apresiasi pengajaran drama

24
BAB I PENDAHULUAN Mengapresiasi teks sastra bagi penikmat sastra biasa ( the common reader ) berbeda dengan pelajar dan mahasiswa, mereka adalah pembaca serius ( the real reader ). Selain rekereasi , tujuan mereka adalah menganalisis karya sastra 1 . Sebagaimana yang diungkapakan oleh Renne Wellek dan Austin Waren bahwa tujuan apresiasi sastra adalah memperoleh kebermanfaatan ( utile ) dan kesenangan ( dulce ). Bagi pembelajar kebermanfaatan dapat menambah kecendekiaan dan keakademikan dalam memahami sastra. Drama merupakan salah satu jenis teks sastra yang mengacu pada dua aspek, yaitu drama sebagai karya sastra yang berupa naskah dan pementasan yang berupa lakon atau pementasan. Drama dalam kaitanya dengan tujuan apresiasi diatas, layak untuk diapresiasi dan diajarkan sebagai implemetasi pegajaran sastra dalam tiga aspek yaitu ketrampilan berbahasa,keluasan wawasan dan budi pekerti, kreatifitas produktif, dan kebanggaan pada khasanah budaya bangsa. Namun tujuan tersebut belum terselenggara dengan baik, terkait dengan masalah pengajaran sastra, yang telah menjadi masalah klasik namun tetap up to date karena selalu menjadi polemik. Dari masalah yang berkaitan dengan rendahnya apresiasi siswa dan masyarakat, dinamika pengajaran sastra dalam kurikulum, sampai pada pengajaran sastra dari guru yang bukan sarajana sastra. Mengatasi masalah- masalah yag berhubungan dengan pengajaran sastra , Himpuan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) selalu mencari solusinya 2 , namun belum secara terperinci menemukan titik terang tentang contoh pengajaran sastra yang ideal yang dapat dijadikan alternatif pembelajaran. Taufik Ismail menyatakan bahwa selama lebih dari enam puluh tahun pendidikan sastra selama ini berjalan tanpa mewajibkan pembelajar untuk membaca dan menulis karya sastra dengan kriteria minimal. Artinya pendidikan satra berjalan dengan nol buku satra. Fakta ini merupakan bukti penurunan literasi yang drastis 1 Kinaya, Djoyosuroto Surasna. Analisisi Teks Sastra DanPengajaranya. ( Jakarta : Penerbit Pustaka. 2006) h.5 2 Kinaya, Djoyosuroto Surasna. Pemebelajaran Apresiasi Sastra - Sebagai Sarana Pengembagan Kreafitas Guru .( Jakarta : Pustaka Book Publisher. 2009 ) h.2

Upload: independent

Post on 18-Nov-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Mengapresiasi teks sastra bagi penikmat sastra biasa ( the common reader )

berbeda dengan pelajar dan mahasiswa, mereka adalah pembaca serius ( the real

reader ). Selain rekereasi , tujuan mereka adalah menganalisis karya sastra 1 .

Sebagaimana yang diungkapakan oleh Renne Wellek dan Austin Waren bahwa

tujuan apresiasi sastra adalah memperoleh kebermanfaatan ( utile ) dan kesenangan

( dulce ). Bagi pembelajar kebermanfaatan dapat menambah kecendekiaan dan

keakademikan dalam memahami sastra.

Drama merupakan salah satu jenis teks sastra yang mengacu pada dua aspek,

yaitu drama sebagai karya sastra yang berupa naskah dan pementasan yang

berupa lakon atau pementasan. Drama dalam kaitanya dengan tujuan apresiasi

diatas, layak untuk diapresiasi dan diajarkan sebagai implemetasi pegajaran sastra

dalam tiga aspek yaitu ketrampilan berbahasa,keluasan wawasan dan budi pekerti,

kreatifitas produktif, dan kebanggaan pada khasanah budaya bangsa.

Namun tujuan tersebut belum terselenggara dengan baik, terkait dengan

masalah pengajaran sastra, yang telah menjadi masalah klasik namun tetap up to

date karena selalu menjadi polemik. Dari masalah yang berkaitan dengan rendahnya

apresiasi siswa dan masyarakat, dinamika pengajaran sastra dalam kurikulum,

sampai pada pengajaran sastra dari guru yang bukan sarajana sastra. Mengatasi

masalah- masalah yag berhubungan dengan pengajaran sastra , Himpuan Sarjana

Kesusastraan Indonesia (HISKI) selalu mencari solusinya 2 , namun belum secara

terperinci menemukan titik terang tentang contoh pengajaran sastra yang ideal yang

dapat dijadikan alternatif pembelajaran.

Taufik Ismail menyatakan bahwa selama lebih dari enam puluh tahun pendidikan

sastra selama ini berjalan tanpa mewajibkan pembelajar untuk membaca dan

menulis karya sastra dengan kriteria minimal. Artinya pendidikan satra berjalan

dengan nol buku satra. Fakta ini merupakan bukti penurunan literasi yang drastis

1 Kinayati, Djoyosuroto Surastina. Analisisi Teks Sastra DanPengajaranya. ( Jakarta : Penerbit Pustaka. 2006) h.5 2 Kinayati, Djoyosuroto Surastina. Pemebelajaran Apresiasi Sastra - Sebagai Sarana Pengembagan Kreatifitas Guru .( Jakarta : Pustaka Book Publisher. 2009 ) h.2

dibanding sebelum tahun 1943 3 . Ketika itu siswa diwajibkan membaca minimal 25

buku sastra selama belajar di sekolah menengah atas. Ini setara dengan literasi di

Eropa dan Amerika saat ini. Siswa ketika itu wajib mengarang satu tulisan dalam

semiggu, artinya lebih dari seratus tulisan dihasilkan siswa selama di sekolah

menegah atas.

Dalam kaitanya dengan masalah apresiasi dan pengajaran sastra (drama), masalah-masalah diatas juga ditentukan oleh kebijakan pemerintah. Dalam satu dekade terakhir, pendidikan sastra sempat kurang mendapat tempat pada kurikulum 2006. Pada kurikulum 2013 sastra menjadi alat untuk menjelaskan ilmu lain tetapi esensi sastra sebagai ilmu makna terabaikan 4 . Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks pada kurikulum 2013 memang baik. Namun, materi sastra yang sangat bermanfaat untuk mengembangkan karakter dan budi pekerti peserta didik banyak dihilangkan. Kurikulum 2013 melakukan reduksi secara besar-besaran terkait dengan jenis teks sastra. Hal inilah yang juga sempat membuat sastrawan Taufik Ismail kecewa. Dari sejumlah kekayaan yang ada dalam khazanah sastra Indonesia, hanya sebagian kecil yang dimasukkan dalam kurikulum ( Horison , Juni 2013) 5 . Sastra, selain dapat menggiring anak untuk gemar membaca dan menulis, juga dapat menjadi wahana penanaman nilai-nilai kehidupan bagi manusia yang berbudaya.

. Di kelas guru merasa canggung untuk membimbing siswa mengapresiasi dan

mengaktualisasikan karya sastra (drama). Ini bukan kesalahan guru tapi berkaitan

dengan bekal pedidikan guru dalam teori sastra yang kurang memadai. Dalam

prosesnya, beban studi pendidikan guru lebih kuat kepada ilmu linguistik 6 .

Kultur yang terjadi dalam masyarakat kita juga tidak jauh dari kurangnya pajanan

teoretis sastra. Drama yang berbentuk film, sinetron, FTV dan lain sejenisnya

digemari oleh sebagian besar masyarakat termasuk pelajar. Akan tetapi hanya

bersifat reseptif saja. Hal-hal yang bersentuhan langsung secara pribadi dengan

apresiasi dan pengajaran sastra seolah hanya menjadi milik para praktisi yang

bersangkutan saja.

