dialog-kritis antara golongan elit dan warga desa dalam ... · kehidupan bermasyarakat. namun...

41
BAB 2 TEORl dan METODOLOGI 2.1. Pengendalian Masyarakat (PM) dan Pengawasan Sosial (PS) Dalam kenyataan kita senantiasa akan menjumpai bentuk PM dan PS sebagai gejala yang menyertai kehidupan warga untuk mengatur diri dalam kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan sosial, termasuk Sajogyo, yang tidak atau kurang sepakat bahkan menolak penggunaan konsep PM apabila maknanya disepadankan dengan social engineering (SE) atau rekayasa sosial khususnya dalam konteks disiplin sosiologi. Hal ini disebabkan mereka menilai pada konsep tersebut termuat konotasi yang memperlakukan kelompok sasaran sebagai obyek yang dibodohkan ' . Dalarn suatu uraian Sajogyo secara analitis mengaitkan soal tersebut dengan posisi tugas para penyuluh pertanian dalarn konteks pertanyaan apakah mereka melakukan upaya social engineering, engineering sociology atau clinical sociology. Dikatakannya di sini ada unsur engineering karena kita dapat menemukan usaha dinas pertanian yang berkeinginan merobah sikap dan tingkah laku jutaan petani kepada kemajuan, teknik yang lebih produktif, usahatani yang lebih efisien, dan sebagainya. Dengan kata lain di sini ada ciri formal yang menyertai usaha tersebut. Dalam usaha penyuluhan pertanian itu pula, lanjut Sajogyo, kita sekaligus dapat menjumpai adanya unsur clinical sociology manakala para penyuluh pertanian berhadapan dengan para petani yang hendak disuluh di sawah-sawah dan kampung-kampung tempat tinggal mereka dalam kelompok-kelompok informal kecil. Singkat kata menurut Sajogyo pada ujung kesimpulannya, penyuluhan pertanian itu mempunyai momen engineering Lihat Sayw (1991) , SosiM Temp, Pi&to Rwna Baku GUN BBSar IPB,

Upload: vantu

Post on 13-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

BAB 2

TEORl dan METODOLOGI

2.1. Pengendalian Masyarakat (PM) dan Pengawasan Sosial (PS)

Dalam kenyataan kita senantiasa akan menjumpai bentuk PM dan PS

sebagai gejala yang menyertai kehidupan warga untuk mengatur diri dalam

kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang

PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan sosial, termasuk Sajogyo,

yang tidak atau kurang sepakat bahkan menolak penggunaan konsep PM

apabila maknanya disepadankan dengan social engineering (SE) atau

rekayasa sosial khususnya dalam konteks disiplin sosiologi. Hal ini

disebabkan mereka menilai pada konsep tersebut termuat konotasi yang

memperlakukan kelompok sasaran sebagai obyek yang dibodohkan ' . Dalarn suatu uraian Sajogyo secara analitis mengaitkan soal tersebut

dengan posisi tugas para penyuluh pertanian dalarn konteks pertanyaan

apakah mereka melakukan upaya social engineering, engineering sociology

atau clinical sociology. Dikatakannya di sini ada unsur engineering karena

kita dapat menemukan usaha dinas pertanian yang berkeinginan merobah

sikap dan tingkah laku jutaan petani kepada kemajuan, teknik yang lebih

produktif, usahatani yang lebih efisien, dan sebagainya. Dengan kata lain di

sini ada ciri formal yang menyertai usaha tersebut.

Dalam usaha penyuluhan pertanian itu pula, lanjut Sajogyo, kita

sekaligus dapat menjumpai adanya unsur clinical sociology manakala para

penyuluh pertanian berhadapan dengan para petani yang hendak disuluh di

sawah-sawah dan kampung-kampung tempat tinggal mereka dalam

kelompok-kelompok informal kecil. Singkat kata menurut Sajogyo pada ujung

kesimpulannya, penyuluhan pertanian itu mempunyai momen engineering

Lihat S a y w (1991) , S o s i M T e m p , Pi&to Rwna Baku GUN BBSar IPB,

Page 2: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

baik dari segi aplikasi ilmu-ilmu sosial maupun momen clinical sociology,

yaitu pada waktu penyuluh secara langsung membina kelompok-kelompok

petani di desa mencapai kernajuan yang dicita-citakan

Senada dengan itu, Wiradi membahas konsep 'social engineering'

dengan rnenyatakan :

. . . .seperti telah disebutkan, pada tahap awal masuk sosiologi di Amenka Serikat, suasana di sana sedang diiiputi oleh semangat reformasi. lstilah 'social reform' sedang populer. Tetapi lama-kelamaan istilah ini pun ditinggalkan karena dianggap terlalu berlebihan tekanannya kepada moralitas, dan juga karena lebih bersifat radikal. Karena itu, ketika kemudian muncul istilah SE, oleh sebagian ilmuwan istilah ini kadang-kadang dipakai sebagai sinonim dengan 'soc~~al reform.

Namun sebagian besar ilmuwan menganggapnya berbeda bahkan bertentangan, sebab 'social reform' mengasumsikan bahwa 'masalah sosial' itu akarnya terletak pada tata sosial secara keseluruhan, dan karena 'socia/ reform' bertujuan merubah tata-sosial yang ada. Sedangkan SE bertujuan memecahkan 'masalah-masalah sosial' praktis itu sendin secara pragrmatis, sehingga dianggap tak menganggu kelestarian tata sosial yang ada.

Dalam konteks ini Lazarfeld dan Reitz mengatakan bahwa istilah SE

sebenarnya hanyalah semacam metafor bagi peranan ilmuwan sosiologi

dalam peransertanya untuk metakukan perbaikan masyarakat. Namun

demikian dalam perkembangan berikutnya yang terjadi dalam kenyataan

justru menjadi berlawanan dengan makna yang melekat padanya. Hal

terakhir ini oleh kedua penulis Lazarfeld dan Reitz dijelaskannya melalui 3

(tiga) tahap yang menyertai perkembangan sosiologi di Amerika Serikat.

Yang hendak dikemukakan di sini adalah perkembangan pada tahap terakhir

yang dicirikan oleh upaya menuju pengembangan sosiologi terapan. Artinya

sebagai ilmu ia berusaha menjadi sintesa baru antara sosiologi sebagai

Sajogyo (1971: 426-429), Penelifian //mu Sosial dan Aplikasinya, &lam Koentjaraningrat (ed), Metodd i Penelitian Masyarekat, LIPI. Jakarta

09, Gunawan Wired (1996: 7-81, Rekeyasa SosieI dalam Menghadapi Era lndusln'alisasi Pertanian, makalah pada seminar nadonal ' Induslrialisasi. Rekayasa Soial, dan Peranan Pemerintah Dalam Fernbangunan Pertanian, Departemen Pectaniin fU, Jakarta.

Page 3: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

sistem pengetahuan dan praktek kerja sosial dalam memecahkan rnasalah

sosial nyata.

Dengan kata lain menuju pembangunan ilmu sosiologi terapan itulah

hakekat usaha pencarian sintesa baru, yaitu menjembatani kesenjangan

(gap) antara ilmuwan (sosial) dan para penentu kebijakan. Peran ilmuwan

sosial sebagai pengelola proses dialektis antara teori dan praktek seperti itu

yang oleh Lazarfeld semula diberi metafor social engineer. Jadi, bukan

perekayasaan pemecahan masalah itu sendiri .

Terlepas dari masih terdapatnya kontroversi dalam cara memaharni

istilah dan konsep SE dalam kerangka keilmuan, namun seperti telah

disebutkan di atas, di tataran empiris SE atau PM (dan PS) ini adalah suatu

gejala sosial nyata yang senantiasa hadir dalam kehidupan suatu

masyarakat untuk mengatur diri dalam kehidupan berkelompok. PM

merupakan suatu bentuk khas PS, yaitu suatu jenis pengawasan sosial yang

bersifat formal. Makin berkembang suatu masyarakat makin formal pula

bentuk PM dengan segala alat bantu-nya seperti kekuasaan dan hukurn.

Sebaliknya PS adalah PM yang tidak formal dan tidak memiliki alat bantu

khas seperti sangsi hukum apalagi kekuasaan.

Menurut Susanto-Sunario usaha menghimpitkan kepentingan antara

PM dan PS adalah merupakan upaya setiap pemerintah di mana-mana,

karena itu pemerintahan sebagai kekuatan PM perlu selalu mengekang diri

agar sistem pengendaliannya (pemerintahannya) tidak menjurus ke arah

totaliterisme. Belum jelas benar bagi Pound yang mencetuskan istilah SE

pertama kalinya pada tahun 1922, apakah ia memaksudkannya sebagai

pengendalian sistem politik terhadap masyarakat atau sebaliknya sebagai

pengendalian masyarakat terhadap sistem politik, ataupun sebagai suatu

kerja sama antara PM dan PS. Yang penting bagi Pound saat itu hukum yang '

Paul W e l d and JG. Reilz (1975:l-10). An lnbuduction to ApIUed Soddogy , Elsevier, New Yorlc.

Page 4: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

adil perlu berpangkal pada kenyataan psiko-sosiologik suatu masyarakat.

Pendekatan di atas bermakna- untuk mernberikan pengamanan atas

keinginan-keinginan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. PM dengan

demikian harus berusaha mengatasi pertentangan dan persaingan antar

anggotalgolongan masyarakat. Pertentangan ini selalu berasal pada (a)

keterbatasan tersedianya sumberdaya, dan (b) keterbatasan kesernpatan,

serta (c) keterbatasan volume pemenuhan-pemenuhan kebutuhan dasar 5 .

2.2. Etos Komunal

Adalah menarik untuk lebih jauh melihat apa beda PS dengan kritik

sosial. Kritik sosial jelas Susanto-Sunario lebih lanjut, biasanya dinilai

sebagai barometer sosial-politik suatu masyarakat Adanya pendapat-

pendapat yang menginginkan koreksi atau perbaikan dalam masyarakat

menjelaskan adanya gagasan untuk membuka perubahan nilai atau bahkan

sistem nilai apabila berjalan cukup lama dan bersifat pervasif. Sehubungan

dengan adanya pendapat-pendapat yang berbeda dalam masyarakat, maka

seringkali orang menghubungkan faktor kritik sosial dan PS.

Selanjutnya kritik sosial juga sering dihubungkan dengan pendapat

umum yang biasanya menginginkan sesuatu yang baru, atau ha1 yang lama

telah diketahui untuk segera dilaksanakan. Pertanyaannya kini adalah:

Seberapa jauhkah hubungan-hubungan demikian ini tepat ?. Untuk mencari

'jalan ke luar' dari pertentangan ini dengan mengacu pada pemikiran Huxley

dan Huxley oleh Susanto-Sunario mula-mula dibahas mengenai 3 jenis etos.

Astiid Susanto-Sunario (1989:141), Komunikasi Pengendalian dan Komunikasi Pengawasan, Sidr Harapan, Jakarta.

Uhat pula Astrid Susantc4unafio (1990:15), Komunikasi Sebagd Matmntd Utama Antara Pengendalian Masyarakat dan Pengawasan Sosial, Pidato Guru Besar pada Fisjpol-Univemitas I W a , Jakarta.

Page 5: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

Etos tersebut masing-masing adalah etos intuitif, etos nafuralistik, dan etos

evolusionalistiks . Namun sebelum menguraikan lebih lanjut ketiga etos tersebut di atas

perlu ditegaskan kembali makna konsep etos. Etos di sini adalah norma

moral yang pendasaran keberlakuannya datang dari budaya dan sikap

kolektif, yaitu hasil sosialisasi dan internalisasi warga yang bersangkutan.

