perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id tradisi bersih desa …/tradisi... ·...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
TRADISI BERSIH DESA DUKUTAN
(Studi Kebudayaan Masyarakat Desa Nglurah Kecamatan Tawangmangu
Kabupaten Karanganyar)
SKRIPSI
Oleh :
SONNYA KURNIA ASMI
K4408047
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
TRADISI BERSIH DESA DUKUTAN
(Studi Kebudayaan Masyarakat Desa Nglurah Kecamatan Tawangmangu
Kabupaten Karanganyar)
Oleh:
SONNYA KURNIA ASMI
K4408047
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan
gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Surakarta, Juli 2012
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. A. Arif Musadad, M. Pd Dra. Sri Wahyuni, M.Pd
NIP.19670507 199203 1 002 NIP. 19541129 198601 2 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari : SelasaTanggal : 24 Juli 2012
Tim Penguji Skripsi
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Dr. Nunuk Suryani, M.Pd ..........................
Sekretaris : Musa Pelu, S.Pd, M.Pd ..........................
Anggota I : Drs. A. Arif Musadad, M. Pd ..........................
Anggota II : Dra. Sri Wahyuni, M.Pd ..........................
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
a.n. Dekan
Pembantu Dekan I,
Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si
NIP. 19660415 199103 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Sonnya Kurnia Asmi. TRADISI BERSIH DESA DUKUTAN (Studi Kebudayaan Masyarakat Desa Nglurah Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar). Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juli 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) latar belakang diadakannya tradisi bersih desa Dukutan, (2) prosesi tradisi bersih desa Dukutan,(3) nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi bersih desa Dukutan, (4) upaya pelestarian tradisi bersih desa Dukutan di tengah kebudayaan modern.
Bentuk penelitian ini deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini digunakan strategi studi kasus terpancang tunggal yaitu sasaran yang akan diteliti sudah dibatasi dan ditentukan serta terpusat pada satu lokasi yang mempunyaikarakteristik tersendiri. Sumber data yang digunakan adalah sumber benda, tempat, peristiwa, informan, dan dokumen. Data dikumpulkan dengan teknik observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan tujuan penelitian, di mana peneliti memilih informan yang dipandang mengetahui permasalahan secara mendalam serta dapat dipercaya. Dalam penelitian ini, untuk mencari validitas data digunakan dua teknik trianggulasi yaitu trianggulasi data dan trianggulasi metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif, yaitu proses analisis yang bergerak diantara tiga komponen yang meliputi reduksi data, penyajian data, dan verifikasi/penarikan kesimpulan.Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) latar belakang diadakannya tradisi bresih desa Dukutan berdasarkan dua versi cerita mitos yang berkembang di masyarakat Nglurah yaitu versi Airlangga dan Watugunung; (2) prosesi tradisi bersih desa dukutan dimulai dari perencanaan musyawarah, gotong-royong membersihkan tempat ritual, pembuatan sesaji, pengumpulan sesaji, upacara sanggar, upacara Dukutan, tawuran, dan diakhiri dengan hiburan yaitu wayang;(3) terdapat banyak nilai-nilai yang terkandung dalam Dukutan, seperti nilai filosofis, nilai budaya, nilai spiritual, nilai karakter leluhur dan nilai dalam wayang; (4) kebudayaan modern banyak berpengaruh terhadap eksistensi kebudayaan asli. Masyarakat Nglurah banyak melakukan upaya agar tradisi bersih desa Dukutan tetap dilestarikan dengan mendapat bantuan dari pemerintah. Meskipun terdapat kendala-kendala yang dihadapi, tetapi masyarakat dan pemerintah memiliki cara untuk mengatasi kendala-kendala yang ada dalam pelestarian tardisi bersih desa Dukutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Sonnya Kurnia Asmi. BERSIH DESA DUKUTAN TRADITION (Cultural Studies of the Village Community Nglurah Tawangmangu DistrictKaranganyar District). Thesis. Surakarta: Teacher training and education faculty in Sebelas Maret University. July 2012.
The aim of this study is to determine: (1) background of the Dukutantradition held, (2) procession of Dukutan tradition, (3) the values that embodied in the Dukutan tradition, (4) the preservation of Dukutan tradition in the middle of modern culture.
The methodology of this research was qualitative descriptive. On this research used a single fixed case study which the object would be observed has limited and centralized on certain location which has special characteristics. The data sources used were the source object, places, events, informants and documents. The technique of collecting data used were observation, interviews, and documents analysis. The technique of sampling used was purposive sampling is getting sampling based on the purpose of the research, the place where the researcher choose informant who know the issues deeply and can be trusted. In this research used two triangulation techniques to find out the validity of the data namely triangulation data and triangulation method. Technique of analyzing data used was interactive analysis which the analysis process that moves between three components there was data reduction, data presentation and verification or inference which took place in a cycle.
Based on this research can be concluded that : (1) the background of the Dukutan tradition based on the two versions of the story based on myths that developed in the Nglurah community they are Airlangga and Watugunung version; (2) The proceesion of Dukutan tradition starts from planning, mutual helpto clean up the ritual place, provide the offerings, collect the offerings, tinonceremony, Dukutan ceremony, brawl, and ended with puppet entertainment; (3) there are a lot of the values contained in Dukutan tradition, such as the philosophical values, cultural values, spiritual values, the value of ancestral character and value that contained in the puppet; (4) modern culture much effect on the existence of indigenous cultures. Nglurah community efforts to clean the village tradition Dukutan still preserved with assistance from the government. Although there are many obstacles that they faced, but the people and the government has a way to overcome the constraints that exist in the preservation of clean tardisi Dukutan village.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Amemayu Hayuning Buwana, Ambrasta Dur Hangkara (Mpu Kanwa,
1032).
Wani ngalah luhur wekasane (tembang Mijil)
Kehilangan budaya sama dengan kehilangan jati diri (penulis).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk :
Bapak dan Ibu tercinta, terima kasih atas do’a dan kasih sayang untukku.
Terima kasih atas motivasi dan semangat yang selalu ku dapat dari segala
nasihat yang bapak dan ibu berikan.
Kakakku dan kedua ponakanku axel dan abyan tersayang.
Pandy Setiawan, terimakasih atas motivasi dan semangatnya.
Shelia, Arditya, Sofa, Riris, Cahyo, Arif, Octavi, Puji, terimakasih atas
bantuan dan persahabatan kita.
Sahabat dan keluargaku Pendidikan Sejarah ’08, terimakasih atas
kebersamaan dan keceriaan selama ini.
Almamater
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberi
ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Tradisi Bersih Desa Dukutan (Studi Kebudayaan Masyarakat
Desa Nglurah Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar)”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk
mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya
skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai
pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah menyetujui
atas permohonan penyusunan skripsi ini.
3. Ketua Progam Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan pengarahan
dan ijin atas penyusunan skripsi ini.
4. Drs. A. Arif Musadad, M. Pd selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Dra. Sri Wahyuni, M.Pd, selaku pembimbing II yang telah memberikan
penjelasan dengan sabar hingga saya mengerti dan memahami semuanya.
6. Bapak dan Ibu Dosen Progam Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Ilmu
Pengetahuan Sosial yang secara tulus memberikan ilmu kepada penulis
selama ini.
7. Drs. Sugiyarto, M.Hum Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Karanganyar yang telah memberikan ijin penelitian dalam penyusunan skripsi
ini.
8. Ismu Suprihatin, selaku Kasi Museum, Kepurbakalaan, Sejarah dan Nilai
Tradisi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Karanganyar yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
9. Bapak Saerofi, S.Pd selaku Lurah Tawangmangu, yang telah memberikan ijin
dalam penyusunan skripsi ini.
10. Bapak Siman selaku Koordinator Lingkungan Nglurah, yang membantu
kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.
11. Seluruh Warga Nglurah, yang telah banyak membantu penulis menyelesaikan
skripsi ini.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
karena keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi
ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Surakarta, Juli 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
HALAMAN PENGAJUAN ..................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................... iv
HALAMAN ABSTRAK .......................................................................... v
ABSTRACT . ........................................................................................... vi
HALAMAN MOTTO .............................................................................. vii
HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................. viii
KATA PENGANTAR ............................................................................. ix
DAFTAR ISI .............. .............................................................................. xi
DAFTAR TABEL .................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................ 4
D. Manfaat Penelitian .............................................................. 5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ................................................................. 6
1. Kebudayaan Jawa ........................................................... 6
2. Mitos .............................................................................. 21
3. Tradisi ............................................................................ 24
4. Bersih desa ..................................................................... 28
5. Masyarakat desa ............................................................. 32
B. Kerangka Berpikir ............................................................... 37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................. 39
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ............................................ 40
C. Sumber Data ....................................................................... 42
D. Teknik Sampling ................................................................. 44
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 45
F. Validitas Data ................................................... .................. 50
G. Analisis Data ....................................................................... 52
H. Prosedur Penelitian ............................................................. 54
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ................................................ 57
1. Kondisi Geografis .......................................................... 57
2. Kondisi Demografi.......................................................... 59
3. Kondisi Sosial Masyarakat.............................................. 63
4. Potensi Desa Nglurah...................................................... 65
5. Situs Purbakala Menggung di Desa Nglurah .................. 68
B. Latar Belakang Tradisi Bersih Desa Dukutan di Desa Nglurah ................................................................................ 69
1. Tradisi Bersih Desa Dukutan ......................................... 69
2. Latar Belakang Diadakannya Tradisi Bersih Desa Dukutan ........................................................................... 70
C. Prosesi Tradisi Bersih Desa Dukutan .................................. 73
1. Persiapan Prosesi ............................................................ 73
2. Pelaksanaan Prosesi Ritual ............................................. 78
3. Hiburan ........................................................................... 81
D. Nilai-nilai yang Terkandung dalam Tradisi Bersih DesaDukutan ............................................................................... 81
1. Nilai Filosofis ................................................................. 81
2. Nilai Budaya ................................................................... 84
3. Nilai Spiritual ................................................................. 86
4. Nilai Karakter Leluhur .................................................. 87
5. Nilai dalam Wayang ....................................................... 87
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
E. Upaya Pelestarian Tradisi Bersih Desa Dukutan di tengah Kebudayaan Modern............................................................ 90
1. Masyarakat Nglurah ....................................................... 91
2. Pemerintah ...................................................................... 94
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan ............................................................................. 99
B. Implikasi ............................................................................. 101
C. Saran ................................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 104
LAMPIRAN ....... ..................................................................................... 108
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1: Skema Kluckhonhn Lima Masalah Dasar yang Menentukan Orientasi Nilai Budaya Manusia................................................. 18
Tabel 2: Waktu Penelitian......................................................................... 39
Tabel 3: Luas Wilayah Lingkungan Nglurah............................................ 59
Tabel 4: Jumlah Penduduk Nglurah Menurut Jenis Kelamin ................... 60
Tabel 5: Jumlah Penduduk Nglurah Menurut Usia .................................. 60
Tabel 6: Jumlah Penduduk Nglurah Menurut Tingkat Pendidikan........... 61
Tabel 7: Jumlah Penduduk Lingkungan Nglurah Menurut Pekerjaan ...... 62
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1: Kerangka Berpikir ................................................................. 37
Gambar 2: Analisis Data Menurut Milles dan Hubberman ..................... 53
Gambar 3: Prosedur Penelitian ................................................................ 55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1: Peta Administrasi Kelurahan Tawangmangu ..................... 108
Lampiran 2: Daftar Informan .................................................................. 110
Lampiran 3: Hasil Wawancara ................................................................. 112
Lampiran 4: Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi .......................... 129
Lampiran 5: Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan IlmuPendidikan .......................................................................... 130
Lampiran 6: Surat Permohonan Ijin Research ......................................... 131
Lampiran 7: Surat Tidak Keberatan (STB) KESBANGPOLKabupaten Karanganyar ..................................................... 134
Lampiran 8: Surat Rekomendasi Research BAPEDA KabupatenKaranganyar ........................................................................ 135
Lampiran 9: Surat Keterangan Research DISPARBUD KabupatenKaranganyar ........................................................................ 136
Lampiran 10: Surat Keterangan Penelitian Kelurahan Tawangmangu..... 137
Lampiran 11: Foto Penelitian ................................................................... 138
Foto Gapura masuk Desa Nglurah...................................... 139
Foto Dwarapala dan tangga menuju Situs Menggung........ 139
Foto pelataran Situs Menggung.......................................... 140
Foto arca Kyai Menggung dan Nyi Rasa Putih .................. 140
Foto warga melakasanakan kerja bakti............................... 141
Foto sesaji yang dibuat warga ............................................ 141
Foto punar, tawonan, tumpeng ricik dan golong ................ 142
Foto nthek-enthek, bothok, bongko,pelas, pisangSonomni dan cngkaruk gimbal ........................................... 143
Foto tinon RW 10 / Nglurah Lor ....................................... 144
Foto tinon RW 11 / Nglurah Kidul..................................... 144
Foto warga bersiap melaksankan Dukutan......................... 145
Foto arak-arakan menuju Menggung brsama korlingdan sesepuh desa................................................................. 145
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Foto pemasangan iket pada arca Kyai menggung dan Nyi Rasa Putih .................................................................... 146
Foto sesepuh desa berdo’a didepan arca............................. 146
Foto Warga berdo’a dipimpin sesepuh desa....................... 147
Foto Para pemuda melempar sesaji dalam ritual tawuran .. 147
Foto pembagian air sumber kepada warga ......................... 148
Foto Situs kalijaro............................................................... 148
Foto wawancara dengan pemuka adat ................................ 149
Foto wawancara dengan pembuat sesaji............................. 149
Foto wawancara dengan Korling Nglurah.......................... 150
Foto wawancara dengan Disparbud Kabupaten Karanganyar........................................................................ 150
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Negara Indonesia merupakan negara kepulauan, yang terdiri dari
beberapa pulau besar dan ribuan pulau kecil di sekitarnya. Oleh karena bentuk
negara kepulauan tersebut Indonesia memiliki keanekaragaman suku, ras,
keyakinan dan budaya. Hal inilah yang secara tidak langsung menjadi daya tarik
tersendiri bagi Indonesia. Keunikan dan ciri khas budaya yang berbeda-beda di
Indonesia merupakan kekayaan yang sangat berarti bagi negara ini. Banyak
wisatawan dari luar negeri yang datang ke Indonesia karena tertarik dan kagum
terhadap kebudayaaan indonesia yang sebagian besar masih dipertahankan dan
dilestarikan di tengah kebudayaan modern pada saat ini.
Kebudayaan adalah seluruh gagasan manusia yang harus dibiasakan
dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu
(Koentjaraningrat, 1974:9). Kebudayaan bersifat kompleks yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat-istiadat atau pola
perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota
suatu masyarakat tertentu. Kebudayaan berguna bagi manusia yaitu untuk
melindungi diri terhadap alam, mengatur hubungan antar manusia dan sebagai
wadah dari segenap perasaan manusia. Kebudayaan merupakan perilaku yang
hampir digerakkan oleh naluri. Semua manusia dilahirkan dengan tingkah laku
yang digerakkan dengan insting ( T.O Ihromi, 1990 : 18).
Setiap masyarakat mempunyai kebudayaan yang saling berbeda satu
dengan lainnya, namun setiap kebudayaan mempunyai sifat hakikat yang berlaku
umum bagi semua kebudayaan dimanapun juga (Soerjono Soekanto, 1990:199).
Tidak dapat dipungkiri, bahwa masyarakat dan kebudayaan manusia selalu
mengalami perubahan. Perubahan tersebut disebabkan adanya perkembangan ilmu
pengetahuan, kemajuan teknologi dan pengaruh dari luar.
Masyarakat Jawa yang masih kental dengan budaya yang telah ada dari
jaman nenek moyang sadar akan adanya suatu keanearagaman yang sifatnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
regional (Koentjaraningrat, 1984:25). Masyarakat Jawa mempercayai adanya
kekuatan lain yang ada di alam sekitar tempat tinggal. Masyarakat Jawa juga
percaya bahwa roh-roh halus menempati sekitar tempat tinggal masyarakat.
Sebagai perwujudan anggapan dan kepercayaan masyarakat terhadap hal tersebut,
diwujudkan melalui tradisi dan adat istiadat yang diberlakukan di lingkungannya.
Dorongan untuk melakukan tradisi tersebut muncul karena adanya rasa takut dan
tidak tenteram serta penuh kekhawatiran dalam hidup, bila tidak melakukan apa
yang dilakukan oleh orang tua pada zaman dahulu, masyarakat takut terhadap
sanksi yang diduga muncul dari roh atau makhluk halus yang sering mengganggu
kehidupan manusia (Moertjipto, 1997:29).
Tradisi dan adat istiadat masyarakat Jawa tersebut juga berlaku pada
masyarakat Desa Nglurah Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar.
Sebuah desa yang ada di kaki Gunung Lawu pada ketinggian ±1200 m di atas
permukaan laut ini memiliki tradisi turun temurun dari generasi ke generasi
samapai pada saat sekarang ini.
Di lingkungan Desa Nglurah masih melestarikan tradisi bersih desa yang
biasa disebut dengan tradisi Dukutan. Tradisi Dukutan sebagai media perwujudan
keyakinan masyarakat terhadap roh-roh dan kekuatan yang ada di alam sekitar
desa Nglurah. Tradisi ini telah menjadi kegiatan rutin yang dilakukan oleh
masyarakat setempat. Pada Dukutan tersebut tidak terlepas dari sikap dan
keyakinan bahwa keselarasan dan keteraturan hidup akan membawa dan
menuntun masyarakat kepada kesejahteraan hidup bersama. Bagi masyarakat
Jawa umumnya, dan masyarakat Desa Nglurah pada khususnya, yang memiliki
simbol budaya yang berupa slametan yaitu upaya untuk menghindari terjadinya
bahaya dari ancaman ghaib yang dianggap bisa membawa bahaya dalam hidup
semua masyarakat yang tinggal di desa tersebut.
Dukutan berasal dari kata Dukut, yang merupakan salah satu nama dari
wuku Jawa yang berjumlah 28. Tradisi ini dilaksanakan setiap 6 lapan ( 1 lapan
adalah 35 hari) atau 7 bulan sekali, pada hari Selasa kliwon wuku Dukut. Dan
dilaksanakan di Candi Menggung yang terdapat di Desa Nglurah. Ada dua versi
cerita yang melatarbelakangi diadakannya Tradisi ini, yaitu versi Watugunung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
yang menceritakan bahwa Dewi Shinta yang menikah dengan anaknya sendiri
yaitu Watugunung, dan kemudian mempunyai anak yang salah satunya bernama
Dukut. Sedangkan yang kedua adalah versi Airlangga, Dukutan dilakukan untuk
memperingati hari pernikahan Kyai Menggung yang merupakan seorang pengikut
Airlangga yang ingin menetap di Nglurah dan seorang wanita bernama Nyi Rasa
Putih, yang jatuh pada hari Selasa Kliwon wuku Dukut (Sari Hardiyanto,
http://harianjoglosemar.com/berita/upacara-dhukutan-59894.html, diakses pada
tanggal 12 Januari 2012).
Ritual bersih desa tersebut mengandung unsur-unsur simbolik yang
memiliki makna tersendiri. Di dalamnya termuat pesan-pesan tertentu yang
ditujukan kepada individu ataupun kelompok. Simbol-simbol tersebut secara tidak
langsung menghubungkan manusia dengan kekuatan yang ada di sekitarnya dan
Tuhan. Tindakan secara simbolik tersebut juga banyak dipengaruhi oleh adanya
paham mitologi, animisme, dan dinamisme yang dianut sejak jaman nenek
moyang. Mitos yang ada tetap melekat dalam diri pribadi-pribadi orang Jawa.
Meskipun pengaruh luar banyak yang masuk ke Lingkungan Nglurah,
namun mitos-mitos yang telah ada masih saja melekat kuat dan dipercaya oleh
masyarakat setempat. Misalnya dalam pembuatan sesaji, warga harus berhati-hati
dan mematuhi pantangan-pantangan dalam pembuatan sesaji tersebut. Karena
apabila dilanggar bisa menimbulkan bencana bagi dirinya sendiri, keluarganya
atau bahkan desanya. Sehingga warga sampai sekarang ini masih menganggapnya
sebagai sesuatu yang sakral. Tradisi Dukutan yang dilakukan warga Nglurah
sampai sekarang masih terus dilakukan meskipun ditengah kebudayaan modern
yang kian mendesak kebudayaan tradisional. Yang pada kenyataannya sekarang
ini kebudayaan modern telah mengikis beberapa mitos-mitos yang berkembang di
Indonesia. Namun yang menarik bahwa masyarakat desa nglurah sendiri tidak
menghilangkan budaya mereka, dan terus melaksanakan ritual bersih desa yang
tidak lain pelaksanaan tradisi ini adalah sebagai wujud rasa syukur warga atas
karunia yang dilimpahkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Sebagai suatu tradisi, Dukutan memiliki nilai yang cukup berpengaruh
dalam masyarakat Nglurah. Banyak nilai, filosofi dan makna yang terkandung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
dalam ritual tradisi ini. Nilai-nilai tersebut sampai saat ini masih dianggap penting
dan sakral oleh Masyarakat Nglurah. Setiap generasi memiliki kewajiban untuk
mengkomunikasikan ke generasi berikutnya melalui berbagai cara, akhirnya nilai-
nilai ini dapat di transfer.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis
tertarik mengkaji dalam skripsi dengan judul : Tradisi Bersih Desa Dukutan
(Studi Kebudayaan Masyarakat Desa Nglurah Kecamatan Tawangmangu
Kabupaten Karanganyar)
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah ini berguna untuk mempermudah dalam melaksanakan
penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu :
1. Apa yang melatarbelakangi diadakannya tradisi bersih desa Dukutan?
2. Bagaimana prosesi tradisi bersih desa Dukutan?
3. Apa nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi bersih desa Dukutan ?
4. Bagaimana upaya melestarikan tradisi bersih desa Dukutan di tengah
kebudayaan modern?
C. TUJUAN PENELITIAN
Sesuai rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui :
1. Latar belakang diadakannya tradisi bersih desa Dukutan.
2. Prosesi tradisi bersih desa Dukutan .
3. Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi bersih desa Dukutan.
4. Upaya melestarikan tradisi bersih desa Dukutan di tengah kebudayaan
modern.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat menambah ilmu pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya tentang tradisi Dukutan di Desa Nglurah
Tawangmangu.
b. Memberi sumbangan pemikiran bagi kebudayaan masyarakat Jawa
khususnya melalui Tradisi Dukutan.
c. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang tradisi bersih desa Dukutan
sebagai kebudayaan masyarakat desa Nglurah Kecamatan Tawangmangu
Kabupaten Karanganyar.
d. Memberikan pengetahuan terhadap mahasiswa program studi Pendidikan
Sejarah tentang jejak sejarah di situs Menggung dan budaya disekitarnya.
2. Manfaat Praktis
a. Memenuhi salah satu syarat guna meraih gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk memberikan bahan masukan dan sumbangan kepada pihak terkait
dalam mengembangkan Tradisi Dukutan di Desa Nglurah Tawangmangu.
c. Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi koleksi penelitian ilmiah di
perpustakaan mengenai tradisi di Kabupaten Karanganyar.
d. Sebagi referensi bagi pemecahan permasalahan yang relevan dengan
penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kebudayaan Jawa
a. Pengertian Kebudayaan
Pada masa sekarang ini masalah kebudayaan banyak diperbincangkan.
Kebudayaan masyarakat itu perlu dikembangkan dengan adanya masalah
pembangunan dan perkembangan zaman. Diperlukan adanya pemahaman tentang
konsep kebudayaan.
Dari segi istilah menurut Koentjaraningrat (1987:5) kata kebudayaan
berasal dari kata sansekerta “buddayah” yang merupakan bentuk jamak dari
“budhi” yang berarti budi atau akal manusia. Untuk itu kebudayaan dapat
diartikan semua hal yang bersangkutan dengan budi atau akal manusia. Dalam
pengertian kebudayaan sebagai suatu konsep Koentjaraningrat lebih lanjut
mengatakan bahwa kebudayaan berarti, keseluruhan gagasan dan karya manusia,
yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan
karyanya itu.
Selain Koentjaraningrat banyak para ahli yang memberikan definisi
mengenai masalah kebudayaan. Menurut Bakker dalam Usman Pelly (1994:22)
mengartikan secara singkat kebudayaan adalah sebagai berikut :
Kebudayaan sebagai penciptaan, penerbitan dan pengolahan nilai-nilai insani. Tercakup di dalamnya usaha membudayakan bahan alam mentah serta hasilnya. Di dalam bahan alam, alam diri dan alam lingkungannya baik phisik maupun sosial, nilai-nilai diidentifikasikan dan dikembangkan sehingga sempurna. Membudayaakan alam, memanusiakan manusia, menyempurnakan hubungan keinsanan merupakan kesatuan tak terpisahkan.
Menurut pendapat dua orang antropolog yaitu Melville J. Herskovits dan
Bronislaw Malinowski dalam Soerjono Soekanto (1975:54) mengemukakan
pengertian Cultural Determinism yang berarti bahwa segala sesuatu yang terdapat
dalam masyarakat ditentukan dengan adanya kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang super-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
organic atau berada diatas suatu badan, karena kebudayaan yang turun-temurun
dari generasi satu ke generasi selanjutnya dan akan tetap hidup meskipun orang-
orang yang menjadi anggota masyarakat silih berganti yang disebabkan oleh
kematian dan kelahiran.
Pengertian Kebudayaan juga dirumuskan oleh ahli antropologi, yang
pertama merumuskan pengertian kebudayaan secara sistemastis dan ilmiah adalah
E.B Taylor dalam Usman Pelly (1994:23), dikemukakan bahwa kebudayaan
adalah keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan
serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat.
Ahli antropologi lain yang merumuskan definisi kebudayaan yaitu Ralph
Linton dalam kajian Nurani Soyomukti (2010:428) yang memberikan definisi
kebudayaan yang berbeda dengan pengertian kebudayaan dalam kehidupan
sehari-hari. Definisi kebudayaan menurut Ralph Linton adalah:
Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat yang mana pun dan tidak mengenai sebagian dari cara hidup itu, yaitu bagian yang oleh masyarakat dianggap lebih tinggi ataulebih diinginkan. Dalam arti cara hidup seperti itu masyarakat kalau kebudayaan diterapkan pada cara hidup kita sendiri, maka tidak ada sangkut pautnya dengan main piano atau membaca karya sastra terkenal. Untuk seorang ahli ilmu sosial, kegiatan seperti main piano itu merupakan elemen-elemen belaka dalam keseluruhan kebudayaan kita. Keseluruhan ini mencakup kegiatan-kegiatan duniawi seperti mencuci piring atau menyetir mobil dan untuk tujuan mempelajari kebudayaan, hal ini sama derajatnya dengan “hal-hal yang lebih halus dalam kehidupan”. Karena itu, bagi seorang ahli ilmu sosial tidak ada masyarakat atau perorangan yang tidak berkebudayaan. Tiap masyarakat mempunyai kebudayaan, bagamana pun sederhananya kebudayaan itu dan setiap manusia adalah makhluk berbudaya, dalam arti mengambil bagian dalam suatu kebudayaan.
Pengkategorian tentang garis besar dari definisi kebudayaan adalah
sebagai berikut ( Usaman Pelly, 1994 : 21) :
1) Ahli sosiologi mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan
kecakapan yang dimiliki manusia sebagai subyek masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
2) Ahli sejarah menekankan pertumbuhan kebudayaan dan
mendefinisikan sebagai warisan sosial dan tradisi.
3) Ahli filsafat menekankan pada aspek normatif, kaidah kebudayaan
dan realisasi cita-cita.
