contoh proposal penelitian kuantitatif
TRANSCRIPT
PROPOSAL SKRIPSI
“PENGARUH PENERAPAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN
PENDIDIKAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS 4,5,6
MI NURUL ULUM KECAMATAN GADINGREJO
KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN 2010
Oleh :
ARENA HIDAYANI
NPM:0956425
JURUSAN TARBIYAH PRODI PGMI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAIN JURAI SIWO)
METRO 2010
PENGARUH PENERAPAN KTSP TERHADAP PRESTASI BELAJAR
SISWA KELAS 4 MIN GUMUKMAS KECAMTAN PAGELARAN
Latar Belakang Masalah
Allah menciptakan manusia dengan dibekali berbagai macam perasaan
(feeling). Salah satunya adalah perasaan “Ingin Tahu (idle courocity)” dan
perasaan “Tidak Puas” terhadap sesuatu yang ia miliki. Dengan rasa
keingintahuannya ia berusaha untuk mendapatkan berbagai macam informasi
yang banyak, dan dengan rasa ketidakpuasannya ia ingin memiliki sesuatu
yang lebih. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dan bercita-cita ingin
meraih kehidupan yang cemerlang, sejahtera, dan bahagia dalam arti yang
luas, baik lahiriah maupun bathiniah, duniawi dan ukhrawi. Namun cita-cita
tersebut tidak mungkin tercapai dan terwujud jika manusia itu sendiri tidak
berusaha seoptimal mungkin dalam meningkatkan kemampuannya melalui
proses kependidikan, karena proses kependidikan adalah suatu kegiatan secara
bertahap berdasarkan perencanaan yang matang untuk mencapai tujuan atau
cita-cita tersebut.
Pendidikan adalah yang utama dan terutama didalam kehidupan era
masa sekarang ini. Sejauh kita memandang maka sejauh itu pulalah kita harus
memperlengkapi diri kita dengan berbagai pendidikan. Pendidikan merupakan
kebutuhan pokok bahkan mutlak bagi manusia dalam rangka merubah
keadaan hidupnya menjadi lebih baik dan terarah. Tanpa pendidikan sama
sekali mustahil mereka dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-
1
cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandang hidup
mereka.
Dalam kaitannya dengan pendidikan, Lodge (dalam Zuhairini,
2004:10) mengemukakan pengertian pendidikan dalam arti yang luas, yaitu
“life is education, and education is life“, akan berarti bahwa seluruh proses
hidup dan kehidupan manusia itu adalah proses pendidikan. Jadi pendidikan
bagi manusia merupakan kebutuhan sepanjang hidupnya yang dapat
memberikan pengaruh baik dalam menata masa depan yang cemerlang,
sejahtera dan bahagia.
Selanjutnya dalam arti yang sempit Lodge menjelaskan pengertian
pendidikan sebagai berikut :
“ in the narrower sense, education is restricted to that functions, its
background, and its outlook to the member of the rising generations. In
practice identical with schooling, i.e. formal instruction under controlled
conditions “.
Dalam arti yang sempit, pendidikan hanya mempunyai fungsi yang
terbatas, yaitu memberikan dasar-dasar dan pandangan hidup ke generasi yang
sedang tumbuh, yang dalam prakteknya identik dengan pendidikan formal di
sekolah dan dalam situasi dan kondisi serta lingkungan belajar yang serba
terkontrol.
Dengan pengertian pendidikan diatas, dapat kita pahami bahwa
pendidikan formal di sekolah hanyalah bagian kecil saja dari pada pendidikan
informal secara umum, tapi pendidikan formal merupakan pendidikan inti
2
yang sangat urgen dan tidak bisa lepas kaitannya dengan proses pendidikan
secara keseluruhan. Pendidikan formal memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan dengan pendidikan informal dalam lingkungan keluarga.
Pertama, pendidikan formal di sekolah memiliki lingkup isi pendidikan yang
lebih luas, bukan hanya berkenaan dengan pembinaan segi-segi moral tetapi
juga ilmu pengetahuan dan keterampilan. Kedua, pendidikan di sekolah dapat
memberikan pengetahuan yang lebih tinggi, lebih luas dan mendalam. Sejarah
pendidikan sekolah diawali karena ketidakmampuan keluarga memberikan
pengetahuan dan keterampilan yang lebih tinggi dan mendalam. Ketiga,
karena memiliki rancangan atau kurikulum secara formal dan tertulis,
pendidikan di sekolah dilaksanakan secara berencana, sistematis, dan lebih
mendasar. (Sukmadinata, 2009:2). Jadi pendidikan formal lebih bersifat
sistematis dan konsisten berdasarkan berbagai pandangan teoritikal dan
praktikal sepanjang waktu sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Sehingga
secara umum pendidikan dapat mengarahkan peserta didik terhadap
peningkatan penguasaan pengetahuan, kemampuan, keterampilan,
pengembangan sikap dan nilai-nilai dalam rangka pembentukan dan
pengembangan diri peserta didik tersebut, dan tujuan pendidikan yang
meliputi kepentingan, kemaslahatan dan kesejahteraan peserta didik dan
masyarakat bahkan tuntutan lapangan kerjapun akan mudah tercapai.
Pendidikan juga suatu proses pembelajaran. Sebab pada kenyataannya
proses pendidikan yang dilaksanakan diberbagai lembaga pendidikan banyak
dilakukan bahkan tidak lepas dari apa yang namanya proses belajar mengajar.
3
Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar dan mengajar
merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa berhasil
tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana
proses belajar mengajar yang dirancang dan dijalankan secara professional
(Fathurrahman, 2007:8). Sehingga dapat dikatakan bahwa belajar mengajar
tidak dapat disepelekan dan diabaikan dalam dunia pendidikan.
