diabetes dan penyakit kardiovaskular
TRANSCRIPT
1
DIABETES DAN PENYAKIT KARDIOVASKULAR
Andy Luman
Divisi Kardiologi – Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FK-USU Medan
I. PENDAHULUAN
Diabetes mellitus merupakan kelompok penyakit yang dikarakteristik dengan
produksi insulin yang insufisien atau kegagalan respons insulin yang adekuat, menimbulkan
hiperglikemia. Diabetes merupakan penyakit kronik yang paling sering di dunia, dialami
sekitar 180 juta penduduk pada tahun 2008, dan diperkirakan mencapai 360 juta penduduk
pada tahun 2030. Lima hingga 10 persen merupakan tipe-1 (tergantung-insulin) dan 90%
hingga 95% merupakan tipe-2 (tidak tergantung-insulin).1,2
Diabetes mellitus, baik tipe-1 atau tipe-2, merupakan faktor resiko yang kuat untuk
perjalanan penyakit jantung koroner (PJK), penyakit vaskular perifer dan stroke. Delapan
puluh persen kematian pada pasien diabetes diakibatkan oleh aterosklerosis, dibandingkan
dengan sekitar 30% pada pasien non-diabetes. Rasio resiko relatif penyakit jantung koroner
baik untuk laki-laki dan wanita dengan diabetes semakin meningkat, dengan insidens pada
pasien diabetes sekitar 2 hingga 4 kali lebih besar dibandingkan dengan non-diabetes. Dua
tipe penyakit vaskular yang timbul yaitu penyakit makrovaskular, menyebabkan
aterosklerosis dan arteriosklerosis; dan penyakit mikrovaskular, menyebabkan retinopati,
nefropati, neuropati, dan kemungkinan oklusi arteri kecil pada jantung.3,4,5
Gagal jantung telah menjadi permasalahan di bidang kesehatan pada tahun-tahun
terakhir, dan merupakan penyebab hospitalisasi pasien diatas 65 tahun. Diabetes mellitus
merupakan faktor resiko independen terhadap perkembangan gagal jantung. Beberapa
penelitian yang ada menunjukkan resiko gagal jantung sekitar 2 kali lebih tinggi pada laki-
laki dan 5 kali lebih tinggi pada wanita yang meengalami diabetes. Hubungan ini bahkan
lebih meningkat pada pasien muda (<65 tahun), menjadi 4 kali dan 8 kali lebih tinggi pada
laki-laki dan wanita dengan diabetes dibandingkan dengan pasien tanpa diabetes.6
Reading Assignment
Divisi Kardiologi
Presentator: dr. Andy Luman
Telah dibacakan, Acc Supervisor
Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular
2
II. PEMBAHASAN
Diabetes merupakan faktor resiko dari kejadian aterogenik dibandingkan pada non-
diabetes, termasuk hipertensi, obesitas, abnormalitas lipid, insulin, dan peningkatan
fibrinogen plasma. Komplikasi penyakit diabetes pada sistem kardiovaskular meliputi
manifestasi makrovaskular meliputi aterosklerosis dan kalsifikasi medial; manifestasi
mikrovaskular meliputi retinopati dan nefropati, merupakan penyebab utama dari kebutaan
dan gagal ginjal tahap akhir.2,7
Pemahaman mengenai kejadian yang dapat membahayakan jiwa disebabkan tidak
hanya oleh perubahan pada vaskular, tetapi juga gangguan pada perjalanan alami sirkulasi
darah dan miokard. Hal-hal diatas, ketiga komponen tersebut yaitu- kerentanan pembuluh
darah, kerentanan darah, dan kerentanan miokard- menjadi karakteristik yang dikenal
membuat pasien menjadi rentan, yang didefinisikan sebagai pasien yang memiliki resiko
tinggi untuk kejadian komplikasi kardiovaskular.8
Gambar 1. Kerentanan pasien dengan diabetes- pasien dengan resiko tinggi kejadian komplikasi kardiovaskular8
Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular
3
A. Kerentanan pembuluh darah
Selama berpuluh-puluh tahun, aterogenesis, yang dikarakteristik dengan remodeling
arteri dan menimbulkan akumulasi subendotel komponen lemak (plak), telah diketahui
sebagai penyakit progresif dari dinding pembuluh darah, yang menyebabkan reduksi diameter
lumen hingga pada suatu kondisi dimana beberapa platelet aktif cukup untuk menutup
pembuluh darah dan menghasilkan infark miokard akut. Perkembangan lesi aterogenesis ini
dipertimbangkan meliputi proses inflamasi yang kompleks. Tahap awal perkembangan plak
dikenal dengan disfungsi endotel, dimana hiperglikemia merupakan salah satu faktor resiko,
selain interaksi langsung dari sitokin-peradangan jaringan, seperti TNF-α, dan IL-6,
mengaktifkan endotel. Sel-sel inflamasi akan memasuku dinding pembuluh darah, dan tahap
ini dikenal dengan pembentukan fatty streak, dimana otot polos vaskular berproliferasi dan
