bab iv - digilib uns
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
BAB IV
PERSIAPAN, PELAKSANAAN, DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
Beberapa persiapan penelitian yang dilakukan peneliti, yaitu :
1. Tahap Persiapan Penyusunan Alat Pengumpul Data
Berkaitan dengan metode penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya,
terdapat beberapa alat pengumpul data yang digunakan oleh peneliti, yaitu
lembar riwayat hidup, panduan wawancara, panduan observasi.
a. Lembar Riwayat Hidup
Lembar riwayat hidup digunakan untuk mendapatkan informasi
dasar dari subjek. Beberapa informasi yang tercantum dalam blangko
riwayat hidup adalah identitas subjek, identitas orang tua, keadaan
keluarga, susunan keluarga subjek, riwayat pendidikan, riwayat kursus,
riwayat organisasi, riwayat pekerjaan, prestasi, dan riwayat difabilitas.
Hal-hal yang tercantum dalam lembar riwayat hidup akan diperdalam pada
sesi wawancara. Lembar riwayat hidup diberikan pada saat melakukan
pertemuan dengan subjek. Subjek pertama mengisi lembar riwayat hidup
pada pertemuan ketiga, sementara subjek kedua dan ketiga mengisi lembar
riwayat hidup pada pertemuan pertama. Lembar riwayat hidup telah
disertakan dalam lampiran B.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
63
b. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara disusun oleh peneliti untuk mengungkap
informasi yang nantinya akan memfokuskan tentang hardiness pada atlet
difabel. Selain itu, agar data yang didapatkan lebih dalam, peneliti juga
mengungkap aspek lain mengenai gaya pengasuhan orang tua subjek,
pengalaman hidup subjek, penghayatan subjek terhadap hidup, serta latar
belakang subjek untuk menjadi seorang atlet difabel. Peneliti membuat
daftar pertanyaan operasional yang bersifat umum dan kemudian akan
diperdalam dengan pertanyaan lebih spesifik (indepth) sehingga
didapatkan data yang lengkap.
Peneliti menggunakan bentuk wawancara semi terstruktur, yaitu
bentuk wawancara yang menggunakan pedoman untuk mencapai tujuan
wawancara tetapi tetap dilakukan secara fleksibel sehingga peneliti dapat
mengembangkan pertanyaan sesuai dengan kondisi subjek namun tetap
sesuai dengan pedoman wawancara. Peneliti memulai pertanyaan
berkenaan dengan aktivitas subjek sehari-hari, pandangan subjek mengenai
para atlet difabel, latar belakang subjek memutuskan menjadi atlet difabel,
latar belakang keluarga, masa kecil, pernikahan subjek, hingga kehidupan
subjek saat ini sebagai atlet difabel.
c. Observasi
Kemampuan peneliti membaca reaksi verbal ataupun non-verbal
sangat dibutuhkan untuk menunjang data hasil penelitian. Aspek non-
verbal yang diobservasi oleh penelitia meliputi penampilan fisik, ekspresi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
64
perilaku yang muncul, rentang perhatian, serta interaksi dengan orang lain.
Beberapa hal lain yang diobservasi adalah artikulasi, keluasan penggunaan
kosa kata, kejelasan pengucapan kata, intonasi, penggunaan bahasa, dan
penekanan kalimat. Peneliti juga melakukan observasi berkaitan dengan
aktivitas keseharian subjek, meliputi keadaan di sekitar tempat subjek
melakukan aktivitas (kantor, rumah, dan lapangan), interaksi dengan istri
dan anak, serta interaksi subjek dengan teman-temannya. Observasi
diharapkan mampu membantu peneliti mendapatkan pemahaman lebih
baik tentang konteks dalam hal yang diteliti.
2. Rencana Pengkodingan untuk Reduksi Data
Membuat koding berarti memberikan satuan data agar dapat ditelusuri
berasal dari sumber mana data tersebut. Pemberian kode meliputi :
a. Penandaan sumber asal satuan, dalam penelitian ini adalah keseluruhan
data yang berasal dari wawancara.
b. Penandaan jenis subjek, pada penelitian ini kode SU = subjek utama, SO
= Significant Other, dan P = Pelatih. Terdapat 3 subjek utama dalam
penelitian ini, SU. I untuk subjek 1, SU. II untuk subjek 2, dan SU. III
untuk subjek 3. Sedangkan untuk significant other, dalam penelitian ini
masing-masing subjek memiliki 1 significant other, yaitu istri dari masing-
masing subjek dan dua orang pelatih subjek selama menjalani program
karantina di NPC. Contoh SO. I adalah significant other pertama dari
subjek pertama. Kode SO. II adalah significant other pada subjek kedua,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
65
dan seterusnya. Adapun kode P. I dan kode P. II untuk pelatih pertama dan
kedua.
c. Penandaan waktu wawancara, pada penelitian ini wawancara dilakukan
sebanyak dua hingga tiga kali pada subjek utama, dan satu kali untuk
masing-masing significant other. Pemberian kode waktu wawancara
adalah dengan menggunakan kode 01 dan 02 untuk membedakan
wawancara pertama, kedua, dan seterusnya. Contoh W. SU. I. 01 adalah
wawancara pertama pada subjek utama pertama, W. SO. I. 01 adalah
wawancara pertama pada significant other pertama subjek utama pertama,
dan W. P. I. 01 adalah wawancara pertama dengan pelatih pertama dari
ketiga subjek.
d. Penandaan letak baris dalam verbatim, penandaan dilakukan dengan
memberikan angka untuk menunjukkan letak baris di dalam verbatim.
Contoh W. SU. I. 01 : 223-228 berarti ini merupakan wawancara pertama
pada subjek utama 1, dan kutipan diambil dari baris 223-228 dari verbatim
tersebut. Sedangkan untuk contoh pengkodingan data pada significant
other adalah W. SO. I. 1 : 94-97 berarti ini merupakan wawancara pertama
pada significant other pertama dari subjek utama pertama. Penandaan
untuk pelatih contohnyanya W. P. I. 01 : 98-109 berarti ini merupakan
wawancara pertama dari pelatih pertama ketiga subjek.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
66
B. Pelaksanaan Penelitian
Seluruh subjek utama dan significant other penelitian didapatkan dengan
metode purposive sampling dan snowball sampling. Pencarian subjek utama
dilakukan sejak minggu kedua bulan Februari 2014, sehingga pada tanggal 21
Februari 2014 peneliti mulai melakukan pembangunan rapport dengan salah satu
calon subjek utama. Dalam proses menentukan subjek utama, peneliti dibantu
oleh pelatih. Adapun dalam proses penentuan significant other, peneliti
memberikan penjelasan kepada subjek utama mengenai perlunya wawancara
tambahan kepada orang terdekatnya. Sehingga pada saat wawancara dengan
subjek utama, peneliti mendapatkan nama yang direkomendasikan untuk
dijadikan significant other.
Pada bulan Maret – Desember 2015 peneliti beberapa kali melakukan
kunjungan ke lapangan untuk mengamati aktivitas para atlet difabel selama masa
Pelatihan Nasional (PELATNAS) . Peneliti mengamati interaksi antar atlet difabel
serta interaksi atlet dengan pelatih. Proses pembangunan rapport berjalan lancar,
walaupun peneliti membutuhkan beberapa kali kunjungan agar para atlet mau
menerima kehadiran peneliti di tengah mereka. Peneliti sempat berganti subjek
utama beberapa kali dikarenakan ketidaksediaan dalam mengikuti penelitian.
Proses wawancara berjalan lancar. Subjek utama menepati janji pertemuan
sesuai dengan waktu dan lokasi yang telah disepakati. Subjek utama juga sangat
kooperatif selama proses wawancara berlangsung sehingga peneliti dapat dengan
mudah membangun hubungan baik dengan subjek. Dalam salah satu proses
wawancara, subjek utama diminta untuk melakukan pengisian informed consenst
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
67
dan lembar riwayat hidup. Berikut ini merupakan daftar tabel riwayat hidup
subjek utama yang digunakan dalam penelitian ini:
Tabel 1,
Identitas Subjek Utama,
No. Aspek Subjek Utama I Subjek Utama II Subjek Utama III
1. Nama ST AS BW
2. Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Laki-laki
3. Usia 36 tahun 36 tahun 46 tahun
4. Anak ke- 1 dari 2
bersaudara
4 dari 4 bersaudara 6 dari 8 bersaudara
5. Tinggal dengan Anak & Istri Anak & Istri Anak & Istri & Ibu
6. Pendidikan
terakhir
SMP SMA S1
7. Pekerjaan Atlet dan
wirausaha
Atlet dan
wirausaha
Atlet dan wirausaha
8. Suku Jawa Jawa Jawa
9. Agama Islam Islam Islam
10. Status Menikah Menikah
(Pernikahan kedua)
Menikah
11. Hobby Olahraga Olahraga Olahraga
12. Domisili Bandung Solo Solo
Berikut ini adalah tabel jadwal pengambilan data pada subjek utama penelitian :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
68
Tabel 2
Jadwal Pengambilan Data Subjek Utama,
Pertemuan :
Subjek
1 2 3
Subjek Utama I
(ST)
Sabtu, 21 Februari
2015 di Stadion
Sriwedari, Solo.
Jum‘at, 27
November 2015 di
Gedung PPBRM,
Colomadu.
Senin, 28 Desember
2015 di Gor
Pajajaran Bandung.
Subjek Utama II
(AS)
Rabu, 6 Januari 2016
di Sekretariat NPC
Jawa Tengah (GOR
Manahan).
Sabtu, 9 Januari
2016 di kediaman
subjek utama II
(Sumber, Solo).
Rabu, 13 Januari
2016 di kediaman
subjek utama II
(Sumber, Solo).
Subjek Utama III
(BW)
Rabu, 6 Januari 2016
Sekretariat NPC Jawa
Tengah (GOR
Manahan).
- -
Pengambilan data tersebut dilakukan pada tempat yang berbeda-beda.
Pemilihan lokasi dan waktu wawancara ditentukan berdasarkan permintaan subjek
utama. Pada subjek utama pertama, pengambilan data berlangsung sebanyak tiga
kali dan dilakukan di tiga tempat yang berbeda. Pertemuan pertama pada subjek
utama pertama berlangsung di Stadion Sriwedari, pertemuan kedua di Wisma
Yayasan Insan Sembada, dan pertemuan ketiga di Gor Padjajaran kota Bandung.
Subjek utama kedua meminta pertemuan wawancara pertama di Sekretariat NPC
Jawa Tengah, Manahan dan pertemuan kedua serta ketiga berlangsung di
kediaman subjek. Adapun pertemuan subjek utama ketiga dilaksanakan di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
69
Sekretariat NPC Jawa Tengah, Manahan dan peretmuan kedua berlangsung di
kediaman subjek di daerah Karangasem. Pengambilan data tidak hanya dilakukan
pada subjek utama. Peneliti juga melakukan observasi dan wawancara pada orang-
orang terdekat subjek utama (significant other). Berikut ini adalah tabel jadwal
pengambilan data pada significant other penelitian :
Tabel 3,
Jadwal Pengambilan Data Significant others,
Pertemuan :
Significant Other
1
Significant Other dari Subjek
Utama I (SM) Selasa, 29 Desember 2015 di Gor Pajajaran, Bandung.
Significant Other dari Subjek
Utama II (RR)
Sabtu, 9 Januari 2016 di kediaman subjek utama II
(Sumber, Solo).
Significant Other dari Subjek
Utama III (SR)
Selasa, 12 Januari 2016 di kediaman subjek utama III
(Karangasem, Solo).
Pelatih I dari ketiga subjek
utama (SW)
Selasa, 12 Januari 2016 di Sekretariat NPC Jawa
Tengah (GOR Manahan).
Pelatih II dari ketiga subjek
utama (PW)
Senin, 11 Januari 2016 Masjid Kampus Manahan
jurusan POK FKIP UNS.
Significant other yang terlibat dalam penelitian ini adalah istri dan pelatih
dari masing-masing subjek utama. Pemilihan tersebut didasarkan asumsi bahwa
istri dan pelatih adalah pihak yang paling dekat dengan subjek utama dan
memiliki peran dalam aktivitas keseharian sebagai seorang atlet. Pengambilan
data pada significant other tersebut dilakukan pada tempat yang berbeda-beda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
70
Pemilihan lokasi dan waktu wawancara ditentukan berdasarkan kesediaan waktu
yang diberikan oleh istri dan pelatih kepada peneliti.
Pada pertemuan awal, peneliti menyampaikan kepada subjek utama
mengenai rencana pemilihan significant other tersebut. Baik subjek maupun calon
significant other tidak ada yang keberatan sehingga akhirnya istri dan pelatih dari
masing-masing subjek turut berperan dalam penelitian ini sebagai significant
other. Wawancara kepada significant other dilakukan setelah semua wawancara
dengan subjek utama selesai. Wawancara significant other dari subjek utama I
dilaksanakan di Gor Pajajaran kota Bandung. Sedangkan wawancara significant
other subjek utama II dan III dilaksanakan di rumah pribadi masing-masing
subjek utama.
C. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Subjek Utama I (ST)
a. Riwayat Hidup
Subjek utama I berinisial ST merupakan pria kelahiran Indramayu
tanggal 4 Januari 1980. Lahir sebagai anak sulung dari dua bersaudara.
Pekerjaan ST adalah wirausaha dan atlet. ST memiliki beberapa usaha jasa
cuci motor dan mobil di Bandung dan Indramayu. ST bersuku bangsa Jawa
dan beragama Islam. Menikah sejak tahun 2009 dan memiliki anak laki-
laki berusia 5 tahun yang akrab dipanggil Nasril. Istri ST berinisial SM.
Usianya satu tahun lebih tua dibandingkan ST. Istri ST bekerja sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
71
kepala cabang salah satu minimarket terbesar di Indonesia yang terletak di
kota Bandung. Pendidikan terakhir istri ST adalah SMA.
ST memiliki hobi olahraga. Hobi tersebut dilakukannya sejak
masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). ST saat ini berdomisili di
Jalan Cipedes Tengah nomor 77, gang Asyari RT 001, RW 006, Kota
Bandung, Jawa Barat. Sekitar 10 menit perjalanan dengan mengendarai
motor dari Gor Pajajaran Bandung.
Ayah dan Ibu ST bersuku bangsa Jawa. Ibu dan ayahnya menikah
pada saat usia mereka 15 tahun. Pada saat pengisian riwayat hidup, ST
mengungkapkan bahwa Ayahnya sudah meninggal dunia sejak tahun 2003
pada usia 48 tahun. Sementara Ibunya masih hidup dan berdomisili di
Indramayu bersama adik perempuannya. ST mengaku tidak mengenal
sosok ayahnya secara dekat karena sedari ST berusia 5 tahun, ayah dan
ibunya sudah bercerai. ST sangat jarang bertemu dengan ayahnya. ST
mengaku, ia pernah memiliki perasaan iri pada teman-temannya yang
masih memiliki kedua orang tua komplit.
Ibu ST sendiri pernah bekerja sebagai seorang Tenaga Kerja
Wanita (TKW), sehingga pada masa kecilnya ST lebih banyak diasuh oleh
sanak keluarga yang lainnya daripada orang tua kandungnya. Dalam
pertemuan wawancara 1, ST sempat menceritakan bahwa ia memiliki dua
orang adik yang lahir tahun ‘92 dan kelas X SMA. Namun, pada saat
pertemuan kedua, ST menceritakan dan menuliskan bahwa iya memiliki
seorang adik perempuan yang bernama Nining, berusia 32 tahun, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
72
berdomisili di Indramayu. Pada pertemuan ketiga, ST tidak memberikan
keterangan tambahan mengenai kondisi Ibu dan saudaranya saat ini. ST
cenderung mengalihkan pembicaraan atau menjawab sekedarnya saat
peneliti bertanya tentang ayah, Ibu, dan adiknya. ST lebih sering
menceritakan istrinya dan anaknya.
ST pernah bersekolah di SDN Teluk Agung I dan SMP 1 di daerah
Indramayu. Dalam lembar riwayat hidup, istri ST menuliskan SMA
sebagai pendidikan terakhir ST, namun menurut penuturannya, ST tidak
tamat SMA karena pada saat kelas 2 SMA, ST mengalami kecelakaan.
Istri ST tidak memberikan keterangan lebih lanjut mengenai alasan ST
tidak menamatkan pendidikan menengah atasnya.
ST pernah menjalani kursus keterampilan bidang perbengkelan di
salah satu lembaga pelatihan para difabel di daerah Jakarta pada tahun
1999 selama satu tahun. Saat ini ST aktif sebagai pengurus National
Paralympic Committee Jawa Barat. Adapun capaian prestasi ST dalam
bidang olahraga sudah sampai di tingkat internasional. Di ajang Asean
Para Games (APG) 2015 lalu di Singapura, ST mendapatkan dua medali
emas dan satu perak. Dua tahun sebelumnya, pada ajang APG 2013 yang
diselengarakan di negara Myanmar ST mendapat satu medali emas dan
dua medali perak. ST memiliki banyak sekali medali dari kompetisi
tingkat daerah, nasional, sampai internasional.
ST menjadi difabel sejak kelas 2 SMA akibat kecelakaan. Kejadian
berlangsung saat ST pulang sekolah mengendarai motor dan ST ditabrak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
73
oleh bus di jalan sepanjang pantai utara (Pantura) kawasan Indramayu. ST
mengaku pernah mengalami masa depresi hingga pernah berpikir untuk
melakukan bunuh diri pada kurun waktu satu tahun setelah kecelakaan
yang mengakibatkan amputasi kaki pada ST. Pemikiran untuk mengakhiri
hidup itu muncul dalam benak ST karena teman-teman dan pacarnya tidak
memperlakukan ST seperti sedia kala. Kepercayaan diri ST kembali
muncul setelah ST memutuskan untuk bergabung ke salah satu yayasan di
Jakarta yang memberikan kursus keterampilan khusus untuk orang difabel.
Peneliti memberikan lembar riwayat hidup pada ST sebanyak dua
kali. Lembar riwayat hidup pertama kali diberikan pada pertemuan kedua
yang berlangsung di Gedung PPRBM Colomadu. ST membawanya pulang
dan mengaku bahwa lembar tersebut hilang. Pengisian lembar riwayat
hidup yang kedua kalinya dilakukan oleh istri ST pada saat
berlangsungnya observasi dan wawancara dengan significant other dari
subjek utama I. ST yang meminta istrinya untuk mengisi lembar riyawat
hidup. Pada saat berlangsungnya pengambilan data melalui significant
other, subjek utama I (ST) ikut menemani istrinya.
b. Gambaran Obervasi
ST memiliki tinggi badan sekitar 165 cm. Perawakan ST seperti
kebanyakan atlet dengan otot yang menonjol di beberapa bagian tubuh
(lengan dan leher). ST memiliki warna kulit coklat tua. Wajah ST
berbentuk bulat, alis mata berwarna hitam dengan bentuk sedikit
melengkung naik di bagian ujung alis mata. Selain itu ST memiliki bibir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
74
yang berwarna hitam karena ST mengaku sebagai seorang perokok berat.
Rambutnya berwarna hitam. Potongan rambut ST sewajarnya potongan
rambut kaum laki-laki, yaitu dipangkas habis diatas bahu.
ST mengalami amputasi kaki kiri dari paha atas hingga telapak
kaki. ST mengenakan kaki palsu berwarna perak dalam menjalani aktivitas
sehari-hari. Dengan kondisi kaki yang berbeda dari orang pada umumnya,
ST tetap bisa mengendarai motor roda dua seorang diri. ST mengaku
sering mengantar jemput istrinya bekerja. Selama proses latihan di Solo
ST membawa kendaran motor pribadi dan sering menggunakannya untuk
bepergian keliling Solo. ST memiliki kegemaran melakukan touring
bersama denga teman-temannya.
Secara keseluruhan penampilan ST cukup rapi. Nada suara ST
terdengar keras dengan intonasi yang kadang tinggi, kadang datar. Pada
proses berlangsungnya wawancara, ST sering memberi penekanan pada
kata-kata tertentu dengan intonasi suara yang cukup keras. ST
menunjukkan penampilan yang berbeda-beda selama proses pengambilan
data.
Interaksi ST dengan orang lain cukup baik. Pada saat proses
pengambilan data, ST beberapa kali melakukan jeda percakapan dengan
peneliti untuk menyapa teman-temannya yang lewat di sekitar lokasi
tempat berlangsungnya proses pengambilan data. Pengambilan data pada
ST dilakukan sebanyak tiga kali. Pertemuan pertama berlangsung pada
hari Sabtu, tanggal 21 Februari 2015 mulai pukul 09.05 – 09.50 WIB
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
75
bertempat di Stadion Sriwedari seusai ST melaksanakan latihan. ST
mengenakan kaos olahraga berwarna-warna abu-abu yang kemudian di
lapisi dengan jaket berwarna merah serta mengenakan celana panjang
berwarna merah. ST tidak memakai aksesoris apapun di pergelangan
tangannya. Selama proses wawancara, pandangan ST lebih banyak
diarahkan ke jalan raya di depan Stadion Sriwedari, hanya sesekali ST
melihat ke arah peneliti. ST beberapa kali meminta izin dan memohon
maaf pada peneliti untuk merokok. Peneliti mencatat, selama 45 menit
proses wawancara, ST menyalakan rokok sebanyak dua kali. ST sesekali
mengalihkan pembicaraan denga bertanya pada peneliti mengenai suatu
hal yang baru dilihatnya dan terjadi di sekitar lokasi berlangsungnya
wawancara. ST juga mengajukan pertanyaan mengenai latar belakang
peneliti.
Pertemuan kedua berlangsung pada hari Jum‘at, tanggal 27
November 2015 mulai pukul 19.30 – 19.55 WIB bertempat di Gedung
PPRBM Colomadu. Awalnya, peneliti menemui ST di Hotel Mekar Sari
tempat tinggal ST dan atlet lainnya selama menjalani PELATNAS di Solo,
sesuai dengan kesepakatan semula. Namun, pada hari dan jam yang sama,
seluruh atlet yang ikut dalam PELATNAS Asean Para Games 2015 akan
melaksanakan pertemuan di Gedung PPRBM Colomadu sebagai persiapan
terakhir sebelum keberangkatan ke Singapura. Saat ditemui, ST
mengenakan kemeja lengan panjang berwarna hitam dengan lengan baju
dilipat sampai siku tangan dan celana jeans berwarna hitam. Pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
76
pertemuan kedua, peneliti meminta ST untuk melakukan pengisian lembar
riwayat hidup sambil sesekali peneliti mengajukan pertanyaan pada hal-hal
yang ditulis ST dalam lembar riwayat hidup. Selama proses pengisian
lembar riwayat hidup, beberapa kali ST mengalihkan pembicaraan jika
peneliti bertanya tentang ayah, Ibu, dan adiknya. Pengisian lembar riwayat
hidup terhenti ketika acara yang diperuntukkan untuk para atlet difabel
sudah dimulai.Peneliti menyukupkan pertemuan hari itu, adapun ST
memohon izin pada peneliti untuk membawa lembar riwayat hidup yang
baru saja di isi olehnya. Pada pertemuan kedua, ST juga memohon izin
pada peneliti untuk merokok.
Pertemuan ketiga berlangsung pada hari Senin, tanggal 28
Desember 2015 mulai pukul 09.55 – 11.47 WIB bertempat di Gor
Pajajaran Kota Bandung. ST mengenakan kaos lengan pendek berwarna
abu-abu tua dan celana jeans berwarna abu-abu pudar. Dalam pertemuan
hari itu ST turut membawa serta anak laki-lakinya, sehingga dalam proses
wawancara ST beberapa kali beralih fokus pada anaknya karena anaknya
datang meminta uang untuk jajan atau ST memberikan peringatan pada
anaknya untuk main di sekitar ST. Selama proses wawancara, ST meminta
izin pada peneliti untuk merokok. ST menyalakan rokoknya sebanyak tiga
kali. Beberapa kali ST terbatuk dengan suara cukup keras dan mengaku
bahwa batuknya di sebabkan oleh aktivitas merokok yang sedang
dilakukannya. Namun, ST bercerita bahwa dirinya adalah perokok berat
yang sangat susah untuk lepas dari rokok walaupun sudah sering di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
77
peringatkan oleh istrinya. Pada pertemuan ketiga, ST mengenakan gelang
berwarna biru di tangan kanannya, jam tangan di tangan kirinya, dan
kalung berwarna perak berbentuk rantai di lehernya. Kalung tersebut
dimasukkan ke dalam kaos yang dikenakan oleh ST. ST sempat mengajak
peneliti untuk makan siang di sekitar Gor Pajajaran. Di warung makan, ST
terlihat sudah akrab dengan pemilik warung, ST menyapa pemilik warung
dan beberapa orang yang sedang makan dengan ramah. Pada pertemuan
ketiga, peneliti sempat menanyakan mengenai anak ST yang kedua, ST
menjawab bahwa anaknya tinggal bersama neneknya di Indramayu,
namun pada saat peneliti mewawancarai istri ST, ternyata anak bungsunya
sudah meninggal sejak awal tahun 2015. ST mengakui bahwa dia
berbohong karena ST tidak ingin kalau orang lain mengetahui
kelemahannya. ST juga tidak memberikan keterangan lebih jauh pada
peneliti mengenai sebab meninggalnya anak bungsu ST.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
c. Hasil Pemaknaan Subjek Utama I
Tabel 4,
Data Hasil Pemaknaan Subjek Utama I,
No. Gambaran Hardiness
Indikator Data Wawancara Data Obervasi Unit makna
1. Commitment Ketertarikan dan
keingintahuan tentang
hidup.
Terus kebahagiaan itu, kesenangan itu kan kita
yang nyiptain bukan orang lain. (W.SU.I.03: 97-98)
Karena manusia udah diciptakan, Tuhan itu adil.
Udah ada rejekinya, udah ada sifatnya masing-
masing. Nggak bisa ngerubah garis yang kuasa,
apapun yang terjadi kalau memang sudah kehendak
yang di atas, ya harus bisa nge-ikhlasinnya, walau
berat. Sekarang ya itu aja, kalau saya pegangannya
segala sesuatu ya jangan lupa, 2,5 itu zakat,
syukuran, itu kan bukan rejeki kita semua.
(W.SU.I.03: 157-161)
Alhamdulillah, dari dulu, apa namanya, kalau buat
sedekah gitu, walaupun sholat masih “blentang-
blentong” gitu lah, yang namanya kewajiban
seperti itu, sama omongan orang tua, saya dengerin
terus, saya ke masjid, ke ibu-ibu, sampai tiga
tempat alhamdulillah. Kan di keluarga istri, terus
Menatap
interviewer.
Nada suara datar.
Pandangan mata ke
sekeliling.
HP berbunyi lagi.
Subjek mematikan
dering HP yang
berbunyi. Pandangan
mata ke arah HP
kemudian menatap
Subjek memaknai
kebahagiaan sebagai sesuatu
yang timbul dari dalam diri
bukan diberikan orang lain
lain.
Subjek percaya bahwa Allah
itu adil dan setiap manusia
sudah memiliki takdir bagi
kehidupannya dan harus
ikhlas serta bersyukur
terhadap takdir
kehidupannya.
Subjek memiliki komitmen
untuk melakukan sedekah
setiap kali mendapatkan
medali kejuaraan sebagai
ungkapan rasa syukurnya.
Subjek percaya bahwa ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
di rumah sendiri, sama di orangtua. Jadi ya, nggak
berenti-berenti nya ngucapin syukur kan. Ya bener
sih, kita semakin bersyukur, bukan semakin kere,
bukan semakin berkurang, kalau bisa
merasakannya. Kadang-kadang kan orang, udah
dapet itu mah, rugi, kebanyakan. Salah besar,
Kalau menurut saya itu kan fatal, karna itu rejeki
kan bukan punya kita semua, tapi ada juga yang
hak-nya anak yatim, ya kan? (W.SU.I.03: 174-185)
Iya, karena semua itu udah ada rejekinya masing-
masing, orang hidup udah ada yang atur. Cuman
kalau kita sering ngeluh, sering keluh kesah,
ngomongin nggak nyadar, banyak penyesalannya,
ya itu lah, rasain lah, derita kamu. (W.SU.I.03:
265-268)
Yaa... menemukan istri yang tau dan menerima
kekurangan kita kalau menurut saya. Kalau yang
lain mah.. ya maaf bukannya sombong, tapi itu
cuman materi semata, itu bisa dicari. Tapi
menemukan orang yang bisa menerima keadaan
kita, kalau melihat sekarang di posisi saya, bukan
fisiknya itu lagi. Sekarang, kita bukan merasa
egois, bukan merasa diatas atau gimana, kita
mencari yang mukanya kayak Agnes Monica atau
siapa itu, bukan tidak mungkin. Tapi, masalahnya
dia sayang nggak sama kita? (W.SU.I.03: 363-367)
ke interviewer.
Sesekali berbicara
sambil mengangguk.
Menggerakkan
tangan.
Pandangan mata ke
sekeliling kemudian
menatap ke arah
interviewer.
hak orang lain di dalam harta
yang dimilikinya. Subjek juga
meyakini dengan sedekah ia
tidak akan menjadi miskin
dan kekurangan.
Bagi subjek, setiap orang
sudah memiliki jatah
rezekinya masing-masing.
Oleh karenanya harus
dijemput bukan malah
berkeluh kesah dan menyesal.
Menurut subjek bahagia
adalah ketika ia bisa bertemu
dengan istrinya dan istrinya
mau menerima keadaan
dirinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Nah... tapi kalau yang bener-bener menerima
kekurangan kita, dan istilahnya apa, semua bener-
bener tau, susah nyari pendamping yang seperti itu.
dan tanpa disadari kita mendapatkan orang seperti
itu, kita jaga baik-baik, tidak menutup kemungkinan
rejeki dua orang, menjadi satu. (W.SU.I.03: 372-
376)
Cuman orang tidak merasakan, tidak menyadari.
Kita komitmen pengen married, pingin menyatukan
dua hati yang berbeda itu, bukan berarti cuman
hanya “sekedar itu”. Tapi disisi lain, kita sendirian
aja dikasih rejeki seperti itu, apalagi berdua. Itu
bukan rejeki kita sendiri, tapi rejeki pasangan kita
juga, anak kita juga. (W.SU.I.03: 378-382)
Wah, ya kita apa ya, semakin kita diatas. Dari segi
gengsi, dari apa yang dipake aja, udah gak bisa
disangkal. Itu manusiawi. Seleranya. Tanpa
disadari, makin ke atas, makinn gengsi itu emang
bener. (W.SU.I.03: 731-734)
Pandangan mata ke
sekeliling kemudian
menatap ke arah
interviewer. Tangan
di gerakkan ke arah
pundak.
Respon cepat.
Pandangan mata ke
sekeliling sesekali
menatap ke arah
interviewer.
Menggerakkan
tangan. Nada suara
tinggi.
Subjek merasa bahwa susah
mencari seorang pendamping
hidup yang mau menerima
kekurangan dirinya. Ketika
subjek mendapatkan orang
yang mau menerima
kekurangannya itu, subjek
akan menjaganya dengan
baik.
Subjek memiliki pandangan
hidup bahwa menikah bukan
hanya sekedar menyatukan
dua hati tapi juga menyatukan
rezeki, sehingga rezeki yang
didapatkan itu ada hak untuk
istri dan anaknya.
Subjek beranggapan bahwa
merupakan hal manusiawi
bagi seseorang jika semakin
berada di puncak kesuksesan
maka gaya hidupnya juga
akan tinggi karena itu
menyangkut pada harga
dirinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Merasa bahagianya. Kalau semua orang yang saya
sayangi sehat. Kalau masalah rejeki kalau menurut
saya mah ngikutin. Ada ininya masing-masing.
Semua sumber kebahagiaan itu. Berawal dari sehat
dulu, kalau kita sehat lihat anak seneng. Istri sehat,
orang tua sehat, semua keliling kita sehat tidak ada
yang. Tidak ada yang tidak mungkin, kita kok yang
nyiptain bahagia. Relatif, mau dibikin seneng. Mau
dibikin ribut kita kok yang nyiptain. Bukan orang
lain. Bener enggak? Suasana apapun kita yang
nyiptain. Kalau menurut saya, kalau menurut yang
lain. Gak tahu, woo itu takdir, gak bisa. Sekarang.
Kita mau dibikin runyam orang kita juga yang
nyiptain. Tanpa sebab akibat gak mungkin. Tau-
tau. Ada sesuatu bikin heboh bikin apa gak
mungkin. He‟e (W.SU.I.03: 800-811)
Kita sendiri kok yang nyiptain. Salah besar kalau
menurut saya, itu apa namanya. Takdir katanya,
dapet ini dapet ini. Salah besar. Karena apa?
Semua itu pilihan. Hidup itu pilihan. Kaya miskin
itu pilihan bukan takdir. Kalau saya dikasih ujian
kayak gini. Ini baru takdir. Bener enggak?
(W.SU.I.03: 813-817)
Aaaa,gak ada yang gak mungkin. Cuma itu aja
kalau menurut saya mah untuk saat ini. Tanpa
Nada suara cukup
tinggi. Tangan
sesekali digerakkan.
Kepala mengangguk
satu kali saat bilang
―He‘e‖.
Menatap
interviewer.
Melihat ke bagian
tubuhnya yang harus
diamputasi (kaki)
Menggelengkan
kepala.
Subjek merasa bahagia jika
orang yang ia sayangi sehat.
Subjek beranggapan bahwa
kebahagiaan hidup akan
diperoleh berawal dari sehat.
Subjek juga percaya bahwa
kebahagiaan itu diciptakan
sendiri bukan orang lain,
tidak semuanya itu takdir tapi
ada hal-hal yang memiliki
sebab dan akibat, salah
satunya kebahagiaan.
Subjek beranggapan bahwa
hidup itu pilihan. Kaya
miskin itu pilihan bukan
takdir. Tapi ketika ia
diberikan ujian menjadi
difabel dan kehilangan
kakinya itu baru disebutnya
sebagai takdir.
Bagi subjek, jika hidup tidak
dalam kondisi fisik yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
sehat. Segimana kita punya duit karungan pun kita
gak bakal bisa menikmatinya. Dari mana kita bisa
menikmati ini rasanya air putih. Ada rasanya, ini
madu manis atau enggak. Dari mana kalau kita gak
sehat? Iya kan? Apalagi orang yang kita sayangin.
Orang yang deket sama kita, sehat. Yaudah itu
kebanggaan yang sangat diidam-idamkan itu.
(W.SU.I.03: 823-829)
Itu untuk ngerem, kalau ada serangan hal-hal yang
tidak inginkan kan kita bisa menghindar. Terus
ada... istilahnya gimana ya... Lebih terarahlah dia
hidupnya. Jelaslah, kan kalau kata orang Cina
bilang yin dan yang. Duniawi.. (W.SU.I.03:1003-
1006)
Akhirat penting. Dunia juga lebih penting...
(W.SU.I.03:1008)
Orang yang enggak punya pegangan. Sehebat
apapun pasti gampang tergoncang. Karena apa
ya... Kita kan deket sama ajaran agama itu kan
bukan suatu paksaan, tapi kewajiban Iya kan?
Kewajiban Yang wajib aja enggak mau, males
apalagi yang sunah? (W.SU.I.03:1010-1014)
Menunjuk diri
sendiri.
Menatap
interviewer.
Menoleh ke kiri
kemudian menoleh
ke kanan ke
interviewer.
Pandangan mata ke
arah bawah.
Pandangan mata ke
piring kemudian
menoleh ke arah
interviewer.
sehat maka walaupun punya
uang banyak tapi manusia
tidak bisa merasakan
nikmatnya makan dan
minum.
Menurut subjek, kedekatan
manusia dengan Tuhan
berfungsi untuk
mengendalikan diri dari
serangan-serangan atau hal-
hal yang tidak diinginkan
sehingga hidup lebih terarah.
Bagi subjek kehidupan dunia
jauh lebih penting daripada
akhirat.
Tuhan merupakan pegangan
hidup. Orang yang tidak
memiliki pegangan hidup,
hidupnya akan terguncang.
Agama bagi subjek
merupakan suatu kewajiban,
bukan paksaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Keyakinan dan
ketahanan diri.
Iya justru, waaa ini apa kalo kita berkecimpung di
dunia olahraga itu, kalau yang gak suka duluan
mah banyak yang gak kuat lama, bener.
(W.SU.I.01:230-232)
Tanya coba, hahaaa... gak bisa kita nyesuaiin,
kabur dari dulu juga, gak kuat, asli itu, bener.
(W.SU.I.01:267-268)
Udah gitu berusaha terus kan, berdoa istilahnya,
wah udah sampe istilahnya gak ada yang...kurang-
kurangnya lah, emang gitu. Orang kebanyakan kan
pengen langsung naik ke tingkat yang atas, ya gak
bisa ada tahap-tahapannya. (W.SU.I.01:334-337)
Udah 3 kali, temen-temen yang bareng daftar udah
ada sebagian yang masuk, yang udah jadi. Susah
Menatap ke arah
interviewer.
Tangan kanan
menepuk tangan kiri
satu kali.
Menggerakkan
bungkus rokok di
depan interviewer.
Pandangan mata ke
arah jalan.
Bagi subjek, dunia olahraga
memiliki banyak tantangan
dan tekanan. Jika seseorang
tidak menyukai olahraga
maka mereka tidak akan
bertahan lama dalam dunia
olahraga dan subjek adalah
orang yang menyukai
olahraga dan mampu
bertahan.
Bagi subjek, seorang atlet
yang tidak menyesuaikan diri
dalam dunia olahraga akan
cepat keluar dari dunia
olahraga.
Subjek meyakini bahwa
untuk sampai ke ―puncak‖
ada tahapannya, tidak bisa
langsung sampai di atas
sehingga perlu usaha dan doa
yang dilakukan terus-
menerus.
Subjek sudah tiga kali
mencoba daftar jadi PNS dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
sih kalo udah urusan itu, faktor milik, faktor kita
juga, kembaliin ke kita juga kan. Ibaratnya kalo
bukan miliknya, belom rejekinya dikejar sampai
kapanpun sampai kemanapun kan, yang penting
kan kita jangan pernah lelah, berusaha itu aja
kuncinya. (W.SU.I.01:691-696)
Yang terpenting sekarang, biar kita nggak jalan di
tempat, jangan ngurusin orang lain, kuncinya, saya
bilang. Sekarang gini, urusan kita aja masih
banyak, ngapain ngurusin orang lain. Itu bikin
semua cita-cita kita, ambisi kita yang pingin kita
raih, jadi jalan ditempat, lambat. (W.SU.I.03: 256-
261)
Orang ibaratnya kita kan bukan atlet pemula lagi.
Sudah profesional. Kalau kita ngomongin berat
enggaknya. Ya itulah resiko kita. Kita mau
bertahan di atlet, karena harus profesional, harus
bener-bener. Istilahnya, manajemen pola latihan.
Pola makan, pola-pola segalanya ya harus dijaga.
(W.SU.I.03:556-560)
Kemudian subjek
berbicara sambil
menepuk-nepuk
celananya.
Berbicara sambil
menatap interviewer.
Menatap
interviewer.
selalu gagal. Namun, subjek
yakin untuk jangan pernah
lelah untuk berusaha
mengejar rezekinya.
Subjek berprinsip ―jangan
suka ngurusin orang lain‖,
fokus pada cita-cita yang
ingin dicapai agar hidup tidak
stagnan.
Subjek mengaku bahwa
menjadi seorang atlet
professional tidaklah mudah.
Ia harus mampu mengatur
dan menjaga pola latihan dan
makan agar bisa bertahan
sebagai atlet professional.
Kerelaan untuk
mencari bantuan dan
dukungan sosial.
Saya mah apa yah, yaa setiap suku, daerah gak ada
yang gak kenal saya, karena senengnya cari
saudara cari temen, gak peduli dia mau istilahnya
apa cuma hanya manfaatin, yang penting kita gak
ada punya pikiran jelek. Bener. (W.SU.I.01:172-
176)
Pandangan mata ke
arah sekeliling dan
interviewer.
Subjek mengaku senang
menjalin hubungan sosial
dengan orang lain. Subjek
memiliki banyak teman dari
berbagai suku dan daerah.
Subjek tidak peduli mengenai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Iya mbak, karena apa saya yang paling seneng cari
temen. Kan jadi gak sepi lah ibaratnya, lebih
berwarna lah hidup itu kan. Gak ini ini, gak cepet
jenuh kan. Ya coba aja kalo kita berteman, ya maaf
aja bukannya sok cerita panjang, cuma hanya
dengan satu dua tiga empat, bisa lebih
berwarnanya gimana itu? yaudah monoton gitu-
gitu aja, makan yang kaya gitu. Tapi kalo kita
berbagai suku, bahasa, kan rame, he‟eh.
(W.SU.I.01:279-285)
Itu ya emang manusia ya gitu sih kalo menurut saya
mah, tergantung kaya yang diajaknya juga kan.
Kalo kaya gitu ya selagi kita masih tujuannya
positif ya kan, ngapain harus istilahnya, orang kalo
mau melebarkan sayap mencari teman sahabat
sebanyak-banyaknya sih malah bagus kalo menurut
saya mah. Kita kapanpun ketemu di jalan ataupun,
ada ini kan bisa saling ini kan gitu.
(W.SU.I.01:632-638)
Berbicara sambil
sesekali
mengangguk saat
menegaskan suatu
pembicaraan.
Pandangan mata ke
arah sekeliling dan
interviewer.
Nada suara datar.
Mengubah posisi
duduk. Pandangan
mata beralih dari
jalanan ke arah
interviewer.
orang lain yang menjalin
hubungan sosial dengan
maksud ―memanfaatkan‖,
bagi subjek yang penting
dirnya tidak mempunyai
pikiran jelek pada orang lain.
Subjek senang mencari teman
karena dengan memiliki
banyak teman, hidupnya
menjadi lebih berwarna dan
tidak sepi.
Subjek tidak segan untuk
mencari teman dan sahabat
sebanyak-banyaknya untuk
tujuan yang positif, sehingga
apabila bertemu di jalan dapat
saling menyapa satu sama
lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Kalau saya di Cengkareng gitu, kayak di RC itu
modelnya persis. Nah kumpul disana itu setahun.
Nggak taunya, saya kayak gini itu paling ringan.
Ada yang kakinya dua nggak ada, dan yang lebih
parah, kan baru liat. Dan nggak kita sendiri yang
kayak gini. Bahkan kita sering bantuin temen naik
tanggak gitu. Ya merasa ringan-lah, kecacatan kita
dibanding temen-temen. Ya itu, mulai kepercayaan
diri tumbuh lagi. Dan mulai dari situ itu,
pendidikan karakter kita dibangun, ikut pelatihan.
(W.SU.I.03:231-238)
Kalau saya dari dulu kenal sama istri ya kayak gitu.
Setiap mau berapa bulan pun, jangan yang
sumbang, atau apa gitu, bener-bener yang
konsentrasi full. Karakter temen-temen kan beda-
beda, ada yang cuek atau gimana. Kalau saya
enggak, ya percaya aja, doa orang yang terdekat,
lebih diijabah. (W.SU.I.03:408-413)
Tangan di arahkan
ke bagian dada
subjek kemudian di
atas meja bergerak
ke arah kanan dan
kiri.
Berdeham. Menatap
interviewer.
Subjek pernah ikut
rehabilitasi untuk para difabel
di daerah Cengkareng,
Jakarta selama satu tahun. Di
sana subjek bertemu dengan
banyak teman-teman difabel
lainnya. Melihat kondisi
teman-temannya, subjek
menjadi sadar bahwa
kekurangan yang dimilikinya
belum seberapa dibandingkan
teman-temannya yang lain.
Subjek membantu temannya
yang tidak memiliki dua kaki
untu naik tangga dan melalui
lembaga tersebut kepercayaan
diri subjek kembali ada.
Jika subjek harus menjalani
masa pelatihan atau karantina
selama beberapa bulan,
subjek dan istrinya saling
percaya dan menjaga
kepercayaan agar selama
ditinggal, tidak ada suara
sumbang mengenai subjek
maupun istrinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Ya, paling untuk kedepannya. Saya pingin rekrut
untuk adik-adik difabel yang junior. Setiap saya
dapet, ngelihat temen-temen difabel yang dijalan.
Saya ajak. Saya rangkul, adapun dia mau terjun
kan hak mereka. Dikita kan regenerasinya bisa
dibilang minim, Tis. (W.SU.I.03:586-590)
Hari apa itu ya? Sabtu. Diwawancara sama. Lokal,
TV lokal. Ditonton, dirumah sendiri, sama temen-
temen. Tak kasih surprise kan? Heee, ke rumah
yooo. Ada 6 orang, di ruang tamu. Nonton,tak kasih
kopi,ngobrol. Kata wartawannya, nanti tayangnya
a‟. Jam 5 sore, tak setelin. Wihhh itu kamu ya?
Mana? Saya pura-pura. Wahh. Bener kok itu kamu,
kapan itu? Gak tau kok, saya bilang gitu. Bukan,
saya bilang gitu. Kan, apa namanya sering hampir
tiap bulan kalau disini. (W.SU.I.03:913-920)
Nada suara datar.
