analisa pembiayaan pembangunan prasarana ekonomi

32
Analisa Pembiayaan Pembangunan Prasarana Ekonomi di Kabupaten Musi Banyuasin 2003 2006 Bachrul Elmi Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2 Juni 2004 ANALISA PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PRASARANA EKONOMI DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN 2003 - 2006 Oleh: Bachrul Elmi Abstraksi Kebijakan desentralisasi dari otonomi daerah telah menempatkan Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) sebagai salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Selatan yang memiliki Anggaran dan Belanja Daerah (APBD) terbesar jumlahnya pada tahun anggaran 2001 sebesar Rp500,978 juta, Tahun Anggaran 2002 sebesar Rp655,329 juta dan tahun 2003 sebesar Rp708,040 juta. Selama tiga tahun anggaran tersebut telah mampu mengalokasikan belanja modal masing- masing 51,4%, 53,7% dan 55,5% dari APBD. Artinya daerah ini memiliki kapasitas fiskal yang cukup besar untuk membangun dengan kemampuan sendiri. Namun karena tuntutan "percepatan pembangunan" untuk melangkah keluar lebih cepat dari ketertinggalan, maka diperlukan sumber- sumber pendanaan selain dari PAD dan Dana Perimbangan. Langkah yang ditempuh Pemda saat ini yaitu mengupayakan sumber dana pinjaman dari Lembaga Non Pemerintah. Sekiranya upaya memperoleh sumber-sumber itu berhasil, maka diperkirakan target-target pembangunan sektor ekonomi daerah, akan berhasil mengangkat taraf hidup rakyat miskin di Kabupaten Muba. I. Pendahuluan Pelaksanaan otonomi daerah mulai tahun 2001, telah memberikan peluang dan tanggung jawab kepada Pemerintah Daerah (Pemda) dalam melaksanakan tugas operasional dan pembangunan di daerah. Padahal sebelumnya kegiatan pembangunan itu dikerjakan secara sektoral oleh Departemen Teknis maupun Lembaga Pemerintah Nondepartemen. Dengan dilaksanakannya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, seharusnya anggaran pembangunan sektoral (DIP) dikurangi jumlahnya. Karena kebijakan itu menganut mekanisme pembiayaan money follow jumlah function. Saat ini terjadi ketimpangan jumlah alokasi dana sektoral dengan dana perimbangan. Selama tiga tahun anggaran terakhir (2002-2004) persentase kenaikan anggaran

Upload: independent

Post on 06-Mar-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Analisa Pembiayaan Pembangunan Prasarana Ekonomi di Kabupaten Musi Banyuasin 2003– 2006

Bachrul Elmi

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

Juni 2004

ANALISA PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PRASARANA EKONOMI DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN 2003 - 2006

Oleh:

Bachrul Elmi

AbstraksiKebijakan desentralisasi dari otonomi daerah telah

menempatkan Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) sebagai salahsatu kabupaten di Propinsi Sumatera Selatan yang memilikiAnggaran dan Belanja Daerah (APBD) terbesar jumlahnya padatahun anggaran 2001 sebesar Rp500,978 juta, Tahun Anggaran

2002 sebesar Rp655,329 juta dan tahun 2003 sebesarRp708,040 juta. Selama tiga

tahun anggaran tersebut telah mampu mengalokasikan belanjamodal masing- masing 51,4%, 53,7% dan 55,5% dari APBD.Artinya daerah ini memiliki kapasitas fiskal yang cukup besaruntuk membangun dengan kemampuan sendiri. Namun karenatuntutan "percepatan pembangunan" untuk melangkah keluarlebih cepat dari ketertinggalan, maka diperlukan sumber-sumber pendanaan selain dari PAD dan Dana Perimbangan.Langkah yang ditempuh Pemda saat ini yaitu mengupayakansumber dana pinjaman dari Lembaga Non Pemerintah. Sekiranyaupaya memperoleh sumber-sumber itu berhasil, makadiperkirakan target-target pembangunan sektor ekonomidaerah, akan berhasil mengangkat taraf hidup rakyatmiskin di Kabupaten Muba.

I. PendahuluanPelaksanaan otonomi daerah mulai tahun 2001, telah

memberikan peluang dan tanggung jawab kepada PemerintahDaerah (Pemda) dalam melaksanakan tugas operasional danpembangunan di daerah. Padahal sebelumnya kegiatan pembangunanitu dikerjakan secara sektoral oleh Departemen Teknis maupunLembaga Pemerintah Nondepartemen. Dengan dilaksanakannyakebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, seharusnyaanggaran pembangunan sektoral (DIP) dikurangi jumlahnya.Karena kebijakan itu menganut mekanisme pembiayaan money followjumlah function. Saat ini terjadi ketimpangan jumlah alokasi danasektoral dengan dana perimbangan. Selama tiga tahunanggaran terakhir (2002-2004) persentase kenaikan anggaran

Analisa Pembiayaan Pembangunan Prasarana Ekonomi di Kabupaten Musi Banyuasin 2003– 2006

Bachrul Elmi

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

Juni 2004

pembangunan pusat lebih besar dari Dana Perimbangan yangditransfer ke daerah, seperti tabel berikut ini:

