9-sengketa kewenangan antar lembaga negara

41
Oleh Jazim Hamidi (Sumber: Maruarar Siahaan) SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA

Upload: wordperss

Post on 08-Feb-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Oleh Jazim Hamidi

(Sumber: Maruarar Siahaan)

SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA

INDONESIA NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI

Indonesia, negara hukum, dan didasarkan pada kedaulatan rakyat yang dilaksanakan berdasar UUD 1945, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3), yang lazim disebut sebagai constitutional democracy dan democratische rechtsstaat.

Indonesia menganut ajaran pemisahan kekuasaan secara lebih tegas. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan, sehingga kekuasaan harus diawasi oleh kekuasaan. (So that one can not abuse power, power must check power by arrangement of things-Montesquieu)

• Cabang-cabang kekuasaan tidak diletakkan dalam satu tangan tetapi harus dibatasi dengan memisahkan satu dengan yang lain secara tegas

• Keterpisahan dapat dikenali dari kewenangan yang dilakukan dan orang yang melaksanakannya tidak saling mencampuri.

• Tidak diterapkan secara kaku dalam isolasi komplit, melainkan terhubung satu dengan yang lain agar penyelenggaraan kekuasaan negara terkoordinasi secara efektif untuk mencapai tujuan bersama.

SEPARATION OF POWERS

. Pasal 1 ayat (1) UUD 1945

“ Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”

Dalam negara kesatuan, kekuasaan negara terbagi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerahPemerintah Daerah disusun dalam Pemerintah Tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota, Kekuasaan aslinya berada di tingkat pusat, dan daerah mendapat kekuasaan oleh pusat dengan penyerahan sebagian kekuasaan yang ditentukan dengan tegas

Kewenangan yang disebut sebagai authority, diartikan sebagai hak untuk bertindak dan mengeluarkan perintah dengan kekuasaan yang dimiliki oleh pejabat umum atau lembaga negara untuk meminta kepatuhan orang pada perintah yang dikeluarkan secara sah dalam ruang lingkup tugas publiknya (public duties).

Pembedaan lembaga negara sebagai organ konstitusi yang memperoleh wewenangnya dari UUD 1945 dan yang bukan, sangat penting untuk dIperhatikan bahwa sumber kewenangan tersebut merupakan tolok-ukur atau ukuran untuk menentukan corak lembaga negara yang bersengketa menyangkut kewenangannya

Dengan ukuran yang jelas demikian belum dapat dikatakan bahwa satu lembaga negara yang memperoleh kewenangannya dari UUD, tidak mungkin bersengketa dengan lembaga negara yang memperoleh kewenangan dari undang-undang, meskipun lembaga negara demikian disebut dalam UUD 1945 dengan kewenangan pokok ditentukan dalam konstitusi, tetapi diatur lebih lanjut dalam undang-undang, sehingga sumber kewenangan secara tidak langsung dari UUD 45.

Mukhtie Fajar berpendapat bahwa hal tersebut bisa mengundang beberapa penafsiran, yaitu :

A. penafsiran luas, sehingga mencakupsemua lembaga negara yang nama dan kewenangannya disebut/tercantum dalam UUD 1945

B. penafsiran moderat, yakni yang hanya membatasi pada apa yang dulu dikenal sebagai lembaga tertinggi dan tinggi negara

C. penafsiran sempit, yakni penafsiran yang merujuk secara implisit dari ketentuan pasal 67 UU MK

Empat karakeristik utama sebuah kewenangan yang berbasis peraturan, yaitu

1

• Hak untuk membuat keputusan-keputusan yang berkekuatan hukum. Hal ini sangat berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan yang dikeluarkan sebagai bagian dari pelaksanaan kewenangannya. Potensi sengketa kewenangan lembaga negara sangat mungkin lahir dari produk hukum yang dikeluarkan oleh sebuah lembaga negara yang kemudian mengikat kepada lembaga negara lain.