Pandangan mata ke
sekeliling. Sesekali
menatap interviewer
Pandangan mata ke
bawah kemudian
menatap interviewer.
Berbicara sambil
tersenyum.
Subjek ingin merekrut adik-
adik difabel (secara usia lebih
muda daripada subjek) untuk
bergabung menjadi atlet.
Setiap melihat difabel yang
hidup dijalan, subjek juga
mencoba merangkul dan
mengajak mereka untuk
menjadi atlet, walaupun
keputusan untuk menjadi atlet
atau tidak tetaplah menjadi
teman-temannya itu. Subjek
melakukan itu semua karena
subjek merasa bahwa
regenerasi pada atlet difabel
minim.
Subjek mengajak teman-
temannya untuk datang ke
rumahnya kemudian subjek
memberikan kejutan pada
teman-temannya dengan
tayangan TV yang berisi
tentang liputan tentang diri
subjek.
Kemampuan Jadi kalo orang dari alam itu ibaratnya gimana ya, Nada suara datar. Subjek menjelaskan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
mengenal nilai-nilai
pribadinya yang unik
dan tujuannya sendiri
jadi dia bener-bener begitu pas disuruh ikut
olahraga, udah langsung jauh ibarat
ngelemparnya. Kalo kita kan mengikuti seiringnya
waktu kan, ilmu-ilmu sampe tingkat dunia juga kan
kita ikuti supaya kita pengen berusaha naik kan,
kalo dia enggak. Malah alergi kena program, tapi
lemparan jauh, lempar lembing. (W.SU.I.01:223-
228)
Pandangan mata ke
jalanan kemudian ke
interviewer.
mengenai perbedaan atlet
yang memiliki kemampuan
tertentu dan mengalami
tempaan langsung dari alam
(atlet yang berasal dari
Indonesia bagian Timur)
dengan atlet yang memiliki
kemampuan tertentu dari
program latihan. Menurut
subjek, atlet yang ditempa
melalui alam lemparannya
jauh, tapi mereka alergi
dengan program sehingga
pada saat kompetisi seringkali
lemparannya terlalu jauh atau
tidak sesuai dengan kriteria
lemparan dalam sebuah
kompetisi. Berbeda dengan
atlet lainnya yang mahir
dalam lemparan karena
tempaan dalam program
latihan sehingga seiring
bertambahnya ilmu dan
berjalannya waktu mereka
menjadi mahir dalam
kemampuan tertentu. Subjek
sendiri termasuk atlet yang
mahir karena program
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Kan saya dari pertama di latih sama mas PW juga
kan bilang “mas saya orangnya seperti ini, jangan
kaget” dalam artian saya gak seneng dicambuk,
saya lebih seneng dibiarin, bilamana saya salah
tolong diingatkan, daripada nanti salah paham kan.
(W.SU.I.01:347-351)
Banyak temen-temen kalo latihan kan pengennya
ditungguin terus, gak ditungguin korupsi, aturan
dijalanin malah gak dijalanin, banyak kan kaya gitu
hahaaa. Kalo saya enggak, emang saya punya
inisiatif sendiri kok, toh yang rugi bukan pelatih,
kita. Kita udah capek kan ninggalin keluarga di
rumah, terus udah walaupun ibaratnya digaji juga
kalo kita nanti gak menghasilkan, waktu juga kan
kebuang. (W.SU.I.01:351-353)
Menyalakan
sebatang rokok.
Berbicara sambil
menyalakan
sebatang rokok.
Kemudian sesekali
menghisap rokok
dan mengepulkan
asap rokok.
latihan.
Subjek memiliki komitmen
ketika sedang latihan, maka ia
akan mengambil inisiatif
sendiri untuk latihan
walaupun tidak ditunggu
pelatih dan tidak korupsi
waktu serta aturan karena
bagi subjek ia sudah capek
dan pergi meninggalkan
keluarganya, ia tidak mau apa
yang sudah dikorbankan tidak
menghasilkan apa-apa.
Subjek mengenal pribadinya
sebagai seseorang yang tidak
suka ―dicambuk‖ atau di atur.
Subjek lebih senang diberikan
kebebasan dalam menjalani
program latihannya. Namun,
subjek aja terbuka untuk
diingatkan oleh pelatih jika
subjek melakukan kesalahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Ya kayak disini aja, semua anak lempar,
panutannya itu saya. Karena yang kakinya utuh,
tangannya utuh, kelasnya orang umum aja,
lemparannya tuh jauuh, nggak ada yang bisa
ngalahin saya disini, khususnya di Bandung.
Mereka aja pada bingung, kok bisa ya? Padahal
mereka fisiknya utuh, kok kalah ya sama ST?
(W.SU.I.03:295-299)
Orang yang pemula, untuk mencapai 1-2 meter
lemparan itu butuh tahunan, apalagi sekelas tolak
peluru, berat 7,25 kg. Butuh ngejar naik, 1-2 meter
itu. udah, setahun, dua tahun itu. jadi dari situ aja
kita bisa baca, yang junior kita latihannya baru 7
meter, kalau saya udah 11 meter. Jadi 4 tahun lagi
baru bisa ngimbangi, itu aja kalau bener
latihannya, sama pelatih yang bener.
(W.SU.I.03:435-440)
Berbicara sambil
mengubah-ubah
posisi tangan.
Pandangan mata ke
arah interviewer.
Tangan di gerakkan
seperti orang yang
sedang memegang
batu untuk tolak
peluru.
Subjek mengenal dirinya
sebagai seorang atlet lempar
yang menjadi panutan bagi
semua atlet lempar lainnya
karena prestasinya yang baik
di setiap kompetisi. Subjek
juga mengatakan bahwa
belum ada yang bisa
mengalahkan kemampuannya
dalam melempar, padahal
kondisi kecacatan yang
dialami teman-temannya
lebih ringan daripada kondisi
subjek.
Subjek menyadari
kemampuan melemparnya
yang sudah mencapai jarak
11 meter untuk kelas tolak
peluru dengan berat 7, 25 kg.
Menurut subjek, bagi seorang
atlet pemula butuh waktu 4
tahun lagi untuk mampu
mengimbangi kemampuan
melemparnya karena untuk
mencapai 1-2 meter lemparan
butuh waktu tahunan itupun
harus dengan latihan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Saya pertama kali dulu nginep bandung. Enggak
pernah pake spion, knalpot suaranya prepet-prepet-
prepet. Ya ngerasanya apa? Polisi nilang kasih.
Minta duit, enggak ada, ngeyel aja terus. Atlet pak,
gini-gini-gini. Terus kamu pinginnya apa? Yaudah
jangan ditilang. (W.SU.I.03:1022-1026)
Menolehkan kepala
ke arah interviewer.
Menggelengkan
kepala.
benar dan didampingi oleh
pelatih yang benar pula. Hal
tersebut menjadi kesempatan
bagi subjek untuk terus
bertahan sebagai atlet difabel
sampai ada atlet lainnya yang
mengungguli
kemampuannya.
Subjek mengenal dirinya
sebagai orang yang
―ngeyelan‖ atau keras kepala.
Hal itu diceritakan subjek
ketika pertama kali ke
Bandung dan ditilang polisi
karena suara knalpot
motornya yang keras dan
mengganggu kenyaman orang
lain dan subjek tidak pernah
menggunakan spion, namun
subjek selalu menolak jika
polisi memintanya untuk
membayar denda tilang.
Subjek justru akan terus gigih
tidak mau membayar denda
tilang dan meminta agar ia
tidak ditilang hingga akhirnya
para polisi pun malas dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
sikapnya tersebut dan
dibiarkan.
2. Challenge Pendekatan yang
fleksibel terhadap
orang lain dan
kondisi-kondisi
tertentu.
Galak enggak itu tuh tergantung orangnya, kalo
kita gak salah, gak menyalahi aturan saya rasa
yaa... (W.SU.I.01:071-072)
Saya juga seneng itu ngerekrut pemula, istilahnya
pengganti saya, dari dulu saya paling seneng,
nggak pernah tertutup gitu, apalagi sama yang satu
kelas. Saya ajarin, dulu. Ini mah cerita, pernah kan,
temen deket kan kebeneran, tinggi nya sama,
beratnya sama, bahkan lebih tinggi dia, lebih besar
dia. Udah saya ajarin dari nol, tidur di rumah saya,
berbulan-bulan. Sekarang udah imbang, 2008
kemarin udah peringkat nasional. Bahkan lempar
lembing itu, udah kalah saya. Udah berani kredit
motor, atas nama istri saya, saya kasih itu. begitu
pas di pertandingan kan, kamu tu mental
bertanding itu belum ada, walaupun lemparan udah
diatas saya, kamu mental bertanding sama jam
terbang masih nol. Jadi lawan berat kan sama aku,
pesaing berat, kalah dianya waktu PON di
Kalimantan 2008. Stress, nah itu kan, manusia
belum bisa nerima, padahal latihan belum pernah
Menatap interviewer
Menatap
interviewer.
Tangan sempat di
gerakkan di atas
kepala saat berkata
―bahkan lebih tinggi
dia‖.
Subjek berpendapat bahwa
pelatihnya akan galak atau
marah tergantung pembawaan
masing-masing atlet. Jika ia
tidak menyalahi aturan
pelatih tidak akan galak atau
memarahinya.
Subjek menceritakan bahwa
ia pernah merekrut dan
melatih atlet pemula untuk
menjadi penggantinya.
Kemudian ketika sudah
imbang kemampuannya dan
sudah peringkat nasional,
temannya tersebut sudah
berani kredit motor padahal
mental bertanding dan jam
terbang masih nol, akhirnya
pada saat PON tahun 2008 ia
kalah dan stress. Subjek
sudah berusaha selama
latihan memberikan
semangat, tapi setelah sudah
bagus, sifat jelek dari
temannya itu mulai muncul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
menang aku sama dia. Padahal kan aku tujuannya,
ngasih semangat dia biar lebih bagus.bukan berarti
mau ngalahin atau matahin semangatnya. Tapi pas
dia udah bagus, karakter nya sifat jeleknya keliatan
semua itu. kita juga kan merasa kurang enak kan,
ya itu pas begitu aku kalahin, langsung stress,
ketemu lagi event yang berikutnya, udah down.
Latihan udah misah, udah menjauhi sendiri, berarti
kan secara tidak langsung, dia punya sifat jelek.....
(W.SU.I.03:443-464)
Iya, tanpa disadari sifat kebapakan kita,
kedewasaannya kita lebih dituntut lagi untuk bisa
mengerti anak lagi kan besar. Yaitulah, kalau saya
dari pengalaman-pengalaman itu. Dari hal yang
paling kecil sampai besar. Yaitu dari pengalaman
sendiri aja. Apalagi ngadepin karakter-karakter
tetangga. Kita beda suku, beda ras, waaa beda
segala-galanya. (W.SU.I.03:871-876)
Nada suara
melemah.
Menatap
interviewer.
Menolehkan kepala
ke arah kanan
sehingga temannya itu
menjauh dari subjek setiap
kali latihan, padahal subjek
sudah mencoba berlaku biasa
pada temannya itu.
Subjek menyadari bahwa
perannya sebagai bapak
semakin menuntut sifat
kebapakan dan kedewasaan
dalam mendidik anak. Selain
itu dalam berinteraksi dengan
orang lain juga dituntut
kemampuan untuk mengerti
karakter orang lain.
Memandang sesuatu
secara positif dan
optimis.
Yaaa iya, gak mungkin ibaratnya kaya... orang tua
sama anaknya ibaratnya marahin tanpa sebab
akibat itu sama aja kaya gak waras kan.
(W.SU.I.01:075-077)
Naaahh iya santai aja, mengalir aja. Kalo
emangnya kita emangnya, harusnya dikasih jalan
Menatap
interviewer. Nada
suara meninggi saat
di akhir bicara.
Mengubah posisi
duduk. Menatap ke
Menurut subjek seseorang
selalu memiliki alasan ketika
ia melakukan sesuatu hal dan
alasannya baik.
Subjek meyakini bahwa jika
memang ia sudah diberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
ibaratnya mah gak susah. Masalahnya saya sering
mendapatkan keajaiban di olahraga itu.
Dengan pasrah kita berserah diri ke yang Maha
Kuasa, dengan sendirinya keajaiban itu muncul.
(W.SU.I.01:308-311)
Ya Alhamdulillah, punya tekad kuat, dan
diikhtiarkan setiap hari, nggak ada yang nggak
mungkin. Saya optimisnya seperti itu. bahkan kalau
bisa, bukan saya yang disuruh, tapi mereka orang-
orang normal yang bisa kita suruh, tapi ya pastinya
dengan positif. Bukan kita yang jadi pesuruh
mereka. Tapi ya alhamdulillah, yang tadinya orang
nganggep saya negatif, sekarang, dijahit mulutnya.
(W.SU.I.03:244-249)
Nah! Kalau saya dari dulu pikirannya ambisinya,
nggak ada yang nggak mungkin, itu aja. tapi kita
juga hari diiringi, imbangin, jangan konyol...
(W.SU.I.03:338-340)
arah interviewer
Tangan di arahkan
ke bagian dada
subjek kemudian di
atas meja bergerak
ke arah kanan dan
kiri.
Menatap
interviewer.
jalan oleh Tuhan maka segala
sesuatu akan mudah bahkan
subjek mengaku sering
mendapatkan keajaiban
dalam olahraga dengan
pasrah dan berserah diri pada
Allah.
Subjek memiliki keoptimisan
bahwa dengan tekad kuat dan
diikhtiarkan setiap hari, tidak
ada yang tidak mungkin
untuk dicapai. Subjek ingin
membuktikan bahwa kaum
difabel bisa memberikan
pekerjaan bagi orang normal
sehingga tidak ada lagi orang-
orang yang menganggap
difabel dari sudut pandang
negatif.
Subjek memiliki keyakinan
dalam pikirannya bahwa tidak
ada yang tidak mungkin
untuk merealisasikn
ambisinya asal diiringi
dengan usaha dan tidak
melakukan hal-hal konyol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Orang yang ibaratnya gak ada perubahan. Itu
berarti gak niat mau bener, gak ada perubahan.
Kok bisa ya kamu seperti itu ya? Ya bisalah. Gak
ada yang gak bisa, (W.SU.I.03:886-889)
Menganggukkan
kepala satu kali.
Subjek meyakini bahwa
setiap orang yang mau
melakukan perubahan maka
ia akan bisa menjadi lebih
baik dari sebelumnya.
Seseorang yang tidak ada
perubahan dalam hidupnya
berarti tidak benar-benar niat
untuk berubah.
Kerelaan untuk
mengambil resiko
yang membangun.
Bener banyak, karena kan dulu di GOR
Padjadjaran itu yang kaya saya sendirian, saya
latihan sama tentara, yang normal terus, gak ada
temen. (W.SU.I.01:373-375)
gak apa ya... gak ada tantangan istilahnya. Orang
yang sekelasnya saya, bukannya pamer atau
nyombongin. Di bawah saya semua, jadi saya,
gimana caranya supaya memacu adrenalin saya
untuk prestasi itu jangan pernah puas kan dengan
hasil... “aaahh saya mah udah puas lah udah cukup
dengan hasil yang...” aaahh itu mah bukan tipe
olahragawan, sadisius, ambisius. Tapi dalam artian
harus dalam tanda positif, jangan aaahhh jangan
yang aneh-aneh lah. Walaupun saya punya sifat itu,
gak bisa. Cuma hanya jalan di tempat prestasinya.
(W.SU.I.01:378-388)
Menganggukan
kepala kemudian
berbicara sambil
menatap interviewer.
Nada suara
meninggi. Berbicara
sambil sesekali
menghisap rokok
dan mengepulkan
asap rokok.
Subjek terbiasa latihan
dengan tentara du Gor
Pajajaran Bandung. Subjek
jarang latihan dengan teman-
teman di difabel jika berada
di Bandung. Bagi subjek,
tidak menantang jika latihan
hanya dengan sesama atlet
difabel lainnya. Subjek
merasa bahwa teman-teman
yang lainnya memiliki
kemampuan yang lebih
rendah dari dirinya sehingga
untuk memacu adrenalin dan
semangat berprestasi ia
memutuskan latihan dengan
orang normal. Menurut
subjek seorang olahragawan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
Jadi kalau olahraga permainan kayak gitu, kebalik
kan. Nggak kayak kita, olahraga terukur kan,
latihannya yang berat, tandingnya ringan.
Maksudnya tandingnya ringan itu kan cuman
sebentar, tapi latihannya ini, harus ngejar limit itu
kan. Kalau tidak terkejar kan, mau tidak mau,
jangan ngarepin pingin dapet medali sama
berangkat. Logikanya, ada kualifikasinya. Kalau
permainan kan, yang tadi juara keempat kelima aja
bisa emas, karna ada faktor penentunya. Ada faktor
keberuntungan juga kan. (W.SU.I.03:066-073)
Wuuh.. yang namanya olahraga terukur itu, gimana
ya? Apalagi kalau udah lihat rekor dunianya kan,
sekian, mungkin nggak ya? Udah takut duluan.
Tapi kalau permainan, rajanya si A, si B, ibaratnya,
kalau gitu latian terus, diputer terus videonya, cari
kelemahannya, bisa. Kalau kita, tanpa di latih fisik,
Menatap
interviewer.
Kemudian menatap
sekeliling.
Menatap interviewer
kemudian menatap
sekeliling. Tangan
bergerak-gerak saat
berbicara.
harus memiliki sifat sadisius
dan ambisius dalam artian
yang positif agar prestasinya
tidak ―jalan ditempat‖.
Bagi subjek cabang olahraga
atletik/olahraga terukur,
latihannya berat tapi
tandingnya ringan. Berbeda
dengan olahraga permainan
seperti badminton, tenis meja.
Dalam olahraga atletik ada
limit yang harus dikejar, jika
tidak terkejar maka tidak
akan masuk kualifikasi untuk
berangkat dan bertanding,
apalagi berharap
mendapatkan emas.
Walaupun dalam kompetisi
terkadang ada faktor
keberuntungan.
Dalam olahraga atletik atau
olahraga terukur ada rekor
dunianya. Bagi atlet pemula
pasti akan berpikir ―mungkin
gak ya mengalahkan?‖.
Sedangkan untuk olahraga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
fitnes, main, weuuuh.. bener kalau dipikir-pikir.
(W.SU.I.03:076-081)
Kalau saya pola latihannya, tiga pelatihnya,
dengan orang yang berbeda. Itu aja, masih kasih
ongkos bensin. Kalau orang lain, mana ada yang
bisa kayak gitu? Rugi, kalau yang lain. Namanya
latihan gratis, dapat juara pun nggak mau kasih
orang, ya di kasih rejekinya juga nggak mungkin
lebih lah... (W.SU.I.03:302-306)
Mengangkat tiga
jari. Pandangan mata
ke arah interviewer
Pandangan mata
menatap sekeliling.
Sesekali menatap
interviewer
permainan walaupun ada
―rajanya si A atau B‖ jika
diputar terus video
permainannya akan bisa
dilihat kelemahannya dan
bisa dikalahkan. Bagi atlet
olahraga terukur harus
dirutinkan untuk latihan fisik
dan fitness untuk mencapai
hasil yang maksimal.
Subjek memiliki tiga orang
pelatih. Ia membayar jasa
mereka untuk melatih juga
memberi mereka uang
transport setiap kali latihan.
Menurut subjek, tidak ada
atlet difabel lain yang
memiliki pelatih sebanyak
dirinya. Bagi subjek jika
seorang atlet hanya mau
latihan gratis serta dapat juara
tapi tidak mau memberikan
rezeki yang diperoleh dari
medali yang diperolehnya,
bagaimana bisa dilain waktu
akan diberikan rezeki yang
lebih baik oleh Allah?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Oh iyaa lah, sekarang logikanya kita mancing duit,
umpannya masak pake tangan kosong, ya pake duit
lah. Kalau orang lain kan, bangsa PNS gitu
nabungnya di bank. Kalau kita, olahragawan, ya
nabung nya di badan, makannya yang bergizi,
badannya di puk puk, di kasih vitamin, di kasih
suplemen, pelatih yang tau kekurangan kita.
Sisanya, kita serahkan ke yang maha kuasa. Segala
sesuatunya udah kita upayakan, nggak ada yang
nggak mungkin, itu kalau saya kita serahkan ke
yang Maha Kuasa. Tolak peluru, dari magelang
tentara pelatihnya, itupun tahun 2012 kemaren
masih megang nasional, orang umum. Lempar
cakram, orang Ambon, mantan atlet nasional.
Lempar lembing, juara dunia tahun 80-an.
(W.SU.I.03:308-319)
Kalau saya kan pingin saya pecahin, yang dibilang
orang nggak bakal bisa tiga nomor itu, sebelah
mana nggak bisanya? Tapi konsekuensinya kita
harus berani capek, berani nanggung resikonya.
Kadang kalau salah otot, cidera. Tapi kalau pas
benar-benar kena semua, ya disitulah..
(W.SU.I.03:331-336)
Pandangan mata
melihat tangan,
kemudian menatap
interviewer.
Memegang tab.
Menggerakkan
tangan. Menatap ke
interviewer.
Menurut subjek, seorang PNS
menabung uangnya di bank,
maka bagi seorang atlet
menabung prestasinya lewat
badannya atau fisik yang
sehat. Oleh karenanya badan
perlu diberi vitamin,
suplemen, dan makanan yang
begizi, dan memiliki pelatih
yang mengerti kekurangan
atas diri sang atlet. Setelah
berusaha menjaga kesehatan
fisik, sisanya diserahkan pada
yang Maha Kuasa. Para
pelatih subjek merupakan
mantan atlet nasional.
Bagi orang lain mustahil
untuk menjadi nomor satu
dari tiga cabang lempar
dalam olahraga atletik (tolak
peluru, lempar cakram,
lempar lembing), namun
subjek ingin membuktikan
bahwa ia mampu walaupun
harus menanggung
konsekuensi harus berani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Kita puterin buat usaha yang lain. Bener. Padahal
istri takut. Nanti gimana ininya? Sekarang gini aja.
Kamu biar. Ngerti manajemen tukang kredit tukang
muterin duit. Kamu gaji berapa? Saya bilang gitu.
Sekian. Nah saya bilang gaji saya sekian.
Penghasilan dari lain-lain sekian. Kalau beli
langsung emang. Gak mikirin utang. Kalau ini kan
itung-itung enggak kerasa. Yang lain gunain. Kamu
mau beli emas, mau beli apa terserah. Bener kalau
saya. Itu kita kembaliin lagi ke orangnya. Berani
enggak? Terbiasa enggak? (W.SU.I.03:795-783)
Ya kan ada kadang-kadang orang yang gak biasa.
Yang bilang enak cash enggak mikirin utang.
Justru, kalau saya enggak ada utang enggak
semangat kerjanya. Nah kan kebalik kan kalau yang
belum ngerti? Kalau yang baru denger aneh. Kalau
saya gitu malah gak semangat kalau enggak punya
utang. Sekarang gini. Apa yang dikejar?Orang gak
punya utang. Santai aja hidupnya. Tapi kalau kita
punya utang bangun tidur aja udah... berdoa, udah
mikir, gimana caranya bisa bayar. Tanggal sekian
tanggal sekian bayar ini. Jadi semangat, ada yang
ngejar-ngejar gitu. He‟e. (W.SU.I.03:786-794)
Menatap
interviewer.
Kemudian menatap
sekeliling. Tangan
ikut bergerak saat
berbicara
capek dan resiko salah otot
ataupun cidera lainnya.
Subjek lebih menyukai
membeli barang dengan
sistem kredit. Bagi subjek, ia
akan merasa rugi jika ia
membeli dengan sistem
pembayaran tunai. Istrinya
pun takut dengan sistem
kredit, tapi subjek
memberikan pemahaman
pada istrinya mengenai
manajemen tukang kredit.
Bagi subjek, kalau ia tidak
memiliki hutang, ia menjadi
tidak semangat bekerja.
Subjek merasa tidak ada yang
dikejar dalam hidupnya jika
ia tidak memiliki hutang.
Tapi jika punya hutang,
subjek berdoa dan
memikirkan cara agar bisa
membayar hutangnya.
Penghargaan serta
penerimaan atas
Cuman di sisi lain kan, karena proses sering
mendapat pengalaman hidup yang, istilahnya
Suasana gaduh, ada
tukang yang
Subjek merasakan kehidupan
sebagai kaum difabel ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
0
keunikan diri sendiri
sebagai suatu berkah
sangat gimana gitu. jadi kita makin.. emang bener,
sekarang baru bisa merasakan kehidupan jadi
kaum difabel, ada berkahnya gitu, ya baru
sekarang. Sampai yang di kampung itu, di
Indramayu bilang, kamu kalau nggak dapet
musibah seperti sekarang itu, belum tentu kamu
bisa naik pesawat ke luar negeri, dengan
spontannya berbicara seperti itu. (W.SU.I.03:136-
142)
Tapi tak pikir, bener juga. Mungkin kalau aku
nggak kayak gini, udah jadi preman aku sekarang.
Bener, kalau dipikir sadarnya gitu.
(W.SU.I.03:145-147)
menggunakan mesin
penyerut kayu.
Pandangan mata
subjek menatap
interviewer. Sesekali
pandangan mata
beralih ke sekeliling.
Pandangan mata ke
arah sekeliling.
berkahnya seiring dengan
proses dan pengalaman hidup
yang dijalaninya. Bahkan
para tetangga di Indramayu
mengatakan bahwa kalau
subjek tidak mendapat
musibah yang mengakibatkan
dirinya menjadi seorang
difabel, maka subjek belum
tentu bisa naik pesawat ke
luar negeri seperti yang sudah
dialaminya.
Subjek mengambil hikmah
dari ujian yang menimpanya
dan menyebabkan dirinya
menjadi seorang difabel. Jika
subjek tidak menjadi atlet
difabel mungkin saat ini
subjek sudah menjadi preman
3.. Control Kerelaan dan
keterampilan untuk
membuat keputusan
yang baik.
Sampe kadang mereka minta maaf sendiri, udahlah
bu, pak, saya bilang, semua orang itu punya masa
lalu, yang penting gimana caranya untuk kita jadi
pribadi lebih baik lagi. (W.SU.I.03: 251-254)
Tangan di arahkan
ke bagian dada
subjek kemudian di
atas meja bergerak
ke arah kanan dan
kiri.
Subjek pernah mendapatkan
pandangan negatif sebagai
seorang difabel. Namun,
setelah menjadi seorang atlet,
orang-orang meminta maaf
pada subjek atas perlakuan
mereka dulu dan subjek
memaafkan mereka. Subjek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
1
Enggak, kalau mertua agak jauh disana. Dari sini
ke Kiara Condong lah, kalau mertua. Kalau rumah
saya yang orangtua, disana di Indramayu. Kan kita
kalau udah aktifitasnya di GOR sini kan, gimana
caranya harus usaha rumah deket sini, biar nggak
terlalu jauh. (W.SU.I.03:050-054)
Kalau dulu mungkin saya punya pikiran untuk
membalas mereka... (W.SU.I.03:273)
Iya. Tapi sekarang nggak ada, saya bilang, boro-
boro punya pikiran seperti itu. karena apa?
Keluarga saya, saya cita-cita-nya masih setinggi
langit, saya bilang. Masih banyak yang belum bisa
tercapai. Apalagi untuk urusan bahagiain anak istri
saya, orang tua saya.... (W.SU.I.03:275-279)
Pandangan mata
menatap sekeliling
kemudian menatap
interviewer.
Tangan melambai-
lambai. Kepala
menggeleng.
Kemudian tangan
menunjuk ke atas.
menganggap itu sebagai
bagian dari masa lalu, yang
penting sebagai manusia terus
menjadi lebih baik.
Subjek memutuskan untuk
tinggal disekitar GOR
Pajajaran Bandung karena
aktivitasnya sebagai atlet
menuntutnya untuk sering
latihan sehingga jika
memiliki rumah dekat dengan
GOR akan memudahkan
aktivitasnya.
Subjek pernah berpikir untuk
membalas orang-orang yang
menganggap remeh dan
negatif dirinya pada masa
lalu. Tapi sekarang subjek
mengurungkan niatnya
karena cita-citanya masih
banyak untuk
membahagiakan istri, anak,
dan orang tua.
Perasaan otonomi diri
dan perasaan adanya
suatu pilihan yang
Kita udah berniat menjalin rumah tangga kan ya
harus bisa nerima kan. Kalo kelebihan jangan
ditanya, siapa yang gak mau kelebihannya kan,
Di akhir
pembicaraan subjek
berdeham.
Dalam menjalin rumah
tangga bagi subjek harus bisa
saling menerima satu sama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
2
diambil. kekurangannya yang utama kan. He‟e...
(W.SU.I.01:519-522)
Ya cuman beda gitu, kalo bahasan ini nya mah
dingin lah. Tapi saya gak masalah, selagi gak ini
kan, gak salah, ngapain harus ditegur, emang udah
bawaannya seperti itu ya kita harus mau lah
menerimanya, harus legowo ya jare orang jawa nya
ya? (W.SU.I.01:524-528)
Sempet juga waktu itu mau jeburin diri ke selokan,
dalem banget. Tapi ada yang larang itu.
(W.SU.I.03:212-213)
Motivasinya orang tua apa? Karena udah nggak
sama kayak temen, udah nggak mau kerja, nggak
bisa apa, wuah.. pokoknya stress itu. tapi ya.. Satu
tahun lah proses yang belom bisa nerima itu, terus
langsung merantau ke Jakarta saya. Ikut temen,
mbengkel. Terus di yayasan kumpul sama temen-
temen difabel itu.. (W.SU.I.03:214-218)
Nada suara datar.
Pandangan mata
mengarah ke
interviewer.
Posisi duduk tidak
berubah
Menatap
interviewer.
lainnya.
Walaupun istrinya kadang
bersikap dingin, subjek tidak
masalah selagi istrinya tidak
berbuat salah. Subjek
menyadari memang
demikianlah pembawaan
istrinya sehingga ia harus
legowo atau besar hati
menerima karakter istrinya.
Subjek pernah berniat untuk
menceburkan dirinya ke
selokan yang dalam di masa-
masa awal subjek kehilangan
salah satu kakinya. Namun
ada yang melarang subjek
untuk melakukan hal tersebut.
Subjek menjalani dinamika
psikologis yang cukup berat
setelah mengetahui bahwa ia
menjadi seorang difabel
hingga akhirnya subjek
memutuskan untuk merantau
ke Jakarta ikut temannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
3
Waktu itu, udah hampir masuk semua, narkoba,
minuman, udah di jalan sih, gimana? Pelariannya
udah negatif semua. Udah dianggap masyarakat
gimana, udah fisiknya cacat, kekurangan, kelakuan
negatif. Nah tapi, pas merantau di Jakarta itu yang
dapet pengalaman berharga banget, kayak di RC
itu. (W.SU.I.03:226-231)
Kayak bengkel las itu kan saya seneng, karena
memang sudah ada dasar. Begitu setahun, saya
sudah pulang kampung, udah nggak tak pikir orang
yang dulu nganggep saya sebelah mata, nganggep
negatif itu, bodo amat. Yang penting, saya niat mau
berubah, dan target saya, misi saya gimana
caranya bisa melebihi mereka-mereka yang utuh.
(W.SU.I.03:238-243)
Subjek
menggerakkan
tangannya.
Tangan di arahkan
ke bagian dada
subjek kemudian di
atas meja bergerak
ke arah kanan dan
kiri.
yang bekerja di bengkel dan
mengikuti pelatihan khusus
kaum difabel di daerah
Cengkareng.
Subjek memutuskan
merantau ke Jakarta padahal
saat itu kondisi subjek sudah
hampir mengonsumsi
narkoba, minuman keras, dan
segala perilaku negatif. Selain
itu subjek juga dianggap
masyarakat sebagai seorang
difabel yang kekurangan dan
berkelakuan negatif. Namun
di Jakarta, justru subjek
mendapatkan pengalaman
hidup yang berharga.
Semasa menjalani pelatihan
di Cengkareng, subjek
memutuskan untuk
mengambil pelatihan bengkel
dan las karena subjek senang
dengan aktivitas tersebut.
Subjek berniat untuk berubah
dan berprestasi melampui
orang-orang normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
4
Kemampuan untuk
melihat peristiwa yang
menimbulkan stress
sebagai bagian dari
kehidupan.
Yang penting kitanya bisa pandai bawa diri, situasi
dan kondisi keadaan. Ya kan emang ini sih apa
namanya, udah lewat saya mah usia-usia yang
penjajahan menilai seorang diri tanpa tau sebab
sesuatu jelas gak bisa langsung menilai seseorang.
Iya kan? Kalo dulu ya sama, waktu usia-usia SMP
SMA gitu, masih istilahnya masih urakan gitu, kalo
sekarang mah ya alhamdulillah sedikit-sedikit bisa
ditata, bisa dikurangi arogannya, (W.SU.I.01:079-
086)
Orang ibaratnya kadang-kadang kalau ada
masalah urusan orang tua kaya gitu kan. Anak
yang jadi korban. Kebanyakan... justru kebanyakan
saya kalau sekarang ngeliat kejadian persis itu,
psikolognya pasti kena. Dan ibaratnya kurang
kasih sayang kedua orang tua yang komplit kan. Iri
Berbicara sambil
menggerakkan
tangan di depan
dada. Pandangan
mata beralih ke
sekeliling kemudian
ke interviewer.
Menatap
interviewer.
Mengangkat pulpen
ke arah interviewer.
(Membalik lembar
riwayat hidup).
Subjek pernah mengalami
masa-masa ―urakan atau
nakal‖ ketika subjek berada
di usia-usia SMP, namun saat
ini subjek mengakui bahwa
sikap arogannya sedikit-
sedikit bisa di tata dan
dikurangi. Masa-masa usia
ketika subjek mudah
memberikan penilaian pada
seseorang sudah dilewati oleh
subjek dan menjadi bagian
kehidupannya. Dari
pengalamannya tersebut,
subjek menyimpulkan bahwa
manusia penting untuk pandai
membawa dirinya dalam
situasi dan kondisi tertentu
agar terhindar dari menilai
seseorang tanpa tahu sebab
yang jelas.
Orang tua subjek bercerai
sejak subjek berusia 5 tahun.
Hal itu menjadikan subjek
terkadang iri jika melihat
temannya dengan kedua
orang tua yang komplit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
5
kadang-kadang kalau liat temen yang masih
komplit. Bener loh. Beda aja. Cuma kalau sekarang
mungkin udah bukan inilah. Udah kuat. Kalau liat
yang masih ini itu perasaannya gimana gitu.
(W.SU.I.02:121-129)
Jadi kalau dipikir-pikir hidup di jalan udah segala-
galanya, apasih yang belum kena, mau yang nggak
jelas, mau yang kayak gimana juga, jadi sekarang
kalau dipikir sadarnya, yaudah kalau bisa sesadar-
sadarnya. (W.SU.I.03:120-123)
Iya, kan sampe yang namanya, ngerasain dari kecil
ikut ibu kan, terus waktu itu ibu pernah jadi TKI,
coba? Satu rumah, sendirian, kemana? Kalau
posisi SMP kelas 1,2 sama 3. Ngurus diri sendiri,
posisi usia yang masih belasan, pas labil-labilnya.
Siapa yang bisa? Walaupun dikasih kiriman sama
ibu kan, datangnya ke yang dipercaya, Uwak,
kakaknya ibu. Yaudah, dengan sambilannya kerja
apapun, sebisa-bisanya. Yang penting bisa
ngehidupin diri sendiri. Ya kalau diinget itu, sedih
Tis. Inget masa kecil saya, ya bukannya tidak
bersyukur gitulah, tapi ya kurang enak di itu nya.
(W.SU.I.03:191-199)
Suasana berisik. Ada
orang menyalakan
mesin las.
Pandangan mata ke
arah sekeliling.
Hanya sesekali
menatap interview.
Mata subjek
memerah.
Namun, saat ini subjek
mengaku sudah kuat dalam
menghadapi hal itu.
Subjek pernah hidup
dijalanan. Ia terbawa pada
lingkungan yang negatif,
namun saat ini ia sudah sadar-
sesadarnya akan
perbuatannya dahulu.
Subjek pernah ditinggal oleh
ibunya bekerja sebagai TKI
di luar negeri saat iya duduk
di bangku SMP. Ia sendirian
di rumah, kondisi diri sedang
labil, uang kiriman selalu
diberikan kepada Uwaknya
karena ia belum dipercaya
akhirnya iya mencari
pekerjaan sambilan untuk
menghidupi diri sendiri. Jika
subjek mengingat masa
kecilnya, subjek merasa
kurang enak, walaupun bukan
berarti ia tidak bersyukur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
6
Coba kamu bayangin aja, SMA kelas 2 dikasih
ujian hilang kaki, siapa yang bisa kuat? Padahal
dalam hati tetep nangis, jerit, tapi disisi lain, saya
nggak bakal kasih tau ke orang lain ke siapapun,
kalau hati ini rapuh, sebenernya, iya kan? Harus
seperti itu hidupmu, bener nggak? Kalau ngomong
apa kan bisa ditutupin, kayak gimana. Tapi
kenyataaannya, kalau kita ngobrol berdua, bener-
bener sama orang yang dipercaya, itulah baru
kelihatan sikap aslinya manusia. Nggak mungkin
itu ada yang sekuat baja, mustahil itu. tetep ada...
(W.SU.I.03:125-129)
Subjek pandangan
matanya menatap
interviewer. Sesekali
pandangan mata
beralih ke sekeliling.
dengan kehidupannya saat
ini.
Kelas 2 SMA subjek
mengalami kecelakan yang
berakibat pada amputasi kaki,
sehingga subjek menjadi
difabel sejak SMA. Subjek
mencoba kuat setiap
berhadapan dengan orang
lain. Namun, jika subjek
sudah bertemu dengan orang
yang bisa dipercayainya,
subjek mengaku akan
kelihatan sikap aslinya yaitu
perasaan sedih dan
kehilangan itu tetap ada
Motivasi berprestasi
sesuai dengan tujuan.
Hahaa, ya punya ini misi beda kan, saya
pengurusnya kan, mempertahankan juara umum.
(W.SU.I.01:703-704)
Motivasi saya kan dari dulu gini, kita kan anak
orang nggak ada, lebih baik capek sekarang
daripada capek terus-terusan nanti. Walaupun istri
saya orang sini, tak didik bener-bener, kamu kalau
pengen hidupnya nggak sengsara, ya mulai dari
sekarang. Karena hidup itu pilihan. Kaya miskin itu
Tertawa. Pandangan
mata ke arah jalan.
Tangan memegang
rokok.
Subjek memiliki misi untuk
bisa mempertahankan gelar
juara umum di ajang Asean
Paralympic Games.
Subjek memiliki motivasi
sebagai anak dari orang yang
kurang mampu ia lebih baik
capek saat masih muda
daripada ia akan capek terus-
terusan sehingga ia mendidik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
7
bukan takdir, kalau aku kan harus punya pedoman
kayak gitu. (W.SU.I.03:091-097)
Kalau kayak kita, orang kampung mah seolah-olah
hidup itu untuk kerja. Kalau selagi ada kesempatan,
ngapain juga kan. Terus pasti kan ada masanya,
nggak mungkin kan seumur hidup untuk kerja, pasti
ada waktunya untuk nikmatin dari hasil.
(W.SU.I.03:102-105)
Kalau untuk di olahraga, untuk saat ini ya itu
ambisi pingin ke olimpiade Rio de Jenerio. Ya......
tahun depan. Itu pun kalau dikasih kesempatan,
kalau Tuhan mengijinkan. Kita kembaliin lagi kan,
kita cuman bisa berusaha. (W.SU.I.03:385-388)
Sampai tahun 2020 pun kalau kita masih dikasih
Menatap ke arah
sekeliling.
Pandangan mata ke
sekeliling sesekali
menatap ke arah
interviewer.
Menatap
istrinya bener-bener kalau
tidak ingin hidup sengsara
maka bekerja dari sekarang
karena bagi subjek kaya
miskin itu pilihan bukan
takdir.
Bagi subjek hidup seolah-
olah untuk bekerja, selagi ada
kesempatan ia akan berusaha.
Subjek yakin bahwa aka nada
masanya ia menikmati hasil
dari kerja yang dilakukannya
saat ini, karena tidak mungkin
sepanjang hidupnya ia akan
bekerja.
Subjek memiliki ambisi untuk
bisa mewakili Indonesia
dalam ajang Asian
Paralympic Games yang akan
diselenggarakan di Rio de
Jenerio, itupun jika Allah
mengizinkan ia berangkat.
Tapi subjek akan terus
berusaha.
Subjek berharap sampai tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
8
umur panjang, Alhamdulillah, saya mintanya nggak
aneh-aneh, asal sehat, umur panjang, ya udah
kelihatan istilahnya kan, olahraga terukur. Kalau
udah diatas itu kan, susah turun kita. Lama kalau
olahraga terukur. (W.SU.I.03:429-433)
Ya alhamdulillah-lah dari hasil-hasil olahraga itu,
kaya di kampung kan ada invest rumah juga, disini
juga kontrakan (W.SU.I.03:523-524)
He‟e. Kos-kosan itu. Ini juga rencananya, ya nyari-
nyari yang kira-kira ada dideket daerah Dago sana.
(W.SU.I.03:526-527)
interviewer.
Menganggukkan
kepala.
Menganggukkan
kepala. Tangan
bergerak menunjuk
arah Dago.
2020 masih diberikan umur
panjanga, sehat sehingga bisa
terus berkarya dan berprestasi
di olahraga terukur.
Subjek berencana untuk
menginvestasikan uang bonus
yang didapatkan dari
kejuaraan Asean Paralympic
Games di Singapura awal
tahun 2016 lalu dalam bentuk
kontrakan dan kos-kosan di
daerah Dago.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
109
1. Subjek Utama II
a. Riwayat Hidup
Subjek utama II berinisial AS merupakan pria kelahiran Temanggung
tanggal 9 Agustus 1980. Lahir sebagai anak bungsu dari empat bersaudara.
Pekerjaan AS adalah wirausaha, atlet, dan menjadi pengurus NPC Jawa
Tengah. AS saat ini berdomisili di Jalan Kuta 7 nomor 13, Sumber, Solo.
AS memiliki usaha rental dengan satu orang pegawai di daerah Sukoharjo
yang telah dirintisnya sejak tahun 2012. AS bersuku bangsa Jawa dan
beragama Islam. Menikah dengan istri keduanya pada tahun 2013 dan
memiliki anak perempuan dari istri pertamanya berusia 12 tahun yang
akrab dipanggil Nisa. Istri AS berinisial RR. Pendidikan terakhir istri AS
adalah SMA. Usianya tujuh tahun lebih muda dibandingkan AS. Istri AS
bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga.
AS mengaku sudah ditinggal istri pertamanya sejak Nisa berusia lima
tahun. Sepeninggal istrinya, anak AS diasuh oleh ibu dan ayahnya di
Temanggung sementara AS bekerja dan menjalani kehidupannya di kota
Solo seorang diri. Istri pertama AS asli Sragen dan bekerja sebagai
Medical Representative di kota Bandung, namun istri pertamanya menjalin
hubungan dengan laki-laki lain yang akhirnya meninggalkan AS dan
anaknya. Menurut penuturan AS, istri pertamanya saat ini sudah memiliki
suami lagi. AS dan anaknya pernah pergi ke Bandung untuk mencari istri
pertamnya dengan modal uang hasil usaha rental komputer, namun AS dan
anaknya tidak menemukan istri pertamanya tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
110
AS memiliki hobi olahraga. Hobi tersebut dilakukan sejak masih kecil,
walaupun sebelum menjadi atlet, AS memiliki aktivitas di bidang seni,
khususnya musik. AS mengaku pernah memiliki semacam band. Namun,
semenjak menjadi atlet, AS sudah tidak pernah lagi bermain musik. AS
juga bercerita pada peneliti bahwa ia pernah dua kali masuk ke dalam
lingkungan yang menjadikannya senang untuk ―minum-minum‖. Hal
tersebut dilakukannya karena ia depresi tidak mendapatkan pekerjaan yang
layak dan saat ia ditinggal pergi oleh istri pertamanya.
Ayah dan Ibu AS masing-masing berusia 65 dan 55 tahun dan bekerja
sebagai buruh tani. Keduanya tinggal di Temanggung bersama kakak
perempuannya. Bapak dan Ibu AS bersuku bangsa Jawa. AS mengaku
lebih dekat dengan sosok ibu daripada ayah. Dalam pertemuan wawancara
1, AS menceritakan bahwa ia memiliki tiga orang kakak. Dua orang kakak
perempuan dan satu orang kakak laki-laki. Kakak perempuannya yang
sulung berpendidikan akhir S1, sedangkan kakaknya yang nomor dua dan
tiga berpendidikan akhir SMA. AS menuturkan bahwa ia memiliki
hubungan kekerabatan yang cukup erat dengan kakak perempuannya yang
sulung. Kakaknya tersebut sering memberikan arahan dan masukan pada
kehidupannya.
AS pernah bersekolah di SDN 2 Temanggung, SMP RC Prof. Dr.
