dasar teori anti inflamasi

6
DASAR TEORI Inflamasi merupakan gabungan proses yang kompleks dengan tanda-tanda dange yang bersifat umum yaitu bengka(tumor), kemerahan(rubor), nyeri(dolor), dan pana serta fungsiolaise, tidak peduli sebabnya karena bahan kimia atau mekanik. Obat- radang dibagi atas dua yaitu: 1. Golongan kortikosteroid Obat ini merupakan antiinflamasi yang poten (yang super duper kuat). obat-obat ini menghambat enzim phospholipase A2 sehingga tidak terbentuk a arakidonat. Namun, obat anti inflamasi golongan satu ini tidak boleh digunakan seenaknya. Karena efek sampingnya besar. Dapat menyebabkan moon face, hipertensi, osteoporosis dll. Selain itu penggunaan steroid jangka panjang mempengaruhi homeostasis tubuh karena ini pengaruh ke HPA (Hypothalamus Pituitary Adrenal Axis). Jadi steroid sendiri di tubuh dihasilkan oleh adren saat menggunakan obat steroid dari luar dengan jangka panjang maka steroid terdapat di dalam tubuh menjadi berlebihan, sehingga dapat menyebabkan Cus Contoh : hidrokortison, deksametason, prednisone, betametason, metilpredni 2. Golongan non steroid Obat antiinflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal sebutan NSAID ( Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs) adalah suatu golong yang memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penuru antiinflamasi (anti radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk membeda obat-obatan ini dengan steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. tergolong obat-obatan jenis narkotika. Mekanisme kerja NSAID didasarkan atas penghambatan isoenzim CO (cyclooxygenase-1) dan COX-2 (cyclooxygenase-2). Enzim cyclooxygenase ini berperan dalam memacu pembentukan prostaglandin dan tromboksan dari arachidonic acid . Prostaglandin merupakan molekul pembawa pesan pa inflamasi (radang).

Upload: christopher-lamb

Post on 09-Oct-2015

82 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

dasar teori

TRANSCRIPT

yang bersifat umum yaitu bengka(tumor), kemerahan(rubor), nyeri(dolor), dan panas(kalor),
serta fungsiolaise, tidak peduli sebabnya karena bahan kimia atau mekanik. Obat-obat anti
radang dibagi atas dua yaitu:
1.  
Golongan kortikosteroid
Obat ini merupakan antiinflamasi yang poten (yang super duper kuat). Karena
obat-obat ini menghambat enzim phospholipase A2 sehingga tidak terbentuk asam
arakidonat.
 Namun, obat anti inflamasi golongan satu ini tidak boleh digunakan
seenaknya. Karena efek sampingnya besar. Dapat menyebabkan moon face,
hipertensi, osteoporosis dll. Selain itu penggunaan steroid jangka panjang juga bisa
mempengaruhi homeostasis tubuh karena ini pengaruh ke HPA (Hypothalamus  –  
Pituitary –  Adrenal Axis). Jadi steroid sendiri di tubuh dihasilkan oleh adrenal, tapi
saat menggunakan obat steroid dari luar dengan jangka panjang maka steroid yang
terdapat di dalam tubuh menjadi berlebihan, sehingga dapat menyebabkan Cushing.
Contoh : hidrokortison, deksametason, prednisone, betametason, metilprednisolon
2.  
Golongan non steroid
Obat antiinflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan
sebutan NSAID ( Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat
yang memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan
antiinflamasi (anti radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk membedakan jenis
obat-obatan ini dengan steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. NSAID bukan
tergolong obat-obatan jenis narkotika.
(cyclooxygenase-1) dan COX-2 (cyclooxygenase-2). Enzim cyclooxygenase  ini
 berperan dalam memacu pembentukan prostaglandin dan tromboksan dari
arachidonic acid . Prostaglandin merupakan molekul pembawa pesan pada proses
inflamasi (radang).
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja dari obat anti inflamasi ini telah disebutkan di atas bahwa efek
terapi maupun efek samping obat-obat ini sebagian besar tergantung dari penghambatan
 biosintesis PG. Mekanisme kerja yang berhubungan dengan sistem biosintesis PG ini mulai
dilaporkan pada tahun 1971 oleh Vane dan kawan-kawan yang memperlihatkan secara in
vitro bahwa dosis rendah aspirin dan indometasin menghambat produksi enzimatik PG.
Penelitian lanjutan telah membuktikan bahwa PG akan dilepaskan bilamana sel mengalami
keruskan.
Walaupun in vitro obat AINS diketahui menghambat berbagai reaksi biokomiawi,
hubungan dengan efek analgesik, antipiretik dan anti inflamasinya belum jelas. Selain itu
obat AINS secara umum tidak menghambat berbagai reaksi biokimiawi, hubungan dengan
efek analgesik, anti piretik dan anti inflamasinya belum jelas. Selain itu obat AINS secara
umum tidak menghambat biosintesis leukotrien, yang diketahui ikut berperan dalam
inflamasi.
yang berbeda. Khusus parasetamol, hambatan biosintesis PG hanya terjadi bila
lingkungannya rendah kadar peroksid seperti di hipotalamus. Lokasi inflamasi biasanya
mengandung banyak peroksid yang dihasilkan oleh leukosit. Ini menjelaskan mengapa efek
anti inflamasi parasetamol praktis tidak ada. Aspiin sendiri menghambat dengan
mengasetilasi gugus akatif serin dari enzim ini. Dan trombosit sangat rentan terhadap
 penghambatan ini karena sel ini tidak mampu mengadakan regenerasi enzimnya. Sehingga
dosis tunggal aspirin 40 mg sehari telah cukup untuk menghambat siklo oksigenase trombosit
manusia selama masa hidup trombosit yaitu 8-11 hari.
Inflamasi sampai sekarang fenomena inflamasi pada tingkat bioseluler masih belum
dapat dijelaskan secara rinci. Walaupun demikian banyak hal yang telah diketahui dan
disepakati. Fenomena inflamasi ini meliputi kerusakan likrovaskuler, meningkatnya
 permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Gejala proses inflamasi yang
sudah dikenal adalah kalor, rubor, tumor, dolor dan functio laesa. Selama berlangsungnya
fenomena inflamasi banyak mediatpr kimiawi yang dilepaskan secara local antara lain
histamin, 5-hidroksitriptamin (5HT), factor kemotaktik, bradikinin, leukotrien dan PG.
Peneitian terakhir menunjukkan autakoid lipid PAF juga merupakan mediator inflamasi.
 
kimiawi tersebut kecuali PG.
Secara in vitro terbukti bahwa prostaglandin E2 (PGE2) dan prostasiklin (PGI2)
dalam jumlah nanogram, menimbulkan eritem, vasodilatasi dan peningkatan aliran darah
local. Histamin dan bradikinin dapat meningkatkan permeabilitas vascular, tetapi efek
vasodilatasinya tidak besar. Dengan penambahan sedikit PG, efek eksudasi histamin plasma
dan bradikinin menjadi lebih jelas. Migrasi leukosit ke jaringan radang merupakan aspek
 penting dalam proses inflamasi. PG sendiri tidak bersifat kemotaktik, tetapi produk lain dari
asam arakidonat yakni leukotrien B4 merupakan zat kemotaktik yang sangat poten.
Rasa nyeri PG hanya berperan pada nyeri yang berkaitan dengan kerudakan jaringan
atau inflamasi. Penelitin telah membuktikan bahwa PG menyebabkan sensitisasi reseptor
nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi. Jadi PG meni,bulkan keadaan hiperalgesia
kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin merangsangnya dan
menimbulkan nyeri yang nyata.
Semua obat mirip aspirin bersifat antipiretik, anlagesik dan antiinflamasi. Ada
 perbedaaan aktivitas di antara obat-obat tersebut misalnya parasetamol (asetaminofen)
 bersifat antipiretik dan analgesik tetapi sifat anti inflamasinya lemah sekali.
Efek anti inflamasi kebanyakan obat mirip aspirin terutama yang baru lebih
dimanfaatkan sebagai anti inflamasi pada pengobatan kelainan muskuloskeletal, seperti
arthritis rheumatoid, osteoartritis dan spondilitis ankilosa. Tetapi harus diingat bahwa obat
mirip aspirin hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan
 penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah kerusakan
 jaringan pada kelainan muskulosketal ini.
Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak
 peptic yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna.
Beratnya efek samping ini berbeda pada masing-masing obat, dua mekanisme terjadinya
iritasi lambung adalah iritasi yang bersifat local yang menimbulkan difusi kembali asam
lambung ke mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan atau perdarahan lambung yang
 bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGI2. kedua PG ini banyak
ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi menghambat sekresi asam lambung dan
merangsang sekresi mucus usus halus yang bersifat sitoprotektif. Mekanisme kedua ini terjadi
 pada pemberian parenteral. Inflamasi diidetifikasikan sebagai suatu reaksi lokal organisme
terhadap suatu iritasi atau keadaan non fisiologik.
 
1.  Eritem : vasodilatasi pembuluh darah menyebabkan tertahannya darah oleh perubahan
 permeabilitas pembuluh sehingga plasma dapat keluar dari dinding pembuluh.
2.  Ekstravasasi : keluarnya plasma melalui dinding pembuluh darah dan menyebabkan
udem.
3.  
Suppurasi dan nekrosis : pembentukan nanah dan kematian jaringan yang disebabkan
oleh penimbunan lekosit-lekosit di daerah inflasi.
4.  Degenerasi jaringan : tidak terdapat pembentukan sel-sel baru untuk pembentukan
 pembuluh darah dan makin bertambahnya serat-serat kolagen yang tidak berfungsi.
Masing-masing tahap diatas dipengaruhi oleh faktor-faktor humoral seperti histamin,
 serotonin, bradikinin dan prostaglandin. Kebanyakan dari gejala tersebut di atas telah
dijadikan sebagai dasar berbagai metode percobaan untuk mengevaluasi obat-obat
antiinflamasi. Gejala eritem dapat diuji pada marmot yang disinari ultraviolet: pembentukan
udem dapat dilakukan pada kaki tikus dengan penyuntikan seperti karegen, kaolin, serotonin,
dekstran dll.
Obat-obat Antiinflamasi
Efek terapi maupun efek samping dari obat-obat anti-inflamasi ini tergantung dari
 penghambatan biosintesis prostaglandin. Secara in vitro obat-obat AINS menghambat
 berbagai reaksi biokimiawi, hubungan dengan efek analgesic, antipiretik dan anti-
inflamasinya belum jelas. Selin itu obat AINS secara umum tidak menghambat biosintesis
leukotrian, yang diketahui berperan dalam inflamasi.
Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam
arakidonat menjadi PGG2  terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan cara
 berbeda.
1.  Celebrex
Indikasi dan kontraindikasi
Celebrex adalah nama obat paten dari obat celecoxib. Celebrex terkenal sebagai obat
 penahan sakit yang cukup kuat dan banyak digunakan oleh penderita nyeri sendi dan
nyeri tulang belakang. Celecoxib yang merupakan termasuk ke dalam obat analgesik atau
obat penahan nyeri yang cukup baik. Celexocib tidak seperti analgesik lainnya: celexocib
 bekerja spesifik hanya pada reseptor saraf nyeri sehingga efek samping yang timbul tidak
sebanyak obat analgesik lainnya.
Celebrex dapat diberikan pada kondisi berikut:
1.  Nyeri akut, nyeri tiba-tiba dengan intensitas cukup tinggi pada anggota tubuh
2.  
5.  
1.  Alergi terhadap celecoxib
 pengawasan dokter:
1.  Asma
Golongan obat anagesik seperti celebrex dapat meningkatkan risiko penyumbatan pada
 pembuluh darah jantung, meningkatkan kejadian serangan jantung yang dapat berakibat
fatal. Risiko tersebut akan lebih tinggi pada pasien dengan risiko penyakit jantung
sebelumnya. Selain pada jantung,
Dosis
Celebrex tersedia dalam kemasan tabet ukuran 50 mg, 100 mg, 200 mg, dan 400 mg.
Celebrex tersedia luas di apotik. Namun karena efek sampingnya yang cukup banyak,
 penggunaan celbrex sebaiknya di bawah pengawasan dokter. Dosis celebrex untuk
 
dewasa ialah 100-200 mg diminum dua kali sehari. Untuk anak usia di atas 2 tahun,
celebrex dapat diberikan dengan dosis 50 mg, diminum dua kali sehari. Sedangkan untuk
anak dengan berat badan lebih dari 25 kg, celebrex dapat diberikan dengan dosis 100 mg
dua kali sehari. Untuk anak-anak dengan usia di bawah 2 tahun, celebrex belum terbukti
aman untuk dikonsumsi sehingga sebaiknya jangan diberikan.