diagnostic procedure
DESCRIPTION
iiTRANSCRIPT
TUGAS MANDIRIPROSEDUR DIAGNOSTIK
untuk memenuhi tugas mata kuliah Fundamental of Physiology and Nursing Care of Urinary System
Disusun oleh:
Nama : I Ketut Yoga Sedana
NIM : 115070201131008
Kelas : K3LN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS KEDOKTERAN JURUSAN KEPERAWATAN
Malang2013
Konten Pemeriksaan Diagnostik pada Sistem Urinari :1. Urinalisis dan Kultur Urin2. Specific Gravity3. Osmolality4. Renal Function Tests5. Diagnostic Imaging6. Urologic Endoscopic Procedures7. Biopsy
1. Urinalisis dan Kultur Urin
1.1. Definisi
Urinalisis merupakan pemeriksaan uji saring yang digunakan untuk mengetahui
gangguan ginjal dan saluran kemih atau gangguan metabolism tubuh (Strasinger & Schaub,
2001). Urinalisis atau kultur urin adalah salah satu tes laboraturium paling kuno dan paling
umum. Keuntungan dari urinalisis adalah bahwa tes ini non-invasif, spesimen mudah di
dapatkan, hasil dapat diperoleh dengan cepat dan murah .
Informasi dari urinalisis meliputi warna, berat jenis, pH, dan adanya protein, sel darah
merah dan sel darah putih, urobilinogen, bekteri, silinder (cast), dan Kristal.Urine yang normal
tidak menunjukkan adanya protein, bilirubin, urobilirubin, glukosa, keton, bakteri, atau
esterase leukosit. Sedikit sel darah merah, sel darah putih, silinder, dan Kristal adalah temuan
normal.(Nurachmah, Elly. 2000)
Urinalisis adalah pemeriksaan ciri fisik dan komposisi urine yang baru dikeluarkan, yang
dilakukan dengan tujuan:
Skrining : untuk penyakit sistemik atau ginjal
Diagnosis : untuk kondisi yang dicurigai
Penatalaksanaan : untuk memantau perkembangan kondisi tertentu misalnya : kehamilan
dengan hipertensi (Getliffe dan Dolman,1997)
1.2. Indikasi
Urinalisis biasanya dilakukan secara rutin pada saat pasien masuk rumah sakit dan dalam
pemeriksaan skrining praopratif untuk pasien-pasien yang akan menjalani pembedahan
elektif. Beberapa indikasinya antara lain :
Adanya riwayat gejala seperti : disuria, hesitancy, nyeri pinggang, sering berkemih,
pengeluaran sekret uretra
Adanya riwayat kelainan yang dapat mempengaruhi fungsi renal seperti : penyakit kolagen
vaskuler, diabetes mellitus, pajanan terhadap nefrotoksin, infeksi saluran kemih, batu
ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal
Hasil-hasil pemeriksaan fisik seperti : panas yang penyebabnya tidak diketahui, edema
menyeluruh, ikterus, nyeri tekan pada angulus kostovertebralis, abnormalitas kelenjar
prostat.
1.3. Kontraindikasi
Banyak obat dan vitamin yang berefek pada urinalisis. Contohnya, pil vitamin C,
antibiotic dan beberapa obat tertentu yang digunakan untuk penyakit Parkinson, obat
tersebut dapat menyebabkan hasil urinalisis menjadi “false” positif sehingga diperlukan tes
lain untuk mengkonfirmasi hasil. Jadi sebelum dilakukan tes, beritahukan ke dokter obat
atau vitamin yang sedang dikonsumsi.Demam dan latihan berat juga dapat memberikan
hasil “false” positif (National Kidney Foundation, 2002).
1.4. Persiapan alat
a. Cairan antiseptic
b. Cairan sabun
c. Air steril
d. Kassa 4x4 cm
e. Sarung tangan sekali pakai untuk diberikan pada klien wanita
f. Urinal untuk klien pria
g. Strip reagen atau “Dipsticks”
h. Celemek (bila diperkirakan akan terjadi kontak dengan urine)
i. Wadah Urin. Wadah/botol penampung harus bersih dan kering, sebaiknya terbuat dari
bahan plastik, tidak mudah pecah, bermulut lebar, dapat menampung 10-15 ml urine
dan dapat ditutup dengan rapat. Selain itu juga harus bersih, kering, tidak mengandung
bahan yang dapat mengubah komposisi zat-zat yang terdapat dalam urine.
j. Kertas label. Setiap wadah harus dibuat keterangan
1.5. Prosedure
Pengambilan spesimen urine dilakukan oleh penderita sendiri (kecuali dalam
keadaan yang tidak memungkinkan). Sebelum pengambilan spesimen, penderita harus
diberi penjelasan tentang tata cara pengambilan yang benar. Spesimen urine yang ideal
adalah urine pancaran tengah (midstream), di mana aliran pertama urin dibuang dan aliran
urine selanjutnya ditampung dalam wadah yang telah disediakan. Pengumpulan urine
selesai sebelum aliran urine habis. Aliran pertama urine berfungsi untuk menyiram sel-sel
dan mikroba dari luar uretra agar tidak mencemari spesimen urine.
Sebelum dan sesudah pengumpulan urine, pasien harus mencuci tangan dengan
sabun sampai bersih dan mengeringkannya dengan handuk, kain yang bersih atau tissue.
Pasien juga perlu membersihkan daerah genital sebelum berkemih. Wanita yang sedang
haid harus memasukkan tampon yang bersih sebelum menampung spesimen.
Pasien yang tidak bisa berkemih sendiri perlu dibantu orang lain (mis. keluarga atau
perawat). Orang-orang tersebut harus diberitahu dulu mengenai cara pengumpulan sampel
urine; mereka harus mencuci tangannya sebelum dan sesudah pengumpulan sampel;
menampung urine midstream dengan baik. Untuk pasien anak-anak mungkin perlu
dipengaruhi/dimaotivasi untuk mengeluarkan urine. Pada pasien bayi dipasang kantung
penampung urine pada genitalia.
Pada kondisi tertentu, urine kateter juga dapat digunakan. Dalam keadaan khusus,
misalnya pasien dalam keadaan koma atau pasien gelisah, diperlukan kateterisasi kandung
kemih melalui uretra. Prosedur ini menyebabkan 1 - 2 % risiko infeksi dan menimbulkan
trauma uretra dan kandung kemih. Untuk menampung urine dari kateter, lakukan desinfeksi
pada bagian selang kateter dengan menggunakan alkohol 70%. Aspirasi urine dengan
menggunakan spuit sebanyak 10 – 12 ml. Masukkan urine ke dalam wadah dan tutup rapat.
Segera kirim sampel urine ke laboratorium
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan spesimen urine :
a. Spesimen urine pagi lebih pekat dan dapat mencerminkan berbagai keabnormalan
b. Urin tidak boleh dibiarkan pada suhu ruangan karena akan berubah menjadi alkalin,
akibat terkontaminasi bakteri pengubah urea dari lingkungan.
c. Semua spesimen harus disimpan dalam lemari pendingin sesegera mungkin setelah
diambil
d. Pemeriksaan mikroskopik perlu dilakukan dalam waktu 1/2 jam sesudah pengambilan
untuk mencegah dissolusi elemen seluler dan pertumbuhan bakteri (kecuali jika telah
menggunakan metoda steril)
e. Spesimen urin harus diambil dari klien dengan teknik alir tengah menggunakan
kontainer bermulut lebar
Jenis sampel urine :
a. Urin Sewaktu.
Urin sewaktu adalah urin yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak ditentukan dengan
khusus. Urin ini cukup baik untuk pemeriksaan rutin yang menyertai pemeriksaan badan
tanpa tanda khusus. (Gandasoebrata, 2006)
b. Urin Pagi
Urin pagi adalah urin yang pertama kali dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur.
Urin ini lebih pekat dari urin yang dikeluarkan pada siang hari, jadi baik untuk
pemeriksaan sedimen, berat jenis, dan protein. (Gandasoebrata, 2006 )
c. Urin 24 Jam
Urin 24 jam adalah urin yang dikeluarkan dan dikumpulkan selama 24 jam. Untuk
pengumpulan urin ini diperlukan botol yang besar dan dapat ditutup rapat, botol ini harus
bersih dan biasanya memerlukan pengawet. (Gandasoebrata, 2006 )
d. Urin Postprandial
Urin Postprandial yaitu urin yang pertama kali dikeluarkan 1,5 – 3 jam setelah makan,
sangat baik untuk pemeriksaan terhadap reduksi dan kelainan sedimen. ( Gandasoebrata,
2006 )
e. Urin 2 Gelas dan urin 3 Gelas pada Orang Lelaki.
Penampungan ini dipakai pada pemeriksaan urologis dan dimaksudkan untuk
mendapatkan gambaran tentang letaknya lesi atau radang lain yang mengakibatkan
adanya nanah atau darah dalam urin seorang laki- laki. Penderita harus berkemih
langsung ke dalam gelas – gelas itu tanpa menghentikan aliran urinnya.a.
