diplomasi budaya korea selatan di indonesia melalui
TRANSCRIPT
Universitas Katolik Parahyangan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Terakreditasi A
SK BAN –PT NO: 451/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014
Diplomasi Budaya Korea Selatan di Indonesia Melalui
Drama ‘Goblin’
Skripsi
Oleh
Kartika Dewi Nugraha
2013330059
Bandung
2019
Universitas Katolik Parahyangan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Terakreditasi A
SK BAN –PT NO: 451/SK/BAN-PT/Akred/S/XI/2014
Diplomasi Budaya Korea Selatan di Indonesia Melalui
Drama ‘Goblin’
Skripsi
Oleh
Kartika Dewi Nugraha
2013330059
Pembimbing
Albert Triwibowo, S.IP., M.A.
Bandung
2019
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Tanda Pengesahan Skripsi
Nama : Kartika Dewi Nugraha
Nomor Pokok : 2013330059
Judul : Diplomasi Budaya Korea Selatan di Indonesia Melalui
Drama ‘Goblin’
Telah diuji dalam Ujian Sidang jenjang Sarjana
Pada Jumat, 2 Agustus 2019
Dan dinyatakan LULUS
Tim Penguji
Ketua sidang merangkap anggota
Sapta Dwikardana, Ph.D. : ________________________
Sekretaris
Albert Triwibowo, S.IP., M.A. : ________________________
Anggota
Jessica Martha, S.IP., M.I.Pol. : ________________________
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Dr. Pius Sugeng Prasetyo, M.Si.
Pernyataan
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Kartika Dewi Nugraha
NPM : 2013330059
Jurusan/Program Studi : Hubungan Internasional
Judul : Diplomasi Budaya Korea Selatan di Indonesia Melalui
Drama ‘Goblin’
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya tulis ilmiah
sendiri dan bukanlah merupakan karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar akademik oleh pihak lain. Adapun karya atau pendapat pihak lain yang
dikutip, ditulis sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah yang berlaku.
Pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggung jawab dan bersedia menerima
konsekuensi apapun sesuai aturan yang berlaku apabila di kemudian hari
diketahui bahwa pernyataan ini tidak benar.
Bandung, 7 Agustus 2019
Kartika Dewi Nugraha
i
Abstrak
Nama : Kartika Dewi Nugraha
NPM : 2013330059
Judul : Diplomasi Budaya Korea Selatan di Indonesia Melalui Drama
„Goblin‟
Penelitian ini dibuat sebagai upaya melihat lebih jauh bagaimana Korea Selatan
menggunakan drama ‟Goblin‟ sebagai salah satu contoh dari Korean Wave
sebagai media diplomasi budaya di Indonesia. Korea Selatan adalah salah satu
negara yang sangat aktif dalam melaksanakan diplomasi budaya dan berhasil
menjadikan Korean Wave sebagai alatnya. Maka dari itu peneliti merumuskan
pertanyaan penelitian “Bagaimana cara Korea Selatan menggunakan drama
‘Goblin’ sebagai media diplomasi budaya di Indonesia?”. Sebagai negara
monokultural, budaya adalah unsur penting bagi Korea Selatan. Hal itulah yang
kemudian dimanfaatkan oleh pemerintah sebagai alat diplomasi. Dengan
diplomasi budaya, Korea Selatan berusaha untuk membentuk citra yang positif di
dunia internasional. Ada banyak jenis Korean Wave, salah satunya adalah melalui
drama TV seri atau yang biasa disebut drama Korea. Ada banyak sekali drama
Korea terkenal di Indonesia, salah satunya adalah drama berjudul „Goblin‟, hingga
memunculkan istilah „Demam Goblin‟ di Indonesia karena kepopulerannya.
Korea Selatan menggunakan drama „Goblin‟ untuk mempromosikan budaya
tradisionalnya dengan menampilkan pakaian tradisional dan lokasi-lokasi
pariwisata. Lokasi-lokasi tersebut kemudian masuk ke dalam tema tur baru di
situs turisme resmi Korea Selatan, Visit Korea. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif. Metode ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang
dapat diakui kredibilitasnya dan kemudian dianalisis lebih lanjut. Penelitian ini
menggunakan konsep diplomasi budaya yang menjelaskan tentang penggunaan
budaya sebagai alat diplomasi sebuah negara dalam memenuhi kepentingan
nasional. Selain itu digunakan juga konsep ‘movie-induced tourism‟ yang
menjelaskan tentang penggunaan film sebagai alat promosi pariwisata degan
menampilkan lokasi-lokasi yang indah sebagai lokasi pengambilan gambar.
Kata kunci: diplomasi budaya, movie –induced tourism, Korea Selatan, Indonesia,
Goblin
ii
Abstract
Name : Kartika Dewi Nugraha
NPM : 2013330059
Title : South Korea’s Cultural Diplomacy in Indonesia Through ‘Goblin’
Drama
This research was made as to look further on how South Korea used the drama
titled 'Goblin' as one of the example of Korean Wave as an instrument of cultural
diplomacy in Indonesia. South Korea has been very active in carrying out cultural
diplomacy and has succeeded in making Korea Wave its tool. Therefore the
researcher propose the research question "How does South Korea use the
‘Goblin' drama as an instrument of cultural diplomacy in Indonesia?". As a
monocultural country, culture is an important thing for South Korea. Therefore,
the government uses it as a tool of diplomacy. With cultural diplomacy, South
Korea strives to form a positive image. There are many types of Korean Wave,
one of them is through TV drama series or commonly called Korean drama. There
are a lot of famous Korean dramas in Indonesia, one of which is a drama titled
‘Goblin’ that had raised the term of ‘Goblin fever’ in Indonesia because of its
popularity. South Korea uses the 'Goblin' drama to promote its traditional culture
by displaying traditional clothing and tourism locations in the drama. These
locations then are used by the official Korean tourism website, Visit Korea as a
new tourism theme. This research used qualitative method done by collecting
credible datas to be analyzed further. The concept used by the researcher is
cultural diplomacy which explains the use of culture as a diplomatic tool for a
state to fulfill its national interest. Another concept used to explain this research
is a concept called ‘movie-induced tourism’ which explains how movies are used
to promote a country’s tourism by using pretty places as shooting locations.