Pada norma moral ini ada tekanan agar individu-individu warga yang

bersangkutan mengambil sikap tanggung jawab dan kewajiban yang

mengutarnakan pemenuhan kebutuhan bersama secara merata dan adil

(resiprokal). Dalam khazanah kepustakaan ilmu-ilmu sosial. etos ini sering

juga dipahami sebagai kebiasaan, adat, watak, cara berbuat dan beberapa

arti lainnya yang menunjukkan tentang karakter suatu kelompok atas

kelompok lainnya. Etos adalah masalah tentang baik dan buruk, yang bajik

dan yang jahat, yang benar (dalam arti adil) dan yang salah, dan seterusnya.

Etos sosial (dalam studi ini disebut etos komunal) adalah suatu pleonasme,

karena para sosiolog mengartikan etos sebagai sejumlah perangai budaya,

karakteristik yang membedakan satu kelompok dengan kelompok lainnya ' . Dalam uraiannya yang rinci Soekito menyebut suatu pernyataan,

manusia itu selalu mengalami alienasi, selama ia hidup selarna itu pula ia

akan tetap mengalami alienasi. Setiap tindak-tanduk manusia yang

menimbulkan ketegangan-ketegangan, membuktikan kekurangan dirinya.

Alienasi itulah kekurangan kita sebagai manusia yang sesungguhnya dapat

kita kurangi tetapi tidak dapat ditiadakan. Jika kita sebagai manusia telah

menyadari kekurangan yang dicerminkan oleh tindak-tanduk atau

tingkahlaku diri kita sehari-hari, maka kita memerlukan orang lain.

' T.H. Huxley dan Julian Hwdey (1947) dalam Asrtrid S. Sunatio, (1977:E-10). Makna dan ~ungsi kick' Sosial dalam Masyarakaf dan Negam, Prisma, LP3ES. ' Uhat Wiratmo Soekito (1978:M. 1978) Etos SdaI: Suafu Refleksi, Piisma No 11. LP3ES. Jakatta.

Uhat pula Hsruy Pretl FabhiId and 100 authciiiias ((1976: log), Diclona!y Of Sodology And Related Sciences, A Littlefield Adams, New Jersey.

Page 6: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

Kekurangan yang kita alami bukanlah sesuatu yang merintangi kita untuk

berusaha rnenyernpurnaKan hidup kita, melainkan justru merupakan

dorongan. Oleh karena itu keberadaan orang lain merupakan faktor positif

jika dilihat dari sudut etos sosial.

Dengan mengembangkan positif pada orang lain, kita akan lebih

mudah menghayati hak-hak kita, karena kita tidak akan menuntut hak-hak

kita tanpa terlebih dahulu menghormati hak-hak orang lain. Menempatkan

orang-orang sebagai pribadi berarti memperlakukannya sebagai pribadi,

yaitu sebagai seorang yang sebagaimana kita, mempunyai daya-upaya dan

keinginan untuk menyempurnakan hidupnya. Kita harus adil terhadap orang

lain dan kita akan berlaku demikian hanya apabila kita mengakui dalam

perbuatan orang lain terkandung eksistensi berharga. Tanpa pengakuan ini

tidak akan mungkin timbul hidup etis, yang dicerminkan dalam perbuatan

rnembatasi diri dengan sukarela ' . Kembali pada konsep etos yang di awal paragraf ini hendak kita

hubungkan dengan pertanyaan sejauhmana PS, dalam konteks kepentingan

yang berhadapan dengan PM, dan kritik sosial saling berkaitan maka kita

perlu melihat konsep etos itu secara lebih analitis. Seperti telah disebutkan

terdahulu, pertama-tama kita dapat mulai dengan mengajukan uraian apa itu

etos intuitif Etos ini pada dasarnya hendak menggambarkan apa yang oleh

pribadi dianggap benar. Hal ini disebabkan karena manusia dalarn hidupnya

seringkali akan mengalami konflik mental. Hal ini wajar, sebagai manusia ia

juga akan berusaha untuk mengatasi konflik mental ini dengan akibat bahwa

dalam dirinya akan terbentuk dengan sendirinya dasar dari hati nuraninya

dan kesadaran akan moral, sehingga berkembanglah dalam dirinya suatu

Dalam uraiannya Wiratmo Soekito (ibid. 1978: 57) mengupas pendapatpendapat Ricoeur, Hegel, dan Man y a y ksmudan masingmasing Qpemadapkan satu sama lain, khususnya tenteng apa itu alienasl. dan bagaimana mengurangi atau menhbaskan daripadanya untuk kemudan menympmtakan identitas kemanusiaannya.

Page 7: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

0 sistem etos . Di sini walaupun etos menjadi pedoman manusia dalam

kapasitas individu banyak membantunya dalam membentuk- kesadaran

moralnya, namun ditinjau dari segi makro, etos tidak memberi jaminan

kepada individu, apakah secara obyektif yang telah dilakukannya

berdasarkan etos dan hati nuraninya adalah mutlak berada di landasan yang

benar.

Selanjutnya etos naturalistik menurut Huxley lebih ditentukan oleh

evolusi, otoritas, dan tradisi sehingga unsur kesadaran moral lebih

ditentukan oleh unsur biologis-genetik. Tahap dan situasi nyata lingkungan

akan menentukan sifat etos yang dianut suatu kelompok. Etos seperti ini

mirip dengan pendapat para ahli antropologi yang melihat etos tidak terlepas

dari lingkungan dan kelompok. Dalam kondisi naturalistik etos dilandasi

pemikiran prinsip resiprokal karena satu sama lain saling memerlukan, saling

terdorong memberikan kemanfaatan atau kegunaan sehingga tercapai

kemaslahatan sosial.

Etos seperti ini tidak tumbuh pertama-tama oleh prinsip transendental,

melainkan situasi nyata lingkungan sosial, materi dan non-materi. Ritus

agama atau kepercayaan pada gilirannya akan menguatkan pemberian

sangsi yang lebih tinggi, sehingga orang takut untuk berperilaku

menyimpang. Sernua ini akhirnya mempunyai pengaruh psikologis terhadap

individu, sehingga ia tidak mau melanggar apa yang oleh kelompoknya

dianggap baik, supaya ia tidak hilang muka dan akan dinilai sebagai orang

baik.

Menghubungkan etos sosial naturalistik dengan kehidupan komunitas

petani, kita dapat menyimak pada uraian Scott yang melihat bahwa di

kebanyakan komunitas tersebut khususnya yang bersifat pra-kapitalis,

kekhawatiran akan mengalami kekurangan pangan telah menyebabkan

0 T.H. H d e y dan Julian Huxley (1947), Evolution end E W , &lam Asttid S. Swanto, Makna dan Fungsi Krifk SosiaI dan Negara, (1977:4-9) Piisma, LRES. Jakarta.

Page 8: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

timbulnya apa yang mungkin dapat dinamakan secara tepat sebagai etika

subsistensi.

Etika yang terdapat di kalangan petani Asia Tenggara itu merupakan

konsekuensi dari satu kehidupan yang begitu dekat dengan garis batas.

Etika sosial ini pada gilirannya menimbulkan pengaturan-pengaturan (norma)

sosial yang di tataran kehidupan nyata masih kuat bertumpu pada pinsip-

prinsip resiprositas. Lebih tegas lagi Scott menyebut prinsip safety first allas

dahulukan selamat iniiah yang melatar-belakangi banyak sekali pengaturan

teknis, sosial, dan moral dalam tatanan agraris pra-kapitalislO.

Apabila etos intuitif lebih bersifat pribadi, dan etos naturalistik lebih

terikat pada tahap perkembangan biologis dan ikatan kolektif manusia, maka

menurut Huxley etos berdasarkan teori evolusi adalah etos yang bersifat

dinamis. Perkembangan konsep etos hingga ke tahap ini dimungkinkan oleh

perkembangan berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti psikologi.

sosiologi, sejarah, dan lain-lain. Etos berdasarkan teori ini memungkinkan

manusia berkembang dan menjadi lebih dewasa.

Pengertian etos dalam rangka teori evolusi terarah untuk

mengembangkan etos itu sendiri, bukan untuk menghambat manusia. Hal ini

dilakukan dengan memperhatikan lebih banyak pengetahuan dan

pengalaman serta mencari keserasian antara unsur-unsur tadi.

Dengan demikian konsep etos menurut teori evolusi kurang

mengukur benar-tidaknya suatu tindakan berdasarkan ukuran kelompok saja

(sebagaimana yang dilakukan oleh etos naturalistik). Etos berdasarkan teori

evolusi justru menilai manusia dalam keutuhannya dan tidak melihatnya

terlepas dari lingkungan tersebut. Pikiran bahwa etos dalam teori evolusi

melihat perkembangan inividu tidak terlepas dari lingkungannya justru

tercerminkan dalam kenyataan bahwa sumbangan pemikiran ilmiah dan'

10 James Scott (1981: &7), Moral Ekonomi Pefani, LBES, Jakarta

Page 9: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

pengetahuan justru diperlukan sebanyak mungkin. Perkembangan dan

pembentukan suatu moralitas sosial dirasakan hanya dapat te~lujudkan

apabila cukup pengetahuan baru yang menunjang usaha manusia dalam

menganalisa kenyataan apa yang baik dan apa yang buruk.

Apabila pengetahuan rasional diperlukan untuk lebih menjelaskan

kenyataan dan memahaminya serta mencari jawabannya melalui proses

berpikir secara abstrak, maka juga dalam bidang seni-budaya manusia dapat

memperoleh nilai baru (atau nilai lama yang kembali) setelah melalui proses

komunikasi. Etos dalam teori evolusi karenanya tidak berbeda dengan etos

menurut teori naturalistik, yaitu ia tetap mempertahankan nilai

operasionalnya. Namun dernikian etos menurut teori evolusi didasarkan pada

pengetahuan yang luas dan banyak. Kontrol dalam ha1 ini bersifat disiplin diri

karena kepentingan diri dengan adanya disiplin sosial. Manusia menurut

etos evolusionistik ini bersikap dan bertindak dengan berwawasan lebih

komprehensif.

Manusia tetap mencari dan mernperoleh kesempatan untuk rnemenuhi

dorongan-dorongan dalam dirinya akan tetapi tetap rnencari keserasian

dengan lingkungannya. Ini karena ia sadar bahwa ia tidak hidup sendiri dan

juga memerlukan lingkungan itu untuk perkembangannya sendiri. Keserasian

dengan lingkungan dengan demikian tidak merupakan tujuan utama,

melainkan merupakan sarana dan nilai operasional demi perbaikan hidup

individu dengan lingkungannya.

Berdasarkan inilah kritik sosial akan dinilai rnasyarakat. Walaupun

suatu masyarakat tradisi masih banyak memperlihatkan etos naturalistiknya

sehingga mudah terjadi pertentangan antara nilai yang dianut oleh figur-figur

kritis dengan nilai masyarakat, namun dalam proses perubahan dan

pendewasaan suatu rnasyarakat seorang kritikus dapat saja memberika"

surnbangannya. Sumbangan di sini bempa penyadaran pada masyarakat

luas untuk tidak rnempertentangkan nilai atau etos intuitif dengan etos

Page 10: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

kelompok, melainkan bersama-sama mencari jalan keluar dari masalah. Dari

sinilah muncul yang disebut kepekaan sosial (social sensitivity) yang

merupakan awal dari lahirnya kritik sosial.

2.3. Ruang Sosial Semi Otonom: Ajang Dialog Kritis antara Golongan Elit dan Warga Desa Terrnasuk Golongan Periferi.

2.3.1. Kritik Sosial

Kritik sosial, apabila kita tempatkan dalam konteks kehidupan

komunitas desa (petani) sederhana yang masih dilandasi etos naturalistik,

lebih tepat kita sebut sebagai ajang bermusyawarah, ajang bertukar-pikiran

atau ajang bersilaturahmi. Ajang bermusyawarah sebagai wacana interaksi

yang mengembangkan perbincangan dalam kenyataannya memang dapat

terjadi dengan ragam bobot dan skala yang berbeda-beda. Tidak dapat

dipungkiri proses pergeseran ajang sosial biasa menuju ajang

bermusyawarah lebih mudah terjadi apabila pesertanya melibatkan

diantaranya figur-figur kritis (pemuka masyarakat dan kalangan terdidik). Hal

ini wajar karena mereka dengan etos infuitifnya relatif lebih mampu

merumuskan rasa kepekaan sosial dan lebih mampu rnentransformasikannya

dengan bahasa yang pas (cocok) pada khalayak warga desa dalam bentuk

verbal.

