bse ips kls 10 smk

469
untuk Sekolah Menengah Kejuruan Ilmu Pengetahuan Sosial Nur Wahyu Rochmadi Nur Wahyu Rochmadi ILMU PENGETAHUAN SOSIAL untuk SMK Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional

Upload: independent

Post on 13-May-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

untuk Sekolah Menengah Kejuruan

Ilmu PengetahuanSosial

Nur Wahyu Rochmadi

Nu

r Wah

yu R

och

mad

i IL

MU

PE

NG

ETA

HU

AN

SO

SIA

L

un

tuk S

MK

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah KejuruanDirektorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan MenengahDepartemen Pendidikan Nasional

HET (Harga Eceran Tertinggi) Rp. 7.888,00

ISBN XXX-XXX-XXX-X

Buku ini telah dinilai oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan telah dinyatakan layak sebagai buku teks pelajaran berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2007 tanggal 5 Desember 2007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digu-nakan dalam Proses Pembelajaran.

i

Nur Wahyu Rochmadi

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Untuk SMK

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional

ii

Hak Cipta pada Departemen Pendidikan Nasional Dilindungi Undang-undang

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Untuk SMK Penulis : Nur Wahyu Rochmadi Ilustrasi, Tata Letak : Perancang Kulit : Ukuran Buku : Diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2008

410 ROC ROCHMADI, Nur Wahyu i Ilmu Pengetahuan Sosial: Untuk SMK/oleh Nur Wahyu Rochmadi. ----

Jakarta:Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2008.

iii

KATA SAMBUTAN

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia Nya, Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, pada tahun 2008, telah melaksanakan penulisan pembelian hak cipta buku teks pelajaran ini dari penulis untuk disebarluaskan kepada masyarakat melalui website bagi siswa SMK. Buku teks pelajaran ini telah melalui proses penilaian oleh Badan Standar Nasional Pendidikan sebagai buku teks pelajaran untuk SMK yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses pembelajaran melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 tahun 2008. Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh penulis yang telah berkenan mengalihkan hak cipta karyanya kepada Departemen Pendidikan Nasional untuk digunakan secara luas oleh para pendidik dan peserta didik SMK di seluruh Indonesia. Buku teks pelajaran yang telah dialihkan hak ciptanya kepada Departemen Pendidikan Nasional tersebut, dapat diunduh (download), digandakan, dicetak, dialihmediakan, atau difotokopi oleh masyarakat. Namun untuk penggandaan yang bersifat komersial harga penjualannya harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Dengan ditayangkannya soft copy ini akan lebih memudahkan bagi masyarakat untuk mengaksesnya sehingga peserta didik dan pendidik di seluruh Indonesia maupun sekolah Indonesia yang berada di luar negeri dapat memanfaatkan sumber belajar ini. Kami berharap, semua pihak dapat mendukung kebijakan ini. Selanjutnya, kepada para peserta didik kami ucapkan selamat belajar dan semoga dapat memanfaatkan buku ini sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa buku ini masih perlu ditingkatkan mutunya. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami harapkan. Jakarta,

Direktur Pembinaan SMK

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadhirat Tuhan Yang maha Esa, yang telah melimpahkan rahmad dan hidayahnya kepada kami sehingga bisa menyelesaikan buku ini.

Buku Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ini disusun dengan tujuan akan dipergunakan sebagai bahan ajar dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran IPS di SMK, baik oleh guru maupun oleh siswa.

Penyusunan buku ini didasarkan pada standar isi mata pelajaran IPS, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Permen No. 22 tahun 2006 tentang standar isi mata pelajaran IPS untuk SMK.

Penyusunan buku ini diawali dengan melakukan pengembangan standar isi yang mengacu pada standar kompetensi lulusan dan pengembangan keilmuan. Selain itu juga dilkukan memperhatikan karakteristik kurikulum, kharakteristik siswa dan guru serta sekolah, serta berbagai prinsip pembelajaran, maka materi pembelajaran ini diharapkan lekat dengan kehidupan siswa SMK dan secara kompetitif diharapkan mampu memberikan fasilitas bagi mereka sehingga memungkinkan untuk berdialog dalam pengembangan diri dan memecahkan berbagai macam permasalahan sosial secara kontekstual.

Banyak sekali harapan kami dalam penulisan buku ini ingin disampaikan pada waktu awal penulisan, namun karena keterbatasn waktu berbagai harapan tersebut tinggal harapan, tidak bisa dituangkan dalam buku ini, sehingga kami kadang belum bisa menerima.

Berkaitan dengan itu kami mengharapkan kepada semua piohak untuk bisa memberikan saran perbaikan buku ini. Mudah-mudahan dari apa yang ada ini, yang sangat sederhana ini dapat memberikan referensi awal bagi siswa dan guru SMK dalam mengenal IPS.

Malang, 31 Desember 2007 Penulis

v

DAFTAR ISI Halaman Kata Sambutan ...................................................................... iii Kata Pengantar…………………………………………………………………… iv Daftar isi……………………………………………………………………………. v Glosarium…………………………………………………………………………… viii Peta Kompetensi ………………………………………………………………… xii Sinopsis ..…………………………………………………………………………… xv BAB 1. MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL .....................…… 1 A. Manusia Sebagai Makhluk Individu …………………………………… 1 B. Manusia Sebagai Makhluk Sosial ………………………………………. 2 C. Kepribadian dan Sosialisasi ……………………………………....... 9 D. Interaksi Sosial …………………………………………………………...... 42 E. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial ………………………………………… 45 F. Ringkasan ......................................................................... 61 BAB 2. KEBANGKITAN NASIONAL ............……………………………. 64 A. Kolonialisme dan Imperialisme ........................................... 64 B. Kesadaran Nasional ........................................................... 109 C. Pergerakan Nasional ......................................................... 115 D. Identitas Nasional ............................................................ 139 E. Ringkasan ........................................................................ 150 BAB 3. KEBUTUHAN MANUSIA ............................................... 153 A. Kebutuhan Hidup Manusia.................................................. 153 B. Macam-Macam Kebutuhan Manusia .................................... 159 C. Upaya Manusia Memenuhi Kebutuhan ……………………………… 162 D. Alat Pemuas Kebutuhan .................................................... 166 E. Nilai Kegunaan .................................................................. 168 F. Masalah Pokok Ekonomi...................................................... 170 G. Ringkasan ......................................................................... 173 BAB 4. KONSEP-KONSEP EKONOMI.......................................... 175 A. Kegiatan Perekonomian....................................................... 175 B. Produksi............................................................................. 177 C. Sistem Perekonomian.......................................................... 183 D. Pelaku Kegiatan Ekonomi ................................................... 190 E. Prinsip Ekonomi ................................................................. 191 F. Motif Ekonomi .................................................................... 194 G. Permintaan......................................................................... 196 H. Penawaran ........................................................................ 197 I. Keseimbangan Harga .......................................................... 199 J. Bentuk-bentuk Struktur Pasar .............................................. 203

vi

K. Kapital ............................................................................... 206 L. Teknologi dan Fungsi Wiraswasta ........................................ 219 M. Ringkasan ......................................................................... 232 BAB 5. STRUKTUR SOSIAL ...................................................... 235 A. Masyarakat ........................................................................ 236 B. Pelapisan Sosial .................................................................. 240 C. Struktur Sosial .................................................................... 252 D. Pranata Sosial .................................................................... 264 E. Mobilitas Sosial .................................................................. 271 F. Perubahan Sosial ................................................................ 285 G. Ringkasan .......................................................................... 287 BAB. 6 KONFLIK ..................................................................... 291 A. Pengertian Konflik ............................................................... 291 B. Sumber Konflik Sosial .......................................................... 298 C. Bentuk Konflik Sosial ........................................................... 302 D. Proses Konflik ..................................................................... 305 E. Pola Penyelesaian Konflik ..................................................... 307 F. Ringkasan ........................................................................... 318 BAB 7. MASYARAKAT MULTIKULTUR ........................................ 320 A. Kebudayaan ........................................................................ 320 B. Multikultural ........................................................................ 331 C. Sejarah Multikultural ............................................................ 339 D. Pendidikan Multikultural ....................................................... 341 E. Ringkasan ........................................................................... 350 BAB 8. KERAGAMAN BUDAYA ................................................... 354 A. Budaya Lokal Budaya Asing dan Kebudayaan Nasional ........... 354 B. Hubungan Antar Budaya ...................................................... 372 C. Keragaman Budaya .............................................................. 385 D. Masalah Keragaman Budaya ................................................. 388 E. Keuntungan dari Keragaman Budaya ..................................... 395 F. Pengembangan Sikap Toleransi dan Empati pada Masyarakat

Yang Beragam Budayanya .................................................. 397 G. Ringkasan ........................................................................... 402 BAB 9. SUMBER DAYA ALAM .................................................... 407 A. Pengertian Sunber Daya Alam .............................................. 407 B. Sifat-Sifat dan Macam Sumber Daya Alam ............................. 409 C. Ruang Lingkup Sumber Daya Alam ....................................... 423 D. Permasalahan Sumber Daya Alam ……………………………………… 425 E. Keterbatasan Sumber Daya Alam ………………………………………. 425

vii

F. Pengelolaan Sumber Daya Alam ………………………………………… 429 G. Pentingnya Teknologi dalam Penggunaan Sumber-Sumber Alam ................................................................................... 433 H. Faktor-Faktor Sosial dan Budaya dan Penggunaan Sumber Daya Alam .............................................................. 433 I. Keadaan Ekonomi yang Membatasi Penggunaan Sumber-Sumber

Alam..................................................................................... 435 J. Ringkasan ............................................................................ 439 DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 443

viii

GLOSARIUM

Agraris adalalah bersifat pertanian atau menggantungkan sebagian besar kehidupan ekonominya pada kegiatan pertanian, bukan pelayaran atau perdagangan antarpulau.

Akomodatif adalah sikap untuk menerima perbedaan pandangan dan kepentingan.

Apatisme, menunjuk pada ketiadaan minat atau perhatian terhadap orang lain, sitausi, atau gejala-gejala pada umumnya.

Citizen, berasal dari bahasa Yunani Civics yakni penduduk sipil yang melaksanakan kegiatan demokrasi secara langsung dalam suatu polis atau negara kota.

Bangsa berkulit putih, yaitu bangsa-bangsa Eropa yang pernah menjajah bangsa Indonesia, seperti; Bangsa Belanda, Inggeris, Portugis, Spanyol, dan Perancis.

Bangsa berkulit kuning, yaitu bangsa Jepang, Cina Bangsa berkulit hitam, yaitu bangsa yang kebanyakan mendiami benua

Afrika. Bangsa berkulit sawo matang, yaitu bangsa yang kebanyakanmendiami

wilayah Asia tenggara, seperti bangsa Indonesia, Malaysia, Vietnam.

Demokrasi, merupakan pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat baik secara langsung maupun tidak, melalui mekanisme pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, serta adil.

Desa adalah suatu wilayah kehidupan yang ditandai oleh adanya persamaan kerja serta keterikatan emosi para anggotanya, cara berpikir irrasional, serta kehidupan yang sederhana.

Disintegrasi adalah perpecahan atau pemisahan diri dalam sebuah negara yang ditandai dengan bentrokan antardaerah, antar golongan, agama, politik, dan lain-lain.

Diskriminatif adalah Memperlakukan orang secara berbeda atas dasar alasan yang tidak relevan

Domestic Violence, yaitu suatu bentuk kekerasan yang terjadi dalam keluarga yang bertentangan dengan hak asasi manusia.

Eksklusif adalah sifat hidup mengelompok berdasarkan persamaan kepentingan, golongan, asal-usul keturunan, agama dan lain-lain, dan cenderung menutup diri dari kelompok lain yang berbeda dengan mereka.

Etnis adalah hal-hal yang berkaitan dengan suku bangsa atau ras Golongan keturunan asingadalah Warga negara Indonesia yang berasal dari luar seperti dari Cina, India, Arab, Eropa.

Diskriminasi adalah suatu sikap dan tindakan untuk membeda-bedakan orang berdasarkan golongan, suku, agama, kepentingan kelompok, dan lain-lain.

Founding fathers adalah istilah lain dalam bahasa Inggeris dari para pendiri bangsa. Bung Karno, Bung Hatta serta tokoh-tokoh

ix

lainnya yang berjuang dan berjasa dalam menegakkan negara kesatuan Republik Indonesia, disebut juga sebagai para pendiri bangsa.

Gagasan atau ide adalah merupakan unsur-unsur kebudayaan yang abstrak atau tidak tampak, kecuali yang terlihat pada sikap, perbuatan, tradisi atau adat istiadat. Ilmu pengetahuan dan filsafat dan tradisi termasuk unsur kebudayaan yang bersifat gagasan atau ide.

Genealogis adalah ilmu tentang gen atau darah keturunan. Geografis adalah Hal-hal yang berkenaan dengan alam, dengan wilayah

(darat, laut, udara) suatu negara Gerakan disintegrasi adalah gerakan untuk memisahkan diri dari

pemeirntahan yang sah. Globalisasi, yakni proses mengglobal kehidupan negara-negara di

penjuru dunia yang meliputi bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta keamanan. Proses ini difasilitasi oleh teknologi komunikasi, informasi, dan teknologi kendali.

Golongan elit adalah golongan atas yang dibedakan dengan petani dan pedagang kecil sebagai golongan bawah. Pada masyarakat Hindu, golongan elit meliputi para cendekiawan, cerdik pandai, seperti golongan Brahmana, dan purohita.

Golongan feodal adalah golongan yang selalu menempatkan kehormatan, kedudukan, dan jabatan sebagai hal yang sangat penting bagi dirinya. Pada zaman kerajaan dulu, golongan feodal adalah golongan pemilik daerah pertanian dan penduduk di daerah pertanian itu.

Gurun adalah daratan yang terdiri dari permukaan pasir yang sangat luas.

Hak Asasi Manusia, adalah hak-hak dasar manusia yang merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijamin dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Harkat adalah derajat, tingkat, taraf, nilai atau mutu yang dimiliki seseorang atau suatu bangsa

Harga Diri Bangsa, yaitu suatu kehormatan yang dimiliki oleh suatu bangsa dan harus dipertahankan

Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara berdasarkan pengetahuan yang ada sebelum penelitian.

Hubungan diplomatik adalah hubungan resmi antardua negara atau lebih yang saling bersahabat.

Inlander, yaitu suatu julukan yang menghinakan terhadap bangsa Indonesia (pribumi) ketika jaman penjajah Belanda.

Integrasi adalah (1) pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan dalam suatu sistem sosial, (2) membuat suatu keseluruhan dari unsur-unsur tertentu, penyatuan.

Kedaulatan negara, yaitu suatu kekuasaan negara untuk memerintah atau berkuasa atas suatu wilayah atau daerah tertentu.

x

Kerajaan maritim adalah kerajaan yang menjadikan pelayaran, perdagangan antarpulau, dan antarnegara melalui lautan sebagai yang paling utama.

Kelompok migran terdidik adalah kelompok masyarakat yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dan mengembangkan ke mampuannya sesuai dengan pendidikan yang dimilikinya.

Kesadaran Hukum, merupakan pengetahuan, pemahaman, sikap, dan perbuatan hukum yang dimiliki oleh warga negara dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Konstitusi, merupakan hukum dasar yang berlaku dalam suatu negara, yang umum mengatur tentang kerangka pemerintahan dan jaminan hak-hak asasi manusia.

Local genius adalah kecakapan atau kemampuan setempat yang tidak dipengaruhi kebudayaan luar.

Legitimasi adalah pengesahan atau pembenaran yang dilakukan oleh individu atau kelompok terhadap sebuah kekuasaan.

Martabat Bangsa, yaitu pangkat, derajat, atau kedudukan suatu bangsa. Masyarakat setempat (komunitas) adalah bagian masyarakat yang

bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu dimana faktor utama yang menjadi dasarnya adalah interaksi yang lebih besar di antara anggota-anggotanya.

Multi etnis adalah erkenaan dengan lebih dari dua etnis. Masyarakat terasing adalah Masyarakat yang terisolir baik secara

geografis, ekonomi, budaya. Mayoritas adalah jumlah yang melebihi setengah kelompok tertentu yang

lazimnya menjadi dasar pengambilan keputusan secara demokratis dalam proses poilitik.

Minoritas adalah Jumlah yang paling kecil dari jumlah keseluruhan. Melek politik (political literacy), menunjuk pada pengetahuan, sikap, dan

perbuatan warga negara yang sesuai dengan hak dan kewajibannya sebagai warga negara sebagai insan politik.

Mukadimah, yaitu pembukaan yang mengemukakan secara umum tentang isi suatu undang-undang.

Negara, merupakan persekutuan hidup politis yang berada dalam jenjang tertinggi dan paling berdaulat di antara berbagai bentuk persekutuan hidup yang ada di masyarakat.

Norma, adalah pedoman, aturan dasar yang mengikat dalam kehidupan masyarakat untuk mengatur warga-warganya dalam mencapai ketertiban hidup bermasyarakat.

Otoritas adalah Pemegang kekuasaan Politis-Sosiologis, yaitu suatu tinjauan tentang martabat dan harga diri

manusia dari segi kekuasaan pemerintah di satu sisi dan masyarakat dari sisi lain

Partai Politik, adalah sekumpulan atau suatu kelompok yang terorganisir yang didasari oleh orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang

xi

diusung bersama. Organisasi yang berjuang dibidang politik yang biasanya sebagai peserta pemilihan umum

Primordialisme adalah Suatu sikap yang menonjolkan atau mementingkan kelompok atau daerahnya dengan tidak memberi kesempatan kepada kelompok lain untuk terlibat.

Politik, adalah proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakkan keputusan untuk kepentingan umum.

Polis, adalah suatu organisasi yang berperan dalam memberikan kehidupan yang lebih baik bagi warga negaranya.

Ras adalah (1) suatu kelas populasi yang didasarkan pada kriteria genetik, (2) kelas dari genotip-genotip, (3) setiap populasi yang secara genetik berbeda dengan populasi lainnya.

Rezim politik adalah sistem politik dan pemerintahan serta orang-orang yang duduk dalam struktur pemerintahan.

Sikap negatif adalah Sikap-sikap yang tidak bersahabat, menganggap rendah, sinis, curiga, prasangka terhadap orang atau kelompok lain

Sikap positif adalah Sikap-sikap yang bersahabat, terbuka, toleran dan sebagainya terhadap orang atau kelompok lain

Stereotif adalah Kombinasi dari cirri-ciri yang paling sering diterapkan oleh suatu kelompok terhadap kelompok lain, atau oleh seseorang terhadap orang lain

Sistem, yakni keseluruhan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya mempunyai hubungan yang fungsional.

Solidaritas mekanis adalah bentuk solidaritas yang menandai masyarakat masih sederhana, dalam mana kelompok-kelompok manusia hidup secara tersebar dan hidup terpisah satu sama lain.

Solidaritas organis adalah bentuk solidaritas yang mengikat masyarakat kompleks, yang telah mengenal pembagian kerja yang rinci dan dipersatukan oleh saling ketergantungan antar bagian.

Sintesa budaya adalah percampuran dua kebudayaan atau lebih dan melahirkan kebudayaan baru.

Sinkretisme adalah percampuran dua unsur kebudayaan dan melahirkan kebudayaan baru dengan unsur-unsur yang jelas pada asal kedua kebudayaan tersebut.

Suksesi pemerintahan adalah pergantian pemerintahan, baik yang dilakukan secara damai atau perebutan kekuasaan.

Tradisi bahari adalah tradisi yang berhubungan dengan pemanfaatan laut sebagai penunjang ke butuhan hidup.

Tradisi adalah adat istiadat dan kepercayaan yang secara turun temurun dipelihara

Toleransi adalah Suatu sikap yang merupakan perwujudan penahan diri terhadap sikap fihak lain yang tidak disetujui.

Yuridis-Kriminologis, yaitu suatu tinjauan tentang martabat dan harga diri manusia dari segi supremasi hukum disatu sisi dan adanya tindak kejahatan di sisi lain.

xii

PETA KOMPETENSI Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

A. Pendahuluan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah suatu mata pelajaran yang fokus kajiannya seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SMK/MAK mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Ekonomi, Sosiologi, dan Antropologi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab, berpartisipasi, serta warga dunia yang cinta damai.

Mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat. Kemampuan tersebut diperlukan untuk memasuki kehidupan masyarakat yang dinamis.

B. Tujuan Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan

masyarakat dan lingkungannya 2. Berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, memecahkan masalah,

dan keterampilan dalam kehidupan sosial 3. Berkomitmen terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan 4. Berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat

yang majemuk di tingkat lokal, nasional, dan global. C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut. 1. Manusia, tempat, dan lingkungan 2. Waktu, keberlanjutan, dan perubahan 3. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan 4. Sistem sosial dan budaya.

xiii

D. Standar Kompetensi

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Memahami kehidupan sosial manusia

1. 1 Mengidentifikasi interaksi sebagai proses sosial

1. 2 Mendeskripsikan sosialisasi sebagai proses pembentukan kepribadian

1. 3 Mengidentifikasi bentuk-bentuk interaksi sosial

2. Memahami proses kebangkitan nasional

2. 1 Menjelaskan proses perkembangan kolonialisme dan imperialisme Barat, serta pengaruh yang ditimbulkannya di berbagai daerah

2. 2 Menguraikan proses terbentuknya kesadaran nasional, identitas Indonesia, dan perkembangan pergerakan kebangsaan Indonesia

3. Memahami permasalahan ekonomi dalam kaitannya dengan kebutuhan manusia, kelangkaan dan sistem ekonomi

3. 1 Mengidentifikasi kebutuhan manusia 3. 2 Mendeskripsikan berbagai sumber

ekonomi yang langka dan kebutuhan manusia yang tidak terbatas

3. 3 Mengidentifikasi masalah pokok ekonomi, yaitu tentang apa, bagaimana, dan untuk siapa barang dan jasa diproduksi

4. Memahami konsep ekonomi dalam kaitannya dengan kegiatan ekonomi konsumen dan produsen termasuk permintaan, penawaran, keseimbangan harga, dan pasar

4. 1 Mendeskripsikan berbagai kegiatan ekonomi dan pelaku-pelakunya

4. 2 Membedakan prinsip ekonomi dan motif ekonomi

4. 3 Mendeskripsikan peran konsumen dan produsen

4. 4 Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran

4. 5 Menjelaskan hukum permintaan dan hukum penawaran serta asumsi yang mendasarinya

4. 6 Mendeskripsikan pengertian keseimbangan dan harga

4. 7 Mendeskripsikan berbagai bentuk pasar, barang dan jasa

xiv

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

5. Memahami struktur sosial serta berbagai faktor penyebab konflik dan mobilitas sosial

5. 1 Mendeskripsikan bentuk-bentuk struktur sosial dalam fenomena kehidupan

5. 2 Menganalisis faktor penyebab konflik sosial dalam masyarakat

6. Mendeskripsikan kelompok sosial dalam masyarakat multikultural

6. 1 Mendeskripsikan berbagai kelompok sosial dalam masyarakat multikultural

6. 2 Mendeskripsikan perkembangan kelompok sosial dalam masyarakat multikultural

6. 3 Mendeskripsikan keanekaragaman kelompok sosial dalam masyarakat multikultural

7. Memahami kesamaan dan keberagaman budaya

7. 1 Mengidentifikasi berbagai budaya lokal, pengaruh budaya asing, dan hubungan antarbudaya

7. 2 Mendeskripsikan potensi keberagaman budaya yang ada di masyarakat setempat dalam kaitannya dengan budaya nasional

7. 3 Mengidentifikasi berbagai alternatif penyelesaian masalah akibat adanya keberagaman budaya

7. 4 Menunjukkan sikap toleransi dan empati sosial terhadap keberagaman budaya

xv

SINOPSIS

Paparan isi buku IPS untuk siswa SMK ini secara ringkas diuraikan sebagai berikut.

Bab 1, yang membahas tentang manusia selain sebagai makluk individu yang mempunyai karakter khas masing-masing sehingga berbeda dengan manusia yang lain, selain sebagai makluk individu manusia juga sebagai makluk social. Sebagai makluk social manusia selalu berkelompok dan berinteraksi dengan manusia yang lainnya, dalam wadah keluarga, Bangsa dan Negara, dan berbagai macam kelompok lainnya misalnya organisasi. Oleh karena itu dalam bahasan ini juga dibahas tentang interaksi sosial dan bentuk-bentuk interaksi sosial. Pada Bab ini juga dibahas tentang kepribadian manusia, mulai dari dasar-dasar teori hingga proses pembentukan kepribadian manusia. Selanjutnya dipaparkan kajian tentang sosialisasi, internalisasi sebagai suatu proses pembentukan kepribadian manusia. Pada Bab 2, membahas tentang kebangkitan nasional, kajian pada bab ini difokuskan pada perkembangan pergerakan nasional Indonesia dalam menghadapi praktek imperialisme dan kolonialisme di Indonesia hingga terwujudnya Indonesia merdeka. Oleh karena itu kajian diawali dengan paparan pelaksanaan kolonialisme dan imperialisme Belanda, Inggris dan Jepang di Indonesia, termasuk juga perlawanan rakyat Indonesia terhadap para kolonialis tersebut. Selain itu dalam pemaparan hal tersebut juga dijelaskan akibat dari praktek kolonialisme dan ilmperialisme tersebut bagi rakyat Indonesia. Paparan berikutnya menguraikan tentang pergerakan nasional dalam mengusir kaum kolonialis dan imperialis tersebut hingga mencapai kemerdeaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, munculnya kesadaran nasional bangsa Indonesia, serta munculnya identitas nasional sebagai bangsa Indonesia. Pada Bab 3 dipaparkan tentang kebutuhan manusia, sifat kebutuhan manusia, keragaman dan perkembangan kebutuhan hidup manusia, alat pemuas kebutuhan, serta cara-cara manusia memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu juga dipaparkan nilai kegunaan, sumber-sumber ekonomi dan masalah-masalah pokok ekonomi. Bab 4 menguraikan tentang konsep-konsep ekonomi dalam kaitannya dengan kegiatan ekonomi manusia sebagai upaya memenuhi kebutuhan hidupnya, pelaku kegiatan ekonomi, prinsip-prinsip ekonomi, motif ekonomi, konsumsi, distribusi dan produksi, hukum permintaan dan penawaran, faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran, keseimbangan harga dan pasar. Sajian diperkaya degan paparan tentang kapital dan hubungan teknologi dengan wiraswasta.

Bab 5 menguraikan tentang struktur sosialdalam kehidupan manusia, mulai dari paparan pengertian struktur sosial, bentuk struktur sosial, mobilitas sosial, pranata sosial dan perubahan sosial.

xvi

Bab 6 menguraikan tentang konflik sosial, mulai dari pengertian, kedudukan konflik dalam kehidupan manusia, sumber-sumber konflik, faktor penyebab konflik, bentuk-bentuk konflik sosial hingga pola penyelesaian konflik. Bab 7 menguraikan tentang masyarakat multikultur. Konsep multikultur akhir-akhir banyak menarik minat perhatian untuk dikaji, dalam paparan ini diuraikan apa itu masyarakat multikultur, keberadaan kelompok sosial dalam masyarakat multikultur secara integratif, perkembangan kelompok sosial dalam masyarakat multikultur, hingga pengembangan masyarakat multikultur tersebut melalui pendidikan. Bab 8 mengulas tentang kesamaan dan keragaman budaya. Paparan diwali dengan sajian klarifikasi konsep budaya lokal, budaya asing dan budaya nasional, kemudian dilanjutkan dengan keragaman budaya dan potensinya dalam pengembangan masyarakat, masalah keragaman budaya dan pola penyelesaiannya, pengembangan sikap toleransi dan empati untuk menghadapi adanya keragaman budaya dalam masyarakat. Tetapi sebelum itu diulas tentang komunikasi antar budaya sebeagai salah satu bentuk pengembangan potensi keragaman budaya dalam pemberdayaan masyarakat. Pada bab 9 dipaparkan tentang sumber daya alam, mulai dari macam-macam sumber daya alam, ruang lingkup, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam, keterbatasan sumber daya alam, pentingnya teknologi dalam pengelolaan sumber daya alam hingga pelestarian sumber daya alam. Kajian ini merupakan pengayaan dengan tujuan untuk meningkatkan wawasan siswa, sekaligus juga sebagai pelengkap dalam kajian IPS. Sebagaimana diketahui kajian tentang IPS tidak bisa dilepaskan dengan materi sumber daya alam dan lingkungan.

1

BAB 1 MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL

A. MANUSIA SEBAGAI MAKLUK INDIVIDU

Pengertian manusia sebagai makhluk individu mengarah kepada karakteristik khas yang dimiliki manusia sebagai makhluk hidup yang membedakan dirinya dengan makhluk hidup yang lain, serta dengan manusia yang lain. Karakter khas yang dimiliki setiap manusia, dan berbeda dengan manusia yang lain ini meiliputi fisik, kepribadian, yaitu sifat khas yang dimiliki seseorang, sifat, sikap, temperamen, watak (karakter), tipe, dan minat. Dalam hal tertentu, setiap manusia adalah sama seperti semua manusia yang lain, sama seperti beberapa manusia lain dan berbeda dengan manusia lain.

Bilamana diperhatikan, dalam kondisi normal kelengkapan fisik dan fungsinya dari setiap manusia adalah sama, diantaranya setiap manusia mempunyai hidung, mulut, telinga, rambut, mata dan sebagainya. Namun diketahui pula bahwa hidung, mulut, telinga, rambut, mata setiap manusia berbeda, walaupun yang bersangkutan adalah bersaudara kandung atau saudara kembar sekalipun.

Demikian halnya dengan kepribadian, ditinjau dari segi fisik, masih sering ditemukan adanya kesamaan antar manusia, tetapi dari kepribadian, tidak ada manusia yang mempunyai kepribadian sama, walaupun yang bersangkutan dilahirkan kembar.

Keberbedaan yang dimiliki oleh setiap manusia, menjadi kekhasan yang melekat pada diri manusia yang bersangkutan, dan menjadi identitas dari yang bersangkutan, serta yang membedakan dengan manusia yang lainnya. Karakter yang khas ini mempengaruhi kebutuhan manusia dan cara-cara yang dilakukan manusia dalam memenuhi kebutuhannya.

Kharakteristik khas ini dimiliki oleh setiap manusia, tetapi tiap manusia memiliki kekhasan yang berbeda. Misalnya saja, setiap manusia membutuhkan makanan, tetapi tidak setiap manusia memerlukan nasi untuk memenuhi kebutuhan makanannya, karena ada manusia makanannya dari roti, sagu, dan jagung, bahkan dari umbi-umbian. Demikian halnya dengan jumlahnya. Coba perhatikan teman-teman kita, apakah ada perbedaan banyaknya makan? Inilah yang menyebabkan manusia itu dikategorikan sebagai makluk individu.

Sebagai makhluk individu, manusia mempunyai keinginan, kebutuhan, kebiasaan, cita-cita yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, walaupun mereka saudara kandung, bertempat tinggal di lokasi yang sama, dan tidur atau sekolah di tempat yang sama. Oleh karena itu,

2

mereka mempunyai kebiasaan, keinginan, kebutuhan, serta sikap dan perilaku yang berbeda dengan kita dalam suatu hal, tetapi sama dalam hal yang lain. Tugas 1.1 B. MANUSIA SEBAGAI MAKLUK SOSIAL

Manusia selain sebagai makhluk individu, manusia juga disebut sebagai makhluk sosial. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia yang lain, selanjutnya interaksi ini berbentuk kelompok. Kemampuan dan kebiasaan manusia berkelompok ini disebut juga dengan zoon politicon.

Istilah manusia sebagi zoon politicon pertama kali dikemukakan oleh Aristoteles yang artinya manusia sebagai binatang politik. Manusia sebagai insan politik atau dalam istilah yang lebih populer manusia sebagi zoon politicon, mengandung makna bahwa manusia memiliki ke-mampuan untuk hidup berkelompok dengan manusia yang lain dalam suatu organisasi yang teratur, sistematis dan memiliki tujuan yang jelas, seperti negara. Sebagai insan politik, manusia memiliki nilai-nilai yang bisa dikembangkan untuk mempertahankan komunitasnya.

Argumen yang mendasari pernyataan ini adalah bahwa manusia sebagaimana binatang, hidupnya suka mengelompok. Hanya sifat mengelompok antara manusia dan binatang berbeda, hewan

Coba kalian lakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Tulislah di selembar kertas dengan benar: (a) bagaimana

kebiasaan belajarmu? (b) apa keinginanmu setelah lulus sekolah? Serta apa yang menjadi kebutuhanmu saat ini?

2. Dibawah bimbingan guru, serahkan hasil tulisanmu (1) diatas kepada temanmu yang duduk di sebelah kananmu. Dan kamu akan menerima hasil tulisan dari teman yang ada di sebelah kirimu.

3. Amati hasil pekerjaan temanmu tersebut, cermati apakah ada perbedaan dan kesamaan antara pendapatmu dengan pendapat temanmu.

4. Menurut pendapatmu, apa yang menjadi penyebab terjadinya perbedaan dan kesamaan tersebut?

3

mengandalkan naluri, sedangkan manusia berkelompok dilakukan melalui proses belajar dengan menggunakan akal pikirannya.

Berdasarkan gambar 1.1. dan 1.2 dapat diketahui bahwa

berkelompok pada manusia adalah suatu kebutuhan dan kebiasaan yang muncul sejak usia kanak-kanak dan mampu berkomunikasi. Gambar tersebut menjelaskan bagaimana anak-anak di sebuah sekolah dasar yang sedang menunggu dijemput orangtuanya berkelompok sendiri-sendiri tanpa disadari, bahkan di gambar 1.2, anak-anak berkelompok tanpa sengaja sesuai dengan jenis kelamin, anak laki-laki bermain dengan anak laki-laki, sebaliknya yang perempuan tanpa sengaja berkelompok dengan sesama anak perempuan.

Sifat berkelompok pada manusia didasari pada kepemilikan kemampuan untuk berkomunikasi, mengungkapkan rasa dan kemampuan untuk saling bekerjasama. Selain itu juga adanya kepemilikan nilai pada manusia untuk hidup bersama dalam kelompok,

Gambar 1.1. Anak-anak SD berkelompok sambil menunggu jemputan pulang sekolah

Sumber: Dokumen penulis

Gambar 1.2. Anak-anak bermain dan berkelompok Sumber: Dokumen penulis

4

antara lain: nilai kesatuan, nilai solidaritas, nilai kebersamaan dan nilai berorganisasi (Priyanto, 2002).

Nilai adalah prinsip-prinsip dasar yang dianggap paling baik, paling bermakna, paling berguna, paling menguntungkan, dan paling dapat mendatangkan kebiasaan bagi manusia. Nilai kesatuan mengan-dung makna bahwa komunitas politik merupakan kumpulan orang-orang yang memiliki tekad untuk bersatu dan komunitas politik hanya terwujud apabila ada persatuan. Nilai solidaritas mengandung makna bahwa hubungan antar manusia dalam komunitas politik bersifat saling mendukung dan selalu membuka kesempatan untuk bekerja sama dengan manusia yang lain. Nilai kebersamaan mengandung arti komunitas politik merupakan wadah bagi mereka untuk mewujudkan tujaun hidup yang diidam-idamkan. Nilai organisasi mengandung makna bahwa komunitas politik yang dibangun manusia, mengatur dirinya dalam bentuk pengorganisasi yang memungkinkan tiap-tiap menudia mengambil perannya.

Aktualisasi manusia sebagai makluk sosial, tercermin dalam kehidupan berkelompok. Manusia selalu berkelompok dalam hidupnya. Berkelompok dalam kehidupan manusia adalah suatu kebutuhan, bahkan bertujuan. Tujuan manusia berkelompok adalah untuk meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidupnya. Apapun bentuk kelompoknya, disadari atau tidak, manusia berkelompok mempunyai tujuan meningkatkan kebahagiaan hidupnya. Melalui kelompok manusia bisa memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya, bahkan bisa dikatakan kebahagiaan dan keberdayaan hidup manusia hanya bisa dipenuhi dengan cara berkelompok. Tanpa berkelompok tujuan hidup manusia yaitu mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan tidak akan bisa tercapai.

Manusia merupakan makluk individu dan sekaligus sebagai makluk sosial. Sebagai makluk sosial manusia selalu hidup berkelompok dengan manusia yang lain. Perilaku berkelompok (kolektif) pada diri manusia, juga dimiliki oleh makluk hidup yang lain, seperti semut, lebah, burung bangau, rusa, dansebagainya, tetapi terdapat perbedaan yang esensial antara perilaku kolektif pada diri manusia dan perilaku kolektif pada binatang.

Kehidupan berkelompok (perilaku kolektif) binatang bersifat naluri, artinya sudah pembawaan dari lahir, dengan demikian sifatnya statis yang terbentuk sebagai bawaan dari lahir. Contoh bentuk rumah lebah, sejak dahulu sampai sekarang tidak ada perubahan, demikian halnya dengan rumah semut dan hewan lainnya. Sebaliknya perilaku kolektif manusia bersifat dinamis, berkembang, dan terjadi melalui proses belajar (learning process).

5

Berkelompok dalam kehidupan manusia juga merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Beberapa kebutuhan hidup manusia yang dapat dipenuhi melalui kehidupan berkelompok antara lain: komunikasi, keamanan, ketertiban, keadilan, kerjasama, dan untuk mendapatkan kesejahteraan. Kehidupan berkelompok manusia tercermin dalam berbagai bentuk, mulai dari kelompok yang terorganisir maupun yang tidak terorganisir.

Kehendak untuk hidup berkelompok pada diri manusia merupakan suatu perilaku yang lahir secara spontan, relatif tidak terorganisasi, dan hampir tidak diduga sebelumnya, proses kelanjutannya tidak terencana, dan hanya tergantung kepada stimulasi timbal balik yang muncul dika-langan para pelakunya (Horton, 1993). Terhadap pernyataan ini, sering ditemukan adanya pengelompokkan manusia yang semula teratur dan tertib, tiba-tiba berubah tanpa rencana, tanpa sebab, dan tanpa arah menjadi kerumunan yang menimbulkan kekacauan sosial dan peng-rusakan. Seperti kasus demonstrasi, suporter sepakbola, dan tawuran yang sering terjadi di kalangan pelajar atau masyarakat baik di Indonesia maupun di negara-negara diluar Indonesia.

Perilaku berkelompok (perilaku kolektif) pada manusia karena terjadi melalui proses belajar menyebabkan munculnya beragam jenis, diantaranya: perilaku kerumunan (crowd), perilaku massa, gerakan sosial, perilaku dalam bencana, gerombolon, kericuhan (panics), desas-desus, keranjingan, gaya (fad), model (fashions), propaganda, pendapat umum, dan revolusi (Horton, 1993).

Pengelompokkan manusia menjadi berbagai macam bentuk perilaku berkelompok tersebut disebabkan oleh banyak faktor. Menurut Smelser (Horton, 1993), faktor determinan dari perilaku kolektif manusia adalah:

1. kesesuaian struktural (structural conducivenes), yaitu struktur sosial masyarakat dapat menjadi faktor penunjang atau pengham-bat munculnya perilaku berkelompok manusia, dalam kenyataan-nya masyarakat tradisional yang sederhana lebih sulit melahirkan perilaku berkelompok dibandingkan dengan masyarakat modern;

2. ketegangan struktural (structural strain), yaitu pencabutan hak dan kekhawatiran akan hilangnya sesuatu sebagai penyebab timbul-nya perilaku berkelompok manusia, perasaan adanya ketidakadil-an mendorong banyak orang untuk melakukan tindakan ekstrim, kelas sosial bawah, kelompok minoritas tertekan, kelompok yang hasil jerih payahnya terancam, serta kelompok sosial atas yang khawatir akan kehilangan hak-hak istimewanya merupakan manusia yang secara struktural berkemungkinan melahirkan perilaku kolektif;

6

3. kemunculan dan penyebaran suatu pandangan atau ajaran bisa menjadi pemicu munculnya perilaku kolektif manusia, hal ini dikarenakan sebelum perilaku tersebut muncul manusia harus memiliki pandangan yang sama mengenai sumber ancaman, jalan keluar, dan cara pencapain jalan keluar tersebut atas permasalahan hidup yang dihadapinya;

4. adanya faktor pemercepat (precipitating factors) yaitu perilaku, ucapan dan gerak yang menjadi pemicu munculnya perilaku kolektif, contoh: desas-desus dan isyu bisa menjadi alasan pemercepat munculnya perilaku kolektif, teriakan “polisi bangsat” “bakar” “habisi” dan sebagainya pada kelompok masyarakat yang sedang demo bisa menjadi pemercepat gerakan merusak dan melawan serta kerusuhan, seseorang yang tiba-tiba lari dalam suatu kerumunan bisa menjadi pemicu timbulnya kericuhan dan kekacauan sosial;

5. mobilitas tindakan, perilaku kolektif manusia sering dikoordinir oleh pemimpin kelompok, pemimpin atau koordinator yang memulai, menyarankan dan mengarahkan suatu kegiatan kolektif manusia; dan (6) kontrol sosial masyarakat, semua perilaku kolektif manusia baik yang merusak maupun yang membangun pada dasarnya banyak dipengaruhi oleh kinerja dari lembaga kontrol sosial masyarakat seperti pemimpin, polisi, propaganda, kebijakan pemerintah, legislatif, yudikatif, dan berbagai lembaga kontrol sosial lain yang ada dalam masyarakat. Contoh-contoh dari pernyataan di atas bisa ditemukan dalam

kehidupan kita sehari-hari, kita sering melihat berbagai peristiwa yang mengarah pada kekacauan sosial berawal dari hal-hal yang sangat sepele dan dipicu oleh sesuatu yang tidak jelas, bahkan faktor-faktor tersebut menjadi referensi oleh pihak-pihak tertentu untuk menciptakan terjadi berbagai macam kerusuhan sosial dengan tujuan tertentu pula. Oleh karena itu, kita harus mengerti, cerdas, dan faham atas hal tersebut, jangan sampai kita dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk kepentingan-nya sehingga kita bertindak yang anarkis, seperti pernah terjadi kasus di daerah Probolinggo, Jawa Timur beberapa tahun yang lalu, tentara yang menyerbu penduduk hanya gara-gara salah satu dari anggota tentara tersebut kalah bersaing dalam mendapatkan seorang bunga desa.

Kelompok dalam kehidupan manusia bisa diklasifikasikan menjadi tiga (3) besar, yaitu yang paling kecil namanya keluarga, paling besar dan paling ideal namanya negara, diantara keluarga dan negara ada berbagai macam kelompok atau organisasi, baik yang formal maupun yang tidak formal, seperti orang-orang yang bergerombol, kumpul-kumpul, ber-kelompok di poskamling, arisan, yayasan, Perseroan Terbatas (PT),

7

organisasi massa (ormas), Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, partai politik (parpol), remaja masjid (remas), Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), dan sebagainya.

Aktualisasi manusia sebagai zoon politicon tercermin dalam kehidupan bernegara. Negara dalam pemikiran Aristoteles merupakan suatu persekutuan hidup politik (Rapar, 2001). Hal ini mengandung makna: (1) sebagai persekutuan hidup politik, negara bukan hanya sebagai instrumen, atau bukan hanya sebagai organisasi yang teratur, melainkan suatu persekutuan hidup yang menunjukkan adanya suatu hubungan yang bersifat organik, saling berhubungan antar warga negara; (2) sebagai persekutuan hidup, menunjukkan adanya suatu hubungan antar manusia yang khusus, erat, akrab, mesra dan lestari di antara warga negara; (3) selaras dengan konsep negara sebagai persekutuan hidup politik, Plato menegaskan bahwa negara merupakan keluarga. Apabila warga negara dapat memahami, menghayati dan mengamalkan makna serta tuntutan hakekat negara sebagai satu keluarga, maka kesatuan dan keutuhan hidup bernegara akan tercipta dan terpelihara dengan baik; dan (4) negara sebagai persekutuan hidup berbentuk polis.

Negara merupakan bentuk persekutuan hidup atau pengelompok-kan manusia yang paling tinggi, memiliki tujuan yang paling tinggi, paling jelas, paling mulia dan paling luhur bila dibandingkan dengan tujuan yang dimiliki oleh persekutuan hidup lainnya. Negara bahkan secara sistimatis dan berkesinambungan selalu berupaya untuk meningkatkan kesejah-teraan dan kebahagiaan hidup manusia yang menjadi warga negaranya. Hal ini tercermin dalam setiap program kerja dan aktifitas yang dilakukan negara, atau biasa dikenal dengan sebutan pembangunan.

Keberadaan dan terbentuknya negara bukan untuk negara itu sendiri. Tujuan akhir negara bukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk manusia yang menjadi warga negaranya. Oleh sebab itu, kendati negara merupakan persekutuan hidup yang berada di jenjang paling atas dan karena itu berdaulat, namun gagasan negara ideal bukanlah negara absolut, kekuasaan negara tidak bersifat mutlak, negara adalah untuk manusia dan kesejahteraan hidup manusia.

Negara adalah suatu bentuk persekutuan hidup yang paling tinggi, karena memiliki tujuan yang paling tinggi, yaitu kebaikan yang tertinggi bagi manusia. Hal ini berarti negara harus senantiasa mengupayakan serta menjamin adanya kebaikan yang seoptimal mungkin bagi warga negaranya, baik secara kualitas maupun kuantitas. Biasanya tujuan negara itu tercantum dengan tegas dalam konstitusi negara.

Di dalam negara, manusia yang menjadi warga negaranya harus dapat menikmati kehidupan yang aman dan tenteram. Oleh karena itu,

8

negara harus dapat melindungi warga negaranya dari berbagai serangan dari luar, juga harus dapat melindungi warga negaranya dari berbagai gangguan yang berasal dari dalam negara seperti ketidakteraturan dan ketidaktertiban. Negara harus mengupayakan dan menjamin sebesar-be-sarnya kesejahteraan bersama warga negaranya, karena hanya di dalam kesejahteraan bersama itulah, kesejahteraan individual dapat diperoleh.

Negara ideal adalah negara yang memanusiakan manusia. Manusia hanya menjadi manusia apabila ia hidup di dalam negara (berkelompok), karena di luar negara hanya ada makhluk hidup di bawah manusia atau yang di atas manusia. Oleh karena itu, negara ada dan terbentuk bukan sekedar agar manusia hidup di dalamnya, tetapi agar manusia itu benar-benar memanusia di dalam negara dan lewat hidup bernegara. Di dalam dan lewat hidup bernegara, manusia dimampukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang semaksi-mal mungkin. Hal ini berarti bahwa di dalam negara, manusia seharusnya dapat mencapai tingkat kebajikan yang tertinggi.

Keberhasilan manusia untuk mencapai tingkat kebajikan yang tertinggi haruslah lewat moralitas yang terpuji, karena hanya dengan moralitas yang demikian itulah yang membedakan manusia dari makhluk hidup yang lainnya.

Negara yang memanusiakan manusia, berarti negara ada dan terbentuk agar manusia dapat mencapai kesempurnaan, yaitu kehidupan dalam tingkat kebajikan yang paling tinggi yang sesuai dengan kodratnya. Melalui negara dimaksudkan agar setiap warganya dapat meraih kese-jahteraan material, spiritual dan intelektual, sebagai perwujudan dari terwujudnya manusia seutuhnya. Tugas 1.2

Coba kalian lakukan pengamatan di lingkungan sekolahmu tentang: 1. Siswa-siswa yang membentuk kelompok atau menjadi anggota

dari suatu kelompok. Kelompok apa saja, bisa olahraga, hobby, kelompok belajar, kesenian, organisasi dan sebagainya. Kira-kira apa yang menyebabkan mereka menjadi bagian dari kelompok tersebut?

2. Adakah siswa yang tidak terlibat dalam kehidupan kelompok, baik di sekolah maupun di rumah. Mengapa mereka seperti itu? Apa yang menjadi alasannya.

3. Buatlah laporan hasil pengamatanmu tersebut, kemudian hasilnya kumpulkan pada guru IPS.

9

C. KEPRIBADIAN Kepribadian oleh para ahli diberi pengertian yang sangat beragam, tergantung dari sisi mana ahli tersebut memandangnya. Kondisi ini mengakibatkan munculnya beranekaragam pengertian kepribadian. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan Allport (1937) menemukan hampir 50 definisi kepribadian berbeda, yang digolongkannya ke dalam sejumlah kategori (Supratiknya, 1995). Oleh karena itu kita harus bisa memahami makna kepribadian tersebut dalam berbagai macam sisi sesuai dengan situasi dan kondisi yang melingkupinya.

Istilah kepribadian, ada yang memaknai sebagai keterampilan atau kecakapan sosial yang baik. Kepribadian individu dinilai berdasarkan kemampuannya memperoleh reaksi-reaksi positif dari berbagai orang dalam berbagai keadaan (Supratiknya, 1995).

Berdasarkan pengertian ini, lembaga-lembaga pendidikan yang mengkhususkan menyiapkan orang memasuki dunia glamour, selebritis, atau modelling mengartikan istilah tersebut ketika menawarkan kursus-kursus "latihan pembentukan kepribadian". Lembaga pendidikan ini bertujuan menyiapkan anak didik untuk meningkatkan kemampuan, kecakapan dan keterampilan dalam berinteraksi dengan manusia yang lain sehingga tercipta suatu interaksi sosial yang baik di antara mereka.

Makna tersebut juga berarti sama, ketika seorang guru menyebut seorang siswanya memiliki masalah kepribadian, dikarenakan tidak bisa berperilaku yang baik, sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Mungkin guru tersebut bermaksud mengatakan bahwa keterampilan sosial siswa itu kurang memadai untuk memelihara hubungan dengan sesama manusia, sehingga tercipta hubungan yang memuaskan dengan sesama. Kepribadian juga diartikan sebagai sifat hakiki seseorang yang tercermin pada sikap dan perilakunya yang membedakan dirinya dengan orang lain. Mc Leod (1989) sebagaimana yang dikutip Muhibbin Syah (2000) mengartikan kepribadian sebagai sifat khas yang dimiliki sese-orang, sifat, sikap, temperamen, watak (karakter), tipe, minat, dan pesona (topeng).

Sedangkan Sumadi Suryabrata (1983) mendefinisikan kepribadian sebagai suatu kebulatan yang terdiri dari aspek-aspek jasmaniah dan rohaniah, bersifat dinamik dalam hubungannya dengan lingkungan, khas (unik), berbeda dengan orang-orang lain, dan berkembang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam dan luar diri. Pengertian lain dari kepribadian adalah sebagai kesan yang paling menonjol atau paling kentara yang ditunjukkan seseorang

10

terhadap orang-orang lain. Maka, seseorang mungkin disebut memiliki "kepribadian agresif" atau "kepribadian penurut" atau "kepribadian penakut". Di situ pengamat memilih satu atribut atau kualitas yang paling khas pada subjek dan agaknya merupakan bagian penting dari keseluruhan kesan yang ditimbulkan pada orang-orang lain sehingga kepribadian orang tersebut dikenal dengan istilah tersebut. Jelas, ada unsur penilaian dalam kedua pemakaian istilah tersebut, yaitu dilukiskan sebagai baik atau buruk. Allport memberi pengertian kepribadian dengan menyebutnya sebagai definisi bio-sosial dan definisi bio-fisik secara utuh. Definisi biososial mirip dengan pemakaian populer istilah kepribadian yang menyamakan kepribadian dengan "nilai stimulus sosial" individu. Reaksi individu-individu lain terhadap subjek itulah yang menetapkan kepribadian yang bersangkutan. Sedangkan definisi biofisik mengarah pada karakter fisik khas yang ada pada individu.

Allport keberatan dengan implikasi bahwa kepribadian hanya terletak dalam "diri orang lain yang merespon" dan mengemukakan bahwa definisi biofisik yang dengan kokoh menanamkan kepribadian dalam sifat-sifat atau kualitas-kualitas subjek jauh lebih disukai. Kepribadian secara biofisik memiliki segi organik maupun segi yang teramati, dan bisa dikaitkan dengan kualitas-kualitas spesifik individu yang bisa dideskripsikan secara objektif dan diukur (Supratiknya, 1995). Definisi lain tentang kepribadian adalah definisi "rag-bag" atau omnibus. Definisi ini merumuskan kepribadian dengan cara enumerasi. Istilah kepribadian digunakan untuk mencakup segala sesuatu mengenai individu dan para ahli biasanya mendaftar konsep-konsep yang dianggap sangat penting untuk menggambarkan individu serta mengemukakan bahwa kepribadian terdiri dari konsep-konsep yang memberi tekanan utama pada fungsi integratif atau fungsi organisasi kepribadian.

Definisi tersebut menyatakan bahwa kepribadian merupakan organisasi atau pola yang diberikan kepada berbagai respon lepas individu, atau bahwa organisasi diakibatkan oleh kepribadian yang merupakan kekuatan aktif dalam diri individu. Kepribadian adalah sesuatu yang memberi tata-tertib dan keharmonisan terhadap segala macam tingkah laku berbeda-beda yang dilakukan oleh individu. Sejumlah ahli memilih memberi tekanan pada fungsi kepribadian dalam menjembatani atau mengatur penyesuaian diri individu. Kepribadian mencakup usaha-usaha menyesuaikan diri yang beraneka ragam namun khas yang dilakukan oleh individu. Definisi lain menyatakan kepribadian disamakan dengan aspek-aspek unik atau khas dari tingkah laku. Dalam hal ini, kepribadian merupakan istilah untuk menunjukkan hal-hal khusus tentang individu dan yang membedakannya dari semua orang lain.

11

Koentjaraningrat (1986) dalam perspekif antropologi menjelaskan makna kepribadian dengan sebuah ilustrasi berikut: bilamana seorang ahli biologi mempelajari atau membuat suatu deskripsi mengenai sistem organisma dari suatu jenis atau species binatang, biasanya juga sekaligus mempelajari kelakuan binatang-binatang tersebut; dan deskripsi mengenai pola-pola kelakuan binatang-binatang itu, yaitu pola kelakuan mencari makan, menghindari ancaman bahaya, menyerang musuh, beristirahat, mencari betina pada masa birahi, bersetubuh, mencari tempat untuk melahirkan, memelihara dan melindungi keturunannya dan sebagainya. Pola kelakuan ini biasanya seragam pada binatang sejenis. Berbeda halnya dengan makhluk manusia, pola-pola kelakuan yang berlaku untuk seluruh jenis manusia tidaklah seragam. Koentjaraningrat menyebutnya dengan istilah homo sapiens, hampir tidak ada, bahkan untuk semua individu manusia yang termasuk satu ras pun, seperti misalnya ras Mongoid, ras Kaukasoid, ras Negroid, atau ras Australoid, tidak ada suatu sistem pola kelakuan yang seragam. Hal ini disebabkan kelakuan manusia tidak hanya timbul dari dan ditentukan oleh sistem organik biologinya saja, melainkan sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh akal dan jiwanya, sedemikian rupa sehingga variasi pola kelakuan antara seorang individu dengan individu lainnya, dapat sangat besar. Bahkan, pola kelakuan tiap manusia secara individual sebenarnya unik dan berbeda dengan manusia-manusia lain. Karena itu para ahli antropologi, sosiologi, dan psikologi yang mempelajari kelakuan manusia ini juga tidak lagi bicara mengenai pola-pola kelakuan atau patterns of behavior dari manusia, melainkan mengenai pola-pola tingkah-laku, atau pola-pola tindakan (patterns of action) dari individu manusia. Susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan perbedaan tingkah-laku atau tindakan dari tiap-tiap individu manusia secara antropologis disebut dengan kepribadian (personality). Dalam bahasa populer, istilah "kepribadian" juga berarti ciri-ciri watak seseorang individu yang konsisten, yang memberikan kepadanya suatu identitas sebagai individu yang khusus.

Kalau dalam bahasa sehari-hari kita anggap bahwa seorang tertentu mempunyai kepribadian, memang yang biasanya kita maksudkan adalah bahwa orang tersebut mempunyai beberapa ciri watak yang diperlihatkannya secara lahir, konsisten, dan konsekuen dalam tingkah-lakunya sehingga tampak bahwa individu tersebut memiliki identitas khusus yang berbeda dari individu-individu lainnya. Secara sosiologis makna kepribadian berarti tunggal bukan jamak, seperti dalam kalimat “si A memiliki kepribadian ganda” “si Minah mempunyai banyak kepribadian". Istilah kepribadian dalam kalimat

12

tersebut salah, karena kepribadian seseorang mencakup semua karak-teristik perilaku orang tersebut, yang benar adalah bahwa seseorang tidak mempunyai lebih banyak kepribadian dari yang lain, tetapi mempu-nyai kepribadian yang berbeda dari yang lain. Definisi kepribadian dalam sosiologis sebagaimana dikemukakan oleh Yinger (dalam Horton, 1993), yang menyatakan bahwa kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan sistem kecen-derungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian situasi. Ungkap-an sistem kecenderungan tertentu menyatakan bahwa setiap orang memiliki cara berperilaku yang khas dan bertindak sama setiap hari. Sedangkan ungkapan interaksi dengan serangkaian situasi menyatakan bahwa perilaku merupakan produk gabungan/ bersama dari kecen-derungan perilaku seseorang dan situasi perilaku yang dihadapi seseorang.

Masyarakat dan kebudayaan merupakan perwujudan dari perilaku manusia. Kepribadian mewujdukan perilaku manusia, karena kepribadian merupakan latar belakang perilaku yang ada dalam diri seorang individu. Kekuatan kepribadian manusia bukanlah terletak pada jawaban atau tanggapan manusia terhadap suatu keadaan, akan tetapi terletak pada kesiapannya di dalam memberikan jawaban dan tanggapan.

Guna memahami kepribadian, perlu mengetahui bagaimana sistem kecenderungan perilaku berkembang melalui interaksi makhluk biologis dengan berbagai macam pengalaman sosial dan kultural/budaya. Secara sederhana pola hubungan antara kepribadian dengan kebudaya-an dapat diilustrasikan dalam bagan 1.1, berikut. MASYARAKAT KEBUDAYAAN KEPRIBADIAN

Individu danPerikelakunya

Bagan 1.1 Hubungan masyarakat, kebudayaan, perilaku dan kepribadian

13

Kepribadian merupakan organisasi sikap-sikap yang dimiliki

seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku. Kepribadian menunjuk pada organisasi sikap-sikap seseorang untuk berbuat, mengetahui, berfikir, dan merasakan secara khusus apabila dia berhubungan dengan oranglain atau menanggapi suatu keadaan. Kepribadian merupakan abstraksi atau perwujudan dari individu dan kelakuannya sebagaimana halnya dengan masyarakat dan kebudayaan. Ketiga aspek tersebut mempunyai hubungan yang salng pengaruh-mempengaruhi satu dengan yang lainnya, (Soekanto, 1990). Kepribadian adalah organisasi faktor-faktor biologis, psikologis dan sosiologis yang mendasari perilaku individu (manusia) (Soekanto, 1990). Kepribadian mencakup kebiasaan-kebiasaan, sikap dan lain-lain, sifat khas yang dimiliki manusia yang berkembang apabila manusia tadi berhubungan dengan manusia yang lain. Perspektif sosiologi, berpandangan bahwa seorang manusia akan menaruh perhatiannya pada perwujudan perilaku individu yang nyata pada waktu individu tersebut berhubungan dengan individu-individu yang lainnya. Wujud perilaku tersebut dinamakan dengan peranan, yaitu perilaku yang berkisar kepada pola-pola interaksi manusia.

Dasar pokok perilaku manusia adalah faktor-faktor biologis dan psikologis. Faktor biologis dapat mempengaruhi kepribadian secara langsung, misalnya seorang yang mempunyai badan (fisik) yang lemah kecenderungannya mempunyai sifat rendah diri yang tinggi, begitu juga sebaliknya. Beberapa faktor biologis yang mempengaruhi kepribadian manusia adalah sistem syaraf, watak seksual, proses pendewasaan, dan juga kelainan biologis. Sedangkan faktor psikologis yang dapat mem-pengaruhi kepribadian manusia adalah unsur temperamen, kemampuan belajar, perasaan, keterampilan, keinginan, dan lain sebagainya (Soekanto, 1990). Kedua hal tersebut berinteraksi melalui proses belajar sosial atau biasa disebut dengan sosialisasi, dengan tujuan membentuk kepribadian manusia, inilah faktor sosial yang mempengaruhi kepribadian manusia.

Berbagai pengertian tentang kepribadian di atas, sejumlah ahli berpendapat bahwa kepribadian merupakan hakikat keadaan manusiawi. Kepribadian merupakan bagian dari individu yang paling mencerminkan atau mewakili pribadi, bukan hanya dalam arti bahwa ia membedakan individu tersebut dari orang-orang lain, tetapi yang lebih penting adalah bahwa itulah dia yang sebenarnya.

Hal ini selaras dengan pandangan Allport yang menyatakan bahwa kepribadian merupakan susunan (organisasi) dinamis dari sistem psiko-fisik dalam diri individu yang memberikan corak yang khas (unik)

14

dalam caranya menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dari perilaku sistem psiko-fisik yang khas dan menetap ini menimbulkan identitas yang menggambarkan kepribadian seseorang. 1. Unsur-Unsur Kepribadian Menurut Koentjaraningrat (1986) unsur-unsur dari kepribadian meliputi: pengetahuan, perasaan dan dorongan hati. a. Pengetahuan Pengetahuan sebagai salah satu unsur kepribadian memiliki aspek-aspek sebagai berikut: penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep, dan fantasi yang berada di alam sadar manusia. Walaupun demikian, diakui bahwa banyak pengetahuan atau bagian dari seluruh himpunan pengetahuan yang ditimbun oleh seorang individu selama hidupnya itu, seringkali hilang dari alam akalnya yang sadar, atau dalam "kesadarannya," karena berbagai macam sebab. Walaupun demikian perlu diperhatikan bahwa unsur-unsur pengetahuan tadi sebenarnya tidak hilang lenyap begitu saja, melainkan hanya terdesak masuk saja ke dalam bagian dari jiwa manusia yang dalam ilmu psikologi disebut alam "bawah-sadar" (sub-conscious). Pengetahuan individu di alam bawah sadar larut dan terpecah-pecah menjadi bagian -bagian yang seringkali tercampur satu sama lain dengan tidak teratur. Proses itu terjadi karena tidak ada lagi akal sadar dari individu bersangkutan yang menyusun dan menatanya dengan rapi walaupun terdesak ke alam bawah sadar, namun kadang-kadang bagian-bagian pengetahuan tadi mungkin muncul lagi di alam kesadaran dari jiwa individu tersebut. Unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seorang manusia yang sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya. Ada bermacam-macam hal yang dialami melalui penerimaan pancainderanya serta alat penerima atau reseptor organismanya yang lain, sebagai getaran eter (cahaya dan warna), getaran akustik (suara), bau, rasa, sentuhan, tekanan mekanikal (berat-ringan), tekanan termikal (panas-dingin) dan sebagainya, yang masuk ke dalam sel-sel tertentu di bagian-bagian tertentu dari otaknya.

Di sana berbagai macam proses fisik, fisiologi, dan psikologi terjadi, yang menyebabkan berbagai macam getaran dan tekanan tadi diolah menjadi suatu susunan yang dipancarkan atau diproyeksikan oleh individu tersebut menjadi suatu penggambaran tentang lingkungan tadi. Seluruh proses akal manusia yang sadar (conscious) tadi, dalam ilmu psikologi disebut "persepsi."

15

Penggambaran tentang lingkungan tersebut di atas berbeda dengan misalnya sebuah gambar foto yang secara lengkap memuat semua unsur dari lingkungan yang terkena cahaya sehingga ditangkap oleh film melalui lensa kamera. Penggambaran oleh akal manusia hanya mengandung bagian-bagian khusus yang mendapat perhatian dari akal si individu, sehingga merupakan, suatu penggambaran yang terfokus pada bagian-bagian khusus tadi. Apabila individu tadi menutup matanya, maka akan terbayang dalam kesadarannya penggambaran yang berfokus dari alam lingkungan yang baru saja dilihatnya. Bilamana penggambaran tentang lingkungan dengan fokus kepa-da bagian-bagian yang paling menarik perhatian seorang individu, diolah dalam akalnya dengan menghubungkan penggambaran tadi dengan berbagai penggambaran lain sejenis yang pemah diterima dan diproyek-sikan oleh akalnya dalam masa yang lalu, yang timbul kembali sebagai kenangan atau penggambaran lama dalam kesadarannya.

Penggambaran baru dengan pengertian baru seperti itu, dalam ilmu psikologi disebut apersepsi. Ada kalanya suatu persepsi, setelah di-proyeksikan kembali oleh individu, menjadi suatu penggambaran berfo-kus tentang lingkungan yang mengandung bagian-bagian yang menye-babkan individu tertarik dan lebih intensif memusatkan akalnya terhadap bagian-bagian khusus tadi. Penggambaran yang lebih intensif terfokus, yang terjadi karena pemusatan akal yang lebih intensif tadi, dalam ilmu psikologi disebut "pengamatan." Konsep adalah penggambaran abstrak tentang bagian-bagian dari berbagai penggambaran lain yang sejenis, berdasarkan azas-azas ter-tentu secara konsisten. Dengan proses akal itu individu mempunyai suatu kemampuan untuk membentuk suatu penggambaran baru yang abstrak yang sebenarnya dalam kenyataan tidak serupa dengan salah satu dari berbagai macam penggambaran yang menjadi bahan konkret dari penggambaran baru itu. Fantasi adalah penggambaran tentang lingkungan individu yang ditambah-tambah dan dibesar-besarkan, dan ada yang dikurangi serta dikecil-kecilkan pada bagian-bagian tertentu; ada pula yang digabung-gabungkan dengan penggambaran-penggambaran lain, menjadi peng-gambaran yang baru sama sekali, yang sebenarnya tidak akan pernah ada dalam kenyataan. Contoh menggambarkan ayam bertanduk, atau anjing yang bisa berbicara dan sebagainya. Kemampuan akal manusia untuk membentuk konsep, serta kemampuannya untuk berfantasi, sudah tentu sangat penting bagi makhluk manusia. Ini disebabkan karena tanpa kemampuan akal untuk membentuk konsep dan penggambaran fantasi, teru-tama konsep dan fantasi yang mempunyai nilai guna dan keindahan, artinya kemampuan

16

akal yang kreatif, maka manusia tidak akan dapat mengembangkan cita-cita serta gagasan-gagasan ideal; manusia tidak akan dapat mengem-bangkan ilmu pengetahuan, dan manusia tidak akan dapat mengkreasikan karya-karya keseniannya. b. Perasaan Koentjaraningrat (1986) menyatakan bahwa perasaan adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang karena pengaruh pengetahuannya dinilainya sebagai keadaan positif atau negatif. Suatu perasaan yang selalu bersifat subyektif karena adanya unsur penilaian, yang biasanya menimbulkan suatu kehendak dalam kesadaran seorang individu. Kehendak itu bisa juga positif, artinya individu tersebut ingin mendapatkan hal yang dirasakannya sebagai suatu hal yang akan memberikan kenikmatan kepadanya, atau bisa juga negatif, artinya ia hendak menghindari hal yang dirasakannya sebagai hal yang akan membawa perasaan tidak nikmat kepadanya. Alam kesadaran manusia juga mengandung berbagai macam perasaan. Kalau orang pada suatu hari yang luar biasa panasnya melihat papan gambar reklame minuman es kelapa muda berwarna merah muda yang tampak segar dan nikmat, maka persepsi itu menyebabkan seolah-olah terbayang di mukanya suatu penggambaran segelas es kelapa muda yang dingin, manis, dan menyegarkan pada waktu hari sedang panas-panasnya, yang seakan-akan demikian realistiknya sehingga ke-luarlah air liurnya. Apersepsi seorang individu yang menggambarkan diri sendiri sedang menikmati segelas es kelapa muda tadi menimbulkan dalam kesadarannya suatu "perasaan" yang positif, yaitu perasaan nikmat, dan perasaan nikmat itu sampai nyata mengeluarkan air liur. Sebaliknya, kita dapat juga menggambarkan adanya seorang individu yang melihat sesuatu hal yang buruk atau mendengar suara yang tidak menyenangkan, mencium bau busuk dan sebagainya. Dugaan-dugaan atau persepsi seperti itu dapat menimbulkan kesadaran akan perasaan yang negatif, karena dalam kesadaran terkenang lagi misalnya bagaimana kita menjadi muak karena sepotong ikan yang sudah busuk yang kita alami di masa yang lampau. Apersepsi tersebut mungkin dapat menyebabkan kita menjadi benar-benar merasa muak apabila kita mencium lagi bau ikan busuk. Suatu perasaan bisa berwujud menjadi kehendak, suatu kehendak juga dapat menjadi sangat keras, dan hal itu sering terjadi apabila hal yang dikehendaki itu tidak mudah diperoleh, atau sebaliknya. Suatu kehendak yang kuat/keras disebut dengan keinginan. Suatu keinginan juga bisa menjadi sangat besar, dan bila hal ini terjadi maka disebut dengan emosi.

17

c. Dorongan Naluri Kesadaran manusia menurut para ahli psikologi juga mengandung berbagai perasaan lain yang tidak ditimbulkan karena pengaruh penge-tahuannya, melainkan karena sudah terkandung dalam organismanya, dan khususnya dalam gen-nya (dirinya) sebagai naluri. Kemauan yang sudah merupakan naluri pada tiap makhluk manusia tersebut, disebut dorongan (drive). Naluri yang terkandung dalam diri manusia sangat beragam (Koentjaraningrat, 1986), beberapa ahli memiliki perbedaan, namun mereka sepakat bahwa ada paling sedikit tujuh macam dorongan naluri, yaitu: (1) dorongan untuk mempertahankan hidup. Dorongan ini memang merupakan suatu kekuatan biologi yang juga ada pada semua makhluk di dunia ini dan yang menyebabkan bahwa semua jenis makhluk mampu mempertahankan hidupnya di muka bumi ini; (2) dorongan sex. Dorongan ini malahan telah menarik perhatian banyak ahli psikologi, dan berbagai teori telah dikembangkan sekitar soal ini. Suatu hal yang jelas adalah bahwa dorongan ini timbul pada tiap individu yang normal tanpa terkena pengaruh pengetahuan, dan memang dorongan ini mempunyai landasan biologi yang mendorong makhluk manusia untuk membentuk keturunan yang melanjutkan jenisnya (regenerasi); (3) dorongan untuk usaha men-cari makan. Dorongan ini tidak perlu dipelajari, dan sejak bayi pun manu-sia sudah menunjukkan dorongan untuk mencari makan, yaitu dengan mencari susu ibunya atau botol susunya, tanpa dipengaruhi oleh penge-tahuan tentang adanya hal-hal itu tadi; (4) dorongan untuk bergaul atau berinteraksi dengan sesama manusia. Dorongan ini memang merupakan landasan biologi dari kehidupan masyarakat manusia sebagai makhluk kolektif; (5) dorongan untuk meniru tingkah-laku sesamanya. Dorongan ini merupakan sumber dari adanya beraneka warna kebudayaan di anta-ra manusia, karena adanya dorongan ini manusia mengembangkan adat yang memaksanya berbuat konform dengan manusia sekitarnya; (6) do-rongan untuk berbakti. Dorongan ini mungkin ada dalam naluri manusia, karena manusia merupakan makhluk, yang hidup kolektif, sehingga untuk dapat hidup bersama dengan manusia lain secara serasi ia perlu mem-punyai suatu landasan biologi untuk mengem bangkan rasa altruistik, rasa simpati, rasa cinta dan sebagainya, yang memungkinkannya hidup bersama itu. Kalau dorongan untuk berbagai hal itu diekstensikan dari sesama manusianya kepada kekuatan-kekuatan yang oleh perasaanya dianggap berada di luar akalnya, maka akan timbul religi; dan (7) dorong-an akan keindahan, dalam arti keindahan bentuk, warna, suara, atau gerak. Pada seorang bayi dorongan ini sudah sering tampak pada gejala tertariknya seorang bayi kepada bentuk-bentuk tertentu dari benda-benda

18

di sekitamya, kepada warna-warna cerah, kepada suara nyaring dan berirama, dan kepada gerak-gerak yang selaras. Beberapa ahli berkata bahwa dorongan naluri ini merupakan landasan dari suatu unsur penting dalam kebudayaan manusia, yaitu kesenian. A.F.C. Wallace (dalam Koentjaraningrat, 1986), pernah membuat suatu kerangka di mana terdaftar secara sistematis seluruh materi yang menjadi obyek dan sasaran unsur-unsur kepribadian manusia. Kerangka itu menyebut tiga hal yang pada tahap pertama merupakan isi kepriba-dian yang pokok, yaitu: (1) aneka wama kebutuhan organik diri sendiri, aneka-warna kebutuhan serta dorongan psikologi diri sendiri, dan aneka wama kebutuhan serta dorongan organik maupun psikologi sesama manusia yang lain daripada diri sendiri; sedangkan kebutuhan-kebutuhan tadi dapat dipenuhi atau tidak dipenuhi oleh individu yang bersangkutan, sehingga memuaskan dan bernilai positif baginya, atau tidak memuaskan dan bemilai negative; (2) aneka warna hal yang bersangkutan dengan kesadaran individu akan identitas diri sendiri, atau "identitas aku", baik aspek fisik maupun psikologinya, dan segala hal yang bersangkutan dengan kesadaran individu mengenai bermacam-macani kategori manu-sia, binatang, tumbuh-tumbuhan, benda, zat, kekuatan, dan gejala alam, baik yang nyata maupun yang gaib dalam lingkungan sekelilingnya; dan (3) berbagai macam cara untuk memenuhi, memperkuat, berhubungan, mendapatkan, atau mempergunakan, aneka warna kebutuhan dari hal tersebut di atas, sehingga tercapai keadaan memuaskan dalam kesadar-an individu bersangkutan. Pelaksanaan berbagai macam cara dan jalan tersebut terwujud dalam aktivitas hidup sehari-hari dari seorang individu. Kerangka materi unsur-unsur kepribadian tersebut terurai seperti berikut.

A. ANEKA WARNA KEBUTUHAN INDIVIDU 1. Kebutuhan organik (untuk hidup) yang bernilai positif

Makan dan minum Istirahat dan tidur Sex Keseimbangan suhu Buang hajat Bernafas

2. Kebutuhan organik bernilai negatif, karena tidak dipenuhi Makan dan minum tidak lezat Istirahat dan tidur terganggu Kegagalan sex Ketidakseimbangan suhu Kesulitan buang hajat Bernafas sesak

19

3. Kebutuhan psikologi yang bernilai positif Pengendoran ketegangan dan bersantai Kemesraan dan cinta Kepuasan altruistik (mengutamakan orang lain), karena berke-

sempatan untuk berbuat baik atau berbakti kepada orang lain, kepada suatu ide, atau suatu cita-cita

Kepuasan ego Kehormatan Kepuasan dan kebanggaan mencapai tujuan

4. Dorongan psikologi yang bernilai negatif Ketegangan Kebencian Altruisme ekstrem, sehingga tidak dapat dipenuhi dan menim-

bulkan keadaan tidak puas yang bemilai negatif Egoisme ekstrem sehingga menimbulkan kebencian terhadap

orang lain Penghinaan Tidak percaya kepada diri sendiri, malu

B. ANEKA WARNA HAL DALAM LINGKUNGAN INDIVIDU 1. Identitas Aku yang bersifat fisik

Penggambaran mengenai badan sendiri Penggambaran mengenai anggota badan tertentu Penggambaran mengenai kekurangan, cacat, atau penyakit-

penyakit tertentu pada badan sendiri Penggambaran mengenai perhiasan dan ornamen pada

badan sendiri 2. Identitas Aku yang bersifat psikologi

Penggambaran mengenai watak sendiri Sistem pralambang mengenai diri sendiri

3. Kesadaran individu mengenai lingkungan sosialnya, atau berbagai macam manusia di sekelilingnya, seperti:

Orang-orang dalam lingkungan sosialnya yang berada dalam hubungan mesra dan karib dengannya

Orang-orang dalam lingkungan sosialnya yang berhubungan dengannya hanya berdasarkan azas-guna

Orang-orang dalam lingkungan sosial individu yang dikenal atau diketahuinya, tetapi tidak ada arti atau pengaruh dalam lingkungan kehidupannya

Orang-orang dalam lingkungan sosial individu yang diketa-huinya tetapi yang ditanggapinya dengan sikap "masa-bodoh"

20

4. Kesadaran individu mengenai alam fauna atau binatang, dan alam flora atau tumbuh-tumbuhan, dalam alam sekelilingnya

5. Kesadaran individu mengenai berbagai macam benda, zat, keku-atan, serta gejala-gejala alam yang berada dan terjadi di sekelilingnya

C. BERBAGAI CARA UNTUK MEMPERLAKUKAN HAL DALAM

LINGKUNGAN DIRI SENDIRI GUNA MEMENUHI KEBUTUHAN DIRI

1. Berbagai cara, teknik, dan metode untuk memenuhi kebutuhan organik maupun psikologi, yang bersifat positif dari individu;

2. Berbagai cara, teknik, dan metode untuk menghindari, menolak, atau meniadakan berbagai kebutuhan organik dan berbagai do-rongan psikologi yang bersifat negatif bagi individu;

3. Berbagai cara, teknik, dan metode untuk memperkuat identitas Aku dari individu;

4. Berbagai cara, teknik, dan metode untuk berhubungan dan ber-interaksi dengan berbagai manusia dalam lingkungan individu;

5. Berbagai cara, teknik, dan metode untuk mempergunakan berma-cam-macam binatang dan tumbuh-tumbuhan keperluan individu;

6. Berbagai cara, teknik, dan metode untuk mendapatkan, mengua-sai, dan mempergunakan berbagai macam benda, kekuatan, serta gejala-gejala alam yang berada dan terjadi sekitar individu.

Aneka warna materi yang menjadi isi dan sasaran dari pengetahu-an, perasaan, kehendak, serta keinginan kepribadian serta perbedaan kualitas hubungan antara berbagai unsur kepribadian dalam kesadaran individu, menyebabkan adanya beraneka macam struktur kepribadian pada setiap manusia yang hidup di muka bumi, unik dan berbeda dengan kepribadian individu yang lain (Koentjaraningrat, 1985).

Diantara aneka warna materi tersebut ada yang menyebabkan terjadinya satu tingkah laku berpola disebut dengan kebiasaan (habit), menyebabkan timbulnya adat-istiadat (customs) yang dalam hal ini ber-makna sebagai suatu pengetahuan, gagasan, dan konsep yang dianut oleh sebagian besar warga suatu masyarakat, materi yang menyebabkan timbulnya kepribadian (personality), serta segala macam tingkah-laku yang menjadi pola umum bagi sebagian besar masyarakat yang diatur dalam adat-istiadat (kepribadian umum), biasanya berwujud pola-pola tindakan yang saling berkaitan satu dengan lain itu, biasanya disebut dengan sistem sosial (social system).

Kepribadian umum (modal personality) adalah kepribadian yang ada pada sebagian besar warga suatu masyarakat, yang disebut juga

21

dengan istilah watak umum. Hubungan antara keempatnya seperti dalam bagan 1.2 berikut.

JUMLAH INDIVIDU

1 N Jumlah Materi

1

N

Kebiasaan (habit) Adat-istiadat (customs) Sistem sosial (social system)

Kepribadian individu

(individual personality) Kepribadian umum (modal personality)

2. Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Pembentukan Kepribadian Pembentukan kepribadian seseorang berlangsung dalam suatu proses yang disebut dengan sosialisasi, yaitu suatu proses dengan mana seseorang menghayati (mendarah-dagingkan-internalize) norma-norma kelompok dimana ia hidup sehingga muncullah dirinya yang “unik”. (Horton, 1993).

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembentukan kepribadian sebagai proses sosialisasi mencakup: (1) warisan biologis, (2) lingkungan fisik, (3) kebudayaan, (4) pengalaman kelompok, dan (5) pengalaman unik (Horton, 1993). a. Warisan Biologis Semua manusia yang normal dan sehat mempunyai persamaan biologis tertentu, seperti mempunyai dua tangan, panca indera, kelenjar seks, dan otak yang rumit. Persamaan biologis ini membantu menjelas-kan beberapa persamaan dalam kepribadian dan perilaku semua orang. Setiap warisan biologis seserang juga bersifat unik, yang berarti, bahwa tidak seorang pun (kecuali anak kembar) yang mempunyai karakteristik fisik yang hampir sama. Beberapa orang percaya bahwa kepribadian seseorang tidak lebih dari sekedar penampilan warisan biologisnya. Karakteristik kepribadian seperti ketekunan, ambisi, kejujuran, kriminalitas, kelainan seksual, dan ciri yang lain dianggap timbul dari kecenderungan-kecenderungan turun-an Bahkan ada yang beranggapan, melalui tampilan fisik dapat diketahui bagaimana kepribadian orang tersebut. Contoh dalam hal ini dapat dilihat dalam buku-buku primbon Jawa, mulai dari fisik, rambut, kulit, bentuk muka, hingga tahi lalat.

Bagan 1.2 Hubungan Kebiasaan, adat-istiadat, kepribadian individu dan kepribadian umum

22

Dewasa ini tidak banyak lagi yang masih mempercayai anggapan ini. Pandangan sekarang ini menyatakan bahwa kepribadian seseorang dibentuk oleh pengalaman. Sebenarnya perbedaan individual dalam ke-mampuan, prestasi, dan perilaku hampir semuanya berhubungan dengan lingkungan, dan bahwa perbedaan individu dalam warisan biologis tidak begitu penting (Whimby, 1975).

Fenomena kontradiktif ini, antara "bawaan dan asuhan", berlangsung cukup lama, dan masing-masing memiliki penganut yang cukup besar. Suatu penelitian terhadap 2.500 anak kembar siswa SLTA merupakan salah satu langkah untuk mencari derajat kebenaran dari masing-masing anggapan dikemukakan oleh Nichols (1977), hasilnya menyimpulkan bahwa hampir setengah variasi di antara orang-orang dalam spektrum ciri-ciri psikologis yang luas adalah akibat dari perbedaan karakteristik genetis, sedangkan setengahnya lagi adalah akibat lingkungan.

Penelitian lain dilaksanakan Medico-genetical Institute di Moskow, yang memisahkan seribu pasangan anak kembar ketika masih bayi dan menempatkan mereka dalam lingkungan yang terkendali untuk diamati selama 2 tahun. Hasilnya mendukung dengan jelas suatu dasar keturun-an dalam beberapa ciri, termasuk perbedaan kecerdasan. (Hardin, 1959, dalam Horton, 1993).

Masalah warisan biologis/keturunan versus lingkungan pada da-sarnya bukan hanya masalah ilmiah, tetapi juga politis. Seperti gusarnya golongan Marxis (penganut ajaran Marx) melihat bukti bahwa ada perbe-daan dalam kecakapan bawaan, kalangan konservatif (kolot, konven-sional, tradisional) yang dengan senang hati menggunakan bukti kecakapan warisan yang berbeda untuk memperoleh hak yang berbeda. Perbedaan individual dalam warisan biologis adalah nyata, terlepas dari apakah kenyataannya demikian menyebabkan seseorang bahagia atau tidak. Untuk beberapa ciri, warisan biologis lebih penting daripada yang lain. Misalnya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa IQ anak angkat lebih mirip dengan IQ orang tua kandungnya daripada dengan orang tua angkatnya (Horton, 1993). Namun, meskipun perbedaan individual dalam IQ tampaknya lebih banyak ditentukan oleh keturunan daripada oleh lingkungan, banyak perbedaan yang lainnya ditentukan oleh lingkungan. Suatu studi baru-baru ini menemukan bukti bahwa faktor keturunan berpengaruh kuat terhadap keramah-tamahan, perilaku kompulsif (memaksa) dan kemudahan dalam pergaulan sosial, tetapi faktor keturunan tidak begitu penting dalam kepemimpinan, pengendalian dorongan impulsif (cepat bertindak), sikap, dan minat (Horn, 1976, dalam Horton, 1993).

23

Kesimpulannya, bahwa warisan biologis penting dalam beberapa ciri kepribadian dan kurang penting dalam hal-hal lain. Tidak ada kasus yang dapat mengukur pengaruh keturunan dan lingkungan dengan tepat, tetapi banyak ilmuwan sependapat bahwa apakah potensi warisan sese-orang berkembang sepenuhnya, sangat dipengaruhl oleh pengalaman sosial orang yang bersangkutan. Beberapa orang berpandangan bahwa orang gemuk adalah periang, bahwa orang dengan kening yang lebar cerdas, bahwa orang berambut merah berwatak mudah meledak/marah, bahwa orang dengan rahang lebar mempunyai kepribadian yang kuat. Banyak keyakinan umum seperti itu telah terbukti tidak benar ketika diuji secara empiris, meskipun kadang-kadang ditemukan beberapa hubungan yang absah.

Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Bar (1977) dengan membandingkan kelompok sampel berambut merah dengan suatu kelompok kendali yang terdiri dari orang-orang dengan berbagai warna rambut dan melaporkan bahwa watak si rambut merah umumnya memang lebih sering meledak-ledak dan agresif. la mengemukakan adanya hubungan genetis antara karakteristik fisik (rambut merah) dengan karakteristik kepribadian (mudah meledak, agresif). Penjelasan lain menyatakan bahwa setiap karakteristik fisik didefinisikan secara sosial dan kultural dalam setiap masyarakat (Horton, 1993). Misalkan, gadis gemuk dikagumi di Dahomey. Suatu karakteristik fisik dapat menjadikan seseorang cantik dalam suatu masyarakat dan menjadi "anak bebek buruk rupa" dalam masyarakat lain. Oleh karena itu, karakteristik fisik tertentu menjadi suatu faktor dalam perkembangan ke-pribadian sesuai dengan bagaimana ia didefinisikan dan diperlakukan dalam masyarakat dan oleh kelompok acuan seseorang. Kalau orang be-rambut merah diharapkan mudah meledak dan dibenarkan kalau marah, tidak mengherankan bila mereka menjadi pemarah. Sebagaimana dinya-takan diatas, orang menanggapi harapan perilaku dari orang lain dan cenderung menjadi berperilaku seperti yang diharapkan oleh orang lain tersebut. Sebagai kesimpulan, karakteristik fisik jarang menghasilkan sifat-sifat perilaku tertentu, harapan sosial dan kulturallah yang menyebabkan-nya demikian. b. Lingkungan Fisik Sorokin (1928) menyimpulkan teori beratus-ratus penulis dari Conficius, Aristoteles, dan Hipocrates sampai kepada ahli geografi Ellsworth Huntington, yang menekankan bahwa perbedaan perilaku kelompok terutama disebabkan oleh perbedaan iklim, topografi, dan sumber alam. Teori tersebut sesuai benar dengan kerangka etnosentris

24

(pandangan yang menyatakan anggota badan kita lebih baik dibandingkan dengan lainnya, karena geografi memberikan keterangan yang cukup baik dan jelas objektif terhadap kebajikan nasional dan sifat-sifat buruk orang lain. Pada umumnya diakui bahwa lingkungan fisik mempengaruhi kepribadian. Bangsa Athabascans memiliki kepribadian yang dominan yang menyebabkan mereka dapat bertahan hidup dalam iklim yang lebih dingin daripada daerah Arctic (Boyer, 1974).

Orang pedalaman Australia harus berjuang dengan gigih untuk tetap hidup, padahal bangsa Samoa hanya memerlukan sedikit waktu setiap harinya untuk mendapatkan lebih banyak makanan daripada yang bisa mereka makan. Malah sekarang beberapa daerah hanya dapat menolong sebagian kecil penduduk yang tersebar sangat jarang, dan kepadatan penduduk mempengaruhi kepribadian. Suku Ik dari Uganda sedang mengalami kelaparan secara perlahan, karena hilangnya tanah tempat perburuan tradisional, dan menurut Turnbull (1973) mereka menjadi sekelompok orang yang paling tamak, paling rakus di dunia; sama sekali tidak memiliki keramahan, tidak suka menolong atau tidak mempunyai rasa kasihan, malah merebut makanan dari mulut anak mereka dalam perjuangan mempertahankan hidup. Suku Quolla dari Peru digambarkan oleh Trotter (1973) sebagai sekelompok orang yang paling keras di dunia, dan ia menghubungkan hal ini dengan hipoglikemia (menurunnya kandungan glukosa darah) yang timbul karena kekurangan makanan. Jelaslah bahwa lingkungan fisik mempengaruhi kepribadian dan perilaku. Namun, dari lima faktor tersebut di atas, lingkungan fisik me-rupakan faktor yang paling tidak penting, jauh kurang pentingnya dari faktor kebudayaan, pengalaman kelompok, atau pengalaman unik. c. Kebudayaan Beberapa pengalaman umum bagi seluruh kebudayaan, dimana bayi dipelihara atau diberi makan oleh orang yang lebih tua, hidup dalam kelompok, belajar berkomunikasi melalui bahasa, mengalami hukuman dan menerima imbalan/pujian dan semacamnya, serta mengalami penga-laman lain yang umum dialami oleh jenis manusia. Setiap masyarakat sebenarnya memberikan pengalaman tertentu yang tidak diberikan oleh masyarakat lain kepada anggotanya. Dari pengalaman sosial yang sebenarnya yang umum bagi seluruh anggota masyarakat tertentu, timbullah konfigurasi kepribadian yang khas dari anggota masyarakat tersebut. DuBois (1944) menyebutnya sebagai "modal personality" (diambil dari istilah statistis "mode" yang mengacu pada suatu nilai yang paling sering timbul dalam berbagai seri).

25

Beberapa contoh dari pengaruh unsur kebudayaan terhadap kepribadian, sebagaimana kasus suku Dobu di Melanisia (Horton, 1993). Anak suku Dobu yang lahir ke dunia hanya pamannya yang mungkin menyayanginya, terhadap siapa ia akan menjadi ahli warisnya, Ayahnya yang lebih tertarik kepada anak-anak saudara perempuannya biasanya membencinya, karena si ayah harus menunggu sampai anak tersebut disapih untuk dapat melakukan hubungan seksual dengan ibunya. Sering juga ia tidak diharapkan oleh ibunya dan tidak jarang terjadi penggu-guran. Hidup suku Dobu diatur oleh ilmu sihir, penyebab kejadian bukan berasal dari alam; semua gejala dikendalikan oleh ilmu sihir yang telah dikenakan terhadap seseorang dan menyebabkan balas dendam dari keluarganya. Bahkan mimpipun diinterpretasikan sebagai sihir. Malah nafsu seksual tidak akan muncul apabila tidak menanggapi penyihiran cinta orang lain, yang membimbingnya menuju kepadanya, sementara daya sihir cinta seseorang menunjukkan keberhasilannya. Setiap orang Dobu selalu merasa takut akan diracun. Makanan dijaga dengan waspa-da pada waktu dimasak dan hanya dengan beberapa orang tertentulah orang Dobu bersedia makan bersama. Setiap saat setiap desa melin-dungi diri dari semua pasangan yang berkunjung dari desa lain, dan semua tamu ini tidak dapat dipercayai oleh yang punya rumah dan para tamu sendiri tidak saling percaya. Sungguh tidak seorang pun dapat dipercaya penuh; para suami cemas terhadap sihir isterinya dan takut terhadap mertua. Sepintas lalu, hubungan sosial di Dobu adalah cerah dan sopan meskipun keras dan tanpa humor. Pertentangan hanyalah sedikit, karena menghina atau bermusuhan berbahaya. Namun, teman-teman juga berbahaya. Persahabatan mungkin merupakan awal peng-racunan atau pengumpulan bahan (rambut, kuku tangan) yang berguna untuk menyihir. Kepribadian yang berkembang dalam kebudayaan semacam itu? setiap orang Dobu bersifat bermusuhan, curiga, tidak dapat dipercaya, cemburu, penuh rahasia, dan tidak jujur. Sifat-sifat ini merupakan tang-gapan yang rasional, karena orang Dobu hidup dalam dunia yang penuh kejahatan, dikelilingi musuh dan tukang sihir.

Pada akhirnya mereka yakin akan dihancurkan. Walaupun mereka melindungi diri dengan sihir mereka, tetapi mereka tidak pemah merasakan perlindungan yang nyaman. Mimpi buruk mungkin menyebab-kan mereka terkapar di tempat tidur berhari-hari. dan ini adalah suatu hal yang nyata, benar bukan hayalan/irasional. Contoh kasus lain adalah yang terjadi pada suku Zuni di Meksiko, yang diidentifikasikan sebagai bangsa yang tenang dalam lingkungan yang sehat secara emosional. Kelahiran anak disambut dengan hangat, diperlakukan dengan kemesraan yang lembut dan banyak mendapat

26

kasih sayang. Tanggung jawab dalam mendidik anak sungguh besar dan menyebar; seorang anak akan ditolong atau diperhatikan oleh setiap orang dewasa yang ada. Menghadapi benteng orang dewasa yang terpadu, anak-anak jarang berperilaku salah; dan sekalipun mungkin dikata-katai, tetapi jarang dihukum. Rasa malu adalah alat kendali yang paling utama yang sangat sering ditimbulkan di depan orang lain.

Berkelahi dan perilaku agresif sangat tidak disetujui dan orang Zuni dididik untuk mengendalikan nafsu mereka pada usia muda. Per-tengkaran terbuka hampir tidak tampak. Nilai-nilai orang Zuni menekan-kan hormat, kerja sama dan ketiadaan persaingan, agresivitas atau keserakahan. Ketidakwajaran dalam segala bentuk ditolak, dan alkohol umumnya ditolak karena mendorong perilaku yang tidak wajar. Harta di-nilai untuk penggunaan langsung, bukan untuk prestise atau simbol keku-asaan. Walaupun orang Zuni tidak ambisius, mereka memperoleh keku-asaan melalui pengalaman dalam upacara, nyanyian, dan fetis agama. Seorang yang "miskin" bukanlah orang yang tidak memiliki harta, tetapi orang yang tidak memiliki sumber dan hubungan yang bersifat upacara (seremonial). Kehidupan upacara memenuhi setiap segi kehidupan orang Zuni. Kerja sama, perilaku yang wajar dan minimnya individualisme me-resap dalam perilaku orang Zuni. Milik pribadi tidaklah penting dan siap untuk dipinjamkan pada orang lain. Anggota rumah tangga yang bersifat matrilineal bekerja bersama sebagai suatu kelompok dan hasil tanaman disimpan dalam gudang umum. Setiap orang bekerja untuk kepentingan kelompok, bukan untuk kepentingan pribadi. Peran pemimpin jarang dicari tetapi harus dipaksakan pada seseorang. Isyu dan perselisihan diselesaikan secara wajar bukan dengan permohonan pada penguasa atau dengan mempertunjukkan kekuasaan atau dengan perdebatan yang berkepanjangan, tetapi dengan diskusi yang lama dan sabar. Keputusan mayoritas sederhana tidak menyelesaikan persoalan secara menyenang-kan, kesepakatan (konsensus) perlu dan kesepakatan bulat diharapkan. Bagaimana perkembangan kepribadian orang Zuni? sangat ber-tentangan dengan kepribadian normal di antara orang Dobu. Bila bangsa Dobu bersifat curiga dan tidak dapat dipercaya, bangsa Zuni mempunyai kepercayaan diri dan dapat dipercaya; bila bangsa Dobu cemas dan merasa tidak aman, bangsa Zuni merasa aman dan tentram. Bangsa Zuni umumnya memiliki watak yang suka mengalah dan pemurah, sopan dan suka bekerja sama. Bangsa Zuni adalah orang-orang konformis yang tanpa pikir, karena menjadi seseorang yang nyata-nyata berbeda dari orang lain dapat menyebabkan seseorang atau kelompok itu sangat cemas. Hal ini membantu mengendalikan perilaku tanpa perasaan berdo-sa dan bersalah yang banyak ditemukan dalam banyak masyarakat.

27

Bertolak dari contoh di atas, dapat diketahui ada beberapa segi dari kebudayaan yang mempengaruhi proses perkembangan kepriba-dian, yaitu norma-norma kebudayaan masyarakat dan proses sosialisasi diri (Horton, 1993). Norma-norma kebudayaan yang ada dalam ling-kungan masyarakat mengikat manusia sejak saat kelahirannya. Seorang anak diperlakukan dalam cara-cara yang membentuk kepribadian. Setiap kebudayaan menyediakan seperangkat pengaruh umum, yang sangat berbeda dari masyarakat ke masyarakat. Linton (1985) mengatakan bahwa setiap kebudayaan menekankan serangkaian pengaruh umum terhadap individu yang tumbuh di bawah kebudayaan masyarakat. Pengaruh-pengaruh ini berbeda dari satu kebudayaan ke kebudayaan lain, tetapi semuanya merupakan denominator pengalaman bagi setiap orang yang termasuk ke dalam masyarakat tersebut. Penelitian dalam soal perkembangan kepribadian dalam kebudayaan juga telah gagal dalam membuktikan teori Freud tentang hasil cara mengasuh anak yang khusus (Eggan, 1943, Dai, 1957 dalam Horton, 1993). Dimana hasilnya menunjukkan bahwa suasana lingkungan keseluruhan merupakan hal penting dalam perkembangan kepribadian, bukan cara tertentu yang spesifik. Apakah seorang anak diberi susu ASI atau susu botol, tidaklah penting; yang penting adalah apakah cara pemberian susu itu dilakukan dalam kondisi yang merupakan suasana mesra dan penuh kasih sayang dalarn dunia yang hangat dan aman; atau kejadian biasa yang terburu-buru dalam situasi yang tanpa perasaan, kurang tanggap dan tidak akrab. Seorang bayi lahir ke dunia ini sebagai suatu organisme kecil yang egois yang penuh dengan segala macam kebutuhan fisik. Kemudian ia menjadi seorang manusia dengan seperangkat sikap dan nilai, kesukaan dan ketidaksukaan, tujuan serta maksud, pola reaksi, dan konsep yang mendalam serta konsisten tentang dirinya. Setiap orang memperoleh semua itu melalui suatu proses yang disebut sosialisasi. Sosialisasi adalah suatu proses dengan mana seseorang menghayati (mendarah dagingkan-internalize) norma-nonna kelompok di mana ia hidup sehingga timbullah "diri" yang unik. d. Pengalaman Kelompok Pada awal kehidupan manusia tidak ditemukan apa yang disebut diri. Terdapat organisme fisik, tetapi tidak ada rasa pribadi. Kemudian bayi mencoba merasakan batas-batas tubuhnya, mereka mulai menge-nali orang. Kemudian beranjak dari nama yang membedakan status menjadi nama yang mengidentifikasi individu, termasuk dirinya. Kemudi-an mereka menggunakan kata "saya" yang merupakan suatu tanda yang jelas atas kesadaran diri yang pasti. Suatu tanda bahwa anak tersebut

28

telah semakin sadar sebagai manusia yang berbeda dari yang lainnya. (Horton, 1993). Dengan kematangan fisik serta akumulasi pengalaman-pengalaman sosialnya anak itu membentuk suatu gambaran tentang diri-nya. Pembentukan gambaran diri seseorang mungkin merupakan proses tunggal yang sangat penting dalam perkembangan kepribadian.

Pengalaman sosial merupakan suatu hal penting untuk pertum-buhan manusia. Perkembangan kepribadian bukanlah hanya sekedar pembukaan otomatis potensi bawaan. Tanpa pengalaman kelompok, kepribadian manusia tidak berkembang. Bahkan dapat dikatakan bahwa manusia membutuhkan pengalaman kelompok yang intim bila mereka ingin berkembang sebagai makluk dewasa yang normal. Keberadaan kelompok dalam masyarakat merupakan suatu hal penting dalam perkembangan kepribadian seseorang, karena kelompok-kelompok ini merupakan model untuk gagasan atau norma-norma peri-laku seseorang. Kelompok semacam itu disebut kelompok acuan (reference group). Mula-mula kelompok keluarga adalah kelompok yang terpenting, karena kelompok ini merupakan kelompok satu-satunya yang dimiliki bayi selama masa-masa yang paling peka. Semua yang berwenang setuju bahwa ciri-ciri kepribadian dasar dari individu dibentuk pada tahun-tahun pertama ini dalam lingkungan keluarga. Kemudian, kelompok sebaya (peer group), yakni kelompok lain yang sama usia dan statusnya, menjadi penting sebagai suatu kelompok referens. Kegagalan seorang anak untuk mendapatkan pengakuan sosial dalam kelompok sebaya sering diikuti oleh pola penolakan sosial dan kegagalan sosial seumur hidup. Apabila seorang belum memiliki ukuran yang wajar tentang penerimaan kelompok sebaya adalah sulit, kalau tidak dapat dikatakan mustahil, bagi seorang untuk mengembangkan gambaran diri yang dewasa sebagai seorang yang berharga dan kompeten.

Kelompok acuan ini dalam perkembangannya mengalami pergan-tian seiring dengan usia dan aktifitas individu yang bersangkutan. Hanya perlunya disadari bahwa dari ratusan kemungkinan kelompok referens yang menjadi penting bagi setiap orang dan dari evaluasi kelompok ini gambaran diri seseorang secara terus-menerus dibentuk dan diperba-harui. Oleh karena itu, tidaklah salah kalau dikatakan bahwa setiap individu bisa menjadi acuan atau referens bagi individu lainnya dalam pembentukan kepribadian yang bersangkutan, demikian juga sebaliknya. Masyarakat yang kompleks/majemuk memiliki banyak kelompok dan kebudayaan khusus dengan standar yang berbeda dan kadangkala bertentangan. Seseorang dihadapkan pada model-model perilaku yang pada suatu saat dipuji sedang pada saat lain dicela atau disetujui oleh beberapa kelompok dan dikutuk oleh kelompok lainnya. Dengan demikian seorang anak akan belajar bahwa ia harus "tangguh" dan mampu untuk

29

"menegakkan haknya", namun pada saat yang sama ia pun harus dapat berlaku tertib, penuh pertimbangan dan rasa hormat. Dalam suatu ma-syarakat di mana setiap orang bergerak dalam sejumlah kelompok dengan standar dan nilai yang berbeda, setiap orang harus mampu menentukan cara untuk mengatasi tantangan-tantangan yang serba bertentangan. e. Pengalaman yang Unik Mengapa anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sama sedemikian berbeda satu dengan yang lainnya, sekalipun mereka pernah mendapatkan pengalaman yang sama? Masalahnya adalah karena mereka tidak mendapatkan pengalaman yang sama; mereka pernah mendapatkan pengalaman yang serupa dalam beberapa hal dan berbeda dalam beberapa hal lainnya.

Setiap anak memasuki suatu unit/kesatuan keluarga yang berbe-da. Anak yang dilahirkan pertama, yang merupakan anak satu-satunya sampai kelahiran anak yang kedua, kemudian akan mempunyai adik laki-laki atau perempuan dengan siapa ia dapat bertengkar. Orang tua berubah dan tidak memperlakukan sama semua anak-nya. Anak-anak memasuki kelompok sebaya yang bebeda, mungkin mempunyai guru yang berbeda dan berhasil melampaui peristiwa yang berbeda pula. Sepasang anak kembar mempunyai warisan (heredity) yang identik dan (kecuali bila dipisahkan) lebih cenderung memperoleh pengalaman yang sama. Mereka berada dalam suatu keluarga bersama-sama, seringkali mempunyai kelompok sebaya yang sama, dan diperlakukan kurang lebih sama oleh orang lain; akan tetapi bahkan anak kembar pun tidak meng-alami bersama seluruh peristiwa dan pengalaman. Karena pengalaman setiap orang adalah unik dan tidak ada persamaannya. Pengalaman sen-diripun tidak ada yang secara sempurna dapat menyamainya.

Suatu inventarisasi dari pengalaman sehari-hari berbagai anak-anak dalam suatu keluarga yang sama akan mengungkapkan banyaknya perbedaan. Maka setiap anak (terkecuali anak kembar yang identik) mempunyai warisan biologis yang unik, yang benar-benar tidak seorang-pun dapat mehyamainya, dan demikian pula halnya suatu rangkaian pengalaman hidup yang unik tidak dapat benar-benar disamai oleh pengalaman siapapun. Pengalaman tidaklah sekedar bertambah, akan tetapi menyatu. Kepribadian tidaklah dibangun dengan menyusun suatu peristiwa di atas peristiwa lainnya sebagaimana membangun tembok bata. meniru satu sama lainnya, akan tetapi mereka juga berusaha untuk memiliki identitas sendiri. Anak-anak yang lebih muda seringkali menolak kegiatan yang telah dikerjakan dengan baik oleh kakak-kakaknya, dan mencari peng-

30

akuan melalui kegiatan-kegiatan lainnya. Tanpa disadari, orang tua membantu proses seleksi ini. Seorang ibu dapat mengatakan, "Susi si kecil adalah pembantu mama, tetapi aku pikir Anna akan menjadi anak perempuan yang kelaki-lakian", ketika Susi mulai merapikan meja, sedangkan Anna sedang berjumpalitan di tangga. Jadi dalam hubungan ini dan dalam banyak hal lainnya setiap pengalaman hidup seseorang adalah unik. Unik dalam pengertian tidak seorangpun mengalami serangkaian pengalaman seperti ini dengan cara yang persis sama dan unik dalam pengertian bahwa tidak seorangpun mempunyai latar belakang pengalaman yang sama, setiap peristiwa baru akan menimbulkan pengaruh yang akan dapat diperoleh suatu makna. 3. Teori Kepribadian

Teori adalah hipotesis yang belum terbukti atau spekulasi tentang kenyataan yang belum diketahui secara pasti. Apabila teori itu terbukti benar maka menjadi fakta. Teori adalah sekumpulan konvensi (kesepa-katan) yang diciptakan oleh teoretikus berdasarkan bukti-bukti yang dite-mukan saat itu. Melihat teori sebagai sekumpulan konvensi menekankan fakta bahwa teori-teori tidak "diberikan" atau ditentukan sebelumnya oleh alam, tetapi data atau proses lain sebagai bukti yang menentukan.

Pertama dan yang paling penting, teori membimbing ke arah pe-ngumpulan atau observasi atas hubungan-hubungan empiris relevan yang belum diamati. Teori harus mengarah ke perluasan pengetahuan secara sistematis tentang gejala-gejala yang sedang menjadi perhatian, dan secara ideal perluasan ini harus bersumber atau dirangsang oleh derivasi dari teori tentang dalil-dalil empiris spesifik (pernyataan-pernya-taan, hipotesis-hipotesis atau dugaan, prediksi-prediksi atau perkiraan) yang harus bisa diuji secara empiris (pengalaman langsung). Pada pokoknya, hakikat setiap ilmu pengetahuan terletak pada penemuan hu-bungan-hubungan empiris stabil antara peristiwa atau variabel.

Fungsi teori ialah memajukan proses ini secara sistematis. Teori dapat diibaratkan sebagai suatu dapur penggilingan proposisi (ungkapan, usulan), mengasah pernyataan-pernyataan empiris yang saling berhu-bungan yang selanjutnya dapat dikonfirmasikan atau ditolak berdasarkan data empiris yang dikontrol dengan semestinya. Hanya dalil-dalil atau ide-ide yang diturunkan dari teori terbuka untuk diuji secara empiris. Teori itu sendiri merupakan asumsi, sedangkan penerimaan atau penolakannya ditentukan oleh kegunaan-nya bukan oleh kebenaran atau kepalsuannya. Dalam hal ini, kegunaan mengandung dua komponen, yaitu verifiabilitas dan ketuntasan (comprehensiveness).

Verifiabilitas adalah kapasitas suatu teori untuk menghasilkan prediksi-prediksi yang terbukti benar jika data empirisnya yang relevan

31

berhasil dikumpulkan. Ketuntasan atau comprehensiveness adalah jang-kauan atau kelengkapan derivasi-derivasi ini. Kita bisa memiliki teori yang menghasilkan konsekuensi-konsekuensi yang seringkali terbukti benar tetapi yang hanya mengenai sedikit aspek dari gejala-gejala yang dise-lidiki. Secara ideal, teori harus mengarah pada prediksi-prediksi akurat yang secara sangat umum atau secara inklusif mengenai peristiwa-peristiwa empiris yang dicakup oleh teori.

Fungsi kedua yang harus dijalankan oleh teori ialah memberi kemungkinan terjadinya pemaduan temuan-temuan empiris ter-tentu ke dalam suatu kerangka yang secara logis konsisten dan cukup sederhana. Teori merupakan sarana untuk menata dan mengintegrasikan semua yang diketahui tentang serangkaian peristiwa yang saling berhubungan. Pada dasarnya suatu teori kepribadian harus mampu memberikan jawaban atas pertanyaan “apa”, “bagaimana”, “dan “mengapa” tentang tingkah laku manusia. Sebuah teori kepribadian yang lengkap biasanya memiliki dimensi-dimensi sebagai berikut. 1. pembahasan tentang struktur, yaitu aspek-aspek kepribadian yang

bersifat relatif stabil dan menetap, serta yang merupakan unsur-unsur pembentuk sosok kepribadian.

2. pembahasan tentang proses, yaitu konsep-konsep tentang motivasi untuk menjelaskan dinamika tingkah laku atau kepribadian.

3. pembahasan tentang pertumbuhan dan perkembangan yaitu aneka perubahan pada struktur sejak masa bayi sampai mencapai masa kematangan, perubahan-perubahan pada proses yang menyertainya, serta berbagai faktor yang menentukannya.

4. pembahasan tentang psikopatologi, yaitu hakekat gangguan kepriba-dian atau tingkah laku beserta asal-usul atau proses berkembangnya.

5. pembahasan tentang perubahan tingkah laku, yaitu konsepsi tentang bagaimana tingkah laku bisa dimodifikasi atau diubah (Pervin, 1980; dalam Supraktinya, 1995).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa teori kepribadian harus merupakan sekumpulan asumsi tentang tingkah laku manusia beserta definisi-definisi empirisnya. Syarat berikutnya adalah bahwa teori harus relatif kompre-hensif (utuh). Teori harus siap untuk menangani, atau membuat prediksi-prediksi tentang berbagai macam tingkah laku manusia. Sesungguhnya, teori harus siap untuk menangani setiap gejala tingkah laku yang memiliki arti bagi individu. Beberapa teori kepribadian yang dikenal dalam kajian sosiologi, psikologi maupun antropologi, secara umum dapat dikelompokkan menja-di beberapa empat (4) bagian, sebagai berikut. 1. Teori-teori kepribadian yang berorientasi psikodinamik, teori ini

berpandangan bahwa sebagian terbesar tingkah laku manusia

32

digerakkan oleh daya-daya psikodinamik seperti motif-motif, konflik-konflik, dan kecemasan-kecemasan. Diantaranya yang termasuk dalam kelompok ini adalah: teori psikoanalisis klasik Freud, psikologi ego Erik Erikson, teori Analitik Carl Jung, teori psikologi sosial Alfres Adler, Erich Fromm, Karen Horney, dan Harry Stack Sullivan.

2. Teori-teori kepribadian yang berorientasi holisitik, teori ini berpandangan bahwa manusia merupakan suatu organisme yang utuh atau padu dan bahwa tingkah laku manusia tidak dapat dijelaskan semata-mata berdasarkan aktifitas bagian-bagiannya. Kelompok yang termasuk dalam teori ini adalah: Personologi Henry Murray, teori organismik Kurt Goldstein dan Andras Angyal, teori Humanistik Abraham Maslow dan Carl Rogers, teori Eksistensial Ludwig Binswanger dan Medard Boss, dan teori Medan Kurt Lewin. Selain itu kelompok teori ini juga disebut dengan teori kepribadian yang berorienttasi fenomenologis, karena teori ini menekankan pentingnya cara sang individu manusia dalam mempersepsikan dan mengalami dirinya serta dunia sekelilingnya.

3. Teori-teori kepribadian yang berorientasi sifat (trait theories) atau teori tipe (type theories), teori ini berpandangan bahwa sebagian terbesar manusia memiliki sifat-sifat tertentu, yakni pola kecenderungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu, sifat yang stabil ini menyebab-kan manusia bertingkah laku secara relatif tetap dari situasi ke situasi. Mereka yang termasuk dalam kelompok teori ini adalah: teori psikologi individu dari Gordon Allport, psikologi konstitusi dari William Sheldon, dan teori faktor Raymond Cattell.

4. Teori-teori kepribadian yang berorientasi behavioristik, teori ini menekankan proses belajar serta peranan lingkungan yang merupa-kan kondisi langsung belajar, dalam menjelaskan tingkah laku. Menurut teori ini semua bentuk tingkah laku manusia merupakan hasil belajar yang bersifat mekanistik lewat proses perkuatan. Mereka yang termasuk dalam kelompok ini adalah teori stimulus-respon John Dollard dan Neal Miller, serta peori perkuatan operan B.F. Skinner.

Cooley dan Cermin Diri Seseorang hanya bisa berkembang dengan bantuan orang lain. Misalkan seorang orang tua dan keluarganya mengatakan bahwa anak gadisnya cantik. Kalau hal ini cukup sering diulang-ulang secara konsisten, oleh orang-orang yang cukup berbeda-beda, akhirnya gadis tersebut akan merasa dan bertindak seperti seorang yang cantik. Orang-orang cantik sering tampak lebih tenang dan percaya diri daripada orang bermuka buruk, karena mereka dinilai dan diperlakukan berbeda. Namun, seorang gadis cantik sekalipun tidak akan pernah benar-benar yakin

33

bahwa ia cantik kalau dari awal hidupnya orang tua bersikap kecewa dan apologetis (rasa menyesal) terhadap gadis itu dan memperlakukannya sebagai anak yang tidak menarik. "Diri" yang ditemukan melalui tanggapan orang lain dinamakan "diri cerminan orang lain" (cermin diri) oleh Cooley (1902, Horton, 1993), yang dengan hati-hati menganalisis segi penemuan diri ini. Mungkin saja ia telah mendapat inspirasi dari kata-kata dalam sandiwara Vanity Fair (Thackeray): "Dunia adalah sebuah cermin dan memberikan kepada setiap orang bayangan dari mukanya sendiri. Kerutkan dahi di hadapannya, dan bayangan masam akan tampak di hadapan anda; tertawalah di depan bersamanya dan anda akan memperoleh sahabat yang baik dan riang". Tiga langkah dalam proses pembentukan cermin diri: (1) persepsi kita tentang bagaimana kita memandang orang lain; (2) persepsi kita tentang penilaian mereka mengenai bagaimana kita memandang; dan (3) perasaan kita tentang penilaian. Calvin dan Holtzman (1953) menemukan bahwa setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda dalam merasakan secara tepat pen-dapat orang lain tentang mereka, dan bahwa orang yang kurang mampu menyesuaikan dirinya dengan pandangan-pandangannya juga kurang akurat. Mead dan Konsep Generalisasi Orang Lain Proses penghayatan sikap orang lain telah digambarkan dengan tepat oleh George Herbert Mead (1934) yang telah mengembangkan konsep generalisasi orang lain.

Generalisasi orang lain ini terdiri dari harapan-harapan yang diyakini seseorang diharapkan orang lain dari padanya. Kalau seseorang berkata: "Setiap orang mengharapkan saya untuk...", seseorang memakai konsep generalisasi.

Kesadaran akan generalisasi orang lain berkembang melalui proses pengambilan peran dan permainan peran. Pengambilan peran (role taking) adalah suatu usaha untuk memainkan perilaku yang diharap-kan dari seorang yang benar-benar memegang peranan yang diambilnya. Dalam permainan (role playing), anak-anak banyak pengambilan peran, seperti ketika mereka berpura-pura sebagai suatu keluarga (kamu jadi mama dan saya akan menjadi papa dan kamu menjadi bayi), sebagai polisi dan pencuri, bermain dengan boneka. Permainan peran adalah pemeranan perilaku suatu peran yang betul-betui dipegang oleh seseorang (misalnya, ketika anak laki-laki dan perempuan tadi menjadi ayah dan ibu), sedangkan pada pengambilan peran seseorang hanya berpura-pura memegang peran itu.

34

Mead melihat adanya tiga proses bertingkat melalui mana seseorang belajar memainkan peran dewasa; (I) masa persiapan (1-3 tahun), di mana anak-anak meniru perilaku orang dewasa tanpa pengertian yang nyata (misalnya, seorang gadis kecil memeluk bonekanya, kemudian menggunakannya untuk memukul saudara laki-lakinya); (II) masa bermain (3-4 tahun) ketika anak sudah memiliki pengertian perilaku tersebut, tetapi mengubah peran secara tidak teratur. Suatu saat anak laki-laki itu menjadi seorang ahli bangunan, menumpuk balok-balok satu dengan lainnya, dan sesaat kemudian ia merusaknya, atau pada suatu ketika ia menjadi polisi dan sesaat kemudian seorang astronot; (III) tahap permainan, (4 sampai 5 tahun dan di atas 5 tahun) di mana perilaku peran menjadi menetap dan memiliki tujuan dan anak itu mampu merasakan peran pemain lain. Untuk bermain sepakbola, setiap pemain harus mengerti perannya sendiri dan juga peran pemain lain. Freud dan Diri Antisosial Cooley maupun Mead adalah interaksionis yaitu faham yang ber-pandangan kepribadian seseorang dipengaruhi oleh lingkungan dan pembawaan lahir. Cooley dan Mead memandang kepribadian dibentuk melalui interaksi sosial dengan orang-orang lain. Keduanya mengasum-sikan keselarasan yang mendasar antara diri dan masyarakat. Cooley berpendapat bahwa individu yang terpisah adalah suatu gagasan yang abstrak yang tidak mempunyai eksistensi bila terpisah dari masyarakat, sama seperti masyarakat tidak mempunyai arti bila terpisah dari individu. Sosialisasi diri tersebut dibentuk oleh masyarakat, dan masyarakat adalah suatu organisasi dari orang-orang yang disosialisasikan. Freud melihat diri dan masyarakat dalam konflik yang mendasar yang tidak selaras. la melihat diri itu sebagai produk dari cara-cara masyarakat memandang dan menahan motif dan dorongan manusia yang mendasar. Freud yakin bahwa porsi rasional dari motif manusia adalah seperti bagian gunung es yang terlihat, motif yang lebih luas tersimpan dalam kekuatan-kekuatan yang tidak disadari dan tidak tampak yang dengan kuat mempengaruhi perilaku manusia. la membagi diri tersebut menjadi 3 bagian: Id, superego dan ego. Id adalah pusat nafsu dan dorongan yang bersifat naluriah dan tidak sosial, rakus dan antisosial; superego adalah kompleks dari cita- cita dan nilai-nilai sosial yang dihayati se1 seorang dan membentuk hati nurani; sedangkan ego adalah bagian yang bersifat sadar dan rasional yang mengatur pengen-dalian superego terhadap id. Maka ego merupakan pusat kendali, superego sebagai perwira polisi dan id adalah tungku mendidih dari nafsu yang egois dan merusak.

35

Teori Freud telah mengilhami pertentangan-pertentangan pahit, mazhab (aliran) yang bersaing, dan sejumlah interprestasi (pemaknaan) dan perubahan. Konsep-konsepnya lebih merupakan cara-cara meman-dang kepribadian daripada sebagai kesatuan yang nyata yang dapat dicek melalui eksperimen khusus. Tidak ada tes empiris yang sederhana yang dapat dipergunakan untuk menetapkan apakah superego, ego dan id merupakan konsep yang mungkin yang terbaik untuk dipergunakan dalam menggambarkan bagian-bagian dari pribadi manusia. Para ahli ilmu sosial masa kini setuju bahwa Freud mungkin benar dalam klaimnya bahwa motif-motif manusia sebagian besar tidak disadari dan di luar kendali rasional dan tidak selalu serasi dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat secara tertib. Delapan Tahap Kehidupan Erikson Eric Erikson mengembangkan suatu teori tentang sosialisasi siklus kehidupan (life cycle socialization) melalui 8 tahap yang disebut krisis identitas (identity crisis). Krisis indentitas adalah titik balik dalam perkembangan ketika seseorang harus masuk ke dalam satu dari dua arah yang umum. Tahap pertama bermula pada masa bayi, ketika bayi belajar baik rasa percaya ataupun rasa tidak percaya. Kalau ibunya secara konstan mencintai dan memperhatikan kebutuhan fisiknya, bayi tersebut mem-bentuk perasaan aman dan percaya. Kalau ibu tersebut tidak memperha-tikan, dingin, menolak atau kejam, atau malah inkonsisten, bayi itu menjadi merasa tidak aman dan tidak percaya pada orang lain.

Pada tahap kedua, masa kanak-kanak awal, "otonomi versus rasa bimbang dan malu", anak-anak belajar berjalan, berbicara, memperguna-kan tangannya dan melakukan berbagai hal lain. Mereka mulai mem-bangun otonomi; yakni, mereka mulai memilih sendiri, mengungkapkan keinginan-keinginannya, membentuk dan mengejar harapan-harapan. Kalau didorong dan berhasil, mereka akan mengembangkan rasa otono-minya, merasa diri sebagai orang yang cakap (mampu). Pada tahap ketiga, seseorang memutuskan konflik Oedipusnya dan mulai mengembangkan pengertian moralnya. Dalam tahap keempat dunia anak itu meluas, keterampilan teknis dipelajari, rasa percaya diri diperbesar. Keempat tahap ini cocok dengan empat tahap perkembangan psikoseksual anak dari Freud, yakni oral, anal, genital dan laten. Dalam tahap kelima remaja mengembangkan rasa identitas pribadi melalui inter-aksi dengan orang lain. Dalam tahap keenam orang dewasa mengem-bangkan hubungan kasih yang awet dengan lawan jenisnya. Dalam usia setengah baya, di tahap ketujuh, seorang mengembangkan sesuatu pada keluarga dan pada masyarakat. Dalam tahap terakhir, seseorang meng-

36

hadapi masa akhir hidup (masa tua) baik secara terhormat ataupun penuh putus asa. Untuk setiap tahap, ada kebajikan mendasar yang me-nyertainya, yang berkembang dengan berlalunya krisis itu dengan ber-hasil. Bila belajar yang cocok pada suatu tahap terlewat, tahap tersebut mungkin saja, walaupun sukar, diperoleh pada masa usia lanjut. Piaget dan Perkembangan Belajar Jean Piaget, seorang ahli biologi yang memperoleh nama sebagai psikolog anak, karena mempelajari perkembangan inteligensi. la mengha-biskan ribuan jam mengamati anak-anak yang sedang bermain dan me-nanyakan mereka tentang perilaku dan perasaannya. la tidak mengem-bangkan teori sosialisasi yang komprehensif, tetapi memusatkan perhati-an pada bagaimana anak-anak belajar berbicara, berfikir, bernalar dan akhirnya membentuk pertimbangani moral. Piaget yakin bahwa anak-anak berfikir dengan cara yang berbeda dari orang dewasa dan bahwa manusia direncanakan secara biologis untuk bergerak maju menuju pemikiran yang rasional dan logis melalui serangkaian tahap-tahap perkembangan yang dapat diduga. Tahap "perkembangan" adalah bahwa belajar dari suatu tahap adalah perlu untuk melangkah ke tahap berikutnya. Sama seperti anak kecil harus belajar berjalan sebelum dapat belajar berlari, ia harus belajar patuh pada peraturan-peraturan eksternal sebelum ia dapat mengembangkan pe-ngendalian diri herdasarkan nilai-nilai moral. Anak kecil itu dapat mem-pelajari aturan-aturan yang nyata (“cuci tangan sebelum makan", "makan dengan tangan kanan") tetapi tidak dapat menangkap makna di belakangnya. Perkembangan belajar yang dikembangkan oleh Piaget adalah sebagai berikut: 1. Tahap pertama perkembangan moral disebut dengan heteronomous

morality, moral realism, atau morality of constraint. Tahap ini merupa-kan moralitas yang belum matang secara intelektual, yang dipeng-aruhi oleh salah satu sisi kasih-sayang orang dewasa yang ada di sekitar anak. Heteronomous morality seorang anak merupakan ung-kapan struktur yang secara umum belum matang, masih bersifat egosentris dan statis.

2. Pada tahap kedua perkembangan moral, yang biasa disebut dengan autonomous morality atau morality in cooperation, anak memperoleh kemandirian dalam pembuatan keputusan moral, atau anak mempe-roleh kemampuan untuk memainkan peran sesuai dengan perkem-bangan intelektualnya, selain itu juga ketergantungan pada orang dewasa mulai diubah menjadi kesederajatan dalam kerjasama sosial. Moralitas tidak lagi didasarkan pada kaidah-kaidah yang ditentukan

37

oleh orang-orang yang memiliki kewenangan yang tidak bisa diubah, tetapi kaidah-kaidah itu dipandang sebagai suatu sistem yang menun-jukkan hak-hak dan kewajiban yang sama, suatu sistem yang memiliki tujuan membuat fungsi kelompok sosial sebagaimana adanya.

Sumbangan besar Jean Piaget dalam teori kepribadian, khusus-nya dalam perkembangan moral adalah meletakkan dasar untuk mema-hami fase-fase perkembangan pemikiran moral anak. Ruang lingkup kajiannya meliputi: (1) bagaimana anak melihat peraturan dan hukum, (2) bagaimana anak memutuskan perilaku yang jelek dan dusta, dan (3) bagaimana anak melihat hukuman dan keadilan. Piaget berpendapat bahwa moral manusia berkembang melalui dua fase perkembangan yang berlangsung secara bertahap (Hurlock: 1993). Tahap pertama perkembangan moral disebut dengan heteronomous morality, moral realism, atau morality of constraint. Tahap ini merupakan moralitas yang belum matang secara intelektual, yang dipengaruhi oleh salah satu sisi kasih-sayang orang dewasa yang ada di sekitar anak. Benar-salah perilaku anak didasarkan pada konsekuensi yang diperolehnya, bukan atas dasar motivasi yang ada pada dirinya. Heteronomous morality seorang anak merupakan uangkapan struktur yang secara umum belum matang, masih bersifat egosentris dan statis. Egosentris dalam pengertian bahwa anak masih belum atau kurang memiliki kemampuan untuk membedakan aspek-aspek yang berasal dari dirinya sendiri dan aspek-aspek yang berasal dari situasi sosial, yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk menerima pendapat orang lain dalam situasi sosial. Akibat sifat egosentris ini anak bisa membaurkan aspek subyektif dan obyektif suatu pengalaman.

Hal ini menunjukkan bahwa pandangan anak terhadap kaidah-kaidah moral lebih merupakan suatu keberadaan nyata dan tidak bisa diubah daripada sebagai alat yang fleksibel yang dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan dan nilai-nilai manusia. Perilaku anak ditentukan oleh ketaatan otomatis terhadap peraturan tanpa penalaran atau penilai-an. Mereka menganggap bahwa orang tua dan orang dewasa yang ada di sekitarnya berwenang sebagai maha kuasa dan mengikuti peraturan yang diberikan padanya tanpa mempertanyakan kebenarannya. Pada tahap kedua perkembangan moral, yang biasa disebut dengan autonomous morality atau morality in cooperation, anak mempe-roleh kemandirian dalam pembuatan keputusan moral, atau anak mem-peroleh kemampuan untuk memainkan peran sesuai dengan perkem-bangan intelektualnya, selain itu juga ketergantungan pada orang dewasa mulai diubah menjadi kesederajatan dalam kerjasama sosial. Moralitas tidak lagi didasarkan pada kaidah-kaidah yang ditentukan oleh orang-orang yang memiliki kewenangan yang tidak bisa diubah, tetapi kaidah-

38

kaidah itu dipandang sebagai suatu sistem yang menunjukkan hak-hak dan kewajiban yang sama, suatu sistem yang memiliki tujuan membuat fngsi kelompok sosial sebagaimana adanya. Pada tahap kedua ini perkembangan moral anak bertepatan dengan tahapan operasi formal dari Piaget, artinya dalam perkembangan kognitif, tatkala anak mampu mempertimbangkan semua cara yang mungkin untuk memecahkan masalah tertentu dan dapat bernalar atas dasar hipotesis dan dalil. Hal ini memungkinkan anak untuk melihat persoalannya dalam berbagai sudut dan mempertimbangkan berbagai faktor untuk pemecahannya. Teori Perkembangan Moral dari Kohlberg Lawrence Kohlberg adalah salah satu murid dari Jean Piaget, dia menyempurnakan dan mengembangkan teori perkembangan moral yang telah dikemukakan oleh Jean Piaget. Hasil kajian Kohlberg nampak lebih operasional dibandingkan dengan kajian perkembangan moral yang dikemukakan oleh Piaget, se-cara sederhana Kohlberg mengemukakan teorinya tentang perkembang-an moral menjadi enam tahap yang dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar.

Untuk memahami tahap pekembangan moral tersebut, hendaknya memperhatikan beberapa postulat (asumsi, anggapan dasar) yang me-landasinya, yaitu: 1. postulat urutan (the sequentiality postulate): bahwa keenam tahap

perkembangan moral tersebut merupakan urutan yang terjadi dalam perkembangan individu.

2. postulat universalitas (the universality postulate): bahwa urutan keenam tahap perkembangan moral itu bersifat universal, yaitu terjadi pada setiap manusia di semua bangsa dan jenis kelamin.

3. postulat struktur utuh (the structure-whole postulate): bahwa tahap-tahap perkembangan moral membentuk struktur yang utuh.

4. postulat pengambilan peran (the roel-taking postulate): bahwa tahap-tahap perkembangan moral menunjukkan adanya kemampuan peng-ambilan peran dan persepektif sosial yang berbeda.

5. postulat prasyarat kognitif (the cognitive prerequisites postulate): bahwa tahap-tahap pemikiran perkembangan moral dari Piaget seca-ra operasional merupakan hal yang perlu, tetapi belum cukup untuk mencapai tahap-tahap perkembangan moral yang sesuai dengan perkembangan moral pada umumnya.

Tahap-tahap perkembangan moral yang dikemukakan oleh Kohlberg adalah sebagai berikut:

39

1. Pre-Moral (Moralitas Pra-konvensional) • Tahap heternomous morality, atau orientasi pada hukuman atau

ketaatan dan ganjaran. Pada tahap ini perilaku anak tunduk pada kendali eksternal yang dinilai atas dasar akibat fisik, yaitu bila benar mendapat ganjaran dan bilamana salah mendapat hukuman.

• Tahap naively egoistic orientation, atau orientasi individualisme, tujuan yang instrumental dan pertukaran. Pada tahap ini anak mulai menyesuaikan terhadap harapan sosial untuk memperoleh penghargaan.

2. Moralitas Konvensional (moralitas peraturan konvensional dan persesuaian) • Tahap Harapan interpersonal mutual, jalinan hubungan, dan

konformitas interpersonal. Pada tahap ini anak menyesuaikan dengan peraturan untuk mendapat persetujuan orang lain dan untuk mempertahankan hubungan baik dengan mereka (good boys nice girls).

• Tahap Sistem sosial dan kepedulian, atau orientasi pada hukum dan tatanan. Pada tahap ini anak yakin bila kelompok sosial menerima peraturan yang sesuai bagi seluruh anggota kelompok, mereka harus berbuat sesuai dengan peraturan itu agar terhindar dari kecaman dan ketidaksetujuan sosial.

3. Moralitas Prinsip (moralitas pascakonvensional) • Tahap Orientasi hukum yang disepakati, atau orientasi kesepakat-

an sosial. Pada tahap ini anak yakin bahwa harus ada keluwesan dalam keyakinan-keyakinan moral yang memungkinkan modifikasi dan perubahan standar moral bila ini terbukti menguntungkan kelompok sebagai suatu keseluruhan.

• Tahap Prinsip etis universal, atau orientasi ke arah keputusan hati nurani dan ke arah prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri. Pada tahap kedua ini anak menyesuaikan dengan standar sosial dan cita-cita internal terutama untuk menghindari rasa tidak puas dengan diri sendiri dan bukan untuk menghindari kecaman sosial.

Pada tingkat pre-moral pada dasarnya bersifat egosentris. Keputusan moral dibuat secara eksklusif berdasarkan konsekuensi-konsekuensi untuk individu itu sendiri. Anak memutuskan benar atau salah, baik atau buruk berdasarkan pengalaman dari pujian atau hukuman yang diperoleh dari orang dewasa yang ada di sekitarnya. Tingkat moralitas konvensional didominasi oleh perspektif sosio-sentris. Suatu keputusan moral yang dibuat individu selalu mempertim-bangkan diri individu sendiri, anggota keluarga/ kelompok, dan bangsa. Harapan dan tujuan kelompok dipandang memiliki nilai tanpa memperhi-

40

tungkan secara langsung konsekuensi-konsekuensi bagi mereka yang tidak menjadi anggota kelompok. Konformitas dan pemeliharaan tatanan yang baik merupakan hal yang benar-benar dipahami. Peran individu dalam kelompok menentukan apa yang benar dan apa yang salah. Harapan sosial dan keamanan tatanan sosial dan stabilitas keluarga, kelompok dan bangsa menjadi tujuan utama. Tingkat moralitas prinsip, benar dan salah ditentukan tanpa acuan pada individu itu sendiri maupun situasi sosial. Prinsip-prinsip etis yang dimilikinya merupakan suatu hal yang sifatnya universal, misalnya keadilan dan kesederajatan antar manusia dan sebagainya. Prinsip-prinsip ini dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan moral. 4. Bentuk Kepribadian Manusia Kepribadian manusia bentuknya khas dan unik sehingga menjadi identitas yang bersangkutan, namun demikian tidak berarti di dunia ini bentuk kepribadian manusia sejumlah manusia yang ada di permukaan bumi. Beberapa ahli mencoba mengelompokkan bentuk kepribadian manusia tersebut dalam beberapa bentuk. Robbins (1996) mengidentifikasi ada 16 ciri primer atau bentuk primer kepribadian manusia, sekaligus sebagai sumber perilaku yang sifatnya ajek (steady) dan konstan, yang memungkinkan ramalan dari perilaku seseorang individu dalam situasi-situasi khusus dengan menim-bang karakteristik-karakteristik untuk relevansi situasionalnya. Ke-enam belas ciri perimer kepribadian tersebut adalah sebagai berikut.