Keywords: cultural diplomacy, movie –induced tourism, South Korea, Indonesia,
Goblin
iii
Kata Pengantar
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah
membantu dari awal hingga akhir proses penulisan skripsi ini. Skripsi yang
berjudul “Diplomasi Budaya Korea Selatan di Indonesia Melalui Drama „Goblin‟”
ini akan membahas bagaimana Korea Selatan menggunakan drama „Goblin‟
sebagai sarana dalam melakukan diplomasi budayanya.
Penulis memilih topik ini karena konsep soft power seperti diplomasi
budaya seringkali tidak dianggap sebagai cara yang efektif dalam melaksanakan
kepentingan nasional sebuah negara. Padahal, banyak yang bisa dicapai melalui
diplomasi budaya dan Korea Selatan adalah contoh yang baik dalam membahas
keberhasilan diplomasi budaya sebuah negara.
Dalam proses penulisannya, penulis tentu tidak lepas dari kesalahan-
kesalahan dan sangat megharapkan kritik dan saran membangun demi terciptanya
hasil penelitian yang lebih baik untuk keperluan di masa mendatang.
Bandung, 7 Agustus 2019
Kartika Dewi Nugraha
iv
Ucapan Terima Kasih
Pertama-tama, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yesus
Kristus yang tanpa bantuan-Nya, penulis tidak akan mampu melakukan apapun.
Pertolongan-Nya setiap saat membuat penulis mampu melewati proses
perkuliahan dari awal hingga akhir.
Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada orang tua penulis,
Darmasto dan Tjia Indra Dewi, serta kakak penulis Adi Tama Nugraha. Terima
kasih atas segala cinta, dukungan, kerja keras, dan doa bagi penulis dari awal
perkuliahan hingga akhirnya. Terima kasih karena terus menjadi sumber kekuatan
bagi penulis dalam menjalani kehidupan perkuliahan. Tanpa kalian, penulis pasti
tidak mampu sampai di sini.
Untuk sahabat terbaik penulis, Yulia Sari. Terima kasih untuk selalu ada di
saat penulis susah maupun senang. Walaupun jarang bertemu, terima kasih karena
selalu menjadi teman terbaik bagi penulis. Semoga segala wacana yang pernah
kita bicarakan tidak berakhir menjadi wacana saja. Mari kita segerakan.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman penulis semasa
kuliah: Yodi, Cintia, dan Ferry. Dari belasan orang hanya kita berempat yang
bertahan bersama hingga akhir. Walaupun kedepannya makin sulit untuk bertemu,
mari tetap jaga pertemanan kita.
v
Terima kasih juga kepada dosen pembimbing, Mas Albert yang di tengah
kesibukannya masih meluangkan waktu untuk membantu dan memotivasi penulis
selama masa bimbingan hingga selesai proses skripsi ini. Tidak lupa juga penulis
ucapkan terima kasih kepada dosen penguji, Mas Sapta dan Mba Jess yang telah
meluangkan waktu untuk menguji penulis. Terima kasih karena telah menciptakan
suasana sidang yang tidak terlupakan dan memberikan penulis nilai yang bagus.
Kepada seluruh teman-teman ZWANZIG, teman-teman HI 2013, senior dan
junior HI UNPAR, dosen-dosen yang pernah mengajar penulis selama
perkuliahan di HI UNPAR, dan staf-staf yang telah membatu segala kegiatan
penulis selama berkuliah di sini. Terima kasih atas segala bantuannya, dalam
bentuk apapun.
Terakhir, terima kasih kepada diri saya sendiri. You nice, keep going.
