evaluasi kinerja fungsi anggaran dpr periode 2004-2009

7
Evaluasi Kinerja Fungsi Anggaran DPR Periode 2004-2009 SEKNAS FITRA www.budget-info.com 1 RAPOT MERAH FUNGSI ANGGARAN DPR 2004-2009 Fungsi anggaran DPR merupakan alat ukur yang menunjukan keberpihakan DPR terhadap konstiutennya dalam perwujudan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang disusun. DPR Periode 2004-2009 adalah DPR hasil produk reformasi yang kedua. Artinya, DPR periode ini sudah memiliki fungsi anggaran yang cukup kuat pasca amandemen konstitusi. Hal ini ditunjukan pada pasal 23 ayat (3) UUD 1945, dimana jika DPR tidak menyetujui RUU APBN, maka pemerintah menjalankan APBN yang lalu. Artinya, Pemerintah hanya menerima saja apa yang ditetapkan oleh DPR, terhadap usulan pemerintah terhadap pendapatan dan belanja pada RAPBN yang diajukan.Hal ini dipertegas pada UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, yang menyatakan APBN merupakan rencana keuangan pemerintah yang disetujui DPR dan DPR juga memiliki peran untuk mengajukan usul perubahan pada sisi pendapatan dan belanja pada RAPBN yang diajukan pemerintah. Pada prakteknya, kewenangan besar pada fungsi anggaran DPR tidak mampu bekerja untuk mensejahterakan rakyat yang diwakili. Hak budget yang dimiliki DPR lebih diartikan, seberapa besar DPR memperoleh anggaran. Fungsi anggaran yang dimiliki DPR, terkesan menjadi senjata untuk melakukan tawar menawar eksekutif-legislatif dalam politik anggaran untuk memperoleh kenikmatan di atas kesengsaraan rakyat. Berikut adalah rapot merah fungsi anggaran DPR : 1. Fungsi Anggaran sekedar stempel RAPBN yang diajukan Pemerintah. Indikator bekerjanya fungsi anggaran DPR dapat dilihat dari seberapa besar perubahan pergeseran anggaran dari RAPBN yang diajukan Pemerintah setelah dibahas oleh DPR dan ditetapkan menjadi APBN. Dari analisis FITRA (tabel 1. ), terlihat perubahan/pergeseran dari RAPBN ke APBN tidak mengalami perubahan signifikan. Pada tahun 2005, 2007 dan 2008, asumsi ekonomi makro yang merupakan ranah panitia anggaran DPR tidak mengalami perubahan dari rancangan yang diajukan eksekutif. Sementara tahun 2006 dan tahun 2009, merupakan tahun dimana terjadinya perubahan R-APBN karena terjadinya krisis, sehingga perubahan lebih dikarenakan perubahan yang diajukan Pemerintah. Hal ini menunjukan lemahnya kemampuan panitia anggaran DPR. Demikian pula dari segi struktur anggaran (pendapatan-belanja), DPR hanya mampu merubahan tidak lebih dari 3% RAPBN yang diajukan Pemerintah. Dari sisi belanja menurut fungsi ditahun 2007 dan 2008

Upload: ffarmasi

Post on 25-Jan-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Evaluasi Kinerja

Fungsi Anggaran DPR Periode 2004-2009

SEKNAS FITRA

www.budget-info.com

1

RAPOT MERAH FUNGSI ANGGARAN DPR 2004-2009

Fungsi anggaran DPR merupakan alat ukur yang menunjukan keberpihakan DPR

terhadap konstiutennya dalam perwujudan APBN (Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara) yang disusun. DPR Periode 2004-2009 adalah DPR hasil produk

reformasi yang kedua. Artinya, DPR periode ini sudah memiliki fungsi anggaran

yang cukup kuat pasca amandemen konstitusi. Hal ini ditunjukan pada pasal 23

ayat (3) UUD 1945, dimana jika DPR tidak menyetujui RUU APBN, maka

pemerintah menjalankan APBN yang lalu. Artinya, Pemerintah hanya menerima

saja apa yang ditetapkan oleh DPR, terhadap usulan pemerintah terhadap

pendapatan dan belanja pada RAPBN yang diajukan.Hal ini dipertegas pada UU

No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, yang menyatakan APBN merupakan

rencana keuangan pemerintah yang disetujui DPR dan DPR juga memiliki peran

untuk mengajukan usul perubahan pada sisi pendapatan dan belanja pada

RAPBN yang diajukan pemerintah.

