apresiasi pengajaran drama
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
Mengapresiasi teks sastra bagi penikmat sastra biasa ( the common reader )
berbeda dengan pelajar dan mahasiswa, mereka adalah pembaca serius ( the real
reader ). Selain rekereasi , tujuan mereka adalah menganalisis karya sastra 1 .
Sebagaimana yang diungkapakan oleh Renne Wellek dan Austin Waren bahwa
tujuan apresiasi sastra adalah memperoleh kebermanfaatan ( utile ) dan kesenangan
( dulce ). Bagi pembelajar kebermanfaatan dapat menambah kecendekiaan dan
keakademikan dalam memahami sastra.
Drama merupakan salah satu jenis teks sastra yang mengacu pada dua aspek,
yaitu drama sebagai karya sastra yang berupa naskah dan pementasan yang
berupa lakon atau pementasan. Drama dalam kaitanya dengan tujuan apresiasi
diatas, layak untuk diapresiasi dan diajarkan sebagai implemetasi pegajaran sastra
dalam tiga aspek yaitu ketrampilan berbahasa,keluasan wawasan dan budi pekerti,
kreatifitas produktif, dan kebanggaan pada khasanah budaya bangsa.
Namun tujuan tersebut belum terselenggara dengan baik, terkait dengan
masalah pengajaran sastra, yang telah menjadi masalah klasik namun tetap up to
date karena selalu menjadi polemik. Dari masalah yang berkaitan dengan rendahnya
apresiasi siswa dan masyarakat, dinamika pengajaran sastra dalam kurikulum,
sampai pada pengajaran sastra dari guru yang bukan sarajana sastra. Mengatasi
masalah- masalah yag berhubungan dengan pengajaran sastra , Himpuan Sarjana
Kesusastraan Indonesia (HISKI) selalu mencari solusinya 2 , namun belum secara
terperinci menemukan titik terang tentang contoh pengajaran sastra yang ideal yang
dapat dijadikan alternatif pembelajaran.
Taufik Ismail menyatakan bahwa selama lebih dari enam puluh tahun pendidikan
sastra selama ini berjalan tanpa mewajibkan pembelajar untuk membaca dan
menulis karya sastra dengan kriteria minimal. Artinya pendidikan satra berjalan
dengan nol buku satra. Fakta ini merupakan bukti penurunan literasi yang drastis
1 Kinayati, Djoyosuroto Surastina. Analisisi Teks Sastra DanPengajaranya. ( Jakarta : Penerbit Pustaka. 2006) h.5 2 Kinayati, Djoyosuroto Surastina. Pemebelajaran Apresiasi Sastra - Sebagai Sarana Pengembagan Kreatifitas Guru .( Jakarta : Pustaka Book Publisher. 2009 ) h.2
dibanding sebelum tahun 1943 3 . Ketika itu siswa diwajibkan membaca minimal 25
buku sastra selama belajar di sekolah menengah atas. Ini setara dengan literasi di
Eropa dan Amerika saat ini. Siswa ketika itu wajib mengarang satu tulisan dalam
semiggu, artinya lebih dari seratus tulisan dihasilkan siswa selama di sekolah
menegah atas.
Dalam kaitanya dengan masalah apresiasi dan pengajaran sastra (drama), masalah-masalah diatas juga ditentukan oleh kebijakan pemerintah. Dalam satu dekade terakhir, pendidikan sastra sempat kurang mendapat tempat pada kurikulum 2006. Pada kurikulum 2013 sastra menjadi alat untuk menjelaskan ilmu lain tetapi esensi sastra sebagai ilmu makna terabaikan 4 . Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks pada kurikulum 2013 memang baik. Namun, materi sastra yang sangat bermanfaat untuk mengembangkan karakter dan budi pekerti peserta didik banyak dihilangkan. Kurikulum 2013 melakukan reduksi secara besar-besaran terkait dengan jenis teks sastra. Hal inilah yang juga sempat membuat sastrawan Taufik Ismail kecewa. Dari sejumlah kekayaan yang ada dalam khazanah sastra Indonesia, hanya sebagian kecil yang dimasukkan dalam kurikulum ( Horison , Juni 2013) 5 . Sastra, selain dapat menggiring anak untuk gemar membaca dan menulis, juga dapat menjadi wahana penanaman nilai-nilai kehidupan bagi manusia yang berbudaya.
. Di kelas guru merasa canggung untuk membimbing siswa mengapresiasi dan
mengaktualisasikan karya sastra (drama). Ini bukan kesalahan guru tapi berkaitan
dengan bekal pedidikan guru dalam teori sastra yang kurang memadai. Dalam
prosesnya, beban studi pendidikan guru lebih kuat kepada ilmu linguistik 6 .
Kultur yang terjadi dalam masyarakat kita juga tidak jauh dari kurangnya pajanan
teoretis sastra. Drama yang berbentuk film, sinetron, FTV dan lain sejenisnya
digemari oleh sebagian besar masyarakat termasuk pelajar. Akan tetapi hanya
bersifat reseptif saja. Hal-hal yang bersentuhan langsung secara pribadi dengan
apresiasi dan pengajaran sastra seolah hanya menjadi milik para praktisi yang
bersangkutan saja.
Dari ilustrasi diatas dapat maka dapat disimpulkan bahwa apresiasi dan
pengajaran drama yang kurang memadai dalam pendidikan secara tidak langsung
juga ditentukan oleh pajanan apresiasi dan pengajaran sastra dalam pendidikan.
3Agus, R. Sarjono dkk. Mengatar Sastra Ke Tengah Siswa. ( Jakarta : Yayasan Indonesia dan Majalah Sastra Horison, 2006 ) h.2.4Emzir dan Saifur Rohman. Teori Apresiasi dan Pengajaran Sastra ( Jakarta : Raja Grafindo Pustaka, 2015) h.2825Navigasi Post-Selasar Bahasa dan Sastra Indonesia. 11 Desember 2015.https://bektipatria.wordpress.com/2013/10/27/mata-pelajaran-bahasa-indonesia-dalam-kurikulum-2013/6 Op.cit.h.6
Masalah-masalah tersebut secara ringkas berkaitan dengan pajanan buku
sastra/teori sastra yang kurang memadai, keberadaan pengajaran sastra yang
belum memadai dalam kurikulum, kesulitan guru untuk mengajarkan sastra terkait
terbatasnya bekal guru dalam sastra dan lebih kuat ilmu linguistiknya, dan dukungan
masyarakat terutama orang tua yang juga kurang memadai.
Dengan latar belakang masalah di atas maka apresiasi dan pengajaran sastra
( drama ) penting untuk dibahas. Fokus pada pembahasan ini adalah apresiasi dan
pengajaran drama. Sub fokus pertama akan membahas apresiasi drama, sub fokus
berikutnya tentang pengajajaran drama. Apresiasi drama dalam makalah ini
dikonsepsikan sebagai penghargaan, penilaian, dan pengertian terhadap karya
sastra drama, baik yang berbentuk teks maupun pementasan. Dalam pembahasan
ini akan dikaji karakteristik dan unsur – unsur drama, dan nilai – nilai positif yang
terkandung dalam drama. Sehingga apresiasi dan pengajaran drama dapat
memberikan implikasi positif sesuai dengan tujuan pengajaran sastra.