Bandung, 7 Agustus 2019
Kartika Dewi Nugraha
vi
Daftar Isi
Abstrak ................................................................................................................... i
Abstract .................................................................................................................. ii
Kata Pengantar …………………………………………………………………...iii
Ucapan Terima Kasih ………………………………………………………….... iv
Daftar Isi ................................................................................................................ vi
Daftar Grafik ........................................................................................................ viii
Daftar Gambar ....................................................................................................... ix
Daftar Singkatan .................................................................................................... xi
Bab I Pendahuluan ................................................................................................. 1
I.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
I.2 Identifikasi Masalah .......................................................................................4
I.2.1 Pembatasan Masalah .................................................................................6
I.2.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 7
I.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................................... 7
I.3.1 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 7
I.3.2 Kegunaan Penelitian ................................................................................. 8
I.4 Kajian Pustaka ............................................................................................... 8
vii
I.5 Kerangka Pemikiran ..................................................................................... 11
I.6 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ...................................... 17
I.6.1 Metode Penelitian .................................................................................... 17
I.6.2 Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 18
I.7 Sistematika Pembahasan ...............................................................................18
Bab II Korean Wave Sebagai Sarana Diplomasi Budaya Korea Selatan ..............19
II.1 Diplomasi Budaya Korea Selatan ............................................................... .19
II.2 Korean Wave ............................................................................................... 21
II.2.1 Definisi dan Sejarah Korean Wave ........................................................ 21
II.2.2 Penyebaran Korean Wave ...................................................................... 22
II.3 Kepentingan Nasional Korea Selatan dan Korean Wave ............................ 28
II.4 Korean Wave Sebagai Sarana Diplomasi Budaya........................................30
II.5 Drama „Goblin‟ …………………………………………………………... 34
Bab III Analisis Diplomasi Budaya Korea Selatan di Indonesia Melalui Drama
„Goblin‟ ..................................................................................................... 42
III.1 Drama Korea di Indonesia ......................................................................... 42
III.2 Drama „Goblin‟ Menjadi Sarana Diplomasi Budaya Korea Selatan ......... 44
III.3 Drama „Goblin‟ dan Diplomasi Budaya Korea Selatan di Indonesia ........ 54
Bab IV Kesimpulan ...............................................................................................58
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 61
viii
Daftar Grafik
Grafik 3.1 Grafik Pertumbuhan Wisatawan Indonesia ke Korea Selatan .......56
ix
Daftar Gambar
Gambar 2.1 Goblin (Eropa) ...............................................................................35
Gambar 2.2 도깨비 (Dokkaebi) (Korea) .......................................................... 36
Gambar 2.3 Poster Resmi Drama „Goblin‟ Dengan 5 Pemeran Utama ............ 37
Gambar 3.1 Pakaian Tradisional yang Dikenakan Para Karakter Drama ......... 45
Gambar 3.2 Menyewa Hanbok Menjadi Aktifitas Bagi Wisatawan Asing ...... 46
Gambar 3.3 Situs Resmi Visit Korea Menampilkan Lokasi Wisata yang Berisi
Lokasi Pengambilan Gambar Drama „Goblin‟ ..............................47
Gambar 3.4 Adegan Terkenal Dalam Drama di Pantai Jumunjin ..................... 48
Gambar 3.5 Wisatawan Mengantri di Lokasi Pengambilan Gambar Drama
„Goblin‟ ......................................................................................... 49
Gambar 3.6 Toko Buku Hanmi di dalam Drama .............................................. 50
Gambar 3.7 Toko Buku Hanmi yang Menjadi Lokasi Wisata .......................... 50
Gambar 3.8 Perkebunan Borinara Hagwon yang Menjadi Lokasi Pengambilan
Gambar Drama „Goblin’................................................................ 51
Gambar 3.9 Hutan Cemara di Dekat Kuil Woljeongsa yang Menjadi Lokasi
Wisata ............................................................................................ 52
x
Gambar 3.10 Situs-Situs Berita Indonesia Banyak Menampilkan Berita Seputar
Drama „Goblin‟ ............................................................................. 55
xi
Daftar Singkatan
KF : The Korea Foundation
KOCIS : The Korean Culture and Information Service
KTO : The Korea Tourism Organization
K-Pop : Korean Pop, musik pop Korea
PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa
1
Bab I
Pendahuluan
I.1 Latar Belakang Masalah
Hubungan Internasional adalah sebuah studi yang mempelajari interaksi
aktor-aktor dalam politik internasional, baik aktor negara maupun aktor non-
negara.1
Ilmu Hubungan Internasional biasanya dikaitkan dengan isu-isu
keamanan. Selain isu keamanan, isu politik biasanya menjadi bahasan utama
dalam topik Hubungan Internasional. Bagi sebuah negara, power merupakan hal
utama untuk dapat menjalankan fungsi negara dengan baik. Dalam menjelaskan
power, ada dua konsep dalam ilmu Hubungan Internasional, yaitu hard power dan
soft power. Hard power membicarakan mengenai geografis, sumber daya alam,
dan kekuatan militer, sedangkan soft power membahas tentang budaya, teknologi,
pendidikan, dan lain-lain. Bisa juga diringkas sebagai hard power bersifat
memaksa, dan soft power bersifat membujuk.
Secara tradisional, sebuah negara dapat dikatakan memiliki power yang besar
jika memiliki kekuatan untuk berperang. Perang menjadi cara dari sebuah negara
yang kuat untuk membuat negara lain yang lebih lemah dari negaranya mau
berpihak dan mengikuti ideologinya. Selain untuk berperang, kekuatan militer
juga digunakan oleh sebuah negara untuk memberikan ancaman maupun
1 Shawn Grimsley, “International Relation Defined”, Study.com, diakses 1 Maret 2017,
http://study.com/academy/lesson/what-is-international-relations.html.
2
penghargaan kepada negara lain dalam bentuk ekonomi. Amerika Serikat yang
merasa sebagai polisi dunia merasa berkewajiban untuk memiliki kekuatan
milliter yang kuat untuk menjaga perdamaian dunia. Dalam mengatasi
permasalahan Laut China Selatan yang bahkan tidak berada di kawasannya,
Amerika Serikat membutuhkan kekuatan militer untuk memastikan Tiongkok dan
negara-negara berseteru yang lain tidak berlebihan dalam menggunakan kekuatan
militer mereka.2
Kekuatan militer menjadi cara yang paling cepat bagi sebuah negara untuk
menjalankan kegiatan politiknya. Peperangan seringkali digunakan sebagai sanksi
yang diberikan oleh negara kuat yang merasa ideologi dari negara yang lain tidak
sesuai dengan ideologinya. Berdasarkan sejarah, peperangan adalah suatu hal
yang paling terlihat dan paling signifikan dalam mengubah sejarah dunia.
Meskipun diketahui menyebabkan banyak korban, namun seperti halnya
pemerintahan dalam negara, tekanan diperlukan sebagai upaya untuk menjaga
keamanan, keteraturan, dan kemakmuran. Meskipun dalam sistem internasional
tidak terdapat hirarki, namun keteraturan sistem dapat dijaga oleh negara-negara
kuat dengan menggunakan kekuatan militernya untuk menjaga agar negara-negara
bersengketa tidak sembarangan menggunakan kekuatan militernya. Dengan begitu,
keamanan dan keteraturan dunia dapat terjaga.