Prinsip pengumpulan spesimen urine 24 jam
Yakinkan klien memahami prosedur
Semua urine harus ditampung dalam 24 jam menggunakan teknik pengambilan steril
Minta klien mengosongkan kandung kemih pada jam tertentu (misalnya jam 8 pagi) lalu
urine dibuang
Kumpulkan urine berikutnya selama 24 jam pada wadah yang memadai dan tertutup
Kumpulkan spesimen terakhir pada jam 8 pagi hari berikutnya
Simpan urine yang terkumpul di lemari pendingin
Mulai dengan kandung kemih kosong dan akhiri dengan kandung kosong pula.
Pengambilan spesimen urin aliran tengah (clean- catch midstream)
1). Instruksi pada pasien laki-laki
a) Buka glans penis dan bersihkan daerah di sekitar meatus dengan sabun. Hilangkan
semua bekas sabun dengan kapas yang dibasahi air
b) Jangan mengumpulkan urin yang pertama kali keluar, buang bagian ini
c) Kumpulkan bagian berikutnya ke dalam botol steril bermulut lebar atau tabung gelas
yang berdiameter besar dengan dilindungi oleh tutup yang steril
d) Jangan mengumpulkan beberapa tetes urin terakhir karena sekresi prostat dapat
masuk ke dalam urin pada akhir pancaran urin
2). Instuksi pada pasien wanita
a) Pisahkan kedua labia agar orifisium uretra tidak terhalang
b) Bersihkan daerah di sekitar meatus urinarius dengan menggunakan spons yang
dibasahi sabun cair
c) Usap perineum dari depan ke belakang
d) Hilangkan semua bekas sabun dengan kapas yang dibasahi air, dengan cara
menghapusnya dari depan ke belakang
e) Pertahankan labia agar tetap terpisah dan lakukan urinasi dengan kuat, tetapi bagian
pertama urin yang memancar keluar jangan ditampung. (Koloni bakteri terdapat pada
bagian distal orifisium uretra; pancaran urin yang pertama akan membasuh dan
membersihkannya dari kontaminan uretra tersebut).
f) Kumpulkan bagian pancaran-tengah dari aliran urin dengan memastikan agar wadah
yang digunakan untuk mengumpulkan specimen urin tidak mengenai alat kelamin.
Pasien yang tidak bisa berkemih sendiri perlu dibantu orang lain (misalnya:
keluarga atau perawat). Orang-orang tersebut harus diberitahu dulu mengenai cara
pengumpulan sampel urine, seperti harus mencuci tangannya sebelum dan sesudah
pengumpulan sampel, serta menampung urine midstream dengan baik. Untuk pasien
anak-anak, mungkin perlu dipengaruhi/dimotivasi untuk mengeluarkan urine. Pada
pasien bayi dipasang kantung penampung urine pada genetalia.
Pada kondisi tertentu, urine kateter juga dapat digunakan. Dalam keadaan khusus,
misalnya pasien dalam keadaan koma atau pasien gelisah, diperlukan kateterisasi
kandung kemih melalui uretra. Prosedur ini menyebabkan 1-2% risiko infeksi dan
menimbulkan trauma uretra dan kandung kemih. Untuk menampung urine dari kateter ,
lakukan desinfeksi pada bagian selang kateter dengan menggunakan alcohol 70%.
Aspirasi urine dengan menggunakan spuit sebanyak 10-12 ml. masukkan urine ke
dalam wadah dan tutup rapat. Segera kirim sampel urine ke laboratorium.
Aspirasi jarum suprapubik transabdominal kandung kemih merupakan cara
mendapatkan sampel urine yang paling murni. Pengumpulan urine aspirasi suprapubik
harus dilakukan pada kandung kemih yang penuh.
1). Lakukan desinfeksi kulit di daerah suprapubik dengan Povidone iodine 10% kemudian
bersihkan sisa Povidone iodine dengan alkohol 70%
2). Aspirasi urine tepat di titik suprapubik dengan menggunakan spuit
3). Diambil urine sebanyak ± 20 ml dengan cara aseptik/suci hama (dilakukan oleh
petugas yang berkompenten)
4). Masukkan urine ke dalam wadah yang steril dan tutup rapat
5). Segera dikirim ke laboratorium
Untuk mendapatkan informasi mengenai kadar analit dalam urine biasanya
diperlukan sampel urine 24 jam. Cara pengumpulan urine 24 jam adalah sebagai berikut.
a) Pada hari pengumpulan, pasien harus membuang urine pagi pertama. Catat
tanggal dan waktunya. Semua urine yang dikeluarkan pada periode selanjutnya
ditampung
b) Jika pasien ingin buang air besar, kandung kemih harus dikosongkan terlebih
dahulu untuk menghindari kehilangan urine dan kontaminasi feses pada sampel
urine wanita.
c) Keesokan paginya tepat 24 jam setelah waktu yang tercatat pada wadah,
pengumpulan urine dihentikan
d) Specimen urine sebaiknya didinginkan selama periode pengumpulan
1.6. Cara Pembacaan secara global
Urinalisis Dewasa Bayi baru lahir Anak
Warna Kuning muda sampai kuning sawo
Kuning muda sampai kuning tua
Tampilan Jernih Jernih JernihBau Berbau khas Berbau khaspH 4,5-8,0 5-7 4,5-8
Berat jenis 1,005-1,020 1,001-1,020 1,005-1,030Protein 2-8 mg/dlGlukosa Negative NegativeKeton Negative NegativeDarah Negative Negative
Sel darah merah 1-2 JarangSel darah putih 3-4 0-4
Sedimen Jarang menimbulkan hialin
Jarang
Urinalisis Pengujian Tahap Satu: Pemeriksaan makroskopik
a. Memeriksa warna dan kejernihan dari sampel urin adalah tes pertama yang dilakukan.
Kelainan pada warna, kejernihan, dan kekeruhan dapat mengindikasikan kemungkinan
adanya infeksi, dehidrasi, darah di urin (hematuria), penyakit hati, kerusakan otot atau
eritrosit dalam tubuh. Obat-obatan tertentu juga dapat mengubah warna urin. Kencing
berbusa sangat mungkin mewakili jumlah besar protein dalam urin (proteinuria).
Beberapa keadaan yang menyebabkan warna urine adalah :
Merah :
o Penyebab patologik : hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen, porfirin.
o Penyebab nonpatologik : banyak macam obat dan zat warna, bit, rhubab
(kelembak), senna.
Oranye :
o Penyebab patologik : pigmen empedu.
o Penyebab nonpatologik : obat untuk infeksi saliran kemih (piridium), obat lain
termasuk fenotiazin.
Kuning :
o Penyebab patologik : urine yang sangat pekat, bilirubin, urobilin.
o Penyebab nonpatologik : wotel, fenasetin, cascara, nitrofurantoin.
Hijau :
o Penyebab patologik : biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas).
o Penyebab nonpatologik : preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.
Biru : tidak ada penyebab patologik
o Pengaruh obat : diuretik, nitrofuran
Coklat :
o Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen empedu.
o Pengaruh obat : levodopa, nitrofuran, beberapa obat sulfa.
Hitam atau hitam kecoklatan :
o Penyebab patologik : melanin, asam homogentisat, indikans, urobilinogen,
methemoglobin.
o Pengaruh obat : levodopa, cascara, kompleks besi, fenol
b. pH
Bagian dari tes ini melihat derajat keasaman air seni. pH urine pada orang normal adalah
4,8 – 7,4. pH di bawah 7,0 disebut asam (acid) dan pH di atas 7,0 dinamakan basa (alkali).
Beberapa keadaan dapat menyebabkan pH urine menjadi basa , misalnya : diet
vegetarian, setelah makan, muntah hebat, infeksi saluran kencing oleh bakteri Proteus
atau Pseudomonas, urine yang disimpan lama, terapi obat-obatan tertentu, atau
gangguan proses pengasaman pada bagian tubulus ginjal. Sebaliknya, pH urine bisa
menjadi rendah atau asam dapat dijumpai pada : diabetes, demam pada anak, asidosis
sistemik, terapi obat-obatan tertentu.
c. Gravitasi spesifik: Bagian dari tes menentukan bagaimana konsentrasi urin. Jika pasien
misalnya mengalami dehidrasi maka berat jenis akan tinggi. Jika orang tersebut sangat
baik-terhidrasi, hasilnya lebih rendah .Diabetes insipidus, suatu kondisi dimana tubuh
mengeluarkannya dalam jumlah besar urin, akan menghasilkan berat jenis yang sangat
rendah.
d. Protein: Adanya protein dalam urin merupakan temuan abnormal. Jumlah protein yang
tinggi dapat menunjukkan bahwa ada masalah dengan fungsi ginjal.
e. Glukosa: Menemukan glukosa dalam urin merupakan temuan yang tidak normal.
