gambaran usia saat hamil dan riwayat keluarga pada ibu penderita retardasi mental slb-c banjarmasin...
TRANSCRIPT
i
GAMBARAN USIA SAAT HAMIL DAN RIWAYAT
KELUARGA PADA IBU PENDERITA RETARDASI MENTAL
SLB-C BANJARMASIN JUNI 2010
Karya Tulis Ilmiah
Diajukan guna memenuhi sebagian syarat
untuk memperoleh derajat Sarjana Kedokteran
Fakultas Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat
Oleh
Riz Sanfebrian Adiatma
I1A007065
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
BANJARBARU
Desember, 2010
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam karya tulis ilmiah ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Banjarbaru, Desember 2010
Riz Sanfebrian Adiatma
iii
Karya Tulis Ilmiah oleh Arifah
Telah dipertahankan di depan dewan penguji
Pada tanggal 18 Desember 2010
Dewan Penguji
Ketua (Pembimbing Utama)
dr. Siti Wasilah, M.Si.Med
Anggota (Pembimbing Pendamping)
dr. H Syamsul Arifin, M.Pd
Anggota (Penguji)
Isnaini S.Si, M.Si, Apt
Anggota (Penguji)
dr. Nelly Al-Audah, M.Sc
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Kedokteran
dr. H. Hasyim Fachir, Sp.S
NIP. 19560402 198412 1 001
iv
ABSTRAK
GAMBARAN USIA SAAT HAMIL DAN RIWAYAT KELUARGA PADA
IBU PENDERITA RETARDASI MENTAL SLB-C BANJARMASIN JUNI
2010
Riz Sanfebrian Adiatma
Retardasi mental adalah suatu keterbelakangan mental, yang biasa disertai
adanya kendala dalam penyesuaian tingkah laku dan gejalanya timbul pada masa
perkembangan. Retardasi mental dapat disebabkan oleh faktor genetik dan non-
genetik. Faktor genetik yang mempengaruhi kejadian retardasi mental adalah usia
saat hamil dan riwayat keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran usia saat hamil dan riwayat keluarga pada ibu penderita retardasi mental
SLB-C Banjarmasin Juni 2010. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
dengan pendekatan retrospektif. Sampel yang digunakan pada penelitian ini
adalah ibu seluruh penderita retardasi mental di SLB-C Banjarmasin yang
memenuhi kriteria inklusi sebanyak 45 orang. Berdasarkan hasil penelitian,
didapatkan gambaran usia saat hamil ibu penderita retardasi mental yang
bersekolah di SLB-C Banjarmasin berusia dibawah 35 tahun adalah 33 orang
(73%) dan berusia lebih dari atau sama dengan 35 tahun adalah 12 orang (27%).
Sedangkan Ibu Penderita yang memiliki Riwayat Keluarga dengan kelainan
genetik berjumlah 12 orang (27%).
Kata-kata kunci: Retardasi mental, usia saat hamil, riwayat keluarga
v
ABSTRACT
DESCRIPTION OF MATERNAL AGE AND FAMILY HISTORY IN
MOTHER OF PATIENTS WITH MENTAL RETARDATION IN SLB-C
BANJARMASIN JUNE 2010
Riz Sanfebrian Adiatma
Mental retardation is insuffient mental ability, which is usually
accompanied by difficulties in adjusting the behavior and symptoms arise during
development. Mental retardation can be caused by genetic factors and non-
genetic. Genetic factors that influence the incidence of mental retardation is
maternal age and family history. This study aims to know the description of
maternal age and family history of mother patient with mental retardation in SLB-
C Banjarmasin June 2010. This study is a retrospective descriptive approach. The
sample used in this research is the mother of all people with mental retardation in
SLB-C Banjarmasin who fulfilled the inclusion criteria as many as 45
people. Based on research results, obtained picture of maternal age at which
people with mental retardation in school in SLB-C Banjarmasin under the age of
35 years was 33 people (73%) and older than or equal to 35 years is 12
people(27%). While Mother Patients who have a family history with a genetic
disorder amounted to 12 people(27%).
Keyword: Mental Retardation, Maternal Age, Family History
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul
‖GAMBARAN USIA SAAT HAMIL DAN RIWAYAT KELUARGA PADA
IBU PENDERITA RETARDASI MENTAL SLB-C BANJARMASIN JUNI
2010‖.
Karya tulis ilmiah ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat guna
memperoleh derajat sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat banjarbaru. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
Kedua orang tua, atas dukungan semangat, material, dan doa yang telah
diberikan.
Dekan Fakultas Kedokteran, dr. H. Hasyim Fachir, Sp.S yang telah memberi
kesempatan dan fasilitas dalam pelaksanaan penelitian.
Kedua dosen pembimbing, dr. Siti Wasilah, M.Si.Med dan dr. H Syamsul
Arifin, M.Pd yang berkenan memberikan saran dan arahan dalam penyelesaian
karya tulis ilmiah ini.
Kedua dosen penguji, Isnaini S.Si, M.Si, Apt dan dr. Nelly Al-Audah, M.Sc,
yang memberi kritik dan saran sehingga karya tulis ilmiah ini menjadi semakin
baik.
Rekan-rekan penelitian, serta semua pihak atas sumbangan pikiran dan
bantuan tenaga yang telah diberikan.
vii
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari
kesempurnaan, akan tetapi penulis berharap penelitian ini bermanfaat bagi dunia
ilmu pengetahuan.
Banjarbaru, Desember 2010
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PERNYATAAN ............................ ..................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................. iv
ABSTRACT ................................................................................................ v
KATA PENGANTAR .............................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................. 3
C. Tujuan Penelitian .............................................................. 4
D. Manfaat Penelitian ............................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Retardasi Mental ............................................................... 5
B. Penilaian Genetik .............................................................. 15
C. Analisis Pedigree ............................................................... 17
D. Penatalaksanaan ................................................................ 25
BAB III LANDASAN TEORI 29
ix
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian ........................................................ 31
B. Populasi dan Sampel ......................................................... 31
C. Instrumen Penelitian.......................................................... 33
D. Variabel Penelitian ............................................................ 33
E. Definisi Operasional.......................................................... 33
F. Prosedur Penelitian…………………………………….... 34
G. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data ..................... 35
H. Cara Analisis Data............................................................. 35
I. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................... 35
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 36
BAB VI PENUTUP
A. Simpulan ......................................................................... 43
B. Saran ................................................................................ 43
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Karakteristik Dari Retardasi Mental Berdasarkan Range Umur .... 9
4.1 Jadwal Penelitian Gambaran Morfologi Kepala Anak Yang
Bersekolah Di SLB-C Banjarmasin ............................................... 33
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Simbol-simbol dalam pedigree .................................................... 16
3.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian Gambaran Gambaran Usia
Saat Hamil dan Riwayat Keluarga Pada Ibu Penderita
Retardasi Mental Slb-C Banjarmasin Juni 2010 ......................... 21
5.1 Grafik Gambaran Usia Saat Hamil Ibu Penderita Retardasi
Mental SLB-C Banjarmasin Juni 2010 25
5.2 Grafik Gambaran Riwayat Keluarga Ibu Penderita Retardasi
Mental SLB-C Banjarmasin Juni 2010 ....................................... 29
5.3 Grafik Gambaran Riwayat Keluarga Dengan Usia Saat Hamil
Ibu Penderita Retardasi Mental SLB-C Di Banjarmasin Juli
2010 ............................................................................................. 30
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Lembaran Inform Consent Subjek Penelitian
2. Formulir Pemeriksaan Usia dan Riwayat Keluarga Ibu
3. Dokumentasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak-anak tuna grahita atau biasa disebut penderita retardasi mental (RM)
menurut Diagnostic and Statical Manual of Mental Disorder (DSM-IV-TR)
merupakan gangguan yang ditandai oleh fungsi intelektual yang secara signifikan
di bawah rata-rata (IQ kira-kira 70 atau lebih rendah) yang bermula sebelum usia
18 tahun disertai penurunan fungsi adaptif. Fungsi adaptif ialah kemampuan
individu untuk secara efektif menghadapi kebutuhan untuk mandiri yang dapat
diterima oleh lingkungan sosialnya. Sebagian besar penderita retardasi mental
didiagnosis ketika masuk usia sekolah,tapi hanya sekitar 30% sampai 50 % saja
yang diketahui penyebabnya (1).
Data dari American Psychiatric Accociation (APA), sekitar 1-3% dari
jumlah penduduk Amerika menyandang retardasi mental yang dapat dijumpai di
lingkungan sekitar tempat tinggal. Studi yang dilakukan di Pakistan dan India,
menunjukkan angka kejadian retardasi mental berat berkisar 12-24/1000,
sedangkan di Bangladesh berkisar 5,9/1000 kelahiran anak. Negara Indonesia
belum memiliki data pasti mengenai jumlah penderita retardasi mental.
Berdasarkan data DEPDIKNAS tahun 2009 terdapat 50.000 ribu anak retardasi
mental yang terdaftar pada sekolah luar biasa di seluruh Indonesia, sedangkan
untuk di Kalimantan Selatan khususnya Banjarmasin belum diketahui berapa
jumlah penduduk yang mengalami keterbelakangan mental (2-7).