Pada prakteknya, kewenangan besar pada fungsi anggaran DPR tidak mampu

bekerja untuk mensejahterakan rakyat yang diwakili. Hak budget yang dimiliki

DPR lebih diartikan, seberapa besar DPR memperoleh anggaran. Fungsi

anggaran yang dimiliki DPR, terkesan menjadi senjata untuk melakukan tawar

menawar eksekutif-legislatif dalam politik anggaran untuk memperoleh

kenikmatan di atas kesengsaraan rakyat. Berikut adalah rapot merah fungsi

anggaran DPR :

1. Fungsi Anggaran sekedar stempel RAPBN yang diajukan Pemerintah.

Indikator bekerjanya fungsi anggaran DPR dapat dilihat dari seberapa

besar perubahan pergeseran anggaran dari RAPBN yang diajukan

Pemerintah setelah dibahas oleh DPR dan ditetapkan menjadi APBN. Dari

analisis FITRA (tabel 1. ), terlihat perubahan/pergeseran dari RAPBN ke

APBN tidak mengalami perubahan signifikan. Pada tahun 2005, 2007 dan

2008, asumsi ekonomi makro yang merupakan ranah panitia anggaran

DPR tidak mengalami perubahan dari rancangan yang diajukan eksekutif.

Sementara tahun 2006 dan tahun 2009, merupakan tahun dimana

terjadinya perubahan R-APBN karena terjadinya krisis, sehingga

perubahan lebih dikarenakan perubahan yang diajukan Pemerintah. Hal

ini menunjukan lemahnya kemampuan panitia anggaran DPR.

Demikian pula dari segi struktur anggaran (pendapatan-belanja), DPR

hanya mampu merubahan tidak lebih dari 3% RAPBN yang diajukan

Pemerintah. Dari sisi belanja menurut fungsi ditahun 2007 dan 2008

Evaluasi Kinerja

Fungsi Anggaran DPR Periode 2004-2009

SEKNAS FITRA

www.budget-info.com

2

hanya bergeser 1.7% dan 1.5% dari rancangan. Sementara dari sisi

belanja menurut organisasi yang merupakan wilayah pembahasan

anggaran di tiap-tiap komisi, perubahan terbesar tidak lebih dari 10%.

Gambaran ini menunjukan disfungsi anggaran DPR yang layaknya tawar

menawar pedagang di pasar tradisonal.

Tabel 1. Pergeseran Anggaran Dari Rancangan ke Penetapan.

o

Keterangan % Pergeseran R-APB�

2005 2006 2007 2008 2009

1 Asumsi ekonomi

Pertumbuhan ekonomi tahunan (%) 0 0 0 0 -0.2

Inflasi (%) 0 1 0 0 0.3

Nilai tukar Rupiah per US$ 0 300 0 300

Suku bunga SBI 3 bulan (%) 0 1.5 0 -0.5

Harga minyak internasional (US$/barel)

0 17 -2 0 -

Produksi minyak Indonesia juta barel/hari)

0 -25 0 0 10

2 Struktur

Pendapatan 0 16 1.3 2.6 -12.3

Belanja 1.2 16 2.2 2.1 -13.8

Pembiayaan 0 -13.2 -22.4 2.3 -35

3 Belanja Fungsi - 14 1.7 1.5 -17.3

4 Belanja Organisasi 3.5 30.7 10 9.2 -0.8

Sumber: Seknas FITRA, diolah dari R-APBN 2005-2009.