Kekuatan militer juga dapat diperkirakan hasilnya jika menggunakan strategi
yang tepat, karena dapat diperhitungkan. Tidak seperti soft power, yang tidak
2 Kim R. Holmes, “The Importance of Hard Power”, The Heritage Foundation, 12 Juni 2009,
diakses 15 September 2017, https://www.heritage.org/defense/commentary/the-importance-hard-
power
3
dapat diperhitungkan dan diperkirakan hasilnya. Seperti kekuatan militer Amerika
Serikat yang dapat didisiplinkan dan berubah menjadi agresif ketika diperlukan
untuk berperang.3
Seiring berkembangnya zaman, globalisasi sebagai akibat dari perkembangan
teknologi menggeser pandangan tersebut. Kesadaran bahwa perang hanya
menghabiskan banyak biaya, waktu, dan korban, apalagi ditambah dengan sistem
internasional yang tidak lagi unipolar ataupun bipolar melainkan multipolar, yang
berarti dunia tidak hanya terbagi menjadi dua kelompok besar namun menjadi
banyak kelompok dengan kekuatan yang nyaris sepadan, membuat perang
menjadi pilihan terakhir yang akan diambil oleh sebuah negara. Selain itu, dengan
semakin berkembangnya konsep Hak Asasi Manusia di zaman modern ini,
membuat konsep perang dan paksaan militer yang menghasilkan banyak korban
manusia menjadi tidak lagi bisa diterima dengan baik oleh masyarakat global.
Negara yang sering melakukan peperangan dan melakukan paksaan dengan
kekuatan militer tentu tidak dapat dilihat secara positif oleh masyarakat global.
Bukan berarti tidak diperlukan lagi sama sekali, kekuatan militer masih tetap
dibutuhkan untuk mengatasi kasus terorisme yang sering terjadi. Namun,
gabungan kekuatan militer dari banyak negara diperlukan karena tidak ada negara
yang cukup kuat untuk mengatasi masalah terorisme global sendiri.
Masalah ini menunjukkan bahwa penggunaan hard power tidak lebih efektif
daripada penggunaan soft power dalam hubungan internasional. Sudah saatnya
3 Colin S. Gray, “Hard Power and Soft Power: The Utility of Military Force as an Instrument of
Policy in the 21st Century”, Strategic Studies Institute (2011): 47-51.
4
para aktor hubungan internasional beralih dan lebih menggunakan soft power
untuk mencapai kepentingan nasional.
I.2 Identifikasi Masalah
Di era modern ini, konsep hard power mulai ditinggalkan karena tidak sesuai
lagi dengan sistem global yang sudah banyak berubah. Hard power yang bersifat
memaksa, beresiko menimbulkan pemberontakan karena tiap negara memiliki
kedaulatan penuh dan tidak dapat dilanggar kedaulatannya oleh negara lain.4
Penggunaan hard power mungkin efektif dalam jangka pendek, tetapi
keefektifannya dipertanyakan dalam jangka panjang.5 Power tidak selalu ada di
konteks yang melibatkan militer atau kekuatan fisik, seperti apa yang menjadi ide
utama dari konsep hard power, namun juga dalam bentuk yang tidak dapat terlihat
namun kekuatannya dapat dirasakan. Ada banyak cara untuk menunjukkan power,
baik secara langsung dengan cara tradisional seperti yang telah dijelaskan di atas
maupun secara tidak langsung. Dalam ilmu Hubungan Internasional, konsep
tersebut disebut soft power. Setelah perang dingin usai, globalisasi terjadi dengan
cepat dan konsep soft power mulai diperhatikan. Konsep ini menjelaskan tindakan
persuasif untuk membuat negara lain setuju untuk mengikuti keinginan sebuah
4 Joseph Nye, “Why military power is no longer enough”, The Guardian, 31 Maret 2002, diakses
11 Oktober 2017, https://www.theguardian.com/world/2002/mar/31/1. 5 Ikram ul-Majeed Sehgal, “ Limitation of Hard Power”, EastWest.ngo, 3 Maret 2011, diakses 11
Oktober 2017, https://www.eastwest.ngo/idea/limitations-hard-power.
5
negara.6 Soft power adalah aspek dalam power yang menunjukkan bahwa power
bisa bersikap persuasif dan tidak memaksa seperti pandangan hard power.7
Globalisasi membuat arus teknologi dan informasi menjadi cepat dan tanpa
batas antar masyarakat global. Batas negara tidak lagi menjadi konsep yang
penting karena teknologi yang terus berkembang membuat pertukaran informasi
dapat dengan mudah dilakukan secara online. Padahal salah satu konsep utama
dari hard power adalah geografis yang berarti batas negara sangat penting dan
harus ditaati. Selain geografis, sumber daya juga adalah hal yang penting dalam
hard power. Jika mengukur kekuatan sebuah negara hanya melalui konsep hard
power, Amerika Serikat bisa dibilang adalah satu-satunya negara superpower di
tahun 2001, namun meski begitu, sayangnya tetap tidak bisa mencegah terjadinya
11/9.
Tidak seperti hard power, kekuatan soft power tidak berasal dari paksaan dan
ancaman pihak yang membutuhkan, namun menggunakan kekaguman negara lain
terhadap negaranya. Maksudnya adalah, negara secara perlahan membentuk
konsep dirinya sendiri, seperti apa negaranya ingin dilihat oleh negara lain, yang
kemudian konsep tersebut lama-kelamaan akan tertanam di negara lain. Dengan
demikian, negara dapat mendapatkan keinginannya tanpa memaksa, melainkan
murni karena keinginan dari negara lain sendiri. Tidak ada orang yang suka
dipaksa, begitu pula dengan negara. Negara yang terus mengalami paksaan
6 Jan-Philipp N. E. Wagner, “The Effectiveness of Soft & Hard Power in Contemporary
International Relations”, E-International Relations Students (2014), diakses 13 Oktober 2017,
http://www.e-ir.info/2014/05/14/the-effectiveness-of-soft-hard-power-in-contemporary-
international-relations/. 7 Nye, “Why military power is no longer enough”, loc.cit.
