aliran dalam filsafat barat modern

32
BAB I LATAR BELAKANG Secara historis abad modern dimulai sejak adanya krisis abad pertengahan. Selama dua abad (abad 15 dan 16) di Eropa muncul sebuah gerakan yang menginginkan seluruh kejayaan filsafat dan kebudayaan kembali hadir sebagaimana pernah terjadi pada masa jayanya Yunani kuno. Gerakan tersebut dinamakan renaissance 1 . Renaissance berarti kelahiran kembali, yaitu lahirnya kebudayaan Yunani dan kebudayaan Romawi 2 . Pada saat itu gejala masyarakat untuk melepaskan diri dari kungkungan dogmatisme Gereja sudah mulai tampak di Eropa. Abad pertengahan manusia tidak bisa berekspresi secara bebas, manusia dininakbobokkan lebih kurang 1000 tahun lamanya. Pada abad ke 14 dan 15 terutama di Italia muncul keinginan yang kuat, sehingga memunculkan penemuan- 1 Renaissance, berasal dari bahasa Perancis berarti ‘kelahiran kembali’ atau ‘kebangkitan kembali’. Renaissance menunjukkan suatu gerakan yang meliputi suatu zaman dimana orang merasa dilahirkan kembali dalam keadaban. Di dalam kelahiran kembali itu orang kembali kepada sumber-sumber yang murni bagi pengetahuan dan keindahan. Zaman renaissance juga berarti zaman yang menekankan otonomi dan kedaulatan manusia dalam berpikir, dalam mengadakan eksplorasi, eksprimen, dalam mengembangkan seni, sastra dan ilmu pengetahuan di Eropa. Lihat. Lorens Bagus, Kamus filsafat, (Jakarta: Gramedia, 1996 ), hlm. 953-954 2 Sutarjo A. Wiramihardja, Pengantar filsafat; sistematika filsafat, sejarah filsafat, logika dan filsafat ilmu, metafisika dan filsafat manusia, aksiologi, (Bandung: Refika Aditama,2006), hlm. 59 1

Upload: independent

Post on 01-Feb-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

LATAR BELAKANG

Secara historis abad modern dimulai sejak adanya

krisis abad pertengahan. Selama dua abad (abad 15 dan

16) di Eropa muncul sebuah gerakan yang menginginkan

seluruh kejayaan filsafat dan kebudayaan kembali hadir

sebagaimana pernah terjadi pada masa jayanya Yunani

kuno. Gerakan tersebut dinamakan renaissance1.

Renaissance berarti kelahiran kembali, yaitu lahirnya

kebudayaan Yunani dan kebudayaan Romawi2. Pada saat itu

gejala masyarakat untuk melepaskan diri dari kungkungan

dogmatisme Gereja sudah mulai tampak di Eropa. Abad

pertengahan manusia tidak bisa berekspresi secara

bebas, manusia dininakbobokkan lebih kurang 1000 tahun

lamanya.

Pada abad ke 14 dan 15 terutama di Italia muncul

keinginan yang kuat, sehingga memunculkan penemuan-

1Renaissance, berasal dari bahasa Perancis berarti ‘kelahirankembali’ atau ‘kebangkitan kembali’. Renaissance menunjukkan suatugerakan yang meliputi suatu zaman dimana orang merasa dilahirkankembali dalam keadaban. Di dalam kelahiran kembali itu orangkembali kepada sumber-sumber yang murni bagi pengetahuan dankeindahan. Zaman renaissance juga berarti zaman yang menekankanotonomi dan kedaulatan manusia dalam berpikir, dalam mengadakaneksplorasi, eksprimen, dalam mengembangkan seni, sastra dan ilmupengetahuan di Eropa. Lihat. Lorens Bagus, Kamus filsafat, (Jakarta:Gramedia, 1996 ), hlm. 953-954

2Sutarjo A. Wiramihardja, Pengantar filsafat; sistematika filsafat, sejarahfilsafat, logika dan filsafat ilmu, metafisika dan filsafat manusia, aksiologi, (Bandung:Refika Aditama,2006), hlm. 59

1

penemuan baru dalam bidang seni dan sastra, dari

penemuan tersebut sudah memperlihatkan suatu

perkembangan baru. Manusia berani berpikir secara baru,

antara lain mengenai dirinya sendiri, manusia

menganggap dirinya sendiri tidak lagi sebagai fitiator

mundi, yaitu orang yang berziarah di dunia ini,

melainkan sebagai vaber mundi, yaitu orang yang

menciptakan dunianya.3

Pada saat itu manusia mulai dianggap sebagai pusat

kenyataan, hal itu terlihat secara nyata dalam karya-

karya seniman zaman renaissance seperti Donatello,

Botticelli, Michelangelo (1475-1564), Raphael (1483-

1520), Perugino (1446-1526), dan Leonardo da Vinci

(1452-1592). Dalam bidang penjelajahan terlihat

beberapa nama besar seperti Cristopher Colombus (1451-

1506) dan Ferdinand Magellan (1480-1521). Sedangkan

dalam bidang ilmu pengetahuan terdapat beberapa tokoh

hebat antara lain Nicolaus Copernicus (1478-1543),

Andreas Vasalius (1514-1564), Galileo Galilei (1546-

1642), Johannes Kepler (1571-1642), dan Francis Bacon

(1561-1632) bangsawan Inggris yang meletakkan dasar

filosofis untuk perkembangan dalam bidang ilmu

pengetahuan dengan mengarang suatu maha karya yang

bermaksud menggantikan teori Aristoteles tentang ilmu

3Hasan Bakti Nasution, Filsafat Umum, (Jakarta: Gaya MediaPratama, 2001), hlm. 176

2

pengetahuan dengan suatu teori baru dalam bukunya

Novum Organon.4

Zaman renaissance sering disebut sebagai sebagai

zaman humanisme, sebab pada abad pertengahan manusia

kurang dihargai sebagai manusia, kebenaran diukur

berdasarkan kebenaran gereja, bukan menurut yang dibuat

oleh manusia. humanisme menghendaki ukuran haruslah

manusia, karena manusia mempunyai kemampuan berpikir,

berkreasi, memilih dan menentukan, maka humanisme

menganggap manusia mampu mengatur dirinya dan mengatur

dunianya.