Dari ilustrasi diatas dapat maka dapat disimpulkan bahwa apresiasi dan

pengajaran drama yang kurang memadai dalam pendidikan secara tidak langsung

juga ditentukan oleh pajanan apresiasi dan pengajaran sastra dalam pendidikan.

3Agus, R. Sarjono dkk. Mengatar Sastra Ke Tengah Siswa. ( Jakarta : Yayasan Indonesia dan Majalah Sastra Horison, 2006 ) h.2.4Emzir dan Saifur Rohman. Teori Apresiasi dan Pengajaran Sastra ( Jakarta : Raja Grafindo Pustaka, 2015) h.2825Navigasi Post-Selasar Bahasa dan Sastra Indonesia. 11 Desember 2015.https://bektipatria.wordpress.com/2013/10/27/mata-pelajaran-bahasa-indonesia-dalam-kurikulum-2013/6 Op.cit.h.6

Masalah-masalah tersebut secara ringkas berkaitan dengan pajanan buku

sastra/teori sastra yang kurang memadai, keberadaan pengajaran sastra yang

belum memadai dalam kurikulum, kesulitan guru untuk mengajarkan sastra terkait

terbatasnya bekal guru dalam sastra dan lebih kuat ilmu linguistiknya, dan dukungan

masyarakat terutama orang tua yang juga kurang memadai.

Dengan latar belakang masalah di atas maka apresiasi dan pengajaran sastra

( drama ) penting untuk dibahas. Fokus pada pembahasan ini adalah apresiasi dan

pengajaran drama. Sub fokus pertama akan membahas apresiasi drama, sub fokus

berikutnya tentang pengajajaran drama. Apresiasi drama dalam makalah ini

dikonsepsikan sebagai penghargaan, penilaian, dan pengertian terhadap karya

sastra drama, baik yang berbentuk teks maupun pementasan. Dalam pembahasan

ini akan dikaji karakteristik dan unsur – unsur drama, dan nilai – nilai positif yang

terkandung dalam drama. Sehingga apresiasi dan pengajaran drama dapat

memberikan implikasi positif sesuai dengan tujuan pengajaran sastra.

Pengajaran sastra drama dalam pembahasan ini mengacu pada metode ,

strategi dan aspek-aspek pengajaran drama secara teori dan praktis ( drama

maupun pementasan ). Sehingga diharapkan dapat memberi manfaat positif baik

kognitif, afektif maupun psikomotor.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Apresiasi Drama

1. Pengertian Apresiasi Drama

Istilah apresiasi berasal dari bahasa Inggris "appreciate" yang berarti

menetapkan sebuah penilaian, pengertian dan kenikmatan dari sesuatu.

Mengapresiasi berarti menikmati, meghayati, sekaligus menghargai unsur-unsur

keindahan yang terpapar dalam karya sastra ( drama ) 7 . Drama menggunakan

medium bahasa yang memiliki kekhususan dibanding genre sastra yang lain.

Istilah drama berasal Bahasa Yunani drama disebut draomae ( perbuatan

meniru ) 8 . Menurut Morris 9 drama dapat didefinisiskan :

Drama term derived from Greek verbs ‘dran‘ meaning ‘act to do’

Maksudnya adalah drama berasal dari kata dran yang berarti berbuat. Menurut

Harmswoth drama adalah salah satu bentuk seni yang bercerita melalui percakapan

dan action tokoh-tokohnya 10 . Atar Semi menyatakan bahwa drama adalah cerita

atau tiruan perilaku manusia yang dipentaskan. Dengan kata lain drama adalah

karya sastra yang berisi percakapan/dialog dan action tokoh-tokohnya yang dapat

dipentaskan.

Dari kedua ilustrasi tersebut dapat disimpulkan bahwa apresiasi drama adalah

menikmati, meghayati, sekaligus menghargai unsur-unsur keindahan yang terpapar

dalam drama baik dalam aspek tertulis/naskah maupun aspek lisan/pementasan.

Untuk dapat mengapresiasi drama dengan baik, diperlukan pemahaman tentang

metode, unsur-unsur pembangun drama, dan tujuan dari apresiasi drama itu sendiri.

2. Metode Apresiasi Sastra ( Drama )

7 Aminuddin dalam Endah, Tri Priyatni. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis ( Jakarta : Bumi Aksara , 2010 ) h.258Emzir dan Saifur Rohman. Teori Apresiasi dan Pengajaran Sastra ( Jakarta : Raja Grafindo Pustaka, 2015) h.2629 Loc.cit10 Endah, Tri Priyatni. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis ( Jakarta : Bumi Aksara , 2010 ) h.182

Metode apresiasi sastra terbagi dalam tiga kategori 11 :

a. Apresiasi secara langsung

K egiatan langsung yang terwujud dalam kegiatan mengapresiasi sastra

( drama ) pada performansi, mis alnya   saat Anda melihat, mengenal, memahami,

menikmati, ataupun memberikan penilaian pada drama . B entuk kegiatan itu ini

perlu dilaksanakan secara sungguh-sungguh, berulang kali, sehingga dapat

melatih dan mengembangkan kepekaan pikiran dan perasaan dalam rangka

mengapresiasi drama , baik yang dipaparkan dalam aspek naskah maupun

pementasan.

b. Kegiatan apresiasi sastra secara tidak langsung

Kegiatan ini   dapat ditempuh dengan   cara mempelajari teori sastra ( drama ) ,

membaca artikel yang berhubungan dengan kesastraan, baik di majalah maupun

koran, mempelajari buku-buku maupun esai yang membahas dan memberikan

penilaian terhadap suatu karya sastra serta mempelajari sejarah sastra . Kegiatan

itu disebut sebagai kegiatan apresiasi secara tidak langsung karena kegiatan

tersebut nilai akhirnya bukan hanya mengembangkan pengetahuan seseorang

tentang sastra ( drama ) , melainkan   juga akan meningkatkan kemampuan dalam

rangka mengapresiasi suatu cipta sastra ( drama ) .

c. Apresiasi secara dokumentatif

Termasuk dalam kegiatan ini antara lain upaya mengumpulkan atau

mengadakan koleksi tentang hasil-hasil karya sastrawan.

3. Tujuan dan Manfaat Apresiasi Drama a. Nilai Personal

Memberi kesenangan, mengembangkan imajinasi, memberi pengalaman

yang dapat terhayati, mengembangkan pandangan ke arah persoalan

kemanusiaan, menyajikan pengalaman yang bersifat emosional;

b. Nilai Pendidikan

Membantu perkembangan bahasa, meningkatkan kelancaran-kemahiran

membaca, meningkatkan keterampilan menulis, mengembangkan kepekaan

terhadap sastra ( drama ), dan secara kreatif dapat merancang ( aspek naskah )

dan memainkan lakon ( aspek pementasan ).

11 Harjon, Basri. Teori dan Pengajaran Drama. 8 Desember 2015. http://harjonbasri.blogspot.co.id/2014/11/apresiasi-dan-pengajaran-drama.html

4. Unsur – Unsur Pembangun dan Jenis – Jenis Drama a. Unsur – Unsur Pembangun Drama

Drama dalam pengertian mengacu pada dua aspek yaitu aspek teks ( naskah

cerita ) dan aspek pementasan . Dialog para tokoh dalam drama disebut sebagai

teks utama (hauptext) dan petunjuk lakuan yang disebut teks sampingan

(nebentext ) 12 .