Pengajaran sastra drama dalam pembahasan ini mengacu pada metode ,
strategi dan aspek-aspek pengajaran drama secara teori dan praktis ( drama
maupun pementasan ). Sehingga diharapkan dapat memberi manfaat positif baik
kognitif, afektif maupun psikomotor.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Apresiasi Drama
1. Pengertian Apresiasi Drama
Istilah apresiasi berasal dari bahasa Inggris "appreciate" yang berarti
menetapkan sebuah penilaian, pengertian dan kenikmatan dari sesuatu.
Mengapresiasi berarti menikmati, meghayati, sekaligus menghargai unsur-unsur
keindahan yang terpapar dalam karya sastra ( drama ) 7 . Drama menggunakan
medium bahasa yang memiliki kekhususan dibanding genre sastra yang lain.
Istilah drama berasal Bahasa Yunani drama disebut draomae ( perbuatan
meniru ) 8 . Menurut Morris 9 drama dapat didefinisiskan :
Drama term derived from Greek verbs ‘dran‘ meaning ‘act to do’
Maksudnya adalah drama berasal dari kata dran yang berarti berbuat. Menurut
Harmswoth drama adalah salah satu bentuk seni yang bercerita melalui percakapan
dan action tokoh-tokohnya 10 . Atar Semi menyatakan bahwa drama adalah cerita
atau tiruan perilaku manusia yang dipentaskan. Dengan kata lain drama adalah
karya sastra yang berisi percakapan/dialog dan action tokoh-tokohnya yang dapat
dipentaskan.
Dari kedua ilustrasi tersebut dapat disimpulkan bahwa apresiasi drama adalah
menikmati, meghayati, sekaligus menghargai unsur-unsur keindahan yang terpapar
dalam drama baik dalam aspek tertulis/naskah maupun aspek lisan/pementasan.
Untuk dapat mengapresiasi drama dengan baik, diperlukan pemahaman tentang
metode, unsur-unsur pembangun drama, dan tujuan dari apresiasi drama itu sendiri.
2. Metode Apresiasi Sastra ( Drama )
7 Aminuddin dalam Endah, Tri Priyatni. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis ( Jakarta : Bumi Aksara , 2010 ) h.258Emzir dan Saifur Rohman. Teori Apresiasi dan Pengajaran Sastra ( Jakarta : Raja Grafindo Pustaka, 2015) h.2629 Loc.cit10 Endah, Tri Priyatni. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis ( Jakarta : Bumi Aksara , 2010 ) h.182
Metode apresiasi sastra terbagi dalam tiga kategori 11 :
a. Apresiasi secara langsung
K egiatan langsung yang terwujud dalam kegiatan mengapresiasi sastra
( drama ) pada performansi, mis alnya saat Anda melihat, mengenal, memahami,
menikmati, ataupun memberikan penilaian pada drama . B entuk kegiatan itu ini
perlu dilaksanakan secara sungguh-sungguh, berulang kali, sehingga dapat
melatih dan mengembangkan kepekaan pikiran dan perasaan dalam rangka
mengapresiasi drama , baik yang dipaparkan dalam aspek naskah maupun
pementasan.
b. Kegiatan apresiasi sastra secara tidak langsung
Kegiatan ini dapat ditempuh dengan cara mempelajari teori sastra ( drama ) ,
membaca artikel yang berhubungan dengan kesastraan, baik di majalah maupun
koran, mempelajari buku-buku maupun esai yang membahas dan memberikan
penilaian terhadap suatu karya sastra serta mempelajari sejarah sastra . Kegiatan
itu disebut sebagai kegiatan apresiasi secara tidak langsung karena kegiatan
tersebut nilai akhirnya bukan hanya mengembangkan pengetahuan seseorang
tentang sastra ( drama ) , melainkan juga akan meningkatkan kemampuan dalam
rangka mengapresiasi suatu cipta sastra ( drama ) .
c. Apresiasi secara dokumentatif
Termasuk dalam kegiatan ini antara lain upaya mengumpulkan atau
mengadakan koleksi tentang hasil-hasil karya sastrawan.
3. Tujuan dan Manfaat Apresiasi Drama a. Nilai Personal
Memberi kesenangan, mengembangkan imajinasi, memberi pengalaman
yang dapat terhayati, mengembangkan pandangan ke arah persoalan
kemanusiaan, menyajikan pengalaman yang bersifat emosional;
b. Nilai Pendidikan
Membantu perkembangan bahasa, meningkatkan kelancaran-kemahiran
membaca, meningkatkan keterampilan menulis, mengembangkan kepekaan
terhadap sastra ( drama ), dan secara kreatif dapat merancang ( aspek naskah )
dan memainkan lakon ( aspek pementasan ).
11 Harjon, Basri. Teori dan Pengajaran Drama. 8 Desember 2015. http://harjonbasri.blogspot.co.id/2014/11/apresiasi-dan-pengajaran-drama.html
4. Unsur – Unsur Pembangun dan Jenis – Jenis Drama a. Unsur – Unsur Pembangun Drama
Drama dalam pengertian mengacu pada dua aspek yaitu aspek teks ( naskah
cerita ) dan aspek pementasan . Dialog para tokoh dalam drama disebut sebagai
teks utama (hauptext) dan petunjuk lakuan yang disebut teks sampingan
(nebentext ) 12 .
Bernard Shaw 13 menjelaskan bahwa dalam penulisan naskah drama harus
memberikan petunjuk panjang lebar tentang petunjuk lakuan agar tidak terjadi
penyimpangan interpretasi lakon-lakon oleh para pemainya. Namun pada
kenyataanya ada juga yang menyertakan petunjuk lauan secara sederhana dengan
membiarkan pemain menafsirkan lakon-lakon sesuai improvisasinya secara lebih
kaya.
Dari pemaparan di atas dapat dicermati bahwa drama mempunyai dua aspek
penting yaitu aspek cerita dan aspek pementasan yag berhubungan dengan seni
lakon atau teater. Apabila dirinci lebih dalam lagi sebenranya drama memiliki tiga
dimensi yaitu sastra, gerakan, dan ujaran. Oleh sebab itu naskah drama biasanya
tidak disusun untuk dibaca seperti novel atau cerpen tetapi lebih dari itu dalam
penciptaan naskah drama sudah mempertimbangkan aspek-aspek pementasanya.
a. Unsur – Unsur Pembangun Drama
Pada dasarnya drama dibangun oleh dua unsur penting , yaitu unsur intrinsik
dan unsur ekstrinsik. Drama juga memiliki pokok pikiran yang menentukan arah
drama. Pokok pikiran ini disebut dengan tema. Namun dalam kaitanya dengan
unsur-unsur pembangun drama , tema diletakkan tersendiri, baik dari unsur intrinsik
maupun unsur ekstrinsik 14 . Adapun unsur intrinsik dan ekstrinsik mencakup
beberapa hal sebagai berikut 15
1. Unsur Intrinsik
a) Judul 12 Ibid. h 18313 Ibid. h.18514 Op.cit. h.263.15 Endah, Tri Priyatni. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis ( Jakarta : Bumi Aksara , 2010 ) h.185
Judul adalah unsur esensial drama yang bukan hanya sekedar sebagai
pelengkap drama. Dari judul drama inilah secara eksplisit kita akan mengetahui
drama itu berbicara tentang apa. Judul yang baik adalah judul yang menggambarkan
keseluruhan isi drama. Ini berarti bahwa judul atau isis memiliki kesatuan atau
keutuhan makna.
b) Dialog
Pada prinsipnya drama merupakan rangkaian dialog. Dialog dalam drama
tidak sama dengan percakapan dalam kehidupan nyata, kerena dalam drama hanya
memungkinkan sedikit sekali interupsi.