2
Secara umum penyebab kelainan mental adalah faktor keturunan (genetik)
atau faktor yang tidak jelas sebabnya (simpleks), disebut retardasi mental primer.
Faktor sekunder disebabkan oleh faktor luar yang berpengaruh terhadap otak bayi
dalam kandungan atau anak-anak. Seorang anak dapat menderita retardasi mental
disebabkan oleh infeksi atau intoksikasi, akibat dari dalam kandungan, gangguan
metabolisme, pertumbuhan atau gizi kurang, penyakit otak, pengaruh pranatal
yang tidak jelas, dan prematuritas. Faktor ibu merupakan salah satu faktor genetik
yang mempengaruhi kejadian retardasi mental (1,8).
Usia kehamilan ibu berpengaruh pada kejadian retardasi mental. Ibu yang
mengandung di usia tua merupakan faktor resiko terjadinya sindrom down.
Sindrom down merupakan salah satu kelainan genetik yang menyebabkan
retardasi mental. Semakin tua usia ibu hamil maka kemungkinan terjadinya
meiotic disjunction dan rekombinasi menyimpang yang menghasilkan aneuploidi
semakin meningkat. Hasil pemeriksaan prenatal yang dilakukan pada ibu hamil
berusia lebih dari 35 tahun dengan suatu aneuploidi yang terdeteksi, ternyata
menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian antara fetus yang dilahirkan dengan
aneuploidi yang terdeteksi. Fetus yang dilahirkan sebagian besar memiliki defek
kelahiran dan retardasi mental (8).
Pemeriksaan klinik genetik yang optimal dimulai dengan riwayat
komprehensif dan pemeriksaan fisik, termasuk riwayat tiga generasi keluarga
dengan melihat fakta-fakta anggota keluarga dengan retardasi mental,
keterlambatan perkembangan, diagnosis psikiatrik, malformasi kongenital,
keguguran berulang (mischarriage), kematian bayi baru lahir (stillbirth), dan
3
kematian dini anak-anak. Riwayat keluarga dan klinik digunakan oleh ahli
genetika klinis untuk mengetahui faktor penyebab dan membantu evaluasi
diagnosis (9).
Penelitian tentang retardasi mental sangatlah penting, karena menyangkut
kualitas sumber daya manusia. Sebagaimana diketahui, retardasi mental berat
akan menjadi beban masyarakat, sedangkan anak retardasi mental border line atau
ringan masih dapat melakukan pekerjaan sederhana. Pencapaian perkembangan
maksimal anak retardasi mental dapat dilakukan dengan pendidikan di SLB-C.
Sekolah luar biasa di Kalimantan Selatan tersebar di berbagai kabupaten dan
kota. SLB-C yang terbanyak terdapat di kota Banjarmasin yaitu berjumlah empat
buah yang terdiri atas SLB-BC Dharma Wanita Persatuan Provinsi Kalimantan
Selatan, SLB-BC Paramita Graha, YPLB Airmantan dan SDLB N Pelambuan 6
Banjarmasin.
Penelitian tentang usia dan riwayat keluarga pada ibu penderita tuna grahita
yang bersekolah di SLB-C di Kalimantan Selatan khususnya di Banjarmasin
belum pernah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan hal ini maka akan dilakukan
penelitian tentang morfologi kepala yang mengambil tempat di empat SLB-C di
Banjarmasin.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, dapat dirumuskan
permasalahan penelitian, yaitu ―bagaimanakah gambaran usia saat hamil dan
riwayat keluarga pada ibu penderita retardasi mental di SLB-C Banjarmasin Juni
2010?‖
4
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran usia saat
hamil dan riwayat keluarga pada ibu penderita retardasi mental SLB-C
Banjarmasin Juni 2010.
Tujuan khusus penelitian ini adalah
a) Mengetahui gambaran usia saat hamil pada ibu penderita retardasi mental
SLB-C Banjarmasin Juni 2010.
b) Mengetahui gambaran riwayat keluarga pada ibu penderita retardasi mental
SLB-C Banjarmasin Juni 2010.
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan tentang faktor yang berhubungan dengan retardasi mental
terutama mengenai usia saat hamil dan riwayat keluarga pada ibu penderita
retardasi mental.
Hasil dari penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi pasangan usia
subur dalam merencanakan perkawinan harus memperhatikan usia saat hamil dan
riwayat keluarga dari ibu sehingga dapat terhindar dari anak yang lahir dengan
retardasi mental.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Retardasi Mental
1. Definisi dan etiologi retardasi mental
Keterbelakangan mental (sering disebut sebagai intelektual cacat dan cacat
kognitif ) yang berasal dari kata oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren =
jiwa) atau tuna mental yaitu cacat seumur hidup yang dimulai pada masa bayi atau
anak usia dini tetapi tidak dapat didiagnosis sampai anak berumur lebih dari 5
tahun, yaitu saat pengukuran standar kecerdasan menjadi valid dan reliabel.
Retardasi mental menurut Diagnostic and Statical Manual of Mental Disorder
(DSM-IV-TR) merupakan gangguan yang ditandai oleh fungsi intelektual yang
secara signifikan di bawah rata-rata (IQ kira-kira 70 atau lebih rendah) yang
bermula sebelum usia 18 tahun disertai penurunan fungsi adaptif. Asosiasi
retardasi mental di Amerika, mendefinisikan keterbelakangan mental dengan
langkah-langkah dari 3 domain: kecerdasan (IQ), perilaku adaptif, dan sistem
yang mendukung. Dengan demikian, tidak dapat hanya mengandalkan ukuran IQ
untuk menentukan retardasi mental (1,2).
Menurut WHO retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak
mencukupi. Carter mengatakan retardasi mental adalah suatu kondisi yang
ditandai oleh intelegensi yang rendah yang menyebabkan ketidakmampuan
individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas
kemampuan yang dianggap normal (10).
6
Prevalensi gangguan ini di Amerika adalah 3:100 orang. American
Psychiatric Accociation menyatakan penyebab dari retardasi mental dapat
disebabkan oleh: (1)
a. Sindrom down dan abnormalitas kromosom lainnya
Wade pada tahun 2000 menyatakan abnormalitas kromosom yang paling
umum menyebabkan retardasi mental adalah sindrom down yang ditandai oleh
adanya kelebihan kromosom atau kromosom ketiga pada pasangan kromosom ke
21, sehingga mengakibatkan jumlah kromosom menjadi 47.
Anak dengan sindrom down dapat dikenali berdasarkan ciri-ciri fisik
tertentu, seperti wajah bulat, lebar, hidung datar, dan adanya lipatan kecil yang
mengarah kebawah pada kulit dibagian ujung mata yang memberikan kesan sipit.
Lidah yang menonjol, tangan yang kecil, dan berbentuk segi empat dengan jari-
jari pendek, jari kelima yang melengkung, dan ukuran tangan dan kaki yang kecil
serta tidak proporsional dibandingkan keseluruhan tubuh juga merupaka ciri-ciri
anak dengan sindrom down. Hampir semua anak ini mengalami retardasi mental
dan banyak diantara mereka mengalami masalah fisik seperti gangguan pada
pembentukan jantung dan kesulitan pernafasan.
b. Sindrom Fragile X dan Abnormalitas genetik lainnya
Sindrom fragile X merupakan tipe umum dari retardasi mental yang
diwariskan. Gangguan ini disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X. gen
yang rusak berada pada area kromosom yang tampak rapuh, sehingga disebut
sindrom fragile X. sindrom ini menyebabkan retardasi mental pada 1000-1500
pria dan hambatan mental pada setiap 2000-2500 perempuan. Efek dari sindrom
7
fragile X berkisar antara gangguan belajar ringan sampai retardasi parah yang
dapat menyebabkan gangguan bicara dan fungsi yang berat.
Phenylketonuria (PKU) merupakan gangguan genetik yang terjadi pada satu
diantara 10000 kelahiran. Gangguan ini disebabkan adanya satu gen resesif yang
menghambat anak untuk melakukan metabolisme. Konsekuensinya, phenilalanin
dan turunannya asam phenilpyruvic, menumpuk dalam tubuh, menyebabkan
kerusakan pada system saraf pusat yang mengakibatkan retardasi mental dan
gangguan emosional.
c. Faktor prenatal
Penyebab retardasi mental adalah infeksi dan penyalahgunaan obat selama
ibu mengandung. Infeksi yang biasanya terjadi adalah Rubella, yang dapat
menyebabkan kerusakan otak. Penyakit ibu juga dapat menyebabkan retardasi
mental, seperti sifilis, cytomegalovirus, dan herpes genital. Obat-obatan yang
digunakan ibu selama kehamilan dapat mempengaruhi bayi melalui plasenta.
Sebagian dapat menyebabkan cacat fisik dan retardasi mental yang parah.
Anak-anak yang ibunya minum alkohol selama kehamilan sering lahir
dengan sindrom fetal fetal, dan merupakan kasus paling nyata sebagai penyebab
retardasi mental. Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen atau cedera
kepala, infeksi otak, seperti encephalitis dan meningitis, terkena racun, seperti cat
yang mengandung timah sangat berpotensi menyebabkan retardasi mental.
d. Faktor-faktor psikososial
8
Penyebab retardasi mental pada sebagian kasus disebabkan faktor
psikososial, seperti lingkungan rumah, atau sosial yang miskin, yaitu yang tidak
memberikan stimulasi intelektual, penelantaran, atau kekerasan dari orang tua
dapat menjadi penyebab atau memberi kontribusi dalam perkembangan retardasi
mental.