Ciri utama renaissance dengan demikian adalah

humanisme, individualisme, lepas dari agama. Manusia

sudah mengandalkan akal (rasio) dan pengalaman

(empiris) dalam merumuskan pengetahuan, meskipun harus

diakui bahwa filsafat belum menemukan bentuk pada zaman

renaissance, melainkan pada zaman sesudahnya, yang

berkembang pada waktu itu sains, dan penemuan-penemuan

dari hasil pengembangan sains yang kemudian

berimplikasi pada semakin ditinggalkan agama kristen

karena semangat humanisme. Fenomena tersebut cukup

tampak pada abad modern.5

4K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Yogyakarta:Kanisius,1998), hlm. 44-45

5Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai Capra,(Bandung: Rosdakarya, 2000),hlm. 126-127

3

Zaman modern merupakan zaman tegaknya corak

pemikiran filsafat yang berorientasi antroposentrisme6,

sebab manusia menjadi pusat perhatian. Pada masa Yunani

dan abad pertengahan filsafat selalu mencari substansi

prinsip induk seluruh kenyataan. Para filsuf Yunani

menemukan unsur-unsur kosmologi sebagai prinsip induk

segala sesuatu yang ada. Sementara para tokoh abad

pertengahan, Tuhan menjadi prinsip bagi segala yang

ada, namun pada zaman modern, peranan substansi diambil

alih oleh manusia sebagai ‘subjek’ yang terletak di

bawah seluruh kenyataan, dan memikul seluruh kenyataan

yang melingkupinya.

Oleh karena itu zaman modern sering disebut

sebagai zaman pembentukan ‘subjektivitas’, karena

seluruh sejarah filsafat zaman modern dapat dilihat

sebagai satu mata rantai perkembangan pemikiran

mengenai subjektivitas. Semua filsuf zaman modern

menyelidiki segi-segi subjek manusiawi.

Aliran yang menjadi pendahuluan ajaran filsafat

modern ini didasarkan pada suatu kesadaran atas

individual, dan yang kongkret.7

6Ajaran yg menyatakan bahwa pusat alam semesta adalahmanusia, dalam Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar BahasaIndonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), hlm. 76

7Poedjawijatna, Pembimbing ke Alam Filsafat, (Jakarta: Bina Aksara,1986), hlm. 106

4

Filsuf paling awal meletakkan dasar filsafat

secara modern dengan cara menyelidiki subjektivitas

manusia dengan pendekatan rasio adalah Rene Descartes,

melalui Descarteslah warna kemoderenan benar-benar

hidup yang kemudian diikuti oleh filsuf-filsuf

sesudahnya dengan mengembangkan aliran-aliran lain

seperti Rasionalisme, Empirisme, Kritisisme, Idealisme,

Positivisme, Evolusionisme, Materialisme, Neo-

Kantianisme, Pragmatisme, Filsafat Hidup, Fenomenologi,

Eksistensialisme, dan Neo-Thomsme.

BAB II

SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT BARAT MODERN

Akhir abad ke 16 Eropa memasuki abad sangat

menentukan dalam dunia perkembangan filsafat, sejak

Descartes, Spinoza dan Leibniz mencoba untuk menyusun

suatu sistem filsafat dengan dunia yang berpikir dalam

pusatnya, yaitu suatu sistem berpikir rasional.

Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan

bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam

memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan.

5

Rasionalisme pada dasarnya ada dua macam, yaitu

dalam bidang agama dan filsafat, dalam agama

rasionalisme adalah lawan autoritas.8 Sementara dalam

bidang filsafat rasionalisme adalah lawan empirisme.

Rasionalisme dalam bidang agama biasanya digunakan

untuk mengkritik ajaran agama, rasionalisme dalam

filsafat berguna sebagai teori pengetahuan.

Sejarah rasionalisme pada esensialnya sudah ada

sejak Thales ketika merumuskan filsafatnya, kemudian

pada kaum sofis dalam melawan filsafat Socrates, Plato

dan Aristoteles, dan beberapa filsuf sesudahnya. Dalam

abad modern tokoh utama rasionalisme adalah Rene

Descartes,9 sebab Descarteslah orang yang membangun

fondasi filsafat jauh berbeda bahkan berlawanan dengan

fondasi filsafat abad pertengahan.10

Dasar filosofis utama Descartes adalah bahwa

perkembangan filsafat sangat lambat bila dibandingkan

dengan laju perkembangan filsafat pada zaman

sebelumnya. Ia melihat tokoh-tokoh gereja yang

mengatasnamakan agama telah menyebabkan lambatnya

perkembangan filsafat. Descartes ingin melepaskan diri

dari dominasi gereja dan mengembalikan pada semangat

8A. Hanafi, Ihktisar Sejarah Filsafat Barat, (Jakarta: PustakaAlhusna,1981), hlm. 55

9Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, (Jakarta: GhaliaIndonesia, 1986), hlm. 68

10Lihat Ahmad Tafsir, hlm. 129

6

filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada

akal. Dengan demikian corak utama filsafat modern yang

dimaksud di sini adalah dianutnya kembali rasionalisme

seperti pada masa Yunani kuno. Rasionalisme yang

dikembangkan oleh Descartes, kemudian dikembangkan lagi

oleh Spinoza, Leibniz dan Pascal.