Tabel1

Persentase Kenaikan Anggaran Pembangunan Pusatdan Daerah

Tahun Anggaran Pembangunan Pusat DanaPerimbangan

2002 18,915,7

2003 24,513,7

2004 4,60,7

Sumber: Nota Keuangan dan APBN

1

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

Juni 2004

Analisa Pembiayaan Pembangunan Prasarana Ekonomi di Kabupaten Musi Banyuasin 2003– 2006

Bachrul Elmi

Dari angka persentase tersebut di atas, transfer fiskalyang dilaksanakan oleh pemerintah pusat masih berpeluang untukditingkatkan sehingga memperkuat akan kapasitas fiskal daerah.Disamping hal tersebut di atas, pada umumnya sebagian besar darijumlah dana perimbangan (+70%), terutama Dana AlokasiUmum (DAU) digunakan oleh daerah untuk membayar gajipegawai dan keperluan rutin yang lainnya. Dan karena itudaerah-daerah berupaya mendapatkan dana pembangunan yangbersumber dari dana pinjaman.

Pembiayaan pembangunan daerah bersumber dari:

1. Pos pembiayaan APBD

2. Pinjaman yang berasal dari:

- Lembaga Perbankan,

- Lembaga Keuangan Non Bank,

- Penerbitan obligasi negara,

- Penerusan pinjaman luar negeri (two step loan).

Pembiayaan pembangunan yang berasal dari APBD murni sampaitahun ketiga pelaksanaan desentralisasi belum memungkinkanpengalokasiannya secara optimal, karena tuntutan percepatanpembangunan berbagai prasarana daerah memerlukan penyediaanpembiayaan yang mengejar ketertinggalan pembangunan sertaperbaikan dan pemeliharaan sarana pendidikan dan kesehatantelah memperkecil jumlah dana investasi yang menghasilkanpendapatan (revenue generating).

Biaya pembangunan yang bersumber dari dana pinjaman daerahsampai saat ini masih sulit direalisasikan karena pada periodeyang lalu, dana pinjaman semi soft loan yang disediakanpemerintah pusat dari RDI (Rekening Dana Investasi), sudahdihentikan. Sedangkan pinjaman luar negeri dan penerbitanobligasi daerah belum diizinkan oleh pemerintah pusat.Sementara itu pinjaman lembaga perbankan dan nonperbankandalam negeri belum dapat diwujudkan, antara lain karenaterkait dengan masalah kepercayaan (trust) dan collateral.

Pada awal pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerahsekarang ini, pihak perbankan, nonperbankan dan lembaga keuanganlainnya, masih meragukan untuk memberikan dana pinjaman kepada

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

Juni 2004

Analisa Pembiayaan Pembangunan Prasarana Ekonomi di Kabupaten Musi Banyuasin 2003– 2006

Bachrul Elmipihak pemerintah daerah. Mereka itu khawatir mengalami

kegagalan (default) dalam pembayaran kembali pinjaman danayang diberikan kepada Pemda. Dan masih merupakan hal yang barubagi mereka, untuk memberikan dana pinjaman yang dijamin dandibayar dengan dana APBD. Dari pihak pemerintah daerah sendirimasih sulit untuk meyakinkan pihak lender karena diantara anggotaeksekutif maupun legislatif daerah itu sering bermasalah.Artinya mereka belum mampu mewujudkan kondisi good governancedan clean government, sehingga para investor dan masyarakat masihmeragukan kinerja kedua lembaga tersebut.

2

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

Juni 2004

Analisa Pembiayaan Pembangunan Prasarana Ekonomi di Kabupaten Musi Banyuasin 2003– 2006

Bachrul Elmi

Di lain pihak sebagianpakar desentralisasi danotonomi daerah mengemukakan adanya tendensi

pemerintah pusat untuk kembali ke sistem sentralisasi.Hal ini bisa diamati dari struktur organisasi di Departemen danLembaga Nondepartemen, yang saat ini terdiri darienam direktorat jenderal. Dengan berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah, dimana sebagian urusan sudahdiserahkan ke daerah, maka seharusnya struktur organisasiDepartemen/Lembaga Nondepartemen itu dapat "dirampingkan"menjadi dua Direktorat Jenderal saja. Dengan adanyaperampingan struktur organisasi di Pemerintah Pusat, akanlebih menghemat belanja APBN.

Selanjutnya menurut para pakar itu, karena dampakglobalisasi, negara-negara maju cenderung menciptakan suatu"one world government" yang berorientasi atas penguasaansumber-sumber daya alam di negara berkembang. Dan karena itupula mereka menginginkan sistem pemerintahan yangberorientasi pada manajemen perusahaan swasta yang

mencari keuntungan (profit making) ataskegiatan pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah di

daerah-daerah.

Secara filosofis kebijakan desentralisasi dan otonomidaerah di Indonesia dilandasi oleh beberapa hal sebagaiberikut:

• secara politis lebih mendorong masyarakat agar "dewasa dalam berdemokrasi",

• agara memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,

• mengarah pada pembagian kuenasional dengan cara yang lebih adil,

• menegakkan rasa percaya diri dalam membangun dan mengurangijumlah rakyat miskin,

• mengakomodir keberagaman antar daerah,mulai dari perbedaanjumlah penduduk, luas wilayah, adanya perbedaan

sosial, ekonomi, dan agama, yang kesemuanya merupakan asetnasional bangsa ini.