Soeharso Surakarta, dan SMAN 3 Temanggung. AS juga pernah menjalani
kursus keterampilan bidang komputer di RC Prof Dr. Soeharso Surakarta
pada tahun 2001. Saat ini AS aktif sebagai pengurus National Paralympic
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
111
Committee Jawa Tengah sebagai wakil sekretaris jenderal sejak tahun
2014. Adapun capaian prestasi AS dalam bidang olahraga sudah sampai di
tingkat nasional. AS pernah mendapat tiga medali emas pada kompetisi
PEPORPROV tahun 2009; satu medali emas, satu medali perak, dan satu
medali perunggu pada KEJURNAS tahun 2010; dan tiga medali emas
pada PEPARNAS tahun 2012.
AS menjadi difabel sejak balita akibat sakit setelah AS diberikan
suntik imunisasi. AS dan kakak laki-lakinya diberikan suntik imunisasi
dengan jenis yang sama, namun AS menjadi lemas seluruh tubuhnya
kecuali bagian kepalanya setelah ia diberikan suntik imunisasi tersebut.
Orang tua AS melakukan pengobatan-pengobatan medis hingga akhirnya
AS sembuh dan hanya kaki kanannya saja yang layu. Adapun kakak AS
tetap sehat hingga saat ini. AS mengaku pernah menjalani masa-masa sulit
sebagai seorang difabel terutama saat ia tak kunjung mendapatkan
pekerjaan yang layak.
Peneliti memberikan lembar riwayat hidup pada AS hanya satu kali
pada saat pertemuan pertama yang berlangsung di Sekretariat NPC Jawa
Tengah (Stadion Manahan). Pengisian lembar riwayat hidup dilakukakan
oleh AS sendiri. AS bersikap terbuka pada pertanyaan yang diajukan
peneliti mengenai kondisi keluarga dan hal-hal yang peneliti tuliskan
dalam lembar riwayat hidup.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
112
b. Gambaran Obervasi
AS memiliki tinggi badan sekitar 160 cm. Perawakan AS kurus dan
terlihat bersemangat. AS memiliki warna kulit coklat. Wajah AS
berbentuk agak lonjong, alis mata berwarna hitam tebal dengan bentuk
yang sedikit melengkung naik di bagian ujung alis mata. Selain itu AS
memiliki bibir yang berwarna coklat dan jenggot yang dicukur dan
berbentuk rapi di dagunya. Rambutnya berwarna hitam. Potongan rambut
AS sewajarnya potongan rambut kaum laki-laki, yaitu dipangkas habis
diatas bahu.
AS mengalami kelayuan pada kaki kanannya, sehingga bagian kaki
kanan dari lutut hingga mata kaki hanya berbentuk pipih (tulang sangat
kelihatan). AS mengenakan bantuan kruk berwarna perak untuk menjalani
aktivitas sehari-hari. Kadang-kadang untuk berjalan dengan jarak hanya 10
meter, AS bisa berjalan merambat pada dinding tanpa bantun kruk.
Dengan kondisi kaki yang berbeda dari orang pada umumnya, AS tetap
bisa mengendarai motor roda dua seorang diri. Tentunya dengan motor
yang sudah dimodifikasi dan disesuaikan dengan tingkat difabilitas yang
dialami oleh AS. AS sering pergi berdua sambil mengendarai motor
dengan istrinya untuk latihan di Stadion Manahan atau ke menengok usaha
rentalnya di daerah Sukoharjo.
Secara keseluruhan penampilan AS cukup rapi. Nada suara AS
cenderung halus dan lembut, namun AS akan mengeluarkan cukup keras
jika sedang tertawa. Tak jarang bahunya ikut bergerak-gerak saat sedang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
113
tertawa. Selama proses pengambilan data, AS menjaga kontak pandangan
dengan peneliti dan sering memberikan respon tertawa. Selain itu, AS
menunjukkan penampilan yang berbeda-beda pada setiap kali pertemuan
yang dilakukan dengan peneliti.
Interaksi AS dengan orang lain baik. Pada saat proses pengambilan
data, AS beberapa kali melakukan jeda percakapan dengan peneliti untuk
bertemu dengan teman atau tetangganya yang datang berkunjung ke
rumahnya. Di rumahnya, AS memiliki kucing yang memiliki bulu seperti
kucing anggora. Jumlahnya ada enam ekor. AS dan istrinya mengaku
bahwa mereka berdua sama-sama pecinta kucing.
Pengambilan data pada AS dilakukan sebanyak tiga kali. Pertemuan
pertama berlangsung pada hari Rabu, tanggal 6 Januari 2016 mulai pukul
09.30 – 10.11 WIB bertempat di Sekretariat NPC Jawa Tengah (Stadion
Manahan) seusai AS melaksanakan latihan dengan istrinya. AS
mengenakan kaos olahraga lengan panjang berwarna hitam serta
mengenakan celana training panjang berwarna merah biru dongker dengan
garis vertikal di berwarna merah di sisi tengah yang membelah bagian
depan dan belakang celana. AS tidak memakai aksesoris apapun di
pergelangan tangannya dan menggunakan kruk untuk membantunya
berjalan. Selama proses wawancara, AS menjaga kontak mata dengan
peneliti. Pada pertemuan pertama, peneliti memberikan lembar riwayat
hidup pada AS. Pengisian lembar riwayat hidup dilakukan oleh AS dan AS
bersikap terbuka terhadap setiap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
114
Sebelum pulang, peneliti mengambil gambar AS dengan istrinya yang
menunggu AS hingga akhir proses wawancara.
Pertemuan kedua berlangsung pada hari Sabtu, tanggal 9 Januari 2016
mulai pukul 10.21 – 13.08 WIB bertempat di kediaman AS yang terletak
di daerah Sumber, Surakarta. Pertama kali tiba di rumah AS, peneliti
disambut oleh istri AS yang mengatakan bahwa AS baru saja mandi.
Selesai mandi, AS langsung menemui peneliti dengan mengenakan kaos
NPC lengan pendek berwarna abu-abu dan celana training panjang
berwarna biru dongker. Sesaat setelah peneliti memohon izin untuk
merekam percakapan, teman AS datang mengendarai motor. AS memohon
izin untuk menemui temannya sementara peneliti melakukan pengambilan
data pada istri AS. Menurut istri AS, AS memiliki kebiasaan merokok
yang sulit untuk diberhentikan. Namun, selama proses pengambilan data,
AS tidak pernah meminta izin pada peneliti untuk merokok. Setelah teman
AS pulang, pengambilan data terhadap AS dilanjutkan. Pada pertemuan ini
AS banyak sekali menceritakan tentang anak perempuannya. AS
menceritakan tentang kekhawatirannya pada pergaulan anak perempuan
dan kondisi psikologis anaknya yang jauh dari ibu kandungnya. Di akhir
pertemuan, AS mengenalkan peneliti pada anak perempuannya yang baru
saja pulang sekolah, kemudian peneliti mengajak mereka untuk foto
bersama.
Pertemuan ketiga berlangsung pada hari Rabu, tanggal 13 Januari 2016
mulai pukul 20.00 – 21.15 WIB bertempat di kediaman AS yang terletak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
115
di daerah Sumber, Surakarta. AS dan istrinya baru saja tiba dari perjalanan
ke daerah Sukoharjo untuk mengantar pesanan. AS mengenakan kaos yang
sama pada saat pertemuan kedua, kaos NPC lengan pendek berwarna abu-
abu dan celana pendek sepanjang lutut kaki berwarna hitam. Selama
proses pengambilan data, menjaga kontak mata denga peneliti. Pada
pertemuan kedua dan ketiga, AS menyuguhkan teh hangat untuk peneliti
sehingga selama proses pengambilan data, AS beberapa kali
mempersilahkan peneliti untuk meminum suguhan yang diberikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
6
c. Hasil Pemaknaan Subjek Utama II
Tabel 5,
Data Hasil Pemaknaan Subjek Utama II,
No. Gambaran Hardiness
Indikator Data Wawancara Data Obervasi Unit makna
1. Commitment Ketertarikan dan
keingintahuan tentang hidup.
He‟em. Ya paling enggak, saya kan
pengennya hidup gak cuma ngerepoti. Kalau
bisa, saya bisa bantu. Kalau gak bisa bantu
dari uang ya bantu dari pemikiran saya bisa
digunakan oleh orang lain. Gitu. (W.SU.II.02
: 289-292)
Faktor pemicunya saya bahagia kayak
dikasih cobaan berantakan rumah tangga
akhirnya saya menemukan istri saya, bisa
kumpul anak saya lagi terus taraf hidup saya
juga meningkat. Saya pernah cerita kan,
waktu itu saya dikasih cobaan sama Allah,
saya berantakan rumah tangga. Tapi dari situ
saya bisa lebih. Itu yang paling saya syukuri,
meskipun sama-sama difabel, tapi kita disini
gak banyak yang mandang miring, karena
saya sama tetangga-tetangga juga baik,
mereka juga mengakui keadaan saya seperti
ini tapi saya juga dan istri punya potensi,
punya kualitas juga. (W.SU.II.02 :454-468)
Mengganggukkan
kepala.
Nada suara
melemah.
Memalingkan wajah
menatap bawah
kemudian melihat
kepada interviewer.
Tersenyum kepada
interviewer saat
berkata ―istri saya‖
Tangan di angkat ke
atas saat berkata
―tetangga‖.
Subjek ingin hidupnya bisa
bermanfaat untuk orang lain.
Subjek merasa bahagia
karena pernah diberikan
cobaan berantakan rumah
tangga dan akhirnya
menemukan istri yang
sekarang sehingga ia bisa
berkumpul dengan anaknya
lagi dan memiliki taraf hidup
yang lebih baik. Subjek
bersyukur karena pandangan
masyarakat terhadap dirinya
sebagai difabel juga lebih
baik karena istri dan dirinya
punya kualitas dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
7
Istilahnya kebahagiaan itu kan disini kan
(memegang dada) gak diluar, kita bisa dapet
yang mungkin lebih tapi yang bisa ngerti sini
kan belum tentu semunya, kan. Jadi
kebahagiaan itu gak perlu kita koar-koar atau
kita tampilkan ke masyarakatkan yang
penting kita merasakan. Lambat laun orang
tua juga ngerti. Ya pertama orang tua
biasanya pengennya kebahagiaan itu bisa
dilihat kan. “Oh ini loh anak saya”. Tapi kan
pemikiran itu salah ya mbak. Kebahagiaan itu
disini kan (memegang dada). Alhamdulillah
lambat laun pernikahan kita juga bisa
menunjukkan, tanpa disadari orang tua,
mertua juga bisa seneng. (W.SU.II.02 :539-
549)
Soalnya saya juga mengenal kalau proses
hidup itu gak mungkin lurus-lurus aja. Orang
kita juga bukan manusia yang sempurna kan.
(W.SU.II.02 :636-638)
Jujur pada waktu saya titik nol ya, saya
malah lebih deket ya otomatis gimana to ya
Allah kok kayak gini kayak gini…(W.SU.II.02
:742-743)
Menunjuk dada saat
berkata,
―kebahagiaan disini‖
dan ―merasakan‖.
Menjaga kontak
mata dengan
interviewer.
Suara melemah.
Tangan membentuk
angka 0 kemudian
menengadah sambil
hidupnya.
Bagi subjek kebahagiaan itu
ada dalam jiwanya bukan dari
materi dan kebahagiaan itu
tidak perlu diberitahukan
pada orang lain
Menurut subjek manusia
tidak ada yang sempurna.
Proses hidup setiap manusia
juga tidak sempurna.
Subjek merasa dekat dengan
Allah pada saat subjek berada
dalam situasi dan kondisi
terlemahnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
8
Terus dari pengalaman itu sekarang terus
saya liat teman-teman yang lain, ya sekarang
saya coba mulai setiap saya habis sholat atau
apa saya malah kadang jarang minta kecuali
untuk kesehatan atau sama anak saya kalau
yang bersifat duniawi saya lebih tak
optimalkan ke yang bersyukur saja ya, kan
kalau minta masih banyak yang pengen ingin
minta ntar ndak kesampean. Hehehe.
…(W.SU.II.02 :747-752)
kepala menghadap
ke atas sejenak.
Memegang dada.
Tertawa kecil.
Setiap selesai sholat
(beribadah) subjek berdoa
untuk diberikan kesehatan.
Untuk hal duniawi subjek
optimalkan pada rasa syukur
atas nikmat yang sudah
diberikan Allah.
Keyakinan dan ketahanan
diri.
saya juga waktu itu masuk UNS, cuma waktu
itu belum inklusi banget nggeh, saya pernah
bentrok sama sana dulu saya ambil UMPTN
saya ambil berkas, tes, dipermasalahkan,
tidak bisa, saya waktu itu juga masih bisa
ngeyel, karena yang di depan kan untuk seni
tari dan apa itu yang khusus jasmani dan
rohani tapi kan waktu itu saya harus masuk,
akhirnya diperbolehkan kan.. akhirnya saya
ikut tes, tapi tesnya saya gagal. Saya kan
disuruh kakak saya ambil akuntansi, sama
manajemen kan, pengennya kakak saya nanti
kerjanya gini-gini-gini-gini tapi kan ternyata
apa yang rencana kita itu kan nggak
semuanya direstui sama Yang Di sana nggeh..
Berhenti menulis.
Mata melebar.
Tangan kanan
sesekali diangkat ke
atas, memegang
pulpen sambil
menunjuk suatu
arah.
Menatap interviewer
sambil mengangguk
kemudian tertawa.
Subjek pernah mendaftar
masuk UNS. Namun, pada
masa itu kampus UNS belum
inklusi seperti saat ini. Subjek
pernah mengalami bentrok
dengan panitia UMPTN saat
mengambil berkas tes dan
berkasnya dipermasalahkan.
Subjek tetap gigih pada
pendiriannya untuk ikut tes,
namun subjek gagal.
Akhirnya subjek masuk ke
dunia olah raga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
9
akhirnya saya malah di olahraga hehe.
(W.SU.II.01:288-298)
Belum. Saya PNS gagal. Dua kali saya
ngelamar. (W.SU.II.02 : 296)
mulai 2012 itu kan udah sistem CAT ada
passing gradenya, saya gak lolos satu terus
yaudah gak bisa, Terus kemarin nyoba lagi di
tahun kemarin, dua ribu empat belas ada kan
bukaan, gagal lagi. Gagal laginya karena di
administrasinya, waktu itu kan
pengumumannya dari Kementerian kurang
jelas ya. Pertama di gelontorkan, ada formasi
olah raga, saya lamar disitu, tapi gak sesuai
formasi. Saya kan atletik, di situ yang ada
tenis lapangan, bulu tangkis, sama voli. Nah
akhirnya gak bisa, karena saya udah
mendaftar, selang satu bulan ada
pengumuman susulan, formasi olah raga 200
atlet. Nah peraturan yang tahun kemarin,
satu NIK, udah cukup satu kali pendaftaran,
akhirnya saya gak bisa lagi. Istri saya juga
nyoba dua kali tapi karena sistem CAT
berarti emang bener-bener harus pinter,
meskipun kadang juga ada faktor X, bejonya
itu juga, ya. Dua kali juga gagal. (W.SU.II.02
: 302-316)
Mengangkat dua jari
tangan ke arah
interviewer
Menoleh ke arah istri
subjek yang berada
di dalam ruangan
kemudian menatap
interviewer
Subjek dan istrinya pernah
gagal mendaftar menjadi PNS
sebanyak dua kali.Tahun
2012 mencoba daftar namun
tidak lolos karena sistem
CAT dan ada passing
gradenya. Tahun 2014
mencoba daftar dan gagal lagi
karena ada pengumuman
susulan formasi olahraga dan
subjek sudah terlanjur
mendaftar. Bagi subjek,
faktor keberuntungan juga
berpengaruh dalam seleksi
masuk menjadi PNS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
0
Terpuruk itu cuma dua, saat nyari duit,
istilahnya pekerjaan, keduanya masalah
cinta. Hehe. Ya itu... Pertama waktu lulus
ambil keterampilan komputer di RC kan saya
keliling cari kerjaan, penolakan semua
dengan dasar difabel, itu saya juga stress.
Saya sempet ngeyel sama kakak saya, “Mbak
kamu nyuruh aku kayak gini, tapi ternyata
benturanku seperti ini”. Jawaban kakakku ya
cuma sabar, sabar, sabar. Pengennya kan
kita gak cuma dikandani, nah itu yang bikin
saya stress waktu itu. Yang kedua, masalah
cinta. Benturan cinta, sebenernya gak salah,
tapi yang namanya orang tua pengen
anaknya dapat yang terbaik. Ya mungkin kita-
kita gak masuk dalam kategori yang terbaik,
yaitu jadi kendalanya. Ahahaha. Pernikahan
pertama ya sama, mertua gak setuju karena
saya difabel, yang kedua kemarin sempet dua
tahun loh saya ngerayu mertua, udah difabel,
duda beranak satu hahahaha. Tapi dari
pengalaman pertama, yang bisa menguatkan
saya, pokoknya saya harus bisa. Saya
memotivasi diri saya, Alhamdulillah mertua
setuju. (W.SU.II.02 : 511-527)
Saya kan memutuskan menikah ini kan Bapak
juga bilang kenapa gak cari yang lain, kan
Respon agak lama.
Memeragakan
seperti sedang
berbicara dengan
kakaknya sambil
menahan senyum.
Tertawa terbahak-
bahak.
Mengangkat satu
jari.
Mengangkat dua jari.
Menganggukkan
kepala.
Subjek pernah merasa
terpuruk dalam dua hal.
Pertama saat mencari
pekerjaan, yang kedua saat
subjek ingin menikah. Subjek
sempat mengalami penolakan
dari kedua orang tua dari
pihak istrinya pada
pernikahan pertama maupun
kedua, namun subjek yakin
dan gigih berjuang agar
mendapat restu dari orang tua
istrinya dan akhirnya subjek
direstui untuk menikahi putri
mereka.
Saat subjek memutuskan
untuk menikah, bapaknya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
1
kamu masih bisa cari yang lain, masalahnya
difabel. Loh Bapak ngomong gini dasarnya
apa? Malu punya menantu difabel?Terus
saya tanya gitu diem Bapak. Jadi kalau
Bapak malu punya menantu difabel, otomatis
Bapak malu punya anak difabel. Seminggu
diem, abis itu manggil saya “bawa pulang itu
RR. RR kapan bawa pulang”. Sejak saya
ngomong kayak gitu, pintu bapak saya
terbuka, akhirnya terbuka. Setelah orang tua
setuju, akhirnya baru mertua. Terus yang bisa
menguatkan karena dia juga kekeh kan, sama.
(W.SU.II.02 : 530-539)
Saya berantakan rumah tangga saya yang
pertama itukan karena beranjak ke nyaman
mbak waktu itukan istri saya kuliah. Saya
kerja, otomatis dapur satu saya biayain
kuliah juga biayain anak kan waktu itu sudah
ada anak terus setelah lulus dia ingin kerja
otomatis dapur dua kan, ada dua pemasukan
lebih enak harusnya ya, tapi malah cobaanya
lebih gede, makanya dari situ saya juga
berpikir untuk saat ini alhamdulillah emang
dibanding yang dulu saya lebih, lebih
Menunjuk ke arah
istrinya yang berada
di dalam rumah.
Tersenyum ke arah
interviewer.
Mengusap wajah.
Pandangan mata ke
arah lantai.
Memegang dada.
Menunjukkan 2 jari
pada interviewer.
Menatap interviwer
sambil sesekali
berkata, ―kenapa gak cari
yang lain?‖. Namun subjek
memberikan jawaban dari
pertanyaan itu ―bapak malu
punya menantu difabel,
berarti bapak malu juga
punya anak difabel‖.
Seminggu kemudian bapak
meminta subjek membawa
calon istrinya ke rumah.
Setelah orang tua subjek
setuju, mertua pun setuju.
Kegigihan istrinya
menguatkan subjek untuk
bisa mendapat restu dan
menikah sang istri.
Subjek pernah mengalami
kondisi rumah tangga yang
berantakan, namun subjek
berpikir dan bersyukur dari
peristiwa itu ia bisa memiliki
kehidupan yang lebih baik
saat ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
2
bersyukur lagi kan, tapi kadang saya juga
mikir moga-moga gak dikasih cobaan yang
berat lagi gitu lho. (W.SU.II.02 : 759-767)
yang penting, apa kayak kita latihan program
udah ini ya udah maksimal ya, tapi gak dapet
karena kita gak serius latihan ya otomatis
kecewanya tambah. Kalau ini gak pernah
latihan terus gak dapet, saya mungkin
kecewanya beda, kecuali kalau ini udah
serius latihan tapi ternyata tetep gak dapet ya
udah pertandingan emang seperti itu gitu kan
kita kembalikan ke situ. Yang namanya apa
katanya di atas langit masih ada langit ya.
(W.SU.II.03 : 075-081)
Sekarang mmm mengenai arti perjuangan ya.
Karena saya sendiri juga merasakan di
program Pak SW selama beberapa bulan,
bulan pertama melet-melet. Tapi akhirnya
dari melet-melet itu terus dikalungin medali,
itu kan kita jadi tahu proses ya. Karena di
olahraga kita nggak mengenal di istimewakan
ya. Istilahnya kayak lari seratus meter ya
seratus meter. Tapi kalau di non-olahraga
misal LSM atau apa di luar olahraga
pokoknya kita masih di istimewakan, kan
kalau di olahraga kan kita enggak. Kita lari
tersenyum.
Subjek menunjuk
istrinya dengan
gerakan kepala.
Menatap
interviewer.
Menganggukkan
kepala.
Menahan senyum
saat bilang ―melet-
melet‖.
Pandangan sesekali
ke arah bawah
namun menjaga
kontak mata dengan
interviewer.
Subjek pernah mengalami
kegagalan dalam suatu
pertandingan olahraga. Bagi
subjek, yang penting subjek
sudah maksimal latihan dan
serius menjalani program.
Subjek juga meyakini bahwa
walaupun dirinya sudah
mengusahakan yang terbaik,
namun ada orang yang lebih
baik dari dirinya.
Subjek pernah menjalani
program latihan yang berat
karena dalam dunia olahraga,
atlet difabel akan
diperlakukan selayaknya atlet
normal, namun karena ia
terus berjuang akhirnya bisa
mengalungi medali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
3
dengan istilahnya lonjak-lonjak misalnya, ya
kita lonjak-lonjak, sepuluh kali ya sepuluh
kali. Jadinya kita merasa dihargai, dianggap
normal. Tapi kalau di lain olahraga kan kita
dispesialkan. Itu yang malah menghambat
perkembangan kita...hehehehe (W.SU.II.03 :
211-223)
Tertawa tertahan
Kerelaan untuk mencari
bantuan dan dukungan sosial.
Alhamdulillahnya saya punya orang tua itu,
nganggep saya normal, nggak dianggep saya
itu difabel, keberuntungan saya dari situ, kan
sekarang banyak kan, punya anak difabel tapi
disembunyikan, dikucilkan, tapi
alhamdulillahnya orang tua saya nggak.
(W.SU.II.01:359-363)
saya kenal atlet, kenal NPC, mulai bangkit
lagi saya, temen temen saya mulai kasih
support, kenal istri saya, oh ternyata rencana
Tuhan itu lebih indah, gitu kan, mulai dari
situ akhirnya saya di sini. (W.SU.II.01:350-
354)
masyarakat memandang saya udah beda
sebelum saya jadi atlet meskipun dulu saya
wiraswasta tapi sekarang nama saya agak
terangkat, istilahnya gak banyak yang
Pandangan mata ke
bawah.
Menghela nafas
sejenak.
Memegang dahi
sebelah kanan.
Pandangan mata
sering melirik ke
arah kiri bawah
kemudian menatap
Subjek merasa beruntung
karena memiliki orang tua
yang menganggap dirinya
normal dan tidak malu
memiliki anak difabel
sementara ada orang tua
lainnya yang merasa malu
bahkan menyembunyikan dan
mengucilkan anaknya.
Subjek mulai bangkit dari
masa-masa sulitnya setelah
mendapat dukungan dari istri
dan mengenal para atet
difabel di NPC
Pandangan masyarakat
terhadap subjek menjadi lebih
baik setelah subjek menjadi
atlet, sudah tidak banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
4
mengenyampingkan saya gitu kan. Ya
istilahnya jelek-jelek paling enggak udah
menjadi dut, kan? Ya jarang kan orang yang
bisa mewakili kontingen Jawa Tengah atau
Indonesia itu kan jarang. Nah, dari situ ya
gimana ya ngomonge ya...ya di masyarakat
agak naik lah gak kayak dulu. Difabelnya
difabel beda. (W.SU.II.02:260-267)
Istri itu malah jadi tanggungan kita, mbak.
Paling enggak, keluarga di tinggal, saya
pulang harus bisa nyaur utang bahagiain
mereka. Ya salah satunya saya pulang harus
bawa pulang medali. Jadi susahnya kepisah
itu jadi target, jadi motivasinya. Paling gak,
“wes tak relain pisah sama anak sekian
bulan, berarti aku harus bawa hasil yang bisa
banggain anak gitu, kan”. (W.SU.II.02:351-
356)
Iyaa. Menjadi beban. Pernah mertua saya,
saya benerin antena, saya manjat, dimarah-
marahin gak boleh. Saya malah merasa
gimana, padahal saya mampu naik, kan.
Selama ini kalau benerin talang apa gitu ya
saya bisa naik gitu, tapi kadang kekhawatiran
interviewer.
Pada saat bilang saya
tangan kanan
memegang dada.
Kepala sesekali
bergerak-gerak.
Saat bilang saya
memegang dada.
Tangan bergerak-
gerak di udara
Menganggukkan
kepala sekali
kemudian menguap.
Nada suara agak
tinggi.
yang memandang ―sebelah
mata‖ dirinya.
Bagi subjek, istri adalah
amanah. Ketika subjek
meninggalkan keluarga, saat
pulang ia harus bisa
membahagiakan mereka,
salah satunya dengan
membawa pulang medali.
Jadi walaupun dirasa susah
saat harus berpisah, subjek
menjadikan itu sebagai target
dan motivasinya untuk
berprestasi.
Subjek merasa menjadi beban
ketika ia bisa melakukan
pekerjaan seperti:
membetulkan antena, talang
air atau aktivitas fisik lainnya
yang menuntut subjek untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
5
orang itu malah bikin saya gak berguna,
malah bikin saya merasa gimana gitu.
Padahal maksud mereka juga bener ya
karena takut jatuh entar malah tambah parah
gimana. Mungkin ya. Ahahahahaha. Pernah
kok ayah mertua saya kesini marah-marah.
“Jangan naik”. Padahal di rumah, kalau
kakak saya yang cowok gak ada, kerjaan saya
manjat yaudah. Kalau Ibu saya kan udah
biasa, karena dari kecil “anak saya mampu”.
Saya biasa, cuma kadang mertua saya, atau
apa. Jadi ya sePD-PDnya difabel adakalanya
gak PD karena benturan seperti itu.
(W.SU.II.02 : 436-448)
Ya moga-moga keluarga saya, bisa ngerti
saja, kadang kasian sama anak itu mbak
akhirnya takutnya pelariannya ke yang lain.
(W.SU.II.02:780-781)
padahal saya pengennya gak ditakutin cuma
dihormati. (W.SU.II.02:968)
setelah saya gabung di NPC banyak temen-
temen mahasiswa yang peduli sama kita-kita
Tertawa terbahak-
bahak.
Penekanan nada
bicara saat berkata
―rumah‖.
Mengusap-usap paha
kaki.
Menatap interviewer
Posisi duduk
berubah.
memanjat namun tidak
diperbolehkan oleh orang
lain. Ia seolah menjadi orang
yang tidak berguna walaupun
maksud dari orang yang
melarangnya itu baik agar
tidak terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan pada diri
subjek. Namun, subjek
menjadi tidak percaya diri
jika dihadapkan pada
benturan semacam itu. Subjek
lebih suka diperlakukan
bahwa ia mampu dan bisa
selayaknya orang normal.
Subjek berharap agar
keluarga bisa mengerti
pekerjaannya sebagai atlet
dan pengurus NPC Jawa
Tengah.
Subjek ingin di hormati oleh
orang lain bukan ditakuti.
Subjek merasa terbantu
semenjak menjadi pengurus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
6
dan akhirnya mereka mengekspos. Jadi
memudahkan kita untuk sosialisasi, meskipun
kita kadang dari pemerintah kurang
perhatian dalam hal media, kayak mbak liat
waktu kita berangkat ke Singapura atau
sebelum ke Singapura, media mana ya update
atau meliput. Gak usah update atau meliput,
sekedar update tulisan di bawah (running
teks), gak ada kan? Cuma ada itu metro TV,
cuma ada tulisan “kontingen Asean
Paragames Indonesia meraih medali emas
segini”, cuma sekali itu doang yang lain gak
ada. Jadi susahnya masyarakat gak tau ya
karena pemerintah sendiri gak membantu kita
untuk mengekspose atau mensosialisasikan,
sayangnya seperti itu. (W.SU.II.03: 447-459)
Tangan kanan dan
kiri memeragakan
running teks yang
berjalan.
Kepala menengadah
ke atas kemudian
menatap interviewer.
di NPC ada teman-teman
mahasiswa yang
menayangkan aktivitas atlet
difabel sehingga
memudahkan NPC untuk
mensosialisasikan program
dan aktivitasnya. Sebab,
selama ini perhatian
pemerintah kurang dalam
mensosialisasika mengenai
aktivitas atlet difabel.
Kemampuan mengenal nilai-
nilai pribadinya yang unik
dan tujuannya sendiri
Heem.. saya dari kecil nggak merasa difabel
mbak, kayak main bola, dulu saya nggak pake
tongkat kan, pegang kaki, main bola, manjat
pohon atau apa yang sampe orang tua saya
juga gedek-gedek, ini anak udah dikasih gini
kok masih kayak gini, gitu lho tapi dari situ
saya secara otomatis terbangun mental ya
tapi yang paling terbentur ya itu kalau udah
masalah cinta, masalah hidup yang
berhubungan dengan difabel yaudah, sampe
itu ya, dua kali masa sisi negatif..
(W.SU.II.01:365-372)
Menganggukkan
kepala sambil
menunjuk diri
sendiri.
Tangan kanan ke
atas dan pandangan
mata ke arah atas.
Subjek sejak kecil tidak
merasa bahwa dirinya difabel
karena subjek terbiasa
melakukan aktivitas yang
biasa dilakukan oleh orang
normal lainnya seperti main
bola, memanjat pohon. Hal
tersebut membentuk mental
subjek.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
7
Rentan pendidikan, rentan kemiskinan kan
biasane. Lah untuk nyari-nyari istilahe
difabel yang punya kapasitas lebih kan
susah…untuk stok yang lama loh ya. Kalau
stok baru alhamdulilah banyak sekolah yang
inklusi, mereka bisa mengenyam pendidikan
kalau yang ini kan stok lama kan otomatis
sekolah sampai apa kalau jadi pengurus pola
pikirnya masih pola lama. Gak bisa bersaing
dengan organisasi yang lain gitu.
(W.SU.II.02:083-089)
Iya. Pernah og mbak saya sampek padu sama
Bapak saya ya karena saya sensitif. Waktu itu
kan saya pindah rumah mbak, di lingkungan
saya yang baru waktu itu saya gak pernah
Jum‟atan, karena apa? Karena malu dengan
keadaan saya. Malu sebenarnya karena saya
merasa berat gak bisa konsen, anak kecil di
belakang gini-gini-gini-gini, tapi orang tua
waktu itu gak mau tau. “Gitu kok dipikir”.
Terus saya jawab “Lah kan Bapak gak
merasakan keadaan saya, yang merasakan
kan saya.” Sampek padu waktu itu. Tapi
setelah kejadian itu saya masuk olahraga jadi
berubah. Meskipun, ada kalanya juga seperti
itu lagi. Kalah itu saya sama anak kecil,
Tangan kanan
menunjuk jari-jari di
tangan kiri.
Menatap
interviewer.
Alis mata berkerut
tiba-tiba kemudian
normal kembali.
Pandangan mata ke
arah bawah.
Tangan bergerak-
gerak di udara untuk
menegaskan kata
yang diucapkan.
Terkadang melirik
ke bawah.
Menjaga kontak
mata dengan
interviewer.
Bagi subjek, kaum difabel
rentan pada masalah
pendidikan dan kemiskinan.
Sangat susah mencari difabel
angkatan senior yang
berpendidikan tinggi padahal
dalam kepengurusan
dibutuhkan orang yang
berpendidikan tinggi.
Subjek pernah terlibat adu
mulut dengan Bapaknya
karena subjek mengakui
bahwa dirinya sensitif dan
waktu itu ia tidak pernah
melaksanakan sholat Jumat
karena ia malu dengan
keadaan dirinya sehingga
tidak khusyuk ketika
menjalankan ibadah. Apalagi
jika subjek di olok-olok oleh
anak kecil dan orang tuanya
menegur anaknya, subjek jadi
merasa bahwa dirinya
berbeda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
8
bukannya saya malu sama anak kecil gitu
enggak, saya jadi gak konsen. Eheheheh.
Hahaha. Gak konsen menghadap sananya
gitu loh. Kalau malunya saya malah enggak.
Jadi gak konsennya itu loh sama anak-anak
kecil itu. Kadang gini loh, mbak. Masyarakat
kan kalau ada anak kecil ngeledekin kita,
kalau kitanya sihh santai kadang orang
tuanya gini, “eh, eh jangan dek jangan kasian
nanti gini-gini”. Lah orang tua yang seperti
itu malah kita jadi gimana gitu loh. Hahaha.
Sebenernya biasa diledek atau di apa gitu
biasanya, cuma kadang orang tua yang
kadang sok merhatiin kita, kita jadi merasa
gimana gitu loh, jadi malah merasa beda.
(W.SU.II.02:409-429)
Memegang dada saat
berkata ―kita‖.
Tertawa keras.
2. Challenge Pendekatan yang fleksibel
terhadap orang lain dan
kondisi-kondisi tertentu.
Keluarga yang sekarang, saya sih, cuman
saya tetep sharing sama anak istri saya.
Nggak saya mutlak, saya pingin ini, harus ini,
kadang saya mau memutuskan apa, saya
sharing dulu, keberatan nggak, keberatan
nggak, kalaupun keberatan, saya tanya,
alesannya apa gitu kan, baru saya putuskan.
(W.SU.II.01:500-504)
Di keluarga saya, alhamdulillah meskipun
saya anak ragil ya, kebanyakan mereka
malah curhatnya ke saya, saya juga nggak
Menggelengkan
kepala.
Menatap
interviewer.
Menunjuk diri
Dalam membuat keputusan di
dalam keluarganya subjek
akan berdiskusi dengan anak
dan istrinya terlebih dahulu,
keputusan yang dibuat tidak
mutlak dari dirinya sendiri.
Di keluarganya subjek
sebagai anak bungsu
terkadang menjadi tempat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
9
tau, ibu itu kalau memutuskan sesuatu malah
telpon saya dulu biasanya, padahal saat ini
kan yang dekat, maksud saya dekat rumahnya
kan kakak saya yang cowok kan, tapi apa-apa
malah serbanya ke saya, nggak tau juga, apa
mungkin karena kedekatan hati, lebih enak
kan mungkin. (W.SU.II.01:505-511)
Saya kan punya anak buah di Sukoharjo,
umurnya jauh dibawah saya mbak tapi saya
gak membentengi mbak, kadang saya sharing
sama anak buah saya “Kalau menurut kamu
gimana?”. Saya gak membatasi harus
sharing ke yang lebih tua ngono enggak.
Kalau saya merasa cocok, bisa diajak sharing
ya saya ajak sharing. (W.SU.II.02:654-658)
Saya kan kalau ngobrol juga mandang-
mandang kan istilahnya kalau bisa jangan
cuma sebagai pendengar ya, bisa interaksi
biar enak sembari kita mencurahkan.
(W.SU.II.02:815-817)
sendiri.
Menggelenggkan
kepala.
Menjaga kontak
mata dengan
interviewer
Menatap
interviewer.
bercerita bahkan ibunya
sering menelpon dan meminta
pertimbangan atau keputusan.
Hal tersebut dikarenakan
adanya kedekatan hati antara
subjek dengan ibunya.
Subjek memiliki karyawan
usaha rentalnya yang terletak
di daerah Sukoharjo. Subjek
mengaku tidak pernah
memberi sekat antara dirinya
dan karyawannya. Subjek
terbuka pada orang lain yang
ia rasa cocok untuk diajak
berbagai cerita.
Bagi subjek jika menjalani
komunikasi dengan orang
lain, sebisa mungkin
berlangsung komunikasi dua
arah bukan satu arah.
Memandang sesuatu secara
positif dan optimis.
Jadi kadang kita dapet cobaan apa kan
menurut kita kan kayaknya berat kan ya mbak
ya, tapi setelah dijalani, oh ini to yang terbaik
untuk kita, gitu kan..hehehe.
(W.SU.II.02:409-429)
Menatap interviewer
dengan mata lebar.
Tersenyum.
Ketika subjek mendapatkan
musibah yang menurutnya
berat, namun setelah dijalani
ternyata itulah jalan terbaik
baik dirinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
0
Kadang kalau saya ngobrol kan ada tetangga
saya tanya, “mas itu temen kamu kerjanya
dimana?”. Disana, Bu. Saya terangkan. “loh
kok gak gini-gini”. Ya karena keadaan,
mereka belum dapat kesempatan untuk naik,
tapi mereka punya nilai plus, dari situ mereka
membiayai keluarga mereka. Banyak
keluarga mereka yang bergantung dari anak
mereka yang kayak gitu. (W.SU.II.02:466-
471)
Tangan di angkat ke
atas saat berkata
―tetangga‖.
Subjek pernah ditanya oleh
tetangganya mengenai
pekerjaan temannya sebagai
sesama difabel karena melihat
kondisinya yang masih
―dibawah dari segi ekonomi.
Subjek kemudian
menjelaskan bahwa teman-
temanya masih belum diberi
kesempatan untuk ―naik‖ dari
segi ekonomi, namun nilai
lebih dari teman-teman
difabelnya yaitu mereka
menjadi tulang punggung
bagi keluarganya.
Kerelaan untuk mengambil
resiko yang membangun.
Ini saya terhambat 1 tahun. (W.SU.II.01:389)
Dulu waktu itu kan saya ngenal RC, kan ada
istilahnya sosialiasai dari RC ke daerah-
daerah, waktu saya SD, saya ditawari sama
RC, “besok kamu lulus lanjutkan sekolah di
sana, jalurnya lewat dinas sosial, habis lulus
SD tahun 93, saya ngasih berkas lamaran
saya ke dinas sosial setempat tapi perjalanan
dinas Indonesia, jenengan ngerti kan
indonesia dinasnya seperti apa, sampe kakak
saya dari UNS ngurus langsung ke pusat,
ternyata berkas saya nggak masuk.
Menunjuk lembar
RH, kemudian
menatap interviewer
Menatap interviewer
dengan mata lebar.
Tangan bergerak-
gerak.
Tangan kanan
diangkat kemudian
menunjuk suatu
tempat.
Menggelengkan
Subjek sejak SMP sudah
merantau dari Temanggung
ke Solo. Subjek juga rela
menunda sekolahnya selama
satu tahun agar bisa masuk
sekolah SMP RC karena
berkas administrasi subjek
bermasalah sehingga kakak
subjek perlu mengurus berkas
tersebut langsung ke pusat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
1
(W.SU.II.01:393-400)
Terus inisiatif kakak saya, minta berkas
langsung dari RC bawa pulang saya langsung
diambil tahun 94 setelah nunggu satu tahun
nggak ada panggilan gitu. (W.SU.II.01:402-
404)
Saya pernah ya pas berantakan rumah tangga
itu kan kerjaan jadi hancur juga. Jadi pernah
kan kayak tayangan TV Termehek-mehek,
seperti itu. Modal saya pake untuk nyari ke
Bandung kan dulu, habis modal. Sama anak
saya, saya nyari istri saya, tapi nggak ketemu.
(W.SU.II.01:469-474)
Kadang kayak dipengurusan kan juga berat
mbak, pandangan dari atlet sendiri kadang
udah negatif thinking kan pengurus biasanya
mementingkan diri sendiri untuk keuntungan
atlet. Padahal selama saya jadi pengurus
kadang otomatis anak jadi korban komunikasi
sama anak saya memang jadi berkurang kan,
kalau dulu saya banyak waktu sama anak
selama masih jadi atlet tok ya. (W.SU.II.02:
769-774)
kepala.
Tangan kanan maju
ke depan, kemudian
bergerak ke arah
badan mas AS.
Berhenti menulis
kemudian menatap
interviewer.
Sesekali menatap
interviewer, sesekali
melihat lantai.
Kedua tangan
tertangkup
mengerucut dan
saling berhadapan
(bahasa tubuh
komunikasi)
Subjek pernah mengalami
masa-masa sulit saat rumah
tangganya berantakan.
Pekerjaannya berantakan,
uang modal usaha habis
karena dipakai subjek dan
anaknya untuk mencari istri
pertamanya di Bandung,
namun tidak bisa bertemu
dengan istrinya.
Subjek menjalani pekerjaan
yang berat saat menjadi
pengurus NPC Jawa Tengah
karena ada pandangan negatif
dari para atlet terhadap
pengurus bahwa pengurus
memetingkan diri sendiri.
Padahal resiko selama
menjadi pengurus, kadang
subjek harus mengorbankan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
2
komunikasinya dengan sang
anak.
Penghargaan serta
penerimaan atas keunikan diri
sendiri sebagai suatu berkah
Gapapa, silahkan, saya kan dua kali mbak
nikah, ini yang kedua, yang pertama dulu
pernah, tapi gagal, saya nikah sama orang
kesehatan, tapi perjalanan hidupkan, waktu
itu saya belum seperti ini, istilahnya masih
merangkak-rangkak tau sendiri mbak ya,
difabel hidup di masyarakat umum, seperti
apa kan, mungkin dianya kurang bisa
bertahan dengan keadaan akhirnya lepas tapi
ya rencana Tuhan kita nggak tau kan,
ternyata dibikin seperti itu saya malah dapet
ganti yang seperti ini dan kehidupan saya
lebih baik dari yang kemarin.
(W.SU.II.01:034-042)
kalau dari olahraga difabel, udah tercantum
di media aja namanya siapa kemarin bawa
pulang medali, meskipun duitnya minim, tapi
mereka udah seneng. “Oh ternyata orang tua
kita bisa ngelahirin anak yang berguna”.
Senengnya seperti itu. Saya sendiri di APG
2011 meskipun saya gak dapet medali, tapi
saya seneng, seneng bisa bikin orang tua saya
nangis. Waktu pembukaan kan dateng orang
tua, tak tanya mereka nangis. Tak tanya
nangisnya apa? Kok ternyata anakku bisa
Menganggukkan
kepala.
Mata melebar.
Tangan kanan di
angkat ke atas.
Bergerak ke kanan
kemudian ke kiri.
Tersenyum.
Respon agak lama.
Beberapa kali
memberikan jeda
antar kata yang
diucapkan. Mata
sesekali melirik ke
kiri bawah seperti
mengingat sesuatu.
Menjaga kontak
mata dengan
interviewer selama
Subjek menikah sebanyak
dua kali. Pada pernikahan
yang pertama subjek menikah
dengan orang kesehatan.
Dulu kehidupan subjek masih
―merangkak-rangkak‖, subjek
menduga istri pertamanya
kurang tahan dengan kondisi
dirinya yang difabel. Namun
rencana Tuhan lebih baik,
subjek mendapat pendamping
hidup dan kehidupan yang
lebih baik di pernikahan
keduanya.
Bagi subjek, dalam olah raga
kaum difabel ketika namanya
sudah tercantum di media
karena pulang membawa
medali dan uangnya minim,
ia sudah merasa senang
bahwa orang tua sudah
melahirkan anak yang
berguna. Di APG 2011,
walaupun subjek tidak
mendapat medali, tapi subjek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
3
hadir di tengah-tengah jadi orang penting
Indonesia meskipun gak bawa
medali.hihihahaha. Tapi paling gak
senengnya itu “anakku udah jadi orang
penting”. (W.SU.II.02:383-393)
bicara.
Tertawa.
senang karena berhasil
membuat orang tuanya
menangis saat melihat dirinya
hadir di tengah-tengah dan
menjadi orang penting.
3. Control Kerelaan dan keterampilan
untuk membuat keputusan
yang baik.
Ya kalau menurut saya, selama saya
melompat-lompat dari LSM, terus ke
organisasi resmi pernah, negeri juga, saya
paling cocok ya di NPC. Di NPC bener-bener
berjuang ya tapi berjuang ke individunya
juga, kalau kamu punya prestasi berarti kamu
makmur, kamu sejahtera, tapi kalau gak ya…
gak. Tapi kalau di yang lain mereka di
manjakan mbak di kasih fasilitas kasih apa
habis itu kelar gak diurusin. Besok ada
program apalagi akhirnya gantungin “ah aku
ikut lagi”. Besok ikut LSM, sekarang ikut
jahit, besok ikut apa lagi. Terus. Akhirnya
malah melompat-lompat, artinya kalau ibarat
hidup di panti hasil akhirnya di panti
jompo.hahahah. (W.SU.II.02:180-190)
ee waktu itu...sebelumnya kan saya gak di
olahraga ya, saya di seni, biasanya saya
bergerak di bidang musik tapi waktu itu pas
tahun habis pulang PON Kaltim saya baca
media waktu itu saya liat profil temen-temen
saya SMP, mereka sukses bawa medali
Tangan kanan jari-
jarinya menguncup
dalam posisi terbalik
kemudian bergerak-
gerak menirukan
gerakan melompat—
melompat
Menatap
interviewer.
