dampak penataan parkir badan jalan terhadap estetika kota...

18
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303-341X Volume 5, Nomor 3, September Desember 2017 1 DAMPAK PENATAAN PARKIR BADAN JALAN TERHADAP ESTETIKA KOTA DI KAWASAN NIAGA KOTA SURABAYA Shanzah Isminingtias Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga Abstract The increasing vehicle ownership in urban city like Surabaya has increased the need of parking, however this is not followed by expansion of parking area.To fullfill the need of the community, government makes use of the street as parking area.The parking on the street has caused the traffic movement to become obstructed and narrowing the width of the road that leads to congestion, especially in the streets that became the center of commerce such as in Kranggan street, Kedungdoro street, Pucang Anom street and Kembang Jepun street. The arising problem has affected the aesthetic sence of the community.However, many policies overlooked the aesthetic side in the decision making because it still considered a less important aspect.In fact, the aesthetic value of a space affects the comfort and security of the community. Based on this background, this research specifically seeks to descripe of what is the impact of parking arrangement at the traffic lanes on the aesthetic of the city in the commercial area of Surabaya city. In aesthetics there are four aspects of urban planning that include the nuances, design, layout and description of a city. From these four aspects, to illustrate the impact of road parking arrangement on aesthetics by looking at the effects and positive and negative influences that are generated for the beauty of the city. This research uses the qualitative descriptive method. The data collection technique uses observation, in-depth interview and document study methods. The determination of the informants in this research is using purposive sampling technique with total of 30 informants consisting of relevant agencies, parking attendants and pedestrians.The result of the research shows that the parking arrengements on the street is disturbing the aesthetic of the city since the placement of parking area on the street is still considered inappropriate because it makes the roadsnarrower and disarray. The road that is meant to be used for vehicular traffic has to be shared with the parking at the traffic lane resulting in congestion. Therefore the parking arrangement on the street gives a bad impact to the aesthetic of the city. Keywords: impact, spatial planning, on the street parking, urban aesthetic PENDAHULUAN Pembangunan di Indonesia lebih mengarah pada sentralisasi dimana pembangunan hanya berfokus pada wilayah-wilayah tertentu terutama pada kota-kota besar saja. Oleh karena itu, kota-kota besar memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat daerah. Maka, muncullah urbanisasi dimana masyarakat daerah terutama desa yang hidup di bawah garis kemiskinan berbondong-bondong untuk pindah ke kota demi menjaga keberlangsungan hidup atau meningkatkan kualitas hidup mereka. Bertambahnya penduduk yang mengarah ke kota menimbulkan dampak atau efek pada pekerjaan, belajar, maupun sosialisasi atau interaksi sosial antar masyarakat karena keterbatasan ruang kota. Dampak dapat dirasakan secara langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat. Dampak itulah yang dihasilkan dapat menimbulkan kondisi yang tidak nyaman bagi masyarakat jika terus menerus dibiarkan begitu saja. Pembangunan kota yang berdampak negatif bagi masyarakat menjadi hambatan utama di dalam pembangunan. Dalam kondisi masyarakat yang seperti itu dibutuhkan penataan ruang kota yang terencana untuk memanfaatkan ruang yang ada. Dengan keterbatasan dan jumlah penduduk yang terus meningkat maka, pemerintah harus dengan maksimal dalam merencanakan suatu pemanfaatan ruang sehingga ruang yang terbatas dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Banyaknya pembangunan fisik kota berupa pengembangan kawasan permukiman, perdagangan, industri, fasilitas transportasi maupun lainnya yang mengakibatkan pengalihan lahan dari yang semula ruang terbuka menjadi ruang terbangun. Oleh karena itu, dibutuhkan penataan ruang yang memadai dalam mengatur ruang yang ada di daerah perkotaan. Sesuai dengan pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang bahwa penataan ruang diselenggarakan berdasarkan 9 asas yang salah satu di dalamnya membahas mengenai keserasian, keselarasan dan keseimbangan. Di dalam asas tersebut dijelaskan bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungannya, keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antar daerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Maka, penataan ruang harus dilakukan secara komplementer dimana ruang harus saling melengkapi dan saling bersinergi antara ruang satu

Upload: dohanh

Post on 24-Apr-2019

245 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: DAMPAK PENATAAN PARKIR BADAN JALAN TERHADAP ESTETIKA KOTA ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp63cf05b7dafull.pdf · berbondong-bondong untuk pindah ke kota demi ... dibutuhkan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303-341X

Volume 5, Nomor 3, September – Desember 2017

1

DAMPAK PENATAAN PARKIR BADAN JALAN TERHADAP ESTETIKA

KOTA DI KAWASAN NIAGA KOTA SURABAYA

Shanzah Isminingtias Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga

Abstract

The increasing vehicle ownership in urban city like Surabaya has increased the need of parking, however this is not

followed by expansion of parking area.To fullfill the need of the community, government makes use of the street as parking area.The parking on the street has caused the traffic movement to become obstructed and narrowing the width of the road that leads to

congestion, especially in the streets that became the center of commerce such as in Kranggan street, Kedungdoro street, Pucang

Anom street and Kembang Jepun street. The arising problem has affected the aesthetic sence of the community.However, many

policies overlooked the aesthetic side in the decision making because it still considered a less important aspect.In fact, the aesthetic value of a space affects the comfort and security of the community.

Based on this background, this research specifically seeks to descripe of what is the impact of parking arrangement at the

traffic lanes on the aesthetic of the city in the commercial area of Surabaya city. In aesthetics there are four aspects of urban

planning that include the nuances, design, layout and description of a city. From these four aspects, to illustrate the impact of road parking arrangement on aesthetics by looking at the effects and positive and negative influences that are generated for the beauty of

the city.

This research uses the qualitative descriptive method. The data collection technique uses observation, in-depth interview

and document study methods. The determination of the informants in this research is using purposive sampling technique with total of 30 informants consisting of relevant agencies, parking attendants and pedestrians.The result of the research shows that the

parking arrengements on the street is disturbing the aesthetic of the city since the placement of parking area on the street is still

considered inappropriate because it makes the roadsnarrower and disarray. The road that is meant to be used for vehicular traffic

has to be shared with the parking at the traffic lane resulting in congestion. Therefore the parking arrangement on the street gives a bad impact to the aesthetic of the city.

Keywords: impact, spatial planning, on the street parking, urban aesthetic

PENDAHULUAN

Pembangunan di Indonesia lebih mengarah

pada sentralisasi dimana pembangunan hanya berfokus

pada wilayah-wilayah tertentu terutama pada kota-kota

besar saja. Oleh karena itu, kota-kota besar memiliki

daya tarik tersendiri bagi masyarakat daerah. Maka,

muncullah urbanisasi dimana masyarakat daerah

terutama desa yang hidup di bawah garis kemiskinan

berbondong-bondong untuk pindah ke kota demi

menjaga keberlangsungan hidup atau meningkatkan

kualitas hidup mereka.

Bertambahnya penduduk yang mengarah ke

kota menimbulkan dampak atau efek pada pekerjaan,

belajar, maupun sosialisasi atau interaksi sosial antar

masyarakat karena keterbatasan ruang kota. Dampak

dapat dirasakan secara langsung maupun tidak

langsung oleh masyarakat. Dampak itulah yang

dihasilkan dapat menimbulkan kondisi yang tidak

nyaman bagi masyarakat jika terus menerus dibiarkan

begitu saja. Pembangunan kota yang berdampak

negatif bagi masyarakat menjadi hambatan utama di

dalam pembangunan.

Dalam kondisi masyarakat yang seperti itu

dibutuhkan penataan ruang kota yang terencana untuk

memanfaatkan ruang yang ada. Dengan keterbatasan

dan jumlah penduduk yang terus meningkat maka,

pemerintah harus dengan maksimal dalam

merencanakan suatu pemanfaatan ruang sehingga

ruang yang terbatas dapat dimanfaatkan semaksimal

mungkin. Banyaknya pembangunan fisik kota berupa

pengembangan kawasan permukiman, perdagangan,

industri, fasilitas transportasi maupun lainnya yang

mengakibatkan pengalihan lahan dari yang semula

ruang terbuka menjadi ruang terbangun. Oleh karena

itu, dibutuhkan penataan ruang yang memadai dalam

mengatur ruang yang ada di daerah perkotaan.

Sesuai dengan pasal 2 Undang-Undang

Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang bahwa

penataan ruang diselenggarakan berdasarkan 9 asas

yang salah satu di dalamnya membahas mengenai

keserasian, keselarasan dan keseimbangan. Di dalam

asas tersebut dijelaskan bahwa penataan ruang

diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara

struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara

kehidupan manusia dengan lingkungannya,

keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antar

daerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan

perdesaan. Maka, penataan ruang harus dilakukan

secara komplementer dimana ruang harus saling

melengkapi dan saling bersinergi antara ruang satu

Page 2: DAMPAK PENATAAN PARKIR BADAN JALAN TERHADAP ESTETIKA KOTA ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp63cf05b7dafull.pdf · berbondong-bondong untuk pindah ke kota demi ... dibutuhkan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303-341X

Volume 5, Nomor 3, September – Desember 2017

2

dengan ruang yang lain sehingga tidak ada tumpang

tindih antar kawasan.

Pembangunan fisik wilayah mempunyai

peranan yang sangat penting dalam membentuk

struktur jaringan jalan dan area publik. Bangunan dapat

berubah setiap saat bisa lebih besar maupun lebih kecil

sesuai dengan pemilik bangunan itu sendiri. Terutama

pada bangunan yang langsung berbatasan dengan jalan

yang biasanya merupakan bangunan yang berfungsi

untuk perdagangan dan komersil yang biasa disebut

sebagai bangunan niaga yang perubahannya dimulai

dari bagian depan yang mengarah ke jalan. Oleh karena

itu, setiap pembangunan tidak akan lepas dengan

infrastruktur dalam menunjang keberlangsungan

interaksi masyarakat.

Keberadaan infrastruktur yang memadai

sangat diperlukan dalam keberlangsungan kehidupan

masyarakat. Sarana dan prasarana fisik pada suatu

wilayah menjadi bagian yang sangat penting guna

meningkatkan sistem pelayanan masyarakat. Berbagai

fasilitas fisik akan mendukung semua kegiatan yang

ada di suatu negara baik itu pemerintahan,

perekonomian, industri dan kegiatan sosial lainnya

yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat.

Pembangunan infrastruktur yang sangat

berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan

perkembangan wilayah adalah transportasi.

Trasnportasi yang diartikan sebagai kegiatan

memindahkan atau mengangkut muatan baik barang

maupun orang dari suatu tempat ke tempat lainnya

(Adisasmita 2012:120). Dengan adanya infrastruktur

transportasi akan menghasilkan pertumbuhan dan

perkembangan pada kegiatan-kegiatan sektor ekonomi

dan akan mempengaruhi sektor lainnya.

Tujuan dengan adanya pembangunan

infrastruktur transportasi ini diharapkan akan terjadi

pembangunan wilayah terutama pada daerah-daerah

terpencil yang kegiatan ekonomi masih rendah. Oleh

karena itu, dibutuhkan infrastruktur jalan sebagai

prasarana transportasi dalam menopang sarana

transportasi (kendaraan) dari satu daerah ke daerah

lainnya dengan membuat pembangunan jalan baru

yang menghubungkan antar daerah tersebut. Dengan

adanya prasarana transportasi jalan maka akan

menggerakkan perekonomian baik di daerah kota besar

sampai ke daerah yang terpencil.

Dalam pembangunan infrastruktur

permasalahan yang banyak terjadi pada kota-kota besar

di Indonesia mengenai sarana dan prasarana

transportasi perkotaan, dimana sarana dan prasarana

tersebut harus memenuhi kebutuhan masyarakat

setempat. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi

prasarana jalan yang relatif rendah sehingga

berpengaruh pada pelayanannya semakin menurun.

Pelayanan prasarana jalan yang menurun ini berupa

optimasi kapasitas jalan yang masih rendah terutama,

masih banyaknya daerah yang rawan kemacetan yang

diakibatkan dari penggunaan badan dan daerah milik

jalan untuk kegiatan sosial ekonomi, pasar, parkir, dan

lain sebagainya serta manajemen lalu lintas yang

belum memadai.

Fenomena tersebut dipengaruhi oleh

kepadatan penduduk yang meningkat setiap tahunnya.

Kepadatan penduduk Indonesia sangat beragam dan

tidak merata karena hanya terpusat pada pulau-pulau

tertentu saja. Pulau yang memiliki tingkat kepadatan

penduduk paling tinggi diantara pulau lainnya adalah

Pulau Jawa. Kepadatan penduduk ini terjadi karena

Pulau Jawa dianggap menjadi pusatnya Indonesia.