Biasanya, ini ditemukan pada pasien dengan diabetes.
f. Keton: Menemukan keton dalam urin bukan merupakan temuan normal. Biasanya,
diabetes adalah penyebab dari keton dalam urin dan dibutuhkan tes lanjutan
g. Leukosit: Leukosit dalam urin biasanya menunjukkan infeksi masa lalu atau saat di saluran
kemih.
h. Darah: Adanya darah dalam urin merupakan temuan abnormal. Namun, tidak mungkin
untuk menentukan penyebab pendarahan tanpa pengujian lebih lanjut. Penyebab umum
termasuk infeksi, trauma, batu ginjal, kanker, operasi pada daerah saluran kemih,
penyakit ginjal, trauma terkait dengan pemasangan kateter urin, dan banyak penyebab
lainnya. Selain itu pada wanita yang sedang menstruasi juga bisa ditemukan darah dalam
urin .
1.7. Peran perawat di Pre , Intra dan post procedure
a. Peran perawat saat Pre dan intra procedure yaitu :
Pertama- tama perawat harus menjelaskan tujuan dari procedure urinalisis ini
kepada klien, menyiapkan berbagai alat untuk keperluan procedure. Urinalisis yang akurat
dipengaruhi oleh spesimen yang berkualitas. Sekresi vagina, perineum dan uretra pada
wanita, dan kontaminan uretra pada pria dapat mengurangi mutu temuan laboratorium.
Mukus, protein, sel, epitel, dan mikroorganisme masuk ke dalam sistem urine dari uretra
dan jaringan sekitarnya. Oleh karena itu pasien perlu diberitahu agar membuang beberapa
millimeter pertama urine sebelum mulai menampung urine. Pasien perlu membersihkan
daerah genital sebelum berkemih. Wanita yang sedang haid harus memasukkan tampon
yang bersih sebelum menampung specimen. Kadang-kadang diperlukan kateterisasi untuk
memperoleh spesimen yang tidak tercemar.
Edukasi yang harus perawat lakukan kepada klien sebelum procedure antara lain
Pada klien laki-laki:
Buka glans penis dan bersihkan daerah sekitar meatus dengan sabun. Hialngkan semua
bekas sabun dengan kapas yang dibasahi air
Jangan mengumpulkan urin yang pertama kali keluar, buang bagian ini.
Kumpulkan bagian berikutnya ke dalam botol steril bermulut lebaratau tabung gelas yang
berdiameter besar dengan dilindungi oleh tutup yang steril
Jangan mengumpulkan beberapa tetes urin terakhir karena sekresi prostat dapat masuk
ke dalam urin pada akhir pancaran urin
Pada klien wanita :
Pisahkan kedua labia agar orifisium uretra tidak terhalang
Bersihkan daerah di sekitar meatus urinarius dengan menggunakan spons yang dibasahi
sabun cair
Usap perineum dari depan ke belakang
Hilangkan semua bekas sabun dengan kapas yang dibasahi air, dengan cara
menghapusnya dari depan ke belakang
Pertahankan labia agar tetap terpisah dan lakukan urinasi dengan kuat, tetapi bagian
pertama urin yang memancar keluar jangan ditampung. (koloni bakteri terdapat pada
bagian distal orifisium uretra ; pancaran urin yang pertama akan membasuh dan
membersihkannya dari kontaminan uretra tersebut)
Kumpulkan bagian pancaran tengah dari aliran urin dengan memastikan agar wadah yang
digunakan untuk mengumpulkan specimen urin tidak mengenai alat kelamin
b. Peran perawat saat intra dan post procedure :
Menggunakan wadah yang bersih untuk menampung spesimen urin.
Hindari sinar matahari langsung pada waktu menangani spesimen urin.
Jangan gunakan urin yang mengandung antiseptik.
Makukan pemeriksaan dalam waktu satu jam setelah buang air kecil. Penundaan
pemeriksaan terhadap spesimen urine harus dihindari karena dapat mengurangi
validitas hasil.
Analisis harus dilakukan selambat-lambatnya 4 jam setelah pengambilan spesimen.
Dampak dari penundaan pemeriksan antara lain : unsur-unsur berbentuk dalam
sedimen mulai mengalami kerusakan dalam 2 jam, urat dan fosfat yang semula larut
dapat mengendap sehingga mengaburkan pemeriksaan mikroskopik elemen lain,
bilirubin dan urobilinogen dapat mengalami oksidasi bila terpajan sinar matahari,
bakteri berkembangbiak dan dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan mikrobiologik
dan pH, glukosa mungkin turun, dan badan keton, jika ada, akan menguap.
mengirim spesimen ke laboraturium setelah diberi label dengan identitas lengkap dari
klien
mendokumentasikan prosedur dan respon klien dalam catatan klien
2. Specific Gravity
2.1. Definisi
Urine specific gravity is determined by comparing the weight of a urine spevimen
with that of an equivalent volume of distilled water, which is 1.000. Because urine contains
dissolved salts and other substance, it’s heavier than 1.000. Urine specific gravity range from
1.010 to 1.025. Specific gravity is measured with a urinometer( a specially calibrated
hydrometer designed to float in the cylinder of urine), a refractometer, which measures the
refraction of light as it passes through a urine specimen, or a reagent strip test.
Urine specific gravity adalah sebuah metode ilmiah untuk menilai dan memonitor
level hidrasi dengan mengukur densitas (konsentrasi) dari sampel urin serta menilai
kandungan kimia yang terdapat pada urin.
2.2. Indikasi
Pada pasien yang mengalami trauma.
Pada pasien yang mengalami penurunan atau kekurangan hormon antidiuretik atau
vassopresin.
Pasien DM, insipidus primer.
Pasien dengan extensive accute renal tubular damage.
2.3. Kontraindikasi
Berikut ini dapat meningkatkan berat jenis urine dan harus dihentikan sebelum pengujian : Dekstran Sukrosa Pewarna kontras intravena (hindari selama setidaknya 72 jam sebelum pengujian)
2.4. Persiapan alat
Urinometer
Gelas ukur
Termometer
Kertas saring
2.5. Prosedur pelaksanaan
1). Masukan urin yang diperiksa ke dalam gelas Urinometer 2/3 bagian atau secukupnya.
2). Busa yang terjadi dihilangkan dengan kertas saring.
3). Masukan tangkai Urinometer ke dalam gelas tersebut.
4). Tangkai Urinometer haris diputar dengan ibu jari dan jari telunjuk supaya tidak menempel
pada dinding gelas Urinometer.
5). Karena putaran tadi,tangkai Urinometer akan terapung ditengah kemudian di baca.
6). Catatlah suhu urin tersebut.
7). Tiap-tiap urinometer telah ditera pada suhu tertentu. Bila suhu urin tidak sama dengan
suhu tera, lakukan koreksi sebagai berikut :
Tambahkan 0,001 pada angka yang dinyatakan urinometer bagi tiap penambahan
suhu 3 0C diatas suhu tera, atau dikurangi 0,001 untuk setiap perbedaan suhu 3 0C
dibawah suhu tera.
2.6. Cara pembacaan secara global
Nilai normal untuk tes ini adalah 1.000 to 1.030. Spesifik gravitasi antara 1,005 dan
1,035 pada sampel acak harus dianggap wajar jika fungsi ginjal normal. Nilai rujukan untuk
urine pagi adalah 1,015 – 1,025, sedangkan dengan pembatasan minum selama 12 jam nilai
normal > 1,022, dan selama 24 jam bisa mencapai ≥1,026. Defek fungsi dini yang tampak
pada kerusakan tubulus adalah kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine. BJ urine
yang rendah persisten menunjukkan gangguan fungsi reabsorbsi tubulus. Nokturia dengan
ekskresi urine malam > 500 ml dan BJ kurang dari 1.018, kadar glukosa sangat tinggi, atau
mungkin pasien baru-baru ini menerima pewarna radiopaque kepadatan tinggi secara
intravena untuk studi radiografi, atau larutan dekstran dengan berat molekul rendah. Kurangi
0,004 untuk setiap 1% glukosa untuk menentukan konsentrasi zat terlarut non-glukosa
Penurunan hasil tes ini menunjukkan :
Aldosteronism
Kelebihan volume cairan
Diabetes insipidus - central
Diabetes insipidus - nephrogenic
Gagal ginjal
Renal tubular necrosis
Infeksi ginjal parah (pyelonephritis)
Sedangkan peningkatan hasil tes ini menunjukkan :
Addison's disease (jarang)
Dehidrasi
Diarrhea yang menimbulkan dehidrasi
Glukosuria
Gagal ginjal yang berhubungan dengan penurunan aliran darah ke ginjal.
Renal arterial stenosis
Shock
Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion (SIADH)
2.7. Peran perawat di tahap pre, intra dan post
Hal pertama yang harus diperhatikan adalah identitas penderita yaitu nama, nomor
rekam medis, tanggal dan jam pengambilan bahan. Identitas ini ditulis pada label di wadah
urine dan harus sesuai dengan formulir permintaan.