6
mungkin akan menurut pada awalnya, namun dalam jangka panjang setelah
memiliki kekuatan untuk melawan, negara akan memilih untuk memberontak. Di
satu sisi, mengikuti atas kemauan sendiri memiliki kemungkinan yang sangat
kecil bagi negara untuk akhirnya berontak, karena dari awal negara tersebut
mengikuti tanpa ada paksaan.
Soft power tidak berarti pengaruh, sebagaimana pengaruh bisa didapatkan
dari ancaman dan paksaan seperti yang dilakukan hard power, dan tidak juga
hanya bergantung pada membujuk dan berargumen. Membujuk dan berargumen
demi mengubah pendapat pihak lawan memang merupakan hal penting dalam soft
power, tapi soft power juga berarti kemampuan untuk menarik minat pihak lawan.
Bisa disimpulkan, soft power adalah power yang „menarik‟. Sumber daya bagi
soft power adalah yang bisa menjadi aset sebuah negara untuk menjadi menarik di
mata negara lain.8
Diplomasi merupakan contoh dari konsep soft power. Diplomasi adalah
upaya untuk mencapai kepentingan nasional sebuah negara dengan cara
mengubah kebijakan, sikap, dan pandangan negara lain terhadap negaranya
melalui persuasi.9
I.2.1 Pembatasan Masalah
Ada banyak sekali drama Korea yang populer di Indonesia, mulai dari drama
tahun 2000an „Winter Sonata‟ hingga drama-drama baru di tahun 2010an, baik
8 Joseph S. Nye Jr., “The Benefits of Soft Power”, Working Knowledge, 2 Agustus 2004, diakses
15 Oktober 2017, https://hbswk.hbs.edu/archive/the-benefits-of-soft-power. 9 Sukawarsini Djelantik, Diplomasi antara Teori dan Praktik (Yogyakarta:Graha Ilmu, 2008), hlm
4.
7
yang sudah pernah ditayangkan di stasiun TV lokal maupun yang belum. Oleh
karena itu, penulis akan membatasi pada penelitian pada drama berjudul „Goblin‟.
Alasan peneliti memilih drama ini adalah, karena drama ini drama ini tidak hanya
populer di negaranya sendiri namun juga di Indonesia, dan sudah pernah
ditayangkan di stasiun TV lokal GTV10
hingga mempopulerkan istilah “Demam
„Goblin‟”.11
Selain itu, drama ini tidak hanya menampilkan cerita modern saja,
namun juga menampilkan budaya tradisional Korea dan banyak destinasi wisata
di Korea Selatan.
I.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan dalam poin identifikasi
masalah di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian ”Bagaimana cara
Korea Selatan menggunakan drama „Goblin‟ sebagai media diplomasi budaya di
Indonesia?”.
I.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
I.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana Korea Selatan
menggunakan drama “Goblin” sebagai sarana diplomasi budayanya di Indonesia,
bagaimana Korea Selatan membuat citra negaranya di mata masyarakat Indonesia
meningkat melalui drama ini. Penulis merasa topik ini pantas untuk diteliti lebih
10
“Goblin”, diakses 18 Juni 2018, http://gtv.id/program/1459/Goblin. 11
Sebutan fenomena kepopuleran drama „Goblin‟.
8
jauh karena hampir semua orang, baik penggemar maupun bukan, dapat melihat
bagaimana Korean Wave tidak hanya musiknya namun juga dramanya menyebar
luas dan memberikan dampak yang signifikan terhadap citra Korea Selatan.
I.3.2 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat membantu mahasiswa Hubungan
Internasional maupun orang-orang yang tertarik akan topik diplomasi budaya
terutama fenomena Korean Wave, bagaimana Korea Selatan menggunakan drama
sebagai media untuk memperkenalkan dan mempromosikan negaranya. Sekaligus
juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat muda Indonesia akan
potensi yang kita miliki, untuk mengembangkan budaya populer Indonesia baik di
dalam negeri maupun di luar negeri.
I.4 Kajian Pustaka
Kekuatan Korean Wave sebagai salah satu cara Korea Selatan dalam
menaikkan citra baiknya di mata negara lain membuat topik ini banyak diangkat
ke dalam tulisan ilmiah. Penelitian ini memfokuskan unsur drama TV seri yang
merupakan salah satu bagian dari Korean Wave secara spesifik untuk meneliti
lebih dalam bagaimana sebuah drama dapat menjadi sara diplomasi budaya yang
baik bagi Korea Selatan. Maka dari itu, terkait dengan topik penelitian ini, penulis
telah melakukan penelusuran terhadap kajian-kajian terdahulu tentang diplomasi
budaya Korea Selatan. Hasil-hasil penelitian ini memiliki topik serupa namun
memiliki penekanan pembahasan yang berbeda-beda.
9
Tulisan pertama berjudul “Korean Wave as Tool for Korea‟s New Cultural
Diplomacy”. Tulisan ini dibuat oleh Gunjoo Jang dari Departemen Kurikulum di
Korea Institute for Curriculum and Evaluation, Seoul, Korea Selatan bersama
dengan Won K. Paik dari Departemen Ilmu Politik dan Diplomasi di Hankuk
University of Foreign Studies, Seoul, Korea Selatan dan Departemen Ilmu Politik
di Central Michigan University, Mt. Pleasant, Mchigan, Amerika Serikat. Jurnal
ini dipublikasikan secara online di situs resmi Scientific Research pada tahun
2012. Penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana perkembangan budaya
populer Korea menyebar ke berbagai negara, termasuk Asia Timur, Asia
Tenggara, benua Eropa, dan benua Amerika dalam beberapa tahun terakhir.