Semua kegiatan vital berpusat seperti pemerintahan

negara, pusat ekonomi, pusat pendidikan, pusat

kesehatan berada di Pulau Jawa. Ketimpangan ini

membuat fasilitas kehidupan di Jawa lebih maju dan

paling lengkap. Oleh karena itu, memicu adanya

imigrasi masyarakat yang menganggap kehidupan di

kota Jawa meningkatkan kesejahteraan dan

menjanjikan kehidupan yang layak. Hingga tahun

2015, berdasarkan data dari sensus penduduk BPS,

kepadatan penduduk di Pulau Jawa dan Bali sebagai

berikut :

Tabel 1.1 Kepadatan Penduduk di Pulau Jawa dan Bali

Provinsi Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)

2008 2009 2010 2013 2014

DKI Jakarta 12355 12459 14518 15015 15173

Jawa Tengah 995 1002 989 1014 1022

Jawa Timur 794 798 786 803 808

Bali 645 652 676 702 710

Sumber: Badan Pusat Statistik 2015

Pertambahan penduduk yang hampir di setiap

tahunnya selalu meningkat. Hal ini dapat dilihat dari

tabel 1.1 yang menyatakan bahwa sekitar 5 sampai

2000 jiwa bertambah setiap tahunnya. Penduduk Pulau

Jawa yang perlahan-lahan semakin mengarah pada

masyarakat urban, dan kota-kota besar serta kawasan

industri menjadi pusat-pusat kepadatan. Diantara enam

provinsi di Pulau Jawa berdasarkan data registrasi

Kepolisian RI hingga akhir 2010, terdapat empat

wilayah yang memiliki populasi kendaraan bermotor

terutama sepeda motor paling tinggi. Berikut data dari

Kepolisian RI mengenai populasi motor :

Tabel Populasi Motor di Pulau Jawa yang Tertinggi

Tahun 2010

No. Provinsi Populasi Motor

1. Jawa Timur 9,10 juta

2. DKI Jakarta 8,76 juta

3. Jawa Tengah 8.29 juta

Page 3: DAMPAK PENATAAN PARKIR BADAN JALAN TERHADAP ESTETIKA KOTA ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp63cf05b7dafull.pdf · berbondong-bondong untuk pindah ke kota demi ... dibutuhkan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303-341X

Volume 5, Nomor 3, September – Desember 2017

3

4. Jawa Barat 3,82 juta

Sumber : Kepolisian RI, 2010 (dalam

edorusyanto.wordpress.com)

Berdasarkan tabel 1.2, diketahui bahwa

populasi motor di Pulau Jawa yang tertinggi adalah

Provinsi Jawa Timur dengan jumlah 9,10 juta unit

sepeda motor. Di Jawa Timur, selaku wilayah paling

banyak populasi motor, komposisi antara motor dengan

mobil bak bumi dengan langit. Jumlah motor mencapai

sekitar 87,40%, sedangkan mobil hanya sekitar

12,60%. Kategori mobil tersebut merupakan gabungan

dari seluruh jenis, seperti mobil penumpang dan mobil

barang, serta bus. Total populasi kendaraan di Jawa

Timur berdasarkan data Korps Lalu Lintas (Lantas)

Polri mencapai sekitar 10,41 juta unit. Dinas

Pendapatan Provinsi Jawa Timur juga mendata

banyaknya kendaraan bermotor yang dikenakan pajak

baik yang berada maupun yang terdaftar di daerah

tertentu. Jumlah kendaraan bermotor Provinsi Jawa

Timur selama periode 2005-2012 sebagai berikut :

Tabel Jumlah Kendaraan Bermotor Provinsi Jawa

Timur Periode 2005 - 2012

Tahun Triwulan

Total I II III IV

2005 1.155.633 1.357.173 1.570.826 1.892.836 5.976.468

2006 1.452.673 1.556.243 1.652.436 1.895.894 6.557.246

2007 1.263.547 1.432.638 1.872.536 2.535.064 7.103.785

2008 1.162.436 1.652.997 2.374.532 2.642.614 7.832.579

2009 1.936.059 2.149.971 2.312.271 2.362.916 8.761.217

2010 2.405.778 2.413.034 2.424.797 2.437.546 9.681.155

2011 2.459.631 2.522.330 2.603.975 2.715.012 10.300.94

8

2012 2.780.242 2.826.822 2.870.768 3.051.609 11.529.441

Sumber : Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Timur, 2014

(dalam Giovani & Podman 2014)

Berdasarkan tebal 1.3, terlihat bahwa jumlah

kendaraan bermotor Provinsi Jawa Timur selalu

mengalami peningkatan setiap tahunnya. Oleh karena

itu, pemerintah harus dengan sigap untuk memenuhi

sarana dan prasarana transportasi di wilayah tersebut.

Sarana dan prasarana harus dipenuhi oleh pemerintah

adalah lahan parkir. Lahan parkir sudah menjadi

kebutuhan bagi masyarakat karena jika dilihat dari

kendaraan bermotor yang meningkat setiap tahunnya

dan aktivitas masyarakat yang terus berpindah dari satu

ruang ke ruang lainnya. Oleh karena itu, berdasarkan

catatan Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah

Kementerian Dalam Negeri jumlah lokasi perparkiran

baik yang dikelola oleh pemerintah daerah maupun

pihak swasta di Jawa Timur dapat dilihat dalam tabel

1.4 sebagai berikut :

Tabel Jumlah Lokasi Perparkiran yang Dikelola

Pemda maupun Pihak Swasta Jawa Timur (unit)

No. Kabupaten / Kota Titik Parkir

Kabupaten

1. Kabupaten Bangkalan 265

2. Kabupaten banyuwangi 296

3. Kabupaten Blitar 63

4. Kabupaten Bojonegoro 175

5. Kabupaten Bondowoso 64

6. Kabupaten Gresik 197

7. Kabupaten Jember 247

8. Kabupaten Jombang 33

9. Kabupaten Kediri 240

10. Kabupaten Lamongan 122

11. Kabupaten Lumajang 123

12. Kabupaten Madiun 64

13. Kabupaten Magetan 118

14. Kabupaten Malang 899

15. Kabupaten Mojokerto 124

16. Kabupaten Nganjuk 206

17. Kabupaten Ngawi 4

18. Kabupaten Pacitan 125

19. Kabupaten Pamekasan 90

20. Kabupaten Pasuruan 216

21. Kabupaten Ponorogo 237

22. Kabupaten Probolinggo 155

23. Kabupaten Sampang 89

24. Kabupaten Sidoarjo 249

25. Kabupaten Situbondo 123

26. Kabupaten Sumenep 137

27. Kabupaten Trenggalek 122

28. Kabupaten Tuban 180

29. Kabupaten Tulungagung 205

Kota

30. Kota Batu 142

31. Kota Blitar 63

32. Kota Kediri 240

33. Kota Madiun 64

34. Kota Malang 899

35. Kota Mojokerto 124

36. Kota Pasuruan 216

37. Kota Probolinggo 209

38. Kota Surabaya 1787

Jumlah 8912

Sumber: Direktorat Jenderal Bina Pembangunan

Daerah Kementerian Dalam Negeri, 2015

Dengan perbandingan jumlah kendaraan

bermotor dan titik parkir yang dapat dilihat dari tabel

1.3 dan 1.4 maka sarana dan prasarana transportasi

belum memadai dalam memenuhi kebutuhan

masyarakat akan berdampak langsung pada lalu lintas.

Identifikasi permasalahan yang terjadi di bidang sarana

dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, meliputi

penggunaan ruang jalan; kapasitas jalan; tata guna

lahan pinggir jalan; perlengkapan jalan yang berkaitan

langsung dengan pengguna jalan; pengaturan lalu

lintas; kinerja lalu lintas; serta lokasi potensi

kecelakaan dan kemacetan lalu lintas (Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun

2011).

Page 4: DAMPAK PENATAAN PARKIR BADAN JALAN TERHADAP ESTETIKA KOTA ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp63cf05b7dafull.pdf · berbondong-bondong untuk pindah ke kota demi ... dibutuhkan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303-341X

Volume 5, Nomor 3, September – Desember 2017

4

Berdasarkan tabel 1.4 mengenai jumlah lokasi

perparkiran di Jawa Timur yang paling banyak adalah

Kota Surabaya sebanyak 1787 dan merupakan salah

satu pusat kawasan niaga atau bisnis dan perdagangan

di Jawa Timur yang diikuti oleh Malang, Gresik dan

Sidoarjo. Oleh karena itu, penelitian ini memilih Kota

Surabaya sebagai fokus penelitian.

Kota Surabaya yang merupakan Ibu Kota

Jawa Timur berfokus sebagai kota Jasa Perdagangan

yang terus mengembangkan pusat-pusat bisnis baru.

Dalam memenuhi kebutuhan masyarakat mengenai

sarana dan prasarana transportasi sudah cukup baik.

Pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah

Kota Surabaya seperti penambahan dan pelebaran jalan

dengan menggunakan berbagai strategi misalnya

dengan beberapa sungai diberi box culvert untuk

dijadikan jalan. Seharusnya dengan penambahan dan

pelebaran jalan tersebut membuat jalan Kota Surabaya

menjadi lebih luas dan longgar namun, pada

kenyataannya semakin hari justru jalan kian sesak dan

macet. Hal ini dipicu oleh jumlah penduduk yang

setiap tahun bertambah pesat.

Berdasarkan tribunnews.com, pertumbuhan

kendaraan Kota Surabaya sangat tinggi. Dinas

Perhubungan Kota Surabaya, memperkirakan setiap

tahunnya penambahan motor baru mencapai 15 persen.

Sedangkan, pertumbuhan mobil mencapai enam

persen. Maka, total seluruhnya sebanyak 21 persen

pertumbuhan kendaraan meningkat setiap tahunnya.

Menurut artikel Jawa Pos pada tahun 2014, setiap

bulan pertambahan kendaraan di Kota Surabaya selalu

diatas 17 ribu, dengan rata-rata setiap bulannya

pertambahan untuk sepeda motor sebanyak 13.441,

sedangkan untuk kendaraan roda empat atau lebih

setiap bulannya rata-rata bertambah 4.042. Maka, jika

di total keseluruhan setiap bulannya rata-rata

kendaraan di Kota Surabaya bertambah 17.438.

Sedangkan berdasarkan data kepolisian dalam

artikel Jawa Pos, menyebutkan bahwa jumlah

kendaraan di Kota Surabaya telah mencapai angka

4.521.629. Dari jumlah tersebut, sepeda motor yang

paling dominan. Jumlah kendaraan roda dua mencapai

3.625.999 dan sisanya merupakan kendaraan roda

empat atau lebih sebanyak 915.630 kendaraan. Jumlah

tersebut melebihi jumlah penduduk Kota Surabaya

yang hanya sebesar 3.016.653 jiwa. Artinya, hampir di

semua rumah penduduk Surabaya terdapat satu hingga

dua kendaraan yang dimiliki.

Dengan rata-rata pertambahan seperti itu,

terbuka kemungkinan dalam lima tahun ke depan akan

menjadi dua kali lipat lebih banyak daripada jumlah

penduduk Kota Surabaya. Padahal, setiap bulan atau

tahunnya belum tentu Pemerintah Kota Surabaya

melakukan penambahan maupun pelebaran jalan. Oleh

karena itu, kemacetan di Kota Surabaya sudah menjadi

fenomena yang wajar.

Peningkatan penggunaan kendaraan pribadi

lebih banyak dipilih oleh masyarakat daripada

menggunakan transportasi umum inilah yang semakin

memperparah lalu lintas di perkotaan. Transportasi

umum banyak mendapat keluhan dari beberapa pihak

seperti ketidaktepatan waktu, kotor atau ada bau-bau

yang tercium sehingga mengakibatkan masyarakat

enggan untuk menaikinya, dan alasan yang paling

mendasar bagi masyarakat adalah tingginya

kriminalitas dalam transportasi atau angkutan umum.

Itulah yang biasanya menjadi alasan bagi masyarakat

untuk tidak menggunakan transportasi umum.

Dengan adanya fenomena ini akan membuat

budaya baru di kalangan masyarakat. Hal ini akan

mempengaruhi tingkat kedisiplinan masyarakat.

Rendahnya tingkat kedisiplinan masyarakat dan juga

sistem lalu lintas yang masih belum sempurna

mengakibatkan kemacetan yang sering terjadi dan

meningkat dari waktu ke waktu. Hal tersebut

berdampak langsung pada lingkungan. Banyaknya

polusi atau kebisingan yang disebabkan oleh kendaraan

bermotor sangat dirasakan oleh masyarakat. Dampak

lingkungan yang paling terlihat adalah dampak lalu

lintas.

Tidak hanya itu, perilaku pengendara juga

menjadi faktor pemicu semakin memperparah

kemacetan. Penataan parkir atau tempat penyimpanan

kendaraan yang semakin sempit dan kebutuhan akan

lahan parkir semakin bertambah karena kendaraan

pribadi semakin banyak. Ketidakseimbangan antara

kendaraan dengan lahan parkir akan menyebabkan

terjadinya beberapa pelanggaran seperti penggunaan

badan jalan atau pedestrian untuk lahan parkir,

munculnya parkir liar hingga kemacetan yang

disebabkan karena melebarnya areal parkir. Itulah yang

menjadi faktor kemacetan di Surabaya tidak lain

karena dampak dari parkir liar yang ada di bahu jalan.

Masalah parkir liar tetap menjadi penyebab utama

karena banyaknya kendaraan pribadi membuat badan

jalan jadi area parkir.

Kemacetan dipicu oleh minimnya lahan

parkir. Banyaknya tempat parkir yang menggunakan

badan jalan menimbulkan keruwetan di jalan.

Keruwetan yang terjadi di jalan terlihat dari jalur yang

seharusnya digunakan untuk arus kendaraan namun

malah digunakan untuk parkir. Apalagi jika ada mobil

atau kendaraan besar yang mau parkir itu akan

memperlambat laju kendaraan yang akan melintas.

Padahal, sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa hak

utama dari pengguna jalan adalah kelancaran.

Kemacetan yang terjadi akan terus meningkat

seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan pemekaran

kota. Kemacetan tidak akan pernah selesai dengan

hanya meminimalisir simpul-simpul kemacetan secara

parsial. Terlebih jika yang diatasi hanyalah

Page 5: DAMPAK PENATAAN PARKIR BADAN JALAN TERHADAP ESTETIKA KOTA ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp63cf05b7dafull.pdf · berbondong-bondong untuk pindah ke kota demi ... dibutuhkan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303-341X

Volume 5, Nomor 3, September – Desember 2017

5

permasalahan yang terlihat di permukaan, dan tidak

menyentuh akar masalah. Jika ini terjadi maka apapun

yang dilakukan pemerintah tidak akan memberi

dampak dan solusi kemacetan secara berkelanjutan.

