chapter 7 translate william's gyn - kehamilan ektopik

33
CHAPTER 7 TRANSLATE OF WILLIAM GYNECOLOGY CHAPTER 7 Page 1

Upload: theofilus-ardy

Post on 27-Oct-2015

98 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

ginekologi

TRANSCRIPT

CHAPTER

7TRANSLATE OF

WILLIAM GYNECOLOGY

CHAPTER 7 Page 1

KEHAMILAN EKTOPIK : PENDAHULUANKehamilan ektopik atau ekstrauterin merupakan kehamilan di mana blastokist mengimplantasi tempat lain di luar lapisan endometrium cavum uteri. Dalam beberapa data dilaporkan sebanyak 1,3 hingga 2 persen dari kehamilan di Amerika Serikat (Zane, 2002). Dengan berkembangnya radioimmunoassay yang sensitif dan spesifik untuk –subunit dari human chorionic gonadotropin (-hCG), dikombinasi dengan transvaginal sonography (TVS) beresolusi tinggi, keberadaan awal wanita dengan kehamilan ektopik menjadi jarang mematikan dibandingkan sebelumnya. Walaupun demikian, kehamilan ektopik tetap merupakan penyebab penting dari morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat dengan perkiraan total biaya mendekati 295 miliar dolar pada tahun 1998 (Rein, 2000).

GAMBARAN UMUMKlasifikasiHampir 95 persen kehamilan ektopik terjadi di tuba fallopi. Gambar 7-1 menunjukkan lokasi dari 1800 kehamilan ektopik yang ditangani melalui pembedahan. Hampir 95 persen merupakan kehamilan tuba, 3,2 persen ovarian, dan 1,3 persen abdominal (Bouyer, 2002). Kehamilan ektopik bilateral jarang terjadi dan perkiraan prevalensinya 1 dari tiap 200.000 kehamilan (al-Awwad, 1999).

EpidemiologiTingkat insidensi kehamilan ektopik yang dilaporkan tidak seperti di masa lampau. Perkembangan dramatis dalam diagnosis dan protokol penatalaksanaan mengakibatkan statistik rumah sakit menjadi tidak valid. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (1995), tingkat kehamilan ektopik telah meningkat di Amerika Serikat hampir empat kali lipat, dari 4,5 per 1000 kehamilan pada tahun 1970 hingga 19,7 per 1000 kehamilan pada tahun 1992. Tingkat tersebut mirip dengan perkiraan baru-baru ini oleh Kaiser Permanente dari California Utara yaitu 20,7 per 1000 kehamilan dari tahun 1997 hingga 2000 (Van Den Eeden, 2005).Sejumlah faktor yang dapat membantu menjelaskan peningkatan insidensi kehamilan ektopik :

1. Terdapatnya prevalensi yang lebih tinggi dari penyakit menular seksual, khususnya infeksi Chlamydia (Rajkhowa, 2000).

2. Identifikasi telah berkembang melalui penggunaan alat diagnostik yang lebih sensitif.3. Infertilitas faktor tuba, termasuk restorasi patent tuba atau kelainan patologis tuba telah

meningkat (Ankum, 1996).4. Penyapihan anak yang tertunda lebih sering terjadi dan disertai dengan bertambahnya

penggunaan teknologi reproduksi buatan, yang membawa peningkatan risiko kehamilan ektopik.

5. Intrauterine device (IUD) dan sterilisasi tuba telah meningkat dan menggagalkan predisposisi ke kehamilan ektopik (Mol, 1995).

MortalitasKehamilan ektopik tetap menjadi penyebab utama dari kematian yang berkaitan dengan kehamilan. Namun, protokol diagnostik dan penatalaksanaan telah menghasilkan penurunan tingkat kematian 10 kali lipat selama lebih dari 35 tahun terakhir. Tingkat kematian pada tahun 1970 yaitu 35,5 kematian per 10.000 kehamilan ektopik dibandingkan dengan 3,8 per 10.000 pada tahun 1989. Hal ini di samping peningkatan kehamilan ektopik sebanyak 5 kali lipat dari 17.800 pada tahun 1970 menjadi 108.000 pada tahun 1992 (Gambar 7-2). Perbedaan ras

CHAPTER 7 Page 2

mempengaruhi kematian yang berhubungan dengan kehamilan ektopik. Wanita yang bukan kulit putih mempunyai risiko kematian 3,4 kali lebih tinggi daripada wanita kulit putih untuk periode 20 tahun dari 1970 hingga 1989 (Goldner, 1993). Hal ini berlaku untuk semua kelompok usia seperti ditunjukkan pada Gambar 7-3. Akses yang tidak adekuat ke pelayanan ginekologi dan prenatal dapat menjelaskan kecenderungan ini.