Tulisan memfokuskan penelitian pada bagaimana Korean Wave memberikan
dampak bagi perubahan sosial dan politik dalam perspektif global, terutama
apakah Korean Wave memberikan dampak yang signifikan bagi posisi politik dan
pengaruh diplomatik Korea Selatan.12
Tulisan kedua berjudul “Public Diplomacy and South Korea‟s Strategies”
yang dibuat oleh Yun Young Cho dari Universitas Chung-Ang, Seoul, Korea
Selatan, diterbitkan oleh The Korean Association of International Studies.
Penelitian ini cenderung menjelaskan diplomasi publik yang dilakukan oleh Korea
Selatan, dan meskipun sarana yang dibahas bukan hanya Korean Wave secara
spesifik, tapi penelitian ini menjelaskan diplomasi budaya Korea Selatan dengan
12
Gunjoo Jang dan Won K. Paik, “Korean Wave as Tool for Korea‟s New Cultural Diplomacy”,
Advances in Applied Sociology Vol. 2, No. 3, 196-202(2012).
10
terperinci, sambil membahas Korean Wave sebagai salah satu unsur penting
dalam pelaksanaan diplomasi Korea Selatan.13
Tulisan ketiga berjudul “Diplomasi Kebudayaan Pemerintah Korea Selatan
dalam Penyebaran Hallyu di Indonesia Tahun 2010-2012”, dibuat oleh Dian
Khairana Pohan dari Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia. Tulisan ini
diterbitkan secara online di eJournal Ilmu Hubungan Internasional14
pada tahun
2014. Penelitian ini meneliti penyebaran dan perkembangan Korean Wave di
Indonesia sebagai upaya diplomasi kebudayaan yang dilakukan oleh pemerintah
Korea Selatan. Konsep yang digunakan adalah konsep soft power dan konsep
diplomasi kebudayaan. Peneliti memberikan analisis dari penggunaan Korean
Wave oleh pemerintah Korea Selatan dan dampaknya kepada konsumen di
Indonesia.15
Alasan penulis memilih penelitian ini sebagai kajian terdahulu adalah
tulisan ini menganalisis secara lebih luas dan umum dari topik penulis, sehingga
dapat dijadikan acuan. Selain itu, karena penelitian ini dilakukan oleh penulis dari
Indonesia, tulisan ini menjadi lebih spesifik menampilkan dampaknya di
Indonesia, berbeda dari dua tulisan sebelumnya yang cenderung lebih umum
menganalisis Korean Wave di dunia.
13
Yun-Young Cho, “Public Diplomacy and South Korea‟s Strategies”, The Korean Journal of
International Studies Vol. 10, No. 2, 275-296 (2012). 14
Dapat diakses di ejournal.hi.fisip-unmul.org. 15
Dian Khairana Pohan, “Diplomasi Kebudayaan Pemerintah Korea Selatan dalam Penyebaran
Hallyu di Indonesia Tahun 2010-2012”, eJournal Ilmu Hubungan Internasional Vol. 2 No. 3, 549-
560 (2014).
11
I.5 Kerangka Pemikiran
Dengan diplomasi, negara dapat membujuk dan menarik negara lain untuk
melakukan tindakan sesuai dengan hasil akhir yang diinginkan negara pelaku
diplomasi.16
Jadi bisa dibilang, tindakan diplomasi adalah cerminan dari sebuah
negara, karena dilakukan semata-mata demi kepentingan negara. Diplomasi sudah
ada dan diterapkan setiap negara sejak lama untuk melaksanakan kegiatan luar
negerinya. Diplomasi semata-mata dilakukan demi melaksanankan kepentingan
suatu negara.
Namun, di era informasi ini, diplomasi ikut mengalami perubahan. Perubahan
teknik-teknik diplomasi ini sebagai akibat dari semakin modernnya teknologi
informasi, dimana arus data dan gambar tidak lagi memperhitungkan waktu dan
batas negara. Negara tidak lagi dapat membendung arus informasi yang diterima
oleh masyarakat. Informasi sekarang ini dapat diakses dengan sangat mudah, oleh
karena itu definisi diplomasi juga harus mengalami perubahan yang sesuai. Salah
satu perubahan dari diplomasi adalah meningkatnya partisipasi masyarakat.
Diplomasi jenis ini disebut dengan diplomasi publik. 17
Diplomasi publik lahir karena munculnya kesadaran bahwa organisasi
internasional yang ada tidak dibentuk untuk memecahkan konflik yang ada.
Peperangan banyak terjadi karena ketidakmampuan organisasi internasional
seperti PBB untuk menyelesaikan konflik. Masyarakat internasional sadar bahwa
mereka juga harus bertindak, tidak bisa hanya dengan bergantung pada
16
Djelantik, Diplomasi antara Teori dan Praktik, op.cit., 14. 17
Ibid., 67
12
pemerintah. Masalah kemanusiaan harus ditangani oleh masyarakat sendiri.18
Diplomasi publik diharapkan dapat membuat masyarakat bersatu berkontribusi
untuk membangun hubungan yang baik antar masyarakat beda negara. Dengan
segala keadaan yang menjadi lebih baru berkat globalisasi, diplomasi public dapat
diartikan sebagai sebuah proses yang dilakukan oleh pemerintah dan sektor privat
dari sebuah negara untuk mempromosikan kepentingan nasional dengan cara
menyebarluaskan budaya, ideologi, nilai, sistem, dan tujuan negara tersebut
melalui pertukaran interaktif antara pemerintah dan sektor privat dari negara
lain.19
Ada empat dampak yang diharapkan dapat dicapai oleh diplomasi publik
menurut buku Public Diplomacy, yaitu:
1. Meningkatkan keakraban masyarakat internasional terhadap sebuah
negara (membuat mereka memikirkan, mengubah persepsi, dan memperbaiki
opini negatif terhadap sebuah negara).