2

• Perbedaan pelegitimasian antara kekuasaan dengan kewenangan. Hal tersebut berkaitan dengan beberapa lembaga negara yang secara legitimatif kekuasaannya diberikan dalam landasan hukum yang berbeda dengan landasan hukum kewenangannya. Hal itu menimbulkan perbedaan tafsiran antara kekuasaan, fungsi, tugas, wewenang dan kewajiban maupun penjabaran terhadap unsur-unsur tersebut. Akibatnya sering suatu lembaga negara merasa lebih memiliki kekuasaan ataupun kewenangan terhadap satu hal daripada lembaga negara lain

3

• Aturan hirarkis yang jelas, seperti lex specialis derogat legi generalis, lex superiori derogat legi inferiori, yg diperlukan dalam menjamin kepastian hukum, dapat membingungkan ketika beberapa jenis peraturan sudah tercabut dengan azas tersebut

4

•Kewenangan yang terbagi. Beberapa kewenangan dimiliki lembaga negara secara bersamaan dengan lembaga negara lain. Kerancuan timbul ketika wilayah kewenangan mulai ditafsirkan antara satu lembaga negara dengan lembaga negara lain

Lanjutan

6. SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA YANG MEMPEROLEH KEWENANGANNYA DARI UUD 1945 ADALAH SENGKETA YANG TIMBUL DALAM BIDANG HUKUM TATA NEGARA SEBAGAI AKIBAT SATU LEMBAGA NEGARA MENJALANKAN KEWENANGAN YANG DIBERIKAN UUD 1945 PADANYA, TELAH MENGHILANGKAN, MERUGIKAN ATAU MENGGANGGU KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA LAINNYA

Sengketa (dispute) itu dapat terjadi karena digunakannya kewenangan lembaga negara yang diperolehnya dari UUD 1945, dan kemudian dengan penggunaan kewenangan tersebut terjadi kerugian kewenangan konstitusional lembaga negara lain

Checks and Balances.

Check : Pengawasan (control)To Check = menguji To Check = menunda, menghambat, mengerem

Kekuasaan cenderung menyebabkan orang baik jadi buruk atau jahat sehingga diperlukan “rem” untuk menghambat terjadinya keputusan yang melanggar HAM dan kebebasan warga yang dilindungi konstitusipemisahan dengan isolasi komplit, menyebabkan cabang kekuasaan tidak terkoordinasi dan tidak terhubungkan satu dengan lain, sehingga tidak dapat mencapai tujuan bersamaChecks and balance hrs menyertai separation of powers utk mencegah bahaya kekuasaan di satu tangan dan bergeraknya kekuasaan tidak terkordinasi sehingga tidak efektif.

Checks and Balances.

Check : Pengawasan (control)To Check = menguji To Check = menunda, menghambat, mengerem

Kekuasaan cenderung menyebabkan orang baik jadi buruk atau jahat sehingga diperlukan “rem” untuk menghambat terjadinya keputusan yang melanggar HAM dan kebebasan warga yang dilindungi konstitusipemisahan dengan isolasi komplit, menyebabkan cabang kekuasaan tidak terkoordinasi dan tidak terhubungkan satu dengan lain, sehingga tidak dapat mencapai tujuan bersamaChecks and balance hrs menyertai separation of powers utk mencegah bahaya kekuasaan di satu tangan dan bergeraknya kekuasaan tidak terkordinasi sehingga tidak efektif.

Carl Schmitt:Konsekwensi Pemisahan Kekuasaan yang kaku

(strict,complete)1.Eksekutif tidak memiliki hak inisiatif UU2.Tidak dikenal persetujuan bersama dalam pembentukan

undang-undang.3.Tidak mengenal delegasi kewenangan dalam legislasi

kepada eksekutif.4.Eksekutif tidak mempunyai hak veto atas pembentukan

UU sebagai kewenangan legislatif.5.Legislatif tidak mempunyai hak memberhentikan

(impeachment) /kepala negara.6.Judikatif tidak mempunyai wewenang judicial review

yang menjadi kewenangan legislatif.

Oleh karenanya tidak dilakukan pemisahan kekuasaan secara kaku, melainkan cabang kekuasaan terhubungkan dan terkoordinasi

GRAPH 1Lembaga Negara Menurut UUD 1945

Sebelum Amandemen – Vertikal Hirarkis

15

UUD – 1945

MAPasal 24 ayat (2)

BPKPasal 23E

DPRPasal 19

DPDPasal 4

DPD

PRESIDENPasal 4

MPRPasal 2

MKPasal 24C

(1)

GRAPH 2

Lembaga Negara Menurut UUD 1945 Setelah di Amendemen

--------

NOTE :1. MPR: MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT 8.KJ:KOMISI YUDISIAL 2. PRESIDEN