Dialog dalam drama harus memenuhi dua hal, yaitu (1) harus dapat
mempertinggi nilai gerak secara baik dan wajar dan mencerminkan apa yang terjadi
dan pikiran serta perasaan para tokoh. (2) Harus baik dan bernilai tinggi. Maksudnya
adalah terarah dan teratur daripada percakapan sehari-hari. Percakapan harus jelas,
terang, dan menuju sasaran ( to the point ), artinya mengesampigkan kata-kata yang
tidak perlu.
Dialog dalam drama memiliki beberapa fungsi , yaitu :
1) Wadah penyampaian informasi kepada penonton.
2) Menjelaskan fakta atau ide-ide
3) Mejelaskan watak dan perasaan pemain.
4) Memberikan tuntunan alur kepada penonton
5) Menggambarkan tema dan gagasan pengarang
6) Mengatur suasana dan tempo permainan
Cara penulisan dialog yang lazim digunakan adalah :
1) Diawali dengan menuliskan ama tokoh
2) Diikuti tanda titik dua
3) Ujaran tokoh berupa kalimat utuh
4) Tidak ada tanda petik dalam ujaran
5) Jika ada perhentian sejenak , ditandai dengan tanda hubung.
c) Alur / Plot
Alur atau alur naskah adalah rentetan peristiwa yang terjadi dan membangun
drama yang mempunyai hubungan sebab akibat dan dirangkai sedemikian rupa dari
awal sampai akhir drama 16 . Arah alur bisa bergerak maju dari permulaan ( beginning
), pertengahan ( middle ) dan akhir ( ending ) 17 . Dalam istilah drama istilah tersebut
dikenal dengan eksposisi, komplikasi, dan resolusi. Eksposisi mendasari dan
mengatur gerak dalam masalah-masalah waktu dan tempat. Komplikasi bertugas
mengembagkan konflik. Resolusi merupakan penyelesaian yang berlangsung
secara logis dan mempunyai hubungan yang wajar dengan apa yag
mendahuluinya ,yang terdapat dalam komplikasi. Ada bagian penyela antara
komplikasi dan resolusi yang dinamakan klimaks atau turning point. Akhir drama
bisa berupa happy ending atau unhappy ending .
Arah alur dalam drama dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
- alur maju (prograsif), set cerita berjalan maju, mulai dari masa kini ke masa yang
mendatang.
- Alur mundur (regreasif). Set cerita berjalan mundur, yang mana masa kini adalah
sebuah hasil dari konflik-konflik yang terjadi pada masa lalu.
- Alur campuran, alur cerita yang mencampurkan masa kini dengan masa lalu dan
juga dengan masa depan. Di sebut juga alur bolak- balik. Cerita dengan alur ini
mengungkakpakn konflik yang belum selesai dari masa lalu, masa sekarang, dan
penyelesaian di masa depan. Saling terkait satu sama lain.
Alur dalam sebuah drama memiliki kekhususan dibanding dengan novel atau
cerpen. Kekhususan ini disebabkan oleh karakterisrik drama yang memang unik.
Secara Garis besar drma memiliki alur yang dapat dijelaskan sebagai-berikut :
1. Klasifikasi atau introduksi. Bagian ini memberikan kesempatan kepada penonton
untuk mengetahui tokoh-tokoh utama serta peran yang yang dibawakan mereka,
dan juga pengenalan pada problem atau konflik.
2. Konflik . Pelaku cerita mulai terlibat dalam satu problem pokok.
3. Komplikasi. Terjadinya persoalan baru dalam cerita atau disebut juga the rising
action . Beberapa watak mulai memperlihatkan pertentangan yang saling
16 Op.cit.h.26317 Endah, Tri Priyatni. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis ( Jakarta : Bumi Aksara , 2010 ) h.187
mempengaruhi sehingga munculah krisis demi krisis. Setiap krisis saling
memengaruhi secara kompleks.
4. Penyelesaian ( denoument ). Setiap segi pertentangan menemui penyelesaian
dan jalan keluar, baik penyelesaian yag sedih atau menyenangkan.
d) Tokoh
Tokoh merupakan motor penggerak alur. Dalam drama terdapat tokoh
sentral, tokoh bawahan, dan tokoh latar. Dilihat dari karakter tokohnya ada tokoh
protagonis dan antagonis. Karakter tokoh digambarakan melalui dialog dan lakuan
para tokoh.
e) Babak dan Adegan
Kebanyakan naskah drma dibagi dalam beberapa babak. Pembagian babak-
babak itu dilakukan dengan seksama oleh pengarang atas pertimbangan yang
matang kerena peristiwa yang dilukiskan dalam drama tidak selamanya terjadi
dalam satu tempat dan satu waktu. Jadi satu babak dalam nsakah drama adalah
bagian dari naskah drama itu yang merangkum semua peristiwa yang terjadi pada
satu waktu dan waktu tertentu.
Dalam satu babak drama dibagi lagi menjadi beberapa adegan, yang
ditentukan oleh peristiwa atau pergantian tokoh diatas pentas. Ada kalanya siatu
drma hanya terdiri dari satu babak saja , yang terdiri dari beberapa adegan.
f) Petunjuk Lakuan
Petunjuk lakuan merupakan penjelasan mengenai keadaan, suasana,
peristiwa, perbuatan, dan sifat tokoh. Yang biasanya ditandai dengan tanda kurung,
dicetak miring.
Dalam drama biasanya juga terdapat prolog yang merupakan pengantar
naskah yang berisi keterangan atau pendapat pengarang mengenai cerita yang
akan disajikan. Selain itu juga ada epilog yang berisi kesimpulan pengarang
mengenai cerita. Tetapi dalam perkembanganya kini proloh dan epilog sudah jarang
digunakan. Pengarang drama kini lebih membebaskan pembaca maupun penonton
untuk menyimpulkan atau menyikapi tentang karyanya.
2. Unsur Ekstrinsik Drama
Unsur ekstrinsik drama adalah unsur-unsur diluar teks drama namun
memengaruhi penciptaan naskah drama. Unsur ekstrisik ini bisa berupa apa yang
melatari pengarang untuk menulis sebuah naskah drama. Misalnya seorang
pengarang ingin membuat drama tentang remaja. Minimnya perhatian orang tua dan
para guru terhadap remaja yang sedang bertumbuh ini menyebabkan para remaja
dekat dengan bahaya yang dapat mengancam perkembangan mental maupun moral
mereka. Apa yag melatari penulisan drama semacam inilah yang termasuk sebagai
unsur ekstrinsik drama.
b. Jenis – Jenis Drama
Pada mulanya drama hanya terdiri dari dua jenis , yaitu tragedy dan komedi. Namun
dalam perkembanganya drama menjadi sangat beragam. Menurut Lutters, 18 jenis-
jenis drama antara lain :
1. Drama Tragedi. Cerita drama yang termasuk jenis ini adalah cerita yang
berakhir dengan duka lara, kematian, atau segala sesuatu yang tidak
menyenangkan.