2. DPR = Kaya Anggaran Miskin Peran. Dukungan anggaran selama

periode 2005 hingga 2009, DPR telah menghabiskan anggaran sekitar Rp

mencapai Rp 6,315 triliun atau rata-rata tahunan mencapai Rp 1,263

triliun. Terlepas keterlibatan unsur-unsur birokrasi, namun dengan

angka tersebut, dalam menjalankan 3 (tiga) fungsi pokok kedewanan,

masing-masing anggota DPR (sejumlah 550 anggota) memperoleh

dukungan anggaran sekitar Rp2,296 milyar pertahun atau RP. 191

juta/bulan/anggota DPR.

Mestinya dengan dukungan anggaran yang besar DPR mampu bekerja

optimal, namun apa lacur, bukannya melaksanakan tuntutan-tuntutan

tersebut, tetapi malah lebih peduli bahkan lebih fokus mengurus

kepentingan perut mereka (baca : DPR) sendiri dan terlena dengan

kenaikan berbagai macam tunjangan dan fasilitas yang diberikan. Seknas

FITRA mencatat beberapa hal menyangkut kebijakan anggaran dewan

selama periode 2004-2009, sekurangnya ada enam dosa besar elit politik

senayan, mulai dari pengadaan TV LCD, uang legislasi, pengadaan mesin

fax, Laptop, renovasi rumah jabatan, dan studi banding. Hal ini juga

menujukan tidak efektifnya anggaran yang dialokasikan untuk DPR, besar

pasak dari pada tiang.

Evaluasi Kinerja

Fungsi Anggaran DPR Periode 2004-2009

SEKNAS FITRA

www.budget-info.com

3

3. Anggaran naik hingga 55% pertahun versus rendahnya kinerja DPR

Dengan kewenangan fungsi anggaran yang besar, DPR selalu

memposisikan anggarannya naik signifikan antara 14% hingga 55% tiap

tahunnya. Kenaikan terlihat dalam 2 (dua) mata anggaran yakni anggaran

Dewan dan Setjen sejak tahun 2006 naik sekitar 39,5% (Rp 266,2 milyar)

terhadap total realisasi anggaran tahun 2005 sebesar Rp 673, 68 milyar.

Tahun 2007 naik sekitar 13,7% atau sekitar Rp 128,8 milyar menjadi Rp

1,06 triliun dari total realisasi 2006 sebesar Rp 939,89 milyar. Meski

menuai banyak kritikan publik terkait mata anggaran yang tidak rasional,

pemberian tambahan uang legislasi dan tambahan fasilitas pada tahun

tersebut, DPR malah tetap tidak bergeming, dimana tahun 2008 anggaran

DPR justru malah naik sekitar 54,9% (sebesar Rp 585,15 milyar) menjadi

Rp 1,65 triliun.

Besarnya

kenaikan

anggaran DPR

justru kontra

produktif

dengan

kinerjanya.

Rendahnya

kinerja DPR

terlihat dari

beberapa

persoalan, antara lain : Pertama, rendahnya komitmen DPR dalam

melaksanakan fungsi anggaran ditunjukan dalam penetapan APBN yang

disepakati bersama pemerintah lebih kental muatan politik ketimbang

memenuhi aspirasi rakyat sehingga program yang ditelah ditetapkan

dalam RKP hanya sekitar 45-60% masuk dalam RKA-KL (sumber :

evaluasi bappenas, tahun 2006-2007), DPR juga belum membahas RAPBN

berdasakan indikator kinerja dan Hasil Audit BPK. Masih banyak

Kementerian/lembaga yang memperoleh disclaimer dari audit BPK

namun anggarannya dibiarkan terus meningkat oleh DPR. Kedua, DPR

belum transparan dalam pembahasan UU APBN. Ketertutupan Panggar

DPR dan BURT dalam pembahasan anggaran sehingga fungsi kontrol

internal maupun eksternal (masyarakat) tidak berjalan dengan baik.