bermigrasi dari media kedalam lesi yang menambah perkembangan lesi. Tahap berikutnya
dikenal dengan pembentukan inti lipid nekrotik, melalui apoptosis dan kematian sel, dan
peningkatan aktivitas proteolitik dan akumulasi lipid. Plak ini yang bersifat stabil dapat
berubah menjadi tidak stabil, yang dikarakteristik dengan inti lipid nekrotik yang besar,
infiltrasi sel inflamasi, dan kapsul fibrous yang tipis dan rapuh.8
Gambar 2. Kerentanan pembuluh darah. Hiperglikemia, sitokin inflamasi jaringan, disertai berbagai faktor resiko kardiovaskular mempengaruhi fase aterogenesis pasien dengan diabetes, yang berkontribusi terhadap lesi komplikasi yang dapat rupture dan menyebabkan kejadian koroner akut8
Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular
4
B. Kerentanan darah
Kerentanan darah merupakan komponen darah, seperti mediator inflamasi, gangguan fungsi
platelet, hiperkoagulabilitas, dan hipofibrinolisis, seperti mikropartikel (MPs) yang
berkontribusi terhadap kejadian kardiovaskular.8
Gambar 3. Kerentanan darah. Komponen protrombotik pada diabetes mellitus- termasuk disfungsi platelet, pemadatan struktur fibrin dan hipofibrinolisis, peningkatan mikropartikel, dan inflamasi- menimbulkan gangguan yang disimpulkan sebagai kerentanan darah8
C. Kerentanan miokard
Miokard dapat berkontribusi terhadap baik perkembangan sindrom koroner akut dan
gagal jantung. Pada keadaan sindrom koroner akut, penyumbatan cabang arteri anterior
desendens kiri pada satu pasien dapat menyebabkan infark miokard yang tidak bergejala,
sedangkan penyumbatan cabang sisi arteri kecil pada pasien yang lain menyebabkan
kematian mendadak. Pemahaman diatas menunjukkan bahwa terdapat penanda yang
berhubungan dengan iskemik aterosklerosis, seperi abnormalitas EKG, gangguan perfusi dan
viabilitas, seperti abnormalitas gerakan dinding jantung. Gagal jantung kronik mempengaruhi
satu dari lima pasien dengan diabetes, dan menyebabkan resiko hingga 4 kali lebih besar.
Peningkatan resiko ini berhubungan dengan beberapa faktor resiko kardiovaskular, termasuk
obesitas dan hipertensi, yang menyebabkan penyakit jantung koroner dan iskemik
kardiomiopati.8
Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular
5
Gambar 4. Kerentanan miokard. Gangguan metabolisme jantung dengan resistensi insulin sel dan perhubahan penggunaan substrat dari glukosa menjadi oksidasi asam lemak menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen dan produksi oksigen reaktif yang mengakibatkan apoptosis dan fibrosis kardiomiosit.8
II.1. Gagal Jantung pada Diabetes
Gagal jantung merupakan suatu keadaan patofisiologik dimana jantung tidak dapat
mempertahankan curah jantung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.
Walaupun PJK dan hipertensi merupakan faktor resiko paling umum berhubungan dengan
gagal jantung, diabetes mellitus dan resistensi insulin yang timbul sebelum perkembangan
diabetes juga merupakan faktor resiko yang independen dan kuat terhadap gagal jantung.1
Beberapa mekanisme telah diketahui berperan dalam kejadian gagal jantung pada
pasien diabetes, baik efek yang tidak langsung (komorbiditas yang mendasari) dan efek
langsung (metabolik) diabetes, kebanyakan berhubungan pada kondisi yang kompleks dan
dapat mempengaruhi baik fungsi sistolik maupun diastolik. Hiperglikemia berhubungan
dengan fungsi endotel mikrovaskular yang terganggu, menyebabkan peningkatan kebutuhan
miokard; gangguan dinamika energi, yang dapat mengubah penggunaan miokard kepada
oksidasi asam lemak yang kurang efisien, dan bersifat proinflamasi. Komponen utama dan
penanda gangguan ini adalah down-regulation enzim FAO dan level mRNA pada ventrikel
kiri jantung.9,10
Aktivasi sistem saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosterone (RAS)
memegang peran penting pada patofisiologis gagal jantung. Faktor-faktor yang menunjukkan
berperan terhadap kerusakan jantung dan vaskular dan selanjutnya aktivasi sistem
neurohormonal ini meliputi hipertensi, hiperlipidemia, sindroma metabolik, diabetes,
Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular
6
aterosklerosis, PJK akut, dan gagal jantung. Aktivasi sistem neurohormonal ini menyebabkan
resistensi insulin, dan resistensi insulin menyebabkan aktivasi sistem neurohormonal.
