dewan perwakilan rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · web view**) data 2020...

158
4 MARET 2021 NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2021

Upload: others

Post on 16-Aug-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

4 MARET 2021

NASKAH AKADEMIKRANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANG PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

2021

Page 2: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

4 MARET 2021

SUSUNAN TIM KERJAPENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK DAN RANCANGAN UNDANG-

UNDANG TENTANG PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Pengarah : Ir. Indra Iskandar, M.Si.Penanggung Jawab

: Dr. Inosentius Samsul, S.H., M.Hum.

Ketua : Yudarana Sukarno Putra, S.H., LLM.Wakil Ketua : Agus Priyono, S.H.Sekretaris : Dela Asfarina Cahyaningrum, S.H.Anggota : 1. Drs. Ahmad Budiman, M.Pd.

2. Mardisontori, S.Ag., LLM3. Achmadudin Rajab, S.H., M.H.4. Nadya Ahda, S.E.5. Hesbul Bahar, S.H.I, M.H.6. Wardi Taufiq, S. Ag.,M.Si.

Page 3: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................... 6B. Identifikasi Masalah.................................................. 8C. Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah

Akademik ................................................................. 8D. Metode Penyusunan Naskah

Akademik.................................................................. 9

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoretis .......................................................... 11B. Kajian Terhadap Asas/Prinsip Berkenaan dengan

Penyusunan Norma………………................................39

C. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang ada, serta Permasalahan Yang dihadapi Masyarakat, dan Perbandingan dengan Negara Lain............................................................................

42

D. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru yang akan Diatur dalam Undang-Undang Terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat dan Dampaknya Terhadap Aspek Beban Keuangan Negara....................................................................... 60

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

A. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

65

B. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.........................................

69C. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas

2

Page 4: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah..........................................

70

D. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

73

E. Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah......................

75

F. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan .................................................

85

G. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.................................................

85

H. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.......................................

87

I. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 Tentang Perpanjangan Pembentukan Daerah Tingkat II Di Kalimantan.................................................

88

J. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958 Tentang Penetapan UU Darurat Nomor 10 Tahun 1957 Tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Tengah dan Perubahan UU Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.............................

89

K. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1957 Pembentukan Daerah Swatantra Propinsi Kalimantan Tengah dan Pengubahan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956......................................................

92

L. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Propisi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.............................................

93

M. Pemerintah Republik Indonesia Serikat Nomor 21 Tahun 1950 tentang Pembentukan daerah Provinsi 94

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDISA. Landasan Filosofis ............................................... 97

3

Page 5: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

B. Landasan Sosiologis ............................................ 99C. Landasan Yuridis ................................................ 10

0BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG

LINGKUP MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG 104

A. Jangkauan............................................................... 105

B. Arah Pengaturan..................................................... 105

C. Materi Muatan 105

BAB VI PENUTUP 104

A. Simpulan .................................................................. 120

B. Saran ....................................................................... 123

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 124

LAMPIRAN :RANCANGAN UNDANG-UNDANG

124

4

Page 6: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas karunia dan rahmat-Nya, penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi Kalimantan Selatan (RUU tentang Provinsi Kalimantan Selatan) dapat diselesaikan dengan baik dan lancar.

RUU tentang Provinsi Kalimantan Selatan merupakan rancangan undang-undang yang ditugaskan oleh Komisi II DPR RI kepada Badan Keahlian DPR RI sebagai wujud penyesuaian dasar hukum dari acuan pengaturan Provinsi Kalimantan Selatan yang selama ini menggunakan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah-daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Adapun kehadiran RUU tentang Provinsi Kalimantan Selatan ini sangat diperlukan karena Indonesia selalu mengalami berbagai perubahan dinamika ketatanegaraan dalam mengelola daerah dan hal ini tentu sangat berdampak kepada cara pandang negara mengelola suatu daerah.

Naskah Akademik RUU tentang Provinsi Kalimantan Selatan disusun berdasarkan pengolahan hasil pengumpulan data dan informasi yang diperoleh baik melalui bahan-bahan bacaan (kepustakaan), website maupun diskusi yang dilakukan secara komprehensif. Kelancaran proses penyusunan Naskah Akademik ini tentunya tidak terlepas dari peran aktif seluruh Tim Penyusun dari Badan Keahlian DPR RI, yang telah dengan penuh ketekunan dan tanggung jawab menyelesaikan apa yang menjadi tugasnya. Untuk itu, terima kasih atas ketekunan dan kerja samanya.

Semoga Naskah Akademik ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

Jakarta, Maret 2021

Ketua Tim

5

Page 7: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Bahwa sejak 17 Agustus 1945, Indonesia telah mengalami

berbagai dinamika ketatanegaraan yang bergerak sesuai dengan situasi dan dinamika politik yang berkembang. Berbagai dinamika perubahan ketatanegaraan tersebut berpengaruh terhadap bentuk negara Indonesia itu sendiri yang mengalami berbagai perubahan mendasar dari negara kesatuan menjadi negara federal, dan kembali menjadi negara kesatuan. Dengan adanya perubahan-perubahan bentuk negara tersebut, tentunya berkonsekuensi terhadap konstitusi yang secara historis mengalami perubahan yaitu berdasarkan UUD 1945, UUD RIS 1950, UUDS 1950 dan kembali ke UUD NRI Tahun 1945 yang saat ini telah mengalami 4 kali perubahan.

Selaras dengan perkembangan ketatanegaraan tersebut, pembentukan daerah otonom provinsi juga terus berkembang dari tahun ke tahun. Berdasarkan Pasal 18 Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 mengatur bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Pembagian wilayah negara menjadi daerah provinsi dan di dalam daerah provinsi terdiri dari daerah Kabupaten/Kota, sekaligus sebagai pemerintahan daerah, sebagaimana diatur dalam Ayat (2) “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Sebagai kelengkapan penyelenggaraan Pemerintahan dan merupakan unsur pemerintahan daerah, maka dibentuk lembaga perwakilan rakyat daerah, sebagaimana ditentukan pada Ayat (3) “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum”. Kemudian Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing

6

Page 8: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.

Berkaitan dengan pembentukan daerah provinsi tersebut, salah satu daerah provinsi yang dibentuk pada awal masa kemerdekaan adalah provinsi Kalimantan Selatan. Secara historis Provinsi Kalimantan Selatan berdiri pada tanggal 1 Januari 1957 dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah-daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.1 Sebelumnya ketiga Provinsi berada dalam satu Provinsi yaitu Provinsi Kalimantan. Pada tanggal 23 Mei 1957 Provinsi Kalimantan Selatan dipecah menjadi Provinsi Kalimantan Selatan dan Provinsi Kalimantan Tengah dengan diterbitkannya Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Provinsi Kalimantan Tengah. Selanjutnya pada tahun 1959 sebagian wilayah Kabupaten Kotabaru dimasukkan ke dalam wilayah Kalimantan Timur berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 tahun 1959. Provinsi Kalimantan Selatan terdiri atas 2 kota dan 11 Kabupaten/Kota. Walaupun beribukota di Banjarmasin, namun sejak tanggal 14 Agustus 2011 sebagian aktivitas pemerintahan Kalimantan Selatan berpindah ke Kota Banjarbaru. Sedangkan untuk batas wilayah administrasi sebelah utara berbatasan dengan provinsi Kalimantan Timur, sebelah timur berbatasan dengan Selat Makasar, sebelah Selatan berbatasan dengan laut Jawa, dan sebelah barat berbatasan dengan provinsi Kalimantan Tengah.2

Secara filosofis, pembentukan suatu daerah merupakan bentuk pengakuan dan pemberian hak oleh negara kepada suatu kelompok masyarakat untuk mengatur dan mengurus diri sendiri dalam urusan tertentu sebagimana amanat Pasal 18 UUD NRI Tahun 1945 tersebut. Dalam hal ini provinsi Kalimantan Selatan telah diakui dan diberikan hak oleh negara sebagai daerah otonom melalui undang-undang yang dibentuk oleh pemerintahan negara pada saat itu. Secara sosiologis, dengan pengakuan provinsi Kalimantan Selatan sebagai daerah otonom, maka disitu terdapat proses pembagian tugas, dimana pemerintah pusat berkonsentrasi pada kebijakan-kebijakan makro yang lebih strategis untuk kepentingan nasional, sementara daerah dituntut lebih kreatif dalam melakukan proses pemberdayaan dalam mengatasi masalah-masalah lokal. Hal ini merupakan bentuk pemberian distribusi

1 Lihat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah-daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur

2 Lihat RPJMD Provinsi Kalimantan Selatan 2016-2021.

7

Page 9: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

kekuasaan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah, terutama terhadap nilai-nilai lokal yang menjadi khasanah kekuatan lokal, baik dalam aspek ekonomi maupun budaya.

Namun demikian secara yuridis dasar pembentukan provinsi Kalimantan Selatan tersebut dapat dikatakan sudah kadaluarsa (out of date) karena dibentuk pada masa Indonesia masih menggunakan UUDS Tahun 1950 dan dalam bentuk negara Republik Indonesia Serikat. Selain itu banyak materi muatan yang terdapat didalamnya sudah tidak sesuai dengan perkembangan ketatanegaraan terkini. Beberapa materi muatan yang sudah tidak sejalan lagi diantaranya adalah mengenai sebutan (nomenklatur) status daerah, susunan pemerintahan, dan pola relasi dengan pemerintahan pusat. Oleh karena itu saat ini adalah momentum yang tepat untuk membentuk undang-undang secara khusus mengatur tentang provinsi Kalimantan Selatan, agar dapat segera dilakukan penyesuaian sehingga pembangunan di provinsi Kalimantan Selatan dapat terselenggara secara terpola, menyeluruh, terencana, dan terintegrasi dalam satu kesatuan wilayah untuk mewujudkan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdaulat secara politk, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dan berkebudayaan.

B. Identifikasi MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, beberapa permasalahan yang

dapat diidentifikasi untuk kebutuhan penyusunan Naskah Akademik ini, yaitu sebagai berikut:1. Bagaimana teori dan praktik pelaksanaan mengenai

penyelenggaraan otonomi daerah di Provinsi Kalimantan Selatan pada saat ini?

2. Bagaimanakah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan otonomi daerah di Provinsi Kalimantan Selatan pada saat ini?

3. Apa yang menjadi dasar pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis dari pembentukan RUU tentang Provinsi Kalimantan Selatan?

4. Apa yang menjadi sasaran, jangkauan, arah pengaturan, dan materi muatan yang perlu diatur dalam RUU tentang Provinsi Kalimantan Selatan?

C. Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik

8

Page 10: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Sesuai dengan identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik adalah sebagai berikut:1. Mengetahui teori dan praktik pelaksanaan penyelenggaraan

otonomi daerah di Provinsi Kalimantan Selatan pada saat ini.2. Mengetahui kondisi peraturan perundang-undangan yang terkait

dengan penyelenggaraan otonomi daerah di Provinsi Kalimantan Selatan pada saat ini.

3. Merumuskan dasar pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis RUU tentang Provinsi Kalimantan Selatan.

4. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan dan arah pengaturan, serta materi muatan RUU tentang Provinsi Kalimantan Selatan.Sementara itu, kegunaan penyusunan Naskah Akademik RUU

tentang Provinsi Kalimantan Selatan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan bagi penyusunan draf RUU tentang Provinsi Kalimantan Selatan.

D. Metode Penyusunan Naskah AkademikPenyusunan Naskah Akademik RUU tentang Provinsi Kalimantan

Selatan dilakukan melalui studi kepustakaan/literatur dengan menelaah berbagai data sekunder seperti hasil-hasil penelitian atau kajian, literatur, serta peraturan perundang-undangan terkait, baik di tingkat undang-undang maupun peraturan pelaksanaannya dan berbagai dokumen hukum terkait.

Guna melengkapi studi kepustakaan dan literatur dilakukan penelaahan terhadap peraturan perundang-undangan terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah di Provinsi Kalimantan Selatan, diantaranya yaitu:a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;b) UU Nomor 25 Tahun 1956 Pembentukan Daerah-Daerah Otonom

Propisi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur c) UU No.10 Tahun 1957 Pembentukan Daerah Swatantra Propinsi

Kalimantan Tengah dan Pengubahan Undang-Undang No. 25 Tahun 1956

d) UU Nomor 27 Tahun 1959 penetapan undang-undang darurat no. 3 tahun 1953 tentang perpanjangan pembentukan daerah tingkat II di Kalimantan

e) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Serikat Nomor 21 Tahun 1950 tentang Pembentukan daerah Provinsi

f) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

9

Page 11: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Daerah sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

g) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

h) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

i) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang j) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11 Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 4966)

k) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan

l) Undang-Undang Desa No 6 Tahun 2014 Tentang Desa

10

Page 12: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

BAB IIKAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoretis 1. Kinerja Politik Kekuasaan Demokratis

Dalam konsep ini, dapat dikaitkan dengan pembahasan mengenai ruang-ruang kekuasaan politik lokal, yang mana ini dapat diamati lewat proses demokratisasi di daerah. Ada 3 macam ruang kekuasaan : Ruang yang tertutup, ruang yang diperkenankan, dan ruang yang diciptakan. Ruang tertutup, mengandung pengertian bahwa dalam praktek pembuatan kebijakan, ruang-ruang dalam merumuskannya disetting tertutup. Berbagai keputusan dan kebijakan pemerintah daerah, yang dibuat para politisi daerah, dilakukan di belakang pintu. Partisipasi publik menjadi tertutup dan akibatnya kekuasaan di daerah menjadi tidak terkontrol, sehingga penguasa daerah semakin represif melalui cara-cara yang halus. Kedua, ruang yang diperkenankan (invited spaces) mengandung pengertian bahwa ada ruang yang diatur sedemikian rupa sebagai tempat berpartisipasinya masyarakat luas. Dengan adanya ruang ini, warga daerah bebas mengkritik dan menyuarakan berbagai ketimpangan kebijakan daerah.3 Hal ini merupakan ruh konsep partisipasi politik, yang menurut Huntington dan Joan Nelson, adalah suatu sikap yang mencakup segala kegiatan atau aktivitas yang mempunyai relevansi dengan politik atau hanya mempengaruhi pejabat-pejabat pemerintah dalam pengambilan keputusan pemerintahan.4

Pemahaman di atas secara singkatnya menuntut adanya sebuah ruang publik tempat terjadinya proses komunikasi politik atau negosiasi sosial yang demokratis, yaitu yang tanpa pemaksaan, tekanan dan ancaman dalam mencapai berbagai konsensus bersama sebagai landasan dalam setiap kerjasama sosial, politik, dan kebudayaan.5

Ruang yang ketika adalah ruang diciptakan (created/claimed space). Ruang ini mengandung pengertian bahwa ada ruang yang berada di luar lembaga formal pemerintahan daerah yang memang diciptakan oleh gerakan masyarakat daerah sendiri, yang didalamnya adalah sebuah organisasi atau gerakan sosial di daerah terkait untuk melakukan perdebatan, diskusi, advokasi dan perlawanan. Di ruang ini

3 Abdul Halim.. Politik Lokal ; Pola, Aktor dan Alur Dramatikalnya (Perspektif Teori Powercube, Modal dan Panggung). Yogyakarta. LP2B. 2014. Hal.71-77.

4 Leo Agustinus. Pilkada dan Dinamika Politik Lokal. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2009. Hal.19.

5 Yasraf A. Piliang. Transpolitika ; Dinamika Politik di dalam Era Virtualitas. Yogyakarta. Jalasutra ; Anggota IKAPI. 2005. Hal.320.

11

Page 13: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

para aktor atau elit agama dan sosial, termasuk para intelektual dan aktivis organisasi, mempunyai posisi dan memainkan peran yang kuat. Mereka memainkan peran dalam pemberdayaan masyarakat daerah, khususnya dalam pemberdayaan dan pembelaan hak-hak masyarakat daerah.6

Organisasi civil society sangat berperan dalam created space. Hal ini didasari oleh ruh demokrasi. Munculnya organisasi masyarakat atau civil society ini adalah merupakan hasil pengaruh dari terbukanya kran demokrasi dan desentralisasi. Demokratisasi yang secara sederhana dimaknai kebebasan, nampak sekali dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menuntuk hak-hak yang dimilikinya sebagai warga negara.7

2. Pembangunan Daerah Menurut Soekartawi konsep umum tentang perencanaan

pembangunan adalah bahwa perencanaan pembangunan sebenarnya merupakan suatu proses yang berkesinambungan dari waktu ke waktu dengan melibatkan kebijaksanaan (policy) dari pembuat keputusan berdasarkan sumber daya yang tersedia dan disusun secara sistematis.8 Riyadi dan Bratakusuma berpendapat, perencanaan pembangunan dapat diartikan proses atau tahap dalam merumuskan pilihan-pilihan pengambilan kebijakan yang tepat, dimana dalam tahapan ini dibutuhkan data dan fakta yang relevan sebagai dasar atau landasan bagi serangkaian alur yang sistematis yang bertujuan untuk terwujudnya kesejahteraan masyarakat umum baik secara fisik maupun non fisik.9

Dalam pembangunan daerah, ada yang disebut sebagai Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah (Simrenda). Simrenda ini dirancang untuk dapat meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan daerah melalui data-data pembangunan yang relevan dan akurat. Simrenda dapat membantu semua tahapan dalam perencanaan pembangunan daerah. Hal tersebut menandakan bahwa keberadaan Simrenda akan sangat membantu mewujudkan pembangunan daerah yang lebih maksimal. Melalui beberapa rangkaian simulasi kegiatan, penentuan arah kebijakan pembangunan dapat lebih dimaksimalkan, sehingga upaya-upaya penanganan 6 Abdul Halim. Opcit. Hal.78.7Ibid. Hal.79. 8 Soekartawi, Prinsip-prinsip Perencanaan Pembangunan. Jakarta, Rajawali Press.

1990. Hal.3. 9 Riyadi dan Bratakusumah, Deddy Supriyadi. Perencanaan Pembangunan Daerah.

Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama. 2005 Hal.7.

12

Page 14: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

permasalahan dan hambatan dalam pembangunan daerah mampu diatasi sejak awal.10

Pembangunan daerah dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu pembangunan sektoral, pembangunan wilayah, dan pembangunan pemerintahan. Dari segi pembangunan sektoral, pembangunan daerah merupakan pencapaian sasaran pembangunan nasional, dilakukan melalui berbagai kegiatan atau pembangunan sektoral seperti pertanian, industri, dan jasa yang dilaksanakan daerah. Pembangunan sektoral dilakukan di daerah disesuaikan dengan kondisi dan potensinya. Dari segi pembangunan wilayah yang meliputi perkotaan dan pedesaan sebagai pusat dan lokasi kegiatan sosial-ekonomi dari wilayah tersebut. Desa dan kota saling terkait dan membentuk suatu sistem. Karenanya, pembangunan wilayah meliputi pembangunan wilayah perkotaan dan pedesaan yang terpadu dan saling mengisi. Dari segi pemerintahan, pembangunan daerah merupakan usaha untuk mengembangkan dan memperkuat pemerintahan daerah untuk makin mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab.11

Pembangunan daerah di Indonesia memiliki dua aspek, yaitu: 1) bertujuan memacu pertumbuhan ekonomi dan sosial di daerah yang relatif terbelakang, dan 2) untuk lebih memperbaiki dan meningkatkan kemampuan daerah dalam melaksanakan pembangunan melalui kemampuan menyusun perencanaan sendiri dan pelaksanaan program serta proyek secara efektif.12

Pembangunan daerah dalam teori pembangunan disebut sebagai pertumbuhan wilayah. Oleh karena itu, pembangunan daerah adalah mewujudkan pertumbuhan wilayah. Pandangan teori resource endowment dari suatu wilayah menyatakan bahwa pengembangan ekonomi wilayah bergantung pada sumber daya alam yang dimiliki dan permintaan terhadap komoditas yang dihasilkan dari sumber daya itu.13 Sementara pandangan lain, teori export base atau teori economic base menyatakan bahwa pertumbuhan wilayah jangka panjang bergantung pada kegiatan ekspornya. Kekuatan utama dalam pertumbuhan wilayah adalah permintaan eksternal akan barang dan jasa, yang dihasilkan dan diekspor oleh wilayah itu. Permintaan

10 Ibid. Hal.9. 11 Sugijanto Soegijoko. Strategi Pengembangan Wilayah dalam Pengentasan

Kemiskinan. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. 1997. Hal.49. 12 Syafruddin A. Tumenggung. Paradigma Ekonomi Wilayah: Tinjauan Teori dan

Praksis Ekonomi Wilayah dan Implikasi Kebijaksanaan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. 1997. Hal.144.

13 Ibid. Hal.145.

13

Page 15: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

eksternal ini mempengaruhi penggunaan modal, tenaga kerja, dan teknologi untuk menghasilkan komoditas ekspor.14

Teori lain tentang pertumbuhan wilayah yang dikembangkan dengan asumsi-asumsi ilmu ekonomi neo-klasik menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah sangat berhubungan dengan tiga faktor penting, yaitu 1) tenaga kerja; 2) ketersediaan modal; dan 3) kemajuan teknologi. Tingkat dan pertumbuhan faktor-faktor itu akan menentukan tingkat pendapatan dan pertumbuhan ekonomi wilayah.15 Dalam teori ini ditekankan pentingnya perpindahan faktor-faktor ekonomi-khususnya modal dan tenaga kerja-antar wilayah. Perpindahan faktor modal dan tenaga kerja antar wilayah dalam suatu negara lebih mudah terjadi dan dapat menghilangkan perbedaan faktor harga diantara wilayah-wilayah itu yang bermuara pada penyeragaman pendapatan per kapita wilayah.16

Sementara itu, teori ketidak-seimbangan pertumbuhan wilayah muncul terutama sebagai reaksi terhadap konsep kestabilan dan keseimbangan pertumbuhan seperti diungkap dalam teori Neo-klasik. Tesisi utama teori ini adalah bahwa kekuatan pasar sendiri tidak dapat menghilangkan perbedaan-perbedaan antar wilayah dalam suatu negara; bahkan sebaliknya kekuatan-kekuatan ini cenderung akan menciptakan dan bahkan memperburuk perbedaan-perbedaan itu. Perubahan-perubahan dalam suatu sistem sosial ternyata tidak diikuti oleh penggantian perubahan-perubahan pada arah yang berlawanan.17

Oleh karena itu, intervensi negara diperlukan sebatas mengarahkan kembali kekuatan-kekuatan itu dalam pasar agar perbedaan yang muncul tidak membesar, sehingga pertumbuhan wilayah tetap dapat diwujudkan. Pertumbuhan keluaran (output) wilayah ditentukan oleh adanya peningkatan skala pengembalian, terutama dalam kegiatan manufaktur. Hal ini berarti bahwa wilayah dengan kegiatan utama sektor industri pengolahan akan mendapat keuntungan produktivitas yang lebih besar dibandingkan wilayah yang bergantung pada sektor primer, sehingga dapat disimpulkan bahwa wilayah dengan sektor industri akan tumbuh lebih cepat dibandingkan wilayah yang bergantung pada sektor primer.18

Dengan demikian, suatu kawasan yang mempunyai keunggulan di sektor pertanian perlu menempatkan sektor pertanian sebagai basis 14 Ibid.,15 Ibid., Hal.147. 16 Gunawan Sumodiningrat. Membangun Perekonomian Rakyat; Seri Ekonomika

Pembangunan. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar dan IDEA. 1997. Hal.23. 17 Ibid. Hal.24. 18 Ibid. Hal.24-25.

14

Page 16: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

utama dalam menggerakkan sektor industri agar pertumbuhan wilayah dapat dipercepat dengan tetap melibatkan partisipasi masyarakat lokal. Untuk itu, maka diperlukan upaya khusus untuk pengembangan sumber daya manusia lokal sebagai penggerak utama pertumbuhan wilayah. Teori ini dikembangkan sebagai jawaban atas akselerasi pertumbuhan wilayah yang beriringan dengan peningkatan kesejahteraan sosial riil masyarakat lokal. Hal ini berarti bahwa investasi pada sumber daya manusia akan menyebabkan peningkatan skala pengembalian. Oleh karena itu, hal tersebut akan meningkatkan pertumbuhan wilayah dalam jangka panjang.19

Suatu kelompok manusia dalam suatu lingkungan tertentu (community) atau masyarakat dalam suatu wilayah, tempat, atau daerah, dihubungkan dengan unit daerah (tempat atau wilayah) lain oleh faktor maupun keadaan-keadaan ekonomi, fisik, dan sosialnya. Dengan demikian, pembangunan dalam suatu tempat tertentu membutuhkan koordinasi proyek pembangunan lokalnya dengan rencana regional dan nasional. Dari segi pembangunan, region sebetulnya adalah penghubung (link) antara masyarakat lokal dan nasional. Suatu peng-regional-an memungkinkan identifikasi tujuan nasional ke dalam pelaksanaan lokal yang lebih jelas dan tajam. Dengan perkataan lain, regional planning memberikan rangka dasar untuk mempertemukan proyek pembangunan, baik nasional maupun lokal secara berimbang (balanced) dan dapat menempati kedudukan yang sebenarnya dalam suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh.20

3. Otonomi Daerah21

Pemerintahan yang sentralistik berpotensi akan melahirkan “power abuse” sebagaimana adagium yang dikemukakan oleh Lord Acton yang terkenal yaitu “Power tends to corrupt and absolute power will corrupt absolutly”. Ada juga yang menyatakan bahwa sentralisasi kekuasaan cenderung akan menimbulkan tirani. Oleh karena itu terbentuknya suatu pemerintahan daerah yang efektif merupakan alat untuk mengakomodasikan pluralisme di dalam suatu negara modern

19 Gunawan Sumodiningrat. Pembangunan Daerah dan Pengembangan Kecamatan (dalam Perspektif Teori dan Implementasi): Jurnal PWK Vol.10 No.3/November 1999”. 1999. Hal.147.

20 Ginandjar Kartasasmita. “Power dan Empowerment: Sebuah Telaah Mengenai Konsep Pemberdayaan Masyarakat: Makalah Pidato Kebudayaan Menteri PPN/Ketua Bappenas”. Jakarta: TIM. 1996.

21 Badan Keahlian DPR RI, Naskah Akdemik RUU tentang Provinsi Bali, 2020. Hal. 85.

15

Page 17: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

yang demokratis. Karenanya pemerintah daerah merupakan bentukan yang penting untuk mencegah terjadinya sentralisasi yang berlebihan

Pada sisi lain, Rondinelli menyatakan bahwa desentralisasi secara luas diharapkan untuk mengurangi kepadatan beban kerja di Pemerintah Pusat. Program didesentralisasikan dengan harapan keterlambatan dapat dikurangi. Juga diperkirakan desentralisasi akan meningkatkan pemerintah menjadi lebih tanggap pada tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik yang disediakan pemerintah daerah pada rakyatnya. Desentralisasi sering juga dimaksudkan sebagai cara untuk mengelola pembangunan ekonomi nasional secara lebih efektif dan efisien melalui penyerahan sebagian kewenangan pembangunan ekonomi tersebut ke daerah. Disamping itu desentralisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kemampuan aparat pemerintah untuk memperoleh informasi yang lebih baik mengenai keadaan daerah, untuk menyusun program-program daerah secara lebih responsif dan untuk bereaksi secara cepat manakala persoalan-persoalan timbul dalam pelaksanaan.

Desentralisasi juga dapat dipakai sebagai alat untuk memobilisasi dukungan terhadap kebijakan pembangunan nasional dengan menginformasikannya kepada masyarakat daerah untuk menggalang partisipasi didalam perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya di daerah. Partisipasi lokal dapat digalang melalui keterlibatan dari berbagai kepentingan seperti kepentingan-kepentingan politik, agama, suku, kelompok-kelompok profesi didalam proses pembuatan kebijakan pembangunan. Dengan demikian desentralisasi sering dianggap sebagai jawaban atas kecenderungan-kecenderungan centrifugal yang disebabkan oleh rasa kesukuan, kedaerahan, bahasa, agama dan kelompok-kelompok ekonomi tertentu.

Secara politis, keberadaan pemerintah daerah sangat penting untuk mengakomodasikan kebutuhan-kebutuhan daerah. Pemerintah merasakan adanya kebutuhan akan kesadaran berbangsa dan kebutuhan akan kedewasaan politik dalam masyarakat agar program-program pemerintah di daerah mendapatkan dukungan secara entusias dari masyarakat sehingga penggunaan paksaan dan kekerasan dapat dihindari. Meluasnya kesadaran politik dapat ditempuh melalui partisipasi masyarakat dan adanya pemerintahan yang tanggap untuk mengartikulasikan kebutuhan-kebutuhan daerah kedalam kebijakan-kebijakan pembangunan dan adanya akuntabilitas

16

Page 18: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

kepada masyarakat dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Dengan demikian secara politis desentralisasi akan memperkuat akuntabilitas, ketrampilan politis dan integrasi nasional. Desentralisasi akan membawa pemerintah lebih dekat kepada rakyat, memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat, dan menciptakan rasa kebebasan, persamaan dan kesejahteraan. Dengan adanya wakil-wakil rakyat di pemerintahan daerah yang dipilih, akan terdapat jaminan yang lebih baik bahwa tuntutan-tuntutan masyarakat luas untuk ikut dipertimbangkan didalam pembuatan kebijakan lokal. Keputusan- keputusan yang dibuat akan lebih terinformasikan sehingga akan lebih sesuai dengan kondisi setempat, dan dapat diterima masyarakat yang pada gilirannya akan lebih efektif.

Secara tradisional, argumen keberadaan pemerintah daerah lebih dititikberatkan pada kepentingan untuk mengetahui kondisi daerah untuk menangani persoalan-persoalan daerah secara lebih efektif. Tujuan lainnya adalah bahwa dengan adanya pemerintah daerah akan memungkinkan adanya interaksi yang efektif antara rakyat dengan wakil-wakilnya ataupun dengan birokrasi pemerintah daerah. Pada sisi lain adanya pemerintah daerah akan bermanfaat sebagai sarana pendidikan politik baik bagi masyarakat pemilih maupun bagi wakil-wakil mereka yang ada di pemerintahan dalam usaha membangun demokrasi di tingkat daerah. Suatu pemerintahan daerah yang representatif mengandung nilai-nilai demokrasi didalamnya yaitu: kemerdekaan, persamaan, kemasyarakatan, tanggung jawab politis, dan partisipasi. Terkandung juga adanya harapan bahwa pemerintah daerah akan mendukung terwujudnya kelembagaan-kelembagaan nasional yang demokratis.

Dalam kaitannya dengan pembangunan, terdapat kebutuhan yang mendesak untuk melibatkan masyarakat secara efektif dalam kegiatan pembangunan. Peranan rakyat daerah perlu dilepaskan dari dominasi oleh sekelompok elite daerah atau paksaan akan konsensus untuk mengarah kepada dinamika masyarakat yang demokratis didalam pembuatan keputusan-keputusan pembangunan. Keterlibatan masyarakat dalam menyatakan kebutuhan- kebutuhannya dan mengawasi kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh wakil-wakil mereka di pemerintahan daerah akan merupakan alat yang sangat penting dalam mengoreksi penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan.

Secara ekonomis desentralisasi dapat meningkatkan efisiensi yang terlihat dari terpenuhinya kebutuhan rakyat daerah melalui pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah. Desentralisasi

17

Page 19: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang beragam atas barang dan jasa publik sesuai dengan kekhususan wilayahnya. Sebagai contoh, pemerintah daerah menyediakan fasilitas-fasilitas pariwisata untuk daerah dengan karakter parawisata yang dominan. Secara ekonomis desentralisasi dapat mengurangi biaya dan meningkatkan pelayanan pemerintah karena mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, dan secara efektif memanfaatkan sumber daya manusia.