Apabila specimen urin telah dikumpulkan tetapi terpaksa menunda pemeriksaan, urine
harus disimpan dalam lemari es suhu 2-80C. penyimpanan dalam lemari es mencegah
dekomposisi urine oleh bakteri.
Urine yang telah disimpan dalam lemari es akan menyebabkan presipitasi fosfat dan
urat amorf serta memiliki berat jenis lebih tinggi bila diukur dengan urinometer. Oleh sebab
itu, sebelum pemeriksaan dilakukan urine harus dibiarkan dahulu mencapai suhu kamar dan
dicampur/dikocok. Pada keadaan tertentu sehingga urine harus dikirim ke tempat yang jauh
dan atau tidak ada lemari es, biasanya digunakan pengawet urine
3. Osmolality
3.1. Definisi
Tes osmolalitas adalah sebuah tes yang digunakan untuk menilai derajat relative
pengenceran atau pemekatan uriin atau darah. Tes ini juga dilakukan untuk mengevaluasi
keseimbangan air, kemampuan tes ini juga untuk menilai kemampuan ginjal untuk
memproduksi urin dan konsentrasinya, mengukur jumlah sodium, untuk mendeteksi adanya
sejumlah toksin seperti methanol dan ethylen glycol, untuk memonitor secara osmotik terapi
aktif obat seperti manitol. Tes osmolalitas ini juga dilakukan untuk memonitor keefektifan
pengobatan untuk beberapa kondisi yang ditemukan.
3.2. Indikasi
a. Pasien dengan sindrom hiponatremia seperti :
Kehausan
Kebingungan
Nausea
Sakit kepala
Letargi
Seizure bahkan koma.
b. Orang dengan keracunan methanol atau ethylen glycol.
c. Orang dengan DM.
3.3. Kontraindikasi
Tidak ada
3.4. Persiapan alat
Kontainer penampung urin
Label identitas pasien
Fotometer Clinicon 4010
Semprit 10 mL, sekali pakai
Tabung reaksi dan rak
Cup eppendorf volume 0.5 mL
Pipet semiotomatik 50 uL
Centrifuge Kubota KN 70
Tip pipet biru dan kuning
Urinometer
Osmometer Osmonat 030 dari Gonotec GmBH
Electrolyte Analyzer (AVL 9120)
Termometer ruangan
Timbangan analitik Ohaus
Pot urin 20 mL
Reagensia:
1). Bahan kontrol dan kalibrator untuk Osmomat 030:
Aqua bidestilata
NaCl solution for Calibration (300 mosmol/kg H2O atau 9.463 gram NaCl/kg H2O)
2). Antikoagulan Sodium Heparin 5 mL, 5000 IU/mL dari B Braun, stabil sampai tanggal
kadaluarsa bila disimpan pada suhu 2 – 8oC.
3). ISE SNAP PACK untuk pemeriksaan elektrolit natrium dengan alat AVL 9120 electrolyte
analyzer
4). Kit Urea
5). Kit Glukosa
6). Reagent Strips for Urinalysis Multistix
3.5. Prosedur pelaksanaan
Sebelum penelitian dimulai, dilakukan kalibrasi pipet serta uji ketepatan dan ketelitian
osmometer 030.
a. Melakukan kalibrasi pipet semiotomatik 50 uL. Kalibrasi dilakukan dengan menimbang air
suling yang dihisap oleh pipet tersebut sebanyak 10 kali. Volume pipet sebenarnya (mL)
dihitung dengan membagi hasil penimbangan dalam gram dengan berat jenis (g/mL) air
suling yag tergantung dengan suhu ruangan pada saat penimbangan, kemudian dihitung
Standar Deviasi (SD), Koefisien Variasi (CV) dan penyimpangan dari volume sebenarnya
(d).
b. Melakukan uji ketepatan dan ketelitian osmolalitas dengan menggunakan Osmomat 030
dan memakai bahan kontrol NaCl soluton for calibration. Uji ketelitian dan ketepatan
dilakukan secara within run sepuluh kali berturut-turut pada hari yang sama. Uji between
day dilakukan sebanyak sepuluh kali pada hari yang berbeda selama penelitian
dilaksanakan. Dilakukan perhitungan SD, CV dan d.
Cara Pemeriksaan:
1. Pemeriksaan Osmolalitas Serum, Plasma dan urin dengan alat Osmomat 030
Prinsip pemeriksaan: Penentuan osmolalitas total suatu larutan dengan membandingkan
titik beku air dan titik beku larutan sampel.
Pada probe Osmomat 030 terdapat thermistor dan jarum logam, suhu pada jarum adalah
0oC sehingga terdapat kristal es pada ujungnya. Pada waktu sample masuk ke super
cooled bath suhu sampe akan turun mencapai -7oC. Segera setelah sampel mencapai
suhu -7oC proses kristalisasi sampel akan berlangsung, dimulai dengan meningkatnya
kembali suhu sampel sehingga tercapai equilibrium pada titik beku sampel sebenarnya.
Pada layar monitor dapat dibaca nilai titik beku larutan sampel tersebut. Besarnya
perbedaan selisih suhu antara air murni dan larutan sampel yang diukur setara dengan
besarnya osmolalitas
Cara Pemeriksaan:
a. Nyaakan stabilizer, kemudian nyalakan alat Osmomat 030. Lakukan kalibrasi zero (nol)
dengan aqua bidestala dengan cara mengisap 50 uL aqua bidestilata tanpa ada
gelembung udara ke dalam cup Eppendorf, letakkan pada measuring vessel holder.
Tekan tombol kalibrasi air zero, baru turunkan measuring vessel holder, hasil harus
menunjukkan 000.
b. Lakukan kalibrasi dengan kalibrator dengan cara mengisap 50 uL larutan NaCl solution
for calibration tanpa ada gelembung udara ke dalam cup Eppendorf letakkan pada
measuring vessel holder. Tekan tombol kalibrasi (cal), baru turunkan measuring vessel
holder, hasil harus menunjukkan 300.
c. Pengukuran sampel:
Ambil 50 uL bahan pemeriksaan, tidak boleh ada gelembung. Tekan tombol untuk
pengukuran bahan pemeriksaan (sampel), baru turunkan measuring vessel holder. Hasil
dinyatakan dalam mOsmol/kg yar g terlihat pada layar.
Setelah pembacaan selesai, cup Eppendorf dilepaskan secara manual dan bahan
pemeriksaan berikutnya dapat langsung diperiksa.
Setelah pemeriksaan selesai, alat dibersihkan dan dimatikan.
2.Pemeriksaan kadar glukosa, ureum dan natrium serum untuk menentukan osmolalitas
serum terhitung
a. Pemeriksaan Kadar Glukosa
Prinsip pemeriksaan: glukosa dengan glukosa oksidase akan membentuk asam glukonat
dan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida merubah warna indikator kolorimetrik
quinoneimine yang dibaca pada 546 nm.
GODGlukosa + H2O Asam glukonat + 2H2O2
POD2H2O2 + 4 – Aminoantipirin + fenol quinoneimine + 4 H2O
Kadar glukosa (mg/dL) = A sampel x 100 mg/dLA standar
b. Pemeriksaan Kadar Ureum
Prinsip pemeriksaan: urea dihidrolisa oleh urase menghasilkan ion ammonium dan CO2.
Ion ammonium bereaksi dengan hipoklorit dan salisilat yang memberikan warna hijau
yang di baca pada 578 nm.
UreaseUrea NH4
+ + CO2
NH4+ + hipoklorit + salisilat warna hijau
Kadar ureum (mg/dL) = A sampel x 50 mg/dLA standar
c. Pemeriksaan Kadar natrium serum dengan AVL 9020 elecrolyte analyzer
Prinsip pemeriksaan: menggunakan prinsip pengukuran Ion Sensitive Electrode (ISE)
Besarnya Osmolaitas terhitung adalah:
Osmolalitas (mOsmol/L) = 2 x [Na] + [glukosa] + [BUN] 18 2.8
Keterangan: BUN = 0.467 x [ureum]
3.Penetapan Osmolalitas terhitung urin berdasarkan berat jenis dengan urinometer.
Penetapan BJ:
a. Ukur suhu ruangan untuk koreksi suhu terhadap suhu kalibrasi urinometer.
b. Isi gelas ukur sampai ¾ penuh dengan urin, masukkan urinometer dengan gerakan
memutar sehingga terapung bebas dan tidak bersentuhan dengan dinding tabung. Baca
BJ setinggi meniskus bawah. Lakukan koreksi terhadap suhu bila terdapat perbedaan
suhu kalibrasi urinometer dengan sampel.
Osmolalitas urin terhitung (mOsmol/L) = (BJ - 1000) x 40
3.6. Cara pembacaan secara global
Harga normal untuk tes ini kurang-lebih 300 mOsm/L (300 mmol/L)
Jika nilai osmolalitas urin meningkat maka pasien diidentifikasi mengalami :
Dehidrasi
DM
Hiperglikemi
Hipernatremi
Keracunan ethanol, methanol, atau ethylen glycol.
Kerusakan ginjal.
