bab iv - digilib uns

180
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 62 BAB IV PERSIAPAN, PELAKSANAAN, DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian Beberapa persiapan penelitian yang dilakukan peneliti, yaitu : 1. Tahap Persiapan Penyusunan Alat Pengumpul Data Berkaitan dengan metode penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat beberapa alat pengumpul data yang digunakan oleh peneliti, yaitu lembar riwayat hidup, panduan wawancara, panduan observasi. a. Lembar Riwayat Hidup Lembar riwayat hidup digunakan untuk mendapatkan informasi dasar dari subjek. Beberapa informasi yang tercantum dalam blangko riwayat hidup adalah identitas subjek, identitas orang tua, keadaan keluarga, susunan keluarga subjek, riwayat pendidikan, riwayat kursus, riwayat organisasi, riwayat pekerjaan, prestasi, dan riwayat difabilitas. Hal-hal yang tercantum dalam lembar riwayat hidup akan diperdalam pada sesi wawancara. Lembar riwayat hidup diberikan pada saat melakukan pertemuan dengan subjek. Subjek pertama mengisi lembar riwayat hidup pada pertemuan ketiga, sementara subjek kedua dan ketiga mengisi lembar riwayat hidup pada pertemuan pertama. Lembar riwayat hidup telah disertakan dalam lampiran B.

Upload: khangminh22

Post on 16-Mar-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

BAB IV

PERSIAPAN, PELAKSANAAN, DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

Beberapa persiapan penelitian yang dilakukan peneliti, yaitu :

1. Tahap Persiapan Penyusunan Alat Pengumpul Data

Berkaitan dengan metode penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya,

terdapat beberapa alat pengumpul data yang digunakan oleh peneliti, yaitu

lembar riwayat hidup, panduan wawancara, panduan observasi.

a. Lembar Riwayat Hidup

Lembar riwayat hidup digunakan untuk mendapatkan informasi

dasar dari subjek. Beberapa informasi yang tercantum dalam blangko

riwayat hidup adalah identitas subjek, identitas orang tua, keadaan

keluarga, susunan keluarga subjek, riwayat pendidikan, riwayat kursus,

riwayat organisasi, riwayat pekerjaan, prestasi, dan riwayat difabilitas.

Hal-hal yang tercantum dalam lembar riwayat hidup akan diperdalam pada

sesi wawancara. Lembar riwayat hidup diberikan pada saat melakukan

pertemuan dengan subjek. Subjek pertama mengisi lembar riwayat hidup

pada pertemuan ketiga, sementara subjek kedua dan ketiga mengisi lembar

riwayat hidup pada pertemuan pertama. Lembar riwayat hidup telah

disertakan dalam lampiran B.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

63

b. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara disusun oleh peneliti untuk mengungkap

informasi yang nantinya akan memfokuskan tentang hardiness pada atlet

difabel. Selain itu, agar data yang didapatkan lebih dalam, peneliti juga

mengungkap aspek lain mengenai gaya pengasuhan orang tua subjek,

pengalaman hidup subjek, penghayatan subjek terhadap hidup, serta latar

belakang subjek untuk menjadi seorang atlet difabel. Peneliti membuat

daftar pertanyaan operasional yang bersifat umum dan kemudian akan

diperdalam dengan pertanyaan lebih spesifik (indepth) sehingga

didapatkan data yang lengkap.

Peneliti menggunakan bentuk wawancara semi terstruktur, yaitu

bentuk wawancara yang menggunakan pedoman untuk mencapai tujuan

wawancara tetapi tetap dilakukan secara fleksibel sehingga peneliti dapat

mengembangkan pertanyaan sesuai dengan kondisi subjek namun tetap

sesuai dengan pedoman wawancara. Peneliti memulai pertanyaan

berkenaan dengan aktivitas subjek sehari-hari, pandangan subjek mengenai

para atlet difabel, latar belakang subjek memutuskan menjadi atlet difabel,

latar belakang keluarga, masa kecil, pernikahan subjek, hingga kehidupan

subjek saat ini sebagai atlet difabel.

c. Observasi

Kemampuan peneliti membaca reaksi verbal ataupun non-verbal

sangat dibutuhkan untuk menunjang data hasil penelitian. Aspek non-

verbal yang diobservasi oleh penelitia meliputi penampilan fisik, ekspresi,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

64

perilaku yang muncul, rentang perhatian, serta interaksi dengan orang lain.

Beberapa hal lain yang diobservasi adalah artikulasi, keluasan penggunaan

kosa kata, kejelasan pengucapan kata, intonasi, penggunaan bahasa, dan

penekanan kalimat. Peneliti juga melakukan observasi berkaitan dengan

aktivitas keseharian subjek, meliputi keadaan di sekitar tempat subjek

melakukan aktivitas (kantor, rumah, dan lapangan), interaksi dengan istri

dan anak, serta interaksi subjek dengan teman-temannya. Observasi

diharapkan mampu membantu peneliti mendapatkan pemahaman lebih

baik tentang konteks dalam hal yang diteliti.

2. Rencana Pengkodingan untuk Reduksi Data

Membuat koding berarti memberikan satuan data agar dapat ditelusuri

berasal dari sumber mana data tersebut. Pemberian kode meliputi :

a. Penandaan sumber asal satuan, dalam penelitian ini adalah keseluruhan

data yang berasal dari wawancara.

b. Penandaan jenis subjek, pada penelitian ini kode SU = subjek utama, SO

= Significant Other, dan P = Pelatih. Terdapat 3 subjek utama dalam

penelitian ini, SU. I untuk subjek 1, SU. II untuk subjek 2, dan SU. III

untuk subjek 3. Sedangkan untuk significant other, dalam penelitian ini

masing-masing subjek memiliki 1 significant other, yaitu istri dari masing-

masing subjek dan dua orang pelatih subjek selama menjalani program

karantina di NPC. Contoh SO. I adalah significant other pertama dari

subjek pertama. Kode SO. II adalah significant other pada subjek kedua,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

65

dan seterusnya. Adapun kode P. I dan kode P. II untuk pelatih pertama dan

kedua.

c. Penandaan waktu wawancara, pada penelitian ini wawancara dilakukan

sebanyak dua hingga tiga kali pada subjek utama, dan satu kali untuk

masing-masing significant other. Pemberian kode waktu wawancara

adalah dengan menggunakan kode 01 dan 02 untuk membedakan

wawancara pertama, kedua, dan seterusnya. Contoh W. SU. I. 01 adalah

wawancara pertama pada subjek utama pertama, W. SO. I. 01 adalah

wawancara pertama pada significant other pertama subjek utama pertama,

dan W. P. I. 01 adalah wawancara pertama dengan pelatih pertama dari

ketiga subjek.

d. Penandaan letak baris dalam verbatim, penandaan dilakukan dengan

memberikan angka untuk menunjukkan letak baris di dalam verbatim.

Contoh W. SU. I. 01 : 223-228 berarti ini merupakan wawancara pertama

pada subjek utama 1, dan kutipan diambil dari baris 223-228 dari verbatim

tersebut. Sedangkan untuk contoh pengkodingan data pada significant

other adalah W. SO. I. 1 : 94-97 berarti ini merupakan wawancara pertama

pada significant other pertama dari subjek utama pertama. Penandaan

untuk pelatih contohnyanya W. P. I. 01 : 98-109 berarti ini merupakan

wawancara pertama dari pelatih pertama ketiga subjek.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

66

B. Pelaksanaan Penelitian

Seluruh subjek utama dan significant other penelitian didapatkan dengan

metode purposive sampling dan snowball sampling. Pencarian subjek utama

dilakukan sejak minggu kedua bulan Februari 2014, sehingga pada tanggal 21

Februari 2014 peneliti mulai melakukan pembangunan rapport dengan salah satu

calon subjek utama. Dalam proses menentukan subjek utama, peneliti dibantu

oleh pelatih. Adapun dalam proses penentuan significant other, peneliti

memberikan penjelasan kepada subjek utama mengenai perlunya wawancara

tambahan kepada orang terdekatnya. Sehingga pada saat wawancara dengan

subjek utama, peneliti mendapatkan nama yang direkomendasikan untuk

dijadikan significant other.

Pada bulan Maret – Desember 2015 peneliti beberapa kali melakukan

kunjungan ke lapangan untuk mengamati aktivitas para atlet difabel selama masa

Pelatihan Nasional (PELATNAS) . Peneliti mengamati interaksi antar atlet difabel

serta interaksi atlet dengan pelatih. Proses pembangunan rapport berjalan lancar,

walaupun peneliti membutuhkan beberapa kali kunjungan agar para atlet mau

menerima kehadiran peneliti di tengah mereka. Peneliti sempat berganti subjek

utama beberapa kali dikarenakan ketidaksediaan dalam mengikuti penelitian.

Proses wawancara berjalan lancar. Subjek utama menepati janji pertemuan

sesuai dengan waktu dan lokasi yang telah disepakati. Subjek utama juga sangat

kooperatif selama proses wawancara berlangsung sehingga peneliti dapat dengan

mudah membangun hubungan baik dengan subjek. Dalam salah satu proses

wawancara, subjek utama diminta untuk melakukan pengisian informed consenst

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

67

dan lembar riwayat hidup. Berikut ini merupakan daftar tabel riwayat hidup

subjek utama yang digunakan dalam penelitian ini:

Tabel 1,

Identitas Subjek Utama,

No. Aspek Subjek Utama I Subjek Utama II Subjek Utama III

1. Nama ST AS BW

2. Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Laki-laki

3. Usia 36 tahun 36 tahun 46 tahun

4. Anak ke- 1 dari 2

bersaudara

4 dari 4 bersaudara 6 dari 8 bersaudara

5. Tinggal dengan Anak & Istri Anak & Istri Anak & Istri & Ibu

6. Pendidikan

terakhir

SMP SMA S1

7. Pekerjaan Atlet dan

wirausaha

Atlet dan

wirausaha

Atlet dan wirausaha

8. Suku Jawa Jawa Jawa

9. Agama Islam Islam Islam

10. Status Menikah Menikah

(Pernikahan kedua)

Menikah

11. Hobby Olahraga Olahraga Olahraga

12. Domisili Bandung Solo Solo

Berikut ini adalah tabel jadwal pengambilan data pada subjek utama penelitian :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

68

Tabel 2

Jadwal Pengambilan Data Subjek Utama,

Pertemuan :

Subjek

1 2 3

Subjek Utama I

(ST)

Sabtu, 21 Februari

2015 di Stadion

Sriwedari, Solo.

Jum‘at, 27

November 2015 di

Gedung PPBRM,

Colomadu.

Senin, 28 Desember

2015 di Gor

Pajajaran Bandung.

Subjek Utama II

(AS)

Rabu, 6 Januari 2016

di Sekretariat NPC

Jawa Tengah (GOR

Manahan).

Sabtu, 9 Januari

2016 di kediaman

subjek utama II

(Sumber, Solo).

Rabu, 13 Januari

2016 di kediaman

subjek utama II

(Sumber, Solo).

Subjek Utama III

(BW)

Rabu, 6 Januari 2016

Sekretariat NPC Jawa

Tengah (GOR

Manahan).

- -

Pengambilan data tersebut dilakukan pada tempat yang berbeda-beda.

Pemilihan lokasi dan waktu wawancara ditentukan berdasarkan permintaan subjek

utama. Pada subjek utama pertama, pengambilan data berlangsung sebanyak tiga

kali dan dilakukan di tiga tempat yang berbeda. Pertemuan pertama pada subjek

utama pertama berlangsung di Stadion Sriwedari, pertemuan kedua di Wisma

Yayasan Insan Sembada, dan pertemuan ketiga di Gor Padjajaran kota Bandung.

Subjek utama kedua meminta pertemuan wawancara pertama di Sekretariat NPC

Jawa Tengah, Manahan dan pertemuan kedua serta ketiga berlangsung di

kediaman subjek. Adapun pertemuan subjek utama ketiga dilaksanakan di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

69

Sekretariat NPC Jawa Tengah, Manahan dan peretmuan kedua berlangsung di

kediaman subjek di daerah Karangasem. Pengambilan data tidak hanya dilakukan

pada subjek utama. Peneliti juga melakukan observasi dan wawancara pada orang-

orang terdekat subjek utama (significant other). Berikut ini adalah tabel jadwal

pengambilan data pada significant other penelitian :

Tabel 3,

Jadwal Pengambilan Data Significant others,

Pertemuan :

Significant Other

1

Significant Other dari Subjek

Utama I (SM) Selasa, 29 Desember 2015 di Gor Pajajaran, Bandung.

Significant Other dari Subjek

Utama II (RR)

Sabtu, 9 Januari 2016 di kediaman subjek utama II

(Sumber, Solo).

Significant Other dari Subjek

Utama III (SR)

Selasa, 12 Januari 2016 di kediaman subjek utama III

(Karangasem, Solo).

Pelatih I dari ketiga subjek

utama (SW)

Selasa, 12 Januari 2016 di Sekretariat NPC Jawa

Tengah (GOR Manahan).

Pelatih II dari ketiga subjek

utama (PW)

Senin, 11 Januari 2016 Masjid Kampus Manahan

jurusan POK FKIP UNS.

Significant other yang terlibat dalam penelitian ini adalah istri dan pelatih

dari masing-masing subjek utama. Pemilihan tersebut didasarkan asumsi bahwa

istri dan pelatih adalah pihak yang paling dekat dengan subjek utama dan

memiliki peran dalam aktivitas keseharian sebagai seorang atlet. Pengambilan

data pada significant other tersebut dilakukan pada tempat yang berbeda-beda.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

70

Pemilihan lokasi dan waktu wawancara ditentukan berdasarkan kesediaan waktu

yang diberikan oleh istri dan pelatih kepada peneliti.

Pada pertemuan awal, peneliti menyampaikan kepada subjek utama

mengenai rencana pemilihan significant other tersebut. Baik subjek maupun calon

significant other tidak ada yang keberatan sehingga akhirnya istri dan pelatih dari

masing-masing subjek turut berperan dalam penelitian ini sebagai significant

other. Wawancara kepada significant other dilakukan setelah semua wawancara

dengan subjek utama selesai. Wawancara significant other dari subjek utama I

dilaksanakan di Gor Pajajaran kota Bandung. Sedangkan wawancara significant

other subjek utama II dan III dilaksanakan di rumah pribadi masing-masing

subjek utama.

C. Deskripsi Hasil Penelitian

1. Subjek Utama I (ST)

a. Riwayat Hidup

Subjek utama I berinisial ST merupakan pria kelahiran Indramayu

tanggal 4 Januari 1980. Lahir sebagai anak sulung dari dua bersaudara.

Pekerjaan ST adalah wirausaha dan atlet. ST memiliki beberapa usaha jasa

cuci motor dan mobil di Bandung dan Indramayu. ST bersuku bangsa Jawa

dan beragama Islam. Menikah sejak tahun 2009 dan memiliki anak laki-

laki berusia 5 tahun yang akrab dipanggil Nasril. Istri ST berinisial SM.

Usianya satu tahun lebih tua dibandingkan ST. Istri ST bekerja sebagai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

71

kepala cabang salah satu minimarket terbesar di Indonesia yang terletak di

kota Bandung. Pendidikan terakhir istri ST adalah SMA.

ST memiliki hobi olahraga. Hobi tersebut dilakukannya sejak

masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). ST saat ini berdomisili di

Jalan Cipedes Tengah nomor 77, gang Asyari RT 001, RW 006, Kota

Bandung, Jawa Barat. Sekitar 10 menit perjalanan dengan mengendarai

motor dari Gor Pajajaran Bandung.

Ayah dan Ibu ST bersuku bangsa Jawa. Ibu dan ayahnya menikah

pada saat usia mereka 15 tahun. Pada saat pengisian riwayat hidup, ST

mengungkapkan bahwa Ayahnya sudah meninggal dunia sejak tahun 2003

pada usia 48 tahun. Sementara Ibunya masih hidup dan berdomisili di

Indramayu bersama adik perempuannya. ST mengaku tidak mengenal

sosok ayahnya secara dekat karena sedari ST berusia 5 tahun, ayah dan

ibunya sudah bercerai. ST sangat jarang bertemu dengan ayahnya. ST

mengaku, ia pernah memiliki perasaan iri pada teman-temannya yang

masih memiliki kedua orang tua komplit.

Ibu ST sendiri pernah bekerja sebagai seorang Tenaga Kerja

Wanita (TKW), sehingga pada masa kecilnya ST lebih banyak diasuh oleh

sanak keluarga yang lainnya daripada orang tua kandungnya. Dalam

pertemuan wawancara 1, ST sempat menceritakan bahwa ia memiliki dua

orang adik yang lahir tahun ‘92 dan kelas X SMA. Namun, pada saat

pertemuan kedua, ST menceritakan dan menuliskan bahwa iya memiliki

seorang adik perempuan yang bernama Nining, berusia 32 tahun, dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

72

berdomisili di Indramayu. Pada pertemuan ketiga, ST tidak memberikan

keterangan tambahan mengenai kondisi Ibu dan saudaranya saat ini. ST

cenderung mengalihkan pembicaraan atau menjawab sekedarnya saat

peneliti bertanya tentang ayah, Ibu, dan adiknya. ST lebih sering

menceritakan istrinya dan anaknya.

ST pernah bersekolah di SDN Teluk Agung I dan SMP 1 di daerah

Indramayu. Dalam lembar riwayat hidup, istri ST menuliskan SMA

sebagai pendidikan terakhir ST, namun menurut penuturannya, ST tidak

tamat SMA karena pada saat kelas 2 SMA, ST mengalami kecelakaan.

Istri ST tidak memberikan keterangan lebih lanjut mengenai alasan ST

tidak menamatkan pendidikan menengah atasnya.

ST pernah menjalani kursus keterampilan bidang perbengkelan di

salah satu lembaga pelatihan para difabel di daerah Jakarta pada tahun

1999 selama satu tahun. Saat ini ST aktif sebagai pengurus National

Paralympic Committee Jawa Barat. Adapun capaian prestasi ST dalam

bidang olahraga sudah sampai di tingkat internasional. Di ajang Asean

Para Games (APG) 2015 lalu di Singapura, ST mendapatkan dua medali

emas dan satu perak. Dua tahun sebelumnya, pada ajang APG 2013 yang

diselengarakan di negara Myanmar ST mendapat satu medali emas dan

dua medali perak. ST memiliki banyak sekali medali dari kompetisi

tingkat daerah, nasional, sampai internasional.

ST menjadi difabel sejak kelas 2 SMA akibat kecelakaan. Kejadian

berlangsung saat ST pulang sekolah mengendarai motor dan ST ditabrak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

73

oleh bus di jalan sepanjang pantai utara (Pantura) kawasan Indramayu. ST

mengaku pernah mengalami masa depresi hingga pernah berpikir untuk

melakukan bunuh diri pada kurun waktu satu tahun setelah kecelakaan

yang mengakibatkan amputasi kaki pada ST. Pemikiran untuk mengakhiri

hidup itu muncul dalam benak ST karena teman-teman dan pacarnya tidak

memperlakukan ST seperti sedia kala. Kepercayaan diri ST kembali

muncul setelah ST memutuskan untuk bergabung ke salah satu yayasan di

Jakarta yang memberikan kursus keterampilan khusus untuk orang difabel.

Peneliti memberikan lembar riwayat hidup pada ST sebanyak dua

kali. Lembar riwayat hidup pertama kali diberikan pada pertemuan kedua

yang berlangsung di Gedung PPRBM Colomadu. ST membawanya pulang

dan mengaku bahwa lembar tersebut hilang. Pengisian lembar riwayat

hidup yang kedua kalinya dilakukan oleh istri ST pada saat

berlangsungnya observasi dan wawancara dengan significant other dari

subjek utama I. ST yang meminta istrinya untuk mengisi lembar riyawat

hidup. Pada saat berlangsungnya pengambilan data melalui significant

other, subjek utama I (ST) ikut menemani istrinya.

b. Gambaran Obervasi

ST memiliki tinggi badan sekitar 165 cm. Perawakan ST seperti

kebanyakan atlet dengan otot yang menonjol di beberapa bagian tubuh

(lengan dan leher). ST memiliki warna kulit coklat tua. Wajah ST

berbentuk bulat, alis mata berwarna hitam dengan bentuk sedikit

melengkung naik di bagian ujung alis mata. Selain itu ST memiliki bibir

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

74

yang berwarna hitam karena ST mengaku sebagai seorang perokok berat.

Rambutnya berwarna hitam. Potongan rambut ST sewajarnya potongan

rambut kaum laki-laki, yaitu dipangkas habis diatas bahu.

ST mengalami amputasi kaki kiri dari paha atas hingga telapak

kaki. ST mengenakan kaki palsu berwarna perak dalam menjalani aktivitas

sehari-hari. Dengan kondisi kaki yang berbeda dari orang pada umumnya,

ST tetap bisa mengendarai motor roda dua seorang diri. ST mengaku

sering mengantar jemput istrinya bekerja. Selama proses latihan di Solo

ST membawa kendaran motor pribadi dan sering menggunakannya untuk

bepergian keliling Solo. ST memiliki kegemaran melakukan touring

bersama denga teman-temannya.

Secara keseluruhan penampilan ST cukup rapi. Nada suara ST

terdengar keras dengan intonasi yang kadang tinggi, kadang datar. Pada

proses berlangsungnya wawancara, ST sering memberi penekanan pada

kata-kata tertentu dengan intonasi suara yang cukup keras. ST

menunjukkan penampilan yang berbeda-beda selama proses pengambilan

data.

Interaksi ST dengan orang lain cukup baik. Pada saat proses

pengambilan data, ST beberapa kali melakukan jeda percakapan dengan

peneliti untuk menyapa teman-temannya yang lewat di sekitar lokasi

tempat berlangsungnya proses pengambilan data. Pengambilan data pada

ST dilakukan sebanyak tiga kali. Pertemuan pertama berlangsung pada

hari Sabtu, tanggal 21 Februari 2015 mulai pukul 09.05 – 09.50 WIB

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

75

bertempat di Stadion Sriwedari seusai ST melaksanakan latihan. ST

mengenakan kaos olahraga berwarna-warna abu-abu yang kemudian di

lapisi dengan jaket berwarna merah serta mengenakan celana panjang

berwarna merah. ST tidak memakai aksesoris apapun di pergelangan

tangannya. Selama proses wawancara, pandangan ST lebih banyak

diarahkan ke jalan raya di depan Stadion Sriwedari, hanya sesekali ST

melihat ke arah peneliti. ST beberapa kali meminta izin dan memohon

maaf pada peneliti untuk merokok. Peneliti mencatat, selama 45 menit

proses wawancara, ST menyalakan rokok sebanyak dua kali. ST sesekali

mengalihkan pembicaraan denga bertanya pada peneliti mengenai suatu

hal yang baru dilihatnya dan terjadi di sekitar lokasi berlangsungnya

wawancara. ST juga mengajukan pertanyaan mengenai latar belakang

peneliti.

Pertemuan kedua berlangsung pada hari Jum‘at, tanggal 27

November 2015 mulai pukul 19.30 – 19.55 WIB bertempat di Gedung

PPRBM Colomadu. Awalnya, peneliti menemui ST di Hotel Mekar Sari

tempat tinggal ST dan atlet lainnya selama menjalani PELATNAS di Solo,

sesuai dengan kesepakatan semula. Namun, pada hari dan jam yang sama,

seluruh atlet yang ikut dalam PELATNAS Asean Para Games 2015 akan

melaksanakan pertemuan di Gedung PPRBM Colomadu sebagai persiapan

terakhir sebelum keberangkatan ke Singapura. Saat ditemui, ST

mengenakan kemeja lengan panjang berwarna hitam dengan lengan baju

dilipat sampai siku tangan dan celana jeans berwarna hitam. Pada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

76

pertemuan kedua, peneliti meminta ST untuk melakukan pengisian lembar

riwayat hidup sambil sesekali peneliti mengajukan pertanyaan pada hal-hal

yang ditulis ST dalam lembar riwayat hidup. Selama proses pengisian

lembar riwayat hidup, beberapa kali ST mengalihkan pembicaraan jika

peneliti bertanya tentang ayah, Ibu, dan adiknya. Pengisian lembar riwayat

hidup terhenti ketika acara yang diperuntukkan untuk para atlet difabel

sudah dimulai.Peneliti menyukupkan pertemuan hari itu, adapun ST

memohon izin pada peneliti untuk membawa lembar riwayat hidup yang

baru saja di isi olehnya. Pada pertemuan kedua, ST juga memohon izin

pada peneliti untuk merokok.

Pertemuan ketiga berlangsung pada hari Senin, tanggal 28

Desember 2015 mulai pukul 09.55 – 11.47 WIB bertempat di Gor

Pajajaran Kota Bandung. ST mengenakan kaos lengan pendek berwarna

abu-abu tua dan celana jeans berwarna abu-abu pudar. Dalam pertemuan

hari itu ST turut membawa serta anak laki-lakinya, sehingga dalam proses

wawancara ST beberapa kali beralih fokus pada anaknya karena anaknya

datang meminta uang untuk jajan atau ST memberikan peringatan pada

anaknya untuk main di sekitar ST. Selama proses wawancara, ST meminta

izin pada peneliti untuk merokok. ST menyalakan rokoknya sebanyak tiga

kali. Beberapa kali ST terbatuk dengan suara cukup keras dan mengaku

bahwa batuknya di sebabkan oleh aktivitas merokok yang sedang

dilakukannya. Namun, ST bercerita bahwa dirinya adalah perokok berat

yang sangat susah untuk lepas dari rokok walaupun sudah sering di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

77

peringatkan oleh istrinya. Pada pertemuan ketiga, ST mengenakan gelang

berwarna biru di tangan kanannya, jam tangan di tangan kirinya, dan

kalung berwarna perak berbentuk rantai di lehernya. Kalung tersebut

dimasukkan ke dalam kaos yang dikenakan oleh ST. ST sempat mengajak

peneliti untuk makan siang di sekitar Gor Pajajaran. Di warung makan, ST

terlihat sudah akrab dengan pemilik warung, ST menyapa pemilik warung

dan beberapa orang yang sedang makan dengan ramah. Pada pertemuan

ketiga, peneliti sempat menanyakan mengenai anak ST yang kedua, ST

menjawab bahwa anaknya tinggal bersama neneknya di Indramayu,

namun pada saat peneliti mewawancarai istri ST, ternyata anak bungsunya

sudah meninggal sejak awal tahun 2015. ST mengakui bahwa dia

berbohong karena ST tidak ingin kalau orang lain mengetahui

kelemahannya. ST juga tidak memberikan keterangan lebih jauh pada

peneliti mengenai sebab meninggalnya anak bungsu ST.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

c. Hasil Pemaknaan Subjek Utama I

Tabel 4,

Data Hasil Pemaknaan Subjek Utama I,

No. Gambaran Hardiness

Indikator Data Wawancara Data Obervasi Unit makna

1. Commitment Ketertarikan dan

keingintahuan tentang

hidup.

Terus kebahagiaan itu, kesenangan itu kan kita

yang nyiptain bukan orang lain. (W.SU.I.03: 97-98)

Karena manusia udah diciptakan, Tuhan itu adil.

Udah ada rejekinya, udah ada sifatnya masing-

masing. Nggak bisa ngerubah garis yang kuasa,

apapun yang terjadi kalau memang sudah kehendak

yang di atas, ya harus bisa nge-ikhlasinnya, walau

berat. Sekarang ya itu aja, kalau saya pegangannya

segala sesuatu ya jangan lupa, 2,5 itu zakat,

syukuran, itu kan bukan rejeki kita semua.

(W.SU.I.03: 157-161)

Alhamdulillah, dari dulu, apa namanya, kalau buat

sedekah gitu, walaupun sholat masih “blentang-

blentong” gitu lah, yang namanya kewajiban

seperti itu, sama omongan orang tua, saya dengerin

terus, saya ke masjid, ke ibu-ibu, sampai tiga

tempat alhamdulillah. Kan di keluarga istri, terus

Menatap

interviewer.

Nada suara datar.

Pandangan mata ke

sekeliling.

HP berbunyi lagi.

Subjek mematikan

dering HP yang

berbunyi. Pandangan

mata ke arah HP

kemudian menatap

Subjek memaknai

kebahagiaan sebagai sesuatu

yang timbul dari dalam diri

bukan diberikan orang lain

lain.

Subjek percaya bahwa Allah

itu adil dan setiap manusia

sudah memiliki takdir bagi

kehidupannya dan harus

ikhlas serta bersyukur

terhadap takdir

kehidupannya.

Subjek memiliki komitmen

untuk melakukan sedekah

setiap kali mendapatkan

medali kejuaraan sebagai

ungkapan rasa syukurnya.

Subjek percaya bahwa ada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

di rumah sendiri, sama di orangtua. Jadi ya, nggak

berenti-berenti nya ngucapin syukur kan. Ya bener

sih, kita semakin bersyukur, bukan semakin kere,

bukan semakin berkurang, kalau bisa

merasakannya. Kadang-kadang kan orang, udah

dapet itu mah, rugi, kebanyakan. Salah besar,

Kalau menurut saya itu kan fatal, karna itu rejeki

kan bukan punya kita semua, tapi ada juga yang

hak-nya anak yatim, ya kan? (W.SU.I.03: 174-185)

Iya, karena semua itu udah ada rejekinya masing-

masing, orang hidup udah ada yang atur. Cuman

kalau kita sering ngeluh, sering keluh kesah,

ngomongin nggak nyadar, banyak penyesalannya,

ya itu lah, rasain lah, derita kamu. (W.SU.I.03:

265-268)

Yaa... menemukan istri yang tau dan menerima

kekurangan kita kalau menurut saya. Kalau yang

lain mah.. ya maaf bukannya sombong, tapi itu

cuman materi semata, itu bisa dicari. Tapi

menemukan orang yang bisa menerima keadaan

kita, kalau melihat sekarang di posisi saya, bukan

fisiknya itu lagi. Sekarang, kita bukan merasa

egois, bukan merasa diatas atau gimana, kita

mencari yang mukanya kayak Agnes Monica atau

siapa itu, bukan tidak mungkin. Tapi, masalahnya

dia sayang nggak sama kita? (W.SU.I.03: 363-367)

ke interviewer.

Sesekali berbicara

sambil mengangguk.

Menggerakkan

tangan.

Pandangan mata ke

sekeliling kemudian

menatap ke arah

interviewer.

hak orang lain di dalam harta

yang dimilikinya. Subjek juga

meyakini dengan sedekah ia

tidak akan menjadi miskin

dan kekurangan.

Bagi subjek, setiap orang

sudah memiliki jatah

rezekinya masing-masing.

Oleh karenanya harus

dijemput bukan malah

berkeluh kesah dan menyesal.

Menurut subjek bahagia

adalah ketika ia bisa bertemu

dengan istrinya dan istrinya

mau menerima keadaan

dirinya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

Nah... tapi kalau yang bener-bener menerima

kekurangan kita, dan istilahnya apa, semua bener-

bener tau, susah nyari pendamping yang seperti itu.

dan tanpa disadari kita mendapatkan orang seperti

itu, kita jaga baik-baik, tidak menutup kemungkinan

rejeki dua orang, menjadi satu. (W.SU.I.03: 372-

376)

Cuman orang tidak merasakan, tidak menyadari.

Kita komitmen pengen married, pingin menyatukan

dua hati yang berbeda itu, bukan berarti cuman

hanya “sekedar itu”. Tapi disisi lain, kita sendirian

aja dikasih rejeki seperti itu, apalagi berdua. Itu

bukan rejeki kita sendiri, tapi rejeki pasangan kita

juga, anak kita juga. (W.SU.I.03: 378-382)

Wah, ya kita apa ya, semakin kita diatas. Dari segi

gengsi, dari apa yang dipake aja, udah gak bisa

disangkal. Itu manusiawi. Seleranya. Tanpa

disadari, makin ke atas, makinn gengsi itu emang

bener. (W.SU.I.03: 731-734)

Pandangan mata ke

sekeliling kemudian

menatap ke arah

interviewer. Tangan

di gerakkan ke arah

pundak.

Respon cepat.

Pandangan mata ke

sekeliling sesekali

menatap ke arah

interviewer.

Menggerakkan

tangan. Nada suara

tinggi.

Subjek merasa bahwa susah

mencari seorang pendamping

hidup yang mau menerima

kekurangan dirinya. Ketika

subjek mendapatkan orang

yang mau menerima

kekurangannya itu, subjek

akan menjaganya dengan

baik.

Subjek memiliki pandangan

hidup bahwa menikah bukan

hanya sekedar menyatukan

dua hati tapi juga menyatukan

rezeki, sehingga rezeki yang

didapatkan itu ada hak untuk

istri dan anaknya.

Subjek beranggapan bahwa

merupakan hal manusiawi

bagi seseorang jika semakin

berada di puncak kesuksesan

maka gaya hidupnya juga

akan tinggi karena itu

menyangkut pada harga

dirinya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

Merasa bahagianya. Kalau semua orang yang saya

sayangi sehat. Kalau masalah rejeki kalau menurut

saya mah ngikutin. Ada ininya masing-masing.

Semua sumber kebahagiaan itu. Berawal dari sehat

dulu, kalau kita sehat lihat anak seneng. Istri sehat,

orang tua sehat, semua keliling kita sehat tidak ada

yang. Tidak ada yang tidak mungkin, kita kok yang

nyiptain bahagia. Relatif, mau dibikin seneng. Mau

dibikin ribut kita kok yang nyiptain. Bukan orang

lain. Bener enggak? Suasana apapun kita yang

nyiptain. Kalau menurut saya, kalau menurut yang

lain. Gak tahu, woo itu takdir, gak bisa. Sekarang.

Kita mau dibikin runyam orang kita juga yang

nyiptain. Tanpa sebab akibat gak mungkin. Tau-

tau. Ada sesuatu bikin heboh bikin apa gak

mungkin. He‟e (W.SU.I.03: 800-811)

Kita sendiri kok yang nyiptain. Salah besar kalau

menurut saya, itu apa namanya. Takdir katanya,

dapet ini dapet ini. Salah besar. Karena apa?

Semua itu pilihan. Hidup itu pilihan. Kaya miskin

itu pilihan bukan takdir. Kalau saya dikasih ujian

kayak gini. Ini baru takdir. Bener enggak?

(W.SU.I.03: 813-817)

Aaaa,gak ada yang gak mungkin. Cuma itu aja

kalau menurut saya mah untuk saat ini. Tanpa

Nada suara cukup

tinggi. Tangan

sesekali digerakkan.

Kepala mengangguk

satu kali saat bilang

―He‘e‖.

Menatap

interviewer.

Melihat ke bagian

tubuhnya yang harus

diamputasi (kaki)

Menggelengkan

kepala.

Subjek merasa bahagia jika

orang yang ia sayangi sehat.

Subjek beranggapan bahwa

kebahagiaan hidup akan

diperoleh berawal dari sehat.

Subjek juga percaya bahwa

kebahagiaan itu diciptakan

sendiri bukan orang lain,

tidak semuanya itu takdir tapi

ada hal-hal yang memiliki

sebab dan akibat, salah

satunya kebahagiaan.

Subjek beranggapan bahwa

hidup itu pilihan. Kaya

miskin itu pilihan bukan

takdir. Tapi ketika ia

diberikan ujian menjadi

difabel dan kehilangan

kakinya itu baru disebutnya

sebagai takdir.

Bagi subjek, jika hidup tidak

dalam kondisi fisik yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

sehat. Segimana kita punya duit karungan pun kita

gak bakal bisa menikmatinya. Dari mana kita bisa

menikmati ini rasanya air putih. Ada rasanya, ini

madu manis atau enggak. Dari mana kalau kita gak

sehat? Iya kan? Apalagi orang yang kita sayangin.

Orang yang deket sama kita, sehat. Yaudah itu

kebanggaan yang sangat diidam-idamkan itu.

(W.SU.I.03: 823-829)

Itu untuk ngerem, kalau ada serangan hal-hal yang

tidak inginkan kan kita bisa menghindar. Terus

ada... istilahnya gimana ya... Lebih terarahlah dia

hidupnya. Jelaslah, kan kalau kata orang Cina

bilang yin dan yang. Duniawi.. (W.SU.I.03:1003-

1006)

Akhirat penting. Dunia juga lebih penting...

(W.SU.I.03:1008)

Orang yang enggak punya pegangan. Sehebat

apapun pasti gampang tergoncang. Karena apa

ya... Kita kan deket sama ajaran agama itu kan

bukan suatu paksaan, tapi kewajiban Iya kan?

Kewajiban Yang wajib aja enggak mau, males

apalagi yang sunah? (W.SU.I.03:1010-1014)

Menunjuk diri

sendiri.

Menatap

interviewer.

Menoleh ke kiri

kemudian menoleh

ke kanan ke

interviewer.

Pandangan mata ke

arah bawah.

Pandangan mata ke

piring kemudian

menoleh ke arah

interviewer.

sehat maka walaupun punya

uang banyak tapi manusia

tidak bisa merasakan

nikmatnya makan dan

minum.

Menurut subjek, kedekatan

manusia dengan Tuhan

berfungsi untuk

mengendalikan diri dari

serangan-serangan atau hal-

hal yang tidak diinginkan

sehingga hidup lebih terarah.

Bagi subjek kehidupan dunia

jauh lebih penting daripada

akhirat.

Tuhan merupakan pegangan

hidup. Orang yang tidak

memiliki pegangan hidup,

hidupnya akan terguncang.

Agama bagi subjek

merupakan suatu kewajiban,

bukan paksaan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

Keyakinan dan

ketahanan diri.

Iya justru, waaa ini apa kalo kita berkecimpung di

dunia olahraga itu, kalau yang gak suka duluan

mah banyak yang gak kuat lama, bener.

(W.SU.I.01:230-232)

Tanya coba, hahaaa... gak bisa kita nyesuaiin,

kabur dari dulu juga, gak kuat, asli itu, bener.

(W.SU.I.01:267-268)

Udah gitu berusaha terus kan, berdoa istilahnya,

wah udah sampe istilahnya gak ada yang...kurang-

kurangnya lah, emang gitu. Orang kebanyakan kan

pengen langsung naik ke tingkat yang atas, ya gak

bisa ada tahap-tahapannya. (W.SU.I.01:334-337)

Udah 3 kali, temen-temen yang bareng daftar udah

ada sebagian yang masuk, yang udah jadi. Susah

Menatap ke arah

interviewer.

Tangan kanan

menepuk tangan kiri

satu kali.

Menggerakkan

bungkus rokok di

depan interviewer.

Pandangan mata ke

arah jalan.

Bagi subjek, dunia olahraga

memiliki banyak tantangan

dan tekanan. Jika seseorang

tidak menyukai olahraga

maka mereka tidak akan

bertahan lama dalam dunia

olahraga dan subjek adalah

orang yang menyukai

olahraga dan mampu

bertahan.

Bagi subjek, seorang atlet

yang tidak menyesuaikan diri

dalam dunia olahraga akan

cepat keluar dari dunia

olahraga.

Subjek meyakini bahwa

untuk sampai ke ―puncak‖

ada tahapannya, tidak bisa

langsung sampai di atas

sehingga perlu usaha dan doa

yang dilakukan terus-

menerus.

Subjek sudah tiga kali

mencoba daftar jadi PNS dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

sih kalo udah urusan itu, faktor milik, faktor kita

juga, kembaliin ke kita juga kan. Ibaratnya kalo

bukan miliknya, belom rejekinya dikejar sampai

kapanpun sampai kemanapun kan, yang penting

kan kita jangan pernah lelah, berusaha itu aja

kuncinya. (W.SU.I.01:691-696)

Yang terpenting sekarang, biar kita nggak jalan di

tempat, jangan ngurusin orang lain, kuncinya, saya

bilang. Sekarang gini, urusan kita aja masih

banyak, ngapain ngurusin orang lain. Itu bikin

semua cita-cita kita, ambisi kita yang pingin kita

raih, jadi jalan ditempat, lambat. (W.SU.I.03: 256-

261)

Orang ibaratnya kita kan bukan atlet pemula lagi.

Sudah profesional. Kalau kita ngomongin berat

enggaknya. Ya itulah resiko kita. Kita mau

bertahan di atlet, karena harus profesional, harus

bener-bener. Istilahnya, manajemen pola latihan.

Pola makan, pola-pola segalanya ya harus dijaga.

(W.SU.I.03:556-560)

Kemudian subjek

berbicara sambil

menepuk-nepuk

celananya.

Berbicara sambil

menatap interviewer.

Menatap

interviewer.

selalu gagal. Namun, subjek

yakin untuk jangan pernah

lelah untuk berusaha

mengejar rezekinya.

Subjek berprinsip ―jangan

suka ngurusin orang lain‖,

fokus pada cita-cita yang

ingin dicapai agar hidup tidak

stagnan.

Subjek mengaku bahwa

menjadi seorang atlet

professional tidaklah mudah.

Ia harus mampu mengatur

dan menjaga pola latihan dan

makan agar bisa bertahan

sebagai atlet professional.

Kerelaan untuk

mencari bantuan dan

dukungan sosial.

Saya mah apa yah, yaa setiap suku, daerah gak ada

yang gak kenal saya, karena senengnya cari

saudara cari temen, gak peduli dia mau istilahnya

apa cuma hanya manfaatin, yang penting kita gak

ada punya pikiran jelek. Bener. (W.SU.I.01:172-

176)

Pandangan mata ke

arah sekeliling dan

interviewer.

Subjek mengaku senang

menjalin hubungan sosial

dengan orang lain. Subjek

memiliki banyak teman dari

berbagai suku dan daerah.

Subjek tidak peduli mengenai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

Iya mbak, karena apa saya yang paling seneng cari

temen. Kan jadi gak sepi lah ibaratnya, lebih

berwarna lah hidup itu kan. Gak ini ini, gak cepet

jenuh kan. Ya coba aja kalo kita berteman, ya maaf

aja bukannya sok cerita panjang, cuma hanya

dengan satu dua tiga empat, bisa lebih

berwarnanya gimana itu? yaudah monoton gitu-

gitu aja, makan yang kaya gitu. Tapi kalo kita

berbagai suku, bahasa, kan rame, he‟eh.

(W.SU.I.01:279-285)

Itu ya emang manusia ya gitu sih kalo menurut saya

mah, tergantung kaya yang diajaknya juga kan.

Kalo kaya gitu ya selagi kita masih tujuannya

positif ya kan, ngapain harus istilahnya, orang kalo

mau melebarkan sayap mencari teman sahabat

sebanyak-banyaknya sih malah bagus kalo menurut

saya mah. Kita kapanpun ketemu di jalan ataupun,

ada ini kan bisa saling ini kan gitu.

(W.SU.I.01:632-638)

Berbicara sambil

sesekali

mengangguk saat

menegaskan suatu

pembicaraan.

Pandangan mata ke

arah sekeliling dan

interviewer.

Nada suara datar.

Mengubah posisi

duduk. Pandangan

mata beralih dari

jalanan ke arah

interviewer.

orang lain yang menjalin

hubungan sosial dengan

maksud ―memanfaatkan‖,

bagi subjek yang penting

dirnya tidak mempunyai

pikiran jelek pada orang lain.

Subjek senang mencari teman

karena dengan memiliki

banyak teman, hidupnya

menjadi lebih berwarna dan

tidak sepi.

Subjek tidak segan untuk

mencari teman dan sahabat

sebanyak-banyaknya untuk

tujuan yang positif, sehingga

apabila bertemu di jalan dapat

saling menyapa satu sama

lainnya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

Kalau saya di Cengkareng gitu, kayak di RC itu

modelnya persis. Nah kumpul disana itu setahun.

Nggak taunya, saya kayak gini itu paling ringan.

Ada yang kakinya dua nggak ada, dan yang lebih

parah, kan baru liat. Dan nggak kita sendiri yang

kayak gini. Bahkan kita sering bantuin temen naik

tanggak gitu. Ya merasa ringan-lah, kecacatan kita

dibanding temen-temen. Ya itu, mulai kepercayaan

diri tumbuh lagi. Dan mulai dari situ itu,

pendidikan karakter kita dibangun, ikut pelatihan.

(W.SU.I.03:231-238)

Kalau saya dari dulu kenal sama istri ya kayak gitu.

Setiap mau berapa bulan pun, jangan yang

sumbang, atau apa gitu, bener-bener yang

konsentrasi full. Karakter temen-temen kan beda-

beda, ada yang cuek atau gimana. Kalau saya

enggak, ya percaya aja, doa orang yang terdekat,

lebih diijabah. (W.SU.I.03:408-413)

Tangan di arahkan

ke bagian dada

subjek kemudian di

atas meja bergerak

ke arah kanan dan

kiri.

Berdeham. Menatap

interviewer.

Subjek pernah ikut

rehabilitasi untuk para difabel

di daerah Cengkareng,

Jakarta selama satu tahun. Di

sana subjek bertemu dengan

banyak teman-teman difabel

lainnya. Melihat kondisi

teman-temannya, subjek

menjadi sadar bahwa

kekurangan yang dimilikinya

belum seberapa dibandingkan

teman-temannya yang lain.

Subjek membantu temannya

yang tidak memiliki dua kaki

untu naik tangga dan melalui

lembaga tersebut kepercayaan

diri subjek kembali ada.