Kasus yang berhubungan dengan aspek psikososial disebut sebagai retardasi
budaya-keluarga (cultural-familial retardation). Individu dalam keluarga miskin
kekurangan keperluan untuk menerima pendidikan dan pengembangan
keterampilan-keterampilan. Akibatnya, individu menjadi retardasi mental akibat
dari kemiskinan, tidak menerima pendidikan dan larangan-larangan pada budaya
tertentu untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan individu.
Retardasi mental tersebut dapat terjadi disebabkan infeksi atau intoksikasi,
akibat dari dalam kandungan, gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi
kurang, akibat penyakit otak yang nyata, pengaruh pranatal yang tidak jelas, dan
akibat prematuritas (11).
2. Epidemiologi dan klasifikasi retardasi mental
Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di indonesia 1-
3 persen penduduknya menderita kelainan ini. Insidennya sulit diketahui karena
retardasi metal kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan
dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak
sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5
kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan (12).
9
Data dari American Psychiatric Accociation (APA), sekitar 1-3% dari
jumlah penduduk amerika menyandang retardasi mental yang dapat dijumpai di
lingkungan sekitar tempat tinggal. Studi yang dilakukan di Pakistan dan India
angka kejadian retardasi mental berat berkisar 12-24/1000, sedangkan di
Bangladesh berkisar 5,9/1000 kelahiran anak. Negara Indonesia belum memiliki
data angka pasti mengenai jumlah penderita retardasi mental, tetapi berdasarkan
data DEPDIKNAS terdapat 50.000 ribu anak retardasi mental yang terdaftar pada
sekolah luar biasa di seluruh Indonesia, sedangkan untuk di Kalimantan Selatan
khususnya Banjarmasin belum diketahui berapa jumlah penduduk yang
mengalami keterbelakangan mental (2-7).
Prevalensi retardasi menurut kepustakaan mental adalah 3,4% dari seluruh
populasi. Indonesia terdapat prevalensi sebesar 3%. Penelitian pada komunitas
orang dewasa terdapat prevalensi sebesar 1,89%. Penelitian tentang retardasi
mental sangat penting, karena menyangkut kualitas sumber daya manusia.
Sebagaimana diketahui retardasi mental berat menjadi beban masyarakat, sedang
border line atau ringan masih dapat melakukan pekerjaan sederhana. Dari
penelitian Santoso (1981) dikatakan bahwa 74% 196 dari 265 narapidana
mempunyai kecerdasan subnormal dan mampu melakukan pekerjaan ringan (13).
Klasifikasi retardasi mental dapat dibagi menjadi 4 kelompok yaitu: (14)
1) Retardasi mental ringan
Keterampilan sosial dan komunikasinya mungkin adekuat dalam tahun-
tahun prasekolah. Tetapi saat anak menjadi lebih besar, defisit kognitif tertentu
10
seperti kemampuan yang buruk untuk berpikir abstrak dan egosentrik mungkin
membedakan dirinya dari anak lain seusianya.
2) Retardasi mental sedang
Keterampilan komunikasi berkembang lebih lambat. Isolasi sosial dirinya
mungkin dimulai pada usia sekolah dasar. Penderita dapat dideteksi lebih dini jika
dibandingkan dengan retardasi mental ringan.
3) Retardasi mental berat
Bicara anak terbatas dan perkembangan motoriknya buruk. Gangguan sudah
nyata terlihat pada usia prasekolah. Kemampuan bahasanya mungkin berkembang
pada usia sekolah. Jika perkembangan bahasanya buruk, bentuk komunikasi
nonverbal dapat berkembang.
4) Retardasi mental sangat berat
Keterampilan komunikasi dan motoriknya sangat terbatas. Perkembangan
bicara dan mampu menolong diri sendiri secara sederhana pada masa dewasa
dapat terjadi, tetapi seringkali masih membutuhkan perawatan orang lain.
11
Tabel 2.1 Derajat Retardasi Mental
Derajat
RM
IQ Usia Prasekolah
(0-5 tahun)
Usia Sekolah
(0-21 tahun)
Usia Dewasa
(>21 ahun)
Sangat
Berat
<20 Retardasi Jelas Beberapa
perkembangan
motorik dapat
berespons namun
terbatas
Perkembangan
motorik dan bicara
sangat terbatas
Berat 20-
34
Perkembangan
motorik yang
miskin
Dapat berbicara atau
belajar
berkomunikasi
namun latihan
kejuruan tidak
bermanfaat
Dapat berperan
sebagaian dalam
pemeliharaan diri
sendiri dibawah
pengawasan ketat
Sedang 35-
49
Dapat berbicara
atau belajar
berkomunikasi,
ditangani dengan
pengawasan
sedang
Latihan dalam
keterampilan sosial
dan pekerjaan dapat
pergi sendiri
ketempat yang telah
dikenal
Dapat bekerja
sendiri tanpa
dilatih namun
perlu pengawasan
terutama jika
berada dalam stres
Ringan 50-
69
Dapat
mengembangakan
keterampilan
sosial dan
berkomunikasi,
retardasi mnimal
Dapat belajar
keterampilan
akademik sampai ±
kelas 6 SD
Biasanya dapat
mencapai
keterampilan
sosial dan
kejuruan namun
perlu bantuan
terutama bila
stress
12
3. Etiologi
Penyebab keterbelakangan mental dikategorikan berdasarkan genetik, fisik,
dan cultural-familial (multi-faktorial) serta resultan sindrom atau kondisi yang
muncul dari sebab tersebut (2).
Genetik
Penyebab genetik merupakan penyebab yang paling sering disebutkan
dalam literatur mengenai retardasi mental dan resultan sindromnya. Padahal
tercatat bahwa hanya delapan sampai dua belas persen dari populasi retardasi
mental disebabkan oleh faktor genetik. Hal ini mungkin disebabkan dari jumlah
delapan persen ini kira-kira tiga puluh lima persen dari yang dikenal spesifik
penyebab retardasi mental (2).
Penyimpangan dalam kromosom seks dapat menghasilkan sindrom Turner
(kekurangan kromosom X) dan sindrom Klinefelter's (adanya ekstra kromosom
X). Sindrom Turner hanya terjadi pada wanita, dengan keterbelakangan mental
yang terjadi dalam dua puluh persen dari kasus. Sindrom Klinefelter terjadi pada
laki-laki saja, dengan keterbelakangan mental. Sebuah kelainan kromosom seks
baru-baru ini yang disebut sindrom Fragile X yang terjadi terutama pada laki-laki,
mungkin merupakan penyebab sejumlah besar laki-laki dengan keterbelakangan
mental yang sebelumnya didiagnosis sebagai culturalfamilial cause (atau
diagnosis tidak diketahui) dan sindrom genetik kedua paling umum berhubungan
dengan keterbelakangan mental (2,15).
Perubahan umur yang berhubungan dalam pola melahirkan mungkin
memiliki implikasi untuk kehamilan baik jangka pendek maupun panjang. Bayi
13
yang dikandung oleh perempuan diatas dari spektrum usia optimal untuk hamil,
beresiko lebih tinggi untuk melahirkan anak dengan kelainan, seperti janin lahir
mati, prematur, berat lahir rendah, lahir cacat, dan kematian bayi. Anak-anak yang
lahir dari ibu hamil pada usia yang sangat muda atau sangat tua mungkin beresiko
besar untuk masalah lain,termasuk rendahnya fungsi kognitif (8,16).
Beberapa data hasil penelitian terdahulu menunjukkan adanya hubungan
antara umur seorang wanita pada saat kelahiran dan tingkat fungsi kognitif anak
yang dilahirkannya. Hasil penelitian di antara anak-anak yang telah mencapai usia
sekolah, secara konsisten menunjukkan hubungan linier positif antara umur ibu
saat melahirkan dan status mental anak. Rendahnya nilai prestasi belajar dan
frekuensi yang lebih tinggi dari retensi di TK atau kelas satu telah dilaporkan pada
anak-anak yang dilahirkan oleh ibu remaja. Namun, asosiasi ini menjadi lemah
atau hilang sama sekali ketika faktor-faktor pengganggu seperti pendidikan ibu,
status sosial ekonomi, dan ukuran keluarga yang dipertimbangkan (8,17).
Usia ibu yang lebih tua berhubungan dengan peristiwa meiosis
nondisjunction (gagal berpisah) dan penurunan angka rekombinasi dan atau
rekombinasi menyimpang yang mengakibatkan terjadinya aneuploidy. Beberapa
kelainan akibat aneuploidi yang paling sering terdeteksi, yang dapat bertahan
hidup dengan sindrom genetik yang ditandai dengan beberapa cacat lahir dan
keterbelakangan mental yaitu, trisomi 21,18, dan 13 (17-20).
Usia ibu yang lebih tua adalah faktor risiko yang terkenal untuk sindrom
Down (trisomi 21), penyebab genetik paling umum keterbelakangan mental.