2. Drama Komedi a. Komedi Situasi , cerita lucu yang kelucuannya bukan berasal dari para
pemain,melainkan karena situasinya.
b. Komedi Slapstic , cerita lucu yang diciptakan dengan adegan menyakiti para
pemainnya.
c. Komedi Satire , cerita lucu yang penuh sindiran tajam.
d. Komedi Farce , cerita lucu yang bersifat dagelan, sengaja menciptakan
kelucuan-kelucuan dengan dialog dan gerak laku lucu.
2. Drama Misteri a. Kriminal , misteri yang sangat terasa unsur keteganyannya dan biasanya
menceritakan seputar kasus pembunuhan. Si pelaku biasanya akan menjadi
semacam misteri karena penulis skenario memerkuat alibinya. Sering kali
dalam cerita jenis ini beberapa tokoh bayangan dimasukkan untuk mengecoh
penonton.
18 Elizabeth Lutters. Kunci Sukses Menulis Skenario. (Jakarta: Grasindo, 2006), p.35
b. Horor , misteri yang bercerita tentang hal-hal yang berkaitan dengan roh
halus.
c. Mistik , misteri yang bercerita tentang hal-hal yang bersifat klenik atau unsur
ghaib.
3. Opera, yaitu drama yang berisi nyanyian dan music pada sebagian besar
penampilanya. Nyanyian digunakan sebagai dialog. Opera bisa berupa opera
buffo ( cerita lucu ), opera komik ( lelucon/tidak diyanyikan ) dan operet (sejenis
opera tetapi dengan durasi yang lebih pendek ) 19 .
4. Sendratari, yaitu gabungan seni drama dan seni tari. Pemainya biasanya
merupakan para penari berbakat.Rangkaian peristiwa diwujudkan dalam bentuk
tari tanpa dialog, hanya diiringi narasi singkat agar penontoh menegtahui cerita
yang akan dipentaskan.
5. Tablo, merupakan drama yang ditampilkan tanpa dialog, tetapi menonjolkan
gerak. Sehingga kekuatan cerita juga sangat ditentukan oleh kekuatan akting
para pemainya 20 .
6. Drama Laga / Action a. Modern , cerita drama yang lebih banyak menampilkan adegan perkelahian
atau pertempuran, namun dikemas dalam setting yang modern.
b. Tradisional , cerita drama yang juga menampilkan adegan laga, namun
dikemas secara tradisional.
7. Melodrama Skenario jenis ini bersifat sentimental dan melankolis. Ceritanya cenderung
terkesan mendayu-dayu dan mendramatisir kesedihan. Emosi penonton
dipancing untuk merasa iba pada tokoh protagonis. Konfliknya runtun dan padat.
Dengan konflik yang bertubi-tubi pada si tokoh akan semakin membuat
penonton merasa kasihan dan bersimpati pada penderitanya
8. Drama Sejarah. Drama sejarah adalah cerita jenis drama yang menampilkan
kisah-kisah sejarah masa lalu, baik tokoh maupun peristiwanya
B. Pengajaran Drama 1. Pentingnya Pengajaran Drama
19 Emzir dan Saifur Rohman. Teori Apresiasi dan Pengajaran Sastra ( Jakarta : Raja Grafindo Pustaka, 2015) h.26620 Ibid. 267
Pembelajaran apresiasi drama yang diharapkan pada dasarnya adalah segi
apresiasinya, yang melibatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor 21 . Itulah
sebabnya, kegiatan apresiasi drama di kalangan para siswa merupakan masalah
yang harus ditangani bersama. Di samping memiliki pengetahuan yang layak
mengenai drama, diharapkan para siswa memiliki atensi yang pantas terhadap
kegiatan drama. Bahkan bila dimungkinkan mampu melakukan kegiatan praktik
berupa pementasan drama.
Beberapa hal positif yang dapat diperoleh siswa dari pengajaran drama adalah: (1) cara efektif uuntuk menolong siswa memahami konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan sifat-sifat manusia yang abstrak ; (2) melatih kemampuan anak untuk berkonsentrasi ; (3) membantu daya ingat siswa dalam pelajaran ; (4) mendapatkan kesan emosi yang mendalam ; (5) mampu mengekspresikan emosi-emosi tertentu; (6) meninggikan rasa percaya diri; (7) membangun kerjasama dalam kelompok; (8) mendorong berkreasi dan mengembangakan bakat yang ada 22 .
Selanjutnya, menurut Ki Hajar Dewantara, sandiwara (drama) merupakan alat pandidikan yang baik. Dalam sandiwara itu terdapat dasar-dasar pendidikan yang bersifat kesenian (aesthetisch), kebajikan (ethisch) dan religius (uniuk mengajarkan agama), sosial (untuk mengajarkan laku bermasayarakat). 23
Jadi implikasi pengajaran drama dalam pendidikan adalah menunjang
ketrampilan berbahasa,meningkatakan pengetahuan siswa, meningkatkan cipta,
rasa , dan karsa siswa , mengembangakan pembentukan karakter siswa,
meningkatkan ketrampilan interaksi sosial, penguasaan diri dan meningkatkan daya
kreasi.
2. Strategi Pengajaran Drama
Ada dua jenis strategi pengajaran drama berdasarkan aspek drama sebagai
karya sastra yang berupa teks dan strategi pengajran drama yang berupa
pementasan 24 , yaitu :
a. Strategi Pengajaran Teks Drama (Sebagai Karya Sastra)
21Harjon, Basri. Teori dan Pengajaran Drama. 8 Desember 2015. http://harjonbasri.blogspot.co.id/2014/11/apresiasi-dan-pengajaran-drama.html 22 Ibid. h.27123 24 op.cit
1. Strategi strata, Strategi ini diciptakan oleh leslie stratta dan dapat diterapkan
untuk drama. Ada tiga tahap pengajaran dalam strategi ini, yaitu; (1) tahap
penjelajahan, (2) interprestasi dan (3) rekreasi..
2. Strategi induktif Model Taba , Model ini dikemukakan oleh Hilda Taba. Model
pengajarannya bersifat induktif, dan biasanya strategi induktif cocok untuk
pembahasan sastra. Data-data sastra dapat langsung diteliti siswa, kemudian
diadakan penyimpulan-penyimpulan. Hal ini sesuai dengan pendekatan apresiasi
yang telah dikemukakan hilda Taba yaitu mengembangkan model pengajaran yang
berorientasi pada pengelolaan informasi.
3. Strategi analisis , Strategi ini disebut strategi analisis karena menitik beratkan
pada frase analisis terhadap tema sebagai hasil akhir, setelah penguraian
penokohan, plot, hubungan sebab akibat dan sebagainya, yang kemudian disusul
dengan pemahaman hal atau unsur yang abstrak dari naskah drama. S.H burton
menyatakan bahwa yang harus dianalisis adalah makna harfiah dari naskah, sikap
pengarang terhadap tuliasnya dan pembacanya tujuan yang hendak dicapai melalui
tulisannya, jenis, dan gaya tulisan tersebut.