Penyebab lain dari kemacetan adalah banyaknya

peruntukan bangunan atau Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) yang tidak sesuai, menimbulkan kemacetan baru

di Surabaya. Itu dikarenakan bangunan yang berdiri

tidak memiliki lahan parkir, sehingga menempatkan

kendaraan di badan jalan atau parkir liar.

Berdasarkan detiknews.com banyak

peruntukan bangunan atau Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) yang masih belum sesuai. Terdapat penemuan

pelanggaran yang semula IMB untuk tempat tinggal

berubah menjadi tempat usaha. Hal ini lah yang

menyebabkan masalah baru yakni kemacetan karena

pemilik atau penyewa bangunan tidak memiliki lahan

parkir sehingga memanfaatkan badan jalan sebagai

tempat parkir. Di Surabaya, DCKTR sudah ditemukan

sebanyak 55 pelanggaran yang peruntukan bangunan

dan IMB-nya tidak sesuai. Sementara itu, Dinas

Perhubungan juga mengakui bahwa terdapat banyak

usaha restoran yang tidak memiliki izin pengelolaan

parkir. Dalam bidang usaha restoran dan hotel maupun

home stay di Surabaya paling banyak melakukan

pelanggaran karena peruntukan bangunan yang tidak

sesuai.

Berdasarkan ketentuan umum peraturan

zonasi kawasan perdagangan dan jasa didalam RTRW

Kota Surabaya, adanya penyediaan sarana dan

prasarana pelengkap yang mendukung berjalannya

kegiatan perdagangan salah satunya yakni, tempat

parkir. Tempat parkir sangat dibutuhkan di kawasan

perdagangan dan jasa karena masyarakat akan

menitipkan kendaraannya untuk sementara sampai

keinginannya terlaksana atau terpenuhi.

Banyak kawasan perdagangan atau kawasan

niaga yang tidak memperhatikan tempat parkirnya

misalnya restoran yang hampir semuanya tidak

memiliki tempat parkir yang cukup luas. Dalam

pembangunan bangunan niaga masih banyak yang

tidak disertai dengan pembangunan ruang parkir.

Pemilik bangunan niaga tersebut hanya memanfaatkan

media jalan sebagai lahan parkir. Hal tersebut

menyebabkan beberapa pelanggaran yang terjadi

seperti penggunaan trotoar sebagai lahan parkir,

banyaknya parkir liar di tepi jalan umum hingga

meluasnya area parkir yang menimbulkan kemacetan

sehingga menghambat kelancaran lalu lintas.

Dinas Perhubungan Kota Surabaya tahun

2016 mencatat sekitar 1565 titik parkir di tepi jalan

umum dengan jumlah juru parkir sebanyak 1661 orang.

Namun, masih banyak parkir-parkir liar yang

bertebaran tanpa memiliki izin dari Pemerintah Kota.

Tidak ada perbedaan antara yang memang parkir tepi

jalan untuk umum dengan parkir liar sehingga jika

terjadi permasalahan seperti kehilangan kendaraan

tidak ada dasar hukum yang melandasinya.

Area parkir yang menggunakan badan jalan

biasanya ada di kawasan perdagangan seperti,

pertokoan, restaurant, toko 24 jam, apotek, ataupun

kegiatan lainnya terutama yang ada di pusat kota.

Namun, kawasan-kawasan tersebut biasanya tidak

merencanakan dikunjungi maupun dilewati oleh

kendaraan dalam jumlah yang besar sehingga parkir

pengunjung kebanyakan berada di badan jalan. Maka

dari itu, parkir yang menggunakan fasilitas badan jalan

sebagai area parkir kerap menimbulkan masalah baru

yang erat kaitannya dengan arus lalu lintas dan

lingkungan sekitar yang mempengaruhi tingkat

kenyamanan dan keamanan masyarakat menurun

dikarenakan nilai estetis masyarakat terganggu. Oleh

karena itu, estetika perlu dibahas dalam setiap

perencanaan kebijakan.

Penataan parkir badan jalan membuat

masyarakat mengganggu kepekaan estetisnya karena di

saat masyarakat ingin menggunakan atau melewati

jalan, merasa terganggu dan kurang senang atas adanya

parkir di badan jalan. Faktor yang mempengaruhi

adalah kemacetan, polusi, dan tidak ada batas waktu

parkir badan jalan. Namun, banyak pemilik kendaraan

yang lebih memilih untuk menggunakan fasilitas parkir

badan jalan sebagai tempat parkir mereka karena lebih

dekat dengan tempat yang ingin dituju.

Hingga saat ini banyak kebijakan yang tidak

melihat dari segi estetika. Nilai estetika masih

dianggap sebagai aspek yang kurang penting dalam

setiap pengambilan keputusan pemerintah

dibandingkan dengan nilai ekonomi, sosial, lingkungan

dan budaya. Oleh karena itu, dalam penelitian kali ini

lebih berfokus pada penataan parkir dari segi estetika.

Berdasarkan dengan latar belakang masalah,

maka penulis dapat merumuskan permasalahan yaitu

bagaimana dampak penataan parkir badan jalan

terhadap estetika Kota Surabaya. Tujuan dari penelitian

ini adalah mendeskripsikan tentang bagaimana dampak

penataan parkir badan jalan terhadap estetika Kota

Surabaya.

Manfaat dari penelitian ini adalah secara

akademis penelitian ini dapat digunakan sebagai dapat

digunakan sebagai informasi tambahan terkait

penerapan ilmu administrasi negara khususnya pada

mata kuliah penataan ruang terkait ruang parkir badan

jalan. Penelitian ini fokus meneliti tentang bagaimana

bagaimana dampak penataan parkir badan jalan

terhadap estetika Kota Surabaya. Secara praktis

penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan

informasi, pertimbangan dalam melaksanakan kegiatan

serta kontribusi secara menyeluruh dan bermanfaat

bagi instansi-instansi yang termasuk dalam penataan

ruang parkir badan jalan. Penelitian ini diharapkan

dapat menjadi bahan masukan kepada Dinas

Page 6: DAMPAK PENATAAN PARKIR BADAN JALAN TERHADAP ESTETIKA KOTA ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp63cf05b7dafull.pdf · berbondong-bondong untuk pindah ke kota demi ... dibutuhkan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303-341X

Volume 5, Nomor 3, September – Desember 2017

6

Perhubungan Kota Surabaya dalam menata parkir

badan jalan di kawasan niaga Kota.

Metode penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif

dengan tipe penelitian deskriptif. Lokasi penelitian

ditetapkan secara puposive di kawasan niaga Kota

Surabaya yaitu di Jalan Kranggan, Jalan Pucang Anom,

Jalan Kembang Jepun dan Jalan Kedungdoro. Teknik

penentuan informan menggunakan teknik purposive

sampling bertujuan memperluas deskripsi informasi

dan melacak variasi informasi yang dimungkinkan ada,

juga untuk mengetahui dan mengulas lebih dalam

penataan parkir badan jalan serta menunjukkan dampak

yang ditimbulkan dalam estetika kota. Teknik

pengumpulan data menggunakan data primer dan data

sekunder. Teknik analisis data terdiri dari reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Penataan Parkir Badan Jalan

Berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009

mengenai lalu lintas dan angkutan jalan, parkir adalah

keadaan dimana kendaraan berhenti atau tidak bergerak

dalam waktu tertentu dan ditinggalkan pengemudinya.

Dalam penataan parkir perlu adanya perencanaan

terlebih dahulu yakni mengenai lahan yang akan

dimanfaatkan sebagai ruang parkir. Lahan parkir

tersebut harus dioptimalkan secara baik agar dapat

menampung dan melayani kebutuhan pengguna jasa

parkir tersebut. Terdapat beberapa aspek yang harus

diperhatikan dalam penataan parkir ini, yakni satuan

ruang parkir, karakteristik parkir, bangkitan parkir dan

larangan parkir. Berikut penjelasan mengenai aspek-

aspek tersebut :

Satuan Ruang Parkir

Satuan ruang parkir (SRP) merupakan satuan

ukuran guna meletakkan kendaraan meliputi mobil

penumpang, bus/truk, atau sepeda motor yang parkir

paralel di badan jalan, pelataran parkir maupun gedung

parkir (Abubakar 2011:35). Dalam merancang suatu

fasilitas parkir diharuskan mengetahui informasi yang

ada mengenai dimensi kendaraan dan perilaku dari

pengemudi itu sendiri.

Dalam menentukan satuan ruang parkir harus

mempertimbangkan mengenai ruang bebas kiri, kanan,

depan dan belakang sehingga baik pengendara maupun

penumpang dapat dengan nyaman keluar dari

kendaraan. Terdapat ruang parkir tertentu untuk

penyandang cacat guna meningkatkan aksesibilitas

yang menggunakan kendaraan pribadi. Tempat parkir

untuk penyandang cacat harus diletakkan sedekat

mungkin dengan akses tempat kegiatan agar

penyandang cacat juga bisa leluasa untuk masuk dan

keluar dari ruang parkir kendaraan.

Berdasarkan petunjuk yang dikeluarkan oleh

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, dimana

terdapat sebuah dimensi satuan ruang parkir yang

menjadi acuan dalam melakukan SRP. Dalam

menentukan dimensi SRP dipengaruhi oleh beberapa

faktor salah satunya adalah besaran bukaan pintu dan

jenis kendaraan yang akan parkir. Dalam

meningkatkan kenyamanan pengendara dan

penumpang atas keluar masuknya kendaraan maka

harus ditentukan lebar bukaan pintu serta ruang bebas

untuk penyandang cacat agar tetap nyaman dalam

melakukan parkir.

Tabel Dimensi Ruang Parkir

Jenis Bukaan Pintu Pengguna dan/atau

peruntukan Gol.

Pintu depan/belakang

terbuka tahap awal

55cm

Kantor,

Perdagangan,

Universitas

I

Pintu depan/belakang

terbuka penuh 75cm

Pusat Olahraga,

Hotel, Rekreasi,

Rumah Sakit,

Bioskop, Belanja

II

Pintu depan/belakang

terbuka penuh

ditambah pergerakan

kursi roda

Penyandang cacat III

Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat 1998

Dalam tabel tersebut dijelaskan bahwa,

terdapat dimensi ruang parkir berdasarkan jenis bukaan

pintu kendaraan terutama pada kendaraan mobil

penumpang. Ruang parkir yang berada atau digunakan

untuk keperluan kantor, perdagangan maupun

universitas termasuk dalam jenis bukaan pintu baik

pintu depan maupun belakang yang terbuka pada tahap

awal hanya mencapai 55 cm. Dimensi ruang parkir

yang termasuk golongan kedua adalah pada saat

bukaan pintu terbuka penuh mencapai 75 cm yang

biasanya diperuntukkan pada pusat olahraga, hotel,

rekreasi, rumah sakit, bioskop, belanja. Terakhir,

dimensi ruang parkir golongan tiga yang digunakan

untuk penyandang cacat dimana memerlukan bukaan

pintu secara penuh dan ditambah dengan pergerakan

kursi roda. Dengan dibedakannya golongan dalam

dimensi ruang parkir tersebut dapat meningkatkan

kenyamanan bagi pengendara keluar masuk kendaraan.

Dengan berorientasi pada kenyamanan

maupun keamanan pengendara maka perlu adanya

perlengkapan dalam penunjang satuan ruang parkir.

Perlengkapan tersebut berupa marka, rambu dan

stopper parkir (Abubakar 2011:40). Marka di sini

digunakan sebagai pembatas parkir yang berupa garis

utuh yang mengelilingi bidang parkir. Dengan adanya

marka parkir ini akan mempengaruhi tingkat

keteraturan dalam parkir dan terlihat lebih rapi. Rambu

yang digunakan sebagai petunjuk tempat parkir yang

biasanya dilengkapi dengan papan yang berisi tentang

informasi ketentuan tarif parkir, waktu parkir, batasan

waktu parkir hingga penggunaan tempat khusus bagi

para penyandang cacat. Sedangkan, stopper parkir

digunakan untuk memudahkan kendaraan untuk keluar

Page 7: DAMPAK PENATAAN PARKIR BADAN JALAN TERHADAP ESTETIKA KOTA ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp63cf05b7dafull.pdf · berbondong-bondong untuk pindah ke kota demi ... dibutuhkan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303-341X

Volume 5, Nomor 3, September – Desember 2017

7

masuk ruang parkir yang biasanya dengan diberikan

penahan roda. Hal tersebut dilakukan agar kendaraan

tidak melebihi batasan parkir yang sudah ditentukan.

Karakteristik Parkir

Persoalan parkir jika tidak ditangani dengan

baik maka akan berdampak pada kemacetan lalu lintas

dijalan. Dengan banyaknya ruas jalan yang

diperuntukkan untuk parkir badan jalan (parking on the

street) sehingga perlu adanya penataan parkir yang

baik. Apalagi ditambah dengan fenomena jumlah

kendaraan yang terus menerus bertambah sedangkan

ruang parkir terbatas. Oleh karena itu, dibutuhkannya

pemahaman karakteristik parkir dalam mengurangi

persoalan tersebut.

Karakteristik parkir merupakan suatu ukuran

atau besaran yang dapat digunakan untuk

merencanakan kebutuhan fasilitas ruang yang dapat

digunakan serta digunakan dalam mengendalikan

kebutuhan parkir (Abubakar 2011:75). Dengan

memahami dan mengetahui karakteristik parkir itu

sendiri maka dapat mengambil keputusan mengenai

penataan parkir yang baik dan sesuai dengan

peruntukannya.

Dalam menggunakan fasilitas parkir terdapat

kriteria dalam peletakannya yakni, tempat parkir

diusahakan berada di permukaan yang datar agar

kendaraan tidak menggelinding dan jika tanah yang

digunakan miring maka harus dilakukan grading

dengan sistem cut and fill. Tidak hanya itu, tempat

parkir harus tidak jauh dari tempat kegiatan dan jika

harus menempuh jarak yang jauh maka dibuat sirkulasi

yang jelas dan terarah menuju area parkir.