Berbicara lebih lanjut tentang para tokoh kritis ini dapat dikatakan

bahwa bagi elit desa yang tampil ke atas berkat pilihan warga seperti Kades,

jelas posisinya sangat sentral karena ia bertanggung jawab untuk mampu

menjembatani dan berkomunikasi antara kepentingan warga desa di satu

pihak dan kepentingan elit politik serta elit dunia usaha dari aras atas-desa

di pihak lain. Sementara para tokoh kritis lain seperti para pemimpin informal

secara teoritik juga berpotensi sama, khususnya untuk menjembatani apirasi . warga desa dan golongan periferi terhadap pimpinan desa (Kades).

Page 11: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

Adalah sangat penting membahas ha1 terakhir ini, karena bagi warga

desa-terutama golongan periferi, apabila kita menghubungkan pembicaraan

kita tentang dimensi politik, jelas ditunjukkan bahwa aspirasi mereka selama

ini tak cukup terakomodasikan dalam institusi-institusi formal seperti

Lembaga Ketahanan Musyawarah Desa (LKMD). Soetrisno mengatakan

kelompok-kelompok (pembangunan) komunitas di pedesaan secara sosial-

ekonomis sesungguhnya sejak lama tidak lagi bersifat homogen sehingga

dapat diduga LKMD lebih berfungsi sebagai wahana yang memperjuangkan

kepentingan golongan elit semata.

2.3.2. Negara dan Penataan Pembangunan Masyarakat Desa (Formal): Korporatisasi Institusi-lnstitusi Formal Desa

Dikatakan lebih lanjut oleh Soetrisno bahwa di negara-negara yang

sedang berkembang, termasuk Indonesia, negara memiliki peranan yang

sentral dalam proses pembangunan. Dimaksudkan dengan kata negara atau

state di sini adalah lembaga pusat yang menjamin kesatuan politis, yang

menata, dan dengan demikian menguasai wilayah yang menjadi wadah

kesatuan politis tersebut. Negara tidak hanya membiayai pembangunan

tetapi juga merencanakan dan melaksanakan pembangunan, sedang

anggota masyarakat hanyalah berfungsi sebagai konsumen pembangunan,

dimana mereka tinggal menerima dan menikmati hasil pembangunan yang

dibiayai dan direncanakan negara. Proses pembangunan seperti itu

mempunyai dampak positif dan segi negatif. Segi positif, proses

pembangunan dapat berjalan dengan cepat dimana target-target yang

ditetapkan negara, dapat dicapai dengan tepat pada waktunya. Namun,

kelancaran pembangunan itu sangat bergantung pada kemampuan negara

menyediakan dana dan kemampuan aparat negara untuk bertindak kreatif. . Hal yang terakhir ini sulit diharapkan mengingat aparat negara terikat pada

peraturan-peraturan dan target yang telah ditentukan dari pusat secara ketat

Page 12: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

dalam melaksanakan pembangunan. Hal ini membuat proses pembangunan

berwarna instruktif daripada bersifat dialogis yang dalam jangka panjang

mengakibatkan masyarakat sangat tergantung pada negara dan aparatnya

dalam ha1 pembangunan."

Soetrisno lebih jauh mengatakan suatu pembangunan dikatakan

berhasil tidak hanya apabila pembangunan itu menaikkan taraf hidup

masyarakat, tetapi juga harus diukur dari sejauh mana pembangunan itu

dapat menimbulkan kemauan dan kemampuan dari suatu masyarakat untuk

mandiri. Artinya, kemauan masyarakat itu untuk menciptakan pembangunan

dan melestarikan serta mengembangkan hasil-hasil pembangunan, baik

yang berasal dari usaha mereka sendiri maupun yang berasal dari prakarsa

yang datang dari luar masyarakat. Dari segi ini negara dan aparatnya

akhirnya tetap merupakan unsur dominan dalam proses pembangunan

pedesaan. Hampir semua departemen memiliki program pembangunan

pedesaan, dimana Kades dan aparatnya tetap merupakan 'titik masuk'

(entry point) yang utama bagi semua program pembangunan pedesaan.

lnovasi dalam beberapa aspek strategi pedesaan di Indonesia

dilakukan juga oleh negara, salah satu yang penting adalah dibentuknya

Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), dan diberikannya fungsi

penasehat bagi Kades pada lembaga tersebut. Namun dalam kenyataannya

LKMD belum dapat berfungsi sebagaimana diharapkan. LKMD masih

merupakan bagian dari perangkat pemerintah desa. Demikian pula inovasi-

inovasi lain yang dikembangkan di daerah pedesaan masih mencerminkan

dominasi negara dalam proses pembangunan. Sentralisme tetap merupakan

ciri dalam proses pembangunan pedesaan di negara kita, dan ini terkait

dengan kenyataan bahwa masyarakat pedesaan khususnya tidak memiliki

'' Loekman Soelrism (1985:16), Massa Penferal Di Pedesaaan Indonesia: Dimensi Ekonomi-Politik, P r i m No. 3, LP3ES, Jakada.

Page 13: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

kelas menengah yang dapat menjadi sumber penggerak pembangunan

-atternatif.

Ada beberapa akibat penting dari kegagalan negara rnenciptakan

kelas menengah. Salah satunya adalah negara dan aparatnya harus menjadi

motor tunggal penggerak pernbangunan (moderninasi) masyarakat.

Sekaligus dengan itu, negara dan aparatnya sering menjadi obyek kritik

apabila terjadi kesalahan dan tidak berhasilnya program moderninasi yang

mereka rencanakan. Kritik ini sering menjadi ketegangan-ketegangan politik

apabila negara dan aparatnya memiliki tradisi yang tidak menghargai makna

kritik dalam proses moderninasii2

Sejalan dengan pendapat Soetrisno, Mas'oed melihat program PMD-

formal sebagai salah satu mata-rantai yang menghubungkan unit politik

negara di satu pihak dan unit politik masyarakat desa di pihak lain. Sebagai

bagian dari proses pembangunan nasional, PMD-formal juga

dikonseptualisasikan sebagai proses pengkonsolidasian berbagai wilayah

teritorial dan pengintegrasian kehidupan masyarakat dalam berbagai dimensi

(sosial, kultur, ekonomi, maupun politik) ke dalam satu unit yang utuh ". Dalam perspektif ini program PMD-formal yang dilakukan pemerintah

mengandung dua proses yang berjalan serentak namun kontradiktif.

Pertama, PMD-formal merupakan proses memasukkan desa ke dalam

negara, yaitu melibatkan masyarakat desa agar berperan-serta dalam

masyarakat yang lebih has. Ini dilakukan melalui pengenalan pelembagaan

baru dalam kehidupan desa dan penyebaran gagasan modernisasi. Kedua,

PMD-formal juga betwujud proses memasukkan negara ke dalam desa. Ini

adalah proses memperluas kekuasaan dan hegemoni negara sehingga

l2 Loekman Soetrisno (1988:1325), Negara dan Peranannya d818m Menciptakan Pembangunan Desa yang Man?$ri, Prisma No.1, LRES, Jakarta.

Mohtar Mas'oed, (1994: 123128), Pditik, BiBiroloasi dan POembangunan, Pustaka Pelajar, Yogyakarla.

Page 14: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

merasuk ke dalam kehidupan masyarakat desa dan sering mengakibatkan

peningkatan ketergantungan desa terhadap negara.

Diungkapkan lebih jauh oleh Mas'oed proses pertama sebenarnya

menjanjikan warga desa kemungkinan untuk dilibatkan dalam pembangunan

nasional. Melalui program PMD-formal warga desa bisa berharap

memperoleh 'akses' ke berbagai jenis sumberdaya pembangunan, material

maupun politik yang dimiliki negara. Berbagai jenis proyek pembangunan,

baik melalui mekanisme PELITA, yang dilaksanakan berbagai instansi

sektoral maupun melalui skema INPRES dan BANGDES (sekarang disebut

PMD), telah berfungsi sebagai penyalur banyak sumberdaya ke pedesaan.

Sebagian besar kebijaksanaan publik itu telah berhasil memobilisasi

penduduk pedesaan sebagai warga dari negara nasional Indonesia, yang

bisa menikmati bagian dari hasil pembangunan secara lebih besar, dan yang

lebih penting lagi bisa menerapkan hak, kewajiban dan tanggung jawab

sebagai warga negara penuh. Dengan kata lain, proses ini bisa membuka

jalan menuju partisipasi, modernisasi, dan mungkin juga demokratisasi.

Namun harapan itu kurang didukung oleh proses kedua dalam PMD-

formal, yaitu proses penetrasi negara ke desa. Pengalaman menunjukkan

bahwa dalam praktek masyarakat desa hanya bisa punya akses ke

sumberdaya kehidupan negara, kalau negara juga punya akses kehidupan

desa. Melalui berbagai aturan main yang mendukung program PMD-formal.

negara menuntut monopoli pengabsahan atas lembaga-lembaga dan

prosedur yang mempengaruhi kehidupan sosial, politik dan ekonomi sehari-

hari warga desa. Penetrasi itu dilakukan antara lain melalui kooptasi atau

pembentukan lembaga baru yang didominasi oleh negara (misalnya, LKMD)

maupun melalui pejabat negara yang ditugaskan di desa.

Lembaga desa yang berbeda dengan bentuk birokratik baku yangs

ditetapkan oleh negara, kehilangan keabsahannya (misalnya, penghapusan

berbagai koperasi yang sudah ada di desa untuk digantikan KUD). Bentuk

Page 15: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

lain kooptasi itu adalah birokratisasi prosedur desa. Saluran yang

seharusnya merupakan pembawa suara desa ke negara berubah menjadi

saluran perintah dari negara terhadap warga desa.

Penetrasi negara ke dalam kehidupan desa itu berjalan efektif selama

Orde Baru antara lain karena dua hal. Pertama, adalah dukungan jaringan

administrasi teritorial militer yang sejajar dengan jaringan administrasi

teritorial sipil. Kedua, adalah sistem perwakilan kepentingan, yang

menghubungkan negara dan masyarakat melalui jaringan organisasi-

organisasi fungsional non-ideologis atau 'korporatisme negara'. Penerapan

mekanisme ini oleh pemerintah Orde Baru, menurut Mas'oed, telah

menghilangkan kemajemukan dalam kehidupan sosial dan politik pedesaan

dan munculah pengorganisasian kepentingan masyarakat dalam wadah

serba tunggal. Di pedesaan ha1 terakhir terwujud melalui organisasi

Pendidikan Kesejahteraaan Keluarga (PKK) yang terutama untuk

menampung kegiatan kaum wanita, Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai

wadah kolektif ekonomi, Karang Taruna untuk wadah kegiatan para

remajalpemuda, dan lain-lain.

Melalui organisasi-organisasi yang berciri korporatis ini negara secara

bersungguh-sungguh mengandalkannya sebagai satu-satunya media

penyambung antara negara dan masyarakat. Karena mekanisme inilah yang

diyakini bisa meminimalkan konflik sosial dan memaksimalkan produktivitas.

Yang dipersoalkan di sini adalah kenyataan bahwa organisasiorganisasi itu

kurang diarahkan pada upaya memperjuangkan kepentingan anggota-

anggotanya, tetapi justru iebih banyak dimanfaatkan oleh pemerintah

sebagai sarana mengendalikan perilaku masyarakat itu sendiri.