4) Antropologi melihat kebudayaan sebagai tata kehidupan, way of life,
dan tata tingkah laku.
5) Psikologi mendekati kebudayaan daari segi penyesuaian manusia
kepada alam sekelilingnya, kepada syarat-syarat hidup.
6) Ilmu bangsa-bangsa gaya lama dan petugas museum menaksir
kebudayaan atas hasil artifact dan kesenian.
7) Beberapa definisi lainnya yang agak istimewa dapat dikemukakan
sebagai berikut :a) Dialectic of challenge and respons (Toynbee); b)
Superstruktur ideologis yang mencerminkan pertentangan kelas
(K.Marx); c) Gaya hidup feodal aristokrat (Al Farabi); d) Kebudayaan
sebagai comfort (Mentagu).
Soerjanto Poespowardodjo dalam kajian Hans J. Daeng (2000:45)
mengatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan proses dan hasil
perkembangan manusia yang disalurkan dari generasi ke generasi untuk
kehidupan manusiawi yang lebih baik.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi dalam kajian
Soerjono Soekanto (1975:55), merumuskan kebudayaan sebagai segala sesuatu
yang merupakan hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat
menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaaan jasmaniah
(material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitar,
agar kekuatan dan hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.
Sedangkan rasa meliputi jiwa manusia yang mewujudakan segala kaedah-kaedah
dan nilai-nilai kemasyarakatan yang perlu untuk mengatur masalah-masalah
kemasyarakatan dalam arti luas. Cipta merupakan kemampuan mental,
kemampuan berpikir orang dalam kehidupan masyarakat dan yang menghasilkan
filsafat atau ilmu pengetahuan yang berwujud teori.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Kebudayaan merupakan kumpulan acuan dan pegangan manusia dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan, misalnya saja dengan menciptakan segala
sesuatu yang dapat membantu aktivitas manusia.
Menurut Ruth Benediet dalam Parsudi Suparlan, (1984: 84) yang
mengatakan bahwa “Kebudayaan adalah pengikat manusia bersama-sama.”
dengan kebudayaan, manusia menjadi terikat oleh suatu aturan dan merasa
menjadi satu ikatan sama yaitu kesamaan identitas.
Terdapat batasan-batasan yang jelas, sehingga suatu kebiasaan dapat
dikatakan sebagai kebudayaan. “Batasan-batasan kebudayaan tersebut terdiri dari
gagasan pokok yang mencakup perkembangan dan kemajuan masyarakat, hasil
bersama dan humanisasi” (Soerjanto Poespowardojo, 1989: 219-220). Batasan
yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1) Kebudayaan mencakup segala perkembangan dan kemajuan
masyarakat
Kebudayaan mencakup bidang seni, sastra, ekonomi maupun
teknologi.
2) Kebudayaan adalah hasil bersama
Masyarakat terdiri dari sekelompok individu, yang menjadi
kesepakatan dalam suatu kelompok tersebut adalah kebudayaan.
3) Kebudayaan pada hakekatnya adalah humanisasi
Nilai-nilai manusiawi menjadi dasar dan ukuran langkah-langkah
pembangunan dan modernisasi. Nilai-nilai etis merupakan petunjuk
dan pedoman bagi norma-norma masyarakat.
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kebudayaan merupakan hasil yang diciptakan dari pikiran, karya, dan hasil karya
sekelompok manusia yang berasal dari proses belajar selanjutnya menjadi suatu
kebiasaan dan pada akhirnya membentuk suatu peradaban. Kebudayaan tersebut
nantinya akan menjadi warisan dari satu generasi ke generasi selanjutnya dan akan
terus mengalami perkembangan. Pada dasarnya kebudayaan diciptakan agar
manusia mempunyai gambaran untuk melangsungkan hidupnya terutama dalam
kehidupan bermasyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
b. Sifat dan Hakikat Kebudayaan
Kebudayaan selalu melekat erat pada kehidupan sehari-hari manusia.
Sifat-sifat kebudayaan dapat dirasakan dalam kehidupan. Sifat-sifat tersebut
dijelaskan oleh Nurani Soyomukti (2010:441-443) antara lain :
1) Kebudayaan diperoleh dari belajar
Kebudayaan manusia tidak diturunkan atau diwariskan secara biologis
atau genetis, tetapi melalui proses sosialisasi dan internalisasi yang
diperoleh karena bergaul dan berinteraksi dengan manusia lain dalam
suatu kelompok. Artinya, perilaku manusia lebih banyak digerakkan
leh kebudayaan dibanding dengan perilaku makhluk lain yang tingkah
lakunya digerakkan oleh naluri atau isnting.
2) Kebudayaan milik bersama
Dikatakan bahwa kebudayaan adalah milik bersama karena hal
tersebut adalah milik bersama para anggota masyarakat yang memiliki
kebudayaan tersebut. Semua anggota harus mematuhinya dan
mengikuti karena diikat oleh konvensi, nilai-nilai, dan norma atau
bahkan aturan. Suatu kelompok memiliki kebudayaan apabila para
warganya memiliki secara bersama sejumlah pola-pola berpikir dan
berkelakuan yang sama yang didapat melalui proses belajar.
3) Kebudayaan sebagai pola
Pola-pola seperti tingkah laku terjadi karena dalam kebudayaan ada
nilai atau batasan yang mengatur cara hidup dan tingkah laku
masyarakat. Pola ideal adalah apa yang secara nilai diakui bersama
oleh para anggotanya. Pola-pola ini yang sering disebut dengan
norma.
4) Kebudayaan bersifat dinamis dan adaptif
Kebudayaan mempunyai sifat dapat diubah, baik secara perlahan
maupun secara cepat, tergantung pada perubahan material yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
dihadapi dan menjadi penyangga dalam hubungan antara sesama
manusia.
c. Wujud Kebudayaan
Kebudayaan tidak hanya segala sesuatu yang dapat dilihat secara kasat
mata, tetapi nilai, gagasan dan ide juga merupakan wujud dari kebudayaan.
Koentjaraningrat (1983: 189-190) menyatakan bahwa ada tiga wujud kebudayaan
yaitu:
1) Sebagai suatu tindakan kompleks dari ide-ide, gagasan, norma-norma,
peraturan dan sebagainya.
Wujud pertama dari kebudayaan ini sifatnya abstrak, tidak dapat
diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam kepala-kepala atau dengan
perkataan lain dalam alam pikiran dari warga masyarakat dimana
kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Pada masa sekarang ini
wujud kebudayaannya banyak disimpan dalam disk, arsip, koleksi
micro film, kartu computer, dll. Ada pula yang menyebut wujud
kebudayaan yang pertama ini dengan adat istiadat.
2) Sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan yang berpola dari
manusia dalam masyarakat.
Wujud kedua dari kebudayaan ini biasa disebut sistem sosial.yang
termasuk dalam sistem sosial ini misalnya, aktivitas-aktivitas manusia
yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang lain,
yang dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun
selalu mengikuti pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata
kelakuan. System social itu bersifat konkret, nyata sehingga dapat
dilkukan observasi, diamati dan difoto.
3) Sebagai wujud benda-benda hasil karya manusia.
Wujud yang ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan yang
merupakan keseluruhan dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan, dan
karya semua manusia dalam masyarakat maka sifatnya paling konkret
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan
difoto.
Ketiga wujud kebudyaan di atas dalam kehidupan masyarakat tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya. Kebudayaan yang ideal dan adat-istiadat
mengatur dan mengarah pada tindakan dan perilaku manusia. Sedangkan
kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang
mempengaruhi pola perbuatan dan cara berpikir.
d. Unsur Kebudayaan
Kebudayaan suatu bangsa atau masyarakat, terdiri darui unsur-unsur
yang besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu keutuhan
yang bersifat kesatuan. Menurut R. Linton dalam Usman Pelly (1994:23)
kebudayaan merupakan konfigurasi dari tingkah laku yang unsur-unsur
pembentukknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu.
Beberapa ahli merumuskan unsur-unsur kebudayaan. Menurut Melville J.
Herskovits dalam kajian Soejono Soekanto (1975:57) mengajukan unsur
kebudayaan ada empat yaitu : 1) alat-alat teknologi, 2) sistem ekonomi, 3)
keluarga, 4) kekuasaan politik. Sedangkan menurut Bronislaw Maliowski dalam
Soerjono Soekanto (1975:57) menyebutkan bahwa unsur-unsur pokok
kebudayaaan adalah : 1) sistem norma yang memungkinkan kerjasama antara para
anggota masyarakat agar menguasai alam sekelilingnya, 2) organisasi ekonomi,
3) alat-alat dan lembaga atau petugas untuk pendidikan, 4) organisasi kekuatan.
Koentjaraningrat (1990: 203-04) berpendapat bahwa terdapat 7 unsur
kebudayaan yang bersifat universal. Unsur-unsur universal itu yang sekalian
merupakan isi dari semua kebudayaan yang ada di dunia ini adalah: 1) bahasa; 2)
sistem pengetahuan; 3) organisasi sosial; 4) sistem peralatan hidup dan teknologi;
5) sistem mata pencaharian hidup; 6) sistem religi, dan 7) kesenian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Nurani Soyomukti, (2010:447) merinci unsur-unsur kebudayaan sebagai
berikut:
1) Sistem religi yang terdiri dari : a) Sistem kepercayaan; b) Sistem nilai
dan pandangan hidup; c) Komunikasi keagamaan; d) Upacara
keagamaan.
2) Sistem kemasyarakatan : a)Kekerabatan; b) Asosiasi dan perkumpilan;
c) Sistem kenegaraan; d) Sistem kesatuan hidup; e) Perkumpulan.
3) Sistem pengetahuan, meliputi pengetahuan tentang : a) Flora dan
fauna; b) Waktu, ruang, dan bilangan; c) Tubuh manusia dan perilaku
antar-sesama manusia.
4) Bahasa, yaitu alat komunikasi berbentuk: a) Lisan; b) Tulisan.
5) Kesenian : a) Seni patung/pahat; b) Relief; c) Lukis dan gambar; d)
Rias; e) Vokal; f) Musik; g) Bangunan; h) Kesusastraan; i) Drama.
6) Sistem mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi: a) Berburu dan
mengumpulkan makanan; b) Bercocok tanam; c) Peternakan;
d)Perikanan; e) Perdagangan.
7) Sistem peralatan hidup atau teknologi: a) Produksi, distribusi, dan
transportasi; b) Peralatan komunikasi; c) Peralatan konsumsi dalam
bentuk wadah; d) Pakaian dan perhiasan; e) Tempat berlindung dan
perumahan; f) Senjata.
Setiap unsur kebudayaan universal juga mempunyai tiga wujud, yaitu
wujud sistem budaya, wujud sistem sosial, dan wujud kebudayaan fisik. Sehingga
perlu dilakukan pemerincian kebudayaan dalam unsur-unsur yang khusus.
Fungsi unsur kebudayaan menurut pendapat Malinowski dala kajian
Koentjaraningrat (1990:215) yaitu berbagai unsur kebudayaan yang ada dalam
masyarakat manusia berfungsi untuk memuaskan suatu rangkaian hasrat naluri
akan kebutuhan hidup manusia (basic human needs).
e. Fungsi Kebudayaan
Manusia mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi, sehingga manusia
akan merasa puas apabila kebutuhan tersebut dapat terpenuhi dan tidak puas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
apabila sebaliknya. Menurut Soerjono Soekanto (1975:58-59), kebudayaan
mempunyai kegunaan yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat.
Bermacam-macam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggota-
anggota masyarakat, seperti misalnya kekuatan alam di mana masyarakat tersebut
tinggal, maupun kekuatan lain dari masyarakat itu sendiri. Kebutuhan masyarakat
tersebut sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada
masyarakat itu sendiri. Dikatakan bahwa sebagian besar kemampuan masyarakat
itu terbatas dan dengan demikian kemampuan kebudayaan yang merupakan hasil
ciptaan juga terbatas dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Menurut Koentjaraningrat dalam kajian Soerjono Soekanto (1975:59),
hasil karya manusia atau masyarakat menimbulkan teknolgi atau kebudayaan
kebendaan yang mempunyai kegunaan utama di dalam melindungi masyarakat
terhadap lingkungan alamnya. Teknologi pada hakekatnya meliputi tujuh unsur
yaitu : 1) alat-alat produktif, 2) senjata, 3) wadah, 4) makana dan minuman, 5)
pakaian dan perhiasan, 6) tempat berlindung dan perumahan, 7) alat-alat
transportasi.
Sosiolog besar Indonesia Selo Soemardjan dalam Nurani Soyomukti
(2010:426) mengatakan bahwa kebudayaan masyarakat pada intinya berfungsi
menghubungkan manusia dengan alam sekitarnya dan dengan masyarakat tempat
manusia tersebut menjadi warga.
Fungsi kebudayaan adalah untuk mengatur manusia agar dapat
mengerti bagaimana seharusnya bertindak dan berbuat untuk menentukan sikap
kalau akan berhubungan dengan orang lain didalam menjalankan hidupnya.
Median Kurniawan (dalam http://indobudaya.blogspot.com/2007/11/ilmu-budaya-
dasar.html,diunduh pada tanggal 20 Januari 2012) menyebutkan fungsi
kebudayaan adalah sebagai berikut: 1) Suatu hubungan pedoman antar manusia
atau kelompok; 2) Wadah untuk menyalurkan perasaan-perasaan dan kehidupan
lainnya; 3) Pembimbing kehidupan manusia; 4) Pembeda antar manusia dan
binatang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Kebudayaan berfungsi memenuhi kebutuhan hidup manusia mulai dari
kebutuhan biologis, kebutuhan sosial dan kebutuhan psikologis. Dengan
kebudayaan, manusia dapat menciptakan teknologi dan diwujudkan dengan
benda. Dengan kebudayaan pula, manusia bisa menghasilkan aturan dan nilai
yang dianggap benar, sehingga dapat mengatur pergaulan kehidupan dalam
bermasyarakat. Kebudayaan mengajarkan manusia untuk bertindak sesuai dengan
aturan yang telah ditetapkan, yang bersifat memaksa karena dilengkapi dengan
sanksi apabila melanggarnya.
f. Nilai budaya
1) Definisi Nilai Budaya
Menurut pendapat Theodorson dalam kajian Soerjono Soekanto
(1975:101) mengemukakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang bersifat abstrak,
yang dijadikan pedoman serta prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku.
Keterkaitan orang maupun kelompok terhadap nilai relatif kuat dan bersifat
emosional. Oleh karena itu nilai dapat dilihat sebagai pedoman bertindak dan
sekaligus sebagai tujuan manusia itu sendiri.
Definisi nilai budaya juga dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1987:85)
yaitu bahwa nilai budaya terdiri dari konsepsi yang hidup di alam pikiran sebagian
masyarakat mengenai hal-hal yang dianggap mulia. Sistem nilai yang ada
dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak.
Menurut Munandar Sulaiman (1998: 22), “nilai dalam masyarakat
tercakup dalam adat kebiasaan dan tradisi yang secara tidak sadar diterima dan
dilaksanakan oleh anggota masyarakat”. Merupakan sesuatu yang berharga,
bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai
berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Untuk
menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas
harus melalui proses membandingkan dan menilai. Hal ini tentu sangat
dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak heran apabila antara
masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam
dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang
mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan
karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan
perilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi. Nilai-nilai
budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, moto, visi misi, atau sesuatu
yang nampak sebagai acuan pokok moto suatu lingkungan atau organisasi.
Dapat disimpulkan bahwa nilai budaya adalah suatu bentuk konsepsi
umum yang dijadikan pedoman dan petunjuk di dalam bertingkah laku baik secara
individual, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk,
benar salah, patut atau tidak patut.
2) Sistem Nilai Budaya
Suatu sistem nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi
kelakuan manusia (Koentjaraningrat, 1981:124). Sistem nilai budaya itu demikian
kuatnya meresap dan berakar di dalam jiwa masyarakat sehingga sulit diganti atau
diubah dalam waktu yang singkat. Sistem nilai budaya di dalam masyarakat
menyangkut masalah-masalah pokok bagi kehidupan manusia.
Sistem nilai budaya merupakan bagian dari sistem budaya, yaitu aspek
dari sistem gagasan. Kedudukan nilai dalam setiap kebudayaan sangatlah penting,
maka pemahaman tentang sistem nilai budaya dan orientasi nilai budaya sangat
penting dalam konteks pemahaman perilaku suatu masyarakat dan sistem
pendidikan yang digunakan untuk menyampaikan sisitem perilaku dan produk
budaya yang dijiwai oleh sistem nilai masyarakat yang bersangkutan.
Dalam kaitan tersebut sistem nilai budaya merupakan sejumlah
pandangan mengenai soal-soal yang paling berharga dan bernilai dalam hidup,
sehingga disebut dengan sistem nilai. Sebagai inti dari suatu sistem kebudayaan,
sistem nilai budaya akan menjiwai semua pedoman yang mengatur tingkah laku
masyarakat yang bersangkutan. Pedoman tingkah laku tersbut antara lain adalah
adat-istiadat, sistem norma, aturan etika, aturan moral, aturan sopan santun,
pandangan hidup dan ideologi (Hans J. Daeng, 2000:46).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Sistem nilai budaya suatu masyarakat merupakan wujud yang
konsepsional dari kebudayaan, yang seolah-olah berada di luar dan di atas para
individu yang menjadi warga masyarakat tersebut (Usman Pelly, 1994:102).
Haryati Soebadio,(dalam http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/04/sistem-nilai-
budaya-ibd/, diunduh pada 15 November 2011), memberikan deskripsi kerja
tentang sistem nilai budaya sebagai nilai gagasan utama. Lebih lanjut Haryati
Soebadio mengatakan bahwa sistem nilai dan gagasan itu dihayati benar-benar
oleh pendukukung budaya bersangkutan dalam kurun waktu tertentu. Akibatnya,
sistem nilai dan gagasan itu dapat mendominasi keseluruhan kehidupan para
pendukungnya. Dalam arti mengarahkan tingkah laku di dalam kehidupan
masyarakat. Sistem nilai dan gagasan utama itu memberi pola untuk bertingkah
laku dalam masyarakatnya, atau dengan kata lain memberikan seperangkat model
untuk bertingkah laku.
G.Wira Saputra, (http://wirasaputra.wordpress.com/2011/10/13/nilai-
budaya-sistem-nilai-dan-orientasi-nilai-budaya/, diunduh 28 Maret 2012)
mengatakan bahwa sistem nilai budaya merupakan rangkaian dari konsep-konsep
abstrak yang hidup dalam masyarakat, mengenai apa yang dianggap penting dan
berharga, tetapi juga mengenai apa yang dianggap remeh dan tidak berharga
dalam hidup. Sistem nilai budaya ini menjadi pedoman dan pendorong perilaku
manusia dalam hidup yang memanifestasi kongkritnya terlihat dalam tata
kelakuan. Dari sistem nilai budaya termasuk norma dan sikap yang dalam bentuk
abstrak tercermin dalam cara berfikir dan dalam bentuk konkrit terlihat dalam
bentuk pola perilaku anggota-anggota suatu masyarakat.
3) Orientasi Nilai Budaya
Hans J. Daeng (2000 : 46-47) menyebutkan bahwa ada lima masalah
soal yang menjadi isi dalam sistem nilai budaya, yaitu : a) soal makna hidup
manusia; b) soal makna pekerjaan, karya dan amal perbuatan manusia; c) persepsi
manusia mengenai waktu; d) soal hubungan manusia dengan alam sekitarnya; e)
soal hubungan manusia dengan sesama manusia. Persepsi dan konsepsi mengenai
kelima maslah tersebut dapat berbeda-beda dalam berbagai kebudayaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Menurut Kluckhohn dalam Usman Pelly (1994 : 104) kelima masalah
universal kehidupan manusia dalam setiap kebudayaan dijelaskan dalam tabel
berikut ini :
Tabel 1. Skema Kluckhonhn Lima Masalah Dasar yang Menentukan Orientasi
Nilai Budaya Manusia
Masalah dasar dalam hidup
Orientasi Nilai Budayakonsenvatif Transisi Progresif
Hakikat hidup
Hakikat Kerja/Karya
Hubungan mansuia dengan waktu
Hubungan manusia dengan alam
Hubungan manusia dengan sesamanya
Hidup itu buruk
Kelangsungan hidup
Orientasi ke masa lalu
Tunduk kepada alam
Vertikal
Hidup itu baik
Kedudukan dan kehormatan / prestise
Orientasi ke masa kini
Selaras dengan alam
Horizontal/kolekial
Hidup itu sukar, tetapi harus diperjuangkan
Mempertinggi prestise
Orientasi ke masa depan
Mengusai alam
Individual/mandiri
(sumber : Usman Pelly, 1994 : 104)
Berbagai kebudayaan mengkonsepsikan masalah orientasi nilai budaya
dengan berbagai variasi yang berbeda-beda. Variasi orientasi nilai budaya
dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran sistem nilai budaya pada kelompok-
kelompok masyarakat.
g. Kebudayaan Jawa
Masyarakat Jawa mempunyai banyak informasi budaya untuk dapat
digali seiring dengan perkembangan waktu. Keseimbangan, keselarasan, dan
keserasian harus hidup berdampingan dengan tujuan untuk menghasilkan
keharmonisan dalam hidup yang merupakan falsafah dari kebudayaan Jawa.
Karena adanya tiga aspek penting tersebut membuat budaya Jawa bersifat elastis,
sehingga mudah menyatu dengan agama yang muncul. Tumpuan dari budaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Jawa adalah kepercayaan animisme dan dinamisme. Masyarakat Jawa percaya
bahwa ada kekuatan gaib yang dapat diminta pertolongan dalam masalah duniawi
dan rohani kehidupan masyarakat (Ahira, http://www.anneahira.com/kebudayaan-
jawa.htm, diunduh pada 15 Maret 2012).
Daerah kebudayaan Jawa itu luas, yaitu meliputi seluruh bagian tengah
dan timur dari pulau Jawa. Meskipun demikian ada daerah-daerah yang kolektif
sering disebut dengan daerah Kejawen. Kebudayaan Jawa mempunyai banyak
variasi dan perbedaan-perbedaan yang bersifat lokal dalam beberapa unsur-unsur
kebudayaan. Tetepi variasi-variasi tersebut tidak banyak berbeda karena masih
menunjukkan satu pola atau sistem kebudayaan Jawa. (Kodiran dalam
Koentjaraningrat, 2010:329)
Unsur kebudayaan yang menonjol pada setiap daerah akan membentuk
identitas pada daerah tersebut. Identitas dari kebudayaan Jawa dapat dilihat dari
beberapa unsur yang menonjol yaitu, bahasa dan komunikasi, kesenian, dan
kesusastraan, keyakinan keagamaan, ritus, ilmu gaib, dan beberapa pranata dalam
organisasi sosial (Koentjaraningrat, 1978: 11-12).
Dikaji dari unsur bahasa, dalam masyarakat bahasa merupakan sarana
interaksi sosial, dengan tujuan untuk penyampaian amanat dari seseorang kepada
orang lain. Masyarakat Jawa menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-
hari. Pada waktu menggunakan bahasa Jawa seseorang harus memperhatikan dan
membeda-bedakan keadan orang yang diajak berbicara atau yang dibicarakan,
berdasarkan status sosial dan usia. Bahasa Jawa ditinjau dari kriteria tingkatannya
ada dua yaitu, bahasa Jawa Ngoko dan Krama. Bahasa Ngoko dipakai untuk
orang yang sudah dikenal akrab, dan terhadap orang yang lebih muda usianya.
Sedangkan bahasa Jawa Krama digunakan untuk berbicara dengan yang belum
dikenal akrab, tetapi sebaya dalam umur maupun derajat, dan terhadap orang yang
lebih tinggi derajat,umur, serta status sosialnya (Koentjaraningrat, 2010:329-330).
Yang paling menonjol dari kebudayaan Jawa adalah sistem kepercayaan
yang berkembang dalam masyarakatnya. Termasuk di dalamnya adalah keyakinan
agama, ritus dan ilmu gaib. Masyarakat Jawa percaya kepada suatu kekuatan yang
melebihi segala kekuatan di mana saja, yang dikenal dengan sebutan kesakten.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Masyarakat Jawa meyakini bahwa arwah leluhur dan makhluk-makhluk halus
seperti misalnya memedi, lelembut, demit serta jin dan lainnya menempati sekitar
tempat masyarakat tinggal. Apabila seseorang ingin hidup tanpa gangguan harus
berbuat sesuatu untuk mempengaruhi alam semesta dengan berprihatin, berpuasa,
berpantang melakukan perbuatan serta makanan tertentu, berselamatan, dan
bersesaji. Selamatan dan bersesaji sering kali dijalankan oleh masyarakat Jawa di
desa-desa di waktu-waktu tertentu dalam peristiwa kehidupan sehari-hari
(Kodiran dalam Koentjaraningrat, 2010:346-347).
Kepercayaan masyarakat Jawa pada kekuatan sakti atau kesakten tersebut
banyak pula yang ditujukan kepada benda-benda pusaka, keris, dan alat-alat seni
suara Jawa yaitu gamelan. Karena sikap dan pembawaan masyarakat Jawa
mengadakan orientasi tersebut muncul beberapa aliran kebatinan, misalnya: 1)
gerakan atau aliran kebatinan keuniyahan yaitu percaya adanya anasir-anasir roh
halus serta jin-jin; 2) aliran yang ke-Islam-Islaman, dengan ajaran-ajaran yang
banyak mengambil unsur keimanan agama Islam dengan syarat-syarat yang
dibedakan dengan syariat agama Islam; 3) aliran kehindu-Jawian, di mana
pengikutnya percaya kepada dewa-dewa Hindu; 4) aliran bersifat mistik, dengan
usaha manusia untuk mencapai kesatuan Tuhan (Kodiran dalam Koentjaraningrat,
2010:349-350).
Konsep harmonisasi sosial dalam budaya Jawa adalah bagian dari konsep
harmonitas total menurut pandangan hidup Jawa. Pandangan hidup yang sesuai
dengan sari pati jalanan hidup orang Jawa sepanjang masa, sedemikian rupa
sehingga orang Jawa menjadi Jawa. Jadi identitas ke-“Jawa”-an tadi merupakan
hasil suatu proses yang panjang, melalui seleksi kualitatif, dan berhubungan
dengan nilai-nilai kehidupan. Konsep harmonitas tersebut terungkap dalam
pernyataan seperti, Sangkan Paraning Dumadi, pamoring Kawula Gusti.
Pandangan hidup Jawa mengisyaratkan suatu filosofi proses, yaitu Tuhan sebagai
Pandoming Dumadi (Purwadi, 2005:122).
Kebudayaan Jawa juga mendapat gelar adiluhung, sehingga sangat
berpengaruh di seluruh pelosok nusantara. Penyebaran orang Jawa diberbagai
daerah pasti akan membawa tradisi dan adat istiadatnya. Oleh karena itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
kebudayaan Jawa secara aktif dapat menyesuaikan diri dengan arus globalisasi
(Ageng Pangestu, 2007:7).