Hicks menyatakan bahwa rakyat perlu tahu hubungan antara pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan sumber-sumber pembiayaannya. Ini berarti adanya kewajiban dari rakyat untuk membayar pajak untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah daerah tersebut. Salah satu tanggung jawab yang dapat diajarkan melalui pemerintah daerah adalah tanggung jawab rakyat terhadap pembiayaan pemerintah. Hubungan antara pembayaran pajak daerah dengan pelayanan-pelayanan pemerintah kepada masyarakat sangat jelas nampak dan langsung sifatnya. Karena itu akan lebih meyakinkan masyarakat sebagai pembayar pajak dan akan lebih merangsang kepentingannya untuk membayar pajak daerah dibandingkan keuntungan yang diperoleh pembayar pajak kepada pemerintah nasional yang sering kurang nampak langsung hubungannya.

Keberadaan pemerintah daerah tidaklah semata-mata untuk memberikan pelayanan masyarakat, tapi juga untuk memberikan kesempatan kepada rakyat untuk terlibat langsung dalam kegiatan pemerintah daerah guna mengembangkan kreativitas dan bakat- bakat mereka. Pemerintah daerah telah menjadi sarana pendidikan politik yang berhasil baik di negara maju maupun di negara berkembang. Disamping itu, secara ekonomis dan administratip, pemerintah daerah dapat membantu Pemerintah Pusat dalam menjalankan strategi di bidang pembangunan.

Pada sisi lain, gejala berubahnya struktur masyarakat dari agraris dengan karakter sosial yang relatip homogen ke arah masyarakat industri yang heterogen telah menyebabkan menipisnya ikatan-ikatan primordial yang umumnya menjadi benang perekat munculnya ikatan regional. Kebijakan desentralisasi dalam bentuk pemberian otonomi sebagai respon dari sentimen regional tersebut menjadi semakin kehilangan basis dalam masyarakat yang berubah kearah perkotaan. Makin kuat gejala perkotaan yang timbul, akan makin lemah ikatan atas basis primordialisme, karena masyarakat akan cenderung diikat

18

Page 20: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

oleh kepentingan yang rasional. Keadaan ini diperkuat lagi dengan menggejalanya anonimitas pada masyarakat perkotaan yaitu masyarakat yang anonim yang ditandai dengan renggangnya ikatan-ikatan sosial. Namun perubahan dari gejala primordial ke gejala rasional pada masyarakat perkotaan bukan berarti pemerintah daerah dapat mengabaikan unsur akuntabilitas.

Bentuk akuntabilitas yang dituntut oleh masyarakat perkotaan akan berbeda dengan masyarakat pedesaan yang homogen. Reaksi masyarakat yang heterogen akan lebih bertumpu kepada kualitas pelayanan yang dirasakan oleh mereka. Masyarakat perkotaan akan kurang tertarik pada pembagian unit pemerintahan yang berlandaskan pembagian geografis, namun akan lebih memusatkan perhatian pada jenis dan kualitas pelayanan yang mereka peroleh dari pemerintah daerah. Kalau pada masyarakat yang homogen lebih menekankan pada format desentralisasi dalam arti bahwa eksistensi mereka diakui, maka masyarakat kota akan lebih menekankan pada substansi atau isi dari desentralisasi tanpa terlalu memperhatikan format desentralisasi tersebut dalam struktur pemerintahan.

4. Otonomi Daerah di Indonesia22

Otto Bauer dan Ernest Renan yang pendapatnya dikutip oleh Sukarno dalam bukunya “Di Bawah Bendera Revolusi” menyatakan bahwa suatu bangsa lahir karena adanya penderitaan yang sama. Itulah sebabnya ketika suku-suku bangsa yang ada di Nusantara yang sama-sama di bawah satu penderitaan yaitu dijajah oleh Belanda, mereka pada tanggal 28 Oktober 1928 bersumpah berbangsa satu, bertanah air satu dan berbahasa satu yaitu Indonesia. Peristiwa ini yang kita ingat dan peringati setiap tahunnya sebagai hari Sumpah Pemuda. Inilah cikal bakal yang membentuk bangsa Indonesia.

Bangsa Indonesia yang kemudian di bawah pimpinan Sukarno dan Hatta yang menyatakan kemerdekaan bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Pada tanggal 18 Agustus 1945 disahkanlah Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia. Konstitusi adalah “Grondwet” atau hukum dasar dimana bangunan kehidupan berbangsa dan bernegara diatur. Dalam Pembukaan Undang–Undang Dasar 1945 mengatur bangsa Indonesia yang merdeka tersebut untuk pertama kalinya membentuk pemerintah negara Indonesia. Ini yang kemudian menjiwai Pasal 1 UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan 22 Ibid.,

19

Page 21: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

bahwa Indonesia adalah negara kesatuan (unitary country) yang berbentuk republik (res publica) yang berarti kekuasaan ada ditangan rakyat. Tugas pemerintah negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut perdamaian dunia yang dilandasi oleh semangat sila-sila Pancasila.

Apa yang diatur dalam pembukaan konstitusi oleh pendiri bangsa Indonesia adalah sejalan dengan pemikiran besar dari Jean Jaques Rousseau ahli filsafat dari Perancis dalam teorinya Du Contract Social dan John Locke dari Inggris yang menyatakan bahwa untuk mencegah terjadinya kekacauan, maka suatu bangsa sepakat membuat institusi yang namanya pemerintah. Jadi tugas pertama pemerintah adalah menciptakan “Law and Order”. Tugas kedua pemerintah adalah menciptakan kesejahteraan atau “Welfare” bagi warganya. Dari pemikiran tersebut lahir cikal bakal konsep “welfare state” atau negara kesejahteraan.

Dalam menciptakan kesejahteraan, bangsa Indonesia sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan menganut kebijakan desentralisasi dengan membagi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam provinsi-provinsi dan setiap provinsi dibagi dalam kabupaten/kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Dengan demikian ada dua susunan pemerintahan daerah otonom di Indonesia yaitu daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota. Kemudian dalam ayat (5) Pasal yang sama mengatur bahwa daerah menjalankan otonomi yang seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang dinyatakan sebagai urusan pemerintahan pusat. Ketentuan tersebut yang kemudian melahirkan berbagai kebijakan otonomi daerah dari masa kemasa sejak kemerdekaan Indonesia.

Apabila otonomi daerah dipersepsikan sebagai hak daerah untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri, maka kebijakan otonomi daerah di Indonesia diwarnai dengan pasang surut yang ditandai dengan perubahan berbagai peraturan perundang- undangan yang melatar belakanginya. Masa pasang otonomi ditandai dengan diberikannya diskresi (discretionary power) yang luas bagi daerah dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, maka masa surut ditandai dengan tingginya campur tangan Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan otonomi daerah.

20

Page 22: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Secara ringkas implementasi otonomi di Indonesia diwarnai dengan gejala pasang surut dilihat dari latar belakang undang-undang otonomi daerah sejak kemerdekaan Indonesia. Setelah kemerdekaan kita memakai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945. Pelaksanaan otonomi sangat diwarnai oleh warna sentralisasi. Hal ini dapat dimaklumi pada awal kemerdekaan, karena terbatasnya sumber dana dan sumber daya akan memaksa pemerintah untuk lebih memilih pendekatan sentralistik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Namun tiga tahun kemudian lahir Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 dengan nuansa desentralisasi yang kuat. Suasana politik waktu itu sangat dipengaruhi oleh semangat partisan sebagai bentuk euforia pasca kemerdekaan dengan dianutnya kabinet parlementer yang ditandai dengan jatuh bangunnya kabinet pemegang kekuasaan pemerintahan. Kemudian lahir Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 yang sangat desentralistik diwarnai dengan adanya pemisahan antara pejabat daerah dengan pejabat pusat. Hal ini tidak terlepas dari pemilu pertama tahun 1955 yang demokratis. Bahkan pada waktu itu sebagaimana diungkapkan oleh Bayu Suryaningrat, timbul dualisme struktural antara pejabat pusat yang ditugaskan di daerah dengan pejabat daerah otonom (split model) mengambil istilah Leemans.

Kemudian pasca Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959 dikeluarkanlah Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 yang bernuansa sentralistik. Hampir semua jabatan bupati dan walikota diambil dari pamong praja yang berasal dari Pemerintah Pusat. Kondisi ini timbul sebagai refleksi dari dibubarkannya DPR dan MPR melalui Dekrit Presiden dan dibentuklah DPRS dan MPRS. Era tahun 1960an partai politik bangkit kembali ditandai dengan lahirnya poros nasakom. Dalam konteks otonomi daerah lahirlah Undang-Undang 18 Tahun 1965. Bahkan waktu itu muncul tuntutan agar dibentuk daerah tingkat III berbasis di kecamatan. Setelah G 30S/PKI tahun 1965, lahir Orde Baru yang dalam konteks otonomi daerah melahirkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 yang bernuansa sentralistik.

Pada waktu Orde Baru, kepala daerah menjalankan fungsi ganda (dual roles). Kepala daerah tidak hanya sebagai kepala daerah otonom tapi sekaligus juga berperan sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah (fused model memakai istilah Leemans). Akhirnya terjadi krisis moneter yang kemudian memicu krisis multi dimensi yang ditandai dengan runtuhnya rezim Orde Baru dan melahirkan reformasi dengan agenda utama demokratisasi.

21

Page 23: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Dalam konteks otonomi daerah lahirlah UU tentang Pemda Tahun 1999 yang merupakan kebalikan arah dari sentralisasi menuju ke ekstrim yang berlawanan yaitu otonomi seluas-luasnya. Hubungan Pusat dan daerah bukan lagi sinerjik bahkan sering bernuansa bertentangan secara diametrik. Pokok persoalannya terletak pada belum siapnya baik Pusat maupun Daerah dalam menyikapi otonomi daerah dengan prinsip otonomi yang seluas luasnya. Pusat yang secara empiris belum siap untuk kehilangan perannya sebagai pengatur dan pengurus yang sering dipraktikkan di era Orde Baru yang sentralistik. Sedangkan Daerah yang sangat antusias pada kebebasan dengan kapasitas yang terbatas serta belum siap untuk menjalankan otonomi yang seluas-luasnya tersebut.

Ketidakharmonisan hubungan Pusat dan Daerah yang terbentuk semasa diberlakukannya UU tentang Pemda Tahun 1999 dicoba diakhiri dengan mengubah Undang-Undang tersebut menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU tentang Pemda Tahun 2004). Undang-Undang ini mencoba membentuk keseimbangan baru antara hubungan Pusat dan Daerah. Kewenangan Daerah mulai ditata dengan melakukan pembagian urusan pemerintahan antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota secara tegas yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007. Namun dalam praktik pembagian kewenangan tersebut sering dianulir oleh pengaturan kewenangan dalam undang-undang sektor yang sering bertentangan dengan pembagian kewenangan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007. Karena dalam hierarki peraturan perundang-undangan posisi peraturan pemerintah adalah lebih rendah dari undang-undang, maka tetap saja masih terjadi tumpang tindih kewenangan antara Pusat dan Daerah. Pusat akan bertahan pada Undang-Undang Sektor yang mengaturnya. Sedangkan Pemerintah Daerah berpedoman pada UU tentang Pemda Tahun 2004 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007. Kondisi tersebut yang kemudian menjadi salah satu pemicu diubahnya UU tentang Pemda Tahun 2004 menjadi UU tentang Pemda Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas UU tentang Pemda Tahun 2014 (UU tentang Pemda Tahun 2015) yang mengatur pemerintahan daerah sampai sekarang ini.

Perubahan berbagai Undang-Undang Pemerintahan Daerah tersebut sangat diwarnai oleh perubahan suasana politik pada waktu undang-undang tersebut dibuat. Perubahan suasana politik akan

22

Page 24: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

mempengaruhi suasana kebatinan penyusunan undang-undang otonomi daerah. Namun demikian pelajaran yang dapat kita ambil adalah perubahan tersebut sangat diwarnai dua hal yaitu aspek “diskresi” (the degree of discretion of local government) dan aspek “intervensi” (the degree of intervention of central government toward local government) yang kemudian akan mewarnai pelaksanaan otonomi daerah. Ini merupakan suatu “continuum” antara sentralisasi dan desentralisasi. Tidak ada suatu negara yang dapat melakukan segregasi secara absolut antara sentralisasi dan desentralisasi. Ini adalah pencarian keseimbangan antara kepentingan nasional (sentralisasi) dan kepentingan daerah (desentralisasi). Hal ini juga membuktikan selalu ada upaya mencari keseimbangan antara sentralisasi dengan desentralisasi sesuai perkembangan kondisi sosial politik, ekonomi, dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang terjadi pada waktu undang-undang otonomi daerah tersebut disusun.

Ada beberapa isu strategis dalam UU tentang Pemda Tahun 2014 jo UU tentang Pemda Tahun 2015 yang perlu dicermati sebagaimana terurai di bawah ini.

Pertama: Isu Penegasan Hubungan Pusat dan DaerahPasal 18 ayat (5) UUD NRI Tahun 1945 memang memberikan

otonomi yang seluas-luasnya ke daerah. Namun konstitusi tidak mengatur kekuasaan siapa yang diotonomikan seluas-luasnya ke daerah. Masalahnya setelah reformasi yang ditandai dengan amandemen Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang telah dilakukan empat kali, konstitusi Indonesia tidak diikuti penjelasan karena sejak reformasi penjelasan konstitusi dihapus. Untuk itu maka tergantung interpretasi dari pembentuk undang-undang untuk menafsirkannya. Koreksi akan dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi manakala terjadi yudicial review atas undang-undang terhadap konstitusi.

UU tentang Pemda Tahun 2014 secara jelas dan tegas menyatakan bahwa kewenangan eksekutif yang dipegang oleh Presiden yang diotonomikan seluas-luasnya ke daerah. Undang-Undang tersebut juga menegaskan bahwa tanggung jawab akhir pemerintahan ada ditangan Presiden sebagai konsekuensi kita berotonomi di negara kesatuan (unitary state). Itu juga sebabnya kenapa DPRD dijadikan pejabat daerah untuk menciptakan kejelasan dan ketegasan serta menghilangkan ambivalensi posisi mereka dalam sistem pemerintahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berbeda halnya dengan di negara federal dimana fungsi legislatif sebagai pembuat undang-

23

Page 25: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

undang ada di tingkat negara bagian dan di tingkat negara federal. Di Indonesia sebagai negara kesatuan, lembaga legislatif sebagai pembuat undang-undang hanya ada di tingkat nasional. Sedangkan DPRD adalah pembuat Peraturan Daerah. Itulah argumen yang dibangun bahwa DPRD adalah pejabat daerah.

Mengingat posisi Presiden sebagai penanggung jawab akhir pemerintahan, maka Presiden mempunyai hak untuk mengatur-atur daerah melalui berbagai regulasi dibawah undang-undang seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri dan lain-lainnya. Ini pula yang menyebabkan terciptanya hubungan yang hierarkhis antara Pusat dan Daerah.

Daerah otonom yang dibentuk dengan undang-undang tersebut kemudian masyarakatnya diberikan hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Masalahnya adalah tidak mungkin rakyat memerintah beramai-ramai. Maka melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Umum dipilihlah wakil-wakil mereka baik yang berperan sebagai kepala daerah hasil dari Pemilihan Kepala Daerah maupun yang berperan selaku DPRD sebagai hasil Pemilihan Umum. Dua lembaga inilah yang kemudian mendapat mandat dari warganya untuk memimpin pelaksanaan otonomi daerah. Itulah sebabnya definisi pemerintahan daerah dalam UU tentang Pemda Tahun 2014 adalah “penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh kepala daerah dan DPRD”.

Kedua: Isu Pembagian Urusan PemerintahanIsu ini akan berimplikasi pada kewenangan untuk mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan. Pembagian urusan pemerintahan dituangkan dalam lampiran UU tentang Pemda Tahun 2014 sebagai bagian tak terpisahkan dari batang tubuh undang-undang tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya tumpang tindih dalam penanganan urusan pemerintahan tersebut. Telah diatur secara tegas dan jelas mengenai 32 (tiga puluh dua) urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

Agar urusan pemerintahan yang diserahkan ke daerah berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh Pusat, maka Kementerian/Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (selanjutnya disingkat K/L) yang sebagian urusannya didesentralisasikan wajib untuk membuat pedoman pelaksanaannya yang dikenal dengan istilah NSPK (Norma, Standard, Prosedur dan Kriteria). Daerah wajib

24

Page 26: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

menjalankan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya dalam koridor NSPK yang dibuat Pusat dalam hal ini K/L. Agar K/L tidak sewenang-wenang dalam membuat NSPK maka Kemendagri berperan sebagai “Clearing House” yang mempertemukan K/L dengan Daerah. Dengan demikian, akan terjadi interaksi Pusat dan Daerah dalam penyusunannya yang difasilitasi oleh Kemendagri. Hal ini dilakukan untuk mencegah resistensi daerah dan sekaligus menegaskan “compliance” daerah dalam pelaksanaan urusan pemerintahan tersebut. Pelanggaran terhadap NSPK akan bermuara pada dijatuhkannya sanksi terhadap kepala daerah sebagai pimpinan pemerintahan daerah.

Terdapat 32 (tiga puluh dua) urusan pemerintahan yang diotonomikan ke daerah. Sedangkan yang tidak diserahkan ada 6 (enam) urusan, karena menyangkut eksistensi bangsa dan negara sehingga sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat (urusan absolut). Mengingat tanggung jawab akhir pemerintahan ada ditangan Presiden, maka prinsip yang dianut adalah seluas apapun otonomi yang diserahkan ke daerah, tetapPemerintah Pusat masih ada di dalam pelaksanaan urusan tersebut. Peran Pemerintah Pusat adalah membuat Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK), melakukan supervisi dan fasilitasi agar daerah mampu melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya secara sinerjik dengan kepentingan nasional.

Untuk itulah maka istilah yang dipakai adalah urusan pemerintahan konkuren yang berasal dari akar kata “concurre” artinya bersama atau overlap yang melibatkan Pemerintah Pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Yang membedakannya adalah skala dari urusan tersebut yang pembagiannya memakai kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi. Pembagian urusan konkuren tersebut kemudian dituangkan dalam lampiran UU tentang Pemda Tahun 2014.

Kriteria eksternalitas berangkat dari pemahaman bahwa yang berwenang mengurus suatu urusan pemerintahan adalah tingkatan pemerintahan yang terkena dampak dari urusan tersebut. Kriteria akuntabilitas didasarkan atas argumen bahwa tingkatan pemerintahan yang terdekat dengan dampak tersebut yang menangani urusan pemerintahan tersebut. Ini adalah refleksi dari reformasi yang beragendakan demokrasi yaitu bagaimana agar pemerintah akuntabel pada rakyatnya. Namun karena demokrasi sering menciptakan inefisiensi dan juga pengedepanan efisiensi sering menegasikan demokrasi, maka kriteria efisiensi dijadikan kriteria yang ketiga.

25

Page 27: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Penekanan pada aspek efisiensi adalah mengingat lingkungan strategis globalisasi pada era milenium dewasa ini. Setiap urusan pemerintahan akan bermuara pada pelayanan publik. Pelayanan publik harus efisien dan tidak boleh menciptakan “high cost economy”. Globalisasi telah menciptakan era persaingan bebas. Suatu bangsa akan “survive” di era globalisasi dewasa ini apabila bangsa tersebut mempunyai kemampuan untuk mengedepankan keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. Untuk itulah setiap pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah harus mampu lebih efisien. Sedangkan efisiensi pelayanan publik baru bisa tercapai kalau terjadi “economies of scale” terhadap pelayanan tersebut. Disisi lain economies of scale akan ditentukan oleh seberapa besar dan seberapa luas pelayanan tersebut diberikan. Dari sudut pemerintahan, economies of scale akan ditentukan oleh “catchment area” atau wilayah tangkapan pelayanan yang harus dilayani oleh pemerintah.

Dari situasi diametrik antara akuntabilitas sebagai refleksi dari value demokrasi dan efisiensi sebagai refleksi dari value economy kita harus mampu menetapkan tingkatan pemerintahan mana (pusat, provinsi atau kabupaten/kota) yang paling optimal memberikan pelayanan publik tersebut. Pemahaman ini akan bermuara pada siapa yang paling optimal untuk diserahi kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tersebut. Untuk itulah luasan wilayah pemerintahan menjadi pertimbangan utama serta aksesibilitas wilayah tersebut. Aksesibilitas akan sangat ditentukan oleh kondisi infrastruktur yang ada. Makin aksesibel suatu wilayah akan makin fisibel untuk menerapkan konsep economies of scale dalam pemberian pelayanan. Sebaliknya walaupun luasan wilayah sempit namun aksesibilitas bermasalah, maka konsep economies of scale sulit diterapkan sampai dengan terbangunnya infrastruktur pendukung aksesibilitas wilayah yang bersangkutan.

Karena tujuan dari pemerintah adalah untuk menyejahterakan rakyat (welfare) maka urusan konkuren dibagi atas urusan yang menyangkut pelayanan dasar (basic services) seperti pendidikan, kesehatan, lingkungan, pekerjaan umum, sosial dan lain-lainnya yang diberi label dengan istilah urusan wajib. Agar pelayanan dasar dapat diberikan secara efektif sesuai dengan kemampuan keuangan pusat dan daerah, maka disusunlah konsep Standard Pelayanan Minimal (SPM) yang merupakan tingkat pelayanan minimal yang harus disediakan oleh pemerintah daerah kepada warganya. Sedangkan untuk urusan pemerintahan yang terkait dengan peningkatan ekonomi

26

Page 28: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

untuk menambah pendapatan masyarakat seperti pertanian, perdagangan, pariwisata, kehutanan dan lain-lainnya diberi label dengan istilah urusan pilihan.

Ada 32 (tiga puluh dua) urusan pemerintahan konkuren yang diotonomikan ke daerah yaitu:

1. Pendidikan dan Kebudayaan2. Kesehatan3. Lingkungan Hidup4. Pekerjaan Umum5. Pertanian6. Ketahanan Pangan7. Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil8. Kependudukan9. Keluarga Berencana10. Sosial11. Nakertrans12. Perumahan Rakyat13. Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat14. Perhubungan15. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak16. Penataan Ruang17. Pertanahan18. Kehutanan19. Kominfo20. Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah21. Penanaman Modal22. Pemuda dan Olah Raga23. Pemberdayaan Masyarakat Desa24. Statistik25. Persandian26. Perpustakaan27. Arsip28. Kelautan dan Perikanan29. Pariwisata dan Ekonomi Kreatif30. Energi dan Sumber Daya Mineral31. Perdagangan32. Perindustrian

Langkah berikutnya setelah pembagian urusan tersebut adalah pemetaan urusan pemerintahan untuk efisiensi kelembagaan dan efektivitasnya untuk mencapai target pembangunan nasional. Setiap

27

Page 29: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

daerah wajib memetakan urusan wajib non pelayanan dasar yang sangat penting untuk diurus karena terkait kondisi setempat. Sebagai ilustrasi, dalam hal urusan kominfo belum begitu urgen, maka fungsinya tetap ada namun kelembagaannya dilekatkan pada lembaga serumpun yang ada. Dengan cara demikian akan tersusun lembaga yang berbasis “right sizing” dengan semangat ramping struktur namun kaya fungsi. Ini tujuannya untuk menekan overhead cost serendah mungkin tanpa mengabaikan fungsi pemerintahan yang harus dilaksanakan dalam koridor otonomi luas.

Secara empirik overhead cost penyelenggaraan pemerintahan khususnya di tingkat kabupaten/kota di Indonesia sangat tinggi hampir mendekati 70%. Dengan demikian hanya menyisakan 30% anggaran untuk pelayanan publik. Sedangkan pada sisi lain posisi kabupaten/kota merupakan lini terdepan untuk menciptakan kesejahteraan ketika tingkat kesejahteraan tersebut dihitung dari capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Tiga komponen utama IPM yaitu Kesehatan, Pendidikan dan Pendapatan sebagian besar menjadi kewenangan kabupaten/kota untuk menanganinya. Konstitusi dan Undang-Undang Pendidikan mengamanatkan 20% anggaran untuk pendidikan, dan Undang-Undang Kesehatan mengamanatkan 10% anggaran daerah untuk biaya kesehatan, maka dengan sisa anggaran 30% tidak ada lagi tersisa anggaran untuk membiayai pelayanan publik lainnya.

Untuk itulah pemetaan urusan pemerintahan baik yang terkait urusan wajib dan urusan pilihan merupakan strategi yang harus ditempuh untuk mengurangi overhead cost serta meningkatkan alokasi anggaran untuk urusan lainnya yang dirasa urgen untuk dibiayai. Apabila kondisi tersebut tidak dibenahi maka kabupaten/kota sebagai lini terdepan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan IPM akan terbatas sekali kontribusinya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat akibat terserapnya sebagian besar APBD untuk overhead cost.

Kondisi tersebut juga yang menjadi salah satu penyebab kenapa IPM Indonesia sejak reformasi hampir 20 (dua puluh) tahun kurang meningkat. Ini salah satu kekhawatiran kita, Indonesia kalau kurang cerdas dan cermat manajemen pemerintahannya akan terperangkap dalam perangkap negara kelas menengah bawah (low middle income countries’ trap).

Isu Ketiga: Pembinaan dan Pengawasan (Binwas)

28

Page 30: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Salah satu penyebab munculnya “raja-raja kecil” dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah lemahnya pengawasan dan pembinaan terhadap pemerintah daerah. Sumber dari kewenangan daerah adalah dari Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan. Demikian juga tanggung jawab akhir pemerintahan ada di tangan Presiden sebagai konsekuensi otonomi di negara kesatuan. Dengan demikian, sangat logis jika kewenangan untuk mengawasi serta membina (Binwas) menjadi tanggung jawab Presiden. Presiden sebagai kepala pemerintahan di tingkat pusat mempunyai tanggung jawab agar otonomi daerah berjalan secara optimal.

Pemerintah Pusat berkewajiban untuk mengawasi dan membina daerah. Untuk tingkatan provinsi maka Binwasnya dilakukan oleh Kementerian / Lembaga (K/L) yang sebagian kewenangannya diserahkan ke daerah. K/L bisa langsung melakukan Binwas ke tingkat provinsi mengingat jumlah provinsi yang relatif sedikit (34 provinsi) dan transportasi yang relatif mudah ke ibukota provinsi di seluruh Indonesia. Semua ibukota provinsi sebagai pusat pemerintahan provinsi dapat dijangkau dalam satu hari.

Binwas terhadap kabupaten/kota juga seyogyanya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Namun karena jumlah kabupaten/kota sebanyak 515 (lima ratus lima belas) kabupaten/kota dan dengan lokasi kabupaten/kota yang sering belum terjangkau oleh transportasi umum. Kondisi tersebutlah yang menyebabkan dilakukannya rekayasa pemerintahan dengan menugaskan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat (GWPP). Selaku GWPP, maka gubernur adalah representasi Pemerintah Pusat di daerah. Untuk itulah hubungan GWPP menjadi hierarkis dengan kabupaten/kota sebagai refleksi hubungan hierarkis antara pusat dengan daerah. GWPP yang bertugas untuk melakukan Binwas terhadap kabupaten/kota yang ada di wilayahnya.

Memang sebagai daerah otonom antara daerah otonom provinsi tidak bersifat hierarkis dengan daerah otonom kabupaten/kota. Ilustrasinya adalah ketika pusat menyerahkan pengurusan SLTA untuk menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota diserahi kewenangan mengurus SD dan SLTP. Maka pengurusan SD dan SLTP oleh kabupaten/kota bukanlah hierarkinya lebih rendah dari provinsi yang mengurus SLTA. Ini untuk menggambarkan tidak adanya hierarki atau jalur komando antara provinsi dengan kabupaten/kota dalam menjalankan otonominya. Kedua susunan pemerintahan daerah tersebut dibawah komando Pemerintah Pusat. Pemerintah Pusat

29

Page 31: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang membuat NSPK yang mengatur hubungan antara kabupaten/kota yang mengurus SD dan SLTP dengan provinsi yang mengurus SLTA. Jadi hubungan pusat dan daerah dalam konteks otonomi adalah hierarkis. Disamping itu daerah otonom juga dapat dihapus dengan jalan digabung dengan daerah lainnya oleh pusat ketika daerah tersebut tidak mampu menjalankan otonominya.

5. Pelayanan Publik BerkualitasMasa pendemik dan era new normal berimbas pada keharusan

untuk menghasilkan pelayanan publik yang jauh lebih berkualitas. Keharusan ini beranjak dari keterbatasan waktu masyarakat untuk mendapatkan pelayanan karena harus tetap berada di rumah, serta keterbatasan aparat yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Protokol kesehatan menjadi syarat utama terselenggaranya pelayanan publik yang berkualitas. Pandemi Covid-19 telah mengajarkan banyak hal bagi birokrasi, terutama pada pemanfaatan teknologi informasi yang cukup masif di setiap urusan pemerintahannya.

Pelayanan publik di era new normal memang telah membuat masyarakat sebagai pihak penerima layanan, semakin sensitif dan kritis untuk menilai kualitas pelayanan publik. Kepuasan untuk mendapatkan layanan, semakin didorong oleh keterbatasan keadaan yang tidak bisa dilanggar oleh masyarakat maupun aparat di birokrasi. Masyarakat tetap merasa kebutuhannya harus dapat dipenuhi, melalui berbagai layanan publik berbasis online. Kondisi inilah yang harus benar-benar dipahami oleh aparat pemerintahan dalam rangka menjalankan tugas pelayanan publik di era new normal.

Ada beberapa alasan mengapa dimensi kualitas pelayanan publik dan kepuasan pelanggan (para pengguna jasa) di sektor publik sangat penting untuk diperhatikan oleh para birokrat. Pertama, para pengguna jasa sektor publik secara langsung atau tidak langsung telah mengeluarkan uangnya untuk jasa yang diterima atau dibutuhkan, sehingga wajar masyarakat menuntut kepuasan sebagai haknya. Kedua, aparatur sebagai public servant telah menerima gaji dalam memberikan jasa pelayanan, dengan demikian dituntut kewajibannya untuk mencari cara-cara dalam memberikan kepuasan kepada pelanggan23.

23 Chalid Sahuri, Membangun Kepercayaan Publik Melalui Pelayanan Publik Berkualitas, Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Imu Politik, Universitas Riau Volume 9, Nomor 1, Januari 2009, Hal. 53.

30

Page 32: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Pemenuhan kepuasan masyarakat dan penyesuaian waktu kerja aparat pemerintah dengan faktor penekannya yaitu kondisi pandemi covid-19 yang masih harus dihadapi, menjadikan ketiganya berlangsung sebagai sebuah sistem kompetisi dalam “arena” pelayanan publik. Menurut David Osborne dan Ted Gaebler, bahwa terdapat manfaat yang dapat diperoleh organisasi publik apabila berorientasi pada sistem kompetisi, yaitu 1) kompetisi mendatangkan efisiensi dan mendapatkan banyak uang, Kompetisi memaksa monopoli pemerintah untuk merespon segala kebutuhan pelanggan. 2) Kompetisi memaksa organisasi publik untuk melakukan perbaikan mendasar dalam kualitas dan pelayanan publik, 3) Kompetisi menghargai inovasi. Kompetisi memaksa organisasi publik untuk menemukan pola-pola baru dalam memberikan pelayanan prima kepada publik, 4) Kompetisi mampu membangkitakan rasa harga diri dan semangat juang pegawai publik. Kompetisi memaksa aparatur untuk bekerja keras, sehingga dapat meningkatkan harga diri para pegawai negeri24.