5.Strategi sinektik atau Model Gordon , Strategi ini dikembangkan oleh Gordon dalam bukunya The Metaforical Way of Learning knowling. Dalam strategi ini
dikombinasikan oleh beberapa unsure yang berbeda dan nyata. Treffenger
memasukan metode ini dalam pembentukan kreatifitas pada tahap kedua.
6. Role playing atau Bermain Peran , Sebetulnya metode ini termasuk pementasan drama yang sangat sederhana. Peran diambil dari kehidupan nyata
sehari-hari (bukan imajinatif). Dari aspek role flying dapat dicapai aspek perasaan,
sikap, nilai, persepsi, keterampilan memecahkan masalah, dan pemahaman
terhadap permasalahan pokok.
7.Simulasi , Arti sederhana dari simulasi adalah ”peniruan dari keadaan yang
sebenarnya”. Dari masa orde baru simulasi ini banyak sekali digunakan untuk
penataran P/04 dari tingkat kampung sampai tingkat nasional (penulis adalah
manggala BP/07). Strategi simulasi adalah strategi untuk memberikan kemungkinan
murid agar ia dapat menguasi suatu ketrampilan melalui latihan dalam situasi tiruan.
3. Strategi Pembelajaran Drama Pentas a. Pementasan drama di kelas
Pementasan drama di kelas terkait pelajaran bahasa indonesia aspek sastra
dapat berupa pementasan satu naskah drama oleh satu kelompok, dapat berupa
kelompok atau kelompok-kelompok yang dibentuk dari seluruh murid di kelas. Pada
waktu pementasan, murid yang tidak mendapatkan giliran berpentas dapat ditugasi
sebagai pengamat. Yang dipentaskan tentulah drama-drama pendek denagn durasi
30 menit sampai 35 menit sehingga tersisa waktu diskusi dalam satu jam pelajaran.
Jika ada jam pelajaran yang berurutan, dapat mementaskan drama denagn durasi
60 menit.
b. Pementasan drama oleh teater sekolah Pementasan oleh teater sekolah dapat memilih teks drama karya dramawan
dengan durasi lebih dari satu jam(rata-rata 90 menit sampai 180 menit). Untuk
pementasan sekolah hendaknya di pilih naskah-naskah yang kominakatif, yang
mudah dipahami, memiliki konflik batin yang kuat dan atraktif.
Untuk dapat menyampaikan materi pembelajaran drama dengan baik diperlukan
tenaga pengajar yang benar-benar mampu dan menguasai seluk-beluk drama, baik
secara teori maupun praktik. Penguasaan teori dan praktik secara bersama sangat
penting agar nantinya para siswa mampu menerapkan teori yang diperolehnya pada
saat proses belajar mengajar berlangsung, ke dalam bentuk praktik pementasan
naskah drama. Untuk dapat menghasilkan hasil pementasan yang bermutu, tentu
saja diperlukan keterlibatan bimbingan tenaga pengajar yang kompeten.
4. Prosedur dan Contoh Pembelajaran Drama a. Prosedur dan Aspek-Aspek Pembelajaran Drama
Dalam suatu pementasan drama, tidak dapat dilaksanakan secara individual tetapi senantiasa bersama dengan orang lain. Suasana itulah yang menyebabkan drama juga disebut sebagai seni kolektif (collective art). Selain sebagai seni kolektif, drama juga merupakan seni campuran (synthetic art). Disebut demikian oleh karena untuk kepentingan pementasan dalam drama memerlukan keterlibatan unsur-unsur seni lain seperti tari (gerak), Seni musik (suara), seni lukis (dekorasi/panggung), seni sastra (kata). Unsur-unsur tersebut terangkum menjadi satu di dalam memberi ciri drama.
Selanjutnya secara rinci disajikan tahap-tahap pembelajaran apresiasi drama 25 . Tahapan tersebut, yaitu:
1. pelacakan pendahuluan, 2. penentuan sikap praktis,
25 Yandi, Kanjeng. Pembelajaran Apresiasi Drama. 11Desember 2015. http://yandikanjeng.blogspot.co.id/2012/01/pembelajaran-apresiasi-drama.html
3. introduksi, 4. penyajian, 5. diskusi, 6. dan pengukuhan
Pada tahap pendahuluan guru melakukan kegiatan pemahaman sederhana terhadap naskah drama yang dijadikan bahan pengajaran. Pada tahap ini guru berupaya memahami tema, hal yang menarik, nilai-nilai yang ada, dan sebagainya. Guru dengan sejumlah bekal yang dimiliki berusalra "mengenali" dulu naskah drarna yang akan dibahas bersama siswa.
Pada tahap penentuan sikap praktis, guru menentukan langkah-langkah praktis yang akan ditempuh dalam proses pembelajaran. Mencatat hal-hal penting yang perlu mendapat perhatian misalnya menyangkut tokoh-tokoh yang terlibat dalam drama, peralatan yang dibutuhkan, cara atau metode apa yang akan digunakan untuk mengajarkan drama tersebut dan sebagainya. Kernudian juga rnelakukan pengenalan dengan mencari sejumlah informasi pendukung berkaitan dengan keberadaan naskah. Siapa pengarangnya, siapa penerbitnya, jumlah halaman, kadar atau kandungan isinya.
Tahap introduksi atau pengantar merupakan tahapan pembuka sebelum masuk pada penyajian. Pada tahap introduksi ini guru dapat mengajak siswa untuk mengingat pengalaman-pengalaman yang berkesan masing-masing siswa. Agar dapat teraran, pengalaman-pengalaman siswa tersebut sedapat mungkin dihubungkan dengan tema atau pokok permasalahan yang ada dalam drama yang akan dijadikan bahan pengajaran. Setelah melakukan introduksi atau pengantar, guru dapat langsung masuk pada tahapan penyajian materi. Berdasarkan strategi yang telah dipilih, proses pembelajaran dapat langsung dilaksanakan. Pada tahap penyajian perlu dipertimbangkan waktu yang tersedia, berapa pertemuan yang diperlukan untuk membahas drama tersebut.
Tahap selanjutnya adalah tahap diskusi. Pada tahap ini guru bersama-sama siswa mendiskusikan permasalahan yang muncul selama proses belajar mengajar. Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menyampaikan pendapatnya. Guru dapat memberikan sejumlah pertanyaan yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi dengan siswa. Pada prinsipnya, tahap diskusi sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai upaya pengukuhan terhadap perolehan belajar siswa. Hal-hal pokok yang mendapatkan perhatian, dibahas dan diulas kembali oteh guru. Kegiatan pengukuhan perlu dilakukan untuk menguatkan perolehan pengejahuan dalam diri siswa.
b. Contoh Pembelajaran Drama ( Apresiasi Naskah Drama )
Sebagai contoh pengajaran drama sesuai dengan tahapan-tahapn di atas. Drama yang dijadikan bahan pengajaran berjudul "Desir Cemara di Tingkap", karya Ustaji PW. Naskah drama itu dimuat pada Antologi Naskah Drama, yang diterbitkan oleh Balai Bahasa Yogyakarta.