Tertawa.
Posisi duduk
bersandar sambil
menatap ke arah
interviewer.
Sesekali
menganggukkan
Bagi subjek, NPC adalah
tempat yang tepat baginya
setelah ia berpindah-pindah
dari LSM, kemudian ke
organisasi resmi dan instansi
pemerintah. Di NPC ia benar-
benar merasa berjuang baik
secara individu maupun
sosial. Jika berprestasi maka
akan sejahtera. Namun di
tempat lainnya kaum difabel
cenderung dimanjakan
dengan fasilitas yang
berakibat pada sikap
ketidakmandirian pada kaum
difabel.
Awalnya subjek
berkecimpung di dunia seni
musik. Suatu hari, subjek
membaca media dan melihat
profil teman-teman SMP RC
yang sukses membawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
4
pulang dari Kaltim itu. Terus saya “oh, kok
kayaknya enak”. Terus saya agak tergerak
lagi karena disitu ada muatan berita pas
barengan pendaftaran CPNS ada formasi
dari atlet. Kalau dari atlet kan istilah cukup
dari ijazah SMA bisa, nah itu yang jadi
motivasi saya untuk terjun. He‟em...paling
enggak kan kakak saya pesen “difabel itu ya
kalau bisa yang kerja ininya bukan tenaganya
tok”. Saya ngejar PNSnya, makanya saya
pengin dapat medali untuk bisa PNS. Gituu..
(W.SU.II.02:245-251)
kepala memberikan
penekanan pada
beberapa kata yang
diucapkan.
medali pulang dari PON di
Kalimatan Timur. Subjek
berpikir sepertinya ―enak
menjadi atlet apalagi di media
tersebut bersamaan dengan
pendaftaran CPNS dan ada
formasi atlet. Dari situ subjek
termotivasi untuk terjun di
dunia olahraga untuk
mendapat medali dan bisa
menjadi PNS.
Perasaan otonomi diri dan
perasaan adanya suatu pilihan
yang diambil.
Kalau kebosanan yang lain dari program
enggak i mbak, enjoy ya karena olah raga
saya udah seneng dulu, tapi ada juga sih yang
temen-temen atlet itu motivasinya karena
perolehan medali dapet duit. Saat mereka
pelatihan beda pelaksanaannya, bosennya
lebih banyak karena basicnya mereka seneng
duitnya gak seneng olahraganya.
(W.SU.II.02:362-367)
Makanya saya pesen mbak, kalau liat difabel
yang masih minim, tolong jangan langsung di
vonis, dibelakang itu apa. Saya juga salut,
meskipun saya udah kayak gini, tapi saya
salut sama temen saya itu dengan keadaan
Menatap
interviewer.
―banyak‖.
Tangan diangkat
menunjuk suatu arah
saat berkata
―dibelakang‖.
Subjek tidak merasa bosan
dengan program yang
diberikan oleh pelatih, justru
merasa nyaman dan senang di
olah raga. Namun, teman-
teman subjek lainnya ada
yang merasa bosan karena
niatan mereka di olahraga
hanya untuk mendapat medali
dan uang.
Subjek meminta pada
interviewer agar tidak
memberikan judgement pada
kaum difabel yang kondisinya
masih minim dari segi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
5
seperti itu dia masih bisa bertanggung jawab
sama keluarganya. Malah hampir-hampir dia
gak merhatiin dirinya sendiri, dia hp gak
punya. Dia gak pengen beli. Tapi ibunya
punya Hp dari hasil anaknya. Hahaha.
(W.SU.II.02:479-485)
Kalau saya, saya pindahnya bukan untuk
semata-mata nyari bonusnya yang gedhe.
Saya berapa kali pamit sama Pak Rudi
Haryanto, ketuanya mau pindah daerah
dengan alasan untuk seleksi masuk CPNS.
Jadi yang lebih saya fokuskan status
pekerjaan saya bukan nilai bonus per
medalinya. Istilahnya kalau di Jawa Tengah
saya bisa berkarya ya saya di Jawa Tengah.
Kalau pun saya di Kalimantan atau di mana
saya bisa berkarya saya bisa sumbangsih
tenaga dan pikiran saya ya udah saya akan di
sana, prinsip saya kayak gitu, nggak harus di
tanah kelahiran saya. Selama saya masih bisa
berguna entah itu dimana ya saya siap.
Cuman yang namanya takdir ya saya tiga kali
pamit kok nggak bisa terus, Pak Rudi bilang
udah kamu bantu kita di kepengurusan,
melatih adik-adik kita. (W.SU.II.03:274-286)
Mengangkat jempol
saat berkata ―salut‖.
Nada suara datar.
Sesekali pandangan
mata ke araha depan,
atas, namun menjaga
kontak mata dengan
inteviewer.
Penekanan suara
pada kata ―takdir‖.
ekonomi. Sebab dengan
keadaan yang terbatas mereka
masih bertanggung jawab
pada keluarganya.
Subjek berniat untuk pindah
ke daerah Kalimantan.
Beberapa kali melakukan
permohonan izin pada
pimpinan untuk pindah
namun belum diberikan izin.
Subjek meminta izin untuk
pindah bukan untuk seleksi
masuk CPNS namun bagi
subjek berkarya dan
memberikan sumbangsih
tenaga dan pikiran tidak
hanya dilakukan di tanah
kelahiranya tetapi juga
ditempat lainnya. Namun
takdir menjadika subjek tetap
di Solo masuk sebagai
pengurus NPC Jawa Tengah
dan diamanahkan untuk
melatih atlet difabel junior.
Kemampuan untuk melihat Dan sejak anak saya TK, jadi saya nikah Berhenti menulis. Subjek sudah menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
6
peristiwa yang menimbulkan
stress sebagai bagian dari
kehidupan.
selama ini kemarin habis Riau PON, selama
itu saya single parent, ngurusin anak saya
sendirian itu, cewek. (W.SU.II.01:053-054)
Yang penting kita itu bersyukur mbak, dari
pelajaran saya selama ini kan, cuma setiap
orang mengalami fase ya, fase negaif dan
fase positif. Saya juga pernah fase negatifnya
juga pernah, dari keadaan saya pernah
depresi, akhirnya masuk ke jalan yang nggak
jelas nggeh? Jadi kalau saya ngomong
misalnya, kalau jenengan biasanya liat
difabel yang masih nggak jelas yang
istilahnya masih, banyak kan yang mabok
yang apa, tolong jangan di apa ya pukul rata,
“ah udah gini kok gini” kalau bisa digali
latar belakangnya kenapa kok dia bisa
demikian. Kita nggak tau kan. Soalnya
problem difabel itu kan juga banyak kan
mbak, masalah makan, kehidupannya sampe
masalah cinta kan, mau berumah tangga juga
masalah kan, pendidikan, semua pokoknya,
jadi kita ini, istimewa memang hahahaha.
(W.SU.II.01 : 309-321)
Memegang pulpen.
Menatap interviewer
Menatap
interviewer.
Pandangan mata ke
arah bawah
kemudian kembali
menatap interviewer.
Kedua tangan
bergerak-gerak.
Tangan kanan
memegang pensil.
Mata melebar.
Tertawa.
seorang single parent sejak
anaknya sekolah TK. Subjek
baru menikah lagi setelah
pulang dari PON Riau.
Subjek menjalani kehidupan
sebagai seorang single parent
selama lima tahun.
Bagi subjek yang penting
dilakukan dalam hidup adalah
bersyukur, karena setiap
manusia pernah mengalami
fase positif dan negatif dalam
kehidupannya. Subjek sendiri
pernah mengalami depresi
hingga akhirnya ―masuk ke
jalan yang tidak benar‖.
Menurut subjek, jika ada
difabel yang melakukan
tindakan negatif, harusnya
digali dulu alasannya
melakukan hal tersebut
karena masalah kaum difabel
banyak, diantaranya masalah
makan, kehidupan, cinta,
rumah tangga, pendidikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
7
Dua kali mbak, saya kan istilahnya waktu di
sekolah, di sekolah saya SMA, kalau di SMP
masih lenjeh-lenjeh kan, temennya difabel,
temen di Solo udah open kan sama difabel
masyarakatnya, pas kembali lagi ke
Temanggung, di Temanggung masih
dipandang sebelah nggeh, nanti saya
beranjak ke dewasa, saya mengenal yang
namanya cinta kan, banyak tekanan batin,
pengen ini tapi nggak kesampean, pengen itu,
terus lulus SMA, kuliah kok juga gagal,
masuk ke RC lagi saya ambil keterampilan.
(W.SU.II.01 : 325-333)
habis itu saya ngelamar ke mana-mana, tapi
habis tatap muka ya lowongan tutup,
permasalahannya juga sama, difabel karena
itu kan, dari situ akhirnya tebentur masalah-
masalah ya bikin pusing, saya lari ke jalan,
sempet jadi pengamen, kenal yang nggak
genah-nggak genah itu kan, minum atau apa,
saya pernah, terus saya pernah punya temen
orang UNS juga, tapi alhamdulillah saya di
jalan saya kenal semua lapisan, dari yang
pinter, sampai yang pinter agama atau apa,
akhirnya saya kenal temen-temen UNS yang
waktu itu pernah ngadain daurah atau apa
gitu, ngenalin agama-agama, tapi saya nggak
Dua jari tangan di
angkat di atas meja.
Menganggukkan
kepala.
Tangan bergerak
sambil memegang
pulpen.
Menganggukkan
kepala.
Tangan tangan
memegang pulpen
kemudian
memutarkan tangan
di atas kepala.
Menggelengkan
kepala.
Subjek pernah mengalami
fase negatif sebanyak dua
kali. Dimulai saat SMA dan
kembali ke Temanggung,
masyarakat disana belum
terbuka denga kaum difabel.
Kemudian saat beranjak
dewasa mengenal cinta,
subjek mengalami banyak
tekanan batin karena banyak
keinginannya yang tidak
tercapai. Subjek pernah ingin
kuliah namun gagal dan
akhirnya memutuskan masuk
ke RC dan ambil kursus
keterampilan. Lulus dari RC,
subjek melamar pekerjaan
kemana-mana namun setelah
proses interview, lowongan
itu tertutup. Akibat terbentur
banyak permasalahan subjek
melampiaskan dirinya di
jalanan. Jadi pengamen
bahkan minum-minuman
keras. Alhamdulillah subjek
pernah bertemu dengan anak
UNS kemudian mengenalkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
8
maksudnya terpancang ke alirannya, hanya
sampai dasarnya, oh Al Quran seperti ini,
ajaran agama seperti ini, dari situ mulai
berpikir, udah lurus nggeh, alhamdulillah
lurus, punya istri punya anak, keadaan
menentukan lain lagi, saya berantakan rumah
tangga, depresi lagi saya. Kok bisa to? Allah
itu maksudnya apa to? Collapse lagi saya,
terus berjalan lagi, saya kenal atlet, kenal
NPC, mulai bangkit lagi saya, temen temen
saya mulai kasih support, kenal istri saya, oh
ternyata rencana Tuhan itu lebih indah, gitu
kan, mulai dari situ akhirnya saya di sini.
Hahahah (W.SU.II.01 : 335-354)
Senengnya kan saya dulu kecil emang aktif
ya, meskipun saya difabel orang tua saya gak
membelenggu saya sering kayak ikut kasti
main bola dulu kecil sering meskipun dengan
kondisi seperti ini tapi saya gak nganggep
saya difabel waktu itu kan. Jadi, meskipun
dulu pernah di seni tapi darah olah raga dari
kecil juga udah seneng. Waktu saya di SMP
RC, saya sering pinjem kursi roda yang medis
seperti ini, kalau malem kadang sama temen-
temen muter sampe Gladak, Purwosari, ya
cuma jalan-jalan aja, tapi alhamdulillah dari
Menganggukkan
kepala sambil tangan
kanan yang
memegang pulpen
memegang dahi
sebelah kanan.
Tangan di atas meja.
Tertawa.
Menganggukkan
kepala dan
tersenyum.
Posisi duduk maju
ke depan.
Membuat gerakan
tangan memutar di
atas kepala saat
berkata ―muter
sampe Gladak‖.
subjek tentang agama Islam
dan subjek kembali ke jalan
yang benar. Kemudian subjek
punya istri dan anak, namun
subjek diberi ujian berupa
berantakan rumah tangga
akhirnya subjek depresi dan
kembali lagi ke jalan. Hingga
subjek menjadi atlet, kenal
dengan NPC, akhirnya subjek
mulai bangkit, teman-teman
memberikan support,
dipertemukan dengan istri
subjek saat ini dan akhirnya
menikah.
Sejak kecil subjek sudah aktif
dalam kegiatan fisik seperti
main bola dan kasti. Kedua
orang tua subjek juga tidak
membelenggu subjek dari
aktivitas fisik tersebut.
Sewaktu SMP di RC subjek
bahkan sering meminjam
kursi roda medis untuk
berputar keliling kota sampai
Gladak bahkan Purwosari
bersama teman-temannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
9
situ udah terlatih juga kan, sekarang saya
jadi atlet balap kursi roda. Padahal waktu itu
saya cuma seneng main, seneng olahraga
bisa jalan-jalan kemana-mana. Gak ada
pemikiran “suatu saat saya harus jadi atlet
balap”, gak ada pemikiran. Dulu senenge di
seni. Di seni juga banyak benturan ya. Dulu
kayak orang tua “ngapain di seni”
pengennya kakakku ntar fokus di belakang
meja istilahnya ya. Lah saya mikirnya seni
kan bisa bikin hidup, tapi saya kira ternyata
susah juga. Saya wiraswasta terus terjun di
olahraga, dari olah raga terus sekarang saya
juga bisa di belakang meja bantu di
kepengurusan Jawa Tengah.
(W.SU.II.02:269-287)
Tapi jujur ya mbak, baru kali ini saya
ngomong jujur sama njenengan sebagai
psikolog, sebenarnya saya sekarang sama
anak saya dari sini ada sekat sedikit, saya
sendiri yang ngasih sekat. Karena
apa?Mungkin karena trauma ya anak saya
kan hasil dari pernikahan saya yang pertama.
Saya kecewa banget sama istri saya, jadi
karena kekecewaan ke istri saya kadang
mengotori komunikasi saya ke anak saya.
Merubah posisi
duduk.
Menjaga kontak
mata dengan
interviewer.
Waktu itu subjek hanya
senang bermain saja belum
ada pemikiran untuk menjadi
atlet, namun ternyata
sekarang subjek menjadi atlet
balap kursi roda. Dulu subjek
lebih senang di seni namun
karena banyak benturan dan
ternyata susah akhirnya
subjek memutuskan untuk
wiraswasta kemudian terjun
di bidang olahraga dan
sekarang membantu di
belakang meja di
kepengurusan NPC Jawa
Tengah sesuai dengan
harapan kakaknya.
Subjek merasa bahwa antara
dirinya dan anaknya ada
sedikit sekat dan subjek
sendiri yang memberikan
sekat itu. Subjek trauma
karena anaknya merupakan
hasil dari pernikahannya yang
pertama. Kekecewaan subjek
pada istri pertama menjadikan
komunikasi subjek dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
0
Bukannya saya benci sama anak saya,
enggak. Saya cuma gak pengen anak saya
kayak ibunya. (W.SU.II.02 : 588-595)
Perasaan saya sedih, sedihnya ooh berarti
saya evaluasi saya belum serius latihan ya
kan tapi selain itu juga koreksi karena
peralatan kan, saya maklumi pemerintah
belum bisa memaksimalkan fasilitas kita
memaklumi itu cuman dari kekalahan itu saya
juga belajar dunia olahraga seperti ini ada
kalah ada menang kalau mungkin saya
menang menang sempat wiihhh.... asyik ya
jadi juara terus di omongin orang tapi ada
kesempatan bisa nggelempang karena ada
kesombongan kan ya tapi dikasih kalah saya
jadi mikir alhamdulillah dikasih kalah saya
jadi saya mikir gak jadi sombong lagi gitu.
Haha. (W.SU.II.02 : 1018-1027)
Menatap ke bawah
kemudian menatap
interviewer. Sesekali
melihat ke luar
rumah.
Tertawa.
anaknya longgar. Hal tersebut
dikarenakan subjek tidak
ingin anaknya seperti ibunya
(istri pertamanya).
Subjek merasa sedih jika
dihadapkan pada kekalahan
dalam suatu pertandingan.
Subjek mengevaluasi dirinya
yang belum serius menjalani
latihan juga peralatan dari
pemerintah yang belum
maksimal untuk memfasilitasi
subjek. Menang dan kalah
adalah dunia olahraga. Ketika
menang mungkin ada
kesombongan, namun ketika
kalah subjek juga bersyukur
dan berpikir bahwa ia tidak
jadi sombong lagi.
Motivasi berprestasi sesuai
dengan tujuan.
Tapi yang paling utama saya belum sempurna
bahagiain orang tua sama mertua saya itu
belum tercapai. Saya pengen berangkatin
umroh mereka, ini yang lagi jadi target say.
Jadi kalau untuk pencapaian terbesar belum
untuk bahagiain, untuk saya pribadi ya belum
sempurna. Saya tergerak itu karena saya
lahir dalam keadaan normal terus sakit saya
Tersenyum dan
memberikan
penekanan nada
bicara saat berkata
―umroh‖.
Menjaga kontak
mata dengan
Subjek memiliki harapan
untuk membahagiakan orang
tua dan mertuanya. Subjek
ingin memberangkatkan haji
atau umroh orang tuanya.
Subjek tergerak untuk
melakukan hal tersebut
karena subjek ingin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
1
udah bikin susah mereka, saya pengen nyaur
utang ya dengan cara itu, selain bantu
mereka di kehidupan yang besok, pengen
bahagiain mereka itu target saya. Ya moga-
moga tercapai. Kalau gak bisa haji ya paling
gak umroh. Ibu Bapak sama mertua saya,
syukur-syukur semua bisa berangkat bareng.
Terus pengen juga temen-temen yang masih
di bawah pengen juga naik juga. Makanya
saya kadang kalau ada pekerjaan di kantor
yang saya gak bisa ngatasi, saya kasih ke
temen-temen saya yang ada potensinya,
sebelum ke orang luar, saya nyari temen-
temen difabel dulu yang bisa saya
berdayakan. Kayak ada temen yang tadi kan
bergerak di bidang besi dan las, apapun
kerjaan di kantor yang ada hubungannya
dengan itu saya kasihkan ke dia, ya
berbagilah mbak. (W.SU.II.02 : 491-508)
Kalau saya masih bisa digunakan dipengurus
saya mau maksimal di pengurus paling
enggak saya mau adik-adik saya itu lebih
sejahtera ketimbang saat saya begitu lho,
saya ingin berjuang demi mereka, kalaupun
gak di kepengurusan saya gak di pakai di
organisasi saya pengen setiap melihat yang
ingin olahraga kalau saya bisa memfasilitasi
interviewer.
Nada suara
melemah.
Menahan diri untuk
menguap kemudian
berbicara.
Kepala di majukan
ke depan, menunjuk
ke arah luar tempat
temanna tadi duduk
di luar rumah.
Duduk bersandar di
sofa.
Menggelengkan
kepala.
Tangan memegang
dada.
membalas jasa-jasa kedua
orang tua yang telah merawat
subjek sejak lahir dalam
keadaaan normal hingga sakit
dan seringkali merepotkan
orang tuanya.
Subjek juga menginginkan
teman-teman difabel yang
masih ―dibawah‖ bisa bangkit
dari segi kecukupan ekonomi.
Oleh karenanya, jika ada
pekerjaan di kantor maka ia
akan mendahulukan teman-
temannya yang sesama
difabel untuk membantu
menyelesaikan pekerjaan
tersebut.
Jika subjek masih diberikan
kepercayaan menjadi
pengurus NPC Jawa Tengah
maka subjek ingin
menjalankan amanah dengan
maksimal. Subjek memiliki
harapan agar para atlet junior
bisa mendapat fasilitas yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
2
saya falisitasi kalau enggak saya pengen
melatih secara pribadi, saya gak papa.
(W.SU.II.02 : 979-985)
kalau harapan saya lebih maju lagi ya, saat
ini kita alhamdulillah posisinya sama seperti
KONI untuk kepengurusan mungkin nanti
ditambah difabel-difabel yang punya kualitas
yang bisa bantu dalam pemikiran bisa gedein
NPC harapan saya gitu cuman untuk saat ini
ya karena kita difabel rentan pendidikan
tentang pendidikan kita masih susah, harapan
saya untuk orang luar yang emang pengen
bantu secara dermawan gak cuman nominal
ya kalau ada pemikiran saya pengen
berharap bisa bantu, jadi gak mandang apa
ya... jobnya habis ini aku dapat bayaran
enggak itu lebih ke sosialnya, tanpa itu
pekerjaan gak bisa sempurna. Kalau kita niat
dari duit dulu, suatu saat berarti aku kalau ini
duitku lebih banyak lagi biasanya lain kan
beda kalau kita sosial dulu beda soalnya kita
susah ada kebanggan sendiri kalau sosialnya
kan, harapan saya seperti itu makanya
Menatap
interviewer. Sesekali
menatap ke luar
rumah.
Sesekali memegang
dada. Sesekali
tangan kanan di
rentangkan ke depan.
lebih sejahtera. Jika subjek
tidak menjadi pengurus NPC
Jawa Tengah lagi, subjek
ingin bisa memfasilitasi
teman-teman difabel lainnya
atau melatih mereka secara
pribadi.
Subjek berharap agar NPC
Jawa Tengah bisa lebih maju
lagi. Apalagi saat ini
posisinya sudah sejajar
dengan KONI. Subjek
berharap dalam kepengurusan
bisa ditambah para difabel
yang memiliki kualitas
pemikiran yang bisa
membesarkan NPC Jawa
Tengah karena subjek
menyadari bahwa difabel
rentan dalam hal pendidikan
(hanya sedikit yang
berpendidikan tinggi). Subjek
juga ingin agar pekerjaannya
bernilai sosial dan tidak
semata-mata ia lakukan
karena mengharap uang dan
dalam pekerjaannya subjek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
3
kadang saya bergaul sama orang-orang saya
ingin orang-orang ada koin bisa masuk ke
NPC bisa nyumbang ke pemikiran saya juga
gak membatasi pergaulan saya karna saya
punya niat seperti itu (W.SU.II.02 : 993-
1010)
ya tapi kalau ada keputusan saya gak dipakai
ya gimana lagi tapi tetep saya punya cita-cita
di belakang layar tetep saya juga bergerak,
istilahnya saya ada kenalan mungkin difabel
yang masih didalam rumah ya mungkin dari
face to face saya ngasih semangat atau
mungkin ngelatih secara individual gak harus
berkecimpung di NPC saya pengen seperti
itu. itu (W.SU.II.03 : 091-097)
Memegang dahi.
Menunjuk diri
sendiri dengan
gerakan kepala.
Subjek duduk
bersandar. Tangan
kiri bersandar pada
kursi.
juga ingin memberikan
sumbangsih terbaik melalui
pemikirannya.
Jika nanti subjek sudah tidak
diberi amanah sebagai
pengurus NPC Jawa Tengah,
subjek masih memiliki cita-
cita untuk bisa bergerak di
―belakang layar‖ seperti
memberika semangat bagi
para difabel secara langsung
ke rumahnya atau melatih
mereka untuk menjadi atlet
difabel secara individual.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
144
2. Subjek Utama III
a. Riwayat Hidup
Subjek utama III berinisial BW merupakan pria kelahiran Surakarta
tanggal 23 Desember 1970. Lahir sebagai anak keenam dari delapan
bersaudara. Pekerjaan BW adalah wirausaha, atlet, dan menjadi pengurus
NPC Jawa Tengah. BW saat ini berdomisili di Jalan Kenari nomor 10 RT
02, RW 02, Karangasem, Laweyan, Solo. BW memiliki usaha katering
bernama ―Katering Rizal‖ yang sudah maju dan memiliki 80 orang
pegawai. Usaha tersebut sudah dirintisnya sejak tahun 2006. BW bersuku
bangsa Jawa dan beragama Islam. Menikah dengan istri yang berinisial SB
dan memiliki anak laki-laki berusia 10 tahun yang akrab dipanggil Rizal.
Pemberian nama Rizal pada anaknya di ambil dari nama stadion Jose
Rizal, karena anaknya lahir pada saat BW sedang melakukan pertandingan
di stadion Jose Rizal. Pendidikan terakhir istri BW adalah SMP. Usianya
tiga tahun lebih muda dibandingkan BW. Istri BW bekerja sebagai Ibu
Rumah Tangga sekaligus mengelola bisnis katering.
BW memiliki hobi olahraga. Hobi tersebut dilakukan sejak masih
kecil. BW menuturkan bahwa ketika kecil ia bercita-cita ingin menjadi
ABRI karena ayahnya adalah seorang tentara dan ingin membela
Indonesia, namun karena kecelakaan yang menimpanya kelas 5 SD
akhirnya BW mengubur impiannya untuk menjadi seorang ABRI. Saat itu
BW jatuh akibat olahraga lompat tinggi dan naik sepeda. Pada saat jatuh
dari sepeda, BW dibawa ke rumah sakit pusat yang dulu terletak di sekitar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
145
Mangkunegaran. BW mengungkapkan bahwa ia mendapatkan salah
penanganan oleh para co-ass sehingga dirujuk ke Moewardi. Namun di
Moewardi sudah tidak bisa ditangani dengan alasan sarafnya sudah rusak.
Hingga saat ini BW harus hidup dengan kondisi tangan kiri yang kaku dari
lengan atas hingga pergelangan tangan.
Ayah BW sudah meninggal tahun 2009 sepulang mengajar ngaji dan
mengimami solat magrib di mushola. Ibu BW masih hidup, usianya 87
tahun dan sudah tidak bekerja. Ibunya tinggal bersama dengan BW, istri,
dan anaknya. Bapak dan Ibu BW bersuku bangsa Jawa. BW mengaku
lebih dekat sosok ibu daripada ayah. Walaupun, satu tahun sebelum
kepergian ayahnya, BW menuturkan bahwa ia memiliki hubungan yang
dekat waktu itu. BW dan kedua orang tuanya pernah tinggal di pulau
Sumatra, tepatnya di kota Palembang bahkan BW sebenarnya lahir di
Palembang. Namun, karena dulu ada pemutihan dan mereka sekeluarga
sudah pindah ke Surakarta akhirnya dibuatlah akte yang menuliskan
tempat kelahiran BW di Surakarta. BW mengatakan bahwa administrasi
pada zaman dulu belum seketat sekarang.
Ada yang menarik dalam diri BW, ia merupakan satu-satunya anak
yang berpendidikan akhir Strata 1 (S1). Kakak dan adiknya mayoritas
berpendidikan akhir SMA atau sederajatnya, bahkan ada kakaknya yang
berpendidikan akhir SMP, dan SD. BW mengaku pernah mengalami krisis
kepercayaan diri pada saat pertama kali mengetahui bahwa dirinya
menjadi difabel. Namun, ia menutupi itu semua dan membayarnya dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
146
prestasi yang bisa ia lakukan yaitu dibidang olahraga, khususnya atletik.
Hingga saat ini BW belum pernah kalah dalam suatu ajang pertandingan.
BW selalu masuk ke dalam tiga besar perolehan medali di pertandingan
tingkat daerah, nasional, maupun internasional. BW pernah medali emas
dan medali perunggu pada Asian Para Games tahun 2007 serta medali
emas pada Asian Para Games tahun 2009. Di tingkat nasional, BW
mendapatkan medali emas, perak, dan perunggu pada PORCANAS tahun
2012.
BW pernah bersekolah di SDN 181 Karangasem, SMPN 15 Surakarta,
SMAN 4 Surakarta, dan Fakultas ISIP UNS. BW juga pernah menjalani
pelatihan atletik yang diselenggarakan BPOC pada tahun 2009 selama tiga
hari. Saat ini BW aktif sebagai pengurus National Paralympic Committee
Jawa Tengah sebagai bagian perencanaan sejak tahun 2014.
Peneliti memberikan lembar riwayat hidup pada BW hanya satu kali
pada saat pertemuan pertama yang berlangsung di Sekretariat NPC Jawa
Tengah (Stadion Manahan). Pengisian lembar riwayat hidup dilakukakan
oleh BW sendiri. BW bersikap terbuka pada pertanyaan yang diajukan
peneliti mengenai kondisi keluarga dan hal-hal yang peneliti tuliskan
dalam lembar riwaat hidup.
b. Gambaran Obervasi
BW memiliki tinggi badan sekitar 165 cm. Perawakan BW kurus dan
posisi bahu agak bungkuk. BW memiliki warna kulit coklat tua. Wajah
BW berbentuk agak lonjong, alis mata tipis berwarna abus-abu. BW
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
147
memiliki kumis tipis dan gigi bagian depan terlihat agak sedikit maju ke
depan. Rambutnya tipis dan berwarna hitam. Potongan rambut BW
sewajarnya potongan rambut kaum laki-laki, yaitu dipangkas habis diatas
bahu.
BW mengalami kecelakan yang mengakibatkan ketidakmaksimalan
fungsi pada tangan kirinya. BW termasuk dalam kategori difabilitas
ringan, sehingga dalam menjalankan aktivitas sehari-hari BW tidak
memerlukan alat bantu apapun. BW berbeda dengan dua subjek utama
lainnya, yaitu tidak memiliki kebiasaan merokok. Secara keseluruhan
penampilan BW rapi dan memberi kesan sederhana pada orang yang
melihatnya. Nada suara BW terdengar halus dan lembut. Pada proses
berlangsungnya wawancara, peneliti seringkali memberikan pertanyaan
berulang pada BW. BW menunjukkan penampilan yang berbeda-beda
selama proses pengambilan data.
Interaksi BW dengan orang lain baik. Pada saat proses pengambilan
data, BW beberapa kali melakukan jeda percakapan dengan peneliti untuk
menyapa teman-temannya yang lewat di sekitar lokasi tempat
berlangsungnya proses pengambilan data. Pada saat melakukan jeda bicara
dengan orang lain, BW akan memberikan isyarat pada peneliti sebagai
permohonan izin. Pengambilan data pada BW hanya dilakukan satu kali
yang berlangsung pada hari Rabu, tanggal 6 Januari 2016 mulai pukul
13.00 – 14.30 WIB bertempat di Sekretariat NPC Jawa Tengah (Stadion
Manahan). BW mengenakan kemeja batik berwarna coklat dan celana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
148
148
jeans panjang berwarna gelap. BW memakai aksesoris jam tangan di
tangan kanannya dengan diameter jam yang berukuran besar. Selama
proses wawancara, BW sering mengangkat tangannya ke atas meja dan
membuat gerakan tangan untuk memberi penjelasan akan suatu hal yang
disampaikannya. BW menjaga kontak mata dengan peneliti dengan baik.
BW cukup kooperatif dalam menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti
dan cenderung memberikan respon yang cepat pada setiap pertanyaan
yang diajukan peneliti. Jawaban yang diberikan BW pada awalnya sangat
singkat namun ketika diminta untuk menceritakan lebih lanjut BW akan
memberikan menjelaskan lebih dalam pada peneliti meskipun banyak
mengeluarkan kata ‗eee‘.
Dibandingkan dengan dua subjek utama yang lainnya, pengambilan
data yang dilakukan dengan BW berjalan lancar dan pembicaraan terfokus
sehingga hanya dengan satu kali pertemuan, peneliti dapat meminta BW
melakukan pengisian lembar riwayat hidup serta melakukan penggalian
data lebih mendalam terhadap keterangan yang BW tuliskan dalam lembar
riwayat hidup. Kondisi tempat berlangsungnya wawancara juga cukup
mendukung, tidak banyak orang lain yang berlalu lalang atau menyapa
BW sehingga BW tidak mudah beralih perhatian kepada orang lain.
Pertemuan di tutup dengan kesepakatan untuk melakukan pertemuan di
kediaman BW di daerah Karangasem untuk bertemu dengan istri dan
anaknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
149
14
9
c. Hasil Pemaknaan Subjek Utama III
Tabel 6,
Data Hasil Pemaknaan Subjek Utama III,
No. Gambaran Hardiness
Indikator Data Wawancara Data Obervasi Unit makna
1. Commitment Ketertarikan dan keingintahuan
tentang hidup.
Ya hidup itu tidak langgeng ya.. Ya selama
kita hidup itu kita berbuat yang terbaik.
Kita bisa apa, mumpung kita punya rejeki
ya kita banyaklah sedekah. Untuk hari tua
kita nanti. Kapan lagi kita mau memberi.
Mmm memberi sedikit bantuan kepada
orang yang membutuhkan. Kalau nggak
dari sekarang, kapan lagi, mumpung kita
bisa.Nanti kalau kita nggak bisa, ya kapan
lagi kita mau bersosial? (W.SU.III.01:552-
558)
Kalau prinsip saya gitu Mbak. Dulu saya
orang nggak punya, sekarang ada rejeki
sedikit ya gimana caranya kita membantu
orang yang memerlukan. Tidak pandang,
ee, nggak pandang, apa, statusnya, yang
penting tidak merugikan saya, ya saya
bantu, yang penting saya ada manfaatnya..
Saya senang kalau orang yang saya bantu,
bisa berkembang gitu saya malah seneng.
Nada bicara datar.
Memberi penekanan
pada beberapa kata.
Nada bicara datar.
Memberi penekanan
pada beberapa kata.
Sesekali
menganggukkan
kepala.
Menurut subjek, kehidupan
manusia tidak langgeng
(berlangsung selamanya) oleh
karenanya selama masih
hidup harus berbuat yang
terbaik. Jika diberi kelebihan
rezeki maka memperbanyak
sedekah.
Subjek memiliki prinsip
hidup yaitu ―dulu ia orang
yang tidak mampu, sekarang
ada rezeki sedikit harus
membantu orang yang
memerlukan tanpa
memandang statusnya yang
penting tidak merugikan
subjek, tetapi subjek dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
150
15
0
(W.SU.III.01:560-565)
Kalau di olah raga ya pas prestasi puncak
kita yang kita capai. Angan-angan yang
kita capai tercapai itu kita puas dan
bangga dengan prestasi dengan
mengalahkan dengan sportivitas. Itu kita
bangga. Di situ dengan sportivitas. Tapi
kalau menang cuma... ee ada embel-
embelnya dari ada pihak-pihak tertentu
yang membantu kita kan kurang puas
(W.SU.III.01: 679-684)
Kalau di dalam... istilahnya di luar
lingkungan olah raga itu ya saya,
kepuasan tersendiri kita bisa membantu
orang. Orang itu yang kita bantu bisa
menunjukkan... ee istilahnya kalau orang
dagang itu ya jadi berkembang. Itu saya
salut. Saya seneng. Jadi saya berhasil
mendidik dia. (W.SU.III.01: 689-693)
Ya membahagiakan orang tua.
Kedua tangan
diangkat dengan siku
di atas meja
Menatap
interviewer. Tangan
di arahkan seraya
menunjuk diri
sendiri kemudian
direntangkan ke
depan.
Respon cepat.
bermanfaat bagi orang lain.
Subjek akan merasa senang
jika orang yang dibantu
mengalami perkembangan
dalam hal baik.
Subjek merasa puas dan
bangga saat bisa mencapai
prestasi tinggi di bidang
olahraga dengan sportivitas.
Baginya, jika menang namun
ada kepentingan dari pihak-
pihak tertentu, maka prestasi
itu dirasa kurang memuaskan.
Bagi subjek, diluar bidang
olahraga, subjek akan merasa
puas jika bisa membantu
orang lain. Terlebih jika
orang yang dibantu
menunjukkan perkembangan.
Subjek seolah berhasil
mendidik orang yang sudah
dibantunya.
Pencapaian terbesar subjek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
151
15
1
(W.SU.III.01: 716)
Kalau itu perannya sangat besar sekali,
mbak. Kita gak pernah terlepas dari
kekuasaan Tuhan, orang itu ibaratnya
kecil di hadapan Yang Maha Kuasa, jadi
kita harus jangan terlena dengan dunia,
harus kita kembali pada yang menciptakan
kita. Kita syukuri gimana cara kita
mensyukurinya. Kalau kita agama Islam ya
lima waktu itu ya kita tepati, terus yang
larangan-larangan itu ya harus kita jauhi
(W.SU.III.01: 960-967)
Makanya kalau saya peran yang Maha
Kuasa itu lebih kuat. Masalahnya kita
kalau mau bertanding itu malam itu habis
jam 12 itu pasti saya sholat tahajud minta
petunjuk besok mau bertanding, gimana
caranya bisa sukses, bisa kuat, tidak ada
halangan apapun, kan kita gak bisa
Beberapa kali
mengangkat dan
menurunkan tangan
ke atas meja.
Memberikan
penekanan suara
pada kata ―kuat‖.
adalah ketika subjek dapat
membahagiakan orang
tuanya.
Menurut subjek, kedekatan
dengan Tuhan memiliki peran
yang sangat besar. Manusia
tidak terlepas dari kekuasaan
Tuhan. Di hadapan Tuhan
manusia sangat kecil
sehingga tidak boleh terlena
dengan dunnia dan kembali
ingat pada Allah yang sudah
menciptakan manusia dengan
cara bersyukur. Dalam agama
Islam salah satu cara
bersyukur adalah
melaksankan sholat lima
waktu dan menjauhi
larangan-laranganNya.
Peran yang Maha Kuasa itu
kuat. Jika subjek akan
bertanding, malam hari
sebelum pertandingan subjek
melaksanakan sholat tahajud
dan minta petunjuk agar
pertandingan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
152
15
2
terlepas dari kekuatan Yang Maha Kuasa.
Kalau saya. (W.SU.III.01: 974-979)
Bahagia itu ya... kalau kita yang udah
rumah tangga itu bisa harmonis sama istri
sama anak bisa rukun, ya itu suatu
kebahagiaan tersendiri. Cuma itu. Hehehe.
(W.SU.III.01: 988-990)
Nada suara datar.
Tertawa kecil.
dihadapinya bisa sukses, kuat,
dan tidak ada halangan
apapun.
Bahagia bagi subjek adalah
ketika ia sudah berumah
tangga dan bisa hidup
harmonis dengan istri dan
anaknya.
Keyakinan dan ketahanan diri. Iya.. paling murah kan di atletik itu. Paling
murah. Olahraga paling murah, terutama
lari, kan modalnya paling murah. Tapi
membosankan.. (W.SU.III.01:487-489)
…kalau dukanya ya itu.. Kalau TC terlalu
lama, meninggalkan keluarga. Kalau yang
masih bujangan nggak masalah, tapi ya
terutama yang udah punya tanggungan itu
pasti dia banyak kendalanya. Tapi kalau
kita jalani dengan ikhlas iya akan
membuahkan hasil.. (W.SU.III.01:509-
512)
Hmm memaknai olahraga itu ya.. kita
sebagai olahragawan harus sportif ya..
jadi, menang kalah di arena itu suatu
kebanggaan bagi kita tapi dengan fair.
(W.SU.III.01:571-574)
Respon cepat.
Menatap
interviewer.
Menganggukkan
kepala.
Berbicara sambil
menatap interviewer.
Respon bicara agak
lama.
Bagi subjek, atletik adalah
olahraga yang modalnya
paling murah. Tapi kadang
membuatnya bosan.
Bagi subjek, duka yang
dijalani selama menjadi atlet
adalah ketika berlangsung
karantina dan ia harus
meninggalkan keluarga.
Namun, kalau dijalani dengan
ikhlas justru akan
membuahkan hasil.
Subjek memaknai olahraga
dan dirinya sebagai
olahragawan harus
menjunjung tinggi sikap
sportif. Baginya menang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
153
15
3
Ya kalau kalah, saya fair, masalahnya
saya kalah, saya introspeksi diri. Berarti
saya kalah, saya kurang latihan. Dia
latihannya sungguh-sungguh, saya kurang.
Tapi suatu saat dia saya kalahkan lagi.
(W.SU.III.01: 610-613)
Ya. Orang-orangnya gak digaji gak
masalah yang penting kita jangan nanti
kalau dapat uang di bagi-bagi sama
temen-temen, ada rejeki sisanya.
(W.SU.III.01: 1042-1044)
Respon cepat.
Kepala beberapa kali
mengangguk atau
menggeleng.
ataupun kalah dalam
pertandingan adalah suatu
kebanggaan jika dilaksanakan
dengan adil.
Jika subjek kalah dalam suatu
pertandingan, ia akan
menerimanya dan melakukan
instropeksi diri akibat
kekalahannya. Jika dirasa
subjek kalah karena kurang
latihan, maka selanjutnya ia
akan latihan dengan sungguh-
sungguh dan bertekad bahwa
suatu saat orang yang
mengalahkan subjek akan
dikalahkan oleh subjek.
Subjek menjadi salah satu
pengurus NPC Jawa Tengah.
Subjek tidak keberatan ketika
ia mengabdi di NPC Jawa
Tengah dan tidak digaji
apalagi sampai membagi-bagi
uang negara untuk ―kantong
sendiri‖, subjek yakin bahwa
nanti aka nada rezekinya
sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
154
15
4
Ya kalau gak ada uang ya gak papa,
kadang malah tombok. Lillahi ta‟ala.
Hahaha (W.SU.III.01: 1051-1052)
Respon cepat.
Tertawa kecil.
Subjek menjalani pengabdian
dan pekerjaannya di NPC
Jawa Tengah diniatkan
karena Allah semata, tidak
keberatan jika tidak mendapat
imbalan uang.
Kerelaan untuk mencari
bantuan dan dukungan sosial.
Istri juga.. Ee, semenjak saya punya isteri,
itu malah prestasi saya semakin menanjak.
(W.SU.III.01:428-429)
…Isteri juga mendukung, keluarga juga
mendukung, malah.. prestasi malah
menanjak. (W.SU.III.01:432-433)
Iya.. yang penting itu saling percaya. Saya
orang lapangan, isteri saya ya tau, saya
orang lapangan, jadi gak ada istilah, apa,
cemburu, ada ini, jam segini belum
pulang, gini gini.. Yang penting saya di
lapangan saya olahraga ya untuk cari
tambahan untuk di rumah, yang penting
saya ga neko-neko, (W.SU.III.01:450-454)
Menganggukkan
kepala. Menatap
interviewer sambil
tersenyum.
Tertawa kecil.
Menganggukkan
kepala. Berbicara
menatap interviewer.
Mengangkat tangan
ke arah dada seolah
menunjuk diri
sendiri.
Prestasi subjek semakin baik
setelah subjek memiliki istri.
Istri dan keluarga subjek pun
mendukung aktivitas subjek
sebagai atlet, karena
dukungan tersebut prestasi
subjek di dunia olahraga
menjadi lebih baik.
Subjek memiliki komitmen
dengan istrinya untuk saling
percaya satu sama lainnya.
Istri subjek mengerti aktivitas
subjek sebagai atlet (orang
lapangan) jika pulang terlalu
larut bahwa itu dilakukan
suaminya untuk mencari
tambahan penghasilan bukan
melakukan suatu tindakan
yang negatif atau berbahaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
155
15
5
Itu paling berkesan. Apalagi udah selesai
tuh paling berkesan itu. Mau pisah, besuk
mau pulang hari ini ketemu temen-temen.
(W.SU.III.01:709-711)
Tetangga itu ya istilahnya kan kita buka
pager kan, saya pake pager mangkok.
Kalau orang Jawa kan, lebih kuat pager
mangkok daripada pager tembok.
(W.SU.III.01:795-798)
Di masyarakat itu harus membaur, kalau
agama kamu mau ikut agama kamu ya
silahkan, saya ikut agama sini ya kamu
jangan menghalangi, di masyarakat kan
ada Rukun Tetangga ya kalau ada yang
punya gawe ya sama-sama kita bantu.
(W.SU.III.01:854-857)
Berbicara sambil
mengulum senyum.
Kemudian tertawa
Menatap
intrerviewer.
Intonasi bicara jelas
dan suara keras.
Hal berkesan bagi subjek
selama menjadi sorang atlet
adalah ketika ia bertemu
dengan teman-teman dari
seluruh Indonesia. Biasanya
ketika event sudah selesai dan
para atlet harus kembali ke
daerah asal mereka akan
menyempatkan diri untuk
berkumpul.
Bagi subjek, dalam
kehidupan bermasyarakat
manusia harusnya membuka
dirinya bahkan jika memiliki
kelebihan makanan tidak
boleh segan untuk membagi
makanan dengan tetangga
lainnya.
Menurut subjek, dalam
kehidupan bermasyarakat
harus membaur. Menyoal
agama silahkan masing-
masing menjalankan syariat
agamanya masing-masing
namun ketika ada salah satu
tetangga yang punya hajat,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
156
15
6
maka sebagai tetangga hari
dibantu bersama-sama.