Inovasi diartikan proses dan/atau hasil pengembangan pengetahuan, pengalaman, keterampilan menciptakan atau memperbaiki produk baik jasa maupun barang, proses, metode yang memberikan value secara signifikan. Inovasi bidang pelayanan publik diartikan sebagai cara baru atau ide kreatif teknologi pelayanan bisa juga memperbaharui teknologi pelayanan yang sudah ada atau menciptakan penyederhanaan, terobosan dalam hal prosedur, metode, pendekatan, maupun struktur organisasi dan manfaatnya mempunyai nilai tambah kualitas maupun kuantitas pelayanan. Inovasi tidak mengharuskan penemuan baru dalam pelayanan publik, tetapi merupakan pendekatan baru sifatnya kontekstual, tidak terbatas gagasan dan praktik, dapat juga berupa hasil perluasan maupun kualitas yang meningkat pada inovasi sebelumnya25.

Menghadapi tatanan normal baru, kepentingan kesehatan dan ekonomi dipandang harus berjalan paralel. Untuk menjamin agar ekonomi tidak berhenti, pemerintah diharapkan menumbuhkan inovasi pelayanan publik berbasis digital, jelas, serta transparan. Inovasi-inovasi perlu dimunculkan agar pelayanan publik ditengah pandemi tetap optimal.

24 Ibid., Hal. 54.25 Riki Satia Muharam dan Fitri Melawati, Inovasi Pelayanan Publik Dalam Menghadapi

Era Revolusi Industri 4.0 Di Kota Bandung, DECISION: Jurnal Administrasi Publik STIA Cimahi, Volume 1 Nomor 1 Maret 2019. Hal. 42.

31

Page 33: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Pelayanan publik berkualitas tidak hanya membutuhkan inovasi di bidang layanan berbasis IT kepada masyarakat, namun juga ditunjang dengan ketersediaan data yang valid dan otentik. Tersedianya data yang valid dan otentik, menjadi salah satu indikator utama dari kepuasan masyarakat mendapatkan pelayanan publik di era new normal. Kepastian informasi yang di dasari kepastian data, menyebabkan masyarakat merasa yakin dan tidak berada dalam kondisi ketidakpastian.

Kemutakhiran dan ketersediaan data dan informasi juga akan menjadi kunci keberhasilan di birokrasi baru. Data dan informasi (yang dapat disajikan) perlu secara real time tersedia dan lengkap sehingga publik dapat mengetahui kondisi daerahnya dan dapat turut berpartisipasi atau bahkan berkontribusi nyata dalam kerangka co-production. Jika mengacu pada teori perubahan Kurt Lewin, era new normal telah menjembatani kondisi unfreezing dengan tatanan perubahan tata kelola birokrasi yang patut dimanfaatkan momentumnya untuk mencapai birokrasi baru atau tahap freezing. Kultur baru berupa digital melayani patut dilaksanakan dan dikembangkan di semua saluran birokrasi26. (Amarullah; detik.com, 2020).

Untuk memenuhi harapan masyarakat terhadap pelayanan publik di era new normal, pemerintah diharapkan mampu menyajikan akurasi data kependudukan. Bila data tersebut tidak akurat maka akan menimbulkan kecemburuan dan potensi konflik sosial. Untuk akurasi data kependudukan harus bersifat bottom up dan bukan top down. Pelayanan publik dalam memberikan data kependudukan secara aktual, dapat mendorong terciptanya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahnya. Pelayanan publik yang berkualitas perlu didukung dengan kejelian dan empati ASN, serta menyosialisasikannya kepada publik agar mereka memahami dan konflik sosial tidak muncul.

6. Pemerintahan ElektronikPemerintahan adalah proses perubahan. Proses itu bekerja dalam

lingkungan yang juga berubah. Tetapi berbeda dengan teknologi yang baik cara, alat, maupun lingkungannya berubah atau mudah diubah, pemerintahan memiliki komponen atau nilai yang sukar berubah atau sulit diubah, yakni kekuasaan, kepentingan, monopoli, dan kenikmatan. 26 Rustan Amarullah, “Birokrasi Baru untuk "New Normal",

https://news.detik.com/kolom/d-5046303/birokrasi-baru-untuk-new-normal, dipublikasikan tanggal 9-Juni 2020, diakses tanggal 1-Agustus 2020.

32

Page 34: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Pada segmen ini, nilai pemerintahan bisa bertabrakan atau berkonflik dengan nilai teknologi seperti teknokrasi, profesionalisme, meritokrasi. Namun ada juga segmen pemerintahan yang nilai-nilainya justru memerlukan perubahan dan pembedaan terus-menerus karena sasarannya berubah dan unik satu disbanding dengan yang alin. Di sini pemerintahan dengan seni dan teknik bersentuhan.sentuha dengan seni membuahkan seni pemerintahan. Untuk melayani perubahan dan keunikan itu mutlak diperlukan sentuhan teknologi27.

Sentuhan teknologi setidaknya bisa dijadikan solusi dari realita mengenai seringnya terjadi ketidakmerataan layanan publik. Karena, pada realitanya menentukan suatu distribusi pelayanan yang adil dan merata bagi masyarakat adalah pekerjaan yang sulit dilakukan. Karena kesulitan inilah maka pemerataan pelayanan pada masyarakat merupakan fenomena yang sering muncul dalam kaitannya dengan distribusi yang acapkali dikaitkan pula pada kinerja organisasi penyedia jasa pelayanan tersebut28.

Menurut UNDP e-government adalah sebuah aplikasi dari teknologi informasi dan komunikasi yang dilaksanakan oleh pemerintah. Pemerintahn menjajikan efektifitas dan efisiensi dalam bidang pemerintahan serta menjalin hubungan dengan masyarakat. Hal senada juga diungkapkan oleh World Bank, dimana e-government lebih kepada penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk menciptakan efisensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas pada pemerintah29.

E-government tidak hanya memberikan pelayanan publik tetapi juga membangun hubungan antara pemerintah dan masyarakat. E-government memang menggunakan internet berbasis teknologi untuk menjalankan bisnis dan transaksi yang dilakukan oleh pemerintah. Pada level pelayanan, e-government menjanjikan pelayanan 24 jam dan seminggu penuh serta kemudahan akses. Selain itu e-government juga berfungsi sebagai alat demokrasi yang dilakukan secara online dengan memberikan laporan dan informasi pemerintah yang kadang kala hal tersebut sulit untuk didapatkan dan juga bisa mengadakan debat secara online30.

27 Taliziduhu Ndraha, Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru), Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2003. Hal. 539.

28 Gatot Pramuka, E-Government dan Reformasi Layanan Publik, dalam Falih Suaedi (ed), Revitalisasi Administrasi Negara Reformasi Birokrasi dan E-Governance, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010. Hal. 75.

29 Rino A Nugroho, Peluang dan Tantangan Electronic Government Procurement di Indonesia, dalam Falih Suaedi (ed), op.cit., Hal. 91.

30 ibid.

33

Page 35: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Model-model yang terkait dengan e-government, menurut Arie Halachmi sebagaimana dikutip oleh Rino A. Nugroho, yaitu:1. The broadcasting model yaitu siaran informasi pemerintah yang

disiarkan dalam area publik yang menggunakan ICT dan media yang sesuai. Keunggulannya adalah berdasarkan menyajikan fakta sehingga dapat memberikan informasi pada masyarakat serta memberikan opini.

2. The critical flow model yaitu pemberian informasi berupa kritik-kritik yang dikeluarkan oleh media atau partai oposisi terhadap suatu masalah. Kekuatannya yaitu dapat mempersingkat jarak dan waktu sehingga informasi dapat diakses dengan cepat dan bebas oleh masyarakat.

3. Comparative analysis model biasanya dipakai pada negara berkembang. Model ini digunakan untuk memberdayakan masyarakat dengan mencocokan pemerintahan yang baik dan yang buruk dan kemudian menganalisis perbedaan aspek yang membuat pemerintah menjadi buruk dan dampaknya terhadap masyarakat,

4. The e-advocacy/mobilization and lobbying model yaitu model digital yang sering digunakan biasanya untuk membantu masyarakat sipil secara global yang berdampak pada proses pembuatan keputusan secara global. Kekuatan model ini adanya komunitas virtual yang banyak sekali dengan berbagai macam ide serta mengumpulkan sumber daya menjadi bentuk jaringan kerja.

5. The interactive service model yaitu model digital yang membuka kesempatan kepada individu masyarakat untuk berpartisipasi secara langsung terhadap pemerintah. Pada dasarnya ICT mempunyai potensi untuk membawa setiap individu ke dalam jaringan kerja digital dan dapat berinteraksi secara dua arah serta mendapatkan informasi yang ada.

Dua ciri atau kriteria utama yang harus terdapat pada sistem e-government menurut Sami sebagaimana dikutip Darmawan yakni ketersediaan (availability) dan aksesibilitas (accessibility). Pertama, layanan dan transaksi e-government harus tersedia 24 jam sehari, 7 hari seminggu (non-stop). Pengguna bebas memilih kapan saja yang bersangkutan ingin berhubungan dengan pemerintah untuk melakukan berbagai transaksi atau mekanisme interaksi. Hal ini memungkinkan masyarakat dan pelaku bisnis dengan fleksibilitas untuk mengakses layanan diluar jam kerja pemerintah. Yang kedua, e-government

34

Page 36: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

sangat tergantung pada aksesibilitas layanan yang tersedia pada website31.

7. Partisipasi MasyarakatPelaksanaan pembangunan harus ada sebuah rangsangan dari

pemerintah agar masyarakat dalam keikutsertaannya memiliki motivasi. Beberapa rincian tentang partisipasi sebagai berikut :a. Partisipasi berarti apa yang kita jalankan adalah bagian dari usaha

bersama yang dijalankan bahu-membahu dengan saudara kita sebangsa dan setanah air untuk membangun masa depan bersama.

b. Partisipasi berarti pula sebagai kerja untuk mencapai tujuan bersama diantara semua warga negara yang mempunyai latar belakang kepercayaan yang beraneka ragam dalam negara pancasila kita, atau dasar hak dan kewajiban yang sama untuk memberikan sumbangan demi terbinanya masa depan yang baru dari bangsa kita.

c. Partisipasi tidak hanya berarti mengambil bagian dalam pelaksanaan-pelaksanaan, perencanaan pembangunan. Partisipasi berarti memberikan sumbangan agar dalam pengertian kita mengenai pembangunan kita nilai-nilai kemanusiaan dan cita-cita mengenai keadilan sosial tetap dijunjung tinggi.

d. Partisipasi dalam pembangunan berarti mendorong ke arah pembangunan yang serasi dengan martabat manusia. Keadilan sosial dan keadilan Nasional dan yang memelihara alam sebagai lingkungan hidup manusia juga untuk generasi yang akan datang32.

Partisipasi dalam pembangunan dan menilai hasil partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan ketertiban masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi33. 

31 Darmawan Napitupulu, Kajian Faktor Sukses Implementasi E-Government Studi Kasus: Pemerintah Kota Bogor, Jurnal Sistem Informasi, Volume 5, Nomor 3, Maret 2015, 229-236, Hal. 230.

32 Teguh Yuwono, Manajemen Otonomi Daerah: Membangun Daerah Berdasar Paradigma Baru, Semarang: Clyapps  Diponegoro University, 2001. Hal. 124.

33 Rukminto Adi Isbandi,. Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas : Dari Pemikiran Menuju Penerapan. Depok:  Fisip UI press, 2007. Hal. 27.

35

Page 37: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Ada tiga tradisi konsep partisipasi terutama bila dikaitkan dengan pembangunan masyarakat yang demokratis yaitu34:1) Partisipasi politik (political participation) lebih berorientasi pada

“mempengaruhi” dan “mendudukan wakil-wakil rakyat” dalam lembaga pemerintah ketimbang partisipasi aktif dalam proses-proses kepemerintahan itu sendiri.

2) Partisipasi social (sosial participation), partisipasi ditempatkan sebagai beneficiary atau pihak diluar proses pembangunan dalam konsultasi atau pengambilan keputusan dalam semua tahapan siklus proyek pembangunan dari evaluasi kebutuhan sampai penilaian, pemantauan, evaluasi dan implementasi. Partisipasi sosial sebenarnya dilakukan untuk memperkuat proses pembelajaran dan mobilisasi sosial. Dengan kata lain, tujuan utama dari proses sosial sebenarnya bukanlah pada kebijakan publik itu sendiri tetapi keterlibatan komunitas dalam dunia kebijakan publik lebih diarahkan sebagai wahana pembelajaran dan mobilisasi sosial.

3) Partisipasi warga (citizen participation/citizenship), menekankan pada partisipasi langsung warga dalam pengambilan keputusan pada lembaga dan proses pemerintahan. Partisipasi warga telah mengalih konsep partisipasi “dari sekedar kepedulian terhadap penerima derma atau kaum tersisih menuju suatu keperdulian dengan berbagai bentuk keikutsertaan warga dalam pembuatan kebijakan dan pengambil keputusan diberbagai gelanggang kunci yang mempengaruhi kehidupan mereka. Maka berbeda dengan partisipasi sosial, partisipasi warga memang berorientasi pada agenda penentuan kebijakan publik. Partisipasi dapat dijelaskan sebagai masyarakat pembangunan hanyalah menjadikan masyarakat sebagai objek semata. Salah satu kritik adalah masyarakat merasa tidak memiliki dan acuh tak acuh terhadap program pembangunan yang ada. Penempatan masyarakat sebagai subjek pembangunan mutlak diperlukan sehingga masyarakat akan dapat berperan serta secara aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi pembangunan. Terlebih apabila akan dilakukan pendekatan pembangunan dengan semangat lokalitas. Masyarakat lokal menjadi bagian yang paling memahami keadaan daerahnya tentu akan mampu memberikan masukkan yang sangat berharga. Masyarakat lokal dengan pengetahuan serta pengalamannya menjadi modal yang sangat

34 M. Slamet, Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan, Bogor: IPB Press, 2003. Hal. 8.

36

Page 38: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

besar dalam melaksanakan pembangunan. Masyarakat lokal lah yang mengetahui apa permasalahan yang dihadapi serta juga potensi yang dimiliki oleh daerahnya. Bahkan pula mereka akan mempunyai pengetahuan lokal untuk mengatasi masalah yang dihadapinya tersebut.

Spesialis urban redevelopment, Sherry R. Arnstein menyatakan bahwa partisipasi masyarakat identik dengan kekuasaan masyarakat “citizen participation is citizen power”. Menurut Arnstein (1969) keterlibatan masyarakat dalam proses partisipasi dapat dijelaskan melalui perbedaan tingkatan dalam pendistribusian kekuasaan (power) antara masyarakat atau komunitas dengan badan pemerintah atau agency. Selanjutnya Arnstein mengemukakan strategi partisipasi “ladder of citizen participation” yaitu delapan (8) anak tangga yang masing-masing mewakili tingkatan partisipasi berdasarkan distribusi. Dimulai dari tangga pertama dan kedua yang dikategorikan derajat tanpa partisipasi. Manipulasi adalah situasi dimana masyarakat ditempatkan dalam suatu forum/komite oleh pemerintah dengan tujuan bukan untuk dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan program tapi untuk mendidik atau merekayasa dukungan mereka.Terapi adalah keadaan dimana ketidakberdayaan masyarakat identik dengan penyakit mental sehingga peran masyarakat bukan menjadi fokus utama, tetapi tujuannya untuk menyembuhkan mereka. Dilanjutkan dengan tangga ketiga, keempat dan kelima yang dikategorikan sebagai derajat tokenisme dimana masyarakat diberi kesempatan untuk berpendapat dan didengar pendapatnya, tapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. Dimulai dari jenjang Informasi yaitu keadaan dimana komunikasi sudah mulai banyak terjadi tapi masih bersifat satu arah dan tidak ada sarana timbal balik.Jenjang Konsultasi memungkinkan adanya komunikasi yang bersifat dua arah, tapi masih bersifat partisipasi yang ritual.Jenjang Penentraman atau placation adalah kondisi dimana komunikasi telah berjalan baik dan sudah ada negosiasi antara masyarakat dan pemerintah. Tiga tangga teratas dikategorikan sebagai bentuk yang sesungguhnya dari partisipasi dimana masyarakat memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan. Tangga Kemitraan merupakan kondisi dimana pemerintah dan masyarakat menjadi mitra sejajar. Pendelegasian, dimana kekuasaan pemerintah memberikan kewenangan kepada masyarakat untuk mengurus sendiri beberapa kepentingannya, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi,

37

Page 39: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

sehingga masyarakat memiliki kekuasaan yang jelas dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap keberhasilan program.Tingkatan teratas adalah Pengendalian Warga, suatu kondisi dimana masyarakat sepenuhnya mengelola berbagai kegiatan untuk kepentingan mereka, yang disepakati bersama, dan tanpa campur tangan pemerintah35.

B. Kajian terhadap Asas/Prinsip yang Berkaitan dengan Penyusunan Norma

Menurut I.C. Van Der Vlies, dalam bukunya Het Wetsbegrip En Beginselen Van Behoorlijke Regelgeving,36 asas-asas pembentukan peraturan negara yang baik terdiri dari asas formal dan materiil. Asas-asas formal meliputi:a. asas tujuan yang jelas;b. asas organ/lembaga yang tepat;c. asas perlunya pengaturan;d. asas dapatnya dilaksanakan; dane. asas konsensus. Asas-asas materiil meliputi:

a. asas tentang terminologi dan sistematika yang benar;b. asas tentang dapat dikenali;c. asas perlakuan yang sama dalam hukum;d. asas kepastian hukum; dane. asas pelaksanaan sesuai dengan kemampuan individu.

Dalam pembentukan peraturan perudang-undangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU Nomor 12 Tahun 2011) dikenal pula asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 5, yang meliputi:

a. kejelasan tujuan;b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;c. kesesuaian antara jenis, hirarki, dan materi muatan.d. dapat dilaksanakan;e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;f. kejelasan rumusan; dang. keterbukaan.

35 Arnstein S. R., “A Ladder of Citizen Participation”. JAIP. Vol. 35. 4 Juli 1969. hal. 216- 224.

36 Maria Farida Indrati S. Ilmu Perundang-Undangan, Proses dan Teknik Pembentukannya, Kanisius,Yogyakarta: 2012. Hal. 227.

38

Page 40: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Selaras dengan asas-asas pembentukan peraturan negara yang baik, baik secara formil maupun materiil, serta asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan berdasarkan ketentuan UU Nomor 12 Tahun 2011, maka RUU tentang Provinsi Kalimantan Selatan didasarkan atas beberapa asas, yaitu: asas demokrasi, asas kepentingan nasional, asas keseimbangan wilayah, asas keadilan dan pemerataan kesejahteraan, asas peningkatan daya saing, dan asas kepastian hukum.1. Asas Demokrasi

Asas demokrasi dimaksudkan penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan dilaksanakan berdasarkan prinsip musyawarah dan mufakat.

2. Asas Kepentingan NasionalAsas kepentingan nasional dimaksudkan penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan dilaksanakan berdasarkan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan mengutamakan kepentingan nasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

3. Asas Keseimbangan WilayahAsas keseimbangan wilayah dimaksudkan penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan dilaksanakan untuk menyeimbangkan pembangunan antarwilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan dalam rangka mempercepat terwujudnya pemerataan pembangunan.

4. Asas Keadilan dan Pemerataan KesejahteraanAsas keadilan dan pemerataan kesejahteraan dimaksudkan penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya pemerataan kesejahteraan yang mencerminkan rasa keadilan secara proporsional bagi setiap penduduk serta antarwilayah dengan mengintegrasikan pembangunan di seluruh wilayah Kalimantan Selatan pada tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan agar terpola, terarah, terintegrasi dan bersinergi dalam satu kesatuan wilayah Kalimantan Selatan.

5. Asas Peningkatan Daya SaingAsas peningkatan daya saing dimaksudkan penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan bertujuan untuk meningkatkan daya saing sumber daya manusia Kalimantan Selatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional

6. Asas Kepastian Hukum

39

Page 41: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Asas kepastian hukum dimaksudkan pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan harus dijalankan secara tertib, taat asas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab.

7. Asas Dayaguna dan HasilgunaAsas daya guna dan hasilguna dimaksudkan penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan dilaksanakan secara efektif dan efisien untuk mendayagunakan potensi keunggulan alam dan budaya Kalimantan Selatan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

8. Asas Pelestarian Adat Istiadat, Tradisi, Seni dan Budaya serta Kearifan LokalAsas pelestarian adat istiadat, tradisi, seni dan budaya serta Kearifan Lokal dimaksudkan penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan dilaksanakan untuk memperkuat nilai-nilai adat, tradisi, seni dan budaya, serta kearifan lokal.

9. Asas Kesatuan Pola dan Haluan Pembangunan Kalimantan SelatanAsas kesatuan pola dan haluan pembangunan Kalimantan Selatan dimaksudkan bahwa penyelenggaraan model Pembangunan Semesta Berencana Provinsi Kalimantan Selatan dan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan secara terpola, menyeluruh, terencana, terarah, dan terintegrasi dalam satu kesatuan wilayah Kalimantan Selatan

C. Kajian terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada, Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat, dan Perbandingan dengan Negara Lain

1. Praktik Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan37

Bagi Kalimantan Selatan, tanggal 1 Januari 1957 benar-benar merupakan momentum penting dalam sejarahnya, mengingat pada tanggal itu Kalimantan Selatan resmi menjadi Provinsi yang berdiri sendiri di Pulau Kalimantan, bersama-sama dengan Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan Barat. Sebelumnya ketiga Provinsi tersebut berada dalam satu Provinsi, yaitu Provinsi Kalimantan. 

Sebelum menjadi Provinsi yang berdiri sendiri, sesungguhnya Kalimantan Selatan sudah merupakan daerah yang paling menonjol di Pulau Kalimantan, khususnya Kota Banjarmasin yang merupakan pusat

37 Profil Provinsi Kalimantan Selatan, https://kalselprov.go.id/laman/profil%20daerah%20provinsi%20kalimantan%20selatan, diakses tanggal 10-9-2020.

40

Page 42: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

kegiatan politik, ekonomi/perdagangan, dan pemerintahan, baik semasa penjajahan maupun pada awal kemerdekaan.

Perkembangan kehidupan pemerintahan dan kenegaraan di daerah Kalimantan Selatan sampai dengan permulaan abad 17 masih sangat kabur karena kurangnya data sejarah. Adanya Hikayat Raja-Raja Banjar dan Hikayat Kotawaringin tidak cukup memberikan gambaran yang pasti mengenai keberadaan Kerajaan-kerajaan tersebut.

Namun demikian berdasarkan kedua hikayat tersebut dapat diketahui bahwa pada abad 17 salah satu tokoh yaitu Pangeran Samudera (cucu Maharaja Sukarama) dengan dibantu para Patih bangkit menentang kekuasaan pedalaman Nagara Daha dan menjadikan Bajarmasin di pinggir Sungai Kwin sebagai pusat pemerintahannya (daerah ini disebut Kampung Kraton). Pemberontakan Pangeran Samudera tersebut merupakan pembuka jaman baru dalam sejarah Kalimantan Selatan sekaligus menjadi titik balik dimulainya periode Islam dan berakhirnya jaman Hindu.  Sebab dialah yang menjadi cikal bakal Islam Banjar dan pendiri Kerajaan Banjar.

Dalam perkembangan sejarah berikutnya pada Tahun 1859 seorang Bangsawan Banjar yaitu Pangeran Antasari mengerahkan rakyat Kalimantan Selatan untuk melakukan perlawanan terhadap kaum kolonialisme Belanda meskipun akhirnya pada Tahun 1905 perlawanan-perlawanan berhasil ditumpas oleh Belanda. Kelancaran hubungan dengan Pulau Jawa turut mempengaruhi perkembangan di Kalimantan Selatan. Bertumbuhnya pergerakan-pergerakan kebangsaan di Pulau Jawa dengan cepat menyebar kedaerah Kalimantan Selatan, hal ini tercermin dengan dibentuknya wadah-wadah perjuangan pada Tahun 1912 di Banjarmasin seperti berdirinya Cabang-cabang Sarikat Islam di seluruh Kalimantan Selatan. Seiring dengan itu para pemuda Kalimantan terdorong membentuk Organisasi Kepemudaan yaitu Pemuda Marabahan, Barabai dan lain-lain, yang kemudian pada Tahun 1929 terbentuk Persatuan Pemuda Borneo. Organisasi-organisasi perjuangan tersebut merupakan wadah untuk menyebarluaskan kesadaran kebangsaan melawan penjajahan Kolonial Belanda.

Pada periode pasca Proklamasi Kemerdekaan merupakan momentum yang paling heroik dalam sejarah Kalimantan Selatan, dimana pada tanggal 16 Oktober 1945 dibentuk Badan Perjuangan yang paling radikal yaitu Badan Pemuda Republik Indonesia Kalimantan

41

Page 43: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

(BPRIK) yang dipimpin oleh Hadhariyah M. dan A. Ruslan, namun dalam perjalanan selanjutnya gerakan perjuangan ini mengalami hambatan, terutama dengan disepakatinya perjanjian Linggarjati pada tanggal 15 Nopember 1945. Berdasarkan perjanjian ini ruang gerak pemerintah Republik Indonesia menjadi terbatas hanya pada kawasan Pulau Jawa, Madura dan Sumatera sehingga organisasi-organisasi perjuangan di Kalimantan Selatan kehilangan kontak dengan Jakarta, kendati akhirnya pada tahun 1950 menyusul pembubaran Negara Indonesia Timur yang dibentuk oleh kaum kolonial Belanda, maka Kalimantan Selatan kembali menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Republik Indonesia sampai saat ini.

2. Kondisi Pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan38

Provinsi Kalsel dibentuk berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Propinsi Kalimantan Barat Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Saat ini secara administrative Kalsel terdiri atas 11 kabupaten dan 2 kota yaitu kabupaten Tanah Laut, Kotabaru, Banjar, Barito Kuala, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Tabalong, Tanah Bumbu, dan Balangan; serta Kota Banjarbaru, dan Kota Banjarmasin.

Jumlah Anggota DPRD Kalsel yaitu 55 orang anggota dengan komposisi berdasarkan hasil Pemilu 2019 yaitu Partai Golkar 12 kursi, PDIP 8 kursi, dan Gerindra 8 kursi. Sisa kursi juga diisi dengan anggota dari partai PAN, PKS, PKB, Nasdem, PPP, Demokrat, Hanura.

Jumlah kecamatan di tahun 2019 berjumlah 153 kecamatan, dan jumlah desa yaitu 2.008 desa dan jumlah kelurahan 144 kelurahan. Saat ini di kalsel terdapat 10 parpol peserta pemilu, 31 ormas berbadan hukum dan 232 ormas tidak berbadan hukum.

Provinsi Kalsel menetapkan visi nya yaitu Kalsel MAPAN (Mandiri dan Terdepan) Lebih Sejahtera, Berdikari dan Berdaya Saing. Adapun misi yang dikembangkan yaitu:

a) Mengembangkan SDM yang agamais, sehat, cerdas, dan terampil;b) Mengembangkan daya saing ekonomi daerah yang berbasis

sumberdaya lokal, dengan memperhatikan kelestarian lingkungan;c) Mengembangkan infrastruktur wulayah yang mendukung

percepatan pengembangan ekonomi dan sosial budaya;d) Memantapkan kondisi sosial budaya daerah yang berbasiskan

kearifan lokal; dan38 BPS Provinsi Kalsel, Provinsi Kalsel Dalam Angka. 2020.

42

Page 44: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

e) Mewujudkan tata kelola pemerintah yang profesional dan berorientasi kepada pelayanan publik.

Sumber:

https://petatematikindo.files.wordpress.com/2013/03/administrasi-kalimantan-selatan-a1-1.jpg

Identifikasi Provinsi Kalsel yaitu:Nama Resmi

: Provinsi Kalimantan Selatan

Ibukota : BanjarmnasinLuas Wilayah

: 38.744,23 Km2  *)

Jumlah Penduduk

: 4.087.776 Jiwa  *)

Suku bangsa

: Suku Banjar, Dayak Bakumpai, Dayak Baraki, Dayak Maanyan, Dayak Lawangan, Dayak Bukit Ngaju, Melayu Jawa, Bugis, Cina dan Arab Keturunan.

Agama : Islam 96,80%; Protestan 28,51%; Katolik 18,12%; Hindu 9,51%; Budha 17,59%.

Wilayah Administrasi

: 11 Kabupaten; 2 Kota; 151 Kecamatan; 142 Kelurahan; 1.842 Desa  *)

*) Sumber : Permendagri Nomor 66 Tahun 2011

a. Letak GeografisTerletak antara 114 19’ 13” – 116 33’ 28” bujur timur dan 1 21’

49” – 4 10’ 14” lintang selatan. Secara geografis Kalsel terletak di bagian selatang Pulau Kalimantan dengan batas-batas: sebelah barat dengan Provinsi Kalimantan Tengah, sebelah timu dengan Selat Makasar, sebelah selatan dengan Laut Jawa, dan sebelah utara dengan Provinsi Kalimantan Timur. Luas wilayahnya sekitar 38.744.,

43

Page 45: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

23 Km Persegi atau 6,98 persen dari luas Pulau Kalimantan dan 1,96 persen dari luas wilayah Indonesia.

b. Nilai Budaya

Kain sasirangan merupakan hasil kerajinan tangan berupa tenun ikat yang menjadi ciri khas Kalimantan Selatan.

c. KepercayaanDalam sistem religi orang Banjar, pengaruh kepercayaan yang

telah hidup sejak jaman prasejarah, yaitu kepercayaan kaharingan, yang dianut salah satu suku bangsa Bukit Hulu Banyu yang menganggap bahwa kekuasaan atas alam semesta dan segala isinya berada ditangan penguasa tertinggi kehidupan manusia yaitu Nining Baharata.

d. Upacara-upacara AdatBerbagai upacara adat yang ada di Kalimantan Swelatan adalah

sebagai berikut:a. Aruh Ganal, merupakan upacara adat dimana terhimpun

masyarakat Banjar diperantauan untuk merumuskan langkah dan kebijaksanaan membangun Banua Banjar.

b. Bagandut, Bamulut, Madihin, Musih Kintung adalah merupakan kesenian daerah yang menceritakan tentang kehidupan raja-raja Banjar.

c. Batimung, merupakan upacara adat pengantin Banjar untuk membersihkan badan (semacam sauna). Mandi-mandi adalah acara adat suku Banjar bagi perempuan yang hamil pertama usia 7 bulan.

d. Badudus merupakan upacara adat berupa mandi bagi keturunan raja Banjar yang akan melangsungkan perkawinan.

e. Mapanretasi, adalah upacara adat suku Bugis sebagai tanda syukur agar hasil panen ikan tahun berikut lebih baik.

f. Balian, merupakan upacara adat yang dilakukan suku Dayak bila mengalami musibah besar seperti kematian dan penyembuhan sakit.

e. Filsafat hidup masyarakat setempatAdanya berbagai filsafat hidup yang dianut oleh masyarakat

banjar sebagai berikut:

44

Page 46: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

a. Badingsanak, artinya etika kehidupan sehari-hari yang menunjukkan kesatuan hubungan kekeluargaan.

b. Pewarangan, artinya antara orang tua pihak suami atau istri.c. Ipar, artinya Saudara suami atau istri.d. Maruwai, artinya keluarga pihak suami dan istri.