Salah satu usaha untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan
perlu dibuat sebuah kurikulum pendidikan yang nilai relevansinya tinggi, atau
kesesuaian antara pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan
pembangunan nasional. Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana
yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar
mengajar (Sukmadinata, 2009:5). Kurikulum mempunyai kedudukan sentral
dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum juga merupakan komponen
pendidikan yang mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi
tercapainya tujuan-tujuan pendidikan dan sebagai acuan dalam setiap satuan
pendidikan. Karena kurikulum ini sifatnya urgen maka dibutuhkan perhatian
khusus dalam pelaksanaan dan pengembangannya sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi sekolah, sosial budaya masyarakat dan karakteristik siswa.
Upaya pengembangan kurikulum yang senantiasa dilakukan oleh pemerintah
dari tahun ke tahun melahirkan sebuah kurikulum baru yang merupakan
pengembangan kurikulum sebelumnya, yakni Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP).
4
KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang
diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran yakni sekolah
dan satuan pendidikan (Mulyasa, 2007:21). Paradigma baru ini memberikan
otonomi luas pada setiap satuan pendidikan dan pelibatan masyarakat dalam
rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah.
Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) ini seorang guru
dituntut untuk mampu mengubah sumber pembelajaran (Learning Resource)
menjadi bahan ajar (Teaching Material), sehingga materi yang diajarkan
kepada peserta didik tidak monoton pada buku yang menjadi pegangan di
sekolah tersebut serta hal ini akan mengurangi kejenuhan siswa saat belajar.
Dengan demikian proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik, guru
bisa memberikan pelajaran dengan bahan ajar dan metode yang variatif
sehingga peserta didik merasa nyaman dan materi yang diajarkan menarik
untuk dipahami yang pada akhirnya peserta didik bisa terhindar dari
kejenuhan. Jika hal ini terjadi disetiap proses belajar mengajar diberbagai
lembaga pendidikan maka tujuan pembelajaran bisa tercapai juga, yakni
pemahaman optimal, penguasaan, aplikasi yang akurat sehingga tatanan
kognitif, afektif dan psikomotorik akan stabil sebagaimana yang diharapkan
tenaga edukatif pada umumnya.
Ketiga ranah penilaian tersebut merupakan faktor determinan untuk
menentukan sukses tidaknya prestasi belajar siswa dalam sebuah pembelajaran
yang mengacu pada sistem pembelajaran KTSP. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk
5
mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. (Mulyasa,
2007:20).
Prestasi merupakan hasil yang memuaskan dari segala usaha yang
dicapai manusia secara maksimal. Sedangkan belajar adalah serangkaian
kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang
menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor (Djamarah, 2008:13).
Sementara yang dimaksud dengan prestasi belajar adalah penguasaan
pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran,
lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh
guru (Tu'u, 2004:75). Sedangkan menurut W.J.S Purwadarminto (1976:767)
menyatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai sebaik-baiknya
menurut kemampuan anak pada waktu tertentu terhadap hal-hal yang
dikerjakan atau dilakukan. Berdasarkan pendapat tersebut, dalam penelitian ini
prestasi belajar siswa dapat diketahui dari nilai raport peserta didik yang
meliputi ketiga aspek diatas sebagai hasil dari sebuah pembelajaran di
sekolah.
Jadi peningkatan prestasi belajar siswa yang meliputi ketiga ranah tersebut
(kognitif, afektif, psikomotorik), merupakan orientasi yang diprioritaskan dalam
pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan diberbagai sekolah. Sehingga
penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam dengan
mengangkat judul “Pengaruh Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
6
terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 5 MI ALFALAH GUNUNG KASIH
KABUPATEN TANGGAMUS
A. Rumusan Masalah
Merujuk pada paparan diatas, maka diambil beberapa rumusan
masalah guna pembahasan sebagai batasan penelitian, antara lain :
Apakah penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan berpengaruh terhadap
prestasi belajar siswa kelas 5 MI ALFALAH GUNUNG KASIH KABUPATEN
TANGGAMUS Sejauhmana pengaruh penerapan kurikulum tingkat satuan
pendidikan terhadap prestasi belajar siswa MI ALFALAH GUNUNG KASIH
KABUPATEN TANGGAMUS
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah rumusan tentang hal yang akan dicapai oleh
kegiatan penelitian (Dhofir, 2000:21).
Berdasarkan permasalahan diatas maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penulisan skripsi ini adalah :
Ingin mengetahui ada tidaknya pengaruh penerapan kurikulum tingkat satuan
pendidikan terhadap prestasi belajar MI ALFALAH GUNUNG KASIH
KABUPATEN TANGGAMUS
Ingin mengetahui sejauhmana pengaruh penerapan kurikulum tingkat satuan
pendidikan terhadap prestasi belajar siswa kelas 5 MI ALFALAH GUNUNG
KASIH KABUPATEN TANGGAMUS
7
B. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian adalah follow up penggunaan informasi yang
tertera dalam kesimpulan (Dhofir, 2000:21)
Dari setiap penelitian yang dilakukan dipastikan dapat memberi
manfaat baik bagi objek, atau peneliti khususnya dan juga bagi seluruh
komponen yang terlibat didalamnya. Manfaat atau nilai guna yang bisa
diambil dari penulisan skripsi ini adalah :
1. Segi Teoritis
a. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam disiplin
pendidikan bahwa penerapan dan pengembangan kurikulum sangat
dibutuhkan dalam proses belajar mengajar yang efektif di lembaga
pendidikan sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
b. Untuk memperkuat teori bahwa penerapan dan pengembangan
kurikulum yang baik dapat memicu kreatifitas siswa dalam berprestasi.
2. Segi Praktis
Dengan adanya penerapan dan pengembangan kurikulum yang baik dapat
mewujudkan lembaga pendidikan yang efektif, produktif, dan berprestasi, serta
dapat meningkatkan kreatifitas siswa dalam berprestasi khususnya di MI
ALFALAH GUNUNG KASIH KABUPATEN TANGGAMUS
3. .Sebagai bahan munaqosyah dan bahan dokumen untuk penelitian lebih
lanjut.