Paham yang berlawanan dengan rasionalisme adalah

empirisme. aliran ini lebih menekankan peranan

pengalaman dan mengecilkan peran akal dalam memperoleh

pengetahuan. Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah

lawan dari rasionalisme. Dalam menguatkkan doktrinnya,

empirisme mengembangkan dua teori, yaitu teori tentang

makna yang begitu tampak pada pemikiran J. Locke dalam

buku An Essay Concerning Human Understanding ketika ia

menentang innate idea (ide bawaan) rasionalisme

Descartes. Teori tentang makna kemudian dipertegas oleh

D. Hume dalam bukunya Treatise Of Human Nature dengan cara

membedakan antara ide dan kesan (impression).11 Pada abad

20 kaum empiris cenderung menggunakan teori makna

mereka pada penentuan apakah suatu konsep diterapkan

dengan benar atau tidak. Filsafat empirisme tentang

teori makna berdekatan dengan positivisme logis. Oleh

karena itu, bagi penganut empirisis jiwa dapat dipahami

sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi sebagai

11Lihat Poedjawijatna, hlm. 201

7

pola jumlah yang dapat diindera, dan hubungan

kausalitas sebagai urutan peristiwa yang sama.

Teori kedua yaitu teori pengetahuan, menurut

pengikut rasionalisme ada bbeberapa kebenaran umum

seperti setiap kejadian mempunyai sebab, seperti dasar-

dasar matematika, dan beberapa prinsip dasar etika yang

dikenal dengan istilah kebenaran apriori yang diperoleh

lewat institusi rasional. Empirisme menolak pendapat

seperti itu, mereka menganggap bahwa kebenaran hanya

aposteriori yaitu pengetahuan melalui observasi. Tokoh

empirisme yang eksis mengembangkan teori ini J. Locke,

D. Hume dan H. Spencer.12

Rasionalisme dan empirisme dalam pandangan

kritisisme sudah terjebak pada paham ekslusivisme,

kedua aliran ini sama-sama mempertahankan kebenaran,

seperti rasionalisme mengatakan bahwa sumber

pengetahuan adalah rasio, sementara empirisme

mengatakan sumber pengetahuan adalah pengalaman,

padahal masing-masing aliran ini memiliki kelemahan-

kelemahan. Dalam kondisi seperti itu Immanual Kant

tampil untuk mendamaikan kedua aliran tersebut, menurut

Kant bahwa pengetahuan merupakan hasil kerja sama dua

unsur yaitu ‘pengalaman inderawi’ dan ‘keaktifan akal

budi’. Pengalaman inderawi merupakan unsur aposteriori

12Hasan Bakti Nasution,Filsafat Umum, (Jakarta: Gaya MediaPratama, 2001), hlm.171

8

(yang datang kemudian), akal budi merupakan unsur apriori

(yang datang lebih dulu). Empirisme dan rasionalisme

hanya mementingkan satu dari dua unsur ini. Kant telah

memperlihatkan bahwa pengetahuan selalu merupakan

sebuah sintesis.13

Revolusi kopernikan yang telah diadakan Kant dalam

bidang filsafat dengan kritisismenya, diteruskan dengan

lebih radikal lagi oleh pengikutnya.14 Para murid Kant

tidak puas terhadap batas kemampuan akal, alasannya

karena akal murni tidak akan dapat mengenal hal yang

berada di luar pengalaman. Untuk itu dicari suatu

sistem metafisika yang ditemukan lewat dasar tindakan.

Para idealis dalam hal ini tidak sepakat dengan Kant

dan mereka menyangkal adanya ‘das ding an sich’ (realitas

pada dirinya). Menurut mereka, Kant jatuh dalam

kontradiksi dengan mempertahankan ‘das ding an sich’.

Menurut Kant sendiri penyebab merupakan salah satu

katagori akal budi dan akibatnya tidak boleh disifatkan

pada das ding an sich. Karena alasan-alasan serupa itu para

idealis mengesampingkan ‘das ding an sich’. Menurut

pendapat mereka tidak ada suatu realitas pada dirinya

atau suatu realitas yang objektif. Realitas seluruhnya

merupakan hasil aktivitas suatu subjek, yang dimaksud13Harry Hamersma, Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern, (Jakarta:

Gramedia, 1992), hlm.2714Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2008), hlm. 119-120

9

subjek di sini bukan subjek perorangan melainkan subjek

absolut. Pemikiran idealisme dikembangkan oleh Fichte

dengan idealisme subjektif, Schelling dengan idealisme

objektif dan Hegel dengan idealisme mutlak.15

Pada pertengahan abad ke 20 ilmu pengetahuan

positif berkembang pesat di Eropa dan Amerika. Salah

satu metode kritis yang berkembang pada waktu itu yaitu

munculnya filsafat fenomenologi sebagai sumber berpikir

kritis. Fenomenologi adalah metode yang diperkembangkan

oleh Edmund Husserl berdasarkan ide-ide gurunya Franz

Brentano.

Menurut Husserl bahwa objek harus diberi

kesempatan untuk berbicara, yaitu dengan cara deskripsi

fenomenologi yang didukung oleh metode deduktif,

tujuannya adalah untuk melihat hakikat gejala-gejala

secara intuitif. Sedangkan metode deduktif

mengkhayalkan fenomena berbeda, sehingga akan terlihat

batas invariable dalam situasi yang berbeda.16

Filsafat untuk abad sekarang bukan lagi barang

baru dan momok yang harus ditakutkan oleh banyak orang,

tetapi yang menjadi kendala dalam menyampaikan maksud-

maksud filsafat kepada masyarakat secara luas yaitu

15Lihat Harry Hamersma, hlm. 3516Lihat Ahmad Tafsir, hlm. 217-223

10

bahasa. Filsuf dalam kondisi seperti itu harus menaruh

perhatian besar guna menjelaskan kaidah-kaidah bahasa

dalam filsafat agar mudah dipahami oleh masyarakat.