Kecenderungan monopolisasi lembaga perwakilan kepentingan itu

justru menimbulkan banyak kesempatan bagi para elit desa yang menempati '

posisi strategis sebagai jembatan antara masyarakat desa dengan aktor-

aktor di luar desa. Menyinggung ha1 terakhir ini Sajogyo mengatakan strategi

Page 16: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

pembangunan desa mencirikan dengan kuat bias kota. Ini dimulai dari

pembentukan- gagasan-gagasan di pusat yang kemudian dikembangkan

lebih lanjut oleh birokrat kota dan teknokrat, dan kemudian ia disebarkan dan

dlterapkan ke daerah-daerah tanpa didahului dengan suatu proses uji-coba14

Dalam konteks yang demikian ini para pemimpin lokal diketahui

menjadi lebih tertarik untuk mengejar karier (dan bisnis) di lingkup atas desa,

dan untuk meraih itu semua mereka rnelakukannya dengan berkiprah pada

proses-proses yang berjalan dari atas-bawah. Dengan demikian dapat

diduga bahwa pemimpin lokal tidak lagi bekerja atas nama lapisan bawah

(golongan periferi) yang sesungguhnya perlu diperjuangkan nasibnya.

Berdasarkan uraian di atas perlu disoroti secara khusus peranan

pemerintah desa, terutama Kades yang semakin berkepentingan untuk

berorientasi ke Iuar desa. Untuk memahami sikap ini perlu diperhatikan dua

hal. Pertama, adalah proses rekrutmen Kades, dan kedua, adalah aneka-

fungsi yang secara aktual dilakukan oleh para pejabat desa tersebut.

Mengenai proses rekrutmen Kades, dari pengamatan Mas'oed dalam

karangannya yang sama ditunjukan bahwa keberhasilan seseorang untuk

menjadi pejabat desa lebih banyak ditentukan oleh wewenang di luar desa

daripada oleh para pemilih dalam desa. Selanjutnya pemahaman mengenai

kecenderungan orientasi ke luar elit desa juga bisa dimengerti dari begitu

banyaknya fungsi yang harus ditangani oleh kepala desa. Fungsi-fungsi ini

rnisalnya di bidang pembangunan pertanian (kredit pertanian) Insus, KUD,

dalam bidang kesehatan (misalnya Keluarga Berencana), penarikan pajak

(misal, PBB), dan lain-lain.

PMD yang dirancang dari atas mendorong penetrasi negara yang

rnendalam dan meluas ke dalam kehidupan pedesaan dan

pengintegrasiannya kedalam kerangka kerja nasional. Selain memberi

Sayogyo (1993:58). AgriwIhrre and lndusbi8Iizatibn In Rural Development, &lam Indonesia's Experience Under The New Order (Jan-Paul Dirkse et ed), KIM Press, Leiden.

Page 17: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

kesempatan kepada penduduk desa untuk menikmati sumberdaya yang

dimiliki negara, program itu juga memaksakan menyeragamkan

pelembagaan desa dengan risiko menghapuskan keunikan lokal. Di hadapan

hukum nasional banyak lembaga-lembaga lokal kehilangan keabsahannya.

Ditambah dengan mekanisme pengendalian masyarakat yang ketat, kondisi

itu rnelemahkan otonomi pedesaan, dan akhirnya memandulkan potensi-

potensi yang ada di sana untuk menurnbuhkan demokrasi.

Memang benar bila dilihat dari latar belakang sejarah lebih ke

belakang, maka dalam kenyataannya sebelum kedatangan VOC ke

Indonesia sekali pun, pusat kerajaan-kerajaan di Jawa sudah banyak

mencampuri otonomi desa yang kemudian diintensifkan oleh masa

penjajahan setelah pada tahun 1799 VOC peranannya diarnbil alih oleh

pemerintah Hindia Belanda.

Hal itu menurut Tjondronegoro merupakan sebagai awal rnulanya

demokrasi 'primitif di daerah pedesaan semakin terdesak dan dihambat

pertumbuhannya pada tingkat masyarakat pedukuhan. Lebih lanjut dikatakan

Tjondronegoro, dapat dihayati bagaimana lewat kebijaksanaan Van den

Bosch dengan Cultuw stelsel-nya (1830-1870) misalnya, mengakibatkan

makin menguatnya proses campur tangan dari pihak atas-desa untuk

menggali sumber kekayaan bumi kepulauan kita terutama di bidang

pertanian sesuai dengan kebutuhan negara penjajah pada rnasa itu. Campur

tangan tersebut memanfaatkan pola masyarakat yang sudah ada, dan

sebagian berfungsi sebagai feodalI5 .

Page 18: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

2.3.2.1. Korporatisasi dan lmplikasinya Terhadap Pelayanan Kepentingan Umum

Adalah menarik untuk mengungkapkan lebih jauh masalah gejala

korporatisasi institusi-institusi formal pembangunan desa di atas.

Sebagaimana telah disinggung pemerintah secara sengaja telah

mengintroduksikan sejumlah institusi formal yang dimaksudkan untuk

melancarkan jalannya pembangunan khususnya yang diprakarsai dari atas-

desa, termasuk di sini institusi pemerintahan desa. Dalam kaitan ini menarik

untuk memperhatikan arti korporatisasi institusi-institusi formal

pembangunan desa itu dalam konteks wacana yang lebih luas dan

implikasinya terhadap pelayanan kepentingan umum..

Sebagaimana telah dijelaskan di muka korporatisasi yang

dimaksudkan di sini menunjuk pada gejala perlakuan atas institusi-institusi

formal pembangunan desa yang cenderung atau bahkan sepenuhnya

dikelola sebagai unit perwakilan kepentingan negara yang fungsi dan tujuan-

tujuannya ditata secara hirarkhis oleh negara dan bersifat memaksa.

Penataan ini berhubungan dengan kehendak memberikan monopoli

perwakilan negara untuk suatu kepentingan sesuai dengan kategori fungsi-

yang diembannya. Selanjutnya untuk menjamin kelancaran atas kepentingan

itu, kepada institusi-institusi yang bersangkutan oleh negara dikenakan suatu

syarat, yaitu mereka harus tunduk kepada pengawasan tertentu dalam

pemilihan pimpinan serta dalam artikulasi tuntutan dan dukungan.

Sebagai konsekuensi dari ciri institusi yang bersifat korporatis ini

dalam konteks kegiatan PMD yang diprakarsai dari atas-desa adalah makin

kokohnya cara-cara pendekatan yang teknokratis dan paternalistik. Dengan

kata lain, pendekatan serupa ini hanya menyebabkan masyarakat desa

menjadi obyek semata dan keikutsertaan mereka dalam proses

pembangunan lebih disebabkan oleh proses mobilisasi daripada hasil

partisipasi yang pro-aktif. Tentu saja uraian yang hanya menyentuh konteks

Page 19: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

aras mikro (desa) saja masih memerlukan penjelasan teoritis untuk

mendapatkan pemahaman yang lebih makro (aras negara). Dengan kata lain

pertanyaan berikutnya adalah bagairnana sebenarnya proses korporatisasi

pada institusi-institusi formal desa apabila hendak kita jelaskan dalam

konteks yang lebih makro (negara).

Menjawab ha1 ini Budiman rnenghubungkan gejala korporatisasi ini

dengan faktor kemandirian dan kenetralan negara. Dengan gejala

kemandirian negara yang dimaksud adalah inisiatif yang diambil negara

dalam menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaannya. Negara yang mandiri

adalah negara yang secara sepihak mengambil inisiatif untuk menentukan

kebijaksanaan-kebijaksanaannya. Jelas bahwa negara ini tentunya

merupakan negara yang secara politis kuat. Peran negara seperti ini oleh

Stephan sebagaimana dikutip oleh Budiman disebut Negara Organis. Negara

organis adalah negara yang punya kemauan dan kepentingan sendiri dan

melakukan intewensi ke dalam kehidupan masyarakat. Konsep kemauan

dan kepentingan sendin dari negara adalah kesejahteraan dan kemajuan

masyarakat. Konsep kebaikan umum, dengan keharusan moral yang

dibebankan kepada negara untuk menyelenggarakan kesejahteraan

masyarakat, membuka kesempatan untuk merumuskan dan dengan inistiatif

sendiri memaksakan perubahan-perubahan besar kepada sebuah

rnasyarakat. Jelas dalam konsep teori Negara Organis ini, negara yang

menjadi lembaga politik yang paling penting" .

Dihubungkan dengan faktor kedua yaitu kenetralan negara maka perlu

dijelaskan lebih dahulu apa yang dimaksud dengan konsep tersebut.

Budiman menyebut negara dikatakan netral, bila kebijaksanaan-

kebijaksanaan yang dijalankannya bersifat melayani kepentingan umum,

l6 Arief Budiman (1882: 4-7), Bentuk Negara dan Pemerataan Hasil-hasil Pembangunan, LPBES, Jakarta.

Alfred Stephan, (1 978:12), The Sfate and Sodety, seperti dikutip oleh Budiman (Ibid 1982: 4).

Page 20: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

bukan kepentingan elit negara tersebut. Jadi yang dipakai sebagai ukuran

kenetralan di sini adalah hasil kebijaksanaan-kebijaksanaan yang

dikeluarkan oleh sesuatu negara.

Kenetralan negara ini apabila dibahas lebih jauh membawa kita

kepada dua pemikir besar. Hegel seperti dikutip Budiman percaya kalau

warga dibiarkan mengatur dirinya sendiri, maka akan terjadi kekacauan

karena masing-masing warga akan memperjuangkan kepentingan

subyektufnya melawan kepentingan subyektif warga lainnya. Ini adalah tesis

dan anti-tesis yang sintesisnya ditemui dalam pewujudan lembaga negara.

Negara bagi Hegel merupakan penjelmaan dari kepentingan urnum

masyarakat. Kepentingan umum ini sebenamya merupakan kepentingan

warga juga. Dengan mengikuti kepentingan umum, warga sebenarnya

sedang membela kepentingan dirinya sendiri.

Namun dalam kenyataannya, kebijaksanaan-kebijaksanaan negara

seringkali hanya menguntungkan sekelompok orang dalam masyarakat.

Karena itu Marx beranggapan negara wma alat dari segelintir orang yang

berkuasa di masyarakat. Negara hanyalah alat dari klas yang berkuasa.

Menurut Marx Hegel melakukan kesalahan metodologis. Seharusnya, ide

diperoleh dan diangkat dari kenyataan yang empiris, bukan sebaliknya.

Aspek kedua dari kenetralan sebuah negara, yakni proses

pengambilan keputusannya apakah dijalankan secara demokratis atau tidak.

Pengambilan keputusan yang lebih mengikut-sertakan kelompok-kelompok di

dalarn masyarakat lebih memungkinkan terjadinya kebijaksanaan-

kebijaksanaan yang melayani kepentingan umum. Sebaliknya, bila

pengambilan keputusan tidak demokratis maka kebijaksanaan-kebijaksanaan

yang dikeluarkannya tidak atau kurang mencerminkan kepentingan umum.

Pada titik ini, berdasarkan anggapan umum di atas, kita dapats

mengatakan bahwa proses yang demokratis merupakan salah satu aspek

kenetralan negara. Di sini negara tidak memaksakan kehendaknya dalam

Page 21: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

menyusun kebijaksanaan-kebijaksanaannya, melainkan membiarkan agar

masyarakat turut berpartisipasi. Dalam kaitan inilah kita sampai pada

pengertian Negara Pluralis. Negara Pluralis adalah negara yang tidak

mandiri dalam arti negara tersebut tidak mengambil inisiatif dan memasukkan

kepentingan-kepentingannya sendiri dalam menyusun kebijaksanaan-

kebijaksanaannya. Semua disusun secara demokratis, dengan partisipasi

penuh dari warga masyarakat, baik secara perseorangan maupun sebagai

kelompok dalam suatu proses politik yang bersaing. Hasilnya,

kebijaksanaan-kebijaksanaan negara selalu melayani kepentingan umum.