2. Mitos
Kebudayaan manusia yang paling sulit didekati dengan analisis logis
adalaha mitos dan religi. Kebanyakan kelompok etnis yang ada di Indonesia
memiliki mitologi yang mengisahkan suatu peristiwa yang menyangkut hidup
masyarakat. Atas dasar mitologi yang berkembang dalam masyarakat ini, orang
mengatur sikap dan tingkah lakunya sejalan dan atas dasar mitologi yang
membenarkan atau menyalahkan sikapnya.
a. Definisi Mitos
Mitos didefinisikan dalam pengertian yang berbeda-beda. Aris Zardens
(http://filsafat.kompasiana.com/2012/02/04/membongkar-mitos-mitos-budaya-
massa/, diunduh pada 2 Maret 2012) menjelaskan pengertian mitos adalah
sebagai berikut :
Kata mitos berasal dari bahasa Yunani muthos, yang secara harafiah berari sebagai cerita atau sesuatu yang dikatakan seseorang, dalam pengertian yang lebih luas bisa berarti suatu pernyataan, sebuah cerita. Mitos bukan sekedar cerita seperti dongeng atau legenda yang sering diceritakan oleh orang-orang tua. Mitos memiliki keunikan dan perbedaan yang sangat mendasar dengan cerita-cerita rakyat. Didalam mitos terkandung makna-makna yang dihadirkan lewat simbol-simbol, yang mengungkap asal-usul masyarakat. Biasanya mitos berisikan cerita-cerita sakral yang mengandung ajaran-ajaran atau pesan untuk generasi saat ini yang bersifat kolektif. Mitos bukanlah cerita historis, sehingga ia tidak memiliki ruang dan waktu tertentu. Cerita itu lahir begitu saja sebagai sebuah kisah yang hidup dan berkembang di masyarakat secara turun temurun.
Oleh J.Van Baal dalam kajian Hans J. Daeng (2000:81) mitos dikatakan
sebagai cerita dalam kerangka sistem suatu religi yang dimasa lalu atau kini telah
atau sedang berlaku sebagai kebenaran keagamaan.
Menurut C.A. van Peursen (1988:57) mitos adalah sebuah cerita yang
memberikan pedoman dan arah tertentu kepada sekelompok oranng. Cerita
tersebut dapat dituturkan tetapi juga dapat diungkapkan melalui tari-tarian atau
pementasan wayang. Inti dari cerita-cerita tersebut adalah lambang-lambang yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
mencetuskan pengalaman manusia purba, lambang kebaikan dan kejahatan, hidup
dan kematian, dosa dan penyucian, perkawinan dan kesuburan, firdaus dan
akherat.
Syukur Dister dalam Hans J. Daeng (2000:81) berpendapat mitologi
menyediakan suatu kerangka acuan yang memungkinkan manusia memberi kesan
dan pengalaman selama hidup. Berkat kerangka acuan tersebut manusia dapat
berorientasi dalam kehidupan, mitos juga dianggap sebagai pegangan hidup.
Dunia mitos adalah dunia dramatis, dunia tindakan, dunia daya-daya,
dunia kekuatan-kekuatan yang saling bertentangan. Dalam setiap gejala alamiah
tampak benturan antara kekeuatan-kekuatan itu. Persepsi mistis selalu sarat
dengan ciri-ciri emosional tersebut. Mitos bukan sebuah sistem keyakinan
dogmatis. Mitos lebih sering terjelma dalam tindakan, dari pada dalam pikiran
atau khayalan (Ernst Cassier, 1987:116-119). Mitos dianggap memiliki tiga ciri
yaitu kebenaran, kredibilitas dan kekuasaan. Yaitu selain dipercaya benar-benar
terjadi juga mempunyai pengaruh kuat dan kekuasaan untuk memaksa masyarakat
maupun seseorang melakukan sesuatu untuk mewujudkan kepercayaan tersebut
(Nugraheni Eko, 2007:7).
Pandangan tentang Mitos juga dikemukan oleh Bascom dalam James
Dananjaya (1997:51) yang mengatakan bahwa mitos adalah cerita prosa rakyat
yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita.
Mitos pada umumnya mengisahkan kejadian alam semesta, dunia, manusia
pertama, terjadinya maut, bentuk khas binatang, bentuk topografi, gejala alam dan
sebagainya. Mite atau mitos juga mengisahkan petualangan para dewa, kisah
percintaan para dewa, hubungan kekerabatan para dewa, kisah perang dsb.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa mitos
merupakan cerita yang diyakini masyarakat yang di dalamnya mengandung unsur
yang dianggap magis dan penting bagi masyarakat. Mitos berisi tentang petuah
atau petunjuk manusia dalam kehidupannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
b. Fungsi Mitos
Fungsi mitos menurut C.A Van Peursen (1988:38-41) dijabarkan sebagai
berikut :
1) Menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan-kekuatan ajaib. Mitos
tidak memberikan bahan informasi mengenai kekuatan-kekuatan
tersebut, tetapi membantu manusia agar dapat menghayati daya-daya
itu sebagai suatu kekuatan yang dipengaruhi dan menguasai alam dan
kehidupan suku/masyarakat.
2) Mitos memberi jaminan bagi masa kini. Fungsi yang kedua ini dengan
banyak contoh. Pada musim semi misalnya jika ladang-ladang mulai
digarap, diceritakan dongeng-dongeng, tetapi dapat juga diperagakan,
misalnya dengan sebuah tarian, bagaimana pada jaman purbakala para
dewa juga mulai menggarap sawahnya dan memperoleh hasil yang
melimpah-limpah. Cerita tersebut seolah-olah mementaskan atau
menghadirkan kembali suatu peristiwa yang dulu pernah terjadi,
dengan demikian dijamin keberhasilan usaha serupa dewasa ini.
3) Mitos memberikan pengetahuan tentang dunia. Lewat mitos manusia
primitif memperoleh keterangan-keterangan. Mitos memberikan
keterangan tentang terjadinya dunia, hubungan antara dewa-dewa, asal
mula kejahatan.
Gagasan Mircea Eliade dalam Hans J. Daeng (2000:16) mengemukakan
tentang struktur dan fungsi mitos sebagai berikut :
Mitos bukan merupakan pemikiran intelektual dan bukan pula hasil logika, melainkan lebih merupakan orientasi spiritual dan mental untuk berhubungan dengan Yang Ilahi. Bagi masyarakat arkais tradisional, mitos berarti sesuatu cerita yang benar, dan cerita ini menjadi milik mereka yang paling berharga, karena merupakan sesuatu yang suci, bermakna, menjadi contoh model bagi manusia dalam berindak, yang memberi makna dan nilai pada kehidupan ini. Mitos menceritakan suatu sejarah kudus yang terjadi pada waktu primordial, pada awal mula. Mitos menceritakan bagaimana suatu realitas mulai bereksistensi melalui tindakan makhluk supra-natural. Mitos selalu menyangkut suatu penciptaan yang dianggap sebagai jaminan eksistensi dunia dan manusia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Berikut ini adalah fungsi mitos menurut pendapat dari Sri Iswidayanti
(http://journal.unnes.ac.id/index.php/harmonia/article/view/790,diunduh 22 Maret
2012) antara lain: 1) untuk mengembangkan simbol-simbol yang penuh makna
serta menjelaskan fenomena lingkungan yang harus masyarakat hadapi; 2) sebagai
pegangan bagi masyarakat pendukungnya untuk membina kesetiakawanan sosial
di antara para anggota agar dapat saling membedakan antara komunitas yang satu
dan yang lain ; dan 3) sebagai sarana pendidikan yang paling efektif terutama
untuk mengukuhkan dan menanamkan nilai-nilai budaya,norma-norma sosial dan
keyakinan tertentu.
Pada umumnya mitos-mitos dikembangkan untuk menanamkan dan
mengukuhkan nilai-nilai budaya, pemikiranmaupun pengetahuan tertentu, yang
berfungsi untuk merangsang perkembangan kreativitas dalam berpikir. Tujuan
pokok dari mitos sebenarnya mempunyai fungsi yang sama yaitu cerita yang ada
dalam mitos sebagai petunjuk manusia dalam kehidupan, batasan-batasan yang
dijadikan pedoman dalama kehidupan bermasyarakat.
3. Tradisi
a. Definisi Tradisi
Suatu kebiasaan yang biasa dilakukan oleh sekelompok manusia atau
masyarakat yang dilakukan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi
selanjutnya biasa disebut dengan tradisi. Tradisi merupakan gambaran sikap dan
perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan dilaksanakan secara
turun-temurun dari nenek moyang. Tradisi dipengaruhi oleh kecenderungan untuk
berbuat sesuatu dan mengulang sesuatu sehingga menjadi kebiasaan (Mulfi dalam
http://mulfiblog.wordpress.com/2009/10/20/pengertian-tradisi/, diunduh 17 Maret
2012).
Tradisi dalam bahasa Latin : traditio, yang artinya adalah diteruskan atau
kebiasaan. Asal kata tradisi adalah trader yang berarti memindahkan atau
memberikan sesuatu kepada orang lain untuk disimpan. Dalam pengertian yang
paling sederhana, tradisi adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan
menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama (Jalius H.R,
http://jalius12.wordpress.com/2009/10/06/tradisional/, diunduh 12 Februari 2012).
Menurut Van Peursen (1988:11) tradisi merupakan sebuah kebudayaan.
Tradisi dapat diterjemahkan dengan pewarisan atau penerusan norma-norma, adat-
istiadat, kaidah-kaidah, harta-harta. Tetapi tradisi tersebut bukanlah sesuatu yang
tak dapat diubah, tradisi dipadukan dengan aneka ragam perbuatan manusia dan
diangkat dalam keseluruhannya.
Menurut pendapat Shils dalam kajian yang ditulis Piotr Sztompka (2008:
65) Setiap masyarakat tentunya memiliki masa lalu. Untuk menghubungkan
antara masyarakat dulu dan kini adalah sesuatu yang dihargai, dilestarikan dan
dijaga oleh masyarakat pada masa sekarang ini, karena dengan hal itu akan tetap
masyarakat ada. Tradisi merupakan sesuatu yang dinamis, di mana tradisi ini
berguna untuk mengkaji manusia itu sendiri dan juga untuk mengembangkannya.
Sebagaimana yang dinyatakan bahwa, kaitan masyarakat dengan masa lalunya tak
pernah mati sama sekali. Kaitannya itu melekat dalam sifat masyarakat itu.
Masyarakat takkan pernah menjadi masyarakat bila kaitan dengan masa lalunya
tak ada.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tradisi merupakan
hasil masyarakat pada masa lalu yang dianggap menarik dan baik untuk
diwariskan kepada generasi penerusnya sebagai suatu kebiasaan yang dianggap
baik dan bermanfaat dalam kehidupan.
b. Kemunculan Tradisi
Tradisi lahir disaat tertentu ketika orang menetapkan fragmen tertentu
dari warisan masa lalu sebagai tradisi. Menurut Piotr Sztompka (2008:71-72) ada
dua cara lahirnya tradisi, yaitu : 1) muncul dari bawah melalui mekanisme
kemunculan secara spontan dan tak diharapkan serta melibatkan rakyat banyak.
Karena satu alasan, individu tertentu menemukan warisan historis yang menarik.
Kekaguman dan tindakan individual menjadi milik bersama dan menjadi fakta
sosial; 2) muncul dari atas melalui mekanisme paksa. Sesuatu yang dianggap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
tradisi dipilih dan dijadikan perhatian umum atau paksaan oleh individu yang
berpengaruh dan berkuasa.
Tradisi dapat muncul dan berkembang apabila dilakukan pewarisan
terhadap generasi yang lebih muda. Menurut Wayan Badrika (2006:29-31) pada
zaman prasejarah atau masa di mana manusia belum mengenal tulisan manusia
mewariskan atau menurunkan tradisi kepada generasi penerusnya melalui lisan
dengan dua cara, yaitu:
1) Melalui keluarga, keluarga merupakan dunia sosial yang pertama dan
saling berkesinambungan antara anggota yang satu dengan yang lain.
Sehingga komunikasi akan terjalin sebagai media pewarisan tradisi
budaya suatu masyarakat. Ada dua cara sosialisasi yang dilakukan
yaitu dengan: a) adat istiadat atau kebiasaan keluarga ; dan b) melalui
dongeng, dalam cerita dongeng selalu disisipkan pesan-pesan
mengenai sesuatu yang dianggap baik atau sesuatu yang dianggap
tidak baik untuk dilakukan.
2) Melalui masyarakat: secara langsung dan tidak langsung masyarakat
berperan dalam pewarisan tradisi yang dimiliki pada masa lalu, yaitu
melalui: a) adat istiadat, misalnya dalam pewarisan tradisi gotong
royong dalam kehidupan masyarakat; b) pertunjukan hiburan,
misalnya dengan pertunjukan wayang disamping sebagai hiburan
cerita yang dibaawakan dalam pertunjukkannya mengandung pesan
filosofi hidup; c) kepercayaan masyarakat, pada zaman dahulu
masyarakat menganggap suatu tempat atau benda-benda tertentu
mengandung suatu yang mistik dan gaib, secara turun-temurun
masyarakat selalu menjaga kekeramatan tempat atau benda-benda
yang dianggap keramat.
Dijelaskan pula oleh Wayan Badrika (2006:47-48) masyarakat sejarah
atau masa setelah mengenal tulisan mempunyai cara sendiri dalam mewariskan
tradisinya yaitu dengan melalui: 1) tulisan, prasasti yang ditinggalkan dengan
huruf pallawa dan bahasa Sansekerta; 2) seni bangunan, candi dibangun sepeeri
punden berundak yang berfungsi untuk pemujaan roh yang dianggap suci oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
masyarakat; 3) kesusastraan, banyak cerita yang ditulisan dalam zaman sejarah,
hal ini dapt dijadikan pewarisan tradisi atau kebudayaan masyarakat kepada
generasi penerusnya.
Penyebaran tradisi melalui lisan jauh lebih terbatas dibandingkan dengan
melalui tulisan. Penyebaran tradisi lisan, selain sangat terbatas cakupan
penerimannya, juga terbatas jangka waktunya.
c. Fungsi Tradisi
Tradisi sebagai nilai adalah sesuatu yang telah teruji kebenarannya,
dengan kata lain bahwa tradisi adalah sesuatu yang dianggap paling benar oleh
para pelakunya. Tradisi harus mempunyai orientasi dasar untuk legitimasi
tindakan manusia, yang artinya bahwa, tradisi mengajarkan kepada manusia
tindakan yang benar dan tindakan yang salah. Tradisi merupakan keseluruhan
benda material dan abstraksi manusia yang berasal dari masa lalu namun benar-
benar masih ada sampai kini, belum dihilangkan, dirusak, dibuang, atau
dilupakan. Jadi tradisi itu merupakan yang benar-benar terjadi masa lalu dan
masih dilakukan sampai saat ini.
Tradisi diciptakan dan dijalankan oleh manusia. Segala sesuatu yang
diciptakan manusia pasti mempunyai fungsi bagi kehidupan manusia itu sendiri,
begitupun juga dengan tradisi. Fungsi dari tradisi menurut Piotr Sztompika
(2008:74-76) adalah sebagai berikut :
1) Tradisi merupakan kebijakan turun-temurun. Tempatnya dalam
kesadaran, keyakinan, norma dan nilai yang dianut dalam sesuatu
yang diciptakan di masa lalu. Tradisi menjadi gagasan dan material
yang digunakan orang dalam tindakan kini dan untuk membangun
masa depan berdasarkan pengalaman masa lalu.
2) Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan,
pranata, dan aturan yang sudah ada. Semuanya memerlukan
pembenaran agar dapat mengikat anggotanya dan salah satu sumber
legitimasinya adalah terdapat dalam tradisi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
3) Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan, memperkuat
loyalitas primordial terhadap bangsa, komunitas dan kelompok.
4) Membantu menyediakan tempat pelarian dan keluhan, ketidakpuasan,
dan kekecewaan dalam kehidupan modern.
Seiring perkembangan jaman juga dapat memengaruhi proses
mentransfer tradisi yang telah ada. Pada saat penerimaan tradisi tersebut, sering
kali generasi penerus hanya melaksanakan tanpa mengerti arti yang ada di balik
tradisi tersebut. Masyarakat dituntut untuk patuh dan taat terhadap tradisi, karena
masyarakat telah menerima bahwa tidak ada tradisi yang salah dan sudah
dianggap benar oleh masyarakat. Untuk mengukuhkan aturan yang dibuat oleh
tradisi, maka dimasukkan ke dalam aturan lembaga yang telah diakui
keberadaannya, misalnya desa, mulai dari norma, nilai dan adat-istiadat.
4. Bersih Desa
Masyarakat Jawa terutama yang tinggal di pedalaman mempercayai
adanya kekuatan alam yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan manusia.
Sebagai ungkapan kepercayaan asli masyarakat, kekuatan tesebut diwujudkan
dalam roh yang tinggal dalam tempat-tempat tertentu. Hal ini diwujudkan melalui
tradisi adat istiadat. Tradisi ini selalu dihubungkan dengan roh halus yang
dianggap sebagai nenek moyang. Masyarakat Jawa percaya kepada suatu
kekuatan yang melebihi segala kekuatan di mana saja yang dikenal, yaitu
kesakten. Masyarakat percaya bahwa roh-roh halus menempati sekitar tempat
tinggal (Kodiran dalam Koentjaraningrat, 2010:347).
Masyarakat Jawa mempunyai kepercayaan terhadap ilmu gaib yang
tidak dapat diukur dengan nalar. Ilmu gaib yang dipercaya sebagai suatu kekuatan
di luar batas kemampuan manusia pada umumnya. “Empat macam upacara ilmu
gaib, yaitu : a). Ilmu gaib produktif; b). Ilmu gaib protektif; c). ilmu gaib
destruktif; d). Ilmu gaib meramal.” (Koentjaraningrat, 1994: 356).
Menurut kepercayaan yang berkembang dalam masyarakat yang
berhubungan dengan kepercayaannya terhadap kekuatan lain dan roh halus yang
tinggal disekitar tempat tinggal masyarakat. Sehingga masyarakat sering
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
mengadakan upacara selamatan. Menurut Kodiran dalam Koentjaraningrat
(2010:347-348) upacara selamatan dapat digolongkan menjadi empat macam
sesuai dengan peristiwa atau kejadian sehari-hari yaitu sebagai berikut:
(1) Selamatan dalam rangka lingkaran hidup seseorang seperti hamil tujuh bulan, kelahiran, upacara potong rambut pertama, upacara menyentuh tanah pertama kali, upacara menusuk telinga, sunat, kematian, serta saat-saat setelah kematian; (2) Selamatan yang bertalian dengan bersih desa, penggarapan tanah pertanian, dan setelah panen padi; (3) Selamatan berhubung dengan hari-hari serta bulan-bulan besar Islam dan; (4) Selamatan pada saat-saat yang tidak tertentu, berkenaan dengan kejadian-kejadian, seperti membuat perjalanan jauh, menempati rumah kediaman baru, menolak bahaya (ngruwat), janji kalau sembuh dari sakit (kaul) dan lain-lain.
Sebenarnya pelaksanaan upacara tradisi erat kaitannya dengan dorongan
emosi keagamaan pada suatu masyarakat. Dorongan muncul karena rasa takut dan
tidak tenteram serta penuh kekhawatiran dalam hidup, bila tidak melakukan apa
yang dilakukan oleh orang tua pada zaman dahulu, masyarakat takut terhadap
sanksi yang diduga muncul dari roh atau makhluk halus yang sering mengganggu
kehidupan manusia. Untuk mengatasi rasa takut tersebut manusia mengadakan
hubungan dengan jalan melakukan upacara atau selamatan (Moertjipto, 1997:29).
a. Konsep Bersih Desa
Bersih desa merupakan salah satu wujud dari unsur kebudayaan
khususnya di kalangan masyarakat agraris atau petani. Tradisi ini
menyelenggarakan upacara setelah petani memanen hasil pertaniannya. Kegiatan
bersih desa banyak dilakukan oleh desa di Jawa, dengan nama dan cara yang tidak
selalu sama (Suwardi Endrasawara, 2006:39).
Tradisi bersih desa yang mempunyai beberapa tujuan yaitu, di mana
masyarakat bersyukur dan meminta bantuan untuk memberi rezeki yang
melimpah dibandingkan dengan tahun lalu. Pada intinya, tradisi dilakukan untuk
menambah segala sesuatu dari yang dimiliki. Tujuan yang kedua adalah tujuan
untuk melindungi manusia atau komunitas dari segala sesuatu marabahaya, yang
biasa disebut dengan bala. Sehingga masyarakat menyiapkan upacara yang sudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
menjadi tradisi turun-temurun untuk memberikan sesaji atau persembahan kepada
roh yang dipercaya telah melindungi masyarakat.
Tradisi bersih desa merupakan wujud rasa syukur sekelompok manusia
yang ditujukan kepada segala sesuatu yang dianggap mempunyai kekuatan lebih
daripada manusia, misalnya saja Tuhan Yang Maha Esa, Dewi Sri yaitu dewi
kesuburan menurut kepercayaan masyarakat Jawa, dan juga ditujukan kepada roh-
roh halus atau dhanyang yang dipercaya sebagai “pembuka / pendiri” desa dan
memberikan perlindungan terhadap masyarakat desa dari roh-roh jahat. Tradisi
bersih desa tidak hanya dilakukan oleh perorangan, karena terdapat kesamaan
kepentingan dengan lebih dari satu orang. Oleh karena itu, pelaksanaan dari
tradisi dilakukan secara bersama-sama oleh anggota masyarakat. Sudah jelas dari
namanya seluruh masyarakat yang ada di desa tersebut ikut terlibat. Tradisi
ditujukan kepada leluhur yang dipercaya menempati tempat-tempat tertentu dan
telah disakralkan oleh masyarakat sekitar, yang dirawat dan dilestarikan bersama-
sama oleh warga masyarakat disertai dengan ritual. Acara yang diselenggarakan
bukan hanya sekedar acara rutin di setiap tahunnya saja, tetapi di balik setiap
ritual yang dilakukan oleh warga masyarakat adalah makna simbolis. Masyarakat
berharap leluhur atau nenek moyang mereka melindungi setiap anak-cucu dan
generasi selanjutnya, karena masyarakat telah menempatkan leluhur sebagai roh
yang melindungi kehidupan.
Kegiatan yang berhubungan dengan bersih desa biasanya berlangsung
dsuatu tempat dekat makam pendiri desa (dhanyang) atau rumah kepala desa,
seorang kepala desa biasanya memiliki rumah dengan pendapa yang luas
(Koentjaraningrat, 1984:357). Atau biasa juga dilakukan di pundhen yaitu tempat
sakral yang biasanya terdapat pohon besar yang dpercaya disitulah tempat tinggal
roh leluhur mereka. Tempat lain yang biasa diletakkna sesajen seperti dibawah
tiang penyangga rumah, di persimpangan jalan, dikolong jembatan, tepi sungai
dan tempat-tempat lain yang dianggap keramat dan mengandung bahaya gaib
(angker). Bersih desa tidak lepas pula dengan hubungannya dengan sesajen.
Sesajen berisi seperangkat seperti bunga (kembang telon), kemenyan, uang
recehan, kue apem dan lain-lain. Sesajen ditujukan sebagai persembahan kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
roh nenek moyang yang biasanya diletakkan pada tempat yang telah disebutkan
sebelumnya. (Kodiran dalam Koentjaraningrat, 2010:348-349).
Sebelum pelaksanaan upacara bersih desa dilakukan biasanya didahului
dengan serangkaian aktivitas warga masyarakat setempat, misalnya gotong
royong atau kerja bakti. Pelaksanaan bersih desa dilakukan oleh masyarakat tanpa
memandang kedudukan atau status seseorang (Moertjipto, 1997:74).
Menurut masyarakat Jawa, alam merupakan sesuatu yang sangat
berharga bagi kehidupan manusia. Apabila menginginkan kehidupan yang
seimbang, maka manusia haruslah merawat alam di sekitarnya. Hal itu merupakan
cara manusia menyeimbangkan diri dengan alam di sekitarnya. Karena manusia
hidup dengan alam, dan dengan alamlah manusia hidup.
b. Tujuan dan Fungsi Bersih Desa
Setiap upacara yang dilakukan oleh suatu masyarakat pasti mempunyai
maksud dan tujuan tertentu. Upacara tersebut dilakukan oleh masyarakat karena
yakin dan percaya kepada nenek moyang dan bersedia melaksanakan warisan
nenek moyang. Masyarakat yakin bahwa warisan tersebut apabila dilaksanakan
akan membawa kebaikan dan membawa keburukan apabila tidak dilaksanakan.
Adapun maksud dan tujuan diadakannya bersih desa menurut Moertjipto, (1997:
94-95) yaitu antara lain :
1) Melestarikan tradisi peninggalan para leluhur yang diturunkan kepada
generasi muda, karena upacara bersih dea mengandung nilai-nilai
yang bisa dijadikan landasan hidup bagi masyarakat pendukungnya.
2) Upacara bersih desa mengandung arti sebagai ungkapan syukur
kepada Tuhan yang telah memberikan keselamatan, sehingga
masyarakat masih diberikan untuk menikmati hidup. Dan tidak lupa
terhadap leluhurnya yang dianggap dapat memberikan perlindungan
dan ketentraman sehingga masyarakat dapat melakukan tugas dengan
baik.
3) Mohon pengampunan dosa karena telah banyak melakukan kesalahan
baik yang disengaja maupun tidak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Disebutkan pula oleh Moertjipto (1997:98-99) bahwa fungsi upacara
bersih desa antara lain:
1) Sebagai pengokohan norma-norma dan nilai-nilai budaya yang
berlaku turun temurun. Karena apabila dicermati upacara bersih desa
dapat digunakan sebagai pembinaan sosial budaya masyarakat yang
bersangkutan.
2) Dalam pembangunan dewasa ini upacara tradisional berfungsi sebagai
pemrsatu masyarakat dan menumbuhkan kegotong royongan serta
solidaritas antar sesama warga sebagai ikatan persaudaraan antar
masyarakat sehingga tercipta ketentraman dalam kehidupan.
3) Perlengkapan yang digunakan dalan upacara bersih desa berfungsi
sebagai penolak bala dan permohonan keselamatan.
Setiap prosesi kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat pada intinya
adalah mengajarkan kebaikan. Setiap ajaran mengandung filosofi kehidupan,
sehingga berfungsi sebagai pedoman masyarakat untuk melangsungkan hidup.
Filosofi kehidupan yang diajarkan mengandung nilai-nilai yang dianggap benar
karena sesuai dengan masyarakat, sehingga dilakukan terus-menerus dari satu
generasi ke generasi selanjutnya. Selain itu, upacara yang dilakukan adalah suatu
manifestasi wujud rasa syukur masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan keselamatan dan kenikmatan hidup.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Upacara tradisi bersih desa merupakan
upacara yang berfungsi sebagai ilmu gaib produktif yang diadakan dalam rangka
upacara religiomagis yang sifatnya komunitas, yang berkaitan dengan panen hasil
bumi masyarakat sekitar, ungkapan syukur dan dihindarkan dan dilindung dar
mara bahaya. Pelasanaan Upacara bersih desa ini berbeda-beda di setiap desanya.
5. Masyarakat desa
a. Pengertian Masyarakat
Sifat manusia sebagai makhluk sosial budaya membentuk terciptanya
berbagai wujud kolektif manusia yang berbeda-beda cirinya, sehingga terdapat
pula perbedaan dalam penyebutannya. Istilah yang paling sering digunakan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
menyebut kelompok manusia adalah masyarakat. Masyarakat menurut
Koentjaraningrat (1983 : 149) adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi
menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang
terikat oleh rasa identitas bersama. Suatu Negara adalah komunitas masyarakat
yang paling besar. Kemudiaan diikuti dengan pemerintahan yang lebih rendah.
Berikut ini merupakan beberapa pendapat para ahli tentang pengertian masyarakat
dalam kajian Usman Pelly (1994:28-29) :
1) Linton mengemukakan bahwa masyarakat adalah sekelompok
manusia yang telah cukup lama bekerja sama, sehingga dapat
mengorganisasikan dirinya sebagai salah satu kesatuan sosial dengan
batas-batas tertentu.