Perhatian terhadap bahasa tersebut awalnya dilakukan

oleh G.E. More, kemudian diteruskan oleh B. Russel dan

Wittgenstein. Melalui Wittgenstein inilah muncul metode

analisis bahasa. Metode analisis bahasa yang

ditampilkan oleh Wittgenstein berhasil membentuk pola

pemikiran baru dalam dunia filsafat. Tugas filsafat

bukan saja membentuk pernyataan tentang sesuatu yang

khusus, melainkan memecahkan persoalan yang timbul

akibat ketidakpahaman terhadap logika bahasa.17

Filsafat dengan demikian sejak kemunculanya sampai

sekarang telah memberikan warna menarik, terutama dalam

merumuskan pertanyaan-pertanyaan sambil memberikan

jawaban-jawaban kepada kita sebagai manusia yang hidup

pada abad modern ini.

BAB III

TOKOH-TOKOH DALAM FILSAFAT BARAT MODERN

1. Rene Descartes (1596-1650)

Lahir di La Haye, Perancis, 31 Maret

1596 – meninggal di Stockholm, Swedia, 11 Februari 1650

17Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik, Sejarah, Perkembangan, Dan PerananPara Tokohnya, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2001), hlm. 7-8

11

(pada umur 53 tahun), juga dikenal sebagai Renatus

Cartesius dalam literatur berbahasa Latin, merupakan

seorang filsuf dan matematikawan Perancis. Karyanya

yang terpenting ialah Discours de la méthode (1637) dan

Meditationes de prima Philosophia (1641).

Descartes, kadang dipanggil "Penemu Filsafat

Modern" dan "Bapak Matematika Modern", adalah salah

satu pemikir paling penting dan berpengaruh dalam

sejarah barat modern. Pemikirannya membuat sebuah

revolusi falsafi di Eropa karena pendapatnya yang

revolusioner bahwa semuanya tidak ada yang pasti,

kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berpikir. Dalam

bahasa Latin kalimat ini adalah: cogito ergo sum sedangkan

dalam bahasa Perancis adalah: Je pense donc je suis.

Keduanya artinya adalah: "Aku berpikir maka aku ada".

(Ing: I think, therefore I am).18

2. Spinoza (1632-1677)

Nama lengkapnya adalah Baruch de Spinoza, dalam

bahasa Latin disebut Benedictus dan dalam bahasa

Portugis dengan Bento19. Ia lahir di Amsterdam, Belanda

tahun 1632 dan wafat tahun 1677 di Den Haag.

Berbeda dengan Descartes, sesuai dengan

semboyannya “Deus sen Natura” (Tuhan atau Alam),

18Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm 16919Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm.170

12

Spinoza adalah seorang rasionalis yang mistik.

Menurutnya, seluruh kenyataan merupakan kesatuan, dan

kesatuan sebagai satu-satunya substansi sama dengan

Tuhan atau alam. Segala sesuatu termuat dalam Tuhan-

alam. Tuhan sama dengan aturan kosmos, sehingga hukum-

hukum alam sama dengan kehendakk Tuhan.20

3. Jhon Locke (1632-1704)

John Locke dilahirkan pada tanggal 28 Agustus 1632

di Wrington, Somerset. Adalah seorang filsuf dari

Inggris yang menjadi salah satu tokoh utama dari

pendekatan Empirisme. Locke menekankan pentingnya

pendekatan empiris dan juga pentingnya eksperimen-

eksperimen di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.

Selain itu, di dalam bidang filsafat politik, Locke

juga dikenal sebagai filsuf negara liberal. Locke

menandai lahirnya era Modern dan juga era pasca-

Descartes (post-Cartesian), karena pendekatan Descartes

tidak lagi menjadi satu-satunya pendekatan yang dominan

di dalam pendekatan filsafat waktu itu.

Akhir hidup Locke, Pada tahun 1700, Locke pensiun

dari pekerjaannya. Ia menjalani sisa kehidupannya

selama 4 tahun. Kesehatan Locke makin menurun dan ia

menderita penyakit asma. Bulan-bulan akhir tahun 1704

merupakan saat-saat terakhir kehidupannya, Ia meninggal

20Lihat Harry Hamersma, hlm.11

13

tanggal 28 Oktober 1704, beliau dikuburkan di High

Laver.21

Locke meneruskan pembelajarannya dalam bidang

filsafat. Salah satu pemikiran Locke yang paling

berpengaruh di dalam sejarah filsafat adalah proses

manusia mendapatkan pengetahuan. Menurut Locke, seluruh

pengetahuan bersumber dari pengalaman manusia, sebelum

seorang manusia mengalami sesuatu, pikiran manusia

belum berfungsi atau masih kosong ibarat sebuah kertas

putih, yang kemudian mendapatkan isinya dari

pengalaman yang dijalani oleh manusia itu. Ada dua

macam pengalaman manusia, yakni pengalaman lahiriah dan

batiniah.22 Pengalaman lahiriah adalah pengalaman yang

menangkap aktivitas indrawi yaitu segala aktivitas

material yang berhubungan dengan panca indra manusia.

Kemudian pengalaman batiniah terjadi ketika manusia

memiliki kesadaran terhadap aktivitasnya sendiri

dengan cara mengingat, menghendaki, meyakini, dan

sebagainya. Kedua bentuk pengalaman manusia inilah yang

akan membentuk pengetahuan melalui proses selanjutnya.

4. David Hume (1711-1776)

David Hume lahir di Edinburgh, Skotlandia, 1711.

Ayahnya adalah seorang pengacara dan tuan tanah,

21Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm 17122Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm. 176

14

sedangkan ibunya adalah Kalvinis keras.23 Ia

mempelajari hukum, sastra, dan filsafat di Universitas

Edinburgh. Peribadinya lebih tertarik dengan dunia

filsafat disbanding dengan dunia lainnya.

Zaman David Hume, dikatakan “zaman akal budi”.