Semacam bentuk antara Negara Pluralis dan Negara Organis ialah

Negara Korporatis. Di sini negara mengambil inisiatif sendiri untuk berperan,

tetapi dalam melakukan kebijaksanaan, negara ini memilih atau membentuk

kelompok-kelompok berdasarkan kepentingan-kepentingan yang ada di

dalam masyarakat dan meminta wakil-wakil kelompok tersebut untuk duduk

dalam salah satu lembaga negara. Peran wakil-wakil ini adalah memberi

masukan-masukan pendapat yang oleh Negara Korporatis kemudian diolah

untuk menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan politiknya. Dengan

demikian, proses demokratis yang dijalankan oleh negara merupakan

proses demokratis yang datang dari atas, dan sifatnya terbatas.

Teori negara korporatis ini di Indonesia terasa sekali dianut oleh rezim

yang berkuasa selama PJP I. Di Indonesia semboyan yang paling dikenal

dalam kerangka negara korporatis adalah rakyat masih bodoh, karena itu

negaralah yang akan merumuskan pembangunan untuk rakyat.

2.3.3. Ruang Sosial Semi Otonom dalam Konteks Teori Kritis

Penataan terhadap institusi-institusi formal desa oleh negara telah

membawa fungsi dan tujuan-tujuan institusi-institusi formal terkungkung

dalam struktur yang bersifat hirarkhis. Implikasinya, baik dalam proses

proses pemilihan pimpinan maupun dalam mengartikulasikan tuntutan dan

Page 22: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

dukungan, kinerja institusi tersebut menjadi terbatasi oleh kendali negara.

Seperti kita ketahui penataan institusi ini berhubungan dengan kehendak-

negara untuk memberikan monopoli pelwakilan untuk suatu kepentingan,

sesuai dengan kategorinya masing-masing.

Bertolak dari pengertian ini penting bagi kita memahami sampai mana

ajang-ajang sosial yang eksis dalam komunitas lokal mampu memaknai

dirinya sebagai ruang (sosial) semi-otonom. Artinya, ajang sosial yang

bertransformasi menjadi suatu wacana publik yang menggelar di dalamnya

interaksi-interaksi yang menghasilkan dialog-dialog (kritis) antar warga,

khususnya dalam rangka menjabarkan secara reflektif kegiatan-kegiatan

PMD-formal sehingga kepentingan antar golongan dapat diakomodasikan.

Dikatakan sebagai ruang sosial sosial semi-otonom karena ia menunjuk

pada suatu fakta bahwa ruang kecil ini dapat menghasilkan kesepakatan-

kesepakatan, aturan, nilai-nilai, bahkan adat-istiadat. Namun sejajar dengan

itu ruang tersebut rentan terhadap aturan-aturan atau desakan-desakan

kekuasaan yang datang dari luar.

Merujuk kini pada Teon Kritis yang ditemukan oleh Habermas dari

pikiran Marx adalah menarik untuk kita kaji relevansinya dengan makna

keberadaan ruang sosial semi-otonom sebagai ajang proses interaksi yang

mengembangkan dialog kritis antara golongan elit dan warga desa, termasuk

golongan periferi. Inti pikiran Marx dalam ha1 ini adalah upaya untuk

merangsang kesadaran mereka yang tertindas terhadap kemungkinan

pembebasannya. Berhadapan dengan penindasan yang dialami kaum buruh

dalam sistem kapitalisme Marx membongkar kepercayaan bahwa hukum

ekonomi kapitalistik adalah suatu yang alamiah dan abadi. Kapitalisme

adalah hasil kerja manusia itu sendiri. Berbagai penindasannya bukan suatu

yang tinggal diterima saja, dan apa yang tampak sebagai hukum positif di

bidang ekonomi adalah perbuatan rnanusia itu sendiri, hasil sejarah,

Page 23: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

sehingga terbuka untuk perubahan. Dengan demikian Marx membuka jalan

ke tindakan emansipasi.

Namun menurut Habermas, Marx tidak mempertahankan

pendekatannya secara konsisten. Marx di bawah saintisme abad 19,

memahami teorinya lebih sebagai pola teori ilmu alam: sebagai teori obyektif

yang sekedar mendeskripsikan hukum-hukum obyektif perkembangan

masyarakat, daripada sebagai suatu kegiatan kritis. Habermas dalarn

hubungan ini bicara tentang salah paham positivistik Marx terhadap teorinya

sendiri. Sebagai akibat teorinya menjadi dogma sehingga berakibat

kehilangan daya pembebas.

Marx merosot menjadi seorang positivis sosial, karena menurut

Habermas ia mereduksikan manusia pada satu macam tindakan saja, yaitu

pada kerja. Marx lupa melihat makna komunikasi, yaitu interaksi simbolik

timbal-balik antar manusia, yang sebenarnya. Marx memang mencoba

memahami interaksi tersebut, sebagai perkembangan pekerjaan, tetapi

menurut Habermas ha1 itu tak memungkinkan. Pekerjaan dan interaksi

komunikasi adalah dua macam tindakan manusia yang walaupun saling

mengandaikan, saling mengantarkan dan berkaitan erat, namun tidak dapat

dikembalikan satu sama lain.

Dengan kata lain Marx hanya memahami interaksi (komunikasi) hanya

sebatas dimensi pekerjaan saja, sehingga tak mengherankan teorinya gagal

sebagai teori emansipatif. la hanya mengembalikan seluruh perkembangan

masyarakat pada perkembangan alat-alat produksi. Sementara Haberrnas

menunjukkan meskipun perkembangan alat-alat produksi tetap memainkan

peranan dalam perkembangan masyarakat, namun ia tidak tidak

mempelopori, ia hanya menyusuli suatu perubahan sosial saja.

Pekerjaan adalah tindakan rasional yang memiliki rasionalitas.

sasaran, ia merupakan tindakan instrumental. Tujuan pekerjaan terletak di

luar pekerjaan itu sendiri, karena orang bekerja demi hasil pekerjaan itu

Page 24: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

sendiri. Sebaliknya, komunikasi merupakan interaksi yang diantarkan secara

simbolis, menurut bahasa dan mengikuti norma-norma. Bahasa harus dapat

dirnengerti, benar, jujur dan tepat. Keberlakuan norma-norma itu hanya dapat

dijamin melalui kesepakatan dan pengakuan bersama bahwa kita terikat

olehnya. lnteraksi komunikasi mengembangkan kepribadian orang, melalui

internalisasi peran-peran sosial. Komunikasi yang salah diganjari sangsi.

Perkembangan filsafat sosial sejak jaman Marx di abad ke 19 sudah

disibukkan dengan usaha mempertautkan teori dan praksis. Soalnya adalah

bagaimana pengetahuan tentang masyarakat dan sejarah itu bukan hanya

sebuah kontemplasi saja, melainkan dapat mendorong praksis perubahan

sosial. Praksis disini bukanlah tingkah laku buta naluri belaka, melainkan

tindakan dasar manusia sebagai makhluk sosial, jadi praksis yang diterangi

oleh kesadaran rasionat" . Habermas sudah meneliti bahwa Hegel yang

" llmu pengetahuan dan tekndogi yang semula begitu dipercaya untuk membebaskan manusia dari perbatasanperbatasan alamiah dan aosialnya temyata berkembang menjadi 'idedogi' barn, sebab di dalamnya berlaku 'rasionalitas tekndogis'. Hal terakhir ini me-tgisyaratkan pandangan yang pesimitis berhubung rasio tersebut dinilai begitu berkuasa, sehingga menutup jalm pembebasan. Untuk mengatasi ha1 itu Habermas kemudian mwarkan suatu skema in-tatif untuk memahami rasionalisasi dalam perkembanan sejarah. Skema ini sesungguhnya betldak dari tewi rasionalisasi Weber, yang memusatkan din pada 'tindakan soaial'.

Habems kemudian menjelaskan adanya dua dmensi pada tindakan dasar manusia yaw dsebut 'keja' yaitu manakala manwia menghadapi alam, dan Interaksi' atau 'kwnikasi' manakala manusia menghadapi lingkungan masyarakat Dalam keterangan yaw lain dsebut dua istilah, yaitu lndakan rasimal bertujuan' (tercakup dalam dimensi keja) dan tindakan komunikal (tenakup &lam dmensi komunikasi). Tindakan yang pertama bersifat instrumental dalam arti untuk memenuhi aturan-aturan teknis berdasarkan pengetahuan empitis untuk meramal hasil-hasilnya, dan mernilih sarana-sarana yang tepat untuk mewujudkan tujuan-tujwn ... suatu tindakan yang juga M a t strategis, karena menymtirnbangkan altematif-altematif terbaik. Tindakan instrumental hanya bisa dilakukan tehadq, kenyataan msosial (alam), dan tindakan strategis diterapkan pada kenyataan sosial.

Sementara tindakan kcmunikatif mengacu pa& nm-norma yang d i m t i bersama berdasarkan simbd-simbd yam dpahami t id l balik. Di sini bahasa sehari-hari menjadi sangat penting sebagai medurn tindakan. ~abe&s kemudan membedakan secara analitis dua segi &lam sisknsosial; &lam apa yang disebutnya ssbagai 'kerangka keja institusional'. Ke&a segi tersebut masing-masing adalah, pertama, subsistem 'tindakan rasional-bertujuan', dan subsistem tindakan kmnikatif. Habermas kemudian memperlihatkan bahwa apa yang d W t 'rasionalisasi' berialan timpang, sebab pmses itu sangat memtingkan salah satu sisi sosial, yakni: tindakan rasionalhrtujuan.

Page 25: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

menjadi Bapak seluruh tradisi ilmu-ilmu sosial kritis memahami praksis bukan

hanya sebagai 'kerja', melainkan juga sebagai 'komunikasi' atau dalam ha1 ini

adalah interaksi sosial. Mengingat praksis dilandasi kesadaran rasional,

rasio tidak hanya tampak dalam kegiatan menaklukkan alam dengan kerja,

melainkan juga dalam interaksi intersubyektif dengan bahasa sehari-hari.

Jadi seperti halnya kerja membuat orang berdistansi dengan alam, bahasa

memungkinkan distansi dari persepsi langsung, sehingga baik kerja maupun

bahasa berhubungan tidak hanya dengan praksis, tetapi juga dengan

rasionalitas.

Hal berikut yang juga digugat oleh Habermas adalah karena dalam

filasafat Marx praksis dipahami secara sempit yaitu hanya sebagai kerja

('paradigma kerja' atau 'paradigma produksi' menurut istilahnya) yang

kemudian diikuti teori kritis. Dalam Marx dikenal istilah perjuangan kelas

revolusioner, yang dimengerti sebagai penaklukan kelas atas kelas. Dengan

demikian pada paradigma ini kritik diasumsikan menjadi penaklukan, dan

dengan ciri ini kritik tak kurang dari rasionalitas yang menyembunyikan

kekuasaan.

Untuk memperlihatkan secara lebih analitis 'kerangka keija institusional' ini, berikut ini skema yang diwsun deh Habennas.

interaksi simbdik

uasan kekuasaan

Page 26: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

Padahal bagi Habermas masyarakat yang mengembangkan interaksi

komunikatif bukanlah masyarakat yang melakukan kritik lewat revolusi

dengan kekerasan, melainkan melalui argumentasi. Berangkat dari sini ia

mengangankan tercapainya tujuan ilmu-ilmu kritis, dengan kepentingan

emansipatorisnya, yaitu membantu masyarakat untuk mencapai otonomi dan

kedewasaan. Otonomi kolektif ini berhubungan dengan pencapaian

konsensus bebas dominasi. Konsensus macam ini bisa dicapai dalam

sebuah masyarakat atau komunitas yang diandaikan reflektif yang berhasil

melakukan komunikasi secara memuaskan.

Di dalam komunikasi itu, para partisipan membuat lawan bicaranya

memahami maksudnya dengan berusaha mencapai apa yang disebutnya

'klaim-klaim kesahihan (validity claims). Klaim-klaim inilah oleh Habermas

dipandang rasional dan akan diterima tanpa paksaaan sebagai hasil . konsensus18. Meskipun dimaksudkan untuk konsensus, interaksi itu sendiri

juga terganggu, sehingga kita tak perlu mengandaikan meraih konsensus.