RUPTUR TUBARuptur dapat berlanjut menjadi perdarahan berat yang mengakibatkan morbiditas dan mortalitas. Lebih dari dua dekade terakhir, tingkat ruptur dengan kehamilan ektopik berkkisar antara 20 hingga 35 persen (Job-Spira, 1999; Saxon, 1997). Tiga faktor risiko yang meningkatkan kecenderungan ruptur tuba termasuk induksi ovulasi, level hCG serum melebihi 10.000 IU/L saat kehamilan ektopik pertama kali menjadi suspek, dan riwayat tidak pernah memakai kontrasepsi. Apresiasi terhadap ketiga faktor tersebut membantu diagnosis dan intervensi bedah. Pilihan tatalaksana yang bersifat invasif minimal terbatas bila gangguan hemodinamik mengikuti ruptur tuba.Mungkin terdapat perbedaan antara kehamilan ektopik “akut” dan “kronik” pada risiko ruptur tuba. Kehamilan akut yaitu kehamilan dengan adanya kadar hCG yang tinggi dalam serum dan meningkat dengan cepat. Hal ini membawa risiko tertinggi terjadinya ruptur tuba bila dibandingkan dengan kehamilan ektopik kronis, yang menggambarkan kadar hCG serum yang statis (Barnart, 2003c). Secara teoritis, kehamilan ektopik akut memiliki sel-sel trofoblas yang tumbuh yang tidak mengakibatkan perdarahan awal. Hal ini dibandingkan dengan bentuk kronis, yang memiliki sel-sel trofoblas abnormal, yang mati lebih awal, memiliki kadar hCG serum lebih rendah, dan bersamaan dengan perdarahan awal yang menyebabkan diagnosis lebih awal.Perhitungan waktu dari ruptur tuba bergantung sebagian pada lokasi kehamilan. Sebagai pedoman, tuba mengalami ruptur lebih awal bila implantasi terjadi di portio ampularis atau di ismus. Ruptur lebih lanjut bila implantasi ovum di portio intersisial. Ruptur biasanya terjadi secara spontan, tetapi juga dapat disebabkan oleh trauma seperti pada pemeriksaan pelvis secara bimanual atau coitus.

Kerusakan TubaTampaknya tidak ada korelasi langsung antara kerusakan tuba yang mengikuti kehamilan ektopik dan prognosis jangka panjang untuk kehamilan subsekuen. Job-Spira dan kawan-kawan (1999) melaporkan bahwa ruptur tidak memiliki efek independen pada frekuensi kumulatif selama 1 tahun dari kehamilan uteri subsekuen. Elito dan kawan-kawan (2005) mengevaluasi patensi tuba secara prospektif menggunakan hysterosalpingography setelah terapi konservatif untuk kehamilan ektopik maupun methotrexate sistemik. Mereka menemukan kadar hCG serum awal >5000 IU/L membawa peningkatan risiko obstruksi tuba subsekuen sebesar 12 kali lipat. Walaupun demikian, tidak ada hubungannya dengan obstruksi dan ukuran ektopik, atau gambaran sonografik seperti cincin tuba yang dapat dilihat menggunakan color flow Doppler.

PATOFISIOLOGIHistopatologiTipisnya lapisan submukosa dalam dinding tuba fallopi memberikan kemudahan akses bagi ovum yang telah terfertilisasi untuk menembus epitel dan memungkinkan implantasi pada dinding muskuler. Seiring dengan cepatnya proliferasi trofoblas menembus lapisan muskuler, darah maternal mengisi ruang-ruang di dalam trofoblas atau jaringan penyokong. Kurangnya

CHAPTER 7 Page 3

pertahanan memungkinkan penetrasi awal oleh trofoblas seperti dalam gambar 7-4. Lokasi anatomis dari kehamilan tuba dapat memperkirakan luasnya kerusakan. Senterman dan kawan-kawan (1988) mempelajari sampel-sampel histologik dari 84 kehamilan di isthmus dan ampular dan melaporkan bahwa separuh dari kehamilan ampular merupakan intraluminal dan muskularis menempati 85 persen. Sebaliknya, kehamilan isthmus ditemukan pada intra maupun ekstraluminal dengan kerusakan lebih dari dinding tuba.