8
C. Alasan Pemilihan Judul
Alasan penulis mengangkat judul ini adalah karena memiliki dua
alasan, yakni :
1. Secara Subjektif
a. Lokasi penelitian yang dapat dijangkau dengan mudah
Pada tahun ini kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sudah diberlakukan
disetiap satuan pendidikan termasuk di MI ALFALAH GUNUNG KASIH
KABUPATEN TANGGAMUS
b. “.Judul penelitian sesuai dengan disiplin ilmu yang diambil oleh
peneliti yaitu Jurusan Tarbiyah progam studi PGMI
2. Secara Objektif
a. Sejauh pengamatan penulis, judul ini belum pernah ada yang meneliti
b. Keberhasilan dalam belajar merupakan idaman setiap orang, karena
itulah perlu kejelasan cara meraih sukses melalui penelitian
Penelitian ini akan bermanfaat sekali untuk pengembangan penerapan kurikulum
tingkat satuan pendidikan terhadap kreatifitas siswa berprestasi dalam belajar di
MI ALFALAH GUNUNG KASIH KABUPATEN TANGGAMUS
D. Asumsi atau Postulat
Asumsi atau anggapan dasar disebut juga postulat. Menurut Prof. Dr.
Winarno Surakhmad M. Sc., Anggapan dasar adalah sebuah titik tolak
9
pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik (Dhofir, 2000:23).
Namun hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Sebelum penelitian ini dilakukan ada beberapa anggapan dasar yang
muncul baik dari diri peneliti pribadi atau dari orang lain ataupun dari praktisi
pendidikan.
1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan salah satu
wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah
dan satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan
potensi, tuntutan dan kebutuhan masing-masing (Mulyasa, 2007:21).
2. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan strategi
pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif,
produktif, dan berprestasi (Mulyasa, 2007:20).
3. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi
merupakan hasil dari proses belajar (http://sunartombs.wordpress.com
/2009/05/15/PAKEM Science fu).
4. Menurut penulis, penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang
berdasarkan pada karakteristik dan potensi siswa di sekolah,
memungkinkan dapat memicu dan memacu terhadap prestasi belajar siswa
secara optimal.
E. Hipotesis
10
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu gambaran yang bersifat
sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data
yang terkumpul (Arikunto, 1998:67).
Karena masalah yang diteliti ini merupakan usaha untuk mencari ada
tidaknya pengaruh, maka ada dua hipotesis yang muncul, yakni :
1. Hipotesis Kerja (Ha)
Adanya pengaruh penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan terhadap
prestasi belajar siswa kelas MI ALFALAH GUNUNG KASIH KABUPATEN
TANGGAMUS
2. Hipotesis Nihil (Hi)
Tidak ada pengaruh penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan terhadap
prestasi belajar siswa kelas MI ALFALAH GUNUNG KASIH KABUPATEN
TANGGAMUS
c. .Ruang Lingkup Penelitian
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami isi skripsi ini,
maka penulis perlu membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Ruang Lingkup Materi
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah penerapan
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) terhadap prestasi MI ALFALAH
GUNUNG KASIH KABUPATEN TANGGAMUS
pretasi belajar siswa kelas 5 Maka untuk mempermudah penulis dalam membahas
penelitian ini, perlu kiranya penulis membuat batasan ruang lingkup materi.
11
Adapun permasalahan yang menjadi kajian pokok dalam penelitian ini adalah
terdiri dari dua variable, yakni :
Variabel X : Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
No Sub Variabel Indikator
01 Penerapan KTSP
1. Prinsip Pelaksanaan
2. Prinsip Pengembangan KTSP
3. Pengembangan Program
02Pelaksanaan
Pembelajaran
1. Pre Test
2. Pembentukan Kompetensi
3. Post Test
Variable Y : Prestasi Belajar
No Sub Variabel Indikator
01 Hasil raport - Dicari angka dalam raport
2. Ruang Lingkup Subjek
Subjek penelitian adalah sesuatu yang menjadi kajian pokok penelitian. Maka
dari ini yang menjadi subjek adalah siswa kelas 5 MI ALFALAH GUNUNG
KASIH KABUPATEN TANGGAMUS
3. Ruang Lingkup Lokasi
Lokasi adalah tempat sesuatu berada. Maka dalam hal ini adalah tempat
subjek berada. Jadi lokasi penelitian ini adalah di kecamatan gadingrejo
4. Ruang Lingkup Waktu
12
Waktu adalah masa kapan terjadinya sesuatu. Dalam hal ini waktu
penelitian adalah pada tahun 2010 .
F. Batasan Istilah dalam Judul
Judul penelitian ini adalah "Pengaruh Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 5 MI ALFALAH GUNUNG
KASIH KABUPATEN TANGGAMUS
MI ALFALAH GUNUNG KASIH KABUPATEN TANGGAMUS
Sedangkan untuk memperjelas maksud dari judul tersebut dan dalam upaya
untuk menghindari kesalahpahaman serta kekeliruan penafsiran tentang judul
tersebut, maka penulis ketengahkan arti kata atau istilah yang terdapat dalam
judul yang berdasarkan pada pengertian dalam kamus dan standar pengertian
umum yang berlaku dengan batasan-batasan.
Kata dan istilah yang perlu penulis ketengahkan sebagai berikut :
1. Pengaruh : Daya yang ada atau yang timbul dari sesuatu (orang, benda
dsb) yang berkuasa atau yang berkekuatan (ghaib dsb). (Purwadarminto,
1976:731).
2. KTSP : Adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan
dimasing-masing satuan pendidikan (BNSP, 2006:10).
3. Prestasi : Adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dan
sebagainya) (Purwadarminto, 1976:768).
13
4. Belajar : Adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam
interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan
psikomotor (Djamarah, 2008:13).