Dalam ha1 ini Habermas berbicara tentang kritik. Kita melakukan 'kritik

estetis' kalau mempersoalkan norma-norma sosial yang dianggap obyektif.

Kalau diskursus praktis mengandaikan obyektivitas norma-norma itu, kritik

dalam arti ini adalah mempersoalkan kesesuaian dengan penghayatan dunia

batiniah kita.

Bentuk kritik yang kedua disebut 'kritik terapeutis' yaitu kalau kita

menyingkapkan penipuan diri masing-masing pihak yang berinteraksil9 .

la Fransisco Bud Hardiman (1990), mtik Medogi, Petfaufan Pengetahuan dan Kepentingan, Kata Pengantar Franz Magnis Suseno, Kanisius.

l9 Hebermas &lam bukunya 'Knowledge and Human Interest' (1971) menyebut secare rinci enam macam klaim. &&la masinp-masing diri kita dapat b6fsepakat tentang dunia alamiah dan objektif, maka kita mencapai klaim 'kebeneran' (M) kalau sepakat tentang pelaksanaan normanorma dalam &nia sosial, kita mencapai Waim'ketepatan' (rightness}, kalau sepakat tentang kesesuaian antara dunia batiniah dan ekspresi , sesearang, kita mencapai klaim otenlitas atau kejujuran (sincefefy). Sedangkan apabila kita &pat menjelaskan macammacam klaim itu dan menmpai kesepakatan atasnya. kita mencapai Maim comprehensibilitas (comprehensibiIify). Setiap komunikasi yang efektlf perlu mencapei klalmWaim tersekrl &n orang-wang yang m a w be&omudkasi dalam arti menghasilkan Waimltlaim itu, disebutnya dmiliki 'kwnpetensi komunikatif. Masyarakat kmunikatif adalah masyarakat yang melakukan knEk melalui argumentad

Page 27: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

Berdasarkan analisis Habermas tersebut kita dapat memperoleh bantuan

untuk memahami sikap-sikap yang ditunjukkan individu atau kelompok yang

terlibat berperanserta dalam kegiatan pada suatu ruang sosial semi-otonom.

Dihadapkan dengan kepentingan PM dan PS kita dapat mengatakan sikap

golongan elit (Kades dan perangkatnya) sebagai kekuatan PM dapat

diposisikan sebagai melakukan gerakan komunikasi, yaitu dari penguasa

terhadap masyarakat. Sebaliknya warga desa termasuk golongan periferi

sebagai kekuatan yang mengemban kepentingan PS melakukan kegiatan

komunikasi dari masyarakat kepada masyarakat, termasuk di dalamnya

kepada golongan elit.

Melalui analis ini pada gilirannya kita lebih dapat mengerti seberapa

jauh sebuah interaksi yang menghasilkan dialog dapat berlangsung efektif

sehingga dapat memuaskan masing-masing pihak. Seberapa jauh klaim-

klaim dalam proses-proses interaksi serupa itu dapat diraih sehingga

mencapai kompetensi-kompetensi komunikatif. Atau kita juga dapat

mengatakan seberapa jauh masing-masing pihak atau golongan (elit dan

periferi) menjalankan kritik.

2.4. Metodologi Penelitian

2.4.1. Pendekatan Penelitian

Untuk melakukan penelitian ini perfama-tama saya melandasi diri

dengan anggapan bahwa tiap-tiap kehidupan kelompok masyarakat

(komunitas) selalu disertai oleh keberadaan kekuatan PM dan PS. Baik PM

maupun PS ini bertujuan untuk memelihara dan mempertahankan kehidupan

bermasyarakat, yang untuk mendukung efektivitasnya unsur yang disebut

pertama lazimnya didukung oleh perangkat kekuasaan dan bahkan sangsi

Page 28: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

hukum, sedangkan untuk unsur kedua umurnnya didukung oleh aturan,

norma, atau adat istiadat setempatz0 .

Kekuatan yang menggerakkan PM ini, dengan demikian, datang dari

golongan elit sosial, sedangkan kekuatan PS datang dari golongan

masyarakat luas, termasuk golongan periferi. Perwujudan PM dan PS ini

dalam kehidupan sehari-hari tampak pada kegiatan PMD.

Kedua, dalam penelitian ini PM maupun PS saya pahami sebagai dua

kekuatan dan kepentingan yang saling berinteraksi, dalam arti melihat sejauh

mana keduanya menunjukkan gejala untuk saling menghimpitkan dirinya satu

sama lain (assosiatif), atau sebaliknya sampai mana keduanya justru saling

menjauh (dissosiatif). Dalam hubungan terakhir ini aktualisasi norma moral

sosial yang berciri resiprokal saya perkirakan menjadi landasan paling

penting untuk kiprah PM yang dalam kenyataan memberi perhatian cukup

besar pada soal pengamanan pemenuhan kebutuhan dasar warga desa

yang dirasakan banyak orang lebih adil dan bahkan berpihak pada golongan

lemah (periferi). Namun sekaligus dengan itu saya juga tidak hendak

mengingkari kenyataan bahwa perhimpitan PM dan PS juga hanya

dirnungkinkan apabila kepentingan-kepentingan yang dibawakan oleh

masing-masing golongan warga yang bersangkutan terlindungi.

20 Anggapan ini sebagaimana telah diuraikan 8ebelumnya berasal dari tesis yang dajukan deh Astrid SusantPSunario (ibid. 1990: 14). Dikatakannya, &lam masyarakat yang sodah 'maju' atau kor@eks makin banyak masalah yay perlu dipecahkan, sehingga 8esungguhnya m k i n banyak pula persebaran pusat PM dan PS. Dengan demikian peluang suatu perimpitan antara m t i n g a n PM dan PS dalam pmses kegiatan makin kecil te qadi.

Befbeda dengan masyarakat kompleks pada masyarakat yang lebih sed&na, atau lebih tepat disebut komunitas, saya menggaris bawahi pemyataan beliau yang menyatakan peluang perimpitan antara kepentingan PS dan PM lebih mudah terdpta. Mnya secara teoritis PS relatif mudah menjadkan drinya sebagai bagian integral dari instrumen kekuatan PM, sehingga unwr yang dsebut terakhir ini lebih mengandalkan aturan norma, adat istiadat, atau secara umum moral sosial yang hidup dan danut sebagian , besar warga setempat.

Page 29: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

Dengan pengejawantahan etos kornunal yang menjamin keamanan

atas kepentingan masing-masing warga dari beragam golongan yang bersifat

resiprokal secara teoritis akan membawa situasi yang dapat menghindarkan

pengorbanan sosial yang sering diderita golongan periferi akibat ciri

pembangunan yang berwawasan kapitalistik. Dengan PM yang bersatu

dengan PS jelas akan lebih mampu rnengatasi berbagai potensi sengketa

antar sesama anggota masyarakat.

Singkat kata, kesamaan acuan pada etos komunal resiprokal pada

warga dari tiap golongan akan sangat menentukan sejauh mana PS dapat

menampilkan wajahnya sebagai PM yang tidak formal, dan sebaliknya sejauh

mana pula PM dapat berbentuk sebagai PS yang bersifat formal. Diakui

dalam praktek perhimpitan penuh antara PM dan PS tidaklah rnungkin

terwujud seluruhnya, sehingga pertanyaan berikutnya adalah sejauhmana

dapat tercipta suatu ruang sosial semi-otonom yang menggiatkan proses

interaksi antar pihak-pihak yang terkait sehingga berkembang di dalamnya

dialog kritis.

Ketiga, sejajar dengan itu secara ideologis PM dan PS ingin saya

tempatkan dalarn konteks kewajiban moral bersama untuk

mengembangkannya sebagai proses dialog karena Pancasila, falsafah

negara kita, rnemposisikan pembangunan di Indonesia pada ruang yang

memungkinkan bagi kita selaku warga negara untuk rnelakukan suatu

penjabaran kritis-reflektif. Maksudnya, dari kebijaksanaan dan implementasi

kegiatan pembangunan itulah kita justru dituntut suatu kemampuan untuk

rnelakukan pernbebasan dan pada gilirannya pemberdayaan bagi warga

warga desa dalam ha I ini, terutama golongan periferi.

Keempat, dalam perspektif teori pilihan saya untuk memahami

struktur keberadaan PM dan PS sebagai forum dialog dalam berbagai ajang . sosial saya a w dari pemikiran Habermas yang diadaptasikan. Artinya,

karena studi ini bertolak dari perspektif disiplin sosiologi maka yang hendak

Page 30: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

dipahami dan ditekankan dari konsep dan ajang peristiwa dialog dan

komunikasi ini adalah bagaimana proses-prases interaksi yang

menyertainya. Dasar moral dan kepentingan-kepentingan apa yang

melandasi proses interaksi sehingga antar pihak-pihak yang menjadi

partisipan bersedia mencapai konsensus.

Seperti telah disinggung, Habermas mula-mula mendasarkan dirinya

pada asurnsi pokok bahwa interaksi komunikasi dan bekerja adalah ragam

tindakan dasar manusia. Apabila bekerja adalah sikap manusia terhadap

alam, maka interaksi komunikasi adalah sikap manusia terhadap manusia

lain. Dalam pekerjaan hubungan antara manusia dengan alam tidak simetris,

manusia mengerjakan alam ia aktif, sedangkan alam adalah bahan pasif.

Pekerjaan merupakan hubungan kekuasaan karena manusia menguasai

alam melalui pekerjaan.

Sedangkan interaksi komunikasi adalah hubungan simetris atau timbal

balik. lnteraksi komunikasi senantiasa terjadi diantara pihak yang sama

kedudukannya, bukan hubungan kekuasaan. lnteraksi komunikasi hanya

dapat terjadi apabila kedua belah pihak saling mengakui kebebasannya dan

saling percaya.

Berdasarkan konteks pemikiran ini maka persoalan krusial yang

pertama-tama hendak saya ajukan adalah, norma-norma moral apa yang

sesungguhnya sedang mendasari penataan kehidupan masyarakat desa

secara keseluruhan. Pertanyaan ini datang karena dari berbagai studi

ditunjukan ada gejala keterbelahan moral menyusul adanya pengaruh faktor

eksternal yang dibawakan oleh program PMD.

Keterbelahan ini terutama dirasakan lewat kinerja kelembagaan

pembangunan desa, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tatanan

kelembagaan, termasuk makna dan fungsinya. Studi Sajogyo, '

Page 31: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

Tjondronegoro, Nordholt, Mas'oed , dan banyak studi lainnya menunjukan

secaia jelas keterbelahan moral-ini 2' . Disadari gejala seperti ini sudah dialarni desa sejak lama lewat

berbagai dampak kebijaksanaan pemerintah kolonial, antara lain melalui

proses monetisasi ekonomi pedesaan. Narnun gejala PM lewat kekuatan

golongan elit atas-desa, yang diwakili pemerintahan kecamatan dan

kabupaten dalam ha1 ini, terasa makin intensif terutama sejak mernasuki

Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJP I) dimana pemerintah secara

gencar mendirikan institusi-intitusi korporasi (lewat UU pemerintahan desa

No. 5 tahun 1979) untuk menggantikan banyak kelembagaan tradisional.

Dari sini kemudian muncul persoalan-persoalan di pedesaan seperti

Dalam watu makalah yang disampaikan pa& forum FA0 (1972) yang bejudul Modernization W&wt Development In Rural Java, Sayogyo mempeilihatkan penrbahanperubahan yang malanda pedesaaan d Jawa melalui kekuatan PM yang dikelda deh gdongan elit atas desa, baik melalui perangkat hukum, kekuasaaan, maupun alas nama programpmgram penbangunan (modemisad). Perubahanpetubahan tersebut antara lain dlunjukan Iewat kineja pemerintahan desa yang dnilai makin bemri monditik, entitas desa lebih menampakkan ketergantungan yang makin tinggi terhadap sumberdaya luar (misalnya &lam ha1 pengadaan dana). Hukum dan latanan sosial makin berfungsi sebagai penjamin kelanggengan 'statusquo' atas slruktur yang bdaku, &n Itu semua berakibat golongan perifen tidak cukup mernperdeh pehatian.