Bernard Shaw 13 menjelaskan bahwa dalam penulisan naskah drama harus

memberikan petunjuk panjang lebar tentang petunjuk lakuan agar tidak terjadi

penyimpangan interpretasi lakon-lakon oleh para pemainya. Namun pada

kenyataanya ada juga yang menyertakan petunjuk lauan secara sederhana dengan

membiarkan pemain menafsirkan lakon-lakon sesuai improvisasinya secara lebih

kaya.

Dari pemaparan di atas dapat dicermati bahwa drama mempunyai dua aspek

penting yaitu aspek cerita dan aspek pementasan yag berhubungan dengan seni

lakon atau teater. Apabila dirinci lebih dalam lagi sebenranya drama memiliki tiga

dimensi yaitu sastra, gerakan, dan ujaran. Oleh sebab itu naskah drama biasanya

tidak disusun untuk dibaca seperti novel atau cerpen tetapi lebih dari itu dalam

penciptaan naskah drama sudah mempertimbangkan aspek-aspek pementasanya.

a. Unsur – Unsur Pembangun Drama

Pada dasarnya drama dibangun oleh dua unsur penting , yaitu unsur intrinsik

dan unsur ekstrinsik. Drama juga memiliki pokok pikiran yang menentukan arah

drama. Pokok pikiran ini disebut dengan tema. Namun dalam kaitanya dengan

unsur-unsur pembangun drama , tema diletakkan tersendiri, baik dari unsur intrinsik

maupun unsur ekstrinsik 14 . Adapun unsur intrinsik dan ekstrinsik mencakup

beberapa hal sebagai berikut 15

1. Unsur Intrinsik

a) Judul 12 Ibid. h 18313 Ibid. h.18514 Op.cit. h.263.15 Endah, Tri Priyatni. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis ( Jakarta : Bumi Aksara , 2010 ) h.185

Judul adalah unsur esensial drama yang bukan hanya sekedar sebagai

pelengkap drama. Dari judul drama inilah secara eksplisit kita akan mengetahui

drama itu berbicara tentang apa. Judul yang baik adalah judul yang menggambarkan

keseluruhan isi drama. Ini berarti bahwa judul atau isis memiliki kesatuan atau

keutuhan makna.

b) Dialog

Pada prinsipnya drama merupakan rangkaian dialog. Dialog dalam drama

tidak sama dengan percakapan dalam kehidupan nyata, kerena dalam drama hanya

memungkinkan sedikit sekali interupsi.

Dialog dalam drama harus memenuhi dua hal, yaitu (1) harus dapat

mempertinggi nilai gerak secara baik dan wajar dan mencerminkan apa yang terjadi

dan pikiran serta perasaan para tokoh. (2) Harus baik dan bernilai tinggi. Maksudnya

adalah terarah dan teratur daripada percakapan sehari-hari. Percakapan harus jelas,

terang, dan menuju sasaran ( to the point ), artinya mengesampigkan kata-kata yang

tidak perlu.

Dialog dalam drama memiliki beberapa fungsi , yaitu :

1) Wadah penyampaian informasi kepada penonton.

2) Menjelaskan fakta atau ide-ide

3) Mejelaskan watak dan perasaan pemain.

4) Memberikan tuntunan alur kepada penonton

5) Menggambarkan tema dan gagasan pengarang

6) Mengatur suasana dan tempo permainan

Cara penulisan dialog yang lazim digunakan adalah :

1) Diawali dengan menuliskan ama tokoh

2) Diikuti tanda titik dua

3) Ujaran tokoh berupa kalimat utuh

4) Tidak ada tanda petik dalam ujaran

5) Jika ada perhentian sejenak , ditandai dengan tanda hubung.

c) Alur / Plot

Alur atau alur naskah adalah rentetan peristiwa yang terjadi dan membangun

drama yang mempunyai hubungan sebab akibat dan dirangkai sedemikian rupa dari

awal sampai akhir drama 16 . Arah alur bisa bergerak maju dari permulaan ( beginning

), pertengahan ( middle ) dan akhir ( ending ) 17 . Dalam istilah drama istilah tersebut

dikenal dengan eksposisi, komplikasi, dan resolusi. Eksposisi mendasari dan

mengatur gerak dalam masalah-masalah waktu dan tempat. Komplikasi bertugas

mengembagkan konflik. Resolusi merupakan penyelesaian yang berlangsung

secara logis dan mempunyai hubungan yang wajar dengan apa yag

mendahuluinya ,yang terdapat dalam komplikasi. Ada bagian penyela antara

komplikasi dan resolusi yang dinamakan klimaks atau turning point. Akhir drama

bisa berupa happy ending atau unhappy ending .

Arah alur dalam drama dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :

- alur maju (prograsif), set cerita berjalan maju, mulai dari masa kini ke masa yang

mendatang.

- Alur mundur (regreasif). Set cerita berjalan mundur, yang mana masa kini adalah

sebuah hasil dari konflik-konflik yang terjadi pada masa lalu.

- Alur campuran, alur cerita yang mencampurkan masa kini dengan masa lalu dan

juga dengan masa depan. Di sebut juga alur bolak- balik. Cerita dengan alur ini

mengungkakpakn konflik yang belum selesai dari masa lalu, masa sekarang, dan

penyelesaian di masa depan. Saling terkait satu sama lain.

Alur dalam sebuah drama memiliki kekhususan dibanding dengan novel atau

cerpen. Kekhususan ini disebabkan oleh karakterisrik drama yang memang unik.

Secara Garis besar drma memiliki alur yang dapat dijelaskan sebagai-berikut :

1. Klasifikasi atau introduksi. Bagian ini memberikan kesempatan kepada penonton

untuk mengetahui tokoh-tokoh utama serta peran yang yang dibawakan mereka,

dan juga pengenalan pada problem atau konflik.

2. Konflik . Pelaku cerita mulai terlibat dalam satu problem pokok.

3. Komplikasi. Terjadinya persoalan baru dalam cerita atau disebut juga the rising

action . Beberapa watak mulai memperlihatkan pertentangan yang saling

16 Op.cit.h.26317 Endah, Tri Priyatni. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis ( Jakarta : Bumi Aksara , 2010 ) h.187

mempengaruhi sehingga munculah krisis demi krisis. Setiap krisis saling

memengaruhi secara kompleks.

4. Penyelesaian ( denoument ). Setiap segi pertentangan menemui penyelesaian

dan jalan keluar, baik penyelesaian yag sedih atau menyenangkan.

d) Tokoh

Tokoh merupakan motor penggerak alur. Dalam drama terdapat tokoh

sentral, tokoh bawahan, dan tokoh latar. Dilihat dari karakter tokohnya ada tokoh

protagonis dan antagonis. Karakter tokoh digambarakan melalui dialog dan lakuan

para tokoh.

e) Babak dan Adegan

Kebanyakan naskah drma dibagi dalam beberapa babak. Pembagian babak-

babak itu dilakukan dengan seksama oleh pengarang atas pertimbangan yang

matang kerena peristiwa yang dilukiskan dalam drama tidak selamanya terjadi

dalam satu tempat dan satu waktu. Jadi satu babak dalam nsakah drama adalah

bagian dari naskah drama itu yang merangkum semua peristiwa yang terjadi pada

satu waktu dan waktu tertentu.

