editan 2 baru (repaired)
TRANSCRIPT
Dasar Hukum
1. Primer
Fatwa DSN No: 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Ijarah
Fatwa DSN Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 Tentang Al-
Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik
Fatwa DSN No.56/DSN-MUI/V/2007 Tentang Review Ujrah
pada LKS
Fatwa DSN No.4/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah
Fatwa No.16/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Diskon Dalam
Murabahah
KompilasiHukumEkonomiSyariah (KHES)
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 107
(ED) TentangAkuntansiIjarah
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 278
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 279
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 280 (1) dan
(2)
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 281
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 282
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 283 (1) dan
(2)
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 284
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 285 (1) dan
(2)
2. Penunjang
Fatwa DSN No.43/DSN-MUI/VIII/2004 TentangTa’widh
Fatwa DSN No.17/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Sanksi Atas
Nasabah Mampu Yang Menunda Pembayaran
Fatwa No.13/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Uang Muka Dalam
Murabahah
Fatwa No.23/DSN-MUI/III/2002 Tentang Potongan
Pelunasan Dalam Murabahah
Fatwa No.46/DSN-MUI/II/2005 Tentang Potongan Tagihan
Murabahah
Fatwa No.47/DSN-MUI/II/2005 Tentang Penyelesaian
Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar
Fatwa No.48/DSN-MUI/II/2005 Tentang Penjadwalan
Kembali Tagihan Murabahah
Fatwa DSN No.49/DSN-MUI/II/2005 Tentang Konversi
Murabahah
Fatwa DSN No.84/DSN-MUI/XII/2012 Tentang Metode
Pengakuan Keuntungan Pembiyaan Murabahah Di LKS
PBI No. 7/46/PBI/2005
tentangAkadPenghimpunandanPenyaluran Dana Bagi Bank
yang MelaksanakanKegiatan Usaha
BerdasarkanPrinsipSyariah
PeraturanKetua BAPEPAM dan LK No. PER-04/BL/2007
TentangAkad-Akad yang DigunakandalamKegiatan
Perusahaan PembiayaanBerdasarkanPrinsipSyariah
Fatwa DSN No.79/DSN-MUI/III/2011 Tentang Qardh
Dengan Menggunakan Dana Nasabah
Fatwa DSN No.85/DSN-MUI/XII/2012 tentang Janji
(wa’ad) Dalam Transaksi Keuangan dan Bisnis Syariah
Fatwa DSN No.89/DSN-MUI/XII/2013 tentang Pembiayaan
Ulang (Refinancing) Syariah
Fatwa DSN No.92/DSN-MUI/IV/2014 tentang Pembiayaan
Yang Disertai Rahn (Al-Tamwil Al-Mautsuq Bi Al-Rahn)
Definisi
Salah satu bentuk pelayanan keuangan bank syariah di
Indonesia adalah membantu masyarakat dalam pembiayaan
investasi atau konsumsi yang berupa penyewaan atau pembelian
barang ataupembelian rumah baru atau lama, Ruko, Rukan,
Apartemen, Rusun dan Kavling Siap Bangun (KSB), dan
pembangunan atau renovasi1. Pembiayaan tersebut dapat
menggunakan akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik.
Bank dapat menyalurkan pembiayaan penyewaan barang
bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad
ijarah dan/ atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiyah
bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah2. Akad dasar dari pembiayaan sewa-beli adalah
akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik.
Secara istilah, Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT)
memiliki arti dengan memecah dua kata di dalamnya. Pertama
adalah kata al-ijarah, yang berarti upah, yaitu suatu yang
diberikan berupa upah terhadap pekerjaan. Dan kata kedua
adalah kata at-tamlik, secara bahasa memiliki makna yang
1http://bankdkisyariah.co.id/index.php/produk-layanan/produk-pembiayaan/ kpr-ib diakses pada 30 Oktober 20142UU No.21 Tahun 2008 Pasal 19 ayat F
dapat menjadikan orang lain untuk memiliki sesuatu. Sedangkan
menurut istilah, at-tamlik bisa berupa kepemilikan terhadap
benda, kepemilikan terhadap manfaat, bisa dengan imbalan atau
tidak.3
Secara terminologi, Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah
perjanjian sewa menyewa yang disertai dengan opsi pemindahan
hak milik atas benda yang disewa, kepada penyewa, setelah
selesai masa sewa4. Dalam Ijarah Muntahiya Bittamlik suatu
benda antara mu’jir/ pihak yang menyewakan dengan
musta’jir/pihak penyewa diakhiri dengan pembelian ma’jur/objek
ijaroh oleh musta’jir/ pihak penyewa5.Semua rukun dan syarat
yang berlaku pada akad Ijarah berlaku pula pada akad Iajarah
Muntahiya Bittamlik6.Dalam literatur lain, IMBT adalah ijarah
dengan wa’ad perpindahan kepemilikan obyek ijarah pada saat
tertentu.7
Ijarah Muntahiya Bittamlik harus dinyatakan secara
eksplisit dalam akad8.Perjanjian untuk melakukan akad Ijarah
Muntahiya Bittamlik harus disepakati ketika akad ijarah
ditandatangani dan pihak yang melakukan akad harus
melaksanakan akad ijarah terlebih dahulu dengan janji
3Musyaiqih, Syaikh Kholid bin Ali. Al Ijarah al Muntahia bit Tamlik. Zaid
bid Tsabit Center. Terjemahan Eko Mas Muri. 2009. Direktori-islam.com4Fatwa DSN No.27/DSN-MUI/III/2002 tentang IMBT5Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pasal 279 6Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pasal 2787Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 107 (ED) Tentang Akuntansi
Ijarah8Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 280
pemindahan kepemilikan yang tidak mengikat9.Harga Ijarah dalam
akad Ijarah Muntahiya Bittamlik sudah termasuk dalam
pembayaran benda secara angsuran10.
Dalam praktik perbankan, apabila nasabah membayar
kewajibannya (hutang) dengan tepat waktu dan atau sebelum
jatuh tempo maka nasabah akan mendapatkan potongan pelunasan
dari kewajibannya (hutang) tersebut11. Potongan ini juga
berlaku dalam tagihan per bulan (cicilan), apabila nasabah
membayar tagihan (cicilan) tersebut dengan tepat waktu dan
atau sebelum jatuh tempo12.
Dari penjelasan diatas terdapat beberapa akad yang
berkaitan dengan akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik. Berikut
akad dan penjelasaanya:
1. Akad Ijarah
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat)
atas barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan
pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan13. Ijarah adalah akad bisnis yang bersifat NCC
(Natural Certanty contract) atau mengandung kejelasan
profit yang akan dihasilkan setiap periodenya. Ijarah
merupakan akad pertukaran dan barang yang disewakan
9Fatwa DSN No.27/DSN-MUI/III/2002 tentang IMBT10Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 28211Fatwa DSN No.23/DSN-MUI/III/2002 tentang potongan pelunasan dalam
Murabahah12Fatwa DSN No.46/DSN-MUI/II/2005 tentang potongan tagihan murabahah13Fatwa DSN No.09/DSN-MUI/IV/2000 tentang ijarah
merupakan tanggung jawab penuh bagi penyewa (bila ada
kerusakan atau semacamnya) ketika akad berlangsung.