Stud lain yang menyinggung langsung maupun tak Ian- permasalahan 'ketehlahan moral' masyarakat desa &lam konteks kelembagaan ini juga dinyatakan &lam karya Tjonc!msg~o (op cit 1984: 254). Stud yang menggunakan paradigma 'organisad-lembaga' memisahkan kedua entilas tersebut dengan sejumlah karakteristik pembeda, dimana 'organisasi modem' (ssbagai hasil introduksi pihak atas desa-desa) tedihat sangat dikat deh ketundukan alas kuasa (power complience), sedangkan 'lembaga' Wsi deh alas kebutuhan (need complience). Dikatakan ada bidang mtak yang mambelah antara organisad &n lernhga d pedesaan, sehingga d antara keduanya tdp ta kekurangserasian &lam penjalinan fungsi.

Sementara &ri ilmuwan sosial lainnya. yaitu Nordhdt &lam Ojo Dumeh (1987: 31). parsoalan yang dijumpai diungkapkan &lam turnusan pemyataan: telah terjadi dilema antara pembangunan atas perintah a h parkembangan atas musyawarah. Mnya pare pejabat dalam aparat pemerintahan tewtama mereka yang ferlibai dalam pelaksanaan kebqakan itu, diatas segala-gafanya berkepentingen untuk 'hidup selamat' dalam dstam yang bedaku. Walaupun disamping ilu mungkin q a mmka akan melaksanakan keweiibannya 'sebagaimana patutnya:

Sementara masyarakaf desa (petani) akan menilai kegiatan pembangunan' yang diprakmi pemerintah pusat itu dari sudut dan kepentingan mereka sendid. Dalam ha1 terakhir ini disadari masalah pokok yang dihadapi masymkat petani ialah, di desa terdapat behagai gdongan berdasarkan kepenthgan, masing- masing menurut kadudukan ekonomi- pditik mereka dalam masyaraket ihr.

Page 32: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

lemahnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan PMD khususnya yang

diintroduksikan oleh pihak atas-desa.

Padahal dalam suatu studi di tahun di awal 1970-an Hofsteede telah

melaporkan bagaimana proses-proses yang menghasilkan (menuju) adanya

persetujuan atau penolakan usul-usul dari pihak warga desa oleh

masyarakat desa yang bersangkutan banyak ditentukan oleh hasil-hasil

kornpromi antara para pemimpin informal dengan Kades dalarn proses

pengambilan keputusan. Namun yang membedakan dengan studi ini adalah

tinjauan Hofsteede dipusatkan pada keputusan-keputusan rapat desa,

sehingga keputusan-keputusan pada ajang-ajang sosial lain yang lebih

bersifat informal dan terletak di bawah-desa tidak diberi perhatian" . Dalam kaitan studi ini saya hendak meletakkan anggapan bahwa titik

genting (crucial point) yang memungkinkan terjadinya proses interaksi

dialogis antara kekuatan dan kepentingan PM dan PS dalam suatu ajang

sosial adalah berkaitan dengan sejauhmana etos komunal resiprokal mampu

memberikan pendasaran moral dalam proses tersebut. Dengan kata lain.

sejauh mana ajang sosial yang tergelar dalam kehidupan komunitas desa

setempat mampu bertransformasi menjadi ruang sosial semi-otonom yang

mempertautkan kepentingan golongan elit dan warga desa termasuk

golongan periferi di tataran praksis dalam pendasaran etos komunal yang

bersifat resiprokal.

Dalam konteks ini menempatkan peranan ruang sosial semi-otonorn

dengan lebih proporsional dalam konstelasi penyelenggaraan kegiatan PMD-

formal khususnya yang diprakarsai dari atas-desa adalah sikap yang amat

bijaksana, karena berimplikasi praktis dan langsung. Dengan sikap ini pula

kita dapat berharap kemandegan saluran-saluran formal dapat diatasi,

penjalinan fungsional anfar kelembagaan-kelembagaan PMD dapat '

'' WMF Hofsteede (1971) Decision Making Processes in Four West Javanese Villages, Nijmegen

Page 33: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

diwujudkan, perkembangan atas musyawarah akan mendapatkan tempat

- dibandingkan pembangunan atas perintah, atau modernization without

development diharapkan dapat bergeser menjadi modernization with

development.

2.4.2. Replikabilitas dan Sirkularitas Pokok PeneIitian

Dalam ilmu-ilmu sosial, termasuk sosiologi, lazirn dijumpai suatu

rancangan penelitian (baru) rnengaitkan dirinya secara substantif dengan

karya penelitian yang mendahuluinya. Keterkaitan tersebut dapat menyentuh

sebagian atau mencakup seluruh tahap-tahap penelitian itu sendiri, yang

meliputi pilihan pokok penelitian, konsep-konsep yang digunakan,

metodologi, temuan-temuan, sampai dengan kesimpulan yang ditariknya.

Keterkaitan atau kesejajaran ini sudah barang tentu dapat didorong oleh

alasan yang berbeda-beda, diantaranya adalah untuk melakukan verikasi,

falsifikasi atau perluasan atas pokok penelitian terdahulu. Untuk

menguraikan ha1 ini lebih rinci, pertama-tama perlu dikemukakan dua konsep

yang menjelaskan makna keterkaitan dan perluasan pokok penelitian, yaitu:

Replikabilitas: menerangkan tentang arti pengulangan suatu penelitian

dalam bentuk yang sama. Apabila penelitian memang dapat diulang dalam

bentuk yang sama maka dipercaya kita dapat mengetahui dengan pasti,

apakah keteranganlinformasi yang diperolehnya hanya bersifat kebetulan

saja atau benar-benar sesuai dengan kenyataan (verifikasilfalsifikasi

penelitian).

Sirkularitas: menerangkan tentang sifat berputar dari serangkaian

penelitian-penelitian ilmiah, dimana pokok penelitian yang pernah dikaji

sebelumnya diajukan kembali sebagai pokok penelitian berikutnya, dan

seterusnya. Namun pokok penelitian yang disebut terakhir ini tingkat . kerumitannya berbeda dengan penelitian terdahulu. Singkatnya, melakukan

perluasan pokok penelitian.

Page 34: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

Dalam hubungan dengan replikabilitas dan sirkularitas pokok

penelitian tersebut, maka dapat saya nyatakan bahwa sejak semula

penelitian ini memang mengacu pada sejumlah studi empiris, dimana

sebagian dari landasan teori, temuan, ataupun metodologi penelitian yang

digunakannya saya ajukan kembali. Namun begitu penelitian ini tidak

bermaksud untuk mempercanggih studi-studi terdahulu atau bermaksud

rnelakukan verifikasi ataupun falsifikasi, melainkan digunakan sebagai dasar

pengetahuan empiris.

Studi-studi (karya yang diangkat dari disertasi) tersebut masing-

masing adalah:

1. Sediono MP. Tjondronegoro (1984), Social Organization And Planned

Development In Rural Java, Oxford University Press, Singapore.

2. Nico Schulte Nordholt (1987), Ojo Dumeh: Kepernimpinan Lokal Dalam

Pembangunan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

3. WMF Hofsteede (1971), Decision Making Processes In Four West

Javanese Villages, Nijmegen.

2.4.3. Paradigma Utama ~enelitian"

Penelitian ini melandasi dirinya dengan teori kritis yang mengacu

pada gagasan Habermas dengan adaptasi dan modifikasi di beberapa hal.

Teori kritis ini pada dasamya bertolak dari upaya merefleksikan rnasyarakat

serta dirinya sendiri dalam konteks dialektika struktur-struktur penindasan

23 Lihat Egon G. Guba dan Yvonna S. Lincdn (1994: 107-108), Competing Paradigms in Qualitative Research, &lam Handbodc of Qualitative Research (Norman K. Deiuin dan l m n a S. ed), Sage Publications, London.

Di sini kedua pengarang mewmuskan paradigma &gai suatu seperangkat keyak i~n dasar (basic beliefs) atau pandangan dunia (world view) tentang sifat dunia, tempat individu di dalamnya, dan lingkup kemungkinan hubungan-hubongannya terhadap dunia sefta bagian+agiannya. Paradigma adalah hasil konstruksi manusia. Paradigma mencakup tiga unsur yang saling kaitmngait: (a) ontdogi, yaitu pendinan. mengenai bentuk dan sifat realitas sarta ha1 apa yang dapat diketahui tentang realitas tersebut, (b) epistemologi. yaitu pendinan tentang sifat hubungan antam peneliti dan responden atau tineliti, ha1 yang dapat diketahui dali responden atau tineliti, dan pendinan tentang cara peneliti mendapatkan apa saja yang dia yakini dapat dketahui dad responden atau tineliti. Dalam ha1 ini pilihan ontdogi mengarahkan pilihan epistemologi, dan belikutnya mengarahkan pilihan metodologi.

Page 35: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

dan emansipasi. Walaupun demikian dengan penggunaan teori ini tidak ada

pretensi pada diri peneliti untuk berusaha mengubah situasi sosial secara

serta-merta, walaupun diakui memang terkandung kepentingan praksis, yaitu

bagaimana mendapatkan jalan ke luar (solusi) dari masalah yang sedang

dihadapi. Di sinilah proses-proses interaksi yang asosiatif antar berbagai

pihak seperti peneliti, tineliti, dan para pengambil keputusan di atas-desa

(aparat Dinas PMD tingkat kecamatan dan kabupaten) penting diupayakan,

sehingga dari proses tersebut dapat dihasilkan konsensus-konsensus

(mutual understanding).

Dengan kata lain, melalui pemikiran kritis dalam refleksi-diri yang

dikembangkan dalam studi ini, maka yang ingin peneliti raih dalam studi ini

bersifat ganda, yaitu pertama berupaya untuk menetapkan prinsip-prinsip

dasar, dan kedua kepentingan yang bersifat p r a k s i ~ ~ ~ . Sekaligus dengan ini

dapat nyatakan pula sikap saya selaku peneliti yaitu dengan melakukan

upaya penjabaran yang bersifat reflektif dari proses yang bersifat (inter)

subyektif (hasil kerjasama peneliti dengan tineliti di lapangan) tersebut

diharapkan ada sumbangan yang dapat diberikan. Sumbangan dimaksud

berupa upaya mengangkat masalah-masalah aktual yang mendesak masuk

menjadi wacana sosial (publik), sehingga pada gilirannya memungkinkan

adanya kesepakatan-kesepakatan yang berguna sebagai jalan ke luar

terbaik (saat itu). Penjabaran reflektif yang diartikan di sini saya kaitkan

dengan masalah-masalah yang timbul dari kegiatan PMD-formal 2 5 .

Kesepakatan Inter subyektivitas antara peneliti dan tineliti, termasuk

di sini para pengambil keputusan di atasdesa, untuk selanjutnya akan

diamati dalam pertanyaan sejauh mana ada kesesuaian pemahaman dari

'' Bandingkan Mohtar Buch4 (kata Pengantar, 1993) &lam Tandon Rajesh dan Walter Femandes, Riset Pam'sipatws: Riset Pembebasan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

" Bandingkan Thomas Mc Carthy (Kata Pengantar 1979:Vii) dalam Juergen Habermas. Communication and The Evolution Society. Bacon Press, Boston..

Page 36: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

masing-masing pihak atas pemaknaan situasi dan persoalan yang ada di

lapangan. Subyektivitas peneliti dirumuskan dengan hipotesis-hipotesis

pengarahnya, sementara subyektivitas tineliti diamati dari gagasan-gagasan

yang muncul khususnya dalarn proses-proses dialog yang terjadi dalam

ruang sosial semi otonom2' .