Jika subjek harus menjalani

masa pelatihan atau karantina

selama beberapa bulan,

subjek dan istrinya saling

percaya dan menjaga

kepercayaan agar selama

ditinggal, tidak ada suara

sumbang mengenai subjek

maupun istrinya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

Ya, paling untuk kedepannya. Saya pingin rekrut

untuk adik-adik difabel yang junior. Setiap saya

dapet, ngelihat temen-temen difabel yang dijalan.

Saya ajak. Saya rangkul, adapun dia mau terjun

kan hak mereka. Dikita kan regenerasinya bisa

dibilang minim, Tis. (W.SU.I.03:586-590)

Hari apa itu ya? Sabtu. Diwawancara sama. Lokal,

TV lokal. Ditonton, dirumah sendiri, sama temen-

temen. Tak kasih surprise kan? Heee, ke rumah

yooo. Ada 6 orang, di ruang tamu. Nonton,tak kasih

kopi,ngobrol. Kata wartawannya, nanti tayangnya

a‟. Jam 5 sore, tak setelin. Wihhh itu kamu ya?

Mana? Saya pura-pura. Wahh. Bener kok itu kamu,

kapan itu? Gak tau kok, saya bilang gitu. Bukan,

saya bilang gitu. Kan, apa namanya sering hampir

tiap bulan kalau disini. (W.SU.I.03:913-920)

Nada suara datar.

Pandangan mata ke

sekeliling. Sesekali

menatap interviewer

Pandangan mata ke

bawah kemudian

menatap interviewer.

Berbicara sambil

tersenyum.

Subjek ingin merekrut adik-

adik difabel (secara usia lebih

muda daripada subjek) untuk

bergabung menjadi atlet.

Setiap melihat difabel yang

hidup dijalan, subjek juga

mencoba merangkul dan

mengajak mereka untuk

menjadi atlet, walaupun

keputusan untuk menjadi atlet

atau tidak tetaplah menjadi

teman-temannya itu. Subjek

melakukan itu semua karena

subjek merasa bahwa

regenerasi pada atlet difabel

minim.

Subjek mengajak teman-

temannya untuk datang ke

rumahnya kemudian subjek

memberikan kejutan pada

teman-temannya dengan

tayangan TV yang berisi

tentang liputan tentang diri

subjek.

Kemampuan Jadi kalo orang dari alam itu ibaratnya gimana ya, Nada suara datar. Subjek menjelaskan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

mengenal nilai-nilai

pribadinya yang unik

dan tujuannya sendiri

jadi dia bener-bener begitu pas disuruh ikut

olahraga, udah langsung jauh ibarat

ngelemparnya. Kalo kita kan mengikuti seiringnya

waktu kan, ilmu-ilmu sampe tingkat dunia juga kan

kita ikuti supaya kita pengen berusaha naik kan,

kalo dia enggak. Malah alergi kena program, tapi

lemparan jauh, lempar lembing. (W.SU.I.01:223-

228)

Pandangan mata ke

jalanan kemudian ke

interviewer.

mengenai perbedaan atlet

yang memiliki kemampuan

tertentu dan mengalami

tempaan langsung dari alam

(atlet yang berasal dari

Indonesia bagian Timur)

dengan atlet yang memiliki

kemampuan tertentu dari

program latihan. Menurut

subjek, atlet yang ditempa

melalui alam lemparannya

jauh, tapi mereka alergi

dengan program sehingga

pada saat kompetisi seringkali

lemparannya terlalu jauh atau

tidak sesuai dengan kriteria

lemparan dalam sebuah

kompetisi. Berbeda dengan

atlet lainnya yang mahir

dalam lemparan karena

tempaan dalam program

latihan sehingga seiring

bertambahnya ilmu dan

berjalannya waktu mereka

menjadi mahir dalam

kemampuan tertentu. Subjek

sendiri termasuk atlet yang

mahir karena program

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

Kan saya dari pertama di latih sama mas PW juga

kan bilang “mas saya orangnya seperti ini, jangan

kaget” dalam artian saya gak seneng dicambuk,

saya lebih seneng dibiarin, bilamana saya salah

tolong diingatkan, daripada nanti salah paham kan.

(W.SU.I.01:347-351)

Banyak temen-temen kalo latihan kan pengennya

ditungguin terus, gak ditungguin korupsi, aturan

dijalanin malah gak dijalanin, banyak kan kaya gitu

hahaaa. Kalo saya enggak, emang saya punya

inisiatif sendiri kok, toh yang rugi bukan pelatih,

kita. Kita udah capek kan ninggalin keluarga di

rumah, terus udah walaupun ibaratnya digaji juga

kalo kita nanti gak menghasilkan, waktu juga kan

kebuang. (W.SU.I.01:351-353)

Menyalakan

sebatang rokok.

Berbicara sambil

menyalakan

sebatang rokok.

Kemudian sesekali

menghisap rokok

dan mengepulkan

asap rokok.

latihan.

Subjek memiliki komitmen

ketika sedang latihan, maka ia

akan mengambil inisiatif

sendiri untuk latihan

walaupun tidak ditunggu

pelatih dan tidak korupsi

waktu serta aturan karena

bagi subjek ia sudah capek

dan pergi meninggalkan

keluarganya, ia tidak mau apa

yang sudah dikorbankan tidak

menghasilkan apa-apa.

Subjek mengenal pribadinya

sebagai seseorang yang tidak

suka ―dicambuk‖ atau di atur.

Subjek lebih senang diberikan

kebebasan dalam menjalani

program latihannya. Namun,

subjek aja terbuka untuk

diingatkan oleh pelatih jika

subjek melakukan kesalahan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

Ya kayak disini aja, semua anak lempar,

panutannya itu saya. Karena yang kakinya utuh,

tangannya utuh, kelasnya orang umum aja,

lemparannya tuh jauuh, nggak ada yang bisa

ngalahin saya disini, khususnya di Bandung.

Mereka aja pada bingung, kok bisa ya? Padahal

mereka fisiknya utuh, kok kalah ya sama ST?

(W.SU.I.03:295-299)

Orang yang pemula, untuk mencapai 1-2 meter

lemparan itu butuh tahunan, apalagi sekelas tolak

peluru, berat 7,25 kg. Butuh ngejar naik, 1-2 meter

itu. udah, setahun, dua tahun itu. jadi dari situ aja

kita bisa baca, yang junior kita latihannya baru 7

meter, kalau saya udah 11 meter. Jadi 4 tahun lagi

baru bisa ngimbangi, itu aja kalau bener

latihannya, sama pelatih yang bener.

(W.SU.I.03:435-440)

Berbicara sambil

mengubah-ubah

posisi tangan.

Pandangan mata ke

arah interviewer.

Tangan di gerakkan

seperti orang yang

sedang memegang

batu untuk tolak

peluru.

Subjek mengenal dirinya

sebagai seorang atlet lempar

yang menjadi panutan bagi

semua atlet lempar lainnya

karena prestasinya yang baik

di setiap kompetisi. Subjek

juga mengatakan bahwa

belum ada yang bisa

mengalahkan kemampuannya

dalam melempar, padahal

kondisi kecacatan yang

dialami teman-temannya

lebih ringan daripada kondisi

subjek.

Subjek menyadari

kemampuan melemparnya

yang sudah mencapai jarak

11 meter untuk kelas tolak

peluru dengan berat 7, 25 kg.

Menurut subjek, bagi seorang

atlet pemula butuh waktu 4

tahun lagi untuk mampu

mengimbangi kemampuan

melemparnya karena untuk

mencapai 1-2 meter lemparan

butuh waktu tahunan itupun

harus dengan latihan yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

Saya pertama kali dulu nginep bandung. Enggak

pernah pake spion, knalpot suaranya prepet-prepet-

prepet. Ya ngerasanya apa? Polisi nilang kasih.

Minta duit, enggak ada, ngeyel aja terus. Atlet pak,

gini-gini-gini. Terus kamu pinginnya apa? Yaudah

jangan ditilang. (W.SU.I.03:1022-1026)

Menolehkan kepala

ke arah interviewer.

Menggelengkan

kepala.

benar dan didampingi oleh

pelatih yang benar pula. Hal

tersebut menjadi kesempatan

bagi subjek untuk terus

bertahan sebagai atlet difabel

sampai ada atlet lainnya yang

mengungguli

kemampuannya.

Subjek mengenal dirinya

sebagai orang yang

―ngeyelan‖ atau keras kepala.

Hal itu diceritakan subjek

ketika pertama kali ke

Bandung dan ditilang polisi

karena suara knalpot

motornya yang keras dan

mengganggu kenyaman orang

lain dan subjek tidak pernah

menggunakan spion, namun

subjek selalu menolak jika

polisi memintanya untuk

membayar denda tilang.

Subjek justru akan terus gigih

tidak mau membayar denda

tilang dan meminta agar ia

tidak ditilang hingga akhirnya

para polisi pun malas dengan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

sikapnya tersebut dan

dibiarkan.

2. Challenge Pendekatan yang

fleksibel terhadap

orang lain dan

kondisi-kondisi

tertentu.

Galak enggak itu tuh tergantung orangnya, kalo

kita gak salah, gak menyalahi aturan saya rasa

yaa... (W.SU.I.01:071-072)

Saya juga seneng itu ngerekrut pemula, istilahnya

pengganti saya, dari dulu saya paling seneng,

nggak pernah tertutup gitu, apalagi sama yang satu

kelas. Saya ajarin, dulu. Ini mah cerita, pernah kan,

temen deket kan kebeneran, tinggi nya sama,

beratnya sama, bahkan lebih tinggi dia, lebih besar

dia. Udah saya ajarin dari nol, tidur di rumah saya,

berbulan-bulan. Sekarang udah imbang, 2008

kemarin udah peringkat nasional. Bahkan lempar

lembing itu, udah kalah saya. Udah berani kredit

motor, atas nama istri saya, saya kasih itu. begitu

pas di pertandingan kan, kamu tu mental

bertanding itu belum ada, walaupun lemparan udah

diatas saya, kamu mental bertanding sama jam

terbang masih nol. Jadi lawan berat kan sama aku,

pesaing berat, kalah dianya waktu PON di

Kalimantan 2008. Stress, nah itu kan, manusia

belum bisa nerima, padahal latihan belum pernah

Menatap interviewer

Menatap

interviewer.

Tangan sempat di

gerakkan di atas

kepala saat berkata

―bahkan lebih tinggi

dia‖.

Subjek berpendapat bahwa

pelatihnya akan galak atau

marah tergantung pembawaan

masing-masing atlet. Jika ia

tidak menyalahi aturan

pelatih tidak akan galak atau

memarahinya.

Subjek menceritakan bahwa

ia pernah merekrut dan

melatih atlet pemula untuk

menjadi penggantinya.

Kemudian ketika sudah

imbang kemampuannya dan

sudah peringkat nasional,

temannya tersebut sudah

berani kredit motor padahal

mental bertanding dan jam

terbang masih nol, akhirnya

pada saat PON tahun 2008 ia

kalah dan stress. Subjek

sudah berusaha selama

latihan memberikan

semangat, tapi setelah sudah

bagus, sifat jelek dari

temannya itu mulai muncul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

menang aku sama dia. Padahal kan aku tujuannya,

ngasih semangat dia biar lebih bagus.bukan berarti

mau ngalahin atau matahin semangatnya. Tapi pas

dia udah bagus, karakter nya sifat jeleknya keliatan

semua itu. kita juga kan merasa kurang enak kan,

ya itu pas begitu aku kalahin, langsung stress,

ketemu lagi event yang berikutnya, udah down.

Latihan udah misah, udah menjauhi sendiri, berarti

kan secara tidak langsung, dia punya sifat jelek.....

(W.SU.I.03:443-464)

Iya, tanpa disadari sifat kebapakan kita,

kedewasaannya kita lebih dituntut lagi untuk bisa

mengerti anak lagi kan besar. Yaitulah, kalau saya

dari pengalaman-pengalaman itu. Dari hal yang

paling kecil sampai besar. Yaitu dari pengalaman

sendiri aja. Apalagi ngadepin karakter-karakter

tetangga. Kita beda suku, beda ras, waaa beda

segala-galanya. (W.SU.I.03:871-876)

Nada suara

melemah.

Menatap

interviewer.

Menolehkan kepala

ke arah kanan

sehingga temannya itu

menjauh dari subjek setiap

kali latihan, padahal subjek

sudah mencoba berlaku biasa

pada temannya itu.

Subjek menyadari bahwa

perannya sebagai bapak

semakin menuntut sifat

kebapakan dan kedewasaan

dalam mendidik anak. Selain

itu dalam berinteraksi dengan

orang lain juga dituntut

kemampuan untuk mengerti

karakter orang lain.

Memandang sesuatu

secara positif dan

optimis.

Yaaa iya, gak mungkin ibaratnya kaya... orang tua

sama anaknya ibaratnya marahin tanpa sebab

akibat itu sama aja kaya gak waras kan.

(W.SU.I.01:075-077)

Naaahh iya santai aja, mengalir aja. Kalo

emangnya kita emangnya, harusnya dikasih jalan

Menatap

interviewer. Nada

suara meninggi saat

di akhir bicara.

Mengubah posisi

duduk. Menatap ke

Menurut subjek seseorang

selalu memiliki alasan ketika

ia melakukan sesuatu hal dan

alasannya baik.

Subjek meyakini bahwa jika

memang ia sudah diberikan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

ibaratnya mah gak susah. Masalahnya saya sering

mendapatkan keajaiban di olahraga itu.

Dengan pasrah kita berserah diri ke yang Maha

Kuasa, dengan sendirinya keajaiban itu muncul.

(W.SU.I.01:308-311)

Ya Alhamdulillah, punya tekad kuat, dan

diikhtiarkan setiap hari, nggak ada yang nggak

mungkin. Saya optimisnya seperti itu. bahkan kalau

bisa, bukan saya yang disuruh, tapi mereka orang-

orang normal yang bisa kita suruh, tapi ya pastinya

dengan positif. Bukan kita yang jadi pesuruh

mereka. Tapi ya alhamdulillah, yang tadinya orang

nganggep saya negatif, sekarang, dijahit mulutnya.

(W.SU.I.03:244-249)

Nah! Kalau saya dari dulu pikirannya ambisinya,

nggak ada yang nggak mungkin, itu aja. tapi kita

juga hari diiringi, imbangin, jangan konyol...

(W.SU.I.03:338-340)

arah interviewer

Tangan di arahkan

ke bagian dada

subjek kemudian di

atas meja bergerak

ke arah kanan dan

kiri.

Menatap

interviewer.

jalan oleh Tuhan maka segala

sesuatu akan mudah bahkan

subjek mengaku sering

mendapatkan keajaiban

dalam olahraga dengan

pasrah dan berserah diri pada

Allah.

Subjek memiliki keoptimisan

bahwa dengan tekad kuat dan

diikhtiarkan setiap hari, tidak

ada yang tidak mungkin

untuk dicapai. Subjek ingin

membuktikan bahwa kaum

difabel bisa memberikan

pekerjaan bagi orang normal

sehingga tidak ada lagi orang-

orang yang menganggap

difabel dari sudut pandang

negatif.

Subjek memiliki keyakinan

dalam pikirannya bahwa tidak

ada yang tidak mungkin

untuk merealisasikn

ambisinya asal diiringi

dengan usaha dan tidak

melakukan hal-hal konyol.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

Orang yang ibaratnya gak ada perubahan. Itu

berarti gak niat mau bener, gak ada perubahan.

Kok bisa ya kamu seperti itu ya? Ya bisalah. Gak

ada yang gak bisa, (W.SU.I.03:886-889)

Menganggukkan

kepala satu kali.

Subjek meyakini bahwa

setiap orang yang mau

melakukan perubahan maka

ia akan bisa menjadi lebih

baik dari sebelumnya.

Seseorang yang tidak ada

perubahan dalam hidupnya

berarti tidak benar-benar niat

untuk berubah.

Kerelaan untuk

mengambil resiko

yang membangun.

Bener banyak, karena kan dulu di GOR

Padjadjaran itu yang kaya saya sendirian, saya

latihan sama tentara, yang normal terus, gak ada

temen. (W.SU.I.01:373-375)

gak apa ya... gak ada tantangan istilahnya. Orang

yang sekelasnya saya, bukannya pamer atau

nyombongin. Di bawah saya semua, jadi saya,

gimana caranya supaya memacu adrenalin saya

untuk prestasi itu jangan pernah puas kan dengan

hasil... “aaahh saya mah udah puas lah udah cukup

dengan hasil yang...” aaahh itu mah bukan tipe

olahragawan, sadisius, ambisius. Tapi dalam artian

harus dalam tanda positif, jangan aaahhh jangan

yang aneh-aneh lah. Walaupun saya punya sifat itu,

gak bisa. Cuma hanya jalan di tempat prestasinya.

(W.SU.I.01:378-388)

Menganggukan

kepala kemudian

berbicara sambil

menatap interviewer.

Nada suara

meninggi. Berbicara

sambil sesekali

menghisap rokok

dan mengepulkan

asap rokok.

Subjek terbiasa latihan

dengan tentara du Gor

Pajajaran Bandung. Subjek

jarang latihan dengan teman-

teman di difabel jika berada

di Bandung. Bagi subjek,

tidak menantang jika latihan

hanya dengan sesama atlet

difabel lainnya. Subjek

merasa bahwa teman-teman

yang lainnya memiliki

kemampuan yang lebih

rendah dari dirinya sehingga

untuk memacu adrenalin dan

semangat berprestasi ia

memutuskan latihan dengan

orang normal. Menurut

subjek seorang olahragawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

Jadi kalau olahraga permainan kayak gitu, kebalik

kan. Nggak kayak kita, olahraga terukur kan,

latihannya yang berat, tandingnya ringan.

Maksudnya tandingnya ringan itu kan cuman

sebentar, tapi latihannya ini, harus ngejar limit itu

kan. Kalau tidak terkejar kan, mau tidak mau,

jangan ngarepin pingin dapet medali sama

berangkat. Logikanya, ada kualifikasinya. Kalau

permainan kan, yang tadi juara keempat kelima aja

bisa emas, karna ada faktor penentunya. Ada faktor

keberuntungan juga kan. (W.SU.I.03:066-073)

Wuuh.. yang namanya olahraga terukur itu, gimana

ya? Apalagi kalau udah lihat rekor dunianya kan,

sekian, mungkin nggak ya? Udah takut duluan.

Tapi kalau permainan, rajanya si A, si B, ibaratnya,

kalau gitu latian terus, diputer terus videonya, cari

kelemahannya, bisa. Kalau kita, tanpa di latih fisik,

Menatap

interviewer.

Kemudian menatap

sekeliling.

Menatap interviewer

kemudian menatap

sekeliling. Tangan

bergerak-gerak saat

berbicara.

harus memiliki sifat sadisius

dan ambisius dalam artian

yang positif agar prestasinya

tidak ―jalan ditempat‖.

Bagi subjek cabang olahraga

atletik/olahraga terukur,

latihannya berat tapi

tandingnya ringan. Berbeda

dengan olahraga permainan

seperti badminton, tenis meja.

Dalam olahraga atletik ada

limit yang harus dikejar, jika

tidak terkejar maka tidak

akan masuk kualifikasi untuk

berangkat dan bertanding,

apalagi berharap

mendapatkan emas.

Walaupun dalam kompetisi

terkadang ada faktor

keberuntungan.

Dalam olahraga atletik atau

olahraga terukur ada rekor

dunianya. Bagi atlet pemula

pasti akan berpikir ―mungkin

gak ya mengalahkan?‖.

Sedangkan untuk olahraga

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

fitnes, main, weuuuh.. bener kalau dipikir-pikir.

(W.SU.I.03:076-081)

Kalau saya pola latihannya, tiga pelatihnya,

dengan orang yang berbeda. Itu aja, masih kasih

ongkos bensin. Kalau orang lain, mana ada yang

bisa kayak gitu? Rugi, kalau yang lain. Namanya

latihan gratis, dapat juara pun nggak mau kasih

orang, ya di kasih rejekinya juga nggak mungkin

lebih lah... (W.SU.I.03:302-306)

Mengangkat tiga

jari. Pandangan mata

ke arah interviewer

Pandangan mata

menatap sekeliling.

Sesekali menatap

interviewer

permainan walaupun ada

―rajanya si A atau B‖ jika

diputar terus video

permainannya akan bisa

dilihat kelemahannya dan

bisa dikalahkan. Bagi atlet

olahraga terukur harus

dirutinkan untuk latihan fisik

dan fitness untuk mencapai

hasil yang maksimal.

Subjek memiliki tiga orang

pelatih. Ia membayar jasa

mereka untuk melatih juga

memberi mereka uang

transport setiap kali latihan.

Menurut subjek, tidak ada

atlet difabel lain yang

memiliki pelatih sebanyak

dirinya. Bagi subjek jika

seorang atlet hanya mau

latihan gratis serta dapat juara

tapi tidak mau memberikan

rezeki yang diperoleh dari

medali yang diperolehnya,

bagaimana bisa dilain waktu

akan diberikan rezeki yang

lebih baik oleh Allah?

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

Oh iyaa lah, sekarang logikanya kita mancing duit,

umpannya masak pake tangan kosong, ya pake duit

lah. Kalau orang lain kan, bangsa PNS gitu

nabungnya di bank. Kalau kita, olahragawan, ya

nabung nya di badan, makannya yang bergizi,

badannya di puk puk, di kasih vitamin, di kasih

suplemen, pelatih yang tau kekurangan kita.

Sisanya, kita serahkan ke yang maha kuasa. Segala

sesuatunya udah kita upayakan, nggak ada yang

nggak mungkin, itu kalau saya kita serahkan ke

yang Maha Kuasa. Tolak peluru, dari magelang

tentara pelatihnya, itupun tahun 2012 kemaren

masih megang nasional, orang umum. Lempar

cakram, orang Ambon, mantan atlet nasional.

Lempar lembing, juara dunia tahun 80-an.

(W.SU.I.03:308-319)

Kalau saya kan pingin saya pecahin, yang dibilang

orang nggak bakal bisa tiga nomor itu, sebelah

mana nggak bisanya? Tapi konsekuensinya kita

harus berani capek, berani nanggung resikonya.

Kadang kalau salah otot, cidera. Tapi kalau pas

benar-benar kena semua, ya disitulah..

(W.SU.I.03:331-336)

Pandangan mata

melihat tangan,

kemudian menatap

interviewer.

Memegang tab.

Menggerakkan

tangan. Menatap ke

interviewer.

Menurut subjek, seorang PNS

menabung uangnya di bank,

maka bagi seorang atlet

menabung prestasinya lewat

badannya atau fisik yang

sehat. Oleh karenanya badan

perlu diberi vitamin,

suplemen, dan makanan yang

begizi, dan memiliki pelatih

yang mengerti kekurangan

atas diri sang atlet. Setelah

berusaha menjaga kesehatan

fisik, sisanya diserahkan pada

yang Maha Kuasa. Para

pelatih subjek merupakan

mantan atlet nasional.

Bagi orang lain mustahil

untuk menjadi nomor satu

dari tiga cabang lempar

dalam olahraga atletik (tolak

peluru, lempar cakram,

lempar lembing), namun

subjek ingin membuktikan

bahwa ia mampu walaupun

harus menanggung

konsekuensi harus berani

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

Kita puterin buat usaha yang lain. Bener. Padahal

istri takut. Nanti gimana ininya? Sekarang gini aja.

Kamu biar. Ngerti manajemen tukang kredit tukang

muterin duit. Kamu gaji berapa? Saya bilang gitu.

Sekian. Nah saya bilang gaji saya sekian.

Penghasilan dari lain-lain sekian. Kalau beli

langsung emang. Gak mikirin utang. Kalau ini kan

itung-itung enggak kerasa. Yang lain gunain. Kamu

mau beli emas, mau beli apa terserah. Bener kalau

saya. Itu kita kembaliin lagi ke orangnya. Berani

enggak? Terbiasa enggak? (W.SU.I.03:795-783)

Ya kan ada kadang-kadang orang yang gak biasa.

Yang bilang enak cash enggak mikirin utang.

Justru, kalau saya enggak ada utang enggak

semangat kerjanya. Nah kan kebalik kan kalau yang

belum ngerti? Kalau yang baru denger aneh. Kalau

saya gitu malah gak semangat kalau enggak punya

utang. Sekarang gini. Apa yang dikejar?Orang gak

punya utang. Santai aja hidupnya. Tapi kalau kita

punya utang bangun tidur aja udah... berdoa, udah

mikir, gimana caranya bisa bayar. Tanggal sekian

tanggal sekian bayar ini. Jadi semangat, ada yang

ngejar-ngejar gitu. He‟e. (W.SU.I.03:786-794)

Menatap

interviewer.

Kemudian menatap

sekeliling. Tangan

ikut bergerak saat

berbicara

capek dan resiko salah otot

ataupun cidera lainnya.

Subjek lebih menyukai

membeli barang dengan

sistem kredit. Bagi subjek, ia

akan merasa rugi jika ia

membeli dengan sistem

pembayaran tunai. Istrinya

pun takut dengan sistem

kredit, tapi subjek

memberikan pemahaman

pada istrinya mengenai

manajemen tukang kredit.

Bagi subjek, kalau ia tidak

memiliki hutang, ia menjadi

tidak semangat bekerja.

Subjek merasa tidak ada yang

dikejar dalam hidupnya jika

ia tidak memiliki hutang.

Tapi jika punya hutang,

subjek berdoa dan

memikirkan cara agar bisa

membayar hutangnya.

Penghargaan serta

penerimaan atas

Cuman di sisi lain kan, karena proses sering

mendapat pengalaman hidup yang, istilahnya

Suasana gaduh, ada

tukang yang

Subjek merasakan kehidupan

sebagai kaum difabel ada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

0

keunikan diri sendiri

sebagai suatu berkah

sangat gimana gitu. jadi kita makin.. emang bener,

sekarang baru bisa merasakan kehidupan jadi

kaum difabel, ada berkahnya gitu, ya baru

sekarang. Sampai yang di kampung itu, di

Indramayu bilang, kamu kalau nggak dapet

musibah seperti sekarang itu, belum tentu kamu

bisa naik pesawat ke luar negeri, dengan

spontannya berbicara seperti itu. (W.SU.I.03:136-

142)

Tapi tak pikir, bener juga. Mungkin kalau aku

nggak kayak gini, udah jadi preman aku sekarang.

Bener, kalau dipikir sadarnya gitu.

(W.SU.I.03:145-147)

menggunakan mesin

penyerut kayu.

Pandangan mata

subjek menatap

interviewer. Sesekali

pandangan mata

beralih ke sekeliling.

Pandangan mata ke

arah sekeliling.

berkahnya seiring dengan

proses dan pengalaman hidup

yang dijalaninya. Bahkan

para tetangga di Indramayu

mengatakan bahwa kalau

subjek tidak mendapat

musibah yang mengakibatkan

dirinya menjadi seorang

difabel, maka subjek belum

tentu bisa naik pesawat ke

luar negeri seperti yang sudah

dialaminya.

Subjek mengambil hikmah

dari ujian yang menimpanya

dan menyebabkan dirinya

menjadi seorang difabel. Jika

subjek tidak menjadi atlet

difabel mungkin saat ini

subjek sudah menjadi preman

3.. Control Kerelaan dan

keterampilan untuk

membuat keputusan

yang baik.

Sampe kadang mereka minta maaf sendiri, udahlah

bu, pak, saya bilang, semua orang itu punya masa

lalu, yang penting gimana caranya untuk kita jadi

pribadi lebih baik lagi. (W.SU.I.03: 251-254)

Tangan di arahkan

ke bagian dada

subjek kemudian di

atas meja bergerak

ke arah kanan dan

kiri.

Subjek pernah mendapatkan

pandangan negatif sebagai

seorang difabel. Namun,

setelah menjadi seorang atlet,

orang-orang meminta maaf

pada subjek atas perlakuan

mereka dulu dan subjek

memaafkan mereka. Subjek

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

1

Enggak, kalau mertua agak jauh disana. Dari sini

ke Kiara Condong lah, kalau mertua. Kalau rumah

saya yang orangtua, disana di Indramayu. Kan kita

kalau udah aktifitasnya di GOR sini kan, gimana

caranya harus usaha rumah deket sini, biar nggak

terlalu jauh. (W.SU.I.03:050-054)

Kalau dulu mungkin saya punya pikiran untuk

membalas mereka... (W.SU.I.03:273)

Iya. Tapi sekarang nggak ada, saya bilang, boro-

boro punya pikiran seperti itu. karena apa?

Keluarga saya, saya cita-cita-nya masih setinggi

langit, saya bilang. Masih banyak yang belum bisa

tercapai. Apalagi untuk urusan bahagiain anak istri

saya, orang tua saya.... (W.SU.I.03:275-279)

Pandangan mata

menatap sekeliling

kemudian menatap

interviewer.

Tangan melambai-

lambai. Kepala

menggeleng.

Kemudian tangan

menunjuk ke atas.

menganggap itu sebagai

bagian dari masa lalu, yang

penting sebagai manusia terus

menjadi lebih baik.

Subjek memutuskan untuk

tinggal disekitar GOR

Pajajaran Bandung karena

aktivitasnya sebagai atlet

menuntutnya untuk sering

latihan sehingga jika

memiliki rumah dekat dengan

GOR akan memudahkan

aktivitasnya.

Subjek pernah berpikir untuk

membalas orang-orang yang

menganggap remeh dan

negatif dirinya pada masa

lalu. Tapi sekarang subjek

mengurungkan niatnya

karena cita-citanya masih

banyak untuk

membahagiakan istri, anak,

dan orang tua.

Perasaan otonomi diri

dan perasaan adanya

suatu pilihan yang

Kita udah berniat menjalin rumah tangga kan ya

harus bisa nerima kan. Kalo kelebihan jangan

ditanya, siapa yang gak mau kelebihannya kan,

Di akhir

pembicaraan subjek

berdeham.

Dalam menjalin rumah

tangga bagi subjek harus bisa

saling menerima satu sama

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

2

diambil. kekurangannya yang utama kan. He‟e...

(W.SU.I.01:519-522)

Ya cuman beda gitu, kalo bahasan ini nya mah

dingin lah. Tapi saya gak masalah, selagi gak ini

kan, gak salah, ngapain harus ditegur, emang udah

bawaannya seperti itu ya kita harus mau lah

menerimanya, harus legowo ya jare orang jawa nya

ya? (W.SU.I.01:524-528)

Sempet juga waktu itu mau jeburin diri ke selokan,

dalem banget. Tapi ada yang larang itu.

(W.SU.I.03:212-213)

Motivasinya orang tua apa? Karena udah nggak

sama kayak temen, udah nggak mau kerja, nggak

bisa apa, wuah.. pokoknya stress itu. tapi ya.. Satu

tahun lah proses yang belom bisa nerima itu, terus

langsung merantau ke Jakarta saya. Ikut temen,

mbengkel. Terus di yayasan kumpul sama temen-

temen difabel itu.. (W.SU.I.03:214-218)

Nada suara datar.

Pandangan mata

mengarah ke

interviewer.

Posisi duduk tidak

berubah

Menatap

interviewer.

lainnya.

Walaupun istrinya kadang

bersikap dingin, subjek tidak

masalah selagi istrinya tidak

berbuat salah. Subjek

menyadari memang

demikianlah pembawaan

istrinya sehingga ia harus

legowo atau besar hati

menerima karakter istrinya.

Subjek pernah berniat untuk

menceburkan dirinya ke

selokan yang dalam di masa-

masa awal subjek kehilangan

salah satu kakinya. Namun

ada yang melarang subjek

untuk melakukan hal tersebut.

Subjek menjalani dinamika

psikologis yang cukup berat

setelah mengetahui bahwa ia

menjadi seorang difabel

hingga akhirnya subjek

memutuskan untuk merantau

ke Jakarta ikut temannya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

3

Waktu itu, udah hampir masuk semua, narkoba,

minuman, udah di jalan sih, gimana? Pelariannya

udah negatif semua. Udah dianggap masyarakat

gimana, udah fisiknya cacat, kekurangan, kelakuan

negatif. Nah tapi, pas merantau di Jakarta itu yang

dapet pengalaman berharga banget, kayak di RC

itu. (W.SU.I.03:226-231)

Kayak bengkel las itu kan saya seneng, karena

memang sudah ada dasar. Begitu setahun, saya

sudah pulang kampung, udah nggak tak pikir orang

yang dulu nganggep saya sebelah mata, nganggep

negatif itu, bodo amat. Yang penting, saya niat mau

berubah, dan target saya, misi saya gimana

caranya bisa melebihi mereka-mereka yang utuh.

(W.SU.I.03:238-243)

Subjek

menggerakkan

tangannya.

Tangan di arahkan

ke bagian dada

subjek kemudian di

atas meja bergerak

ke arah kanan dan

kiri.

yang bekerja di bengkel dan

mengikuti pelatihan khusus

kaum difabel di daerah

Cengkareng.

Subjek memutuskan

merantau ke Jakarta padahal

saat itu kondisi subjek sudah

hampir mengonsumsi

narkoba, minuman keras, dan

segala perilaku negatif. Selain

itu subjek juga dianggap

masyarakat sebagai seorang

difabel yang kekurangan dan

berkelakuan negatif. Namun

di Jakarta, justru subjek

mendapatkan pengalaman

hidup yang berharga.

Semasa menjalani pelatihan

di Cengkareng, subjek

memutuskan untuk

mengambil pelatihan bengkel

dan las karena subjek senang

dengan aktivitas tersebut.

Subjek berniat untuk berubah

dan berprestasi melampui

orang-orang normal.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

4

Kemampuan untuk

melihat peristiwa yang

menimbulkan stress

sebagai bagian dari

kehidupan.

Yang penting kitanya bisa pandai bawa diri, situasi

dan kondisi keadaan. Ya kan emang ini sih apa

namanya, udah lewat saya mah usia-usia yang

penjajahan menilai seorang diri tanpa tau sebab

sesuatu jelas gak bisa langsung menilai seseorang.

Iya kan? Kalo dulu ya sama, waktu usia-usia SMP

SMA gitu, masih istilahnya masih urakan gitu, kalo

sekarang mah ya alhamdulillah sedikit-sedikit bisa

ditata, bisa dikurangi arogannya, (W.SU.I.01:079-

086)

Orang ibaratnya kadang-kadang kalau ada

masalah urusan orang tua kaya gitu kan. Anak

yang jadi korban. Kebanyakan... justru kebanyakan

saya kalau sekarang ngeliat kejadian persis itu,

psikolognya pasti kena. Dan ibaratnya kurang

kasih sayang kedua orang tua yang komplit kan. Iri

Berbicara sambil

menggerakkan

tangan di depan

dada. Pandangan

mata beralih ke

sekeliling kemudian

ke interviewer.

Menatap

interviewer.

Mengangkat pulpen

ke arah interviewer.

(Membalik lembar

riwayat hidup).

Subjek pernah mengalami

masa-masa ―urakan atau

nakal‖ ketika subjek berada

di usia-usia SMP, namun saat

ini subjek mengakui bahwa

sikap arogannya sedikit-

sedikit bisa di tata dan

dikurangi. Masa-masa usia

ketika subjek mudah

memberikan penilaian pada

seseorang sudah dilewati oleh

subjek dan menjadi bagian

kehidupannya. Dari

pengalamannya tersebut,

subjek menyimpulkan bahwa

manusia penting untuk pandai

membawa dirinya dalam

situasi dan kondisi tertentu

agar terhindar dari menilai

seseorang tanpa tahu sebab

yang jelas.

Orang tua subjek bercerai

sejak subjek berusia 5 tahun.

Hal itu menjadikan subjek

terkadang iri jika melihat

temannya dengan kedua

orang tua yang komplit.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

5

kadang-kadang kalau liat temen yang masih

komplit. Bener loh. Beda aja. Cuma kalau sekarang

mungkin udah bukan inilah. Udah kuat. Kalau liat

yang masih ini itu perasaannya gimana gitu.

(W.SU.I.02:121-129)

Jadi kalau dipikir-pikir hidup di jalan udah segala-

galanya, apasih yang belum kena, mau yang nggak

jelas, mau yang kayak gimana juga, jadi sekarang

kalau dipikir sadarnya, yaudah kalau bisa sesadar-

sadarnya. (W.SU.I.03:120-123)

Iya, kan sampe yang namanya, ngerasain dari kecil

ikut ibu kan, terus waktu itu ibu pernah jadi TKI,

coba? Satu rumah, sendirian, kemana? Kalau

posisi SMP kelas 1,2 sama 3. Ngurus diri sendiri,

posisi usia yang masih belasan, pas labil-labilnya.

Siapa yang bisa? Walaupun dikasih kiriman sama

ibu kan, datangnya ke yang dipercaya, Uwak,

kakaknya ibu. Yaudah, dengan sambilannya kerja

apapun, sebisa-bisanya. Yang penting bisa

ngehidupin diri sendiri. Ya kalau diinget itu, sedih

Tis. Inget masa kecil saya, ya bukannya tidak

bersyukur gitulah, tapi ya kurang enak di itu nya.

(W.SU.I.03:191-199)

Suasana berisik. Ada

orang menyalakan

mesin las.

Pandangan mata ke

arah sekeliling.

Hanya sesekali

menatap interview.

Mata subjek

memerah.

Namun, saat ini subjek

mengaku sudah kuat dalam

menghadapi hal itu.

Subjek pernah hidup

dijalanan. Ia terbawa pada

lingkungan yang negatif,

namun saat ini ia sudah sadar-

sesadarnya akan

perbuatannya dahulu.

Subjek pernah ditinggal oleh

ibunya bekerja sebagai TKI

di luar negeri saat iya duduk

di bangku SMP. Ia sendirian

di rumah, kondisi diri sedang

labil, uang kiriman selalu

diberikan kepada Uwaknya

karena ia belum dipercaya

akhirnya iya mencari

pekerjaan sambilan untuk

menghidupi diri sendiri. Jika

subjek mengingat masa

kecilnya, subjek merasa

kurang enak, walaupun bukan

berarti ia tidak bersyukur

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

6

Coba kamu bayangin aja, SMA kelas 2 dikasih

ujian hilang kaki, siapa yang bisa kuat? Padahal

dalam hati tetep nangis, jerit, tapi disisi lain, saya

nggak bakal kasih tau ke orang lain ke siapapun,

kalau hati ini rapuh, sebenernya, iya kan? Harus

seperti itu hidupmu, bener nggak? Kalau ngomong

apa kan bisa ditutupin, kayak gimana. Tapi

kenyataaannya, kalau kita ngobrol berdua, bener-

bener sama orang yang dipercaya, itulah baru

kelihatan sikap aslinya manusia. Nggak mungkin

itu ada yang sekuat baja, mustahil itu. tetep ada...

(W.SU.I.03:125-129)

Subjek pandangan

matanya menatap

interviewer. Sesekali

pandangan mata

beralih ke sekeliling.

dengan kehidupannya saat

ini.

Kelas 2 SMA subjek

mengalami kecelakan yang

berakibat pada amputasi kaki,

sehingga subjek menjadi

difabel sejak SMA. Subjek

mencoba kuat setiap

berhadapan dengan orang

lain. Namun, jika subjek

sudah bertemu dengan orang

yang bisa dipercayainya,

subjek mengaku akan

kelihatan sikap aslinya yaitu

perasaan sedih dan

kehilangan itu tetap ada

Motivasi berprestasi

sesuai dengan tujuan.

Hahaa, ya punya ini misi beda kan, saya

pengurusnya kan, mempertahankan juara umum.

(W.SU.I.01:703-704)

Motivasi saya kan dari dulu gini, kita kan anak

orang nggak ada, lebih baik capek sekarang

daripada capek terus-terusan nanti. Walaupun istri

saya orang sini, tak didik bener-bener, kamu kalau

pengen hidupnya nggak sengsara, ya mulai dari

sekarang. Karena hidup itu pilihan. Kaya miskin itu

Tertawa. Pandangan

mata ke arah jalan.

Tangan memegang

rokok.

Subjek memiliki misi untuk

bisa mempertahankan gelar

juara umum di ajang Asean

Paralympic Games.

Subjek memiliki motivasi

sebagai anak dari orang yang

kurang mampu ia lebih baik

capek saat masih muda

daripada ia akan capek terus-

terusan sehingga ia mendidik

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

7

bukan takdir, kalau aku kan harus punya pedoman

kayak gitu. (W.SU.I.03:091-097)

Kalau kayak kita, orang kampung mah seolah-olah

hidup itu untuk kerja. Kalau selagi ada kesempatan,

ngapain juga kan. Terus pasti kan ada masanya,

nggak mungkin kan seumur hidup untuk kerja, pasti

ada waktunya untuk nikmatin dari hasil.

(W.SU.I.03:102-105)

Kalau untuk di olahraga, untuk saat ini ya itu

ambisi pingin ke olimpiade Rio de Jenerio. Ya......

tahun depan. Itu pun kalau dikasih kesempatan,

kalau Tuhan mengijinkan. Kita kembaliin lagi kan,

kita cuman bisa berusaha. (W.SU.I.03:385-388)

Sampai tahun 2020 pun kalau kita masih dikasih

Menatap ke arah

sekeliling.

Pandangan mata ke

sekeliling sesekali

menatap ke arah

interviewer.

Menatap

istrinya bener-bener kalau

tidak ingin hidup sengsara

maka bekerja dari sekarang

karena bagi subjek kaya

miskin itu pilihan bukan

takdir.

Bagi subjek hidup seolah-

olah untuk bekerja, selagi ada

kesempatan ia akan berusaha.

Subjek yakin bahwa aka nada

masanya ia menikmati hasil

dari kerja yang dilakukannya

saat ini, karena tidak mungkin

sepanjang hidupnya ia akan

bekerja.

Subjek memiliki ambisi untuk

bisa mewakili Indonesia

dalam ajang Asian

Paralympic Games yang akan

diselenggarakan di Rio de

Jenerio, itupun jika Allah

mengizinkan ia berangkat.

Tapi subjek akan terus

berusaha.

Subjek berharap sampai tahun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

8

umur panjang, Alhamdulillah, saya mintanya nggak

aneh-aneh, asal sehat, umur panjang, ya udah

kelihatan istilahnya kan, olahraga terukur. Kalau

udah diatas itu kan, susah turun kita. Lama kalau

olahraga terukur. (W.SU.I.03:429-433)

Ya alhamdulillah-lah dari hasil-hasil olahraga itu,

kaya di kampung kan ada invest rumah juga, disini

juga kontrakan (W.SU.I.03:523-524)

He‟e. Kos-kosan itu. Ini juga rencananya, ya nyari-

nyari yang kira-kira ada dideket daerah Dago sana.

(W.SU.I.03:526-527)

interviewer.

Menganggukkan

kepala.

Menganggukkan

kepala. Tangan

bergerak menunjuk

arah Dago.

2020 masih diberikan umur

panjanga, sehat sehingga bisa

terus berkarya dan berprestasi

di olahraga terukur.

Subjek berencana untuk

menginvestasikan uang bonus

yang didapatkan dari

kejuaraan Asean Paralympic

Games di Singapura awal

tahun 2016 lalu dalam bentuk

kontrakan dan kos-kosan di

daerah Dago.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

109

1. Subjek Utama II

a. Riwayat Hidup

Subjek utama II berinisial AS merupakan pria kelahiran Temanggung

tanggal 9 Agustus 1980. Lahir sebagai anak bungsu dari empat bersaudara.

Pekerjaan AS adalah wirausaha, atlet, dan menjadi pengurus NPC Jawa

Tengah. AS saat ini berdomisili di Jalan Kuta 7 nomor 13, Sumber, Solo.

AS memiliki usaha rental dengan satu orang pegawai di daerah Sukoharjo

yang telah dirintisnya sejak tahun 2012. AS bersuku bangsa Jawa dan

beragama Islam. Menikah dengan istri keduanya pada tahun 2013 dan

memiliki anak perempuan dari istri pertamanya berusia 12 tahun yang

akrab dipanggil Nisa. Istri AS berinisial RR. Pendidikan terakhir istri AS

adalah SMA. Usianya tujuh tahun lebih muda dibandingkan AS. Istri AS

bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga.

AS mengaku sudah ditinggal istri pertamanya sejak Nisa berusia lima

tahun. Sepeninggal istrinya, anak AS diasuh oleh ibu dan ayahnya di

Temanggung sementara AS bekerja dan menjalani kehidupannya di kota

Solo seorang diri. Istri pertama AS asli Sragen dan bekerja sebagai

Medical Representative di kota Bandung, namun istri pertamanya menjalin

hubungan dengan laki-laki lain yang akhirnya meninggalkan AS dan

anaknya. Menurut penuturan AS, istri pertamanya saat ini sudah memiliki

suami lagi. AS dan anaknya pernah pergi ke Bandung untuk mencari istri

pertamnya dengan modal uang hasil usaha rental komputer, namun AS dan

anaknya tidak menemukan istri pertamanya tersebut.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

110

AS memiliki hobi olahraga. Hobi tersebut dilakukan sejak masih kecil,

walaupun sebelum menjadi atlet, AS memiliki aktivitas di bidang seni,

khususnya musik. AS mengaku pernah memiliki semacam band. Namun,

semenjak menjadi atlet, AS sudah tidak pernah lagi bermain musik. AS

juga bercerita pada peneliti bahwa ia pernah dua kali masuk ke dalam

lingkungan yang menjadikannya senang untuk ―minum-minum‖. Hal

tersebut dilakukannya karena ia depresi tidak mendapatkan pekerjaan yang

layak dan saat ia ditinggal pergi oleh istri pertamanya.