2. Akad Murabahah
Murabahah adalah pembiayaan saling menguntungkan
yang dilakukan oleh sohibul mal dengan pihak yang
membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan
bahwa harga pengadaan barang dan harga jual terdapat
nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi
sohibul mal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai
atau angsur14.
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa
terdapat lebih dari satu akad dalam Ijarah Muntahiyah
Bittamlik. Dalam fiqih muamalah ekonomi, transaksi yang
mengandung lebih dari satu akad disebut transaksi
multiakad (hybrid contract/al uqud al murakkabah).
Berikut ini adalah tabel klasifikasi akad-akad yang
terdapat pada dan terkait dengan Ijarah Muntahiyah
Bittamlik.
Akad Sosial Bisnis
14Kompilasi hukum ekonomi syariah pasal 20 ayat 6 dan Fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000
Amanah
(Pertanggu
ngan
risiko
bersama)
Dhomanah
(Tanggung
jawab
penuh)
Certain
(Keuntungan
yang dapat
dipastikan)
Uncertainty
(Keuntungan
yang tidak
pasti)
Ijarah - -
Murabah
ah- -
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, Ijarah Muntahiyah
Bittamlik adalah muamalah yang mengandung lebih dari satu akad,
yang menyebabkan IMBT sebagai salah satu multiakad atau hybrid
contract. Dalam literature fikih, pedoman umum tentang hybrid
contract telah jamak terurai oleh para pakar guna menjaga
keutuhan bentuk akad yang diharapakan syariah, beberapa
diantaranya15:
1. Multiakad tidak bertentangan dengan hal-hal yang dilarang
oleh nash agama.
2. Multiakad tidak membentuk skema hilah ribawi (trik riba)
atau skema yang benar-benar haram dan tidak sah.
3. Multiakad tidak dibentuk dari akad-akad yang akibat atau
implikasi hukumnya saling bertolak belakang.
Mekanisme Kerja Ijarah Muntahiyah Bittamlik16
15Disadur dari makalah Multi Akad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Oleh
Hasanuddin, Dosen FSH-UIN Syarif Hidayatullah, Wakil Sekertaris DSN-MUI16www.permatabank.com/Syariah/Pembiayaan/PermataKPR-iB/ diakses pada tanggal
31 October 2014
Sebelum melakukan akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT),
yang perlu dipersiapkan nasabah adalah:
a. Persyaratan Umum
1) WNI
2) Perorangan (bukan badan usaha)
3) Melengkapi persyaratan administrasi
4) Mempunyai penghasilan tetap dan
berkesinambungan
5) Usia min. 21 tahun
6) Usia maks pada akhir masa kredit:
55 tahun untuk karyawan
65 tahun untuk pengusaha/professional
b. Persyaratan Dokumen Agunan
1) Rumah Baru: Bukti Surat Pemesanan Rumah dari
Developer
2) Bukan Rumah Baru: Fotokopi Sertifikat,
Fotokopi IMB dan Fotokopi PBB terbaru
c. Dokumen Pribadi
1) Fotokopi KTP dan suami/istri (jika ada)
2) Fotokopi KK
3) Fotokopi akta nikah/cerai (jika ada)
4) Fotokopi surat WNI dan ganti nama (jika ada)
5) Slip gaji terakhir
6) Fotokopi rekening koran 3 bulan terakhir
7) Fotokopi NPWP
8) Fotokopi SIUP, Tanda daftar perusahaan, Surat
keterangan domisili atau akta pendirian
perusahaan, laporan keuangan terakhir.
Prosedur Mekanisme kerja akad IMBT:
1. Nasabah menjelaskan kepada bank bahwa suatu saat atau
ditengah atau diakhir periode ijarah ia ingin memiliki
objek tersebut.
2. Setelah melakukan penelitian, bank setuju akan
menyewakan asset itu kepada nasabah.
3. Bank membeli atau menyewa asset yang dibutuhkan nasabah
4. Bank membuat perjanjian ijarah dengan nasabah untuk
jangka waktu tertentu dan menyerahkan asset itu untuk
dimanfaatkan
5. Nasabah membayar sewa setiap bulanyang jumlahnya sesuai
dengan kesepakatan
6. Pemindahan kepemilikan kepemilikan sesuai kesepakatan
antara bank dengan nasabah yaitu dengan penjualan
diakhir periode atau dengan hibah.
Skema Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik17
17Fatwa DSN No.27/DSN-MUI/III/2002 dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
Nasabah Bank BankSyariah
Obyek sewa
1
4
2
3
5
Keterangan:
1. Nasabah mendatangi bank syariah memohon pembiayaan
penyewaan sebuah obyek lalu mereka bernegosiasi tentang
harga,
2. Bank membeli obyek tersebut dari supplier lalu obyek
tersebut menjadi milik bank,
3. Bank selanjutnya menyewakan obyek tersebut kepada nasabah
dengan akad ijarah dan bank berjanji akan adanya
perpindahan kepemilikan di akhir akad.
4. Nasabah menggunakan obyek tersebut,
5. Nasabah membayar biaya sewa setiap bulan kepada bank.
Setelah akad ijarah berakhir, nasabah mendapatkan opsi
pemindahan kepemilikan obyek tersebut.
Tabel Perbandingan Sumber Hukum yang Digunakan dalam Ijarah
Muntahiya Bittamlik
Pada poin ini, perbandingan antara sumber hukum dirasa
perlu guna mengetahui sejauh mana akselerasi peraturan dapat
berjalan dengan baik. Berikut tabel perbandingan landasan
hukum dalam Ijarah Muntahiya Bittamlik:
Fatwa DSN Peraturan LainnyaDefinisi Perjanjian sewa-
menyewa yang
disertai dengan
opsi pemindahan
Akad penyediaan
dana dalam
rangkamemindahkan
hak guna atau
hak milik atas
benda yang disewa,
kepada Penyewa,
setelah selesai
masa aqad ijarah.
(Fatwa DSN Nomor:
27/DSN-MUI/III/2002)
manfaat dari
suatubarang atau
jasa berdasarkan
transaksi sewa
denganopsi
pemindahan
kepemilikan
barang.
(UU Republik
Indonesia No.21
Tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah)
Pelaku
Pihak-pihak yang
berakad terdiri
atas pemberi
sewa(muajjir) dan
penyewa(musta’jir)
(Fatwa DSN
No.09/DSN-MUI/IV/2
000)
Bank (sebagai
pemberi sewa) dan
musta’jir
(penyewa)
(Perjanjian
Pembiayaan Ijarah
Muntahiya Bittamlik
No.14 Bank DKI)Objek Manfaat barang
atau jasa harus
bisa dinilai dan
dapat dilaksanakan
dalam kontrak dan
tidak diharamkan.