Beberapa laporan telah menunjukkan bahwa anak-anak dari ibu yang berusia di
14
atas 35 tahun saat melahirkan memiliki skor tes mental sedikit lebih rendah
daripada anak-anak dari ibu berusia di bawah 35 tahun, yang menimbulkan
pertanyaan apakah anomali kongenital lain yang mempengaruhi sistem saraf pusat
dapat berhubungan dengan usia ibu yang lebih tua. Peristiwa aberasi dalam
rekombinasi genetik yang disebabkan oleh usia ibu hamil yang tua jarang
terdeteksi tetapi jika pada masa awal perkembangan embrio terganggu oleh karena
gamet yang tua (gametogenic aging) maka dapat terjadi gangguan perkembangan
saraf dan menyebabkan kemampuan kognitif rendah pada bayi yang dilahirkan
dari ibu hamil usia tua (8,17,18,19,20).
Fisik
Keterbelakangan mental akibat kerusakan otak dapat memberikan kontribusi
sekitar 10 hingga 12 persen dari total populasi retardasi mental. Faktor fisik utama
pemicu keterbelakangan mental. meliputi: (2)
a) Prenatal: Gizi ibu, ibu infeksi akut (Rubella), infeksi kronis ibu (Sifilis),
sensitivitas ibu (faktor Rh), disfungsi ibu (hipertensi, diabetes), anoxia,
radiasi, dan obat-obatan (termasuk alkohol ).
b) Neonatal : bayi lahir prematur, apneu atau asfiksia, adanya cedera saat lahir.
c) Postnatal : Trauma cedera kepala, tumor otak, infeksi (meningitis).
Cultural atau familial
Faktor kultural familial berpengaruh pada delapan puluh persen dari
populasi retardasi mental. Hereditas (keturunan) memainkan peran yang jelas
karena kemungkinan keterbelakangan lebih besar bagi anak-anak lahir dalam
keluarga dengan orang tua yang signifikan secara intelektual terbatas. Pengaruh
15
lingkungan sama nyata atas kejadian keterbelakangan mental. Faktor lingkungan
meliputi: budaya, sikap kekeluargaan atau sub-kelompok; perawatan ibu acuh tak
acuh; penolakan orangtua, dan kurang sensorik (2).
B. Penilaian genetik
Seperti yang telah kita ketahui bahwa semua penderita yang datang di klinik
umumnya dilakukan wawancara, pemeriksaan fisik rutin, pemeriksaan penunjang
dan selanjutnya baru ditentukan diagnosisnya pada penderita yang dicurigai
mempunyai penyakit genetik yang diwariskan ataupun tidak diwariskan. Ada hal-
hal yang khusus dalam menilai pemeriksaan yang berhubungan dengan penyakit
genetik, yaitu penelusuran riwayat keluarga. Wawancara penelusuran keluarga
sangat penting untuk penegakkan pohon keluarga (family tree atau pedigree) yang
informatif. Pedigree keluarga akan menyimpulkan jenis penurunan dari penyakit
dan menghitung risiko munculnya penyakit ini pada anggota keluarga (16,19).
Sebuah evaluasi medis genetika yang optimal dimulai dengan sejarah
lengkap dan pemeriksaan fisik, termasuk riwayat keluarga yang meliputi 3
generasi dengan perhatian khusus kepada anggota keluarga dengan
keterbelakangan mental, keterlambatan perkembangan, kelainan kejiwaan,
kelainan bawaan, keguguran, stillbirths, dan kematian anak usia dini. Sejarah
medis dan keluarga yang memungkinkan untuk ahli genetika klinis untuk
mencurigai sebuah etiologi akan membantu dalam membimbing evaluasi
diagnosis; tetapi hal ini tidak berdiri sendiri dan hanya penting setelah
pemeriksaan klinis. Sejarah keluarga dapat membantu menyarankan diagnosis,
16
terutama ketika terdapat anggota keluarga lain yang terkena dampak yang sama
(9,16).
1. Wawancara
Pada anak-anak dengan malformasi kongenital dibutuhkan informasi
tentang kesehatan orang tua, umur ibu ketika hamil, pemaparan bahan-bahan
teratogen, riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya, apakah pernah
keguguran dan pertumbuhan janin dalam kandungan. Keadaan anggota keluarga
lainnya apakah ada yang menderita malformasi kongenital atau kelainan yang
mirip dengan kelainan anak yang menjadi probandus. Umur awitan sakit (age of
onset) dari penderita dan umur dari anggota keluarga lainnya yang tidak sakit
perlu juga dicatat (16).
2. Pemeriksaan Fisik
Status mental pada anak-anak diatas dua tahun sudah dapat dinilai dengan
tes intelegensia. Pada bayi-bayi masih sulit dilihat status mentalnya,
keterlambatannya perkembangan pada bayi dapat merupakan indikator adanya
gangguan kognitif. Pengambilan foto penderita merupakan salah jenis perekaman
medik yang cukup bagus (16).
3. Diagnosis
Diagnosis dapat dimulai dari pemeriksaan fisik yang tersebut diatas,
kemudian pemeriksaan laboratorium rutin dan sederhana. Kemudian dilanjutkan
pemeriksaan spesifik. Setelah pemeriksaan diatas baru kemudian berdasarkan
indikasi medik dilakukan pemeriksaan spesifik genetik yaitu sitogenetika atau
17
analisis kromosom dan analisis DNA. Pemeriksaan spesifik ini tidak selalu dapat
membuka tabir adanya kelainan genetik pada seseorang (16).
C. Analisis Pedigree
Pembuatan silsilah keluarga sangat penting dalam genetika kedokteran.
Dengan silsilah keluarga yang lengkap, apalagi terdapat kelainan yang terdeteksi
dalam beberapa generasi dan dalam tiap generasi yang mempunyai jumlah
anggota yang besar, maka dapat diungkap dengan lebih mudah cara pewarisan
penyakit tertentu. Tetapi saat ini jumlah anak sangat kecil dan jarak pada penyakit
genetik yang telah diketahui pewarisannya, maka cara pewarisan yang telah
diketahui dapat digunakan sebagai patokan (16).
Simbol-simbol yang digunakan dalam membuat silsilah keluarga adalah
sebagai berikut (15):
Perkawinan dan anak-anaknya
Pria dengan dua istri
18
Hubungan ilegal
Perkawinan keluarga
Kembar dizigot
Kembar monozigot
Zigositas tak jelas
Jumlah anak
Subjek sakit
dikonsultasikan
heterozigot untuk gen autosom
heterozigot X linked
lahir mati
abortus
3 4 5
? ?
O
19
telah meninggal
Gambar 2.1 Simbol-simbol dalam pedigree
Aberasi Kromosom
Aberasi kromosom artinya jumlah dan atau bentuk kromosom yang
abnormal, kelainan ini dapat dilihat dengan mikroskop cahaya. Faktor-faktor yang
mengindikasikan bahwa seseorang mempunyai aberasi kromosom yang familial
adalah adanya riwayat infertilitas, keguguran berulang, melahirkan bayi mati
dengan malformasi atau bayi lahir hidup dengan malformasi ganda yang tidak
mengikuti pola pewarisan Mendel. Kelainan jumlah kromosom yang paling
banyak dimasyarakat adalah Sindrom Down yang mempunyi kromosom 47
dengan kelebihan 1 kromosom 21. Sindrom Down trisomi 21 termasuk penyakit
genetik tetapi biasanya tidak diwariskan, diduga kelainan ini akibat usia ibu yang
tua sehingga kualitas sel telur menjadi kurang baik dan mengalami gangguan
pembelahan. Pada amniosentesis risiko untuk jenis trisomi lainnya 1 %. Risiko
rekurensi mempunyai bayi sindrom down meningkat. Bila terdapat sindrom Down
yang dilahirkan oleh ibu muda maka harus dilakukan pemeriksaan kariotip anak.
bila kariotip anak menunjukkan trisomi 21 translokasi maka kariotip orangtua (Ibu
dan bapak) harus diperiksa karena sindrom Down translokasi sering akibat
pewarisan oleh orang tuanya yang membawa translokasi seimbang. Kemungkinan
translokasi seimbang pada orang tua penderita sindrom Down adalah translokasi
normal yang pembawa translokasi seimbang antara kromosom 21 dab 21 maka
risiko 100% mempunyai anak dengan sindrom Down.
20
Sebagian besar aberasi kromosom akibat mutasi spontan (sporadik). Dalam
konseling genetika konselor harus sangat hati-hati terhadap kasus-kasuk sindrom
Down, mengingat umumnya kasus-kasus ini bukan karena pewarisan dan
rekurensinya sangat kecil. Konseling suportif bgi ibu-ibu muda dengan riwayat
pernah melahirkan bayi sindrom Down harus benar-benar dipertimbangkan dan
berdasarkan investigasi agar dapat mengambil keputusan hamil lagi.