Ayah dan Ibu AS masing-masing berusia 65 dan 55 tahun dan bekerja

sebagai buruh tani. Keduanya tinggal di Temanggung bersama kakak

perempuannya. Bapak dan Ibu AS bersuku bangsa Jawa. AS mengaku

lebih dekat dengan sosok ibu daripada ayah. Dalam pertemuan wawancara

1, AS menceritakan bahwa ia memiliki tiga orang kakak. Dua orang kakak

perempuan dan satu orang kakak laki-laki. Kakak perempuannya yang

sulung berpendidikan akhir S1, sedangkan kakaknya yang nomor dua dan

tiga berpendidikan akhir SMA. AS menuturkan bahwa ia memiliki

hubungan kekerabatan yang cukup erat dengan kakak perempuannya yang

sulung. Kakaknya tersebut sering memberikan arahan dan masukan pada

kehidupannya.

AS pernah bersekolah di SDN 2 Temanggung, SMP RC Prof. Dr.

Soeharso Surakarta, dan SMAN 3 Temanggung. AS juga pernah menjalani

kursus keterampilan bidang komputer di RC Prof Dr. Soeharso Surakarta

pada tahun 2001. Saat ini AS aktif sebagai pengurus National Paralympic

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

111

Committee Jawa Tengah sebagai wakil sekretaris jenderal sejak tahun

2014. Adapun capaian prestasi AS dalam bidang olahraga sudah sampai di

tingkat nasional. AS pernah mendapat tiga medali emas pada kompetisi

PEPORPROV tahun 2009; satu medali emas, satu medali perak, dan satu

medali perunggu pada KEJURNAS tahun 2010; dan tiga medali emas

pada PEPARNAS tahun 2012.

AS menjadi difabel sejak balita akibat sakit setelah AS diberikan

suntik imunisasi. AS dan kakak laki-lakinya diberikan suntik imunisasi

dengan jenis yang sama, namun AS menjadi lemas seluruh tubuhnya

kecuali bagian kepalanya setelah ia diberikan suntik imunisasi tersebut.

Orang tua AS melakukan pengobatan-pengobatan medis hingga akhirnya

AS sembuh dan hanya kaki kanannya saja yang layu. Adapun kakak AS

tetap sehat hingga saat ini. AS mengaku pernah menjalani masa-masa sulit

sebagai seorang difabel terutama saat ia tak kunjung mendapatkan

pekerjaan yang layak.

Peneliti memberikan lembar riwayat hidup pada AS hanya satu kali

pada saat pertemuan pertama yang berlangsung di Sekretariat NPC Jawa

Tengah (Stadion Manahan). Pengisian lembar riwayat hidup dilakukakan

oleh AS sendiri. AS bersikap terbuka pada pertanyaan yang diajukan

peneliti mengenai kondisi keluarga dan hal-hal yang peneliti tuliskan

dalam lembar riwayat hidup.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

112

b. Gambaran Obervasi

AS memiliki tinggi badan sekitar 160 cm. Perawakan AS kurus dan

terlihat bersemangat. AS memiliki warna kulit coklat. Wajah AS

berbentuk agak lonjong, alis mata berwarna hitam tebal dengan bentuk

yang sedikit melengkung naik di bagian ujung alis mata. Selain itu AS

memiliki bibir yang berwarna coklat dan jenggot yang dicukur dan

berbentuk rapi di dagunya. Rambutnya berwarna hitam. Potongan rambut

AS sewajarnya potongan rambut kaum laki-laki, yaitu dipangkas habis

diatas bahu.

AS mengalami kelayuan pada kaki kanannya, sehingga bagian kaki

kanan dari lutut hingga mata kaki hanya berbentuk pipih (tulang sangat

kelihatan). AS mengenakan bantuan kruk berwarna perak untuk menjalani

aktivitas sehari-hari. Kadang-kadang untuk berjalan dengan jarak hanya 10

meter, AS bisa berjalan merambat pada dinding tanpa bantun kruk.

Dengan kondisi kaki yang berbeda dari orang pada umumnya, AS tetap

bisa mengendarai motor roda dua seorang diri. Tentunya dengan motor

yang sudah dimodifikasi dan disesuaikan dengan tingkat difabilitas yang

dialami oleh AS. AS sering pergi berdua sambil mengendarai motor

dengan istrinya untuk latihan di Stadion Manahan atau ke menengok usaha

rentalnya di daerah Sukoharjo.

Secara keseluruhan penampilan AS cukup rapi. Nada suara AS

cenderung halus dan lembut, namun AS akan mengeluarkan cukup keras

jika sedang tertawa. Tak jarang bahunya ikut bergerak-gerak saat sedang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

113

tertawa. Selama proses pengambilan data, AS menjaga kontak pandangan

dengan peneliti dan sering memberikan respon tertawa. Selain itu, AS

menunjukkan penampilan yang berbeda-beda pada setiap kali pertemuan

yang dilakukan dengan peneliti.

Interaksi AS dengan orang lain baik. Pada saat proses pengambilan

data, AS beberapa kali melakukan jeda percakapan dengan peneliti untuk

bertemu dengan teman atau tetangganya yang datang berkunjung ke

rumahnya. Di rumahnya, AS memiliki kucing yang memiliki bulu seperti

kucing anggora. Jumlahnya ada enam ekor. AS dan istrinya mengaku

bahwa mereka berdua sama-sama pecinta kucing.

Pengambilan data pada AS dilakukan sebanyak tiga kali. Pertemuan

pertama berlangsung pada hari Rabu, tanggal 6 Januari 2016 mulai pukul

09.30 – 10.11 WIB bertempat di Sekretariat NPC Jawa Tengah (Stadion

Manahan) seusai AS melaksanakan latihan dengan istrinya. AS

mengenakan kaos olahraga lengan panjang berwarna hitam serta

mengenakan celana training panjang berwarna merah biru dongker dengan

garis vertikal di berwarna merah di sisi tengah yang membelah bagian

depan dan belakang celana. AS tidak memakai aksesoris apapun di

pergelangan tangannya dan menggunakan kruk untuk membantunya

berjalan. Selama proses wawancara, AS menjaga kontak mata dengan

peneliti. Pada pertemuan pertama, peneliti memberikan lembar riwayat

hidup pada AS. Pengisian lembar riwayat hidup dilakukan oleh AS dan AS

bersikap terbuka terhadap setiap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

114

Sebelum pulang, peneliti mengambil gambar AS dengan istrinya yang

menunggu AS hingga akhir proses wawancara.

Pertemuan kedua berlangsung pada hari Sabtu, tanggal 9 Januari 2016

mulai pukul 10.21 – 13.08 WIB bertempat di kediaman AS yang terletak

di daerah Sumber, Surakarta. Pertama kali tiba di rumah AS, peneliti

disambut oleh istri AS yang mengatakan bahwa AS baru saja mandi.

Selesai mandi, AS langsung menemui peneliti dengan mengenakan kaos

NPC lengan pendek berwarna abu-abu dan celana training panjang

berwarna biru dongker. Sesaat setelah peneliti memohon izin untuk

merekam percakapan, teman AS datang mengendarai motor. AS memohon

izin untuk menemui temannya sementara peneliti melakukan pengambilan

data pada istri AS. Menurut istri AS, AS memiliki kebiasaan merokok

yang sulit untuk diberhentikan. Namun, selama proses pengambilan data,

AS tidak pernah meminta izin pada peneliti untuk merokok. Setelah teman

AS pulang, pengambilan data terhadap AS dilanjutkan. Pada pertemuan ini

AS banyak sekali menceritakan tentang anak perempuannya. AS

menceritakan tentang kekhawatirannya pada pergaulan anak perempuan

dan kondisi psikologis anaknya yang jauh dari ibu kandungnya. Di akhir

pertemuan, AS mengenalkan peneliti pada anak perempuannya yang baru

saja pulang sekolah, kemudian peneliti mengajak mereka untuk foto

bersama.

Pertemuan ketiga berlangsung pada hari Rabu, tanggal 13 Januari 2016

mulai pukul 20.00 – 21.15 WIB bertempat di kediaman AS yang terletak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

115

di daerah Sumber, Surakarta. AS dan istrinya baru saja tiba dari perjalanan

ke daerah Sukoharjo untuk mengantar pesanan. AS mengenakan kaos yang

sama pada saat pertemuan kedua, kaos NPC lengan pendek berwarna abu-

abu dan celana pendek sepanjang lutut kaki berwarna hitam. Selama

proses pengambilan data, menjaga kontak mata denga peneliti. Pada

pertemuan kedua dan ketiga, AS menyuguhkan teh hangat untuk peneliti

sehingga selama proses pengambilan data, AS beberapa kali

mempersilahkan peneliti untuk meminum suguhan yang diberikan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

6

c. Hasil Pemaknaan Subjek Utama II

Tabel 5,

Data Hasil Pemaknaan Subjek Utama II,

No. Gambaran Hardiness

Indikator Data Wawancara Data Obervasi Unit makna

1. Commitment Ketertarikan dan

keingintahuan tentang hidup.

He‟em. Ya paling enggak, saya kan

pengennya hidup gak cuma ngerepoti. Kalau

bisa, saya bisa bantu. Kalau gak bisa bantu

dari uang ya bantu dari pemikiran saya bisa

digunakan oleh orang lain. Gitu. (W.SU.II.02

: 289-292)

Faktor pemicunya saya bahagia kayak

dikasih cobaan berantakan rumah tangga

akhirnya saya menemukan istri saya, bisa

kumpul anak saya lagi terus taraf hidup saya

juga meningkat. Saya pernah cerita kan,

waktu itu saya dikasih cobaan sama Allah,

saya berantakan rumah tangga. Tapi dari situ

saya bisa lebih. Itu yang paling saya syukuri,

meskipun sama-sama difabel, tapi kita disini

gak banyak yang mandang miring, karena

saya sama tetangga-tetangga juga baik,

mereka juga mengakui keadaan saya seperti

ini tapi saya juga dan istri punya potensi,

punya kualitas juga. (W.SU.II.02 :454-468)

Mengganggukkan

kepala.

Nada suara

melemah.

Memalingkan wajah

menatap bawah

kemudian melihat

kepada interviewer.

Tersenyum kepada

interviewer saat

berkata ―istri saya‖

Tangan di angkat ke

atas saat berkata

―tetangga‖.

Subjek ingin hidupnya bisa

bermanfaat untuk orang lain.

Subjek merasa bahagia

karena pernah diberikan

cobaan berantakan rumah

tangga dan akhirnya

menemukan istri yang

sekarang sehingga ia bisa

berkumpul dengan anaknya

lagi dan memiliki taraf hidup

yang lebih baik. Subjek

bersyukur karena pandangan

masyarakat terhadap dirinya

sebagai difabel juga lebih

baik karena istri dan dirinya

punya kualitas dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

7

Istilahnya kebahagiaan itu kan disini kan

(memegang dada) gak diluar, kita bisa dapet

yang mungkin lebih tapi yang bisa ngerti sini

kan belum tentu semunya, kan. Jadi

kebahagiaan itu gak perlu kita koar-koar atau

kita tampilkan ke masyarakatkan yang

penting kita merasakan. Lambat laun orang

tua juga ngerti. Ya pertama orang tua

biasanya pengennya kebahagiaan itu bisa

dilihat kan. “Oh ini loh anak saya”. Tapi kan

pemikiran itu salah ya mbak. Kebahagiaan itu

disini kan (memegang dada). Alhamdulillah

lambat laun pernikahan kita juga bisa

menunjukkan, tanpa disadari orang tua,

mertua juga bisa seneng. (W.SU.II.02 :539-

549)

Soalnya saya juga mengenal kalau proses

hidup itu gak mungkin lurus-lurus aja. Orang

kita juga bukan manusia yang sempurna kan.

(W.SU.II.02 :636-638)

Jujur pada waktu saya titik nol ya, saya

malah lebih deket ya otomatis gimana to ya

Allah kok kayak gini kayak gini…(W.SU.II.02

:742-743)

Menunjuk dada saat

berkata,

―kebahagiaan disini‖

dan ―merasakan‖.

Menjaga kontak

mata dengan

interviewer.

Suara melemah.

Tangan membentuk

angka 0 kemudian

menengadah sambil

hidupnya.

Bagi subjek kebahagiaan itu

ada dalam jiwanya bukan dari

materi dan kebahagiaan itu

tidak perlu diberitahukan

pada orang lain

Menurut subjek manusia

tidak ada yang sempurna.

Proses hidup setiap manusia

juga tidak sempurna.

Subjek merasa dekat dengan

Allah pada saat subjek berada

dalam situasi dan kondisi

terlemahnya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

8

Terus dari pengalaman itu sekarang terus

saya liat teman-teman yang lain, ya sekarang

saya coba mulai setiap saya habis sholat atau

apa saya malah kadang jarang minta kecuali

untuk kesehatan atau sama anak saya kalau

yang bersifat duniawi saya lebih tak

optimalkan ke yang bersyukur saja ya, kan

kalau minta masih banyak yang pengen ingin

minta ntar ndak kesampean. Hehehe.

…(W.SU.II.02 :747-752)

kepala menghadap

ke atas sejenak.

Memegang dada.

Tertawa kecil.

Setiap selesai sholat

(beribadah) subjek berdoa

untuk diberikan kesehatan.

Untuk hal duniawi subjek

optimalkan pada rasa syukur

atas nikmat yang sudah

diberikan Allah.

Keyakinan dan ketahanan

diri.

saya juga waktu itu masuk UNS, cuma waktu

itu belum inklusi banget nggeh, saya pernah

bentrok sama sana dulu saya ambil UMPTN

saya ambil berkas, tes, dipermasalahkan,

tidak bisa, saya waktu itu juga masih bisa

ngeyel, karena yang di depan kan untuk seni

tari dan apa itu yang khusus jasmani dan

rohani tapi kan waktu itu saya harus masuk,

akhirnya diperbolehkan kan.. akhirnya saya

ikut tes, tapi tesnya saya gagal. Saya kan

disuruh kakak saya ambil akuntansi, sama

manajemen kan, pengennya kakak saya nanti

kerjanya gini-gini-gini-gini tapi kan ternyata

apa yang rencana kita itu kan nggak

semuanya direstui sama Yang Di sana nggeh..

Berhenti menulis.

Mata melebar.

Tangan kanan

sesekali diangkat ke

atas, memegang

pulpen sambil

menunjuk suatu

arah.

Menatap interviewer

sambil mengangguk

kemudian tertawa.

Subjek pernah mendaftar

masuk UNS. Namun, pada

masa itu kampus UNS belum

inklusi seperti saat ini. Subjek

pernah mengalami bentrok

dengan panitia UMPTN saat

mengambil berkas tes dan

berkasnya dipermasalahkan.

Subjek tetap gigih pada

pendiriannya untuk ikut tes,

namun subjek gagal.

Akhirnya subjek masuk ke

dunia olah raga.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

9

akhirnya saya malah di olahraga hehe.

(W.SU.II.01:288-298)

Belum. Saya PNS gagal. Dua kali saya

ngelamar. (W.SU.II.02 : 296)

mulai 2012 itu kan udah sistem CAT ada

passing gradenya, saya gak lolos satu terus

yaudah gak bisa, Terus kemarin nyoba lagi di

tahun kemarin, dua ribu empat belas ada kan

bukaan, gagal lagi. Gagal laginya karena di

administrasinya, waktu itu kan

pengumumannya dari Kementerian kurang

jelas ya. Pertama di gelontorkan, ada formasi

olah raga, saya lamar disitu, tapi gak sesuai

formasi. Saya kan atletik, di situ yang ada

tenis lapangan, bulu tangkis, sama voli. Nah

akhirnya gak bisa, karena saya udah

mendaftar, selang satu bulan ada

pengumuman susulan, formasi olah raga 200

atlet. Nah peraturan yang tahun kemarin,

satu NIK, udah cukup satu kali pendaftaran,

akhirnya saya gak bisa lagi. Istri saya juga

nyoba dua kali tapi karena sistem CAT

berarti emang bener-bener harus pinter,

meskipun kadang juga ada faktor X, bejonya

itu juga, ya. Dua kali juga gagal. (W.SU.II.02

: 302-316)

Mengangkat dua jari

tangan ke arah

interviewer

Menoleh ke arah istri

subjek yang berada

di dalam ruangan

kemudian menatap

interviewer

Subjek dan istrinya pernah

gagal mendaftar menjadi PNS

sebanyak dua kali.Tahun

2012 mencoba daftar namun

tidak lolos karena sistem

CAT dan ada passing

gradenya. Tahun 2014

mencoba daftar dan gagal lagi

karena ada pengumuman

susulan formasi olahraga dan

subjek sudah terlanjur

mendaftar. Bagi subjek,

faktor keberuntungan juga

berpengaruh dalam seleksi

masuk menjadi PNS.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

0

Terpuruk itu cuma dua, saat nyari duit,

istilahnya pekerjaan, keduanya masalah

cinta. Hehe. Ya itu... Pertama waktu lulus

ambil keterampilan komputer di RC kan saya

keliling cari kerjaan, penolakan semua

dengan dasar difabel, itu saya juga stress.

Saya sempet ngeyel sama kakak saya, “Mbak

kamu nyuruh aku kayak gini, tapi ternyata

benturanku seperti ini”. Jawaban kakakku ya

cuma sabar, sabar, sabar. Pengennya kan

kita gak cuma dikandani, nah itu yang bikin

saya stress waktu itu. Yang kedua, masalah

cinta. Benturan cinta, sebenernya gak salah,

tapi yang namanya orang tua pengen

anaknya dapat yang terbaik. Ya mungkin kita-

kita gak masuk dalam kategori yang terbaik,

yaitu jadi kendalanya. Ahahaha. Pernikahan

pertama ya sama, mertua gak setuju karena

saya difabel, yang kedua kemarin sempet dua

tahun loh saya ngerayu mertua, udah difabel,

duda beranak satu hahahaha. Tapi dari

pengalaman pertama, yang bisa menguatkan

saya, pokoknya saya harus bisa. Saya

memotivasi diri saya, Alhamdulillah mertua

setuju. (W.SU.II.02 : 511-527)

Saya kan memutuskan menikah ini kan Bapak

juga bilang kenapa gak cari yang lain, kan

Respon agak lama.

Memeragakan

seperti sedang

berbicara dengan

kakaknya sambil

menahan senyum.

Tertawa terbahak-

bahak.

Mengangkat satu

jari.

Mengangkat dua jari.

Menganggukkan

kepala.

Subjek pernah merasa

terpuruk dalam dua hal.

Pertama saat mencari

pekerjaan, yang kedua saat

subjek ingin menikah. Subjek

sempat mengalami penolakan

dari kedua orang tua dari

pihak istrinya pada

pernikahan pertama maupun

kedua, namun subjek yakin

dan gigih berjuang agar

mendapat restu dari orang tua

istrinya dan akhirnya subjek

direstui untuk menikahi putri

mereka.

Saat subjek memutuskan

untuk menikah, bapaknya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

1

kamu masih bisa cari yang lain, masalahnya

difabel. Loh Bapak ngomong gini dasarnya

apa? Malu punya menantu difabel?Terus

saya tanya gitu diem Bapak. Jadi kalau

Bapak malu punya menantu difabel, otomatis

Bapak malu punya anak difabel. Seminggu

diem, abis itu manggil saya “bawa pulang itu

RR. RR kapan bawa pulang”. Sejak saya

ngomong kayak gitu, pintu bapak saya

terbuka, akhirnya terbuka. Setelah orang tua

setuju, akhirnya baru mertua. Terus yang bisa

menguatkan karena dia juga kekeh kan, sama.

(W.SU.II.02 : 530-539)

Saya berantakan rumah tangga saya yang

pertama itukan karena beranjak ke nyaman

mbak waktu itukan istri saya kuliah. Saya

kerja, otomatis dapur satu saya biayain

kuliah juga biayain anak kan waktu itu sudah

ada anak terus setelah lulus dia ingin kerja

otomatis dapur dua kan, ada dua pemasukan

lebih enak harusnya ya, tapi malah cobaanya

lebih gede, makanya dari situ saya juga

berpikir untuk saat ini alhamdulillah emang

dibanding yang dulu saya lebih, lebih

Menunjuk ke arah

istrinya yang berada

di dalam rumah.

Tersenyum ke arah

interviewer.

Mengusap wajah.

Pandangan mata ke

arah lantai.

Memegang dada.

Menunjukkan 2 jari

pada interviewer.

Menatap interviwer

sambil sesekali

berkata, ―kenapa gak cari

yang lain?‖. Namun subjek

memberikan jawaban dari

pertanyaan itu ―bapak malu

punya menantu difabel,

berarti bapak malu juga

punya anak difabel‖.

Seminggu kemudian bapak

meminta subjek membawa

calon istrinya ke rumah.

Setelah orang tua subjek

setuju, mertua pun setuju.

Kegigihan istrinya

menguatkan subjek untuk

bisa mendapat restu dan

menikah sang istri.

Subjek pernah mengalami

kondisi rumah tangga yang

berantakan, namun subjek

berpikir dan bersyukur dari

peristiwa itu ia bisa memiliki

kehidupan yang lebih baik

saat ini.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

2

bersyukur lagi kan, tapi kadang saya juga

mikir moga-moga gak dikasih cobaan yang

berat lagi gitu lho. (W.SU.II.02 : 759-767)

yang penting, apa kayak kita latihan program

udah ini ya udah maksimal ya, tapi gak dapet

karena kita gak serius latihan ya otomatis

kecewanya tambah. Kalau ini gak pernah

latihan terus gak dapet, saya mungkin

kecewanya beda, kecuali kalau ini udah

serius latihan tapi ternyata tetep gak dapet ya

udah pertandingan emang seperti itu gitu kan

kita kembalikan ke situ. Yang namanya apa

katanya di atas langit masih ada langit ya.

(W.SU.II.03 : 075-081)

Sekarang mmm mengenai arti perjuangan ya.

Karena saya sendiri juga merasakan di

program Pak SW selama beberapa bulan,

bulan pertama melet-melet. Tapi akhirnya

dari melet-melet itu terus dikalungin medali,

itu kan kita jadi tahu proses ya. Karena di

olahraga kita nggak mengenal di istimewakan

ya. Istilahnya kayak lari seratus meter ya

seratus meter. Tapi kalau di non-olahraga

misal LSM atau apa di luar olahraga

pokoknya kita masih di istimewakan, kan

kalau di olahraga kan kita enggak. Kita lari

tersenyum.

Subjek menunjuk

istrinya dengan

gerakan kepala.

Menatap

interviewer.

Menganggukkan

kepala.

Menahan senyum

saat bilang ―melet-

melet‖.

Pandangan sesekali

ke arah bawah

namun menjaga

kontak mata dengan

interviewer.

Subjek pernah mengalami

kegagalan dalam suatu

pertandingan olahraga. Bagi

subjek, yang penting subjek

sudah maksimal latihan dan

serius menjalani program.

Subjek juga meyakini bahwa

walaupun dirinya sudah

mengusahakan yang terbaik,

namun ada orang yang lebih

baik dari dirinya.

Subjek pernah menjalani

program latihan yang berat

karena dalam dunia olahraga,

atlet difabel akan

diperlakukan selayaknya atlet

normal, namun karena ia

terus berjuang akhirnya bisa

mengalungi medali.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

3

dengan istilahnya lonjak-lonjak misalnya, ya

kita lonjak-lonjak, sepuluh kali ya sepuluh

kali. Jadinya kita merasa dihargai, dianggap

normal. Tapi kalau di lain olahraga kan kita

dispesialkan. Itu yang malah menghambat

perkembangan kita...hehehehe (W.SU.II.03 :

211-223)

Tertawa tertahan

Kerelaan untuk mencari

bantuan dan dukungan sosial.

Alhamdulillahnya saya punya orang tua itu,

nganggep saya normal, nggak dianggep saya

itu difabel, keberuntungan saya dari situ, kan

sekarang banyak kan, punya anak difabel tapi

disembunyikan, dikucilkan, tapi

alhamdulillahnya orang tua saya nggak.

(W.SU.II.01:359-363)

saya kenal atlet, kenal NPC, mulai bangkit

lagi saya, temen temen saya mulai kasih

support, kenal istri saya, oh ternyata rencana

Tuhan itu lebih indah, gitu kan, mulai dari

situ akhirnya saya di sini. (W.SU.II.01:350-

354)

masyarakat memandang saya udah beda

sebelum saya jadi atlet meskipun dulu saya

wiraswasta tapi sekarang nama saya agak

terangkat, istilahnya gak banyak yang

Pandangan mata ke

bawah.

Menghela nafas

sejenak.

Memegang dahi

sebelah kanan.

Pandangan mata

sering melirik ke

arah kiri bawah

kemudian menatap

Subjek merasa beruntung

karena memiliki orang tua

yang menganggap dirinya

normal dan tidak malu

memiliki anak difabel

sementara ada orang tua

lainnya yang merasa malu

bahkan menyembunyikan dan

mengucilkan anaknya.

Subjek mulai bangkit dari

masa-masa sulitnya setelah

mendapat dukungan dari istri

dan mengenal para atet

difabel di NPC

Pandangan masyarakat

terhadap subjek menjadi lebih

baik setelah subjek menjadi

atlet, sudah tidak banyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

4

mengenyampingkan saya gitu kan. Ya

istilahnya jelek-jelek paling enggak udah

menjadi dut, kan? Ya jarang kan orang yang

bisa mewakili kontingen Jawa Tengah atau

Indonesia itu kan jarang. Nah, dari situ ya

gimana ya ngomonge ya...ya di masyarakat

agak naik lah gak kayak dulu. Difabelnya

difabel beda. (W.SU.II.02:260-267)

Istri itu malah jadi tanggungan kita, mbak.

Paling enggak, keluarga di tinggal, saya

pulang harus bisa nyaur utang bahagiain

mereka. Ya salah satunya saya pulang harus

bawa pulang medali. Jadi susahnya kepisah

itu jadi target, jadi motivasinya. Paling gak,

“wes tak relain pisah sama anak sekian

bulan, berarti aku harus bawa hasil yang bisa

banggain anak gitu, kan”. (W.SU.II.02:351-

356)

Iyaa. Menjadi beban. Pernah mertua saya,

saya benerin antena, saya manjat, dimarah-

marahin gak boleh. Saya malah merasa

gimana, padahal saya mampu naik, kan.

Selama ini kalau benerin talang apa gitu ya

saya bisa naik gitu, tapi kadang kekhawatiran

interviewer.

Pada saat bilang saya

tangan kanan

memegang dada.

Kepala sesekali

bergerak-gerak.

Saat bilang saya

memegang dada.

Tangan bergerak-

gerak di udara

Menganggukkan

kepala sekali

kemudian menguap.

Nada suara agak

tinggi.

yang memandang ―sebelah

mata‖ dirinya.

Bagi subjek, istri adalah

amanah. Ketika subjek

meninggalkan keluarga, saat

pulang ia harus bisa

membahagiakan mereka,

salah satunya dengan

membawa pulang medali.

Jadi walaupun dirasa susah

saat harus berpisah, subjek

menjadikan itu sebagai target

dan motivasinya untuk

berprestasi.

Subjek merasa menjadi beban

ketika ia bisa melakukan

pekerjaan seperti:

membetulkan antena, talang

air atau aktivitas fisik lainnya

yang menuntut subjek untuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

5

orang itu malah bikin saya gak berguna,

malah bikin saya merasa gimana gitu.

Padahal maksud mereka juga bener ya

karena takut jatuh entar malah tambah parah

gimana. Mungkin ya. Ahahahahaha. Pernah

kok ayah mertua saya kesini marah-marah.

“Jangan naik”. Padahal di rumah, kalau

kakak saya yang cowok gak ada, kerjaan saya

manjat yaudah. Kalau Ibu saya kan udah

biasa, karena dari kecil “anak saya mampu”.

Saya biasa, cuma kadang mertua saya, atau

apa. Jadi ya sePD-PDnya difabel adakalanya

gak PD karena benturan seperti itu.

(W.SU.II.02 : 436-448)

Ya moga-moga keluarga saya, bisa ngerti

saja, kadang kasian sama anak itu mbak

akhirnya takutnya pelariannya ke yang lain.

(W.SU.II.02:780-781)

padahal saya pengennya gak ditakutin cuma

dihormati. (W.SU.II.02:968)

setelah saya gabung di NPC banyak temen-

temen mahasiswa yang peduli sama kita-kita

Tertawa terbahak-

bahak.

Penekanan nada

bicara saat berkata

―rumah‖.

Mengusap-usap paha

kaki.

Menatap interviewer

Posisi duduk

berubah.

memanjat namun tidak

diperbolehkan oleh orang

lain. Ia seolah menjadi orang

yang tidak berguna walaupun

maksud dari orang yang

melarangnya itu baik agar

tidak terjadi hal-hal yang

tidak diinginkan pada diri

subjek. Namun, subjek

menjadi tidak percaya diri

jika dihadapkan pada

benturan semacam itu. Subjek

lebih suka diperlakukan

bahwa ia mampu dan bisa

selayaknya orang normal.

Subjek berharap agar

keluarga bisa mengerti

pekerjaannya sebagai atlet

dan pengurus NPC Jawa

Tengah.

Subjek ingin di hormati oleh

orang lain bukan ditakuti.

Subjek merasa terbantu

semenjak menjadi pengurus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

6

dan akhirnya mereka mengekspos. Jadi

memudahkan kita untuk sosialisasi, meskipun

kita kadang dari pemerintah kurang

perhatian dalam hal media, kayak mbak liat

waktu kita berangkat ke Singapura atau

sebelum ke Singapura, media mana ya update

atau meliput. Gak usah update atau meliput,

sekedar update tulisan di bawah (running

teks), gak ada kan? Cuma ada itu metro TV,

cuma ada tulisan “kontingen Asean

Paragames Indonesia meraih medali emas

segini”, cuma sekali itu doang yang lain gak

ada. Jadi susahnya masyarakat gak tau ya

karena pemerintah sendiri gak membantu kita

untuk mengekspose atau mensosialisasikan,

sayangnya seperti itu. (W.SU.II.03: 447-459)

Tangan kanan dan

kiri memeragakan

running teks yang

berjalan.

Kepala menengadah

ke atas kemudian

menatap interviewer.

di NPC ada teman-teman

mahasiswa yang

menayangkan aktivitas atlet

difabel sehingga

memudahkan NPC untuk

mensosialisasikan program

dan aktivitasnya. Sebab,

selama ini perhatian

pemerintah kurang dalam

mensosialisasika mengenai

aktivitas atlet difabel.

Kemampuan mengenal nilai-

nilai pribadinya yang unik

dan tujuannya sendiri

Heem.. saya dari kecil nggak merasa difabel

mbak, kayak main bola, dulu saya nggak pake

tongkat kan, pegang kaki, main bola, manjat

pohon atau apa yang sampe orang tua saya

juga gedek-gedek, ini anak udah dikasih gini

kok masih kayak gini, gitu lho tapi dari situ

saya secara otomatis terbangun mental ya

tapi yang paling terbentur ya itu kalau udah

masalah cinta, masalah hidup yang

berhubungan dengan difabel yaudah, sampe

itu ya, dua kali masa sisi negatif..

(W.SU.II.01:365-372)

Menganggukkan

kepala sambil

menunjuk diri

sendiri.

Tangan kanan ke

atas dan pandangan

mata ke arah atas.

Subjek sejak kecil tidak

merasa bahwa dirinya difabel

karena subjek terbiasa

melakukan aktivitas yang

biasa dilakukan oleh orang

normal lainnya seperti main

bola, memanjat pohon. Hal

tersebut membentuk mental

subjek.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

7

Rentan pendidikan, rentan kemiskinan kan

biasane. Lah untuk nyari-nyari istilahe

difabel yang punya kapasitas lebih kan

susah…untuk stok yang lama loh ya. Kalau

stok baru alhamdulilah banyak sekolah yang

inklusi, mereka bisa mengenyam pendidikan

kalau yang ini kan stok lama kan otomatis

sekolah sampai apa kalau jadi pengurus pola

pikirnya masih pola lama. Gak bisa bersaing

dengan organisasi yang lain gitu.

(W.SU.II.02:083-089)

Iya. Pernah og mbak saya sampek padu sama

Bapak saya ya karena saya sensitif. Waktu itu

kan saya pindah rumah mbak, di lingkungan

saya yang baru waktu itu saya gak pernah

Jum‟atan, karena apa? Karena malu dengan

keadaan saya. Malu sebenarnya karena saya

merasa berat gak bisa konsen, anak kecil di

belakang gini-gini-gini-gini, tapi orang tua

waktu itu gak mau tau. “Gitu kok dipikir”.

Terus saya jawab “Lah kan Bapak gak

merasakan keadaan saya, yang merasakan

kan saya.” Sampek padu waktu itu. Tapi

setelah kejadian itu saya masuk olahraga jadi

berubah. Meskipun, ada kalanya juga seperti

itu lagi. Kalah itu saya sama anak kecil,

Tangan kanan

menunjuk jari-jari di

tangan kiri.

Menatap

interviewer.

Alis mata berkerut

tiba-tiba kemudian

normal kembali.

Pandangan mata ke

arah bawah.

Tangan bergerak-

gerak di udara untuk

menegaskan kata

yang diucapkan.

Terkadang melirik

ke bawah.

Menjaga kontak

mata dengan

interviewer.

Bagi subjek, kaum difabel

rentan pada masalah

pendidikan dan kemiskinan.

Sangat susah mencari difabel

angkatan senior yang

berpendidikan tinggi padahal

dalam kepengurusan

dibutuhkan orang yang

berpendidikan tinggi.

Subjek pernah terlibat adu

mulut dengan Bapaknya

karena subjek mengakui

bahwa dirinya sensitif dan

waktu itu ia tidak pernah

melaksanakan sholat Jumat

karena ia malu dengan

keadaan dirinya sehingga

tidak khusyuk ketika

menjalankan ibadah. Apalagi

jika subjek di olok-olok oleh

anak kecil dan orang tuanya

menegur anaknya, subjek jadi

merasa bahwa dirinya

berbeda

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

8

bukannya saya malu sama anak kecil gitu

enggak, saya jadi gak konsen. Eheheheh.

Hahaha. Gak konsen menghadap sananya

gitu loh. Kalau malunya saya malah enggak.

Jadi gak konsennya itu loh sama anak-anak

kecil itu. Kadang gini loh, mbak. Masyarakat

kan kalau ada anak kecil ngeledekin kita,

kalau kitanya sihh santai kadang orang

tuanya gini, “eh, eh jangan dek jangan kasian

nanti gini-gini”. Lah orang tua yang seperti

itu malah kita jadi gimana gitu loh. Hahaha.

Sebenernya biasa diledek atau di apa gitu

biasanya, cuma kadang orang tua yang

kadang sok merhatiin kita, kita jadi merasa

gimana gitu loh, jadi malah merasa beda.

(W.SU.II.02:409-429)

Memegang dada saat

berkata ―kita‖.

Tertawa keras.

2. Challenge Pendekatan yang fleksibel

terhadap orang lain dan

kondisi-kondisi tertentu.

Keluarga yang sekarang, saya sih, cuman

saya tetep sharing sama anak istri saya.

Nggak saya mutlak, saya pingin ini, harus ini,

kadang saya mau memutuskan apa, saya

sharing dulu, keberatan nggak, keberatan

nggak, kalaupun keberatan, saya tanya,

alesannya apa gitu kan, baru saya putuskan.

(W.SU.II.01:500-504)

Di keluarga saya, alhamdulillah meskipun

saya anak ragil ya, kebanyakan mereka

malah curhatnya ke saya, saya juga nggak

Menggelengkan

kepala.

Menatap

interviewer.

Menunjuk diri

Dalam membuat keputusan di

dalam keluarganya subjek

akan berdiskusi dengan anak

dan istrinya terlebih dahulu,

keputusan yang dibuat tidak

mutlak dari dirinya sendiri.

Di keluarganya subjek

sebagai anak bungsu

terkadang menjadi tempat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

9

tau, ibu itu kalau memutuskan sesuatu malah

telpon saya dulu biasanya, padahal saat ini

kan yang dekat, maksud saya dekat rumahnya

kan kakak saya yang cowok kan, tapi apa-apa

malah serbanya ke saya, nggak tau juga, apa

mungkin karena kedekatan hati, lebih enak

kan mungkin. (W.SU.II.01:505-511)

Saya kan punya anak buah di Sukoharjo,

umurnya jauh dibawah saya mbak tapi saya

gak membentengi mbak, kadang saya sharing

sama anak buah saya “Kalau menurut kamu

gimana?”. Saya gak membatasi harus

sharing ke yang lebih tua ngono enggak.

Kalau saya merasa cocok, bisa diajak sharing

ya saya ajak sharing. (W.SU.II.02:654-658)

Saya kan kalau ngobrol juga mandang-

mandang kan istilahnya kalau bisa jangan

cuma sebagai pendengar ya, bisa interaksi

biar enak sembari kita mencurahkan.

(W.SU.II.02:815-817)

sendiri.

Menggelenggkan

kepala.

Menjaga kontak

mata dengan

interviewer

Menatap

interviewer.

bercerita bahkan ibunya

sering menelpon dan meminta

pertimbangan atau keputusan.

Hal tersebut dikarenakan

adanya kedekatan hati antara

subjek dengan ibunya.

Subjek memiliki karyawan

usaha rentalnya yang terletak

di daerah Sukoharjo. Subjek

mengaku tidak pernah

memberi sekat antara dirinya

dan karyawannya. Subjek

terbuka pada orang lain yang

ia rasa cocok untuk diajak

berbagai cerita.

Bagi subjek jika menjalani

komunikasi dengan orang

lain, sebisa mungkin

berlangsung komunikasi dua

arah bukan satu arah.

Memandang sesuatu secara

positif dan optimis.

Jadi kadang kita dapet cobaan apa kan

menurut kita kan kayaknya berat kan ya mbak

ya, tapi setelah dijalani, oh ini to yang terbaik

untuk kita, gitu kan..hehehe.

(W.SU.II.02:409-429)

Menatap interviewer

dengan mata lebar.

Tersenyum.

Ketika subjek mendapatkan

musibah yang menurutnya

berat, namun setelah dijalani

ternyata itulah jalan terbaik

baik dirinya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

0

Kadang kalau saya ngobrol kan ada tetangga

saya tanya, “mas itu temen kamu kerjanya

dimana?”. Disana, Bu. Saya terangkan. “loh

kok gak gini-gini”. Ya karena keadaan,

mereka belum dapat kesempatan untuk naik,

tapi mereka punya nilai plus, dari situ mereka

membiayai keluarga mereka. Banyak

keluarga mereka yang bergantung dari anak

mereka yang kayak gitu. (W.SU.II.02:466-

471)

Tangan di angkat ke

atas saat berkata

―tetangga‖.

Subjek pernah ditanya oleh

tetangganya mengenai

pekerjaan temannya sebagai

sesama difabel karena melihat

kondisinya yang masih

―dibawah dari segi ekonomi.

Subjek kemudian

menjelaskan bahwa teman-

temanya masih belum diberi

kesempatan untuk ―naik‖ dari

segi ekonomi, namun nilai

lebih dari teman-teman

difabelnya yaitu mereka

menjadi tulang punggung

bagi keluarganya.

Kerelaan untuk mengambil

resiko yang membangun.

Ini saya terhambat 1 tahun. (W.SU.II.01:389)

Dulu waktu itu kan saya ngenal RC, kan ada

istilahnya sosialiasai dari RC ke daerah-

daerah, waktu saya SD, saya ditawari sama

RC, “besok kamu lulus lanjutkan sekolah di

sana, jalurnya lewat dinas sosial, habis lulus

SD tahun 93, saya ngasih berkas lamaran

saya ke dinas sosial setempat tapi perjalanan

dinas Indonesia, jenengan ngerti kan

indonesia dinasnya seperti apa, sampe kakak

saya dari UNS ngurus langsung ke pusat,

ternyata berkas saya nggak masuk.

Menunjuk lembar

RH, kemudian

menatap interviewer

Menatap interviewer

dengan mata lebar.

Tangan bergerak-

gerak.

Tangan kanan

diangkat kemudian

menunjuk suatu

tempat.

Menggelengkan

Subjek sejak SMP sudah

merantau dari Temanggung

ke Solo. Subjek juga rela

menunda sekolahnya selama

satu tahun agar bisa masuk

sekolah SMP RC karena

berkas administrasi subjek

bermasalah sehingga kakak

subjek perlu mengurus berkas

tersebut langsung ke pusat.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

1

(W.SU.II.01:393-400)

Terus inisiatif kakak saya, minta berkas

langsung dari RC bawa pulang saya langsung

diambil tahun 94 setelah nunggu satu tahun

nggak ada panggilan gitu. (W.SU.II.01:402-

404)

Saya pernah ya pas berantakan rumah tangga

itu kan kerjaan jadi hancur juga. Jadi pernah

kan kayak tayangan TV Termehek-mehek,

seperti itu. Modal saya pake untuk nyari ke

Bandung kan dulu, habis modal. Sama anak

saya, saya nyari istri saya, tapi nggak ketemu.

(W.SU.II.01:469-474)

Kadang kayak dipengurusan kan juga berat

mbak, pandangan dari atlet sendiri kadang

udah negatif thinking kan pengurus biasanya

mementingkan diri sendiri untuk keuntungan

atlet. Padahal selama saya jadi pengurus

kadang otomatis anak jadi korban komunikasi

sama anak saya memang jadi berkurang kan,

kalau dulu saya banyak waktu sama anak

selama masih jadi atlet tok ya. (W.SU.II.02:

769-774)

kepala.

Tangan kanan maju

ke depan, kemudian

bergerak ke arah

badan mas AS.

Berhenti menulis

kemudian menatap

interviewer.

Sesekali menatap

interviewer, sesekali

melihat lantai.

Kedua tangan

tertangkup

mengerucut dan

saling berhadapan

(bahasa tubuh

komunikasi)

Subjek pernah mengalami

masa-masa sulit saat rumah

tangganya berantakan.

Pekerjaannya berantakan,

uang modal usaha habis

karena dipakai subjek dan

anaknya untuk mencari istri

pertamanya di Bandung,

namun tidak bisa bertemu

dengan istrinya.

Subjek menjalani pekerjaan

yang berat saat menjadi

pengurus NPC Jawa Tengah

karena ada pandangan negatif

dari para atlet terhadap

pengurus bahwa pengurus

memetingkan diri sendiri.

Padahal resiko selama

menjadi pengurus, kadang

subjek harus mengorbankan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

2

komunikasinya dengan sang

anak.

Penghargaan serta

penerimaan atas keunikan diri

sendiri sebagai suatu berkah

Gapapa, silahkan, saya kan dua kali mbak

nikah, ini yang kedua, yang pertama dulu

pernah, tapi gagal, saya nikah sama orang

kesehatan, tapi perjalanan hidupkan, waktu

itu saya belum seperti ini, istilahnya masih

merangkak-rangkak tau sendiri mbak ya,

difabel hidup di masyarakat umum, seperti

apa kan, mungkin dianya kurang bisa

bertahan dengan keadaan akhirnya lepas tapi

ya rencana Tuhan kita nggak tau kan,

ternyata dibikin seperti itu saya malah dapet

ganti yang seperti ini dan kehidupan saya

lebih baik dari yang kemarin.

(W.SU.II.01:034-042)

kalau dari olahraga difabel, udah tercantum

di media aja namanya siapa kemarin bawa

pulang medali, meskipun duitnya minim, tapi

mereka udah seneng. “Oh ternyata orang tua

kita bisa ngelahirin anak yang berguna”.

Senengnya seperti itu. Saya sendiri di APG

2011 meskipun saya gak dapet medali, tapi

saya seneng, seneng bisa bikin orang tua saya

nangis. Waktu pembukaan kan dateng orang

tua, tak tanya mereka nangis. Tak tanya

nangisnya apa? Kok ternyata anakku bisa

Menganggukkan

kepala.

Mata melebar.

Tangan kanan di

angkat ke atas.

Bergerak ke kanan

kemudian ke kiri.

Tersenyum.

Respon agak lama.

Beberapa kali

memberikan jeda

antar kata yang

diucapkan. Mata

sesekali melirik ke

kiri bawah seperti

mengingat sesuatu.

Menjaga kontak

mata dengan

interviewer selama

Subjek menikah sebanyak

dua kali. Pada pernikahan

yang pertama subjek menikah

dengan orang kesehatan.

Dulu kehidupan subjek masih

―merangkak-rangkak‖, subjek

menduga istri pertamanya

kurang tahan dengan kondisi

dirinya yang difabel. Namun

rencana Tuhan lebih baik,

subjek mendapat pendamping

hidup dan kehidupan yang

lebih baik di pernikahan

keduanya.

Bagi subjek, dalam olah raga

kaum difabel ketika namanya

sudah tercantum di media

karena pulang membawa

medali dan uangnya minim,

ia sudah merasa senang

bahwa orang tua sudah

melahirkan anak yang

berguna. Di APG 2011,

walaupun subjek tidak

mendapat medali, tapi subjek

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

3

hadir di tengah-tengah jadi orang penting

Indonesia meskipun gak bawa

medali.hihihahaha. Tapi paling gak

senengnya itu “anakku udah jadi orang

penting”. (W.SU.II.02:383-393)

bicara.

Tertawa.

senang karena berhasil

membuat orang tuanya

menangis saat melihat dirinya

hadir di tengah-tengah dan

menjadi orang penting.