Masyarakat Banjar maupun Kalimantan Selatan menghendaki adanya musyawarah untuk mufakat dalam merumuskan kebijakan dengan motto Lamun Tanah Banyu Kahada dilincai Urang, Jangan Bacakut Papadaan, artinya jika tanah air tidak ingin dijajah orang, jangan bertengkar diantara kita. Untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan masyarakat mengenal motto Haram Manyarah, Waja Sampai Kaputing, artinya perjuangan yang tidak mengenal menyerah, dengan tekad baja hingga akhir.

Badalas Pagat Urat Gulu, Amun Manyarah Kahada, artinya biar putus urat leher, tidak akan pernah menyerah.

g. Keanekaragaman HayatiKalimantan Selatan terdiri atas dua ciri geografi utama, yakni

dataran rendah dan dataran tinggi. Kawasan dataran rendah kebanyakan berupa lahan gambut hingga rawa-rawa sehingga kaya akan sumber keanekaragaman hayati satwa air tawar. Kawasan dataran tinggi sebagian masih merupakan hutan tropis alami dan dilindungi oleh pemerintah.

h. Sumber Daya AlamKehutanan: Hutan Tetap (139.315 ha), Hutan Produksi (1.325.024

ha), Hutan Lindung (139.315 ha), Hutan Konvensi (348.919 ha) Perkebunan: Perkebunan Negara (229.541 ha) Bahan Galian: batu bara, minyak, pasir kwarsa, biji besi, dll.

i. Pertanian dan PerkebunanHasil utama pertanian adalah padi, di samping jagung, ubi kayu

dan ubi jalar. Sedangkan buah-buahan terdiri dari jeruk, pepaya, pisang, durian, rambutan, kasturi dan langsat. Untuk perkebunan adalah kelapa sawit.

j. IndustriIndustri di Kalimantan Selatan didominasi oleh industri

manufaktur mikro dan kecil, disusul oleh industri manufaktur besar

45

Page 47: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

dan sedang. Sampai pada tahun 2010, jumlah unit usaha berjumlah 60.432 unit, meningkat 10,92% dibandingkan pada tahun 2009.

k. PertambanganPertambangan didominasi batu bara, di samping minyak bumi,

emas, intan, kaloin, marmer, dan batu-batuan.

l. Keuangan dan PerbankanDitinjau kinerjanya pada tahun 2009, perbankan di Kalimantan

Selatan mencatat pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya sebagai imbas krisis finansial global. Namun demikian beberapa indikator masih mencatat pertumbuhan yang positif. Volume usaha perbankan (asset) Kalsel tumbuh 13,3% dari akhir tahun 2008 sehingga mencapai Rp21,24 triliun. Pertumbuhan asset ini terutama ditopang oleh pertumbuhan kredit dan DPK.

Dana masyarakat yang dihimpun perbankan Kalsel pada akhir tahun 2009 mencapai Rp18,33 triliun atau tumbuh 13% (y-o-y). seluruh jenis rekening dalam bentuk giro, tabungan, maupun deposito menunjukkan pertumbuhan yang positif yakni masing-masing sebesar 10,51% (y-o-y), 17% (y-o-y), dan 5,86% (y-o-y).

Sementara itu dari sisi penyaluran kredit, pada akhir Desember 2009 jumlah kredit yang disalurkan mencapai Rp13,95 triliun atau tumbuh 16% (y-o-y). pertumbuhan kredit ini terutama ditopang oleh kredit konsumsi dan kredit investasi yang tumbuh cukup tinggi yakni sebesar 24,81% (y-o-y) dan 30,42% (y-o-y).

Dengan perkembangan tersebut, fungsi intermediasi perbankan yang dicerminkan oleh rasio LDR (Loan to Deposit Ratio) pada tahun 2009 menunjukkan peningkatan yaitu dari 74% di tahun 2008 menjadi 75,7%. Sementara itu, berkat kerja keras semua pihak yang berwenang, resiko kredit di tahun 2009 terjaga pada level yang aman yakni dengan rasio NPL sebesar 2,14% lebih rendah dari rasio NPL pada akhir tahun 2008 yang mencapai 4,76%.

m. Potensi Wisata Provinsi Kalimantan Selatan39

Pariwisata di Kalimantan Selatan termasuk sektor yang dijadikan sebagai salah satu prioritas untuk dikembangkan di Kalimantan Selatan. Kalimantan Selatan memiliki beragam potensi wisata, mulai dari sungai, pantai, hutan, pegunungan, sampai wisata religi dengan

39 Potensi Pariwisata, dimuat dalam https://dpmptsp.kalselprov.go.id/potensi-pariwisata/, diakses tanggal 10-9-2020.

46

Page 48: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

situs-situs sejarah yang bisa dimanfaatkan sebagai tempat tujuan wisata yang menarik. Di samping itu, dengan beragam budaya daerah, Kalimantan Selatan juga sangat potensial dikembangkan sebagai tujuan wisata budaya, wisata religius, maupun wisata kuliner.

Objek Wisata 1. Pasar Terapung2. Pulau Kembang3. Loksado4. Pantai Angsana5. Pulau Samber Gelap6. Air Terjun Lembah Kahung7. Makam Datu KelampayanKalender even Pariwisata 1. Festival Budaya Pasar Terapung 2. Maayun Maulid3. Mappanretasi4. Festival Tanglong 5. Aruh Ganal Dayak LoksadoKesenian 1. Tari Sinoman Hadrah2. Tari Baksa Kembang3. Madihin4. Mamanda5. Musik PantingPeluang usaha yang dapat dilakukan di bidang pariwisata di

Kalimantan Selatan adalah pengelolaan objek wisata ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI pada tahun 2018 realisasi investasi di Kalsel menduduki peringkat 9 dari 34 Provinsi untuk PMDN nilai invetasi sebesar Rp 9.975 triliun dan peringkat 25 dari 34 Provinsi untuk PMA dengan nilai investasi sebesar Rp 1.730 triliun.Total realisasi invetasi PMA dan PMDN sebesar Rp 11.705 triliun. Menurut RPJMD Kalimantan Selatan Tahun 2016-2021 target yang diberikan untuk Kalimantan Selatan sebesar Rp. 9, 2 triliun. Jika dibandingkan dengan realisasi investasi tahun 2018 terealisasi sebesar 127, 2 persen.

3. Tantangan Pembangunan Kalimantan SelatanProvinsi Kalimantan Selatan dituntut menggali sumber ekonomi

alternatif supaya tidak mudah tergoncang akibat dinamika

47

Page 49: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

perekonomian luar daerah, mengingatkan dengan komposisi yang lebih mengandalkan komoditas pertambangan pada gerak ekonominya sekarang, ekonomi Kalsel sangat rentan tumbang oleh faktor eksternal40.

Contohnya tahun 2013 silam saat harga batu bara turun drastis di pasar global, ekonomi Kalsel yang sebelumnya berkisar diangka 7 persen malah anjlok hingga kisaran 3 persen. Kondisi seperti ini tentunya perlu diantisipasi mulai sekarang agar kejadiannya tidak terulang. Provinsi Kalsel bisa mencontoh Negara Malaysia yang mampu mengembangkan kebun sawit untuk membuat berbagai produk turunan bernilai tinggi.

Sektor lainnya yang juga tidak kalah potensial untuk dikembangkan adalah sektor pariwisata. Dengan sudah mulai dibangunnya bandara Internasional Syamsudin Noor, maka tentu kesempatan Kalsel menggiatkan roda perekonomian melalui pariwisata menjadi terbuka lebar. Provinsi Kalsel saat ini memang sedang berjuang untuk mendorong sektor ekonomi alternatif bisa hadir untuk menggantikan sektor pertambangan yang hingga masih menjadi primadona. Salah satu caranya adalah dengan membuat berbagai program kerja dan pembangunan infrastruktur agar sektor alternatif bisa berkembang, baik itu sektor perkebunan, pertanian, perikanan hingga sektor pariwisata.

Dalam rangka memacu daya saing perekonomian yang didukung sumber daya manusia berkualitas, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan menggelar Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) 2020. Gubernur Kalsel Sahbirin Noor mengatakan, Musrenbang merupakan amanah UU tentang sistem perencanaan pembangunan yang dilaksanakan di daerah. Kebijakan pembangunan di Kabupaten dan Kota di 2020 sesuai dengan program prioritas nasional dan provinsi Kalimantan Selatan. Hasil RKPD 2020 menjadi gambaran bagi Pemerintah Daerah untuk mengetahui sumber permasalahan yang dihadapi dan merencanakan arah pembangunan. Ekonomi 2020 akan dikuatkan di sektor pariwisata, pertanian, industri dan infrastruktur stategis. Pemerintah Provinsi Kalsel mendukung program  terkait dengan upaya mengatasi isu strategis seperti peningkatan Indeks

40 Ekonomi Kalsel Gampang Tumbang Terdampak Faktor Eksternal, dimuat dalam https://kalimantan.bisnis.com/read/20190503/408/918443/ekonomi-kalsel-gampang-tumbang-terdampak-faktor-eksternal , diakses tanggal 10-9-2020

48

Page 50: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Pembangunan Manusia (IPM), kemiskinan, pengangguran, pangan, infrastruktur dan tata kelola  Pemerintahan, dan percepatan pembangunan infrastruktur strategis yang berdampak nasional atau internasional41.

4. Karakteristik Provinsi Kalimantan Selatan Beberapa karakteristik Provinsi Kaliman Selatan antara lain:a. Posisi Strategis Kalimantan Selatan di tengah-tengah Indonesia.

Kalimantan Selatan berada di sentral/tengah-tengah Indonesia dengan jumlah penduduk (2019) adalah 4.244.096 jiwa dan luas wilayah 37.530,52 km² (6,96% dari wilayah Pulau Kalimantan).

b. Bebas dari bahaya gempa bumi.Berada pada wilayah I menurut zona gempa Indonesia sehingga daerah ini relatif aman dari bencana gempa dan tsunami (Profil daerah rawan bencana, 2007).

c. Gambaran Perairan Laut.Perairan Provinsi Kalimantan Selatan berada pada ALKI 2 dan termasuk dalam jalur pelayaran Internasional yang cukup strategis dan menjadi persinggahan kapal-kapal dari Australia Barat ke Filipina, Taiwan dan China maupun sebaliknya.

d. Kawasan Potensial KEK Mekar Putih.Mempunyai Kawasan mekar putih yang berpotensi dikembangkan menjadi Pelabuhan Internasional dan Pusat Industri.42

Sedangkan LSM Sasangga Banua berpendapat bahwa terkait karakteristik perlu adanya normalisasi sungai dari hulu ke hilir masyarakat sebagai sarana transportasi serta pariswisata dan ekonomi kreatif masyarakat yang ke khasan lokal. Di Kalimantan Selatan Khususnya Ibukota Provinsi di Banjarmasin, sungai merupakan sarana vital untuk memenuhi kebutuhan sebagian besar masyarakatnya. Dimana sungai masih bisa menjadi alat transportasi yang efektif bagi sebagian masyarakat yang berada di daerah marginal. Sungai juga berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari, diantaranya untuk keperluan hidup selain untuk kebutuhan minum.43

5. Hubungan Koordinasi Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota

41 Musrenbang Selaraskan Pembangunan Kalsel di 2020, http://infopublik.id/kategori/nusantara/340765/musrenbang-selaraskan-pembangunan-kalsel-di-2020, diakses tanggal 10-9-2020

42 Hasil Diskusi dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam rangka pengumpulan data ke Provinsi Kalimantan Selatan tanggal 20-23 Oktober 2020.

43 Hasil Diskusi dengan LSM Sasangga Banua dalam rangka pengumpulan data ke Provinsi Kalimantan Selatan tanggal 20-23 Oktober 2020.

49

Page 51: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Pola hubungan koordinasi pemerintah provinsi dan pemerintah kab/kota di Provinsi Kalimantan Selatan sudah berjalan dengan baik. Pemerintah daerah baik provinsi, kabupaten/kota melaksanakan aturan dan urusan sesuai dengan kewenangannya masing-masing sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Secara khusus terkait pola koordinasi tersebut dalam lingkup desentralisasi telah diatur dalam PP Nomor 33 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat. Di dalam peraturan tersebut tugas Gubernur melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota.

Di dalam implementasinya, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan secara rutin melaksanakan Rapat Koordinasi Kepala Daerah setiap tahun yang teranggarkan dalam program dan kegiatan pada Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah dan pada Kegiatan Musrenbang Provinsi. Rapat koordinasi tersebut membahas hal-hal yang dianggap perlu dan segera mendapat kesepakatan dan dilaksanakan bersama-sama sesuai dengan kewenangan masing-masing. Utamanya dalam hal pembangunan daerah agar terdapat sinkronisasi antara perencanaan pembangunan daerah provinsi, kabupaten dan kota sesuai RPJMD serta visi dan misi KDH masing-masing. Kemudian menyerap aspirasi atau keinginan dari tiap-tiap kabupaten/kota hal-hal yang perlu menjadi perhatian Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan urusan-urusan yang menjadi ranah pemerintah daerah.

Hal-hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaan desentralisasi yaitu, adanya ketidaksesuaian antara aturan yang dibuat oleh pemerintah pusat dengan pelaksanaan aturan tersebut. Misalnya, ada usulan program kegiatan yang disampaikan dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah pusat melalui Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan (bukan prioritas) atau bahkan tidak terakomodir sama sekali.44

Sedangkan akademisi Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat berpandangan bahwa hubungan Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota di samping tetap mengacu dan berpedoman pada Undang-Undang Pemerintahan Daerah (UU No. 23 Tahun 2014), namun tidak dapat dipungkiri harmonisasi hubungan

44 Hasil Diskusi dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam rangka pengumpulan data ke Provinsi Kalimantan Selatan tanggal 20-23 Oktober 2020.

50

Page 52: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

tersebut sangat dipengaruhi oleh figur personal Gubernur beserta gaya kepemimpinan dalam pelaksanaan manajemen pemerintahan. Berdasarkan kenyataan praktek di lapangan selama ini sejauh pengamatan yang dapat dilakukan, hubungan pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota berjalan lancar secara legal formal. Tidak terdapat kesenjangan komunikasi yang didasarkan kepada konflik personal, namun tidak juga begitu dekat dalam ikatan bathin secara privat.

Oleh karena itu hubungan secara legal formal berjalan lancar maka penyelenggaraan prinsip-prinsi desentralisasi dapat dikatakan tidak mengalami hambatan yang berarti. Begitu juga dengan penerapan Asas-Asas Umum Pemerintahan yag Baik (AUPB) dalam batas-batas tertentu telah diimplementasikan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Namun demikian kondisi seperti sekarang ini belum dapat memacu kemajuan daerah yang signifikan, sehingga diperlukan dorongan yang lebih kuat agar daya inovasi dan kreativitas aparat pemerintahan daerah dapat dioptimalkan.45

Secara umum pola hubungan Pemprov dan Pemkab/kota berjalan dengan baik, namun terdapat beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan tentang urusan konkuren yaitu urusan pemerintahan wajib, seperti bidang pendidikan khususnya SMA, sebaiknya dikembalikan saja kepada Pemerintah Kabupaten/Kota karena perlu kiranya kesinambungan manajemen pendidikan dari level SD, SMP dan SMA.46

6. Pola Pembangunan Provinsi Kalimantan SelatanNilai-nilai kearifan lokal yang bisa diakomodasi ke dalam RUU ini

adalah adanya Kawasan Geopark Meratus beserta Masyarakat Adat Dayak Meratus. Perlindungan terhadap Kawasan Geopark Meratus dan Masyarakat Adat Dayak Meratus diharapkan bisa diakomodasi dalam RUU ini untuk melindungi Kawasan tersebut dari eksploitasi pertambangan, karena Kawasan Geopark Meratus adalah salah satu Geopark tertua di dunia. Di kawasan tersebut terkandung SDA batubara yang bisa dilakukan untuk aktivitas pertambangan dan Izin untuk melakukan aktivitas pertambangan adalah kewenangan pusat. Sebagai salah satu bentuk asas desentralisasi simetris, dikhawatirkan

45 Hasil Diskusi dengan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat dalam rangka pengumpulan data ke Provinsi Kalimantan Selatan tanggal 20-23 Oktober 2020.

46 Hasil Diskusi dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poilitik Universitas Lambung Mangkurat dalam rangka pengumpulan data ke Provinsi Kalimantan Selatan tanggal 20-23 Oktober 2020.

51

Page 53: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

terjadi benturann antara pemerintah pusat dengan daerah dalam hal pengelolaan tambang dan kelestarian Geopark Meratus.47

Selain itu untuk memberi ruang yang lebih luas kepada pengembangan kearifan lokal tentu diperlukan jaminan dalam tingkatan undang-undang. Akan tetapi sebagian besar kearifan lokal di berbagai daerah terkait dengan sumber-sumber ekonomi, dan hal ini menjadi hambatan yang serius. Pemerintah Pusat dalam beberapa kebijakannya telah memberi kemudahan untuk investasi dan tentu dimaksudkan untuk memacu perkembangan ekonomi nasional. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat sering berbenturan dengan upaya pengembangan kearifan local. Hal ini disebabkan peluang investasi yang ditawarkan dan juga mengundang minat para pengusaha adalah pada sektor kehutanan, perkebunan, serta pertambangan. Sementara sektor-sektor itu pula yang banyak merusak tatanan kearifan masyarakat lokal.48

Pola haluan dan model pembangunan perlu memberikan keleluasaan kewenangan khususnya dibidang Kehutanan dan Energi Sumber Daya Mineral. Masyarakat Kal-sel sangat dekat dengan alam, gerak kehidupan masyarakat ditentuakan oleh alam, saat ini banyak perijinan pertambangan dan perkebunan diwilayah rawa dan hutan yang sesungguhnya berfungsi dan mengendalikan pasang surut air dan menampung hujan dan reseapan air yang dapat mengantisipasi dampak kebanjiran. Selain itu juga beberapa tanaman pohon dibabat habis akibat jorjoran perijian dibidang pertambangan, kehutanan dan perkebunan. Misalnya Pohon Kayu Ulin dan Pohon Galam sekarang langka, kalaupun ada harga dipasaran sangat tinggi. Masyarakat kalimantan sangat religius, oleh karena itu peghargaan dalam pembangunan hukum, khususnya nanti peraturan Daerah yang bersentuhan dengan syari’ah dapat diberlakukan dikalimantan selatan.49

7. Prioritas Pembangunan Provinsi Kalimantan Selatan

47 Hasil Diskusi dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam rangka pengumpulan data ke Provinsi Kalimantan Selatan tanggal 20-23 Oktober 2020.

48 Hasil Diskusi dengan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat dalam rangka pengumpulan data ke Provinsi Kalimantan Selatan tanggal 20-23 Oktober 2020.

49 Hasil Diskusi dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poilitik Universitas Lambung Mangkurat dalam rangka pengumpulan data ke Provinsi Kalimantan Selatan tanggal 20-23 Oktober 2020.

52

Page 54: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Terkait bidang prioritas pembangunan Pemprov berpandangan bahwa terdapat beberapa bidang prioritas pembangunan Provinsi Kalimantan Selatan yaitu:50

a. Transformasi struktur ekonomi ke sektor industri, pertanian dan pariwisata - Peningkatan produksi hasil pertanian.- Mendorong Industri pengolahan bahan mentah/setengah jadi.- Mendorong pariwisata dan pengembangan Geopark.- Pemberdayaan IKM/UMKM.- Peningkatan penggunaan produksi lokal.- Peningkatan nilai investasi.- Pengembangan industri digital.

b. Meningkatkan Kualitas dan daya saing Sumber Daya Manusia- Peningkatan angka rata-rata lama sekolah.- Peningkatan indeks pembangunan pemuda.- Penurunan penyakit melalu GERMAS.- Penurunan prevalensi stunting.- Penurunan Angka Pernikahan Anak.- Peningkatan Kualitas Tenaga Kerja.- Peningkatan Ketahanan Budaya dan Kualitas seni masyarakat.- Peningkatan prestasi olahraga.

c. Membangun sarana prasarana pembangunan pelayanan dasar dan ekonomi berbasis kewilayahan- Pengembangan Kawasan prioritas.- Pembangunan Infrastruktur kewilayahan yang terintegrasi.- Pemenuhan pencapaian infrastruktur dasar.

d. Tata Kelola Pemerintahan yang baik- Penguatan reformasi birokrasi dan perencanaan penganggaran

yang responsive gender.- Pemeliharaan ketentraman,ketertiban umum masyarakat dan

konsolidasi demokrasi pasca pilkada.- Pengembangan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.- Penyederhanaan perizinan dan peningkatan pelayanan publik.

e. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup untuk memperkuat ketahanan bencana- Peningkatan daya dukung SDA dan lingkungan hidup.- Penanganan mitigasi dan pasca bencana.- Mendorong penggunaan energi terbarukan.

50 Hasil Diskusi dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam rangka pengumpulan data ke Provinsi Kalimantan Selatan tanggal 20-23 Oktober 2020.

53

Page 55: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Pengelolaan Sektor sumber daya alam (SDA) yang profesional berciri khasan lokal dan bertanggung jawab, meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) agar berkualitas, Meningkatkan Sarana dan Prasarana Pariwisata sebagai mengingat Kalimantan Selatan rencana sebagai penyangga Ibu Kota Negara (IKN), Perbaikan sektor Industri nasional dan Internasional yang ber ke arifan lokal sebagai ciri khas daerah. Potensi perlindungan lahan pertanian berkelanjutan secara konsisten sebagaimana di lindungi oleh UU. Juga yang lebih penting perlindungan lahan pegunungan meratus dari usaha pertambangan dan pembalakan hutan secara liar, atas masukan dan tekanan masyarakat adat maka diharapkan pengakuan masyarakat adat yang dimana mereka saat ini bermukim di daerah hutan meratus secara turun temurun sebelum negara ini lahir. Normalisasi sungai sebagai sarana masyarakat Banjarmasin khususnya dan Pada umumnya Kalimantan Selatan sebagai sarana transportasi traditional masyarakat. Juga menjaga kearifan lokal apa yang telah terhimpun dan berlangsung secara turun temurun di masyarakat banjar sebagai menjaga budaya masyarakat.51

8. Pengembangan E-GovernmentPemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam Pelaksanaan E-

Government sudah di Evaluasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI melalui kegiatan Evaluasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik yang pada tahun 2019 Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan mendapatkan nilai Indeks SPBE 3,03 dengan Predikat “Baik”, nilai tersebut akumulasi dari 3 (tiga) Domain SPBE yaitu :

Domain Kebijakan SPBE : 2.82- Kebijakan Tata Kelola SPBE : 2.14- Kebijakan Layanan SPBE : 3.3

Domain Tata Kelola : 2.86- Kelembagaan : 2.5- Strategi dan Perencanaan : 3.00- TIK : 3.00

Domain Layanan SPBE : 3.18

51 Hasil Diskusi dengan LSM Sasangga Banua dalam rangka pengumpulan data ke Provinsi Kalimantan Selatan tanggal 20-23 Oktober 2020.

54

Page 56: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

- Administrasi Pemerintahan : 3.57- Pelayanan Publik : 2.5

Dari Hasil Indeks diatas tentunya Provinsi Kalimantan Selatan akan terus berupaya meningkatkan nilai indeks SPBE pada aspek yang masih rendah terutama aspek Kebijakan Tata Kelola SPBE, Aspek Kelembagaan dan Aspek Pelayanan Publik, dan dengan terbitnya Peraturan Menpan-RB tentang Pemantauan dan Evaluasi SPBE Nomor 59 Tahun 2020, maka Pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan akan Kembali menyesuaikan dengan penambahan indikator – indikator baru pada peraturan tersebut. Sebagai informasi bahwa Rancangan Perda SPBE sudah di DPRD Provinsi Kalimantan Selatan untuk di perdakan pada tahun 2021.52

Pemerintah Provinsi perlu membangun akses internet sampai ke desa-desa. Saat ini di desa masih banyak ketinggalan jaringan internet. Mengingat kurangnya juga sosialisasi mengenai E-Government tentang kemanfaatannya untuk mempublis informasi baik administrasi serta eksekusi dan informasi dari masyarakat. Data atau Informasi yang di akses di Web milik Pemerintah provinsi masih kurang lengkap dan jarang di update. Pelaksanaan E-Government di Kalimantan Selatan masih dalam Stagnasi. Dalam konteks resfonsibilitas masyarakat masih masih banyak permasalahan yang belum diresfon oleh pemangku kebijakan, serta mengenai beberapa aplikasi soal pembayaran pajak daerah yang masih banyak kekurangan dalam pelaksanaannya, karena kurangnya sosialisasi kepada masyarakat secara masif.53

9. Pendanaan Pembangunan Daerah Dalam upaya memaksimalkan pendapatan daerah guna mendukung pembangunan daerah perlu dilakukan langkah-langkah antara lain: 54

a. Optimalisasi pengelolaan sumber-sumber/potensi Pendapatan Daerah.1) Menginventarisasi kembali obyek-obyek pendapatan daerah

sesuai dengan kewenangan masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah/ Unit Kerja Penghasil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berpotensi dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan daerah baru.

52 Hasil Diskusi dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam rangka pengumpulan data ke Provinsi Kalimantan Selatan tanggal 20-23 Oktober 2020.

53 Hasil Diskusi dengan LSM Sasangga Banua dalam rangka pengumpulan data ke Provinsi Kalimantan Selatan tanggal 20-23 Oktober 2020.

54Hasil Diskusi dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam rangka pengumpulan data ke Provinsi Kalimantan Selatan tanggal 20-23 Oktober 2020.

55

Page 57: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

2) Mendorong Satuan Kerja Perangkat Daerah /Unit Kerja Penghasil untuk melakukan kajian dalam rangka penyesuaian tarif terhadap beberapa jenis pungutan pendapatan daerah, khusus pada kelompok Retribusi Daerah yang akan diakomodir dalam peraturan Gubernur.

3) Melaksanakan penyesuaian terhadap Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) berdasarkan kewenangan daerah yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai dasar pengenaan tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).

4) Meningkatkan intensitas kegiatan razia kendaraan bermotor bersama instansi terkait pada UPPD/SAMSAT se Kalimantan Selatan.

5) Melaksanakan kegiatan pendataan dan penagihan Pajak Kendaraan Bermotor pada UPPD/SAMSAT se Kalimantan Selatan, melalui program SUPER-PKB.

b. Intensifikasi dan Ekstensifikasi pendapatan di luar pajak daerah.1) Mengoptimalkan penerimaan sumbangan pihak ketiga kepada

Pemerintah Daerah. 2) Mendorong Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk memberikan

kontribusi berupa pembayaran deviden yang sebanding dengan nilai penyertaan modal Pemerintah Daerah, melalui upaya koordinasi bersama SOPD terkait dalam melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penyertaan modal Pemerintah Daerah.

3) Melakukan pemanfaatan asset dengan pihak lain terhadap asset yang tidak digunakan (menganggur) untuk membantu dalam menyumbang penerimaan pendapatan daerah.

4) Mengoptimalkan perhitungan proyeksi target penerimaan daerah, khususnya Pendapatan Asli Daerah yang dikelola oleh masing-masing SKPD/Unit Kerja Penghasil dengan memperhatikan asumsi sumber-sumber potensi pendapatan daerah yang dimiliki.

c. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat dengan penyederhanaan sistem dan prosedur pelayanan.1) Mengembangkan dan mempertahankan pelayanan prima kepada

masyarakat terhadap pembayaran PKB/BBNKB pada kantor Bersama SAMSAT, serta mengoptimalkan layanan Payment Point Unit Bank Kalsel, Mobil SAMSAT Keliling dan Layanan Jemput Antar serta SAMSAT Corner/SAMSAT Outlet. Berkreasi dan

56

Page 58: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

berinovasi sesuai dengan karakteristik wilayah kerja yang berpotensi memberikan kontribusi optimal terhadap penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor.

2) Mengembangkan konsep mekanisme layanan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah yang berkualitas berbasis Informasi Teknologi dan Perbankan, implementasi bentuk layanan tersebut diharapkan mampu meminimalisir hubungan langsung antara Wajib Pajak dan Petugas.

d. Peningkatan Kualitas pengelolaan manajemen Pendapatan Daerah.1) Mengoptimalkan pengelolaan pendapatan daerah dengan

menerapkan system akuntansi berbasis akrual.2) Percepatan penyampaian dan ketetapan penyajian laporan

realisasi Pendapatan Daerah.3) Pengukuran kinerja capaian pendapatan berdasarkan Anggaran

Kas Pendapatan.4) Mengembangkan Integrasi system teknologi informasi pendapatan

daerah.

e. Dana hibah merupakan salah satu sumber yang bisa dimaksimalkan pemerintah daerah untuk meningkatkan sumber pendapatannya. Banyak pemerintah negara lain yang memiliki mekanisme pemberian dana hibah dan pemerintah daerah di Indonesia bisa memanfaatkan hal tersebut baik untuk pembangunan maupun pemberdayaan masyarakat di wilayah nya. Selain itu pemerintah daerah dapat menghubungi masyarakat aslinya yang berada di luar negeri untuk membantu mencari koneksi baik terkait pemerintah nya maupun pihak swasta mana saja di luar negeri yang dapat dijadikan sasaran untuk kerjasama pemberian dana hibah. Jadi masalah management networking penting untuk dikelola dengan baik sehingga hal-hal seperti dana hibah ini bisa termanfaatkan dengan baik oleh suatu pemerintah daerah dalam rangka memaksimalkan sumber-sumber pendapatan daerah nya.

Sedangkan akademisi dari Fakultas Universitas Lambung mangkurat berpandangan diperlukannya kreativitas daerah untuk membuka peluang mendapatkan penerimaan dengan cara memanfaatkan kehadiran perusahaan yang menanamkan investasinya agar dapat membantu pengembangan sektor pariwisata berupa penyediaan infrastruktur pendukungnya, sektor usaha kecil - menengah berupa pelatihan, permodalan, serta pembukaan jaringan

57

Page 59: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

pemasaran. Peluang ini sebenarnya sangat terbuka, namun pemanfaatan peluang dimaksud selama ini tidak ditujukan untuk kepentingan daerah.55

Selain itu perlu mengoptimalkan pendapatan asli daerah melalui retribusi daerah, misalnya chanel fee, di Kal-Sel kaya Pertambangan yang melintasi jalan maupun sungai-sungai, diatur dalam RUU Provinsi Kalimantan Selatan. Mendesain ulang dan mengoptimalkan bagi hasil dengan pemerintah pusat terhadap royalti hasil pertambangan dan perkebunan yang diatur dalam RUU Provinsi Kalimantan Selatan. Memberikan ruang daerah untuk membangun perusahaan daerah mengelola PLTU yang bekerja sama PLN untuk pemenuhan kebutuhan listrik daerah dalam RUU Provinsi Kalimantan Selatan.56

D. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru yang akan Diatur dalam Undang-Undang terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat dan Dampaknya terhadap Aspek Beban Keuangan Negara

Mengutip dari memori penjelasan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Dan Kalimantan Timur bahwa pembagian Kalimantan menjadi tiga provinsi otonom telah mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk di dalamnya adalah pertimbangan mengenai keadaan keuangan negara. Dalam penyelenggaraan segala kewajiban daerah yang tertuang pada UU No. 25 Tahun 1956 tersebut, provinsi terkait dapat membiayainya melalui pengadaan pajak-pajak retribusi daerah dan sumber-sumber keuangan lain menurut sistem keuangan daerah yang lazim berlaku pada saat itu. Pemerintah pusat juga menawarkan bantuan sesuai dengan keadaan keuangan negara.

