colorectal cancer.docx
TRANSCRIPT
CASE REPORT SESSION
CARCINOMA REKTAL
Disusun oleh :
Nadhila Farrahnas 130112110581
Rahardi Mokhtar 130112110632
Sharvin A/L Sivalingam 130112123558
Lakshna Vani D/O Nadaraja 130112123521
Preseptor :
Maman Wastaman,dr.,SpB-KBD
SUB BAGIAN BEDAH DIGESTIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN
BANDUNG
2013
Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Umur : 59 th
Jenis Kelamin: Perempuan
Alamat : Subang
Tanggal Masuk RS: 26-03-2013
Tanggal Pemeriksaan: 2-4-2013
Anamnesis
Keluhan Utama: BAB Berdarah
Kurang lebih sejak 4 bulan SMRS pasien mengeluh BAB berdarah berwarna merah
kehitaman. BAB disertai lender. Riwayat BAB seperti kotoran kambing disangkal pasien.
Keluhan mules juga disangkal oleh pasien. Pasien juga mengeluhkan adanya penurunan berat
badan kurang lebih 20 kg dalam 4 bulanan. Karena keluhannya tersebut pasien akhirnya berobat
ke Rumah Sakit Subang, kemudian akhirnya dirujuk ke poli bedah digestif RS Hasan Sadikin
sejak bulan Januari 2013.
Pemeriksaan Fisik
KU: cm, kesan sakit sedang
Tanda Vital
Tensi: 120/80 mmHg Respirasi: 18x/menit
Nadi: 80x/menit Suhu: afebris
Status generalis:
Kepala: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Leher: JVP 5+2 cmH2O
KGB tidak teraba membesar
Thorax: Bentuk dan gerak simetris
Cor: S1,S2 murni regular, S3 S4 (-), murmur (-)
Pulmo: VBS ki=ka, rh -/-. wh -/-
Abdomen: Cembung lembut
Bising Usus (+) Normal
Hepar/Lien tidak teraba
NT (-), NL (-), DM (-)
Ekstrimitas: CRT <2’’
RT:
TSA kuat mukosa licin
massa + sircumscribed 5 cm dari anal verge, berbenjol-benjol rapuh. Nyeri (-)
ST: feses (+), darah segar (+)
Pemeriksaan Penunjang
Lab 31/01/2013
Hematologi
PT: 13 APTT: 28,2 INR: 0,99
Hb: 9,8 ↓ Trombosit: 423.000
Ht: 31 ↓ MCV: 82,5
Leukosit: 8600 MCH: 26
Eritrosit: 3,77x106 MCHC: 31,5
Kimia Klinik
SGOT: 17 Kreatinin: 1,15
SGPT: 13 Na: 138
GDS: 117 K: 2,7
Ureum: 16
USG Abdomen dan Transrektal
4/2/2013
Kesimpulan:
USG hepar, lien, dan pancreas, saat ini tidak tampak adanya kelainan
Tidak tampak pembesaran KGB paraaorta dan parailiaka
Massa solid di dinding 1/3 proksimal rectum yang tampaknya telah menginfiltrasi
dinding muskularis mukosa sampai dengan prerectal fat
Tidak tampak pembesaran KGB pararektal
CT Scan Abdomen
13/2/2013
Kesimpulan:
menyokong keganasan pada rectum 1/3 proksimal sampai 1/3 medial
hepatomegali
gastritis
tidak tampak pembesaran KGB paraaorta dan parailiaka bilateral
Scanning kantung empedu, limpa, pancreas, ginjal kanan dan kiri, vesika urinaria, dan
uterus tidak tampak kelainan
Endoscopy
4/2/2013
Kesimpulan:
Tumor Rektum 1/3 Tengah
Biopsy
4/2/2013
Kesimpulan:
Adenocarcinoma rectum 1/3 tengah moderately differentiated
Diagnosis Kerja:
CA Recti 1/3 medial T3N0M0
Penatalaksanaan:
Diet biasa 1500 kkal/hari
Infus RL 1500cc/24jam
R/ Low Anterior Resection (LAR)
PEMBAHASAN
COLORECTAL CARCINOMA
1. Pendahuluan
Dua jenis tumor yang paling sering ditemukan pada colorectal adalah adenoma atau
adenomatous polip dan adenocarcinoma. Carcinoma colorectal merupakan keganasan yang paling
sering pada traktus gastrointestinal.
Insidensi carcinoma colorectal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka
kematiannya. Di Indonesia, insidensi pada wanita sebanding dengan pria. Sekitar 75% ditemukan
di rectosigmoid. Di Negara barat, perbandingan insidensi laki-laki: perempuan adalah 3:1, kurang
dari 50% ditemukan di rektosigmoid. Penyakit ini berhubungan dengan usia dan terjadi lebih
sering pada usia di atas 50 tahun. Deteksi dini dengan penanganan medical dan operatif yang
terus berkembang dapat menurunkan mortalitas carcinoma colorectal.
2. Anatomi Colorectal
2.1. Struktur
Colon dimulai dari perbatasan ileum terminal-caecum, sepanjang 90-150 cm, sampai
perbatasan sigmoid-rectum. Terdiri dari caecum, colon ascendens, colon transversum, colon
descendens, dan colon sigmoideum. Caecum merupakan bagian terlebar (7,5 – 8,5 cm), dan colon
sigmoideum merupakan bagian tersempit (2,5 cm). Pada kasus obstruksi di distal, caecum
merupakan bagian yang paling sering ruptur. Lapisan dinding colon adalah mucosa, submucosa,
otot sirkular, otot longitudinal yang bergabung dengan taenia coli, dan serosa. Kekuatan mekanis
dari dinding colon berasal dari lapisan submucosa, yang memiliki kandungan kolagen tertinggi.
Colon ascendens dan colon descendens terfiksasi pada retroperitoneal, sedangkan caecum, colon
transversum, dan colon sigmoideum berada intraperitoneal dan mobil. Omentum menempel pada
colon transversum.
Rectum memiliki panjang 12-15 cm, mulai dari perbatasan sigmoid-rectum sampai
perbatasan rectum-anus. Taenia coli berakhir pada distal colon sigmoideum, dan lapisan otot
longitudinal dari rectum terus berlanjut. Pada bagian atas rectum masih ditutupi dengan
peritoneum di bagian anterior, sedangkan bagian bawahnya extraperitoneal. Rectum dikelilingi
oleh fascia pelvis.
Gambar 1. Anatomi colorectal
2.2. Vaskularisasi
Arteri mesenterica superior memperdarahi caecum, colon ascendens dan colon
transversum melalui cabangnya yaitu arteri iliocolica, arteri colica dextra, dan arteri colica media.
Arteri mesenterica inferior memperdarahi colon descendens dan colon sigmoideum dan sebagian
besar rectum melalui cabangnya yaitu arteri colica sinistra dan arteri sigmoideum dan arteri
rectalis superior. Bagian atas rectum diperdarahi oleh arteri rectalis superior, yang merupakan
cabang terminal dari arteri mesenterica inferior. Bagian bawah rectum diperdarahi oleh arteri
rectalis media dan arteri rectalis inferior, yang merupakan cabang dari arteri iliaca interna.
Pembuluh vena colon berjalan paralel dengan arterinya. Aliran darah vena dari caecum,
colon ascendens dan colon transversum disalurkan melalui vena mesenterica superior. Aliran
darah vena dari colon descendens, colon sigmoideum, dan rectum disalurkan melalui vena
mesenterica inferior. Keduanya bermuara ke dalam vena porta, tetapi vena mesenterica inferior
melalui vena lienalis. Aliran vena dari bagian atas rectum disalurkan ke vena mesenterica
inferior, sedangkan bagian bawahnya ke vena cava inferior melalui vena iliaca interna. Aliran
vena dari canalis analis menuju ke vena cava inferior. Oleh karena itu, metastasis dari carcinoma
rectum dan anus dapat ditemukan di paru, sedangkan carcinoma colon ditemukan di hepar.
2.3. Drainage limfatik
Aliran limfe colon sejalan dengan aliran darahnya. Hal ini penting diketahui sehubungan
dengan penyebaran keganasan dan kepentingan reseksi keganasan colon. Sumber aliran limfe
terdapat pada submukosa. Metastasis dari colon sigmoideum ditemukan di kelenjar regional
mesenterium dan retroperitoneal pada arteri colica sinistra. Aliran dari bagian atas rectum
disalurkan ke nodus limfatikus mesenterica inferior, sedangkan bagian bawahnya ke nodus
limfatikus mesenterica inferior atau ke nodus limfatikus iliaca.
Gambar 2. Drainase Limfatik Rektum
2.4. Persarafan
Serabut simpatis menginhibisi peristaltik, dan serabut parasimpatis menstimulasi
peristaltik. Colon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus splanknicus dan
plexus presacralis. Serabut parasimpatis yang mempersarafi colon ascendens dan colon
transversum berasal dari nervus vagus dan yang mempersarafi colon descendens dan colon
sigmoideum berasal dari nervus erigentes (S2-S4).
Karena distribusi persarafan usus tengah dan usus belakang berbeda, maka nyeri alih
pada kedua bagian colon kiri dan kanan berbeda. Nyeri dari lesi pada colon bagian kanan berasal
dari usus tengah terasa mula-mula pada epigastrium atau di atas umbilicus. Nyeri dari lesi pada
colon kiri (colon descendens dan colon sigmoideum) yang berasal dari usus belakang terasa
mula-mula di hipogastrium atau di bawah umbilicus.
3. Fisiologi
• Pertukaran air dan elektrolit
Colon menyerap air, natrium, klorida, dan asam lemak rantai pendek, serta
mensekresikan kalium dan bikarbonat. Hal ini membantu mempertahankan keseimbangan cairan
dan mencegah dehidrasi. Kemampuan ini hilang pada pasien dengan ileostoma, sehingga lebih
mudah terjadi dehidrasi. Fungsi utama rectum adalah sebagai resevoir dan menahan 1200cc
cairan.
• Motilitas colon
Pola kontraksi colon adalah pergerakan retrograd, kontraksi segmental, dan pergerakan
massa. Pergerakan massa akan menyebabkan perpindahan isi colon ke arah anus. Motilitas colon
dipengaruhi oleh emosi, hormon, dan diet.
• Flora colon
Bakteri yang paling banyak pada colon adalah bakteri anaerob Bacteroides. Escherichia
coli dan enterobacteria lainnya adalah bakteri aerob. Bakteri colon berperan penting dalam
produksi vitamin K. Supresi flora normal dengan antibiotik broad-spectrum dapat menyebabkan
pertumbuhan berlebih dari patogen, khususnya Clostridium difficile.
• Gas colon
99% gas di colon adalah nitrogen, oksigen, carbon dioksida, hidrogen, dan metana. Gas
dalam usus berasal dari udara yang tertelan, fermentasi karbohidrat dan protein oleh bakteri
dalam lumen usus, dan difusi ke lumen usus dari darah. Dalam sehari, volume flatus sekitar
600cc.
4. Etiologi & faktor risiko
Etiologi tumor colorectal belum diketahui secara pasti, namun diketahui bahwa
proliferasi neoplastik pada mukosa colorectal berhubungan dengan perubahan kode genetik, pada
germ line atau mutasi somatik yang didapat.
• Faktor herediter
Faktor herediter merupakan salah satu faktor risiko. Diperkirakan bahwa 10-15%
carcinoma colorectal merupakan kasus familial, seperti pada Familial adenomatous Polyposis
(FAP) dan sindroma Lynch.
• Usia
Usia merupakan faktor risiko dominan untuk carcinoma colorectal. Insidensi meningkat
diatas 50 tahun. Namun individu pada usia berapapun tetap saja dapat menderita carcinoma
colorectal, sehingga bila ditemukan gejala-gejala keganasan harus tetap dievaluasi.
• Diet dan lingkungan
Penelitian menunjukkan bahwa carcinoma colorectal lebih sering terjadi pada populasi
yang mengkonsumsi diet tinggi lemak hewani dan rendah serat. Diet lemak jenuh dan tidak jenuh
yang tinggi meningkatkan risiko carcinoma colorectal, sedangkan diet asam oleat yang tinggi
(minyak ikan, minyak kelapa, minyak zaitun) tidak meningkatkan risiko. Lemak dapat secara
langsung meracuni mukosa colorectal dan menginduksi perubahan ke arah keganasan.
Sebaliknya, diet tinggi serat dapat menurunkan risiko. Diduga adanya hubungan antara konsumi
alkohol dengan insidensi carcinoma colorectal. Konsumsi calcium, selenium, vitamin A, C, dan
E, carotenoid, fenol tumbuhan dapat menurunkan risiko carcinoma colorectal. Obesitas dan gaya
hidup sedenter dapat meningkatkan mortalitas pasien carcinoma colorectal. Pengaturan diet dan
gaya hidup yang baik akan mencegah terjadinya carcinoma colorectal.
• Inflammarory Bowel Disease
Pasien dengan Inflammatory bowel disease, khususnya colitis ulceratif kronis,
berhubungan dengan meningkatnya risiko carcinoma colorectal. Hal ini diduga bahwa inflamasi
kronis merupakan predisposisi perubahan mukosa ke arah keaganasan. Risiko tinggi terjadi
keganasan bila onset pada usia muda, mengenai seluruh colon, dan menderita lebih dari 10 tahun.
Oleh karena itu perlu dilakukan skrining colonoscopy dengan biopsi mukosa multipel secara acak
setiap tahunnya pada pasien setelah 7-10 tahun menderita pancolitis.
• Faktor risiko lainnya
Merokok berhubungan dengan meningkatnya risiko adenoma colon, khususnya setelah
penggunaan lebih dari 35 tahun. Pasien dengan ureterosigmoidostomy meningkatkan risiko
terjadinya adenoma dan carcinoma. Tingginya kadar growth hormon dan insulin like growth
factor-1 akan meningkatkan risiko. Irradiasi pelvis dapat meningkatkan risiko carcinoma recti.
Identifikasi faktor risiko carcinoma colorectal penting untuk menentukan program skrining dan
surveillance.
5. Patogenesis
5.1 Defek genetik
Selama lebih dari 2 dekade, penelitian menjelaskan mengenai defek genetik dan
abnormalitas molekular yang berhubungan dengan pembentukan dan progresifitas adenoma dan
carcinoma colorectal. Mutasi dapat menyebabkan aktivasi onkogen (K-ras) dan atau inaktivasi
tumor suppressor genes (APC,DCC (deleted in colorectal carcinoma), p53). Carcinoma colorectal
diduga berasal dari polip adenoma dengan akumulasi mutasi tersebut.
Defek pada gen APC pertama kali dideskripsikan pada pasien FAP dan ditemukan mutasi
gen APC. Hal tersebut ditemukan pada 80% carcinoma colorectal sporadis.
Gen APC merupakan tumor-suppressor gene. Mutasi pada alel-alel diperlukan untuk
memulai pembentukan polip. Kebanyakan mutasi adalah stop codon yang prematur, yang
menghasilkan protein APC yang terpotong. Pada FAP, lokasi mutasi berkorelasi dengan beratnya
gejala penyakit
Akumulasi mutasi-mutasi menyebabkan akumulasi genetik yang rusak yang
menghasilkan keganasan. K-ras merupakan proto-oncogen dan menyebabkan pembelahan sel
yang tak terkontrol. DCC merupakan tumor supressor gene dan kehilangan kemampuannya dalam
mendegenerasi keganasan. Tumor supressor gene p53 merupakan protein yang penting untuk
menginisiasi apoptosis sel yang mempunyai kerusakan genetik yang tidak dapat diperbaiki.
5.2. Jalur genetik
2 jalur utama untuk inisiasi dan progresifitas tumor adalah loss of heterozygosity (LOH) pathway
dan the replication error (RER) pathway. Jalur LOH dikarakteristikan dengan delesi kromosom
dan tumor aneuploidi. Jalur RER dikarakteristikan dengan kesalahan mecocokan perbaikan
selama replikasi DNA. 80% carcinoma colorectal berasal dari mutasi pada jalur LOH, 20%
berasal dari mutasi pada jalur RER. Akumulasi kesalahan-kesalahan menyebabkan
ketidakstabilan genom dan akhirnya menjadi carcinogenesis.
Jalur RER berhubungan dengan microsatellite instability (MSI). Microsatelit adalah bagian
genom dimana segmen-segmen pendeknya diulang beberapa kali. Tumor yang berhubungan
dengan MSI mempunyai karakteristik biologi yang berbeda dengan tumor dari jalur LOH. Tumor
dari MSI sering berada pada colon kanan, memiliki DNA diploid, prognosis lebih baik daripada
tumor dari jalur LOH yang microsatelit stabil (MSS). Tumor dari jalur LOH biasanya pada distal
colon, cromosom aneuploidi, dan prognosis lebih buruk.
Gambar 3. skematik progresifitas dari epitel colon normal sampai menjadi carcinoma
6. Tumor jinak
Polip adalah petumbuhan jaringan yang menonjol ke dalam lumen traktus
gastrointestinal. Secara umum ,terdapat 2 tipe polip jinak yaitu polip non-neoplastik dan polip
neoplastik. Polip non-neoplastik terdiri dari hamartoma, polip hyperplastik dan polip inflamasi.
Polip neoplastik terdiri dari berbagai macam polip adenomatous dan poliposis coli herediter.
6.1. Polip non-neoplastik
• Hamartoma
Hamartoma dikarakteristikkan dengan pertumbuhan yang berlebihan dari komponen colon
normal seperti epitel dan jaringan penghubung. Hamartoma tidak mempunyai potensi keganasan
dan kurang atipik atau invasi. Polip Juvenil, Sindroma Cronkhite-Canada, Sindroma Peutz-
Jeghers mempunyai karakteristik hamartoma.
a. Polip Juvenil
Terdapat pada anak-anak, kadang-kadang pada dewasa, dan ditemukan pada seluruh
colon. Biasanya tumor mengalami regresi spontan dan tidak bersifat ganas. Gejala klinis utama
adalah perdarahan spontan, kadang disertai lendir; karena selalu bertangkai, dapat menonjol
keluar dari anus pada saat defekasi; nyeri abdomen karena autoamputasi polip atau intussussepsi.
Karena bisa mengalami regresi spontan, terapinya tidak perlu agresif.
b. Sindroma Cronkhite-Canada
Dikarakteristikan dengan poliposis gastrointestinal yang menyeluruh, hiperpigmentasi
kulit, alopecia, dan distrofi kuku. Kelainan ini tidak diturunkan secara genetik. Onset rata-rata
pada umur 60 tahun. Predileksi polip yang paling sering di gaster dan colon, jarang pada
oesophagus dan usus halus. Gejala klinisnya adalah nyeri abdomen, diare, perdarahan, anorexia
sehingga terjadi penurunan berat badan, malabsorbsi, dan anemia. Remisi terjadi spontan atau
setelah pemberian terapi medikamentosa atau gastrectomy parsial. Penatalaksanaan dengan
polipectomy untuk diagnosis dan terapi suportif.
c. Sindroma Peutz-Jeghers
Dikarakteristikan dengan poliposis gastrointestinal yang menyeluruh dan area pigmentasi
pada mukokutan. Sindroma ini diturunkan melalui gen autosomal dominan. Seluruh traktus
gastrointestinal dapat terkena, namun paling sering di usus halus. Onsetnya pada usia muda,
antara 10-30 tahun. Gejala klinik berupa muntah, perdarahan, nyeri abdomen. Pembedahan
merupakan terapi konservatif untuk mengatasi gejala sekunder akibat ulserasi polip, obstruksi
atau intussussepsi. Progresifitas ke arah keganasan jarang terjadi. Beberapa pasien mempunyai
kecenderungan timbulnya keganasan pada organ lain seperti pankreas, payudara, dan ovarium.
• Polip hiperplastik
Merupakan polip kecil yang berdiameter kurang dari 5 mm yang berasal dari epitel
mukosa yang hiperplastik. Dikenal juga sebagai polip metaplastik. Tipe ini merupakan polip
colon yang paling sering. Polip hiperplastik sendiri adalah non-neoplastik, namun sering
ditemukan pada pasien carcinoma colon. Etiologinya belum jelas, diduga karena infeksi virus.
Umumnya polip ini tidak bergejala, tetapi disarankan dilakukan polypectomy dan dibiopsi untuk
diagnosis histologik.
• Polip inflamasi
Tipe polip ini dapat singel atau multipel. Bila multipel, biasanya terdapat inflammatory
bowel disease. Polip sebaiknya dibuang dan diperiksa secara patologis. Jika terdapat colitis
ulseratif aktif maka harus diterapi.
6.2. Polip neoplasik
• Polip adenomatous
Adenoma colon dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe menrut gambaran histopatologinya
yaitu tubular, villous, dan tubulovillous. Tipe yang paling sering adalah tubular. Kebanyakan
polip ini berukuran kecil, dapat pedunculate atau sessile. Polip yang kecil berbentuk bulat dan
licin, sedangkan yang lebih besar berlobus. Tipe villous lebih jarang. Polip ini berukuran lebih
besar, sessile dan lembut seperti beludru. Tipe tubulovillous mempunyai karakteristik antara tipe
tubular dan villous. Polip yang berukuran besar, tipe villous, dan atipik verhubungn dengan
meningkatnya risiko keganasan.
Patofisiologi adenoma dikarakteristikan sebagai proliferasi berlebihan dengan maturasi
sel yang lambat. Normalnya sel epitel mukosa colon diganti setiap 4 sampai 8 hari, dengan
keseimbangan antara pembentukan dan kematian sel, dan migrasi dari 2/3 basal kripta colon.
Pada adenoma, proliferasi juga terjadi pada bagian atas kripta dengan akumulasi sel pada
permukaan luminar.
Kebanyakan pasien dengan polip adenoma adalah asimptomatik, namun dapat juga
terdapat hematochezia, obstruksi, nyeri, mucus discharge, atau diare. Kebanyakan polip ini
ditemukan secara kebetulan. Saat polip ditemukan pada sigmoidoscopy, maka sebaiknya
dilakukan polypectomy total untuk evaluasi patologis, kecuali jika polip terlalu besar atau sessile.
Colonoscopy tetap diperlukan karena kemungkinan adanya carcinoma colon atau adenoma pada
bagian proximal. Total polipectomy merupakan tindakan diagnostik dan terapetik. Komplikasi
polipectomy adalah perforasi dan perdarahan.
Pada polip colorectal dapat ditemukan carcinoma invasif. Carcinoma invasif pada polip
pedunculate adalah sebuah invasi yang melewati mucosa muscularis. Carcinoma invasif pada
polip sessile selalu memerlukan reseksi colon. Polipectomy total merupakan terapi definitifnya.
Colectomy dengan membuang nodus limfatikus diindikasikan jika ada risiko tinggi. Sebagai
follow up, jika pada adenoma terdapat carcinoma invasif, maka colonscopy perlu diulang 3 bulan,
1 tahun dan 3 tahun. Jika pada adenoma terdapat carcinoma in situ atau benign seluruhnya, maka
endoscopy diulang 1 tahun dan 3 tahun kemudian.
Dewasa ini, hipotesis yang diterima adalah bahwa kebanyakan carcinoma colon berasal
dari adenoma benign sebelumnya. Predileksi tersering pada adenoma dan carcinoma adalah di
colon distal dan caecum. Carcinoma timbul dari adenoma yang tak diterapi. Adenoma yang lebih
dari 15 tahun akan berisiko menjadi carcinoma. Sering terdapat koeksistensi antara bekas
adenoma dengan carcinoma colon. Deteksi dini dan pembuangan polip adenoma diharapkan
dapat menurunkan insidensi carcinoma colon.
• Poliposis neoplastik herediter
a. Familial adenomatous poliposis (FAP)
Merupakan kelainan herediter yang diturunkan secara autosomal dominan. Gambaran
utamanya adalah polip adenoma difus pada seluruh traktus gastrointestinal bagian bawah.
Biasanya timbul pada dekade kedua, namun dapat juga timbul lebih awal. Kelainan ini berpotensi
menjadi keganasan, dimana jika tidak diterapi, maka insidensi perubahan keganasan adalah
100%. Usia rata-rata diagnosis carcinoma adalah 40 tahun, namun dapat juga didiagnosis pada
awal dekade pertama. Perjalanan penyakit dihambat dengan pembuangan colon yang terkait
secepat dan seagresif mungkin sebelum onset keganasan. Proctocolectomy total dengan
anastomosis ileal pouch-anal dapat mencegah carcinoma colorectal dan menyediakan jalur untuk
defekasi. Alternatif lainnya adalah colectomy subtotal dengan ileoproctostomy, jika tidak ada
polip pada rectum. Keluarga pasien perlu diperiksa dengan proctoscopy setiap tahunnya mulai
dari usia 10 tahun, sehingga diagnosis dan terapi yang cepat dapat mencegah carcinoma
colorectal.
b. Sindroma Gardner’s
Merupakan varian dari familial adenomatous poliposis, yang terdiri dari poliposis difus pada
bagian bawah usus halus, osteoma, kista epidermoid, hipertropi kongenital dari epitel retina
berpigmen, polip gaster, usus halus, pakreas, tiroid, adrenal, paratiroid, retroperitoneal fibrosis
dan desmoid tumor.
c. Sindroma Turcot’s
Berhubungan dengan familial poliposis dan tumor susunan saraf pusat. Kebanyakan tumor otak
adalah medulloblastoma dan glioblastoma. Sindroma Turcot’s merupakan varian fenotip dari
pamilial poliposis dan sindroma Gardner’s, dan diturunkan secara autosomal resesif.4
7. Tumor ganas
7.1. Hereditary colorectal carcinoma
a. Familial Adenomatous Polyposis (FAP)
Merupakan polip adenoma yang berproses menuju keganasan mengikuti runtutan
adenoma-carcinoma, dimana jika tidak diterapi, maka insidensi perubahan keganasan adalah
100%.
b. Hereditary Nonpolyposis Colorectal Cancer (Lynch’s Syndrome)
Sindroma ini dikrakteristikan oleh autosomal dominan yang diturunkan, manifestasi
keganasan terjadi pada usia muda, lesi predominan pada proximal colon, dan adanya tendensi lesi
synchronous dan metachronous. Pasien sebaiknya diterapi dengan colectomy subtotal. Carcinoma
berkembang dari polip adenoma melelui progresifitas adenoma-carcinoma yang tipikal. Pada
varian dari sindroma ini terdapat peningkatan insidensi keganasan endometium, gaster, ovarium,
dan traktus urinarius.
Kriteria untuk sindroma ini adalah:
Pada gambaran histopatologis, sejurang-kurangnya didapatkan adanya 3 hubungan
dengan carcinoma colorectal, 2 dari hal tersebut merupakan derajat pertama.
Yang terlibat sekurang-kurangnya 2 generasi
Sekurang-kurangnya 1 pasien didiagnosis dibawah umur 50 tahun. 1,3,4
7.2. Carcinoma colorectal
7.2.1. Insidensi
Carcinoma colorectal merupakan keganasan yang paling sering pada traktus
gastrointestinal. Insidensi carcinoma colorectal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka
kematiannya. Insidensi pria sebanding dengan wanita. Carcinoma recti lebih sering pada laki-laki,
sedangkan carcinoma colon lebih sering pada wanita. Penyakit ini berhubungan dengan usia dan
terjadi lebih sering pada usia diatas 50 tahun.1,2
7.2.2. Predileksi
Sekitar 75% carcinoma colorectal ditemukan di rectosigmoid.
Gambar 4. Predileksi carcinoma colorectal
7.2.3. Patologi
Letak Persentase :
Caecum dan colon ascendens 10%
Colon transversum 10%
Colon descendens 5%
Rectosigmoid 75%
Secara makroskopis terdapat 3 tipe carcinoma colorectal. Tipe polipoid atau vegetatif tumbuh
menonjol ke dalam lumen usus., berbentuk bunga kol dan terutama ditemukan di caecum dan
colon ascendens. Tipe skirus mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala
obstruksi, terutama ditemukan di colon descendens, sigmoid dan rectum. Bentuk ulceratif terjadi
karena nekrosis di bagian sentral, terdapat di rectum. Pada tahap lebih lanjut, sebagian besar
carcinoma colon dapat mengalami ulserasi dan menjadi ulcus maligna.
7.2.4. Gejala klinis
Gejala dan tanda dini carcinoma colorectal tidak ada. Umumnya gejala pertama timbul
karena penyulit, yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan atau akibat metastasis.
• Carcinoma colon kanan:
Jarang terjadi stenosis dan faeces masih cair sehingga tidak ada faktor obstruksi.
Gambaran klinis tumor caecum dan colon ascendens tidah khas, gejala umumnya nerupa
dyspepsia, kelemahan umum, penurunan berat badan, dan anemia. Oleh karena itu pasien sering
datang dalam keadaan terlambat. Nyeri pada carcinoma colon kanan bermula di epigastrium.
• Carcinoma colon kiri dan rectum:
Sering bersifat skirotik sehingga banyak menimbulkan stenosis dan obstruksi, terlebih
karena faeces sudah padat. Menyebabkan perubahan pola defekasi, seperti konstipasi atau
defekasi dengan tenesmus. Makin ke distal letak tumor, faeces makin menipis, atau seperti
kotoran kambing, atau lebih cair disertai darah atau lendir. Tenesmus merupakan gejala yang
biasa didapat pada carcinoma rectum. Nyeri pada colon kiri bermula di bawah umbilicus
Pada pemerikasaan fisik, bila tumor kecil maka tidak teraba pada palpasi abdomen, bila sudah
terba berarti sudah menunjukkan keadaan lanjut. Massa di colon sigmoideum lebih jelas teraba
daripada massa di bagian lain colon. Pemeriksaan colok dubur merupakan keharusan.
7.2.5. Pemeriksaan penunjang
• Endoskopi
a. Rectosigmoidoskopi
Rectosigmoidoskop yang kaku digunakan untuk menilai rectum dan colon sigmoideum
bagian distal.
b. Fleksibel sigmoidoskopi dan colonoskopi
Sigmoidoskop dan colonoskop yang fleksibel dengan video atau fiberoptik dapat
memperlihatkan gambaran colon dan rectum dengan mutu yang baik. Sigmoidoskopi dan
colonoskopi dapat digunakan untuk diagnostik dan terapetik, merupakan metode yang paling
akurat untuk menilai colon. Prosedur ini sangat sensitif untuk mendeteksi dan dapat untuk
melakukan biopsi. Colonoskop untuk diagnostik memiliki satu saluran untuk lewatnya alat-alat
seperti snare, forcep biopsi, elektrocauter, dan sebagai jalan untuk melakukan penghisapan dan
irigasi. Colonoskop untuk terapetik mempunyai 2 saluran yang dapat digunakan secara simultan
untuk irigasi / penghisapan dan untuk lewatnya alat-alat.
• Pencitraan
a. X-ray foto polos dan colon in loop
X-ray foto polos dan colon in loop memiliki peranan penting dalam mengevaluasi pasien
yang diduga menderita carcinoma colorectal. Foto polos abdomen (supine, tegak, dan LLD)
berguna untuk mendeteksi pola gas usus yang menunjukkan adanya obstruksi. Colon in loop
berguna untuk mengevaluasi gejala obstruktif. Colon in loop dengan double contrast sensitif
untuk mendeteksi massa yang berdiameter lebih besar dari 1 cm. Deteksi massa yang kecil sangat
sulit, sehingga colonoscopy lebih disukai untuk mengevaluasi massa colon yang nonobstruksi.
b. CT scan
Computed Tomography (CT) digunakan untuk staging carcinoma colorectal, karena
kesensitivitasnya dalam mendeteksi metastasis.
c. CT Colonografi (Virtual colonoscopy)
Virtual colonoscopy menggunakan CT helical dan rekonstruksi 3 dimensi untuk
mendeteksi lesi colon intralumen. Untuk memaksimalkan kesensitivitasan maka dilakukan
persiapan usus per oral, pemberian kontras per oral dan rectal, pendistensian colon. Alat ini
sensitif untuk melihat carcinoma colorectal yang berukuran lebih dari 1 cm. colonoskopi tetap
dibutuhkan jika terdapat lesi. Alat ini berguna sebagai pencitraan pada obstruksi colon proximal.
Keterbatasannya adalah terjadinya false positif akibat faeces, penyakit divertikula, lipatan
haustrae, artefak, dan ketidakmampuan mendeteksi adenoma yang datar.
d. MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih sensitif daripada CT scan dalam mendeteksi
keterlibatan tulang atau dinding pelvis akibat perluasan carcinoma colorectal. Penggunaan
endorectal coil akan menambah sensitivitas.
e. PET
Positron Emmision Tomography (PET) digunakan untuk pencitraan jaringan dengan
kadar glikolisis anaerob yang tinggi seperti pada tumor ganas. PET digunakan sebagai tambahan
pemeriksaan CT scan dalam staging carcinoma colorectal dan dapat digunakan untuk
membedakan kanker rekuren dengan fibrosis.
f. Endorectal ultrasound
Endorectal ultrasound digunakan untuk mengevaluasi kedalaman invasi carcinoma recti.
Dinding rectum yang normal terdiri atas 5 lapisan. Ultrasound dapat membedakan tumor jinak
dari tumor invasif berdasarkan integritas lapiasan submukosa. Ultrasound dapat membedakan
tumor superficial T1-T2 dengan tumor yang lebih dalam T3-T4. Keakurasian ultrasound dalam
mendeteksi kedalamam invasi tumor intramural berkisar antara 81-94%. Ultrasound juga dapat
mendeteksi pembesaran nodus limfatikus perirectal, yang menunjukkan metastasis ke nodus
limfatikus, dimana keakurasiannnya adalah 58-83%. Ultrasound juga dapat digunakan untuk
mendeteksi rekurensi lokal setelah pembedahan.
• Laboratorium
a. Pemeriksaan darah samar pada faeces
Digunakan untuk tes skrining pada tumor colorectal yang asimptomatik, pada individu
dengan risiko sedang. Efikasi tes ini berdeasarkan tes serial karena kebanyakan carcinoma
colorectal berdarah secara intermiten. Tes ini merupakan tes nonspesifik untuk peroxidase yang
terkandung dalam haemoglobin. Perdarahan traktus gastrointestinal akan memberikan hasil
positif. Beberapa makanan (daging, beberapa buah dan sayuran, dan viamin C) dapat memberikan
false positif, sehingga pasien sebaiknya diet selama 2-3 hari sebelum tes. Tes ini dapat
ditingkatkan spesifik dan sensitivitasnya dengan menggunakan immunochemical. Hasil positif
pada tes ini sebaiknya dilanjutkan dengan pemeriksaan colonoskopi.
b. Tumor marker
Tumor marker seperti CEA, CA 19-9, dan CA-50 digunakan untuk pasien carcinoma
colorectal. Carcinoembrionic antigen (CEA) yang paling umum digunakan, sedangkan CA 19-9
dan CA-50 tidak rutin digunakan. CEA dapat meningkat pada 60-90% pasien dengan carcinoma
colorectal. Namun CEA bukan merupakan tes skrining yang efektif untuk keganasan. CEA tidak
spesifik karena dapat meningkat juga pada pasien dengan carcinoma selain carcinoma colorectal.
c. Tes serum
Pemeriksaan fungsi hepar seperti alkali fosfatase, SGPT, SGOT, SGGT, dan LDH dapat
memprediksi kemungkinan metastasis ke hepar.
• Biopsi
Biopsi dilakukan melalui endoskopi. Hasil patologi dari biopsi dapat mendeskripsikan tipe sel
dan gradasi tumor. Tipe sel yang paling sering didapat pada carcinoma colorectal adalah
adenocarcinoma (95%).
Gambar 5. Histopatologi carcinoma colorectal
• Biopsi nodus limfatikus sentinel
Teknik ini digunakan pada beberapa keganasan, biasanya pada carcinoma mammae dan
melanoma. Tujuan biopsi ini adalah untuk mengidentifikasi nodus limfatikus pertama yang sering
menjadi tempat pertama metastasis. Pada colorectal carcinoma, teknik ini bertujuan untuk
meningkatkan hasil staging. Pemeriksaan yang intensif dengan potongan histopatologi yang
multipel, imunohistokimia, dan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) dapat
mendeteksi mikrometastasis pada pasien yang diketahui N0 pada teknik konvensional.
7.2.5 Diagnosis
Diagnosis carcinoma colorectal ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Kepastian diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi
anatomi.
7.2.6. Diagnosis banding
Tabel 4. Diagnosis banding
Apendicular abscess
Massa periappendicular
Amuboma
Enteritis regionalis
Ulcus pepticum
Carcinoma gaster
Abscess hepar
Hepatocellular carcinoma
Cholecystitis
Kelainan pancreas
Kelainan saluran empedu
Colitis ulcerative
Polip
Diverticulitis
Endometriosis
Polip
Prokitis
Fissura ani
Haemorrhoid
Carcinoma ani
7.2.7. Klasifikasi
American Joint Committee on Cancer memakai sistem TNM. Sistem ini memisahkan dan
mengidentifikasi berdasarkan kedalaman dari invasi tumor (T), status nodus limfatikus regional
(N) dan ada tidaknya metastase (M)
Tabel 5. Klasifikasi carcinoma colorectal berdasarkan sistem TNM3Table TNM Staging of Colorectal Carcinoma and 5-Year Survival
Stage TNM 5-Year Survival
I T1-2, N0, M0 70 - 95%II T3-4, N0, M0 50 - 65%III Tany, N1-3, M039 - 60%
IV Tany, Nany, M1 0 - 16%
Tumor Primer
TX: Tumor primer tidak bisa ditemukan
T0: Tidak ada bukti tumor primer
Tis: Carcinoma insitu
T1: Tumor menginvasi submukosa
T2: Tumor menginvasi muscularis propria
T3: Tumor menginvasi muscularis propria sampai subserosa atau kedalam non peritonealisasi
pericolic atau perirectal
T4: Tumor menyebabkan adanya perforasi ke peritoneum visceral atau invasi ke organ atau
struktur lain.
Nodus limfatikus regional
NX: Nodus limfatikus regional tidak ditemukan
N0: Tidak ada metastase nodus limfatikus regional
N1: Metastase pada 1-3 nodus limfatikus pericolica atau perirectal
N2: Metastase pada 4 atau lebih nodus limfatikus pericolica atau perirectal
N3: Metastase pada semua nodus limfatikus sepanjang cabang pembuluh darah
Metastase jauh
MX: Adanya metastase jauh tidak dapat dinilai
M1: Tidak ada metastase
M2: Metastase
Sistem TNM ini dapat dikonversikan ke sistem Duke yang lebih sederhana
Stadium I dari TNM sama dengan Duke A
Stadium II dari TNM sama dengan Duke B
Stadium III dari TNM sama dengan Duke C
Stadium IV dari TNM sama dengan Duke D
Tabel 6. Klasifikasi Duke & Prognosis dalam 5 tahun :
A Terbatas di dinding usus (97%)
B Menembus lapisan muskularis mukosa (80%)
C Metastasis ke kelenjar limfe (65%)
C1 Beberapa kelenjar limfe dekat tumor primer (35%)
C2 Dalam kelenjar limfe jauh
D Metastasis jauh <5%
7.2.8. Metastasis
Carcinoma colorectal mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh sambil menembus
dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral ke jaringan dan organ visceral lainnya.
Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya seperti ureter,
vesica urinaria, uterus, vagina, atau prostat.
Keterkaitan nodus limfatikus regional merupakan bentuk yang paling sering pada
penyebaran carcinoma colorectal dan biasanya mendahului metastasis jauh atau menyebabkan
carcinomatosis. Penyebaraan ke nodus limfatikus meningkat dengan pertambahan ukuran tumor,
diferensiasi histologis yang buruk, invasi limfovaskular dan kedalaman invasi.
Pada carcinoma colon, penyebaran limfatik biasanya mengikuti aliran vena besar dari segmen
colon yang terkait. Penyebaran limfatik dari rectum mengikuti 2 jalur. Pada rectum bagian atas,
pengaliran ascendens sepanjang pembuluh rectalis superior ke kelenjar mesenterica inferior. Pada
rectum bagian bawah, pengaliran limfatik terjadi sepanjang pembuluh rectalis media. Penyebaran
sepanjang pembuluh rectalis inferior ke kelenjar iliaca interna atau inguinal jarang terjadi kecuali
jika tumor mengenai canalis analis atau aliran limfatik proximal diblok oleh tumor.
Tempat yang paling sering terkena pada metastasis jauh carcinoma colorectal adalah
hepar. Metastasis ini timbul dari penyebaran hematogen melalui system vena portal. Seperti pada
penyebaran ke nodus limfatikus, risiko metastasis ke hepar meningkat dengan peningkatan
ukuran tumor dan grade tumor, namun tumor yang kecil pun dapat menyebabkan metastasis jauh.
Paru-paru juga merupakan tempat penyebaran hematogen carcinoma colorectal, namun jarang
terjadi. Penyebaran ke peritoneal mengakibatkan carcinomatosis (metastasis peritoneal difus)
dengan atau tanpa ascites.
7.2.9. Penatalaksanaan
Terapi kuratif adalah tindakan bedah. Tujuan utama tindakan bedah adalah memperlancar
saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun nonkuratif. Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif
dan tidak memberikan manfaat kuratif. Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala
penyebaran lokal maupun jauh.
Tindakan bedah terdiri atas reseksi luas carcinoma primer dan kelenjar limfe regional.
Bila sudah ada metastasis jauh, tumor primer akan direseksi juga dengan maksud mencegah
obstruksi, perdarahan, anemia, inkontinensia, fistel dan nyeri.
Pada carcinoma caecum atau colon ascendens dilakukan hemicolectomy kanan.
Pembuluh darah ileocolica, colica dextra, dan cabang kanan dari colica media diligasi dan
dipisahkan. Ileum terminal sekitar 10 cm ikut direseksi, kemudian dibuat anastomosis ileum
dengan colon transversum.
Pada carcinoma di flexura hepatica atau di proximal colon transversum dilakukan
hemicolectomy kanan yang diperluas. Caranya sama dengan hemicolectomy kanan namun
dilakukan ligasi pembuluh darah colica media pada pangkalnya. Colon kanan dan proximal colon
transversum direseksi dan dilakukan anastomosis ileum dengan colon transversum distal. Jika
aliran darah diragukan, maka reseksi dapat diperluas sampai flexura lienalis dan dilakukan
anastomosis ileum dengan colon descendens.
Pada carcinoma colon transversum tengah dan distal dilakukan colectomy transversum.
Dilakukan ligasi pembuluh darah colica media. Kemudian dilakukan anastomosis colocolonik.
Pada carcinoma colon transversum distal, flexura lienalis, dan colon descendens dilakukan
hemicolectomy kiri. Cabang kiri pembuluh darah colica media, colica kiri, dan cabang pertama
pembuluh darah sigmoid diligasi. Kemudian dibuat anastomosis colocolonik.
Pada carcinoma colon transversum distal dapat dilakukan hemicolectomy kiri yang
diperluas. Caranya sama dengan hemicolectomy kiri, namun dilakukan ligasi pada cabang kanan
pembuluh darah colica media.
Pada carcinoma colon sigmoideum dilakukan colectomy sigmoideum. Dilakukan ligasi
dan pemisahan cabang sigmoig dari arteri mesenterica inferior. Colon sigmoideum direseksi
sampai batas refleksi peritoneum dan dibuat anastomosis colon descendens dengan rectum bagian
atas.
Colectomy total dan subtotal dilakukan pada pasien dengan familial adenomatous
poliposis. Pada prosedur ini, pembuluh darah ileocolica, colica dextra, colica media, dan colica
sinistra diligasi dan dipisahkan. Pembuluh darah rectalis superior dipertahankan. Jika diperlukan
untuk mempertahankan colon sigmoideum, maka pembuluh darah sigmoid distal dipertahankan
dan anastomosis dibuat antara ileum dan colon sigmoideum distal (subtotal colectomy dengan
anastomosis ileosigmoid). Jika colon sigmoideum direseksi, pembuluh darah sigmoidf diligasi
dan dipisahkan, dan dibuat anastomosis ileum dengan rectum bagian atas (total abdominal
colectomy dengan anastomosis ileorectal). Jika anastomosis dikontraindikasikan, maka dibuat
end-ileostomy dan rectum atau colon sigmoideum digunakan sebagai fistula mucus atau
Hartmann pouch.
Pada carcinoma rectum, teknik pembedahan dipilih tergantung dari letaknya, khususnya
jarak batas bawah carcinoma dan anus. Sedapat mungkin anus dengan sphincter ani eksternus dan
sphincter ani internus akan dipertahankan untuk menghindari anus preternaturalis. Pada
carcinoma recti 1/3 proximal dilakukan reseksi anterior. Pada carcinoma recti 1/3 tengah
dilakukan reseksi dengan mempertahankan sphincter anus. Pada carcinoma recti 1/3 distal
dilakukan amputasi rectum melalui reseksi abdominoperineal Quenu-Miles.
• Reseksi anterior
Dilakukan reseksi proximal rectum melalui incisi abdominal sampai pelvis tanpa
melakukan incisi pada perineal, sacral dan daerah lainnya. Terdapat 3 tipe reseksi anterior yaitu:
a. High anterior resection
Reseksi bagian distal colon sigmoideum dan bagian atas rectum. Biasanya digunakan
untuk tumor jinak pada rectosigmoid junction. Rectum tidak seluruhnya dibebaskan dari
kelengkungan sacrum, bagian atas rectum dibebaskan namun peritoneum pelvis tidak dipisahkan.
Arteri mesenterica inferior dan vena mesenterica inferior diligasi pada pangkalnya secara
terpisah. Dibuat anastomosis antara colon dan ujung rectum (biasanya ujung ke ujung).
b. Low anterior resection
Digunakan untuk carcinoma recti atas dan tengah. Rectosigmoid dibebaskan, peritoneum
pelvis dibuka, dan arteri mesenterica inferior diligasi dan dipisahkan. Rectum dipisahkan dari
sacrum. Diseksi dilakukan distal dari batas anorectal, diperluas ke posterior melalui fascia
rectosacral sampai coccyx dan ke anterior melalui fascia Denonvilier sampai vagina pada wanita
atau vesicular seminalis dan prostat pada pria. Rectum dan mesorectum dipisahkan. Anastomosis
rectum letak rendah biasanya memerlukan pembebasan flexura lienalis dan ligasi serta pemisahan
vena mesenterica inferior dengan pancreas. Alat stapler sirkuler dapat digunakan untuk membuat
anastomosis. Penyulit yang sering terjadi dalah gangguan fungsi seks.
c. Extended low anterior resection
Extended low anterior resection diperlukan untuk membuang tumor yang berada di distal
rectum, beberapa centimeter di atas sphincter ani. Rectum dibebaskan seluruhnya sampai batas
musculus levator ani, diseksi ke anterior diperluas sepanjang septum rectovaginal pada wanita
dan distal vesicular seminalis dan prostat pada pria. Setelah reseksi, dibuat anastomosis coloanal.
Karena adanya risiko bocornya anastomosis dan terjadinya sepsis ketika anastomosis dibuat pada
distal rectum atau canalis analis, maka dapat dibuat ileostoma semetara.
• Prosedur Hartmann dan fistula mukus
Biasanya dilakuan pada pasien dengan carcinoma rectum dimana anastomosis pada pelvis
tidak dapat dibuat. Prosedur Hartmann ditujukan untuk reseksi colon atau rectum tanpa
anstomosis dimana colostomi atau ileostomi dibuat dan distal colon atau rectum ditinggalkan
sebagai kantung tertutup. Kondisi ini biasanya digunakan ketika colon kiri atau sigmoideum
direseksi dan sisa rectum ditutup dan ditinggalkan di pelvis. Jika colon distal cukup panjang
untuk mencapai dinding abdominal. Maka dapat dibuat fistula mucus dengan membuka usus yang
tak berfungsi dan menjahitnya ke kulit.
• Reseksi abdominoperineal menurut Quenu-Miles
Reseksi ini membuang rectum, canalis analis, dan anus dengan pembuatan permanen
colostoma dari colon descendens atau sigmoideum. Prosedur pada abdomen dan pelvis sama
dengan extended low anterior resection. Rectum dan sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan,
termasuk kelenjar limfe pararectum dan retroperitoneal sampai kelenjar limfe retroperitoneal.
Kemudian melalui incisi perineal anus dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya dengan rectum
melalui abdomen. Diseksi perineal dibuat dengan eksisi canalis analis dengan batas
sirkumferensial yang lebar. Diseksi perineal dapat dapat dilakukan dengan posisi lithhotomy atau
posisi prone setelah penutupan abdomen dan pembuatan colostoma. Penutupan luka
meninggalkan defek perineal yang besar, khususnya bila telah digunakan radiasi, maka
diperlukan penutupan dengan flap pada beberapa pasien. Penyulit yang sering terjadi dalah
gangguan fungsi seks.
Tabel 7. Terapi carcinoma colorectal menurut stadium
Stadium Terapi
Stadium 0 (Tumor In Situ) Eksisi lokal secara komplit melalui endoskopi
Stadium 1 (Carcinoma Colorectal terlokalisasi)
Reseksi colon atau rectum
Dapat ditambah adjuvant kemoterapi pada pasien tertentu (usia muda,
temuan histologi yang beresiko tinggi)
Stadium 2 (Carcinoma Colorectal terlokalisasi)
Reseksi colon atau rectum
Dapat ditambah adjuvant kemoterapi pada pasien tertentu (usia muda,
temuan histologi yang beresiko tinggi)
Stadium 3 (Metastasis ke nodus limfatikus)
Adjuvant kemoterapi, radioterapi imunoterapi.
Reseksi radikal
Stadium 4 (Metastasis jauh)
Adjuvant kemoterapi
Reseksi hepar bila terdapat metastasis ke hepar
Terapi Paliatif
Reseksi laparoskopik
Laparoskopik merupakan teknologi dengan invasif yang minimal, yang sekarang dapat
digunakan untuk reseksi colon. Keuntungan cara ini adalah mengurangi nyeri post operatif,
pengembalian fungsi usus yang lebih cepat, berkurangnya imunosupresif yang timbul setelah
operasi yang menyebabkan hasil post operatif yang lebih baik, dan hasil kosmetik yang lebih
baik. Kerugiannya adalah memerlukan waktu operasi yang lebih lama.
Pada carcinoma terbatas dapat dilakukan eksisi lokal melalui rectoskop atau
colonoskopi.
Cara lain yang dapat digunakan atas indikasi dan seleksi khusus adalah fulgerasi
(koagulasi listrik). Cara ini digunakan pada penderita yang berisiko tinggi untuk pembedahan.
Koagulasi dengan laser digunakan sebagai terapi paliatif. Radioterapi, kemoterapi dan
imunoterapi digunakan sebagi terapi adjuvant. Tindak bedah yang didahului dan disusuli
radioterapi disebut terapi sandwich.
Terapi paliatif
Dilakukan bila tumor tidak dapat direseksi untuk mencegah dan mengatasi obstruksi atau
menghentikan perdarahan supaya kualitas hidup penderita baik. Jika tumor tidak dapat diangkat
maka dapat dilakukan bedah pintas atau anus pretenaturalis. Pada metastasis ke hepar yang tidak
lebih dari 2 atau 3 nodul dapat dipertimbangkan eksisi metastasi. Pemberian sitostatika melalui
arteri hepatica, yaitu perfusi secara selektif, kadang disertai terapi embolisasi.
7.2.10. Prognosis
Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastasis jauh, yaitu klasifikasi penyebaran carcinoma
dan tingkat keganasan sel tumor. Bila disertai diferensiasi sel tumor yang buruk, maka
prognosisnya sangat buruk.
8. Tumor Colorectal lainnya
• Tumor carcinoid
Tumor carcinoid jarang ditemukan, jika ada biasanya di rectum. Tumor carcinoid kecil umunnya
tidak bertanda, sedangkan carcinoid lebih besar di colon kanan atau rectum menyebabkan tanda
lokal dan bermetastasis ke hati. Pada 5% penderita ditemukan sindroma carcinoid. Tumor
carcinoid dapat diatasi dengan eksisi lokal.
• Limfoma
Limfoma merupakan tumor ganas selain carcinoma yang agak jarang ditemukan di colon. Yang
paling sering terkena adalah caecum, dengan penyebaran ke ileum terminal. Gejalanya adalah
perdarahan dan obstuksi. Secara klinis tumor ini sulit dibedakan dengan adenocarcinoma.
Limfoma non Hodgkin sering disertai imunodefisiensi. Terapinya adalah dengan reseksi colon.
Adjuvant terapi diberikan tergantung dari stadium penyakit.
• Lipoma
Lipoma sering terjadi pada submukosa colon dan rectum. Lipoma umumnya asimptomatis, tapi
dapat juga menyebabkan perdarahan, obstruksi, dan intususepsi. Secara radiologis, lipoma sukar
dibedakan dari tumor ganas, tapi secara endoscopy mukosa terlihat utuh. Eksisi dilakukan bila
bergejala.
• Leiomyoma dan leiomyosarcoma
Leiomyoma dan leiomyosarcoma merupakan tumor yang berasal dari otot polos dinding usus.
Leiomyoma jarang ditemukan di colon dan jarang menimbulkan perdarahan dan obstruksi kecuali
bila besar. Sebagian leiomyoma dapat berubah menjadi leiomyosarcoma. Karena sulit dibedakan
dengan leiomyosarcoma maka tumor ini sebaiknya direseksi. Leiomyosarcoma dapat
menyebabkan perdarahan dan obstruksi. Diperlukan reseksi radikal.
• Tumor lain yang mungkin ditemukan adalah neurofibroma (pada Morbus Von Recklinghausen),
limfangioma, hemangioma, dan melanoma pada rectum.
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunicardi, Andersen, Billiar, Dunn, Hunter, Pollock. 2005. Colon, rectum, and anus. In
Schwartz’s Principles of Surgery. 8th edition. USA: McGraw-Hill. P 1057-70.
2. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2003. Usus halus, appendiks, kolon, dan anorektum. Dalam Buku
ajar ilmu bedeah. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal 646-53.
3. Townsend, Beauchamp, Evers, Matton. 2004. Colon and rectum. In Sabiston’s Textbook of
Surgery. 17th edition. 2004. Philadelphia: Elsevier Saunders. P 1443-65.
4. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Tumors of the colon. In Maingots’s Abdominal operation. 10th
edition. 2001. Singapore: McGraw-Hill. P 1281-1300
5. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Rectal Cancer. In Maingots’s Abdominal operation. 10th
edition. 2001. Singapore: McGraw-Hill. P1455-99
6. Wikipedia. 2007. Cancer colorectal. http://www.wikipedia.org.
7. Mayoclinic. 2006. Colon cancer. http://health.yahoo.com/topic/other/other/article/mayoclinic/
8. GE.2007. Carcinoma colorectal http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/
9. Barish ,M.A. Rocha, T.C. 2007. Role of virtual colonoscopy in screening for colorectal cancer.
http://www.cancernews.com/data/Article/284.asp