Pada bagian selanjutnya tulisan ini akanmengetengahkan hasil penelitian tentang pembiayaan pembangunanprasarana ekonomi di Kabupaten Musi Banyuasin, yang tengah

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

Juni 2004

Analisa Pembiayaan Pembangunan Prasarana Ekonomi di Kabupaten Musi Banyuasin 2003– 2006

Bachrul Elmimelakukan kegiatan pembangunan di berbagai sektor.

Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin memerlukan dana untukpembangunan ruas jalan kabupaten total sepanjang 200 Km,termasuk 69 unit jembatan. Prasarana tersebut sangatdiperlukan untuk menghubungkan daerah-daerah terisolir, supayamenarik para investor untuk mengolah berbagai potensi ekonomiyang dimiliki oleh daerah ini.

Menurut data BPS, Kabupaten Muba memiliki deposit sumberdaya alam yaitu minyak dan gas alam serta deposit batubaradalam jumlah besar sekali, sehingga menempatkan daerah sebagaikabupaten terkaya di Propinsi Sumatera Selatan.

II. Metodologi

• Pengumpulan data dilakukandengan cara mengajukan kuesionerdan3

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

Juni 2004

Analisa Pembiayaan Pembangunan Prasarana Ekonomi di Kabupaten Musi Banyuasin 2003– 2006

Bachrul Elmi

mengadakan wawancara dengan beberapa Dinas Kabupaten Muba, Bappeda danBadan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten.

• Sementara itu data sekunder yang berkaitan dengandesentralisasi fiscal dan pinjaman Pemerintah Daerahmelalui Pemerintah Pusat (two step loan) diperoleh dariDirektorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat danDaerah serta data kepustakaan.

• Kemudian data fungsi dan peranan sistem pendanaan Islamic Development Bank

dilakukan wawancara dengan perwakilan lembaga itu di Jakarta.

III. Metode Analisa

Untuk menganalisa masalah sumber-sumber dana pembangunanprasaran di Kabupaten Muba dilakukan dengan metodedeskriptif analisis dan kuantitatif. Pembahasan secaradeskriptif berkaitan dengan berapa variable potensi dan sumber-sumber penerimaan riil dalam APBD. Melihat potensi penerimaanyang berasal dari sumber daya alam daerah ini sangatmenjanjikan, terutama dari sektor migas.

Kemudian analisa kuantitatif digunakan untuk mengetahuikapasitas fiskal Pemda, dan besaran jumlah dana pihak ketigayang dapat digunakan sebagai modal investor. Sesuai denganketentuan pemerintah yang berlaku saat ini jenis proyekdibedakan antara proyek yang sifatnya cost recovery yaituproyek-proyek yang menghasilkan penerimaan dan proyek non-cost recovery yang tidak menghasilkan penerimaan.

IV. Landasan Teori

Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan ekonomi dinegara-negara berkembang menurut R. Nurkse meliputi dua halyaitu: 1

° Keterbatasan ketersediaan modal investasi,

° aspect social, yang berkaitan dengan :

- perubahan sikap dan pola pikir,

- aspek politik,

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

Juni 2004

Analisa Pembiayaan Pembangunan Prasarana Ekonomi di Kabupaten Musi Banyuasin 2003– 2006

Bachrul Elmi- latar belakang sejarah, dan

- kualitas sumber daya manusia.Oleh karena itu, menurut Nurkse yang dimaksud dengan

negara berkembang atau terbelakang adalah negara-negara yangjika dibandingkan dengan negara-negara maju, dalam kondisikekurangan modal investasi untuk mengembangkan potensi

1 G.M. Meier dan R.E. Baldrin, 1971, Pembangunan Ekonomi, hal. 185.4

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

Juni 2004

Analisa Pembiayaan Pembangunan Prasarana Ekonomi di Kabupaten Musi Banyuasin 2003– 2006

Bachrul Elmi

ekonomi yang dimilikinya dan memerankan tingkat kemiskinan penduduknya.

Karena itu kebijakan otonomi daerah, dapat dikatakansebagai salah satu modal untuk memberikan solusi ataspermasalahan seperti yang diungkapkan oleh Nurkse tersebut.Oleh karena itulah pertambahan modal investasi bagi suatudaerah menjadi sangat penting untuk menggerakkan danmenumbuhkan perekonomian di daerah. Sebagian besar daerahkabupaten/kota yang hanya mengandalkan dana APBD, akanmengalami kekurangan dana investasi karena sebagian besar danaalokasi umum (70%) digunakan untuk membayar gajipegawai. Selama tiga tahun pelaksanaan otonomi daerah,hanya sebagian kecil saja dari 410 kabupaten/kota yang APBD-nyamampu menstimulus pertumbuhan ekonomi daerahnya, sepertiKabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten AcehUtara, dan Papua.