Menilai dari perkembangan zaman, Rancangan Undang-Undang (RUU) Provinsi Kalimantan Selatan harus menyesuaikan dengan berbagai produk hukum yang berlaku saat ini, termasuk di dalamnya berbagai undang-undang yang mengatur tentang penyelenggaraan keuangan daerah. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah. Sebagaimana tertuang pada Bab II Pasal 2

55 Hasil Diskusi dengan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat dalam rangka pengumpulan data ke Provinsi Kalimantan Selatan tanggal 20-23 Oktober 2020.

56 Hasil Diskusi dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poilitik Universitas Lambung Mangkurat dalam rangka pengumpulan data ke Provinsi Kalimantan Selatan tanggal 20-23 Oktober 2020.

58

Page 60: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Ayat 1 bahwa adanya pengaturan mengenai perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah ini merupakan suatu konsekuensi dari adanya pembagian tugas antara pemerintah dan pemerintah daerah, yang kemudian dalam hal ini adalah Provinsi Kalimantan Selatan. Untuk menyelenggarakan dan membiayai desentralisasi, provinsi terkait menghimpun penerimaan daerah yang dapat bersumber dari pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah dapat diperoleh dari pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, maupun pendapatan lain-lain. Pemerintah daerah dapat menghimpun PAD sesuai dengan potensi daerah masing-masing yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta lain-lain PAD yang sah. Sementara dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus yang ditetapkan dalam APBN yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah dan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah. Tabel X. Komposisi Pendapatan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan 2017-2020

Pendapatan Daerah*

Tahun2017 2018 2019**** 2020**

APBD/P%

Realisasi

APBD/P%

Realisasi

APBD/P%

Realisasi

APBD-P%

Realisasi***

PAD 3,223.29

88.38 3.538,48

100,87 3.647,61

110,71 2.840,11

31,46

Pajak 2,681.33 83.24 2.820,10 99,86 2.963,67 93,33 2.312,40 26,64Retribusi 22,35 113.12 29,83 93,10 31,16 127,28 27,54 38,12Kekayaan 50,64 90.68 51,06 102,35 51,00 46.65 38,32 80,94Lain-lain PAD 468,98 116.39 637,49 105,59 601,77 200,87 461,85 51,10Dana Perimbangan

2.751,02

98.59 2.842,35

105,08 3.224,82

97.53 3.011,22

19,67

Bagi Hasil 642,00 98.94 744,70 125,24 891,43 94,90 815,94 16,89DAU 1.106,53 100.00 1.118,21 100,00 1.188,15 100,00 1.101,57 36,44DAK 1.002,49 96.81 979,44 95,54 1.145,25 97,01 1.093,71 4,85Lain-lain 40,01 109.66 64,64 74,80 94,52 119,38 431,47 3,04TOTAL 6.014,3

293.19 6.445,4

7102,47 6.966,9

5104,73 6.282,8

123,86

Catatan: *) PAD: Pendapatan Asli Daerah; Pajak: Hasil Pajak Daerah; Retribusi: Hasil Retribusi Daerah; Kekayaan: Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan; Lain-lain PAD: Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah; Bagi Hasil: Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak; DAU: Dana Alokasi Umum; DAK: Dana Alokasi Khusus; Lain-lain: Lain-lain Pendapatan yang Sah; TOTAL: Total Pendapatan Daerah. Satuan dalam Rp Miliar.

59

Page 61: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor 119/2813/SJ dan Nomor 177/KMK.07/2020 tentang Percepatan Penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2020 Dalam Rangka Penanganan COVID-19, Serta Pengamanan Daya Beli Masyarakat dan Perekonomian Nasional. ***) Realisasi hingga Triwulan I/2020 terhadap APBD-P 2020. ****) Data APBD 2019 bersumber dari Laporan Perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan Mei 2020, sementara realisasi APBD 2019 masih bersumber dari Laporan Perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan Februari 2020. Data realisasi masih perlu di-cross check. Sumber: Kanwil DJPB dan/atau Bakeuda Provinsi Kalimantan Selatan dalam Publikasi Regional Bank Indonesia.

Mengingat muatan dalam RUU Provinsi Kalimantan Selatan yang berdampak pada aspek keuangan negara, maka perlu diketahui mengenai komposisi dan kinerja pendapatan APBD Provinsi Kalimantan Selatan selama beberapa tahun terakhir. Secara umum, nominal dan persentase realisasi PAD Provinsi Kalimantan Selatan menunjukkan tren peningkatan selama 2017-2019. Hal ini berimplikasi pada peningkatan rasio kemandirian fiskal dari 50,83 persen pada 2017 menjadi 55,35 persen pada 201957. Pencapaian ini menyiratkan progres dan prestasi pemerintah daerah Kalimantan Selatan dalam mengoptimalkan potensi daerahnya melalui penghimpunan PAD, sehingga Provinsi Kalimantan Selatan semakin mandiri secara fiskal. Di sisi lain, dana perimbangan untuk Provinsi Kalimantan Selatan juga mengalami peningkatan dari segi nominal realisasi, meskipun dari segi persentasi realisasi sempat turun pada tahun 2019 yang disebabkan penurunan nominal realisasi DBH. Sementara itu, kinerja penurunan seluruh pos pendapatan pada APBD-P Kalimantan Selatan 2020 (dibandingkan dengan APBD 2020) disebabkan oleh force majeure pandemi COVID-19.

Menilai dari kinerja pendapatan daerah Provinsi Kalimantan Selatan di atas, pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Selatan diharapkan dapat terus menjaga serta mendorong kemandirian fiskal melalui optimalisasi PAD. Penyusunan RUU ini kemudian diharapkan dapat memberikan dorongan serta kesempatan bagi pemerintah daerah Kalimantan Selatan untuk memaksimalkan potensi daerah dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam UU No. 33 Tahun 2004 Bab V Tentang PAD dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 12 Tahun

57 Rasio kemandirian fiskal merupakan rasio antara PAD dengan total pendapatan daerah. Semakin tinggi angka rasio menunjukkan kemandirian fiskal yang semakin baik.

60

Page 62: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Bab III Bagian Ketiga Tentang Pendapatan Daerah.

Tabel X. Postur TKDD pada APBN di Kalimantan Selatan 2017-2019

Transfer ke Daerah dan Dana Desa

Tahun2017 2018 2019

Pagu%

Realisasi

Pagu%

Realisasi

Pagu%

Realisasi

Transfer ke Daerah

1.240,26

89,241.296,3

092,31

1.592,03

92,06

Dana Perimbangan

1.240,26 89,24 1.296,30 92,31 1.592,03 92,06

Dana Desa 1.430,38

99,831.327,1

399,80

1.506,34

99,77

Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Kalimantan Selatan dalam Publikasi Regional Bank Indonesia. Satuan dalam Rp Miliar.

Apabila melihat pada realisasi APBN di Kalimantan Selatan, khususnya pada postur Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD), secara umum dana transfer ke daerah yang terdiri dari dana perimbangan terus meningkat dari segi nominal realisasi sejak 2017-2019. Sementara dana desa yang disalurkan di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan relatif lebih berfluktuasi dari segi nominal realisasi; sempat turun pada tahun 2018 dan kemudian kembali naik pada 2019 yang disebabkan oleh perubahan pagu pada tahun yang bersangkutan. Penyaluran dana desa sendiri diketahui tidak berkaitan dengan postur APBD Provinsi. Menurut PP No. 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang kemudian mengalami perubahan kedua pada PP No. 8 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 menyatakan bahwa Dana Desa ditransfer melalui APBD Kabupaten/Kota untuk selanjutnya ditransfer ke APB Desa, atau khusus adalah dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Desa (RKD) melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 205/PMK.07/2019 Tentang Pengelolaan Dana Desa. Penyaluran Dana Desa sendiri dimaksudkan untuk pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa sesuai dengan landasan hukum UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Meskipun Dana Desa tidak berkaitan secara langsung terhadap komposisi keuangan daerah Provinsi Kalimantan Selatan, dengan muatan materi yang terkandung di dalam RUU Provinsi Kalimantan

61

Page 63: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Selatan ini dapat mendorong penyaluran dan pemanfaatan Dana Desa yang lebih efektif dalam mendukung dan memberikan multiplier effect bagi pembangunan Provinsi Kalimantan Selatan secara umum.

BAB IIIEVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

TERKAIT

A. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945Sebagaimana kita ketahui bersam bahwa Undang-Undang

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) merupakan sumber hukum tertingi dan bersifat fundamental karena merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan perundang-undangan lainnya. Substansi UUD NRI Tahun 1945 mencakup dasar-dasar normatif yang berfungsi sebagai sarana pengatur dan pengendali terhadap penyelenggaraan kekuasaan dan pemerintahan negara, sekaligus sebagai sarana rakyat dalam melaksanakan hak dan kewajibannya menuju cita-cita kolektif bangsa. Cita-cita kolektif itu tertuang dalam bentuk kemerdekaan rakyat Indonesia dan tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia dalam alinea ketiga dan keempat UUD NRI Tahun 1945. Cita-cita kolektif tersebut merupakah keinginan luhur yang didawamkan ke dalam sanubari setiap rakyat Indonesia dan coba diwujudkan oleh para pemimpin bangsa Indonesia.

Dalam alinea ketiga memuat pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia. Sedangkan alinea keempat memuat pernyataan bahwa setelah menyatakan kemerdekaan, yang pertama kali dibentuk adalah Pemerintah Negara Indonesia sebagai pemerintah nasional yang bertanggung jawab mengatur dan mengurus bangsa Indonesia. Lebih lanjut dinyatakan bahwa tugas Pemerintah Negara Indonesia sebagai pemerintah nasional adalah melindungi seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut memelihara ketertiban dunia berdasarkan

62

Page 64: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Hal-hal tersebut merupakan hal prinsip yang menjadi cita-cita kolektif kita semua rakyat Indonesia.

Adapun konsekuensi logis Pemerintah Negara Indonesia sebagai pemerintah nasional adalah membentuk pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten/kota dengan tetap merupakan satu kesatuan dengan pemerintah nasional. Secara nyata dan merupakan konsep dasar mengenai hubungan antara Pemerintah (pusat) dan Pemerintah daerah dapat kita lihat dengan memahami Pasal 4 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Dalam Pasal 4 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 dinyatakan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”, melihat pasal ini dapat kita ketahui bahwa konstitusi secara nyata memberikan kekuasaan pemerintahan negara ini berada di tangan Presiden, beliau lah “nahkoda” utama dalam negara ini. Namun, ada lagi Pasal 18 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang” , perlu kita pahami bersama bahwa perubahan Pasal 18 ini muncul dalam amandemen kedua pada tahun 2000. Hal yang perlu kita ketahui adalah pemilihan frasa “dibagi atas” dalam Pasal 18 ayat (1) bukan justru “terdiri atas” memiliki maksud tersendiri dan pemilihan frasa tersebut bukanlah tanpa alasan dan maksud tertentu. Frasa “dibagi atas” yang digunakan dalam Pasal 18 ayat (1) memiliki maksud bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan yang kedaulatan negara berada di tangan Pemerintah (pusat) sesuai Pasal 4 ayat (1). Oleh karena itu kekuasaan yang ada di pusat itu dibagi kepada daerah-daerah untuk bisa mengurus wilayahnya namun dalam bentuk negara kesatuan.58 Hal itu konsisten dengan kesepakatan untuk tetap mempertahankan bentuk negara kesatuan. Hal ini jelas dan sangat berbeda bilamana yang dipilih frasa “terdiri atas” yang lebih menunjukkan substansi federalisme karena istilah itu menunjukkan letak kedaulatan berada di tangan negara-negara bagian. Nuansa federalisme ini yang justru para pengubah konstitusi ini hindari karena kecuali kita masih berdasarkan pada Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS Tahun 1950).

58 ?Lihat perdebatan dalam amandemen kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada tahun 2000. Hal ini juga merupakan alur berfikir dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

63

Page 65: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Jika kita lihat lagi secara mendalam bahwa terdapat perubahan mendasar dari Pasal 18 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) asli, ke bentuk yang ada saat ini. Dalam Pasal 18 UUD Tahun 1945 asli, Pasal ini tidak memiliki ayat dan berbunyi sebagai berikut “Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan meman-dang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”. Dalam amandemen kedua UUD Tahun 1945 di Tahun 2020 terjadi perubahan Pasal 18 yang menjadi memiliki 7 ayat dan ditambah dengan Pasal 18A dan Pasal 18B. Perubahan dalam bab ini dan juga pada bagian lainnya merupakan suatu pendekatan baru dalam mengelola negara. Di satu pihak ditegaskan tentang bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan di pihak lain ditampung kemajemukan bangsa sesuai dengan sasanti Bhinneka Tunggal Ika. Perlu kita ketahui bahwa konsep besar dari perubahan Pasal 18 dalam amandemen kedua UUD Tahun 1945 ini dilatarbelakangi oleh kehendak untuk menampung semangat otonomi daerah dalam memperjuangkan kesejahteraan masyarakat daerah. Hal itu dilakukan setelah belajar dari praktik ketatanegaraan pada era sebelumnya yang cenderung sentralistis, adanya penyeragaman sistem pemerintahan seperti dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974  tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, serta mengabaikan kepentingan daerah. Akibat kebijakan yang cenderung sentralistis itu, Pemerintah Pusat menjadi sangat dominan dalam mengatur dan mengendalikan daerah sehingga daerah diperlakukan sebagai objek, bukan sebagai subjek yang mengatur dan mengurus daerahnya sendiri sesuai dengan potensi dan kondisi objektif yang dimilikinya.

Adapun perubahan Pasal 18 UUD Tahun 1945 menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan otonomi daerah yang dalam era reformasi menjadi salah satu agenda nasional. Melalui penerapan Bab tentang Pemerintahan Daerah diharapkan lebih mempercepat terwujudnya kemajuan daerah dan kesejahteraan rakyat di daerah, serta meningkatkan kualitas demokrasi di daerah. Semua ketentuan itu dirumuskan tetap, dalam kerangka menjadim dan memperkuat NKRI, sehingga dirumuskan hubungan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

64

Page 66: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Sejadinya jika ingin dilihat secara holistik pengaturan BAB VI tentang Pemerintahan Daerah baik Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B ini selain berkaitan dengan Pasal 4 ayat (1) yang menyatakan Presiden memegang kekuasaan pemerintahan juga berkaitan dengan ketentuan Pasal 1 ayat (1) yang menyatakan Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik, dan Pasal 25A mengenai wilayah negara, yang menjadi wadah dan batas bagi pelaksanaan Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B tersebut. Adapun maksud utama dalam amandemen kedua tahun 2000 tersebut yakni mencoba mengatur mengenai pembagian daerah, pemerintahan daerah, hubungan wewenang pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, serta pengakuan dan penghormatan satuan pemerintahan daerah bersidat khsuus dan kesatuan masyarakat hukum adat.

Terkait dengan rencana pembentukan Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi Kalimantan Selatan (RUU tentang Kalsel) sebagaimana kita ketahui bahwa, Provinsi Kalimatan Selatan pada saat ini masih menggunakan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur (UU tentang Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur). Undang-Undang tersebut lahir dengan masih mendasarkan pada konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS), hal ini jelas konsep yang berbeda dengan kondisi saat ini karena sudah terjadi perubahan konsep hubungan pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah dalam konsep desentralisasi.

Konsep desentralisasi berbentuk otonomi daerah yang saat ini terakhir menggunakan dasar hukumnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memiliki pandangan mengelola daerah yang sangat berbeda dengan UU tentang Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur yang merupakan dasar lahirnya provinsi Kalimantan Selatan. Sebagai contoh saja, dalam Pasal 18 yang versi UUD NRI Tahun 1945 saat ini berlaku (Pasal 18 hasil amandemen kedua) dalam ayat (1) terkandung maksud bahwa pemerintah daerah (baik provinsi, kabupaten, maupun kota) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Penegasan ini menjadi dasar hukum bagi seluruh pemerintahan daerah untuk dapat menjalankan roda pemerintahan (termasuk menetapkan peraturan daerah dan peraturan lainnya) secara lebih leluasa dan bebas serta sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan karakteristik daerahnya masing-masing,

65

Page 67: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

kecuali untuk urusan pemerintahan yang dinyatakan oleh undang-undang sebagai urusan pemerintah pusat. Hal ini jelas berbeda dengan semangat federalistik yang ada pada jaman RIS. Oleh karena itu, perlu kiranya dibentuk RUU tentang Kalsel, karena dasar hukum yang menjadi pijakan lahirnya provinsi Kalimantan Selatan sudah tidak cocok lagi dengan konsep otonomi daerah saat ini.

B.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan tujuan nasional bangsa Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Selanjutnya, Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”.

Kebudayaan Nasional Indonesia adalah keseluruhan proses dan hasil interaksi antar-Kebudayaan yang hidup dan berkembang di Indonesia. Perkembangan tersebut bersifat dinamis, yang ditandai oleh adanya interaksi antar-Kebudayaan baik di dalam negeri maupun dengan budaya lain dari luar Indonesia dalam proses dinamika perubahan dunia. Dalam konteks tersebut, bangsa Indonesia menghadapi berbagai masalah, tantangan, dan peluang dalam memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia.

Undang-Undang tentang Pemajuan Kebudayaan secara umum mengatur materi pokok mengenai Ketentuan Umum, Pemajuan, Hak dan Kewajiban, Tugas dan Wewenang, Pendanaan, Penghargaan, Larangan, Ketentuan Pidana, dan Ketentuan Penutup yang diuraikan dalam batang tubuh Undang-Undang tentang Pemajuan Kebudayaan serta penjelasannya.

Dalam Pasal 2 UU 5 tahun 2017, ditegaskan bahwa Pemajuan Kebudayaan beraszaskan toleransi, keberagaman, kelokalan, lintas wilayah, partisipatif, manfaat, keberlanjutan, kebebasan berekspresi, keterpaduan, kesederajatan dan gotong royong. Dengan Tujuan untuk mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, memperkaya keberagaman budaya, memperteguh jati diri bangsa, memperteguh

66

Page 68: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

persatuan dan kesatuan bangsa, menderdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan citra bangsa, mewujudkan masyarakat madani, meningkatkan kesejahteraan rakyat, melestarikan warisan budaya bangsa, dan mempengaruhi arah perkembangan peradaban dunia, sehingga Kebudayaan menajdi haluan pembangunan nasional.

Objek Pemajuan Kebudayaan ada dalam Pasal 5 UU 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yaitu tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat dan olahraga tradisional. Koordinator pemajuan Kebudayaan adalah Menteri. Pengarusutamaan dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah melalui pendidikan (Pasal 7). Dengan berpedoman pada Pokok Pikiran Kebudayaan daerah Kabupaten/Kota, Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Provinsi, Strategi Kebudayaan, dan Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan. Dalam hal ini terkait dengan pembentukan RUU tentang Provinsi Kalimantan selatan perlu juga memperhatikan beberapa materi muatan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

C. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Sebagaima dijelaskan sebelumnya bahwa konsep desentralisasi dalam bentuk otonomi daerah adalah pengejawantahan dari Pasal 4 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Alur pemahaman tersebut yang digunakan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU tentang Pemda).

Dalam konstitusi saat ini seperti dijelaskan sebelumnya bahwa, Pasal 18 ayat (1) menggunakan frasa “dibagi atas” yang memiliki maksud bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan yang kedaulatan negara berada di tangan Pemerintah (pusat) dan kekuasaan yang ada di pusat itu dibagi kepada daerah-daerah untuk bisa mengurus wilayahnya namun dalam bentuk negara kesatuan. Sebagai pengjawantahan dari itu dalam UU tentang Pemda terdapat pembagian urusan pmerintahan. Dalam BAB IV UU tentang Pemda yang berjudul “Urusan Pemerintahan” terdapat klasifikasi urusan

67

Page 69: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

pemerintahan yakni urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Ketiga jenis klasifikasi urusan ini adalah wujud pemaknaan dari Pasal 4 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 tersebut.

Lebih lanjut lagi, urusan pemerintahan konkuren terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan yang dibagi antara Pemerintah Pusat, Daerah provinsi, dan Daerah kabupaten/kota. Urusan Pemerintahan Wajib dibagi dalam Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak terkait Pelayanan Dasar. Untuk Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar ditentukan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjamin hak-hak konstitusional masyarakat.

Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Daerah provinsi dengan Daerah kabupaten/kota walaupun Urusan Pemerintahan sama, perbedaannya akan nampak dari skala atau ruang lingkup Urusan Pemerintahan tersebut. Walaupun Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota mempunyai Urusan Pemerintahan masing-masing yang sifatnya tidak hierarki, namun tetap akan terdapat hubungan antara Pemerintah Pusat, Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaannya dengan mengacu pada norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) yang dibuat oleh Pemerintah Pusat. Di samping urusan pemerintahan absolut dan urusan pemerintahan konkuren, dalam Undang-Undang ini dikenal adanya urusan pemerintahan umum.

Sedangkan urusan pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan. Urusan pemerintahan umum menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan yang terkait pemeliharaan ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, menjamin hubungan yang serasi berdasarkan suku, agama, ras dan antar golongan sebagai pilar kehidupan berbangsa dan bernegara serta memfasilitasi kehidupan demokratis. Presiden dalam pelaksanaan urusan pemerintahan umum di Daerah melimpahkan kepada gubernur sebagai kepala pemerintahan provinsi dan kepada bupati/wali kota sebagai kepala pemerintahan kabupaten/kota.

Adapun kaitannya UU tentang Pemda ini dalam rangka pembentukan RUU tentang Kalsel ini, ada beberapa hal yang terkait dan perlu menjadi perhatian. Sebagaimana kita ketahui bahwa konsep

68

Page 70: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

otonomi daerah yang ada dan menjadi dasar lahirnya Provinsi Kalimantan Selatan saat ini dengan mendasarkan pada UU tentang Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur, yang lahir di tahun 1956 adalah konsep yang sangat berbeda dengan kondisi saat ini terutama dalam melihat konsep desentraliasi daerai dalam bingkai NKRI. Sebagai contoh saja, misalnya dalam Pasal 3 ayat (1) UU tentang Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur dinyatakan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Kalimantan-Barat, Kalimantan-Selatan dan Kalimantan-Timur masing-masing terdiri dari 30 anggota”. Hal ini jelas tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini dimana dalam Pasal 102 ayat (1) UU tentang Pemda yang mengatur bahwa “Anggota DPRD provinsi berjumlah paling sedikit 35 (tiga puluh lima) orang dan paling banyak 100 (seratus) orang”. Hal ini bahkan lebih tidak sesuai lagi karena perkembangan terbaru ada Pasal 188 ayat (1) UU tentang Pemda yang berbunyi “Jumlah kursi DPRD Provinsi ditetapkan paling sedikit 35 (tiga puluh lima) dan paling banyak 120 (seratur dua puluh)”.

Begitu juga contoh lainnya yakni misalnya terkait dengan Pasal 5 pada Bagian II Urusan Kesehatan di UU tentang Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Pada ayat (1) dinyatakan bahwa “Propinsi mendirikan dan menyelenggarakan rumah-sakit umum dan balai pengobatan umum untuk kepentingan kesehatan dalam lingkungan daerahnya”. Hal ini jelas sudah sangat berbeda dengan paradigm memandang urusan kesehatan yang berdasarkanm Pasal 12 ayat (1) huruf b UU tentang Pemda menempatkan urusan kesehatan pada katagori urusan pemerintahan wajib yang berkaitan denagn pelayanan dasar.

Lebih lanjut lagi, dalam UU tentang Pemda juga mempunyai lampiran yang berisi pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota. Misalnya kita mau mencontohkan satu saja misalnya sumber daya manusia di bidang kesehatan, pemerintah pusat memiliiki peranan untuk penetapan standardisasi dan registrasi tenaga kesehatan Indonesia, tenaga kesehatan warga negara asing (TK-WNA), serta penerbitan rekomendasi pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTTKA) dan izin memperkerjakan tenaga asing (IMTA). Sedangkan provinsi hanya terbatas pada perencanaan dan pengembangan SDM Kesehatan untuk Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) daerah provinsi. Daerah kabupaten/kota beda lagi, mereka punya keweangan untuk penerbitan

69

Page 71: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

izin praktik dan izin kerja tenaga kesehatan, dan perencanaan dan pengebangan SDM UKM dan UKP daerah kabupaten/kota.

Beberapa contoh diatas, menujukkan bahwa dasar provinsi Kalimantan Selatan dengan UU tentang Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur sudah tidak layak lagi. Pembentukan RUU tentang Kalsel ini sangat penting karena pengaturan yang ada sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman. Adapun dalam rangka pembentukan RUU tentang Kalsel maka UU tentang Pemda harus menjadi acuan utama karena pola otonomi daerah yang ada saat ini menggunakan dasar dari UU tentang Pemda. Tentunya dengan beberapa penyesuaian-penyesuaian juga untuk norma-norma dari hukum positif terbaru. Hal-hal yang juga ketika melihat dasar UU Pemda namun perlu penyesuaian lagi seperti misalnya, mengenai jumlah anggota DPRD Provinsi, ataupun contoh lainnya misalnya mengenai pola pemilihan kepala daerah yang versi menurut UU tentang Pemda dipilih oleh DPRD yang sudah tidak berlaku lagi dengan adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang.

D.Undang-Undang Desa No 6 Tahun 2014 Tentang Desa Undang-Undang Desa No 6 Tahun 2014 Tentang Desa (UU

tentang Desa) disusun dengan semangat penerapan amanat konstitusi, yaitu pengaturan masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 18 ayat (7) UUD NRI 1945, dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-governing community dengan local self government, sehingga landasan konstitusional ini akan menjadi dasar yang kokoh bagi masa depan desa di Indonesia.

UU tentang Desa terdiri dari 16 Bab dan 122 Pasal, antara lain mengatur kedudukan dan jenis desa, penataan desa, kewenangan desa, penyelenggaraan pemerintahan desa, hak dan kewajiban desa dan masyarakat, keuangan dan aset desa, pembangunan desa dan pembangunan kawasan perdesaan, Badan Usaha Milik Desa, kerjasama desa, serta pembinaan dan pengawasan.

70

Page 72: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Definisi desa atau disebut dengan nama lain dalam UU Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa berkedudukan di wilayah kabupaten/kota.

Pengaturan desa dalam UU tentang Desa sudah cukup memadai sebagai landasan bagi pembangunan dan pemberdayaan desa. Akan tetapi perlu peraturan pelaksanaan lebih lanjut. Keterkaitan dengan penyusunan UU tentang Provinsi Kalimantan Selatan, setidaknya Kalimantan Selatan sudah memiliki Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Pemberdayaan Masyarakat dan Desa tidak hanya dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Provinsi semata. Namun, dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat dan Desa dibutuhkan sinergitas dan koordinasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Dengan demikian tujuan yang ada di UU tentang Desa dapat tercapai yaitu memberikan pengakuan dan penghormatan atas desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat desa. Mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama. Membentuk pemerintahan desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab. Meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum. Meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat desa guna mewujudkan masyarakat desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional. Memajukan perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional. Memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.

UU tentang Desa memberikan harapan yang besar bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat dan pemerintahan desa. UU tentang Desa diharapkan dapat menjawab berbagai permasalahan di desa yang meliputi aspek sosial, budaya, ekonomi, serta memulihkan basis penghidupan masyarakat desa dan memperkuat desa sebagai

71

Page 73: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

entitas masyarakat yang kuat dan mandiri. Desa juga menjadi ujung tombak dalam setiap pelaksanan pembangunan dan kemasyarakatan. Sehingga, UU tentang Desa juga dimaksudkan untuk mempersiapkan desa dalam merespon proses demoktratisasi, modernisasi, dan globalisasi yang terus berkembang tanpa kehilangan jati dirinya.59

E. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Salah satu pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah penentuan sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri dengan potensinya masing-masing. Kewenangan daerah tersebut diwujudkan dengan memungut pajak daerah dan retribusi daerah yang saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah). UU ini merupakan penyempurnaan daru Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan Peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Idealnya dalam melaksanakan otonomi daerah harus bertumpu pada suber-sumber dari daerah itu sendiri, dalam regulasi keuangan disebut dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sumber PAD berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU Perimbangan Keuangan) terdiri dari: a.pajak daerah, b.retribusi daerah, c.hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (laba Badan Usaha Milik Daerah), dan d.lain-lain PAD yang sah. Diantara sumber tersebut yang paling dominan dalam memberikan kontribusi bagi daerah adalah pajak daerah dan retribusi daerah.

UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatur hal yang bersifat umum dan mengatur batasan mana pemerintah daerah dapat dan dilarang memungut pajak daerah untuk retribusi daerah. Untuk pemberlakuannya di masing-masing daerah diamanatkan harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan Antara UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah lama dengan yang baru. Perbedaan tersebut antara lain terlihat dari adanya pembatasan jenis pajak daerah dan/atau retribusi daerah yang dapat

59 Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa beserta penjelasannya, dan dalam Mardisontori, Membangun dan Memberdayakan Desa Melalui UU Desa, jurnal Richtvinding 2014.

72

Page 74: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

dipungut oleh daerah (bersifat daftar tertutup), adanya pemberian kewenangan yang lebih besar kepada daerah di bidang perpajakan dalam bentuk kenaikan tarif maksimum, serta adanya sistem pengawasan atas pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah yang semula bersifat represif menjadi preventif dan korektif. Terkait dengan daftar tertutup tersebut, jenis pajak maupun jenis retribusi daerah yang dapat atau tidak diberlakukan oleh pemerintah daerah dengan pertimbangan tertentu adalah kenis pajak atau retribusi yang ditetapkan dalam UU PDRD ini. Meskipun demikian untuk mengantisipasi perkembangan penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada daerah dan menyesuaikan dengan ketentuan sektoral, khusus untuk retribusi daerah dimungkinkan adanya penambahan jenis retribusi daerah yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Materi muatan penyempurnaan yang ada dalam uu ini antara lain memperluas objek pajak daerah dan retribusi daerah, menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah, mengalihkan pajak pusat ke daerah, memberikan kewenangan kepada daerah untuk nenetapkan tarif pajak daerah, dan mengubah tata cara pengawasan terhadap kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah dari semula hanya represif menjadi preventif dan represif.

Perluasan objek pajak daerah dilakukan dengan cara memperluas objek pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor sampai mencakup kendaraan pemerintah, objek pajak hotel sampai mencakup seluruh persewaan di hotel, dan objek pajak restoran sampai mencakup pelayanan katering. Adapun perluasan objek retribusi daerah dilakukan dengan cara memperluas objek retribusi izin gangguan sampai mencakup pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus-menerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan, atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan, dan memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja.

Penambahan jenis pajak daerah dilakukan dengan cara menambahkan pajak sarang burung walet ke dalam pajak kabupaten/kota dan pajak rokok ke dalam pajak provinsi. Adapun penambahan jenis retribusi daerah dilakukan dengan cara menambahkan retribusi pelayanan tera/tera ulang, retribusi pelayanan pendidikan, retribusi pengendalian menara telekomunikasi, dan retribusi izin usaha perikanan ke dalam retribusi daerah.