Inflamasi Inflamasi akut telah mempunyai peran dalam kerusakan tuba yang menjadi predisposisi kehamilan ektopik. Salpingitis kronik dan salpingitis isthmika nodosa juga mempunyai peran penting dalam perkembangan kehamilan ektopik (Kutluay, 1994).Infeksi chlamydial rekuren menyebabkan inflamasi intraluminal dan deposisi fibrin subsekuen dengan pembentukan jaringan parut pada tuba (Hillis, 1997). Sementara Neisseria gonorrhoeae menyebabkan inflamasi pelvik virulen memiliki onset klinis yang cepat, respon inflamasi chlamydial adalah kronik dan mencapai puncaknya pada hari ke 7 hingga 14. Antigen chlamydial persisten dapat memicu reaksi hipersensitifitas tipe lambat dengan pembentukan jaringan parut yang berlanjut di samping kultur negatif (Toth, 2000). Konservatif sebelumnya, aborsi yang diinduksi obat-obatan farmakologis tetapi bukan terminasi secara bedah dihubungkan dengan peningkatan risiko untuk kehamilan ektopik (Bouyer, 2003 ; Tharaux-Deneux, 1998). Profilaksis antibiotik saat aborsi suction curretage mungkin memiliki efek protektif dari kerusakan tuba akibat inflamasi yang terkait infeksi. Sebagai contoh, dalam studi oleh Sawaya dan kawan-kawan (1996), antibiotik periprosedural menurunkan risiko infeksi saluran genital bagian atas hingga 42 persen.

FAKTOR RISIKOPertimbangan mengenai faktor-faktor risiko untuk kehamilan ektopik mengarah ke timely diagnosis dengan survival maternal yang berkembang dan potensi reproduktif selanjutnya. Seperi disimpulkan dalam tabel 7-1, suatu kehamilan ektopik sebelumnya, patologi tuba, tindakan bedah untuk mengembalikan patensi tubam atau sterilisasi tuba membawa risiko tertinggi terjadinya obstruksi dan kehamilan ektopik subsekuen. Seorang wanita dengan dua kehamilan ektopik sebelumnya memiliki chance 10 kali lipat untuk terjadi kehamilan ektopik lain (Skjeldestad, 1998)

Tabel 7-1 Faktor Risiko Kehamilan Ektopik

CHAPTER 7 Page 4

IUD = intrauterine device; PID = pelvic inflammatory disease; STD = sexually transmitted disease.Data dari Bouyer, 2003 dan Buster, 1999, dengan ijin.

Merokok, yang dapat menjadi marker donor untuk infeksi-infeksi menular seksual, meningkatkan risiko kehamilan ektopik tiga hingga empat kali lipat pada wanita yang merokok lebih darui satu bungkus rokok tiap hari (Saraiya, 1998).Penggunaan teknologi reproduksi buatan untuk pasangan sub- atau infertil mempunyai insidensi kehamilan ektopik 0,8 persen dan 3,3 persen per kehamilan klinik (Coste, 2000).Prosedur-prosedur yang mengarah ke risiko tertinggi adalah gamete intrafallopian transfer (GIFT) (3,7 persen), cryopreserved embryo transfer (3,2 persen), dan in vitro fertilization (IVF) (2,2 persen) (American Society for Reproductive Medicine and Society for Assisted Reproductive Technology, 2002). Pada wanita yang menjalani IVF, faktor risiko utama untuk kehamilan ektopik adalah infertilitas faktor tuba dan hydrosalpinges (Strandell, 1999; Van Voorhis, 2006). Terlebih lagi, “implantasi atipikal” kornual, abdominal, servikal, ovarian, atau heteropik lebih umum terjadi mengikuti prosedur reproduksi buatan.Wanita berusia 35 hingga 44 tahun mempunyai risiko kehamilan ektopik tiga kali lipat dibandingkan dengan wanita berusia 15 hingga 25 tahun (Goldner, 1993). Hal ini telah dihubungkan dengan perubahan-perubahan hormonal terkait usia yang merubah fungsi tuba (Coste, 2000). Sebagian besar bentuk kontrasepsi akan secara ironis meningkatkan insiden relatif dari kehamilan ektopik melalui pengurangan angka kehamilan intrauterin. Angka relatif kehamilan ektopik bervariasi sesuai penggunaan kontrasepsi. Sebagai contoh, kontrasepsi barrier dan Tcu3800A IUD tidak mengurangi meningkatnya kehamilan ektopik (van Os, 1999). Sebagian besar bentuk-bentuk lain, dan sistem intrauterin yang mengandung levonogestrel (Mirena, Berlex, Montville, NJ) mempunyai tingkat kehamilan kumulati 5 tahun sebesar 0,5 per