Catatan:3. DPR: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KPU:KOMISI

PEMILIHAN 4. DPD: DEWAN PERWAKILAN DAERAH UMUM ? 5. BPK: BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 6. MA: MAHKAMAH AGUNG 7. MK: MAHKAMAH KONSTITUSI

KJPasal 24B

16

badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan

kekuasaan kehakiman

KY

UUD 1945

PUSAT

DAERAH

TUNMiliterAgama

Umum

Lingkungan Peradilan

PEMDA PROVINSI

DPRDKPD

PEMDA KAB/KOTA

DPRDKPD

kpu

bank sentral

DPR DPDMPR

PERWAKILAN BPK PROVINSI

LEMBAGA-LEMBAGA DALAM SISTEM KETATANEGARAANmenurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BPK MA MK

TNI/POLRI

dewan pertimbangan

Kementerian Negara

Presiden/Wakil Presiden

II

7. 28 lembaga negara yang disebut secara eksplisit maupun secara tidak langsung disebut dalam UUD 1945 tetapi kewenangannya dirujuk akan diatur lebih lanjut, atau lembaga negara yang diatur secara jelas kewenangannya dalam UUD 1945 maupun yang sekedar disebut saja,yaitu 1) Majelis Permusyawaratan Rakyat.(MPR).

2) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).3) Dewan Perwakilan Daerah (DPD).4) Presiden.5) Wakil Presiden.6) Dewan Pertimbangan Presiden.7) Kementerian Negara.8) Duta.9) Konsul.10)Pemerintahan Daerah Propinsi, yang

mencakup

11) Jabatan Gubernur.12) DPRD Propinsi13) Pemerintahan Daerah Kabupaten, yang

mencakup14) Jabatan Bupati15) DPRD Kabupaten16) Pemerintahan Daerah Kota, yang

mencakup17) Jabatan Walikota18) DPRD Kota.19) Komisi Pemilihan Umum)KPU), yang

akan diatur lebih lanjut dalam undang-undang.

20) Bank Sentral, yang akan diatur lebih lanjut dalam undang-undang.

Lanjutan

21) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).22) Mahkamah Agung (MA)23) Mahkamah Konstitusi (MK).24) Komisi Yudisial.(KY)25) Tentara Nasional Indonesia(TNI).26) Kepolisian Negara Republik

Indonesia.27) Pemerintah Daerah Khusus atau

istimewa.28) Kesatuan Masyarakat hukum adat

lanjutan

(Jimly Asshidiqie SH, Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, Konstitusi Press & PT Syaamil Cipta Media, 2006 hal 15.)

(8) Putusan Mahkamah Konstitusi yang kemudian diadopsi sebagai syarat legal standing dalam pasal 3 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 08/PMK/2006, menetetapkan tiga syarat untuk legal standing tersebut yaitu :1. Pemohon adalah lembaga negara yang menganggap kewenangan konstitusionalnya diambil, dikurangi, dihalangi, diabaikan, dan/atau dirugikan oleh lembaga negara yang lain2. Pemohon harus mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan

3. Termohon adalah lembaga negara yang dianggap telah mengambil, mengurangi, menghalangi, mengabaikan, dan/atau merugikan pemoh

LEGAL STANDING - SENGKETA LEMBAGA NEGARA – PASAL 61 (1) UU MK

Pemohon adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan Perorangan warga negara Indonesia

• Pemohon dan Termohon harus merupakan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945

• Ada kewenangan konstitusional yang dipersengketakan dimana kewenangan Pemohon diambil/dikurangi oleh tindakan Termohon

• Pemohon harus memiliki kepentingan langsung dengan kewenangan yang dipersengketakan

LEGAL STANDING - SKLN - JURISPRUDENSI MK

• Putusan MK Nomor 001/SKLN - II/2004• Putusan MK Nomor 002/SKLN – IV/2006

……Bahwa KPU Kota Depok merupakan KPUD yang kewenangannya

diberikan oleh undang-undang dalam hal ini UU Pemda. Dalam

pemilihan kepala daerah (Pilkada), menurut UU Pemda dan

sebagaimana juga diakui oleh Pemohon, KPUD bukanlah bagian dari

KPU yang dimaksudkan Pasal 22E UUD 1945. Dengan demikian,

meskipun KPUD adalah lembaga negara, namun dalam penyelenggaraan Pilkada kewenangannya bukanlah

kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar, sebagaimana

dimaksud dalam UUD 1945 dan UUMK…………

9. Putusan MK Nomor 04/SKLN-IV/2006, menyatakan :

”Keseluruhan kewenangan tersebut diatur dalam undang-undang yang melaksanakan pasal 18,