Pengalihan pajak pusat ke daerah dilakukan dengan cara mengalihkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

73

Page 75: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

(PBB-P2) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang sebelumnya merupakan pajak pusat ke daerah.

Pemberian kewenangan kepada daerah untuk menetapkan tarif pajak daerah hanya dalam batas maksimum yang ditetapkan oleh UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Meskipun demikian, UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menetapkan batas minimum tarif pajak kendaraan bermotor untuk menghindari perang tarif pajak kendaraan bermotor antardaerah dan menetapkan tarif pajak rokok secara definitif untuk menjaga keseimbangan antara beban cukai yang ditanggung oleh industri rokok dengan kebutuhan fiskal nasional dan daerah.

Selain itu, UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyeragamkan nilai jual kendaraan bermotor secara nasional sebagai dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor dan pajak bea balik nama kendaraan bermotor untuk mencegah masyarakat memindahkan kendaraannya ke daerah lain yang beban pajaknya lebih rendah. Meskipun demikian, sejalan dengan tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang lebih baik sesuai dengan beban pajak yang ditanggungnya dan pertimbangan tertentu, Menteri Dalam Negeri dapat menyerahkan kewenangan penetapan nilai jual kendaraan bermotor kepada daerah.

Pemberian kewenangan kepada daerah untuk menetapkan tarif pajak daerah juga diarahkan untuk mengurangi tingkat kemacetan di perkotaan. Hal tersebut dilakukan dengan cara memberikan kewenangan kepada daerah untuk menetapkan tarif pajak progresif bagi kepemilikan kendaraan bermotor pribadi kedua dan seterusnya.

Pola pengawasan sebagaimana yang diatur dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ini antara lain dilakukan melalui evaluasi suatu rancangan Perda PDRD (Ranperda) kabupaten/kota oleh Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Ditjen Perimbangan Keuangan, Kemengerian Keuangan. Hasil evaluasi dimaksud nantinya akan disampaikan kepada bupati/walikota melalui Gubernur untuk dijadikan dasar penetapan Perda PDRD oleh kabupaten/kota yang bersangkutan. Melalui mekanisme tersebut diharapkan agar semua perda-perda pungutan PDRD dapat berjalan kondusif di tataran implementasi. Selain itu segala permasalahan yang akan timbul dalam proses pemungutan PDRD paling tidak sudah dapat diantisipasi dan dicegah sebelunya, baik permasalahan yang bersifat administratif maupun substantif. Demikian pula terkait dengan sanksi juga diatur secara lengkap yang tujuan utamanya adalah untuk memberikan efek

74

Page 76: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

jera kepada pemerintah Daerah yang sengaja maupun tidak disengaja melanggar ketentuan yang ditetapkan dalam UU Pajak Daerah dan Retribuis Daerah ini.

Bahwa perwujudan pengawasan preventif dan korektif adalah dalam setiap raperda tentang pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) sebelum ditetapkan menjadi Perda harus dievaluasi terlebih dahulu oleh Pemerintah. Dalam hal ini, apabila Raperda PDRD Provinsi dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri, sementara Raperda PDRD kabupaten/kota dievaluasi oleh Gubernur di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan. Terhadap proses evaluasi yang sedang dilakukan baik oleh Gubernur maupun Menteri Dalam Negeri berkoordinasi dengan Menteri Keuangan. Selanjutnya, Perda yang sudah ditetapkan dapat dibatalkan oleh Pemerintah Pusat apabila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau kepentingan umum. Selain itu, terhadap daerah yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dibidang pajak daerah dan retribusi daerah dapat dikenakan sanksi berupa penundaan dan/atau pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil atau restitusi.

Dalam hal pengawasan Perda pajak dan retribusi daerah, perubahan signifikan juga terkandung dalam UU Pajak Daerah dan Retribsui Daerah ini, dimana dibandingkan dengan UU yang digantikannya bahwa pengawasan perda dilakukan sekaligus dalam 2 (dua) bentuk pengawasan, yaitu pengawasan preventif pada tahap rancangan Perda dan pengawasan represif ketika suatu Rancangan perda sudah ditetapkan menjadi Perda. Sementara dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 pengawasan perda hanya dilakukan dalam 1 (satu) bentuk yaitu pengawasan represif yang dilakukan setelah Perda dimaksud ditetapkan.

Institusi pengawasan terhadap regulasi PDRD sesuai dengan Pasal 157 dan Pasal 158 UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, secara formal dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) dan Pemerintah Pusat. Institusi pengawasan Pemda dilakukan oleh Gubernur cq. Kepala Biro Hukum untuk pengawasan regulasi PDRD terkait evaluasi raperda Kab/Kota. Sedangkan institusi pengawasan Pemerintah Pusat dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri cq. Kepala Biro Hukum untuk pengawasan regulasi PDRD terkait evaluasi raperda Provinsi, dan Kementerian Keuangan terkait koordinasi evaluasi raperda PDRD yang disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri danGubernur,

Institusi pengawasan terkait regulasi PDRD, disamping secara formal dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah, secara non formal

75

Page 77: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

dalam rangka check and balance antara regulasi PDRD dengan implementasi dilapangan, juga dilakukan oleh masyarakat atau institusi diluar Pemerintah, misalnya : Kadin, Apindo atau KPPOD. Institusi institusi diluar Pemerintah atau masyarakat dalam rangka melakukan pengawasan terhadap Perda PDRD, dapat melaporkan atau memberi masukan kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah, jika ditemukan pemungutan PDRD yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang undang atau peraturan lainnya.

Sesuai dengan Pasal 157 dan, 158 UU Pajak Daerah dan Retribsui Daerah, pengawasan regulasi PDRD secara formal dilakukan oleh institusi Pemerintah, baik Pemerintah Pusat, yaitu Menteri Dalam Negeri cq. Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri, maupun oleh Pemerintah Daerah, yaitu Gubernur cq. Kepala Biro Hukum Pemda Provinsi. Pengawasan yang dilakukan oleh Institusi Pemerintah terhadap regulasi PDRD adalah mekanisme pengawasan terkait evaluasi raperda PDRD Provinsi/Kab/Kota. Mekanisme pengawasan terhadap raperda PDRD berdasarkan UU Pajak Daerah dan Retribsui Daerah dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu : 1. mekanisme pengawasan terhadap Raperda PDRD Provinsi2. mekanisme pengawasan terhadap Raperda PDRD Kabupaten/Kota3. mekanisme pengawasan terhadap Perda PDRD yang sudah

ditetapkan Meskipun demikian, ketentuan-ketentuan mengenai pengawasan

dalam Pasal 157-159 tersebut dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh ketentuan Pasal 409 huruf c UU tentang Pemerintahan Daerah kecuali ketentuan Pasal 158 ayat (1).

Ketentuan mengenai pajak daerah yang dimuat dalam UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah antara lain jenis pajak daerah, objek pajak daerah, subjek pajak daerah, wajib pajak daerah, dasar pengenaan pajak daerah, tarif pajak daerah, dan tata cara penghitungan pajak daerah. Pajak daerah terdiri atas pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, jenis pajak provinsi terdiri atas pajak kendaraan bermotor, pajak bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan, dan pajak rokok. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, jenis pajak kabupaten/kota terdiri atas pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan

76

Page 78: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

batuan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, PBB-P2, dan BPHTB.

Objek pajak daerah yang diatur dalam UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berbeda-beda sesuai dengan jenis pajaknya. Objek pajak daerah tersebut terdiri atas objek pajak kendaraan bermotor, objek pajak bea balik nama kendaraan bermotor, objek pajak bahan bakar kendaraan bermotor, objek pajak air permukaan, objek pajak rokok, objek pajak hotel, objek pajak restoran, objek pajak hiburan, objek pajak reklame, objek pajak penerangan jalan, objek pajak mineral bukan logam dan batuan, objek pajak parkir, objek pajak air tanah, objek pajak sarang burung walet, objek PBB-P2, dan objek pajak BPHTB.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 52/PUU-IX/2011, golf yang diatur dalam ketentuan Pasal 42 ayat (2) huruf g UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dihapus dari objek pajak hiburan. Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah berpendapat pengenaan pajak hiburan terhadap golf bertentangan dengan prinsip perlindungan dan jaminan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana dijamin oleh ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.

Subjek pajak daerah menurut ketentuan Pasal 1 angka 44 UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah “orang pribadi atau Badan yang dapat dikenakan Pajak.” Subjek pajak daerah yang diatur dalam UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terdiri atas subjek pajak kendaraan bermotor, subjek pajak bea balik nama kendaraan bermotor, subjek pajak bahan bakar kendaraan bermotor, subjek pajak air permukaan, subjek pajak rokok, subjek pajak hotel, subjek pajak restoran, subjek pajak hiburan, subjek pajak reklame, subjek pajak penerangan jalan, subjek pajak mineral bukan logam dan batuan, subjek pajak parkir, subjek pajak air tanah, subjek pajak sarang burung walet, subjek PBB-P2, dan subjek pajak BPHTB.

Wajib pajak daerah menurut ketentuan Pasal 1 angka 45 UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah “orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.” Wajib pajak daerah yang diatur dalam UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terdiri atas wajib pajak kendaraan bermotor, wajib pajak bea balik nama kendaraan bermotor, wajib pajak bahan bakar kendaraan bermotor, wajib pajak air permukaan, wajib pajak rokok, wajib pajak

77

Page 79: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

hotel, wajib pajak restoran, wajib pajak hiburan, wajib pajak reklame, wajib pajak penerangan jalan, wajib pajak mineral bukan logam dan batuan, wajib pajak parkir, wajib pajak air tanah, wajib pajak sarang burung walet, wajib PBB-P2, dan wajib pajak BPHTB.

Dasar pengenaan pajak daerah yang diatur dalam UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berbeda-beda sesuai dengan jenis pajaknya. Dasar pengenaan pajak daerah tersebut terdiri atas dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor, dasar pengenaan pajak bea balik nama kendaraan bermotor, dasar pengenaan pajak bahan bakar kendaraan bermotor, dasar pengenaan pajak air permukaan, dasar pengenaan pajak rokok, dasar pengenaan pajak hotel, dasar pengenaan pajak restoran, dasar pengenaan pajak hiburan, dasar pengenaan pajak reklame, dasar pengenaan pajak penerangan jalan, dasar pengenaan pajak mineral bukan logam dan batuan, dasar pengenaan pajak parkir, dasar pengenaan pajak air tanah, dasar pengenaan pajak sarang burung walet, dasar pengenaan PBB-P2, dan dasar pengenaan pajak BPHTB.

Tarif bea balik nama kendaraan bermotor, tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor, tarif pajak air permukaan, tarif pajak hotel, tarif pajak restoran, tarif pajak hiburan, tarif pajak reklame, tarif pajak penerangan jalan, tarif pajak mineral bukan logam dan batuan, tarif pajak parkir, tarif pajak air tanah, tarif pajak sarang burung walet, tarif PBB-P2, dan tarif pajak BPHTB ditetapkan batas maksimumnya dalam UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Tarif pajak kendaraan bermotor selain ditetapkan batas maksimumnya juga ditetapkan batas minimumnya dalam UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Selain itu, untuk kepemilikan kendaraan bermotor pribadi kedua dan seterusnya, tarif pajak kendaraan bermotor dapat ditetapkan secara progresif dalam batas minimum dan maksimum yang ditetapkan dalam UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Tarif pajak rokok ditetapkan secara definitif dalam UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Besaran pokok pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan, pajak rokok, pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak air tanah, atau pajak sarang burung walet yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Besaran pokok PBB-P2 yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak

78

Page 80: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak, sedangkan besaran pokok pajak BPHTB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak.

Adapun aturan mengenai retribusi daerah yang dimuat dalam UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah antara lain objek dan golongan retribusi daerah, subjek retribusi daerah, wajib retribusi daerah, tingkat penggunaan jasa retribusi daerah, tarif retribusi daerah, dan tata cara penghitungan retribusi daerah. Objek retribusi daerah menurut ketentuan Pasal 108 ayat (1) UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terdiri atas jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu. Berdasarkan ketentuan Pasal 108 ayat (2) sampai dengan ayat (4) UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, retribusi yang dikenakan atas jasa umum digolongkan sebagai retribusi jasa umum, retribusi yang dikenakan atas jasa usaha digolongkan sebagai retribusi jasa usaha, dan retribusi yang dikenakan atas perizinan tertentu digolongkan sebagai retribusi perizinan tertentu.

Subjek retribusi daerah yang diatur dalam UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berbeda-beda sesuai dengan golongan retribusinya. Subjek retribusi daerah terdiri atas subjek retribusi jasa umum, subjek retribusi jasa usaha, dan subjek retribusi perizinan tertentu. Wajib retribusi daerah menurut ketentuan Pasal 1 angka 69 UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah “orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.” Wajib retribusi daerah tersebut terdiri atas wajib retribusi jasa umum, wajib retribusi jasa usaha, dan wajib retribusi perizinan tertentu.

Tingkat penggunaan jasa menurut ketentuan Pasal 151 ayat (2) UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah jumlah penggunaan jasa yang dijadikan dasar alokasi beban biaya yang ditanggung pemerintah daerah untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan. Apabila tingkat penggunaan jasa sulit diukur maka tingkat penggunaan jasa dapat ditaksir berdasarkan rumus yang dibuat oleh pemerintah daerah. Rumus tersebut harus mencerminkan beban yang dipikul oleh pemerintah daerah dalam menyelenggarakan jasa tersebut. Tarif retribusi daerah menurut ketentuan Pasal 151 ayat (5) UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi daerah yang terutang. Tarif retribusi daerah dapat ditentukan

79

Page 81: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

seragam atau bervariasi menurut golongan sesuai dengan prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi daerah tersebut.

Adapun, besaran retribusi daerah yang terutang menurut ketentuan Pasal 151 ayat (1) UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dihitung berdasarkan perkalian antara tingkat penggunaan jasa dengan tarif retribusi daerah. Terkait ketentuan tersebut, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-XII/2014 telah mengabulkan permohonan judicial review atas Penjelasan Pasal 124 UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan menyatakan penjelasan Pasal 124 UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Hal ini berimplikasi terhadap mekanisme penetapan tarif retribusi terhadap retribusi pengendalian menara telekomunikasi yang merupakan jenis objek retribusi jasa umum harus menggunakan pendekatan biaya yang didasarkan pada kebutuhan biaya dan frekuensi pengawasan serta pengendalian sebagaimana diatur dalam Pasal 151 dan Pasal 152 UU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.Dengan berlakunya UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Perda PDRD yang nomenklaturnya tidak sesuai dengan nomenklatur yang ditetapkan dalam UU Pajak Daerah dan Retribsui Daerah, masih tetap berlaku selama 1 (satu) tahun sejak UU ini diberlakukan 1 Januari 2010, artinya Perda PDRD tersebut berlaku sampai dengan 31 Desember 2010. Sedangkan Perda PDRD yang nomenklaturnya sesuai dengan yang ditetapkan dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, masih berlaku selama 2 (dua) tahun sejak UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diberlakukan, artinya Perda PDRD tersebut berlaku sampai dengan 31 Desember 2011. Setelah jangka waktu tersebut, maka Perda PDRD tersebut batal dengan sendirinya.

Dalam Pasal 95 dan Pasal 156 UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disebutkan bahwa pajak atau retribusi ditetapkan dengan Perda, artinya pemungutan pajak atau retribusi harus ada dasar hukumnya, yaitu Perda PDRD. Namun demikian ada beberapa Daerah yang melakukan pemungutan yang tidak ada dasar hukumnya. Dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diatur mengenai pengenaan sanksi terkait pengawasan ketentuan di bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.07/2010 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Terhadap Pelanggaran Ketentuan di Bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

80

Page 82: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Perubahan regulasi dan kebijakan dibidang PDRD dari Undang Undang sebelumnya (UU No.34 Tahun 2000) ke Undang Undang yang baru (UU No.28 Tahun 2009), berimplikasi : a. Jenis pungutan PDRD yang semula berdasarkan Undang Undang

No.34 Tahun 2000 yang bersifat terbuka, artinya daerah masih dapat menetapkan jenis pungutan selain yang ditetapkan dalam Undang-Undang sepanjang sesuai kriteria yang ditetapkan dalam Undang Undang tersebut. Dengan berlakunya UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diubah menjadi daftar tertutup, artinya Daerah hanya dapat melakukan pungutan terhadap jenis pungutan yang diatur dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, atau yang diatur dalam Peraturan Pemerintah terkait retribusi tambahan.

b. Mekanisme pengawasan terhadap raperda yang semula berdasarkan UU No.34 Tahun 2000 bersifat represif, artinya pengawasan terhadap raperda PDRD dilakukan setelah Perda tersebut ditetapkan, dengan berlakunya UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pengawasan tersebut diubah menjadi preventif dan korektif, artinya pengawasan dilakukan sebelum raperda PDRD ditetapkan menjadi Perda, dan pengawasan dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap muatan materi yang diatur dalam raperda PDRD.

F.Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11 Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 4966)

Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan terdiri atas 17 Bab dan 70 Pasal. UU tentang Kepariwisataan mengatur antara lain prinsip penyelenggaraan kepariwisataan; pembangunan kepariwisataan; usaha pariwisata; hak dan kewajiban masyarakat, wisatawan, pelaku usaha; kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan dan pembangunan kepariwisataan; koordinasi lintas sektor; badan promosi pariwisata.

Kalimantan Selatan memiliki potensi obyek wisata yang layak untuk diperhitungkan sebagai daya tarik wisatawan baik dalam maupun luar negeri. Hal ini terlihat dari perkembangan jumlah wisatawan yang terus meningkat. Keterkaitan RUU tentang Provinsi Kalimantan Selatan dan UU tentang Kepariwisataan yaitu dalam RUU tentang Provinsi Kalimantan Selatan harus mengatur mengenai penyelenggaraan dan pembangunan pariwisata yang harus dilakukan untuk dapat meningkatkan perekonomian di Provinsi Kalimantan

81

Page 83: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Selatan, dapat menyelesaikan permasalahan terkait kepariwisataan di Provinsi Kalimantan Selatan selama ini. Peran Pemda, hak dan kewajiban masyarakat, dan wisatawan harus diperjelas dalam hal penyelenggaraan dan pembangunan kepariwisataan yang diatur dalam RUU tentang Kalimantan selatan.

G.Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) sebagai landasan konstitusional mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan berciri Nusantara, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna dan berhasil guna dan dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam konteks tersebut, penataan ruang diyakini sebagai pendekatan yang tepat dalam mewujudkan keterpaduan pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdaya guna dan berhasil guna. Diharapkan dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang, kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial sesuai dengan landasan konstitusional UUD NRI Tahun 1945. Penyelenggaraan tata ruang di Indonesia telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR). UUPR mengatur bahwa masing-masing daerah harus menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi maupuan kabupaten/kota. Penetapan RTRW ini sangat terkait dan mempengaruhi masalah perlindungan lahan pertanian pangan yang berkelanjutan, serta penyelamatan kawasan hutan.

Arah pengaturan dari UU ini adalah: Untuk memperkukuh ketahanan nasional berdasarkan

wawasan nusantara, demi menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah dan antara pusat dan daerah agar tidak menimbulkan kesenjangan

Penyelenggaraan penataan ruang yang komprehensif, holistik, terkoordinasi, terpadu, efektif, dan efisien dengan

82

Page 84: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

memperhatikan faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, dan kelestarian lingkungan hidup;

Penataan ruang yang dapat mengharmoniskan lingkungan alam dan lingkungan buatan, dan keterpaduan penggunaannya;

Memberi perlindungan terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif tahadap lingkungan hidup akibat pemanfaatan ruang; dan

Penataan ruang didasarkan pada pendekatan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.

Kegiatan penataan ruang terdiri dari 3 (tiga) kegiatan yang saling terkait, yaitu: perencanaan tata ruang, pemanfaatan tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang melalui produk rencana tata ruang berupa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang secara hieratki terdiri dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRW Kab/Kota). Ketiga rencana tata ruang tersebut harus dapat terangkum di dalam suatu rencana pembangunan sebagai acuan di dalam implementasi perencanaan pembangunan berkelanjutan di wilayah Indonesia. Sebagai UU utama (core) dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka UU Penataan Ruang ini diharapkan dapat mewujudkan rencana tata ruang yang dapat mengoptimalisasikan dan memadukan berbagai kegiatan sektor pembangunan, baik dalam pemanfaatan sumber daya alam maupun sumber daya buatan.

UU Penataan Ruang memiliki keterkaitan dengan beberapa peraturan perundang-undangan (PUU) lain, seperti PUU yang mengatur mengenai perlindungan lahan pertanian berkelanjutan, pertambangan minerba, kehutanan, perumahan dan kawasan pemukiman, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan lain-lain, serta beberapa peraturan pelaksana lainnya.

H.Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Undang tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dijalankan dengan prinsip money follows function yang sesuai dengan penyerahan urusan pemerintah pusat ke pemerintah daerah menurut UU tentang Pemda Tahun 2004. Karena ketika daerah diserahkan kewenangan yang berlebih dari yang semula berada di pusat maka

83

Page 85: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

harus pula dibarengi dengan penyerahan sumber-sumber pembiayaannya. Adapun dasar pendanaan pemerintahan daerah menurut ketentuan Pasal 4 ayat (1) sampai dengan ayat (3) UU tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah terdiri atas penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi di danai APBD, penyelenggaraan urusan pemerintah yang dilaksanakan oleh gubernur dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi di danai APBN, dan penyelenggaraan urusan pemerintah yang dilaksanakan oleh daerah dalam rangka tugas pembantuan di danai APBN.

Dana Perimbangan menurut ketentuan Pasal 1 angka 19 UU tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah adalah “dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangkapelaksanaan Desentralisasi.” Menurut ketentuan Pasal 10 ayat (1) UU tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dana perimbangan terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Keterkaitan antara UU tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dengan RUU tentang Provinsi Kalimantan Selatan terdapat pada pengaturan mengenai dana perimbangan yang spesifik diatur dalam lampiran UU tentang Pemda Tahun 2014. Oleh karena itu, maka ketentuan mengenai perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang terdapat dalam UU tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (dengan pembaharuan menurut UU tentang Pemda Tahun 2014 pastinya) perlu menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan RUU tentang Provinsi Kalimantan Selatan.

I. UU Nomor 27 Tahun 1959 penetapan undang-undang darurat no. 3 tahun 1953 tentang perpanjangan pembentukan daerah tingkat II di Kalimantan

Pembentukan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1959 Tentang Penetapan Undang-Undang Darurat No. 3 Tahun 1953 Tentang Perpanjangan Pembentukan Daerah Tingkat Ii Di Kalimantan (Lembaran-Negara Tahun 1953 No. 9), Sebagai Undang-Undang (UU Nomor 27 Tahun 1959) didasarkan pada tuntutan-tuntutan lama rakyat daerah untuk memisahkan wilayah-wilayah yang tertentu dari wilayah daerah-daerah tingkat I yang telah berjalan, agar dibentuk sendiri sebagai daerah tingkat II pula. Untuk

84

Page 86: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

memenuhi tuntutan-tuntutan Rakyat itu yang didasarkan atas hasrat yang murni dan disokong sepenuhnya oleh Dewan-dewan Perwakilan Rakyat Daerah, baik dari Daerah tingkat II maupun Daerah tingkat I yang bersangkutan, maka untuk menambah keserasian dalam menjalankan pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang ini dibentuk beberapa Daerah tingkat II yang baru, dengan jalan membagi beberapa Daerah Tingkat I lama masing-masing menjadi beberapa Daerah Tingkat II, yakni sebagaimana dijelaskan pada Pasal 2 yaitu:

b. Daerah-daerah Tingkat II : Sambas, Pontianak, Ketapang, Sanggau, Sintang, Kapus Hulu dan Kotapraja Pontianak termasuk dalam wilayah Daerah Tingkat I Kalimantan Barat.

c. Daerah-daerah Tingkat II : Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Barito Utara, Barito Selatan dan Kapus termasuk dalam wilayah Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah.

d. Daerah-daerah Tingkat II : Banjar, Barito-Kuala, Hulusungai Selatan, Hulusungai Tengah, Hulusungai Utara, Kotabaru dan Kotapraja Banjarmasin termasuk dalam wilayah Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan.

e. Daerah-daerah Tingkat II : Kutai, Berau, Bulongan, dan Pasir, Kotapraja Balikpapan dan Samarinda termasuk dalam wilayah Daerah Tingkat I Kalimantan Timur

Dalam kaitannya dengan pembentukan RUU tentang Provinsi Kalimantan selatan perlu juga memperhatikan beberapa materi muatan dalam UU Nomor 27 Tahun 1959 khususnya terkait pembagian beberapa wilayah tingkat II yang masuk kedalam wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.

J. UU Nomor 21 Tahun 1958 Tentang Penetapan UU Darurat Nomor 10 Tahun 1957 Tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Tengah dan Perubahan UU Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.

Bahwa Pemerintah berdasarkan Pasal 96 ayat 1 Undang-Undang Dasar Sementara telah menetapkan Undang-undang Darurat Nomor 10 tahun 1957 tentang pembentukan Daerah Swatantra tingkat I Kalimantan Tengah dan perubahan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1956 tentang pembentukan Daerah-daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur

85

Page 87: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

(Lembaran-Negara tahun 1957 No.53). Peraturan-peraturan yang termaktub dalam Undang-Undang Darurat tersebut dirasa perlu ditetapkan sebagai Undang-Undang.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 yang mengatur pemecahan Daerah Swatantra tingkat I Kalimantan menjadi tiga daerah swatantra tingkat I menerangkan dalam penjelasannya (T.L.N. No. 1106/1956), bahwa pembentukan daerah swatantra tingkat I yang keempat, yaitu Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Tengah, yang akan meliputi Daerah-daerah Swatantra Tingkat II Barito, Kapuas dan Kotawaringin ditangguhkan untuk masa selama-lamanya tiga tahun sejak mulai berlakunya undang-undang tersebut, yakni berdasarkan pertimbangan bahwa pembentukan empat daerah swatantra tingkat I sekaligus di Kalimantan akan terlalu memberatkan keuangan Negara, mengingat pula kekurangan akan tenaga-tenaga teknis yang cakap.

Sebagai langkah pertama ke arah pembentukan daerah Swatantra tingkat I yang ke-empat itu, maka Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Selatan menurut penjelasan undang-undang tersebut akan segera dibagi secara administratif dalam dua Keresidenan, di antaranya sebuah Keresidenan Kalimantan Tengah. Dalam kenyataan pun usaha pemisahan administrasi itu sudah berada dalam taraf yang jauh dan dilaksanakan oleh suatu Kantor Persiapan Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Tengah yang memelihara hubungan langsung dengan Kementerian Dalam Negeri.Oleh karena itu Pemerintah memandang perlu untuk menyegerakan pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Tengah yang telah direncanakan itu, maka pengaturan hal tersebut telah dilaksanakannya dengan Undang-undang Darurat No. 10 tahun 1957 (Lembaran Negara tahun 1957 No. 53) dan mulai berlaku pada tanggal 23 Mei 1957. Undang-undang Darurat ini perlu ditetapkan dengan Undang-undang. Dalam Undang-undang Darurat Nomor 10 tahun 1957 tersebut, dengan tidak semestinya masih dipergunakan istilah-istilah "Propinsi" dan Kabupaten".

Dalam Undang-undang ini istilah-istilah tersebut tidak lagi dipergunakan, sehingga dengan demikian kekhilapan dalam Undang-undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957 itu dianggap sudah diperbaiki. Daerah Swatantra tingkat I tersebut dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 25 tahun 1956 setelah wilayahnya dikurangi dengan ketiga daerah Swatantra tingkat I Barito, Kapuas dan Kotawaringin itu, tetap disebut Daerah Swatantra tingkat I Kalimantan Selatan.

86

Page 88: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Palangkaraya dipilih sebagai ibukota tempat kedudukan pemerintah daerah tingkat I Kalimantan Tengah karena, dipandang dari segi pemerintahan letaknya menguntungkan; dibandingkan dengan tempat-tempat lain di daerah itu. Sedangkan untuk sementara waktu tempat kedudukan pemerintah daerah swatantra tingkat I Kalimantan Tengah ditetapkan di Banjarmasin dalam wilayah Daerah Swatantra tingkat I Kalimantan Selatan bentuk baru

Dalam masa permulaan setelah terbentuknya daerah Swatantra tingkat I Kalimantan Tengah menjelang pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan jalan pemilihan umum berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1956, maka agar segala usaha permulaan bagi Daerah Swatantra tingkat I baru itu dapat diselesaikan dengan cepat, tidak diadakan suatu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Peralihan. Untuk mengatasi kekosongan dalam pemerintahan daerah swatantra tingkat 1, sementara itu perlu ditunjuk seorang petugas Pemerintah Pusat yang akan menjalankan segala tugas pemerintah daerah Swatantra tingkat I Kalimantan Tengah tersebut.

Bab II dari Undang-Undang Nomor 25 tahun 1956 (Pasal 4 sampai Dengan Pasal 83) memuat hal-hal yang menjadi urusan rumah-tangga Daerah Swatantra tingkat I dan meliputi urusan-urusan: tata-usaha daerah, Kesehatan, Pekerjaan Umum, Pertanian, Kehewanan, Perikanan darat/pantai, Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, Sosial, Perindustrian dan lain-lain urusan yang menjadi kewajiban Daerah Swatantra tingkat I. Semua ketentuan mengenai urusan rumah-tangga dan kewajiban Daerah Swatantra tingkat I termuat dalam Bab II itu dan yang berlaku bagi Daerah Swatantra tingkat I Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, berlaku pula bagi Daerah Swatantra tingkat I Kalimantan Tengah dengan pengertian bahwa dalam ketentuan Pasal 77 ayat 3 dan Pasal 80 berlaku dengan perubahan seperlunya (mutatis mutandis). Selain itu bagi Daerah Swatantra tingkat I Kalimantan Tengah perlu diperhitungkan adanya pemerintahan tunggal dalam masa permulaan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3) undang-undang ini.

Bab III dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 (Pasal 34 dan Pasal 85) mengatur hal-hal yang bertalian dengan penyerahan/ perbantuan pegawai negara dan penyerahan barang-barang bergerak tidak bergerak milik negara kepada Daerah Swatantra tingkat I. Semua ketentuan Bab III itu berlaku pula bagi Daerah Swatantra tingkat I Kalimantan Tengah, hanya harus diperhitungkan juga ketentuan Pasal 3 ayat (3) undang-undang ini.

87

Page 89: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Bab IV (Pasal 86 sampai dengan Pasal 91) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 memuat ketentuan-ketentuan peralihan, yang juga dinyatakan berlaku mutatis-mutandis bagi Daerah Swatantra tingkat I Kalimantan Tengah. Hanya Pasal 89 tidak berlaku bagi Kalimantan Tengah. Dalam keuangan Daerah Swatantra tingkat I Kalimantan Selatan bentuk lama harus diadakan pemisahan, tetapi cara penyelesaian soal ini dan segala masalah yang timbul sebagai akibat pembentukan Daerah Swatantra tingkat I Kalimantan Tengah kiranya sudah cukup ditampung oleh ketentuan dalam Pasal 90, yang juga berlaku bagi Daerah Swatantra tingkat I baru ini dan yang menyerahkan penyelesaian hal-hal tersebut itu kepada Menteri Dalam Negeri.