CHAPTER 7 Page 5

100 pengguna dimana separuhnya adalah ektopik (Backman, 2004). Pil-pil kontrasepsi yang hanya mengandung progesteron memiliki sedikit angka peningkatan karena efeknya mengurangi motilitas tuba. Sterilisasi tuba dapat diikuti kehamilan ektopik. Risiko ini menjadi dua kali lipat pada wanita yang berusia lebih muda dari 30 tahun saat dilakukan sterilisasi, sebagian oleh karena fecundity terkait usia. Kauter bipolar mempunyai tingkat kegagalan 3,2 per 1000 prosedur, dibandingkan dengan salpingektomi parsial puerperal, yang mempunyai tingkat kegagalan 1,2 per 1000 prosedut (Peterson, 1997).

MANIFESTASI KLINISGejalaOleh karena para wanita mencari pertolongan lebih awal, kemampuan untuk mendiagnosis kehamilan ektopik sebelum ruptur bahkan sebelum pertama kali timbul gejala sudah biasa. Di samping gejala-gejala klasik dari amenorrhe diikuti perdarahan vaginal dan/atau nyeri abdominal pada sisi yang terpengaruh, tidak ada konstelasi gejala-gejala yang membuat diagnosis sesuai (Dart, 1999). Keluhan kehamilan yang lain seperti breast tenderness, mual, dan sering kencing dapat menyertai temuan-temuan. Hal ini meliputi nyeri bahu yang bertambah dengan inspirasi, yang disebabkan oleh iritasi nervus phrenicus dari darah subdiafragmatik, atau gangguan vasomotor seperti vertigo dan sinkop akibat hipovolemia hemoragik. Banyak wanita dengan kehamilan ektopik berukuran kecil dan tidak ruptur memiliki temuan klinis yang tidak terdeteksi. Namun demikian, diagnosis sebaiknya dipertimbangkan dengan masak ketika salah satu dari gejala-gejala tersebut dikeluhkan oleh wanita usia subur, terutama mereka dengan faktor-faktor risiko untuk kehamilan ekstrauterin.

Temuan KlinisTANDA VITALMeskipun beberapa wanita mempunyai temuan ortostatik, tanda vital normal tidak dapat digunakan untuk mengeksklusi kehamilan ektopik yang ruptur. Birkhahn dan rekan-rekan (2003) menggunakan Indeks Syok untuk mengevaluasi kemungkinan kehamilan ektopik ruptur. Indeks ini menampilkan denyut jantung dibagi tekanan darah sistolik dan digunakan untuk mengevaluasi adanya syok hipovolemik atau syok septik pada pasien-pasien dengan trauma. Kisaran normal berada antara 0,5 dan 0,7 untuk pasien yang tidak hamil. Penyelidikan melaporkan bajwa Indeks Syok >0,85 mempunyai kecenderungan kehamilan ektopik ruptur meningkat 15 kali lipat. Dengan adanya ruptur, hampir tiga perempat akan menunjukkan tanda tenderness pada kedua pemeriksaan abdominal dan pelvik dan mempunyai nyeri yang bertambah dengan manipulasi servikal. Suatu massa pelvik, termasuk bagian posterolateral dari uterus, dapat dipalpasi pada sekitar 20 persen wanita. Pada awalnya, kehamilan ektopik dapat teraba lunak dan elastis, di mana perdarahan luas menghasilkan konsistensi yang lebih kencang. Seringkali rasa tidak nyaman menyertai palpasi massa, dan pembatasan pemeriksaan dapat membantu avert ruptur iatrogenik.

DIAGNOSIS BANDINGGejala-gejala dari kehamilan ektopik dapat menyerupai penyakit-penyakit lain (Tabel 7-2). Komplikasi awal kehamilan seperti abortus imminens, inkomplit, atau missed abortion; polip

CHAPTER 7 Page 6

plasenta; atau kista korpus luteum hemoragik dapat sulit dibedakan tanpa diagnosis hitologik (Barnhart, 2003b). Terlebih lagi, perdarahan awal muncul pada sekitar 20 persen wanita dengan kehamilan normal.