Menurutnya, budi merupakan ide penting yang mungkin

menjadi alasan bagi Hume untuk menunjukkan batas-batas

akal budi. Ia senang menghancurkan ide-ide besar saat

itu.24

5. Immanuel Kant (1724-1804)

Dia lahir di Königsberg, 22 April 1724 – meninggal

di Königsberg, 12 Februari 1804 pada umur 79 tahun, dia

adalah seorang filsuf Jerman. Karya yang terpenting

adalah Kritik der Reinen Vernunft, 1781. Dalam bukunya ini ia

“membatasi pengetahuan manusia”. Atau dengan kata lain

“apa yang bisa diketahui manusia.” 25Ia menyatakan ini

dengan memberikan tiga pertanyaan:

a.Apakah yang bisa kuketahui?

b.Apakah yang harus kulakukan?

c.Apakah yang bisa kuharapkan?

Yang dari pertanyaan diatas dijawab sebagai berikut:

23Linda Smith dan William Roeper, Ide-Ide Filsafat dan Agama Duludan Sekarang, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm.71

24Terjadi pada 1500-1700, Eropa dilanda dengan peperanganagama, situasi ini pula yang menyebabkan Hume lebih menghargaiagama. Lihat Linda Smith dan William Roeper,hlm. 72

25Lihat Harry Hamersma, hlm. 64-65

15

a.Apa-apa yang bisa diketahui manusia hanyalah yang

dipersepsi dengan panca indra. Lain daripada itu

merupakan “ilusi” saja, hanyalah ide.

b.Semua yang harus dilakukan manusia harus bisa

diangkat menjadi sebuah peraturan umum. Hal ini

disebut dengan istilah “imperatif kategoris”.

Contoh: orang sebaiknya jangan mencuri, sebab

apabila hal ini diangkat menjadi peraturan umum,

maka apabila semua orang mencuri, masyarakat tidak

akan jalan.

c. Yang bisa diharapkan manusia ditentukan oleh akal

budinya. Inilah yang memutuskan pengharapan

manusia.

6. Friedrich Wilhelm josep Van Schelling (1775-1854)

Beliau adalah seorang filsuf berkebangsaan Jerman,

lahir di Gonberg tahun 1775 dan wafat di Swiss tahun

1854. Selain sebagai seorang filsuf Schelling juga

adalah seorang ahli ilmu alam. Schelling adalah seorang

idealism obyektif, yang menurutnya kebenaran gambaran

tentang dunia tidaklah ditentukan oleh subyek (ego),

melainkan oleh obyek pengamatan, yaitu bagaimana obyek

itu menampilkan dirinya, atau bagaimana obyek

menyadarkan subyek. Semboyannya yang popular adalah Wir

16

haben eine altere offenbarung als jede geschriebene, kita mempunyai

wahyu yang lebih tua dari yang tertulis, yaitu alam.26

7. Hegel (1770-1831)

Nama lengkapnya ialah Wilhelm Friedrich Hegel,

seorang filsuf Jerman, lahir di Stuttgard tahun 1770

dan wafat tahun 1831 di Berlin. Hegel adalah seorang

idealisme mutlak, yang mengatakan Das wahre ist das ganze,

yang benar itu yang menyeluruh. Membuktikan kebebarannya yang

mutlak itu, Hegel menyusun alur pikir yang disebut

dialektika, yaitu tesis “ada”, anti-tesis “tiada” dan sintesis

“menjadi”. Terjadinya dialektika tersebut berputar dalam

pikiran semata, sehingga seluruh konsep harus

direlevansikan.27

8. Karl Max (1818-1883)

Karl Heinrich Marx lahir di Trier, Prusia, 5 Mei

1818  dan wafat di London, Inggris, 14 Maret 1883 (pada

umur 64 tahun) adalah seorang filsuf, pakar ekonomi

politik dan teori kemasyarakatan dari Prusia.

Marxisme pada hakekatnya bukanlah merupakan suatu

penafsiran terhadap perubahan proses-proses dalam

masyarakat, akan tetapi merupakan sebuah terori yang

menyatakan bahwa hukum objektif perkembangan masyarakat

dapat ditetapkan sama seperti halnya penemuan-penemuan26Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm 17727Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm 178

17

dalam bidang ilmu pengetahuan sehingga bisa bersifat

pasti dan universal. Yang diantara pemikrannya mengenai

agama dan masyarakat.28

9. Auguste Comte (1798-1857)

Auguste Comte yang lahir di Montpollier, Perancis

pada 19 Januari 1798, adalah anak seorang bangsawan

yang berasal dari keluarga berdarah katolik. Namun,

diperjalanan hidupnya Comte tidak menunjukan

loyalitasnya terhadap kebangsawanannya juga kepada

katoliknya dan hal tersebut merupakan pengaruh suasana

pergolakan social, intelektual dan politik pada

masanya.29

Dasar pemikiran Comte diperoleh secara inspiratif

dari Saint Simon, Charles Lyell, dan Charles Darwin.

Selain dari itu, pemikiran Herbert Spencer mengenai

“hukum perkembangan” juga mempengaruhi pemikirannya.

Kata “rasional” bagi Comte terkait dengan masalah yang

bersifat empirik dan positif yakni pengetahuan riil yang

diperoleh melalui observasi (pengalaman indrawi),

eksperimentasi, komparasi, dan generalisasi-induktif

diperoleh hukum yang sifatnya umum sampai kepada suatu

teori.

28Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat, (Yogjakarta:Kanisius, 1980), hlm.121.