1. pendiam versus ramah 2. kurang cerdas versus lebih cerdas 3. dipengaruhi perasaan versus mantap secara emosional 4. mengalah versus dominan 5. serius versus suka bersenang-senang 6. mudah bersedia versus berhati-hati 7. malu-malu versus petualang 8. keras hati versus peka 9. mempercayai versus mencurigai 10. praktis versus imajinatif 11. terus terang versus lihai/licin 12. percaya diri versus takut-takut 13. konservatif versus suka bereksperimen 14. bergantung kelompok versus berdiri sendiri 15. tak terkendali versus terkendali 16. santai versus tegang

Identifikasi lain tentang bentuk kepribadian manusia juga

dikemukakan oleh Robbins (1996) yang disebut dengan Indikator Tipe

41

Myers-Briggs (MBTI) yaitu, suatu tes kepribadian yang menyadap 4 karakteristik dan mengelompokkan orang-orang kedalam 16 kelompok, yaitu (1) ekstrovert atau introvert (E atau I); (2) menginderai (sensing) atau intuitif (S atau N); (3) berpikir (thinking) atau merasakan (feeling) (T atau F); (4) merasakan (perceiving) atau menimbang-nimbang (judging) (P atau J).

Setiap manusia yang mengikuti tes MBTI akan berada diantara keempat alternatif tersebut, misalnya mereka yang berada dalam tipe INTJ adalah kaum visioner, biasanya mereka mempunyai pikiran yang orisionil dan dorongan yang besar untuk ide dan maksud mereka sendiri, mereka dicirikan sebagai skeptis, kritis, tidak bergantung, bulat tekad, dan sering keras kepala. Tipe ESTJ adalah pengorganisasi, mereka praktis, realistis, tidak berbelit-belit, dengan otak alami untuk bisinis atau permesinan, mereka menyukai mengorganisasi dan menjalankan kegiatan. Tipe ENTP adalah pengkonsep, ia cepat, banyak akal, dan baik dalam banyak hal, manusia tipe ini cenderung banyak akal dalam memecahkan masalah-masalah yang menantang, tetapi mungkin mengabaikan tugas-tugas rutin.

Suatu studi di beberapa perusahaan besar yang ada di dunia menemukan bahwa tokoh-tokoh bisnis kontemporer yang mempengaruhi dunia bisinis adalah pemikir intuitif, tipe NT.

Robbins (1996) juga mengemukakan adanya lima (5) dimensi kepribadian yang mendasari semua dimensi yang lain, yaitu: (1) ekstraversi yaitu suatu dimensi kepribadian yang memerikan seseorang yang senang bergaul, banyak bicara dan tegas; (2) sifat menyenangkan, yaitu suatu dimensi kepribadian yang memerikan seseorang yang hati-hati, kooperatif dan mepercayai; (3) sifat mendengarkan kata hati, yaitu suatu dimensi kepribadian yang memerikan seseorang yang ber-tanggungjawab, dapat diandalkan, tekun dan berorientasi prestasi; (4) kemampuan emosional, yaitu suatu dimensi kepribadian yang mencirikan seseorang yang tenang, bergairah, terjamin (positif) lawan tegang, gelisah, murung dan tak-kokoh (negatif); (5) keterbukaan terhadap pengalaman, yaitu suatu dimensi kepribadian yang mencirikan seseorang yang imaginatif, secara artistik peka, dan intelektual.

42

Tugas 1.3 D. INTERAKSI SOSIAL

Ciri utama dari makluk sosial adalah terjadinya aktivitas-aktivitas sosial atau biasa disebut dengan istilah proses sosial atau interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Bilamana dua orang bertemu, maka dimulailah terjadi interaksi sosial, diawali saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara bertengkar atau bahkan mungkin berkelahi (Soekanto, 1990).

Namun demikian, walaupun orang-orang yang bertemu muka tersebut tidak saling berbicara atau tidak saling menukar tanda-tanda, interaksi sosial telah terjadi, karena masing-masing sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam perasaan maupun syaraf orang-orang yang bersangkutan, yang disebabkan oleh misalnya bau keringat, minyak wangi, warna pakaian, bentuk rambut, bentuk badan, suara kalau berjalan, model baju yang dipakai, dan sebagainya. Peristiwa tersebut menimbulkan kesan dalam pikiran seseorang, yang kemudian menentukan tindakan apa yang akan dilakukannya.

Interaksi sosial terjadi secara individu maupun kelompok. Namun makna yang terjadi dalam interaksi antar kelompok tidaklah sama secara

Kerjakan tugas di bawah ini sebagai latihan untuk meningkatkan wawasan tentang kepribadian:

1. Menurut pendapat kalian, kepribadian manusia itu bisa dibentuk secara sengaja (rekayasa) atau tidak? Apa alasannya?

2. Menurut pendapat kalian, apakah manusia bisa mengendalikan kepribadiannya? Dalam arti mengendalikan perasaan dan dorongan hati. Mengapa?.

3. Mengapa dikatakan bahwa kepribadian manusia terbentuk melalui proses belajar?

4. Berikan penjelasan tentang; apa yang dimaksud dengan jujur?, mengapa manusia harus berperilaku jujur? dan bagaimana caranya beperilaku jujur?

43

pribadi. Misalnya dalam pertandingan sepakbola antar sekolah (sekolah A dengan sekolah B), tidak semua pemain sepakbola tersebut bersaing/ bermusuhan. Karena ada diantara pemain sepakbola tersebut ternyata adalah bersaudara, kakak-beradik, yang kebetulan sekolahnya berbeda. Mereka bukan musuh secara pribadi, tetapi kelompoknya masing-masing (yaitu sekolah A dan sekolah B) yang bermusuhan.

Contoh lain dari interaksi sosial adalah dalam hal seorang guru menghadapi murid-muridnya yang merupakan suatu kelompok manusia di dalam kelas. Di dalam interaksi sosial tersebut, pada taraf pertama akan tampak bahwa guru mencoba untuk menguasai kelasnya supaya in-teraksi sosial berlangsung dengan seimbang, di mana terjadi saling pengaruh-memengaruhi antara kedua belah pihak.

Dengan demikian, interaksi sosial, hanya berlangsung apabila terjadi reaksi dari kedua belah pihak. Apabila seseorang memukul kursi misalnya, tidak akan terjadi suatu interaksi sosial karena kursi tersebut tidak akan bereaksi, dan mempengaruhi orang yang telah memukulnya.

Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada pelbagai faktor, antara lain, faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung (Soekanto, 1990).

Faktor imitasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses interaksi sosial. Imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Namun demikian, imitasi mungkin pula mengakibatkan terjadinya hal-hal yang negatif di mana misalnya, yang ditiru adalah tindakan-tindakan yang menyimpang. Selain itu, imitasi juga dapat melemahkan atau bahkan mematikan pengembangan daya kreasi seseorang.

Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain. Jadi proses ini sebenarnya hampir sama dengan imitasi, tetapi titik-tolaknya berbeda. Berlangsungnya sugesti dapat terjadi karena pihak yang menerima dilanda oleh emosi, yang menghambat daya berpikirnya secara rasional.

Identifikasi sebenarnya merupakan kecenderungan-kecenderung-an atau keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi sifatnya lebih mendalam daripada imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini. Proses identifikasi dapat berlangsung dengan sendirinya (secara tidak sadar), maupun dengan disengaja karena sering kali seseorang memer-lukan tipe-tipe ideal tertentu di dalam proses kehidupannya.

Walaupun dapat berlangsung dengan sendirinya, proses identifi-kasi berlangsung dalam suatu keadaan di mana seseorang yang

44

beridentifikasi benar-benar mengenal pihak lain (yang menjadi idealnya) sehingga pandangan, sikap maupun kaidah-kaidah yang berlaku pada pihak lain tadi dapat melembaga dan bahkan menjiwainya. Proses identifikasi mengakibatkan terjadinya pengaruh-pengaruh yang lebih mendalam ketimbang proses imitasi dan sugesti walaupun ada kemung-kinan bahwa pada mulanya proses identifikasi diawali oleh imitasi dan atau sugesti.

Proses simpati sebenarnya merupakan suatu proses di mana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya. Inilah perbedaan utama dengan identifikasi yang didorong oleh keinginan untuk belajar dari pihak lain yang dianggap kedudukannya lebih tinggi dan harus dihormati karena mempunyai kelebihan-kelebihan atau kemampuan-kemampuan tertentu yang patut dijadikan contoh. Proses simpati akan dapat berkembang di dalam suatu keadaan di mana faktor saling terjamin.

Proses interaksi sosial seperti tersebut di atas dalam kenyataan-nya sangat kompleks sehingga kadang-kadang sulit mengadakan pem-bedaan yang tegas diantara faktor-faktor tersebut. Akan tetapi, dapatlah dikatakan bahwa imitasi dan sugesti terjadi lebih cepat, walau pengaruhnya kurang mendalam bila dibandingkan dengan identifikasi dan simpati yang secara relatif agak lebih lambat proses berlangsungnya. 1. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Menurut Soekanto (1990), suatu interaksi sosial terjadi apabila (1) adanya kontak sosial (social-contact); dan (2) adanya komunikasi.

Kontak sosial secara harfiah berarti bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah. Sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena orang dapat mengadakan hubungan dengan pihak lain tanpa menyentuhnya, seperti misalnya, dengan cara berbicara dengan pihak lain tersebut. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu; (1) antara orang-perorangan, (2) antara orang-perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya, dan (3) antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.

Kontak sosial antara orang-perorangan adalah apabila seorang anak kecil yang sedang mempelajari kebiasaan-kebiasaan dalam keluarganya. Proses demikian terjadi melalui sosialisasi (socialization), yaitu suatu proses di mana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana dia menjadi anggota.

45

Kontak sosial antara orang-perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya adalah apabila seseorang merasakan bahwa tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma-norma masyarakat atau apabila suatu organisasi sosial politik memaksa anggota-anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan ideologi dan programnya.

Kontak sosial antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya adalah bilamana dua kelompok atau lebih mengadakan kerjasama untuk kepentingan bersama, seperti dua partai politik mengadakan kerja sama untuk mengalahkan partai politik yang ketiga di dalam pemilihan umum. Atau apabila dua buah perusahaan bangunan mengadakan suatu kontrak untuk membuat jalan raya, jembatan, dan seterusnya di suatu wilayah yang baru dibuka.

Kontak sosial dapat bersifat positif atau negatif. Kontak sosial yang bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan yang bersifat negatif mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial. Apabila seorang peda-gang sayur, misalnya, menawarkan dagangannya kepada seorang nyonya rumah serta diterima dengan baik sehingga memungkinkan terjadinya jual-beli, kontak tersebut bersifat positif. Hal itu mungkin terjadi karena pedagang tersebut bersikap sopan dan dagangannya adalah sayur-mayur yang masih segar. Lain halnya apabila nyonya rumah tampak bersungut-sungut sewaktu ditawari sayuran, kemungkinan besar tak akan terjadi jual-beli. Dalam hal yang terakhir ini terjadi kontak negatif yang dapat menyebabkan tidak berlangsungnya suatu interaksi sosial.

Suatu kontak dapat pula bersifat primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan, berhadapan muka, seperti misalnya apabila orang-orang tersebut berjabat tangan, saling senyum, dan seterusnya. Sebaliknya kontak yang sekunder memerlukan suatu perantara. Misalnya A berkata kepada B bahwa C mengagumi permainannya sebagai pemegang peranan utama salah satu sandiwara. A sama sekali tidak bertemu dengan C, tetapi telah terjadi kontak antara mereka karena masing-masing memberi tanggapan, walaupun dengan perantaraan B. Suatu kontak sekunder dapat dilakukan secara langsung. Pada yang pertama, pihak ketiga bersikap pasif, sedangkan yang terakhir pihak ketiga sebagai perantara mempunyai peranan yang aktif dalam kontak tersebut. Hubungan-hubungan yang sekunder tersebut dapat dilakukan melalui alat-alat misalnya telepon, telegraf, radio, dan seterusnya. B. BENTUK-BENTUK INTERAKSI SOSIAL

Interaksi sosial yang terjadi diantara manusia dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition), akomodasi (accomoda-

46

tion), dan juga berbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict). Bentuk-bentuk interaksi tersebut dapat dikelompokkan dalam proses-proses yang asosiatif dan proses disosiatif (Soekanto, 1990).

Gillin dan Gillin mengemukakan bahwa bentuk interaksi sosial yang termasuk dalam kategori proses yang asosiatif adalah akomodasi, asimilasi dan akulturasi; sedangkan bentuk interaksi sosial yang dikategorikan dalam proses yang disosiatif adalah persaingan, dan pertentangan).

1. Proses-proses yang Asosiatif a. Kerja Sama (Cooperation)

Kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok. Kerja sama di sini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.

Bentuk dan pola-pola kerja sama dapat dijumpai pada semua kelompok manusia. Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian dimulai sejak masa kanak-kanak di dalam kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan.

Kerja sama timbul karena orientasi orang-perorangan terhadap kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainnya (yang merupakan out-group-nyd). Kerja sama mungkin akan bertambah kuat apabila ada bahaya luar yang mengancam atau ada tindakan-tindakan luar yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau institusional telah tertanam di dalam kelompok, dalam diri seorang atau segolongan orang.

Kerja sama dapat bersifat agresif apabila kelompok dalam jangka waktu yang lama mengalami kekecewaan sebagai akibat perasaan tidak puas karena keinginan-keinginan pokoknya tak dapat terpenuhi karena adanya rintangan-rintangan yang bersumber dari luar kelompok itu. Keadaan tersebut dapat menjadi lebih tajam lagi apabila kelompok demikian merasa tersinggung atau dirugikan sistem kepercayaan atau dalam salah-satu bidang sensitif dalam kebudayaan.

Ada lima bentuk kerja sama, yaitu: 1. Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong-menolong. 2. Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran

barang-barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih. 3. Kooptasi (cooptation), yakni suatu proses penerimaan unsur-

unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.

47

4. Koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyau tujuan yang sama.

5. Joint venture, yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, seperti: pengeboran minyak, pertambangan batubara, perfilman, perhotelan, dan seterusnya.

b. Akomodasi (Accomodation)

Akomodasi mempunyai dua makna, yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan kenyataan adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara individu dan kelompok sehubungan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat; kedua akomodasi dipergunakan untuk menunjuk pada suatu proses, pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan.

Menurut Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu pengertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan pengertian adaptasi (adaptation) yang dipergunakan oleh ahli-ahli biologi untuk menunjuk pada suatu proses di mana makhluk-makhluk hidup menye-suaikan dirinya dengan alam sekitarnya.

Berdasarkan hal tersebut, yang dimaksud dengan akomodasi adalah suatu proses di mana orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang mula-mula saling bertentangan, kemudian saling meng-adakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan.

Sebenarnya pengertian adaptasi menunjuk pada perubahan-perubahan organis, bukan sosial, yang disalurkan melalui kelahiran, dimana makhluk-makhluk hidup menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya sehingga dapat mempertahankan hidupnya. Tetapi dalam perkembangannya juga dipergunakan untuk menjelaskan masalah-masalah sosial yang ada dalam masyarakat.

Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan per-tentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya. Tujuan akomodasi berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, secara umum akomodasi mempunyai tujuan seperti berikut.

1. untuk mengurangi pertentangan antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham. Akomodasi di sini bertujuan untuk menghasilkan suatu sintesa antara kedua pendapat tersebut, agar menghasilkan suatu pola yang baru;

2. mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu atau temporer;

48

3. untuk memungkinkan terjadinya kerjasama antara kelompok-kelompok sosial yang hidupnya terpisah sebagai akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang dijumpai pada masyarakat yang mengenal sistem berkasta;

4. mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah, misalnya, lewat perkawinan campuran atau asimilasi dalam arti luas. Suatu akomodasi sebagai proses tidak selalu akan berhasil

sepenuhnya di dalam menciptakan stabilitas dalam beberapa bidang, mungkin sekali benih-benih pertentangan dalam bidang-bidang lainnya masih tertinggal, yang luput diperhitungkan oleh usaha-usaha akomodasi terdahulu.

Benih-benih pertentangan yang bersifat laten tadi (seperti prasangka) sewaktu-waktu akan menimbulkan pertentangan baru. Dalam keadaan demikian, memperkuat cita-cita, sikap dan kebiasaan-kebiasaan masa-masa lalu yang telah terbukti mampu meredam bibit-bibit per-tentangan merupakan hal penting dalam proses akomodasi, yang dapat melokalisasi rasa sentimen yang akan melahirkan pertentangan baru.

Akomodasi bagi pihak-pihak tertentu dirasakan menguntungkan, namun agak menekan bagi pihak lain, karena adanya campur tangan kekuasaan-kekuasaan tertentu dalam masyarakat. Bentuk-bentuk Akomodasi

Menurut Soekanto (1990) akomodasi sebagai suatu proses untuk meredakan ketegangan antar manusia mempunyai beberapa bentuk, antara lain: a) Coercion

Coercion adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh karena adanya paksaan.

Coercion merupakan bentuk akomodasi, di mana salah satu pihak berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan dengan pihak lawan. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara fisik (secara langsung), maupun secara psikologis (secara tidak langsung). Misalnya perbudakan adalah suatu coercion, dimana interaksi sosialnya didasarkan pada penguasaan majikan atas budaknya. Budak dianggap sama sekali tidak mempunyai hak-hak apapun. Hal sejenis mungkin juga kita jumpai seperti dalam hubungan antara majikan atau pemilik perusahaan dengan buruh.

Pada negara-negara totaliter, coercion juga dijalankan, ketika suatu kelompok minoritas yang berada di dalam masyarakat memegang kekuasaan. Hal ini sama sekali tidak berarti bahwa dengan coercion tak akan dapat dicapai hasil-hasil yang baik bagi masyarakat.

49

b) Compromise Compromise adalah suatu bentuk akomodasi di mana pihak-pihak

yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.

Sikap dasar untuk dapat melaksanakan compromise adalah bahwa salah satu pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya dan begitu pula sebaliknya. Misalnya traktat antara beberapa negara, akomodasi antara beberapa partai politik karena sadar bahwa masing-masing memiliki kekuatan sama dalam suatu pemilihan umum, dan seterusnya. c) Arbitration

Arbitration merupakan suatu cara untuk mencapai compromise, apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sen-diri. Pertentangan diselesaikan oleh pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak atau oleh suatu badan yang berkedudukan lebih tinggi dari pihak-pihak yang bertentangan, seperti terlihat dalam penyelesaian masalah perselisihan perburuhan. d) Mediation

Mediation hampir menyerupai arbitration. Pada mediation diundang pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada. Pihak ketiga tersebut tugas utamanya adalah untuk mengusahakan suatu penyelesaian secara damai. Kedudukan pihak ketiga hanyalah sebagai penasihat belaka. Dia tak mempunyai wewenang untuk memberi keputusan penyelesaian perselisihan tersebut. e) Conciliation

Concilitation adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya persetujuan bersama.

Conciliation bersifat lebih lunak daripada coercion dan membuka kesempatan bagi pihak-pihak yang bersangkutan untuk mengadakan asimilasi. Suatu contoh dari conciliation adalah adanya panitia-panitia tetap di Indonesia yang khusus bertugas untuk menyelesaikan persoalan-persoalan perburuhan, di mana duduk wakil-wakil perusahaan, wakil-wakil buruh, wakil-wakil Departemen Tenaga Kerja dan seterusnya khusus bertugas menyelesaikan persoalan-persoalan jam kerja, upah, hari-hari libur dan lain sebagainya.

50

f) Tolerantion Tolerantion juga disebut dengan tolerant-participation. Ini

merupakan suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya.

Kadang-kadang toleration timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan karena adanya watak orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia untuk sedapat mungkin menghindarkan diri dari suatu perselisihan. Dari sejarah dikenal bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang toleran yang sedapat mungkin menghindarkan diri dari perselisihan-perselisihan. g) Stalemate

Stalemate merupakan suatu akomodasi, di mana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya.

Hal ini disebabkan karena bagi kedua belah pihak sudah tidak ada kemungkinan lagi baik untuk maju maupun untuk mundur. Stalemate tersebut, misalnya, terjadi antara Amerika Serikat dengan Rusia di bidang nuklir. h) Adjudication

Adjudication yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan. Walaupun tersedia bermacam-macam bentuk akomodasi seperti diuraikan dan telah banyak ketegangan-ketegangan yang teratasi, masih saja ada unsur-unsur pertentangan laten yang belum dapat diatasi secara sempurna. Bagaimanapun juga akomodasi tetap perlu, apalagi dalam keadaan dunia dewasa ini yang penuh ketegangan.

Selama orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia masih mempunyai kepentingan-kepentingan yang tidak bisa diselaraskan antara satu dengan lainnya, akomodasi tetap diperlukan. Produk Akomodasi

Proses akomodasi menghasilkan beberapa hal terkait dengan manusia dengan manusia yang lain, antara lain: a) Integrasi Masyarakat

Akomodasi menghindarkan masyarakat dari benih-benih perten-tangan latent yang kemungkinan besar akan melahirkan pertentangan baru. Contoh: ketika orang-orang Inggris menjajah Singapura dan Malaysia, mereka telah memasukan suatu kebudayaan baru terhadap masyarakat taklukannya. Bahasa, sistem feodalisme, hukum, dan seterusnya diubah dan diganti. Dalam proses tersebut terjadi

51

perkawinan campuran dan banyak orang Malaysia yang mendapat kedudukan baru yang tinggi. Keadaan tersebut mengurangi jarak sosial (social distance) antara penjajah dengan yang dijajah. Selain itu, akomodasi juga menahan keinginan-keinginan untuk bersaing.

b) Menekan oposisi Sering kali suatu persaingan terjadi demi keuntungan suatu kelompok tertentu (misalnya golongan produsen) dan kerugian pihak lain (misalnya konsumen). Akomodasi antara golongan produsen yang mula-mula bersaing dapat menyebabkan turunnya harga, karena barang-barang dan jasa-jasa lebih mudah sampai kepada konsumen.

c) Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda Kondisi tampak bilamana ada dua orang, misalnya, bersaing untuk menduduki jabatan pimpinan suatu partai politik. Persaingan terjadi dengan sengit, tetapi setelah salah satu terpilih, biasanya yang kalah diajak untuk bekerjasama demi keutuhan dan integrasi partai politik tersebut.

d) Perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau keadaan yang berubah Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat di berbagai bidang menuntut terjadinya perubahan kelembagaan pada masyara-kat tersebut, baik terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Perubahan ini merupakan konsekuensi untuk menyesuaikan dengan laju perkembangan masyarakat.

e) Perubahan-perubahan dalam kedudukan Pertentangan telah menyebabkan kedudukan individu dalam organi-sasi menjadi goyah dan akomodasi akan mengukuhkan kembali ke-dudukan, karena akomodasi menimbulkan penetapan baru terhadap kedudukan orang-perorangan dan kelompok.

f) Akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi Dengan adanya proses asimilasi, para pihak lebih saling mengenal dan dengan timbulnya benih-benih toleransi mereka lebih mudah untuk saling mendekati.

c. Asimilasi (Assimilation)

Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Asimilasi ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan

52

yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manu-sia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.

Apabila orang-orang melakukan asimilasi ke dalam suatu kelom-pok manusia atau masyarakat, dia tidaklagi membedakan dirinya dengan kelompok tersebut yang mengakibatkan bahwa mereka dianggap sebagai orang asing. Dalam proses asimilasi, mereka mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok.

Apabila dua kelompok manusia mengadakan asimilasi, batas-batas antara kelompok-kelompok tadi akan hilang dan keduanya lebur menjadi satu kelompok. Secara singkat, proses asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap yang sama, walau kadangkala bersifat emosional dengan tujuan untuk mencapai kesatuan, atau paling sedikit mencapai integrasi dalam organisasi, pikiran dan tindakan.

Proses asimilasi terjadi bila: (1) kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya; (2) orang-perorangan sebagai warga ke-lompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama sehingga; (3) kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri.

Asimilasi terkait erat dengan pengembangan sikap dan cita-cita yang sama dari sekelompok manusia. Didalam proses tersebut ada be-berapa bentuk interaksi sosial yang mengarah ke suatu proses asimilasi (interaksi yang asimilatif) bila memiliki syarat-syarat sebagai berikut. 1. bersifat suatu pendekatan terhadap pihak lain, di mana pihak yang

lain tadi juga berlaku sama. Seorang siswa yang jujur dan baik tata lakunya misalnya, tidak akan mungkin hidup bersama-sama dengan rekannya yang licik di dalam satu kamar di asrama. Walaupun mahasiswa yang jujur dan baik tadi berusaha untuk bersikap toleran terhadap rekannya tetapi tak akan terjadi suatu persahabatan karena pihak yang lain bersikap sebagai musuh.

2. proses interaksi sosial tersebut tidak mengalami halangan-halangan atau pembatasan-pembatasan. Misalnya halangan untuk melakukan perkawinan campuran/beda suku, pembatasan untuk sekolah di lem-baga-lembaga pendidikan tertentu, adanya hambatan untuk berkum-pul atau bertemu dalam suatu organisai, dan sebagainya.

3. interaksi sosial tersebut bersifat langsung dan primer. Misalnya upaya untuk membentuk sebuah organisasi multilateral/bilateral akan terha-lang oleh adanya kesukaran melakukan interaksi langsung dan primer antara negara-negara bersangkutan. Bisa saja masalahnya menyang-kut keamanan, kepentingan ekonomi, atau kedaulatan.

53

4. frekuensi interaksi sosial tinggi dan tetap, serta ada keseimbangan antara pola-pola asimilasi tersebut. Artinya, stimulan dan tanggapan-tanggapan dari pihak-pihak yang mengadakan asimilasi harus sering dilakukan dan suatu keseimbangan tertentu harus dicapai dan dikembangkan. Mengadakan interaksi sosial yang asimilatif dengan suku-suku tradisional di Indonesia yang masih terasing merupakan hal yang sulit karena para warganya kurang mendapatkan kesem-patan untuk berinteraksi dengan para warga masyarakat lain.

Dengan menggunakan kata lain, tak ada asimilasi yang bersifat pasif, di mana salah-satu pihak hanya menunggu dan menerima saja. Maka, asimilasi yang dipaksakan juga tidak mungkin apabila paksaan atau kekerasan tersebut hanya merupakan halangan terhadap terjadinya interaksi sosial. Keadaan tersebut terlihat, misalnya, pada asimilasi antara masyarakat dengan bekas narapidana.

Apabila masyarakat beranggapan bahwa riwayat hidup seorang bekas narapidana merupakan halangan bagi terjadinya interaksi sosial penuh dengan warga-warga masyarakat lainnya, ada keraguan apakah masyarakat akan dapat menerimanya kembali. Dalam keadaan demikian, dapat dimengerti mengapa bekas narapidana tadi pada akhirnya akan kembali mengadakan interaksi dengan golongan bekas narapidana lain atau penjahat. Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi antara lain adalah: (1) toleransi; (2) kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi; (3) sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya; (4) sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat; (5) persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan; (6) perkawinan campuran (amalgamation); (7) adanya musuh bersama dari luar (Soekanto; 1990).

Proses asimilasi tak akan terjadi walaupun terdapat pergaulan yang intensif dan luas antara kelompok-kelompok yang bersangkutan. Hal ini terjadi bila antara kelompok-kelompok tersebut tidak ada sikap toleran dan simpati.

Dalam keadaan demikian proses asimilasi akan macet. Misalnya, hubungan antara orang-orang Tionghoa di Indonesia yang bergaul intens dan luas dengan orang-orang asli Indonesia sejak bertahun-tahun yang lalu, tetapi belum juga terintegrasi ke dalam masyarakat Indonesia. Hal ini terjadi karena adanya sejarah politik pemerintah Belanda sewaktu menjajah Indonesia yang meletakkan orang Tionghoa lebih tinggi kedu-dukannya dibandingkan dengan orang Indonesia; adanya perbedaan ciri-ciri badaniah; in-group feeling yang sangat kuat pada golongan Tionghoa sehingga mereka lebih kuat mempertahankan identitas sosial dan kebudayaannya yang eksklusif; dan dominasi ekonomi.

54

Faktor-faktor umum yang dapat menjadi penghalang terjadinya asimilasi adalah sebagai berikut. 1. Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat

(biasanya golongan minoritas) Contoh adalah orang-orang Indian di Amerika Serikat yang diharus-kan bertempat tinggal di wilayah-wilayah tertentu (disebut reservation). Mereka serlah-olah disimpan dalam sebuah kotak tertutup, sehingga hampir tak mungkin ada hubungan bebas yang intensif dengan orang-orang kulit putih. Sebaliknya orang kulit putihpun kurang mengetahui tentang seluk-beluk masyarakat Indian sehingga antara kedua belah pihak timbul prasangka-prasangka. Prasangka merupakan faktor penghalang berlangsungnya asimilasi.

2. Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi dan sehubungan dengan itu sering kali menimbulkan faktor ketiga.

3. Perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi. Contoh proses asimilasi antara suku-suku bangsa di Indonesia yang masih lamban lantaran sikap toleransi dan simpati belum berkembang dengan semestinya. Pengetahuan tentang suku-suku bangsa lain hanya terbatas pada unsur-unsur lahiriah belaka seperti tari-tarian dan pakaian daerah, alat musik, jenis upacara-upacara, dan sebagai-nya. Pengetahuan mengenai unsur-unsur kebudayaan lainnya seperti lembaga-lembaga kemasyarakatan, pola-pola perilaku, sistem keke-luargaan dan sebagainya, belum mendalam sehingga sering menimbulkan prasangka. Prasangka tersebut tidak jarang menyebabkan timbulnya rasa takut terhadap kekuatan sesuatu kebudayaan tertentu.

4. Perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya. Di Indonesia, umpamanya, perasaan superior masih ada terutama terhadap beberapa suku bangsa tertentu yang taraf kebudayaannya secara relatif masih rendah, seperti misalnya terhadap suku-suku bangsa dari daerah Papua yang sebagian besar masih hidup di alam bebas.

5. Dalam batas-batas tertentu, perbedaan warna kulit atau perbedaan ciri-ciri badaniah dapat pula menjadi salah satu penghalang terjadinya asimilasi.

6. In-group feeling yang kuat dapat pula menjadi penghalang berlang-sungnya asimilasi. In-group feeling berarti adanya suatu perasaan yang kuat sekali bahwa individu terikat pada kelompok dan kebudaya-an kelompok yang bersangkutan. Sikap seperti ini tampak sangat kuat pada beberapa golongan minoritas di Indonesia, misalnya Arab,

55

Tionghoa, India, yang mempertajam perbedaan-perbedaan antara mereka dengan orang-orang Indonesia (asli).

7. Gangguan dari golongan yang berkuasa terhadap golongan minoritas lain yang dapat mengganggu kelancaran proses asimilasi adalah apabila golongan minoritas mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa.

8. Kadangkala faktor perbedaan kepentingan yang kemudian ditambah dengan pertentangan-pertentangan pribadi juga dapat menyebabkan terhalangnya proses asimilasi.

Kepentingan-kepentingan yang berbeda terutama yang bersifat primer dapat menyebabkan dipertajamnya perbedaan-perbedaan antara lembaga-lembaga kemasyarakatan pada golongan-golongan tersebut. Asimilasi menyebabkan perubahan-perubahan dalam hubungan sosial dan dalam pola adat istiadat serta interaksi sosial. Proses yang disebut terakhir biasa dinamakan akulturasi. d. Akulturasi (Acculturation)

Akulturasi terjadi bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan yang tertentu dihadapkan pada unsur-unsur suatu kebuda-yaan asing yang berbeda sedemikian rupa sehinggaunsur-unsur kebuda-yaan asing itu dengan lambat laun diterima dan diolah dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Misalnya dapat dilihat proses akulturasi yang terjadi pada masyarakat Indonesia antara kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam.

Proses akulturasi yang berjalan dengan baik dapat menghasilkan integrasi antar unsur-unsur kebudayaan asing dengan unsur-unsur kebudayaan sendiri. Dengan demikian, unsur kebudayaan asing tidak lagi dilihat dan dirasakan sebagai hal yang berasal dari luar. Namun demikian hal ini terjadi tidak begitu saja, tetapi melalui proses pengolahan yang berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Misalnya, sistem pendidikan nasional, pada saat ini banyak meniru dari sistem pendidikan yang berasal dari negara lain yang sudah mengalami banyak penyesuaian.

Walaupun sudah melalui proses yang cukup lama, tidak menutup kemungkinan timbulnya kegoncangan budaya (cultural shock) pada kelompok masyarakat tertentu sebagai akibat dari adanya berbagai permasalahan dalam proses akulturasi. Hal ini terjadi karena masyarakat mengalami frustasi ketika muncul perbedaan yang tajam antara cita-cita dengan kenyataan.

2. Proses yang Disosiatif

Proses-proses disosiatif sering disebut sebagai oppositional processes, yang sama halnya dengan kerja sama, dapat ditemukan pada

56

setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangkutan.

Apakah suatu masyarakat lebih menekankan oposisi, atau lebih menghargai kerja sama? Hal itu tergantung pada unsur-unsur kebudayaan terutama yang menyangkut sistem nilai, struktur masyarakat, dan sistem sosialnya. Faktor yang paling menentukan sebenarnya adalah sistem nilai masyarakat tersebut.

Masyarakat Amerika Serikat, misalnya, bersifat kompetitif; berhasilnya seseorang ditentukan oleh faktor materi dan individualisme sangat dihargai. Sebaliknya masyarakat Indonesia pada umumnya bersifat kooperatif karena sistem nilai dalam masyarakat kita lebih menghargai bentuk kerja sama dibandingkan dengan kompetisi atau bentuk proses sosial yang bersifat disosiatif.

Pada masyarakat tertutup, gerak sosial vertikal hampir tidak ada sebagaimana misalnya pada masyarakat yang mengenal sistem kasta. Persaingan antara kasta tidak begitu banyak terjadi, walau persaingan antar anggota suatu kasta tertentu ada yang disebabkan oleh tingkatan hierarkis kasta-kasta tersebut ditentukan menurut kelahiran warga dan sistem kepercayaan yang telah tertanam dalam masyarakat.

Oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang melawan sese-orang atau sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Terbatasnya makanan, tempat tinggal, serta faktor-faktor lain telah melahirkan beberapa bentuk kerja sama dan oposisi. Pola-pola oposisi tersebut dinamakan juga sebagai perjuangan untuk tetap hidup (struggle or existence), yaitu suatu keadaan di mana manusia yang satu tergantung pada kehidupan manusia yang lainnya, yang menimbulkan kerja sama untuk tetap dapat hidup. Perjuangan ini mengarah pada paling sedikit tiga hal, yaitu perjuangan manusia melawan sesama, perjuangan manusia melawan makhluk-makhluk jenis lain serta per-juangannya melawan alam.

Perjuangan manusia melawan sesama dapat dilihat pada usaha manusia untuk melindungi dirinya dari kekuatan-kekuatan dalam masyarakat; sedangkan yang kedua dapat dilihat pada usaha-usaha manusia untuk melindungi dirinya terhadap binatang buas. Perjuangan menghadapi alam, dapat dilihat dari upaya manusia bekerja keras supaya dapat bertahan karena tidak di semua tempat keadaan alam meng-untungkan kehidupan manusia. Proses interaksi sosial yang disosiatif meliputi: persaingan, kontravensi dan pertentangan atau konflik. a. Persaingan (Competition)

Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing

57

mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.

Persaingan mempunyai dua tipe umum, yakni yang bersifat pribadi dan tidak pribadi. Persaingan yang bersifat pribadi, dinamakan rivalry, antara orang dengan orang, atau individu dengan individu secara langsung bersaing untuk memperoleh kedudukan tertentu di dalam suatu organisasi, memperoleh prestasi tertinggi, mendapatkan penghargaan dan sebagainya. Persaingan yang tidak bersifat pribadi adalah persaingan antar kelompok, misalnya antara dua perusahaan besar yang bersaing dalam memasarkan produknya di suatu wilayah tertentu.

Persaingan yang terjadi diantara umat manusia dapat diklasifikasikan menjadi beberapa beberapa bentuk persaingan, antara lain: 1. Persaingan ekonomi

Persaingan di bidang ekonomi timbul karena terbatasnya persediaan apabila dibandingkan dengan jumlah konsumen. Dalam teori ekonomi klasik, persaingan bertujuan untuk mengatur produksi dan distribusi. Persaingan merupakan salah satu cara untuk memilih produsen-produsen yang baik. Bagi masyarakat selaku konsumen, hal demikian dianggap menguntungkan karena produsen yang terbaik akan meme-nangkan persaingannya dengan cara memproduksi barang dan jasa yang lebih baik dan dengan harga yang rendah. Namun, kenyataannya tidak selalu demikian karena kemungkinan besar untuk mempertahankan kehidupan bersama, perusahan besar harus melakukan kerjasama. Selain itu, perusahaan besar yang mula-mula bersaing sering kali harus bekerja sama untuk dapat memono-poli pasaran jenis barang barang tertentu.

2. Persaingan kebudayaan Persaingan dalam bidang kebudayaan menyangkut persaingan di bidang keagamaan, bahasa, kesenian, lembaga kemasyarakatan seperti pendidikan, dan sebagainya. Persaingan kebudayaan dapat dilihat dari upaya-upaya yang dilakukan negara-negara maju dengan memberi kesempatan kepada siswa-siswa Indonesia untuk melaku-kan kajian terhadap kebudayaannya, memberi beasiswa dan kesempatan belajar kebudayaan setempat dan sebagainya.

3. Persaingan kedudukan dan peranan Adalah persaingan untuk mendapatkan kedudukan atau peranan yang lebih tinggi dalam suatu organisasi. Apabila seseorang dihinggapi perasaan bahwa kedudukan dan peranannya sangat

58

rendah, dia pada umumnya hanya menginginkan kedudukan dan peranan yang sederajat dengan orang-orang lain. Selanjutnya orang-orang yang mempunyai rasa rendah diri yang tinggi pada umumnya mempunyai keinginan kuat untuk mengejar kedudukan dan peranan yang terpandang dalam masyarakat sebagi kompensasi. Kedudukan dan peranan yang dikejar tergantung dari apa yang paling dihargai oleh masyarakat pada suatu masa tertentu.

4. Persaingan ras Perbedaan ras, baik karena perbedaan warna kulit, bentuk tubuh, maupun corak rambut dan sebagainya, hanya merupakan suatu perlambang kesadaran dan sikap atas perbedaan-perbedaan dalam kebudayaan. Hal ini disebabkan karena ciri-ciri badaniah lebih mudah terlihat dibanding unsur-unsur kebudayaan lainnya. Misalnya persa-ingan antara kulit hitam dan kulit putih di Amerika Serikat, persaingan antara suku madura dan suku jawa dalam memperebutkan imej sebagai pedagang sate, dan banyak lagi contoh-contoh kasus tentang hal ini.

Persaingan dalam kehidupan manusia mempunyai beberapa fungsi, antara lain: (1) menyalurkan keinginan-keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetitif; (2) sebagai jalan di mana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai yang pada suatu masa menjadi pusat perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing; (3) dalam hal ini persaingan berfungsi untuk menyuguhkan alternatif-alternatif se-hingga keinginan tadi terpuaskan sebanyak mungkin; (4) sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial, persaingan berfungsi untuk mendudukkan individu pada kedudukan serta peranan yang sesuai dengan kemampuannya; dan (5) sebagai alat menyaring para warga golongan yang fungsional untuk kepentingan kelompok atau organisasi.

Persaingan antar manusia dalam kehidupannya, membawa akibat yang mungkin saja bersifat asosiatif atau disosiatif. Suatu persaingan bisa membawa akibat pada: (1) pengembangan atau perubahan kepribadian seseorang; (2) kemajuan masyarakat; (3) solidaritas kelompok; dan (4) disorganisasi. b. Kontravensi (Contravention) Kontravensi adalah suatu bentuk proses sosial yang berada diantara persaingan dan pertentangan atau konflik. Kontravensi ditandai oleh adanya gejala ketidakpastian mengenai diri seorang atau suatu rencana dan persaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian, keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang.

59

Kontravensi adalah sikap mental yang tersembunyi terhadap orang-orang lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan suatu golongan tertentu. Sikap tersembunyi ini bisa berubah menjadi kebencian, akan tetapi tidak menjadi sebuah pertentangan atau konflik. Contoh sikap kita terhadap orang yang tidak disukai, sikap terhadap guru yang tidak disenangi, atau sikap kita terhadap program pemerintah yang tidak sesuai dengan keinginan. Bentuk-bentuk kontravensi yang terjadi dalam kehidupan manusia antara lain adalah sebagai berikut.

1. Perbuatan-perbuatan seperti penolakan, perlawanan, meng-halang-halangi, protes, mengganggu, mengacaukan rencana orang lain dan sebagainya.

2. Pernyataan keras tentang sesuatu di muka umum, memaki-maki baik secara langsung atau menggunakan media surat, tulisan, memfitnah dan sebaginya.

3. Menghasut, menyebar desas-desus, mengecewakan pihak lain dan sebagainya.

4. Menceritakan rahasia pihak lain, berkhianat dan sebagainya. 5. Mengejutkan lawan, mengganggu, membingungkan lawan

Tipe-tipe kontravensi yang terjadi dalam kehidupan manusia antara lain: (1) kontravensi antar generasi dalam masyarakat; (2) kontravensi yang menyangkut seksual; (3) kontravensi parlementer; (4) kontravensi antar masyarakat; (5) antagonisme keagamaan; (6) kontravensi intelektual; dan (7) oposisi moral. c. Pertentangan (conflict) Perbedaan-perbedaan pada manusia, baik itu fisik, pendapat, ide, maupun sikap dan perilaku bilamana berlebihan dalam menyikapi bisa menjadikan konflik antara yang bersangkutan. Pertentangan atau konflik adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha memenuhi kebutuhan atau tujuannya dengan jalan menantang fihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan. Perasaan memegang peranan penting terjadinya konflik, perasaan benci dan marah mendorong seseorang untuk melukai, menyerang bahkan menghancurkan pihak lain. Konflik antar manusia baik secara individual maupun kelompok pada umumnya disebabkan oleh: (1) perbedaan pendirian dan perasaan diantara individu atau kelompok; (2) perbedaan kebudayaan diantara kelompok; (3) perbedaan kepentingan antar individu dalam kelompok; dan (4) perubahan sosial, ang terjadi bisa mengakibatkan terjadinya konflik, karena adanya perbedaan yang keras dinatara manusia tentang nilai-nilai.

60

Pertentangan atau konflik mempunyai beberapa bentuk, diantaranya adalah: (1) pertentangan pribadi; (2) pertentangan rasial; (3) pertentangan antara kelas-kelas sosial; (antara majikan-buruh); (4) pertentangan politik; dan (5) pertentangan internasional.

Sedangkan akibat dari adanya pertentangan dalam hidup manusia adalah: (1) meningkatkan solidaritas sosial in-group; (2) goyah dan retaknya persatuan; (3) perubahan kepribadian para individu; (4) hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia; dan (5) akomodasi, dominasi, dan takluknya salah satu pihak. Tugas 1.4

Kehidupan pada masa sekarang ini, kalau kita ingin eksis dan sukses, kita tidak bisa melepaskan diri pada: (a) kerjasama (b) persaingan, (c) akomodasi, dan (d) konflik. 1. Bagaimana pendapatmu terhadap pernyataan diatas?

Mengapa? 2. Bagaimana caranya agar manusia dapat melaksanakan

empat hal tersebut secara baik? 3. Sebagai siswa SMK, bagaimana cara kalian dalam

menghadapi empat hal tersebut diatas?

61

E. RINGKASAN Manusia selain dikenal sebagi makluk individu juga dikenal

sebagai makluk sosial. Manusia sebagai makhluk individu mengarah kepada karakteristik khas yang dimiliki manusia sebagai makhluk hidup yang membedakan dirinya dengan makhluk hidup yang lain, serta dengan manusia yang lain.

Keberbedaan yang dimiliki oleh setiap manusia, menjadi kekhasan yang melekat pada diri manusia yang bersangkutan, dan menjadi identitas dari yang bersangkutan, serta yang membedakan dengan manusia yang lainnya. Karakter yang khas ini mempengaruhi kebutuhan manusia dan cara-cara yang dilakukan manusia dalam memenuhi kebutuhannya.

Manusia sebagi makluk sosial artinya, manusia memiliki kemampuan dan kebutuhan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi serta berkelompok dengan manusia yang lain. Tujuan manusia berkelompok adalah untuk meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidupnya. Apapun bentuk kelompoknya, disadari atau tidak, manusia berkelompok mempunyai tujuan meningkatkan kebahagiaan hidupnya. Melalui kelompok manusia bisa memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya, bahkan bisa dikatakan kebahagiaan dan keberdayaan hidup manusia hanya bisa dipenuhi dengan cara berkelompok.

Perilaku kolektif (berkelompok) pada diri manusia, juga dimiliki oleh makluk hidup yang lain, seperti semut, lebah, burung bangau, tetapi terdapat perbedaan yang esensial antara perilaku kolektif pada diri manusia dan perilaku kolektif pada binatang. Kehidupan berkelompok (perilaku kolektif) binatang bersifat naluri, artinya sudah pembawaan dari lahir, sebaliknya perilaku kolektif manusia bersifat dinamis, berkembang, dan terjadi melalui proses belajar (learning process).

Kepribadian diartikan sebagai sifat hakiki seseorang yang tercermin pada sikap dan perilakunya yang membedakan dirinya dengan orang lain. Susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan perbedaan tingkah-laku atau tindakan dari tiap-tiap individu manusia secara antropologis disebut dengan kepribadian atau personality. Dalam bahasa populer, istilah "kepribadian" juga berarti ciri-ciri watak seseorang individu yang konsisten, yang memberikan kepadanya suatu identitas sebagai individu yang khusus.

Unsur-unsur dari kepribadian meliputi: pengetahuan, perasaan dan dorongan hati. Pengetahuan sebagai salah satu unsur kepribadian memiliki aspek-aspek sebagai berikut: penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep, dan fantasi yang berada di alam sadar manusia. Perasaan adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang karena pengaruh pengetahuannya dinilainya sebagai keadaan positif atau negatif. Kesadaran manusia menurut para ahli psikologi juga

62

mengandung berbagai perasaan lain yang tidak ditimbulkan karena pengaruh pengetahuannya, melainkan karena sudah terkandung dalam organismanya, dan khususnya dalam gen-nya sebagai naluri. Kemauan yang sudah merupakan naluri pada tiap makhluk manusia tersebut, disebut dorongan (drive).

Pembentukan kepribadian seseorang berlangsung dalam suatu proses yang disebut dengan sosialisasi, yaitu suatu proses dengan mana seseorang menghayati (mendarah-dagingkan-internalize) norma-norma kelompok dimana ia hidup sehingga muncullah dirinya yang “unik”. Faktor-faktor dalam perkembangan kepribadian sebagai proses sosialisasi mencakup: (1) warisan biologis, (2) lingkungan fisik, (3) kebudayaan, (4) pengalaman kelompok, dan (5) pengalaman unik.

Suatu teori kepribadian harus mampu memberikan jawaban atas pertanyaan “apa”, “bagaimana”, “dan “mengapa” tentang tingkah laku manusia. Beberapa teori kepribadian yang dikenal dalam kajian sosiologi, psikologi maupun antropologi, secara umum dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu: (1) teori kepribadian yang berorientasi psikodinamik, teori ini berpandangan bahwa sebagian terbesar tingkah laku manusia digerakkan oleh daya-daya psikodinamik seperti motif-motif, konflik-konflik, dan kecemasan-kecemasan; (2) teori kepribadian yang berorientasi holisitik, teori ini berpandangan bahwa manusia merupakan suatu organisme yang utuh atau padu dan bahwa tingkah laku manusia tidak dapat dijelaskan semata-mata berdasarkan aktifitas bagian-bagiannya. Selain itu kelompok teori ini juga disebut dengan teori kepribadian yang berorienttasi fenomenologis, karena teori ini mene-kankan pentingnya cara sang individu manusia dalam mempersepsikan dan mengalami dirinya serta dunia sekelilingnya; (3) teori kepribadian yang berorientasi sifat (trait theories) atau teori tipe (type theories), teori ini berpandangan bahwa sebagian terbesar manusia memiliki sifat-sifat tertentu, yakni pola kecenderungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu, sifat yang stabil ini menyebabkan manusia bertingkah laku secara relatif tetap dari situasi ke situasi; dan (4) teori kepribadian yang berorientasi behavioristik, teori ini menekankan proses belajar serta peranan lingkungan yang merupakan kondisi langsung belajar, dalam menjelaskan tingkah laku.

Kepribadian manusia bentuknya khas dan unik sehingga menjadi identitas yang bersangkutan, namun demikian tidak berarti di dunia ini bentuk kepribadian manusia sejumlah manusia yang ada di permukaan bumi. Beberapa ahli mencoba mengelompokkan bentuk kepribadian manusia tersebut dalam beberapa bentuk. Identifikasi tentang bentuk kepribadian manusia yang disebut dengan Indikator Tipe Myers-Briggs (MBTI) yaitu, suatu tes kepribadian yang menyadap 4 karakteristik dan

63

mengelompokkan orang-orang kedalam 16 kelompok, yaitu (1) ekstrovert atau introvert (E atau I); (2) menginderai (sensing) atau intuitif (S atau N); (3) berpikir (thinking) atau merasakan (feeling) (T atau F); (4) merasakan (perceiving) atau menimbang-nimbang (judging) (P atau J).

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Bilamana dua orang bertemu, maka dimulailah terjadi interaksi sosial, diawali saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara bertengkar atau bahkan mungkin berkelahi.

Interaksi sosial hanya berlangsung apabila terjadi reaksi dari kedua belah pihak. Apabila seseorang memukul kursi misalnya, tidak akan terjadi suatu interaksi sosial karena kursi tersebut tidak akan bereaksi, dan mempengaruhi orang yang telah memukulnya. Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada pelbagai faktor, antara lain, faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung.

Suatu interaksi sosial terjadi apabila (1) adanya kontak sosial (social-contact); dan (2) adanya komunikasi. Kontak sosial dapat bersifat positif atau negatif. Kontak sosial yang bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan yang bersifat negatif mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial.

Interaksi sosial yang terjadi diantara manusia dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition), akomodasi (accomodation), dan juga berbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict). Bentuk-bentuk interaksi tersebut dapat dikelompokkan dalam proses-proses yang asosiatif dan proses disosiatif.

64

BAB 2 KEBANGKITAN NASIONAL

Terwujudnya Indonesia sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu proses sejarah dan berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Kesadaran dan kemauan untuk membentuk dan menjadi kelompok bangsa dan negara Indonesia berlangsung melalui proses yang berliku-liku serta membawa korban bukan hanya harta tetapi nyawa yang tidak bisa dihitung jumlahnya. Belum lagi pengorbanan dalam bentuk psikhis yang dialami oleh rakyat Indonesia. Proses pembentukan bangsa dan negara Indonesia bukan karena didasarkan faktor sosial politik saja, tetapi juga didasarkan pada aspek psikologis rakyat Indonesia, yaitu adanya perasaan yang sama, nasib yang sama serta cita-cita yang sama dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup bersama. Paparan dalam bab ini menguraikan tentang sejarah yang menjadi latar belakang utama munculnya kesadaran rakyat Indonesia untuk bersama-sama berkelompok dalam wadah negara Indonesia. Faktor ini pula yang menjadi dasar pembentukan dan penyelenggaraan hidup bernegara Republik Indonesia. A. KOLONIALISME DAN IMPERIALISME DI INDONESIA

Kolonialisme berasal dari kata koloni yaitu daerah pendudukan. Pada awalnya istilah kolonialisme diartikan dengan menanam sebagian masyarakat di luar batas atau lingkungan daerahnya. Kolonialisme merupakan politik yang dijalankan mengenai suatu koloni, suatu daerah jajahan, sebagai bagian dari imperium (Rochmadi, 1993).

Imperialisme berasal dari kata imperare atau imperium yang artinya daerah pendudukan. Imperialisme mempunyai pengertian sebagai suatu perluasan wilayah atau daerah kekuasaan/jajahan baik dengan cara halus (dengan kekuatan ekonomi, budaya dan ideologi) ataupun dengan paksaan (dengan kekuatan bersenjata) yang dipergunakan untuk kepentingan sendiri (negara atau imperiumnya).

Istilah imperialisme pertama kali dipergunakan pada abad XIX di Inggris untuk menjelaskan politik luar negeri yang ditujukan pada perluasan kekuasaan kerajaan Inggris.

Beberapa ahli memberi pengertian yang berbeda antara kolonialisme dan imperialisme, tetapi ada juga yang memberi makna sama. Kedua-duanya secara rasional bisa diterima kebenarannya, tetapi dalam kesempatan ini kedua konsep tersebut dimaknai sama.

65

1. Imperialisme Belanda dan Inggris Kolonialisme negara-negara barat masuk ke Indonesia sejak abad

ke-16, yang dipelopori oleh Portugis dengan cara monopoli perdagangan rempah-rempah dan ditandai dengan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511. Kedatangan Portugis yang membawa keberhasilan itu diikuti bangsa-bangsa lain diantaranya Belanda.

Belanda datang ke Indonesia dengan tujuan utama untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di nusantara, yang pada waktu itu dikuasai oleh pedagang-pedagang Islam. Rempah-rempah pada waktu itu merupakan barang perdagangan yang sangat penting di Eropa dan memberi keuntungan yang sangat besar bagi para pedagang di Eropa.

Kedatangan Belanda ke Indonesia, tidak terlepas dari pengaruh upaya untuk mendapatkan “gold, gospeld dan glory” yang menjadi ciri khas dari praktek imperialisme kuno, dimana penguasaan wilayah lain sebagai tujuan untuk mendapatkan kekayaan dalam bentuk emas, mendapatkan kejayaan karena menguasai daerah lain, dan penyebaran agama nasrani sebagaimana permintaan gereja.

Pada awal kedatangannya ke wilayah Indonesia, Belanda hanya ingin menguasai secara monopoli jalur perdagangan rempah-rempah di nusantara, mulai dari daerah Maluku menuju ke Malaka, yang selanjutnya mengirimkannya ke Eropa.

Dalam upaya menguasai jalur perdagangan rempah-rempah di nusantara, pemerintah Belanda mendirikan badan perniagaan “kongsi dagang” yang bernama Vereenigne Oost Indische Compagnie (VOC) pada 1602. Tujuan didirikannya perkumpulan dagang ini adalah untuk mengintensifkan perdagangan di kawasan nusantara dan menghindari persaingan tidak sehat di antara para pedagang Belanda sendiri. Intinya tujuan pendirian VOC adalah untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya dalam perdagangan dengan cara menguasai, memonopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia.

Pedagang-pedagang di nusantara yang berasal dari Jawa, Bugis, Arab, dan Cina mengalami kerugian yang sangat besar terutama setelah didirikannya Vereenigne Oost Indische Compagnie (VOC). Secara perlahan pedagang-pedagang nusantara yang selama ini menguasai jalur perdagangan rempah-rempah di kawasan nusantara mengalami kerugian dan hancur dengan sendirinya, apalagi setelah VOC diberikan hak yang cukup besar dalam bidang politik dan militer oleh pemerintah Belanda dalam menjalankan kongsi dagangnya. Oleh karena itu VOC tidak segan-segan menggunakan kekuatan bersenjata dan militer dalam melaksana-kan kongsi dagangnya, yaitu memperoleh keuntungan yang sebesar-

66

besarnya dengan cara memonopoli perdagangan rempah-rempah dan berbagai macam hasil bumi lainnya di wilayah nusantara.

Perusahaan dagang ini diberikan hak-hak istimewa oleh Pemerintah Belanda. Hak-hak yang diberikan kepada VOC itu disebut hak octrooi, yang isinya memberikan hak kepada VOC sebagai berikut.

1. memperoleh hak monopoli perdagangan; 2. memperoleh hak untuk mencetak dan mengeluarkan uang sendiri; 3. dianggap sebagai wakil pemerintah Belanda di Asia; 4. berhak mengadakan perjanjian; 5. berhak memaklumkan perang dengan negara lain; 6. berhak menjalankan kekuasaan kehakiman; 7. berhak mengadakan pemungutan pajak; 8. berhak memiliki angkatan perang sendiri; 9. berhak mengadakan pemerintahan sendiri.

Akibat hak-hak monopoli yang dimilikinya, VOC bisa memaksakan kehendaknya pada perusahaan-perusahaan perdagangan nusantara untuk mengikuti kehendak VOC, yang sangat merugikan para pedagang nusantara. Tindakan ini tentu saja menimbulkan permusuhan dari para pedagang nusantara, apalagi sistem monopoli bertentangan dengan sistem tradisional yang berlaku saat itu. Jaringan perdagangan rempah-rempah Maluku ke Malaka yang dikuasai pedagang Islam akhirnya jatuh ke tangan VOC.

Dalam upaya mempertahankan monopoli perdagangannya, VOC meningkatkan kekuatan militernya dengan cara membangun benteng-benteng pertahanan. Benteng-benteng pertahanan tersebut didirikan di Ambon, di Malaka (setelah direbut dari Portugis), di Makassar, dan di Jayakarta (yang pada 1619 diubah namanya menjadi Batavia). Kota Batavia ini menjadi pelabuhan penting alternatif dari Maluku dan Malaka selain juga menjadi pusat operasional VOC atas seluruh nusantara. Penguasa Jayakarta, Pangeran Jayakarta, tidak berhasil mengusir penguasa VOC, tetapi sebaliknya Jan Pieterzoon Coen pimpinan VOC, berhasil menguasai seluruh kota ke tangan VOC.

Praktek VOC dalam melakukan monopoli perdagangan serta memaksakan kekuasaannya terhadap kerajaan-kerajaan di nusantara sangat tidak manusiawi dan menyakitkan. Cara-cara kekerasan, pepe-rangan, adu domba, penindasan, dan tindakan kasar lainnya telah menyebabkan penderitaan yang tidak terkirkan bagi bangsa Indonesia. Misalnya pada 1620 VOC telah mengusir dan membunuh seluruh pendu-duk yang tidak mau menyerahkan rempah-rempahnya pada mereka (Ricklefs, 1991).

Pada tahun-tahun berikutnya, satu persatu pusat-pusat perdagangan Islam nusantara dihancurkan dan dikuasainya. Demikian

67

juga dengan kerajaan-kerajaan di nusantara. Cara-cara tipu muslihat, adu-domba, penetrasi terhadap urusan internal kerajaan, terutama di Jawa ditempuhnya. Selama kurang lebih 200 tahun, beberapa kerajaan Nusantara jatuh ke tangan VOC. Kerajaan Mataram, Banten, Cirebon, Maluku, Banda, Ambon, Makassar, dan Bone dikuasainya.

VOC dalam menjalankan kongsi dagangnya tidak hanya bergerak di bidang ekonomi, tetapi juga di bidang militer dan politik, yang dilakukan dengan penguasaan wilayah kerajaan-kerajaan di Hindia Belanda serta penghancuran terhadap wilayah yang tidak mau dikuasai. Kepada masyarakat VOC juga menerapkan praktek kerja paksa, penyetoran upeti, feodalisme, penghisapan, dan penyerahan hasil pertanian. Kondisi ini menyebabkan rakyat Indonesia secara sosial, ekonomi, politik, dan psikologis mengalami penderitaan dan kesengsaraan yang tidak terkirakan parahnya.

Meskipun VOC telah berhasil menaklukan beberapa kerajaan di nusantara, menghancurkan sistem perdagangan tradisional yang selama ini berkembang serta memberi penderitaan pada masyarakat Indonesia, namun organisasi tersebut akhirnya mengalami kemunduran, dan dibubarkan pada tahun 1799.

Beberapa faktor yang menjadi penyebab hancurnya VOC dalam menjalankan tugasnya di Hindia Belanda adalah sebagai berikut:

1. merajalelanya korupsi pada para pegawai VOC; 2. kuatnya persaingan di antara kongsi-kongsi perdagangan lain; 3. terlalu banyak biaya untuk menumpas berbagai pemberontakan

rakyat; 4. meningkatnya kebutuhan untuk gaji pegawai VOC. 5. kebijakan pengelolaan keuangan yang ceroboh dilakukan oleh

pemerintah Hindai Belanda, diantaranya dalam membayar para pemegang saham rata-rata 18% setahun.

Menurut Ricklefs (1991), kemunduran VOC disebabkan oleh ketidakberdayagunaan, ketidakjujuran, nepotisme, dan alkoholisme yang tersebar luas di kalangan anggota VOC. Walaupun VOC merupakan organisasi milik Belanda, namun sebagian besar anggotanya bukanlah orang Belanda. Para petualang, gelandangan, penjahat, dan orang-orang yang bernasib jelek dari seluruh Eropalah yang mengucapkan sumpah setia pada VOC, dan menjadi anggota VOC. Ketidakberdayagunaan, ketidakjujuran, nepotisme, dan alkoholisme tersebar luas di kalangan anggota VOC. Hal itu pula yang melatarbelakangi sikap operasional VOC terhadap bangsa Indonesia yang cenderung kejam, sewenang-wenang, dan tanpa kompromi. Pada 1799, organisasi yang sudah banyak memberikan keuntungan besar bagi Negeri Belanda serta menimbulkan banyak korban di pihak bangsa Indonesia ini akhirnya dibubarkan.

68

Bubarnya VOC tidak berarti bebasnya Hindia Belanda dari kekuasan negara-negara Eropa dan menjadi daerah merdeka. Hal ini karena wilayah-wilayah Hindia Belanda yang semula dibawa kekuasaan VOC, diserahkan kepada pemerintah Belanda secara langsung. Jadi sejak saat itu Hindia Belanda (Indonesia) menjadi daerah jajahan pemerintah Belanda secara langsung, tidak lagi secara tidak langsung melalui lembaga ekonomi yang bernama VOC.

Dalam menjalankan kekuasaannya di daerah jajahan pemerintah Belanda menempatkan seorang Gubernur Jenderal sebagai pemegang kekuasaan penuh atas suatu wilayah jajahan, termasuk Hindia Belanda.

Gubernur Jenderal Johannes Siberg adalah penguasa wilayah Hindia Belanda pertama setelah bubarnya VOC, yang menjabat mulai tahun 1801-1804. Siberg kemudian digantikan oleh Wiesel (1804-1808). Kedua gubernur jenderal ini tidak bisa melaksanakan pemerintahannya sebagaimana mestinya karena pada saat itu di negeri Belanda terjadi pergolakan akibat dari revolusi Perancis dan perluasaan daerah kekuasa-an dibawah kepemimpinan Napoleon Bonaparte. Pada saat itu negeri Belanda dikuasai oleh Perancis.

Gubernur Jenderal yang menjabat di Hindia Belanda antara 1801-1808, dalam menjalankan kekuasaannya tidak jauh berbeda dengan praktek yang dilakukan oleh VOC sebelum dibubarkan, tetap mengguna-kan cara-cara yang sewenang-wenang, penghisapan, adu-domba, fe-odalisme, kerjapaksa, dan sebagainya sehingga tetap saja menyengsara-kan dan memberi penderitaan rakyat hindia belanda.

Jatuhnya Kerajaan Belanda ke tangan Perancis yang disusul dengan diangkatnya Raja Louis Napoleon Bonaparte (adik kaisar Napoleon) pada 1806 sebagai raja Belanda maka dengan sendirinya Hindia Belanda secara tidak langsung juga berada di bawah Imperium Perancis. Pemerintah Kerajaan Belanda yang sudah menjadi bagian dari imperium Perancis harus berhadapan dengan Inggris, musuh Napoleon Bonaparte yang belum dapat ditaklukkan. Persaingan antara Perancis dengan Inggris bukan hanya terjadi di daratan Eropa melainkan juga di daerah koloni di Asia, Afrika dan Amerika, termasuk di Hindia Belanda.

Pada tahun 1808 Belanda mengangkat Herman Willem Daendels menjadi gubernur Jenderal di Hindia Belanda untuk mempertahankan Pulau Jawa dari musuh Perancis di Eropa yaitu Inggris. Selain itu juga, Daendels mendapatkan misi untuk tetap menjadikan Hindia Belanda sebagai sumber pendapatan negeri Belanda, yang pada saat itu sedang mengalami krisis keuangan karena perang melawan Perancis.

Herman Willem Daendels (1808-1811) diangkat menjadi gubernur Jenderal di Hindia Belanda untuk mempertahankan Pulau Jawa dari musuh Perancis yaitu Inggris. Dalam menghadapi Inggris, Daendels

69

membangun jaringan jalan raya di Pulau Jawa bagian utara, mulai dari Anyer sampai Panarukan. Dibawah tindakan keras Daendels, Jalan Raya Pos (Grote Postweg) dari Anyer sampai Panarukan berhasil dibangun dengan cara memaksa penguasa-penguasa di Jawa untuk mengerahkan rakyat bekerja pada proyek raksasa tersebut. Bangsa Indonesia harus menghadapi penderitaaan yang sangat parah dibawah pemerintahan Daendels.

Kerja paksa yang sudah dijalankan oleh VOC diteruskan oleh Daendels. Untuk membiayai proyek tersebut, rakyat dibebani dengan pajak-pajak tertentu yang cukup besar. Dengan demikian, sistem wajib penyerahan model VOC diteruskan oleh Daendels. Tanah-tanah rakyat yang produktif dijual kepada orang-orang Belanda, Cina, dan Arab. Dari cara itu Daendels memperoleh uang untuk mempertahankan politiknya di Jawa serta membangun pasukan yang jumlahnya mencapai 18.000 orang (sebagian besar pribumi), membangun benteng pertahanan serta jaringan logistik lainnya.

Kehidupan keraton di Jawa juga terancam akibat ulah Daendels. Tindakannya yang keras terhadap kehidupan keraton serta membatasi kekuasaan para sultan dan bupati di Jawa telah menimbulkan keresahan di kalangan mereka. Sultan Banten yang mengadakan perlawanan karena tidak sanggup menyelesaikan pembangunan pelabuhan, akhirnya dibuang ke Ambon.

Sementara Kesultanan Banten sendiri akhirnya dihapuskan oleh Daendels. Demikian halnya dengan intervensinya terhadap kehidupan di Yogyakarta yang menimbulkan keresahan di kalangan keraton. Aturan tata krama keraton dilanggar. Perlawanan Sultan Yogyakarta dilawan Daendels dengan cara merampas harta keraton dan menghancurkannya. Kekuasaan Sultan dipersempit, adapun Sultan Hamengkubuwono I yang dengan gigih menentang Daendels dipecat dari kedudukannya.

Dengan melakukan intervensi yang dalam, beberapa perubahan yang mendasar juga dilakukan dalam penyelenggaraan pemerintahan penjaja han, ditambah lagi dengan kekejamannya, Daendels mengharap-kan semua kekuatan sosial politik di Jawa tunduk pada kebijaksanaannya dan Jawa tetap dapat dipertahankan dari kemungkinan serangan Inggris, serta tetap memberi sumbangan pendapatan kepada negeri Belanda.

Walaupun demikian, ternyata pasukan Inggris yang sudah memiliki pangkalan dagang dan militer di wilayah Hindia Belanda dan India dengan mudah mampu mengalahkan pasukan Perancis dan Belanda di wilayah Hindia Belanda.

Pada tanggal 8 Agustus 1811, 60 buah kapal Inggris melakukan serangan ke Batavia. Pada tanggal 26 Agustus 1811, akhirnya Batavia

70

dan daerah-daerah sekitarnya jatuh ke tangan Inggris, dan dalam waktu singkat seluruh Jawa dapat direbut.

Belanda akhirnya menyerahkan Jawa kepada Inggris melalui perjanjian yang biasa dikenal dengan istilah Rekapitulasi Tuntang, yang isinya:

1. Seluruh Jawa diserahkan kepada Inggris 2. Semua serdadu menjadi tawanan dan semua pegawai yang mau

kerjasama dengan Inggris, dapat terus memegang jabatannya 3. Semua hutang-piutang pemerintah Belanda yang dulu, tidak akan

ditanggung Inggris. Pasukan Inggris mendapat dukungan dari beberapa raja di Jawa,

antara lain Mangkunegara, yang merasa kecewa dengan pemerintahan Daendels. Dengan demikian, sejak 1811 wilayah Hindia Belanda menjadi daerah jajahan Inggris.

Pada masa penjajahan Inggris wilayah Hindia Belanda secara ekonomis dan politis bersatu dengan wilayah India. Perusahaan dagang Inggris, East Indian Company (EIC) yang berpusat di Kalkuta, India, dan dipimpin oleh Gubernur Jenderal Lord Minto merupakan lembaga yang menguasai wilayah perdagangan di Hindia Belanda. Pada waktu itu, wilayah Hindia Belanda berada di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles (1811-1816).

Berbeda dengan Daendels, Raffles lebih bersifat liberal dalam menjalankan pemerintahannya. Beberapa tindakan yang dilakukannya antara lain:

1. menghapuskan sistem kerja paksa (rodi) kecuali untuk daerah Priangan dan Jawa Tengah;

2. menghapuskan pelayaran hongi dan segala jenis tindak pemaksaan di Maluku;

3. melarang adanya perbudakan; 4. menghapus segala bentuk penyerahan wajib dan penyerahan

hasil bumi; 5. melaksanakan sistem landrete stelsel (sistem pajak bumi),

dengan ketentuan sebagai berikut. • Petani harus menyewa tanah (landrent) yang digarapnya

kepada pemerintah. • Besarnya sewa tanah bergantung baik buruknya keadaan

tanah. • Pajak bumi ini harus dibayar dengan uang atau beras. • Orang-orang bukan petani dikenakan pajak kepala.

6. membagi Pulau Jawa menjadi 16 Keresidenan; 7. mengurangi kekuasaan para bupati; 8. menerapkan sistem pengadilan dengan sistem juri.

71

Dalam buku Sejarah Jawa yang ditulisnya, Raffles menggambar-kan dirinya sebagai seorang pembaru yang hebat. Namun, ternyata prinsip-prinsip pemerintahannya tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya. Keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk tidak dapat dibuktikan. Pada zaman kekuasaannya, nasib bangsa Indonesia tidak lebih baik dibandingkan dengan zaman Daendels.

Pada tahun 1816, Inggris harus meninggalkan kekuasaannya di Indonesia, sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Konvensi London (1814). Indonesia kembali diserahkan kepada Belanda. Mulai saat itu Indonesia dijajah kembali oleh Belanda untuk yang kesekian kalinya.

Pola penjajahan Belanda pada tahap ini hingga berakhirnya kekuasaannya di Indonesia tahun 1942, pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan pada masa VOC, yaitu: monopoli, penyerapan, penyiksaan, perampasan, adu domba, cenderung kejam, sewenang-wenang, dan tanpa kompromi tetap mewarnai perjalanan pemerintahan pemerintahan penjajah Belanda di Indonesia, siapapun yang menjadi gubernur jenderal. Hal ini dikarenakan tujuan dari penjajah-an Belanda di Indonesia adalah untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat Belanda dimanapun dia berada.

Pada tahun 1830, pemerintah kolonial Belanda di bawah Gubernur Jenderal van den Bosch memberlakukan Sistem Tanam Paksa (cultuur stelsel). Tujuannya untuk mengisi kekosongan kas negara akibat banyaknya perlawanan yang dilakukan bangsa Indonesia di berbagai daerah. Dengan sistem tanam paksa (STP) ini penduduk desa di Jawa diwajibkan menanam tanaman tertentu yang laku di pasaran internasional. Selanjutnya, penduduk desa wajib menyerahkan hasil tana-mannya kepada pemeritnah kolonial melalui perantara, yaitu penguasa setempat.

Dilihat dari segi ekonomi, sistem ini sangat menguntungkan pemerintah kolonial. Tetapi kebalikannya dialami oleh rakyat di negeri jajahan. Rakyat di pedesaan mengalami penderitaan karena mereka telah kehilangan kebebasan serta hak pribadinya serta tidak adanya kepastian hukum. STP merupakan sarana pemerintah kolonial untuk mengeksploitasi negeri jajahan demi keuntungan Negeri Belanda.

Setelah mendapat kritikan dari kaum humanis serta demokrat di Negeri Belanda dan di Hindia Belanda, akhirnya STP dihapuskan pada tahun 1870. Penggantinya adalah sistem ekonomi terbuka dengan men-jadikan Hindia Belanda sebagai tempat penanaman modal asing bagi para pengusaha dari berbagai negara. Hindia Belanda dijadikan sebagai tempat mencari bahan mentah melalui perkebunan-perkebunan, pema-saran hasil industri di Eropa serta tempat penanaman modal asing.

72

Akibat dari dilaksanakannya sistem ekonomi terbuka tersebut bangsa-bangsa di luar Belanda, seperti Inggris, Belgia, Prancis, Amerika Serikat, Cina, dan Jepang berdatangan ke Indonesia. Mereka menanam-kan modalnya untuk mencari keuntungan. Pengusaha pribumi yang modalnya kurang, kalah bersaing dengan orang Barat sehingga banyak yang gulung tikar. Suasana seperti ini membuka pengisapan dengan cara baru dari negeri Indonesia. Apabila pada masa STP, Indonesia di-eksploitasi oleh Negara Belanda maka dalam sistem ekonomi terbuka Indonesia diekspoitasi oleh kaum swasta dan kapitalisme asing.

Berkembangnya kebijakan ekonomi politik yang bersifat pintu terbuka, mengakibatkan perkebunan di Jawa dan Sumatera berkembang dengan pesat. Perkebunan di Sumatra lebih banyak menggunakan tenaga kerja yang didatangkanlah dari Jawa melalui program transmigarasi. Kehidupan buruh (kuli) pekebuhan di Sumatera dalam sistem ekonomi tersebut menghasilkan kisah derita. Upah buruh tidak sesuai dengan beban pekerjaan yang sudah dilakukannya. Untuk memperoleh penghasilan yang layak, banyak di antara buruh perempuan yang terjerat dalam prostitusi. Banyak juga di antara mereka yang me-ninggal dan meninggalkan daerah perkebunan sebelum kontrak berakhir.

Dengan demikian, eksploitasi terhadap penduduk pribumi tetap berjalan walaupun dengan menggunakan sistem ekonomi modern, sistem ekonomi terbuka. Pada 1881, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan Undang-Undang tentang kuli (Koelie Ordonantie) yang mengatur para kuli. Dengan aturan ini, kuli yang akan dipekerjakan di Sumatra harus melalui kontrak kerja. Tidak boleh meninggalkan pekerjaannya sebelum kontraknya habis. Bagi yang melarikan diri dikenakan hukuman berupa poenale sanctie. Para pengusaha mempunyai wewenang menjatuhkan hukuman kepada kuli-kuli yang bekerja di perkebunan miliknya.

Undang-Undang tentang kuli (Koeli Ordonantie) mendapat kecaman dari Amerika Serikat. Akhirnya, atas perjuangan Otto Iskandar-dinata dalam Volksraad, undang-undang tersebut dihapuskan oleh Belanda pada abad ke-20. Sementara itu, untuk mendukung program penanaman modal Barat di Hindia Belanda, pemerintah kolonial Belanda membangun irigasi, waduk-waduk, jalan raya, jalan kereta, dan pelabuh-an-pelabuhan. Dalam membangun sarana-sarana tersebut, pemerintah kolonial Belanda menggunakan tenaga bangsa Hindia Belanda yang dipekerjakan tanpa upah, serta dikerahkan secara paksa. Sistem ini disebut sistem rodi (kerja paksa).

Masuknya bangsa Eropa dalam perdagangan di perairan Hindia Belanda juga menyebabkan daerah Hindia Belanda terisolasi di laut sehingga kehidupan berkembang ke daerah pedalaman. Kemunduran

73

perdagangan di laut ini secara tidak langsung telah memperkuat budaya feodalisme di pedalaman (Priyanto, 2002).

Dengan feodalisme, rakyat pribumi, terutama di wilayah-wilayah pedesaan, dipaksa untuk tunduk dan patuh terhadap para tuan tanah yang berkebangsaan Belanda dan Timur Asing yang dijaga oleh para centeng, penguasa lokal/pribumi. Penderitaan yang dialami oleh pendu-duk Indonesia akibat dari praktek penjajahan Belanda dikritisi oleh kaum humanis Belanda.

Mereka mengkritik pemerintah kolonial yang hanya mementingkan kekayaan Negeri Belanda dengan cara mengeksploitasi penduduk negeri jajahan. Salah seorang Belanda yang mengusulkan perbaikan nasib kaum pribumi adalah Mr.C.Th. van Deventer. Pada 1899, van Deventer memaparkan gagasannya dalam majalah de Gids. van Deventer mengemukakan een erschuld atau utang budi, yaitu utang yang harus dilunasi untuk menjaga kehormatan. Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa negeri Belanda berutang budi kepada Indonesia yang telah memberikan keuntungan yang sangat besar.

Sebagai pembalasannya, bangsa Belanda harus membantu Hindia Belanda menyehatkan rakyatnya, mencerdaskan dan memakmur-kan rakyatnya. Menurut van Deventer ada tiga cara untuk itu, yakni (1) memajukan pengajaran (edukasi), (2) memperbaiki pengairan (irigasi), dan (3) melakukan perpindahan penduduk (transmigrasi).

Gagasan van Deventer ini selanjutnya terkenal dengan Politik Etis. Pada awalnya, pemerintah Belanda tidak langsung menerima gagasan van Deventer, tetapi secara lambat laun dijalankan juga. Hanya saja pada pelaksanaannya tidak seperti kehendak van Deventer melain-kan menurut tafsiran dan kemauan pemerintah Belanda sendiri. Pendidik-an dilaksanakan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pegawai rendahan. Perbaikan di bidang perairan tidak ditujukan untuk pengairan sawah dan ladang rakyat, tetapi untuk pengairan perkebunan tebu, dan pabrik-pabrik kepunyaan Belanda atau swasta asing. Transmigrasi dilakukan bukan untuk memberikan penghidupan yang layak, melainkan hanya untuk membuka hutan-hutan baru bagi kebutuhan perkebunan dan perusahaan-perusahaan asing.

Meskipun hasil Politik Etis lebih diarahkan untuk kepentingan kolonial Belanda, sebagian rakyat Indonesia memperoleh manfaaat. Dengan politik tersebut, sebagian pemuda Indonesia mempunyai kesem-patan terbatas untuk mengenyam pendidikan, sehingga pada 1908 mereka mampu mempelopori munculnya pergerakan nasional.

74

2. Perlawanan Menentang Praktek Imperialisme dan Kolonialisme Kedatangan bangsa barat (Portugis, Inggris, dan Belanda) di

wilayah Indonesia, yang diikuti dengan penguasaan terhadap wilayah-wilayah di Indonesia dalam periode tertentu ternyata menimbulkan reaksi dari rakyat Indonesia.

Reaksi tersebut bentuknya bermacam-macam, tetapi pada pokok-nya hanya dua, yaitu kerjasama dan perlawanan. Kerjasama kebanyakan dilakukan bilamana rakyat Indonesia baik secara individu maupun kelom-pok ingin mendapatkan kekuasaan, sebaliknya perlawanan dilakukan bila bangsa barat tersebut berusaha mengambil alih aset yang dimilikinya, apakah itu berbentuk tempat berdagang, bertani atau berkuasa. Selain itu perlawanan juga dilakukan rakyat Indonesia terhadap bangsa Barat yang disebabkan bangsa-bangsa tersebut berusaha memaksakan kehendak-nya dengan cara ingin memperluas kekuasaannya di Indonesia sambil merampas hak-hak tradisional kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.

Perlawanan rakyat Indonesia terhadap kekuasaan Barat ditandai dengan perang atau perlawanan langsung terhadap kekuasaan bangsa Barat. Perlawanan tersebut juga ditandai dengan persaingan di antara kerajaan-kerajaan di Nusantara dalam rangka memperebutkan hegemoni kekuasaan di wilayah tersebut. Dalam persaingan tersebut sering kali kerajaan-kerajaan Nusantara melibatkan kekuatan bangsa Barat atau meminta bantuan VOC/Belanda untuk membantu mengalahkan pesaing-pesaingnya dalam memperebutkan kekuasaan. Konsekuensinya VOC/ Belanda mendapatkan daerah kekuasaan karena upayanya membantu mengalahkan pesaingnya. Kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya kegagalan bangsa Indonesia dalam mengusir bangsa-bangsa Barat dari Nusantara. a. Perlawanan terhadap Praktek Imperialisme di Maluku

Maluku merupakan daerah yang kaya akan rempah-rempah. Rempah-rempah ini dikirim ke eropa melalui Malaka oleh pedagang-pedagang dari Bugis dan Jawa.

Setelah berhasil menguasai Malaka, Portugis mengirim armadanya ke Maluku dengan tujuan untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku (monopoli). Kedatangan Portugis pada awalnya disambut baik oleh rakyat Maluku, karena mereka membawa bahan pangan juga membeli rempah-rempah.

Maluku pada waktu itu telah berdiri dua kerajaan besar yang saling bersaing, yaitu Ternate dan Tidore. Kedatangan Portugis dimanfaatkan oleh kedua kerajaan tersebut untuk menjalin kerjasama untuk memperkuat kerajaan masing-masing.

75

Pada awalnya Portugis menjalin persekutuan dengan Ternate dan membangun benteng atau kekuatan disana. Benteng tersebut ternyata dipergunakan untuk membangun kekuatan untuk menekan dan menurun-kan kekuasaan raja Ternate serta menyebarkan agama katolik di Ternate. Tindakan Portugis ini mendapat perlawanan dari rakyat Ternate yang dipimpin oleh Sultan Hairun dan Sultan Baabullah (1575), serta Sultan Said. Portugis lari dari Ternate menuju Tidore, dan membangun benteng dan kekuatan disana, serta menyebarkan agama kristen katolik.

Keberhasilan Portugis menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku menarik perhatian Belanda untuk merebutnya, terjadilah per-saingan dan peperangan untuk memperebutkan daerah Maluku. Belanda yang dibantu oleh sekutunya (raja lokal) berhasil mengusir Portugis dari Maluku, dan sejak saat itulah dimulai babak baru penjajahan Belanda di Maluku (1606).

Sultan Nuku merupakan raja dari Kesultanan Tidore yang memim-pin perlawanan rakyatnya terhadap pemerintahan kolonial Belanda. Sultan Nuku berhasil meningkatkan kekuatan perangnya hingga 200 kapal perang dan 6000 orang pasukan untuk menghadapi Belanda. Sultan Nuku juga menjalankan perjuangan melalui jalur diplomasi. Untuk menghadapi Belanda, dia mengadakan hubungan dengan Inggris dengan tujuan meminta bantuan dan dukungan. Siasat untuk mengadu domba antara Inggris dengan Belanda berhasil dilakukan sehingga pada 20 Juni 1801 Sultan Nuku berhasil membebaskan kota Sua-Sio dari kekuasaan Belanda. Maluku Utara akhirnya dapat dipersatukan di bawah kekuasaan Sultan Nuku.

Tokoh lain yang memimpin perlawanan terhadap kaum imperialis di Maluku adalah Patimura. Perlawanan Patimura latarbelakangi oleh faktor dihentikannya dukungan terhadap gereja. Perlawanan yang dipimpin oleh Pattimura dimulai dengan penyerangan terhadap Benteng Duurstede di Saparua dan berhasil merebut benteng tersebut dari tangan Belanda. Perlawanan ini meluas ke Ambon, Seram, dan tempat-tempat lainnya. Dalam menghadapi serangan tersebut, Belanda harus mengerahkan seluruh kekuatannya yang berada di Maluku. Akhirnya, Pattimura berhasil ditangkap dalam suatu pertempuran dan pada tanggal 16 Desember 1817 Pattimura dan kawan-kawanya dihukum mati di tiang gantungan. Perlawanan lainnya dilakukan oleh pahlawan wanita, yaitu Martha Christina Tiahahu. b. Perlawanan terhadap Praktek Imperialisme di Sumatera

Di Sumatera terjadi Perang Paderi. Perang ini dilatarbelakangi konflik antara kaum agama dan tokoh-tokoh adat Sumatra Barat. Kaum agama sebagai pembaharu yang disebut kaum Paderi berusaha untuk

76

mengajarkan agama Islam kepada warga sambil menghapus adat-istiadat yang bertentangan dengan ajaran Islam. Dengan demikian, gerakan paderi bertujuan untuk memurnikan ajaran agama Islam di wilayah Sumatra Barat serta menentang aspek-aspek budaya yang bertentangan dengan aqidah Islam.

Tujuan ini tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena kaum adat tidak ingin kehilangan kedudukannya serta adat-istiadatnya, dan menentang ajaran kaum Paderi. Perbedaan pandangan inilah yang kemudian menyebabkan perang saudara dan mengundang kehadiran kekuatan Inggris dan Belanda.

Pertentangan ini kemudian berkembang menjadi perang saudara, yaitu antara kaum paderi dengan kaum adat. Kaum Adat yang terdesak kemudian meminta bantuan kepada Inggris yang sejak 1795 telah me-nguasai Padang dan beberapa daerah di daerah pesisir barat sumatera setelah direbut dari Belanda. Adapun golongan agama pada saat itu telah menguasai daerah pedalaman Sumatera Barat dan menjalankan pemerintahan berdasarkan agama Islam.

Pada 1819, Belanda menerima Padang dan daerah sekitarnya dari Inggris. Sementara itu, golongan Adat meminta bantuan kepada Belanda dalam menghadapai golongan Paderi. Pada bulan Februari 1821, kedua belah pihak menandatangani perjanjian. Seusai perjanjian itu, mulailah Belanda mengerahkan pasukannya untuk melakukan penyerangan kepada kaum Paderi.

Pertempuran pertama antara kaum Paderi dan Belanda terjadi pada bulan April 1821 di daerah Sulit Air, dekat Danau Singkarak, Solok. Belanda kemudian berhasil menguasai daerah Pagarruyung, bekas kedudukan raja-raja Minangkabau. Namun, Belanda gagal merebut pertahanan Paderi yang ada di Lintau, Sawah Lunto dan Kapau, Bukittinggi. Untuk menyiasati hal ini Belanda mengajak pemimpin kaum Paderi, Tuanku Imam Bonjol berunding pada tahun 1824. Namun, perjanjian ini kemudian dilanggar oleh Belanda.

Ketika terjadi Perang Diponegoro, pihak Belanda menarik sebagian besar pasukannya dari Sumatra Barat dan untuk sementara waktu menunda penyerangannya pada kaum Paderi. Mereka hanya berjaga-jaga daerah-daerah yang telah mereka kuasai. Setelah perang Diponegoro berakhir, Belanda kembali memusatkan perhatiannya ke daerah Sumatra Barat dengan target menangkap Tuanku Imam Bonjol.

Melalui serangan besar-besaran dan gencar dari Belanda, akhirnya kota Bonjol jatuh ke tangan Belanda pada bulan September 1832. Namun, pada tanggal 11 Januari 1833, kota tersebut dapat direbut kembali oleh kaum Paderi. Pertempuran berkobar di mana-mana dan pada saat inilah sebagian dari golongan Adat berbalik melawan Belanda.

77

Hal ini mencemaskan pihak Belanda sehingga memaksa mereka meme-rintahkan Sentot Alibasha Prawirodirjo, bekas panglima perang Diponegoro, untuk memerangai Paderi. Sentot Alibasha Prawirodirdjo yang tidak mau memerangi bangsanya sendiri akhirnya berbalik bekerja sama dengan Kaum Paderi menyerang Belanda.

Pada tanggal 25 Oktober 1833, Belanda mengeluarkan maklumat yang disebut Plakat Panjang. Isinya mengajak penduduk Sumatra Barat untuk berdamai dan menghentikan perang. Namun, pada bulan Juni 1834 Belanda kembali melancarkan serangan kepada kaum Paderi yang berlangsung selama kurang lebih tiga tahun lamanya. Pada tanggal 16 Agustus 1837, pertahanan Bonjol jatuh ke tangan Belanda. Tuanku Imam Bonjol dan para pengikutnya berhasil lolos. Pada tanggal 25 Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol tiba di Palupuh untuk berunding. Namun, Belanda berkhianat dengan menangkap Tuanku Imam Bonjol dan membuangnya ke Cianjur, Ambon, dan terakhir ke Lota dekat Manado. Ia wafat dalam usia 92 tahun dan dimakamkan di Tomohon, Sulawesi Utara.

Di Aceh, rakyat Aceh melakukan perlawanan terhadap Belanda sehingga menimbulkan Perang Aceh. Seperti halnya zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636) Kerajaan Aceh mengalami kejayaan kembali pada abad ke 18 sampai abad ke-19. Dalam hubungannya dengan kekuatan Barat dan negara tetangga, Aceh mampu memainkan posisi strategis dan kemampuan diplomatiknya yang baik sehingga dihormati oleh kerajaan-kerajaan lainnya, termasuk bangsa Barat.

Karena kemampuan tersebut, kedudukan Aceh dihormati oleh dua kekuasaan kolonial yang berada di sekitar wilayah Aceh, yaitu Inggris dan Belanda melalui Traktat London pada 1824. Namun, sejak Terusan Suez dibuka, Aceh yang memiliki kedudukan strategis di Selat Malaka menjadi incaran kekuatan Barat. Untuk mengantisipasi hal tersebut pada 1871 Inggris dan Belanda menandatangani Traktat Sumatra.

Melihat gelagat ini Aceh mulai mencari bantuan dan dukungan ke luar negeri. Kegiatan diplomatik ini mulai mencemaskan Belanda. Belanda yang merasa takut disaingi mulai menuntut Aceh untuk menga-kui kedaulatan Belanda di nusantara. Kerajaan Aceh menolak tuntutan Belanda tersebut. Penolakan ini mendorong Belanda untuk mengirimkan pasukannya ke Kutaraja, ibu kota Kerajaan Aceh pada April 1873. Pasukan tersebut dipimpin oleh Mayor Jenderal J.H.R. Kohler. Namun, usaha untuk menguasai Aceh mengalami kegagalan, bahkan Mayor Jenderal Kohler tewas di depan Masjid Raya Aceh.

Serangan kedua dilakukan Belanda pada bulan Desember 1873 dan berhasil merebut istana kerajaan Aceh. Pasukan Belanda yang dipimpin oleh Letnan Jenderal van Swieten memproklamirkan bahwa Kerajaan Aceh berhasil dikuasai. Pernyataan ini tidak terbukti karena

78

kenyataannya Aceh tidak jatuh dan daerah-daerah di luar Kutaraja masih dikuasai oleh para pejuang Aceh. Walaupun telah dilakukan serangan secara militer, Aceh secara keseluruhan belum dapat ditaklukan. Oleh karena itu, Belanda mengirimkan Snouck Hurgronye seorang ahli kajian Islam yang ditugasi untuk menyelidiki masyarakat Aceh.

Pada 1891, Teuku Cik Ditiro meninggal. Selanjutnya, pada 1893, Teuku Umar menyatakan menyerah kepada Belanda. Namun, pada Maret 1896, ia kabur dan bergabung kembali bersama para pejuang dengan membawa sejumlah uang dan senjata. Pada 11 Februari 1899, Teuku Umar akhirnya tewas di Meulaboh.

Perjuangan Teuku Umar dilanjutkan oleh istrinya yang bernama Cut Nyak Dhien. Bersama para pengikutnya ia melakukan perlawanan terhadap Belanda secara gerilya di hutan-hutan. Pada November 1902, Belanda menangkap dua orang isteri Sultan Aceh dan anak-anaknya. Belanda kemudian memerintahkan Sultan untuk memilih menyerah atau keluarganya akan dibuang. Oleh karena itu, pada 10 Januari 1903, Sultan Daudsyah menyerah. Demikian pula Panglima Polim dan beberapa hulubalang yang menyerah pada September 1903.

Belanda menganggap dengan menyerahnya Sultan Aceh, perla-wanan rakyat telah selesai. Namun, perkiraan ini salah. Ternyata perla-wanan rakyat masih terus berlangsung secara gerilya. Pada 1905, Cut Nyak Dhien berhasil ditangkap di hutan. Adapun pejuang wanita lainnya, yaitu Cut Nyak Meutia gugur pada 1910. Baru pada 1912 Perang Aceh benar-benar berakhir. c. Perlawanan terhadap Praktek Imperialisme di Sulawesi

Di Pulau Sulawesi, perlawanan untuk mengusir kekuatan VOC juga dilakukan oleh rakyat Sulawesi, walaupun tidak berhasil. Penyebabnya hampir sama dengan daerah lainnya di nusantara, yaitu karena adanya konflik dan persaingan di antara kerajaan-kerajaan di Sulawesi. Misalnya konflik antara Sultan Hasanuddin dari Makasar dan Aru Pallaka dari kerajaan Bone yang memberi jalan bagi Belanda untuk menguasai kerajaan-kerajaan di Sulawesi tersebut.

Sultan Hasanuddin (Raja Gowa) menguasai Sumbawa untuk memperkuat kedudukannya di Sulawesi, sehingga jalur perdagangan di nusantara bagian timur dapat dikuasainya. Penguasaan ini dianggap oleh Belanda sebagai penghalang dalam melakukan aktifitas monopoli perdagangan. Pertempuran antara Sultan Hasanuddin dan Belanda selalu terjadi, pasukan Belanda yang dipimpin Cornelis Speelman selalu dapat dihalau pasukan Sultan Hasanuddin.

Untuk menghadapi Sultan Hasanuddin, Belanda meminta bantuan dari Aru Pallaka yang bersengketa dengan Sultan Hasanuddin. Dengan

79

kerja sama tersebut akhirnya Makasar jatuh ke tangan Belanda dan Sultan Hasanuddin harus menandatangani Perjanjian Bongaya pada tahun 1667 yang isinya:

1. Sultan Hasanuddin harus memberikan kebebasan kepada VOC berdagang di kawasan Makasar dan Maluku.

2. VOC memegang monopoli perdagangan di wilayah Indonesia bagian Timur dengan pusatnya Makasar.

3. Wilayah kerajaan Bone yang diserang dan diduduki pada zaman Sultan Hasanuddin dikembalikan kepada Aru Palakka dan dia diangkat menjadi Raja Bone.

Setelah perjanjian Bongaya ditandatangani, perlawanan rakyat Sulawesi kepada Belanda tidaklah berhenti, walau dalam skala yang kecil sebagai upaya untuk mengusir Belanda dari Sulawesi. d. Perlawanan terhadap Praktek Imperialisme di Jawa

Perlawanan terhadap kaum imperialis oleh masyarakat Indonesia yang tinggal di Jawa diawali dengan perlawanan rakyat Demak yang dipimpin oleh Dipati Unus terhadap kekuatan Portugis di Malaka. Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh penguasaan Malaka oleh Portugis, padahal Malaka adalah tempat bertemunya para pedagang Jawa yang kebanyak pada waktu itu berasal dari Demak.

Perlawanan Dipati Unus kepada Portugis di Malaka diwujudkan dalam bentuk serangan pasukan Dipati Unus terhadap kota pelabuhan Malaka yang dilakukan dua kali (1512 dan 1513), dan mengalami kegagalan. Kegagalan ini disebabkan oleh lemahnya persenjataan yang dimiliki oleh pasukan Dipati Unus, serta dan tidak mendapat dukungan dari kerajaan-kerajaan di kawasan Sumatra, Jawa, dan Kalimantan.

Sebaliknya, pada saat yang sama, penguasa kerajaan Pajajaran melakukan kerja sama dengan bangsa Portugis setelah mereka menda-pat ancaman dari kekuatan Islam di pesisir utara Pulau Jawa, yaitu Cirebon dan Banten. Hal inilah yang juga memperkuat kekuasaan Portugis di nusantara, dan melemahkan upaya perlawanan kerajaan-kerajaan nusantara terhadap kekuatan Barat.

Kerajaan Mataram di Jawa juga melakukan perlawanan terhadap VOC. Ambisi untuk menggusur VOC dari Jawa mengalami kegagalan, karena hanya dilakukan sendiri dan tidak mendapat dukungan dari kerajaan-kerajaan lainnya yang ada di Jawa.

Sultan Agung yang mempunyai cita-cita untuk mempersatukan wilayah Pulau Jawa dalam kekuasaannya berusaha mengalahkan VOC di Batavia (Jakarta). Namun, penyerangan ke Batavia yang dilakukan pada 1628 dan 1629 tersebut mengalami kegagalan karena selain pasukan dan persiapan pasukannya yang belum matang, juga tidak

80

mampu membuat blok perlawanan bersama kerajaan-kerajaan lainnya, misalnya dengan kesultanan Banten di Jawa Barat.

Konflik dalam urusan kerajaan serta persaingan dalam tahta kera-jaan juga menyebabkan perlawanan terhadap kekuasaan Barat meng-alami kegagalan. Misalnya konflik internal kesultanan Banten yang menyebabkan Banten jatuh ke tangan VOC. Setelah Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat anaknya yang bergelar Sultan Haji sebagai sultan Banten, Belanda segera ikut campur dalam urusan Banten dengan cara mendekati Sultan Haji. Sultan Ageng yang sangat anti VOC segera menarik kembali tahta untuk anaknya. Tentu saja tindakan tersebut tidak disukai oleh sang putra mahkota sehingga dia minta bantuan ke VOC di Batavia untuk membantu mengembalikan tahtanya. Akhirnya, melalui kerja sama dengan VOC, Sultan Haji memperoleh tahta kembali dengan imbalan diserahkannya sebagian wilayah Banten kepada VOC.

Dengan demikian, konflik internal dalam memperebutkan kekuasaan serta perbedaan sikap dan pandangan di antara sultan-sultan di kerajaan Banten menyebabkan sulitnya mengusir kekuasaan Barat dari kawasan tersebut, bahkan sebaliknya kesultanan tersebut menjadi mudah dikuasai oleh kekuatan asing.

Tokoh lain yang melakukan perlawanan terhadap VOC adalah Untung Surapati. Untung Surapati melawan VOC dikarenakan sering memimpin perampokan terhadap pasukan VOC. Versi lain menyebutkan perlawanan Untung Surapati terhadap VOV dilatarbelakangi oleh wanita, yaitu ada anak perempuan perwira VOC yang jatuh cinta kepada Untung, perwira tersebut tidak berkenan dan berusaha membunuh Untung Surapati.

Pemberontakan Untung Surapati terhadap VOC berlangsung pada 1686 sampai dengan 1706. Adapun dalam menjalankan aksinya, Untung Surapati bersekutu dengan Sunan Amangkurat II yang merasa berat atas perjanjiannya dengan VOC.

Untuk memadamkan pemberontakan Untung Surapati, VOC mengutus Kapten Tack ke kerajaan Mataram. Namun, Kapten Tack be-serta seluruh anak buahnya terbunuh. Tentu saja Sunan Amangkurat II sangat berterima kasih kepada Untung Surapati. Untuk membalas jasa-jasa Untung Surapati, Sunan Amangkurat II memberikan daerah Pasuruan kepada Untung Surapati dan menetapkannya menjadi bupati di sana dengan gelar Adipati Wiranegara.

Pada 1703, Sunan Amangkurat II meninggal, kemudian digantikan oleh putranya yang bergelar Sunan Amangkurat III. Seperti ayahnya, Sunan Amangkurat III pun memusuhi VOC dan bersekutu dengan Untung Surapati.

81

Paman Sunan Amangkurat III yang bernama Pangeran Puger menginginkan tahta untuk menjadi raja di Mataram. Ia kemudian bersekutu dengan VOC untuk menjatuhkan Sunan Amangkurat III. Melihat gelagat yang demikian, tentu saja VOC sangat bergembira dan berusaha membantu Pangeran Puger. Untuk mencapai maksudnya, Pangeran Puger bersedia membuat perjanjian dengan VOC dengan ketentuan menyerahkan sebagian wilayah kekuasaan Mataram. Adapun isi perjanjian tersebut adalah sebagai berikut. • Seluruh daerah Priangan, Cirebon, dan Madura bagian Timur

diserahkan kepada VOC; • Sunan (Pangeran Puger) dibebaskan dari segala utangnya terdahulu,

tetapi selama 25 tahun Sunan wajib menyerahkan 8.000 koyan beras kepada VOC;

• Di daerah Kartasura VOC bersedia menempatkan pasukannya untuk melindungi Sunan.

Berdasarkan perjanjian tersebut, VOC membantu Pangeran Puger untuk menjadi Sunan di Mataram. Pada 1705, Pangeran Puger kemudian dinobatkan oleh VOC menjadi Sunan di Mataram dengan gelar Sunan Pakubuwono I.

Setelah itu, dimulailah peperangan antara Sunan Pakubuwono I dan Untung Surapati yang dibantu oleh Sunan Amangkurat III. Pada 1706, VOC akhirnya berhasil melumpuhkan kekuasaan Untung Surapati di Kartasura. Dengan demikian, berakhirlah perlawanan Untung Surapati.

Di Jawa Tengah perlawanan dilakukan oleh Pangeran Diponegoro dan para pengikutnya. Perang ini dikenal dengan Perang Diponegoro (1825-1830). Penyebab terjadinya perang ini adalah rasa tidak puas yang hampir merata di kalangan masyarakat terhadap berbagai kebijakan yang dijalankan pemerintah Belanda di wilayah Kesultanan Yogyakarta. Di bidang politik, penguasa Belanda dengan seenaknya mencampuri urusan intern kesultanan. Akibatnya, di lingkungan keraton Mataram terbentuk dua kelompok yang pro dan anti Belanda.

Pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono V, Pangeran Diponegoro diangkat sebagai anggota Dewan Perwalian. Namun, ia jarang sekali diajak berbicara mengenai urusan pemerintahan karena sikap kritisnya terhadap kehidupan keraton yang dianggapnya sudah dipengaruhi oleh budaya Barat dan penuh intervensi Belanda. Oleh karena itu, ia meninggalkan keraton dan menetap di Tegalrejo.

Belanda yang ingin menguasai Mataram sepenuhnya berusaha mencari-cari alasan untuk memulai perang dan menangkap Diponegoro. Di mata Belanda, Diponegoro merupakan pemimpin lokal yang sangat membahayakan kedudukan Belanda. Sikapnya yang anti Belanda,

82

kharismatik, dan mampu membangkitkan simbol-simbol Islam dianggap sebagai sebuah ancaman bagi kepentingan Belanda di Mataram.

Suatu ketika pemerintah kolonial Belanda bermaksud membuat jalan raya yang menghubungkan Yogyakarta dan Magelang. Jalan tersebut ternyata menembus makam leluhur Diponegoro di Tegalrejo. Hal ini tentu saja membuat Diponegoro marah dan menganggapnya sebagai suatu penghinaan.

Patok-patok yang menandai pembangunan jalan tersebut kemudian diganti oleh para pengikut Diponegoro dengan tombak-tombak. Tindakan para pengikut Diponegoro tersebut dijawab oleh Belanda dengan mengirimkan pasukannya ke Tegalrejo pada 25 Juni 1825. Pangeran Diponegoro dan pasukannya membangun pusat pertahanan di Selarong. Dukungan pada Diponegoro datang dari mana-mana sehingga kekuatan pasukan Diponegoro semakin bertambah. Tokoh-tokoh yang bergabung antara lain Pangeran Mangkubumi, Sentot Alibasha Prawirodirjo, dan Kiai Maja. Oleh karena itu untuk menghadapi perla-wanan ini Belanda mendatangkan pasukan dari Sumatra Barat dan Sulawesi Selatan yang dipimpin Jenderal Marcus de Kock.

Pasukan Pangeran Diponegoro selalu berhasil memperoleh kemenangan. Untuk mematahkan perlawanan Diponegoro, Belanda melakukan taktik Benteng Stelsel. Dengan taktik tersebut, di daerah-daerah yang telah dikuasai oleh Belanda didirikan benteng-benteng pertahanan yang antara satu dengan lainnya dihubungkan oleh jalan sehingga pasukan mudah bergerak. Akibatnya, pasukan Diponegoro sulit untuk bergerak.

Sejak 1829, kekuatan Diponegoro mulai berkurang, banyak pengikut Diponegoro yang ditangkap ataupun gugur dalam pertempuran. Pada akhir November 1828, Kiai Maja ditangkap oleh Belanda. Sementa-ra Sentot Alibasha Prawirodirdjo menyerah pada Oktober 1829. Jenderal de Kock memerintahkan Kolonel Cleerens untuk mencari kontak dengan Pangeran Diponegoro. Pada 28 Maret 1830, dilangsungkan perundingan antara Jenderal de Kock dan Diponegoro di kantor keresidenan di Magelang. Namun, Belanda berkhianat. Pangeran Diponegoro dan para pengikutnya ditangkap. Pangeran Diponegoro kemudian dibuang ke Manado dan Makassar. Dengan demikian, Perang Diponegoro berakhir. e. Perlawanan terhadap Praktek Imperialisme di Bali

Pulau Bali sebelum abad ke-9 dikuasai oleh beberapa kerajaan kecil yang seluruhnya berada di bawah kekuasaan kerajaan Klungkung. Kerajaan ini mengadakan perjanjian dengan Belanda pada tahun 1841. Berdasarkan perjanjian tersebut, kerajaan Klungkung yang saat itu berada di bawah pemerintahan Raja Dewa Agung Putera, merupakan

83

kupernement atau suatu negara yang bebas dari pengaruh kekuasaan Belanda. Hal ini berarti Belanda tidak bisa menguasai kerajaan Klungkung.

Meskipun begitu, Belanda tidak berhenti mencari strategi untuk menguasai Bali. Pada tahun 1844, perahu dagang milik Belanda terdampar di Prancak wilayah kerajaan Buleleng dan terkena Hukum Tawan Karang yang memberi hak kepada penguasa kerajaan untuk menguasai kapal beserta isinya. Hal inilah yang dijadikan alasan oleh Belanda untuk melakukan serangan ke kerajaan Buleleng pada tahun 1848. Namun, serangan ini mengalami kegagalan. Pada serangan yang kedua (1849), pasukan Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Mayor A.V. Michies dan Van Swieeten berhasil merebut benteng pertahanan terakhir kerajaan Buleleng di Jagaraga. Pertempuran ini dikenal dengan nama Puputan Jagaraga.

Setelah Buleleng ditaklukan, Belanda mulai menaklukan kerajaan-kerajaan di Bali lainnya. Oleh karena itu, perlawanan rakyat Bali dalam menghadapi penjajahan Belanda diwarnai dengan berbagai perang puputan atau perang habis-habisan untuk mempertahankan harga diri dan kehormatan.

Selain Puputan Jagaraga, puputan lain yang pernah terjadi di Bali, di antaranya Puputan Badung pada tahun 1906, Puputan Kusamba pada tahun 1908, dan Puputan Klungkung pada tahun1908. f. Perlawanan terhadap Praktek Imperialisme di Kalimantan

Kerajaan Banjarmasin di Pulau Kalimantan pada tahun 1826 melakukan kerjasama secara resmi dengan Belanda. Sultan Adam menyatakan secara resmi hubungan antara Kerajaan Banjarmasin dan Belanda pada 1826. Namun, pada 1850, Belanda mencampuri urusan intern kerajaan sehingga menimbulkan perselisihan di antara keluarga kerajaan. Hal ini terus berlangsung hingga saat Sultan Adam meninggal pada 1857.

Sepeninggal Sultan Adam, di kerajaan Banjarmasin terjadi perebutan kekuasaan yang menyebabkan terpecahnya keluarga kerajaan ke dalam tiga kelompok. Ketiga kelompok tersebut adalah sebagai berikut: • Kelompok Pangeran Tamjid Illah, cucu Sultan Adam.

Kelompok ini merupakan kelompok yang dibenci oleh rakyat karena mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Belanda.

• Kelompok Pangeran Anom, putera Sultan Adam. Kelompok ini merupakan kelompok yang tidak disukai oleh rakyat karena tindakannya yang sewenang-wenang.

• Kelompok Pangeran Hidayatullah, cucu Sultan Adam.

84

Kelompok ini merupakan kelompok yang disenangi dan didukung oleh rakyat serta dicalonkan menjadi sultan untuk menggantikan Sultan Adam.

Di tengah-tengah kekacauan tersebut, terjadilah Perang Banjarmasin pada 1889 yang dipimpin oleh Pangeran Antasari. Ia adalah putera dari Sultan Muhammad yang sangat anti Belanda. Ketika perang berlangsung Belanda mengusulkan untuk mengangkat Pangeran Hidaya-tullah sebagai sultan baru. Namun, Pangeran Hidayatullah menolak usul tersebut. Bahkan Pangeran Hidayatullah secara terang-terangan memi-hak kepada Pangeran Antasari.

Pada 1862, Pangeran Hidayatullah dapat ditangkap dan kemudian dibuang ke Cianjur. Hal ini tidak membuat perlawanan terhadap Belanda menjadi berhenti. Perlawanan terus berlangsung di bawah pimpinan Pangeran Antasari. Oleh rakyat Banjarmasin, Pangeran Antasari diangkat menjadi Sultan. Namun, hal ini tidak dapat bertahan lama karena Pangeran Antasari akhirnya tewas dalam pertempuran melawan Belanda pada 1862.

Walaupun satu-persatu kekuatan di daerah berhasil ditaklukkan Belanda, perlawanan kerajaan di Nusantara berlangsung hingga akhir abad ke-19. Perlawanan terjadi di Sumatra Utara dipimpin oleh Raja Sisingamangaraja XII, perlawanan kongsi Cina di Kalimantan Barat pada 1848-1864, perlawanan Raden Intan di Lampung pada 1856-1859, dan perlawanan Sultan Siak di Sumatra Utara pada 1857. Semuanya dilakukan secara kedaerahan, oleh karena itu mudah sekali dipatahkan oleh Belanda. 3. Dampak Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia

Praktek imperialisme dan kolonialisme di Indonesia mempunyai dampak yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Bukan hanya mengakibatkan terjadinya penderitaan dan kesengsaraan fisik, tetapi juga psikhis, bahkan akibatnya terasa hingga saat ini. Selain mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan, imperialisme barat juga meninggalkan kosakata, budaya, marga, sarana jalan dan beberapa pabrik gula, dan aturan perundangan.

Kehidupan masyarakat Indonesia pada masa kolonial sangat dipengaruhi oleh sistem kolonial yang diterapkan oleh pemerintahan Hindia Belanda. Setelah sistem tanam paksa dihapuskan pada tahun 1870 pemerintah kolonial menerapkan sistem ekonomi baru yang lebih liberal.

Sistem tersebut ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Agraria tahun 1870. Menurut undang-undang tersebut penduduk pribumi diberi hak untuk memiliki tanah dan menyewakannya kepada perusahaan

85

swasta. Tanah pribadi yang dikuasai rakyat secara adat dapat disewakan selama 5 tahun. Sedangkan tanah pribadi dapat disewakan selama 20 tahun.

Para pengusaha dapat menyewa tanah dari guberneman dalam jangka 75 tahun. Dalam jangka panjang, akibat sistem sewa tersebut tanah yang disewakan cenderung menjadi milik penyewa. Apabila pada masa sistem tanam paksa perekonomian dikelola oleh negara maka sejak Undang-undang Agraria 1870 kegiatan ekonomi lebih banyak dijalankan oleh swasta. Nilai-nilai kapitalisme mulai masik ke dalam struktur masyarakat Indonesia. Komersialisasi telah menggantikan sistem ekonomi tradisional. Nilai uang telah menggantikan satuan ekonomi tradisional yang selama ini dijalankan oleh masyarakat pedesaan.

Masalah sistem perburuhan dikeluarkan aturan yang ketat. Tahun 1872 dikeluarkan Peraturan Hukumam Polisi bagi buruh yang mening-galkan kontrak kerja. Pada tahun 1880 ditetapkan Koeli Ordonanntie yang mengatur hubungan kerja antara koeli (buruh) dengan majikan, terutama di daerah perkebunan di luar Jawa.

Walaupun wajib kerja dihapuskan sesuai dengan semangat liberalisme, pemerintah kolonial menetapkan pajak kepala pada tahun 1882. Pajak dipungut dari semua warga desa yang kena wajib kerja. Pajak tersebut dirasakan oleh rakyat lebih berat dibandingkan dengan wajib kerja.

Di bidang ekonomi, penetrasi kapitalisme sampai pada tingkat individu, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Tanah milik petani menjadi objek dari kapitalisme. Tanah tersebut menjadi objek komersiali-sasi, satu hal yang tidak kekenal sebelumnya dalam masyarakat tradisional di pedesaan.

Dengan demikian, terjadi perubahan dalam masyarakat pedesaan terutama dalam melihat aset tanah yang dimilikinya. Apabila sebelum adanya UU Agraria tahun 1870 tanah yang dimiliki tidak memiliki arti ekonomi yang penting kecuali untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari maka setelah dikeluarkannya undang-undang tersebut terjadi komersial-isasi aset petani. Penetrasi tersebut sering kali mengabaikan hak-hak rakyat menurut hukum adat. Nilai ekonomi uang telah menggantikan nilai ekonomi menurut cara-cara ekonomi tradisional seperti sistem barter dan lain-lain.

Sistem ekonomi yang dijalankan oleh pemerintah kolonial Belanda adalah sistem tanam paksa dan sistem kapitalisme menurut Undang-Undang Agraria tahun 1870. Melalui kedua sistem tersebut terjadi mobilitas tenaga kerja dari tempat tinggal mereka ke daerah perkebunan baik yang berada dalam satu pulau maupun luar pulau. Misalnya, sejak

86

tahun 1870 terjadi pengirimam buruh besar-besaran dari Jawa ke daerah perkebunan di Sumatera.

Dampak lain dari imperialisme Belanda di Indonesia adalah dibangunnya jaringan jalan raya, jalan kereta api serta perhubungan laut dengan menggunakan kapal api. Misalnya, sejak tahun 1808, di Jawa dibangun Jalan Raya Post (Groete Posweg) yang menghubungkan kota-kota besar di Jawa. Pada akhir abad ke-19 terdapat 20.000 km jaringan jalan raya di Jawa. Pembangunan tersebut dimaksudkan untuk menun-jang kegiatan perkebunan, pengangkutan barang dan tenaga kerja. Namun demikian, kondisi tersebut tidak hanya mengakibatkan terjadinya mobilitas hasil-hasil perkebunan dan barang tetapi juga telah meng-akibatkan terjadinya mobilitas penduduk dari satu tempat ke tempat lainnya melalui jaringan jalan yang ada.

Pembangunan jalan raya juga diikuti dengan pembangunan jaringan kereta api. Jaringan kereta api di Indonesia termasuk salah satu yang tertua di Asia. Misalnya sejak tahun 1863 telah dibangun jaringan rel kereta api antara Semarang dan Yogyakarta. Bebarapa tahun kemudian disusul dengan rel antara Jakarta-Bogor. Pada akhir abad ke-19 telah terhubung rel kereta api antara Jakarta-Surabaya. Jaringan perhubungan jalan kereta api tersebut telah mempercepat mobilitas penduduk dari satu kota ke kota lainnya.

Adanya jaringan jalan raya serta jalan kereta api dan hubungan laut telah membantu mempercepat pertumbuhan kota. Terjadilah urbanisasi atau perpindahan penduduk dari desa ke kota. Pada akhir abad ke-19 lahirlah kota-kota baru di pedalaman serta di pesisir pantai. Demikian juga dengan kota-kota lama menjadi incaran penduduk untuk bermukim. Lahirnya kota-kota tersebut terkait dengan perkembangan ekonomi seperti perkebunan serta perdagangan antar pulau.

Pada akhir abad ke-19 lahirlah kota pedalaman seperti Bandung, Malang dan Sukabumi. Kota-kota tersebut lahir karena di sekitarnya dikembangkan perkebunan. Sedangkan di pesisir pantai berkembang pula kota-kota pesirir seperti Tuban, Gresik, Batavia, Surabaya, Semarang, Banten, Makasar, yang telah lama ada maupun kota baru seperti Kotaraja, Medan, Padang, Palembang, Pontianak, dan Banjarmasin.

Pembangunan pendidikan telah mempercepat mobilitas pen-duduk. Sekolah-sekolah yang didirikan di perkotaan telah menarik minat yang besar dari penduduk sekitarnya. Banyak penduduk yang berpindah dari satu kota ke kota lainnya karena alasan sekolah. Misalnya, para priyayi dari berbagai kabupaten di Jawa Barat banyak yang berpindah ke Bandung untuk sekolah. Lulusan dari sekolah di sana ada yang tetap

87

bermukin di kota tersebut, ada juga yang kembali ke daerah asalnya atau ke daerah lain tempat mereka bekerja.

Pendidikan yang berkembang di Indonesia pada abad ke-19 menggunakan sistem yang diselenggarakan oleh organisasi agama Kristen, Katholik dan Islam. Sistem persekolahan Islam menggunakan sistem pesantren. Di luar itu, pemerintah kolonial menerapkan sistem pendidikan Barat.

Sistem pendidikan Islam dilaksanakan melalui pondok pesantren dengan kurikulum yang terbuka serta staf pengajar yang berasal dari para kiai. Sistem pendidikan ini lebih menekankan pada pendidikan agama, kemampuan membaca huruf arab serta dengan menggunakan bahasa setempat. Sistem pendidikan pesantren dianggap lebih demokra-tis sebab membuka kesempatan pada semua golongan untuk memperoleh pendidikan di sana. Materi pelajaran umum dalam sistem ini hanya mendapat porsi yang lebih kecil. Namun demikian, melalui sistem pendidikan ini telah dilahirkan banyak orang yang memiliki pandangan yang maju serta mampu melihat kondisi buruk masyarakat yang menjadi korban dari imperialisme Barat.

Bersamaan dengan berkembangnya sistem pendidikan pesantren berkembang pula sistem pendidikan Barat. Hal ini terjadi setelah pemerintah kolonial Belanda berusaha menjalankan politik etis, politik balas budi kepada bangsa Indonesia karena telah memberikan kemakmuran bagi negeri Belanda. Sistem tanam paksa telah menguras kekayaan negeri Indonesia dan dinikmati oleh warga negeri Belanda. Sementara sebagian penduduk Indonesia terutama yang terlibat dalam sitem tanam paksa berada dalam kondisi menderita. Menyadari akan kondisi itu, pemerintah kolonial berusaha menjalankan politik etis melalui pendidikan dan pengajaran (edukasi), peningkatan pertanian (irigasi) dan pemindahan penduduk (transmigrasi). Namun, kalau ditinjau secara kritis, pelaksanaan politik etis sebenarnya bukan untuk balas budi, untuk kepentingan kesejahteraan rakyat Indonesia, tetapi lebih diutamakan untuk kepentingan praktek imperialisme Belanda di Indonesia, dengan tamengnya politik etis.

Sistem penididikan yang dijalankan pemerintah kolonial Belanda menggunakan sistem Barat dengan menyediakan tempat berupa sekolah, kurikulum serta guru dengan jadwal teratur. Pada awalnya, sekolah yang didirikan adalah sekolah gubernemen di setiap kabupaten atau kota besar. Sekolah-sekolah tersebut baru didirikan pada tahun 1840-an dan diperuntukkan bagi warga pribumi dari golongan menengah atau anak pegawai pemerintah. Untuk menyiapkan tenaga pengajar maka didirikan sekolah guru (kweekschool) di Sala (1852) dan Bandung

88

serta Probolinggo (1866). Lulusan sekolah tersebut ditempatkan di sekolah-sekolah gubernemen.

Bahasa yang digunakan dalam persekolahan tersebut adalah bahasa Sunda, Jawa, Madura atau Melayu, tergantung dari lokasi sekolah tersebut. Demikian juga dengan buku pelajaran. Pada tahun 1851 telah diterbitkan beberapa buku pelajaran mengenai pertanian, peternakan, kesehatan dan bangunan. Buku-buku yang dikarang oleh Holle, Goedkoop, Winter, Wilken dan lain-lain tersebut bersifat praktis dan dapat langsung diterapkan oleh pembaca.

Keberadaan sekolah tersebut mengakibatkan terjadinya kemajuan yang cukup pesat dalam bidang pendidikan di Hindia Belanda yang ditandai dengan meningkatnya jumlah siswa dan guru antara tahun 1873-1883. Misalnya, pada tahun 1873 terdapat 5512 jumlah siswa di Jawa dan Madura dan meningkat menjadi 16214 tahun 1883. Sedangkan untuk daerah lainnya terdapat 11276 jumlah siswa pada tahun 1873, meningkat menjadi 18694 sepuluh tahun kemudian. Sedangkan untuk guru seluruh Indonesia meningkat dari 411 tahun 1873 menjadi 1241 sepuluh tahun kemudian.

Menurut Sartono Kartodirjo (1988), perkembangan pendidikan abad ke-19 dipengaruhi oleh kecenderungan politik dan budaya sebagai berikut:

1. pengajaran bersifat netral dan tidak didasarkan atas agama tertentu. Hal ini dipengaruhi oleh faham humanisme dan liberalisme di Negeri Belanda.

2. bahasa pengantar diserahkan kepada sekolah masing-masing sesuai kebutuhan. Misalnya jika murid pribumi menghendaki bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar maka sekolah harus memenuhinya.

3. sekolah-sekolah diarahkan untuk memenuhi kebutuhan praktis pekerjaan kejuruan.

4. sekoleh pribumi diarahkan agar lebih berakar pada kebudayan setempat.

Faktor-faktor tersebutlah yang menjadi penyebab bahasa daerah dijadikan sebagai bahasa pengantar. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga pangreh praja (birokrasi pemerintahan) maka didirikanlah hoofdenschool di Bandung, Magelang, Probolinggo dan Tondano pada tahun 1878. Di sekolah tersebut digunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Pada tahun 1899 hoofdenschool berubah nama menjadi OSVIA (Opleidingschool voor Inlandsche Ambtenaren). Di sekolah tersebut diajarkan mengenai hukum, administrasi, hukum negara untuk menyiap-kan calon pangreh praja.

89

Di luar sekolah di atas, pemerintah kolonial juga mendirikan sekolah kelas satu atau eerste klasse untuk anak-anak priyayi dengan menggunaan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Sedangkan untuk rakyat kebanyakan didirikan tweede klasse atau sekolah kelas dua dengan mengguankan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar.

Di tingkat perguruan tinggi didirkan sekolah pertanian di Bogor, sekolah dokter hewan di Surabaya, sekolah bidan di Weltevreden dan sekolah mantri cacar di Jakarta yang kemudian berubah menjadi Sekolah Dokter Jawa. Sekolah-sekolah tersebut diikuti oleh siswa dari kalangan priyayi atau para pamong praja dari lingkungan keraton atau pendopo kabupaten.

Memasuki abad ke 20, sejarah imperialisme di Indonesia ditandai dengan semakin banyaknya orang terpelajar yang memperoleh pendi-dikan Belanda. Mereka bekerja di sektor pemerintahan sebagai pangreh praja serta pegawai swasta. Kelompok terpelajar tersebut telah mampu meningkatkan status sosialnya dari yang berkedudukan rendah menjadi lebih baik.

Dengan demikian, pendidikan mengakibatkan mereka mengalami mobilitas sosial secara vertikal yang ditandai dengan status baru serta kedudukan baru dalam berbagai profesi. Kelompok tersebut dinamakan sebagai homines novi atau orang-orang baru yang lahir karena pendidikan. Mereka merupakan kelompok pertama dalam masyarakat Indonesia yang pada awal abad ke-20 memiliki kesadaran nasional dan kemudian menjadi pelopor pergerakan nasional.

Kedudukan kaum perempuan pada abad ke-19 masih rendah dibandingkan dengan kedudukan pria. Kondisi ini diperkuat oleh struktur sosial masyarakat feodal di Jawa yang menempatkan perempuan berada di bawah posisi laki-laki. Hukum adat yang menempatkan perempuan dalam posisi itu dibiarkan oleh pemeriantah kolonial karena kondisi itu tidak merugikan pemerintah kolonial.

Salah satu adat yang berkembang pada saat itu adalah poligami. Tradisi tersebut tidak hanya berkembang pada masyarakat kelas bawah tetapi juga di kalangan golongan bangsawan. Fenomena ini dijelaskan Siti Soemandari (1986:16): Banyak dari kalangan bangsawan Jawa yang awalnya menikah dengan perempuan kebanyakan, pada saat akan mendapatkan kenaikan pangkat akan menikah dengan perempuan dari derajat yang sama untuk mendapatkan anak dari golongan itu. Hal ini berarti bahwa prestise mendapatkan tempat yang tinggi pada masa itu. Gelar-gelar kebangsawanan yang didapatkan menunjukkan berurat-akarnya feodalisme dalam komunitas rakyat Jawa. Ini membuktikan bahwa banyaknya permaduan dalam masyarakat bangsawan sudah

90

menjadi “tradisi feodal”, maka tidak dapat diharapkan dalam jangka waktu yang pendek memperbaiki struktur itu.

Pada abad ke-19 tradisi pembelengguan perempuan masih cukup kuat. Tradisi ini tidak beranjak dari tradisi lama dalam masyarakat feodal. Karena tradisi tersebut, perempuan tidak memiliki kebebasan ke luar rumah. Pingitan ini tentu saja akan memutuskan komunikasi antara kaum perempuan dengan dunia di sekelilingnya. Gerak langkah perempuan untuk mengembangkan dirinya menjadi sangat terbatas.

Mengenai pingitan, Kartini menjelaskan bahwa penjaraku adalah rumah besar, dengan dikelilingi halaman yang luas tetapi sekitar halaman itu terdapat pagar tembok yang tinggi. Menyangkut hubungan dengan orang tua, menutur adat, gadis-gadis yang menjelang dewasa, tidak diperbolehkan bergaul rapat dengan ayah ibunya. Mereka juga harus menghormati, tunduk dan patuh kepada ayah-ibunya dan saudara-saudaranya yang lebih tua (Tashadi, 1985).

Tradisi pingitan tersebut lebih menonjol pada anak gadis dari golongan bangsawan atau priyayi. Sedangkan bagi anak-anak gadis kebanyakan, mereka sedikit masih memiliki kebebasan. Namun demiki-an, keadaan buruk tetap menimpa perempuan dari semua golongan seperti kawin paksa, kawin anak-anak, poligami dan sebagainya. Perka-winan anak-anak, poligami sistem perseliran dan perceraian merupakan kesengsaraan bagi kaum perempuan, karena dampaknya adalah meng-kondisikan mereka terjerumus ke arah prostitusi (Wiriaatmadja, 1985).

Hal ini diperburuk lagi dengan terpuruknya ekonomi pada saat itu yang memaksa kaum perempuan mengambil jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya khususnya mereka yang tinggal di dekat perkebunan-perkebunan.

Setelah dibukanya daerah perkebunan berdasar sistem ekonomi kapitalis, kegiatan prostitusi di tempat itu makin marak. Prostitusi sengaja diciptakan oleh pemilik perkebunan untuk menanggulangi keresahan sosial di kalangan pekerja perkebunan. Seperti kasus di Sumatera, pekerja-pekerja perempuan yang didatangkan dari Jawa yang seharus-nya bekerja di kebun, ternyata dipekerjakan sebagai pemenuh nafsu biologis para rekan prianya, kuli perkebunan (Slamet Suseno, 1991).

Penderitaan yang berat yang dialami kaum perempuan di perkebunan semakin diperkuat oleh diberlakukannya peraturan yang dijalankan oleh pemerintah kolonial Belanda. Peraturan tersebut adalah Poenale Sanctie, yaitu suatu peraturan yang memberlakukan sanksi yang ketat terhadap kuli-kuli pekerja perkebunan baik itu kaum pria maupun perempuan yang dianggap melanggar jam kerja.

Kedatangan para pria Eropa sebagai pemilik modal di daerah perkebunan yang tidak diikuti istri-istri mereka berpengaruh terhadap

91

kehidupan perempuan pribumi di lingkungan perkebunan. Di daerah tersebut muncul istilah nyai atau pekerja perempuan yang menjadi gundik pria Eropa. Istilah nyai, atau muncik sesungguhnya muncul beriringan dengan kedatangan Belanda. Pedagang Asia dan Portugis sudah terbiasa memelihara nyai (Linda Crystanty, 1994). Perempuan yang dijadikan Nyai ini terjadi pada keluarga petani miskin dan priyayi yang ingin mempertahankan kedudukan mereka. Tak jarang dari priyayi tersebut menggundikkan anaknya demi kedudukan mereka.

Melalui nyai, orang Eropa dapat lebih mudah mempelajari kebudayaan pribumi. Mereka pun tidak jarang ikut serta dalam kebiasaaan orang pribumi seperti cara makan, tidur, bergaul dan lain-lain. Perkawinan campuran ini menghasilkan pula perpaduan antara budaya pribumi dan Eropa. Istri mengikuti gaya hidup suami juga sebaliknya. Istri-istri mereka dibiasakan dalam “budaya modern”, budaya modern Eropa seperti cara berdansa, melayani rekan kerja, dan lain-lain. Mereka dididik dengan keras oleh suaminya dan merekapun menjadi perempuan modern pada zamannya.

Namun demikian posisi mereka tetap rawan, mereka harus siap dicampakkan apabila sudah tidak terpakai lagi ketika suaminya harus kembali ke Eropa. Hal ini memicu mereka untuk berpikir menanggulangi hidupnya, maka mulailah mereka ikut serta dalam perniagan yang di-selenggarakan oleh tuan tanahnya. Dari sudut pandang rakyat, kehidup-an nyai yang lebih dominan di lingkungan tuannnya, menyebabkan mereka disejajarkan dengan bangsa tuannya, kebencian rakyat terhadap bangsa kulit putih menyebabkan perempuan pribumi yang menjadi nyai turut pula menanggung kebencian itu, karena dianggap pengkhianat (Linda Cristianty, 1994).

Sepeninggal tuannya, para nyai dihadapkan pada pilihan sulit, apakah harus tinggal di lingkungan bekas suaminya atau kembali kepada kampungnya yang sudah mencap jelek. Ketika agama Nasrani ber-kembang, posisi para nyai pun mulai mengikuti zaman. Hal ini disebab-kan karena lembaga-lembaga agama kolonial mengeluarkan aturan mengenai hak-hak nyai serta anak-anak yang mereka lahirkan.

Pada awal abad ke-20 hubungan nyai dan tuan hanya sebagai suka sama suka dan menjadi bisnis tersendiri. Maka para nyai memberontak karena kedudukan mereka menjadi tidak sejajar lagi. Dalam perkembangan selanjutnya para nyai menjadi semakin berani, harta dan kemewahan merupakan dambaan mereka yang utama dan bahkan banyak dari mereka yang berani berhubungan dengan lelaki lain.

Setelah dibukanya sekolah oleh pemerintah Belanda dan adanya kesempatan bagi warga pribumi untuk sekolah, timbulnya aspirasi-aspirasi untuk mengadakan inovasi dan modernisasi menurut model

92

Barat. Akibatnya, terjadi perubahan cara pandang golongan terpelajar ini terhadap tradisi mereka. Mereka melihat bahwa banyak tradisi setempat yang menghambat kemajuan, sehingga timbullah kesadaran bahwa untuk mencapai kemajuan itu diperlukan suatu liberalisasi dari belenggu adat istiadat. Kesadaran itu diwujudkan dalam bentuk berbagai gerakan sosial dan budaya. Salah satu gerakan tersebut adalah gerakan emansipasi oleh R.A Kartini. Kartini yakni dengan pendidikan seorang perempuan dapat meningkatkan kedudukannya dan dapat memberikan jalan keluar dari semua penderitaan.

Dalam bukunya A.K Pringgodigdo (1994) Kartini memiliki pan-dangan bahwa keburukan-keburukan yang menimpa perempuan adalah akibat dari kekurangan pengajaran. Pengajaran untuk perempuan sangat sedikit sekali, karena orang tua tidak mengizinkan anak-anak gadis pergi ke sekolah berhubung dengan adat istiadat. Pandangan inilah yang memberikan inspirasi pada kaum perempuan terpelajar untuk memperjuangkan hak-hak mereka serta meningkatkan posisinya dalam kehidupan.

Menurut Cahyo Budi Utomo (1995), secara biologis ada dua jenis gerakan perempuan pada masa-masa awal abad XX, yakni organisasi lokal kedaerahan dan organisasi keagamaan.

Putri Mardiko merupakan organisasi keputrian tertua yang merupakan bagian dari Budi Utomo. Organisasi ini di bentuk pada tahun 1912. Tujuannya adalah memberikan bantuan, bimbingan dan pene-rangan pada gadis pribumi dalam menuntut pelajaran dan dalam me-nyatakan pendapat di muka umum. Untuk memperbaiki hidup perempu-an, Putri Merdiko memberikan beasiswa dan menerbitkan majalah bulanan. Tokoh-tokohnya adalah R.A Sabarudin, R.A Sutinah Joyopranoto, R.R Rukmini dan Sadikin Tondokusumo.

Setelah putri Merdiko lahirlah organisasi-organisasi perempuan baik yang dibentuk sendiri oleh kaum perempuan maupun organisasi yang beranggotakan kaum pria. Beberapa di antaranya adalah Pawiyatan Perempuan di Magelang (1915), Pencintaan Ibu Kepada Anak Temurun (PIKAT), Purborini di Tegal (1917), Aisyiyah di Yogyakarta (1918), dan Perempuan Susilo di Pemalang (1918).

Salah satu organisasi keagamaan yang memperhatikan masalah kedudukan perempuan adalah organisasi Aisiyah. Organisasi ini dibentuk atas prakarsa dari KH.Ahmad Dahlan dan berdiri pada tahun 1917 setelah Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah. Tokoh perempuan dari pendiri Aisiyah ini adalah Ny. Ahmad Dahlan.

Pada awalnya Ny. Ahmad Dahlan memberikan pendidikan kepada buruh-buruh batik. Hal ini dimaksudkan agar para buruh-buruh perempuan memperoleh wawasan dalam rangka memperbaiki kehidup-

93

annya. Walaupun pendidikan yang diberikan adalah menyangkut materi keagamaan serta kemampuan baca dan tulis.