Pasal 18A dan pasal 18B UUD 1945. Pasal 18 ayat (6) adalah kewenangan yang diberikan oleh undang-undang dasar kepada pemerintahan daerah dan sekaligus juga perintah kepada pembuat undang-undang agar kewenangan

tersebut tidak diabaikan dalam melaksanakan ketentuan pasal 18, pasal 18A dan Pasal 18B UUD

1945”

10. Pasal 2 PMK Nomor 08/PMK/ 2006 menentukan :

Lembaga Negara yang dapat menjadi pemohon atau termohon dalam perkara sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara adalah :

1) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)2) Dewan Perwakilan Daerah (DPD)3) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).4) Presiden5) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) .6) Pemerintahan Daerah (Pemda); atau7) Lembaga negara lain yang kewenangannya

diberikan oleh UUD 1945.

11. Pasal 17 ayat (3) UUD 1945

“Setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan”

Menteri Kehutanan adalah lembaga Negara, yang menjadi pembantu Presiden

12. Pasal 18 ayat (1) , ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) UUD 1945, mengatur sebagai berikut:Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang tiap-tiap propinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang di atur dengan undang-undangPemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat.

Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan

13. Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 21 UU No. 32 Tahun 2004, menyatakan“Dalam menyelenggarakan otonomi daerah, daerah mempunyai hak:

a. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahanya

b. Memilih pimpinan daerah

c. Mengelola aparatur daerah

d. Mengelola kekayaan daerah

e. Memungut pajak daerah dan retribusi daerahf. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainya yang berada di daerah

g. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah

h. Mendapatkan hak lainya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. “

OTONOMI DAERAH• Pasal 1 .5 UU 32/2004:• “Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban

daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

• Pasal 1.6 UU 32/2004 :• “Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah

kesatuan masyarakat hokum yang mempunyai yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

URUSAN PEMERINTAHAN• Pasal 10 UU 32/2004 :• Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangannya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan menjadi urusan pemerintah.

• Dalam menjalankan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

• Urusan Pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : – Politik luar negeri– Pertahanan;– Keamanan;– Yustisi;– Moneter dan fiscal nasional; dan – Agama.

TITIK SINGGUNG MK-PTUN• SATU KEPUTUSAN (BESCHIKKING) SEBAGAI HASIL PELAKSANAAN SATU WEWENANG MENURUT UUD 1945, MENYEBABKAN ADA TITIK SINGGUNG KEWENANGAN MK DAN PTUN, KRN SATU KEPUTUSAN TUN YANG INDIVIDUAL, KONKRIT DAN FINAL DIUJI OLEH PTUN, TETAPI SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA YG MEMPEROLEH KEWENANGAN DR UUD 1945 MERUPAKAN KEWENANGAN MK;

• AKIBATNYA TERDAPAT PILIHAN FORUM DAN PILIHAN HUKUM BAGI PEMOHON.

LEGAL STANDING - SENGKETA LEMBAGA NEGARA – PASAL 61 (1) UU MK

Pemohon adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan Perorangan warga negara Indonesia

• Pemohon dan Termohon harus merupakan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945

• Ada kewenangan konstitusional yang dipersengketakan dimana kewenangan Pemohon diambil/dikurangi oleh tindakan Termohon

• Pemohon harus memiliki kepentingan langsung dengan kewenangan yang dipersengketakan

Mahkamah Agung Lembaga Negara Sebagai Pihak SKLN

• Pasal 65 UU MK : “MA tidak dapat menjadi pihak dalam SKLN.

• Pasal 2 ayat (3) PMK 08/2006 : “MA tidak dapat menjadi pihak, baik sebagai Pemohon ataupun Termohon dalam sengketa kewenangan teknis peradilan.

• Pendirian ini lahir dari permohonan uji materi yang diajukan 31 Hakim Agung, yg substansi sesungguhnya dianggap sengketa kewenangan lembaga negara.