2.4.4. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Di atas-desa peneliti melakukan sejumlah wawancara individu dan

kelompok dengan sejumlah pejabat resmi pemerintah daerah dan para

pemuka masyarakat tingkat kecamatan dan kabupaten untuk mendapatkan

gambaran Sumedang yang lebih komprehensif dan kontekstual. Sekaligus

dengan itu peneliti juga berkesempatan melakukan wawancara kelompok

dengan sejumlah Kades (8 orang) di lingkungan kabupaten Sumedang yang

penting untuk mendukung pemahaman apa saja sesungguhnya masalah

yang secara umum dihadapi desa baik secara terpisah maupun kolektif. Apa

aspirasi yang paling kuat di kalangan para Kades tentang PMD-formal

maupun PMD-swadaya dalam segala dimensi persoalannya..

Sementara di aras desa, menyadari akan begitu banyaknya jumlah

fenomena ajang sosial di kehidupan warga desa kasus tentu saja menuntut

peneliti untuk melakukan cara yang strategis agar bisa memperoleh data

yang diperlukan dan sekaligus valid. Dalam kaitan ini pilihan peneliti adalah

memakai balai desa, rumah kediaman Kades, dan masjid untuk melakukan

pengamatan, dan sekaligus melibatkan diri dalam perbincangan-

perbincangan yang hampir setiap malam terjadi antara Kades dan warga.

Warga dari beragam golongan yang datang berkunjung rata-rata per malam

26 Tineliti yang drnakwdan d sini adalah warga desa dari beragam gdongan yang bertindak sebagai rnitra peneliti. Jadi bukan responden ~eperli yang dikenal &lam penelitian kmnsional d m a ~ pembagian kewenangannya d m p d i t i tirpng. M u disanpaikan lstilah ini digunakan antara lain deh Mohtar B U M dalam kah pengantamya peda buku Walter femandes dan Mesh Tandon (ed, 1985,) Risef Patbkipatoris, Riset Pembebsssn, Gmmda Utama. Jakarta.

Page 37: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

mencapai 5-10 orang, mulai dari warga biasa, guru, pengurus koperasi,

tamu-tamu pejabat kecamatan, kabupaten, dan sebagainya.

Sementara di masjid secara ajeg peneliti mengunjunginya terutama

saat sembahyang maghrib dan isya, karena waktu-waktu tersebut cukup

ramai dengan jamaah, yaitu sekitar 20-25 orang Apalagi mereka juga

merniliki kebiasaan untuk bertukar pikiran sehabis sembahyang malam

tentang berbagai hat terrnasuk soal-soal yang menyangkut kegiatan PMD.

Sudah barang tentu saya juga menggunakan ragam metoda

pengumpulan dan analisis data yang biasa digunakan pada paradigma

penelitian lain yang lebih berciri positivistik dan post-positivistik yang

keduanya ini untuk memberikan gambaran awal tentang situasi sosial lokal.

Dalam ha1 ini saya melakukan cara pengamatan (obse~asi) atas obyek-

obyek visual, pencatatan dan analisis terhadap atas dokumen-dokumen

tertulis, studi riwayat hidup (interpretive biography), dan analisis

antropologis. Hal terakhir ini saya lakukan khususnya untuk rnemahami

fenomena-fenomena bekerjanya ikatan dan kehidupan kekerabatan serta

berprosesnya ajang-ajang sosial yang berkadar sebagai ruang sosial semi-

otonom. Hal terakhir ini dimaksudkan sebagai suatu penganalogian bahwa

proses-proses interaksi yang menghasilkan dialog kritis dalam ruang sosial

semi-otonom merupakan keinginan kognitif yang timbul dari desakan orang

per orang dan kelompok-kelompok untuk mempertahankan dan

melanggengkan kehidupannya. Jadi suatu kepentingan emansipatoris dari

rasio.

Pertu diterangkan lebih lanjut mengenai metoda riwayat hidup ini.

Metoda ini mencakup kajian dan pengumpulan data kehidupan pribadi dan

cerita-cerita yang menguraikan momen-momen penting (turning-point

moments) dalam kehidupan individu. Dengan kata lain pokok bahasan

metoda biografi ini adalah pengalaman hidup seseorang, yang dalam ha1 ini

Page 38: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

penyajian tekstualnya saya gubah dalam teks ilmiah sesuai dengan

relevansinya.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam studi riwayat hidup pada

dasarnya bertolak dari bagaimana manusia (responden) memberikan makna

terhadap hidupnya, khususnya yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa

yang dinilainya penting di aras kehidupan komunitas. Dengan demikian ia

rnenguji suatu kehidupan atau bagian dari suatu kehidupan seseorang

(tokoh) yang didekati melalui pertanyaan individual. Perlu saya garis bawahi

studi riwayat hidup ini digunakan untuk menyajikan tokoh kades yang dalam

studi ini memainkan peranan sentral.

2.4.5. Hipotesis Pengarah

Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik sejumlah hipotesis

penelitian. Hipotesis-hipotesis ini pada dasarnya ditujukan sebagai panduan

kerja studi peneliti di lapangan (working guideline), dibandingkan sebagai uji

kebenaran (truth) yang hendak dibuktikan di lapangan'' . Artinya, dengan

panduan ini lingkup dan arah penelitian diharapkan lebih terpusat dan tajam,

sekaligus dapat membantu untuk menetapkan pilihan yang paling tepat atas

segi-segi praktis yang menyertai penelitian ini. Hal terakhir ini mencakup

diantaranya: cara pengumpulan, analisis atau menafsirkan data, dan cara

pengungkapan atau deskripsinya (presentasi). Di samping itu hipotesis

tersebut sebenarnya juga merupakan cerminan pemahaman subyektivitas

saya atas masalah-masalah di lapangan (komunitas desa kasus) yang akan

diuji kesesuaiannya dengan subyektivitas tineliti, terutama yang muncul dari

hasil dialog dialog kritis pada ruang sosial semi-otonom.

Hipotesis-hipotesis penelitian ini saya susun mengikuti suatu urutan

berpikir sebagai berikut :

-

'' JOhn Creswell, (1994: 69-70), Resemrch Desogn: Qualitative 6 Quanfifative Approaches, Ssge Publication s, London.

Page 39: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

1. Timpangnya kedudukan beragam golongan sosial (di aras materiil) yang

menjadi pendukung beragam institusi PMD-formal bentukan pemerintah

(pernerintah desa dan LKMD) diduga berpengaruh penting pada

pembentukan corak kesadaran internal beragam golongan tersebut (di

aras immateriillnormatif) yang akan mempengaruhi kinerja institusi yang

membawakan PMD formal. Hal terakhir ini diperkirakan akan berbias

elitis khususnya pada proses pencapaian tujuan program-programnya.

2. Pada sisi lain adanya pedoman normatif pada missi yang diemban oleh

institusi-institusi tersebut, yang bertujuan mengangkat kesejahteraan

warga desa khususnya warga golongan periferi (lapisan bawah), diduga

tidak cukup mampu mempengaruhi kinerja institusi yang bersangkutan.

Diperkirakan pedoman normatif tersebut hanya akan berlaku sebagai

kategori imperatif yang bersifat simbolik saja, sehingga tidak mampu

menjalin persambungan rasional dengan sikap dan perilaku yang

berkembang dalam institusi yang bersangkutan.

3. Dalam konteks itu semua praktek PM yang digulirkan pemerintah melalui

prakarsa kegiatan PMD-formal khususnya yang ditujukan untuk

kepentingan golongan periferi diduga hanya akan dikelola secara ad hoc

dan pragmatis saja, tanpa suatu tuntunan norma moral sosial yang

otentik.

4. Kegiatan-kegiatan yang hanya bersifat ad hoc tersebut dinilai akan

menjadi kendala bagi institusi-institusi PMD-formal desa untuk berkiprah

lebih fungsional. Artinya, institusi-institusi ini diduga kurang atau tidak

mampu mentransformasikan beragam gagasan dan program dari atas-

desa menjadi suatu kegiatan PMD-partisipatif yang menumbuhkan dialog

kritis; suatu syarat untuk memahami persoalan dan aspirasi warga desa

secara lebih otentik, terutama mengenai nasib golongan periferi (wargh

lapisan bawah).

Page 40: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

2.4.6. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian mengambil satu kecamatan, yaitu di Kecamatan

Situraja-Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat. Pilihan atas kecamatan

tersebut berdasarkan pertirnbangan, pertarna saya memiliki sejumlah

pengalaman penelitian khususnya di lingkup Kabupaten Sumedang, antara

lain rnelalui penyusunan skripsi Sarjana S-I di akhir tahun 70-an, dan

sejumlah penelitian lain di tahun-tahun berikutnya secara cukup intensif.

Dengan pengalaman-pengalaman ini saya berharap penjalinan hubungan

dengan informan, responden, tineliti, dan pengenalan situasi lapangan tidak

lagi menjadi kendala penting.

Kedua, lokasi Kecamatan Situraja pernah menjadi ajang studi peneliti

asing (Andrea Wilcox Palmer di tahun 1950-an, dan Pudjiwati Sajogyo tahun

70-an) yang tentu saja bermanfaat untuk memberikan bekal kesejarahan.

Selain itu dijumpai gejala pada sejumlah desa di lingkup kecamatan tersebut

yang memperlihatkan variasi cukup menarik dilihat dari intensitas kegiatan

PMD yang berlangsung di dalamnya.

Pada desa kasus penelitian diperlihatkan suatu kernampuan

membangun kegiatan yang relatif berskala besar sehingga mampu

melibatkan berbagai kalangan rnasyarakat bahkan menjangkau partisipan di

luar kabupaten Sumedang itu sendiri. Selain itu desa yang bersangkutan kini

juga dijadikan desa perintis untuk berbagai proyek atau program

pembangunan yang dilancarkan pemerintah daerah.

WaMu penelitian dilakukan sepanjang tahun 1997 hingga awal tahun

1998 secara terputus-putus. Hal ini dilakukan antara lain agar peneliti

senantiasa dapat membuat jarak dengan pokok masalah yang sedang

digeluti dan ini penting untuk mengkritisi arah pelaksanaan penelitian di

sarnping tentunya untuk mendapatkan validitas penelitian.

Secara praktis manfaat yang dapat dipetik dengan upaya terakhir ini

adalah saya selaku peneliti dapat terus rnengupayakan penalaman

Page 41: Dialog-Kritis Antara Golongan Elit Dan Warga Desa Dalam ... · kehidupan bermasyarakat. Namun sebelurn menguraikan lebih jauh tentang PM dan PS ini perlu dicatat ada ilmuwan-ilmuwan

penajaman baru untuk menjawab pokok penelitian ini, misalnya untuk

mengatur pengamatan, menyusun pertanyaan-pertanyaan baru, atau

mengidentitikasi informan, responden, dan tineliti baru, dan sebagainya.

lhtisar

Bab ini berisi pembahasan teori dan metodologi. Pada bab teori saya

mencoba untuk secara konsisten menguraikan sejumlah konsep utama yang

digunakan dalam penelitian ini, yaitu mengenai PM dan PS, etos komunal,

ruang sosial semi-otonom, PMD, dan termasuk mengenai golongan elit dan

periferi.

Selanjutnya masing-masing konsep tersebut dicoba untuk

dipertautkan satu sama lain dalam konteks bangunan teori yang kemudian

dijadikan landasan penelitian ini. Menyertai studi ini dikembangkan

metodologi penelitian dengan teori kritis sebagai paradigma utama. Teori

kritis yang diacu berdasar pada gagasan Habermas dengan berbagai

penyesuaian sehingga dinilai menjadi lebih adaptif dan operasional atau

researchable.

Di dalam uraian metodologi penelitian ini saya menyertai pula uraian

yang mengetengahkan pendekatan penelitian dan secara berturut-turut

diikuti dengan soal replikabilitas dan sirkularitas penelitian, teknik

pengumpulan dan analisis data, hipotesis pengarah, dan akhirnya ditutup

dengan keterangan lokasi dan waktu penelitian.