Tabel 7-2 Kondisi-Kondisi yang Mengakibatkan Nyeri Abdomen

UCG = urinary chorionic gonadotropin.Sejumlah gangguan yang berkaitan dengan ketidakhamilan dapat menyerupai kehamilan ektopik (lihat Tabel 7-2). Secara umum, hasil tes positif untuk hCG biasanya mengeksklusi diagnosis-diagnosis lain tersebut, tetapi adanya kehamilan concurrent baik uterin ataupun ektopik selalu mungkin.

DIAGNOSIS

CHAPTER 7 Page 7

Pengukuran kadar hCG serum secara serial dan TVS adalah alat bantu diagnosis yang paling bermakna untuk mengkonfirmasi kecurigaan klinis kehamilan ektopik.

Temuan LaboratoriumPENGUKURAN HCG SERUMChorionic gonadotropin dapat dideteksi dalam serum sejak 8 hari setelah puncak luteinizing hormone (LH). Pada kehamilan normal, kadar hCG serum meningkat sampai 60 atau 80 hari setelah menstruasi terakhir, di mana nilai plateau sekitar 100.000 IU/L. Interpretasi nilai serial lebih reliabel ketika dilakukan oleh laboratorium yang sama. Dengan adanya kehamilan uterin robust, kadar hCG serum seharusnya meningkat antara 53 dan 66 persen setiap 48 jam (Barnhart, 2004a; Kadar, 1982). Kenaikan kadar hCG serum yang tidak sesuai hanya mengindikasikan kehamilan, bukan lokasinya. Banyak wanita datang tidak yakin dengan periode menstruasi terakhir, dan perkiraan usia gestasional dilakukan. Dalam kasus ini, korelasi antara konsentrasi hCG serum dan temuan TVS menjadi sangat penting.

PROGESTERON SERUMPengukuran konsentrasi progesteron serum digunakan oleh beberapa untuk mendiagnosis kehamilan ektopik ketika pemeriksaan hCG serum dan temuan sonografik tidak kondusif (Carson, 1993; Stovall, 1992). Terdapat variasi minimal dalam konsentrasi progesteron serum antara 5 dan 10 minggu gestasi, maka nilai tunggal cukup. Mol dan rekan-rekan (1998) mengadakan meta-analisis 22 studi untuk mengetahui akurasi kadar progesteron serum tunggal untuk membedakan kehamilan ektopik dari kehamilan uterin. Mereka menemukan bahwa hasil tersebut paling akurat ketika didekati dari sudut pandang healthy versus dying pregnancy. Dengan kadar progesteron serum <5 ng/mL, dying pregnancy dideteksi dengan spesifisitas hampir sempurna dan dengan sensitivitas 60 persen.Sebaliknya, kadar >20 ng/mL mempunyai sensitivitas 95 persen dengan spesifisitas sekitar 40 persen untuk mengidentifikasi kehamilan yang sehat. Preogesteron serum hanya dapat digunakan untuk kesan klinis, tetapi tidak dapat membedakan antara kehamilan uterin dan ektopik.

HEMOGRAMSetelah perdarahan, pengembalian volume darah normal terjadi selama 12 hingga 24 jam berikutnya. Hemodilusi menyebabkan penurunan konsentrasi hemoglobin atau kadar hematokrit selama waktu tersebut dan pengukuran serialnya merupakan petanda yang bermakna dari derajad parahnya perdarahan. Leukositosis, terutama bila disertai dengan demam, menunjukkan gangguan yang berkaitan infeksi.

SonografiSonografi beresolusi tinggi telah mengubah manajemen klinis dari seorang wanita dengan suspek kehamilan ektopik. Dengan menggunakan TVS, saccus gestasional biasanya tampak antara 4,5 dan 5 minggu, yolk sac mulai tampak antara 5 dan 6 minggu, dan fetal pole dengan aktivitas kardiaknya pertama kali dideteksi pada 5,5 sampai 6 minggu (Gambar 7-5). Dengan sonografi transabdominal struktur-struktur tersebut dapat dilihat sedikit lebih lambat.