Aktivasi sistem saraf simpatis yang berlebihan menghasilkan efek kardiovaskular yang
menurun, kerusakan jantung akibat aktivasi sistem saraf simpatis.11
Tabel 1. Abnormalitas patofisiologik disfungsi jantung, gagal jantung kongestif pada diabetes1
Gambar 5. Skema adaptif jantung dan maladaptif modifikasi metabolik respons terhadap diabetes dengan atau tanpa superimposed iskemia atau hipertrofi, pada kardiomiopati1
Diabetik kardiomiopati merupakan salah satu gagal jantung yang timbul pada
diabetes. Beberapa faktor yang mendasari diabetik kardiomiopati yaitu aterosklerosis koroner
berat, hipertensi lama, hiperglikemik kronik, penyakit mikrovaskular, glikosilasi protein
miokard, dan neuropati otonom. Perbaikan kontrol glikemik, hipertensi, dan pencegahan
aterosklerosis dengan obat anti-dyslipidemia dapat mencegah atau memperlambat timbulnya
Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular
7
diabetik kardiomiopati. Mekanisme yang terlibat dalam menurunkan kontraktilitas miokard
pada diabetes mellitus yaitu gangguan homeostasis kalsium, up-regulation sistem renin-
angiotensin, peningkatan stress oksidatif, gangguan metabolisme substrat, dan disfungsi
miokard. Neuropati otonom berperan pada perkembangan disfungsi ventrikel kiri, dimana
stimulasi simpatis memperbaiki kontraksi ventrikel kiri dan meningkatkan laju relaksasi
ventrikel kiri, difasilitasi dengan pengambilan kalsium oleh reticulum sarkoplasmik. Pada
diabetes penyimpanan katekolamin jantung berkurang/ hilang yang menyebabkan gangguan
baik fungsi sistolik dan diastolik. Kemampuan pembuluh darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolik juga terganggu dengan tonus pembuluh darah epikard yang abnormal dan disfunsi
miokard; ditandai dengan gangguan relaksasi tergantung-endotel, suatu kerusakan yang
dihubungkan dengan inaktivasi nitrit oksida karena produk glikasi akhir yang banyak dan
pembentukan radikal bebas. Deposit dari produk glikasi akhir meningkatkan kekakuan
diastolik ventrikel kiri secara langsung dengan gangguan kolagen, atau tidak langsung dengan
meningkatkan pembentukan kolagen atau menurunkan bioavailabilitas nitrit oksida.12,13,14
Gambar 6. Diabetik Kardiomiopati diakibatkan Perubahan Metabolisme Jantung15
Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular
8
II.2. Penyakit dan Gangguan Vaskular pada Diabetes
Abnormalitas fungsi endotel dan sel otot polos vaskular, diakibatkan thrombosis,
berkontribusi terhadap aterosklerosis dan komplikasinya. Sel endotel, dengan posisi anatomi
yang strategis diantara sirkulasi darah dan dinding pembuluh darah, mengatur fungsi dan
struktur vaskular. Pada sel endotel normal, substansi aktif biologis disintesis dan dilepaskan
untuk mempertahankan homeostasis vaskular, menjaga aliran darah yang adekuat dan
pengantaran zat nutrien, disamping mencegah thrombosis dan diapedesis leukosit. Molekul
penting yang disintesis oleh sel endotel yaitu nitrit oksida (NO), yang dihasilkan oleh
endothelial NO sintase (eNOS) melalui oksidasi 5-elektron dari ujung guanidine-nitrogen dari
L-arginine. NO menghasilkan vasodilatasi dengan aktivasi guanilil siklasie pada sel otot
polos vaskular. Sebagai tambahan, NO melindungi pembuluh darah dari kerusakan endogen,
seperti aterosklerosis, dengan memperantarai sinyal molekular yang mencegah interaksi
trombosit dan leukosit dengan dinding vaskular dan menghambat proliferasi dan migrasi sel
otot polos vaskular. Maka itu, hilangnya endothelium-penghasil NO memberikan
peningkatan aktivitas faktor transkripsi proinflamasi nuclear faktor kappa B (NF-κB), yang
mengakibatkan ekspresi adesi molekul leukosit dan produksi sitokin dan kemokin. Hal ini
meningkatkan migrasi monosit dan sel otot polos vaskular kedalam intima dan pembentukan
sel foam makrofag, yang merupakan penanda awal morfologik pembentukan aterosklerosis.
Banyak dari gangguan metabolik muncul pada diabetes, termasuk hiperglikemia,
pembentukan asam lemak bebas berlebihan, dan resistensi insulin, menyebabkan
abnormalitas fungsi sel endotel dengan mempengaruhi sintesis dan degradasi NO.2
Gambar 7. Hiperglikemia dan substansi vasoaktif endotelium2
Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular
9
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa diabetes mellitus menyebabkan gangguan
selektif relaksasi tergantung-endotelium pada pembuluh darah koroner, yang memberikan
efek diabetes terhadap sirkulasi koroner. Gangguan selektif relaksasi tergantung-eNOS juga
tampak pada pembuluh darah mesenterik pada diabetes, yang mengindikasikan diabetes
mellitus menyebabkan gangguan selektif vasoreaktif tergantung-NOS. Hal ini memiliki
implikasi penting pada abnormalitas vaskular pada pasien diabetes seperti iskemik perifer.