Kemampuan mengenal nilai-
nilai pribadinya yang unik dan
tujuannya sendiri
Jadi saya dapat penghargaan dari Jawa
Tengah itu, sebagai atlet juga penyupport
temen-temen. (W.SU.III.01:347-348)
saya ga pernah minta orang tua gimana
caranya saya mau beli sepatu, gitu,
gimana caranya dapat itu, ya saya jualan
kecil-kecilan, gitu lo..Saya ga malu-malu..
(W.SU.III.01:364-366)
dari tetangga-tetangga itu kan ada yang
usaha gitu, saya ikut jualkan. Dapat
untung sendiri, dikumpulan untuk beli
sepatu. Tapi saya, padahal orang tua juga,
nganu, pedagang. Tapi saya ga mau minta,
ga mau. Saya harus dapet sendiri. Saya
dari kecil mandiri. (W.SU.III.01:368-371)
ya saya dari SD itu udah menyukai itu.
Jadinya sampe sekarang saya gak bisa
Menatap
interviewer.
Nada suara datar.
Menatap
interviewer.
Tangan di gerakkan
ke atas kemudian
diletakkan di atas
meja.
Berbicara sambil
menatap interviewer.
Subjek dikenal sebagai
seorang atlet yang juga
memberika support atau
semangat bagi teman-
temannya hingga subjek
mendapat oenghargaan dari
Jawa Tengah.
Sejak kecil subjek memiliki
komitmen bahwa ia tidak
mau meminta uang orang tua.
Jika subjek ingin beli sepatu,
ia akan jualan kecil-kecilan
dan keuntungannya dibelikan
sepatu. Subjek tidak malu
melakukan hal tersebut.
Biasanya subjek akan
menjual hasil dari usaha yang
dimiliki oleh tetangganya
walaupun orang tuanya
sendiri bekerja sebagai
pedagang. Subjek mengaku
sudah mandiri sejak kecil.
Subjek sudah menyukai
kegiatan olahraga sejak SD
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
157
15
7
keluar dari itu. Tapi saya tidak, tidak, apa
itu, anak saya harus ikut saya, itu saya
nggak. (W.SU.III.01:493-495)
Kalau saya ya gimana.. saya orang cacat,
tapi kok banyak yang.. apa istilahnya,
menghormati saya. (W.SU.III.01:803-804)
Bukan saya itu, cari apa, mau dihargai
orang itu, nggak. cuma saya kan orangnya
sederhana, karena yaa.. biasa kalau
ketemu di mana gitu, saya sering ketemu
orang-orang yang istilahnya punya
pangkat-pangkat tu, saya menanggapinya
ya biasa aja. Tapi orang-orang itu.. orang
cacat kok, malah temene banyak.
(W.SU.III.01:810-814)
Bagusnya pak Jokowi itu. Makanya saya
Tangan diarahkan ke
dada seraya
menunjuk diri
sendiri.
Respon agak lama.
Menatap
interviewer.
Tangan sesekali
bergerak –gerak ke
kanan dan kiri.
Menggelengkan
sehingga olahraga sudah
menjadi jiwanya dan tidak
bisa terlepas dari hal tersebut.
Namun saat ini subjek tidak
pernah memaksa anaknya
untuk mengikuti jejaknya di
bidang olahraga khususnya
menjadi seorang atlet.
Subjek menyadari bahwa
dirinya adalah seorang
difabel. Meski demikian
banyak orang yang tetap
menghormati subjek.
Subjek mengaku bahwa ia
adalah orang yang sederhana.
Jika subjek bertemu dengan
orang-orang yang memiliki
jabatan tinggi, subjek akan
menanggapi mereka secara
biasa. Dengan berlaku
demikian pada orang lain,
walaupun subjek seorang
difabel namun subjek
memiliki banyak teman.
Subjek mengaku bahwa ia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
158
15
8
niru kesederhanaan dia. Dia kan orang
nomor satu di Indonesia, tapi kan dia tidak
menonjolkan dirinya, malah sama
masyarakat dia dekat, malah dekat sama
orang bawah. Nah saya ya seperti itu, mau
saya seperti itu. Kalau di rumah ya biasa.
Kalau dipanggil “bos, bos, bos” gak mau
aku. Malu. Hahaha. (W.SU.III.01:824-
829)
Saya kan kalau di rumah kan misal
tetangga mau jenguk orang sakit dimana
kan cari pinjeman angkot-angkot, gak usah
sewa angkot aja pake angkot saya aja,
gerobak saya gak papa nanti carikan supir
gak papa. Saya dibayar gak mau. Saya tu
gimana ya, ngelingi dulu saya orang gak
punya. Dulunya namanya orang gak punya
ya begitulah, kalau sekarang namanya ada
rejeki sedikit ya kita membantu orang
mumpung saya bisa. Kapan lagi kalau gak
sekarang. (W.SU.III.01:835-842)
kepala.
Tertawa.
Berbicara cepat.
Menatap ke arah
interviewer.
meniru sifat sederhana dari
sosok pak Jokowi. Baginya,
Pak Jokowi sebagai orang
nomor satu di Indonesia tidak
menonjolkan dirinya, bahkan
dekat dengan masyarakat.
Subjek meneladani sifat
sederhana tersebut. Di
lingkungan rumahnya, subjek
tidak mau dipanggil ―bos‖.
Di lingkungan sekitar rumah
subjek, jika ada tetangga yang
ingin menjenguk orang sakit,
subjek akan meminjamkan
mobil yang ia miliki pada
tetangganya, tinggal mencari
orang yang bersedia menjadi
supir. Subjek tidak pernah
mau jika diberikan bayaran
atas jasanya meminjamkan
mobilnya. Bagi subjek, ia
ingat kehidupannya dahulu.
Sekarang subjek diberikan
kelebihan rezeki sehingga ia
ingin bisa membantu orang
lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
159
15
9
Di masyarakat kan saya di RT itu
sering...sering menonjol. Kadang orang-
orang yang punya jabatan tinggi tapi
kalau ada rapat di RT gak berani
mengutarakan. Kalau saya berani.
(W.SU.III.01:845-848)
Nek orang Jawa itu beraninya kalau udah
selesai, baru di luar baru berani
mengungkapkan tapi kalau di forum gak
berani. Makanya sering saya sindiri itu,
orang di itu punya jabatan tapi di ini gak
berani. Kalau saya berani, apa adanya.
(W.SU.III.01:878-881)
Menatap
interviewer.
Berbicara dengan
raut wajah menahan
tawa lebar.
Di dalam kehidupan
masyarakat, subjek tergolong
menonjol. Jika ada rapat RT,
subjek berani mengutarakan
pendapatnya, padahal
seringkali para tetangganya
yang memiliki jabatan tinggi
tidak berani mengutarakan
pendapatnya pada saat
berlangsungnya rapat RT.
Dalam pandangan subjek,
orang Jawa itu baru berani
mengungkapkan pendapatnya
di luar forum daripada saat
forum sedang berlangsung,
oleh karena itu subjek sering
memberikan sindiran
mengenai hal tersebut pada
forum yang berlangsung.
Subjek sendiri termasuk
orang yang berani
mengatakan apa adanya saat
sedang berlangsung forum
atau rapat.
2. Challenge Pendekatan yang fleksibel
terhadap orang lain dan
kondisi-kondisi tertentu.
Malah.. Itu malah gurunya tuh malah
membantu mbak.. Saya kan sekolahnya di
umum..di SMA 4 ini.. kan ada istilahnya..
Menatap
interviewer.
Ketika subjek duduk di
bangku SMA, subjek sempat
mengalami kesulitan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
160
16
0
pelajaran mengetik.. dulu kan saya ngetik
kan bagong.. istilahnya.. Terus saya
langsung menemui gurunya.. Saya cerita
saya gini-gini-gini.. Saya bisanya gini..
Tangan saya ini nggak bisa untuk
mengetik.. Ya nggak papa.. yang penting
kamu ikut aja.. Kamu udah terus terang..
Gurunya merasa iba.. tapi saya berusaha
tapi saya nggak mau di kasihani..
nggamau pokoknya ya saya harus bisa..
Masalah ada pelajaran, apa nari.. Nari
juga.. saya nemui langsung gurunya, saya
ikut tapi gerakan-gerakan tertentu saya
nggak bisa.. Gurunya malah salut saya
mau terus terang daripada saya malah
ngga ikut nggak dapet nilai kan.. Terus
terang sama gurunya.. Gurunya tapi dia
mau membantu.. (W.SU.III.01:296-297)
Padahal saya paling capek, udah bar
habis maen, ngurusin temen-temen, yang
mau, yang istilahnya kebutuhan khusus
yang masih kurang, ee, mentalnya gitu lo,
lah itu kan harus diarahkan. Itu jarang itu,
menangani orang-orang yang, istilahnya,
keterbelakangan mental itu gak sembarang
orang bisa, harus ada pendekatan khusus.
(W.SU.III.01:350-355)
Sesekali tangan
kanan bergerak.
Kepala juga sesekali
digelengkan.
Tangan di gerakkan
ke atas kemudian
diletakkan di atas
meja.
pelajaran mengetik dan tari.
Subjek kemudian menemui
guru dari masing-masing
bidang studi dan menjelaskan
kondisinya. Guru subjek pun
merasa iba dan membantu
subjek untuk mengatasi
kesulitan yang dihadapinya.
Guru subjek juga
memberikan apresiasi pada
keterus-terangan subjek
terhadap kondisinya.
Setiap selesai latihan,
walaupun subjek merasa
lelah, ia akan menyempatkan
diri untuk memberikan
semangat pada teman-teman
atlet difabel lainnya. Subjek
akan memberikan arahan dan
pendekatan khusus untuk
kebutuhan mental bertanding
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
161
16
1
Ya saya kalau memberi motivasi sama
yang masih muda-muda itu yaa “mumpung
kamu jadi atlet, sekarang bonusnya besar,
kamu jangan memikirkan dari pemerintah
itu kamu harus jadi pegawai negeri,
jangan.. Nah, kamu yang dapet itu, ini kan
bonusnya besar,nah itu gimana caranya
kamu bisa me-manage uang kamu selama
masih bisa berprestasi. Kalau nanti kamu
tidak berprestasi, uangmu habis, mau jadi
apa?” Kan contoh yang dulu-dulu kan,
atilet yang dulu kan banyak. Dulunya
membela negara sampe, sampe anu, juara
dunia seperti Ales Beka, gitu ya..Sekarang
udah nggak berprestasi, udah nggak punya
uang, jadinya banyak yang jadi kuli, jadi
anu. Nah, itu kan dulunya dia managemen-
nya salah. Harusnya mumpung saya ini
masih berprestasi, masih dibutuhkan,
masih bisa cari uang, ya kalau pegang
uang harus gimana caranya masa depan
saya kalau saya udah gak jadi atlet, nggak
jadi pegawai negeri, saya bisa punya
usaha sendiri. saya motivasi sama teman-
teman gitu.. (W.SU.III.01:513-529)
Sesekali melirik ke
bawah atau melihat
keluar.
Posisi tangan dan
duduk pun tidak
berubah.
pada teman-teman atlet
difabel lainnya.
Pada saat subjek memberi
motivasi pada atlet difabel
yang lebih muda usianya, ia
akan memberikan arahan agar
para atlet mampu mengelola
keuangan yang mereka
peroleh dari prestasi dalam
bidang olahraga sebagai
seorang atlet. Subjek juga
menasehati agar para atlet
tidak hanya menggantungkan
hidupnya dari bonus yang
diberikan pemerintah dan
berlomba menjadi pegawai
negeri saja. Subjek akan
mengambil contoh beberapa
atlet difabel yang dulu pernah
berprestasi namun karena
kelalaiannya dalam
mengelola keuangannya saat
ini bekerja menjadi kuli dan
hidup susah. Subjek
memotivasi teman-temannya
agar uang yang diperoleh saat
ini bisa digunakan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
162
16
2
Ya... itu dengan latihan giat sama ee,
kalau di lapangan tuh sama musuh-musuh
itu sama lawan-lawanya kan tau trik-
triknya dia. Ya kalau... Apalagi ke daerah-
daerah, kalau mau... umpama nih
kumpulnya di Jakarta, semua daerah kan
dari provinsi ngumpul lha itu biasanya
orang itu cari temen, musuhnya dulu. Dia
ngomong apa itu kita nanggapi harus ya
biasa aja, dia cuma bisa... saya latihan
segini bisa, waktunya segini segini. Oh ya,
saya nggak bisa. Gitu. Padahal saya bisa,
sama, bisa melampaui. Biar dia tuh,
istilahnya seneng, „dibombong‟ gitu lho.
(W.SU.III.01:638-646)
Saya merendah malahan, merendah. Tapi
di arena saya nggak mau kalah. Kan kalau
jarak jauh itu nggak harus nomer satu
dulu. Kan berapa itu, dua belas setengah
Respon agak lama.
Posisi tangan yang
menengah kemudian
ditelungkupkan.
Memberikan
modal usaha, sehingga ketika
tidak menjadi atlet atau
pegawai negeri ia tetap bisa
bertahan hidup.
Subjek memiliki beberapa
strategi dalam bertanding.
Pertama dengan latihan yang
giat. Kedua, bagi subjek
ketika subjek sudah di
lapangan semua orang adalah
lawannya, biasanya saat
subjek berkumpul dengan
para atlet, subjek akan
menanggapi pembicaraan
mereka dengan biasa, subjek
akan melambungkan hati
lawannya dengan
merendahkan diri di hadapan
lawan, namun sebenarnya
subjek memiliki kemampuan
yang lebih untuk di tampilkan
pada saat bertanding.
Subjek akan merendah di
hadapan lawan sebelum
bertanding, namun di arena
pertandingan subjek akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
163
16
3
putaran kalau lima ribu. Kita kan ngikuti
aja empat... empat putaran, ngikuti aja
orangnya tuh. Dia udah capek, kita ambil.
(W.SU.III.01:644-659)
Kalau di pertandingan jadi musuh tapi
kalau di anu kan jadi temen.
(W.SU.III.01:708-709)
penekanan pada
beberapa kata yang
diucapkan.
Berbicara sambil
mengulum senyum
menunjukkan bahwa ia tidak
mau kalah pada lawannya.
Strategi subjek saat kompetisi
lari 5000 meter, ia tidak akan
menempati posisi sebagai
pelari pertama. Ia justru akan
mengikuti dibelakang pelari
pertama, saat dirasa lawan
sudah merasa capek, subjek
akan mengambil kesempatan
untuk menambah kecepatan
berlari.
Subjek memiliki sebuah
prinsip, di dalam arena
pertandingan semua akan
menjadi musuhnya, namun di
luar arena pertandingan
semua akan menjadi
temannya.
Memandang sesuatu secara
positif dan optimis.
Iya itu untuk jadi acuan, berarti saya
harus mengalahkan dia gimana caranya.
Jadi saya harus extra tambah latihannya.
(W.SU.III.01:618-619)
Menganggukkan
kepala. Respon
cepat. Memberi
penekanan pada
beberapa kata yang
diucapkan.
Jika subjek menghadapi
kekalahan dalam suatu
pertandingan, maka subjek
akan menjadikan
kekalahannya itu sebagai
acuan untuk bisa berprestasi
lebih baik dan mengalahkan
lawannya. Subjek juga harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
164
16
4
semakin ekstra dalam setiap
latihan yang dilakukannya.
Kerelaan untuk mengambil
resiko yang membangun.
Saya kan dulu..campurnya sama orang
normal, jadi ada motivasi.. Jadi waktu
saya turun di difabel, saya udah menang,
istilahnya menang pengalaman.. udah
punya.. apa istilahnya.. saya sama orang
normal aja kan bisa bersaing, apalagi
sama orang difabel, kekurangannya lebih
ringan saya dibandingkan teman-teman
saya. (W.SU.III.01:311-323)
Dulu saya merintis usaha itu sama sekali
gak cari untung, gimana meyakinkan
pelanggan biar itu pelanggan yakin sama
saya, saya apalagi istilahnya saya kan
penjual jasa. Nah meyakinkan orang-
orang itu. Kalau udah yakin, kita buat
harga berapa-berapa kan udah dia manut.
Lah makanya sekarang udah besar
Alhamdulillah orang mencari sendiri.
(W.SU.III.01:1161-1166)
Beberapa kali
menunjuk atau
memegang dadanya.
Nada suara datar.
Sebelum menjadi atlet
difabel, subjek dulu pernah
menjadi atlet normal. Dengan
kondisi difabilitas yang
tergolong ringan dan
kemampuannya yang mampu
bersaing dengan atlet normal,
subjek sudah menang
dibandingkan dengan atlet
difabel lainnya terutama
menang dalam pengalaman
dan mental yang lebih baik
daripada atlet lainnya.
Subjek mengawali usahanya
tidak dengan orientasi
mendapat keuntungan, tapi
subjek memberikan
keyakinan pada pelanggan
atas pelayanan dari jasa
kateringnya. Setelah
membuat orang yakin dengan
usahanya, seiring berjalan
waktu usahanya semakin
besar dan orang-orang yang
datang langsung mencari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
165
16
5
Kalau saya, untung sedikit gak masalah
yang penting jalan, kalau di tempat saya
itu per seribunya paling saya ambil untung
1 juta bersih, itu perseribunya. Katering
lain gak mau, paling gak i 3 juta, 2,5 juta.
Saya 1 juta itu udah Alhamdulillah, udah
bersih loh itu mbak. Lah kalau sekarang
hari minggu keluar 8000 dikalikan
orangnya cuma segitu tapi kan umpama
8000 yang mengerjakan cuma orang 30
sama yang 2000 kan orangnya segitu, kan
kita kasih bonus sama orang-orang itu kan
tambah sedikit untung kita tambah besar.
Kita istilahnya jual banyak, untung sedikit,
tapi lakunya banyak kan jadi besar.
Kalahnya orang Jawa, orang pribumi tuh
itu sama Cina. Cina itu gitu, Cina itu
untung 100 rupiah tapi kan habisnya
banyak, sama aja kayak orang Jawa
untung banyak tapi dapetnya sedikit,
percuma. Besok lagi gak beli. Kalau saya
ilmunya Cina saya pake tapi pelitnya
jangan. Hehehe. Dia gak mengenal
sodaqoh, kalau kita kan keuntungan sedikit
kita kasihkan, kita kembalikan lagi pada
yang berhak menerimanya.
Mengangkat jari
telunjuk.
Menuliskan tanda
silang di udara.
Tertawa kecil.
usaha kateringnya.
Subjek banyak belajar dari
sistem yang digunakan oleh
orang Cina dalam berdagang.
Bagi subjek, tidak mengapa ia
hanya untung sedikit yang
penting penjualan laku
banyak dan usahanya dapat
terus jalan serta berkembang.
Hal tersebut berbeda dengan
prinsip yang dimiliki oleh
sebagian besar pedagang di
Jawa bahwa mereka harus
untung besar namun
penjualan hanya laku sedikit
karena orang jadi tidak mau
beli lagi karena harga yang
ditawarkan tinggi. Subjek
juga memiliki prinsip,
walaupun keuntungan yang
diperoleh sedikit, ia tidak
boleh lupa bersedakah bahkan
memberikan bonus bagi para
pekerjanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
166
16
6
(W.SU.III.01:1172-1188)
Penghargaan serta penerimaan
atas keunikan diri sendiri
sebagai suatu berkah
Jadi dulu kalau pulang sekolah, saya
masih SD itu, istilahnya dulu, dulu kan
belum serame ini. Di rumah ini dekat,
banyak sawah-sawah, kan memelihara
kambing. Kalau pulang sekolah, belum
cari rumput, belum boleh makan.
(W.SU.III.01:406-410)
Iya.. tapi itu ya, ya ada hikmahnya. Ada
hikmahnya, yaa.. Sekarang ya jadi orang,
jadi..jadi saya tau.. sama.. saya punya
karyawan, ya saya sama karyawan tidak
semena-mena. Jadi, ee, istilahnya,
umpama saya makannya sama gereh, yaa..
sama. Jadi saya ingat dulu, perjuangan
dulu. Dari anaknya orang gak punya, tapi
saya sekarang, kalau orang-orang
sekarang dipanggil bos-bos gitu kan, saya
malah malu.. (W.SU.III.01:412-418)
Mengangguk.
Menatap
interviewer. ‗
Sesekali
menggerakkan
tangan ke atas
kemudian
meletakkan di atas
meja.
Ketika masih SD subjek
setiap pulang sekolah harus
mencari rumput untuk
kambing peliharaan. Subjek
bahkan tidak boleh makan
sebelum mencari rumput.
Bagi subjek, rutinitas masa
kecilnya itu memberikan
hikmah bahwa saat ini ketika
ia punya karyawan, ia tidak
boleh memperlakukan orang
lain semena-mena. Subjek
menempatkan diri sejajar
dengan para karyawannya,
jika karyawannya makan ikan
asin, maka subjek pun akan
makan ikan asin. Iya selalu
ingat perjuangannya dari
―orang kecil‖ hingga
memiliki usaha yang
berkembang seperti sekarang.
3.. Control Kerelaan dan keterampilan
untuk membuat keputusan
yang baik.
Dulu itu yang ngerjakan co-ass co-ass itu,
jadi salah penanganan, jadinya gini…
dirujuk ke Moewardi, udah mau dioperasi,
nggak bisa. Katanya ini kan sarafnya udah
rusak, akhirnya yaudah… kalau dulu
seperti, kalau kejadian sekarang gitu kan
Menatap
interviewer.
Awalnya, subjek hidup dalam
kondisi normal. Suatu hari
subjek mengalami kecelakaan
sehingga harus ditangani oleh
para co-ass dan terjadi
kesalahan dalam penanganan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
167
16
7
kita bisa nuntut, tapi kalau dulu kan nggak
(W.SU.III.01:265-269)
Dulu saya lulus SMA sudah pernah waktu
ikut kerja itu di percetakan.. Cuma
setengah tahun.. tapi udah.. kan terganggu
nggak bisa latihan kan pulangnya
sore..Saya nggak bisa latihan kan akhirnya
saya putuskan keluar terus menekuni itu
lagi.. Terus main di dua ribu.. di
Palembang itu saya ikut Alhamdulillah
dapat tiga emas.. (W.SU.III.01:331-336)
Yang nurut sama saya ya, alhamdulliah
ada yang, banyak yang berhasil. Jadi
Menatap
interviewer.
Nada suara
melemah.
Menatap
interviewer. Sesekali
tersebut sehingga harus di
rujuk di RS Muwardi yang
berakibat rusaknya jaringan
saraf dan akhirnya subjek
harus menerima kondisi
tangan kiri yang kaku dari
lengan atas hingga
pergelangan tangan. Pada saat
itu subjek tidak bisa
melakukan penuntutan, ia
hanya bisa menerima
kenyataan bahwa dirinya
menjadi seorang difabel.
Subjek pernah bekerja di
percetakan setelah lulus SMA
selama 6 bulan. Namun,
karena aktivitas tersebut
menganggu jadwal latihan
akhirnya ia memutuskan
keluar dan menekuni bidang
olahraga lagi hingga tahun
2000 pada saat PON di
Palembang, subjek berhasil
mendapatkan 3 medali emas.
Bagi subjek tidak boleh
berpikir bahwa hari ini dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
168
16
8
jangan, sekarang pegang uang besar,
dapat bonus, habis, besok cari lagi. Kalau
kan, prestasi itu nggak begitu naik terus.
Suatu saat dia turun. (W.SU.III.01:530-
533)
Kita protes ya kalah, kadang kecewanya
gitu.. Tapi juga sempet dia marah-marah
harus main ya saya menyikapinya ya kan
biar dia emosi, masalahnya kita musuh.
Biar dia emosi jadi kan mengurangi
tenaga. Dengan emosi, kita menyikapi
dengan..apa dengan rendah diri tapi dia
menyikapinya dengan emosi. Nah dalam
pertandingan pertama lari jarak jauh,
kalau udah emosi kan dia mudah capek.
(W.SU.III.01:587-593)
menganggukkan
kepala. Tangan di
gerakkan ke atas
kemudian ke bawah
(menunjukkan
prestasi yang naik
dan turun).
Posisi duduk dan
tangan tidak
berubah.
bonus dan uang banyak
sehingga harus dihabiskan,
untuk kehidupan besok bisa
cari lagi karena prestasi
seseorang itu tidak akan naik
terus, suatu saat akan turun.
Saat pertandingan, subjek
memiliki strategi bertanding
untuk ―memainkan emosi‖
lawannya. Subjek akan
membuat emosi lawan naik
sehingga hal tersebut akan
mengurangi tenaganya dan
subjek akan menyikapi emosi
lawan dengan perasaan
rendah hati sehingga hal
tersebut akan menjadi
peluang tersendiri bagi
subjek.
Perasaan otonomi diri dan
perasaan adanya suatu pilihan
yang diambil.
Nggak.. saya nggak.. Masalahnya saya kan
orang olahraga jadi hal pelampiasannya
di lapangan.. Jadi udah lupa semua kaya
gitu.. (W.SU.III.01:296-297)
Menggelengkan
kepala.
Menyentuh kepala.
Subjek tidak pernah terpikir
untuk melakukan bunuh diri
karena subjek meyakini
bahwa ia adalah olahragawan
dan ia menjadikan lapangan
sebagai pelampiasan dari
permasalahannya sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
169
16
9
Ternyata ada tawaran, ada event masuk
ini, ternyata bisa bersaing yaa, ya
alhamdulilah bisa, istilahnya apa ya
ehmm… Masih ada.. harapan.. apa.. untuk
masa depan.. dulunya saya udah..
istilahnya itu kan dulu cita-cita saya kan
mau jadi.. ABRI.. tapi, setelah jatuh terus
cacat ini ya.... ikut lari.. latian.. dulu
latiannya di stadion ini, belum ada stadion
ini.. masih pacuan kuda dulu itu.. sama
stadion sriwedari itu.. sama disini
dikenalkan sama ini.. ikut.. tapi dulu belum
ada bonus-bonus seperti sekarang itu
belum ada.. (W.SU.III.01:270-278)
Ya dulu pada waktu sekolah itu.. sama
teman-teman itu minder.. Tapi saya tutupi
dengan saya punya prestasi..bisa ketutup
semua.. jadi, lama-lama sama temen-
temen, orang normal udah biasa gitu..
(W.SU.III.01 : 289-291)
Respon agak lama.
Berbicara agak
terbata-bata.
Pandangan mata
dominan menatap
interviewer
walaupun sesekali
melihat ke arah pintu
di belakang
interviewer.
pemikiran-pemikiran negatif
akan ia lupakan saat berada di
lapangan.
Sebelum menjadi seorang
difabel, subjek pernah
memiliki cita-cita untuk
menjadi seorang ABRI.
Namun, setelah menjadi
difabel ia ditawari suatu event
olahraga. Subjek memutuskan
untuk bergabung, iya ikut
latihan lari di arena pacuan
kuda dan alhamdulillah
subjek mampu bersaing dan
berprestasi hingga hari ini.
Dulu subjek benar-benar
berjuang sebagai seorang
atlet, karena dulu belum ada
bonus-bonus seperti sat ini.
Subjek pernah merasa tidak
percaya diri sebagai seorang
difabel pada saat masih
sekolah, namun subjek
menutupi hal tersebut dengan
prestasinya sehingga teman-
temannya menganggap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
170
17
0
Ya.. Mendukung, dulunya ya sempat orang
tua itu kecewa. Saya kan dulu kan mau ikut
masuk di angkatan, tapi jadinya gitu. Tapi
terus saya, saya pupus, saya ikut olahraga,
ada berprestasi, orang tua ndukung..
(W.SU.III.01 : 361-364)
Kalau cuma sekadar ingin tahu aja kan
saya sering ikuti sama orang-orang yang
mabuk itu, tapi kan saya gak mau minum.
Itu nikmatnya apa to orang minum itu, dia
gak mau nawarin saya, saya kan gak
minum, tapi kan saya cuma ngombyongi
istilahnya. Dia minum kan saya gak
minum, tapi kalau dia udah pada teler kan
omongannya udah pada nganu, tinggal
pergi aja. Cuma saya ingin tau gimana kok
orang itu merasa kalau udah minum dia
merasa lupa segala-galanya. (W.SU.III.01
: 966-973)
Menatap
interviewer.
Berbicara agak
terbata, ada beberapa
jeda antar satu kata
dengan kata lainnya.
subjek seperti layaknya orang
normal.
Dulu orang tua subjek pernah
kecewa karena subjek tidak
bisa menjadi ABRI. Namun,
subjek pupus perasaan negatif
dalam dirinya dan ia mulai
bergabung dalam aktivitas
olah raga dan menuai prestasi
dan pada akhirnya orang tua
subjek mendukung aktivitas
yang dilakukan subjek di
dunia olah raga.
Subjek bercerita tentang
kebiasaan mabuk-mabukan
yang sering dilakukan oleh
para atlet difabel lainnya.
Subjek ingin menemukan
jawaban atas pertanyaannya
―kenapa orang kalau sudah
minum merasa lupa segala-
galanya?‖ Subjek pernah ikut
berkumpul dengan teman-
temannya untuk mencari
tahun alasan mereka senang
mabuk-mabukan. Namun,
ketika subjek ditawari untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
171
17
1
ikut ―minum‖, maka subjek
akan menolaknya. Pada saat
teman-temannya sudah
mabuk berat subjek
meninggalkan mereka.
Kemampuan untuk melihat
peristiwa yang menimbulkan
stress sebagai bagian dari
kehidupan.
Ya itu, pada waktu cita-cita saya nggak
tercapai itu.. terus jadi jatuh, jadi,
istilahnya cacat gini.. tapi itu saya pupus,
nggak mengingat-ingat itu lagi, terus saya
terjun di olah raga itu kan banyak temen-
temen.. kalau di lapangan udah bisa
bercanda sama temen-temen, kerasa udah
hilang.. dulunya saya sampai berapa tahun
itu dah gak mau apa-apa, udah putus
harapan. Terus ada guru, dari guru SD itu
yang menghubungi saya, ikut atlet di
lapangan itu. Ternyata kok ada minat,
terus dulu satu minggu tiga kali, saya
berangkat sekali, terus gak berangkat.
Lama-lama diampiri sama itu guru saya,
sekarang dah meninggal.. ya itu guru saya
yang… yang, istilahnya membuka jalan
untuk jadi atlet. (W.SU.III.01: 764-774)
Nada suara
melemah.
Kepala digelengkan
dengan tangan juga
ikut bergerak sesuai
gerakan kepala.
Subjek pernah merasa ―jatuh‖
dan putus harapan saat cita-
cita menjadi ABRI tidak
tercapai. Subjek memupus
rasa kecewanya itu dan tidak
mengingat-ingatnya. Ia
masuk ke dunia olah raga,
memiliki banyak teman,
bercanda dengan teman-
teman dan dengan sendirinya
perasaan kecewa itu hilang.
Subjek di perkenalkan dengan
dunia olah raga oleh salah
satu guru SDnya untuk
menjadi atlet. Subjek
menjalani latihan seminggu
tiga kali dan ternyata subjek
memiliki minat di bidang
olah raga. Sekarang guru
tersebut sudah meninggal,
namun guru tersebut sudah
membuka jalan bagi subjek
untuk menjadi seorang atlet.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
172
17
2
Motivasi berprestasi sesuai
dengan tujuan.
Iya, terus sekarang saya wujudkan, saya
jadi e.. sosial itu tadi. Ga bisa itu, ya saya
bantu orang, gimana caranya ya sama aja
jadi atlet, jadi ABRI kan juga bela rakyat
ya.. sekarang saya ya sedikit-sedikit
membantu orang-orang.. gitu.. sama juga
yang ngasih kerjaan orang-orang,
terutama yang saya prioritaskan tetangga-
tetangga dulu. (W.SU.III.01: 788-793)
Cita-cita saya itu, kalau saya udah ada
yang mengalahkan, udah ada regenerasi,
saya langsung mundur. Umpama saya lari
5000 meter udah nomor dua, otomatis
besok lagi saya udah turun, udah gak ikut
lagi. Masalahnya udah ada regenerasi.
Tapi kalau belum, sampai kapanpun masih
ikut. Jadi memberi kesempatan. Sebetulnya
saya itu memberi kesempatan adik-adik itu
bisa melampaui saya. Saya malah seneng
kalau udah ada yang menggantikan. Wong
saya udah tua, sebetulnya saya juga udah
bosen di atletik. Tapi masih diharapkan
suruh main lagi, tapi kalau udah ada yang
mengalahkan saya legowo, saya udah
Mengganggukkan
kepala. Berbicara
sambil tersenyum.
Pandangan mata
sesekali menatap
sekitar, sesekali
menatap interviewer.
Tangan dan jari
tangan sering di
gerak-gerakkan.
Menatap
interviewer.
Tertawa kecil.
Subjek sempat bercita-cita
menjadi ABRI karena subjek
ingin menjadi seorang bela
rakyat yang bisa membantu
orang lain. Sekarang saat
subjek menjadi atlet, subjek
juga mewujudkan tindakan
sosial bagi orang lain. Ia
membantu orang lain,
memberikan prioritas
pekerjaan pada tetangga-
tetangganya.
Subjek bercita-cita bahwa
selama belum ada yang
mengalahkan dia dalam
kompetisi maka selama ia
diberi kesempatan maka ia
akan terus berusaha dan
berprestasi namun jika sudah
ada yang mengalahkan, maka
ia akan ikhlas untuk mundur
dan memberikan kesempatan
bagi orang lain untuk
berprestasi. Subjek sangat
menginginkan adanya
regenerasi dirinya dibidang
atletik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
173
17
3
turun. (W.SU.III.01: 1001-1010)
Ya harapannya kita bisa maju
menyejahterakan atlet-atlet yang dulu
sengsara sekarang ada peningkatan lagi
dan memperbaiki struktur organisasi yang
dulunya amburadul, ya sekarang sedikit-
sedikit kita benahi, terutama masalah
keuangan. (W.SU.III.01: 1013-1016)
Respon cepat.
Subjek memiliki harapan
sebagai pengurus NPC Jawa
Tengah dapat membuat maju
dan menyejahterakan para
atlet yang hidup sengsara.
Subjek juga ingin melakukan
peningkatan, dan perbaikan
struktur organisasi NPC Jawa
Tengah terutama di bagian
keuangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
174
3. Significant others
a. Significant others Subjek Utama I (SM)
1) Gambaran Personal
SM merupakan istri dari subjek utama I dan berusia 36 tahun. SM
memiliki perkerjaan sebagai kepala salah satu cabang minimarket di
kota Bandung, tepatnya di minimarket YPAC kawasan Tamansari.
SM juga pernah menjadi seorang atlet difabel sebelum menikah dan
memiliki anak. Pendidikan terakhir SM sampai pada jenjang SMA.
SM memiliki ciri-ciri fisik yakni berkulit putih, rambut ikal sebahu,
memiliki tinggi kurang lebih 153 cm, dan memakai kacamata.
SM tinggal bersama dengan subjek utama I dan anaknya. Aktivitas
sehari-hari SM adalah bekerja dari pagi hingga sore atau dari siang
hingga malam hari (sesuai shift kerja), hanya hari-hari tertentu SM
akan mendapatkan jatah libur sehingga peran mengasuh anak lebih
banyak dilakukan oleh suaminya. Jika suami SM sedang menjalani
masa karantina maka SM akan menitipkan anaknya pada orang tua
atau saudaranya yang juga tinggal di kota Bandung.
Pada saat proses pengambilan data wawancara, SM datang diantar
oleh suaminya bersama dengan anaknya. Pertemuan berlangsung pada
hari Selasa, 29 Desember 2015 di Gor Pajajaran Bandung. Pada hari
tersebut SM mendapat jadwal shift kerja siang, sehingga pada pukul
10.00 SM bersedia ditemui oleh peneliti. SM mengenakan celana
berwarna biru dengan motif bunga, jaket berwarna hitam, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
kacamata. SM terlihat agak canggung dengan peneliti karena
suaminya selaku subjek utama I berada di sekitar lokasi
berlangsungnya wawancara. Hal tersebut diperlihatkan SM dengan
gerakan matanya yang sesekali melirik ke arah suaminya.
Dalam salah satu bagian wawancara, SM sempat bercerita tentang
anak keduanya yang sudah meninggal, namun tiba-tiba SM ditegur
oleh suaminya karena menceritakan hal tersebut pada peneliti. Setelah
kejadian itu, SM terlihat lebih berhati-hati dalam menyampaikan
sesuatu pada peneliti. Di akhir sesi wawancara, ST (suami SM)
memberikan penjelasan atas sikap yang dilakukannya pada SM dan
alasan mengapa ia menyembunyikan kisah mengenai anak keduanya
yang telah meninggal pada orang lain.
2) Hasil Wawancara
SM menuturkan bahwa ia pertama kali bertemu dengan ST pada
tahun 2003 saat mengikuti Porda Indramayu. Kedekatan SM dan ST
bermula saat mereka sering bepergian bersama karena SM tidak
memiliki kendaraan pribadi. SM dan ST memutuskan untuk menikah
pada tahun 2009 setelah mereka pulang dari penyelenggaraan PON di
Kalimantan.
Ketemu 2013, waktu Porda Indramayu, saya ikut.(W.SO.I.01 : 022)
Ya itu, berawal ketemu dari sana, ehehe. Jadi cinlok, ehehee.
Sebenernya enggak sengaja, iseng-iseng aja sering jalan bareng
enggak ada apa apa, berhubung dia kan bawa kendaraaan. Ya
kemana-mana bareng. Ya…berawalnya dari sana…Porda
Indramayu. Hehehe…(W.SO.I.01 : 032-037)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
176
Saya ketemu 2013, eeh… 2003 bukan 2013… nikah 2009 (W.SO.I.01 :
048)
setelah PON Kalimantan kita nikah. (W.SO.I.01 : 053-054)
Setelah menikah dengan ST, SM fokus bekerja di sebuah
minimarket kota Bandung. SM mengungkapkan bahwa ia sudah
jarang ke GOR untuk latihan, hanya suaminya saja yang rutin
menjalani latihan di GOR Pajajaran sambil mengasuh anaknya. ST
sebenarnya tidak pernah melarang SM untuk tetap berkarir di
olahraga, namun karena SM sudah berhenti lama sehingga ia merasa
malas untuk memulai karirnya di bidang olahraga.
Setelah punya anak, karena lama berhenti ya jadi males, padahal ini
kalau lagi mau sok, banyak kenalannya gampang juga, banyak temen-
temennya. Saking lamanya istirahat, jadi males. Yaudah fokus kerja.
(W.SO.I.01 : 054-057)
Kalau ke Gor sini sekarang juga jarang paling bapaknya aja sambil
ngasuh anak, kalau saya mah itu kerja. (W.SO.I.01 : 073-074)
Bagi SM, ST adalah seorang suami yang pandai menjaga anaknya
dan tidak banyak menuntut. Beberapa kali SM mengungkapkan
bahwa ketika ST tidak sedang menjalani program latihan yang
menyebabkan ia harus meninggalkan rumah dalam jangka waktu yang
cukup lama, ST setiap harinya bertugas menjaga anaknya. ST sering
membawa anaknya ikut ke latihan. Hal itu dilakukan oleh ST, karena
SM memiliki kesibukan bekerja sehingga ia tidak bisa mengasuh
anaknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
177
Gimana yaa.. pinter jaga anak, ehhehe …… ya biasa aja lah, ya
sehari hari paling saya kerja, dia latian, enggak ada masalah, biasa
aja sih orangnya enggak rewel lah orangnya, enggak diambil pusing,
ya biasa gitu lah kalau urusan beres-beres mah urusan saya gitu,
belum kepikiran apa, paling ngurusin anak, yaitu latian, ya gitu –gitu.
(W.SO.I.01 : 126-131)
Anak diurus sama dia, sambil latihan. Kadang-kadang kemana-mana
juga dibawa sama dia. Kalau saya kan punya kerjaan jadi enggak
bisa ditinggal. Kalau sekarang misal berenti kerja, ya sayang. Udah
kebayang diem aja dirumah. (W.SO.I.01 : 552-555)
SM mengungkapkan, jika ST harus menjalani program pelatihan
yang menyebabkan ia harus meninggalkan rumahnya, ST akan
menjalin komunikasi dengan keluarganya. ST akan menyempatkan
waktunya sebulan sekali untuk pulang ke Bandung. SM pun
kadangkala akan mengambil waktu cuti untuk menengok ST di
tempat ia menjalani masa karantina.
Gimana ya, ehehe, komunikasi aja,komunikasi masih ada lah, terus
ya kalau enggak saya cuti kesana ya suami cuti kesini, Kalau enggak
ya sebulan sekali pulang, enggak ada masalah sih, komunikasi tetep
jalan. (W.SO.I.01 : 094-097)
Sekali kali ya cuti ke sana, kalau enggak ya suami yang pulang
kesininya sebulan sekali lah. (W.SO.I.01 : 104-105)
ST merupakan sosok yang ulet, memiliki keahlian khusus dan cita-
cita tinggi sehingga SM tidak khawatir jika nantinya ST tidak menjadi
atlet lagi. SM yakin bahwa ST tidak akan berdiam diri saja di rumah.
ST bukanlah sosok yang lemah, jika lemah tidak mungkin ST akan
menjadi atlet. Cita-cita ST adalah memiliki bengkel yang menjual
onderdil kendaraan, namun sampai saat ini belum terealisasi. Selain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
178
itu, menurut SM jika ST sudah tidak menjadi atlet lagi maka ST akan
menjadi pengurus NPC Jawa Barat.
Ya pastinya, dia kan punya keahlian ya, ulet dia orangnya kalau setau
saya, apalagi cita-citanya kan pengen punya bengkel gitu jual
onderdil sampai sekarang belum kesampaian. Kalau dulu sempet ada
ya bengkel kecil-kecilan gitu ya pas di Indramayu, tapi diserahin ke
orang lain ke sodaranya, karena dia sekarang sibuknya olahraga.
Pastikan dia enggak diem aja gitu kan, istilahnya kalau saya si
enggak ada masalah si kalau saya sendiri. Kalau kita dari sekarang
si hasil dari olahraga, kita kumpul-kumpul, mudah-mudahan punya
saya sendiri, pengen banget punya bengkel. Kalau enggak aktif di
olahraga ya kalau pikiran saya ya pastinya aktif jadi pengurus NPC
pastinya, kan enggak mungkin kalau lemah dia jadi atlet, enggak
mungkin gitu kan, dia mah orangnya enggak gitu. (W.SO.I.01 : 111-
123)
SM juga mengungkapkan jika ST mendapat suatu kegagalan dalam
hidupnya, SM akan mengingatkan ST untuk bersabar. ST biasanya
akan menenangkan dirinya untuk pergi keluar sejenak untuk main.
Misal ada sesuatu yang dia pengen tapi dia gak dapat gitu ya paling
saya ingetin untuk sabar. Paling dibawa main aja gitu kemana,
paling ya diingetin, yaudah sabar, dibilangin ya belum saatnya. Yang
paling sering sih yaa… paling ya keluar aja, jalan jalan
gitu…(W.SO.I.01 : 135-139)
Bagi SM, keluarga memiliki kedudukan tinggi dalam hidupnya. SM
mempersiapkan diri untuk kebutuhan sekolah anaknya, sedangkan ST
fokus di olahraga untuk mencukupi kehidupa keluarganya. SM dan
ST memiliki harapan untuk mempunyai anak lagi karena anaknya
yang kedua telah meninggal dunia di bulan Januari 2015. SM juga
berharap bahwa ST akan terus mendulang kesuksesan, diberi
kesehatan, dan bisa membuka usaha sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
179
Gimana ya, nomor satu itu mah ya. Apalagi sekarang udah punya
anak. Ya…penting sekali lah… Ya apalagi itu Nasril sekarang tinggal
mikirin buat sekolahnya. Kalau bapaknya yang sekarang udah pasti
fokus di olahraga, ya otomatis untuk menyukupi kebutuhan kita.
Sampai sekarang ya menikmati aja sih… saya kemaren sempat plan
kan sempat kehilangan adiknya ya mungkin bukan milik, ya
meninggal gitu udah setaunan, Januari kemaren, kita kan planning
mau kasih adik, pengen nambah satu lagi. (W.SO.I.01 : 142-150)
Ya yang baik-baik pastinya. Suami saya terus sukses. Terus ya saya
pengen bisa buka usaha sendiri. Mudah-mudahan diberi kesehatan.
Suami saya masih di olahraga. Terus ya ke depannya bisa terjamin
(W.SO.I.01 : 155-158)
b. Significant others Subjek Utama II (RR)
1) Gambaran Personal
RR merupakan istri dari pernikahan kedua dari subjek utama II dan
berusia 28 tahun. RR menikah dengan AS (inisial subjek utama II)
tahun 2013. Aktivitas sehari-hari RR menjadi ibu rumah tangga.
Sesekali RR juga melakukan latihan fisik di GOR Manahan untuk
persiapan PON dan PEPARNAS di Jawa Barat. Sebelum menikah
dengan AS, RR juga seorang atlet difabel dalam cabang olahraga atlet
dalam cabang olahraga atletik.