1) Pelacakan Pendahuluan
Drama ini bercerita tentang kehidupan sekelompok orang yang tergabung dalam rombongan sirkus atau akrobatik. Sebagai rombongan sirkus maka mereka harus selalu siap untuk memberi hiburan kepada para penonton. Itulah masalah menarik yang ingin ditampilkan oleh drama ini. Setiap saat mereka selalu tampil gembira dan bahagia di hadapan penonton, namun sebenarnya dibalik panggun6, dibalik k.egernbiraan tersebut banyak masalah yang harus dihadapi.
Hidup ini adalah sandiwara, Kita harus pandai memainkan peran kita masingmasing. Menurut para penonton, setelah layar panggung dibuka, saat itulah sandiwara dimulai. Anggapan itu salah. Bagi kelompok sirkus itu, setelah layar diturunkan dan penonton bubar, dan para pemain sirkus sibuk dengan urusan hidup masing-masing, barulah sandiwara yang sebenarnya dimulai.
Drama ini bercerita tentang persekongkolan antara Si Bos dengan Si Tua untuk mencelakai Si Buruk dan adiknya, Natalia. Si Bos ingin menguasai harta warisan milik Si Buruk dan Natalia. Pada malam itu Si Buruk dipilih untuk bermain akrobatik. tali dan Si Bos sudah merencanakan untuk rnembuat jebakan-jebakan agar Si Buruk terbunuh. Namun niat jahat itu tidak berhasil karena dibongkar oleh Si Manis.
Pelaku dalam drama ini berjumlah 10 orang. Peran-peran yang ada adalah
1. Si Tua, 2. Si Buruk, 3. Si Manis, 4. Si Centil, 5. Si Pincang, 6. Si Beo, 7. bak Yu, 8. Carfa, 9. Pedro, 10. Natalia.
Ditambah satu tokoh yaitu Si Bos, tetapi tokoh Si Bos hanya disebut-sebut dalam cerita dan tidak pernah dimunculkan ditengah tokoh-tokoh yang lain.
2) Penentuan Sikap Praktis
Setelah guru mengenal dengan sungguh-sungguh naskah drama ini, selanjutnya guru menandai hal-hal yang dianggap menarik dari drama tersebut. Melakukan identiftkasi terhadap tokoh-tokoh yang ada, seperti bagaimana watak dan sifat Si Tua, orang tua yang scring menasehati tetapi terlibat dalam persengkokolan. Si Beo yang mempunyai.sifat egois, selalu ingin menunjukan kekuatannya. Si Centil adalah orang suka mencampuri urusan orang lain, mau tahu urusan orang lain. Guru, juga perlu rnenandai kata-kata atau dialog yang mengandung nilai dan menjadi kekuatan drama. Dialog-dialog yang mengandung pokok pikiran, perlu dipikirkan bagaimana cara pengucapannya, lagu kalimatnya, pelafalannya dan sebaginya.
Pada tahap penentuan sikap praktis ini, guru sudah mulai memikirkan cara yang efektif agar siswa dapat mengikuti pembelajaran drama dengan baik. Salah satu yang dapat dilakukan adalah menugaskan siswa untuk membaca naskah drama itu di rumah, bisa seminggu sebelum pelajaran dimulai. Dengan demikian siswa sudah pernah tahu dan mengenal wujud naskah yang dijadikan bahan pengajaran.
3) Introduksi
Tahap introduksi atau pengantar merupakan tahapan pembuka sebelum masuk pada penyajian. Pada tahap introduksi ini guru dapat mengajak siswa untuk mengingat pengalman-pengalaman yang berkesan yang pernah dialami. Guru dapat mulai dengan pertanyaan-pertanyaan seperti, Siapakah yang pernah rnelihat pertunjukkan sirkus? Apakah anak-anak pernah tahu kehidupan para pemain sirkus itu.
4) Penyajian
Setiap siswa sudah memhaca dan mempelajari naskah drama di rumah. Pada saat di kelas, guru sebaiknya menunjuk beberapa siswa untuk rnenjadi peraga dan membaca di depan. Naskah yang dibaca di depan kelas, dipilih pada bagian yang menarik baik dari dialognya maupun dari isinya. tentunya siswa yang dipilih yang dapat membaca dengan baik. Setelah dirasa cukup, dilanjutkan dengan pembacaan secara bersama-sama seluruh siswa. Pada saat pembacaan ini, sambil dibayangkan kira-kira bagaimana kata, dialog atau kalimat itu harus dibaca. Bagaimana suasana pembacaan yang tepat dengan isi dialog tersebut. Apabila terjadi kesalahan dalam membaca, sebaiknya guru jangan langsung memberikan pembacaan untuk membenahi kesalahan. Sernentara waktu kesalahan itu dibiarkan saja, dan siswa disuruh terus membaca dengan disertai beberapa contoh dari guru.
Kemudian guru memilih bagian atau penggalan dialog tertentu dalam drarna untuk dicoba dimainkan atau diperagakan di kelas. Penyajian selanjutnya, guru menyuruh beberapa siswa untuk tampil di kelas. Siswa-siswa tersebut disuruh me!akukan adegan-adegan yang ada dalam drama. Karena siswa belum menghafal naskah, masih mungkin pada latihan bermain peran ini siswa masih membaca naskah. Akan tetapi pembacaannya sudah disertai dengan penjiwaan terhadap tokoh yang diperankan. Tentu saja peran guru sebagai pembirnbing dan pengatur laku (sutradara) masih dibutuhkan.
4) Diskusi
Setelah diadakan proses pembacaan dan peragaan singkat, kemudian siswa diajak untuk membicarakan unsur-unsur drama seperti tema, alur, tokoh, latar, pesan dan sebaginya. Tentu saja proses pembicaraan terhadap unsur-unsur tersebut tetap dilandasi pengetahuan tentang drama yang dimiliki oleh guru. Siswa langsung belajar tentang unsur-unsur drama dengan melakukan identifikasi terhadap naskah drama tersebut.
Pada tahap diskusi ini guru menyiapkan sejumlah pertanyaan untuk mempermudah membangkitkan partisipasi siswa. Berikut ini beberapa pertanyaan yang dapat dijadikan bahan diskusi.
Megapa tiba-tiba Si Pincang marah-marah?Siapakah yang dipilih Si Bos untuk bermain akrobatik tali pada malam itu? Apakah pekerjaan mereka sehari-hari?Apakah rnaksud Si Beo dengan mengatakan bahwa hidup ini penuh dengan permaianan?Si Beo juga berkata bahwa hidup ini sandiwara. Apa maksudnya?Mengapa kita tidak boleh membenci dan mendendam?Siapakah yang bersekongkol untuk mencelakai Si Buruk?Mengapa Carla ingin pulang kampung?Bagaimanakah watak Si Centil?Bagiamanakah akhir cerita drama ini?Mungkinkah peristiwa yang dialami tokoh-tokoh dalam drarna itu terjadi dalam kenyataan hidup sehari-hari?Jika Anda mengalami masalah seperti yang dialami oleh tokoh Si Buruk, apa yang akan Anda lakukan?
5) Pengukuhan
Dalarn proses belajar mengajar, upaya pengukuhan dilakukan agar sesuatu yang telah diperoleh siswa dapat menjadi "miliknya". Dengan pengukuhan itu sejumlah informasi dan pengetahuan dapat benar-benar dipahami oleh siswa. Pada akhirnya siswa dapat dinyatakan telah menguasai materi yang diajarkan.