Bangkitan Parkir

Dengan mengetahui bangkitan parkir dapat

memberikan informasi yang lebih akurat mengenai

penggunaan ruang parkir sepanjang hari, lama parkir

dan informasi lainnya yang berhubungan dengan jenis

kendaraan yang parkir. Dalam bangkitan parkir ini

harus melakukan survey agar informasi yang didapat

lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

bangkitan parkir diantaranya meliputi (Abubakar

2011:102) :

1. Besarnya kawasan terbangun yang biasanya

terkait erat dengan tingkat kepemilikan kendaraan

pribadi;

2. Banyaknya dan kepadatan kegiatan yang berada

di kawasan tersebut;

3. Besarnya daya tarik masyarakat untuk menuju

kawasan tersebut;

4. Jumlah karyawan tetap maupun tidak tetap yang

bekerja di kantor atau kegiatan di kawasan

tersebut;

5. Tingkat kepemilikan kendaraan pribadi ataupun

milik perusahaan/dinas masyarakat metropolitan

atau kota yang bersangkutan;

6. Jenis kegiatan yang berada di kawasan tersebut

misalnya perkantoran, sekolah, ataupun pusat

perdagangan;

7. Kebijakan perparkiran yang diberlakukan oleh

pemerintah setempat.

Larangan Parkir

1. Sepanjang 6 meter sebelum dan sesudah tempat

penyeberangan pejalan kaki atau tempat

penyeberangan sepeda yang telah ditentukan.

2. Sepanjang 25 meter sebelum dan sesudah

tikungan tajam dengan radius kurang dari 500

meter.

3. Sepanjang 50 meter sebelum dan sesudah

jembatan.

4. Sepanjang 100 meter sebelum dan sesudah

perlintasan sebidang

5. Sepanjang 6 meter sebelum dan sesudah akses

bangunan gedung

6. Sepanjang 6 meter sebelum dan sesudah hydrant

atau keran pemadam kebakaran atau sumber air

sejenis

7. Sepanjang tidak menimbulkan kemacetan dan

bahaya.

Estetika Kota

Estetika merupakan kepekaan terhadap seni

dan keindahan. Berdasarkan teori yang dikemukakan

oleh Herbert Read, keindahan dibagi menjadi dua

yakni, teori objektif dan teori subjektif. Dalam teori

objektif di sini mengartikan bahwa keindahan atau ciri-

ciri yang menciptakan nilai estetik adalah sifat

(kualitas) yang memang telah melekat pada bentuk

indah yang bersangkutan, terlepas dari orang yang

mengamatinya. Pada teori subjektif menyatakan bahwa

ciri – ciri yang menciptakan keindahan suatu benda itu

tidak ada, yang ada hanya perasaan dalam diri

seseorang yang mengamati sesuatu benda.

Dalam suatu kebijakan, estetik membantu

dalam pemahaman yang baik atas lingkungan sekitar.

Nilai estetik dapat menjadi salah satu alat ukur suatu

lingkungan, hal ini dikarenakan bahwa indera manusia

mampu membedakan kondisi lingkungan di sekitar

mereka melalui indera penglihatan, pendengaran atau

penciuman (Foster, 1982 :10 ).

Pemenuhan terhadap nilai estetis merupakan

suatu puncak kebutuhan manusia, dikarenakan manusia

tidak hanya menghendaki kepuasan secara fisik namun

juga kepuasan secara mental dan jiwa. Oleh karena itu,

keindahan lingkungan perlu untuk dipelajari dan perlu

dibuat metode dalam penilaiannya, sehingga

lingkungan dapat dikelola dengan baik agar kualitas

estetikanya dapat terlindungi dan terjaga (Foster, 1982

: 15). Terdapat berbagai indikator atau unsur-unsur di

dalam aspek estetis yakni berupa kepekaan,

Page 8: DAMPAK PENATAAN PARKIR BADAN JALAN TERHADAP ESTETIKA KOTA ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp63cf05b7dafull.pdf · berbondong-bondong untuk pindah ke kota demi ... dibutuhkan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303-341X

Volume 5, Nomor 3, September – Desember 2017

8

keterampilan, pengalaman, proses kreatif, penciptaan,

apresiasi, kritik mengenai karya estetis yang

ditampilkan dalam bentuk karya baik itu tematik

maupun bebas (Sachari 2002:1).

Dengan demikian, estetika kota merupakan

suatu nilai keindahan yang terdapat di dalam kota.

Keindahan kota di sini adalah suatu tatanan ruang kota

yang menyinergikan ruang kota secara serasi dan

seimbang antara lingkungan dan infrastruktur yang

terdapat di dalam kota tersebut. Sehingga, kota tampak

serasi, seimbang, bersahabat dan memiliki nilai

keindahan tersendiri, tentunya kota yang baik dapat

dipastikan memiliki citra kota yang khas (Nizarmaula

2013:60).

Jika dilihat estetika memiliki berbagai dimensi

yang mempengaruhi bagaimana seorang manusia

mengapresiasi keindahan, estetika di sini hanyalah

sebuah media untuk mencoba menjelaskan apa yang

disebut indah, namun tidak akan bisa menjelaskan apa

yang sebenarnya terjadi dalam benak seseorang

berkaitan dengan sensasi keindahan karena setiap

manusia memiliki pemikiran yang berbeda-beda.

Maka, keindahan lebih bersifat subjektif dalam diri

setiap orang sehingga pendapat tentang nilai estetika

sebuah bangunan atau benda. Oleh karena itu, dengan

perkembangan zaman estetika akan dapat lebih

dimengerti dan dikembangkan melalui pemahaman

berbagai hal menyangkut teori estetika.

Suatu kota dikatakan memiliki estetika jika

mampu menyeimbangkan antara lingkungan dengan

infrastruktur yang ada di dalam kota tersebut. Hal ini

bertujuan untuk mewujudkan kota yang ideal dimana

keberadaan lingkungan di dalam kota harus tetap

dijaga kelestariannya. Berdasarkan pendapat

Ashleysayas dalam artikel yang berjudul City Planning

and Aesthetic, estetika dalam perencanaan kota

mencakup nuansa, desain, tata letak, dan deskripsi dari

sebuah kota.

Nuansa Estetika

Nilai di suatu kota akan berkembang luas

terutama pada pembangunan kota, hal itu mendorong

bentuk perkotaan kompak, yang mempromosikan

alternatif pilihan dan sehat transportasi (yaitu berjalan,

bersepeda dan transit), lebih baik menggunakan

infrastruktur kota dan mempertahankan kelangsungan

hidup bisnis lingkungan. Dalam jangka panjang, gaya

ini pembangunan menumbuhkan karakter masyarakat

yang berbeda yang membangun merek dan kebanggaan

warga untuk Kota dan lingkungannya.

Dalam menilai sebuah ruang yang memiliki

nilai estetika, masyarakat dapat memandang ruang

tersebut. Memandang merupakan suatu kegiatan

melihat dan mengamati suatu tempat yang dianggap

menarik dan memiliki nilai estetika. Pemandangan

pada suatu kota memiliki keseimbangan antara

lingkungan dan infrastruktur seperti yang sudah

dijelaskan sebelumnya. Dengan demikian,

pemandangan di dalam suatu kota memiliki keterkaitan

yang sangat kuat dengan nilai-nilai estetika, sehingga

kota yang memiliki keseimbangan yang baik dalam hal

ini estetika kota juga merupakan pemandangan yang

baik bagi kotanya tersebut (Nizarmaulana 2013:62).

Faktor-faktor yang membuat pemandangan

terlihat baik di dalam sebuah kota adalah

keseimbangan lingkungan di dalam kota, keindahan

bangunan dan keserasian bangunan dengan lingkungan

sekitar kota. Oleh karena itu, faktor-faktor tersebut

sangat berkaitan dengan nilai estetika sebuah kota.

Pemandangan pada sebuah kota yang tetap terjaga

keberadaan lingkungannya, baik keseimbangan

lingkungan, keindahan bangunan dan keserasian

bangunan dengan lingkungan sekitarnya termasuk di

dalamnya mengenai tempat yang baik untuk parkir.

Pada dasarnya sebuah tempat parkir merupakan bagian

dari bentuk yang membangun sebuah kota menjadi

lebih menarik. Namun demikian, penempatan parkir

perlu untuk diperhatikan agar tetap memiliki nilai

keindahan pada suatu kawasan atau kota, bukan

sebaliknya.

Desain Estetika

Desain yang baik adalah desain yang

mengutamakan proses penyelesaian terhadap

permasalahan yang terjadi dalam sebuah ruangan.

Masalah yang biasanya terjadi misalnya disebabkan

karena ruangan sempit dan terbatas, ruangan digunakan

untuk berbagai aktivitas, kapasitas ruangan tidak cukup

karena digunakan oleh lebih dari satu pengguna, dan

lain-lain (Wicaksono dan Tisnawati 2014 : 72).

Dalam menentukan lokasi merupakan

tindakan strategis untuk merencanakan suatu ruangan

agar berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Perlu adanya pertimbangan yang matang dalam

menentukan titik-titik lokasi dengan

mempertimbangkan beberapa aspek yang memiliki

dampak langsung dengan ruangan tersebut

(Nizarmaula 2013:48). Ruang dapat dikatakan benar

jika pesan yang terkandung dalam sebuah ruangan

dapat tersampaikan dengan baik dan mudah dipahami

oleh khalayak umum. Keberadaan suatu ruangan tidak

akan mengganggu fasilitas umum lainnya jika hal-hal

tersebut dapat diterapkan dengan baik dan benar.

Desain yang diperuntukkan pada perkotaan

menjadi alat ampuh dalam membantu keberhasilan

untuk mencapai aspirasi. Desain perkotaan merupakan

proses membentuk pengaturan dalam ranah publik

seperti jalan, taman, ruang terbuka, dan lain-lain untuk

menjalani hidup baik di perkotaan, kota dan desa.

Desain perkotaan menjadi kunci untuk membuat

tempat dimana orang-orang berbakat ingin hidup dan

akan mempengaruhi kesuksesan ekonomi sehingga

menciptakan lingkungan hidup yang lebih dinamis.

Tata Letak Estetika

Desain perkotaan yang baik akan membantu

memberikan layout yang sangat efisien, yang dapat

memberikan lebih banyak unit. Terdapat skema dalam

Page 9: DAMPAK PENATAAN PARKIR BADAN JALAN TERHADAP ESTETIKA KOTA ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp63cf05b7dafull.pdf · berbondong-bondong untuk pindah ke kota demi ... dibutuhkan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303-341X

Volume 5, Nomor 3, September – Desember 2017

9

merencanakan kualitas desain untuk mengakomodasi

kepadatan lebih tinggi. Namun, kualitas desain lebih

baik tidak secara otomatis mengikuti dari kepadatan

yang lebih tinggi.

Pada suatu ruangan di dalam sebuah kota

biasanya mempunyai hubungan dengan ruang-ruang di

sekitarnya. Hubungan tersebut diatur dengan konsep

yang digunakan pada saat menentukan zonasi tata letak

pada perancangan interior. Berikut prinsip-prinsip

hubungan ruang tersebut (Wicaksono dan Tisnawati

2014 : 65)

1. Sebuah ruang yang luas dapat mencakup dan

memuat sebuah ruang lain yang lebih kecil di

dalamnya.

2. Ruang yang lebih kecil sangat bergantung

pada ruang yang besar dalam hubungannya

dengan lingkungan eksterior.

3. Jika ruang yang berada di dalam berkembang

ukurannya, ruang yang lebih besar akan mulai

kehilangan artinya sebagai bentuk ruang

penutup.

Deskripsi dari Sebuah Kota

Pada umumnya manusia memerlukan tempat

yang stabil dan ideal untuk mengembangkan

kehidupannya. Kebutuhan itu timbul atas dasar adanya

kesadaran orang-orang terhadap suatu tempat. Maka

dari itu, tempat yang merupakan sebuah jarak yang

memiliki suatu ciri khas tersendiri dan berarti bagi

lingkungan, termasuk di dalamnya citra kota (Zahnd

1999 : 137).

Citra kota merupakan identitas khas yang

hanya dimiliki pada suatu kota dimana setiap kota

memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Jika dilihat dari

aspek estetika sebuah kota dapat dikatakan sebagai

tempat yang layak apabila memenuhi beberapa prinsip

(Zahnd 1999 : 137), yaitu:

1. Kekosongan pusat. Sebuah tempat yang berfungsi

sebagai ruang statis seharusnya memilki pusat

yang kosong. Artinya, pohon-pohon, tugu,

monumen, dan lain sebagainya ditempatkan diluar

pusat ruang, atau ditempatkan secara khusus

tanpa ada gangguan dari elemen yang lainnya.

2. Elemen tempat. Sebuah tempat biasanya diisi oleh

elemen perkotaan yang mendukung. Seperti

lampu, penghijauan, tempat menempel media

iklan, pengumuman, tiang-tiang, tempat duduk,

dan lain-lain. Seharusnya elemen tersebut tidak

merusak tempat, melainkan memberikan

dukungan pada infrastruktur dan lingkungannya.

3. Gambaran visual. Sebuah tempat seharusnya

memiliki citra yang menarik. Maksudnya, sebuah

tempat idealnya mempunyai ciri khas yang

berasal dari interaksi antara ruang dan bentuk,

serta antara yang buatan dan yang alami.

Dengan demikian, makna sebuah tempat dari

segi citra kota serta estetikanya dapat melibatkan

banyak faktor yang masing-masing mampu

mempengaruhi makna pada suatu tempat tersebut.