Walaupun abnormalitas lipoprotein dipertimbangkan tidak meningkatkan resiko penyakit
vaskular pada diabetes dibandingkan dengan non-diabetes, prevalensi abnormalitas
lipoprotein lebih tinggi pada pasien dengan diabetes tipe-2 dibandingkan pada populasi
umum. Sekitar 80% diabetes akan mengalami dyslipidemia. Hipertensi, juga sering timbul
pada pasien diabetes, dapat berkembang menjadi gagal ginjal dan memerlukan kontrol agresif
tekanan darah pada pasien yang secara signifikan dapat mengurangi progresifitas penyakit
vaskular. Kadar gula darah yang tinggi secara sekunder menyebabkan abnormalitas seperti
glikosilasi lipoprotein, yang meningkatkan potensial aterogenik. Bertentangan dengan itu,
resistensi insulin merupakan abnormalitas primer yang menjadi faktor predisposisi utama dari
perkembangan penyakit vaskular.2,4,16
Tabel 2. Abnormalitas patofisiologik pada diabetes4
Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular
10
Abnormalitas platelet dan koagulasi darah juga dihubungkan dengan diabetes.
Gangguan agregasi dan adhesi platelet meningkatkan predisposisi infark miokard. Kadar
fibrinogen plasma dan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) tinggi pada pasien diabetes,
yang dapat menimbulkan kondisi hiperkoagulabilitas. Dijumpai peningkatan ekspresi
glikoprotein Ib dan IIb/IIIa, menambah interaksi fibrin-platelet dan faktor von-Willebrand.
Bioavailabilitas NO berkurang, faktor koagulan seperti faktor jaringan, faktor VII, dan
thrombin meningkat, dan antikoagulan endogen seperti trombomodulin berkurang.2,4
Gambar 8. Fungsi platelet dan faktor koagulasi plasma pada diabetes2
Gambar 9. Skematik representasi peran agregasi dan adheren platelet di endothelium pada reaktivitas vaskular pasien diabetes mellitus16
Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular
11
Resistensi insulin dan hiperinsulinemia menyebabkan hipertensi, dimana hipertensi
esensial yang tidak diobati memiliki kadar insulin puasa dan post-prandial yang lebih tinggi
dibandingkan subjek normotensif tidak bergantung dari massa tubuh. Hubungan antara
insulin dan hipertensi tidak muncul pada hipertensi sekunder. Hiperinsulinemia juga
merupakan prediktor penyakit jantung koroner (PJK).17
Tabel 3. Faktor resiko metabolik dan kardiovaskular akibat resistensi insulin dan atau obesitas viseral17
Sindrom iskemik akut, penyakit arteri perifer, dan komplikasi kardiovaskular berat
muncul lebih sering pada subjek dengan diabetes dibandingkan yang tanpa diabetes. Karena
symptom khas jantung sering tersamarkan pada subjek diabetes, diagnosis infark miokard
seringkali terlambat atau salah. Strategi efektif untuk deteksi awal dari klinis penyakit
kardiovaskular dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas pasien dengan diabetes. Deteksi
aterosklerosis subklinis dan manifestasi awal klinis penyakit kardiovaskular memberikan
pencegahan primer yang lebih efektif pasien diabetes. Tabel 4 dibawah memberikan
pendekatan umum untuk deteksi penyakit kardiovaskular klinis dan subklinis pada pasien
hiperglikemik. Banyak pasien diabetes mengalami disfungsi otonom yang mengganggu
kualitas hidup dan merupakan predisposisi komplikasi kardiovaskular yang mengancam
hidup.12
Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular
12
Tabel 4. Deteksi klinis dan subklinis penyakit kardiovaskular pada pasien diabetes12
II.3. Stress Hiperglikemik pada Kondisi Infark Miokard
Hiperglikemia berhubungan dengan kondisi kritis (dikenal juga dengan stress
hiperlikemik atau stress diabetes) merupakan hubungan dari berbagai faktor, termasuk
peningkatan kortisol, katekolamin, glukagon, growth hormone, glukoneogenesis, dan
glikogenolisis. Resistensi insulin juga dapat merupakan faktor yang berkontribusi, dan dapat
dideteksi pada lebih dari 80% pasien dengan kondisi kritis. Pasien dengan kondisi kritis
medis dan bedah memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan pasien yang
normoglikemik.18
Hubungan positif antara hiperglikemia pada saat kejadian dan mortalitas dari infark
miokard telah diteliti. Walaupun mekanisme yang mendasari hubungan ini belum sepenuhnya
dimengerti, fakta bahwa penggunaan insulin untuk menurunkan konsentrasi glukosa
Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular
13
menurunkan mortalitas pada pasien diabetes yang mengalami infark miokard, menunjukkan
bahwa hiperglikemia bukanlah keadaan sederhana dari respons terhadap stress yang
diperantarai kortisol dan noradrenalin. Pada pasien infark miokard, kurangnya insulin
berhubungan dengan hiperglikemia dapat menyebabkan penurunan substrat glikolitik untuk
otot jantung dan asam lemak bebas yang berlebih. Perubahan ini dapat mengurangi
kontraktilitas miokard terhadap kebutuhan oksigen, mengakibatkan kegagalan pompa, dan
menimbulkan aritmia. Pasien hiperglikemia pada infark miokard dengan dan tanpa diabetes
dapat merupakan faktor resiko yang potensial dan penting untuk prognosis yang buruk.19
Penelitian yang ada telah menunjukkan bahwa pasien tanpa diabetes yang mengalami
stress hiperglikemik pada awal infark miokard akut memiliki peningkatan resiko dari
mortalitas selama rawatan rumah sakit dan gagal jantung kongestif atau syok kardiogenik.