2) Herskovit mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok individu
yang diorganisasikan yang mengikuti satu cara hidup tertentu.
3) Gillin dan Gillin mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok
manusia yang besar yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan
persaan persatuan yang sama.
4) Steinmentz memberikan batasan bahwa masyarakat adalah sebagai
kelompok manusia yang terbesar yang meliputi pengelompokan-
pengelompokan manusia yang lebih kecil yang mempunyai hubungan
erat dan teratur.
Ciri-ciri masyarakat menurut Soerjono Soekanto dalam Nurani
Soyomukti (2010:63-64) adalah :1) Masyarakat merupakan sekumpulan manusai
yang hidup bersama; 2) Hidup bersama dalam waktu yang cukup lama. Dalam
hidup bersama tersebut akan terjadi interaksi dan melahirkan peraturan-peraturan
yang mengatur hubungan antar manusia; 3) Sadar bahwa sekelompok manusia
tersebut merupakan satu kesatuan; 4) Mereka merupakan suatu sistem hidup
bersama yang menimbulkan kebudayaan.
Berdasarkan pengertian masyarakat diatas dapat disimpulkan bahwa
masyarakat adalah sekelompok manusia yang berdiam pada suatu wilayah tertentu
dengan waktu yang cukup lama, mempunyai aturan, adat dan kebiaan yang khas
dari sekelompok manusia tersebut. Memiliki struktur organisasi untuk mengatur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
kehidupan antar manusia dalam suatu kelompok tersebut. Setiap masyarakat akan
membentuk kebudayaan yang berbeda-beda.
b. Masyarakat Desa
Desa adalah suatu wilayah hukum yang sekaligus menjadi pusat
pemerintahan tingkat daerah paling rendah. Secara administratif desa langsung
berada dibawah kekuasaan pemerintah kecamatan dan terdiri dari dukuh-dukuh.
Di desa banyak dijumpai perumahan penduduk beserta tanah-tanah pekarangan
yang satu sama lainnya dipisah-pisah dengan pagar bambu atau tumbuh-tumbuhan
(Kodiran dalam Koentjaraningrat, 2010:331).
Masyarakat yang mendiami desa biasa disebut dengan masyarakat desa,
di mana sebagian besar bermatapencaharian petani. “masyarakat desa merupakan
suatu komunitas pertanian yang kecil” (Soerjono Soekanto, 1985: 538). Jumlah
masyarakat desa relatif kecil apabila dibandingkan dengan masyarakat kota. Jenis
pekerjaan masyarakat desa tidak banyak, misalnya petani, guru dan buruh.
Masyarakat desa sangat menjunjung tinggi adat istiadat dan tradisi yang dimiliki.
Masyarakat desa tidak dapat dipisahkan dari lingkungan dan kepercayaan atau
adat-istiadat, yang mengajarkan tentang bagaimana manusia berhubungan dengan
alam secara langsung dan terikat dengan alam semesta serta kekuatannya.
Manusia menguasai alam, tetapi dalam hal-hal tertentu manusia masih percaya
akan kekuatan yang sangat kuat di luar dirinya.
Dalam sebuah desa terdapat pelapisan sosial yang antara lain, lapisan
yang tertinggi dalam desa adalah wong baku. Lapisan ini terdiri dariketurunan
orang-orang yang dahulunya menetep pertama kali di desa. Bisanya memiliki
sawah-sawah, rumah dengan tanah pekarangannya. Lapisan kedua dalam sistem
pelapisan sosial di desa adalah lapisan kuli gondok atau lindung. Yaitu orang-
orang lelaki yang telah menikah akan tetapi tidak mempunyai tempat tinggal
sendiri, sehingga menetap di tempat kediaman mertuanya. Tetapi bukan berarti
mereka tidak memiliki tanah pertanian, masyarakat ini memilikinya dengan
diperoleh dari warisan atau membeli. Lapisan yang ketiga adalah lapisan joko,
sinoman atau bujangan yaitu orang-orang yang belum menikah dan masih tinggal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
dengan orang tua sendiri. Sedangkan orang-orang tani didesa-desa menurut
pelapisan sosial termasuk dalam golongan wong cilik (Kodiran dalam
Koentjaraningrat, 2010:345).
Penerimaan informasi dan perubahan dalam masyarakat desa terjadi lebih
lambat jika dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Perubahan yang muncul
di tengah masyarakat desa sangat sulit untuk diterima, karena terdapat aturan-
aturan sangat ketat yang mengatur kehidupan masyarakat. Sifat masyarakat desa
yang kolot membuat perubahan yang terjadi terkesan sulit diterima oleh
masyarakat. Sebagaimana dikatakan oleh ahli, “Masyarakat tradisional sangat
lambat perubahannya jika diukur menurut standar masyarakat Barat kini.” (Piotr
Sztompka, 2008: 49). Artinya bahwa masyarakat tradisional sebagai suatu
komunitas yang stabil, dengan tidak banyak perubahan yang dilakukan dengan
kehidupan yang dimiliki. Mereka seakan-akan diibaratkan sebagai suatu
kelompok manusia yang tidak dinamis dalam pergerakan hidupnya. Baik jaman
dulu ataupun sekarang, segala sesuatu yang ada di dalam masyarakat tersebut
adalah hampir atau memang sama.
Menurut Koentjaraningrat (1994:163-164),“Masyarakat desa adalah
suatu komunitas kecil yang merasa terikat oleh jiwa dan semangat kebersamaan
dalam kehidupannya. Jiwa dan semangat kebersamaan yang dimaksud
adalah:solidaritas, gotong-royong dan musyawarah.”. Hal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1) Solidaritas
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat terlepas dari
ketergantungan terhadap sesama. Perasaan kasihan terhadap
penderitaan orang lain, dapat membangkitkan naluri untuk menolong
sesama. Solidaritas diartikan sebagai rasa bersatu antara warga
masyarakat dalam hal pendapat, perhatian dan tujuan.
2) Gotong-Royong
Sistem tolong-menolong dalam masyarakat Indonesia sering disebut
gotong-royong. Bentuk gotong royongnya tidak hanya menyangkut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
dalam hal bercocok tanam saja tetapi juga menyangkut kehidupan
sosial masyarakat seperti:
a) Dalam hal kematian, sakit, atau kecelakaan, dimana keluarga
yang sedang menderita itu mendapat pertolongan berupa tenaga
dan benda dari tetangga-tetangganyadan orang-orang sedesa
lain;
b) Dalam hal pekerjaan disekitar rumah tangga, misalnya
memperbaiki atap rumah, mengganti dinding rumah,
membersihkan rumah dari hama tikus, menggali sumur, dsb.
Pemilik rumah dapat meminta bantuan tetangga-tetangganya
yang dekat, dengan memberi jamuan makanan;
c) Dalam hal pesta, misalnya acara pernikahan, bantuan tidak
hanya dari kerabat tetapi juga dari tetangganya, untuk
mempersiapkan dan menyelenggarakan pesta;
d) Dalam mengerjakan pekerjaan yang berguna bagi
kepentingan umum dalam masyarakat desa misalnya
memperbaiki jalan, jembatan, bendungan irigasi, bangunan
umum, dsb. Penduduk desa dapat bekerja bakti atas perintah
dari kepala desa (Koentjaraningrat: 1984:7)
3) Musyawarah
Musyawarah adalah suatu unsur sosial yang ada dalam banyak
masyarakat pedesaan di dunia dan juga di Indonesia. Artinya bahwa
keputusan yang diambil dalam rapat, tidak berdasarkan suatu
mayoritet yang menganut suatu pendirian tertentu, melainkan oleh
seluruh rapat, seolah-olah sebagai suatu badan.
Jadi yang disebut dengan masyarakat desa adalah sekumpulan manusia
yang sangat menjunjung tinggi adat, tradisi dan juga kepercayaan yang diyakini
benar adanya. Dalam masyarakat desa juga masih berlaku mitos-mitos yang
berkembang dalam masyarakat dan masih diyakini dan sakral sampai saat ini.
Semua itu didapat dari nenek-moyang baik secara lisan maupun tindakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Masyarakat dalam kehidupan harus senantiasa tolong-menolong antar sesama.
Dengan begitu akan tercipta suasana kekeluargaan, meskipun mereka bukan
keluarga sebenarnya. Tolong-menolong terlihat dalam kehidupan masyarakat
desa, karena masyarakat desa menganut gotong-royong. Gotong-royong ini
dilakukan, apabila ada seorang anggota masyarakat membutuhkan bantuan.
Dalam masyarakat desa di jawa sistem gotong royong yang ada dalam masyarakat
sering disebut dengan Sambatan. Sebagian besar masyarakat desa berprofesi
sebagai petani, sehingga tidak jarang gotong-royong terlihat di pertanian.
Misalnya saja gotong-royong dalam hal menanam padi secara bergantian,
mengairi sawah secara berurutan, dan saling membantu menjaga padi dari
serangan hama. Tetapi masyarakat desa juga selalu bergotong royong dalam hal
lain yaitu dalam hal kematian, perbaikan infrastruktur desa, pesta pernikahan dll.
Masyarakat desa masih terikat dengan alam, dan rasa membutuhkan satu
dengan yang lain masih besar, begitupun juga dengan rasa kebersamaan yang
dimiliki, hal ini didorong oleh keterikatan emosional antara satu dengan lainnya.
B. Kerangka Berfikir
Gambar 1. Kerangka Berfikir
Tradisi Bersih Desa Dukutan
Mitos
Masyarakat Desa Nglurah
Kebudayaan Jawa
Upaya pelestarian Tradisi Dukutan
Fungsi Bentuk Nilai
Pemerintah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Keterangan :
Masyarakat Desa Nglurah Kecamatan Tawangmangu merupakan
masyarakat Jawa yang memiliki suatu kepercayaan berdasarkan mitos yang
berkembang di lingkungan masyarakat. Mitos tersebut melatarbelakangi adanya
tradisi yang dilakukan secara turun-temurun. Tradisi itu biasa disebut dengan
tradisi bersih desa Dukutan. Mitos dan tradisi bersih desa Dukutan merupakan
bagian dari Masyarakat desa Nglurah yang tidak dapat dipisahkan.
Tradisi Bersih Desa Dukutan ini merupakan ungkapan syukur dari
masyarakat kepada nenek moyang mereka. Tradisi ini selalu dilakukan oleh
masyarakat Nglurah dilakukan setiap tahun dan turun temurun dari satu generasi
ke generasi yang lain sehingga secara langsung membentuk sebuah kebudayaan,
dan rangkaian tradisi Dukutan termasuk dalam Kebudayaan Jawa.
Tradisi bersih desa Dukutan mempunyai fungsi, bentuk penyajian atau
prosesi serta nilai yang tersirat maupun tersurat dalam ritualnya. Seiring dengan
perkembangan zaman dan kebudayaan modern menuntut masyarakat desa
Nglurah dalam upaya pelestarian budaya tradisi bersih desa Dukutan ini agar tidak
hilang dan tetap bisa dilakasanakan serta diwariskan kepada generasi penerusnya.
Selain itu juga diperlukan peran pemerintah dalam upaya pelestarian tradisi bersih
desa Dukutan ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Nglurah, Kecamatan Tawangmangu,
kabupaten Karanganyar yaitu dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut
merupakan desa yang memliki sebuah tradisi masyarakat, yaitu tradisi bersih desa
Dukutan yang dijadikan sebagai objek penelitian sesuai dengan judul penelitian
penulis. Pertimbangan yang lain adalah masyarakat setempat bersedia untuk
dijadikan sebagai tempat penelitian serta bersedia memberikan data maupun
informasi secara lengkap yang dibutuhkan guna menyusun penelitian ini.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian merupakan waktu yang peneliti gunakan untuk
keperluan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan setelah disetujuinya judul skripsi
ini yaitu bulan Februari 2012 dan akan berakhir sampai terselesaikannya
penulisan penelitian ini yakni Juli 2012.
Tabel 2. Waktu Penelitian
No Jenis Kegiatan Bulan
2012
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
1. Pengajuan judul
2. Penyusunan Proposal
3. Permohonan izin
4. Persiapan penelitian
5. Pengumpulan data
6. Analisis data
7. Penyusunan laporan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
B. Bentuk Dan Strategi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Bentuk pendekatan yang digunakan adalah penelitian kualitatif dan
bersiat deskriptif. Alasan yang mendasarinya adalah karena dalam penelitian ini
mengambil masalah tentang tradisi bersih desa Dukutan yang merupakan suatu
kebudayaan dari masyarakat Nglurah, yang disajikan secara deskriptif, bukan
merupakan pernyataan jumlah dan tidak dalam bentuk angka-angka. Hal ini
didasari dengan pernyataan “Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini
terutama berupa kata-kata, kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih daripada
sekedar angka atau frekuensi” (H.B. Sutopo, 2002: 35). Sedangkan menurut
Nawawi dan Martini (1994:174) penelitian kaulitatif adalah “penelitian yang
bersifat atau memiliki karakteristik, bahwa datanya dinyatakan dalam keadaan
sewajarnya atau sebagaimana adanya (natural setting), dengan tidak dirubah
dalam bentuk simbol-simbol atau bilangan”. Di dalam penelitian kualitatif,
peneliti menekankan catatan yang menggambarkan situasi sebenarnya untuk
mendukung penyajian data. Jadi dalam mencari pemahaman, peneliti berusaha
menganalisis data berupa kata-kata dan gambar yang memiliki nilai lebih daripada
angka.
Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah
yang diteliti, dengan menggambarkan keadaan objek penelitian pada saat sekarang
berdasarkan fakta-fakta yang muncul sebagaimana adanya. Metode deskriptif
memusatkan perhatiannya pada penemuan fakta-fakta (Fact finding) keadaan
sebenarnya tanpa dibuat-buat (Nawawi dan Martini, 1994:115). Sebagaimana
dikatakan oleh Koentjaraningrat (1983:30):
Penelitian yang bersifat deskriptif, memberi gambaran yang secermat mungkin mengenai individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, ada kalanya tidak. Sering kali juga arah penelitiannya dibantu oleh adanya hasil penelitian sebelumnya. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, sehingga akhirnya dapat membentu dalam pembentukan teori baru atau memperkuat teori lama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian dengan mengambil
masalah-masalah dengan memusatkan makna dan kualitas data yang ada pada
masa sekarang dengan menggambarkan obyek yang menjadi pokok
permasalahannya dengan mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasi,
menganalisa, dan menginterpretasikan.
2. Strategi Penelitian
Strategi merupakan salah satu unsur metodologi penelitian yang
menetapkan cara yang tepat dalam mengumpulkan data dan mengkaji suatu
masalah sehingga menghasilkan pemecahan yang juga tepat. Sebagaimana
dikatakan “Strategi adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan dan
menganalisis data” (H.B Sutopo, 2002: 123).
Strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
kasus tunggal terpancang. Studi kasus tunggal terpancang adalah studi kasus yang
menyajikan suatu kasus yang unik atau ekstrem dan mencakup lebih dari satu unit
analisis. H. B. Sutopo (2002:112) menyatakan bahwa dalam perkembangan
penelitian kualitatif juga menyajikan bentuk yang tidak sepenuhnya holistik,
tetapi dengan kegiatan pengumpulan data terarah, bertujuan dan pertanyaan-
pertanyaan riset yang terlebih dahulu sering disebut dalam proposalnya. Penelitian
tersebut lebih sering disebut sebagai riset terpancang (embedded gualitation
research), yang lebih populer dengan penelitian studi kasus.
Definisi studi kasus juga didefinisikan oleh Yin (2006:18) yaitu “Studi
kasus adalah suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam konteks
kehidupan nyata bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak
dengan tegas dan di mana multi sumber bukti dimanfaatkan”.
Dalam penelitian ini dikatakan dengan studi kasus terpancang tunggal, di
mana studi kasus memusatkan diri secara intensif terhadap satu obyek tertentu
mengenai pribadi, keluarga, kelompok sosial, kelompok masyarakat atau lembaga
sosial. Dikatakan terpancang karena dalam penelitian ini sasaran dan tujuan serta
masalah yang disebut ditetapkan sebelum terjun ke lapangan dengan hanya
meneliti tentang tradisi bersih desa Dukutan di dalam masyarakat desa Nglurah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Tawangmangu. Tunggal, karena obyek penelitian hanya terfokus pada Desa
Nglurah Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar.
C. Sumber Data
Dalam suatu penelitian data harus dikumpulkan dari jenis sumber data
yang relevan, di mana bersifat tidak kaku, bukan di dalam wilayah yang
terkontrol, dan menggunakan ketepatan kepustakaan atau keterbatasan kuesioner.
Dalam penelitian kualitatif, sumber datanya dapat berupa manusia, pertanyaan dan
tingkah laku, dokumen dan arsip atau benda lain (Sutopo, 2002:49). Sedangkan
menurut Lofland dalam Moleong (2001:112) “Sumber data utama dalam
penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan
seperti dokumen”. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. Informan
Informan merupakan individu yang dapat memberikan data untuk
keperluan penelitian. Peneliti dan informan di sini memiliki posisi yang sama, dan
informan bukan sekedar memberikan tanggapan pada yang diminta peneliti, tetapi
informan bisa lebih memiliki arah dan selera dalam menyajikan informasi yang
dimiliki. Karena posisi ini, sumber data yang berupa manusia di dalam penelitian
kualitatif lebih tepat disebut sebagai informan daripada sebagai responden
(Sutopo, 2002:50). Sebagaimana dikatakan oleh ahli, “Informan adalah orang
yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar
belakang penelitian.” (Lexy J. Moleong, 2001:45). Informan merupakan sumber
data yang bersifat lisan, kemudian ditransfer secara tertulis dalam bentuk catatan.
Informan yang dipilih dalam penelitian ini mempunyai kriteria sebagai berikut : a)
Orang yang bersangkutan memiliki pengalaman pribadi sesuai dengan
permasalahan yang diteliti; b) Orang yang bersangkutan sehat jasmani dan rohani;
c) Orang yang bersangkutan terlibat langsung dengan kegiatan yang berhubungan
dengan penelitian.. Menurut Burhan Bungin (2003 : 220), informan kunci yaitu
orang atau warga desa yang menurut pertimbangan usia mengetahui peristiwa di
masa lalu. Informan kunci yang dipilih dalam penelitian ini adalah pemuka adat.
Sedangkan informan lainnya antara lain panitia acara tradisi bersih desa, tokoh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
masyarakat, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karanganyar, serta
beberapa warga Desa Nglurah Kecamatan Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar.
2. Tempat dan Peristiwa
Tempat dan peristiwa dapat dijadikan sebagai sumber informasi karena
dalam pengamatan harus ada kesesuaian dengan konteks dan situasi sosial yang
selalu melibatkan pelaku, tempat dan aktivitas. Tempat dan peristiwa
dimaksudkan untuk memperkuat keterangan yang diberikan oleh informan.
Tempat yang menjadi observasi penelitian adalah daerah desa Nglurah
Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Dari tempat ini akan
didapatkan berbagai fenomena dan data yang sangat diperlukan dalam penelitian,
sehingga data memperkuat keterangan yang diberikan oleh informan dan dapat
digunakan sebagai bukti nyata. Sedangkan peristiwa yang dijadikan sebagai
sumber data adalah proses pelaksanaan tradisi bersih desa Dukutan di desa
Nglurah. Mulai dari perencanaan atau persiapan sampai dengan prosesi
dilakukannya tradisi bersih desa.
3. Dokumen dan Arsip
Dokumen dan arsip merupakan sumber data di luar manusia, yang
mempunyai kegunaan sama besar dengan sumber data lainnya. “Keduanya dapat
dinyatakan sebagai rekaman atau sesuatu yang berkaitan dengan suatu peristiwa
tertentu, dan dapat dimanfaatkan secara baik sebagai sumber data dalam
penelitian.” (HB.Sutopo, 2002:54). Melalui dokumen dan arsip, peneliti mencatat,
menggali dan menangkap makna yang tersirat. Dokumen dapat berupa surat,
catatan rapat, laporan penelitian, foto dan lain-lainya. Sedangkan arsip berupa
data, catatan kegiatan, catatan organisasi, peta dan daftar karakteristik geografi
suatu tempat, data survey dan lain-lain.
Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa dokumen
dan arsip yang ada di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, monografi dari
Kelurahan Tawangmangu, buku-buku yang berkaitan dengan penelitian yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
diperoleh dari perpustakaan, dokumen-dokumen yang terdapat di Desa Nglurah.
Sedangkan gambar yang dijadikan sumber data adalah berupa peta kelurahan
Tawangmangu dan foto-foto kegiatan tradisi bersih desa Dukutan di Nglurah
Kecamatan Tawangmangu.
D. Teknik Sampling
Dalam penelitian kualitatif, untuk mendapatkan data yang lengkap
digunakan teknik sampling (cuplikan). Cuplikan berkaitan dengan pembatasan
jumlah dan jenis dari sumber data yang akan digunakan dalam penelitian.
Pemikiran mengenai cuplikan ini hampir tidak bisa dihindari oleh peneliti dalam
pelaksanaan penelitiannya, mengingat selalu adanya beragam keterbatasan yang
dihadapi peneliti. Dalam hal menentukan sumber data, peneliti harus memutuskan
siapa dan berapa jumlah narasumber yang diperlukan, apa dan di mana aktivitas
serta dokumen apa saja yang akan dikaji sebagai sumber informasi utama.
Keputusan ini didasarkan teknik sampling yang dipandang sesuai dengan kondisi
pada saat penelitian. Sebagaimana yang dinyatakan oleh seorang ahli, bahwa :
“Teknik cuplikan merupakan suatu bentuk khusus atau proses bagi pemusatan
atau pemilihan dalam penelitian yang mengarah pada seleksi“ (HB. Sutopo, 2002:
55).
Teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya
sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya,
dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel
yang representatif atau benar-benar mewakili populasi (Hadari Nawawi,
1995:152). Cuplikan diambil untuk mewakili informasi, dengan kelengkapan dan
kedalaman yang tidak bergantung seberapa besar jumlah informan. Karena
dengan jumlah informan sedikit terkadang sudah bisa memberikan informasi yang
lebih lengkap dan dalam bila dibandingkan jumlah informan banyak dengan
pendapat yang berbeda-beda.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini bersifat purposive
sampling atau sampling bertujuan. Dalam hal ini peneliti memilih informan yang
dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
kebenaran dan pengetahuan yang mendalam. Namun demikian, informan yang
dipilih dapat menunjukkan informan lain yang dipandang lebih tahu. Maka pilihan
informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti
dalam memperoleh data (Sutopo, 2002:56). Teknik purposive sampling juga
digunakan atas dasar teknik ini dipandang mampu menangkap kedalaman data
dalam menghadapi realitas jamak dan tidak dimaksudkan untuk membuat
generalisasi tetapi untuk kedalaman penelitian dalam konteks tertentu. Oleh
karena itu, penentuan sampel dalam penelitian ini adalah orang-orang yang
terlibat langsung maupun tidak langsung dalam Tradisi Bersih desa Dukutan di
Desa Nglurah Tawangmangu.
Selain Purposive Sampling juga digunakan Snowball Sampling yaitu
teknik sampling diibaratkan bola salju yang menggelinding dalam menentukan
subyek penelitian (Frey dalam Suwardi Endraswara, 2006:116). Teknik
pengambilan sampel data, pada awal jumlahnnya sedikit, lama kelamaan menjadi
banyak, sebagai informan awal dipilih secara purposive yang menguasai
permasalahan yang diteliti (key informan). Informasi selanjutnya diminta kepada
informan awal untuk menunjukan orang lain yang dapat memberikan informasi,
kemudian informan ini diminta pula untuk menunjukan orang lain yang dapat
memberikan informasi dan seterusnya. Maksudnya adalah peneliti mencari
informan sehingga mendapatkan data yang diperlukan, dan dari informan inilah
peneliti akan mendapatkan penambahan informan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang ditempuh untuk
memperoleh data yang diperlukan sehingga data yang diperoleh menjadi
sempurna dan dapat dipertanggungjawabkan. Teknik pengumpulan data yang
digunakan peneliti adalah sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara merupakan suatu interaksi dan komunikasi. Interaksi yaitu
antara peneliti dengan informan. Wawancara ini dilakukan secara mendalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
bersifat terarah dan tidak terarah. Untuk wawancara terarah dilakukan secara
sistematis dan berencana dalam bentuk pertanyaan tercatat kepada informan.
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan
dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan
yang diwawancara yang memberikan jawaban. Wawancara bertujuan untuk
mendapatkan keterangan dan meminta pendapat dari pihak yang dijadikan
sebagai informan, serta untuk lebih memahami obyek penelitian secara cermat dan
akurat, sehingga diperoleh kesempurnaan data dan hasil penelitian yang bersifat
obyektif (Koentjaraningrat, 1983: 129).
Sebelum seorang peneliti dapat memulai wawancara, artinya sebelum
peneliti berhadapan muka dengan seseorang dan mendapat keterangan lisan, maka
ada beberapa soal mengenai persipan untuk wawancara yang harus dipecahan
terlebih dahulu. Soal itu mengenai: a) seleksi individu untuk diwawancara, b)
pendekatan orang yang telah diseleksi untuk diwawancara, c) pengembangan
suasana lancar dalam wawancara, serta usaha untuk menimbulkan pengertian dan
bantuan sepenuhnya dari orang yang diwawancara (Koentjraningrat, 1983:130).
Dalam melaksanakan wawancara, melibatkan beberapa tahapan yang
tidak harus bersifat linear, tetapi memerlukan perhatian karena tidak jarang hal itu
perlu dilakukan lebih dari satu kali sesuai dengan kebutuhan perlengkapan dan
pendalaman data yang diperoleh (Sutopo, 2002:60). Tahapan tersebut meliputi:
a. Penentuan siapa yang akan diwawancarai
Peneliti harus bisa mewawancarai informan yang memang memiliki
informasi yang benar, lengkap, dan mendalam. Oleh karena itu sejak awal
peneliti perlu memilih dan menentukan informan yang dianggap tepat, dan
menentukan kapan, serta dimana wawancara akan dilakukan.
b. Persiapan wawancara
Persiapan wawancara ini merupakan pekerjaan rumah peneliti yang
kenyataannya sering dilupakan karena tidak dianggap penting. Selain itu
peneliti juga perlu membuat rencana mengenai jenis informasi apa saja
yang akan digali. Beragam informasi yang akan digali dalam menghadapi
seseorang yang akan diwawancarai, perlu disiapkan dalam bentuk tertulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
c. Langkah awal
Pada saat pertemuan dengan informan, peneliti perlu benar-benar
memahami konteksnya agar suasana wawancara bisa berjalan lancar. Oleh
karena itu peneliti perlu menjalin keakraban dengan informan yang
dihadapinya, dan memberikan kesempatan pada informan untuk
mengorganisasikan apa yang ada dalam pikirannya, sehingga benar-benar
terjadi suasana yang santai.
d. Pengusahaan agar wawancara bersifat produktif
Irama wawancara perlu dijaga supaya tetap santai tetap lancar. Peneliti
jangan banyak memotong pembicaraan, dan berusaha menjadi pendengar
yang baik tetapi kritis. Peneliti jangan banyak bicara supaya bisa belajar
lebih banyak dalam kelancaran prosesnya. Disini peneliti tetap menjaga
pembicaraan agar semakin terfokus dan mendalam, dan mampu
mengungkap hal-hal yang agak berulang demi pendalamannya, selama
tidak mengganggu kelancaran pembicaraan informannya.
e. Penghentian wawancara dan mendapatkan simpulan
Peneliti perlu memahami kondisi pelaksanaan wawancara dengan
produktivitasnya.