3. Control Kerelaan dan keterampilan

untuk membuat keputusan

yang baik.

Ya kalau menurut saya, selama saya

melompat-lompat dari LSM, terus ke

organisasi resmi pernah, negeri juga, saya

paling cocok ya di NPC. Di NPC bener-bener

berjuang ya tapi berjuang ke individunya

juga, kalau kamu punya prestasi berarti kamu

makmur, kamu sejahtera, tapi kalau gak ya…

gak. Tapi kalau di yang lain mereka di

manjakan mbak di kasih fasilitas kasih apa

habis itu kelar gak diurusin. Besok ada

program apalagi akhirnya gantungin “ah aku

ikut lagi”. Besok ikut LSM, sekarang ikut

jahit, besok ikut apa lagi. Terus. Akhirnya

malah melompat-lompat, artinya kalau ibarat

hidup di panti hasil akhirnya di panti

jompo.hahahah. (W.SU.II.02:180-190)

ee waktu itu...sebelumnya kan saya gak di

olahraga ya, saya di seni, biasanya saya

bergerak di bidang musik tapi waktu itu pas

tahun habis pulang PON Kaltim saya baca

media waktu itu saya liat profil temen-temen

saya SMP, mereka sukses bawa medali

Tangan kanan jari-

jarinya menguncup

dalam posisi terbalik

kemudian bergerak-

gerak menirukan

gerakan melompat—

melompat

Menatap

interviewer.

Tertawa.

Posisi duduk

bersandar sambil

menatap ke arah

interviewer.

Sesekali

menganggukkan

Bagi subjek, NPC adalah

tempat yang tepat baginya

setelah ia berpindah-pindah

dari LSM, kemudian ke

organisasi resmi dan instansi

pemerintah. Di NPC ia benar-

benar merasa berjuang baik

secara individu maupun

sosial. Jika berprestasi maka

akan sejahtera. Namun di

tempat lainnya kaum difabel

cenderung dimanjakan

dengan fasilitas yang

berakibat pada sikap

ketidakmandirian pada kaum

difabel.

Awalnya subjek

berkecimpung di dunia seni

musik. Suatu hari, subjek

membaca media dan melihat

profil teman-teman SMP RC

yang sukses membawa

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

4

pulang dari Kaltim itu. Terus saya “oh, kok

kayaknya enak”. Terus saya agak tergerak

lagi karena disitu ada muatan berita pas

barengan pendaftaran CPNS ada formasi

dari atlet. Kalau dari atlet kan istilah cukup

dari ijazah SMA bisa, nah itu yang jadi

motivasi saya untuk terjun. He‟em...paling

enggak kan kakak saya pesen “difabel itu ya

kalau bisa yang kerja ininya bukan tenaganya

tok”. Saya ngejar PNSnya, makanya saya

pengin dapat medali untuk bisa PNS. Gituu..

(W.SU.II.02:245-251)

kepala memberikan

penekanan pada

beberapa kata yang

diucapkan.

medali pulang dari PON di

Kalimatan Timur. Subjek

berpikir sepertinya ―enak

menjadi atlet apalagi di media

tersebut bersamaan dengan

pendaftaran CPNS dan ada

formasi atlet. Dari situ subjek

termotivasi untuk terjun di

dunia olahraga untuk

mendapat medali dan bisa

menjadi PNS.

Perasaan otonomi diri dan

perasaan adanya suatu pilihan

yang diambil.

Kalau kebosanan yang lain dari program

enggak i mbak, enjoy ya karena olah raga

saya udah seneng dulu, tapi ada juga sih yang

temen-temen atlet itu motivasinya karena

perolehan medali dapet duit. Saat mereka

pelatihan beda pelaksanaannya, bosennya

lebih banyak karena basicnya mereka seneng

duitnya gak seneng olahraganya.

(W.SU.II.02:362-367)

Makanya saya pesen mbak, kalau liat difabel

yang masih minim, tolong jangan langsung di

vonis, dibelakang itu apa. Saya juga salut,

meskipun saya udah kayak gini, tapi saya

salut sama temen saya itu dengan keadaan

Menatap

interviewer.

―banyak‖.

Tangan diangkat

menunjuk suatu arah

saat berkata

―dibelakang‖.

Subjek tidak merasa bosan

dengan program yang

diberikan oleh pelatih, justru

merasa nyaman dan senang di

olah raga. Namun, teman-

teman subjek lainnya ada

yang merasa bosan karena

niatan mereka di olahraga

hanya untuk mendapat medali

dan uang.

Subjek meminta pada

interviewer agar tidak

memberikan judgement pada

kaum difabel yang kondisinya

masih minim dari segi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

5

seperti itu dia masih bisa bertanggung jawab

sama keluarganya. Malah hampir-hampir dia

gak merhatiin dirinya sendiri, dia hp gak

punya. Dia gak pengen beli. Tapi ibunya

punya Hp dari hasil anaknya. Hahaha.

(W.SU.II.02:479-485)

Kalau saya, saya pindahnya bukan untuk

semata-mata nyari bonusnya yang gedhe.

Saya berapa kali pamit sama Pak Rudi

Haryanto, ketuanya mau pindah daerah

dengan alasan untuk seleksi masuk CPNS.

Jadi yang lebih saya fokuskan status

pekerjaan saya bukan nilai bonus per

medalinya. Istilahnya kalau di Jawa Tengah

saya bisa berkarya ya saya di Jawa Tengah.

Kalau pun saya di Kalimantan atau di mana

saya bisa berkarya saya bisa sumbangsih

tenaga dan pikiran saya ya udah saya akan di

sana, prinsip saya kayak gitu, nggak harus di

tanah kelahiran saya. Selama saya masih bisa

berguna entah itu dimana ya saya siap.

Cuman yang namanya takdir ya saya tiga kali

pamit kok nggak bisa terus, Pak Rudi bilang

udah kamu bantu kita di kepengurusan,

melatih adik-adik kita. (W.SU.II.03:274-286)

Mengangkat jempol

saat berkata ―salut‖.

Nada suara datar.

Sesekali pandangan

mata ke araha depan,

atas, namun menjaga

kontak mata dengan

inteviewer.

Penekanan suara

pada kata ―takdir‖.

ekonomi. Sebab dengan

keadaan yang terbatas mereka

masih bertanggung jawab

pada keluarganya.

Subjek berniat untuk pindah

ke daerah Kalimantan.

Beberapa kali melakukan

permohonan izin pada

pimpinan untuk pindah

namun belum diberikan izin.

Subjek meminta izin untuk

pindah bukan untuk seleksi

masuk CPNS namun bagi

subjek berkarya dan

memberikan sumbangsih

tenaga dan pikiran tidak

hanya dilakukan di tanah

kelahiranya tetapi juga

ditempat lainnya. Namun

takdir menjadika subjek tetap

di Solo masuk sebagai

pengurus NPC Jawa Tengah

dan diamanahkan untuk

melatih atlet difabel junior.

Kemampuan untuk melihat Dan sejak anak saya TK, jadi saya nikah Berhenti menulis. Subjek sudah menjadi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

6

peristiwa yang menimbulkan

stress sebagai bagian dari

kehidupan.

selama ini kemarin habis Riau PON, selama

itu saya single parent, ngurusin anak saya

sendirian itu, cewek. (W.SU.II.01:053-054)

Yang penting kita itu bersyukur mbak, dari

pelajaran saya selama ini kan, cuma setiap

orang mengalami fase ya, fase negaif dan

fase positif. Saya juga pernah fase negatifnya

juga pernah, dari keadaan saya pernah

depresi, akhirnya masuk ke jalan yang nggak

jelas nggeh? Jadi kalau saya ngomong

misalnya, kalau jenengan biasanya liat

difabel yang masih nggak jelas yang

istilahnya masih, banyak kan yang mabok

yang apa, tolong jangan di apa ya pukul rata,

“ah udah gini kok gini” kalau bisa digali

latar belakangnya kenapa kok dia bisa

demikian. Kita nggak tau kan. Soalnya

problem difabel itu kan juga banyak kan

mbak, masalah makan, kehidupannya sampe

masalah cinta kan, mau berumah tangga juga

masalah kan, pendidikan, semua pokoknya,

jadi kita ini, istimewa memang hahahaha.

(W.SU.II.01 : 309-321)

Memegang pulpen.

Menatap interviewer

Menatap

interviewer.

Pandangan mata ke

arah bawah

kemudian kembali

menatap interviewer.

Kedua tangan

bergerak-gerak.

Tangan kanan

memegang pensil.

Mata melebar.

Tertawa.

seorang single parent sejak

anaknya sekolah TK. Subjek

baru menikah lagi setelah

pulang dari PON Riau.

Subjek menjalani kehidupan

sebagai seorang single parent

selama lima tahun.

Bagi subjek yang penting

dilakukan dalam hidup adalah

bersyukur, karena setiap

manusia pernah mengalami

fase positif dan negatif dalam

kehidupannya. Subjek sendiri

pernah mengalami depresi

hingga akhirnya ―masuk ke

jalan yang tidak benar‖.

Menurut subjek, jika ada

difabel yang melakukan

tindakan negatif, harusnya

digali dulu alasannya

melakukan hal tersebut

karena masalah kaum difabel

banyak, diantaranya masalah

makan, kehidupan, cinta,

rumah tangga, pendidikan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

7

Dua kali mbak, saya kan istilahnya waktu di

sekolah, di sekolah saya SMA, kalau di SMP

masih lenjeh-lenjeh kan, temennya difabel,

temen di Solo udah open kan sama difabel

masyarakatnya, pas kembali lagi ke

Temanggung, di Temanggung masih

dipandang sebelah nggeh, nanti saya

beranjak ke dewasa, saya mengenal yang

namanya cinta kan, banyak tekanan batin,

pengen ini tapi nggak kesampean, pengen itu,

terus lulus SMA, kuliah kok juga gagal,

masuk ke RC lagi saya ambil keterampilan.

(W.SU.II.01 : 325-333)

habis itu saya ngelamar ke mana-mana, tapi

habis tatap muka ya lowongan tutup,

permasalahannya juga sama, difabel karena

itu kan, dari situ akhirnya tebentur masalah-

masalah ya bikin pusing, saya lari ke jalan,

sempet jadi pengamen, kenal yang nggak

genah-nggak genah itu kan, minum atau apa,

saya pernah, terus saya pernah punya temen

orang UNS juga, tapi alhamdulillah saya di

jalan saya kenal semua lapisan, dari yang

pinter, sampai yang pinter agama atau apa,

akhirnya saya kenal temen-temen UNS yang

waktu itu pernah ngadain daurah atau apa

gitu, ngenalin agama-agama, tapi saya nggak

Dua jari tangan di

angkat di atas meja.

Menganggukkan

kepala.

Tangan bergerak

sambil memegang

pulpen.

Menganggukkan

kepala.

Tangan tangan

memegang pulpen

kemudian

memutarkan tangan

di atas kepala.

Menggelengkan

kepala.

Subjek pernah mengalami

fase negatif sebanyak dua

kali. Dimulai saat SMA dan

kembali ke Temanggung,

masyarakat disana belum

terbuka denga kaum difabel.

Kemudian saat beranjak

dewasa mengenal cinta,

subjek mengalami banyak

tekanan batin karena banyak

keinginannya yang tidak

tercapai. Subjek pernah ingin

kuliah namun gagal dan

akhirnya memutuskan masuk

ke RC dan ambil kursus

keterampilan. Lulus dari RC,

subjek melamar pekerjaan

kemana-mana namun setelah

proses interview, lowongan

itu tertutup. Akibat terbentur

banyak permasalahan subjek

melampiaskan dirinya di

jalanan. Jadi pengamen

bahkan minum-minuman

keras. Alhamdulillah subjek

pernah bertemu dengan anak

UNS kemudian mengenalkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

8

maksudnya terpancang ke alirannya, hanya

sampai dasarnya, oh Al Quran seperti ini,

ajaran agama seperti ini, dari situ mulai

berpikir, udah lurus nggeh, alhamdulillah

lurus, punya istri punya anak, keadaan

menentukan lain lagi, saya berantakan rumah

tangga, depresi lagi saya. Kok bisa to? Allah

itu maksudnya apa to? Collapse lagi saya,

terus berjalan lagi, saya kenal atlet, kenal

NPC, mulai bangkit lagi saya, temen temen

saya mulai kasih support, kenal istri saya, oh

ternyata rencana Tuhan itu lebih indah, gitu

kan, mulai dari situ akhirnya saya di sini.

Hahahah (W.SU.II.01 : 335-354)

Senengnya kan saya dulu kecil emang aktif

ya, meskipun saya difabel orang tua saya gak

membelenggu saya sering kayak ikut kasti

main bola dulu kecil sering meskipun dengan

kondisi seperti ini tapi saya gak nganggep

saya difabel waktu itu kan. Jadi, meskipun

dulu pernah di seni tapi darah olah raga dari

kecil juga udah seneng. Waktu saya di SMP

RC, saya sering pinjem kursi roda yang medis

seperti ini, kalau malem kadang sama temen-

temen muter sampe Gladak, Purwosari, ya

cuma jalan-jalan aja, tapi alhamdulillah dari

Menganggukkan

kepala sambil tangan

kanan yang

memegang pulpen

memegang dahi

sebelah kanan.

Tangan di atas meja.

Tertawa.

Menganggukkan

kepala dan

tersenyum.

Posisi duduk maju

ke depan.

Membuat gerakan

tangan memutar di

atas kepala saat

berkata ―muter

sampe Gladak‖.

subjek tentang agama Islam

dan subjek kembali ke jalan

yang benar. Kemudian subjek

punya istri dan anak, namun

subjek diberi ujian berupa

berantakan rumah tangga

akhirnya subjek depresi dan

kembali lagi ke jalan. Hingga

subjek menjadi atlet, kenal

dengan NPC, akhirnya subjek

mulai bangkit, teman-teman

memberikan support,

dipertemukan dengan istri

subjek saat ini dan akhirnya

menikah.

Sejak kecil subjek sudah aktif

dalam kegiatan fisik seperti

main bola dan kasti. Kedua

orang tua subjek juga tidak

membelenggu subjek dari

aktivitas fisik tersebut.

Sewaktu SMP di RC subjek

bahkan sering meminjam

kursi roda medis untuk

berputar keliling kota sampai

Gladak bahkan Purwosari

bersama teman-temannya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

9

situ udah terlatih juga kan, sekarang saya

jadi atlet balap kursi roda. Padahal waktu itu

saya cuma seneng main, seneng olahraga

bisa jalan-jalan kemana-mana. Gak ada

pemikiran “suatu saat saya harus jadi atlet

balap”, gak ada pemikiran. Dulu senenge di

seni. Di seni juga banyak benturan ya. Dulu

kayak orang tua “ngapain di seni”

pengennya kakakku ntar fokus di belakang

meja istilahnya ya. Lah saya mikirnya seni

kan bisa bikin hidup, tapi saya kira ternyata

susah juga. Saya wiraswasta terus terjun di

olahraga, dari olah raga terus sekarang saya

juga bisa di belakang meja bantu di

kepengurusan Jawa Tengah.

(W.SU.II.02:269-287)

Tapi jujur ya mbak, baru kali ini saya

ngomong jujur sama njenengan sebagai

psikolog, sebenarnya saya sekarang sama

anak saya dari sini ada sekat sedikit, saya

sendiri yang ngasih sekat. Karena

apa?Mungkin karena trauma ya anak saya

kan hasil dari pernikahan saya yang pertama.

Saya kecewa banget sama istri saya, jadi

karena kekecewaan ke istri saya kadang

mengotori komunikasi saya ke anak saya.

Merubah posisi

duduk.

Menjaga kontak

mata dengan

interviewer.

Waktu itu subjek hanya

senang bermain saja belum

ada pemikiran untuk menjadi

atlet, namun ternyata

sekarang subjek menjadi atlet

balap kursi roda. Dulu subjek

lebih senang di seni namun

karena banyak benturan dan

ternyata susah akhirnya

subjek memutuskan untuk

wiraswasta kemudian terjun

di bidang olahraga dan

sekarang membantu di

belakang meja di

kepengurusan NPC Jawa

Tengah sesuai dengan

harapan kakaknya.

Subjek merasa bahwa antara

dirinya dan anaknya ada

sedikit sekat dan subjek

sendiri yang memberikan

sekat itu. Subjek trauma

karena anaknya merupakan

hasil dari pernikahannya yang

pertama. Kekecewaan subjek

pada istri pertama menjadikan

komunikasi subjek dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

0

Bukannya saya benci sama anak saya,

enggak. Saya cuma gak pengen anak saya

kayak ibunya. (W.SU.II.02 : 588-595)

Perasaan saya sedih, sedihnya ooh berarti

saya evaluasi saya belum serius latihan ya

kan tapi selain itu juga koreksi karena

peralatan kan, saya maklumi pemerintah

belum bisa memaksimalkan fasilitas kita

memaklumi itu cuman dari kekalahan itu saya

juga belajar dunia olahraga seperti ini ada

kalah ada menang kalau mungkin saya

menang menang sempat wiihhh.... asyik ya

jadi juara terus di omongin orang tapi ada

kesempatan bisa nggelempang karena ada

kesombongan kan ya tapi dikasih kalah saya

jadi mikir alhamdulillah dikasih kalah saya

jadi saya mikir gak jadi sombong lagi gitu.

Haha. (W.SU.II.02 : 1018-1027)

Menatap ke bawah

kemudian menatap

interviewer. Sesekali

melihat ke luar

rumah.

Tertawa.

anaknya longgar. Hal tersebut

dikarenakan subjek tidak

ingin anaknya seperti ibunya

(istri pertamanya).

Subjek merasa sedih jika

dihadapkan pada kekalahan

dalam suatu pertandingan.

Subjek mengevaluasi dirinya

yang belum serius menjalani

latihan juga peralatan dari

pemerintah yang belum

maksimal untuk memfasilitasi

subjek. Menang dan kalah

adalah dunia olahraga. Ketika

menang mungkin ada

kesombongan, namun ketika

kalah subjek juga bersyukur

dan berpikir bahwa ia tidak

jadi sombong lagi.

Motivasi berprestasi sesuai

dengan tujuan.

Tapi yang paling utama saya belum sempurna

bahagiain orang tua sama mertua saya itu

belum tercapai. Saya pengen berangkatin

umroh mereka, ini yang lagi jadi target say.

Jadi kalau untuk pencapaian terbesar belum

untuk bahagiain, untuk saya pribadi ya belum

sempurna. Saya tergerak itu karena saya

lahir dalam keadaan normal terus sakit saya

Tersenyum dan

memberikan

penekanan nada

bicara saat berkata

―umroh‖.

Menjaga kontak

mata dengan

Subjek memiliki harapan

untuk membahagiakan orang

tua dan mertuanya. Subjek

ingin memberangkatkan haji

atau umroh orang tuanya.

Subjek tergerak untuk

melakukan hal tersebut

karena subjek ingin

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

1

udah bikin susah mereka, saya pengen nyaur

utang ya dengan cara itu, selain bantu

mereka di kehidupan yang besok, pengen

bahagiain mereka itu target saya. Ya moga-

moga tercapai. Kalau gak bisa haji ya paling

gak umroh. Ibu Bapak sama mertua saya,

syukur-syukur semua bisa berangkat bareng.

Terus pengen juga temen-temen yang masih

di bawah pengen juga naik juga. Makanya

saya kadang kalau ada pekerjaan di kantor

yang saya gak bisa ngatasi, saya kasih ke

temen-temen saya yang ada potensinya,

sebelum ke orang luar, saya nyari temen-

temen difabel dulu yang bisa saya

berdayakan. Kayak ada temen yang tadi kan

bergerak di bidang besi dan las, apapun

kerjaan di kantor yang ada hubungannya

dengan itu saya kasihkan ke dia, ya

berbagilah mbak. (W.SU.II.02 : 491-508)

Kalau saya masih bisa digunakan dipengurus

saya mau maksimal di pengurus paling

enggak saya mau adik-adik saya itu lebih

sejahtera ketimbang saat saya begitu lho,

saya ingin berjuang demi mereka, kalaupun

gak di kepengurusan saya gak di pakai di

organisasi saya pengen setiap melihat yang

ingin olahraga kalau saya bisa memfasilitasi

interviewer.

Nada suara

melemah.

Menahan diri untuk

menguap kemudian

berbicara.

Kepala di majukan

ke depan, menunjuk

ke arah luar tempat

temanna tadi duduk

di luar rumah.

Duduk bersandar di

sofa.

Menggelengkan

kepala.

Tangan memegang

dada.

membalas jasa-jasa kedua

orang tua yang telah merawat

subjek sejak lahir dalam

keadaaan normal hingga sakit

dan seringkali merepotkan

orang tuanya.

Subjek juga menginginkan

teman-teman difabel yang

masih ―dibawah‖ bisa bangkit

dari segi kecukupan ekonomi.

Oleh karenanya, jika ada

pekerjaan di kantor maka ia

akan mendahulukan teman-

temannya yang sesama

difabel untuk membantu

menyelesaikan pekerjaan

tersebut.

Jika subjek masih diberikan

kepercayaan menjadi

pengurus NPC Jawa Tengah

maka subjek ingin

menjalankan amanah dengan

maksimal. Subjek memiliki

harapan agar para atlet junior

bisa mendapat fasilitas yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

2

saya falisitasi kalau enggak saya pengen

melatih secara pribadi, saya gak papa.

(W.SU.II.02 : 979-985)

kalau harapan saya lebih maju lagi ya, saat

ini kita alhamdulillah posisinya sama seperti

KONI untuk kepengurusan mungkin nanti

ditambah difabel-difabel yang punya kualitas

yang bisa bantu dalam pemikiran bisa gedein

NPC harapan saya gitu cuman untuk saat ini

ya karena kita difabel rentan pendidikan

tentang pendidikan kita masih susah, harapan

saya untuk orang luar yang emang pengen

bantu secara dermawan gak cuman nominal

ya kalau ada pemikiran saya pengen

berharap bisa bantu, jadi gak mandang apa

ya... jobnya habis ini aku dapat bayaran

enggak itu lebih ke sosialnya, tanpa itu

pekerjaan gak bisa sempurna. Kalau kita niat

dari duit dulu, suatu saat berarti aku kalau ini

duitku lebih banyak lagi biasanya lain kan

beda kalau kita sosial dulu beda soalnya kita

susah ada kebanggan sendiri kalau sosialnya

kan, harapan saya seperti itu makanya

Menatap

interviewer. Sesekali

menatap ke luar

rumah.

Sesekali memegang

dada. Sesekali

tangan kanan di

rentangkan ke depan.

lebih sejahtera. Jika subjek

tidak menjadi pengurus NPC

Jawa Tengah lagi, subjek

ingin bisa memfasilitasi

teman-teman difabel lainnya

atau melatih mereka secara

pribadi.

Subjek berharap agar NPC

Jawa Tengah bisa lebih maju

lagi. Apalagi saat ini

posisinya sudah sejajar

dengan KONI. Subjek

berharap dalam kepengurusan

bisa ditambah para difabel

yang memiliki kualitas

pemikiran yang bisa

membesarkan NPC Jawa

Tengah karena subjek

menyadari bahwa difabel

rentan dalam hal pendidikan

(hanya sedikit yang

berpendidikan tinggi). Subjek

juga ingin agar pekerjaannya

bernilai sosial dan tidak

semata-mata ia lakukan

karena mengharap uang dan

dalam pekerjaannya subjek

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

3

kadang saya bergaul sama orang-orang saya

ingin orang-orang ada koin bisa masuk ke

NPC bisa nyumbang ke pemikiran saya juga

gak membatasi pergaulan saya karna saya

punya niat seperti itu (W.SU.II.02 : 993-

1010)

ya tapi kalau ada keputusan saya gak dipakai

ya gimana lagi tapi tetep saya punya cita-cita

di belakang layar tetep saya juga bergerak,

istilahnya saya ada kenalan mungkin difabel

yang masih didalam rumah ya mungkin dari

face to face saya ngasih semangat atau

mungkin ngelatih secara individual gak harus

berkecimpung di NPC saya pengen seperti

itu. itu (W.SU.II.03 : 091-097)

Memegang dahi.

Menunjuk diri

sendiri dengan

gerakan kepala.

Subjek duduk

bersandar. Tangan

kiri bersandar pada

kursi.

juga ingin memberikan

sumbangsih terbaik melalui

pemikirannya.

Jika nanti subjek sudah tidak

diberi amanah sebagai

pengurus NPC Jawa Tengah,

subjek masih memiliki cita-

cita untuk bisa bergerak di

―belakang layar‖ seperti

memberika semangat bagi

para difabel secara langsung

ke rumahnya atau melatih

mereka untuk menjadi atlet

difabel secara individual.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

144

144

2. Subjek Utama III

a. Riwayat Hidup

Subjek utama III berinisial BW merupakan pria kelahiran Surakarta

tanggal 23 Desember 1970. Lahir sebagai anak keenam dari delapan

bersaudara. Pekerjaan BW adalah wirausaha, atlet, dan menjadi pengurus

NPC Jawa Tengah. BW saat ini berdomisili di Jalan Kenari nomor 10 RT

02, RW 02, Karangasem, Laweyan, Solo. BW memiliki usaha katering

bernama ―Katering Rizal‖ yang sudah maju dan memiliki 80 orang

pegawai. Usaha tersebut sudah dirintisnya sejak tahun 2006. BW bersuku

bangsa Jawa dan beragama Islam. Menikah dengan istri yang berinisial SB

dan memiliki anak laki-laki berusia 10 tahun yang akrab dipanggil Rizal.

Pemberian nama Rizal pada anaknya di ambil dari nama stadion Jose

Rizal, karena anaknya lahir pada saat BW sedang melakukan pertandingan

di stadion Jose Rizal. Pendidikan terakhir istri BW adalah SMP. Usianya

tiga tahun lebih muda dibandingkan BW. Istri BW bekerja sebagai Ibu

Rumah Tangga sekaligus mengelola bisnis katering.

BW memiliki hobi olahraga. Hobi tersebut dilakukan sejak masih

kecil. BW menuturkan bahwa ketika kecil ia bercita-cita ingin menjadi

ABRI karena ayahnya adalah seorang tentara dan ingin membela

Indonesia, namun karena kecelakaan yang menimpanya kelas 5 SD

akhirnya BW mengubur impiannya untuk menjadi seorang ABRI. Saat itu

BW jatuh akibat olahraga lompat tinggi dan naik sepeda. Pada saat jatuh

dari sepeda, BW dibawa ke rumah sakit pusat yang dulu terletak di sekitar

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

145

145

Mangkunegaran. BW mengungkapkan bahwa ia mendapatkan salah

penanganan oleh para co-ass sehingga dirujuk ke Moewardi. Namun di

Moewardi sudah tidak bisa ditangani dengan alasan sarafnya sudah rusak.

Hingga saat ini BW harus hidup dengan kondisi tangan kiri yang kaku dari

lengan atas hingga pergelangan tangan.

Ayah BW sudah meninggal tahun 2009 sepulang mengajar ngaji dan

mengimami solat magrib di mushola. Ibu BW masih hidup, usianya 87

tahun dan sudah tidak bekerja. Ibunya tinggal bersama dengan BW, istri,

dan anaknya. Bapak dan Ibu BW bersuku bangsa Jawa. BW mengaku

lebih dekat sosok ibu daripada ayah. Walaupun, satu tahun sebelum

kepergian ayahnya, BW menuturkan bahwa ia memiliki hubungan yang

dekat waktu itu. BW dan kedua orang tuanya pernah tinggal di pulau

Sumatra, tepatnya di kota Palembang bahkan BW sebenarnya lahir di

Palembang. Namun, karena dulu ada pemutihan dan mereka sekeluarga

sudah pindah ke Surakarta akhirnya dibuatlah akte yang menuliskan

tempat kelahiran BW di Surakarta. BW mengatakan bahwa administrasi

pada zaman dulu belum seketat sekarang.

Ada yang menarik dalam diri BW, ia merupakan satu-satunya anak

yang berpendidikan akhir Strata 1 (S1). Kakak dan adiknya mayoritas

berpendidikan akhir SMA atau sederajatnya, bahkan ada kakaknya yang

berpendidikan akhir SMP, dan SD. BW mengaku pernah mengalami krisis

kepercayaan diri pada saat pertama kali mengetahui bahwa dirinya

menjadi difabel. Namun, ia menutupi itu semua dan membayarnya dengan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

146

146

prestasi yang bisa ia lakukan yaitu dibidang olahraga, khususnya atletik.

Hingga saat ini BW belum pernah kalah dalam suatu ajang pertandingan.

BW selalu masuk ke dalam tiga besar perolehan medali di pertandingan

tingkat daerah, nasional, maupun internasional. BW pernah medali emas

dan medali perunggu pada Asian Para Games tahun 2007 serta medali

emas pada Asian Para Games tahun 2009. Di tingkat nasional, BW

mendapatkan medali emas, perak, dan perunggu pada PORCANAS tahun

2012.

BW pernah bersekolah di SDN 181 Karangasem, SMPN 15 Surakarta,

SMAN 4 Surakarta, dan Fakultas ISIP UNS. BW juga pernah menjalani

pelatihan atletik yang diselenggarakan BPOC pada tahun 2009 selama tiga

hari. Saat ini BW aktif sebagai pengurus National Paralympic Committee

Jawa Tengah sebagai bagian perencanaan sejak tahun 2014.

Peneliti memberikan lembar riwayat hidup pada BW hanya satu kali

pada saat pertemuan pertama yang berlangsung di Sekretariat NPC Jawa

Tengah (Stadion Manahan). Pengisian lembar riwayat hidup dilakukakan

oleh BW sendiri. BW bersikap terbuka pada pertanyaan yang diajukan

peneliti mengenai kondisi keluarga dan hal-hal yang peneliti tuliskan

dalam lembar riwaat hidup.

b. Gambaran Obervasi

BW memiliki tinggi badan sekitar 165 cm. Perawakan BW kurus dan

posisi bahu agak bungkuk. BW memiliki warna kulit coklat tua. Wajah

BW berbentuk agak lonjong, alis mata tipis berwarna abus-abu. BW

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

147

147

memiliki kumis tipis dan gigi bagian depan terlihat agak sedikit maju ke

depan. Rambutnya tipis dan berwarna hitam. Potongan rambut BW

sewajarnya potongan rambut kaum laki-laki, yaitu dipangkas habis diatas

bahu.

BW mengalami kecelakan yang mengakibatkan ketidakmaksimalan

fungsi pada tangan kirinya. BW termasuk dalam kategori difabilitas

ringan, sehingga dalam menjalankan aktivitas sehari-hari BW tidak

memerlukan alat bantu apapun. BW berbeda dengan dua subjek utama

lainnya, yaitu tidak memiliki kebiasaan merokok. Secara keseluruhan

penampilan BW rapi dan memberi kesan sederhana pada orang yang

melihatnya. Nada suara BW terdengar halus dan lembut. Pada proses

berlangsungnya wawancara, peneliti seringkali memberikan pertanyaan

berulang pada BW. BW menunjukkan penampilan yang berbeda-beda

selama proses pengambilan data.

Interaksi BW dengan orang lain baik. Pada saat proses pengambilan

data, BW beberapa kali melakukan jeda percakapan dengan peneliti untuk

menyapa teman-temannya yang lewat di sekitar lokasi tempat

berlangsungnya proses pengambilan data. Pada saat melakukan jeda bicara

dengan orang lain, BW akan memberikan isyarat pada peneliti sebagai

permohonan izin. Pengambilan data pada BW hanya dilakukan satu kali

yang berlangsung pada hari Rabu, tanggal 6 Januari 2016 mulai pukul

13.00 – 14.30 WIB bertempat di Sekretariat NPC Jawa Tengah (Stadion

Manahan). BW mengenakan kemeja batik berwarna coklat dan celana

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

148

148

jeans panjang berwarna gelap. BW memakai aksesoris jam tangan di

tangan kanannya dengan diameter jam yang berukuran besar. Selama

proses wawancara, BW sering mengangkat tangannya ke atas meja dan

membuat gerakan tangan untuk memberi penjelasan akan suatu hal yang

disampaikannya. BW menjaga kontak mata dengan peneliti dengan baik.

BW cukup kooperatif dalam menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti

dan cenderung memberikan respon yang cepat pada setiap pertanyaan

yang diajukan peneliti. Jawaban yang diberikan BW pada awalnya sangat

singkat namun ketika diminta untuk menceritakan lebih lanjut BW akan

memberikan menjelaskan lebih dalam pada peneliti meskipun banyak

mengeluarkan kata ‗eee‘.

Dibandingkan dengan dua subjek utama yang lainnya, pengambilan

data yang dilakukan dengan BW berjalan lancar dan pembicaraan terfokus

sehingga hanya dengan satu kali pertemuan, peneliti dapat meminta BW

melakukan pengisian lembar riwayat hidup serta melakukan penggalian

data lebih mendalam terhadap keterangan yang BW tuliskan dalam lembar

riwayat hidup. Kondisi tempat berlangsungnya wawancara juga cukup

mendukung, tidak banyak orang lain yang berlalu lalang atau menyapa

BW sehingga BW tidak mudah beralih perhatian kepada orang lain.

Pertemuan di tutup dengan kesepakatan untuk melakukan pertemuan di

kediaman BW di daerah Karangasem untuk bertemu dengan istri dan

anaknya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

149

14

9

c. Hasil Pemaknaan Subjek Utama III

Tabel 6,

Data Hasil Pemaknaan Subjek Utama III,

No. Gambaran Hardiness

Indikator Data Wawancara Data Obervasi Unit makna

1. Commitment Ketertarikan dan keingintahuan

tentang hidup.

Ya hidup itu tidak langgeng ya.. Ya selama

kita hidup itu kita berbuat yang terbaik.

Kita bisa apa, mumpung kita punya rejeki

ya kita banyaklah sedekah. Untuk hari tua

kita nanti. Kapan lagi kita mau memberi.

Mmm memberi sedikit bantuan kepada

orang yang membutuhkan. Kalau nggak

dari sekarang, kapan lagi, mumpung kita

bisa.Nanti kalau kita nggak bisa, ya kapan

lagi kita mau bersosial? (W.SU.III.01:552-

558)

Kalau prinsip saya gitu Mbak. Dulu saya

orang nggak punya, sekarang ada rejeki

sedikit ya gimana caranya kita membantu

orang yang memerlukan. Tidak pandang,

ee, nggak pandang, apa, statusnya, yang

penting tidak merugikan saya, ya saya

bantu, yang penting saya ada manfaatnya..

Saya senang kalau orang yang saya bantu,

bisa berkembang gitu saya malah seneng.

Nada bicara datar.

Memberi penekanan

pada beberapa kata.

Nada bicara datar.

Memberi penekanan

pada beberapa kata.

Sesekali

menganggukkan

kepala.

Menurut subjek, kehidupan

manusia tidak langgeng

(berlangsung selamanya) oleh

karenanya selama masih

hidup harus berbuat yang

terbaik. Jika diberi kelebihan

rezeki maka memperbanyak

sedekah.

Subjek memiliki prinsip

hidup yaitu ―dulu ia orang

yang tidak mampu, sekarang

ada rezeki sedikit harus

membantu orang yang

memerlukan tanpa

memandang statusnya yang

penting tidak merugikan

subjek, tetapi subjek dapat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

150

15

0

(W.SU.III.01:560-565)

Kalau di olah raga ya pas prestasi puncak

kita yang kita capai. Angan-angan yang

kita capai tercapai itu kita puas dan

bangga dengan prestasi dengan

mengalahkan dengan sportivitas. Itu kita

bangga. Di situ dengan sportivitas. Tapi

kalau menang cuma... ee ada embel-

embelnya dari ada pihak-pihak tertentu

yang membantu kita kan kurang puas

(W.SU.III.01: 679-684)

Kalau di dalam... istilahnya di luar

lingkungan olah raga itu ya saya,

kepuasan tersendiri kita bisa membantu

orang. Orang itu yang kita bantu bisa

menunjukkan... ee istilahnya kalau orang

dagang itu ya jadi berkembang. Itu saya

salut. Saya seneng. Jadi saya berhasil

mendidik dia. (W.SU.III.01: 689-693)

Ya membahagiakan orang tua.

Kedua tangan

diangkat dengan siku

di atas meja

Menatap

interviewer. Tangan

di arahkan seraya

menunjuk diri

sendiri kemudian

direntangkan ke

depan.

Respon cepat.

bermanfaat bagi orang lain.

Subjek akan merasa senang

jika orang yang dibantu

mengalami perkembangan

dalam hal baik.

Subjek merasa puas dan

bangga saat bisa mencapai

prestasi tinggi di bidang

olahraga dengan sportivitas.

Baginya, jika menang namun

ada kepentingan dari pihak-

pihak tertentu, maka prestasi

itu dirasa kurang memuaskan.

Bagi subjek, diluar bidang

olahraga, subjek akan merasa

puas jika bisa membantu

orang lain. Terlebih jika

orang yang dibantu

menunjukkan perkembangan.

Subjek seolah berhasil

mendidik orang yang sudah

dibantunya.

Pencapaian terbesar subjek

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

151

15

1

(W.SU.III.01: 716)

Kalau itu perannya sangat besar sekali,

mbak. Kita gak pernah terlepas dari

kekuasaan Tuhan, orang itu ibaratnya

kecil di hadapan Yang Maha Kuasa, jadi

kita harus jangan terlena dengan dunia,

harus kita kembali pada yang menciptakan

kita. Kita syukuri gimana cara kita

mensyukurinya. Kalau kita agama Islam ya

lima waktu itu ya kita tepati, terus yang

larangan-larangan itu ya harus kita jauhi

(W.SU.III.01: 960-967)

Makanya kalau saya peran yang Maha

Kuasa itu lebih kuat. Masalahnya kita

kalau mau bertanding itu malam itu habis

jam 12 itu pasti saya sholat tahajud minta

petunjuk besok mau bertanding, gimana

caranya bisa sukses, bisa kuat, tidak ada

halangan apapun, kan kita gak bisa

Beberapa kali

mengangkat dan

menurunkan tangan

ke atas meja.

Memberikan

penekanan suara

pada kata ―kuat‖.

adalah ketika subjek dapat

membahagiakan orang

tuanya.

Menurut subjek, kedekatan

dengan Tuhan memiliki peran

yang sangat besar. Manusia

tidak terlepas dari kekuasaan

Tuhan. Di hadapan Tuhan

manusia sangat kecil

sehingga tidak boleh terlena

dengan dunnia dan kembali

ingat pada Allah yang sudah

menciptakan manusia dengan

cara bersyukur. Dalam agama

Islam salah satu cara

bersyukur adalah

melaksankan sholat lima

waktu dan menjauhi

larangan-laranganNya.

Peran yang Maha Kuasa itu

kuat. Jika subjek akan

bertanding, malam hari

sebelum pertandingan subjek

melaksanakan sholat tahajud

dan minta petunjuk agar

pertandingan yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

152

15

2

terlepas dari kekuatan Yang Maha Kuasa.

Kalau saya. (W.SU.III.01: 974-979)

Bahagia itu ya... kalau kita yang udah

rumah tangga itu bisa harmonis sama istri

sama anak bisa rukun, ya itu suatu

kebahagiaan tersendiri. Cuma itu. Hehehe.

(W.SU.III.01: 988-990)

Nada suara datar.

Tertawa kecil.

dihadapinya bisa sukses, kuat,

dan tidak ada halangan

apapun.

Bahagia bagi subjek adalah

ketika ia sudah berumah

tangga dan bisa hidup

harmonis dengan istri dan

anaknya.

Keyakinan dan ketahanan diri. Iya.. paling murah kan di atletik itu. Paling

murah. Olahraga paling murah, terutama

lari, kan modalnya paling murah. Tapi

membosankan.. (W.SU.III.01:487-489)

…kalau dukanya ya itu.. Kalau TC terlalu

lama, meninggalkan keluarga. Kalau yang

masih bujangan nggak masalah, tapi ya

terutama yang udah punya tanggungan itu

pasti dia banyak kendalanya. Tapi kalau

kita jalani dengan ikhlas iya akan

membuahkan hasil.. (W.SU.III.01:509-

512)

Hmm memaknai olahraga itu ya.. kita

sebagai olahragawan harus sportif ya..

jadi, menang kalah di arena itu suatu

kebanggaan bagi kita tapi dengan fair.

(W.SU.III.01:571-574)

Respon cepat.

Menatap

interviewer.

Menganggukkan

kepala.

Berbicara sambil

menatap interviewer.

Respon bicara agak

lama.

Bagi subjek, atletik adalah

olahraga yang modalnya

paling murah. Tapi kadang

membuatnya bosan.

Bagi subjek, duka yang

dijalani selama menjadi atlet

adalah ketika berlangsung

karantina dan ia harus

meninggalkan keluarga.

Namun, kalau dijalani dengan

ikhlas justru akan

membuahkan hasil.

Subjek memaknai olahraga

dan dirinya sebagai

olahragawan harus

menjunjung tinggi sikap

sportif. Baginya menang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

153

15

3

Ya kalau kalah, saya fair, masalahnya

saya kalah, saya introspeksi diri. Berarti

saya kalah, saya kurang latihan. Dia

latihannya sungguh-sungguh, saya kurang.

Tapi suatu saat dia saya kalahkan lagi.

(W.SU.III.01: 610-613)

Ya. Orang-orangnya gak digaji gak

masalah yang penting kita jangan nanti

kalau dapat uang di bagi-bagi sama

temen-temen, ada rejeki sisanya.

(W.SU.III.01: 1042-1044)

Respon cepat.

Kepala beberapa kali

mengangguk atau

menggeleng.

ataupun kalah dalam

pertandingan adalah suatu

kebanggaan jika dilaksanakan

dengan adil.

Jika subjek kalah dalam suatu

pertandingan, ia akan

menerimanya dan melakukan

instropeksi diri akibat

kekalahannya. Jika dirasa

subjek kalah karena kurang

latihan, maka selanjutnya ia

akan latihan dengan sungguh-

sungguh dan bertekad bahwa

suatu saat orang yang

mengalahkan subjek akan

dikalahkan oleh subjek.

Subjek menjadi salah satu

pengurus NPC Jawa Tengah.

Subjek tidak keberatan ketika

ia mengabdi di NPC Jawa

Tengah dan tidak digaji

apalagi sampai membagi-bagi

uang negara untuk ―kantong

sendiri‖, subjek yakin bahwa

nanti aka nada rezekinya

sendiri.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

154

15

4

Ya kalau gak ada uang ya gak papa,

kadang malah tombok. Lillahi ta‟ala.

Hahaha (W.SU.III.01: 1051-1052)

Respon cepat.

Tertawa kecil.

Subjek menjalani pengabdian

dan pekerjaannya di NPC

Jawa Tengah diniatkan

karena Allah semata, tidak

keberatan jika tidak mendapat

imbalan uang.

Kerelaan untuk mencari

bantuan dan dukungan sosial.

Istri juga.. Ee, semenjak saya punya isteri,

itu malah prestasi saya semakin menanjak.

(W.SU.III.01:428-429)

…Isteri juga mendukung, keluarga juga

mendukung, malah.. prestasi malah

menanjak. (W.SU.III.01:432-433)

Iya.. yang penting itu saling percaya. Saya

orang lapangan, isteri saya ya tau, saya

orang lapangan, jadi gak ada istilah, apa,

cemburu, ada ini, jam segini belum

pulang, gini gini.. Yang penting saya di

lapangan saya olahraga ya untuk cari

tambahan untuk di rumah, yang penting

saya ga neko-neko, (W.SU.III.01:450-454)

Menganggukkan

kepala. Menatap

interviewer sambil

tersenyum.

Tertawa kecil.

Menganggukkan

kepala. Berbicara

menatap interviewer.

Mengangkat tangan

ke arah dada seolah

menunjuk diri

sendiri.

Prestasi subjek semakin baik

setelah subjek memiliki istri.

Istri dan keluarga subjek pun

mendukung aktivitas subjek

sebagai atlet, karena

dukungan tersebut prestasi

subjek di dunia olahraga

menjadi lebih baik.

Subjek memiliki komitmen

dengan istrinya untuk saling

percaya satu sama lainnya.

Istri subjek mengerti aktivitas

subjek sebagai atlet (orang

lapangan) jika pulang terlalu

larut bahwa itu dilakukan

suaminya untuk mencari

tambahan penghasilan bukan

melakukan suatu tindakan

yang negatif atau berbahaya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

155

15

5

Itu paling berkesan. Apalagi udah selesai

tuh paling berkesan itu. Mau pisah, besuk

mau pulang hari ini ketemu temen-temen.

(W.SU.III.01:709-711)

Tetangga itu ya istilahnya kan kita buka

pager kan, saya pake pager mangkok.

Kalau orang Jawa kan, lebih kuat pager

mangkok daripada pager tembok.

(W.SU.III.01:795-798)

Di masyarakat itu harus membaur, kalau

agama kamu mau ikut agama kamu ya

silahkan, saya ikut agama sini ya kamu

jangan menghalangi, di masyarakat kan

ada Rukun Tetangga ya kalau ada yang

punya gawe ya sama-sama kita bantu.

(W.SU.III.01:854-857)

Berbicara sambil

mengulum senyum.

Kemudian tertawa

Menatap

intrerviewer.

Intonasi bicara jelas

dan suara keras.