Beberapa mekanisme yang terjadi dapat menjelaskan kondisi diatas:
1. Hiperglikemia merupakan gambaran dari defisiensi relatif insulin, yang meningkatkan
lipolysis dan sirkulasi asam lemak bebas berlebih; efek ini dapat bertambah berat pada
kondisi stress akut seperti infark miokard.
2. Hiperglikemia akut dapat menimbulkan diuresis osmotik. Deplesi volume yang terjadi
dapat mengganggu mekanisme Frank-Starling, yang merupakan mekanisme kompensasi
penting respons ventrikel kiri dimana peningkatan volume diastolik akhir menyebabkan
peningkatan stroke volume.
3. Stress hiperglikemik dapat merupakan penanda dari kerusakan jantung yang lebih luas
yang dapat menyebabkan peningkatan stress hormon (menimbulkan glikogenolisis dan
hiperglikemia) dan dapat meningkatkan resiko gagal jantung kongestif dan mortalitas.
4. Pasien yang mengalami stress hiperglikemik cenderung mengalami disglikemik pada
keadaan tanpa stress (yang memiliki konsentrasi gula darah lebih tinggi dari kadar normal
tetapi lebih rendah daripada ambang untuk diabetes) memiliki resiko lebih tinggi penyakit
kardiovaskular dibandingkan pasien dengan kadar gula normal, dan memiliki prognosis lebih
buruk setelah infark miokard akut karena lebih beratnya penyakit jantung koroner yang
mendasari.19
Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara peningkatan glukosa dan
peningkatan resiko mortalitas dan komplikasi klinis pada pasien yang dirawat dengan PJK,
dan upaya untuk normalisasi glukosa dapat meningkatkan survival selama rawatan rumah
sakit.20
Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular
14
Gambar 10. Hubungan antara rerata kadar glukosa darah dan resiko mortalitas pasien AMI20
Gambar 11. Normalisasi kadar glukosa dan survival selama rawatan pasien AMI20
Penelitian oleh Norhammar et al. pada tahun 2002 menunjukkan diabetes yang tidak
terdiagnosis sebelumnya dan toleransi glukosa yang terganggu sering terjadi pada pasien
dengan infark miokard akut, dan kelainan ini dapat dideteksi awal dari periode infark,
sehingga hiperglikemia pada keadaan puasa dan setelah makan pada fase awal infark miokard
akut dapat digunakan sebagai penanda dari individu dengan resiko tinggi.21
Terapi insulin intensif (IIT) pada infark miokard akut dan kondisi kritis lainnya
merupakan strategi penanganan menggunakan infus titrasi insulin dengan dosis yang
disesuaikan untuk menurunkan kadar gula darah secara ketat telah digunakan pada beberapa
penelitian. Penelitian yang telah ada mengevaluasi kegunaan IIT untuk mencapai kontrol
glikemik pasien yang dirawat inap gagal memberikan hasil yang konsisten. Lebih lanjut, IIT
dihubungkan dengan peningkatan resiko hipoglikemia berat.22
Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular
15
Tabel 5. Penelitian uji klinis kontrol glukosa pada infark miokard akut20
Dari hasil penelitian diatas, maka strategi yang optimal penanganan hiperglikemia
pada pasien dengan dan tanpa diabetes disertai infark miokard akut belum jelas, tetapi
beberapa konsensus umum dapat digunakan yaitu:
- Kontrol glukosa dapat dimulai bila kadar gula darah diatas 180-200 mg/dL (10-11 mmol/L)
- Hipoglikemia, yang didefinisikan sebagai konsentrasi gula darah puasa dibawah 70 mg/dL
(3,9 mmol/L) harus dihindari. Untuk menjamin keamanan, target terendah untuk
mempertahankan semua kadar gula darah >90-100 mg/dL (5-5.6 mmol/L).
- Pasien kondisi kritis, seperti pada syok kardiogenik, yang timbul pada sebagian kecil pasien
dengan infark miokard akut, direkomendasikan kadar glukosa darah dipertahankan antara
140-180 mg/dL (7.8-10 mmol/L) dengan insulin intravena pada pasien tersebut.23
Beberapa studi menyarankan penanganan hiperglikemia selama rawatan pasien infark
miokard akut yang berdasar sebagai berikut:
1. Penilaian kadar glukosa saat awal rawatan dan pemantauan glukosa selama rawatan akan
memberikan informasi yang berguna untuk stratifikasi resiko dan prognosis. Maka hal
tersebut dapat dilakukan tidak mempertimbangkan pengobatan apakah yang akan diberikan.
2. Bila target kontrol glukosa telah dipertimbangkan, beberapa hal perlu menjadi perhatian:
a. Penanganan awal yang konservatif dari target glukosa dapat digunakan, dimana
penurunan kadar glukosa yang agresif, belum memberikan manfaat tambahan dan dapat
merugikan berdasarkan penelitian yang telah ada.
Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular
16
b. Protokol yang evidenced-based digunakan bila strategi kontrol glukosa digunakan,
dimana protokol yang digunakan telah terbukti efektif dan aman untuk target kontrol glukosa
pada berbagai keadaan klinis, memiliki fleksibilitas penyesuaian dosis infus insulin sesuai
dengan tingkat perubahan kadar glukosa, dan memberikan petunjuk yang jelas mengenai
frekuensi pemeriksaan glukosa dan penanganan hipoglikemia.20
II.4. Penanganan Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular
A. Penanganan gagal jantung pada pasien diabetes
Penanganan gagal jantung dan diabetes umumnya bersamaan dan saling berhubungan
melalui berbagai mekanisme patofisiologi kompleks. Stratifikasi resiko dan penanganan awal
sangat dibutuhkan untuk memperpenjang harapan hidup. Hingga saat ini, panduan jelas untuk
penanganan diabetes dan gagal jantung belum jelas, pengobatan agresif masih dapat
dipertimbangkan. Karena diabetes berhubungan dengan perburukan pada pasien dengan gagal
jantung, maka pengobatan yang evidenced-based untuk mengurangi mortalitas dan
morbiditas diperlukan. Pasien dengan gagal jantung disertai disfungsi sistolik ventrikel kiri
(LVSD) dapat diterapi dengan obat-obat yang dialamatkan kepada aktivasi neurohormonal
pada gagal jantung, maka apabila tidak dijumpai kontraindikasi, maka pasien dengan diabetes
dan LVSD seharusnya diberikan ACE-inhibitor/ ARB dan β-bloker yang dititrasi. Pasien
dengan gejala gagal jantung yang menetap setelah terapi dapat dipertimbangkan untuk
diberikan antagonis aldosteron, dengan pemantauan terhadap resiko hiperkalemia.6,9
Tabel 6. Inhibitor sistem renin-angiotensin dan β-bloker yang sering digunakan pada pengobatan pasien gagal jantung dan LVSD9
Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular
17
B. Penanganan diabetes pada pasien gagal jantung
Pilihan farmakologik penanganan hiperglikemia pada pasien DM tipe-2 telah berubah
beberapa dekade terakhir. Sebelumnya, pilihan terapi adalah insulin injeksi dan berdasar
sulfonilurea. Saat ini, terdapat berbagai pilihan terapi yang luas, masing-masing dengan
mekanisme kerja yang unik dan keuntungan metabolisme dan memiliki keterbatasan efek
samping. Penanganan pasien dengan DM tipe-2 yang memiliki disfungsi ventrikel mendapat
tantangan yang tersendiri, karena dua kelas obat anti hiperglikemik, biguanid (metformin)
dan tiazolidindion (TZDs) (rosiglitazone, pioglitazone) membutuhkan perhatian khusus pada
pasien dengan gagal jantung berat.9
Berdasarkan rekomendasi oleh ADA, AHA, dan American College of Cardiology
(ACC), target kontrol glukosa pada diabetes adalah HbA1c <7%. Rekomendasi adalah
dengan penggunaan metformin sebagai terapi dasar apabila tidak dijumpai kontraindikasi
(asidosis laktat) dengan laju filtrasi glomerulus >30 ml/menit, dan terapi kombinasi termasuk
penggunaan awal insulin untuk mencapai target HbA1c. Penggunaan tiazolidindion,
meningkatkan resiko retensi cairan, edema perifer, penambahan berat badan sehingga tidak
direkomendasikan pada gagal jantung NYHA kelas III dan IV, penggunaannya pada NYHA
kelas I dan II tidak dikontraindikasikan, dengan pemberian dosis yang dimulai dengan titrasi
dosis yang terendah untuk mencapai kontrol glukosa, dan dipantau resiko penambahan berat
badan, edema, atau tanda-tanda dari gagal jantung.1,9,14
Gambar 12. Algoritma penanganan farmakologik antihiperlikemik pada pasien dengan DM tipe-2 dan gagal jantung berat, dimana kontraindikasi terhadap metformin dan tiazolidindion9
Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular
18
C. Penanganan penyakit vaskular dan koroner pada pasien diabetes
Penanganan umum non-invasif, penanganan medis pada pencegahan sekunder pasien
dengan diabetes yang memiliki klinis aterosklerotik dapat diberikan, panduan ACC/AHA
dapat digunakan untuk pengurangan resiko pasien dengan penyakit vaskular dan koroner
disertai diabetes dapat dilihat pada gambar 13.12
Penanganan terapi agresif yang ditujukan pada optimalisasi kontrol glukosa, mencapai
tekanan darah normal, memperbaiki dyslipidemia, dan menghambat fungsi platelet
mengurangi kecenderungan kejadian penyakit kardiovaskular. Pada pasien dengan
aterosklerosis berat, revaskularisasi seringkali diperlukan untuk menghindari resiko
kerusakan organ. Pilihan prosedur perkutaneus ataupun pembedahan tergantung pada
berbagai faktor, termasuk gambaran klinis yang spesifik, komorbiditas, area sirkulasi yang
terlibat, dan kemudahan teknik.24
Target kolesterol LDL berdasarkan resiko penyakit kardiovaskular (Framingham)
yang mendasarinya ditampilkan pada tabel 7.25
Tabel 7. Rekomendasi NCEP-ATP III untuk terapi dislipidemia25
Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular
19