Aberasi kromosom diwariskan paling banyak adalah translokasi seimbang
(balanced/reciprocal translocation) dan inversi, kelainan struktur kromosom tidak
seimbang (unbalanced structural abnormalities) umumnya translokasi seimbang
(carrier balanced translocation) Oleh karena itu dalam kasus-kasus aberasi
kromosom pada malformasi kongenital harus dilakukan pemeriksaan kromosom
orang tuanya. Sangat sulit untuk menilai risiko reproduksi pada seseorang dengan
translokasi seimbang, kromosom dapat hidup tergantung pada besar kecilnya
segment yang tidak seimbang. Bila sepasang suami isteri melahirkan bayi lahir
hidup dengan malformasi kongenital mempunyai risiko reproduksi yang lebih
tinggi dibanding dengan keguguran dan infertilitas. Pada individu dengan
translokasi resiprokal mempunyai predisposisi untuk mempunyai keturunan
dengan 45 atau 47 kromosom, menunjukkan angka keguguran yang tinggi dan
pada wanita carrier risiko mendapat keturunan dengan dengan kromosom tak
seimbng 7-10% sedang pada laki-laki carrier risiko rendah.
Gangguan Gen Tunggal
Sesuai dengn hukum Mendel ada 3 pola penurunan yaitu secara autosomal
dominan dan resesif (kelainannya pada autosom, bukan pada kromosom penenda
21
kelamin) dan pewarisan melalui kromosom X (kromosom kelamin penanda
kelamin) atau yang melalui jalur ibu yang biasa disebut pewarisan X terangkai (X-
linked).
Didalam satu haploid genom manusia (23 kromosom) didapatkan 30.000-
50.000 gen dan didalamsatu kromosom didapatkan 2.000 gen. Satu kromosom
besarnya lebih kurang 85 megabase (Mb), bila aberasi kromosom <4Mb (4 juta
basa/bp) tidak dapat dilihat dibawah mikroskop cahaya. Oleh karena itu kelainan
gen tunggal ini tidak dapat dilihat dengan mikroskop cahaya (pemeriksaan
sitogenetika) karena gen sangat kecil sekali (10-15Kb). Utasi gen biasanya hanya
beberapa basa saja bahkan bisa hanya satu basa.
a. Autosomal resesif
Bila pasangan suami isteri keduanya heterozigot pembawa gen abnorml,
pasangan ini biasanya tidak menderita sakit tetapi aakan menimbulkan penyakit
pada anaknya yang homozigot (keduanya autosomnya sebagai pembawa gen
abnormal). Pada gangguan autosomal resesif keadaan homozigot (penderita)
biasanya hanya terdapat pada satu keluarga dalam satu generasi. Laki-laki dan
perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi penderita. Penyakit
ini banyak berhubungan dengan perkawinan keluarga (consanguity).
Perkawinan keluarga (sanak, kadang) dekat biasanya disebut perkawinan
kosanguin, perkawinan darah, atau inbreeding, dan perkawinan demikian
mempunyai arti yang sangat penting dalam genetika kedokteran. Akibat buruk
dari perkawinan keluarga adalah lebih mudah bertemunya sifat jelek resesif
(terutama ressif autosom), sehingga akan manifes kelainannya (menampakkan
22
fenotip). Untuk penyakit resesif autosom, individu heterozigot tampak normal,
sehingga calon mempelai tidak akan mengetahui bahwa ia sendiri atau
pasangannya membawa gen jelek, sehingga mereka tidak bisa memilih pasangan
bebas gen jelek tadi. Sebaliknya pada penyakit dominan, maka individu akan
dipilih sebagai calon pasangan dalam perkawinan keluarga. Dengan demikian
nasib penyandang penyakit dominan di mata keluarga dan orang lain dalam hal ini
sebagai pasangan adalah sama. Keadaan demikian juga dialami oleh pria dengan
penyakit resesif terangkai-X, karena pria hemizigot juga manifes penyakitnya.
Kelainan gen tunggal autosomal resesif yaitu penyakit darah thalassemia
dan albinisme. Konselor menjelaskan risiko terjadinya penyakit pada
keturunannya dapat diibaratkan dengan membalik 2 koin bergambar kepala dan
ekor, kemungkinan yang terjadi koin-koin tersebut hanya satu kali dapat
menampakkan 2 gambar yang sama kepala dan kepala atau ekor dan ekor
(homozigot normal maupun homozigot sebagai pembawa gen), yang berarti risiko
terjadinya homozigot penderita dan homozigot normal adalah 1 : 4. Kemungkinan
menampakkan 2 gambar yang berbeda kepala dan ekor (heterozigot) dapat terjadi
2 kali berarti risiko terjadinya heterozigot 1 : 2.
Secara konvensional kemungkinan (probability) ditandai dengan fraksi
proporsi 1, jadi kemungkinan 0 berarti hasilnya tidak akan pernah diteliti,
sedangkan 1 berarti hasilnya akan selalu damati pada 1 dalam 4 kesempatan.
Ketika mengkalkulasi risiko penurunan autosomal resesif prinsip dasar adalah
menegakkan kemungkinan, bila ayah dan ibu carrier maka produk dari
kemungkinan (risiko akan menderit sakit) dikalikan ¼ dan anak yang sehat ¾, dari
23
3 anak yang tampak sehat 2 adalah carrier maka kemungkinan menjadi carrier
adalah 2/3.
b. Autosomal dominan
Karakteristik penurunan kelainan gen tunggal autosomal dominan adalah
individu heterozigot akan menderita sakit, salah satu orangtuanya pasti menderita
sakit, keturunan yang fenotipnya normal pasti tidak membawa mutasi gen.
Penghitungan risiko pada aurosomal dominan sangat mudah, anak dari penderita
mempunyai risiko ½ tanpa melihat jenis kelamin baik pada laiki-laki maupun
perempuan.
c. X terangkai (X-linked)
Penyakit keturunan yang diwariskan lewat jalur ibu maka risiko pewarisan
pada anak laiki-laki 50% dan risiko pembawa gen abnormal pada anak perempuan
juga 50%. Penurunan secara X terangkai digolongkan dengan resesif dan
dominan. Wanita penderita resesif tidak akan menderita sakit, sedang pada yang
dominan wanita pembawa sifat jug dapat menderita sakit dibanding dengan
wanita heterozigot. Contoh penyakit yang diwariskan secara X terangkai resesif
adalah sindrom Fragile-X. Khusus pada fragile X, ada pendapat wanita pembawa
sifat juga sebagai penderit dan laki-laki (non-transmitting males/NTM) yang
tampak sehat ternyata sebagai pembawa gen abnormal.
Pewarisan Mitokondria/Sitoplasmik
DNA mitokondria berada pada sitoplasma semua sel. Penurunan secara
mitondrial disebut juga matrilineal inheritance akan selalu dibawa lewat jalur ibu
karena pada proses konsepsi hanya wanita yang akan membawa DNA
24
mitokondria. DNA mitokondria spermatozoa terletak pada ekornya yan gakan
dilepas ketika terjadi konsepsi (penembusan spermatozoa ke zona pellusida).
Pedigree pada penyakit mitokondrial sangat mirip dengan pedigree dari X-linked
dominan karena wanita pembawa mutasi dari wanita akan diwariskan kepada
semua keturunannya sehingga laki-laki dan wanita mempunyai kesempatan yang
sama untuk menjadi penderita. Wanita penderita akan selalu mewariskan penyakit
ini kepada anak-anaknya, tetapi laki-laki tidak akan menurunkan penyakit ini.
Penderita laki-laki tidak akan mewariskan gen yang mutasi kepada keturunannya.
Problem pada konseling dari penyakit ini bahwa ada individu yang membawa gen
yang bermutasi tetapi asimtomatik. Rekurensi pada penyakit ini mitokondrial ini
juga sulit di kontrol. Penyakit mitokondrial juga ada yang terjadi secara spontan
atau sporadik, bukan karena transmisi dari garis ibu.
Kelainan Multifaktorial
Pewarisan multifaktorial atau poligenik yaitu menunjukkan suatu efek
kombinasi antara jumlah banyak gen dan interaksi dengan lingkungan seperti pada
kasus celah bibir yang diduga akibat mutasi gen karena pengaruh lingkungan
(logam berat). Bayi baru lahir dengan kelainan pada saluran sistem saraf (neural
tube defect) seperti spian bifida, encephalocele dan anencepaphaly, yang
diakibatkan oleh kekurangan asam folat baik itu secara genetik ibu tidak dapat
mengolah asam folat maupun akibat faktor lingkungan (makanannya kurang
25
mengandung asam folat). Risik pada kasus multifaktorial sulit ditentukan, lebih
dekt hubungan keluarganya lebih tinggi risikonya.
D. Penatalaksanaan
Terapi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi pencegahan dan
penanganan psikiatri.
Pencegahan
Fokus pada pencegahan gangguan intelektual dan komplikasi yang
menyertainya dengan cara : (21)
a) Newborn metabolik screening berhasil mengurangi insidensi timbulnya
Retardasi mental.
b) Pemberian asam folat mengurangi defek pada neural tube.
c) Pemeriksaan diagnostik prenatal untuk mengurangi trisomy 21.
d) Wanita hamil harus menghindari penyakit infeksi seperti rubella, meningitis
dan sifillis.
e) Wanita hamil atau yang merencanakan kehamilan harus tidak merokok atau
berhati-hati memakan obat-obatan, karena bahan kimia yang terkandung di
dalamnya dapat menembus plasenta yang bisa merusak perkembangan otak
dari fetus.
