit genetik jika didistribusikan berdasarkan usia saat hamil

dapat dilihat pada grafik berikut.

27%

73%

riwayat keluarga(+) riwayat keluarga(-)

41

Gambar 5.3 Grafik Gambaran Riwayat Keluarga Positif Dengan Usia Saat Hamil

Ibu Penderita Retardasi Mental SLB-C Di Banjarmasin Juli 2010

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa ibu yang berumur <35 tahun

berjumlah 9 orang (75%) dan yang berusia ≥35 tahun berjumlah 3 orang (25%).

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa jumlah penderita retardasi

mental yang memiliki riwayat keluarga dengan kelainan genetik berkisar 20-40%.

Penelitian menyebutkan 20-40% disebabkan oleh kromoson X, retardasi mental

terkait kromosom X (X-linked mental retardation) akan menjelaskan sekitar 14%

dari retardasi mental (32).

Gambaran diatas juga menunjukkan bahwa beberapa responden berusia

muda dalam penelitian ini memiliki lebih dari satu faktor resiko untuk memiliki

anak retardasi mental. Berdasarkan teori semakin banyak faktor risiko untuk

suatu kelainan genetik meningkatkan kejadian suatu kelainan genetik. Pada

responden seperti ini diperlukan tindakan prenatal diagnosis untuk mencegah

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

≥35tahun

<35tahun

42

kelahiran anak dengan kelainan yang sama jika merencanakan kehamilan

berikutnya.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu tidak dapat

dikendalikannya berbagai penyakit infeksi dan faktor lingkungan yang diderita

atau dialami responden penelitian yang akan berpengaruh pada hasil penelitian.

Ingatan ibu mengenai kejadian ketika masa kehamilan, persalinan dan pasca

kehamilan serta riwayat keluarga juga berpengaruh pada hasil penelititan ini.

43

BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan gambaran ibu penderita retardasi

mental yang bersekolah di SLB-C Banjarmasin adalah sebagai berikut:

a. Responden yang berusia <35 tahun adalah 33 orang (73%) dan berusia

lebih dari ≥35 tahun adalah 12 orang(27%).

b. Responden yang memiliki Riwayat Keluarga dengan kelainan genetik

berjumlah 12 orang (27%).

B. Saran

1. Perlu adanya perpanjangan periode penelitian dan perluasan wilayah cakupan

penelitian agar jumlah sampel yang didapatkan lebih banyak.

2. Ibu penderita retardasi mental yang berumur <35 tahun perlu disarankan untuk

melakukan prenatal diagnosis agar terhindar memiliki anak dengan retardasi

mental.

3. Perlu dilakukan pemeriksaan IQ pada anak-anak SLB-C agar dapat dipastikan

secara klinis bahwa ia memiliki gangguan retardasi mental.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Psychiatric Association. DSM-IV-TR: diagnostic and statistical manual

of mental disorders. Washington DC: American Psychiatric Association, 2000.

2. American Association on Mental retardation. Mental Retardation: Definition,

classification, and systems of Supports. 10th ed. Washington, DC: American

Association on Mental Retardation, 2002.

3. Wiwin Hendriani, Ratih Handariyati, Tirta Malia Sakti. penerimaan keluarga

terhadap individu yang mengalami keterbelakangan mental. INSAN 2006;8:100-

11.

4. Croen LA, JK Grether and S Selvin. The epidemiology of mental retardation of

unknown cause. Pediatrics 2001;107:e86.

5. Durkin MS, Hasan ZM, and Hasan KZ. Prevalance and correlates of mental

retardation among children in Karachi, Pakistan. American Journal of

Epidemiology 2000;147:281-8.

6. Islam S, Durkin M, Zaman SS. Socioeconomic status and the prevalence of

mental retardation in Bangladesh. Ment Retard 2003;31:412–17.

7. Durkin MS, Khan NZ, Davidson LL. Prenatal and postnatal risk factors for mental

retardation among children in Bangladesh. Am J Epidemiol 2000; 152:11.

8. Williams LO and P Decouf. Is maternal age a risk factor for mental retardation

among children?. Am J Epidemiol 2009;149:814-23.