Dibutuhkan adanya penekanan mengenai pengamalan

estetika, baik individu maupun kolektif, mencerminkan

bentuk keterlibatan dalam lingkungan yang mengarah

ke pemahaman sedemikian rupa dalam menolak

perintah normative mengenai perilaku kita sehari-hari.

Dalam hal mengubah lingkungan maka melakukan hal

yang sama untuk diri kita sendiri.

Estetika bertujuan untuk menciptakan tempat

yang fungsional dan produktif bersamaan dengan

menjadi menarik, santai dan mencerminkan sejarah dan

budaya dari kota tersebut. Dalam perencanaan kota ini

melibatkan perencanaan taman, ruang terbuka dan

tempat umum lainnya bersama dengan posisi bangunan

di kota dan jalan. Perencanaan dibuat sedemikian rupa

yang secara visual menyenangkan, mudah digunakan

dan mempromosikan hidup sehat sehingga

memberikan kesan indah dan menarik.

Penataan Parkir Badan Jalan Kawasan Niaga Kota

Surabaya

Berdasarkan hasil temuan di lapangan, dalam

penataan parkir badan jalan perlu adanya perencanaan

terlebih dahulu mengenai lahan yang akan

dimanfaatkan sebagai ruang parkir. Lahan parkir

tersebut harus dioptimalkan secara baik agar dapat

menampung dan melayani kebutuhan pengguna jasa

parkir. Dalam perencanaan parkir badan jalan harus

memperhatikan tiga aspek sebagaimana yang telah

dijelaskan pada bab II yakni mengenai satuan ruang

parkir, karakteristik parkir dan bangkitan parkir.

Satuan Ruang Parkir Badan Jalan Kota Surabaya

Satuan ruang parkir (SRP) merupakan satuan

ukuran guna meletakkan kendaraan yang meliputi

mobil penumpang, bus/truk, atau sepeda motor yang

parkir paralel di badan jalan, pelataran parkir maupun

gedung parkir (Abubakar 2011). Dalam petunjuk yang

dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan

Darat, dimana terdapat sebuah dimensi satuan ruang

parkir yang menjadi acuan dalam melakukan SRP.

Dalam menentukan dimensi SRP dipengaruhi oleh

beberapa faktor salah satunya adalah besaran bukaan

pintu dan jenis kendaraan yang akan parkir. Dalam

meningkatkan kenyamanan pengendara dan

penumpang atas keluar masuknya kendaraan maka

harus ditentukan lebar bukaan pintu serta ruang bebas

untuk penyandang cacat agar tetap nyaman dalam

melakukan parkir.

Berdasarkan hasil pemaparan dalam penyajian

data, diketahui bahwa sesuai dengan teori yang

disampaikan oleh Abubakar, dalam menentukan SRP

sebagai ukuran guna meletakkan kendaraan

dipengaruhi oleh dua faktor yakni luas bangunan dan

lebar bukaan. Penentuan SRP tersebut telah sesuai

dengan petunjuk yang dikeluarkan oleh Direktorat

Jenderal Perhubungan Darat, yakni mengenai dimensi

ruang parkir badan jalan dipengaruhi atas lebar besaran

pintu. Luas bangunan dan peruntukan bangunan juga

Page 10: DAMPAK PENATAAN PARKIR BADAN JALAN TERHADAP ESTETIKA KOTA ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp63cf05b7dafull.pdf · berbondong-bondong untuk pindah ke kota demi ... dibutuhkan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303-341X

Volume 5, Nomor 3, September – Desember 2017

10

sangat mempengaruhi jumlah satuan ruang parkir yang

dimiliki. Penentuan satuan ruang parkir juga harus

mempertimbangkan ruang bebas kiri, kanan, depan dan

belakang sehingga baik pengendara maupun

penumpang dapat dengan nyaman keluar dari

kendaraan.

Dengan berorientasi pada kenyamanan

maupun keamanan pengendara maka perlu adanya

perlengkapan dalam penunjang satuan ruang parkir.

Perlengkapan tersebut berupa marka, rambu dan

stopper parkir (Abubakar 2011). Marka digunakan

sebagai pembatas parkir yang berupa garis utuh yang

mengelilingi bidang parkir. Dengan adanya marka

parkir akan mempengaruhi tingkat keteraturan dalam

parkir dan terlihat lebih rapi. Rambu digunakan sebagai

petunjuk tempat parkir yang biasanya dilengkapi

dengan papan yang berisi tentang informasi ketentuan

tarif parkir, waktu parkir, batasan waktu parkir hingga

penggunaan tempat khusus bagi para penyandang

cacat. Sedangkan, stopper parkir digunakan untuk

memudahkan kendaraan untuk keluar masuk ruang

parkir yang biasanya dengan diberikan penahan roda.

Hal tersebut dilakukan agar kendaraan tidak melebihi

batasan parkir yang sudah ditentukan.

Berdasarkan penjelasan yang sudah

disampaikan dalam penyajian data sesuai dengan teori

yang dikemukakan oleh Abubakar, untuk perlengkapan

penunjang satuan ruang parkir masih belum lengkap.

Hal ini ditunjukkan dengan fenomena di lapangan

bahwa tidak semua ruang parkir badan jalan di Kota

Surabaya memiliki marka parkir sehingga penataan

parkir terlihat tidak rapi. Inilah yang menjadi kendala

bagi Dinas Perhubungan Kota Surabaya dalam

penyediaan marka parkir. Kendala yang dialami oleh

Dinas Perhubungan yakni perawatan yang kurang balik

maupun kualitas cat yang jelek sehingga menyebabkan

marka parkir tersebut cepat hilang.

Tidak adanya marka parkir berakibat pada

penataan parkir badan jalannya, Juru parkir hanya

memepetkan kendaraan tanpa tahu batas parkir

seharusnya karena tidak ada batasan yang pasti.

Namun, masih ada ruang parkir yang memiliki marka

parkir seperti yang ada di jalan Kranggan. Keterawatan

yang sering dilakukan membuat marka parkir tetap ada.

Perawatan yang dilakukan dengan cara setiap satu

tahun sekali atau dua tahun sekali marka parkir selalu

diperbarui sehingga tetap terjaga.

Karakteristik Parkir Badan Jalan Kota Surabaya

Karakteristik parkir merupakan suatu ukuran

atau besaran yang dapat digunakan untuk

merencanakan kebutuhan fasilitas ruang serta

mengendalikan kebutuhan parkir (Abubakar 2011).

Dalam menentukan penataan parkir yang baik tentu

saja harus ditentukan terlebih dahulu kebutuhan ruang

parkir di daerah tersebut. Dengan perencanaan

kebutuhan parkir yang baik dengan memperhatikan

kondisi lalu lintas di sekitar lokasi parkir akan

implementasi dalam perparkiran akan baik pula.

Berdasarkan temuan di lapangan, sesuai

dengan teori yang dikemukakan oleh Abubakar

diketahui bahwa Kota Surabaya sudah memiliki ukuran

atau besaran yang harus diperhatikan dalam

merencanakan kebutuhan fasilitas ruang parkir serta

untuk mengendalikan kebutuhan parkir. Ukuran yang

ditentukan oleh Dinas Perhubungan Kota Surabaya

dalam penataan parkir badan jalan :

1) Tingkat kepadatan di jalan tersebut.

2) Volume dan kapasitas tepi jalan umum

yang ditetapkan memiliki V/C Ratio.

3) Lokasi parkir yang merupakan pusat

kegiatan masyarakat.

4) Memperhatikan kesediaan lahan untuk

parkir.

Ukuran tersebut harus diperhatikan karena

dengan memahami dan mengetahui karakteristik parkir

itu sendiri maka dapat mengambil keputusan mengenai

penataan parkir yang baik dan sesuai dengan

peruntukannya. Dinas Perhubungan Kota Surabaya

dalam memberikan persetujuan untuk jalan yang dapat

digunakan untuk fasilitas parkir dengan

mempertimbangkan kriteria parkir tersebut.

Dalam menggunakan fasilitas parkir terdapat

kriteria dalam peletakannya yakni, tempat parkir

diusahakan berada di permukaan yang datar agar

kendaraan tidak menggelinding dan jika tanah yang

digunakan miring maka harus dilakukan grading

dengan sistem cut and fill. Tidak hanya itu, tempat

parkir harus berada tidak jauh dari tempat kegiatan dan

jika harus menempuh jarak yang jauh maka dibuat

sirkulasi yang jelas dan terarah menuju area parkir.

Berdasarkan penyajian data, dalam peletakan

parkir badan jalan berada di permukaan yang datar.

Letak tempat parkir juga tidak jauh dengan tempat

kegiatan sehingga masyarakat tidak perlu untuk

menempuh jarak yang jauh untuk menuju tempat

kegiatan yang diinginkan. Dalam pola parkir yang

digunakan pada empat jalan tersebut diketahui bahwa

tiga diantaranya yakni jalan Kranggan, jalan Kembang

Jepun dan jalan Pucang Anom menggunakan pola

parkir dengan membentuk sudut 90 derajat. Pola parkir

mempunyai daya tamping lebih banyak dibandingkan

dengan pola parkir pararel. Tetapi, dalam kemudahan

dan kenyamanan pengendara untuk masuk dan keluar

ke ruang parkir sedikit dibandingkan dengan sudut

yang lebih kecil dari 90 derajat. Sedangkan, untuk pola

parkir yang menggunakan sudut 60 derajat seperti jalan

Kedungdoro, daya tampung yang dimiliki lebih banyak

dari pola parkir pararel dan kemudahan pada masuk

dan keluarnya pengendara mobil lebih besar

Page 11: DAMPAK PENATAAN PARKIR BADAN JALAN TERHADAP ESTETIKA KOTA ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp63cf05b7dafull.pdf · berbondong-bondong untuk pindah ke kota demi ... dibutuhkan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303-341X

Volume 5, Nomor 3, September – Desember 2017

11

dibandingkan dengan pola parkir dengan sudut 90

derajat.

Bangkitan Parkir Badan Jalan Kota Surabaya

Kelancaran dan kenyamanan lalu lintas

menjadi dasar dalam suatu manajemen lalu lintas.

Maka, diperlukan manajemen dan sistem yang baru

dan modern dalam menangani persoalan-persoalan

parkir sehingga perlu adanya bangkitan parkir yang

terjadi di suatu kawasan perkantoran, perbelanjaan,

sekolah, daerah wisata, maupun kegiatan yang lainnya.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

bangkitan parkir diantaranya meliputi (Abubakar 2011)

:

1. Besarnya kawasan terbangun yang biasanya

terkait erat dengan tingkat kepemilikan

kendaraan pribadi;

2. Banyaknya dan kepadatan kegiatan yang

berada di kawasan tersebut;

3. Besarnya daya tarik masyarakat untuk menuju

kawasan tersebut;

4. Jumlah karyawan tetap maupun tidak tetap

yang bekerja di kantor atau kegiatan di

kawasan tersebut;

5. Tingkat kepemilikan kendaraan pribadi

ataupun milik perusahaan/dinas masyarakat

metropolitan atau kota yang bersangkutan;

6. Jenis kegiatan yang berada di kawasan

tersebut misalnya perkantoran, sekolah,

ataupun pusat perdagangan;

7. Kebijakan perparkiran yang diberlakukan oleh

pemerintah setempat.

Berdasarkan penjelasan yang sudah dipaparkan

dalam penyajian data, diketahui bahwa faktor yang

mempengaruhi bangkitan parkir di empat jalan ialah,

daya tarik masyarakat dalam memilih tempat parkir di

badan jalan adalah lebih dekat dengan tujuan mereka.

Parkir badan jalan yang berada didepan toko atau

kantor lebih memudahkan masyarakat. Terlebih lagi,

kawasan tersebut merupakan pusat perdagangan dan

perkantoran.

Tingkat kepemilikan kendaraan pribadi yang

semakin meningkat menyebabkan volume kendaraan

semakin bertambah sedangkan kapasitas jalan yang

tidak terlalu lebar, bangunan niaga yang terus

bertambah dan penggunaan ruang parkir sepanjang hari

bertambah pula, sehingga mempengaruhi kepadatan di

sekitar wilayah perpakiran. Area parkir badan jalan

yang hampir seluruhnya berada di kawasan niaga yang

notabenenya merupakan area yang padat pengunjung

juga menyebabkan kepadatan. Maka dari itu,

pemerintah Kota Surabaya memberikan peraturan yang

baru yang diharapkan dapat mengurangi kemacetan di

kawasan yang padat.

Faktor lain menurut Abubakar mengenai

kebijakan perparkiran pemerintah setempat. Kebijakan

yang baru diberlakukan oleh pemerintah Kota

Surabaya adalah kebijakan parkir zona pada Maret

2017. Parkir zona adalah kawasan parkir dengan tarif

yang berbeda dengan tarif-tarif seperti biasa contohnya

sepeda motor tarif biasa seribu rupiah untuk zona dua

ribu. Tujuan dari penerapan parkir zona adalah

mengurangi kegiatan perparkiran di daerah yang padat

lalu lintasnya perdagangan akan berkurang. Dengan

adanya kebijakan diharapkan dapat mengurangi

kemacetan yang ada terutama di kawasan niaga yang

memiliki tingkat kepadatan yang cukup tinggi.

Estetika Kota di Kawasan Niaga Kota Surabaya

Berdasarkan hasil temuan di lapangan,

penataan parkir badan jalan memiliki pengaruh

terhadap estetika kota. Sebagaimana telah dijelaskan

pada bab I, keindahan kota dalam perencanaan kota

mencakup nuansa, desain, tata letak, dan deskripsi

sebuah kota.

Nuansa Estetika Kota Surabaya

Nilai di suatu kota akan berkembang luas.