Jika periode menstruasi terakhir tidak diketahui, pemeriksaan β-hCG serum digunakan untuk menegaskan temuan pemeriksaan sonografi. Setiap institusi harus menetapkan nilai pembeda,

CHAPTER 7 Page 8

dimana dengan batas bawahnya seorang pemeriksa bisa membayangkan adanya kehamilan yang terpercaya. Pada sebagian besar institusi, konsentrasi antara 1,500 dan 2,000 IU/L menunjukkan nilai batas bawah itu. Diagnosis yang akurat dengan sonografi tiga kali lebih mungkin jika kadar inisial β-hCG di atas nilai tersebut. Tidak adanya kehamilan uterin dengan kadar β-hCG diatas nilai pembeda mendanakan adanya kehamilan yang abnormal, baik ektopik, abortus inkomplitus, atau abortus komplitus yang sudah pecah. Sebaliknya, temuan dari pemeriksaan sonografi ketika kadar β-hCG di bawah nilai pembeda tidak bernilai diagnostic pada dua pertiga kasus (Barnhart, 1999). Selanjutnya, sonografi rutin tanpa kecurigaan klinis terhadap kehamilan ektopik tidak meningkatkan efisiensi diagnosa dan triase.Evaluasi sonografi sistemik penting untuk menghasilkan diagnosis yang tepat. Sebagian besar memulai dari cavum endomerium. Pada kehamilan spontan, identifikasi adanya kehamilan intrauterina secara efektif dapat menyingkirkan kemungkinan adanya implantasi ektopik. Ketika teknologi alat yang membantu system reproduksi digunakan, bagaimanapun juga, pemeriksaan tuba dan ovarium tetap dilakukan bahkan pada pasien dengan kehamilan uterin karena angka kehamilan heterotopik mencapai setinggi 1 kasus per 100 kehamilan (Tal, 1996).Terkumpulnya cairan intracavitas yang disebabkan pengelupasan desidua dapat menimbulkan sacus/kantung pseudogestational atau pseudosac. Seperti ditunjukkan pada gambar 7-6, kantong selapis ini dengan khas terletak di garis tengah/midline cavum uterus, dimana sacus gestasional normal terletak secara eksentrik (Dashefsky, 1988). Pola trilaminar endometrium sangat khas untuk diagnosis kehamilan ektopik; spesifitasnya 94%, tetapi sensitivitasnya hanya 38% (Hammoud, 2005).

Tuba fallopi dan ovarium juga diinspeksi. gambaran sacus telur ekstrauterin atau embrio dengan jelas menegaskan adanya kehamilan tuba, meskipun temuan seperti itu hanya ada pada 15-30% kasus (Paul, 2000). Pada beberapa kasus, sebuah halo atau cincin tuba yang dikelilingi oleh area hipoechoic tipis yang disebabkan oleh edem subserosa dapat dilihat. menurut Burry dkk (1993), hal tersebut mempunyai nilai prediktif sebesar 92% dan sensitivitasnya 95%. Brown dkk (1994) menggunakan sebuah meta analisis pada 10 penelitian untuk memastikan kriteria sonogravi transvaginal terbaik untuk mendiagnosis kehamilan ektopik. Mereka melaporkan bahwa penemuan masa adneksa apapun, selain dari kista ovarium simpel, adalah yang paling akurat, dengan sensitivitas sebesar 84%, spesivitas 99%, nilai prediksi positif 95%.Diferensiasi kehamilan ektopik dari kista korpus luteum dapat menjadi tantangan (lihat Chap. 9, Diagnosis dan Treatment). Swire dkk (2004) melihat bahwa dinding korpus luteum kurang echogenik dibdaning dengan halo dan endometrium. Mereka menemukan bahwa pola seperti spons, tali, atau retikuler yang nampak pada kista adalah gambaran klasik untuk perdarahan (lihat Gambar. 9-11). Dengan transvaginal color Doppler imaging, aliran darah plasenta dalam perifer masa adeneksa kompleks, "cincin api" (”the ring of fire”) dapat dilihat (Gambar. 7-7). Meskipun hal ini dapat membantu untuk membuat diagnosis, temuan ini juga dapat dilihat pada kehamilan korpus luteum (Pellerito, 1992). Pengukuran menggunakan sonografi Pulsed-color Doppler terhadap indeks daya tahan telah dilaporkan dapat mebantu membedakan antara kista korpus luteum dan kehamilan ektopik, meskipun sensitivitas yang rendah membatasi manfaatnya (Atri, 2003a).Dengan pemeriksaan pelvis, cairan peritonium yang bebas mendanakan adanya kemungkinan perdarahan intra abdominal. Meskipun TVS (transvaginal sonogravi) dapat mendeteksi sedikitnya 50 mL cairan dalam cavum Douglas, sonografi transabdominal membantu menilai perluasan hemoperitonium. Lebih lanjut, deteksi adanya cairan peritonium dengan masa adneksa

CHAPTER 7 Page 9

merupakan tdana yang kuat adanya kehamilan ektopik (Nyberg, 1991).Meskipun teknologi telah berkembang, ketiadaan penemuan yang sugestif/meyakinkan tidak bisa menyingkirkan kehamilan ektopik. Sebagai tambahan, TVS tidak menurunkan prevalensi ruptur tuba atau kebutuhan transfusi darah saat pembedahan (Atri, 2003b). Namun sonografi telah menurunkan kebutuhan untuk diagnosis dengan laparoskopi atau kuretase atau keduanya untuk menghasilkan diagnosis kehamilan ektopik. Condous dkk (2007) melaporkan bahwa hasil sonogravi vaginal mempunyai nilai kebenaran diagnosis pre operasi sebesar 91% dari kasus.