Dalam satu babak drama dibagi lagi menjadi beberapa adegan, yang

ditentukan oleh peristiwa atau pergantian tokoh diatas pentas. Ada kalanya siatu

drma hanya terdiri dari satu babak saja , yang terdiri dari beberapa adegan.

f) Petunjuk Lakuan

Petunjuk lakuan merupakan penjelasan mengenai keadaan, suasana,

peristiwa, perbuatan, dan sifat tokoh. Yang biasanya ditandai dengan tanda kurung,

dicetak miring.

Dalam drama biasanya juga terdapat prolog yang merupakan pengantar

naskah yang berisi keterangan atau pendapat pengarang mengenai cerita yang

akan disajikan. Selain itu juga ada epilog yang berisi kesimpulan pengarang

mengenai cerita. Tetapi dalam perkembanganya kini proloh dan epilog sudah jarang

digunakan. Pengarang drama kini lebih membebaskan pembaca maupun penonton

untuk menyimpulkan atau menyikapi tentang karyanya.

2. Unsur Ekstrinsik Drama

Unsur ekstrinsik drama adalah unsur-unsur diluar teks drama namun

memengaruhi penciptaan naskah drama. Unsur ekstrisik ini bisa berupa apa yang

melatari pengarang untuk menulis sebuah naskah drama. Misalnya seorang

pengarang ingin membuat drama tentang remaja. Minimnya perhatian orang tua dan

para guru terhadap remaja yang sedang bertumbuh ini menyebabkan para remaja

dekat dengan bahaya yang dapat mengancam perkembangan mental maupun moral

mereka. Apa yag melatari penulisan drama semacam inilah yang termasuk sebagai

unsur ekstrinsik drama.

b. Jenis – Jenis Drama

Pada mulanya drama hanya terdiri dari dua jenis , yaitu tragedy dan komedi. Namun

dalam perkembanganya drama menjadi sangat beragam. Menurut Lutters, 18 jenis-

jenis drama antara lain :

1. Drama Tragedi. Cerita drama yang termasuk jenis ini adalah cerita yang

berakhir dengan duka lara, kematian, atau segala sesuatu yang tidak

menyenangkan.

2. Drama Komedi a. Komedi Situasi , cerita lucu yang kelucuannya bukan berasal dari para

pemain,melainkan karena situasinya.

b. Komedi Slapstic , cerita lucu yang diciptakan dengan adegan menyakiti para

pemainnya.

c. Komedi Satire , cerita lucu yang penuh sindiran tajam.

d. Komedi Farce , cerita lucu yang bersifat dagelan, sengaja menciptakan

kelucuan-kelucuan dengan dialog dan gerak laku lucu.

2. Drama Misteri a. Kriminal , misteri yang sangat terasa unsur keteganyannya dan biasanya

menceritakan seputar kasus pembunuhan. Si pelaku biasanya akan menjadi

semacam misteri karena penulis skenario memerkuat alibinya. Sering kali

dalam cerita jenis ini beberapa tokoh bayangan dimasukkan untuk mengecoh

penonton.

18 Elizabeth Lutters. Kunci Sukses Menulis Skenario. (Jakarta: Grasindo, 2006), p.35

b. Horor , misteri yang bercerita tentang hal-hal yang berkaitan dengan roh

halus.

c. Mistik , misteri yang bercerita tentang hal-hal yang bersifat klenik atau unsur

ghaib.

3. Opera, yaitu drama yang berisi nyanyian dan music pada sebagian besar

penampilanya. Nyanyian digunakan sebagai dialog. Opera bisa berupa opera

buffo ( cerita lucu ), opera komik ( lelucon/tidak diyanyikan ) dan operet (sejenis

opera tetapi dengan durasi yang lebih pendek ) 19 .

4. Sendratari, yaitu gabungan seni drama dan seni tari. Pemainya biasanya

merupakan para penari berbakat.Rangkaian peristiwa diwujudkan dalam bentuk

tari tanpa dialog, hanya diiringi narasi singkat agar penontoh menegtahui cerita

yang akan dipentaskan.

5. Tablo, merupakan drama yang ditampilkan tanpa dialog, tetapi menonjolkan

gerak. Sehingga kekuatan cerita juga sangat ditentukan oleh kekuatan akting

para pemainya 20 .

6. Drama Laga / Action a. Modern , cerita drama yang lebih banyak menampilkan adegan perkelahian

atau pertempuran, namun dikemas dalam setting yang modern.

b. Tradisional , cerita drama yang juga menampilkan adegan laga, namun

dikemas secara tradisional.

7. Melodrama Skenario jenis ini bersifat sentimental dan melankolis. Ceritanya cenderung

terkesan mendayu-dayu dan mendramatisir kesedihan. Emosi penonton

dipancing untuk merasa iba pada tokoh protagonis. Konfliknya runtun dan padat.

Dengan konflik yang bertubi-tubi pada si tokoh akan semakin membuat

penonton merasa kasihan dan bersimpati pada penderitanya

8. Drama Sejarah. Drama sejarah adalah cerita jenis drama yang menampilkan

kisah-kisah sejarah masa lalu, baik tokoh maupun peristiwanya

B. Pengajaran Drama 1. Pentingnya Pengajaran Drama

19 Emzir dan Saifur Rohman. Teori Apresiasi dan Pengajaran Sastra ( Jakarta : Raja Grafindo Pustaka, 2015) h.26620 Ibid. 267

Pembelajaran apresiasi drama yang diharapkan pada dasarnya adalah segi

apresiasinya, yang melibatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor 21 . Itulah

sebabnya, kegiatan apresiasi drama di kalangan para siswa merupakan masalah

yang harus ditangani bersama. Di samping memiliki pengetahuan yang layak

mengenai drama, diharapkan para siswa memiliki atensi yang pantas terhadap

kegiatan drama. Bahkan bila dimungkinkan mampu melakukan kegiatan praktik

berupa pementasan drama.

Beberapa hal positif yang dapat diperoleh siswa dari pengajaran drama adalah: (1) cara efektif uuntuk menolong siswa memahami konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan sifat-sifat manusia yang abstrak ; (2) melatih kemampuan anak untuk berkonsentrasi ; (3) membantu daya ingat siswa dalam pelajaran ; (4) mendapatkan kesan emosi yang mendalam ; (5) mampu mengekspresikan emosi-emosi tertentu; (6) meninggikan rasa percaya diri; (7) membangun kerjasama dalam kelompok; (8) mendorong berkreasi dan mengembangakan bakat yang ada 22 .

Selanjutnya, menurut Ki Hajar Dewantara, sandiwara (drama)   merupakan alat pandidikan yang baik. Dalam sandiwara itu terdapat dasar-dasar pendidikan yang bersifat kesenian   (aesthetisch),   kebajikan   (ethisch)   dan religius (uniuk mengajarkan agama), sosial (untuk mengajarkan laku bermasayarakat). 23

Jadi implikasi pengajaran drama dalam pendidikan adalah menunjang

ketrampilan berbahasa,meningkatakan pengetahuan siswa, meningkatkan cipta,

rasa , dan karsa siswa , mengembangakan pembentukan karakter siswa,

meningkatkan ketrampilan interaksi sosial, penguasaan diri dan meningkatkan daya

kreasi.

2. Strategi Pengajaran Drama

Ada dua jenis strategi pengajaran drama berdasarkan aspek drama sebagai

karya sastra yang berupa teks dan strategi pengajran drama yang berupa

pementasan 24 , yaitu :

a. Strategi Pengajaran Teks Drama (Sebagai Karya Sastra)

21Harjon, Basri. Teori dan Pengajaran Drama. 8 Desember 2015. http://harjonbasri.blogspot.co.id/2014/11/apresiasi-dan-pengajaran-drama.html 22 Ibid. h.27123 24 op.cit

1. Strategi strata, Strategi ini diciptakan oleh leslie stratta dan dapat diterapkan

untuk drama. Ada tiga tahap pengajaran dalam strategi ini, yaitu; (1) tahap

penjelajahan, (2) interprestasi dan (3) rekreasi..