Kesanggupan
Objek sewa harus
dapat dinilai dan
diidentifikasi
secara spesifik
dan dinyatakan
dengan jelas
termasuk besarnya
memenuhi manfaat
harus nyata dan
sesuai syariah.
Manfaat harus
dikenali secara
spesifik.
Spesifikasi
manfaat harus
dinyatakan dengan
jelas, termasuk
jangka waktunya.
Bisa juga dikenali
dengan spesifikasi
atau identifikasi
fisik.
(Fatwa
No.09/VIII/2004)
nilai sewa dan
jangka waktunya
(SEBI 10/14/2008)
Obyek Ijarah
Muntahiah Bit
Tamlik merupakan
milik Perusahaan
Pembiayaan sebagai
pemberi sewa
(muajjir);
Manfaatnya harus
dapat dinilai
dengan uang;
Manfaatnya dapat
diserahkan kepada
penyewa
(musta’jir);
Manfaatnya tidak
diharamkan oleh
syariah Islam;
Manfaatnya harus
ditentukan dengan
jelas; dan
Spesifikasinya
harus dinyatakan
dengan jelas,
antara lain
melalui
identifikasi
fisik, kelaikan,
dan jangka waktu
pemanfataannya.
(Peraturan Ketua
BAPEPAM dan LK No.
PER-04/BL/2007)Harga Harga yang dapat
dijadikan harga
dalam jual beli
dapat pula
dijadikan sewa
atau upah.
(Fatwa MUI No:
09/DSN-MUI/IV/2000)
Harga sewa (ujrah)
dan cara
pembayaran atas
obyek Ijarah
Muntahiah Bit
Tamlik ditetapkan
berdasarkan
kesepakatan di
awal akad.
Harga untuk opsi
pemindahan
kepemilikan obyek
Ijarah Muntahiah
Bit Tamlik
ditetapkan setelah
berakhirnya masa
sewa.
Harga untuk opsi
pemindahan
kepemilikan
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2) dibuat secara
tertulis dalam
perjanjian
pemindahan
kepemilikan.
Alat pembayaran
atas harga
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2)
adalah berupa uang
atau bentuk lain
yang memiliki
nilai yang sama
dan tidak dilarang
secara syariah.
(Peraturan Ketua
BAPEPAM dan LK No.
PER-04/BL/2007) Harga ijarah dalam
akad ijarah
muntahiya
bittamlik sudah
termasuk dalam
pembayaran benda
secara angsuran.
(Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah
Pasal 282)Akad Pihak yang
melakukan al-
Ijarah al-
Muntahiah bi al-
Tamlikharus
melaksanakan akad
Ijarah terlebih
dahulu.
Akadpemindahan
kepemilikan, baik
dengan jual beli
ataupemberian,
hanya dapat
dilakukan setelah
masa
Ijarahselesai.
Janji pemindahan
kepemilikan yang
disepakati di
awalakad Ijarah
adalah wa'd ( ال�وع�د ),yang hukumnya
Bank hanya dapat
memberikan janji
(wa’ad) untuk
mengalihkan
kepemilikan
dan/atau hak
penguasaan obyek
sewa setelah obyek
sewa secara
prinsip dimiliki
oleh Bank;
Bank dan nasabah
harus menuangkan
kesepakatan adanya
opsi pengalihan
kepemilikan
dan/atau hak
penguasaan obyek
sewa dalam bentuk
tertulis.
(Surat Edaran Bank
Indonesia
tidakmengikat.
Apabila janji itu
ingin
dilaksanakan, maka
harusada akad
pemindahan
kepemilikan yang
dilakukan
setelahmasa Ijarah
selesai.
(Fatwa DSN Nomor:
27/DSN-MUI/III/2002)
No.10/14/DPbS/2008)
IMBT harus
disepakati ketika
Akad Ijarah
ditandatangani dan
kesepakatan
tersebut wajib
dituangkan dalam
Akad Ijarah
dimaksud;
Pelaksanaan IMBT
hanya dapat
dilakukan setelah
Akad Ijarah
dipenuhi;
Bank wajib
mengalihkan
kepemilikan barang
sewa kepada
nasabah
berdasarkan hibah,
pada akhir periode
perjanjian sewa;
Pengalihan
kepemilikan barang
sewa kepada
penyewa dituangkan
dalam Akad
tersendiri setelah
masa Ijarah selesai;
(PBI No.
7/46/PBI/2005)Denda/
Sanksi
Pihak mu’jir (yang
menyewakan) dapat
melakukan
penyelesaian
akad ijarah muntahiya
bittamlik bagimusta’j
ir (penyewa) yang
tidak mampu
melunasi
pembiayaan sesuai
kurun waktu yang
disepakati.
(Fatwa MUI No:
09/DSN-MUI/IV/2000,
Pasal 283)
Pengadilan dapat
menetapkan untuk
menjual objek
ijarah muntahiya
bittamlik yang tidak
dapat dilunasi
oleh penyewa
dangan harga pasar
untuk melunasi
utang penyewa.
(Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah
(KHES), Pasal 284) Sanksi dapat
diberlakukan dalam
prinsip jual beli
maupun akad lain
yang pembayarannya
dilakukan secara
berangsur Sanksi dikenakan
kepada nasabahyang
mampu membayar
tetapi menunda-
nunda pembayaran
dengan disengaja Nasabah yang
tidak/belum mampu
membayar
disebabkan force
majeur tidak boleh
dikenakan sanksi Sanksi didasarkan
pada prinsip
ta’zir
(Fatwa No.17/DSN-
MUI/IX/2000)Mekanisme Semua rukun dan
syarat yang
berlaku dalam akad
Ijarah berlaku
pula dalam akad
Ijarah Muntahiya
Bittamlik Perjanjian untuk
melakukan akad
IMBT harus
disepakati ketika
akad ijarah
ditandatangani Hak dan kewajiban
Rukun dan syarat
dalam ijarah dapat
diterapkan dalam
pelaksanaan IMBT Dalam akad IMBT
suatu benda antara
pihak yang
menyewakan dengan
pihak penyewa
diakhiri dengan
pembelian objek
ijarah oleh pihak
penyewa IMBT harus
setiap pihak harus
dijelaskan dalam
akad Pihak yang
melakukan akad
IMBT harus
melaksanakan akad
ijarah terlebih
dahulu. Akad
pemindahan
kepemilikan, baik
dengan jual beli
atau pemberian,
hanya dapat
dilakukan setelah
masa ijarah
selesai. Janji pemindahan
kepemilikan yang
disepakati diawal
akad ijarah adalah
wa’d, yang hukumnya
tidak mengikat.