Menurut pendapat Schumpeter, dari sudut supply of capital,tabungan (saving) memiliki peranan penting untuk pertumbuhanmodal. Menurut paham neo klasik, tinggi rendahnya tabunganitu ditentukan oleh tingkat suku bunga yang berlaku. Akantetapi menurut Schumpeter para “entrepreneur” (para usahawan)mempunyai peranan penting dalam mendorong pembangunandan pertumbuhan ekonomi. Menurut dia, entrepreneur adalahorang-orang yang memiliki pola pikir dan pandanganluas dan jauh ke depan, berani mengambil risiko bisnisdan punya keyakinan akan memperoleh keuntungan dari usahayang dikerjakannya. Seorang entrepreneur dapat mengadakanperubahan dan mencari hal-hal yang baru seperti:

º mencari pasaran baru untuk suatu produk,

º mencari daerah pemasaran yang baru,

º mendapatkan teknologi baru.

Karena itu pula seorang entrepreneur, akan mampumengadakan innovation terhadap produk dan strategi pasar. Atasdasar dan kemampuan dan cara berpikir demikian itu,entrepreneur mendapatkan kepercayaan (trust) dan memperoleh modalinvestasi dari pihak perbankan, sehingga terjadilahpembentukan modal (capital formation).

Sementara itu menurut Keppres, bahwa depresi

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

Juni 2004

Analisa Pembiayaan Pembangunan Prasarana Ekonomi di Kabupaten Musi Banyuasin 2003– 2006

Bachrul Elmiperekonomian tidak dapat pulih kembali secara otomatis

karena terdapat kemunduran dalam pembentukan “modalinvestasi”. Dan kemunduran itu terjadi karena menurunnyapenjualan barang- barang hasil pabrikan, yang disebabkan olehmerosotnya daya beli (effective demand) dari sebagian besarmasyarakat*).

*) Dalam teori makro ekonomi, dikemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat investasi seperti:- prospek perekonomian masa yang akan datang,- tingkat bunga bank,- kemajuan teknologi,- tingkat pendapatan masyarakat, dan- laba perusahaan.

5

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

Juni 2004

Analisa Pembiayaan Pembangunan Prasarana Ekonomi di Kabupaten Musi Banyuasin 2003– 2006

Bachrul Elmi

Kemudian menurut para ahli pos keynesian economist melihatperkembangan ekonomi dalam waktu jangka panjang dari sudutpenawaran (supply) dan permintaan (demand) barang-barangproduksi. Menurut mereka itu jumlah tabungan (saving)masyarakat ditentukan oleh pendapatan (income) danpendapatan tersebut adalah fungsi dari pengeluaran mereka.Sedangkan dari sisi permintaan tergantung pada kemajuanteknologi, yang akan menurunkan cost of production yang selanjutnyaakan meningkatkan laba, dan karena itu pula akan memberidaya tarik kepada para pengusaha untuk melakukan “investasi”.

Post keynesian economist juga memperhatikan depresi dan boomdalam teori pertumbuhan ekonomi, karena itu pula mereka menelitidan mengembangkan teori pertumbuhan ekonomi yang sustainable,sehingga tidak terjadi depresi.

Lebih lanjut dikemukakan variable-variable yangmempengaruhi tinggi rendahnya investasi yaitu:

º pertambahan jumlah penduduk,

º kapasitas hukum dan keamanan,

º kondisi politik,

º peraturan pemerintah yang berkaitan dengan serikat buruh dan kemudahan membuka usaha baru,

º adanya frontier spirit yaitu “semangat” kewirausahaan dalam daerah-daerah yang saling berbatasan.

Besarnya jumlah penduduk suatu wilayah merupakanpotensi permintaan akan barang-barang, dan akanmendorong para investor untuk menanamkan modalnya didaerah yang bersangkutan. Pada sisi lain, menurunnya jumlahpenduduk akan berarti menurunkan jumlah permintaan danakan berakibat menurunnya pertumbuhan ekonomi (economicgrowth). Demikian halnya apabila frontier spirit berhenti makapembangunan daerah juga akan mundur. Dan apabila ada peraturan-peraturan Pemerintah Daerah yang mempersulit atau menambahbeban biaya-biaya produksi, sehingga berakibatinefisiensi, maka investor akan berkurang, danpembangunan akan terhenti.

V. Investment Estimation

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

Juni 2004

Analisa Pembiayaan Pembangunan Prasarana Ekonomi di Kabupaten Musi Banyuasin 2003– 2006

Bachrul ElmiBesarnya jumlah dana yang diinvestasikan pada suatu proyek

akan menaikkan jumlah output yang dihasilkan. Artinya akan selaluada ratio antara jumlah modal dan output, namun yang lebihpenting diperhitungkan yaitu berupa jumlah tambahaninvestasi yang dibutuhkan agar dicapai output tertentu. Konsepini dikenal sebagai “Investmental Capital Output Ratio” atu ICOR, yaituangka yang menunjukkan berapa tambahan output yang diperolehdari tambahan satu unit kapital. Apabila diketahui ratio itu 1:1maka tambahan 1% investasi akan dapat menaikkan output sebesar1%.