Pendidikan terakhir RR sampai pada jenjang SMA. RR memiliki
ciri-ciri fisik yakni berkulit putih, rambut panjang sedada serta
memiliki poni, memiliki tinggi kurang lebih 150 cm, dan mengalami
difabilitas sejak lahir pada telapak tangan kanannya. RR tinggal
bersama dengan AS dan anak AS dari pernikahan pertamanya.
RR sudah tiga tahun menjadi istri AS, namun belum dikarunai
anak oleh Allah. Aktivitas RR lebih banyak di rumah untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
180
mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan sesekali beraktivitas sosial
seperti arisan, kumpul PKK, atau bertemu dengan teman-temannya.
Pada saat proses pengambilan data wawancara, RR mengenakan kaos
berwarna abu-abu dan rok panjang berwarna merah muda. Pertemuan
berlangsung di kediaman RR (daerah Sumber, Banjarsari, Surakarta).
RR ditemui pada hari Sabtu, 9 Januari 2016, pukul 10.21 sampai
dengan 11.14 ketika suami RR sedang menemui teman akrabnya.
Awalnya, RR mengungkapkan bahwa dirinya merasa „deg-degan‟ dan
takut saat peneliti akan mengajukan pertanyaan kepada RR. Namun,
dalam keberjalanan proses pengambilan data, RR sangat kooperatif
dan bersikap terbuka dalam menjawab setiap pertanyaan yang
diajukan, hanya dalam beberapa pertanyaan saja RR mengecilkan
volume suaranya dan sesekali melirik ke arah suaminya.
2) Hasil Wawancara
RR bertemu dengan AS pada tahun 2010. Mereka sering bertemu
karena agenda latihan fisik rutin di Stadion Manahan. Ketika ada
program Pelatnas (Pelatihan Nasional), intensitas pertemuan mereka
menjadi lebih banyak, bahkan setiap hari mereka bertemu sehingga
lambat laun mereka pun semakin dekat satu sama lain. RR tidak
pernah menyangka bahwa ia dan AS ternyata berjodoh, karena selisih
umur mereka terpaut empat tahun dan AS pernah mengalami
kegagalan dalam membina rumah tangga. RR mengetahui cerita
tersebut karena AS pernah menceritakan masa lalunya pada RR.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
181
Tahun 2013 mereka memutuskan untuk menikah setelah agenda PON
di kota Riau. Awalnya, keluarga RR menolak niatan RR untuk
menikah dengan AS karena AS pernah mengalami kondisi rumah
tangga yang berantakan. Namun, RR dan AS berkomitmen untuk
terus maju ke depan dan menjalani kehidupan bersama.
Ketemu 2010 pas latihan kok mbak. Pas Pelatnas malah apa
namanya, jadi semakin deket kan malahan…(W.SO.II.01 : 079-078)
Karena setiap hari kan ketemu, tapi awal-awal ketemu pas latihan
sendiri. Pas latihan mandiri maksudnya kan belum ada pelatnas,
pelatda baru persiapan kayak seleksi gitu.Saya dari Delanggu sana
kesini, setiap pagi latihan. Disitu akhirnya ketemu sama mas Gunari.
(W.SO.II.01 : 083-087)
Akhirnya kita sering ngobrol, bercanda kaya gitu. Ternyata, jodoh
hahahah (ketawa) ketemu dilapangan. Padahal ini, gak punya pikiran
sampai orang kayak umur kan jauh selisih sekitar 4 tahunan. Intinya
yang namanya jodoh juga tidak tau kan mbak. Dia juga punya
pengalaman hidup yang mungkin agak pahit juga. Dia cerita.
Itu yang jadi pertimbangan, iya gak, iya gak, iya gak. Tak pikir-pikir
lagi. Tapi ya wes kalau memang jodohnya maka dekatkan kalau tidak
ya dijauhkan. Semakin hari semakin deket, terus apa namanya tahun
2012 pas PON Riau sudah ada omongan mau menikah tapi cuma
baru berdua. Kalau dari keluarganya dia sih baik bisa menerima,
tapi dari keluargaku yang agak susah, soalnya dia punya riwayat gitu
sama istrinya. Ibarat orang tua kita kan penginnya lebih baik buat
kita. Tapi namanya jodoh kan gak tau kita yang jalanin, ya disituh
sempet agak debat sama orang tua kasih pemahaman. Yang penting
kan kita yang jalanin, Siap gak siap kan kita yang akan jalanin mbak.
(W.SO.II.01 : 089-105)
RR mengungkapkan bahwa sang Ibu awalnya menentang
kedekatan dan rencana pernikahannya dengan AS, namun RR
bersikeras untuk tetap melanjutkan hubungannya dengan AS ke arah
yang lebih serius karena RR melihat usaha yang dilakukan oleh AS
untuk mengenalkan dirinya dengan orang tua, keluarga besar juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
182
anaknya dari pernikahan pertama. RR sendiri akhirnya merasa
nyaman dengan keluarga AS, bahkan RR merasa lebih nyaman
dengan keluarga AS daripada dengan keluarganya sendiri. Hingga
akhirnya orang tua RR khususnya Ibu mengizinkan RR untuk
menikah dengan AS.
Dari 2012 dari Riau itu ibu nantang. Nantangnya gini “ya wes nek
kalau kamu mau menikah sama dia aku gak mau biayain”. “Ya udah
kalau ibu gak mau membiayain yaudah biar aku yang biayain
sendiri”.(W.SO.II.01 : 107-110)
Niatnya biar ibu mikir lagi,kalau ayah sih terserah kamu. Ya terus
habis itu ibu mikir lagi akhirnya selang beberapa waktu ibu
mengijinkan. (W.SO.II.01 : 111-113)
Iya, terus ngabarin keluarga dia. Jadinya, apa namanya? Selang
lamaran sampai pernikahan cuma selang sebentar tok. langsung
nikah itu 2013 awal maret. (W.SO.II.01 : 115-118)
Terus dia berusaha ngenalin sama keluarganya dia. Kenalin sama
anaknya, kan prosesnya butuh ini kan. Ibarat nikah sama dia kan gak
cuma dengan dia saja… Ada Nisa, ada keluarganya. Soalnya
pengalaman yang dulu, keluarganya juga gak boleh sama calon yang
dulu. Sama saya gak boleh. Jadi dia semacam trauma gitu mbak,
(W.SO.II.01 : 168-173)
Yaudah, masuk keluarga dia nyaman. Ibunya baik, bapaknya baik,
mbak-mbaknya juga baik. Malah kalau dirumah dia sama dirumahku,
nyaman dirumah dia. (W.SO.II.01 : 179-181)
RR bercerita bahwa ibu AS memiliki sifat sabar, sedangkan ibunya
sendiri terkesan galak seperti dirinya. Selain itu RR juga mengatakan
bahwa Bapak AS cenderung pendiam dan kakak-kakak perempuan
AS membuat dirinya nyaman. Kenyamanan yang dirasakan oleh RR
terhadap keluarga AS itu juga membuat RR bisa tinggal dengan
keluarga sang suami dalam jangka waktu yang lama khususnya pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
183
saat hari raya Idul Fitri. RR mensyukuri perasaan nyaman yang
dimilikinya jika berkumpul dengan keluarga besar AS.
Ibunya sabar, kalau ibuku kan agak galak model-modelnya (sambil
ketawa) kaya aku kersnya. Kalau ibunya dia kan sabar, bapaknya
juga tidak begitu ini, mbak-mbaknya kalau lebaran ngumpul malah
seringnya disana (W.SO.II.01 : 183-186)
Lamanya juga enak disana. Kalau disini kan. Ya mungkin apa
namanya, beda lah gitu. Kadang kan ada sudah keluarga punya
suami tinggal sama mertua gak betah atau apalah. Tapi alhamdulilah
saya betah (W.SO.II.01 : 188-191)
Keluarga RR sendiri memiliki latar belakang kehidupan yang
masih kurang dalam hal menjalankan syariat agama. Namun, RR
bersyukur sejak kecil ia mengikuti kegiatan TPA (Taman Pendidikan
Al Qur‘an). Saat remaja, RR juga membiasakan diri untuk
menjalankan ibadah puasa sunnah pada hari Senin dan Kamis dan
mengaji selepas sholat magrib. Mengenai keluarganya, RR juga
menceritakan mengenai kondisi ayahnya yang pada masa lalu kurang
memperhatikan hubungannya dengan Tuhan. Setelah pensiun hingga
saat ini, ayah RR sudah menjalankan kewajibannya sebagai pemeluk
agama Islam yang lebih baik.
Untuk agama mah ibaratnya semuanya kurang. Alhamdulillahnya
masih tetep ikut TPA, kadangkan dari situ, ilmu-ilmu buat kaya gini
kan. (W.SO.II.01 : 262-264)
Dulu ayahku masalah sholat juga kurang mbak tapi alhamdulilah
waktu itu aku sering ikut ngaji, bisanya habis magrib gitu, terus
puasa senin kamis itu dulu pas jaman sekolah.
Selangnya hampir setahun lebih ayahkan pensiun. Jadi setelah itu
pemikiran beliau. Jadi mungkinkan sudah waktunya, yaitu awal aku
lulus sekolah alhamdulillah sampe sekarang sudah bagus.
(W.SO.II.01 : 304-310)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
184
Berkaitan dengan cerita RR mengenai ayahnya yang awalnya susah
untuk menjalankan ibadah sholat lima waktu, RR ternyata memiliki
harapan pada AS sebagai suami dan pemimpin dalam keluarga agar
kebiasaannya telat bangun dan sholat shubuh dapat diperbaiki.
Sebagai seorang istri, RR mencoba untuk membangunkan suami di
pagi hari, namun AS tak jarang akan tetap mendengkur saat
dibangunkan. Menurut AS, membangunkan suami tidur sudah
menjadi kewajibannya sebagai istri sedangkan bagi RR,
mengingatkan untuk bangun subuh tidak harus dilakukan setiap hari.
RR sering merasa kesal dan menggerutu tentang perangai
suaminya tersebut, namun RR hanya bisa berdoa agar AS diberi
kesadaran untuk menjalankan kewajibannya sebagai seorang Muslim
dan pemimpin keluarga. RR sempat mengungkapkan bahwa AS
sebenarnya menguasai pengetahuan tentang ilmu agama, namun AS
belum maksimal dalam mempraktekkan ilmu tersebut dalam
kehidupannya. Padahal, bagi RR hidup itu harus seimbang. Jika sudah
memiliki pengetahuan yang cukup maka harus berusaha untuk
menjalankan ilmu itu dalam bentuk tindakan atau perilaku.
Kalau dia emang teori pinter dia. Untuk praktek ya mohon maaf
kurang. (W.SO.II.01 : 268-269)
Menurut RR, AS seharusnya bisa membimbing istri dan anaknya.
RR berharap agar AS tidak keras kepala dan mempertahankan terus-
menerus kebiasaanya tersebut. RR ingin melakukan pembenahan
dalam rumah tangga bersama-sama. Selain itu, RR juga berharap agar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
185
AS dapat menjadi teladan bagi anak perempuannya. RR kadang
merasa lelah jika harus sering berdebat dengan AS mengenai
tanggung jawabnya sebagai seorang suami. RR bahkan pernah
mengadukan pada ibu mertuanya mengenai kebiasaan AS sering
bangun dan sholat subuh kesiangan, kemudian RR diberikan nasihat
oleh ibu mertuanya bahwa sebagai istri hanya bisa mengingatkan
suaminya, namun semakin lama RR sering merasa tidak sabar
menghadapi kebiasaan suaminya tersebut.
Ya istri walaupun kita sering ngomel, capek masa ngomel kaya gini
terus sih. Tapi yah bisanya cuma doa. (W.SO.II.01 : 302-303)
Subuh bangunin, terus kalau dia marah “itu kan tugas kamu sebagai
istri, moso yok setiap hari harus di ingatkan” dia kan imam
ibaratnya. Kadang ayolah bareng-bareng jangan kolotan gitu loh.
Dia yang seharusnya bisa bimbing. Sebenarnya ibarat teori dia bisa
menguasai untuk pengetahuan berusaha untuk tidak ketinggalan.
Tapi kalau untuk praktek kadang harus disesuaikan pengetahuan
sama ini harus seimbangkan, tapi kadang dia kurang untuk kesitunya.
(W.SO.II.01 : 274-282)
Kalau ini ayolah anaknya ibarat umur segini kan liat orang tuanya
buat contoh. “Ayahe ngono ya anaknya sepenaknya dewe” hahahah.
Kadang disitu buat aku pusing, jadi debat juga sih mbak. Kalau aku
tegur gitu kadang “emang aku salah kalau sekiranya sering
ngingetin”. Kadang yang namanya orang kan, gak harus ngingetin
terus kan. Kalau sudah sekali, dua kali, tiga kali itukan sudah
menjadi tanggung jawab kamu. Seharusnya kita sudah sama-sama
tau. Gak harus diingetin. Kadang kalau gak sabar “ya weslah
terserah aku ra tanggung jawab” (sambil ketawa). Sampai awal-awal
nikah laporan sama mertua “bu mas AS kok kaya gini gini...” ya kita
sebagai seorang istri sebatas ngingetin, kalau sekali, duakali, tiga
kali sekiranya gak dengerin ya wes itu tanggung jawab dia. Suatu
saat dia yang... Ya iya sih, tapi kok ngene (sambil ketawa) kadang
akunya ayolah ibarat kamu yang pemimpinnya malah jadi kaya gini,
ya mudah mudahan saja bisa kebuka. (W.SO.II.01 : 304-310).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
186
Sosok AS di mata RR adalah seorang suami yang memiliki peran
penting. Tanpa AS, RR tidak bisa menjalankan kehidupan rumah
tangga secara maksimal. RR sering mendapat cerita dari teman-
temannya mengenai suami mereka yang lebih suka berada di luar
rumah daripada di rumahnya sendiri. RR merasa bersyukur memiliki
suami seperti AS yang merasa nyaman berada di rumah daripada
pergi keluar untuk nongkrong dengan teman-temannya. Selain itu,
AS merupakan sosok yang terbuka terhadap pendapat dari anggota
keluarganya. Saat waktu senggang, AS akan banyak bertukar cerita
dan pikiran dengan keluarganya. Namun, RR mengungkapkan bahwa
ia sering khawatir dengan kedekatan AS dengan anak perempuannya
jika AS terlalu fokus dengan pekerjaannya, sebab dalam kondisi
demikian AS akan cenderung tidak peduli dengan anaknya.
Sangat penting mbak. Kalau gak ada dia, saya gak bisa jalan hahaha.
Ya yang penting dia bisa jadi pemimpin intinya, pemimpin anaknya,
pemimpin istrinya. (W.SU.II.03 : 519-521).
Ya paling kedekatan dia sama anak, kalau dia terlalu fokus dan
banyak sama kerjaan jadi cuek sama anak, begitu juga sama saya,
kadang kalau mau cerita pas dia lagi fokus kan takut, tapi kalau lagi
santai gitu ya ngobrol, tukar pikiran. Ya Alhamdulillah, dikasih suami
kayak gini... (W.SU.II.03 : 597-601).
Soalnya juga dapet cerita dari temen, yang suaminya ginilah gitulah.
Ya bukan karena salah mereka tapi bisa juga karena pola pikir
mereka. Tapi kalau ini ya Alhamdulillah suami betah di rumah,
jarang nongkrong. (W.SU.II.03 : 605-608).
c. Significant others Subjek Utama III (SR)
1) Gambaran Personal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
187
SR merupakan istri dari subjek utama III dan berusia 42 tahun. SR
menikah dengan BW (inisial subjek utama III) pada tahun 2004.
Pendidikan terakhir SR sampai pada jenjang SMP. SR memiliki ciri-
ciri fisik yakni berkulit sawo matang, memakai jilbab, bertubuh
gemuk, dan tinggi kurang lebih 155 cm. SR tinggal bersama dengan
BW dan anaknya serta ibu mertuanya.
SR sudah hamper 12 tahun menjadi istri BW dan dikaruniai satu
anak laki-laki bernama Rizal yang saat ini duduk di bangku kelas V
Sekolah Dasar. Aktivitas sehari-hari SR adalah mengelola usaha
catering yang dirintis oleh ia dan suaminya dan menyelesaikan
pekerjaan rumah tangga. Sesekali SR terlibat pada aktivitas social di
lingkungan sekitar rumahnya. Tak jarang, lewat usaha cateringnya,
SR dan BW sering memberikan support dana atau konsumsi pada
kegiatan-kegiatan masyarakat atau Rukun Tetangga (RT).
Pada saat proses pengambilan data wawancara, SR mengenakan
baju batik bercorak dengan panjang selengan tangan yang memiliki
beberapa paduan warna serta menggunakan jilbab dan rok panjang
berwarna hijau muda. Pertemuan berlangsung di kediaman SR (daerah
Karangasem, Surakarta). SR ditemui pada hari Selasa, 12 Januari
2016, pukul 14.30 sampai dengan 15.44 ditemani oleh BW. Dalam
keberjalanan proses pengambilan data, SR sangat kooperatif dan
bersikap terbuka dalam menjawab setiap pertanyaan yang diajukan
walaupun disampingnya duduk sang suami yang mendampingi dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
188
awal hingga akhir berlangsungnya wawancara. Bahkan peneliti dapat
mengamati bahwa ada kesamaan informasi yang diberikan oleh SR
dan BW.
2) Hasil Wawancara
SR menikah dengan BW pada tahun 2005. Saat awal pernikahan
SR masih bekerja sebagai juru masak di suatu usaha catering. Setahun
kemudian ketika anak pertama lahir, BW meminta SR untuk berhenti
dari pekerjaannya dan mulai membuka usaha kecil-kecilan di rumah.
Perjalanan panjang merintis usaha catering pun terus berkembang
hingga saat ini mereka sudah memiliki karyawan, alat-alat kebutuhan
catering, gudang, dan empat mobil. SR bahkan bercita-cita untuk
memiliki sebuah gedung kecil seperti resto diperuntukkan untuk acara
pernikahan, sehingga usahanya akan semakin besar. Dalam
berwirausaha, SR dan BW memiliki prinsip untuk bersikap jujur dan
terbuka pada para pelanggannya. Hal tersebut di lakukan untuk
meminimalisir keluhan-keluhan dari pelanggan setelah acara selesai.
Terus saya menikah sama bapak. 2005 itu menikah, tapi itu saya, ya
tetep masih ikut orang. Itu berhenti ikut orang e, 2006 anak saya
lahir. Rizal tuh lahir, Pak‟e stop gak usah ikut orang, di rumah aja.
Nek enek pesenan sithik-sithik (Kalau ada pesenan sedikit-sedikit),
diterima gitu, mbak. (W.SO.III.01 : 010-014)
Terus ya akhir e, dari nol itu ya... bisa berhasil, bisa nduwe
karyawan, yo ra ketang sithik. (W.SO.III.01 : 127-129)
Alat e yo dhewe, alatnya punya sendiri. dah punya ini, dah punya
gudang. (W.SO.III.01 : 133-134)
Motor saya kan empat, kayak gini dua, ini kan buat kerja, nek itu kan
buat jalan jalan. (W.SO.III.01 : 089-090)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
189
Saya kepingin e punya anu, mbak, kayak gedung kecil itu, gak usah
besar-besar. Kayak resto kecil tapi resepsi sak gedung e kayak gitu.
Itu rencana saya ke depan itu. (W.SO.III.01 : 465-467)
Yang penting kita terbuka, apa adanya. Rame di depan lah, daripada
nanti sudah selesai ada komplain-an gini –gini kan ga enak. Yang
penting pesenan kayak gini, harganya segini. Yang penting kita sistem
e jujur, terbuka, sama pelanggan. Bonus e segini, anu ne segini.
(W.SO.III.01 : 112-116)
Sosok BW bagi seorang SR adalah sosok yang sederhana dan
berbeda dengan orang lainnya. BW bukan seorang perokok dan SR
merasa nyaman dan tenang hidup bersama dengan BW. Jika BW
harus menjalani masa pembinaan dan harus meninggalkan rumah
dalam waktu yang lama, SR bisa mengerti dengan profesi yang
dijalankan oleh suaminya. Selain itu, BW juga merupakan sosok yang
memiliki daya juang tinggi karena SR yakin bahwa BW berkeinginan
untuk bekerja, untuk memulyakan istri dan anaknya. BW adalah orang
gigih dalam berjuang, begitupun dengan SR.
Ya gimana ya hahahhaa (sambil tertawa). Ya sing nggenah kan aku
ya mbak, ayem, bojo ku ayem, merga ne, ra neko-neko, ra podho
wong liyane, ora ngerokok. Dadi piye yo mbak. Wes ayem ngono
mbak. (W.SO.III.01 : 163-166).
Hmm.. Daya juangnya tinggi, wong kepengen kerja kepengen
mulyakne anak, kepengen mulyakne cucu, ho‟o to. Intine yo podho
gigih lah. Aku gigih,bojoku yo gigih. (W.SO.III.01 : 359-361).
Pada masa awal pernikahan, SR juga pernah jarang pulang karena
harus menginap di rumah pemilik usaha catering tempatnya bekerja.
SR baru akan pulang ke rumah tiga hari atau seminggu sekali. Hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
190
tersebut berbeda dengan aktivitas BW yang menjalankan masa
pembinaan hanya dari waktu pagi hingga sore hari di setiap harinya.
BW masih bisa tetap pulang ke rumah, karena tempat pembinaan
dengan tempat tinggalnya yang relatif dekat secara jarak dibandingkan
dengan teman-teman atlet difabel lainnya. SR akan ditinggal dalam
waktu yang cukup lama jika BW ikut serta dalam pertandingan di
tingkat nasional maupun internasional.
Udah kebiasa mbak, dari anu mbak, gimana dari awal menikah kan
udah tau profesi masing-masing. Kalau saya kan kemarin pas masih
ikut orang, berapa setahun itu ya pak? Kalau masih ikut orang kan
malah saya jarang pulang.. (W.SO.III.01 : 179-182).
Tempat anu juragannya itu seminggu sekali baru pulang, tiga hari
sekali baru pulang.. Nek trs pak BW kan otomatis itu mbak nek
Pelatnas kan masih di solo, nginep itu jarang, kan trs bisa pulang.
(bapak : sore pulang..) laiya, sore pulang.. Nek pas sing ndak pulang
itu kan pas event, ke Kalimantan Timur, terus Riau, terus Filipin itu....
(W.SO.III.01 : 184-189).
SR menuturkan bahwa ia bisa hidup mandiri karena sudah terbiasa
ditinggal oleh suaminya. SR terbiasa menjalani hidup susah. Ia pernah
ditinggal dalam jangka waktu yang cukup lama saat BW bertanding
ke Filipina padahal di waktu yang sama ia sedang hamil tua. Namun,
SR selalu menanamkan kepercayaan pada suaminya. SR sudah
memahami sifat BW dan ia menerima apa adanya sifat yang dimiliki
oleh suaminya. Ia terus bersyukur dengan apa yang sudah dimilikinya
dan berharap agar suaminya tidak melakukan hal-hal yang bisa
memicu pertengkaran dalam rumah tangga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
191
Nggak ada, nggak pernah. Udah mandiri wong sering ditinggal, wes
kulino, wes kulino rekoso. Malah pas hamil lagi ditinggal ke Filipin
itu. Paling lama...Malaysia ya, Pak? Ditinggal ya sepuluh hari.
(W.SO.III.01 : 212-215).
Nggak mbak, anu saya kan udah percaya sama bapake.. Udah tau,
yaa udah tau sifate.. Memang kita anu mbak, ya memang terima apa
adanya suami kita, nggak usah neko-neko, syukuri apa yang ada. Sing
nggenah ra sah neko-neko, aku ra neko-neko, bapake yo ra neko-
neko. (W.SO.III.01 : 221-225).
Bagi SR, hal utama yang harus dimiliki dalam kehidupan rumah
tangga adalah rasa saling percaya satu sama lainnya serta pengertian
terhadap posisi masing-masing. Jika suaminya harus latihan, maka
urusan di dalam rumah akan diambil alih oleh SR. SR sudah mengerti
mengerti pekerjaan BW yang menuntutnya untuk bangun pagi
kemudian latihan lari, serta pergi ke kantor di sewaktu-waktu ada
undangan rapat mengenai perencanaan anggaran bagi NPC Jawa
Tengah. Dalam hal keuangan, SR dan BW memiliki komitmen bahwa
tidak ada istilah ―duitku hanya milikku‖, namun jika BW memiliki
uang, maka ia akan menyerahkan uang itu akan diserahkan pada
istrinya untuk di kelola.
Yang utama saling percaya. (W.SO.III.01 : 431).
Ya itu mbak, kita kan ya tau posisine.. Wes koe arep latian, latiano
kono, omah sing ngurusi aku... Mbok kowe yo isuk, jam papat, jam
limo lari-lari mubeng i yo wis, tugasnya, ho‟o to. Sekarang malah anu
tambah, mbak... Sekarang kan tambah, nambah lagi kan sekarang,
jadi ke kantor ya.. mau ke kantor, ikut ke kantor kan sekarang.
Tambah masuk kantor, bagian perencanaan...anggaran...
(W.SO.III.01 : 284-290).
Iyoo.. Dadi ora anu Mbak, ora enek sing, anu, „duit ku „duit ku, „duit
mu „duit mu, ndak. Sakumpama punya uang yowis, tak kek ning anu...
Ndak pernah bawa uang, dia. Enthuk bonus enthuk opo sing nompo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
192
aku Mbak. Dadi aku nganu Mbak, opo, yo tau, aku dhuwe dhuwit sakmene ki yo ora tak nggo foya-foya. opo kui jenenge, temonjo..
(W.SO.III.01 : 364-369).
Temonjo i... ora... ora... ora nganu... ora nggo tuku neko-neko ngono
lo Mbak. (W.SO.III.01 : 371-372).
Sosok BW terhadap anak, dituturkan oleh SR bahwa BW sebagai
seorang ayah dan atlet tidak pernah memaksa anak untuk mengikuti
jejaknya untuk menjadi seorang atlet walaupun nilai dalam bidang
olahraga dan kemampuan untuk berlari cepat yang dimiliki anaknya
baik. Mengenai kebutuhan pendidikan anaknya, SR dan BW sudah
menyiapkan Tapenas (Tabungan Pendidikan Nasional) untuk anaknya
sampai kuliah.
anakku, dia kalau olah raga juara di sekolahan, dia anu udah
keliatan, tapi bapake nganu, moh mekso... dia olah ragane sak kelas
nomer siji de'e.. Bijine dhuwur dewe, larine banter dewe, menonjol...
tapi bapake ki, nek anake ra njaluk ngono, bapake moh.. ben
mengalir.. mengalir.. (W.SO.III.01 : 245-249)
Nek Rizal itu udah ikut Tapenas.. Tapenas itu tabungan pendidikan
itu, disana...sampai kuliah og. (W.SO.III.01 : 523-524)
Dalam kehidupan bermasyarakat, SR dan BW menjalani kehidupan
sebagaimana umumnya norma, aturan, dan adat yang berlaku dalam
masyarakat. Jika di lingkungan sekitar rumah mengadakan arisan atau
kerja bakti, atau ronda malam, mereka akan mengupayakan diri untuk
ambil bagian dalam kegiatan tersebut. Apabila mereka tidak dapat
melibatkan fisik secara langsung karena tuntutan pekerjaan, namun
mereka akan berupaya menanggung biaya konsumsi dari
penyelenggaraan acara-acara yang berlangsung di lingkungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
193
masyarakat sekitar rumah mereka. Selain itu, mereka juga
membiasakan diri untuk menysisihkan sebagian penghasilan yang
mereka miliki ke panti asuhan atau memberikan santunan pada anak
atau tetangga yang membutuhkan.
Lak ning masyarakat to Mbak. Ning masyarakat ki sing penting ki
umumen, umume ning masyarakat. Umpomo, umume arisan, arisan.
Kerja bakti, kerja bakti. Nek kene kan wis do mudheng, mbak
lingkungan kene. Nek kene ki kerja bakti dina Minggu kan genah ora
iso. Yo ngko aku ngko gudhangane sing nyekel aku, ngko gantian.
Nah dadi maem, ngono kui kan sing dikeki coffee mix. Ngko nek ono
kegiatan, kegiatan ronda, ngono kui, aku ki ra ketang rong dina pisan
ki nggo roti sak kerdus, nggo rokok, turahan es krim, ngono kui ning
ronda.. (W.SO.III.01 : 305-313).
Nek aku ya... Nek.....pokoke nek dhuwe hasil, kui ora ketang sithik
wae dikekke. Lah kan aku nganu, tak kek‟ke panti asuhan, tak kekke
ning anakku, tak dumke temen ngono kui. (W.SO.III.01 : 383-386).
d. Significant others /Pelatih Pertama dari Subjek Utama I, II, dan III
(SW)
1) Gambaran Personal
SW merupakan pelatih dari subjek utama I, II, dan III. SW bekerja
sebagai tenaga pendidik atau dosen Jurusan Pendidikan Olahraga
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
(JPOK UNS) sekaligus pelatih cabang olahraga atletik di National
Paralympic Committee (NPC) Indonesia sejak tahun 2011. SW
memiliki ciri-ciri fisik yakni berkulit sawo matang, potongan rambut
laki-laki di atas bahu dan berambut agak keriting serta memiliki tinggi
kurang lebih 163 cm.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
194
Pada saat proses pengambilan data wawancara, SW datang
menemui peneliti setelah selesai bermain badminton di lapangan
Kampus POK FKIP UNS, Manahan. SW di wawancarai pada hari
Selasa, 12 Januari 2016, pukul 13.20 sampai dengan 13.50 bertempat
di masjid kampus POK FKIP UNS, Manahan. Saat ditemui, SW kaos
lengan pendek dengan dominansi warna biru muda dan menggunakan
celana pendek sepanjang lutut kaki berwarna hijau army. Wajah SW
terlihat kemerahan karena SW baru saja selesai melakukan
pertandingan badminton. SW menjawab setiap pertanyaan yang
diajukan oleh peneliti dengan jawaban yang jelas dan terstruktur.
Selain itu, SW juga bersikap terbuka kepada peneliti mengenai dirinya
dan aktivitas sehari-harinya.
2) Hasil Wawancara
SW bekerja sebagai dosen cabang olahraga atletik di jurusan POK,
FKIP, UNS sekaligus menjabat sebagai kepala pelatih dan pelatih atlet
difabel cabang olahraga atletik di NPC Indonesia. SW sudah menjadi
pelatih di NPC Indonesia sejak tahun 2011.
Kalau di sini saya dosen cabang olahraga atletik. (W.P.I.01 : 008)
Jadi kalau di NPC jadi pelatih atletik sama bidang cabang
kepelatihan. (W.P.I.01 : 010-011)
Kalau sayakan kalau di sini kepala pelatih, jadi membawahi pelatih-
pelatih itu. Tapi saya sehari-harinya spesifik di lari. (W.P.I.01 : 031-
032)
Saya mulai tahun 2011 (W.P.I.01 : 035)
Sebagai seorang pelatih, SW memberikan perlakuan yang sama
saat melatih atlet difabel dan atlet normal hanya pendekatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
195
psikologisnya saja yang berbeda. Saat pembinaan dan pemberian
program di lapangan, posisi antara orang yang normal dan difabel
menyatu, sudah ada penerimaan satu sama lain. Walaupun kadang ada
beberapa atlet difabel yang baru terlibat dalam program pembinaan
akan merasa takut. Selama pembinaan dan pemberian program, SW
akan memperlakukan para atlet difabel sama seperti atlet normal saat
melatih fungsi fisiologisnya (jantung, paru-paru, peredaran darah),
namun berbeda secara fungsi anatomis, karena kondisi difabilitas dari
masing-masing atlet berbeda. Ada yang hanya memiliki satu tangan,
pun ada yang hanya memiliki kedua kaki namun tidak memiliki kedua
tangan. Hal tersebut tentunya menuntut SW untuk membuat program
pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan para atlet dan tingkatan
pemahaman mereka dalam dunia olahraga.
Kalau saya memperlakukan hampir sama tapi pendekatan
psikologisnya yang berbeda. (W.P.I.01 : 040-041)
Mereka sama kita sudah menyatu juga karena sudah familiar, kita
sudah saling terima, mereka saya terima dan mereka juga menerima
saya. Jadi secara sosial psikologis itu juga sama, tapi kalau memang
orang baru agak takut kalau ada papa. (W.P.I.01 : 043-046)
Ya hampir sama, kalau saya melatihnya secara fisiologisnya kan
sama. Tapi yang beda secara anatomis. Kalau fisiologisnya sama jadi
mereka juga jantung, paru-paru, peredaran darah, napas kan sama,
otot sama, tapi secara anatomis yang beda. Ada yang tangannya satu,
kakinya kurang atau bagaimana itu, yang beda itu. Kalau secara
fisiologis sama. Saya pendekatannya juga untuk program
pelatihannya sama, cuma porsinya yang disesuaikan. Itu pun kalau
atlet normal juga begitu. Porsinya juga beda-beda, yang level tinggi
level rendah level bawah itu berbeda. (W.P.I.01 : 056-065)
SW mengungkapkan bahwa salah satu hal yang ia sukai saat
melatih atlet difabel adalah mereka memiliki motivasi yang tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
196
dibandingkan dengan atlet normal. Hal tesebut dikarenakan para atlet
difabel memiliki harapan dan tujuan untuk merubah nasib mereka
melalui bidang olahraga agar mereka lebih diakui keberadaannya di
masyarakat lewat prestasi yang mereka berikan untuk negara. Dalam
kehidupan bermasyarakat di Indonesia, kaum difabel masih banyak
yang hidup termarginalkan. Melalui NPC, pemerintah sedang
berupaya untuk memandirikan dan memberdayakan kaum difabel,
karena hampir sebagian besar kaum difabel berasal dari golongan
ekonomi menengah bawah. Saat ini, jika para atlet difabel bisa
menjuarai suatu event pertandingan dan pulang ke Indonesia
mendapatkan medali emas, perak, atau perunggu, mereka akan
diberikan bonus dan berbagai fasilitas dari pemerintah sebagai bentuk
apresiasi atas prestasi yang mereka dapatkan. Berbagai bonus dan
fasilitas itu dapat dijadikan modal untuk merintis atau
mengembangkan usaha.
kalau difable itu kan saya sukanya itu motivasinya tinggi. (W.P.I.01 :
070-071)
Lebih tinggi dari orang biasa. Karena kan mereka itu kebanyakan
melalui olahraga pengen merubah nasib, kemudian pengen untuk
ekspresi, untuk aktualisasi diri supaya diakui masyarakat, diakui
pemerintah untuk menyumbangkan nama baik untuk negara begitu
melalui olahraga. Karena kan kalau mereka cari kerja di luar kan
bersaing dengan orang normal kan susah. Kalau misalkan mereka
bawa map bawa ijazah, kakinya pincang itu udah tersingkir terlebih
dahulu. Belum masuk udah tertutup pintunya. Seringkali kan seperti
itu penerimaan masyarakat kita terhadap difable kan belum begitu.
Ya kita akui. dan memang di negara kita, kalau boleh saya ngomong
itu, keramahan kita terhadap orang lemah itu kurang. Orang lemah
itu kan misalnya kaum difable, kaum perempuan, anak-anak itu kan
masih kurang. Kurang ramah. misalnya orang lemah kan kurang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
197
diterima, disingkirkan, terus apa namanya, e ditindas kan kebanyakan
kan begitu. (W.P.I.01 : 073-088)
Iya memang diantaranya kan kalau pemerintahkan mau
memasyarakatkan e apa namanya jadi difable itu supaya mandiri,
supaya diberdayakan. Pemberdayaannya melalui diantaranya itu.
Kemudian terus masyarakat difable sendiri mereka merubah nasibnya
melalui olahraga itu. Motivasinya tinggi karena itu. Karena rata-rata
kan yang difable ini kan masyarakat menengah ke bawah. Jadi begitu
itu kemudian dapat penghargaan. Kebetulan penghargaan
pemerintahkan mulai luar biasa. Mulai tahun ini itu mau disamakan
persis dengan yang normal. Bonusnya, kemudian fasilitas-fasilitas
yang diberikan, termasuk gaji dan seterusnya sama, kan itu luar
biasa. (W.P.I.01 : 098-109)
Iya yang pelatnas itu kan digaji. Termasuk saya pelatih kan juga
digaji. Kemudian menang dapet bonus. Kemudian kan mereka setelah
dapet bonus, mereka untuk usaha, untuk modal begitu. (W.P.I.01 :
111-114)
SW menegaskan bahwa saat berinteraksi di lapangan antara para
pelatih dan atlet baik normal maupun difabel semua menyatu. Mereka
saling menerima satu sama lainnya bahkan terkadang saling melempar
canda. Apabila ada diantara mereka yang masih baru bergabung,
wajar jika di awal merasa canggung, namun lambat laun mereka pun
akan saling menerima.
Kita karena sudah menyatu seperti yang tadi saya sampaikan. Itu kan
secara sosial itu udah anu udah tidak ada.. anu .. kita saling
menerima. Mereka menerima kita, kita orang-orang yang dari UNS,
dari yang direkrut NPC itu, yang melatih itu kan mereka orang
normal itu saling menerima. Akhirnya kita jadi satu, udah gak ada
perbedaan, biasa aja, kita di lapangan bercanda itu biasa aja.
Kemudian di antara mereka satu komunitas kan seperti itu, satu
komunitas yang sama itu kan menjadi saling bisa menerima. Bagi
orang lain yang belum pernah ke situ mungkin takut ada apa- ada apa
terus mereka takut tidak bisa diterima oleh orang lain itu. Kalau anu,
kalau belum menyatu… tapi kalau udah menyatu udah biasa.
(W.P.I.01 : 143-159)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
198
Dalam masa pembinaan dan pemberian program yang
diselenggarakan oleh NPC Indonesia ada permasalahan yang hingga
saat ini terus dicarikan solusinya, yaitu para atlet yang sudah
berkeluarga dan sering meminta izin untuk pulang ke rumah.
Adakalanya para atlet diberikan izin untuk pulang, namun dalam
masa-masa tertentu mereka tidak diperkenankan untuk pulang karena
harus menjalankan pembinaan secara maksimal. Seringkali beberapa
atlet langsung memutuskan untuk pulang tanpa meminta persetujuan
dari para pelatih. Solusinya, para pelatih akan member tekanan pada
atlet untuk tetap melaksanakan latihan secara mandiri walaupun
berada di rumah dan memastikan mereka segera kembali ke tempat
pembinaan.
Ya itu memang juga salah satu permasalahan yang dipikirkan oleh
NPC yang harus dicarikan solusinya. Terutama yang sudah
berkeluarga, kalau yang belum berkeluarga itu sini ga masalah. Gak
pulang. Bahkan ada yang gak pulang sama sekali selama 10 bulan
kalau yang belum berkeluarga. Yang sudah berkeluarga memang jadi
ya ada masalah ada problem. la itu di NPC kemarin diberikan
kelonggaran tapi harus seizin pelatih sama koordinasi gitu. Karena
kan ada masa-masa tertentu yang mereka boleh pulang izin dulu, tapi
ada yg tidak boleh gitu. sesuai dengan periodisasi latihan. (W.P.I.01 :
168-177)
Ya orang banyak ya ada aja. Tapi kita terus anu kita harus hubungi,
ditekan supaya mereka meskipun itu mereka pulang di sana juga
latihan gitu. Kalau bisa segera disuruh kembali gitu. Kita kan juga
punya ada aturan-aturannya. Tapi ada aja yang gitu nyuri-nyuri
pulang. Tidak izinkan nekat. Kan udah ada jatahnya, ini udah pulang
harusnya gak pulang ada yang pulang lagi minta izin gak diizinkan
nekat itu juga ada. Tapi kita ya berusaha menekan mereka supaya di
rumah tetep latihan. Kalau sudah gak ada urusan supaya cepat
kembali. (W.P.I.01 : 180-188)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
199
SW menjelaskan bahwa sebenarnya olahraga jenis apapun
memiliki keunggulannya tersendiri. Salah satunya cabang olahraga
atletik yang digolongkan sebagai olahraga terukur. Pemilihan cabang
olahraga disesuaikan dengan minat dan klasifikasi yang dimiliki oleh
masing-masing atlet. Dalam cabang olahraga atletik, atlet akan
dituntut porsi yang lebih besar dan banyak dalam latihan fisiknya. Hal
tersebut tentu saja berbeda dengan jenis olahraga tidak terukur (bulu
tangkis, tenis meja, sepak bola), selain fisik mereka juga harus melatih
teknik dan strategi dalam permainan.
Sebenarnya sama saja cuma bedanya kalau atletik itu olahraganya
lebih terukur. Kalau yang tenis meja itukan tidak terukur. Itukan
sesuai dengan pilihan masing-masing ada yang suka atletik, ada yang
pretasinya di atletik ada yang di bulu tangkis, ada yang tenis meja.
Perbedaan yang menonjol itu malah di olah raga yang beregu.
Beregu itu seperti sepak bola, bola voli gitu. Kalau tenis meja
kemudian atletik itu kan sama-sama individu perorangan, itu hampir
sama. Cuma perbedaannya ya ini terukur itu tidak terukur. Itu kan
sesuai dengan bidang yang ditekuni. (W.P.I.01 : 193-202)
Ya.. anu, masing-masing sudah porsinya sendiri-sendiri. Kalau atletik
kan e dominan fisik. Jadi ya otomatis porsinya juga harus lebih
tinggi, lebih banyak. Kalau olahraga bulu tangkis, tenis meja itukan
fisiknya juga tapi ada unsur teknik, strategi, dan seterusnya yang juga
banyak. Jadi sesuai porsinya aja. cuma kalau masalah bobot
sebenarnya relatif. Kalau berat ringannya relatif. Cuma orang
menganggap olahraga atletik itu lebih berat katanya gitu. Tapi dari
kajian olahraga ya memnag porsinya begitu. Karena kalau olahraga
atletik itu dominan fisik, kalau yang bulu tangkis ada unsur dominan
diantaranya teknik dan strategi. (W.P.I.01 : 205-215)
Ketika SW dimintakan pendapat mengenai BW, salah seorang atlet
difabel asal Solo yang menjadi narasumber dalam penelitian ini, SW
mengataatkan bahwa BW termasuk atlet yang bagus. BW memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
200
sifat peduli dan suka menolong orang lain. Saat ini BW sudah menjadi
seorang wirausahawan sukses yang memiliki banyak anak buah.
Secara ekonomi, BW adalah salah satu atlet yang dapat dijadikan
teladan bahwa ia bisa merubah nasibnya melalui bidang olahraga
dikarenakan motivasinya yang tinggi.
Oh Pak BW yang mantan atlet ya. Dulu atlet tapi sudah karena usia
sekarang usaha, ya itu dia usaha itu ya karena hasil ikut NPC. Jadi
prestasi itukan terus untuk modal usaha. Sekarang bisa untuk
wirausaha kan udah punya anak buah banyak. Secara ekonominya
udah bagus. Kalau dulu ya pas-pasan. Banyak yang seperti itu, jadi
mereka merubah nasibnya dengan olahraga, maka motivasinya
tinggi. (W.P.I.01 : 222-228)
Kalau dia termasuk bagus juga, enak. Suka, kan karena dari NPC kan
terus sama orang-orang NPC juga care juga. juga suka ngebantu
menolong gitu. (W.P.I.01 : 247-249)
Secara keseluruhan, para atlet difabel patuh dan tunduk pada
perintah yang diberikan oleh pelatih, karena program yang diberikan
oleh pelatih memang harus mereka laksanakan agar mereka menjadi
juara. Selain itu, para atlet juga memiliki daya juang yang tinggi.
Pembangunan mental para atlet dibangun melalui program
pembangunan mental situasional dan insidental. Metode yang
digunakan seperti ceramah, pelatihan dalam ruangan besar, ataupun
arahan di lapangan.
Kalau latihan, relatif para atlet tunduk pada pelatih. Ya relatif tunduk
karena memang ya itu hal yang harus dilalui untuk mencapai juara.
(W.P.I.01 : 255-257)
Daya juangnya Rata-rata tinggi. Karena motivasi itu jadi daya
juangnya tinggi. (W.P.I.01 : 259-260)
Kalau mental situasional. Dari pemerintah juga ada dari prima itu
program latihan mental secara insidental. Kalau insidental itu kan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
201
misalnya hari ini besok pembinaan mental hari ini latihan ceramah
atau apa itu. Kalau saya situasional. ketika mereka tidak semangat
saya beri semangat. Ketika mereka sudah semangat ya kita dorong
kita pelihara saja. Juga situasional. Tapi secara terus-menerus, setiap
ketemu sesuai dengan kebutuhan. (W.P.I.01 : 292-299)
Para pelatih akan melatih para atlet sesuai dengan porsi dan
kemampuan masing-masing atlet. SW mengungkapkan bahwa
kebanyakan atlet difabel yang masuk ke dalam NPC Indonesia sudah
relative terkondisikan dan memiliki level yang sudah tinggi. Hal itu
dikarenakan sebagian besar atlet sudah memiliki rasa cinta terhadap
olahraga. Dalam melakukan perekrutan atlet, NPC tidak
melakukannya secara asal. Mereka akan merekrut orang difabel baru
yang disesuaikan dengan klasifikasi pertandingan yang diadakan. Hal
tersebut dilakukan agar pembinaan yang dilakukan efektif, tidak
hanya sekedar menghabiskan dana negara, karena olahraga prestasi
menuntut porsi latihan yang tidak ringan dan para pelatih tidak
memberikan kelonggaran secara bobot fisik walaupun para atlet
adalah seorang difabel. Program yang dibuat sama dengan program
yang diberikan pada atlet normal.