2. Meningkatkan apresiasi masyarakat internasional terhadap sebuah negara
(menciptakan persepsi positif, membuat mereka memandang isu-isu global yang
ada dari perspektif yang sama).
3. Mengikat masyarakat internasional dengan sebuah negara (meyakinkan
masyarakat untuk melihat sebuah negara sebagai destinasi wisata yang menarik
untuk dikunjungi, tempat belajar yang baik, membuat masyarakat tertarik untuk
18
Djelantik, Diplomasi antara Teori dan Praktik, op.cit., 72. 19
Cho, “Public Diplomacy and South Korea‟s Strategies”, op.cit., 280.
13
membeli barang-barang buatannya, serta memahami, mengikuti perkembangan,
dan tertarik untuk mengadopsi nilai-nilai negara tersebut).
4. Mempengaruhi masyarakat internasional (membuat perusahaan-
perusahaan mau berinvestasi, mebuat publik mau mendukung posisi sebuah
negara, membuat para politisi menjadi pendukung yang baik bagi negara
tersebut).20
Diplomasi budaya adalah salah satu bagian dan alat dari diplomasi publik.
Diplomasi budaya merujuk kepada pertukaran ide, informasi, seni, dan aspek-
aspek budaya lain baik antar negara maupun antara masyarakat sebuah negara
dengan negara lain dengan tujuan mutual understanding2122
. Diplomasi budaya
menonjolkan kekayaan budaya sebuah negara untuk mengubah pandangan pihak
lain. Diplomasi budaya menggunakan pameran pertukaran budaya, pameran
kesenian, festival internasional, seni budaya populer, maupun penampilan seni,
baik yang dilakukan oleh sektor privat maupun oleh pemerintah.23
Budaya dapat membuat orang tertarik secara emosional dan tanpa kekerasan.
Kekuatan utama diplomasi budaya adalah dapat menjadi satu-satunya cara untuk
mencairkan ketegangan dan konflik antar pihak karena sifatnya yang tidak
20
Mark Leonard, Catherine Stead, dan Conrad Smewing, Public Diplomacy (London:Foreign
Policy Centre, 2002), 9. 21
Sikap saling pengertian, memiliki pemahaman yang sama atas suatu isu. 22
Milton C. Cummings, “Cultural Diplomacy and the United States Government: A Survey”,
Americans for the Arts, (2009): 1. 23
Hwajung Kim, “Bridging the Theoritical Gap between Public Diplomacy and Cultural
Diplomacy”, The Korean Journal of International Studies 15-2 (2017): 319. Diakses 23 Agustus
2018. DOI: 10.14731/kjis.2017.08.15.2.293.
14
menggunakan kekerasan, dilaksanakan atas keinginan semua pihak tanpa paksaan,
dan periode operasinya yang lama.24
Kebudayaan dapat menarik banyak pihak karena pada dasarnya budaya itu
sangat beragam. Berbeda dengan diplomasi militer, diplomasi ekonomi, dan
diplomasi politik yang memiliki banyak kesamaan dan tidak terlalu beragam.
Kebudayaan sendiri memiliki arti yang luas, tidak terbatas pada kebudayaan
tradisional saja, namun juga kebudayaan modern. Kebudayaan tidak hanya
semata-mata berupa karya seni peninggalan sejarah, namun juga termasuk budaya
populer yang berkembang secara luas di masyarakat. Menurut Cambridge
Dictionary, jika kata kunci “pop culture” dimasukkan, definisi yang keluar adalah:
“music, TV, cinema, books, etc. that are popular and enjoyed by ordinary people,
rather than experts or very educated people”25 atau dapat diartikan sebagai “musik,
TV, sinema (film), buku, dan lain-lain yang populer dan dinikmati oleh orang-
orang biasa, dibandingkan oleh para ahli atau orang-orang terpelajar”. Dapat
disimpulkan, budaya populer adalah hal-hal yang berkembang dan diminati oleh
masyarakat luas sehari-hari.
Diplomasi budaya bertujuan menarik perhatian masyarakat internasional
dan mendapatkan respect mereka. Respect yang didapatkan sebagai hasil dari
diplomasi budaya tidak dapat diukur besar kecilnya secara pasti.26
Walaupun tidak
24
Yulius P. Hermawan dan Ratih Indraswari, “Diplomasi Budaya di Kawasan Asia Tenggara”,
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan (2014):
9. 25
“Cambridge Dictionary”, Cambridge University Press, diakses 25 Agustus 2018,
http://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/pop-culture. 26
Jan Mellisen, The New Public Diplomacy Soft Power in International Relations (New
York:Palgrave Macmillan, 2005), 17.
15
dapat diukur hasilnya, efek bagi para partisipan program budaya yang diadakan
dapat mereka rasakan secara dalam dan memberikan efek emosional yang dapat
dirasakan sampai lama.27
Efek emosional ini meningkatkan ketertarikan seseorang
terhadap segala hal yang berhubungan dari apa yang membuatnya tertarik itu.
Dengan begitu, meskipun tidak dapat memberikan ukuran secara pasti, namun
dampaknya dapat terlihat baik secara langsung maupun tidak langsung.
Selain itu juga, diplomasi budaya dengan budaya populer dapat lebih
menarik generasi muda yang kebanyakan cenderung tidak peduli dengan budaya
tradisional. Meningkatkan minat budaya populer dapat berdampak pada
meningkatnya ketertarikan seseorang terhadap segala hal yang berhubungan
dengan apa yang disukainya, bahkan tidak menutup kemungkinan terhadap
budaya tradisional.