6

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

Juni 2004

Analisa Pembiayaan Pembangunan Prasarana Ekonomi di Kabupaten Musi Banyuasin 2003– 2006

Bachrul Elmi

Oleh karena itu besar kecilnya jumlah stock of capital yang dimilikioleh suatu daerah, akan menentukan besar-kecilnya ICOR.

Disamping persoalan keterbatasan jumlah dana untukinvestasi (capital stock) daerah-daerah pada umumnya mengalamipertambahan jumlah penduduk yang signifikan. Persoalan ituakan berdampak pada besaran jumlah investasi yang akan dapatmenaikkan tingkat pendapatan daerah. Di sini konsep ICORdapat dipakai dalam memperkirakan berapa besarnyakebutuhan dana investasi, agar dapat menaikkan pendapatandaerah sebesar x persen.

Artinya untuk menaikkan pendapatan sebesar 2%diperlukan tambahan investasi sebesar 2% x 3 = 6%. Akan tetapibila terdapat kenaikan jumlah penduduk sebanyak 2% maka

tambahan investasi 6%, akan tidak mencukupiuntuk meningkatkan kesejahteraan.

Selanjutnya dalam tulisan ini, karena keterbatasandata dan mengingat pelaksanaan otonomi daerah masih dalammasa transisi, maka pada bagian analisa akan digunakanpendekatan manajemen pembiayaan publik (public expendituremanagement) dan formula kapasitas penerimaan dalam APBD danratio kemampuan keuangan untuk memperoleh dana

pinjaman, untuk membiayaiinvestasi pembangunaninfrastruktur perekonomian daerah Kabupaten Muba.

VI. Profil Daerah Tabel 2. Penduduk dan Luas WilayahLuas Wilayah 14.265,96 km2Penduduk 444.973Pertambahan Penduduk 3,21%Usia Produktif 15 – 64

(61,5%)Pendapatan Perkapita:• Nonmigas 6.774• Migas 12.091Sumber: BPS-Kab. Muba, Tahun 2003

Dari data pada tabel di atas dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut:

• Sesuai dengan kondisi geografis Kabupaten Musi Banyuasin yangsebagian besar terdiri dari rawa-rawa dan selebihnya adalahdataran yang mengandung potensi sumber-sumber daya mineralseperti minyak dan gas, batu bara, tanah liat dan pasir.

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

Juni 2004

Analisa Pembiayaan Pembangunan Prasarana Ekonomi di Kabupaten Musi Banyuasin 2003– 2006

Bachrul ElmiPemanfaatan energi dan sumber daya mineral hingga

saat ini belum memberikan nilai tambah secara optimal,terutama sector migas dan batubara. Artinya potensikekayaan SDA itu sedang diupayakan pengelolaannya melaluikerjasama dengan investor dalam maupun luar negeri.

• Penduduk dan sumber daya manusia

Pada tahun 2000 penduduk Kabupaten ini berjumlah 1.240.415 jiwa dan

7

merupakan salah satu wilayah yang relatif jarang penduduknya.Dan setelah ada pemekaran wilayah, Kabupaten Muba dijadikandua kabupaten yaitu Kab. Muba dan Kabupaten Banyuasin,sehingga penduduk Kabupaten Muba berkurang menjadi473.774 jiwa dengan wilayah Kabupaten menjadi seluas14.263,4 km2namun persentase penduduk miskin belum berkurang.

Penduduk dan PengangguranUsia/Tahun

%0 - 1515 - 60> 60

30%60%10%

Dari data di atas, diperkirakaran jumlah angkatan kerjaproduktif (usia 15 – 60 tahun) sekitar 60% dari total jumlahpenduduk Kabupaten Muba, yaitu………….. dan jika seluruh tenagakerja produktif itu bekerja penuh, maka ratio beban ekonomi parapekerja tersebut adalah 60:40 atau 67%. Artinya setiap orangpekerja akan terbebani oleh selain dirinya sendiri, jugaharus menanggung untuk 0,6 jiwa yang lainnya. Jumlahpengangguran di Kabupaten Muba sebanyak 38.720 orang danpenduduk yang setengah menganggur sebanyak 50.080 orang.

6.1 Prasarana - Jalan Raya

Data tahun 2002, memperlihatkan kondisi jalankabupaten, kecamatan dan jalan desa masing-masing panjangnya19,3 km, 111,9 km dan 3,90 km.

Prasarana jalan merupakan salah satu kebutuhan utama untukmenggerakkan roda perekonomian. Para investor umumnya akanlebih terdorong mengadakan investasi di daerah yang memilkijalan raya yang menghubungkan ke sentra-sentra produksi dandengan alas an itu pula Pemerintah Daerah Kabupaten Mubaberupaya mendapatkan sumber-sumber pendanaan untuk membangunjalan raya yang akan memudahkan akses bagi para investor untukmenanamkan modal pada sector-sektor produktif.

6.2 Sumber Daya Manusia (SDM)

Terdapat beberapa kendala dalam pengembangan kualitas SDM di Kabupaten

Muba antara lain:

• Jumlah anak didik yang drop out masih cukup tinggi.