29Lihat Hasan bakti Nasution, hlm. 183

18

Karena itulah maka bagi positivisme, tuntutan

utama adalah pengetahuan faktual yang dialami oleh

subjek, sehingga kata rasional bagi Comte menunjuk

peran utama dan penting rasio untuk mengolah fakta

menjadi pengalaman. Berdasarkan atas pemikiran yang

demikian itu, maka sebagai konsekuensinya metode yang

dipakai adalah “Induktif-verifikatif”.30

Menurut Comte, perkembangan manusia berlangsung

dalam tiga tahap. Pertama, tahap teologis, kedua, tahap

metafisik, ketiga, tahap positif.31

1.Tahap Teologis

Pada tahap teologis ini, manusia percaya bahwa

dibelakang gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa

adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala

tersebut. Kuasa-kuasa ini dianggap sebagai makhluk yang

memiliki rasio dan kehendak seperti manusia. Tetapi

orang percaya bahwa mereka berada pada tingkatan lebih

tinggi dari pada makhluk-makhluk selain insani.

2.Tahap Metafisik

Tahap ini bisa juga disebut sebagai tahap transisi

dari pemikiran Comte. Tahapan ini sebenarnya hanya

merupakan varian dari cara berpikir teologis, karena di30Ichwan Supandi Azis, Karl Raimund Popper dan Auguste Comte; Suatu

Tinjauan Tematik Problem Epistemologi dan Metodologi, Yogyakarta: JurnalFilsafat, Desember 2003, Jilid 35, Nomor 3, hlm. 254

31Lihat Asmoro Achmadi, hlm. 117

19

dalam tahap ini dewa-dewa hanya diganti dengan

kekuatan-kekuatan abstrak, dengan pengertian atau

dengan benda-benda lahiriah, yang kemudian dipersatukan

dalam sesuatu yang bersifat umum, yang disebut dengan

alam yang menjadi asal mula agama.

3.Tahap Positif

Pada tahap ini pengertian “menerangkan” berarti

fakta-fakta yang khusus dihubungkan dengan suatu fakta

umum. Dengan demikian, tujuan tertinggi dari tahap

positif ini adalah menyusun dan dan mengatur segala

gejala di bawah satu fakta yang umum

10. Charles Robert Darwin (1809-1882)

Charles Robert Darwin lahir di Shrewsbury,

Shropshire, Inggris, 12 Desember 1809  dan wafat di

Downe, Kent, Inggris, 19 April 1882 pada umur 72 tahun

adalah seorang naturalis Inggris yang teori

revolusionernya meletakkan landasan bagi teori evolusi

modern dan prinsip garis keturunan yang sama (common

descent) dengan mengajukan seleksi alam sebagai

mekanismenya. Teori ini kini dianggap sebagai komponen

integral dari biologi (ilmu hayat).

Sebelum Darwin, filsafat yang ditinggalkan oleh

Plato dan sedikit dimodifikasi oleh Aristoteles

menjelaskan bahwa segala sesuatu di alam ini memiliki

20

dua macam unsur, unsur esensi dan unsur aksidental.

Unsur esensi adalah unsur yang membuat kualitas sesuatu

yang bergitu adanya, sedangkan unsur aksidental adalah

unsur yang datang dan pergi tanpa mengakibatkan

perubahan identitas pada sesuatu. 32

11. Edmund Husserl (1859-1938)

Beliau adalah seorang filsuf Jerman lahir di

Prostejov, Cekoslowakia tahun 1859, dan wafat di

Freiburgh tahun 1938. Pemikiran terpentingnya adalah

Teori kebenaran, yang menurutnya kebenaran haruslah

digabung di antara subyek dengan obyek dan Tiga jenis

reduksi, Supaya dengan intuisi kita dapat menangkap

hakekat obyek-obyek, maka dibutuhkan tiga reduksi.

Reduksi-reduksi ini yang menyingkirkan semua hal

yang mengganggu kalau kita ingin

mencapai wesenschau. Reduksi pertama: menyingkirkan

segala sesuatu yang subyektif. Sikap kita harus

obyektif, terbuka untuk gejala-gejala yang harus

“diajak bicara”. Dua: menyingkirkan seluruh pengetahuan

tentang obyek yang diselidiki dan diperoleh dari sumber

lain. Tiga: menyingkirkan seluruh reduksi pengetahuan.

Segala sesuatu yang sudah dikatakan oleh orang lain

32Kumara Ari Yuana, The Greatest Philosophers - 100 Tokoh Filsuf Barat

dari Abad 6 SM - Abad 21, (Yogyakarta: Andi, 2010), hlm. 231

21

harus, untuk sementara dilupakan. Kalau reduksi-reduksi

ini berhasil, gejala sendiri dapat memperlihatkan diri,

menjadi fenomin (memperlihatkan diri).33

BAB IV

ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT BARAT MODERN

1. Rasionalisme

Rasionalisme terdir rasio dan isme, yang berarti

paham yang meletakkan kebenaran tertinggi pada akal

manusia atau paham filsafat yang mengatakan bahwa akal

(reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh

pengetahuan. Menurut aliran rasionalisme suatu

pengetahuan diperoleh haruslah dengan cara berpikir.34

Pengertian lain rasionalisme atau gerakan

rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan

bahwa kebenaran ditentukan melalui pembuktian, logika,

dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui

iman, dogma, atau ajaran agama. Hal ini

dilatarbelakangi oleh keinginan untuk membebaskan diri

33Lihat Harry Hamersma, hlm. 11734Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm. 169

22

dari segala pemikiran yang tradisional. Yang dalam hal

ini Rene Descartes adalah pendiri pada aliran ini.35

2. Empirisme

Istilah Empirisme berasal dari kata empiri yang

berarti indra atau lata indra, yang ditambah dengan

isme sebagai suatu aliran. Dengan kata lain, kebenaran

adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia.

Yang dilatarbelakangi karena adanya kemajuan ilmu

pengetahuan dapat dirasakan manfaatnya, pandangan orang

terhadap filsafat mulai merosot. Hal ini terjadi karena

filsafat dianggap tidak berguna lagi bagi kehidupan.