Begitu pula dengan produk RUU Non APBN yang dibahas, dari sisi

kualitas masih rendah. Tiap tahunnya rata-rata RUU yang dihasilkan tidak

sampai setengahnya atau kurang dari 50%1. Ketiga, belum ada perbaikan

dalam tubuh DPR. Hal ini ditunjukkan dengan buruknya pengelolaan

1 DPR RI periode 2004-2009 telah menetapkan prolegnas sebanyak 284 RUU selama 5 tahun. Selama

periode 2005 hingga 2008, rata-rata prolegnas yang mampu diselesaikan DPR tiap tahunnya hanya

sekitar 45% atau sebanyak 36 RUU dari total rencana prolegnas yang disahkan bersama pemerintah

selebihnya tidak mampu diselesaikan sehingga alihkan ke tahun berikutnya. Hal ini tidak sebanding

dengan kebutuhan anggaran yang selalu meningkat tiap tahunnya. Catatan PSHK tahun 2007 sekitar

55% (sebanyak 22 RUU) dari 40 RUU yang disahkan merupakan RUU yang tidak melewati proses

perdebatan rumit, tidak menyita energi dan waktu yang banyak, justru terkesan cenderung RUU yang

dihasilkan banyak menimbulkan masalah dan kental nuansa politiknya (15 RUU pemekaran wilayah, 5

RUU ratifikasi perjanjian internasional, dan 2 RUU tentang penetapan Perpu menjadi undang-undang).

Evaluasi Kinerja

Fungsi Anggaran DPR Periode 2004-2009

SEKNAS FITRA

www.budget-info.com

4

anggaran di tubuhnya sendiri. Catatan FITRA tahun 2006 menunjukan

sekitar Rp 198,8 milyar berpotensi tidak hemat pada pos belanja pegawai

(adanya kenaikan sejumlah tunjangan lama maupun baru). Bagaimana

mungkin DPR mampu membahas anggaran yang diajukan eksekutif,jika

anggaran rumah tangganya tidak mampu dikelola., DPR ramai-ramai cuci

tangan, dan menyalahkan SetJen DPR dan Badan Urusan Rumah Tangga

(BURT). Keempat, kapasitas DPR dalam melakukan pembahasan anggaran

masih terbatas. DPR harus mulai berpikir mengembangkan unit analisa

anggaran untuk mendukung fungsi anggaran-nya.

4. Rata-rata 30% anggaran DPR habis terserap untuk

gaji/tunjangan/honor

Dilihat alokasi belanja berdasarkan jenisnya, dari total anggaran DPR

2005-2009 mencapai Rp 6,54 triliun, 58%nya atau sekitar Rp 3,8 triliun

habis dikeluarkan untuk kebutuhan belanja barang operasional/non

operasional, pengeluaran jasa dan perjalanan dinas DPR dan sekjen DPR.

Sedangkan 30% (sebesar Rp 1,93 triliun dibelanjakan untuk pengeluaran

gaji/tunjangan/honor. Sisanya diporsikan untuk pengeluaran pengadaan

peralatan mesin dan bangunan/ gedung (modal). Memang kelihatnnya,

belanja pegawai lebih rendah dibanding alokasi belanja lainnya, namun

faktanya alokasi belanja barang dan jasa lebih banyak mengakomodir

kebutuhan anggota DPR. Catatan FITRA tahun 2007 ternyata lebih dari

separuh atau sekitar 61% total anggaran DPR dialokasikan habis untuk

kebutuhan pribadi pimpinan dan anggota DPR. Sementara anggaran

untuk penyerapan aspirasi hanya 0,2% atau sebesar Rp 3,78 milyar (di

luar uang harian dan representasi untuk anggota DPR).

5. Terjadi kenaikan penghasilan bersih tiap anggota DPR sebesar

11,4%

Sepanjang tahun 2005 hingga 2009, penerimaan tetap tiap anggota DPR

bertambah 2 jenis (2005 sekitar 8 jenis dan tahun 2009 menjadi 10 jenis).

Jenis penerimaan ini belum termasuk uang telepon/listik, uang legislasi,

Kontrak rumah, Askes,Uang duka, tunjangan PPh dan fasilitas kredit

kendaraan, dan lainnya. Tahun 2005 pendapatan tiap anggota DPR

mencapai Rp 34,11 juta/bulan atau setahun mencapai Rp 409,34 juta.