Menurut Sukanti Suryocondro (1995), organisasi-organisasi ter-sebut bergerak dalam bidang sosial dan kultural, yaitu memperjuangkan nilai-nilai baru dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Tujuan lainnya adalah keinginan untuk mempertahankan ekspresi kebudayan asli melawan aspek-aspek kebudayaan Barat. Tujuan terakhir ini menunjukan adanya sifat nasionalisme dalam organisasi-organisasi tersebut. Penjajahan Jepang

Masa pendudukan Jepang merupakan salah satu periode yang paling menentukan dalam sejarah pergerakan di Indonesia, walaupun waktunya hanya selama tiga setengah tahun. Imperialisme Jepang mem-beri sumbangan langsung pada perkembangan pergerakan nasional Indonesia, terutama di Jawa dan di Sumatera.

Jepang mengindoktrinasi, melatih, dan mempersenjatai generasi muda serta memberi kesempatan kepada para pemimpin yang lebih tua untuk menjalin hubungan dengan rakyat. Di seluruh wilayah Indonesia mereka mempolitisasikan bangsa Indonesia sampai pada tingkat desa dengan sengaja dan dengan menghadapkan Indonesia pada rezim kolonial yang bersifat sangat menindas dan merusak dalam sejarahnya.

Pada masa ini Indonesia dibagi menjadi tiga wilayah oleh Jepang. Sumatera ditempatkan di bawah Angkatan Darat ke-25, sedangkan Jawa dan Madura berada di bawah Angkatan Darat ke-16; kedua wilayah ini berada di bawah Angkatan Darat Wilayah ke-7 dengan markas besarnya di Singapura. Kalimantan dan Indonesia Timur dikuasai oleh angkatan laut.

Kebijakan di antara wilayah-wilayah tersebut sangat berbeda. Pada umumnya Jawa dianggap sebagai daerah yang secara politik paling maju namun secara ekonomi kurang penting, sumberdaya utama adalah manusia. Kebijakan-kebijakan Jepang di Jawa dalam melaksanakan imperialsmenya membangkitkan rasa kesadaran nasional yang jauh lebih mantap daripada di kedua wilayah lainnya, dengan demikian semakin memperbesar perbedaan tingkat kecanggihan politik antara Jawa dan daerah lainnya.

Dikarenakan pentingnya arti perkembangan-perkembangan itu bagi masa yang akan datang, maka Jawa juga mendapatkan perhatian yang lebih besar daripada pulau-pulau lainnya. Sumatera mempunyai arti yang penting untuk pihak Jepang karena sumber-sumber strategisnya dan baru ketika Jepang berada di ambang kekalahan ide-ide nasionalisme diperbolehkan berkembang di sana.

94

Bagi Jepang, wilayah yang berada di bawah kekuasaan angkatan laut dianggap terbelakang secara politik dan penting secara ekonomi; pemerintahan atas wilayah tersebut bersifat sangat menindas. Untuk menyapu bersih pasukan-pasukan Belanda dan Sekutu serta pengambilalihan pemerintahan memerlukan waktu berbulan-bulan.

Salah satu tugas pertama pihak Jepang adalah menghentikan revolusi-revolusi yang mengancam upaya penaklukan mereka. Serangan terhadap orang-orang Eropa, perampokan terhadap rumah-rumah mere-ka di Banten, Cirebon, Surakarta, dan daerah-daerah lainnya menjurus ke suatu gelombang revolusi. Di Aceh dan di Sumatera Barat dan Timur ketegangan-ketegangan di antara penduduk asli yang timbul dari jaman penjajahan Belanda mulai meletus.

Para pemimpin agama (ulama) Aceh membentuk PUSA (Persatuan Ulama-ulama Seluruh Aceh) pada tahun 1939 di bawah pim-pinan Mohammad Daud Beureu'eh (1899-1987) untuk mempertahankan Islam dan mendorong pemodernisasian sekolah-sekolah Islam.

Organisasi tersebut segera menjadi pusat perlawanan terhadap pejabat-pejabat keturunan uleebalang, yang mendapat dukungan Belanda. PUSA telah menghubungi pihak Jepang dan merencanakan akan membantu serangan mereka. Pada tanggal 19 Februari 1942, tiga minggu sebelum mendaratnya Jepang di daerah itu, para ulama Aceh memulai suatu kampanye sabotase terhadap Belanda dan pada awal bulan Maret Aceh memberontak.

Kebanyakan para uleebalang memutuskan untuk tidak melawan arus, dan Belanda tidak mempunyai pilihan lain kecuali mengungsi ke selatan. Para pemimpin PUSA berharap pihak Jepang menghadiahi mereka atas usaha-usaha mereka menggeser kekuasaan para uleebalang.

Di Sumatera Timur orang-orang Batak Karo bersama pimpinan Gerindo yang beraliran nasionalis membantu pihak Jepang dengan harapan menyaksikan terdepaknya kaum bangsawan dukungan Belanda dari kekuasaan mereka. Mereka mulai mendiami tanah yang mereka nyatakan sebagai milik mereka sendiri dan menyerang lawan-lawan mereka, terutama di daerah Deli pada bulan Juni-Juli 1942.

Seperti halnya Belanda, Jepang harus memerintah Indonesia dan tidak mempunyai pilihan lain kecuali menyandarkan diri pada orang-orang setempat yang berpengalaman, diantaranya adalah: para raja di Sumatera Timur, para penghulu di Minangkabau, para uleehalcing di Aceh, para penguasa priyayi di Jawa, dan kelompok-kelompok serupa di daerah-daerah lainnya.

Walaupun sudah sejak lama propaganda mereka ditujukan untuk mendapatkan simpati para pemimpin Islam, tetapi pihak Jepang

95

menyadari bahwa suatu kelompok yang pada dasarnya telah menolak bekerja sama dengan Belanda mungkin pula akan menyusahkan mereka.

Mereka memberi para pemimpin Islam kesempatan yang tidak pernah diberikan oleh Belanda, yaitu kebebasan untuk mengembangkan agama islam. Akan tetapi, kesempatan itu baru diberikan ketika kekalah-an Jepang sudah tak terelakkan lagi. Pihak Jepang memutuskan untuk membiarkan gelombang revolusi berjalan dengan harapan menghalangi penaklukan kembali oleh Sekutu.

Tujuan utama Jepang adalah menyusun dan mengarahkan kembali perekonomian Indonesia dalam rangka menopang upaya perang Jepang dan rencana mendominasi ekonomi jangka panjang Asia Timur dan Tenggara. Peraturan-peraturan baru yang mengendalikan dan mengatur kembali hasil-hasil utama Indonesia serta putusnya hubungan dengan pasar ekspor tradisional menimbulkan kekacauan dan pende-ritaan. Jepang tidak dapat menampung semua hasil ekspor Indonesia, dan kapal-kapal selam pihak Sekutu banyak menimbulkan kerugian terhadap pelayaran Jepang sehingga komoditi-komoditi yang diperlukan Jepangpun tidak dapat dikapalkan dalam jumlah yang memadai.

Pada tahun 1943 produksi karet sekitar seperlima tingkat produksi tahun 1941 (di Jawa dan Kalimantan Barat produksi karet hampir terhenti sama sekali), dan produksi teh sekitar sepertiganya. Jepang dan Formo-sa (Taiwan) akan menjadi pemasok utama gula untuk kawasan Kemak-muran Bersama Asia Timur Raya, sehingga komoditi yang merupakan sumber pokok pendapatan di Jawa Tengah dan Jawa Timur ini (terutama bagi para buruh upahan yang tidak memiliki tanah) akan menurun.

Pihak Jepang mulai mengambil alih perkebunan-perkebunan tebu pada bulan Agustus 1943, dan pengelola-pengelolanya yang berkebang-saan Eropa ditawan. Demikian pula perkebunan tembakau yang luas di Sumatera Timur diubah untuk produksi pangan.

Sementara itu, pemerintahan militer membanjiri Indonesia dengan mata uang pendudukan, yang mendorong meningkatnya inflasi terutama sejak tahun 1943 seterusnya. Pada pertengahan tahun 1945 mata uang ini bernilai sekitar 2,5 persen dari nilai nominalnya.

Pengerahan pangan, tenaga kerja secara paksa, dan kekacauan umum mengakibatkan timbulnya kelaparan, terutama pada tahun 1944 dan 1945. Angka kematian meningkat dan kesuburan menurun; sepanjang yang diketahui, pendudukan Jepang adalah satu-satunya periode selama dua abad yang tidak berhasil meningkatkan jumlah penduduk secara berarti.

Seperti wilayah pendudukan lainnya, Indonesia menjadi suatu negeri yang tingkat penderitaan, inflasi, pencatutan, korupsi, pasar gelap, dan kematian penduduknya yang paling ekstrem.

96

Kebijaksanaan Jepang terhadap rakyat Indonesia mempunyai dua prioritas; menghapuskan pengaruh-pengaruh barat di kalangan mereka dan memobilisasi mereka demi kemenangan Jepang. Seperti halnya Belanda, Jepang bermaksud menguasai Indonesia untuk kepentingan mereka sendiri.

Mereka menghadapi banyak masalah yang sama dengan yang dihadapi Belanda dan menggunakan banyak cara pemecahan yang sama (malah hukum kolonial Belanda tetap berlaku terkecuali yang bertentang-an dengan hukum militer Jepang). Akan tetapi, di tengah-tengah suatu perang besar yang memerlukan pemanfaatan maksimum atas sumber-sumber, pihak Jepang memutuskan untuk berkuasa melalui mobilisasi (khususnya di Jawa dan Sumatera) daripada dengan memaksakan suatu ketenangan yang tertib.

Berkembangnya peperangan, mengakibatkan usaha Jepang semakin menggelora untuk memobilisasikan rakyat Indonesia dalam meletakkan dasar bagi Revolusi. Pada bulan Mei 1942 suatu serangan terhadap Australia terhenti dalam pertempuran Laut Koral. Suatu serangan serupa terhadap Hawai terhenti di Midway pada bulan Juni. Pada bulan Agustus 1942 pasukan Amerika mendarat di Guadalkanal (Kepulauan Solomon) dan pada bulan Februari 1943 pihak Jepang telah dipukul mundur dari sana dengan menderita banyak kerugian.

Mulai tahun 1943 Amerika Serikat menjadi pihak ofensif di Samu-dera Pasifik. Oleh karena itu, maka kebijaksanaan Jepang di Indonesia berkembang dalam konteks militer yang terus-menerus memburuk. Barulah ketika perang mendekati akhir, Jepang benar-benar menyadari bahwa kekalahan sudah tidak terelakkan lagi. Namun demikian sudah sejak tahap pertama pendudukan mereka atas Indonesia mereka merenungkan kemungkinan akan serbuan pihak Sekutu.

Untuk memusnahkan pengaruh Barat di Indonesia, pihak Jepang melarang pemakaian bahasa Belanda dan bahasa Inggris dan memaju-kan pemakaian bahasa Jepang. Pelarangan terhadap buku-buku yang berbahasa Belanda dan Inggris, membuat pendidikan yang lebih tinggi benar-benar mustahil selama masa perang. Kalender Jepang diperkenal-kan untuk tujuan-tujuan resmi, patung-patung Eropa diruntuhkan, jalan-jalan diberi nama baru, dan Batavia dinamakan Jakarta lagi. Kampanye propaganda yang intensif dimulai untuk meyakinkan rakyat Indonesia bahwa mereka dan bangsa Jepang adalah saudara seperjuangan dalam perang luhur untuk membentuk suatu tatanan baru di Asia. Para petani pun diberi pesan ini melalui pengeras suara radio yang dipasang pada tiang di desa mereka.

Upaya propaganda ini mengalami kegagalan karena kesombong-an dan kekejaman orang-orang Jepang pada umumnya, kekacauan

97

ekonomi, teror polisi militer (kenpeitai), kerja paksa dan penyerahan wajib beras, pemukulan dan pemerkosaan, serta kewajiban memberi hormat kepada setiap orang Jepang. Bagaimanapun juga, kampanye anti barat ini mempertajam sentimen anti Belanda di kalangan masyarakat Indone-sia dan mendorong penyebaran konsepsi Indonesia di kalangan rakyat. Karena bahasa Jepang hanya sedikit diketahui, maka bahasa Indonesia menjadi sarana bahasa yang utama untuk propaganda dan memperko-koh statusnya sebagai bahasa nasional.

Sampai bulan Agustus 1942 Jawa tetap berada di bawah struktur pemerintahan sementara, tetapi kemudian dilantik suatu pemerintahan yang dikepalai oleh seorang gubernur militer (Gunseikan). Banyak orang Indonesia diangkat untuk mengisi tempat pejabat-pejabat Belanda yang ditawan, tetapi banyak pula pejabat-pejabat berkebangsaan Jepang yang diangkat. Kebanyakan pejabat-pejabat baru yang berkebangsaan Indone-sia itu adalah para mantan guru, dan kepindahan mereka dari sistem pendidikan mengakibatkan mundurnya standar pendidikan secara tajam.

Untuk membantu orang Jepang mengatur negeri ini maka di samping para pejabat baru tersebut pihak Jepang di Jawa juga mencari pemimpin politik guna membantu memobilisasikan rakyat. Pertama-tama mereka menghapuskan semua organisasi-organisasi politik dari jaman sebelum Jepang. Pada bulan Maret 1942 semua kegiatan politik dilarang dan kemudian semua perkumpulan yang ada secara resmi dibubarkan dan pihak Jepang mulai membentuk organisasi-organisasi baru. Sejak mula pertama Islam tampak menawarkan suatu jalan utama bagi mobilisasi. Pada akhir bulan Maret 1942 pihak Jepang di Jawa sudah mendirikan sebuah Kantor Urusan Agama (Shumubu).

Pada bulan April 1942 usaha pertama pada suatu gerakan rakyat, "Gerakan Tiga A", dimulai di Jawa. Nama ini berasal dari slogan bahwa Jepang adalah pemimpin Asia, pelindung Asia, dan cahaya Asia. Pada bulan Juli didirikan suatu subseksi Islam yang dinamakan Persiapan Persatuan Umat Islam di bawah pimpinan Abikoesno Tjokrosoejoso (lahir tahun 1897). Abikoesno untuk sementara dianggap oleh pihak Jepang sebagai pemimpin Islam Indonesia. Akan tetapi, tidak lama, pihak Jepang mulai meragukan pemimpin-pemimpin Islam Modern. Pada umumnya Gerakan Tiga A tidak berhasil mencapai tujuan. Para pejabat Indonesia hanya sedikit memberi dukungan, tidak ada seorang nasionalis Indonesia yang terkemuka terlibat di dalamnya, bahkan pada masa-masa awal pendudukanpun hanya sedikit orang Indonesia yang menanggapinya secara serius.

Pihak Jepang mulai menyadari bahwa apabila mereka akan memobilisasi rakyat Jawa maka mereka harus memanfaatkan tokoh-tokoh terkemuka gerakan nasionalis sebelum perang. Sjahrir dan Hatta

98

telah dipulangkan ke Jawa oleh pihak Belanda tidak lama sebelum penyerangan Jepang. Kedua tokoh ini menentang fasisme dan telah menawarkan dukungan mereka kepada pihak Belanda.

Hatta dan Sjahrir bersahabat akrab dan memutuskan untuk memakai strategi-strategi yang bersifat saling melengkapi dalam situasi baru kekuasaan Jepang. Hatta akan bekerja sama dengan pihak Jepang, berusaha mengurangi kekerasan pemerintahan mereka, dan memanipu-lasi perkembangan-perkembangan untuk kepentingan bangsa Indonesia. Sjahrir akan tetap menjauhkan diri dan membentuk suatu jaringan ”bawah tanah” yang didukung oleh mantan anggota PNI-Baru, dan akan berusaha menjalin hubungan dengan pihak Sekutu.

Pada tanggal 9 Juli 1942 Sukarno, oleh pihak Jepang di Sumatera atas permintaan Angkatan Darat ke-16, bergabung dengan Hatta dan Sjahrir. Sukarno tidak begitu tertarik terhadap perbedaan-perbedaan teoretis antara fasisme dan demokrasi dan menganggap perang tersebut sebagai pertarungan antara kedua macam imperialisme.

Soekarno bergabung dengan Hatta bekerja sama dengan pihak Jepang demi tujuan yang lebih luhur, yaitu kemerdekaan Indonesia. Sukarno dan Hatta mulai segera mendesak pihak Jepang supaya mem-bentuk suatu organisasi politik massa di bawah pimpinan mereka.

Di luar Jawa ada beberapa perlawanan dari kelompok-kelompok yang tidak ada kaitannya dengan kaum politisi perkotaan dari masa sebelum perang. Pemberontakan petani terhadap pihak Jepang di Aceh dipimpin oleh seorang ulama muda bulan November 1942, tetapi dapat ditumpas. Di Kalimantan Barat dan Selatan pihak Jepang mencurigai adanya komplotan-komplotan yang melawan mereka dari kalangan orang-orang Cina, para pejabat, dan bahkan para sultan. Semua gerakan semacam itu dihancurkan melalui penangkapan dan pemenjaraan, termasuk dua belas orang sultan, di Kalimantan Barat.

Suatu usaha untuk mendirikan sebuah negara Islam di daerah Amuntai, Kalimantan Selatan, ditumpas pada bulan September 1943. Pada akhir tahun 1944 orang-orang Dayak di Kalimantan Barat mulai membunuhi orang-orang Jepang. Akan tetapi, tak satu pun dari bentuk-bentuk perlawanan rakyat tersebut yang benar-benar mengancam kekuasaan Jepang, dan semuanya mengalami akibat yang sangat buruk.

Di Jawa tidak ada satu pun perlawanan rakyat yang serius sampai tahun 1944. Sementara itu, pihak Jepang mencari pemimpin-pemimpin Indonesia untuk membantu mereka memobilisasikan rakyat demi kepentingan perang.

Pada bulan September 1942 di Jakarta diselenggarakan konferensi para pemimpin Islam yang yang mengecewakan pihak Jepang

99

dan memaksa mengalihkan pandangan mereka kepada kelompok-kelom-pok pimpinan lainnya.

Pihak Jepang mengharap penggantian MIAI dari masa sebelum perang dengan suatu organisasi baru yang berada di bawah bimbingan mereka. Akan tetapi, para pemimpin Islam tidak hanya memutuskan untuk tetap mempertahankan MIAI melainkan juga memilih pimpinan baru yang lebih didominasi oleh tokoh-tokoh PSII daripada pemimpin-pemimpin Muhammadiyah dan NU yang pada dasarnya bersifat nonpolitik. Pihak Jepang memang sudah meragukan para politisi Islam perkotaan.

Jepang mulai menyadari bahwa jalan menuju rakyat melalui Islam hanya dapat diberikan oleh Muhammadiyah dan NU yang memiliki sekolah-sekolah, kegiatan-kegiatan kesejahteraan, dan hubungan informal yang membentang dari wilayah perkotaan sampai ke kota-kota kecil serta desa-desa, dan tidak mempunyai tuntutan politik yang jelas.

Pada bulan Oktober 1942 suatu pertemuan para pimpinan daerah pendudukan di Tokyo diberitahu bahwa, dengan terhentinya kemajuan militer, mobilisasi rakyat di wilayah-wilayah pendudukan harus diberi prioritas. Kolonel Horie Choso, Kepala Kantor Urusan Agama di Jakarta, melakukan perjalanan keliling Jawa pada akhir tahun itu, mengadakan pertemuan dengan para guru agama (kyai) pedesaan yang sekolah pesantrennya tampaknya menjadi alat yang ideal untuk memobilisasi dan mengindoktrinasi para pemuda.

Pada bulan Desember 1942 Horie mengatur agar tiga puluh dua orang kyai diterima di Jakarta oleh Gunseikan, suatu kehormatan yang tidak mungkin terjadi pada zaman Belanda. Pihak Jepang kini menemukan suatu saluran untuk mobilisasi. Pada bulan Desember mereka membuka yang lain di depan suatu pertemuan rakyat Jakarta dengan menjanjikan bahwa sebuah partai politik baru akan segera didirikan.

Pada awal tahun 1943 pihak Jepang mulai usaha mobilisasi. Gerakan-gerakan pemuda yang baru diberi prioritas tinggi dan di bawah pengawasan ketat pihak Jepang. Pada bulan Agustus 1942 sekolah-sekolah latihan bagi para pejabat dan guru baru sudah dibuka di Jakarta dan Singapura, sehingga organisasi-organisasi pemuda berkembang secara jauh lebih luas. Korps Pemuda yang bersifat semi militer (Seinendan) dibentuk pada bulan April 1943 untuk pemuda yang berusia antara 14 tahun dan 25 tahun (kemudian 22 tahun). Korps tersebut mempunyai cabangnya sampai ke desa-desa yang besar, tetapi terutama aktif di daerah-daerah perkotaan. Untuk para pemuda yang berusia 25 tahun sampai 35 tahun dibentuklah Korps Kewaspadaan (Keibodan) sebagai organisasi polisi, kebakaran, dan serangan udara pembantu.

100

Pada pertengahan tahun 1943 dibentuklah Heiho (pasukan pembantu) sebagai bagian dari angkatan darat dan angkatan laut Jepang.

Berbagai organisasi lainnya juga dibentuk. Pada semua organi-sasi itu terdapat indoktrinasi yang intensif dan disiplin yang keras. Konon lebih dari dua juta pemuda Indonesia berada dalam organisasi-organisasi semacam itu, kira-kira 60 persen di antaranya dalam Keibodan.

Pada bulan Maret 1943 organisasi politik yang dijanjikan juga muncul di Jawa dan Gerakan Tiga A dihapuskan. Badan baru itu dinama-kan Putera, singkatan dari Pusat Tenaga Rakyat. Badan ini berada di bawah pengawasan ketat pihak Jepang, empat orang Indonesia yang terkemuka diangkat sebagai ketuanya: Sukarno, Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan Kyai Haji Mas Mansur, ketua Muhammadiyah dari masa sebelum perang.

Organisasi baru ternyata hanya mendapat sedikit dukungan, dikarenakan pihak Jepang tetap tidak bersedia memberi kebebasan kepada kekuatan-kekuatan rakyat yang begitu potensial; misalnya, pihak Jepang tidak memberi Putera kekuasaan atas gerakan-gerakan pemuda.

Jepang mencoba mengembangkan para guru Islam tradisional pedesaan sebagai mata rantai utama mereka dengan rakyat Jawa. Jepang banyak mengalami kesulitan dengan para pemimpin Islam pada umumnya, khususnya antara mereka dengan kaum Islam modern di kota-kota. Haji Rasul memimpin perlawanan Islam terhadap sikap membung-kuk ke arah timur sebagai penghormatan kepada kaisar di Tokyo yang bertentangan dengan kewajiban seorang muslim untuk sholat meng-hadap kiblat.

Akhirnya, pihak Jepang sepakat tentang tidak perlunya membung-kukkan badan kepada kaisar pada upacara-upacara keagamaan. Jepang juga menginginkan agar Perang Dunia II dinyatakan sebagai Perang Sabil, yang dengan tegas ditolak oleh kaum muslim karena orang-orang Jepang, seperti halnya Sekutu adalah kaum kafir. Jepang juga harus melupakan keinginan mereka melarang pemakaian bahasa Arab, tetapi dengan syarat bahwa bahasa Jepang juga diajarkan di sekolah-sekolah Islam dan kurikulum pihak Jepang bagi mata pelajaran non-agama diterima.

Pihak Jepang tetap mempertahankan Peraturan Guru (goeroe ordonnantie) tahun 1925 dan para pejabat Indonesia bahkan melaksa-nakannya secara lebih keras, baik dikarenakan perlawanan mereka terhadap kaum elite Islam maupun rasa takut akan tindakan-tindakan disipliner pihak Jepang apabila mereka tampak terlalu lunak.

Pada 1943 pihak Jepang membawa sekitar 60 kyai yang tinggal di pedesaan ke Jakarta untuk mengikuti kursus latihan selama kurang lebih sebulan. Sampai bulan Mei 1945 lebih dari 1.000 orang kyai telah menye-

101

lesaikan kursus tersebut, di mana mereka mendengarkan beberapa ceramah tentang masalah-masalah agama tetapi terutama diindoktrinasi dengan propaganda Jepang.

Untuk merangsang dukungan terhadap usaha perang yang memburuk, maka Jepang mulai menjanjikan keterlibatan beberapa orang Indonesia dalam urusan-urusan pemerintahan di Jawa. Jumlah orang Indonesia yang menjadi penasihat (sanyo) pemerintahan Jepang bertambah banyak, di Jakarta dibentuk Dewan Penasihat Pusat (Chuo Sangi-in) yang diketuai oleh Sukarno, dan dibentuk dewan-dewan daerah (Shu Sangi-kai). Akan tetapi, kesemuanya itu bersifat penasihat belaka.

Sukarno, Hatta, dan ketua Muhammadiyah, Ki Bagus Hadikusumo terbang ke Tokyo pada bulan November 1943 untuk diberi tanda jasa oleh kaisar. Inilah saat pertama kali Sukarno berada di luar negeri atau melihat sebuah negara industri.

Perdana Menteri, Jenderal Tojo Hideki, menolak permintaan penggunaan lagu kebangsaan Indonesia 'Indonesia Raya' atau bendera Indonesia Sang Merah-Putih.

Pihak Jepang masih tetap membutuhkan sumber alam Indonesia untuk keperluan perang dan inilah yang tetap diutamakan mereka. Tenaga kerja Indonesia mulai dieksploitasi lebih kejam daripada saat-saat sebelumnya.

Pada bulan Oktober 1943 pihak Jepang memerintahkan peng-himpunan “serdadu-serdadu ekonomi” (romusha), terutama para petani yang diambil dari desa mereka di Jawa dan dipekerjakan sebagai buruh di mana pun pihak Jepang memerlukan mereka, sampai ke Birma dan Siam. Tidak diketahui berapa banyak orang yang terlibat, tetapi kemungkinan besar paling sedikit 200.000 orang dan mungkin sampai sebanyak setengah juta orang, yang di antara mereka tidak lebih dari 70.000 orang yang ditemukan dalam keadaan hidup.

Pada saat yang sama pihak Jepang memberlakukan peraturan-peraturan baru bagi penjualan beras secara wajib kepada pemerintah dengan harga rendah, guna memenuhi kebutuhan balatentara Jepang. Para pejabat Indonesia harus melaksanakan pengerahan romusha dan penyerahan beras secara wajib sangat dibenci para penduduk desa.

Pada Oktober 1943 Jepang membentuk organisasi pemuda Indonesia, yaitu Peta (Pembela Tanah Air). Organisasi ini merupakan suatu tentara sukarela Indonesia yang pada akhir perang beranggotakan 37.000 orang di Jawa dan sekitar 20.000 orang di Sumatera. Tidak seperti Heiho, Peta tidak secara resmi menjadi bagian dari balatentara Jepang melainkan dimaksudkan sebagai pasukan gerilya pembantu guna melawan serbuan pihak Sekutu.

102

Korps perwiranya meliputi para pejabat, para guru, para kyai, dan orang-orang Indonesia yang sebelumnya menjadi serdadu kolonial Belanda. Di antara mereka adalah seorang bekas guru sekolah Muhammadiyah yang bernama Soedirman (1915-1950), yang kemudian menjadi salah seorang tokoh militer terkemuka pada masa revolusi.

Disiplin Peta sangat ketat dan ide-ide nasionalis Indonesia dimanfaatkan dalam indoktrinasi. Pada bulan Oktober 1943 pihak Jepang juga membentuk organisasi baru untuk mengendalikan Islam. MIAI dibubarkan dan digantikan oleh Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) yang mempunyai cabang di setiap keresidenan di Jawa. Kepemimpinan Masyumi diserahkan kepada tokoh-tokoh Muhammadiyah dan NU. Pendiri NU, Hasjim Asjari, dijadikan sebagai ketuanya namun dia tetap tinggal di pesantrennya di Jombang dan yang menjadi ketua efektif adalah putranya, Kyai Haji Wachid Hasjim (1913-1953).

Pada bulan Januari 1944 Putera digantikan oleh suatu gerakan rakyat yang baru dalam rangka mencari suatu organisasi atap yang lebih memuaskan guna memobilisasi penduduk Jawa. Jawa Hokokai (Persatuan Kebaktian Jawa) didirikan bagi setiap orang yang berusia lebih dari empat belas tahun. Gunseikanlah yang menjadi ketua persatu-an tersebut, sedangkan Sukarno dan Hasyim Asyari dijadikan penasihat utamanya dan pengelolaannya diserahkan kepada Hatta dan Mansur.

Jepang bermaksud memanfaatkan para pemimpin Indonesia untuk memajukan tujuan mereka sendiri, tetapi para pemimpin Indonesia tersebut kini mengambil keuntungan dari orang-orang Jepang.

Sukarno berhasil memanfaatkan tamasya propaganda bagi Hokokai untuk memperkokoh posisinya sendiri sebagai pemimpin utama kekuatan rakyat. Para penguasa priyayi terikat secara langsung pada organisasi baru itu dengan menjadikan mereka sebagai ketuanya pada setiap tingkat pemerintahan.

Hokokai juga memiliki suatu alat organisasi untuk menembus desa-desa. Rukun Tetangga (dalam bahasa Jepang: Tonari Gumi) dibentuk untuk mengorganisasikan seluruh penduduk menjadi sel-sel yang terdiri atas sepuluh sampai dua puluh keluarga untuk mobilisasi, indoktrinasi, dan pelaporan. Para penguasa tingkat bawah dan kepala-kepala desa bertanggung jawab atas sel-sel tersebut. Pada bulan Februari 1944 para kepala desa juga mulai menjalani kursus-kursus indoktrinasi. Akan tetapi, pihak Jepang mulai menyadari bahwa mereka akan kalah dalam perang dan kehilangan kendali atas kekuatan rakyat yang sudah digairahkan mereka.

Pada bulan Februari 1944 perlawanan serius pertama kaum tani di Jawa terhadap kewajiban menyerahkan beras meletus di sebuah desa di Priangan dan berhasil ditumpas secara kejam. Kepemimpinannya

103

dipangku oleh seorang kyai NU setempat dan murid-muridnya, yaitu orang-orang dari kelompok yang justru paling diharapkan pihak Jepang dapat dimanfaatkan. Sejak saat itu protes-protes kaum tani yang terisolasi menjadi semakin meluas.

Di kota-kota besar, terutama Jakarta dan Bandung, para pemuda yang berpendidikan mulai menggalang jaringan-jaringan bawah tanah, yang dalam banyak hal ada di bawah pengaruh Sjahrir. Mereka tahu bahwa posisi Jepang di dalam perang memburuk, dan mereka mulai menyusun rencana-rencana untuk merebut kemerdekaan nasional.

Pada bulan Februari 1944 Tojo meletakkan jabatan dan Jenderal Koiso Kuniaki menggantikannya sebagai perdana menteri (1944-1945) dengan membawa kecenderungan yang lebih besar untuk memikirkan kemerdekaan semu bagi Indonesia.

Pada tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Koiso menjanji-kan kemerdekaan bagi “Hindia Timur” (To-Indo, istilah dalam bahasa Jepang yang terus dipakai secara resmi sampai bulan April 1954). Akan tetapi, Koiso tidak menentukan tanggal kemerdekaan itu, dan jelas diharapkan bahwa bangsa Indonesia akan membalas janji ini dengan cara mendukung Jepang sebagai ungkapan rasa terima kasih.

Sementara pihak angkatan laut masih tetap menentang setiap usaha untuk memajukan nasionalisme di wilayah kekuasaannya, seorang perwira angkatan laut yang luar biasa ditempatkan di Jawa melakukan peranan aktif. Laksamana Madya Maeda Tadashi bertugas menangani kantor penghubung angkatan darat-angkatan laut di Jakarta. Dia mempunyai pandangan-pandangan maju mengenai nasionalisme Indonesia. Dia menggunakan dana angkatan laut untuk membiayai perjalanan pidato keliling Sukarno dan Hatta, bahkan mengirim mereka ke Makasar pada bulan April 1945 serta ke Bali dan Banjarmasin pada bulan Juni. Pada bulan Oktober 1944 dia juga mendirikan asrama Indonesia Merdeka di Jakarta, atau untuk melatih para pemimpin pemuda yang baru bagi sebuah negara yang merdeka, atau untuk menemukan cara menembus jaringan-jaringan bawah tanah pemuda yang telah ada. Maeda menjadi orang kepercayaan banyak orang Indonesia terkemuka dari berbagai tingkat usia, dan memberikan sumbangan pada proses yang menjadikan para pemimpin dari generasi muda dan tua saling mengenal dan memahami (jika tidak selalu saling menghormati) satu sama lain di Jakarta.

Pada bulan Desember 1944 Masyumi diperbolehkan memiliki sayap militer yang bernama Barisan Hizbullah (Pasukan Tuhan), dan mempunyai 50.000 orang anggota. Kepemimpinannya didominasi oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah dan anggota-anggota kelompok PSII yang dipimpin oleh Agus Salim.

104

Pada bulan November 1944 orang-orang Indonesia mulai diang-kat menjadi wakil presiden. Para penasihat (sanyo) dihimpun ke dalam semacam majelis tinggi (Dewan Sanyo, Dewan Penasihat) dari Dewan Penasihat Pusat yang mempunyai wewenang memberikan nasihat yang agak lebih luas.

Para pejabat tinggi tersebut diikutkan dalam kursus-kursus indok-trinasi pada bulan Januari 1945, suatu pengalaman baik yang mendorong pemikiran nasionalis di antara mereka maupun meningkatkan ketidak-senangan mereka terhadap Jepang yang mengharuskan mereka menjalani sesuatu yang merendahkan martabatnya. Jepang akhirnya harus memberikan janji kemerdekaan mereka karena runtuhnya posisi militer mereka yang berlangsung secara cepat itu.

Pada bulan Pebruari 1945 detasemen Peta di Blitar (Jawa Timur) menyerang gudang persenjataan Jepang dan membunuh beberapa serdadu Jepang. Enam puluh delapan orang prajurit Peta diajukan ke depan mahkamah militer (8 orang di antaranya dihukum mati) dan 4 orang pejabat senior Indonesia dipaksa untuk meletakkan jabatan. Kini pihak Jepang mulai merasa takut bahwa mungkin mereka tidak dapat mengendalikan kekuatan militer Indonesia yang telah mereka ciptakan. Perasaan takut ini menjadi semakin kuat pada bulan Maret ketika angkatan bersenjata serupa di Birma berbalik melawan mereka dan bergabung dengan pasukan penyerbu Sekutu.

Karena mengetahui bahwa mereka menghadapi kehilangan kekuasaan, maka pihak Jepang memutuskan untuk menghapus kekang-an terhadap kekuatan rakyat Indonesia. Angkatan Darat ke-16 mendesak unsur-unsur yang lebih bersifat hati-hati di dalam hierarki Jepang supaya bertindak dengan cepat, karena mereka benar-benar mengetahui bahwa bibit-bibit revolusi telah tertanam di Jawa.

Pada bulan Maret 1945 Jepang mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Keanggota-annya mewakili sebagian besar pemimpin di Jawa yang masih hidup yang berasal dari semua aliran pemikiran yang penting. Radjiman Wediodiningrat menduduki jabatan ketua, sedangkan Sukarno, Hatta, Mansur, Dewantara, Salim, Soetardjo Kartohadikoesoemo, Abikoesno Tjokrosoejoso, Ki Bagus Hadikusumo, Wachid Hasjim, Mohammad Yamin, dan yang lain duduk sebagai anggotanya.

Pihak Jepang memutuskan bahwa bilamana kemerdekaan terwujud hendaknya kemerdekaan itu berada di tangan para pemimpin dari generasi tua yang mereka pandang lebih mudah untuk bekerja sama daripada generasi muda yang tidak dapat diramalkan.

Pada bulan Juli 1945 Jepang di Jawa berusaha mempersatukan gerakan-gerakan pemuda, Masyumi dan Jawa Hokokai ke dalam satu

105

Gerakan Rakyat Baru. Akan tetapi, upaya tersebut gagal ketika para pemimpin pemuda menuntut langkah-langkah nasionalistis yang dramatis.

Pihak Jepang menangkap Yamin yang menurut keyakinan mereka telah mengobarkan semangat kaum aktivis muda, tetapi kini kejadian-kejadian bergerak terlalu cepat bagi pihak Jepang untuk melakukan usaha mempersatukan pemimpin-pemimpin dari golongan tua dan golongan muda.

Di dalam Badan Penyelidik di Jakarta Sukarno mendesak agar versinya tentang nasionalisme yang bebas dari agama disetujui. Karena konsep ini memang merupakan satu-satunya dasar yang dapat disepakati pemimpin lainnya, maka menanglah Sukarno. Pada pidatonya pada tanggal 1 Juni dia mengemukakan Pancasilanya, “lima dasar” yang akan menjadi falsafah resmi dari Indonesia merdeka: Ketuhanan, Kebangsaan, Perikemanusiaan, Kesejahteraan, dan Demokrasi. Walaupun Pancasila itu pada umumnya diterima oleh anggota-anggota Badan Penyelidik, akan tetapi para pemimpin Islam merasa tidak senang karena Islam tampaknya tidak akan memainkan peranan yang istimewa.

Akhirnya, mereka menyetujui suatu kompromi yang disebut Piagam Jakarta yang menyebutkan bahwa negara akan didasarkan atas “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Kata syariat islam dalam Piagam Jakarta ditengarai akan menjadi sumber pertentangan-pertentangan sengit di masa mendatang antara pemeluk agama Islam dan negara, demikian halnya dengan pemeluk agama non-islam.

Badan tersebut mengakhiri tugasnya dengan merancang kon-stitusi pertama Indonesia yang menghendaki sebuah republik kesatuan dengan jabatan kepresidenan yang sangat kuat, dan dengan menetapkan bahwa negara baru tersebut tidak hanya akan meliputi Indonesia saja tetapi juga Malaya dan wilayah-wilayah Inggris di Kalimantan (Borneo).

Pada bulan Juli 1945 semua unsur di kalangan orang-orang Jepang sepakat bahwa kemerdekaan harus diberikan kepada Indonesia dalam waktu beberapa bulan. Pada akhir bulan Juli para pemimpin Sekutu di Potsdam mengeluarkan tuntutan agar Jepang menyerah tanpa syarat. Jepang tidak dapat lagi memikirkan tentang kemenangan ataupun tindakan mempertahankan wilayah-wilayah pendudukannya.

Tujuannya di Indonesia kini adalah membentuk sebuah negara yang merdeka dalam rangka mencegah berkuasanya kembali lawan, yaitu Belanda. Pada akhir bulan Juli angkatan darat dan angkatan laut Jepang mengadakan suatu pertemuan di Singapura guna merencanakan pengalihan perekonomian ke tangan bangsa Indonesia. Jepang memu-

106

tuskan bahwa Jawa akan diberi kemerdekaan pada awal bulan September, sedangkan daerah-daerah lainnya segera menyusul.

Pada tanggal 6 Agustus bom atom pertama dijatuhkan di Hiroshima yang menewaskan sedikitnya 78.000 orang. Hari berikutnya keanggotaan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia diumumkan di Jakarta. Lembaga tersebut beranggotakan wakil-wakil dari Jawa maupun dari daerah luar Jawa, didominasi oleh generasi tua, dan dijadwalkan mengadakan pertemuan pada tanggal 19 Agustus.

Pada tanggal 9 Agustus bom atom kedua dijatuhkan di Nagasaki dan pihak Soviet menyerbu Manchuria. Pada hari itu, karena tampak pihak Jepang akan menyerah, Sukarno, Hatta, dan Radjiman terbang ke Saigon untuk menemui Panglima Wilayah Selatan, Panglima Tertinggi Terauchi Hisaichi, yang mereka temui di Dalat pada tanggal 11 Agustus. Kepada mereka Terauchi menjanjikan kemerdekaan bagi seluruh bekas wilayah Belanda, tetapi memveto penggabungan Malaya dan wilayah-wilayah Inggris di Kalimantan. Sukarno ditunjuk sebagai Ketua Panitia Persiapan tersebut dan Hatta sebagai wakil ketua. Pada tanggal 14 Agustus Sukarno dan rekan-rekannya tiba kembali di Jakarta.

Pada tanggal 15 Agustus Jepang menyerah tanpa syarat, dan dengan demikian menghadapkan para pemimpin Indonesia pada suatu masalah yang berat. Karena sekutu tidak menaklukkan Indonesia, maka kini terjadi suatu kekosongan politik, pihak Jepang masih tetap berkuasa namun telah menyerah, dan tidak tampak kehadiran pasukan Sekutu yang akan menggantikan mereka.

Rencana bagi kemerdekaan yang disponsori pihak Jepang kini tampaknya terhenti, dan pada hari berikutnya gunseikan telah mendapat perintah khusus supaya mempertahankan keadaan politik yang ada sampai kedatangan pasukan Sekutu.

Sukarno, Hatta, dan generasi tua ragu-ragu untuk berbuat sesuatu dan takut memancing konflik dengan pihak Jepang. Namun tidak demikian dengan golongan pemuda, mereka melihat kondisi ini adalah kesempatan emas untuk segera menyatakan kemerdekaan Indonesia. Para pemimpin pemuda menginginkan suatu pernyataan kemerdekaan secara dramatis di luar kerangka yang disusun oleh pihak Jepang, dan dalam hal ini mereka didukung oleh Sjahrir. Akan tetapi, tak seorang pun berani bergerak tanpa Sukarno dan Hatta.

Maeda ingin melihat pengalihan kekuasaan secara cepat kepada generasi tua, karena merasa khawatir terhadap kelompok pemuda yang dianggapnya berbahaya maupun pasukan Jepang yang kehilangan semangat.

Pada tanggal 16 Agustus pagi, Hatta dan Sukarno tidak ditemukan di Jakarta. Pada malam harinya mereka telah dibawa oleh

107

para pemimpin pemuda ke garnisun Peta di Rengasdengklok, sebuah kota kecil yang terletak utara jalan raya ke Cirebon, dengan dalih melindungi mereka bilamana meletus suatu pemberontakan Peta dan Heiho. Ternyata tidak terjadi satu pemberontakan, sehingga Sukarno dan Hatta segera menyadari bahwa kejadian ini merupakan suatu usaha memaksa mereka supaya menyatakan kemerdekaan di luar rencana pihak Jepang, tujuan ini mereka tolak.

Maeda mengirim kabar bahwa jika mereka dikembalikan dengan selamat, maka ia dapat mengatur agar pihak Jepang tidak menghiraukan bilamana kemerdekaan dicanangkan.

Pada malam itu Soekarno dan Hatta sudah berada di rumah Maeda di Jakarta. Mendengar jaminan Maeda, Soekarno dan Hatta, malam itu juga merancang pernyataan kemerdekaan Indonesia. Kaum muda menginginkan agar pernyataan bahasa yang digunakan dramatis dan berapi-api, tetapi golongan tua menginginkan menggunakan bahasa yang lebih bersahaja.

Akhirnya dengan alasan untuk menghormati Maeda (Jepang), supaya tidak menyakiti perasaan Jepang serta agar tidak mendorong ter-jadinya kekerasan maka disetujuilah pernyataan proklamasi kemerdeka-an Indonesia yang tenang dan bersahaja.

Gambar 2.1 Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Gambar 2.2 Pengibaran Bendera Merah Putih setelah Pembacaan Naskah Proklamasi Kemerdekaan

108

Pada tanggal 17 Agustus 1945, hari Jum’at jam 10.00 pagi Soekarno, didampingi Moh. Hatta dan beberapa orang dari generasi muda membacakan pernyatakan proklamasi kemerdekaan Indonesia di Jl. Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta.

Setelah pembacaan pernyataan kemerdekaan, dilanjutkan dengan pengibaran bendera merah putih, dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Lahirlah negara Republik Indonesia.

Proklamasi kemerdekaan ini selanjutnya disebarluaskan melalui kantor berita yang ada ke berbagai pihak terkait dengan berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia.

Sementara itu, tentara sekutu tidak mengetahui perkembangan yang sedang terjadi di Indonesia, sehingga ketika dia datang ke Indonesia dengan tujuan untuk penyerahan kekuasaan dari Jepang kepada sekutu, ternyata kedatangannya disambut dengan perlawanan sengit dari bangsa Indonesia. Tugas 2.1

Bagaimana pendapat kalian, terhadap pernyataan di bawah ini! 1. Pada saat ini, sebenarnya bangsa Indonesia belum

merdeka, masih mengalami penjajahan. Karena masih sangat tergantung kepada negara lain dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini dibuktikan ketika panen kedelai di AS gagal, bangsa Indonesia kebingungan untuk membuat tempe. Selain itu juga hutang negara Indonesia juga sangat banyak.

2. Walaupun sedang dijajah, bangsa Indonesia tidak melakukan perlawanan.

109

B. KESADARAN NASIONAL 1. Semangat Kebangsaan (Nasionalisme)

Sebelum membahas sajian tentang nasionalisme, dapat disimak lagunya Gombloh seperti di bawah ini, kalau ada kesempatan kita bisa bernyanyi secara bersama-sama.

Semangat kebangsaan biasa disebut juga dengan nasionalisme.

Nasionalisme berasal dari kata “nation” (bangsa). Bangsa adalah sekelompok manusia yang hidup dalam suatu wilayah tertentu dan memiliki rasa persatuan yang timbul karena pengalaman sejarah yang sama serta memiliki cita-cita bersama yang ingin dilaksanakan di dalam negara yang berbentuk negara nasional. Nasionalisme adalah suatu gejala psikologis berupa rasa persamaan dari se-kelompok manusia yang menimbulkan kesadaran sebagai suatu bangsa. Nasionalisme merupa-kan hasil dari pengaruh faktor politik, ekonomi, sosial dan intelektual, yang terjadi dalam lingkungan kebudayaan melalui proses sejarah (historis).

Gebyar-Gebyar Oleh: Gombloh

Indonesia Merah Darahku, Putih Tulangku Bersatu dalam Semangatmu Indonesia, Debar Jantungku Getar Nadiku Berbaur dalam Angan-anganmu Gebyar-gebyar Pelangi Jingga

Indonesia Nada Laguku, Simpati kataku Selaras dengan Simponimu Gebyar-gebyar Pelangi Jingga

Biarpun Bumi Bergoyang, Kau tetap Indonesiaku Andaikan Matahari Terbit dari Barat Kaupun Indonesiaku Tak Sebilah Pedang yang Tajam Dapat Palingkan Daku darimu Kusisingkan Lengan Rawe-Rawe Rantas Malang-Malang Tuntas Denganmu, wow

110

Semangat kebangsaan (nasionalisme) yang ada pada diri seseorang tidak datang dengan sendiri, tetapi ada unsur-unsur yang mempengaruhi keberadaannya. Unsur-unsur tersebut adalah: (1) perasaan nasional, yang sifatnya ke luar dan ke dalam, (2) watak nasional, (3) batas nasional (yang memberikan pengaruh emosional & ekonomis pada diri individu), (4) bahasa nasional, (5) agama, dan (6) peralatan nasional. Bahasa merupakan unsur yang sangat besar pengaruhnya dalam pengembangan semangat kebangsaan (nasionalisme). 2. Sebab-sebab Timbulnya Nasionalisme Semangat kebangsaan muncul tidak hanya di Indonesia, tetapi juga muncul di negara-negara lain termasuk di Eropa dan Amerika serta Afrika. Namun demikian, faktor penyebab timbulnya nasionalisme di Asia dan di Amerika atau Eropa berbeda. Demikian halnya dengan bentuk dan tujuan dari nasionalisme.

Nasionalisme Eropa muncul disebabkan oleh faktor: (1) munculnya faham rasionalisme dan romantisme; (2) munculnya faham aufklarung dan kosmopolitanisme; (3) terjadinya revolusi Perancis; (4) muncul sebagai reaksi atas agresi yang dilakukan oleh Napoleon Bonaparte.

Sedangkan semangat kebangsaan atau nasionalisme yang terjadi di negara-negara Asia muncul disebabkan oleh: (1) adanya kenangan akan kejayaan masa lampau, (2) imperalisme; (3) pengaruh faham revolusi Perancis; (4) adanya kemenangan Jepang atas Rusia; (5) atlantic charter; (6) timbulnya golongan pertengahan (terpelajar).

3. Tujuan Nasionalisme Pada dasarnya nasionalisme atau semangat kebangsaan yang muncul di banyak negara memiliki tujuan untuk: (1) menjamin kemauan dan kekuatan mempertahankan masyarakat nasional melawan musuh-musuh dari luar negara, sehingga melahirkan semangat rela berkorban; (2) menghilangkan ekstremisme (tuntutan yang berlebih-lebihan) dari warga negara (individu dan kelompok).

Bertolak dari hal tersebut di atas, maka aspek pokok dari nasionalisme, khususnya yang terjadi negara Asia adalah: • Politik; bertujuan untuk menumbangkan dominasi politik bangsa

penjajah dan membangun negara merdeka. • Ekonomi; bertujuan untuk menghapuskan penghisapan dari praktek

imperialisme atas bangsanya dan membangun suatu sistem perekonomian nasional menuju terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan sosial.

111

• Kebudayaan; bertujuan untuk menghapus pengaruh-pengaruh yang merusak dari kebudayaan asing, kemudian membina kebudayaan nasional berdasar pada sintesa budaya asli dengan budaya asing yang konstruktif dan tidak bertentangan dengan budaya nasional.

4. Akibat Nasionalisme Nasionalisme atau semangat kebangsaan yang muncul di beberapa negara membawa akibat beraneka ragam, bahkan kadang sangat bertentangan dengan tujuan nasionalisme itu sendiri. Akibat dari munculnya semangat kebangsaan di beberapa negara, pada umumnya adalah: (1) timbulnya negara nasional (national state); (2) peperangan; (3) imperialisme; (4) nasionalisme ekonomi (proteksionisme); dan (5) akibat social. 5. Tahap-tahap Pertumbuhan Nasionalisme Berdasarkan waktu, kemunculan dari semangat kebangsaan di dunia ini dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap. Tahap Pertama

1. Perubahan sistem perekonomian; dari agraris feodalistis menjadi borjuis kapitalis, akibatnya melahirkan golongan kelas menengah (middle class).

2. Hubungan internasional terjadi antara raja dengan raja melalui ikatan perkawinan.

3. Lahirnya merkantilisme; yaitu suatu politik perekonomian nasional yang ditujukan untuk menambah kekuasaan negara yang diwujudkan dalam diri raja, dengan menimbun sebanyak mungkin kekayaan berupa emas dan perak; yang dilakukan melalui perluasan area perdagangan, merebut pasar bangsa lain dan peperangan (gold, gospeld and glory).

4. Peranan golongan pertengahan yang besar dalam memakmurkan negara tetapi tidak bisa menikmati, dirasakan tidak adil, akhirnya menimbulkan revolusi untuk menentang raja; contoh seperti revolusi Puritan (1642), revolusi Amerika (1776) dan revolusi Perancis (1789).

Tahap Kedua (Napoleon-Perang Dunia I)

Ciri pokok dari nasionalisme tahap II ini ditandai oleh adanya: 1. Hubungan internasional berlangsung berdasarkan pada

kepentingan bangsa. 2. Berlomba-lomba membangun industri, memperbesar hasil dan

memperluas perdagangan

112

3. Kebutuhan bahan mentah dan melimpahnya hasil industri (imperialisme modern)

4. Meletusnya Perang Dunia I (1914-1919) 5. Middle class nationalism

Tahap Ketiga (1920-Perang Dunia II)

1. Munculnya pengakuan terhadap semua golongan masyarakat sebagai suatu bangsa.

2. Lahirnya jinggoisme dan chauvinisme 3. Meletusnya Perang Dunia II

Sesudah perang Dunia II, muncul internasionalisme, sebagai akibat dari adanya perkembangan teknologi kemunikasi dan transportasi, adanya ketergantungan ekonomi dan ketakutan akan perang nuklir. 6. Faktor Pendorong Munculnya Nasionalisme di Indonesia Munculnya semangat kebangsaan yang ada pada masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor ekstern yang mempengaruhi nasionalisme Indonesia, adalah: (1) Pengaruh faham-faham modern dari Eropa (liberalisme, humanisme, nasionalisme, komunisme); (2) Pengaruh gerakan Pan-Islamisme; (3) Pengaruh pergerakan bangsa terjajah di Asia; dan (4) Pengaruh kemenangan Jepang atas Rusia.

Sedangkan faktor internal yang mendorong munculnya semangat kebangsaan atau nasionalisme adalah: (1) timbulnya kembali golongan pertengahan, kaun terpelajar; (2) adanya penderitaan dan kesengsaraan yang dialami oleh seluruh rakyat dalam berbagai bidang kehidupan; (3) pengaruh golongan peranakan; dan (4) adanya keinginan untuk melepaskan diri dari imperialisme.

Tumbuh dan berkembangnya nasionalisme Indonesia meliputi semua aspek kehidupan berupa semangat untuk memberdayakan ekonomi, pendidikan, politik, sosial, dan budaya yang diwujudkan dalam bentuk perjuangan organisasi pergerakan nasional yang moderat atau radikal, yang mau bekerja sama (kooperatif) maupun tidak bekerja sama (non-kooperatif) dengan pemerintah kolonial Belanda. 7. Perbedaan Nasionalisme Asia dan Eropa Nasionalisme yang berkembang di dunia ini walaupun berasal dari ibu yang sama, tetapi masing-masing wilayah mempunyai perbedaan, dengan demikian proses dan akibatnya juga berbeda.

1. Nasionalisme asia lahir sebagai reaksi atas sistem imperialisme. Sebaliknya lahir sebagai akibat perubahan struktur masyarakat dari feodalistik menuju kapitalis.

113

2. Nasionalisme Asia melahirkan keberanian terhadap ras kulit putih, sebaliknya di Eropa tidak terjadi.

3. Mengandung rasa solider dengan bangsa lain di dunia. Sedang di Eropa tidak terjadi.

8. Konsep Lain yang Berhubungan dengan Nasionalisme Beberapa konsep atau istilah yang memiliki kaitan atau berhubungan dengan semangat kebangsaan antara lain: a. Patriotisme

Patriotisme adalah sikap dan perilaku seseorang yang dilakukan dengan penuh semangat rela berkorban untuk kemerdekaan, kemajuan, kejayaan dan kemakmuran bangsa.

Seseorang yang memiliki sikap dan perilaku patriotik, ditandai oleh adanya: (1) rasa cinta pada tanah air, (2) rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara, (3) menempatkan persatuan, kesatuan, serta keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan, (4) berjiwa pembaharu, (5) tidak mudah menyerah.

Konsep patriotik tidak selalu terjadi dalam lingkup bangsa dan negara, tetapi juga dalam lingkup sekolah dan desa atau kampung. Kita mungkin bisa menemukan bagaimana seorang siswa atau masyarakat yang lainnya berbuat sesuatu yang mempunyai arti sangat besar bagi sekolah atau bagi lingkungan desa atau kampung. b. Chauvinisme

Chauvinisme adalah rasa cinta tanah air yang berlebihan dengan mengagungkan bangsa sendiri, dan merendahkan bangsa lain. Contoh seperti yang dikemukakan oleh A Hitler dengan kalimat Deutschland Uber Alles in der Welt (Jerman di atas segala-galanya dalam dunia). Slogan ini kadang masih dipakai di Jerman untuk memberi semangat pada atlit dalam bertanding. Hal ini dapat dilihat ketika Jerman menjadi juara sepakbola Eropa tahun 2000, dimana kalimat ini dipergunakan untuk memberi semangat pemain sepakbola Jerman. Inggris juga punya slogan Right or Wrong is my Country. Jepang yang menganggap bahwa bangsanya merupakan keturunan Dewa Matahari, atau mungkin bangsa lain juga ada, tetapi tidak nampak.

c. Sukuisme

Sukuisme adalah suatu paham yang memandang bahwa suku bangsanya lebih baik dibandingkan dengan suku bangsa yang lain, atau rasa cinta yang berlebihan terhadap suku bangsa sendiri.

114

Tugas 2.2

Jawablah pertanyaan di bawa ini dengan melalui diskusi kelompok, kemudian hasil diskusi kelompok sampaikan kepada guru.

1. Apakah benar nasionalisme bangsa Indonesia saat ini dikategorikan rendah?

2. Buatlah contoh perwujudan semangat kebangsaan yang dimiliki bangsa Indonesia?

3. Bagaimanakah cara yang bisa dilakukan oleh siswa SMK dalam menunjukkan semangat kebangsaannya yang tidak rendah?

115

C. PERGERAKAN NASIONAL 1. Pengertian Pergerakan nasional adalah suatu bentuk perlawanan terhadap kepada kaum penjajah yang dilaksanakan tidak dengan menggunakan kekuatan bersenjata, tetapi menggunakan organisasi yang bergerak di bidang sosial, budaya, ekonomi dan politik. Demikian halnya dengan pergerakan nasional yang terjadi di Indonesia. Pada awalnya, berdirinya organisasi ini tidak ditujukan untuk per-lawanan terhadap kaum penjajah, tetapi organisasi-organisasi tersebut pada dasarnya didirikan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat yang mengalami penderitaan akibat penjajahan, namun pada akhirnya bertujuan untuk mewujudkan kemerdekaan. Hal yang demikian ini pula yang menjadi faktor awal berdirinya berbagai macam organisasi perge-rakan nasional di Indonesia.

Pergerakan nasional melawan penjajahan Belanda di Indonesia diawali pada permulaan abad ke-20, dengan berdirinya organisasi Budi Utomo, Sarikat Islam dan berbagai macam organisasi lainnya. Organi-sasi-organisasi yang berdiri pada masa itu disebut sebagai organisasi pergerakan nasional, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Keanggotaannya tidak didasarkan atas kelompok etnis (suku) tertentu melainkan semua kelompok etnis.

2. Sebagian besar pemimpin organisasi pergerakan nasional itu berasal dari kalangan terdidik yang memperoleh pendidikan Barat serta kelompok intelektual yang sudah bergaul dengan berbagai bangsa, baik melalui sekolah di dalam negeri, Belanda, maupun yang telah menunaikan ibadah haji.

3. Organisasi-organisasi pergerakan nasional tersebut memiliki tujuan yang jelas bagi kepentingan seluruh bangsa di bidang sosial, pendidikan, ekonomi, budaya, dan politik.

4. Organisasi-organisasi pergerakan nasional memiliki paham kebangsaan atau nasionalisme. Dengan kata lain pergerakan nasional Indonesia adalah suatu

bentuk perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajah yang dilaksana-kan dengan menggunakan organisasi, terjadi pada awal abad ke-20, yang diperuntukkan bagi kepentingan seluruh bangsa Indonesia, yang berasal dari berbagai kelompok etnis, agama, dan budaya, dan bertujuan untuk memajukan bangsa Indonesia di bidang pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, dan politik serta untuk memperoleh kemerdekaan dari penjajah Belanda.

116

2. Faktor Pendorong Munculnya Pergerakan Nasional Indonesia a. Faktor Ekstern

1. Munculnya kesadaran tentang pentingnya semangat kebangsaan, semangat nasional, perasaan senasib sebagai bangsa terjajah, serta keinginan untuk mendirikan negara berdaulat lepas dari cengkeraman imperialisme di seluruh negara-negara jajahan di Asia, Afrika, dan Amerika Latin pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.

2. Fase tumbuhnya anti imperialisme tersebut berkembang ber-samaan dengan atau dipengaruhi oleh lahirnya golongan ter-pelajar yang memperoleh pengalaman pergaulan internasional serta mendapatkan pemahaman tentang ide-ide baru dalam kehidupan bernegara yang lahir di Eropa, seperti demokrasi, liberalisme, sosialisme, dan komunisme melalui pendidikan formal dari negara-negara Barat.

3. Paham-paham tersebut pada dasarnya mengajarkan tentang betapa pentingnya persamaan derajat semua warga negara tanpa membedakan warna kulit, asal usul keturunan, dan perbedaan keyakinan agama. Paham tersebut masuk ke Indonesia dan dibawa oleh tokoh-tokoh Belanda yang berpandangan maju, golongan terpelajar Indonesia yang memperoleh pendidikan Barat, serta alim ulama yang menunaikan ibadah haji dan memiliki pergaulan dengan sesama umat muslim seluruh dunia.

4. Perang Dunia I (1914-1919) telah menyadarkan bangsa-bangsa terjajah bahwa negara-negara imperialis telah berperang di antara mereka sendiri. Perang tersebut merupakan perang memperebut-kan daerah jajahan. Tokoh-tokoh pergerakan nasional di Asia, Afrika dan Amerika Latin telah menyadari bahwa kini saatnya telah tiba bagi mereka untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah yang sudah lelah berperang.

5. Munculnya rumusan damai mengenai penentuan nasib sendiri (self determination) Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson pasca perang dunia I disambut tokoh-tokoh pergerakan nasional Indonesia sebagai pijakan dalam perjuangan mewujudkan kemerdekaan.

6. Lahirnya komunisme melalui Revolusi Rusia 1917 yang diikuti dengan semangat anti kapitalisme dan imperalisme telah mempe-ngaruhi tumbuhnya ideologi perlawanan di negara-negara jajahan terhadap imperialisme dan kapitalisme Barat. Konflik ideologi dunia antara kapitalisme atau imperialisme sosialisme atau komunisme telah memberikan dorongan bagi bangsa-bangsa terjajah untuk melawan kapitalisme atau imperialisme Barat.

117

7. Munculnya nasionalisme di Asia dan di negara-negara jajahan lainnya di seluruh dunia telah mengilhami tokoh-tokoh pergerakan nasional untuk melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Kemenangan Jepang atas Rusia pada 1905 telah memberikan keyakinan bagi tokoh nasionalis Indonesia bahwa bangsa kulit putih Eropa dapat dikalahkan oleh kulit berwarna Asia. Demikian juga, model pergerakan nasional yang dilakukan oleh Mahatma Gandhi di India, Mustapha Kemal Pasha di Turki, serta Dr. Sun Yat Sen di Cina telah memberikan inspirasi bagi kalangan terpelajar nasionalis Indonesia bahwa imperialisme Belanda dapat dilawan melalui organisasi modern dengan cara memajukan ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, dan politik pada bangsa Indonesia terlebih dahulu sebelum memperjuangkan kemerdekaan.

b. Faktor Intern

1. Penjajahan mengakibatkan terjadinya penderitaan rakyat Indonesia yang tidak terkira. Sistem penjajahan Belanda yang eksploitatif terhadap sumber daya alam dan manusia Indonesia serta sewenang-wenang terhadap warga pribumi telah menyadar-kan penduduk Indonesia tentang adanya sistem kolonialisme dan imperialisme Barat yang menerapkan ketidaksamaan dan perlakuan yang membeda-bedakan (diskriminatif).

2. Kenangan akan kejayaan masa lalu. Rakyat Indonesia pada umumnya menyadari bahwa mereka pernah memiliki negara kekuasaan yang jaya dan berdaulat di masa lalu (Sriwijaya dan Majapahit). Kejayaan ini menimbulkan kebanggaan dan meningkatnya harga diri sebagai suatu bangsa. Oleh karena itu, rakyat Indonesia berusaha untuk mengembalikan kebanggaan dan harga diri sebagai suatu bangsa tersebut.

3. Lahirnya kelompok terpelajar yang memperoleh pendidikan Barat dan Islam dari luar negeri. Kesempatan ini terbuka setelah pemerintah kolonial Belanda pada awal abad ke-20 menjalankan Politik Etis (edukasi, imigrasi, dan irigasi). Orang-orang Indonesia yang memperoleh pendidikan Barat berasal dari kalangan priyayi abangan yang memiliki status bangsawan. Sebagian lainnya ber-asal dari kalangan priyayi dan santri yang secara sosial ekonomi memiliki kemampuan untuk menunaikan ibadah haji serta memperoleh pendidikan tertentu di luar negeri.

4. Lahirnya kelompok terpelajar Islam telah menyadarkan bangsa Indonesia terjajah yang sebagian besar penduduknya beragama Islam. Kelompok intelektual Islam telah menjadi agent of change

118

atau agen pengubah cara pandang masyarakat bahwa nasib bangsa Indonesia yang terjajah tersebut tidak dapat diperbaiki melalui belas-kasihan penjajah seperti Politik Etis misalnya. Nasib bangsa Indonesia harus diubah oleh bangsa Indonesia sendiri dengan cara memberdayakan bangsa melalui peningkatan taraf hidup di bidang ekonomi, pendidikan, sosial, dan budaya.

5. Menyebarnya paham-paham baru yang lahir di Eropa, seperti demokrasi, liberalisme, sosialisme, dan komunisme di negeri jajahan (Indonesia) yang dilakukan oleh kalangan terpelajar.

6. Muncul dan berkembangnya semangat persamaan derajat pada masyarakat Indonesia dan berkembang menjadi gerakan politik yang sifatnya nasional. Tindakan pemerintah kolonial yang semakin represif seperti pembuangan para pemimpin Indische Partiij pada 1913, ikut campurnya Belanda dalam urusan internal Sarekat Islam, dan penangkapan tokoh-tokoh nasionalis telah menimbulkan gerakan nasional untuk memperoleh kebebasan berbicara, berpolitik, serta menentukan nasib sendiri tanpa dicampuri pemerintah kolonial Belanda.

3. Organisasi Pergerakan Nasional Indonesia Budi Utomo (BU)

Budi utomo adalah suatu organisasi yang didirikan oleh kalangan terpelajar di sekolah kedokteran yang berasal dari priyayi Jawa yang "baru" atau priyayi rendahan. Mereka memiliki pandangan bahwa pendidikan adalah kunci untuk kemajuan. Kelompok inilah yang merupakan kelompok pertama pembentuk suatu organisasi yang benar-benar modern.

Dr. Wahidin Sudirohusodo adalah tokoh yang membidani lahirnya Budi Utomo melalui kegiatannnya menghimpun dana beasiswa untuk memberikan pendidikan Barat kepada golongan priyayi Jawa. Kegiatan yang dilakukan oleh Dr. Wahidin tersebut disambut oleh Soetomo, seorang mahasiswa School Tot Opleiding van Indische Arsten (STOVIA) atau Sekolah Dokter Jawa. Bersama rekan-rekannya dia mendirikan Budi Utomo (BU) di Jakarta pada 20 Mei 1908.

Budi utomo sejak awal berdiri sudah menetapkan bahwa bidang perhatian organisasi ini pada upaya peningkatan pendidikan dan

Gambar 2.3. Dr. Sutomo

119

memajukan pendidikan masyarakat dengan memberi kesempatan dan beasiswa bagi rakyat Indonesia untuk menempuh pendidikan. Hanya saja ruang lingkup yang menjadi obyek pengembangan pendidikan ini pada awalnya hanya meliputi penduduk Jawa dan Madura.

Bilamana diperhatikan dari segi keanggotaannya, organisasi budi utomo mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: (1) bersifat lokal, sebab anggotanya hanya terbatas pada orang jawa dan madura, kemudian berkembang ke Bali, tidak meliputi seluruh wilayah Indonesia; (2) bersifat moderat dan aristokratis, tidak bertindak radikal dalam memperjuangkan tujuannya. Hal ini dimaklumi karena sebagian besar anggotanya adalah pegawai negeri dan juga dari lapisan ningrat.

Pada kongres Budi Utomo yang diselenggarakan pada 3-5 Oktober 1908, Tirto Kusumo diangkat menjadi Ketua Pengurus Besar. Dalam kongres ini, etnonasionalisasi semakin bertambah besar. Selain itu, dalam kongres tersebut juga timbul dua kelompok, yaitu kelompok pertama diwakili oleh golongan pemuda yang merupakan minoritas yang cenderung menempuh jalan politik dalam menghadapi pemerintah kolonial. Adapun kelompok kedua merupakan golongan mayoritas diwakili oleh golongan tua yang menempuh perjuangan dengan cara lama, yaitu sosiokultural (pendidikan, pengajaran dan kebudayaan).

Golongan minoritas yang berpandangan maju dalam organisasi ini dipelopori oleh Dr. Tjipto Mangunkusumo. Dr. Tjipto Mangunkusumo ingin menjadikan Budi Utomo bukan hanya sebagai partai politik yang memen-tingkan rakyat, melainkan juga sebuah organisasi yang kegiatannya ter-sebar di Indonesia, bukan hanya di Jawa dan Madura. Sementara golongan tua menginginkan pembentukan dewan pimpinan yang didominasi oleh para pejabat generasi tua. Golongan ini juga mendukung pendidikan yang luas bagi kaum priyayi dan mendorong kegiatan pengusaha Jawa. Tjipto terpilih sebagai seorang anggota dewan. Namun, pada 1909 dia mengundurkan diri dan akhirnya bergabung dengan Indische Partiij yang perjuangannya bersifat radikal.

Karakteristik Budi Utomo yang seperti demikian menyulitkan untuk bertindak revolusioner, walaupun lambat laun juga mempunyai program politik dan memperluas keanggotanya hingga sampai ke Bali. Hal ini terjadi karena banyak dari anggota Budi Utomo adalah pegawai peme-rintahan Belanda dan banyak yang berasal dari kalangan ningrat. Kondisi inilah yang mengakibatkan keluarnya beberapa orang tokoh utama dari Budi Utomo, seperti Cipto Mangunkusumo, Soetomo, dan Soepomo. Tokoh-tokoh ini beralih ke Indische Party yang gerakannya lebih radikal.

Dalam perkembangan selanjutnya Budi Utomo tetap meneruskan cita-cita mulia menuju kemajuan yang selaras buat tanah air dan bangsa. Ketika pecah Perang Dunia I (1914) Budi Utomo turut memikirkan cara

120

mempertahankan Indonesia dari serangan luar, yang mengusulkan dibentuknya ”Komite Indie Weeber" (komisi untuk pertahanan negara)

Budi Utomo juga terlibat dalam rapat-rapat untuk membentuk Dewan Rakyat (Volksraad), yang baru dapat terealisasi tahun 1918. Belanda memang memberi peluang pada Budi Utomo untuk terlibat, karena sikapnya yang moderat sehingga pemerintah kolonial tidak terlalu mengkhawatirkan organisasi tersebut.

Pada dekade ketiga abad ke-20, April 1930, Budi Utomo dibuka keanggotannya bagi semua golongan bangsa Indonesia. Pada kongres April 1931, anggaran dasar Budi Utomo diubah untuk membuka diri. Pada kongres itu diputuskan untuk bekerja sama dengan organisasi lain yang berdasarkan prinsip kooperasi. Dalam konferensi yang diseleng-garakan pada Desember 1932 di Solo, diumumkan tentang disahkannya badan persatuan yang terdiri dari organisasi-organisasi yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka, namanya Parindra. Kelompok organisasi ini bersifat kooperasi tapi terhadap sesuatu hal yang lain bisa jadi non kooperasi.

Walaupun pada awalnya organisasi Budi Utomo dikhususkan untuk masyarakat Jawa dan Madura, namun Budi Utomo adalah organisasi modern pertama dalam pergerakan nasional Indonesia yang bertujuan untuk memajukan masyarakat pribumi dan usianya paling lama, Budi Utomo merupakan organisasi perintis jalan untuk pertumbuhan organisasi-organisasi politik lainnya. Budi Utomo merupakan fase perta-ma dari nasionalisme Indonesia, menjadi inspirasi bangkitnya faham-faham kebangsaan Indonesia. Sarekat Islam (SI)

Sarekat Islam (SI) pada awalnya bernama Sarekat Dagang Islam (SDI), yaitu perkumpulan bagi pedagang Islam yang didirikan tahun 1911 di Solo, oleh H. Samanhudi. Organisasi ini mempunyai tujuan memajukan perdagangan Indonesia di bawah panji Islam, serta agar para pedagang Islam dapat bersaing dengan pedagang Barat maupun Timur Asing.

Sarekat Dagang Islam mengalami perkembangan cukup pesat, hal ini terjadi karena:

1. Pedagang keturunan Tionghoa melakukan monopoli bahan-bahan batik, ditambah pula dengan tingkah laku mereka yang tidak mengenakkan pada pedagang pribumi;

2. Penyebaran agama Kristen yang merupakan tantangan bagi para penganut Islam;

3. Adat lama yang bertentangan dengan ajaran Islam yang terus dipertahankan di daerah Jawa, makin lama makin dirasakan seba-gai penghinaan terhadap umat Islam.

121

Faktor lain yang mempengaruhi pesatnya pertumbuhan perkum-pulan pedagang Islam tumbuh pesat terutama setelah Tjokroaminoto masuk dan kemudian menjadi pemimpin Sarekat Dagang Islam.

SDI berganti namanya menjadi Sarekat Islam (SI) pada tahun 1912. SI mempunyai tujuan mengembangkan perekonomian guna men-capai kemajuan rakyat yang nyata dengan jalan persaudaraan, persa-tuan, dan tolong menolong di antara kaum muslimin. Keanggotaannya terbuka untuk setiap lapisan masyarakat yang beragama Islam.

Pada Juni 1916, mengembangkan sebuah cita-cita terbentuknya satu bangsa bagi penduduk Indonesia. Pada kongres 1917, SI mulai dimanfaatkan oleh kekuatan lain untuk kepentingan politik tertentu dan disusupi aliran revolusioner sosialis dengan tokohnya Semaun yang men-duduki ketua SI cabang Semarang. Dengan masuknya Semaun, tujuan SI kemudian berubah menjadi membentuk pemerintah sendiri dan per-juangan melawan penjajah dari kapitalisme yang jahat. Dalam kongres diputuskan tentang keikutsertaan SI dalam Volksraad.

Masuknya kaum sosialis-komunis di dalam tubuh SI, hingga memberikan pengaruh terhadap tujuan SI dan ditambah dengan pernya-taan bahwa menjadi penjajahan dalam lapangan kebangsaan dan perekonomian itu adalah buah dari kapitalisme dan kapitalisme hanya bisa dikalahkan oleh per satuan kaum buruh dan petani.

Pada tahun 1921, SI menetapkan bahwa seseorang harus memi-lih antara SI atau organisasi lain. Pilihan ini sebenarnya bertujuan untuk membersihkan barisan SI dari unsur-unsur komunis. Dengan keputusan tersebut, seseorang tidak mungkin menjadi anggota SI sekaligus menjadi anggota PKI.

Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya perpecahan di tubuh SI, dan berganti nama SI Merah dan SI Putih. SI Merah yang dipimpin oleh Semaun berpusat di Semarang dan berazaskan komunis. Adapun SI Putih dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto yang berlandaskan Islam.

Perkembangan selanjutnya SI berubah menjadi Partai Sarekat Islam (PSI), sedangkan SI Merah menjadi Sarekat Rakyat yang kemudian menjadi organisasi yang berada di bawah naungan PKI. PSI mempunyai tujuan perjuangan untuk mencapai kemerdekaan nasional. Karena tuju-annya yang jelas itulah maka PSI menggabungkan diri dengan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).

Kongres PSI 1927 menyatakan bahwa Karena keragaman cara pandang di antara elite partai, PSII pecah menjadi beberapa partai politik, seperti Partai Islam Indonesia yang dipimpinan oleh Sukiman, PSII Kartosuwiryo, PSII Abikusno, dan PSII sendiri. Perpecahan itu melemahkan PSII dalam perjuangannya.

122

Indische Partiij Indische Partiij merupakan organisasi yang didirikan oleh orang

Indo dan anggotanya juga kebanyakan orang Indo, yaitu campuran orang Indo dengan Pribumi. Didirikan oleh Dr. Ernest Francois Eugene Douwes Dekker pada 25 Desember 1912. Dr. Ernest Francois Eugene Douwes Dekker adalah seorang keluarga jauh Edward Douwes Dekker (Multatuli). Dia kemudian bekerja sama dengan dua orang, Tjipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat. Ketiga tokoh ini dikenal dengan sebutan Tiga Serangkai.

Indische Partiij menyatakan bahwa nasionalisme merupakan hal paling penting dan oleh karena itu harus diperjuangkan. Partai ini juga dengan tegas menyatakan harus dicapainya kemerdekaan Indonesia dari pemerintah kolonial Belanda. Dalam perjuangannya, partai ini bersikap radikal terutama dalam menghadapi sistem kolonial Belanda. Indische Partiij menuntut dihapusnya eksploitasi rakyat dan oleh karena itu mereka beranggapan bahwa penghapusan eksploitasi dapat dicapai apabila Hindia Belanda memperoleh kemerdekaan sistem politik dan pemerintah-an yang demokratis.

Anggaran dasar Indische Partiij menetapkan tujuan membangun lapangan hidup, menganjurkan kerja sama atas dasar persamaan ketata-negaraan, memajukan tanah air Hindia Belanda, dan mempersiapkan ke-hidupan rakyat merdeka. Indische Partiij berdiri atas dasar nasionalisme yang menampung semua suku bangsa di Hindia Belanda dengan tujuan akhir mencapai kemerdekaan. Paham kebangsaan ini kemudian diolah dan dikembangkan oleh partai-partai lain, seperti Perhimpunan Indonesia (PI) dan Partai Nasional Indonesia (PNI).

Karena keradikalan partai ini, pemerintah kolonial bersikap keras dan oleh karena itu tidak memberi badan hukum. Sikap pemerintah kolo-nial semakin keras terutama setelah setelah munculnya artikel Suwardi Suryaningrat pada peringatan 100 tahun bebasnya negeri Belanda dari jajahan Prancis. Artikel ini berjudul "Als ik een Nederlander was" (Andaikata aku seorang Belanda). Ar-tikel ini membuat pemerintah kolonial Belanda marah dan disusul dengan ditangkapnya ketiga tokoh Indische Partiij yang kemudian diasingkan ke Belanda.

Gambar 2.4. Ki Hajar Dewantara

123

Pada 4 Mei 1913, Indische Partiij dinyatakan sebagai partai terlarang. Walaupun sudah dibubarkan, ketiga tokoh ini tetap berjuang. Douwes Dekker tetap di jalur politik. Suwardi Suryaningrat yang kemudi-an lebih dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara terjun dalam bidang pendidikan. Adapun Tjipto Mangunkusumo meneruskan perjuangannya yang radikal walaupun dalam beberapa waktu harus berjuang di dalam penjara.

Meskipun organisasi ini berumur pendek, Indische Partiij telah memberikan perlawanan gigih dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Partai ini merupakan partai pertama yang menanamkan paham kebangsaaan. Partai Komunis Indonesia (PKI)

Partai Komunis Indonesia adalah organisasi pergerakan sosialis yang mengadopsi nilai-nilai perjuangan komunisme dari Rusia. Pada awalnya organisasi ini bernama Indische Social Demokratische Vereeniging (ISDV), yang kemudian berubah menjadi Partai Komunis Indonesia pada tahun 1924.

Gerakan ini dipelopori oleh seorang Marxis Belanda Sneevliet yang ingin menyebarkan ajaran-ajaran Marxis di Indonesia, khususnya tentang manifesto-komunisnya. Konsep perjuangannya adalah memper-tentangkan kelas antara kaum pribumi sebagai buruh dan penjajah sebagai kapitalisme Barat. Sneevliet adalah pendiri organisai Indische Social Demokratische Vereeniging (ISDV) (Dekker, 1993).

ISDV didirikan Sneevliet pada tahun 1914 di Semarang. Perkum-pulan ini merupakan perkumpulan campuran antara orang-orang Belanda dengan orang-orang Indonesia yang mempunyai pandangan politik sama.

Sneevliet berusaha mempengaruhi tokoh-tokoh terkemuka pada perkumpulan orang Indonesia untuk menerima ajaran Marxis. Setelah itu tokoh-tokoh Marxis dalam ISDV menyusup ke tubuh organisasi Sarekat Islam yang dianggap memiliki basis massa yang banyak dan bersedia menerima pikiran-pikiran radikal perjuangan sosialis. Selain itu, anggota Sarekat Islam yang radikal bisa masuk ISDV tanpa harus meninggalkan Sarekat Islam.

Komunisme cepat berkembang di kalangan rakyat Indonesia yang terjajah. Kondisi buruknya kehidupan ekonomi pribumi dapat dimanfaatkan dengan baik oleh tokoh-tokoh komunis Indonesia. Tokoh-tokoh komunis juga memanfaatkan kondisi buruknya hubungan antara gerakan politik dan pemerintah Belanda. ISDV semakin kuat setelah pecahnya Revolusi Rusia pada 1917, berdirinya Uni Soviet, dan Communis International (Comintern) Maret 1919. Komunis Indonesia makin radikal dan mendapat dukungan yang luas setelah pada 1922

124

melakukan pemogokkan-pemogokkan untuk menuntut kenaikan upah dari kaum kapitalis.

Gerakan-gerakan ISDV yang radikal dalam menentang kapitalisme Belanda mengakibatkan orang-orang ISDV diusir Belanda. Pimpinan komunis di Indonesia diambil alih oleh orang Indonesia sendiri dan kemudian mendirikan organisasi dengan nama Perserikatan Komunis Hindia pada Mei 1920. Pada 1924 nama ini berubah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). PKI dengan cepat berkembang karena mendapat banyak dukungan dari kalangan rakyat jelata yang terjajah. PKI masuk Komintern pada 1920. Tokoh-tokoh PKI di antaranya, Semaun, Alimin, Tan Malaka, dan Darsono (Dekker, 1993).

PKI dalam melaksanakan kegiatannya bersifat praktis dan radikal, organisasi ini dengan tegas menyatakan ingin melakukan gerakan revolusi untuk menggulingkan pemerintahan kolonial Belanda. Tokoh-tokohnya dengan cerdik mampu memanfaatkan militansi Islam yang juga berkeinginan untuk melawan pemerintah kolonial Belanda. Oleh karena itu, banyak tokoh Islam yang direkrut untuk menyebarkan propaganda PKI yang anti kapitalisme Belanda. Misalnya di daerah berbasis Islam, Banten dan Minangkabau, terjadi pemberontakan melawan kapitalisme Barat pada 1926 dan 1927.

Akibat pemberontakan, pemerintah kolonial Belanda melakukan penindasan terhadap pengikutnya. Pemimpinnya dibuang, sejumlah 13.000 anggotanya ditangkap, 4.000 orang dihukum, dan 1.300 orang dibuang ke Digul. Oleh pemerintah kolonial, PKI dinyatakan sebagai organisasi terlarang, walaupun aktivitas politiknya masih terus berjalan. Semaun, Darsono, dan Alimin meneruskan propaganda untuk mendukung aksi revolusioner dan menuntut kemerdekaan Indonesia. Partai Nasional Indonesia (PNI)

Partai Nasional Indonesia didirikan oleh kaum terpelajar, yang dipelopori oleh Soekarno. Berdiranya PNI, tidak terlepas dari pengaruh dilarangnya PKI oleh pemerintah kolonial.

Kaum terpelajar dan intelektual serta tokoh-tokoh perjuangan lainnya berusaha memikirkan strategi yang harus dijalankan untuk mencegah agar organisasi-organisasi baru tidak terperangkap pada kendala yang sama. Untuk itu mereka berkesimpulan bahwa kekerasan dan radikalisme bukan jalan perjuangan yang baik dalam menghadapi pemerintah kolonial.

Golongan terpelajar yang berada dalam Algemene Studie Club Bandung pada 4 Juli 1927 mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) di Bandung. Organisasi yang dipimpin oleh Ir. Soekarno. PNI didirikan dengan tujuan untuk menampung orang-orang yang merasa aspirasinya

125

tidak terwakili dalam organisasi-organisasi politik yang ada saat itu. Tujuan PNI adalah untuk mencapai Indonesia merdeka dengan asas perjuangan berdiri di atas kaki sendiri, nonkooperasi, dan marhaenisme.

Sebagai sebuah organisasi yang baru, PNI cepat berkembang dan menarik perhatian banyak pihak. Hal ini disebabkan karena adanya propa-ganda-propaganda yang dilakukan Ir. Soekarno dengan mengusung tema antara lain: karakter yang buruk dari penjajah, konflik antara pengusaha dan petani, "front sawo matang mela-wan front kulit putih," menghilangkan ketergantungan dan menegakkan ke-mandirian, serta perlunya pembentuk-an negara dalam negara.

Propaganda-propaganda Ir. Soekarno yang menarik dukungan masyarakat telah mengkhawatirkan pemerintah kolonial Belanda. Gubernur Jenderal Belanda dalam pembukaan sidang Volksraad pada 15 Mei 1928 memberi peringatan kepada pemimpin PNI untuk menahan diri dalam ucapan dan propagandanya. Karena tidak dihiraukan, pemerintah kolonial Belanda segera mengadakan penangkapan terhadap para pemimpin PNI, seperti Ir. Soekarno, Maskun, Gatot Mangkupraja, dan Supriadinata. Penangkapan itu terjadi pada 24 Desember 1929. Mereka kemudian diajukan ke depan pengadilan Landraad di Bandung.

Pengadilan Ir. Soekarno dan rekannya dihadiri oleh banyak kalangan, baik dari tokoh-tokoh pergerakan di luar maupun di dalam kota Bandung. Pidato pembelaan Soekarno dikenal dengan Indonesia Menggugat yang di dalamnya berisi antara lain pandangan Soekarno me-ngenai pergerakan nasional, pentingnya kemerdekaan bagi bangsa Indoensia, dan dihapuskannya pemeritah kolonial.

Pengadilan tersebut menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara untuk Soekarno, 2 tahun untuk Gatot Mangkuraja, 1 tahun 8 bulan untuk Maskun dan 1 tahun 3 bulan untuk Supriadinata dengan tuduhan melakukan perbuatan yang mengganggu ketertiban umum dan menentang kekuasaan pemerintah.

Dipenjarakannya tokoh-tokoh penting PNI menimbulkan pemikiran untuk membubarkan PNI, demi keselamatan para anggota, 1933. Sementara itu, Mr. Sartono, melalui kongres luar biasa mendirikan partai baru bernama Partai Indonesia (Partindo) dengan Sartono sebagai ketuanya. Sedangkan Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir mendirikan partai baru yaitu PNI Pendidikan (PNI Baru).

Gambar 2.5. Ir. Sukarno

126

Partai Indonesia (Partindo) Partindo berasaskan non kooperatif, konsep sosio-demokrasi dan

sosio-nasionalisme dari Ir. Soekarno diterima sebagai citacita yang dituju Partindo. Partindo adalah partai politik yang menghendaki kemerdekaan Indonesia yang didasarkan prinsip menentukan nasib sendiri, kebangsa-an, menolong diri sendiri, dan demokrasi. Partindo menekankan per-juangan radikal dalam rangka memperjuangkan kemerdekaan penuh.

Kongres Partindo pada 15-17 Mei 1932 di Jakarta dihadiri oleh Ir. Soekarno yang saat itu belum menjadi anggota. Dalam pidato tersebut, Soekarno memunculkan slogan "Indonesia merdeka sekarang," "kerakyatan dan kebangsaan," dan "Persatuan Indonesia."

Pada kongres Juli 1933, Soekarno menjelaskan konsep Marhaen-isme. Pada dasarnya Marhaenisme menyukai perjuangan membela rakyat kecil serta menekankan kebahagiaan, kesejahteraan, dan keadilan sosial untuk marhaen atau rakyat kecil.

Sikap pemerintah kolonial Belanda terhadap Partindo semakin keras. Pada 1933 dikeluarkan larangan bagi pegawai negeri untuk menjadi anggota Partindo. Puncaknya adalah penangkapan Soekarno pada 1 Agustus 1933 oleh Gubernur Jenderal De Jonge. Soekarno kemudian dibuang ke Ende, Flores.

Setelah penangkapan tersebut, ruang gerak partai menjadi sempit. Kongres yang rencananya akan diselenggarakan pada 30-31 Desember 1934 dilarang oleh pemerintah. Meskipun begitu, Partindo berjalan terus sampai membubarkan diri pada 18 November 1936. Perhimpunan Indonesia

Perhimpunan Indonesia adalah salah satu organisasi pergerakan nasional yang berdiri di negeri Belanda. Perhimpunan Indonesia didirikan oleh mahasiswa Indonesia serta orang-orang Belanda yang menaruh perhatian pada nasib Hindia Belanda yang tinggal di Negeri Belanda.

Perhimpunan Hindia atau Indische Vereeniging (IV) berdiri pada tahun 1908, yang dibentuk sebagai sebuah perhimpunan yang bersifat sosial. Organisasi ini merupakan ajang pertemuan dan komunikasi antar mahasiswa Indonesia yang belajar di negeri Belanda.

Namun, setelah kedatangan pemimpin Indische Partiij di Belanda, IV berkembang pesat dan memusatkan kegiatannya pada bidang politik. Tokoh-tokoh organisasi yang berpandangan maju tersebut mencetuskan untuk pertama kali konsep Hindia Bebas dari Belanda dan terbentuknya negara Hindia yang diperintah oleh rakyatnya sendiri.

Program kegiatannya antara lain bekerja di Indonesia dan mem-bentuk Indonesische Verbond van Studeerenden (Persatuan Mahasiswa Indonesia). Hal terpenting dari penggabungan ini adalah dengan

127

digantinya "Indische" dengan "Indonesische." Hal ini merupakan pertama kalinya dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia dikenalkan istilah "Indonesische" atau "Indonesia" dalam kegiatan akademik dan politik.

Pada tahun 1923, Iwa Kusumasumatri sebagai ketua, sejak saat itu sifat perjuangan politik organisasi semakin kuat. Dalam rapat umum 1923 organisasi ini menyepakati tiga asas pokok organisasi yaitu: (a) Indonesia menentukan nasib sendiri; (b) untuk itu Indonesia harus mengandalkan kekuatan dan kemauan sendiri; (c) untuk melawan pemerintah kolonial Belanda, bangsa Indonesia harus bersatu.

Untuk menunjukkan sikap nasionalismenya, para pengurus organisasi ini kemudian mengubah nama majalah Hindia Putera dengan Indonesia Merdeka. Pada edisi pertama majalah Indonesia Merdeka diungkapkan bahwa penjajahan Indonesia oleh Belanda dan penjajahan Belanda oleh Spanyol memiliki banyak persamaan. Selain itu diung-kapkan pula alasan tidak disebutnya negara Hindia Belanda karena hampir sama dengan orang Belanda yang tidak mau menyebut negaranya dengan Nederland-Spanyol. Para mahasiswa mengetahui hal ini setelah mempelajari mengenai perjuangan Belanda melawan Spanyol.

Organisasi ini juga berpendapat bahwa kemerdekaan adalah hak setiap bangsa yang ada di dunia, termasuk hak bangsa Indonesia yang masih terjajah. Semangat perjuangan politiknya yang jelas menuju Indo-nesia merdeka menjadikan organisasi ini disegani oleh oranisasi-orga-nisasi sejenis di kalangan negara-negara terjajah di Asia. Propaganda tentang tujuan dan ideologi baru bangsa Indonesia disosialisasikan secara lebih gencar oleh organisasi ini dengan menerbitkan buklet dalam rangka memperingati hari jadi yang ke-15 pada 1924.

Indische Vereeniging (IV) pada 3 Februari 1925 berubah namanya menjadi Perhimpunan Indonesia. Dalam majalah Indonesia Merdeka, ditulis bahwa perubahan nama ini diharapkan dapat memurnikan organisasi dan mempertegas prinsip perjuangan organisasi. Sementara, dalam artikel yang muncul pada bulan yang sama dengan judul Strijd in Twee Front (Perjuangan di Dua Front), menyatakan bahwa perjuangan selanjutnya akan lebih berat dan pemuda Indonesia tidak akan ada yang dapat menghindarinya. Mereka harus berusaha mengerahkan semua kemampuannya jika ingin mencapai kemerdekaan.

Para pemimpin Perhimpunan Indonesia menyatakan bahwa organisasi mereka merupakan organisasi pergerakan nasional. Sebagai kelompok elite serta golongan menengah baru, mereka harus memainkan peran pentingnya sebagai agen pengubah masyarakat dari masyarakat terjajah menjadi masyarakat merdeka, dari masyarakat terbelenggu menjadi masyarakat bebas, dan dari masyarakat yang bodoh menjadi masyarakat yang pintar. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut diperlukan

128

wadah negara kesatuan yang merdeka dan berdaulat. Salah seorang pemimpin Perhimpunan Indonesia, Moh. Hatta, dengan penuh semangat menyerukan bersatunya semua unsur nasionalis Indonesia.

Di antara empat pikiran pokok ideologi Perhimpunan Indonesia, pokok pikiran "merdeka" merupakan kuncinya. Keempat pokok pikiran itu adalah kesatuan nasional, kemerdekaan, nonkooperatif, dan kemandiri-an. Ideologi Perhimpunan Indonesia yang terdiri dari empat gagasan telah disetujui pada Januari 1925. Keempat gagasan tersebut adalah sebagai berikut: (1) membentuk suatu negara Indonesia yang merdeka; (2) partisipasi seluruh lapisan rakyat Indonesia dalam suatu perjuangan terpadu untuk mencapai kemerdekaan; (3) konflik kepentingan antara penjajah dan yang dijajah harus dilawan dengan mempertajam dan mempertegas konflik. Konflik ditujukan untuk melawan penjajah; dan (4) pengaruh buruk penjajahan Belanda terhadap kesehatan fisik dan psikis bangsa Indonesia harus segera dipulihkan dan dinormalkan dengan cara terus berjuang mencapai kemerdekaan.

Berkembangnya paham marxisme, leninisme, dan sosialisme di Eropa mengenai perjuangan kelas dan konflik antara kaum kapitalis dan kaum proletar telah mempengaruhi cara pandang tokoh-tokoh pergerak-an nasional yang tinggal di Belanda, Eropa. Oleh tokoh-tokoh pergerakan nasional, paham-paham tersebut diaplikasikan dalam ideologi pergerakan nasional. Mereka memandang bahwa rakyat negeri jajahan adalah sebagai kaum proletar yang tertindas akibat imperialisme yang identik dengan kapitalisme. Tokoh pergerakan, seperti Semaun, dibuang ke Amsterdam, Mohammad Hatta, Ali Sastroamidojo, Gatot Mangkupraja, dan Subarjo adalah penganut paham-paham baru dari Eropa tersebut. Paham marxis, leninis, dan sosialis telah memberikan dorongan kepada mahasiswa dalam menumbuhkan semangat perjuangan bangsa kulit sawo matang Indonesia dengan bangsa kulit putih Belanda.

Dalam melakukan kegiatan politiknya, para mahasiswa Indonesia di Belanda sering mengadakan pertemuan, diskusi ilmiah dan politik diantara mereka sendiri serta dengan berbagai mahasiswa lainnya di negeri Belanda. Tujuannya adalah untuk mengembangkan persamaan pandangan serta menggalang simpati baik dari Indonesia, dunia interna-sional, maupun dari orang Belanda sendiri tentang Indonesia merdeka. Oleh karena itu, PI menganjurkan agar semua organisasi pergerakan nasional menjadikan konsep Indonesia merdeka sebagai program utamanya.

Seruan mahasiswa Indonesia di negeri Belanda terhadap organisasi pergerakan di Indonesia untuk meningkatkan aktifitas politik mendapat sambutan di Indonesia. Salah satu di antaranya adalah PKI. Pada November 1926, komite revolusioner PKI mengadakan pemberon-

129

takan di Jawa Barat. Januari 1927, PKI juga mengulangi aksinya di pantai barat Sumatra. Namun kedua aksi ini mengalami kegagalan.

Pemberontakan PKI yang gagal di Banten dianggap tanggung jawab PI di Negeri Belanda. Setelah terjadi pemberontakan tersebut pemerintahan kolonial Belanda berusaha menangkap para pemimpin PI di Belanda. Tokoh-tokoh PI, seperti Ali Sastroamidjojo, Abdul Karim, M Jusuf, dan Moh. Hatta dianggap memiliki hubungan dekat dengan Moskow, sebagai markas gerakan comintern. Akibat tuduhan itu mereka ditangkap, kemudian diadili atas tuduhan makar terhadap pemerintah. Karena pembelaan mereka, akhirnya mereka dibebaskan setelah tidak terbukti terlibat dalam pemberontakan tersebut. Dalam pidato pembelaan-nya, mereka menjelaskan bahwa PI hanya sekedar membicarakan kemungkinan tindak kekerasan, kecuali pemerintah Belanda memikirkan tentang kemerdekaan Indonesia. Pembebasan mereka dari tuduhan tersebut dirayakan oleh anggota-anggota PI dan partai-partai nasionalis Indonesia, karena dianggap sebagai suatu kemenangan gerakan nasionalis atas negeri kolonial Belanda. Karena kemenangan tersebut, maka kaum nasionalis Indonesia di Belanda semakin mendapat simpati massa di Belanda.

Perhimpunan Indonesia mempunyai peran penting dalam pergerakan nasionalis Indonesia, walaupun organisasi ini berdiri di Belanda dan banyak bergerak di negeri tersebut. Peran tersebut antara lain: (1) sebagai pembuka keterkungkungan psikologis bangsa Indonesia dan kekuasaan sistem kolonial; (2) pengembang ideologi sekuler se-hingga bisa mendorong semangat revolusioner dan nasionalis; (3) mem-persatukan unsur golongan ke dalam organisasi secara keseluruhan; (4) memperkenalkan istilah Indonesia untuk mengembangkan jati diri nasional dan tidak bersifat kedaerahan; dan (5) sebagai organisasi kebangsaan yang paling orsinil dalam mempropagandakan ideologi Indonesia Merdeka. Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI)

PPKI merupakan organisasi yang didirikan sebagai upaya untuk mengumpulkan berbagai macam organisasi sosial politik menjadi satu, agar bisa menjadi kekuatan yang sangat besar dalam melawan penjajah Belanda.

Terbentuknya gagasan tentang persatuan Indonesia dilatarbe-lakangi adanya kesadaran dikalangan tokoh-tokoh pergerakan nasional bahwa berjuang hanya melalui masing-masing organisasi pergerakan nasional tidak akan membawa hasil. Dengan perjuangan sendiri-sendiri akan mudah ditumpas oleh pemerintah kolonial. Terbukti, PKI yang

130

melakukan pemberontakan sendiri juga telah gagal dan berakhir dengan dilarangnya partai politik tersebut.

Ir. Soekarno merupakan salah satu tokoh yang merasa yakin benar bahwa front bersama sangatlah penting bagi mempersatukan perjuangan politik pergerakan nasional Indonesia. Dalam merealisasikan ide ini, Soekarno dibantu oleh Sukiman, mengajak PSI untuk turut ber-gabung. Namun ide ini ditolak oleh PSI dengan alasan bahwa sebagian tokoh PNI dan Soekarno sendiri dianggap sebagai didikan Belanda, karena itu diragukan kenasionalisannya. Sebagian kalangan pergerakan nasional Indonesia yang masih berpandangan kolot masih menganggap bahwa mereka yang bukan dididik dan dibesarkan di Indonesia tidak memiliki pandangan positif tentang kemerdekaan Indonesia.

Pada tanggal 17-18 Desember 1927 diputuskan untuk dibentuk Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Perhimpunan ini menampung beberapa organisasi pergerakan nasional, seperti PSI, BU, PNI, Pasundan, Sumatranen Bond, Kaum Betawi, dan Kelompok Studi Indonesia.

PPPKI dianggap telah mampu mengimbangi kekuatan pemerintah Belanda. PPPKI juga diharapkan mampu mempersatukan dan menjadi-kan gerakan-gerakan politik nasional berada dalam satu koordinasi yang baik. PPPKI terus berkembang dan memiliki daya tarik tersendiri bagi parpol-parpol yang ada di Indonesia. PSI dan BU merupakan salah satu yang memberikan perhatian khusus terhadap ideologi nasionalis sekuler.

Kongres PPPKI I diselenggarakan pada 2 September 1928 di Surabaya. Para wakil parpol berharap bahwa kongres ini merupakan kongres yang dapat membawa Indonesia ke era baru gerakan kebang-saan. Kongres menunjuk Soetomo sebagai ketua Majelis Pertimbangan PPPKI. Sebagai ketua, Soetomo berhasil mempersatukan kaum moderat dan kaum radikal di tubuh PPPKI. Kongres juga menganjurkan agar dibentuknya seksi PPPKI daerah agar memudahkan sekaligus meman-tapkan PPPKI dalam kesadaran nasionalisnya.

PPPKI ternyata tidak mampu mewujudkan cita-cita idealnya, karena terjadi pertentangan antara tokoh-tokoh partai, seperti pertentang-an antara PNI Baru dan Partindo. Perhimpunan ini akhirnya tidak memiliki peran apapun di panggung politik, meskipun segala upaya sudah di-lakukan Soekarno dalam rangka mempersatukan partai-partai yang ada.

Intervensi pemerintah kolonial Belanda terhadap perhimpunan ini juga menjadi salah satu penyebab semakin menurunnya peran perhim-punan ini dalam pergerakan nasional. Hal ini sangat disayangkan karena bergabungnya beberapa parpol dalam sebuah himpunan dianggap sebagai salah satu peristiwa penting dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia.

131

Partai Indonesia Raya (Parindra) Parindra adalah salah satu organisasi yang didirikan sebagai

upaya untuk mempersatukan persepsi di antara organisasi pergerakan nasional. Mereka menyadari bahwa hanya dengan persatuan, cita-cita kemerdekaan Indonesia dapat diwujudkan. Upaya tersebut terus dilakukan dalam rapat-rapat, diskusi, dan surat kabar.

Salah satu surat kabar yang menampung gagasan persatuan adalah "Soeloeh Rayat Indonesia." Surat kabar ini antara lain dimanfaatkan oleh Kelompok Studi Indonesia di Surabaya untuk menyerukan konsepsinya bahwa perbedaan golongan pendukung nonkooperasi dan pendukung kooperasi tidaklah harus dibesar-besarkan. Menurut mereka, tujuan pergerakan saat ini adalah mengangkat rakyat Indonesia dari penderitaan berkepanjangan, baik itu melalui kegiatan ekonomi, sosial, maupun politik.

Pada November 1930 kelompok studi ini mengubah namanya menjadi Partai Bangsa Indonesia (PBI). Meskipun berusaha mengutamakan agitasi politik, PBI lebih terlihat sebagai partai lokal Surabaya yang berorientasi pada kerakyatan. Perkumpulan Rukun Tani yang didirikannya menjadi sarana perbaikan dan kesejahteraan petani. Dengan basis tersebut, PBI mendapat dukungan luas di pedesaan sehingga pada 1932 organisasi ini sudah memiliki anggota 2500 orang dengan 30 cabang. Pada tahun yang sama diadakan kongres yang menetapkan penggalakan koperasi, serikat sekerja dan pengajaran. Pada 1934, diadakan kongres di Malang, yang menetapkan bahwa PBI akan lebih memajukan pendidikan rakyat.

PBI menggandeng BU untuk bekerja sama dalam upaya untuk menggalang persatuan. Dari kerja sama yang telah disepakati tersebut disepakati untuk membentuk Partai Indonesia Raya atau Parindra pada 1935 dengan menggabungkan organisasi lainnya, seperti Sarikat Celebes, Sarikat Sumatra, Sarikat Ambon, Perkumpulan Kaum Betawi, dan Tirtayasa.

Parindra memiliki tujuan mencapai Indonesia mulia dan sem-purna. Keunikan Parindra dibanding partai yang lainnya adalah bahwa partai ini bersifat kooperasi dan dalam beberapa kegiatannya juga nonkooperasi. Kongres I Parindra yang diselenggarakan pada Mei 1937 di Jakarta diputuskan bahwa Parindra bersikap kooperatif dan anggota yang ada dalam dewan harus loyal pada partainya. KRMH Wuryaningrat yang menggantikan Sutomo sebagai ketua berusaha dengan keras untuk mencapai perbaikan ekonomi rakyat, pengangguran, peradilan, dan kemiskinan. Dalam memajukan kesejahteraan ekonomi rakyat, Parindra telah berjasa mendirikan Perkumpulan Rukun Tani, Rukun Pelayaran Indonesia dan Bank Nasional Indonesia.

132

Gabungan Politik Indonesia (Gapi) Sebelum Gapi dibentuk, tokoh-tokoh pergerakan nasional masih

mencari jalan lain agar perjuangan mereka mencapai kemerdekaan segera dapat diraih. Ternyata jalan perjuangan kooperatif dan non-kooperatif masih menghadapi jalan buntu. Tindakan Belanda yang menutup jalan gerakan non kooperatif dan mengharuskan gerakan yang kooperatif untuk selalu meminta izin terhadap Belanda, telah membuat kesal bangsa Indonesia. Oleh karena itu, melalui Volksraad, partai-partai mengeluarkan petisi pada 15 Juli 1936.

Petisi yang dikenal sebagai Petisi Sutarjo tersebut berisi usulan kepada pemerintah Belanda untuk mengadakan konferensi membahas tentang status politik Hindia Belanda di Indonesia. Ia menuntut kejelasan status politik Belanda pada 10 tahun mendatang. Selain itu, petisi ini juga bertujuan untuk mendorong rakyat memajukan negerinya dengan rencana yang mantap dan matang di bidang politik, ekonomi, dan sosial. Petisi tersebut ditandatangani oleh Sutardjo, I.J. Kasimo, Sam Ratulangi, Datuk Tumenggung dan Kwo Kwat Tiong.

Petisi Sutardjo ditolak oleh pemerintah kolonial Belanda. Hal ini tentu saja membuat para tokoh pergerakan dan pendukungnya merasa sangat kecewa. Apalagi setelah petisi tersebut tidak jelas kedudukannya selama dua tahun, apakah ditolak atau diterima. Meskipun begitu, kejadian tersebut telah mendorong semangat baru bangsa Indonesia untuk mencari jalan lain dalam pergerakan nasional. Perbedaan penda-pat dan krisis baru di antara tokoh-tokoh pergerakan nasional masih terus tampak.

Untuk mengatasi krisis kekuatan nasional, tampillah seorang tokoh yang berusaha untuk mengurangi konflik dan menyamakan persepsi kembali tentang betapa pentingnya kesatuan di antara partai-partai politik nasional. Tokoh tersebut adalah M.Husni Thamrin yang memelopori berdirinya sebuah organisasi baru, yaitu Gabungan Politik Indonesia (Gapi), pada 21 Mei 1939. Gapi merupakan gabungan dari Parindra, Gerindo, Persatuan Minahasa, Partai Islam Indonesia, Partai Katolik Indonesia, Pasundan, dan PSII.

Langkah selanjutnya yang ditempuh Gapi adalah pada 24 Desember 1939, dengan membentuk Kongres Rakyat Indonesia (KRI). Tujuan utama dari kongres ini adalah "Indonesia Berparlemen."

Resolusi Gapi ditanggapi dingin oleh pemerintah kolonial. Untuk meredam gerakan nasionalis, pemerintah kolonial segera membentuk Komisi Visman, sebuah komisi yang ditujukan untuk menyelidiki keinginan bangsa Indonesia. Komisi ini bekerja tidak jujur dan lebih memihak kepada penguasa Belanda, sehingga pemerintah Belanda hanya berjanji memberikan status dominion kepada Indonesia di

133

kemudian hari. Di mata sebagian kaum nasionalis, komisi ini dianggap sebagai cara pemerintah kolonial untuk mengulur-ngulur waktu tentang tuntutan bangsa Indonesia.

Gapi yang tetap teguh pada pendiriannya, segera merubah KRI menjadi Majelis Rakyat Indonesia (MRI) padal 14 September 1941. Mr. Sartono diangkat sebagai ketua. Organisasi ini beranggotakan Gapi sebagai wakil federasi organisasi politik, Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI) sebagai wakil organisasi Islam, dan PVPN sebagai federasi serikat sekerja dan pegawai negeri.

Pada September 1942, MRI berhasil menyelenggarakan Kongres II di Yogyakarta. Kongres ini dihadiri ole h MIAI, PVPN, Kongres Perempuan Indonesia, Isteri Indonesia, Perti, Parindra, Gerindo, Pasundan, PII, PPKI, PAI, NU, PPBB, Muhammadiyah, PMM, Taman Siswa, dan PSII.

Pada saat itu, MRI merupakan organisasi yang paling maju karena telah berhasil menggabungkan organisasi politik, sosial, dan keagamaan dalan satu wadah.

Nasionalisme adalah suatu gerakan yang bersifat politik dan sosial dari kelompok-kelompok bangsa yang bersifat politik dan sosial dari kelompok-kelompok bangsa yang memiliki persamaan budaya, bahasa, wilayah, serta persamaan cita-cita dan tujuan. Paham baru di Eropa tersebut berdampak luas ke wilayah Asia-Afrika. Hal itu terlihat dari banyaknya gerakan yang menentang penjajahan dan gerakan yang memperjuangkan kemerdekaan setiap bangsa Asia dan Afrika.

Peristiwa-peristiwa penting antara Perang Dunia I dan II, antara lain Perang Dunia I, Perjanjian Versailes, pembentukan Liga Bangsa-Bangsa, Perang Dunia II, dan pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pergerakan nasional Indonesia yang terjadi pada awal abad ke-20 dapat diartikan sebagai pergerakan di seluruh bangsa Indonesia yang berasal dari berbagai kelompok etnis, agama, dan budaya yang terhimpun dalam organisasi-organisasi pergerakan dan yang bertujuan untuk memajukan bangsa Indonesia di bidang pendidikan, ekonomi, sosial-budaya, dan politik serta untuk memperoleh kemerdekaan yang meliputi seluruh bangsa dari penjajah Belanda.

Organisasi pergerakan nasional yang pernah lahir di Indonesia antara lain, Budi Utomo, Sarekat Islam, Indische Partiij, PNI, Partindo, PKI, Taman Siswa, Perhimpunan Indonesia, Parindra, Muhammadiyah, PPPKI, dan PPPI.

Sedangkan organisasi pemuda di antaranya Trikoro Dharmo, Jong Celebes, Jong Sumatra Bond, PPPI, Jong Indonesia, dan Indonesia

134

Muda. Demikian pula pada pergerakan kaum wanita Indonesia yang dipelopori oleh R.A. Kartini dan Dewi Sartika.

Pada 15 Juli 1936, bangsa Indonesia mengeluarkan Petisi Sutarjo yang berisi tentang usulan untuk mengadakan konferensi membahas status politik Hindia Belanda di Indonesia. Adapun Gapi yang merupakan organisasi gabungan dari beberapa partai-partai politik dan pergerakan nasional di Indonesia menuntut kepada pemerintah kolonial Belanda agar "Indonesia Berparlemen." Gerakan dan Organisasi Pemuda

Organisasi pemuda yang didirikan pada awal abad ke-20 meliputi organisasi-organisasi yang didukung oleh para pemuda di daerah. Salah satu di antaranya adalah Perkumpulan Pasundan. Perkumpulan ini didirikan pada 1914 dengan tujuan mempertinggi derajat kesopanan, kecerdasan, memperluas kesempatan kerja, dan penghidupan kegiatan masyarakat. Pemimpinnya adalah R. Kosasih Surakusumah, R.Otto Kusuma, dan R.A.A. Jatiningrat. Organisasi Pasundan merupakan organisasi semacam Budi Utomo bagi orang Sunda.

Pada masa sesudah sekitar 1909, di seluruh Indonesia banyak bermunculan organisasi-organisasi baru di kalangan elite terpelajar yang sebagian besar didasarkan atas identitas-identitas kesukuan. Misalnya Sarekat Ambon (1920), bertujuan untuk melindungi kepentingan orang-orang Ambon. Organisasi ini bersifat radikal, ingin berparlemen dan meminta pemerintahan sendiri. Perkumpulan yang lain adalah Jong Java (1918) yang keanggotaannya khusus untuk orang-orang Jawa.

Organisasi lainnya yang berusaha menampung para pemuda dan mahasiswa adalah Sarekat Sumatera (Sumatranen Bond, 1918) yang merupakan kelompok mahasiswa Sumatra, Jong Minahasa (Pemuda Minahasa, 1918), yaitu organisasi untuk orang-orang Minahasa, dan Timorsch Verbond atau Persekutuan orang-orang Timor (1921) yang didirikan oleh orang-orang Timor dari Pulau Roti dan Sawu untuk melindungi kepentingan-kepentingan rakyat Timor.

Pada 1923 dibentuk pula Kaum Betawi di bawah pimpinan M.Husni Thamrin yang berusaha memajukan hak-hak warga Betawi. Organisasi ini bertujuan memajukan perdagangan, pertukaran pengajar. MH. Thamrin kemudian menjadi anggota Volksraad dan Ketua Fraksi Nasional.

Pendirian organisasi kepemudaan di atas tidak hanya mencermin-kan adanya kegairahan baru untuk berorganisasi pada zaman pergerak-an nasional, namun juga mencerminkan kuatnya identitas-identitas kesukuan dan kemasyarakatan yang terus berlangsung.

135

Unsur-unsur etnosentrismenya juga masih ada dengan mengisolasi diri, tetapi regionalisme itu juga perlahan dapat menciptakan nasionalisme. Regionalisme itu selalu dimanfaatkan oleh pemerintah kolonial untuk memecah belah dengan melakukan infiltrasi.

Perkumpulan pemuda didirikan untuk mencapai kemerdekaan bangsa Indonesia. Perkumpulan pemuda pertama adalah Tri Koro Dharmo (Tiga Tujuan Mulia) yang berdiri pada 7 Maret 1915 di gedung perkumpulan Budi Utomo. Tri Koro Dharmo bertujuan untuk mengadakan suatu tempat latihan untuk calon-calon pemuda nasional. Cinta tanah air menjadi dorongan bagi berdirinya organisasi ini. Organisasi ini kemudian diganti namanya menjadi Jong Java yang orientasinya lebih luas dari sekedar organisasi daerah, serta berorientasi pada pergerakan rakyat.

Setelah berkembangnya rasa nasionalisme pada akhir Perang Dunia I, kegiatan Jong Java beralih ke politik. Dalam kongresnya pada 1926 di Solo, organisasi ini memiliki anggaran dasar yang menyebutkan ingin menghidupkan rasa persatuan dengan seluruh bangsa Indonesia dan bekerja sama dengan semua organisasi pemuda yang ada guna membentuk kesatuan Indonesia. Organisasi Jong Java dan yang lainnya dibubarkan dan diganti dengan Indonesia Muda yang bertujuan Indonesia merdeka.

Di Sumatra, lahir Jong Sumatra Bond pada 9 Desember 1927 dengan tujuan memperkokoh ikatan sesama murid Sumatera dan mengembangkan kebudayaan Sumatra. Organisasi ini dipimpin oleh M. Yamin. Kehadiran organisasi ini segera diikuti dengan berdirinya Jong Minahasa dan Jong Celebes.

Pada Kongres Pemuda I, Mei 1926, untuk pertama kalinya beberapa organisasi pemuda berhasil dikumpulkan dalam sebuah kongres. Kongres yang dipimpin oleh M. Tabrani ini dihadiri Jong Java, Jong Sumatra, Jong Ambon, Jong Minahasa, Jong Batak, Jong Islamieten Bond, dan Perkumpulan Pemuda Theosofi. Walaupun tidak berhasil membuat fusi, mereka telah sepakat tentang paham persatuan. Baru pada 28 Oktober 1928 pada Kongres Pemuda II di gedung Indonesische Club Kramat No. 106 Jakarta, dapat dipadukan semua organisasi pemuda menjadi satu kekuatan nasional. Kesepakatan tersebut diikuti dengan ikrar satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa yang terkenal dengan Sumpah Pemuda, yang isinya:

1. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu tanah air Indonesia.

2. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu bangsa Indonesia.

3. Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.

136

Kongres berhasil menetapkan Sumpah Pemuda yang nantinya dijadikan landasan perjuangan Indonesia merdeka. Pada malam penutupan, untuk pertama kali diperdengarkan lagu Indonesia Raya oleh WR. Supratman. Selanjutnya, PNI, PPPI, Indonesia Muda, dan seluruh perkumpulan pemuda mengaku Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan. Organisasi Kepanduan

Selain organisaasi pemuda yang sifatnya politis, lahir pula organiasi kepanduan. Kepanduan mulai ada pada permulaan Perang Dunia I. Kegiatannya difokuskan pada olah raga dengan anggotanya sebagian besar dari kalangan murid-murid sekolah, baik sekolah pribumi maupun Belanda.

Salah satu organisasi kepanduan adalah Ned Indische Badvin-ders Vereeniging (NIPV). Organisasi ini merupakan kepanduan campuran pertama yang didirikan pada 1917. Organisasi kepanduan Indonesia yang pertama adalah Javaansche Padvinders Organisatie (JPO) didirikan di Solo (1916) oleh Mangkunegoro VII.

Setelah 1920, organisasi kepanduan berkembang sejalan dengan berkembangnya semangat nasionalisme dan patriotisme. Dalam organi-sasi politikpun terdapat organisasi kepanduan, seperti Sarekat Islam Afdeling Pandu, Hizbul Wathon, dan Nationale Islamitische Padvinderij. Pada 1938, didirikan Badan Pusat Persaudaraan Kepanduaan untuk menampung organisasi-organisasi kepanduan yang sudah ada. Organi-sasi tersebut pada Februari 1941 mengadakan perkemahan bersama. Gerakan Wanita

Pergerakan nasional Indonesia tidak hanya di bidang politik melainkan juga sosial dan wanita. Salah seorang tokoh wanita yang menyuarakan pentingnya emansipasi antara pria dan wanita adalah RA. Kartini. Dia kemudian dinggap sebagai pelopor gerakan emansipasi yang dalam tulisan-tulisannya menuntut agar wanita Indonesia diberi pendidikan karena mereka memikul tugas sebagai seorang ibu yang ber-tanggung jawab atas pendidikan anaka-naknya.

Buku Kartini yang diberi judul Habis Gelap Terbitlah Terang adalah buku yang berisi kumpulan surat-surat Kartini tentang berbagai buah pikirannya. Buku ini ditulis oleh Abendanon pada 1899. Isinya antara lain tentang posisi wanita dalam keluarga, adat istiadat, dan keterbelakangan wanita.

Karena senang membaca dan bergaul dengan berbagai kalangan, Kartini memiliki padangan yang positif tentang betapa pentingnya mema-jukan kaum wanita. Dengan belajar sungguh-sungguh, dia berpendapat

137

bahwa memajukan kaumnya dan menolak konservatisme adalah sangat penting.

Demikian juga adat yang mengharuskan wanita hanya tinggal di dalam rumah harus dirombak. Kartini meminta agar rakyat Indonesia diberi pendidikan karena pendidikan merupakan masalah pokok bagi masyarakat Indonesia. Pendidikan tersebut bukan hanya untuk laki-laki, tapi juga kaum wanita. Pendidikan yang diperoleh itu selain untuk mengasah intelegensi, juga untuk membangun sopan santun dan kesusilaan. Kunci kemajuan wanita menurut Kartini adalah kombinasi antara kebudayaan Barat dan Timur.

Perkumpulan atau organisasi wanita yang muncul di masa pergerakan diantaranya adalah Putri Mardika (1912) yang bertujuan memajukan pengajaran terhadap anak-anak perempuan dengan memberikan penerangan dan bantuan dana. Demikian pula dengan sekolah Kaoetamaan Istri yang didirikan oleh Raden Dewi Sartika di Bandung pada 1904. Sekolah Kartini juga didirikan di Jakarta pada 1913, di Madiun, Malang dan Cirebon, Pekalongan, Indramayu, Surabaya, dan Rembang.

Selanjutnya, pada 1920 mulai muncul perkumpulan wanita yang bergerak di bidang sosial dan kemasyarakatan. Di Minahasa, berdiri De Gorontalosche Mohammedaansche Vrouwen Vereeniging. Di Yogyakarta lahir perkumpulan Wanita Utomo yang mulai memasukan perempuan ke dalam kegiatan dasar pekerjaan.

Corak kebangsaan sudah mulai mempengaruhi pergerakan wanita sejak 1920, hal ini ditandai dengan adanya Kongres Perempuan Indonesia di Yogyakarta pada 1928. Kongres tersebut dihadiri oleh berbagai wakil organisasi wanita, di antaranya Ny. Sukamto (Wanito Utomo), Nyi Hajar Dewantara (Taman Siswa bagian wanita), dan Nona Suyatin (Pemuda Indonesia bagian keputrian). Tujuan kongres Perempuan Indonesia adalah untuk mempersatukan cita-cita dan usaha untuk memajukan wanita Indonesia serta mengadakan gabungan di antara per kumpulan wanita ter sebut. Dalam rapat itu dibicarakan soal nasib wanita dalam perkawinan dan poligami.

Dalam kongres itu pada umumnya disepakati untuk memajukan wanita Indonesia serta mengadakan gabungan yang berhaluan kooperatif. Hasil kongres yang terpenting adalah dibentuknya federasi perkumpulan wanita, bernama Perikatan Perempuan Indonesia (PPI).

Kongres Perempuan Indonesia II diadakan membicarakan tentang masalah perburuhan perempuan, pemberantasan buta huruf, dan perkawinan. Dalam konggres tersebut, pergerakan wanita Indonesia mendapat perhatian dari Komite Perempuan Sedunia yang berkedudukan di Paris.

138

Kongres Perempuan III berlangsung 1938, menyetujui suatu rencana undang-undang perkawinan modern, membicarakan masalah politik, antara lain hak pilih dan dipilih bagi kaum wanita untuk Badan Perwakilan. Selain itu, kongres memutuskan pada 22 Desember menjadi Hari Ibu, dengan menyatakan bahwa peringatan Hari Ibu tiap tahun diharapkan akan menambah kesadaran kaum wanita Indonesia akan kewajibannya sebagai Ibu Bangsa. Tugas 2.3

Coba kalian lakukan pengamatan di lingkungan masyarakatmu kemudian jawablah pertanyaan di bawah ini:

1. Menurut pendapatmu, berbagai macam organisasi yang ada di masyarakat kita sekarang ini, apakah didirikan sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat?, sebagaimana organisasi pergerakan nasional yang pernah berdiri di Indonesia.

2. Menurut pendapatmu, apakah saat ini masih ada organisasi pergeakan nasional di Indonesia?

3. Buatlah laporan hasil pengamatan dan diskusi-mu tersebut, kemudian hasilnya kumpulkan pada guru IPS.

139

D. IDENTITAS NASIONAL 1. Pengertian

Identitas nasional berasal dari kata identitas dan nasional. Kata identitas dapat diartikan sebagai ciri khas yang menandai tentang sesuatu. Sedangkan nasional berarti memiliki sifat kebangsaan. Identitas Nasional, mengambil pengertian kedua kata tersebut, berarti ciri khas yang menandai keberadaan suatu bangsa. Setiap bangsa yang menegara (nation state) memiliki identitas nasionalnya sendiri-sendiri yang berbeda dengan identitas nasional bangsa lain. Identitas nasional bangsa Indonesia berasal dari sejarah panjang pembentukan bangsa Indonesia dan kondisi sosio-kultural yang melingkupi bangsa Indonesia (Priyanto, 2002).

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang pernah menjadi bangsa terjajah. Sejarah panjang penjajahan ini telah menumbuhkan rasa kebangsaan (nasionalisme) yang membedakan wujud identitas bangsa Indonesia dengan bangsa lain di dunia. Rasa kebangsaan tersebut misalnya berupa kebangkitan nasional yang dipelopori oleh Budi Utomo, semangat sumpah pemuda tahun 1928, dan wujud kemerdekaan negara Indonesia tahun 1945, serta semangat untuk mengisi kemerdekaan. Wujud identitas nasional bangsa Indonesia berupa lambang atau simbol kenegaraan yang sudah diterima dalam kehidupan negara Indonesia. Identitas nasional itu berupa bahasa Indonesia, bendera negara, lagu kebangsaan, lambang negara, dan Pancasila sebagai dasar negara. 2. Proses Pembentukan Identitas Nasional Identitas nasional tumbuh dan berkembang berdasarkan nilai-nilai masyarakat yang memunculkan perasaan solidaritas sosial. Suatu identi-tas nasional menunjukkan bahwa individu-individu setuju atas pendefinisi-an diri mereka yang saling diakui, yakni kesadaran mengenai perbedaan mereka dengan orang lain dan suatu perasaan akan harga diri bersama mereka (Charles F Andrain, 1992). Kesadaran akan penghargaan diri diwujudkan dalam bentuk nilai, norma, dan simbol-simbol ekspresif yang dianut bersama. Nilai merupakan konsep yang sangat umum mengenai hal yang bernilai, berharga, diinginkan, suatu kriteria untuk menentukan tindakan-tindakan mana yang harus diamabil. Lebih spesifik dari nilai, norma merupakan peraturan-peraturan (hak dan kewajiban) yang menunjukkan bagaimana nilai-nilai diwujudkan. Simbol-simbol ekspresif seperti yang ditemukan dalam seni, ritual, dan mitos, memberikan ekspresi konkrit pada nilai-nilai dan norma-norma yang lebih abstrak.

140

Melalui simbol-simbol ekspresif seperti bendera, lagu kebangsaan dan pahlawan-pahlawan rakyat, nilai-nilai yang abstrak dan tidak tampak menjadi hangat bagi individu-individu. Nilai, norma dan simbol ekspresif memberikan pembenaran bagi tindakan-tindakan di masa lalu, menjelas-kan perilaku massa sekarang, dan merupakan pedoman dalam menye-leksi pilihan-pilihan di masa depan.

Sumber-sumber identitas bersama yang kemudian menjadi identitas nasional berupa nilai-nilai primordial, nilai-nilai sakral, nilai-nilai sakral dan nilai-nilai sipil.

Nilai-nilai primordial menunjukkan keterikan yang didasarkan pada hubungan biologis dan tempat. Orang-orang yang dikaitkan satu sama lain didasarkan atas ikatan famili dan etnis, serta sejarah asal usul dan gaya hidup. Mereka berbicara dalam bahasa yang sama, hidup di daerah geografis yang sama, akan menganut suatu identitas bersama.

Nilai-nilai sakral yang meliputi agama maupun ideologi adalah landasan yang kuat bagi identitas bersama. Nilai-nilai personal memberikan suatu rasa identitas bersama, melalu ikatan bersama pada seseorang yang seara biologis tidak berhubungan dengan anggota-anggota komunitas. Sedangkan nilai-nilai sipil telah menempatkan keterikatan bersama pada peranan politik seorang warganegara kepada lembaga politik yang berlaku adil pada semua kelompok yang berbeda. 3. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas Nasional

Pembentukan bangsa sangat berkaitan dengan identitas yang ada dalam masyarakat. Demikian halnya dengan pembentukan bangsa Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan identitas nasional bangsa Indonesia, meliputi primordial, sakral, tokoh, bhineka tunggal ika, konsep sejarah, perkembangan ekonomi, dan kelembagaan (Ramlan S, 1992). a. Primordial

Ikatan kekerabatan (darah dan keluarga) dan kesamaan suku bangsa, daerah, bahasa, dan adat-istiadat merupakan faktor-faktor primordial yang dapat membentuk negara-bangsa.

Primordialisme tidak hanya menimbulkan pola perilaku yang sama, tetapi juga melahirkan persepsi yang sama tentang masyarakat-negara yang dicita-citakan. Walaupun ikatan kekerabatan dan kesamaan budaya itu tidak menjamin terbentuknya suatu bangsa (karena mungkin ada faktor yang lain yang lebih menonjol), namun kemajemukan secara budaya mempersulit pembentukan satu nasionalitas baru (negara bangsa) karena perbedaan ini akan melahirkan konflik nilai.

141

b. Sakral Kesamaan agama yang dianut oleh suatu masyarakat, atau ikatan

ideologi yang kuat dalam masyarakat, juga merupakan faktor yang dapat membentuk negara-bangsa. Namun kadang terjadi kesamaan agama dam ideologi suatu masyarakat juga menjadi faktor yang mempersulit proses pembentukan negara-bangsa. Sebagai contoh dapat disebutkan kesamaan agama Islam di beberapa negara Arab, kesamaan agama Katholik di negara-negara Amerika Latin, dan sejumlah negara-negara komunis. c. Tokoh

Kepemimpinan dari seorang tokoh yang disegani dan dihormati secara luas oleh masyarakat dapat menjadi faktor yang menyatukan suatu bangsa-negara. Pemimpin ini menjadi panutan sebab warga masyarakat mengidentifikasikan diri kepada sang pemimpin, dan ia dianggap sebagai "penyambung lidah" masyarakat.

Pengalaman menunjukkan, suatu masyarakat yang sedang membebaskan diri dari belenggu penjajahan, biasanya muncul pemimpin yang kharismatik untuk menggerakkan massa rakyat dalam mencapai kemerdekaannya. Kemudian pemimpin ini muncul sebagai simbol persatuan bangsa, seperti tokoh dwitunggal Soekarno-Hatta di Indonesia, dan Joseph Broz Tito di Yugoslavia.

Meskipun demikian, adanya pemimpin yang karismatis belum menjamin terbentuknya suatu negara-bangsa, sebab pengaruh pemimpin bersifat sementara. Hal ini dikarenakan umur manusia (pemimpin) terbatas, dan khususnya pemimpin kharismatik tidak dapat diwariskan. Selain itu sifat permasalahan yang dihadapi masyarakat memerlukan tipe kepemimpinan yang sesuai, sesuai dengan perkembangan masyarakat. d. Sejarah

Persepsi yang sama tentang asal-usul (nenek moyang) dan/atau tentang pengalaman masa lalu, seperti penderitaan yang sama akibat dari penjajahan tidak hanya melahirkan solidaritas (sependeritaan dan sepenanggungan), tetapi juga tekad dan tujuan yang sama antar kelompok suku bangsa.

Solidaritas, tekad, dan tujuan yang sama itu dapat menjadi identitas yang menyatukan mereka sebagai bangsa, sebab dengan membentuk konsep ke-kita-an dalam masyarakat. Sejarah tentang asal-usul dan pengalaman masa lalu ini biasanya dirumuskan dan disosialisasikan kepada seluruh anggota masyarakat melalui media massa (film dokumenter, film cerita, dan dramatisasi melalui televisi dan radio), misalnya "Angling Dharma", “Jaka Tingkir” dan sebagainya.

142

e. Bhinneka Tunggal Ika Prinsip bersatu dalam perbedaan (unity in diversity) merupakan

salah satu faktor yang dapat membentuk bangsa-negara. Bersatu dalam perbedaan artinya kesediaan warga masyarakat untuk bersama dalam suatu lembaga yang disebut Negara, atau pemerintahan walaupun mereka memiliki suku bangsa, adat-istiadat, ras atau agama yang berbeda.

Setiap warga masyarakat akan memiliki kesetiaan ganda sesuai dengan porsinya . Walaupun mereka tetap memiliki keterikatan pada identitas kelompok, namun mereka menunjukkan kesetiaan yang lebih besar pada kebersamaan yang berwujud dalam bentuk negara bangsa di bawah suatu pemerintahan yang sah.

Mereka yang sepakat untuk hidup bersama sebagai bangsa berdasarkan kerangka politik dan prosedur hukum yang berlaku bagi anggota masyarakat. Agar tidak timbul keruwetan (konflik) antar berbagai kelompok di kelak kemudian hari, maka perlu dibuat peraturan-peraturan yang jelas tentang soal-soal apa yang menjadi kewenangan negara. Aturan-aturan itu dirumuskan dalam kerangka politik dan hukum negara tersebut. f. Perkembangan Ekonomi

Perkembangan ekonomi (industrialisasi) akan melahirkan spesi-alisasi pekerjaan yang beraneka ragam sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Semakin tinggi mutu dan semakin bervarariasi kebutuhan masyarakat, semakin tinggi pula tingkat saling bergantung di antara berbagai jenis pekerjaan. Setiap orang bergantung pada pihak lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Semakin kuat suasana saling bergan-tung antar anggota masyarakat karena perkembangan ekonomi, maka semakin besar pula solidaritas dan persatuan dalam masyarakat. g. Kelembagaan

Proses pembentukan bangsa berupa lembaga-lembaga pemerin-tahan dan politik, seperti birokrasi, angkatan bersenjata, dan partai politik. Setidak-tidaknya terdapat dua sumbangan birokrasi pemerintahan (pegawai negeri) bagi proses pembentukan bangsa, yakni memperte-mukan berbagai kepentingan dalam instansi pemerintah dengan berbagai kepentingan di kalangan penduduk sehingga tersusun suatu kepentingan nasional, watak kerja, dan pelayanannya yang bersifat impersonal; tidak saling membedakan untuk melayani warga negara. Angkatan bersenjata berideologi nasionalistis karena fungsinya memelihara dan memperta-hankan keutuhan wilayah dan persatuan bangsa, personilnya direkrut dari berbagai etnis dan golongan dalam masyarakat. Selain soal ideologi,

143

mutasi dan kehadirannya di seluruh wilayah negara merupakan sumbangan angkatan bersenjata bagi pembinaan persatuan bangsa

Keanggotaan partai politik yang bersifat umum (terbuka bagi warga negara yang berlainan etnis, agama, atau golongan), kehadiran cabang-cabangnya di wilayah negara, dan peranannya dalam menam-pung dan memadukan berbagai kepentingan masyarakat menjadi suatu alternatif kebijakan umum merupakan kontribusi partai politik dalam proses pembentukan bangsa. 4. Simbol-Simbol Kenegaraan sebagai Identitas Nasional Simbol-simbol yang menjadi identitas nasional bangsa Indonesia adalah: bahasa Indonesia, bendera merah putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, dan lambang negara garuda pancasila. a. Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, diangkat dari bahasa melayu. Alasan diangkatnya bahasa melayu menjadi bahasa Indonesia, diantaranya: (a) bahasa melayu telah lama dipakai sebagai bahasa pergaulan diantara suku-suku bangsa di Indonesia(b) bahasa melayu banyak dipergunakan dalam berbagai prasasti yang tersebar di wilayah Indonesia, (c) bahasa melayu telah lama dipergunakan dalam buku-buku bacaan yang tersebar di seluruh Indonesia; (d) adanya sifat demokratik dalam bahasa melayu, yang memungkinkan diterima ke dalam berbagai kalangan masyarakat pengguna bahasa.

Bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan diakui keberadaan-nya dengan dinyatakan dalam sumpah pemuda tahun 1928. Kemudian dengan ditetapkannya UUD 1945 pada tanggal 18 agustus 1945, bahasa Indonesia menjadi bahasa negara (pasal 36 UUD 1945). Penggunaan ba-hasa Indonesia sebagai bahasa negara berarti bahasa resmi yang berla-ku di Indonesia adalah bahasa Indonesia dengan tidak menghilangkan keberadaan bahasa daerah yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia.

Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan, artinya bahasa yang digunakan untuk mempersatukan keberadaan bangsa Indonesia melalui pergaulan bersama secara nasional. b. Bendera Negara

UUD 1945 di pasal 35 menetapkan, bahwa bendera negara Indonesia ialah Sang Merah Putih. Warna merah melam-bangkan sifat keberanian dari Bangsa Indo-nesia, sedangkan warna putih melambang-kan sifat kesucian atau kebenaran dari bangsa Indonesia. Merah putih adalah simbol perbuatan yang berani karena benar.

Gambar 2.6. Bendera Negara Indonesia Merah Putih

144

Penggunaan warna merah dan putih sudah dikenal dalam sejarah kehidupan bangsa Indonesia sejak lama dan turun temurun, misalnya adanya budaya pembuatan bubur merah-putih untuk upacara pemberian nama seorang bayi atau pengibaran kain merah-putih dalam mendirikan rumah. Dengan demikian Sang Merah Putih adalah bagian dari identitas nasional Bangsa Indonesia. c. Lagu Kebangsaan

Lagu kebangsaan Indonesia adalah Indonesia Raya. Lagu tersebut diciptakan oleh W.R. Supratman. Penggunaan lagu kebangsaan Indonesia Raya diatur dalam peraturan pemerintah No. 44/1958. Lebih lanjut setelah UUD 1945 diamandemen, lagu kebangsaan ialah Indonesia Raya, ditegaskan dalam Pasal 36B UUD 1945.

d. Lambang Negara

Lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila. Lambang negara tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 66/1951 tentang bentuk dan ukuran lambang negara dan tata cara penggunaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 43/1958. Setelah UUD 1945 diamandemen, lambang negara ditegaskan dalam pasal 36A UUD 1945, bahwa lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.

Burung garuda sebagai lambang keperkasaan Bangsa Indonesia dengan berpedoman pada kebenaran (kepala burung menghadap ke kanan), negara proklamasi 17 Agustus 1945 (jumlah bulu burung adalah 17, 8, 19, dan 45), negara yang berdasar kepada pancasila, dan prinsip berbhineka tunggal ika (berbeda dalam kesatuan). Lambang negara dalam bentuk Garuda Pancasila tersebut menjadi salah satu identitas nasional bangsa Indonesia. Pancasila sebagai Identitas Nasional Ketuhanan Yang Maha Esa

Ketuhanan yang Maha Esa mengandung pengertian bahwa warganegara percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kepercayaan dan ketagwaan itu bersifat aktif, sepenuh hati berusaha

Gambar 2.7 Lambang Negara Pancasila

145

menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya menurut agamanya masing-masing.

Ketuhanan dan ketagwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui ajaran agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kita mendapatkan tuntunan tingkah laku yang baik dalam hubungannya dengan Tuhan, dalam hubungannya dengan sesama manusia, serta dalam hubungannya dengan alam sekitar.

Bangsa Indonesia sudah sejak jaman dulu dikenal sebagai bangsa yang religius, bangsa yang selalu meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Tuhan yang menciptakan alam semesta dan yang maha bijaksana, maha adil, maha murah dan pencipta yang pertama (causa prima). Sehingga manusia akan tunduk dan taat kepada perintah Tuhan dan selalu berusaha menjauhi semua larangan-Nya.

Pengakuan atas Ketuhanan Yang Maha Esa di Indonesia dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945, serta ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2, yang bunyinya Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Agama mengajarkan bahwa dunia seisinya adalah ciptaan Tuhan dan kehidupan di dunia akan dilanjutkan dengan kehidupan di alam baka. Agama memberikan bimbingan untuk mendapatkan kebahagiaan yang kekal di alam baka nanti dengan menjauhi larangan-Nya. Melalui agama, ditemukan suatu kebenaran yang diyakini pemeluknya masing-masing sebagai suatu kebenaran yang mutlak. Setiap agama mengajarkan pemeluknya untuk hidup rukun, tolong menolong, mencintai dan mengasihi, sehingga tercipta kehidupan yang bahagia dan harmonis. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Kemanusiaan yang adil dan beradab menunjuk pada identitas bangsa Indonesia akan sikap adil dan sikap beradab. Adil dalam hubungan kemanusiaan adalah bersikap adil terhadap diri sendiri, terhadap sesama, dan terhadap Tuhannya. Beradab adalah terlaksananya semua unsur-unsur manusia yang monopluralis.

Salah satu contoh penerapan identitas kemanusiaan yang adil dan beradab dari bangsa Indonesia berupa pengakuan dan pelaksanaan hak-hak asasi manusia. Pelaksanaan hak dalam diri manusia Indonesia mengandung konsekuensi adanya keseimbangan dengan kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya. Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 28A-28J UUD 1945, dan UU No. 39/1999 tentang hak asasi manusia.

146

Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki akal budi dan kehendak, yang merupakan potensi untuk berkembang secara terus-menerus untuk menjadi pribadi yang sempurna. Keberadaan manusia yang sempurna dalam pemahaman masyarakat Indonesia bersifat monopluralis.

Manusia Indonesia yang bersifat monopluralis memiliki unsur-unsur sebagai berikut.

1. Susunan kodrat manusia, bahwa manusia terdiri atas raga dan jiwa. Raga adalah tubuh manusia yang bersifat kebendaan, sedangkan jiwa merupakan unsur manusia yang bersifat kerokhanian yang berupa akal, rasa dan kehendak.

2. Sifat kodrat manusia, bahwa manusia merupakan makhluk individu dan makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk individu sebagai pribadi yang berupaya merealisasikan potensi pribadinya, pada sisi lain sebagai makhluk sosial adalah manusia yang hidup bermasyarakat.

3. Kedudukan kodrat manusia, bahwa manusia adalah makhluk yang berdiri sendiri dan makhluk Tuhan. Manusia sebagai makhluk yang berdiri sendiri berkedudukan otonom, memiliki eksistensi dan pribadi sendiri, manusia sebagai makhluk Tuhan berarti manusia adalah ciptaan Tuhan.

Persatuan Indonesia

Konsep persatuan Indonesia dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945 alinea kedua dan keempat. Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia mempunyai arti penting dikarenakan beberapa hal, diantaranya sebagai berikut.

1. Kondisi masyarakat yang bersifat pluralistis (beraneka ragam) dalam hal memeluk agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, suku bangsa, adat istiadat, bahasa daerah, dan tingkatan sosial. Hal itu sangat memerlukan kesadaran masing-masing pihak untuk saling menghormati dan bekerja sama, merasa sebagai satu bangsa yang bertanggung jawab untuk mengemban terwujudnya tujuan pembangunan nasional dengan berprinsip pada semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

2. Kondisi alamiah nusantara yang berada pada posisi silang, di antara dua benua dan dua samudra, terdiri atas beribu-ribu pulau baik pulau besar maupun pulau kecil, merupakan bagian bumi yang membentang dari 950 BT sampai 1410 BT dan dari 60 LU sampai 110 LS. Kondisi tersebut memungkinkan banyaknya permasalahan yang muncul sehingga perlu dilakukan langkah-langkah dan kebijaksanaan demi terwujudnya persatuan dan

147

kesatuan serta keselamatan negara dalam mengemban tugas nasional.

3. Pengalaman sejarah bangsa Indonesia yang mengalami masa penjajahan selama lebih kurang 3,5 abad memberikan pelajaran bagi tumbuhnya kesadaran nasional. Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dapat mendirikan

negara merdeka dan berdaulat (Soejadi, 2000). Dengan demikian perlu dipahami arti hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Disamping itu, kita pantas bangga berbangsa dan bertanah air Indonesia karena beberapa alasan berikut.

1. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa, memeluk berbagai agama, berbicara dalam berbagai bahasa daerah, memiliki berbagai adat kebiasaan daerah, tingkatan sosial, warna kulit, dan sebagainya. Hal itu tidak menghalangi terwujudnya persatuan dan kesatuan, bersatu padu dengan tidak menonjolkan adanya perbedaan yang mungkin dapat menimbulkan pertentengan antar golongan.

2. Nenek moyang dan pendahulu kita sudah mempunyai peradaban tinggi. Hal ini terbukti dengan banyaknya peninggalan-peninggal-an sejarah yang mencerminkan nilai budaya yang tinggi. Perwujudan kepribadiannya tercermin dari manusianya yang membudaya.

3. Pancasila sebagai pandangan hidup dan kepribadian bangsa, ideologi, serta sebagai dasar negara sangat cocok. Hal itu mampu mengantarkan terselenggaranya persatuan dan kesatuan bangsa, menuju terciptanya kehidupan nasional yang lebih baik yang akhirnya kita yakini mampu mewujudkan tujuan nasional.

4. Sebagai bangsa yang merasa senasib dan sepenanggungan, khususnya selama mengalami penjajahan Belanda dan Jepang, hal itu dapat lebih menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa.

5. Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dengan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, bangsa Indonesia berhak menentukan nasibnya sendiri tanpa campur tangan pihak lain serta dapat me-macu pembangunan bangsa guna mewujudkan tujuan nasional.

6. Keadaan alam Indonesia luas, kaya raya, indah, dan permai. Keadaan alam yang luas memberikan kesempatan keleluasaan gerak pembangunan bangsa, terlebih-lebih negara kita adalah negara kepulauan yang memberikan peluang cukup besar bagi tumbuh dan berkembangnya bangsa.

148

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan

Pelaksanaan identitas kerakyatan sesuai dengan paham sila ke-empat pancasila antara lain diatur dalam penyelenggaraan pemerintahan Indonesia seperti tertuang dalam penjelasan UUD 1945,

Prinsip kerakyatan pada hakikatnya merupakan pelaksanaan prinsip demokrasi. Demokrasi yang dikembangkan di Indonesia sekarang ini adalah demokrasi yang berdasarkan Pancasila, yaitu paham demokra-si yang bersumber pada kepribadian dan filsafat bangsa Indonesia yang perwujudannya seperti tertuang dalam UUD 1945. Dalam demokrasi Indonesia rakyat adalah subyek demokrasi itu secara positif ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Aturan permainan dalam kehidupan demokrasi diatur secara melembaga. Ini berarti bahwa keinginan-keinginan rakyat tersebut disalurkan melalui lembaga-lembaga perwakilan yang ada, yang dibentuk melalui pemilihan umum yang demokratis. Hasil dari pemilihan umum itu mencerminkan keinginan rakyat untuk menentukan wakil-wakil yang diharapkan akan menyuarakan aspirasinya. Demokrasi Indonesia sebagai suatu sistem pemerintahan yang berdasarkan kedaulatan rakyatlah yang menentukan bentuk dan isi pemerintahan yang dikehendaki sesuai dengan hati nuraninya. Dalam hal ini sudah sewajarnya pemerintah harus memfokuskan perhatiannya ke-pada kepentingan rakyat banyak dalam rangka tercapainya kemakmuran yang merata. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Keadilan berasal dari kata adil yang artinya antara lain adalah memberikan apa yang menjadi haknya, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, sesuai dengan kebenaran dan kejujuran.

Dalam keadilan terdapat adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban. Keadilan adalah kata sifat yang berarti perbuatan atau perlakuan adil. Kata sosial berarti yang berkenaan dengan masyarakat atau kemasyarakatan. Jadi keadilan sosial berarti adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban di dalam masyarakat. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berarti adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban di dalam masyarakat Indonesia. Pada prinsipnya, sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menghendaki kemakmuran yang merata dan dinamis, artinya seluruh potensi bangsa diolah bersama-sama menurut kemampuan di bidang masing-masing yang kemudian dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran seluruh rakyat. Keadilan sosial berarti harus melindungi

149

yang lemah. Perlindungan yang diberikan adalah untuk mencegah kese-wenang-wenangan dari yang kuat dan untuk menjamin keadilan. Realisasi dari prinsip keadilan sosial tidak lain adalah dengan pembangunan yang benar-benar dapat dilaksanakan, berguna, dan dapat dinikmati oleh seluruh rakyat. Oleh karena itu, kita harus berusaha untuk meniadakan segala bentuk kepincangan sosial dan kepincangan dalam pembagian pendapatan. Nilai-nilai yang terkandung dalam sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia antara lain sebagai berikut:

1. Perwujudan keadilan sosial dalam segala kehidupan sosial kemasyarakatan, meliputi seluruh rakyat Indonesia.

2. Keadilan dalam kehidupan sosial terutama meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.

3. Cita-cita masyarakat adil makmur, materiil dan spiritual yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia.

4. Keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak orang lain.

5. Cinta akan kemajuan dan pembangunan tanpa meninggalkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

Tugas 2.4

Jawablah pertanyaan di bawah ini! 1. Apakah sekolahanmu mempunyai simbol-silbol yang

menjadi identitas sekol;ah? Jelaskanlah simbol-simbol apa yang menjadi identitas sekolahmu?

2. Jelaskan latarbelakang dan alasan simbol-simbol tersebut yang menjadi identitas sekolahmu?

3. Apa yang telah kamu lakukan terkait dengan identitas sekolah tersebut?

150

E. RINGKASAN Proses pembentukan bangsa dan negara Indonesia bukan karena

didasarkan faktor sosial politik saja, tetapi juga didasarkan pada aspek psikologis rakyat Indonesia, yaitu adanya perasaan yang sama, nasib yang sama serta cita-cita yang sama dalam upaya mewujudkan kemerdekaan dan meningkatkan kesejahteraan hidup bersama.

Kolonialisme dan imperialisme negara-negara barat ke Indonesia sejak abad ke-16, yang dipelopori oleh Portugis dengan cara monopoli perdagangan rempah-rempah dan penguasaan wilayah Malaka oleh Portugis tahun 1511, dan dilanjutkan dengan menguasai Maluku. Kedatangan Portugis yang membawa keberhasilan itu diikuti bangsa-bangsa-bangsa lain diantaranya Belanda.

Kedatangan bangsa barat ke wilayah Indonesia, tidak terlepas dari pengaruh berkembangnya imperialisme di Eropa yaitu untuk mendapatkan “gold, gospeld dan glory” yang menjadi ciri khas dari praktek imperialisme kuno, dimana penguasaan wilayah lain sebagai tujuan untuk mendapatkan kekayaan dalam bentuk emas, mendapatkan kejayaan karena memperluas wilayah kekuasaan dengan cara menguasai daerah lain, serta penyebaran agama nasrani sebagaimana permintaan gereja.

Dalam upaya menguasai jalur perdagangan rempah-rempah di nusantara serta agar terjadi persaingan yang sehat diantara pedagang Belanda, pemerintah Belanda mendirikan badan perniagaan “kongsi dagang” yang bernama Vereenigne Oost Indische Compagnie (VOC) pada 1602.

Perusahaan dagang ini diberikan hak-hak istimewa oleh Pemerin-tah Belanda. Hak-hak yang diberikan kepada VOC itu disebut hak octrooi, yang isinya memberikan hak kepada VOC dalam hal: (1) memperoleh hak monopoli perdagangan; (2) memperoleh hak untuk mencetak dan mengeluarkan uang sendiri; (3) dianggap sebagai wakil pemerintah Belanda di Asia; (4) berhak mengadakan perjanjian; (5) berhak memaklumkan perang dengan negara lain; (6) berhak menjalankan kekuasaan kehakiman; (7) berhak mengadakan pemungutan pajak; (8) berhak memiliki angkatan perang sendiri; dan (9) berhak mengadakan pemerintahan sendiri. Praktek VOC dalam melakukan monopoli perdagangan serta memaksakan kekuasaannya terhadap kerajaan-kerajaan di nusantara sangat menyakitkan. Cara-cara kekerasan, peperangan, adu domba, penindasan, dan tindakan kasar lainnya telah menyebabkan penderitaan yang tidak terkirakan bagi bangsa Indonesia.

Pada 1799, organisasi yang sudah banyak memberikan keuntungan besar bagi negeri Belanda serta menimbulkan banyak

151

korban di pihak bangsa Indonesia ini akhirnya dibubarkan. Bubarnya VOC tidak berarti bebasnya Hindia Belanda dari kekuasan negara-negara Eropa dan menjadi daerah merdeka. Hal ini karena wilayah-wilayah Hindia Belanda yang semula dibawa kekuasaan VOC, diserahkan kepada pemerintah Belanda secara langsung. Hal ini dibuktikan dengan diangkatnya seorang gubernur jenderal untuk menjadi pemimpin atau penguasa, wakil dari pemerintah Belanda di Hindia Belanda. Gubernur Jenderal yang menjabat di Hindia Belanda antara 1801-1808, dalam menjalankan kekuasaannya tidak jauh berbeda dengan praktek yang dilakukan oleh VOC sebelum dibubarkan.

Sejak 1811 wilayah Hindia Belanda menjadi daerah jajahan Inggris, Belanda akhirnya menyerahkan Jawa kepada Inggris melalui perjanjian yang biasa dikenal dengan istilah Rekapitulasi Tuntang.

Pada tahun 1816, Inggris harus meninggalkan kekuasaannya di Hindia Belanda, sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Konvensi London (1814). Hindia Belanda kembali diserahkan kepada Belanda. Pola penjajahan Belanda pada tahap ini hingga berakhirnya kekuasaannya di Indonesia tahun 1942, pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan pada masa VOC, yaitu: monopoli, penyerapan, penyiksa-an, perampasan, adu domba, cenderung kejam, sewenang-wenang, dan tanpa kompromi tetap mewarnai perjalanan pemerintahan penjajah Belanda di Hindia Belanda, siapapun yang menjadi gubernur jenderal.

Kedatangan bangsa barat (Portugis, Inggris, dan Belanda) yang diikuti dengan penguasaan wilayah Indonesia oleh bangsa-bangsa terse-but termasuk pada bangsa Inggris dan Perancis dalam periode tertentu ternyata menimbulkan reaksi dari bangsa Indonesia. Reaksi umum yang ditampilkan bangsa Indonesia atas kedatangan bangsa barat adalah kerjasama dan perlawanan.

Reaksi melawan atau kerjasama yang dilakukan oleh bangsa Indonesia terhadap kaum imperialis barat dilatarbelakangi oleh adanya perebutan kepentingan, terutama ekonomi dan kekuasaan. Rakyat Indo-nesia yang kerjasama dengan kaum imperialis memanfaatkan mereka untuk membantu merebut kekuasaan ekonomi dan tahta dari rakyat Indonesia. Kondisi inilah yang turut menjadi faktor pendukung praktek adu domba oleh kaum imperialis.

Reaksi dalam bentuk perlawanan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia terhadap bangsa barat disebabkan bangsa-bangsa tersebut berusaha memaksakan kehendaknya dengan cara ingin memperluas kekuasaannya di wilayah Indonesia sambil merampas hak-hak tradisional kerajaan-kerajaan (Islam), merampas hak dan kehidupan rakyat hindia belanda, serta menyebarkan agama secara paksaan.

152

Perlawanan bangsa Indonesia terhadap kekuasaan Barat ditandai dengan perang atau perlawanan langsung terhadap kekuasaan bangsa Barat. Perlawanan tersebut juga ditandai dengan persaingan di antara kerajaan-kerajaan di Nusantara dalam rangka memperebutkan hegemoni kekuasaan di wilayah tersebut. Dalam persaingan tersebut sering kali kerajaan-kerajaan Nusantara melibatkan kekuatan bangsa Barat atau meminta bantuan VOC/Belanda untuk membantu mengalahkan pesaing-pesaingnya dalam memperebutkan kekuasaan. Konsekuensinya VOC/ Belanda mendapatkan daerah kekuasaan karena upayanya membantu mengalahkan pesaingnya. Kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya kegagalan bangsa Indonesia dalam mengusir bangsa-bangsa barat dari wilayah Indonesia.

Praktek imperialisme dan kolonialisme bangsa barat di wilayah Indonesia mempunyai dampak yang sangat besar bagi bangsa Indone-sia. Bukan hanya mengakibatkan terjadinya penderitaan dan kesengsara-an fisik saja, tetapi juga psikhis, bahkan akibatnya terasa hingga saat ini.

Dampak tersebut diantaranya adalah komersialisasi telah meng-gantikan sistem ekonomi tradisional. Nilai uang telah menggantikan satu-an ekonomi tradisional yang selama ini dijalankan oleh masyarakat pede-saan. Adanya jaringan jalan raya serta jalan kereta api dan hubungan laut telah membantu mempercepat pertumbuhan kota. Terjadilan urbanisasi atau perpindahan penduduk dari desa ke kota. Pembangunan pendidikan telah mempercepat mobilitas penduduk.

Masa pendudukan Jepang merupakan periode yang paling me-nentukan dalam sejarah pergerakan di Indonesia, walaupun waktunya hanya selama tiga setengah tahun. Imperialisme Jepang memberi sumbangan langsung pada perkembangan pergerakan nasional Indonesia, terutama di Jawa dan di Sumatera.

Jepang mengindoktrinasi, melatih, dan mempersenjatai generasi muda serta memberi kesempatan kepada para pemimpin yang lebih tua untuk menjalin hubungan dengan rakyat. Di seluruh Nusantara mereka mempolitisasikan bangsa Indonesia sampai pada tingkat desa dengan sengaja dan menghadapkan Indonesia pada rezim kolonial yang bersifat sangat menindas dan merusak dalam sejarahnya.

Penjajahan Jepang juga melahirkan penderitaan rakyat yang tiada taranya, tetapi di masa penjajahan Jepang inilah nasionalisme Indonesia, sendi-sendi negara Republik Indonesia terbentuk hingga diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta.

Nasionalisme adalah suatu gejala psikologis berupa rasa persamaan dari sekelompok manusia yang menimbulkan kesadaran sebagai suatu bangsa. Nasionalisme merupakan hasil dari pengaruh faktor politik, ekonomi, sosial dan intelektual, yang terjadi dalam lingkung-

153

an kebudayaan melalui proses sejarah (historis). Oleh karena itu terdapat perbedaan yang mendasar antara nasionalisme yang terjadi di Eropa dengan yang terjadi di Asia.

Nasionalisme Eropa muncul disebabkan oleh faktor: (1) muncul-nya faham rasionalisme dan romantisme; (2) munculnya faham aufkla-rung dan kosmopolitanisme; (3) terjadinya revolusi Perancis; (4) muncul sebagai reaksi atas agresi yang dilakukan oleh Napoleon Bonaparte. Sedangkan semangat kebangsaan atau nasionalisme yang terjadi di negara-negara Asia muncul disebabkan oleh: (1) adanya kenangan akan kejayaan masa lampau, (2) imperalisme; (3) pengaruh faham revolusi Perancis; (4) adanya kemenangan Jepang atas Rusia; (5) atlantic charter; (6) timbulnya golongan pertengahan (terpelajar).

Pada dasarnya nasionalisme atau semangat kebangsaan yang muncul di banyak negara memiliki tujuan untuk: (1) menjamin kemauan dan kekuatan mempertahankan masyarakat nasional melawan musuh-musuh dari luar negara, sehingga melahirkan semangat rela berkorban; (2) menghilangkan ekstremisme (tuntutan yang berlebih-lebihan) dari warga negara (individu dan kelompok).

Faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya nasionalisme di suatu Negara bisa dari dalam dan bisa juga dari luar. Faktor ekstern yang mempengaruhi timbulnya nasionalisme di Indonesia adalah: (1) pengaruh faham-faham modern dari Eropa (liberalisme, humanisme, nasionalisme, komunisme); (2) pengaruh gerakan Pan-Islamisme; (3) pengaruh pergerakan bangsa terjajah di Asia; dan (4) pengaruh kemenangan Jepang atas Rusia. Sedangkan faktor internal yang mendorong munculnya semangat kebangsaan atau nasionalisme adalah: (1) timbulnya kembali golongan pertengahan, kaun terpelajar; (2) adanya penderitaan dan kesengsaraan yang dialami oleh seluruh rakyat dalam berbagai bidang kehidupan; (3) pengaruh golongan peranakan; dan (4) adanya keinginan untuk melepaskan diri dari imperialisme.

Pergerakan nasional adalah suatu bentuk perlawanan bangsa Indonesia kepada kaum penjajah yang dilaksanakan tidak dengan menggunakan kekuatan bersenjata, tetapi menggunakan organisasi yang bergerak di bidang sosial, budaya, ekonomi dan politik. Organisasi-organisasi ini pada dasarnya didirikan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat yang mengalami penderitaan akibat penjajahan, namun pada akhirnya bertujuan untuk mewujudkan kemerdekaan. Pergerakan nasional melawan penjajahan Belanda di Indonesia diawali pada permulaan abad ke-20, dengan berdirinya Budi Utomo, sarikat Islam dan berbagai macam organisasi lainnya.

Faktor pendorong utama munculnya semangat kebangsaan adalah munculnya kesadaran tentang pentingnya semangat kebangsaan,

154

semangat nasional, perasaan senasib sebagai bangsa terjajah, serta keinginan untuk mendirikan negara berdaulat lepas dari cengkeraman imperialisme di seluruh negara-negara jajahan di Asia, Afrika, dan Amerika Latin pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Selain itu juga karena penjajahan mengakibatkan terjadinya penderitaan rakyat Indonesia yang tidak terkira. Sistem penjajahan Belanda yang eksploitatif terhadap sumber daya alam dan manusia Indonesia serta sewenang-wenang terhadap warga pribumi telah menyadarkan penduduk Indonesia tentang adanya sistem kolonialisme dan imperialisme Barat yang menerapkan ketidaksamaan dan perlakuan yang membeda-bedakan (diskriminatif).

Identitas Nasional adalah ciri khas yang menandai keberadaan suatu bangsa. Setiap bangsa yang menegara (nation state) memiliki identitas nasionalnya sendiri-sendiri, berbeda dengan identitas nasional bangsa lain. Identitas nasional bangsa Indonesia berasal dari sejarah panjang pembentukan bangsa Indonesia dan kondisi sosio-kultural yang melingkupi bangsa Indonesia. Wujud identitas nasional bangsa Indonesia berupa lambang atau simbol kenegaraan yang sudah diterima dalam kehidupan negara Indonesia. Identitas nasional itu berupa bahasa Indonesia, bendera negara, lagu kebangsaan, lambang negara, dan Pancasila sebagai dasar negara.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan identitas nasional bangsa Indonesia, meliputi primordial, sakral, tokoh, bhineka tunggal ika, konsep sejarah, perkembangan ekonomi, dan kelembagaan.

Pada saat ini, kesadaran nasional bangsa Indonesia mengalami perkembangan dalam perwujudannya, bukan lagi diarahkan pada upaya perwujudan kemerdekaan terlepas dari penjajahan, tetapi diwujudkan dalam kemerdekaan untuk mampu memenuhi segala kebutuhan bangsa dan negara secara mandiri, tidak tergantung kepada bangsa dan negara lain.

Ketidaktergantungan pada bangsa dan negara lain dalam memenuhi kebutuhan hidup ini secara tidak langsung bermakna peningkatan kesejahteraan bangsa.

Kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat bangsa menuntut adanya prestasi dari anak bangsa. Prestasi inilah perjuangan atau pergerakan nasional yang harus dilakukan oleh generasi bangsa Indonesia saat ini. Prestasi unggul anak bangsa seperti ini secara tidak langsung bisa mengembangkan identitas nasional bangsa Indonesia.

153

BAB 3 KEBUTUHAN MANUSIA

A. KEBUTUHAN HIDUP MANUSIA

Apabila kita mengamati kegiatan manusia yang ada di lingkungan sekitar kita, nampaklah berbagai macam aktivitas yang dilakukan manusia, begitu banyak ragamnya aktivitas yang dilakukan manusia, sehingga sulit untuk disebutkan disini. Mereka melakukan kegiatan mulai dari pagi hari hingga pagi harinya lagi, seakan-akan tidak mengenal waktu untuk istirahat. Coba kita amati! pegawai/karyawan menuju ke kantor atau ke pabrik, pedagang ke pasar atau ke toko siap menjajakan dagangannya. Petani membajak sawah, sopir angkutan umum menjalankan kendaraan untuk melayani penumpang, dan masih banyak lagi kegiatan di masyarakat.

Mereka semua beraktivitas untuk memperoleh pendapatan, mencari nafkah. Pendapatan yang diperolehnya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sebagaimana gambar 3.1. bagaimana si Mbah (± 65 tahun),

dengan baju korprinya, walaupun bukan pegawai negeri sipil (PNS) setia menunggu barang dagangannya, berupa bunga yang akan dipakai untuk

Gambar 3.1. Pedagang bunga sedang menunggu dagangannya (Sumber: dokumentasi penulis)

154

pergi ke makam, di tempat terbuka yang tidak layak dikatakan sebagai tempat berdagang, yaitu sebuah halte bus, yang pasti akan kepanasan kalau musim panas, dan kehujanan kalau musim hujan.

Si Mbah dengan setia menunggu pembeli mulai pagi hari hingga menjelang maghrib, dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan (keuntungan) yang akan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hiduonya sehari-hari.

Manusia bekerja untuk mencari nafkah agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Agar dapat hidup layak, manusia harus mempe-roleh pendapatan yang layak pula, agar dapat memenuhi kebutuhan hidup yang selalu berkembang dan banyak macamnya. Coba kalian pikir-kan, apa saja kebutuhan hidup manusia? Manusia tidak hanya butuh makan-minum, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, hiburan, tetapi masih banyak lagi kebutuhan-kebutuhan yang lain, misalnya: pendidikan, transportasi, komunikasi, informasi, beribadah, dan lain-lain. Manusia harus bisa memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut dalam jumlah cukup (kuantitas) dan mutunya memadai (kualitas).

Manusia, sebagaimana makhluk hidup lainnya mempunyai kebutuhan, dan kebutuhan ini harus dipenuhi agar manusia itu bisa hidup. Sebagaimana orang bijak mengatakan perbedaan manusia dengan hewan dalam hal makan adalah kalau manusia makan itu untuk hidup sebaliknya hewan hidup untuk makan. Oleh karena itu manusia harus mampu memenuhi kebutuhan hidupnya agar bisa hidup.

Gambar 3.2 Pedagang kurungan (sangkar) ayam (sumber: dokumentasi penulis)

155

Gambar 3.1 dan 3.2. adalah potret usaha manusia untuk memperoleh pendapatan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada gambar 3.2. adalah potret Pak Mono, seorang pedagang kurungan (sangkar) ayam yang harus berjalan menjajakan barang dagangannya keliling kampung hingga berjarak 30-35 km dari tempat tinggalnya. Setiap berangkat dia membawa 25 buah kurungan yang baru habis dijual selama 2-3 hari. Sebelum kurungannya habis dia tidak pulang, tidurnya di sembarang tempat, termasuk di pos kamling dan teras kantor pemerin-tahan. Bilamana kurungan yang dijualnya habis, Pak Mono mendapat keuntungan antara Rp. 150.000,- hingga Rp. 200.000,-.

Kebutuhan hidup manusia beraneka ragam, bahkan dikatakan bahwa kebutuhan hidup manusia bersifat dinamis, selalu berubah dan berkembang baik secara kuantitas maupun kualitas. Oleh karena itu dikatakan kebutuhan manusia tidak ada batasnya dan tidak ada berhentinya. Bilamana berhenti maka manusia tersebut akan mati, karena kebutuhan manusia itu yang selalu berubah dan berkembang menjadikan manusia selalu berfikir, berusaha, dan berupaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia melakukan dengan dua cara; yaitu produksi dan konsumsi. Produksi artinya manusia memenuhi kebutuhannya dilakukan dengan cara membuat atau memproduksi barang atau jasa yang dibutuhkan tersebut. Gambar 3.3 menjelaskan upaya manusia dalam produksi padi dengan cara menanam di sawah.

Gambar 3.3 Tanaman Padi di Sawah (sumber: dokumentasi penulis)

156

Konsumsi adalah upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang dilakukan dengan cara membeli berbagai macam barang dan jasa yang dibutuhkan tersebut. Gambar 3.4 menjelaskan bagaimana suasana pasar, dimana banyak orang sedang menjual berbagai macam kebutuhan hidup manusia, mulai sayur mayur hingga makanan kecil (snack).

Agar manusia bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara

produksi, maka yang bersangkutan harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk memproduksi barang atau jasa tersebut, misalnya manusia butuh makan (nasi), untuk mendapatkan nasi manusia menanam padi dan kemudian setelah panen, diolah menjadi beras, dan dimasak untuk menjadi nasi. Oleh karena itu manusia harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk menanam padi, meng-olah dan memasaknya agar bisa dimakan. Demikian juga untuk yang lainnya, artinya manusia harus mempunyai kemampuan, kecerdasan, dan keterampilan agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Potret Mbah Ti dan Pak Mono adalah dua orang yang karena keterbatasan kemam-puan dan keterampilannya, harus mengalami kesusahan untuk memper-oleh pendapatan, bandingkan dengan pemain sepakbola di Eropa yang pendapatannya bermilyar-milyar dalam waktu sepekan.

Gambar 3.4 Suasana Pedagang sedang berjualan di pasar (sumber: dokumentasi penulis)

157

Agar manusia bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara konsumsi, maka manusia harus punya alat tukar yaitu uang. Uang sebagai alat tukar baru dapat kita terima kalau kita bisa menukarnya dengan barang atau jasa yang kita miliki. Permasalahannya kita tidak punya barang yang bisa ditukar, kita hanya punya tenaga dan akal pikiran (kecerdasan), inilah yang kita pergunakan untuk mendapatkan uang me-lalui pekerjaan. Oleh karena itu, manusia yang sehat, kuat, mempunyai pengetahuan dan keterampilan akan mendapatkan pekerjaan yang bisa menghasilkan uang sesuai dengan kondisi manusia itu sendiri. Contoh, David Beckham adalah seorang pemain sepakbola Inggris yang penda-patannya milyaran rupiah dalam setiap minggu, hal ini karena Bechkam mempunyai pengetahuan, keterampilan, kecerdasan untuk bermain sepakbola, kondisi ini didukung oleh tubuhnya sehat dan kuat.

Kesimpulannya, kalau manusia ingin bisa memenuhi kebutuhan hidupnya secara lebih mudah, lebih banyak dan lebih berkualitas maka manusia harus mempunyai pengetahuan, keterampilan, serta badan yang sehat dan kuat.

Apakah semua kebutuhan hidup manusia dapat dipenuhi? Tidak semua kebutuhan hidup manusia dapat dipenuhi, sebab kebutuhan hidup manusia itu banyak sekali, beraneka ragam dan tidak terbatas, sedangkan barang dan jasa sebagai alat pemuas kebutuhan sangat ter-batas. Secara umum dapat dikatakan bahwa jumlah kebutuhan manusia tidak terbatas. Ini disebabkan sifat manusia yang tidak pernah merasa puas dalam mendapatkan benda yang mereka peroleh dan prestasi yang mereka capai. Kenyataan inilah yang menjadi inti masalah ekonomi. Jadi inti masalah ekonomi adalah kebutuhan manusia yang banyak dan beraneka ragam (tak terbatas) sedang pemuas kebutuhan terbatas, yangsecara sederhana dilustrasikan dalam gambar 3.5.

Gambar 3.5. Ilustrasi hubungan antara kebutuhan dan alat pemuas yang tidak pernah seimbang

158

Masalah ekonomi pasti dihadapi oleh umat manusia, apakah

mereka sebagai perseorangan, dan keluarga, maupun dalam organisasi, seperti perusahaan, koperasi, serikat pekerja, maupun negara. Jadi pokok permasalahan ekonomi adalah: bagaimanakah dengan sumber-sumber daya yang terbatas, manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang banyak dan beraneka ragam. Nah! Untuk mengatasi pokok permasalahan ekonomi itu, manusia melakukan kegiatan ekonomi dan membentuk sistem ekonomi yang berbeda-beda.

Kehidupan sehari-hari manusia maupun perusahaan akan selalu menghadapi masalah-masalah atau problematika yang bersifat ekonomi, yaitu problematika yang menghendaki agar individu maupun perusahaan membuat keputusan tentang cara terbaik untuk melakukan suatu kegiatan ekonomi.

Apakah kegiatan ekonomi itu? kegiatan ekonomi adalah kegiatan individu maupun perusahaan untuk menghasilkan produk yang berupa barang dan jasa serta mengkonsumsi (menggunakan) produk (barang dan jasa) tersebut.

Mengapa individu maupun perusahaan memerlukan cara terbaik untuk melakukan kegiatan ekonomi? Hal ini disebabkan oleh masalah “scarcity” yaitu (kelangkaan atau kekurangan) sebagai akibat ketidak-seimbangan antara kebutuhan dengan faktor-faktor produksi yang tersedia.

Berdasarkan paparan di atas dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan hidup adalah kehendak atau naluri individu untuk memperoleh dan mengkonsumsi produk yang berupa barang dan jasa agar bisa hidup. Kebutuhan sangat dirasakan oleh setiap manusia. Kebutuhan senantiasa menampakkan dirinya sebagai suatu perasaan kekurangan yang menimbulkan keinginan untuk dipenuhi. Tugas 3.1

Coba kalian identifikasi masyarakat di lingkungan sekitar tempat tinggalmu tentang bagaimana cara mereka memenuhi kebutuhan hidupnya?

159

B. MACAM-MACAM KEBUTUHAN MANUSIA Dalam menjalani kehidupan, manusia membutuhkan berbagai

jenis dan macam barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia sejak lahir hingga meninggal dunia tidak terlepas dari kebutuh-an. Untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan diperlukan pengorbanan untuk mendapatkannya.

Kebutuhan manusia banyak dan beraneka ragam, bahkan terus bertambah tidak ada habisnya. Bila satu macam kebutuhan telah dipenuhi, tentu akan datang lagi kebutuhan yang lain. Bahkan kebutuhan sering timbul dalam waktu yang bersamaan. Demikian banyaknya kebutuhan manusia sehingga dapat digolongkan menjadi berbagai macam kebutuhan manusia, sebagai berikut:

1. Kebutuhan Menurut Intensitasnya

Kebutuhan manusia menurut intensitasnya, bilamana kebutuhan akan barang dan jasa tersebut dipandang dari urgensinya (pentingnya), atau mendesak tidaknya suatu kebutuhan bagi kehidupan manusia.

Kebutuhan ini dikelompokkan menjadi tiga: kebutuhan primer, kebutuhan sekunder, dan kebutuhan tertier.

1. Kebutuhan Primer: yaitu kebutuhan manusia yang mutlak harus dipenuhi keberadaannya agar manusia tetap hidup dan bisa beraktivitas. Jadi sifatnya wajib untuk dipenuhi. Contoh: kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat tinggal, dan sebagainya.

2. Kebutuhan Sekunder: kebutuhan ini disebut juga kebutuhan kultural, yaitu kebutuhan yang timbul bersamaan dengan meningkatnya peradaban manusia. Merupakan jenis kebutuhan yang diperlukan setelah semua kebutuhan pokok telah terpenuhi dengan baik. Kebutuhan sekunder sifatnya menunjang kebutuhan primer. Contohnya seperti makanan yang bergizi dan enak, pendidikan yang baik, pakaian yang baik, perumahan yang baik, dan sebagainya yang belum masuk dalam kategori mewah.

3. Kebutuhan Tertier: yaitu kebutuhan manusia yang ditujukan untuk kesenangan hidup manusia. Artinya keberadaan barang tertier tidak begitu banyak pengaruhnya bagi kehidupan manusia. Contoh: kebutuhan akan perhiasan, mobil mewah, rumah mewah, rekreasi, dansebagainya.

160

Dewasa ini banyak barang yang semula dipandang mewah, sekarang telah digolongkan menjadi kebutuhan sekunder, seperti: pesawat televisi (TV), handphone (HP), sepeda motor, laptop dan komputer. Demikian juga untuk pendidikan dan kesehatan telah digolongkan menjadi kebutuhan primer, mengingat kebutuhan ini sangat mendesak dan penting bagi kehidupan manusia.

2. Kebutuhan Menurut Sifatnya

Kebutuhan menurut sifatnya dibedakan yaitu suatu kebutuhan hidup manusia yang keberadaannya didasarkan menurut dampak atau pengaruhnya terhadap jasmani dan rohani. Dengan demikian menurut sifatnya kebutuhan dibagi menjadi:

1. Kebutuhan jasmani, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan badan lahiriah atau tubuh seseorang. Contohnya seperti makan-an, minuman, pakaian, sandal, pisau cukur, tidur, buang air kecil dan besar, seks, dan lain sebagainya.

2. Kebutuhan rohani, yaitu kebutuhan yang dibutuhkan seseorang untuk mendapatkan sesuatu bagi jiwanya. Contohnya seperti mendengarkan musik, siraman rohani, beribadah kepada Tuhan YME, bersosialisasi, pendidikan, rekreasi, hiburan, dan lain-lain.

3. Kebutuhan Menurut Waktu

Kebutuhan hidup manusia menurut waktu dibedakan antara kebutuhan pada waktu sekarang dan kebutuhan pada waktu masa yang akan datang.

1. Kebutuhan sekarang adalah kebutuhan yang harus dipenuhi sekarang juga, pada saat ini. Kebutuhan yang benar-benar diperlukan pada saat ini secara mendesak. Contoh adalah kebelet pipis, makan karena sangat lapar, pengobatan akibat kecelakaan, payung disaat hujan, dan lain sebagainya.

2. Kebutuhan masa depan adalah pemenuhan kebutuhan yang dapat ditunda untuk waktu yang akan datang. Contoh: tabungan hari tua, asuransi kesehatan, pergi haji, dan sebagainya.

4. Kebutuhan Menurut Wujud

Kebutuhan menurut wujud dibedakan antara kebutuhan material dan kebutuhan in-material, yang dideskripsikan sebagai berikut.

161

1. Kebutuhan material, yaitu kebutuhan berupa barang-barang yang dapat diraba dan dilihat. Contoh: buku, sepeda, komputer, rumah, pabrik, dan sebagainya.

2. Kebutuhan immaterial, yaitu kebutuhan yang tidak berwujud. Contoh: keamanan, keadilan, kesehatan, kebebasan, pendidikan, dan sebagainya.

5. Kebutuhan Menurut Subyek

Kebutuhan menurut subyek adalah kebutuhan yang dibedakan menurut pihak-pihak yang membutuhkan. Kebutuhan menurut subyek meliputi:

1. Kebutuhan individu, yaitu kebutuhan yang dapat dilihat dari segi orang yang membutuhkan. Contoh: kebutuhan petani berbeda dengan kebutuhan seorang guru, kebutuhan pelajar berbeda dengan kebutuhan buruh pabrik.

2. Kebutuhan masyarakat, disebut juga kebutuhan kolektif atau kebutuhan sosial, yaitu alat pemuas kebutuhan yang digunakan bersama. Kebutuhan sosial adalah kebutuhan akan berbagai barang dan jasa yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan sosial suatu kelompok masyarakat. Contohnya adalah jalan umum, penerangan tempat umum, berserikat mengeluarkan pendapat, berbisnis, berorganisasi, telepon umum, jalan umum, WC umum, dan sebagainya. Abraham H. Maslow (Supratiknya, 1995), juga mengemukakan

macam-macam kebutuhan hidup manusia. Menurutnya, kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan dasar (basic needs) dan meta kebutuhan-meta kebutuhan (metaneeds). Kebutuhan dasar adalah kebutuhan-kebutuhan akibat kekurangan meliputi lapar, kasih-sayang, rasa aman, harga diri, dan sebagainya. Meta kebutuhan adalah kebutuhan untuk pertumbuhan, yang meliputi keadilan, kebaikan, keindahan, keteraturan, kesatuan dan sebagainya. Secara umum kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah sebagai berikut.

1. Kebutuhan fisiologis; contohnya adalah: pangan/makanan, sandang/pakaian, papan/rumah, dan kebutuhan biologis seperti buang air besar, buang air kecil, bernafas, dan lain sebagainya.

2. Kebutuhan akan rasa aman dan keselamatan; contohnya seperti: Bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari teror, dan lain sebagainya.

162

3. Kebutuhan sosial (persahabatan dan kekerabatan); contohnya seperti: memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lain-lain.

4. Kebutuhan akan penghargaan (baik diri sendiri, harga diri, maupun dari orang lain); contohnya pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.

5. Kebutuhan untuk mewujudkan diri, aktualisasi diri (mengembang-kan diri dan mengungkapkan potensi, termasuk kebutuhan bio-logis). Berbagai kebutuhan tidak tersusun dalam satu hierarki

(bertingkat) yang sedemikian rupa, sehingga kebutuhan yang lebih rendah tingkatnya harus dipuaskan lebih dahulu sebelum orang merasa-kan timbulnya kebutuhan yang lebih tinggi dan terdorong untuk berusaha. Kebutuhan tersebut dalam kondisi normal harus dipenuhi semuanya, miskipun ada skala prioritasnya. Contohnya, manusia akan berusaha memenuhi kebutuhan fisik terlebih dahulu, baru kemudian kebutuhan-kebutuhan yang lain seperti rasa aman, kebutuhan sosial, dan sebagainya. Namun demikian dalam kondisi yang normal, kesemua kebutuhan tersebut diatas harus dipenuhi, tidak boleh ada yang ditinggalkan atau diabaikan, walaupun tingkatannya lebih rendah dibandingkan lainnya. Ke-cuali dalam kondisi tidak normal, seperti kala terjadi bencana atau perang maka kebutuhan fisik dan rasa aman menjadi yang utama. Perhatikan dalam peristiwa banjir, tanah longsor, kebakaran dan sejenisnya bantuan pertama yang datang kepada korban adalah sembako. Tugas 3.2

C. UPAYA MANUSIA MEMENUHI KEBUTUHAN

Kehidupan manusia di dunia sangat beragam, namun diantara mereka saling tergantung dan membutuhkan dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Ragamnya kehidupan manusia ini dapat dilihat dari apa yang ada di lingkungan sekitar kita, baik dalam area kecil maupun

Coba kalian identifikasi kebutuhan hidupmu saat ini, dan bagaimana caranya kalian memenuhi kebutuhan hidupmu tersebut?

163

yang lebih besar, negara misalnya. Kemakmuran dan kemiskinan berada dalam lingkup yang tiada batas (no limitation), saling membutuhkan dan saling tergantung antara satu dengan yang lain. Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi? mengapa orang-orang tertentu mendapatkan lebih sementara yang lainnya kurang? lewat proses yang bagaimana dan dalam kondisi apa keluarga-keluarga subsisten dapat meningkatkan pendapatannya sehingga mampu membeli barang produksi dari luar negeri? dan banyak lagi pertanyaan.

Berbagai perbedaan potensi tingkat kehidupan manusia dalam bidang kesehatan, kondisi pangan, gizi, fasilitas pendidikan, kesempatan kerja, pertambahan penduduk dan harapan hidup (life expectancies) dan sebagainya inilah yang menjadi kajian dalam tulisan ini, khususnya yang terjadi di negara sedang berkembang.

Berbicara masalah ekonomi mau tidak mau kita berbicara tentang

pilihan, karena ekonomi merupakan studi dan latihan memilih (the study and exercise of choice). Ekonomi menyangkut perilaku manusia dalam upaya memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya yang diwujudkan

Gambar 3.6. Pedagang sayuran di pasar Dinoyo, Malang (Sumber: Dokumentasi pribadi)

164

dalam bentuk benda materi dan jasa yang jumlah relatif terbatas (seperti beras, jagung, TV, sepeda motor, pakaian, rumah, mobil, pendidikan, kesehatan, keamanan, musik, rekreasi dan sebagainya) berdasarkan pertimbangan rasional dan yuridis dari sumber daya produksi (seperti tanah, barang-barang, modal, buruh, pengetahuan manajerial, teknis dan administratif).

Manusia mempunyai berbagai macam kebutuhan dasar dan ber-usaha untuk memenuhinya seoptimal mungkin sesuai dengan kemampu-an yang dimilikinya. Masyarakat tradisional dalam upaya memenuhi kebutuhan ini didasari pada pengalaman hidup yang telah diperoleh secara turun-temurun, apakah itu sebagai produsen maupun konsumen, dan biasanya sangat tergantung pada tenaga manusia sebagai sumber daya utama. Dengan demikian kekuatan ekonomi terletak pada kerja.

Langka dan mahalnya sumber daya menyebabkan mereka melakukan pilihan, apakah dalam produksi dan konsumsi, misalnya barang apa yang harus mereka buat, berapa banyak, bagaimana dan untuk siapa, barang apa yang mampu dikonsumsi? dan sebagainya. Hal inilah yang selalu menjadi masalah dalam perekonomian di dunia dalam skala apapaun, termasuk diantaranya pendistribusian barang-barang ekonomi langka dan sumber daya produktif langka.

Setiap keputusan ekonomi selalu melibatkan berragam ramuan alternatif pilihan penting, diantaranya: pilihan mengenai bagaimana me-manfaatkan sumber daya langka (seperti uang dan tanah) menurut kombinasi yang paling memungkinkan dalam rangka mendapatkan output yang paling tinggi serta tercapai kepuasan. Biasanya untuk mengatasi hal tersebut dilakukan secara dagang (trade off), yaitu menyerahkan sesuatu (biasanya uang) untuk mendapatkan sesuatu yang lain.

Misalnya saja, seorang petani, dengan sumber daya yang dimiliki-nya (tanah dan uang) apakah yang akan dilakukan untuk meningkatkan produksinya, membeli traktor ataukah memperbaiki irigasi?, tidak sekedar begitu saja tetapi juga diperhatikan prospek ke depannya dan sebagainya.

Ilustrasi di atas merupakan implementasi salah satu prinsip ekonomi yang menyebutkan bahwa jika melakukan pilihan diantara sejumlah kemungkinan alternatif maka kita harus bertindak rasional, yaitu dengan memilih alternatif yang biayanya minimal tetapi mendapatkan ke-untungan yang kita kehendaki atau memperoleh hasil atau kepuasan maksimal atas biaya tersebut. Pengambilan keputusan dalam proses

165

memilih harus berusaha menyeimbangkan keuntungan potensial dan biaya yang akan dikeluarkan, sehingga dalam membuat keputusan dapat membuahkan keuntungan (sosial) yang paling tinggi.

Untuk bisa membuat keputusan yang rasional, individu (masyara-kat) memerlukan adanya preferensi dalam bentuk informasi yang jelas tentang apa yang diinginkan, kebebasan dari kekuatan/kekuasaan yang ada di sekitarnya, serta kepentingan pihak lain. Tragisnya keputusan ekonomi tidak bisa dilepaskan dari konteks politik, sosial, institusi dan budaya. Bahkan dapat dikatakan lajunya perekonomian suatu masyara-kat selalu dipengaruhi oleh aspek-aspek tersebut, walaupun keberadaan mereka relatif kecil, tetapi memiliki akses ekonomi yang dominan, seperti tuan tanah, konglomerat, penguasa dan sebagainya).

Konsep ekonomi dunia ketiga, atau sering disebut dengan istilah ekonomi pembangunan berkait dengan ekonomi tradisional dan ekonomi politik (proses institusi dan sosial yang dengan mana kelompok-kelompok elite ekonomi dan politik tertentu memilih alokasi sumber daya produksi langka, baik yang ada sekarang maupun di masa datang, demi kepentingannya atau sekiranya kelebihan dengan sendirinya akan menambah manfaat bagi penduduk) serta berkepentingan dengan alokasi sumber daya secara efisien dan peningkatan pertumbuhan out-put. Pertumbuhan disini menyangkut mekanisme institusional, sosial dan ekonomi, baik pemerintah maupun swasta, terutama untuk memperoleh secara cepat (paling tidak berdasarkan perhitungan historis) dan memperbaiki secara meluas tingkat hidup penduduk miskin, kurang makan dan buta huruf. Jadi ekonomi pembangunan menyangkut proses-proses ekonomi dan politik untuk mendorong transformasi struktural dan institusional lebih cepat bagi masyarakat seluruhnya menurut suatu cara yang paling efisien dalam mencapai kemajuan ekonomi masyarakat pada berbagai segi yang sangat luas.

Ekonomi sebagai ilmu sosial yang berkepentingan dengan manusia dan bagaimana cara yang paling baik memberi penduduk sarana materi guna membantu merealisasikan potensi manusiawinya tidak bernilai, bahkan nilai atau normatif merupakan pusat disiplin ekono-mi dan khususnya pembangunan ekonomi. Konsep-konsep keadilan sosial dan ekonomi, penanggulangan kemiskinan, pendidikan, peningkatan taraf hidup, kebebasan nasional, modernisasi lembaga-lembaga, peran serta ekonomi dan politik, demokrasi, ekonomi yang berpijak pada kekuatan sendiri dan pemenuhan kebutuhan manusiawi

166

dan sebagainya merupakan indikator yang menjadi pedoman dalam pengambilan keputusan, tujuan, dan implementasi pembangunan. Namun disadari bahwa nilai ini dalam implementasi ekonomi pembangunan harus konsekuen dari semua pihak yang terlibat, bila tidak menginginkan adanya kegagalan dalam pembangunan ekonomi khususnya. Tugas 3.3

D. ALAT PEMUAS KEBUTUHAN

Alat-alat pemuas kebutuhan adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya, bentuknya bisa berupa barang atau jasa. Peralatan rumah tangga, sepatu, sepeda, pakaian, makanan, rumah tinggal, minuman yang dibutuhkan manusia itu dalam ilmu ekonomi disebut barang, sedangkan pelayanan listrik, telepon, guru, dokter, hakim, polisi, pendidikan, juga dapat memuaskan kebutuhan manusia yang disebut jasa. Dalam kehidupan sehari-hari ba-rang dan jasa sebagai alat pemuas kebutuhan jumlahnya terbatas, sehingga untuk memperolehnya kita harus mengeluarkan pengorbanan (waktu, biaya atau tenaga). Barang-barang jenis ini disebut barang ekonomi.

Selain itu ada barang yang jumlahnya melimpah seperti sinar matahari di daerah tropis, udara bersih di daerah pegunungan, pasir di sepanjang aliran sungai. Barang-barang ini untuk memperolehnya tanpa pengorbanan, sehingga disebut barang bebas. Barang-barang bebas tidak dipersoalkan dalam ilmu ekonomi. Barang bebas ada yang dapat berubah menjadi barang ekonomi, contoh: pasir dari sungai dijual ke kota. Untuk lebih memahami bagaimana barang dan jasa dapat meme-nuhi kebutuhan manusia, barang/jasa tersebut dikelompokkan menurut kegunaan, hubungannya dengan benda lain dan prosesnya.

Apakah perilaku kita dalam berbelanja menggunakan prinsip ekonomi sebagai berikut “jika melakukan pilihan diantara sejumlah kemungkinan alternatif maka kita harus bertindak rasional” Mengapa? Dan bagaimana caranya?

167

1. Menurut Kegunaannya, benda dibedakan sebagai: benda konsumsi, yaitu benda yang dapat langsung digunakan

memenuhi kebutuhan Contoh: makanan, pakaian, buah-buahan, dansebagainya.

benda produksi atau disebut juga barang modal yaitu benda yang dapat digunakan untuk memproduksi benda lain

Contoh: peralatan, mesin-mesin, tanah. 2. Benda Menurut Hubungannya dengan Benda Lain dapat

ditinjau sebagai: Benda komplementer adalah benda yang dalam

penggunaannya harus bersama-sama dengan benda lain. Contoh: kopi dengan gula, sepatu dengan talinya, minyak dan kompor, bensin dengan kendaraan, dansebagainya.

Benda substitusi adalah benda yang dalam penggunaannya dapat saling menggantikan

Contoh: jagung dapat menggantikan beras, margarine dengan mentega, jasa bus dapat menggantikan kereta api.

3. Benda Menurut Proses Pembuatannya. Benda dapat dilihat

sebagai: Bahan baku, contoh: hasil hutan, hasil pertanian, atau barang

tambang. Barang setengah jadi, contoh: barang untuk industri seperti

kertas untuk perusahaan percetakan, kulit untuk sepatu, dansebagainya.

Barang jadi, contoh: meja, kursi, sepeda, kemeja, dansebagainya.

Bagan 3.1. Proses Pembuatan Benda

168

Barang/benda itu berguna karena bermanfaat dapat memenuhi kebutuhan manusia. Hanya saja benda yang disediakan harus diolah lebih dahulu sehingga siap memenuhi kebutuhan manusia. Contohnya: Minyak bumi. Minyak bumi dan apa yang terdapat di muka bumi dan terkandung di dalam bumi semuanya masih memerlukan pengelolaan agar lebih berguna. Gejala ini mengisyaratkan kepada kita akan perlunya peningkatan kegunaan benda. Tugas 3.4

D. NILAI KEGUNAAN Kegunaan (utility) adalah kemampuan suatu benda memuaskan

kebutuhan. Nilai kegunaan adalah kemampuan suatu benda atau jasa untuk digunakan sebagai alat pemuas kebutuhan. Macam-macam kegunaan benda yaitu: 1. Guna Dasar (Elementary Utility), adalah kegunaan benda karena

benda itu merupakan bahan untuk membuat benda lain. Contoh: Kayu diolah menjadi mebel, kapas diolah menjadi kain,

minyak bumi diolah menjadi premium 2. Guna Bentuk (Form Utility), kegunaan benda yang terjadi karena

adanya perubahan bentuk pada benda tersebut. Contoh: Pipa besi diubah bentuk menjadi sepeda, kayu diubah bentuk

menjadi meja kursi

3. Guna Tempat (Place Utility), kegunaan benda terjadi karena benda tersebut dipindahkan ke tempat yang lebih membutuhkan. Untuk kegiatan ini peranan transportasi sangat penting.

Contoh: Pipa besi menjadi sepeda, kayu menjadi meja kursi, batu merah, pasir, semen, genting, dan sebagainya menjadi gedung.

4. Guna Waktu (Time Utility), kegunaan benda ini terjadi karena adanya waktu

Mengapa manusia tidak pernah menghentikan usahanya untuk menciptakan, membuat atau mengola suatu benda menjadi alat pemuas kebutuhan hidupnya? Contoh sejak manusia bisa menciptakan mobil, sekarang muncul mobil dengan sangat beragam baik bentuk maupun modelnya, demikian juga barang-barang yang lainnya.

169

Contoh: Padi pada saat panen kurang berguna, dan akan lebih berguna pada saat paceklik, Tabungan untuk hari tua, obat-obatan pada waktu sakit, payung pada waktu hujan.

5. Guna Milik (Possesion Utility), kegunaan benda ini terjadi setelah seseorang memiliki benda tersebut.

Contoh: Sepatu yang ada di toko kurang berguna tetapi setelah sepatu tersebut dibeli dan dimiliki dapat digunakan untuk ke sekolah atau berolahraga.

Nilai barang dan jasa dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: nilai tukar dan nilai pakai. Nilai pakai adalah kemampuan suatu barang dan jasa untuk digunakan oleh konsumen. Jika kita menulis di buku pakai pensil, dikatakan pensil yang digunakan memiliki nilai pakai. Nilai pakai terbagi atas nilai pakai subjektif dan objektif. Nilai pakai subjektif adalah nilai barang atau jasa yang ditinjau dari penggunaan barang atau jasa. Nilai pakai objektif adalah nilai barang atau jasa yang ditinjau dari barang atau jasa tersebut. Contoh: Cangkul bagi petani memiliki nilai pakai subjektif dan bagi bangsa Indonesia mempunyai nilai pakai objektif.

Nilai tukar adalah kemampuan suatu barang untuk ditukar dengan barang lain. Nilai tukar terbagi atas nilai tukar objektif dan subjektif. Nilai tukar obyektif adalah nilai tukar barang berdasarkan barangnya. Nilai tukar subjektif, artinya nilai tukar barang berdasarkan orang yang menukarkannya. Contoh: Orang yang hobi dengan lukisan akan mem-punyai penilaian yang berbeda dengan orang yang tidak suka lukisan.

Nilai tukar objektif menurut beberapa pandangan teori nilai diuraikan sebagai berikut: teori nilai biaya, teori nilai biaya produksi tenaga kerja, teori nilai tenaga kerja masyarakat, teori biaya reproduksi, dan teori nilai pasar.

1. Teori Nilai Biaya (Adam Smith). Teori ini menekankan besarnya nilai suatu benda ditentukan oleh jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi barang/jasa tersebut.

2. Teori Nilai Biaya Produksi Tenaga Kerja (David Ricardo). Teori ini lebih menekankan bahwa besarnya nilai suatu barang sangat ditentukan oleh besarnya upah tenaga kerja untuk memproduksi barang tersebut.

3. Teori Nilai Tenaga Kerja Masyarakat (Karl Marx). Menurut teori ini nilai suatu barang ditentukan oleh besarnya biaya rata-rata upah tenaga kerja masyarakat.

170

4. Teori Nilai Biaya Reproduksi (Carey). Menurut teori ini nilai suatu barang berdasarkan biaya yang dikeluarkan bila barang tersebut diproduksi kembali.

5. Teori Nilai Pasar (Humme dan Lock). Berdasarkan teori ini besar kecilnya nilai suatu barang sangat dipengaruhi oleh terbentuknya harga pasar.

Tugas 3.5

E. MASALAH POKOK EKONOMI Pokok masalah ekonomi (pendekatan klasik) ada tiga, yaitu:

produksi, konsumsi dan distribusi. 1. Produksi, menyangkut masalah usaha atau kegiatan menciptakan

atau menambah kegunaan suatu benda sehingga bisa diperguna-kan untuk memenuhi kebutuhan manusia.

2. Konsumsi, menyangkut kegiatan menghabiskan atau meng-gunakan suatu benda atau jasa.

3. Distribusi, menyangkut kegiatan menyalurkan barang dan jasa yang telah diproduksi dari produsen kepada konsumen. Dari ketiga pokok masalah ekonomi di atas, para ahli ekonomi

menjabarkan lagi problematika ekonomi tersebut (pendekatan modern) menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.

1. Apakah Jenis Barang dan Jasa yang Perlu Dihasilkan, dan Dalam Jumlah Berapa (WHAT)? Para pengusaha atau penjual menghasilkan barang dan jasa untuk mencari keuntungan, dan keuntungan ini hanya akan didapat jika me-reka dapat menjual barang dan jasa yang dihasilkannya. Barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu perekonomian adalah sangat banyak jenisnya, yaitu dari barang yang sangat sederhana (misalnya beras) kepada barang yang sangat kompleks (misalnya pesawat terbang). Oleh sebab itu pengusaha harus menghasilkan barang dan jasa yang sesuai dengan keinginan para pembeli. Untuk itu diperlukan interaksi antara produsen dan konsumen, dimana produsen akan

Identifikasi barang-barang yang ada di dalam kelasmu, kemudian berikan penilaian atas barang tersebut berdasarkan nilai kegunaan dan nilai tukar serta nilai pakai?

171

mendapatkan informasi mengenai barang-barang yang diinginkan dan dibutuhkan masyarakat dan perlu diproduksi. Untuk itu pilihan-pilihan para konsumen (pembeli) merupakan faktor penting dalam menen-tukan jenis-jenis kegiatan memproduksi yang harus dijalankan. Pe-nentuan tersebut akan mempengaruhi penggunaan faktor-faktor pro-duksi. Makin banyak sesuatu jenis barang akan dihasilkan, semakin banyak faktor produksi yang akan digunakan di kegiatan tersebut.

2. Bagaimanakah Caranya Menghasilkan Barang dan Jasa (HOW)? Faktor-faktor produksi yang tersedia dalam setiap perekonomian

terbatas jumlahnya dan memerlukan biaya atau pengorbanan untuk memperolehnya. Oleh karena itu para produsen harus membuat pilih-an agar dapat mencapai efisiensi yang tinggi dalam menggunakan faktor-faktor produksi. Faktor produksi yang akan dipilih adalah yang mampu untuk menciptakan barang-barang tersebut dengan cara yang paling efisien. Malah efisien ini dapat dihubungkan dengan faktor efisiensi dari segi teknik yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa, dan faktor lain yaitu besarnya jumlah permintaan.

3. Untuk Siapakah Barang dan Jasa Dihasilkan (FOR WHOM)? Setelah mengetahui jenis-jenis faktor produksi yang dibutuhkan untuk

melakukan kegiatan memproduksi, produsen akan pergi ke pasar untuk mendapatkan faktor-faktor produksi yang diperlukannya. Di sini ada interaksi antara para produsen (pembeli faktor produksi) dan rumah tangga (pemilik faktor produksi). Sebagai akibat dari penggu-naan faktor-faktor produksi oleh produsen dalam kegiatan menghasil-kan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat, maka rumah tangga akan mendapatkan aliran pendapatan dari faktor-faktor produksi yang telah digunakan. Misalnya untuk faktor produksi tanah, tenaga kerja, modal dan keahlian, masing-masing pendapatannya berupa sewa, upah, bunga dan keuntungan. Aliran ini akan menentu-kan corak distribusi pendapatan dalam masyarakat, yang nantinya juga akan mementukan corak permintaan masyarakat atas barang dan jasa. Dengan demikian, aliran-aliran pendapatan yang berlaku sebagai akibat kegiatan memproduksi barang dan jasa akan mampu untuk memecahkan persoalan untuk siapa barang dan jasa dihasilkan.

172

Penjelasan diatas selaras dengan pernyataan bahwa di setiap masyarakat dengan sistem perekonomian bentuk apapun, selalu memiliki masalah pokok ekonomi, yaitu:

1. Menentukan barang-barang dan jasa-jasa yang dibutuhkan masyarakat, dalam jumlah berapa banyak, dimana (di daerah mana) serta dengan cara apa barang atau jasa tersebut diproduksi secara paling baik dan efisien.

2. Mengalokasikan keseluruhan barang dan jasa yang dihasilkan, yaitu GDP (Gross Domestic Product) diantara para konsumen perorangan/ individual (makanan, sepeda motor, radio, pakaian dan sebagainya) konsumen masyarakat seluruhnya dalam bentuk pengeluaran pemerintah (pengamanan polisi, pertahanan nasional, pengadaan air bersih dan sanitasi, jalan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya) penggantian barang modal yang aus selama berlangsungnya proses produksi (bangunan, jalan, mesin, peralatan dan sebagainya) serta pertumbuhan ekonomi di masa datang melalui investasi baru atau tambahan net untuk cadangan modal.

3. Menetapkan bagaimana pendistribusian semua keuntungan (pendapatan nasional) di antara anggota masyarakat, dalam bentuk gaji, pembayaran bunga, sewa, pembagian laba dan sebagainya.

Terdapat banyak cara untuk melaksanakan masalah pokok ekonomi tersebut, yang biasa disebut dengan sistem ekonomi. Sistem ekonomi untuk mengatasi masalah pokok tersebut berada pada rentangan antara desentralisasi dalam pengambilan keputusan dengan berpedoman pada batas-batas pemilikan sumber daya swasta (kapital-isme pasar) hingga pada perencanaan terpusat dan pengawasan atas pemilikan sumber daya oleh masyarakat (ekonomi sosialis).

173

F. RINGKASAN Manusia, sebagaimana makhluk hidup lainnya mempunyai

kebutuhan, dan kebutuhan ini harus dipenuhi agar manusia itu bisa hidup. Kebutuhan hidup manusia beraneka ragam, bahkan dikatakan bahwa kebutuhan hidup manusia bersifat dinamis, selalu berubah dan berkembang baik secara kuantitas maupun kualitas. Oleh karena itu dikatakan kebutuhan manusia tidak ada batasnya dan tidak ada berhentinya.

Dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia melaku-kan dengan dua cara; yaitu produksi dan konsumsi. Produksi artinya manusia memenuhi kebutuhannya dilakukan dengan cara membuat atau memproduksi barang atau jasa yang dibutuhkan tersebut, sedangkan yang dimaksud dengan konsumsi adalah upaya manusia untuk meme-nuhi kebutuhan hidupnya yang dilakukan dengan cara membeli barang dan jasa yang dibutuhkan tersebut.

Semua kebutuhan hidup manusia tidak dapat dipenuhi, sebab ke-butuhan hidup manusia itu banyak sekali, beraneka ragam, berkembang, dan tidak terbatas, sedangkan barang dan jasa sebagai alat pemuas kebutuhan sifatnya sangat terbatas.

Kehidupan sehari-hari manusia maupun perusahaan akan selalu menghadapi masalah-masalah atau problematika yang bersifat ekonomi, yaitu problematika yang menghendaki agar individu maupun perusahaan membuat keputusan tentang cara terbaik untuk melakukan suatu kegiat-an ekonomi. Kegiatan ekonomi adalah kegiatan individu maupun perusa-haan untuk menghasilkan produk yang berupa barang dan jasa serta mengkonsumsi (menggunakan) produk (barang dan jasa) tersebut.

Kebutuhan manusia dapat digolongkan menjadi kebutuhan menu-rut intensitasnya, kebutuhan dipandang dari urgensinya, atau mendesak tidaknya suatu kebutuhan; kebutuhan menurut sifatnya, kebutuhan menu-rut dampak atau pengaruhnya terhadap jasmani dan rohani; kebutuhan yang dibedakan menurut waktu sekarang dan waktu masa yang akan datang, dan kebutuhan menurut wujud, sert kebutuhan menurut subyek.

Manusia mempunyai berbagai macam kebutuhan dasar dan ber-usaha untuk memenuhinya seoptimal mungkin sesuai dengan kemampu-an yang dimilikinya. Masyarakat tradisional dalam upaya memenuhi kebutuhan ini didasari pada pengalaman hidup yang telah diperoleh secara turun-temurun, apakah itu sebagai produsen maupun konsumen, dan biasanya sangat tergantung pada tenaga manusia sebagai sumber daya utama. Dengan demikian kekuatan ekonomi terletak pada kerja.

174

Untuk bisa membuat keputusan yang rasional, individu (masyara-kat) memerlukan adanya preferensi dalam bentuk informasi yang jelas tentang apa yang diinginkan, kebebasan dari kekuatan/kekuasaan yang ada di sekitarnya, serta kepentingan pihak lain. Tragisnya keputusan ekonomi tidak bisa dilepaskan dari konteks politik, sosial, institusi dan budaya. Bahkan dapat dikatakan lajunya perekonomian suatu masyara-kat selalu dipengaruhi oleh aspek-aspek tersebut, walaupun keberadaan mereka relatif kecil, tetapi memiliki akses ekonomi yang dominan, seperti tuan tanah, konglomerat, penguasa dan sebagainya.

Alat-alat pemuas kebutuhan adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya, bentuknya bisa berupa barang atau jasa. Peralatan rumah tangga, sepatu, sepeda, pakaian, makanan, rumah tinggal, minuman yang dibutuhkan manusia itu dalam ilmu ekonomi disebut barang, sedangkan pelayanan listrik, telepon, guru, dokter, hakim, polisi, pendidikan, juga dapat memuaskan kebutuhan manusia yang disebut jasa. Dalam kehidupan sehari-hari ba-rang dan jasa sebagai alat pemuas kebutuhan jumlahnya terbatas, sehingga untuk memperolehnya kita harus mengeluarkan pengorbanan (waktu, biaya atau tenaga). Kegunaan (utility) adalah kemampuan suatu benda memuaskan kebutuhan. Kegunaan suatu benda meliputi: Guna dasar (elementary uti-lity), guna bentuk (form utility), guna tempat (place utility), guna waktu (time utility), dan guna milik (possesion utility). Pokok masalah ekonomi ada tiga, yaitu: produksi, konsumsi dan distribusi barang dan jasa yang menjadi kebutuhan manusia.

175

BAB 4 KONSEP-KONSEP EKONOMI

Ekonomi secara umum merupakan studi dan latihan memilih (the study and exercise of choice). Didalamnya meliputi tingkah laku manusia dalam memilih barang dan jasa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Berbagai macam kebutuhan manusia diwujudkan dalam bentuk benda materi (pangan, sandang, papan, dan sebagainya) serta jasa-jasa (perawatan kesehatan, pendidikan, keamanan, rekreasi, dan sebagainya) yang jumlahnya terbatas. Keterbatasan inilah yang menyebabkan manusia harus memilih secara cerdas dan terampil. Ekonomi adalah pengetahuan sosial, berkaitan dengan perilaku manusia dan sistem sosial, dimana manusia mengorganisasikan aktivi-tas-aktivitasnya dalam rangka pemuasan kebutuhan dasar (makan atau pangan, pakaian atau sandang, dan tempat tinggal atau papan), serta pemenuhan kebutuhan non-materi (pendidikan, rekreasi, keindahan, spiritual dan sebagainya). Berbagai macam aktivitas dan perilaku manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya itulah yang disebut dengan kegiatan ekonomi. Perilaku dan aktivitas manusia dalam memenuhi segala kebutuhan hidup tersebut tidaklah sama, tergantung pada situasi, kondisi, waktu, dan lokasi. Karakter kegiatan ekonomi manusia yang ada di permukaan bumi hanya bersifat kecenderungan, jadi tidak bersifat permanen. Inilah yang menjadi dasar dalam pengkajian ilmu ekonomi.

Pada dasarnya semua kegiatan ekonomi mengandung prinsip efisiensi atau ekonomis, artinya bagaimana memperoleh satu (unit) barang atau jasa yang akan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut dengan menggunakan atau mengeluarkan biaya paling rendah. A. KEGIATAN PEREKONOMIAN

Semua manusia selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya yang secara kuantitas cukup dan kualitas memadai atau dengan kalimat lain kebutuhan hidup terpenuhi secara cukup dan memadai. Bilamana kondisi ini tercapai, maka dikatakan manusia tersebut mencapai kemakmuran.

Agar kemakmuran hidup tercapai, maka manusia harus melaku-kan kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi adalah seluruh kegiatan manusia yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kegiatan tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut.

176

1. Kegiatan produksi adalah setiap usaha manusia yang menghasil-kan atau menambah guna suatu barang dan jasa untuk meme-nuhi kebutuhan hidup. Karena kebutuhan manusia terus berkem-bang dan bertambah maka barang dan jasa yang diproduksi oleh manusia juga terus berkembang dan berubah. Misalnya, membuat tas, membuat pisang epek Makasar, menawarkan jasa potong rambut di bawah pohon, dan sebagainya.

2. Kegiatan distribusi adalah kegiatan manusia dalam upaya untuk menyebarkan barang dan jasa hasil produksi dari produsen kepada konsumen dengan berbagai teknik dan cara. Pihak yang melakukan distribusi adalah distributor (penyalur). Contoh kegiat-an distribusi adalah agen koran, agen tenaga kerja, agen makanan ringan atau snack cemilan, dan lain sebagainya.

3. Kegiatan konsumsi adalah kegiatan menghabiskan atau mengurangi guna barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup. Contoh kegiatan konsumsi adalah seperti makan (gambar 4.1), potong rambut, berobat ke dokter, beli pisang goreng dan sebagainya.

Gambar 4.1. Makan (Sumber: Dokumentasi penulis)

177

B. PRODUKSI Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk

menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan.

Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang. Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi serta kualitas memadai.

Kebutuhan manusia mempunyai sifat selalu berkembang dan berubah, sehingga tidak ada batasan yang tetap. Oleh karena itu manusia selalu berusaha untuk produksi melakukan kegiatan produksi berbagai macam barang dan jasa. Gambar 4.2 dan 4.3 menjelaskan tentang sedikit contoh kegiatan produksi, yang dalam hal ini adalah produksi tas dan tomat.

Penciptaan dan pengolahan benda sehingga menjadi lebih berguna untuk memenuhi kebutuhan manusia memerlukan usaha atau produksi, dengan mencurahkan bahan dasar, tenaga, pikiran, waktu, peralatan, uang dan keahlian yang kesemuanya disebut faktor-faktor pro-duksi atau sumber daya produksi.

Gambar 4.2. Pengrajin tas Tanggulangin (Sumber: Dokumentasi penulis)

178

Kegiatan produksi tentunya memerlukan unsur-unsur yang dapat

digunakan dalam proses produksi yang disebut faktor produksi. Faktor-faktor produksi adalah sumber-sumber daya yang dipergunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Faktor-faktor produksi yang tersedia dalam perekonomian dibedakan dalam empat golongan, antara lain sebagai berikut.

1. Tanah dan sumber daya alam Tanah dan sumber daya alam merupakan faktor produksi yang disediakan oleh alam yang ada di lingkungan sekitar manusia bertempat tinggal.

Contoh antara lain: tanah, berbagai jenis barang tambang, hasil hutan, tumbuhan, udara, dan sebagainya.

2. Tenaga kerja (sumber daya manusia) Tenaga kerja adalah sumber daya manusia yang dilihat atau memiliki keahlian, kemampuan, kesehatan, dan pendidikan. Tenaga kerja dikelompokkan sebagai berikut. a. Tenaga kerja kasar, yaitu sumber daya manusia atau tenaga

kerja yang tidak berpendidikan atau berpendidikan rendah dan tidak mempunyai keahlian dalam sesuatu bidang pekerjaan. Tenaga kerja jenis ini hanya mengandalkan kekuatan fisiknya

Gambar 4.3. Tanaman Tomat (Sumber: Dokumentasi penulis)

179

saja dalam melaksanakan pekerjaan. Contoh: kuli angkut, buruh tani, kuli bangunan dan sebagainya.

b. Tenaga kerja terampil, yaitu sumber daya manusia atau tenaga kerja yang mempunyai keahlian tertentu yang diperoleh dari pendidikan atau pengalaman kerja.

Contoh antara lain: Montir mobil, tukang cat, salesmen, juru tulis, tenaga reparasi TV dan sebagainya.

c. Tenaga kerja terdidik, yaitu tenaga kerja yang mempunyai pendidikan yang tinggi dan ahli dalam bidang-bidang tertentu.

Contoh antara lain: Dokter, akuntan, pengacara, guru dan sebagainya.

3. Modal Modal adalah meliputi benda yang diciptakan oleh manusia dan digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa yang mereka kehendaki dan butuhkan. Contoh: mesin-mesin, peralatan pabrik, alat-alat pengangkutan dan uang.

4. Keahlian keusahawanan Keahlian keusahawanan adalah keahlian dan kemampuan yang dimiliki oleh sumber daya manusia atau biasa disebut dengan pengusaha-pengusaha untuk mendirikan dan mengembangkan berbagai kegiatan usaha/ekonomi, baik di bidang produksi maupun distribusi. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor-faktor produksi yang

tersedia itu jumlahnya relatif terbatas. Jadi di satu pihak, individu mempunyai sifat keinginan yang relatif tidak terbatas untuk menikmati berbagai jenis barang atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhannya. Sebaliknya, dilain pihak, faktor-faktor produksi yang dapat digunakan untuk memproduksi barang dan jasa tersebut relatif terbatas.

Karena individu secara keseluruhan tidak bisa mendapatkan semua yang mereka inginkan, maka individu tersebut harus membuat pilihan (choice), yang dapat ditinjau dari dua segi, yaitu: (1) penggunaan sumber-sumber daya yang dimiliki, dan (2) mengkonsumsi produk (barang dan jasa) yang dibeli.

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa problematika ekonomi muncul disebabkan oleh scarcity yaitu (kelangkaan atau kekurangan) sebagai akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan faktor-faktor produksi (sumber daya) yang tersedia. Oleh karena itu yang perlu

180

dilakukan adalah bagaimana menggunakan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan sebaik-baiknya.

Di dalam proses produksi, faktor produksi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan produk yang dihasilkan. Produk sebagai output (keluaran) dari proses produksi sangat tergantung dari faktor produksi sebagai input (masukan) dalam proses produksi tersebut.

1. Fungsi Produksi

Suatu produk tergantung dari proses produksi yang dilaksanakan. Sedangkan proses produksi tergantung pula dari faktor produksi yang masuk ke dalamnya. Hal ini berarti nilai produk yang dihasilkan tersebut tergantung dari nilai faktor produksi yang dikorbankan dalam proses produksinya. Keterkaitan antara nilai produk (output) dengan nilai faktor produksi (input) dalam proses produksi itu disebut fungsi produksi. Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan antara faktor-faktor produksi (input) dan tingkat produksi yang dihasilkan (Output). Fungsi Produksi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dimana: Q = Tingkat produksi atau Output. X1, X2, X3,…Xn = Berbagai faktor produksi (input) yang

digunakan dalam jumlah tertentu. Pada umumnya dalam proses produksi faktor produksi (input)

yang menentukan antara lain: Modal (K), Tenaga Kerja (L), Sumber Daya Alam (R), dan Teknologi (T).

Produksi rata-rata (AP) adalah produksi yang secara rata-rata

dihasilkan oleh seorang tenaga kerja.

Dimana: TP = Total Produksi L = Tenaga Kerja

Q = f(X1, X2, X3,......, Xn)

AP =

181

Produksi marginal (MP) adalah tambahan produksi yang diakibatkan oleh pertambahan satu unit tenaga kerja yang digunakan

Biaya produksi adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh

pengusaha untuk dapat menghasilkan output. Biaya produksi digolongkan ke dalam dua bagian:

1. Biaya Tetap (Fixed Cost/ FC) adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan walaupun tidak berproduksi.

2. Biaya Variabel (Variable Cost/VC) adalah biaya input variabel yang besarnya berubah-ubah seiring dengan perubahan jumlah output yang dihasilkan. Jika output yang dihasilkan bertambah maka biaya variabel akan naik, sebaliknya jika jumlah output yang dihasilkan berkurang maka biaya variabel akan turun.

Biaya total (Total Cost/ TC) adalah jumlah biaya tetap ditambah

biaya variabel. Sehingga rumusnya sebagai berikut: Dimana: TC = Total Cost TFC = Total Fixed Cost TVC = Total Variable Cost

Pendapatan Total (TR) adalah harga dikalikan dengan jumlah produksi yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Biaya marginal (MC) adalah perubahan biaya total dibagi perubahan kuantitas yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

MP =

TC = TFC + TVC

TR = P x Q

MC =

182

Pendapatan marginal (MR) adalah perubahan pendapatan total dibagi perubahan kuantitas yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Biaya rata-rata (AC) adalah biaya total dibagi kuantitas produksi, dirumuskan sebagai berikut:

Biaya variabel rata-rata adalah total biaya variabel dibagi unit

output, dirumuskan sebagai berikut: Biaya tetap rata-rata adalah total biaya tetap variabel dibagi unit

output, dirumuskan sebagai berikut:

Contoh: Diketahui data tentang harga (P), jumlah produksi (Q) dan total biaya (TC) yaitu: TC ∆TR ∆TC Q P TC TR AC= Keuntungan Total MR= MC= ℓ ∆ℓ ∆ℓ

Keterangan Q P (PxQ) (TR-TC)

0 200 145 0 -145 180 30 MR > MC

MR = MC

MR < MC

1 180 175 180 175 + 5 140 25 2 160 200 320 100 + 120 100 20 3 140 220 420 73,3 + 200 60 30 4 120 250 480 62,5 + 230 20 50 5 100 300 500 60 + 200 - 20 70 6 80 370 480 61,6 + 110 - 60 90 7 60 460 420 65,6 + 40 -100 110 8 40 570 320 71,3 + 250

MR =

AC =

AVC =

AFC = AVC =

183

Jadi keuntungan yang maksimum berada pada posisi MR = MC

atau jika dilihat dari hasil perhitungan di atas maka keuntungan maksimum terjadi pada saat keuntungan total (TR-TC) maksimum yaitu sebesar +230, pada tingkat harga 120 dan jumlah produksi 4. Catatan: Posisi TR yang maksimum tidak berarti keuntungan maksimum, demikian juga posisi AC minimum tidak berarti keuntungan maksimum. Tugas 4.1

C. SISTEM PEREKONOMIAN Sistem perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu

negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut. Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor produksinya. Selain faktor produksi, sistem ekonomi juga dapat dibedakan dari cara sistem tersebut mengatur produksi dan alokasi. Dalam beberapa sistem, seorang individu boleh memiliki semua faktor produksi. Sementara dalam sistem lainnya, semua faktor tersebut di pegang oleh pemerintah. Kebanyakan sistem ekonomi di dunia berada di antara dua sistem ekstrim tersebut.

Secara teoritik sistem ekonomi dibedakan kepada lima golongan, yaitu: sistem perekonomian pasar bebas, sistem ekonomi campuran, sistem ekonomi perencanaan terpusat, sistem ekonomi kapitalis negara maju, dan sistem ekonomi sosialis pasar.

1. Sistem Ekonomi Pasar Bebas atau Liberal

Sistem ini diakui oleh sarjana ekonomi barat sebagai yang paling ideal secara teoritis, tidak di dalam tataran praksis.

Ekonomi pasar bebas adalah perekonomian yang kegiatannya sepenuhnya diatur oleh interaksi antara pembeli dan penjual di pasar. Landasan dari sistem ekonomi ini adalah keyakinan bahwa apabila setiap

Coba kalian lakukan perhitungan (fungsi produksi) secara total (AP, MP, TC, TR, MC, MR, AC dan AfC) atas barang dan jasa yang nantinya akan kalian produksi sesuai dengan jurusan masing-masing! Data mohon guru menyesuaikan dengan jurusan atau bidang keahlian siswa.

184

unit pelaku ekonomi diberikan kebebasan untuk melakukan kegiatan-ke-giatan yang akan memberikan keuntungan pada dirinya, maka pada waktu yang sama masyarakat akan memperoleh keuntungan juga.

Pada sistem ekonomi pasar bebas ini pemerintah sama sekali tidak campurtangan dan tidak berusaha mempengaruhi kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat. Seluruh sumber daya yang tersedia dimiliki dan dikuasai oleh anggota-anggota masyarakat, dan mereka mempunyai kebabasan untuk menentukan bagaimana sumber daya tersebut akan digunakan.

Pada perekonomian pasar (market economic), pasarlah yang mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi barang dan jasa melalui penawaran dan permintaan.

Karakteristik sistem perekonomian ini adalah (1) adanya pemilikan swasta atas aset produksi (tanah, pabrik, mesin, peralatan dan sebagainya) dan memperoleh jaminan hukum atas kepemilikan tersebut, (2) free enterprise dan kompetitif yang mempunyai daya tembus ke dalam pasar, (3) penjualan produksi komersial yang berlebih-lebihan di dalam pasar-pasar yang kompetitif (kebalikan dari prosuksi subsisten yang dapat meliputi pemilikan oleh swasta), dan (4) pengesampingan tingkah laku konsumen (behavioral objective) dalam rangka maksimalisasi laba bagi produsen serta pemuasan bagi konsumen.

Sumber daya produksti dan barang ekonomi serta jasa dialokasi-kan dan didistribusikan diantara berbagai aktivitas dan penggunaan oleh apa yang dikenal sebagai mekanisme pasar di dalam masyarakat kapitalis.

Mekanisme pasar atau kadang disebut sistem harga juga meng-hasilkan alokasi sumber daya secara efisien dan pertumbuhan ekonomi. Karakteristik dari mekanisme pasar adalah: (1) keputusan menganai apa, dimana, bagaimana, dan berapa banyak barang diproduksi dan dikon-sumsi, dilakukan oleh unit-unit ekonomi yang sifatnya individual, (2) unit-unit individual tersebut mendasarkan keputusannya pada alternatif-alternatif yang tersedia sebagaimana direfleksikan oleh harga-harga pasar untuk barang-barang dan jasa-jasa serta sumber daya yang masing-masing saling berhadapan muka, tetapi tidak dapat saling mempengaruhi, dan (3) harga-harga ditentukan oleh kekuatan permin-taan (demand) dan penawaran (supply) semua barang dan jasa serta sumber daya produktif dan menyesuaikan dengan perubahan permintaan dan/atau penawaran.

185

Harga dalam hal ini berfungsi memberikan informasi kepada unit-unit ekonomi individual yang kemudian dijadikan dasar keputusan dan merupakan sumber, langsung atau tidak langsung, pendapatan (income) seseorang dan perusahaan.

Model kapitalisme murni terletak pada persaingan sempurna dan peran tangan tidak kelihatan (invisible hand). Model ekonomi ini ber-anggapan bahwa seluruh proses produksi dan konsumsi berada di bawah kondisi persaingan sempurna, produsen selalu berupaya memaksimalkan laba, sedang konsumen berupaya memaksimalkan kepuasan sesuai dengan harga yang ditetapkan.

Selanjutnya jika masing-masing unit ekonomi individual berusaha mengejar kepentingannya sendiri maka tindakannya akan dipengaruhi oleh tangan yang tidak kelihatan untuk meningkatkan kesejahteraan ma-syarakat. Jadi mengejar tercapainya kepentingan pribadi di dalam sistem kapitalisme dianggap untuk meningkatkan kepentingan nasional.

Paham ekonomi liberal kebanyakan digunakan oleh negara-negara di benua Eropa dan Amerika. Beberapa negara yang menganut paham liberal di Asia antara lain adalah India, Israel, Jepang, Korea Selatan, Filipina, Taiwan, Thailand dan Turki. Saat ini banyak negara-negara Asia yang mulai berpaham liberal, antara lain adalah Hong Kong, Malaysia, dan Singapura. Australia dan Selandia Baru juga menganut sistem ekonomi liberal. a. Ciri ekonomi liberal Sistem ekonomi pasar bebas atau ekonomi liberal memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1. Semua sumber produksi adalah milik masyarakat individu. 2. Masyarakat diberi kebebasan dalam memiliki sumber-sumber

produksi. 3. Pemerintah tidak ikut campur tangan secara langsung dalam

kegiatan ekonomi. 4. Masyarakat terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan pemilik

sumber daya produksi dan masyarakat pekerja (buruh). 5. Timbul persaingan dalam masyarakat, terutama dalam mencari

keuntungan. 6. Kegiatan selalu mempertimbangkan keadaan pasar. 7. Pasar merupakan dasar setiap tindakan ekonomi. 8. Biasanya barang-barang produksi yang dihasilkan bermutu tinggi.

186

b. Keuntungan dari suatu sistem ekonomi liberal Sistem ekonomi pasar bebas atau liberal memiliki beberapa keuntungan bagi masyarakat dan negara, antara lain sebagai berikut.

1. Menumbuhkan inisiatif dan kreasi masyarakat dalam mengatur kegiatan ekonomi, karena masyarakat tidak perlu lagi menunggu perintah/komando dari pemerintah.

2. Setiap individu bebas memiliki untuk sumber-sumber daya produksi, yang nantinya akan mendorong partisipasi masyarakat dalam perekonomian.

3. Timbul persaingan semangat untuk maju dari masyarakat. 4. Menghasilkan barang-barang bermutu tinggi, karena adanya per-

saingan semangat antar masyarakat. 5. Efisiensi dan efektivitas tinggi, karena setiap tindakan ekonomi

didasarkan motif mencari keuntungan. c. Kelemahan dari sistem ekonomi liberal Sedangkan kelemahan dari sistem ekonomi pasar bebas atau liberal bagi masyarakat dan negara, antara lain sebagai berikut.

1. Terjadinya persaingan bebas yang tidak sehat. 2. Masyarakat yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin

miskin. 3. Banyak terjadinya monopoli masyarakat. 4. Banyak terjadinya gejolak dalam perekonomian karena kesalahan

alokasi sumber daya oleh individu. 5. Pemerataan pendapatan sulit dilakukan, karena persaingan bebas

tersebut.

2. Sistem Ekonomi Campuran Perekonomian pasar campuran atau mixed market economies

adalah gabungan antara sistem perekonomian pasar dan terencana. Ekonomi campuran adalah perekonomian yang dikendalikan dan diawasi oleh pemerintah tetapi masyarakat masih mempunyai kebebasan yang cukup luas untuk menentukan kegiatan-kegiatan ekonomi yang ingin mereka jalankan. Sistem ekonomi campuran pada umumnya diterapkan pada negara-negara berkembang.

Kecenderungan di negara sedang berkembang menganut sistem ekonomi campuran, kapitalis-sosialis dengan berbagai kombinasi tingkat

187

pemilikan sumber daya antara swasta dan negara. Brasil, Korea Selatan, Taiwan adalah contoh negara dengan dominasi swasta sebagai pemilik sumber daya, sebaliknya Peru, India, Mesir merupakan contoh negara dimana pemilikan sumber daya lebih didominasi oleh negara.

Pada intinya sistem perekonomian ini menempatkan pemerintah pada posisi sebagai pemain peran yang lebih menentukan di semua bidang perekonomian daripada masyarakat.

Unsur lain mengkarakterisasi sistem ekonomi campuran adalah pensejajaran sumber daya dan alokasi produksi oleh pasar dengan harga yang ditentukan pemerintah serta melakukan perencanaan secara terpusat dengan berpedoman pada kegiatan ekonomi yang dikelola oleh negara. Jadi merupakan kombinasi antara bentuk ekonomi sosialis berencana dan ekonomi pasar kapitalis. Tragisnya tidak semua /setiap negara berkembang mampu mengadopsi dan mengkombinasikan kedua sistem ekonomi ini dari sisi yang baik-baik, bahkan yang sering terjadi adalah pengambilalihan hal-hal yang buruk (sisi negatif) dari kedua sistem untuk diaplikasikan dalam pembangunan ekonomi di negara yang bersangkutan.

Oleh karena itu sering ditemukan kegagalan dalam aplikasi sistem ekonomi campuran ini, terutama di negara sedang berkembang.

3. Sistem Ekonomi Perencanaan Terpusat atau Terencana

Ekonomi perencanaan pusat adalah perekonomian dimana pemerintah sepenuhnya menentukan corak kegiatan ekonomi yang akan dilakukan. Perekonomian terencana (planned economies) memberikan hak kepada pemerintah untuk mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi hasil produksi. Landasan sistem ekonomi model ini berlawanan dengan sistem ekonomi pasar bebas. Pada sistem ini berkeyakinan bahwa kegiatan ekonomi yang diatur oleh mekanisme pasar akan selalu menimbulkan pengangguran dan ketidakadilan. Untuk itu dengan menggunakan sistem ekonomi perencanaan, diharapkan pemerintah akan dapat menjalankan fungsi-fungsi tersebut dengan lebih efisien dari yang dapat dijalankan dalam sistem pasar bebas. Seluruh sumber daya yang tersedia dimiliki dan dikuasai oleh pemerintah.

Ekonomi sosialis komando didasarkan tidak hanya pada pemilikan sumber daya oleh pemerintah, tetapi juga pada penggantian sepenuhnya mekanisme harga pasar oleh perencanaan secara terpusat mengenai seluruh aktivitas ekonomi.

188

Semua keputusan mengenai produksi dan distribusi dibuat oleh komisi perencanaan pusat yang ada di pucuk pemerintahan, sedang di bagian bawah terdiri dari jutaan perorangan yang bekerja di perusahaan dan pertanian milik pemerintah yang tugas utamanya adalah menye-lenggarakan ketentuan-ketentuan produksi yang ditetapkan dari atas.

Demikian halnya dengan harga, perencanaan, target produksi, penentuan kebutuhan sumber daya juga ditentukan dari pusat. Contoh tentang hal ini dapat dilihat dari sistem perekonomian yang diterapkan di Cina, walaupun telah mengalami beberapa modifikasi penting.

Uni Soviet dan banyak negara Eropa Timur lainnya menggunakan sistem ekonomi ini hingga akhir abad ke-20. Namun saat ini, hanya Kuba, Korea Utara, Vietnam, dan RRC yang menggunakan sistem ini. Negara-negara itupun tidak sepenuhnya menggunakan sistem ini untuk mengatur faktor produksi. China, misalnya, mulai melonggarkan peraturan dan memperbolehkan perusahaan swasta mengontrol faktor produksinya.

4. Sistem Ekonomi Kapitalis Pasar Negara Maju

Asumsi yang mendasari kapitalis murni atau ekonomi pasar adalah bahwa pemilikan swasta secara keseluruhan dan penggunaan sumber daya serta dalam pengambilan keputusan terletak pada unit-unit ekonomi swasta indivisual.

Dalam tataran praktis di negara-negara yang mengidentifikasikan diri sebagai negara kapitalis maju, hal tersebut tidak dilaksanakan secara murni. Ada campuran antara sistem pemilikan atas sumber daya antara swasta dan pemerintah serta adanya gabungan dalam pengambilan keputusan ekonomi antara swasta dan pemerintah. Keterlibatan pemerin-tah terutama dalam hal pengawasan dan pengendalian terhadap sejumlah akitvitas ekonomi seperti dalam bentuk kebijakan fiskal dan moneter, nasionalisasi industri serta investasi langsung pemerintah dalam perusahaan dan industri.

Dewasa ini, di negara yang berorientasi pada pasar, pemerintah memainkan peranan ekonomi secara langsung maupun tidak langsung, dalam lingkup yang luas. Pemerintah aktif terlibat dalam perencanaan ekonomi, mengatur aktivitas perusahaan swasta, pemungutan pajak, alokasi pengeluaran pemerintah, terlibat investasi secara langsung, mengelola dan menjalankan perusahaan-perusahaan umum, melaksana-kan dan mengatur perdagangan luar negeri, pengendalian upah, tingkat bunga, penentuan harga, pendistribusian pendapatan dan sebagainya.

189

Kondisi ini menyebakan timbulnya kekaburan antara kepentingan pemerintah dan kepentingan swasta. Peran invisible hand pada mekanis-me pasar digantikan oleh tangan petunjuk guiding hand dari pemerintah pusat sebagai kekuatan ekonomi utam di dalam masyarakat kapitalis. 5. Ekonomi Sosialis Pasar

Implikasi sosial dai model ekonomi pasar murni adalah timbulnya mekanisme menyesuaikan diri secara otomatis dari harga-harga yang kompetitif dengan tanda-tanda meningkatnya efisiensi dan perangsang atau insentif bagi unit-unit ekonomi individual yang merupakan sarana penting dan berguna untuk berfungsinya suatu ekonomi.

Disisi lain, pemilikan sumber daya oleh swasta dan adanya kecenderungan meningkatkan pemilikan secara terpusat sumber daya di tangan sejumlah kecil orang. Akibatnya kekuatan pasar dapat menjurus terjadinya distribusi pendapatan dan kekuasaan yang tidak merata, men-dorong timbulnya pemikiran untuk meniadakan pemilikan sumber daya swasta (kecuali buruh), disisi lain tetap mempertahankan mekanisme pasar.

Hal ini dikenal dengan istilah sosialisme pasar atau sosialisme desentralisasi, dalam arti adanya kombinasi antara ide sosialisme mengenai pemilikan sumber daya pemerintah dengan ide kapitalisme tentang orientasi harga yang didesentralisasikan dan keputusan-keputusan yang bermotif laba bagi unit ekonomi individual. Jadi sistem ekonomi sosialis pasar berusaha untuk mendapatkan yang paling baik dari mekanisme pasar dan efisiensi ekonomi kapitalis pasar serta distribusi dan produksi egalitarisme sosialis. Tugas 4.2

Menurut pengamatan kalian, negara Indonesia menganut sistem perekonomian yang mana? Jelaskan dan berikan alasan jawaban kalian. Apakah di Indonesia, negara terlibat secara aktif dalam proses produksi dan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat Indonesia? Mengapa?

190

D. PELAKU KEGIATAN EKONOMI Untuk mencapai kemakmuran, kita harus melakukan kegiatan

ekonomi. Kegiatan ekonomi adalah seluruh kegiatan manusia yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kegiatan tersebut bila kita kelompokkan meliputi:

1. Kegiatan produksi adalah setiap usaha menghasilkan atau menambah guna suatu barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan.

2. Kegiatan distribusi adalah kegiatan barang dan jasa hasil produksi dari produsen kepada konsumen. Kegiatan utama distribusi ini adalah perdagangan.

3. Kegiatan konsumsi adalah kegiatan menghabiskan atau mengurangi guna barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pelaku yang menjalankan kegiatan ekonomi ini ada empat

kelompok, yaitu: rumah tangga, perusahaan, pemerintah dan luar negeri.

1. Rumah Tangga Rumah tangga adalah pemilik dari berbagai faktor produksi yang

tersedia dalam perekonomian. Sektor ini menyediakan faktor-faktor produksi seperti kekayaan alam, tenaga kerja, alat-alat modal, harta tetap seperti tanah, gedung dan lain sebagainya. Sektor rumah tangga ini menawarkan faktor-faktor produksi kepada sektor perusahaan. Sebagai balas jasa atas penggunaan berbagai jenis faktor produksi, maka sektor perusahaan akan memberikan berbagai jenis “pendapatan” kepada sektor rumah tangga. Tenaga kerja menerima gaji atau upah, pemilik tanah dan harta tetap lain menerima sewa, pemilik modal menerima bunga, dan pemilik keahlian keusahawanan menerima keuntungan.

Berbagai jenis pendapatan yang diterima oleh sektor rumah tangga akan digunakan kembali untuk membeli barang atau jasa yang diperlukan. Selain itu juga sebagian pendapatan akan ditabung atau disimpan.

2. Perusahaan

Perusahaan adalah organisasi yang dikembangkan oleh seseorang atau sekumpulan orang dengan menyatukan sumber daya produksi untuk menghasilkan berbagai jenis barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat dengan tujuan memperoleh keuntungan.

191

Perusahaan tidak hanya menghasilkan barang dan jasa tetapi juga bisa bergerak dalam bidang distribusi.

3. Pemerintah

Pemerintah adalah badan-badan pemerintah yang diberi tugas untuk mengatur kegiatan ekonomi. Badan pemerintah ini bertugas mengawasi kegiatan-kegiatan rumah tangga dan perusahaan, dengan tujuan agar mereka melakukan kegiatan-kegiatan mereka dengan cara yang wajar dan tidak merugikan masyarakat secara keseluruhan. Selain itu pemerintah juga melakukan sendiri beberapa kegiatan ekonomi. Contoh kegiatan mengembangkan prasarana ekonomi seperti jalan, jembatan, dan lain sebagainya. Untuk membiayai pengeluarannya pemerintah mengenakan berbagai jenis pajak kepada rumah tangga dan perusahaan.

4. Luar Negeri

Luar negeri dalam kegiatan ekonomi dapat berperan sebagai penanam modal, pemasok tenaga kerja (ahli), pemakai barang (ekspor bagi kita) dan pemasok hasil produksi yang kita butuhkan (impor bagi kita). Tugas 4.2

E. PRINSIP EKONOMI

Karena terbatasnya jumlah alat pemuas kebutuhan pada kebutuh-an manusia yang tanpa batas maka diperlukan adanya pilihan ekonomi atau tindakan ekonomi yaitu memilih kebutuhan mana yang harus dipenuhi terlebih dahulu dan kebutuhan mana yang harus ditunda. Dalam hal memilih, jelas ada barang yang dihasilkan dan ada barang yang dikorbankan. Orang disebut bertindak ekonomi, apabila berhasil memilih perbandingan yang terbaik antara pengorbanan dan hasil, sehingga: (1) kebutuhan terpenuhi dengan sebaik mungkin, dan (2) pengorbanan yang

Mengapa individu tidak termasuk dalam pelaku kegiatan ekonomi? Kegiatan ekonomi manakah yang dapat menyebabkan kesejahteraan masyarakat? Mengapa?

192

sedikit mungkin, maka terjadilah prinsip ekonomi yang mengatur kegiatan perekonomian masyarakat.

Suatu cara bertindak dengan berusaha mencapai hasil yang optimal dibandingkan dengan pengorbanan, disebut prinsip ekonomi. Setiap orang, organisasi dan perusahaan selalu berusaha untuk mendapatkan satu unit barang dengan cara mengeluarkan modal serta usaha yang sekecil mungkin. Inilah yang dinamakan prinsip ekonomi.

Prinsip ekonomi dapat kita bagi menjadi tiga jenis, yaitu (disertai pengertian dan arti definisi masing-masing prinsip). 1. Prinsip Produsen Prinsip ekonomi produsen adalah menentukan bahan baku, alat

produksi serta biaya-biaya produksi yang ditekan serendah mungkin dengan menghasilkan produk yang berkualitas baik.

2. Prinsip Penjual/Pedagang/ Peritel Prinsip ekonomi penjual adalah melakukan berbagai usaha untuk

memenuhi selera pembeli dengan berbagai macam iklan, promosi, re-ward/ hadiah, dan lain-lain untuk meraup banyak keuntungan dari kegiatan tersebut.

3. Prinsip Pembeli/Konsumen Prinsip ekonomi pembeli adalah mendapatkan produk barang dan

jasa yang baik dan mutu terbaik dengan harga semurah mungkin serta jumlah uang yang terbatas.

Selain prinsip ekonomi di atas, ada beberapa prinsip ekonomi lain yang sifatnya umum. Prinsip-prinsip ekonomi tersebut adalah sebagai berikut. 1. Prinsip Efisiensi atau Ekonomis

Artinya bagaimana memperoleh satu (unit) barang atau jasa dengan menggunakan atau mengeluarkan biaya paling rendah. Prinsip ini biasa dipergunakan dalam prosuksi atau mendapatkan suatu barang atau jasa. Contohnya: ibu-ibu yang pergi ke pasar sering hanya membeli lombok 1 kg dilakukan dengan cara mengitari pasar, mencari lombok yang paling baik dengan harga termurah. Prinsip ini kadang diidentikkan dengan pernyataan “bagaimana mendapatkan barang atau jasa sebanyak-banyaknya dengan mengeluarkan biaya sekecil-kecilnya”. Pernyataan ini sering

193

diidentikkan dengan istilah ekonomis, padahal tidak benar karena tidak rasional dan tidak realistis. Pernyataan yang benar adalah pernyataan di atas, yaitu bagaimana mendapatkan satu unit barang atau jasa dengan mengeluarkan biaya serendah-rendahnya.

2. Kekuatan ekonomi terletak pada kerja Kerja berkaitan dengan sumber daya manusia, oleh karena itu dikatakan bahwa kekuatan ekonomi sangat ditentukan oleh kinerja manusia, akal pikiran dan ide-ide kreatif yang dilakukan manusia dalam kegiatan ekonomi. Sumber daya manusia atau tenaga kerja merupakan sumber daya yang langka dan mahal, oleh karena itu harus dilakukan pilihan terhadap barang-barang apa yang harus mereka buat, berapa banyak tiap-tiap barang harus dihasilkan, bagaimana dan untuk siapa barang-barang tersebut diproduksi.

3. Kebutuhan manusia sangat banyak dan beragam serta beragam, sedangkan sumber daya sangat terbatas, Oleh karena itu manusia harus melakukan pilihan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Setiap hari, mulai bangun tidur hingga tidur kembali, manusia melakukan pilihan atas apa yang dilakukannya.

4. Jika melakukan pilihan diantara sejumlah kemungkinan alternatif, maka manusia harus bertindak rasional, yaitu dengan memilih alternatif-alternatif yang biayanya minimal tetapi mendapatkan keuntungan atau kepuasan maksimal atas biaya dikeluarkan.

Tugas 4.3

Prinsip-prinsip ekonomi apakah yang kalian jadikan alasan ketika memilih sekolah di SMK? Coba jelaskan bagaimana caranya?

Mengapa kita kadang mengunjungi toko dan membeli barang yang dijual di toko tersebut hanya dikarenakan yang menjual gadis cantik?

194

F. MOTIF EKONOMI Kegiatan ekonomi dilakukan oleh manusia untuk memenuhi

kebutuhan manusia yang selalu berkembang dan berubah, baik dalam jumlah, ragam maupun kualitasnya. Namun demikian ada alasan lain yang mendorong orang melakukan kegiatan ekonomi.

Hal-hal atau alasan yang mendorong seseorang melakukan

kegiatan ekonomi disebut motif ekonomi. Motif ekonomi tidaklah tunggal, tetapi beragam. Sebagaimana gambar 4.4. sejumlah pekerja perempuan yang sedang memproduksi tempat ikan dari rotan tersebut didasarkan pada motif untuk mencukupi kebutuhan, dalam hal ini pengusaha dari Korea, juga untuk mendapatkan keuntungan. Disisi lain, bagi para pekerja perempuan tersebut mereka memproduksi keranjang rotan adalah untuk memperoleh pendapatan, yang akan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Motif ekonomi yang mendorong manusia melakukan kegiatan ekonomi adalah sebagai berikut.

1. Dorongan untuk Mencukupi Kebutuhan Dorongan ini merupakan hal yang wajar bagi setiap orang. Bila

kebutuhan minimum telah terpenuhi selalu ada usaha untuk meningkatkan kemakmuran.

Gambar 4.4. Sejumlah pekerja perempuan di Desa Domas, Kecamatan Menganti, Gresik, tengah menggarap keranjang rotan untuk tempat ikan. (Sumber: KOMPAS, 30 Nopember 2005)

195

2. Dorongan untuk Mendapatkan Keuntungan Dorongan ini juga merupakan hal yang wajar bagi seorang

pengusaha, mendapat keuntungan untuk memperbesar usahanya. 3. Dorongan untuk Mendapatkan Penghargaan Dorongan ini muncul setelah mencapai kemakmuran dan ingin

memperoleh pujian/ penghargaan dari pihak lain. 4. Dorongan untuk Mendapatkan Kekuasaan Dorongan ini muncul karena ingin mendapatkan kekuasaan ekonomi

atau monopoli. 5. Dorongan Berbuat Sosial Dorongan ini muncul karena ingin berbuat sosial atau ingin membantu

sesama. Produsen adalah kelompok atau orang yang berperan menga-

bungkan berbagai sumberdaya, baik sumberdaya produksi maupun sumberdaya alam juga sumberdaya manusia, untuk menghasilkan suatu barang ataupun jasa. Contoh: Pabrik baterai yang memproduksi batu baterai, pabrik rokok yang memproduksi rokok.

Sedangkan konsumen adalah perusahaan atau perseorangan yang melakukan kegiatan konsumsi yaitu suatu aktifitas memakai atau menggunakan suatu produk (barang atau jasa) yang dihasilkan oleh para produsen. Contoh: Pergi ke dokter umum ketika kita sakit. Tugas 4.4

Motif ekonomi apakah yang menjadi pijakan kalian ketika memutuskan untuk sekolah di SMK? Adakah kegiatan ekonomi yang dilakukan tanpa ada dasar motif dan prinsip ekonomi? Mengapa?

196

G. PERMINTAAN (DEMAND) Teori permintaan menjelaskan tentang sifat dari permintaan

pembeli atas suatu barang. Permintaan boleh didefinisikan sebagai ke-inginan dan kesanggupan seseorang pengguna untuk mendapat sesuatu barang pada suatu tingkat harga dalam suatu jangka masa tertentu.

Hukum permintaan menjelaskan sifat hubungan antara perminaan suatu barang dengan harganya. Bunyi hukum permintaan yaitu: “Makin rendah harga suatu barang, maka makin banyak permintaan atas barang tersebut; sebaliknya makin tinggi harga suatu barang, makin sedikit permintaan atas barang tersebut”. Artinya bilamana harga suatu barang atau jasa rendah maka permintaan terhadap barang tersebut menjadi meningkat, demikian sebaliknya. Contoh kasus; Super market atau Mall sering mempublikasikan harga discount atas barang yang dijualnya secara besar-besaran. Tujuannya adalah untuk meningkatkan perminta-an atas barang tersebut. Ini adalah contoh penerapan hukum permintaan.

Hukum permintaan tersebut jika digambarkan dalam kurva permintaan maka pada umumnya menurun dari atas ke kanan bawah, bentuk kurva yang demikian disebabkan sifat hubungan antara harga dan jumlah yang diminta yang berhubungan terbalik. Jika yang satunya naik (misalnya harga) maka yang lainnya turun (misalnya jumlah yang diminta). Hal tersebut diilustrasikan dalam bentuk kurva permintaan sebagaimana dalam gambar 4.5.

Gambar 4.5. Kurva Permintaan

Gambar 4.5. Kurva Permintaan

197

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan antara lain: (1)

harga barang itu sendiri; (2) harga barang-barang lain yang mempunyai kaitan erat dengan barang tersebut; (3) pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat; (4) corak distribusi pendapatan dalam masyarakat; (5) citarasa masyarakat; (6) jumlah penduduk; dan (7) ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang.

Adalah sangat sulit untuk secara sekaligus menganalisis peng-aruh berbagai faktor tersebut atas permintaan suatu barang. Karena itu, pada teori permintaan ini, ahli ekonomi berpendapat bahwa permintaan suatu barang terutama dipengaruhi oleh harga dari barang itu sendiri. Dengan dasar pemikiran faktor-faktor lain (harga barang lain, pendapat-an, citarasa masyarakat, dan sebagainya) tidak mengalami perubahan atau istilah lainnya bersifat ceteris paribus. Tugas 4.5

H. PENAWARAN (SUPPLY)

Teori penawaran menjelaskan tentang sifat para penjual di dalam menawarkan suatu barang yang akan dijualnya. Penawaran adalah kesanggupan penjual untuk mengeluarkan sesuatu barang pada tingkat harga dalam jangka masa tertentu.

Hukum penawaran menjelaskan sifat hubungan antara jumlah suatu barang yang ditawarkan para penjual dengan harganya. Bunyi hukum penawaran yaitu: “makin rendah harga suatu barang, maka makin sedikit jumlah barang yang ditawarkan oleh para penjual; sebaliknya makin tinggi harga suatu barang, makin banyak jumlah barang yang dita-warkan oleh para penjual”.

Makna dari hukum penawaran tersebut adalah bilamana harga suatu barang atau jasa rendah maka jumlah barang atau jasa yang disediakan penjual jumlahnya sedikit, namun bilamana harga barang atau jasa itu tinggi maka jumlah barang yang disediakan penjualnya jumlahnya

Mengapa setiap pemerintah mengumumkan akan ada kenaikan harga BBM esok hari, malam harinya terjadi antrian yang sangat panjang orang-orang yang ingin membeli BBM sebanyak-banyaknya?

198

banyak. Contoh kasus; Air Minum Mineral, dulu hanya disediakan oleh perusahaan dengan merk Aqua, namun saat ini perusahaan air minum mineral jumlahnya sangat banyak dan beragam. Contoh lain penyediaan jasa pengawalan (pengamanan), sekarang ini banyak sekali disediakan masyarakat jasa pengamanan bagi masyarakat yang membutuhkan.

Hukum penawaran jika digambarkan dalam bentuk kurva penawa-ran maka pada umumnya naik dari kiri bawah ke kanan atas, bentuk kurva yang demikian disebabkan sifat hubungan antara harga dan jumlah barang yang ditawarkan oleh para penjual berhubungan searah. Jika yang satunya naik (misalnya harga) maka yang lainnya naik (misalnya jumlah barang yang ditawarkan oleh para penjual). Hal tersebut sebagaimana diilustrasikan dalam bentuk kurva seperti dalam gambar 4.6.

Gambar 4.6. Kurva Penawaran

Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran antara lain: (1) harga Barang itu sendiri; (2) harga barang-barang lain; (3) ongkos produksi, yaitu biaya untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan mentah; (4) tujuan dari perusahaan tersebut; dan (5) tingkat teknologi yang digunakan.

Dalam menganalisis mengenai penawaran sama seperti pada permintaan, yaitu dimisalkan faktor-faktor lain tidak berubah, atau cateris paribus. Sehingga pada teori penawaran ini, penawaran suatu barang terutama dipengaruhi oleh harga dari barang itu sendiri.

199

Tugas 4.6

I. KESEIMBANGAN HARGA Bilamana permintaan pembeli dan penawaran penjual digabung-

kan dapat ditunjukkan bagaimana interaksi antara pembeli dan penjual yang akan menentukan kesembangan harga. Dalam ilmu ekonomi, harga keseimbangan atau harga ekuilibrium adalah harga yang terbentuk pada titik pertemuan kurva permintaan dan kurva penawaran. Secara sederhana seperti kasus tawar menawar antara pedagang dan pembeli di pasar hingga dicapai harga yang disepakati masing-masing pihak.

Terbentuknya harga dan kuantitas keseimbangan di pasar merupakan hasil kesepakatan antara pembeli (konsumen) dan penjual (produsen) di mana kuantitas yang diminta dan yang ditawarkan sama besarnya. Jika keseimbangan ini telah tercapai, biasanya titik keseimba-ngan ini akan bertahan lama dan menjadi patokan pihak pembeli dan pihak penjual dalam menentukan harga. Hal tersebut sebagaimana diilustrasikan dalam bentuk kurva seperti dalam gambar 4.7.

Gambar 4.7. Kurva Keseimbangan Harga

Mengapa pada saat sekarang ini banyak sekali perusahaan-perusahaan yang menyediakan layanan telepon (GSM maupun CDMA) di Indonesia, sehingga sering terjadi perang tarif diantara masing-masing perusahaan penyedia jasa?

200

Dalam bidang ekonomi dan bisnis, dikenal adanya persamaan

sistem. Persamaan Sistem adalah model matematis yang berisi kombinasi persamaan. Dalam bidang ekonomi dan bisnis, persamaan sistem banyak diterapkan pada analisis keseimbangan yang mencakup: analisis permintaan dan penawaran, analisis titik impas (Break even), dan sebagainya.

Untuk memahami konsep permintaan dengan lebih jelas lagi, kita dapat menggunakan persamaan permintaan, yaitu:

dimana: Qdx : kuantiti barang X yang diminta a : kuantiti barang X yang diperoleh ketika harga tetap b : kemiringan kurva permintaan P : harga barang

Sedangkan bentuk persamaan penawaran, yaitu:

dimana: Qsx : kuantiti penawaran barang X a : kuantiti penawaran ketika harga tetap b : kemiringan kurva permintaan P : tingkat harga

Untuk memudahkan penghitungan, maka kita dapat memisalkan fungsi persamaan permintaan dengan formulasi Y = a + bX

Untuk menghitung nilai a dan b dengan menggunakan rumus sebagai berikut: a = Y – b X

Contoh: Sebuah Agen Toko kue kering kiloan “Lian” yang menjual produknya ke 3 toko retail memiliki data sebagai berikut:

Qdx = a – bP

Qsx = a + bP

n ∑XY - ∑X ∑Y b = n ∑X2 - (∑X)2

201

Tabel 1. Harga dan Penjualan Toko “Lian” (Hubungan harga dengan jumlah barang yang diminta)

Toko No Price (Rp) Sales X Y XY X2 Y2

1 250 75 18.750 62.500 5.625 2 500 30 15.000 250.000 900 3 1.000 25 25.000 1.000.000 625 1.750 115 58.750 1.312.000 7.150 (?x) (?y) (?xy) (?X2) (?Y2 )

∑Y 115 Y = = = 38,33 n 3

∑X 1.750 X = = = 583,33 n 3

n ∑XY - ∑X ∑Y b = n ∑X2 - (∑X)2

3 (58.750) – (1.750) (115) b = = - 0,03 3 (1.312.500) – (1.750)2 a = Y – b X = 38,33 – (-0,03)(583,33) = 38,33 + 17,4999 = 55,8299 = 55,83

Jadi fungsi persamaan permintaan dapat dengan formulasi

Y = a + bX

Y = 55,83 - 0,03X

Persamaan tersebut menunjukkan ketergantungan jumlah yang diminta dengan tingkat harga. Kita dapat merubah bentuk persamaan tersebut menjadi fungsi permintaan yaitu Qdx = a – bP.

Persamaan ini dapat juga dinyatakan dengan P= a/b – 1/b Qdx, bila P dan Q disubstitusikan ke dalam kurva permintaan menjadi Qdx = 55,83 – 0,03P. Jadi P= 1861 – 33,33 Qdx atau P + 33,33 Qdx = 1861.

Tabel 2. Harga dan Penjualan Toko “Lian” (Hubungan Harga dengan

jumlah barang yang dijual) Toko No Price (Rp) Sales

X Y XY X2 Y2 1 250 20 5.000 62.500 400 2 500 75 37.500 250.000 5.625 3 1.000 100 100.000 1.000.000 10.000 1.750 195 142.500 1.312.500 16.025 (?x) (?y) (?xy) (?X2) (?Y2 )

202

∑Y 195 Y = = = 65 n 3

∑X 1.750 X = = = 583,33 n 3

n ∑XY - ∑X ∑Y b = n ∑X2 - (∑X)2

3 (142.500) – (1.750) (195) b = = 0,099 3 (1.312.500) – (1.750)2 a = Y – b X = 65 – (0,099)(583,33) = 65 – 57,75 = 7,25

Fungsi persamaan penawaran dapat dengan formulasi

Y = a + bX

Y = 7,25 + 0,099X Persamaan tersebut menunjukkan ketergantungan jumlah yang

ditawarkan dengan tingkat harga. Kita dapat merubah bentuk persamaan tersebut menjadi fungsi penawaran yaitu Qsx = a + bP. Persamaan ini dapat juga dinyatakan dengan P= a/b + 1/b Qsx, bila P dan Q disubstitusikan ke dalam kurva penawaran menjadi Qsx = 7,25 + 0,099P.

Jadi P= 73,23 + 10,10 Qsx atau P - 10,10 Qsx = 73,23

Contoh: Diketahui fungsi permintaan 8P +2Q = 192 dan Fungsi penawaran 6 P – 3Q = 36, hitunglah harga dan kuantitas keseimbangan? Jawab: 8P + 2 Q = 192 X3 24P + 6Q = 576 6P – 3 Q = 36 X2 12P + 6Q = 72 36P = 648 P = 18 8P + 2Q = 192 8(18) + 2Q = 192 144 + 2Q = 192 2Q = 192 – 144 Q = 24 Jadi besarnya harga keseimbangan adalah sebesar 18 dan kuantitas keseimbangan sebesar 24.

203

J. BENTUK-BENTUK STRUKTUR PASAR Pasar adalah tempat yang sifatnya tetap, permanen, bertemunya produsen dan konsumen atau pedagang dan pembeli, tempat terjadinya tukar menukar antara barang dan jasa yang telah diproduksi produsen dengan konsumen yang membutuhkan barang atau jasa tersebut. Pasar pada umumnya dimaknai sebagai suatu tempat, seperti dalam Gambar 4.8. pasar Biringharjo Jogjakarta yang merupakan tempat bertemunya pedagang berbagai macam kebutuhan masyarakat dengan konsumen yang tidak hanya berasal dari Jogjakarta, tetapi juga dari daerah lain. Bahkan dijadikan sebagai tempat mendapatkan berbagai macam oleh-oleh khas Jogjakarta oleh para wisatawan yang berkunjung ke Jogjakarta. Pasar sebetulnya tidak selalu bermakna tempat (gambar 4.9), pasar hendaknya pula dimaknai sebagai suatu proses transaksi antara produsen dan konsumen secara langsung atau difasilitasi oleh distributor (pedagang). Transaksi antara siswa-siswa SMK yang sedang membuat kue-kue lebaran dengan masyarakat sekitar juga bisa dimaknai dengan pasar, demikian halnya dengan kegiatan sejenis lainnya. Pada masa sekarang, banyak ditemukan transaksi produsen-konsumen, pedagang dan pembeli tidak dilakukan di suatu tempat yang khsusus, seperti pasar, kadang di tempat tidurpun bisa dilakukan. Hal ini dikarenakan adanya kemajuan teknologi komunikasi dan komputer semua itu bisa dilakukan. Jadi pedagang dan pembeli tidak perlu ketemu secara langsung atau bertatapan muka untuk bertransaksi, pasar bisa terbentuk.

Gambar 4.8. Pasar Biringharjo, Jogjakarta (Sumber: dokumentasi penulis)

204

Beberapa bentuk pasar yang biasa dipergunakan dalam kajian ekonomi di dalam pendidikan adalah sebagai berikut. 1. Pasar Persaingan Sempurna

Jenis pasar persaingan sempurna terjadi ketika jumlah produsen sangat banyak sekali dengan memproduksi produk yang sejenis dan mirip dengan jumlah konsumen yang banyak. Contoh produknya adalah seperti beras, gandum, batubara, kentang, dan lain-lain.

Sifat-sifat pasar persaingan sempurna: (1) jumlah penjual dan pembeli banyak; (2) barang yang dijual sejenis, serupa dan mirip satu sama lain; (3) penjual bersifat pengambil harga (price taker); (4) harga ditentukan mekanisme pasar permintaan dan penawaran (demand and supply); (5) posisi tawar konsumen kuat; (6) sulit memperoleh keuntung-an di atas rata-rata; (7) sensitif terhadap perubahan harga; dan (8) mudah untuk masuk dan keluar dari pasar. 2. Pasar Monopolistik

Struktur pasar monopolistik terjadi manakala jumlah produsen atau penjual banyak dengan produk yang serupa/sejenis, namun di mana

Gambar 4.9. Pasar Wisata, Tanggulangin, Sidoarjo (Sumber: dokumentasi penulis)

205

konsumen produk tersebut berbeda-beda antara produsen yang satu dengan yang lain. Contoh produknya adalah makanan ringan (snack), nasi goreng, pulpen, buku, dansebagainya.

Sifat-sifat pasar monopolistik: (1) untuk unggul diperlukan ke-unggulan bersaing yang berbeda; (2) mirip dengan pasar persaingan sempurna; (3) brand yang menjadi ciri khas produk berbeda-beda; (4) produsen atau penjual hanya memiliki sedikit kekuatan merubah harga; dan (5) relatif mudah keluar masuk pasar. 3. Pasar Oligopoli

Pasar oligopoli adalah suatu bentuk persaingan pasar yang didominasi oleh beberapa produsen atau penjual dalam satu wilayah area. Contoh industri yang termasuk oligopoli adalah industri semen di Indonesia, industri mobil di Amerika Serikat, dan sebagainya.

Sifat-sifat pasar oligopoli: (1) harga produk yang dijual relatif sama; (2) pembedaan produk yang unggul merupakan kunci sukses; (3) sulit masuk ke pasar karena butuh sumber daya yang besar; dan (4) perubahan harga akan diikuti perusahaan lain.

4. Pasar Monopoli

Pasar monopoli akan terjadi jika di dalam pasar konsumen hanya terdiri dari satu produsen atau penjual. Contohnya seperti microsoft windows, perusahaan listrik negara (PLN), perusahaan kereta api, dan lain sebagainya.

Sifat-sifat pasar monopoli: (1) hanya terdapat satu penjual atau produsen; (2) harga dan jumlah kuantitas produk yang ditawarkan dikua-sai oleh perusahaan monopoli; (3) umumnya monopoli dijalankan oleh pemerintah untuk kepentingan hajat hidup orang banyak; (4) sangat sulit untuk masuk ke pasar karena peraturan undang-undang maupun butuh sumber daya yang sulit didapat; (5) hanya ada satu jenis produk tanpa adanya alternatif pilihan; dan (6) tidak butuh strategi dan promosi untuk sukses. Monopsoni adalah kebalikan dari monopoli, yaitu di mana hanya terdapat satu pembeli saja yang membeli produk yang dihasilkan. Monopoli dilarang dipraktekkan di negara Republik Indonesia yang diperkuat dengan undang-undang anti monopoli. Tugas 4.7

Menurut kalian, negara Indoensia termasuk menganut pasar yang mana? Berikan bukti-bukti dan alasan jawaban kalian.

206

K. KAPITAL Kajian tentang kapital atau modal didasarkan pada rasional, bahwa di dalam proses produksi terjadi suatu proses yang berlangsung secara sinergis aktif komponen modal, tenaga kerja, sumber daya manusia dan teknologi. Hal inilah yang menjadi alasan pentingnya kajian tentang kapital atau modal dalam bahasan bab ini. Kapital adalah semua bentuk kekayaan yang dapat digunakan, langsung maupun tidak langsung, dalam produksi untuk menambah output. Lebih khusus dapat dikatakan, bahwa kapital terdiri dari barang-barang yang dibuat untuk penggunaan produksi pada masa yang akan datang. Kapital meliputi pabrik-pabrik dan alat-alat, bangunan-bangunan dan sebagainya. Kapital sebagai alat pendorong perkembangan ekonomi meliputi investasi dalam pengetahuan teknik, perbaikan-perbaikan dalam pendi-dikan, kesehatan dan keahlian. Selain itu juga termasuk sumber-sumber yang menaikkan tenaga produksi, yang semuanya membutuhkan kepan-daian penduduknya. Dengan kata lain, dalam pertumbuhan ekonomi jangka panjang fungsi kapital yang menaikkan produktivitas itu tidak saja berwujud human capital. Keadaan kapital di negara-negara sedang berkembang pada umumnya relative rendah. Hal ini disebabkan karena akumulasi kapital di negara-negara sedang berkembang sedikit. Kebanyakan negara-negara sedang berkembang sekarang ini mempunyai tabungan dan investasi hanya sebesar 2% sampai 6% dari pendapatan nasionalnya. Sedangkan di negara-negara yang telah maju tabungan dan investasi selama periode pertumbuhan ekonomi yang cepat rata-rata antara 10% sampai 20% dari pendapatan nasional. Para ahli ekonomi baik di negara-negara yang telah maju maupun yang belum maju kadang-kadang menyatakan bahwa adanya kemiskinan dan pekembangan ekonomi yang rendah di negara-negara yang sedang berkembang itu disebabkab kurangnya kapital. Mereka menganggap bahwa kapital adalah faktor yang menentukan dan faktor yang sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Walaupun, pada dasarnya yang menentukan pertumbuhan itu tidak hanya kapital melainkan juga faktor yang lain. Kapital bukan satu-satunya faktor yang menentukan pelaksanaan dan keberhasilan pembangunan. Mengenai pembentukan kapital, harus kita selidiki bagaimana penawaran dan permintaan terhadap kapital itu. Penawaran rendah; tabungan rendah bila pendapatan rendah dan pendapatan bila produktivi-tas rendah. Akibat selanjutnya sebagian besar dari pendapatan habis untuk keperluan konsumsi, sehingga tabungan rendah, ini dikarenakan oleh rendahnya tingkat pendapatan.

207

Tambahan kapital yang banyak tidak perlu atau tidak selalu menyebabkan dimulainya proses perkembangan ekonomi, malahan kadang-kadang tambahan kapital yang sedikit saja sudah dapat menyebabkan tumbuhnya ekonomi secara cepat. Pada umumnya dapat dinyatakan bahwa kapital itu lebih merupa-kan hasil daripada merupakan sebab perekembangan ekonomi, dalam arti bahwa majunya perkeonomian selalu menambah jumlah kapital mungkin tidak menyebabkan majunya perekonomian. Dalam abad ke-19 (pada masa industrialisasi) kelihatan bahwa keadaan pada waktu itu menguntungkan perkembangan industri dan perkembangannya tidak terhalang oleh kurangnya kapital baik dalam bentuk fisik maupun dalam arti uang. Industrialisasi yang lebih besar di Inggris daripada di Perancis, bukan semata-mata karena Inggris punya kapital yang lebih banyak. Bilamana tingkat permulaan dari perkembangan itu telah dimulai, kenaikan pendapatan riil akan menyediakan lebih banyak kapital untuk perkembangan industri pada waktu itu, relatif mudah untuk memenuhi sesuatu proyek karena adanya kebutuhan kapital yang terus menerus sebagai akibat adanya inovasi yang terus saja ada, maka lalu timbul dorongan untuk menahan keuntungan atau menyimpannya guna menyelenggarakan inovasi-inovasi yang menguntungkan tersebut. Jadi akumulasi kapital ditentukan sebagian besar oleh permintaan akan kapital disamping juga oleh penawaran. Penawaran kapital cenderung mengikuti permintaan untuk investasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembentukan kapital lebih ditarik oleh adanya permintaan dari para wiraswasta yang penuh semangat untuk maju daripada didorong oleh penawaran yang berasal dari kaum pengumpul kapital yang pasif. Joan Robinson menulis bahwa di mana ada usaha-usaha wiraswasta, maka dana (kapital) akan mengikutinya. Bila kehendak untuk investasi sudah begitu kuatnya, sedangkan kapital belum cukup maka akan ditemukan usaha-usaha baru untuk dapat mengumpulkan kapital itu dan kebiasaan serta lembaga-lembaga dalam masyarakat itu ikut berkembang karenanya. Sudah tentu, dalam beberapa hal soalnya berbeda di negara-negara yang sementara ini masih berkembang. Bila negara semacam ini tiba-tiba menggunakan tingkat teknologi yang tinggi dari negara-negara yang telah maju, maka sudah tengtu tidak mudah untuk mendapatkan dana dalam waktu yang dekat. Tetapi tambahan kapital, apakah pinjam dari luar negeri atau berasal dari penggunaan tenaga kerja yang menganggur yang ada dalam masyarakat itu, tidak perlu harus cukup banyak untuk bisa memulai industrialisasi.