Kita melatih sesuai dengan porsi kemampuan atlet. Tapi kebanyakan
yang masuk disini memang sudah terlatih tapi relatif. Ada yang sudah
bagus, ada yang levelnya sudah tinggi. ada yang sedang ada yang
masih kurang. Tapi rata-rata yang disini suka olahraga ya memang
yang diambil biasanya dari kejuaraan. Yang sudah cukup menonjol.
Tapi ,mungkin kalau dibandingkan dengan level nasional masih jauh.
Tapi kalau saya melihatnya dia berpotensi atau tidak. Kalau
berpotensi oke kita rekrut. Jadi itu ditahapan di perekrutan atlet tadi.
Jadi kita gak merekrut sembarang orang. Jika merekrut sembarang
orang pembinaan tidak efektif, cuma menghabiskan dana, juga
tergantung motivasi mereka. Karena kan untuk prestasi kan latihan
gak ringan. Meskipun difable itu kan saya melatihnya gak kompromi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
202
juga. Jadi sesuai program. Programnya ini ya sudah. Harus kita
jalani. (W.P.I.01 : 305-319)
SW memiliki harapan sebagai seorang pelatih dan pengurus NPC
Indonesia agar NPC semakin maju dan memiliki peran besar serta
memberikan sumbangsih besar pula pada negara melalui kaum
difabel. Ia juga berharap agar kaum difabel bisa terangkat sehingga
mereka tidak lagi disembunyikan, dikucilkan karena dianggap
menakutkan atau memalukan sehingga masyarakat bisa menerima
kaum difabel sebagai salah satu entitas dalam kehidupan
bermasyarakat.
Ya harapan saya sebagai pelatih sama pengurus NPC ya harapannya
NPC makin maju, makin punya peran yang besar, dan memberikan
sumbangan pada negara terhadap terutama kaum difable supaya
mereka terangkat. Supaya dalam mereka yang masih belum terangkat
kan banyak. Kan kebanyakan kaum difable di keluarga itu kan
disembunyikan, dikucilkan karena takut, karena malu dan seterusnya.
Harapan kita NPC nanti punya peran besar mengangkat kaum difable
supaya di masyarakat relatif bisa diterima. (W.P.I.01 : 265-273)
e. Significant others /Pelatih Kedua dari Subjek Utama I, II, dan III
(PW)
1) Gambaran Personal
PW merupakan pelatih dari subjek utama I, II, dan III. PW bekerja
sebagai pelatih cabang olahraga atletik di National Paralympic
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
203
Committee (NPC) sekaligus pengurus di NPC Indonesia dan NPC
Jawa Tengah. PW sudah memulai kariernya di NPC sejak masih
berstatus sebagai mahasiswa S1 jurusan POK FKIP UNS. Saat ini PW
sedang menjalani masa studi akhir strata II di Pasca Sarjana UNS. PW
memiliki ciri-ciri fisik yakni berkulit sawo matang, berambut agak
keriting dengan potongan rambut laki-laki di atas bahu, memiliki
tinggi kurang lebih 170 cm, dan berbadan tegap dan berotot.
Pada saat proses pengambilan data wawancara, PW datang sedikit
terburu-buru dengan motornya karena terlambat 30 menit dari waktu
yang dijanjikan. PW di wawancarai pada hari Senin, 11 Januari 2011,
pukul 14.00 sampai dengan 15.15 bertempat di sekretariat NPC Jawa
Tengah, Gor Manahan, Surakarta. Saat ditemui, PW mengenakan
kemeja dengan motif bergaris dan berwarna biru dongker, celana
jeans panjang, jam tangan di pergelangan tangan kirinya, dan
membawa tas besar berwarna hitam yang diletakkan di sebelah kanan
bawah dekat dengan kakinya. PW sangat kooperatif selama proses
berlangsungnya wawancara dan bersikap terbuka untuk menjawab
setiap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.
2) Hasil Wawancara
PW merupakan pelatih dari ketiga subjek utama. Menurut PW, ST
adalah orang yang memiliki pembawaan diri dan sifat yang keras
serta pola kerja perfeksionis, namun karena saat masa pembinaan ada
banyak rekan sesama atlet difabel lainnya, pola kerja ST yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
204
perfeksionis dapat dirubah. Hal tersebut dilakukan ST agar ia bisa
berbaur dengan teman-teman lainnya sebab teman-temannya tidak
begitu suka dengan pola kerja dirinya yang perfeksionis. Secara
umum, interaksi sosial ST baik. ST juga orang yang memiliki daya
juang tinggi. Daya juang dan motivasi dirinya yang tinggi itu bisa jadi
dikarenakan ia ingin memberikan yang terbaik bagi keluarganya.
Selain itu, program pembinaan yang dibuat oleh PW memang
menuntut para atlet memiliki daya juang yang tinggi agar para atlet
dapat menyelesaikan keseluruhan program dengan baik dan tuntas.
ST itu pada prinsipnya seorang yang keras dia itu, ST itu orang yang
sangat keras kemudian perfeksionis sebenernya, tapi karena banyak
temen di situ, perfeksionisnya itu bisa dia rubah…(W.P.II.01 : 018-
021)
He‟eh, dia bisa.... ya berbaur dengan yang lain, karena memang
temen-temen yang lain pun tidak suka kalau dia seperti itu, seperti itu.
(W.P.II.01 : 023-025)
Kalau... terus apa ya, kalau untuk sosialnya, baik dia, kalau untuk
kepribadian kan tertentu yang bisa menilai nanti. Secara umum
hubungan dia dengan temen-temennya baik, kalau dengan saya kan
istilahnya lebih, saya kan lebih tau dia, karena memang dia di bawah
saya, karena dia kan anak saya istilahnya seperti itu. (W.P.II.01 :
028-033)
Daya juangnya, daya juangnya ST itu luar biasa, e...gimana ya,
emm…(W.P.II.01 : 036-037)
Mungkin ada motivasi lain, selain saya beri motivasi diri, misalnya
dari keluarga atau yang lain, jadi itu, mungkin dia sudah berkeluarga
jadi, dia punya motivasi tambahan karena saya rasa kalau program
yang saya berikan ini, memerlukan semangat juang yang tinggi, kalau
gak memiliki semangat yang tinggi nggak akan habis program yang
saya berikan ini. (W.P.II.01 : 040-045)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
205
PW juga mengungkapkan bahwa ST adalah sosok orang yang
memiliki sifat optimis. Sifat tersebut sangat mendukung dirinya yang
memiliki aktivitas di bidang olahraga, khususnya sebagai seorang
atlet. PW menambahkan, penting bagi seorang atlet untuk memiliki
rasa optimis yang tinggi bahkan menyombongkan diri dalam bidang
olahraga baik untuk membentuk mental bertanding seorang atlet.
Seorang atlet yang justru memiliki sifat kecil hati akan membentuk
mental yang kurang baik bagi dirinya. Seorang atlet yang memiliki
mental bertanding yang tinggi, maka rasa kepercayaan dirinya akan
tinggi pula. Kepercayaan diri yang tinggi sangat diperlukan terutama
dalam olahraga individu seperti atletik. Rasa kepercayaan diri itu
harus tumbuh dari dalam diri seorang atlet, walaupun seorang atlet
tetap membutuhkan motivasi dari luar pribadinya, seperti motivasi
dari pelatih, keluarga, sahabat dan lainnya.
ST itu optimistis, punya jiwa optimis yang baik, itu sangat mendukung
untuk olahraga, karena harus optimis untuk menjadi seorang atlet itu.
(W.P.II.01 : 047-049)
Kalau atlet harus memiliki jiwa yang seperti itu mbak. Jadi nggak
boleh hanya punya rasa sedikit optimis, nggak boleh. Dia harus
punya semangat optimis yang tinggi. Mau menyombongkan diri nggak
masalah kalau untuk olahraga, itu baik untuk mentalnya. (W.P.II.01 :
054-058)
di olahraga itu sangat penting dalam artian untuk mental
bertandingnya dia, kalau dia istilahnya sudah kecil hati, sebelum
bertanding atau dalam hal-hal latihan, mentalnya pasti jelek, mbak.
Dalam olahraga kan nggak baik untuk memiliki mental-mental seperti
itu. Jadi, untuk meningkatkan motivasi ataupun mental dari diri
sendirinya, harus punya rasa seperti itu. (W.P.II.01 : 063-069)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
206
Iya, karena rasa-rasa seperti itu, membangkitkan apa ya…, percaya
diri yang tinggi. Nah, dia kan juga bertanding di olahraga individu,
jadi otomatis apapun beban dia sendiri, bukan dengan temen-temen
yang lain, misalkan seperti sepak bola ataupun olahraga-olahraga
beregu, kan kalau beregu ada temennya? Nah seperti itu, kalau olah
raga individu otomatis mental kepercayaan diri harus tumbuh dari
dia sendiri, selain motivasi dari luar, kalau pelatih kan istilahnya
hanya pengantar mbak, mengantarkan jalan kamu ini, harus lewat ini
ini ini. Keputusan akhirnya kan kembali lagi kepada atlet. Iya,
disamping sudah mendapatkan materi latihan kemudian juga motivasi
tambahan kalau mentalnya dia jelek, sama aja bohong. Memang
untuk meningkatkan mental kan banyak macam cara, he‟eh seperti itu
salah satunya. (W.P.II.01 : 075-088)
PW menjelaskan bahwa pemberian reward atau pujian pada
seorang atlet diberikan secukupnya saja. Jika seorang atlet terlalu
banyak mendapatkan pujian justru ia akan cenderung menjadi atlet
yang malas karena merasa sudah baik. Dalam situasi tertentu,
pemberian reward diperlukan untuk meningkatkan motivasi atau
kepercayaan diri atlet. Contohnya, ketika seorang atlet sedang dalam
kondisi psikis yang buruk maka pemberian reward bisa meningkatkan
kondisi psikisnya menjadi lebih baik.
Iya, reward atau pujian itu kita berikan ya... secukupnya saja. Ndak
usah terlalu berlebihan kalau menurut saya. Kalau nanti saya
memberikan reward atau pujian yang terlalu berlebihan, cenderung
malas untuk seorang atlet “oh ya, saya merasa sudah baik, sudah
begini” dia pasti akan berkata seperti itu, tapi ketika dalam suasana
tertentu, reward itu sangat penting, diberikan kepada seorang atlet.
(W.P.II.01 : 104-110)
Contohnya begini, mood dia lagi jelek, nah... kan untuk psikisnya kan
pasti ndak akan semaksimal pada saat dia memiliki suasana yang
bagus. Nah, itu saya tingkatkan motivasinya salah satunnya dengan
memberikan reward ataupun sanjungan yang lain begitu, ketika dia
sedang mengalami istilahnya psikologi pribadinya tidak enak, karena
mereka kan juga sudah memiliki kehidupan pribadi yang beda-beda,
(W.P.II.01 : 112-118)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
207
PW mengungkapkan bahwa kehidupan pribadi para atlet sangat
berpengaruh pada kondisi atlet selama menjalani masa pembinaan dan
pemberian program. PW juga mengatakan bahwa ada perbedaan
antara atlet yang sudah berkeluarga dengan atlet yang belum
berkeluarga. Atlet yang sudah berkeluarga akan sedikit lebih susah
untuk mengikuti keinginan pelatih apalagi ketika mereka sedang
mengalami masalah dengan keluarga. PW akan melakukan
pendekatan yang berbeda pada atlet yang sudah berkeluarga dan
belum berkeluarga apalagi ketika atlet yang sedang mengalami
masalah pribadi itu memberikan dampak negatif pada latihan yang
sedang dijalaninya.
Sangat berpengaruh apa lagi yang sudah berkeluarga. (W.P.II.01 :
121)
Sangat berbeda. Untuk atlet-atlet yang belum berkeluarga itu, kita
enak. Kita misalkan seperti ini, kamu memiliki pribadi apa, kamu
jangan memberikan alasan pribadi dulu, kamu di sini saya panggil,
saya latih, konsentrasimu dilatih, ya, kalau saya berbicara dengan
orang yang sudah berkeluarga, kan juga berbeda, tentu tidak kan
mbak? Dia harus memikirkan anak, istri, dan lainnya. Nah bedanya
di situ, pelatih antara yang sudah berkeluarga dan tidak berkeluarga
atau belum berkeluarga, itu sangat berbeda ketika dia tengah
mengalami masalah pribadi, efek ke latiannya pun juga lain.
(W.P.II.01 : 123-132)
yang sudah berkeluarga itu, mereka ya sedikit lebih susah, untuk
mengikuti apa yang kita inginkan, ketika dia sedang mengalami
masalah dengan keluarga. (W.P.II.01 : 158-161)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
208
Menurut PW, ST termasuk salah seorang atlet yang bersikap
tertutup mengenai masalah pribadinya sehingga PW memerlukan cara
lain untuk memotivasi ST.
Kalau ST sendiri, menurut peniliaian saya, untuk masalah pribadi
sangat tertutup, seperti itu, jadi ya, harus dicari cara yang lain untuk
memotivasi dia. (W.P.II.01 : 144-146)
Masa pembinaan dan pemberian program yang panjang seringkali
menimbulkan rasa bosan pada diri atlet yang mengakibatkan para atlet
sering pula meminta izin untuk pulang atau tidak latihan. Hal-hal
demikian tentu saja mengganggu keberjalanan program latihan karena
para atlet sudah memiliki jadwal tertentu untuk pelaksanaan program
dan jadwal libur atau istirahat sejenak dari program. Jika program
yang diberikan tidak tuntas maka tujuan tidak akan tercapai. Solusi
dari permasalahan tersebut adalah para atlet bisa membawa
keluarganya untuk tinggal di Solo (tempat berlangsungnya pembinaan
dan pemberian program) atau memanfaatkan waktu libur yang sudah
disediakan untuk pulang ke rumah.
karena dalam sesi latihan itu pasti ada rasa bosan, apalagi dalam
karantina yang panjang, bahkan kemarin kita memberikan karantina
selama 10 bulan. Pasti mereka punya rasa bosan. Dengan rasa bosan
itu, mereka juga istilahnya sering meminta ijin untuk pulang ataupun
sering ijin tidak latihan, lah itukan mengganggu program latihan
sebenernya, sangat mengganggu, karena program latihan itu tidak
ada libur kecuali waktu istirahat yang saya berikan untuk atlet. Jadi
kalau program saya nggak tuntas, otomatis tujuan saya nanti juga
tidak akan tercapai seperti itu, jadi kalau masalah-masalah yang saya
berikan libur, untuk yang berkeluarga ya bisa memakai waktu dengan
keluarga, mungkin dengan keluarga yang dibawa di sini ataupun dia
yang pulang untuk dia yang rumahnya dekat. Kalau yang rumahnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
209
jauh kemarin mengatasi masalah itu, mereka pulang pada saat kita
memberikan istirahat waktu idul fitri itu aja. (W.P.II.01 : 168-183)
Pemberian jeda waktu untuk pulang bagi para atlet memberikan
kesempatan bagi para pelatih untuk memberikan motivasi pada atlet
agar mereka semakin semangat menjalani masa pembinaan dan
pemberian program. Hal tersebut dilakukan agar para atlet semakin
serius dan bersungguh-sungguh pada saat latihan. Kesungguhan ini
penting untuk mencapai hasil maksimal. Adapun rasa malas dan bosan
yang muncul bisa di atasi dengan banyak bersosialisasi dengan teman-
teman-teman sesama atlet lainnya.
Kita berikan jatah libur, nah seperti itu. Nah setelah dia pulang,
kesempatan saya untuk memberikan motivasi kepada dia. Jangan
sampai kamu pulang nggak membawa hasil ketika kamu balik lagi ke
sini, dengan apa yang sudah kamu lihat pulang, saya berikan seperti
itu. Kamu kalau ke sini, istilahnya kan gitu mbak, kamu nggak latihan
serius, nggak latihan sungguh-sungguh, nggak mengikuti program
yang saya berikan, kamu nggak akan pulang dengan hasil yang kamu
inginkan. Kalau kamu di sini hanya memikirkan yang di sana,
ataupun kamu di sini cuman main-main kan nggak dapet, goal
settingnya nggak dapet. Istilahnya seperti itu. Jadi, ya... itu lagi,
untuk rasa-rasa malas, bosan itu harus dihilangkan dengan cara
latihan ataupun suasana dengan bergaul dengan temen-temennya
yang sedang di karantina itu. Seperti itu. (W.P.II.01 : 185-198)
PW menjelaskan bahwa olahraga bagi kaum difabel selain
memberikan dampak positif bagi untuk meningkatkan taraf hidup
mereka, juga memberikan keseimbangan syaraf. Hal tersebut berarti
bahwa jika orang difabel tidak mau berolahraga maka sebenarnya ia
menganggap dirinya sangat tidak berdaya. Dengan berolahraga,
mereka justru bisa melatih secara maksimal sesuatu yang masih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
210
mereka punya. Olahraga Paralympic sendiri memiliki slogan yang
bunyinya, ―latih apa yang masih kita punya, bukan apa yang harus kita
hitung dari kehilangan kita‖. Jadi, mereka masih bisa berguna dengan
apa yang masih mereka miliki, bukan meratapi sesuatu yang tidak
mereka miliki.
Selain untuk penghasilan mereka, sebenernya untuk kegiatan
olahraga difabel itu malah justru memberikan keseimbangan syaraf
yang lain untuk mereka, istilahnya gini, kalau orang difabel tidak mau
berolah raga, dia mungkin e... terlalu beranggapan, terlalu berat,
istilahnya dia menganggap dirinya sendiri itu sangat cacat, tapi kalau
dia mau berolah raga istilahnya saya masih bisa melatih apa yang
saya punya. Seperti itu. Istilahnya, dia mau memanfaatkan apa yang
dia punya, jadi dia tidak ingin melihat apa yang dia tidak punya
ataupun apa yang dia hilangkan dari tubuhnya itu. Nah, di olahraga
paralympic pun juga ada slogan kan mbak, “latih apa yang masih
kita punya, bukan apa yang harus kita hitung dari kehilangan kita.”
Seperti itu, jadi kan apa yang masih ada dalam tubuh mereka, ya itu
yang mereka gunakan. Tidak usah meratapi apa yang tidak ada
dalam dirinya. (W.P.II.01 : 264-278)
Dalam situasi sedang menjalani masa pembinaan dan pemberian
program, PW dan para pelatih lainnya akan memberikan perlakuan
yang sama bagi atlet difabel seperti mereka melatih atlet normal.
Ketika seseorang sudah masuk ke dalam olahraga Paralympic, maka
yang akan dilihat adalah prestasi yang bisa dia capai atau torehkan,
bukan lagi melihat seberapa besar difabilitas yang dialami oleh orang
tersebut. Para atlet difabel pun menyadari bahwa mereka sudah terjun
ke olahraga prestasi, sehingga mereka tidak boleh hanya sekedar
main-main namun harus memiliki semangat dan tujuan untuk
mencapai hasil terbaik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
211
Sama, untuk perlakuan tidak ada bedanya, mereka pun juga sama.
Kita anggap sama, sebagai seorang atlet. Tidak ada bedanya lagi,
mbak. Ketika dia sudah masuk ke dalam olahraga paralympic
istilahnya olah raga prestasi ya mbak, kita tidak memandang dia
cacat ataupun tidak, yang kita lihat hanya apa ya, kita melihat dia
untuk berprestasi seperti itu, kita tidak memandang dia difabel atau
cacat itu tadi. Kita pandang, “ini prestasi” seperti itu. Mereka pun
juga sudah menyadari bahwa mereka pun, mereka sudah terjun ke
dalam ladang prestasi, jadi dia juga harus beranggapan, ini olahraga
prestasi, bukan sekedar main-main. Itu aja. (W.P.II.01 : 281-291)
Dalam proses wawancara, selain memberikan pandangannya
tentang ST, PW juga memberikan pandangannya mengenai BW.
Menurut PW, BW adalah sosok yang istimewa. BW memulai usaha
cateringnya dari nol hingga besar seperti sekarang. PW pun mengakui
bahwa dirinya senang berinteraksi dengan BW karena BW bisa
menempatkan dirinya dengan baik, walaupun PW dari segi usia lebih
muda namun BW menghormati PW sebagai seorang pelatih. BW juga
sosok yang baik. Sikap dan kepribadian BW sangat bisa dijadikan
teladan bagi para atlet difabel lainnya. PW sendiri sering belajar
tentang kehidupan dari pengalaman hidup yang dimiliki oleh BW.
Mas BW itu bagus, dari 0 sampai sekarang menjadi seribu gitu. Iya,
itu bener-bener dari nol. Tidak ada basic apa-apapun. Istilahnya gini,
warisan dari orang tua enggak, apa-apa juga enggak. Itu lho.
Memang dia nyari dari nol. Nyari dari enggak punya apa-apa
menjadi punya apa-apa. Bagus itu. Istimewa. Saya seneng sama Mas
BW ini. (W.P.II.01 : 544-549)
Kalau Mas BW ini bisa menempatkan posisinya dimana saja. Iya,
sangat senang saya. Walaupun saya lebih muda ya. Saya lebih muda,
dia bisa menempatkan ketika saya diluar, di lapangan dan
sebagainya. (W.P.II.01 : 559-562)
Iya, Mas BW itu orangnya sangat baik soalnya. (W.P.II.01 : 564)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
212
Iya, Mas BW itu kan juga sebagai contoh. Saya ambil contoh
misalnya kepada atlet-atlet junior. Itu Mas BW sering saya ambil
contohnya (W.P.II.01 : 566-568)
Mulai dari sikap, kepribadian sama hasilnya, istilahnya ya jerih
payah Mas BW itu. Kalau pengalaman hidup, saya juga belajar
banyak sama Mas BW. Diluar latihan, kalau dilatihan mas BW
belajar sama saya. Kalau masalah hidupkan sama dia. (W.P.II.01 :
570-574)
PW menuturkan bahwa BW memiliki sikap sederhana yang tidak
pernah berubah. BW sendiri mengenyam pendidikan hingga bangku
perguruan tinggi. Di masa lalu, seorang difabel bisa mencapai
pendidikan tinggi adalah suatu prestasi besar, BW pernah melalui
masa saat ia dipandang remeh oleh orang-orang disekitarnya. Namun,
BW berhasil membuktikan bahwa seorang difabel bisa menuntaskan
pendidikan tingginya dengan baik. Selain itu, BW sering dijadikan
teladan sebagai seseorang yang mampu mengatur keuangannya
dengan baik. PW sering memberikan arahan bagi para atlet untuk
memiliki kemampuan yang baik dalam mengatur keuangannya agar
setelah mereka tidak bisa menuai prestasi dalam bidang olahraga,
mereka masih memiliki modal untuk membangun usaha.
Itu dulu bagaimana orang-orang memandang, bagaimana orang-
orang melihat itu, pasti ada. Opo isoh kowe kuliah dan lain
sebagainya. Apalagi dulu loh mbak. Kalau sekarang kan udah gak
ada kayak gitu. Dulu loh mbak, jadi orang-orang lama. Makanya
saya berikan contoh, orang-orang dulu itu. Kalau masalah
memandang difabel, lebih kejam orang-orang dulu daripada orang-
orang sekarang. Mas BW itu ya, dari dulu sampai sekarang ya
sederhananya seperti itu. (W.P.II.01 : 582-589)
… Mas BW saya contohkan lagi, dia kan sebagai seorang yang bisa
me-manage pengahasilan yang sangat bagus. Bagaimana saya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
213
sekarang, memberi motivasi pada atlet itu bagaimana me-manajemen
uang yang didapet. Misalkan investasi tanah,investasi rumah,itu pasti
saya berikan. Jangan sampai kamu sudah beruang kamu lupa
investasi. Atau masa depanmu ya habis cuma sampai itu aja.
(W.P.II.01 : 605-611)
PW juga menjelaskan bahwa ia sangat paham mengenai proses BW
dalam memulai usahanya. PW menjadi saksi sejarah jatuh bangunnya
BW untuk mengembangkan usahanya sehingga ketika PW banyak
memberikan pandangannya mengenai BW, hal itu dikarenakan PW
mengetahui proses yang dijalani oleh BW tidak hanya melihat hasil
yang dicapai oleh BW. Kesederhanaan yang dimiliki BW adalah
bentuk konsistensi BW pada pribadinya. PW menceritakan bahwa ada
banyak atlet saat mereka berada di atas angin akan lupa dengan orang-
orang yang dulu pernah membersamainya bahkan kepribadiannya
banyak yang berubah.
prosesnya mas BW itu saya tahu. Bukan seperti Bob Sadino atau
orang-orang terkenal yang katanya dari ini ini ini itu kan saya gak
tau prosesnya. Tapi kalau mas BW, saya sendiri ada dalam
prosesnya, saya tau prosesnya. Bagaimana dari belum ada menjadi
ada banget, begitu. Tau saya. Kalau orang-orang memberi motivator
disana-sana itu kan saya taunya setelah jadi aja. Kalau mas BWkan
saya tahu prosesnya. Bagaimana ia mengatasi seperti ini seperti ini,
tau saya. Nah itu bedanya saya bisa ngomong tentang mas BW karena
itu, karena saya tahu prosesnya bukan hanya liat hasilnya. (W.P.II.01
: 628-638)
Gini, dulu juga ada, tapi setelah berhasil, dia tidak konsisten dengan
pribadinya. Misalnya gini, sudah diatas, sudah lupalah. Dengan
dulunya sederhana,terus sekarang tak acuh dan mungkin
kepribadiannya berubah. Terus kalau saya sendiri kan tahu, siapa
yang dulunya seperti ini dan lain sebagainya. Ya kalau dari mas BW
saya senengnya begitu. Dari dulu sampai sekarang ya kayak gitu
terus gak ada berubah. (W.P.II.01 : 696-702)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
214
Diakhir sesi wawancara, PW juga memberikan pandangannya
mengenai AS. Bagi PW, AS juga memiliki kematangan dalam
kehidupannya. Perjuangan yang dilakukan AS dengan anak
perempuannya untuk mencari istri pertamanya hingga akhirnya AS
menikah lagi dan tinggal dengan istri dari pernikahannya yang kedua
dan anak perempuannya. Menurut PW, AS juga bisa menjaga
konsistensi dari kepribadiannya sebagai seorang atlet, tidak ada
perubahan yang mengarah ke hal-hal negatif pada diri AS saat ia bisa
menorehkan suatu prestasi di bidang olahraga.
Kalau kehidupan juga mateng itu, AS itu. Perjuangan sama anaknya.
(W.P.II.01 : 748)
He‟e, saya bilang tidak ada perubahan itu tadi yang saya sampaikan
itu tadi. (W.P.II.01 : 754-755)
D. Pembahasan
Peneliti melakukan analisis dan menerjemahkan hasil wawancara penelitian
dalam tahap pembahasan. Peneliti memasukkan hasil wawancara ke dalam
kategori-kategori. Proses penafsiran dan penerjemahan ini akan dilakukan dengan
membandingkan, mencari hubungan sebab akibat, mencari keterkaitan antara satu
kategori dengan kategori yang lain untuk mendapatkan pola hubungan
antarkategori agar memperoleh jawaban dari pertanyaan penelitian yang peneliti
ajukan.
1. Latar Belakang Kehidupan Subjek
a. Riwayat Difabilitas dan Latar Belakang menjadi Atlet Difabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
215
Tabel 7,
Perbandingan Gagasan dan Identifikasi Riwayat Difabilitas dan Latar
Belakang menjadi Atlet Difabel,
Tema
Gagasan
Subjek I (ST) Subjek II (AS) Subjek III (BW)
Riwayat
Difabilitas Subjek
mengalami
kecelakan
kelas 2 SMA
saat subjek
pulang
sekolah.
Subjek mengendarai
motor lalu
ditabrak oleh
bus di jalan
sepanjang
pantai utara
(Pantura)
kawasan
Indramayu
sehingga kaki
kirinya harus
diamputasi.
Subjek menjadi
difabel sejak
balita akibat sakit
setelah diberikan
suntik imunisasi
yang
mengakibatkan
seluruh tubuhnya
menjadi lemas
kecuali
kepalanya.
Subjek menjalani beberapa
pengobatan medis
hingga akhirnya
sembuh dan
hanya kaki
kanannya saja
yang layu hingga
saat ini.
Subjek
mengalami
kecelakaan saat
kelas 5 SD.
Subjek jatuh akibat olahraga
lompat tinggi
dan subjek
mendapatkan
penanganan
yang salah oleh
para co-ass
yang
mengakibatkan
subjek harus
hidup dengan
kondisi tangan
kiri yang kaku
dari lengan atas
hingga
pergelangan
tangan.
Latar
belakang
menjadi atlet
difabel
Subjek menjadi atlet
karena subjek
memiliki hobi
olahraga sejak
kecil dan
sudah sering
ikut lomba
lempar
lembing.
Kecintaan
subjek pada
olahraga
membuat
subjek terus
bertahan
hingga hari
Subjek pernah melihat berita di
suatu media
cetak yang
memuat nama
salah satu
temannya
berhasil
membawa
medali. Subjek
termotivasi untuk
terjun di dunia
olahraga untuk
mendapat medali
dan menjadi
PNS.
Subjek sendiri
Subjek sudah menyukai
olahraga atletik
sejak SD.
Subjek diajak
oleh gurunya
untuk
bergabung
menjadi atlet
atletik dalam
kompetisi
olahraga
bersaing
dengan orang
normal dan
subjek menang.
Setelah BPOC
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
216
ini.
Selain itu, subjek ingin
meningkatkan
taraf hidupnya
dengan
prestasi yang
ia dapatkan di
dunia
olahraga.
sejak remaja
memang sudah
sering
beraktivitas
menggunakan
kursi roda
berkeliling Solo,
hal tersebut
menjadi alasan
subjek sebagai
atlet balap kursi
roda.
merubah
fungsinya
sebagai
olahraga
prestatif,
subjek
bergabung dan
terus menjadi
atlet atletik
hingga
sekarang.
Setiap subjek memiliki riwayat difabilitas sama yang disebabkan
kecelakaan pada masa perkembangan yang berbeda-beda. Subjek utama I
(ST) mengalami kecelakaan pada masa perkembangan remaja, subjek
utama II (AS) pada masa perkembangan anak awal, dan subjek utama III
(BW) pada masa perkembangan anak akhir. Namun, setiap subjek
memiliki latar belakang menjadi atlet difabel yang berbeda-beda walaupun
sejak masa kecil dan remajanya, ketiga subjek sudah memiliki pengalaman
bahkan hobi di bidang olahraga. Subjek utama I (ST) dan subjek utama III
(BW) mengaku menjadi atlet difabel karena sudah menyukai aktivitas di
dunia olahraga sejak kecil dan sering mengikuti berbagai kejuaraan,
sedangkan subjek utama II (AS) menjadi atlet difabel karena keinginannya
mendapat medali dan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Berdasarkan
hal tersebut, maka faktor ekonomi dan hobi atau minat (sense of interest)
menjadi faktor-faktor yang melatarbelakangi subjek untuk menjadi atlet
difabel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
217
b. Kondisi Internal Subjek
Kondisi internal merupakan kondisi dari dalam diri subjek
berkaitan dengan dampak pasca subjek mengalami kecelakaan dan
menjadi seorang difabel, seperti kondisi kesulitan fisik dan kesulitan
psikologis. Kondisi internal ini berpengaruh untuk melihat gambaran
hardiness pada diri subjek.
Tabel 8,
Perbandingan Gagasan dan Identifikasi Kondisi Internal Subjek,
Tema
Gagasan
Subjek I (ST) Subjek II (AS) Subjek III (BW)
Kondisi
Kesulitan
Fisik
Subjek mengalami
amputasi kaki
dari paha
bagian atas
hingga telapak
kaki bagian
kiri.
Saat berjalan subjek
menggunakan
kaki palsu atau
alat bantu krek.
Subjek mengalami
kelayuan pada
kaki kanannya.
Saat berjalan subjek
menggunakan
kaki palsu atau
alat bantu krek.
Subjek mengalami
tangan kiri yang
kaku dari
lengan atas
hingga
pergelangan
tangan.
Kondisi
Psikologis Subjek pernah
merasa
depresi berat
bahkan
memutuskan
untuk bunuh
diri, namun di
halangi oleh
orang lain.
Subjek pernah melarikan
dirinya di
jalanan
hingga
terkena
Subjek lebih
menerima
difabilitas yang
subjek alami
karena subjek
sudah
mengalaminya
sejak kecil.
Subjek pernah hidup dijalanan
karena
merasakan
sulitnya mencari
pekerjaan
dengan
Subjek pernah
merasa kecewa
karena subjek
tidak bisa
merealisasikan
cita-citanya
untuk menjadi
tentara namun
subjek
membayar itu
semua dengan
prestasi yang
ditorehkannya
sejak kecil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
218
narkoba,
minuman
keras, rokok.
Subjek merasa teman-teman
dan pacarnya
memperlakuk
an dirinya
berbeda
setelah ia
mengalami
kecelakaan.
keterbatasan
yang dimilikinya
serta ketika
subjek
mengalami
keretakan dalam
pernikahannya
yang pertama.
Subjek pernah ngamen,
merokok dan
minum-minuman
keras saat hidup
di jalanan.
Terdapat beberapa perbedaan dan persamaan dalam kondisi
internal masing-masing subjek. Ketiga subjek adalah difabel daksa. Subjek
utama I (ST) mengalami amputasi kaki kiri, subjek utama II (AS)
mengalami kelayuan fungsi kaki kanan, dan subjek utama III (BW)
mengalami kondisi tangan kiri yang kaku dari lengan atas hingga
pergelangan tangan. Dalam beraktivitas sehari-hari, subjek utama I dan II
menggunakan alat bantu kaki palsu atau kruk.
Kondisi psikologis yang dirasakan subjek setelah mengalami
kecelakaan berbeda-beda. Namun, difabilitas yang mereka alami
mempengaruhi kehidupan subjek secara keseluruhan. Hal tersebut sesuai
dengan yang dikatakan oleh Tentama (2010), bahwa kekurangan yang
terdapat pada salah satu bagian tubuh individu dapat mempengaruhi
individu tersebut secara keseluruhan.
Subjek utama I (ST) dan subjek utama II (AS) pernah sama-sama
hidup menjadi ―orang jalanan‖ dan terlibat dalam aktivitas seperti :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
219
merokok, minum-minuman keras, dan menjadi pengamen, walaupun
keduanya memiliki alasan berbeda ketika memutuskan untuk menjalani
hidup sebagai ―orang jalanan‖. Subjek utama I (ST) bahkan sempat
memiliki lintasan pikir untuk bunuh diri akibat difabilitas yang
dialaminya, namun urung dilakukannya karena dicegah oleh orang lain.
Sedangkan subjek utama III (BW) pernah merasa kecewa atas difabilitas
yang dialaminya karena tidak bisa menggapai cita-citanya, namun BW
membayar kekecewaannya dengan prestasi yang di peroleh di bidang
olahraga.
c. Kondisi Eksternal Subjek
Kondisi eksternal merupakan kondisi di luar diri subjek berkaitan
dengan dengan dampak pasca subjek mengalami kecelakaan dan menjadi
seorang difabel, seperti stigma masyarakat dan dukungan keluarga.
Kondisi eksternal ini berpengaruh untuk melihat gambaran hardiness
pada diri subjek.
Tabel 9,
Perbandingan Gagasan dan Identifikasi Kondisi Eksternal Subjek,
Tema
Gagasan
Subjek I (ST) Subjek II (AS) Subjek III (BW)
Stigma
Masyarakat Subjek pernah mendapatkan
Subjek pernah tidak mau
Difabilitas yang dialami subjek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
220
stigma negatif
karena subjek
pernah banyak
menghabiskan
waktunya di
jalan,
merokok,
minum-
minuman
keras, bahkan
narkoba.
Teman-teman dan pacar tidak
lagi
memperlaku-
kan subjek
seperti
sebelum
subjek
mengalami
kecelakaan
berangkat sholat
Jum‘at karena
sering di ledek
oleh anak-anak
yang solat di
masjid tersebut
dan subjek
merasa tidak
nyaman dengan
hal tersebut.
tergolong
ringan sehingga
subjek tidak
mendapatkan
banyak stigma
negatif dari
masyarakat
sekitar.
Dukungan
Keluarga Keluarga
mendukung
subjek untuk
menjalani
kursus
keterampilan
bidang
perbengkelan
di salah satu
lembaga
pelatihan para
difabel di
daerah
Jakarta.
Istri subjek pernah
menjadi atlet
difabel dan ia
mendukung
penuh
aktivitas
subjek dalam
bidang
olahraga.
Ibu subjek tidak
pernah
memperlakukan
subjek seperti
seorang difabel.
Sejak kecil subjek tetap bisa
bermain,
memanjat pohon
seperti layaknya
anak-anak yang
lainnya.
Istri subjek juga
seorang atlet
difabel dan
mendukung
penuh aktivitas
subjek sebagai pengurus NPC
sekaligus atlet
difabel.
Orang tua
awalnya
kecewa karena
subjek tidak
bisa menjadi
tentara, namun
lama-kelamaan
mendukung
subjek karena
prestasi yang
ditunjukkan
subjek di
bidang
olahraga.
Istri subjek mendukung
penuh aktivitas
subjek sebagai
pengurus NPC
sekaligus atlet
difabel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
221
Terdapat persamaan dalam kondisi eksternal masing-masing
subjek. Subjek utama I (ST) dan subjek utama II (AS) pernah mendapat
stigma negatif dari lingkungan sekitarnya akibat difabilitas yang miliki,
namun subjek utama III (BW) tidak mendapat stigma negatif dari
lingkungan sekitarnya. Hal tersebut dikarenakan difabilitas yang dialami
BW tergolong lebih ringan dari difabilitas yang dialami oleh ST dan AS.
Selain itu, ketiga subjek mendapatkan dukungan dari keluarga yang baik
terhadap aktivitasnya dalam dunia olahraga. Maka, faktor keluarga
menjadi salah satu faktor penunjang bagi hardiness yang dimiliki masing-
masing subjek. Pernyataan tersebut senada dengan yang di ungkapka oleh
Seligman (dalam Bissonnette, 1998) bahwa, hubungan positif dengan
orang tua (ayah dan ibu) memberikan kontribusi untuk pengembangan
profil diri yang tangguh pada individu.
2. Gambaran Latar Belakang Keluarga dan Lingkungan
Tabel 10,
Perbandingan Latar Belakang Keluarga dan Lingkungan,
Aspek Subjek I (ST) Subjek II (AS) Subjek III (BW)
Latar
Belakang
Keluarga
Ayah dan Ibu sudah bercerai
sejak subjek
berusia 5
tahun.
Subjek sangat jarang
bertemu
dengan
ayahnya,
bahkan ketika
Ayah dan Ibu bekerja sebagai
petani.
Subjek anak bungsu dan
memiliki 3
orang kakak,
dua orang
kakak
perempuan dan
satu orang
Ayah subjek pernah menjadi
tentara dan
beberapa kali
dipindah
tugaskan.
Ibu subjek bekerja sebagai
pedagang.
Subjek
merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
222
ayahnya sakit
subjek hanya
menjenguknya
satu kali.
Ibu subjek pernah bekerja
sebagai TKW
dan subjek
sebagai anak
sulung tinggal
dengan adik
perempuannya
dan diawasi
oleh
Uwaknya.
Ayah subjek
meninggal
saat subjek
berusia 25
tahun.
Subjek berasal dari ekonomi
bawah.
Adik subjek
saat ini
bekerja
sebagai
wirausaha.
kakak laki-laki.
Keluarga subjek termasuk
ekonomi
menengah
bawah.
Saudara subjek
memiliki
pekerjaan yang
berbeda-beda.
anak ke enam
dari delapan
bersaudara.
Ayah subjek meninggal di
usia 80 tahun.
Saudara subjek
memiliki
pekerjaan yang
berbeda-beda.
Latar
Belakang
Pendidikan
Memiliki pendidikan
terakhir tingkat
SMP.
Subjek pernah bersekolah
hingga jenjang
SMA, namun
karena subjek
mengalami
kecelakaan
yang
menyebabkan
dirinya
menjadi
seorang
difabel, subjek
memutuskan
Memiliki pendidikan
terakhir tingkat
SMA.
Subjek pernah berhenti sekolah
selama satu
tahun dari
jenjang SD
menuju SMP
karena saat itu
berkas subjek
bermasalah
sehingga subjek
harus menunggu
satu tahun agar
bisa sekolah di
SMP RC Solo.
Memiliki pendidikan
terakhir tingkat
Strata 1 (S1).
Di keluarganya, subjek
merupakan anak
satu-satunya
yang
berpendidikan
hingga jenjang
Strata 1 (S1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
223
tidak
melanjutkan
sekolahnya
lagi.
Riwayat
Pekerjaan dan
Perkembangan
Karir
Saat subjek SMP dan Ibu
subjek bekerja
sebagai TKI,
subjek pernah
bekerja di
jalanan,
menjadi kernet,
ngamen, dll
untuk
mendapatkan
uang.
Setelah
mengikuti
pelatihan di
Jakarta subjek
membuka
bengkel las.
Saat ini subjek sudah memiliki
tempat
pencucian
mobil dan
motor di kota
Bandung dan
Indramayu.
Subjek dulu mendapatkan
penghasilan dari
bidang musik
(band) dengan
teman-
temannya.
Kemudian
subjek
membuka usaha
rental komputer
di daerah
Sukoharjo dan
masih berdiri
hingga saat ini.
Subjek memiliki
satu orang
pegawai yang
menjaga rental
komputernya.
Subjek bekerja sebagai
pengurus tetap
NPC Jawa
Tengah.
Sejak kecil subjek sering
berjualan di
sekolah untuk
mendapatkan
tambahan uang
jajan.
Subjek juga
memiliki toko di
pasar.
Setelah menikah, subjek
dan istri
merintis usaha
catering yang
terus
berkembang
hingga saat ini.
Subjek menjadi
pengurus NPC
Jawa Tengah
(namun tidak di
bayar).
Pekerjaan
Pasangan Istri subjek
menjabat
sebagai kepala
cabang salah
satu
minimarket di
kota Bandung.
Istri subjek sudah bekerja
selama 10
tahun, sebelum
ia menikah
dengan subjek.
Awalnya istri
subjek menjadi
kasir dan
Istri subjek dari
pernikahan
pertama bekerja
sebagai Medical
Representative.
Istri subjek pada pernikahan
kedua bekerja
sebagai Ibu
Rumah Tangga.
Istri subjek
membantu
subjek dalam
mengelola usaha
catering.
Awalnya, istri subjek pernah
bekerja sebagai
seorang juru
masak di suatu
usaha catering,
setelah satu
tahun menikah,
ia berhenti
bekerja dan
merintis usaha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
224
sekarang sudah
menjadi kepala
toko.
sendiri.
Pola Asuh
Orang tua Subjek tumbuh
dan
berkembang
tanpa sosok
seorang Ayah,
karena kedua
orang tua
bercerai sejak
subjek berusia
5 tahun dan
subjek
dibesarkan
oleh ibunya.
Saat remaja,
ibu subjek
bekerja sebagai
TKI sehingga
subjek tinggal
sendiri dan
diawasi oleh
uwaknya.
Sejak kecil sampai SD kelas
VI subjek
tinggal bersama
kedua orang tua.
Saat SMP
subjek sekolah
di Solo
sementara kedua
orang tua
tinggal di
Temanggung.
Ibu subjek orang lembut,
sementara Ayah
subjek orang
yang pendiam.
Subjek lebih
dekat dengan
sosok Ibu
dibandingkan
dengan sosok
Ayah.
Subjek dekat dengan Ibu.
Ayah dan Ibu
subjek mendidik
subjek untuk
disiplin sejak
kecil karena
Ayah subjek
adalah seorang
tentara.
Subjek diperkenankan
makan jika
subjek sudah
mencari rumput
untuk kambing
yang diternak
keluarganya.
Subjek utama I (ST), memiliki orang tua yang bercerai sejak ia
berusia lima tahun. Hal tersebut berdampak pada pola asuhnya. ST sangat
jarang bertemu dengan ayahnya. Ibu ST juga pernah bekerja sebagai TKI
saat ia berada dalam masa perkembangan remaja. ST tidak menamatkan
pendidikan menengah atasnya, sehingga pendidikan terakhir ST adalah
SMP. ST berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi menengah bawah
dan memiliki riwayat pekerjaan sebagai wirausaha. Istri subjek bekerja
sebagai kepala took minimarket di Kota Bandung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
225
Subjek utama II (AS), memiliki orang tua yang yang bekerja
sebagai petani. AS dibesarkan oleh seorang Ibu yang memiliki perangai
lembut dan memperlakukan subjek seperti anak yang normal, sedangkan
Ayah AS adalah orang yang pendiam. AS berpendidikan akhir pada
jenjang SMA. AS berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi menengah
bawah dan memiliki riwayat pekerjaan sebagai wirausaha. Istri AS bekerja
sebagai ibu rumah tangga dan atlet difabel.