Hal berkesan bagi subjek

selama menjadi sorang atlet

adalah ketika ia bertemu

dengan teman-teman dari

seluruh Indonesia. Biasanya

ketika event sudah selesai dan

para atlet harus kembali ke

daerah asal mereka akan

menyempatkan diri untuk

berkumpul.

Bagi subjek, dalam

kehidupan bermasyarakat

manusia harusnya membuka

dirinya bahkan jika memiliki

kelebihan makanan tidak

boleh segan untuk membagi

makanan dengan tetangga

lainnya.

Menurut subjek, dalam

kehidupan bermasyarakat

harus membaur. Menyoal

agama silahkan masing-

masing menjalankan syariat

agamanya masing-masing

namun ketika ada salah satu

tetangga yang punya hajat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

156

15

6

maka sebagai tetangga hari

dibantu bersama-sama.

Kemampuan mengenal nilai-

nilai pribadinya yang unik dan

tujuannya sendiri

Jadi saya dapat penghargaan dari Jawa

Tengah itu, sebagai atlet juga penyupport

temen-temen. (W.SU.III.01:347-348)

saya ga pernah minta orang tua gimana

caranya saya mau beli sepatu, gitu,

gimana caranya dapat itu, ya saya jualan

kecil-kecilan, gitu lo..Saya ga malu-malu..

(W.SU.III.01:364-366)

dari tetangga-tetangga itu kan ada yang

usaha gitu, saya ikut jualkan. Dapat

untung sendiri, dikumpulan untuk beli

sepatu. Tapi saya, padahal orang tua juga,

nganu, pedagang. Tapi saya ga mau minta,

ga mau. Saya harus dapet sendiri. Saya

dari kecil mandiri. (W.SU.III.01:368-371)

ya saya dari SD itu udah menyukai itu.

Jadinya sampe sekarang saya gak bisa

Menatap

interviewer.

Nada suara datar.

Menatap

interviewer.

Tangan di gerakkan

ke atas kemudian

diletakkan di atas

meja.

Berbicara sambil

menatap interviewer.

Subjek dikenal sebagai

seorang atlet yang juga

memberika support atau

semangat bagi teman-

temannya hingga subjek

mendapat oenghargaan dari

Jawa Tengah.

Sejak kecil subjek memiliki

komitmen bahwa ia tidak

mau meminta uang orang tua.

Jika subjek ingin beli sepatu,

ia akan jualan kecil-kecilan

dan keuntungannya dibelikan

sepatu. Subjek tidak malu

melakukan hal tersebut.

Biasanya subjek akan

menjual hasil dari usaha yang

dimiliki oleh tetangganya

walaupun orang tuanya

sendiri bekerja sebagai

pedagang. Subjek mengaku

sudah mandiri sejak kecil.

Subjek sudah menyukai

kegiatan olahraga sejak SD

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

157

15

7

keluar dari itu. Tapi saya tidak, tidak, apa

itu, anak saya harus ikut saya, itu saya

nggak. (W.SU.III.01:493-495)

Kalau saya ya gimana.. saya orang cacat,

tapi kok banyak yang.. apa istilahnya,

menghormati saya. (W.SU.III.01:803-804)

Bukan saya itu, cari apa, mau dihargai

orang itu, nggak. cuma saya kan orangnya

sederhana, karena yaa.. biasa kalau

ketemu di mana gitu, saya sering ketemu

orang-orang yang istilahnya punya

pangkat-pangkat tu, saya menanggapinya

ya biasa aja. Tapi orang-orang itu.. orang

cacat kok, malah temene banyak.

(W.SU.III.01:810-814)

Bagusnya pak Jokowi itu. Makanya saya

Tangan diarahkan ke

dada seraya

menunjuk diri

sendiri.

Respon agak lama.

Menatap

interviewer.

Tangan sesekali

bergerak –gerak ke

kanan dan kiri.

Menggelengkan

sehingga olahraga sudah

menjadi jiwanya dan tidak

bisa terlepas dari hal tersebut.

Namun saat ini subjek tidak

pernah memaksa anaknya

untuk mengikuti jejaknya di

bidang olahraga khususnya

menjadi seorang atlet.

Subjek menyadari bahwa

dirinya adalah seorang

difabel. Meski demikian

banyak orang yang tetap

menghormati subjek.

Subjek mengaku bahwa ia

adalah orang yang sederhana.

Jika subjek bertemu dengan

orang-orang yang memiliki

jabatan tinggi, subjek akan

menanggapi mereka secara

biasa. Dengan berlaku

demikian pada orang lain,

walaupun subjek seorang

difabel namun subjek

memiliki banyak teman.

Subjek mengaku bahwa ia

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

158

15

8

niru kesederhanaan dia. Dia kan orang

nomor satu di Indonesia, tapi kan dia tidak

menonjolkan dirinya, malah sama

masyarakat dia dekat, malah dekat sama

orang bawah. Nah saya ya seperti itu, mau

saya seperti itu. Kalau di rumah ya biasa.

Kalau dipanggil “bos, bos, bos” gak mau

aku. Malu. Hahaha. (W.SU.III.01:824-

829)

Saya kan kalau di rumah kan misal

tetangga mau jenguk orang sakit dimana

kan cari pinjeman angkot-angkot, gak usah

sewa angkot aja pake angkot saya aja,

gerobak saya gak papa nanti carikan supir

gak papa. Saya dibayar gak mau. Saya tu

gimana ya, ngelingi dulu saya orang gak

punya. Dulunya namanya orang gak punya

ya begitulah, kalau sekarang namanya ada

rejeki sedikit ya kita membantu orang

mumpung saya bisa. Kapan lagi kalau gak

sekarang. (W.SU.III.01:835-842)

kepala.

Tertawa.

Berbicara cepat.

Menatap ke arah

interviewer.

meniru sifat sederhana dari

sosok pak Jokowi. Baginya,

Pak Jokowi sebagai orang

nomor satu di Indonesia tidak

menonjolkan dirinya, bahkan

dekat dengan masyarakat.

Subjek meneladani sifat

sederhana tersebut. Di

lingkungan rumahnya, subjek

tidak mau dipanggil ―bos‖.

Di lingkungan sekitar rumah

subjek, jika ada tetangga yang

ingin menjenguk orang sakit,

subjek akan meminjamkan

mobil yang ia miliki pada

tetangganya, tinggal mencari

orang yang bersedia menjadi

supir. Subjek tidak pernah

mau jika diberikan bayaran

atas jasanya meminjamkan

mobilnya. Bagi subjek, ia

ingat kehidupannya dahulu.

Sekarang subjek diberikan

kelebihan rezeki sehingga ia

ingin bisa membantu orang

lain.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

159

15

9

Di masyarakat kan saya di RT itu

sering...sering menonjol. Kadang orang-

orang yang punya jabatan tinggi tapi

kalau ada rapat di RT gak berani

mengutarakan. Kalau saya berani.

(W.SU.III.01:845-848)

Nek orang Jawa itu beraninya kalau udah

selesai, baru di luar baru berani

mengungkapkan tapi kalau di forum gak

berani. Makanya sering saya sindiri itu,

orang di itu punya jabatan tapi di ini gak

berani. Kalau saya berani, apa adanya.

(W.SU.III.01:878-881)

Menatap

interviewer.

Berbicara dengan

raut wajah menahan

tawa lebar.

Di dalam kehidupan

masyarakat, subjek tergolong

menonjol. Jika ada rapat RT,

subjek berani mengutarakan

pendapatnya, padahal

seringkali para tetangganya

yang memiliki jabatan tinggi

tidak berani mengutarakan

pendapatnya pada saat

berlangsungnya rapat RT.

Dalam pandangan subjek,

orang Jawa itu baru berani

mengungkapkan pendapatnya

di luar forum daripada saat

forum sedang berlangsung,

oleh karena itu subjek sering

memberikan sindiran

mengenai hal tersebut pada

forum yang berlangsung.

Subjek sendiri termasuk

orang yang berani

mengatakan apa adanya saat

sedang berlangsung forum

atau rapat.

2. Challenge Pendekatan yang fleksibel

terhadap orang lain dan

kondisi-kondisi tertentu.

Malah.. Itu malah gurunya tuh malah

membantu mbak.. Saya kan sekolahnya di

umum..di SMA 4 ini.. kan ada istilahnya..

Menatap

interviewer.

Ketika subjek duduk di

bangku SMA, subjek sempat

mengalami kesulitan pada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

160

16

0

pelajaran mengetik.. dulu kan saya ngetik

kan bagong.. istilahnya.. Terus saya

langsung menemui gurunya.. Saya cerita

saya gini-gini-gini.. Saya bisanya gini..

Tangan saya ini nggak bisa untuk

mengetik.. Ya nggak papa.. yang penting

kamu ikut aja.. Kamu udah terus terang..

Gurunya merasa iba.. tapi saya berusaha

tapi saya nggak mau di kasihani..

nggamau pokoknya ya saya harus bisa..

Masalah ada pelajaran, apa nari.. Nari

juga.. saya nemui langsung gurunya, saya

ikut tapi gerakan-gerakan tertentu saya

nggak bisa.. Gurunya malah salut saya

mau terus terang daripada saya malah

ngga ikut nggak dapet nilai kan.. Terus

terang sama gurunya.. Gurunya tapi dia

mau membantu.. (W.SU.III.01:296-297)

Padahal saya paling capek, udah bar

habis maen, ngurusin temen-temen, yang

mau, yang istilahnya kebutuhan khusus

yang masih kurang, ee, mentalnya gitu lo,

lah itu kan harus diarahkan. Itu jarang itu,

menangani orang-orang yang, istilahnya,

keterbelakangan mental itu gak sembarang

orang bisa, harus ada pendekatan khusus.

(W.SU.III.01:350-355)

Sesekali tangan

kanan bergerak.

Kepala juga sesekali

digelengkan.

Tangan di gerakkan

ke atas kemudian

diletakkan di atas

meja.

pelajaran mengetik dan tari.

Subjek kemudian menemui

guru dari masing-masing

bidang studi dan menjelaskan

kondisinya. Guru subjek pun

merasa iba dan membantu

subjek untuk mengatasi

kesulitan yang dihadapinya.

Guru subjek juga

memberikan apresiasi pada

keterus-terangan subjek

terhadap kondisinya.

Setiap selesai latihan,

walaupun subjek merasa

lelah, ia akan menyempatkan

diri untuk memberikan

semangat pada teman-teman

atlet difabel lainnya. Subjek

akan memberikan arahan dan

pendekatan khusus untuk

kebutuhan mental bertanding

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

161

16

1

Ya saya kalau memberi motivasi sama

yang masih muda-muda itu yaa “mumpung

kamu jadi atlet, sekarang bonusnya besar,

kamu jangan memikirkan dari pemerintah

itu kamu harus jadi pegawai negeri,

jangan.. Nah, kamu yang dapet itu, ini kan

bonusnya besar,nah itu gimana caranya

kamu bisa me-manage uang kamu selama

masih bisa berprestasi. Kalau nanti kamu

tidak berprestasi, uangmu habis, mau jadi

apa?” Kan contoh yang dulu-dulu kan,

atilet yang dulu kan banyak. Dulunya

membela negara sampe, sampe anu, juara

dunia seperti Ales Beka, gitu ya..Sekarang

udah nggak berprestasi, udah nggak punya

uang, jadinya banyak yang jadi kuli, jadi

anu. Nah, itu kan dulunya dia managemen-

nya salah. Harusnya mumpung saya ini

masih berprestasi, masih dibutuhkan,

masih bisa cari uang, ya kalau pegang

uang harus gimana caranya masa depan

saya kalau saya udah gak jadi atlet, nggak

jadi pegawai negeri, saya bisa punya

usaha sendiri. saya motivasi sama teman-

teman gitu.. (W.SU.III.01:513-529)

Sesekali melirik ke

bawah atau melihat

keluar.

Posisi tangan dan

duduk pun tidak

berubah.

pada teman-teman atlet

difabel lainnya.

Pada saat subjek memberi

motivasi pada atlet difabel

yang lebih muda usianya, ia

akan memberikan arahan agar

para atlet mampu mengelola

keuangan yang mereka

peroleh dari prestasi dalam

bidang olahraga sebagai

seorang atlet. Subjek juga

menasehati agar para atlet

tidak hanya menggantungkan

hidupnya dari bonus yang

diberikan pemerintah dan

berlomba menjadi pegawai

negeri saja. Subjek akan

mengambil contoh beberapa

atlet difabel yang dulu pernah

berprestasi namun karena

kelalaiannya dalam

mengelola keuangannya saat

ini bekerja menjadi kuli dan

hidup susah. Subjek

memotivasi teman-temannya

agar uang yang diperoleh saat

ini bisa digunakan untuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

162

16

2

Ya... itu dengan latihan giat sama ee,

kalau di lapangan tuh sama musuh-musuh

itu sama lawan-lawanya kan tau trik-

triknya dia. Ya kalau... Apalagi ke daerah-

daerah, kalau mau... umpama nih

kumpulnya di Jakarta, semua daerah kan

dari provinsi ngumpul lha itu biasanya

orang itu cari temen, musuhnya dulu. Dia

ngomong apa itu kita nanggapi harus ya

biasa aja, dia cuma bisa... saya latihan

segini bisa, waktunya segini segini. Oh ya,

saya nggak bisa. Gitu. Padahal saya bisa,

sama, bisa melampaui. Biar dia tuh,

istilahnya seneng, „dibombong‟ gitu lho.

(W.SU.III.01:638-646)

Saya merendah malahan, merendah. Tapi

di arena saya nggak mau kalah. Kan kalau

jarak jauh itu nggak harus nomer satu

dulu. Kan berapa itu, dua belas setengah

Respon agak lama.

Posisi tangan yang

menengah kemudian

ditelungkupkan.

Memberikan

modal usaha, sehingga ketika

tidak menjadi atlet atau

pegawai negeri ia tetap bisa

bertahan hidup.

Subjek memiliki beberapa

strategi dalam bertanding.

Pertama dengan latihan yang

giat. Kedua, bagi subjek

ketika subjek sudah di

lapangan semua orang adalah

lawannya, biasanya saat

subjek berkumpul dengan

para atlet, subjek akan

menanggapi pembicaraan

mereka dengan biasa, subjek

akan melambungkan hati

lawannya dengan

merendahkan diri di hadapan

lawan, namun sebenarnya

subjek memiliki kemampuan

yang lebih untuk di tampilkan

pada saat bertanding.

Subjek akan merendah di

hadapan lawan sebelum

bertanding, namun di arena

pertandingan subjek akan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

163

16

3

putaran kalau lima ribu. Kita kan ngikuti

aja empat... empat putaran, ngikuti aja

orangnya tuh. Dia udah capek, kita ambil.

(W.SU.III.01:644-659)

Kalau di pertandingan jadi musuh tapi

kalau di anu kan jadi temen.

(W.SU.III.01:708-709)

penekanan pada

beberapa kata yang

diucapkan.

Berbicara sambil

mengulum senyum

menunjukkan bahwa ia tidak

mau kalah pada lawannya.

Strategi subjek saat kompetisi

lari 5000 meter, ia tidak akan

menempati posisi sebagai

pelari pertama. Ia justru akan

mengikuti dibelakang pelari

pertama, saat dirasa lawan

sudah merasa capek, subjek

akan mengambil kesempatan

untuk menambah kecepatan

berlari.

Subjek memiliki sebuah

prinsip, di dalam arena

pertandingan semua akan

menjadi musuhnya, namun di

luar arena pertandingan

semua akan menjadi

temannya.

Memandang sesuatu secara

positif dan optimis.

Iya itu untuk jadi acuan, berarti saya

harus mengalahkan dia gimana caranya.

Jadi saya harus extra tambah latihannya.

(W.SU.III.01:618-619)

Menganggukkan

kepala. Respon

cepat. Memberi

penekanan pada

beberapa kata yang

diucapkan.

Jika subjek menghadapi

kekalahan dalam suatu

pertandingan, maka subjek

akan menjadikan

kekalahannya itu sebagai

acuan untuk bisa berprestasi

lebih baik dan mengalahkan

lawannya. Subjek juga harus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

164

16

4

semakin ekstra dalam setiap

latihan yang dilakukannya.

Kerelaan untuk mengambil

resiko yang membangun.

Saya kan dulu..campurnya sama orang

normal, jadi ada motivasi.. Jadi waktu

saya turun di difabel, saya udah menang,

istilahnya menang pengalaman.. udah

punya.. apa istilahnya.. saya sama orang

normal aja kan bisa bersaing, apalagi

sama orang difabel, kekurangannya lebih

ringan saya dibandingkan teman-teman

saya. (W.SU.III.01:311-323)

Dulu saya merintis usaha itu sama sekali

gak cari untung, gimana meyakinkan

pelanggan biar itu pelanggan yakin sama

saya, saya apalagi istilahnya saya kan

penjual jasa. Nah meyakinkan orang-

orang itu. Kalau udah yakin, kita buat

harga berapa-berapa kan udah dia manut.

Lah makanya sekarang udah besar

Alhamdulillah orang mencari sendiri.

(W.SU.III.01:1161-1166)

Beberapa kali

menunjuk atau

memegang dadanya.

Nada suara datar.

Sebelum menjadi atlet

difabel, subjek dulu pernah

menjadi atlet normal. Dengan

kondisi difabilitas yang

tergolong ringan dan

kemampuannya yang mampu

bersaing dengan atlet normal,

subjek sudah menang

dibandingkan dengan atlet

difabel lainnya terutama

menang dalam pengalaman

dan mental yang lebih baik

daripada atlet lainnya.

Subjek mengawali usahanya

tidak dengan orientasi

mendapat keuntungan, tapi

subjek memberikan

keyakinan pada pelanggan

atas pelayanan dari jasa

kateringnya. Setelah

membuat orang yakin dengan

usahanya, seiring berjalan

waktu usahanya semakin

besar dan orang-orang yang

datang langsung mencari

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

165

16

5

Kalau saya, untung sedikit gak masalah

yang penting jalan, kalau di tempat saya

itu per seribunya paling saya ambil untung

1 juta bersih, itu perseribunya. Katering

lain gak mau, paling gak i 3 juta, 2,5 juta.

Saya 1 juta itu udah Alhamdulillah, udah

bersih loh itu mbak. Lah kalau sekarang

hari minggu keluar 8000 dikalikan

orangnya cuma segitu tapi kan umpama

8000 yang mengerjakan cuma orang 30

sama yang 2000 kan orangnya segitu, kan

kita kasih bonus sama orang-orang itu kan

tambah sedikit untung kita tambah besar.

Kita istilahnya jual banyak, untung sedikit,

tapi lakunya banyak kan jadi besar.

Kalahnya orang Jawa, orang pribumi tuh

itu sama Cina. Cina itu gitu, Cina itu

untung 100 rupiah tapi kan habisnya

banyak, sama aja kayak orang Jawa

untung banyak tapi dapetnya sedikit,

percuma. Besok lagi gak beli. Kalau saya

ilmunya Cina saya pake tapi pelitnya

jangan. Hehehe. Dia gak mengenal

sodaqoh, kalau kita kan keuntungan sedikit

kita kasihkan, kita kembalikan lagi pada

yang berhak menerimanya.

Mengangkat jari

telunjuk.

Menuliskan tanda

silang di udara.

Tertawa kecil.

usaha kateringnya.

Subjek banyak belajar dari

sistem yang digunakan oleh

orang Cina dalam berdagang.

Bagi subjek, tidak mengapa ia

hanya untung sedikit yang

penting penjualan laku

banyak dan usahanya dapat

terus jalan serta berkembang.

Hal tersebut berbeda dengan

prinsip yang dimiliki oleh

sebagian besar pedagang di

Jawa bahwa mereka harus

untung besar namun

penjualan hanya laku sedikit

karena orang jadi tidak mau

beli lagi karena harga yang

ditawarkan tinggi. Subjek

juga memiliki prinsip,

walaupun keuntungan yang

diperoleh sedikit, ia tidak

boleh lupa bersedakah bahkan

memberikan bonus bagi para

pekerjanya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

166

16

6

(W.SU.III.01:1172-1188)

Penghargaan serta penerimaan

atas keunikan diri sendiri

sebagai suatu berkah

Jadi dulu kalau pulang sekolah, saya

masih SD itu, istilahnya dulu, dulu kan

belum serame ini. Di rumah ini dekat,

banyak sawah-sawah, kan memelihara

kambing. Kalau pulang sekolah, belum

cari rumput, belum boleh makan.

(W.SU.III.01:406-410)

Iya.. tapi itu ya, ya ada hikmahnya. Ada

hikmahnya, yaa.. Sekarang ya jadi orang,

jadi..jadi saya tau.. sama.. saya punya

karyawan, ya saya sama karyawan tidak

semena-mena. Jadi, ee, istilahnya,

umpama saya makannya sama gereh, yaa..

sama. Jadi saya ingat dulu, perjuangan

dulu. Dari anaknya orang gak punya, tapi

saya sekarang, kalau orang-orang

sekarang dipanggil bos-bos gitu kan, saya

malah malu.. (W.SU.III.01:412-418)

Mengangguk.

Menatap

interviewer. ‗

Sesekali

menggerakkan

tangan ke atas

kemudian

meletakkan di atas

meja.

Ketika masih SD subjek

setiap pulang sekolah harus

mencari rumput untuk

kambing peliharaan. Subjek

bahkan tidak boleh makan

sebelum mencari rumput.

Bagi subjek, rutinitas masa

kecilnya itu memberikan

hikmah bahwa saat ini ketika

ia punya karyawan, ia tidak

boleh memperlakukan orang

lain semena-mena. Subjek

menempatkan diri sejajar

dengan para karyawannya,

jika karyawannya makan ikan

asin, maka subjek pun akan

makan ikan asin. Iya selalu

ingat perjuangannya dari

―orang kecil‖ hingga

memiliki usaha yang

berkembang seperti sekarang.

3.. Control Kerelaan dan keterampilan

untuk membuat keputusan

yang baik.

Dulu itu yang ngerjakan co-ass co-ass itu,

jadi salah penanganan, jadinya gini…

dirujuk ke Moewardi, udah mau dioperasi,

nggak bisa. Katanya ini kan sarafnya udah

rusak, akhirnya yaudah… kalau dulu

seperti, kalau kejadian sekarang gitu kan

Menatap

interviewer.

Awalnya, subjek hidup dalam

kondisi normal. Suatu hari

subjek mengalami kecelakaan

sehingga harus ditangani oleh

para co-ass dan terjadi

kesalahan dalam penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

167

16

7

kita bisa nuntut, tapi kalau dulu kan nggak

(W.SU.III.01:265-269)

Dulu saya lulus SMA sudah pernah waktu

ikut kerja itu di percetakan.. Cuma

setengah tahun.. tapi udah.. kan terganggu

nggak bisa latihan kan pulangnya

sore..Saya nggak bisa latihan kan akhirnya

saya putuskan keluar terus menekuni itu

lagi.. Terus main di dua ribu.. di

Palembang itu saya ikut Alhamdulillah

dapat tiga emas.. (W.SU.III.01:331-336)

Yang nurut sama saya ya, alhamdulliah

ada yang, banyak yang berhasil. Jadi

Menatap

interviewer.

Nada suara

melemah.

Menatap

interviewer. Sesekali

tersebut sehingga harus di

rujuk di RS Muwardi yang

berakibat rusaknya jaringan

saraf dan akhirnya subjek

harus menerima kondisi

tangan kiri yang kaku dari

lengan atas hingga

pergelangan tangan. Pada saat

itu subjek tidak bisa

melakukan penuntutan, ia

hanya bisa menerima

kenyataan bahwa dirinya

menjadi seorang difabel.

Subjek pernah bekerja di

percetakan setelah lulus SMA

selama 6 bulan. Namun,

karena aktivitas tersebut

menganggu jadwal latihan

akhirnya ia memutuskan

keluar dan menekuni bidang

olahraga lagi hingga tahun

2000 pada saat PON di

Palembang, subjek berhasil

mendapatkan 3 medali emas.

Bagi subjek tidak boleh

berpikir bahwa hari ini dapat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

168

16

8

jangan, sekarang pegang uang besar,

dapat bonus, habis, besok cari lagi. Kalau

kan, prestasi itu nggak begitu naik terus.

Suatu saat dia turun. (W.SU.III.01:530-

533)

Kita protes ya kalah, kadang kecewanya

gitu.. Tapi juga sempet dia marah-marah

harus main ya saya menyikapinya ya kan

biar dia emosi, masalahnya kita musuh.

Biar dia emosi jadi kan mengurangi

tenaga. Dengan emosi, kita menyikapi

dengan..apa dengan rendah diri tapi dia

menyikapinya dengan emosi. Nah dalam

pertandingan pertama lari jarak jauh,

kalau udah emosi kan dia mudah capek.

(W.SU.III.01:587-593)

menganggukkan

kepala. Tangan di

gerakkan ke atas

kemudian ke bawah

(menunjukkan

prestasi yang naik

dan turun).

Posisi duduk dan

tangan tidak

berubah.

bonus dan uang banyak

sehingga harus dihabiskan,

untuk kehidupan besok bisa

cari lagi karena prestasi

seseorang itu tidak akan naik

terus, suatu saat akan turun.

Saat pertandingan, subjek

memiliki strategi bertanding

untuk ―memainkan emosi‖

lawannya. Subjek akan

membuat emosi lawan naik

sehingga hal tersebut akan

mengurangi tenaganya dan

subjek akan menyikapi emosi

lawan dengan perasaan

rendah hati sehingga hal

tersebut akan menjadi

peluang tersendiri bagi

subjek.

Perasaan otonomi diri dan

perasaan adanya suatu pilihan

yang diambil.

Nggak.. saya nggak.. Masalahnya saya kan

orang olahraga jadi hal pelampiasannya

di lapangan.. Jadi udah lupa semua kaya

gitu.. (W.SU.III.01:296-297)

Menggelengkan

kepala.

Menyentuh kepala.

Subjek tidak pernah terpikir

untuk melakukan bunuh diri

karena subjek meyakini

bahwa ia adalah olahragawan

dan ia menjadikan lapangan

sebagai pelampiasan dari

permasalahannya sehingga

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

169

16

9

Ternyata ada tawaran, ada event masuk

ini, ternyata bisa bersaing yaa, ya

alhamdulilah bisa, istilahnya apa ya

ehmm… Masih ada.. harapan.. apa.. untuk

masa depan.. dulunya saya udah..

istilahnya itu kan dulu cita-cita saya kan

mau jadi.. ABRI.. tapi, setelah jatuh terus

cacat ini ya.... ikut lari.. latian.. dulu

latiannya di stadion ini, belum ada stadion

ini.. masih pacuan kuda dulu itu.. sama

stadion sriwedari itu.. sama disini

dikenalkan sama ini.. ikut.. tapi dulu belum

ada bonus-bonus seperti sekarang itu

belum ada.. (W.SU.III.01:270-278)

Ya dulu pada waktu sekolah itu.. sama

teman-teman itu minder.. Tapi saya tutupi

dengan saya punya prestasi..bisa ketutup

semua.. jadi, lama-lama sama temen-

temen, orang normal udah biasa gitu..

(W.SU.III.01 : 289-291)

Respon agak lama.

Berbicara agak

terbata-bata.

Pandangan mata

dominan menatap

interviewer

walaupun sesekali

melihat ke arah pintu

di belakang

interviewer.

pemikiran-pemikiran negatif

akan ia lupakan saat berada di

lapangan.

Sebelum menjadi seorang

difabel, subjek pernah

memiliki cita-cita untuk

menjadi seorang ABRI.

Namun, setelah menjadi

difabel ia ditawari suatu event

olahraga. Subjek memutuskan

untuk bergabung, iya ikut

latihan lari di arena pacuan

kuda dan alhamdulillah

subjek mampu bersaing dan

berprestasi hingga hari ini.

Dulu subjek benar-benar

berjuang sebagai seorang

atlet, karena dulu belum ada

bonus-bonus seperti sat ini.

Subjek pernah merasa tidak

percaya diri sebagai seorang

difabel pada saat masih

sekolah, namun subjek

menutupi hal tersebut dengan

prestasinya sehingga teman-

temannya menganggap

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

170

17

0

Ya.. Mendukung, dulunya ya sempat orang

tua itu kecewa. Saya kan dulu kan mau ikut

masuk di angkatan, tapi jadinya gitu. Tapi

terus saya, saya pupus, saya ikut olahraga,

ada berprestasi, orang tua ndukung..

(W.SU.III.01 : 361-364)

Kalau cuma sekadar ingin tahu aja kan

saya sering ikuti sama orang-orang yang

mabuk itu, tapi kan saya gak mau minum.

Itu nikmatnya apa to orang minum itu, dia

gak mau nawarin saya, saya kan gak

minum, tapi kan saya cuma ngombyongi

istilahnya. Dia minum kan saya gak

minum, tapi kalau dia udah pada teler kan

omongannya udah pada nganu, tinggal

pergi aja. Cuma saya ingin tau gimana kok

orang itu merasa kalau udah minum dia

merasa lupa segala-galanya. (W.SU.III.01

: 966-973)

Menatap

interviewer.

Berbicara agak

terbata, ada beberapa

jeda antar satu kata

dengan kata lainnya.

subjek seperti layaknya orang

normal.

Dulu orang tua subjek pernah

kecewa karena subjek tidak

bisa menjadi ABRI. Namun,

subjek pupus perasaan negatif

dalam dirinya dan ia mulai

bergabung dalam aktivitas

olah raga dan menuai prestasi

dan pada akhirnya orang tua

subjek mendukung aktivitas

yang dilakukan subjek di

dunia olah raga.

Subjek bercerita tentang

kebiasaan mabuk-mabukan

yang sering dilakukan oleh

para atlet difabel lainnya.

Subjek ingin menemukan

jawaban atas pertanyaannya

―kenapa orang kalau sudah

minum merasa lupa segala-

galanya?‖ Subjek pernah ikut

berkumpul dengan teman-

temannya untuk mencari

tahun alasan mereka senang

mabuk-mabukan. Namun,

ketika subjek ditawari untuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

171

17

1

ikut ―minum‖, maka subjek

akan menolaknya. Pada saat

teman-temannya sudah

mabuk berat subjek

meninggalkan mereka.

Kemampuan untuk melihat

peristiwa yang menimbulkan

stress sebagai bagian dari

kehidupan.

Ya itu, pada waktu cita-cita saya nggak

tercapai itu.. terus jadi jatuh, jadi,

istilahnya cacat gini.. tapi itu saya pupus,

nggak mengingat-ingat itu lagi, terus saya

terjun di olah raga itu kan banyak temen-

temen.. kalau di lapangan udah bisa

bercanda sama temen-temen, kerasa udah

hilang.. dulunya saya sampai berapa tahun

itu dah gak mau apa-apa, udah putus

harapan. Terus ada guru, dari guru SD itu

yang menghubungi saya, ikut atlet di

lapangan itu. Ternyata kok ada minat,

terus dulu satu minggu tiga kali, saya

berangkat sekali, terus gak berangkat.

Lama-lama diampiri sama itu guru saya,

sekarang dah meninggal.. ya itu guru saya

yang… yang, istilahnya membuka jalan

untuk jadi atlet. (W.SU.III.01: 764-774)

Nada suara

melemah.

Kepala digelengkan

dengan tangan juga

ikut bergerak sesuai

gerakan kepala.

Subjek pernah merasa ―jatuh‖

dan putus harapan saat cita-

cita menjadi ABRI tidak

tercapai. Subjek memupus

rasa kecewanya itu dan tidak

mengingat-ingatnya. Ia

masuk ke dunia olah raga,

memiliki banyak teman,

bercanda dengan teman-

teman dan dengan sendirinya

perasaan kecewa itu hilang.

Subjek di perkenalkan dengan

dunia olah raga oleh salah

satu guru SDnya untuk

menjadi atlet. Subjek

menjalani latihan seminggu

tiga kali dan ternyata subjek

memiliki minat di bidang

olah raga. Sekarang guru

tersebut sudah meninggal,

namun guru tersebut sudah

membuka jalan bagi subjek

untuk menjadi seorang atlet.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

172

17

2

Motivasi berprestasi sesuai

dengan tujuan.

Iya, terus sekarang saya wujudkan, saya

jadi e.. sosial itu tadi. Ga bisa itu, ya saya

bantu orang, gimana caranya ya sama aja

jadi atlet, jadi ABRI kan juga bela rakyat

ya.. sekarang saya ya sedikit-sedikit

membantu orang-orang.. gitu.. sama juga

yang ngasih kerjaan orang-orang,

terutama yang saya prioritaskan tetangga-

tetangga dulu. (W.SU.III.01: 788-793)

Cita-cita saya itu, kalau saya udah ada

yang mengalahkan, udah ada regenerasi,

saya langsung mundur. Umpama saya lari

5000 meter udah nomor dua, otomatis

besok lagi saya udah turun, udah gak ikut

lagi. Masalahnya udah ada regenerasi.

Tapi kalau belum, sampai kapanpun masih

ikut. Jadi memberi kesempatan. Sebetulnya

saya itu memberi kesempatan adik-adik itu

bisa melampaui saya. Saya malah seneng

kalau udah ada yang menggantikan. Wong

saya udah tua, sebetulnya saya juga udah

bosen di atletik. Tapi masih diharapkan

suruh main lagi, tapi kalau udah ada yang

mengalahkan saya legowo, saya udah

Mengganggukkan

kepala. Berbicara

sambil tersenyum.

Pandangan mata

sesekali menatap

sekitar, sesekali

menatap interviewer.

Tangan dan jari

tangan sering di

gerak-gerakkan.

Menatap

interviewer.

Tertawa kecil.

Subjek sempat bercita-cita

menjadi ABRI karena subjek

ingin menjadi seorang bela

rakyat yang bisa membantu

orang lain. Sekarang saat

subjek menjadi atlet, subjek

juga mewujudkan tindakan

sosial bagi orang lain. Ia

membantu orang lain,

memberikan prioritas

pekerjaan pada tetangga-

tetangganya.

Subjek bercita-cita bahwa

selama belum ada yang

mengalahkan dia dalam

kompetisi maka selama ia

diberi kesempatan maka ia

akan terus berusaha dan

berprestasi namun jika sudah

ada yang mengalahkan, maka

ia akan ikhlas untuk mundur

dan memberikan kesempatan

bagi orang lain untuk

berprestasi. Subjek sangat

menginginkan adanya

regenerasi dirinya dibidang

atletik.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

173

17

3

turun. (W.SU.III.01: 1001-1010)

Ya harapannya kita bisa maju

menyejahterakan atlet-atlet yang dulu

sengsara sekarang ada peningkatan lagi

dan memperbaiki struktur organisasi yang

dulunya amburadul, ya sekarang sedikit-

sedikit kita benahi, terutama masalah

keuangan. (W.SU.III.01: 1013-1016)

Respon cepat.

Subjek memiliki harapan

sebagai pengurus NPC Jawa

Tengah dapat membuat maju

dan menyejahterakan para

atlet yang hidup sengsara.

Subjek juga ingin melakukan

peningkatan, dan perbaikan

struktur organisasi NPC Jawa

Tengah terutama di bagian

keuangan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

174

3. Significant others

a. Significant others Subjek Utama I (SM)

1) Gambaran Personal

SM merupakan istri dari subjek utama I dan berusia 36 tahun. SM

memiliki perkerjaan sebagai kepala salah satu cabang minimarket di

kota Bandung, tepatnya di minimarket YPAC kawasan Tamansari.

SM juga pernah menjadi seorang atlet difabel sebelum menikah dan

memiliki anak. Pendidikan terakhir SM sampai pada jenjang SMA.

SM memiliki ciri-ciri fisik yakni berkulit putih, rambut ikal sebahu,

memiliki tinggi kurang lebih 153 cm, dan memakai kacamata.

SM tinggal bersama dengan subjek utama I dan anaknya. Aktivitas

sehari-hari SM adalah bekerja dari pagi hingga sore atau dari siang

hingga malam hari (sesuai shift kerja), hanya hari-hari tertentu SM

akan mendapatkan jatah libur sehingga peran mengasuh anak lebih

banyak dilakukan oleh suaminya. Jika suami SM sedang menjalani

masa karantina maka SM akan menitipkan anaknya pada orang tua

atau saudaranya yang juga tinggal di kota Bandung.

Pada saat proses pengambilan data wawancara, SM datang diantar

oleh suaminya bersama dengan anaknya. Pertemuan berlangsung pada

hari Selasa, 29 Desember 2015 di Gor Pajajaran Bandung. Pada hari

tersebut SM mendapat jadwal shift kerja siang, sehingga pada pukul

10.00 SM bersedia ditemui oleh peneliti. SM mengenakan celana

berwarna biru dengan motif bunga, jaket berwarna hitam, dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

175

kacamata. SM terlihat agak canggung dengan peneliti karena

suaminya selaku subjek utama I berada di sekitar lokasi

berlangsungnya wawancara. Hal tersebut diperlihatkan SM dengan

gerakan matanya yang sesekali melirik ke arah suaminya.

Dalam salah satu bagian wawancara, SM sempat bercerita tentang

anak keduanya yang sudah meninggal, namun tiba-tiba SM ditegur

oleh suaminya karena menceritakan hal tersebut pada peneliti. Setelah

kejadian itu, SM terlihat lebih berhati-hati dalam menyampaikan

sesuatu pada peneliti. Di akhir sesi wawancara, ST (suami SM)

memberikan penjelasan atas sikap yang dilakukannya pada SM dan

alasan mengapa ia menyembunyikan kisah mengenai anak keduanya

yang telah meninggal pada orang lain.

2) Hasil Wawancara

SM menuturkan bahwa ia pertama kali bertemu dengan ST pada

tahun 2003 saat mengikuti Porda Indramayu. Kedekatan SM dan ST

bermula saat mereka sering bepergian bersama karena SM tidak

memiliki kendaraan pribadi. SM dan ST memutuskan untuk menikah

pada tahun 2009 setelah mereka pulang dari penyelenggaraan PON di

Kalimantan.

Ketemu 2013, waktu Porda Indramayu, saya ikut.(W.SO.I.01 : 022)

Ya itu, berawal ketemu dari sana, ehehe. Jadi cinlok, ehehee.

Sebenernya enggak sengaja, iseng-iseng aja sering jalan bareng

enggak ada apa apa, berhubung dia kan bawa kendaraaan. Ya

kemana-mana bareng. Ya…berawalnya dari sana…Porda

Indramayu. Hehehe…(W.SO.I.01 : 032-037)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

176

Saya ketemu 2013, eeh… 2003 bukan 2013… nikah 2009 (W.SO.I.01 :

048)

setelah PON Kalimantan kita nikah. (W.SO.I.01 : 053-054)

Setelah menikah dengan ST, SM fokus bekerja di sebuah

minimarket kota Bandung. SM mengungkapkan bahwa ia sudah

jarang ke GOR untuk latihan, hanya suaminya saja yang rutin

menjalani latihan di GOR Pajajaran sambil mengasuh anaknya. ST

sebenarnya tidak pernah melarang SM untuk tetap berkarir di

olahraga, namun karena SM sudah berhenti lama sehingga ia merasa

malas untuk memulai karirnya di bidang olahraga.

Setelah punya anak, karena lama berhenti ya jadi males, padahal ini

kalau lagi mau sok, banyak kenalannya gampang juga, banyak temen-

temennya. Saking lamanya istirahat, jadi males. Yaudah fokus kerja.

(W.SO.I.01 : 054-057)

Kalau ke Gor sini sekarang juga jarang paling bapaknya aja sambil

ngasuh anak, kalau saya mah itu kerja. (W.SO.I.01 : 073-074)

Bagi SM, ST adalah seorang suami yang pandai menjaga anaknya

dan tidak banyak menuntut. Beberapa kali SM mengungkapkan

bahwa ketika ST tidak sedang menjalani program latihan yang

menyebabkan ia harus meninggalkan rumah dalam jangka waktu yang

cukup lama, ST setiap harinya bertugas menjaga anaknya. ST sering

membawa anaknya ikut ke latihan. Hal itu dilakukan oleh ST, karena

SM memiliki kesibukan bekerja sehingga ia tidak bisa mengasuh

anaknya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

177

Gimana yaa.. pinter jaga anak, ehhehe …… ya biasa aja lah, ya

sehari hari paling saya kerja, dia latian, enggak ada masalah, biasa

aja sih orangnya enggak rewel lah orangnya, enggak diambil pusing,

ya biasa gitu lah kalau urusan beres-beres mah urusan saya gitu,

belum kepikiran apa, paling ngurusin anak, yaitu latian, ya gitu –gitu.

(W.SO.I.01 : 126-131)

Anak diurus sama dia, sambil latihan. Kadang-kadang kemana-mana

juga dibawa sama dia. Kalau saya kan punya kerjaan jadi enggak

bisa ditinggal. Kalau sekarang misal berenti kerja, ya sayang. Udah

kebayang diem aja dirumah. (W.SO.I.01 : 552-555)

SM mengungkapkan, jika ST harus menjalani program pelatihan

yang menyebabkan ia harus meninggalkan rumahnya, ST akan

menjalin komunikasi dengan keluarganya. ST akan menyempatkan

waktunya sebulan sekali untuk pulang ke Bandung. SM pun

kadangkala akan mengambil waktu cuti untuk menengok ST di

tempat ia menjalani masa karantina.

Gimana ya, ehehe, komunikasi aja,komunikasi masih ada lah, terus

ya kalau enggak saya cuti kesana ya suami cuti kesini, Kalau enggak

ya sebulan sekali pulang, enggak ada masalah sih, komunikasi tetep

jalan. (W.SO.I.01 : 094-097)

Sekali kali ya cuti ke sana, kalau enggak ya suami yang pulang

kesininya sebulan sekali lah. (W.SO.I.01 : 104-105)

ST merupakan sosok yang ulet, memiliki keahlian khusus dan cita-

cita tinggi sehingga SM tidak khawatir jika nantinya ST tidak menjadi

atlet lagi. SM yakin bahwa ST tidak akan berdiam diri saja di rumah.

ST bukanlah sosok yang lemah, jika lemah tidak mungkin ST akan

menjadi atlet. Cita-cita ST adalah memiliki bengkel yang menjual

onderdil kendaraan, namun sampai saat ini belum terealisasi. Selain

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

178

itu, menurut SM jika ST sudah tidak menjadi atlet lagi maka ST akan

menjadi pengurus NPC Jawa Barat.

Ya pastinya, dia kan punya keahlian ya, ulet dia orangnya kalau setau

saya, apalagi cita-citanya kan pengen punya bengkel gitu jual

onderdil sampai sekarang belum kesampaian. Kalau dulu sempet ada

ya bengkel kecil-kecilan gitu ya pas di Indramayu, tapi diserahin ke

orang lain ke sodaranya, karena dia sekarang sibuknya olahraga.

Pastikan dia enggak diem aja gitu kan, istilahnya kalau saya si

enggak ada masalah si kalau saya sendiri. Kalau kita dari sekarang

si hasil dari olahraga, kita kumpul-kumpul, mudah-mudahan punya

saya sendiri, pengen banget punya bengkel. Kalau enggak aktif di

olahraga ya kalau pikiran saya ya pastinya aktif jadi pengurus NPC

pastinya, kan enggak mungkin kalau lemah dia jadi atlet, enggak

mungkin gitu kan, dia mah orangnya enggak gitu. (W.SO.I.01 : 111-

123)

SM juga mengungkapkan jika ST mendapat suatu kegagalan dalam

hidupnya, SM akan mengingatkan ST untuk bersabar. ST biasanya

akan menenangkan dirinya untuk pergi keluar sejenak untuk main.

Misal ada sesuatu yang dia pengen tapi dia gak dapat gitu ya paling

saya ingetin untuk sabar. Paling dibawa main aja gitu kemana,

paling ya diingetin, yaudah sabar, dibilangin ya belum saatnya. Yang

paling sering sih yaa… paling ya keluar aja, jalan jalan

gitu…(W.SO.I.01 : 135-139)

Bagi SM, keluarga memiliki kedudukan tinggi dalam hidupnya. SM

mempersiapkan diri untuk kebutuhan sekolah anaknya, sedangkan ST

fokus di olahraga untuk mencukupi kehidupa keluarganya. SM dan

ST memiliki harapan untuk mempunyai anak lagi karena anaknya

yang kedua telah meninggal dunia di bulan Januari 2015. SM juga

berharap bahwa ST akan terus mendulang kesuksesan, diberi

kesehatan, dan bisa membuka usaha sendiri.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

179

Gimana ya, nomor satu itu mah ya. Apalagi sekarang udah punya

anak. Ya…penting sekali lah… Ya apalagi itu Nasril sekarang tinggal

mikirin buat sekolahnya. Kalau bapaknya yang sekarang udah pasti

fokus di olahraga, ya otomatis untuk menyukupi kebutuhan kita.

Sampai sekarang ya menikmati aja sih… saya kemaren sempat plan

kan sempat kehilangan adiknya ya mungkin bukan milik, ya

meninggal gitu udah setaunan, Januari kemaren, kita kan planning

mau kasih adik, pengen nambah satu lagi. (W.SO.I.01 : 142-150)

Ya yang baik-baik pastinya. Suami saya terus sukses. Terus ya saya

pengen bisa buka usaha sendiri. Mudah-mudahan diberi kesehatan.

Suami saya masih di olahraga. Terus ya ke depannya bisa terjamin

(W.SO.I.01 : 155-158)

b. Significant others Subjek Utama II (RR)

1) Gambaran Personal

RR merupakan istri dari pernikahan kedua dari subjek utama II dan

berusia 28 tahun. RR menikah dengan AS (inisial subjek utama II)

tahun 2013. Aktivitas sehari-hari RR menjadi ibu rumah tangga.