208

1. Sumber-Sumber Kapital Kapital dapat diambilkan dari penggunaan kelebihan tenaga kerja yang ada dalam masyarakat. Sehingga kapital untuk pembangunan dapat diciptakan dengan cara: menggeser kelebihan tenaga kerja dari sektor pertanian ke ksektor yang lain (menggunakan penganggur terselubung), menekan konsumsi atau meningkatkan ekspor, memindahkan faktor-faktor produksi dari penggunaan yang kurang produktif ke penggunaan-penggunaan yang lebih produktif. Dalam arti uang sumber-sumber kapital untuk pembangunan ada tiga macam, yaitu: tabungan sukarela (voluntary saving), pajak (forced saving) dan pinjaman luar negeri (foreig loans) Tenaga kerja manusia sebagai sumber daya fisik masyarakat merupakan salah satu sumber pembangunan masyarakat. Secara fisik dapat ditempuh dengan relokasi faktor-faktor produksi dari penggunaan yang kurang efisien ke penggunaan yang lebih efisien. Dengan kata lain faktor-faktor produksi yang menganggur secara tersembunyi (unemploy-ment mauoun disqueised unemployement maupun disquised unem-ployed) akan dapat dimanfaatkan bagi pembangunan dan tidak akan menurunkan produksi pada sektor/kegiatan semula. Contoh penggunaan tenaga kerja yang masih menganggur tersembunyi di sektor pertanian dapat dimanfaatkan untuk pembangunan jalan-jalan desa, saluran-saluran air pedesaan dan sebagainya, tetapi tidak akan mengurangi produksi pertanian. Swadaya masyarakat adalah salah satu contoh pemanfaatan tenaga kerja masyarakat sebagai sumber modal dalam kegiatan produksi untuk pembangunan. Sumber daya kapital untuk pembangunan secara finasial sumber dana dapat dikelompokkkan dalam: (1) tabungan masyarakat (voluntary saving); (2) pajak atau disebut tabungan paksa (forced saving); (3) tabungan pemerintah; (4) pinjaman pemerintah yang mana dapat dibedakan menjadi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri; (5) inflasi (invisible tax); dan (6) investasi asing. a. Tabungan Masyarakat (voluntary saving) Tabungan masyarakat adalah bagian pendapatan masyarakat yang tidak dibelanjakan untuk keperluan memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari, tetapi disimpan. Tabungan masyarakat ini dapat dibedakan menjadi tabungan sukarela dan tabungan paksaan. Tabungan sukarela atau “voluntary saving” apabila diorganisasikan dapat berwujud Tabanas, Premi Asuransi, deposito berjangka, dan sebagainya. Biasanya dana dalam bentuk ini dikelola oleh bank maupun lembaga asuransi untuk dipin-jamkan kepada investor dalam melakukan usahanya guna peningkatan

209

proudksi/pendapatan. Keuntungan para penabung pada umumnya berupa bunga, kecuali untuk pemegang polis asuransi dimana mereka memperoleh jaminan yang berupa “claim” untuk menghindari risiko yang berat dengan pengorbanan yang relatif kecil. Keuntungan pihak bank berupa penerimaan bunga yaitu selisih antara bunga yang diterima karena menyalurkan dana dalam bentuk pinjaman/kredit untuk investasi dan bunga yang dibayarkan kepada penyimpan dana/penabung atau para pemegang polis. Sedangkan bagi para investor ada keuntungan karena tersedia dana untuk keperluan dan pengembangannya. b. Pajak/Tabungan Paksa (forced saving) Masyarakat mau tidak harus mengurangi konsumsinya karena berkurangnya pendapatan akibat pembayaran pajak. Unit ekonomi Rumah Tangga mengurangi konsumsi, Unit ekonomi Perusahaan mengu-rangi investasi dan Unit ekonomi Pemerintah mengurangi pengeluaran Pemerintah. Sama halnya dengan unit-unit ekonomi yang lain. Pemerintah juga membeli barang dan jasa untuk melakukan kegiatannya. Dalam hal pengenaan pajak, pemerintah memaksa unit-unit ekonomi yang lain untuk mengurangi pendapatan mereka dengan cara membayar pajak kepada pemerintah. Hasil pembayaran unit ekonomi Rumah Tangga dan Perusahaan diterima Pemerintah sebagai peneri-maan Pemerintah atau penerimaan Negara. Sumber penerimaan negara ini dapat berasal dari pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung adalah pajak yang dalam artian ekonomi bebnnya tidak dapat digeserkan kepada pihak lain oleh si wajib pajak. Sedangkan pajak tidak langsung merupakan pajak yang bebannya dapat dilimpahkan/digeserkan kepada pihak lain. Dalam artian adminis-trasi, yang dimaksud dengan pajak langsung adalah pajak yang dipungut atas dasar surat ketetapan pajak (kohir), sebaliknya pajak tidak langsung adalah pajak yang dipungut tanpa menggunakan surat ketetapan pajak. Pajak di samping mempengaruhi (mengurangi) besarnya konsum-si juga mengurangi besarnya jumlah yang ditabung, karena besarnya pendapatan setelah dikenai pajak pasti dipakai untuk konsumsi dan atau ditabung. Setiap kebijakan arus dihubungkan dengan pengaruh-pengaruh yang ditimbulkannya, khususnya pengaruhnya terhadap efisiensi dan distribusi pengaruh kebijakan terhadap efisiensi artinya bagaimana peng-gunaan faktor-faktor produksi yang ada dalam perekonomian itu dimanfaatkan untuk kepentingan produksi. Apakah dengan kebijakan yang baru itu, produksi akan meningkat atau justru sebaliknya. Pengaruh suatu kebijakan terhadap disribusi pendapatan dan kesempatan kerja,

210

pada umumnya juga disebabkan oleh adanya realokasi faktor produksi antar sektor maupun antar wilayah. Demikian pula halnya dengan kabijakan perpajakan. Pajak dapat mempengaruhi produksi dan distribusi. Pengaruh pajak terhadap produk-si nampak lewat kemampuan dan kemauan untuk bekerja, menabung dan berinvestasi. Dalam hal Pemerintah mengenakan pajak, jangan sampai wajib pajak berkurang kemampuannya untuk bekerja karena sangat sederhananya tingkat konsumsi wajib pajak sehingga kesehatan-nya terganggu. Demikian pula hendaknya pajak jangan terlalu mengu-rangi kemauan bekerja, menabung dan berinvestasi. Dari segi distribusi, khususnya distrbiusi pendapatan, pajak dapat mempersempit perbedaan pendapatan, tetapi dapat pula memperlebar jurang perbedaan pendapatan. Dalam hubungan ini sistem pajak dapat dibedakan antara sistem pajak yang progresif, regresif dan proporsional. Pajak yang progresif adalah pajak yang semakin tinggi tingkat pendapat-an semakin tinggi persentase pajak yang dipungut oleh pemerintah. Sebaliknya sistem pajak regresif adalah apabila pendapatan semakin tinggi semakin rendah persentase pajak yang dikenakan. Untuk pajak proporsional persentase pajak tetap walaupun tingkat pendapatan semaik tinggi. Dengan demikian maka pajak progresif pada umumnya bersifat mempersempit perbedaan pendapatan, sedangkan pajak regresif lebih bersifat memperlebar perbedaan pendapatan. Pada umumnya pajak langsung (pajak pendapatan, pajak kekayaan) lebih bersifat progresif; sedangka pajak tak langsung (pajak penjualan, cukai) lebih bersifat regresif. Di negara yang sedang berkembang umumnya diberlakukan pajak tidak langsung (sifatnya regresif) karena kemampuan administrasi dii negara-negara tersebut belum memadai. Untuk memberlakukan pajak progresif. Agar pajak progresif dapat diberlakukan untuk mempersempit perbedaan pendapatan diperlukan data lengkap mengenai jumlah dan macam, serta nilai kekayaan maupun penghasilan para wajib pajak, sedangkan data tersebut relatif sulit diperoleh. c. Tabungan Pemerintah Pajak merupakan iuran yang dapat dipaksakan kepada wajib pajak oleh Pemerintah dengan balas jasa yang tidak langsung dapat ditunjukkan. Pada pokoknya pajak memiliki dua peranan utama yaitu sebagai sumber penerimaan negara (fungsi budget) dan sebagai alat untuk mengatur. Pajak merupakan sumber penerimaan negara/Pemerintah yang paling utama, khususnya untuk penerimaan rutin. Penerimaan

211

pembangunan hanya sekitar 8% dari seluruh Anggaran Pendapatan Negara. Penerimaan pembangunan terutama sekali berasal dari bantuna program dan bantuan proyek. Bantuan program adalah bantuan yang tidak dikaitkan dengan proyek-proyek tertentu. Bantuan program ini terdiri dari nilai lawan dari devisa kredit, bantuan pangan, bantuan pupuk, benang tenun dan sebagainya. Bantuan program berperan sebagai sumber tambahan bagi pengimpor barang modal, bahan baku, pangan, yang semuanya guna memantapkan pembangunan; sedangkan bantuan proyek membantu menambah dana untuk ekspansi, rehabilitasi, maupun untuk pembangunan proyek-proyek baru yang meliputi bidang-bidang telekomunikasi, listrik, pengairan, pendidikan, keluarga berencana serta prasarana lainnya. Penerimaan rutin setelah dipakai untuk membiayai pengeluaran rutin, bila terdapat sisa, maka sisa inilah yang kita sebut sebagai tabungan pemerintah. Jadi selisih antara penerimaan dan pengeluaran rutin inilah yang kita sebut sebagai tabungan pemerintah. Kemudian ta-bungan pemerintah ini ditambah dengan bantuan program dan bantuan proyek merupakan jumlah dana yang tersedia untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pembangunan. Semakin besar tabungan pemerintah dengan bantuan program dan bantuan proyek yang sama, jelas semakin besarlah dana yang tersedia bagi pembangunan. Inilah yang diinginkan oleh pemerintah kita. Hal ini dapat ditempuh dengan meningkatkan penerimaan rutin dan atau dengan menekan pengeluaran rutin. Peningkatan penerimaan rutin ditempuh terutama dengan intensi-fikasi dan ekstensifikasi perpajakan, sedangkan penekanan pengeluaran rutin terutama sekali ditempuh dengan mengurangi subsid-subsidi yang bisa diberikan oleh Pemerintah seperti subsidi minyak, bahan makan, input pertanian dan sebagainya. d. Pinjaman Pemerintah Kajian tentang bantuan program dan bantuan proyek pada dasarnya adalah salah satu macam dari pinjaman pemerinah. Pinjaman pemerintah dapat berupa pinjaman sukarela dan pinjaman paksa; dapat pula dibedakan antara pinjaman dalam negeri dan luar negeri. Pinjaman sukarela merupakan jenis pinjaman yang diterima oleh pemerintah secara sukarela dari pihak mana saja, dapat dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Sedangkan pinjaman paksa merupakan jenis pinjaman yang dapat dipaksakan oleh pemerintah kepada masyarakat. Ini pernah terjadi di Indonesia pada tahun 1950-an, dimana pemerintah memotong uang kertas dan memberlakukan potongan sebelah kanan se-bagai bagian pinjaman obligasi pemerintah dan hanya sebagian kiri yang laku yaitu 50% dari nilai asalnya.

212

Pinjaman dalam negeri merupakan jenis pinjaman yang diperoleh pemerintah dari penduduk di negeri sendiri, sedangkan pinjaman luar negeri merupakan jenis pinjaman yang diperoleh pemerintah dari para individu di luar negeri ataupun dari pemerintah negara lain. Konsekuensi dari pinjaman dalam negeri adalah tidak ada tambahan dana secara makro karena tidak terjadi aliran dana yang masuk ke negeri kita. Sedangkan untuk pinjaman luar negeri, tidak disangkal lagi pasti ada dana yang masuk dari negara lain ke negara kita, dan ini sungguh-sungguh menolong dalam arti memperbesar dana yang tersedia untuk pembangunan secara keseluruhan (secara makro). Pada saat pengembalian pinjaman, akan terdapat pindahan dana pemerintah kepada para pemegang obligasi. Untuk pinjaman dalam negara, dana yang semula pindah dari tangan pemilik modal kepada pemerintah akan mengalir kembali dari pemerintah kepada pemilik modal, di mana di samping adanya pengembalian pokok pinjaman dibayar pula bunga pinjamannya. Dengan demikian maka akan terjadi suatu pelebaran dari jurang perbedaan pendapatan/kekayaan pada saat terjadinya pengembalian itu. Sebaliknya untuk pinjaman luar negeri pada saat terjadinya pinjaman, akan terdapat aliran dana dari luar negeri ke dalam negeri, dan pada saat terjadi pengembalian pinjaman, akan ada aliran dana dari dalam negeri dalam bentuk pokok pinjaman dan bunga pinjaman ke luar negeri. Bagaimana pengaruhnya terhadap distribusi bebanpajak dalam pengumpulan pajak guna membayar kembali pinjaman tersebut. Apabila pajak ditarik secara progresif, maka beban pembayaran pokok dan bungan pinjaman akan terletak lebih banyak pada kelompok masyarakat yang relatif kaya, sedangkan untuk pajak yang sistem pajaknya adalah regresif maka beban pokok dan bungan pinjaman akan terletak pada kelompok miskin. Apabila kita tinjau dari distribusi beban pinjaman antar generasi, maka jelas bahwa yang meminjam adalah generasi pada saat ini, tetapi yang yang memikul tugas pengembalian adalah generasi yang akan datang. Ini tidak berarti bahwa generasi yang akan datang yang memikul beban pengembalian pinjaman dan bunganya, tetapi mereka juga yang akan lebih banyak menerima manfaat dari adanya pinjaman pemerintah yang diguakan untuk membangun dan memberikan hasil yang baik. Hal ini khususnya berlaku bagi proyek-proyek yang menghasilkan barang dan jasa yang tahan lama, terutama yang berupa prasarana seperti jalan, jembatan, pelabuhan, jaringan listrik, waduk/bendungan dan lain-lain. Sebaliknya, bilamana gagal dalam mengelola pinjaman itu, maka mau tidak mau generasi yang akan datang yang akan memikul beban pinjaman tersebut.

213

Pertanyaan sekarang ialah mengapa pemerintah harus memin-jam, apakah tidak lebih baik membangun dengan dana tabungan yang ada saja? Bila alternatif kedua yang ditempuh dapat terjadi tidak ada pembangunan di negara tersebut. Misalkan: pemerintah mentargetkan untuk meningkatkan pendapatan nasional dengan 5% per tahun, sedangkan penduduk meningkat dengan 3% per tahun, maka pendapatan per kapita hanya akan meningkat dengan 2% per tahun. Dana investasi yang dibutuhkan bila diketahui rasio tambahan investasi untuk menambah produksi (incremental capital output ratio= ICOR) sebesar 4, adalah 4 x 5% = 20%). Sedangkan bila dana tabungan hanya sebesar 10% per tahun, maka akan ada kekurangan dan untuk investasi dapat tetap mendorong pendapatan nasional naik dengan 5% maka pemerintah harus pinjam dari luar negeri sebesar 10% dari pendapatan nasional. Bagaimana kalau investasi hanya sebesar tabungan saja yaitu 10%? Akibatnya pendapatan nasional akan meningkat dengan 2,5 % dan pendapatan per kapita akan merosot dengan 0,5% per tahun. e. Inflasi (invisible tax) Cara lain untuk membayar pembangunan suatu negara adalah dengan inflasi. Inflasi diartikan sebagai keadaan dimana harga-harga umum meningkat secara terus menerus. Dengan kenaikan harga umum itu berarti bahwa semua unit ekonomi (konsumen maupun produsen) akan membeli barang dengan jumlah yang lebih sedikit tetapi dengan pengeluaran rupiah yang sama. Dengan kata lain mereka mengurangi konsumsi riil dengan adanya inflasi itu. Oleh karena itu inflasi dapat diartikan sebagai pajak yang tidak tampak (invisble tax). Pada umumnya inflasi disebabkan karena terjadi permintaan yang lebih besar dari pada penawaran yang disebabkan oleh terlalu banyaknya jumlah uang yang beredar). Dengan pencetakan uang yang lebih cepat daripada perkembangan produksi barang dan jasa, maka inflasi dapat dengan mudah berkembang. Apabila hal itu terjadi maka permintaan akan barang dan jasa untuk pembangunan proyek-proyek pemerintah akan tetap berlangsung, tetapi dengan pengorbanan dari pihak nonpemerintah. Namun perlu diperhatikan bahwa inflasi yang terlalu keras lajunya harus dihindari karena ia akan struktur perekonomian, sehingga pemabangunan pada suatu saat akan berhenti. Dengan inflasi yang deras, struktur harga akan rusak, struktur upah juga akan rusak, investasi akan berhenti dan digantikan dengan usaha spekulasi serta ekspor menjadi tidak menguntungkan karena timbul disparitas harga.

214

f. Investasi asing Investasi asing merupakan investasi yang dilaksanakan oleh pemilik-pemilik modal asing di dalam negeri kita untuk mendapatkan suatu keuntungan dari usaha yang dilaksanakan itu. Keuntungan dari adanya modal asing bagi kita ialah akan berupa diolahnya sumberdaya alam kita,meningkatnya lapangan kerja dan terjadinya nilai tambah (added value), meningkatnya penerimaan negara dari sumber pajak, serta adanya alih teknologi. Bagi pemilik modalasing, keuntungan mereka berupa liran dividen dari hasil usaha itu dari negeri di mana modal itu ditanamkan ke negara dari mana modal itu berasal. 2. Akumulasi Kapital Masyarakat di negara-negara sedang berkembang biasanya memiliki akumulasi kapital yang rendah, hal ini dapat diketahui karena adanya suatu lingkaran yang yang tak berujung pangkal (vicious circle). Di negara-negara sedang berkembang cenderung pendapatan rendah, apabila ada tabungan sedikit, konsumsi rendah dan pada tingkat yang subsistence, sehingga tidak dapat dikurangi untuk tabungan. Tabungan yang tidak ada atau sedikit, berarti investasi juga sedikit atau kurang sekali. Ini menyebabkan tingkat produktivitas rendah dan tingkat pendapatan yang rendah pula. Jadi negara itu miskin karena miskin. Di negara-negara yang relatif maju kehendak untuk menabung dan untuk investasi berlainan. Bagi negara yang kurang maju, kehendak untuk menabung dan investasi saling mempengaruhi. Besarnya tabungan tergantung pada adanya kemungkinan untuk investasi, pembagian pendapatan, stabilisasi sosial, harapan-harapan, kebiasaan-kebiasaan dan sebagainya. Jadi kehendak menabung lebih banyak dipengaruhi oleh psikologi dan sosiologi. Jadi rendahnya kapital disebabkan oleh kurang-nya tabungan yang dikarenakan oleh hasrat berkonsumsi yang tinggi. Kurangnya tabungan dapat juga diterangkan karena adanya international demonstration effect, yaitu keinginan untuk meniru konsumsi di negara-negara yang telah maju, sehingga pendapatan yang rendah itu semua digunakan untuk konsumsi. Efek pamer (demonstration effect) itu akan merupakan penghalang bagi perkembangan ekonomi. Sekarang misalnya Jepang; keadaan adatnya yang menekan konsumsi memungkinkan kapitalnya bertambah dengan pesat. Perminta-an akan hasil industri barang-barang kapital adalah oleh sektor pemerin-tah dan barang-barang konsumsi yang baru hanya untuk ekspor guna memperbesar penerimaan devisa. Jadi Jepang menekan konsumsi untuk keperluan ekspor.

215

Negara-negara seperti Portugal, Yunani, Amerika Latin kebanyak-an perkembangannya didorong oleh permintaan yang selalu bertambah. Industri-industri baru didirikan untuk mengimbangi permintaan luar negeri dan dalam negeri. Jadi perkembangan semcam ini didorong oleh permintaan konsumsi dalam negeri. Tapi pada tingkat selanjutnya, tingkat konsumsi ini agak ditekan pada suatu tingkat tertentu sehingga ada kenaikan permintaan akan investasi untuk perkembangan ekonomi. Sebenanya sukar untuk memisahkan apakah suatu barang itu termasuk barang konsumsi atau produksi. Misalnya ada sebuah barang katakanlah sepeda. Di negara-negara yang maju ini merupakan barang konsumsi, untuk mainan dan tidak untuk bekerja. tetapi di negara-negara yang kurang maju dengan kebiasaannya sendiri dan punya tugas fungsi sendiri, sepeda tadi merupakan atau berfungsi sebagai barang produksi. Sepeda tadi untuk bekerja, mengangkut minyak tanah, mengangkut gabah dan sebagainya; ada juga yang disewakan. Demikian pula misal-nya lemari es (sebenarnya adalah untuk kemewahan atau konsumsi) yang dijadikan lemari es cream dan sebagainya. Jadi mengenai apakah barang itu akan menjadi barang produksi atau barang konsumsi tergan-tung pada sikap dan adat/kebiasaan dari masyarakat penggunanya. Oleh karenanya ada yang berpendapat bahwa efek pamer itu menguntungkan dan ada yang berpendapat sebaliknya. Mereka yang setuju dengan adanya efek pamer (demonstration effect) mengatakan bahwa: (1) beberapa barang yang mula-mula untuk kepentingan konsumsi, setelah dibawa ke negara lain dapat menjadi alat produksi; (2) efek pamer akan mempengaruhi kebudayaan sehingga mudah untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam masyarakat; dan (3) dapat memperluas lapangan pekerjaan Sedangkan yang tidak setuju terhadap efek pamer mengatakan bahwa ini akan menekan tingkat tabungan sebab hasrat berkonsumsi menjadi lebih besar. Impor barang-barang konsumsi di negara-negra sedang berkem-bang nampaknya merupakan pemborosan bila dibanding dengan barang-barang kapital. Tetapi karena keadaan pasar di negara-negara sedang berekembang masih sempit bagi barang-barang yang setengah jadi termasuk barang-barang kapital maka industrialisasi dan pertumbuhan perekonomian dimulai dengan industri-industri yang menghasilkan barang-barang jadi. Sekarang ini kebanyakan negara sedang berkembang yang merencanakan industrialisasi memulainya dengan mengimpor barang-barang konsumsi, misalnya radio, minuman, pengepakan, assembling, dan lain sebagainya; Pola ini merupakan daerah kantong industri impor (enclave import industry). Industri yang menghasilkan barang-barang

216

akhir ini kebanyakan cocok bagi permulaan industri. Kebaikan dari enclave import industry adalah sebagai berikut.

1. bahwa industri ini relatif membutuhkan kapital lebih sedikit, sehingga di negara sedang berkembang memungkinkan penye-diaan kapital untuknya.

2. resiko dari kualitas barang yang dihasilkan akan kecil karena idustri itu sebagian besar tergantung pada impor bahan-bahan atau barang yang akan dipandang.

3. industri ini dapat mendidik atau merupakan tempat untuk memilih wiraswasta setempat yang dibutuhkan untuk perkembangn industri lebih lanjut.

4. industri “enclove import” ini akan mendorong adanya ekspansi produksi dalam negeri bagi barang-barang yang dibutuhkannya. Dengan adanya efek kaitan ke depan dan ke belakang (backward and forward linkage effcts) akan mendorong perkembangan lebih lanjut. Perkembangan ini akan berupa perkembangan industri hilir (tempat menjual barang produksi) dan indusri hulu (tempay membeli barang produksi)

5. bahwa kapital akan lebih tertarik pada industri-industri ini daripada yang semuanya berasal dari dalam negeri

Banyaknya impor dan bekerjanya enclave industry ini menunjuk-kan atau menggambarkan keadaan pasar di dalam negeri dan potensi-nya. Bila permintaan terhadap barang-barang akhir itu terus menerus bertambah maka impor akan diganti dengan kegiatan-kegiatan dari dalam negeri dan produksi dalam negeri dimana pengolahan barang-barang terus berkembang dan akan mengerjakan proses yang lebih jauh lagi. Adapun cara-cara untuk menaikkan jumlah tabungan untuk pembangunan adalah sebagai berikut:

1. Dengan pembentukan koperasi dan lembaga-lembaga yang lain. Misalnya koperasi pertanian. Dalam koperasi itu anggota-anggotanya akan mengadakan iuran simpanan dan disamping ini koperasi juga mendidik untuk berhemat. Koperasi kredit misalnya, mendorong penggunaan kapital yang sedikit itu pada penggunaan yang efektif. Setiap orang mudah mendapatkan kredit usahanya.

2. Dengan pajak. Ini juga merupakan seumber tabungan pemerintah. Tabungan pemerintah adalah jumlah seluruh penerimaan rutin dikurangi dengan seluruh pengeluaran rutin.

3. Dengan inflasi turunnya pendapatan riil para pekerja dan naiknya keuntungan pengusaha akan mendorong untuk mengadakan investasi lebih lanjut. Sudah tentu ini ada bahanyaa, yaitu misalnya biaya-biaya akan naik dan ini akan punya pengaruh

217

kurang baik di dalam industri ekspor karena harga barang-barang ekspor jadi lebih tinggi. Ada disparitas harga.

4. Dengan pinjaman luar negeri. Ini sudah tentu tergantung pada keadaan di negara yang memberi pinjaman ataupun negara yang meminjam, yang memberi pinjaman percaya atau tidak dan yang meminjam dapat dipercaya atau tidak; artinya bagaimana kesanggupannya untuk mengembalikan.

3. Penggunaan Kapital Cara penggunaan kapital untuk pembangunan ada berbagai macam cara. Kriteria untuk menggunakan kapital (investasi) ada beberapa macam, diantaranya sebagai berikut.

a. Kriteria Neraca Pembayaran (Balance of Payments Criteria) Pada pokoknya dikatakan bahwa penggunaan kapital atau investasi itu pada sektor-sektor yang dapat mengurangi kesulitan-kesulit-an dari Neraca Pembayaran Internasional di waktu yang akan datang. Kesulitan yang perlu dihindari di waktu yang akan datang. Kesulitan yang perlu dihindari yaitu jangan sampai ada kenaikan impor yang akan disertai pula dengan investasi-investasi yang membutuhkan barang-barang dari luar negeri, Buchanan menyebutkan impor ini sebagai “the direct drain of foreign exchange” yaitu apabila ada kenaikan disebut dengan “the circuitous drain” yaitu bila ada kenaikan impor yang akan disertai dengan kenaikan pendapatan sebagai akibat adanya investasi-ivestasi itu. Apakah investais itu untuk impor barang-barang kapital atau tidak, circuitous drain ini akan terjadi dan negara akan dihadapkan pada masalah Neraca Pembayaran Internasional karena kenaikan impor. Oleh karena itu investasi hendaknya digunakan untuk menaikkan volume ekspor dengan jalan untuk memprodusir barang-barang subsitusi impor ataupun menaikkan produksi barang-barang untuk ekspor. b. Kriteria Produktivitas Sosial Marjinal (Social Marginal Produktivity Criteria) Investasi digunakan pada proyek-proyek yang dapat diharapkan memberi hasil tertinggi atau dengan perkataan lain investasi pada proyek-proyek yang paling menguntungkan, atau pada proyek-proyek yang mempunyai ICOR terendah. Perkembangan ekonomi terjadi pada perubahan keadaan sosial sekelilingnya; misalnya penduduk, teknologi kebutuhan, selera, harapan-harapan dan sebagainya. Semua ini berubah-ubah dari waktu ke waktu, sehingga proyek-proyek untuk mana investasi itu diadakan juga berubah-ubah, pokoknya mana yang paling menguntungkan.

218

c. Kriteria Intensitas Faktor-faktor Produksi (Factor Intensity Criteria) Kriteria ini berdasarkan pada capital output ratio suatu proyek di mana kapital merupakan faktor yang langka di suatu negara. Oleh karena itu harus dipilih teknologi yang bersifat menghemat penggunaan kapital. Dengan perkataan lain investasi hendaknya dilaksanakan pada proyek-proyek dengan intensitas kapital yang terenda, dengan kapital yang sedikit saja sudah dapat menghasilkan output yang banyak. ICOR menurun bila negara sudah memiliki social over head capital yang cukup seperti jalan-jalan, pelabuhan, listrik dan sebagainya. Seringkali hal itu disertai dengan kenaikan produktivitas tenaga kerja, tambahnya penggunaan tenaga kerja, kenaikan permintaan untuk jasa-jasa yang membutuhkan kapital yang lebih sedikit per unit output dan sudah tidak banyak membutuhkan barang-barang kapital. d. Kriteria Bagian Investasi Kembali (Re-investment Quotient Criteria) Ini menitikberatkan bahwa investasi harus sedemikian rupa sehingga investasi per kapita untuk masa yang akan datang makin bertambah. Jdai jumlah investasi makin lama harus makin banyak, dengan perkataan lain kriteria ini berusaha agar; tingkat investasi selalu akan bertambah besar dalam memutuskan investasi pertambahan penduduk harus pula dipergitungkan. Oleh karena tujuan perekonomian ialah memaksimumkan output per kapita di masa yang akan datang, maka kriteria tersebut akan memaksimumkan perbandingan kapital tenaga kerja (capital labor ratio) pada waktu yang akan datang dan karenanya memaksimumkan produksi per tenaga kerja. e. Kriteria Operassional (Operatinonal Criteria) Untuk mengadakan investasi dalam suatu proyek ada 3 faktor yang harus diperhatikan, yaitu: (1) tingkat perputaran kapital (capital turnover) dari investasi itu; (2) keuntungan sosial yang ada (social profitability); dan (3) pengaruhnya terhadap Neraca Pembayaran Internasional. f. Kriteria Perbandingan Biaya Manfaat Kriteria ini menghendaki agar investasi diadakan pada proyek-proyek yang memiliki nilai perbandingan manfaat dan biaya proyek yang memiliki nilai perbandingan manfaat dan biaya yang lebih besar dari satu. Manfaat di sini haruslah manfaat bersih yaitu total manfaat dikurangi biaya/kerugian selain dari kapital.

219

Pada pokoknya dapat dikatakan bahwa mengenai dapat tidaknya kriteria-kriteria tersebut diterapkan pada proyek investasi, tergantung pada tujuan-tujuan ekonomi dan sosial negara-negara yang bersangkutan dan bagaimana investasi itu mempengaruhi keadaan ekonomi; misalnya pendapatan nasional, distribusi pendapatan, kapasitas ekspor, konsumsi, economies of scale dan sebagainya. Tugas 4.8

L. TEKNOLOGI DAN FUNGSI WIRASWASTA Kajian tentang teknologi dan fungsi wiraswasta didasarkan pada rasional, bahwa di dalam proses produksi terjadi suatu proses yang berlangsung secara sinergis aktif komponen modal, tenaga kerja, sumber daya manusia dan teknologi. Hal inilah yang menjadi alasan pentingnya kajian tentang pentingnya teknologi dan wiraswasta dalam proses produksi. Schumpeter (dalam Sukirno, 2000) mengatakan bahwa perkem-bangan yang lambat dan terus menerus dalam tersedianya alat-alat produksi dan tabungan merupakan faktor yang penting di dalam meng-uraikan sejarah perekonomian. Tetapi sebenarnya pertumbuhan pereko-nomian itu terutama terdiri dari pengerjaan sumber-sumber alam yang ada dengan cara berbeda-beda. Jadi teknologi yang pengaruhnya terlihat melalui perubahan-perubahan fungsi produksi, dapat dianggap sebagai faktor produksi yang lain. Ini menyebabkan perlunya mengadakan investasi dimana penerapannnya tergantung pada kegiatan ekonomi yang ada. Mesin uang misalnya, telah diketahui lamanya sebelum digunakan dalam kapal uang maupun kereta api. Jelas ada dua perbuatan yang nampak disini yaitu: menemukan dan menerapkannya. Meskipun keduanya ini dapat dilakukan oleh seorang saja tapi tindakannya tetap berbeda. Kedua konsep tersebut bisa dimaknai dengan teknologi dan penerapannya oleh wiraswasta. Kedua hal tersebut adalah unsur yang membedakan antara negara-negara yang sudah maju dengan negara-negara yang relatif kurang maju. Dalam negara yang relatif telah maju perbedaan atau jarak

Negara Indonesia termasuk dalam kelompok negara yang mempunyai hutang paling banyak di dunia. Menurut kalian, mengapa negara Indonesia mempunyai hutang banyak? Berikan alasan jawaban kalian.

220

antara kemungkinan-kemungkinan teknologi dan praktek-praktek kaum pengusaha jauh lebih sedikit daripada di negara-negara yang kurang maju. Jadi perbedaan antara investasi dengan inovasi di negara-negara sedang berkembang lebih banyak daripada di negara yang telah berkembang. Misalnya tingkat teknik di negara maju telah mampu membuat atom dan ternyata mereka di negara tersebut sudah mempraktekkannya. Sedangkan kalau di negara sedang berkembang celah ini masih lebar, yaitu meskipun tingkat teknologi sudah tinggi, tetapi mempraktekkannya/melaksanakannya sebagai faktor produksi belum mampu. Jadi pembangunan ekonomi di negara-negara yang relatif kurang maju maupun yang telah maju akan lebih banyak tergantung pada penerapan teknologi ataupun pengetahuan yang ada. 1. Teknologi Teknologi berarti suatu perubahan dalam fungsi produksi yang nampak dalam teknik produksi yang ada. Dalam kenyatannya, di negara-negara yang telah maju banyak terdapat pabrik-pabrik yang belum menggunakan teknik yang ada secara ekonomis maksimum karena mungkin adanya faktor-faktor produksi yang relatif langka, pasaran yang tidak luas, perkembangan yang kurang sempurna serta halangan-halang-an kebuadayaan dan sebagainya. Karena itu sebaiknya selalu diusahakan perubahan-perubahan teknik supaya ada penggunaan yang maksimum dari faktor-faktor tersebut. Adapun perubahan-perubahan teknik untuk pertumbuhan ekonomi yaitu setiap perubahan dalam metode produksi yang telah digunakan dalam industri atau usaha-usaha lain; karenanya adalah sampai menitikberatkan pada perbuatan dalam merubah metode produksi jadi bukan hanya pada peranan invensi yang mungkin dapat dan mungkin juga tak dapat diterapkan dalam situasi produksi tertentu.

Perubahan teknologi (technological change) adalah perubahan dalam fungsi produksi dalam suatu kegiatan tertentu yang mana dapat menambah hasil dengan input tertentu. Perubahan teknologi ini menyebabkan tambahan produksi dengan sumber-sumber yang sama ataupun jumlah output yang sama tetapi dengan input yang lebih sedikit atau mungkin pula berupa barang-barang yang baru yang punya kegunaan yang lebih banyak. Jadi bukan dalam jumlah barang yang lebih banyak untuk barang-barang yang sama.

Perubahan teknologi semacam ini dalam arti luas termasuk berbagai variasi dalam macam barang kapital, kualitas buruh atau organisasi dari faktor-faktor produksi tadi. Misalnya seorang petani mungkin menggunakan benih-benih yang lebih baik atau mengganti bajak dengan traktor, seperti halnya contoh dalam gambar 4.10 di atas; Dalam

221

perubahan organisasi misalnya dengan mengemukakan cara spesialisasi yang baru atau cara pengawasan yang lebih baik.

Penyebaran ilmu pengetahuan/teknologi sekarang ini lebih mudah daripada pada masa yang lalu. Dahulu setiap tukang punya rahasia sendiri dalam cara bekerja yang mana hanya diberitahukan kepada kawan-kawan terdekat saja. Juga misalnya Inggris dalam abad 18 melarang ekspor mesin-mesin dengan tujuan untuk memonopoli teknologinya. Pada masa sekarang larangan-larangan semacam itu tidak banyak ditemui. Penguasa atau pemilik pabrik-pabrik mesin akan dengan segala senang hati menjual mesin-mesinnya yang baru atau yang modern ke negara-negara yang membutuhkan dan bahkan mau juga menyediakan tenaga ahlinya sekaligus. Kegiatan-kegiatan yang bersifat komersial ini juga telah dibantu oleh PBB dalam memberikan bantuan-bantuan teknik. Di bidang agraria, demontrasi-demontrasi telah diadakan secara luas dengan maksud untuk menyebarkan teknologi yang lebi baik. Tetapi pada waktu yang sama kesulitan perhubungan masih tetap ada. Kekurangan tenaga ahli di negara sedang berkembang membatasi penyebaran teknologi. Di samping itu juga ada kesulitan bahasa dalam menjelaskan teknik yang baru itu ataupun juga tidak punya devisa untuk membeli buku-buku pengetahuan yang paling baru dan sebagainya.

Gambar 4.10. Siswa SMK Pertanian sedang Memelihara tanamana dalam pot di kebun yang tertutup. (Sumber: Profil SMK 2007)

222

Negara-negara sedang berkembang pada umumnya lebih mudah meniru tingkat teknologi yang lebih tinggi dari negara-negara yang telah maju. Namun demikian peranan riset itu perlu sekali untuk sedapat mungkin memperbaiki dan menyesuaikan teknologi itu dengan keadaan di negara yang bersangkutan. Mengenai saat terjadinya invensi adalah berhubungan erat dengan keadaan ekonomi, keadaan kebudayaan serta hubungan erat dengan keadaan ekonomi, keadaan kebudayaan serta adat istiadat yang terdapat dalam masyarakat. Sebagaimana Meier mengatakan bahwa terjadinya invensi-invensi yang besar pada Revolusi Industri, dapat dijelaskan dengan baik yakni adanya kebutuhan-kebutuhan yang secara ekonomi menyebabkan adanya invensi-invensi dan di samping itu karena keadaan masyarakat waktu itu menguntungkan buat adanya perkembangan. Dorongan ekonomis untuk mengadakan invensi dapat digolongkan sebagai harapan/ keinginan untuk: mengambil bagian dalam pasar-pasar yang makin luas, memecahkan persoalan-persoalan produksi yang praktis dengan cara-cara baru dan mengambil keuntungan dari perubahan-perubahan dalam faktor harga. Semua itu dapat berhasil bila baik pemerintah maupun industri dapat mensistema-tisir penelitian untuk hasil-hasil produksi dan proses invensinya. Akumulasi ilmu pengetahuan yang ada mengembangkan kombi-nasi dan hubungan antar faktor-faktor yang baru. Testing dan penerapan teknologi baru dapat dilakukan oleh universitas-universitas ataupun oleh badan-badan lain. Di negara-negara barat lainnya, kegiatan ini berpusat di departemen-departemen yang besar bersama dengan penelitian-penelitian militer yang besar yang juga diawas maupun dikoordinir lewat badan-badan pemerintah. Sejak tahun 1976 Indonesia mempunyai Manteri Riset dan Teknologi. 2. Wiraswasta Apabila perkembangan ekonomi merupakan hasil penerapan teknologi, maka haruslah ada seseorang atau segolongan orang yang berbuat untuk menerapkan kombinasi-kombinasi baru sumber-sumber produksi untuk kegiatan-kegiatan produktif. Dengan perkataan lain, haruslah ada orang yang membuat keputusan untuk mengganti cara-cara yang lama dengan yang baru. Perbuatan ini menunjukkan suatu inovasi yang disebut entrepeneurial function (sebagai fungsi wiraswasta). Dalam arti luas fungsi wiraswasta dapat diartikan dalam keadaan, jadi dapat dalam keadaan masyarakat kapitalis, sosial atau pemba-ngunan ekonomi pada umumnya. Dalam arti sempit sifat dari fungsi itu terbatas pada inovasi, misalnya mengkombinasikan faktor-faktor produksi baru. Apabila teknologi ini buat kepentingan pembangunan ekonomi,

223

sudah tentu tindakan komplementer lainnya harus diperhatikan, seperti menyediakan kapital dan koordinasi dari faktor-faktor produksi. Fungsi-fungsi ini dapat dilakukan oleh inovator, tetapi tidak harus. Misalnya dengan diperkenalkannya pedoman teknik assembling mobil dan sepatu mungkin merupakan hal yang penting bagi industrialisasi di Indonesia. Inovasi dalam tatalaksana personil juga diperlukan untuk menanggapi penggunaan teknik teresebut yaitu dengan mengemukakan-nya perlunya suatu disiplin tertentu. Juga inovasi dalam perencanaan produksi untuk penggunaan alternatif dari tenaga kerja dan kapital, seandainya impor barang-barang setengah jadi tersebut terganggu. Hasil yang komulatif dalam perekonomian dari inovasi yang kecil-kecil ini akan menaikkan produktivitas dan bersama-sama dengan penyebarannya menghadapi masalah ketidaksempurnaan pasar yang mana tidak dapat dilupakan dalam menilai/ menimbang fungsi wiraswasta tersebut. Kegiatan membuat atau memproduksi roti (gambar 4.11) bilmana dikelola dengan baik bisa menjadi titik awal dan bekal untuk menjadi seorang wiraswasta.

Gambar 4.11. Siswa SMK sedang Membuat Roti. (Sumber: Profil SMK 2007)

224

Fungsi wiraswasta adalah mengadakan tindakan-tindakan yang menghasilkan kombinasi-kombinasi baru dari faktor-faktor produksi dalam proses yang produktif. Sebenarnya ada beberapa macam tipe wiraswasta berdasarkan atas tindakannya antara lain sebagai berikut.

1. Innovating entrepeneur. Biasanya orang-orang ini bersifat agresif dalam percobaan-percobaannya dan ingin atau tertarik pada kemungkinan-kemungkinan untuk dapat dipraktekkan.

2. Initiative entrepeneur. Ini adalah orang-orang yang siap untuk menggunakan inovasi-inovasi yang berhasil yang ditemukan oleh innovating intrepeneur.

3. Fabian entrepeneur. Ini sifatnya penuh hati-hati dan ragu-ragu yang nantinya akan meniru bila inovasi itu jelas menunjukkan sesuatu yang menguntungkan.

4. Drone entrepeneur. Ini sifatnya menolak untuk menggunakan kesempatan dalam mengubah produksi meskipun dengan biaya-biaya yang relatif rendah dibandingkan dengan produsen-produsen lainnya. Ia tidak menjalankan fungsi wiraswasta tetapi bila ia dalam posisi untuk mengadakan inovasi, ia mengemukakan suatu potensi dan mungkin merubahnya menjadi salah satu type inovasi yang lain apabila ada dorongan yang efektif yang dapat diketemukan.

Sudah tentu terdapat banyak wiraswasta yang berbeda-beda dengan mereka yang tersebut di atas. Hal ini tergantung pada keadaan negaranya masing-masing. Sekarang ini di mana perpindahan inovasi-inovasi sudah lancar dan tak ada pembatasan maka kebanyakan dari wiraswasta itu adalah immitative dan bukan innovating entrepeneur. 3. Terbentuknya Wiraswasta Munculnya wiraswasta berhubungan erat dengan motif-motif untuk inovasi yang ada dalam masyarakat. Dalam negara-negara yang pendapatan riil per kapitanya tidak mengalami kenaikan selama bertahun-tahun maka di situ tidak ada wiraswasta. Bila hanya ada sedikit saja wiraswasta dalam suatu negara, ini menunjukkan tidak kuatnya motif untuk mendorong inovasi yang menaikkan output (output–increasing innovation) dan juga karena adanya kekuatan halangan-halangan yang lebih besar. Bila sudah maju teknologinya maka persoalannya ialah bagaimana memelihara supaya wiraswasta itu bertambah. Motif harus selalu dipertahankan untuk mendorong inovasi yang lebih banyak dan mengurangi halangan-halangannya, maka sebelumnya kita tinjau dahulu bentuk hubungan sosial dalam masyarakat. Kemudian kita kemali pada persoalan bagaimana menaikkan jumlah wiraswasta.

225

Tiga aspek dari pola-pola hubungan sosial yang banyak terdapat di negara-negara yang telah maju ialah; gatra pengenalan (cognitive aspect), gatra keanggotan (membership aspect) dan gatra batasan substantif (subtstantive definition aspect). Dalam suatu masyarakat bisa terdapat sejenis hubungan sosial dari ke-3 jenis gatra di atas secara bersama-sama.

a. Gatra Pengenalan (Cognitive Aspect) Cognitive aspect menunjukkan rasionalitas suatu masyarakat – yaitu apakah anggota masyarakat itu umumnya rasional atau tidak rasional dalam penggunaan kapital, tenaga kerja dan sumber-sumber alam lainnya. Perbuatan obyektif dan subyektif dari tindakan itu adalah sama. Suatu masyarakat adalah rasional bila dasar untuk pengambilan keputusan-keputusan itu didasarkan pada standar ilmiah kritis (critical scientific standards). Sedangkan yang irrasional ialah bila putusan-putusan didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan atau kekuatan-kekuatan gaib dan terlepas dari hal-hal empiris. Misalnya pabrik baja dibangun berdasar atas alasan-alasan nasional, meskipun letaknya tidak ekonomis dilihat dari langkanya atau sedikitnya sumber-sumber ekonomi yang tersedia. Industri-industri kepunyaan pemerintah mungkin diletakkan berdasar atas alasan-alasan politik, meskipun pertimbangan-peritmbang-an ekonominya berbeda. Dalam hal ini alasannya cukup rasional tapi tidak ekonomis. Contoh tadi dipandang dari sudut politik negara untuk menaikkan regional output per kapita. Negara sebenarnya akan mendapatakan ke-untungan yang lebih besar dengan mengadakan alternatif dalam meng-gunakan sumber-sumber ekonomi. Tetapi putusan-putusan tadi didasar-kan pada tujuan-tujuan subyektif untuk mempertahankan kekuatan politik. b. Gatra Keanggotaan (Membership Aspect) Membership aspect meliputi dua macam yaitu yang bersifat universal dan khusus.

1. Universal, dimana hubungan-hubungannya adalah universal, sejauh mana tindakan-tindakan itu didasarkan pada “apa yang dapat dikerjakan oleh “orang”. Tidak peduli siapa yang mengerjakan, dan “siapa orang itu”.

2. Khusus, misalnya pemilihan yang didasarkan pada koneksi keluarga atau politik, terlepas dari apakah orang-orang itu dapat bekerja.

226

c. Gatra Batasan Substantif (Substantive Definition Aspect) Ada 2 golongan yakni yang bersifat khusus dan yang meluas. Khusus ialah bila hak dan kewajiban dari hubungan-hubungan tidak ditentukan dan dibatasi; misalnya kontrak-kontrak kerja. Tapi hubungan famili bersifat tidak terlalu terbatas, misalnya tidak menghiraukan lagi untung-rugi dan sebagainya. Di mana hubungan-hubungan itu luas dan anggota-anggotanya kaya serta mau memberikan kekayaannya kepada anggota-anggota lainnya yang kurang mampu maka motif-motif yang mendorong untuk berusaha mendapatkan kekayaan dengan inovasi akan berkurang. Jadi dalam masyarakat, wiraswasta diharapkan dapat banyak jumlahnya bila hubungan-hubungan dalam masyarakat itu adalah rasional (obyektive), universal dan spesifik secara fungsional. Apabila hubungan famili itu sudah luas dan kuat, maka hasil inovasi akan dibagi-bagi. Sehingga inovatornya mungkin hanya menerima sedikit. Karenanya dorongan untuk inovasi akan berkurang. Hubungan yang semacam inilah yang mengakibatkan motif-motif untuk inovasi terhalang di negara sedang berkembang. Halangan-halangan semacam ini dapat diatasi tapi harus secara perlahan-lahan. Pemerintah dalam hal ini memegang peranan yang penting dalam mendorong inovasi-inovasi yang akan menciptakan motif untuk menemukan tindakan selanjutnya baik dari sektor pemerintah maupun sektor swasta. 4. Inovasi Inovasi dapat dibagi-bagi dalam macam-macam cara. Seperti kita ketahui inovasi dapat berupa capital saving (menghemat kapital) dan labor saving (menghemat tenaga kerja). Inovasi dapat juga dilihat dari sudut permintaan dan biaya-biaya seperti menekan biaya produksi (cost reducing) atau meningkatkan permintaan (demand incresing). Klasifikasi yang terakhir ini dapat berupa kedua-duanya yaitu penurunan biaya dan juga meningkatkan mutu sehingga permintaan bertambah. Seperti gambar 4.12 adalah salah satu bentuk inovasi dalam membudidayakan rumput laut oleh beberapa murid SMK.

227

Schumpeter mengemukakan ada beberapa macam inovasi, berupa turunnya biaya dan tambahnya permintaan. Inovasi yang berupa turunnya biaya termasuk memperkenalkan metode baru, menggunakan sumber-sumber bahan mentah baru dan pemakaian bentuk organisasi yang baik. Sedangkan yang berupa peningkatan permintaan meliputi antara lain memperkenalkan barang-barang baru dengan kualitas baik dan pembukaan pasar-pasar baru. Inovasi yang dapat menekan biaya dalam transportasi memungkinkan adanya kombinasi-kombinasi baru dari sumber-sumber produksi dan terbukanya pasar-pasar baru. Motif seseorang untuk melakukan inovasi banyak sekali macamnya dan dipengaruhi oleh berbagai keadaan yang masing-masing berbeda satu dengan yang lain. Dalam bidang teknik, untuk mengadakan inovasi dipengaruhi oleh kesempatan-kesempatan yang ada dan tersedianya dana. Lagi pula itu dipengaruhi oleh keadaan sosial, politik, dan ekonomi di suatu negara. Kita golongkan motif-motif inovasi dalam tiga macam yaitu: motif-motif di negara Barat (dalam sistem kapitalis), motif-motif di Uni Sovyet dan motif-motif di negara yang sedang berkembang. a. Motif-motif Inovasi di Negara Barat Pada pokoknya adalah berupa dorongan untuk mencari laba (profit motive). Keadaan sosial dan agama –protestan terutama golongan Calvinis– berpendapat bahwa bekerja dengan baik untuk kemakmuran

Gambar 4.12. Siswa SMK sedang Menanam Rumput Laut. (Sumber: Profil SMK 2007)

228

adalah kewajiban agama. Di samping itu ada semangat berusaha yang didorong oleh prinsip-prinsip ingin mencapai dan empunyai sesuatu dengan melalui persaingan. Profit motive saja tidaklah cukup untuk inovasi, tetapi efektif atau tidaknya tergantung pada keadaan masyara-katnya, artinya menguntungkan masyarakat, yang sudah tentu dirinya sndiri akan termasuk di dalamnya Motif lain untuk melakukan inovasi adalah karena timbulnya perusahaan-perusahaan yang besar-besar, maka untuk mempertahan-kan organisasi perlu ada inovasi. Jadi yang menjadi dorongan adalah mempertahankan organisasi tersebut, di samping motif untuk dapat hidup berkembang di dalam persaingan. Motif lain dalam melakukan inovasi adalah untuk mempertahan-kan kedudukannya sebagai manajer atau untuk menjaga prestise. Halangan yang terbesar dalam mengadakan inovasi “ketakutan akan tidak berhasil”. Akhirnya ialah adanya tekanan dari masyarakat juga mendorong untuk mengadakan inovasi. Misalnya kerapkali terjadi kecelakaan dalam kereta api, maka orang-orang PT KAI akan berusaha untuk menemukan cara bekerja yang lebih baik, sehingga kecelakaan dapat dihindarkan. b. Motif-motif Inovasi di Negara Berkembang Pada negara-negara sedang berkembang keadaan masyarakat-nya berbeda-beda baik sistem ekonomi maupun politiknya. Jadi dari sini kita lihat bahwa motif-motif itu berbeda-beda, demikian pula mengenai efektif tidaknya pelaksanaan inovasi itu adalah berbeda-beda pula, tergantung keadaan sosial dan kebudayaan di masing-masing negara. Motif-motif inovasi di negara yang sedang berkembang dalam pengembangan inovasi pada dasarnya sangat tergantung kepada sebe-rapa dekat hubungan negara tersebut dengan negara maju. Hubungan inilah yang mempengaruhi motif masyarakatnya untuk melakukan inovasi. Pada umumnya motif-motif yang ada dalam masyarakat di berbagai negara tidak akan menghasilkan inovasi kecuali apabila orang-orang/ golongan orang tidak yakin bahwa keuntungan yang akan diperoleh lebih besar atau cukup untuk menutupi kerugian. Misalnya di India petani-petani menolak menggunakan bajak dari besi, karena besi itu seolah-olah merobek-robek secara kejam terhadap tanah, sedangkan bajak yang dari kayu adalah lebih halus. Demikian pula banyak negara sedang berkembang yang menolak penggunaan traktor karena tidak cocok di negara tersebut, meskipun telah didemontrasikan kalau dengan traktor itu lebih baik, lebih cepat dan sebagainya. Di samping itu, juga karena mengingat akan sulitnya suku

229

cadang (spare-parts) dari traktor tersebut. Contoh lain ialah orang asing di Indonesia pernah juga segan untuk mengadakan sesuatu, takut kalau nanti diambil alih oleh negara misalnya (demonstrasi, nasionalisasi). Jadi meskipun ada inovator-inovator yang mampu untuk mengadakan inovasi dengan motif-motif yang kuat, tetapi kalau halangan-halangan yang dihadapi itu lebih kuat sudah tentu akan terhambat juga. Berdasarkan motif-motif yang muncul dalam melakukan inovasi di bidang produksi guna meningkatkan produktifitas ekonomi, terdapat beberapa halangan, yang dapat digolongkan dalam 3 yaitu: (1) faktor-faktor ekonomis; (2) faktor sosial budaya; dan (3) adanya tekanan dari beberapa orang yang berkuasa. Ternyata, inovasi tidak dapat dilepaskan/dipisahkan dari keadaan masyarakat sekitarnya. Bahkan bisa dikatakan bahwa cara-cara untuk mengurangi halangan-halangan tersebut termasuk suatu perbutan inovasi. Halangan yang lain misalnya ialah bahwa pada suatu waktu telah diperkenalkan adanya suatu bibit padi yang lebih baik, yang lebih banyak memberikan hasil. Tetapi petani segan untuk menggunakan bibit tersebut, meskipun hasilnya jelas lebih banyak. Ini disebabkan karena rasa beras baru ini tidak seenak beras yang biasanya. Contoh lain, di suatu desa di India orang menolak kotoran kandang untuk dipakai sebagai pupuk dan lebih baik untuk plester rumah. Masih banyak contoh lain yang menunjukkan inovasi yang dapat menaikkan hasil akan menghadapi halangan-halangan sebab memperkenalkannya dibutuhkan pelepasan beberapa kebiasaan, tradisi dan bentuk-bentuk sikap masyarakat. Seperti telah kita ketahui bahwa ekonomi adalah hanya sebagian dari keadaan dalam suatu negara, dan perkembangan ekonomi membutuhkan perbaikan-perbaikan/perubahan-perubahan dari faktor-faktor produksi yang saling berhubungan. Jadi mengenalkan suatu teknik produksi baru atau barang baru akan sia-sia apabila tidak disertai dengan perubahan faktor lain yang erat hubungannya. Mengusulkan penggunaan bibit baru atau pupuk-pupuk untuk menaikkan hasil, membutuhkan proyek-proyek untuk mendemontrasikan, dan juga untuk mendidik petani-petani dalam menggunakan bibit baru dan pupuk tersebut. Di Indonesia misalnya, survey tanah telah dijalankan dengan baik dan meluas bahwa produksi tanaman padi dapat dinaikkan melalui penggunaan pupuk nitrogen dan phosphate. Penerapannya tidak hanya menggunakan pekerja lapangan (field worker) untuk mendemons-trasikan pentingnya rabuk-rabuk itu, melainkan juga organisasi, sistem distribusi yang akan membagi rabuk dengan harga pemerintah pada

230

waktu tanam di desa-desa, dan juga memberi kredit petani untuk pembelian rabuk-rabuk. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan supaya inovasi berhasil di negara-negara sedang berkembang, adalah:

1. Terlebih dahulu mendapatkan pengertian yang mendalam tentang sistem kebudayaan di mana perubahan-perubahan akan terjadi dan kemungkinan-kemungkinan atau konsekuensi-konsekuen-sinya, baik secara fisik maupun sosial dari inovasi yang diharapkan itu. Ini membantu tidak saja dalam memberi saran mengenai penerapan teknik yang baru dengan tepat, tetapi juga merupakan penuntun supaya akibat-akibat yang tidak diharapkan tidak akan terjadi. Sebab bila yang memberi penjelasan itu tahu seluk-beluk dari masyarakat di situ, mereka akan lebihlekas dan mudah percaya akan inovasi tersebut sehingga halangan-halangan akan berkurang. Sebagai contoh, Departemen Pertanian Republik Indonesia PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) dalam penyebaran teknologi baru di lingkungan petani.

2. Perlu bahwa perkenalan inovasi itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bukan kebutuhan orang di luar masyarakat yang bersangkutan.

3. Teknik yang baru hendaknya cocok dengan prinsip-prinsip kemasyarakatan yang ada. Misalnya gotong-royong pembangunan masyarakat desa, membangun badan-badan yang telah dikenal oleh penduduk setempat.

4. Penyesuaian dengan keadaan di situ harus dengan perlahan-lahan atau secara gradual.

5. Adalah perlu untuk memelihara/melindungi saluran-saluran untuk kemajuan dan kepuasan dalam harapan-harapan. Misalnya di situ ada kepala desa atau pemimpin agama yang berpengaruh, biarkan ia nanti juga membantu dalam meyakinkan penerapan teknik baru, sehingga rakyat akan taat.

Biasanya inovator itu berasal dari orang-orang yang rendah tingkatannya. Di Jepang, orang-orang tidak dapat naik tingkatannya karena adat yang berlaku. Sebaliknya orang-orang yang sudah tinggi tingkatannya, biasanya sudah puas dengan apa yang telah mereka peroleh, sehingga dorongan untuk memperbaiki hidupnya tidak ada. Karena Schumpeter mengatakan bahwa sebenarnya “Inovasi selalu bersama-sama dengan timbulnya kehendak untuk naik tingkat dari orang-orang yang baru tersebut.” Mungkin orang-orang baru itu mempunyai kemampuan dan harapan untuk inovasi tetapi tidak mempunyai kapital, sehingga sumber-sumber kapital yang ada dapat mendorong timbulnya wiraswasta. Selain

231

itu tersedianya inovator dapat ditingkatkan melalui bentuk-bentuk organi-sasi yang dipakai dalam perusahaan-perusahaan di sampig pemerintah membantu menaikkan skill guna diserahi tugas-tgas pimpinan. Organisasi yang disentralisir di mana putusan-putusan sudah dibuat oleh pimpinan atas, maka akan tidak banyak memberi kesempatan bagi bawahannya untuk mendapatkan pengalaman dalam pengambilan keputusan. Di zaman kolonial Belanda, hanya sedikit saja orang-orang Indonesia yang diperbolekan untuk menduduki pangkat yang tinggi, tambahan lagi mereka ini dipimpin dan diperintah saja oleh Belanda. Pemerintah dapat memegang peranan langsung maupun tidak langsung dalam meajukan wiraswasta. Land reform misalnya, merupakan dorongan bagi petani untuk bekerja lebih efesien, sebab dengan tanah yang kecil yang dimilikinya petani akan menggunakan tanahtersebut sebaik-baiknya. Perubahan teknologi dan penggunaan inovasi yang menambah output adalah erat hubungannya dengan kenaikan produktifitas dan proses perkembangan di negara-negara yang sedang berkembang. Menurut sejarah, inovasi itusegera timbul setelah adanya invensi yang menyebabkan naiknyja tingkat produksi dan tingkat hidup. Bagi negara-negara yang sedang berkembang, kemajuan teknologi ini terhalang oleh karena relatif terbatasnya wiraswasta. Sebaliknya, tumbuhnya wiraswasta telah tertunda atau lambat karena halangan-halangan yang berasal dari keadaan-keadaan dengan tiadanya insentif-insentif yang cukup untuk menutup halangan-halangan itu. Dalam hal ini atau dalam banyak hal, peranan pemerintah dalam mendorong inovasi penting, artinya bahwa pemerintah harus memberikan dorongan yang kuat dan secara luas. Tugas 4.9

Kalian adalah siswa SMK, pengembang teknologi dan inovasi dalam produksi barang dan jasa. Menurut kalian, apa yang seharusnya dilakukan untuk mengembangkan teknologi dan inovasi tersebut agar bisa bermakna bagi masyarakat dan meberikan kesejahteraan bagi semua?

232

M. RINGKASAN Kegiatan ekonomi adalah seluruh kegiatan manusia yang

ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan.

Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang. Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi.

Faktor-faktor produksi adalah sumber-sumber daya yang dipergunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Faktor-faktor produksi yang tersedia dalam perekonomian dibedakan dalam empat golongan, yaitu: tanah dan sumber daya alam, tenaga kerja, modal dan keahlian.

Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan antara faktor-faktor produksi (input) dan tingkat produksi yang dihasilkan (Output). Biaya produksi adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh pengusaha untuk dapat menghasilkan output.

Sistem perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut. Secara teoritik, kita mengenal lima sistem ekonomi yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan situasi kondisi dan ideologi negara yang bersangkutan. Kelima sistem ekonomi tersebut adalah sistem ekonomi pasar, sistem ekonomi kapitalis pasar negara maju, sistem ekonomi sosialis pasar, sistem ekonomi terpusat, dan sistem ekonomi campuran.

Pelaku yang menjalankan kegiatan ekonomi ini ada empat kelompok, yaitu: rumah tangga, perusahaan, pemerintah dan luar negeri. Setiap pelaku ekonomi selalu berusaha dan berpegang pada prinsip ekonomi, yaitu selalu berusaha untuk mendapatkan satu unit barang dengan cara mengeluarkan modal serta usaha yang sekecil mungkin.

Pelaku ekonomi dalam melakukan kegiatan ekonomi didasarkan pada motif: untuk mencukupi kebutuhan, mendapatkan keuntungan, mendapatkan penghargaan, mendapatkan kekuasaan dan dorongan untuk berbuat sosial. Permintaan boleh didefinisikan sebagai keinginan dan kesang-gupan seseorang pengguna untuk mendapat sesuatu barang pada suatu tingkat harga dalam suatu jangka masa tertentu. Hukum permintaan menjelaskan sifat hubungan antara permintaan suatu barang dengan

233

harganya. Bunyi hukum permintaan yaitu: “Makin rendah harga suatu barang, maka makin banyak permintaan atas barang tersebut; sebaliknya makin tinggi harga suatu barang, makin sedikit permintaan atas barang tersebut”. Teori penawaran menjelaskan tentang sifat para penjual di dalam menawarkan suatu barang yang akan dijualnya. Penawaran adalah kesanggupan penjual untuk mengeluarkan sesuatu barang pada tingkat harga dalam jangka masa tertentu. Hukum penawaran menjelaskan sifat hubungan antara jumlah suatu barang yang ditawarkan para penjual dengan harganya. Bunyi hukum penawaran yaitu: “Makin rendah harga suatu barang, maka makin sedikit jumlah barang yang ditawarkan oleh para penjual; sebaliknya makin tinggi harga suatu barang, makin banyak jumlah barang yang ditawarkan oleh para penjual. Harga keseimbangan atau harga ekuilibrium adalah harga yang terbentuk pada titik pertemuan kurva permintaan dan kurva penawaran. Terbentuknya harga dan kuantitas keseimbangan di pasar merupakan hasil kesepakatan antara pembeli (konsumen) dan penjual (produsen) di mana kuantitas yang diminta dan yang ditawarkan sama besarnya.

Pasar adalah tempat bertemunya produsen dan konsumen, tempat terjadinya transasksi antara produsen dengan konsumen. Keberadaan pasar ditandai oleh kesesuaian antara barang atau jasa yang dihasilkan oleh produsen dengan barang atau jasa yang dibutuhkan konsumen. Bentuk-bentuk struktur pasar antara lain: pasar persaingan sempurna, pasar monopolistik, pasar oligopoli, dan pasar monopoli.

Kapital adalah semua bentuk kekayaan yang dapat digunakan, langsung maupun tidak langsung, dalam produksi untuk menambah output. Kapital sebagai alat pendorong perkembangan ekonomi meliputi investasi dalam pengetahuan teknik, perbaikan-perbaikan dalam pendi-dikan, kesehatan dan keahlian.

Para ahli ekonomi menyatakan bahwa adanya kemiskinan dan pekembangan ekonomi yang rendah di negara-negara yang sedang berkembang itu disebabkab kurangnya kapital. Mereka menganggap bahwa kapital adalah faktor yang menentukan dan faktor yang sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Walaupun, pada dasarnya yang menentukan pertumbuhan itu tidak hanya kapital melainkan juga faktor yang lain. Kapital bukan satu-satunya faktor yang menentukan pelaksanaan dan keberhasilan pembangunan. Pada umumnya dapat dinyatakan bahwa kapital itu lebih merupakan hasil daripada merupakan sebab perekembangan ekonomi. Sumber daya kapital untuk pembangunan secara finasial sumber dana dapat dikelompokkkan dalam: (1) tabungan masyarakat (voluntary saving); (2) pajak atau disebut tabungan paksa (forced saving); (3)

234

tabungan pemerintah; (4) pinjaman pemerintah yang mana dapat dibedakan menjadi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri; (5) inflasi (invisible tax); dan (6) investasi asing. Perkembangan yang lambat dan terus menerus dalam tersedia-nya alat-alat produksi dan tabungan merupakan faktor yang penting di dalam menguraikan sejarah perekonomian. Tetapi sebenarnya pertumbuhan perekonomian itu terutama terdiri dari pengerjaan sumber-sumber alam yang ada dengan cara berbeda-beda. Jadi teknologi yang pengaruhnya terlihat melalui perubahan-perubahan fungsi produksi, dapat dianggap sebagai faktor produksi yang lain. Ini menyebabkan perlunya mengadakan investasi dimana penerapannnya tergantung pada kegiatan ekonomi yang ada. Mesin uang misalnya, telah diketahui lamanya sebelum digunakan dalam kapal uang maupun kereta api. Jelas ada dua perbuatan yang nampak disini yaitu: menemukan dan menerapkannya. Meskipun keduanya ini dapat dilakukan oleh seorang saja tapi tindakannya tetap berbeda. Kedua konsep tersebut bisa dimaknai dengan teknologi dan penerapannya oleh wiraswasta. Teknologi berarti suatu perubahan dalam fungsi produksi yang nampak dalam teknik produksi yang ada. Apabila perkembangan ekoomi merupakan hasil penerapan teknologi, maka haruslah ada seseorang atau segolongan orang yang berbuat untuk menerapkan kombinasi-kombinasi baru sumber-sumber produksi untuk kegiatan-kegiatan produktif. Dengan perkataan lain, haruslah ada orang yang membuat keputusan untuk menganti cara-cara yang lama dengan yang baru. Perbuatan ini menunjukkan suatu inovasi yang disebut entrepeneurial function (sebagai fungsi wiraswasta). Munculnya wiraswasta berhubungan erat dengan motif-motif untuk inovasi yang ada dalam masyarakat. Bila hanya ada sedikit saja wiraswasta dalam suatu negara, ini menunjukkan tidak kuatnya motif untuk mendorong inovasi yang menaikkan output (output–increasing innovation) dan juga karena adanya kekuatan halangan-halangan yang lebih besar.

235

BAB 5 STRUKTUR SOSIAL

Manusia adalah makhluk sosial yang hidup dalam masyarakat.

Manusia menjadi manusia karena dia tinggal dan hidup di dalam masyarakat. Sejak lahir sampai dengan kematiannya, dia tidak pernah hidup "sendiri" tetapi selalu berada dalam suatu lingkungan sosial yang berbeda-beda satu sama lainnya. Lingkungan sosial adalah suatu bagian dari suatu lingkungan hidup yang terdiri atas antar hubungan individu dan kelompok dan pola-pola organisasi serta segala aspek yang ada dalam masyarakat yang lebih luas di mana lingkungan sosial tersebut merupa-kan bagian daripadanya.

Lingkungan sosial tersebut dapat terwujud sebagai kesatuan-kesatuan sosial atau kelompok-kelompok sosial, tetapi dapat juga terwu-jud sebagai situasi-situasi sosial yang merupakan sebagian dari dan be-rada dalam ruang lingkup suatu kesatuan atau kelompok sosial. Kesatu-an-kesatuan sosial dan kelompok-kelompok sosial tersebut masing-masing mempunyai aturan-aturan yang berbeda satu dengan lainnya, di mana manusia yang terlibat atau berada di dalamnya harus mentaati aturan-aturan tersebut dalam berbagai hubungan-hubungan sosial yang dilakukannya menurut masing-masing kelompok dan kesatuan sosial.

Dalam setiap masyarakat, jumlah kelompok dan kesatuan sosial itu bukan hanya satu, sehingga seorang warga bisa termasuk dalam berbagai kelompok dan kesatuan sosial yang ada di masyarakat. Di satu pihak dia termasuk dalam suatu kesatuan sosial yang terorganisasi menurut aturan-aturan kekerabatan, seperti: keluarga, kelompok orang-orang yang seketurunan, atau kelompok orang-orang yang digolongkan sebagai sekerabat, dan sebagainya; dia juga bisa menjadi anggota atau warga organisasi yang ada dalam wilayah tempat tinggalnya, seperti: RT, RW, Paguyuban Pemuda Kampung atau desa, dan sebagainya; dia juga bisa menjadi anggota dari berbagai perkumpulan dan organisasi di tempat kerjanya; ataupun menjadi anggota berbagai perkumpulan yang dimasukinya karena dia merasa sebagai satu golongan dengan perkum-pulan tersebut (yang terwujud berdasarkan atas persamaan umur, jenis kelamin, perhatian ekonomi, perhatian dan ide politik, asal suku bangsa, dan daerah yang sama, dan sebagainya), dan juga karena persamaan kesenangan atau hobi dengan sejumlah orang lainnya.

236

A. MASYARAKAT Istilah atau kata masyarakat sering muncul dalam berbagai media

dan dipergunakan orang dengan berbagai keperluan dan maksud serta makna. Coba kalau kita perhatikan media cetak atau elektronik seperti acara televisi, maka akan ditemukan banyak sekali maksud dan keperlu-an serta makna dari kata masyarakat yang dipergunakan oleh pelaku media.

Penggunaan kata masyarakat seringkali tercampuradukkan dalam kehidupan sehari-hari. Disatu waktu kata “masyarakat” dipergunakan sesuai dengan makna kata “masyarakat” itu sendiri. Tetapi, terkadang kata masyarakat dipergunakan untuk makna yang bukan sebenarnya, seperti kata “rakyat”. Bahkan makna masyarakat tersebut sering dicam-puradukan dengan istilah “komunitas”.

Kata masyarakat dalam bahasa Inggrisnya society, sedangkan kata komunitas dalam bahasa Inggrisnya community. Dua istilah (konsep) tersebut sering ditafsirkan secara sama, padahal sangat berbeda artinya. Society atau masyarakat berbeda dengan komunitas (community) atau masyarakat setempat. Terdapat perbedaan mendasar antara kedua konsep tersebut.

Krech, seperti yang dikutip Nursid (2000), mengemukakan bahwa masyarakat adalah “is that it is an organized collectivity of interacting people whose activities become centered arounds a set of common goals, and who tend to share common beliefs, attitudes, and modes of action. Jadi ciri atau unsur masyarakat adalah kumpulan orang; sudah terbentuk lama; sudah memiliki sistem sosial atau struktur sosial tersen-diri; dan memiliki kepercayaan, sikap, dan perilaku yang dimiliki bersama.

Fairchild et al (dalam Nursid, 2000) memberikan batasan masya-rakat sebagai: “a group human beings cooperating in the pursuit of several of their major interest, invariably including self maintenance and self-perpetuation. The concept of society includes continuity, complex associational relationships, and a composition including representatives of fundamental human types, specifically men, women, and children”.

Berdasarkan pengertian ini, maka yang menjadi unsur dari masyarakat adalah kelompok manusia; adanya keterpaduan atau kesatuan diri berlandaskan kepentingan utama; Adanya pertahanan dan kekekalan diri; adanya kesinambungan; dan adanya hubungan yang pelik diantara anggotanya.

Sedangkan Horton (1993) sebagai “a relatively independents, self-perpetuating human group who accupy territory, share a culture, and have most of their associations within this group”. Adapun ciri-ciri masyarakat adalah kelompok manusia; memiliki kebebasan dan bersifat

237

kekal; menempati suatu kawasan; memiliki kebudayan; dan memiliki hubungan dalam kelompok yang bersangkutan.

Dengan demikian, karakteristik dari masyarakat itu terutama terletak pada kelompok manusia yang bebas dan bersifat kekal, menempati kawasan tertentu, memiliki kebudayaan serta terjalin dalam suatu hubungan di antara anggota-anggotanya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah merupakan kelompok atau kolektivitas manusia yang melakukan interaksi-komunikasi dengan sesama, sedikit banyak bersifat kekal, berlandaskan perhatian dan tujuan bersama, serta telah melakukan jalinan secara berkesinambungan dalam waktu yang relatif lama, dan adanya kebudayaan yang dihasilkan oleh masyarakat tersebut. 1. Komunitas (community)

Istilah komunitas atau “community” lebih jarang dipergunakan oleh manusia dibandingkan dengan istilah masyarakat. Komunitas adalah bagian kelompok dari masyarakat (society) dalam lingkup yang lebih kecil, serta mereka lebih terikat oleh tempat (teritorial).

Soerjono (1990) memaknai istilah community sebagai “masyara-kat setempat”, istilah mana menunjuk pada warga-warga sebuah desa, sebuah kota, suku atau suatu bangsa.

Apabila anggota-anggota suatu kelompok, baik kelompok besar atau kelompok kecil, hidup bersama sedemikian rupa sehingga mereka merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup yang utama, mereka menjalin hubungan social (social relationship), maka kelompok tadi disebut masyarakat setempat.

Masyarakat setempat menunjuk pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu dimana faktor utama yang menjadi dasarnya adalah inter-aksi yang lebih besar di antara anggota-anggotanya, dibandingkan inter-aksi dengan penduduk di luar batas wilayahnya.

Masyarakat setempat (community) adalah suatu wilayah kehidup-an sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial yang tertentu. Dasar-dasar dari masyarakat setempat adalah lokalitas dan perasaan semasyarakat setempat. Jadi unsur komunitas adalah: adanya wilayah atau lokalitas, perasaan saling ketergantungan atau saling membutuhkan.

Perasaan bersama antara anggota masyarakat setempat tersebut disebut community sentiment. Setiap community sentiment memiliki unsur: (1) seperasaan; (2) sepenanggungan; dan (3) saling memerlukan.

Unsur seperasaan karena mereka menganggap dirinya sebagai ”kami” ketimbang dengan ”saya”. Unsur sepenanggungan muncul karena

238

setiap anggota masyarakat setempat sadar akan peranannya dalam kelompok. Unsur saling memerlukan muncul karena setiap anggota dari komunitas tidak bisa memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan anggota lainnya. Ada saling ketergantungan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikologisnya. 2. Pengelompokkan Masyarakat

Pada umumnya berdasarkan tempat tinggal masyarakat dikelompokkan menjadi masyarakat desa dan masyarakat kota. Desa sering kali ditandai dengan kehidupan yang tenang, jauh dari hikuk pikuk keramaian, penduduknya ramah-tamah, saling mengenal satu sama lain, mata pencaharian penduduknya kebanyakan sebagai petani, atau nelayan, walaupun ada yang menjadi pedagang, tukang kayu atau tukang batu. Mereka mempunyai hubungan yang lebih erat dan mendalam antar sesama warganya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok, atas dasar kekeluargaan dan gotong-royong.

Usia dan ketokohan sangat berperan dalam kehidupan orang desa. Orang-orang tua pada masyarakat desa, biasanya memegang peranan penting dalam kehidupan bersama. Mereka adalah tempat meminta nasihat bila mengalami kesulitan, serta tempat untuk membi-carakan sesuatu hal yang terkait dengan kegiatan perayaan, hajatan atau kebiasaan masyarakat sehari-hari.

Sebuah kota sering kali ditandai dengan kehidupan yang ramai, wilayahnya yang luas, banyak penduduknya, hubungan yang tidak erat satu sama lain, dan mata pencaharian penduduknya bermacam-macam.

Menurut Soerjono (1990), masyarakat kota dan desa memiliki perhatian yang berbeda, khususnya perhatian terhadap keperluan hidup. Masyarakat desa pada umumnya, yang diutamakan adalah perhatian khusus terhadap keperluan pokok, fungsi-fungsi yang lainnya diabaikan. Sedangkan pandangan masyarakat kota, mereka melihat selain kebutuh-an pokok, pandangan masyarakat sekitarnya juga diperhatikan. Misalnya makan, bukan hanya sekedar kandungan gizi dan enaknya saja yang diperhatikan, tetapi juga memperhatikan peralatan dan tempatnya makan. Pembagian kerja (division of labor) pada masyarakat kota sudah terspe-sialiasasi. Begitu pula jenis profesi pekerjaan sangat banyak macamnya (heterogen).

Dari sudut keahlian (spesialisasi), seseorang mendalami pekerja-an pada satu jenis keahlian yang semakin spesifik, contohnya: ada dokter umum, dokter spesialis, seperti THT (telinga hidung tenggorokan), dokter ahli penyakit dalam (internis), dokter ahli kandungan (geneokolog), dan lain-lain. Disamping itu jenis pekerjaan banyak sekali macamnya, contoh-nya ada tukang listrik, ada ahli bangunan, guru, polisi, tentara, akuntan,

239

tukang sayur, dan lain-lain. Bahkan kadang sangat spesifik, misalnya guru IPS untuk siswa SD, tukang listrik khusus untuk mobil otomatis.

Antar satu jenis pekerjaan dengan pekerjaan lain sangat erat kaitannya, ada saling ketergantungan diantara mereka. Ibu-ibu rumah tangga sangat tergantung pada tukang sayur, pada tukang listrik, pada tukang gas, sehingga kegiatan rumah tangga akan terganggu kalau salah satu diantara mereka tidak ada.

Ada saling ketergantungan yang tinggi antara anggota masyara-kat yang satu dengan yang lainnya karena perbedaan pekerjaannya. Satu jenis pekerjaan dengan pekerjaan lainnya ada saling ketergantung-an. Saling ketergantungan antara satu anggota masyarakat dengan ma-syarakat lainnya yang disebabkan karena perbedaan pekerjaan (hetero-genitas pekerjaan), menurut Emile Durkheim disebut dengan solidaritas organis (organic solidarity).

Masyarakat desa memiliki jenis pekerjaan yang sama, seperti bertani, berladang, atau sebagai nelayan. Kehidupan orang desa yang memiliki jenis pekerjaan yang sama (homogen) sangat menggantungkan pekerjaannya kepada keluarga lainnya. Mereka tidak bisa mengerjakan semuanya oleh keluarganya sendiri. Untuk mengolah tanah, memanen padi, atau pekerjaan bertani lainnya.

Mereka harus sepakat dengan yang lain menunggu giliran. Begitu pula jika ada pekerjaan lain, seperti membuat atau memperbaiki rumah, mereka sudah atur waktunya supaya bisa dikerjakan bersama-sama. Saling ketergantungan pada masyarakat yang disebabkan oleh karena adanya persamaan dalam bidang pekerjaan oleh Emile Durkheim disebut dengan solidaritas mekanis (mechanic solidarity).

Tonnies (dalam Soekanto, 1990) mengelompokkan masyarakat dengan sebutan masyarakat gemainschaft dan geselschaft. Masyarakat gemainschaft atau disebut juga paguyuban adalah kelompok masyarakat dimana anggotanya sangat terikat secara emosional dengan yang lainnya. Sedangkan masyarakat geselschaft atau patembeyan ikatan-ikatan diantara anggotanya kurang kuat dan bersifat rasional. Paguyuban cenderung sebagai refleksi masyarakat desa, sedangkan patembayan refleksi masyakat kota.

Tugas 5.1

1. Menurut pendapatmu, siswa-siswa di suatu sekolah dapatkah dikatakan sebagai masyarakat? Mengapa?

2. Apakah dalam kehidupan siswa di sekolah terjadi pengelompokkan sesuai dengan kehendak masing-masing? Apakah buktinya?

240

B. PELAPISAN MASYARAKAT Setiap masyarakat senantiasa mempunyai penghargaan tertentu

terhadap hal-hal tertentu dalam masyarakat yang bersangkutan. Peng-hargaan yang lebih tinggi terhadap hal-hal tertentu, akan menempatkan hal tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi dari lainnya. Kalau suatu masyarakat lebih menghargai kekayaan material daripada kehormatan, misalnya, mereka yang mempunyai kekayaan material lebih banyak akan menempati kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pihak lain yang mempunyai kekayaan lebih rendah. Gejala tersebut menimbulkan lapisan masyarakat, yang merupakan pembedaan posisi seseorang atau suatu kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal.

Aristoteles (Yunani) pernah mengatakan bahwa di dalam negara terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang kaya sekali, yang miskin, dan yang berada di tengah-tengahnya. Ucapan demikian sedikit banyak mem-buktikan bahwa di zaman itu, orang telah mengakui adanya lapisan ma-syarakat yang mempunyai kedudukan bertingkat-tingkat (Horton, 1993).

Pitirin A. Sorokin (dalam Soekanto, 1990), mengatakan bahwa sistem lapisan merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masya-rakat yang hidup teratur. Barangsiapa yang memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah yang sangat banyak, dianggap masyarakat berkedudukan dalam lapisan atasan. Mereka yang hanya sedikit sekali atau tidak memiliki sesuatu yang berharga dalam pandangan masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah. Diantara lapisan atasan dan yang rendah itu, ada lapisan yang jumlahnya dapat ditentukan sendiri oleh mereka yang hendak mempelajari sistem lapisan masyarakat. Biasanya golongan yang berada dalam lapisan atasan tidak hanya memiliki satu macam saja dari apa yang dihargai masyarakat, tetapi kedudukannya yang tinggi itu bersifat kumulatif. Mereka yang memiliki uang banyak, akan mudah sekali mendapatkan tanah, kekuasaan dan mungkin juga kehormatan, sedang mereka yang mempunyai kekuasaan besar, mudah menjadi kaya dan mengusahakan ilmu pengetahuan.

Sistem lapisan dalam masyarakat tersebut, dalam sosiologi di-kenal dengan social stratification. Kata stratification berasal dari stratum (jamaknya: strata yang berarti lapisan). Sorokin menyatakan bahwa social stratification adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah.

Bentuk-bentuk lapisan masyarakat berbeda-beda dan banyak sekali. Lapisan-lapisan tersebut tetap ada, sekalipun dalam masyarakat kapitalis, demokratis, komunistis, dan lain sebagainya. Lapisan masyara-kat tadi, mulai ada sejak manusia mengenal adanya kehidupan bersama

241

di dalam suatu organisasi sosial. Misalnya pada masyarakat-masyarakat yang bertaraf kebudayaan masih pada masyarakat-masyarakat yang bersahaja. Lapisan masyarakat mula-mula didasarkan pada perbedaan seks, perbedaan antara pemimpin dengan yang dipimpin, golongan buangan/budak, pembagian kerja dan bahkan juga sesuatu pembedaan berdasarkan kekayaan. Semakin rumit dan semakin maju perkembangan teknologi masyarakat, pembedaan dilakukan berdasarkan kekayaan. Semakin rumit dan semakin maju teknologi sesuatu masyarakat, semakin kompleks pula sistem lapisan masyarakat (Inkeles, 1965).

Pada masyarakat-masyarakat kecil serta bersahaja, biasanya pembedaan kedudukan dan peranan bersifat minim, karena warganya sedikit sekali dan orang-orang yang dianggap tinggi kedudukannya juga tidak banyak baik macam maupun jumlahnya. Di dalam masyarakat yang sudah kompleks pembedaan kedudukan dan peranan juga bersifat kom-pleks karena banyaknya orang dan aneka warna ukuran yang dapat diterapkan terhadapnya.

Lapisan masyarakat tersebut tidak hanya dapat dijumpai pada masyarakat manusia, tetapi juga pada kehidupan hewan dan tumbuh-tumbuhan. Ada golongan hewan merayap, menyusui dan lain-lainnya. Bahkan di kalangan hewan menyusui, umpamanya kera, ada lapisan pimpinan dan yang dipimpin, ada pula perbedaan pekerjaan yang dida-sarkan pada pembedaan seks dan seterusnya. Demikian juga di kalang-an dunia tumbuh-tumbuhan dikenal adanya tumbuh-tumbuhan parasitis, yang sanggup berdiri sendiri dan lain sebagainya. Akan tetapi kajian ini dibatasi pada lapisan masyarakat manusia.

Bentuk-bentuk kongkrit lapisan masyarakat tersebut banyak. Akan tetapi secara prinsipal bentuk-bentuk tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam tiga macam prinsipil bentuk-bentuk tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam tiga macam kelas, yaitu yang ekonomis, politis dan yang didasarkan pada jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat. Umumnya, ketiga bentuk pokok tadi mempunyai hubungan yang erat satu dengan lainnya, dimana terjadi saling mempengaruhi. Misalnya, mereka yang termasuk kedalam suatu lapisan atas dasar ukuran politis, biasanya juga merupakan orang-orang yang menduduki suatu lapisan tertentu atas dasar ekonomis. Demikian pula mereka yang kaya, biasanya menempati jabatan-jabatan yang senantiasa penting. Akan tetapi, tidak semua demikian, tergantung pada sistem nilai yang berlaku serta berkembang dalam masyarakat bersangkutan.

Sistem lapisan dalam proses pertumbuhan masyarakat terjadi dengan sendirinya, tetapi ada pula yang dengan sengaja disusun untuk

242

mengejar suatu tujuan bersama. Alasan terbentuknya lapisan masyarakat yang terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur (yang senior), sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat, dan mungkin juga harta dalam batas-batas tertentu. Alasan-alasan yang dipakai berlainan bagi tiap-tiap masyarakat.

Pada masyarakat yang hidupnya dari berburu hewan alasan utama adalah kepandaian berburu. Sedangkan pada masyarakat yang telah menetap dan bercocok tanam, maka kerabat pembuka tanah (yang dianggap asli) dianggap sebagai orang-orang yang menduduki lapisan tinggi. Hal ini dapat dilihat misalnya pada masyarakat Batak, dimana marga tanah, yaitu marga yang pertama-tama membuka tanah, dianggap mempunyai kedudukan yang tinggi. Demikian pula golongan pembuka tanah di kalangan orang jawa di desa, dianggap mempunyai kedudukan tinggi, karena mereka sebagai pembuka tanah dan pendiri desa. Masya-rakat lain menganggap bahwa kerabat kepala desalah yang mempunyai kedudukan tinggi dalam masyarakat, misalnya pada masyarakat Ngaju di Kalimantan Selatan.

Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap sederajat, tetapi sesuai dengan kenyataan hidup kelompok-kelompok sosial, tidaklah de-mikian. Pembedaan atas lapisan merupakan gejala universal yang meru-pakan bagian sistem sosial masyarakat. Untuk meneliti terjadinya proses lapisan masyarakat, dapat dikaji berdasarkan hal-hal sebagai berikut.

1. Sistem lapisan berpokok pada sistem pertentangan dalam masyara-kat. Sistem demikian hanya mempunyai arti khusus bagi masyara-kat tertentu yang menjadi obyek penyelidikan.

2. Sistem lapisan dapat dianalisis dalam ruang lingkup unsur-unsur sebagai berikut: a. distribusi hak-hak istimewa yang obyektif seperti misalnya

penghasilan, kekayaan, keselamatan (kesehatan, laju angka ke-jahatan), wewenang dan sebagainya.

b. sistem pertanggaan yang diciptakan pada warga masyarakat (prestise dan penghargaan)

c. kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah didapat berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kerabat tertentu, milik, wewenang atau kekuasaan.

d. lambang-lambang kedudukan, seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan, keanggotaan pada suatu organisasi dan selanjutnya.

e. mudah atau sukarnya bertukar kedudukan.

243

f. solidaritas diantara individu atau kelompok yang menduduki kedudukan yang sama dalam sistem sosial masyarakat; (1) pola-interaksi (struktur klik, keanggotaan organisasi, perkawinan dan sebagainya); (2) kesamaan atau ketidaksamaan sistem ke-percayaan, sikap dan nilai-nilai; (3) kesadaran akan kedudukan masing-masing; (4) dan aktivitas sebagai organ kolektif.

1. Sifat-Sifat Lapisan Masyarakat

Sifat lapisan didalam suatu masyarakat dapat bersifat tertutup (closed social stratification) dan (open social stratification). Bersifat ter-tutup bilamana membatasi kemungkinan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan yang lain. Baik yang merupakan gerak ke atas atau ke bawah. Di dalam sistem yang demikian, satu-satunya jalan untuk menjadi anggota suatu lapisan dalam masyarakat adalah kelahiran. Sebaliknya di dalam sistem terbuka, setiap anggota masyarakat mempunyai kesempat-an untuk berusaha dengan kecakapan sendiri untuk naik lapisan, atau bagi mereka yang tidak beruntung, untuk jatuh dari lapisan yang atas ke lapisan di bawahnya. Pada umumnya sistem terbuka ini memberi perang-sang yang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat untuk dijadikan landasan pembangunan masyarakat dari sistem yang tertutup. Sistem tertutup jelas terlihat pada masyarakat India yang perkasa atau di dalam masyarakat yang feodal, atau masyarakat di mana lapisannya tergantung pada perbedaan-perbedaan rasial.

Sistem lapisan masyarakat yang tertutup, dalam batas-batas ter-tentu, juga dijumpai pada masyarakat Bali. Menurut kitab-kitab suci orang Bali, masyarakat terbagi dalam empat lapisan, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Ketiga lapisan pertama biasa disebut triwangsa sedangkan lapisan terakhir disebut jaba yang merupakan lapisan dengan jumlah warga terbanyak. Keempat lapisan tersebut terbagi lagi dalam lapisan-lapisan khusus. Biasanya orang-orang mengetahui dari gelar se-seorang, ke dalam kasta mana dia tergolong, gelar-gelar tersebut terbagi lagi dalam lapisan-lapisan khusus. Biasanya orang-orang mengetahui gelar seseorang, ke dalam kasta mana dia tergolong, gelar-gelar tersebut diwariskan menurut keturunan laki-laki yang sepihak patrilineal adalah Ida Bagus, Tjokorda, Dewa, Ngahan, Bagus, I Gusti, Gusti. Gelar pertama adalah gelar Brahmana, gelar kedua sampai keempat bagi orang Ksatria, sedangkan yang kelima dan keenam berlaku bagi orang Waisya. Orang Sudra juga memakai gelar seperti Pande, Kbon, Pasek dan selanjutnya.

Dahulu kala gelar tersebut berhubungan erat dengan pekerjaan orang-orang yang bersangkutan. Walaupun gelar tersebut tidak memi-

244

sahkan golongan-golongan secara ketat, tetapi sangat penting bagi sopan santun pergaulan. Disamping itu hukum adat juga menetapkan hak-hak bagi si pemakai gelar, misalnya, dalam memakai tanda-tanda, perhiasan-perhiasan, pakaian tertentu dan lain-lain. Kehidupan sistem kasta di Bali umumnya terlihat jelas dalam hubungan perkawinan. Seseorang gadis suatu kasta tertentu, umumnya dilarang bersuamikan seseorang dari kasta yang lebih rendah.

2. Kelas-Kelas dalam Masyarajat (Social Classes)

Di dalam uraian tentang teori lapisan senantiasa dijumpai istilah kelas (social class). Seperti yang sering terjadi dengan beberapa istilah lain dalam sosiologi, maka istilah kelas, juga tidak selalu mempunyai arti yang sama. Walaupun pada hakikatnya menunjukkan sistem kedudukan yang pokok dalam masyarakat. Penjumlahan kelas-kelas dalam masyara-kat disebut class system (Freedman, 1952). Artinya, semua orang dan keluarga yang sadar akan kedudukan mereka itu diketahui dan diakui oleh masyarakat umum. Dengan demikian, maka pengertian kelas adalah paralel dengan pengertian lapisan tanpa membedakan apakah dasar lapisan itu faktor uang, tanah kekuasaan atau dasar lainnya.

Adapula yang menggunakan istilah kelas hanya untuk lapisan berdasarkan atas unsur ekonomis. Sedangkan lapisan yang berdasarkan atas kehormatan dinamakan kelompok kedudukan (status group). Selan-jutnya dikatakan bahwa harus diadakan pembedaan yang tegas antara kelas dan kelompok kedudukan.

Max Weber mengadakan pembedaan antara dasar ekonomis dengan dasar kedudukan sosial akan tetapi tetap mempergunakan istilah kelas bagi semua lapisan. Adanya kelas yang bersifat ekonomis dibagi-nya lagi ke dalam sub-kelas yang bergerak dalam bidang ekonomi berdasarkan kecakapannya. Di samping itu, Max Weber masih menye-butkan adanya golongan yang mendapatkan kehormatan khusus dari masyarakat dan dinamakan stand (dalam Soekanto, 1990).

Joseph Schumpeter (dalam Horton, 1993) mengatakan bahwa terbentuknya kelas-kelas dalam masyarakat adalah karena diperlukan untuk menyesuaikan masyarakat dengan keperluan-keperluan yang nyata. Makna kelas dan gejala-gejala kemasyarakatan lainnya hanya dapat dimengerti dengan benar apabila diketahui riwayat terjadinya.

Pada beberapa masyaakat di dunia, terdapat kelas-kelas yang tegas sekali. Karena orang-orang dari kelas tersebut memperoleh sejum-lah hak dan kewajiban yang dilindungi oleh hukum positif masyarakat yang bersangkutan. Warga masyarakat semacam itu seringkali mem-

245

punyai kesadaran dan konsepsi yang jelas tentang seluruh susunan lapisan dalam masyarakat. Misalnya Inggris, ada istilah-istilah tertentu seperti commoners bagi orang biasa serta nobility bagi bangsawan. Sebagian besar warga masyarakat Inggris menyadari bahwa orang-orang nobility berada di atas commoners (sesuai dengan adat istiadat).

Apabila pengertian kelas ditinjau secara lebih mendalam, maka akan dapat dijumpai beberapa kriteria yang tradisional, yaitu: (1) besar jumlah anggota-anggotanya; (2) kebudayaan yang sama, yang menentu-kan hak-hak dan kewajiban-kewajiban warganya; (3) kelanggengan; (4) tanda/lambang-lambang yang merupakan ciri khas; (5) batas-batas yang tegas (bagi kelompok itu, terhadap kelompok lain); dan (6) antagonisme.

Sehubungan dengan kriteria tersebut di atas, kelas memberikan fasilitas-fasilitas hidup tertentu (life chances) bagi anggotanya. Misalnya, keselamatan atas hidup dan harta benda, kebebasan, standar hidup yang tinggi dan sebagainya, yang dalam arti-arti tertentu tidak dipunyai oleh para warga kelas-kelas lainnya. Kecuali itu, kelas juga mempengaruhi gaya dan tingkah laku hidup warganya (life style). Karena kelas-kelas yang ada dalam masyarakat mempunyai perbedaan dalam kesempatan memperoleh pendidikan atau rekreasi. Misalnya, ada perbedaan dalam apa yang telah dipelajari warga negara, perilaku, dan sebagainya. 3. Dasar Lapisan Masyarakat

Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolong-golongkan anggota-anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah sebagai berikut.

1. Kekayaan; Barangsiapa yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut, misalnya, dapat dilihat pada bentuk rumah yang bersangkutan, mobil priba-dinya, cara-caranya mempergunakan pakaian serta bahan pakai-an yang dipakainya, kebiasaan untuk berbelanja barang-barang mahal dan seterusnya.

2. Kekuasaan; Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar, menempati lapisan atasan.

3. Kehormatan; Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan dan/atau keuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat tempat yang teratas. Ukuran semcam ini, banyak dijumpai pada masyarakat tradisional, biasanya mereka adalah golongan tua atau yang pernah berjasa.

4. Penguasaan ilmu pengetahuan; Ilmu pengetahuan sebagai ukur-an, dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan.

246

Akan tetapi ukuran tersebut kadang-kadang menyebabkan terjadi-nya akibat-akibat yang negatif. Karena ternyata bahwa bukan mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, ternyata gelar kesarjanaannya. Sudah tentu hal yang demikian memacu segala macam usaha untuk mendapat gelar, walau tidak halal. Kriteria di atas tidaklah bersifat limiatif (kaku, terbatas), karena

masih ada kriteria lain yang dapat digunakan. Akan tetapi kriteria di atas amat menentukan sebagai dasar timbulnya sistem lapisan dalam masya-rakat. Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia, golongan pembuka tanahlah yang dianggap menduduki lapisan tertinggi. Misalnya di Jawa, kerabat dan keturunan pembuka tanahlah yang dinggap masya-rakat desa sebagai kelas tertinggi. Kemudian menyusul para pemilik tanah yang dianggap masyarakat desa sebagai kelas tertinggi. Kemudian menyusul para pemilik tanah, walaupun mereka bukan keturunan pembuka tanah, mereka disebut pribumi, sikep atau kuli kenceng. Lalu menyusul mereka yang hanya mempunyai pekarangan atau rumah saja (golongan ini disebut kuli gundul, lindung), dan akhirnya mereka yang hanya menumpang saja pada tanah milik orang lain (Soepomo, 1966).

4. Unsur-Unsur Lapisan Masyarakat

Unsur yang melandasi sistem lapisan masyarakat adalah kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan dan peranan merupakan unsur-unsur baku dalam sistem lapisan, dan mempunyai arti yang penting bagi sistem sosial. Sistem sosial adalah pola-pola yang mengatur hubungan timbal balik antar individu dalam masyarakat dan antara individu dengan masyarakatnya, dan tingkah laku individu-individu tersebut (Linton, 1996). Dalam hubungan-hubungan timbal balik tersebut, kedudukan dan peranan individu mempunyai arti yang penting. Karena langgengnya masyarakat tergantung pada keseimbangan kepentingan-kepentingan individu termaksud.

a. Kedudukan (Status)

Pengertian kedudukan (status) kadang dibedakan dengan kedu-dukan sosial (social status). Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Kedudukan sosial artinya tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya. Untuk lebih mudah mendapatkan

247

pengertian, kedua istilah tersebut di atas akan dipergunakan dalam arti yang sama dan digambarkan dengan istilah kedudukan (status).

Secara abstrak, kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu pola tertentu. Dengan demikian, seseorang dikatakan mempunyai bebe-rapa kedudukan, oleh karena seseorang biasanya ikut serta dalam berbagai pola kehidupan. Pengertian tersebut menunjukkan tempatnya sehubungan dengan kerangka masyarakat secara menyeluruh. Keduduk-an Tuan A sebagai warga masyarakat, merupakan kombinasi dari sege-nap kedudukannya sebagai guru, kepala sekolah, ketua rukun tetangga, suami nyonya B, ayah anak-anak dan seterusnya.

Apabila dipisahkan dari individu yang memilikinya, kedudukan hanya merupakan kumpulan hak-hak dan kewajiban. Karena hak dan kewajiban termaksud hanya dapat terlaksana melalui perantaraan indivi-du, maka agak sukar untuk memisahkannya secara tegas dan kaku. Hubungan antar individu dengan kedudukan dapat diibaratkan sebagai hubungan pengemudi mobil dengan tempat atau kedudukan pengemudi dengan mesin mobil tersebut. Tempat mengemudi dengan segala alat untuk menjalankan mobil adalah alat-alat tetap yang penting untuk menjalankan serta mengendalikan mobil, pengemudinya dapat diganti dengan orang lain, yang mungkin akan dapat menjalankannya secara lebih baik, atau bahkan lebih buruk.

Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedu-dukan yaitu ascribed-status dan achieved-status.Ascribed-status adalah kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbeda-an-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran, misalnya kedudukan anak seorang bangsawan adalah bangsawan pula. Seseorang warga kasta Brahmana di India memperoleh kedudukan demikian karena orang tuanya tergolong dalam kasta yang bersangkutan. Pada umumnya ascribed-status dijumpai pada masyarakat dengan sistem lapisan tergantung pada perbedaan rasial. Namun de-mikian, ascribed-status tak hanya dijumpai pada masyarakat dengan sis-tem lapisan yang tertutup. Pada sistem lapisan terbuka mungkin juga ada. Misalnya, kedudukan laki-laki dalam satu keluarga, kedudukannya berbeda dengan kedudukan istri dan anak-anaknya. Ascribed-status walaupun tidak diperoleh atas dasar kelahiran, tetapi pada umumnya sang ayah atau suami adalah kepala keluarga batihnya. Untuk menjadi kepala keluarga batih, laki-laki tidak perlu mempunyai darah bangsawan atau menjadi warga suatu kasta tertentu. Emansipasi wanita akhir-akhir ini banyak menghasilkan persamaan dalam bidang pekerjaan dan politik.

248

Tetapi kedudukan seorang ibu di dalam masyarakat secara relatif tetap berada di bawah kedudukan seorang ayah sebagai kepala rumah tangga.

Achieved-Status adalah kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran. Akan tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya, setiap orang dapat menjadi hakim asalkan memenuhi persyaratan tertentu. Terserahlah kepada yang bersangkutan apakah dia mampun menjalani syarat-syarat tersebut. Apabila tidak, tak mungkin kedudukan sebagai hakim tersebut akan tercapai olehnya. Demikian pula setiap orang dapat menjadi guru dengan memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang kesemuanya terserah pada usaha-usaha dan kemampuan yang bersangkutan untuk menjalaninya.

Kadang-kadang dibedakan lagi satu macam kedudukan, yaitu assigned-status (Polak, 1969) yang merupakan kedudukan yang diberikan. Assigned-status sering mempunyai hubungan yang erat dengan acheived status. Artinya suatu kelompok atau golongan memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang yang ber-jasa, yang telah memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Akan tetapi kadang-kadang kedudukan tersebut diberikan, karena seseorang telah lama menduduki suatu kepangkatan tertentu, misalnya seorang pegawai negeri seharusnya naik pangkat secara reguler, setelah menduduki kepangkatannya yang lama, selama jangka waktu yang tertentu.

Sebagaimana telah diuraikan di muka, maka seseorang dalam masyarakat biasanya memiliki beberapa kedudukan sekaligus. Dalam hubungan macam-macam kedudukan itu, biasanya yang selalu menonjol hanya satu kedudukan yang utama. Masyarakat hanya melihat pada kedudukan utama yang menonjol tersebut. Atas dasar itu, yang bersngkutan digolongkan ke dalam kelas-kelas yang tertentu dalam masyarakat. Misalnya, Bapak Achmad mempunyai kedudukan sebagai suami, kepala rumah tangga, ketua rukun tetangga, anggota perkum-pulan olah raga badminton, dan sebagai guru serta kepala SMK. Bagi masyarakat, kedudukan sebagai kepala SMK itulah yang menonjol. Adakalanya, antara kedudukan-kedudukan yang dimiliki seseorang, tim-bul pertentangan-pertentangan atau konflik, yang dalam sosiologi dinamakan status conflict. Misalnya Bapak Achmad tersebut di atas, dalam kedudukannya sebagai kepala SMK harus menghukum putranya sendiri yang menjadi siswa SMK tersebut, karena telah melanggar tata tertib sekolah. Konflik antara kedudukan-kedudukan tersebut seringkali

249

tidak dapat dihindari karena kepentingan-kepentingan individu tidak sela-lu sesuai, atau sejalan dengan kepentingan-kepentingan masyarakatnya, sehingga seringkali seseorang mengalami kesulitan untuk mengatasinya.

Kedudukan seseorang atau kedudukan yang melekat padanya dapat terlihat pada kehidupansehari-harinya melalui ciri-ciri tertentu yang dalam sosiologi dinamakan prestise simbol (status symbol). Ciri-ciri tersebut seolah-olah sudah menjadi bagian hidupnya yang telah institutionalized atau bukan internalized. Ada beberapa ciri-ciri tertentu yang dianggap sebagai status symbol, misalnya cara berpakaian, pergaulan, cara mengisi waktu senggang, memilih tempat tinggal, cara dan corak menghiasi rumah kediaman dan seterusnya di kota besar misalnya dapat dilihat betapa mereka yang tergolong warga lapisan tinggi, karena hanya mereka yang sanggup menanggung biaya-biaya reaksi semacam itu. Seseorang warga lapisan bawah mungkin akan dapat pula mengeluarkan biaya yang besar untuk mengisi waktu senggangnya di tempat-tempat rekreasi yang mahal itu, tetapi tentu memerlukan waktu yang lama, karena dia harus menyesuaikan dirinya dulu pada kebiasaan-kebiasaan pergaulan lapisan atasan tersebut.

Gejala lain yang dewasa ini tampak dalam batas-batas waktu ter-tentu untuk masa-masa mendatang adalah gelar kesarjanaan. Gelar kesarjanaan mendapat tempat tertentu dalam sistem penilaian masyara-kat Indonesia. Karena gelar tersebut membuktikan bahwa yang mem-perolehnya telah memenuhi beberapa persyaratan tertentu dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan yang khusus. Hal ini mendorong terjadinya beberapa akibat negatif, yang dikejar bukanlah ilmu pengetahuan tetapi gelar kesarjanaannya. Gelar tersebut kemudian menjadi status symbol tanpa menghiraukan kualitas sesungguhna. Banyak yang merasa malu karena tak mempunyai gelar kesarjanaan. Padahal kedudukan mereka di dalam masyarakat telah terpandang, sehingga penambahan gelar kesarjanaan tidak akan mengakibatkan suatu perbaikan atau kenaikan tingkat dalam kedudukannya (lazim juga disebut sebagai civil effect).

b. Peranan (Role)

Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan. Pembedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tak dapat dipisah-pisahkan, karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan atau kedu-dukan tanpa peranan. Sebagaimana halnya dengan kedudukan, peranan

250

juga mempunyai dua arti. Setiap orang mempunyai macam-macam pera-nan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masya-rakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur perilaku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain. Orang bersangkutan akan dapat menyesuaikan perilaku sendiri dengan perilaku orang-orang sekelompoknya. Hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyara-kat, merupakan hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat. Peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku. Misalnya, norma kesopanan menghendaki agar seorang laki-laki bila berjalan bersama seorang wanita, harus di sebelah luar.

Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dapat dibeda-kan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat (yaitu social position) merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat. Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Peranan mungkin mencakup tiga hal, yaitu:

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.

2. Peranan adalah suat konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Perlu pula disinggung perihal fasiltas-fasilitas peranan individu

(role facilities). Masyarakat biasanya memberikan fasilitas-fasilitas pada individu untuk dapat menjalankan peranan. Lembaga-lembaga kemasya-rakatan merupakan bagian masyarakat yang banyak menyediakan pe-luang-peluang untuk pelaksanaan peranan. Kadang-kadang perubahan struktur suatu golongan kemasyarakatan menyebabkan fasilitas-fasilitas bertambah. Akan tetapi sebaliknya, juga dapat mengurangi peluang-pe-luang, apabila terpaksa diadakan rasionalisasi sebagai akibat perubahan struktur dan organisasi.

Sejalan dengan adanya status conclict, juga ada conflict of roles. Bahkan kadang-kadang pemisahan antara individu dengan peranan yang sesungguhnya harus dilaksanakannya. Hal itu dinamakan role distance.

251

Gejala tadi timbul apabila individu merasakan dirinya tertekan. Karena dia merasa dirinya tidak sesuai untuk melaksanakan peranan yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. Dengan demikian dia tidak melaksanakan peranannya dengan sempurna atau bahkan menyembunyikan dirinya, apabila dia berada dalam lingkaran sosial yang berbeda. Lingkaran sosial atau social circle adalah kelompok sosial di mana seseorang mendapat tempat serta kesempatan untuk melaksanakan perannya. Setiap peranan bertujuan agar anggota individu yang melaksanakan peranan tadi dengan orang-orang disekitarnya yang tersangkut, atau, ada hubungannya dengan peranan tersebut, terdapat hubungan yang diatur oleh nilai-nilai sosial yang diterima dan ditaati kedua belah pihak, nilai-nilai sosial tersebut, misalnya nilai ekononomis yang tercipta dalam hubungan antara seorang bankir dengan nasabahnya; nilai higienis antara dokter dengan pasiennya; nilai-nilai keagamaan antara pemuka agama dengan umatnya dan sebagainya. Apabila tak dapat terpenuhi oleh individu, terjadilah role distance.

Seseorang senantiasa berhubungan dengan pihak lain. Biasanya setiap pihak mempunyai perangkat peranan tertentu (set of roles). Contohnya adalah seorang dokter yang berinteraksi dengan pihak-pihak tertentu di dalam suatu sub sistem sosial rumah sakit. Secara visual gambarannya adalah sebagai berikut (dokter sebagai titik sentral).

Didalam interaksi sosial kadangkala kurang disadari, bahwa yang paling penting adalah melaksanakan peranan. Tidak jarang terjadi bahwa di dalam proses interaksi tersebut, kedudukan lebih dipentingkan, sehing-ga terjadi hubungan-hubungan timpang yang tidak seharunya terjadi. Hubungan-hubungan yang timpang tersebut lebih cenderung mementing-kan bahwa suatu pihak hanya mempunyai hak saja sedang pihak lain hanyalah mempunyai kewajiban.

Tugas 5.2

3. Jelaskan tentang pelapisan masyarakat yang ada di daerah tempat tinggalmu?

4. Apakah di sekolah, baik di kalangan guru atau siswa terdapat pelapisan sosial diantara mereka? mengapa?

252

C. STRUKTUR SOSIAL Secara singkat struktur sosial didefinisikan sebagai pola dari hak

dan kewajiban para pelaku dalam suatu sistem interaksi, yang terwujud dari rangkaian-rangkaian hubungan sosial yang relatif stabil dalam suatu jangka waktu tertentu.

Pengertian hak dan kewajiban para pelaku dikaitkan dengan masing-masing status dan peranan para pelaku. Status dan peranan ber-sumber pada sistem penggolongan yang ada dalam kebudayaan masya-rakat yang bersangkutan, dan yang berlaku menurut masing-masing pranata dan situasi-situasi sosial dimana interaksi sosial itu terwujud. Struktur sosial adalah pola perilaku dari setiap individu masyarakat yang tersusun sebagai suatu sistem.

Seorang individu menjadi anggota keluarga, keanggotaannya dalam keluarga berarti menempatkan dirinya dalam suatu kedudukan tertentu atau status dalam keluarga tersebut adalah serangkaian hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sebagai anggota keluarga, yang terwujud dalam bentuk peranannya (macam dan corak tindakan yang diharapkan untuk diwujudkannya oleh orang lain yang terlibat dalam hubungan sosial) berbagai interaksi sosial dalam ruang lingkup kegiatan keluarga.

Sebuah situasi sosial terdiri atau serangkaian aturan-aturan atau norma-norma yang mengatur penggolongan para pelaku menurut status dan peranannya dan yang membatasi macam tindakan-tindakan yang boleh dan yang tidak boleh serta yang seharusnya diwujudkan oleh para pelakunya. Sebuah situasi sosial biasanya menempati suatu ruang atau wilayah tertentu yang khususnya untuk situasi sosial tertentu, walaupun tidak selamanya demikian keadaannya sebab ada ruang atau wilayah yang mempunyai fungsi majemuk. Contoh berkenaan dengan pembahas-an situasi sosial yang ada dalam ruang lingkup kegiatan keluarga, antara lain situasi sosial di meja makan. Pada waktu makan bersama, misalnya kursi-kursi diatur sedemikian rupa yang memperlihatkan perbedaan sta-tus dari para anggota keluarga yang makan malam bersama tersebut. Ayah sebagai kepala keluarga duduk di kursi yang terletak di kepala meja. Ayah memulai makan bersama dengan cara memulai menyendok nasi terlebih dahulu, atau disendokkan nasinya oleh ibu.

Dengan dimulainya penyendokan nasi ke dalam piring ayah, makan malam bersama dimulai. Keteraturan dalam situasi sosial makan bersama ini dapat dilihat pada urutan-urutan pengambilan makanan sehingga seluruh anggota keluarga yang duduk makan bersama tadi mendapat bagiannya. Dengan selesainya makan malam bersama, situasi sosial meja makan juga selesai, dan meja makan tidak berfungsi lagi.

Dalam beberapa hal tertentu, meja makan bisa juga berfungsi se-bagai tempat ngobrol sejumlah anggota keluarga, tempat bermain bridge

253

atau domino atau catur, tempat belajar anak-anak yang bersekolah, dan berbagai fungsi lainnya. Dalam keadaan demikian, meja makan atau ruang tempat makan telah berfungsi majemuk untuk menjadi tempat bagi diwujudkannya situasi-situasi sosial yang berbeda. Karena, walaupun tempatnya sama tetapi situasi sosial yang berbeda. Situasi sosial makan bersama tidaklah sama dengan situasi sosial anak-anak belajar, dan tidak juga sama dengan situasi sosial bermain kartu domino, dan sebagainya.

Kalau kita perhatikan bersama secara sungguh-sungguh, secara keseluruhan kegiatan yang berkenaan dengan makan malam bersama tadi sebetulnya mempunyai struktur sosial yang tersendiri, yaitu struktur sosial makan bersama. Dalam makan malam bersama tadi, tercermin adanya suatu pola berkenaan dengan hak dan kewajiban para pelakunya dalam suatu sistem interaksi berkenaan dengan secara bersama-sama makan malam yang terwujud dalam suatu jangka waktu tertentu, yaitu pada waktu makan bersama, khususnya pada waktu makan malam ber-sama, dan terwujud dalam rangkaian-rangkaian hubungan sosial yang relatif stabil, yaitu selalu berulang pada setiap kali anggota-anggota ke-luarga tersebut makan bersama atau khususnya makan malam bersama.

Dengan demikian, kalau kita ingin berbicara mengenai struktur sosial keluarga maka harus juga diperhatikan berbagai sistem interaksi yang terwujud dalam berbagai situasi sosial yang ada dalam ruang lingkup keluarga. Struktur-struktur sosial yang terdapat dalam ruang lingkup keluarga tadi, secara bersama-sama kemudian diperbandingkan dan dilihat persamaannya, perbedaannya, dan yang terakhir, kemudian ditarik prinsip-prinsip umum dasarnya yang merupakan suatu generalisasi yang berlaku umum berkenaan dengan hak dan kewajiban dari para pelaku atau anggota keluarga.

Corak dari sesuatu struktur sosial ditentukan oleh kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan, dalam kaitannya dengan lingkungan hidup yang nyata yang dihadapi oleh warga masyarakat yang bersang-kutan. Perwujudan dari kebudayaan sebagai model atau pola bagi kelakuan, yang berupa aturan-aturan atau norma-norma, dalam kehidup-an sosial manusia adalah melalui beraneka ragam corak pranata-pranata sosial. Pranata-pranata tersebut terwujud sebagai serangkaian norma-norma yang menjadi tradisi yang digunakan untuk mengatur kegiatan-kegiatan kehidupan individu dan kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu, kalau kita hendak melihat masyarakat sebagai suatu struktur sosialnya, maka yang menentukan corak dari struktur tersebut adalah pranata-pranata yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan.

254

1. Struktur Sosial dan Masyarakat Corak dari struktur sosial masyarakat beraneka ragam. Ada yang

sederhana dan ada yang kompleks; ada yang struktur sosialnya bersumber pada dan ditentukan oleh sistem kekerabatannya, sistem ekonominya, sistem pelapisan sosialnya, dan sebagainya; dan ada yang merupakan suatu kombinasi dari berbagai pranata tersebut.

Didalam kajian antropologi bahwa sejumlah masyarakat yang di-golongkan sebagai berkebudayaan primitif, yang biasanya hidup dalam kesatuan atau kelompok sosial yang kecil, mempunyai serangkaian aturan-aturan yang dipakai untuk mengorganisasi kegiatan-kegiatan warganya terutama berdasarkan atas sistem kekerabatan.

Masyarakat-masyarakat yang seperti ini, kelompok-kelompok kekerabatan dan aturan-aturan yang dalam sistem kekerabatan menjadi amat penting. Sedangkan dalam suatu masyarakat yang jumlah warga-nya banyak dan yang lebih beraneka ragam pola status dan peranannya, diperlukan bukan hanya pengaturan menurut sistem kekerabatan tetapi juga menurut berbagai sistem pengorganisasian wilayah bagi kegiatan sosial warganya. Dalam masyarakat yang lebih kompleks lagi, yang ditandai oleh kompleknya keaneka ragaman sistem status dan peranan, sistem kekerabatan dan berbagai sistem pengorganisasian wilayah yang ada tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan untuk pengaturan kegiatan-kegiatan sosial warganya yang dapat menjamin terwujudnya tertib sosial.

Dalam keadaan demikian, terwujud berbagai macam pranata, yang pranata-pranata ini melahirkan berbagai macam perkumpulan dan organisasi, baik yang secara resmi diakui sebagai organisasi atau perkumpulan karena mempunyai nama atau merek organisasi dan mem-punyai pengurus serta daftar anggota, maupun organisasi-organisasi atau perkumpulan-perkumpulan yang tidak nampak nyata sebagai organisasi atau perkumpulan karena tidak mempunyai bukti-bukti sebagai organisasi resmi seperti tersebut diatas. Contoh dari organisasi resmi adalah organisasi/partai politik, perkumpulan olah raga, kesenian, ekonomi, dan sebagainya; sedangkan contoh dari organisasi tidak resmi adalah perkumpulan arisan, pertemuan dan persahabatan, dan berbagai pengelompokkan karena sesuatu kegiatan tertentu.

Masyarakat yang kebudayaannya primitif, struktur sosialnya dengan mudah diketahui coraknya karena seorang pengamat dengan mudah dapat membuat rekonstruksi dari struktur sosial tersebut berda-sarkan atas kesederhanaan pola status dan peranan yang bersumber jumlah dan keanekaragaman pranata yang terbatas. Sedangkan dalam masyarakat yang kompleks kebudayaannya, struktur sosial masyarakat tersebut tidak dengan mudah direkonstruksi. Seringkali seorang peneliti

255

yang belum berpengalaman dapat menjadi bingung karena kenyataannya dalam masyarakat tersebut terdapat beraneka ragam kelompok-kelom-pok sosial yang masing-masing mempunyai struktur sosial yang juga secara keseluruhan menunjukkan keanekaragaman. 2. Struktur Sosial dan Hubungan Sosial

Didalam kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat, hu-bungan-hubungan sosial yang dilakukannya dengan para anggota ma-syarakatnya dalam kelompok-kelompok kekerabatan, kelompok wilayah, dan dalam kelompok-kelompok sosial lainnya (yaitu perkumpulan olahraga, arisan, teman sejawat di kantor, teman sepermainan, tetangga, organisasi partai politik, dan sebagainya), tidaklah sama dalam hal interaksi sosialnya antara yang satu dengan yang lainnya.

Interaksi sosial adalah aspek kelakuan dari dan yang terdapat dalam hubungan sosial. Dengan kata lain, seorang anggota masyarakat itu tidaklah dapat mengadakan interaksi sosial dengan semua orang yang menjadi warga masyarakatnya. Begitu juga, seorang anggota masyarakat yang mempunyai hubungan sosial dengan sejumlah warga masyarakat tidaklah sama dalam hal sering dan eratnya hubungan sosial yang dipunyainya dengan semua anggota masyarakat yang mempunyai hu-bungan sosial dengan dirinya. Dengan demikian, ada sejumlah orang-orang tertentu yang mempunyai hubungan-hubungan sosial yang erat dan sering dengan orang tersebut, sedangkan sejumlah orang lainnya jarang-jarang mengadakan interaksi sosial dengan orang tersebut sehingga hubungan sosialnya tidak erat, dan masih ada sejumlah orang lainnya yang juga anggota masyarakat tersebut yang tidak mempunyai hubungan sosial dengan orang tersebut.

Kalau kita melihat hubungan sosial di antara dua orang individu sebagai sebuah garis, maka hubungan sosial yang terwujud antara seorang individu dengan sejumlah orang individu dapat dilihat sebagai sejumlah garis yang menghubungkan individu tersebut dengan individu-individu lainnya dan yang garis-garis tersebut berpusat pada individu tersebut. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, hubungan-hu-bungan sosial yang terwujud bukanlah hanya antara dua pihak saja tetapi merupakan suatu hubungan seperti jala atau jaring yang mencakup sejumlah orang. Karena itu hubungan-hubungan sosial yang mencakup hubungan di antara tiga orang atau lebih dinamakan jaringan sosial.

Jaringan sosial adalah suatu pengelompokkan yang terdiri atas tiga orang atau lebih, yang masing-masing orang tersebut mempunyai identitas tersendiri, dan yang masing-masing dihubungkan antara satu dengan lainnya melalui hubungan-hubungan sosial yang ada, sehingga melalui hubungan-hubungan sosial tersebut mereka dapat dikelompok-

256

kan sebagai suatu kesatuan sosial atau kelompok sosial. Hubungan-hubungan yang ada diantara mereka yang terlibat dalam suatu jaringan sosial biasanya tidak bersifat hubungan-hubungan yang resmi tetapi hubungan-hubungan yang tidak resmi atau perseorangan. Karena mere-ka yang berada dalam suatu jaringan sosial biasanya tidak sadar akan keanggotaannya dalam jaringan sosial tersebut, karena jaringan sosial tersebut belum tentu terwujud sebagai suatu organisasi atau perkumpulan resmi.

Jaringan-jaringan sosial telah terbentuk dalam masyarakat karena manusia tidak dapat berhubungan dengan semua manusia yang ada. Hubungan-hubungan sosial yang dipunyai oleh seorang manusia selalu terbatas pada sejumlah manusia. Begitu juga, setiap orang telah belajar dari pengalaman sosialnya masing-masing untuk memilih dan mengem-bangkan hubungan-hubungan sosial yang paling menguntungkan bagi dirinya, yang terbatas jumlahnya dibandingkan dengan jumlah rangkaian hubungan-hubungan sosial yang tersedia dalam masyarakatnya, yang dapat digunakannya.

Sejumlah ahli ilmu sosial telah menggunakan konsep jaringan sosial sebagai pendekatan untuk dapat membuat rekonstruksi struktur sosial. Landasan berpikirnya adalah bahwa suatu jaringan sosial mewu-judkan adanya suatu kesatuan atau kelompok sosial; dan bahwa interaksi diantara mereka yang terlibat dalam satu jaringan sosial mempunyai suatu corak keteraturan tersendiri, dan bahwa keteraturan tersebut men-cerminkan adanya aturan-aturan yang berupa suatu pola mengenai hubungan-hubungan sosial yang melibatkan statu atau identitas dan peranan sosial dari para pelakunya; dan bahwa dengan menggunakan pendekatan jaringan sosial ketepatan corak dari struktur sosial dapat lebih dipertanggung jawabkan karena penggunaan teknik-teknik dan analisa kuantitatif. Menurut pandangan teori marxis mengatakan bahwa totalitas dari lapisan-lapisan dan kelompok sosial serta sistem yang mengatur hubungan antar mereka ini kemudian membentuk struktur sosial masya-rakat. Dalam menganalisis struktur sosial, marxisme membuat pembagi-an antara kelas fundamental dan kelas non fundamental.

Kelas-kelas fundamental adalah kelas-kelas yang dilahirkan dari corak produksi yang berlaku, dimana kelas-kelas tersebut tidak mungkin kita temukan di bawah corak produksi lainnya. Kontradiksi mendasar dari corak produksi yang berlaku, terwujud dalam pola hubungan dan pola perjuangan antar kelas. Seluruh corak produksi yang antagonistik ditun-jukkan dengan keberadaan dua kelas yang secara fundamental saling bertentangan.

257

Didalam masyarakat asia, yang merupakan kelas-kelas funda-mentalnya adalah para pemuka agama dan bangsawan/petinggi militer yang dikepalai oleh pemuka agama yang merangkap sebagai raja dan pahlawan negara di satu pihak, sementara di pihak lain adalah para penduduk kampung, yakni kaum tani. Seluruh tanah dan sumber air yang merupakan alat-alat produksi yang menentukan dimiliki oleh raja, yang di mata para petani dianggap sebagai tuan penguasa. Seluruh kaum bangsawan, dari raja hingga gubernurnya hidup dari upeti yang diperoleh dalam bentuk kerja atau produk berlebih dari para penduduk.

Di negara-negara yang didominasi oleh corak produksi pemilikan budak (pada masa kekaisaran Romawi dan Yunani kuno), yang menjadi kelas fundamentalnya adalah tuan pemilik budak dan para budak. Para tuan pemilik budak ini bukan sekedar memilikii alat-alat produksi melainkan juga memilikii para budak yang diperlakukan sekedar sebagai instrumen produksi. Seorang penulis pada jaman Romawi Kuno, Marcus Terentius Varro, dalam risalahnya tentang pertanian membagi kerja penggarapan ladang ke dalam tiga kategori ada peralatan kerja yang bisa bicara, ada aktivitas yang mengeluarkan suara tapi tak bisa bicara, dan ada aktivitas kerja yang bisu, yang bicara adalah para budak, yang mengeluarkan suara tapi tak bisa bicara adalah hamba, sementara alat kerja yang bisu adalah gerobak (Horton, 1993).

Dibawah corak produksi feodal, dua kelas yang merupakan kelas fundamental adalah para pemilik tanah feodal (termasuk didalamnya adalah para pemuka tertinggi agama) dan para hamba. Para hamba terpaksa menggarap tanah-tanah pertanian berkala kecil dan hanya menggunakan instrumen-instrumen produksi tertentu. Sementara tuan feodal merupakan pemilik alat produksi utama, yaitu tanah. Pemilikan atas tanah inilah yang memungkinkannya untuk merampas hasil kerja kaum tani. Para hamba tidak seperti para budak (yang merupakan hak milik tuan feodal) tidak bisa diperjual-belikan oleh para tuan feodal (terkecuali jika si tuan feodal menjual tanahnya). Tuan feodal merampas produk surplus petani, baik dengan cara corvee (bayaran sesuai waktu kerja) atau melalui quit-rent (sewa pendek), atau bisa juga dengan sistem petani menyewa tanah dari tuan tanah. Hal ini ini terutama terjadi pada masa menjelang berakhirnya feodalisme.

Sementara pada masa corak produksi kapitalisme, yang memliki kelas fundamentalnya adalah kelas borjuis dan proletariat. Mereka yang terlibat dalam produksi secara langsung, yakni para buruh upahan, secara hukum adalah para pekerja bebas, akan tetapi tak memiliki alat-alat produksi. Tidak seperti warga kampung dibawah corak produksi budaya asia atau para hamba yang yang hidup pada masa feodal, para pekerja upahan ini tidak memilki dan tak berhak menggunakan alat-alat

258

produksi. Mereka hanya bisa mendapatkan kesempatan untuk bertahan hidup jika mereka menjual tenaga kerjanya kepada kaum kapitalis. Dengan alasan ini, Marx dan Engels menyebut relasi penghisapan kapitalis merupakan sistem yang mendasarkan dirinya pada perbudakan upah (Budiman, 2000).

Masyarakat yang memiliki karakteristik dengan corak produksi budaya asia, pemilikan budak dan feodal, pembagian kelas-kelas dalam masyarakat dipertajam dengan adanya intervensi negara yang membagi penduduk menjadi kasta-kasta dan lapisan yang turun temurun. Sebagai contoh di India kuno, masyarakat-masyarakat terbagi ke dalam 4 kasta yakni Brahmana (keluarga bangsawan pemuka agama), Ksatria (bangsa-wan petinggi militer), Waisya (masyarakat kampung), dan Sudra (lapisan masyarakat yang paling rendah yakni orang-orang yang disingkirkan dari komunitasnya). Pembagian kasta ini dibenarkan oleh agama Hindu. Pemeluk agama ini meyakini bahwa Dewa Brahma menciptakan kaum Brahmana dari mulutnya, Ksatria diciptakan dari tangannya, Waisya diciptakan dari pahanya, sementara Sudra yang paling rendah diciptakan dari kaki sang Dewa.

Dalam masyarakat pemilikan budak (di Yunani kuno, Romawi) dan dalam masyarakat feodal, penduduk di bagi dalam tingkatan-ting-katan, dimana hukum yang berlaku mengatur hak serta kewajiban masing-masing tingkatan. Lapisan-lapisan tersebut dibentuk berbasiskan pembagian kelas, akan tetapi ia tidak sepenuhnya berkaitan dengan hal itu, karena lapisan-lapisan/tingkatan-tingkatan tersebut juga memuncul-kan hirarki kekuasaan dan hak-hak istimewa dalam dunia hukum.

Selama berlakunya relasi produksi tertentu format pembagian kelas yang ada masih menyisakan hal-hal peninggalan corak produksi lama atau juga menyambung cikal bakal corak produksi yang baru. Keadaan seperti inilah yang mampu menjelaskan keberadaan kelas-kelas non-fundamental atau kelas-kelas transisional (kelas antara).

Dalam masyarakat asia, didalam sistem produksi didapatkan adanya para budak (terutama bekerja pada sektor-sektor kerja kerumah-tanggaan non produktif), pegawai-pegawai rendahan (juru tulis), peda-gang-pedagang kecil dan lintah darat, atau mereka yang bekerja sebagai tukang ransum. Selanjutnya, para bangsawan lokal yang mengumpul-kan/menarik upeti dari penduduk kampung, mencoba mendapatkan legalitas pemilikan tanah yang mereka kuasai di wilayah kekuasaan mereka, dengan demikian mereka mendapatkan keabsahan untuk menarik upeti dari penduduk. Akan tetapi dengan adanya perkembangan penguasaan tanah pribadi secara besar-besaran, maka hal tersebut memperlemah kemampuan negara yang selama ini menjalankan fungsi ekonomi seperti kontrol terhadap penggunaan air dan proyek-proyek

259

irigasi. Hal itu terjadi karena pemerintah pusat tidak bisa lagi memperta-hankan proyek-proyek umum yang mengakibatkan keruntuhan kekuasa-annya. Sementara produksi pertanian merosost tajam, maka petani tak sanggup membayar upeti kepada tuan-tuan tanah lokal. Situasi ini biasanya berakibat pada munculnya krisis politik berupa pemberontakan kaum tani yang bermuara pada jatuhnya dinasti yang berkuasa.

Dalam masyarakat feodal, juga terdapat kelas-kelas sosial yang terdiri dari para tukang yang terhimpun dalam perkumpulan-perkumpulan (gilda) dan perusahaan-perusahaan kaum pedagang, dan sebagainya yang tinggal di daerah perkotaan. Para tukang di gilda-gilda itu lalu menjadi penghisap. Sementara orang-orang yang magang pada mereka berfungsi sebagai pekerja-pekerja yang tereksploitasi. Para tuan tanah besar yang menggunakancara-cara kapitalis dan pra-kapitalis dalam menghisap kaum tani pun masih bisa dijumpai (masih bertahan lama) dalam masyarakat kapitalis.

Di sebagian besar negara-negara kapitalis, juga dapat dijumpai keberadaan kelas-kelas non-fundamental borjuis kecil yang terdiri dari kaum tani, para tukang, pedagang kecil dan para pemilik alat-alat pro-duksi kecil. Jumlah mereka amatlah besar dan berperanan penting dalam perjuangan politik. Secara ekonomis, kelas borjuis kecil ini menempati posisi di antara borjuasi dan proletariat. Keberadaan mereka sebagai pemilik alat-alat produksi secara pribadi menjadikan mereka lebih dekat ke borjuasi (meski tak sama dengan para kapitalis umumnya, mereka ini juga mempekerjakan/mengupah orang lain, yaitu berdasarkan ikatan kerja personal), namun mereka juga mempunyai ikatan dengan kaum proletar karena juga mengalami penindasan modal.

Hubungan antara kelas-kelas fundamental dengan kelas-kelas non-fundamental sendiri saling tergantung sama lain. Hal ini disebabkan adanya perkembangan sejarah yang memungkinkan beralihnya kelas-kelas fundamental menjadi kelas-kelas non-fundamental, begitu juga sebaliknya. Kelas-kelas fundamental akan merosot menjadi kelas-kelas non-fundamental ketika relasi-relasi produksi yang sebelumnya menjadi dasar yang dominan dari corak produksi tertentu lambat-laun dominasi-nya digantikan (secara bergilir) oleh relasi-relasi produksi yang baru. Kemunculan relasi produksi yang baru kemundian mentransformasikan kelas-kelas non-fundamental menjadi kelas fundamental ketika relasi-relasi produksi yang baru berhasil mengkonsolidasikan dirinya dan kemudian memunculkan corak produksi yang baru sama sekali.

Corak produksi kapitalis merupakan corak produksi yang unik. Dalam waktu singkat berhasil menyederhanakan struktur kelas dalam masyarakat, membelahnya menjadi dua, yakni antara segelintir kelas yang berkuasa dan massa proletariat yang terus tumbuh dan berkem-

260

bang. Pada pertengahan abad ke 19, jumlah kaum borjuis sangat banyak. Ini dikarenakan instrumen-instrumen kerja terutama dimiliki oleh para kapitalis menengah dan kecil. Di Inggris, kelas ini mencakup 8% dari seluruh penduduk yang masuk usia kerja; di negeri-negeri lain propor-sinya bahkan lebih besar lagi, sementara barisan buruh/pekerja upahan tidak melebihi separuh dari penduduk yang memasuki usia kerja.

Perkembangan kapitalisme monopoli telah menyebabkan konsen-trasi produksi dan sentralisasi modal yang tiada bandingannya. Hal ini terutama terjadi setelah berakhirnya Perang Dunia II. Jumlah kaum borjuasi (golongan menengah ke atas) semakin mengecil di tengah masyarakat, karena adanya monopoli yang menghancurkan sejumlah besar kaum kapitalis kecil dan menengah. Di negeri-negeri kapitalis maju prosentasi kaum borjuis antara sebanyak 1% hingga 4% dari keseluruhan penduduk. Akan tetapi, pada saat bersamaan kekuasaan dan kekayaan kaum borjuis monopolis di negeri-negeri kapitalis maju ini telah berlipat ganda. Hanya 1% keluarga dari seluruh keluarga di Amerika Serikat menguasai sekitar 80 % dari seluruh asset produksi.

Dalam tahapan kapitalisme pra-monopoli, kaum borjuis terutama terdiri dari sejumlah besar individu pemilik perusahaan kecil dan menengah, akan tetapi selama abad ke 20, tumbuh perusahaan saham gabungan sebagai bentuk pemilikan kapitalis yang dominan. Awalnya, penjualan saham perusahaan ini merupakan cara menarik dana segar/ modal dan tabungan dari para borjuis kecil yang kaya untuk mengkon-sentrasikan dan menanamkan dana untuk kepentingan para pemegang saham besar. Para ekonom borjuis lalu menginterpretasikan hal ini dengan atau sebagai adanya transformasi perusahaan-perusahaan kapi-talis menjadi ”milik umum” dan sebagai pertanda bangkitnya “kapitalisme rakyat”. Kenyataannya, dengan menjadi pemegang saham, seseorang tidak kemudian menjadi seorang kapitalis. Terlebih lagi orang tersebut tidak memiliki hak bicara untuk menentukan jalannya perusahaan. Tujuan sesungguhnya dari perusahaan-perusahaan yang ”go public” adalah untuk menarik tabungan para buruh sehingga bisa dimanfaatkan guna melayani kepentingan pemilik saham besar.