Terdapat pembagian wawancara, sebagaimana yang dinyatakan oleh
seorang ahli, yaitu: “Secara garis besar, ada dua macam teknik wawancara, yaitu :
wawancara tidak terstruktur dan wawancara terstruktur” (HB. Sutopo, 2002: 58).
Kedua macam teknik wawancara dapat dijabarkan sebagai berikut : Pertama yaitu
wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang tidak hanya memuat garis
besar yang akan ditanyakan. Kreativitas dari peneliti sangat diperlukan dalam
teknik ini, bahkan hasil wawancara dengan jenis teknik ini lebih banyak
tergantung dari peneliti. Wawancara ini dilakukan dengan cara tanya-jawab
sambil bertatap-muka antara pewawancara dan informan, dengan atau tanpa
menggunakan pedoman wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat
dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Kedua yaitu wawancara terstruktur
yaitu wawancara yang disusun secara terperinci sehingga peneliti hanya
membubuhkan tanda check pada nomor yang sesuai. Masalah ditentukan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
peneliti, di mana pertanyaan telah disusun sedemikian rupa dan responden
diharapkan menjawab dalam bentuk informasi yang sesuai dengan kerangka kerja
peneliti. Jenis wawancara terstruktur dilakukan dam waktu yang relatif singkat
apabila dibandingkan dengan wawancara tidak terstruktur.
Dalam penelitian ini teknik wawancara yang digunakan oleh peneliti
adalah wawancara terbuka, wawancara terstruktur dan wawancara berencana dan
tidak berencana. Wawancara terbuka karena dalam wawancara tersebut para
subyeknya mengetahui maksud dan tujuan dari wawancara yang dilakukan oleh
peneliti. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya
menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan yang akan diajukan. Wawancara
berencana dilakukan terhadap informan yang diseleksi, sedangkan wawancara
tidak berencana dilakukan dengan orang yang peneliti jumpai secara kebetulan.
2. Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data yang sangat penting
dalam suatu penelitian. Karena data yang diperoleh dari observasi merupakan
hasil pengamatan/penyelidikan yang dilakukan secara sistematis baik dalam
situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi khusus terhadap kegiatan yang
terjadi. Teknik observasi digunakan untuk mendapatkan data-data dari sumber
data berupa peristiwa, tempat atau lokasi, benda, dan rekaman gambar.
Sebagaimana dikatakan oleh seorang ahli, bahwa “Observasi atau pengamatan
adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil
kerja pancaindera mata serta dibantu dengan pancaindera lainnya” (Burhan
Bungin, 2008: 115). Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber
data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi dan benda serta rekaman gambar.
Observasi bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Menurut
Spardley dalam Sutopo (2002:65) “Observasi dapat dibagi menjadi observasi tak
berperan dan observasi berperan yang terdiri dari berperan pasif, berperan aktif
dan berperan penuh”. Agar lebih terperinci, maka akan dijelaskan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
a. Observasi tak berperan
Dalam observasi ini, peran peneliti tidak diketahui oleh subyek yang
diteliti. Observasi ini dapat dilakukan dengan jarak jauh untuk mengamati
perilaku seseorang atau sekelompok orang di suatu lokasi tertentu dengan
memilih tempat khusus yang berada di lokasi tetapi di luar perhatian
kelompok yang diamati.
b. Observasi berperan
Dalam observasi ini, peneliti mendatangi lokasi yang digunakan sebagai
obyek penelitian sehingga kehadirannya diketahui oleh pihak yang
diamati.
1) Observasi berperan pasif
Observasi ini dalam penelitian kualitatif juga disebut dengan
observasi langsung. Observasi ini akan dilaksanakan secara formal
maupun informal, untuk mengamati berbagai kegiatan dan
peristiwa yang terjadi di tempat penelitian.
2) Observasi berperan aktif
Peneliti memainkan berbagai peran yang memungkinkan berada
dalam situasi yang berkaitan dengan penelitiannya. Peneliti tidak
hanya berperan dalam bentuk dialog yang mengarah pada
pendalaman dan kelengkapan data tetapi juga dapat mengarahkan
peristiwa yang sedang dipelajari demi kemantapan data.
3) Observasi berperan penuh
Peneliti memiliki peran dalam lokasi studinya sehingga benar-
benar terlibat dalam suatu kegiatan yang ditelitinya dan peran
peneliti tidak bersifat sementara sehingga peneliti tidak hanya
mengamati tetapi bisa berbuat sesuatu dan berbicara.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi langsung atau
observasi berperan pasif dengan mendatangi lokasi yang menjadi obyek penelitian
yaitu di Desa Nglurah Kecamatan Tawangmangu untuk melihat dan mengamati
situasi dan kondisi yang ada sehingga mendapatkan kebenaran dan melihat
kenyataan yang terjadi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
3. Analisis Dokumen
Analisis dokumen adalah suatu penelitian yang bermaksud untuk
mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam materi
yang terdapat dalam arsip dan dokumen. Dokumen sangat berguna untuk
memahami aktivitas yang dilakukan oleh sekelompok manusia tertentu, yang
faktanya tersimpan di dalam berbagai dokumen tersebut. Dokumen digunakan
peneliti sebagai salah satu sumber data karena dokumen sebagai data dapat
dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk meramalkan suatu
keadaan. Sebagaimana dinyatakan oleh ahli: “ pada intinya metode dokumenter
adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data historis.” (Burhan Bungin,
2008: 121).
Menurut Yin dalam H.B Sutopo (2002;70) analisis dokumen disebut
sebagai content analysis, yaitu bahwa peneliti bukan sekedar mencatat isi penting
yang tersurat dalam dokumen atau arsip, tetapi juga maknanya yang tersirat.
Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah menganalisis
dokumen dan arsip tentang tradisi bersih desa Nglurah Kecamatan Tawangmangu
Kabupaten Karanganyar, dengan cara mengamati, mencatat dan menyimpulkan
dari apa yang tersirat dan tersurat dalam setiap dokumen serta arsip yang menjadi
sumber data. Informasi dari metode ini dapat ditemui buku, dokumen pemerintah
maupun swasta, dan data-data dari arsip tertulisa yang relevan dengan Tradisi
bersih desa Dukutan.
F. Validitas Data
Apabila data telah terkumpul dan tercatat, peneliti harus menguji
kebenaran dari setiap data yang didapat, yang biasa disebut dengan validitas data.
Validitas data digunakan sebagai dasar analisis data sebagai hasil penelitian.
Untuk melakukan validitas data, peneliti harus mempunyai cara-cara yang tepat.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan teknik trianggulasi. Seorang
ahli menyatakan bahwa Trianggulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut (Lexy J. Moleong,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
2001:178). Dari pendapat tersebut, dapat dikatakan, untuk memperoleh data yang
dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka data tersebut
haruslah dibandingkan satu dengan lainnya, sehingga diperoleh kesamaan.
Terdapat empat macam teknik trianggulasi, yaitu : 1. Trianggulasi data
(data triangulation), 2. Trianggulasi peneliti (investigator triangulation), 3.
Trianggulasi metodologis (methodological triangulation), 4. Trianggulasi teoritis
(theoretical triangulation) (Patton dalam HB. Sutopo, 2002). Keempat macam
teknik dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Trianggulasi data, dimana peneliti menggunakan beberapa sumber data
untuk mengumpulkan data yang sama
2. Trianggulasi peneliti, yakni pengumpulan data yang semacam, dilakukan
oleh beberapa peneliti
3. Trianggulasi metode, yaitu penelitian yang dilakukan dengan
menggunakan metode yang berbeda atau dengan mengumpulkan data
sejenis tetapi menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda
4. Trianggulasi teori, yaitu melaksanakan penelitian tentang topik yang sama
dan datanya dianalisis dengan menggunkan beberapa perspektif teoritis
yang berbeda.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua teknik trianggulasi, yaitu
trianggulasi data dan trianggulasi metode. Ttrianggulasi data atau sumber
merupakan penggunaan beragam sumber data dalam suatu kajian, sebagai contoh,
mewawancarai orang pada posisi status yang berbeda atau dengan titik pandang
yang berebeda. Artinya, data yang sama atau sejenis, secara kelompok berasal dari
sumber sejenis atau pun berbeda jenis. Menggunakan trianggulasi data
dikarenakan dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data dari berbagai
sumber, baik dari masyarakat di Desa Nglurah maupun pejabat terkait di
lingkungan Desa Nglurah, kemudian informasi dari narasumber yang lain,
sehingga data sejenis bisa teruji kemantapan dan kebenarannya.
Trianggulasi yang kedua adalah trianggulasi metode. Trianggulasi
metodologis adalah penggunaan metode ganda untuk mengkaji masalah atau
program tunggal, seperti wawancara, pengamatan, daftar pertanyaan terstruktur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
dan dokumen. Menggunakan tringgulasi metode, karena dalam penelitian ini
pengumpulan data dilakukan dengan metode-metode yang berbeda-beda, yaitu
dengan menggunakan metode wawancara, observasi, maupun metode analisis
dokumen.
G. Analisis Data
Menurut pendapat Lexy J. Moleong (2001:103) analisis data adalah
proses pengorganisasian dan mengurutkan data kedalam pola, katagori dan satuan
uraian dasar sehingga ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja
seperti yang disarankan oleh data yang didapat.
Analisis data memuat empat komponen, yaitu : “Pengumpulan data,
reduksi data, penyajian data atau display, penarikan kesimpulan atau conclution
drawing.” (Miles dan Huberman, 1992:20). Keempat tahapan akan dijelaskan
sebagai berikut:
1. Pengumpulan data
Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dari berbagai sumber
antara lain informan, dokumen, peristiwa dan buku-buku yang relevan.
Teknik yang dianggap relevan untuk penelitian ini adalah observasi
langsung, wawancara mendalam dan analisis dokumen.
2. Reduksi data
Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan
abstraksi data dari fieldnote (catatan lapangan). Proses ini berlangsung
terus sepanjang penelitian sampai laporan akhir untuk mempertegas,
mempermudah dan membuat fokus, membuang hal yang tidak penting,
serta mengatur data sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan.
3. Penyajian data atau display
Penyajian data adalah suatu rakitan organisasi informasi yang
memungkinkan kesimpulan peneliti dapat dilakukan dengan melihat
penyajian data, dapat dipahami berbagai hal yang terjadi dan
memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisis ataupun tindakan
lain berdasarkan pemahaman penyajian data yang dapat meliputi berbagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
matriks, gambar, skema dan tabel. Semuanya dirancang guna merakit
informasi secara teratur agar mudah dilihat dan dimengerti dalam bentuk
yang kompak.
4. Penarikan kesimpulan atau conclution drawing
Penarikan kesimpulan merupakan kesimpulan dari apa yang telah diteliti
dari awal hingga akhir. Penarikan kesimpulan hanyalah merupakan
sebagian dari satu kegiatan dari kofigurasi yang utuh. Kesimpulan akhir
ditentukan sampai proses pengumpulan data berakhir. Dalam melakukan
penarikan kesimpulan peneliti bersikap terbuka artinya apabila pada akhir
penelitian menemukan data yang kurang akurat, peneliti tidak segan-segan
untuk mengadakan penyimpulan ulang.
Adapun model teknik analisanya dapat digambarkan dalam bentuk skema
sebagai berikut :
Gambar 2. Teknik Analisa Data
Pengumpulan Data
Reduksi Data Sajian Data
Kesimpulan/ Penarikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Keterangan :
Peneliti melakukan pengumpulan data-data yang dianggap membantu
dalam membantu memberikan informasi yang berkaitan dengan penelitian.
Kemudian data-data tersebut direduksi dengan melakukan proses seleksi,
pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data dari fieldnote (catatan lapangan).
Proses ini berlangsung terus sepanjang penelitian sampai laporan akhir untuk
mempertegas, mempermudah dan membuat fokus, membuang hal yang tidak
penting, serta mengatur data sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan. Lalu
setelah reduksi data peneliti menyajikan data yaitu merakit informasi secara
teratur agar mudah dilihat dan dimengerti dalam bentuk yang kompak. Setelah
data tersajikan, maka penulis menarik kesimpulan dari data-data yang diperoleh
dari awal higga akhir pencarian. Dalam melakukan penarikan kesimpulan peneliti
bersikap terbuka artinya apabila pada akhir penelitian menemukan data yang
kurang akurat, peneliti tidak segan-segan untuk mengadakan penyimpulan ulang.
H. Prosedur Penelitian
Kegiatan penelitian ini diawali dengan kegiatan persiapan yang
dilanjutkan dengan pengumpulan data. Tahap persiapan akan didapat kerangka
berfikir yang akan digunakan dasar dalam penulisan proposal. Setelah itu
dilanjutkan dengan pengumpulan data-data yang dianggap relevan dengan
penelitian, kemudian dianalisis dan apabila dirasa data yang diperlukan belum
mencukupi akan dilakukan studi kasus kembali. Setelah dianalisis, data-data yang
terkumpul diverifikasi sehingga menghasilkan simpulan akhir yang dilanjutkan
dengan penyusunan laporan penelitian
Bagan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Gambar 3. Prosedur Penelitian
Dari skema di atas dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Penulisan proposal dan persiapan pelaksanaan penelitian
Prosedur penelitian yang paling awal dilakukan adalah penulisan
proposal. Pada tahap ini berisi garis-garis besar penelitian yang akan
dilaksanakan yang meliputi perumusan masalah, penyusunan kerangka
berfikir, dan pemilihan lokasi penelitian. Langkah selanjutnya
mengadakan persiapan pelaksanaan, yaitu mengurus perizinan skripsi.
Perizinan yang dimaksud adalah perizinan mengadakan penelitian ke
lokasi penelitian untuk mendapatkan data yang diperlukan.
2. Pengumpulan data dan analisis data awal
Pengumpulan data dilakukan di lapangan penelitian termasuk di
dalamnya mengadakan wawancara dengan para informan dan
mengadakan pengamatan terhadap obyek penelitian. Selain itu diadakan
studi pustaka terhadap sumber-sumber tertulis yang mempunyai kaitan
dengan penelitian sebagai data. Data yang terkumpul kemudian di
klasifikasikan, dianalisis, dan diinterprestasikan serta menjawab
perumusan masalah data yang sudah terjaring diadakan analisis awal.
Penulisan Proposal
Persiapan pelaksanaan penelitian
Pengumpulan data
Dan Analisis Awal
Analisis akhir dan penarikan kesimpulan
Penulisan Laporan
Perbanyak laporan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
3. Analisis akhir dan penarikan kesimpulan
Pada tahap ini, peneliti menganalisis lagi data yang telah didapat dengan
teliti, jika kurang sesuai diadakan perbaikan, kemudian data tersebut
dikelompokkan sesuai dengan masalah penelitian. Data yang sudah
disusun rapi yang merupakan bagian dari analisis awal, maka kegiata
selanjutnya diadakan analisis akhir dengan mengorganisirkan dan
mengurutkan data dalam pola dan uraian dasar, sehingga dapat ditarik
suatu kesimpulan.
4. Penulisan laporan dan memperbanyak laporan
Data-data yang sudah dikumpulkan disusun dengan rapi berdasarkan
pada pedoman penelitian kualitatif, maka akan dapat sebuah laporan
penelitian sebagai bentuk karya ilmiah. Agar dapat dibaca oleh
masyarakat umum yang ingin menambah wawasan ilmu pengetahuan,
maka di perbanyaklah hasil laporan ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Kondisi Geografis
Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu wilayah di Propisi Jawa
Tengah bagian timur, tepatnya di sebelah barat lereng Gunung Lawu. Secara
astronomis Kabupaten Karanganyar terletak pada garis lintang 7˚,28” sampai
7˚.46” Lintang Selatan dan 110˚.40” sampai 110˚.70” Bujur Timur. Dengan luas
wilayah 77.378,6 hektar, Kabupaten Karanganyar terbagi menjadi 17 wilayah
kecamatan. Dengan batas wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan
Kabupaten Wonogiri.
b. Sebelah barat berbatasan dengan Kota Surakarta dan Kabupaten
Boyolali.
c. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Magetan Jawa Timur.
d. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Sragen.
Secara geografis Kabupaten Karanganyar terdiri dari daerah datar dan
pegunungan, tepatnya di lereng Gunung Lawu beriklim tropis dengan suhu rata-
rata 22˚C-31˚C dan pada ketinggian 511m di atas permukaan laut (Profil Potensi
Budaya Karanganyar:2010).
Kabupaten Karanganyar terdiri dari 17 wilayah kecamatan antara lain :
Kecamatan Karanganyar, Kecamatan Tasikmadu, Kecamatan Jaten, Kecamatan
Colomadu, Kecamatan Gondangrejo, Kecamatan Kebakramat, Kecamatan
Mojogedang, Kecamatan Kerjo, Kecamatan Jenawi, Kecamatan Ngargoyoso,
Kecamatan Karangpandan, Kecamatan Jatipuro, Kecamatan Jatiyoso, Kecamatan
Jumapolo, Kecamatan Jumantono, Kecamatan Matesih dan Kecamatan
Tawangmangu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Kecamatan Tawangmangu merupakan wilayah paling timur di
Kabupaten Karanganyar. Yang berbatasan langsung dengan kabupaten Magetan
propinsi Jawa Timur. Kecamatan Tawangmangu memiliki tiga kelurahan dan 7
desa yaitu Kelurahan Tawangmangu, Blumbang, Kalisoro dan Desa
Bandardawung, Karanglo, Sepanjang, Tengklik, Gondosuli, Nglebak, Plumbon.
Kelurahan Tawangmangu sendiri dibagi dalam 4 dusun atau lingkungan
yaitu Lingkungan Nglurah, Lingkungan Nano, Lingkungan Beji dan Lingkungan
Tawangmangu. Yang terdiri dari 12 RW dan 51 RT.
Tradisi bersih desa Dukutan merupakan sebuah tradisi yang berkembang
di Kecamatan Tawangmangu, tepatnya berkembang di Lingkungan Nglurah
kelurahan Tawangmangu. Berikut ini merupakan kondisi geografis Lingkungan
Nglurah:
a. Keadaan Alam
Desa Nglurah merupakan sebuah lingkungan di Kelurahan
Tawangmangu Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa
Tengah. Letak Nglurah yang berada di Lereng Gunung Lawu membuat wilayah
ini berhawa dingin. Nglurah berada sekitar 2,5 km ke arah timur dari pusat kota
Tawangmangu.
Di daerah ini curah hujan cukup tinggi sehingga tidak banyak tanaman
yang bisa tumbuh di Lingkungan Nglurah ini. Penghasilan utama warga Nglurah
dari sektor pertanian dan perkebunan antara lain berupa sayuran seperti wortel,
kol, sawi, jagung, dan cengkeh. Selain itu yang menarik dari daerah ini adalah
menjadi sentra tanaman hias yang ada di Kecamatan Tawangmangu. Sebagian
besar warga Nglurah membudidayakan tanaman hias untuk kemudian dijual dan
hasilnya sebagai pemenuh kebutuhan sehari-hari. Tanaman yang biasa
dibudidayakan antara lain seperti bunga mawar, macam-macam tanaman
antorium, dan tanaman-tanaman yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
b. Luas Wilayah
Luas keseluruhan lingkungan Nglurah kurang lebih adalah 183 Ha. Luas
tersebut hanya 15% dari luas keseluruhan Kelurahan Tawangmangu yang
memiliki luas 3.373.880 ha. Secara rinci luas wilayah Lingkungan Nglurah
Kelurahan Tawangmangu dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3. Luas Wilayah Lingkungan Nglurah Kelurahan Tawangmangu
No Keterangan Luas (ha)
1. Tanah Kering
a) Pekarangan/ bangunan 17
b) Tegal / Kebun 24
2. Hutan Negara 140
3. Sungai, jalan, punden/candi, kuburan dan lain-lain 2
Jumlah 183
Sumber: Data Korling Nglurah, 2012
Secara administratif luas wilayah Nglurah 183 ha tersebut dibagi menjadi
empat dukuh, yaitu: 1) Nglurah Lor, yang terdiri dari 5 RT; 2) Nglurah Kidul,
yang terdiri dari 4 RT; 3) Ngledok Sari, terdiri dari 4 RT; 4) Tegal Sari yang
terdiri 1 RT. Sedangkan batas-batas lingkungan Nglurah adalah sebelah utara
adalah lingkungan Nano dan Beji, sebelah timur adalah Kelurahan Kalisoro,
sebelah selatan adalah Kecamatan Jatiyoso dan sebelah barat daya adalah Desa
Sepanjang.
2. Kondisi Demografi
a. Jumlah Penduduk
1) Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin
Dari jumlah keseluruhan jumlah penduduk kelurahan Tawangmangu
yang memiliki jumlah penduduk 10.222 jiwa yang terdiri dari 5.059 penduduk
laki-laki dan 5.163 penduduk perempuan ,desa Nglurah memiliki jumlah
penduduk yaitu 1.635 jiwa dengan perincian sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Tabel 4. Jumlah Penduduk Lingkungan Nglurah Menurut Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah
1. Laki-laki 832
2. Perempuan 803
Jumlah 1.635
Sumber : Monografi Kelurahan Tawangmangu dan Data Korling Nglurah 2012
2) Jumlah Penduduk Menurut Usia
Pengklasifikasian jumlah penduduk menurut usia digunakan untuk
mengetahui misalnya jumlah anak usia sekolah, usia produktif dan lansia.
Biasanya digunakan untuk perencanaan wajib belajar pada anak usia sekolah,
banyaknya usia produktif yang berhubungan dengan lapangan pekerjaan, dll.
Jumlah penduduk Lingkungan Nglurah menurut usia adalah sebagai berikut :
Tabel 5. Jumlah Penduduk Nglurah Menurut Usia
No Usia Jumlah1. 0 - 4 64
2. 5 - 9 97
3. 10 - 14 147
4. 15 - 19 226
5. 20 - 24 165
6. 25 - 29 202
7. 30 - 39 281
9. 40 - 49 187
10. 50 - 59 195
11. 60 keatas 71
Jumlah 1.635
Sumber : Monografi Kelurahan Tawangmangu dan Data Korling Nglurah 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
3) Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Dengan komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan dapat diketahui
jumlah penduduk yang pernah sekolah, tidak sekolah, tidak pernah sekolah dan
penduduk yang belum sekolah. Usia anak sekolah mulai adalah 5 tahun (Taman
kanak-kanak). Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan Lingkungan Nglurah
antara lain :
Tabel 6. Jumlah Penduduk Lingkungan Nglurah Menurut Tingkat Pendidikan
No Tingkat pendidikan Jumlah
1. Lulus S1 / S2 / S 3 7
2. Lulus D1 / D2 / D3 17
3. Lulus SLTA 196
4. Lulus SLTP 302
5. Lulus SD 709
7. Belum Lulus SD 208
8. Tidak Tamat SD 79
8. Taman Kanak-kanak 32
9. Tidak Sekolah 21
10. Belum Sekolah 64
Jumlah 1.635
Sumber : Data Korling Nglurah, 2012
Dari tabel diatas dapat diketahui jumlah penduduk Nglurah yang tidak
sekolah, tidak tamat, belum lulus, lulus dari beberapa jenjang pendidikan dan
yang belum sekolah. Yang belum sekolah merupakan anak yang masih berumur
0-4 tahun yang berjumlah 64 orang.
4) Jumlah Penduduk Menurut Agama
Dilhat dari segi agama yang dianut oleh masyarakat, penduduk Nglurah
hampir semua menganut agama Islam. Apabila ditinjau dari jumlah penduduk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
kelurahan Tawangmangu mayoritas adalah penganut agama Islam (Monografi
Kelurahan Tawangmangu, 2011-2012).
b. Mata Pencaharian Penduduk
Tabel 7. Jumlah Penduduk Lingkungan Nglurah Menurut Pekerjaan
No Pekerjaan Jumlah
1. Pegawai Negeri Sipil 15
2. Pegawai Swasta 34
2. Wiraswasta / pedagang 76
3. Petani sendiri 124
4. Buruh tani 97
5. Buruh industri 83
6. Pensiunan 20
7. Angkutan 6
8. Buruh Bangunan 112
9. Pengusaha 8
10. Lainnya 379
Sumber : Data Korling Nglurah, 2012
Sebagian besar penduduk Nglurah bermata pencaharian petani untuk
sebagian besar masyarakat yang memiliki ladang atau lahan pertanian, juga
sebagai petani bunga yang membudidayakan tanaman hias dan bunga-bungaan.
Sedangkan bagi penduduk atau masyarakat yang tidak memiliki ladang biasanya
bekerja sebagai buruh tani, buruh industri, pedagang, pegawai swasta, pegawai
negeri, bidan dan lain sebagainya.
Bagi yang tidak menekuni pekerjaan di sektor pertanian banyak diantara
masyarakat Nglurah yang merantau ke luar kota ataupun ke luar Jawa. Selain itu
banyak penduduk Nglurah yang mempunyai pekerjaan tetap sebagai pegawai
tetapi juga mempunyai ladang, biasanya pagi sampai siang bekerja sebagai
pegawai dan disore harinya baru berladang. Bisa juga ladangnya digarap oleh para
buruh tani. Buruh tani merupakan orang-orang yang sehari-harinya menjual jasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
tenaganya untuk menanam dan memelihara tanaman diladang milik orang lain
dengan mendapatkan upah atau paron. Memang dari sektor pertanian sampai saat
ini masih menjadi sumber penghasilan untuk sebagian besar penduduk Nglurah.
3. Kondisi Sosial Masyarakat
a. Sistem kepercayaan
Sebagian besar masyarakat Nglurah menganut agama Islam. Tetapi
masyarakat Nglurah juga masih percaya dengan hal-hal yang menjadi
kepercayaan nenek moyang. Misalnya adalah kepercayaan terhadap roh-roh halus
yang hidup disekitar kehidupan. Masyarakat Nglurah juga masih mempercayai
mitos-mitos yang berkembang. Masyarakat Nglurah pada khususnya dan
masyarakat Jawa pada umumnya mempercayai adanya roh pelindung atau yang
biasa disebut dengan yang Bahureksa atau danyang. Untuk itu perlu dilakukan
persembahan kepada danyang agar selalu melindungi masyarakat dan Desa
Nglurah. Persembahan itu misalnya berupa sesaji yang terdiri berbagai jenis
makanan dan bunga tertentu, sesuai dengan yang diyakini sebagai kesukaan
danyang.
b. Sistem Kemasyarakatan
Dalam kehidupan bermasyarakat tentu saja memiliki hubungan-
hubungan antar warga masyarakat. Seperti pada kehidupan masyarakat desa tidak
lepas dari kehidupan gotong royong dan semua pekerjaan atau apapun selalu di-
sengkuyung bersama. Orang Jawa mempunyai sikap gotong royong yang dilandasi
pemikiran filosofis “sepi ing pamrih, rame ing gawe”. Kegiatan kemasyarakatan
yang ada dalam kehidupan masyarakat Nglurah antara lain ;
1) Gotong royong
a) Sambatan (gotong royong dalam memperbaiki rumah)
Masyarakat Jawa mengenal kegiatan gotong-royong dengan
menyebutnya sambatan. Yang berarti bersama-sama secara gotong
royong membantu tetangga yang membangun rumah. Hampir semua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
warga ketika mendirikan atau memperbaiki rumah akan mengundang
orang lain atau tetangga untuk membantu.