Sesekali RR juga melakukan latihan fisik di GOR Manahan untuk

persiapan PON dan PEPARNAS di Jawa Barat. Sebelum menikah

dengan AS, RR juga seorang atlet difabel dalam cabang olahraga atlet

dalam cabang olahraga atletik.

Pendidikan terakhir RR sampai pada jenjang SMA. RR memiliki

ciri-ciri fisik yakni berkulit putih, rambut panjang sedada serta

memiliki poni, memiliki tinggi kurang lebih 150 cm, dan mengalami

difabilitas sejak lahir pada telapak tangan kanannya. RR tinggal

bersama dengan AS dan anak AS dari pernikahan pertamanya.

RR sudah tiga tahun menjadi istri AS, namun belum dikarunai

anak oleh Allah. Aktivitas RR lebih banyak di rumah untuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

180

mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan sesekali beraktivitas sosial

seperti arisan, kumpul PKK, atau bertemu dengan teman-temannya.

Pada saat proses pengambilan data wawancara, RR mengenakan kaos

berwarna abu-abu dan rok panjang berwarna merah muda. Pertemuan

berlangsung di kediaman RR (daerah Sumber, Banjarsari, Surakarta).

RR ditemui pada hari Sabtu, 9 Januari 2016, pukul 10.21 sampai

dengan 11.14 ketika suami RR sedang menemui teman akrabnya.

Awalnya, RR mengungkapkan bahwa dirinya merasa „deg-degan‟ dan

takut saat peneliti akan mengajukan pertanyaan kepada RR. Namun,

dalam keberjalanan proses pengambilan data, RR sangat kooperatif

dan bersikap terbuka dalam menjawab setiap pertanyaan yang

diajukan, hanya dalam beberapa pertanyaan saja RR mengecilkan

volume suaranya dan sesekali melirik ke arah suaminya.

2) Hasil Wawancara

RR bertemu dengan AS pada tahun 2010. Mereka sering bertemu

karena agenda latihan fisik rutin di Stadion Manahan. Ketika ada

program Pelatnas (Pelatihan Nasional), intensitas pertemuan mereka

menjadi lebih banyak, bahkan setiap hari mereka bertemu sehingga

lambat laun mereka pun semakin dekat satu sama lain. RR tidak

pernah menyangka bahwa ia dan AS ternyata berjodoh, karena selisih

umur mereka terpaut empat tahun dan AS pernah mengalami

kegagalan dalam membina rumah tangga. RR mengetahui cerita

tersebut karena AS pernah menceritakan masa lalunya pada RR.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

181

Tahun 2013 mereka memutuskan untuk menikah setelah agenda PON

di kota Riau. Awalnya, keluarga RR menolak niatan RR untuk

menikah dengan AS karena AS pernah mengalami kondisi rumah

tangga yang berantakan. Namun, RR dan AS berkomitmen untuk

terus maju ke depan dan menjalani kehidupan bersama.

Ketemu 2010 pas latihan kok mbak. Pas Pelatnas malah apa

namanya, jadi semakin deket kan malahan…(W.SO.II.01 : 079-078)

Karena setiap hari kan ketemu, tapi awal-awal ketemu pas latihan

sendiri. Pas latihan mandiri maksudnya kan belum ada pelatnas,

pelatda baru persiapan kayak seleksi gitu.Saya dari Delanggu sana

kesini, setiap pagi latihan. Disitu akhirnya ketemu sama mas Gunari.

(W.SO.II.01 : 083-087)

Akhirnya kita sering ngobrol, bercanda kaya gitu. Ternyata, jodoh

hahahah (ketawa) ketemu dilapangan. Padahal ini, gak punya pikiran

sampai orang kayak umur kan jauh selisih sekitar 4 tahunan. Intinya

yang namanya jodoh juga tidak tau kan mbak. Dia juga punya

pengalaman hidup yang mungkin agak pahit juga. Dia cerita.

Itu yang jadi pertimbangan, iya gak, iya gak, iya gak. Tak pikir-pikir

lagi. Tapi ya wes kalau memang jodohnya maka dekatkan kalau tidak

ya dijauhkan. Semakin hari semakin deket, terus apa namanya tahun

2012 pas PON Riau sudah ada omongan mau menikah tapi cuma

baru berdua. Kalau dari keluarganya dia sih baik bisa menerima,

tapi dari keluargaku yang agak susah, soalnya dia punya riwayat gitu

sama istrinya. Ibarat orang tua kita kan penginnya lebih baik buat

kita. Tapi namanya jodoh kan gak tau kita yang jalanin, ya disituh

sempet agak debat sama orang tua kasih pemahaman. Yang penting

kan kita yang jalanin, Siap gak siap kan kita yang akan jalanin mbak.

(W.SO.II.01 : 089-105)

RR mengungkapkan bahwa sang Ibu awalnya menentang

kedekatan dan rencana pernikahannya dengan AS, namun RR

bersikeras untuk tetap melanjutkan hubungannya dengan AS ke arah

yang lebih serius karena RR melihat usaha yang dilakukan oleh AS

untuk mengenalkan dirinya dengan orang tua, keluarga besar juga

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

182

anaknya dari pernikahan pertama. RR sendiri akhirnya merasa

nyaman dengan keluarga AS, bahkan RR merasa lebih nyaman

dengan keluarga AS daripada dengan keluarganya sendiri. Hingga

akhirnya orang tua RR khususnya Ibu mengizinkan RR untuk

menikah dengan AS.

Dari 2012 dari Riau itu ibu nantang. Nantangnya gini “ya wes nek

kalau kamu mau menikah sama dia aku gak mau biayain”. “Ya udah

kalau ibu gak mau membiayain yaudah biar aku yang biayain

sendiri”.(W.SO.II.01 : 107-110)

Niatnya biar ibu mikir lagi,kalau ayah sih terserah kamu. Ya terus

habis itu ibu mikir lagi akhirnya selang beberapa waktu ibu

mengijinkan. (W.SO.II.01 : 111-113)

Iya, terus ngabarin keluarga dia. Jadinya, apa namanya? Selang

lamaran sampai pernikahan cuma selang sebentar tok. langsung

nikah itu 2013 awal maret. (W.SO.II.01 : 115-118)

Terus dia berusaha ngenalin sama keluarganya dia. Kenalin sama

anaknya, kan prosesnya butuh ini kan. Ibarat nikah sama dia kan gak

cuma dengan dia saja… Ada Nisa, ada keluarganya. Soalnya

pengalaman yang dulu, keluarganya juga gak boleh sama calon yang

dulu. Sama saya gak boleh. Jadi dia semacam trauma gitu mbak,

(W.SO.II.01 : 168-173)

Yaudah, masuk keluarga dia nyaman. Ibunya baik, bapaknya baik,

mbak-mbaknya juga baik. Malah kalau dirumah dia sama dirumahku,

nyaman dirumah dia. (W.SO.II.01 : 179-181)

RR bercerita bahwa ibu AS memiliki sifat sabar, sedangkan ibunya

sendiri terkesan galak seperti dirinya. Selain itu RR juga mengatakan

bahwa Bapak AS cenderung pendiam dan kakak-kakak perempuan

AS membuat dirinya nyaman. Kenyamanan yang dirasakan oleh RR

terhadap keluarga AS itu juga membuat RR bisa tinggal dengan

keluarga sang suami dalam jangka waktu yang lama khususnya pada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

183

saat hari raya Idul Fitri. RR mensyukuri perasaan nyaman yang

dimilikinya jika berkumpul dengan keluarga besar AS.

Ibunya sabar, kalau ibuku kan agak galak model-modelnya (sambil

ketawa) kaya aku kersnya. Kalau ibunya dia kan sabar, bapaknya

juga tidak begitu ini, mbak-mbaknya kalau lebaran ngumpul malah

seringnya disana (W.SO.II.01 : 183-186)

Lamanya juga enak disana. Kalau disini kan. Ya mungkin apa

namanya, beda lah gitu. Kadang kan ada sudah keluarga punya

suami tinggal sama mertua gak betah atau apalah. Tapi alhamdulilah

saya betah (W.SO.II.01 : 188-191)

Keluarga RR sendiri memiliki latar belakang kehidupan yang

masih kurang dalam hal menjalankan syariat agama. Namun, RR

bersyukur sejak kecil ia mengikuti kegiatan TPA (Taman Pendidikan

Al Qur‘an). Saat remaja, RR juga membiasakan diri untuk

menjalankan ibadah puasa sunnah pada hari Senin dan Kamis dan

mengaji selepas sholat magrib. Mengenai keluarganya, RR juga

menceritakan mengenai kondisi ayahnya yang pada masa lalu kurang

memperhatikan hubungannya dengan Tuhan. Setelah pensiun hingga

saat ini, ayah RR sudah menjalankan kewajibannya sebagai pemeluk

agama Islam yang lebih baik.

Untuk agama mah ibaratnya semuanya kurang. Alhamdulillahnya

masih tetep ikut TPA, kadangkan dari situ, ilmu-ilmu buat kaya gini

kan. (W.SO.II.01 : 262-264)

Dulu ayahku masalah sholat juga kurang mbak tapi alhamdulilah

waktu itu aku sering ikut ngaji, bisanya habis magrib gitu, terus

puasa senin kamis itu dulu pas jaman sekolah.

Selangnya hampir setahun lebih ayahkan pensiun. Jadi setelah itu

pemikiran beliau. Jadi mungkinkan sudah waktunya, yaitu awal aku

lulus sekolah alhamdulillah sampe sekarang sudah bagus.

(W.SO.II.01 : 304-310)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

184

Berkaitan dengan cerita RR mengenai ayahnya yang awalnya susah

untuk menjalankan ibadah sholat lima waktu, RR ternyata memiliki

harapan pada AS sebagai suami dan pemimpin dalam keluarga agar

kebiasaannya telat bangun dan sholat shubuh dapat diperbaiki.

Sebagai seorang istri, RR mencoba untuk membangunkan suami di

pagi hari, namun AS tak jarang akan tetap mendengkur saat

dibangunkan. Menurut AS, membangunkan suami tidur sudah

menjadi kewajibannya sebagai istri sedangkan bagi RR,

mengingatkan untuk bangun subuh tidak harus dilakukan setiap hari.

RR sering merasa kesal dan menggerutu tentang perangai

suaminya tersebut, namun RR hanya bisa berdoa agar AS diberi

kesadaran untuk menjalankan kewajibannya sebagai seorang Muslim

dan pemimpin keluarga. RR sempat mengungkapkan bahwa AS

sebenarnya menguasai pengetahuan tentang ilmu agama, namun AS

belum maksimal dalam mempraktekkan ilmu tersebut dalam

kehidupannya. Padahal, bagi RR hidup itu harus seimbang. Jika sudah

memiliki pengetahuan yang cukup maka harus berusaha untuk

menjalankan ilmu itu dalam bentuk tindakan atau perilaku.

Kalau dia emang teori pinter dia. Untuk praktek ya mohon maaf

kurang. (W.SO.II.01 : 268-269)

Menurut RR, AS seharusnya bisa membimbing istri dan anaknya.

RR berharap agar AS tidak keras kepala dan mempertahankan terus-

menerus kebiasaanya tersebut. RR ingin melakukan pembenahan

dalam rumah tangga bersama-sama. Selain itu, RR juga berharap agar

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

185

AS dapat menjadi teladan bagi anak perempuannya. RR kadang

merasa lelah jika harus sering berdebat dengan AS mengenai

tanggung jawabnya sebagai seorang suami. RR bahkan pernah

mengadukan pada ibu mertuanya mengenai kebiasaan AS sering

bangun dan sholat subuh kesiangan, kemudian RR diberikan nasihat

oleh ibu mertuanya bahwa sebagai istri hanya bisa mengingatkan

suaminya, namun semakin lama RR sering merasa tidak sabar

menghadapi kebiasaan suaminya tersebut.

Ya istri walaupun kita sering ngomel, capek masa ngomel kaya gini

terus sih. Tapi yah bisanya cuma doa. (W.SO.II.01 : 302-303)

Subuh bangunin, terus kalau dia marah “itu kan tugas kamu sebagai

istri, moso yok setiap hari harus di ingatkan” dia kan imam

ibaratnya. Kadang ayolah bareng-bareng jangan kolotan gitu loh.

Dia yang seharusnya bisa bimbing. Sebenarnya ibarat teori dia bisa

menguasai untuk pengetahuan berusaha untuk tidak ketinggalan.

Tapi kalau untuk praktek kadang harus disesuaikan pengetahuan

sama ini harus seimbangkan, tapi kadang dia kurang untuk kesitunya.

(W.SO.II.01 : 274-282)

Kalau ini ayolah anaknya ibarat umur segini kan liat orang tuanya

buat contoh. “Ayahe ngono ya anaknya sepenaknya dewe” hahahah.

Kadang disitu buat aku pusing, jadi debat juga sih mbak. Kalau aku

tegur gitu kadang “emang aku salah kalau sekiranya sering

ngingetin”. Kadang yang namanya orang kan, gak harus ngingetin

terus kan. Kalau sudah sekali, dua kali, tiga kali itukan sudah

menjadi tanggung jawab kamu. Seharusnya kita sudah sama-sama

tau. Gak harus diingetin. Kadang kalau gak sabar “ya weslah

terserah aku ra tanggung jawab” (sambil ketawa). Sampai awal-awal

nikah laporan sama mertua “bu mas AS kok kaya gini gini...” ya kita

sebagai seorang istri sebatas ngingetin, kalau sekali, duakali, tiga

kali sekiranya gak dengerin ya wes itu tanggung jawab dia. Suatu

saat dia yang... Ya iya sih, tapi kok ngene (sambil ketawa) kadang

akunya ayolah ibarat kamu yang pemimpinnya malah jadi kaya gini,

ya mudah mudahan saja bisa kebuka. (W.SO.II.01 : 304-310).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

186

Sosok AS di mata RR adalah seorang suami yang memiliki peran

penting. Tanpa AS, RR tidak bisa menjalankan kehidupan rumah

tangga secara maksimal. RR sering mendapat cerita dari teman-

temannya mengenai suami mereka yang lebih suka berada di luar

rumah daripada di rumahnya sendiri. RR merasa bersyukur memiliki

suami seperti AS yang merasa nyaman berada di rumah daripada

pergi keluar untuk nongkrong dengan teman-temannya. Selain itu,

AS merupakan sosok yang terbuka terhadap pendapat dari anggota

keluarganya. Saat waktu senggang, AS akan banyak bertukar cerita

dan pikiran dengan keluarganya. Namun, RR mengungkapkan bahwa

ia sering khawatir dengan kedekatan AS dengan anak perempuannya

jika AS terlalu fokus dengan pekerjaannya, sebab dalam kondisi

demikian AS akan cenderung tidak peduli dengan anaknya.

Sangat penting mbak. Kalau gak ada dia, saya gak bisa jalan hahaha.

Ya yang penting dia bisa jadi pemimpin intinya, pemimpin anaknya,

pemimpin istrinya. (W.SU.II.03 : 519-521).

Ya paling kedekatan dia sama anak, kalau dia terlalu fokus dan

banyak sama kerjaan jadi cuek sama anak, begitu juga sama saya,

kadang kalau mau cerita pas dia lagi fokus kan takut, tapi kalau lagi

santai gitu ya ngobrol, tukar pikiran. Ya Alhamdulillah, dikasih suami

kayak gini... (W.SU.II.03 : 597-601).

Soalnya juga dapet cerita dari temen, yang suaminya ginilah gitulah.

Ya bukan karena salah mereka tapi bisa juga karena pola pikir

mereka. Tapi kalau ini ya Alhamdulillah suami betah di rumah,

jarang nongkrong. (W.SU.II.03 : 605-608).

c. Significant others Subjek Utama III (SR)

1) Gambaran Personal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

187

SR merupakan istri dari subjek utama III dan berusia 42 tahun. SR

menikah dengan BW (inisial subjek utama III) pada tahun 2004.

Pendidikan terakhir SR sampai pada jenjang SMP. SR memiliki ciri-

ciri fisik yakni berkulit sawo matang, memakai jilbab, bertubuh

gemuk, dan tinggi kurang lebih 155 cm. SR tinggal bersama dengan

BW dan anaknya serta ibu mertuanya.

SR sudah hamper 12 tahun menjadi istri BW dan dikaruniai satu

anak laki-laki bernama Rizal yang saat ini duduk di bangku kelas V

Sekolah Dasar. Aktivitas sehari-hari SR adalah mengelola usaha

catering yang dirintis oleh ia dan suaminya dan menyelesaikan

pekerjaan rumah tangga. Sesekali SR terlibat pada aktivitas social di

lingkungan sekitar rumahnya. Tak jarang, lewat usaha cateringnya,

SR dan BW sering memberikan support dana atau konsumsi pada

kegiatan-kegiatan masyarakat atau Rukun Tetangga (RT).

Pada saat proses pengambilan data wawancara, SR mengenakan

baju batik bercorak dengan panjang selengan tangan yang memiliki

beberapa paduan warna serta menggunakan jilbab dan rok panjang

berwarna hijau muda. Pertemuan berlangsung di kediaman SR (daerah

Karangasem, Surakarta). SR ditemui pada hari Selasa, 12 Januari

2016, pukul 14.30 sampai dengan 15.44 ditemani oleh BW. Dalam

keberjalanan proses pengambilan data, SR sangat kooperatif dan

bersikap terbuka dalam menjawab setiap pertanyaan yang diajukan

walaupun disampingnya duduk sang suami yang mendampingi dari

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

188

awal hingga akhir berlangsungnya wawancara. Bahkan peneliti dapat

mengamati bahwa ada kesamaan informasi yang diberikan oleh SR

dan BW.

2) Hasil Wawancara

SR menikah dengan BW pada tahun 2005. Saat awal pernikahan

SR masih bekerja sebagai juru masak di suatu usaha catering. Setahun

kemudian ketika anak pertama lahir, BW meminta SR untuk berhenti

dari pekerjaannya dan mulai membuka usaha kecil-kecilan di rumah.

Perjalanan panjang merintis usaha catering pun terus berkembang

hingga saat ini mereka sudah memiliki karyawan, alat-alat kebutuhan

catering, gudang, dan empat mobil. SR bahkan bercita-cita untuk

memiliki sebuah gedung kecil seperti resto diperuntukkan untuk acara

pernikahan, sehingga usahanya akan semakin besar. Dalam

berwirausaha, SR dan BW memiliki prinsip untuk bersikap jujur dan

terbuka pada para pelanggannya. Hal tersebut di lakukan untuk

meminimalisir keluhan-keluhan dari pelanggan setelah acara selesai.

Terus saya menikah sama bapak. 2005 itu menikah, tapi itu saya, ya

tetep masih ikut orang. Itu berhenti ikut orang e, 2006 anak saya

lahir. Rizal tuh lahir, Pak‟e stop gak usah ikut orang, di rumah aja.

Nek enek pesenan sithik-sithik (Kalau ada pesenan sedikit-sedikit),

diterima gitu, mbak. (W.SO.III.01 : 010-014)

Terus ya akhir e, dari nol itu ya... bisa berhasil, bisa nduwe

karyawan, yo ra ketang sithik. (W.SO.III.01 : 127-129)

Alat e yo dhewe, alatnya punya sendiri. dah punya ini, dah punya

gudang. (W.SO.III.01 : 133-134)

Motor saya kan empat, kayak gini dua, ini kan buat kerja, nek itu kan

buat jalan jalan. (W.SO.III.01 : 089-090)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

189

Saya kepingin e punya anu, mbak, kayak gedung kecil itu, gak usah

besar-besar. Kayak resto kecil tapi resepsi sak gedung e kayak gitu.

Itu rencana saya ke depan itu. (W.SO.III.01 : 465-467)

Yang penting kita terbuka, apa adanya. Rame di depan lah, daripada

nanti sudah selesai ada komplain-an gini –gini kan ga enak. Yang

penting pesenan kayak gini, harganya segini. Yang penting kita sistem

e jujur, terbuka, sama pelanggan. Bonus e segini, anu ne segini.

(W.SO.III.01 : 112-116)

Sosok BW bagi seorang SR adalah sosok yang sederhana dan

berbeda dengan orang lainnya. BW bukan seorang perokok dan SR

merasa nyaman dan tenang hidup bersama dengan BW. Jika BW

harus menjalani masa pembinaan dan harus meninggalkan rumah

dalam waktu yang lama, SR bisa mengerti dengan profesi yang

dijalankan oleh suaminya. Selain itu, BW juga merupakan sosok yang

memiliki daya juang tinggi karena SR yakin bahwa BW berkeinginan

untuk bekerja, untuk memulyakan istri dan anaknya. BW adalah orang

gigih dalam berjuang, begitupun dengan SR.

Ya gimana ya hahahhaa (sambil tertawa). Ya sing nggenah kan aku

ya mbak, ayem, bojo ku ayem, merga ne, ra neko-neko, ra podho

wong liyane, ora ngerokok. Dadi piye yo mbak. Wes ayem ngono

mbak. (W.SO.III.01 : 163-166).

Hmm.. Daya juangnya tinggi, wong kepengen kerja kepengen

mulyakne anak, kepengen mulyakne cucu, ho‟o to. Intine yo podho

gigih lah. Aku gigih,bojoku yo gigih. (W.SO.III.01 : 359-361).

Pada masa awal pernikahan, SR juga pernah jarang pulang karena

harus menginap di rumah pemilik usaha catering tempatnya bekerja.

SR baru akan pulang ke rumah tiga hari atau seminggu sekali. Hal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

190

tersebut berbeda dengan aktivitas BW yang menjalankan masa

pembinaan hanya dari waktu pagi hingga sore hari di setiap harinya.

BW masih bisa tetap pulang ke rumah, karena tempat pembinaan

dengan tempat tinggalnya yang relatif dekat secara jarak dibandingkan

dengan teman-teman atlet difabel lainnya. SR akan ditinggal dalam

waktu yang cukup lama jika BW ikut serta dalam pertandingan di

tingkat nasional maupun internasional.

Udah kebiasa mbak, dari anu mbak, gimana dari awal menikah kan

udah tau profesi masing-masing. Kalau saya kan kemarin pas masih

ikut orang, berapa setahun itu ya pak? Kalau masih ikut orang kan

malah saya jarang pulang.. (W.SO.III.01 : 179-182).

Tempat anu juragannya itu seminggu sekali baru pulang, tiga hari

sekali baru pulang.. Nek trs pak BW kan otomatis itu mbak nek

Pelatnas kan masih di solo, nginep itu jarang, kan trs bisa pulang.

(bapak : sore pulang..) laiya, sore pulang.. Nek pas sing ndak pulang

itu kan pas event, ke Kalimantan Timur, terus Riau, terus Filipin itu....

(W.SO.III.01 : 184-189).

SR menuturkan bahwa ia bisa hidup mandiri karena sudah terbiasa

ditinggal oleh suaminya. SR terbiasa menjalani hidup susah. Ia pernah

ditinggal dalam jangka waktu yang cukup lama saat BW bertanding

ke Filipina padahal di waktu yang sama ia sedang hamil tua. Namun,

SR selalu menanamkan kepercayaan pada suaminya. SR sudah

memahami sifat BW dan ia menerima apa adanya sifat yang dimiliki

oleh suaminya. Ia terus bersyukur dengan apa yang sudah dimilikinya

dan berharap agar suaminya tidak melakukan hal-hal yang bisa

memicu pertengkaran dalam rumah tangga.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

191

Nggak ada, nggak pernah. Udah mandiri wong sering ditinggal, wes

kulino, wes kulino rekoso. Malah pas hamil lagi ditinggal ke Filipin

itu. Paling lama...Malaysia ya, Pak? Ditinggal ya sepuluh hari.

(W.SO.III.01 : 212-215).

Nggak mbak, anu saya kan udah percaya sama bapake.. Udah tau,

yaa udah tau sifate.. Memang kita anu mbak, ya memang terima apa

adanya suami kita, nggak usah neko-neko, syukuri apa yang ada. Sing

nggenah ra sah neko-neko, aku ra neko-neko, bapake yo ra neko-

neko. (W.SO.III.01 : 221-225).

Bagi SR, hal utama yang harus dimiliki dalam kehidupan rumah

tangga adalah rasa saling percaya satu sama lainnya serta pengertian

terhadap posisi masing-masing. Jika suaminya harus latihan, maka

urusan di dalam rumah akan diambil alih oleh SR. SR sudah mengerti

mengerti pekerjaan BW yang menuntutnya untuk bangun pagi

kemudian latihan lari, serta pergi ke kantor di sewaktu-waktu ada

undangan rapat mengenai perencanaan anggaran bagi NPC Jawa

Tengah. Dalam hal keuangan, SR dan BW memiliki komitmen bahwa

tidak ada istilah ―duitku hanya milikku‖, namun jika BW memiliki

uang, maka ia akan menyerahkan uang itu akan diserahkan pada

istrinya untuk di kelola.

Yang utama saling percaya. (W.SO.III.01 : 431).

Ya itu mbak, kita kan ya tau posisine.. Wes koe arep latian, latiano

kono, omah sing ngurusi aku... Mbok kowe yo isuk, jam papat, jam

limo lari-lari mubeng i yo wis, tugasnya, ho‟o to. Sekarang malah anu

tambah, mbak... Sekarang kan tambah, nambah lagi kan sekarang,

jadi ke kantor ya.. mau ke kantor, ikut ke kantor kan sekarang.

Tambah masuk kantor, bagian perencanaan...anggaran...

(W.SO.III.01 : 284-290).

Iyoo.. Dadi ora anu Mbak, ora enek sing, anu, „duit ku „duit ku, „duit

mu „duit mu, ndak. Sakumpama punya uang yowis, tak kek ning anu...

Ndak pernah bawa uang, dia. Enthuk bonus enthuk opo sing nompo

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

192

aku Mbak. Dadi aku nganu Mbak, opo, yo tau, aku dhuwe dhuwit sakmene ki yo ora tak nggo foya-foya. opo kui jenenge, temonjo..

(W.SO.III.01 : 364-369).

Temonjo i... ora... ora... ora nganu... ora nggo tuku neko-neko ngono

lo Mbak. (W.SO.III.01 : 371-372).

Sosok BW terhadap anak, dituturkan oleh SR bahwa BW sebagai

seorang ayah dan atlet tidak pernah memaksa anak untuk mengikuti

jejaknya untuk menjadi seorang atlet walaupun nilai dalam bidang

olahraga dan kemampuan untuk berlari cepat yang dimiliki anaknya

baik. Mengenai kebutuhan pendidikan anaknya, SR dan BW sudah

menyiapkan Tapenas (Tabungan Pendidikan Nasional) untuk anaknya

sampai kuliah.

anakku, dia kalau olah raga juara di sekolahan, dia anu udah

keliatan, tapi bapake nganu, moh mekso... dia olah ragane sak kelas

nomer siji de'e.. Bijine dhuwur dewe, larine banter dewe, menonjol...

tapi bapake ki, nek anake ra njaluk ngono, bapake moh.. ben

mengalir.. mengalir.. (W.SO.III.01 : 245-249)

Nek Rizal itu udah ikut Tapenas.. Tapenas itu tabungan pendidikan

itu, disana...sampai kuliah og. (W.SO.III.01 : 523-524)

Dalam kehidupan bermasyarakat, SR dan BW menjalani kehidupan

sebagaimana umumnya norma, aturan, dan adat yang berlaku dalam

masyarakat. Jika di lingkungan sekitar rumah mengadakan arisan atau

kerja bakti, atau ronda malam, mereka akan mengupayakan diri untuk

ambil bagian dalam kegiatan tersebut. Apabila mereka tidak dapat

melibatkan fisik secara langsung karena tuntutan pekerjaan, namun

mereka akan berupaya menanggung biaya konsumsi dari

penyelenggaraan acara-acara yang berlangsung di lingkungan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

193

masyarakat sekitar rumah mereka. Selain itu, mereka juga

membiasakan diri untuk menysisihkan sebagian penghasilan yang

mereka miliki ke panti asuhan atau memberikan santunan pada anak

atau tetangga yang membutuhkan.

Lak ning masyarakat to Mbak. Ning masyarakat ki sing penting ki

umumen, umume ning masyarakat. Umpomo, umume arisan, arisan.

Kerja bakti, kerja bakti. Nek kene kan wis do mudheng, mbak

lingkungan kene. Nek kene ki kerja bakti dina Minggu kan genah ora

iso. Yo ngko aku ngko gudhangane sing nyekel aku, ngko gantian.

Nah dadi maem, ngono kui kan sing dikeki coffee mix. Ngko nek ono

kegiatan, kegiatan ronda, ngono kui, aku ki ra ketang rong dina pisan

ki nggo roti sak kerdus, nggo rokok, turahan es krim, ngono kui ning

ronda.. (W.SO.III.01 : 305-313).

Nek aku ya... Nek.....pokoke nek dhuwe hasil, kui ora ketang sithik

wae dikekke. Lah kan aku nganu, tak kek‟ke panti asuhan, tak kekke

ning anakku, tak dumke temen ngono kui. (W.SO.III.01 : 383-386).

d. Significant others /Pelatih Pertama dari Subjek Utama I, II, dan III

(SW)

1) Gambaran Personal

SW merupakan pelatih dari subjek utama I, II, dan III. SW bekerja

sebagai tenaga pendidik atau dosen Jurusan Pendidikan Olahraga

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

(JPOK UNS) sekaligus pelatih cabang olahraga atletik di National

Paralympic Committee (NPC) Indonesia sejak tahun 2011. SW

memiliki ciri-ciri fisik yakni berkulit sawo matang, potongan rambut

laki-laki di atas bahu dan berambut agak keriting serta memiliki tinggi

kurang lebih 163 cm.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

194

Pada saat proses pengambilan data wawancara, SW datang

menemui peneliti setelah selesai bermain badminton di lapangan

Kampus POK FKIP UNS, Manahan. SW di wawancarai pada hari

Selasa, 12 Januari 2016, pukul 13.20 sampai dengan 13.50 bertempat

di masjid kampus POK FKIP UNS, Manahan. Saat ditemui, SW kaos

lengan pendek dengan dominansi warna biru muda dan menggunakan

celana pendek sepanjang lutut kaki berwarna hijau army. Wajah SW

terlihat kemerahan karena SW baru saja selesai melakukan

pertandingan badminton. SW menjawab setiap pertanyaan yang

diajukan oleh peneliti dengan jawaban yang jelas dan terstruktur.

Selain itu, SW juga bersikap terbuka kepada peneliti mengenai dirinya

dan aktivitas sehari-harinya.

2) Hasil Wawancara

SW bekerja sebagai dosen cabang olahraga atletik di jurusan POK,

FKIP, UNS sekaligus menjabat sebagai kepala pelatih dan pelatih atlet

difabel cabang olahraga atletik di NPC Indonesia. SW sudah menjadi

pelatih di NPC Indonesia sejak tahun 2011.

Kalau di sini saya dosen cabang olahraga atletik. (W.P.I.01 : 008)

Jadi kalau di NPC jadi pelatih atletik sama bidang cabang

kepelatihan. (W.P.I.01 : 010-011)

Kalau sayakan kalau di sini kepala pelatih, jadi membawahi pelatih-

pelatih itu. Tapi saya sehari-harinya spesifik di lari. (W.P.I.01 : 031-

032)

Saya mulai tahun 2011 (W.P.I.01 : 035)

Sebagai seorang pelatih, SW memberikan perlakuan yang sama

saat melatih atlet difabel dan atlet normal hanya pendekatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

195

psikologisnya saja yang berbeda. Saat pembinaan dan pemberian

program di lapangan, posisi antara orang yang normal dan difabel

menyatu, sudah ada penerimaan satu sama lain. Walaupun kadang ada

beberapa atlet difabel yang baru terlibat dalam program pembinaan

akan merasa takut. Selama pembinaan dan pemberian program, SW

akan memperlakukan para atlet difabel sama seperti atlet normal saat

melatih fungsi fisiologisnya (jantung, paru-paru, peredaran darah),

namun berbeda secara fungsi anatomis, karena kondisi difabilitas dari

masing-masing atlet berbeda. Ada yang hanya memiliki satu tangan,

pun ada yang hanya memiliki kedua kaki namun tidak memiliki kedua

tangan. Hal tersebut tentunya menuntut SW untuk membuat program

pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan para atlet dan tingkatan

pemahaman mereka dalam dunia olahraga.

Kalau saya memperlakukan hampir sama tapi pendekatan

psikologisnya yang berbeda. (W.P.I.01 : 040-041)

Mereka sama kita sudah menyatu juga karena sudah familiar, kita

sudah saling terima, mereka saya terima dan mereka juga menerima

saya. Jadi secara sosial psikologis itu juga sama, tapi kalau memang

orang baru agak takut kalau ada papa. (W.P.I.01 : 043-046)

Ya hampir sama, kalau saya melatihnya secara fisiologisnya kan

sama. Tapi yang beda secara anatomis. Kalau fisiologisnya sama jadi

mereka juga jantung, paru-paru, peredaran darah, napas kan sama,

otot sama, tapi secara anatomis yang beda. Ada yang tangannya satu,

kakinya kurang atau bagaimana itu, yang beda itu. Kalau secara

fisiologis sama. Saya pendekatannya juga untuk program

pelatihannya sama, cuma porsinya yang disesuaikan. Itu pun kalau

atlet normal juga begitu. Porsinya juga beda-beda, yang level tinggi

level rendah level bawah itu berbeda. (W.P.I.01 : 056-065)

SW mengungkapkan bahwa salah satu hal yang ia sukai saat

melatih atlet difabel adalah mereka memiliki motivasi yang tinggi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

196

dibandingkan dengan atlet normal. Hal tesebut dikarenakan para atlet

difabel memiliki harapan dan tujuan untuk merubah nasib mereka

melalui bidang olahraga agar mereka lebih diakui keberadaannya di

masyarakat lewat prestasi yang mereka berikan untuk negara. Dalam

kehidupan bermasyarakat di Indonesia, kaum difabel masih banyak

yang hidup termarginalkan. Melalui NPC, pemerintah sedang

berupaya untuk memandirikan dan memberdayakan kaum difabel,

karena hampir sebagian besar kaum difabel berasal dari golongan

ekonomi menengah bawah. Saat ini, jika para atlet difabel bisa

menjuarai suatu event pertandingan dan pulang ke Indonesia

mendapatkan medali emas, perak, atau perunggu, mereka akan

diberikan bonus dan berbagai fasilitas dari pemerintah sebagai bentuk

apresiasi atas prestasi yang mereka dapatkan. Berbagai bonus dan

fasilitas itu dapat dijadikan modal untuk merintis atau

mengembangkan usaha.

kalau difable itu kan saya sukanya itu motivasinya tinggi. (W.P.I.01 :

070-071)

Lebih tinggi dari orang biasa. Karena kan mereka itu kebanyakan

melalui olahraga pengen merubah nasib, kemudian pengen untuk

ekspresi, untuk aktualisasi diri supaya diakui masyarakat, diakui

pemerintah untuk menyumbangkan nama baik untuk negara begitu

melalui olahraga. Karena kan kalau mereka cari kerja di luar kan

bersaing dengan orang normal kan susah. Kalau misalkan mereka

bawa map bawa ijazah, kakinya pincang itu udah tersingkir terlebih

dahulu. Belum masuk udah tertutup pintunya. Seringkali kan seperti

itu penerimaan masyarakat kita terhadap difable kan belum begitu.

Ya kita akui. dan memang di negara kita, kalau boleh saya ngomong

itu, keramahan kita terhadap orang lemah itu kurang. Orang lemah

itu kan misalnya kaum difable, kaum perempuan, anak-anak itu kan

masih kurang. Kurang ramah. misalnya orang lemah kan kurang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

197

diterima, disingkirkan, terus apa namanya, e ditindas kan kebanyakan

kan begitu. (W.P.I.01 : 073-088)

Iya memang diantaranya kan kalau pemerintahkan mau

memasyarakatkan e apa namanya jadi difable itu supaya mandiri,

supaya diberdayakan. Pemberdayaannya melalui diantaranya itu.

Kemudian terus masyarakat difable sendiri mereka merubah nasibnya

melalui olahraga itu. Motivasinya tinggi karena itu. Karena rata-rata

kan yang difable ini kan masyarakat menengah ke bawah. Jadi begitu

itu kemudian dapat penghargaan. Kebetulan penghargaan

pemerintahkan mulai luar biasa. Mulai tahun ini itu mau disamakan

persis dengan yang normal. Bonusnya, kemudian fasilitas-fasilitas

yang diberikan, termasuk gaji dan seterusnya sama, kan itu luar

biasa. (W.P.I.01 : 098-109)

Iya yang pelatnas itu kan digaji. Termasuk saya pelatih kan juga

digaji. Kemudian menang dapet bonus. Kemudian kan mereka setelah

dapet bonus, mereka untuk usaha, untuk modal begitu. (W.P.I.01 :

111-114)

SW menegaskan bahwa saat berinteraksi di lapangan antara para

pelatih dan atlet baik normal maupun difabel semua menyatu. Mereka

saling menerima satu sama lainnya bahkan terkadang saling melempar

canda. Apabila ada diantara mereka yang masih baru bergabung,

wajar jika di awal merasa canggung, namun lambat laun mereka pun

akan saling menerima.

Kita karena sudah menyatu seperti yang tadi saya sampaikan. Itu kan

secara sosial itu udah anu udah tidak ada.. anu .. kita saling

menerima. Mereka menerima kita, kita orang-orang yang dari UNS,

dari yang direkrut NPC itu, yang melatih itu kan mereka orang

normal itu saling menerima. Akhirnya kita jadi satu, udah gak ada

perbedaan, biasa aja, kita di lapangan bercanda itu biasa aja.

Kemudian di antara mereka satu komunitas kan seperti itu, satu

komunitas yang sama itu kan menjadi saling bisa menerima. Bagi

orang lain yang belum pernah ke situ mungkin takut ada apa- ada apa

terus mereka takut tidak bisa diterima oleh orang lain itu. Kalau anu,

kalau belum menyatu… tapi kalau udah menyatu udah biasa.

(W.P.I.01 : 143-159)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

198

Dalam masa pembinaan dan pemberian program yang

diselenggarakan oleh NPC Indonesia ada permasalahan yang hingga

saat ini terus dicarikan solusinya, yaitu para atlet yang sudah

berkeluarga dan sering meminta izin untuk pulang ke rumah.

Adakalanya para atlet diberikan izin untuk pulang, namun dalam

masa-masa tertentu mereka tidak diperkenankan untuk pulang karena

harus menjalankan pembinaan secara maksimal. Seringkali beberapa

atlet langsung memutuskan untuk pulang tanpa meminta persetujuan

dari para pelatih. Solusinya, para pelatih akan member tekanan pada

atlet untuk tetap melaksanakan latihan secara mandiri walaupun

berada di rumah dan memastikan mereka segera kembali ke tempat

pembinaan.

Ya itu memang juga salah satu permasalahan yang dipikirkan oleh

NPC yang harus dicarikan solusinya. Terutama yang sudah

berkeluarga, kalau yang belum berkeluarga itu sini ga masalah. Gak

pulang. Bahkan ada yang gak pulang sama sekali selama 10 bulan

kalau yang belum berkeluarga. Yang sudah berkeluarga memang jadi

ya ada masalah ada problem. la itu di NPC kemarin diberikan

kelonggaran tapi harus seizin pelatih sama koordinasi gitu. Karena

kan ada masa-masa tertentu yang mereka boleh pulang izin dulu, tapi

ada yg tidak boleh gitu. sesuai dengan periodisasi latihan. (W.P.I.01 :

168-177)

Ya orang banyak ya ada aja. Tapi kita terus anu kita harus hubungi,

ditekan supaya mereka meskipun itu mereka pulang di sana juga

latihan gitu. Kalau bisa segera disuruh kembali gitu. Kita kan juga

punya ada aturan-aturannya. Tapi ada aja yang gitu nyuri-nyuri

pulang. Tidak izinkan nekat. Kan udah ada jatahnya, ini udah pulang

harusnya gak pulang ada yang pulang lagi minta izin gak diizinkan

nekat itu juga ada. Tapi kita ya berusaha menekan mereka supaya di

rumah tetep latihan. Kalau sudah gak ada urusan supaya cepat

kembali. (W.P.I.01 : 180-188)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

199

SW menjelaskan bahwa sebenarnya olahraga jenis apapun

memiliki keunggulannya tersendiri. Salah satunya cabang olahraga

atletik yang digolongkan sebagai olahraga terukur. Pemilihan cabang

olahraga disesuaikan dengan minat dan klasifikasi yang dimiliki oleh

masing-masing atlet. Dalam cabang olahraga atletik, atlet akan

dituntut porsi yang lebih besar dan banyak dalam latihan fisiknya. Hal

tersebut tentu saja berbeda dengan jenis olahraga tidak terukur (bulu

tangkis, tenis meja, sepak bola), selain fisik mereka juga harus melatih

teknik dan strategi dalam permainan.

Sebenarnya sama saja cuma bedanya kalau atletik itu olahraganya

lebih terukur. Kalau yang tenis meja itukan tidak terukur. Itukan

sesuai dengan pilihan masing-masing ada yang suka atletik, ada yang

pretasinya di atletik ada yang di bulu tangkis, ada yang tenis meja.

Perbedaan yang menonjol itu malah di olah raga yang beregu.

Beregu itu seperti sepak bola, bola voli gitu. Kalau tenis meja

kemudian atletik itu kan sama-sama individu perorangan, itu hampir

sama. Cuma perbedaannya ya ini terukur itu tidak terukur. Itu kan

sesuai dengan bidang yang ditekuni. (W.P.I.01 : 193-202)

Ya.. anu, masing-masing sudah porsinya sendiri-sendiri. Kalau atletik

kan e dominan fisik. Jadi ya otomatis porsinya juga harus lebih

tinggi, lebih banyak. Kalau olahraga bulu tangkis, tenis meja itukan

fisiknya juga tapi ada unsur teknik, strategi, dan seterusnya yang juga

banyak. Jadi sesuai porsinya aja. cuma kalau masalah bobot

sebenarnya relatif. Kalau berat ringannya relatif. Cuma orang

menganggap olahraga atletik itu lebih berat katanya gitu. Tapi dari

kajian olahraga ya memnag porsinya begitu. Karena kalau olahraga

atletik itu dominan fisik, kalau yang bulu tangkis ada unsur dominan

diantaranya teknik dan strategi. (W.P.I.01 : 205-215)

Ketika SW dimintakan pendapat mengenai BW, salah seorang atlet

difabel asal Solo yang menjadi narasumber dalam penelitian ini, SW

mengataatkan bahwa BW termasuk atlet yang bagus. BW memiliki

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

200

sifat peduli dan suka menolong orang lain. Saat ini BW sudah menjadi

seorang wirausahawan sukses yang memiliki banyak anak buah.

Secara ekonomi, BW adalah salah satu atlet yang dapat dijadikan

teladan bahwa ia bisa merubah nasibnya melalui bidang olahraga

dikarenakan motivasinya yang tinggi.

Oh Pak BW yang mantan atlet ya. Dulu atlet tapi sudah karena usia

sekarang usaha, ya itu dia usaha itu ya karena hasil ikut NPC. Jadi

prestasi itukan terus untuk modal usaha. Sekarang bisa untuk

wirausaha kan udah punya anak buah banyak. Secara ekonominya

udah bagus. Kalau dulu ya pas-pasan. Banyak yang seperti itu, jadi

mereka merubah nasibnya dengan olahraga, maka motivasinya

tinggi. (W.P.I.01 : 222-228)

Kalau dia termasuk bagus juga, enak. Suka, kan karena dari NPC kan

terus sama orang-orang NPC juga care juga. juga suka ngebantu

menolong gitu. (W.P.I.01 : 247-249)

Secara keseluruhan, para atlet difabel patuh dan tunduk pada

perintah yang diberikan oleh pelatih, karena program yang diberikan

oleh pelatih memang harus mereka laksanakan agar mereka menjadi

juara. Selain itu, para atlet juga memiliki daya juang yang tinggi.

Pembangunan mental para atlet dibangun melalui program

pembangunan mental situasional dan insidental. Metode yang

digunakan seperti ceramah, pelatihan dalam ruangan besar, ataupun

arahan di lapangan.

Kalau latihan, relatif para atlet tunduk pada pelatih. Ya relatif tunduk

karena memang ya itu hal yang harus dilalui untuk mencapai juara.

(W.P.I.01 : 255-257)

Daya juangnya Rata-rata tinggi. Karena motivasi itu jadi daya

juangnya tinggi. (W.P.I.01 : 259-260)

Kalau mental situasional. Dari pemerintah juga ada dari prima itu

program latihan mental secara insidental. Kalau insidental itu kan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

201

misalnya hari ini besok pembinaan mental hari ini latihan ceramah

atau apa itu. Kalau saya situasional. ketika mereka tidak semangat

saya beri semangat. Ketika mereka sudah semangat ya kita dorong

kita pelihara saja. Juga situasional. Tapi secara terus-menerus, setiap

ketemu sesuai dengan kebutuhan. (W.P.I.01 : 292-299)

Para pelatih akan melatih para atlet sesuai dengan porsi dan

kemampuan masing-masing atlet. SW mengungkapkan bahwa

kebanyakan atlet difabel yang masuk ke dalam NPC Indonesia sudah

relative terkondisikan dan memiliki level yang sudah tinggi. Hal itu

dikarenakan sebagian besar atlet sudah memiliki rasa cinta terhadap

olahraga. Dalam melakukan perekrutan atlet, NPC tidak

melakukannya secara asal. Mereka akan merekrut orang difabel baru

yang disesuaikan dengan klasifikasi pertandingan yang diadakan. Hal

tersebut dilakukan agar pembinaan yang dilakukan efektif, tidak

hanya sekedar menghabiskan dana negara, karena olahraga prestasi

menuntut porsi latihan yang tidak ringan dan para pelatih tidak

memberikan kelonggaran secara bobot fisik walaupun para atlet

adalah seorang difabel. Program yang dibuat sama dengan program

yang diberikan pada atlet normal.