KETENTUAN HUKUM ACARA UMUM

1. PLENO DAN KORUM2. PIMPINAN PLENO3. PANEL4. SIDANG PEMERIKSAAN DAN PENGUCAPAN

PUTUSAN TERBUKA UNTUK UMUM5. RAPAT PERMUSYAWARATAN HAKIM

(RPH) TERTUTUP

PEMERIKSAAN PENDAHULUAN. Pasal 11

(2) PMK 08/20061.Pemeriksaan Pendahuluan dilakukan oleh

Panel, sekurangnya 3 orang hakim;2.Dihadiri oleh Pemohon atau kuasanya;3.Dalam hal ada permohonan putusan sela,

pemeriksaan pendahuluan dihadiri Termohon;

Penarikan Permohonan• Pasal 18 PMK 08/2006• 1.Penarikan dpt dilakukan sebelum/selama pemeriksaan.

• 2.Apabila penarikan yg dilakukan setelah pemeriksaan, harus lebih dahulu mendengar keterangan termohon.

• 3. Permohonan penarikan dapat ditolak, dan pemeriksaan dilanjutkan.

Akibat hukum Penarikan Permohonan.(Pasal 19/PMK 08/2006) Jika ditarik tdak dapat diajukan kembali dengan permohonan baru, kecuali apabila :

1.Substansi sengketa memerlukan penyelesaian secara konstitusional;

2.Tidak terdapat forum lain untuk menyelesaikan sengketa dimaksud;

3.Ada kepentingan umum yang memerlukan kepastian hukum.

PUTUSAN SELA YG MENGHENTIKAN SEMENTARA PELAKSANAAN KEWENANGAN

YG DISENGKETAKAN :• Dapat dijatuhkan apabila :• 1. Terdapat kepentingan hukum yang mendesak yg, apabila pokok permohonan dikabulkan, dapat menimbulkan akibat hukum yg serius;

• 2. Kewenangan yg dipersoalkan bukan mengenai pelaksanaan putusan Pengadilan yg tlh mempunyai kekuatan hukum tetap.

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 

 • Putusan Akhir adalah putusan yg mengakhiri sengketa kewenangan lembaga negara yang diajukan kehadapan Mahkamah Konstitusi, sebagai putusan tingkat pertama dan terakhir yang mengikat secara umum.

• Putusan Mahkamah atau putusan Pengadilan pada umumnya didefinisikan ”perbuatan hakim sebagai perjabat yang berwenang yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dibuat secara tertulis untuk mengakhiri sengketa yang dihadapkan kepadanya.

Putusan Hakim• Oleh karena sifatnya yang mengakhiri sengketa, maka putusan demikian disebut juga sebagai putusan akhir.

• M.P. Stein yang mengatakan : een vonnis dient men te verstaan de door de Rechters als bevoegd overheids orgaan verrichte rechtshandeling, strekkend tot beslissing van het aan hen voorgelegde geschill tussen partijen.(Compendium Van Het Burgerlijke Processrecht,4e druk, Kluwer, 1977 hal 119-123).

KESIMPULAN1. Sengketa kewenangan sebagai objectum litis MK, masih berkembang dinamis, dan pandangan yang baku tentang kewenangan harus secara rinci dan jelas diatur dalam UUD 45, boleh jadi berkembang secara dinamis karena kebutuhan forum untuk penyelesaian sengketa sebagai solusi nasional;

2. Pihak Pemohon(subjectum litis) yang hanya disebut dalam UUD dan kewenangannya kemudian dirumuskan lebih rinci dalam undang-undang, di masa depan sangat dimungkinkan, meski hanya Termohon yang memperoleh kewenangan dari UUD 1945; dipersoalkan penggunaan kewenangannya yg merugikan Termohon

3.Dengan karakter kewenangan berdasar peraturan perundang-undangan yang ada, sengketa kewenangan antara Pemerintahan daerah dengan Pemerintah Pusat menjadi sesuatu yang niscaya, yg menjadi kewenangan MK;

.

Kesimpulan (Cont).

4. Hanya Aturan ttg SKLN yang mengatur secara tegas adanya kewenangan menjatuhkan Putusan sela.5. Terdapat titik singgung antara kewenangan MK dengan Peradilan TUN, karena kewenangan yang dipersengketakan, menghasilkan keputusan TUN, sehingga terdapat pilihan forum (Choice of forum), bagi satu sengketa yang memiliki dua karakter.