• Perawatan dan kualitas banguna sekolah yang kurang baik.

• Dedikasi dan kualitas guru yang kurang menunjang mutu anak didik.

• Keterisoliran dan kemiskinan orang tua murid tidak mendukung anaknya untuk

8

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

• Pada jenjang yang lebih tinggi, diminati oleh mahasiswasekedar untuk mencapai

“gelar” sehingga mengesampingkan kualitas danprofesionalisme bidang studi.

Selanjutnya mengenai pendidikan dari fasilitasnyaseperti tabel berikut:

Tabel3

Jenjang Pendidikan Tahun2002

Pendidikan : Jumlah Siswa Fasilitas Gedung (unit)SD

SLTPSMUSMK

73.56212.750

5000992

4336272

Sumber: Diknas – Kab. MubaNota: Masih terdapat warga yang buta aksara sebanyak 1.200 orangdan tidak bersekolah sekitar 4.500 orang

Dari tabel di atas diperlihatkan ketersediaan fasilitaspendidikan dan jenjang pendidikan di Kabupaten Muba yangdidominasi oleh tingkat pendidikan dasar dan menengah. Padadasarnya anak usia sekolah kurang motovasi untuk melanjutkanpendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena alasan ekonomiorang tua, lingkungan budaya dan sedikitnya lapangan kerja disektor formal.

6.3 Two Way Communication

“Loncatan Pembangunan” – Schumpeter

Analisa Pembiayaan Investasi

I. Sumber-sumber Pendanaan Investasi

Sesuai dengan rencana strategis Daerah MembangunTahun 2000 – 2006, Kabupaten Muba, bertujuan mewujudkankehidupan masyarakat yang maju, mandiri dan terbebas dari

belenggu kemiskinan.

Kondisi itu akan dapat dicapai apabila potensi sumber dayaalam, sumber daya manusia, sosial, budaya, aparatur danpenegakan hukum dimanfaatkan secara optimal.

Pelaksanaan Daerah Membangun membutuhkan dana investasiyang mungkin diperoleh dari beberapa sumber seperti;

A. - APBD- APBN

9

- Lembaga Keuangan Bank dalam danluar negeri

- Lembaga Keuangan Bukan Bank

- Masyarakat

- Kerjasama antar Pemda

Sumber dana pembangunan dari APBD selama tiga tahunanggaran 2001, 2002 dan 2003, masing-masing menyediakansebesar 51,4 %, 53,7% dan 55,5% dari total anggaran (periksatabel 1). Akan tetapi untuk mencapai target peningkatanproduksi pada beberapa sektor strategis, seperti pertambangandan migas, serta rehabilitasi infrastruktur jalan, airbersih, listrik, telekomunikasi dan irigasi, penyediaan danapembangunan dari APBD tersebut belum mencukupi.

Sumber dana pembangunan dari APBN yang merupakan transferfiskal atau pinjaman lunak, sejak pelaksanaan otonomi daerah,sudah dikelompokkan menjadi “block grant”. Sedangkan danapinjaman lunak (soft loan) dari rekening dana investasi sudahditiadakan (atas petunjuk DPR-RI).

Sumber dana dari pinjaman luar negeri, walaupun sudahditerbitkan dasar hukumnya yaitu ;

- PP No. 107 tahun 2003 tentang Pinjaman Daerah

- PP No. 23 tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit APBN dan

APBD serta jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

- Keputusan Menteri Keuangan No. 35/KMK.07/2003tentang Perencanaan, Pelaksanaan/Penatausahaan danPemantauan Penerusan Pinjaman Pemerintah Pusat danPemeritah Daerah.

- UU 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

Pelaksanaan ketentuan UU dan PP tersebut di atas olehPemerintah masih ditangguhkan dengan beberapa alasan seperti;

- Faktor kehati-hatian (prudential) dalam kebijakanfiskal terutama dalam manajemen utang.

- Fasilitas pinjaman luar negeri bilateral dan multilateralhanya diberikan kepada negara anggota CGI.

B. Kebutuhan Dana Investasi

Sementara itu Pemda Kabupaten Muba telah menyusun rencanastrategis pembangunan tahun 2003 yang hendak dicapai pada tahun2006. Rencana itu akan memprioritaskan beberapa proyek seperti:

1. Pembangunan jalan kabupaten kurang lebih sepanjang 200KM dan 51 unit jembatan yang akan menghubungkanruas jalan desa, kecamatan ke kota

10

kabupaten. Kualitas jalan dan jembatan yang ada perluditingkatkan sehingga dapat menahan tekanan gandar di atas12 ton. Menurut perhitungan dina PU proyek ini memerlukandana sebesar Rp 209,4 milliar.

2. Proyek penyulingan (crude oil refinery) dengan biayainvestasi sekitar Rp 130 milliar. Proyek ini sangatpenting dalam membantu usaha rakyat yang melakukanpenambangan secara individu, kemudian mengolah minyakmentah secara tradisional.

3. Peningkatan kapasitas jaringan dan air bersih memerlukan danainvestasi kurang lebih Rp 51,7 milliar. Pemda berupayamewujudkan distribusi air bersih untuk perumahan sampai kedesa, perkantoran dan industri dengan target -+ terlayanipada tahun 2004.