K.Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1957 Pembentukan Daerah Swatantra Propinsi Kalimantan Tengah dan Pengubahan Undang-Undang No. 25 Tahun 1956

Undang-Undang Darurat No 10 Tahun 1957 menjadi dasar hukum bagi pembentukan Propinsi baru di Kalimantan yaitu Propinsi Kalimantan Tengah. Kalimantan sebelumnya sudah memiliki tiga Propinsi yaitu Propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.

Wilayah Propinsi Kalimantan Tengah berasal dari sebagian wilayah Propinsi Kalimantan Selatan yaitu daerah kabupaten Barito, Kapuas, dan Kotawaringin. Adapun penamaan Propinsi setelah dikurangi ketiga daerah swatantra kabupaten Barito, Kapuas dan Kotawaringin itu, tetap disebut Propinsi Kalimantan Selatan (Penjelasan Pasal 1 ayat (3).

Ketentuan dalam UU Darurat No 10 Tahun 1957 pada hakikatnya sejalan dengan Penjelasan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur yang menyatakan bahwa akan dibentuk daerah swatantra propinsi yang keempat di Kalimantan yaitu Propinsi Kalimantan Tengah, yang akan meliputi Kabupaten-kabupaten Barito, Kapuas dan Kotawaringin selambat-lambatnya tiga tahun sesudah berlakunya Undang-undang Nomor 25 tahun 1956 tersebut.

Kaitan dengan penyusunan RUU Provinsi Kalimantan Selatan, diantaranya dengan memperhatikan sejarah pembentukan provinsi-provinsi di Kalimantan pada umumnya, dan secara khusus juga melakukan penyesuaian dan memperhatikan sejarah terbentuknya

88

Page 90: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

propinsi Kalimantan Tengah yang wilayahnya berasal dari sebagian wialyah Kalimantan Selatan.

L. UU Nomor 25 Tahun 1956 Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Propisi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur mencabut Undang-Undang Darurat No. 2 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Kalimantan. Kemudian UU No 25 Tahun 1956 ini menetapkan pembentukan tiga daerah otonom yaitu Propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Artinya UU No 25 Tahun 1956 membagi Kalimantan menjadi tiga Propinsi dari yang sebelumnya hanya satu Propinsi. Hal ini terlihat dari konsideransnya bahwa mengingat perkembangan ketatanegaraan serta aspirasi rakyat di Kalimantan dianggap perlu untuk membagi daerah otonom Propinsi Kalimantan dalam tiga Propinsi, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur, masing-masing dalam batas-batas yang ditetapkan dalam undang-undang ini dan masing-masing berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sebagai daerah otonom Propinsi.

Adapun wilayah ketiga Propinsi di Kalimantan sebagai berikut: Propinsi Kalimantan Barat wilayahnya meliputi daerah otonom Kabupaten Sambas, Pontianak, Ketapang, Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu, dan Kota Besar Pontianak. Propinsi Kalimantan Selatan, wilayahnya meliputi daerah otonom Kabupaten Banjar, Hulusungai Selatan, Hulusungai Utara, Barito, Kapuas, Kotawaringin, Kotabaru, dan Kota Besar Banjarmasin. Propinsi Kalimantan Timur, wilayahnya meliputi Daerah Istimewa Kutai, Berau dan Bulongan.

Beberapa pengaturan yang terdapat dalam UU No 25 Tahun 1956 antara lain terkait mengenai jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Propinsi masing-masing sebanyak 30 orang, dan jumlah anggota Dewan Perwakilan Daerah sebanyak 3 sampai 5 orang. Pengaturan lainnya terkait tentang urusan rumah tangga dan kewajiban-kewajiban Propinsi, seperti urusan tata usaha daerah, urusan kesehatan, urusan pekerjaan umum, urusan pertanian, kehewanan, perikanan, urusan sosial, dan perindustrian. Selanjutnya penganturan tentang hal yang berhubungan dengan penyerahan urusan dan kewajiban kepada Propinsi dan penyerahan obyek-obyek

89

Page 91: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

lainnya seperti ketentuan mengenai pegawai daerah otonom, tanah, bangunan, dan gedung.

Secara umum, pengaturan yang terdapat dalam UU No 25 Tahun 1956 sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi dan perkembangan hukum yang ada saat ini, sebagai contoh saja terkait dengan jumlah anggota DPRD Propininsi 30 orang tidak sejalan dengan UU No 23 Tentang Pemerintahan Daerah, dimana jumlah kursi DPRD Provinsi ditetapkan paling sedikit 35 (tiga puluh lima) dan paling banyak 120 (seratur dua puluh). Begitu juga halnya pegawai daerah otonom Propinsi dalam UU no 25 Tahun 1956 yang tidak sejalan dengan ketentuan yang ada dalam UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Begitu juga secara teknik penyusunan peraturan perundang-undangan tidak sesuai lagi, out of date, dengan UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menjadi pedoman saat ini

Dengan demikian, dalam penyusunan RUU Provinsi Kalimantan Selatan perlu mencermati semua materi muatan yang ada dalam UU No 25 Tahun 1956 dengan seamua Undang-Undang yang berkaitan, terutama misalnya UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah terakhir kali dengan UU No 9 Tahun 2015. Disamping itu perlu juga penyesuaian secara teknik peraturan perundang-undangan khusunya dengan UU No 12 Tahun 2011 Tentang pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagimana telah diubah dengan UU No 15 Tahun 2019.

M. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Serikat Nomor 21 Tahun 1950 tentang Pembentukan daerah Provinsi

Sebagaimana tercantum dalam ketentuan menimbangnya bahwa Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Serikat Nomor 21 Tahun 1950 tentang Pembentukan daerah Provinsi (PP tentang Pembentukan daerah Provinsi) ini lahir “…menjelang berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang terbagi atas daerah- daerah otonom, dipandang perlu untuk membentuk daerah-daerah provinsi sebagai persiapan pembentukan daerah-daerah otonom”. Pengaturan ini merupakan pengaturan yang bersifat transisional sebagaimana termaktub pula dalam penjelasan umumnya yang menyatakan bahwa “berhubung dengan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia,yang terbagi atas daerah-daerah otonoom, maka dipandang penting sekali mulai sekarang diadakan persiapan-persiapan seperlunya”.

90

Page 92: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Sebagaimana kita ketahui sejarah berlangsungnya RIS hanya dari tahun 1949 ke tahun 1950. Tepatnya terbentuknya RIS ini pada tanggal 27 Desember 1949 yang merupakan hasil kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar antara Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda. BFO atau disebut juga Majelis Permusyawaratan Federal merupapkan komite yang didirikan Belanda untuk mengeloa RIS. Komite ini terdiri dari 16 pemimpin negara bagian dan daerah otonom di dalam RIS dengan masing-masing negara bagian mendapatkan satu hak suara. Komite ini pula lah yang memiliki tanggung jawab mendirikan suatu bentuk pemerintahan sementara pada tahun 1948 yang kemudian diwujudkan dalam Konverensi Meja Bundar.

Sebagai bentuk keluar dari masa-masa federalistik, maka konsep penataan hubungan pemerintah di pusat dan pemerintahan daerah pun lahir. Salah satunya dengan PP tentang Pembentukan daerah Provinsi ini. Proses transisional dalam PP tentang Pembentukan daerah Provinsi ini juga dinyatakan lebih lanjut dalam penjelasannya yaknilangkah pertama ke arah itu ialah mengadakan daerah-daerah provinsi bersifat administratif, yang kemudian akan dibangun sebagai daerah-daerah otonoom menurut dasar- dasar dalam Undang-undang.Dengan pembentukan daerah-daerah tersebut dapatlah diatur segala sesuatu yang mengenai daerah-daerah otonoom seperti: mengatur pemerintahan, menyusun alat-alat perlengkapan, mencari tenaga-tenaga yang dibutuhkan dan lain-lain sebagainya, sehingga pada waktu pembentukan daerah otonoom pemerintahan dapat berjalan dengan saksama. Karena membangun daerah-daerah otonoom itu menurut pengalaman adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan orientasi yang luas dan tenaga-tenaga yang cukup dan cakap, maka teranglah bahwa penyusunan daerah-daerah otonoom yang berjenis-jenis di seluruh Indonesia itu akan membutuhkan waktu yang agak luas pula.

Dalam Pasal 1 angka 7 PP tentang Pembentukan daerah Provinsi ini juga dinyatakan bahwa “Daerah Republik Indonesia Serikat, sesudah terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, terbagi atas daerah-daerah provinsi di bawah ini : … 7. Kalimantan”. Dalam penjelasannya pun dinyatakan bahwa

Pembagian daerah Republik Indonesia Serikat, sesudah terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, atas 10 provinsi itu didasarkan atas keputusan bersama antara pemerintah Republik Indonesia Serikat dan Republik Indonesia dengan memperhatikan usul- usul Panitia

91

Page 93: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Bersama. Hal ini jelas menujukkan bahwa pengaturan PP tentang Pembentukan daerah Provinsi hanyalah transisional saja bahkan di dalam Pasal 1 angka 7 hanya disebut Kalimantan saja padahal dalam perkembangannya pada tahun 1956 lahir UU tentang Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur yang membagi lagi Provinsi Kalimantan.

Terkait dengan rencana pembentukan RUU tentang Kalsel, maka perlu kiranya penyesuaian-penyesuaian dilakukan. Jelas dasar PP tentang Pembentukan daerah Provinsi sudah tidak dapat digunakan sebagai patokan lagi. Pembentukan RUU tentang Kalsel harus disesuaikan dengan konsep desentralisasi yang berlaku saat ini dengan dasarnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang berlandaskan ke konstitusi yang berlaku saat ini yakni UUD NRI Tahun 1945, bukan lagi konstitusi RIS yang menggunakan UUDS Tahun 1950.

BAB IVLANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. LANDASAN FILOSOFIS Indonesia memiliki Pancasila yang merupakan dasar negara

Indonesia dan sumber segala sumber hukum negara. Berdasarkan teori

92

Page 94: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

kausa materialis (asal mula bahan)60, Pancasila juga merupakan jati diri bangsa Indonesia karena Pancasila sejatinya ada dalam setiap adat istiadat, kebiasaan, kebudayaan, dan nilai-nilai religius bangsa Indonesia. Pancasila pada hakikatnya merupakan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap masing-masing individu rakyat Indonesia sebagai local wisdom bangsa Indonesia.61

Adapun pemaknaan Pancasila berkorelasi dengan tujuan negara yang juga merupakan filosofi bangsa yakni dalam sila ke 5 (lima) yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Lebih lanjut lagi, tujuan negara dalam pembangunan nasional tentunya harus didasarkan pada falsafah dan konstitusi negara. Sumber falsafah dan kebijakan negara Indonesia juga tercantum dalam pembukaan atau Preambule Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) yang menyatakan, bahwa tujuan negara adalah untuk melindungi, dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social dengan berdasarkan Pancasila.

Beranjak dari pemikiran di atas, negara memiliki suatu kewajiban yang dijamin oleh Pancasila dan konstitusi yakni kesejahteraan rakyatnya. Untuk Indonesia dengan wilayah yang begitu luas dan terbentang dari Sabang hingga Merauke, upaya perwujudan kesejahteraan harus melibatkan semua pihak baik pusat dan daerah. Untuk itulah semenjak reformasi muncul konsep otonomi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.

Desentralisasi adalah istilah dengan konotasi yang luas. Setiap penyerahan kewenangan dari Pemerintah Pusat dapat tercakup dari pengertian tersebut. Konsep desentralisasi selalu berkaitan dengan kewenangan untuk mengatur dan mengurus kekuasaan yang menjadi domain Pemerintah Pusat yang diserahkan ke daerah. Dalam konteks Indonesia, desentralisasi selalu dikaitkan pembentukan daerah otonom atau pemerintahan daerah dan penyerahan urusan pemerintahan dari Pemerintah Pusat kepada pemerintahan daerah sehingga pemerintahan daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tersebut.

Konsep otonomi daerah yang kita gunakan saat ini merupakan

60 ? Teori Kausa merupakan teori yang dikembangjkan oleh Aristoteles yang terdiri dari Kausa Materialis, Kausa Formalis, Kausa Efficient, dan Kausa Finalis. Selengkapnya lihat dalam P.J. Suwarno, Pancasila Budaya Bangsa Indonesia (penelitian pancasila dengan pendekatan hishoris, filosofis, & sosio-yuridis kenegaraan), Yogyakarta: Kanisius, 2009, hal. 81.61 ? Kaelan, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma, 2014, hal. 99.

93

Page 95: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

perwujudan bahwa pembangunan suatu bangsa tidak bisa lepas dari pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pelaksanaan pembangunan itu harus memberikan kesempatan dan ruang gerak bagi upaya pengembangan demokratisasi dan kinerja pemerintah daerah untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Kebijakan otonomi daerah yang telah diterapkan, hendaknya memberi peluang bagi perubahan paradigma pembangunan yang semula lebih mengedepankan pencapaian pertumbuhan menjadi pemerataan dengan prinsip mengutamakan keadilan dan perimbangan.

Sebagai daerah otonom, daerah memiliki kewenangan dan tanggungjawab untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat luas. Dengan semangat perubahan paradigma tersebut, Pemda diharapkan mampu mengurus rumah tangganya sendiri. Kemandirian dalam mengelola kepentingan daerahnya sendiri menuntut Pemda untuk mampu melakukan eksplorasi terhadap potensi-potensi ekonomi dan sumber daya unggulan yang ada di daerah. Hal ini diharapkan dapat membuat daerah lebih maju, progresif dan kreatif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menyelenggarakan pemerintahan daerahnya.

Jika kita coba kaitkan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur (UU tentang Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur), Undang-Undang tersebut lahir pada saat zaman konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) dimana secara konsep waktu itu landasan konstitusinya saja sudah berbeda yakni Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS Tahun 1950). Sehingga dari sisi filosofis pun pertimbangan dan alasan pembentukannya sudah tidak selaras dan berbeda dengan saat ini yang berdasarkan UUD NRI Tahun 1945. Oleh karena itu, perlu untuk dibentuk Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi Kalimantan Selatann (RUU tentang Provinsi Kalimantan Selatan).

B. LANDASAN SOSIOLOGIS Selama berlakunya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956

tentang Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, bangsa Indonesia telah banyak mengalami perubahan di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Perubahan tersebut dipacu oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya kemajuan teknologi informasi yang telah mengubah hubungan antar individu, hubungan antara

94

Page 96: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

warga negara dengan pemerintah, hubungan antara pemerintah dengan dunia usaha, hubungan antara dunia usaha dengan masyarakat dan hubungan antar warga masyarakat baik di suatu daerah maupun dengan daerah lainnya. Perubahan di bidang politik yang mempengaruhi penyelenggaraan pemerintah daerah ditandai dengan penggantian rezim orda lama ke orda baru dan dari orda baru ke orda Reformasi sampai sekarang.

Selama kurun waktu tersebut telah terjadi beberapa kali perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang mempengaruhi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Di bidang politik terjadi desentralisasi kekuasaan, demokratisasi, penegakan ham, dan pemberantasan korupsi. di bidang ekonomi indonesia mengalami perubahan dari ekonomi terpimpin di masa orda lama ke ekonomi pasar bebas di masa orda baru, kemudian bergeser ke ekonomi kerakyatan yang sedang mencari bentuknya di masa reformasi.

Sementara itu di bidang sosial budaya terjadi lompatan yang mengguncang sendi-sendi kehidupan sosial budaya masyarakat pasca agraris langsung masuk ke era masyarakat milenial dengan karakter connected (terhubung melalui internet dan gadget), creative (berpikir out of the box) dan confidence (percaya diri). Perubahan tersebut berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah Provinsi Kalimantan Selatan.

Beberapa permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan pemerintahan di Provinsi Kalimantan Selatan antara lain Pertama, sumber daya manusia yang belum berdaya saing yang disebabkan oleh masih rendahnya kualitas sumber daya manusia, meningkatnya angka pertumbuhan penduduk, rata-rata lama sekolah belum merata, angka partisipasi sekolah masih rendah, dan angka garapan hidup paling rendah se-Regional Kalimantan dan rendahnya daya saing tenaga kerja.62

Kedua, Belum kuatnya struktur perekonomian daerah yang disebabkan karena belum meratanya penanaman modal di setiap wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, realisasi ekspor didominasi produk pertambangan, dominannya sektor pertambangan dan penggalian dalam struktur perekonomian daerah, laju Inflasi yang fluktuatif, pengeluaran konsumsi masyarakat cukup rendah, tingkat produktivitas dan pengelolaan hasil belum optimal. Ketiga, pengelolaan lingkungan hidup yang belum optimal. seperti meningkatnya potensi

62 RPJMD Provinsi Kalimantan Selatan 2016-2021.

95

Page 97: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

banjir di beberapa wilayah, menurunnya kualitas air, dan meningkatnya kabut asap.63

Keempat, pembangunan infrastruktur yang belum merata dan berkualitas antar wilayah. Kelima, budaya masyarakat yang belum mencerminkan revolusi mental seperti rendahnya upaya mempertahankan karakteristik budaya lokal. dan Keenam, belum efektifnya reformasi birokrasi pemerintah daerah seperti belum terwujudnya pelayanan prima sesuai dengan standar pelayanan minimal, belum terwujudnya optimalisasi prosedur pengawasan terhadap penyimpangan administrasi, kapasitas dan akuntabilitas kinerja aparatur Negara yang perlu ditingkatkan.64

Beberapa permasalahan diatas merupakan persoalan yang muncul dalam pelaksanaan desentralisasi Provinsi Kalimantan Selatan. Masih diperlukan upaya-upaya untuk mengefektifkan pelaksanaan desentralisasi guna meneyelsaikan persoalan-persoalan yang ada di Provinsi Kalimantan Selatan.

C. LANDASAN YURIDIS Sistem ketatanegaraan dan sistem pemerintahan Indonesia

mengalami dinamika dan perubahan yang bergerak dinamis sejalan dengan upaya bangsa Indoensia untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang maju dan modern. Sejak Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 telah terjadi beberapa perubahan mendasar yang sangat mempengaruhi berbagai sendi kehidupan bernegara. Pada awal kemeredekaan, Indonesia pernah mengalami perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara federal berdasarkan hasil konferensi meja bundar yang ditandai dengan pengakuan kedaulatan Republik Indoensia Serikat di Belanda, Jakarta, dan Yogyakarta pada tanggal 27 Desember1949. Bentuk negara federal ini berakhir pada tanggal 17 Agustus 1950 dengan ditetapkannya Undang-Undang No 7 Tahun 1950 yang mengubah Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (UUD RIS) menjadi Undang- Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950).

Dasar negara Indonesia juga mengalami perubahan yaitu berdasarkan UUD 1945, UUD RIS 1950, UUDS 1950 dan Kembali ke UUD 1945 dengan dekrit Presiden 5 Juli 1959. UUD 1945 juga sudah mengalami 4 kali perubahan yang dilakukan sebagai upaya untuk

63 Ibid.,64 Ibid.,

96

Page 98: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

mereformasi sistem ketatanegaraan dan sistem pemerintahan Indonesia pasca reformasi 1998.

Regulasi dan pembentukan mengenai daerah otonom dan pemerintahan daerah juga berkembang dari masa ke masa. Sejak awal masa kemerdekaan, masa RIS, UUD, masa orde baru dan sampai saat ini. Terakhir diatur dengan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaiman diubah dengan UU No 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas UU No 23 Tahun 2014. Menurut data dari Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, jumlah daerah otonom yang telah dibentuk sampai dengan saat ini berjumlah 542 daerah otonom yang terdiri dari 34 provinsi dan 508 kabupaten/kota.

Berdasarkan Pasal 18 Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 mengatur bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Pembagian wilayah negara menjadi daerah provinsi dan di dalam daerah provinsi terdiri dari daerah Kabupaten/Kota, sekaligus sebagai pemerintahan daerah, sebagaimana diatur dalam Ayat (2) “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Sebagai kelengkapan penyelenggaraan Pemerintahan dan merupakan unsur pemerintahan daerah, maka dibentuk lembaga perwakilan rakyat daerah, sebagaimana ditentukan pada Ayat (3) “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum”. Kemudian Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.

Selanjutnya Pasal 18A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 mengatur bahwa Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. Selain itu Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 mengatur bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Berkaitan dengan Provinsi Kalimantan Selatan, dasar pembentukan nya adalah UU No. 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan,

97

Page 99: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

dan Kalimantan Timur (UU tentang Kalbar, Kalsel, dan Kaltim). UU tentang Kalbar, Kalsel, dan Kaltim kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Tengah dan Perubahan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur (UU tentang Perubahan UU tentang Kalteng, Kalbar, Kalsel, dan Kaltim). UU tersebut sudah kadaluarsa. Hal ini dikarenakan dasar pembentukan UU tentang Perubahan UU tentang Kalteng, Kalbar, Kalsel, dan Kaltim masih menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950. Hal ini tercantum dalam ketentuan mengingat angka 1 UU tentang Kalbar, Kalsel, dan Kaltim yang menyebutkan Pasal-pasal 89, 131, 132, dan 142 UUDS dan tercantum dalam ketentuan mengingat huruf a UU tentang Perubahan UU tentang Kalteng, Kalbar, Kalsel, dan Kaltim yang menyebutkan Pasal 97 yo, 89 UUDS. UU tentang Kalbar, Kalsel, dan Kaltim maupun UU tentang Perubahan UU tentang Kalteng, Kalbar, Kalsel, dan Kaltim dibuat ketika masa pemerintahan Presiden Sukarno dimana Indonesia menganut demokrasi parlementer yang berlangsung sejak tahun 1949 sampai dengan tahun 1959.

Periode kedua pemerintahan negara Indonesia merdeka ini berlangsung dalam rentang waktu antara 1949-1959. Pada periode ini terjadi dua kali pergantian undang-undang dasar, yaitu pergantian UUD 1945 dengan Konstitusi RIS pada rentang waktu 27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950. Dalam rentang waktu ini, bentuk negara Indonesia berubah dari kesatuan menjadi serikat. Sistem pemerintahan berubah dari presidensiil menjadi quasi parlementer. Pergantian Konstitusi RIS dengan UUDS 1950 pada rentang waktu 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959. Pada periode pemerintahan ini bentuk negara kembali berubah menjadi negara kesatuan. Sistem pemerintahan menganut sistem parlementer.65 Hal ini tentu tidak sesuai dengan kondisi saat ini dimana Indonesia kembali menggunakan UUD NRI Tahun 1945 yang telah dilakukan amandemen dua kali terakhir pada tahun 2002. Dengan Indonesia memberlakukan UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi maka sistem pemerintahan Indonesia saat ini menggunakan sistem demokrasi Pancasila. Oleh sebab itu Undang-Undang mengenai pembentukan Provinsi Kalimantan Selatan perlu diubah dan

65Arum Sutrisni Putri, Demokrasi Indonesia Periode Parlementer (1949-1959), dimuat dalam https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/12/173000969/demokrasi-indonesia periode-parlementer-1949-1959-?page=all, diakses tanggal 7 Agustus 2020.

98

Page 100: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

disesuaikan antara lain karena landasan hukumnya berubah dan untuk memasukkan mengenai kekhasan daerah. 66

Selain itu, urgensi untuk membentuk RUU tentang Provinsi Kalimantan Selatan disamping karena dasar pembentukannya sudah out of date/ketinggalan, semangat pembaharuan UU tentang Provinsi Kalimantan Selatan juga dimaksudkan untuk mempercepat pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.67 Sehingga pembangunan di provinsi Kalimantan Selatan dapat terselenggara secara terpola, menyeluruh, terencana, dan terintegrasi dalam satu kesatuan wilayah untuk mewujudkan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, maju secara ekonomi, berkepribadian dan berkebudayaan.

Dengan demikian, dalam penyusunan RUU Provinsi Kalimantan Selatan perlu mencermati semua materi muatan yang ada dalam UU No 25 Tahun 1956 dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958 dengan semua Undang-Undang lain yang berkaitan, terutama UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah terakhir kali dengan UU No 9 Tahun 2015. Disamping itu perlu juga penyesuaian secara teknik peraturan perundang-undangan khusunya dengan UU No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagimana telah diubah dengan UU No 15 Tahun 2019.

66Diskusi Pakar Tim Asistensi RUU delapan daerah Provinsi Penugasan Komisi II DPR RI dengan pakar Wahyudi Kumorotomo dari Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada, 4 Agustus 2020.

67Diskusi Pakar Tim Asistensi RUU delapan daerah Provinsi Penugasan Komisi II DPR RI dengan pakar Wahyudi Kumorotomo dari Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada, 4 Agustus 2020.

99

Page 101: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

BAB VJANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI

MUATAN A. Jangkauan dan Arah Pengaturan

Jangkauan yang diatur dalam undang-undang ini adalah sebagai dasar hukum bagi pembangunan berbasis perencanaan yang bersifat sinergis dalam konteks kepentingan pembangunan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan, yang wilayah kewenangan pengurusannya berada pada pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat Provinsi Kalimantan Selatan secara adil dan merata, melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat Provinsi Kalimantan Selatan secara kreatif dan konstruktif. Arah pengaturan undang-undang ini adalah mengenai asas dan tujuan pengaturan RUU, karakteristik Provinsi Kalimantan Selatan prioritas pembangunan Provinsi Kalimantan Selatan, Wewenang Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, Pendanaan, pengembangan E-Government serta

100

Page 102: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Provinsi Kalimantan Selatan sebagai penyangga rencana pembangunan Ibukota Negara yang baru.

B. Ruang lingkup Materi Muatan RUU tentang Provinsi Sulawesi Tenggara Ruang lingkup materi muatan RUU tentang Provinsi Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut:

1. Ketentuan Umuma. Provinsi Kalimantan Selatan adalah bagian dari wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang memiliki batas wilayah, penduduk, dan otonomi sesuai dengan karakter dan budaya masyarakat Kalimantan Selatan yang khas sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

b. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

c. Pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Selatan dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

d. Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan adalah gubernur Provinsi Kalimantan Selatan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah Provinsi Kalimantan Selatan.

e. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah bupati atau walikota sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang berada dalam wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.

f. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan yang selanjutnya disebut Perda Provinsi Kalimantan Selatan adalah peraturan daerah yang disetujui bersama antara Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan untuk mengatur penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Perda Kabupaten/Kota adalah peraturan daerah yang disetujui bersama antara Bupati/Walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota

101

Page 103: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

untuk mengatur penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota.

h. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota yang ada di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.

i. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang selanjutnya disingkat RPJP Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 20 (dua puluh) tahun yang merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan nasional.

j. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang selanjutnya disingkat RPJM Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 5 (lima) tahunan yang merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program kementerian/lembaga dan lintas kementerian/lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

k. Rencana Kerja Pemerintah yang selanjutnya disingkat RKP adalah dokumen perencanaan nasional untuk periode 1 (satu) tahun.

l. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang selanjutnya disingkat RPJP Daerah adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 20 (dua puluh) tahun yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan Daerah yang mengacu pada RPJP Nasional.

m. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJM Daerah adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 5 (lima) tahunan yang merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

n. Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat RKP Daerah adalah dokumen perencanaan daerah provinsi, kabupaten, dan kota untuk periode 1 (satu) tahun.

102

Page 104: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

o. Rencana Strategis Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut Renstra Perangkat Daerah adalah dokumen perencanaan perangkat daerah untuk periode 5 (lima) tahun.

p. Rencana Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut Renja Perangkat Daerah adalah dokumen perencanaan perangkat daerah untuk periode 1 (satu) tahun.

q. Ibu Kota Negara adalah Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.r. Desa Adat adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas

wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Asas dan Tujuana. Asas

Pengaturan dalam RUU ini berdasarkan asas:1. demokrasi;2. kepentingan nasional;3. kepastian hukum;4. keseimbangan wilayah;5. keterbukaan;6. keadilan dan pemerataan kesejahteraan; 7. peningkatan daya saing; 8. daya guna dan hasil guna;9. pelestarian adat istiadat, tradisi, seni dan budaya, serta kearifan lokal; 10. kesatuan pola dan haluan pembangunan Kalimantan Selatan; dan11. efektivitas dan efisiensi.

b. Pengaturan dalam RUU ini bertujuan untuk a. mewujudkan Pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan yang efektif

dan efisien berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;

b. mewujudkan pemerintahan yang berkomitmen kuat untuk memaksimalkan kewenangan yang dimiliki sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk mensejahterakan masyarakat;

c. mewujudkan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik yang baik;d. mewujudkan kemandirian dalam ekonomi kerakyatan dan

ketercukupan kebutuhan dasar;

103

Page 105: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

e. mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;

f. mewujudkan sumber daya manusia yang berkarakter, berkualitas, dan berdaya saing;

g. meningkatkan pelayanan dibidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan; dan

h. meningkatkan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah.

3. Posisi, Batas Wilayah, Pembagian Wilayah, Dan Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan Posisi Provinsi Kalimantan Selatan terletak pada:a. 114° (seratus empat belas derajat) 19' (sembilan belas menit) 13'' (tiga

belas detik) - 116° (seratus enam belas derajat) 33' (tiga puluh tiga menit) 28'' (dua puluh delapan detik) Bujur Timur; dan

b. 1° (satu derajat) 21' (dua puluh satu menit) 49'' (empat puluh sembilan detik) – 4° (empat derajat) 10' (sepuluh menit) 14'' (empat belas detik) Lintang Selatan.

Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai batas wilayah:a. sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Timur;b. sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah;c. sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa; dand. sebelah timur berbatasan dengan Selat Makasar. Batas wilayah sebagaimana dimaksud diatas dituangkan dalam peta yang tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. Perubahan batas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan sebagaimana dimaksud diatas dapat dilakukan sesuai ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan. Provinsi Kalimantan Selatan terdiri atas 11 (sebelas) Kabupaten dan 2 (dua) Kota, yaitu:1. Kabupaten Tanah Laut;2. Kabupaten Kotabaru; 3. Kabupaten Banjar; 4. Kabupaten Barito Kuala; 5. Kabupaten Tapin; 6. Kabupaten Hulu Sungai Selatan; 7. Kabupaten Hulu Sungai Tengah; 8. Kabupaten Hulu Sungai Utara; 9. Kabupaten Tabalong; 10. Kabupaten Tanah Bumbu; 11. Kabupaten Balangan;

104

Page 106: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

12. Kota Banjarmasin; dan13. Kota Banjarbaru.

Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas kecamatan, dan kecamatan terdiri atas desa dan/atau kelurahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam wilayah Provinsi Kalimantan Selatan terdapat Desa Adat di Kalimantan Selatan yang diatur dengan Perda Provinsi Kalimantan Selatan. Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan berkedudukan di kota Banjarbaru.

4. Karakteristik Provinsi Kalimantan Selatan Provinsi Kalimantan Selatan memiliki karakter kewilayahan berupa 2 (dua) ciri geografi utama yaitu kawasan dataran rendah berupa lahan gambut dan rawa yang kaya akan sumber keanekaragaman hayati dan kawasan dataran tinggi yang dibentuk oleh pegunungan Meratus ditengah yang merupakan hutan tropis alami yang dilindungi oleh pemerintah. Provinsi Kalimantan Selatan memiliki karakter potensi sumber daya alam berupa hutan tetap, hutan produksi, hutan lindung, hutan konvensi, perkebunan, dan bahan galian berupa batu alam, batubara, dan minyak bumi. Provinsi Kalimantan Selatan memiliki karakter suku bangsa dan kultural yang sebagian besar terdiri atas suku banjar, suku dayak, suku bugis, dan suku jawa yang secara umum memiliki karakter religius sekaligus menjunjung tinggi adat istiadat. Provinsi Kalimantan Selatan memiliki karakter sebagai gerbang dan penyangga Ibu Kota Negara.