2.     Strategi induktif Model Taba , Model ini dikemukakan oleh Hilda Taba. Model

pengajarannya bersifat induktif, dan biasanya strategi induktif cocok untuk

pembahasan sastra. Data-data sastra dapat langsung diteliti siswa, kemudian

diadakan penyimpulan-penyimpulan. Hal ini sesuai dengan pendekatan apresiasi

yang telah dikemukakan hilda Taba yaitu mengembangkan model pengajaran yang

berorientasi pada pengelolaan informasi.

3. Strategi analisis , Strategi ini disebut strategi analisis karena menitik beratkan

pada frase analisis terhadap tema sebagai hasil akhir, setelah penguraian

penokohan, plot, hubungan sebab akibat dan sebagainya, yang kemudian disusul

dengan pemahaman hal atau unsur yang abstrak dari naskah drama. S.H burton

menyatakan bahwa yang harus dianalisis adalah makna harfiah dari naskah, sikap

pengarang terhadap tuliasnya dan pembacanya tujuan yang hendak dicapai melalui

tulisannya, jenis, dan gaya tulisan tersebut.

5.Strategi sinektik atau Model Gordon , Strategi ini dikembangkan oleh Gordon dalam bukunya The Metaforical Way of Learning knowling. Dalam strategi ini

dikombinasikan oleh beberapa unsure yang berbeda dan nyata. Treffenger

memasukan metode ini dalam pembentukan kreatifitas pada tahap kedua.

6. Role playing atau Bermain Peran , Sebetulnya metode ini termasuk pementasan drama yang sangat sederhana. Peran diambil dari kehidupan nyata

sehari-hari (bukan imajinatif). Dari aspek role flying dapat dicapai aspek perasaan,

sikap, nilai, persepsi, keterampilan memecahkan masalah, dan pemahaman

terhadap permasalahan pokok.

7.Simulasi , Arti sederhana dari simulasi adalah ”peniruan dari keadaan yang

sebenarnya”. Dari masa orde baru simulasi ini banyak sekali digunakan untuk

penataran P/04 dari tingkat kampung sampai tingkat nasional (penulis adalah

manggala BP/07). Strategi simulasi adalah strategi untuk memberikan kemungkinan

murid agar ia dapat menguasi suatu ketrampilan melalui latihan dalam situasi tiruan.

3. Strategi Pembelajaran Drama Pentas a. Pementasan drama di kelas

Pementasan drama di kelas terkait pelajaran bahasa indonesia aspek sastra

dapat berupa pementasan satu naskah drama oleh satu kelompok, dapat berupa

kelompok atau kelompok-kelompok yang dibentuk dari seluruh murid di kelas. Pada

waktu pementasan, murid yang tidak mendapatkan giliran berpentas dapat ditugasi

sebagai pengamat. Yang dipentaskan tentulah drama-drama pendek denagn durasi

30 menit sampai 35 menit sehingga tersisa waktu diskusi dalam satu jam pelajaran.

Jika ada jam pelajaran yang berurutan, dapat mementaskan drama denagn durasi

60 menit.

b. Pementasan drama oleh teater sekolah Pementasan oleh teater sekolah dapat memilih teks drama karya dramawan

dengan durasi lebih dari satu jam(rata-rata 90 menit sampai 180 menit). Untuk

pementasan sekolah hendaknya di pilih naskah-naskah yang kominakatif, yang

mudah dipahami, memiliki konflik batin yang kuat dan atraktif.

Untuk dapat menyampaikan materi pembelajaran drama dengan baik diperlukan

tenaga pengajar yang benar-benar mampu dan menguasai seluk-beluk drama, baik

secara teori maupun praktik. Penguasaan teori dan praktik secara bersama sangat

penting agar nantinya para siswa mampu menerapkan teori yang diperolehnya pada

saat proses belajar mengajar berlangsung, ke dalam bentuk praktik pementasan

naskah drama. Untuk dapat menghasilkan hasil pementasan yang bermutu, tentu

saja diperlukan keterlibatan bimbingan tenaga pengajar yang kompeten.

4. Prosedur dan Contoh Pembelajaran Drama a. Prosedur dan Aspek-Aspek Pembelajaran Drama

Dalam suatu pementasan drama, tidak dapat dilaksanakan secara individual tetapi senantiasa bersama dengan orang lain. Suasana itulah yang menyebabkan drama juga disebut sebagai seni kolektif (collective art). Selain sebagai seni kolektif, drama juga merupakan seni campuran (synthetic art). Disebut demikian oleh karena untuk kepentingan pementasan dalam drama memerlukan keterlibatan unsur-unsur seni lain seperti tari (gerak), Seni musik (suara), seni lukis (dekorasi/panggung), seni sastra (kata). Unsur-unsur tersebut terangkum menjadi satu di dalam memberi ciri drama.

Selanjutnya secara rinci disajikan tahap-tahap pembelajaran apresiasi drama 25 . Tahapan tersebut, yaitu:  

1. pelacakan pendahuluan,   2. penentuan sikap praktis,

25 Yandi, Kanjeng. Pembelajaran Apresiasi Drama. 11Desember 2015. http://yandikanjeng.blogspot.co.id/2012/01/pembelajaran-apresiasi-drama.html

3. introduksi,   4. penyajian, 5. diskusi,   6. dan pengukuhan

Pada tahap pendahuluan guru melakukan kegiatan pemahaman sederhana terhadap naskah drama yang dijadikan bahan pengajaran. Pada tahap ini guru berupaya memahami tema, hal yang menarik, nilai-nilai yang ada, dan sebagainya. Guru dengan sejumlah bekal yang dimiliki berusalra "mengenali" dulu naskah drarna yang akan dibahas bersama siswa.

Pada tahap penentuan sikap praktis, guru menentukan langkah-langkah praktis yang akan ditempuh dalam proses pembelajaran. Mencatat hal-hal penting yang perlu mendapat perhatian misalnya menyangkut tokoh-tokoh yang terlibat dalam drama, peralatan yang dibutuhkan, cara atau metode apa yang akan digunakan untuk mengajarkan drama tersebut dan sebagainya. Kernudian juga rnelakukan pengenalan dengan mencari sejumlah informasi pendukung berkaitan dengan keberadaan naskah. Siapa pengarangnya, siapa penerbitnya, jumlah halaman, kadar atau kandungan isinya.

Tahap introduksi atau pengantar merupakan tahapan pembuka sebelum masuk pada penyajian. Pada tahap introduksi ini guru dapat mengajak siswa untuk mengingat pengalaman-pengalaman yang berkesan masing-masing siswa. Agar dapat teraran, pengalaman-pengalaman siswa tersebut sedapat mungkin dihubungkan dengan tema atau pokok permasalahan yang ada dalam drama yang akan dijadikan bahan pengajaran. Setelah melakukan introduksi atau pengantar, guru dapat langsung masuk pada tahapan penyajian materi. Berdasarkan strategi yang telah dipilih, proses pembelajaran dapat langsung dilaksanakan. Pada tahap penyajian perlu dipertimbangkan waktu yang tersedia, berapa pertemuan yang diperlukan untuk membahas drama tersebut.