C. Kelayakan Mendapatkan Dana Pinjaman untuk Investasi

Dari jenis proyek pembangunan tersebut di atas,proyek pembangunan infrastruktur jalan raya, tergolong non-revenue generating. Proyek crude oil refinery dan proyek airbersih, termasuk kategory revenue generating karena keduanyaakan menghasilkan keuntungan.

VII. Analisa Belanja DaerahBelanja daerah tahun anggaran 2002 berjumlah Rp

665.329,3juta terdiri dari belanja rutin sebesar Rp 303.135,1juta dan belanja pembangunan Rp 352.194,3 juta. Tabel berikutini adalah persentase alokasi dana APBD Tahun Anggaran 2001 –2003.

Tabel4

Persentase Alokasi APBD Kab.Muba

Tahun Anggaran 2001 –2003

Belanja TA 2001 TA 2002 TA 2003

• RutinGaji Pegawai 40,4 27,8 23,1Non Pegawai 10,4 17,5 6,6

• PembangunanSektor Transportasi 17,8 15,1 31,1Sektor Pembangunan Daerah dan pemukiman

11,1 12,2 3,6

Sektor Pendidikan 2,9 3,6 14,8Sektor Kesehatan, Kesra, Pen. Wanitadan Remaja

3,9 3,2 4,6

Sektor Aparatur 4,7 6,3 2,1Sektor Lainnya (15 sektor) 8,8 14,3 14,1

Sumber : Pemda Kab. Muba

11

Dari data pada tabel 4 tersebut diketahui bahwa terjadipenurunan persentase alokasi untuk belanja pegawai, sedangkanbelanja pembangunan sektor transportasi mengalami kenaikan rata-rata sebesar 21,5% selama tiga tahun anggaran.

Hampir 30% dari APBD tahun 2002 dialokasikan untuk belanjapegawai daerah dan jumlah yaitu sekitar 92% dikeluarkan dariDana Alokasi Umum (DAU). Besarnya jumlah pengeluaran untukbelanja pegawai, telah mengurangi kemampuan fiskal (fiscalcapacity) untuk penyediaan dana pembangunan. Padasisi lain untuk melaksanakan percepatan pembangunaninfrastruktur jalan dan prasarana lainnya memerlukan danainvestasi yang lebih banyak.

Diantara upaya untuk mendapatkan dana investasi yangditempuh oleh Pemerintah Daerah adalah mendapatkan sumber danapinjaman dari dalam negeri dengan persyaratan non komersil. Halini perlu ditempuh karena ternyata dalam tiga tahun pelaksanaanotonomi daerah, secara umum daerah-daerah itu belum mampu“mengakumulasikan modal investasi”. Dan kemungkinan kemandiriandaerah untuk membangun dengan kemampuan modal investasi sendiri,baru akan terwujud dalam beberapa tahun mendatang.

Salah satu upaya untuk menarik para investor menanamkanmodal adalah menyediakan infrastruktur yang baik untukkelancaran transportasi, kemudahan komunikasi dan tersedianyafasilitas pelayanan seperti air bersih, perkantoran, listrik dansemua akomodasi.

7.1 Kelayakan Kabupaten Muba Mendapatkan Pinjaman

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat ini untukmendapatkan fasilitas dana pinjaman terdapat beberapapersyaratan yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Daerah yaitu ;

1. Maksimum jumlah dana pinjaman tidak lebih dari 75%penerimaan umum (PU) APBD dan Debt Service Coverage Ratio (DSCR),minimal 2,5.

2. Jangka penggunaan dana pinjaman sesuaidengan kemampuandaerah mengembalikan serta tujuan penggunaan daerah.

3. Tingkat bunga yang dikeluarkan tidak melebihi bunga

pinjaman pada BankPemeritah.

4. Akad kredit pinjaman dituangkan pada akte notaris.

5. Sebagai jaminan pinjaman adalah dana APBD setelah mendapat persetujuan

DPRD.6. Angsura pengembalian pinjaman Pemeritah Daerah

dicantumkan dalam pos pembiayaan APBD. Hal ini berlakuuntuk pinjaman jangka pendek dan jangka panjang.

12

7. Kewajiban pembayaran angsuran yang jatuh tempo merupakan prioritas pada pengeluaran APBD tahun berjalan.

8. Persetujuan perjanjian pinjaman harus diumumkan dalam Lembaran Daerah oleh

Pemda yangbersangkutan.

7.2 Kapasitas Pemda untuk Melakukan Pinjaman

Sebagaimana dikemukakan di atas, jumlah pinjaman maksimum tidak melebihi

75% dari Penerimaan Umum (PU) APBD, dimana

PU = PD – (DAK + DD + DP + PL)

PD = Jumlah penerimaan daerah = APBD

– DAU DAK = Dana Alokasi Umum

DP = Dana Kontijensi

DP = Dana Pinjaman

DL = Penerimaan Lain (earmark expenditures)

Dengan demikian maka penerimaan umum Pemda Kab, Mubaberdasarkan realisasi APBN TA 2002 adalah :

PU = (624925,7 – 257237,0) – (5.537,0 + 0 + 14.067,7 + 0)

= 359.615,3

Kapasitas meminjam adalah = 75% x 359.615,3 = Rp 269.711,5 juta.