G. Kajian Pustaka
1. Tinjauan Teoritis tentang Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan
a. Pengertian Kurikulum dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Pengertian Kurikulum
Sebelum penulis memaparkan pengertian kurikulum tingkat
satuan pendidikan alangkah lebih baiknya apabila penulis
mengutarakan pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh para
pakar pendidikan. Pada zaman yunani kuno, kurikulum dianggap
sebagai kumpulan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru
atau dipelajari oleh siswa. Bahkan dalam ligkungan atau hubungan
tertentu pandangan lama ini masih dipakai sampai sekarang. Banyak
orang tua bahkan juga guru-guru kalau ditanya tentang kurikulum akan
memberikan jawaban sekitar bidang studi atau mata-mata pelajaran.
Lebih khusus mungkin kurikulum diartikan hanya sebagai isi
pelajaran.
Pendapat-penadapat yang muncul selanjutnya dari sebagian
ahli yang mengartikan kurikulum dalam pengertian yang lebih luas,
14
yakni "Segala usaha yang dilakukan oleh sekolah untuk memperoleh
hasil yang diharapkan dalam situasi didalam maupun diluar sekolah",
atau sejumlah pengalaman yang potensial dapat diberikan oleh sekolah
dengan tujuan agar anak dan pemuda dibiasakan berpikir dan berbuat
menurut kelompok atau masyarakat tempat ia hidup", yang kemudian
lebih dipersingkat sebagai "Suatu cara mempersiapkan anak-anak
untuk berpartisipasi sebagai anggota yang produktif dalam
masyarakat", atau "segala kegiatan dibawah tanggung jawab sekolah
yang mempengaruhi anak dalam pendidikannya" (Alipandie,
1984:117).
Pengertian diatas dapat dipahami bahwa pendidikan tidak
hanya terbatas pada dinding-dinding kelas belaka, melainkan lebih
diperluas lagi pada luar sekolah. Bahkan ada pula yang berpendapat
bahwa segala sesuatu yang mempunyai dampak positif terhadap
tingkah laku peserta didik baik yang datang dari sekolah, keluarga
maupun masyarakat dapat dipandang bagian dari kurikulum.
Hal ini selaras dengan penafsiran Ronald C. Doll (Dalam
Sukmadinata, 2009:4) yang menyatakan :
The commonly accepted definition of the curriculum has changed from content of courses of study and list of subjects and courses to all the experiences which are offered to learners under the auspices or direction of the school…
Definisi Doll ini tidak hanya menunjukkan adanya perubahan
penekanan dari isi kepada proses atau lebih memberikan tekanan pada
pengalaman, tetapi juga menunjukkan adanya perubahan lingkup dari
15
konsep yang sangat sempit kepada yang lebih luas. Hal ini
menunjukkan bahwa yang dimaksud pengalaman siswa dalam belajar
yang diajarkan ataupun menjadi tanggug jawab sekolah mengandung
makna yang cukup luas, yakni mencakup berbagai upaya guru dalam
mendorong terjadinya pengalaman tersebut dan memfasilitasinya.
Dalam kaitannya konsep kurikulum yang ditegaskan oleh
Ronald Doll, Mauritz Johnson masih dalam buku yang sama
mengajukan keberatan terhadap apa yang dikemukakan oleh Doll.
Kemudian Johnson membedakan dengan tegas antara kurikulum
dengan pengajaran. Semua yang berkenaan dengan perencanaan dan
pelaksanaan, seperti perencanaan isi, kegiatan belajar-mengajar,
evaluasi, termasuk pengajaran. Sedangkan kurikulum hanya berkenaan
dengan hasil-hasil belajar yang diharapkan oleh siswa.
Berbeda dengan Hilda Taba, dia berpendapat bahwa ada
perbedaan antara kurikulum dan pengajaran, menurutnya bukan
terletak pada implementasinya tetapi pada keluasan cakupannya.
Kurikulum berkenaan dengan cakupan tujuan isi dan metode yang
lebih luas atau lebih umum, sedangkan yang lebih sempit dan lebih
khusus menjadi tugas pengajaran (Sukmadinata, 2009:6).
Bagaimanapun rumusan-rumusan pengertian kurikulum diatas,
jelaslah bahwa kurikulum harus dipandang sebagai suatu program
16
yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan
pendidikan dan pengajaran.
Sedangkan menurut BSNP (Badan Standar Nasional
Pendidikan), definisi kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (BNSP,2006:7).
Pengertian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 1 ayat 15,
kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional
yang disusun oleh dan dilaksanakan dimasing-masing satuan
pendidikan (Muslich, 2008:4).
KTSP merupakan singkatan dari kurikulum tingkat satuan
pendidikan yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya
masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik.
KTSP juga merupakan acuan dan pedoman bagi pelaksanaan
pendidikan untuk mengembangkan berbagai ranah pendidikan
(kognitif, psikomotorik, dan afektif) dalam seluruh jenjang dan jalur
pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah. Disamping itu
pengembangan kurikulum ini diupayakan dapat memberikan wawasan
baru terhadap sistem yang berjalan selama ini, dan juga dapat
17
membawa dampak terhadap peningkatan efisiensi dan efektivitas
kinerja sekolah, khususnya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran
diberbagai sekolahan.
Penerapan kurikulum 2006 (KTSP) ini menuntut aktivasi dan
partisipasi para peserta didik yang lebih banyak dalam proses
pembelajaran. Struktur kurikulum tingkat satuan pendidikan berbeda
dengan kurikulum sebelumnya, KTSP dirancang sedemikian rupa,
sehingga tidak ada lagi jam efektif yang begitu mencolok banyaknya.
Kurikulum sebelumnya, sebagian mata pelajaran memiliki waktu yang
banyak, sebagian mata pelajaran yang lain memiliki waktu sedikit
dengan alasan urgen dan padatnya materi.
Penekanan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) bukan
mengejar target materi tetapi memaksimalkan proses dalam
pembelajaran dan mengembangkan kompetensi peserta didik, apalah
arti bila materi tercapai dengan proses yang tidak maksimal akan tetapi
dengan proses pembelajaran yang maksimal akan membuahkan hasil
(out put) yang berkualitas.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) ini sengaja
disusun oleh masing-masing satuan pendidikan supaya terasa lebih
familiar dengan guru, karena mereka banyak dilibatkan dan akan
merasa memiliki tanggung jawab yang memadai.