Apabila janji itu
ingin
dilaksanakan, maka
harus ada akad
pemindahan
dinyatakan secara
eksplisit dalam
akad. Akad
pemindahan
kepemilikan hanya
dapat dilakukan
setelah masa IMBT
terakhir Penyewa dalam akad
IMBT dilarang
menyewakan atau
menjual benda yang
disewa Harga ijarah dalam
akad IMBT sudah
termasuk dalam
pembayaran benda
secara angsuran Pihak yang
menyewakan dapat
melakukan
penyelesaian akad
IMBT bagi penyewa
yang tidak mampu
melunasi
pembiayaan sesuai
kurun waktu yang
disepakati.
kepemilikan yang
dilakukan setelah
masa ijarah
selesai.
(Fatwa DSN
No.27/DSN-MUI/III/
2002)
Penyelesaian
tersebut dapat
diselesaikan
melalui perdamaian
dan atau
pengadilan Pengadilan dapat
menetapkan untuk
menjual objek IMBT
yang tidak dapat
dilunasi oleh
penyewa dengan
harga pasar untuk
melunasi hutang
penyewa Apabila harga jual
objek IMBT
melebihi sisa
hutang, maka pihak
yang menyewakan
harus
mengembalikan
sisanya kepada
penyewa. Apabila
harga jual objek
IMBT lebih kecil
dari sisa hutang,
maka sisa hutang
tetap wajib
dibayar oleh
penyewa Apabila penyewa
tidak dapat
melunasi sisa
hutangnya,
pengadilan dapat
membebaskannya
atas izin pihak
yang menyewakan.
(Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah,
Bab X, Bagian
Kesembilan tentang
Ijarah muntahiya
Bittamlik)
Bank dapat
mewakilkan
(wakalah) kepada
nasabah untuk
mencarikan barang
yang akan disewa
oleh nasabah
Nasabah wajib
membayar sewa
secara tunai dan
menjaga keutuhan
barang sewa dan
menanggung biaya
pemeliharaan
barang sewa sesuai
dengan kesepakatan
(PBI
No.7/46/PBI/2005)
Bank dapat
mewakilkan kepada
nasabah untuk
mencarikan barang
yang akan disewa
oleh nasabah (PBI
No. 7/46/PBI/2005
tentang Akad
Penghimpunan dan
Penyaluran Dana
Bagi Bank yang
Melaksanakan
Kegiatan Usaha
Berdasarkan
Prinsip Syariah,
Bab II Paragraph 3
Pasal 16)Uang Muka Dalam praktik
perbankan untuk
melakukan akad
Ijarah Muntahiya
Memakai uang muka
dalam hal ini
untuk menghindari
agar tidak ada
Bittamlik harus
menyerahkan uang
muka sesuai dengan
kebijakan bank18.
pihak yang
dirugikan sehingga
apabila nasabah
membatalkan akad
tersebut nasabah
dapat mengganti
rugi dari uang
muka tersebut
sebesar kerugian
riil yang
dikeluarkan oleh
bank19.
Kritik
1. Kombinasi Akad Ijarah Muntahiya Bit Tamlik
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa IMBT merupakan
kombinasi antara sewa-menyewa (ijarah) dan jual beli
(murabahah) atau hibah diakhir masa sewa.20)Merujuk pada
pernyataan tersebut, nampak bahwa dalam IMBT terdapat dua
bentuk muamalah yang berbeda dalam satu proses yang
bersamaan. Oleh karena itu, terdapat dua persoalan yang
memerlukan kajian, yaitu adanya perbedaan antara sewa dan
18www.permatabank.com/Syariah/Pembiayaan/PermataKPR-iB/ diakses pada
November 13, 201419Fatwa DSN No.13/DSN-MUI/IX/2000 dan Fatwa DSN No.43/DSN-MUI/VIII/200420. Adiwarman A.Karim, Bank Syari’ah Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2004), cetakan pertama, hlm. 146
beli, serta kedudukan dua akad sekaligus dalam suatu
proses muamalah.
Pertama, perbedaan sewa dan beli.Dalam hukum muamalah
Islam, sewa dan beli implikasi hukumnya sangat
berbeda.Sewa (ijarah) merupakan akad pemindahan hak guna
(manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.21)Jadi,
ijarah dimaksudkan untuk mengambil manfaat suatu barang
atau jasa (mempekerjakan seseorang) dengan jalan
penggantian (membayar sewa atau upah sejumlah
tertentu).22)Dengan demikan, pada ijarah yang dipindahkan
bukanlah hak kepemilikannya melainkan perpindahan hak
guna atau manfaat (manfaat dari suatu asset atau dari
jasa/pekerjaan).23)Jadi pada akad ijarah, objeknya tetap
merupakan hak milik pemberi sewa.
Hal tersebut tentu saja sangat berbeda dengan jual
beli. Jual-beli merupakan pertukaran kepemilikan antara
suatu barang dengan barang lain. Berdasarkan hal ini,
barang dari pihak penjual akan menjadi milik dari pihak
pembeli. Sebaliknya, uang atau barang (bila barter) dari
pihak pembeli akan langsung menjadi milik pihak penjual.
21. Fatwa DSN No. 09/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 13 April 2000, Tentang
Pembiayaan Ijarah22. Sri Nurhayatidan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba
Empat, 2008), Edisi ke-2, hlm. 20823. Sri Nurhayatidan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba
Empat, 2008), Edisi ke-2, hlm 208
Proses jual-beli ini dapat dilakukan secara kontan (cash)
dan bisa pula dilakukan dengan cicilan (kredit).
Dari pernyataan tersebut sangat jelas adanya
perbedaan mendasar tentang pihak mana yang berhak
memiliki barang tersebut pada akhir masa transaksi.Akad
sewa berkonsekuensi pada tetap dimilikinya barang oleh
pihak pemilik barang (pihak penyewa hanya boleh
memanfaatkan barang tersebut selama masa
penyewaan).Sedangkan akad jual-beli berujung pada
pertukaran kepemilikan dari penjual ke pembeli dan dari
pembeli ke penjual.
Dalam syariah, akad IMBT ini tidak diperbolehkan
karena adanya two in one (dua akad sekaligus/shafqatain fi al
shafqah) yang efeknya berlawanan tetapi dilangsungkan
sekaligus. Ini menyebabkan gharar dalam akad, yakni ada
ketidakjelasan akad: apakah yang berlaku akad sewa atau
akad beli.24) Dikatakan demikan sebab akibat hukum dari
akad-akad gabungan itu serta semua hak dan kewajiban yang
ditimbulkannya akan dianggap sebagai satu kesatuan yang
tak dapat dipisah-pisahkan, yang sama kedudukannya dengan
akibat-akibat hukum dari satu akad.25) Padahal setiap akad
memiliki rukun, syarat, dan implikasi yang berbeda-beda.