Pencegahan terjadinya sindrom down dapat dilakukan dengan peringatan
pada ibu-ibu usahakan untuk tidak hamil setelah usia 35 tahun. Bila sudah terjadi
kehamilan pencegahan bisa dilakukan dengan pemeriksaan darah dan atau
kromosom dari cairan kandungan/ari-ari (18).
Penanganan Psikiatri
26
Penanganan secara psikiatri dapat dilakukan dengan pendekatan
psikoanalitik fokus pada teori perkembangan, untuk memperbaiki ekspresi emosi,
meningkatkan self esteem, meningkatkan indepedence, dan interaksi sosial (22).
Cognitive Behavioral Therapy untuk pasien depresi, kemudian Brief
relaxation therapy untuk mengurangi kecemasan. Terapi perilaku juga digunakan
untuk mengubah perilaku agresif, self injury. Modifikasi dapat juga dilakukan
lingkungan dan edukasi kepada kepada pengrawat (23,24).
Terapi juga dilaksanakan agar penderita retardasi mental dapat bertahan
hidup di lingkungannya. Terapi yang dapat dilakukan seperti Group
therapy,suportive therapy dan Family Therapy (25).
Penderita Sindrom Down dapat diterapi secara medik tidak ada pengobatan
pada penderita ini karena cacatnya pada sel benih yang dibawa dari dalam
kandungan. Bayi baru lahir bila diketahui adanya kelemahan otot bisa dilakukan
latihan otot yang akan membantu mempercepat kemajuan pertumbuhan dan
perkembangan anak (26).
Penderita ini bisa dilatih dan dididik menjadi manusia yang mandiri untuk
bisa melakukan semua keperluan pribadinya sehari-hari seperti berpakaian dan
buang air, walaupun kemajuannya lebih lambat dari anak biasa. Bahkan beberapa
peneliti mengatakan dengan latihan bisa menaikkan IQ sampai 90. Dari beberapa
penelitian mengatakan bahwa anak-anak penderita sindroma Down yang
diberi latihan dini akan menaikan intelegensianya 20% lebih tinggi pada saat
mereka mulai mengikuti sekolah formal. Latihan ini harus teap dilakukan
walaupun anak sudah dewasa (26).
27
Jenis latihan yang bisa diberikan pada anak-anak ini yaitu latihan dasar
dirumah yang biasanya diberikan pada anak dibawah 2 tahun atau pada anak-
anak yang tinggal dipedesaan, latihan ini dikerjakan oleh orang tua dengan
konsultasi atau kunjungan rumah dari guru atau tenaga medis (ahli fisioterapi, ahli
terapi bicara, ahli terapi kerja) secara rutin. Pada saat masih bayi orang tua bisa
melatih kelemahan otot misalnya dengan menggantungkan kepala bayi pada ujung
bantal sehingga bayi akan berusaha mengangkat kepala, hal ini akan melatih otot-
otot leher. Memberikan bunyi-bunyian/musik dan mainan yang berwarna akan
merangsang sistem syaraf bayi untuk mengenalinya (26).
Latihan lain yang bisa diberikan oleh oleh orang tua dirumah antara lain
seperti menyusun dan memadukan balok-balok, mengenali warna, pada saat itu
sekali gus anak bisa mengenal "kata" misalnya pada saat diperintah letakkan balok
ini maka anak akan mengenal kata letakkan. Bila anak beranjak besar bisa pula
diperintahkan untuk membantu didapur misalnya untuk mencuci daun kubis dan
tomat secara tidak langsung anak tersebut bisa mengidentifikasi barang dan warna
bahwa daun kubis yang berwarna putih sedang tomat yang berwarna merah.
Pemberian latihan ini harus dipertimbangkan jangan sampai anak merasa capai
dan bosan. "Latihan dasar terpusat" diberikan pada anak-anak usia taman kanak-
kanak pada suatu tempat tertentu/terpusat, biasanya diberikan anatara 3-5 jam
perhari selama 5 hari berturut-turut perminggunya. "Latihan kombinasi" antara
dirumah dan terpusat ini biasanya diberikan pada anak-anak yang dengan
gangguan fisik sehingga tidak bisa secara rutin datang kesekolah/tempat tertentu
(26).
28
Jenis latihan yang lain adalah konsultasi, ini dikerjakan hanya pada saat-saat
tertentu datang pada seorang ahli seperti dokter anak, ahli jiwa, ahli fisioterapi.
Latihan secara resmi dari pusat-pusat pendidikan/sekolah/ sheltered workshop
memang dibutuhkan secara berkesinambungan, tetapi interaksi dari keluarga
sangat dibutuhkan untuk perkembangan anak terutama pada latihan dini peranan
orang tua sangat penting. Orang tua jangan sekali-kali berpendapat bahwa anak itu
cacat sehingga dibiarkan apa adanya atau pasrah pada pendidikan formal (26).
29
BAB III
LANDASAN TEORI
Retardasi mental adalah suatu keterbelakangan mental, yang biasa disertai
adanya kendala dalam penyesuaian tingkah laku dan gejalanya timbul pada masa
perkembangan. Dikatakan retardasi mental bila memenuhi kriteria yaitu fungsi
intelektual umum dibawah normal, terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial,
dan gejalanya timbul dalam masa perkembangan. Retardasi mental dapat
disebabkan oleh faktor genetik dan non-genetik(9).
Faktor genetik yang berpengaruh pada penderita retardasi mental bisa
disebabkan oleh faktor dari ayah maupun ibu. Faktor ibu merupakan faktor yang
sangat mempengaruhi kejadian retardasi mental. Usia ibu pada saat hamil sangat
mempengaruhi keadaan janin. Pada ibu yang hamil lebih dari 35 tahun sangat
rentan terkena retardasi mental. Ibu dengan hamil pada usia tua rentan karena
pada usia tua kejadian meiotic nondisjunction rentan terjadi. Demikian juga
dengan riwayat keluarga dengan kejadian retardasi mental. Anggota keluarga
dengan retardasi mental, keterlambatan perkembangan, diagnosis psikiatrik,
malformasi kongenital, keguguran berulang (mischarriage), kematian bayi baru
lahir (stillbirth), dan kematian dini anak-anak merupakan beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi kejadian kelainan genetik pada anak (7).
30
Keterangan:
= yang diteliti
= yang tidak diteliti
Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian Gambaran Gambaran Usia
Saat Hamil dan Riwayat Keluarga Pada Ibu Penderita Retardasi
Mental Slb-C Banjarmasin Agustus 2010
Retarda
si
Mental
Non-genetik
Genetik
Ayah Ibu
Usia Ibu
saat Hamil
Riwayat
Keluarga
Ibu
FAKTOR
31
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
survei deskriptif dengan pendekatan retrospektif, yaitu penelitian yang bertujuan
untuk melihat gambaran usia saat hamil dan riwayat keluarga pada ibu penderita
retardasi mental.
B. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu penderita retardasi mental yang
anaknya bersekolah di SLB C dan telah terdaftar pada Dinas Pendidikan Provinsi
Kalimantan Selatan di Banjarmasin Juni 2010.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling
methode. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah ibu seluruh penderita
retardasi mental di SLB-C Banjarmasin yang memenuhi kriteria inklusi sebagai
berikut :
1. Ibu yang memiliki anak berusia 6-18 tahun yang bersekolah di SLB-C
Banjarmasin
2. Ibu pada saat hamil tidak mengkonsumsi alkohol
3. Ibu pada saat hamil tidak melakukan pemeriksaan rontgen
4. Ibu pada saat persalinan tidak melahirkan bayi prematur
5. Ibu pada saat persalinan tidak melahirkan bayi yang mengalami cedera kepala
32
6. Ibu pada saat postnatal tidak memiliki riwayat anak yang mengalami cedera
kepala
7. Ibu pada saat postnatal tidak memiliki riwayat anak yang mengalami tumor
otak
8. Ibu pada saat postnatal tidak memiliki riwayat anak yang mengalami
infeksi(meningitis)
9. Bersedia menjadi subjek penelitian dengan mengisi informed consent
Sampel minimal yang digunakan 45 orang berdasarkan perhitungan
sampel minimal sebagai berikut :
2
2
2/1 )1(**
d
PPZn
2
2
05,0
)03,01(*03,0*96,1 n
457,44 n orang
Jadi jumlah sampel minimal 45 orang
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah formulir informed
consent, L-MMPI scale, lembaran identitas responden yang berisi kode sampel,
usia anak, jenis kelamin anak, usia ibu saat hamil, dan riwayat keluarga ibu.
n = Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini
Z 1-α/2 = Derajat kemaknaan yaitu 95% (1,96)
P = Prevalensi kejadian MR =3%
d = Presisi=5%
33
D. Variabel Penelitian
Variabel pada penelitian ini adalah usia saat hamil dan riwayat keluarga
pada ibu penderita retardasi mental yang bersekolah di SLB C.
E. Definisi Operasional
Variabel dalam penelitian ini memiliki definisi operasional sebagai berikut :
1. Ibu penderita yang bersekolah di SLB-C adalah ibu yang memiliki anak
berusia 6-18 tahun yang bersekolah khusus tuna grahita, baik di tingkat TK,
SD, dan SMP. SLB-C Banjarmasin yang meliputi empat sekolah yaitu SLB-
BC Dharma Wanita Persatuan Provinsi Kalimantan Selatan, SLB-BC
Paramita Graha, YPLB Airmantan dan SDLB N Pelambuan 6 Banjarmasin.