Pembangunan kota, yang lebih mendorong bentuk

perkotaan kompak, yang mempromosikan alternatif

pilihan dan sehat transportasi (yaitu berjalan, bersepeda

dan transit), lebih baik menggunakan infrastruktur kota

dan mempertahankan kelangsungan hidup bisnis

lingkungan. Dalam jangka panjang, gaya pembangunan

menumbuhkan karakter masyarakat yang berbeda yang

membangun merek dan kebanggaan warga untuk Kota

dan lingkungannya.

Berdasarkan hasil temuan di lapangan

ditemukan bahwa pembangunan Kota Surabaya dapat

dilihat dari banyaknya bangunan khususnya untuk

bangunan niaga. Kawasan yang sebelumnya berupa

kawasan perkampungan, sekarang menjadi kawasan

perniagaan. Pergeseran kawasan dapat menunjukkan

bahwa Kota Surabaya yang semakin berkembang

dengan lebih berfokus pada perdagangan dan jasa.

Semakin berkembangnya suatu kota akan

mempengaruhi masyarakatnya. Pandangan masyarakat

juga akan berbeda atau bergeser dalam melihat kota

yang ditinggalinya.

Dalam menilai sebuah ruang yang memiliki

nilai estetika dapat dilakukan dengan cara memandang

ruang tersebut. Memandang merupakan suatu kegiatan

melihat dan mengamati suatu tempat yang dianggap

menarik dan memiliki nilai estetika. Suatu kota harus

memiliki keseimbangan antara lingkungan dan

infrastruktur yang akan mempengaruhi pemandangan

kota sebagaimana yang sudah dijelaskan pada bab I.

Dengan demikian, pemandangan dalam suatu kota

memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan nilai-

nilai estetika, sehingga kota yang memiliki

keseimbangan yang baik dalam hal ini estetika kota

juga merupakan pemandangan yang baik bagi kotanya

tersebut (Nizarmaulana 2013).

Page 12: DAMPAK PENATAAN PARKIR BADAN JALAN TERHADAP ESTETIKA KOTA ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp63cf05b7dafull.pdf · berbondong-bondong untuk pindah ke kota demi ... dibutuhkan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303-341X

Volume 5, Nomor 3, September – Desember 2017

12

Faktor-faktor yang membuat pemandangan

terlihat baik di dalam sebuah kota adalah

keseimbangan lingkungan di dalam kota, keindahan

bangunan dan keserasian bangunan dengan lingkungan

sekitar kota. Sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang

Nomor 26 Tahun 2007 mengenai asas penataan ruang

yakni, keseimbangan dan keserasian yang merupakan

salah satu bagian dari asas yang telah dipaparkan pada

bab I. Keseimbangan, keindahan dan keserasian antar

ruang akan mempengaruhi pandangan dari masyarakat

dalam melihat suatu kota. Oleh karena itu, faktor-

faktor tersebut sangat berkaitan dengan nilai estetika

sebuah kota.

Berdasarkan hasil temuan di lapangan, suatu

ruang dikatakan indah jika lingkungan sekitar bersih,

ruangan rapi dan terawat. Menurut masyarakat

lingkungan yang ada di sekitar tempat parkir badan

jalan masih dipandang kotor dikarenakan masih

banyaknya karcis dan plastik bekas makanan yang

berserakan di area perparkiran. Namun, ada juga

masyarakat yang memandang parkir badan jalan itu

bisa dikatakan terjaga kebersihannya.

Tidak hanya dari segi kebersihannya saja,

namun juga dari segi kerapian juga akan

mempengaruhi pandangan masyarakat. Kerapian yang

ada pada parkir badan jalan menurut pandangan

masyarakat bahwa penataan parkir badan jalan dirasa

masih belum tertata dengan rapi. Dengan penataan

parkir yang kurang rapi menimbulkan kemacetan dan

mengurangi jarak pandang para pengguna jalan. Oleh

karena itu, banyak masyarakat yang merasa masih

menjadi berantakan dalam hal penataan parkir badan

jalan.

Berdasarkan hasil temuan di lapangan,

diketahui bahwa untuk menilai keserasian dan

keseimbangan ruang dan lingkungan sekitar, parkir

badan jalan masih belum seimbang dengan bangunan

dan lingkungan sekitar. Parkir badan jalan dengan

bangunan masih belum seimbang dikarenakan luas

parkir belum mencukupi kebutuhan parkir bagi para

pengunjung. Sedangkan, parkir badan jalan belum

seimbang dengan lingkungan dikarenakan lingkungan

di sekitar ruang parkir masyarakat masih merasa bahwa

itu kotor.

Pemandangan pada sebuah kota akan tetap

terjaga keberadaan lingkungannya, baik keseimbangan

lingkungan, keindahan bangunan dan keserasian

bangunan dengan lingkungan sekitar termasuk di

dalamnya mengenai tempat yang baik untuk parkir.

Pada dasarnya sebuah tempat parkir merupakan bagian

dari bentuk membangun sebuah kota menjadi lebih

menarik. Namun demikian, penempatan parkir perlu

untuk diperhatikan agar tetap memiliki nilai keindahan

pada suatu kawasan atau kota, bukan sebaliknya.

Desain Estetika Kota Surabaya

Desain yang baik adalah desain yang

mengutamakan proses penyelesaian terhadap

permasalahan yang terjadi dalam sebuah ruangan.

Masalah yang biasanya terjadi misalnya disebabkan

karena ruangan sempit dan terbatas, ruangan digunakan

untuk berbagai aktivitas, kapasitas ruangan tidak cukup

karena digunakan oleh lebih dari satu pengguna, dan

lain-lain (Wicaksono dan Tisnawati 2014).

Berdasarkan hasil temuan di lapangan

diketahui bahwa, keberadaan penataan parkir badan

jalan masih menimbulkan permasalahan. Permasalahan

yang timbul adalah berkurangnya ruang bagi pejalan

kaki, luas parkir yang tidak bertambah sedangkan

kebutuhan parkir bertambah, dan kecepatan lalu lintas

yang menjadi lamban akibat adanya parkir badan jalan.

Permasalahan yang ada akan mempengaruhi desain

perkotaan. Desain perkotaan yang menjadi kunci untuk

membuat tempat dimana orang-orang berbakat ingin

hidup dan akan mempengaruhi kesuksesan ekonomi

sehingga menciptakan lingkungan hidup yang lebih

dinamis.

Berdasarkan hasil temuan data yang ada di

lapangan, Dinas Perhubungan Kota Surabaya memiliki

desain baru dalam mengatasi permasalahan yang ada

berkaitan dengan parkir badan jalan. Desain yang

dibuat berupa masterplan perparkiran Kota Surabaya di

dalamnya terdapat root map perparkiran mulai dari

sistem manajemen hingga kajian mengenai parkir zona

yang saat ini sudah mulai diterapkan.

Berdasarkan temuan di lapangan, desain dan

tarif perparkiran badan jalan harus mengikuti peraturan

yang dibuat oleh Dinas Perhubungan Kota Surabaya.

Desain perparkiran berbeda-beda sesuai karakteristik

jalan masing-masing. Tidak hanya itu, tarif parkir yang

digunakan juga berbeda. Jalan yang memiliki tingkat

kepadatan yang tinggi seperti kawasan perdagangan

diberi tarif yang berbeda dengan kawasan yang

memiliki tingkat kepadatan yang rendah. Hal

diberlakukan untuk mengurangi kepadatan yang ada di

jalan seperti pemberlakuan tarif parkir zona.

Dalam menentukan lokasi yang merupakan

tindakan strategis untuk merencanakan suatu ruangan

agar berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Perlu adanya pertimbangan yang matang dalam

menentukan titik-titik lokasi dengan

mempertimbangkan beberapa aspek yang memiliki

dampak langsung dengan ruangan tersebut

(Nizarmaula 2013). Ruang dapat dikatakan benar jika

pesan yang terkandung dalam sebuah ruangan dapat

tersampaikan dengan baik dan mudah dipahami oleh

khalayak umum. Keberadaan suatu ruangan tidak akan

mengganggu fasilitas umum lainnya jika hal-hal

tersebut dapat diterapkan dengan baik dan benar.

Sebagaimana hasil yang telah didapatkan di

lapangan, dalam menentukan titik-titik lokasi parkir

dengan mempertimbangkan pejalan kaki, jangkauan,

kecepatan arus lalu lintas, persepsi orang terhadap

lokasi dan keserasian bangunan sekitar yang memiliki

dampak langsung dengan ruang parkir. Keberadaan

ruang parkir masih mengganggu fasilitas umum

lainnya seperti fasilitas untuk pejalan kaki digunakan

untuk lahan parkir, sehingga membuat pejalan kaki

Page 13: DAMPAK PENATAAN PARKIR BADAN JALAN TERHADAP ESTETIKA KOTA ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp63cf05b7dafull.pdf · berbondong-bondong untuk pindah ke kota demi ... dibutuhkan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303-341X

Volume 5, Nomor 3, September – Desember 2017

13

susah untuk melewatinya karena terhalang oleh

kendaraan parkir. Jadi, ruang parkir belum bisa

dikatakan benar karena masih mengganggu fasilitas

umum lainnya.

Tata Letak Estetika Kota Surabaya

Desain perkotaan yang baik akan membantu

memberikan layout yang sangat efisien, yang dapat

memberikan lebih banyak unit. Terdapat skema dalam

merencanakan skema kualitas desain untuk

mengakomodasi kepadatan lebih tinggi. Namun,

kualitas desain yang lebih baik tidak secara otomatis

mengikuti dari kepadatan yang lebih tinggi.

Berdasarkan hasil temuan di lapangan

diketahui bahwa, Dinas Perhubungan Kota Surabaya

memiliki skema dalam menata parkir badan jalan.

Skema yang diberikan oleh Dinas Perhubungan Kota

Surabaya dengan cara menghitung rasio V/C.

Perbandingan rasio dengan membandingkan kapasitas

jalan dengan volume kendaraan yang melewati jalan

tersebut. Jika hasil survei yang didapat oleh Dinas

Perhubungan mencapai rasio yang tinggi, maka akan

diputuskan bahwa lahan tersebut tidak boleh atau

menjadi larangan untuk membangun lahan parkir di

badan jalan.

Jika jalan yang akan dibangun lahan parkir

memiliki volume kendaraan yang padat, maka Dinas

Perhubungan akan melarang dibangunnya lahan parkir

badan jalan tersebut. Namun, jika lahan yang akan

digunakan untuk perparkiran yang memiliki volume

kendaraan yang tidak terlalu padat sesuai dengan

perhitungan Dinas Perhubungan maka Dinas

Perhubungan akan mengizinkan pembangunan parkir

tersebut.

Tidak hanya mempertimbangkan dari segi

kepadatan jalan, Dinas Perhubungan Kota Surabaya

juga melihat lahan parkir yang ada di jalan tersebut

memadai atau tidak. Bapak Hendra memberikan

contoh pada jalan Manyar Kertoarjo dan jalan Raya

Gubeng. Pada jalan Manyar Kertoarjo dan jalan Raya

Gubeng tersebut memang terdapat area yang tidak

diizinkan dan ada juga area yang diizinkan oleh Dinas

Perhubungan untuk membangun parkir badan jalan.

Pada kedua jalan tersebut, Dinas Perhubungan merasa

bahwa di samping memang jalannya yang memiliki

volume kendaraan yang padat, namun juga lahan parkir

yang terdapat di jalan tersebut dianggap belum

memadai. Maka dari itu, Dinas Perhubungan

memberikan larangan untuk membangun parkir badan

jalan di daerah tersebut.

Pada suatu ruangan di dalam sebuah kota

biasanya mempunyai hubungan dengan ruang-ruang di

sekitarnya. Hubungan tersebut diatur dengan konsep

yang digunakan pada saat menentukan zonasi tata letak

pada perancangan interior. Berikut prinsip-prinsip

hubungan ruang tersebut (Wicaksono dan Tisnawati

2014):

1. Sebuah ruang yang luas dapat

mencakup dan memuat sebuah ruang

lain yang lebih kecil di dalamnya.

2. Ruang yang lebih kecil sangat

bergantung pada ruang yang besar

dalam hubungannya dengan

lingkungan eksterior.

3. Jika ruang yang berada di dalam

berkembang ukurannya, ruang yang

lebih besar akan mulai kehilangan

artinya sebagai bentuk ruang

penutup.

Berdasarkan hasil temuan data di lapangan

diketahui bahwa parkir badan jalan yang merupakan

ruang kecil dimana ruang tersebut berada di dalam

ruang yang lebih luas atau besar yakni jalan raya. Jadi,

jalan juga mencakup parkir tepi jalan dalam

memfasilitasi masyarakat untuk menempatkan atau

menitipkan kendaraannya ke tempat yang memang

sudah resmi diberikan oleh pemerintah.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Wicaksono

dan Tisnawati (2014) diketahui bahwa ruang yang

kecil akan bergantung pada ruang yang besar.

Berdasarkan hasil di lapangan, ruang kecil yang

merupakan parkir itu bergantung pada jalan yang ada.

Sesuai dengan perhitungan atau perkiraan yang dibuat

oleh Dinas Perhubungan dalam menentukan parkir

dengan cara melihat volume kendaraan dengan

kapasitas jalan menandakan bahwa kapasitas jalan

sangat mempengaruhi parkir terutama parkir badan

jalan.

Ketersediaan ruang parkir tidak terlepas dari

pengaturan tata letak ruang parkir yang efektif dan

kapasitas ruang parkir serta pelayanan parkir yang baik

sehingga dapat mengoptimalkan fasilitas parkir

kendaraan, bidang atau areal parkir tentunya

mempunyai angka maksimal dalam menampung

jumlah kendaraan. Penggunaan fasilitas parkir

merupakan suatu keperluan yang penting sebagai

tempat untuk menitipkan kendaraan bila kita ingin

berkunjung ke suatu tempat, namun kendala yang

sering dialami dalam penggunaan fasilitas parkir

tersebut adalah tempat parkir sering sekali penuh

namun tidak ada petunjuk parkir penuh, sehingga

waktu terbuang dalam mencari ruang parkir, dan tata

letak kendaraan yang parkir sering sekali tidak

beraturan, sehingga pengunjung merasa kurang

nyaman dan tidak bisa memarkirkan kendaraan mereka

dengan baik.