7.3 Kapasitas membayar kembali pinjaman

Persyaratan kemampuan membayar utang didapat berdasarkanratio jumlah dana yang akan dipinjam (DP) dengan totalpenerimaan umum (PU), minimal 2,5 juta di atas jumlah kredityang diminta atau dengan formula

(PAD + BD + DAU ) − BWRatio Kapasitas Pengembalian Kredit = P + B + BC

565.636,3 −176.268,3=

542.125,0

dimana :

P = Pinjaman pokokB = Biaya pinjaman

= Rp 718,2 milliar

13

BC = Biaya lain, termasuk feeDengan asumsi dana pinjaman yang diperlukan sebesar Rp 200 milliar, maka :

K =

200.000.000.000 ×100% = 6,12%PU 359.613,376

Dengan demikian jumlah dana pinjaman tersebut masih layak diberikan karena :

K1. kurang dari 75 %PU

2. Kapasitas pengembalian kredit lebih dari 2,5.

VIII. PenutupUntuk mengetahui apakah suatu daerah otonom

kabupaten/kota memiliki kemampuan dalam mengatur danmengurus rumah tangganya sendiri terdapat beberapa kriteriaantara lain:

1. Memiliki sumber-sumber kemampuan dan kemampuan

keuangan daerah sendiri. Dalam hal ini daerah Kabupaten

Muba memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar

terutama minyak dan gas serta batu bara. Potensi sumber

daya alam tersebut membutuhkan dana investasi untuk

membangun infrastruktur maupun pengolahan produksi.

Sumber dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

selama tahun anggaran 2001 – 2003 menunjukkan kenaikan

pendapatan yang cukup besar jumlahnya, masing-masing

Rp500.978,8 juta, Rp655.329,2 juta dan Rp708.040,9 juta.

Oleh karena dalam kurun waktu 3 tahun anggaran tersebut

pemerintah daerah dapat menyediakan 51,4%, 53,7%

dan 55,5% dan investasi untuk pembangunan prasarana

pendidikan, kesehatan dan jalan raya kabupaten. Untuk

mempercepat laju pembangunan masih diperlukan dana

investasi terutama untuk pembangunan jalan raya,

fasilitas telekomunikasi dan penyediaan air bersih.

Sedangkan untuk peningkatan penyediaan listrik, pemda

telah membangun pembangkit listrik yang

didistribusikan kepada konsumen di kota dan desa bekerja

sama dengan pihak PLN.Sumber-sumber pendanaan investasi yang berasal dari pinjaman sampai saatini sedang diupayakan melalui lembaga keuangan atau pinjaman kepada

14

masyarakat (swasta dalam negeri). Hal itu perlu ditempuh

karena sumber dana pinjaman dari pemerintah pusat (two

step loan) belum mendapat persetujuan sampai tahun 2006.2. Kriteria dearah otonom berikutnya adalah kemampuan pemerintah daerah

dalam penyelenggaraan tugas-tugas mengatur dan menyusun

rumah tangga daerah, dengan tata kelola yang baik (good

governance). Artinya pemda harus memiliki aparat yang

profesional, disiplin, memiliki moral dan kejujuran, guna

menunjang pencapaian tujuan yang disusun dalam

perencanaan strategis daerah. Kemudian disamping aparat

yang baik, pemda harus ditata melalui struktur

organisasi pemda yang mampu menampung dan

menyelesaikan aktivitas dan tugas-tugas yang merupakan

beban dan tanggung jawabnya. Artinya struktur

organisasi pemda harus mencerminkan

kebutuhan, pembagian tugas, wewenang dan tanggung

jawab yang jelas.

3. Dalam era otonomi daerah saat ini, pemda

harus mampu mendorong partisipasi masyarakat lokal.

Oleh karena itu, struktur organisasi serta

kelincahan aparat daerah dituntut supaya mendorong peran

serta masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan

pencapaian hasil kegiatan pembangunan daerahnya.

IX. Daftar Pustaka

BAF & JICA, 2002, Kebijakan Fiskal, BAF – Dep. Keuangan RI, Jakarta

Elmi, Bachrul, 2002, Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di

Indonesia, UI. Press Jl.Salemba, Jakarta

IMF, 2004, Fiscal Transparancy, IMF, Publication Services, 700 19th street, NW, Washington DC, USA

Kep. Menteri Keuangan No. 579 tahun 2003 tentang Penundaan Pelaksanaan Pinjaman

Daerah.

PP No. 107 tahun 2002

Sidik, Machfud, dkk, 2002, Dana Alokasi Umum, Penerbit Buku Kompas, Jakarta

15

Sidik, Machfud, dkk, 2004, Bunga Rampai Desentralisasi Fiskal, DJPKPD – Dep.

Keuangan RI, Jakarta

Wannacott Paul & Ronald, 1990, Economic, John Willey & Sons, NY

U. S. Information Aagency, 1998, Economic Perspective, Bureau of Information USIA’s

International

16