Tahap selanjutnya adalah tahap diskusi. Pada tahap ini guru bersama-sama siswa mendiskusikan permasalahan yang muncul selama proses belajar mengajar. Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menyampaikan pendapatnya. Guru dapat memberikan sejumlah pertanyaan yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi dengan siswa. Pada prinsipnya, tahap diskusi sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai upaya pengukuhan terhadap perolehan belajar siswa. Hal-hal pokok yang mendapatkan perhatian, dibahas dan diulas kembali oteh guru. Kegiatan pengukuhan perlu dilakukan untuk menguatkan perolehan pengejahuan dalam diri siswa.

b. Contoh Pembelajaran Drama ( Apresiasi Naskah Drama )

Sebagai contoh pengajaran drama sesuai dengan tahapan-tahapn di atas. Drama yang dijadikan bahan pengajaran berjudul "Desir Cemara di Tingkap", karya Ustaji PW. Naskah drama itu dimuat pada Antologi Naskah Drama, yang diterbitkan oleh Balai Bahasa Yogyakarta.

1) Pelacakan Pendahuluan

Drama ini bercerita tentang kehidupan sekelompok orang yang tergabung dalam rombongan sirkus atau akrobatik. Sebagai rombongan sirkus maka mereka harus selalu siap untuk memberi hiburan kepada para penonton. Itulah masalah menarik yang ingin ditampilkan oleh drama ini. Setiap saat mereka selalu tampil gembira dan bahagia di hadapan penonton, namun sebenarnya dibalik panggun6, dibalik k.egernbiraan tersebut banyak masalah yang harus dihadapi.

Hidup ini adalah sandiwara, Kita harus pandai memainkan peran kita masingmasing. Menurut para penonton, setelah layar panggung dibuka, saat itulah sandiwara dimulai. Anggapan itu salah. Bagi kelompok sirkus itu, setelah layar diturunkan dan penonton bubar, dan para pemain sirkus sibuk dengan urusan hidup masing-masing, barulah sandiwara yang sebenarnya dimulai.

Drama ini bercerita tentang persekongkolan antara Si Bos dengan Si Tua untuk mencelakai Si Buruk dan adiknya, Natalia. Si Bos ingin menguasai harta warisan milik Si Buruk dan Natalia. Pada malam itu Si Buruk dipilih untuk bermain akrobatik. tali dan Si Bos sudah merencanakan untuk rnembuat jebakan-jebakan agar Si Buruk terbunuh. Namun niat jahat itu tidak berhasil karena dibongkar oleh Si Manis.

Pelaku dalam drama ini berjumlah 10 orang. Peran-peran yang ada adalah  

1. Si Tua,   2. Si Buruk,   3. Si Manis,   4. Si Centil,   5. Si Pincang,   6. Si Beo,   7. bak Yu,   8. Carfa,   9. Pedro, 10. Natalia.  

Ditambah satu tokoh yaitu Si Bos, tetapi tokoh Si Bos hanya disebut-sebut dalam cerita dan tidak pernah dimunculkan ditengah tokoh-tokoh yang lain.

2) Penentuan Sikap Praktis

Setelah guru mengenal dengan sungguh-sungguh naskah drama ini, selanjutnya guru menandai hal-hal yang dianggap menarik dari drama tersebut. Melakukan identiftkasi terhadap tokoh-tokoh yang ada, seperti bagaimana watak dan sifat Si Tua, orang tua yang scring menasehati tetapi terlibat dalam persengkokolan. Si Beo yang mempunyai.sifat egois, selalu ingin menunjukan kekuatannya. Si Centil adalah orang suka mencampuri urusan orang lain, mau tahu urusan orang lain. Guru, juga perlu rnenandai kata-kata atau dialog yang mengandung nilai dan menjadi kekuatan drama. Dialog-dialog yang mengandung pokok pikiran, perlu dipikirkan bagaimana cara pengucapannya, lagu kalimatnya, pelafalannya dan sebaginya.

Pada tahap penentuan sikap praktis ini, guru sudah mulai memikirkan cara yang efektif agar siswa dapat mengikuti pembelajaran drama dengan baik. Salah satu yang dapat dilakukan adalah menugaskan siswa untuk membaca naskah drama itu di rumah, bisa seminggu sebelum pelajaran dimulai. Dengan demikian siswa sudah pernah tahu dan mengenal wujud naskah yang dijadikan bahan pengajaran.

3) Introduksi

Tahap introduksi atau pengantar merupakan tahapan pembuka sebelum masuk pada penyajian. Pada tahap introduksi ini guru dapat mengajak siswa untuk mengingat pengalman-pengalaman yang berkesan yang pernah dialami. Guru dapat mulai dengan pertanyaan-pertanyaan seperti, Siapakah yang pernah rnelihat pertunjukkan sirkus? Apakah anak-anak pernah tahu kehidupan para pemain sirkus itu.

4) Penyajian

Setiap siswa sudah memhaca dan mempelajari naskah drama di rumah. Pada saat di kelas, guru sebaiknya menunjuk beberapa siswa untuk rnenjadi peraga dan membaca di depan. Naskah yang dibaca di depan kelas, dipilih pada bagian yang menarik baik dari dialognya maupun dari isinya. tentunya siswa yang dipilih yang dapat membaca dengan baik. Setelah dirasa cukup, dilanjutkan dengan pembacaan secara bersama-sama seluruh siswa. Pada saat pembacaan ini, sambil dibayangkan kira-kira bagaimana kata, dialog atau kalimat itu harus dibaca. Bagaimana suasana pembacaan yang tepat dengan isi dialog tersebut. Apabila terjadi kesalahan dalam membaca, sebaiknya guru jangan langsung   memberikan pembacaan untuk membenahi kesalahan. Sernentara waktu kesalahan itu dibiarkan saja, dan siswa disuruh terus membaca dengan disertai beberapa contoh dari guru.

Kemudian guru memilih bagian atau penggalan dialog tertentu dalam drarna untuk dicoba dimainkan atau diperagakan di kelas. Penyajian selanjutnya, guru menyuruh beberapa siswa untuk tampil di kelas. Siswa-siswa tersebut disuruh me!akukan adegan-adegan yang ada dalam drama. Karena siswa belum menghafal naskah, masih mungkin pada latihan bermain peran ini siswa masih membaca naskah. Akan tetapi pembacaannya sudah disertai dengan penjiwaan terhadap tokoh yang diperankan. Tentu saja peran guru sebagai pembirnbing dan pengatur laku (sutradara) masih dibutuhkan.

4) Diskusi

Setelah diadakan proses pembacaan dan peragaan singkat, kemudian siswa diajak untuk membicarakan unsur-unsur drama seperti tema, alur, tokoh, latar, pesan dan sebaginya. Tentu saja proses pembicaraan terhadap unsur-unsur tersebut tetap dilandasi pengetahuan tentang drama yang dimiliki oleh guru. Siswa langsung belajar tentang unsur-unsur drama dengan melakukan identifikasi terhadap naskah drama tersebut.

Pada tahap diskusi ini guru menyiapkan sejumlah pertanyaan untuk mempermudah membangkitkan partisipasi siswa. Berikut ini beberapa pertanyaan yang dapat dijadikan bahan diskusi.

Megapa tiba-tiba Si Pincang marah-marah?Siapakah yang dipilih Si Bos untuk bermain akrobatik tali pada malam itu?   Apakah pekerjaan mereka sehari-hari?Apakah rnaksud Si Beo dengan mengatakan bahwa hidup ini penuh dengan permaianan?Si Beo juga berkata bahwa hidup ini sandiwara. Apa maksudnya?Mengapa kita tidak boleh membenci dan mendendam?Siapakah yang bersekongkol untuk mencelakai Si Buruk?Mengapa Carla ingin pulang kampung?Bagaimanakah watak Si Centil?Bagiamanakah akhir cerita drama ini?Mungkinkah peristiwa yang dialami tokoh-tokoh dalam drarna itu terjadi dalam kenyataan hidup sehari-hari?Jika Anda mengalami masalah seperti yang dialami oleh tokoh Si Buruk, apa yang akan Anda lakukan?