Subjek utama III (BW), memiliki Ayah seorang tentara. Sejak
kecil, subjek dididik untuk disiplin. Ibu subjek bekerja sebagai pedagang.
BW berpendidikan akhir pada jenjang Strata I (S1). BW berasal dari
keluarga dengan tingkat ekonomi menengah bawah dan memiliki riwayat
pekerjaan sebagai wirausaha. Istri BW bekerja sebagai wirausaha
(pengelola bisnis catering yang dimiliki oleh subjek dan istrinya) di Kota
Solo.
Berdasarkan penjelasan di atas, ketiga subjek memiliki perbedaan
pada latar belakang keluarga, pendidikan, pekerjaan istri, dan pola asuh
orang tua, namun memiliki kesamaan pada riwayat pekerjaan dan
perkembangan karir yaitu bekerja sebagai wirausaha dan ketiganya berasal
dari latar belakang keluarga yang memiliki kondisi ekonomi menengah
bawah.
Dalam faktor gaya pengasuhan, ketiga subjek memiliki perlakuan
yang berbeda dari orang tua. ST dibesarkan tanpa peran ayah dalam
kehidupannya dan kurangnya peran ibu karena sang Ibu pernah bekerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
226
sebagai TKI. ST juga sangat jarang bertemu dengan sang Ayah karena
kedua orang tuanya telah bercerai sejak ia masih berusia lima tahun. AS
memiliki orang tua yang memperlakukan dirinya selayaknya individu yang
tidak memiliki keterbatasan fisik, dan BW memiliki orang tua yang
mendidiknya secara disiplin sejak kecil.
Menurut Seligman (dalam Bissonnetter, 1998), gaya pengasuhan
orang tua menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi hardiness pada
individu. Namun, dalam penelitian ini peneliti mengamati bahwa, ketiga
subjek memiliki hardiness walaupun dengan gaya pengasuhan yang
berbeda-beda dari kedua orang tuanya. Gaya pengasuhan orang tua tidak
menjadi satu-satunya faktor yang mempengaruhi hardiness pada diri
subjek, namun faktor penguasaan pengalaman pada diri subjek juga
memiliki andil dalam hardiness pada subjek.
Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Seligman (dalam
Bissonnette, 1998) bahwa, tidak cara yang efektif untuk mengajari
individu untuk merasa baik (dalam menjalani hidup) kecuali dengan cara
membiarkan individu tersebut merasakan dan menjalani. Maka,
penguasaan pengalaman pada diri subjek menjadikan subjek memiliki
daya tahan dan ketabahan dalam menghadapi dinamika kehidupannya
masing-masing.
3. Pembahasan Gambaran Hardiness pada Ketiga Subjek Utama
Tabel 11,
Perbandingan Gambaran Hardiness pada Ketiga Subjek Utama,
Aspek Subjek I (ST) Subjek II (AS) Subjek III (BW)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
227
Commitment -Subjek memiliki
keyakinan pada
makna
kebahagiaan
sebagai sesuatu
yang ia ciptakan
sendiri, keyakinan
pada hidup sebagai
suatu pilihan,
keyakinan pada
prestasi yang
membutuhkan
proses, usaha, doa
yang dilakukan
terus menerus.
-Subjek
menggambarkan
dirinya sebagai
pribadi yang gigih
dalam berjuang
dan tidak cepat
putus asa.
-Subjek
menggambarkan
dirinya sebagai
pribadi yang keras
kepala, cenderung
senang pada
kebebasan (tidak
senang di atur),
dan memiliki
inisiatif serta
komitmen dalam
setiap program
yang diberikan
pelatih.
-Subjek juga
pribadi yang bisa
membangun
hubungan sosial
yang cukup baik
pada orang lain
dengan tujuan
positif.
Membangun
interaksi sosial
-Subjek memiliki
keyakinan pada
makna
kebahagiaan
sebagai sesuatu
yang berasal dari
dalam jiwa bukan
dari materi.
- Subjek memiliki
prinsip agar
hidupnya dapat
bermanfaat untuk
orang lain.
-Subjek meyakini
bahwa tidak ada
kehidupan
manusia yang
sempurna,
sehingga ia
bersyukur atas
setiap ujian yang
pernah dijalaninya.
-Subjek
menggambarkan
dirinya sebagai
pribadi yang gigih
dalam
memperjuangkan
sesuatu, pantang
menyerah saat
berada dalam
tekanan atau
kegagalan, serta
menempatkan
dirinya untuk bisa
melakukan sesuatu
seolah subjek tidak
memiliki
keterbatasan fisik.
-Subjek
merupakan pribadi
yang pandai
membangun
hubungan sosial
yang baik dengan
orang lain dan
- Subjek memiliki
keyakinan bahwa
kebahagiaan adalah
kondisi yang tercipta
saat kehidupan
rumah tangganya
berjalan dengan
harmonis.
- Subjek memiliki
prinsip hidup untuk
berlaku sportif,
jujur, menjaga
kedekatan dengan
Tuhan (meniatkan
aktivitasnya di dunia
olahraga karena
Allah), dan hidup
yang senantiasa
memberikan banyak
manfaat pada orang
lain.
- Subjek
menggambarkan
dirinya sebagai
pribadi yang pantang
berkeluh kesah,
sederhana, mandiri
sejak kecil, dan
peduli.
- Subjek memiliki
komitmen untuk
membangun sikap
saling percaya
bersama istrinya
dalam menjalani
kehidupan rumah
tangga.
- Dalam kehidupan
sosial, subjek
termasuk pribadi
yang pandai
membangun
hubungan sosial
dengan orang lain
dan memiliki
kegemaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
228
yang baik bagi
subjek akan
membuat hidupnya
menjadi lebih
―berwarna‖
subjek memiliki
prinsip untuk
senantiasa
membahagiakan
keluarganya
karena apresiasi
dan dukungan
keluarga dan
teman-teman dapat
meningkatkan
kepercayaan
dirinya.
menolong orang
lain.
Challenge -Subjek
menggambarkan
dirinya sebagai
pribadi yang terus
berusaha
memberikan yang
terbaik bagi orang
lain, optimis
bahwa dengan
tekad yang kuat
dan kehendak
Tuhan ia bisa
melakukan suatu
pekerjaan yang
tidak mungkin
dilakukan.
- Subjek
merupakan pribadi
yang senang
terhadap tantangan
untuk memacu
adrenalin dan
semangatnya
dalam berprestasi.
- Subjek berani
mengambil resiko
besar dalam
hidupnya. Subjek
memiliki tiga
orang pelatih
lempar sekaligus
sehingga subjek
harus
mengeluarkan
- Subjek
menggambarkan
dirinya sebagai
pribadi yang
terbuka pada
pendapat orang
lain dalam
memutuskan suatu
hal.
- Subjek
memaknai
musibah atau ujian
yang diberikan
Tuhan sebagai
takdir yang harus
dijalaninya.
- Subjek menerima
kehidupan rumah
tangganya yang
pernah berantakan
sebagai suatu
rencana Tuhan
sehingga ia
memiliki
kehidupan yang
jauh lebih baik.
-Subjek adalah
pribadi yang
berani mengambil
resiko dalam
hidupnya. Ia
berani
memutuskan untuk
merantau dan
- Subjek
menggambarkan
dirinya sebagai
seseorang yang tidak
malu mengakui
keterbatasan yang
dimilikinya justru ia
menjadikan
keterbatasannya
sebagai hal yang
mendatangkan
apresiasi bagi orang
lain.
- Dalam
pertandingan, subjek
memiliki strategi
khusus dalam
menghadapi lawan
untuk menang.
Subjek akan
menganggap semua
orang sebagai musuh
di area pertandingan
dan menjadikan
semua orang sebagai
teman di luar arena
pertandingan.
- Ketika mengalami
kekalahan, subjek
akan menjadikan hal
tersebut sebagai
acuannya untuk
berprestasi lebih
baik lagi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
229
uang yang cukup
banyak untuk
membayar pelatih-
pelatih tersebut,
subjek juga suka
membeli barang
dengan sistem
kredit untuk
menantangnya
bersemangat
dalam bekerja, dan
subjek senang
serta merasa
tertantang jika bisa
berlatih dengan
para tentara atau
atlet yang tidak
memiliki
keterbatasan fisik.
- Subjek merasa
bahwa kehidupan
barunya sebagai
seorang difabel
menjadi suatu
berkah tersendiri
bagi
perkembangan
dirinya ke arah
yang lebih baik
dan subjek
menjadi bersyukur
atas hal tersebut.
meninggalkan
orang tuannya
untuk melanjutkan
pendidikan ke
jenjang SMP,
subjek juga rela
mengorbankan
uangnya untuk
mencari
keberadaan istri
pertamanya
sebelum ia
menikah lagi, dan
subjek rela
mengorbankan
waktunya untuk
berpisah dengan
keluarga demi
pekerjaannya di
NPC.
- Subjek tidak
memandang
rendah teman-
teman difabel lain
yang memiliki
taraf hidup lebih
rendah dari subjek.
-Subjek adalah
pribadi yang berani
mengambil resiko
dalam hidupnya.
Sejak awal menjadi
atlet (sebelum NPC
di dirikan), subjek
mau dan mampu
bersaing dengan
para atlet normal.
Dalam mendirikan
usaha cateringnya
subjek juga tidak
pernah
mempermasalah-kan
sedikit keuntungan
yang diperolehnya
asalkan usahanya
bisa terus
berkembang.
- Subjek juga
menjadikan
kehidupan masa
kecilnya yang penuh
kerja keras sebagai
suatu hikmah atau
kebijaksanaan hidup
ketika ia sudah
memiliki usaha dan
banyak karyawan
Control - Subjek
menggambarkan
dirinya sebagai
pribadi yang bijak
dalam membuat
suatu keputusan,
subjek mau
memaafkan
kesalahan orang
yang memberikan
perlakuan negatif
padanya dan tidak
berpikir untuk
membalas
- Subjek adalah
pribadi yang
mampu membuat
keputusan baik
mengenai
organisasi yang
akan di ikuti serta
profesi yang akan
dijalani.
- Subjek juga
menggambarkan
dirinya sebagai
pribadi yang
memiliki
- Subjek
menggambarkan
dirinya sebagai
pribadi yang legowo
saat menerima
kenyataan bahwa
dirinya menjadi
seorang difabel.
- Subjek juga pribadi
yang bijaksana dan
memiliki
kemampuan yang
baik dalam mengatur
keuangan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
230
perlakuan negatif
orang lain
padanya.
- Subjek juga
menggambarkan
dirinya sebagai
pribadi yang
memiliki
pengendalian diri
yang baik saat
menghadapi istri
dan subjek juga
berhasil
mengurungkan
niatnya untuk
bunuh diri dan
memutuskan diri
untuk merantau
dari kondisi yang
depresi akibat
difabilitas yang
dialami menuju
lingkungan yang
lebih baik.
- Subjek mampu
menjadikan masa
lalunya sebagai
sebuah pelajaran
penting dan
mengakui masa
lalunya tersebut
sebagai bagian dari
kehidupan yang
telah dilaluinya.
- Subjek juga
memiliki motivasi
dalam berprestasi
yang tinggi demi
kehidupan yang
lebih baik di masa
depan.
- Subjek mampu
mengatur
keuangan yang
diperolehnya dari
usaha dan prestasi
pengendalian diri
baik selama
menjalani proses
karantina atau
pemberian
program. Namun,
subjek menyadari
bahwa ia masih
menyimpan
kecewa pada istri
dari pernikahannya
yang pertama dan
berdampak pada
komunikasi subjek
dengan anaknya
kurang baik
meskipun subjek
menyadari bahwa
masa lalunya
adalah hal yang
seharusnya ia
syukuri.
- Subjek
membiasakan diri
untuk meminta
izin pada pimpinan
atas terhadap hal-
hal yang akan
dijalaninya dan
akan berdampak
pada pekerjannya.
- Subjek memiliki
motivasi untuk
membahagiakan
orang tua dan bisa
meningkatkan
taraf kehidupan
teman-teman
difabel lainnya,
sehingga subjek
bekerja dengan
maksimal sebagai
pengurus NPC
Jawa Tengah demi
masa depan atlet
yang lebih baik.
emosinya.
- Subjek
mengalihkan
kekecewaannya
tidak bisa menjadi
tentara karena
difabilitas yang
dialaminya dengan
berprestasi di bidang
olahraga. Saat
berinteraksi dengan
para pemabuk,
subjek juga bisa
menolak ajakan
temannya untuk ikut
minum alkohol
hingga mabuk.
- Subjek adalah
orang yang memiliki
kepedulian dan sikap
prososial yang tinggi
sehingga ketika saat
ini menjadi seorang
wirausaha dan atlet
difabel yang
berprestasi ia tidak
pernah berhenti
untuk membantu
orang lain yang
membutuhkan atau
mengalami
kesulitan.
- Subjek memiliki
harapan agar NPC
Jawa Tengah
membuat maju dan
menyejahterakan
para atlet yang hidup
sengsara.
- Subjek akan terus
berusaha dan
berprestasi di bidang
olahraga selama
belum ada yang
mengalahkan rekor
yang dicapainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
231
di bidang olahraga.
Commitment adalah suatu kemampuan untuk terlibat aktif
dengan orang lain dan keyakinan pada kebenaran, nilai, dan
pentingnya sebuah pengalaman dan hidup (Huang dkk. dalam
Bissonnette, 1998). Subjek I (ST), memiliki keyakinan pada makna
kebahagiaan sebagai sesuatu yang ia ciptakan sendiri, keyakinan pada
hidup sebagai suatu pilihan, keyakinan pada prestasi yang
membutuhkan proses, usaha, doa yang dilakukan terus menerus.
Subjek II (AS), memiliki keyakinan pada makna kebahagiaan sebagai
sesuatu yang berasal dari dalam jiwa bukan dari materi serta memiliki
prinsip agar hidupnya dapat bermanfaat untuk orang lain. AS juga
meyakini bahwa tidak ada kehidupan manusia yang sempurna,
sehingga ia bersyukur atas setiap ujian yang pernah dijalaninya.
Sedangkan subjek III (BW) memiliki keyakinan bahwa, kebahagiaan
adalah kondisi yang tercipta saat kehidupan rumah tangganya berjalan
dengan harmonis. Selain itu, BW memiliki prinsip hidup untuk berlaku
sportif, jujur, dan hidup yang senantiasa memberikan banyak manfaat
pada orang lain.
Ketiga subjek memiliki keyakinan, prinsip, dan nilai-nilai
kehidupannya yang berbeda-beda. Namun, keyakinan tersebut menjadi
suatu bekal hidup dalam menghadapi stress atau masalah dalam hidup
sehingga mereka dapat memberikan makna pada kehidupannya. Selain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
232
itu, ketiga subjek juga menggambarkan pribadi mereka sebagai pribadi
yang mampu untuk membangung hubungan sosial yang baik pada
orang lain. AS bahkan memiliki prinsip untuk senantiasa
membahagiakan keluarganya karena keluarga dan teman-temannya
mampu meningkatkan rasa percaya dirinya. BW juga memiliki
kegemaran untuk menolong orang lain yang sedang mengalami
kesulitan. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Maddi dkk. (2009)
bahwa, seseorang yang memiliki sikap komitmen yang kuat akan lebih
mudah membawakan dirinya, ia akan merasa bahwa, setiap yang
terjadi merupakan jalan terbaik untuk menjadikan pengalaman akibat
stres menjadi sesuatu yang bermakna.
Individu yang memiliki komitmen kuat tidak akan mudah
menyerah pada tekanan. Pada saat menghadapi stres individu ini akan
melakukan strategi koping yang sesuai dengan nilai, tujuan dan
kemampuan yang ada dalam dirinya (Rahmawan, 2010). Hal tersebut
tergambarkan pada diri ketiga subjek, mereka menggambarkan dirinya
sebagai pribadi yang gigih dalam memperjuangkan sesuatu, pantang
menyerah dan berkeluh kesah. AS sendiri memiliki komitmen untuk
menjalankan setiap program yang diberikan pelatih dengan baik.
Menurut Maddi (2013), seorang individu yang memiliki
challenge yang kuat akan menerima hidup dengan segala stres yang
akan dialaminya, dan memaknai stres sebagai sebuah peluang untuk
terus tumbuh menjadi bijaksana dan mampu mengambil pelajaran dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
233
sekitarnya dan menjadikannya hikmah atau manfaat bagi dirinya. AS
memaknai musibah atau ujian yang diberikan Tuhan sebagai takdir
yang harus dijalaninya. AS juga menerima kehidupan rumah
tangganya yang pernah berantakan sebagai suatu rencana Tuhan
sehingga ia memiliki kehidupan yang jauh lebih baik. BW
menggambarkan dirinya sebagai seseorang yang tidak malu mengakui
keterbatasan yang dimilikinya justru ia menjadikan keterbatasannya
sebagai hal yang mendatangkan apresiasi bagi orang lain
Sedikit berbeda dengan AS dan BW, ST menggambarkan
dirinya sebagai pribadi yang terus berusaha memberikan yang terbaik
bagi orang lain, optimis bahwa dengan tekad yang kuat dan kehendak
Tuhan ia bisa melakukan suatu pekerjaan yang tidak mungkin
dilakukan. Rasa percaya diri dan positif citra diri merupakan salah
faktor yang mempengaruhi hardiness pada diri individu (Florian,
1995). Perasaan tersebut akan membuat individu akan lebih santai dan
optimis dan terhindar dari stres.
Secara kognitif, individu dengan aspek tantangan tinggi
memiliki keluwesan dalam bersikap sehingga dapat mengintegrasikan
dan menilai ancaman dari situasi baru dari secara efektif. Keluwesan
kognitif ini menjadikannya terlatih untuk merespons kejadian yang
tidak terduga sebagai suatu masalah atau tantangan yang perlu diatasi.
Dengan demikian mereka memandang hidup sebagai suatu tantangan
yang menyenangkan (Rahmawan 2010). Hal tersebut tergambarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
234
pada ketiga subjek. ST, AS, dan BW merupakan pribadi yang berani
mengambil resiko. ST menjadikan tantangan hidup sebagai pacuan
adrenalin dan semangatnya dalam berprestasi. ST, memiliki tiga orang
pelatih lempar sekaligus sehingga ST harus mengeluarkan uang yang
cukup banyak untuk membayar pelatih-pelatih tersebut, selain itu ST
juga suka membeli barang dengan sistem kredit untuk menantangnya
bersemangat dalam bekerja, dan ST senang serta merasa tertantang jika
bisa berlatih dengan para tentara atau atlet yang tidak memiliki
keterbatasan fisik. Selain ST, AS juga berani memutuskan untuk
merantau dan meninggalkan orang tuannya untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang SMP, AS juga rela mengorbankan uangnya
untuk mencari keberadaan istri pertamanya sebelum ia menikah lagi,
dan rela mengorbankan waktunya berpisah dengan keluarga demi
pekerjaannya.
BW juga pribadi yang berani mengambil resiko dalam
hidupnya. Sejak awal menjadi atlet (sebelum NPC di dirikan), BW
sudah mampu bersaing dengan para atlet yang tidak memiliki
keterbatasan fisik. Selain itu, dalam mendirikan usaha cateringnya BW
juga tidak pernah takut atas sedikit keuntungan yang diperolehnya
asalkan usahanya bisa terus berkembang.
Menurut Maddi dkk. (2009), seseorang yang memiliki sikap
kuat dalam menghadapi tantangan akan yakin bahwa, penyelesaian
suatu masalah tidak hanya ditemukan dalam kenyamanan, keamanan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
235
dan sesuatu yang biasa terjadi namun perkembangan dalam
kebijaksanaan yang diperoleh dari pengalaman postif dan negatif. Hal
tersebut tergambarkan pada diri ST, ia merasa kehidupan barunya
sebagai seorang difabel menjadi suatu berkah tersendiri bagi
perkembangannya dirinya ke arah yang lebih baik dan subjek menjadi
bersyukur atas hal tersebut. Sedangkan pada BW tergambarkan ketika
BW mengalami kekalahan ia akan menjadikan hal tersebut sebagai
acuannya untuk berprestasi lebih baik lagi. BW juga memiliki strategi
khusus dalam menghadapi lawan untuk menang. BW akan
menganggap semua orang sebagai musuh di area pertandingan dan
menjadikan semua orang sebagai teman di luar arena pertandingan.
Selain itu, BW juga menjadikan kehidupan masa kecilnya yang penuh
kerja keras sebagai suatu hikmah atau kebijaksanaan hidup ketika ia
sudah memiliki usaha dan banyak karyawan.
Maddi (2013) mengemukakan, bahwa kontrol akan mengatur
diri untuk merasa yakin seberapa besar masalah dan keburukan yang
didapatkan. Aspek kontrol muncul dalam bentuk kemampuan untuk
mengendalikan proses pengambilan keputusan pribadi atau
kemampuan untuk memilih dengan bebas diantara beragam tindakan
yang dapat diambil. Individu yang memiliki aspek kontrol tinggi juga
memiliki kendali kognitif atau kemampuan untuk menginterpretasikan,
menilai, menyatukan berbagai peristiwa ke dalam rencana kehidupan
selanjutnya (Rahmawan, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
236
Gambaran kontrol pada ST adalah ia menggambarkan dirinya
sebagai pribadi yang bijak dalam membuat suatu keputusan, mau
memaafkan kesalahan orang yang memberikan perlakuan negatif
padanya dan tidak berpikir untuk membalas perlakuan negatif orang
lain padanya serta menjadikan masa lalunya sebagai sebuah pelajaran
penting dan mengakui masa lalunya tersebut sebagai bagian dari
kehidupan yang telah dilaluinya. AS menggambarkan dirinya sebagai
pribadi yang mampu membuat keputusan baik mengenai organisasi
yang akan di ikuti serta profesi yang akan dijalani. Hal tersebut
tergambarkan pada saat AS memilih NPC sebagai tempat untuk
berkarir dan mengembangkan dirinya. Sedangkan BW
menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang legowo saat menerima
kenyataan bahwa dirinya menjadi seorang difabel. BW mengalihkan
kekecewaannya tidak bisa menjadi tentara karena difabilitas yang
dialaminya dengan berprestasi di bidang olahraga.
Menurut Maddi dkk. (2011), seseorang yang memiliki sikap
kontrol yang baik memiliki keyakinan bahwa, diri mereka mampu
memberikan pengaruh pada keputusan-keputusan yang mereka buat
menjadi jauh lebih bermakna daripada mereka yang merasa tidak
memiliki daya apapun dalam menghadapi kejadian-kejadian disekitar
mereka. Hal tersebut tergambarkan pada ketiga diri subjek. Mereka
memiliki pengendalian diri dan mampu membuat keputusan-keputusan
yang bermakna pada kehidupannya. ST memiliki pengendalian diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
237
yang baik saat menghadapi istri dan subjek juga berhasil
mengurungkan niatnya untuk bunuh diri dan memutuskan diri untuk
merantau dari kondisi yang depresi akibat difabilitas yang dialami
menuju lingkungan yang lebih baik.
AS memiliki pengendalian diri baik selama menjalani proses
karantina atau pemberian program. Namun, subjek menyadari bahwa
ia masih menyimpan kecewa pada istri dari pernikahannya yang
pertama dan berdampak pada komunikasi subjek dengan anaknya
kurang baik meskipun subjek menyadari bahwa masa lalunya adalah
hal yang seharusnya ia syukuri. Selain itu, AS membiasakan diri untuk
meminta izin pada pimpinan atas terhadap hal-hal yang akan
dijalaninya dan akan berdampak pada pekerjannya. BW memiliki
pengendalian diri saat berinteraksi dengan para pemabuk, BW bisa
menolak ajakan temannya untuk ikut minum alkohol hingga mabuk.
Selain pengendalian dan mampu membuat keputusan-
keputusan yang bermakna pada kehidupannya, ketiga subjek juga
memiliki kemampuan yang baik dalam mengelola keuangan. Ketiga
subjek memiliki usaha yang dibesarkan melalui dana hibah atau
insentif selama mereka menjadi atlet difabel di NPC. Menurut Florian
(1995), kemampuan untuk membuat rencana yang realistis merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi hardiness. Kemampuan subjek
dalam mengelola keuangan serta harapan ke depan yang subjek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
238
memiliki tentunya akan membantu subjek untuk memiliki hardiness
pada diri mereka.
Ketiga subjek memiliki harapan dan motivasi untuk masa
depan yang berbeda-beda. ST memiliki motivasi untuk bisa bertanding
di ajang Asian Paralympic Games. AS memiliki motivasi untuk
membahagiakan orang tua dan bisa meningkatkan taraf kehidupan
teman-teman difabel lainnya, sehingga subjek bekerja dengan
maksimal sebagai pengurus NPC Jawa Tengah demi masa depan atlet
yang lebih baik. BW juga memiliki harapan agar NPC Jawa Tengah
membuat maju dan menyejahterakan para atlet yang hidup sengsara
serta akan terus berusaha dan berprestasi di bidang olahraga selama
belum ada yang mengalahkan rekor yang dicapainya.
Dengan gambaran hardiness pada ketiga subjek, maka dapat
disimpulkan ciri-ciri individu yang memiliki hardiness menurut
Gardner (1999) yang dimiliki oleh ketiga subjek yaitu, subjek memiliki
keyakinan pada Tuhan dan hal tersebut merupakan sumber kekuatan
bagi individu dalam menghadapi segala masalah. Ketiga subjek
meyakini bahwa setiap usaha yang dilakukannya dan hasil yang
diperoleh tidak terlepas dari andil Tuhan pada kehidupan mereka,
bahkan BW meniatkan aktivitasnya di NPC untuk Tuhan karena ia
bekerja tanpa menerima bayaran. Selain itu, terdapat beberapa ciri
lainnya yang dimiliki oleh ketiga subjek, mereka menjadikan sakit dan
senang merupakan bagian hidup, memiliki sikap kepemimpinan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
239
dibuktikan pada aktivitas pekerjaan mereka, selain sebagai seorang
atlet juga berkarir di NPC masing-masing daerah dan berperan menjadi
kepala keluarga sekaligus tulang punggung keluarga (sumber utama
pendapatan dalam rumah tangga). Ketiganya juga termasuk pribadi
yang dermawan, bersyukur, tidak mudah menyerah terhadap kegagalan
yang dialami, fleksibel, pembelajar (terbuka dengan ide-ide baru), dan
memiliki pandangan hidup yang luas ketika melihat suatu hal tidak
hanya berdasarkan pemikiran sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
240
240
GAMBARAN HARDINESS PADA ATLET DIFABEL
Riwayat Difabilitas Subjek mengalami kecelakan kelas 2 SMA (masa perkembangan remaja)
sehingga kaki kiriny a harus diamputasi.
Subjek menjadi difabel sejak balita (masa perkembangan anak awal) akibat sakit
setelah diberikan suntik imunisasi y ang mengakibatkan kaki kananny a saja lay u
hingga saat ini.
Subjek mengalami kecelakaan saat kelas 5 SD (masa perkembangan anak akhir)
y ang mengakibatkan subjek harus hidup dengan kondisi tangan kiri y ang kaku
dari lengan atas hingga pergelangan tangan.
Stigma Masyarakat Subjek I dan II pernah mendapatkan stigma negatif dari masy arakat
Difabilitas y ang dialami subjek III tergolong ringan sehingga subjek
tidak mendapatkan bany ak stigma negatif dari masy arakat sekitar.
Kondisi Psikologis Subjek pernah merasa depresi
berat bahkan memutuskan
untuk bunuh diri, namun di
halangi oleh orang lain.
Subjek pernah melarikan
diriny a di jalanan hingga
terkena narkoba, minuman
keras, rokok.
Subjek merasa teman-teman
dan pacarny a
memperlakukan diriny a
berbeda setelah ia mengalami
kecelakaan.
Subjek lebih menerima
difabilitas y ang subjek alami
karena subjek sudah
mengalaminy a sejak kecil.
Subjek pernah hidup
dijalanan karena merasakan
sulitny a mencari pekerjaan
dengan keterbatasan y ang
dimilikiny a serta ketika
subjek mengalami keretakan
dalam pernikahanny a y ang
pertama.
Subjek pernah ngamen,
merokok dan minum-
minuman keras saat hidup
di jalanan.
Subjek pernah merasa
kecewa karena subjek tidak
bisa
merealisasikan cita-citany a
untuk menjadi tentara
namun subjek membay ar itu
semua dengan prestasi y ang
ditorehkanny a sejak kecil.
Latar Belakang menjadi Atlet Difabel Ketiga subjek menjadi atlet difabel karena faktor hobi atau minat dan ekonomi .
Dukungan Keluarga Keluarga mendukung subjek untuk menjalani kursus keterampilan
bidang perbengkelan di salah satu lembaga pelatihan para difabel di
daerah Jakarta.
Ibu subjek tidak pernah memperlakukan subjek seperti seorang
difabel.
Sejak kecil subjek tetap bisa bermain, memanjat pohon seperti
lay akny a anak-anak y ang lainny a.
O rang tua awalny a kecewa karena subjek tidak bisa menjadi tentara,
namun lama-kelamaan mendukung subjek karena prestasi y ang
ditunjukkan subjek di bidang olahraga.
Ketiga istri subjek mendukung penuh aktiv itas subjek sebagai atlet
difabel.
Latar Belakang Keluarga A y ah dan Ibu sudah bercerai sejak subjek berusia 5 tahun.
Subjek sangat jarang bertemu dengan ay ahny a, Ibu subjek pernah bekerja sebagai TKW dan subjek sebagai anak sulung
tinggal dengan adik perempuanny a dan diawasi oleh Uwakny a. A y ah subjek meninggal saat subjek berusia 25 tahun.
A dik subjek saat ini bekerja sebagai w irausaha.
A y ah dan Ibu bekerja sebagai petani.
Subjek anak bungsu dan memiliki 3 orang kakak, dua orang kakak perempuan
dan satu orang kakak laki-laki.
Saudara subjek memiliki pekerjaan y ang berbeda-beda.
A y ah subjek pernah menjadi tentara dan beberapa kali dipindah tugaskan.
Ibu subjek bekerja sebagai pedagang.
Subjek merupakan anak ke enam dari delapan bersaudara.
A y ah subjek meninggal di usia 80 tahun.
Saudara subjek memiliki pekerjaan y ang berbeda-beda.
Ketiga subjek berasal dari ekonomi menengah bawah.
Kondisi Kesulitan Fisik Subjek I mengalami amputasi kaki dari paha bagian atas hingga telapak kaki bagian kiri.
Subjek II mengalami kelay uan pada kaki kananny a.
Subjek III mengalami tangan kiri y ang kaku dari lengan atas hingga pergelangan tangan.
Saat berjalan subjek I dan II menggunakan kaki palsu atau alat bantu krek.
Riwayat Pekerjaan dan Perkembangan Karir Saat subjek SMP dan Ibu subjek bekerja sebagai TKI, subjek
pernah bekerja di jalanan, menjadi kernet, ngamen, dll untuk
mendapatkan uang.
Setelah mengikuti pelatihan di Jakarta subjek membuka bengkel
las.
Subjek dulu mendapatkan penghasilan dari bidang musik (band)
dengan teman-temanny a.
Subjek bekerja sebagai pengurus tetap NPC Jawa Tengah.
Sejak kecil subjek sering berjualan di sekolah untuk
mendapatkan tambahan uang jajan.
Setelah menikah, subjek dan istri merintis usaha catering y ang
terus berkembang hingga saat ini.
Subjek menjadi pengurus NPC Jawa Tengah (namun tidak di
bay ar).
Ketiga subjek saat ini berprofesi dan memiliki riway at pekerjaan
sebagai w irausaha
Pola Asuh Orang Tua Subjek tumbuh dan berkembang tanpa sosok seorang A y ah, karena kedua
orang tua bercerai sejak subjek berusia 5 tahun dan subjek dibesarkan oleh
ibuny a.
Saat remaja, ibu subjek bekerja sebagai TKI sehingga subjek tinggal sendiri dan
diawasi oleh uwakny a. Sejak kecil sampai SD kelas V I subjek tinggal bersama kedua orang tua.
Saat SMP subjek sekolah di Solo sementara kedua orang tua tinggal di
Temanggung.
Ibu subjek orang lembut, sementara A y ah subjek orang y ang pendiam.
Subjek lebih dekat dengan sosok Ibu dibandingkan dengan sosok A y ah.
Subjek dekat dengan Ibu.
A y ah dan Ibu subjek mendidik subjek untuk disiplin sejak kecil karena A y ah
subjek adalah seorang tentara.
Subjek diperkenankan makan jika subjek sudah mencari rumput untuk kambing
y ang diternak keluargany a.
Pekerjaan Pasangan Istri subjek menjabat sebagai kepala cabang salah satu minimarket di kota Bandung.
Istri subjek sudah bekerja selama 10 tahun, sebelum ia menikah dengan subjek.
A walny a istri subjek menjadi kasir dan sekarang sudah menjadi kepala toko.
Istri subjek dari pernikahan pertama bekerja sebagai Medical Representativ e. Istri subjek pada pernikahan kedua bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga.
Istri subjek membantu subjek dalam mengelola usaha catering.
A walnya, istri subjek pernah bekerja sebagai seorang juru masak di suatu usaha catering, setelah satu tahun
menikah, ia berhenti bekerja dan merintis usaha sendiri.
Latar Belakang Pendidikan Subjek I berpendidikan terakhir tingkat SMP.
Subjek II berpendidikan terakhir tingkat SMA .
Subjek III berpendidikan terakhir tingkat Strata 1 (S1).
Aspek Subjek I (ST) Subjek II (AS) Subjek III (BW)
Commitment -Subjek memiliki keyakinan pada makna kebahagiaan sebagai sesuatu yang ia ciptakan sendiri, keyakinan pada hidup sebagai suatu pilihan, keyakinan pada prestasi yang membutuhkan proses, usaha, doa yang dilakukan terus menerus. -Subjek menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang gigih dalam berjuang dan tidak cepat putus asa. -Subjek menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang keras kepala, cenderung senang pada kebebasan (tidak senang di atur), dan memiliki inisiatif serta komitmen dalam setiap program yang diberikan pelatih.
-Subjek juga pribadi yang bisa membangun hubungan sosial yang cukup baik pada orang lain dengan tujuan positif. Membangun interaksi sosial yang baik bagi subjek akan membuat hidupnya menjadi lebih “berwarna”
-Subjek memiliki keyakinan pada makna kebahagiaan sebagai sesuatu yang berasal dari dalam jiwa bukan dari materi. - Subjek memiliki prinsip agar hidupnya dapat bermanfaat untuk orang lain. -Subjek meyakini bahwa tidak ada kehidupan manusia yang sempurna, sehingga ia bersyukur atas setiap ujian yang pernah dijalaninya. -Subjek menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang gigih dalam memperjuangkan sesuatu, pantang menyerah saat berada dalam tekanan atau kegagalan, serta menempatkan dirinya untuk bisa melakukan sesuatu seolah subjek tidak memiliki keterbatasan fisik. -Subjek merupakan pribadi yang pandai membangun hubungan sosial yang baik
dengan orang lain dan subjek memiliki prinsip untuk senantiasa membahagiakan keluarganya karena apresiasi dan dukungan keluarga dan teman-teman dapat meningkatkan kepercayaan dirinya.
- Subjek memiliki keyakinan bahwa kebahagiaan adalah kondisi yang tercipta saat kehidupan rumah tangganya berjalan dengan harmonis. - Subjek memiliki prinsip hidup untuk berlaku sportif, jujur, menjaga kedekatan dengan Tuhan (meniatkan aktivitasnya di dunia olahraga karena Allah), dan hidup yang senantiasa memberikan banyak manfaat pada orang lain. - Subjek menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang pantang berkeluh kesah, sederhana, mandiri sejak kecil, dan peduli. - Subjek memiliki komitmen untuk membangun sikap saling percaya bersama istrinya dalam menjalani kehidupan rumah tangga.
- Dalam kehidupan sosial, subjek termasuk pribadi yang pandai membangun hubungan sosial dengan orang lain dan memiliki kegemaran menolong orang lain.
Challenge -Subjek menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang terus berusaha memberikan yang terbaik bagi orang lain, optimis bahwa dengan tekad yang kuat dan kehendak Tuhan ia bisa melakukan suatu pekerjaan yang tidak mungkin dilakukan. - Subjek merupakan pribadi yang senang terhadap tantangan untuk memacu adrenalin dan semangatnya dalam berprestasi. - Subjek berani mengambil resiko besar dalam hidupnya. Subjek memiliki tiga orang pelatih lempar sekaligus sehingga subjek harus mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk membayar pelatih-pelatih tersebut, subjek juga suka membeli barang dengan sistem kredit untuk
menantangnya bersemangat dalam bekerja, dan subjek senang serta merasa tertantang jika bisa berlatih dengan para tentara atau atlet yang tidak memiliki keterbatasan fisik. - Subjek merasa bahwa kehidupan barunya sebagai seorang difabel menjadi suatu berkah tersendiri bagi perkembangan dirinya ke arah yang lebih baik dan subjek menjadi bersyukur atas hal tersebut.
- Subjek menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang terbuka pada pendapat orang lain dalam memutuskan suatu hal. - Subjek memaknai musibah atau ujian yang diberikan Tuhan sebagai takdir yang harus dijalaninya. - Subjek menerima kehidupan rumah tangganya yang pernah berantakan sebagai suatu rencana Tuhan sehingga ia memiliki kehidupan yang jauh lebih baik. -Subjek adalah pribadi yang berani mengambil resiko dalam hidupnya. Ia berani memutuskan untuk merantau dan meninggalkan orang tuannya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP, subjek juga rela mengorbankan uangnya untuk mencari keberadaan istri pertamanya sebelum ia menikah lagi, dan subjek
rela mengorbankan waktunya untuk berpisah dengan keluarga demi pekerjaannya di NPC. - Subjek tidak memandang rendah teman-teman difabel lain yang memiliki taraf hidup lebih rendah dari subjek.
- Subjek menggambarkan dirinya sebagai seseorang yang tidak malu mengakui keterbatasan yang dimilikinya justru ia menjadikan keterbatasannya sebagai hal yang mendatangkan apresiasi bagi orang lain. - Dalam pertandingan, subjek memiliki strategi khusus dalam menghadapi lawan untuk menang. Subjek akan menganggap semua orang sebagai musuh di area pertandingan dan menjadikan semua orang sebagai teman di luar arena pertandingan. - Ketika mengalami kekalahan, subjek akan menjadikan hal tersebut sebagai acuannya untuk berprestasi lebih baik lagi. -Subjek adalah pribadi yang berani mengambil resiko dalam hidupnya. Sejak
awal menjadi atlet (sebelum NPC di dirikan), subjek mau dan mampu bersaing dengan para atlet normal. Dalam mendirikan usaha cateringnya subjek juga tidak pernah mempermasalah-kan sedikit keuntungan yang diperolehnya asalkan usahanya bisa terus berkembang. - Subjek juga menjadikan kehidupan masa kecilnya yang penuh kerja keras sebagai suatu hikmah atau kebijaksanaan hidup ketika ia sudah memiliki usaha dan banyak karyawan
Control - Subjek menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang bijak dalam membuat suatu keputusan, subjek mau memaafkan kesalahan orang yang memberikan perlakuan negatif padanya dan tidak berpikir untuk membalas perlakuan negatif orang lain padanya. - Subjek juga menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang memiliki pengendalian diri yang baik saat menghadapi istri dan subjek juga
berhasil mengurungkan niatnya untuk bunuh diri dan memutuskan diri untuk merantau dari kondisi yang depresi akibat difabilitas yang dialami menuju lingkungan yang lebih baik. - Subjek mampu menjadikan masa lalunya sebagai sebuah pelajaran penting dan mengakui masa lalunya tersebut sebagai bagian dari kehidupan yang telah dilaluinya. - Subjek juga memiliki motivasi dalam berprestasi yang tinggi demi kehidupan yang lebih baik di masa depan. - Subjek mampu mengatur keuangan yang diperolehnya dari usaha dan prestasi di bidang olahraga.
- Subjek adalah pribadi yang mampu membuat keputusan baik mengenai organisasi yang akan di ikuti serta profesi yang akan dijalani. - Subjek juga menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang memiliki pengendalian diri baik selama menjalani proses karantina atau pemberian program. Namun, subjek menyadari bahwa ia masih menyimpan kecewa pada istri dari pernikahannya yang pertama dan berdampak pada komunikasi subjek
dengan anaknya kurang baik meskipun subjek menyadari bahwa masa lalunya adalah hal yang seharusnya ia syukuri. - Subjek membiasakan diri untuk meminta izin pada pimpinan atas terhadap hal-hal yang akan dijalaninya dan akan berdampak pada pekerjannya. - Subjek memiliki motivasi untuk membahagiakan orang tua dan bisa meningkatkan taraf kehidupan teman-teman difabel lainnya, sehingga subjek bekerja dengan maksimal sebagai pengurus NPC Jawa Tengah demi masa depan atlet yang lebih baik.
- Subjek menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang legowo saat menerima kenyataan bahwa dirinya menjadi seorang difabel. - Subjek juga pribadi yang bijaksana dan memiliki kemampuan yang baik dalam mengatur keuangan dan emosinya. - Subjek mengalihkan kekecewaannya tidak bisa menjadi tentara karena difabilitas yang dialaminya dengan berprestasi di bidang olahraga. Saat
berinteraksi dengan para pemabuk, subjek juga bisa menolak ajakan temannya untuk ikut minum alkohol hingga mabuk. - Subjek adalah orang yang memiliki kepedulian dan sikap prososial yang tinggi sehingga ketika saat ini menjadi seorang wirausaha dan atlet difabel yang berprestasi ia tidak pernah berhenti untuk membantu orang lain yang membutuhkan atau mengalami kesulitan. - Subjek memiliki harapan agar NPC Jawa Tengah membuat maju dan menyejahterakan para atlet yang hidup sengsara. - Subjek akan terus berusaha dan berprestasi di bidang olahraga selama belum ada yang mengalahkan rekor yang dicapainya.
LATAR BELAKANG KEHIDUPAN ATLET DIFABEL
KONDISI INTERNAL
KONDISI EKSTERNAL
GAMBARAN HARDINESS
Latar Belakang Keluarga dan Lingkungan
KETERANGAN :
: Subjek 1
: Subjek 2
: Subjek 3
: Subjek 1, 2, 3
Dengan gambaran hardiness pada ketiga subjek, maka dapat disimpulkan ciri-ciri individu yang memiliki hardiness menurut Gardner (1999) diantaranya, subjek memiliki
keyakinan pada Tuhan dan hal merupakan sumber dari hardiness dan kekuatan bagi segala masalah. Ketiga subjek meyakini bahwa setiap usaha yang dilakukannya dan hasil
yang diperoleh tidak terlepas dari andil Tuhan pada kehidupan mereka, bahkan BW meniatkan aktivitasnya di NPC untuk Tuhan karena ia bekerja tanpa menerima bayaran.
Selain itu, terdapat beberapa ciri lainnya yang dimiliki oleh ketiga subjek, mereka menjadikan sakit dan senang merupakan bagian hidup, memiliki sikap kepemimpinan yang
dibuktikan pada aktivitas pekerjaan mereka, selain sebagai seorang atlet juga berkarir di NPC masing-masing daerah dan berperan menjadi kepala keluarga sekaligus tulang
punggung keluarga (sumber utama pendapatan dalam rumah tangga). Ketiganya juga termasuk pribadi yang dermawan, bersyukur, tidak mudah menyerah terhadap
kegagalan yang dialami, fleksibel, pembelajar (terbuka dengan ide-ide baru), dan memiliki pandangan hidup yang luas ketika melihat suatu hal tidak hanya berdasarkan
pemikiran sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
241
E. Kelemahan Penelitian
Sejauh penelitian ditulis, peneliti berusaha melaksanakan penelitian
secara ilmiah dan sistematis. Ada hal yang menghambat pada proses penelitian,
yakni berkaitan dengan lokasi penelitian yang jauh dan menuntut peneliti
mendatangi domisili subjek (kota Bandung), serta terbatasnya waktu yang subjek
dan significant others miliki karena kesibukan aktivitas keseharian mereka. Selain
itu, kelemahan dalam penelitian ini adalah tidak adanya subjek pembanding
(ketiga subjek memiliki latar belakang suku, jenis kelamin, status perkawinan, dan
pekerjaan yang sama).
F. Kelebihan Penelitian
Penelitian ini mengambil bahasan gambaran hardiness pada atlet difabel
sebagai fokus utama. Hardiness menjadi hal yang penting untuk dimiliki agar
individu mampu menghayati makna kehidupannya yang berakibat pada
pengambilan keputusan yang baik dalam menjalani kehidupan. Bahasan mengenai
gambaran hardiness pada atlet difabel akibat kecelakaan di National Paralympic
Committee merupakan penelitian yang jarang dilakukan, sehingga menjadi unik
untuk dibahas dan memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi sebuah
penelitian yang hasilnya bermanfaat serta dapat diaplikasikan oleh pembaca.