Terapi manitol.
Shok
Namun, jika serum osmolalitas menurun, pasien kemungkinan dapat mengalami :
Hidrasi yang berlebih.
Hiponatremi.
Sekresi ADH yang tidak adekuat.
3.7. Peran perawat di tahap pre, intra dan post
a. Pre-procedure
Explain the procedure to the patient
Tell the patient that no special preparation is necessary for a random urine specimen
Inform the patient that preparation for a fasting urine specimen may require ingestion
of a high-protein diet for 3 days before the test
Instruct the patient to eat a dry supper the evening before the test and drink no fluids
until the test is completed the next morning.
b. Intra-procedure
Collect a first-voided urine specimen for a random sample.
For a fasting specimen, instruct patient to empty bladder at approximately 6:00 AMand
to discard the urine. Collect the test urine at 8:00 PM
Indicate on the labolatory slip the patient’s fasting status.
c. Post-procedure
Send the specimen to the labolatory
Provide food and fluids for the patient. (mosby)
4. Renal Function Test
4.1.Definisi
Banyak kerusakan dapat memengaruhi kemampuan ginjal dalam melakukan
tugasnya. Beberapa dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara cepat (akut); yang
lain dapat menyebabkan penurunan yang lebih lamban (kronis). Keduanya menghasilkan
penumpukan bahan ampas yang toksik (racun) dalam darah . Karena sulit mengukur
kerusakan ini secara langsung. Oleh karena itu, dibentuk beberapa tes laboratorium yang
memberi gambaran mengenai kesehatan ginjal. Tes ini disebut sebagai tes fungsi ginjal atau
faal ginjal, dan dapat membantu menentukan penyebab dan tingkat masalah ginjal. Tes ini
juga dilakukan untuk mengevaluasi beratnya penyakit ginjal dan mengikuti perjalanan klinik
pasien memberikan informasi tentang efektifitas ginjal dalam melaksanakan fungsi
ekskresinya. Tes dilakukan pada sample urin dan darah
Hasil-hasil pemeriksaan fungsi ginjal dapat berada dalam batas-batas normal sampai
terjadi penurunan fungsi ginjal hingga dibawah 50% dari nilai normal. Fungsi ginjal dapat
dikaji secara lebih akurat jika dilakukan beberapa pemeriksaan dan kemudian hasil-hasilnya
dianalisis bersama. Pemeriksaan fungsi ginjal yang umum dilakukan adalah kemampuan
pemekatan ginjal, klirens kreatinin, kadar kreatinin serum dan nitrogen urea darah (BUN)
(Brunner dan Suddarth,2002)
4.2.Indikasi
Untuk berbagai kondisi yang dicurigai ada kerusakan pada fungsi ginjal seperti gagal ginjal
kronis.
4.3.Kontraindikasi
Riwayat lengkap harus diambil sebelum tes fungsi ginjal untuk menilai makanan
pasien dan asupan obat. Berbagai macam obat resep dan obat-yang dijual bebas dapat
mempengaruhi darah dan ginjal hasil tes urine fungsi, seperti dapat beberapa makanan dan
minuman.
4.4.Prosedur
Banyak kondisi yang dapat mempengaruhi kemampuan ginjal untuk menurunkan
fungsi vital mereka. Beberapa yang menyebabkan penurunan yang cepat (akut) dalam fungsi
ginjal, yang lainnya menyebabkan penurunan bertahap (kronis) dalam fungsi. Sejumlah tes
laboratorium klinis yang mengukur tingkat zat yang biasanya diatur oleh ginjal dapat
membantu menentukan penyebab dan tingkat kerusakan ginjal. Tes ini dilakukan pada
sampel urin, serta pada sampel darah.
Test Urine
Ada berbagai tes urine yang menilai fungsi ginjal.
a.Urinalisis
Tes skrining yang sederhana dan murah yang pertama kali dilakukan jika dicurigai
ada masalah pada ginjal. Sampel urin dikumpulkan secara acak dan diperiksa secara
makroskopik seperti : warna, bau, penampilan, dan konsentrasi (berat jenis), kimia untuk
zat-zat seperti protein, glukosa, dan pH (keasaman / kebasaan), dan mikroskopis untuk
kehadiran selular elemen (sel darah merah, sel darah putih, dan sel epitel), bakteri,
kristal. Jika hasil menunjukkan kemungkinan penyakit atau fungsi ginjal terganggu, satu
atau lebih dari tes tambahan berikut biasanya dilakukan untuk lebih spesifik
mendiagnosa penyebab dan tingkat penurunan fungsi ginjal.
b.Pemeriksaan Klirens Kreatinin .
Tes ini mengevaluasi seberapa efisien ginjal membersihkan zat yang disebut
kreatinin dari darah. Kreatinin adalah produk limbah dari metabolisme energi otot,
diproduksi pada tingkat yang konstan yang sebanding dengan massa otot individu.
Karena tubuh tidak mendaur ulang zat ini maka, semua kreatinin disaring oleh ginjal
dalam jumlah waktu tertentu dan diekskresikan dalam urin, sehingga pengukuran klirens
kreatinin sangat spesifik untuk mengetahui fungsi ginjal. Selain itu tujuan dari
pemeriksaan ini juga untuk mengukur volume darah dengan kreatinin yang telah
dibersihkan dalam waktu 1 menit, memberika nilai rata-rata kecepatan filtrasi
glomerulus serta berguna dalam mengikuti kemajuan status ginjal pasien. Prosedur
pemeriksaan ini ialah semua urin dikumpulkan dalam periode 24 jam dan mengambil
sampel darah dalam periode 24 jam.
Cara pelaksanaannya penentuan klierens kreatinin :
1). Tentukan volume urine penderita selama 24jam, kemudian hitung volume produksi
urine per menit, dan ini disebut V (cc/menit).
2). Tentukan kadar kreatinin didalam urine : U (mg%).
3). Tentukan kadar kreatinin didalam urine : P (m%).
4). Tentukan Tnggi badan, Berat badan, dan hitung luas permukaan tubuh (LPT) dengan
memakai rumus Du BOIS.
5). Klirens kreatinin dihitung berdasarkan rumus :
K kreatinin = Ux v/p x 1,78/LPT (ml/menit). 1,78 adalah luas tubuh standart
Nilai normal klirens kreatinin :
Pria : 72 – 141 ml/menit.
Wanita : 74 – 130 ml/menit.
c. Tes Kemampuan Pemekatan Ginjal
Tes pemekatan urin dilakukan dengan cara membatasi asupan air dan tes ini
merupakan cara yang sensitif untuk mengetahui kemampuan tubulus ginjal dalam
mereabsorpsi air dan menghasilkan urin yang pekat. Caranya: pada jam 7 pagi penderita
mengosongkan kandung kemihnya, lalu setelah itu hanya boleh minum 150 – 200 ml air
dan pada waktu antara makan tidak dibolehkan minum. Selain itu, penderita tidak boleh
makan makanan yang banyak mengandung air, asupan makanan normal (asupan garam
dan protein normal), tidak minum kopi, dan tidak mengkonsumsi diuretik. Kemudian
urin dikumpulkan pada :
I. Jam 7 – 11 : diukur volume dan BJnya
II. Jam 11 – 15 : diukur volume dan BJnya
III. Jam 15 – 19 : diukur volume dan BJnya
IV. Jam 19 – 7 : diukur volume dan BJnya
Jumlah urin siang (12 jam) = I + II + III
Jumlah urin malam (12 jam) = IV
Nilai Normal :
Jumlah urin siang = 2- 4 x jumlah urin malam
BJ makin besar , ada yang mencapai 1018 dan 1025 untuk urin malam
d.Tes Osmolalitas
Pengukuran osmolalitas urin merupakan pengukuran jumlah partikel terlarut yang
ada di dalam urin. Pemeriksaan ini lebih spesifik dibandingkan dengan pengukuran berat
jenis terhadap penilaian kemampuan ginjal dalam memekatkan dan mengencerkan urin.
Cara melakukan tes ini mirip dengan tes pemekatan pengenceran, namun yang dihiutng
adalah osmolalitasnya. Pada pemekatan,osmolalitas urin harus melebihi 800 mOSm/kg.
Sedangkan pada pengenceran,osmolalitas urin minimal harus ada 1 yang di bawah 100
mOSm/kg. Pada urin 24 jam, osmolalitas rata-rata harus mencapai 300-900 mOSm/kg,
sedangkanosmolalitas yang diperiksa secara acak harus mencapai 500-800 mOSm/kg
e.Keluaran urea.
Urea adalah bahan ampas dari metabolisme protein, dan dikeluarkan dalam air seni.
Seperti keluaran kreatinin, tes ini mengukur jumlah urea yang dikeluarkan ke air seni
selama beberapa jam, dan juga membutuhkan pengukuran tingkat urea dalam darah.
f. Uji protein urin.
Ginjal yang sehat menyaring semua protein dari darah dan menyerapnya kembali,
sehingga tidak ada protein dalam urin atau hanya sejumlah kecil protein di dalam urin.