KuldosentesisDengan jarum spinal ukuran 16-18, sacus dapat ditembus sepanjang fornix anterior vagina sebab traksi/daya tarik yang menanjak diarahkan pada cervix dengan sebuah tenaculum. (Gambar. 7-8). Karakteristik dari aspirasi, dalam hubungannya dengan temuan klinis, dapat membantu memastikan diagnosis. Gambaran normal cairan peritoneum ditunjukkan sebagai tes/uji negative. Jika ditemukan fragmen bekuan darah ataupun non bekuan darah pada aspirasi ketika ditempatkan pada tabung uji yang bersih dan kering, lalu didiagnosis sebagai hemoperitonium. Jika bekuan darah setelah aspirasi ditarik keluar, hal ini bisa mendanakan perdarahan intraperitonial aktif atau tusukan pada pembuluh darah yang berdekatan. Jika cairan tidak dapat diaspirasi, hasil pemeriksaan hanya dapat diinterpretasikan sebagai ‘tidak memuaskan’. Terakhir, cairan purulen mendanakan ada kaitan dengan kasus infeksi misalnya salpingitis atau appendicitis. Ada juga beberapa temuan non-ginekologis, misalnya nekrosis lemak dari pancreatitis dan materi fakulen dari perforasi atau ruptur kolon atau sebuah tusukan yang kurang hati-hati pada kolon rektosigmoid.Sejarahnya, kuldosentesis dianggap sebagai pemeriksaan di tempat tidur yang mudah dilakukan untuk mendiagnosis hemoperitoneum, tetapi sejumlah penelitian bertentangan dengan manfaatnya. Kuldosentesis secara luas telah diganti dengan TVS (Glezerman, 1992; Vermesh, 1990). Temuan cairan echogenik pada sonografi untuk menunjukkan adanya hemoperitonium lebih sensitive dan spesifik daripada kuldosentesis 100 dan 100 % versus 66 dan 80%, secara berturut-turut. Sebagai tambahan, bagi sebagian besar perempuan, sonografi ditoleransi lebih baik.

Sampling EndometriumAda sejumlah perubahan endometrium yang berkaitan dengan kehamilan ektopik yang melibatkan reksi desidual ditemukan pada 42% sampel, endometrium sekretorik pada 22% sampel, dan endometrium proliverasi pada 12% sampel (Lopez, 1994). Tropoblas tidak terlihat. Barnhart dkk (2002) merekomendasikan bahwa ketiadaan jaringan tropoblas dikonfirmasi dengan kuretase sebelum terapi metrotexate diberikan. Mereka menemukan bahwa diagnosis presumtif kehamilan ektopik adalah tidak akurat dengan 40% kasus tanpa keluaran histologik dari abortus spontan/kehilangan kehamilan spontas. Namun, kebutuhan dan metode pemngambilan sampel endometrium harus dipertimbangkan dengan hati-hati mengingat risiko metritexate yang terbatas. Biopsi Pipelle diteliti sebagai sebuah alternatif untuk kuretase dan ditemukan lebih rendah mutunya, dengan sensitivitas perolehan villi berkisar antara 30-63% (Barnhart, 2003b; Ries, 2000). Sebagai perbdaningan, potongan beku fragmen kuretase untuk mengidentifikasi hasil konsepsi mempunyai ketelitian sebesar 90% (Barak, 2005; Spdanorfer, 1996).Villi chorionic dalam specimen dari perempuan dengan diagnosis abortus spontan diidentifikasi secara klinik hanya pada setengah dari semua kasus dan oleh ahli patologi pada 30% kasus

CHAPTER 7 Page 10

lainnya. Pada 20% perempuan, adanya kehamilan ektopik masih dipertimbangkan (Lindahl, 1986).