Pada sisi lain, ilmu pengetahuan besar sekali

manfaatnya bagi kehidupan.36

3. Kritisisme

Aliran ini muncul pada abad ke-18, yang

dilatarbelakangi manusia melihat adanya kemajuna ilmu

pengetahuan telah mencapai hasil yang menggembirakan.

Di sisi lain jalannya filsafat tersendat-sendat. Untuk

itu diperlukan upaya agar filsafat dapat berkembang

sejajar dengan ilmu pengetahuan.

35Lihat Asmoro Achmadi, hlm. 11036Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm. 171

23

Tokoh didalamnya adalah Immanuel Kant, yang

mencoba menyelesaikan persoalan diatas, awalnya ia

mengikuti rasionalisme tetapi kemudian terpengaruh

dengan empirisme. Walaupun demikian, Kant tidak mudah

untuk menerimanya. Maka akhirnya, ia mencoba mengadakan

sintesis dan mencapai suatu kesimpulan walaupun ia

mendasarkan diri pada nilai yang tinggi dari akal,

tetapi ia tidak mengingkari adanya persoalan-persoalan

yang melampaui akal. Sehinggal akal mengenal batas-

batasnya.

4. Idealisme

Peristiwa di dunia ini hanya dapat dimengerti

apabila suatu syarat dipenuhi, yaitu jika peristiwa-

peristiwa itu sudah secara otomatis mengandung

penjelasan-penjelasannya. Ide yang berpikir itu

sebenarnya adalah gerak yang menimbulkan gerak lain.

Artinya gerakan yang menimbulkan tesis, kemudian

menimbulkan anti-tesis (gerak yang bertentangan), kemudian

muncul sintesis yang merupakan tesis baru, yang nantinya

menimbulkan anti-tesis dan seterusnya. Inilah yang

disebut dengan dialektika37. Proses dialektika inilah yang

menjelaskan segala peristiwa. Yang dipelopori oleh

F.W.J. Schelling, Hegel, dan Fichte.

5. Positivisme

37Lihat Asmoro Achmadi, hlm. 114

24

Filsafat positivisme lahir pada abad ke-19. Titik

tolak pemikirannya, apa yang telah diketahui adalah

yang factual dan yang positif, sehingga metafisika

ditolaknya. Maksud positif adalah segala gejala dan

segala yang tampak seperti apa adanya, sebatas

pengalaman-pengalaman objektif. Jadi setelah fakta

diperolehnya, fakta-fakta tersebut diatur agar dapat

memberikan semacam asumsi (proyeksi) ke masa depan.

6. Evolusionisme

Airan ini dipelopori oleh ahli Zoologi, Charles

Robert Darwin. Dalam pemikirannya, ia mengajukan konsep

tentang perkembangan tentang segala sesuatu termasuk

manusia yang diatur oleh hukum-hukum mekanik, yaitu

survival of the fittest dan struggle for life.

7. Materialisme

Filsafat materialisme berpandangan bahwa hakikat

materialisme adalah materi, bukan rohani, spiritual

atau supernatural. Pandangan materialisme banyak

persamaannya dengan naturalisme. Bahkan ada filsuf yang

menyamaka keduanya, khususnya yang disebut dengan

naturalisme materialistis. Hal ini didasarkan pada

beberapa alas an. Pertama karena pandangan materialism

banyak kaitan dan persamaannya dengan rumpun ilmu-ilmu

25

alam. Kedua karena sama-sama menentang filsafat moral

dan agama.

Tidak ada kejadian yang tidak dapat diteliti

secara alamiah. Apa yang disebut alamiah atau riil

pastilah mempunyai sifat atau wujud material atau

fisik, sekalipun mungkin tampaknya tidak demikian

kepada kita. Dengan demikian, sintesis kedua paham ini

beranggapan bahwa apapun yang ada, pada akhirnya dapat

dikembalikan kepada materi.

8. Neo-Kantianisme

Setelah materialisme pengaruhnya merajalela,, para

murid Kant mengadakan gerakan lagi. Mereka ingin

kembali bersifat kritis, yang bebas dari spekulasi

idealisme dan dogmatis. Herman Cohen memberikan titik

tolak pemikirannya mengemukakan bahwa keyakinannya

kepada otoritas akal manusia untuk mencipta. Mengapa

demikian, karena segala sesuatu itu “ada” apabila

terlebih dahulu dipikirkan. Tuhan, menurut pendapatnya,

bukan sebagai person tetapi sebagai cita-cita dari

seluruh perilaku manusia.

9. Pragmatisme

Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa

Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme

adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar

26

apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan

perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara

praktis. Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang

berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah,

apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan

nyata.

Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif

tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan

sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat

tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang

lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat

yang kedua.

Pragmatisme dalam perkembangannya mengalami

perbedaan kesimpulan walaupun berangkat dari gagasan

asal yang sama. Kendati demikian, ada tiga patokan yang

disetujui aliran pragmatisme yaitu, menolak segala

intelektualisme, dan absolutisme, serta meremehkan

logika formal.38

10. Filsafat Hidup

Aliran filsafat ini lahir akibat dari reaksi

dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang menyebabkan industrialisasi semakin pesat. Hal ini

mempengaruhi pola pikir manusia. Peranan akal pikiran

hanya digunakan untuk menganalisis sampai menyusun38Lihat Asmoro Achmadi, hlm. 118

27

suatu sintesis baru. Bahkan alam semesta atau manusia

dianggap sebagai mesin yang tersusun dari beberapa

komponen dan bekerja sesuai dengan hukum-hukumnya.

Tokohnya adalah Henry Bergson.

11. Fenomenologi

Fenomenologi berasal dari kata fenomen yang

srtinya gejala, yaitu suatu hal yang tidak nyata semua.

Juga dapat diartikan sebagai ungkapan kejadian yang

dapat diamati oleh indra. Edmun Husserl (1859-1938)

adalah pendiri aliran fenomenologi, ia telah

empengaruhi pemikiran filsafat abad ke 20 ini secara

amat mendalam. Fenomenologi adalah ilmu (logos)

pengetahuan tentang apa yang tampak (phainomenon).