Adanya sejumlah besar protein dalam urin merupakan indicator penting dari penyakit
ginjal.
g.Tes Elektrolit
Salah satu fungsi utama ginjal adalah pengaturan keseimbangan elektrolit.Elektrolit
yang biasa diperiksa di urin adalah natrium, klorida, kalium, kalsium,fosfor. Untuk tes
elektrolit ini digunakan urin 24 jam. Natrium : Gagal ginjal dapat menyebabkan
peningkatan atau penurunan natrium.Sedangkan pada penyakit ginjal akut dapat terjadi
peningkatan natrium di urin akibat tubulus tidak sanggup mereabsorbsi natrium.
Klorida : Pada beberapa penyakit ginjal, ekskresi klorida dapat menurun.
Kalium : Pada penyakit ginjal kronis, terjadi penurunan kadar kalium di urin
karenasekresi tubular terganggu.
Kalsium :Pemeriksaan kalsium umumnya dilakukan untuk mengetahui adanya batu
ginjal. Selain itu, penurunan kadar kalsium biasanya terjadi pada nephrosis,nefritis akut,
dan gagal ginjal kronik.Fosfor Pada nefritis dan gagal ginjal kronis biasanya terjadi
penurunan kadar fosfor urin
Test Darah
Ada beberapa tes darah yang dapat membantu dalam mengevaluasi fungsi ginjal
diantaranya:
a. Blood urea nitrogen tes (BUN).
Urea adalah produk dari metabolisme protein. Produk ini limbah terbentuk dalam
hati, kemudian disaring dari darah dan diekskresikan dalam urin oleh ginjal. Uji BUN
mengukur jumlah nitrogen yang terkandung dalam urea. Tingkat BUN yang tinggi dapat
menunjukkan disfungsi ginjal, tetapi karena nitrogen urea darah juga dipengaruhi oleh
asupan protein dan fungsi hati, tes ini biasanya dilakukan bersamaan dengan kreatinin
darah, indikator yang lebih spesifik fungsi ginjal. Tes ini juga berfungsi sebagai indeks
kapasitas eksresi urin.
Prosedur tes BUN :
Lima sampai tujuh mililiter darah vena dikumpulkan dalam pemisah serum atau
tabung serum
Sampel dikirim ke laboratorium kimia. Sebuah mesin analisis multifungsi
menentukan Bun
Beberapa laboratorium lebih menyarankan agar pasien tidak makan selama 8 jam
sebelum tes.
b. Tes kreatinin.
Salah satu bahan ampas yang disaring oleh glomeruli adalah senyawa yang disebut
kreatinin. Kreatinin adalah bahan ampas dari metabolisme tenaga otot, yang
seharusnya dikeluarkan oleh ginjal dari darah ke dalam urin. Jadi jumlah kreatinin yang
dikeluarkan ke air seni selama beberapa jam dapat menunjukkan tingkat kerusakan
(bila ada) pada glomeruli. Produksi kreatinin tergantung pada massa otot individu, yang
biasanya berfluktuasi sangat sedikit. Pada fungsi ginjal yang normal, jumlah kreatinin
dalam darah tetap relatif konstan dan normal ,hal ini karena kreatinin sangat sedikit
dipengaruhi oleh fungsi hati.Tes ini disebut sebagai keluaran kreatinin (creatinine
clearance), dan hasil tes ini dapat kurang lebih sama dengan GFR dan lebih sensitive
terhadap kerusakan ginjal dibandingkan dengan BUN.
c. Kecepatan Penyaringan Glomeruli
Tes ini, yang umumnya disebut sebagai GFR (glomerular filtration rate), mengukur
jumlah darah yang disaring oleh ginjal setiap menit. Sekarang umumnya GFR
diestimasikan (eGFR) berdasarkan tingkat kreatinin dalam darah. Kemudian, eGFR
dihitung dengan memakai salah satu dari beberapa rumusan, yang memakai variabel
terkait usia, jenis kelamin dan (kadang) ras dan/atau berat badan. Juga ada rumusan
khusus untuk anak, yang memakai variabel lain. Hasil diungkap sebagai volume darah
yang disaring dalam mL/menit.
d. Tes darah lainnya.
Pengukuran kadar unsur-unsur lain diatur sebagian oleh ginjal juga dapat berguna
dalam mengevaluasi fungsi ginjal. Ini termasuk natrium, kalium, klorida, bikarbonat,
kalsium, magnesium, fosfor, protein, asam urat, dan glukosa
4.5.Interpretasi Hasil Pemeriksaan
Hasil test
LI 120 menunjukkan nilai normal atau nilai rujukan untuk beberapa tes di atas. Harus
ditekankan bahwa nilai ini berbeda tergantung pada alat yang dipakai pada laboratorium
yang melakukan tes dan cara penggunaannya. Laporan laboratorium yang diterima setelah
melakukan tes menunjukkan nilai rujukan yang berlaku.
Hasil test GFR menunjukkan kerusakan pada ginjal sebagaimana yang ditunjukkan oleh table
Tahapan Penyakit Ginjal Kronis
Stadium GFR Gambaran
1 90 Normal
2 60-89 Fungsi ginjal sedikit
berkurang
3 30-59 Penurunan fungsi
ginjal sedang,
± bukti kerusakan
lain
4 15-29 Penurunan fungsi
ginjal berat
5 <15 Kegagalan ginjal
Nilai klirens kreatinin . Untuk koleksi urin 24 jam, hasil normal 90-139 ml / menit untuk
pria dewasa berusia kurang dari 40 tahun, dan 80-125 ml / menit untuk wanita dewasa
berusia kurang dari 40 tahun. Bagi orang-orang lebih dari 40 tahun , nilai menurun 6,5 ml /
menit untuk setiap dekade kehidupan.
Nilai klirens urea. Dengan klirens maksimal, normal adalah 64-99 ml / menit.
Nilai osmolalitas urin . Dengan asupan cairan dibatasi (pengujian konsentrasi), osmolalitas
harus lebih besar dari 800 mOsm / kg air. Dengan asupan cairan meningkat (pengujian
dilusi), osmolalitas harus kurang dari 100 mOsm / kg setidaknya satu dari spesimen yang
dikumpukan.
Protein urin. Sebuah koleksi urin 24 jam harus berisi tidak lebih dari 150 mg protein.
Blood urea nitrogen (BUN). 8-20 mg / dl.Kreatinin. 0,8-1,2 mg / dl untuk laki-laki, dan 0,6-
0,9 mg / dl untuk wanita.
Nilai rendah untuk keluaran kreatinin dan urea menandai penurunan kemampuan
ginjal untuk menyaring bahan ampas ini dari darah dan menghilangkannya dalam air seni.
Sebagaimana keluaran menurun, tingkat kreatinin, urea dan asam urik dalam darah
meningkat. Karena dipengaruhi oleh masalah lain, tingkat BUN yang tinggi secara sendiri
tidak tentu menandai masalah ginjal, tetapi memberi kesan adanya masalah pada ginjal.
Sebaliknya, tingkat kreatinin yang tinggi dalam darah sangat spesifik menandai penurunan
pada fungsi ginjal.
4.6.Peran perawat di Pre , Intra dan post procedure
a. Blood Urea Nitrogen
Before
Explain the procedure to the patient.
Tell the patient that no fasting is required
During
Collect a venous blood sample in a red-top-tube
Avoid hemolysis.
After
Apply pressure or a pressure dressing to the venipuncture site
Observe the venipuncture site for bleeding
b. Creatinine dan Creatinine Clearence
Pre-procedure
Give the patient a minimum of 600 ml water. Avoid tea, coffe or lcohol on the day of
the test
Ask the patient to void his bladder and discard thespescimen
Collect 24 hour urine for analysis and determine total urine volume
Collect a specimen of blood during the urine collection period. Analyse both serum
creatinine and creatinine in the urine sample
5. Diagnostic Imaging
5.1. Definisi
a. Ultrasound (USG)
Ultrasound atau pemeriksaaan USG menggunakan gelombang suara yang
dipancarakan ke dalam tubuh untuk mendeteksi abnormalitas. Organ-organ dalam system
urinarius akan menghasilkan gambar-gambar ultrasound yang khas. Abnormalitas seperti
akumulasi cairan, massa, malformasi, perubahan ukuran organ ataupun obstruksi dapat
diidentifikasi. Pemeriksaan USG merupakan teknik noninvasif dan tidak memerlukan
persiapan khusus kecuali menjelaskan prosedur serta tujuannya kapada pasien. Karena
sensitivitasnya, pemeriksaan USG telah menggantikan banyak prosedur diagnosis lainnya
sebagai tindakan diagnostic pendahuluan.
Teknik ini sederhana, tidak menimbulkan nyeri dan aman. USG bisa digunakan
untuk:
Mempelajari ginjal, ureter dan kandung kemih; dengan gambaran yang baik
meskipun ginjal tidak berfungsi baik.