Dalil pendapat kedua ini adalah hadist-hadist yang
melarang dua syarat atau dua akad. Antara lain adalah
hadist Hakim bin Hizam RA, dia berkata:
24. Adiwarman A.Karim, Bank Syari’ah Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2004), cetakan pertama, hlm. 4125. Nazih Hammad, Al-'Uqud Al-Murakkabah fi al-Fiqh al-Islami, hlm.7;
Abdullah al-'Imrani, Al-Uqud al-Maliyah al-Murakkabah, hlm. 46
لف� ع : ع�ن س���� ي� ب� ي� ال���� ص���ال ف� ع خ�� ��ب��� ر لم – ع�ن ا! ه وس���� لي ال�ل���ه ع�لي���� ول ال�ل���ه -ص���� �ي� رس���� ه���ان1 ن�� من ض� ح م�ا ل�م ت�7 �دك�<، ورب1 س ع�ن� ع م�ا ل�ي� ي� �Cب ع، و ي� ي� ب�� ن ف� رط�ي� Hع، وش ي� �Cب و
Dalil lainnya adalah hadist bahwa:
عه7 ي� ي� ب�� ن ف� ي� عن7 ي� هي ع�ن ب�� ن��“Nabi SAW telah melarang adanya dua jual beli dalam satu jual beli” (HR
Tirmidzi, hadist sahih)
Di dalam IMBT, transaksi pengalihan pemilikan barang
tersebut disyaratkan kepada transaksi/akad sewa menyewa
dan sebaliknya transaksi sewa menyewa disyaratkan dengan
transaksi pemindahan pemilikan itu. Pada IMBT penyewa
tidak bisa hanya menyepakati satu transaksi (tidak bisa
hanya menyewa saja atau membelinya saja) tetapi penyewa
harus menyewa sekaligus membelinya26.
Ada dua alasan mengapa IMBT tidak mendapat dukungan
yang kuat dari para ahli hukum muslim.27) Pertama,
instrument-instrumen yang digunakan dalam akad IMBT
terkait dengan risiko yang tidak diinginkan. Tambahan
biaya atau keuntungan yang terkait dengan transaksi-
transaksi yang disediakan sesuai dengan instrument-
26 Fatwa DSN No.27/DSN-MUI/III/2002 tentang IMBT27. Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H., Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam
Tata Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2005)
cetakan ke-2, hlm. 72
instrumen itu telah ditentukan secara pasti dan
ditentukan sebelumnya oleh bank. Misalnya, bank
menambahkan suatu persentasi tertentu pada harga
pembelian sebagai suatu keuntungan (profit margin).Di
samping itu, asset yang dibeli berfungsi sebagai agunan
dan bank juga diperkenankan untuk meminta agunan tambahan
dari nasabah.Dengan demikian, tambahan biaya atau
keuntungan yang telah ditentukan sebelumnya itu dan
agunan tambahan tersebut memastikan bahwa risiko yang
diambil oleh bank boleh dikatakan tidak ada. Pengaturan
seperti itu dianggap bertentangan dengan semangat islam,
karena islam menentukan bahwa antara pemodal dan
pengusaha yang memperoleh fasilitas pembiyaan harus
berbagi risiko28. Kedua, sesuai dengan pendapat hukum (legal
opinion), biaya-biaya tambahan yang boleh dimasukkan hanya
biaya-biaya yang diakui (recognized expenses) dan keuntungan
yang sah (legitimate profit). Namun banyak ilmuan mengakui
bahwa bank boleh memperhitungkan suatu premium, yang
didasarkan atas pengalaman sebelumnya, sebagai kompensasi
bagi pembayaran yang terlambat (tertunda), yang
bertentangan dengan asas-asas keuangan islam. Oleh karena
itu, sejumlah ilmuan menyokong bahwa penggunaan
instrument-instrumen ini harus dibatasi hanya pada ‘hal-
hal yang tidak dapat dihindarkan’ (unavoidable cases). Tidak
ada penjelasan mengenai apa yaneg dimaksudkan dengan
‘hal-hal yang tidak dapat dihindarkan’ itu.29)
28. Elias G. Kazarian, Islamic Versus Traditional Banking, Financial Innovation in Egypt.
Boulder [et. al]: Westview Press, 1993, hlm. 65
Selain itu, muamalah jenis ini nampak mengunggulkan
pemberi sewa dibandingkan dengan penyewa. Terlebih-lebih
bila pihak pembeli merasa mencicil barang dengan harga
‘pembelian’30. Di tegah jalan, karena sesuatu hal, ia
tidak mampu melunasinya. Akhirnya, barang yang diangankan
untuk dimilikinya pada akhir cicilan nanti harus dijual
dan ia hanya menyewa saja31. Padahal, tentu saja, harga
sewa logisnya lebih kecil dibandingkan dengan harga beli
dengan cicilan.
2. Wa’ad Perpindahan Kepemilikan
IMBT merupakan ijarah dengan wa’ad perpindahan
kepemilikan objek ijarah pada saat tertentu. Sebelum
dibahas lebih lanjut, kita harus tahu terlebih dahulu
mengenai karakteristik wa’ad (janji) dan akad.32)
Karakteristik wa’ad (janji):
a. Janji (promise) antara satu pihak dengan pihak
lainnya (hanya mengikat satu pihak) ->one-way
b. Terms and condition-nya tidak well-defined; atau
c. Belum ada kewajiban yang ditunaikan oleh pihak
manapun. Walaupun terms and condition-nya sudahwell-
defined.
Karakteristik akad33:
29. Elias G. Kazarian, Islamic Versus Traditional Banking, Financial Innovation in Egypt.
Boulder [et. al]: Westview Press, 1993, hlm. 65-6630 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 28231 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 28432 Adiwarman A.Karim, Bank Syari’ah Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2004), cetakan pertama, hlm. 5733 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Buku II, Bab II dan III
a. Janji (promise) antara dua belah pihak
b. Terms and condition-nya sudah well-defined
c. Terdapat keterikatan antara kedua belah pihak
untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-
masing yang telah disepakati terlebih dahulu.
Pada pernyataan di atas, terlihat perbedaan mendasar
antara akad dengan wa’ad, yaitu pada janji (promise).
Wa’ad adalah janji antara satu pihak dengan pihak
lainnya34. Pihak yang memberikan janji berkewajiban untuk
melaksanakan kewajibannya sedangkan pihak yang diberikan
janji tidak dibebani kewajiban apapun terhadap pihak
lainnya. Pada wa’ad biasanya sanksi yang diterima lebih
merupakan sanksi moral (tidak berimbas pada hukum).
Sementara akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian
antara dua pihak atau lebih untuk melakukan dan atau
tidak melakukan perbuatan hukum tertentu35.