Kemunculan kapitalisme monopoli ini menggiring pada pemisahan pemilikan modal dengan fungsi manajerial yang dijalankan pihak lain. Sejumlah sosiolog borjuis beranggapan bahwa “kelas manajer” telah mengambil kekuasaan dan kontrol terhadap perusahaan-perusahaan ini dari kaum kapitalis. Oleh karena itu, mereka beranggapan bahwa persoalan pemilikan sudah tidak relevan lagi. Akan tetapi dugaan-dugaan ini tidaklah mencerminkan situasi yang sesungguhnya. Pertama, kaum borjuis monopolis menjalankan kekuasaannya dengan cara terlibat langsung dalam mengatur bank dan perusahaan industri mereka. Para

261

anggota keluarga-keluarga kaya kemudian duduk dalam jajaran direktur perusahaan industri dan perdagangan serta perbankan. Di samping itu, mereka mempromosikan kerabat mereka untuk menduduki posisi-posisi yang menentukan dalam administrasi perusahaan. Kedua, para manajer top dari perusahaan-perusahaan dan perbankan besar (para eksekutif bisnis, pegawai-pegawai eksekutif papan atas) walau tidak direkrut dari kalangan keluarga kaya, mereka kemudian dimasukkan ke dalam lingkaran borjuasi mereka. Sementara itu, presiden, wakil presiden, CEO dan eksekutif-eksekutif top perusahaan adalah pegawai-pegawai yang gaji serta bonusnya jauh melebihi dari nilai pasar kinerja mereka. Dengan demikian merekapun memainkan peran khusus dalam partisipasi mereka merampas nilai lebih yang diciptakan dari kerja orang lain. Gaji dan bonus yang diperoleh memungkinkan mereka untuk mengakumulasi modal/kapital termasuk juga melalui pembelian saham (yang dalam banyak kasus menjadi bagian dari “paket gaji” yang mereka terima).

Sementara itu, jumlah pekerja upahan yang berhadap-hadapan dengan modal tumbuh semakin besar dalam dua abad terakhir. Barisan mereka telah berlipat ganda karena mereka dibanjiri oleh para mantan borjuis kecil di kota dan desa yang tersisih dari bisnisnya.

Semakin kapitalisme berkembang, maka semakin terkoyaklah jajaran borjuis kecil. Sementara itu, sebagian besar dari mereka meng-alami kebangkrutan dan ada yang berubah menjadi pemilik alat-alat produksi kecil yang tergantung secara ekonomi, atau menjadi semi-proletar dan proletariat. Ini merupakan proses rutin yang melandaskan dirinya pada laju perkembangan produksi berskala besar yang melam-paui produksi berskala kecil, sebagaimana yang diprediksikan oleh Marx dalam hukum konsentrasi dan sentralisasi kapital.

Kapitalisme monopoli juga menghancurkan kelas menengah ”lama” yang terdiri dari petani-petani kecil, para pemilik toko, pengusaha kecil, dan kaum proifesional mandiri (dokter, pengacara, guru, dan sebagainya). Mereka terlempar dari kelasnya untuk menambah jumlah barisan proletariat. Sementara itu, pada saat bersamaan, kapitalisme monopoli menghasilkan kelas menengah ”baru” yang bekerja secara langsung untuk melayani kepentingan kapitalisme monopoli. Mereka ini terdiri dari para teknisi, ahli pemasaran, manajer, ahli keuangan, ahli kesehatan dan para pengacara yang menempati posisi penyangga antara borjuasi dan proletariat. Akan tetapi, untuk jangka waktu lama, kapital-isme monopoli cenderung akan memproletarkan posisi-posisi tadi dengan cara memperdagangkan kerja mereka dan dengan menghancurkan monopoli mereka atas ketrampilan yang mereka miliki.

Barisan buruh upahan ini dibebaskan dari setiap pemilikan alat-alat produksi yang terdapat di negeri kapitalis maju dimana mayoritas

262

penduduknya (lebih dari 75 %) merupakan lapisan masyarakat yang aktif secara ekonomis. Dalam skala dunia para pekerja upahan ini berjumlah milyaran.

Kaum borjuis sering beranggapan bahwa dengan adanya perkem-bangan sistem produksi yang semi-otomatis dan dengan adanya peman-faatan teknologi komputer berskala luas, maka proletariat ditakdirkan akan melenyap. Alasannya, Pertama, demikian kata mereka, karena terjadinya penurunan jumlah orang yang terlibat dalam kegiatan industri produksi barang, sementara di pihak lain semakin banyak orang yang bekerja di sektor jasa, dan alasan kedua, adalah peningkatan kerja-kerja non manual (meningkatnya jumlah pekerja “kerah putih” secara umum).

Dalam mendefinisikan kelas pekerja, harus terlebih dahulu diketahui posisi kelas pekerja dalam sistem produksi sosial, relasinya terhadap alat-alat produksi dan peranannya dalam organisasi kerja secara sosial. Menurut pandangan Marxisme, kelas pekerja itu terdiri dari seluruh orang yang, (1), karena tidak memiliki alat-alat produksi terpaksa menjual tenaga kerja mereka untuk mendapatkan upah atau gaji, dan (2), jika mereka dipekerjakan, maka mereka menghasilkan nilai lebih dari kerja mereka atau yang memungkinkan majikan mereka untuk merampas nilai lebih yang diciptakan oleh orang lain.

Pekerja kerah putih bukanlah sebuah kelas tersendiri; kebanya-kan dari mereka adalah pekerja upahan yang bekerja di sektor-sektor non-industrial, yakni sektor-sektor yang memungkinkan para majikan untuk merampas nilai lebih yang diciptakan oleh para buruh industri dan pertanian. Peningkatan jumlah para pekerja kerah putih sejak abad 19 dimungkinkan oleh perkembangan sektor jasa (transportasi, komunikasi, perdagangan, kredit, perbankan dan asuransi, industri kebudayaan, dan sebagainya). Akan tetapi sektor ini juga memproduksi struktur masyara-kat kapitalis. Orang-orang yang bekerja di sektor jasa tidaklah berdiri sendiri diluar pembagian kelas dalam masyarakat. Mereka menjadi bagian yang terintegrasi dari kelas-kelas masyarakat, baik itu di bidang industri dan pertanian. Tingkat pertumbuhan pegawai kerah putih yang cepat melebihi pertumbuhan seluruh penduduk yang telah memasuki usia kerja tidak berarti telah terjadi proses de-proletarisasi penduduk atau munculnya intelektual kelas menengah baru yang meleburkan proletariat. Terminologi intelektual biasanya digunakan untuk menunjukkan segolongan orang yang secara profesional terlibat dalam kerja-kerja yang bersifat intelektual. Ia juga mencakup sebagian pekerja kerah putih, namun sebagian besarnya lagi menjalankan fungsi kerja yang teknis sifatnya. Terlebih lagi, komputerisasi yang menggejala akhir-akhir ini telah memekaniskan kerja-kerja administrasi dan pejualan. Dengan demikian hal tersebut telah menyerap para pekerja kerah putih menjadi

263

operator-operator mesin dengan kondisi kerja yang tak jauh beda dengan kondisi kerja yang melingkupi para buruh industri. Mengamati kondisi di atas maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa struktur kelas masyarakat kapitalis itu begitu beragam. Disamping adanya kelas-kelas fundamental di dalamnya juga kita temui adanya kelas-kelas non-fundamental, yang lebih spesifik lagi, dalam masyarakat kapitalis, kelas-kelas yang ada bukan merupakan kelompok-kelompok yang sifatnya tertutup sebagaimana halnya pelapisan hirarkis pada masa feodal. Dalam masyarakat kapitalis, orang-orang bisa saling berpindah dari kelompok-kelompok atau strata-strata sosial lainnya. Menghadapi fenomena ini maka para sosiolog borjuis secara semena-mena menganggap bahwa pembagian kelas tersebut melenyap dalam masyarakat kapitalis. Beberapa kalangan dari mereka ber-anggapan bahwa kelas-kelas bergerak secara konstan seiring dengan terserapnya orang ke dalamnya, serta mereka bergerak naik-turun namun tetap terkungkung dalam kelas yang sama persis seperti naik-turunnya lift di sebuah bangunan besar. Tentu saja, dalam masyarakat kapitalis terjadi mobilitas sosial yang jauh lebih besar ketimbang dalam masyarakat feodal dimana banyak terdapat penghalang yang bersifat hirarkis.akan tetapi batas-batas kelas ini tidak melenyap, bahkan di bawah sistem kapitalisme kontradiksi kelas mengalami peningkatan. Jika pada tahap-tahap awal perkembangan kapitalisme sebagian kalangan bangsawan penguasa tanah, kaum tani kaya, dsb, mampu menerobos masuk jajaran borjuasi maka dalam tahap perkembangan selanjutnya jauh lebih sulit memasuki lingkaran monopolis ketimbang upaya yang dulu dilakukan borjuis kecil ketika memasuki lingkaran kaum ningrat semasa absolutisme feodal. Seorang ekonom AS Ferdinand Lundbery, dalam bukunya The Rich and The Super Rich, menulis bahwa pada dekade 1960-an terdapat sekitar 200.000 orang kaya di AS. Kebanyakan dari mereka berasal dari sekitar 500 keluarga terkaya. Meskipun status kelas dari individu-individu tertentu mengalami perubahan, hal ini tidak berarti perbedaan kelas dalam masyarakat telah menghilang. Malahan perubahan-perubahan status sosial yang terjadi pada masa kapitalisme, keruntuhan bisnis-bisnis skala kecil, proletarisasi yang terjadi pada kerja intelektual dan meningkatnya jumlah pengang-guran, hanya memperlebar kesenjangan antara kelas-kelas fundamental dalam masyarakat.

264

Tugas 5.3

D. PRANATA SOSIAL

Beberapa istilah yang dipergunakan oleh para ahli untuk menyebut pranata sosial dainataranya Selo Soemardjan, Soelaeman Soemardi menggunakan istilah Lembaga Kemasyarakatan "social institution"' sedangkan Mely G. Tan, Koentjaraningrat, Harsya W.Bachtiar menggunakan istilah "pranata sosial", Hertzler, Broom, Nimkoff memberi istilah "lembaga sosial" (Soekanto, 1990).

Koentjaraningrat mendefinisikan pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat, 1991). Sedangkan Harry M. Johnson (dalam Soekanto, 1990) mengemukakan institusi atau lembaga/ pranata sebagai seperangkat aturan yang terinstitusionalisasi (institute-onalized) yakni: (1) telah diterima sejumlah besar anggota sistem social; (2) ditanggapi secara sungguh-sungguh (internalized); dan (3) diwajibkan dan terhadap pelanggarnya dikenakan sanksi tertentu.

Secara ringkas, pranata sosial adalah sistem norma khusus yang menjadi wahana atau menata suatu rangakaian tindakan yang memungkinkan warga masyarakat untuk berinteraksi menurut pola-pola resmi. Misalnya: belajar di sekolah, bermain tinju, diklat dan sebagainya. 1. Ciri Umum Pranata Sosial

Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 1990) menguraikan ciri-ciri umum pranata/lembaga sosial sebagai berikut:

1. Suatu pranata/lembaga sosial adalah suatu organisasi dariada pola-pola pemikiran dan pola-pola perikelakuan yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya.

2. Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua pranata/lembaga sosial

3. Pranata/lembaga sosial mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu

1. Menurut pendapatmu, apakah ada struktur sosial dalam lingkungan pergaulan di sekolahmu? Mengapa?

2. Deskripsikan struktur sosial yang ada di lingkungan sekitar tempat tinggalmu?

265

4. Pranata/lembaga sosial mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pranata/lembaga yang ber-sangkutan

5. Lambang-lambang biasanya juga merupakan ciri khas dari pranata/lembaga sosial

6. Suatu pranata/lembaga sosial mempunyai suatu tradisi yang tertulis dan yang tak tertulis yang dirumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku.

2. Unsur-unsur Pranata Sosial

Meskipun terdapat perbedaan dalam pranata/lembaga, tetapi banyak juga kesamaannya, hal ini mengingat fungsinya yang agak sama, yakni mengkonsolidasikan dan menstabilisasikan. Untuk melaksanakan fungsi tersebut dipergunakan teknik-teknik yang relatif sama antara lain:

1. Tiap-tiap lembaga mempunyai lambang-lambangnya 2. Lembaga-lembaga kebanyakan mengenal upacara-upacara dan

kode-kode kelakuan formil, berupa sumpah-sumpah,ikrar-ikrar, pembacaan kewajiban-kewajiban dan lain-lain.

3. Tiap pranata/lembaga mengenal pula pelbagai nilai-nilai beserta rasionalisasi-rasionalisasi atau sublimasi-sublimasi yang membe-narkan atau mengagungkan peranan-peranan sosial yang dike-hendaki oleh lembaga/ pranata itu.

3. Pengelompokkan Pranata Sosial

Koentjaraningrat (1986) menggolongkan pranata sosial yang merupakan campuran dari klasifikasi yang dikemukakan Gillin dan Gillin dengan klasifikasi yang diajukan S.F. Nadel.

Penggolongan berdasarkan atas fungsi dari pranata-pranata untuk memenuhi keperluan-keperluan hidup manusia sebagai warga masyarakat, paling sedikit ada delapan golongan yakni:

1. Kinship atau domestic institutions yakni pranata yang berfungsi untuk memenuhi keperluan kehidupan kekerabatan. Contoh: per-kawinan, tolong menolong antar kerabat, pengasuhan anak, sopan santun antar-kerabat.

2. Economic institutions yakni pranata-pranata yang berfungsi untuk memenuhi keperluan manusia untuk mata pencaharian hidup, memproduksi, menimbun, menyimpan dan mendistribusikan hasil produksi dan harta. Contoh: pertanian, peternak-an, koperasi, industri, barter, penggudangan, perbankan dan sebagainya.

3. Educational institutions yakni pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan penerangan dan pendidikan manusia agar menjadi anggota masyarakat yang berguna.

266

4. Contoh: pesantren, pendidikan rakyat, pendidikan dasar, sekolah menengah, perguruan tinggi, pemberantasan buta huruf, pendidik-an keamanan, pers, perpustakaan umum dan lain-lain.

5. Scientific institutions yakni pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan ilmiah, menyelami alam semesta. Contoh: metodologi ilmiah, penelitian, dan sebagainya.

6. Aesthetic and recreational institutions yakni pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk menghayatkan rasa keindahan dan untuk rekreasi. Contoh:seni rupa, seni suara, seni gerak, kesusasteraan, olah raga dan sebagainya.

7. Religious institutions yakni pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan dan alam gaib. Contoh: doa, kenduri, upacara, semedi, bertapa, dakwah, pantangan, ilmu gaib, dan sebagainya.

8. Political institutions yakni pranata-pranata yang berfungsi meme-nuhi keperluan manusia untuk mengatur dan mengelola keseim-bangan kekuasaan dalam kehidupan masyarakat. Contoh: peme-rintahan, demokrasi, kehakiman, kepartaian, kepolisian, ketenta-raan dan sebagainya.

9. Somatic institutions yakni pranata yang berfungsi memenuhi keperluan manusia akan kenyaman fisik dan kenyamanan hidup. Contoh: pemeliharaan kecantikan, pemeliharaan kesehatan, kedokteran dan sebagainya.

4. Tipe-Tipe Pranata Sosial

Gillin dan Gillin mengklasifikasikan pranata sosial sebagai berikut (dalam Soekanto, 1990).

1. Dari sudut perkembangan pranata sosial, meliputi (1) crescive institutions merupakan pranata yang secara tak disengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat. Contoh: hak milik, perkawinan, aga-ma dan sebagainya; (2) enacted institutions merupakan pranata yang dibentuk dengan sengaja untuk memenuhi tujuan tertentu. Contoh: perdagangan, pendidikan, hutang piutang dan sebagainya.

2. Dari sudut sistem nilai-nilai yang diterima masyarakat, meliputi basic institutions yakni pranata sosial yang sangat penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. Contoh: keluarga, sekolah, negara.Subsidiary institutions yakni pranata sosial yang dianggap kurang penting. Contoh: kegiatan untuk rekreasi.

3. Dari sudut penerimaan masyarakat, meliputi approved atau social sanctioned institutions yakni pranata yang diterima masyarakat.

267

Contoh: sekolah, perusahaan dagang dan sebagainya. Un-sanctioned institutions yakni pranata yang ditolak oleh masyara-kat, meskipun masyarakat kadang-kadang tidak berhasil untuk memberantas. Contoh: jaringan penjahat, pemeras, pencoleng dan sebagainya.

4. Dari sudut faktor penyebaran, meliputi general institutions yakni pranata yang dikenal hampir semua masyarakat di dunia. Contoh: agama. Dan restricted institutions yakni pranata yang dikenal oleh masyarakat tertentu atau para pengikutnya. Contoh: agama Islam, protestan, katolik, Budha, Hindu.

5. Dari sudut fungsinya, meliputi operative institutions yakni pranata sosial yang berfungsi sebagai penghimpun pola-pola atau cara-cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan pranata sosial yang bersangkutan. Contoh: Industrialisasi, demokratisasi. Regulative Institutions yakni pranata sosial bertujuan mengawasi adat istiadat atau tata kelakuan yang tidak menjadi bagian yang mutlak dari pranat tersebut. Contoh: pranata hukum: kejaksaan, pengadilan dan sebagainya.

5. Proses Pembentukan Pranata Sosial

Pembentukan pranata sosial melalui proses sebagai berikut: 1. Proses sosialisasi yakni proses untuk memperkenalkan dan

memasyarakatkan suatu norma kemasyarakatan yang baru, agar masyarakat mengenal dan mengetahui norma tersebut.

2. Proses institutonalization yakni proses yang dilewati oleh sesuatu norma kemasyarakatan yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu pranata sosial, sehingga norma-norma kemasyarakat-an itu oleh masyarakat tidak hanya dikenal, diakui, dihargai dan tetapi kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari.

3. Norma-norma yang internalized artinya proses norma-norma kemasyarakat tidak hanya berhenti sampai institutionalization saja, akan tetapi mungkin norma-norma tersebut mendarah daging dalam jiwa anggota masyarakat.

6. Fungsi Pranata Sosial

Merton mengemukakan fungsi pranata sosial dalam masyarakat bisa berfungsi manifes dan berfungsi laten (Horton, 1993). Fungsi manifes merupakan tujuan pranata yang dikehendaki atau diakui, keluarga harus memelihara anak, pranata ekonomi harus menghasilkan dan mendistribusikan kebutuhan pokok dan mengarahkan arus modal ke tempat yang membutuhkan, sekolah harus mendidik siswa. Sedangkan fungsi laten merupakan hasil yang tidak dikehendaki dan tidak diakui atau

268

jika diakui dianggap sebagai hasil sampingan, pranata ekonomi tidak hanya memproduksi dan mendistribusikan kebutuhan pokok, namun sering kali menimbulkan pengangguran dan perbedaan tajam akan kekayaan, pranata pendidikan tidak hanya mendidik siswa, melindungi anak-anak orang kaya dari persaingan dengan anak-anak orang miskin, dan sebagainya. Dalam kehidupan masyarakat terdapat pranata utama antara lain: pranata keluarga, pranata agama, pranata pendidikan, pranata ekonomi dan pranata politik. Studi tentang pranata tersebut melahirkan cabang ilmu sosiologi seperti sosiologi perekonomian, sosiologi politik, sosiologi pendidikan, sosiologi keluarga, sosiologi agama. a. Pranata Keluarga Didalam pranata keluarga dikenal perbedaan antara keluarga dengan sistem konsanguinal dan sistem konjugal. Sistem konsanguinal adalah sistem keluarga yang menekankan pentingnya hubungan atau ikatan darah, misalnya hubungan seseorang dengan orang tuanya. Sistem konjugal adalah sistem keluarga yang menekankan pentingnya ikatan perkawinan (suami-istri) dibandingkan dengan ikatan dengan orang tuanya. Tipe keluarga lainnya adalah keluarga orientasi (family orienta-tion) yakni keluarga dimana seseorang dilahirkan, tipe lainya adalah adalah keluarga prokreasi (family of procreation) yakni keluarga yang dibentuk melalui pernikahan dan melahirkan keturunan. Pembagian lainnya adalah keluarga batih (nuclear family) yakni satuan keluarga terkecil terdiri atas ayah-ibu dan anak-anak. Dan keluarga luas (extended family) yakni keluarga yang terdiri dari beberapa keluarga batih. Para ahli sosiologi mengidentifikasikan fungsi pranata keluarga sebagai berikut:

1. Mengatur hubungan seks. Secara normatif tidak ada masyarakat yang memperbolehkan hubungan seks bebas, maka pranata keluarga berfungsi untuk mengatur bagaimana diperbolehkannya hubungan seks terjadi.

2. Fungsi Reproduksi, yakni untuk mengembangkan keturunan yang dibatasi oleh aturan-aturan yang berlaku dalam keluarga.

3. Sosialisasi. Pranata keluarga berfungsi untuk mensosialisasikan sebagai anggota baru dalam masyarakat untuk dapat memerankan apa yang diharapkan dari dirinya.

4. Fungsi afeksi yakni memberi suasana saling asah, saling asuh dan saling asih

269

5. Memberi status, baik terkait dengan jenis kelamin, urutan dalam keluarga, hubungan dengan kekerabatan dan status sosial.

Dalam masyarakat dikenal banyak aturan perkawinan. Pertama tentang siapa yang boleh dan tidak boleh dinikahi, maka dikenal incest taboo (larangan hubungan sumbang). Bentuk perkawinan secara umum dikenal monogami dan poligami. Monogami adalah bentuk perkawinan antara satu orang laki-laki dengan satu wanita. Poligami adalah perkawinan antara satu laki-laki dengan beberapa wanita atau antara satu wanita dengan beberapa laki-laki. Dalam poligami dikenal bentuk poligini (polygyny) bentuk perkawinan antara satu laki-laki dengan beberapa wanita dan poliandri (polyandry) adalah perkawinan antara satu wanita dengan beberapa laki-laki. Disamipng bentuk perkawinan dikenal juga perkawinan kelompok (group marriage). Sedangkan poligami khusus disebut sororal polygyny yakni perkawinan antara laki-laki dengan lebih dari satu wanita saudara kandung pada waktu yang sama. Aturan lain adalah eksogami yakni aturan perkawinan yang melarang melakukan perkawinan dalam keluarga/ kelompok. Endogami sebaliknya yang mewajibkan untuk melakukan perkawinan dengan anggota kelompok keluarganya. Pada perkembangan selanjutnya dalam pranata keluarga dewasa ini dengan didorong oleh suatu gaya hidup baru (new life stylle) muncul beberapa bentuk keluarga seperti hidup bersama di luar nikah (cohabitation), keluarga homoseks (gay parent family) dan kehidupan membujang. b. Pranata Pendidikan Pranata pendidikan ini baik mencakup kurikulum (curriculum), pembelajaran (instructional) maupun penilaian (assesment), baik yang tercantum dalam kurikulum maupun yang termuat dalam kurikulum tersembunyi (hidden curriculum)

Fungsi pranata pendidikan secara umum meliputi, pertama fungsi manifes antara lain: (1) mempersiapkan anggota masyarakat mencari nafkah; (2) melestarikan kebudayaan; (3) menanamkan ketrampilan dan lain-lain. Sedangkan fungsi laten pranata pendidikan antara lain: (1) memupuk keremajaan; (2) pengurangan pengendalian orang tua; ndan (3) sarana pembangkangan. c. Pranata Agama Agama dipergunakan untuk mengatur kehidupan manusia, dalam sosiologi agama dinamakan religion yang maknanya lebih luas dari sekedar agama yang kita kenal sekarang seperti islam, katolik, Kristen,

270

Hindu dan Buda. Disamping itu dikenal dengan istilah civil religion yakni kepercayaan dan ritual di luar pranata agama, biasanya dikaitkan dengan politik, seperti pemujaan pada pemimpin, penghormatan pada lagu kebangsaan, seperti pengucapan Pancasila dan pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pada waktu upacara bendera. d. Pranata Ekonomi Pranata ekonomi dalam proses perkembangannya sebagaimana dikemukakan dalam Smelser (dalam Plak,1985) terkait dengan proses perubahan dari masyarakat homogen menjadi heterogen. Dalam pranata ini berkembang ideologi ekonomi seperti kapitalisme, sosialisme dan sebagainya. Dewasa ini berkembang pranata ekonomi baru yakni MNC (Multinational Corporation) yang memiliki usaha dan cabang usaha bagaikan gurita yang melilit dunia. Dalam pranata ekonomi baru ini bahkan kekuasaan mampu melampau kekuasaan suatu negara. e. Pranata Politik

Komblum mendefinisikan pranata politik sebagai perangkat norma dan status yang mengkhususkan diri pada pelaksanaan kekuasaan dan wewenang. Pranata utamanya antara lain ekskutif, legislatif dan yudikatif, militer dan sebagainya. Termasuk partai-partai politik, pengambilan keputusan dan sebagainya. Pokok pembahasan tentang pranata politik berdasarkan masing-masing pakar berbeda, seperti masalah kekuasaan. Pandangan weberian memandang bahwa kekuasaan itu ada pada kelompok masyarakat tertentu yakni pada para elit terutama elit politik, sedangkan pandangan Foucoultian memandang kekuasaan itu ada dimana-mana (power is anywhere) bahkan pada hubungan/relasi seksual antara pria dan wanita. Dengan demikian kekuasaan dapat dimiliki oleh siapapun tidak hanya oleh elit tertentu. Tugas 5.4

1. Bagaimana pendapatmu tentang fungsi nyata pranata keluarga di lingkungan tempat tinggalmu?, apakah sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang ada? Mengapa?

271

E. MOBILITAS SOSIAL Mobilitas sosial adalah perubahan, pergeseran, peningkatan,

ataupun penurunan status dan peran anggotanya. Misalnya, seorang pensiunan pegawai rendahan salah satu departemen beralih pekerjaan menjadi seorang pengusaha dan berhasil dengan gemilang. Contoh lain, seorang anak pengusaha ingin mengikuti jejak ayahnya yang berhasil. Ia melakukan investasi di suatu bidang yang berbeda dengan ayahnya. Namun, ia gagal dan jatuh miskin. Proses keberhasilan ataupun kegagalan setiap orang dalam melakukan gerak sosial seperti inilah yang disebut mobilitas sosial (social mobility).

Menurut Horton (1993), mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya atau gerak pindah dari strata yang satu ke strata yang lainnya. Sementara menurut Kimball Young dan Raymond W. Mack (dalam Soekanto 1990), mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur sosial mencakup sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan hubungan antara individu dengan kelompoknya.

Dalam dunia modern, banyak orang berupaya melakukan mobilitas sosial. Mereka yakin bahwa hal tersebut akan membuat orang menjadi lebih bahagia dan memungkinkan mereka melakukan jenis pekerjaan yang peling cocok bagi diri mereka. Bila tingkat mobilitas sosial tinggi, meskipun latar belakang sosial berbeda. Mereka tetap dapat merasa mempunyai hak yang sama dalam mencapai kedudukan sosial yang lebih tinggi. Bila tingkat mobilitas sosial rendah, tentu saja keba-nyakan orang akan terkukung dalam status nenek moyang mereka. Mereka hidup dalam kelas sosial tertutup.

Mobilitas sosial lebih mudah terjadi pada masyarakat terbuka karena lebih memungkinkan untuk berpindah strata. Sebaliknya, pada masyarakat yang sifatnya tertutup kemungkinan untuk pindah strata lebih sulit. Contohnya, masyarakat feodal atau pada masyarakat yang menganut sistem kasta. Pada masyarakat yang menganut sistem kasta, bila seseorang lahir dari kasta yang paling rendah untuk selamanya ia tetap berada pada kasta yang rendah. Dia tidak mungkin dapat pindah ke kasta yang lebih tinggi, meskipun ia memiliki kemampuan atau keahlian. Karena yang menjadi kriteria stratifikasi adalah keturunan. Dengan demikian, tidak terjadi gerak sosial dari strata satu ke strata lain yang lebih tinggi.

1. Cara Untuk Melakukan Mobilitas Sosial

Secara umum, cara orang untuk dapat melakukan mobilitas sosial ke atas adalah sangat beragam, diantaranya adalah sebagai berikut.

272

a. Perubahan standar hidup Kenaikan penghasilan tidak menaikan status secara otomatis,

melainkan akan merefleksikan suatu standar hidup yang lebih tinggi. Ini akan mempengaruhi peningkatan status.

Contoh: Seorang pegawai rendahan, karena keberhasilan dan prestasinya diberikan kenaikan pangkat menjadi Menejer, sehingga tingkat pendapatannya naik. Status sosialnya di masyarakat tidak dapat dikatakan naik apabila ia tidak merubah standar hidupnya, misalnya jika dia memutuskan untuk tetap hidup sederhana seperti ketika ia menjadi pegawai rendahan. b. Perkawinan

Perkawinan pada umumnya bertujuan untuk memenuhi kebutuh-an seksual dan melanjutkan keturunan. Namun secara sosiologis pada umumnya perkawinan juga bertujuan untuk meningkatkan status sosial yang lebih tinggi dari manusia yang bersangkutan, namun demikian tidak semua individu memiliki pandangan tersebut.

Contoh: Seseorang wanita yang berasal dari keluarga sangat sederhana menikah dengan laki-laki dari keluarga kaya dan terpandang di masyarakatnya. Perkawinan ini dapat menaikkan status si wanita tersebut. c. Perubahan tempat tinggal

Untuk meningkatkan status sosial, seseorang dapat berpindah tempat tinggal dari tempat tinggal yang lama ke tempat tinggal yang baru. Atau dengan cara merekonstruksi tempat tinggalnya yang lama menjadi lebih megah, indah, dan mewah. Secara otomatis, seseorang yang memiliki tempat tinggal mewah akan disebut sebagai orang kaya oleh masyarakat, hal ini menunjukkan terjadinya gerak sosial ke atas. d. Perubahan tingkah laku

Untuk mendapatkan status sosial yang tinggi, orang berusaha menaikkan status sosialnya dan mempraktekkan bentuk-bentuk tingkah laku kelas yang lebih tinggi yang diaspirasikan sebagai kelasnya. Bukan hanya tingkah laku, tetapi juga pakaian, ucapan, minat, dan sebagainya. Dia merasa dituntut untuk mengkaitkan diri dengan kelas yang diinginkannya.

Contoh: agar penampilannya meyakinkan dan dianggap sebagai orang dari golongan lapisan kelas atas, ia selalu mengenakan pakaian yang bagus-bagus. Jika bertemu dengan kelompoknya, dia berbicara de-ngan menyelipkan istilah-istilah asing. e. Perubahan nama

Dalam suatu masyarakat, sebuah nama diidentifikasikan pada posisi sosial tertentu. Gerak ke atas dapat dilaksanakan dengan mengubah nama yang menunjukkan posisi sosial yang lebih tinggi.

273

Contoh: Di kalangan masyarakat feodal Jawa, seseorang yang memiliki status sebagai orang kebanyakan mendapat sebutan "kang" di depan nama aslinya. Setelah diangkat sebagai pengawas pamong praja sebutan dan namanya berubah sesau dengan kedudukannya yang baru seperti "Raden".

2. Faktor Penghambat Mobilitas Sosial

Ada beberapa faktor penting yang justru menghambat mobilitas sosial. Faktor-faktor penghambat itu antara lain sebagai berikut. a. Perbedaan kelas rasial

Seperti yang terjadi di Afrika Selatan di masa lalu, dimana ras berkulit putih berkuasa dan tidak memberi kesempatan kepada mereka yang berkulit hitam untuk dapat duduk bersama-sama di pemerintahan sebagai penguasa. Sistem ini disebut Apharteid dan dianggap ber-akhir ketika Nelson Mandela (Gambar 5.1), seorang kulit hitam, terpilih menjadi presiden Afrika Selatan.

b. Agama Seperti yang terjadi di India yang menggunakan sistem kasta, menjadikan agama sebagai penghambat terjadinya mobilitas sosial. Hal ini dikarenakan tidak diperkenankannya terjadi interaksi antara manusia yang berbeda kasta.

c. Diskriminasi kelas Diskriminasi dalam sistem kelas terbuka dapat menghalangi mobilitas ke atas. Hal ini terbukti dengan adanya pembatasan suatu organisasi tertentu dengan berbagai syarat dan ketentuan, sehingga hanya sedikit orang yang mampu mendapatkannya.

Contoh: jumlah anggota DPR yag dibatasi hanya 500 orang, sehingga hanya 500 orang yang mendapat kesempatan untuk menaikan status sosialnya menjadi anggota DPR.

Gambar 5.1. Nelson Mandela (Sumber: Akses internet)

274

d. Kemiskinan Kemiskinan bilamana keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok warga negara dalam jumlah sukuo dan memadai. dapat membatasi kesempatan bagi seseorang untuk berkembang dan mencapai suatu sosial tertentu.

Contoh: "A" memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolahnya karena kedua orangtuanya tidak bisa membiayai, sehingga ia tidak memiliki kesempatan untuk meningkatkan status sosialnya.

e. Perbedaan jenis kelamin Perbedaan jenis kelamin dalam masyrakat juga berpengaruh terhadap prestasi, kekuasaan, status sosial, dan kesempatan-kesempatan untuk meningkatkan status sosialya.

3. Beberapa Bentuk Mobilitas Sosial a. Mobilitas sosial horizontal

Mobilitas horizontal merupakan peralihan individu atau obyek-obyek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang dalam mobilitas sosialnya. Contoh: Pak Amir seorang warga negara Amerika Serikat, mengganti kewarganegaraannya dengan kewarganegaraan Indonesia, dalam hal ini mobilitas sosial Pak Amir disebut dengan Mobilitas sosial horizontal karena gerak sosial yang dilakukan Pak Amir tidak merubah status sosialnya.

b. Mobilitas sosial vertikal

Mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan individu atau objek-objek sosial dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya, mobilitas sosial vertikal dapat dibagi menjadi dua, mobilitas vertikal ke atas (social climbing) dan mobilitas sosial vertikal ke bawah (social sinking). 1) Mobilitas vertikal ke atas (Social climbing)

Mobilitas vertikal ke atas atau social climbing mempunyai dua bentuk yang utama, yaitu: (1) Masuk ke dalam kedudukan yang lebih tinggi, yaitu masuknya individu-individu yang mempunyai kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi, di mana kedudukan tersebut telah ada sebelumnya. Contoh: A adalah seorang guru sejarah di salah satu SMA. Karena memenuhi persyaratan, ia diangkat menjadi kepala sekolah; (2) Membentuk kelompok baru, yaitu pembentukan suatu kelompok baru memungkinkan individu untuk meningkatkan status sosial-nya, misalnya dengan mengangkat diri menjadi ketua organisasi. Contoh: pembentukan organisasi baru memungkinkan seseorang untuk menjadi ketua dari organisasi baru tersebut, sehingga status sosialnya naik.

275

2) Mobilitas vertikal ke bawah (Social sinking)

Mobilitas vertikal ke bawah mempunyai dua bentuk utama, yaitu turunnya kedudukan dan turunnya derajat kelompok. Turunnya keduduk-an bilamana kedudukan individu turun ke kedudukan yang derajatnya lebih rendah. Contoh: seorang prajurit dipecat karena melakukan tindak-an pelanggaran berat ketika melaksanakan tugas. Turunnya derajat kelompok. Derajat sekelompok individu menjadi turun yang berupa disintegrasi kelompok sebagai kesatuan. Contoh: Juventus terdegradasi ke seri B. akibatnya, status sosial tim pun turun. c. Mobilitas antargenerasi

Mobilitas antargenerasi secara umum berarti mobilitas dua generasi atau lebih, misalnya generasi ayah-ibu, generasi anak, generasi cucu, dan seterusnya. Mobilitas ini ditandai dengan perkembangan taraf hidup, baik naik atau turun dalam suatu generasi. Penekanannya bukan pada perkembangan keturunan itu sendiri, melainkan pada perpindahan status sosial suatu generasi ke generasi lainnya. Contoh: Pak Parjo adalah seorang tukang becak. Ia hanya menamatkan pendidikannya hingga sekolah dasar, tetapi ia berhasil mendidik anaknya menjadi seorang pengacara. Contoh ini menunjukkan telah terjadi mobilitas vertikal antargenerasi.

d. Mobilitas intragenerasi

Mobilitas intragenerasi adalah mobilitas yang terjadi di dalam satu kelompok generasi yang sama. Contoh: Pak Darjo adalah seorang buruh. Ia memiliki anak yang bernama Endra yang menjadi tukang becak. Kemudian istrinya melahirkan anak ke-2 yang diberi nama Ricky yang awalnya menjadi tukang becak juga. tetapi Ricky lebih beruntung sehingga bisa mengubah statusnya menjadi seorang pengusaha becak, sementara Endra tetap menjadi tukang becak. Perbedaan status sosial antara Endra dengan adiknya di sebut mobilitas antargenerasi.

e. Gerak Sosial Geografis

Gerak sosial ini adalah perpindahan individu atau kelompok dari satu daerah ke daerah lain seperti transmigrasi, urbanisasi, dan migrasi.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mobilitas Sosial

Mobilitas sosial dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut. a. Perubahan kondisi sosial

Struktur kasta dan kelas dapat berubah dengan sendirinya karena adanya perubahan dari dalam dan dari luar masyarakat. Misalnya,

276

kemajuan teknologi membuka kemungkinan timbulnya mobilitas ke atas. Perubahan ideologi dapat menimbulkan stratifikasi baru.

b. Ekspansi teritorial dan gerak populasi

Ekspansi teritorial dan perpindahan penduduk yang cepat mem-buktikan ciri fleksibilitas struktur stratifikasi dan mobilitas sosial. Misalnya, perkembangan kota, transmigrasi, bertambah dan berkurangnya penduduk.

c. Komunikasi yang bebas

Situasi-situasi yang membatasi komunikasi antar strata yang beraneka ragam memperkokoh garis pembatas di antara strata yang ada dalam pertukaran pengetahuan dan pengalaman di antara mereka dan akan mengahalangi mobilitas sosial. Sebaliknya, pendidikan dan komuni-kasi yang bebas serta efektif akan memudarkan semua batas garis dari strata sosial yang ada dan merangsang mobilitas sekaligus menerobos rintangan yang menghadang.

d. Pembagian kerja

Besarnya kemungkinan bagi terjadinya mobilitas dipengaruhi oleh tingkat pembagian kerja yang ada. Jika tingkat pembagian kerja tinggi dan sangat dispeliasisasikan, maka mobilitas akan menjadi lemah dan menyulitkan orang bergerak dari satu strata ke strata yang lain karena spesialisasi pekerjaan nmenuntut keterampilan khusus. Kondisi ini memacu anggota masyarakatnya untuk lebih kuat berusaha agar dapat menempati status tersebut.

5. Saluran-Saluran Mobilitas Sosial a. Angkatan bersenjata

Gambar 5.2. Angkatan Bersenjata sedang berbaris (Sumber: Akses internet)

277

Angkatan bersenjata apapun namanya di suatu negara, me-rupakan salah satu saluran mobilitas sosial (Gambar 5.2). Angkatan bersenjata merupakan organisasi yang dapat digunakan untuk saluran mobilitas vertikal ke atas melalui tahapan yang disebut kenaikan pangkat. Misalnya, seorang prajurit yang berjasa pada negara karena menye-lamatkan negara dari pemberontakan, akan mendapatkan penghargaan dari masyarakat. Dia mungkin dapat diberikan pangkat/kedudukan yang lebih tinggi, walaupun berasal dari golongan masyarakat rendah.

b. Lembaga-lembaga keagamaan

Lembaga-lembaga keagamaan dapat mengangkat status sosial seseorang, misalnya yang berjasa dalam perkembangan Agama seperti kyai, santri, ustad, pendeta, biksu dan lain sebagainya.

c. Lembaga pendidikan

Lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya merupakan salur-an yang konkrit dari mobilitas vertikal ke atas, bahkan dianggap sebagai social elevator (perangkat) yang bergerak dari kedudukan yang rendah ke kedudukan yang lebih tinggi. Pendidikan memberikan kesempatan pada setiap orang untuk mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi. Contohnya seorang anak dari keluarga miskin mengenyam sekolah sampai jenjang yang tinggi. Setelah lulus ia memiliki pengetahuan dagang dan menggunakan pengetahuannya itu untuk berusaha, sehing-ga ia berhasil menjadi pedagang yang kaya, yang secara otomatis telah meningkatkan status sosialnya.

d. Organisasi politik

Seperti angkatan bersenjata, organisasi politik memungkinkan anggotanya yang loyal dan berdedikasi tinggi untuk menempati jabatan yang lebih tinggi, sehingga status sosialnya meningkat.

e. Organisasi ekonomi

Organisasi ekonomi (seperti perusahaan, koperasi, BUMN dan lain-lain) dapat meningkatkan tingkat pendapatan seseorang. Semakin besar prestasinya, maka semakin besar jabatannya. Karena jabatannya tinggi akibatnya pendapatannya bertambah. Karena pendapatannya bertambah akibatnya kekayaannya bertambah, dan karena kekayaannya bertambah status sosialnya di masyarakat meningkat.

278

f. Organisasi keahlian Orang yang rajin menulis dan menyumbangkan pengetahuan/

keahliannya kepada kelompok pasti statusnya akan dianggap lebih tinggi daripada pengguna biasa.

Keterlibatan seseorang dalam suatu kempok organisasi profesi atau keahlian mendorong yang bersangkutan mengalami perubahan sosial. Banyak ditemukan, keterlibatan individu dalam organisasi-organi-sasi tersebut dengan tujuan bukan untuk mengembangkan diri dan pemberdayaan diri serta pemberdayaan masyarakat, tetapi diperuntuk-kan bagi perubahan status sosialnya.

g. Perkawinan

Sebuah perkawinan dapat menaikkan status seseorang. Seorang yang menikah dengan orang yang memiliki status terpandang akan dihormati karena pengaruh pasangannya. Demikian halnya bila terjadi sebaliknya sebaliknya. Oleh karena itu, banyak ditemukan dalam masyarakat terjadi perkawinan yang tidak didasarkan rasa cinta kedua belah pihak tetapi didasarkan dalam upaya peningkatan status sosial masing-masing pihak.

Hal sejenis dapat kita temuai kalau kita membaca sejarah kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri di Indonesia, dimana perkawinan antara anak raja sebagai upaya untuk menjalin perdamaian dan kerjasama diantara kerajaan tersebut.

6. Dampak Mobilitas Sosial

Gejala naik turunnya status sosial tentu memberikan konsekuensi-konsekuensi tertentu terhadap struktur sosial masyarakat. Konsekuensi-konsekuensi itu kemudian mendatangkan berbagai reaksi. Reaksi ini dapat berbentuk konflik. Ada berbagai macam konflik yang bisa muncul dalam masyarakat sebagai akibat terjadinya mobilitas.

a. Konflik antarkelas

Dalam masyarakat, terdapat lapisan-lapisan sosial karena ukuran-ukuran seperti kekayaan, kekuasaan, dan pendidikan. Kelompok dalam lapisan-lapisan tadi disebut kelas sosial. Apabila terjadi perbedaan kepentingan antara kelas-kelas sosial yang ada di masyarakat dalam mobilitas sosial maka akan muncul konflik antarkelas. Contohnya demonstrasi buruh yang menuntut kenaikan upah, menggambarkan konflik antara kelas buruh dengan pengusaha.

279

b. Konflik antarkelompok sosial Di dalam masyatakat terdapat pula kelompok sosial yang

beraneka ragam. Di antaranya kelompok sosial berdasarkan ideologi, profesi, agama, suku, dan ras. Bila salah satu kelompok berusaha untuk menguasai kelompok lain atau terjadi pemaksaan, maka timbul konflik. Contohnya tawuran pelajar, perang antar kampung, perang antar suku, perang antar geng dan sebagainya.

c. Konflik antargenerasi

Konflik antar generasi terjadi antara generasi tua yang mempertahankan nilai-nilai lama dan generasi mudah yang ingin mengadakan perubahan.

Contoh: Pergaulan bebas yang saat ini banyak dilakukan kaum muda di Indonesia sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut generasi tua.

d. Penyesuaian kembali

Setiap konflik pada dasarnya ingin menguasai atau mengalahkan lawan. Bagi pihak-pihak yang berkonflik bila menyadari bahwa konflik itu lebih banyak merugikan kelompoknya, maka akan timbul penyesuaian kembali yang didasari oleh adanya rasa toleransi atau rasa penyesuaian kembali yang didasari oleh adanya rasa toleransi atau rasa saling menghargai. Penyesuaian semacam ini disebut akomodasi.

e. Orang-orang akan berusaha untuk berprestasi atau berusaha

untuk maju karena adanya kesempatan untuk pindah strata Kesempatan ini mendorong orang untuk mau bersaing, dan

bekerja keras agar dapat naik ke strata atas. Contohnya seorang anak miskin berusaha belajar dengan giat agar mendapatkan kekayaan dimasa depan. f. Mobilitas sosial akan lebih mempercepat tingkat perubahan

sosial masyarakat ke arah yang lebih baik Mobilitas sosial yang terjadi pada masyarakat bisa mengakibatkan munculnya perubahan menuju yang lebih baik pada masyarakat. Contohnya masyarakat Indonesia yang sedang mengalami perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri. Perubahan ini akan lebih cepat terjadi jika didukung oleh sumber daya yang memiliki kualitas. Kondisi ini perlu didukung dengan peningkatan dalam bidang pendidikan.

280

7. Masyarakat Pedesaan (Rural Community) dan Masyarakat Perkotaan (Urban Community)

Istilah community diartikan sebagai masyarakat setempat, yang artinya menunjukkan pada warga sebuah desa, kota, suku atau bangsa. Apabila anggota-anggota sesuatu kelompok, baik kelompok itu besar maupun kecil, hidup bersama sedemikian rupa sehingga merasakan bah-wa kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup yang utama, maka kelompok tadi disebut masyarakat setempat.

Kriteria utama bagi adanya suatu masyarakat setempat adalah adanya social relationship antara anggota suatu kelompok. Dengan me-ngambil pokok-pokok uraian di atas, dapat dikatakan bahwa masyarakat setempat menunjuk pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu di mana faktor utama yang menjadi dasar adalah interaksi yang lebih besar diantara para anggotanya, dibandingkan dengan penduduk di luar batas wilayahnya (Soemardjan, 1962).

Secara singkat disimpulkan bahwa masyarakat setempat adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubung-an sosial yang tertentu. Dasar-dasar daripada masyarakat setempat adalah lokalitas dan perasaan semasyarakat setempat tersebut.

Suatu masyarakat setempat pasti mempunyai lokalitas atau tempat tinggal (wilayah) tertentu. Walaupun sekelompok manusia meru-pakan masyarakat pengembara akan tetapi pada saat-saat tertentu anggota-anggotanya pasti terkumpul pada suatu tempat tertentu, misal-nya bila mengadakan upacara-upacara tradisional. Masyarakat-masya-rakat setempat yang mempunyai tempat tinggal tetap dan permanen, biasanya mempunyai ikatan solidaitas yang kuat sebagai pengaruh kesatuan tempat tinggalnya.

Masyarakat modern, karena perkembangan teknologi alat-alat perhubungan, ikatan pada tempat tinggal agak berkurang, akan tetapi sebaliknya hal itu bahkan memperluas wilayah pengaruh masyarakat se-tempat yang bersangkutan. Secara garis besar, masyarakat setempat berfungsi sebagai ukuran untuk mengarisbawahi hubungan antara hubungan-hubungan sosial dengan suatu wilayah geografis tertentu. Sebagai contoh, betapapun kuatnya pengaruh luar, misalnya bidang per-tanian mengenai soal cara-cara penanaman yang lebih efisien, penggu-naan pupuk dan sebagainya, akan tetapi masyarakat desa masih tetap mempertahankan tradisi yaitu ada hubungan yang erat dengan tanah, karena tanah itulah yang memberikan keidupan kepadanya. Akan tetapi tempat tingal tertentu saja, walaupun merupakan suatu dasar pokok,

281

tidak cukup untuk membentuk masyarakat setempat. Disamping itu harus ada suatu perasaan di antara anggota bahwa mereka saling memerlukan dan bahwa tanah yang mereka tinggali memberikan kehidupan kepada semuanya. Perasaan demikian, yang pada hakikatnya merupakan identi-fikasi dengan tempat tinggal, dinamakan perasaan komuniti (comminity sentiment). Unsur-unsur perasaan komuniti (community sentiment) antara lain seperasaan, sepenanggungan dan saling memerlukan.

Melalui logat bahasa yang khas akan dapat diketahui dari mana asal seseorang. Walaupun perkembangan komunikasi agak mengurangi fungsi ciri tersebut, akan tetapi setiap masyarakat setempat, baik yang berupa desa maupun kota, pasti mempunyai logat bahasa tersendiri. Kecuali, masing-masing masyarakat setempat mempunyai juga cerita-cerita rakyat dengan variasi tersendiri. Orang Lampung percaya bahwa nenek moyang mereka berasal dari Si Raja Lampung: akan tetapi masyarakat-masyarakat setempat mempunyai versi tersendiri mengenai sejarah nenek moyangnya. Demikian pula misalnya cerita Nyi Roro kidul, mempunyai bermacam-macam versi dengan daerah di mana cerita tadi berkembang.

Dalam masyarakat yang modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan rural community, dan urban community. Perbedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam ma-syarakat modern, betapapun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Sebaliknya pada masyarakat bersahaja pengaruh dari kota secara relatif tidak ada. Pembedaan antara masyarakat pede-saan dengan masyarakat perkotaan, pada hakikatnya bersifat gradual. Agak sulit untuk memberikan batasan apa yang dimaksudkan dengan perkotaan, oleh karena adanya hubungan antara konsetrasi pendudukn dengan gejala-gejala sosial yang dnamakan urbanisme (yang diuraikan kemudian). Seseorang boleh saja berpendapat bahwa semua tempat dengan kepadatan penduduk yang tinggi, merupakan masyarakat perkotaan. Hal itu kurang benar, karena banyak pula daerah yang ber-penduduk padat, tak dapat digolongkan ke dalam masyarakat perkotaan.

Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng, dan bata, tukang membuat gula dan sebagainya, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan

282

disamping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja, oleh karena bila tiba masa panen atau masa menanam padi, pekerjaan-pekerjaan sambilan tadi segera ditinggalkan. Namun demikian, tidaklah berarti bahwa setiap orang mempunyai tanah.

Di luar Jawa, misalnya di Sumatera, disamping pertanian pen-duduk pedesaan juga berkebun, misalnya berkebun lada, karet, kelapa sawit dan sebagainya. Pada umumnya penduduk pedesaan di Indonesia ini apabila ditinjau dari segi kehidupan sangat terkat dan sangat tergan-tung dari tanah (earth bound). Karena sama-sama tergantung pada tanah, maka kepentingan pokok juga sama, sehingga mereka juga akan bekerja sama untuk mencapai kepentingan-kepentingannya. Misalnya pada musim pembukaan tanah atau pada waktu menanam tiba, mereka akan bersama-sama mengerjakannya. Hal itu dilakukan, karena biasanya satu keluarga saja tak akan cukup memiliki tenaga kerja untuk mengerja-kan tanahnya. Sebagai akibat kerja sama tadi, timbullah lembaga kema-syarakatan yang dikenal dengan nama gotong royong, yang bukan merupakan lembaga yang sengaja dibuat. Sebab itu, pada masyarakat-masyarakat pedesaan tidak akan dijumpai pembagian kerja berdasarkan keahlian, akan tetapi biasanya pembagian kerja didasarkan pada usia, mengingat kemampuan fisik masing-masing dan juga atas dasar pembedaan kelamin.

Cara bertani sangat tradisional dan tidak efisien, karena belum dikenalnya mekanisme dalam peranian. Biasanya mereka bertani semata-mata untuk mencukupi kehidupannya sendiri dan tidak untuk dijual. Cara bertani yang demikian lazim dinamakan subsitence farming. Mereka merasa puas apabila kebutuhan keluarga telah tercukupi.

Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasehat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Kesukarannya adalah bahwa golongan orang tua itu mempunyai pandangan yang didasarkan pada tradisi yang kuat, sehingga sukar untuk mengadakan perubahan-perubahan yang nyata. Pengendalian sosial masyarakat terasa sangat kuat, sehingga perkembangan jiwa individu sangat sukar untuk dilaksanakan. Itulah sebabnya mengapa sulit sekali mengubah jala pikiran yang sosial ke ara jalan pikiran yang ekonomis, hal mana juga disebabkan karena kurangnya alat-alat komunikasi. Salah satu alat ko-munikasi yang berkembang adalah desas desus, biasanya bersifat ne-gatif. Sebagai akibat sistem komunikasi yang sederhana tadi, hubungan antara seseorang dengan orang lain, dapat diatur dengan seksama. Rasa

283

persatuan erat sekali, yang kemudian menimbulkan saling mengenal dan saling menolong yang akrab.

Apabila ditinjau dari sudut pemerintahan, maka hubungan antara penguasa dengan rakyat, berlangsung secara tidak resmi. Segala sesuatu dijalankan atas dasar musyawarah. Disamping itu karena tidak adanya pembagian kerja yang tegas, seorang penguasa sekaligus mempunyai beberapa kedudukan dan peranan yang sama sekali tak dapat dipisah-pisahkan atau paling tidak sukar untuk dibeda-bedakan. Apalagi di desa yang terpencil, sukar sekali untuk memisahkan antara kedudukan dengan peranan seorang kepala desa sebagai orang tua yang nasehat-nasehatnya patut dijadikan pegangan, sebagai seorang pemimpin upacara adat dan lain sebagainya. Pendeknya segala sesuatu disentralisasi pada diri kepala desa tersebut.

Masyarakat perkotaan atau urban community adalah masyarakat kota yang tidak tertentu jumlah penduduknya. Tekanan pengertian “kota”, terletak pada sifat dan ciri kehidupan yang berbeda dengan masyarakat modern.

Antara warga masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, terdapat perbedaan dalam perhatian, khususnya terhadap keperluan utama keidupan, hubungan-hubunganan untuk memperhatikan fungsi pakaian, makanan, sumah, dan sebagainya. Lain dengan orang kota yang mempunyai pandangan berbeda. Orang kota sudah memandang penggunaan kebutuhan hidup, sehubungan dengan pandangan masyarakat sekitarnya. Kalau menghidangkan makanan misalnya, yang diutamakan adalah bahwa makanan yang dihidangkan tersebut membe-rikan kesan bahwa yang menghidangkannya mempunyai kedudukan sosial yang tinggi. Bila ada tamu, diusahakan untuk menghidangkan makan dalam kaleng. Pada orang-orang desa, hal itu tidak diperdulikan; mereka masak makanan sendiri tanpa memperdulikan apakah tamunya suka atau tidak. Pada orang kota, makanan yang dihidangkan harus kelihatan mewah dan tempat menghidangkannya juga harus mewah dan terhormat. Di sini terlihat perbedaan penilaian; orang desa menilai makanan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan biologis, sedangkan pada orang kota, sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan sosial.

Demikian pula soal pakaian bagi orang desa, bentuk dan warna pakaian tak menjadi soal karena yang terpenting adalah fungsi pakaian yang dapat melindungi diri dari panas dan dingin. Bagi orang kota, nilai pakaian adalah alat kebutuhan sosial, mahalnya bahan pakaian yang dipakai merupakan perwujudan dari kedudukan sosial si pemakai. Ada

284

beberapa ciri lagi yang menonjol pada masyarakat kota, antara lain sebagai berikut.

1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehi-dupan agama di desa. Ini disebabkan cara berpikir yang rasional, yang didasarkan pada perhitungan eksak yang berhubungan de-ngan realita masyarakat. Memang di kota-kota, orang juga ber-agama, akan tetap pada umumnya pusat kegiatan hanya tampak di tempat-tempat ibadat seperti gereja, masjid, dan sebagainya. Di luar itu, kehidupan masyarakat berada dalam lingkungan ekono-mi, perdagangan dan sebagainya. Cara kehidupan demikian mempunyai kecenderungan ke arah keduniawian (seculer trend), dibandingkan dengan kehidupan warga desa yang cenderung ke arah agama (religious trend).

2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain yang penting di sini adalah manusia perseorangan atau individu. Di desa orang lebih memen-tingkan kelompok atau keluarga. Di kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan karena perbedaan kepentingan, perbedaan paham politik, perbedaan agama dan seterusnya. Di kota individu kurang berani untuk seorang diri menghadapi orang-orang lain dengan lata belakang yang berbeda, pendidikan yang tak sama, kepentingan yang berbeda dan lain-lain. Nyata bahwa kebebasan yang diberikan kepada individu, tak dapat memberikan kebebasan yang sebenarnya kepada yang bersangkutan.

3. Pembagian kerja di antara warga kota juga lebih tegas dan punya batas-batas nyata. Di kota, tinggal orang-orang dengan aneka warna latar belakang sosial dan pendidikan yang menyebabkan individu memperdalami suatu bidang kehidupan khusus. Ini mela-hirkan suatu gejala bahwa warga kota tak mungkin hidup sendiri-an secara secara individualistis. Pasti akan dihadapinya per-soalan-persoalan hidup yang berada di luar jangkauan kemam-puan sendiri. Gejala demikian menimbulkan kelompok-kelompok kecil (small group) yang didasarkan pada pekerjaan yang sama, keahlian yang sama, kedudukan yang sosial yang sama dan lain-lain. Kesemuanya dalam batas-batas tertentu membentuk pemba-tasan-pembatasan di dalam pergaulan hidup. Misalnya seorang guru SLTA lebih banyak bergaul dengan rekannya sesama guru pula, daripada dengan pedagang kelontong. Seorang sarjana ekonomi akan lebih banyak bergaul dengan rekannya dengan

285

latar belakang pendidikan yang sama ketimbang dengan sarjana-sarjana ilmu sejarah.

4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan, juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa karena sistem pembagian kerja yang tegas daripada faktor pribadi.

5. Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan interaksi-interaksi yang terjadi lebih di dasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.

6. Jalan kehidupan yang cepat di kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.

7. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, karena kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh luar. Hal ini sering menimbulkan pertentangan antara golongan tua dengan golongan muda, oleh karena golongan muda yang belum se-penuhnya terwujud kepribadiannya, lebih senang mengikuti pola-pola daru dalam kehidupan.

Tugas 5.5

F. PERUBAHAN SOSIAL

Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan kontak dengan kebudayaan asing. Gambar 5.3. adalah ilustrasi interaksi yang terjadi antara manusia penghuni suatu pulau dengan manusia pendatang, yang nampaknya terjadi pada masa purba. Hal ini dibuktikan dengan gambar manusia yang tidak berbusana.

1. Orang-orang yang berani melakukan mobilitas sosial maka dia akan berhasil dalam hidupnya? Mengapa? Bagaimana pendapatkmu tentang pernyataan tersebut?

286

Ilustrasi di atas menggambarkan salah satu bentuk awal terjadi perubahan sosial dalam masyarakat. Kedatangan manusia berperahu tersebut telah membawa perubahan sosial pada masyarakat penghuni, walaupun mungkin manusia perahu tersebut tidak jadi mendarat.

Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman (dalam Horton, 1993) mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan.

Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi perubahan sosial: (1) tekanan kerja dalam masyarakat; (2) keefektifan komunikasi; dan (3) perubahan lingkungan alam.

Perubahan sosial-budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh, berakhirnya zaman es berujung pada ditemukannya sistem pertanian, dan kemudian memancing inovasi-inovasi baru lainnya dalam kebudayaan.

Penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu kebuda-yaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara penetrasi damai (penetration pasifique) dan penetrasi kekeras-an (penetration violante).

Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai, contohnya, masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia. Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan

Gambar 5.3. Ilustrasi interaksi manusia purba dengan pendatang (Sumber: Akses internet)

287

konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat.

Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan akulturasi, asimilasi, atau sintesis. Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilang-kan unsur kebudayaan asli. Contohnya, bentuk bangunan Candi Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia dan kebudayaan India. Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru. Sedangkan sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.

Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan meru-sak, contohnya, masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan yang disertai dengan kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam masyarakat. Tugas 5.6

G. RINGKASAN

Masyarakat adalah kumpulan orang; sudah terbentuk lama; sudah memiliki sistem sosial atau struktur sosial tersendiri; dan memiliki kepercayaan, sikap, dan perilaku yang dimiliki bersama. masyarakat ada-lah merupakan kelompok atau kolektivitas manusia yang melakukan interaksi-komunikasi dengan sesama, sedikit banyak bersifat kekal, ber-andaskan perhatian dan tujuan bersama, serta telah melakukan jalinan secara berkesinambungan dalam waktu yang relatif lama, dan adanya kebudayaan yang dihasilkan oleh masyarakat tersebut. Karakteristik dari masyarakat itu terutama terletak pada kelompok manusia yang bebas dan bersifat kekal, menempati kawasan tertentu, memiliki kebudayaan serta terjalin dalam suatu hubungan di antara anggota-anggotanya.

Pada umumnya berdasarkan tempat tinggal masyarakat dikelom-pokkan menjadi masyarakat desa dan masyarakat kota. Desa sering kali ditandai dengan kehidupan yang tenang, jauh dari hikuk pikuk keramaian, penduduknya ramah-tamah, saling mengenal satu sama lain, mata pencaharian penduduknya kebanyakan sebagai petani, atau nelayan,

Kalau anda ingin sukses dalam hidup dan karir maka anda harus melakukan perubahan dalam kebiasaan dan gaya hidupmu? Mengapa? Bagaimana pendapatmu?

288

walaupun ada yang menjadi pedagang, tukang kayu atau tukang batu. Mereka mempunyai hubungan yang lebih erat dan mendalam antar sesama warganya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok, atas dasar kekeluargaan dan gotong-royong.

Sebuah kota seringkali ditandai dengan kehidupan yang ramai, wilayahnya yang luas, banyak penduduknya, hubungan yang tidak erat satu sama lain, dan mata pencaharian penduduknya bermacam-macam.

Struktur sosial didefinisikan sebagai pola dari hak dan kewajiban para pelaku dalam suatu sistem interaksi, yang terwujud dari rangkaian-rangkaian hubungan sosial yang relatif stabil dalam suatu jangka waktu tertentu.

Corak dari sesuatu struktur sosial ditentukan oleh kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan, dalam kaitannya dengan lingkungan hidup yang nyata yang dihadapi oleh warga masyarakat yang bersangkutan. Perwujudan dari kebudayaan sebagai model atau pola bagi kelakuan, yang berupa aturan-aturan atau norma-norma, dalam kehidupan sosial manusia adalah melalui beraneka ragam corak pranata-pranata sosial. Pranata-pranata tersebut terwujud sebagai serangkaian norma-norma yang menjadi tradisi yang digunakan untuk mengatur kegiatan-kegiatan kehidupan individu dan kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu, kalau kita hendak melihat masyarakat sebagai suatu struktur sosialnya, maka yang menentukan corak dari struktur tersebut adalah pranata-pranata yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan.

Corak dari struktur sosial masyarakat beraneka ragam. Ada yang sederhana dan ada yang kompleks; ada yang struktur sosialnya bersumber dan ditentukan coraknya oleh sistem kekerabatannya, sistem ekonominya, sistem pelapisan sosialnya, dan sebagainya; dan ada yang merupakan suatu kombinasi dari berbagai pranata tersebut.

Interaksi sosial adalah aspek kelakuan dari dan yang terdapat dalam hubungan sosial. Dalam kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat, hubungan-hubungan sosial yang dilakukannya dengan para anggota masyarakatnya dalam kelompok-kelompok kekerabatan, kelom-pok wilayah, dan dalam kelompok-kelompok sosial lainnya (yaitu perkum-pulan olah raga, arisan, teman sejawat di kantor, teman sepermainan, tetangga, organisasi partai politik, dan sebagainya), tidaklah sama dalam hal interaksi sosialnya antara yang satu dengan yang lainnya.

Pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Ciri umum pranata lembaga sosial sebagai berikut: (1) suatu pranata/lembaga sosial adalah suatu organisasi dariada pola-pola pemikiran dan pola-pola

289

perikelakuan yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya; (2) suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua pranata/lembaga sosial; (3) pranata/lembaga sosial mem-punyai satu atau beberapa tujuan tertentu; (4) pranata/lembaga sosial mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pranata/lembaga yang bersangkutan; (5) lambang-lambang biasanya juga merupakan ciri khas dari pranata/lembaga sosial; dan (6) suatu pranata/lembaga sosial mempunyai suatu tradisi yang tertulis dan yang tak tertulis yang dirumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku.

Unsur-unsur pranata sosial antara lain: (1) tiap-tiap lembaga mempunyai lambang-lambangnya; (2) lembaga-lembaga kebanyakan mengenal upacara-upacara dan kode-kode kelakuan formil, berupa sumpah, ikrar, pembacaan kewajiban-kewajiban dan lain-lain; (3) tiap pranata/lembaga mengenal pula pelbagai nilai-nilai beserta rasionalisasi-rasionalisasi atau sublimasi-sublimasi yang membenarkan atau meng-agungkan peranan-peranan sosial yang dikehendaki oleh lembaga/ pranata itu.

Pengelompokkan pranata sosial berdasarkan atas fungsi dari pranata-pranata untuk memenuhi keperluan-keperluan hidup manusia sebagai warga masyarakat, paling sedikit ada delapan golongan yakni: (1) kinship atau domestic institutions; (2) economic institutions; (3) educational institutions; (4) scientific institutions; (5) religious institutions; (6) political institutions; (7) somatic institutions; dan (8) aesthetic and recreational institutions.

Fungsi pranata keluarga sebagai berikut: (1) mengatur hubungan seks. Secara normatif tidak ada masyarakat yang memperbolehkan hubungan seks bebas, maka pranata keluarga berfungsi untuk mengatur bagaimana diperbolehkannya hubungan seks terjadi; (2) fungsi repro-duksi, yakni untuk mengembangkan keturunan yang dibatasi oleh aturan-aturan yang berlaku dalam keluarga; (3) sosialisasi. Pranata keluarga berfungsi untuk mensosialisasikan sebagai anggota baru dalam masyarakat untuk dapat memerankan apa yang diharapkan dari dirinya; (4) fungsi afeksi yakni memberi suasana saling asah, saling asuh dan saling asih; dan (5) memberi status, baik terkait dengan jenis kelamin, urutan dalam keluarga, hubungan dengan kekerabatan dan status sosial.

Mobilitas sosial adalah perubahan, pergeseran, peningkatan, ataupun penurunan status dan peran anggotanya. Misalnya, seorang pensiunan pegawai rendahan salah satu departemen beralih pekerjaan menjadi seorang pengusaha dan berhasil dengan gemilang. Contoh lain, seorang anak pengusaha ingin mengikuti jejak ayahnya yang berhasil. Ia melakukan investasi di suatu bidang yang berbeda dengan ayahnya. namun, ia gagal dan jatuh miskin. Proses keberhasilan ataupun kegagal-

290

an setiap orang dalam melakukan gerak sosial seperti inilah yang disebut mobilitas sosial (social mobility).

Mobilitas sosial lebih mudah terjadi pada masyarakat terbuka karena lebih memungkinkan untuk berpindah strata. Sebaliknya, pada masyarakat yang sifatnya tertutup kemungkinan untuk pindah strata lebih sulit. Cara yang sering dilakukan untuk dapat melakukan mobilitas sosial adalah sebagai berikut: (1) perubahan standar hidup; (2) perkawinan; (3) perubahan tempat tinggal; (4) perubahan tingkah laku; dan (5) perubahan nama. Mobilitas sosial dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: (1) perubah-an kondisi sosial; (2) ekspansi teritorial dan gerak populasi; (3) komuni-kasi yang bebas; dan (4) pembagian kerja. Saluran-saluran dalam mela-kukan mobilitas sosial adalah: (1) lembaga-lembaga keagamaan; (2) lembaga pendidikan; (3) organisasi politik; (4) organisasi ekonomi; (5) organisasi keahlian; dan (6) perkawinan.

Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan.

Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan. Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi perubahan sosial: (1) tekanan kerja dalam masyarakat; (2) keefektifan komunikasi; dan (3) perubahan lingkungan alam.

291

BAB 6 KONFLIK SOSIAL

A. PENGERTIAN KONFLIK SOSIAL Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan sesama manusia. Ketika berinteraksi dengan sesama manusia, selalu diwarnai dua hal, yaitu konflik dan kerjasama. Dengan demikian konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia.

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik, dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2002) diartikan sebagai percekcokan, perselisihan, dan pertentangan. Menurut Kartono & Gulo (1987), konflik berarti ketidaksepakatan dalam satu pendapat emosi dan tindakan dengan orang lain. Keadaan mental merupakan hasil impuls-impuls, hasrat-hasrat, keinginan-keinginan dan sebagainya yang saling bertentangan, namun bekerja dalam saat yang bersamaan. Konflik biasanya diberi pengertian sebagai satu bentuk perbedaan atau pertentangan ide, pendapat, faham dan kepentingan di antara dua

Gambar 6.1 Sekelompok manusia sedang melaksanakan demo menentang kebijakan negara

Sumber: akses internet

292

pihak atau lebih. Pertentangan ini bisa berbentuk pertentangan fisik dan non-fisik, yang pada umumnya berkembang dari pertentangan non-fisik menjadi benturan fisik, yang bisa berkadar tinggi dalam bentuk kekerasan (violent), bisa juga berkadar rendah yang tidak menggunakan kekerasan (non-violent). Gambar 6.1 menjelaskan tentang perilaku manusia yang muncul akibat dari perbedaan pendapat. Demonstrasi yang dilakukan untuk menentang kebijakan negara adalah salah satu bentuk perbedaan pendapat dan kepentingan antara kelompok masyarakat dengan negara atau dengan kelompok lainnya. Fenomena ini termasuk dalam kategori konflik, walaupun tidak mengarah kepada pertentangan fisik. Konflik juga dimaknai sebagai suatu proses yang mulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, atau akan segera mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang diperhati-kan oleh pihak pertama. Suatu ketidakcocokan belum bisa dikatakan sebagai suatu konflik bilamana salah satu pihak tidak memahami adanya ketidakcocokan tersebut (Robbins, 1996). Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bisa terjadi karena hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau merasa memiliki tujuan-tujuan yang tidak sejalan (Fisher, dalam Saputro, 2003). Sedangkan White & Bednar (1991) mendefinisikan konflik sebagai suatu interaksi antara orang-orang atau kelompok yang saling bergan-tung merasakan adanya tujuan yang saling bertentangan dan saling mengganggu satu sama lain dalam mencapai tujuan itu. Jika tindakan seseorang individu untuk memenuhi dan memaksi-malkan kebutuhannya menghalangi atau membuat tindakan orang lain jadi tidak efektif untuk memenuhi dan memaksimalkan kebutuhan orang tersebut, maka terjadilah konflik kepentingan (conflict of interest) (Deustch dalam Johnson & Johnson, 1991). Cassel Concise dalam Lacey (2003) mengemukakan bahwa konflik sebagai “a fight, a collision; a struggle, a contest; opposition of interest, opinion or purposes; mental strife, agony”. Pengertian tersebut memberikan penjelasan bahwa konflik adalah suatu pertarungan, suatu benturan; suatu pergulatan; pertentangan kepentingan, opini-opini atau tujuan-tujuan; pergulatan mental, penderitaan batin. Konflik adalah suatu

293

pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seorang ter-hadap dirinya, orang lain, orang dengan kenyataan apa yang diharapkan (Mangkunegara, 2001). Konflik juga merupakan perselisihan atau perju-angan di antara dua pihak (two parties)yang ditandai dengan menunjuk-kan permusuhan secara terbuka dan atau mengganggu dengan sengaja pencapaian tujuan pihak yang menjadi lawannya (Wexley &Yukl, 1988). Gambar 6.2 di bawah ini adalah salah satu contoh konflik yang sesuai dengan pendapat di atas, yaitu ketika apa yang diharapkan oleh suporter persebaya agar kesebelasan kesayangannya menang tidak terwujud, akibatnya dia melakukan berbagai tindakan penyerangan kepada siapa saja, termasuk kepada aparat keamanan. Pertentangan dikatakan sebagai konflik manakala pertentangan itu bersifat langsung, yakni ditandai interaksi timbal balik di antara pihak-pihak yang bertentangan. Selain itu, pertentangan itu juga dilakukan atas dasar kesadaran pada masing-masing pihak bahwa mereka saling berbe-da atau berlawanan (Syaifuddin, dalam Soetopo dan Supriyanto, 2003). Dalam hubungannya dengan pertentangan sebagai konflik, Marck, Synder dan Gurr membuat kriteria yang menandai suatu pertentangan sebagai konflik. Pertama, sebuah konflik harus melibatkan dua atau lebih pihak di dalamnya; Kedua, pihak-pihak tersebut saling tarik-menarik dalam aksi-aksi saling memusuhi (mutualy opposing actions); Ketiga, mereka biasanya cenderung menjalankan perilaku koersif untuk menghadapi dan menghancurkan “sang musuh”. Keempat,

Gambar 6.2 Sekelompok suporter Persebaya sedang bentrok dengan polisi akibat kesebelasan kesayangannya ditahan imbang oleh Arema

(Sumber: Jawa Pos, 30 Desember 2007).

294

interaksi pertentangan di antara pihak-pihak itu berada dalam keadaan yang tegas, karena itu keberadaan peristiwa pertentangan itu dapat dideteksi dan dimufakati dengan mudah oleh para pengamat yang tidak terlibat dalam pertentangan (Gurr, dalam Soetopo, 2001). Konflik dalam pengertian yang luas dapat dikatakan sebagai segala bentuk hubungan antar manusia yang bersifat berlawanan (anta-gonistik) (Indrawijaya, 1986). Konflik adalah relasi-relasi psikologis yang antagonis, berkaitan dengan tujuan-tujuan yang tak bisa dipertemukan, sikap-sikap emosional yang bermusuhan, dan struktur-struktur nilai yang berbeda. Konflik juga merupakan suatu interaksi yang antagonis menca-kup tingkah laku lahiriah yang tampak jelas mulai dari bentuk perlawanan halus, terkontrol, tersembunyi, tak langsung, sampai pada bentuk perlawanan terbuka (Clinton dalam Soetopo dan Supriyanto, 2003). Konflik dapat dikatakan sebagai suatu oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi yang disebabkan oleh adanya berbagai macam perkembangan dan perubahan dalam bidang manajemen, serta menimbulkan perbedaan pendapat, keyakinan dan ide (Mulyasa, 2003). Hocker & Wilmot (1991) memberikan definisi yang cukup luas terhadap konflik sebagai “an expressed struggle betwen at least two interdependent parties who perceive incompatibel goal, scarce rewards, and interference from the other parties in achieving their goals”. Seseorang dikatakan terlibat konflik dengan pihak lain jika sejumlah ketidaksepakatan muncul antara keduanya, dan masing-masing menyadari adanya ketidaksepakatan itu. Jika hanya satu pihak yang merasakan ketidaksetujuan, sedang yang lain tidak, maka belum bisa dikatakan konflik antara dua pihak. Dengan kata lain, dua pihak harus menyadari adanya masalah sebelum mereka berada di dalam konflik. Semua konflik seringkali dipandang sebagai pencapaian tujuan satu pihak dan merupakan kegagalan pencapaian tujuan pihak lain. Hal ini karena seringkali orang memandang tujuannya sendiri secara lebih penting, sehingga meskipun konflik yang ada sebenarnya merupakan konflik yang kecil, seolah-olah tampak sebagai konflik yang besar. Konflik muncul diakibatkan salah satunya perebutan sumberdaya. Misalnya, jika dua orang duduk sebangku dalam kelas, maka bangku itu menjadi sumberdaya. Apabila salah satu pihak bertingkah laku seakan-akan mau menguasai kamar, pihak lain akan terganggu maka terjadilah konflik diakibatkan sumberdaya.

295

Pihak-pihak yang berkonflik saling tergantung satu sama lain, karena kepuasan seseorang tergantung perilaku pihak lain. Jika kedua pihak merasa tidak perlu untuk menyelesaikan masalah, maka perpecah-an tidak dapat dihindari. Banyak konflik yang tidak terselesaikan karena masing-masing pihak tidak memahami sifat saling ketergantungan. Selama ini konflik sering dihubungkan dengan agresi. Broadman & Horowitz (dalam Kusnarwatiningsih, 2007) menyatakan bahwa konflik dan agresi merupakan dua hal yang berbeda. Konflik tidak selalu menghasilkan kerugian, tetapi juga membawa dampak yang konstruktif bagi pihak-pihak yang terlibat, sedangkan agresi hanya membawa dampak-dampak yang merugikan bagi individu. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa konflik adalah suatu pertentangan dalam bentuk-bentuk perlawanan halus, terkontrol, tersembunyi, tak langsung, sampai pada bentuk perlawanan terbuka antara dua pihak atau lebih yang saling tergantung satu sama lain yang sama-sama merasakan tujuan yang saling tidak cocok, kelangkaan sumber daya dan hambatan yang didapat dari pihak lain dalam mencapai tujuannya. Tawuran antar pelajar (Gambar 6.3) adalah salah satu contoh konflik yang sering terjadi di kalangan pelajar.

Gambar 6.3 Sekelompok siswa sedang terlibat tawuran (Sumber: Dokumentasi Irwantara, Desember 2007).

296

Konflik pada dasarnya merupakan bagian dari kehidupan sosial, karena itu tidak ada masyarakat yang steril dari realitas konflik. Coser (1956) menyatakan: konflik dan konsensus, integrasi dan perpecahan adalah proses fundamental yang walau dalam porsi dan campuran yang berbeda merupakan bagian dari setiap sistem sosial yang dapat dimengerti (Poloma, 1994). Karena konflik merupakan bagian kehidupan sosial, maka dapat dikatakan konflik sosial merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat ditawar. Dahrendorf (1986), membuat 4 postulat yang menunjukkan keniscayaan itu, yaitu: (1) setiap masyarakat tunduk pada proses perubahan, perubahan sosial terdapat di mana-mana; (2) setiap masyarakat memperlihatkan konflik dan pertentangan, konflik terdapat di mana-mana; (3) setiap unsur dalam masyarakat memeberikan kontribusi terhadap desintegrasi dan perubahan; (4) setiap masyarakat dicirikan oleh adanya penguasaan sejumlah kecil orang terhadap sejumlah besar lainnya. Coser (1956) mengutip hasil pengamatan Simmel, menunjukkan bahwa konflik mungkin positif sebab dapat meredakan ketegangan yang terjadi dalam suatu kelompok dengan memantapkan keutuhan dan keseimbangan. Coser menyatakan bahwa masyarakat yang terbuka dan berstruktur longgar membangun benteng untuk membendung tipe konflik yang akan membahayakan konsensus dasar kelompok itu dari serangan terhadap nilai intinya dengan membiarkan konflik itu berkembang di sekitar masalah-masalah yang tidak mendasar (Poloma, 1994). Dengan demikian berarti, konflik yang menyentuh nilai-nilai inti akan dapat meng-ubah struktur sosial sedangkan konflik yang mempertentangkan nilai-nilai yang berada di daerah pinggiran tidak akan sampai menimbulkan per-pecahan yang dapat membahayakan struktur sosial. Cobb dan Elder (1972) mengungkapkan adanya tiga dimensi penting dalam konflik politik: (1) luas konflik; (2) intensitas konflik; dan (3) ketampakan konflik. Luas konflik, menunjuk pada jumlah perorangan atau kelompok yang terlibat dalam konflik, dan menunjuk pula pada skala konflik yang terjadi (misalnya: konflik lokal, konflik etnis, konflik nasional, konflik internasional, konflik agama dan sebagainya). Intensitas konflik adalah luas-sempitnya komitmen sosial yang bisa terbangun akibat sebuah konflik. Konflik yang intensitasnya tinggi adalah konflik yang bisa mem-bangun komitmen sosial yang luas, sehingga luas konflikpun mengem-bang. Adapun ketampakan konflik adalah tingkatan kesadaran dan pe-

297

ngetahuan masyarakat di luar pihak-pihak yang berkonflik tentang peristiwa konflik yang terjadi. Sebuah konflik dikatakan memiliki ketam-pakan yang tinggi manakala peristiwa konflik itu disadari dan diketahui detail keberadaannya oleh masyarakat secara luas. Sebaliknya, sebuah konflik memiliki ketampakan rendah manakala konflik itu terselimuti oleh berbagai hal sehingga tingkat kesadaran dan pengetahuan masyarakat luas terhadap konflik itu sangat terbatas. Pandangan tradisional tentang konflik mengandaikan konflik itu buruk, dipandang secara negatif, dan disinonimkan dengan istilah keke-rasan (violence), destruksi, dan ketidakrasionalan demi memperkuat konotasi negatifnya. Konflik adalah merugikan, oleh karena itu harus dihindari (Robbins, 1996). Pandangan pada masa kini melihat konflik merupakan peristiwa yang wajar dalam kehidupan kelompok dan organisasi. Dalam interaksi antara manusia, konflik tidak dapat disingkirkan, tidak terelakkan, bahkan ada kalanya konflik dapat bermanfaat pada kinerja kelompok. Berdasarkan pendekatan interaksionis memandang konflik atas dasar bahwa kelompok yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, dan tidak tanggap terhadap kebutuhan akan perubahan dan inovasi. Oleh karena itu, kaum interaksionis mendorong pemimpin suatu kelompok apapun untuk mempertahankan suatu tingkat minimum berkelanjutan dari konflik, sehingga cukup untuk membuat kelompok itu hidup, kritis-diri dan kreatif. Perlu ditegaskan, bahwa pendekatan interaksionis tersebut tidak berarti memandangan semua konflik adalah suatu hal yang baik, tetap memandang konflik adalah suatu hal yang tidak baik. Kaum interaksional memandang ada konflik yang mendukung tujuan kelompok dan memperbaiki kinerja kelompok, biasa disebut dengan konflik fungsional, sedangkan ada konflik yang menghalangi kinerja kelompok atau yang disebut dengan konflik disfungsional atau destruktif. Tugas 6.1

Coba kalian identifikasi konflik-konflik yang terjadi di lingkungan sekolahmu, baik yang terjadi pada siswa, guru, atau pegawai administrasi? Atau juga konflik diantara masing-masing.

298

B. SUMBER KONFLIK SOSIAL Konflik yang terjadi pada manusia bersumber pada berbagai macam sebab. Begitu beragamnya sumber konflik yang terjadi antar ma-nusia, sehingga sulit itu untuk dideskripsikan secara jelas dan terperinci sumber dari konflik. Hal ini dikarenakan sesuatu yang seharusnya bisa menjadi sumber konflik, tetapi pada kelompok manusia tertentu ternyata tidak menjadi sumber konflik, demikian halnya sebaliknya. Kadang se-suatu yang sifatnya sepele bisa menjadi sumber konflik antara manusia. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa indi-vidu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri indivi-dual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Kesimpulannya sumber konflik itu sangat beragam dan kadang sifatnya tidak rasional. Oleh karena kita tidak bisa menetapkan secara tegas bahwa yang menjadi sumber konflik adalah sesuatu hal tertentu, apalagi hanya didasarkan pada hal-hal yang sifatnya rasional. Pada umumnya penyebab munculnya konflik kepentingan sebagai berikut: (1) perbedaan kebutuhan, nilai, dan tujuan, (2) langkanya sumber daya seperti kekuatan, pengaruh, ruang, waktu, uang, popularitas dan posisi, dan (3) persaingan. Ketika kebutuhan, nilai dan tujuan saling bertentangan, ketika sejumlah sumber daya menjadi terbatas, dan ketika persaingan untuk suatu penghargaan serta hak-hak istimewa muncul, konflik kepentingan akan muncul (Johnson & Johnson, 1991). Menurut Anoraga (dalam Saputro, 2003) suatu konflik dapat terjadi karena perbendaan pendapat, salah paham, ada pihak yang dirugikan, dan perasaan sensitif.

1. Perbedaan pendapat Suatu konflik yang terjadi karena pebedaan pendapat dimana masing-masing pihak merasa dirinya benar, tidak ada yang mau mengakui kesalahan, dan apabila perbedaan pendapat tersebut amat tajam maka dapat menimbulkan rasa kurang enak, ketegangan dan sebagainya.

299

2. Salah paham Salah paham merupakan salah satu hal yang dapat menimbulkan konflik. Misalnya tindakan dari seseorang yang tujuan sebenarnya baik tetapi diterima sebaliknya oleh individu yang lain.

3. Ada pihak yang dirugikan Tindakan salah satu pihak mungkin dianggap merugikan yang lain atau masing-masing pihak merasa dirugikan pihak lain sehingga seseorang yang dirugikan merasa kurang enak, kurang senang atau bahkan membenci.

4. Perasaan sensitif Seseorang yang terlalu perasa sehingga sering menyalah artikan tindakan orang lain. Contoh, mungkin tindakan seseorang wajar, tetapi oleh pihak lain dianggap merugikan.

Baron & Byrne (dalam Kusnarwatiningsih, 2007) mengemukakan konflik disebabkan antara lain oleh perebutan sumber daya, pembalasan dendam, atribusi dan kesalahan dalam berkomunikasi. Sedangkan Soetopo (2001) juga mengemukakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya konflik, antara lain: (1) ciri umum dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik; (2) hubungan pihak-pihak yang mengalami konflik sebelum terjadi konflik; (3) sifat masalah yang menimbulkan konflik; (4) lingkungan sosial tempat konflik terjadi; (5) kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik; (6) strategi yang biasa digunakan pihak-pihak yang mengalami konflik; (7) konsekuensi konflik terhadap pihak yang mengalami konflik dan terhadap pihak lain; dan (8) tingkat kematangan pihak-pihak yang berkonflik. Ada enam kategori penting dari kondisi-kondisi pemula (antece-dent conditions) yang menjadi penyebab konflik, yaitu: (1) persaingan terhadap sumber-sumber (competition for resources), (2) ketergantungan pekerjaan (task interdependence), (3) kekaburan bidang tugas (jurisdic-tional ambiguity), (4) problem status (status problem), (5) rintangan komunikasi (communication barriers), dan (6) sifat-sifat individu (individual traits) (Robbins, Walton & Dutton dalam Wexley & Yukl, 1988). Schmuck (dalam Soetopo dan Supriyanto, 1999) mengemukakan bahwa kategori sumber-sumber konflik ada empat, yaitu (1) adanya perbedaan fungsi dalam organisasi, (2) adanya pertentangan kekuatan antar orang dan subsistem, (3) adanya perbedaan peranan, dan (4) adanya tekanan yang dipaksakan dari luar kepada organisasi.

300

Sedangkan Handoko (1998) menyatakan bahwa sumber-sumber konflik adalah sebagai berikut.

1. Komunikasi: salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti, atau informasi yang mendua dan tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.

2. Struktur: pertarungan kekuasaan antar departemen dengan kepentingan-kepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber-sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.

3. Pribadi: ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka, dan perbedaan dalam nilai-nilai atau persepsi.

Berbeda pula dengan pendapat Mangkunegara (2001) bahwa penyebab konflik dalam organisasi adalah: (1) koordinasi kerja yang tidak dilakukan, (2) ketergantungan dalam pelaksanaan tugas, (3) tugas yang tidak jelas (tidak ada diskripsi jabatan), (4) perbedaan dalam orientasi kerja, (5) perbedaan dalam memahami tujuan organisasi, (6) perbedaan persepsi, (7) sistem kompetensi intensif (reward), dan (8) strategi permotivasian yang tidak tepat. Berdasarkan beberapa pendapat tentang sumber konflik sebagai-mana dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat ditegaskan bahwa sumber konflik dapat berasal dari dalam dan luar diri individu. Dari dalam diri indi-vidu misalnya adanya perbedaan tujuan, nilai, kebutuhan serta perasaan yang terlalu sensitif. Dari luar diri individu misalnya adanya tekanan dari lingkungan, persaingan, serta langkanya sumber daya yang ada. 1. Faktor Penyebab Konflik a. Perbedaan individu

Perbedaan kepribadian antar individu bisa menjadi faktor penyebab terjadinya konflik, biasanya perbedaan individu yang menjadi sumber konflik adalah perbedaan pendirian dan perasaan.

Setiap manusia adalah individu yang unik, artinya setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan

301

dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur. b. Perbedaan latar belakang kebudayaan

Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Seseorang sedikit banyak akan terpeng-aruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

c. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang ke-budayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang ber-beda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan.

Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.

302

d. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat

Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotong royongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada. Tugas 6.2

C. BENTUK KONFLIK SOSIAL Sasse (1981) mengajukan istilah yang bersinonim maknanya dengan nama conflict style, yaitu cara orang bersikap ketika menghadapi pertentangan. Conflict style ini memiliki kaitan dengan kepribadian. Maka orang yang berbeda akan menggunakan conflict style yang berbeda pada saat mengalami konflik dengan orang lain. Sedangkan Rubin (dalam Farida, 1996) menyatakan bahwa konflik timbul dalam berbagai situasi sosial, baik terjadi dalam diri seseorang individu, antar individu, kelompok, organisasi maupun antar negara. Ada banyak kemungkinan menghadapi konflik yang dikenal dengan istilah manajemen konflik.

Berdasarkan konflik-konflik yang terjadi di lingkungan sekolahmu tersebut diatas, coba kalian identifikasi apa yang menjadi sumber dan faktor penyebab konflik yang terjadi di sekolahmu tersebut?

303

Konflik yang terjadi pada manusia ada berbagai macam ragam-nya, bentuknya, dan jenisnya. Soetopo (1999) mengklasifikasikan jenis konflik, dipandang dari segi materinya menjadi empat, yaitu:

1. Konflik tujuan Konflik tujuan terjadi jika ada dua tujuan atau yang kompetitif bahkan yang kontradiktif.

2. Konflik peranan Konflik peranan timbul karena manusia memiliki lebih dari satu peranan dan tiap peranan tidak selalu memiliki kepentingan yang sama.

3. Konflik nilai Konflik nilai dapat muncul karena pada dasarnya nilai yang dimiliki setiap individu dalam organisasi tidak sama, sehingga konflik dapat terjadi antar individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan organisasi.

4. Konflik kebijakan Konflik kebijakan dapat terjadi karena ada ketidaksetujuan individu atau kelompok terhadap perbedaan kebijakan yang dikemukakan oleh satu pihak dan kebijakan lainnya.

Gambar 6.4 Sekelompok manusia sedang melaksanakan demo menentang kapitalisme

(Sumber: Akses internet)

304

Gambar 6.4 adalah contoh yang menunjukkan ragam dan bentuk konflik yang terjadi di masyarakat. Dipandang dari akibat maupun cara penyelesaiannya, Furman & McQuaid (dalam Farida, 1996) membedakan konflik dalam dua tipe yang berbeda, yaitu konflik destruktif dan konstruktif. Konflik dipandang destruktif dan disfungsional bagi individu yang terlibat apabila:

1. Konflik terjadi dalam frekuensi yang tinggi dan menyita sebagian besar kesempatan individu untuk berinteraksi. Ini menandakan bahwa problem tidak diselesaikan secara kuat. Sebaliknya, konflik yang konstruktif terjadi dalam frekuensi yang wajar dan masih memungkinkan individu-individunya berinteraksi secara harmonis.

2. Konflik diekspresikan dalam bentuk agresi seperti ancaman atau paksaan dan terjadi pembesaran konflik baik pembesaran masalah yang menjadi isu konflik maupun peningkatan jumlah individu yang terlibat. Dalam konflik yang konstruktif isu akan tetap terfokus dan dirundingkan melalui proses pemecahan masalah yang saling menguntungkan.

3. Konflik berakhir dengan terputusnya interaksi antara pihak-pihak yang terlibat. Dalam konflik yang konstruktif, kelangsungan hubungan antara pihak-pihak yang terlibat akan tetap terjaga.

Sedangkan Handoko (1984) membagi konflik menjadi 5 jenis yaitu: (1) konflik dari dalam individu, (2) konflik antar individu dalam organisasi yang sama, (3) konflik antar individu dalam kelompok, (4) konflik antara kelompok dalam organisasi, (5) konflik antar organisasi. Berbeda dengan pendapat diatas Mulyasa (2003) membagi konflik berdasarkan tingkatannya menjadi enam yaitu: (1) konflik intrapersonal, (2) konflik interpersonal, (3) konflik intragroup, (4) konflik intergroup, (5) konflik intraorganisasi, dan (6) konflik interorganisasi.

Menurut Dahrendorf (1986), konflik dibedakan menjadi 4 macam: (1) konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role); (2) konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank); (3) konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa); dan (4) konflik antar satuan nasional (perang saudara).

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut: (1) meningkat-kan solidaritas sesama anggota kelompok (in-group) yang mengalami konflik dengan kelompok lain; (2) keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai; (3) perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbul-

305

nya rasa dendam, benci, saling curiga dan sebagainya; (4) kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia; dan (5) dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

Para pakar teori konflik mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut.

1. Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.

2. Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.

3. Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.

4. Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.

Tugas 6.3

D. PROSES KONFLIK Menurut Robbins (1996) proses konflik terdiri dari lima tahap, yaitu: (1) oposisi atau ketidakcocokan potensial; (2) kognisi dan perso-nalisasi; (3) maksud; (4) perilaku; dan (5) hasil. Oposisi atau ketidakcocokan potensial adalah adanya kondisi yang menciptakan kesempatan untuk munculnya koinflik. Kondisi ini tidak perlu langsung mengarah ke konflik, tetapi salah satu kondisi itu perlu jika konflik itu harus muncul. Kondisi tersebut dikelompokkan dalam kategori: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi. Komunikasi yang buruk merupakan alasan utama dari konflik, selain itu masalah-masalah dalam proses komunikasi berperan dalam menghalangi kolaborasi dan merangsang kesalahpahaman.

Sering kita mendengar dan melihat bahkan mungkin terlibat dalam tawuran pelajar. Menurut kalian tawuran itu termasuk bentuk konflik yang bagaimana? Mengapa? Dan apa yang dihasilkan dari tawuran?

306

Struktur juga bisa menjadi titik awal dari konflik. Struktur dalam hal ini meliputi: ukuran, derajat spesialisasi dalam tugas yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi, kecocokan anggota-tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok-kelompok. Variabel pribadi juga bisa menjadi titik awal dari konflik. Pernahkah kita mengalami situasi ketika bertemu dengan orang langsung tidak menyukainya? Apakah itu kumisnya, suaranya, pakaiannya dan sebagainya. Karakter pribadi yang mencakup sistem nilai individual tiap orang dan karakteristik kepribadian, serta perbedaan individual bisa menjadi titik awal dari konflik. Kognisi dan personalisasi adalah persepsi dari salah satu pihak atau masing-masing pihak terhadap konflik yang sedang dihadapi. Kesadaran oleh satu pihak atau lebih akan eksistensi kondisi-kondisi yang menciptakan kesempatan untuk timbulnya konflik. Bilamana hal ini terjadi dan berlanjut pada tingkan terasakan, yaitu pelibatan emosional dalam suatu konflik yang akan menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi dan pemusuhan. Maksud adalah keputusan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu dari pihak-pihak yang berkonflik. Maksud dari pihak yang ber-konflik ini akan tercermin atau terwujud dalam perilaku, walaupun tidak selalu konsisten. Maksud dalam penanganan suatu konflik ada lima, yaitu: (1) bersaing, tegas dan tidak kooperatif, yaitu suatu hasrat untuk memuas-kan kepentingan seseorang atau diri sendiri, tidak peduli dampaknya terhadap pihak lain dalam suatu episode konflik; (2) berkolaborasi, bila pihak-pihak yang berkonflik masing-masing berhasrat untuk memenuhi sepenuhnya kepentingan dari semua pihak, kooperatif dan pencaharian hasil yang bermanfaat bagi semua pihak; (3) mengindar, bilamana salah satu dari pihak-pihak yang berkonflik mempunyai hasrat untuk menarik diri, mengabaikan dari atau menekan suatu konflik; (4) mengakomodasi, bila satu pihak berusaha untuk memuaskan seorang lawan, atau kesedia-an dari salah satu pihak dalam suatu konflik untuk menaruh kepentingan lawannya diatas kepentingannya; dan (5) berkomromi, adalah suatu situasi di mana masing-masing pihak dalam suatu konflik bersedia untuk melepaskan atau mengurangi tuntutannya masing-masing. Perilaku mencakup pernyataan, tindakan, dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku meliputi: upaya terang-terang-

307

an untuk menghancurkan pihak lain, serangan fisik yang agresif, ancam-an dan ultimatun, serangan verbal yang tegas, pertanyaan atau tantang-an terang-terangan terhadap pihak lain, dan ketidaksepakatan atau salahpaham kecil. Hasil adalah jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik dan menghasilkan konsekuensi. Hasil bisa fungsional dalam arti konflik menghasilkan suatu perbaikan kinerja kelompok, atau disfungsional dalam arti merintangi kinerja kelompok. Tugas 6.4

E. POLA PENYELESAIAN KONFLIK

Konflik dapat berpengaruh positif atau negatif, dan selalu ada dalam kehidupan. Oleh karena itu konflik hendaknya tidak serta merta harus ditiadakan. Persoalannya, bagaimana konflik itu bisa dimanajemen sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan disintegrasi sosial. Pengelolaan konflik berarti mengusahakan agar konflik berada pada level yang optimal. Jika konflik menjadi terlalu besar dan mengarah pada akibat yang buruk, maka konflik harus diselesaikan. Di sisi lain, jika konflik berada pada level yang terlalu rendah, maka konflik harus dibangkitkan (Riggio, 1990). Berbeda lagi dengan yang dinyatakan oleh Soetopo (1999) bahwa strategi pengelolaan konflik menunjuk pada suatu aktivitas yang dimak-sudkan untuk mengelola konflik mulai dari perencanaan, evaluasi, dan pemecahan/penyelesaian suatu konflik sehingga menjadi sesuatu yang positif bagi perubahan dan pencapaian tujuan.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengelolaan konflik, dapat ditegaskan bahwa pengelolaan konflik merupakan cara yang digunakan individu dalam mengontrol, mengarahkan, dan menyelesaikan konflik, dalam hal ini adalah konflik interpersonal.

Hodge dan Anthony (1991), memberikan gambaran melalui ber-bagai metode resolusi (penyelesaian) konflik, sebagai berikut: Pertama, dengan metode penggunaan paksaan. Orang sering menggunakan ke-

Sering kita mendengar dan melihat bahkan mungkin terlibat dalam tawuran pelajar. Menurut kalian bagaimana proses terjadinya tawuran yang sering dilakukan oleh para pelajar tersebut?

308

kuasaan dan kewenangan agar konflik dapat diredam atau dipadamkan. Kedua, dengan metode penghalusan (smoothing). Pihak-pihak yang berkonflik hendaknya saling memahami konflik dengan bahasa kasih-sayang, untuk memecahkan dan memulihkan hubungan yang mengarah pada perdamaian. Ketiga, penyelesaian dengan cara demokratis. Artinya, memberikan peluang kepada masing-masing pihak untuk mengemuka-kan pendapat dan memberikan keyakinan akan kebenaran pendapatnya sehingga dapat diterima oleh kedua belah pihak.

Cribbin (1985) mengelaborasi terhadap tiga hal, yaitu mulai yang cara yang paling tidak efektif, yang efektif dan yang paling efektif. Menurutnya, strategi yang dipandang paling tidak efektif, misalnya ditem-puh cara: (1) dengan paksaan. Strategi ini umumnya tidak disukai oleh kebanyakan orang. Dengan paksaan, mungkin konflik bisa diselesaikan dengan cepat, namun bisa menimbulkan reaksi kemarahan atau reaksi negatif lainnya; (2) dengan penundaan. Cara ini bisa berakibat penye-lesaian konflik sampai berlarut-larut; (3) dengan bujukan. Bisa berakibat psikologis, orang akan kebal dengan bujukan sehingga perselisihan akan semakin tajam; (4) dengan koalisi, yaitu suatu bentuk persekutuan untuk mengendalikan konflik. Akan tetapi strategi ini bisa memaksa orang untuk memihak, yang pada gilirannya bisa menambah kadar konflik konflik sebuah ‘perang’; (5) dengan tawar-menawar distribusi. Strategi ini sering tidak menyelesaikan masalah karena masing-masing pihak saling melepaskan beberapa hal penting yang mejadi haknya, dan jika terjadi konflik mereka merasa menjadi korban konflik.

Strategi yang dipandang lebih efektif dalam pengelolaan konflik meliputi: (1) koesistensi damai, yaitu mengendalikan konflik dengan cara tidak saling mengganggu dan saling merugikan, dengan menetapkan peraturan yang mengacu pada perdamaian serta diterapkan secara ketat dan konsekuen; (2) dengan mediasi (perantaraan). Jika penyelesaian konflik menemui jalan buntu, masing-masing pihak bisa menunjuk pihak ketiga untuk menjadi perantara yang berperan secara jujur dan adil serta tidak memihak. Sedangkan strategi yang dipandang paling efektif, antara lain: (1) tujuan sekutu besar, yaitu dengan melibatkan pihak-pihak yang berkonflik ke arah tujuan yang lebih besar dan kompleks. Misalnya denga cara membangun sebuah kesadaran nasional yang lebih mantap; (2) tawar-menawar integratif, yaitu dengan menggiring pihak-pihak yang berkonflik, untuk lebih berkonsentrasi pada kepentingan yang luas, dan

309

tidak hanya berkisar pada kepentingan sempit, misalnya kepentingan individu, kelompok, golongan atau suku bangsa tertentu.

Nasikun (1993), mengidentifikasi pengendalian konflik melalui tiga cara, yaitu dengan konsiliasi (conciliation), mediasi (mediation), dan perwasitan (arbitration).

Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

Pengendalian konflik dengan cara konsiliasi, terwujud melalui lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan di antara pihak-pihak yang berkonflik. Lembaga yang dimaksud diharapkan berfungsi secara efektif, yang sedikitnya memenuhi empat hal: (1) harus mampu mengambil keputusan secara otonom, tanpa campur tangan dari badan-badan lain; (2) lembaga harus bersifat monopolistis, dalam arti hanya lembaga itulah yang berfungsi demikian; (3) lembaga harus mampu mengikat kepentingan bagi pihak-pihak yang berkonflik; dan (4) lembaga tersebut harus bersifat demokratis. Tanpa keempat hal tersebut, konflik yang terjadi di antara beberapa kekuatan sosial, akan muncul ke bawah permukaan, yang pada saatnya akan meledak kembali dalam bentuk kekerasan.

Pengendalian dengan cara mediasi, dengan maksud bahwa pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk menunjuk pihak ketiga yang akan memberikan nasihat-nasihat, berkaitan dengan penyelesaian terbaik terhadap konflik yang mereka alami.

Pengendalian konflik dengan cara perwasitan, dimaksudkan bahwa pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk menerima pihak ketiga, yang akan berperan untuk memberikan keputusan-keputusan, dalam rangka menyelesaikan yang ada. Berbeda dengan mediasi, cara perwasitan mengharuskan pihak-pihak yang berkonflik untuk menerima keputusan yang diambil oleh pihak wasit.

Pola penyelesaian konflik juga bisa dilakukan dengan mengguna-kan strategi seperti berikut: (1) gunakan persaingan dalam penyelesaian konflik, bila tindakan cepat dan tegas itu vital, mengenai isu penting, dimana tindakan tidak populer perlu dilaksanakan; (2) gunakan kolaborasi untuk menemukan pemecahan masalah integratif bila kedua perangkat kepentingan terlalu penting untuk dikompromikan; (3) gunakan peng-hindaran bila ada isyu sepele, atau ada isu lebih penting yang mendesak;

310

bila kita melihat tidak adanya peluang bagi terpuaskannya kepentingan anda; (4) gunakan akomodasi bila diketahui kita keliru dan untuk memungkinkan pendirian yang lebih baik didengar, untuk belajar, dan untuk menunjukkan kewajaran; dan (5) gunakan kompromis bila tujuan penting, tetapi tidak layak mendapatkan upaya pendekatan-pendekatan yang lebih tegas disertai kemungkinan gangguan. 1. Macam-macam Pola Pengelolaan Konflik Menurut penelitian Vliert dan Euwema (dalam Farida, 1996) penelitian-penelitian mengenai cara-cara penyelesaian konflik mengguna-kan klasifikasi yang berbeda. Belum ada kesepakatan dari para ahli mengenai klasifikasi yang dianggap paling valid. Individu berhubungan dengan yang lain dalam tiga cara; moving toward others (mendapatkan dukungan), moving againts other (menyerang dan mendominasi), dan moving away from other (menarik diri dari orang lain dan masalah yang menimbulkan konflik) (Horney dalam Hall, 1985). Berpijak dari perbedaan budaya, nilai maupun adat kebiasaan, Ury, Brett, dan Goldberg (dalam Tinsley, 1998) mengajukan tiga model pengelolaan konflik, sebagai berikut.

1. Deffering to status power Individu dengan status yang lebih tinggi memiliki kekuasaan untuk membuat dan memaksakan solusi konflik yang ditawarkan. Status sosial memegang peranan dalam menentukan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan.

2. Applying regulations Model ini ditekankan oleh asumsi bahwa interaksi sosial diatur oleh hukum universal. Peraturan diterapkan secara merata pada seluruh anggota. Peraturan dibakukan untuk menggambarkan hukuman dan penghargaan yang diberikan berdasarkan perilaku yang dilakukan, bukan berdasarkan orang yang terlibat.

3. Integrating interest Model ini menekankan pada perhatian pihak yang terlibat, untuk membuat hasilnya lebih bermanfaat bagi mereka daripada tidak mendapatkan kesepakatan satupun. Disini masing-masing pihak saling berbagi minat, prioritas, untuk menemukan penyelesaian yang dapat mempertemukan minat mereka masing-masing.

311

Pola penyelesaian konflik bila dipandang dari sudut menang-kalah pada masing-masing pihak, maka ada empat bentuk pengelolaan konflik, yaitu:

1. Bentuk kalah-kalah (menghindari konflik) Bentuk pertama ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan menghindari konflik dan mengabaikan masalah yang timbul. Atau bisa berarti bahwa kedua belah pihak tidak sepakat untuk menye-lesaikan konflik atau menemukan kesepakatan untuk mengatasi konflik tersebut.

2. Bentuk menang-kalah (persaingan) Bentuk kedua ini memastikan bahwa satu pihak memenangkan konflik dan pihak lain kalah. Biasanya kekuasaan atau pengaruh digunakan untuk memastikan bahwa dalam konflik tersebut individu tersebut yang keluar sebagai pemenangnya. Gaya penyelesaian konflik seperti ini sangat tidak mengenakkan bagi pihak yang merasa terpaksa harus berada dalam posisi kalah.

3. Bentuk kalah-menang (mengakomodasi) Agak berbeda dengan bentuk kedua, bentuk ketiga yaitu individu kalah-pihak lain menang ini berarti individu berada dalam posisi mengalah atau mengakomodasi kepentingan pihak lain. Gaya ini digunakan untuk menghindari kesulitan atau masalah yang lebih besar. Gaya ini juga merupakan upaya untuk mengurangi tingkat ketegangan akibat dari konflik tersebut atau menciptakan perdamaian yang diinginkan.

4. Bentuk menang-menang (kolaborasi) Bentuk keempat ini disebut dengan gaya pengelolaan konflik kola-borasi atau bekerja sama. Tujuannya adalah mengatasi konflik dengan menciptakan penyelesaian melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang bertikai. Secara sederhana proses ini dapat dijelaskan bahwa masing-masing pihak memahami dengan sepenuhnya keinginan atau tuntutan pihak lainnya dan berusaha dengan penuh komitmen untuk mencari titik temu kedua kepentingan tersebut (Prijosaksono dan Sembel, 2002).

Berbeda dengan pendapat diatas, Hendricks (2001) mengemuka-an lima gaya pengelolaan konflik yang diorientasikan dalam organisasi maupun perusahaan. Lima gaya yang dimaksud adalah:

1. Integrating (menyatukan, menggabungkan)

312

Individu yang memilih gaya ini melakukan tukar-menukar informasi. Disini ada keinginan untuk mengamati perbedaan dan mencari solusi yang dapat diterima semua kelompok. Cara ini mendorong berpikir kreatif serta mengembangkan alternatif pemecahan masalah.

2. Obliging (saling membantu) Disebut juga dengan kerelaan membantu. Cara ini menempatkan nilai yang tinggi untuk orang lain sementara dirinya sendiri dinilai rendah. Kekuasaan diberikan pada orang lain. Perhatian tinggi pada orang lain menyebabkan seorang individu merasa puas dan merasa keinginannya terpenuhi oleh pihak lain, kadang mengorbankan sesuatu yang penting untuk dirinya sendiri.

3. Dominating (menguasai) Tekanan gaya ini adalah pada diri sendiri. Kewajiban bisa saja diabaikan demi kepentingan pribadi. Gaya ini meremehkan kepen-tingan orang lain. Biasanya berorientasi pada kekuasaan dan penyelesaiannya cenderung dengan menggunakan kekuasaan.

4. Avoiding (menghindar) Individu yang menggunakan gaya ini tidak menempatkan suatu nilai pada diri sendiri atau orang lain. Ini adalah gaya menghindar dari persoalan, termasuk di dalamnya menghindar dari tanggung jawab atau mengelak dari suatu isu.

5. Compromising (kompromi) Perhatian pada diri sendiri maupun orang lain berada dalam tingkat sedang.

Berbeda dengan yang dikemukakan Johnson & Johnson (1991) bahwa strategi pengelolaan konflik ada karena dipelajari, biasanya sejak masa kanak-kanak sehingga berfungsi secara otomatis dalam level bawah sadar (preconscious). Tapi karena dipelajari, maka seseorangpun dapat mengubah strateginya dengan mempelajari cara baru dan lebih efektif dalam menangani konflik. Lebih lanjut Johnson & Johnson (1991) mengajukan beberapa gaya atau strategi dasar pengelolaan konflik, yaitu:

1. Withdrawing (Menarik Diri). Individu yang menggunakan strategi ini percaya bahwa lebih mudah menarik diri (secara fisik dan psikologis) dari konflik daripada menghadapinya. Mereka cende-rung menarik diri untuk menghindari konflik. Baik tujuan pribadi maupun hubungan dengan orang lain dikorbankan. Mereka men-

313

jauh dari isu yang dapat menimbulkan konflik serta dari orang-orang yang terlibat konflik dengannya.

2. Forcing (Memaksa). Individu berusaha memaksa lawannya menerima solusi konflik yang ditawarkannya. Tujuan pribadinya dianggap sangat penting. Mereka menggunakan segala cara untuk mencapai tujuannya. Mereka tidak peduli akan kebutuhan dan minat orang lain, serta apakah orang lain itu menerima solusi mereka atau tidak. Mereka menganggap konflik dapat diselesaikan dengan satu pihak yang menang dan pihak yang lain kalah. Mereka mencapai kemenangan dengan jalan menyerang, menghancurkan, dan mengintimidasi orang lain.

3. Smoothing (Melunak). Individu yang menggunakan strategi ini berpendapat bahwa mempertahankan hubungan dengan orang lain jauh lebih penting dibandingkan dengan pencapaian tujuan pribadi. Mereka ingin diterima dan dicintai. Mereka merasa bahwa konflik harus dihindari demi keharmonisan dan bahwa orang tidak akan dapat membicarakan konflik tanpa mengakibatkan rusaknya hubungan. Mereka takut jika konflik berlanjut, maka orang lain akan kecewa dan ini menyebabkan rusaknya hubungan. Mereka mengorbankan tujuan pribadinya demi mempertahankan kelang-sungan hubungan.

4. Compromising (Kompromi). Strategi ini digunakan individu yang menaruh perhatian baik terhadap pribadinya sendiri maupun hubungan dengan orang lain. Mereka berusaha berkompromi, mengorbankan tujuannya sendiri dan mempengaruhi pihak lain untuk mengorbankan sebagian tujuannya juga. Mereka mencari solusi konflik agar kedua belah pihak sama-sama mendapatkan keuntungan, solusi pertengahan antara dua posisi yang ekstrim.

5. Confronting (Konfrontasi). Individu dengan tipe ini menaruh perhatian sangat tinggi terhadap tujuan pribadi maupun kelangsungan hubungan dengan orang lain. Mereka memandang konflik sebagai masalah yang harus dipecahkan dan solusi terha-dap konflik haruslah mencapai tujuan pribadinya sendiri maupun tujuan orang lain. Konflik dipandang dapat meningkatkan hubungan dengan menurunkan ketegangan antara dua pihak yang terlibat. Dengan solusi yang memuaskan kedua belah pihak, mereka mencoba mempertahankan kelangsungan hubungan dengan orang lain. Kepuasan mereka jika solusi yang ditemukan

314

dapat memuaskan baik mereka sendiri maupun orang lain. Sebaliknya, mereka tidak puas jika solusi tidak mencapai tujuan pribadi dan tujuan orang lain, serta ketegangan dan perasaan-perasaan negatif belum diselesaikan. Klasifikasi-klasifikasi yang diajukan beberapa ahli di atas, jika

diperhatikan tidak benar-benar berbeda. Perbedaan yang ada hanya pada istilah yang dipakai namun memiliki pengertian yang hampir sama. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Penyelesaian Konflik

Johnson & Johnson (1991) menyatakan beberapa hal yang harus diperhatikan bilamana seseorang terlibat dalam suatu konflik, dan akibatnya menentukan bagaimana seseorang menyelesaikan konflik, sebagai berikut: (1) tercapainya persetujuan yang dapat memuaskan kebutuhan serta tujuannya. Tiap orang memiliki tujuan pribadi yang ingin dicapai. Konflik bisa terjadi karena tujuan dan kepentingan individu menghalangi tujuan dan kepentingan individu lain; (2) seberapa penting hubungan atau interaksi itu untuk dipertahankan. Dalam situasi sosial, yang di dalamnya terdapat keterikatan interaksi, individu harus hidup bersama dengan orang lain dalam periode tertentu. Oleh karena itu diperlukan interaksi yang efektif selama beberapa waktu.

Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap pengelolaan konflik, seperti dirangkum sebagai berikut.

1. Kepribadian Individu Yang Terlibat Konflik Stenberg dan Soriano (dalam Farida, 1996) berpendapat

bahwa gaya pengelolaan konflik seorang individu dapat diprediksi dari karakteristik-karakteristik intelektual dan kepribadiannya. Mereka menemukan bahwa subyek dengan skor intelektual yang rendah cenderung menggunakan aksi fisik dalam mengatasi konflik. Sebaliknya subyek dengan skor intelektual yang tinggi lebih cenderung untuk menggunakan gaya-gaya pengelolaan konflik yang membuat konflik melunak.

Dari karakteristik kepribadian dapat diprediksi bahwa subyek dengan skor tinggi pada need for deference (kebutuhan untuk mengikuti dan mendukung seseorang), need for abasement (kebutuhan untuk menyerah atau tunduk) dan need for order (ke-butuhan untuk membuat teratur) cenderung untuk memilih gaya-gaya pengelolaan konflik yang membuat konflik melunak. Sebalik-nya subyek dengan skor tinggi pada need for autonomy (kebutuh-

315

an untuk bebas dan lepas dari tekanan) dan need for change (kebutuhan untuk membuat perubahan) memiliki kecenderungan untuk memilih paling tidak satu gaya pengelolaan konflik yang membuat konflik semakin intensif.

Menurut Broadman dan Horowitz (dalam Farida, 1996) karakteristik kepribadian yang terutama berpengaruh terhadap gaya pengelolaan konflik adalah kecenderungan agresifitas, ke-cenderungan untuk mengontrol dan menguasai, orientasi koope-ratif dan kompetitif, kemampuan untuk berempati, dan kemampu-an untuk menemukan pola penyelesaian konflik.

2. Situasional Aspek situasi yang penting antara lain adalah perbedaan

struktur kekuasaan, riwayat hubungan, lingkungan sosial dan pihak ketiga. Apabila satu pihak memiliki kekuasaan lebih besar terhadap situasi konflik, maka besar kemungkinan konflik akan diselesaikan dengan cara dominasi oleh pihak yang lebih kuat posisinya.

Riwayat hubungan menunjuk pada pengalaman sebe-lumnya dengan pihak lain, sikap dan keyakinan terhadap pihak lain tersebut. Termasuk dalam aspek lingkungan sosial adalah norma-norma sosial dalam menghadapi konflik dan iklim sosial yang mendukung melunaknya konflik atau justru mempertajam konflik. Sedangkan campur tangan pihak ketiga yang memiliki hubungan buruk dengan salah satu pihak yang berselisih dapat menyebabkan membesarnya konflik. Sebaliknya, hubungan baik pihak ketiga dengan pihak-pihak yang berselisih dapat melunak-kan konflik karena pihak ketiga dapat berperan sebagai mediator.

3. Interaksi Digunakannya pendekatan disposisional saja dalam men-

cari pemahaman akan perilaku sosial dianggap mempunyai manfaat yang terbatas. Pendekatan yang lebih dominan dalam menerangkan perilaku sosial adalah interaksi dan saling mem-pengaruhinya determinan situasional dan disposisional.

4. Isu Konflik Tipe isu tertentu kurang mendukung resolusi konflik yang

konstruktif dibandingkan dengan isu yang lain. Tipe isu seperti ini mengarahkan partisipan konflik untuk memandang konflik sebagai permainan kalah-menang. Isu yang berhubungan dengan

316

kekuasaan, status, kemenangan, dan kekalahan, pemilikan akan sesuatu yang tidak tersedia substitusinya, adalah termasuk tipe-tipe isu yang cenderung diselesaikan dengan hasil menang-kalah. Tipe yang lain yang tidak berhubungan dengan hal-hal di atas dapat dipandang sebagai suatu permainan yang memungkinkan setiap pihak yang terlibat untuk menang. Pada umumnya, konflik kecil lebih mudah diselesaikan secara

konstruktif daripada konflik besar. Akan tetapi pada konflik yang destruktif, konflik yang sebenarnya kecil cenderung untuk membesar dan meluas. Perluasan ini dapat terjadi bila konflik antara dua individu yang berbeda dianggap sebagai konflik rasial. Selain itu bisa juga jika konflik tentang masalah biasa dipandang sebagai konflik yang bersifat substantif atau dipandang menyangkut harga diri dan kekuasaan.

Robbins (1996) mengungkapkan ada beberapa teknik yang bisa dijadikan acuan dalam pemecahan konflik dan perangsangan konflik, seperti berikut. Pemecahan Konflik Kegiatan Pemecahan Masalah

Pertemuan tatap muka dari pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud mengidentifikasi ma-salah dan memecahkannya lewat pembahasan yang terbuka;

Tujuan Bersama Menciptakan suatu tujuan bersama yang tidak dapat dicapai tanpa kerjasama dari masing-masing pihak yang berkonflik;

Pemuaian Sumber Daya

Bila konflik disebabkan oleh kelangkaan sumber daya, seperti uang, kesempatan promosi, ruangan kantor, perluasan sumber daya dapat menciptakan win-win solution;

Penghindaran Menarik diri, atau menekan, dari konflik; misalnya mengurangi kesempatan untuk bertemu

perataan Mengecilkan arti perbedaan sementara menekankan kepentingan bersama antara pihak-pihak yang berkonflik;

Kompromi Tiap pihak pada konflik itu melepaskan (mengorbankan) sesuatu yang berharga;

Komando Otoritatif Manajemen menggunakan otoritas formal untuk memecahkan masalah konflik dan kemudian mengkomunikasikan keinginannya kepada pihak-

317

pihak yang terlibat konflik; Mengubah Variabel Menggunakan teknik pengubahan perilaku

manusia misalnya pelatihan hubungan manusia untuk mengubah sikap dan perilaku yang menyebabkan konflik;

Mengubah struktur organisasi formal dan pola struktural interaksi dari pihak-pihak yang berkonflik lewat desain ulang pekerjaan, pemindahan, penciptaan posisi koordinasi.

Perangsangan Konflik

Komunikasi Menggunakan pesan-pesan yang dwi-arti ataumengancam untuk meningkatkan tingkat konflik;

Memasukkan orang Menambahkan karyawan ke suatu kelompok yang lata belakang, nilai, sikap, atau gaya kerjanya berbeda dari anggota yang ada;

Menstruktur ulang organisasi

Mengatur ulang kelompok-kelompok kerja, mengubah aturan dan pengaturan, meningkatkan kesalingbergantungan, dan membuat perubahan struktural yang serupa untuk mengacaukan status quo;

Mengangkat Pembela Kejahatan

Menunjuk seorang pengkritik untuk dengan sengaja berargumen menentang pendirian mayoritas yang dipegang oleh kelompok.

Tugas 6.5

Bilamana terjadi konflik diantara temanmu atau dengan gurumu, bagaimana cara penyelesaiannya? Apakah cara penyelesaian tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan di atas?

318

F. RINGKASAN Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan sesama manusia. Ketika berinteraksi dengan sesama manusia, selalu diwarnai dua hal, yaitu konflik dan kerjasama. Dengan demikian konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia. Konflik biasanya diberi pengertian sebagai satu bentuk perbedaan atau pertentangan ide, pendapat, faham dan kepentingan di antara dua pihak atau lebih. Pertentangan ini bisa berbentuk pertentangan fisik dan non-fisik, yang pada umumnya berkembang dari pertentangan non-fisik menjadi benturan fisik, yang bisa berkadar tinggi dalam bentuk kekerasan (violent), bisa juga berkadar rendah yang tidak menggunakan kekerasan (non-violent).

Pertentangan dikatakan sebagai konflik manakala pertentangan itu bersifat langsung, yakni ditandai interaksi timbal balik di antara pihak-pihak yang bertentangan. Selain itu, pertentangan itu juga dilakukan di atas dasar kesadaran pada masing-masing pihak bahwa mereka saling berbeda atau berlawanan.

Konflik pada dasarnya merupakan bagian dari kehidupan sosial, karena itu tidak ada masyarakat yang steril dari realitas konflik. Konflik dan konsensus, integrasi dan perpecahan adalah proses fundamental yang walau dalam porsi dan campuran yang berbeda, merupakan bagian dari setiap sistem sosial yang dapat dimengerti. Karena konflik merupakan bagian kehidupan sosial, maka dapat dikatakan konflik sosial merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat ditawar. Empat postulat yang menunjukkan keniscayaan itu, adalah: (1) setiap masyara-kat tunduk pada proses perubahan, perubahan sosial terdapat di mana-mana; (2) setiap masyarakat memperlihatkan konflik dan pertentangan, konflik terdapat di mana-mana; (3) setiap unsur dalam masyarakat memeberikan kontribusi terhadap desintegrasi dan perubahan; (4) setiap masyarakat dicirikan oleh adanya penguasaan sejumlah kecil orang terhadap sejumlah besar lainnya. Konflik yang terjadi pada manusia bersumber pada berbagai macam sebab. Begitu beragamnya sumber konflik yang terjadi antar manusia, sehingga sulit itu untuk dideskripsikan secara jelas dan ter-perinci sumber dari konflik. Hal ini dikarenakan sesuatu yang seharusnya bisa menjadi sumber konflik, tetapi pada kelompok manusia tertentu ternyata tidak menjadi sumber konflik, demikian halnya sebaliknya. Kadang sesuatu yang sifatnya sederhana bisa menjadi sumber konflik bagi kelompok manusia. sumber konflik sebagaimana dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat ditegaskan bahwa sumber konflik dapat berasal dari dalam dan luar diri individu. Dari dalam diri individu misalnya adanya perbedaan tujuan, nilai, kebutuhan serta perasaan yang terlalu sensitif.

319

Dari luar diri individu misalnya adanya tekanan dari lingkungan, persaingan, serta langkanya sumber daya yang ada.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantara-nya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik timbul dalam berbagai situasi sosial, baik terjadi dalam diri seseorang individu, antar individu, kelom-pok, organisasi maupun antar negara.

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut: (1) meningkat-kan solidaritas sesama anggota kelompok (in-group) yang mengalami konflik dengan kelompok lain; (2) keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai; (3) perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dan lain-lain; (4) kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia; dan (5) dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

Pengelolaan konflik merupakan cara yang digunakan individu dalam mengontrol, mengarahkan, dan menyelesaikan konflik, dalam hal ini adalah konflik interpersonal. Strategi yang dipandang lebih efektif dalam pengelolaan konflik meliputi: (1) koesistensi damai, yaitu mengendalikan konflik dengan cara tidak saling mengganggu dan saling merugikan, dengan menetapkan peraturan yang mengacu pada perdamaian serta diterapkan secara ketat dan konsekuen; (2) dengan mediasi (perantaraan). Jika penyelesaian konflik menemui jalan buntu, masing-masing pihak bisa menunjuk pihak ketiga untuk menjadi perantara yang berperan secara jujur dan adil serta tidak memihak. Sedangkan strategi yang dipandang paling efektif, antara lain: (1) tujuan sekutu besar, yaitu dengan melibatkan pihak-pihak yang berkonflik ke arah tujuan yang lebih besar dan kompleks. Misalnya dengan cara membangun sebuah kesadaran nasional yang lebih mantap; (2) tawar-menawar integratif, yaitu dengan menggiring pihak-pihak yang berkonflik, untuk lebih berkonsentrasi pada kepentingan yang luas, dan tidak hanya berkisar pada kepentingan sempit, misalnya kepentingan individu, kelompok, golongan atau suku bangsa tertentu.

320

BAB 7 MASYARAKAT MULTIKULTUR

Istilah multikultur berasal dari kata multikultural, multi dan kultural, multi dan kebudayaan. Pada sajian ini diuraikan terlebih dahulu tentang kebudayaan (culture), selanjutnya diulas tentang multikultur. Hal ini dikarenakan sajian tentang multikultur selalu dikaitkan dengan kajian tentang budaya, keragaman budaya, dan keragaman masyarakat. A. KEBUDAYAAN (CULTURE) Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani.

Multikultur berasal dari kata multi dan kultur. Multi artinya banyak, dan kultur biasa disamakan dengan kata budaya. Dengan demikian kata multikultur bermakna budaya yang banyak atau keberagaman budaya. Kata multikultur dipergunakan untuk menyebut suatu masyarakat negara yang warga negaranya memiliki kebudayaan beragam, sehingga me-mungkinkan terjadinya perbedaan budaya diantara mereka.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski (dalam Soekanto, 1990) mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri atau disebut dengan cultural-determinism. Herskovits memandang kebudaya-an sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.

Kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistic yang menjadi cirri khas suatu masyarakat. Hal ini sebagaimana dalam gambar 7.1 yang menggambarkan kebiasaan masyarakat suku WaYao di Malawi, Afrika dalam melaksanakan upacara kedewasaan. Upacara kedewasaan tidak selalu dilaksanakan seperti yang dilakukan suku WaYao, suku-suku bangsa yang ada di dunia mempunyai upacara dan cara tersendiri dalam

321

merayakan usia kedewasaan. Usia kedewasaan juga tidak selalu dirayakan dengan upacara pada masyarakat yang lain.

Menurut Edward B. Tylor (dalam Koentjaraningrat, 1986),

kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang kebudayaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola peri-laku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melang-sungkan kehidupan bermasyarakat.

Gambar 7.1 Upacara kedewasaan dari suku WaYao di Malawi, Afrika (Sumber: akses internet)

322

1. Wujud Kebudayaan

Menurut J.J. Hoenigman (dalam Koentjaraningrat, 1986), wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.

1. Gagasan (Wujud ideal) Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.

2. Aktivitas (tindakan) Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang ber-dasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan. 3. Artefak (karya) Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.

Pada kenyataannya, kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia. Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama, yaitu kebudayaan material dan kebudayaan non-material.

Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah

323

temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.

Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional. 2. Unsur-unsur Kebudayaan

Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu: (1) alat-alat teknologi; (2) sistem ekonomi; (3) keluarga; dan (4) kekuasaan politik.

Sedangkan Bronislaw Malinowski juga mengatakan ada 4 unsur pokok kebudayaan yang meliputi: (1) sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya; (2) organisasi ekonomi; (3) alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama); dan (4) organisasi kekuatan (politik).

Koentjaraningrat (1986) menjelaskan bahwa kebudayaan mempu-nyai tujuh unsur, diantaranya adalah: (1) bahasa; (2) sistem pengetahu-an; (3) organisasi social; (4) sistem peralatan hidup dan teknologi; (5) sistem mata pencaharian hidup; (6) sistem religi; dan (7) kesenian. Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan masyarakat antara lain: a. Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi)

Gambar 7.2 Cangkul adalah produk teknologi dan alat perlengkapan hidup manusia

(Sumber: Dokumentasi penulis)

324

Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan. Tekno-logi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.

Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu: (1) alat-alat produktif; (2) senjata; (3) wadah; (4) alat-alat menyalakan api; (5) makanan; (6) pakaian; (7) tempat berlindung dan perumahan; dan (8) alat-alat transportasi b. Sistem mata pencaharian hidup

Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya: (1) berburu dan meramu; (2) beternak; (3) bercocok tanam di ladang; (4) menangkap ikan.

Padahal pada saat ini sistem mata pencaharian hidup manusia sangat beragam dan terspesialisasi. Begitu beragam dan terspesialisasi-nya mata pencaharian hidup manusia sehingga tidak mungkin untuk dituliskan atau disebutkan disini.

c. Sistem kekerabatan dan organisasi sosial

Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. Sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan.

Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat.

Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.

325

Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri. d. Bahasa

Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyam-paikan maksud hati, kehendak atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain.

Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.

Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuna, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi. e. Kesenian

Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.

326

.

f. Sistem kepercayaan

Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai dalam menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya.

Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.

Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (religion, yang berasal dari bahasa Latin religare, yang berarti menambatkan), adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia.

Kamus Bahasa Indonesia (2005), mendefinisikan agama sebagai ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan, kepercayaan, dan periba-datan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang ber-hubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. g. Sistem ilmu dan pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error).

Gambar 7.3 Karya seni dari peradaban Mesir kuno (Sumber: akses internet)

327

Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi: (1) penge-tahuan tentang alam; (2) pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya; (3) pengetahuan tentang tubuh manusia, pengeta-huan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia; dan (4) pengetahu-an tentang ruang dan waktu. 3. Kebudayaan sebagai Peradaban

Gagasan tentang budaya sebagai peradaban dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang budaya sebagai peradaban ini merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya.

Mereka menganggap kebudayaan sebagai peradaban sebagai lawan kata dari alam. Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.

Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda

dan aktivitas yang elit seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan meng-ambil bagian, dari aktivitas-aktivitas kebudayaan di atas. Sebagai contoh, jika seseorang berpendapat bahwa musik klasik adalah musik yang berkelas, elit, dan bercitarasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul

Gambar 7.4 kebudayaan tingkat tinggi" (High Culture) oleh Edgar Degas (Sumber: akses internet)

328

anggapan bahwa yang bersangkutan adalah orang yang sudah berkebudayaan.

Orang yang menggunakan kata kebudayaan dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia.

Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan berbeda dengan mereka yang berkebudayaan disebut sebagai orang yang tidak berkebudayaan; bukan sebagai orang dari kebudayaan yang lain. Orang yang tidak berkebudayaan dikatakan lebih alami, dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran manusia alami (human nature).

Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang merusak dan tidak alami yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat dasar manusia. Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan jalan hidup yang alami (natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.

Saat ini kebanyakan ilmuwan sosial menolak untuk memperban-dingkan antara kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang sebelum-nya dianggap tidak elit dan kebudayaan elit adalah sama masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan.

Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.

Selama era Romantis, para cendikiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam sudut pandang umum. Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperban-dingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisah-an antara berkebudayaan dengan tidak berkebudayaan atau kebudayaan primitif.

329

Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka mengasumsikan bahwa setiap manusia tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.

Pada tahun 50-an, subkebudayaan mulai dijadikan subyek penelitian oleh para ahli sosiologi. Pada abad ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan perbedaan dan bakat dalam konteks pekerja organisasi atau tempat bekerja. 4. Kebudayaan sebagai mekanisme stabilisasi

Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.

Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal, diantara-nya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender,

Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran dan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung pada seberapa besar perbe-daan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan dan kein-tensifan komunikasi antar budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.

Monokulturalisme; pemerintah mengusahakan terjadinya asimilasi kebudayaan sehingga masyarakat yang berbeda kebudayaan men-jadi satu dan saling bekerja sama.

Leitkultur (kebudayaan inti); sebuah model yang dikembangkan oleh Bassam Tibi di Jerman. Dalam Leitkultur, kelompok minoritas dapat menjaga dan mengembangkan kebudayaannya sendiri, tanpa ber-tentangan dengan kebudayaan induk yang ada dalam masyarakat.

Melting Pot; kebudayaan imigran/asing berbaur dan bergabung dengan kebudayaan asli tanpa campur tangan pemerintah.

Multikulturalisme; sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran dan kelompok minoritas untuk menjaga kebudayaan mereka dan berinteraksi secara damai dengan kebudayaan induk.

330

Seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi, hubungan dan saling keterkaitan kebudayaan-kebudayaan di dunia saat ini sangat tinggi. Selain kemajuan teknologi dan informasi, hal tersebut juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, migrasi, dan agama.

Beberapa kebudayaan di benua Afrika terbentuk melalui penjajahan Eropa, seperti kebudayaan Sub-Sahara. Sementara itu, wilayah Afrika Utara lebih banyak terpengaruh oleh kebudayaan Arab dan Islam. Kebudayaan di benua Amerika dipengaruhi oleh suku-suku Asli benua Amerika; orang-orang dari Afrika (terutama di Amerika Serikat), dan para imigran Eropa terutama Spanyol, Inggris, Perancis, Portugis, Jerman, dan Belanda.

Masyarakat asia memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda satu sama lain, meskipun begitu, beberapa dari kebudayaan tersebut memiliki pengaruh yang menonjol terhadap kebudayaan lain, seperti misalnya pengaruh kebudayaan Tiongkok kepada kebudayaan Jepang, Korea, dan Vietnam.

Dalam bidang agama, agama Budha dan Taoisme banyak mem-pengaruhi kebudayaan di Asia Timur. Selain kedua Agama tersebut, norma dan nilai Agama Islam juga turut mempengaruhi kebudayaan terutama di wilayah Asia Selatan dan tenggara.

Kebanyakan budaya di Australia masa kini berakar dari kebudaya-an Eropa dan Amerika. Kebudayaan Eropa dan Amerika tersebut kemudian dikembangkan dan disesuaikan dengan lingkungan benua Australia, serta diintegrasikan dengan kebudayaan penduduk asli benua Australia, Aborigin.

Kebudayaan Eropa banyak terpengaruh oleh kebudayaan negara-negara yang pernah dijajahnya. Kebudayaan ini dikenal juga dengan sebutan "kebudayaan barat". Kebudayaan ini telah diserap oleh banyak kebudayaan, hal ini terbukti dengan banyaknya pengguna bahasa Inggris dan bahasa Eropa lainnya di seluruh dunia. Selain dipengaruhi oleh ke-budayaan negara yang pernah dijajah, kebudayaan ini juga dipengaruhi oleh kebudayaan Yunani kuno, Romawi kuno, dan agama Kristen, meskipun kepercayaan akan agama banyak mengalami kemunduran beberapa tahun terakhir ini.