Deskripsi dari Sebuah Kota Surabaya

Pada umumnya manusia memerlukan tempat

yang stabil dan ideal untuk mengembangkan

kehidupannya. Kebutuhan itu timbul atas dasar adanya

kesadaran orang-orang terhadap suatu tempat. Maka

dari itu, tempat yang merupakan sebuah jarak yang

memiliki suatu ciri khas tersendiri dan berarti bagi

Page 14: DAMPAK PENATAAN PARKIR BADAN JALAN TERHADAP ESTETIKA KOTA ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp63cf05b7dafull.pdf · berbondong-bondong untuk pindah ke kota demi ... dibutuhkan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303-341X

Volume 5, Nomor 3, September – Desember 2017

14

lingkungan, termasuk di dalamnya citra kota (Zahnd

1999 : 137).

Citra kota merupakan identitas khas yang

hanya dimiliki pada suatu kota dimana setiap kota

memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Jika dilihat dari

aspek estetika sebuah kota dapat dikatakan sebagai

tempat yang layak apabila memenuhi beberapa prinsip

(Zahnd 1999), yaitu:

1. Kekosongan pusat. Sebuah tempat yang

berfungsi sebagai ruang statis seharusnya

memiliki pusat yang kosong. Artinya, pohon-

pohon, tugu, monumen, dan lain sebagainya

ditempatkan diluar pusat ruang, atau

ditempatkan secara khusus tanpa ada

gangguan dari elemen yang lainnya.

2. Elemen tempat. Sebuah tempat biasanya diisi

oleh elemen perkotaan yang mendukung.

Seperti lampu, penghijauan, tempat menempel

media iklan, pengumuman, tiang-tiang, tempat

duduk, dan lain-lain. Seharusnya elemen

tersebut tidak merusak tempat, melainkan

memberikan dukungan pada infrastruktur dan

lingkungannya.

3. Gambaran visual. Sebuah tempat seharusnya

memiliki citra yang menarik. Maksudnya,

sebuah tempat idealnya mempunyai ciri khas

yang berasal dari interaksi antara ruang dan

bentuk, serta antara yang buatan dan yang

alami.

Berdasarkan hasil temuan peneliti di lapangan,

untuk memenuhi kekosongan pusat, parkir badan jalan

memiliki ruang kosong yang dimanfaatkan sebagai

penempatan pohon atau vegetasi untuk mengurangi

polusi kendaraan yang berada di sekitar ruang parkir.

Namun, penempatan pohon terkadang terhalang oleh

rambu parkir yang berada di dekat pohon itu ditanam.

Dalam memenuhi elemen tempat, elemen

yang mendukung area parkir adalah marka parkir dan

rambu parkir yang menandakan bahwa tempat tersebut

merupakan parkir badan jalan yang resmi yang dikelola

oleh pemerintah. Elemen tersebut sebenarnya

mendukung adanya parkir badan jalan namun, tidak

semua parkir badan jalan memiliki keduanya terutama

dalam kepemilikan marka parkir. Jadi, marka dan

rambu parkir merupakan elemen pendukung parkir

badan jalan tetapi penyebarannya masih belum

menyeluruh.

Tata letak parkir badan jalan yang diikuti

dengan rambu parkir, marka parkir dan vegetasi

sebagai sarana prasarana parkir badan jalan. Dari

keseluruhan jalan yang diteliti oleh peneliti, sudah

memenuhi sarana dan prasarana tersebut. Namun,

memang masih terdapat kendala yang ada terutama

mengenai pemenuhan marka parkir yang seharusnya

ada di setiap titik parkir. Seperti yang sudah dijelaskan

sebelumnya, bahwa marka parkir seharusnya ada pada

setiap tempat namun dikarenakan kendala yang

dihadapi maka tidak seluruh titik parkir memiliki

marka parkir sendiri-sendiri.

Berdasarkan temuan di lapangan, dari segi

gambaran visual, penataan parkir badan jalan dinilai

masih belum menarik perhatian disebabkan karena

dari segi kerapian parkir badan jalan masih semrawut

tidak tertata rapi. Terkadang juru parkir memasukkan

kendaraan dengan melebihi anjuran sesuai yang

diperintahkan oleh Dinas Perhubungan terlebih lagi

kadang ada juru parkir yang tidak mau mengatur parkir

dengan baik.

Dengan demikian, makna sebuah tempat dari

segi citra kota serta estetikanya melibatkan beberapa

faktor tersebut yang akan mampu mempengaruhi

makna pada suatu tempat. Dibutuhkan adanya

penekanan mengenai pengamalan estetika, baik

individu maupun kolektif, mencerminkan bentuk

keterlibatan dalam lingkungan yang mengarah ke

pemahaman sedemikian rupa dalam menolak perintah

normative mengenai perilaku kita sehari-hari. Dalam

hal mengubah lingkungan maka melakukan hal yang

sama untuk diri kita sendiri.

Berdasarkan hasil temuan yang ada di lapangan,

penataan parkir badan jalan juga akan mempengaruhi

sudut pandang kota. Perparkiran yang ada di Surabaya

juga akan mempengaruhi sudut pandang masyarakat

terhadap kota yang akan mempengaruhi citra kota itu

sendiri. Oleh karena itu, tempat parkir seharusnya

memiliki citra yang menarik sehingga dapat

menciptakan sebuah tempat yang ideal.

Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa

adanya parkir badan jalan menimbulkan kemacetan.

Oleh karena itu, citra kota menjadi terganggu karena

lalu lintas yang seharusnya berjalan dengan lancar

harus terhambat dengan adanya parkir badan jalan

yang mengambil sebagian ruang jalan.

Terdapat perbedaan antara kebijakan yang ada

Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman,

Cipta Karya dan Tata ruang Kota Surabaya sebenarnya

tidak memperbolehkan bangunan niaga menggunakan

badan jalan sebagai tempat parkir bagi para

pengunjungnya. Parkir yang dibolehkan oleh pihak

DCKTR adalah parkir yang masuk di dalam persil atau

pada bidang tanah bangunan tersebut.

Sedangkan, bagi Dinas Perhubungan Kota

Surabaya parkir yang berada di badan jalan itu resmi

selama lokasi parkir ada di jalan-jalan yang menjadi

kewenangan pemerintah Kota Surabaya. Selain jalan

kewenangan pemerintah seperti jalan provinsi, arteri,

dan nasional tidak diperbolehkan untuk menggunakan

jalan sebagai fasilitas parkir. Perbedaan tersebut

menimbulkan ketimpangan mengenai parkir badan

jalan bagi masyarakat.

Page 15: DAMPAK PENATAAN PARKIR BADAN JALAN TERHADAP ESTETIKA KOTA ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp63cf05b7dafull.pdf · berbondong-bondong untuk pindah ke kota demi ... dibutuhkan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303-341X

Volume 5, Nomor 3, September – Desember 2017

15

Dampak Penataan Parkir Badan Jalan terhadap

Estetika Kota di Kawasan Niaga Kota Surabaya

Sebagaimana penjelasan di sub bab kerangka

teori, menurut Stren (2015:5) evaluasi dampak

memiliki beberapa aspek, yakni :

1. Menekankan pada pencarian efek apapun

yang dirasakan tidak hanya pada sasaran atau

orang yang dimaksudkan.

2. Mengakui bahwa adanya pengaruh positif dan

negatif

3. Mengakui bahwa efek dari program itu

disebabkan oleh intervensi

4. Menunjukkan kemungkinan berbagai jenis

hubungan antara semua jenis intervensi

pembangunan (proyek, program atau

kebijakan) dan efek

5. Berfokus pada efek jangka panjang dari

intervensi pembangunan

Berdasarkan penjelasan Stren, dari temuan

yang ada di lapangan sudah mencakup dua aspek dari

aspek evaluasi dampak, yakni menekankan pada

pencarian efek yang dirasakan tidak hanya pada

sasaran dan mengakui adanya dampak positif dan

negatif. Efek yang dihasilkan dari penataan parkir

badan jalan adalah ruas jalan sempit dan arus lalu lintas

padat.

Jika dilihat, estetika memiliki berbagai

dimensi yang mempengaruhi bagaimana seorang

manusia mengapresiasi keindahan, estetika di sini

hanyalah sebuah media untuk mencoba menjelaskan

apa yang disebut indah, namun tidak akan bisa

menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dalam benak

seseorang berkaitan dengan sensasi keindahan karena

setiap manusia memiliki pemikiran yang berbeda-beda.

Maka, keindahan lebih bersifat subjektif dalam diri

setiap orang sehingga pendapat tentang nilai estetika

sebuah bangunan atau benda. Oleh karena itu, dengan

perkembangan zaman estetika akan dapat lebih

dimengerti dan dikembangkan melalui pemahaman

berbagai hal menyangkut teori estetika.

Suatu kota dikatakan memiliki nilai estetika

jika mampu menyeimbangkan antara lingkungan

dengan infrastruktur yang ada di dalam kota tersebut

yang bertujuan untuk mewujudkan kota yang ideal

dimana keberadaan lingkungan di dalam kota harus

tetap dijaga kelestariannya. Sehingga, kota tampak

serasi, seimbang, bersahabat dan memiliki nilai

keindahan tersendiri, tentunya kota yang baik dapat

dipastikan memiliki citra kota yang khas (Nizarmaula

2013).

Penataan parkir badan jalan masih belum

mampu menyeimbangkan dengan lingkungan. Dengan

adanya parkir ini belum bisa mewujudkan kota yang

ideal yang tetap menjaga kelestariannya. Seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya, penataan parkir badan

jalan dari segi serasi dan seimbang masih belum

memenuhi, sedangkan untuk nilai keindahan, dengan

adanya parkir badan jalan dianggap kurang indah.

Selain itu, master plan yang dibuat oleh Dinas

Perhubungan Kota Surabaya masih belum maksimal

sehingga menyebabkan estetika suatu kota menjadi

berkurang atau belum efektif. Oleh karena itu, jika

penataan parkir tidak sesuai dari segi penggunaan dan

penempatannya akan berdampak buruk bagi estetika

kota.

Juru parkir badan jalan juga mempengaruhi

dampak yang ditimbulkan dari adanya parkir badan

jalan tersebut. Juru parkir ikut ambil bagian dari

pembentukan nilai keindahan dari parkir badan jalan

kepada masyarakat. Cara juru parkir dalam menata

parkir dari segi kerapian parkir hingga kebersihan

parkir itu yang akan mempengaruhi pandangan dari

masyarakat dalam melihat bagaimana penataan parkir

yang ada di Kota Surabaya. Dengan penataan parkir

badan jalan yang ditata secara tidak rapi dan tidak

bersih akan mempengaruhi nilai masyarakat sehingga,

parkir badan jalan terlihat jelek.

Dalam penataan parkir pasti ada unsur-unsur

lain yang mempengaruhi seperti yang sudah dijelaskan

sebelumnya bahwa benda estetis tidak akan bisa berdiri

sendiri. Unsur-unsur yang terkait seperti halnya

transportasi, lalu lintas, lingkungan dan masyarakat.

Unsur-unsur yang ada dengan penataan parkir harus

tersusun dengan baik sehingga antara unsur dan

penataan parkir dapat menjadi suatu kesatuan yang

sempurna. Namun, menyeimbangkan semua unsur

menjadi satu tidak mudah seperti yang sudah dibahas

dalam latar belakang bahwa pesatnya perkembangan

kota Surabaya dan pertambahan kendaraan bermotor

yang semakin meningkat, maka kebutuhan parkir

meningkat dan juga berpengaruh dalam pengelolaan

perparkiran.

Oleh karena itu, dari segi estetika kota, dengan

adanya penataan parkir badan jalan kota menjadi

kumuh. Dilihat dari segi penataan parkir terkadang

para pengendara kendaraan juga masih belum mau

untuk menata kendaraannya yang akan parkir dengan

rapi. Masyarakat merasa tata kota mengenai parkir

badan jalan harus segera dibenahi. Perlu adanya

penghapusan parkir badan jalan demi kelancaran lalu

lintas dan keindahan kota itu sendiri.

Berdasarkan hasil temuan di lapangan,

penataan parkir badan jalan juga memberikan efek

kepada masyarakat sebagai pengguna, namun juga

berpengaruh kepada arus lalu lintas di sekitar wilayah

perparkiran. Efek yang dirasakan oleh masyarakat yang

berpengaruh terhadap arus lalu lintas adalah arus lalu

lintas menjadi padat dikarenakan adanya parkir badan

jalan membuat ruas jalan menjadi sempit. Jalan yang

seharusnya dimanfaatkan sepenuhnya untuk arus lalu

Page 16: DAMPAK PENATAAN PARKIR BADAN JALAN TERHADAP ESTETIKA KOTA ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp63cf05b7dafull.pdf · berbondong-bondong untuk pindah ke kota demi ... dibutuhkan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303-341X

Volume 5, Nomor 3, September – Desember 2017

16

lintas harus dibagi dengan adanya parkir badan jalan

sehingga, arus lalu lintas menjadi terhambat.

Dalam temuan di lapangan, diketahui bahwa

penataan parkir badan jalan memiliki dampak positif

dan negatif bagi masyarakat. Dampak positif yang

diberikan dari parkir badan jalan yang dirasakan oleh

masyarakat ialah kemudahan untuk menuju tempat

kegiatan yang diinginkan. Sedangkan untuk dampak

negatif adanya penataan parkir badan jalan adalah

kemacetan, ruas jalan menjadi sempit, mengganggu

kelancaran lalu lintas, mengganggu pengguna jalan

lainnya, tidak aman, dan mengambil hak pejalan kaki.