Dalam kegiatan ini yang banyak berpartisipasi adalah orang
laiki-laki. Karena dalam membangun rumah pada umumnya
memerlukan tenaga kerja laki-laki. Sedangkan untuk yang
perempuan ikut membantu memasak dan menyiapkan makan dan
minum untuk warga yang turut membantu.
b) Gotong royong di bidang ekonomi
Warga Nglurah memiliki perkumpulan dari bapak-bapak,
ibu-ibu PKK dan karangtaruna. Perkumpulan ini selain untuk
mengumpulkan warga tetapi juga untuk mengumpulkan biaya yang
dijadikan sebagai uang kas. Apabila salah satu warga tertimpa
musibah, warga yang lainnya dapat membantu. Dengan uang kas
tersebut diharapkan dapat membantu meringankan warga yang
terkena musibah.
c) Gotong royong pada upacara berkaitan dengan lingkaran hidup
Upacara yang berkaitan dengan siklus hidup antara lain
mitoni, dilanjutkan dengan upacara setelah bayi lahir, diberi nama,
selapanan, pernikahan, hingga seseorang meninggal dunia. Dalam
kegiatan tersebut para tetangga akan datang dengan sukarela untuk
membantu mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk
upacara-upacara tersebut.
d) Gotong royong dalam tradisi Dukutan
Dalam tradisi bersih desa Dukutan diperlukan beberapa
persiapan. Persiapan yang menunjukkan kegotongroyongan
masyarakat Nglurah adalah ketika membersihkan desa dan tempat
diadakannya ritual Dukutan yaitu di situs Menggung. Warga
membersihkan, memasang tarub di gedung serba guna milik
Lingkungan Nglurah, dan memasak janur-janur kuning di tempat
yang akan dilakukan ritual.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
2) Lembaga Sosial Masyarakat
a) Perkumpulan RT dan RW
Perkumpulan yang terdiri dari laki-laki yang sudah
berkeluarga atau bapak-bapak ini juga mempunyai pertemuan rutin
untuk membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan desa
Nglurah.
b) Perkumpulan Ibu-ibu PKK
Dalam perkumpulan ini diadakan arisan PKK, dilakukan
secara rutin. Dalam perkumpulan ini juga mengumpulkan dana yang
bisa digunakan untuk membantu warga yang terkena musibah
c) Perkumpulan Karangtaruna
Perkumpulan karangtaruna atau perkumpulan muda-mudi ini
bertujuan mempereerat tali persaudaraan dan persahabatan antar para
pemuda dan pemudi desa Nglurah. Dalam perkumpulan ini biasa
diisi dengan kegiatan positif kepemudaan untuk menjalin kerukunan
dan kerjasama antar pemuda Nglurah.
d) Paguyuban Tani
Tujuan dari paguyupan tani adalah meningkatkan kualitas
dan kuantitas kerja masyarakat, khususnya adalah petani, serta
mempererat tali persaudaraan antarwarga.
4. Potensi Desa Nglurah
a. Potensi Alam
Berdasarkan pembagian wilayah secara admininistratif wilayah
lingkungan Nglurah terletak di Kecamatan Tawangmangu yang berada di lereng
Gunung Lawu. Curah hujan yang berkisar antara 50-110 mm/ tahun, menjadikan
pertanahan di wilayah Tawangmangu mudah ditanami beberapa tumbuhan.
Demikian juga dengan wilayah desa Nglurah. Nglurah merupakan sentra tanaman
hias yang ada di Tawangmangu. Masyarakat sekitar banyak yang
membudidayakan tanaman hias dan aneka bunga-bungaan. Mata pencaharian
warga Nglurah yang sebagian besar petani, tanaman-tanaman hias tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
menjadi aset pendapatan warga Nglurah. Tanaman-tanaman tersebut antara lain
seperti bunga mawar, cemara, anggrek, aneka antorium, dll. Sehingga desa
Nglurah sendiri telah dikenal oleh masyarakat dari luar Tawangmangu sebagai
sentra bunga dan tanaman hias. Banyak para pecinta tanaman hias yang singgah
ke desa Nglurah untuk membeli bebrapa tanaman. Selain tanaman hias dan bunga-
bungaan, warga juga menanam sayur-sayuran seperti wortel, sawi, kol, jagung,
dll.
b. Potensi Pariwisata
Tawangmangu notabenya merupakan kawasan wisata yang menarik.
Wisata alam yang patut dibanggakan, pemandangan alam yang indah. Hamparan
hijau pohon-pohon juga selalu mengelilingi wilayah Tawangmangu dan iklim
yang sejuk menambah daya tarik wisatawan. Objek-objek wisata yang ada di
Tawangmangu tidak jauh dari wilayah Lingkungan Nglurah. Objek wisata
tersebut antara lain, Air terjun Grojogan Sewu, Taman Balekambang dan puncak
Gunung Lawu, dll.
Daya tarik wisata tersebut didukung dengan sarana transportasi yang
memadahi. Jalur-jalur menuju obyek wisata dapat dilalui baik dengan
menggunakan kendaraan kecil maupun besar seperti bus. Nglurah yang
merupakan sentra tanaman hias di Tawangmangu juga dapat menarik wisatawan
untuk berkunjung.
c. Potensi Budaya
1) Tradisi Bersih Desa
Tawangmangu merupakan salah satu kecamatan yang masih gencar
untuk nguri-uri kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang. Banyak desa-
desa yang ada di wilayah Tawangmangu yang mempunyai tradisi-tradisi
kebudayaan yang unik yang masih tetap dilaksanakan sampai saat ini. Mesikpun
masih dalam satu lingkup Kecamatan namun tradisi dari desa-desa tersebut
mempunyai keunikan masing-masing.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Di wilayah Kecamatan Tawangmangu tradisi atau upacara adat yang
masih diselenggarakan antara lain :
a) Upacara adat Julungan yang merupakan upacara bersih desa yang
dilaksanakan setiap Selasa Kliwon pada Wuku Julungwangi. Upacara
Julungan ini dilaksanakan di desa Kalisoro Kecamatan Tawangmangu.
b) Upacara adat atau tradisi Mondosiyo. Upacara tradisi ini bertujuan
untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar warga selalu
diberi keselamatan lahir batin, dijauhkan dari segala bencana dan
selalu diberi berkah dan keberhasilan. Upacara tradisi Mondosiyo
dilaksanakan setiap hari Selasa Kliwon Wuku Mondosiyo. Upacara
tradisi ini dilaksanakan di desa Pancot Blumbang Kecamatan
Tawangmangu.
c) Tradisi Ruwahan yang dilaksanakan di desa Nano dan Beji kecamatan
Tawangmangu. Kegiatan biasanya dengan mengunjungi makam atau
punden leluhur masyarakat setempat.
d) Tradisi Dukutan. Tradisi ini merupakan ungkapan rasa syukur
masyarakat dan sebagai media permohonan agar masyarakat sehat,
desa diberi keselamatan dan rejeki masyarakat melimpah. Tradisi
Dukutan yang diselenggarakan di desa Nglurah ini dilakukan setiap
hari Selasa Kliwon Wuku Dukut yang dilaksanakan setiap 6 lapan
atau tujuh bulan sekali.
Masyarakat di Desa Nglurah pada khususnya yang mempunyai tradisi
Dukutan, menganggap bahwa tradisi warisan dari nenek moyang harus tetap
dilestarikan. Karena Dukutan merupakan sebuah kebudayaan yang dilakukan
secara turun temurun tersebut merupakan aset yang berharga bagi masyarakat
sekitar. Banyak nilai-nilai yang terkandung di dalam tradisi tersebut baik nilai
filosofi, nilai budaya dan nilai religi yang dianggap penting bagi masyarakat
sekitar (Profil Potensi Budaya Karanganyar,Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kab. Karanganyar 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
2) Kelompok Ketroprak di Desa Nglurah
Desa Nglurah memiliki masyarakat yang sadar akan pentingnya
melestarikan suatu budaya. Ketropak merupakan sebuah budaya Jawa yang kini
sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Namun di desa Nglurah mempunyai
sebuah kelompok ketoprak dengan nama Wagu Budoyo. Yang menarik kelompok
ini banyak diikuti oleh kaum muda. Para pemuda dari desa Nglurah ini
mempunyai kesadaran bahwa budaya itu harus dilestarikan. Kelompok ketoprak
ini pernah tampil di taman Balekambang di Surakarta.
5. Situs Purbakala Menggung di Desa Nglurah
Menggung merupakan situs purbakala yang berada di Nglurah
Kecamatan Tawangmangu. Situs ini mempunyai umur yang sudah tua. Situs
Menggung berasal dari zaman Hindu. Menurut cerita dari masyarakat sekitar Desa
Nglurah Menggung merupakan tempat persembunyian Airlangga. Apabila dilihat
secara geografis letak Menggung yang berada di balikgunung tersebut mempunyai
kelebihan apabila dilihat dari segi keamanan dan kenyamanan. Wilayah gunung
yang berbukit-bukit tertutup hutan belantara dan semak belukar menyediakan
kebutuhan air besrsih dan tumbuhan yang beraneka ragam juga menjadi alasan
mengapa Airlangga mendirikan tempat tersebut sebagai persembunyian atau
peristirahatan.
Situs Menggung sampai sekarang masih ramai didatangi pada hari-hari
tertentu. Disekeliling situs ini merupakan penyemaian tanaman hias yang menjadi
usaha masyarakat Nglurah. Di situs ini ada loketnya tapi tidak ada penjaganya.
Tetapi situs Menggung ini berada dalam perlindungan Balai Pelestarian
Peninggalan Purbakala Jawa Tengah.
Terdapat empat dwarapala yang menjaga tangga pintu masuk menuju
petilasan, yaitu dua disisi kanan dan dua disisi kiri. Dua di kanan memegang gada
dan dua di kiri sudah tidak jelas lagi bentuknya. Anak tangga menuju ke puncak
situs ini jumlahnya 20-an. Setelah mencapai titik ujung tangga paling atas
terpampang area datar yang berukuran 10 x 15 meter yang merupakan teras kedua,
sedangkan teras pertama adalah tempat sebelum naik tangga. Terdapat enam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
pohon tua dengan diameter 1 hingga 1,5 meter di teras yang kedua. Setelah itu
terdapat sepasang dwarapala yang menghantar ke teras yang ketiga.
Pada teras yang ketiga terdapat pohon yang terbesar dan tertinggi yang
berada tidak jauh dari dwarapala yang memiliki diameter 3 meter. Pohon yang
mirip dengan beringin tersebut berada di dekat tinon, yaitu tembok dengan ukuran
3x 5 meter mengelilingi dua arca yang dikeramatkan. Terdapat sebuah arca yang
berada diantara cekungan pohon besar tersebut. Arca-arca yang ada di situs
Menggung ini unik, karena berukuran mini atau kecil. Dwarapala hanya setinggi
80 cm sedangkan arca yang berada di cekungan pohon hanya setinggi 50 cm.
Hanya ada dua arca yang berada dalam tinon yang terbilang tinggi yaitu 1,5 meter.
Sepasang arca ini yang menjadi pusat Menggung. Kedua arca ini dikenal oleh
masyarakat dengan sebutan Kyai Menggung dan Nyi Rasa Putih. kedua tokoh
tersebut yang menjadi alasan masyarakat ke Menggung pada malam Selasa
kliwon dan Jumat Kliwon yang jatuh setiap enam bulan sekali. Tidak hanya dari
masyarakat Nglurah tetapi juga rombongan-rombongan dari luar kota. Selain itu
tradisi Dukutan yang dilaksankan setiap Selasa Kliwon wuku Dukut juga
digunakan sebagai ungkapan syukur terhadap pepunden masyarakat Nglurah yaitu
Kyai Menggung yang diyakini merupakan julukan dari Narotama yang
merupakan pengikut Airlangga. Sedangkan Nyi Rasa Putih merupakan musuh dari
Kyai Menggung yang akhirnya menikah pada hari Selasa Kliwon wuku Dukut.
Sehingga masyarakat meyakini ahri tersebut untuk melaksanakan tradisi Dukutan.
Tidak ada candra sangkala yang menunjukkan kapan didirikan peltilasan ini.
Tetapi apabila benar Kyai Menggung adalah Narotama, artinya tempat tersebut
sudah berusia 10 abad atau seribu tahun, karena Narotama hidup pada abad ke-11
(Profil Potensi Budaya, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Karanganyar:2010).
B. Latar Belakang Tradisi Bersih Desa Dukutan di Desa Nglurah
1. Tradisi Bersih Desa Dukutan
Tradisi bersih desa Dukutan adalah sebuah tradisi unik yang telah
dilakukan secara turun-temurun dari nenek moyang sampai sekarang, yang
dilakukan oleh seluruh masyarakat desa Nglurah. Tradisi ini dilakukan rutin setiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
6 lapan atau tujuh bulan sekali. Tepatnya pada hari Selasa Kliwon wuku Dukut.
Disebut dengan Dukutan karena dilaksanakan setiap wuku Dukut.
Tradisi bersih desa Dukutan dilakukan dengan tujuan selamatan sebagai
ungkapan syukur terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa agar masyarakat Nglurah
terhindar dari marabahaya, sehat dan rejeki lancar (wawancara dengan Bapak
Ridin, 8 Mei 2012).
2. Latar Belakang Diadakannya Tradisi Bersih Desa Dukutan
Tradisi Dukutan yang rutin dilakukan oleh masyarakat Nglurah
mempunyai cerita dibalik tradisi tersebut. Ada beberapa versi cerita yang menjadi
latar belakang diadakannya tradisi bersih desa Dukutan. Dua versi cerita tersebut
antara lain adalah versi Airlangga dan versi Watugunung. Kedua versi cerita
tersebut mempunyai perbedaan cerita dan tokoh pelaku dalam cerita tersebut.
Berikut ini penjabaran cerita kedua versi tersebut, yaitu:
a. Versi Airlangga
Cerita versi ini dimulai pada saat perjalanan Airlangga dari Kediri
beserta pengikutnya. Airlangga diserang oleh Kerajaan Sriwijaya dan
melarikan diri ke Wonogiri. Punden berundak Menggung (situs Menggung)
merupakan tempat persembunyian Airlangga dan pengikutnya yaitu Narotama.
Kemudian Airlangga kembali ke Kediri bersama dengan pengikutnya kecuali
Narotama yang tetap ingin tinggal di desa Nglurah. Narotama yang menempati
Menggung mendapat gelar Kyai Menggung. Selama tinggal di tempat tersebut
Kyai Menggung mempunyai seorang musuh bebuyutan yaitu seorang wanita
yang beranama Nyi Rasa Putih. Nyi Rasa putih mempunyai perwatakan yang
usil, nakal dan suka berulah. Berbeda sekali dengan pewatakan dari Kyai
Menggung yang mempunyai sifat baik, santun, bijaksana dan berwibawa.
Akhir cerita Kyai Menggung dan Nyi Rasa Putih ini menikah.
Pernikahan keduanya berlangsung pada hari Selasa Kliwon Wuku Dukut,
sehingga untuk memeperingatinya warga melaksanakan tradisi Dukutan
(Sumber : Dokumen Desa Nglurah).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
b. Versi Watugunung
Versi kedua ini terdapat dua tokoh yaitu Dewi Sinta dan Watugunung.
Awal cerita bermula ketika Raja Ayorda memperistri seorang wanita cantik
yang bernama Dewi Sinta. Ketika Dewi Sinta hamil tiga bulan, raja Ayorda
meninggal dunia. Oleh karena itu Dewi Sinta harus meninggalkan istana dan
tinggal di hutan. Setelah anak yang dikandung Dewi Sinta lahir kemudian
diberi nama Prabangkat. Saat usia 5 tahun Prabangkat mulai menunjukkan
perilaku yang nakal dan suka mengganggu ibunya.
Pada suatu hari Dewi Sinta yang sedang sibuk menanak nasi,
Prabangkat mengganggu ibunya. Kemudian Dewi Sinta marah besar sampai
memukul kepala Prabangkat dengan centhong (sendok kayu) hingga berdarah.
Karena kesal Prabangkat lari meninggalkan Dewi Sinta.
Prabangkat mengembara, setelah beberapa lama sampailah di sebuah
kerajaan yaitu kerajaan Giriwesi. Kemudian Prabangkat diangkat sebagai
putera raja Giriwesi, dan diberi gelar Watugunung. Setelah dewasa
Watugunung menjadi raja di Kerajaan Giriwesi. Suatu hari Watugunung
mendengar sebuah kabar ada seorang janda cantik yang tidak mau dinikahi
oleh seorang raja yang kejam dari Blambangan. Wanita tersebut sebenarnya
adalah Dewi Sinta yang tidak lain merupakan ibu dari Watugunung sendiri.
Setelah itu wanita tersebut membuat sayembara bahwa siapa saja yang dapat
mengalahkan raja Blambangan, apabila seorang perempuan akan diangkat
sebagi saudara dan apabila seorang laki-laki bersedia untuk diperistri. Ternyata
Watugunung berhasil mengalahkan raja Blambangan, dan berhak memperoleh
istri wanita cantik tersebut. Watugunung dan Dewi Sinta belum mengetahui
bahwa mereka adalah ibu dan anak
Keduanya menikah dan kemudian dikaruniai 28 anak. Nama anak-
anak Watugunung dan Dewi Sinta adalah sebagai berikut: 1. Landep; 2. Wakir;
3. Kanthil; 4. Tolu; 5. Gumbret; 6. Rigo; 7. Ringan; 8. Julung; 9. Sungsang; 10.
Galungan; 11. Kuningan; 12. Langkir; 13. Mandasia; 14. Julung pugut; 15.
Pahang; 16. Guru Welut; 17. Marakeh; 18. Tambir; 19. Mamdangkungan; 20.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Matal; 21. Wuye; 22. Manahil; 23. Prabangkat; 24. Bala; 25. Wugu; 26.
Wayang; 27. Kalawu; 28. Dukut.
Keduapuluh delapan nama anak dari Watugunung dan Dewi Sinta ini
apabila dicermati merupakan nama-nama wuku dalam kalender Jawa. Setelah
mempunyai anak yang ke-8, Watugunung sering menyuruh istrinya untuk
mencarikan uban di kepalanya. Dewi Sinta sangat terkejut setelah melihat
bekas luka dikepala suaminya. Dewi Sinta teringat dengan anaknya yang
pernah dipukul dengan centhong (sendok kayu) dikepalanya. Karena panasaran
Dewi Sinta bertanya tentang luka yang terdapat dikepala Watugunung. dan
Watugunung menceritakan perihal luka dikepalanya tersebut. Setelah
mengetahui bahwa Watugunung adalah anaknya kemudian Dewi Sinta
menyuruh Watugunung untuk mencari maru atau selir bidadari. Watugunung
menyetujui permintaan itu, kemudian pergi ke khayangan untuk meminta maru
bidadari kepada Dewa Wisnu. Akan tetapi Dewa Wisnu tidak memperbolehkan
dan terjadi pertempuran antara Watugunung dan Dewa Wisnu. Dalam
pertempuran tersebut tidak ada yang kalah dan menang. Kemudian
Watugunung pulang dan menceritakan hal tersebut kepada istrinya bahwa
Watugunung harus bertarung dengan Dewa Wisnu, tetapi keduanya tidak dapat
saling mengalahkan. Dewi Sinta bertanya kepada Watugunung mengenai
kesaktian yang dimilikinya dan apa yang bisa mengalahkannya. Watugunung
menceritakan bahwa Watugunung dapat mati hanya pada hari Selasa Kliwon
wuku Dukut. Ternyata Dewa Wisnu mendengar percakapan antara
Watugunung dan Dewi Sinta dan akan berusaha membunuh Watugunung pada
waktu tersebut.
Pada hari Selasa Kliwon wuku Dukut, Dewa Wisnu yang menajelama
menajdi ular menyerang watugunung secara tiba-tiba. Watugunung akhirnya
kalah dan dapat terbunuh oleh Dewa Wisnu. Anak-anaknya juga dibunuh
Dewa Wisnu. Hanya Dewi Sinta yang masih hidup, kemudian Dewi Sinta
mengajukan sebuah permintaan kepada Dewa Wisnu, bahwa dirinya ingin mati
tetapi juga ingin anak-anaknya masuk surga. Dewa Wisnu mengabulkan
permintaan Dewi Sinta tersebut dan kemudian Dewi Sinta meninggal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Masyarakat Nglurah mempercayai bahawa anak Watugunung yang
bernama Dukut, dikuburkan di desa Nglurah. Kematiannya diperingati setiap
hari Selasa Kliwon wuku Dukut, sehingga disebut dengan Dukutan (Sumber :
Dokumen Desa Nglurah).
Berdasarkan dari kedua cerita di atas, masyarakat Nglurah banyak
yang mempercayai cerita versi Airlangga. Masyarakat meyakini bahwa punden
atau situs Menggung yang berada di desa Nglurah tersebut merupakan tempat
persembunyian Airlangga. Apabila ditilik dari segi kondisi geografisnya daerah
ini memang dikelilingi oleh lereng-lereng yang menyerupai benteng, sehingga
seakan-akan daerah ini memisahkan diri dari daerah lain. selain itu jika melihat
situs Menggung terdapat arca yang diyakini bahwa arca-arca tersebut adalah
perwujudan dari Kyai Menggung yang merupakan pengikut Airlangga dan Nyi
Rasa Putih. Dalam upacara Dukutan warga membuat segala piranti untuk
persembahan nenek moyang yang semuanya terbuat dari jagung. Karena sifat
Kyai Menggung yang sederhana memerintahkan agar menanam Palawija dan
jagung. Untuk itu warga tidak berani menanam tanaman selain jagung dan
palawija, karena dianggap melanggar perintah dari Kyai Menggung dan apabila
melanggar ditakutkan akan terjadi musibah yang akan menimpa Desa Nglurah.
Sedangkan tawuran yang menjadi acara inti dari Dukutan merupakan lambang
perseteruan antara Kyai Menggung dan Nyi Rasa Putih. Berdasarkan alasan
rasional tersebutlah masyarakat setempat banyak yang percaya terhadap versi
Airlangga.
C. Prosesi Tradisi Bersih Desa Dukutan
1. Persiapan Prosesi
Tradisi bersih desa Dukutan merupakan kegiatan yang dilakukan
bersama-sama oleh seluruh warga masyarakat lingkungan Nglurah. Dalam
persiapan sebelum prosesi bersih desa Dukutan, ada beberapa kegiatan yang harus
dilakukan oleh masyarakat, antara lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
a. Mengadakan musyawarah
Dalam mengadakan musyawarah panitia yang terdiri dari Koling, ketua
RW, ketua RT dan tokoh masyarakat. Musyawarah yang dilakukan antara lain
adalah :
1) Musyawarah untuk merinci dan menetapkan penarikan dana untuk
setiap rumah. Dana yang diperlukan untuk bersih desa Dukutan
sebagian bersal dari swadaya masyarakat. Beberapa tahun terakhir
dana yang harus dikeluarkan setiap rumah untuk keperluan bersih desa
Dukutan ini sebesar Rp. 40.000,00.
2) Setelah menetapkan besarnya iuran dana. Panitia mengumpulkan dana
dari iuran warga masyarakat. Selain itu dana didapat dari kas RT dan
RW, atau juga berasal dari pemerintah daerah setempat melalui lurah,
camat bahkan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan kabupaten
Karanganyar. Untuk menutup kekurangan pembiayaan Dukutan,
panitia mengadakan simpan pinjam uang kas kepada masyarakat
dengan jangka waktu tujuh bulan dan harus mengembalikan jumlah
uang yang dipinjam dan bunga yang disepakati menjelang Dukutan.
3) Panitia mengumpulkan kembali masyarakat untuk mengadakan
musyawarah kembali untuk membahas acara bersih desa Dukutan dan
merinci daftar pengeluaran (wawancara dengan Bapak Ridin, 8 Mei
2012).
b. Gotong royong / kerja bakti
Sebelum tradisi bersih desa Dukutan dilaksanakan pada hari Minggu
masyarakat desa Nglurah bergotong-royong membersihkan tempat untuk
melakukan ritual bersih desa Dukutan yaitu di situs Menggung. Di sekitarnya
dipasang dengan janur-janur kuning, memasang kajang di gedung serba guna
milik desa Nglurah (wawancara dengan Bapak Siman, 8 Mei 2012).
c. Membuat sesaji
Sesaji merupakan kelengkapan yang diperlukan dalam ritual atau upacara
Dukutan. Pembuatan sesaji biasanya dilakukan dua hari sebelum pelaksanaan
Dukutan. Dalam memperisapkan sesaji untuk ritual Dukutan masyarakat harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
menyiapkan bahan-bahan untuk membuat sesaji. Bahan utama yang digunakan
dalam pembuatan sesaji adalah jagung dan bahan-bahan dari palawija.
Dalam pembuatan sesaji masyarakat juga harus menaati peraturan dan
pantangan, karena diyakini apabila tidak ditaati akan merugikan masyarakat
Nglurah sendiri. Peraturan-peraturan atau pantangan tersebut antara lain:
1) Orang yang membuat sesaji adalah wanita yang sudah dewasa atau
yang sudah menikah.
2) Sebelum memasak orang tersebut harus dalam keadaan suci dan harus
mensucikan diri dengan mandi besar dan tidak boleh seorang wanita
yang sedang menstruasi.
3) Peralatan dan segala sesuatu yang digunakan untuk memasak harus
dalam keadaan bersih
4) Dalam membuat makanan untuk sesaji tidak boleh dicicipi atau
dicium karena dianggap memberi makanan sisa kepada danyang.
5) Kayu yang digunakan untuk memasak tidak boleh dilangkahi dan
tidak boleh tersampar. Pada saat memasukan juga tidak diperbolehkan
menggunakan kaki. Memasukkan kayu bakar kedalam tungku juga
harus menggunakan tangan kanan
6) Bahan yang digunakan harus dari jagung. Tidak boleh dari beras, tidak
boleh digoreng dengan minyak. Semua makanan hanya boleh dibakar
dan direbus.
Seluruh pantangan diatas tidak boleh dilanggar. Menurut cerita dari
pemuka adat desa Nglurah “...dulu ada orang yang mencoba mengincipi menjadi
perot, maka dari pada itu harus berhati-hati selama menyiapkan bahan-bahan
untuk sesaji...” (wawancara dengan Bapak Ridin, 8 Mei 2012).
Setiap keluarga diwajibakan membuat seperangkat sesaji yang terdiri dari
dua encek. Sedangkan untuk 2 sesepuh desa dari Nglurah Lor dan Nglurah Kidul
membuat perangakat sesaji yang berbeda dengan yang dibuat oleh masyarakat dan
lebih banyak jenisnya. Waktu yang diperlukan untuk membuat sesaji adalah dua
hari untuk membuatnya. Karena bahan utamanya adalah dari jagung. Untuk
membuat jagung menjadi tepung, setelah jagung dibersihkan direndam selama dua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
hari. Kemudian di kecrok (ditumbuk), tetapi ada zaman sekarang ini masyarakat
Nglurah lebih sering menggunakan alat selep, karena dianggap lebih praktis.
Setelah menjadi tepung jagung, sebagian digunakan untuk tumpeng dan sebagian
digunakan sebagai pelengkap tumpeng tersebut (wawancara dengan Bapak Ridin,
8 Mei 2012).
Setiap rumah diwajibkan untuk membuat seperangkat sesaji yang terdiri
dari dua encek. Encek adalah tempat yang dibuat khusus yang digunakan untuk
tempat sesaji yang terbuat dari bambu yang dianyam berbentuk segi emat dan
bagian tepinya diberi pelepah daun pisang. Isi sesaji itu antara lain:
1) Encek pertama
a) Tumpeng dari nasi jagung ditutup dengan daun pisang.
b) Bakar tempe yang ditusukkan diatas tumpeng
c) Lauk pauk yang terdiri dari bongko, pelas, bothok, sayur ares,
gudangan.
2) Encek kedua
a) Dua sisir pisang
b) Punar
c) Gandik (gandik merah, gandik putih, gandik kuning, dan gandik
hitam), catut, untir, lumpangan, alu yang merupakan makanan dari
jagung dengan bentuk yang berbeda-beda
d) Reca yang juga terbuat dari jagung yang dibentuk menyerupai arca-
arca yang ada di situs Menggung (wawancara dengan Ibu Parto
Sentono, 9 Mei 2012).