Kebudayaan didaerah Timur Tengah dan Afrika Utara saat ini kebanyakan sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma agama Islam, meskipun tidak hanya agama Islam yang berkembang di daerah ini.

331

Tugas 7.1

B. MULTIKULTURAL Multikultural secara etimologis marak digunakan pada tahun 1950-

an di Kanada. Menurut Longer Oxford Dictionary istilah multiculturalism berasal dari kata multicultural. Kamus ini menyitir kalimat dari surat kabar Kanada, Montreal Times yang menggambarkan masyarakat Montreal sebagai masyarakat "multicultural dan multilingual".

Konsep multikulturalisme tidak dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman suku bangsa atau kebudayaan suku bangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Multikulturalisme mau tidak mau juga akan mengulas berbagai permasalahan yang mendukung ideologi ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha HAM, hak budaya komunitas dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, serta tingkat serta mutu produktifitas (Tobroni, dkk: 2007).

Dufty (1996) menjelaskan bahwa multikultural sebagai masyara-kat yang kelompok dan anggotanya mampu melakukan ko-eksistensi secara harmonis, bebas memelihara keyakinan mereka, bahasa dan kebiasaan serta tradisi yang dikembangkan, dilaksanakan dan dijunjung tinggi.

Multikultural sering diidentikkan dengan pluralisme, padahal ada beberapa perbedaan diantara kedua konsep tersebut. Pluralisme pada dasarnya memiliki beberapa makna, yakni sebagai doktrin, sebagai model dan keterkaitannya dengan konsep lain (Liliweri, 2005). Sebagai doktrin pluralisme sering dimaknai bahwa dalam setiap hal, tidak ada satu pun sebab bersifat tunggal (monism) atau ganda (dualism) bagi terjadinya perubahan masyarakat. Sementara itu, pluralisme sebagai model, memungkinkan terjadinya peran individu atau kelompok yang beragam dalam masyarakat. Pluralisme merupakan suatu pandangan bahwa sebab dari sebuah peristiwa sosial, harus dapat diuji melalui interaksi yang beragam faktor dan bukan dianalisis hanya dari satu faktor semata-mata, dan keberagaman faktor itu adalah faktor kebudayaan. Dengan

Coba kalian lakukan pengamatan di lingkungan sekolahmu, kemudian berilah contoh nyata unsur-unsur kebudayaan yang ada di sekolahmu?

332

mengutip pandangan John Gray, Liliweri menegaskan bahwa pada dasarnya plurarisme mendorong perubahan cara berpikir dari cara berpikir monokultur ke arah cara berpikir multikultur.

Dengan demikian, multi kultur bukan hanya sekedar bermakna keberagaman budaya, tetapi lebih kepada cara berpikir, cara bertindak, dan berperilaku terhadap keberagaman budaya yang ada dalam masyarakat.

Multikulturalisme lebih bermakna sebagai cara berpikir, cara bertindak, dan berperilaku manusia dalam memandang kebudayaan lain yang berbeda atau beragam denga kebudayaan kita adalah sebagai suatu hal yang wajar. Oleh karena itu menghargai dan menghormati kebudayaan lain serta memandang kebudayaan masyarakat lain secara sama adalah suatu keharusan. Multikulturalisme memandang bahwa ma-nusia mempunyai kebebasan untuk mengembangkan kebudayaannya.

Berbeda dengan pemikiran di atas, Mohammad Ali (2003) lebih memusatkan konsep pluralisme pada keberagaman agama. Menurutnya, mengakui pluralisme agama sama sekali tidak berarti menghancurlebur-kan bangunan dasar teologis agama mana pun yang telah terbukti eksis dalam sejarah peradaban umat manusia.

Lebih tegas lagi, bahwa memasyarakatkan pluralisme agama dan praktik politik pluralis yang demokratis, menjadi sebuah keharusan bagi masyarakat pluralis Indonesia. Pluralisme agama tidak sekadar persoalan mengakomodasi klaim-klaim kebenaran agama dalam wilayah pribadi, tetapi juga persoalan kebijakan publik di mana pemimpin agama harus mengakui dan melindungi kebebasan beragama.

Menurut Al Hakim (2006) esensi masyarakat pluralis-multikultural dapat digambarkan sebagai idealisasi masyarakat dimana kelompok dalam masyarakat mampu melakukan ko-eksistensi secara harmonis, bebas memelihara keyakinan mereka, bahasa dan kebiasaan serta tradisi yang dikembangkan, dilaksanakan dan dijunjung tinggi (Dufty, 1996).

Dalam perspektif Indonesia, konsep masyarakat multikultural ber-sifat inhern dalam masyarakat sejak dahulu kala. Hanya saja, karena dinamika politik ketatanegaraan di masa lalu, praktik multikultural Indonesia sempat tenggelam dari kajian pendidikan sosial. Dengan dalih membicarakan multikulturalisme berarti akan membuka lahan konflik di dalam kehidupan masyarakat.

Multikulturalisme menjadi bahan kajian kembali ketika terjadi reformasi politik di Indonesia, gema multikultural mulai terdengar kembali.

333

Cita-cita reformasi dalam membangun masyarakat kesederajatan dalam bangunan civil society Indonesia, merupakan pertanda bahwa multi-kultural di bumi Indonesia akan “berhirup” angin segar, kendati dalam praktiknya nampak masih belum memenuhi harapan (Al Hakim, 2002).

Multikulturalisme bukan hanya sekedar wacana tetapi sebuah ideologi yang harus diperjuangkan, karena dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan hidup masyarakat. Multikulturalisme bukan sebuah ideologi yang berdiri sendiri secara ter-pisah dari ideologi lainnya. Multikulturalisme membutuhkan seperangkat konsep yang merupakan bangunan konsep-konsep untuk dijadikan acuan memahaminya dan mengembangluaskannya dalam kehidupan berma-syarakat. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan yang berupa bangunan konsep yang relevan dan mendu-kung keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia.

Bangunan konsep ini harus dikomunikasikan di antara para ahli yang mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang multikulturalisme sehingga terdapat kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini. Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, suku bangsa, kesukubangsaan, kebudayaan suku bangsa, keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komunitas, dan konsep lainnya yang relevan (Al Hakim, 2002).

Cakupan civil society memang sangat beragam, misalnya terdiri dari kelompok-kelompok dan perkumpulan, pendidikan, tenaga kerja, bisnis, partai politik, organisasi keagamaan, profesi, perdagangan, media, seni, kelompok lokal, keluarga dan perkumpulan kekerabatan (Langenberg, dalam Subandi 1996).

Kemajemukan masyarakat Indonesia adalah sebuah realitas sosial dan integrasi nasional adalah substansi utamanya. Dalam konteks pluralitas masyarakat Indonesia, konsep integrasi nasional Indonesia, hendaknya diartikan bukan sebagai benda akan tetapi harus diartikan sebagai semangat untuk melakukan penyatuan terhadap unsur-unsur dan potensi masyarakat Indonesia yang beraneka-ragam.

Dengan kata lain, integrasi nasional harus dimaknai sebagai sebuah spirit bangsa untuk memandang kehidupan yang serba majemuk itu sebagai semangat untuk bersatu. Secara demikian, integrasi nasional, adalah kata kunci untuk membangun dan membina serta mempertahan-

334

kan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang hidup dalam alam kemajemukan masyarakat dan budayanya.

Terbentuknya integrasi nasional yang kokoh, banyak ditentukan oleh pengetahuan warga masyarakat Indonesia terhadap kondisi sosial budaya masyarakat yang bersifat pluralistis. Berkaitan dengan itu, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan integrasi nasional yang mantap serta kokoh, antara lain:

1. kemampuan dan kesadaran bangsa dalam mengelola perbedaan-perbedaan SARA dan keanekaragaman budaya dan adat-istiadat yang tumbuh dan berkembang di wilayah nusantara. Perbedaan-perbedaan itu bukanlah sebagai suatu hal yang harus diperten-tangkan, akan tetapi harus diartikan sebagai kekayaan dan potensi bangsa.

2. kemampuan mereaksi penyebaran ideologi asing, dominasi ekonomi asing serta penyebaran globalisasi dalam berbagai aspeknya.

3. membangun sistem budaya yang sesuai dengan ideologi nasional (Pancasila) dan konstitusi, UUD Negara Republik Indonesia 1945.

4. menyelenggarakan proyek budaya’dengan cara melakukan pemahaman kritis dan sosialisasi terhadap simbol-simbol identitas nasional, seperti: bahasa Indonesia, lagu Indonesia Raya, bendera Merah Putih dan Garuda Pancasila sebagai lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Walaupun demikian, dalam upaya mewujudkan integrasi nasional

Indonesia, bangsa Indonesia sering menghadapi persoalan yang sangat dilematis. Integrasi nasional yang seperti apa yang hendak dikembang-kan di Indonesia, yang masyarakatnya bersifat majemuk (pluralistis). Integrasi nasional Indonesia, hendaknya juga diartikan bukan sebagai benda akan tetapi harus diartikan sebagai semangat untuk melakukan penyatuan terhadap unsur-unsur dan potensi masyarakat Indonesia yang beraneka-ragam.

Integrasi nasional di Indonesia, bukanlah sebuah peleburan yang sifatnya unifikatif (menggabungkan), akan tetapi lebih tepat disebut dengan integrasi nasional yang bersifat diversifikatif atau menyebar (Al-Hakim, 2002). Dengan cara ini, perbedaan tetap diakui, karena dengan ini masyarakat akan bebas berekspresi selaras dengan aspirasi dan way of life yang diangkat dari nilai-nilai moral yang bersumber dari budaya daerah setempat (lokal).

335

Di samping itu, integrasi nasional yang deversifikatif lebih nampak demokratis, ketimbang integrasi nasional yang unifikatif yang justru mengarah pada pemerkosaan HAM dan memungkiri realitas perbedaan.

Integrasi nasional yang deversifikatif, lebih sesuai dengan sembo-yan bangsa kita dalam lambang negara Garuda Pancasila, yaitu “Bhinneka Tunggal Ika”, yang artinya berbeda-beda itu pada hakekatnya adalah satu.

Muhammad Ali (2003), menegaskan bahwa semangat Bhinneka Tunggal Ika masih relevan dan harus dikembangkan dalam konteks kekinian. Bahkan semboyan itu banyak memberikan inspirasi bagi terbangunnya wawasan pluralis-multikultural. Dia mencontohkan penting-nya wawasan pluralis-multikultural dalam pendidikan agama, agar kalangan terpelajar dan masyarakat luas menghargai perbedaan, menghormati secara tulus, komunikatif, terbuka, dan tidak saling curiga, selain untuk meningkatkan iman dan takwa.

Pendidikan pluralis-multikultural bukanlah mengajarkan anak didik untuk menjalankan agama seenaknya sendiri, tanpa tanggung jawab dan ketulusan, tetapi justru mengajarkan untuk taat beragama, tanpa meng-hilangkan identitas keagamaan masing-masing. Wajah agama yang ditampilkan pendidikan pluralis adalah agama yang moderat dan ramah.

Selanjutnya, Eka Dharmaputra (1987), mengatakan bahwa salah satu sumbangan terpenting teologi pluralis terletak pada asumsi dasar bahwa semua agama dapat menyumbangkan sesuatu, bukannya satu dapat menyelesaikan semua. Makin mutlak klaim seseorang makin men-deritalah manusia. Melalui pendidikan pluralis, agama-agama memberi-kan kontribusi bagi pembangunan bangsa menuju masyarakat multikul-tural. Pendidikan agama merupakan pilar penyangga utama kerukunan umat beragama dan kerukunan umat beragama merupakan pilar keru-kunan bangsa. Pendidikan agama tidak hanya menjadi fondasi integritas nasional yang kokoh, tetapi juga fondasi pengayom keberagaman yang sejati.

Senada dengan itu, tulis Berger & Neuhauss (dalam Nugroho, 1977), karena perbedaan masyarakat merupakan kenyataan sosial, maka keberadaannya tidak bisa dilenyapkan. Bahkan setiap upaya untuk me-lenyapkan dengan dalih apapun, termasuk menuju unifikasi masyarakat, cenderung akan menimbulkan keresahan, gejolak sosial, kerusuhan massa dan pasti berakhir dengan disintegrasi bangsa.

336

Kemajemukan masyarakat (multicultural) tidak dapat dilenyapkan demi jargon persatuan dan kesatuan, sebab persatuan itu harus dicapai lewat keberadaan pluralitas.

Sebagai sebuah terminologi, multikuluturalisme kadang agak membingungkan karena ia merujuk sekaligus kepada dua hal yang berbeda: realitas dan etika, atau praktik dan ajaran. Sebagai realitas atau praktik, multikulturalisme dipahami sebagai representasi produktif atau interaksi elemen-elemen social yang beragam dalam sebuah tataran kehidupan kolektif yang berelanjutan. Sebagai sebuah etika atau ajaran, multikulturalisme merujuk pada spirit, etos dan kepercayaan tentang bagaimana keragaman atas unit-unit sosial yang berciri privat dan relatif otonom, seperti etnisitas dan budaya, semestinya dikelola dalam ruang-ruang publik.

Dalam masyarakat yang memiliki kesempatan untuk berevolusi melalui perubahan sosial yang panjang dan bersifat gradual, multikultural-isme (dengan nama yang sama atau yang lain) sering merupakan hasil dari sebuah proses sosial yang terjadi. Dengan kata lain sejarah yang panjang telah memungkinkan di satu pihak keragaman mendapatkan ruang untuk berkembang dan pihak lainmemungkinkan integrasi sosial di tingkat yang lebih tinggi dapat terpelihara.

Di kebanyakan belahan dunia, dimana sebagian besar dari mereka adalah bangsa-bangsa bekas jajahan yang terdiri atas kelompok-kelompok etnik dan budaya yang sangat majemuk, multikulturalisme adalah sebuah gagasan yang terus diperjuangkan. Bahkan lebih dari itu, kebanyakan negara yang relatif muda usia ini, harus berjuang terlebih dahulu dengan gagasan nasionalisme.

Gagasan nasionalisme negara-negara yang pada umumnya memperoleh kemerdekaannya setelah Perang Dunia Kedua ini, dibangun melalui kesadaran para pemimpinnya akan sebuah kepercayaan bahwa negara yang amat majemuk, seringkali terdiri atas puluhan bahkan ratusan kelompok etnik, hanya mungkin dipersatukandengan ikrar yang meneguhkan persatuan sebagai dasar untuk menciptakan kehidupan bersama yang lebih.

Menurut Daniel Sparinga, multikuralisme didefinisikan sebagai sebuah kepercayaan yang menyatakan bahwa kelompok-kelompok etnik atau budaya (ethnic and cuktural groups) dapat hidup berdampingan secara damai dalam prinsip co-existence yang ditandai oleh kesediaan

337

untuk menghormati budaya lain adalah sebuah tema yang relatif baru dibicarakan di negeri ini.

Dunia masa kini menuntut adanya multikulturalisme, karena dalam perbedaan-perbedaannya, manusia yang saling berbeda harus saling berhubungan satu sama lain, baik suka ataupun tidak. Dalam multi-kulturalisme, manusia merayakan perbedaan yang dimilikinya. Untuk itu, seluruh perbedaan yang ada (apapun bentuk perbedaannya) harus dihormati. Perbedaan tersebut adalah karunia yang sangat indah yang harus dijaga secara damai.

Dalam menyikapi perbedaan, mentalitas kita harus diubah dengan lebih banyak berpikir, bersikap dan berlaku damai terhadap seluruh perbedaan tersebut dengan jalan apapun yang memungkinkan untuk itu. Oleh karena itu, dalam perbedaan-perbedaan tersebut sesungguhnya, akal kita menyediakan potensi untuk berlaku secara adil dan merata terhadap sisi-sisi kebenaran yang ada. Perbedaan-perbedaan seperti itu membutuhkan pendekatan-pendekatan multikultural terhadap etika mau-pun subyek-subyek lainnya, terutama dalam upaya memerangi etnosentrisme dan rasisme yang seringkali merupakan hasil dari ketidakpedulian pada orang lain dan kebudayaan-kebudayaan lain (May, dkk. 2001). Memahami orang-orang dari kebudayaan lain bukan berarti bahwa kita setuju dengan mereka melainkan kita harus kritis terhadap kebiasaan-kebiasaan mereka.

Multikulturalisme dapat juga dijelaskan sebagai pluralisme kebudayaan sebagaimaa dikemukakan oleh William A. Haviland (1988) yang secara antropologis menjelaskan, kalau satu kebudayaan dunia yang homogen tidak dengan sendirinya pasti merupakan harapan masa depan, orang akan melihat. Multikulturalisme sejak beberapa tahun belakangan ini marak diperbincangkan oleh pelbagai kalangan dan tampaknya masih akan terus demikian karena memang sangat relevan dengan corak masyarakat seperti yang terdapat di Indonesia. Menurut, C. W. Watson (1998), membicarakan multikulturalisme atau masyarakat multikultural adalah membicarakan tentang masyarakat-negara, bangsa, daerah, bahkan lokasi geografis terbatas seperti kota atau sekolah-yang terdiri dari orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Tetapi perbedaan yang ditekankan di sini adalah perbedaan dalam kesederajatan.

Multikulturalisme yang meniscayakan adanya perbedaan itu sesungguhnya mengusung semangat untuk hidup berdampingan secara

338

damai (peaceful coexistence) dalam perbedaan kultur yang ada. Menurut Parsudi Suparlan dalam seminar Menuju Indonesi Baru: Dari Masyarakat Majemuk ke Masyarakat Multikultural di Yogyakarta pada Agustus 2001 (Kompas, 3 September 2001), fokus multikulturalisme adalah pada pemahaman dan hidup dengan perbedaan sosial dan budaya, baik secara individual maupun secara kelompok dan masyarakat. Individu dalam hal ini dilihat sebagai refleksi dari kesatuan sosial dan budaya di mana mereka menjadi bagian darinya.

Dalam masyarakat multikultural itu telah terjadi interaksi dan dialog antar budaya. Bahkan juga, secara tidak disadari mungkin, telah terjadi dialog antar peradaban, misalnya peradaban Barat yang didasarkan pada nilai-nilai Yudeo-Kristiani dan peradaban Islam atau Konfusian. Dalam komunitas seperti itu tidak terjadi apa yang disebut oleh Samuel Huntington, clash of civilization, benturan peradaban.

Manajemen multikultural, memang telah menjadi budaya perusahaan-perusahaan dari negara-negara yang lebih maju. Penerapan manajemen multikultural itu, tentunya didasarkan pada prasangka baik tentang multikulturalisme. Tapi mungkin disadari juga bahwa suatu masyarakat atau komunitas multikultural, mengandung potensi konflik, berdasarkan teori yang sederhana, yaitu karena terjadinya perjumpaan dua atau beberapa budaya asing. Dalam interaksi itu mungkin terkan-dung prasangka-prasangka negatif antar kelompok etnis, ras, budaya atau agama. Dengan katar belakang prasangka itu mungkin terjadi gesekan atau bahkan benturan. Dalam masyarakat multikultural, yang terjadi mungkin justru isolasionisme, dimana suatu komunitas berkonsen-trasi pada suatu daerah pemukiman tertentu yang bersifat swasembada (self-sufficient). Meskipun demikian, interaksi dengan komunitas luar tak bisa dihindari. Maka dalam interaksi yang membawa prasangka bisa terjadi persaingan yang tidak sehat.

Dalam masyarakat multikultural yang masih mengandung pra-sangka, bisa pula terjadi diskriminasi, misalnya dalam manajemen perusahaan. Beberapa waktu yang lalu, bahkan hingga sekarang, biro-krasi sipil apalagi militer Indonesia masih sulit menerima orang-orang dari kelompok etnis Cina. Pada masa itu mungkin prasangka itu bersumber dari persaingan ideologi, sehingga birokrasi masih khawatir kemasukan unsur-unsur komunis umpamanya. Namun sekarang, setelah lenyapnya komunisme, diskriminasi atau preferensi itu masih tetap berlangsung. Hal ini disebabkan karena belum berkembangnya budaya multikulturalisme

339

yang menganggap multi-kulturalisme sebagai faktor yang poisitif dalam perkembangan masyarakat. Namun, walaupun budaya multikulturalisme masih dicurigai, dalam kenyataannya, manajemen multi-kultural itu ter-nyata tetap terus dipakai dan bahkan dikembangkan daripada pola manajemen homogen yang mungkin dianggap lebih potensial untuk membentuk modal sosial yang berintikan kepercayaan (trust) itu.

Perkembangan itu dibuktikan dengan ditulisnya teori-teori baru mengenai pola manajemen multikultural. Pola manejemen multikultural itulah salah satu bentuk penerapan multikulturalisme dalam manajemen perusahaan modern. Salah satu dampaknya adalah meningkatnya minat generasi muda untuk mempelajari bahasa-bahasa asing. Bahasa asing seperti misalnya, Mandarin atau bahasa Jepang itupun kini telah dikursuskan dengan peminat yang makin banuyak. Bahasa adalah sarana yang sentral bagi pengembangan multikulturalisme.

Sebenarnya multikulturalisme itu sama atau sejalan dengan beberapa faham lain yang juga sering disebut, yaitu pluralisme, masyarakat terbuka (open society) dan globalisme. Pluralisme adalah suatu paham yang bertolak dari kenyataan pluralitas masyarakat. Ia tidak bertolak dari asumsi bahwa setiap kultur atau agama itu sama. Justru yang disadari adalah adanya perbedaan. Dan perbedaan itu diasumsikan (berdasarkan pengalaman) mengandung potensi konflik atau persaingan yang tidak sehat. Bahkan Huntington sendiri mengasumsikan terkan-dungnya konflik antar peradaban, tidak sekedar perbedaan. Karena konflik itu bila tidak terkompromikan atau tak terdamaikan, maka terjadilah benturan atau bahkan perang peradaban. Tugas 7.2

mm

C. SEJARAH MULTIKULTURALISME

Istilah multikulturalisme pertama kali muncul di Amerika. Di negara ini kebudayaannya didominasi oleh kaum imigran putih dengan budaya WASP, yaitu kebudayaan putih (White), dari bangsa yang berbahasa Inggris (Anglo Saxon), dan yang beragama Protestan. Nilai-nilai WASP

Menurut pendapatmu, kelas (mu) apakah bisa dikatakan sebagai suatu contoh masyarakat multikultural? Mengapa?

Coba lakukan pengamatan terhadap masyarakat di sekitarmu, deskripsikan bagaimana kebudayaan mereka dan pengelompokkannya?

340

inilah yang menguasai mainstream kebudayaan di Amerika Serikat. Dengan demikian, terjadilah segresi dan diskriminasi bukan hanya dalam bidang ras tetapi juga dalam bidang agama, budaya dan gaya hidup. Kelompok yang paling didiskriminasikan adalah kelompok Afrika-Amerika.

Politik diskriminasi tersebut berlaku pada kelompok non-WASP, yaitu kelompok Indian (Native America), kelompok Chicano (dari negara-negara latin terutama Mexico), dan pada akhir abad ke 20 dari kelompok Asia-Amerika. Dalam menghadapi masyarakat yang bersifat melting pot tersebut telah dikembangkan berbagai praktik pendidikan yang berusaha menggaet kelompok-kelompok suku bangsa tersebut di dalam suatu kebudayaan mainstream yang didominasi oleh WASP.

Namun demikian, pendekatan pendidikan yang diskriminatif terse-but mulai berubah, karena pengaruh perkembangan politik dunia seperti HAM, deklarasi hak asasi manusia dari PBB (Universal Declaration of Human Rights tahun 1948). Demikian pula, gerakan human right (human right movement) yang mengglobal.

Perubahan pandangan terhadap hak asasi manusia telah semakin meluas dan menyangkut hak asasi wanita dalam gerakan feminisme. Semua pengaruh yang dijelaskan di atas menghasilkan suatu bentuk pendidikan yang ingin membongkar politik segresi tersebut.

Praktik-praktik pendidikan untuk menanamkan rasa persatuan bangsa mulai gencar dilaksanakan seperti menghilangkan sekolah-sekolah segregasi, mengajarkan budaya dari ras-ras yang lain di semua sekolah pemerintah, dan studi-studi etnis yang hidup dalam masyarakat Amerika. Praktik-praktik tersebut dikaji dan disempurnakan. Banyak sekali konsep yang telah dicobakan dan masing-masing mempunyai nilai positif maupun negatif. Pada dekade tahun 1940-an dan 1950-an telah lahir suatu konsep pendidikan yang disebut pendidikan intercultural dan inter kelompok (inter cultural and inter group education). Pada hakekatnya inter-cultural education tersebut merupakan suatu upaya cross culture education, yaitu mencari nilai-nilai universal yang dapat diterima kelompok masyarakat.

Pendidikan interkultural pada dasarnya mempunyai dua tema pokok, yaitu: (1) melalui pendidikan interkultural, seorang tidak malu ter-hadap latar belakang budayanya. Seperti diketahui, mainstream budaya di Amerika seperti WASP telah menyepelekan budaya kelompok minoritas. (2) perlu dikembangkan sikap toleransi terhadap perbedaan ras, agama, dan budaya. Dalam rangka pengembangan sikap toleransi, dianjurkan program asimilasi budaya. Dalam kaitan ini yang dipentingkan adalah adanya persamaan dan bukan meletakkan perbedaan-perbedaan

341

kebudayaan. Oleh sebab itu, di dalam program pendidikan dikembangkan dua hal, yaitu: (a) masalah prasangka (prejudice). Berbagai penelitian dan praktik untuk mencari akar dari prasangka, baik prasangka ras maupun prasangka agama; (b) mencari cara efektif untuk maengubah tingkah laku dalam mengatasi prasangka-prasangka tersebut.

Berbagai upaya dari pendidikan interkultural ternyata dipusatkan kepada mengubah tingkah laku individu dan bukan mempelajari konflik antar kelompok. Padahal yang sering terjadi dalam kehidupan bersama multi ras adalah konflik kelompok. Hal ini memang masih diabaikan dalam program pendidikan interkultural. Pendidikan di dalam pendekatan interkultular berarti membina hubungan baik antar manusia yang demo-kratis. Masyarakat Amerika adalah masyarakat demokratis yang mem-berikan nilai penting terhadap pluralitas dengan hak-haknya, termasuk hak-hak minoritas sebagai warga negara. Tujuan kehidupan adalah kehidupan bersama yang harmonis.

Perkembangan program pendidikan interkultular berkembang dengan pesat dan dilaksanakan dari jenjang pendidikan dasar termasuk didalam program pendidikan guru. Selain dari pada itu program pendidikan interkultular dianggap dapat memperkuat ketahanan bangsa. Di negara Amerika Serikat, terutama pada masa perang dingin, hal ini dirasakan tetap perlu terutama untuk mempertahankan Amerika sebagai negara super power. D. PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

Pendidikan merupakan agen perubahan sosial dalam suatu masyarakat yang tidak terlepas dari budaya masyarakat tersebut. Nilai-nilai, pandangan, dan norma yang dikembangkan merupakan integrasi dari budaya di mana pendidikan tersebut dilaksanakan, yang kemudian ditanamkan kepada si terdidik.

Pendidikan memang merupakan media yang tepat bagi usaha pelestarian dan penanaman nilai-nilai atau pandangan, demikian juga penanaman pandangan dan kesadaran terhadap adanya perbedaan budaya pada masyarakat multikultural. Usaha menanamkan kesadaran multikultural lewat pendidikan kemudian dikenal dengan pendidikan multikultural.

Pendidikan multikultural pada umumnya diletakkan pada latar kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan mengarah pada upaya perwujudan warga negara yang baik.

Warganegara yang baik dikemukakan oleh Cogan (1998) adalah mereka memiliki kemampuan untuk memahami dan menerima perbedaan

342

budaya, kemampuan berpikir kritis, kemampuan menyelesaikan konflik tanpa kekerasan, kemampuan bekerjasama dengan orang lain, kepekaan terhadap hak asasi manusia, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik lokal, nasional dan global.

Pendidikan multikultural memainkan peranan penting dalam pengembangan pendidikan kewarganegaraan (Pang, Gay, dan Stanley: 1995 dalam Al Hakim, 2002). Pembelajaran multikultural pada dasarnya merupakan program pendidikan bangsa agar komunitas kewarganegara-an dapat berpartisipasi dalam mewujudkan kehidupan demokrasi yang ideal bagi bangsanya (Banks, 1993).

Secara meluas, pendidikan multikultural mencoba membantu menyatukan bangsa secara demokratis, dengan menekankan pada perspektif pluralitas masyarakat di berbagai bangsa, etnik, kelompok budaya yang berbeda.

Sekolah dikondisikan untuk mencerminkan praktik dari nilai-nilai demokrasi. Kurikulum menampakkan aneka kelompok budaya yang berbeda dalam masyarakat, bahasa, dan dialek; dimana para pelajar lebih baik berbicara tentang rasa hormat di antara mereka dan men-junjung tinggi nilai-nilai kerjasama, dari pada membicarakan persaingan dan prasangka di antara sejumlah pelajar yang berbeda dalam hal ras, etnik, budaya dan dan kelompok status sosialnya.

Pendidikan multikultural adalah kebijakan dalam praktik pendidik-an dalam mengakui, menerima dan menegaskan perbedaan dan persa-maan manusia yang dikaitkan dengan gender, ras, kelas, (Sleeter and Grant, 1988). Pendidikan multikultural adalah suatu sikap dalam meman-dang keunikan manusia dengan tanpa membedakan ras, budaya, jenis kelamin, kebiasaan, seks, kondisi jasmaniah atau status ekonomi seseorang (Skeel, 1995).

Secara sederhana pendidikan multikultural didefinisikan oleh Azra (2007) sebagai pendidikan untuk/tentang keragaman kebudayaan dalam meresponi perubahan demografis dan kultural lingkungan masya-rakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan. Agar pengertian ini bermanfaat, maka diperlukan untuk mendefinisikan kembali apa yang dimaksud dengan budaya dan kebudayaan. Upaya perumusan ini, jelas tidak mudah, karena perubahan-perubahan yang begitu cepat dan dra-matis dalam kebudayaan itu sendiri, khususnya karena proses globalisasi yang semakin meningkat. Istilah pendidikan multikultural (multicultural education) dapat digunakan baik pada tingkat deskriptif maupun normatif.

343

Pendidikan multikultural didefinisikan sebagai sebuah kebijakan sosial yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemeliharaan budaya dan saling memiliki rasa hormat antara seluruh kelompok budaya di dalam masyarakat. Esensi masyarakat multikultural telah digambarkan oleh Dufty (1996), sebagai gagasan masyarakat dimana kelompok dalam masyarakat mampu melakukan ko-eksistensi secara harmonis, bebas memelihara keyakinan mereka, bahasa dan kebiasaan serta tradisi yang dikembangkan, dilaksanakan dan dijunjung tinggi.

Pendidikan multikultural didasarkan pada gagasan filosofis tentang kebebasan, keadilan, kesederajatan dan perlindungan terhadap hak-hak manusia. Hakekat pendidikan multikultural mempersiapkan seluruh siswa untuk bekerja secara aktif menuju kesamaan struktur dalam organisasi dan lembaga sekolah.

Pendidikan multikultural bukanlah kebijakan yang mengarah pada pelembagaan pendidikan dan pengajaran inklusif dan pengajaran oleh propaganda pluralisme lewat kurikulum yang berperan bagi kompetisi budaya individual.

Pendidikan multikultural, bukanlah pemisahan dari bagian pel-ajaran atau pemisahan dari sistem pendidikan, akan tetapi representasi secara benar dan menyeluruh, mengenai apa yang akan dikembangkan bagi kehidupan masa depan siswa. Pierre L. Van de Berghe mengemu-kakan bahwa masyarakat multikultural mempunyai beberapa karakteristik yang khas, antara lain sebagai berikut.

1. Masyarakat terbagi dalam segmentasi bentuk kelompok-kelompok latar budaya, subbudaya yang berbeda.

2. Memiliki struktur sosial yang terbagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer.

3. Kurang adanya kemauan untuk mengembangkan konsensus antar anggota masyarakatnya tentang nilai-nilai sosial yang fundamental.

4. Kurangnya kesadaran mengembangkan konsensus relatif sering menumbuhkan konflik antar kelompok sub-budaya tersebut.

5. Konflik dapat dihindari dan integrasi sosial dapat terjadi, dengan jalan secara relatif menggunakan paksaan ditambah adanya ketergantungan satu sama lain dalam bidang ekonomi.

6. Adanya dominasi politik kelompok satu atas kelompok yang lain Keadaan yang sangat rentan dalam masyarakat multikultural tersebut, perlu dicarikan penyelesaian agar tidak selalu terjadi konflik yang mengarah pada terjadinya disintegrasi.

344

1.Tujuan Pendidikan Multikultural Pendidikan multikultural berusaha menolong siswa

mengembangkan rasa hormat kepada orang yang berbeda budaya, memberi kesempatan untuk bekerja bersama dengan orang atau kelompok orang yang berbeda etnis atau rasnya secara langsung, menolong siswa untuk mengakui ketepatan dari pandangan-pandangan budaya yang beragam, menolong siswa mengembangkan kebanggaan terhadap warisan budaya mereka, menyadarkan siswa bahwa konflik nilai sering menjadi penyebab konflik antar kelompok masyarakat (Savage & Armstrong, 1996).

Farris & Cooper (1994) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan multikultural adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk meman-dang kehidupan dari berbagai perspektif budaya yang berbeda dengan budaya yang mereka miliki, dan bersikap positif terhadap perbedaan budaya, ras, dan etnis.

Sementara itu, Banks (dalam Skeel, 1995), mengidentifikasi tujuan pendidikan multikultural, adalah: (1) untuk memfungsikan peranan sekolah dalam memandang keberadaan siswa yang beraneka ragam; (2) untuk membantu siswa dalam membangun perlakuan yang positif ter-hadap perbedaan kultural, ras, etnik, kelompok keagamaan; (3) memberi-kan ketahanan siswa dengan cara mengajar mereka dalam mengambil keputusan dan ketrampilan sosialnya; dan (4) untuk membantu peserta didik dalam membangun ketergantungan lintas budaya dan memberi gambaran positif kepada mereka mengenai perbedaan kelompok.

Lebih lanjut, pendidikan multikultural dibangun atas dasar konsep yang meluas mengenai pendidikan untuk kebebasan (Dickerson, 1993; Banks, 1994); yang bertujuan: (1) membantu siswa mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk berpartisipasi di dalam demokrasi dan kebebasan masyarakat; (2) memajukan kepada kekebas-an, kecakapan, keterampilan terhadap lintas batas-batas etnik dan buda-ya untuk berpartisipasi dalam beberapa kelompok dan budaya orang lain.

Melalui pembelajaran multikultural, siswa dapat mencapai kesuksesan dalam mengurangi prasangka dan diskriminasi (Banks, 1996). Dengan kata lain, variabel sekolah terbentuk dimana besar kelompok rasial dan etnis yang memiliki pengalaman dan hak yang sama dalam pendidikan.

Pelajar mampu mengembangkan keterampilannya dalam memu-tuskan sesuatu secara bijak. Mereka lebih menjadi suatu subyek dari

345

pada menjadi obyek dalam suatu kurikulum. Mereka menjadi individu yang mengatur dirinya sendiri dan merefleksi kehidupan untuk bertindak secara aktif. Mereka membuat keputusan dan melakukan sesuatu yang berhubungan dengan konsep, pokok-pokok masalah, atau masalah-masalah yang mereka pelajari.

Mereka mengembangkan visi sosial yang lebih baik dan mem-peroleh ilmu pengetahuan dan keterampilan serta mengkonstruksinya dengan sistematis dan empatis. Seharusnya guru mengetahui bagaimana berperilaku terhadap para pelajar yang bermacam-macam kulturnya di dalam kelas. Mereka mengetahui perbedaan-perbedaan nilai-nilai dan kultur dan bentuk-bentuk perilaku yang beraneka ragam.

Secara konseptual pendidikan multikultural menurut Groski mempunyai tujuan dan prinsip sebagai berikut.

1. Setiap siswa mempunyai kesempatan untuk mengembangkan prestasi mereka.

2. Siswa belajar bagaimana belajar dan berpikir secara kritis. 3. Mendorong siswa untuk mengambil peran aktif dalam pendidikan,

dengan menghadirkan pengalaman-pengalaman mereka dalam konteks belajar.

4. Mengakomodasikan semua gaya belajar siswa. 5. Mengapresiasi kontribusi dari kelompok-kelompok yang berbeda. 6. Mengembangkan sikap positif terhadap kelompok-kelompok yang

mempunyai latar belakang berbeda. 7. Untuk menjadi warga yang baik di sekolah maupun di

masyarakat. 8. Belajar bagaimana menilai pengetahuan dari perspektif yang

berbeda. 9. Untuk mengembangkan identitas etnis, nasional, dan global. 10. Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan mengambil keputusan

dan analisis secara kritis sehingga siswa dapat membuat pilihan yang lebih baik dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan prinsip pendidikan multikultural menurut Groski adalah

sebagai berikut. 1. Pemilihan materi pelajaran harus terbuka secara budaya

didasarkan pada siswa. Keterbukaan ini harus menyatukan opini-opini yang berlawanan dan interpretasi-interpretasi yang berbeda.

2. Isi materi pelajaran yang dipilih harus mengandung perbedaan dan persamaan dalam lintas kelompok.

346

3. Materi pelajaran yang dipilih harus sesuai dengan konteks waktu dan tempat.

4. Pengajaran semua pelajaran harus menggambarkan dan dibangun berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dibawa siswa ke kelas.

5. Pendidikan hendaknya memuat model belajar mengajar yang interaktif agar supaya mudah dipahami. Multikulturalisme bukan hanya sebuah wacana tetapi sebuah

ideologi yang harus diperjuangkan, karena dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya demokrasi, HAM, dan kesejahteraan hidup masyarakat-nya. Multikulturalisme bukan sebuah ideologi yang berdiri sendiri terpisah dari ideologi-ideologi lainnya, dan multikulturalisme membutuhkan se-perangkat konsep-konsep yang merupakan bangunan knsep-konsep untuk dijadikan acuan bagi yang memahaminya dan mengembang-luaskannya dalam kehidupan bermasyarakat. 2. Dimensi-dimensi Pendidikan Multikultural

Banks (1993, 1994), mengidentifikasi ada lima dimensi pendidikan multikultural yang diperkirakan dapat membantu guru dalam mengimple-mentasikan beberapa program yang mampu merespon terhadap perbedaan pelajar (siswa), yaitu:

1. Dimensi integrasi isi/materi (content integration). Dimensi ini digunakan oleh guru untuk memberikan keterangan dengan poin kunci pembelajaran dengan merefleksi materi yang berbeda-beda. Secara khusus, guru menggabungkan kandungan materi pembelajaran ke dalam kurikulum dengan beberapa cara pandang yang beragam (Banks, 1991). Salah satu pendekatan umum adalah mengakui kontribusinya, yaitu guru-guru berkerja sesuai dengan kurikulum mereka dengan membatasi fakta tentang semangat kepahlawanan dari berbagai kelompok. Di samping itu, rancangan pembelajaran dan unit pembelajaran dirubah dengan beberapa pendekatan, guru menambah beberapa unit/topik secara khusus yang berkaitan dengan materi multikultural (additive approach).

2. Dimensi konstuksi pengetahuan (knowledge construction). Suatu dimensi dimana para guru membantu kepada siswa untuk mema-hami beberapa perspektif dan merumuskan kesimpulan yang di-pengaruhi oleh disiplin pengetahuan yang mereka miliki. Dimensi

347

ini juga berhubungan dengan pemahaman para pelajar terhadap perubahan pengetahuan yang ada pada diri mereka sendiri;

3. Dimensi pengurangan prasangka (prejudice reduction). Guru melakukan banyak usaha untuk membantu siswa dalam mengem-bangkan perilaku positif tentang perbedaan kelompok. Sebagai contoh, ketika anak-anak masuk sekolah dengan perilaku negatif dan memiliki kesalahpahaman terhadap ras atau etnik yang ber-beda dan kelompok etnik lainnya (Rotheram, 1987), Pendidikan dapat membantu siswa mengembangkan perilaku intergroup yang lebih positip, penyediaan kondisi yang mapan dan pasti. Dua kondisi yang dimaksud adalah bahan pembelajaran yang memiliki citra yang positif tentang perbedaan kelompok dan menggunakan bahan pembelajaran tersebut secara konsisten dan terus-menerus (Banks, 1991);

4. Penelitian menunjukkan bahwa para pelajar yang datang ke sekolah dengan banyak stereotip, cenderung berperilaku negatif dan banyak melakukan kesalah pahaman terhadap kelompok etnik dan ras dari luar kelompoknya. Penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan teksbook multikultural atau bahan pengajaran lain dan strategi pembelajaran yang kooperatif dapat membantu para pelajar untuk mengembangkan perilaku dan persepsi terha-dap ras yang lebih positif. Jenis strategi dan bahan dapat menghasilkan pilihan para pelajar untuk lebih bersahabat dengan ras luar, etnik dan kelompok budaya lain.

5. Dimensi pendidikan yang sama/adil (equitable pedagogy). Dimensi ini memperhatikan cara-cara dalam mengubah fasilitas pembelajaran sehingga mempermudah mencapaian hasil belajar pada sejumlah siswa dari berbagai kelompok. Strategi dan aktivitas belajar yang dapat digunakan sebagai upaya memper-lakukan pendidikan secara adil, antara dengan bentuk kerjasama (cooperatve learning), dan bukan dengan cara-cara yang kompe-titif (competition learning). Dimensi ini juga menyangkut pendidik-an yang dirancang untuk membentuk lingkungan sekolah, menjadi banyak jenis kelompok, termasuk kelompok etnik, wanita, dan para pelajar dengan kebutuhan khusus yang akan memberikan pengalaman pendidikan persamaan hak dan persamaan memper-oleh kesempatan belajar.

348

6. Dimensi pemberdayaan budaya sekolah dan struktur sosial (empowering school culture and social structure). Dimensi ini penting dalam memperdayakan budaya siswa yang dibawa ke sekolah yang berasal dari kelompok yang berbeda. Di samping itu, dapat digunakan untuk menyusun struktur sosial (sekolah) yang memanfaatkan potensi budaya siswa yang beranekaragam sebagai karakteristik struktur sekolah setempat, misalnya berkait-an dengan praktik kelompok, iklim sosial, latihan-latihan, partisi-pasi ekstra kurikuler dan penghargaan staf dalam merespon berbagai perbedaan yang ada di sekolah.

3.Tahap-tahap Pengembangan Pendidikan Multikultural

Gay (1995) mengemukakan empat tahap pengembangan pen-didikan multikultural (dalam Walsh & Agatucci, 2001).

1. inclusion. Pada tahap ini kelompok etnis dipelajari secara tunggal, dan biasanya pelajaran berpusat pada tokoh pahlawan dari etnis yang bersangkutan.

2. infusion. Pada tahap kedua ini pendidikan multi kultural ditekan-kan pada pengintegrasian isi, konteks, contoh, dan pandangan yang berbeda ke dalam kurikulum.

3. deconstruction, dimana pendidikan multikultural memberi kesem-patan siswa untuk memandang konsep dari perspektif yang berbeda-beda sebagai bagian dari proses berpikir kritis dalam keanekaragaman budaya.

4. transformation, yakni fokus pendidikan multikultural terletak pada proses memikirkan dan mengimajinasikan penjelasan-penjelasan baru tentang situasi sosial yang secara kultural berbeda-beda. Materi pembelajaran multikultural dengan pendekatan multiple

perspectives, hendaknya diorganisasi dengan menggunakan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan kontribusi (contribution approach), pendekatan additive (additive approach), pendekatan transformasi (trasaformation approach) dan pendekatan tindatan sosial (social action approach) (Banks, 1989).

Sedangkan pendekatan yang bisa dipakai dalam proses pembelajaran di kelas multikultural adalah pendekatan kajian kelompok tunggal (single group studies) dan pendekatan perspektif ganda (multiple perspektives approach). Pendidikan multikultural di Indonesia pada umumnya memakai pendekatan kajian kelompok tunggal. Pendekatan ini

349

dirancang untuk membantu siswa dalam mempelajari pandangan-pan-dangan kelompok tertentu secara lebih mendalam. Oleh karena itu, harus tersedia data-data tentang sejarah kelompok itu, kebiasaan, pakaian, rumah, makanan, agama yang dianut, dan tradisi lainnya. Data tentang kontribusi kelompok itu terhadap perkembangan musik, sastra, ilmu pengetahuan, politik dan lain-lain harus dihadapkan pada siswa. Pendekatan ini terfokus pada isu-isu yang sarat dengan nilai-nilai kelompok yang sedang dikaji. Menurut Azra (2007) terdapat lima tipologi pendidikan multikultural yang berkembang, yaitu: (1) mengajar mengenai kelompok siswa yang memiliki budaya yang lain (culture difference). perubahan ini terutama siswa dalam transisi dari berbagai kelompok kebudayaan ke dalam mainstream budaya yang ada; (2) hubungan manusia (human relation). Program ini membantu siswa dari kelompok-kelompok tertentu sehingga dia dapat mengikuti bersama-sama dengan siswa yang lain dalam kehidupan sosial; (3) singles group studies. Program ini mengajarkan mengenai hal-hal yang memajukan pluralisme tetapi tidak menekankan kepada adanya perbedaan stratifikasi sosial yang ada di dalam masyarakat; (4) pendidikan multikultural. Program ini merupakan suatu reformasi pendidikan di sekolah-sekolah dengan menyediakan kurikulum serta materi-materi yang menekankan adanya perbedaan siswa dalam bahasa, yang keseluruhannya untuk memajukan pluralisme kebudayaan akan equilitas sosial; dan (5) pendidikan multikultural yang sifatnya rekonstruksi sosial. Program ini merupakan suatu program baru yang bertujuan untuk menyatukan perbedaan-perbedaan kultural dan menan-tang ketimpangan-ketimpangan sosial yang ada dalam masyarakat. Program ini dinamakan "critical multicultural education".

Dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural di sekolah, maka sekolah harus dipandang sebagai sebuah sistem sosial di mana terdapat banyak variabel yang saling terkait dan berhubungan sangat erat. Berpikir tentang sekolah sebagai sistem sosial mengharuskan kita untuk membuat suatu rancangan strategi mengubah lingkungan sekolah secara total untuk menerapkan pendidikan multikultural. Tugas 7.3

Menurut pendapatmu, mengapa harus ada pendidikan multikultural pada masyarakat Indonesia?

350

D. RINGKASAN Multikultur berasal dari kata multi dan kultur. Multi artinya banyak,

dan kultur biasa disamakan dengan kata budaya. Dengan demikian kata multikultur bermakna budaya yang banyak atau keberagaman budaya. kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola peri-laku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melang-sungkan kehidupan bermasyarakat. Wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.

Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang elit seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan meng-ambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang "berkebudayaan" disebut sebagai orang yang "tidak berkebudayaan"; bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang lain." Orang yang "tidak berkebudayaan" dikatakan lebih "alami," dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran "manusia alami" (human nature).

Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender.

Multikultural sebagai masyarakat yang kelompok dan anggotanya mampu melakukan ko-eksistensi secara harmonis, bebas memelihara keyakinan mereka, bahasa dan kebiasaan serta tradisi yang dikembangkan, dilaksanakan dan dijunjung tinggi. Multikultural sering diidentikkan dengan pluralisme, padahal ada beberapa perbedaan diantara kedua konsep tersebut.

351

Pluralisme pada dasarnya memiliki beberapa makna, yakni sebagai doktrin, sebagai model dan keterkaitannya dengan konsep lain. Sebagai doktrin pluralisme sering dimaknai bahwa dalam setiap hal, tidak ada satu pun sebab bersifat tunggal (monism) atau ganda (dualism) bagi terjadinya perubahan masyarakat. Sementara itu, pluralisme sebagai model, memungkinkan terjadinya peran individu atau kelompok yang beragam dalam masyarakat. Pluralisme merupakan suatu pandangan bahwa sebab dari sebuah peristiwa sosial, harus dapat diuji melalui interaksi yang beragam faktor dan bukan dianalisis hanya dari satu faktor semata-mata, dan keberagaman faktor itu adalah faktor kebudayaan. Plurarisme mendorong perubahan cara berpikir dari cara monokultur ke arah cara berpikir multikultur. Dengan demikian, multikultur bukan hanya sekedar bermakna keberagaman budaya, tetapi lebih kepada cara berpikir, cara bertindak, dan berperilaku terhadap keberagaman budaya yang ada dalam masyarakat.

Kemajemukan masyarakat Indonesia adalah sebuah realitas sosial dan integrasi nasional adalah substansi utamanya. Dalam konteks pluralitas masyarakat Indonesia, konsep integrasi nasional Indonesia, hendaknya diartikan bukan sebagai benda akan tetapi harus diartikan sebagai semangat untuk melakukan penyatuan terhadap unsur-unsur dan potensi masyarakat Indonesia yang beraneka-ragam.

Dengan kata lain, integrasi nasional harus dimaknai sebagai sebuah spirit bangsa untuk memandang kehidupan yang serba majemuk itu sebagai semangat untuk bersatu. Integrasi nasional, adalah kata kunci untuk membangun dan membina serta mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang hidup dalam alam kemajemukan masyarakat dan budayanya.

Di kebanyakan negara-negara dunia, sebagian besar dari mereka adalah bangsa-bangsa bekas jajahan, terdiri atas kelompok-kelompok etnik dan budaya yang sangat majemuk, multikulturalisme adalah sebuah gagasan yang terus diperjuangkan. Bahkan lebih dari itu, kebanyakan negara yang relatif muda usia ini, harus berjuang terlebih dahulu dengan gagasan nasionalisme.

Gagasan nasionalisme negara-negara yang pada umumnya memperoleh kemerdekaannya setelah Perang Dunia II, dibangun melalui kesadaran para pemimpinnya akan kepercayaan bahwa negaranya amat majemuk, seringkali terdiri atas puluhan bahkan ratusan kelompok etnik,

352

hanya mungkin dipersatukan dengan ikrar yang meneguhkan persatuan sebagai dasar untuk menciptakan kehidupan bersama yang lebih baik.

Dalam masyarakat multikultural itu telah terjadi interaksi dan dialog antar budaya. Bahkan juga, secara tidak disadari mungkin, telah terjadi dialog antar peradaban, misalnya peradaban Barat yang didasarkan pada nilai-nilai Yudeo-Kristiani dan peradaban Islam atau Konfusian. Dalam komunitas seperti itu tidak terjadi apa yang disebut oleh Samuel Huntington, clash of civilization, benturan peradaban.

Manajemen multi-kultural, memang telah menjadi budaya perusahaan-perusahaan dari negara-negara yang lebih maju. Penerapan manajemen multikultural itu, tentunya didasarkan pada prasangka baik tentang multikulturalisme. Tapi mungkin disadari juga bahwa suatu masyarakat atau komunitas multikultural, mengandung potensi konflik, berdasarkan teori yang sederhana, yaitu karena terjadinya perjumpaan dua atau beberapa budaya asing. Dalam interaksi itu mungkin terkandung prasangka-prasangka negatif antar kelompok etnis, ras, budaya atau agama. Dengan katar belakang prasangka itu mungkin terjadi gesekan atau bahkan benturan. Dalam masyarakat multikultural, yang terjadi mungkin justru isolasionisme, dimana suatu komunitas berkonsentrasi pada suatu daerah pemukiman tertentu yang bersifat swasembada (self-sufficient). Meskipun demikian, interaksi dengan komunitas luar tak bisa dihindari. Maka dalam interaksi yang membawa prasangka bisa terjadi persaingan yang tidak sehat.

Pendidikan multikultural pada umumnya diletakkan pada latar kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan mengarah pada upaya perwujudan warga negara yang baik. Pembelajaran multikultural pada dasarnya merupakan program pendidikan bangsa agar komunitas kewarganegaraan dapat berpartisipasi dalam mewujudkan kehidupan demokrasi yang ideal bagi bangsanya.

Secara meluas, pendidikan multikultural mencoba membantu menyatukan bangsa secara demokratis, dengan menekankan pada perspektif pluralitas masyarakat di berbagai bangsa, etnik, kelompok budaya yang berbeda.

Pendidikan multuikultural didefinisikan sebagai sebuah kebijakan sosial yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemeliharaan budaya dan saling memiliki rasa hormat antara seluruh kelompok budaya di dalam masyarakat. Esensi masyarakat multikultural telah digambarkan oleh Dufty (1996), sebagai gagasan masyarakat dimana kelompok dalam

353

masyarakat mampu melakukan ko-eksistensi secara harmonis, bebas memelihara keyakinan mereka, bahasa dan kebiasaan serta tradisi yang dikembangkan, dilaksanakan dan dijunjung tinggi. Pendidikan multikul-tural didasarkan pada gagasan filosofis tentang kebebasan, keadilan, kesederajatan dan perlindungan terhadap hak-hak manusia.

Tujuan pendidikan multikultural adalah mengembangkan kemam-puan siswa untuk memandang kehidupan dari berbagai perspektif budaya yang berbeda dengan budaya yang mereka miliki, dan bersikap positif terhadap perbedaan budaya, ras, dan etnis. Sementara itu, Banks mengidentifikasi tujuan pendidikan multikultural, sebagai berikut: (1) untuk memfungsikan peranan sekolah dalam memandang keberadaan siswa yang beraneka ragam; (2) untuk membantu siswa dalam mem-bangun perlakuan yang positif terhadap perbedaan kultural, ras, etnik, kelompok keagamaan; (3) memberikan ketahanan siswa dengan cara mengajar mereka dalam mengambil keputusan dan ketrampilan sosial-nya; (4) untuk membantu peserta didik dalam membangun ketergan-tungan lintas budaya dan memberi gambaran positif kepada mereka mengenai perbedaan kelompok.

Materi pembelajaran multikultural dengan pendekatan multiple perspectives, hendaknya diorganisasi dengan menggunakan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan kontribusi (contribution approach), pende-katan additive (additive approach), pendekatan transformasi (trasafor-mation approach) dan pendekatan tindatan sosial (social action approach) (Banks, 1989). Sedangkan pendekatan yang bisa dipakai dalam proses pembelajaran di kelas multikultural adalah pendekatan kajian kelompok tunggal (single group studies) dan pendekatan perspektif ganda (multiple perspektives approach).

Pendidikan multikultural di Indonesia pada umumnya memakai pendekatan kajian kelompok tunggal. Pendekatan ini dirancang untuk membantu siswa dalam mempelajari pandangan-pandangan kelompok tertentu secara lebih mendalam. Oleh karena itu, harus tersedia data-data tentang sejarah kelompok itu, kebiasaan, pakaian, rumah, makanan, agama yang dianut, dan tradisi lainnya. Data tentang kontribusi kelompok itu terhadap perkembangan musik, sastra, ilmu pengetahuan, politik dan lain-lain harus dihadapkan pada siswa. Pendekatan ini terfokus pada isu-isu yang sarat dengan nilai-nilai kelompok yang sedang dikaji.

354

BAB 8 KERAGAMAN BUDAYA

A. BUDAYA LOKAL BUDAYA ASING DAN KEBUDAYAAN NASIONAL

Indonesia adalah negara kepulauan, dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Negara Indonesia terdiri dari 17.504 pulau (Dirjen Pemerintahan Umum, Depdagri RI, Kompas 21 Desember 2007), terbentang dari Barat ke Timur sepanjang 5.110 km dari 950 Bujur Timur-1410 Bujur Timur, dan dari utara keselatan sepanjang 1.888 km dari 60 Lintang Utara-110 Lintang Selatan.

Luas wilayah Indonesia menapai 5.193.252 km2, dengan luas daratan 1.904.443 km2, dan mempunyai garis pantai sepanang 54.716 km, merupakan yang terpanjang kedua di dunia seteah Kanada. Pulau paling besar adaah Pulau Kalimantan dengan luas 539.460 km2 atau 28,32 %. Disusul Pulau Sumatra dengan luas 473.606 km2 atau 24,86 %. Kemudian Pulau Sulawesi dengan luas 189.216 km2 atau 9,93 %, yang paling kecil diantara ke empat pulau terbesar itu adalah pulau Jawa dan Pulau Madura dengan luas 132.187 km2 atau 6,95 %.

Indonesia terletak diantara Benua Asia dan Benua Australia, serta antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Posisi ini membuat Indonesia penting bukan hanya dari sudut sosial ekonomi, tetapi juga politik dan militer. Karena terletak di garis khatulistiwa, Indonesia juga dijuluki Zamrud Khatulistiwa (gambar 8.1).

Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus tahun 2000 berjumlah 203,4 juta orang, terdiri dari 101,6 juta laki-laki dan 101,8 juta perempuan. Dengan laju pertumbuhan 1,35 % pertahun, penduduk Indonesia relatif telah dapat dikendalikan pertumbuhannya, meskipun jumlah penduduk Indonesia masih merupakan nomor empat terbesar di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat.

Penduduk Indonesia tersebar di sekitar 6.850 pulau dari kurang lebih 17.504 pulau, mulai Pulau We di ujung utara sampai Pulau Irian di timur. Tetapi persebaran penduduknya tidak merata, 59 % jumlah penduduk Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa, padahal luasnya ha-nya 6,94% dari luas wilayah Indonesia. Hal ini berakibat pada kepadatan penduduk yang sangat tinggi di beberapa propinsi seperti DKI Jakarta dengan 12,6 ribu jiwa per km2, sementara di Papua hanya 5 jiwa per km2.

355

Bangsa Indonesia terbagi atas ratusan suku bangsa, yang

masing-masing memiliki adat dan tradisi berbeda. Merekapun mem-punyai bahasa daerah yang berlainan, dengan ratusan dialek dan logat bahasa. Jika dikelompokkan, diperkirakan terdapat sekitar 200 sampai 250 bahasa daerah. Dari daftar sementara suku bangsa di Indonesia yang dikumpulkan, diperkirakan terdapat sekitar 360 kelompok suku bangsa.

Dilihat dari ras, penduduk Indonesia juga memiliki beberapa ras. Ras didasarkan kepada persamaan cirri-ciri fisik dari kelompok manusia. Para antropolog banyak yang berbeda pendapat bahkan mengalami kesulitan untuk membuat klasifikasi ras umat manusia, karena fakta menunjukkan banyaknya variasi yang terjadi pada kelompok manusia. Ditambah banyak dari kelompok ras yang sama, mengembangkan kebudayaan dan bahasa yang berbeda atau sebaliknya, ras-ras yang berbeda mengembangkan kebudayaan dan bahasa yang sama. Misalnya masyarakat Amerika terdiri dari berbagai macam ras di seluruh dunia, tetapi mereka mengembangkan bahasa dan kebudayaan Amerika.

Manusia Indonesia yang termasuk ke dalam ras Mongoloid Melayu antara lain orang Jawa, orang Minang, orang Menado, Orang Sunda dan lainnya. Namun kelompok-kelompok yang berasal dari satu

Gambar 8.1 Peta Indonesia (Sumber: Bahan Sosialisasi UUD Negara Republik Indonesia Amandemen IV)

356

ras itu mengembangkan kebudayaan dan bahasa yang berbeda-beda. Demikian halnya dengan ras Melanesosid yang ditemukan di Irian, terdiri dari banyak bahasa dan kebudayaan yang berbeda-beda, padahal mereka berasal dari satu ras. Pada dasarnya perkembangan kebudayaan dan bahasa masyarakat tidak terikat oleh faktor ras atau suku bangsa.

Menurut Koentjaraningrat (1990) suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas tadi seringkali (tetapi tidak selalu) dikuatkan oleh kesatuan bahasa.

Dengan demikian kesatuan kebudayaan bukan suatu hal yang ditentukan oleh orang luar, misalnya oleh seorang ahli Antropologi, ahli kebudayaan atau lainnya, melainkan oleh warga kebudayaan yang ber-sangkutan. Dengan demikian kebudayaan Osing merupakan suatu ke-satuan, bukan karena ada peneliti-peneliti yang secara etnografi telah menentukan bahwa kebudayaan Osing itu suatu kebudayaan tersendiri yang berbeda dari kebudayaan Jawa atau kebudayaan Bali, tetapi karena orang-orang Osing sendiri sadar bahwa diantara mereka ada kesera-gaman kebudayaan, yaitu kebudayaan yang mempunyai kepribadian dan identitas khusus sebagai orang Osing.

Namun pengertian mengenai suku bangsa di Indonesia seperti tersebut di atas dalam kenyataannya sangat kompleks, ada yang menyempit dan ada yang meluas. Misalnya penduduk Irian terdiri atas orang Sentani, orang Marindanim, orang Serui, orang Kapauku dan seba-gainya yang masing-masing memiliki kebudayaan dan bahasa khas yang mereka gunakan dalam kelompoknya masing-masing. Namun apabila mereka hidup di luar Irian akan mengaku sebagai orang Irian. Demikian halnya yang dialami oleh orang jawa yang tinggal di luar Jawa, semuanya mengaku sebagai orang Jawa, tetapi ketika tinggal di Jawa tidak mau disamakan, karena memang berbeda sukunya. Pengertian di atas sebenarnya lebih tepat kalau disebut dengan istilah kebudayaan lokal untuk menyebut mereka yang mengelompokkan diri dalam suku bangsa-suku bangsa, artinya kebudayaan yang dimiliki dan diakui oleh masyarakat suku bangsa setempat. Dalam arti lebih luas adalah ketika mereka mengaku sebagai orang Irian, orang Jawa, orang Bali ketika mereka tinggal di luar daerah yang bersangkutan.

357

Jumlah suku bangsa Indonesia, sekaligus juga bisa dikatakan sebagai jumlah budaya lokal Indonesia, sampai sekarang ada beberapa pendapat.

Berdasarkan jumlah bahasa daerah di Indonesia, Esser, Berg dan St. Takdir Alisyahbana memperkirakan adanya 200 sampai 250 suku bangsa di Indonesia. Kemudian Jaspan yang pernah menyusun daftar suku-suku bangsa di Indonesia berpendapat bahwa jumlah suku bangsa di Indonesiia ada 360.

Koentjaraningrat mengemukakan bahwa jumlah suku bangsa di Indonesia adalah sebagai berikut: No Pulau Jumlah Suku

Bangsa 1. Sumatra 42 2. Jawa dan Madura 8 3. Bali dan Lombok 3 4. Kalimantan 25 5. Sulawesi 37 6. Timor 24 7. Kep. Barat Daya 5 8. Maluku 9 9. Ternate 15 10. Irian 27 Jumlah 195

Pemerintah Indonesia sendiri untuk kepentingan administratif yang sifatnya praktis membagi suku bangsa di Indonesia menjadi tiga golongan, yaitu: suku bangsa, golongan keturunan asing, dan masya-rakat terasing.

Suku bangsa memiliki daerah asal dalam wilayah Indonesia. Berbeda dengan golongan keturunan asing, golongan ini adalah penduduk Indonesia yang berasal dari luar Indonesia seperti Cina, Arab, India, Eropa. Kebudayaan nenek moyang hanya untuk dianut dalam kehi-dupan pribadi mereka saja, karena mereka harus menggunakan kebuda-aan nasional. Hal ini karena mereka hidup dalam wilayah negara kesa-tuan Republik Indonesia, menikmati keamanan di Indonesia, menikmati kesejahteraan di Indonesia bahkan sampai melahirkan keturunan bebe-rapa generasi di Indonesia. Golongan penduduk keturunan asing ini

Tabel 8.1. Jumlah suku bangsa di Indonesia

358

diharapkan dapat berasimilasi dengan penduduk dimana mereka tinggal atau sepenuhnya menganut kebudayaan nasional Indonesia. Hal ini telah dibuktikan oleh orang Arab-Indonesia yang telah menyatu mencapai asimilasi dan mereka hanya dibedakan dari penduduk asli Indonesia melalui cirri-ciri fisiknya saja yang memang secara kodrat sulit dihilangkan. Gotong royong (gambar 8.1) merupakan kebiasaan khas masyarakat suku bangsa di Indonesia.

Masyarakat terasing merupakan golongan suku bangsa yang

terisolasi dan masih hidup dari berburu, meramu atau berladang padi dan umbi-umbian dengan cara ladang berpindah-pindah. Mereka membuka hutan dengan cara membakar hutan. Biasanya mereka terhambat dari perubahan dan kemajuan karena isolasi geografi mereka. Namun kadang-kadang juga karena upaya-upaya mereka sendiri yang disengaja untuk menolak bentuk perubahan, seperti halnya orang Baduy di Banten. Beberapa golongan masyarakat terasing yang masih tinggal antara lain adalah: orang laut yang tinggal di perahunya seperti yang ada di daerah sulawesi tengah dan sulawesi tenggara, suku kubu, penduduk yang tinggal di kepulauan Mentawai, orang Baduy di Banten Selatan, orang Punan (Penan) di sepanjang hulu sungai-sungai besar Kalimantan; orang Tajio di Sulawesi tengah, orang Amma Toa di Sulawesi Selatan, dan sebagainya.

Gambar 8.1 gotong-royong(Sumber: Dokumentasi penulis)

359

Selain konsep budaya lokal, dikenal pula istilah kebudayaan nasional. Kebudayaan nasional bermakna sebagai sebutan untuk mengidentifikasi kebudayaan yang menjadi milik seluruh masyarakat suatu negara, jadi lebih bernuansa homogen. Misalnya di Indonesia, bila kebudayaan itu dimaknai bahasa, maka yang menjadi bahasa nasional adalah bahasa Indonesia, namun untuk yang lainnya belum ada, seperti tarian, tidak ada tarian nasional Indonesia, yang ada adalah keberagaman tarian daerah.

Kebudayaan nasional Indonesia, bila dimaknai seperti pengertian di atas, jelas sulit ditemukan. Kebudayaan nasional Indonesia adalah berbagai ragam kebudayaan lokal yang ada di daerah, yang dimiliki, dilaksanakan dan dilestarikan oleh suku bangsa yang ada di Indonesia.

Selain konsep-konsep tersebut, dikenal pula konsep budaya asing. Konsep budaya asing berbeda dengan konsep golongan terasing ataupun konsep masyarakat terasing. Konsep budaya asing adalah

Gambar 8.2 Tarian dari kebudayaan asing(Sumber: Dokumentasi penulis)

360

sebutan kebudayaan lebih bersifat eksternal, dari luar negara Indonesia, sedangkan ketiga konsep di atas lebih bersifat internal, sebutan untuk kebudayaan masyarakat Indonesia yang memiliki karakter tertutup, sulit berkembang, dan unik, seperti dalam gambar 8.2. Konsep budaya asing bermakna sebagai sebutan untuk kebudayaan yang dimiliki dan dipraktekkan oleh masyarakat yang tinggalnya tidak di wilayah negara Republik Indonesia, tetapi di negara lain. Jadi konsep ini mengarah pada kebudayaan yang dimiliki oleh ma-syarakat negara lain, contoh perayaan Hallowen, tarian salsa dan goyang samba dari Brazil, tari perut dari Turki, dan sebagainya. Kebudayaan asing adalah kebudayaan dan kebiasan masyarakat yang berasal bukan dari kebiasaan dan kebudayaan masyarakat Indonesia. Pada saat ini, kebudayaan asing tersebut banyak dan dengan mudah ditemukan dilakukan oleh masyarakat Indonesia, sebagai akibat dari interaksi antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat dari negara lain.

Menurut Dawam Rahardjo (2007), dalam pengertian awam atau dalam pengertian popular, pertama-tama kebudayaan dipahami sebagai kata benda atau bahkan benda itu sendiri. Hanya saja bukan benda yang tak bernilai, melainkan benda yang bernilai keindahan. Karena itulah maka kebudayaan sering dianggap sama dengan suatu barang seni, misalnya patung, musik, tari-tarian, lukisan atau pertunjukan teater. Paling tidak itu adalah persepsi di masa lalu, karena lambannya peru-bahan, sehingga kestatisan itu mempengaruhi persepsi manusia. Kini, kebudayaan berada dalam situasi yang berubah, bahkan berubah sangat cepat. Sehingga karenanya, pengertian orang tentang kebudayaan berubah, yang semula statis menjadi dinamis.

Kebudayaan juga dipahami sebagai kata kerja, sebagai kegiatan manusia yang aktif, sebagai manifestasi kehendak manusia yang selalu mengambil prakarsa. Pengertian ketiga adalah pemahaman kebudayaan sebagai suatu strategi, yaitu suatu proses perjalanan hidup manusia dari satu tahap ke tahap yang lain menuju ke masa depan. Dengan demikian maka kebudayaan adalah suatu proses yang berdasarkan suatu rencana, karena manusia adalah makhluk perencana masa depan, sementara makhluk lain tidak pernah mempunyai rencana. Dalam pengertian ini kebudayaan mengandung tahap-tahap yang mencerminkan perkembang-n kemanusiaan.

361

Kebudayaan pada dasarnya dipahami sebagai menifestasi kehi-dupan setiap orang dan setiap kelompok orang-orang yang bersifat roha-niah atau spiritual dan estetis yang menciptakan bidang-bidang kegiatan khusus yang bersifat mental seperti agama, filsafat, ilmu pengetahuan dan kesenian. Pengertian ini membedakan diri dari peradaban yang menciptakan bidang-bidang kegiatan yang bersifat material, seperti ekonomi, teknologi, politik dan kemasyarakatan. Namun peradaban juga dianggap sebagai kumpulan kebudayaan-kebudayaan, sedangkan kebu-dayaan mencakup semua bidang kehidupan, baik material maupun spriritual, sehingga keduanya sering sulit dibedakan.

Kebudayaan kerap dianggap sebagai dasar peradaban atau suatu peradaban berdasarkan suatu kebudayaan, yang rohaniah dan estetis merupakan dasar dari yang material. Kebudayaan maupun peradaban adalah ciri kehidupan manusia. Berbeda dengan binatang atau makhluk lain, dimana lingkungan hidupnya tidak mengandung arti apa-apa, dalam kehidupan manusia yang berbudaya, hidup itu mengandung makna. Ke-budayaanlah yang memberikan kesadaran kepada manusia mengenai hidup.

Dalam merasakan dan memikirkan hidup. Manusia bisa membe-dakan antara yang baik dan buruk, indah dan jelek, dan salah dan benar. Dengan kesadarannya itu manusia menilai lingkungan dan kondisi hidupnya, dengan berpedoman atau mengacu kepada nilai-nilai keutama-an. Dengan nilai kebajikan atau nilai luhur itulah manusia bisa mengenali yang buruk, jelek atau yang salah dalam kehidupan ini.

Kebudayaan bertolak pada kesadaran bahwa manusia diciptakan oleh Sang Pencipta. Kesadaran itu pada dasarnya akan timbul dari pengalaman hidup manusia sendiri, misalnya dengan melihat alam yang begitu besar atau benda-benda sekelilingnya yang mengandung misteri, seolah-olah menguasainya. Namun Sang Pencipta, memberikan wahyu atau petunjuk mengenai asal-usulnya, hidupnya yang hanya sementara dan arah atau tujuan hidup manusia, sehingga manusia bisa mengatur kehidupannya dan lingkungannya

Kesadaran lain yang ada pada manusia adalah bahwa seseorang itu tidak hidup sendirian. Paling tidak manusia itu menyadari bahwa ia hidup bersama manusia lainnya. Lebih jauh, ia juga menyadari adanya makhluk dan benda lain yang diciptakan Tuhan, khususnya binatang dan tumbuh-tumbuhan, air, udara, langit, bintang-bintang di atasnya dan bumi yang dipijak. Karena itu maka manusia harus memahami hidupnya

362

secara relasional, berhubungan dan berinteraksi satu dengan lainnya di dalam mendukung hidup manusia itu sendiri dan makhluk lainnya. Kesadaran yang tinggi tentang hubungan relasional itu menimbulkan penghargaan manusia pada makhluk-makhluk lainnya, sebab manusia hidup bersama-sama dengan semua itu. Penghargaan itu diikuti dengan upaya untuk memahami lebih dalam makhluk-makhluk lainnya.

Dalam kebudayaan, manusia menganggap lainnya sebagai keluarga. Manusia tidak hidup sebagaimana adanya, begitu saja, seperti makhluk-makhluk lainnya. Ternyata, manusia diciptakan dalam bentuk yang sesempurna-sempurnanya. Karena itulah manusia ditugasi oleh Tuhan sebagai wakil-Nya di muka bumi. Tuhan mengatur kehidupan manusia melalui manusia itu sendiri yang ditugaskan sebagai khalifah (wakil) Tuhan di muka bumi. Tugas ini merupakan amanah (kepercayaan) Tuhan kepada manusia. Oleh sebab itu, hidup manusia mengemban suatu misi tertentu. Kesadaran tentang misinya itulah maka manusia bertindak mengelola kehidupan berikut isinya. Amanah itulah yang menimbulkan rasa tanggung-jawab dalam kehidupan manusia yang tidak dirasakan oleh makhluk lainnya. Konon Tuhan pernah menawarkan amanat itu kepada makhluk-makhluk lainnya, tetapi tidak ada yang sanggup menerimanya, kecuali manusia, padahal amanat itu memang sangat berat untuk dipikul.

Berlainan dengan binatang, manusia tidak hidup begitu saja di tengah-tengah alam semesta ciptaan Tuhan. Manusia dalam hidupnya berusaha mengubah lingkungan hidupnya. Itulah ciri hidup manusia yang berkebudayaan, yang mengubah alam menjadi kebudayaan. Oleh sebab itu, jika alam adalah ciptaan Tuhan maka kebudayaan, sebagai benda, adalah ciptaan manusia. Pada mulanya manusia yang masih rendah kesadarannya, tenggelam dan dikuasai oleh alam semesta yang tidak dipahaminya, sehingga manusia bergantung secara mental kepada alam, namun dengan akal yang diberikan Tuhan secara khusus kepada manusia, manusia melepaskan diri dari belenggu atau ketergantungan dengannya, sehingga dalam kebudayaan manusia sesungguhnya mencapai kemandirian dan bahkan dalam batas-batas tertentu yang makin luas, manusia mampu mengarahkan perkembangan hidupnya.

Dalam upaya manusia untuk memahami dan menguak misteri sekelilingnya, akhirnya manusia mampu melihat bekerjanya hukum-hukum alam dan hukum-hukum perkembangan masyarakat yang merupakan ikatan manusia dalam hidup berkelompok. Dari upaya

363

pemahaman itu manusia menciptakan simbol-simbol, antara lain bahasa. Dengan simbol-simbol itu manusia menciptakan alat-alat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan senjata-senjata untuk melindungi diri. Sehingga, dalam rangka mengatur dan memelihara hubungan manusia dengan manusia dan makhluk-makhluk lainnya, manusia merumuskan norma, aturan dan lembaga-lembaga. Semua itu diciptakan oleh manusia yang bersumber dari akal yang terdiri dari daya pikir, rasa, cipta dan karsa, yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Dengan akal itulah manusia membedakan dirinya dari makhluk-makhluk lainnya. Dan dengan akal itu pula manusia adalah puncak ciptaan atau mahkota makhluk-makhluk lainnya.

Kebudayaan adalah suatu proses, bukan saja proses yang berlangsung dalam suatu periode hidup manusia, melainkan proses yang terjadi dalam kehidupan manusia yang sambung-menyambung. Hasil dari proses kebudayaan adalah juga kebudayaan, sebagai kata benda. Karena itu ciri kebudayaan ada dua. Pertama, adalah penurunan kebudayaan dari satu generasi ke generasi seterusnya. Kedua adalah pemeliharaan warisan kebudayaan pada suatu genarasi dari generasi sebelumnya. Akumulasi dari kebudayaan-kebudayaan itu membentuk suatu tradisi. Cara manusia menerima warisan kebudayaan atau tradisi juga mempunyai ciri tertentu, yaitu kritis sehingga suatu generasi tidak begitu saja menerima warisan kebudayaan dari nenek moyangnya, melainkan dengan mengembangkannya lebih lanjut ke arah yang lebih baik. Karena itu salah satu ciri kebudayaan adalah sifatnya yang evaluatif, sebagaimana manusia mamandang alam semesta dan kondisi awal hidup yang disadarinya. Kebudayaan, karena itu bercorak progresif, yaitu senantianya berubah dan berkembang ke arah yang lebih baik.

Selain diwariskan secara turun-temurun, manusia juga saling mempertukarkan kebudayaan. Berdasar ciri manusia yang mampu bel-ajar dari yang lain, kebudayaan juga mengalami dialog untuk saling memahami dan mempelajari. Setelah saling melakukan evaluasi, maka terjadi proses pertukaran kebudayaan antar kelompok-kelompok masya-rakat. Pertukaran kebudayaan inilah yang mendorong perkembangan kebudayaan. Walaupun demikian, suatu kelompok manusia juga mem-punyai kecenderungan menutup diri tidak mau tahu dengan kebudayaan kelompok masyarakat lainnya. Untuk itulah Tuhan menganjurkan kelompok-kelompok masyarakat untuk saling memahami. Dengan saling memahami, manusia akan saling menghargai sehingga timbul gagasan

364

untuk saling mempertukarkan kebudayaan masing-masing. Kecende-rungan kelompok manusia untuk belajar dari yang lain tergantung dari tingkat keterbukaan suatu masyarakat. Tapi kebudayaan, karena watak-nya, cenderung terbuka. Namun terserah kepada suatu masyarakat sendiri apakah ingin menjadi masyarakat tertutup atau masyarakat terbuka (open society). Jika ingin maju, maka yang dibutuhkan adalah suatu masyarakat terbuka. Sikap terbuka atau tertutupnya juga ter-gantung dari pemerintahannya, apakah otoriter atau demokratis.

Proses pewarisan maupun pertukaran itu terselenggara melalui suatu proses pembelajaran (Rahardjo, 2007). Karena itu, kebudayaan selalu mengandung proses pembelajaran. Artinya, kebudayaan mengan-dung kemampuan manusia untuk mengajari dirinya sendiri. Kebudayaan merupakan semacam sekolah, di mana manusia dapat belajar atau melakukan pembelajaran. Jika melihat watak kebudayaan tersebut, maka suatu generasi, dalam upaya melestarikan kebudayaannya, melakukan program pengajaran yang tidak lain adalah transfer atau pengalihan kebudayaan kepada generasi berikutnya. Jadi, kebudayaan selalu bertujuan untuk memelihara keturunan. Proses pembelajaran juga terjadi antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan lain melalui dialog kebudayaan.

Kebudayaan adalah suatu cara hidup yang benar dan terhormat. Sehingga, hidup manusia harus didasari pada suatu iman, yaitu iman kepada Kebenaran. Dalam sejarah umat manusia kebudayaan dan peradaban-peradaban besar selalu bersumber pada agama atau sistem kepercayaan tertentu, baik yang berasal dari wahyu maupun ilham dari bumi. Manusia yang berkebudayaan, bertolak hidupnya dari Kebenaran dan berproses menuju kepada Kebenaran Akhir, yaitu kehidupan di akhirat bersama dengan Tuhan. Untuk bisa mencapai kehidupan itu, manusia harus menjalankan hidup secara benar, yaitu cara hidup yang terdiri dari dua dimensi hubungan. Pertama, adalah hubungan manusia dengan Penciptanya. Kedua, hubungan dengan sesama manusia dan sesama makhluk hidup. Hubungan pertama dilakukan melalui kegiatan yang namanya ibadah. Sedangkan yang kedua melalui amal saleh sepanjang hidup manusia. Realisasi hidup secara benar adalah dengan iman dan ibadah kepada Tuhan dan amal saleh dalam hubungan dengan sesama manusia dan mahluk lainnya. Dengan demikian dari sudut keagamaan, maka kebudayaan adalah realisasi dari iman dan amal saleh itu sendiri. Seperti dalam gambar 8.3 di bawah ini, beberapa perempuan

365

dari Pulau Bali sedang membawa berbagai sajian untuk kegiatan upacara keagamaan, sekaligus juga sebagai kebudayaan masyarakat setempat.

Hidup berkebudayaan dilaksanakan dalam bentuk kegiatan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, melalui suatu kontrak sosial atau perjanjian bersama. Dalam kontrak sosial tersebut setiap individu rela memberikan sebagian dari kebebasannya untuk bisa diatur oleh suatu otoritas politik, yaitu negara. Di lain pihak, otoritas negara harus menjamin pemenuhan hak-hak asasi manusia, seperti beragama atau tidak beragama, berpendapat, berkeyakinan, bekerja untuk mencari nafkah, membentuk keluarga dan rumah tangga dan memperoleh keadil-an yang luas. Namun dalam hidup bernegara, setiap warga negara memikul sejumlah kewajiban yang ditetapkan oleh negara berdasarkan kesepakatan bersama, seperti membayar pajak, mengikuti aturan-aturan hukum dan mempertahankan negara.

Kebudayaan juga merupakan sebuah tatanan hidup yang dibagi menjadi empat sektor menurut aturan pergaulannya (Rahardjo, 2007). Pertama, sektor negara yang memiliki alat pemaksa dan monopoli kekerasan berdasar hukum. Kedua, pasar yang merupakan mekanisme mencari nafkah melalui produksi dan pertukaran yang berkeadilan bagi setiap orang. Ketiga sektor masyarakat sipil yang didasarkan kepada

Gambar 8.3 Perempuan Bali sedang membawa sajian untuk

upacara keagamaan (Sumber: Dokumentasi penulis)

366

kesukarelaan dalam tolong-menolong. Keempat, wilayah kehidupan primordial di tingkat individu dan keluarga yang bersifat privasi. Walaupun keempat sektor itu berbeda dan terpisah, namun merupakan satu kesa-tuan yang saling berinteraksi guna mencapai tujuan-tujuan kebudayaan.

Bermasyarakat dan berbangsa adalah merupakan naluri manusia, sebagai makhluk bermasyarakat dan bagi orang yang beragama, sekali-gus merupakan perintah Tuhan. Namun berbeda dengan berkumpulnya makhluk hewani, manusia itu berkumpul karena dan untuk mengacu kepada sekumpulan nilai-nilai luhur seperti keadilan, kesejahteraan, permusyawaratan dan perdamaian. Bermasyarakat dan bernegara diatur oleh suatu otoritas yang dibentuk melalui kesepakatan dan perjanjian luhur. Tujuan pengaturan dalam menjamin tercapainya kebaikan dan tiadanya keburukan dan kejahatan yang menjadi misi otoritas negara.

Demikian pula dalam bernegara, suatu masyarakat dan bangsa juga mengacu kepada nilai-nilai luhur yang diyakini bersama. Dalam konteks Indonesia, nilai luhur itu dirumuskan dalam suatu sistem nilai yang terdiri dari lima sila, karena itu disebut Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan Perwakilan dan Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Atas dasar lima sila itulah seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia bersatu dan hidup secara bergotong-royong atas dasar asas kekeluargaan. Itulah modal sosial yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dalam hidup berkebudayaan.

Dalam hidup berkebudayaan melalui kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, setiap individu dikendalikan oleh suatu aturan hidup bermasyarakat. Pada dasarnya aturan hidup itu bertujuan untuk melindungi dan merawat iman atau kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, menghargai nilai-nilai individu yang merupakan kehormatan dan karena itu harus dihormati oleh setiap orang, menjaga dan mempertahankan hidup, melangsungkan keturunan dan menjaga kepemilikan yang merupakan anugerah Tuhan yang diperoleh melalui kerja. Setiap undang-undang dan peraturan, baik formal maupun informal, harus mengacu kepada tujuan-tujuan pengaturan itu dan karena itu harus dirumuskan melalui proses permusyawaratan.

Keempat sektor itu bersama-sama melakukan pembangunan yang berencana dalam rangka menciptakan masa depan yang senan-tiasa lebih baik. Sebab, menciptakan masa depan adalah ciri kebudayaan

367

juga. Pembangunan dilakukan dengan mengolah berbagai sumberdaya atau faktor-faktor produksi, yang juga merupakan modal pembangunan, yang mencakup sumberdaya alam, tenaga kerja dan kepemimpinan atau kewiraswastaan. Tiga modal ini kemudian menghasilkan modal turunan atau sekunder, yaitu modal finansial atau uang, teknologi, organisasi atau lembaga, nilai-nilai budaya, nilai-nilai spriritual dan prasarana fisik. Sumberdaya-sumberdaya itu harus diolah secara berhati-hati dan ber-tanggung-jawab menurut prinsip-prinsip pengelolaan yang baik (good governance), yaitu: tanggung-jawab, transparansi, keadilan atau kewajaran (fairness). Sebuah mekanisme pengelolaan yang baik akan menghasilkan efisiensi dan produktivitas, dua sisi dari mata uang yang sama dari sebuah kebudayaan, karena kebudayaan adalah sekumpulan aktivitas manusia secara bersama-sama.

Mekanisme kebudayaan merupakan interaksi antara empat unsur dalam suatu kegiatan pembangunan. Pertama adalah anthropos, kedua ethnos, ketiga techne dan keempat oikos. Anthropos adalah manusia sebagai individu yang merupakan subjek dan aktor sentral, yang sekali-gus sumber kegiatan maupun tujuan pembangunan itu sendiri, karena pengertian pembangunan adalah pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Pembangunan pada hakekatnya adalah realisasi manusia dalam menciptakan lingkungan hidup yang manusiawi atau berbudaya. Lingkungan yang manusiawi adalah lingkungan yang bermak-na dalam kehidupan manusia. Dengan demikian, pembangunan tidak hanya bersifat material, melainkan juga bersifat rohaniah atau spiritual. Dalam konteks pembangunan Indonesia, pembangunan adalah realisasi dari nilai-nilai Pancasila yang bertitik sentral manusia yang dimuliakan oleh Tuhan, karena manusia adalah sebuah mahkluk yang sempurna.

Ethnos adalah komunitas atau kelompok manusia, yang berarti bahwa pembangunan merupakan bentuk hubungan interaksi antara sesama manusia, sebagai keluarga besar yang bernama masyarakat. Oleh karenanya sifat pembangunan adalah kekeluargaan atau gotong royong; ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Komunitas adalah realitas yang harus diakui, karena manusia pada hekakatnya adalah homo-socius, makhluk bermasyarakat. Di satu pihak, kumpulan individu membentuk masyarakat, tetapi sebaliknya, masyarakat juga membentuk individu. Tapi dalam pengertian kebudayaan, individu dalam falsafah kekekuargaan adalah subjek yang memiliki individualitas. Individu adalah suatu ego, yaitu kepribadian yang kritis, rasional, menyadari harga diri.

368

Tetapi, dalam hidup berkeluarga, individu tidak boleh bersikap egois, yaitu mementingkan diri sendiri atau bebas yang tidak menghiraukan kebebasan orang lain. Dengan perkataan lain setiap individu menyadari jati dirinya yang merupakan kehormatan (honour) baginya.

Techne adalah alat untuk mengolah alam dan masyarakat. Techne adalah bagian dari benda kebudayaan yang bersumber dari manusia sebagai mahkluk yang bermain (homo luden) atau makhluk yang membuat dan memakai alat (a tool making and using animal). Jadi alat adalah perantara atau kepanjangan tangan manusia dalam meng-olah lingkungannya. Techne terdiri dari dua macam. Pertama yang bersifat fisik. Dari teknik itulah berkembang teknologi yang merupakan sistem peralatan. Kedua bersifat sosial, yang disebut organisasi. Keduanya bekerja melalui proses yang sama, yaitu berawal dari masukan (input), berproses melalui thoughtput dan akhirnya menghasilkan output, atau produk akhir.

Dalam perkembangan teknologi sebagai sistem peralatan, seringkali manusia menjadi budak dari teknologi dan lembaga-lembaga yang dipakai. Padahal dalam rangka kebudayaan, teknologi dan sistem kelembagaan itu harus bisa dijinakkan guna melayani kebutuhan-kebutuhan manusia.

Oikos adalah universum kosmis atau ruang hidup dan yang terdekat disebut juga lingkungan hidup atau ekologi. Dalam lingkungan hidup itulah manusia menjalankan proses pembudayaan dengan merubah alam menjadi budaya. Dalam hal ini perlu diingat bahwa manusia adalah merupakan bagian, yaitu merupakan mikrokosmis dari alam semesta. Hal ini mengharuskan manusia untuk hidup bersama. Namun begitu, manusia dengan teknologi dan organisasinya sering terjerumus dalam eksploitasi yang merusak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena itu maka dalam berkebudayaan, manusia, selain memanfaatkan alam, juga mampu melestarikannya dan yang telah dirusak harus bisa dipulihkan kembali. Sebab dampak kerusakan lingkungan akan mengakibatkan bencana bagi kehidupan manusia sendiri. Perlu diingat bahwa sistem ekologi merupakan satu kesatuan. Kerusakan pada bagian yang satu akan berdampak bagi bagian lainnya, sehingga berkebudayaan berarti juga memelihara ekosistem.

Sementara itu manusia sebagai pribadi juga terdiri dari empat elemen. Pertama adalah Id, kedua adalah nafsu sufiyah, ketiga adalah

369

ego atau nafsu lawwamah dan keempat adalah nafsu mutmainnah atau nafsu Ilahiah (Rahardjo, 2007).

Id adalah dorongan-dorongan atau insting jasmaniah yang memberi kekuatan untuk hidup sebagai manusia basariah atau manusia jasmaniah. Nafsu ini menyebabkan sikap agresif manusia yang mengaggap manusia lainnya sebagai saingannya. Nafsu sufiyah adalah nafsu yang melahirkan cinta, simpati dan empati kepada manusia yang lain. Jika nafsu jasmaniah menimbulkan ketagangan, nafsu sufiyah menimbulkan relaksasi. Ego adalah bagian kepribadian manusia yang kritis karena ego adalah bagian kepribadian yang berfikir atau rasional. Sedangkan nafsu mutmainnah atau Ilahiah adalah bagian kepribadian yang menampung nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh keluarga dan masyarakat. Dari empat bagian itu, kombinasi ego dan nafsu sufiyah berperan sebagai pengendali dan penyeimbang. Jika Id mendorong kepada kejahatan, maka nafsu Ilahiah mendorong kepada kebaikan dan idealitas. Perkembangan yang berlebihan pada Id maupun nafsu mutmainnah menimbulkan neurosis atau sakit jiwa. Karena itu, maka kedua kutub kepribadian tersebut harus bisa diharmonisasikan oleh Ego dan nafsu sufiyah. Namun kesemuan nafsu itu bersama-sama memben-tuk kebudayaan. Ketertinggalan pada salah satu nafsu akan menimbul-kan masalah, penyelewengan atau ekses dalam kebudayaan.

Kecenderungan penyimpangan itu ada empat macam: reifikasi, manupulasi, fragmentasi dan individualisasi (Rahardjo, 2007). Masing-masing kecenderungan itu menyimpangkan manusia dari tujuan kebuda-yaan yang sesungguhnya, walaupun hal itu sering tidak disadari oleh manusia.

Reifikasi adalah kecenderungan untuk mewujudkan segala kebu-dayaan dalam bentuk-bentuk, angka-angka atau kuantitas dan bentuk lahiriah. Kepuasan pekerjaan diukur dari segi material, tingkah laku lahiriah, rupa, suara dan bahasa yang bisa ditangkap oleh pancaindera. Hal ini tampak pada laporan pembangunan yang memperlihatkan keberhasilan-keberhasilan dengan angka, dalam kuantitas dan statistik perkembangan (time-series). Kecenderungan ini seringkali berlebihan misalnya dengan mengukur perasaan cinta, kesenangan, keindahan atau kebahagiaan. Karena itu yang bersifat mental atau rohaniah tidak tampak dan dirasakan. Di sinilah terjadinya pendangkalan pemaknaan kebudayaan. Sukses kesenian umpamanya, diukur dengan nilai komersial suatu pertunjukan. Ekses yang tampak adalah produksi massal

370

dan komersialisasi barang-barang kesenian, yang menjadikan manusia sebagai alat produksi dan objek pemerasan, atau ritualisasi kegiatan ibadah atau bahkan komersialisasi agama.

Manipulasi adalah kegiatan yang menyalahgunakan proses dan barang kebudayaan untuk kepentingan yang rendah, misalnya demi keuntungan. Manipulasi ini tampak dalam iklan yang mengelabui orang tentang suatu produk, misalnya melebih-lebihkan khasiat suatu obat atau mengubah informasi dampak negatif suatu barang konsumsi menjadi sesuatu yang bermanfaat. Misalnya memperagakan rokok yang sebenar-nya menggangu dan merusak kesehatan menjadi simbol kejantanan atau gaya hidup pria yang terhormat. Maksudnya adalah supaya barang itu laku dijual, padahal pengonsumsian atau penggunaannya akan merugi-kan, tetapi hal itu disembunyikan dengan mengelabui orang dengan video klip atau film-iklan. Manipulasi itu sering terkesan merupakan pembo-hongan publik, namun merupakan informasi yang efektif dan mengan-dung nilai komersial yang tinggi. Di sini yang banyak dimanipulasi adalah hasil karya kesenian atau dakwah keagamaan.

Fragmentasi adalah gejala penyekatan yang tampak dari akibat spesialisasi, profesionalisasi dalam kegiatan-kegiatan orang-orang badan kelompok-kelompok masyarakat. Fregmentasi ini menghasilkan suatu bangunan yang parsial dan berdimensi tunggal (one-dimension). Di sini, manusia dihargai dari ketrampilan dan keahliannya yang khusus. Dalam profesionalisme, kedudukan dan jabatan seseorang menjadi penting yang menutupi kualitas-kualitas kemanusiaan yang lain. Dalam profesional-isme persaingan dalam keahlian merupakan aturan permainan, sehingga hubungan antar-manusia menjadi kaku dan tidak akrab. Memang hubungan antar-manusia menjadi rasional, tetapi hal ini mereduksi hubungan emosional, karena hubungan emosional dianggap destruktif terhadap profesionalisme. Fragmentasi ini bisa berlanjut menjadi alienasi seseorang dari masyarakat atau benda-benda sekelilingnya, bahkan yang dibuatnya sendiri. Dalam fragmentasi ini, kehidupan manusia dikotak-kotakkan dalam profesi, spesialisasi, kedudukan dan jabatan yang bersifat hierarkis. Fragmantasi merupakan represi dalam kehidupan kebudayaan karena orang terlalu dikuasai oleh disiplin yang didorong oleh persaingan.

Individualisasi adalah kecenderungan memecah masyarakat menjadi individu-individu yang dikemudikan oleh kepentingan pribadi (self-interest) yang sempit. Sebenarnya dampak individualisasi itu perlu

371

dibedakan antara individualisme dan egoisme. Individualisme adalah paham yang menghargai individu dan menghormati diri pribadi seseorang yang otonom yang memiliki hak-hak asasi dalam suatu negara atau masyarakat. Individualisme itu melahirkan penghargaan pada diri sendiri, tetapi harus juga menghargai individu yang lain. Individualisme adalah juga penghargaan pada hak-hak pribadi, misalnya hak milik dan kebebasan. Tetapi hak milik dan kebebasan seseorang itu dibatasi oleh hak milik dan kebebasan orang lain. Karena itu, maka individualisme menghasilkan kebebasan dan otonomi individu tetapi juga sekaligus kewajiban-kewajiban asasi individu terhadap masyarakat. Dampak lain individualisasi adalah egoisme, yaitu sikap yang mementingkan diri sendiri dengan mengabaikan kepentingan orang lain. Egoisme ini adalah penyimpangan dari tujuan kebudayaan, sedangkan individualisme, jika dipahami dan dipraktekkan secara benar, masih berada dalam ruang lingkup kebudayaan, karena individualisme memberikan penghargaan dan pemuliaan kepada manusia sebagai individu. Namun individualisme ini bisa kebablasan menjadi egoisme karena melepaskan dirinya dari masyarakat. Karena itu maka individualisme harus diimbangi dengan prinsip-prinsip komunitarian karena individu itu tidak mungkin ada atau berfungsi tanpa komunitas. Kombinasi antara individualisme dan komunitarianisme, yang merupakan harmonisasi, jalan tengah dan moderasi itulah yang membentuk kebudayaan.

Individualisme sebenarnya merupakan peringatan untuk waspada terhadap kemungkinan berkembang kepada otoritarianisme, karena otoritarianisme menimbulkan penindasan kepada hak-hak asasi manusia. Otoritarianisme itu di masa lalu lahir dari persekutuan antara otoritas keagamaan dan otoritas politik atau kekuasaan. Kemudian pada abad ke 20, otoritarianisme lahir dari persekutuan antara ideologi dan kekuasaan, sehingga dalam suatu negara otoriter, hegemoni dipertahankan dengan aparatur negara dan aparatur ideologi. Tugas 8.1

Berilah contoh kebudayaan nasional Indonesia ditinjau dari unsur-unsur kebudayaan!

372

B. HUBUNGAN ANTAR BUDAYA 1. Budaya dan Komunikasi

Hubungan antara budaya dengan komunikasi penting dipahami untuk memahami komukasi antar budaya, oleh karena melalui pengaruh budayalah orang-orang belajar berkomunikasi.

Orang Jawa, orang Betawi atau orang Amerika belajar

berkomunikasi seperti orang-orang Jawa, orang-orang Betawi, atau orang-orang Amerika lainnya. Perilaku mereka mengandung makna, sebab perilaku tersebut dipelajari dan diketahui serta terikat oleh budaya. Orang-orang memandang dunia mereka melalui kategori-kategori, konsep-konsep, dan label-label yang dihasilkan budaya mereka.

Gambar 8.4 adalah alat komunikasi yang biasa dipergunakan masyarakat Jawa pada jaman dulu, dan sekarang kadang masih dipergunakan pada masyarakat tertentu, biasanya di daerah pedesaan.

Cara kita berkomunikasi, keadaan-keadaan komunikasi kita, bahasa dan gaya bahasa yang kita gunakan, dan perilaku-perilaku non-verbal kita, semua itu terutama merupakan respons terhadap dan fungsi budaya kita.

Gambar 8.4 Kentongan (Sumber: Dokumentasi penulis)

373

Komunikasi itu terikat oleh budaya. Sebagaimana budaya berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, maka praktik dan perilaku komunikasi individu-individu yang diasuh dalam budaya-budaya tersebut pun akan berbeda pula.

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Unsur sosio-budaya yang berhubungan dengan persepsi, proses verbal dan proses non-verbal merupakan bagian-bagian dari komunikasi antar budaya.

Bila unsur-unsur tersebut dipadukan, sebagaimana yang kita laku-kan ketika kita berkomunikasi, unsur-unsur tersebut bagaikan komponen-komponen suatu sistem stereo (D Mulyana dan J Rachmad; 2005) setiap komponen berhubungan dengan dan membutuhkan komponen lainnya,

Unsur-unsur tersebut membentuk suatu matriks yang kompleks mengenai unsur-unsur yang sedang berinteraksi yang beroperasi bersama-sama, yang merupakan suatu fenomena kompleks yang disebut komunikasi antar budaya. a. Persepsi

Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih, mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal. Dengan kata lain, persepsi adalah cara kita mengubah energi-energi fisik lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna.

Secara umum dipercaya bahwa orang-orang berperilaku sedemi-kian rupa sebagai hasil dari cara mereka mempersepsi dunia yang sede-mikian rupa pula. Perilaku-perilaku ini dipelajari sebagai bagian dari pengalaman budaya mereka.

Baik dalam menilai kecantikan atau melukiskan salju, kita membe-rikan respons kepada stimuli tersebut sedemikian rupa sebagaimana yang budaya kita telah ajarkan kepada kita. Kita cenderung memper-hatikan, memikirkan dan memberikan respons kepada unsur-unsur dalam lingkungan kita yang penting bagi kita.

Di Amerika Serikat, orang mungkin merespons terutama ukuran dan harga sesuatu, sedangkan bagi orang Jepang, warna mungkin meru-pakan kriteria yang penting. Budaya cenderung menentukan kriteria mana yang penting ketika kita mempersepsi sesuatu. Komunikasi antar

374

budaya akan lebih dapat dipahami sebagai perbedaan budaya dalam mempersepsi objek-objek sosial dan kejadian-kejadian.

Suatu prinsip penting berdasarkan pendapat tersebut adalah bahwa masalah-masalah kecil dalam komunikasi sering diperumit oleh perbedaan-perbedaan persepsi. Untuk memahami dunia dan tindakan-tindakan orang lain, kita harus memahami kerangka persepsinya. Kita harus belajar memahami bagaimana mempersepsi dunia.

Dalam komunikasi antar budaya yang ideal kita akan mengharap-kan banyak persamaan dalam pengalaman dan persepsi. Tetapi karakter budaya cenderung memperkenalkan kita kepada pengalaman-pengalam-an yang tidak sama, dan oleh karenanya, membawa kita kepada persepsi yang berbeda-beda atas dunia eksternal.

Tiga unsur sosio-budaya mempunyai pengaruh yang besar dan langsung atas makna-makna yang kita bangun dalam persepsi kita. Unsur-unsur tersebut adalah sistem-sistem kepercayaan (belief), nilai (value), sikap (attitude); pandangan dunia (world view), dan organisasi sosial (social organization). Ketika ketiga unsur utama ini mempengaruhi persepsi kita dan makna yang kita bangun dalam persepsi, unsur-unsur tersebut mempengaruhi aspek-aspek makna yang bersifat pribadi dan subjektif.

Semua manusia mungkin melihat entitas sosial yang sama dan menyetujui entitas sosial tersebut dengan menggunakan istilah-istilah yang objektif, tetapi makna objek atau peristiwa tersebut bagi kita sebagai individu mungkin sangat berbeda. Misalnya, orang Jawa dan orang Bugis akan setuju secara objektif bahwa seseorang tertentu adalah wanita. Tetapi kemungkinan besar mereka tidak akan setuju tentang apa arti seorang wanita secara sosial. b. Sistem-Sistem Kepercayaan, Nilai, Sikap

Kepercayaan secara umum dapat dipandang sebagai kemung-kinan-kemungkinan subjektif yang diyakini individu bahwa suatu objek atau peristiwa memiliki karakteristik-karakteristik tertentu. Kepercayaan melibatkan hubungan antara objek yang dipercayai dan karakteristik-karakteristik yang membedakannya.

Derajat kepercayaan kita mengenai suatu peristiwa atau suatu objek yang memiliki karakteristik-karakteristik tertentu menunjukkan tingkat kemungkinan subjektif kita dan konsekuensinya, juga menunjuk-kan kedalaman atau intensitas kepercayaan kita. Tegasnya, semakin

375

pasti kita dalam kepercayaan kita, semakin besar pulalah intensitas kepercayaan tersebut.

Budaya memainkan peranan penting dalam pembentukan kepercayaan. Apakah kita menerima dan percaya kebenaran manfaat dari kopi, makanan dan minuman suplemen, daun teh, bergantung pada latar belakang budaya dan pengalaman-pengalaman kita.

Dalam komunikasi antar budaya tidak ada hal yang benar atau hal yang salah sejauh hal-hal tersebut berkaitan dengan kepercayaan. Bila seseorang percaya bahwa suara angin dapat menuntun perilaku sese-orang ke jalan yang benar, kita tidak dapat mengatakan bahwa kepercayaan itu salah; kita harus dapat mengenai dan menghadapi kepercayaan tersebut bila kita ingin melakukan komunikasi antar budaya yang sukses dan memuaskan.

Nilai-nilai adalah aspek evaluatif dari sistem-sistem kepercayaan, nilai dan sikap. Dimensi-dimensi evaluatif ini meliputi kualitas-kualitas se-perti kemanfaatan, kebaikan, estetika, kemampuan memuaskan kebutuh-an, dan kesenangan. Meskipun setiap orang mempunyai suatu tatanan nilai yang unik, terdapat pula nilai-nilai yang cenderung menyerap budaya. Nilai-nilai ini dinamakan nilai-nilai budaya.

Nilai-nilai budaya biasanya berasal dari isu-isu filosofis lebih besar yang merupakan bagian dari suatu milieu budaya. Nilai-nilai ini umumnya normatif dalam arti bahwa nilai-nilai tersebut menjadi rujukan seorang anggota budaya tentang apa yang baik dan apa yang buruk, yang benar dan yang salah, yang sejati dan palsu, positif dan negatif, dan sebagainya.

Nilai-nilai budaya menentukan bagaimana orang layak mati dan untuk apa, apa pantas dilindungi, apa yang menakutkan orang-orang dan sistem sosial mereka, hal-hal apa yang patut dipelajari dan dicemoohkan, dan peristiwa-peristiwa apa menyebabkan individu-individu memiliki solidaritas kelompok.

Nilai-nilai budaya juga menegaskan perilaku-perilaku mana yang penting dan perilaku-perilaku mana pula yang harus dihindari. Nilai-nilai budaya adalah seperangkat aturan terorganisasikan untuk membuat pilih-an-pilihan dan mengurangi konflik dalam suatu masyarakat.

Nilai-nilai dalam suatu budaya menampakkan diri dalam perilaku para anggota budaya yang dituntut oleh budaya tersebut. Nilai-nilai ini disebut nilai-nilai normatif. Maka, orang-orang Katolik dituntut untuk menghadiri misa, para pengendara dituntut untuk berhenti ketika lampu

376

lalu lintas berwarna merah, dan para pekerja dituntut untuk datang di tempat kerja pada waktu yang telah ditetapkan. Kebanyakan orang melaksanakan perilaku-perilaku normatif, sedikit orang tidak.

Orang yang tak melaksanakan perilaku normatif mungkin men-dapat sanksi informal ataupun sanksi yang sudah dibakukan. Seorang Katolik yang tidak menghadiri misa mungkin akan menerima kunjungan pendeta, pengendara kendaraan bermotor yang melanggar aturan lalu lintas mungkin akan menerima surat tilang, dan seorang pegawai yang malas mungkin akan dipecat.

Perilaku-perilaku normatif juga tampak pada perilaku-perilaku sehari-hari yang menjadi pedoman bagi individu dan kelompok untuk mengurangi atau menghindari konflik.

Kepercayaan dan nilai memberikan kontribusi bagi pengembang-an dan isi sikap. Kita boleh mendefinisikan sikap sebagai suatu kecen-derungan yang diperoleh dengan cara belajar untuk merespons suatu objek secara konsisten. Sikap itu dipelajari dalam suatu konteks budaya. Bagaimanapun lingkungan kita, lingkungan itu akan turut membentuk sikap kita, kesiapan kita untuk merespons, dan akhirnya perilaku kita.

Bias budaya dalam sistem kepercayaan, nilai, sikap dapat dilihat pada contoh pertarungan dengan banteng. Banyak orang Amerika Utara percaya bahwa kekejaman terhadap binatang adalah salah dan bahwa perbuatan meletihkan dan membunuh seekor banteng adalah contoh kekejaman tersebut. Konsekuensinya, banyak orang Amerika Utara memandang pertarungan melawan banteng dengan sikap negatif dan akan menghindari tontonan tersebut, walaupun tontonan tersebut lewat televisi.

Sebagian orang bahkan berkampanye agar pertarungan itu di-larang. Tetapi bagi kebanyakan orang Amerika Latin, pertarungan melawan banteng adalah suatu kontes keberanian antara manusia dan binatang. Tontonan tersebut dinilai positif, dan kemenangan seorang matador tidaklah dianggap sebagai kekejaman terhadap binatang, me-lainkan sebagai perbuatan berani, keterampilan, dan ketangkasan fisik.

Dalam konteks budaya masyarakat tersebut, menyaksikan per-tarungan manusia melawan banteng adalah menyaksikan suatu kesem-patan terbaik dalam hidup ketika manusia mendemonstrasikan dominasi-nya atas binatang. Kemenangan atas banteng bahkan melambangkan kemenangan kebajikan atas kejahatan.

377

c. Pandangan Dunia (World View) Budaya, meskipun konsep dan uraiannya abstrak, merupakan

salah satu unsur terpenting dalam aspek-aspek perseptual komunikasi antar budaya. Pandangan dunia berkaitan dengan orientasi suatu budaya terhadap hal-hal seperti Tuhan, kemanusiaan, alam semesta, dan ma-salah-masalah filosofis lainnya yang berkenaan dengan konsep makhluk.

Pandangan dunia membantu kita untuk mengetahui posisi dan tingkatan kita dalam alam semesta. Oleh karena pandangan dunia begitu kompleks, kita sulit melihatnya dalam suatu interaksi antar budaya.

Isu-isu pandangan dunia bersifat abadi dan merupakan landasan paling mendasar dari suatu budaya. Seorang Katolik tentu saja mempunyai suatu pandangan dunia yang berbeda dibandingkan dengan seorang Muslim, Yahudi, atau seorang Atheis.

Pandangan dunia orang-orang Indian Amerika tentang kedudukan manusia dalam alam semesta tentu sangat berbeda dengan pandangan orang-orang Amerika asal Eropa kelas menengah tentang hal yang sama. Penduduk asli Amerika itu memandang manusia bersatu dengan alam. Mereka menganggap bahwa ada suatu hubungan yang seimbang antara manusia dan lingkungan, suatu kerjasama (partnership) yang adil dan terhormat. Sementara itu, orang-orang Amerika keturunan Eropa itu mempunyai gambaran dunia yang berpusat pada manusia. Oleh karena mereka mempunyai kepercayaan yang kuat bahwa manusia itu berkuasa dan terpisah dari alam, mereka memperiakukan alam semesta sebagai milik mereka, suatu tempat untuk melaksanakan keinginan-keinginan dan harapan-harapan mereka dengan kekuasaan ilmu dan teknologi.

Pandangan dunia sangat mempengaruhi budaya. Efeknya seringkali tak kentara dalam hal-hal yang tampak nyata dan remeh seperti pakaian, isyarat, dan perbendaharaan kata.

Bayangkan pandangan dunia suatu budaya analog dengan sebuah batu kerikil yang dilemparkan ke kolam. Seperti batu yang menyebabkan riak-riak yang menyebar di seluruh permukaan kolam, pandangan dunia menyebar pula pada budaya dan menembus setiap fasetnya.

Pandangan dunia mempengaruhi kepercayaan, nilai, sikap, penggunaan waktu, dan banyak aspek budaya lainnya. Dengan cara-cara yang tak terlihat dan tidak nyata, pandangan dunia sangat mempengaruhi komunikasi antar budaya, oleh karena sebagai anggota suatu budaya setiap pelaku komunikasi mempunyai pandangan dunia yang tertanam

378

dalam pada jiwa yang sepenuhnya dianggap benar dan ia otomatis menganggap bahwa pihak lainnya memandang dunia sebagaimana ia memandangnya. d. Organisasi Sosial

Cara bagaimana suatu budaya mengorganisasikan dirinya dan lembaga-lembaganya juga mempengaruhi bagaimana anggota-anggota budaya mempersepsi dunia dan bagaimana mereka berkomunikasi.

Keluarga, meskipun merupakan organisasi sosial terkecil dalam suatu budaya, mempunyai pengaruh terpenting dalam pengembangan nilai dan budaya masyarakat. Keluargalah yang paling berperanan dalam mengembangkan anak selama periode-periode formatif dalam kehidup-annya. Keluarga memberikan banyak pengaruh budaya kepada anak, bahkan sejak pembentukan sikap pertamanya sampai pemilihan atas barang-barang mainannya. Keluarga juga membimbing anak dalam menggunakan bahasa, mulai dari cara memperoleh kata hingga dialek. Keluarga juga memberikan persetujuan, dukungan, ganjaran, dan hukuman yang mempengaruhi nilai-nilai yang anak kembangkan dan tujuan-tujuan yang ia ingin capai. Misalnya anak-anak belajar lewat observasi dan komunikasi bahwa diam itu penting atau dihargai dalam budaya mereka, seperti di Jepang, mereka akan merefleksikan aspek bu-daya tersebut dalam perilaku mereka dan membawanya ke dalam situasi-situasi komunikasi antar budaya.

Sekolah adalah organisasi sosial yang penting. Sekolah diberi tanggung jawab besar untuk mewariskan dan memelihara suatu budaya. Sekolah merupakan penyambung penting yang menghubungkan masa lalu dan juga masa depan. Sekolah memelihara budaya dengan memberi tahu anggota-anggota barunya apa yang telah terjadi, apa yang penting, dan apa yang harus diketahui seseorang sebagai anggota budaya. Sekolah mungkin mengajarkan geografi atau mengukir kayu, matematika atau ilmu alam; sekolah mungkin menekankan revolusi yang me-landaskan perdamaian atau kekerasan. Sekolah mungkin pula memberi-kan suatu versi khusus sejarah yang sesuai dengan budaya. Namun apapun yang diajarkan di sekolah, pelajaran itu ditentukan oleh budaya tempat sekolah itu berada.

379

e. Proses-Proses Verbal Proses-proses verbal tidak hanya meliputi bagaimana kita

berbicara dengan orang lain namun juga kegiatan-kegiatan internal berpikir dan pengembangan makna bagi kata-kata yang kita gunakan. Proses-proses ini (bahasa verbal dan pola-pola berpikir) secara vital berhubungan dengan persepsi dan pemberian serta pernyataan makna. f. Bahasa Verbal

Setiap diskusi tentang bahasa dalam peristiwa-peristiwa antar budaya harus mengikutsertakan pembahasan atas isu-isu bahasa yang umum sebelum membahas masalah-masalah khusus tentang bahasa asing, penerjemahan bahasa, dan diaiek serta logat subkultur dan subkelompok.

Secara sederhana bahasa dapat diartikan sebagai suatu sistem lambang terorganisasikan, disepakati secara umum dan merupakan hasil belajar, yang dipergunakan untuk menyajikan pengalaman-pengalaman dalam suatu komunitas geografis atau budaya. Objek-objek, kejadian-kejadian, pengalaman-pengalaman, dan perasaan-perasaan mempunyai suatu label atau nama tertentu semata-mata karena suatu komunitas orang, atas kehendak mereka, memutuskan untuk menamakan hal-hal tersebut demikian. Karena bahasa merupakan suatu sistem tak pasti untuk menyajikan realitas secara simbolik, maka makna kata yang digunakan bergantung pada berbagai penafsiran.

Bahasa merupakan alat utama yang digunakan budaya untuk menyalurkan kepercayaan, nilai, dan norma. Bahasa merupakan alat bagi orang-orang untuk berinteraksi dengan orang-orang lain dan juga sebagai alat untuk berpikir. Maka, bahasa berfungsi sebagai suatu mekanisme untuk berkomunikasi dan sekaligus sebagai pedoman untuk melihat realitas sosial. Bahasa mempengaruhi persepsi, menyalurkan, dan turut membentuk pikiran. g. Pola-Pola Berpikir

Proses-proses mental, bentuk-bentuk penalaran, dan pendekatan-pendekatan terhadap pemecahan masalah yang terdapat dalam suatu komunitas, merupakan suatu komponen penting budaya. Kecuali bila mereka mempunyai pengalaman bersama orang-orang lain dari budaya lain yang mempunyai pola berpikir yang berbeda, kebanyakan orang menganggap bahwa setiap orang berpikir dengan cara yang sama.

380

Namun, kita harus sadar bahwa terdapat perbedaan-perbedaan budaya dalam aspek-aspek berpikir. Perbedaan-perbedaan ini dapat dijelaskan dengan membandingkan pola-pola berpikir Barat dan pola-pola berpikir Timur. Di Barat umumnya orang berpikir bahwa ada suatu hubungan yang langsung antara konsep-konsep mental dan dunia realitas yang nyata.

Orientasi ini menuntut pertimbangan logis dan rasionalitas. Ada kepercayaan bahwa kebenaran terdapat di luar sana, bahwa kebenaran dapat diperoleh dengan mengikuti tahapan-tahapan logis yang benar.

Pandangan Timur, sebagaimana dicontohkan dengan pandangan pemeluk agama Tao, menunjukkan bahwa bagi mereka, manusia tidak dianugerahi rasionalitas yang segera. Kebenaran tidak ditemukan dengan pencarian aktif dan penerapan cara-cara berpikir ilmiah dan rasional. Sebaliknya, orang harus menunggu, dan bila kebenaran memang harus diketahui, maka kebenaran itu akan menampakkan diri.

Perbedaan utama dalam kedua pandangan ini terdapat pada bidang kegiatan. Bagi orang-orang Barat, kegiatan manusia itu penting dan akhirnya akan menuntun kepada penemuan kebenaran. Dalam tradisi pemeluk agama Tao, kebenaran merupakan agen yang aktif, dan bila kebenaran itu harus diketahui, kebenaran akan muncul melalui kegiatan penampakan diri kebenaran tersebut.

Pola-pola berpikir suatu budaya mempengaruhi bagaimana individu-individu dalam budaya itu berkomunikasi, yang pada gilirannya akan mempengaruhi bagaimana setiap orang merespons individu-individu dari suatu budaya lain. Kita tak dapat mengharapkan setiap orang untuk menggunakan pola-pola berpikir yang sama, namun memahami bahwa terdapat banyak pola berpikir dan belajar menerima pola-pola tersebut akan memudahkan komunikasi antar budaya kita. h. Proses-Proses Non-verbal

Proses-proses verbal merupakan alat utama untuk pertukaran pikiran dan gagasan, namun proses-proses ini sering dapat diganti oleh proses-roses non-verbal.

Walaupun tidak terdapat kesepakatan tentang bidang proses non-verbal ini/kebanyakan ahli setuju bahwa hal-hal berikut termasuk dalam proses non-verbal dalam komunikasi: isyarat, ekspresi wajah, pandangan mata, postur dan gerakan tubuh, sentuhan, pakaian, artefak, diam, ruang, waktu, dan suara.

381

Proses non-verbal yang relevan dengan komunikasi antar budaya meliputi tiga aspek: perilaku non-verbal yang berfungsi sebagai bentuk bahasa diam, konsep waktu, dan penggunaan dan pengaturan ruang. i. Perilaku Non-verbal

Aktivitas manusia yang merupakan perilaku non-verbal sangat banyak. Satu atau dua contoh kiranya memungkinkan kita untuk menggambarkan bagaimana isu-isu non-verbal ini relevan dengan komunikasi antar budaya. Sentuhan sebagai bentuk komunikasi dapat menunjukkan bagaimana komunikasi non-verbal merupakan suatu produk budaya. Di Jerman kaum wanita seperti juga kaum lelakinya biasa berjabatan tangan dalam pergaulan sosial; di Amerika Serikat kaum wanita jarang berjabatan tangan. Di Muangthai, orang-orang tidak bersentuhan (berpegangan tangan dengan lawan jenis) di tempat umum, dan memegang kepala seseorang merupakan suatu pelanggaran sosial. Apa yang akan terjadi bila orang tidak memahami perbedaan-perbedaan tersebut. Contoh lain misalnya adalah kontak mata. Di Amerika Serikat orang dianjurkan untuk mengadakan kontak mata ketika berkomunikasi. Di Jepang kontak mata seringkali tidak penting. Beberapa suku Indian Amerika mengajari anak-anak mereka bahwa kontak mata dengan orang yang lebih tua merupakan tanda kekurangsopanan.

Sebagai suatu komponen budaya, ekspresi non-verbal mem-punyai banyak persamaan dengan bahasa. Keduanya merupakan sistem penyandian yang dipelajari dan diwariskan sebagai bagian pengalaman budaya. Sebagaimana telah dipahami bahwa kata stop dapat berarti berhenti, kita pun telah mempelajari bahwa lengan yang diangkat lurus di udara dengan telapak tangan menghadap ke muka sering berarti hal yang sama. Karena kebanyakan komunikasi non-verbal berlandaskan budaya, apa yang dilambangkannya seringkali merupakan hal yang telah budaya sebarkan kepada anggota-anggotanya. Misalnya lambang non-verbal untuk bunuh diri berbeda-beda antara budaya yang satu dengan budaya lainnya. Di Amerika serikat hal itu dilambangkan dengan jari yang diarahkan ke pelipis, di Jepang dilambangkan dengan tangan yang diarahkan ke perut, dan di New Guinea dilambangkan dengan tangan pada leher. Lambang-lambang non-verbal dan respons-respons yang di-timbulkan lambang-lambang tersebut merupakan bagian dari peng-alaman budaya-apa yang diwariskan dari suatu generasi ke generasi berikutnya.

382

Setiap lambang memiliki makna karena orang mempunyai pengalaman lalu tentang lambang tersebut. Budaya mempengaruhi dan mengarahkan pengalaman-pengalaman tersebut, dan oleh karenanya budaya juga mempengaruhi dan mengarahkan kita: bagaimana kita mengirim, menerima, dan merespons lambang-lambang non-verbal tersebut. j. Konsep Waktu

Konsep waktu suatu budaya merupakan filsafatnya tentang masa lalu, masa sekarang, masa depan, dan pentingnya atau kurang penting-nya waktu. Kebanyakan budaya Barat memandang waktu sebagai langsung dan berhubungan dengan ruang dan tempat. Manusia terikat oleh waktu dan sadar akan adanya masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang.

Dalam budaya Amerika dominan bahkan kita pun menemukan kelompok-kelompok yang rnempersepsi waktu dengan cara yang aneh bagi orang-orang asing. Orang-orang Amerika keturunan Meksiko menggunakan istilah "waktu Meksiko" (Chicano Time) untuk menyebut waktu mereka yang berbeda dengan konsep waktu yang dominan di negara itu. Kelompok berkulit hitam pun menggunakan istilah "waktu orang-orang hitam" (black people's time) yang berarti bahwa prioritas diberikan kepada apa yang sedang terjadi pada saat itu.

Waktu merupakan komponen budaya yang penting. Terdapat banyak perbedaan mengenai konsep ini antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya dan perbedaan-perbedaan tersebut mempengaruhi komunikasi. k. Penggunaan Ruang

Cara orang menggunakan ruang sebagai bagian dalam komunikasi antar-persona disebut proksemika (proxemics). Proksemika tidak hanya meliputi jarak antara orang-orang yang terlibat dalam percakapan, tetapi juga orientasi fisik mereka.

Orang-orang Arab dan orang-orang Amerika Latin cenderung berinteraksi lebih dekat kepada sesamanya daripada orang-orang Amerika Utara. Penting disadari bahwa orang-orang dari budaya yang berbeda mempunyai cara-cara yang berbeda pula dalam menjaga jarak ketika bergaul dengan sesamanya.

383

Bila kita berbicara dengan orang yang berbeda budaya, maka kita harus dapat memperkirakan pelanggaran-pelanggaran apa yang bakal terjadi, menghindari pelanggaran-pelanggaran tersebut, dan meneruskan interaksi kita tanpa memperlihatkan reaksi permusuhan. Kita mungkin mengalami perasaan-perasaan yang sulit kita kontrol; kita mungkin menyangka bahwa orang lain tak tahu adat, agresif, atau menunjukkan nafsu seks ketika orang itu berada pada jarak yang dekat dengan kita, padahal sebenarnya tindakannya itu merupakan perwujudan hasil belajarnya tentang bagaimana menggunakan ruang, yang tentu saja dipengaruhi oleh budayanya.

Orientasi fisik juga dipengaruhi oleh budaya, dan turut menentu-kan hubungan sosial. Orang-orang Amerika Utara lebih senang duduk berhadapan muka. Mereka jarang duduk bersebelahan. Sebaliknya orang-orang Cina sering lebih senang duduk bersebelahan dan merasa tidak nyaman bila mereka duduk berhadapan muka.

Kita juga cenderung menentukan hierarki sosial dengan mengatur ruang. Duduk di belakang meja sambil berbicara dengan seseorang yang sedang berdiri biasanya merupakan tanda hubungan atasan-bawahan, dan orang yang duduk itulah atasannya.

Perilaku yang serupa juga dapat digunakan untuk menunjukkan ketidaksetujuan, kekurangajaran, atau penghinaan, bila orang melanggar norma-norma budaya.

Kesalahpahaman mudah terjadi dalam peristiwa-peristiwa antar budaya ketika dua orang, masing-masing berperilaku sesuai dengan budayanya masing-masing, tak memenuhi harapan pihak lainnya.

Komunikasi antar budaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya. Dalam keadaan demikian, kita segera dihadapkan kepada masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi di mana suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam budaya lain.

Sebagaimana kita ketahui, budaya mempengaruhi orang yang berkomunikasi. Budaya bertanggung jawab atas seluruh perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki setiap orang.

Konsekuensinya, perbendaharaan-perbendaharaan yang dimiliki dua orang yang berbeda budaya akan berbeda pula, yang dapat menimbulkan segala macam kesulitan. Namun, melalui studi dan

384

pemahaman atas komunikasi antar budaya, kita dapat mengurangi atau hampir menghilangkan kesulitan-kesulitan ini.

Dalam setiap budaya ada bentuk lain yang agak serupa dengan bentuk budaya. Ini menunjukkan individu yang telah dibentuk oleh budaya. Bentuk individu sedikit berbeda dari bentuk budaya yang mempengaruhinya. Ini menunjukkan dua hal. Pertama, ada pengaruh-pengaruh lain di samping budaya yang membentuk individu. Kedua, meskipun budaya merupakan kekuatan dominan yang mempengaruhi individu, orang-orang dalam suatu budaya pun mempunyai sifat-sifat yang berbeda.

Penyandian dan penyandian balik pesan antar budaya dilukiskan oleh panah-panah yang menghubungkan budaya-budaya itu. Panah-panah ini menunjukkan pengiriman pesan dari budaya yang satu ke budaya lainnya.

Ketika suatu pesan meninggalkan budaya di mana ia disandi, pesan itu mengandung makna yang dikehendaki oleh penyandi (encoder).

Ketika suatu pesan sampai pada budaya di mana pesan itu harus disandi balik, pesan itu mengalami suatu perubahan dalam arti pengaruh budaya penyandi balik (decoder) telah menjadi bagian dari makna pesan. Makna yang terkandung dalam pesan yang asli telah berubah selama fase penyandian balik dalam komunikasi antar budaya, oleh karena perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki decoder tidak mengandung makna-makna budaya yang sama seperti yang dimiliki encoder.

Derajat pengaruh budaya dalam situasi-situasi komunikasi antar budaya merupakan fungsi perbedaan antara budaya-budaya yang bersangkutan. Perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna keduanya mirip dan usaha penyandian balik yang terjadi, oleh karenanya, menghasilkan makna yang mendekati makna yang dimaksudkan dalam penyandian pesan asli.

Komunikasi antar budaya terjadi dalam banyak ragam situasi yang berkisar dari interaksi-interaksi antara orang-orang yang berbeda budaya secara ekstrem hingga interaksi-interaksi antara orang-orang yang mempunyai budaya dominan yang sama tetapi mempunyai subkultur atau subkelompok yang berbeda.

Bila kita melihat perbedaan-perbedaan yang berkisar pada suatu skala minimum-maksimum, tampaklah bahwa besarnya perbedaan dua

385

kelompok budaya bergantung pada keunikan sosial kelompok-kelompok budaya yang dibandingkan. Walaupun skala ini sederhana, skala tersebut memungkinkan kita memeriksa suatu aksi komunikasi antar budaya dan meneropong efek perbedaan-perbedaan budaya. Untuk memahami skala ini, kita akan melihat beberapa contoh perbedaan budaya yang berada pada skala tersebut.

Contoh pertama menunjukkan suatu perbedaan yang maksimum. Perbedaan-perbedaan antara budaya Asia dan budaya Barat. Ini dilambangkan dalam suatu percakapan antara dua orang petani, seorang dari suatu ladang di pinggiran kota Beijing dan seorang lainnya dari suatu ladang luas dan modern dekat kota Des Moines. Dalam contoh ini, jumlah faktor budaya berbeda yang dapat kita temukan adalah jumlah terbesar. Penampakan fisik, agama, filsafat, sikap-sikap sosial, bahasa, pusaka, konsep-konsep dasar tentang diri dan alam semesta, dan derajat perkembangan teknologi, adalah sebagian saja di antara faktor-faktor budaya yang berbeda tajam. Kita pun harus mengetahui bahwa kedua petani ini punya beberapa persamaan dalam bertani dan gaya hidup pedesaan. Dalam beberapa aspek pola budaya, mereka mungkin lebih mirip daripada bila dibandingkan dengan orang-orang dari budaya mereka sendiri yang tinggal di suatu kota metropolitan. Dengan kata lain, petani asal Iowa tersebut mungkin punya lebih banyak persamaan dengan petani Cina daripada dengan seorang pedagang saham New York. Tugas 8.2

C. KERAGAMAN BUDAYA

Berdasarkan paparan sebelumnya diketahui bahwa kebudayaan masyarakat Indonesia sangat beragam, diperkirakan terdapat lebih dari 200 ragam budaya masyarakat di Indonesia. Keberagaman ini menja-dikan bangsa Indonesia tidak mempunyai budaya tunggal yang menjadi milik seluruh masyarakat Indonesia, dan menjadi identitas. Nampaknya keragaman itulah kebudayaan bangsa Indonesia, kebudayaan nasional Indonesia.

Menurut pendapatmu, pada masa sekarang apakah masih bisa menghindar terjadinya hubungan antar budaya?

386

Keberagaman budaya suku bangsa Indonesia merupakan suatu kenyataan dan menjadi kekayaan negara kesatuan Republik Indonesia ini. Oleh karena itu, perlu dipraktekkan dan diupayakan sedemikian rupa agar kebudayaan itu bisa menjadi sumber kehidupan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Gambar 8.4 dan 8.5 menggambarkan bagaimana keragaman

yang terjadi pada masyarakat Indonesia dalam hal alat transportasi, di satu sisi masih menggunakan binatang sebagai sarana transportasi, disisi lain ada masyarakat yang sudah menggunakan tenaga mesin untuk transportasi sehari-hari.

Keanekaragaman budaya masyarakat Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya keadaan geografi wilayah Indonesia dan letak kepulauan Indonesia diantara dua benua dan dua samudra.

Wilayah Indonesia terdiri dari kurang lebih 17.054 pulau besar dan kecil yang satu sama lain dipisahkan oleh laut atau selat yang bertebaran di suatu daerah ekuator sepanjang kurang lebih 3.000 mil dari Timur ke Barat dan lebih dari 1.000 mil dari utara ke Selatan, merupakan faktor

Gambar 8.4 Dokar atau Delman (Sumber: Dokumentasi penulis)

Gambar 8.5 Mobil (Sumber: Dokumentasi penulis)

387

yang sangat besar pengaruhnya terhadap keanekaragaman suku bangsa di Indonesia.

Oleh karena itu ketika nenek moyang bangsa Indonesia datang dari daerah Tiongkok selatan kira-kira 2000 tahun SM, harus menetap di daerah yang terpisah-pisah satu sama lain. Isolasi geografis yang demikian mengakibatkan mereka tumbuh menjadi satu kesatuan suku bangsa. Masing-masing berbeda satu sama lain karena memang mereka hidup dalam di lingkungan geografis yang berbeda-beda. Letak geografis Indonesia menjadi faktor dominan dalam mempengaruhi terciptanya keanekaragaman budaya bangsa Indonesia.

Selain letak geografis, faktor lain yang mempengaruhi keragaman budaya masyarakat Indonesia adalah masuknya berbagai kebudayaan dunia kedalam kebudayaan-kebudayaan suku bangsa yang sudah ada.

Kebudayaan dunia pertama kali yang mempengaruhi terjadinya keragaman budaya Indonesia adalah agama dan kebudayaan Hindu-Budha dari India (400 tahun SM). Akibat penyebaran ini terjadi peleburan atau difusi dengan kebudayaaan-kebudayaan suku bangsa yang sudah ada. Pengaruh yang paling kuat bahkan sampai sekarang terutama di Pulau Jawa dan Pulau Bali.

Kebudayaan dunia kedua, yang memberi warna keragaman budaya masyarakat Indonesia adalah masuknya agama Islam mulai masuk kedalam masyarakat Indonesia pada sekitar abad ke 13, namun baru sekitar abad ke 15 penyebaran agama Islam ini benar-benar menyebar keseluruh pelosok wilayah Indonesia.

Penyebaran agama Islam di wilayah Indonesia termasuk paling cepat dan paling banyak diterima oleh masyarakat luas di Indonesia. Hal ini disebabkan penyebarannya tidak dilakukan dengan paksaan. Setiap masyarakat Indonesia diberi kebebasan untuk menetukan pilihannya sendiri apakah mau memeluk agama Islam atau tidak. Namun di bebe-rapa daerah dimana sudah tertanam begitu kuat agama Hindu seperti di Bali, Hindu-Budha dan campuran dengan kebudayaan asli setempat seperti di beberapa daerah Jawa tengah dan Jawa timur, pengaruh agama Islam kurang mendapat tempat, seperti tampak dalam masyarakat Tengger.

Kemudian pada permulaan abad ke 16 datanglah kebudayaan Barat melalui orang Portugis di daerah kepulauan Maluku. Orang Portugis datang ke Indonesia karena tertarik oleh rempah-rempah yang sangat laku di Eropa saaat itu. Perdagangan mereka juga ternyata

388

disertai kegiatan misionaris agama Katolik. Setelah bangsa Belanda berhasil mendesak orang Portugis keluar dari daerah tersebut kira-kira tahun 1600-an, maka pengaruh agama Katolik digantikan oleh pengaruh agama Protestan yang dibawa oleh bangsa Belanda.

Keanekaragaman ini merupakan suatu kekayaan bangsa Indonesia yang tidak ternilai harganya yang merupakan potensi untuk menjadi bangsa yang besar. Keragaman budaya yang dimiliki bangsa Indonesia ini, juga menjadi potensi dan modal dasar dalam pembangunan negara dan masyarakat Indonesia menuju masyarakat yang adil dan makmur. Tugas 8.3

D. MASALAH KERAGAMAN BUDAYA 1. Primordialisme

Keberagaman budaya masyarakat Indonesia bilamana dikemas dan disikapi dengan bijak oleh semua pihak bisa menjadi modal dasar dalam pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat madani dan demokratis.