2. Usia ibu saat hamil adalah usia ibu dari penderita retardasi mental saat
mengandung anaknya tersebut. Usia ibu saat hamil selanjutnya
dikelompokkan menjadi:
a. Usia ibu kurang dari 35 tahun
b. Usia ibu lebih dari atau sama dengan 35 tahun
3. Riwayat Keluarga Ibu adalah ada atau tidaknya sejumlah anggota keluarga ibu
yang mengalami keterbelakangan mental, keterlambatan perkembangan,
kelainan kejiwaan, kelainan bawaan, keguguran berulang, kematian bayi baru
lahir (stillbirths) tanpa sebab, dan kematian anak usia dini (dibawah satu
tahun) tanpa sebab. Riwayat keluarga ibu akan digambarkan dalam pohon
keluarga (family tree/pedigree) yang sedikitnya meliputi 3 generasi. Untuk
meminimalkan ketidaktahuan ibu tentang riwayat keluarga yang dapat
34
menjadi faktor risiko retardasi mental maka sebelum dilakukan penelitian akan
dilakukan pengarahan.
F. Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan sesuai dengan prosedur berikut :
1. Mencari data-data mengenai SLB C yang berada di Kota Banjaramasin
dengan meminta data di Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan.
2. Meminta izin kepada kepala sekolah tempat penderita retardasi mental
mendapat pendidikan dan orang tua atau wali penderita retardasi mental
bahwa akan dilakukan penelitian tentang usia ibu ketika hamil dan riwayat
keluarga ibu dengan anak penderita retardasi mental.
3. Peneliti melakukan perkenalan dan menjelaskan maksud penelitian kepada ibu
yang mempunyai anak menderita retardasi mental kemudian meminta
kesediaan ibu agar dapat berpartisipasi dan mau dilakukan wawancara dengan
mengisi informed consent sebagai pernyataan persetujuan mengikuti penelitian
ini.
4. Setelah mendapatkan persetujuan dilakukan pengisian skala L-MMPI
terhadap ibu dan kemudian dilanjutkan dengan wawancara mengenai usia saat
hamil dan riwayat keluarga ibu. Riwayat keluarga ibu akan digambarkan
dalam pedigree yang memuat minimal 3 generasi.
5. Data hasil penelitian dideskripsikan sesuai dengan teori.
G. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
35
Data diambil berdasarkan hasil wawancara mengenai usia ibu ketika hamil
dan riwayat keluarga ibu pada kejadian anak retardasi mental. Data yang telah
didapatkan masing-masing akan ditabulasi dan dihitung distribusi frekuensi
berdasarkan usia saat hamil dan ada atau tidak ada riwayat keluarga ibu dengan
kelainan genetik.
H. Cara Analisis Data
Data yang telah diambil berdasarkan kelompok usia saat hamil dan
kelompok riwayat keluarga ibu penderita tuna grahita yang telah ditabulasi dan
dihitung distribusi frekuensinya selanjutnya dianalisis secara deskriptif.
I. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di empat SLB-C di Banjarmasin yaitu SLB-BC
Dharma Wanita Persatuan Provinsi Kalimantan Selatan, SLB-BC Paramita Graha,
YPLB Airmantan dan SDLBN Pelambuan 6 Banjarmasin pada bulan Maret -
September 2010.
36
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian tentang gambaran usia kehamilan dan riwayat keluarga ibu
penderita retardasi mental pada empat sekolah luar biasa di Banjarmasin telah
dilaksanakan pada bulan Juni 2010. Berdasarkan penelitian menggunakan
kuesioner, didapatkan responden yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 45
orang.
A. Gambaran Usia Saat Hamil Ibu Penderita Retardasi Mental SLB-C
Banjarmasin Juni 2010
Hasil penelitian dapat dilihat pada grafik sebagai berikut:
Gambar 5.1 Grafik Gambaran Usia Saat Hamil Ibu Penderita Retardasi Mental
SLB-C Banjarmasin Juni 2010.
73%
27%
hamil pada usia <35 tahun hamil pada usia ≥35 tahun
37
Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa 27% responden hamil pada usia
≥35 tahun dan 73% lainnya hamil pada usia <35 tahun. Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian besar ibu penderita RM yang melahirkan pada usia < 35 tahun
lebih banyak.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa 27% responden haml usia ≥35 tahun
memiliki anak penderita retardasi mental. Kemungkinan mekanisme penyebab
retardasi mental yang berhubungan dengan usia ibu antara lain adalah kejadian
meotic non disjunction dan translokasi Robertsonian.(23,27)
Berdasarkan American Psychiatric Accociation (1) penyebab dari retardasi
mental antara lain dapat disebabkan oleh sindrom Down dan abnormalitas
kromosom lainnya. Sindrom Down adalah suatu kelainan akibat abnormalitas
kromosom yang paling umum menyebabkan retardasi mental yang ditandai oleh
adanya kelebihan kromosom atau kromosom ketiga pada pasangan kromosom ke
21, sehingga mengakibatkan jumlah kromosom menjadi 47. Hal ini berhubungan
dengan meningkatnya usia ibu dimana dengan meningkatnya usia ibu akan
menyebabkan mudah terjadinya meiotic non disjunction yang dikarenakan tuanya
sel telur yang terdapat pada ibu(28).
Hasil penelitian ini menunjukkan 73% responden hamil pada usia < 35
tahun. Mekanisme kejadian retardasi mental pada anak yang dikandung ibu-ibu
muda kemungkinan berhubungan dengan ketidaksiapan untuk menjalani
kehamilan. Ibu yang mengandung pada usia di bawah 35 tahun rentan terjadinya
nilai kognitif yang rendah pada anak disebabkan oleh kurangnya asupan nutrisi
ibu, kurangnya pendidikan ibu, dan kurangnya kebutuhan ekonomi (8).
38
Berdasarkan penelitian morris et al (29) 68% ibu yang melahirkan anak
retardasi mental, hamil pada usia <35 tahun. Jika dilihat dari total populasi ibu
hamil, ibu hamil yang berumur ≥35 tahun lebih sedikit daripada jumlah wanita
yang melahirkan pada usia <35tahun. Hal ini disebabkan sudah tingginya tingkat
kesadaran ibu akan bahayanya hamil pada usia ≥35 tahun, sehingga ibu takut
hamil pada usia tersebut. Hanya sekitar 9% dari total kehamilan terjadi pada
wanita ≥35 tahun. Hal ini mungkin merupakan penyebab yang bersesuaian dengan
hasil penelitian ini.
Kurangnya asupan nutrisi dari ibu dapat menyebabkan retardasi mental.
Defisiensi yang sering di alami oleh ibu ketika melahirkan anak retardasi mental
adalah defisiensi yodium dan asam folat. Yodium dan asam folat sangat penting
untuk perkembangan normal bayi yang belum lahir. Kurangnya ketersediaan
makanan yang mengandung yodium dan asam folat dari ibu membatasi
pertumbuhan otak janin. Diet seimbang kalori, protein vitamin dan mineral
diperlukan untuk ibu hamil dan anak-anak muda untuk perkembangan otak
normal, sehingga ibu dengan malnutrisi berat dapat memiliki efek langsung dan
tidak langsung pada perkembangan otak dan dengan demikian meningkatkan
risiko perkembangan dibawah normal(8).
Ibu dengan pendidikan rendah kemungkinan dapat menjadi faktor yang
menyebabkan anak mengalami retardasi mental. Rendahnya tingkat pendidikan
ibu berhubungan tingkat pengetahuan ibu akan nutrisi ketika hamil, selain itu pula
juga berhubungan dengan tingkat hygene pada lingkungan sosialnya(30).Tingkat
ekonomi rendah juga kemungkinan merupakan faktor terjadinya retardasi mental.
39
hal ini berhubungan dengan kurangnya kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh ibu
hamil(31).
Kemungkinan lain yang menyebabkan banyaknya anak-anak retardasi
mental yang dilahirkan ibu-ibu usia muda dapat dihubungkan dengan kejadian
translokasi Robertsonian. Translokasi Robertsonian adalah bentuk umum dari
penataan kromosom yang pada manusia terjadi di lima pasang kromosom
akrosentrik, yaitu 13, 14, 15, 21, dan 22. Dalam translokasi Robertsonian, lengan
pendek dari dua kromosom ini hilang dan lengan panjang yang tersisa bergabung
bersama. Sebagai lengan pendek kromosom ini tidak mengandung informasi
genetik yang penting, translokasi ini digambarkan sebagai seimbang dan tidak
berpengaruh pada kesehatan seseorang(27).
Perhatian utama bagi orang-orang dengan translokasi robertsonian adalah
bahwa mereka mungkin memiliki anak dengan bahan genetik tambahan, yang
dapat menyebabkan masalah medis. Untuk setiap kehamilan, hasilnya tergantung
pada apakah sperma atau telur dari induk yang memiliki translokasi robertsonian
berisi translokasi robertsonian dan atau kromosom normal. Berdasarkan teori
diatas kejadian retardasi mental pada ibu penderita <35 tahun dapat terjadi(27).