Sebagai contoh, dalam surat Edaran Bank Indonesia
No.10/14/DPbs/2008 bagian III.7 poin C tertulis bahwa
bank dan nasabah harus menuangkan kesepakatan adanya opsi
pengalihan kepemilikan dan/atau hak penguasaan obyek sewa
dalam bentuk tertulis. Peraturan tersebut bertentangan
dengan Fatwa DSN No. 27/DSN-MUI/III/2002 di mana tertulis
bahwa janji perpindahan kepemilikan yang disepakati di
awal akad ijarah adalah wa’ad yang hukumnya tidak
mengikat. Bila diperhatikan dengan seksama, bukankah
“menuangkan kesepakatan dalam bentuk tertulis” merupakan
34 Fatwa DSN No.85/DSN-MUI/XII/201235 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 20 (1)
sebuah kontrak (akad)? Jika demikian, maka dalam hal ini
wa’ad yang diberikan oleh bank bersifat mengikat, 36)
Sehingga apabila ada salah satu atau kedua pihak yang
terikat dalam kontrak tidak dapat memenuhi kewajibannya,
maka ia/mereka menerima sanksi seperti yang telah
disepakati dalam akad. Sebagai contoh, dalam IMBT jika
nasabah tidak bisa melanjutkan pembayaran cicilan maka
akad IMBT akan berakhir dan tentu saja bank tidak akan
mengalihkan hak kepemilikan barang sewa tersebut kepada
nasabah37.
Peraturan tersebut tentu saja bertolakbelakang
dengan karakteristik wa’ad (janji) dimana janji tersebut
hanya mengikat satu pihak (one way) sehingga seharusnya
pihak lainnya tidak memiliki tanggung jawab pada pihak
pemberi janji.
3. Mengenai Ketentuan dan Mekanisme Akad IMBT
Pada Peraturan Ketua BAPEPAM dan LK No.
PER-04/BL/2007 tentang Akad-Akad yang Digunakan dalam
Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip
Syariah Pasal 11 dimana objek IMBT merupakan milik
Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa. Namun hal ini
bertentangan denganPBI No.7/46/PBI/2005 bagian kententuan
ijarah yang berlaku pada IMBT poin A tertulis bahwa bank
dapat membiayai pengadaan objek sewa berupa barang yang
36 Ahmad Ifham Sholihin, Pedoman umum lembaga keuangan syariah, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm 74
37 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 283 dan 284
telah dimiliki bank atau barang yang diperoleh dengan
menyewa dari pihak lain untuk kepentingan nasabah
berdasarkan kesepakatan. Dalam hal ini terjadi gharar
karena bank menyewakan barang yang bukan miliknya tetapi
bank tidak memperbolehkan nasabah untuk menyewakan
kembali objek ijarah tersebut.
Pada PBI No.7/46/PBI/2005 bagian kententuan ijarah
yang berlaku pada IMBT poin E tertulis bahwa bank dapat
mewakilkan (wakalah) kepada nasabah untuk mencarikan
barang yang akan disewa oleh nasabah. Hal ini
bertentangan dengan Kompilasi Hukum ekonomi Syariah
(KHES) Bab Bab XVII Bagian Keempat tentang Ketentuan Umum
Wakalah Pasal 480 menjelaskan bahwa jika suatu pihak
menunjuk pihak lain sebagai penerima kuasa untuk membeli
suatu barang tertentu tidak boleh membeli barang itu
untuk dirinya sendiri dan seharusnya bank syariah
mempunyai sektor riil sehingga bank tidak mewakilkan
kepada nasabah karena kegiatan mewakilkan hanya ada dalam
akad wakalah.
Pada Fatwa DSN No.27/DSN-MUI/III/2002 telah
dijelaskan bahwa Pihak yang melakukan akad IMBT harus
melaksanakan akad ijarah terlebih dahulu, pemindahan
kepemilikan hanya dapat diakukan setelah masa ijarah
selesai. Hal ini bertentangan dengan Peraturan Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tentang
Kompilasi Hukum ekonomi Syariah (KHES) Bab X Bagian
Kesembilan Pasal 282 dimana peraturan tersebut menyatakan
bahwa harga ijarah dalam IMBT sudah termasuk dalam
pembayaran benda secara angsuran. Dalam peraturan
tersebut sudah jelas bahwa kepemilikan sudah ditangan
nasabah pada saat dilakukan akad ijarah karena biaya sewa
sudah termasuk angsuran rumah.
Pada Fatwa DSN No.27/DSN-MUI/III/2002 telah
dijelaskan bahwa Semua rukun dan syarat yang berlaku
dalam akad ijarah (Fatwa DSN No.09/DSN-MUI/IV/2000)
berlaku pula dalam akad IMBT.Namun dalam hal ini mengapa
MUI hanya memakai ketentuan pada akad akad ijarah,
seharusnya MUI juga menuliskan bahwa akad murabahah juga
berlaku untuk akad IMBT karena dalam akad IMBT juga
terjadi transaksi jual beli.Hal ini menyebabkan gharar
karena tidak adanya kejelasan dalam ketentuan transaksi
jual beli pada akad IMBT.
Pada ketentuan tantang IMBT dalam Fatwa DSN
No.27/DSN-MUI/III/2002 telah dijelaskan bahwa Janji
pemindahan kepemilikan yang disepakati diawal akad ijarah
hukumnya tidak mengikat38. Namun hal ini bertentangan
dengan fatwa itu sendiri bagian ketentuan umum yang
menyatakan bahwa Perjanjian untuk melakukan akad IMBT
harus disepakati ketika akad ijarah ditandatangani,
pernyataan tersebut sudah menjelaskan bahwa janji
pemindahan kepemilikan itu sangat mengikat.
Sebagaimana telah diketahui, mengikat kedua belah
pihak yang saling bersepakat, yakni masing masing pihak
mempunyai keterikatan untuk melaksanakan kewajiban mereka
masing-masing. Transaksi ( akad ) merupakan unsur penting38 Fatwa No.27/DSN-MUI/III/2002
dalam suatu perikatan. Dalam Islam persoalan transaksi
sangat tegas dalam penerapannya, dan ini membuktikan
bahwa keberadaan transaksi tidak boleh dikesampingkan
begitu saja dalam setiap bidang kehidupan manusia ( umat
Islam ), karena begitu pentingnya transaksi suatu
perikatan.
4. Skema
Ketegasan sikap Agama dalam penerapan perikatan
salah satunya dapat dibaca dari acuan Kaedah Hukum Fikih
dalam interaksi perekonomian berbunyi :
“tolak ukur dalam transaksi adalah maksud dan makna
( skema dalam akad ) bukan pada bentuk dan ( sekedar )
lafal-lafal“
Skema akad (maksud dan makna akad) yang menjadi
standar ketegasan karakter hukum menunjukkan kalau dalam
sebuah akad, satu perikatan hanya dapat memiliki satu
skema yang sesuai. Perikatan yang memiliki 2 atau bahkan
lebih skema akadnya justru akan memberikan kandungan
absurditas pada akibat dari hukum yang diberlakukan.