Sesaji yang dibuat oleh sesepuh desa dan tidak dibuat oleh masyarakat
yang nantinya disimpan dalam tinon. Tinon maksudnya niti-niti yang masih muda,
dalam hal ini adalah sesaji yang belum pernah diicipi yang nantinya akan
dipersembahkan kepada Danyang. Yang membuat sesaji ini biasanya adalah
orang yang benar-benar memahami dan mengerti apa saja yang harus
dipersiapkan dan biasanya apabila yang membuat sudah meninggal yang
meneruskan adalah keturunannya (wawancara dengan Bapak Wagimin, 3 Juni
2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Sesaji yang dibuat oleh sesepuh desa tersebut adalah :
1) Punar
Punar merupakan makanan dari jagung yang diberi warna kuning. Warna
merah berasal dari kunyit.
2) Tawonan
Hampir sama dengan punar,tetapi tawonan berwarna merah yang berasal
dari gula merah.
3) Golong
Golong adalah nasi jagung yang dibentuk bulat.
4) Pisang sonomeni
Pisang ini telah dikeluarkan isinya, yang dipergunakan adalah kulit
pisangnya. Di dalamnya diisi dengan parutan kelapa yang dicampur
dengan gula merah, kemudian direbus.
5) Cengkaruk gimbal
Cengkaruk merupakan ketan dengan campuran gula merah.
6) Tumpeng Ricik
Tumpeng ricik yaitu tumpeng nasi jagung dengan ukuran yang kecil,
berjumlah 5.
7) Bothok, bongko, pelas
Bothok adalah terbuat dari campuran daun bawang dengan parutan
kelapa dan diberi bumbu kemudian dibungkus dengan daun pisang.
Sedangkan bongko terbuat dari kacang kedelai hitam yang dibumbui
kemudian dibungkus dengan daun pisang. Pelas terbuat dari kacang cina
dibungkus dengan daun pisang.
8) Enthek-enthek yang berupa : Gandik (gandik merah, gandik putih, dandik
kuning dan gandik hitam) catut, untir,
Makanan yang terbuat dari jagung.
9) Palawija
Berupa jagung bakar, talas bakar, ketela bakar, dll.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
10) Tumpeng gudangan
Tumpeng nasi jagung dengan ukuran lebih besar dari tumpeng ricik. Dan
dilengkapi dengan gudangan yang terdiri dari sayur-sayuran dan
dicampur dengan sambel yang terbuat dari parutan kelapa dan cabai.
11) Sayur ares
Sayur ares merupakan sayur yang terbuat dari batang pisang yang paling
dalam.
12) Jajan pasar
Jajan pasar ini tidak semua orang menyediakan. Yang dimaksud dengan
jajan pasra adalah bermacam-macam jajanan yang dibeli dari pasar.
13) Pisang, semua jenis pisang kecuali jenis pisang byok.
Dan beberapa perlengkapan yang digunakan untuk ritual antara lain :
kemenyan, lampu jawa, tikar pandan, iket yang diambil dari tinon, air kendi dari
sumber, bunga-bungaan.
Semua sesaji yang dibuat oleh sesepuh desa tersebut terdiri dari 12
encek. Sesaji yang dibuat tersebut disimpan dalam tinon dan baru dikeluarkan
kembali setelah 5 hari atau sepasar (wawancara dengan Ibu Parto Sentono, 4 Juni
2012).
2. Pelaksanaan Prosesi Ritual
a. Pengumpulan Sesaji
Setelah sesaji selesai dibuat, sesaji-sesaji tersebut dikumpulkan pada hari
Senin Wage sebelum pukul 13.00. Sesaji-sesaji tersebut diletakkan di Tinon-tinon
dahulu sesaji ditempatkan di rumah Kaling. Setelah ada gedung serba guna milik
masyarakat desa Nglurah tinon sesaji berada di gedung tersebut. Tetapi
peletakkannya tetap berbeda antara sesaji dari Nglurah Lor dan Nglurah Kidul.
Terdapat dua buah ruangan yang berfungsi sebagai tinon. Dan untuk peletakan
sesaji-sesaji yang dibuat oleh masyarakat juga dipisahkan antara Nglurah Lor dan
Nglurah Kidul. Pada saat perjalanan dari rumah menuju tempat diletakkannya
sesaji apabila terjadi sesuatu hal misalnya sesaji yang dibawa jatuh, maka sesaji
tersebut tidak boleh dipungut kembali karena menurut kepercayaan masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
bahwa sesaji tersebut sudah diminta oleh Dahyang (Wawancara dengan Bapak
Ridin, 8 Mei 2012).
b. Upacara Sanggar atau Tinon
Setelah sesaji terkumpul, kemudian didoakan oleh sesepuh desa dan
dimasukkan kedalam Tinon atau sanggar. Pada malam harinya diadakan acara lek-
lekan (tidak tidur untuk menjaga dan menunggu sesaji) yang diikuti oleh seluruh
penduduk laki-laki yang sudah dewasa. Acara kenduri ini dimulai setelah pukul
23.00, dan hanya sebagian sesaji yang dibuka untuk dimakan warga masyarakat
yang mengikuti kenduri pada saat itu (Wawancara dengan Bapak Wagimin, 3 Juni
2012).
c. Upacara Dukutan
Pada pagi harinya yaitu pada hari Selasa Kliwon wuku Dukut, semua
masyarakat Nglurah sudah berkumpul di sekitar Punden. Sertelah pukul 07.00
diadakan persiapan upacara persembahan danyang, sambil menunggu ketua
korling. Setelah semua siap kemudian sesaji menuju ke Punden atau situs
Menggung. Sesaji dibawa oleh beberapa laki-laki yang sudah dewasa yang
menggunakan pakaian serba hitam. Koordinator Lingkungan atau korling dan
sesepuh desa masing RW memimpin arak-arakan tersebut. Ada dua arak-arakan
sesaji yaitu dari Nglurah lor dan Nglurah Kidul, keduanya masuk melalui dua
pintu yang berbeda. Untuk Nglurah Lor melalui pintu sebelah barat dan Nglurah
Kidul masuk melalui pintu selatan. Rombongan pembawa sesaji diikuti oleh
warga masing-masing RW. Kedua rombongan tersebut masuk ke punden sambil
meneriakkan seruan “hore-hore” dengan semangat. Setelah rombongan masuk di
pelataran Punden / Situs Menggung, sesaji yang dibawa diletakkan siatas tikar
pandan yang juga telah disimpan dalam tinon sebelumnya. Kemudian sesaji
didoakan oleh sesepuh desa (Wawancara dengan Bapak Ridin, 8 Mei 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Rangakaian acara pada tradisi Dukutan antara lain :
1) Pembakaran dupa
2) Pengikatan patung-patung dengan iket pada kepalanya oleh korling
Nglurah. Patung tersebut merupakan patung Kyai Menggung dan Nyai
Rasa Putih. iket yang digunakan sebelumnya disimpan dalam tinon.
3) Pembacaan atau Ikar do’a yang dipimpin oleh sesepuh desa. “...di situ
diikrarkan dengan ikrar semua masyarakat dua RW pada hari selasa
Kliwon dengan tujuan mohon doa restu pada Allah agar hidup
masyarakat sejahtera, sehat dan rejeki semulur...”. (Wawancara
dengan Bapak Ridin, 8 Mei 2012).
4) Pembagian air sumber kepada masyarakat
5) Tawuran
Ritual inti atau utama dari tradisi Dukutan merupakan
tawuran. Sebelum memulai Tawuran, sesaji yang telah didoakan
dicampur menjadi satu dan tiletakkan ke sebuah wadah yang disebut
dengan pincuk yang terbuat dari daun pisang satu ujung. Setiap RW
diwakili oleh tiga orang lelaki. Pincuk tersebut kemudian dibawa
mengelilingi candi sebanyak tiga kali sambil melempar makanan ke
arah luar dan berteriak “hore-hore”. Setelah putaran ketiga dan berada
di titik awal, para pembawa pincuk tersebut saling melempar sesaji
bahkan bersama dengan pincuknya. Sehingga banyak masyarakat
yang terkena sasaji tersebut.
Selanjutnya setelah prosesi tawuran selesai warga masyarakat
kembali ke RW masing dan meneruskan ritual ke tempat yang
berbeda. Karena di daerah tersebut terdapat tempat-tempat yang juga
harus diperhatikan dan dikunjungi sebagai rangkaian tradisi bersih
desa Dukutan tersebut. Untuk Nglurah Lor melanjutkan upacara ke
situs kali Jaro. Situs Kali Jaro merupakan situs yang berupa lubang
tanah seluas 2m. Untuk Nglurah kidul adalah situs Watulawang.
Dalam ritual ke kedua situs ini juga diadakan acara tawuran, tetapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
hanya sesama masyarakat satu RW (wawancara dengan Bapak Ridin,
8 Mei 2012).
3. Hiburan
Hiburan dilakukan setelah prosesi Dukutan selesai. Dahulu hiburan yang
dipertunjukan setelah Dukutan adalah Wayang kulit. Setelah itu dilakukan dengan
seadanya misalnya seperti ande-ande lumt, ketoprak, wayang, dan kesenagan dari
nenek moyang atau Dahnyang di Nglurah adalah tari Pendet yang berasal dari
Bali. Sekarang ini lebih sering diadakan wayang. Pernah dimusyawarahkan
mengingat kondisi perekonomian masyarakat yang berbeda-beda, untuk hiburan
wayang sebaiknya hanya dilakukan setahun sekali, tetapi hal ini banyak ditentang
oleh masyarakat karena masyarakat takut apabila tidak melakukan atau
melaksanakan wayangan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terhadap
masyarakat dan desa Nglurah sendiri. Jadi sampai sekarang wayangan tetap
dilakukan selama 6 lapan atau selama Dukutan, tetapi secara sederhana saja.
Wayang dilaksanakan pada malam Rabu Legi semalam suntuk. Hiburan ini tidak
boleh dilakukan di dalam situs Menggung. Dahulu pernah dilakukan di dalam
pelataran situs Menggung, tetapi sehabis itu desa Nglurah terjadi pageblug
(wabah penyakit) dan mengakibatkan 19 anak meninggal dunia, maka dari pada
itu hiburan dilakukan di luar punden. Sekarang dilakukan di gedung serba guna
milik Desa Nglurah (Wawancara dengan Bapak Ridin, 8 Mei 2012)
D. Nilai-nilai Yang Terkandung Dalam Tradisi Bersih Desa Dukutan
1. Nilai Filosofis
a. Nilai Filososis dan makna sesaji :
1) Tumpeng nasi jagung.
Tumpeng dibuat berbentuk mengerucut keatas, yang mempunyai arti
bahwa segala permohonan ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa
agar yang dimohon dan diharapkan oleh masyarakat dapat dikabulkan
oleh Tuhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
2) Nasi Golong
Mempunyai arti yang melambangkan menyatunya seluruh warga
masyarakat dua RW di Nglurah dengan satu tujuan yang sama yaitu
meminta kesejahteraan kepada Yang Maha Kuasa.
3) Punar
Terbuat dari jagung dan diberi warna kuning yang berasal dari kunyit.
Warna kuning melambangkan kesejahteraan. Masyarakat Nglurah
dengan Dukutan mengharapkan kesejahteraan dari Tuhan Yang Maha
Esa.
4) Tawonan
Dalam Dukutan Punar dibuat dari jagung yang dicampur dengan gula
merah. Warna merah melambangkan suatu daya yang kuat dan penuh
energi.
5) Gudangan / Urap
Gudangan atau urap terdiri dari beberapa macam sayur yang dicampur
dengan sambal yang terbuat dari parutan kelapa dan cabai. Maknanya
adalah masyarakat yang banyak dan dari bermacam-macam golongan
diibaratkan dengan sayur-sayuran yang bermacam-macam. Diharapkan
tercipta kerukunan dan kesatuan antar masyarakat yang berbeda
tersebut dengan adanya Dukutan.
6) Jajan pasar
Mewujudkan rasa syukur dengan menyajikan hasil bumi pemberian
karunia dari Tuhan.
7) Pisang Sonomeni
Pisang sonomeni, merupakan pisang yang isinya telah dikeluarkan dan
di dalamnya diganti dengan parutan kelapa dan gula merah. Kelapa dan
gula merah disini melambangkan kekuatan. Kelapa merupakan bahan
dasar pembuatan gula merah yang memiliki rasa manis. Kedua saling
melengkapi dan memiliki kekuatan. Rasa manis melambangkan
perjalanan kehidupan yang ada suka dan duka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
8) Pisang
Manusia diharapkan seperti pisang. Sebelum meninggal dapat
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat sebelum mati.
9) Enthek-enthek (catut, untir, lumpang, alu)
Makanan yang terbuat dari jagung ini menggambarkan bentuk-bentuk
peralatan yang digunakan sebagai alat memesak sesaji. Karena terbuat
dari jagung yang melalui proses ditumbuk dengan lumpang dan alu
dibuat menyerupai bentuk peralatan tersebut. Untuk memanen jagung
menggunakan catut dan untir-untiran. Gandik yang diberi 4 warna
yaitu merah, hitam, kuning dan putih yang melambangkan empat unsur
yaitu api, tanah, angin dan air.
10) Reca
Makanan yang juga terbuat dari jagung. arca atau patung yang dibuat
ini merupakan lambang dari leluhur masyarakat desa Nglurah yang
dianggap sebagai pelindung desa yaitu Kyai Menggung dan Nyi Rasa
Putih
11) Perlengkapan sesaji
Adanya beberapa perlengkapan sesaji misalnya menyan, yang
bermakna bahwa apabila dibakar asapnya akan membumbung tinggi
kelangit, di harapkan asap tersebut dapat membawa doa-doa
masyarakat. Sedangkan lampu jawa memunyai makna agar selalu diberi
keterangan dalam perjalanan hidup. Bunga bermakna filosofis agar kita
dan keluarga senantiasa mendapatkan “keharuman” dari para leluhur.
Keharuman merupakan kiasan dari berkah-safa’at yang berlimpah dari
para leluhur, dapat mengalir (sumrambah) kepada anak turunnya
(Wawancara dengan Bapak Ridin 9 Juni 2012).
Secara umum fungsi sesaji sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan
atas segala kenikaman dan menjadi sarana pendekatan dari warga setempat.
Secara khusus sesaji-sesaji yang dibuat oleh masyarakat desa Nglurah merupakan
bentuk penghormatan kepada arwah nenek moyang yaitu Kyai Menggung dan Nyi
Rasa Putih.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
b. Nilai Filosofis dan Makna dalam prosesi tradisi bersih desa Dukutan
Dalam setiap melakukan semua kegiatan dalam tradisi bersih desa
Dukutan, mulai dari persiapan, acara kenduri sesaji, dan ritual Dukutannya
terdapat pantangan dan aturan yang harus ditaati oleh warga masyarakat.
Sebenarnya dibalik hal tersebut menyimpan suatu falsafah kehidupan yang baik
untuk diikuti oleh masyarakat.
1) Dalam membuat sesaji tidak boleh diincipi
Membuat sesaji tidak boleh diincipi, karena dianggap
memberi makanan sisa kepada Dahnyang. Menurut orang Jawa
memberi sisa terhadap orang yang lebih tua merupakan tindakan yang
tidak sopan dan tidak etis untuk dilakukan. Terdapat Nilai positif yang
diajarkan melalui pantangan ini, bahwa orang yang lebih muda harus
lebih menghormati dan sopan terhadap orang yang lebih tua
(Wawancara dengan Bapak Wagimin, 3 Juni 2012)
2) Dalam ritual Tawuran
Tawuran dalam Dukutan menggambarkan perseteruan yang
terjadi antara Kyai Menggung dan Nyi Rasa Putih. Tawuran yang
dilakukan dengan saling melempar makanan sesaji ini mengandung
arti memerangi kejahatan dan marabahaya yang masuk ke desa
Nglurah. Sehingga dalam pelaksanaa tawuran makanan sesaji tersebut
dilakukan dengan cara melempar karena adanya maksud tersebut.
3) Hiburan
Menggambarkan wujud ungkapan rasa syukur, kegembiraan
dan kebersamaan masyarakat desa Nglurah (Wawancara dengan
Bapak Ridin 9 Juni 2012).
2. Nilai budaya
Sitem nilai budaya masyarakat desa Nglurah dipengaruhi adat istiadat
atau tradisi. Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan
tertanam dalam suatu masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
kepercayaan, simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan
satu dan lainnya sebagai acuan berperilaku.
Wujud konsepsional warga masyarakat Nglurah atas kebudayaan yang
dimiliki berwujud perilaku yang sangat dihargai oleh masyarakat nilai-nilai
tersebut dianggap bermanfaat bagi masyarakat. Tradisi bersih desa Dukutan
mengajarkan masyarakat terutama tentang nilai-nilai budaya Jawa. Dalam
Dukutan masyarakat diajarkan hidup selalu eling (ingat) kepada yang memberi
kehidupan yaitu Tuhan, hidup sederhana dan nrimo, menghormati leluhur, rukun
antar warga masyarakat, taat terhadap aturan dan pantangan yang dianggap baik
dan buruk oleh masyarakat, serta sikap pelestarian terhadap alam dan peninggalan
kuno.
Yang pertama adalah sikap eling yaitu selalu ingat kepada yang telah
memberinya hidup yaitu Tuhan. Masyarakat diharapkan mawas diri dan selalu
beryukur terhadap Tuhan. Masyarakat juga diajarkan hidup sederhana dan nrimo
seperti yang terdapat dalam cerita tradisi yang berkembang di masyarakat desa
Nglurah, bahwa leluhur memerintahkan untuk hidup sederhana dengan menanam
palawija serta hidup bersahaja apa adanya. Masyarakat juga perlu menghormati
leluhur atau nenek moyang, ungakapan rasa hormat terhadap rasa hormat
amsyarakat terhadpa leluhur dengan memberikan sesaji disetiap tradisi bersih desa
Dukutan. Kerukunan antar warga masyarakat juga diajarkan melalui tradisi bersih
desa Dukutan. Kerukunan yang dimaksud adalah keadaan yang selaras, tenang,
tentram tanpa perselisihan, tercermin dalam kebersamaan masyarakat Nglurah
dalam tradisi bersih desa Dukutan mulai dari persiapan sampai proses ritualnya
selesai. Sedangkan makna rukun antara Kyai Menggung dan Nyi Roso Putih
disimbolkan pada kebersamaan warga dalam menciptakan desa yang tata tentram
kerta raharja. Dalam tardisi bersih desa Dukutan juga mengajarkan mana yang
baik untuk dilakukan dan yang buruk yang tidak boleh dilakukan oleh masyarakat.
Misalnya masyarakat harus selalu bersikap sopan di di Situs Menggung yang
dikeramatkan oleh masyarakat desa Nglurah sebagai perwujudan rasa hormat
terhadap leluhur, dan masyarakat percaya apabila dilanggar akan terjadi kejadian
buruk yang menimpa masyarakat yang berbuat kurang baik ditempat tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Dalam Dukutan juga diajarkan untuk selalu melestarikan alam dan peninggalan
kuno yang terdapat di desa Nglurah.
Pada umumnya nilai-nilai yang ada dalam tradsi bersih desa Dukutan
tidak hanya dilakukan pada saat prosesi ritual saja, tetapi juga diaktualisasikan
dalam kehidupan sehari-hari, menjadi arah dan orientasi masyarakat dalam
berperilaku. Meskipun masyarakat juga telah mengembangkan nilai-nilai baru
yang bersumber pada ajaran agama.
3. Nilai Spiritual
Istilah spiritual atau spiritualitas berasal dari kata dasar spirit yang dapat
berarti semangat, dorongan jiwa, dorongan ruh, daya kehidupan, dorongan energi,
kekuatan energi, kekuatan ruh (roh), kekuatan semangat, dan lain sebagainya.
Kata dasar “spirit” kemudian digabungkan dengan “ual” menjadi “spiritual” akan
mengandung makna yang lebih ekslusif dan biasanya sangat berhubungan dengan
keyakinan tertentu seperti keyakinan akan suatu agama, keyakinan jiwa,
keyakinan tentang ruhaniyyah (roh), keyakinan suatu ritual, keyakinan (Kharisma
Madani, http://kharismamdanai1.blogspot.com/2010/08/pengertian-spiritual.html
diakses pada tanggal 8 Juni 2012).
Masyarakat Nglurah meyakini adanya kekuatan diluar kekuatan manusia
yang hidup disekitar kehidupan masyarakat. Kepercayaan terhadap roh-roh nenek
moyang serta mitos-mitos yang ada sangat dihargai di antara masyarakat desa
Nglurah. Keyakinan bahwa leluhur akan melindungi desa dan seluruh masyarakat
Nglurah, adalah yang mendasari suatu interaksi antara masyarakat dengan yang
dianggap sebagai leluhur. Menurut pandangan masyarakat Nglurah apabila
masyarakat percaya dengan adanya roh nenek moyang, menyadari keberadaannya,
serta menghormati leluhurnya dengan melakukan ritual tertentu para nenek
moyang akan memberikan perlindungan terhadap desa dan masyarakat.
Masyarakat Nglurah yang sebagian besar beragama islam juga menjalankan
syariat ajaran agama yang ada dalam islam. Masyarakat selalu membedakan
antara sebuah tradisi ritual dengan agama. Karena agama mrupakan suatu yang
hakiki yang berhubungan langsung dengan Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
tradisi ritual hanya merupakan ungkapan penghormatan yang dilakukan
masyarakat terhadap nenek moyang yang telah dilakukan secara turun-temurun
(wawancara dengan Bapak Siman, 8 Mei 2012)
4. Nilai Karakter Leluhur
Diketahui bahwa yang menjadi latar belakang diadakannya tardisi bersih
desa Dukutan adalah Eyang Menggung dan Nyi Rasa Putih. keduanya mempunyai
karakter yang berbeda. Terdapat nilai yang mendidik yang dapat diambil dari
kedua tokoh ini. Kyai Menggung yang mempunyai karakter sederhana, bersahaja,
baik, santun dan berwibawa. Dilihat dari karakter eyang Menggung tersebut dapat
mengajarkan sifat baik yang dimiliki Kyai Menggung terhadap masyarakat.
Sedangkan Nyi Rasa putih yang memiliki perwatakan usil, nakal dan suka
berulah, memperlihatkan dan mengajarkan kepada masyarakat bahwa sikap-sikap
tersebut tidak baik untuk diikuti (wawancara dengan Bapak Wagimin, 3 Juni
2012).
5. Nilai Dalam Wayang
Secara etimologis wayang berarti bayangan.pengertian ini mendasar dari
kepercayaan asli suku Jawa, khususnya dalam tradisi pemujaan roh nenek
moyang. Roh-roh tersebut dapat secara simbolis diwujudkan sebagai bayang-
bayang yang digerakkan oleh sinar lampu blencong pada layar putih yang disebut
kelir. Ini merupakan prototype dari perwujudan wayang yang masih sampai
sekarang. Dalam perkembangan selanjutnya pengertian wayang memiliki arti
kulturil istimewa, yaitu sebagai suatu pementasan atau performance menyangkut
banyak segi seni, filosofi dan religio mistika (Moertjipto, 1997:100).
Walaupun ceita wayang berasal dari India, namun terdapat perbedaan
yang hakiki dalam perwujudannya. Di Indonesia isi cerita wayang benar-benar
terjadi dalam jalur mitos dan merupakan legenda dan sejarah, di dalam
masyarakat Jawa ceritanya menyimbolkan perilaku dan watak manusia dalam
mencapai tujuan hidup, baik lahir maupun batin (Maria A. Sardjono, 1992:23).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Wayang mempunyai nilai-nilai yang terkandung dalam setiap bagiannya
yang dapat dilihat dari beberapa sisi, yaitu :
1) Nilai hiburan
Sebagai hasil kebudayaan wayang mempunyai nilai hiburan yang
mengandung cerita yang baku, baik untuk tontonan maupun
tuntunan.
2) Nilai pendidikan
Penyampaian dalam wayang, ceritanya selalu diselingi dengan
pesan-pesan yang menyentuh berbagai aspek kehidupan, sehingga
mempunyai nilai pendidikan. Cerita-cerita dalam wayang dapat
mengajarkan manusia untuk mecapai hidup yang selaras, harmonis
dan bahagia. Dalam wayang ditampilkan contoh-contoh perilaku
baik dan jahat, tetapi pada akhir cerita perilaku yang jahat akan
dikalahkan oleh kebaikan. Dalam cerita wayang dapat membentuk
kepercayaan, moralitas dan tingkah-laku dari genarsi ke generasi.
Banyak pendidikan moral yang dapat dinikamti oleh penontonnya
terkait lakon hidup dala cerita wayang
3) Nilai Karakter
Hastha brata dalam pewayangan yaitu pedoman atau tuntunan laku
yang dimiliki seorang kesatria yang terpilih untuk menjadi seorang
pemimpin. Hastha berarti delapan, dan brata adalah watak atau sifat
yang diambil dari sifat alam. Jadi hasta brata adalah delapan laku,
watak, atau sifat yang harus dipegang teguh oleh seorang yang
menjadi pemimpin. Delapan sifat tersebut antara lain :
a) Mempunyai watak seperti bumi. Bumi merupakan tempat
kehidupan dari segala umat Allah. Dalam pewayangan Bathara
Wisnu merupakan simbol bumi yang selalu memberikan
kesejahteraan. Dengan demikian seorang pemimpin seharusnya
bersifat tosa, suci hati, pemurah serta selalu berusaha
memperjuangkan kehidupan rakyat yang tergambar dalam tutur
kata, tindakan serta tingkah laku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
b) Mempunyai watak seperti angin yang disimbolkan Bathara Bayu
yang berarti kekuatan. Sebagaimana angin, seorang pemimpin
seharusnya bersifat teguh dan bersahaja, selalu dapat mencermati
permasalahan.
c) Mempunyai watak seperti air yang disimbolkan oleh Dewa
Baruna. Sebagaimana samudra, seorang pemimpin hendaknya
luas hati dan kesabarannya. Tidak mudah tersinggung, tidak
terlena oleh sanjungan dan mampu menampung aspirasi rakyat.
d) Mempunyai sifat seperti bulan yang disimbolkan oleh Dewi
Ratih. Rembulan bertugasmenerangi dunia bersama bintang,
memberikan kesejukan pada malam hari. Sifat bulan adalah selalu
lembut, ramah dan sabar. Sebagaimana bulan pemimpin
hendaknya selalu rendah hati, berbudi luhur, menebarkan
ketentraman pada rakyat.
e) Mempunyai sifat seperti Matahari yang disimbolkan Bathara
Surya. Sebagimana matahari seorang pemimpin harus bisa
memberikan pencerahan kepada rakyat, berhati-hati dalam
bertindak seperti jalanya matahari yang tidak tergesa-gesa tetapi
dalam memberikan cahaya kepada semua makhluk tidak pilih
kasih.
f) Mempunyai sifat seperti angkasa yang disimbolkan oleh Bathara
Indra yang mengusai langit, hujan dan petir. Sifat langit kadang
sangat indah, kadang memankutkan tetapi jika sudah berubah
menjadi hujan merupakan berkah serta sumber kehidupan. Seperti
langit, seorang pemimpin harus berwibawa dan menakutkan bagi
siapa saj yang berbuat salah dan melanggar aturan, tetapi juga
selalu berusaha memberi kesejahteraan.
g) Mempunyai sifat seperti api yang disimbolkan oleh Bathara
Brahma. Sebagaimana api seorang pemimpin harus berani
menindak siapappun yang bersalah tanpa pilih kasih dengan
berpijak kepada kebenaran dan keadilan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
h) Mempunyai watak seperti bintang yang disimbolkan oleh Bathara
Kartika atau Sang Hyang Ismaya yang artinya adalah kesucian
yang bersinar. Sifat bintang adalah menyinari langit dimalam hari,
menjadi kiblat dan sumber ilmu perbintangan. Sebagaimana
bintang pemimpin harus bisa menjadi kiblat kesusilaan, budaya
dan tingkah laku. Mempunyai cita-cita yang tinggi (Kementrian
Komunikasi dan Informatika RI direktorat Jenderal Informasi dan
Komunikasi Publik : 2011).