Gambar 13. Panduan komperensif ACC/AHA untuk penurunan resiko pasien dengan penyakit vaskular dan koroner disertai diabetes12
Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular
20
Penggunaan insulin pada infark miokard akut telah dipertimbangkan sejak tahun
1963, dengan fokus terhadap fasilitasi aliran potassium pada miokard yang iskemik, dikenal
dengan terapi polarisasi. Kombinasi glukosa, insulin, dan potassium dikenal dengan terapi
GIK, dan fokus perhatian telah berubah dari efek polarisasi menjadi efek langsung insulin,
termasuk peningkatan oksidasi glukosa miokard, penurunan sirkulasi asam lemak bebas
teresterifikasi yang dapat berperan pada kerusakan miokard melalui peningkatan kebutuhan
oksigen via metabolisme asam lemak bebas dan menghasilkan penumpukan metabolisme
toksik asam lemak bebas, memperbaiki parameter koagulasi, dan efek anti-inflamasi. Akan
tetapi, penelitian besar yang melibatkan 20.201 pasien dengan infark miokard, yang
mendapat terapi GIK dibandingkan dengan terapi standard telah menunjukkan tidak ada
manfaat dari terapi GIK dibandingkan terapi standard. Oleh karena itu, penanganan
hiperglikemia pasien dengan infark miokard akut dengan terapi GIK ataupun intensif insulin
lainnya belum dapat dibuktikan manfaatnya, dan dapat diberikan dengan mempertimbangkan
target kadar glukosa darah berkisar 140-180 mg/dL.1
Dalam dua dekade terakhir, timbul permasalahan strategi revaskularisasi yang terbaik-
pembedahan (CABG) dibandingkan dengan balloon angioplasti. Pada penelitian BARI tahun
1997 menunjukkan kelompok yang mendapat perlakuan CABG memiliki prosedur
revaskularisasi ulang dan angina yang lebih jarang. Hal ini merekomendasikan CABG
sebagai pilihan strategi revaskularisasi pada pasien diabetes dengan penyakit jantung koroner
yang multivessel. Namun, penelitian BARI menunjukkan tidak ada perbedaan dalam
keseluruhan survival jangka panjang diantara pasien CABG dan angioplasti. Bila
dibandingkan dengan balloon angioplasti, maka CABG memberikan kecenderungan
“revaskularisasi sempurna” yang lebih besar karena dapat mengatasi penyumbatan total yang
kronik, stenosis cabang utama kiri, penyakit bifurkasi kompleks, dan penyakit difus. CABG
memiliki keterbatasan, dimana terdapat mortalitas dan morbiditas perioperative pasien
diabetes yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan non-diabetes; dan CABG lebih invasif
dibandingkan dengan angioplasti, dengan melibatkan berbagai organ secara umum; serta
rehabilitasi yang berkepanjangan dan secara signifikan menurunkan fungsi neuropsikiatri,
baik secara transien ataupun permanen.3
Akan tetapi, disamping adanya perkembangan dan availabilitas drug eluting stents
dan kemajuan lainnya dalam hal peralatan, teknik, dan farmakoterapi untuk terapi intervensi
perkutaneus, CABG masih tetap merupakan pilihan rekomendasi strategi revaskularisasi
pasien dengan diabetes dan penyakit koroner yang multivessel.1
Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular
21
III. KESIMPULAN
• Diabetes mellitus adalah kelompok penyakit yang dikarakteristik dengan produksi
insulin yang insufisien/ inadekuat dan menimbulkan hiperglikemia, merupakan faktor
resiko yang kuat untuk perjalanan penyakit jantung koroner, penyakit vaskular perifer,
stroke dan kegagalan jantung.
• Tiga komponen yang menyebabkan pasien diabetes memiliki resiko tinggi untuk
kejadian komplikasi kardiovaskular yaitu kerentanan pada pembuluh darah, komponen
darah, dan miokard.
• Gagal jantung pada diabetes terjadi akibat peningkatan proses oksidasi asam lemak
bebas, gangguan homeostasis kalium, aktivasi sistem renin-angiotensin, peningkatan
stress oksidatif yang menyebabkan disfungsi miokard. Abnormalitas fungsi endotel,
lipoprotein, dan koagulasi yang terjadi akibat hiperglikemia atau resistensi insulin
merupakan abnormalitas primer yang menjadi faktor predisposisi utama perkembangan
penyakit aterosklerosis.
• Pasien dengan kondisi infark miokard akut sering terjadi keadaan stress hiperglikemik
yang memberikan resiko mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan kondisi
normoglikemik. Penelitian dan strategi kontrol glukosa darah yang ketat belum berhasil
memberikan manfaat terhadap pasien, target glukosa darah dipertahankan antara 140-
180 mg/dL, dengan nilai dibawah meningkatkan resiko hipoglikemia.
• Penanganan gagal jantung dan diabetes umumnya bersamaan, dan saling berhubungan.
Pasien gagal jantung dapat diberikan ACE-inhibitor/ ARB dan β-bloker dosis dititrasi.
Pasien diabetes dapat diberikan metformin apabila laju filtrasi glomerulus >30 ml/menit,
dan dapat dikombinasi dengan obat anti-hiperglikemik lainnya (golongan tiazolidindion
membutuhkan perhatian khusus karena dapat menyebabkan retensi cairan), ataupun
insulin injeksi untuk mencapai kontrol glukosa yang direkomendasikan yaitu HbA1c <
7%.