Misalnya saja penjelasan yang ada dalam tabel berikut,
tabel persamaan IMBT dengan Kafalah karena secara skema
diperbankan akad ini memiliki skema yang sama :
IMBT KafalahDefinisi Perjanjian sewa-
menyewa yang
disertai dengan
opsi pemindahan
Jaminan yang
diberikan oleh
penanggung (kafiil)
kepada pihak ketiga
hak milik atas
benda yang disewa
kepada penyewa
setelah selesai
masa aqad
ijarah.39)
untuk memenuhi
kewajiban pihak kedua
yang ditanggung
(makfuul ‘anhu,
ashil)
Fatwa DSN No.11/DSN-
MUI/IV/2000
Pelaku
Pihak-pihak yang
berakad terdiri
atas pemberi
sewa(muajjir) dan
penyewa
(musta’jir).40)
Pihak penjamin
(Kafiil), orang yang
berhutang (Ashiil,
Makfuul ‘anhu), pihak
orang yang berpiutang
(Makfuul Lahu)
(Fatwa DSN No.11/DSN-
MUI/IV/2000)Objek Obyek Ijarah
Muntahiah Bit
Tamlik merupakan
milik Perusahaan
Pembiayaan sebagai
pemberi sewa
(muajjir);
Manfaatnya harus
Merupakan tanggungan
peminjam baik berupa
uang, benda atau
pekerjaan
Dapat dilaksanakan
oleh penjamin
Merupakan piutang
mengikat/lazim yang
39. Fatwa DSN Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 Tentang Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bi
Al-Tamlik40. Peraturan Ketua BAPEPAM dan LK No. PER-04/BL/2007 Tentang Akad-Akad yang
Digunakan dalam Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah,
Fatwa DSN No.27/DSN-MUI/III/2002 tentang IMBT dan KHES pasal 278 rukun dan
syarat ijarah dapat diterapkan dalam IMBT
dapat dinilai
dengan uang;
Manfaatnya dapat
diserahkan kepada
penyewa
(musta’jir);
Manfaatnya tidak
diharamkan oleh
syariah Islam;
Manfaatnya harus
ditentukan dengan
jelas; dan
Spesifikasinya
harus dinyatakan
dengan jelas,
antara lain
melalui
identifikasi
fisik, kelaikan,
dan jangka waktu
pemanfataannya.41)
tidak mungkin hapus
kecuali sudah dibayar
atau dibebaskan
Jelas nilai, jumlah
dan spesifikasinya
Tidak diharamkan
(KHES Pasal 294 dan
Fatwa DSN No.11/DSN-
MUI/IV/2000)
Harga Harga ijarah dalam
Dalam kafalah,
41. Peraturan Ketua BAPEPAM dan LK No. PER-04/BL/2007 Tentang Akad-Akad yang
Digunakan dalam Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah,
Pasal 12 dan Fatwa No.09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Ijarah (rukun dan syarat
ijarah juga berlaku pada IMBT)
akad ijarah muntahiya
bittamlik sudah
termasuk dalam
pembayaran benda
secara angsuran.42)
Harga sewa (ujrah)
dan cara
pembayaran atas
obyek Ijarah
Muntahiah Bit
Tamlik ditetapkan
berdasarkan
kesepakatan di
awal akad.
Harga untuk opsi
pemindahan
kepemilikan obyek
Ijarah Muntahiah
Bit Tamlik
ditetapkan setelah
berakhirnya masa
sewa.
Harga untuk opsi
pemindahan
kepemilikan
penjamin dapat
menerima imbalan
(fee) sepanjang tidak
memberatkan Kafalah dengan
imbalan bersifat
mengikat dan tidak
boleh dibatalkan
secara sepihak
(Fatwa DSN No.11/DSN-
MUI/IV/2000)
42 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 282
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2) dibuat secara
tertulis dalam
perjanjian
pemindahan
kepemilikan.
Alat pembayaran
atas harga
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2)
adalah berupa uang
atau bentuk lain
yang memiliki
nilai yang samadan
tidak dilarang
secara syariah.43)
Akad Bank hanya dapat
memberikan janji
(wa’ad) untuk
mengalihkan
kepemilikan
dan/atau hak
penguasaan obyek
Pernyataan ijab dan
qabul harus
dinyatakan oleh para
pihak untuk
menunjukkan kehendak
mereka dalam
mengadakan kontrak43. Peraturan Ketua BAPEPAM dan LK No. PER-04/BL/2007 Tentang Akad-Akad yang
Digunakan dalam Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah,
Pasal 14
sewa setelah obyek
sewa secara
prinsip dimiliki
oleh Bank;
Bank dan nasabah
harus menuangkan
kesepakatan adanya
opsi pengalihan
kepemilikan
dan/atau hak
penguasaan obyek
sewa dalam bentuk
tertulis
(Surat Edaran Bank
Indonesia
No.10/14/DPbS/2008)
IMBT harus
disepakati ketika
Akad Ijarah
ditandatangani dan
kesepakatan
tersebut wajib
dituangkan dalam
Akad Ijarah
dimaksud;
Pelaksanaan IMBT
(akad)44
Akad harus dinyatakan
para pihak baik
dengan tulisan, lisan
atau isyarat
(KHES Pasal 291)
44Fatwa DSN No.11/DSN-MUI/IV/2000 tentang kafalah
hanya dapat
dilakukan setelah
Akad Ijarah
dipenuhi;
Bank wajib
mengalihkan
kepemilikan barang
sewa kepada
nasabah
berdasarkan hibah,
pada akhir periode
perjanjian sewa;
Pengalihan
kepemilikan barang
sewa kepada
penyewa dituangkan
dalam Akad
tersendiri setelah
masa Ijarah selesai;
(PBI No.
7/46/PBI/2005)Denda/
sanksi
Pihak mu’jir/yang
menyewakan dapat
melakukan
penyelesaian
akad ijarah muntahiya
bittamlik bagi
musta’jir
Denda keterlambatan
adalah denda akibat
keterlambatan
pembayaran kewajiban
yang akan diakui
seluruhnya sebagai
dana sosial
(penyewa) yang
tidak mampu
melunasi
pembiayaan sesuai
kurun waktu yang
disepakati.45)
Pengadilan dapat
menetapkan untuk
menjual objek ijarah
muntahiya bittamlik
yang tidak dapat
dilunasi oleh
penyewa dangan
harga pasar untuk
melunasi utang
penyewa.46)
(Fatwa DSN
No.74/DSN/MUI/I/2009)
Ta’widh Ganti rugi (ta’widh)
hanya boleh
dikenakan atas pihak
yang dengan sengaja
atau karena
kelalaian melakukan
sesuatu yang
menyimpang dari
ketentuan akad dan
menimbulkan kerugian
Ta’widh adalah ganti
rugi terhadap biaya-
biaya yang
dikeluarkan oleh
pihak penerima
jaminan akibat
keterlambatan pihak
terjamin dalam
membayar kewajiban
yang telah jatuh
45. Fatwa MUI No: 09/DSN-MUI/IV/2000, Pasal 28346. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES), Pasal 284
pada pihak lain.