KESIMPULAN

Analisis mengenai penataan parkir badan jalan

jika ditinjau dari aspek estetika kota yang meliputi

nuansa, desain, tata letak dan deskripsi sebuah kota.

Berikut kesimpulan penataan parkir badan jalan jika

dilihat dari aspek estetika, yaitu :

1. Dari segi nuansa estetika, penataan parkir

badan jalan menurut pandangan masyarakat

masih kotor, kurang rapi dan antara bangunan

dan fasilitas parkir yang diberikan masih

belum seimbang. Namun, terdapat beberapa

masyarakat yang memiliki pandangan yang

berbeda mengenai penataan parkir badan jalan

sudah rapi dan bersih. Dengan demikian,

penempatan parkir perlu diperhatikan agar

tetap memiliki nilai keindahan kota, bukan

sebaliknya.

2. Dari segi desain estetika, Dinas Perhubungan

Kota Surabaya telah memiliki desain baru

dalam mengatasi permasalahan yang ada

berkaitan dengan parkir badan jalan. Desain

yang dibuat berupa masterplan perparkiran

Kota Surabaya tahun 2016. Namun,

keberadaan penataan parkir badan jalan masih

menimbulkan permasalahan. Efek yang timbul

adalah berkurangnya ruang bagi pejalan kaki,

luas parkir yang tidak bertambah sedangkan

kebutuhan parkir bertambah, dan kecepatan

lalu lintas yang menjadi lamban akibat adanya

parkir badan jalan. Jadi, ruang parkir belum

bisa dikatakan benar karena masih

mengganggu fasilitas umum lainnya.

3. Dari segi tata letak estetika, Dinas

Perhubungan Kota Surabaya memiliki skema

dalam menata parkir badan jalan. Skema yang

diberikan oleh Dinas Perhubungan Kota

Surabaya dengan cara menghitung rasio V/C.

Perbandingan rasio dengan membandingkan

kapasitas jalan dengan volume kendaraan

yang melewati jalan tersebut. Tata letak

kendaraan yang parkir tidak beraturan,

sehingga berpengaruh pada kenyamanan

pengunjung yang merasa kurang nyaman dan

tidak bisa memarkirkan kendaraan mereka

dengan aman.

4. Dari segi deskripsi sebuah kota, Penataan

parkir badan jalan dinilai masih belum

menarik perhatian karena dari segi kerapian

parkir badan jalan masih semrawut tidak

tertata rapi. Sehingga, citra kota menjadi

terganggu karena lalu lintas yang seharusnya

berjalan dengan lancar harus terhambat

dengan adanya parkir badan jalan yang

mengambil sebagian ruang jalan.

Secara keseluruhan, dampak yang ditimbulkan

dari parkir badan jalan di kawasan niaga Kota

Surabaya terhadap estetika kota yakni dari segi dampak

positif yang dirasakan adalah parkir badan jalan lebih

dekat dengan tempat tujuan. Sedangkan dampak

negatif adanya penataan parkir badan jalan adalah

kemacetan, ruas jalan menjadi sempit, mengganggu

kelancaran lalu lintas, mengganggu pengguna jalan

lainnya, tidak aman, dan mengambil hak pejalan kaki.

Terlebih lagi, keempat jalan tersebut yang memiliki

tingkat volume kendaraan yang tinggi sedangkan

kapasitas jalan sempit. Sehingga, menyebabkan arus

lalu lintas menjadi ramai dan padat. Oleh karena itu,

penataan parkir badan jalan dianggap berdampak buruk

terhadap estetika kota karena kota terlihat kumuh.

Maka dari itu, sebuah ruang parkir terutama

badan jalan tidak hanya sebagai pemenuhan pelayanan

pemerintah kepada masyarakat namun juga dituntut

untuk benar secara fungsi dan penggunaannya serta

memberikan dampak positif terutama bagi lingkungan

dan berbagai aspek di dalamnya. Jika semuanya

terpenuhi maka kegiatan penataan parkir badan jalan

dapat berjalan dengan baik tanpa membatasi kegiatan

aspek lainnya seperti lalu lintas dan ruang untuk

pejalan kaki, dan tentunya dengan tidak mengabaikan

peraturan yang ada dan dari segi estetika kota akan

menjadi lebih indah.

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Jurnal :

Abubakar, Iskandar. 2011. Parkir: Pengantar

Perencanaan dan Penyelenggaraan

Fasilitas Parkir. Jakarta: Transindo Gastama

Media

Adisasmita, Rahardjo. 2012. Analisis Tata Ruang

Pembangunan. Yogyakarta:Graha Ilmu

Alamsyah, Alik Ansyori. 2008. Rekayasa Lalu Lintas.

Malang: UMM Press

Beardsley, Monroe C. 1981. Aesthetics, Problems in

the Philosophy of Criticsm. Indianapolis:

Hackett Publishing Company

Dale, Reidar 2001. Evaluation Framework for

Development Program and Project. Sage

Publication. New Delhi.

Page 17: DAMPAK PENATAAN PARKIR BADAN JALAN TERHADAP ESTETIKA KOTA ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp63cf05b7dafull.pdf · berbondong-bondong untuk pindah ke kota demi ... dibutuhkan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303-341X

Volume 5, Nomor 3, September – Desember 2017

17

Djajoesman, HS. 1976. Grafik Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan. Jakarta: Balai Pustaka

Eaton, Marcia Muelder. 2010. Persoalan-Persoalan

Dasar Estetika. Jakarta: Salemba Humanika

Foster, HD. 1982. Environmental Aesthetics. Canada:

Victoria Univ Pr

Gertler, Paul J, Sebastian Martinez, Patrick Premand,

Laura B. Rawlings, and Christel M. J.

Vermeersch. 2011. Impact Evaluation in

Practice. Washington: The World Bank

Gie, The Liang dan Sutarto.1977. Pengertian,

Kedudukan dan Perincian Ilmu Administrasi.

Yogyakarta: Karya Kencana

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta :

Gramedia Widiasarana Indonesia

Hasan, M. Iqbal, 2002. Pokok-pokok Materi

Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Bogor:

Ghalia Indonesia

Hein, Carola, Kalala Ngalamulume and Kevin J.

Robinson. 2010. Chapter Twenty-Two: Urban

Plannig and Aesthetics. United State of

America: Jossey-Bass

Hobbs, F.D . 1995. Perencanaan dan Teknik Lalu

Lintas. Yogyakarta: Gajah Mada University

Press

Jackson, John Brinckerhoff. 1984. Discovering the

Vernacular Landscape. United State: Yale

University Press

Kunarto, Drs. 1999. Masalah Lalu Lintas, Buku ke 5.

Jakarta: Cipta Manunggal

Makmur. 2011. Efektifitas Kebijakan Kelembagaan

Pengawasan. Bandung: Refika Aditama

Mardiasmo. 2009. Akutansi Sektor Publik. Yogyakarta:

Andi

Miles, Mathew B. dan Michael Huberman. 1984.

Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of

New Methods. London : Sage Publication, Inc

Mirsa, Rinaldi. 2012. Elemen Tata Ruang. Yogyakarta:

Graha Ilmu

Moloeng, Lexy J. 2011. Metode Penelitian Kualitatif

(edisi revisi). Bandung: PT. remaja Rosdakarya

Offset.

Mulyadi, Deddy. 2015. Studi Kebijakan Publik dan

Pelayanan Publik. Bandung: Alfabeta

Nurcholis, Hanif, Hardi Warsono dan Tijan. 2009.

Perencanaan Partisipatif Pemerintah Daerah.

Jakarta: Grasindo

Parsons, Wayne. 2004. Public Policy Pengantar Teori

dan Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Rogers, Patricia J., RMIT University and Better

Evaluation. 2012. Impact Evaluation Notes:

Introduction to Impact Evaluation. Journal No.

1 March 2012. Inter Action and The Rockefeller

Foudation

Rossman, Gretchen B. and Sharon F. Rallis. 2012.

Learning in the Field: An Introduction to

Qualitative Research. London: SAGE

Publications, Inc

Sachari, Agus. 2002. Estetika: Makna, Simbol,dan

Daya. Bandung: ITB

Schalock, Robert L (auth). 2002. Outcome-Based

Evaluation: Second Edition. United State of

America: Kluwer Academic Publisher

Sita, Raid an Ivanaovich Agusta. 2011. Evaluasi

Efektivitas, Relevansi, dan Keberlanjutan

Dampak Proyek Second Water Sanitation for

Low Income Communities (WSLIC-2)/

Evaluation of Efectivity, Relevancy, And

Sustainability on Project Second Water

Sanitation For Low Income Communities

(WSLIC-2). Sodality: Jurnal Transdisiplin

Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia

Soenarko, SD Drs. H. MPA. 2000. Public Policy:

Pengertian Pokok untuk Memahami dan

Analisa Kebijaksanaan Pemerintah. Surabaya:

Airlangga University Press

Stern, Elliot. May 2015. Impact Evaluation: A Guide

for Commisioners and Managers. Journal. Bond

for International Development

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan

Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta

Surakhman, Winarno. 1994. Pengantar Penelitian

Ilmiah : Dasar, Metode dan Teknik. Bandung:

Tarsito.

Susanto, Bambang. 2009. Strategi dalam Penataan

Ruang dan Pengembangan Wilayah. Jakarta:

Kata Hasta Pustaka

Suyanto, Bagong dan Sutinah (ed). 2005. Metode

Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif

Pendekatan. Jakarta : Prenada Media

Tarigan, Robinson. 2005. Perencanaan Pembangunan

Wilayah. Graha Ilmu. Yogyakarta

Todaro, Michael P. 2000. Economic Development,

Seventh Edition. New York Universit: Addison

Wesley

Tohirin, Dr. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Dalam

Pendidikan dan Bimbingan Konseling. Jakarta:

PT. Grafindo Persada

Ulfiatin, Nurul. 2014. Metode Penelitian Kualitatif

Dibidang Pendidikan. Malang: Banyumedia

Publishing

Wicaksono, Andie. A dan Endah Tisnawati. 2014.

Teori Interior. Jakarta: Griya Kreasi (Penebar

Swadaya Group)

Internet :

Ashleysays. 2009. City Planning and Aesthetic.

HubPages. http://hubpages.com/education/The-

Inclusion-of-Aesthetics-in-City-Planning.

Diakses 18 Januari 2017

Habib, Muhammad Alhada Fuadillah. 2012.

Pengertian Kota (online) http://alhada-

fisip11.web.unair.ac.id/ diakses pada 22 Juni

2016

No Name. May 2010. Illustrated Urban Design

Principles. Journal. London Canada.

https://www.london.ca/business/Planning-

Development/urban-

Page 18: DAMPAK PENATAAN PARKIR BADAN JALAN TERHADAP ESTETIKA KOTA ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmp63cf05b7dafull.pdf · berbondong-bondong untuk pindah ke kota demi ... dibutuhkan

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303-341X

Volume 5, Nomor 3, September – Desember 2017

18

design/Documents/Illustrated-Urban-Design-

Principles.pdf. dilihat tanggal 11 Februari 2017

pukul 9.00

http://surabaya.tribunnews.com/2016/09/02/banyak-

toko-tanpa-lahan-parkir-picu-macet-di-surabaya

http://www2.jawapos.com/baca/artikel/9796/kendaraan

-di-surabaya-tambah-17ribu-lebih-sebulan

http://surabaya.tribunnews.com/2017/04/21/duh-lajur-

sepeda-kok-jadi-tempat-parkir

http://surabaya.tribunnews.com/2015/02/06/kemacetan

-surabaya-masuk-empat-besar-dunia

http://jatim.metrotvnews.com/peristiwa/VNnxEMEk-

urai-kemacetan-pemkot-surabaya-siapkan-parkir-

dalam-gedung

https://news.detik.com/jawatimur/3325168/ini-salah-

satu-penyebab-kemacetan-di-surabaya

https://www.pressreader.com/indonesia/jawa-

pos/20160116/282780650506038

http://dikti.go.id/iptek-solusi-komprehensif-atasi-

kemacetan-lalu-lintas/

Peraturan :

Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat

Nomor: 272/HK.105/DRJD/96 tentang Pedoman

Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir

Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 1 Tahun 2009

tentang Penyelenggaraan Perparkiran dan Retribusi

Parkir

Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 7 Tahun 2009

tentang Bangunan

Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 8 Tahun 2012

tentang Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan Umum

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun

2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan

Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang

Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak serta

Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas

Peraturan Walikota Surabaya Nomor 2 Tahun 2015

tentang Tata Cara Honorarium Petugas Parkir

Peratuan Walikota Surabaya Nomor 36 Tahun 2015

tentang Perubahan Tarif Retribusi Pelayanan Parkir di

Tepi Jalan Umum

Peraturan Walikota Surabaya Nomor 52 Tahun 2015

tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administrasi

Pelanggaran Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 1

Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perparkiran dan

Retribusi Parkir

Peraturan Walikota Surabaya Nomor 58 Tahun 2015

tentang Pedoman Teknis Pelayanan Izin Mendirikan

Bangunan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun

2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun

2007 tentang Penataan Ruang

Skripsi :

Maula, Nizar. 2013. Tinjauan penggunaan elemen

visual media luar ruang dan penempatan serta

kaitannya pada estetika Kota Bandung : (studi kasus :

spanduk kampanye partai politik Rido). Skripsi. Desain

Komunikasi Visual Universitas Komputer Indonesia

Prasetya, Wisnu. 2010. Kajian Penataan Parkir Jalan

Jawa Kabupaten Jember. Skripsi. Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Jember.

Yulianto, Didik. 2006. Persepsi Kualitas Estetika dan

Ekologi pada Jalur Wisata Alam Taman

Nasional Gede Pangrango. Skripsi. Institut

Pertanian Bogor