40
B. Gambaran Riwayat Keluarga Ibu Penderita Retardasi Mental SLB-C
Banjarmasin Juli 2010
Gambar 5.2 Grafik Gambaran Riwayat Keluarga Ibu Penderita Retardasi Mental
SLB-C Banjarmasin Juni 2010
Berdasarkan gambaran grafik di atas didapatkan bahwa 73% ibu tidak
memiliki riwayat keluarga dengan penyakit genetik. Hal ini menunjukkan bahwa
banyak ibu yang memiliki anak retardasi mental tidak memiliki riwayat keluarga
dengan kelainan genetik. Sedikitnya jumlah ibu yang memiliki riwayat genetik ini
menunjukkan banyak jumlah ibu yang diwariskan secara genetik gen yang normal
maupun gen buruk yang dibawa secara carrier. Jenis kelainan yang bersifat carrier
yang dapat menyebabkan retardasi mental biasanya terjadi pada translokasi
Robertsonian(32).
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 27% dari responden memiliki
riwayat keluarga dengan kelainan genetik. Responden yang memiliki riwayat
keluarga dengan penyakit genetik jika didistribusikan berdasarkan usia saat hamil
dapat dilihat pada grafik berikut.
27%
73%
riwayat keluarga(+) riwayat keluarga(-)
41
Gambar 5.3 Grafik Gambaran Riwayat Keluarga Positif Dengan Usia Saat Hamil
Ibu Penderita Retardasi Mental SLB-C Di Banjarmasin Juli 2010
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa ibu yang berumur <35 tahun
berjumlah 9 orang (75%) dan yang berusia ≥35 tahun berjumlah 3 orang (25%).
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa jumlah penderita retardasi
mental yang memiliki riwayat keluarga dengan kelainan genetik berkisar 20-40%.
Penelitian menyebutkan 20-40% disebabkan oleh kromoson X, retardasi mental
terkait kromosom X (X-linked mental retardation) akan menjelaskan sekitar 14%
dari retardasi mental (32).
Gambaran diatas juga menunjukkan bahwa beberapa responden berusia
muda dalam penelitian ini memiliki lebih dari satu faktor resiko untuk memiliki
anak retardasi mental. Berdasarkan teori semakin banyak faktor risiko untuk
suatu kelainan genetik meningkatkan kejadian suatu kelainan genetik. Pada
responden seperti ini diperlukan tindakan prenatal diagnosis untuk mencegah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
≥35tahun
<35tahun
42
kelahiran anak dengan kelainan yang sama jika merencanakan kehamilan
berikutnya.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu tidak dapat
dikendalikannya berbagai penyakit infeksi dan faktor lingkungan yang diderita
atau dialami responden penelitian yang akan berpengaruh pada hasil penelitian.
Ingatan ibu mengenai kejadian ketika masa kehamilan, persalinan dan pasca
kehamilan serta riwayat keluarga juga berpengaruh pada hasil penelititan ini.
43
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan gambaran ibu penderita retardasi
mental yang bersekolah di SLB-C Banjarmasin adalah sebagai berikut:
a. Responden yang berusia <35 tahun adalah 33 orang (73%) dan berusia
lebih dari ≥35 tahun adalah 12 orang(27%).
b. Responden yang memiliki Riwayat Keluarga dengan kelainan genetik
berjumlah 12 orang (27%).
B. Saran
1. Perlu adanya perpanjangan periode penelitian dan perluasan wilayah cakupan
penelitian agar jumlah sampel yang didapatkan lebih banyak.
2. Ibu penderita retardasi mental yang berumur <35 tahun perlu disarankan untuk
melakukan prenatal diagnosis agar terhindar memiliki anak dengan retardasi
mental.
3. Perlu dilakukan pemeriksaan IQ pada anak-anak SLB-C agar dapat dipastikan
secara klinis bahwa ia memiliki gangguan retardasi mental.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Psychiatric Association. DSM-IV-TR: diagnostic and statistical manual
of mental disorders. Washington DC: American Psychiatric Association, 2000.
2. American Association on Mental retardation. Mental Retardation: Definition,
classification, and systems of Supports. 10th ed. Washington, DC: American
Association on Mental Retardation, 2002.
3. Wiwin Hendriani, Ratih Handariyati, Tirta Malia Sakti. penerimaan keluarga
terhadap individu yang mengalami keterbelakangan mental. INSAN 2006;8:100-
11.
4. Croen LA, JK Grether and S Selvin. The epidemiology of mental retardation of
unknown cause. Pediatrics 2001;107:e86.
5. Durkin MS, Hasan ZM, and Hasan KZ. Prevalance and correlates of mental
retardation among children in Karachi, Pakistan. American Journal of
Epidemiology 2000;147:281-8.
6. Islam S, Durkin M, Zaman SS. Socioeconomic status and the prevalence of
mental retardation in Bangladesh. Ment Retard 2003;31:412–17.
7. Durkin MS, Khan NZ, Davidson LL. Prenatal and postnatal risk factors for mental
retardation among children in Bangladesh. Am J Epidemiol 2000; 152:11.
8. Williams LO and P Decouf. Is maternal age a risk factor for mental retardation
among children?. Am J Epidemiol 2009;149:814-23.
9. Moeschler JB, Shevell M. Clinical Genetic Evaluation of the Child With Mental
Retardation or Developmental Delays. Pediatrics 2006;117:2304-2316.
10. Soetjiningsih, editor,IGN Gde Ranuh. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC,
1995.
11. Maramis WF. Retardasi mental dalam catatan ilmu kedokteran jiwa. Surabaya:
Airlangga University Press,1994.
12. Sadock BJ, Sadock VA. Mental retardation in kaplan & sadock’s synopsis of
psychiatry, lippincott & william. London: Lange Medical Books, 2001.
13. Santoso. Penyelidikan pendahuluan retardasi mental di propinsi Jawa Tengah.
Jakarta: Jiwa 1981.
14. Mansjoer Arif, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi,dkk. Kapita selekta kedokteran.
Jakarta: FK UI, 2001.
15. Winnepenninckx B, Rooms L and Kooy RF. Mental retardation: A review of the
genetic causes. The British Journal of Developmental Disabilities 2003;49(96):
29-44.
16. Faradz, SMH. Genetic Assessment and Pedigree Analysis. In Proceeding of the
Simposium The Indonesian Course in Genetic Counseling. Badan Penerbit
UNDIP, Semarang, 2003: 8.
17. Aijaz Farooqi, Bruno Ha¨gglo¨ f, Gunnar Sedin, et al. Mental health and social
competencies of 10- to 12-year-old children born at 23 to 25 Weeks of gestation
in the 1990s: A Swedish National Prospective Follow-up Study. Pediatrics
2007;120;118-133.
18. Santhosh G. Parental-age effects in Down syndrome. J. Genet 2009;27:219–224.
19. Lamb NE and Hassold TJ.Nondisjunction — A View from Ringside. NEJM
2004;351;1931-4.
20. Raymond FL. X linked mental retardation: a clinical guide. J Med Genet 2006;
43: 193-200.
21. Anonymous. Prevention of Mental Retardation, 2010; (online),
(http://www.who.int, diakses 1 Mei 2010).
22. Wuang YP, Wang CC, Huang MH, et al. Prospective study of the effect of
sensory integration, neurodevelopmental treatment, and perceptual–motor therapy
on the sensorimotor performance in children with mild mental retardation. The
American Journal of Occupational Therapy 2009;63:441–452.
23. Qarety PA, Fowler D, and Kuipers E. Cognitive-behavioral therapy for
medication-resistant symptoms. Schizophrenia Bulletin 2000;26:73-86.
24. Tasman BPK and Albano AM. Intensive, short-term cognitive-behavioral
treatment of OCD-like behavior with a young adult with Williams syndrome.
Clinical Case Studies 2007; 6; 483-492.
25. Sachs D, Nasser K. Facilitating family occupations: family member perceptions of
a specialized environment for children with mental retardation. American Journal
of Occupational Therapy 2009; 63: 453–462.
26. Faradz SMH. Penanganan cacat bawaan. Proseding dalam workshop nasional
aspek genetik retardasi mental dan fragile X. Badan Penerbit UNDIP, Semarang,
2005: 12
27. Scriven P.N, Flinter F.A, Braude PR, et al. Robertsonian translocation-
reproductive risks and indications for preimplantation genetic diagnosis. Human
Reproduction 2001;16(1):2267-2273.
28. Sadler TW. Embriologi kedokteran Langman edisi ke-7. Jakarta: EGC, 2000.
29. Morris J K, DE Mutton, dan E Alberman. Revised estimates of the maternal age
specific live birth prevalence of Down’s syndrome. J Med Screen 2002;9:2–6.
30. Smith, L.C. and L. Haddad . Explaining child malnutrition in developing
countries: a cross country analysis.Washington DC: International Food Policy
Research Institute, 2000.
31. Delpeuch F, Traissac P, Martin-Pre´vel Y, et al. Economic crisis and malnutrition:
socioeconomic determinants of anthropometric status of preschool children and
their mothers inan African urban area. Public Health Nutrition 2000: 3(1), 39–47.
32. Firth, Helen V and Hurst, Jane A. Oxford desk reference clinical genetics. Oxford
University Press: 2005.