5. Prioritas Pembangunan Provinsi Kalimantan Selatana. Umum

Dalam upaya mewujudkan tujuan sebagaimana telah dipaparkan diatas, maka perlu ditetapkan prioritas pembangunan di Provinsi Kalimantan Selatan. Prioritas pembangunan dapat mengalami perubahan sesuai dengan dinamika kebutuhan masyarakat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Rencana Pembangunan Rencana pembangunan Provinsi Kalimantan Selatan merupakan penyelenggaraan pembangunan yang dilaksanakan secara terpola, terencana, terarah, menyeluruh, dan terintegrasi berdasarkan tata ruang wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Dalam upaya mewujudkan prioritas pembangunan di Provinsi Kalimantan Selatan maka disusun rencana pembangunan daerah dan rencana perangkat daerah.(1) Rencana pembangunan daerah terdiri atas:

105

Page 107: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

a. RPJP Daerah;b. RPJM Daerah; danc. RKP Daerah.

(2) Rencana perangkat daerah terdiri atas:a. Renstra Perangkat Daerah; danb. Renja Perangkat Daerah.

Rencana pembangunan daerah berpedoman kepada RPJP Nasional, RPJM Nasional, dan RKP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. RPJP Daerah dan RPJM Daerah ditetapkan dengan Perda Provinsi Kalimantan Selatan. Sedangkan RKP Daerah sebagaimana ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. Renstra Perangkat Daerah dan Renja Perangkat Daerah ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. Renstra Perangkat Daerah dan Renja Perangkat Daerah menjadi pedoman dalam penyusunan rencana strategis dan rencana kerja organisasi perangkat daerah di Provinsi Kalimantan Selatan. Provinsi Kalimantan Selatan dalam menyusun rencana pembangunan daerah dan rencana perangkat daerah memprioritaskan rencana pembangunan wilayah yang berpengaruh terhadap ekonomi, sosial budaya, lingkungan di lingkup provinsi, dan kedaulatan negara serta pertahanan dan keamanan. Rencana Pembangunan Provinsi Kalimantan Selatan mempertimbangkan kawasan yang mempunyai sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi wilayah dan sekitarnya, serta memerlukan investasi besar bagi pengembangannya. Kawasan yang mempunyai sektor unggulan termasuk juga kawasan hutan tropis yang dalam pengembangannya didasarkan pada prinsip konservasi dan pembangunan berkelanjutan.

Rencana pembangunan Provinsi Kalimantan Selatan ditujukan untuk mengembangkan sektor ekonomi produktif dan unggulan dalam memacu pertumbuhan ekonomi serta pemanfaatannya bagi masyarakat. Pengembangan sektor ekonomi produktif meliputi minyak bumi, gas bumi, dan batu bara yang bernilai tambah tinggi, dan berwawasan lingkungan. Pengembangan sektor unggulan, meliputi pengembangan sektor kelautan dan perikanan, pertanian, kehutanan, serta energi baru dan terbarukan, sebagai upaya meningkatkan ketahanan pangan dan energi wilayah dan nasional.

Pelaksanaan rencana pembangunan Provinsi Kalimantan Selatan merupakan:a. perwujudan ruang yang bersinergi dengan pertumbuhan ekonomi

hijau;

106

Page 108: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

b. perwujudan pemerataan hasil pembangunan dan pelayanan bagi seluruh rakyat; dan

c. perwujudan ruang pembangunan berkelanjutan dengan mempertimbangkan daya dukung dan kelestarian lingkungan yang menunjang aspek politik, pertahanan, dan keamanan.

Penyusunan rencana pembangunan Provinsi Kalimantan Selatan dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara luas yang dapat disampaikan secara lisan maupun tertulis.

c. Prioritas Pembangunan Prioritas pembangunan di Provinsi Kalimantan Selatan paling sedikit bertumpu pada:a. pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia;b. pengembangan ekonomi ke arah pertambangan, industri,

pariwisata, dan perdagangan;c. pengembangan prasarana dan sarana pembangunan;d. pengelolaan sumber daya alam secara efisien; dane. pengelolaan tata pemerintahan yang taat asas dan tertib hukum. Pengembangan dan peningkatkan kualitas sumber daya manusia menitikberatkan pada aspek pendidikan, kesehatan, dan kehidupan sosial budaya dan agama berlandaskan pada iman taqwa, dan ilmu pengetahuan teknologi. Dalam mewujudkan pengembangan dan peningkatkan kualitas sumber daya manusia diperlukan strategi dan kebijakan meliputi: a. pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan,

kesehatan, sosial budaya, dan agama; danb. meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang menunjang

sektor pendidikan, kesehatan, sosial budaya, dan agama. Pengembangan ekonomi ke arah pertambangan, industri, pariwisata, dan perdagangan, menitikberatkan pada pengembangan pertambangan, industri, pariwisata, dan perdagangan yang berbasis pada potensi dan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, potensi agraris, dan daerah kepulauan dengan dukungan transportasi yang kuat. Dalam menciptakan struktur ekonomi yang tangguh dengan bertumpu, diperlukan strategi dan kebijakan antara lain dengan: a. meningkatkan efisiensi berbagai kebijakan dalam upaya peningkatan

produktivitas ekonomi dan nilai tambah produksi dengan memanfaatkan teknologi tepat guna;

b. menciptakan sistem distribusi yang efisien;

107

Page 109: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

c. mewujudkan struktur ekonomi industrialis yang diiringi oleh perdagangan, jasa, dan transportasi;

d. mewujudkan pembangunan pertanian yang berkelanjutan;e. memanfaatkan secara optimal potensi perikanan dan kelautan;f. memanfaatkan secara optimal potensi pariwisata;g. memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara arif dan

bijaksana dengan memperhatikan kelestarian ekosistem dan kesejahteraan bagi masyarakat; dan

h. menstimulasi tumbuhnya pengusaha di daerah terutama untuk industri kecil dan menengah.

Pengembangkan prasarana dan sarana pembangunan menitikberatkan pada penyediaan sarana dan prasarana dalam rangka percepatan pembangunan ekonomi melalui peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan publik. Dalam mewujudkan pengembangan prasarana dan sarana), diperlukan strategi dan kebijakan antara lain dengan:a. pembangunan sarana dan prasarana transportasi darat, laut dan

udara yang berkualitas;b. penyediaan sarana prasarana air minum bagi masyarakat;c. penyediaan listrik sampai ke pelosok wilayah;d. penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan;e. pengembangan telematika dan pelayanan telekomunikasi serta

informasi ke segenap wilayah dengan harga yang terjangkau;f. pengembangan perumahan dan permukiman; dang. pengembangan fasilitas perkantoran, fasilitas umum, dan sosial.

Pengelolaan sumber daya alam secara efisien, menitikberatkan pada pengelolaan sumber daya alam secara efisien untuk menjamin keberlanjutan pembangunan dan menjaga keseimbangan lingkungan. Dalam mewujudkan pengelolaan sumber daya alam secara efisien, diperlukan strategi dan kebijakan antara lain dengan:a. pembangunan yang diarahkan untuk terjaminnya ketersediaan

sumber daya berkelanjutan;b. pembangunan yang diarahkan untuk terwujudnya kelestarian fungsi

daerah aliran sungai dan keberadaan air tanah;c. pembangunan yang diarahkan untuk terwujudnya sistem manajemen

bencana alam;d. pembangunan yang diarahkan untuk terwujudnya pengendalian

pencemaran dan kerusakan lingkungan; dan

108

Page 110: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

e. pembangunan yang diarahkan untuk terwujudnya peningkatan kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang bermanfaat untuk masyarakat dalam wilayah tersebut.

Pengelolaan tata pemerintahan yang taat asas dan tertib hukum sebagaimana dimaksud huruf e, menitikberatkan pada pembangunan bidang politik dan hukum. Dalam mewujudkan pengelolaan tata pemerintahan yang taat asas dan tertib hukum diperlukan strategi dan kebijakan antara lain dengan:a. pembangunan hukum yang diarahkan untuk menciptakan kepastian

hukum, rasa keadilan tertib hukum;b. pembangunan yang diarahkan untuk menciptakan prinsip

akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan;c. pembangunan yang diarahkan untuk menciptakan transparansi dan

keterbukaan informasi kepada masyarakat; dand. pembangunan yang diarahkan untuk menciptakan prinsip partisipasi

masyarakat.

d. Dukungan Prioritas Pembangunan Untuk mendukung prioritas pembangunan di Provinsi Kalimantan Selatan, Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, dan pemerintah Kabupaten/Kota melaksanakan pembangunan infrastruktur darat, laut, dan udara secara terintegrasi dan terkoneksi. Sumber pendanaan untuk pembangunan infrastruktur dialokasikan melalui:a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Kalimantan Selatan;

dan/atauc. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.

6. Pendanaan Provinsi Kalimantan Selatan Pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan memperoleh sumber pendanaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemerintah Pusat menyediakan pendanaan untuk pembangunan infrastruktur dan penyelenggaraan e-government Provinsi Kalimantan Selatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan kemampuan keuangan negara dan/atau keuangan daerah. Ketentuan mengenai tata cara pengalokasian dan penyaluran dana sebagaimana dimaksud diatas diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain sumber pendanaan diatas, Pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan dapat memperoleh sumber pendanaan yang berasal dari:

109

Page 111: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

a. kontribusi pelaku usaha pertambangan;b. dana pemulihan atas pemanfaatan sumber daya alam yang

mengakibatkan kerusakan lingkungan dan ekosistem Provinsi Kalimantan Selatan; dan

c. dana bagi hasil penerimaan negara dari sektor usaha pertambangan. Dana pemulihan atas pemanfaatan sumber daya alam dan dana bagi hasil penerimaan negara bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Ketentuan mengenai tata cara perolehan, penggunaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban sumber pendanaan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kontribusi pelaku usaha pertambangan dapat dipungut dengan mempertimbangkan dampak negatif atau gangguan terhadap lingkungan dan masyarakat setempat yang ditimbulkan oleh karena adanya aktivitas pertambangan. Hasil penerimaan kontribusi pelaku usaha pertambangan paling sedikit 50% (lima puluh persen) dialokasikan untuk mengatasi dampak negatif atau gangguan terhadap lingkungan dan masyarakat adat setempat yang ditimbulkan oleh karena adanya aktivitas pertambangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemungutan dan pengelolaan kontribusi pelaku usaha pertambangan diatur dalam Perda Provinsi Kalimantan Selatan.

7. Pengembangan E-Government Dalam rangka percepatan pembangunan Provinsi Kalimantan Selatan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dan Pemerintah Kabupaten/Kota perlu mengembangkan dan menerapkan sistem e-government di setiap satuan kerja pemerintahan daerah di seluruh Kabupaten/Kota. E-government merupakan penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis pada penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi, yang bertujuan untuk: a. meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan publik pemerintahan

daerah;b. mengoptimalkan akses masyarakat terhadap sumber informasi

pemerintahan daerah guna menguatkan partisipasi dalam pembangunan daerah;

c. meningkatkan produktivitas dan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien;

d. mendukung pelaksanaan reformasi birokrasi;e. membangun komunikasi antara pemerintah, masyarakat, dunia bisnis

dan pihak lain yang berkepentingan untuk memberikan pelayanan secara cepat dan tepat;

f. melakukan transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan;

110

Page 112: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

g. mengintegrasikan berbagai layanan antar lembaga pemerintahan; danh. mengoptimalkan satu data di Provinsi Kalimantan Selatan. Penerapan e-government di Provinsi Kalimantan Selatan dilakukan secara sistematis, terintegrasi, dan taat asas. Penerapan e-government di Provinsi Kalimantan Selatan disusun dalam Rencana Induk Teknologi Informasi Komunikasi Provinsi Kalimantan Selatan. Rencana Induk Teknologi Informasi Komunikasi mengatur penggunaan dan pengembangan teknologi informasi komunikasi, serta validitas dan autentikasi data di Provinsi Kalimantan Selatan. Penggunaan dan pengembangan teknologi informasi komunikasi mengatur:a. pembangunan dan pengelolaan aplikasi di masing-masing organisasi

perangkat daerah;b. interoperabilitas aplikasi internal dan eksternal Provinsi Kalimantan

Selatan; c. sifat dan inovasi layanan aplikasi;d. jaminan keamanan jaringan dan tempat penyimpanan data; dane. pemutakhiran big data. Validitas dan autentikasi data di Provinsi Kalimantan Selatan tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam menerapkan e-government menyiapkan sumber daya berupa:a. pembiayaan yang cukup;b. infrastruktur teknologi informasi yang memadai; danc. sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan keahlian. Pembiayaan sebagaimana dimaksud diatas bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Infrastruktur sebagaimana dimaksud huruf b dapat dipenuhi melalui kerjasama dengan pihak swasta. Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada huruf c dapat direkrut melalui tenaga kerja kontrak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan, infrastruktur, dan sumber daya manusia diatur dalam Peraturan Daerah.

8. Wewenang Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatana.Umum

Pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus semua urusan pemerintahan, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan berwenang untuk mengatur

111

Page 113: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

dan mengurus urusan pemerintahan sebagaimana diatur dalam undang-undang pembentukannya. Selain kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan juga memiliki kewenangan untuk melakukan koordinasi pembangunan daerah. Koordinasi pembangunan daerah tersebut terdiri atas:a. koordinasi urusan; dan b. operasional urusan.

b.Koordinasi UrusanPemerintah Pusat berwenang mengoordinasikan urusan Pemerintah

Pusat yang berada di wilayah Pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan wajib untuk melaksanakan hasil arahan koordinasi Pemerintah Pusat. Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan berwenang mengoordinasikan urusan Pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan yang

berkaitan dengan Pemerintahan Kabupatan/Kota. Pemerintah Kabupaten/Kota wajib untuk melaksanakan hasil arahan koordinasi Pemerintah Provinsi). Ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi urusan pemerintahan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c.Operasional UrusanPemerintah Provinsi Kalimantan Selatan berwenang menyelenggarakan op

erasional urusan yang menjadi kewenangan Pemerintahan Provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kewenangan operasional urusan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan termasuk mengatur dan mengurus:a. pelestarian masyarakat hukum adat setempat;b. pariwisata berbasis adat;c. kerjasama dengan pihak ketiga terkait dengan usaha pelestarian

adat/istiadat;d. pengelolaan dan pelindungan kawasan geopark pegunungan Meratus;

dane. pengelolaan dana tanggung jawab sosial perusahaan yang melakukan

kegiatan usaha pertambangan di Provinsi Kalimantan Selatan. Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan mengoordinasikan dan

mengarahkan penggunaan dana tanggung jawab sosial perusahaan yang melakukan kegiatan usaha pertambangan di Provinsi Kalimantan Selatan sebagaimana dimaksud pada huruf e untuk melestarikan lingkungan dan

112

Page 114: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

membiayai pembangunan daerah Provinsi Kalimantan Selatan dan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan. Ketentuan lebih lanjut mengenai operasional urusan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan diatur dengan Peraturan Daerah.

9. Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah Provinsi Kalimantan Selatan dapat dilakukan melalui kegiatan organisasi kemasyarakatan, forum komunikasi masyarakat, serta aspirasi, dan pengaduan masyarakat. Pemerintahan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan wajib menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat. Menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat dilakukan melalui:a. rapat dengar pendapat umum dan/atau kunjungan kerja DPRD Provinsi

Kalimantan Selatan; danb. musyawarah rencana pembangunan Pemerintah Provinsi Kalimantan

Selatan. Masyarakat setiap saat diberikan kesempatan untuk mengakses aplikasi mengenai rencana pembangunan daerah Provinsi Kalimantan Selatan. Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan wajib mengartikulasi aspirasi dan pengaduan masyarakat mengenai rencana pembangunan daerah Provinsi Kalimantan Selatan.

10. Penyangga Pembangunan Ibukota Negara a. Umum

Provinsi Kalimantan Selatan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan ibukota negara. Peran sebagai penyangga pembangunan ibikota negara, tersebut dilaksanakan pada tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelaksanaan penyangga ibukota negara. Tahapan tersebut dilaksanakan setelah ditetapkan undang-undang mengenai ibukota negara.

b. Perencanaan Penyangga Ibukota NegaraProvinsi Kalimantan Selatan berkewajiban melakukan perencanaan

sebagai penyangga ibukota negara. Perencanaan tersebut sekurang-kurangnya meliputi:

a. tata ruang wilayah Provinsi Kalimantan Selatan sebagai penyangga ibukota negara;

b. infrastruktur pendukung dari Provinsi Kalimantan Selatan sebagai penyangga ibukota negara;

113

Page 115: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

c. koordinasi antara ibukota negara dan pemerintahan provinsi sebagai penyangga ibukota negara;

d. peningkatan kualitas pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan sebagai penyangga ibukota negara;

e. tatakelola sumber daya alam Provinsi Kalimantan Selatan sebagai penyangga ibukota negara; dan

f. peningkatan kualitas kehidupan, sosial, budaya, dan pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Selatan sebagai penyangga ibukota negara.

Perencanaan sebagaimana dimaksud diatas disusun sebagai cetak biru Provinsi Kalimantan Selatan sebagai ibukota negara. Penyusunan dan pembahasan cetak biru tersebut wajib mengikutsertakan semua pemangku kepentingan di Provinsi Kalimantan Selatan. Ketentuan lebih lanjut mengenai cetak biru tersebut diatur dalam Perda Provinsi.

c. Pelaksanaan Penyangga Ibukota NegaraPelaksanaan peran Provinsi Kalimantan Selatan sebagai penyangga

ibukota negara dilakukan secara bertahap, sesuai dengan tahap pelaksanaan pembangunan ibukota negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan tersebut dilaksanakan berdasarkan:a. perintah dari Pemerintah dalam rangka mendukung pembangunan

dan peningkatan kualitas ibukota negara;b. hasil koordinasi dengan pemerintah ibukota negara; dan/atauc. cetak biru Provinsi Kalimantan Selatan sebagai penyangga ibukota

negara.Anggaran pelaksanaan peran Provinsi Kalimantan Selatan sebagai

penyangga ibukota negara menggunakan anggaran pendapatan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan belanja daerah.

d. Evaluasi Pelaksanaan Penyangga Ibukota NegaraEvaluasi pelaksanaan peran Provinsi Kalimantan Selatan sebagai

penyangga ibukota negara dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ibukota negara. Selain evaluasi tersebut, Provinsi Kalimantan Selatan dapat melakukan evaluasi atas pelaksanaan cetak biru sebagaimana dimaksud.

BAB VI

114

Page 116: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

PENUTUP A.Simpulan

Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Secara yuridis dasar pembentukan provinsi Kalimantan Selatan tersebut

dapat dikatakan sudah kadaluarsa (out of date) karena dibentuk pada masa Indonesia masih menggunakan UUDS Tahun 1950 dan dalam bentuk negara Republik Indonesia Serikat. Selain itu banyak materi muatan yang terdapat didalamnya sudah tidak sesuai dengan perkembangan ketatanegaraan terkini.

2. Teori dan praktek di provinsi Kalimantan Selatan.a. Dalam kajian teoretis diuraikan hal-hal mengenai konsep kinerja politik

kekuasaan demokratis, pembangunan daerah, otonomi daerah di Indonesia pelayanan publik yang berkualitas, pemerintahan elektronik, dan partisipasi masyarakat;

b. Dalam kajian terhadap asas/prinsip yang berkaitan dengan penyusunan norma RUU ini yaitu asas demokrasi kepnetingan nasional, keseimbangan wilayah, keadilan dan pemerataan kesejahteraan, asas peningkatan daya saing dan asas kepastian hukum yang keseluruhan asas tersebut diselaraskan dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan UU 12 Tahun 2011;

c. Dalam kajian teerhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada, permasalahan yang dihadapi masyarakat, dan perbandingan dengan negara lain, diuraikan hal-hal mengenai praktek penyelenggaraan pemerintah provinsi Kalimantan Selatan, kondisi provinsi Kalimantan Selatan secara umum, dan tantangan pembangunan Kalimantan Selatan;

d. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur dalam undang-undang terhadap aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan Negara yang pada intinya mengurai mengenai penyesuaian RUU ini dengan berbagai produk hukum yang berlaku saat ini, termasuk di dalamnya berbagai undang-undang yang mengatur tentang penyelenggaraan keuangan daerah. Salah satunya adalah UU 33 Tahun 2004 Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah. Sebagaimana tertuang pada Bab II Pasal 2 Ayat 1 bahwa adanya pengaturan mengenai perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah ini merupakan suatu konsekuensi dari adanya pembagian tugas antara pemerintah dan pemerintah daerah, yang kemudian dalam hal ini adalah provinsi Kalimantan Selatan.

115

Page 117: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

3. Pada bab mengenai evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan terkait, dilakukan analisis terhadap UUD NRI Tahun 1945; UU 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan TImur; UU 10 Tahun 1957 Pembentukan Daerah Swatantra Propinsi Kalimantan Tengah; UU 27 Tahun 1959 tentang Penetapan UU Darurat 3 Tahun 1953 Perpanjangan Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan; PP RIS 21 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Provinsi; UU 23 Tahun 2014 Jo UU 9 Tahun 2015 tentang Pemerintah Daerah; UU 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; UU 28 Tahun 2009 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; UU 26 Tahun 2007 Penataan Ruang; UU 10 Tahun 2008 Kepariwisataan; UU 5 Tahun 2017 Pemajuan Kebudayaan; UU 6 Tahun 2014 tentang Desa; UU 21 Tahun 1958 tentang Penetapan UU DRT 10 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Tengah.

4. Landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis pembentukan RUU tentang Provinsi Kalimantan Selatan.a. Landasan Filosofis

Pemaknaan Pancasila berkorelasi dengan tujuan negara yang juga merupakan filosofi bangsa yakni dalam sila ke 5 (lima), dan tujuan negara dalam pembangunan nasional tentunya harus didasarkan pada falsafah dan konstitusi negara. Sumber falsafah dan kebijakan negara Indonesia juga tercantum dalam pembukaan atau Preambule Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945). Oleh karenanya negara memiliki suatu kewajiban yang dijamin oleh Pancasila dan konstitusi yakni kesejahteraan rakyatnya. Untuk Indonesia dengan wilayah yang begitu luas dan terbentang dari Sabang hingga Merauke, upaya perwujudan kesejahteraan harus melibatkan semua pihak baik pusat dan daerah. Untuk itulah semenjak reformasi muncul konsep otonomi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.

b. Landasan SosiologisSelama kurun waktu awal kemerdekaan hingga sekarang,

tersebut telah terjadi beberapa kali perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang mempengaruhi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Selain itu juga muncul beberapa permasalahan dalam pelaksanaan pemerintahan di Provinsi Kalimantan Selatan antara lain sumber daya manusia yang belum berdaya saing, belum kuatnya struktur perekonomian daerah, pengelolaan lingkungan hidup yang belum optimal, pembangunan infrastruktur yang belum merata

116

Page 118: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

dan berkualitas antar wilayah, budaya masyarakat yang belum mencerminkan revolusi mental seperti rendahnya upaya mempertahankan karakteristik budaya local, dan belum efektifnya reformasi birokrasi pemerintah daerah

c. Landasan Yuridis Untuk membentuk RUU tentang Provinsi Kalimantan Selatan

disampin karena dasar pembentukannya sudah out of date/ketinggalan, semangat pembaharuan UU tentang Provinsi Kalimantan Selatan juga dimaksudkan untuk mempercepat pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Sehingga pembangunan di provinsi Kalimantan Selatan dapat terselenggara secara terpola, menyeluruh, terencana, dan terintegrasi dalam satu kesatuan wilayah untuk mewujudkan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, maju secara ekonomi, berkepribadian dan berkebudayaan. Disamping itu perlu juga penyesuaian secara teknik peraturan perundang-undangan khusunya dengan UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagimana telah diubah dengan UU No. 15 Tahun 2019.

5. Materi Muatan RUU tentang Provinsi Kalimantan Selatan. Jangkauan yang diatur dalam dalam rancangan undang-undang ini

adalah sebagai dasar hukum bagi untuk mendorong perkembangan dan kemajuan pembangunan di Provinsi Kalimantan Selatan sehingga dapat meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan publik guna mempercepat kesejahteraan masyarakat yang diselenggarakan secara terpola, terencana, terarah, menyeluruh, dan terintegrasi dalam satu kesatuan wilayah untuk mencapai kehidupan masyarakat Kalimantan Selatan.

Arah pengaturan dalam undang-undang ini adalah mengenai prioritas pembangunan provinsi Kalimantan Selatan, pendanaan provinsi Kalimantan Selatan, pengembangan e-government, wewenang pemerintah provinsi Kalimantan Selatan; partisipasi masyrakat, dan provinsi Kalimantan Sealatan sebagai wilayah gerbang penyangga dari pembangunan ibukota negara.

B.SaranBahwa saat ini adalah momentum yang tepat untuk membentuk

undang-undang secara khusus mengatur tentang provinsi Kalimantan Selatan, agar dapat segera dilakukan penyesuaian sehingga pembangunan di provinsi Kalimantan Selatan dapat terselenggara secara terpola, menyeluruh, terencana, dan terintegrasi dalam satu kesatuan wilayah untuk mewujudkan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

117

Page 119: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

berdaulat secara politk, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dan berkebudayaan.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU Adi Isbandi, Rukminto. Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas :

Dari Pemikiran Menuju Penerapan. Depok:  Fisip UI press, 2007. Agustinus, Leo. Pilkada dan Dinamika Politik Lokal. Yogyakarta. Pustaka

Pelajar. 2009.

118

Page 120: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Farida Indrati S, Maria. Ilmu Perundang-Undangan, Proses dan Teknik Pembentukannya, Kanisius,Yogyakarta: 2012.

Halim, Abdul. Politik Lokal ; Pola, Aktor dan Alur Dramatikalnya (Perspektif Teori Powercube, Modal dan Panggung). Yogyakarta. LP2B. 2014.

Kaelan, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma, 2014.Ndraha, Taliziduhu. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru), Jakarta: Penerbit

Rineka Cipta, 2003. Nugroho, Rino A. Peluang dan Tantangan Electronic Government

Procurement di Indonesia, dalam Falih Suaedi (ed), Piliang, Asraf A. Transpolitika ; Dinamika Politik di dalam Era Virtualitas.

Yogyakarta. Jalasutra ; Anggota IKAPI. 2005. Pramuka, Gatot. E-Government dan Reformasi Layanan Publik, dalam Falih

Suaedi (ed), Revitalisasi Administrasi Negara Reformasi Birokrasi dan E-Governance, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.

Riyadi dan Bratakusumah, Deddy Supriyadi. Perencanaan Pembangunan Daerah. Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama. 2005

Slamet, M. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan, Bogor: IPB Press, 2003.

Soegijoko, Sugijanto. Strategi Pengembangan Wilayah dalam Pengentasan Kemiskinan. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. 1997.

Soekartawi, Prinsip-prinsip Perencanaan Pembangunan. Jakarta, Rajawali Press. 1990.

Tumenggung, Syafruddin A. Paradigma Ekonomi Wilayah: Tinjauan Teori dan Praksis Ekonomi Wilayah dan Implikasi Kebijaksanaan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. 1997.

Yuwono, Teguh. Manajemen Otonomi Daerah: Membangun Daerah Berdasar Paradigma Baru, Semarang: Clyapps  Diponegoro University, 2001.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

119

Page 121: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Propisi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.

Undang-Undang No.10 Tahun 1957 Pembentukan Daerah Swatantra Propinsi Kalimantan Tengah dan Pengubahan Undang-Undang No. 25 Tahun 1956.

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 penetapan undang-undang darurat No. 3 tahun 1953 tentang perpanjangan pembentukan daerah tingkat II di Kalimantan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Serikat Nomor 21 Tahun 1950 tentang Pembentukan daerah Provinsi.

LAMANAmarullah, Rustan. Birokrasi Baru untuk "New Normal, dimuat dalam

https://news.detik.com/kolom/d-5046303/birokrasi-baru-untuk-new-normal, diakses tanggal 1-Agustus 2020.

Banjar, MC Kab. Selaraskan Pembangunan Klasel di 2020, Dimuat dalam Musrenbang Selaraskan Pembangunan Kalsel di 2020, http://infopublik.id/kategori/nusantara/340765/musrenbang-selaraskan-pembangunan-kalsel-di-2020, diakses tanggal 10-9-2020

Profil Provinsi Kalimantan Selatan, dimuat dalam https://kalselprov.go.id/laman/profil%20daerah%20provinsi%20kalimantan%20selatan, diakses tanggal 10-9-2020.

Provinsi Kalsel Dalam Angka. 2020. Potensi Pariwisata, dimuat dalam dimuat dalam https://dpmptsp.kalselprov.go.id/potensi-pariwisata/, diakses tanggal 10-9-2020.

Rahman, Arief. Ekonomi Kalsel Gampang Tumbang Terdampak Faktor Eksternal, dimuat dalam https://kalimantan.bisnis.com/read/20190503/408/918443/ekonomi-kalsel-gampang-tumbang-terdampak-faktor-eksternal, diakses tanggal 10-9-2020

Sutrisni Putri, Arum. Demokrasi Indonesia Periode Parlementer (1949-1959), dimuat dalam https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/12/173000969/demokrasi-indonesia periode-parlementer-1949-1959-?page=all, diakses tanggal 7 Agustus 2020.

JURNAL

120

Page 122: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

Sumodiningrat, Gunawan. Membangun Perekonomian Rakyat; Seri Ekonomika Pembangunan. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar dan IDEA. 1997.

Sumodiningrat, Gunawan. Pembangunan Daerah dan Pengembangan Kecamatan (dalam Perspektif Teori dan Implementasi): Jurnal PWK Vol.10 No.3/November 1999”. 1999.

Muharam, Riki Satia dan Fitri Melawati, Inovasi Pelayanan Publik Dalam Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0 Di Kota Bandung, DECISION: Jurnal Administrasi Publik STIA Cimahi, Volume 1 Nomor 1 Maret 2019.

Napitupulu Darmawan. Kajian Faktor Sukses Implementasi E-Government Studi Kasus: Pemerintah Kota Bogor, Jurnal Sistem Informasi, Volume 5, Nomor 3, Maret 2015, 229-236,

R. Arnstein S. “A Ladder of Citizen Participation”. JAIP. Vol. 35. 4 Juli 1969.

BAHAN YANG TIDAK DITERBITKANKartasasmita, Ginandjar. “Power dan Empowerment: Sebuah Telaah

Mengenai Konsep Pemberdayaan Masyarakat: Makalah Pidato Kebudayaan Menteri PPN/Ketua Bappenas”. Jakarta: TIM. 1996.

Badan Keahlian DPR RI, Naskah Akdemik RUU tentang Provinsi Bali, 2020. Sahuri, Chalid. Membangun Kepercayaan Publik Melalui Pelayanan Publik

Berkualitas, Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Imu Politik, Universitas Riau Volume 9, Nomor 1, Januari 2009.

RPJMD Provinsi Kalimantan Selatan 2016-2021.

121

Page 123: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

I

Page 124: Dewan Perwakilan Rakyatberkas.dpr.go.id/pusatpuu/na/file/na-178.doc · Web view**) Data 2020 merupakan APBD Penyesuaian (APBD-P) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 berdasarkan

1