Kita melatih sesuai dengan porsi kemampuan atlet. Tapi kebanyakan

yang masuk disini memang sudah terlatih tapi relatif. Ada yang sudah

bagus, ada yang levelnya sudah tinggi. ada yang sedang ada yang

masih kurang. Tapi rata-rata yang disini suka olahraga ya memang

yang diambil biasanya dari kejuaraan. Yang sudah cukup menonjol.

Tapi ,mungkin kalau dibandingkan dengan level nasional masih jauh.

Tapi kalau saya melihatnya dia berpotensi atau tidak. Kalau

berpotensi oke kita rekrut. Jadi itu ditahapan di perekrutan atlet tadi.

Jadi kita gak merekrut sembarang orang. Jika merekrut sembarang

orang pembinaan tidak efektif, cuma menghabiskan dana, juga

tergantung motivasi mereka. Karena kan untuk prestasi kan latihan

gak ringan. Meskipun difable itu kan saya melatihnya gak kompromi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

202

juga. Jadi sesuai program. Programnya ini ya sudah. Harus kita

jalani. (W.P.I.01 : 305-319)

SW memiliki harapan sebagai seorang pelatih dan pengurus NPC

Indonesia agar NPC semakin maju dan memiliki peran besar serta

memberikan sumbangsih besar pula pada negara melalui kaum

difabel. Ia juga berharap agar kaum difabel bisa terangkat sehingga

mereka tidak lagi disembunyikan, dikucilkan karena dianggap

menakutkan atau memalukan sehingga masyarakat bisa menerima

kaum difabel sebagai salah satu entitas dalam kehidupan

bermasyarakat.

Ya harapan saya sebagai pelatih sama pengurus NPC ya harapannya

NPC makin maju, makin punya peran yang besar, dan memberikan

sumbangan pada negara terhadap terutama kaum difable supaya

mereka terangkat. Supaya dalam mereka yang masih belum terangkat

kan banyak. Kan kebanyakan kaum difable di keluarga itu kan

disembunyikan, dikucilkan karena takut, karena malu dan seterusnya.

Harapan kita NPC nanti punya peran besar mengangkat kaum difable

supaya di masyarakat relatif bisa diterima. (W.P.I.01 : 265-273)

e. Significant others /Pelatih Kedua dari Subjek Utama I, II, dan III

(PW)

1) Gambaran Personal

PW merupakan pelatih dari subjek utama I, II, dan III. PW bekerja

sebagai pelatih cabang olahraga atletik di National Paralympic

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

203

Committee (NPC) sekaligus pengurus di NPC Indonesia dan NPC

Jawa Tengah. PW sudah memulai kariernya di NPC sejak masih

berstatus sebagai mahasiswa S1 jurusan POK FKIP UNS. Saat ini PW

sedang menjalani masa studi akhir strata II di Pasca Sarjana UNS. PW

memiliki ciri-ciri fisik yakni berkulit sawo matang, berambut agak

keriting dengan potongan rambut laki-laki di atas bahu, memiliki

tinggi kurang lebih 170 cm, dan berbadan tegap dan berotot.

Pada saat proses pengambilan data wawancara, PW datang sedikit

terburu-buru dengan motornya karena terlambat 30 menit dari waktu

yang dijanjikan. PW di wawancarai pada hari Senin, 11 Januari 2011,

pukul 14.00 sampai dengan 15.15 bertempat di sekretariat NPC Jawa

Tengah, Gor Manahan, Surakarta. Saat ditemui, PW mengenakan

kemeja dengan motif bergaris dan berwarna biru dongker, celana

jeans panjang, jam tangan di pergelangan tangan kirinya, dan

membawa tas besar berwarna hitam yang diletakkan di sebelah kanan

bawah dekat dengan kakinya. PW sangat kooperatif selama proses

berlangsungnya wawancara dan bersikap terbuka untuk menjawab

setiap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.

2) Hasil Wawancara

PW merupakan pelatih dari ketiga subjek utama. Menurut PW, ST

adalah orang yang memiliki pembawaan diri dan sifat yang keras

serta pola kerja perfeksionis, namun karena saat masa pembinaan ada

banyak rekan sesama atlet difabel lainnya, pola kerja ST yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

204

perfeksionis dapat dirubah. Hal tersebut dilakukan ST agar ia bisa

berbaur dengan teman-teman lainnya sebab teman-temannya tidak

begitu suka dengan pola kerja dirinya yang perfeksionis. Secara

umum, interaksi sosial ST baik. ST juga orang yang memiliki daya

juang tinggi. Daya juang dan motivasi dirinya yang tinggi itu bisa jadi

dikarenakan ia ingin memberikan yang terbaik bagi keluarganya.

Selain itu, program pembinaan yang dibuat oleh PW memang

menuntut para atlet memiliki daya juang yang tinggi agar para atlet

dapat menyelesaikan keseluruhan program dengan baik dan tuntas.

ST itu pada prinsipnya seorang yang keras dia itu, ST itu orang yang

sangat keras kemudian perfeksionis sebenernya, tapi karena banyak

temen di situ, perfeksionisnya itu bisa dia rubah…(W.P.II.01 : 018-

021)

He‟eh, dia bisa.... ya berbaur dengan yang lain, karena memang

temen-temen yang lain pun tidak suka kalau dia seperti itu, seperti itu.

(W.P.II.01 : 023-025)

Kalau... terus apa ya, kalau untuk sosialnya, baik dia, kalau untuk

kepribadian kan tertentu yang bisa menilai nanti. Secara umum

hubungan dia dengan temen-temennya baik, kalau dengan saya kan

istilahnya lebih, saya kan lebih tau dia, karena memang dia di bawah

saya, karena dia kan anak saya istilahnya seperti itu. (W.P.II.01 :

028-033)

Daya juangnya, daya juangnya ST itu luar biasa, e...gimana ya,

emm…(W.P.II.01 : 036-037)

Mungkin ada motivasi lain, selain saya beri motivasi diri, misalnya

dari keluarga atau yang lain, jadi itu, mungkin dia sudah berkeluarga

jadi, dia punya motivasi tambahan karena saya rasa kalau program

yang saya berikan ini, memerlukan semangat juang yang tinggi, kalau

gak memiliki semangat yang tinggi nggak akan habis program yang

saya berikan ini. (W.P.II.01 : 040-045)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

205

PW juga mengungkapkan bahwa ST adalah sosok orang yang

memiliki sifat optimis. Sifat tersebut sangat mendukung dirinya yang

memiliki aktivitas di bidang olahraga, khususnya sebagai seorang

atlet. PW menambahkan, penting bagi seorang atlet untuk memiliki

rasa optimis yang tinggi bahkan menyombongkan diri dalam bidang

olahraga baik untuk membentuk mental bertanding seorang atlet.

Seorang atlet yang justru memiliki sifat kecil hati akan membentuk

mental yang kurang baik bagi dirinya. Seorang atlet yang memiliki

mental bertanding yang tinggi, maka rasa kepercayaan dirinya akan

tinggi pula. Kepercayaan diri yang tinggi sangat diperlukan terutama

dalam olahraga individu seperti atletik. Rasa kepercayaan diri itu

harus tumbuh dari dalam diri seorang atlet, walaupun seorang atlet

tetap membutuhkan motivasi dari luar pribadinya, seperti motivasi

dari pelatih, keluarga, sahabat dan lainnya.

ST itu optimistis, punya jiwa optimis yang baik, itu sangat mendukung

untuk olahraga, karena harus optimis untuk menjadi seorang atlet itu.

(W.P.II.01 : 047-049)

Kalau atlet harus memiliki jiwa yang seperti itu mbak. Jadi nggak

boleh hanya punya rasa sedikit optimis, nggak boleh. Dia harus

punya semangat optimis yang tinggi. Mau menyombongkan diri nggak

masalah kalau untuk olahraga, itu baik untuk mentalnya. (W.P.II.01 :

054-058)

di olahraga itu sangat penting dalam artian untuk mental

bertandingnya dia, kalau dia istilahnya sudah kecil hati, sebelum

bertanding atau dalam hal-hal latihan, mentalnya pasti jelek, mbak.

Dalam olahraga kan nggak baik untuk memiliki mental-mental seperti

itu. Jadi, untuk meningkatkan motivasi ataupun mental dari diri

sendirinya, harus punya rasa seperti itu. (W.P.II.01 : 063-069)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

206

Iya, karena rasa-rasa seperti itu, membangkitkan apa ya…, percaya

diri yang tinggi. Nah, dia kan juga bertanding di olahraga individu,

jadi otomatis apapun beban dia sendiri, bukan dengan temen-temen

yang lain, misalkan seperti sepak bola ataupun olahraga-olahraga

beregu, kan kalau beregu ada temennya? Nah seperti itu, kalau olah

raga individu otomatis mental kepercayaan diri harus tumbuh dari

dia sendiri, selain motivasi dari luar, kalau pelatih kan istilahnya

hanya pengantar mbak, mengantarkan jalan kamu ini, harus lewat ini

ini ini. Keputusan akhirnya kan kembali lagi kepada atlet. Iya,

disamping sudah mendapatkan materi latihan kemudian juga motivasi

tambahan kalau mentalnya dia jelek, sama aja bohong. Memang

untuk meningkatkan mental kan banyak macam cara, he‟eh seperti itu

salah satunya. (W.P.II.01 : 075-088)

PW menjelaskan bahwa pemberian reward atau pujian pada

seorang atlet diberikan secukupnya saja. Jika seorang atlet terlalu

banyak mendapatkan pujian justru ia akan cenderung menjadi atlet

yang malas karena merasa sudah baik. Dalam situasi tertentu,

pemberian reward diperlukan untuk meningkatkan motivasi atau

kepercayaan diri atlet. Contohnya, ketika seorang atlet sedang dalam

kondisi psikis yang buruk maka pemberian reward bisa meningkatkan

kondisi psikisnya menjadi lebih baik.

Iya, reward atau pujian itu kita berikan ya... secukupnya saja. Ndak

usah terlalu berlebihan kalau menurut saya. Kalau nanti saya

memberikan reward atau pujian yang terlalu berlebihan, cenderung

malas untuk seorang atlet “oh ya, saya merasa sudah baik, sudah

begini” dia pasti akan berkata seperti itu, tapi ketika dalam suasana

tertentu, reward itu sangat penting, diberikan kepada seorang atlet.

(W.P.II.01 : 104-110)

Contohnya begini, mood dia lagi jelek, nah... kan untuk psikisnya kan

pasti ndak akan semaksimal pada saat dia memiliki suasana yang

bagus. Nah, itu saya tingkatkan motivasinya salah satunnya dengan

memberikan reward ataupun sanjungan yang lain begitu, ketika dia

sedang mengalami istilahnya psikologi pribadinya tidak enak, karena

mereka kan juga sudah memiliki kehidupan pribadi yang beda-beda,

(W.P.II.01 : 112-118)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

207

PW mengungkapkan bahwa kehidupan pribadi para atlet sangat

berpengaruh pada kondisi atlet selama menjalani masa pembinaan dan

pemberian program. PW juga mengatakan bahwa ada perbedaan

antara atlet yang sudah berkeluarga dengan atlet yang belum

berkeluarga. Atlet yang sudah berkeluarga akan sedikit lebih susah

untuk mengikuti keinginan pelatih apalagi ketika mereka sedang

mengalami masalah dengan keluarga. PW akan melakukan

pendekatan yang berbeda pada atlet yang sudah berkeluarga dan

belum berkeluarga apalagi ketika atlet yang sedang mengalami

masalah pribadi itu memberikan dampak negatif pada latihan yang

sedang dijalaninya.

Sangat berpengaruh apa lagi yang sudah berkeluarga. (W.P.II.01 :

121)

Sangat berbeda. Untuk atlet-atlet yang belum berkeluarga itu, kita

enak. Kita misalkan seperti ini, kamu memiliki pribadi apa, kamu

jangan memberikan alasan pribadi dulu, kamu di sini saya panggil,

saya latih, konsentrasimu dilatih, ya, kalau saya berbicara dengan

orang yang sudah berkeluarga, kan juga berbeda, tentu tidak kan

mbak? Dia harus memikirkan anak, istri, dan lainnya. Nah bedanya

di situ, pelatih antara yang sudah berkeluarga dan tidak berkeluarga

atau belum berkeluarga, itu sangat berbeda ketika dia tengah

mengalami masalah pribadi, efek ke latiannya pun juga lain.

(W.P.II.01 : 123-132)

yang sudah berkeluarga itu, mereka ya sedikit lebih susah, untuk

mengikuti apa yang kita inginkan, ketika dia sedang mengalami

masalah dengan keluarga. (W.P.II.01 : 158-161)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

208

Menurut PW, ST termasuk salah seorang atlet yang bersikap

tertutup mengenai masalah pribadinya sehingga PW memerlukan cara

lain untuk memotivasi ST.

Kalau ST sendiri, menurut peniliaian saya, untuk masalah pribadi

sangat tertutup, seperti itu, jadi ya, harus dicari cara yang lain untuk

memotivasi dia. (W.P.II.01 : 144-146)

Masa pembinaan dan pemberian program yang panjang seringkali

menimbulkan rasa bosan pada diri atlet yang mengakibatkan para atlet

sering pula meminta izin untuk pulang atau tidak latihan. Hal-hal

demikian tentu saja mengganggu keberjalanan program latihan karena

para atlet sudah memiliki jadwal tertentu untuk pelaksanaan program

dan jadwal libur atau istirahat sejenak dari program. Jika program

yang diberikan tidak tuntas maka tujuan tidak akan tercapai. Solusi

dari permasalahan tersebut adalah para atlet bisa membawa

keluarganya untuk tinggal di Solo (tempat berlangsungnya pembinaan

dan pemberian program) atau memanfaatkan waktu libur yang sudah

disediakan untuk pulang ke rumah.

karena dalam sesi latihan itu pasti ada rasa bosan, apalagi dalam

karantina yang panjang, bahkan kemarin kita memberikan karantina

selama 10 bulan. Pasti mereka punya rasa bosan. Dengan rasa bosan

itu, mereka juga istilahnya sering meminta ijin untuk pulang ataupun

sering ijin tidak latihan, lah itukan mengganggu program latihan

sebenernya, sangat mengganggu, karena program latihan itu tidak

ada libur kecuali waktu istirahat yang saya berikan untuk atlet. Jadi

kalau program saya nggak tuntas, otomatis tujuan saya nanti juga

tidak akan tercapai seperti itu, jadi kalau masalah-masalah yang saya

berikan libur, untuk yang berkeluarga ya bisa memakai waktu dengan

keluarga, mungkin dengan keluarga yang dibawa di sini ataupun dia

yang pulang untuk dia yang rumahnya dekat. Kalau yang rumahnya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

209

jauh kemarin mengatasi masalah itu, mereka pulang pada saat kita

memberikan istirahat waktu idul fitri itu aja. (W.P.II.01 : 168-183)

Pemberian jeda waktu untuk pulang bagi para atlet memberikan

kesempatan bagi para pelatih untuk memberikan motivasi pada atlet

agar mereka semakin semangat menjalani masa pembinaan dan

pemberian program. Hal tersebut dilakukan agar para atlet semakin

serius dan bersungguh-sungguh pada saat latihan. Kesungguhan ini

penting untuk mencapai hasil maksimal. Adapun rasa malas dan bosan

yang muncul bisa di atasi dengan banyak bersosialisasi dengan teman-

teman-teman sesama atlet lainnya.

Kita berikan jatah libur, nah seperti itu. Nah setelah dia pulang,

kesempatan saya untuk memberikan motivasi kepada dia. Jangan

sampai kamu pulang nggak membawa hasil ketika kamu balik lagi ke

sini, dengan apa yang sudah kamu lihat pulang, saya berikan seperti

itu. Kamu kalau ke sini, istilahnya kan gitu mbak, kamu nggak latihan

serius, nggak latihan sungguh-sungguh, nggak mengikuti program

yang saya berikan, kamu nggak akan pulang dengan hasil yang kamu

inginkan. Kalau kamu di sini hanya memikirkan yang di sana,

ataupun kamu di sini cuman main-main kan nggak dapet, goal

settingnya nggak dapet. Istilahnya seperti itu. Jadi, ya... itu lagi,

untuk rasa-rasa malas, bosan itu harus dihilangkan dengan cara

latihan ataupun suasana dengan bergaul dengan temen-temennya

yang sedang di karantina itu. Seperti itu. (W.P.II.01 : 185-198)

PW menjelaskan bahwa olahraga bagi kaum difabel selain

memberikan dampak positif bagi untuk meningkatkan taraf hidup

mereka, juga memberikan keseimbangan syaraf. Hal tersebut berarti

bahwa jika orang difabel tidak mau berolahraga maka sebenarnya ia

menganggap dirinya sangat tidak berdaya. Dengan berolahraga,

mereka justru bisa melatih secara maksimal sesuatu yang masih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

210

mereka punya. Olahraga Paralympic sendiri memiliki slogan yang

bunyinya, ―latih apa yang masih kita punya, bukan apa yang harus kita

hitung dari kehilangan kita‖. Jadi, mereka masih bisa berguna dengan

apa yang masih mereka miliki, bukan meratapi sesuatu yang tidak

mereka miliki.

Selain untuk penghasilan mereka, sebenernya untuk kegiatan

olahraga difabel itu malah justru memberikan keseimbangan syaraf

yang lain untuk mereka, istilahnya gini, kalau orang difabel tidak mau

berolah raga, dia mungkin e... terlalu beranggapan, terlalu berat,

istilahnya dia menganggap dirinya sendiri itu sangat cacat, tapi kalau

dia mau berolah raga istilahnya saya masih bisa melatih apa yang

saya punya. Seperti itu. Istilahnya, dia mau memanfaatkan apa yang

dia punya, jadi dia tidak ingin melihat apa yang dia tidak punya

ataupun apa yang dia hilangkan dari tubuhnya itu. Nah, di olahraga

paralympic pun juga ada slogan kan mbak, “latih apa yang masih

kita punya, bukan apa yang harus kita hitung dari kehilangan kita.”

Seperti itu, jadi kan apa yang masih ada dalam tubuh mereka, ya itu

yang mereka gunakan. Tidak usah meratapi apa yang tidak ada

dalam dirinya. (W.P.II.01 : 264-278)

Dalam situasi sedang menjalani masa pembinaan dan pemberian

program, PW dan para pelatih lainnya akan memberikan perlakuan

yang sama bagi atlet difabel seperti mereka melatih atlet normal.

Ketika seseorang sudah masuk ke dalam olahraga Paralympic, maka

yang akan dilihat adalah prestasi yang bisa dia capai atau torehkan,

bukan lagi melihat seberapa besar difabilitas yang dialami oleh orang

tersebut. Para atlet difabel pun menyadari bahwa mereka sudah terjun

ke olahraga prestasi, sehingga mereka tidak boleh hanya sekedar

main-main namun harus memiliki semangat dan tujuan untuk

mencapai hasil terbaik.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

211

Sama, untuk perlakuan tidak ada bedanya, mereka pun juga sama.

Kita anggap sama, sebagai seorang atlet. Tidak ada bedanya lagi,

mbak. Ketika dia sudah masuk ke dalam olahraga paralympic

istilahnya olah raga prestasi ya mbak, kita tidak memandang dia

cacat ataupun tidak, yang kita lihat hanya apa ya, kita melihat dia

untuk berprestasi seperti itu, kita tidak memandang dia difabel atau

cacat itu tadi. Kita pandang, “ini prestasi” seperti itu. Mereka pun

juga sudah menyadari bahwa mereka pun, mereka sudah terjun ke

dalam ladang prestasi, jadi dia juga harus beranggapan, ini olahraga

prestasi, bukan sekedar main-main. Itu aja. (W.P.II.01 : 281-291)

Dalam proses wawancara, selain memberikan pandangannya

tentang ST, PW juga memberikan pandangannya mengenai BW.

Menurut PW, BW adalah sosok yang istimewa. BW memulai usaha

cateringnya dari nol hingga besar seperti sekarang. PW pun mengakui

bahwa dirinya senang berinteraksi dengan BW karena BW bisa

menempatkan dirinya dengan baik, walaupun PW dari segi usia lebih

muda namun BW menghormati PW sebagai seorang pelatih. BW juga

sosok yang baik. Sikap dan kepribadian BW sangat bisa dijadikan

teladan bagi para atlet difabel lainnya. PW sendiri sering belajar

tentang kehidupan dari pengalaman hidup yang dimiliki oleh BW.

Mas BW itu bagus, dari 0 sampai sekarang menjadi seribu gitu. Iya,

itu bener-bener dari nol. Tidak ada basic apa-apapun. Istilahnya gini,

warisan dari orang tua enggak, apa-apa juga enggak. Itu lho.

Memang dia nyari dari nol. Nyari dari enggak punya apa-apa

menjadi punya apa-apa. Bagus itu. Istimewa. Saya seneng sama Mas

BW ini. (W.P.II.01 : 544-549)

Kalau Mas BW ini bisa menempatkan posisinya dimana saja. Iya,

sangat senang saya. Walaupun saya lebih muda ya. Saya lebih muda,

dia bisa menempatkan ketika saya diluar, di lapangan dan

sebagainya. (W.P.II.01 : 559-562)

Iya, Mas BW itu orangnya sangat baik soalnya. (W.P.II.01 : 564)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

212

Iya, Mas BW itu kan juga sebagai contoh. Saya ambil contoh

misalnya kepada atlet-atlet junior. Itu Mas BW sering saya ambil

contohnya (W.P.II.01 : 566-568)

Mulai dari sikap, kepribadian sama hasilnya, istilahnya ya jerih

payah Mas BW itu. Kalau pengalaman hidup, saya juga belajar

banyak sama Mas BW. Diluar latihan, kalau dilatihan mas BW

belajar sama saya. Kalau masalah hidupkan sama dia. (W.P.II.01 :

570-574)

PW menuturkan bahwa BW memiliki sikap sederhana yang tidak

pernah berubah. BW sendiri mengenyam pendidikan hingga bangku

perguruan tinggi. Di masa lalu, seorang difabel bisa mencapai

pendidikan tinggi adalah suatu prestasi besar, BW pernah melalui

masa saat ia dipandang remeh oleh orang-orang disekitarnya. Namun,

BW berhasil membuktikan bahwa seorang difabel bisa menuntaskan

pendidikan tingginya dengan baik. Selain itu, BW sering dijadikan

teladan sebagai seseorang yang mampu mengatur keuangannya

dengan baik. PW sering memberikan arahan bagi para atlet untuk

memiliki kemampuan yang baik dalam mengatur keuangannya agar

setelah mereka tidak bisa menuai prestasi dalam bidang olahraga,

mereka masih memiliki modal untuk membangun usaha.

Itu dulu bagaimana orang-orang memandang, bagaimana orang-

orang melihat itu, pasti ada. Opo isoh kowe kuliah dan lain

sebagainya. Apalagi dulu loh mbak. Kalau sekarang kan udah gak

ada kayak gitu. Dulu loh mbak, jadi orang-orang lama. Makanya

saya berikan contoh, orang-orang dulu itu. Kalau masalah

memandang difabel, lebih kejam orang-orang dulu daripada orang-

orang sekarang. Mas BW itu ya, dari dulu sampai sekarang ya

sederhananya seperti itu. (W.P.II.01 : 582-589)

… Mas BW saya contohkan lagi, dia kan sebagai seorang yang bisa

me-manage pengahasilan yang sangat bagus. Bagaimana saya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

213

sekarang, memberi motivasi pada atlet itu bagaimana me-manajemen

uang yang didapet. Misalkan investasi tanah,investasi rumah,itu pasti

saya berikan. Jangan sampai kamu sudah beruang kamu lupa

investasi. Atau masa depanmu ya habis cuma sampai itu aja.

(W.P.II.01 : 605-611)

PW juga menjelaskan bahwa ia sangat paham mengenai proses BW

dalam memulai usahanya. PW menjadi saksi sejarah jatuh bangunnya

BW untuk mengembangkan usahanya sehingga ketika PW banyak

memberikan pandangannya mengenai BW, hal itu dikarenakan PW

mengetahui proses yang dijalani oleh BW tidak hanya melihat hasil

yang dicapai oleh BW. Kesederhanaan yang dimiliki BW adalah

bentuk konsistensi BW pada pribadinya. PW menceritakan bahwa ada

banyak atlet saat mereka berada di atas angin akan lupa dengan orang-

orang yang dulu pernah membersamainya bahkan kepribadiannya

banyak yang berubah.

prosesnya mas BW itu saya tahu. Bukan seperti Bob Sadino atau

orang-orang terkenal yang katanya dari ini ini ini itu kan saya gak

tau prosesnya. Tapi kalau mas BW, saya sendiri ada dalam

prosesnya, saya tau prosesnya. Bagaimana dari belum ada menjadi

ada banget, begitu. Tau saya. Kalau orang-orang memberi motivator

disana-sana itu kan saya taunya setelah jadi aja. Kalau mas BWkan

saya tahu prosesnya. Bagaimana ia mengatasi seperti ini seperti ini,

tau saya. Nah itu bedanya saya bisa ngomong tentang mas BW karena

itu, karena saya tahu prosesnya bukan hanya liat hasilnya. (W.P.II.01

: 628-638)

Gini, dulu juga ada, tapi setelah berhasil, dia tidak konsisten dengan

pribadinya. Misalnya gini, sudah diatas, sudah lupalah. Dengan

dulunya sederhana,terus sekarang tak acuh dan mungkin

kepribadiannya berubah. Terus kalau saya sendiri kan tahu, siapa

yang dulunya seperti ini dan lain sebagainya. Ya kalau dari mas BW

saya senengnya begitu. Dari dulu sampai sekarang ya kayak gitu

terus gak ada berubah. (W.P.II.01 : 696-702)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

214

Diakhir sesi wawancara, PW juga memberikan pandangannya

mengenai AS. Bagi PW, AS juga memiliki kematangan dalam

kehidupannya. Perjuangan yang dilakukan AS dengan anak

perempuannya untuk mencari istri pertamanya hingga akhirnya AS

menikah lagi dan tinggal dengan istri dari pernikahannya yang kedua

dan anak perempuannya. Menurut PW, AS juga bisa menjaga

konsistensi dari kepribadiannya sebagai seorang atlet, tidak ada

perubahan yang mengarah ke hal-hal negatif pada diri AS saat ia bisa

menorehkan suatu prestasi di bidang olahraga.

Kalau kehidupan juga mateng itu, AS itu. Perjuangan sama anaknya.

(W.P.II.01 : 748)

He‟e, saya bilang tidak ada perubahan itu tadi yang saya sampaikan

itu tadi. (W.P.II.01 : 754-755)

D. Pembahasan

Peneliti melakukan analisis dan menerjemahkan hasil wawancara penelitian

dalam tahap pembahasan. Peneliti memasukkan hasil wawancara ke dalam

kategori-kategori. Proses penafsiran dan penerjemahan ini akan dilakukan dengan

membandingkan, mencari hubungan sebab akibat, mencari keterkaitan antara satu

kategori dengan kategori yang lain untuk mendapatkan pola hubungan

antarkategori agar memperoleh jawaban dari pertanyaan penelitian yang peneliti

ajukan.

1. Latar Belakang Kehidupan Subjek

a. Riwayat Difabilitas dan Latar Belakang menjadi Atlet Difabel

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

215

Tabel 7,

Perbandingan Gagasan dan Identifikasi Riwayat Difabilitas dan Latar

Belakang menjadi Atlet Difabel,

Tema

Gagasan

Subjek I (ST) Subjek II (AS) Subjek III (BW)

Riwayat

Difabilitas Subjek

mengalami

kecelakan

kelas 2 SMA

saat subjek

pulang

sekolah.

Subjek mengendarai

motor lalu

ditabrak oleh

bus di jalan

sepanjang

pantai utara

(Pantura)

kawasan

Indramayu

sehingga kaki

kirinya harus

diamputasi.

Subjek menjadi

difabel sejak

balita akibat sakit

setelah diberikan

suntik imunisasi

yang

mengakibatkan

seluruh tubuhnya

menjadi lemas

kecuali

kepalanya.

Subjek menjalani beberapa

pengobatan medis

hingga akhirnya

sembuh dan

hanya kaki

kanannya saja

yang layu hingga

saat ini.

Subjek

mengalami

kecelakaan saat

kelas 5 SD.

Subjek jatuh akibat olahraga

lompat tinggi

dan subjek

mendapatkan

penanganan

yang salah oleh

para co-ass

yang

mengakibatkan

subjek harus

hidup dengan

kondisi tangan

kiri yang kaku

dari lengan atas

hingga

pergelangan

tangan.

Latar

belakang

menjadi atlet

difabel

Subjek menjadi atlet

karena subjek

memiliki hobi

olahraga sejak

kecil dan

sudah sering

ikut lomba

lempar

lembing.

Kecintaan

subjek pada

olahraga

membuat

subjek terus

bertahan

hingga hari

Subjek pernah melihat berita di

suatu media

cetak yang

memuat nama

salah satu

temannya

berhasil

membawa

medali. Subjek

termotivasi untuk

terjun di dunia

olahraga untuk

mendapat medali

dan menjadi

PNS.

Subjek sendiri

Subjek sudah menyukai

olahraga atletik

sejak SD.

Subjek diajak

oleh gurunya

untuk

bergabung

menjadi atlet

atletik dalam

kompetisi

olahraga

bersaing

dengan orang

normal dan

subjek menang.

Setelah BPOC

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

216

ini.

Selain itu, subjek ingin

meningkatkan

taraf hidupnya

dengan

prestasi yang

ia dapatkan di

dunia

olahraga.

sejak remaja

memang sudah

sering

beraktivitas

menggunakan

kursi roda

berkeliling Solo,

hal tersebut

menjadi alasan

subjek sebagai

atlet balap kursi

roda.

merubah

fungsinya

sebagai

olahraga

prestatif,

subjek

bergabung dan

terus menjadi

atlet atletik

hingga

sekarang.

Setiap subjek memiliki riwayat difabilitas sama yang disebabkan

kecelakaan pada masa perkembangan yang berbeda-beda. Subjek utama I

(ST) mengalami kecelakaan pada masa perkembangan remaja, subjek

utama II (AS) pada masa perkembangan anak awal, dan subjek utama III

(BW) pada masa perkembangan anak akhir. Namun, setiap subjek

memiliki latar belakang menjadi atlet difabel yang berbeda-beda walaupun

sejak masa kecil dan remajanya, ketiga subjek sudah memiliki pengalaman

bahkan hobi di bidang olahraga. Subjek utama I (ST) dan subjek utama III

(BW) mengaku menjadi atlet difabel karena sudah menyukai aktivitas di

dunia olahraga sejak kecil dan sering mengikuti berbagai kejuaraan,

sedangkan subjek utama II (AS) menjadi atlet difabel karena keinginannya

mendapat medali dan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Berdasarkan

hal tersebut, maka faktor ekonomi dan hobi atau minat (sense of interest)

menjadi faktor-faktor yang melatarbelakangi subjek untuk menjadi atlet

difabel.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

217

b. Kondisi Internal Subjek

Kondisi internal merupakan kondisi dari dalam diri subjek

berkaitan dengan dampak pasca subjek mengalami kecelakaan dan

menjadi seorang difabel, seperti kondisi kesulitan fisik dan kesulitan

psikologis. Kondisi internal ini berpengaruh untuk melihat gambaran

hardiness pada diri subjek.

Tabel 8,

Perbandingan Gagasan dan Identifikasi Kondisi Internal Subjek,

Tema

Gagasan

Subjek I (ST) Subjek II (AS) Subjek III (BW)

Kondisi

Kesulitan

Fisik

Subjek mengalami

amputasi kaki

dari paha

bagian atas

hingga telapak

kaki bagian

kiri.

Saat berjalan subjek

menggunakan

kaki palsu atau

alat bantu krek.

Subjek mengalami

kelayuan pada

kaki kanannya.

Saat berjalan subjek

menggunakan

kaki palsu atau

alat bantu krek.

Subjek mengalami

tangan kiri yang

kaku dari

lengan atas

hingga

pergelangan

tangan.

Kondisi

Psikologis Subjek pernah

merasa

depresi berat

bahkan

memutuskan

untuk bunuh

diri, namun di

halangi oleh

orang lain.

Subjek pernah melarikan

dirinya di

jalanan

hingga

terkena

Subjek lebih

menerima

difabilitas yang

subjek alami

karena subjek

sudah

mengalaminya

sejak kecil.

Subjek pernah hidup dijalanan

karena

merasakan

sulitnya mencari

pekerjaan

dengan

Subjek pernah

merasa kecewa

karena subjek

tidak bisa

merealisasikan

cita-citanya

untuk menjadi

tentara namun

subjek

membayar itu

semua dengan

prestasi yang

ditorehkannya

sejak kecil.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

218

narkoba,

minuman

keras, rokok.

Subjek merasa teman-teman

dan pacarnya

memperlakuk

an dirinya

berbeda

setelah ia

mengalami

kecelakaan.

keterbatasan

yang dimilikinya

serta ketika

subjek

mengalami

keretakan dalam

pernikahannya

yang pertama.

Subjek pernah ngamen,

merokok dan

minum-minuman

keras saat hidup

di jalanan.

Terdapat beberapa perbedaan dan persamaan dalam kondisi

internal masing-masing subjek. Ketiga subjek adalah difabel daksa. Subjek

utama I (ST) mengalami amputasi kaki kiri, subjek utama II (AS)

mengalami kelayuan fungsi kaki kanan, dan subjek utama III (BW)

mengalami kondisi tangan kiri yang kaku dari lengan atas hingga

pergelangan tangan. Dalam beraktivitas sehari-hari, subjek utama I dan II

menggunakan alat bantu kaki palsu atau kruk.

Kondisi psikologis yang dirasakan subjek setelah mengalami

kecelakaan berbeda-beda. Namun, difabilitas yang mereka alami

mempengaruhi kehidupan subjek secara keseluruhan. Hal tersebut sesuai

dengan yang dikatakan oleh Tentama (2010), bahwa kekurangan yang

terdapat pada salah satu bagian tubuh individu dapat mempengaruhi

individu tersebut secara keseluruhan.

Subjek utama I (ST) dan subjek utama II (AS) pernah sama-sama

hidup menjadi ―orang jalanan‖ dan terlibat dalam aktivitas seperti :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

219

merokok, minum-minuman keras, dan menjadi pengamen, walaupun

keduanya memiliki alasan berbeda ketika memutuskan untuk menjalani

hidup sebagai ―orang jalanan‖. Subjek utama I (ST) bahkan sempat

memiliki lintasan pikir untuk bunuh diri akibat difabilitas yang

dialaminya, namun urung dilakukannya karena dicegah oleh orang lain.

Sedangkan subjek utama III (BW) pernah merasa kecewa atas difabilitas

yang dialaminya karena tidak bisa menggapai cita-citanya, namun BW

membayar kekecewaannya dengan prestasi yang di peroleh di bidang

olahraga.

c. Kondisi Eksternal Subjek

Kondisi eksternal merupakan kondisi di luar diri subjek berkaitan

dengan dengan dampak pasca subjek mengalami kecelakaan dan menjadi

seorang difabel, seperti stigma masyarakat dan dukungan keluarga.

Kondisi eksternal ini berpengaruh untuk melihat gambaran hardiness

pada diri subjek.

Tabel 9,

Perbandingan Gagasan dan Identifikasi Kondisi Eksternal Subjek,

Tema

Gagasan

Subjek I (ST) Subjek II (AS) Subjek III (BW)

Stigma

Masyarakat Subjek pernah mendapatkan

Subjek pernah tidak mau

Difabilitas yang dialami subjek

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

220

stigma negatif

karena subjek

pernah banyak

menghabiskan

waktunya di

jalan,

merokok,

minum-

minuman

keras, bahkan

narkoba.

Teman-teman dan pacar tidak

lagi

memperlaku-

kan subjek

seperti

sebelum

subjek

mengalami

kecelakaan

berangkat sholat

Jum‘at karena

sering di ledek

oleh anak-anak

yang solat di

masjid tersebut

dan subjek

merasa tidak

nyaman dengan

hal tersebut.

tergolong

ringan sehingga

subjek tidak

mendapatkan

banyak stigma

negatif dari

masyarakat

sekitar.

Dukungan

Keluarga Keluarga

mendukung

subjek untuk

menjalani

kursus

keterampilan

bidang

perbengkelan

di salah satu

lembaga

pelatihan para

difabel di

daerah

Jakarta.

Istri subjek pernah

menjadi atlet

difabel dan ia

mendukung

penuh

aktivitas

subjek dalam

bidang

olahraga.

Ibu subjek tidak

pernah

memperlakukan

subjek seperti

seorang difabel.

Sejak kecil subjek tetap bisa

bermain,

memanjat pohon

seperti layaknya

anak-anak yang

lainnya.

Istri subjek juga

seorang atlet

difabel dan

mendukung

penuh aktivitas

subjek sebagai pengurus NPC

sekaligus atlet

difabel.

Orang tua

awalnya

kecewa karena

subjek tidak

bisa menjadi

tentara, namun

lama-kelamaan

mendukung

subjek karena

prestasi yang

ditunjukkan

subjek di

bidang

olahraga.

Istri subjek mendukung

penuh aktivitas

subjek sebagai

pengurus NPC

sekaligus atlet

difabel.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

221

Terdapat persamaan dalam kondisi eksternal masing-masing

subjek. Subjek utama I (ST) dan subjek utama II (AS) pernah mendapat

stigma negatif dari lingkungan sekitarnya akibat difabilitas yang miliki,

namun subjek utama III (BW) tidak mendapat stigma negatif dari

lingkungan sekitarnya. Hal tersebut dikarenakan difabilitas yang dialami

BW tergolong lebih ringan dari difabilitas yang dialami oleh ST dan AS.

Selain itu, ketiga subjek mendapatkan dukungan dari keluarga yang baik

terhadap aktivitasnya dalam dunia olahraga. Maka, faktor keluarga

menjadi salah satu faktor penunjang bagi hardiness yang dimiliki masing-

masing subjek. Pernyataan tersebut senada dengan yang di ungkapka oleh

Seligman (dalam Bissonnette, 1998) bahwa, hubungan positif dengan

orang tua (ayah dan ibu) memberikan kontribusi untuk pengembangan

profil diri yang tangguh pada individu.

2. Gambaran Latar Belakang Keluarga dan Lingkungan

Tabel 10,

Perbandingan Latar Belakang Keluarga dan Lingkungan,

Aspek Subjek I (ST) Subjek II (AS) Subjek III (BW)

Latar

Belakang

Keluarga

Ayah dan Ibu sudah bercerai

sejak subjek

berusia 5

tahun.

Subjek sangat jarang

bertemu

dengan

ayahnya,

bahkan ketika

Ayah dan Ibu bekerja sebagai

petani.

Subjek anak bungsu dan

memiliki 3

orang kakak,

dua orang

kakak

perempuan dan

satu orang

Ayah subjek pernah menjadi

tentara dan

beberapa kali

dipindah

tugaskan.

Ibu subjek bekerja sebagai

pedagang.

Subjek

merupakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

222

ayahnya sakit

subjek hanya

menjenguknya

satu kali.

Ibu subjek pernah bekerja

sebagai TKW

dan subjek

sebagai anak

sulung tinggal

dengan adik

perempuannya

dan diawasi

oleh

Uwaknya.

Ayah subjek

meninggal

saat subjek

berusia 25

tahun.

Subjek berasal dari ekonomi

bawah.

Adik subjek

saat ini

bekerja

sebagai

wirausaha.

kakak laki-laki.

Keluarga subjek termasuk

ekonomi

menengah

bawah.

Saudara subjek

memiliki

pekerjaan yang

berbeda-beda.

anak ke enam

dari delapan

bersaudara.

Ayah subjek meninggal di

usia 80 tahun.

Saudara subjek

memiliki

pekerjaan yang

berbeda-beda.

Latar

Belakang

Pendidikan

Memiliki pendidikan

terakhir tingkat

SMP.

Subjek pernah bersekolah

hingga jenjang

SMA, namun

karena subjek

mengalami

kecelakaan

yang

menyebabkan

dirinya

menjadi

seorang

difabel, subjek

memutuskan

Memiliki pendidikan

terakhir tingkat

SMA.

Subjek pernah berhenti sekolah

selama satu

tahun dari

jenjang SD

menuju SMP

karena saat itu

berkas subjek

bermasalah

sehingga subjek

harus menunggu

satu tahun agar

bisa sekolah di

SMP RC Solo.

Memiliki pendidikan

terakhir tingkat

Strata 1 (S1).

Di keluarganya, subjek

merupakan anak

satu-satunya

yang

berpendidikan

hingga jenjang

Strata 1 (S1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

223

tidak

melanjutkan

sekolahnya

lagi.

Riwayat

Pekerjaan dan

Perkembangan

Karir

Saat subjek SMP dan Ibu

subjek bekerja

sebagai TKI,

subjek pernah

bekerja di

jalanan,

menjadi kernet,

ngamen, dll

untuk

mendapatkan

uang.

Setelah

mengikuti

pelatihan di

Jakarta subjek

membuka

bengkel las.

Saat ini subjek sudah memiliki

tempat

pencucian

mobil dan

motor di kota

Bandung dan

Indramayu.

Subjek dulu mendapatkan

penghasilan dari

bidang musik

(band) dengan

teman-

temannya.

Kemudian

subjek

membuka usaha

rental komputer

di daerah

Sukoharjo dan

masih berdiri

hingga saat ini.

Subjek memiliki

satu orang

pegawai yang

menjaga rental

komputernya.

Subjek bekerja sebagai

pengurus tetap

NPC Jawa

Tengah.

Sejak kecil subjek sering

berjualan di

sekolah untuk

mendapatkan

tambahan uang

jajan.

Subjek juga

memiliki toko di

pasar.

Setelah menikah, subjek

dan istri

merintis usaha

catering yang

terus

berkembang

hingga saat ini.

Subjek menjadi

pengurus NPC

Jawa Tengah

(namun tidak di

bayar).

Pekerjaan

Pasangan Istri subjek

menjabat

sebagai kepala

cabang salah

satu

minimarket di

kota Bandung.

Istri subjek sudah bekerja

selama 10

tahun, sebelum

ia menikah

dengan subjek.

Awalnya istri

subjek menjadi

kasir dan

Istri subjek dari

pernikahan

pertama bekerja

sebagai Medical

Representative.

Istri subjek pada pernikahan

kedua bekerja

sebagai Ibu

Rumah Tangga.

Istri subjek

membantu

subjek dalam

mengelola usaha

catering.

Awalnya, istri subjek pernah

bekerja sebagai

seorang juru

masak di suatu

usaha catering,

setelah satu

tahun menikah,

ia berhenti

bekerja dan

merintis usaha

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

224

sekarang sudah

menjadi kepala

toko.

sendiri.

Pola Asuh

Orang tua Subjek tumbuh

dan

berkembang

tanpa sosok

seorang Ayah,

karena kedua

orang tua

bercerai sejak

subjek berusia

5 tahun dan

subjek

dibesarkan

oleh ibunya.

Saat remaja,

ibu subjek

bekerja sebagai

TKI sehingga

subjek tinggal

sendiri dan

diawasi oleh

uwaknya.

Sejak kecil sampai SD kelas

VI subjek

tinggal bersama

kedua orang tua.

Saat SMP

subjek sekolah

di Solo

sementara kedua

orang tua

tinggal di

Temanggung.

Ibu subjek orang lembut,

sementara Ayah

subjek orang

yang pendiam.

Subjek lebih

dekat dengan

sosok Ibu

dibandingkan

dengan sosok

Ayah.

Subjek dekat dengan Ibu.

Ayah dan Ibu

subjek mendidik

subjek untuk

disiplin sejak

kecil karena

Ayah subjek

adalah seorang

tentara.

Subjek diperkenankan

makan jika

subjek sudah

mencari rumput

untuk kambing

yang diternak

keluarganya.

Subjek utama I (ST), memiliki orang tua yang bercerai sejak ia

berusia lima tahun. Hal tersebut berdampak pada pola asuhnya. ST sangat

jarang bertemu dengan ayahnya. Ibu ST juga pernah bekerja sebagai TKI

saat ia berada dalam masa perkembangan remaja. ST tidak menamatkan

pendidikan menengah atasnya, sehingga pendidikan terakhir ST adalah

SMP. ST berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi menengah bawah

dan memiliki riwayat pekerjaan sebagai wirausaha. Istri subjek bekerja

sebagai kepala took minimarket di Kota Bandung.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

225

Subjek utama II (AS), memiliki orang tua yang yang bekerja

sebagai petani. AS dibesarkan oleh seorang Ibu yang memiliki perangai

lembut dan memperlakukan subjek seperti anak yang normal, sedangkan

Ayah AS adalah orang yang pendiam. AS berpendidikan akhir pada

jenjang SMA. AS berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi menengah

bawah dan memiliki riwayat pekerjaan sebagai wirausaha. Istri AS bekerja

sebagai ibu rumah tangga dan atlet difabel.