Kerugian yang dapat
dikenakan ta’widh
adalah kerugian riil
yang dapat
diperhitungkan
dengan jelas.
Kerugian riil adalah
biaya-biaya riil
yang dikeluarkan
dalam rangka
penagihan hak yang
seharusnya
dibayarkan.
Besar ganti rugi
(ta’widh) adalah sesuai
dengan nilai
kerugian riil yang
pasti dialami dalam
transaksi. tersebut
dan bukan potential loss
karena adanya
opportunity loss.
Besarnya ganti rugi
ini tidak boleh
dicantumkan dalam
akad.
Pihak yang cedera
tempo.
(Fatwa DSN No.74/DSN-
MUI/I/2009)
janji bertanggung
jawab atas biaya
perkara dan biaya
lainnya yang timbul
akibat proses
penyelesaian
perkara.47)
Jaminan
Semua bentuk
pembiayaan/penyalura
n dana Lembaga
Keuangan Syariah
boleh dijamin dengan
agunan (Rahn)
(Fatwa DSN
No.92/DSN-MUI/IV/201
4
Bank dapat meminta
jaminan berupa Cash
Collateral atau
bentuk jaminan
lainnya atas nilai
penjaminan
(SEBI No.10/14/DPbs)
Atau yang nampak lebih jelasnya dalam skema komparasi
IMBT, Murabahah dan Kafalah:
1. Skema Murabahah
2. Skema Kafalah
47. Fatwa DSN No.43/VIII/2004
Bank Syariah
Nasabah Objek
3. Skema IMBT
Tabel dan skema diatas adalah alur dari ketiga akad yang
berbeda. Tetapi dalam praktik perbankan, ketiga akad tersebut
menggunakan satu skema yang sama, yaitu skema kafalah. Dalam
hal ini, murabahah yang terjadi dalam IMBT menggunakan skema
kafalah. Bank hanya membelikan nasabah objek yang diinginkan
kemudian nasabah akan membayarnya ke bank karena bank tidak
mempunyai sektor riil.
Dalam akad kafalah, tidak boleh ada keuntungan karena
kafalah merupakan akad sosial. Tetapi bank menjadikannya akad
bisnis karena bank meminta nasabah untuk mengembalikan lebih
dari jumlah yang dipinjam nasabah , sehingga ada
keuntungan/tambahan didalam praktiknya yang bersifat riba.
Padahal ketiga skema ini tidak bisa disamakan atau
Bank Syariah
Nasabah Objek
Nasabah Bank BankSyariah
Obyek sewa
1
42
35
digabungkan, karena masing-masing akad sosial dan bisnis
memiliki implikasi yang bertolak belakang48.
Solusi
Tujuan diterapakannya prinsip-prinsip syariah dalam
kehidupan adalah untuk mencapai mashlahah dan keadilan bagi
semua manusia. Perbankan syariah harus memberi kemudahan dan
tidak memberatkan masyarakat yang membutuhkan dana atau
bantuan finansial. Pada dasarnya sistem ekonomi/perbankan
syariah memiliki tiga ciri yang mendasar yaitu, (a) prinsip
keadilan, (b) menghindarkan kegiatan yang dilarang dan (c)
memperhatiakan aspek kemanfaatan49.
Praktik Ijarah Muntahiya Bittamlik sebagaimana yang telah
diulas masih kurang mencirikan sistem ekonomi karena tidak
adil (semakin menyulitkan nasabah), melakukan kegiatan yang
dilarang (muslihat dan riba hampir selalu ada disetiap
transaksi perbankan).
Pada pembahasan diatas tentang pandangan fiqih terhadap
Ijarah Muntahiya Bittamlik pada perbankan syariah masih ditemukan
banyak hal yang tidak sesuai dengan syariah. Maka dari itu
penulis akan memberikan beberapa kemungkinan solusi untuk
masalah Ijarah Muntahiya Bittamlik yaitu:
“Merubah UU No.21 Tahun 2008 Pasal 4”
Dalam UU tersebut, fungsi perbankan hanya “Menghimpun dan
Menyalurkan Dana”. Jika fungsi perbankan dalam UU tersebut
48Fatwa DSN No.31/DSN-MUI/VI/200249Ali, Zainudin. Sistem Perbankan Syariah. Sinar Grafika. Jakarta. 2008
dirubah atau diganti, dimana bank tidak hanya dapat menghimpun
dan menyalurkan dana, maka bank dapat terjun langsung ke
sektor riil. Dengan bank terjun langsung ke sektor riil, maka
manfaatnya benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat
sehingga di perbankan syariah tidak ada lagi muslihat atau
riba. Selain itu sektor rill dapat memajukan perekonomian
umat. Sehingga, tingkat kesejahteraan masyarakat menjadi
meningkat dengan baik. Misalnya, bank dapat membuka usaha
seperti showroom mobil, kredit rumah, penjualan furniture dan
lain-lain. Dengan begitu, akad murabahah dapat terealisasi
secara syariah.
Dengan bank memiliki sektor riil sendiri dan
terealisasinya akad murabahah, maka dapat menghilangkan unsur-
unsur yang dilarang oleh nash yaitu:
a. Dengan memakai akad murabahah, hanya ada satu akad
dalam satu transaksi. Tidak seperti IMBT yang
menggunakan dua akad dalam satu transaksi.
b. Kepemilikan barang setelah terjadinya akad murabahah
jelas milik pembeli (nasabah) bukan bank.
c. Dengan mengetahui kepemilikan secara jelas milik
pembeli (nasabah) maka tidak ada pertanggungjawaban
atas ganti rugi barang tersebut kepada bank.
d. Pembeli (nasabah) tetap mencicil pembayaran atas
barang tersebut setiap bulan dengan jumlah yang
telah disepakati dengan menggunakan akad murabahah
tanpa menggunakan dua akad yang disatukan.
e. Pada akhir transaksi tidak ada pergantian akad,
sebab rukun jual-beli adalah barang tesebut telah
menjadi milik pembeli (nasabah) sejak awal transaksi
setelah pembeli membayar DP (uang pangkal) terlebih
dahulu.
f. Dengan menggunakan akad murabahah, nasabah membayar
lebih sedikit dibandingkan dengan menggunakan akad
IMBT yang banyak menguntungkan bank bukan nasabah.
Dimadapatna dalam akad IMBT nasabah membayar sewa
dan cicilan (ditambah margin keuntungan bank).
Apabila menggunakan akad murabahah, hal ini dapat
selaras dengan tujuan islam yaitu kesejahteraan
untuk seluruh umat.
Solusi yang penulis berikan mungkin adalah solusi
jangka panjang karena merubah UU tidak mudah dan harus
melalui proses yang panjang. Oleh karena itu penulis
menghimbau masyarakat yang ingin melakukan pembiayaan
pada bank syariah sebaiknya memilih bank syariah yang
menggunakan akad murabahah.