Dalam KTSP pengembangan kurikulum ini dilakukan oleh
guru, kepala sekolah, serta komite sekolah dan dewan pendidikan. Dan
18
dalam pengembangannya harus berdasarkan kerangka dasar kurikulum
dan standar kompetensi lulusan (SKL), tanpa lepas dari Supervisi
Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab dibidang pendidikan
tersebut.
b. Keterkaitan antara Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Penyempurnaan kurikulum yang berkelanjutan merupakan
keharusan agar sistem pendidikan nasional selalu relevan dan
kompetitif (Mulyasa, 2007:9).
Kurikulum tingkat satuan pendidikan merupakan
penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya, yakni kurikulum berbasis
kompetensi (KBK) yang diterapkan sejak tahun 2004, sehingga belum
lama KBK diterapkan sudah diganti dengan KTSP yang dianggap
sebagai kurikulum baru tahun 2006 ini. Karena itu muncul istilah
plesetan dikalangan pengelola dan pelaku pendidikan di sekolah,
seperti KBK singkatan dari kurikulum berbasis kebingungan dan
lainnya. Dan terkait dengan kurikulum KTSP ini Badan Standar
Nasional (BSNP) telah menyusun panduan penyusunannya tersebut.
Sedangkan KBK merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
tentang kompetensi dan hasil belajar, serta memberdayakan sumber
daya pendidikan. Kurikulum ini disebut KBK karena menggunakan
pendekatan kompetensi, dan kemampuan minimal yang harus dicapai
oleh peserta didik pada setiap tingkatan kelas dan pada akhir satuan
19
pendidikan dirumuskan secara eksplisit. Disamping itu, dirumuskan
pula materi standar untuk mendukung pencapaian kompetensi dan
indikator sebagai tolak ukur terhadap pencapaian hasil pembelajaran.
Berdasarkan pemaparan diatas, perbedaan esensial antara
KTSP dan KBK tidak ada. Kedua-duanya merupakan seperangkat
rencana pendidikan yang berorientasi pada kompetensi dan hasil
belajar peserta didik. Namun perbedaan nampak pada teknis
pelaksanaannya saja. KBK disusun oleh pemerintah pusat yang dalam
hal ini adalah Depdiknas, sedangkan KTSP disusun oleh tingkat satuan
pendidikan masing-masing, yakni sekolah yang bersangkutan
walaupun masih didasarkan pada rambu-rambu nasional panduan
penyusunan KTSP yang disusun oleh Badan Independen, yakni Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Dengan harapan, jika pada
tahun-tahun sebelumnya masing-masing satuan sekolah terkesan
terlalu didikte dari atas, maka dengan otonomi yang luas ini penerapan
dan pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada berbagai
sekolahan mampu memberikan nuansa-nuansa baru sesuai dengan
karakteristik sekolah itu sendiri, sehingga dapat melahirkan
keunggulan-keunggulan kompetitif dan komparatif.
c. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Dalam Mulyasa (2007:247) dijelaskan bahwa dalam
pelaksanaannya, kurikulum tingkat satuan pendidikan sedikitnya
memperhatikan tujuh prinsip, diantaranya :
20
1. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan
dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang
berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus
mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta
memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara
bebas, dinamis dan menyenangkan.
2. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar,
yaitu :
a. Belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa,
b. Belajar untuk memahami dan menghayati,
c. Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
d. Belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain,
e. Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui
proses pembelajaran yang efektif, aktif, kreatif, dan
menyenangkan.
3. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat
pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan atau
percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan
kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan
pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan,
keindividuan, kesosialan, dan moral.
21
4. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik
dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab,
terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia
mangun karsa, ing ngarsa sung tulada (di belakang memberikan
daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa,
di depan memberikan contoh dan teladan).
5. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan
multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang
memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber
belajar.
6. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam,
sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan
pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
7. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata
pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan
dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok
dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
d. Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang
kompleks, dan melibatkan berbagai komponen, yang menuntut
keterampilan teknis dari pihak pengembang terhadap pengembangan
berbagai komponen kurikulum. Disamping itu dalam pengembangan
22
KTSP ini harus memperhatikan tujuh prinsip pengembangan,
diantaranya (Dalam Muhaimin, 2008:21) :
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan
peserta didik dan lingkungannya.
b. Beragam dan terpadu. Kurikulum dikembangkan dengan
memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi
daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak
diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat
istiadat, status sosial ekonomi, dan jender.
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis.
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum
dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan
(stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan
kebutuhan kehidupan, termasuk didalamnya kehidupan
kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum
mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian
keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan
secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.
f. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses
pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik
23
yang berlangsung sepanjang hayat yang berkaitan dengan unsur-
unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Kurikulum dikembangkan dengan memerhatikan kepentingan
nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
e. Pengembangan Program
Upaya pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan
dapat dilakukan dengan berbagai macam pengembangan program.
Dalam (Mulyasa, 2007:249) dijelaskan bahwa pengembangan KTSP
mencakup pengembangan program tahunan, program semester,
program modul (pokok bahasan), program mingguan dan harian,
pengayaan dan remedial, serta program bimbingan dan konseling.
a. Program Tahunan
Program tahunan merupakan program umum setiap mata
pelajaran di setiap kelas yang dikembangkan oleh guru mata
pelajaran tersebut. Program ini perlu disusun dan dipersiapkan
serta dikembangkan sebelum tahun ajaran, karena program ini
merupakan pedoman bagi pengembangan program berikutnya.
b. Program Semesteran
Program semesteran berisikan garis-garis mengenai hal-hal
yang akan dilaksanakan dan dicapai dalam setiap semester.
Program ini merupakan penjabaran dari program tahunan.