E. Upaya Pelestarian Tradisi Bersih Desa Dukutan di tengah Kebudayaan
Modern
Kebudayaan modern yang berkembang pada zaman sekarang ini. Akan
banyak mengikis kebudayaan asli Indonesia. Budaya atau pengaruh luar yang
masuk harus diseleksi agar tidak budaya baru tidak terlalu menghilangkan budaya
lama. Masyarakat modern dikuasi oleh teknologi, terutama komunikasi massa.
Masyarakat harus semakin bijak menghadapi kehidupan di zaman modern yang
berbasis teknologi yang modern.
Multimedia, komputer dengan internet merupakan perangkat teknologi
yang memiliki kemungkinan menyebarluaskan informasi dan menciptakan
komunikasi sedemikian cepat dan luas. Teknologi komunikasi modern ternyata
menjauhkan hubungan antarpribadi dan menghambat proses kebudayaan yang
berlangsung bertahun-tahun. Teknologi memiliki kecenderungan menciptakan
aliansi pengasingan, sikap individual dan cenderung merusak kebudayaan yang
hakiki (Fred Wibowo, 2007:24).
Kebudayaan merupakan suatu corak hidup dari dauatu lingkungan
masyarakat yang tumbuh dan berkembang berdasarkan spiritual dan tata nilai
yang disepakati oleh suatu lingkungan masyarakat tersebut. Tetapi fakta yang
dapat dilihat sekarang ini di Indonesia ini memiliki situasi kebudayaan yang yang
sangat spesifik. Sebagian masyarakat sudah sampai pada tingkat orientasi
teknologi tinggi, meski mentalitasnya masih banyak yang tinggal dalam
kebudayaan agraris. Sebagian telah terkontaminasi dengan pengaruh-pengaruh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
modern yang mulai menghilangkan nilai-nilai, norma, dan etika. Tentu saja hal
tersebut akan melunturkan budaya yang berkembang dalam masyarakat sejak
dahulu.
Budaya desa yang masih kental dengan tradisi budaya, kesenian, tata cara
hidup di amsyarakat, dan adat istiadat merupakan suatu identitas kepribadian dari
suatu masyarakat. Seperti budaya yang ada di Desa Nglurah yaitu tradisi bersih
desa Dukutan. Masyarakat sekitar masih melaksanakan tradisi tersebut meskipun
tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kebudayaan yang modern perlahan mulai
mengikis kesadaran masyarakat dalam partisipasi terhadap tradisi bersih desa
Dukutan. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya untuk menyelamatkan dan
melestarikan kebudayaan yang menjadi identitas masyarakat. Pelestarian
dilakukan oleh masyarakat desa Nglurah sendiri, tetapi peran dari pemerintah juga
sangat diperlukan dengan adanya upaya pelestarian tersebut. Meskipun dalam
perjalanannya terdapat kendala-kendala yang mempengaruhi proses pelestarian
tradisi tersebut. Upaya pelestarian tradisi bersih desa Dukutan di desa Nglurah
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Masyarakat Nglurah
Tradisi bersih desa Dukutan merupakan suatu upacara adat yang
dilakukan untuk mewujudkan ungkapan rasa syukur masyarakat desa Nglurah atas
kesejahteraan yang dilimpahkan oleh Tuhan yang Maha Esa. Upacara adat seperti
itu selain merupakan sebuah ekspresi spiritualitas juga mengandung suatu bentuk
strategi kebudayaan dalam rangka mengarahkan mayarakat terhadap kepedulian,
pemeliharaan dan pelestarian kebudayaan. Sebenarnya tata cara dalam tradisi
dukutan ini merupakan aturan sosial dan perilaku masyarakat Nglurah dalam
kehidupan. Secara tidak langsung aturan sosial dan perilaku tersebut
mencerminkan kebudayaan dari masyarakat desa Nglurah. Alasan masyarakat
desa Nglurah melestarikan tradisi bersih desa Dukutan anatar lain :
a. Melanjutkan tradisi yang telah ada pada zaman nenek moyang,
sehingga generasi yang sekarang ini wajib melanjutkannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
b. Merupakan wujud ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa atas keselamatan, kesehatan dan rejeki yang dilimpahkan kepada
masyarakat.
c. Sebagai pengharapan agar kehidupan masyarakat jauh lebih baik
dengan berkah yang telah diterima sebelumnya.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut perlu diadakan upaya dalam
pelestarian budaya tersebut. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat Nglurah yang
disampaikan oleh Bapak Siman, Bapak Wagimin dan Bapak Priyanto dalam
pelestarian tradisi bersih desa Dukutan antara lain :
a. Upaya-upaya Yang Dilakukan Untuk Melestarikan Tradisi Bersih Desa
Dukutan
Pelestrian budaya sangat diperlukan dalam menunjukkan karakter
suatu daerah. Dengan budaya pula kehidupan masyarakat terdapat aturan-
aturan yang membatasi kehidupan masyarakat, agar terhindar dari segala sesatu
yang bersifat buruk dan selalu pada jalan yang baik. Untuk itu tradisi budaya
yang telah ada jaman nenek moyang itu harus senantiasa dilestarikan. Usaha
yang dilakukan masyarakat desa Nglurah dalam pelestarian tradisi bersih desa
Dukutan adalah :
1) Masyarakat selalu disadarkan untuk melestarikan tradisi bersih
desa Dukutan.
2) Selalu melaksanakan tradisi bersih desa Dukutan setiap 6 lapan
atau tuhuh bulan sekali.
3) Masyarakat disadarkan bahwa tradisi bersih desa Dukutan bukan
merupakan suatu kegiatan yang musyrik tetapi merupakan suatu
budaya yang perlu dilestarikan.
4) Melakuakan iuran rutin dalam setiap pertemuan RT, dana tersebut
dikumpulkan agar tradisi bersih desa Dukutan rutin dilakukan
setiap 7 bulannya.
5) Masyarakat sadar bahwa kebudayaan kuno atau jaman dahulu
meerupakan suatu kebudayaan yang antik, apalagi ditengah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
kebudayaan modern seperti pada saat ini. Jadi kebudayaan antik
tersebut harus selalu dikembangkan.
6) Masyarakat selalu melanjutkan apa yang telah menjadi warisan
nenek moyang. Maskdunya adalah tidak mengubah apa yang telah
terjadi pada zaman dahulu. Sebagai contoh sesaji harus terbuat dari
jagung, agar aturan tersebut tetap lestari masyarakat harus
membuat sesaji dari jagung sampai generasi-generasi yang akan
datang.
7) Mengembangkan tradisi bersih desa Dukutan menjadi daya tarik
wisata di desa Nglurah.
b. Kendala-kendala dalam pelstarian tradisi bersih desa Dukutan
Upaya pelestarian tersebut diharapkan mampu menjaga agar tradisi
bersih desa Dukutan tidak hilang untuk tahun-tahun kedepannya. Walaupun
dalam perjalanan melestarikan tradisi tersebut selalu terdapat kendala-kendala
dari berbagai faktor. Kendala-kendala dalam upaya pelestarian tradisi bersih
desa Dukutan :
a) Adannya pengaruh kebudayaan modern menciptakan golongan-
golongan penentang tradisi kebudayaan lama dari nenek moyang
dalam masyarakat. Ada sebagian masyarakat Nglurah yang mulai
meninggalkan dan tidak lagi turut serta dalam tradisi bersih desa
Dukutan. Pada dasaranya ini merupakan faktor keyakinan yang
dianut dan dipercayai masyarakat, sehingga membuat orang
mempunyai pandangan yang berbeda-beda terhadap tradisi ini.
b) Faktor ekonomi yaitu keadaan ekonomi masyarakat Nglurah yang
berbeda, sedikit menghambat dalam persoalan dana untuk
melaksanakan tradisi bersih desa Dukutan (wawancara dengan
Bapak Ridin, 8 Mei 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
c. Cara menanggulangi kendala-kendala dalam upaya pelestarian tradsi bersih
desa Dukutan
Cara menanggulangi kendala-kendala tersebut :
1) Meskipun ada sekelompok masyarakat yang sudah mulai
meninggalkan tradisi bersih desa Dukutan, tetapi masyarakat yang
lain tidak pernah memaksa harus mengikuti. Tetapi diharapkan bisa
saling menghormati.
2) Panitia dukutan melakukan usaha simpan pinjam dari uang kas
yang ada, apabila pada saat tradisi Dukutan kekurangan dana,
panitia dapat menggunakan uang tersebut sebagai tambahan dana.
3) Adanya bantuan dari pemerintah terutama dari Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Kabupaten Karanganyar (wawancara dengan
Bapak Ridin, 8 Mei 2012)
Apabila dicermati sebenarnya warga masyarakat Ngurah sendiri tingkat
antusiasmenya dalam kegiatan Dukutan ini masing tinggi. Sebagian besar warga
masih membuat sesaji, mengikuti prosesi, dan berperan aktif dalam kegiatan ini.
Pada saat prosesi tradisi bersih desa Dukutan berlangsung hampir seluruh warga
masyarakat mengikutinya, bahkan yang bekerja diluar kota pun disempatkan
untuk pulang dan mengikuti Dukutan ini. Antusiasme para pemuda-pemudi desa
Nglurah juga terlihat sekali, walaupun notebenya masih muda dan hidup dalam
kehidupan yang lebih modern pada kenyataannya para pemuda-pemudi ini juga
bersemangat dalam mengikuti kegiatan prosesi tradisi bersih desa Dukutan. Ini
menjadi nilai positif dalam upaya pelestarian budaya yang dilakukan oleh
masyarakat desa Nglurah. Diharapkan para pemuda-pemudi ini untuk beberapa
tahun kedepan dapat mewarisakan tradisi ini kepada generasinya, agar tradisi ini
tidak akan putus dan hilang untuk beberapa tahun kedepan dengan budaya modern
yang semakin maju.
2. Pemerintah
Kabupaten Karanganyar yang memiliki bermacam-macam tradisi
kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat. Terutama didaerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Tawangmangu yang memiliki beranekaragam tradisi kebudayaan. Tradisi-tradisi
tersebut apabila dikembangkan memiliki potensi yang cukup menjanjikan dalam
bidang wisata budaya di Kabupaten Karanganyar. Tradisi Bersih desa Dukutan
yang dilaksanakan di desa Nglurah juga berada dibawah pengawasan dari Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karanganyar.
Menurut ibu Ismu Suprihatin (Wawancara, 29 Mei 2012), Tanggapan
pemerintah Daerah yang diwakili oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan,
terhadap tradisi yang dilakukan oleh masyarakat desa Nglurah mendukung sekali,
karena dengan secara tidak langsung warga masyarakat ikut nguri-uri atau
melestarikan adat tradisi yang telah ada dari nenek moyang.
Dinas Pariwisata melihat potensi yang baik dalam tradisi bersih desa
Dukutan, hal ini dapat dilihat dari kebersamaan masyarakat dalam pelaksanaan
tradisi Dukutan, meskipun diketahui sebagian kecil masyarakat telah
meninggalkan tradisi tersebut. Pemerintah juga sangat berperan agar tradisi
tersebut tetap lestari dan dilaksanakan. Tradisi bersih desa Dukutan yang berada
dibawah perlindungan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Karanganyar yang berperan dalam pelestarian tradisi tersebut.
a. Upaya pelestarian yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Karanganyar terhadap tradisi bersih desa Dukutan, antara lain :
1) Memfasilitasi agar tradisi bersih desa Dukutan dapat terlaksana
dengan baik.
2) Melakukan sarasehan pelestarian adat budaya yang diikuti dari unsur :
assisten, badan, dinas, kantor, budayawan, tokoh agama dan
masyarakat umum.
3) Memberikan pengawasan agar tradisi bersih desa Dukutan tidak
terjadi bentrokan-bentrokan
4) Melaksanakan pemasaran wisata dan kebudayaan, seperti yang
menjadi tugas Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Karanganyar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
5) Memberikan bantuan stimulan atau kontribusi dana dalam
pelaksanaan tradisi bersih desa Dukutan (wawancara dengan Ibu
Ismu, 29 Mei 2012).
b. Kendala-kendala dalam upaya pelestarian tradisi bersih desa Dukutan :
1) Banyaknya tradisi-tradisi yang berkembang di Kabupaten
Karanganyar dan wilayah Kecamatan Tawangmangu pada khususnya,
DISPARBUD Kabupaten Karanganyar tidak hanya terfokus pada satu
tradisi saja. DISPARBUD Kabupaten Karanganyar juga harus
memperhatikan tradisi-tradisi yang dikembangkan oleh masyarakat
yang berkembang selain tradisi bersih Desa di Nglurah.
2) Adanya bentrokan antara agama dan tradisi setempat. Pada zaman
sekarang ini banyak kelompok-kelompok atau golongan masyarakat
menganggap bahwa tradisi tersebut merupakan kegiatan yang
musyrik.
3) Keterbatasan bantuan stimulan yang diberikan. Mengingat banyaknya
tradisi-tradisi yang dikembangkan oleh masyarakat Kabupaten
Karanganyar (wawancara dengan Ibu Ismu, 29 Mei 2012).
c. Cara menaggulangi kendala-kendala dalam upaya pelestarian tradisi bersih
desa Dukutan :
1) Kabupaten Karanganyar telah membentuk tim kelompok kerja yaitu
kelompok kerja pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai
sosial budaya masyarakat Kabupaten Karanganyar.
2) Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karanganyar
bekerjasama dengan Kementrian Agama dan Kejaksaan dalam
melakukan pembinaan agar dalam masyarakat tidak terjadi bentrokan-
bentrokan antar golongan atau secara agama.
3) Memberikan pengertian kepada masyarakat dengan sosialisasi baik
secara langsung maupun tidak langsung. Yaitu dengan memberi
pengarahan dan ikut membantu menyatakan bahwa adat tradisi ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
hanya merupakan pelestarian dari adat nenek. Dan bukan merupakan
suatu kegiatan yang musyrik. Karena budaya yang telah ada wajib
dilestarikan sebagai identitas suatu daerah.
4) Mengawasi kegiatan tradisi yang berkembang, agar tidak melenceng
dari aturan dan norma-norma yang ada dalam masyarakat (wawancara
dengan Ibu Ismu, 29 Mei 2012).
d. Rencana pengembangan tradisi bersih desa Dukutan :
Rencana Dinas Pariwisata dan Kebudayaan untuk jangka waktu
kedepan tidak hanya tradisi bersih desa Dukutan, tetapi terhadap tradisi-tradisi
yang ada di lingkup Kabupaten Karanganyar. Dinas pariwisata dan
Kebudayaan Karanganyar akan melakukan beberapa tindakan, antara lain :
a) Melakukan inventarisasi terhadap tradisi-tradisi yang masih benar-
benar dilaksanakan oleh masyarakat Kabupaten Karanganyar.
Pendataan tersebut sangat penting dilakukan agar tidak ada tradisi
yang luput dari pengawasan dan perlindungan dari pemerintah.
b) Tradisi-tradisi yang telah terinventarisasi, menggali potensi yang
ada dalam masyarakat dan dikembangkan dengan INTANPARI,
yaitu bagaimana dibidang kepariwisataan bisa muncul dan
terangkat.
c) Melakukan penggalian dan pengemangan budaya tidak hanya
Dukutan tetapi semua budaya yang ada di Kabupaten Karanganyar
dan mengemas tradisi-tradisi tersebut menjadi dalam program
wisata budaya yang baik. Sehingga akan mengubah masyarakat
sekitar dalam hal perekonomiannya karena program pariwisata
tersebut.
d) Mengembangkan tradisi tersebut, misalnya dengan kesenian. Tetapi
pokok-pokok dari upacara tradisi tersebut tetap dapat dilaksanakan.
Dengan demikian tradisi-tradisi yang ada di Kabupaten
Karanganyar akan tetap bisa dilestarikan (wawancara dengan
Bapak Sukarno dan Ibu Ismu, 26 dan 29 Mei 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Situs Menggung yang menjadi tempat dilakasankannya upacara tardisi
bersih desa Dukutan ini merupakan situs yang berada dibawah perlindungan
Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah. Memang tidak ada
peran yang signifikan terhadap tradisi bersih desa Dukutan yang dilakukan oleh
BP3 Jawa tengah. Perannya hanya dalam hal perlindungan terhadap situs
Menggung ynag merupakan temapat ritual tradisi tersebut (wawancara dengan
Bapak Priyanto, 5 Juni 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Upacara bersih desa Dukutan merupakan suatu tradisi yang masih dilaksanakan
di Desa Nglurah Kelurahan Tawangmangu Kecamatan Tawangmangu
Kabupaten Karanganyar. Desa Nglurah berada sekitar 2,5 km ke arah timur
dari pusat kota Tawangmangu. Curah hujan yang tinggi menyebabkan tidak
banyak tanaman yang bisa ditanam di daerah ini. Budidaya tanaman hias di
daerah ini menjadikan Nglurah sebagai agro wisata di Tawangmangu. Desa
Nglurah hanya 15 % dari luas keseluruhan Kelurahan Tawangmangu yaitu 183
Ha. Desa Nglurah memiliki penduduk 1635 jiwa dengan perincian 832
penduduk laki-laki dan 806 penduduk perempuan.
2. Adanya tradisi bersih desa Dukutan yang berkembang pada masyarakat
Nglurah terdapat mitos yang dipercaya oleh masyarakat setempat. Mitos atau
cerita yang melatarbelakangi bersih desa Dukutan terdapat dua versi yang
berbeda yaitu :
a. Versi Arlangga
Menceritakan dua tokoh yaitu Kyai Menggung seorang pengikut
Airlangga dan musuhnya Nyi Rasa Putih. Pada akhir cerita keduanya
menikah pada hari Selasa Kliwon Wuku Dukut. Karena itu diadakan
tradisi Dukutan di desa Nglurah.
b. Versi Watugunung
Menceritakan Dewi Sinta yang tidak tahu menikah dengan anaknya
sendiri Watugunung dan dikaruniai 28 anak. Watugunung terlibat perang
dengan Dewa Wisnu. Dewa Wisnu berhasil membunuh Watugunung
pada hari Selasa Kliwon wuku Dukut. Dewi Sinta ingin mati dan
meminta kepada Dewa Wisnu agar Dewi Sinta dan anak-anaknya mati
dan masuk surga. Dipercaya bahwa salah satu anak Watugunung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
dikuburkan di desa Nglurah. Untuk memperingatinya warga
memperingati dengan Dukutan
Berdasarkan kedua versi tersebut masyarakat Nglurah lebih banyak
yang mempercayai versi Airlangga, karena kedua arca yang ada di Situs
Menggung dipercaya merupakan perwujudan dari Kyai Menggung dan Nyi
Rasa Putih.
3. Dalam prosesi tradisi bersih desa Dukutan diperlukan beberapa persiapan yang
dilakukan sebelum prosesi dimulai yaitu mengadakan musyarawarah perihal
penetapan besarnya dana, perincian dana dan penarikan dana. Kemudian
melakukan kerja bakti di tempat ritual yaitu situs Menggung. Setiap rumah
diwajibkan membuat seperangkat sesaji berbahan dasar dari jagung, yang
dalam pembuatanya harus memperhatikan pantangan-pantangan yang berlaku.
Dua sesepuh desa dari Nglurah Lor dan Nglurah Kidul masing-masing juga
membuat seperangkat sesaji yang berbeda dengan warga yang lain. pada hari
Senin Wage seluruh sesaji yang dibuat warga maupun sesepuh desa disimpan
dalam tinon yang dipisahkan antara Nglurah Lor dan Nglurah Kidul. Sesaji-
sesaji tersebut ditunggui oleh para lelaki. Upacara Dukutan dilaksanakan tepat
pada pukul 07.00 hari Selasa Kliwon Wuku Dukut. Sesaji dibawa masuk ke
punden oleh beberapa orang laki-laki dengan pintu yang berbeda antara
Nglurah Lor dan Nglurah kidul. Setelah kedua rombongan sampai dilakuakn
beberapa kegiatan seperti, pembakaran dupa, pengikatan patung-patung dengan
iket dari tinon, pembacaan do’a oleh sesepuh desa, pembagian air sumber, dan
acara inti yaitu tawuran. Setelah acara tawuran selesai prosesi dilanjutkan ke
situs Kalijaro untuk Nglurah Lor, dan Watulawang untuk Nglurah Kidul. Dan
pada malam harinya dilaksanakan hiburan wayang.
4. Terdapat banyak nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi bersih desa Dukutan
mulai dari uborampe sesaji yang mempunyai banyak jenis dan memiliki nilai
filosofis dan makna yang berbeda-beda. Dalam setiap ritual juga mempunyai
makana filosofis yang mempunyai arti bagi masyarakat desa Nglurah. Selain
itu nilai-nilai budaya dari kepercayaan yang diyakini masyarakat tersebut akan
memberikan acuan masyarakat Nglurah dalam berperilaku, yang semuanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
diajarkan dalam tradisi bersih desa Dukutan. Dilihat dari nilai spiritual adanya
kepercayaan masyarakat terhadap nenek moyang yang melindungi desa mereka
menjadikan tradisi bersih desa Dukutan sebagai media interaksi dalam
menghormati roh nenek moyang dan memberikan ketenangan jiwa karena
masyarakat percaya nenek moyang akan melindungi desa mereka. Sedangkan
hiburan yang dipilih masyarakat Nglurah adalah wayang yang mempunyai
nilai-nilai seperti nilai hiburan, nilai pendidikan, dan nilai karakter dalam
wayang.
5. Berkembangnya pengaruh kebudayaan modern yang masuk di Indonesia pada
umumnya dan desa Nglurah pada khususnya perlu adanya sikap pelestraian
terhadap suatu budaya asli masyarakat. Dalam upaya pelestarian tradisi bersih
desa Dukutan di tengah kebudayaan modern yang berkembang, perlu adanya
sikap kesadaran dalam pelestarian budaya tersebut. Selain kesadaran perlu
adanya pengembangan sehingga dapat menjadi daya tarik wisata. Usaha
masyarakat dalam pelestarian budaya perlu dukungan dari pemrintah. Dalam
hal ini pemerintah melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Karanganyar telah melakukan upaya-upaya pelestarian terhadap tradisi
Dukutan, misalnya dengan memberikan bantuan stimulan, melakukan
pengawasan, memfasilitasi, dan memberikan pengarahan terhadap masyarakat.
Meskipun dalam upaya pelestarian tersebut terdapat kendala-kendala. Kendala
yang dihadapi oleh masyarakat Desa Nglurah dan Dinas Pariwisata dan
Kebudyaan yang paling utama adalah permasalahan dana dan sebagian
golongan yang mulai meninggalkan tradisi bersih desa Dukutan dengan
berbagai alasan. Sehingga perlu dilakukan beberapa cara untuk menaggulangi
kendala-kendala tersebut.
B. Implikasi
1. Teoritis
Dalam kebudayaan Jawa masyarakat percaya bahwa ada kekuatan gaib
yang dapat diminta pertolongan dalam masalah duniawi dan rohani kehidupan
masyarakat. Agar masyarakat diberi keselamatan oleh roh leluhur, masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Jawa bisanya melakukan selamatan dan bersesaji. Selamatan dan bersesaji sering
kali dijalankan oleh masyarakat Jawa di desa-desa di waktu-waktu tertentu dalam
peristiwa kehidupan sehari-hari Seperti masyarakat Nglurah yang percaya bahwa
di desa Nglurah terdapat roh leluhur yang melindungi desa yaitu Kyai Menggung
dan Nyi Rasa Putih. Masyarakat melakukan sebuah tradisi bersih desa yang
dilakukan setiap hari Selasa Kliwon wuku Dukut yang disebut dengan Dukutan.
Tradisi bersih desa mempunyai beberapa fungsi antara lain : a) Sebagai
pengokohan norma-norma dan nilai-nilai budaya yang berlaku turun temurun.
Seperti pada bersih desa Dukutan dalam setiap perlengkapan dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan Dukutan memiliki nilai-nilai dan norma yang dijunjung
tinggi oleh masyarakat Nglurah; b) sebagai pemersatu masyarakat dan
menumbuhkan kegotong royongan serta solidaritas antar sesama warga sebagai
ikatan persaudaraan antar masyarakat sehingga tercipta ketentraman dalam
kehidupan. Dalam tradisi Dukutan yang melibatkan dua RW ini digunakan
sebagai media pemersatu dan menciptakan kerukunan antar masyarakat; c)
Perlengkapan yang digunakan dalan upacara bersih desa berfungsi sebagai
penolak bala dan permohonan keselamatan. Perlengkapan berupa sesaji yang
dibuat masyarakat Nglurah yang terbuat dari jagung merupakan wujud
persembahan masyarakat terhdap roh leluhur agar senantiasa memberikan
keselamatan bagi masyarakat.
2. Praktis
Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang tradisi bersih desa
Dukutan dan upaya pelestariannya. Sikap pelestarian masyarakat desa Nglurah
terhadap tradisi bersih desa Dukutan perlu mendapat dukungan dari pemerintah.
Sikap tersebut dapat menjadi contoh untuk daerah lain yang memiliki budaya
serupa mengenai pentingnya upaya pelestarian terhadap tradisi budaya yang
berkembang di daerah lain. Sehingga masyarakat dan pemerintah dapat
memanfaatkan potensi budaya tersebut dalam pengembangan wisata budaya
daerah lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
C. Saran
Penulis memberikan saran-saran setelah mengadakan penelitian dan
pengkajian tentang “Tradisi Bersih Desa Dukutan (Studi Kebudayaan Masyarakat
Desa Nglurah Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar)”, saran-saran
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kepala bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Karanganyar.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karangayar diharapkan lebih
banyak memberikan pengarahan dan pembinaan terhadap masyarakat dalam
pelestarian tradisi bersih desa Dukutan dan tradisi lain yang berkembang di
wilayah Kabupaten Karanganyar. Selain itu perlu dilakukan promosi yang
lebih intensif agar dapat merealisasikan tradisi-tradisi budaya tersebut menjadi
daya tarik wisata budaya di Kabupaten Karanganyar tetapi dalam
pengembangannya diharapkan tidak menghilangkan adat nilai-nilai yang ada
dalam tradisi tersebut.
2. Mayarakat Desa Nglurah
Masyarakat Nglurah diharapkan bersikap selektif dalam menerima kebudayaan
dari luar daerah, karena dikhawatirkan budaya baru yang masuk ke dalam
lingkungan Nglurah akan merusak tradisi dari nenek moyang mereka.
Masyarakat Nglurah hendaknya juga turut berperan aktif dalam upaya
pemrintah untuk mempromosikan tradisi Dukutan sebagai daya tarik wisata
budaya di Kabupaten Karanganyar.
3. Peneliti Mendatang
Diharapkan kepada peneliti mendatang yang akan meneliti permasalahan yang
sama yaitu tradisi bersih desa Dukutan dapat membantu melengkapi
kekurangan dalam penelitian ini. Selain itu diharapkan dapat mengembangkan
penulisan penlitian yang dihasilkan agar mudah dan menarik untuk dipelajari.