Dengan demikian fenomenologi adalah ilmu yang

mempelajari yang tampak atau apa yang menampakkan diri

atau fenomenon. Bagi Husserl fenomena ialah realitas

sendiri yang tampak, tidak ada selubung atau tirai yang

memisahkan subjek dengan realitas, realitas itu sendiri

yang tampak bagi subjek.

12. Eksistensialisme

Kata Eksistensialisme berasal dari kata eks = ke

luar, dan sistensi = berdiri, menempatkan. Secara umum

berarti, manusia dalam keberadaannya ditentukan oleh

akunya. Karena manusia selalu terlihat

28

disekelilingnya, sekaligus sebagai miliknya.

Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang

memandang berbagai gejala dengan berdasar pada

Eksistensinya. Artinya, bagaimana manusia berada

(bereksistensi) dalam dunia. Pelopornya adalah Soren

Kierkegaard, yang mengemukakan bahwa kebenaran itu

berada pada suatu system yang umum tetapi berada dalam

eksistensi yang individu, yang kongkret. Oleh karena

itu, eksistensi manusia penuh dengan dosa, sehingga

hanya iman kepada kristus sajalah yang dapat mengatasi

perasaan bersalah karena dosa.

13. Neo-Thomisme

Pada pertengahan abad ke-19, ditengah-tengah

gereja Katolik banyak penganut paham Thomisme, yaitu

aliran yang mengikuti paham Thomas Aquinas. Pada

mulanya dikalangan gereja terdapat semacam keharusan

untuk mempelajari ajaran tersebut. Kemudian akhirnya

menjadi sebuah paham Thomisme, yaitu pertama, paham

yang menganggap bahwa ajaran Thomas sudah sempurna.

Kedua, paham yang menganggap ajaran Thomas telah

sempurna tetapi masih terdapat hal-hal yang pada suatu

saat belum dibahas. Ketiga, paham yang menganggap bahwa

ajaran Thomas harus diikuti, akan tetapi tidak boleh

beranggapan bahwa ajarannya betul-betul sempurna.

BAB V

29

PENUTUP

A. Kesimpulan

Filsafat selalu lahir dari suatu krisis, krisis

berarati penentuan, bila terjadi krisis orang biasanya

meninjau kembali pokok pangkal yang lama dan mencoba

apakah ia dapat tahan uji. Filsafat dengan demikian

perjalanan dari satu krisis ke krisis lain. Ini berarti

bahwa manusia yang berfilsafat senantiasa meninjau

kembali eksistensi dirinya dan alam disekitarnya.

Filsafat sejak Thales sudah mempersoalkan alam

sekitarnya. Pada Socrates, Plato dan Aristoteles

persoalan yang dipetanyakan jauh meningkat yaitu

mempertanyakan eksistensi manusia, meskipun eksistensi

manusia yang tinggi pada Yunani kuno kurang mendapat

perhatian abad pertengahan.

Kehadiran filsafat abad modern yang diawali oleh

gerakan renaissance berusaha mengembalikan eksistensi

kemanusia yang hilang oleh tidur pajang 1000 tahun

lebih. Abad modern ditandai oleh penemuan-penemuan

besar dalam bidang ilmu pengetahun sehingga abad modern

menjadi abad kembalinya subjektivitas dengan memberikan

penghargaan yang setinggi-tingginya pada peranan akal.

Munculnya aliran-aliran berbeda menunjukkan bahwa abad

modern telah memperbaharui sudut pandang dogmatis

30

manusia kepada pemahaman pluralis yang didukung oleh

data dan fakta rasional dan empiris.

B. Saran-saran

Layaknya para filosof yang senatiasa mencari

kebenaran dengan sikap yang kritis, kita para mahasiswa

juga bisa menjadikan mereka contoh dalam hal yang

positif dalam konteks ilmu pengetahuan guna mendorong

dan menjadi sumber motivasi dalam menuntut ilmu.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Asmoro. 2008. Filsafat Umum.Jakarta: Raja

Grafindo Persada

Ari Yuana, Kumara.2010.The Greatest Philosophers - 100

Tokoh Filsuf Barat dari Abad 6 SM - Abad 21.Yogyakarta: Andi

Azis, Ichwan Supandi.2003 Karl Raimund Popper dan

Auguste Comte; Suatu Tinjauan Tematik Problem Epistemologi dan

Metodologi, Yogyakarta: Jurnal Filsafat, Desember 2003,

Jilid 35, Nomor 3

Bakker, Anton. 1986. Metode-Metode Filsafat.Jakarta:

Ghalia Indonesia

Bertens, K. 1998. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta:

Kanisius

31

Hanafi, A. 1981. Ihktisar Sejarah Filsafat Barat.Jakarta:

Pustaka Alhusna

Hamersma, Harry. 1992. Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern.

Jakarta: Gramedia

Hadiwijono, Harun.1980. Sari Sejarah Filsafat

Barat.Yogjakarta: Kanisius

Mustansyir, Rizal. 2001.Filsafat Analitik, Sejarah,

Perkembangan, Dan Peranan Para Tokohnya, Yogyakarta :

Pustaka Pelajar

Nasution, Hasan Bakti .2001.Filsafat Umum.Jakarta:

Gaya Media Pratama

Poedjawijatna, 1986. Pembimbing ke Alam Filsafat.

Jakarta: Bina Aksara

Smith, Linda dan William Roeper.2003.Ide-Ide Filsafat

dan Agama Dulu dan Sekarang, Yogyakarta: Kanisius

Tafsir, Ahmad. 2000. Filsafat Umum Akal Dan Hati Sejak

Thales Sampai Capra. Bandung: Rosdakarya

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 1998. Kamus Besar

Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

32