Evaluasi Kinerja

Fungsi Anggaran DPR Periode 2004-2009

SEKNAS FITRA

www.budget-info.com

5

Dan tahun 2006-2009 naik sekitar 11,4% (Rp 3,9 juta/bulan) menjadi Rp

38,01 juta (setahun Rp 456,1 juta). Sehingga dalam 5 tahun menjabat, tiap

anggota DPR akan mengantongi sekitar Rp 2,23 milyar (belum termasuk

pemasukan lainnya).

Tabel Kenaikan Remunerasi DPR No Rincian Pendapatan 2005 2009 Selisih

Nilai %

1 Gaji Pokok 4,105,500 4,200,000 94,500 2.3

2 Tunjangan Suami isteri 410,550 420,000 9,450 2.3

3 Tunjangan Anak 178,710 168,000 (10,710) (6.0)

4 Tunjangan Beras 120,360 166,320 45,960 38.2

5 Tunjangan Jabatan/Struktural 9,481,750 9,700,000 218,250 2.3

6 Uang Paket/Uang Sidang 1,955,000 2,000,000 45,000 2.3

7 Tunjangan Kehormatan Sebagai Komisi/Badan/Panitia

3,720,000 3,720,000 - -

8 Tunjangan Komunikasi Internsif 14,140,000 14,140,000 - -

9 Tunjangan Anggota Komisi Merangkap Badan/Panitia

- 1,000,000 1,000,000 100.0

10 Bantuan Penunjang Kegiatan Fungsi Pengawasan dan Anggaran Sebagai Komisi/Badan/Panitia.

- 2,500,000 2,500,000 100.0

JUMLAH PENDAPATAN 34,111,870 38,014,320 3,902,450 11.4

Tabel Penghasilan Kotor DPR No

Komponen Jumlah (Rp)

A Rutin Perbulan

1 Gaji Pokok 15.510.000,-

2 Tunjangan Listrik 5.496.000,-

3 Tunjangan Aspirasi 7.200.000,-

4 Tunjangan Kehormatan 3.150.000,-

5 Tunjangan Komunikasi 12.000.000,-

6 Tunjangan pengawasan 2.100.000,-

Total /bulan 46.100.000,-

Total/Tahun 554.000.000,-

B Non Rutin

1 Gaji Ke 13 16.400.000,-

2 Dana penyerapan (reses) 31.500.000,-

4 kali reses 118.000.000,-

3 Dana insentif pembahasan RUU dan Uji kelayakan kepatutan

5.000.000,-/kegiatan

Kebijakan insentif legislatif 1.000.000,-/RUU

Begitupula dengan berjalanan dalam negeri dan luar negri. Meski

dikecam publik, DPR selalu menaikan anggaran perjalanannya tiap tahun.

Perjalanan dinas dalam negeri di tahun 2006 naik hampir 130%

dibandingkan tahun 2005, dari 81,9 milyar naik menjadi 189,1 milyar.

Dan lagi-lagi naik di tahun 2007 sampai 14% menjadi 214,7 milyar.

Sedangkan untuk perjalanan dinas luar negeri, trend kenaikan dari 2005

ke 2006 mencapai 47% (23,5 milyar menjadi 34,5 milyar). Dari tahun

2006 ke tahun 2007 juga naik 54% (34,5 milyar menjadi 53,1 milyar).

Tabel Anggaran Perjalanan Dinas DPR No Perjalanan 2005 2006 2007

Evaluasi Kinerja

Fungsi Anggaran DPR Periode 2004-2009

SEKNAS FITRA

www.budget-info.com

6

1 Dinas Dalam Negri 81,925,542,000 189,140,554,000 214,685,387,200

2 Dinas Luar Negri 23,552,996,250 34,542,248,400 53,070,960,200

Jumlah 105,478,538,250 223,682,802,400 267,756,347,400

Kenaikan 118,204,264,150 44,073,545,000

Persentase Kenaikan 112 20

Rekomendasi dan Proyeksi Fungsi Anggaran DPR Periode 2009-2014

Rapot merah fungsi anggaran DPR periode lalu, dipastikan akan terulang

kembali pada periode ini, jika tidak ada perbaikan signifikan dari segi prosedur

kelembagaan di tubuh DPR. Berikut adalah proyeksi dan rekomendasi fungsi

anggaran DPR periode 2009-2014:

1. Langkah Maju Mundur Fungsi Anggaran DPR dalam UU 27 tahun

2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. UU 17 tahun 2003 tentang

keuangan Negara, mengamanatkan pengaturan lebih lanjut, mengenai

mekanisme pembahasan anggaran di DPR. Satu-satunya prestasi DPR

periode lalu adalah merumuskan mekanisme pembahasan dalam UU

kedudukan DPR yang sebelumnya termaktub dalam Tatib DPR. Meski

demikian terdapat beberapa konsekuensi yang terjadi dalam mekanisme

pembasahan RAPBN menurut UU ini, seperti pembatasan peran Badan

Anggaran (sebelumnya: Panitia Anggaran) yang harus mengacu pada

alokasi yang telah disepakati Komisi, penentuan tanggal penyampaian

asumsi ekonomi makro (20 Mei) dan batasan dapat dilakukannya APBN

Perubahan. Penentuan tanggal 20 Mei sebagai penyerahan asumsi

ekonomi makro ke DPR, di satu sisi membawa implikasi positif, kuatnya

tekanan DPR terhadap Pemerintah dan waktu yang cukup membahas

RAPBN, namun disisi lain dapat berimplikasi pada pembiaran

pelanggaran UU, dapat dipastikan Pemerintah kerap tidak mampu

menepati tanggal ini dan berkonsekuensi pada UU APBN yang cacat

hukum. Sementara pembatasan dapat dilakukannya perubahan APBN,

justru mengurangi kewenangan DPR menjalankan fungsi pengawasa dan

anggaran dalam APBN. Pemerintah dapat saja melakukan perubahan

APBN tanpa melalui mekanisme APBN Perubahan sepanjang tidak

melewati batas yang ditetapkan oleh UU DPR yang berimplikasi

terjadinya penyimpangan anggaran. Padahal, APBN Perubahan

merupakan mekanisme dimana, mata anggaran sudah dapat diketahui

pasti jumlahnya2. Selain kontradiktif dengan UU 17 2003 yang mengatur

keuangan Negara. Hal ini juga dapat berakibat pada konflik antara

Pemerintah dan DPR. Sangat terbuka peluang Pemerintah lebih mengacu

pada UU 17/2003 sementara DPR mengacu pada UU 27/2009.

2 Seperti Sisa Anggaran tahun lalu, baru dapat diketahui anggka jumlah pastinya pada perubahan

anggaran setelah diaudit BPK, sementara pada pemebahasan RAPBN masi bersifat prediksi.

Evaluasi Kinerja

Fungsi Anggaran DPR Periode 2004-2009

SEKNAS FITRA

www.budget-info.com

7

2. Berangkat dari pengalaman DPR periode lalu, diprediksi 2 tahun pertama

fungsi anggaran DPR tidak akan mampu bekerja optimal. Mengingat 75%

anggota DPR wajah baru dengan pengalaman yang masih minim dalam

pembahasan anggaran. Disisi lain pada tahun 2012 akan berlaku

mekanisme pembahasan anggaran sebagai dimaksud dalam UU 27/2003.

Oleh karenanya, DPR periode ini juga harus memanfaatkan peluang yang

diberikan UU 27/2003 yang memungkinkan DPR membentuk alat

kelengkapan seperti kantor anggaran untuk mendukung fungsi anggaran

DPR. DPR juga harus membuka diri terhadap masukan publik dalam

pembahasan RAPBN yang selama ini tidak pernah dilakukannya.

3. Selama ini citra DPR rusak dimata publik akibat berbagai fasilitas dan

tunjangan yang diterima DPR. Hal ini terjadi akibat tidak adanya kerangka

hukum yang kuat untuk mengatur secara jelas remunerasi DPR dan

fasilitas setingkat UU, sehingga dengan seenak perutnya DPR dapat

menambah berbagai tunjangan dan fasilitas. Oleh karenanya. DPR periode

ke depan haru segera merumuskan UU yang mengatur mengenai

remunerasi dan fasilitas pejabat publik.