Pada tahap pengukuhan dalarn proses pembelajaran drama ini, yang dapat dilakuka.n oleh guru antara lain dengan memberi penegasan kembali terhadap nilai-nilai, yang ada dalam drama tersebut. Siswa diajak untuk merenungi dan meneliti masalah tersebut dikaitkan dengan kehidupan mereka masing-masing. Apakah yang harus dilakukan dan sikap yang bagaimana yang harus diambil bila menghadapi masalah seperti yang ditampilkan dalam drama. Idealnya, siswa dapat mengidentifikasikan dirinya, dihubungkan dengan tokoh-tokoh yang ada dalam drama. Hal yang berhubungan dengan pengetahuan atau teori drama, juga perlu mendapat perhatian dalam tahap pengukuhan ini. Guru perlu memberi penekanan dengan ,memberi penjelasan ulang secara singkat mengenai unsur-unsur drama yang sudah dipelajari bersama.
c. Contoh Pembelajaran Drama Pementasan
1. Pengantar
Puncak dari belajar drama adalah upaya pementasan. Hal itu sesuai dengan hakikat drama yang merupakan seni pentas. Dalam arti bahwa proses belajar mengajar tidak hanya berhenti pada pembelajaran yang bersifat reseptif atau pemaharnan tetapi juga diupayakan ke arsh produktif-kreatif. Untuk kepentingan pembelajaran drama, pementasan yang dilakukan tentu alam pengertian
pemeritasan sederhana. Dalam persiapan pementasan tidak arus seluruh kelengkapan panggung disediakan. Sebagai latihan tahap awal guru dapat rnengambil bagian atau babak dalam drama yang mungkin untuk dipentaskan. agar setiap siswa dalam kelas dapat memperoleh kesempatan berproses, guru dapat rnembentuk kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok dapat disesuaikan dengan pemain yang dibutuhkan. Yang penting, adalah guru harus bertindak sebagai sutradara yang baik. ersama-sama siswa mempersiapkan pementasan sederhana. Sebaiknya tidak perlu terlalu khawatir dengan keberadaan fasilitas. Pasalnya, tidak ada gedung atau aula yang baik, maka guru dapat mencari alternatif tempat lain yang sekiranya memadai untuk melakukan latihan.
b. Pemilihan Naskah
Naskah yang akan dijadikan bahan pementasan hendaknya yang dapat dan mungkin untuk dimainkan (Actable). Naskah yang dipilih juga sedapat mungkin disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan serta sesuai dengan alam jiwa siswa (Brahim, 1968:158). Lebih lanjut Brahim rnenjelaskan bahwa naskah yang dapat dimainkan terutama ditinjau dari segi praktisnya. Tidak membutuhkan dekorasi yang sukar dan tidak berubah-ubah setingnya, serta tidak membutuhkan perlengkapan yang tidak mungkin dibawa ke panggung. Hal yang lebih penting naskah tersebut sesuai dengan kesanggupan pemain dan sutradara (dalam hal ini guru). Dari segi bahasa, pilihan katanya, bentuk-bentuk dialog yang ada berupa kata-kata yang hidup, lancar, dan cair.
Barangkali permasalahan klasik yang sering ditemui adalah permasalahan nanaskah. Sulit mendapatkan naskah yang baik. Kalau naskah tidak ada, ya harus cari. Idealnya seharusnya Anda sebagai guru sekaligus menjadi pemburu naskah. pabila. memungkinkan, dalam upaya mendapatkan naskah dapat melibatkan swa. Dengan melibatkan siswa dalam pencarian naskah, memberi kesempatan swa untuk melakukan apresiasi sederhana.
Pada prinsipnya untuk mengatasi kekurangan naskah, guru harus dapat rtindak kreatif. Bahkan juga sangat mungkin guru membuat naskah sendiri.
Dalam Erembuatan nanaskah itu pun dapat dilakukan bersama-sama siswa. Yang penting, sebagai guru jangan cepat merasa putus asa. Tidak ada kata menyerah untuk melakukan pembelajaran apresiasi drama.
c. Penentuan Pemain
Sesuai dengan tujuan pementasan yaitu dalam rangka proses pembelajaran drama, maka pertimbangan utama dalam penetuan pemain adalah supaya seluruh siswa dapat terlibat dan menikmati pementasan. Oleh karena itu, dalam menentukap pemain atau pemeran yang cocok dengan tokoh yang akan dimainkan, guru dapat menggunakan kriteria sederhana yaitu keadaan fisik dan kejiwaan. Pertimbangan fisik dan kejiwaan siswa, disesuaikan dengan karakter tokoh yang akan dibawakan. Tentu saja sebelum menentukan siapa pemeran tokoh tertentu, guru harus sudah memiliki interpretasi terhadap watak, sifat, dan karakter tokoh-tokoh yang ada dalam naskah drama. Dalam tahapan pembelajaran, pengenalan siapa sebenarnya tokoh-tol:oh dalam naskah dilakukan pada saat pelacakan pendahuluan. Sebagai contoh,
untuk berperan sebagai tentara, dipilih siswa yang metniliki postur tubuh tinggi dan badan tegap serta suara yang keras. Untuk tokoh seorang guru, dipilih siswa yang punya sifat pendiam, sabar dan sebagainya.
Di samping masa!at pemain, hal yang perlu diperhatikan adalah masalah kerabat kerja. Drama merupakan pekerjaan kolektif, karena drama merupakan sebuah seni pentas. Oleh karena itu, selayaknya dalam proses pementasan ini juga dikembangkan organisasi pelaksana pementasan yang mencerminkan kepaduan seni tersebut (Ardiana, 1993:231}. Sekaligus juga memberi kesempatan kepada siswa untuk ber!atih bekerja sama dan bertanggung jawab terhadap tugas tnasingmasing.
d. Latihan-Latihan Dasar Drama
Sebelum masuk pada latihan ini untuk penggarapan naskah pementasan, sebaiknya siswa juga dikenalkan dengan dasar-dasar bermain drama secara praktis. Latihan dasar-dasar bermain drama biasanya meliputi
1. latihan gerak, 2. latihan suara/bunyi, dan 3. latihan akting.
Seorang pemain agar dapat membawakan perannya dengan baik harus dapat menguasai urat-urat tubuhnya sehingga dapat digerakkan untuk menghasilkan gerakan-gerakan yang baik (Brahim, 1968:160). Untuk itu perlu diadakan latihan-latihan gerak agar dapat menghasilkan kelenturan gerakan tubuh serta kekuatan otot tubuh. Banyak cara yang dapat dilakukan utnuk latihan dasar ini. Misalnya, latihan rnenari dengan musik, olah raga (silat), karate, senam dan sebagainya. Dengan latihan itu diharapkan siswa memiliki gerakan-gerakan tubuh yang reflek berdasarkan tuntutan naskah, dan tidak merasakan canggung untuk melakukan sesuatu.