5) Pengukuhan

Dalarn proses belajar mengajar, upaya pengukuhan dilakukan agar sesuatu yang   telah diperoleh siswa dapat menjadi "miliknya". Dengan pengukuhan itu sejumlah informasi dan pengetahuan dapat benar-benar dipahami oleh siswa. Pada akhirnya siswa dapat dinyatakan telah menguasai materi yang diajarkan.

Pada tahap pengukuhan dalarn proses pembelajaran drama ini, yang dapat dilakuka.n oleh guru antara lain dengan memberi penegasan kembali terhadap nilai-nilai, yang ada dalam drama tersebut. Siswa diajak untuk merenungi dan meneliti masalah tersebut dikaitkan dengan kehidupan mereka masing-masing. Apakah yang harus dilakukan dan sikap yang bagaimana yang harus diambil bila menghadapi masalah seperti yang ditampilkan dalam drama. Idealnya, siswa dapat mengidentifikasikan dirinya, dihubungkan dengan tokoh-tokoh yang ada dalam drama. Hal yang berhubungan dengan pengetahuan atau teori drama, juga perlu mendapat perhatian dalam tahap pengukuhan ini. Guru perlu memberi penekanan dengan ,memberi penjelasan ulang secara singkat mengenai unsur-unsur drama yang sudah dipelajari bersama.

c. Contoh Pembelajaran Drama Pementasan

1. Pengantar

Puncak dari belajar drama adalah upaya pementasan. Hal itu sesuai dengan hakikat drama yang merupakan seni pentas. Dalam arti bahwa proses belajar mengajar tidak hanya berhenti pada pembelajaran yang bersifat reseptif atau pemaharnan tetapi juga diupayakan ke arsh produktif-kreatif. Untuk kepentingan pembelajaran drama, pementasan yang dilakukan tentu alam pengertian

pemeritasan sederhana. Dalam persiapan pementasan tidak arus seluruh kelengkapan panggung disediakan. Sebagai latihan tahap awal guru dapat rnengambil bagian atau babak dalam drama yang mungkin untuk dipentaskan. agar setiap siswa dalam kelas dapat memperoleh kesempatan berproses, guru dapat rnembentuk kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok dapat disesuaikan dengan pemain yang dibutuhkan. Yang penting, adalah guru harus bertindak sebagai sutradara yang baik. ersama-sama siswa mempersiapkan pementasan sederhana. Sebaiknya tidak perlu terlalu khawatir dengan keberadaan fasilitas. Pasalnya, tidak ada gedung atau aula yang baik, maka guru dapat mencari alternatif tempat lain yang sekiranya memadai untuk melakukan latihan.

b. Pemilihan Naskah

Naskah yang akan dijadikan bahan pementasan hendaknya yang dapat dan mungkin untuk dimainkan (Actable). Naskah yang dipilih juga sedapat mungkin disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan serta sesuai dengan alam jiwa siswa (Brahim, 1968:158). Lebih lanjut Brahim rnenjelaskan bahwa naskah yang dapat dimainkan terutama ditinjau dari segi praktisnya. Tidak membutuhkan dekorasi yang sukar dan tidak berubah-ubah setingnya, serta tidak membutuhkan perlengkapan yang tidak mungkin dibawa ke panggung. Hal yang lebih penting naskah tersebut sesuai dengan kesanggupan pemain dan sutradara (dalam hal ini guru). Dari segi bahasa, pilihan katanya, bentuk-bentuk dialog yang ada berupa kata-kata yang hidup, lancar, dan cair.

Barangkali permasalahan klasik yang sering ditemui adalah permasalahan nanaskah. Sulit mendapatkan naskah yang baik. Kalau naskah tidak ada, ya harus cari. Idealnya seharusnya Anda sebagai guru sekaligus menjadi pemburu naskah. pabila. memungkinkan, dalam upaya mendapatkan naskah dapat melibatkan swa. Dengan melibatkan siswa dalam pencarian naskah, memberi kesempatan swa untuk melakukan apresiasi sederhana.

Pada prinsipnya untuk mengatasi kekurangan naskah, guru harus dapat rtindak kreatif. Bahkan juga sangat mungkin guru membuat naskah sendiri.

Dalam Erembuatan nanaskah itu pun dapat dilakukan bersama-sama siswa. Yang penting, sebagai guru jangan cepat merasa putus asa. Tidak ada kata menyerah untuk melakukan pembelajaran apresiasi drama.

c. Penentuan Pemain

Sesuai dengan tujuan pementasan yaitu dalam rangka proses pembelajaran drama, maka pertimbangan utama dalam penetuan pemain adalah supaya seluruh siswa dapat terlibat dan menikmati pementasan. Oleh karena itu, dalam menentukap pemain atau pemeran yang cocok dengan tokoh yang akan dimainkan, guru dapat menggunakan kriteria sederhana yaitu keadaan fisik dan kejiwaan. Pertimbangan fisik dan kejiwaan siswa, disesuaikan dengan karakter tokoh yang akan dibawakan. Tentu saja sebelum menentukan siapa pemeran tokoh tertentu, guru harus sudah memiliki interpretasi terhadap watak, sifat, dan karakter tokoh-tokoh yang ada dalam naskah drama. Dalam tahapan pembelajaran, pengenalan siapa sebenarnya tokoh-tol:oh dalam naskah dilakukan pada saat pelacakan pendahuluan. Sebagai contoh,

untuk berperan sebagai tentara, dipilih siswa yang metniliki postur tubuh tinggi dan badan tegap serta suara yang keras. Untuk tokoh seorang guru, dipilih siswa yang punya sifat pendiam, sabar dan sebagainya.

Di samping masa!at pemain, hal yang perlu diperhatikan adalah masalah kerabat kerja. Drama merupakan pekerjaan kolektif, karena drama merupakan sebuah seni pentas. Oleh karena itu, selayaknya dalam proses pementasan ini juga dikembangkan organisasi pelaksana pementasan yang mencerminkan kepaduan seni tersebut (Ardiana, 1993:231}. Sekaligus juga memberi kesempatan kepada siswa untuk ber!atih bekerja sama dan bertanggung jawab terhadap tugas tnasingmasing.

d. Latihan-Latihan Dasar Drama

Sebelum masuk pada latihan ini untuk penggarapan naskah pementasan, sebaiknya siswa juga dikenalkan dengan dasar-dasar bermain drama secara praktis. Latihan dasar-dasar bermain drama biasanya meliputi  

1. latihan gerak,   2. latihan suara/bunyi, dan   3. latihan akting.

Seorang pemain agar dapat membawakan perannya dengan baik harus dapat menguasai urat-urat tubuhnya sehingga dapat digerakkan untuk menghasilkan gerakan-gerakan yang baik (Brahim, 1968:160). Untuk itu perlu diadakan latihan-latihan gerak agar dapat menghasilkan kelenturan gerakan tubuh serta kekuatan otot tubuh. Banyak cara yang dapat dilakukan utnuk latihan dasar ini. Misalnya, latihan rnenari dengan musik, olah raga (silat), karate, senam dan sebagainya. Dengan latihan itu diharapkan siswa memiliki gerakan-gerakan tubuh yang reflek berdasarkan tuntutan naskah, dan tidak merasakan canggung untuk melakukan sesuatu.