Mengukur laju pembentukan urin pada janin yang berumur lebih dari 20 minggu
dengan cara mengukur perubahan volume kandung kemih. Dengan demikian bisa
diketahui fungsi ginjal janin.
Pada bayi baru lahir, USG merupakan cara terbaik untuk mengetahui adanya massa
di dalam perut, infeksi saluran kemih dan kelainan bawaan pada sistem kemih.
Memperkirakan ukuran ginjal dan mendiagnosis sejumlah kelainan ginjal, termasuk
perdarahan ginjal.
Menentukan lokasi yang terbaik guna mengambil contoh jaringan untuk keperluan
biopsi.
b. Kidney, Ureter and Bladder (KUB)
Pemeriksaan radiologi abdomen yang dikenal dengan istilah KUB dapat dilaksanakan
untuk melihat ukuran, bentuk serta posisi ginjal dan mengidentifikasi semua kelainan
seperti batu dalam ginjal atau traktus urinarius, hidronefrosis (distensi pelvis ginjal), kista,
tumor atau pergeseran ginjal akibat abnormalitas pada jaringan disekitarnya.
c. Tomografi Komputer (CT)
Pemeriksaan CT berguna untuk memeriksa lebih lanjut kelainan-kelainan yang
terdapat pada USG atau IVU. CT dilakukan dengan memakai kontras kecuali jika yang ingin
dilihat hanya terbatas untuk kelainan perdarahan atau kalsifikasi. Media kontras ini akan
difiltrasi oleh glomeruli dan dikonsentrasikan di tubukus sehingga dapat memperhatikan
kelainan pada pemeriksaan ginjal dan neopalsma atau kista. Pembuluh darah ginjal dan
ureter juga dapat dilihat. CT juga berguna untuk mengevaluasi lesi massa atau
penumpukan cairan pada ginjal atau rongga retroperitoneal teruama sekali bila dengan
pemeriksaan USG terhalang oleh adanya gas atau pasiennya gemuk.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Hilangnya batas kortikomedular pada pemeriksaan MRI merupakan gambaran
penyakit ginjal yang tidak spesifil. Kista ginjal juga mudah dapat dilihat, akan tetapi seperti
halnya pemeriksaan CT, pusat kalsifikasi tidak dapat dipastikan. Pada tingkatan lesi ginjal
yang solid, MRI lebih unggul dari pada CT oleh karena MRI dapat melihat trombus pada
pembuluh darah dan dapat membedakan pembulu darah kolateral hilar dari nodus.
Dengan MRI dapat dibedakan lesi massa adrenal dengan feokromositoma yang
mempunyai gambaran sangat karakteristik. MRI juga sangat bermanfaat untuk
mendiagnosis trombosis vena ginjal.
Pada Prosedur MRI kontraindikasi yang perlu diperhatikan oleh perawat adalah :
penderita dengan plate & screw
Penderita dengan pacu jantung
Penderita dengan hearing aid / gigi palsu harus dilepas
e. Urografi Intravena (Ekskretori Urogram atau intravenous pyelogram)
Pemeriksaan urografi intravena yang juga dikenal dengan nama intravenous
pyelogaram (IVP) memungkinkan visualisasi ginjal ureter dan kandung kemih. Media
kontras radiopaque disuntikan secara intravena dan kemudian dibersihkan dari dalam
darah serta dipekatkan oleh ginjal. Tebal nefrotomogram dapat dilaksanakan sebagai
bagian dari pemeriksaan untuk melihat berbagai lapisan ginjal serta struktur difus dalam
setiap lapisan dan untuk membedakan massa atau lesi yang padat dari kista didalam ginjal
atau trakrus urinarius. Pemeriksaaan IVP dilaksanakan sebagai bagian dari penkajian
pendahuluan terhadap semua masalah urologi yang dicurigai, khususnya dalam
menegakan diagnose lesi pada ginjal dan ureter. Pemeriksaan ini juga memberikan
perkiraan kasar terhadap fungsi ginjal. Sesudah media kontras (sodium diatrisoat atau
meglumin diatrisoat) disuntikan secara intravena, pembuatan foto rontgen yang multiple
dan seril yang dilakukan untuk melihat struktur drainase.
Peran perawat sebelum menjalani pemeriksaan IVP :
sebelum pemeriksaan dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal yaitu
1). pemeriksaan kreatinin dan ureum melalui pemeriksaan darah.
2). Pasien yang mengkonsumsi obat metformin, juga harus diperhatikan untuk menstop
konsumsi obat tersebut 48 jam sebelum dan setelah prosedur, serta memiliki fungsi
ginjal yang baik
3). Mempersiapkan inform consent
4). Riwayat pasien di anamnesis untuk mendapatkan riwayat alergi yang dapat
menimbulkan reaksi yang merugikan terhadap media kontras.
5). Preparat laksan dapat diberikan pada malam harinya sebelum jadwal pemeriksaan
untuk mengeluarkan feses dan gas dari traktus urinarius.
6). Pemberian cairan dapat dibatasi 8 hingga 10 jam sebelum pemeriksaan untuk
meningkatkan produksi urin yang pekat, namun pada pasien-pasien tertentu seperti :
usia lanjut, DM yng tidak terkontrol, multiple myeloma mungkin tidak dapat mentolerir
keadaan dehidrasi. Konsultasikan pada dokter untuk memberikan air minum saat
sebelum pemeriksaan. Pasien tidak boleh dehidrasi berlebihan karena hal ini akan
dapat mengencerkan media kontras dan membuat visualisasi urinarius kurang adekuat.
7). Jelaskan kepada pasien bahwa kemungkinan akan terasa panas di sepanjang perjalanan
pembuluh darah saat media kontras disuntikkan.
f. Pielografi retrograde
Dalam pielografi retrograd, kateter uretra dimasukan lewat ureter ke dalam pelvis
ginjal dengan bantuan sistoskopi. Kemudian media kontras dimasukkan dengan gravitasi
atau penyuntikan melalui kateter. Pielografi retrograd biasanya dilakukan jika pemeriksaan
IVP kurang memperlihatkan dengan jelas system pengumpul. Pemeriksaan pielografi
retrograd jarang dilakukan dengan semakin majunya teknik-teknik yang digunakan dalam
urografi ekskretorik.
g. Infusion drip pyelography merupakan pemberian lewat infuse larutan encer media
kontras dengan volume yang besar untuk menghasilkan opasitas parenkim ginjal dan
mengisi seluruh traktus urinarius. Metode ini berguna bila teknik urografi yang biasa
dikerrjakan tidak berhasil memperlihatkan struktur drainase.
h. Sistogram, sebuah kateter dimasukkan kedalam kandung kemih, dan kemudian media
kontras disemprotkan untuk mellihat garis besar dinding kandung kemih serta membantu
dalam mengevaluasi refluks vesikouretral. Sistogram juga dilakukan bersama dengan
perekaman tekanan yang dikerjakan secara bersamaan di dalam kandunng kemih.
i. Sistouretrogram menghasilkan visualilsasi uretra dan kandung kemih yang bisa dilakukan
melalui penyuntikan retrograde media kontras ke dalam uretra serta kandunng kemih atau
dengan pemeriksaan sinar X sementara pasien mengekskresikan media kontras.
j. Angiografi renal.
Prosedur ini memungkinkan visualisasi arteri renalis. Arteri femoralis atau aksilaris ditusuk
dengan jarum khusus dan kemudian sebuah kateter disisipkan melalui arteri femoralis
serta iliaka ke dalam aorta atau arteri renalis. Media kontras disuntikkan untuk
menghasilkan opasitas suplai arteri renalis. Angiografi memungkinkan evaluasi dinammika
aliran darah, memperlihatkan vaskulatur yang abnormal dan membantu membedakan
kista renal dengan tumor renal.
5.2. Indikasi
a. melihat bayangan ginjal,
b. memperkirakan bentuk, ukuran, posisi dan perkiraan adanya batu / kalsifikasi pada
proyeksi tractus urinarius
c. Trauma abdomen
5.3. Kontraindikasi
a. Pada prosedur intra vena urography (IVP) kontra indikasi yang harus diperhatikan yaitu
alergi bahan kontras
b. Pada prosedur USG tidak ada kontraindikasi karena prosedur ini sangat aman
c. Pada Prosedur MRI kontraindikasi yang perlu diperhatikan adalah :
penderita dengan plate & screw
Penderita dengan pacu jantung
Penderita dengan hearing aid / gigi palsu harus dilepas
6. Urologic Endoscopic Procedures
7.1. Definisi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu
saluran kemih yang terdiri atas pemecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran
kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat
dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau
dengan energi laser.