24
c. Program Mingguan dan Harian
Program ini merupakan penjabaran dari program
semesteran. Melalui program ini kita dapat mengetahui tujuan-
tujuan yang telah dicapai dan yang perlu diulang, serta dapat
mengidentifikasi kemajuan peserta didik dalam belajar dan
kesulitannya. Sehingga nantinya kita dapat menemukan solusi
pemecahannya dan kesulitan yang dihadapi peserta didik dapat
teratasi.
d. Program Pengayaan dan Remedia
Program ini dilaksanakan sebagai media tambahan dan
tindak lanjut dari analisis yang dilakukan guru mata pelajaran
untuk peserta didik dalam proses pembelajaran sekolah dan guru
perlu memberikan perlakuan khusus bagi peserta didik yang
mengalami kesulitan belajar dengan melalui kegiatan remedial.
Dengan ini peserta didik akan tetap mendapat kesempatan untuk
memahami pelajaran dengan lebih baik. Sedangkan pengayaan
diberikan kepada siswa yang memiliki kemampuan cemerlang
dalam menangkap pelajaran serta untuk mempertahankan
kecepatan belajarnya.
e. Program Bimbingan dan Konseling
Program ini merupakan suatu program yang disediakan
sekolah untuk membantu mengoptimalkan perkembangan siswa
(Sukmadinata, 2004:233). Program ini merupakan teknik
25
bimbingan yang menjadi sasarannya bukan hanya terjadinya
perubahan tingkah laku, tetapi hal yang lebih mendasar dari itu,
yaitu perubahan sikap. Disamping itu bimbingan dan konseling ini
berusaha membantu peserta didik dalam memahami dirinya,
mengenal dan menunjukkan arah perkembangan dirinya,
menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan serta mengatasi
problema-problema yang dihadapinya.
f. Pelaksanaan Pembelajaran
Dalam proses pendidikan, pembelajaran merupakan kegiatan
yang sangat pokok. Sehingga dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya
tujuan pendidikan banyak bergantung kepada proses pembelajaran
yang dirancang dan dijalankan secara profesional. Pembelajaran pada
hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih
baik (Mulyasa, 2007:255). Keberhasilan suatu proses sangat didukung
oleh faktor-faktor penunjang yang berada disekitar (lingkungan)
proses, demikian juga sebaliknya lingkungan sekitar proses yang tidak
baik dapat mengganggu proses itu bekerja maksimal (Yamin,
2007:60). Proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik (guru),
dan lingkungan sangat menentukan terhadap lancarnya pelaksanaan di
sekolah. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang
mempengaruhinya. Guru adalah komponen utama yang sangat
berpengaruh dalam mengkondisikan lingkungan pembelajaran yang
26
nenunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Dan
pelaksanaan pembelajaran berbasis KTSP mencakup tiga hal, yakni
pre tes (tes awal), pembentukan kompetensi, dan post test.
a. Pre Tes (tes awal)
Pre tes merupakan kegiatan pendahuluan dalam
pelaksanaan proses pembelajaran. Pre tes ini memiliki banyak
kegunaan selain untuk mengetahui kadar kemampuan dan
pemahaman peserta didik pada materi yang lalu. Dalam Mulyasa
(2007:255), dikemukakan beberapa kegunaan dari pre tes tersebut,
diantaranya:
1. Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, karena
dengan pre tes maka pikiran mereka akan terfokus pada soal-
soal yang harus mereka kerjakan.
2. Untuk mengetahui tingkat kemajuan peserta didik sehubungan
dengan proses pembelajaran yang dilakukan. Hal ini dapat
dilakukan dengan membandingkan hasil pre tes dengan post
test.
3. Untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki
peserta didik mengenai kompetensi dasar yang akan dijadikan
topik dalam proses pembelajaran.
4. Untuk mengetahui dari mana seharusnya proses pembelajaran
dimulai, kompetensi dasar mana yang telah dikuasai peserta
27
didik, serta kompetensi dasar mana yang perlu mendapat
penekanan dan perhatian khusus.
Untuk mencapai hasil yang ketiga dan yang keempat dari
hasil pre tes, maka harus segera dilaksanakan pemeriksaan secara
cepat dan cermat sebelum proses pembelajaran dilaksanakan.
b. Pembentukan Kompetensi
Pembentukan kompetensi merupakan kegiatan inti dari
pelaksanaan proses pembelajaran, yakni bagaimana kompetensi
dibentuk pada peserta didik, dan bagaimana tujuan-tujuan belajar
direalisasikan (Mulyasa, 2007:256).
Dalam pembentukan kompetensi ini harus dilakukan
dengan tenang dan menyenangkan. Dan hal ini menuntut keaktifan
dan kekreatifan guru dalam menciptakan suasana yang kondusif.
Kualitas pembentukan kompetensi dapat dilihat dari segi
proses dan dari segi hasil. Dapat dikatakan berhasil dari segi proses
apabila seluruh atau sebagian besar peserta didik dapat terlibat
secara aktif baik fisik, mental dan sosial dalam proses
pembentukan kompetensi dasar. Sedangkan dari segi hasil dapat
dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku pada diri
peserta didik secara keseluruhan atau sebagian besar.
Proses pembelajaran yang dilakukan hendaknya
disampaikan dengan menggunakan metode dan strategi
pembelajaran yang kondusif, agar peserta didik dapat
28
mengembangkan kompetensi dasar dan potensinya secara optimal.
Sehingga akan dengan mudah peserta didik menyesuaikan diri
dengan masyarakat setelah lulus dari jenjang pendidikan tertentu.
c. Post Test
Setelah pembentukan kompetensi terwujud, maka langkah
yang harus dilakukan oleh guru adalah melaksanakan post test
untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman peserta didik
dalam menyerap ilmu selama berlangsungnya suatu pembelajaran.
Dalam melaksanakan post test seorang pendidik/guru bisa
memberikan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada
peserta didik atau dengan cara mempresentasikan kembali apa-apa
yang sudah dijelaskan atau diterangkan selama proses
pembelajaran berlangsung.