Sehubungan dengan latihan dasar suara atau bunyi bertujuan agar siswa dapat merasakan perasaan yang terkandung dalam suatu 4capan dan mengucapkannya sesuai dengan perasaan. Dalarn percakapan rnemperlihatkan pembelajaranasi dan intonasi yang jelas dan irama yang hidup. Konsonan dan vokal hendaklah jelas artikulasinya. Latihan-latihan bunyi dapat dilakukan dalam alam terbuka, seperti di pantai, di daerah pegunungan dan sebagainya. Berikut ini disajikan latihan suara yang dikemukakan oleh Adjib Hamzah (1985:216-128). latihan suara terkait erat dengun organ   tenggorokan . Ikutilah urutan latihan berikut ini vokal dan konsonan tertentu.  

Menguaplah dengan bebas; terasa tenggorokan terbuka dan tidak tegang   . Tariklah nafas dalam-dalam, rahang tetap rileks, dan berpikirlah bahwa tenggorokan Anda terbuka lebar. Kemudian hembuskan nafas perlahan.

Ucapkanlah vokal a, i, u, e, o berulang-ulang terus. Setiap pengulangan volume suara dan kecepatan ditambah. Ulangi terus dengan tetap menambah volume dan kecepatan suara sampai puncak volume dan kecepatan suara Anda.

Pada saat latihan di alam terbuka seperti di pantai, ucapkanlah dengan suara yang sekeras-kerasnya seakan-akan Anda ingin mengalahkan suara deburan ombak.

Selanjutnya latihan akting digunakan untuk kepentingan rnembawakan dan menghidupkan dialog teks. Untuk rnembawakan dan menghidupkan dialog perlu diolah gerak dan ekspresi wajah para pemain. Latihan ini sebaiknya dilaksanakan setelah siswa yang memegang peran sudah hafal dengan naskah drama. Dalarn latihan akting, siswa dikenalkan dengan berbagai contoh ekspresi gerak wajah yang rnenggambarkan sikap, watak, perilaku dari tokoh yang diperankan.  

e. Pementasan dan Evalauasi

Hari pementasan biasanya sangat menegangkan. Semua berharap-harap cemas. Berhasilkah, atau gagalkah? Sebelum diadakan pementasan perlu diadakan pengecekan secara keseluruhan. Bila perlu dilakukan kegiatan pementasan pendahuluan atau pementasan gladi resik sebelum pementasan yang sesungguhnya. Setelah pementasan usai pertu dilakukan evaluasi sampai di manakah hasil pementasan itu. Bahkan bila perlu guru dapat menghadirkan ahli dari luar atau meminta masukan dari guru-guru lain tentang pementasan tersebut. Masukan dan kritikan rnerupakan hal yang penting untuk proses belajar selanjutnya.

Yang perlu diingat bahwa target pementasan yang dilakukan tetap dalam rangka pembelajaran drama. Pelaksanaan kegiatan berekspresi drama di sekolah bukan untuk mencetak aktor atau produser melainkan dalam rangka membantu anak didik berkembang menjadi manusia yang matang seutuhnya. Oleh karena itu, bagaimanapun hasilnya, bukan merupakan tujuan utama. Tujuan utama adalah agar siswa dapat melakukan kegiatan apresiasi secara langsung dalam rangka mencari pengalaman baru.

c. Aspek Penilaian Pembelajaran Drama

Penilaian kompetensi siswa dalam pembelajaran drama tertulis ( analisis drama bentuk teks) dapat menggunakan teknik tes lisan, taya jawab dan diskusi. Bentuk instrumenya dapat berbentuk pilihan ganda atau uraian bebas. Sedangkan penilaian pemeragaan lakon dapat menggunakan rubrik. Berikut contoh rubrik penilaian drama pementasan atau pemeragaan tokoh.

Rubrik penilaian kompetensi pemeragaan tokoh

KOMPONEN Nama Siswa1 2 3 4 5

1. Kemunculan pertama (mantap dan memberikankesan yang baik?)2. Ekspresi wajah (sesuai dengan karakter tokoh?)3. Pandangan mata dan gerak anggota tubuh (sesuaikarakter tokoh?)4. Gerakan (sesuai karakter tokoh?)5. Ucapan (sesuai karakter tokoh?)6. Intonasi (sesuai karakter tokoh?)

7. Pengaturan jeda (pengaturan jeda tepat sehinggakalimat mencerminkan karakter tokoh?)8. Intensitas dan kelancaran berbicara (konsisten?)9. Diksi yang digunakan (sesuai karater tokoh?)10. Cara berdialog untuk menggambarkan karaktertokoh (sesuai karakter tokoh?)Jumlah

BAB III

KESIMPULAN

Perkembangan pengajaran sastra ( drama ) dalam pendidikan di negara kita

mengalami dinamika yang pasang surut. Dinamika ini terkait dengan pembudayaan

apresiasi dan pajanan pengajaran sastra ( drama ) yang seringkali mendapat tempat

yang sempit dalam pendidikan bahasa. Pendidikan bahasa lebih didominasi oleh

pengajaran linguistik. Pengajaran sastra dalam dunia pendidikan belakangan justru

hanya menjadi alat penghela ilmu peegtahuan lain. Pengajaran sastra kehilangan

fungsinya sebagai ilmu makna.

Apresiasi sastra (drama) merupakan penghargaan, penilaian, dan pengertian

terhadap karya sastra (drama), baik yang berbentuk teks maupun pementasan.

Karakteristik dan unsur – unsur drama, dan nilai – nilai positif yang terkandung

dalam drama jika diterapkan sesuai porsi dan metode yang tepat, dapat memberi

meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasikan karya sastra baik dalam aspek

kognitif, afektif, dan psikomotor.

Pembelajaran drama dengan metode, strategi, teknik pembelajaran yang tepat

dan evaluasi kompetensi siswa dengan tepat, pada giliranya akan menigkatkan

potensi diri siswa dalam berbagai dimensi. Tidak hanya berupa peninngkatan

penegtahuan kognitif, tapi juga keterampilan emosional, keterampilan sosial ,

pengaktualisasian karakter dan pengembangan bakat.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, R. Sarjono dkk. 2006 . Mengatar Sastra Ke Tengah Siswa . Jakarta : Yayasan

Indonesia dan Majalah Sastra Horison.

Basri, Harjon. ”Teori dan Pengajaran Drama”. 8 Desember 2015.

http://harjonbasri.blogspot.co.id/2014/11/apresiasi-dan-pengajaran-drama.html

Emzir dan Rohman, Saifur. 2015 . Teori Apresiasi dan Pengajaran Sastra . Jakarta :

Raja Grafindo Pustaka.

Kinayati, Djoyosuroto Surastina. 2006. Analisisi Teks Sastra DanPengajaranya.Jakarta : Penerbit Pustaka.

Kinayati, Djoyosuroto Surastina. 2009 . Pemebelajaran Apresiasi Sastra - Sebagai Sarana Pengembagan Kreatifitas Guru . Jakarta : Pustaka Book Publisher.

Lutters, Elizabeth. 2006 . Kunci Sukses Menulis Skenario. Jakarta: Grasindo.

Navigasi Post-Selasar Bahasa dan Sastra Indonesia. 11 Desember 2015.https://bektipatria.wordpress.com/2013/10/27/mata-pelajaran-bahasa-indonesia-dalam-kurikulum-2013/

Priyatni , Endah Tri. 2010 . Membaca Sastra Dengan Ancangan Literasi Kritis.

Jakarta : Bumi Aksara.