• Pasien penyakit koroner disertai diabetes memerlukan strategi penanganan yang
kompherensif meliputi perubahan gaya hidup (berhenti merokok), aktifitas fisik, kontrol
tekanan darah (<135/85 mmHg), penanganan dyslipidemia (LDL<100 mg/dL), kontrol
gula darah (HbA1c < 7%), pengaturan berat badan, pemberian antiplatelet/ antikoagulan,
ACE-inhibitor atau β-bloker.
Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular
22
DAFTAR PUSTAKA
1. McGuire KD. Diabetes and the Cardiovascular System. Braunwald`s Heart Disease, 9th
ed, Elsevier, Philadelphia. 2012: 1392-1409.
2. Creager MA, Luscher TF. Diabetes and Vascular disease: Patophysiology, Clinical
Consequences, and Medical Therapy: Part I. Circulation 2003; 108: 1527-1532.
3. Farkouh ME, Fuster V, Rayfield EJ. Diabetes and Cardiovascular Disease. Hurst`s The
Heart, 13th ed, McGraw-Hill, New York. 2011.
4. Clemmons DR. Diabetes Mellitus: An Important Cardiovascular Risk Factor. Principles
of Molecular Cardiology. Humana Press, New Jersey. 2005: 563-574.
5. Vela BS. Diabetes Mellitus and the Heart. Lange: Current Diagnosis and Treatment in
Cardiology, 2th ed, McGraw-Hill, New York. 2002.
6. Baliga V, Sapsford R. Review article: Diabetes mellitus and heart failure- an overview of
epidemiology and management. Diabetes and Vascular Disease Research 2009; 6: 164-
171.
7. Nesto RW. Prevalence of and risk factors for coronary heart disease in diabetes mellitus.
UpToDate 2011. www.uptodate.com.
8. Hess K, Marx N, Lehrke M. Cardiovascular disease and diabetes: the vulnerable patient.
European Heart Journal Supplements 2012; 14 (Suppl B): B4-B13.
9. Masoudi AF, Inzucchi SE. Diabetes Mellitus and Heart Failure: Epidemiology,
Mechanisms, and Pharmacotherapy. Am J Cardiol 2007; 99 [suppl]: 113B-132B.
10. Garcia JM, Goldenthal MJ. Mitochondria and the Heart, Springer, New Jersey. 2005:
197-218.
11. Fonarow GC. An Approach to Heart Failure and Diabetes Mellitus. Am J Cardiol 2005;
96 [suppl]: 47E-52E.
12. Grundy SM, Benjamin IJ, Burke GL, et al. Diabetes and Cardiovascular Disease: A
Statement for Healthcare Professionals from the American Heart Association. Circulation
1999; 100: 1134-1146.
Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular
23
13. Boudina S, Abel ED. Diabetic Cardiomyopathy Revisited. Circulation 2007; 115: 3213-
3223.
14. Nesto RW. Heart failure in diabetes mellitus. UpToDate 2011. www.uptodate.com.
15. An D, Rodrigues B. Role of changes in cardiac metabolism in development of diabetic
cardiomyopathy. Am J Physiol Heart Circ Physiol 2006; 291: H1489-H1506.
16. Mayhan GW. Diabetic Vascular Disease. Heart Physiology and Pathophysiology, 4th ed,
Academic Press, Massachusetts. 2001: 1011-1030.
17. McFarlane SI, Banerji M, Sowers JR. Insulin Resistance and Cardiovascular Disease. J
Clin End Met 2001; 86(2): 713-718.
18. Stapleton RD, Heyland DK. Glycemic control and intensive insulin therapy in critical
illness. UpToDate 2011. www.uptodate.com.
19. Capes SE, Hunt D, Malmberg K, Gerstein HC. Stress hyperglycemia and increased risk
of death after myocardial infarction in patients with and without diabetes: a systematic
overview. Lancet 2000; 355:773-778.
20. Kosiborod M, McGuire DK. Glucose Lowering Targets for Patients with Cardiovascular
Disease: Focus on Inpatient Management of Patients with Acute Coronary Syndromes.
Circulation 2010; 122: 2735-2744.
21. Norhammar A, Tenerz A, Nilsson G, et al. Glucose metabolism in patients with acute
myocardial infarction and no previous diagnosis of diabetes mellitus: a prospective study.
Lancet 2002; 359: 2140-2144.
22. Kansagara D, Fu R, Freeman M, Wolf F, Helfand M. Intensive Insulin Therapy in
Hospitalized Patients: A Systematic Review. Ann Intern Med 2011; 154: 268-282.
23. Nesto RW, Inzucchi SE. Glycemic control for acute myocardial infarction in patients with
and without diabetes mellitus. UpToDate 2010. www.uptodate.com.
24. Luscher TF, Creager MA, Beckman JA, Cosentino F. . Diabetes and Vascular disease:
Patophysiology, Clinical Consequences, and Medical Therapy: Part II. Circulation 2003;
108: 1655-1661.
25. Jimenez FL, Johnson JS, Somers VK, Gat GT. Dyslipidemia and Classical Factors for
Atherosclerosis. Mayo Clinic Cardiology, 3rd ed, Mayo Clinic Scientific Press, Canada.
2007: 715-724.