Dibawah ini terdapat beberapa fungsi post test yang
dikemukakan oleh Mulyasa (2007:257) sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap
kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun
kelompok. Hal ini dapat diketahui dengan membandingkan
antara hasil pre tes dan post tes.
2. Untuk mengetahui kompetensi dan tujuan-tujuan yang dapat
dikuasai oleh peserta didik, serta kompetensi dan tujuan-tujuan
yang belum dikuasainya. Sehubungan dengan ini, apabila
29
sebagian besar peserta didik belum menguasainya maka
dilakukan pembelajaran kembali (remedial teaching).
3. Untuk mengetahui peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan
remedial, dan yang perlu mengikuti kegiatan pengayaan, serta
untuk mengetahui tingkat kesulitan belajar yang dihadapi.
4. Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan terhadap
kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi yang
telah dilaksanakan, baik terhadap perencanaan, pelaksanaan
maupun evaluasi.
2. Tinjauan Teoritis tentang Prestasi Belajar
Sebagai landasan untuk memahami tentang pengertian prestasi
belajar, disini perlu penulis paparkan terlebih dahulu apa yang dimaksud
dengan prestasi, dan apa yang dimaksud dengan belajar, serta berbagai
definisi tentang prestasi belajar yang dikemukakan oleh para pakar
pendidikan (ilmuwan).
a. Pengertian Prestasi
Kebutuhan untuk berprestasi adalah merupakan harapan dan
cita-cita setiap peserta didik dalam sebuah pembelajaran.
W.J.S Winkel Purwadarminto (1976:768) mengartikan,
"Prestasi adalah hasil yang dicapai". Sedangkan sebagian ahli
mendefinisikan prestasi adalah hasil yang telah dicapai seseorang
dalam melakukan kegiatan.
30
Dari pendefinisian prestasi diatas, dapat penulis simpulkan
bahwa prestasi adalah segala usaha yang dicapai seseorang secara
maksimal dan memuaskan sebagai hasil dalam melakukan suatu
kegiatan.
b. Pengertian Belajar
Terkait dengan pengertian belajar, banyak para ahli yang
mendefinisikannya. Salah satunya adalah Cronbach dalam (Djamarah,
2008:13) berpendapat bahwa belajar sebagai suatu aktivitas yang
ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Sedangkan Howard L. Kingskey mengatakan bahwa
belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas)
ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan. Dua pendapat
tersebut serujuk dengan apa yang dikatakan oleh Ahmadi (2005:17),
bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman
dan pelatihan. Sedangkan M. Sobry Sutikno (Dalam Fathurrohman,
2007:5) mengartikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai
hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Dari beberapa penafsiran tentang belajar yang dikemukakan
oleh oleh para pakar pendidikan diatas, dapat disimpulkan bahwa
belajar merupakan proses usaha seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang dihasilkan dari pengalaman dan praktek
(pelatihan) didalam berinteraksi dengan lingkungannya. Tentunya
31
perubahan tersebut menyangkut ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
c. Pengertian Prestasi belajar
Sebelum penulis paparkan definisi prestasi belajar, terlebih
dahulu akan dipaparkan definisi prestasi akademik. Prestasi akademik
adalah hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran di
sekolah atau di perguruan tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya
ditentukan melalui pengukuran dan penilaian (Tu'u, 2004:75).
Sementara masih dalam buku yang sama, prestasi belajar adalah
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh
mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai
yang diberikan oleh guru. Sedangkan menurut W.J.S Purwadarminto
(1976:767) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang
dicapai sebaik-baiknya menurut kemampuan anak pada waktu tertentu
terhadap hal-hal yang dikerjakan atau dilakukan. Berdasarkan
pendapat tersebut, prestasi dalam penelitian ini adalah hasil yang telah
dicapai peserta didik dalam proses pembelajaran.
d. Macam-Macam Prestasi
Prestasi belajar yang diperoleh peserta didik merupakan hasil
belajar yang dicapai pada waktu-waktu tertentu dalam sebuah
pembelajaran yang meliputi beberapa aspek yang berkaitan dengan
kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik sendiri.
32
Benyamin Bloom dalam (Sudjana, 2009:22) mengklasifikasi
hasil belajar menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif, dan
psikomotoris.
Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang
terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima
aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi,
dan internalisasi.
Ranah psikomotoris, berkenaan dengan hasil belajar
keterampilan dan kemampuan bertindak, yang terdiri dari enam aspek,
yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan
perseptual, keharmonisan atau ketetapan, gerakan keterampilan
kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.
e. Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar
Dalam upaya meningkatkan prestasi belajar, perlu diperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar adalah segala bentuk aktivitas yang
dilakukan oleh seseorang baik berupa dorongan ataupun hambatan.
Dalam Ahmadi (2005:105) disebutkan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar peserta didik, diantaranya :
1. Faktor Intern
33
Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri
individu itu sendiri, hal ini meliputi :
a. Kecerdasan (intelegensi)
Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan
untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya.
b. Bakat
Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki
seseorang sebagai kecakapan pembawaan.
c. Minat
Minat adalah kecenderungan yang mantap dalam subjek untuk
merasa tertarik pada bidang tertentu.
d. Motivasi
Motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu (Sutikno, 2007:19).
2. Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar yang sifatnya dari luar diri peserta
didik (siswa), yang meliputi :
a. Keadaan Keluarga
Keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pertama, sebab
dalam lingkungan inilah pertama-tama anak mendapatkan
pendidikan, bimbingan, asuhan, pembiasaan, dan latihan.
Keluarga bukan hanya menjadi tempat anak dipelihara dan
34
dibesarkan tetapi juga tempat anak hidup dan dididik pertama
kali (Sukmadinata, 2004:6)
b. Keadaan Sekolah
Sekolah sering disebut sebagai lingkungan kedua setelah
keluarga. Disamping itu sekolah merupakan lembaga
pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam
menentukan keberhasilan belajar siswa. Karena tidak seperti
dalam lingkungan keluarga, di sekolah ada kurikulum sebagai
rencana pendidikan dan pengajaran, ada guru-guru yang lebih
profesional, ada sarana-prasarana dan fasilitas pendidikan
khusus sebagai pendukung proses pendidikan, serta ada
pengelolaan pendidikan yang khusus pula yang semua itu dapat
memacu dan memicu siswa untuk belajar yang lebih giat lagi.
c. Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah
keluarga dan sekolah. Lingkungan masyarakat juga merupakan
salah satu faktor yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil
belajar siswa dalam proses pelaksanaan pendidikan. Sebab
dalam kehidupan sehari-hari anak lebih dominan bergaul
dengan lingkungan alam sekitar dimana anak berada, sehingga
hal ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan pribadi
anak.
35
H. Metode Penelitian
1. Rancangan Penelitian
Dalam kegiatan penelitian, kerangka atau rancangan penelitian
merupakan unsur pokok yang harus ada sebelum proses penelitian
dilaksanakan. Karena dengan sebuah rancangan yang baik pelaksanaan
penelitian menjadi terarah, jelas, dan maksimal.
Terkait dengan penelitian ini, maka penulis menggunakan jenis
penelitian korelasional kuantitatif, yaitu sebuah penelitian yang
menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap
data, serta penampilan dari hasilnya yang bertujuan untuk menemukan ada
tidaknya hubungan antara dua variabel (Arikunto, 2006:270).
2. Teknik Penentuan Subjek Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian populasi, dimana seluruh populasi
merupakan sample.
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang mencakup
semua elemen dan unsur-unsur (Dhofir, 2000:36). Sedangkan sampel
masih dalam buku yang sama, adalah sebagian subjek penelitian yang
memiliki kemampuan mewakili seluruh data (populasi).
36
2. Dalam hal ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas 4,5,6 MI
NURUL ULUM kecamatan gading rejo tahun 2010.
No Kelas Populasi Sampel
01 I 8 -
02 II 16 -
03 II 11 -
04 IV 14 14
05 V 13 13
06 VI 16 16
3. Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang dipakai untuk
mengumpulkan data dengan menggunakan metode-metode tertentu.
Metode-metode yang akan digunakan dalam penelitian ini, antara lain :
a. Metode Angket
Angket adalah suatu teknik atau alat pengumpul data yang berbentuk
pertanyaan-pertanyaan tertulis yang harus dijawab secara tertulis pula
(Sukmadinata, 2004:271). Metode ini digunakan untuk mencari dan
menyaring data yang bersumber dari responden.
b. Metode Wawancara
Wawancara atau interview merupakan suatu teknik pengumpulan data
yang dilakukan secara tatap muka, pertanyaan diberikan secara lisan
dan jawabannyapun diterima secara lisan pula (Sukmadinata,
37
2004:222). Dengan metode ini peneliti dapat langsung mengetahui
reaksi yang ada pada responden dalam waktu yang relatif singkat.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah “mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen, rapat, legger, agenda dan sebagainya” (Arikunto,
1998:236).
Metode dokumenter ini digunakan untuk memperoleh data di SDN
Aengtongtong, baik dari segi jumlah siswa, nilai raport, struktur
sekolah, denah sekolah, yang kesemuanya itu menunjang terhadap
proses penelitian ini.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan pengelolaan data dari data-data
yang sudah terkumpul. Diharapkan dari pengelolaan data tersebut dapat
diperoleh gambaran yang akurat dan konkrit dari subjek penelitian. Penulis
juga menggunakan statistik guna membantu analisa data sebagai hasil dari
penelitian ini.
3. Dalam penelitian ini yang menjadi Variabel X adalah Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan, sedangkan Variabel Y adalah Prestasi Belajar Siswa
Kelas 4,5,6 MI NURUL ULUM Kecamatan gadingrejo Tahun 2010.
Adapun rumus korelasi yang digunakan adalah Product Moment, dengan
alasan karena penelitian ini terdiri dari dua variabel yang interval.
Rumus product momentnya adalah sebagai berikut :
38
∑xyπxy = √(∑x²) (∑y²)
Keterangan :
πxy = Kofisien korelasi antara gejala X dan gejala Y
∑xy = Jumlah product X dan Y
∑x² = Jumlah gejala x kecil kuadrat
∑y² = Jumlah gejala y kecil kuadrat
39
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu; 2005. Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Pustaka Setia
Alipandie, Imansjah; 1984. Didaktik Metodik Pendidikan Umum, Surabaya:
Usaha Nasional
BNSP; 2006. Panduan Penyusunan KTSP
Dhofir, Syarqowi; 2000. Pengantar Metodologi Riset Denagn Spektrum Islami,
Prenduan: Iman Bela
Djamarah, Syaiful Bahri; 2008. Psikologi Belajar, Jakarta: Renika Cipta
Fathurrohman, Pupuh; 2007. Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Refika
Aditama
Http://sunartombs.wordpress.com /2009/05/15/PAKEM Science fu
Muhaimin et. Al; 2008. Pengembangan Model KTSP Pada Sekolah & Madrasah,
Jakarta: Rajawali Press
Mulyasa, E; 2007. KTSP Suatu Panduan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarya
Muslich, Masnur; 2008. KTSP Dasar Pemahaman dan Pengembangan, Jakarta:
Bumi Aksara
Purwadarminto, W.J.S Winkel; 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka
Sudjana, Nana; 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung:
Remaja Rosdakarya
Sukmadinata, Nana Syaodih; 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan,
Bandung: Remaja Rosdakarya
Sukmadinata, Nana Syaodih; 2009. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,
Bandung: Remaja Rosdakarya
Tu’u, Tulus; Peran Disiplin Pada Perilaku Dan Prestasi Siswa, Jakarta: PT.
Grasindo
Yamin, Martinis; 2007. Desain Pembelajaran Berbasis KTSP, Jakarta: GP Press
Zuhairini; 2004. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara
40