Karena bersifat visual, film mempertujukkan banyak hal kepada penonton
baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Film memperkenalkan cerita,
dunia, dan karakter yang baru, membuat penonton merasakan pengalaman baru
dan emosi yang beragam, dan memuaskan keinginan untuk pergi sejenak dari
kenyataan yang membosankan. „Mengunjungi‟ tempat yang sama sekali baru juga
dapat dilakukan dengan menonton film. Penelitian menunjukkan peningkatan
pariwisata terjadi sebagai akibat dari kepopuleran sebuah film. Beberapa film
sebenarnya tidak dibuat secara khusus untuk meningkatkan pariwisata, namun
secara tidak sengaja justru menarik penonton untuk mengujungi tempat yang
27
Advisory Committee on Cultural Diplomacy at the U.S. Department of State, “Cultural
Diplomacy The Linchpin of Public Diplomacy”, U.S. Department of State (2005), 18.
16
dijadikan lokasi pengambilan gambar. Kejadian yang „tidak sengaja‟ terjadi ini
kemudian memunculkan konsep baru yang bernama „movie-induced tourism‟
yang dapat diartikan sebagai turisme berdasarkan film. Konsep ini berada di
bawah konsep „cultural tourism‟ yaitu turisme yang berlandaskan budaya. Konsep
„movie-induced tourism‟ tidak hanya menguntungkan pemerintah saja namun juga
pihak lain yang terlibat dalam pembuatan film secara ekonomi.28
Keuntungan besar dari „movie-induced tourism‟ adalah turisme yang dapat
berlangsung sepanjang waktu tidak bergantung pada musim. Tiap musim dapat
menjadi daya tarik, sesuai dengan yang ditunjukkan di dalam film. Periodenya
juga lama, apalagi jika film tersebut sangat terkenal dan legendaries, yang mampu
membuat penonton terpukau dan terus mengingatnya. Film juga membentuk
imajinasi turis, sehingga tidak perlu lagi membentuk konsep lokasi wisata. Studi
menujukkan penikmat film memiliki tujuan dan imajinasi yang pasti mengenai
tujuan wisata mereka dibandingkan dengan mereka yang bukan penikmat film.29
Tidak hanya film, konsep „movie-induced tourism‟ juga terdapat dalam
drama TV seri. Drama TV seri justru bisa memiliki pengaruh yang lebih kuat
karena dapat terus-menerus berulang kali membentuk imajinasi peonton.30
Menurut kamus Merriam-Webster, definisi dari „drama‟ adalah film atau produksi
28
Mijalce Gjorgievski dan Sinolicka Melles Trpkova, “Movie Induced Tourism: A New Tourism
Phenomenon”, UTMS Journal of Economics 3 (1) (2011): 97-104. 29
Walaiporn Rewtrakunphaiboon, “Film-induced Tourism: Inventing a Vacation to a Location”
(2009): 5, diakses 4 Agustus 2019,
http://www.bu.ac.th/knowledgecenter/epaper/jan_june2009/pdf/Walaiporn.pdf. 30
Ibid.
17
televisi dengan karakteristik dan konflik.31
Drama TV seri juga biasa disebut
sebagai opera sabun atau „soap opera‟ menampilkan konflik sosial hingga politik
yang muncul di antara hubungan para karakter dan kadang merupakan kesadaran
sosial. Karakter yang dibentuk dibuat agar para penonton dapat merasa terhubung
dan bersimpati, membuat karakter menjadi „nyata‟ dan „hidup‟ terlepas dari
kenyataan bahwa karakter tersebut hanya merupakan karya fiksi. Drama
digunakan untuk mendongeng dan menyampaikan nilai sosial melalui cerita fiksi
yang menarik lewat televisi.32
I.6 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
I.6.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan oleh penulis adalah metode kualitatif.
Penelitian yang dilakukan dengan metode ini mengandalkan data yang kemudian
dianalisis lebih lanjut. Dalam penelitian yang bersifat kualitatif, penulis harus
mengintepretasikan hasil dari pencarian data dengan baik, dengan tujuan
mengedukasi para pembaca.33
31
“drama”, Merriam-Webster, diakses 4 Agustus 2019, https://www.merriam-
webster.com/dictionary/drama. 32
Lorena Gómez Puertas, “Research Into TV Serials – Past and Present”, Formats Revista de
Comunicació Audiovisual (2005): 10, diakses 4 Agustus 2019,
https://www.raco.cat/index.php/Formats/article/download/257494/344585. 33
John Creswell, Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches 4th
edn. (Amerika Serikat:SAGE Publications, Inc., 2014),183-184.
18
I.6.2 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data akan dilakukan dengan cara mengolah data dari buku,
dokumen, jurnal, artikel, maupun situs resmi milik pemerintah Korea Selatan
untuk kemudian dianalisis dan diinterpretasi.34
I.7 Sistematika Pembahasan
Bab I Pendahuluan yang berisi Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah,
Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian,
Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran, dan Metode Penelitian dan Teknik
Pengumpulan Data.
Bab II Korean Wave Sebagai Sarana Diplomasi Budaya Korea Selatan yang
berisi penjabaran mengenai diplomasi budaya Korea Selatan, sejarah dan
penyebaran Korean Wave, Korean Wave sebagai sarana diplomasi Korea Selatan,
serta ringkasan dari drama „Goblin‟ yang bertujuan untuk memudahkan pembaca
memahami isi drama
Bab III Analisis Diplomasi Budaya Korea Selatan di Indonesia Melalui
Drama „Goblin‟ yang berisi hasil penelitian dan analisis.
Bab IV Kesimpulan adalah bab terakhir yang berisi kesimpulan penelitian.
34
Creswell, Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches, op.cit.,
194-199.