9. Moeschler JB, Shevell M. Clinical Genetic Evaluation of the Child With Mental

Retardation or Developmental Delays. Pediatrics 2006;117:2304-2316.

10. Soetjiningsih, editor,IGN Gde Ranuh. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC,

1995.

11. Maramis WF. Retardasi mental dalam catatan ilmu kedokteran jiwa. Surabaya:

Airlangga University Press,1994.

12. Sadock BJ, Sadock VA. Mental retardation in kaplan & sadock’s synopsis of

psychiatry, lippincott & william. London: Lange Medical Books, 2001.

13. Santoso. Penyelidikan pendahuluan retardasi mental di propinsi Jawa Tengah.

Jakarta: Jiwa 1981.

14. Mansjoer Arif, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi,dkk. Kapita selekta kedokteran.

Jakarta: FK UI, 2001.

15. Winnepenninckx B, Rooms L and Kooy RF. Mental retardation: A review of the

genetic causes. The British Journal of Developmental Disabilities 2003;49(96):

29-44.

16. Faradz, SMH. Genetic Assessment and Pedigree Analysis. In Proceeding of the

Simposium The Indonesian Course in Genetic Counseling. Badan Penerbit

UNDIP, Semarang, 2003: 8.

17. Aijaz Farooqi, Bruno Ha¨gglo¨ f, Gunnar Sedin, et al. Mental health and social

competencies of 10- to 12-year-old children born at 23 to 25 Weeks of gestation

in the 1990s: A Swedish National Prospective Follow-up Study. Pediatrics

2007;120;118-133.

18. Santhosh G. Parental-age effects in Down syndrome. J. Genet 2009;27:219–224.

19. Lamb NE and Hassold TJ.Nondisjunction — A View from Ringside. NEJM

2004;351;1931-4.

20. Raymond FL. X linked mental retardation: a clinical guide. J Med Genet 2006;

43: 193-200.

21. Anonymous. Prevention of Mental Retardation, 2010; (online),

(http://www.who.int, diakses 1 Mei 2010).

22. Wuang YP, Wang CC, Huang MH, et al. Prospective study of the effect of

sensory integration, neurodevelopmental treatment, and perceptual–motor therapy

on the sensorimotor performance in children with mild mental retardation. The

American Journal of Occupational Therapy 2009;63:441–452.

23. Qarety PA, Fowler D, and Kuipers E. Cognitive-behavioral therapy for

medication-resistant symptoms. Schizophrenia Bulletin 2000;26:73-86.

24. Tasman BPK and Albano AM. Intensive, short-term cognitive-behavioral

treatment of OCD-like behavior with a young adult with Williams syndrome.

Clinical Case Studies 2007; 6; 483-492.

25. Sachs D, Nasser K. Facilitating family occupations: family member perceptions of

a specialized environment for children with mental retardation. American Journal

of Occupational Therapy 2009; 63: 453–462.

26. Faradz SMH. Penanganan cacat bawaan. Proseding dalam workshop nasional

aspek genetik retardasi mental dan fragile X. Badan Penerbit UNDIP, Semarang,

2005: 12

27. Scriven P.N, Flinter F.A, Braude PR, et al. Robertsonian translocation-

reproductive risks and indications for preimplantation genetic diagnosis. Human

Reproduction 2001;16(1):2267-2273.

28. Sadler TW. Embriologi kedokteran Langman edisi ke-7. Jakarta: EGC, 2000.

29. Morris J K, DE Mutton, dan E Alberman. Revised estimates of the maternal age

specific live birth prevalence of Down’s syndrome. J Med Screen 2002;9:2–6.

30. Smith, L.C. and L. Haddad . Explaining child malnutrition in developing

countries: a cross country analysis.Washington DC: International Food Policy

Research Institute, 2000.

31. Delpeuch F, Traissac P, Martin-Pre´vel Y, et al. Economic crisis and malnutrition:

socioeconomic determinants of anthropometric status of preschool children and

their mothers inan African urban area. Public Health Nutrition 2000: 3(1), 39–47.

32. Firth, Helen V and Hurst, Jane A. Oxford desk reference clinical genetics. Oxford

University Press: 2005.