Subjek utama III (BW), memiliki Ayah seorang tentara. Sejak

kecil, subjek dididik untuk disiplin. Ibu subjek bekerja sebagai pedagang.

BW berpendidikan akhir pada jenjang Strata I (S1). BW berasal dari

keluarga dengan tingkat ekonomi menengah bawah dan memiliki riwayat

pekerjaan sebagai wirausaha. Istri BW bekerja sebagai wirausaha

(pengelola bisnis catering yang dimiliki oleh subjek dan istrinya) di Kota

Solo.

Berdasarkan penjelasan di atas, ketiga subjek memiliki perbedaan

pada latar belakang keluarga, pendidikan, pekerjaan istri, dan pola asuh

orang tua, namun memiliki kesamaan pada riwayat pekerjaan dan

perkembangan karir yaitu bekerja sebagai wirausaha dan ketiganya berasal

dari latar belakang keluarga yang memiliki kondisi ekonomi menengah

bawah.

Dalam faktor gaya pengasuhan, ketiga subjek memiliki perlakuan

yang berbeda dari orang tua. ST dibesarkan tanpa peran ayah dalam

kehidupannya dan kurangnya peran ibu karena sang Ibu pernah bekerja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

226

sebagai TKI. ST juga sangat jarang bertemu dengan sang Ayah karena

kedua orang tuanya telah bercerai sejak ia masih berusia lima tahun. AS

memiliki orang tua yang memperlakukan dirinya selayaknya individu yang

tidak memiliki keterbatasan fisik, dan BW memiliki orang tua yang

mendidiknya secara disiplin sejak kecil.

Menurut Seligman (dalam Bissonnetter, 1998), gaya pengasuhan

orang tua menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi hardiness pada

individu. Namun, dalam penelitian ini peneliti mengamati bahwa, ketiga

subjek memiliki hardiness walaupun dengan gaya pengasuhan yang

berbeda-beda dari kedua orang tuanya. Gaya pengasuhan orang tua tidak

menjadi satu-satunya faktor yang mempengaruhi hardiness pada diri

subjek, namun faktor penguasaan pengalaman pada diri subjek juga

memiliki andil dalam hardiness pada subjek.

Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Seligman (dalam

Bissonnette, 1998) bahwa, tidak cara yang efektif untuk mengajari

individu untuk merasa baik (dalam menjalani hidup) kecuali dengan cara

membiarkan individu tersebut merasakan dan menjalani. Maka,

penguasaan pengalaman pada diri subjek menjadikan subjek memiliki

daya tahan dan ketabahan dalam menghadapi dinamika kehidupannya

masing-masing.

3. Pembahasan Gambaran Hardiness pada Ketiga Subjek Utama

Tabel 11,

Perbandingan Gambaran Hardiness pada Ketiga Subjek Utama,

Aspek Subjek I (ST) Subjek II (AS) Subjek III (BW)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

227

Commitment -Subjek memiliki

keyakinan pada

makna

kebahagiaan

sebagai sesuatu

yang ia ciptakan

sendiri, keyakinan

pada hidup sebagai

suatu pilihan,

keyakinan pada

prestasi yang

membutuhkan

proses, usaha, doa

yang dilakukan

terus menerus.

-Subjek

menggambarkan

dirinya sebagai

pribadi yang gigih

dalam berjuang

dan tidak cepat

putus asa.

-Subjek

menggambarkan

dirinya sebagai

pribadi yang keras

kepala, cenderung

senang pada

kebebasan (tidak

senang di atur),

dan memiliki

inisiatif serta

komitmen dalam

setiap program

yang diberikan

pelatih.

-Subjek juga

pribadi yang bisa

membangun

hubungan sosial

yang cukup baik

pada orang lain

dengan tujuan

positif.

Membangun

interaksi sosial

-Subjek memiliki

keyakinan pada

makna

kebahagiaan

sebagai sesuatu

yang berasal dari

dalam jiwa bukan

dari materi.

- Subjek memiliki

prinsip agar

hidupnya dapat

bermanfaat untuk

orang lain.

-Subjek meyakini

bahwa tidak ada

kehidupan

manusia yang

sempurna,

sehingga ia

bersyukur atas

setiap ujian yang

pernah dijalaninya.

-Subjek

menggambarkan

dirinya sebagai

pribadi yang gigih

dalam

memperjuangkan

sesuatu, pantang

menyerah saat

berada dalam

tekanan atau

kegagalan, serta

menempatkan

dirinya untuk bisa

melakukan sesuatu

seolah subjek tidak

memiliki

keterbatasan fisik.

-Subjek

merupakan pribadi

yang pandai

membangun

hubungan sosial

yang baik dengan

orang lain dan

- Subjek memiliki

keyakinan bahwa

kebahagiaan adalah

kondisi yang tercipta

saat kehidupan

rumah tangganya

berjalan dengan

harmonis.

- Subjek memiliki

prinsip hidup untuk

berlaku sportif,

jujur, menjaga

kedekatan dengan

Tuhan (meniatkan

aktivitasnya di dunia

olahraga karena

Allah), dan hidup

yang senantiasa

memberikan banyak

manfaat pada orang

lain.

- Subjek

menggambarkan

dirinya sebagai

pribadi yang pantang

berkeluh kesah,

sederhana, mandiri

sejak kecil, dan

peduli.

- Subjek memiliki

komitmen untuk

membangun sikap

saling percaya

bersama istrinya

dalam menjalani

kehidupan rumah

tangga.

- Dalam kehidupan

sosial, subjek

termasuk pribadi

yang pandai

membangun

hubungan sosial

dengan orang lain

dan memiliki

kegemaran

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

228

yang baik bagi

subjek akan

membuat hidupnya

menjadi lebih

―berwarna‖

subjek memiliki

prinsip untuk

senantiasa

membahagiakan

keluarganya

karena apresiasi

dan dukungan

keluarga dan

teman-teman dapat

meningkatkan

kepercayaan

dirinya.

menolong orang

lain.

Challenge -Subjek

menggambarkan

dirinya sebagai

pribadi yang terus

berusaha

memberikan yang

terbaik bagi orang

lain, optimis

bahwa dengan

tekad yang kuat

dan kehendak

Tuhan ia bisa

melakukan suatu

pekerjaan yang

tidak mungkin

dilakukan.

- Subjek

merupakan pribadi

yang senang

terhadap tantangan

untuk memacu

adrenalin dan

semangatnya

dalam berprestasi.

- Subjek berani

mengambil resiko

besar dalam

hidupnya. Subjek

memiliki tiga

orang pelatih

lempar sekaligus

sehingga subjek

harus

mengeluarkan

- Subjek

menggambarkan

dirinya sebagai

pribadi yang

terbuka pada

pendapat orang

lain dalam

memutuskan suatu

hal.

- Subjek

memaknai

musibah atau ujian

yang diberikan

Tuhan sebagai

takdir yang harus

dijalaninya.

- Subjek menerima

kehidupan rumah

tangganya yang

pernah berantakan

sebagai suatu

rencana Tuhan

sehingga ia

memiliki

kehidupan yang

jauh lebih baik.

-Subjek adalah

pribadi yang

berani mengambil

resiko dalam

hidupnya. Ia

berani

memutuskan untuk

merantau dan

- Subjek

menggambarkan

dirinya sebagai

seseorang yang tidak

malu mengakui

keterbatasan yang

dimilikinya justru ia

menjadikan

keterbatasannya

sebagai hal yang

mendatangkan

apresiasi bagi orang

lain.

- Dalam

pertandingan, subjek

memiliki strategi

khusus dalam

menghadapi lawan

untuk menang.

Subjek akan

menganggap semua

orang sebagai musuh

di area pertandingan

dan menjadikan

semua orang sebagai

teman di luar arena

pertandingan.

- Ketika mengalami

kekalahan, subjek

akan menjadikan hal

tersebut sebagai

acuannya untuk

berprestasi lebih

baik lagi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

229

uang yang cukup

banyak untuk

membayar pelatih-

pelatih tersebut,

subjek juga suka

membeli barang

dengan sistem

kredit untuk

menantangnya

bersemangat

dalam bekerja, dan

subjek senang

serta merasa

tertantang jika bisa

berlatih dengan

para tentara atau

atlet yang tidak

memiliki

keterbatasan fisik.

- Subjek merasa

bahwa kehidupan

barunya sebagai

seorang difabel

menjadi suatu

berkah tersendiri

bagi

perkembangan

dirinya ke arah

yang lebih baik

dan subjek

menjadi bersyukur

atas hal tersebut.

meninggalkan

orang tuannya

untuk melanjutkan

pendidikan ke

jenjang SMP,

subjek juga rela

mengorbankan

uangnya untuk

mencari

keberadaan istri

pertamanya

sebelum ia

menikah lagi, dan

subjek rela

mengorbankan

waktunya untuk

berpisah dengan

keluarga demi

pekerjaannya di

NPC.

- Subjek tidak

memandang

rendah teman-

teman difabel lain

yang memiliki

taraf hidup lebih

rendah dari subjek.

-Subjek adalah

pribadi yang berani

mengambil resiko

dalam hidupnya.

Sejak awal menjadi

atlet (sebelum NPC

di dirikan), subjek

mau dan mampu

bersaing dengan

para atlet normal.

Dalam mendirikan

usaha cateringnya

subjek juga tidak

pernah

mempermasalah-kan

sedikit keuntungan

yang diperolehnya

asalkan usahanya

bisa terus

berkembang.

- Subjek juga

menjadikan

kehidupan masa

kecilnya yang penuh

kerja keras sebagai

suatu hikmah atau

kebijaksanaan hidup

ketika ia sudah

memiliki usaha dan

banyak karyawan

Control - Subjek

menggambarkan

dirinya sebagai

pribadi yang bijak

dalam membuat

suatu keputusan,

subjek mau

memaafkan

kesalahan orang

yang memberikan

perlakuan negatif

padanya dan tidak

berpikir untuk

membalas

- Subjek adalah

pribadi yang

mampu membuat

keputusan baik

mengenai

organisasi yang

akan di ikuti serta

profesi yang akan

dijalani.

- Subjek juga

menggambarkan

dirinya sebagai

pribadi yang

memiliki

- Subjek

menggambarkan

dirinya sebagai

pribadi yang legowo

saat menerima

kenyataan bahwa

dirinya menjadi

seorang difabel.

- Subjek juga pribadi

yang bijaksana dan

memiliki

kemampuan yang

baik dalam mengatur

keuangan dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

230

perlakuan negatif

orang lain

padanya.

- Subjek juga

menggambarkan

dirinya sebagai

pribadi yang

memiliki

pengendalian diri

yang baik saat

menghadapi istri

dan subjek juga

berhasil

mengurungkan

niatnya untuk

bunuh diri dan

memutuskan diri

untuk merantau

dari kondisi yang

depresi akibat

difabilitas yang

dialami menuju

lingkungan yang

lebih baik.

- Subjek mampu

menjadikan masa

lalunya sebagai

sebuah pelajaran

penting dan

mengakui masa

lalunya tersebut

sebagai bagian dari

kehidupan yang

telah dilaluinya.

- Subjek juga

memiliki motivasi

dalam berprestasi

yang tinggi demi

kehidupan yang

lebih baik di masa

depan.

- Subjek mampu

mengatur

keuangan yang

diperolehnya dari

usaha dan prestasi

pengendalian diri

baik selama

menjalani proses

karantina atau

pemberian

program. Namun,

subjek menyadari

bahwa ia masih

menyimpan

kecewa pada istri

dari pernikahannya

yang pertama dan

berdampak pada

komunikasi subjek

dengan anaknya

kurang baik

meskipun subjek

menyadari bahwa

masa lalunya

adalah hal yang

seharusnya ia

syukuri.

- Subjek

membiasakan diri

untuk meminta

izin pada pimpinan

atas terhadap hal-

hal yang akan

dijalaninya dan

akan berdampak

pada pekerjannya.

- Subjek memiliki

motivasi untuk

membahagiakan

orang tua dan bisa

meningkatkan

taraf kehidupan

teman-teman

difabel lainnya,

sehingga subjek

bekerja dengan

maksimal sebagai

pengurus NPC

Jawa Tengah demi

masa depan atlet

yang lebih baik.

emosinya.

- Subjek

mengalihkan

kekecewaannya

tidak bisa menjadi

tentara karena

difabilitas yang

dialaminya dengan

berprestasi di bidang

olahraga. Saat

berinteraksi dengan

para pemabuk,

subjek juga bisa

menolak ajakan

temannya untuk ikut

minum alkohol

hingga mabuk.

- Subjek adalah

orang yang memiliki

kepedulian dan sikap

prososial yang tinggi

sehingga ketika saat

ini menjadi seorang

wirausaha dan atlet

difabel yang

berprestasi ia tidak

pernah berhenti

untuk membantu

orang lain yang

membutuhkan atau

mengalami

kesulitan.

- Subjek memiliki

harapan agar NPC

Jawa Tengah

membuat maju dan

menyejahterakan

para atlet yang hidup

sengsara.

- Subjek akan terus

berusaha dan

berprestasi di bidang

olahraga selama

belum ada yang

mengalahkan rekor

yang dicapainya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

231

di bidang olahraga.

Commitment adalah suatu kemampuan untuk terlibat aktif

dengan orang lain dan keyakinan pada kebenaran, nilai, dan

pentingnya sebuah pengalaman dan hidup (Huang dkk. dalam

Bissonnette, 1998). Subjek I (ST), memiliki keyakinan pada makna

kebahagiaan sebagai sesuatu yang ia ciptakan sendiri, keyakinan pada

hidup sebagai suatu pilihan, keyakinan pada prestasi yang

membutuhkan proses, usaha, doa yang dilakukan terus menerus.

Subjek II (AS), memiliki keyakinan pada makna kebahagiaan sebagai

sesuatu yang berasal dari dalam jiwa bukan dari materi serta memiliki

prinsip agar hidupnya dapat bermanfaat untuk orang lain. AS juga

meyakini bahwa tidak ada kehidupan manusia yang sempurna,

sehingga ia bersyukur atas setiap ujian yang pernah dijalaninya.

Sedangkan subjek III (BW) memiliki keyakinan bahwa, kebahagiaan

adalah kondisi yang tercipta saat kehidupan rumah tangganya berjalan

dengan harmonis. Selain itu, BW memiliki prinsip hidup untuk berlaku

sportif, jujur, dan hidup yang senantiasa memberikan banyak manfaat

pada orang lain.

Ketiga subjek memiliki keyakinan, prinsip, dan nilai-nilai

kehidupannya yang berbeda-beda. Namun, keyakinan tersebut menjadi

suatu bekal hidup dalam menghadapi stress atau masalah dalam hidup

sehingga mereka dapat memberikan makna pada kehidupannya. Selain

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

232

itu, ketiga subjek juga menggambarkan pribadi mereka sebagai pribadi

yang mampu untuk membangung hubungan sosial yang baik pada

orang lain. AS bahkan memiliki prinsip untuk senantiasa

membahagiakan keluarganya karena keluarga dan teman-temannya

mampu meningkatkan rasa percaya dirinya. BW juga memiliki

kegemaran untuk menolong orang lain yang sedang mengalami

kesulitan. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Maddi dkk. (2009)

bahwa, seseorang yang memiliki sikap komitmen yang kuat akan lebih

mudah membawakan dirinya, ia akan merasa bahwa, setiap yang

terjadi merupakan jalan terbaik untuk menjadikan pengalaman akibat

stres menjadi sesuatu yang bermakna.

Individu yang memiliki komitmen kuat tidak akan mudah

menyerah pada tekanan. Pada saat menghadapi stres individu ini akan

melakukan strategi koping yang sesuai dengan nilai, tujuan dan

kemampuan yang ada dalam dirinya (Rahmawan, 2010). Hal tersebut

tergambarkan pada diri ketiga subjek, mereka menggambarkan dirinya

sebagai pribadi yang gigih dalam memperjuangkan sesuatu, pantang

menyerah dan berkeluh kesah. AS sendiri memiliki komitmen untuk

menjalankan setiap program yang diberikan pelatih dengan baik.

Menurut Maddi (2013), seorang individu yang memiliki

challenge yang kuat akan menerima hidup dengan segala stres yang

akan dialaminya, dan memaknai stres sebagai sebuah peluang untuk

terus tumbuh menjadi bijaksana dan mampu mengambil pelajaran dari

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

233

sekitarnya dan menjadikannya hikmah atau manfaat bagi dirinya. AS

memaknai musibah atau ujian yang diberikan Tuhan sebagai takdir

yang harus dijalaninya. AS juga menerima kehidupan rumah

tangganya yang pernah berantakan sebagai suatu rencana Tuhan

sehingga ia memiliki kehidupan yang jauh lebih baik. BW

menggambarkan dirinya sebagai seseorang yang tidak malu mengakui

keterbatasan yang dimilikinya justru ia menjadikan keterbatasannya

sebagai hal yang mendatangkan apresiasi bagi orang lain

Sedikit berbeda dengan AS dan BW, ST menggambarkan

dirinya sebagai pribadi yang terus berusaha memberikan yang terbaik

bagi orang lain, optimis bahwa dengan tekad yang kuat dan kehendak

Tuhan ia bisa melakukan suatu pekerjaan yang tidak mungkin

dilakukan. Rasa percaya diri dan positif citra diri merupakan salah

faktor yang mempengaruhi hardiness pada diri individu (Florian,

1995). Perasaan tersebut akan membuat individu akan lebih santai dan

optimis dan terhindar dari stres.

Secara kognitif, individu dengan aspek tantangan tinggi

memiliki keluwesan dalam bersikap sehingga dapat mengintegrasikan

dan menilai ancaman dari situasi baru dari secara efektif. Keluwesan

kognitif ini menjadikannya terlatih untuk merespons kejadian yang

tidak terduga sebagai suatu masalah atau tantangan yang perlu diatasi.

Dengan demikian mereka memandang hidup sebagai suatu tantangan

yang menyenangkan (Rahmawan 2010). Hal tersebut tergambarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

234

pada ketiga subjek. ST, AS, dan BW merupakan pribadi yang berani

mengambil resiko. ST menjadikan tantangan hidup sebagai pacuan

adrenalin dan semangatnya dalam berprestasi. ST, memiliki tiga orang

pelatih lempar sekaligus sehingga ST harus mengeluarkan uang yang

cukup banyak untuk membayar pelatih-pelatih tersebut, selain itu ST

juga suka membeli barang dengan sistem kredit untuk menantangnya

bersemangat dalam bekerja, dan ST senang serta merasa tertantang jika

bisa berlatih dengan para tentara atau atlet yang tidak memiliki

keterbatasan fisik. Selain ST, AS juga berani memutuskan untuk

merantau dan meninggalkan orang tuannya untuk melanjutkan

pendidikan ke jenjang SMP, AS juga rela mengorbankan uangnya

untuk mencari keberadaan istri pertamanya sebelum ia menikah lagi,

dan rela mengorbankan waktunya berpisah dengan keluarga demi

pekerjaannya.

BW juga pribadi yang berani mengambil resiko dalam

hidupnya. Sejak awal menjadi atlet (sebelum NPC di dirikan), BW

sudah mampu bersaing dengan para atlet yang tidak memiliki

keterbatasan fisik. Selain itu, dalam mendirikan usaha cateringnya BW

juga tidak pernah takut atas sedikit keuntungan yang diperolehnya

asalkan usahanya bisa terus berkembang.

Menurut Maddi dkk. (2009), seseorang yang memiliki sikap

kuat dalam menghadapi tantangan akan yakin bahwa, penyelesaian

suatu masalah tidak hanya ditemukan dalam kenyamanan, keamanan,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

235

dan sesuatu yang biasa terjadi namun perkembangan dalam

kebijaksanaan yang diperoleh dari pengalaman postif dan negatif. Hal

tersebut tergambarkan pada diri ST, ia merasa kehidupan barunya

sebagai seorang difabel menjadi suatu berkah tersendiri bagi

perkembangannya dirinya ke arah yang lebih baik dan subjek menjadi

bersyukur atas hal tersebut. Sedangkan pada BW tergambarkan ketika

BW mengalami kekalahan ia akan menjadikan hal tersebut sebagai

acuannya untuk berprestasi lebih baik lagi. BW juga memiliki strategi

khusus dalam menghadapi lawan untuk menang. BW akan

menganggap semua orang sebagai musuh di area pertandingan dan

menjadikan semua orang sebagai teman di luar arena pertandingan.

Selain itu, BW juga menjadikan kehidupan masa kecilnya yang penuh

kerja keras sebagai suatu hikmah atau kebijaksanaan hidup ketika ia

sudah memiliki usaha dan banyak karyawan.

Maddi (2013) mengemukakan, bahwa kontrol akan mengatur

diri untuk merasa yakin seberapa besar masalah dan keburukan yang

didapatkan. Aspek kontrol muncul dalam bentuk kemampuan untuk

mengendalikan proses pengambilan keputusan pribadi atau

kemampuan untuk memilih dengan bebas diantara beragam tindakan

yang dapat diambil. Individu yang memiliki aspek kontrol tinggi juga

memiliki kendali kognitif atau kemampuan untuk menginterpretasikan,

menilai, menyatukan berbagai peristiwa ke dalam rencana kehidupan

selanjutnya (Rahmawan, 2010).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

236

Gambaran kontrol pada ST adalah ia menggambarkan dirinya

sebagai pribadi yang bijak dalam membuat suatu keputusan, mau

memaafkan kesalahan orang yang memberikan perlakuan negatif

padanya dan tidak berpikir untuk membalas perlakuan negatif orang

lain padanya serta menjadikan masa lalunya sebagai sebuah pelajaran

penting dan mengakui masa lalunya tersebut sebagai bagian dari

kehidupan yang telah dilaluinya. AS menggambarkan dirinya sebagai

pribadi yang mampu membuat keputusan baik mengenai organisasi

yang akan di ikuti serta profesi yang akan dijalani. Hal tersebut

tergambarkan pada saat AS memilih NPC sebagai tempat untuk

berkarir dan mengembangkan dirinya. Sedangkan BW

menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang legowo saat menerima

kenyataan bahwa dirinya menjadi seorang difabel. BW mengalihkan

kekecewaannya tidak bisa menjadi tentara karena difabilitas yang

dialaminya dengan berprestasi di bidang olahraga.

Menurut Maddi dkk. (2011), seseorang yang memiliki sikap

kontrol yang baik memiliki keyakinan bahwa, diri mereka mampu

memberikan pengaruh pada keputusan-keputusan yang mereka buat

menjadi jauh lebih bermakna daripada mereka yang merasa tidak

memiliki daya apapun dalam menghadapi kejadian-kejadian disekitar

mereka. Hal tersebut tergambarkan pada ketiga diri subjek. Mereka

memiliki pengendalian diri dan mampu membuat keputusan-keputusan

yang bermakna pada kehidupannya. ST memiliki pengendalian diri

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

237

yang baik saat menghadapi istri dan subjek juga berhasil

mengurungkan niatnya untuk bunuh diri dan memutuskan diri untuk

merantau dari kondisi yang depresi akibat difabilitas yang dialami

menuju lingkungan yang lebih baik.

AS memiliki pengendalian diri baik selama menjalani proses

karantina atau pemberian program. Namun, subjek menyadari bahwa

ia masih menyimpan kecewa pada istri dari pernikahannya yang

pertama dan berdampak pada komunikasi subjek dengan anaknya

kurang baik meskipun subjek menyadari bahwa masa lalunya adalah

hal yang seharusnya ia syukuri. Selain itu, AS membiasakan diri untuk

meminta izin pada pimpinan atas terhadap hal-hal yang akan

dijalaninya dan akan berdampak pada pekerjannya. BW memiliki

pengendalian diri saat berinteraksi dengan para pemabuk, BW bisa

menolak ajakan temannya untuk ikut minum alkohol hingga mabuk.

Selain pengendalian dan mampu membuat keputusan-

keputusan yang bermakna pada kehidupannya, ketiga subjek juga

memiliki kemampuan yang baik dalam mengelola keuangan. Ketiga

subjek memiliki usaha yang dibesarkan melalui dana hibah atau

insentif selama mereka menjadi atlet difabel di NPC. Menurut Florian

(1995), kemampuan untuk membuat rencana yang realistis merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi hardiness. Kemampuan subjek

dalam mengelola keuangan serta harapan ke depan yang subjek

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

238

memiliki tentunya akan membantu subjek untuk memiliki hardiness

pada diri mereka.

Ketiga subjek memiliki harapan dan motivasi untuk masa

depan yang berbeda-beda. ST memiliki motivasi untuk bisa bertanding

di ajang Asian Paralympic Games. AS memiliki motivasi untuk

membahagiakan orang tua dan bisa meningkatkan taraf kehidupan

teman-teman difabel lainnya, sehingga subjek bekerja dengan

maksimal sebagai pengurus NPC Jawa Tengah demi masa depan atlet

yang lebih baik. BW juga memiliki harapan agar NPC Jawa Tengah

membuat maju dan menyejahterakan para atlet yang hidup sengsara

serta akan terus berusaha dan berprestasi di bidang olahraga selama

belum ada yang mengalahkan rekor yang dicapainya.

Dengan gambaran hardiness pada ketiga subjek, maka dapat

disimpulkan ciri-ciri individu yang memiliki hardiness menurut

Gardner (1999) yang dimiliki oleh ketiga subjek yaitu, subjek memiliki

keyakinan pada Tuhan dan hal tersebut merupakan sumber kekuatan

bagi individu dalam menghadapi segala masalah. Ketiga subjek

meyakini bahwa setiap usaha yang dilakukannya dan hasil yang

diperoleh tidak terlepas dari andil Tuhan pada kehidupan mereka,

bahkan BW meniatkan aktivitasnya di NPC untuk Tuhan karena ia

bekerja tanpa menerima bayaran. Selain itu, terdapat beberapa ciri

lainnya yang dimiliki oleh ketiga subjek, mereka menjadikan sakit dan

senang merupakan bagian hidup, memiliki sikap kepemimpinan yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

239

dibuktikan pada aktivitas pekerjaan mereka, selain sebagai seorang

atlet juga berkarir di NPC masing-masing daerah dan berperan menjadi

kepala keluarga sekaligus tulang punggung keluarga (sumber utama

pendapatan dalam rumah tangga). Ketiganya juga termasuk pribadi

yang dermawan, bersyukur, tidak mudah menyerah terhadap kegagalan

yang dialami, fleksibel, pembelajar (terbuka dengan ide-ide baru), dan

memiliki pandangan hidup yang luas ketika melihat suatu hal tidak

hanya berdasarkan pemikiran sendiri.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

240

240

GAMBARAN HARDINESS PADA ATLET DIFABEL

Riwayat Difabilitas Subjek mengalami kecelakan kelas 2 SMA (masa perkembangan remaja)

sehingga kaki kiriny a harus diamputasi.

Subjek menjadi difabel sejak balita (masa perkembangan anak awal) akibat sakit

setelah diberikan suntik imunisasi y ang mengakibatkan kaki kananny a saja lay u

hingga saat ini.

Subjek mengalami kecelakaan saat kelas 5 SD (masa perkembangan anak akhir)

y ang mengakibatkan subjek harus hidup dengan kondisi tangan kiri y ang kaku

dari lengan atas hingga pergelangan tangan.

Stigma Masyarakat Subjek I dan II pernah mendapatkan stigma negatif dari masy arakat

Difabilitas y ang dialami subjek III tergolong ringan sehingga subjek

tidak mendapatkan bany ak stigma negatif dari masy arakat sekitar.

Kondisi Psikologis Subjek pernah merasa depresi

berat bahkan memutuskan

untuk bunuh diri, namun di

halangi oleh orang lain.

Subjek pernah melarikan

diriny a di jalanan hingga

terkena narkoba, minuman

keras, rokok.

Subjek merasa teman-teman

dan pacarny a

memperlakukan diriny a

berbeda setelah ia mengalami

kecelakaan.

Subjek lebih menerima

difabilitas y ang subjek alami

karena subjek sudah

mengalaminy a sejak kecil.

Subjek pernah hidup

dijalanan karena merasakan

sulitny a mencari pekerjaan

dengan keterbatasan y ang

dimilikiny a serta ketika

subjek mengalami keretakan

dalam pernikahanny a y ang

pertama.

Subjek pernah ngamen,

merokok dan minum-

minuman keras saat hidup

di jalanan.

Subjek pernah merasa

kecewa karena subjek tidak

bisa

merealisasikan cita-citany a

untuk menjadi tentara

namun subjek membay ar itu

semua dengan prestasi y ang

ditorehkanny a sejak kecil.

Latar Belakang menjadi Atlet Difabel Ketiga subjek menjadi atlet difabel karena faktor hobi atau minat dan ekonomi .

Dukungan Keluarga Keluarga mendukung subjek untuk menjalani kursus keterampilan

bidang perbengkelan di salah satu lembaga pelatihan para difabel di

daerah Jakarta.

Ibu subjek tidak pernah memperlakukan subjek seperti seorang

difabel.

Sejak kecil subjek tetap bisa bermain, memanjat pohon seperti

lay akny a anak-anak y ang lainny a.

O rang tua awalny a kecewa karena subjek tidak bisa menjadi tentara,

namun lama-kelamaan mendukung subjek karena prestasi y ang

ditunjukkan subjek di bidang olahraga.

Ketiga istri subjek mendukung penuh aktiv itas subjek sebagai atlet

difabel.

Latar Belakang Keluarga A y ah dan Ibu sudah bercerai sejak subjek berusia 5 tahun.

Subjek sangat jarang bertemu dengan ay ahny a, Ibu subjek pernah bekerja sebagai TKW dan subjek sebagai anak sulung

tinggal dengan adik perempuanny a dan diawasi oleh Uwakny a. A y ah subjek meninggal saat subjek berusia 25 tahun.

A dik subjek saat ini bekerja sebagai w irausaha.

A y ah dan Ibu bekerja sebagai petani.

Subjek anak bungsu dan memiliki 3 orang kakak, dua orang kakak perempuan

dan satu orang kakak laki-laki.

Saudara subjek memiliki pekerjaan y ang berbeda-beda.

A y ah subjek pernah menjadi tentara dan beberapa kali dipindah tugaskan.

Ibu subjek bekerja sebagai pedagang.

Subjek merupakan anak ke enam dari delapan bersaudara.

A y ah subjek meninggal di usia 80 tahun.

Saudara subjek memiliki pekerjaan y ang berbeda-beda.

Ketiga subjek berasal dari ekonomi menengah bawah.

Kondisi Kesulitan Fisik Subjek I mengalami amputasi kaki dari paha bagian atas hingga telapak kaki bagian kiri.

Subjek II mengalami kelay uan pada kaki kananny a.

Subjek III mengalami tangan kiri y ang kaku dari lengan atas hingga pergelangan tangan.

Saat berjalan subjek I dan II menggunakan kaki palsu atau alat bantu krek.

Riwayat Pekerjaan dan Perkembangan Karir Saat subjek SMP dan Ibu subjek bekerja sebagai TKI, subjek

pernah bekerja di jalanan, menjadi kernet, ngamen, dll untuk

mendapatkan uang.

Setelah mengikuti pelatihan di Jakarta subjek membuka bengkel

las.

Subjek dulu mendapatkan penghasilan dari bidang musik (band)

dengan teman-temanny a.

Subjek bekerja sebagai pengurus tetap NPC Jawa Tengah.

Sejak kecil subjek sering berjualan di sekolah untuk

mendapatkan tambahan uang jajan.

Setelah menikah, subjek dan istri merintis usaha catering y ang

terus berkembang hingga saat ini.

Subjek menjadi pengurus NPC Jawa Tengah (namun tidak di

bay ar).

Ketiga subjek saat ini berprofesi dan memiliki riway at pekerjaan

sebagai w irausaha

Pola Asuh Orang Tua Subjek tumbuh dan berkembang tanpa sosok seorang A y ah, karena kedua

orang tua bercerai sejak subjek berusia 5 tahun dan subjek dibesarkan oleh

ibuny a.

Saat remaja, ibu subjek bekerja sebagai TKI sehingga subjek tinggal sendiri dan

diawasi oleh uwakny a. Sejak kecil sampai SD kelas V I subjek tinggal bersama kedua orang tua.

Saat SMP subjek sekolah di Solo sementara kedua orang tua tinggal di

Temanggung.

Ibu subjek orang lembut, sementara A y ah subjek orang y ang pendiam.

Subjek lebih dekat dengan sosok Ibu dibandingkan dengan sosok A y ah.

Subjek dekat dengan Ibu.

A y ah dan Ibu subjek mendidik subjek untuk disiplin sejak kecil karena A y ah

subjek adalah seorang tentara.

Subjek diperkenankan makan jika subjek sudah mencari rumput untuk kambing

y ang diternak keluargany a.

Pekerjaan Pasangan Istri subjek menjabat sebagai kepala cabang salah satu minimarket di kota Bandung.

Istri subjek sudah bekerja selama 10 tahun, sebelum ia menikah dengan subjek.

A walny a istri subjek menjadi kasir dan sekarang sudah menjadi kepala toko.

Istri subjek dari pernikahan pertama bekerja sebagai Medical Representativ e. Istri subjek pada pernikahan kedua bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga.

Istri subjek membantu subjek dalam mengelola usaha catering.

A walnya, istri subjek pernah bekerja sebagai seorang juru masak di suatu usaha catering, setelah satu tahun

menikah, ia berhenti bekerja dan merintis usaha sendiri.

Latar Belakang Pendidikan Subjek I berpendidikan terakhir tingkat SMP.

Subjek II berpendidikan terakhir tingkat SMA .

Subjek III berpendidikan terakhir tingkat Strata 1 (S1).

Aspek Subjek I (ST) Subjek II (AS) Subjek III (BW)

Commitment -Subjek memiliki keyakinan pada makna kebahagiaan sebagai sesuatu yang ia ciptakan sendiri, keyakinan pada hidup sebagai suatu pilihan, keyakinan pada prestasi yang membutuhkan proses, usaha, doa yang dilakukan terus menerus. -Subjek menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang gigih dalam berjuang dan tidak cepat putus asa. -Subjek menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang keras kepala, cenderung senang pada kebebasan (tidak senang di atur), dan memiliki inisiatif serta komitmen dalam setiap program yang diberikan pelatih.

-Subjek juga pribadi yang bisa membangun hubungan sosial yang cukup baik pada orang lain dengan tujuan positif. Membangun interaksi sosial yang baik bagi subjek akan membuat hidupnya menjadi lebih “berwarna”

-Subjek memiliki keyakinan pada makna kebahagiaan sebagai sesuatu yang berasal dari dalam jiwa bukan dari materi. - Subjek memiliki prinsip agar hidupnya dapat bermanfaat untuk orang lain. -Subjek meyakini bahwa tidak ada kehidupan manusia yang sempurna, sehingga ia bersyukur atas setiap ujian yang pernah dijalaninya. -Subjek menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang gigih dalam memperjuangkan sesuatu, pantang menyerah saat berada dalam tekanan atau kegagalan, serta menempatkan dirinya untuk bisa melakukan sesuatu seolah subjek tidak memiliki keterbatasan fisik. -Subjek merupakan pribadi yang pandai membangun hubungan sosial yang baik

dengan orang lain dan subjek memiliki prinsip untuk senantiasa membahagiakan keluarganya karena apresiasi dan dukungan keluarga dan teman-teman dapat meningkatkan kepercayaan dirinya.

- Subjek memiliki keyakinan bahwa kebahagiaan adalah kondisi yang tercipta saat kehidupan rumah tangganya berjalan dengan harmonis. - Subjek memiliki prinsip hidup untuk berlaku sportif, jujur, menjaga kedekatan dengan Tuhan (meniatkan aktivitasnya di dunia olahraga karena Allah), dan hidup yang senantiasa memberikan banyak manfaat pada orang lain. - Subjek menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang pantang berkeluh kesah, sederhana, mandiri sejak kecil, dan peduli. - Subjek memiliki komitmen untuk membangun sikap saling percaya bersama istrinya dalam menjalani kehidupan rumah tangga.

- Dalam kehidupan sosial, subjek termasuk pribadi yang pandai membangun hubungan sosial dengan orang lain dan memiliki kegemaran menolong orang lain.

Challenge -Subjek menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang terus berusaha memberikan yang terbaik bagi orang lain, optimis bahwa dengan tekad yang kuat dan kehendak Tuhan ia bisa melakukan suatu pekerjaan yang tidak mungkin dilakukan. - Subjek merupakan pribadi yang senang terhadap tantangan untuk memacu adrenalin dan semangatnya dalam berprestasi. - Subjek berani mengambil resiko besar dalam hidupnya. Subjek memiliki tiga orang pelatih lempar sekaligus sehingga subjek harus mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk membayar pelatih-pelatih tersebut, subjek juga suka membeli barang dengan sistem kredit untuk

menantangnya bersemangat dalam bekerja, dan subjek senang serta merasa tertantang jika bisa berlatih dengan para tentara atau atlet yang tidak memiliki keterbatasan fisik. - Subjek merasa bahwa kehidupan barunya sebagai seorang difabel menjadi suatu berkah tersendiri bagi perkembangan dirinya ke arah yang lebih baik dan subjek menjadi bersyukur atas hal tersebut.

- Subjek menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang terbuka pada pendapat orang lain dalam memutuskan suatu hal. - Subjek memaknai musibah atau ujian yang diberikan Tuhan sebagai takdir yang harus dijalaninya. - Subjek menerima kehidupan rumah tangganya yang pernah berantakan sebagai suatu rencana Tuhan sehingga ia memiliki kehidupan yang jauh lebih baik. -Subjek adalah pribadi yang berani mengambil resiko dalam hidupnya. Ia berani memutuskan untuk merantau dan meninggalkan orang tuannya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP, subjek juga rela mengorbankan uangnya untuk mencari keberadaan istri pertamanya sebelum ia menikah lagi, dan subjek

rela mengorbankan waktunya untuk berpisah dengan keluarga demi pekerjaannya di NPC. - Subjek tidak memandang rendah teman-teman difabel lain yang memiliki taraf hidup lebih rendah dari subjek.

- Subjek menggambarkan dirinya sebagai seseorang yang tidak malu mengakui keterbatasan yang dimilikinya justru ia menjadikan keterbatasannya sebagai hal yang mendatangkan apresiasi bagi orang lain. - Dalam pertandingan, subjek memiliki strategi khusus dalam menghadapi lawan untuk menang. Subjek akan menganggap semua orang sebagai musuh di area pertandingan dan menjadikan semua orang sebagai teman di luar arena pertandingan. - Ketika mengalami kekalahan, subjek akan menjadikan hal tersebut sebagai acuannya untuk berprestasi lebih baik lagi. -Subjek adalah pribadi yang berani mengambil resiko dalam hidupnya. Sejak

awal menjadi atlet (sebelum NPC di dirikan), subjek mau dan mampu bersaing dengan para atlet normal. Dalam mendirikan usaha cateringnya subjek juga tidak pernah mempermasalah-kan sedikit keuntungan yang diperolehnya asalkan usahanya bisa terus berkembang. - Subjek juga menjadikan kehidupan masa kecilnya yang penuh kerja keras sebagai suatu hikmah atau kebijaksanaan hidup ketika ia sudah memiliki usaha dan banyak karyawan

Control - Subjek menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang bijak dalam membuat suatu keputusan, subjek mau memaafkan kesalahan orang yang memberikan perlakuan negatif padanya dan tidak berpikir untuk membalas perlakuan negatif orang lain padanya. - Subjek juga menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang memiliki pengendalian diri yang baik saat menghadapi istri dan subjek juga

berhasil mengurungkan niatnya untuk bunuh diri dan memutuskan diri untuk merantau dari kondisi yang depresi akibat difabilitas yang dialami menuju lingkungan yang lebih baik. - Subjek mampu menjadikan masa lalunya sebagai sebuah pelajaran penting dan mengakui masa lalunya tersebut sebagai bagian dari kehidupan yang telah dilaluinya. - Subjek juga memiliki motivasi dalam berprestasi yang tinggi demi kehidupan yang lebih baik di masa depan. - Subjek mampu mengatur keuangan yang diperolehnya dari usaha dan prestasi di bidang olahraga.

- Subjek adalah pribadi yang mampu membuat keputusan baik mengenai organisasi yang akan di ikuti serta profesi yang akan dijalani. - Subjek juga menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang memiliki pengendalian diri baik selama menjalani proses karantina atau pemberian program. Namun, subjek menyadari bahwa ia masih menyimpan kecewa pada istri dari pernikahannya yang pertama dan berdampak pada komunikasi subjek

dengan anaknya kurang baik meskipun subjek menyadari bahwa masa lalunya adalah hal yang seharusnya ia syukuri. - Subjek membiasakan diri untuk meminta izin pada pimpinan atas terhadap hal-hal yang akan dijalaninya dan akan berdampak pada pekerjannya. - Subjek memiliki motivasi untuk membahagiakan orang tua dan bisa meningkatkan taraf kehidupan teman-teman difabel lainnya, sehingga subjek bekerja dengan maksimal sebagai pengurus NPC Jawa Tengah demi masa depan atlet yang lebih baik.

- Subjek menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang legowo saat menerima kenyataan bahwa dirinya menjadi seorang difabel. - Subjek juga pribadi yang bijaksana dan memiliki kemampuan yang baik dalam mengatur keuangan dan emosinya. - Subjek mengalihkan kekecewaannya tidak bisa menjadi tentara karena difabilitas yang dialaminya dengan berprestasi di bidang olahraga. Saat

berinteraksi dengan para pemabuk, subjek juga bisa menolak ajakan temannya untuk ikut minum alkohol hingga mabuk. - Subjek adalah orang yang memiliki kepedulian dan sikap prososial yang tinggi sehingga ketika saat ini menjadi seorang wirausaha dan atlet difabel yang berprestasi ia tidak pernah berhenti untuk membantu orang lain yang membutuhkan atau mengalami kesulitan. - Subjek memiliki harapan agar NPC Jawa Tengah membuat maju dan menyejahterakan para atlet yang hidup sengsara. - Subjek akan terus berusaha dan berprestasi di bidang olahraga selama belum ada yang mengalahkan rekor yang dicapainya.

LATAR BELAKANG KEHIDUPAN ATLET DIFABEL

KONDISI INTERNAL

KONDISI EKSTERNAL

GAMBARAN HARDINESS

Latar Belakang Keluarga dan Lingkungan

KETERANGAN :

: Subjek 1

: Subjek 2

: Subjek 3

: Subjek 1, 2, 3

Dengan gambaran hardiness pada ketiga subjek, maka dapat disimpulkan ciri-ciri individu yang memiliki hardiness menurut Gardner (1999) diantaranya, subjek memiliki

keyakinan pada Tuhan dan hal merupakan sumber dari hardiness dan kekuatan bagi segala masalah. Ketiga subjek meyakini bahwa setiap usaha yang dilakukannya dan hasil

yang diperoleh tidak terlepas dari andil Tuhan pada kehidupan mereka, bahkan BW meniatkan aktivitasnya di NPC untuk Tuhan karena ia bekerja tanpa menerima bayaran.

Selain itu, terdapat beberapa ciri lainnya yang dimiliki oleh ketiga subjek, mereka menjadikan sakit dan senang merupakan bagian hidup, memiliki sikap kepemimpinan yang

dibuktikan pada aktivitas pekerjaan mereka, selain sebagai seorang atlet juga berkarir di NPC masing-masing daerah dan berperan menjadi kepala keluarga sekaligus tulang

punggung keluarga (sumber utama pendapatan dalam rumah tangga). Ketiganya juga termasuk pribadi yang dermawan, bersyukur, tidak mudah menyerah terhadap

kegagalan yang dialami, fleksibel, pembelajar (terbuka dengan ide-ide baru), dan memiliki pandangan hidup yang luas ketika melihat suatu hal tidak hanya berdasarkan

pemikiran sendiri.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

241

E. Kelemahan Penelitian

Sejauh penelitian ditulis, peneliti berusaha melaksanakan penelitian

secara ilmiah dan sistematis. Ada hal yang menghambat pada proses penelitian,

yakni berkaitan dengan lokasi penelitian yang jauh dan menuntut peneliti

mendatangi domisili subjek (kota Bandung), serta terbatasnya waktu yang subjek

dan significant others miliki karena kesibukan aktivitas keseharian mereka. Selain

itu, kelemahan dalam penelitian ini adalah tidak adanya subjek pembanding

(ketiga subjek memiliki latar belakang suku, jenis kelamin, status perkawinan, dan

pekerjaan yang sama).

F. Kelebihan Penelitian

Penelitian ini mengambil bahasan gambaran hardiness pada atlet difabel

sebagai fokus utama. Hardiness menjadi hal yang penting untuk dimiliki agar

individu mampu menghayati makna kehidupannya yang berakibat pada

pengambilan keputusan yang baik dalam menjalani kehidupan. Bahasan mengenai

gambaran hardiness pada atlet difabel akibat kecelakaan di National Paralympic

Committee merupakan penelitian yang jarang dilakukan, sehingga menjadi unik

untuk dibahas dan memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi sebuah

penelitian yang hasilnya bermanfaat serta dapat diaplikasikan oleh pembaca.