Salah satu bentuk dari sikap bijak yang bisa kita lakukan dalam melihat keragaman budaya masyarakat Indonesia adalah mengembang-kan dan mempraktekkan sikap untuk saling menghargai dan meng-hormati kebudayaan suku bangsa yang lain, selanjutnya diikuti dengan mengembangkan sikap untuk toleransi dan tenggang rasa kepada sesamanya.

Namun demikian, keragaman budaya tersebut bisa menjadi permasalahan, bilamana tidak dikelola dengan baik dan disikapi dengan baik pula. Keberagaman budaya suku bangsa yang terdapat di Indonesia akan memberikan berbagai kemungkinan implikasi baik secara positif maupun secara negatif, baik menguntungkan maupun merugikan.

Apa yang harus kita lakukan terhadap kondisi masyarakat Indonesia yang memiliki keragaman budaya, menyatukan ke-budayaannya ataukah mengembangkan keragaman budaya? Mengapa?

Apa yang harus dilakukan agar keragaman budaya yang dimiliki bangsa Indonesia bisa menjadi potensi untuk mengem-bangkan dan memberdayakan masyarakat Indonesia.

389

Kemungkinan implikasi negatif itu dapat berupa konflik, primordialisme, politik aliran, dan integrasi.

Salah satu konsekuensi logis dari keanekaragaman masyarakat Indonesia (suku bangsa, budaya, dan agama) adalah terdapatnya macam-macam aspirasi yang muncul dan berkembang, serta terjadi interaksi sosial dalam suasana yang berbeda-beda yang akan melahirkan berbagai pola ikatan yang mengikat masyarakat ke dalam keleompok-kelompoknya.

Suatu kenyataan bahwa masyarakat dalam suatu kelompok tertentu akan memiliki ikatan yang kuat terhadap kelompoknya. Misalnya orang Sunda akan memiliki ikatan kuat terhadap daerah dan kebudayaannya. Orang Islam akan memiliki ikatan yang kuat terhadap ke-Islamannya, demikian juga dengan agama atau suku bangsa lainnya akan memiliki ikatan-ikatan itu. Namun apabila rasa ikatan itu berlebihan dan sempit misalnya memandang bahwa suku bangsanya paling baik, paling dihargai, paling dihormati, paling ber-hak atau agama tertentu saja yang merasa paling benar dan yang lain tidak, atau menganggap rendah terhadap suku bangsa yang lain, maka inilah yang dinamakan primordialisme.

Primordial adalah ikatan kekerabatan (darah dan keluarga) dan kesamaan suku bangsa, daerah, bahasa, dan adat-istiadat. Sifat ikatan primordial ditandai dengan sentimen kedaerahan, kesukuan, keagamaan dan hal-hal lain yang bersifat inklusif. Sifat primordialisme yang sempit dan berlebihan merupakan sikap yang menghambat terhadap proses integrasi bangsa dalam mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Rasa ikatan kesukuan, kedaerahan ini memang harus dipelihara dalam rangka pengembangan kebudayaan dan suku bangsanya. Tetapi bukan untuk merasa lebih kuat, mendominasi yang lain atau meniadakan atau menolak yang lain. Oleh karena itu sifat kedaerahan dan kesukuan itu harus dikembangkan sejalan dengan proses integrasi nasional dan melahirkan kebudayaan nasional sebagai ciri khas bangsa Indonesia.

Sejarah ketatanegaraan Indonesia telah menjelaskan bahwa keberagaman masyarakat Indonesia telah melahirkan berbagai politik aliran yang bermacam-macam yang mencerminkan suku bangsa, kedaerahan, keagamaan dan aliran-aliran kepentingan.

390

2. Konflik dan Integrasi Bangsa Negara Indonesia, termasuk salah satu negara di dunia yang

memiliki multi etnik yang bervariasi, sama dengan negara India. Diantara sekitar 175 negara anggota PBB, hanya 12 negara saja yang penduduknya kurang lebih homogen, diluar itu semua bangsanya terdiri dari multi etnik.Keberagaman suku dan budaya bangsa Indonesia merupakan kekayaan dan sekaligus kebanggaan yang tidak ternilai harganya.

Keberagaman budaya masyarakat Indonesia ini dapat menjadi potensi konflik besar yang dapat menghancurkan bangsa dan negara Republik Indonesia. Sesuai dengan sifat dari masyarakat yang beragam, maka didalamnya akan terdapat berbagai macam kepentingan, karena banyak aspirasi-aspirasi yang berbeda. Perbedaan aspirasi dalam suatu suku bangsa dalam masyarakat adalah suatu hal yang wajar, memang harusnya demikian. Permasalah-annya adalah bila masing-masing pihak memaksakan kehendak, menginginkan aspirasinya yang harus diutamakan terlebih dahulu, bila masing-masing pihak tidak bisa kompromi, maka yang akan terjadi adalah konflik, pertikaian dan perpecahan diantara mereka. Konflik dan pertikaian yang terjadi diantara suku bangsa Indonesia, bisa mengakibatkan lemahnya kondisi keamanan dan perta-hanan pada masyarakat yang bersangkutan. Bilamana hal ini terjadi maka, dengan mudah masuknya kekuasaan asing ke dalam wilayah negara yang bersangkutan, baik secara militer maupun sosial-ekonomi. Contoh tentang hal tersebut adalah negara Yugoslavia yang sekarang terpecah belah menjadi beberapa negara kecil, setelah terlibat dalam perang antar etnik. Bahkan akibat dari perang tersebut pengaruh Amerika Serikat menjadi sangat besar di negara-negara kecil pecahan Yugoslavia.

Negara Yugoslavia mempunyai tujuh suku bangsa besar, yaitu Slovenia, Kroasia, Serbia Utara, Serbia selatan yang sekarang berubah menjadi suku bangsa Bosnia, Herzegovina, Montenegro, dan Makedonia. Penduduk Kosovo di bagian selatan Yugoslavia adalah orang Albania yang juga beragama Islam. Selain itu di Yugoslavia terdapat 11 suku bangsa minoritas yang disebut narodnosti.

Hubungan antara suku bangsa itu memang berawal dari kondisi yang tidak baik. Suku-suku bangsa yang beragama Katolik dan Kristen yaitu Slovenia, Kroasia, dan Serbia Utara yang dulunya dijajah kerajaan Austria-Hongaria sering terjadi konflik dengan suku bangsa Serbia

391

Selatan dan yang beragama Islam yaitu Bosnia, Herzegovina, Monte-negro, dan Makedonia yang dulunya dijajah oleh kerajaan Turki dengan berorientasi ke kebudayaan Asia. Oleh karena itu saling bunuh diantara suku-suku bangsa yang berbeda agama itu sudah menjadi suatu kebiasaan.

Kondisi yang seperti itu pernah bisa dipersatukan dan menjadi negara nasional di bawah kekuatan, kepemimpinan dan kewibawaan B Tito. Namun setelah Tito meninggal dunia konflik-konflik antar suku bangsa itu muncul lagi, dan menjadi perang saudara antar etnik. Selanjutnya Yugoslavia terpecah menjadi negara-negara kecil.

Jadi keragaman budaya yang ada dalam masyarakat, sekali bisa menjadi bencana, awal dari konflik dan perpecahan, sebagaimana yang terjadi di negara Yugoslavia. Hal senada sebetulnya juga mewarnai perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang juga penuh dengan konflik, bahkan bisa dikatakan hal itu juga terjadi hingga saat ini. Beruntunglah kita dapat menyelesaikan permasalahan tersebut, dan diintegrasikan kedalam wilayah negara kesatuan Republik Indonesia.

Bilamana kita perhatikan sejarah Republik Indonesia sejak tahun 1945 hingga sekarang, telah terjadi beberapa kali konflik yang terjadi akibat dari pertentangan antara suku bangsa dan perbedaan ideologi, diantaranya: (1) pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS); (2) peristiwa kapten Andi Abdul Azis bekas kapten KNIL di Sulawesi Selatan; (3) pemberontakan Darul Islam di Jawa Barat; (4) pemberontakan Darul Islam di Sulawesi Selatan; (5) pemberontakan Darul Islam di Kalimantan Selatan; (6) pemberontakan Darul Islam di Aceh; (7) pemberontakan PRRI Sumatra Barat; (8) pemberontakan Permesta Sulawesi Selatan; (9) pemberontakan GAM di Aceh; (10) pemberontakan yang dilakukan GPK di Papua; (11) pertikaian antara suku bangsa madura dan suku bangsa dayak; (12) kerusuhan di Poso dan Ambon; dan (13) Perang suku yang masih sering terjadi di wilayah Papua, dan sebagainya.

Bahkan, bila kita deskripsikan lebih terperinci dan dalam skala yang lebih kecil, maka akan ditemukan banyak sekali konflik yang terjadi di dalam wilayah negara kesatuan Republik Indonesia, yang dilatar belakangi oleh adanya perbedaan budaya masyarakat.

Kesimpulannya, keragaman budaya yang ada dalam masyarakat Indonesia bukan hanya menjadi potensi kekayaan bangsa, tetapi juga merupakan potensi konflik diantara suku bangsa di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu pengembangan sikap

392

saling menghargai, saling menghormati, tenggang rasa dan toleransi menjadi mutlak harus dilaksanakan oleh semua pihak yang menginginkan negara Indonesia aman dan tenteram. 3. Integrasi Nasional

Sebagaimana paparan di atas, bahwa sejarah negara kesatuan Republik Indonesia banyak dipenuhi dengan konflik yang disebabkan karena keragaman budaya suku bangsa, namun harus diakui bahwa bangsa Indonesia mampu mengatasinya dan sampai sekarang telah tercipta suatu ketenangan dan keamanan, walaupun dalam ukuran lain hal itu tidaklah demikian.

Kondisi tersebut telah menempatkan negara Republik Indonesia termasuk negara multi etnik yang paling aman di dunia. Bangsa Indonesia telah memiliki kesadaran untuk bersatu menjadi satu bangsa yaitu bangsa Indonesia di dalam wilayah negara kesatuan republik Indonesia.

Dalam perspektif integrasi nasional, perjalanan sejarah negara kesatuan Republik Indonesia, maka terdapat sejumlah potensi yang memungkinkan terciptanya persatuan dan kesatuan nasional, yaitu:

1. Terdapat dua kerajaan yang mampu mempersatukan negara-negara kecil yang sebelumnya saling bersaing yang terdapat dalam wilayah negara Republik Indonesia, yaitu Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 dan 8 M yang pusatnya berada di Sumatra Selatan, serta Kerajaan Majapahit pada abad ke-14 M yang pusatnya berada di Jawa Timur.

2. Adanya perasaan senasib sependeritaan di kalangan seluruh bangsa Indonesia atas penjajahan selama tiga setengah abad (nasionalisme).

3. Lahirnya kesepakatan di antara para pemuda Indonesia pada tahun 1928 yang menolak adanya penonjolan kesukubangsaan, yang kemudian dikenal dengan nama Sumpah pemuda yang melahirkan tekad untuk berbangsa satu bangsa Indonesia, bertanah air satu tanah air Indonesia, dan berbahasa satu bahasa Indonesia.

4. Dimulainya oleh para pendiri negara Republik Indonesia dengan menyepakati Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, dan menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia.

393

5. Terciptanya budaya konsensus nasional di lembaga tertinggi negara dalam memecahkan masalah-masalah nasional yang didasari oleh musyawarah mufakat.

4. Stereotif Etnis (Suku Bangsa)

Istilah stereotif menurut Lippmann adalah gambar di kepala yang merupakan rekonstruksi dari keadaan lingkungan yang sebenarnya dan merupakan salah satu mekanisme penyederhanaan untuk mengendali-kan lingkungan, karena keadaan lingkungan yang sebenarnya terlalu luas, terlalu beragam dan bergerak terlalu cepat untuk dapat dikendalikan dengan segera.

Gambaran kita tentang keadaan lingkungan itulah yang menentukan apa yang kita lakukan. Dengan demikian, tindakan-tindakan seseorang tidaklah didasarkan pada pengenalan langsung terhadap keadaan lingkungan sebenarnya, namun berdasarkan gambaran yang di-buatnya sendiri atau yang diberikan kepadanya oleh orang lain.

Warnaen (2002) secara sederhana mendefinisikan stereotif etnis sebagai kepercayaan yang dianut bersama oleh sebagian besar warga suatu golongan etnis tentang sifat-sifat khas dari berbagai golongan etnis, termasuk golongan etnis mereka sendiri. Stereotif merupakan pandang-an-pandangan subyektif dari suatu etnis atau suku bangsa tertentu terhadap etnis atau suku bangsa lainnya atau tentang etnisnya sendiri. Stereotip lebih merupakansuatu penilaian dari suatu suku bangsa terha-dap suku bangsa lainnya baik berdasarkan pengetahuan-pengetahuan terdahulu (penilaian dari generasi sebelumnya) maupun berdasarkan pengalaman-pengalamannya sendiri atau orang lain.

Penilaian atau pandangan-pandangan dari suatu suku bangsa terhadap suku bangsa lainnya bisa bersifat positif atau negatif atau kedua-duanya. Misalnya orang Jawa menganggap kepada orang Batak itu sebagai orang yang kasar, pemarah, gampang berkelahi, terbuka, pemberani, berani mengatakan tidak. Sementara orang Batak meng-anggap orang Jawa itu sebagai orang yang halus, ramah, bersahabat, mudah tersinggung, tertutup, pandai berpura-pura, kurang pemberani.

Pandangan-pandangan tersebut belum tentu betul, bahkan mungkin banyak salahnya, permasalahannya hal ini akan mempengaruhi terhadap sikap dan prilaku dari setiap etnis tersebut dalam hubungannya dengan etnis lainnya. Berdasarkan kepada penilain-penilaian itu orang Jawa akan menetukan sikap dan prilakunya dalam hubungannya dengan

394

orang Batak. Misalnya mau terbuka untuk bergaul dengan orang Batak atau bahkan menerima sebagai jodoh pasangannya dalam perkawinan atau sebaliknya.

Pandangan dan penilaian terhadap suatu etnis atau suku bangsa tersebut sangat banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor dan sampai sekarang penelitian tentang hubungan antar etnis yang berbeda-beda terutama di Indonesia masih sedikit. Sehingga cukup kesulitan apabila kita ingin mengetahui sejauh mana kontak antar etnik dalam masyarakat Indonesia terjadi dan mendeskripsikan karakteristik dari tiap etnik atau suku bangsa tersebut.

Hubungan antar etnik atau suku bangsa sangat bervariasi, bahkan kadang reaksinya berbeda-beda, tidak semuanya bisa menimbul-kan konflik, tidak semuanya pula menjadikan suatu hubungan kerjasama yang harmonis, Kasus yang terjadi ketika konflik antara orang Madura dengan orang Dayak di Kalimantan Barat, tetapi tidak terjadi antara orang dayak dengan orang Jawa, padahal orang jawa juga banyak yang tinggal di Kalimantan Barat.

Upaya untuk menciptakan hubungan yang harmonis dan saling kerjasama diantara suku-suku bangsa yang berbeda-beda di negara-negara multi etnik seperti Indonesia merupakan masalah yang cukup berat. Berbagai upaya harus dilakukan secara terus menerus oleh semua pihak baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat Indonesia sendiri. Pemerintah Indonesia harus membuat program-program pembangunan yang dapat mewujudkan hubungan kerjasama diantara suku bangsa yang berbeda-beda, menjamin adanya keamanan dalam melaksanakan hubungan tersebut, demikian juga masyarakat Indonesia harus mengem-bangkan sikap-sikap dan prilaku yang dapat menciptakan hubungan kerjasama yang saling menguntungkan. Upaya untuk menciptakan hubungan antar etnis dan suku bangsa yang harmonis bisa dilakukan dengan memperluas kesempatan terjadi-nya kontak antar golongan etnis sejak dari usia dini sampai dengan orang dewasa melalui berbagai kegiatan, birokrasi, bisnis, pendidikan, olah raga, kesenian dan sebagainya. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan dari berbagai upaya tersebut menghasilkan reaksi terbalik, yaitu menciptakan dan memperkuat prasangka golongan etnis atau suku bangsa tertentu.

Beberapa konsidi yang tidak menguntungkan yang cenderung memperkuat prasangka adalah (1) bila situasi kontak menciptakan per-

395

saingan diantara berbagai golongan; (2) bila kontak yang terjadi tidak menyenangkan, dipaksakan dan tegang; (3) bila situasi kontak mengha-silkan rasa harga diri atau status dari salah satu golongan direndahkan; (4) bila warga dari suatu golongan atau golongan sebagai keseluruhan sedangn mengalami frustasi (misalnya baru saja mengalami kegagalan atau musibah, depresi ekonomi, dansebagainya), kontak dengan golongan lain bisa membentuk pengkambinghitaman etnis; (5) bila kontak terjadi antara berbagai golongan etnis yang mempunyai moral atau norma-norma yang bertentangan satu sama lain; (6) bila dalam kontak antar golongan mayoritas dan golongan minoritas, para warga dari golongan minoritas statusnya lebih rendah atau berbagai karakteristiknya lebih rendah dari golongan mayoritas .

Pada masyarakat Indonesia hubungan antar suku bangsa itu sering dipengaruhi oleh pandangan-pandangan dan penilaian-penilaian diantara mereka yang selama ini sudah terbentuk. Walaupun pandangan-pandangan dan penilaian-penilaian itu sifatnya relative dan berubah-ubah, namun ada kecenderungan menjadi pegangan awal bagi suku bangsa tertentu apabila pertama kali melakukan kontak hubungan kerjasama dengan suku bangsa yang berbeda. Tugas 8.4

E. KEUNTUNGAN DARI KERAGAMAN BUDAYA

Keberagamanan budaya masyarakat Indonesia juga memberi keuntungan, yang sekaligus dapat mendukung terhindarnya konflik dian-tara suku-suku bangsa. Hal yang menguntungkan itu adalah terjadinya apa yang dinamakan dengan cross cutting affiliations.

Cross Cutting Affiliations adalah suatu kondisi dimana terjadinya saling silang diantara anggota masyarakat dalam kelompok sosial. Jadi

Tampilan konflik yang sering terjadi dan kita ketahui melalui media massa pada masyarakat Indonesia, menurut pendapatmu, pada dasarnya disebabkan oleh keragaman budaya atau karena masalah ekonomi? Jelaskan!

Bilamana anda akan menikah dengan orang yang berbeda budaya, bagaimana cara penyelesaian masalah tersebut? Mengikuti pasangan anda atau bagaimana?

396

dengan adanya perbedaan suku bangsa tidak berarti otomatis agama atau status sosialnya juga berbeda. Contoh orang yang memeluk agama Islam itu adalah orang dari suku Sunda, suku Jawa, suku Batak, Bugis, Manado dan sebagainya. Meskipun mereka berasal dari berbagai suku bangsa yang berbeda tetapi dapat berkumpul bersama dan diikat ber-sama dalam suatu ikatan organisasi, instansi atau departemen tertentu.

Suatu kondisi adanya persilangan dan tumpang tindih keanggota-an masyarakat dalam suatu organisasi itu melahirkan apa yang disebut dengan cross cutting loyalities, yaitu adanya persatuan saling memiliki dan rasa tanggung jawab yang mengikat terhadap tempat atau wadah keanggotannya. Misalnya mereka dari suku Batak, Jawa, Sulawesi atau Sunda, maka apabila beragama Islam mereka akan merasa memiliki Islam, akan merasa bersaudara dengan orang Islam lainnya walaupun berasal dari suku bangsa yang berbeda. Namun mereka tetap masih memiliki loyalitas pada suku bangsanya. Jadi, akan terdapat loyalitas ganda atau bahkan lebih. Misalnya ia berasal dari suku batak beragama Islam, kemudian bekerja sebagai pengusaha juga sekaligus sebagai anggota DPR serta anggota organisasi lainnya.

Cross cutting affiliations mengakibatkan lahirnya cross cutting loyalitas yang akan meredakan konflik bahkan dapat digunakan sebagai penyeimbang untuk tidak terjadinya konflik yang tajam diantara suku bangsa. Misalnya apabila terjadi konflik antar suku bangsa dapat diredam oleh keanggotaan yang saling silang. Hal inilah yang menyebabkan kera-gaman masyarakat Indonesia menjadi suatu mayarakat yang tetap stabil.

Kenyataannya, dalam berbagai kasus suatu masyarakat yang beragam budayanya hancur berantakan oleh masyarakat itu sendiri, yaitu ketika mereka tetap memelihara konflik-konflik yang terjadi. Demikian juga sebaliknya suatu masyarakat yang beragam akan tetap stabil oleh masyarakat itu sendiri, yaitu dengan menghilangkan jauh-jauh potensi-potensi yang dapat membuat disintegrasi masyarakat. Dengan kata lain memperkecil perbedaan yang ada dan memperbesar persamaan yang ada. Bukan sebaliknya memperbesar atau menonjolkan perbedaan dan melupakan persamaan yang ada.

397

F. SIKAP TOLERANSI DAN EMPATI PADA MASYARAKAT YANG BERAGAM BUDAYANYA

Kondisi keragaman budaya masyarakat Indonesia merupakan kenyataan dan kekayaan yang tidak ada bandingannya, sehingga harus dilihat sebagai sebuah potensi yang sangat luar biasa. Dilihat dari potensi yang ada baik sumber daya alamnya (SDA) maupun sumber daya manusianya (SDM), negara Indonesia sangat mungkin untuk bisa menjadi negara adi daya di dunia. Karena untuk menjadi negara besar, maka luas wilayah dan jumlah penduduknyapun harus besar dan syarat ini sudah dipenuhi oleh negara Indonesia. Untuk bisa menjadi negara besar langkah pertama yang harus dilakukan adalah bagaimana rakyat Indonesia yang beraneka ragam itu memiliki kesamaan pandangan dan memiliki satu nasionalisme yaitu Indonesia.

Sebagai bangsa Indonesia kita harus mengedepankan persama-an-persamaan yang ada, bukan mempertajam perbedaan-perbedaan yang ada. Kita harus menggali persamaan-persamaan yang ada pada setiap suku bangsa. Sebab kenyataannya bangsa Indonesia yang ber-anekaragam itu lebih banyak persamaan-persamaannya dari pada perbedaan-perbedaannya.

Simbol-simbol budaya atau agama mungkin bisa berbeda-beda, tetapi esensi maknanya tetap sama. Apabila sikap-sikap ini yang dikem-bangkan, maka kita akan bersatu menjadikan negara Indonesia sebagai negara yang besar di dunia. Tetapi apabila yang dikedepankan perbeda-an-perbedaannya, maka kita akan mengalami konflik dan perpecahan serta kehancuran. Apabila ini terjadi, maka negara kita akan menjadi negara yang terpecah-pecah menjadi negara yang kecil.

Sebagai bangsa yang beranekaragam, kita harus mau menerima perbedaan-perbedaan itu. Semua sikap dan prilaku kita tidak boleh diskriminatif, yaitu suatu sikap yang membeda-bedakan karena adanya perbedaan suku bangsa. Semua suku bangsa yang ada harus dipandang sama sebagai bangsa Indonesia, sebagai warga negara Indonesia yang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Sikap membeda-bedakan akan menyebabkan kita menjadi sulit dan serba terbatas, sehingga kita menjadi sempit dan picik.

Sikap toleransi juga harus dikembangkan dalam masyarakat yang multi agama. Kita harus merasa bangga bahwa bangsa Indonesia adalah suatu bangsa dimana bertemunya agama-agama besar dunia. Semua agama besar dunia seperti Islam, Kristen, Hindu, Budha dapat tumbuh

398

berkembang dengan subur di bumi Indonesia. Jarang ada suatu bangsa dimana agama-agama besar dunia itu hidup tumbuh subur berdampingan secara damai. Sikap toleransi ini tidak lain intinya adalah pengakuan terhadap agama dan kepercayaan yang dianut oleh orang lain, berdasarkan kepada pengakuan ini, maka membiarkan orang lain untuk beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu. Sikap toleransi ini muncul karena didasari oleh adanya jiwa kebangsaan yang tinggi yang lebih mengedepankan persatuan bersama, ketimbang mengelompokkan diri berdasarkan kelompokknya masing-masing.

Sikap menghargai dan tidak memandang suku bangsa lain lebih rendah dari suku bangsanya, juga merupakan sikap yang dibutuhkan dalam masyarakat Indonesia yang beraneka ragam. Dengan memandang semua suku bangsa memiliki harkat dan derajat yang sama, maka pergaulan yang diciptakan adalah pergaulan yang sederajat. Pergaulan yang lebih mengedepankan kepentingan dan kesejahteraan bersama.

Tidak memiliki pandangan, penilaian dan sikap negatif terhadap suku bangsa lain. Janganlah sekali-kali memandang negatif terhadap suku bangsa lain. Mungkin pandangan-pandangan negatif itu telah ada pada diri kita yang berasal dari pandangan orang tua kita, atau orang lain yang menganggap negatif terhadap suatu suku bangsa. Pandangan ini lebih bersifat subyektif dari pada objektif. Jadi kita harus menghilangkan stereotif negatif dan kita harus mengembangkan pandangan-pandangan yang positif terhadap suku bangsa yang lain. Sebab kita juga dengan memiliki sikap tenggang rasa, akan merasa sakit hati apabila dipandang rendah oleh suku bangsa lain.

1. Empati dan Prasangka

Empati sering didefinisikan sebagai berada pada posisi orang lain (Bennett, 1979). Dalam empati, berarti kita berpartisipasi pada pengalaman orang lain. Empati adalah strategi komunikasi yang paling tepat dengan realitas majemuk dan asumsi perbedaan (Al-Hakim, 2005). Dalam empati, berarti kita ‘berpartisipasi’ pada pengalaman orang lain. Komunikasi empati mendorong kepekaan interrasial dan interkultural.

Kaidah kehidupan menyuruh kita memperlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukan oleh mereka. Dalam kaidah ini terkandung asumsi kesamaan: orang lain seperti diri kita dan karena itu ingin diperlakukan yang sama. Kesamaan mengandung makna realitas yang tunggal dan mutlak, dan pemikiran seperti itu adalah dasar dari etnosen-

399

trisme. Kaidah kehidupan membawa kepada strategi komunikasi empati, yakni secara imajinatif kita mengalami dunia dari perspektif orang lain.

Kemampuan empati dapat dikembangkan dengan mengikuti enam langkah yang saling berkaitan sebagai berikut. a. Mengasumsikan perbedaan

Tanpa asumsi perbedaan, empati dianggap tidak perlu, dan mungkin diremehkan sebagai tidak tulus. Kita harus bisa menerima, bahwa kita bisa berbeda menghadapi konstruksi dan situasi yang berbeda. Kita akan bebas membayangkan pikiran dan perasaan kita dari perspektif yang lain. Selama kita dapat menghubungkan perspektif dari hasil bayangan kita dengan perspektif orang lain yang sebenarnya, maka barulah kita dapat melakukan empati. b. Mengenali diri

Kebanyakan kita, walaupun ingin mengembangkan empati, takut akan kehilangan diri. Memang, inilah bahaya empati, jika kita tidak betul-betul siap. Persiapan yang diperlukan adalah mengenal diri kita secukup-nya, sehingga dimungkinkan peneguhan kembali identitas individual secara mudah.

Jika kita menyadari nilai, asumsi dan keyakinan individual secara kultural sendiri, yaitu dalam mendefinisikan identitas kita.. Kita tidak akan kehilangan sesuatu yang dapat diciptakan kembali sekehendak kita. c. Menunda diri

Pada langkah ini, identitas dipertegas pada langkah kedua untuk sementara dikesampingkan. Tentu, hal ini bukan merupakan sesuatu yang mudah. Pusat perhatian pada langkah ini adalah bukan pada me-nunda isi identitas (asumsi, nilai, perangkat perilaku, dan sebagainya); akan tetapi fokusnya terletak pada kemampuan mengubah dan memperluas batas. d. Melakukan imajinasi terbimbing

Jika batas diri diperluas, perbedaan antara yang internal dengan yang eksternal (subyektif dan obyektif) dihapuskan. Kesadaran kita bebas mengembara di antara fenomena di luar, termasuk orang lain. Agar empati interpersonal yang cermat bisa terjadi, kita harus membiarkan imajinasi kita dibimbing ke dalam pengalaman orang lain. Jika kita berhasil membiarkan imajinasi kita disedot oleh orang lain, kita sedang berpartisipasi secara imajinatif pada pengalaman orang lain.

400

e. Membiarkan pengalaman empati Jika kita membiarkan imajinasi kita dibimbing ke dalam diri orang

lain, maka kita sedang memandang orang lain, seakan-akan itu adalah diri kita sendiri. Walaupun pengalaman ini imajinatif, intensitas dan realitasnya, tidak selalu lebih rendah dari pe ngalaman biasa kita. Intensi-tas pengalaman empati bahkan bisa lebih besar, sejajar dengan inten-sitas drama, yang kadang-kadang lebih besar dari pada kehidupan. Pengalaman empati, seperti imajinasi, harus dibiarkan. Mengarahkan pengalaman secara sadar, menurut definisi, adalah kegiatan sadar diri. f. Meneguhkan kembali diri

Walaupun menemuan jalan untuk memasuki pengalaman orang itu penting, sama perlunya juga mengingat untuk kembali kepada diri sendiri kita. Daam kebudayaan kita, paling tidak proses peneguhan diri ini adalah komponen yang diperlukan untuk komunikasi empati. Kegagalan untuk melakukannnya, dapat berakhir pada kerancuan identitas, atau kehilangan ego. Tujuan empati bukanlah kehidupan terus-menerus, se-hingga orang gagal untuk mengenal identitas diri kembali.

Jika empati, dibangun atas dasar realitas majemuk dan keberbe-daan, maka prasangka sosial justru terpetakan dari sebuah realitas tunggal, dan oleh karena itu bersifat etnosentrisme. Dalam kaitan itu, Skeel (1995) mendefinisikan prasangka (prejudice) sebagai pertimbang-an tentang kelompok sosio-budaya lain tanpa tahu lebih dahulu tentang fakta mengenai kelompok itu. Hal ini terkait dengan etnosentrisme dimana seseorang bertindak terhadap orang lain yang berbeda kultur berdasarkan sudut pandang kulturnya sendiri, dan cenderung meman-dang kulturnya sendiri sebagai yang terbaik.

Penelitian tentang pengurangan prasangka menunjukkan bahwa fakta yang berdiri sendiri tidak mampu mengurangi prasangka, prasangka kelas sosial jauh lebih kuat daripada prasangka ras atau agama; seseorang yang penerimaan dirinya lebih kuat cenderung memiliki prasangka yang lemah; komponen kognisi, afeksi, dan aksi dari kognisi cenderung tidak berkaitan; films dan media lain mampu meningkatkan sikap positif terhadap kelompok-kelompok yang berbeda budaya; dan kontak budaya antar kelompok etnis juga mampu mengurangi prasangka (Skeel, 1995).

Etnosentrisme dapat dikurangi dengan pembelajaran yang memberi kesempatan siswa untuk mendiskusikan proses terbentuknya stereotipe, memberi kesempatan untuk mengemukakan perasaannya

401

tentang kelompok budaya, mempelajari kontribusi positif dari berbagai kelompok budaya, dan mempertimbangkan beragamnya perilaku yang ditunjukkan oleh berbagai budaya (Freedman, 1984).

Tugas 8.5

Coba lakukan pengamatan terhadap kebiasaan sehari-hari yang dilakukan teman sebangkumu ketika dia di rumahnya!

Coba ceritakan kebudayaan temanmu yang mempunyai latar belakang suku berbeda dengan dirimu?

Menurut pendapatmu, Bagaimana cara mengembangkan sikap toleransi dan empati pada siswa SMK?

402

G. RINGKASAN Indonesia adalah negara kepulauan, dan merupakan negara

kepulauan terbesar di dunia. Negara Indonesia terdiri dari 17.504 pulau, terbentang dari Barat ke Timur sepanjang 5.110 km dari 950 Bujur Timur-1410 Bujur Timur, dan dari utara keselatan sepanjang 1.888 km dari 60 Lintang Utara-110 Lintang Selatan. Luas wilayah Indonesia menapai 5.193.252 km2, dengan luas daratan 1.904.443 km2, dan mempunyai garis pantai sepanang 54.716 km, merupakan yang terpanjang kedua di dunia seteah Kanada.

Bangsa Indonesia terbagi atas ratusan suku bangsa, yang masing-masing memiliki adat dan tradisi berbeda. Merekapun mem-punyai bahasa daerah yang berlainan, dengan ratusan dialek dan logat bahasa. Jika dikelompokkan, diperkirakan terdapat sekitar 200 sampai 250 bahasa daerah. Dari daftar sementara suku bangsa di Indonesia yang dikumpulkan, diperkirakan terdapat sekitar 360 kelompok suku bangsa. Suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas tadi seringkali (tetapi tidak selalu) dikuatkan oleh kesatuan bahasa.

Pemerintah Indonesia sendiri untuk kepentingan administratif yang sifatnya praktis membagi suku bangsa di Indonesia menjadi tiga golongan, yaitu: suku bangsa, golongan keturunan asing, dan masya-rakat terasing.

Dalam pengertian sehari-hari, dalam pengertian awam atau dalam pengertian popular, pertama-tama kebudayaan dipahami sebagai kata benda atau bahkan benda itu sendiri. Hanya saja bukan benda yang tak bernilai, melainkan benda yang bernilai keindahan. Karena itulah maka kebudayaan sering dianggap sama dengan suatu barang seni, misalnya patung, musik, tari-tarian, lukisan atau pertunjukan teater. Paling tidak itu adalah persepsi di masa lalu, karena lambannya perubahan, sehingga kestatisan itu mempengaruhi persepsi manusia. Kini, kebudayaan berada dalam situasi yang berubah, bahkan berubah sangat cepat. Sehingga karenanya, pengertian orang tentang kebudayaan berubah, yang semula statis menjadi dinamis.

Kebudayaan juga dipahami sebagai kata kerja, sebagai kegiatan manusia yang aktif, sebagai manifestasi kehendak manusia yang selalu mengambil prakarsa. Pengertian ketiga adalah pemahaman kebudayaan sebagai suatu strategi, yaitu suatu proses perjalanan hidup manusia dari

403

satu tahap ke tahap yang lain menuju ke masa depan. Dengan demikian maka kebudayaan adalah suatu proses yang berdasarkan suatu rencana, karena manusia adalah makhluk perencana masa depan, sementara makhluk lain tidak pernah mempunyai rencana. Dalam pengertian ini kebudayaan mengandung tahap-tahap yang mencerminkan perkembang-an kemanusiaan.

Kebudayaan adalah suatu proses, bukan saja proses yang berlangsung dalam suatu periode hidup manusia, melainkan proses yang terjadi dalam kehidupan manusia yang sambung-menyambung. Kebuda-yaan adalah suatu cara hidup yang benar dan terhormat. Sehingga, hidup manusia harus didasari pada suatu iman, yaitu iman kepada Kebenaran.

Hidup berkebudayaan dilaksanakan dalam bentuk kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, melalui suatu kontrak sosial atau perjanjian bersama. Dalam kontrak sosial tersebut setiap individu rela memberikan sebagian dari kebebasannya untuk bisa diatur oleh suatu otoritas politik, yaitu negara. Di lain pihak, otoritas negara harus menjamin pemenuhan hak-hak asasi manusia, seperti beragama atau tidak beragama, berpendapat, berkeyakinan, bekerja untuk mencari nafkah, membentuk keluarga dan rumah tangga dan memperoleh keadilan yang luas. Namun dalam hidup bernegara, setiap warga negara memikul sejumlah kewajiban yang ditetapkan oleh negara berdasarkan kesepakatan bersama, seperti membayar pajak, mengikuti aturan-aturan hukum dan mempertahankan negara.

Individualisasi adalah kecenderungan memecah masyarakat menjadi individu-individu yang dikemudikan oleh kepentingan pribadi (self-interest) yang sempit. Sebenarnya dampak individualisasi itu perlu dibedakan antara individualisme dan egoisme. Individualisme adalah paham yang menghargai individu dan menghormati diri pribadi seseorang yang otonom yang memiliki hak-hak asasi dalam suatu negara atau masyarakat. Individualisme itu melahirkan penghargaan pada diri sendiri, tetapi harus juga menghargai individu yang lain. Individualisme adalah juga penghargaan pada hak-hak pribadi, misalnya hak milik dan kebebasan. Tetapi hak milik dan kebebasan seseorang itu dibatasi oleh hak milik dan kebebasan orang lain. Karena itu, maka individualisme menghasilkan kebebasan dan otonomi individu tetapi juga sekaligus kewajiban-kewajiban asasi individu terhadap masyarakat. Dampak lain individualisasi adalah egoisme, yaitu sikap yang mementingkan diri sendiri dengan mengabaikan kepentingan orang lain. Egoisme ini adalah

404

penyimpangan dari tujuan kebudayaan, sedangkan individualisme, jika dipahami dan dipraktekkan secara benar, masih berada dalam ruang lingkup kebudayaan, karena individualisme memberikan penghargaan dan pemuliaan kepada manusia sebagai individu. Namun individualisme ini bisa kebablasan menjadi egoisme karena melepaskan dirinya dari masyarakat. Karena itu maka individualisme harus diimbangi dengan prinsip-prinsip komunitarian karena individu itu tidak mungkin ada atau berfungsi tanpa komunitas. Kombinasi antara individualisme dan komuni-tarianisme, yang merupakan harmonisasi, jalan tengah dan moderasi itulah yang membentuk kebudayaan.

Hubungan antara budaya dengan komunikasi penting dipahami untuk memahami komukasi antar budaya, oleh karena melalui pengaruh budayalah orang-orang belajar berkomunikasi. Cara kita berkomunikasi, keadaan-keadaan komunikasi kita, bahasa dan gaya bahasa yang kita gunakan, dan perilaku-perilaku non-verbal kita, semua itu terutama meru-pakan respons terhadap dan fungsi budaya kita.

Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih, mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal. Dengan kata lain, persepsi adalah cara kita mengubah energi-energi fisik lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna.

Secara umum dipercaya bahwa orang-orang berperilaku sedemi-kian rupa sebagai hasil dari cara mereka mempersepsi dunia yang sedemikian rupa pula. Perilaku-perilaku ini dipelajari sebagai bagian dari pengalaman budaya mereka.

Bila kita berbicara dengan orang yang berbeda budaya, maka kita harus dapat memperkirakan pelanggaran-pelanggaran apa yang bakal terjadi, menghindari pelanggaran-pelanggaran tersebut, dan meneruskan interaksi kita tanpa memperlihatkan reaksi permusuhan. Kita mungkin mengalami perasaan-perasaan yang sulit kita kontrol; kita mungkin menyangka bahwa orang lain tak tahu adat, agresif, atau menunjukkan nafsu seks ketika orang itu berada pada jarak yang dekat dengan kita, padahal sebenarnya tindakannya itu merupakan perwujudan hasil belajarnya tentang bagaimana menggunakan ruang, yang tentu saja dipengaruhi oleh budayanya.

Orientasi fisik juga dipengaruhi oleh budaya, dan turut menentu-kan hubungan sosial. Orang-orang Amerika Utara lebih senang duduk berhadapan muka. Mereka jarang duduk bersebelahan. Sebaliknya

405

orang-orang Cina sering lebih senang duduk bersebelahan dan merasa tidak nyaman bila mereka duduk berhadapan muka.

Kita juga cenderung menentukan hierarki sosial dengan mengatur ruang. Duduk di belakang meja sambil berbicara dengan seseorang yang sedang berdiri biasanya merupakan tanda hubungan atasan-bawahan, dan orang yang duduk itulah atasannya. Perilaku yang serupa juga dapat digunakan untuk menunjukkan ketidaksetujuan, kekurangajaran, atau penghinaan, bila orang melanggar norma-norma budaya.

Kesalahpahaman mudah terjadi dalam peristiwa-peristiwa antar budaya ketika dua orang, masing-masing berperilaku sesuai dengan budayanya masing-masing, tak memenuhi harapan pihak lainnya.

Komunikasi antar budaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya. Dalam keadaan demikian, kita segera dihadapkan kepada masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi di mana suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam budaya lain.

Kebudayaan masyarakat Indonesia sangat beragam, diperkirakan terdapat lebih dari 200 ragam budaya masyarakat di Indonesia. Keberagaman ini menjadikan bangsa Indonesia tidak mempunyai budaya tunggal yang menjadi milik seluruh masyarakat Indonesia, dan menjadi identitas. Nampaknya keragaman itulah kebudayaan bangsa Indonesia, kebudayaan nasional Indonesia.

Keberagaman budaya suku bangsa Indonesia merupakan suatu kenyataan dan menjadi kekayaan negara kesatuan Republik Indonesia ini. Oleh karena itu, perlu dipraktekkan dan diupayakan sedemikian rupa agar kebudayaan itu bisa menjadi sumber kehidupan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Keberagaman budaya masyarakat Indonesia bilamana dikemas dan disikapi dengan bijak oleh semua pihak bisa menjadi modal dasar dalam pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat madani dan demokratis.

Salah satu bentuk dari sikap bijak yang bisa kita lakukan dalam melihat keragaman budaya masyarakat Indonesia adalah mengembang-kan dan mempraktekkan sikap untuk saling menghargai dan menghor-mati kebudayaan suku bangsa yang lain, selanjutnya diikuti dengan mengembangkan sikap untuk toleransi dan tenggang rasa kepada sesamanya.

406

Namun demikian, keragaman budaya tersebut bisa menjadi permasalahan, bilamana tidak dikelola dengan baik dan disikapi dengan baik pula. Keberagaman budaya suku bangsa yang terdapat di Indonesia akan memberikan berbagai kemungkinan implikasi baik secara positif maupun secara negatif, baik menguntungkan maupun merugikan. Kemungkinan implikasi negatif itu dapat berupa konflik, primordialisme, politik aliran, dan integrasi.

Sejarah negara kesatuan Republik Indonesia banyak dipenuhi dengan konflik yang disebabkan karena keragaman budaya suku bangsa, namun harus diakui bahwa bangsa Indonesia mampu mengatasinya dan sampai sekarang telah tercipta suatu ketenangan dan keamanan, walaupun dalam ukuran lain hal itu tidaklah demikian.

Kondisi tersebut telah menempatkan negara Republik Indonesia termasuk negara multi etnik yang paling aman di dunia. Bangsa Indonesia telah memiliki kesadaran untuk bersatu menjadi satu bangsa yaitu bangsa Indonesia di dalam wilayah negara kesatuan republik Indonesia.

Keberagamanan budaya masyarakat Indonesia juga memberi keuntungan, yang sekaligus dapat mendukung terhindarnya konflik dian-tara suku-suku bangsa. Hal yang menguntungkan itu adalah terjadinya apa yang dinamakan dengan cross cutting affiliations.

Kondisi keragaman budaya masyarakat Indonesia merupakan kenyataan dan kekayaan yang tidak ada bandingannya, sehingga harus dilihat sebagai sebuah potensi yang sangat luar biasa. Dilihat dari potensi yang ada baik sumber daya alamnya (SDA) maupun sumber daya manusianya (SDM), negara Indonesia sangat mungkin untuk bisa menjadi negara adi daya di dunia. Karena untuk menjadi negara besar, maka luas wilayah dan jumlah penduduknyapun harus besar dan syarat ini sudah dipenuhi oleh negara Indonesia. Untuk bisa menjadi negara besar langkah pertama yang harus dilakukan adalah bagaimana rakyat Indonesia yang beraneka ragam itu memiliki kesamaan pandangan dan memiliki satu nasionalisme yaitu Indonesia.

Empati adalah strategi komunikasi yang paling tepat dengan realitas majemuk dan asumsi perbedaan. Dalam empati, berarti kita berpartisipasi pada pengalaman orang lain. Komunikasi empati mendo-rong kepekaan interrasial dan interkultural.

407

BAB 9 SUMBERDAYA ALAM

A. PENGERTIAN SUMBERDAYA ALAM Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang disediakan oleh

alam semesta yang dapat dipergunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bentuknya bisa berwujud barang, benda, fenome-na, suasana, gas/udara, air dan lain sebainya. Alam semesta diciptakan Tuhan yang Maha Esa dengan segala macam isinya untuk kelangsungan dan kesejahteraan umat manusia. Alam semesta kaya akan sumber daya alam yang dapat dipergunakan oleh manusia untuk kesejahteraan hidupnya, baik itu yang sudah ditemukan maupun yang belum diketemukan. Namun demikian, tidak berarti manusia tinggal menikmatinya begitu saja, manusia harus berusaha dan berfikir untuk menemukan dan menggunakan sumber daya alam tersebut untuk kesejahteraan hidupnya. Oleh karena itu manusia dianugerahi oleh Tuhan yang Maha Kuasa akal dan pikiran yang dipergunakan untuk mengelola dan memanfaatkan alam semesta sebaik-baiknya untuk kepentingan seluruh umat manusia.

Gambar 9.1. Hutan Cemara (Sumber: Dokumentasi Penulis)

408

Pada jaman dahulu manusia takut sekali sama api, api dianggap sebagai suatu benda yang menakutkan, merusak, dan bisa membinasa-kan manusia. Namun dengan kemampuan akal dan pikirannya, manusia bisa memanfaatkan dan mengelola api untuk berbagai macam kepen-tingan manusia, mulai dari untuk penerangan, memasak, menghangatkan dan sebagainya.

Menurut Soerjani, dkk. (1987) sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang terbentuk karena kekuatan alamiah, misalnya tanah, air, dan perairan, biotis, udara dan ruang, mineral, bentang alam (land scape), panas bumi, bumi, angin, pasang surut/air laut, termasuk diantaranya hutan seperti dalam gambar 9.1. Soeriatmadja (1981) menyatakan bahwa sumber alam dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang diperlukan oleh organisme hidup, populasi atau ekosistem yang pengadaannya hingga ke tingkat yang optimum atau yang mencukupi, akan meningkatkan daya pengubahan energi. Selanjutnya dinyatakan bahwa yang termasuk kategori sumber alam adalah materi, energi, uang, waktu dan keanekaragaman.

Menurut Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, sumberdaya alam termasuk dalam kategori sumberdaya, yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sum-berdaya manusia, sumberdaya alam hayati, sumberdaya non hayati dan sumberdaya alam buatan.

Tugas 9.1

Bagaimana pendapatmu terhadap syair lagunya Koes Ploes yang berisi pujian terhadap tanah air Indonesia?. Syairnya demikian “bukan lautan hanya kolam susu, air dan tanah cukup menghidupimu, tongkat dan batu jadi tanaman”.

409

B. SIFAT DAN MACAM SUMBERDAYA ALAM Secara ekonomi dikatakan bahwa sumberdaya alam itu nilainya

tidak tertentu. Misalnya sampai pada tahun 1930, daerah pedalaman Liberia hanya sedikit yang mengetahui, dan belum mempunyai nilai sebagai sumber-sumber alam, tetapi sekarang daerah itu merupakan daerah bijih besi yang terbaik. Bahan bauksit di Afrika Barat, minyak di Aljazair dan Nigeria baru ampak sebagai daerah yang kaya setelah adanya transportasi ke daerah-daerah tersebut. Hutan kita di Kalimantan baru benar-benar sebagai sumber alam sejak tahun 1970-an. Di pantai Selatan antara Cilacap dan pantai Parangtritis tersimpan deposit pasir besi yang semula tidak diketahui dan baru dimanfaatkan mulai tahun 1970. Bahkan pada saat ini banyak orang yang berlomba-lomba membeli bunga anggrek dengan harga jutaan rupiah, padahal di hutan-hutan Kalimantan dan Papua, tanaman tersebut berserakan.

Sumberdaya alam tidak saja meliputi jumlah bahan-bahan yang ada menunggu untuk diolah dan digunakan, tetapi sumberdaya alam itu sendiri juga dinamis dan berubah-ubah sifatnya. Mengenai banyak atau tidaknya nilai sumberdaya alam, adalah tergantung pada waktu dan tempat, tingkat teknik dan penemuan-penemuan baru, sikap manusianya terhadap sumberdaya tersebut, perubahan-perubahan dalam selera baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Perubahan-perubahan dalam variabel ini menyebabkan negara itu akan lebih baik atau le bih buruk (dalam arti sumberdaya alamnya) meskipun jumlah fisik dari sumberdaya alam tersebut tidak berubah.

Berdasarkan kemampuannya untuk memperbarui diri sesudah mengalami suatu gangguan, maka sumberdaya alam dibagi ke dalam 2 golongan, yaitu: (1) sumberdaya alam yang dapat memperbarui diri; dan (2) sumberdaya alam yang tak dapat memperbarui diri.

Sumberdaya alam yang tak dapat memperbarui diri seperti mineral, minyak bumi, gas bumi dan lain-lain merupakan sumberdaya alam yang sangat penting bagi negara, khususnya bagi negara yang sedang berkembang. Sumberdaya alam yang dapat memperbarui diri sangat menentukan kelangsungan suatu pembangunan, oleh karena itu, pengelolaannya harus sangat diperhatikan. Selain pembagian berdasar-kan kemampuan untuk memperbaharui diri, sumberdaya alam juga dapat digolongkan berdasarkan potensi penggunaannya, yaitu:

410

1 sumberdaya alam penghasil energi; misalnya: air, matahari, arus laut, gas bumi, minyak bumi, batu bara, angin dan biotik/tumbuhan;

2 sumberdaya alam penghasil bahan baku; misalnya: mineral, gas bumi, biotis, perairan, tanah dan sebagainya; dan

3 sumberdaya alam lingkungan hidup; misalnya: udara dan ruang, perairan, landscape dan sebagainya. Menurut Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelo-

laan Lingkungan Hidup, sumberdaya alam dibagi ke dalam sumberdaya hayati misalnya biotika baik hewan maupun tumbuhan, sedangkan sumberdaya alam non hayati seperti tanah, udara, air, dan lain-lain. Penggolongan sumberdaya alam dapat juga berdasarkan ketersedia-annya dalam ruang dan waktu yaitu sebagai berikut.

1. Sumberdaya alam yang tersedia pada satu saat dan suatu tempat. Sumberdaya alam seperti ini sangat langka misalnya buah kemang yang terdapat di Bogor dan Palembang. Jika dikultur maka perlu dikondisikan seperti di daerah asal dan lingkungan sangat merupakan faktor pembatas.

2. Sumberdaya alam yang tersedia pada satu saat di area yang luas. Sumberdaya alam seperti ini biasanya memerlukan musim kawin sehingga produksinya musiman. Produksi akan melimpah walau-pun dalam waktu yang singkat.

3. Sumberdaya alam yang tersedia pada satu tempat dalam jangka waktu lama di areal yang luas.. Sebagai contoh adalah buah apel yang hanya dapat tumbuh dengan baik di suatu tempat tertentu dan tersedia dalam jangka yang lama. Sumber daya alam yang ada di atas permukaan bumi maupun

yang ada di bawah permukaan bumi, baik yang sudah ditemukan oleh manusia maupun yang belum ditemukan, baik yang sudah diketahui manfaatnya bagi kehidupan manusia ataupun yangbelum diketahui, pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu sumber daya alam yang dapat diperbaruai dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Namun demikian manusia juga membuat berbagai macam pengelompokkan terhadap sumber daya alam yang ada di permukaan ataupun di bawah permukaan bumi, misalnya dengan sebutan barang tambang, hasil pertanian, hasil perternakan, hasil hutan, sumber daya laut dan sebagainya.

411

1. Sumber Daya Alam yang Dapat Diperbaruai Sumber daya alam yang dapat diperbarui adalah sumber daya

alam yang dapat diusahakan kembali keberadaannya oleh manusia. Artinya walaupun sumber daya alam tersebut dipergunakan atau dimanfaatkan oleh manusia, tetapi manusia dapat mengusahakan kembali sumber daya tersebut, sehingga tidak khawatir habis, karena manusia bisa memperbarui sumber daya alam tersebut. Contoh jenis sumber daya ini adalah tumbuhan dan hewan seperti dalam gambar 9.2. Pemanfaatan sumber daya alam jenis ini, walaupun dapat diperbarui, tidak berarti kita bisa memanfaatkannya dengan sesuka hatinya, kita tetap harus hemat dan menjaga kelestariannya agar tidak rusak dan cepat habis. Caranya dengan memanfaatkan sumber daya alam tersebut sesuai dengan kebutuhan kita (manusia). Selain itu juga bisa dilakukan dengan memelihara jenis tanaman atau hewan tertentu yang jumlahnya semakin sedikit. Sebagaimana diketahui pada saat ini banyak diketemukan adanya jenis-jenis tertentu dari hewan dan tumbuhan yang sudah menjadi langka dan sulit untuk dijumpai.

Sumber daya alam yang dapat diperbarui dapat dikelompokkan menjadi sumber daya alam hayati dan sumber daya alam non-hayati. Sumber daya alam hayati berasal dari makluk hidup, sedangkan sumber daya alam non-hayati bukan berasal dari makluk hidup.

Gambar 9.2 ikan di laut (Sumber: windows picture)

412

a. Sumber Daya Alam Hayati Sumber daya alam hayati adalah sumber daya alam yang ada di permukaan bumi dan hidup, antara lain hewan dan tumbuhan. Ciri utama dari sumber daya alam hayati adalah tumbuh, bergerak, berkembang biak, bernafas, dan membutuhkan makanan. Apakah kalian pernah mengetahui tumbuhan atau bunga Kantong Semar? Ini adalah salah satu jenis tumbuhan yang bisa memakan serangga yang hinggap di kelopak bunga.

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang permukaan tanahnya kaya akan sumber daya alam hayati (hewan dan tumbuhan) terbesar, sehingga disebut dengan paru-paru dunia. 1) Hewan Hewan termasuk salah satu dari sumber daya alam hayati, dan termasuk dalam kategori dapat diperbarui. Apakah kalian pernah me-nonton film Jurasic Park? Film ini bercerita tentang hasil akal pemikiran manusia dalam upaya untuk memperbarui sumber daya alam hayati yang telah punah beberapa tahun yang lalu. Hewan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu hewan liar dan hewan peliharaan. Namun demikian kadang ada orang yang mengelom-pokkan hewan ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan kepenting-annya, seperti hewan buas dan hewan jinak dan sebagainya. Hewan liar adalah hewan yang hidup secara liar di alam semesta secara bebas, mereka tumbuh, bergerak, mencari makan dan berkem-bang biak sendiri tanpa bantuan manusia secara langsung. Sebaliknya hewan peliharaan adalah hewan yang hidup secara dalam lingkungan tertentu, tidak bebas, mereka tumbuh, bergerak, mencari makan dan berkembang biak dengan bantuan manusia secara langsung maupun tidak langsung. Gambar 9.3 menunjukkan rusa liar di Afrika.

413

Hewan peliharaan dipelihara oleh manusia. Manusia memelihara hewan untuk berbagai macam kepentingan, mulai dari hobi atau kesenangan, mencari keuntungan (sebagai salah bentuk kegiatan ekonomi), dan melindungi agar tidak punah. Hewan peliharaan yang dipelihara manusia sebagai kegiatan ekonomi denga tujuan untuk mendapatkan keuntungan dengan cara diperjual belikan dikenal dengan hewan ternak. Jenis hewan yang biasa diternakkan manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu hewan besar, hewan sedang dan unggas. Hewan besar meliputi, sapi, kerbau, kuda, gajah, dan buaya. Sedangkan yang termasuk dalam hewan sedang antara lain kambing, domba, kelinci, babi, kemudian yang termasuk unggas antara lain ayam, itik, bebek, burung puyuh seperti nampak dalam gambar 9.4.

Gambar 9.3 Rusa Afrika (Sumber:wallpaper windows picture)

Gambar 9.4 Ayam Jantan (Sumber: dokumentasi penulis)

414

Selain hewan-hewan tersebut, pada saat ini manusia juga beternak berbagai macam hewan khusus, seperti berbagai macam jenis ikan, berbagai macam jenis burung, cacing hingga jangkrik. Bahkan ada juga manusia yang beternak ular dan buaya. Indonesia dikenal sebagai negara yang jenis hewan, bahkan di setiap wilayah dikenal adanya hewan-hewan khas sehingga menjadi cirri khas dari wilayah tersebut, misalnya pulau sumatera terkenal dengan harimau sumateranya, Jawa bagian barat terkenal dengan badaknya, sedangkan Jawa bagian timur terkenal dengan bantengnya, Kalimantan dikenal dengan orang utannya, Sulawesi dengan Anoa, Papua dengan burung kasuari dan Nusa Tenggara dengan Komodonya. Berbagai macam jenis hewan yang ada di Indonesia tersebut merupakan kekayaan yang tidak ternilai hargainya. Oleh karena itu keberadaannya harus dipertahankan dan dilindungi agar tidak punah. Berbagai upaya yang telah dan terus dilakukan oleh pemerintah Indonesia yang dibantu oleh masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat untuk memelihara, melindungi dan mengembangbiakan berbagai macam jenis hewan tertentu. Bahkan diwujudkan dalam bentuk aturan perundang-undangan, sehingga manusia tidak bisa secara gegabah membunuh hewan-hewan tersebut. 2) Tumbuhan

Tumbuhan termasuk salah satu dari sumber daya alam hayati, dan termasuk dalam kategori dapat diperbarui. Apakah kalian pernah melihat pameran bunga? Pernah melihat pohon beringin yang ditanam dalam vas bunga? Apakah kalian pernah makan semangka tanpa biji? Pernahkan kalian berpikir kalau semangka tanpa biji, lantas menanamnya pakai apa? Itu semua adalah produk dari akal pemikiran manusia dalam upaya untuk memperbarui dan mengembangbiakan sumber daya alam hayati (tumbuhan). Tumbuhan memiliki manfaat yang sangat besar bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia. Tumbuhan merupakan sumber makanan manusia, sehingga dapat dikatakan karena tumbuhanlahmanusia bisa hidup dan berkembang biak. Oleh karena itu tidaklah salah kalau dikatakan bahwa tanpa tumbuhan manusia tidak dapat hidup. Coba kalian perhatikan, jenis tumbuhan apa saja yang kita konsumsi setiap hari?

415

Sumber daya alam hayati tumbuhan dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu hutan, lahan pertanian dan perkebunan. a) Sumber Daya Alam Hutan Hutan adalah sebuah areal atau wilayah yang luas atau sangat luas, biasanya terletak di lereng sebuah pegunungan (dataran tinggi) yang mempunyai ciri khas banyak ditumbuhi berbagai macam pohon atau salah satu jenis pohon tertentu yang sangat padat. Sumber daya hutan menghasilkan banyak barang untuk kepen-tingan kesejahteraan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung keberadaan hutan membantu manusia untuk mendapatkan udara sejuk, bersih, segar dan sehat serta berguna sebagai sumber air, peresapan air bersih dan sehat. Bilamana tidak ada hutan maka kedua hal tersebut tidak mungkin dengan mudah kita dapatkan. Secara tidak langsung hutan juga memberi manfaat sebagai tempat tinggal berbagai macam hewan. Mulai dari hewan yang hidup di udara, pepohonan, di atas tanah maupun di dawah permukaan tanah. Secara langsung hutan meenghasilkan berbagai macam jenis kayu, rotan, bunga, tanaman obat-obatan, dan damar. Ketiga barang ini sangat berguna bagi manusia untuk membangun tempat tinggal, berbagai macam perabotan, dan peralatan manusia. Bahkan pada saat ini berbagai macam kayu hasil hutan tersebut telah memberi pendapatan yang sangat besar bagi Negara. Hutan juga memberi manfaat bagi manusia dalam menyediakan berbagai macam tumbuhan yang bisa diolah sedemikian rupa menjadi berbagai macam obat-obatan untuk kesehatan manusia. Sebagaimana diketahui pada masyarakat yang tinggal di pinggir hutan, pola peng-obatan banyak tergantung pada tanam-tanaman yang tumbuh di hutan. Selain menghasilkan berbagai macam kayu, tanaman obat-obatan, hutan juga menghasilkan berbagai macam bunga yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Pada saat ini banyak ditemukan berbagai macam spesies bunga yang berasal dari hutan di daerah Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Berdasarkan penjelasan di atas, diketahui bahwa hutan mempu-nyai manfaat yang sangat besar bagi manusia, oleh karena itu hutan harus dipelihara dan dikelaola sebaik-baiknya agar bisa memberi manfaat bagi manusia. Karena, bilamana hutan tidak dikelola dan dipelihara

416

dengan baik oleh manusia, maka hutan bisa menghadirkan bencana bagi kehidupan manusia. Kebijakan pemerintah Indonesia dalam pengelolaan dan pemeliharaan hutan diwujudkan melalui berbagai macam peraturan yang isinya tentang persyaratan yang harus dipenuhi olehmanusia untuk menebang pohon di hutan, walaupun itu hanya untuk kepentingan bahan baker (kayu bakar). Pemberian ijin atau hak kepada perusahaan tertentu untuk mengelola hutan (HPH) adalah salah wujud kebijakan pemerintah Indonesia dalam mengelola dan memelihara hutan agar tidak terjadi perusakan dalam memanfaatkan hasil hutan. b) Sumber Daya Alam Hasil Pertanian

Pertanian adalah sebuah areal atau wilayah yang luas, yang dengan sengaja ditanami oleh manusia dengan tumbuhan tertentu, biasanya sejenis, dengan tujuan untuk diperdagangkan dan serta untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sumber daya alam pertanian biasanya terletak di daerah dataran rendah, walaupun tidak menutup kemungkinan ada yang mengusahakan lahan pertanian di dataran tinggi.

Jenis tumbuhan yang ditanam di lahan pertanian antara lain: padi, jagung, kedelai, sayur-sayuran, tomat, lombok, bunga, dan sebagainya. Tumbuhan tersebut sengaja ditanam dan dikelola dengan baik untuk mendapatkan hasil panen yang sebaik-baiknya. Hasil panen sebagian dijual, sebagian dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, seperti dalam gambar 9.5 dan 9.6.

Gambar 9.5 Tanaman Padi (Sumber: dokumentasi penulis)

417

Pada saat ini keterampilan manusia berkembang dengan pesat

dalam bidang pertanian, tanaman pertanian tidak lagi asal ditanam, tetapi dikelola sedemikian rupa melalui pengadaan system irigasi yang baik dan lancer, pemilihan bibit unggul, hingga pemberian pupuk dan pengobatan. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan produk pertanian yang berkualitas dan jumlahnya banyak.

Indonesia dikenal sebagai negara agraris, artinya sebagian besar wilayah Indonesia dipergunakan untuk lahan pertanian, atau sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di bidang pertanian. Oleh karena itu jangan heran kalau kalian melakukan perjalanan dengan naik kereta api, pasti akan melewati lahan pertanian yang luasnya seperti tiada batas. c) Sumber Daya Alam Hasil Perkebunan

Perkebunan adalah sebuah areal atau wilayah yang dengan sengaja ditanami oleh manusia dengan tumbuhan tertentu, biasanya tanaman sejenis, dibudidayakan dengan tujuan untuk diperdagangkan serta untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sumber daya alam perkebunan biasanya terletak di daerah antara dataran rendah dan dataran tinggi.

Jenis tumbuhan yang ditanam di lahan perkebunan antara lain: cokelat, kelapa sawit, teh, apel, tembakau, kapas, cengkeh, tebu, bunga, dan sebagainya. Tumbuhan tersebut sengaja ditanam dan dikelola dengan baik untuk mendapatkan hasil panen yang sebaik-baiknya. Hasil panen sebagian dijual, sebagian dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Gambar 9.6 Bunga (Sumber: dokumentasi penulis)

418

Pada saat ini keterampilan manusia berkembang dengan pesat dalam bidang perkebunan, tanaman perkebunan tidak lagi asal ditanam, tetapi dikelola sedemikian rupa melalui pengadaan system irigasi yang baik dan lancar, pemilihan bibit unggul, hingga pemberian pupuk dan pengobatan. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan produk perkebunan yang berkualitas dan jumlahnya banyak. b. Sumber Daya Alam Non-Hayati

Sumber daya alam non-hayati adalah sumber daya alam yang ada di atas permukaan bumi dan di bawah permukaan bumi tetapi tidak hidup, antara lain tanah, udara dan air. 1) Tanah Tanah adalah lapisan bumi bagian atas yang terbentuk dari pelapukan batuan dan bahan organik yang hancur oleh proses alamiah. Bahan organik merupakan bahan sisa makluk hidup yang telah mati. Tanah termasuk sumber daya alam yang dapat diperbarui, karena tanah terbentuk dari bahan-bahan sisa makluk hidup yang telah mati, seperti dahan, daun, ranting, kotoran, pohon, hewan juga manusia yang diurai oleh hewan-hewan kecil seperti rayap menjadi tanah.

Tanah dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, namun untuk kesempatan ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu tanah yang subur dan tanah yang tidak subur. Tanah yang subur banyak dicari oleh manusia, karena bisa dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai macam keperluan, sebaliknya tanah yang tidak subur tidak bisa dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai macam keperluan. Tanah memiliki manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia, tanah dimanfaatkan oleh manusia selain sebagai lokasi tempat tinggal, juga untuk menanam berbagai macam tumbuhan yang berguna bagi manusia. Berbagai macam jenis tumbuhan yang ada di hutan, per-tanian, perkebunan membutuhkan tanah yang subur, bilamana tanahnya tidak subur, maka tidak ada hutan, tidak ada lahan pertanian dan juga tidak ada lahan perkebunan. Kesuburan tanah sangat tergantung kepada pola pengelolaan dan pemanfaatan tanah oleh manusia. Bilamana manusia dalam memanfaat-kan dan mengelola tanah secara sembarangan, tidak cerdas, dan seenaknya sendiri maka dapat mengakibatkan tanah tersebut menjadi tidak subur. Hal ini bisa dilihat pada tanah-tanah pertanian dan perkebunan yang sekarang berubah menjadi padang pasir.

419

2) Air Air adalah suatu zat yang terdiri dari zat hidrogen dan oksigen (H2O). Kita semua mengetahui apa itu air, karena setiap hari kita tidak bisa melepaskan diri dari air, bahkan disarankan dalam satu hari minimal kita harus minum air sebanyak 1 liter. Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting bagi manusia dan makhluk hidup. Air adalah sumber kehidupan, tanpa air manusia dan makluk lainnya akan mati. Pernahkah kalian mencoba untuk menanam tumbuhan dalam pot? Perhatikan apa perbedaan antara tanaman dalam pot yang secara rutin disiram dengan air dan yang tidak pernah disiram?. Demikian halnya dengan manusia, bila tidak pernah disiram air? Oleh karena itu, kita sering mendengar manusia mengalami musibah karena tidak memiliki air, atau bertengkar karena air. Sumber daya air berasal sungai, danau dan laut. Namun air yang bersumber dari laut rasanya asin, sehingga tidak bisa dikonsumsi oleh manusia. Sedangkan air yang bisa dikonsumsi manusia adalah air tawar yang biasanya bersumber dari danau dan sungai. Tetapi manusia dengan akal pikirannya sudah bisa memperoleh air tawar tidak dari sungai dan danau, tetapi dari sumur yang digalinya, baik itu dalam bentuk tradisional maupun sumur artesis yang mampu menggali tanah hingga kedalaman lebih dari 100 meter di bawah permukaan bumi. Ketersediaan air di suatu wilayah berkaitan dengan pergantian musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Selain itu juga tergantung kepada kondisi permukaan tanah. Oleh karena itu sering dijumpai ada wilayah yang sumber airnya sedikit dan ada wilayah yang sumber airnya melimpah. Pada saat musim hujan, air hujan sebaiknya bisa diserap oleh tanah, disimpan didalamnya, kemudian secara perlahan dan kecil meng-alir menjadi air tanah yang selanjutnya muncul sebagai sumber air atau mata air. Sumber air ini, bila bertemu dengan sumber air lainnya mengalir menjadi sungai dan danau.

Kondisi tersebut diatas tidak selalu terjadi, karena adanya permu-kaan tanah yang tidak mendukung. Permukaan tanah yang tertutup secara permanen, seperti jalan aspal, gedung, halaman bersemen, dan sejenisnya tanahnya tidak dapat dapat menyerap air hujan, sehingga air hujan langsung mengalir ke dalam selokan, got, dan bilamana got buntu atau hujannya deras bisa mengakibatkan banjir. Hal ini banyak terjadi di

420

kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya yang sering mengalami banjir kalau musim hujan. Demikian halnya bila permukaan tanah tidak ada tanamannya, seperti gunung gundul, padang pasir, dan sejenisnya air hujan juga tidak bisa terserap dalam tanah akibatnya air hujan langsung mengalir dan terjadilah banjir. Kondisi tersebut mengakibatkan ketersediaan air dalam tanah menjadi tidak terjaga, apalagi pada musim kemarau.

Air hujan bisa tersimpan dalam tanah, bila permukaan tanah banyak ditumbuhan tanaman atau pohon-pohonan. Tumbuhan hijau dan akar tanaman membantu permukaan tanah untuk menyerap air hujan masuk ke dalam tanah, tersimpan di dalam tanah dan menjadi air tanah. Air tanah inilah yang selanjutnya akan mengairi sumur dan mata air. Dengan demikian ketersediaan air tawar terjaga, terutama di musim kemarau.

Tumbuhan hijau dan akar tanaman selain bisa membantu permukaan tanah dalam menyerap air, juga membantu permukaan untuk mencegah terjadinya erosi, yaitu pengikisan tanah oleh air hujan. 3) Udara

Udara termasuk salah satu sumber daya alam yang dapat diperbarui. Caranya melalui kegiatan fotosintesis pada tumbuhan. Bilamana permukaan tanah banyak ditumbuhi tanaman, maka udara bersih dan sehat banyak diperoleh di daerah tersebut, demikian halnya sebaliknya. Hal ini dikarenakan tumbuhan menghasilkan udara bersih.

Permukaan tanah yang gersang, tidak ada tumbuhan, hanya ada gedung-gedung dan pabrik hanya menghasilkan asap dan debu, maka udara yang ada di wilayah tersebut tidak bersih dan menyehatkan.

Udara dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai kepentingan, tetapi yang pokok adalah dipergunakan untuk pernapasan, membantu proses metabolisme tubuh, sehingga bahan makanan bisa diolah menjadi energi. Selain itu manusia memanfaatkan udara untuk berbagai kepentingan, antara lain sebagai jalur penerbangan pesawat terbang, saluran komunikasi melalui satelit atau antena, sumber tenaga gerak seperti dalam perahu layar nelayan atau kincir angin sebagai sumber tenaga listrik yang banyak dilakukan di Belanda. Selain itu udara juga dimanfaatkan oleh manusia untuk kegiatan rekreasi dan olahraga, seperti terjun paying, gantole, terbang laying, main laying-layang, main pesawat-pesawatan dari kertas, dan sebagainya.

421

2. Sumber Daya Alam yang Tidak Dapat Diperbaharui

Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui adalah sumber daya alam yang jika dipakai terus menerus akan habis dan tidak dapat diusahakan kembali keberadaannya oleh manusia. Manusia tidak bisa membuat atau memperbanyak keberadaan sumber daya alam jenis ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Manusia hanya bisa melakukan daur ulang terhadap sumber daya alam tersebut. Artinya manusia hanya bisa mengolah kembali bahan yang telah dipakai sehingga bisa dipergunakan atau dimanfaatkan kembali. Contoh besi, manusia tidak bisa membuat besi, tetapi mengolah kembali besai yang tidak terpakai menjadi benda yang diperlukan manusia.

Contoh jenis sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui adalah berbagai macam barang tambang seperti minyak bumi, gas alam, emas-perak, dan batu bara dan lain sebagainya. Minyak bumi yang kita ambil dari dalam bumi dan dipergunakan untuk bahan bakar (kendaraan, penerangan maupun memasak) oleh manusia suatu saat bisa habis, seperti sekarang ini sudah mulai berkurang. Oleh karena itu harga minyak bumi yang dipergunakan sebagai bahan bakar semakin hari semakin mahal. Berdasarkan kondisi tersebut, diharapkan manusia memanfaatkan sumber daya alam jenis ini secara hati-hati, hemat, dan menjaga kelestariannya. Caranya dengan memanfaatkan sumber daya alam tersebut sesuai dengan kebutuhan kita (manusia) dan tidak berlebih-lebihan. a. Minyak Bumi Minyak bumi adalah sumber daya alam yang dipergunakan manusia sebagai bahan bakar, biasa dikenal dengan istilah BBM (bahan bakar minyak). Minyak bumi merupakan bahan baku utama dalam pembuatan BBM seperti minyak tanah, solar, bensin atau premium, avtur, pertamak dan sebagainya. Bahan bakar minyak ini dipergunakan manusia untuk menggerakkan bernagai macam mesin dan kendaraan bermotor, mulai dari pesawat terbang hingga sepeda motor. Minyak bumi berasal dari hewan (plankton) dan jasad-jasad renik yang telah mati berjuta-juta tahun. Akibat adanya tekanan permukaan

422

tanah di bumi serta pengaruh suhu di bumi berubah menjadi cairan pekat yang disebut minyak bumi.

Oleh karena itu letak minyak bumi ada di kedalaman berpuluh-puluh meter dari permukaan tanah, bahkan kadang juga letaknya di bawah laut, dan manusia harus menggali untuk mengambilnya. b. Batu Bara

Batubara adalah sumber daya alam yang dipergunakan manusia sebagai bahan bakar untuk kepentingan rumah tangga dan industri. Ber-beda dengan minyak bumi, walaupun sama-sama dipergunakan sebagai bahan bakar, batubara dipergunakan manusia untuk bahan bakar rumah tangga dan industri, sedangkan minyak bumi dipergunakan manusia se-bagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin dan peralatan bermotor. Batubara berasal dari tumbuhan purba yang telah mati berjuta-juta tahun yang lalu. Akibat adanya pengaruh alam dan cuaca tumbuhan yang telah mati tersebut berubah menjadi arang dan batu.

Oleh karena itu letak batu bara tidak berada di kedalaman yang jaraknya berpuluh-puluh meter dari permukaan tanah seperti minyak bumi, tetapi ada di permukaan bumi, dan manusia harus menggali untuk mengambilnya, walaupun tidak perlu terlalu dalam.

c. Emas dan Perak Emas dan perak adalah batu mulia yang dipergunakan manusia untuk perhiasan dan berbagai macam asesoris. Emas bentuknya sangat khas, warnanya kuning mengkilat dan nampak indah, sedangkan perak warnanya putih mengkilat. Selain sebagai perhiasan dan asesoris, emas dipergunakan manusia sebagai acuan atau alat dalam kegiatan transaksi perdagangan. Pada jaman dahulu, sering emas dipergunakan untuk berbagai macam bentuk transaksi perdagangan. Alam Indonesia kaya akan sumber daya alam emas dan perak, bilamana kalian perhatikan pada sebuah peta Indonesia, maka dapat diketahui daerah-daerah yang alamnya menghasilkan emas dan perak. Pertambangan emas dan perak di wilayah Indonesia dilakukan oleh negara dan pihak swasta, namun demikian tidak sedikit penduduk di sekitar wilayah tersbut yang menggali atau menambang emas secara individual dan tradisional.

423

d. Besi Besi merupakan bahan endapandan logam yang berwarna putih. Besi berasal dari bahan yang bercampur dengan tanah, pasir dan sebagainya.

Besi berasal dari biji besi yang diambil oleh manusia melalui kegiatan penambangan. Kemudian biji besi tadi diolah manusia menjadi potongan atau lempengan besi seperti yang dikehendaki manusia.

Besi dipergunakan manusia untuk berbagai macam kepentingan, mulai dari sebagai bahan dalam membuat berbagai macam peralatan rumah tangga, kendaraan, dan bangunan.

Tugas 9.2

C. RUANG LINGKUP SUMBERDAYA ALAM Sumberdaya alam mencakup semua pemberian alam di bawah

atau diatas bumi baik yang hidup maupun yang tidak hidup. Pengertian sumberdaya alam meliputi semua sumberdaya dan sistem yang bermanfaat bagi manusia dalam hubungannya dengan teknolgi, ekonomi dan keadaan sosial tertentu. Definisi itu berkembang dan sekarang mencakup sistem ekologi dan lingkungan (environment). Secara garis besar sumberdaya alam dapat digolongkan menjadi: tanah pertanian, tanah hutan dan hasil-hasilnya; tanah yang khusus untuk keindahan dan rekreasi serta tujuan ilmiah; ikan-ikan tawar maupun ikan air laut, bahan-bahan mineral minyak maupun nonminyak; sumber energi nonmineral yang dapat diperbaharui seperti matahari, gelombang aut, angin sistem geothermal, sumberdaya air dan sebagainya.

Setelah lepas dari alam dan dikuasai oleh manusia, maka sum-berdaya tersebut disebut sebagai barang-barang sumberdaya (resource commodity). Dari definisi di atas menjadi jelas bahwa yang kita ketahui tentang suberdaya alam tergantung pada keadaan alam, tingkat teknologi saat ini maupun yang akan datang serta kondisi ekonomi maupun selera.

Pada saat ini, kehidupan kita banyak dikelilingi oleh plastik, bahkan bisa dikatakan semua peralatan hidup manusia mengandung plastik. Padahal diketahui plastik termasuk benda yang sulit diolah oleh tanah. Bagaimana pendapatmu terhadap fenomena tersebut terkait dengan sumber daya alam yang ada di Indonesia?.

424

Penggunaan sumberdaya meliputi konsumsi langsung seperti konsumsi ikan segar, air, rekreasi di luar rumah, kayu bakar untuk masak; sebagai masukan untuk pengolahan seperti bijih besi, bijih tembaga bai industri peleburan besi dan tembaga; sebagai konsumsi untuk pengolahan leih lanjut, seperti bahan bakar dikonsumsi dalam pabrik dan angkutan, penggunaan pada tempanya seperti taman, daerah cagar alamdan sebagainya. Dapat juga pengelolaan sumberdaya untuk tujuan bermacam-macam seperti pengolahan hutan untuk perkayuan, water-shed (sumber air) dan rekreasi. Adanya sumberdaya alam dapat dilihat dalam arti stock atau persediaan yang ada pada suatu saat (reserve) atau aliran (flow) dari barang-barang sumberdaya atau jas yang dihasil-kan oleh stock sumberdaya tersebut. Stock atau reserve menunjukkan apa yang diketahui tersedia bagi pengunaan sepanajang waktu yang akan sedangkan aliran barang dan jasa menunjukkan bahwa barang dan jasa sedang dimanfaatkan.

Beberapa sumberdaya alam dapat diperbaharui secara alamiah ataupun dengan bantuan manusia, sedangkan yang lain tidak dapat diperbarui. Matahari, angin, gelombang laut, tanah pertanian, hutan, perikanan, udara dan air permukaan merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources).

Dapat diperbaharuinya suatu sumberdaya sering tergantung pada cara pengelolaan yang tidak merusak, seperti terhadap tanah-tanah pertanian, perikanan, dan pembuangan sampah, karena beberapa peru-bahan terhadap sumberdaya alam tidak dapat dikembalikan lagi (irreversible). Tersedianya sumberdaya alam tergantung pada tersedia-nya teknologi, tingkat biaya dan kendala-kendala sosial. Misalnya alumu-nium terdapat dalam bijih-bijih selain bauksit, baru akan akan bermanfaat bila ada penemuan teknologi yang diperlukan. Produksi bahan mineral dari air laut adalah relatif terlalu mahal. Eksploitasi sumber mineral dekat kota atau penebangan hutan seringkali tak dilaksanakan karena ada te-kanan sosial atau undang-undang yang tidak menghendaki ditebangnya hutan tersebut.

Sumberdaya alam harus dipandang sebagai bagian sistem secara luas. Jangan sampai pengolahan suatu sumberdaya akan merusak jenis sumberdaya lain. Penggalian tambang batu bara mungkin menyebabkan aliran air tanah, sungai dan sumur-sumur menjadi kering untuk selama-nya. Acid dari belerang bila terbuka dan kena air hujan akan mengotori sumber-sumber air dan membunuh tanaman serta ikan.

425

D. PERMASALAHAN SUMBERDAYA ALAM

Bila sumberdaya alam disia-siakan dan hanya untuk memajukan kesejahteraan ekonomi, merangsang pertumbuhan ekonomi jangka pendek, dan lokal serta bila kita tidak berhati-hati dalam pengelolaannya, maka akhirnya manusia harus mengganti pelayanan gratis dan nilai-nilai yang hilang, dengan hilangnya lingkungan alam itu. Ekonomi dapat merusak sumberdaya bila biaya pemulihan melebihi keuntungan dari kebijakan pertumbuhan jangka pendek.

Permasalahan-permasalahan yang ada sehubungan dengan sumberdaya alam, antara lain sebagai berikut.

1 Kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang terjadi, berkaitan erat dengan tingkat pertumbuhan penduduk dan pola penyebaran yang kurang seimbang dengan jumlah dan penyebar-an sumberdaya alam serta daya dukung lingkungan hidup yang ada.

2 Kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang terjadi di daerah yang tanahnya kurang subur dan penduduknya masih mempunyai kebiasaan membuka hutan untuk perladangan baru, akan terjadi kerusakan lahan. Usaha perladangan berpindah tersebut di satu pihak memerlukan tenaga banyak, sementara hasilnya dalam bentuk bahan makanan sangat sedikit, di lain pihak usaha itu mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang terus meluas.

Tugas 9.3

E. KETERBATASAN SUMBER DAYA ALAM

Sumber daya alam yang keadaannya terbatas baik Sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources) maupun sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources). Sumber daya alam yang dapat diperbaharui setiap saat diusahakan manusia untuk selalu dapat mendukung kehidupan, walaupun menurun

Coba kalian lakukan pengamatan di lingkungan sekitarmu, permasalahan sumberdaya alam apa yang sedang terjadi di lingkungan tempat tinggalmu?

426

masih tetap dapat terus menghasilkan, tetapi pada suatu saat akan mencapai titik maksimum sehingga keadaannya tidak dapat diperbaiki lagi. Sedangkan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui umumnya terdapat di dalam bumi yang terbentuk selama beberapa juta tahun yang lalu, dan sekarang ini digunakan untuk kepentingan dan kesejahteraan hidup manusia, walaupun penggunaannya hanya sekali saja, apabila persediaannya di suatu tempat habis maka akan habis selamanya, sehingga harus mencari atau membelinya ke tempat lain yang masih memiliki persediaan.

Dengan demikian, persediaan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui keadaannya serba terbatas dan tersebar tidak merata di berbagai tempat atau wilayah, sehingga terdapat wilayah yang memiliki sumber daya alam tertentu tetapi tidak memiliki sumber daya yang lain, atau suatu wilayah memiliki banyak sumber daya alam tetapi masing-masing jumlahnya terbatas. Misalnya: Saudi Arabia kaya dengan sumber minyak bumi, tetapi tidak memiliki sumber daya alam yang lain; Nauru kaya dengan fosfat tetapi tidak memiliki sumber daya alam lain; Indonesia banyak memiliki sumber daya alam, tetapi masing-masing cadangan di dalam bumi jumlahnya terbatas.

Sumber daya alam yang dapat diperbaharui keberadaannya untuk terus dapat dimanfaatkan tergantung pada kearifan manusia sendiri untuk mengelolanya, apabila dimanfaatkan secara sembrono dan merusak lingkungan tempat sumber daya alam tersebut, maka bukannya dapat diperbaharui malahan kehancuran yang akan didapatkan. Karena itu, jangan lupa bahwa alam memiliki kemampuan yang terbatas untuk mengembalikannya, tergantung pada manusia untuk melestarikan alam dan lingkungannya.

Keterbatasan sumber daya alam yang dapat diperbaharui berdasarkan lokasi geografis menjadikan sebagai ciri dari wilayah yang bersangkutan, antara lain:

1. Kayu dan Rotan Pulau-pulau penghasil kayu dan rotan terbesar berasal dari Kalimantan, Sumatera dan Papua, tetapi terdapat kayu yang menjadi ciri suatu wilayah, yaitu kayu eboni dari sulawersi; kayu cendana dari NTT, kayu besi (ulin) dari Kalimantan Timur. Kayu yang menjadi ciri wilayah tersebut tidak dikembangkan di daerah lain, menyebabkan

427

hanya dari wilayah bersangkutanlah kayu tersebut berasal. Kebutuhan kayu untuk bahan bangunan, meubel, atau untuk peralatan lainnya tidak semuanya diperoleh oleh suatu wilayah, karena adanya keterbatasan kayu yang dimiliki oleh wilayah bersangkutan.

2. Sagu Pohon sagu banyak terdapat di kepulauan Maluku dan Papua, sehingga sagu menjadi bahan makanan pokok penduduk di wilayah tersebut. Pohon sagu bukan berarti di wilayah atau pulau-pulau lainnya tidak ada tetapi hanya di Maluku dan Papua yang memiliki kebudayaan mengolah sagu, sehingga sagu menjadi ciri dari bahan makanan dari Maluku dan Papua.

3. Buah-buahan Buah-buahan dapat menjadi ciri suatu wilayah, seperti jeruk bali, jeruk pontianak, marquisa dari Brastagi Sumatera Utara, kopi lampung, dukuh Palembang, dan lain-lain. Banyak juga buah-buahan menjadi ciri lokal seperti di Jawa Barat nanas dan rambutan dari Subang, kesemek dari Cikajang Garut, buah pala untuk manisan dari Sukabumi, mangga dari Indramayu, dan lain-lain.

4. Rempah-rempah Rempah-rempah berfungsi sebagai bumbu dapur, banyak diusahakan dari berbagai wilayah, tetapi terbanyak dari Maluku, seperti biji pala, sedangkan lada putih banyak dihasilkan dari Lampung. Sejak jaman dahulu di awal kolonialisme bangsa-bangsa Eropa datang ke kepulauan kita, karena rempah-rempah yang saat itu diperlukan di Eropa, seperti bangsa Portugis, Belanda, dan Inggris.

5. Tembakau Tembakau banyak di usahakan di Jawa Tengah bagian selatan, Yogyakarta, dan Jawa Timur termasuk Madura, jenis tembakau yang ditanam banyak digunakan sebagai bahan baku rokok kretek. Sedangkan yang ditanam di Deli digunakan sebagai bahan baku cerutu.

6. Cengkeh Cengkeh banyak dimanfaatkan, sebagai campuran rokok kretek, minyak hasil penyulingan untuk obat gigi, cengkehnya dapat

428

digunakan untuk bumbu membuat masakan atau kue. Tanaman cengkeh banyak di tanam di Minahasa Sulawesi Utara.

7. Kelapa dan Kelapa Sawit Kelapa tumbuh di semua wilayah di Indonesia, tetapi hanya di manfaatkan untuk kepentingan wilayah bersangkutan, sedangkan yang diekspor dalam bentuk kopra banyak diusahakan di Sulawesi dan Maluku. Kelapa sawit ditanam sebagai tanaman perkebunan sebagai bahan baku minya goreng diusahakan di berbagai wilayah di Sumatera untuk dijadikan CPO (crude palm oil) atau bahan setengah jadi untuk minyak goreng.

8. Garam Pulau-pulau Indonesia dikelilingi oleh laut, tetapi tidak semua pantai dapat dijadikan pembuatan garam, karena harus meme-nuhi syarat-syarat tertentu untuk dapat diusahakan menjadi tambak garam yaitu kadar garam yang tinggi dan adanya budaya untuk pembuatan garam. Adapun syarat diusahakannya tambak garam sebagai berikut: (1) tidak terdapat sungai yang bermuara ke laut; (2) kurangnya curah hujan; (3) pemanasan sinar matahari yang kuat; (4) musim kemarau lebih panjang dari musim peng-hujan; dan (5) tidak terdapat arus laut menuju wilayah tersebut. Apabila syarat tersebut terpenuhi, maka di wilayah pantai bersangkutan dapat dijadikan tambak garam. Penduduk yang banyak memiliki budaya pembuatan garam yaitu di Madura.

9. Beras Penduduk Indonesia di Pedesaan banyak memiliki mata pencaharian sebagai petani dengan padi sebagai tanaman pokok, tetapi produksi beras nasional setiap tahun tidak dapat memenuhi kebutuhan penduduk Indonesia, sehingga harus mengimpornya dari negara lain, terutama dari negara-negara yang berada di Asia Tenggara seperti Myanmar, Vietnam, dan Thailand. Wilayah di Indonesia sebagai penghasil beras terbesar yaitu dari P. Jawa dan Lampung. Walaupun demikian, di Jawa Barat terdapat pusat-pusat beras dengan kualitas baik yang merupakan ciri dari wilayah bersangkutan seperti beras Sumedang dengan nama beras jembar dan beras Cianjur dengan nama beras pandan-wangi, hanya sayangnya beras ini tidak dikembangkan di daerah lain karena berumur panjang dan hasilnya di bawah IR pada satuan luas lahan yang sama.

429

10. Perikanan Ikan di Indonesia jumlahnya melimpah tetapi hanya terkonsentrasi di berbagai tempat, misalnya untuk pusat perikanan laut di Bagan siapi-api pantai Timur Sumatera, pelabuhan perikanan samudera di Cilacap. Sedangkan perikanan air tawar di setiap daerah memiliki kolam ikan baik kolam empang ataupun kolam air deras, tetapi di Jawa Barat ikan ditanam pada jaring terapung di waduk Jatiluhur, waduk Cirata, dan Waduk Saguling.

11. Sapi Sapi banyak diusahakan di Bali dan NTT, menyebabkan di wilayah sapi menjadi lambang status sosial dan menjadi pemasok kebutuhan sapi bagi wilayah-wilayah lain. Tetapi jumlah daging yang dibutuhkan oleh penduduk Indonesia setiap tahun tidak sebanding dengan jumlah sapi yang dihasilkan di wilayah tersebut, sehingga Indonesia banyak mengimpor sampai dari Australia.

Tugas 9.4

F. PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM

Suatu sumberdaya alam dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan, sehingga pemilihan peruntukannya menjadi sangat penting. Hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah: (1) efisiensi dan efek-tivitas penggunaan yang optimal dalam batas kelestarian yang mungkin; (2) tidak mengurangi kemampuan dan kelestarian sumberdaya alam yang berkaitan dalam ekosistem; dan (3) memberikan kemungkinan untuk mempunyai pilihan penggunaan di masa depan, sehingga perubahan ekosistem tidak terjadi secara drastis.

Selain hal tersebut di atas, pemanfaatan sumberdaya alam juga perlu memperhatikan patokan-patokan sebagai berikut.

Menurut kalian mengapa sumberdaya alam yang ada di bumi ini kondisinya terbatas? Seandainya suatu saat kita harus membeli udara, seperti sekarang ini kita harus membeli air untuk dikonsumsi? Kira-kira apakah ada kehidupan di permukaan bumi ini?

430

1 Daya guna dan hasil guna yang dihendaki harus dilihat dalam batas-batas yang optimal sehubungan dengan kelestarian ling-kungan sumberdaya alam yang mungkin dicapai.

2 Tidak mengurangi kemampuan dan kelestarian sumberdaya alam yang berkaitan dalam suatu ekosistem.

3 Memberikan kemungkinan untuk mengadakan pilihan pengguna-an dalam pembangunan di masa yang akan datang.

Pengelolaan sumberdaya alam yang dapat diperbarui merupakan penentu kelangsungan pembangunan, sehingga pemakaiannya harus memperhatikan sumberdaya alam yang lain dalam suatu ekosistem kare-na sumberdaya alam tersebut akan saling berkaitan dan saling ber-interaksi satu sama lainnya. Sumberdaya alam yang dapat memperbarui diri termasuk di dalamnya sumberdaya alam hayati. Sumberdaya alam hayati merupakan sumberdaya alam yang dapat memperbarui diri, dalam arti kata bahwa sumberdaya ini dapat dipanen berulang kali. Tetapi bila pemanennya tidak mempertimbangkan segi kelestariannya, maka sumberdaya alam ini akan menjadi sumberdaya alam yang tidak dapat memperbarui diri. Oleh karena itu, pengelolaannya harus memper-timbangkan prinsip-prinsip berikut ini.

1. Prinsip Daya Toleransi

Setiap makhluk hidup punya rentang kisaran kondisi faktor lingkungan yang memberikan kesempatan padanya untuk lulus hidup. Ada batas atas dan ada batas bawah, di antara kedua nilai ekstrem tersebut merupakan kisaran toleransi dan termasuk kondisi optimum. Faktor apa pun yang kurang atau melebihi batas toleransi dianggap sebagai faktor pembatas (Odum, 1997).

2. Prinsip Hukum Minimum

Hukum minimum menyatakan bahwa nilai hasil, hasil atau kualitas suatu sistem ditentukan oleh faktor pendukungnya yang berada dalam keadaan minimum. Hukum minimum yang dikemukan oleh Liebiq ini dapat diterapkan dalam menentukan daya dukung. Kalau suatu daerah atau pulau mengalami keadaan keku-rangan air, maka tersedianya air dan besarnya kebutuhan air akan sangat menentukan daya dukung dae-rah atau pulau itu. Jadi dengan hukum minimum dapat ditentukan permasalahan lingkungan terpenting, sehingga dapat ditentukan pula prioritas pengelolaannya (Soerjani, dkk., 1987).

431

3. Prinsip Faktor Pengontrol

Sungguhpun semua sumberdaya alam hayati itu menerima secara menyeluruh terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi-nya, seringkali terdapat juga suatu faktor lingkungan tertentu yang mem-punyai daya pengontrol. Faktor pengontrol ini beroperasi, baik melalui ukurannya yang terlalu sedikit atau terlalu banyak, tetapi kesannya dapat menentukan dinamika populasi dari suatu jenis sumberdaya alam hayati. Jadi pencemaran udara, pestisida, pupuk dapat menjadi faktor pengontrol (Darmodjo & Kaligis, 1984/1985).

4. Prinsip Ketanpabalikan

Beberapa sumberdaya alam hayati tidak dapat memperbarui diri lagi karena proses fisis dan biologis dalam suatu habitat atau ekosistem memang sudah tidak berlangsung lagi, atau sudah tak berfungsi lagi. Akibatnya, sumberdaya hayati tersebut dapat menjadi sumberdaya alam yang tidak dapat memperbarui diri lagi bahkan punah sama sekali (Darmodjo & Kaligis, 1984/1985).

5. Prinsip Pembudidayaan

Sumberdaya alam hayati yang telah dibudidayakan oleh manusia untuk jangka waktu yang lama, jarang dapat berkembang terus menerus dipelihara dan dilindungi oleh manusia. Oleh karena itu, segala bentuk pembudidayaan sumberdaya alam hayati disamping membawa manfaat juga membawa tanggung jawab yang berat bagi manusia (Darmodjo & Kaligis, 1984/1985).

6. Prinsip Holisme

Prinsip holisme adalah pandangan yang utuh terhadap lingkungan hidup. Hal ini berdasarkan prinsip bahwa semua komponen kehidupan tentu saling berinteraksi satu sama lain, saling mempengaruhi dan saling terkait. Jadi perlu dilihat secara utuh atau sistematik menurut sistemnya (Soerjani, dkk., 1987).

7. Pendekatan Progresif

Konsep yang kita sebut pendekatan progresif ini berdasarkan gagasan Vayda (1982) tentang kontekstualisasi progresif yang melihat suatu permasalahan menurut konteks pokoknya dan dikembangkan me-

432

nurut keperluannya dengan melihat konteks persoalan berikutnya. Jadi dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan harus diutamakan faktor yang menjadi masalah pokok, karena faktor ini merupakan peluang terbesar dan terpenting untuk memperbaiki keadaan. Pendekatan ini sangat menunjang prinsip hukum minimum (Soerjani, dkk., 1987).

Bukan suatu khayalan bahwa banyak di antara sumberdaya alam hayati telah menjadi langka akhir-akhir ini. Kelangkaan ini bukan saja terjadi pada jenis-jenis dan varietas-varietas yang telah dibudidayakan misalnya buah-buahan. Dengan kecenderungan orang untuk mengubah ekosistem alam menjadi ekosistem buatan seperti pekarangan tradisi-onal, serta pemanenan sumberdaya alam hayati yang berlebihan menye-babkan jumlah jenis sumberdaya alam hayati langka semakin banyak. Di dunia internasional, Indonesia diakui sebagai salah satu pusat keaneka-ragaman berbagai jenis tanaman pangan (Reksosoedarmo, dkk., 1985).

Khusus dalam keanekaragaman sumberdaya alam hayati ada beberapa hal yang menyebabkan kelangkaan sebagai berikut: (1) area-area yang dapat dihuni langka atau sempit; (2) area-area yang dapat dihuni di luar jangkauan daya penyebaran atau terbatas waktunya; (3) akibat kehadiran dan aktivitas spesies lain sehingga menye-babkan area yang tidak dapat dihuni; (4) ketersediaan sumberdaya alam penting dalam area yang dapat dihuni sangat kurang; (5) Plastisitas fenotipe individu-individu populasi kurang, sehingga area yang dapat dihuni menjadi terbatas; (6) tekanan dari musuh-musuh misalnya predator, pe-saing, parasitoid/parasit dan manusia sehingga tingkat populasi menjadi rendah; dan (7) Manusia sebagai kolektor hewan atau tumbuhan langka. Tugas 9.5

Apakah yang bisa dilakukan oleh siswa SMK untuk mengelola sumberdaya alam yang ada permukaan bumi di lingkungan tempat tinggalnya?

433

G. PENTINGNYA TEKNOLOGI DALAM PENGGUNAAN SUMBER-SUMBER ALAM

Penggunaan sumber-sumber alam dan peranan yang akan dimainkannya dalam menaikkan standar hidup, tergantung antara lain oleh bentuk penyesuaian diri manusia atas alam sekitarnya yaitu peru-bahan teknologi. Hubungan sumber-sumber alam dengan macam serta tingkat teknologi sangat erat; Misalnya dulu tenaga matahari tak banyak digunakan, baru sekarang karena bensin mahal harganya, solar energy, biogas dan sebagainya banyak dimanfaatkan. Di negara sedang berkem-bang umumnya sumber-sumber alam belum banyak digunakan, karena kurangnya pengetahuan teknik. Penemuan proses-proses vulkanisasi menyebabkan berkembangnya perkebunan karet dan sebagainya.

Sekali lagi pemanfaatan sumber-sumber alam adalah tergantung pada tingkat teknologi yang ada dalam suatu masyarakat. Sudah tentu tingkat teknologi ini dapat kita pelajari dar negara yang telah majudan tidak terbatas pada cara-cara yang telah ada dalam masyarakat itu sendiri. Teknik-teknik yang baru itu dapat diperkenalkan di negara-negara yang sedang berkembang dengan cara misalnya melalui perdagangan atau mendatangkan misi teknik untuk mengadakan survey dan eksploitasi di negara itu. Dalam arti yang negatif ini kadang-kadang diidentifikasikan dengan imperialisme.

H. FAKTOR-FAKTOR SOSIAL BUDAYA DAN PENGGUNAAN

SUMBER-SUMBER ALAM Selanjutnya nilai penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber

alam adalah dipengaruhi oleh keadaan-keadaan dalam masyarakat yang bersangkutan. Dalam masyarakat yang masih pra-industri (belum mengalami kegiatan industri) misalnya, masyarakat itu dipandang oleh penduduknya sebagai sesuatu yang misterius dan belum dapat dimengerti. Kebutuhan-kebutuhan akan materi terbatas pada kebutuhan pokok. Dalam kebudayaan semacam ini manusia belum berfikir untuk menggunakan atau mengekploitasi sumber-sumber alam yang ada. Sebaliknya dalam masyarakat industri atau yang telah maju, sikap ma-syarakat itu adalah agresif dan ingin menguasai alam. Sumber-sumber baru ditemukan, diperkembangkan, dan dikuasai untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan manusia yang selalu berkembang. Pengetahuan dan teknologi memegang peranan yang sangat penting dalam masya-rakat itu. Demikian pula di bidang pertanian, bahwa penggunaan tanah itu

434

harus sedemkian rupa sehingga tanah tersebut dapat dipergunakan terus-menerus, misalnya dengan crop rotation, sistem teras, pupuk irigasi dan sebagainya, sehingga kesuburan tanah masih terpelihara dan bahkan semakin baik agar supaya dapat mengimbangi perkembangan penduduk. Dalam masyarakat pra-industri hal ini tidak ada, artinya orang tidak menggunakan fikiran, dan pengetahuan untuk itu, maka disamping penderitaan karena adanya kelebihan penduduk, juga karena produksi pertanian makin berkurang, di mana negara-negara sedang berkembang pada umumnya tergantung pada sektor agraria. Oleh karena itu keadaan masyarakat yang masih primitif akan berpengaruh pula pada penggunaan tanah sebagai faktor produksi. Misalnya mereka tak mau menggunaka pupuk, bibit unggul ataupun obat pemberantas hama.

Di samping itu kepercayaan yang ada dalam masyarakat juga kadang-kadang menghambat konsumsi tertentu. Misalnya bagi orang Yahudi dan Islam, mereka tidak makan daging babi; orang Hindu tidak makan daging sapi. Kepercayaan semacam itu mungkin akan memaksa pembagian kerja menurut suku bangsa, dan selanjutnya faktor keperca-yaan ini akan menghalangi ereka untuk bergerak dari sektor pertanian ke sektor industri. Sebagai misal, ada sebuah pabrik kepunyaan bangsa Indonesia keturunan Cina dan mungkin akan hanya mengerjakan buruh keturunan Cina saja, alasannya bukan karena mereka ini satu bahasa atau setia kawan misalnya, tetapi sukar sekali bila menggunakan buruh penduduk asli yang beragama Islam yang tidak makan daging babi. Orang Kuwait atau yang menganut faham Kuwai tidak mau bekerja di pabrik pengalengan daging atau bahan makanan, karena takut adanya daging babi di situ. Penduduk yang menganggap kramat akan pohon-pohonan, maka penggunaan sumber-sumber kayu akan sedikit. Juga dengan adanya liburan agama yang lama, akan menyebabkan adanya pemborosan baik tenaga kerja maupun sumber-sumber alam yang lain. Itu semua adalah sekedar contoh dari faktor-faktor kebudayaan sosial yang mempengaruhi penggunaan sumber-sumber alam. Tugas 9.6

Pengeramatan hewan, seperti sapi di India, itu menurut kalian baik atau tidak dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di lingkungan sekitar? Demikian halnya dengan pengeramatan suatu area tertentu atau hewan tertentu.

435

I. KEADAAN EKONOMI YANG MEMBATASI PENGGUNAAN SUMBER-SUMBER ALAM

Seperti telah dikatakan bahwa faktor-faktor khusus dalam kebuda-yaan yang berbeda dari satu negara dengan negara lain dapat meng-hambat kemajuan perekonomian dalam arti penggunaan sumber alamnya. Di antara faktor-faktor khusus yang ada dalam masyarakat itu mungkin sekali terdapat keadaan perekonomian yang menyebabkan adanya perbedaan antara penggunaan yang optimum dan penggunaan yang sebenarnya daripada sumber-sumber itu. Dengan perkataan lain bahwa mungkin sekali keadaan ekonomi dapat menghambat pengguna-an optimum dari sumber-sumber alam itu.

1. Tidak Tersedianya Faktor-Faktor Lain

Bahwa sumber-sumber alam bisa saja akan tetap berada di tempatnya ataupun tidak digunakan sepenuhnya karena tidak tersedia-nya faktor-faktor lain yang dibutuhkan untuk mengerjakan atau ada tetapi telah digunakan untuk hal-hal yang kurang produktif. Di Yunani misalnya air terjun untuk kekuatan hidrolektrik untuk menggali tambang-tambang belum dapat digunakan karena kekurangan kapital. Sumber-sumber alam di beberapa negara sedang berkembang juga belum banyak digunakan secara penuh sebab kurang baiknya organisasi dan distribusi ekonomi. Di Indonesia misalnya, sebenarnya hasil-hasil pertanian masih dapat dinaikkan dengan cara pemilihan bibit unggul, penggunaan pupuk dan cara penanaman yang benar, penggunaan pestisida dan perbaikan irigasi termasuk pengelolaan air irigasi.

2. Organisasi yang Kurang Baik

Kemajuan hanya sedikit dapat dicapai karena tidak mempunyai pengorganisir komunikasi yang efektif. Pembagian pupuk kurang lancar karena tidak ada fasilitas kredit (misalnya KUD) yang dapat mendorong penggunaan pupuk yang lebih banyak dan sebagainya.

3. Distribusi yang Tidak Baik

Tidak adanya sistem distribusi yang baik, misalnya tidak adanya cold storage atau transportasi yang baik, pengawasan pasar dan seba-gainya akan menghalangi hasil panen yang maksimum. Dengan tidak tersedianya alat-alat untuk membawa hasil panen ke pasar dan tidak diketahuina keadaan pasar atau teknik pemasaran, maka panen akan

436

kekurangan permintaan. Di San Yuan (Puerto Rico) orang-orang tidak dapat membeli (makan) buah nanas, padahal 10 mil dari kota itu nanas sampai di buang-buang. Para transmigran di luar Jawa banyak yang tidak dapat menjual hasil panenan, karena kurangnya prasarana jalan. Akibat-nya tanah-tanah pertanian di luar Jawa kurang efektif pemanfaatannya.

4. Bentuk Pasar yang Tidak Tepat

Bentuk organisasi pasar dapat juga mempengaruhi penggunaan sumber-sumber alam. Adanya monopoli dan peraturan-peraturan peme-rintah misalnya lokal yang menggunakan bahan-bahan mentah dalam negeri. Di India misalnya ketika di bawah pengaturan pemerintah Inggris, pernah ada pembatasan untuk mendirikan perusahaan pengolahan yute lokal. Yute itu harus diekspor, meskipun konsumsi konsumsi akhir yang berupa karung adalah di India sendiri. Sebaliknya dalam hal tertentu, harapan-harapan untuk memegang monopoli akan medorong timbulnya usaha yang memegang monopoli akan meliputi perluasan sumber-sumber alam dan penemuan sumber-sumber baru. Mungkin ini akan menimbulkan inovasi dan lebih mengintensifkan penggunaan sumber alam yang tersedia.

5. Perubahan-perubahan Biaya

Satu hal menghalangi penggunaan sumber alam yang lebih baik adalah adanya perubahan-perubahan dalam biaya. Misalnya eksplotasi pada waktu yang lalu telah dapat menghasilkan keadaan yang baik bagi suatu negara, katakanlah telah dapat mengadakan spesialisasi di bidang hasil tertentu. Hal-hal semacam ini akan menghalangi penggunaan sumber-sumber yang ada untuk menghasilkan barang-barang baru kare-na harus merubah macam-macam hal lain. Misalnya di negara yang per-ekonomiannya terutama bekerja untuk ekspor, di mana transportasi berjalan antara perkebunan dan pertambangan langsung ke pelabuhan tanpa adanya distribusi atau transpor ke daerah lain. Kalau demikian adanya maka ini akan menyebabkan dibutuhkannya fleksibilitas dalam penggunaan sumber-sumber yang ada yang mungkin justru akan mem-beratkan biaya-biaya. Bagi negara-negara yang perekonomiannya belum maju, usaha untuk menspesialisasikan penggunaan sumber-sumber alam akan berakibat semakin kurang fleksibel dan semakin kurang komple-menter dalam penggunaannya.

437

Pada umumnya setiap sumber alam yang ditemukan dapat di-eksploitir secara ekonomis asal saja biaya-biaya menggali dan sebagai-nya itu diharapkan dapat terbayar. Biaya ini tidak saja mencakup biaya-biaya variabel tetapi juga biaya tetap yang merupakan biaya-biaya yang besar. Akhirnya kebanyak bahan-bahan mineral (tambang) mempunyai nilai yang rendah semasih belum diapa-apakan karena sebelum dapat dijual, bahan-bahan ini harus diproses terlebih dahulu. Instalasi-instalasi untuk pengolahan ini sudah tenu sangat mahal, membutuhkan kapital yang banyak dan merupakan produksi jangka panjang. Kelanjutan serta kelancaran persediaan bahan mentah dapat berjalan dan menguntung-kan bila ada pasar yang mampu untuk menampung hasil-hasil itu secara terus-menerus; sudah tentu tidak cukup dengan pasar dalam negeri saja, tetapi juga pasar luar negeri.

6. Ketergantungan pada Ekspor

Bagi negara-negara sedang berkembang pada umumnya, perban-dingan antara ekspor dan pendapatan nasional adalah tinggi. Pembel-ajaran dan penerimaan pemerintah sebagian besar terbesar tergantung pada ekspor. Sebenarnya di negara-negara yang telah maju per-ekonomiannya seperti Swedia, Denmark, Belanda, Amerika Serikat dan sebagainya perekonomiannya malahan lebih tergantung pada eksport. Hanya saja bedanya, negara-negara yang telah maju ini dapat meng-hasilkan macam-macam bahan ekspor, sedangkan negara-negara yang masih sedang berkembang bahan eksportnya hanya satu atau dua macam saja, sehingga bila ada kegoncangan harga mengenai bahan tersebut di pasar dunia, maka perekonomian dalam negeri akan mulai terasa goncang pula. Oleh karena itu usaha-usaha pemerintah negera-negara sedang berkembang ini ialah di samping memperbanyak jumlah ekspor juga penting memperbanyak macam barang ekspor. Sehingga kalau ada kegoncangan pada bahan yang satu dapat distabilkan dengan bahan yang lainnya. Dengan demikian perekonomian dalam negeri tidak banyak terpengaruh. Ini disebut usaha diverifikasi ekspor.

Jadi sebenarnya bukan sifat berorientasi ke perdagangan luar negeri dari negara-negara yang sedang berkembang itu yang selalu mengganggu keadaan perekonomian dalam negeri, tetapi karena relatif tidak fleksibelnya perekenomian dalam menyesuaiakan diri terhadap perubahan dalam pasar dunia dan juga karena kurangnya macam hasil barang yang diekspor. Karena itu harus diusahakan pula disamping

438

menambah banyaknya sumber alam juga menambah macam sumber alam yang dimiliki, kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan ekspor.

Mengenai perekonomian ekspor Afrika Barat, Asia Tenggara dan Amerika Latin sekarang ini bukan disebabkan semata-mata karena adanya spesialisasi internasional, tetapi juga karena perekonomian inter-nasional, struktur sosial dari negara anggota-anggotanya serta kekuatan kolonial memelihara keadaan ini atau sebagai akibat dari penjajahan yang hanya mementingkan negara induknya saja di mana negara yang dijajah ini antara lain telah digunakan sebagai sumber bahan-bahan mentah. Didalam rangka memperbanyak macam dan jumlah sumber-sumber alam ini dibutuhkan kapital dan keahlian. Kekurangan akan faktor ini dapat diatasi misalnya dengan meminjam atau mendatangkannya dari luar negeri, tetapi toh ini tidak gampang karena adanya faktor-faktor politik, bahasanya dan sebagainya

439

J. RINGKASAN Alam semesta diciptakan Tuhan yang Maha Esa dengan segala

macam isinya untuk kelangsungan dan kesejahteraan umat manusia. Alam semesta kaya akan sumber daya alam yang dapat dipergunakan oleh manusia untuk kesejahteraan hidupnya, baik itu yang sudah ditemukan maupun yang belum diketemukan. Namun demikian, tidak berarti manusia tinggal menikmatinya begitu saja, manusia harus berusaha dan berfikir untuk menemukan dan menggunakan sumber daya alam tersebut untuk kesejahteraan hidupnya. Oleh karena itu manusia dianugerahi oleh Tuhan yang Maha Kuasa akal dan pikiran yang dipergunakan untuk mengelola dan memanfaatkan alam semesta sebaik-baiknya untuk kepentingan seluruh umat manusia.

Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang disediakan oleh alam semesta yang dapat dipergunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bentuknya bisa berwujud barang, benda, fenomena, suasana, gas/udara, air dan lain sebainya.

Sumberdaya alam tidak saja meliputi jumlah bahan-bahan yang ada menunggu untuk diolah dan digunakan, tetapi sumberdaya alam itu sendiri juga dinamis dan berubah-ubah sifatnya. Mengenai banyak atau tidaknya nilai sumberdaya alam, adalah tergantung pada waktu dan tempat, tingkat teknik dan penemuan-penemuan baru, sikap manusianya terhadap sumberdaya tersebut, perubahan-perubahan dalam selera baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Perubahan-perubahan dalam variabel ini menyebabkan negara itu akan lebih baik atau le bih buruk (dalam arti sumberdaya alamnya) meskipun jumlah fisik dari sumberdaya alam tersebut tidak berubah.

Berdasarkan kemampuannya untuk memperbarui diri sesudah mengalami suatu gangguan, maka sumberdaya alam dibagi ke dalam 2 golongan, yaitu: sumberdaya alam yang dapat memperbarui diri dan Sumberdaya alam yang tak dapat memperbarui diri. Sumberdaya alam juga dapat digolongkan berdasarkan potensi penggunaannya, yaitu: (1) sumberdaya alam penghasil energi; misalnya: air, matahari, arus laut, gas bumi, minyak bumi, batu bara, angin dan biotis/tumbuhan; (2) sumberdaya alam penghasil bahan baku; misalnya: mineral, gas bumi, biotis, perairan, tanah dan sebagainya; dan (3) sumberdaya alam lingkungan hidup; misalnya: udara dan ruang, perairan, landscape dan sebagainya.

440

Sumber daya alam yang dapat diperbarui dapat dikelompokkan menjadi sumber daya alam hayati dan sumber daya alam non-hayati. Sumber daya alam hayati berasal dari makluk hidup, sedangkan sumber daya alam non-hayati bukan berasal dari makluk hidup.

Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui adalah sumber daya alam yang jika dipakai terus menerus akan habis dan tidak dapat diusahakan kembali keberadaannya oleh manusia. Manusia tidak bisa membuat atau memperbanyak keberadaan sumber daya alam jenis ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Manusia hanya bisa melakukan daur ulang terhadap sumber daya alam tersebut. Artinya manusia hanya bisa mengolah kembali bahan yang telah dipakai sehingga bisa dipergunakan atau dimanfaatkan kembali.

Berdasarkan kondisi tersebut, diharapkan manusia memanfaatkan sumber daya alam jenis ini secara hati-hati, hemat, dan menjaga kelestariannya. Caranya dengan memanfaatkan sumber daya alam tersebut sesuai dengan kebutuhan kita (manusia) dan tidak berlebih-lebihan.

Sumberdaya alam mencakup semua pemberian alam di bawah atau diatas bumi baik yang hidup maupun yang tidak hidup. Pengertian sumberdaya alam meliputi semua sumberdaya dan sistem yang bermanfaat bagi manusia dalam hubungannya dengan teknolgi, ekonomi dan keadaan sosial tertentu.

Penggunaan sumberdaya meliputi konsumsi langsung seperti konsumsi ikan segar, air, rekreasi di luar rumah, kayu bakar untuk masak; sebagai masukan untuk pengolahan seperti bijih besi, bijih tembaga bai industri peleburan besi dan tembaga; sebagai konsumsi untuk pengolahan leih lanjut, seperti bahan bakar dikonsumsi dalam pabrik dan angkutan, penggunaan pada tempatnya seperti taman, daerah cagar alamdan sebagainya. Dapat juga pengelolaan sumberdaya untuk tujuan bermacam-macam seperti pengolahan hutan untuk perkayuan, water-shed (sumber air) dan rekreasi. Adanya sumberdaya alam dapat dilihat dalam arti stock atau persediaan yang ada pada suatu saat (reserve) atau aliran (flow) dari barang-barang sumberdaya atau jas yang dihasilkan oleh stock sumberdaya tersebut. Stock atau reserve menunjukkan apa yang diketahui tersedia bagi pengunaan sepanajang waktu yang akan sedangkan aliran barang dan jasa menunjukkan bahwa barang dan jasa sedang dimanfaatkan.

441

Sumberdaya alam harus dipandang sebagai bagian sistem secara luas. Jangan sampai pengolahan suatu sumberdaya akan merusak jenis sumberdaya lain. Penggalian tambang batu bara mungkin menyebabkan aliran air tanah, sungai dan sumur-sumur menjadi kering untuk selamanya. Acid dari belerang bila terbuka dan kena air hujan akan mengotori sumber-sumber air dan membunuh tanaman serta ikan.

Permasalahan-permasalahan yang ada sehubungan dengan sumberdaya alam, antara lain: (1) kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang terjadi, berkaitan erat dengan tingkat pertumbuhan penduduk dan pola penyebaran yang kurang seimbang dengan jumlah dan penyebaran sumberdaya alam serta daya dukung lingkungan hidup yang ada; (2) kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang terjadi di daerah yang tanahnya kurang subur dan penduduknya masih mempunyai kebiasaan membuka hutan untuk perladangan baru, akan terjadi kerusakan lahan. Usaha perladangan berpindah tersebut di satu pihak memerlukan tenaga banyak, sementara hasilnya dalam bentuk bahan makanan sangat sedikit, di lain pihak usaha itu mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang terus meluas.

Persediaan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui keadaannya serba terbatas dan tersebar tidak merata di berbagai tempat atau wilayah, sehingga terdapat wilayah yang memiliki sumber daya alam tertentu tetapi tidak memiliki sumber daya yang lain, atau suatu wilayah memiliki banyak sumber daya alam tetapi masing-masing jumlahnya terbatas. Misalnya : Saudi Arabia kaya dengan sumber minyak bumi, tetapi tidak memiliki sumber daya alam yang lain; Nauru kaya dengan fosfat tetapi tidak memiliki sumber daya alam lain; Indonesia banyak memiliki sumber daya alam, tetapi masing-masing cadangan di dalam bumi jumlahnya terbatas.

Sumber daya alam yang dapat diperbaharui keberadaannya untuk terus dapat dimanfaatkan tergantung pada kearifan manusia sendiri untuk mengelolanya, apabila dimanfaatkan secara sembrono dan merusak lingkungan tempat sumber daya alam tersebut, maka bukannya dapat diperbaharui malahan kehancuran yang akan didapatkan. Karena itu, jangan lupa bahwa alam memiliki kemampuan yang terbatas untuk mengembalikannya, tergantung pada manusia untuk melestarikan alam dan lingkungannya.

Pengelolaan sumberdaya alam yang dapat diperbarui merupakan penentu kelangsungan pembangunan, sehingga pemakaiannya harus

442

memperhatikan sumberdaya alam yang lain dalam suatu ekosistem kare-na sumberdaya alam tersebut akan saling berkaitan dan saling berinteraksi satu sama lainnya. Sumberdaya alam yang dapat memperbarui diri termasuk di dalamnya sumberdaya alam hayati. Sumberdaya alam hayati merupakan sumberdaya alam yang dapat memperbarui diri, dalam arti kata bahwa sumberdaya ini dapat dipanen berulang kali. Tetapi bila pemanennya tidak mempertimbangkan segi kelestariannya, maka sumberdaya alam ini akan menjadi sumberdaya alam yang tidak dapat memperbarui diri.

Pemanfaatan sumber-sumber alam adalah tergantung pada tingkat teknologi yang ada dalam suatu masyarakat. Sudah tentu tingkat teknologi ini dapat kita pelajari dar negara yang telah majudan tidak terbatas pada cara-cara yang telah ada dalam masyarakat itu sendiri. Teknik-teknik yang baru itu dapat diperkenalkan di negara-negara yang sedang berkembang dengan cara misalnya melalui perdagangan atau mendatangkan misi teknik untuk mengadakan survey dan eksploitasi di negara itu.

penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber alam adalah di-pengaruhi oleh keadaan-keadaan dalam masyarakat yang bersangkutan. Dalam masyarakat yang masih pra-industri (belum mengalami kegiatan industri) misalnya, masyarakat itu dipandang oleh penduduknya sebagai sesuatu yang misterius dan belum dapat dimengerti. Kebutuhan-kebutuh-an akan materi terbatas pada kebutuhan pokok. Dalam kebudayaan semacam ini manusia belum berfikir untuk menggunakan atau meng-ekploitasi sumber-sumber alam yang ada. Sebaliknya dalam masyarakat industri atau yang telah maju, sikap masyarakat itu adalah agresif dan ingin menguasai alam. Sumber-sumber baru ditemukan, diperkembang-kan, dan dikuasai untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan manusia yang selalu berkembang.

443

DAFTAR PUSTAKA Ali, Fachry. 1997. “Budaya Lokal Di Indonesia”. Dalam Asprasi Budaya

Lokal Dalam Konteks negara Kesatuan. (Halaman 1-34). Jakarta. Penerbit Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri.

Al Hakim, Suparlan. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan. Penerbit IKIP Malang. Malang

Azra, Azyumardi. 2007. Pendidikan Multikultural (Membangun Kembali Indonesia Bhinneka Tunggal Ika).

Banks, J.A. 1984. Teaching Strategies For Ethnic Studies, Third Edition. Boston: Allyn and Bacon, p. 14.

Banks, J.A. 1991. “Multicultural Education: Its Effects on Studies’ Racial and Gender Role Attitude” In Handbook of Research on Sociel Teachng and Learning. New York: MacMillan.

Banks, J.A. 1993. “Multicultural Educatian: Historical Development, Dimentions and Practrice” In Review of Research in Education, vol. 19, edited by L. Darling- Hammond. Washington, D.C.: American Educational Research Association.

Banks, J.A. 1994. Multiethnic Education: Theory and Practice, 3rd ed. Boston: Allyn and Boston.

Cholisin. 2002. Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru Mata Pelajaran PPKN. Pengembangan Materi PPKn (aspek Ekonomi dan Sosbud) Modul: PKN A.15. Direktorat SLTP. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Depdiknas.

Clayton, Richard, R. 1999, The family, Marriage and Social Change, Lexington Mass-Torronto, De hath and Company

Cobb, Roger W.dan Charles D. Elder. 1972. Participation in American Politics: The Dynamics of Agendo-Building. Boston: Allyn and Bacon.

Cogan, J.J.& Derricot, R. (Eds.) 1998. Citizenship for the 21 Century. London. Kogan Page.

Conn, Paul. 1971. Conflic and Decission Making: An Introduction to Political Science. New York: Harper and Row Publisher.

Coser, Lewis A. 1956. The Functions of Social Conflict. New York : The Free Press.

Cribbin, James J. 1985. Kepemimpinan: Srategi Mengefektifkan Organisasi. Terjemahan Rochmulyati Hamzah. Jakarta. PT Pustaka Binaman Persindo.

444

Dahrendorf, Ralf. 1969. Conflict Groups, Group Conflict, and Social Change. Dalam Peter dan Sonya Orleans, eds. Social Structure and Social Process: An Introductory Readers. Boston. Allyn and Bacon.

Dekker, Nyoman. 1993. Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia. Diawali Kebangkitan Nasional Pada Permulaan Abad XX. Malang. Percetakan IKIP Malang.

Dekker, Nyoman. 1993. Sejarah Pergolakan Indonesia Dalam Abad XIX. IKIP Malang. Malang

Durkheim, Emile.1966. The Elementary Forms of The Religious Life, New York: The Free Press

Dufty, D. 1986. “Remodelling Australian Society and Culture: A Study in Education for a Pluralistic Society” . In Modgil, C. & Verma S. & Modgil , S. (eds.) Multicultural Education , the Interminable Debate. London: The Falmer Press.

Effendi, Ridwan. 2004. Masyarakat dan Komunitas. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Farida, I.A. 1996. Manajemen Konflik Pada Remaja yang Tinggal Bersama Orang Tua dan Remaja Panti di Malang. Skripsi, tidak diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Faqih Samlawi & Bunyamin M. 2001. Konsep dasar IPS. VC Maulana. Bandung.

Freedman, Ronald. 1956. Principles of Sociology, a text with Reading. New York. Holt.

Gafur, Abdul. 2002. Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru Mata Pelajaran PPKn. Pengembangan PPKn Aspek Intelektual. Modul: PKN A.16. Direktorat SLTP. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Depdiknas.

Hall, C.S. & Lindzey, G. 1985. Theories of Personality. New York: John Wiley and Sons.

Handoko, T. 1998. Manajemen. Yogyakarta: BPFE.

Harrison, Lawrence E. 2006. Kebangkitan Peran Budaya. Bagaimana Nilai-nilai Membentuk Kemajuan Manusia. Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta

Hendricks, W. 2001. Bagaimana Mengelola Konflik. Jakarta: Bumi Aksara.

445

Herskovits, Melville J. 1955, Cultural Anthropology. New York. Alfred A Knopf.

Hocker, J.L. & Wilmot, W.M. 1991. Interpersonal Conflict. USA: Wm.C.Brown Publisher.

Hogde, H.J. dan William P. Anthony. 1991. Organization Theory: A Strategic Approach. Massachusetts. Alyn and Bacon Inc.

Horton, Paul B. 1993. Sosiologi Jilid 1dan 2. Erlangga. Jakarta

Irawan dan Suparmoko M. 1992. Ekonomi Pembangunan. Edisi 5. BPFE Yogyakarta.

Irawati, Mimien Henie. 2003. Sumberdaya Alam dan Masa Depan Manusia. Edisi 1. UM Press. Malang.

Inkelas, Alex. 1965. What is Sociology: an Intruduction to the Dicipline and Profession. New Delhi: Prentice Hall Ltd.

Johnson, D.W. & Johnson, E. 1991. Reaching Out: Interpersonal Effectiveness and Self Actualization. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc.

Kossek, E.E. & Ozeki, C. 1998. Work-Family Conflict, Policies, and The Job-Life Satisfiction Relationship: A Review and Directions for Organizational Behavior-Human Resources Research. Journal of Applied Psychology. Vol 83 (2): 139-149).

Kahin, George McTurnan. 1995. Refleksi Pergumulan Lahirnya Republik Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Sebelas Maret University Press Bekerjasama dengan Pustaka Sinar Harapan. Solo

Kamanto Sunarto. 1991. Pengantar Sosiologi. LP Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Kartono, K. & Gulo, D. 1987. Kamus Psikologi. Bandung: Pioner Jaya.

Kattsoff, Louis O. 1996. Pengantar Filsafat. Tiara Wacana Yogyakarta.

Kymlicka, Will. 2002. Kewargaan Multikultural. Terjemahan Edlina Hafmini. LP3ES. Jakarta

Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Aksara Baru. Jakarta

Kusnarwatiningsih, Ami. 2007. Ragam dan Pola Penyelesaian Konflik Mahasiswa Kos. Skripsi, tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang Lacey, H. 2003. How to Resolve Conflict In the Workplace. Penterjemah: Bern. Hidayat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Lemieux, 1986, Deconcentration and Desentralitation: A Question of Therminology, Canadian Public Administration, Vol 2, no 2.

Linton, Ralph. 1936. The Study of Man. New York. Appleton Century.

446

Merton, Robert K. 1961. Social Theory and Social Structure. Revised and Enlarged Edition. Illionis. The Free Press Glencoe.

Malinowsky, Michael. 1972, The Discovery of Society. New York. Random House.

Mulyana, Deddy dan Rakhmat Jalaluddin. 2005. Komunikasi Antar Budaya. Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-orang Berbeda Budaya: PT. Remaja Rosdakarya Bandung.

Mulyasa, E. 2003. Menjadi Kepala Sekolah Profesional: Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Nasikun. 1993. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta. Penerbit PT Raja Grafindo Persada.

Nursid, Sumaatmadja. 2000. Manusia Dalam Konteks Sosial Budaya dan Lingkungan Hidup, Alfabeta, Bandung.

Pang, V.O., Gay, G.& Stanley, W.B. 1995. “Expanding Conceptions of Community and Civic Competence for a Multicultural Society”. Theory and Reseach in Social Education. XXIII:4(302-331).

Padi, AA. 2001. Bangsa dan Negara. Modul Pelatihan terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru Mata Pelajaran PPKn. Jakarta: Direktorat ALTP, Dikmenum, Depdiknas.

Pasya, R Gurniwan Kamil. 2004. Sumber Daya Alam Sebagai Kekayaan Bangsa. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Peter Berger. 1990. Tafsir Sosial atas Kenyataan. LP3ES. Jakarta.

Polak, J. Maijor, 1985, Sosiologi suatu pengantar ringkas. Jakarta, PT Ichtiar Baru

Poloma, Margaret M. 1994. Sosiologi Kontemporer. Terjemahan Tim Penerjemah Yasogama. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada.

Prijosaksono, A. dan Sambel, R. 2002. Negoisasi. Sinar Harapan. (Online), http//www.sinarharapan.co.id/ekonomi/002/04/4/man01. html, diakses tanggal 28 April 2007.

Priyanto, Sugeng. 2002. Manusia Sebagai Zoon Politicon. Modul Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi mata pelajaran PPKn. Dirjen Dikdasmen, Depdiknas. Jakarta.

Rakhmat, Jalaluddin. 1993. Penelitian Komunikasi Antarbudaya, Apa dan Bagaimana, Dalam Deddy Mulyana, Kumunikasi Antarbudaya. Bandung, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya.

447

Rahardjo, Dawam, M. 2007. Meredam Konflik, Merayakan Multikulturalisme. Makalah bebas.

Rapar. J.H. 2001. Filsafat Politik Plato, Aristoteles, Augustinus, Machiavelli. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Rachbini, Didik J. Ekonomi Politik. 1996. Paradigma Teori, dan Perspektif Baru. Center for Information and Development Studies (CIDES) bekerjasama dengan Institute for Development of Economic and Finance (INDEF). Jakarta.

Rahardjo, Dawam. 2007. Refleksi tentang Kebudayaan.

Ricklefs, H. C.1991. Sejarah Indonesia Modern. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta.

Riggio, R.E. 1990. Introduction to Industrial Organizational Psychology. Illionis: Scott, Foresman/Little, Brown Higher Education.

Robbins, Stephen P.1996. Perilaku Organisasi. PT. Prenhallindo. Jakarta.

Ruyadi, Yadi. 2004. Sikap Saling Menghargai terhadap Keberagaman Budaya. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Saputro, N.E. 2003. Perbedaan Gaya Penanggulangan Konflik Masyarakat Suku Jawa dan Suku Madura. Skripsi, tidak diterbitkan. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Sasongko, I. dan Salomo Simanungkalit. Mei 2002. Tawuran Pelajar: Marah dan Membunuh. Harian Kompas. Halaman 25.

Sasse, C.R. 1981. Person to Person. USA: Bennet Publishing Company.

Savage, T.V.,& Armstrong, D.G. 1996. Effective Teaching in Elementary Social Studies. Ohio: Prentice Hall.

Skeel, D.J. 1995. Elementary Social Studies: Challenge for Tomarrow”s World. New York: Harcourt Brace College Publishers.

Sleeter, C.E. & Grant. 1988. Making Choices for Multicultural Education, Fife Approaches to Race, Class, and Gender. New York: Macmillan Publishing Company.

Soekanto, Soerjono, 1990, Sosiologi suatu Pengantar, Jakarta, Rajawali Press.

Soemarjan, Selo dan Soelaeman Soemardi. 1994, Setangkai Bunga Sosiologi, Jakarta. Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

448

Soemarwoto, Otto. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan.

Soerjani; Moh, Ahmad, Rofiq; dan Munir, Rozy (ed). 1987. Lingkungan: Sumberdaya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan. Jakarta : UI-Press.

Sorokin, Pitirin A. 1928. Contemporary Sociological Theories. New York. Harper & Row.

Soetopo, H. 2001. Manajemen Konflik. Malang: Universitas Negeri Malang.

Soetopo, H. & Supriyanto, A. 1999. Manajemen Konflik. Malang: Program Studi Manajemen Pendidikan, Administrasi Pendidikan FIP Universitas Negeri Malang.

Sujak, Abi. 1990. Kepemimpinan Manajemen: Eksistensinya dalam Perilaku Organisasi. Jakarta. Rajawali Press.

Sukirno, S. 2000. Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sukirno, S. 2004. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Supriatna, Nana. 2004a. Terbentuknya Identitas Kebangsaan pada masa Sebelum dan Sesudah Kemerdekaan. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Supriatna, Nana. 2004b. Prakondisi Terbentuknya Identitas Kebangsaan. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Suprapto, Ngadilah, dan Priyanto, AT. Sugeng. Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru Mata Pelajaran PPKN. Identitas Nasional. Modul: PKN A.13. 2002: Direktorat SLTP. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Depdiknas.

Supratiknya (Ed). 1993. Psikologi Kepribadian 1, 2, 3. Terjemahan dari buku Theories of Personality (Calvin S Hall & Gardner Lindzey). Penerbit Kanisius. Jogjakarta.

Suwarsono dan So, Alvin Y. 1994. Perubahan Sosial dan Pembangunan. PT Pustaka LP3ES Indonesia.

Tinsley, C. 1998. Models of Conflict Resolution in Japanese, German & American cultures. Journal of Applied Psychology. Vol 83 (2): 316-323.

Tobroni, dkk. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Pusapom. Malang.

449

Todaro, Michael P. Ilmu Ekonomi Bagi Negara Sedang Berkembang. Suatu Pengantar Mengenai Dasar-dasar Masalah-masalah dan Kebijaksanaan Dalam Pembangunan. Buku II. 1985: Akademika Pressindo. Jakarta

Turner, Bryan S. 2006. Runtuhnya Universalitas Sosiologi Barat. Bongkar Wacana Atas: Islam Vis A Vis Barat, Orientalisme, Posmodern-isme, dan Globalisme. Ar-Ruzz. Jogjakarta.

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2006: Sekretariat Jenderal MPR RI.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Wexley, K.N. & Yukl, G.A. 1998. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Penterjemah: M. Shobaruddin. Jakarta: Bina Aksara.

Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

White, D. & Bednar, D.A. 1996. Organizational Behavior. Boston: Allyn & Bacon.

untuk Sekolah Menengah Kejuruan

Ilmu PengetahuanSosial

Nur Wahyu Rochmadi

Nu

r Wah

yu R

och

mad

i IL

MU

PE

NG

ETA

HU

AN

SO

SIA

L

un

tuk S

MK

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah KejuruanDirektorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan MenengahDepartemen Pendidikan Nasional

HET (Harga Eceran Tertinggi) Rp. 7.888,00

ISBN XXX-XXX-XXX-X

Buku ini telah dinilai oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan telah dinyatakan layak sebagai buku teks pelajaran berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2007 tanggal 5 Desember 2007 tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran yang Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digu-nakan dalam Proses Pembelajaran.