Salah satu prosedur paling umum dalam endourology adalah extracorporeal shock
wave lithotripsy, Beberapa tindakan endourologi itu adalah:
a. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Memanfaatkan mesin pencitraan disebut lithotriptor untuk target dan memecahkan
batu dengan proyeksi gelombang kejut. Setelah batu telah hancur, potongan-potongan
kecil dengan aman dapat dieliminasi melalui urin. Prosedur ini terbatas pada batu-batu
kecil, namun faktor lain yang dapat menghambat kesuksesan dengan teknik ini meliputi
lokasi batu, batu strategis di daerah tertentu dari ginjal atau kandung kemih mungkin
sulit dideteksi dan ditargetkan, atau mungkin berhasil ditargetkan, tetapi fragmen rusak
dapat menjadi terjebak dan tidak dapat dilalui melalui urin.
b. PNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy)
Yaitu mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan
alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan
atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
c. Litotripsi
Yaitu memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah batu
(litotriptor) ke dalam bili-buli. Pemecah batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik.
d. Uretroskopi atau uretro-renoskopi:
yaitu memasukkan alat uretroskopi peruretram guna melihat keadaan ureter atau
sistem pielo-kaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam
ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan uretroskopi /
urestrorenoskopi ini.
e. Ekstraksi Dormia: yaitu mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat
keranjang Dormia.
1. Pemeriksaan sistoskopi
Merupakan metode untuk melihat lanngsung uretra dan kandung kemih. Alat
sistokop, yang dimasukan melalui uretra ke dalam kandung kemih, memiliki system lensa
optis yang sudah ada pada alat itu sendiri sehingga akan meemberikan gambar kandung
kemih yang diperbesar dan terang. Sistoskop tersebut dapat dimanipulasi untuk
memungkinkan visualisasi uretra dan kandung kemih secara lengkap selain visualisasi
orifisium uretra dan uretra pars prostatika. Kateter uretra yang halus dapat dimasukan
melalui sistoskop sehingga ureterdan pelvis ginjal dapat dikaji.
Sistoskop juga memungkinkan ahli urologi untuk mendapatkan spesimen urin dari
setiap ginjal guna mengevaluasi fungsi ginjal tersebut. Alat forceps dapat dimasukkan
melalui sistoskop untuk keperluan biopsi. Batu dapat dikeluarkan dari uretra, kandung kemih
dan ureter melalui sistoskop. Alat endoskop dimasukkan dengan melihatnya secara
langsung. Uretra dan kandunng kemih diinspeksi. Larutan irigasi steril disemprotkan untuk
menimbulkan distensi kandung kemih dan membilas keluar semua bekuan darah sehinngga
visualisasi menjadi lebih baik.
Penggunaan cahaya denngan intensitas tinggi dan lensa yang bisa ditukar-tukar
memungkinkan visualisasi yang sangat baik serta memudahkan pembuatan gambar-gambar
yang diam dan yang bergerak dari struktur ini. Sebelum melaksanakan prosedur
pemeriksaan dapat diberikan preparat sedativ. Anestesi topical local disemprotkan kedalam
uretra sebelum ahli urologi memasukkan alat sistoskop. Pemberian diazepam (valium)
intravena bersama dengan preparat anestesi topical uretra dapat diberikan. Sebagai
alternative lain dapat dilakukan anestesi spinal atau umum.
Setelah menjalani pemeriksaan sistoskopik, kadang-kadang penderita kelainan
patologik obstruktif mengalami retensi urin sebagai akibat dari edema yang disebabkan oleh
instrumentasi. Penderita hyperplasia prostat harus dipantau dengan cermat akan adanya
kemungkinan retensi urin. Pasien yang menjalani instrumentasi traktus urinarus (yaitu,
sistoskopi) perlu dipantau untuk mendeteksi tanda-tanda dan gejala infeksi urinarius. Edema
uretra yang terjadi sekunder akibat trauma local dapat menyumbat aliran urin, oleh karena
itu pemantauan akan adanya tanda-tanda dan gejala obstruksi pada pasien juga perlu
dilakukan.
7. Biopsy
7.1. Definisi
Pada biopsi ginjal, diambil contoh jaringan ginjal dan diperiksa dengan mikroskop.
Bopsi ginjal dilakukan dengan menusukan jarum biopsi melalui kulit kedalam jaringan renal
atau dengan melakukan biopsi terbuka melalui luka insisi yang kecil didaerah pinggang.
Pemeriksaan ini berguna untuk mengevaluasi perjalanan penyakit ginjal dan mendapatkan
specimen bagi pemeriksaan mikroskopik electron serta imunofluoresen, khususnya bagi
penyakit glomerulus.
7.2. Indikasi
a. Memperkuat diagnosis gangguan ginjal
b. Menilai hasil pengobatan
c. Gagal ginjal
d. Glomerulus nefritis
e. Pada pasien cangkok ginjal untuk mencari tanda-tanda penolakan
7.3. Kontra indikasi
a. hanya satu ginjal yang berfungsi
b. ginjal berukuran kecil
c. hipertensi
d. gangguan perdarahan
7.4. Persiapan alat
a. jarum
b. infuse set
c. tempat jaringan yang diambil
d. pisau bedah
e. bantal pasir
7.5. Prosedur
Dilakukan pemeriksaan laboratorium Betas lengkap terutama fungsi ginjal, yaitu VCT,
urine lengkap, masa protrombin (masa pembekuan dan masa perdarahan) dan dash
lengkap dan BNO/lVP
Prosedur, pasien dipuasakan selama 6 hingga 8 jam sebelum pemeriksaan.
Set infuse dipasang.
Spesimen urin dikumpulkan dan disimpan untuk dibandingkan dengan specimen
pascabiopsi.
Jika akan dilakukan biopsi jarum, pasien diberitahukan agar menahan nafas ketika jarum
biopsi ditusukan. Pasien yang sudah dalam keadaan sedasi di tempatkan dalam posisi
berbaring telungkup dengan bantal pasir diletakan dibawah perut.
Kulit pada lokasi biopsy diinfiltrasi denngan preparat anestesi local. Lokasi jarum dapat
dipastikan melalui fluuoroskopi atau ultrasound dengan menggunakan teknik khusus.
Pada biopsi terbuka dilakukan insisi yang kecil didaerah ginjal dapat dilihat secara
langsung.
7.6. Peran perawat
Pre biopsy :
Sebelum biopsi dilakukan, pemeriksan koagulasi perlu dilakukan lebih dahulu untuk
mengidentifikasi setiap resiko terjadinya perdarahan pascabiopsi.
Pasca Biopsy:
Pantau kondisi klien dengan ketat untuk mendeteksi kemungkinan hematuria yang
terjadi segera setelah biopsy dilakukan
Deteksi tanda-tanda dini perdarahan, tanda-tanda vital harus dipantau setiap 5-15 menit
sekali selama satu jam pertama dan kemudian dengan frekuensi yang semakin dikurangi
sesuai indikasi seperti kenaikan atau penurunan tekanan darah, takikardi, anoreksia,
muntah, dan timbulnya gangguan rasa nyaman dengan rasa pegal serta nyeri tumpul di
daerah abdomen.
Setiap keluhan nyeri pada punggung dan bahu atau disuria harus segera dilaporkan
Instruksi pasien agar tidak melakukan aktivitas berlebihan, olahraga, atau mengangkat
beban yang berat selama kurang lebih 2 minggu
7.7. Cara pembacaan secara global
HASIL NORMAL
Hal ini berarti sampel jaringan yang diperiksa, masih dalam keadaan normal
HASIL ABNORMAL
Hasil biopsi yang tidak normal menandakan bahwa jaringan atau sel memiliki struktur,
bentuk, ukuran, atau kondisi yang tidak biasa. Mungkin anda memiliki penyakit, seperti
kanker, atau yang lain (tergantung pada hasil biopsi anda).
DAFTAR PUSTAKA
Deska, Kathleen & Pagana, Timothy J Pagana. 2010. Mosby’s Manual of Diagnostic and laboratory
Test. Fourth Edition. Mosby : Elsevier St. Louis
Espinel CH, Gregory AW. Differential diagnosis of acute renal failure. Clin Nephrol. Feb
1980;13(2):73-7. [Medline].
Gaithersburg: Aspen Fiscbach, F & dunning. Marshall B. 2009. A Manual of labolatory and diagnostic
tests. Wolters Kluwer Health : Lippincott Williams & Wilkins.
Levinsky NG, Davidson DG, Berliner RW. Effects of reduced glomerular filtration on urine
concentration in the presence of antidiuretic hormone. J Clin Invest. May 1959;38(5):730-40.
[Medline].
Rose BD. Pathophysiology of Renal Disease. 2d ed. New York: McGraw-Hill; 1987:p. 82-2.
Rubenstein, David., Wayne, David., Bradley, JOhn. 2007. Kedokteran Klinis. Edisi: 6. Jakarta: Erlangga.
Skipper, Annalynn. 1995. Nutrition Support Policies, Procedures. Forms and Formulas.
Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi: 8. Jakarta: EGC
SPORN IN, LANCESTREMERE RG, PAPPER S. Differential diagnosis of oliguria in aged patients. N Engl J
Med. Jul 19 1962;267:130-2. [Medline].
Johnson, Ruth. 2004. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta : EGC
Nurachmah, Elly. 2000. Buku Saku Prosedur Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC