dasar penagihan pajak kelompok
DESCRIPTION
dasar penagihan pajakTRANSCRIPT
[DASAR PENAGIHAN PAJAK][Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang-sehingga dapat
dipaksakan- dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa
berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa
kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.]
2009
ProTAX
Guruh Hermansaputra
Indah Herma Yunita
Ima Handayani
Rendy Saputra
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
1. Dasar Hukum ………………………………………………………………………………………………………………
2. Pengertian Penagihan Pajak ……………………………………………………………………………………….
3. Tindakan Penagihan Pajak ………………………………………………………………………………………….
Surat Teguran
Surat Paksa
Surat Sita
Lelang
4. Hak Wajib Pajak/ Penanggung Pajak …………………………………………………………………………
5. Daluwarsa Penagihan .………………………………………………………………………………………………
Penagihan Pajak (tambahan)
Sanksi Bunga Dalam Perpajakan
DASAR PENAGIHAN PAJAK
Dasar Hukum :
Pasal 18,19, 20, 21, 22, dan 24 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
dan peraturan pelaksanaannya.
Pasal 26 Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan peraturan
pelaksanaannya
Pengertian Penagihan Pajak
Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak
dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan
penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan,
melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita
(Pasal 1 angka 9 UU No. 19/2000).
Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas
pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib
Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Pasal 1 angka 25 UU
KUP).
TINDAKAN PENAGIHAN PAJAK
Apabila utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran belum di lunasi,akan di
lakukan tindakan penagihan pajak. Tindakan penagihan pajak tersebut,meliputi:
1. Surat Teguran
Utang pajak yang tidak di lunasi setelah lewat 7 hari dari tanggal jatuh tempo
pembayaran,akan di terbitkan surat teguran.
2. Surat Paksa
Utang pajak setelah lewat 21 hari dari tanggal surat teguran tidak di lunasi, di
terbitkan surat paksa yang di beritahukan oleh Jurusita Pajak dengan di bebani biaya
penagihan pajak dengan surat paksa sebesar Rp 50.000,- . Utang pajak harus di
lunasi dalam jangka waktu 2x 24 jam setelah surat paksa di beritahukan oleh Jurusita
Pajak.
Pasal 1(1)
Surat Paksa yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak
kepada Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang
memungkinkan.
Pasal 1(2)
Surat Paksa yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada
pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik
di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun
di tempat lain yang memungkinkan, atau pegawai tetap di tempat kedudukan atau
tempat usaha badan yang bersangkutan.
Pasal 1(3)
Dalam hal Surat Paksa harus dilaksanakan di luar wilayah kerja Kepala Kantor
Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, Kepala Kantor
Pelayanan tersebut wajib meminta bantuan kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah kerjanya meliputi
tempat pelaksanaan Surat Paksa.
Pasal 1(4)
Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang
diminta bantuan, wajib membantu dan memberitahukan tindakan yang telah
dilaksanakannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak
Bumi dan Bangunan yang meminta bantuan.
Pasal 2(1)
Dalam hal objek sita berada di luar wilayah kerja Kepala Kantor Pelayanan
Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang menerbitkan Surat Paksa,
Kepala Kantor Pelayanan tersebut wajib meminta bantuan kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah kerjanya
meliputi tempat objek sita berada untuk menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan atas objek sita dimaksud, kecuali atas pelaksanaan Surat Paksa, penyitaan
maupun lelang sebagaimana diatur dalam Pasal 5.
Pasal 2(2)
Apabila letak objek sita berjauhan dengan tempat kedudukan Kepala Kantor
Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan tetapi masih berada
dalam wilayah kerjanya, Kepala Kantor Pelayanan tersebut dapat meminta bantuan
kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan
yang wilayah kerjanya juga meliputi tempat objek sita berada untuk menerbitkan
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
Pasal 3
Tindakan yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan yang meminta bantuan dalam rangka penagihan pajak
dengan Surat Paksa adalah sebagai berikut :
Menyampaikan surat permintaan bantuan pelaksanaan Surat Paksa dengan disertai
Surat Paksa berikut salinannya, serta informasi data mengenai Wajib Pajak kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang
diminta bantuan dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak (Kanwil DJP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan
Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang meminta
bantuan dan Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan
yang diminta bantuan.
Data sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas antara lain :
nama, alamat, Nomor Objek Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak;
jenis dan tahun pajak;
besarnya pajak terutang;
copy Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan Kurang Bayar (SKBKB), Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT), Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (STB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah yang menjadi dasar penagihan dengan Surat Paksa
dimaksud;
copy tanda terima STP, STB, SKBKB, SKBKBT, SKPKB, SKPKBT;
bank/kantor pos/tempat pembayaran pajak terutang;
catatan ringkas objek sita dan data yang berkaitan dengan Wajib Pajak.
Menerima pemberitahuan tentang pelaksanaan Surat Paksa beserta dokumennya
dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan
yang diminta bantuan untuk dicatat dalam buku pengawasan penagihan yang
selanjutnya digabung dengan berkas penagihan.
Menyampaikan surat permintaan bantuan untuk menerbitkan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan disertai salinan Surat Paksa dan data objek sita selengkap-
lengkapnya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan yang diminta bantuan dengan tembusan kepada Kepala Kanwil DJP yang
wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Kantor Pelayanan Pajak/Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang meminta bantuan dan Kantor Pelayanan
Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang diminta bantuan.
Menerima pemberitahuan pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dan
Berita Acara Pelaksanaan Sita dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan yang diminta bantuan untuk dicatat dalam buku
pengawasan penagihan yang selanjutnya digabung dengan berkas penagihan.
Menyampaikan surat permintaan bantuan untuk pelaksanaan lelang disertai foto
kopi Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang diminta bantuan dengan tembusan
kepada Kepala Kanwil DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Kantor
Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang meminta bantuan
dan Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang
diminta bantuan.
Menerima pemberitahuan pelaksanaan lelang dan Berita Acara Lelang dari Kepala
Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang diminta
bantuan.
Pasal 4
Tindakan yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan yang diminta bantuan dalam rangka penagihan pajak
dengan Surat Paksa adalah sebagai berikut :
Menerima surat permintaan bantuan pelaksanaan Surat Paksa serta informasi data
Wajib Pajak.
Melaksanakan Surat Paksa dan memberitahukan tindakan yang telah dilakukan
disertai dokumen pelaksanaan Surat Paksa kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang meminta bantuan dengan
tembusan kepada Kepala Kanwil DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
kedudukan Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan
yang meminta bantuan dan Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi
dan Bangunan yang diminta bantuan.
Menerima surat permintaan bantuan menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan.
Menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
Melaksanakan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dan memberitahukan
pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dengan dilengkapi Berita Acara
Pelaksanaan Sita kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak
Bumi dan Bangunan yang meminta bantuan dengan tembusan kepada Kepala Kanwil
DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Kantor Pelayanan
Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang meminta bantuan dan
Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang diminta
bantuan.
Menerima surat permintaan bantuan untuk melakukan proses lelang.
Melaksanakan dan memberitahukan pelaksanaan lelang kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang meminta bantuan
dengan tembusan kepada Kepala Kanwil DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
kedudukan Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan
yang meminta bantuan dan Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi
dan Bangunan yang diminta bantuan.
Pasal 5(1)
Apabila dalam satu kota terdapat beberapa Kantor Pelayanan Pajak/Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, sebagaimana contoh dalam Lampiran I
Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan selaku pejabat yang menerbitkan Surat Paksa
dapat memerintahkan Juru sita Pajaknya untuk melaksanakan Surat Paksa terhadap
Wajib Pajak/Penanggung Pajak dan melaksanakan penyitaan maupun lelang
terhadap objek sita yang berada di luar wilayah kerjanya.
Pasal 5(2)
Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang
menerbitkan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
memberitahukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak
Bumi dan Bangunan yang wilayah kerjanya meliputi pelaksanaan Surat Paksa,
penyitaan maupun lelang atas objek sita berada, dengan menggunakan formulir
surat sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal Pajak
ini.
Pasal 5(3)
Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dilakukan 1 (satu)
kali yaitu pada saat akan melaksanakan penyampaian Surat Paksa, sedangkan pada
saat akan melaksanakan penyitaan maupun pelelangan, tidak perlu dibuat surat
pemberitahuannya.
Pasal 6(1)
Dalam hal penyitaan atas harta kekayaan Penanggung Pajak berupa deposito
berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu disimpan pada bank yang berada di luar wilayah kerja
Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, Kepala
Kantor Pelayanan tersebut wajib meminta bantuan kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah kerjanya meliputi
bank tempat objek sita disimpan.
Pasal 6(2)
Tindakan yang dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan yang meminta bantuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) adalah sebagai berikut :
Menyampaikan surat permintaan bantuan pemblokiran dengan dilampiri salinan
Surat Paksa dan data objek sita kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor
pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang diminta bantuan dengan tembusan
kepada Kepala Kanwil DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Kantor
Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang meminta bantuan
dan Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang
diminta bantuan;
Menerima berita acara pemblokiran dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang diminta bantuan;
Memerintahkan kepada Penanggung Pajak untuk memberi kuasa kepada bank agar
memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan pada bank tersebut kepada
Jurusita Pajak;
Mengajukan permohonan kepada Gubernur Bank Indonesia melalui Menteri
Keuangan untuk memerintahkan bank memberitahukan saldo kekayaan penanggung
Pajak yang tersimpan pada bank yang bersangkutan dalam hal Penanggung Pajak
tidak memberi kuasa kepada bank sebagaimana dimaksud dalam huruf c;
Menyampaikan surat permintaan bantuan untuk menerbitkan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan yang diminta bantuan dengan tembusan kepada Kepala
Kanwil DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Kantor Pelayanan
Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang diminta bantuan;
Menyampaikan surat permintaan bantuan untuk pelaksanaan pemindahbukuan.
Pasal 6 (3)
Tindakan yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan yang diminta bantuan adalah sebagai berikut :
Menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan penyitaan;
Menyampaikan surat permintaan pemblokiran kepada bank tempat objek sita
disimpan disertai salinan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
Melaporkan hasil pelaksanaan penyampaian surat permintaan pemblokiran kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang
meminta bantuan;
Melaksanakan penyitaan dan melaporkan hasil pelaksanaan penyitaan kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang
meminta bantuan;
Melaporkan hasil pelaksanaan pemindahbukuan yang telah dilakukan oleh bank
kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan
yang meminta bantuan.
Pasal 7
Dengan berlakunya Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-05/PJ.75/1999 tanggal 10 Agustus 1999 dan
Nomor SE-09/PJ.75/2000 tanggal 9 Oktober 2000 dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8
Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan
Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
3. Surat Sita
Utang pajak dalam jangka waktu 2x 24 jam setelah surat paksa diberitahukan oleh
Jurusita Pajak tidak dilunasi, Jurusita Pajak dapat melakukan tindakan penyitaan,
dengan di bebani biaya pelaksanaan surat perintah melakukan penyitaan sebesar Rp
100.000,-
Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 4 tahun 1998 tentang tata cara
penjualan barang sitaan yang dikecualikan dari penjualan secara lelang dalam rangka
penagihan pajak dengan surat paksa pasal 2,3,4,5).
Jenis barang sitaan yang dikecualikan dari penjualan secara lelang
Pasal 2
Barang sitaan yang dikecualikan dari penjualan secara lelang berupa :
a. Uang tunai;
b. Surat-surat berharga;
c. Kekayaan Penanggungan Pajak yang tersimpan pada bank seperti deposito
berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk lain yang dipersamakan
dengan itu;
d. Obligasi;
e. Saham;
f. Piutang;
g. Penyertaan modal; dan
h. Surat berharga lainnya.
i. Barang yang mudah rusak atau cepat busuk.
j. Barang yang mudah rusak atau cepat busuk.
Pasal 3
(1)
Apabila Penanggungan Pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak
setelah 14 (empat belas) hari sejak penyitaan barang yang penjualannya dikecualikan
dari penjualan secara lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pejabat segera
menggunakan, menjual dan atau memindahbukukan barang sitaan untuk pelunasan
biaya penagihan pajak dan utang pajak.
(2)
Sebelum jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berakhir Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Pejabat untuk
menggunakan barang sitaan berupa uang tunai, deposito berjangka, tabungan, saldo
rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu untuk
pelunasan biaya penagihan pajak dan utang pajak.
(3)
Terhadap barang yang mudah rusak atau cepat busuk, Pejabat dapat segera menjual
barang-barang dimaksud untuk pelunasan biaya penagihan pajak dan utang pajak.
Pasal 4(1)Penggunaan, penjualan dan atau pemindahbukuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1), dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Uang tunai disetor ke kas negara atau ke kas daerah;
b. Deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu dipindahbukukan ke rekening kas negara atau kas daerah
atas permintaan Pejabat kepada bank yang bersangkutan;
c. Obligasi, saham, atau surat berharga lainnya :
d. Yang diperdagangkan di bursa efek, dijual oleh Pejabat melalui bursa efek sesuai
dengan ketentuan yang berlaku; dan
e. Yang tidak diperdagangkan di bursa efek langsung dijual oleh Pejabat kepada
pembeli;
f. Piutang yang hak menagihnya beralih kepada Pejabat berdasarkan berita acara
persetujuan pengalihan hak, dijual oleh Pejabat kepada pembeli;
g. Penyertaan modal pada perusahaan lain yang penguasaannya beralih kepada
Pejabat berdasarkan akte persetujuan pengalihan hak dijual oleh Pejabat kepada
pembeli;
Hasil penjualan barang sitaan sebagaimana dimaksud pada huruf c, huruf d, dan
huruf e disetor ke kas negara atau kas daerah;
(2)
Untuk penentuan harga jual, Pejabat dapat meminta bantuan kepada Jasa Penilai.
(3)
Penjualan atas barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c, huruf d, dan
huruf e diikuti dengan pembuatan Berita Acara Pengalihan Hak dari Pejabat kepada
pembeli yang fungsinya dipersamakan dengan Risalah Lelang.
Pasal 5(1)
Pejabat dan Jurusita Pajak dilarang membeli barang sitaan baik untuk diri sendiri
maupun atas kuasa pihak lain.
(2)
Larangan terhadap Pejabat dan Jurusita Pajak untuk membeli barang sitaan, berlaku
juga terhadap isteri, suami, keluarga sedarah dan semenda dalam keturunan garis
lurus, serta anak angkat.
4. Lelang
Dalam jangka waktu paling singkat 14 hari setelah tindakan penyitaan, utang pajak
belum juga dilunasi akan dilanjutkan dengan pengumuman lelang melalui media
masa. Penjualan secara lelang melalui kantor lelang negara terhadap barang yang
disita, dilaksanakan paling singkat 14 hari setelah pengumuman lelang.
Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum dibayar, akan di bebankan
bersama-sama dengan biaya iklan untuk pengumuman lelang dalam surat kabar dan biaya lelang
pada saat pelelangan.
Catatan:
Barang dengan nilai paling banyak Rp 20.000.000,- tidak harus diumumkan melalui media masa.
Hak Wajib Pajak/Penanggung Pajak
Wajib Pajak/Penanggung Pajak berhak:
1. Meminta Jurusita Pajak memperlihatkan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak
2. Menerima salinan surat paksa dan salinan berita acara penyitaan
3. Menentukan urutan barang yang akan di lelang
4. Sebelum pelaksanaan lelang wajib pajak/penanggung pajak di beri kesempatan
terakhir untuk melunasi utang pajak termasuk biaya penyitaan, iklan dan biaya
pembatalan lelang dan melaporkan pelunasan tersebut kepada KPP yang
bersangkutan
5. Lelang tidak dilaksanakan apabila penanggung pajak melunasi utang pajak dan
biaya penagihan pajak sebelum pelaksanaan lelang
Kewajiban Pajak/Penanggung Pajak
1. Membantu Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugasnya;
Memperbolehkan Jurusita Pajak memasuki ruangan, tempat
usaha/tempat tinggal WP/Penanggung Pajak;
Memberikan keterangan lisan atau tertulis yang diperlukan.
2. Barang yang disita dilarang dipindahtangankan, dihipotikan atau disewakan
Daluwarsa Penagihan
1. Hak untuk melakukan penagihan pajak,termasuk bunga,denda,kenaikan,dan
biaya penagihan pajak,daluwarsa setelah lampau 10 tahun terhitung sejak saat
terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak bagian tahun pajak atau tahun pajak
yang bersangkutan.
2. Daluwarsa penagihan pajak tertanggung apabila :
Diterbitkan surat teguran dan surat paksa;
Ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak langsung maupun tidak
langsung;
Diterbitkan SKPKB atau SKPKBT.
Mulai tahun pajak 2008,hak untuk melakukan penagihan pajak,termasuk
bunga,denda,kenaikan dan biaya penagihan pajak,daluwarsa setelah melampaui
waktu 5 tahun terhitung sejak penerbitan surat tagihan pajak,SKKB,SKKBT,dan
SKP,SKK,putusan banding serta putusan peninjauan kembali.
Daluwarsa Penagihan Pajak tersebut Apabila :
Diterbitkan surat paksa;
Adanya pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun
tidak langsung;
Diterbitkan SKPKB dan SKPKBT karena wajib pajak setelah jangka waktu 5
tahun tersebut di pidana karena;
Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
Penagihan Pajak
Menambah pasal 21 ayat (3a)
Dalam hal WP pailit, bubar, atau di likuidasi oleh kurator atau orang yang ditunjuk untuk
pemberesan dilarang membagikan harta kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum
digunakan untuk melunasi utang pajak pasal 22 (2) huruf D
Menambah ketentuan tentang tertangguhnya daluarsa penagihan pajak, yaitu dalam hal terhadap
WP dilakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan;
Sanksi Bunga Dalam Perpajakan
Sanksi berupa bunga salah satu jenis sanksi yang dikenal dalam dunia perpajakan. Selain
sanksi bunga, sebenarnya ada sanksi berupa denda dan kenaikan serta sanksi pidana. Nah, semua itu
sanksi sebenarnya berguna untuk menjamin terlaksananya ketentuan dalam undang-undang
perpajakan.
Sanksi bunga dikenakan terhadap wajib pajak yang tidak membayar pajak tepat pada
waktunya. Undang-undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
undang No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) mengatur
beberapa keadaan dimana Wajib Pajak dikenakan sanksi berupa bunga. Keadaan-keadaan tersebut
diuraikan pada bagian bawah berikut ini.
Pasal 9 ayat (2a)
Wajib Pajak membayar atau menyetor pajak yang terutang untuk suatu saat atau masa pajak
bagi masing-masing jenis pajak setelah tanggal jatuh tempo. Bunga 2% per bulan dihitung
dari jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 bulan.
Pasal 13 ayat (2)
Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang
dibayar oleh Wajib Pajak. Atas kekurangan ini Fiskus mengenakan sanksi bunga 2% per bulan
untuk selama-lamanya 24 bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya
masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai terbitkannya Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar.
Pasal 13 ayat (5)
Fiskus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) diluar jangka waktu 10
tahun penerbitan SKPKB karena adanya tindak pidana dibidang perpajakan berdasarkan
keputusan Pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. Sanksi bunga sebesar 48%
dari jumlah pajak yang tidak kurang atau kurang dibayar.
Pasal 14 ayat (3)
Wajib Pajak tidak atau kurang dibayar membayar Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan
atau terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung
dalam Surat Pemberitahuan.
Pasal 15 ayat (4)
Fiskus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Karena
ditemukan data baru dan data semula belum terungkap di luar jangka waktu 10 tahun
penerbitan SKPKBT karena adanya tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan
Pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. Sanksi bunga sebesar 48% dari jumlah
pajak yang tidak atau kurang bayar.
Pasal 19 ayat (1)
Wajib pajak dikenakan bunga penagihan 2% per bulan untuk seluruh masa yang dihitung dari
tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran atau tanggal diterbitkannya Surat
Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
Pasal 19 ayat (2)
Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengansur atau menunda pembayaran pajak, maka
Wajib Pajak tersebut dikenakan bunga 2% sebulan dan bagian dari bulan dihitung penuh
satu bulan.
Pasal 19 ayat (3)
Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian Surat Pemberitahuan dan
ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah pajak yang
sebenarnya terutang. Atas kekurangan tersebut dikenakan bunga 2% per bulan dihitung dari
saat berakhirnya kewajiban menyampaikan SPT sampai dengan tanggal
dibayarnyakekurangan pembayaran tersebut, bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
Dalam prakteknya sanksi bunga yang sering dikenakan terhadap Wajib Pajak adalah
sanksi keterlambatan membayar pajak sesuai Pasal 9 Ayat (2a), sanksi bunga kurang bayar
akibat pemeriksaan dan sanksi bunga pengalihan sesuai Pasal 19(1).
Masyarakat Wajib Pajak semestinya memahami ketentuan tentang pengenaan
sanksi ini karena dalam perakteknya Wajib Pajak yang tidak tahu hal ini dikenakan sanksi
yang cukup memberatkan. Seseorang manager keuangan harus memahami ketentuan ini
karena akan terkait dengan management cash flow perusahaan. Dalam dunia tax planning,
aspek sanksi pajak ini juga menjadi salah satu aspek yang mesti di pertimbangkan.