Sehubungan dengan latihan dasar suara atau bunyi bertujuan agar siswa dapat merasakan perasaan yang terkandung dalam suatu 4capan dan mengucapkannya sesuai dengan perasaan. Dalarn percakapan rnemperlihatkan pembelajaranasi dan intonasi yang jelas dan irama yang hidup. Konsonan dan vokal hendaklah jelas artikulasinya. Latihan-latihan bunyi dapat dilakukan dalam alam terbuka, seperti di pantai, di daerah pegunungan dan sebagainya. Berikut ini disajikan latihan suara yang dikemukakan oleh Adjib Hamzah (1985:216-128). latihan suara terkait erat dengun organ tenggorokan . Ikutilah urutan latihan berikut ini vokal dan konsonan tertentu.
Menguaplah dengan bebas; terasa tenggorokan terbuka dan tidak tegang . Tariklah nafas dalam-dalam, rahang tetap rileks, dan berpikirlah bahwa tenggorokan Anda terbuka lebar. Kemudian hembuskan nafas perlahan.
Ucapkanlah vokal a, i, u, e, o berulang-ulang terus. Setiap pengulangan volume suara dan kecepatan ditambah. Ulangi terus dengan tetap menambah volume dan kecepatan suara sampai puncak volume dan kecepatan suara Anda.
Pada saat latihan di alam terbuka seperti di pantai, ucapkanlah dengan suara yang sekeras-kerasnya seakan-akan Anda ingin mengalahkan suara deburan ombak.
Selanjutnya latihan akting digunakan untuk kepentingan rnembawakan dan menghidupkan dialog teks. Untuk rnembawakan dan menghidupkan dialog perlu diolah gerak dan ekspresi wajah para pemain. Latihan ini sebaiknya dilaksanakan setelah siswa yang memegang peran sudah hafal dengan naskah drama. Dalarn latihan akting, siswa dikenalkan dengan berbagai contoh ekspresi gerak wajah yang rnenggambarkan sikap, watak, perilaku dari tokoh yang diperankan.
e. Pementasan dan Evalauasi
Hari pementasan biasanya sangat menegangkan. Semua berharap-harap cemas. Berhasilkah, atau gagalkah? Sebelum diadakan pementasan perlu diadakan pengecekan secara keseluruhan. Bila perlu dilakukan kegiatan pementasan pendahuluan atau pementasan gladi resik sebelum pementasan yang sesungguhnya. Setelah pementasan usai pertu dilakukan evaluasi sampai di manakah hasil pementasan itu. Bahkan bila perlu guru dapat menghadirkan ahli dari luar atau meminta masukan dari guru-guru lain tentang pementasan tersebut. Masukan dan kritikan rnerupakan hal yang penting untuk proses belajar selanjutnya.
Yang perlu diingat bahwa target pementasan yang dilakukan tetap dalam rangka pembelajaran drama. Pelaksanaan kegiatan berekspresi drama di sekolah bukan untuk mencetak aktor atau produser melainkan dalam rangka membantu anak didik berkembang menjadi manusia yang matang seutuhnya. Oleh karena itu, bagaimanapun hasilnya, bukan merupakan tujuan utama. Tujuan utama adalah agar siswa dapat melakukan kegiatan apresiasi secara langsung dalam rangka mencari pengalaman baru.
c. Aspek Penilaian Pembelajaran Drama
Penilaian kompetensi siswa dalam pembelajaran drama tertulis ( analisis drama bentuk teks) dapat menggunakan teknik tes lisan, taya jawab dan diskusi. Bentuk instrumenya dapat berbentuk pilihan ganda atau uraian bebas. Sedangkan penilaian pemeragaan lakon dapat menggunakan rubrik. Berikut contoh rubrik penilaian drama pementasan atau pemeragaan tokoh.
Rubrik penilaian kompetensi pemeragaan tokoh
KOMPONEN Nama Siswa1 2 3 4 5
1. Kemunculan pertama (mantap dan memberikankesan yang baik?)2. Ekspresi wajah (sesuai dengan karakter tokoh?)3. Pandangan mata dan gerak anggota tubuh (sesuaikarakter tokoh?)4. Gerakan (sesuai karakter tokoh?)5. Ucapan (sesuai karakter tokoh?)6. Intonasi (sesuai karakter tokoh?)
7. Pengaturan jeda (pengaturan jeda tepat sehinggakalimat mencerminkan karakter tokoh?)8. Intensitas dan kelancaran berbicara (konsisten?)9. Diksi yang digunakan (sesuai karater tokoh?)10. Cara berdialog untuk menggambarkan karaktertokoh (sesuai karakter tokoh?)Jumlah
BAB III
KESIMPULAN
Perkembangan pengajaran sastra ( drama ) dalam pendidikan di negara kita
mengalami dinamika yang pasang surut. Dinamika ini terkait dengan pembudayaan
apresiasi dan pajanan pengajaran sastra ( drama ) yang seringkali mendapat tempat
yang sempit dalam pendidikan bahasa. Pendidikan bahasa lebih didominasi oleh
pengajaran linguistik. Pengajaran sastra dalam dunia pendidikan belakangan justru
hanya menjadi alat penghela ilmu peegtahuan lain. Pengajaran sastra kehilangan
fungsinya sebagai ilmu makna.
Apresiasi sastra (drama) merupakan penghargaan, penilaian, dan pengertian
terhadap karya sastra (drama), baik yang berbentuk teks maupun pementasan.
Karakteristik dan unsur – unsur drama, dan nilai – nilai positif yang terkandung
dalam drama jika diterapkan sesuai porsi dan metode yang tepat, dapat memberi
meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasikan karya sastra baik dalam aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor.
Pembelajaran drama dengan metode, strategi, teknik pembelajaran yang tepat
dan evaluasi kompetensi siswa dengan tepat, pada giliranya akan menigkatkan
potensi diri siswa dalam berbagai dimensi. Tidak hanya berupa peninngkatan
penegtahuan kognitif, tapi juga keterampilan emosional, keterampilan sosial ,
pengaktualisasian karakter dan pengembangan bakat.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, R. Sarjono dkk. 2006 . Mengatar Sastra Ke Tengah Siswa . Jakarta : Yayasan
Indonesia dan Majalah Sastra Horison.
Basri, Harjon. ”Teori dan Pengajaran Drama”. 8 Desember 2015.
http://harjonbasri.blogspot.co.id/2014/11/apresiasi-dan-pengajaran-drama.html
Emzir dan Rohman, Saifur. 2015 . Teori Apresiasi dan Pengajaran Sastra . Jakarta :
Raja Grafindo Pustaka.
Kinayati, Djoyosuroto Surastina. 2006. Analisisi Teks Sastra DanPengajaranya.Jakarta : Penerbit Pustaka.
Kinayati, Djoyosuroto Surastina. 2009 . Pemebelajaran Apresiasi Sastra - Sebagai Sarana Pengembagan Kreatifitas Guru . Jakarta : Pustaka Book Publisher.
Lutters, Elizabeth. 2006 . Kunci Sukses Menulis Skenario. Jakarta: Grasindo.
Navigasi Post-Selasar Bahasa dan Sastra Indonesia. 11 Desember 2015.https://bektipatria.wordpress.com/2013/10/27/mata-pelajaran-bahasa-indonesia-dalam-kurikulum-2013/
Priyatni , Endah Tri. 2010 . Membaca Sastra Dengan Ancangan Literasi Kritis.
Jakarta : Bumi Aksara.