Marker Serum BaruSejumlah penelitian kecil telah dilakukan untuk mengevaluasi manfaat marker/pendana baru untuk mendeteksi kehamilan ektopik. Daniel dkk (1999) menemukan bahwa vascular endothelial growth factor (VEGF) /faktor pertumbuhan endotel pembuluh darah pada konsentrasi >200 pg/mL dapat membedakan antara kehamilan ektopik dan normal atau kehamilan intrauterine yang dapat ditangkap dengan sensitivitas, spesivisitas, dan nilai prediksi positif sebesar 60, 90, dan 86% secara berurutan. Sebagai tambahan, antigen kanker 125/cancer antigen 125 (CA 125), kreatin kinase serum, dan konsentrasi fibronectin fetal telah diteliti (Ness, 1998; Predanic, 2000). Baru-baru ini, teknik masa proteomik berbasis spectrometri telah digunakan juga untuk menentukan cetak biru biokimiawi pada kehamilan normal dan beberapa kelainannya (Shankar, 2005).

RINGKASAN EVALUASI DIAGNOSISKonfirmasi dengan laparoskopi diagnosis merupakan stdanar emas/gold stdanard untuk diagnosis kehamilan ektopik (Gambar. 7-9). Diakatakan bahwa dengan adanya modalitas diagnosis yang sensitif, kehamilan ektopik dapat didiagnosis secara khas tepat sebelum pembedahan.Menggunakan algoritma yang berdasarkan pembuktian/evidence-based akan mempermudah identifikasi sebuah kehamilan ektopik. Setelah evaluasi klinik yang memadai, semua perempuan usia reproduksi dengan kecurigaan kehamilan seharusnya diperiksa menggunakan pemeriksaan β-hCG urin yang sensitif. Mengikuti hasil pemeriksaan yang positif, jika kehamilan intrauterin tidak dikonfirmasi dengan sonografi, tidak ada tdana adanya perdarahan akut intra abdomen, dan tidak ada kecurigaan kehamilan ektopik, lalu dapat digunakan sebuah evaluasi sebagaimana digambarkan dengan algoritma pada Gambar 7-10.Gracia dkk (2001) menampilkan sebuah analisis pembuatan keputusan dengan enam strategi diagnosis untuk mengevaluasi rangkaian pemeriksaan mana yang paling efisien dalam menghasilkan terlewatnya diagnosis paling minimal dari kehamilan ektopik dan kehamilan uterin yang terinterupsi. Mereka menemukan bahwa TVS merupakan srategi terbaik bagi perempuan dengan nyeri atau perdarahan di trimester pertama kehamilan. Jika temuan tidak bernilai diagnosis, kemudian kadar β-hCG serumlah yang diukur. Dengan menggunakan strategi ini, hanya 1% dari semua kehamilan uterin yang potensial terganggu dan tidak ada kehamilan ektopik yang terlewat didiagnosis, dan waktu rata-rata untuk mendiagnosis adalah 1.5 hari. Pada sebuah situasi dimana semua sonografi yang sensitive ada untuk mendeteksi kehamilan uteri sebesar kurang dari 93%, karena peralatan sonografi yang lebih tua, pemeriksa yang kurang berpengalaman, pasien obesitas atau tidak nyaman, atau kelainan anatomi, mereka merekomendasikan pengukuran kadar β-hCG serum dilakukan terlebih dulu, menggantikan pemeriksaan sonografi untuk permepuan-perempuan tersebut dengan kadar di atas zona pembeda/pendana.Seorang perempuan dengan perdarahan vagina yang secara hemodinamik masih stabil, kadar β-hCG serum >2,000 IU/L, dan tidak ada bukti adanya kehamilan uterin dengan sonografi adalah kdanidat yang baik untuk pengelolaan yang diharapkan dapat memperkirakan abortus komplitus. Kadar β-hCG serum diulang dalam 24-48 jam untuk memperoleh kecenderungan perubahan

CHAPTER 7 Page 11

(Condous, 2005).Jika nilai penurunann kurang dari 20% pada 2 hari atau 60% pada 7 hari, abortus komplitus spontan dapat disingkirkan, dan jaringan tropoblas yang tetap ada baik pada abortus inkomplitus ataupun kehamilan ektopik harus diperkirakan (Barnhart, 2004a).

PENGELOLAANTanpa intervensi, sebuah kehamilan ektopik tuba dapat menyebabkan abortus tuba, ruptur tuba, atau resolusi spontan. Abortus tuba merupakan pengeluaran dengan paksa melalui ujung fimbria. Jaringan ini dapat kemudian mengalami regresi ataupun kembali implantasi di cavum abdomen. Dengan reimplantasi, perdarahan atau nyeri yang mengharuskan intervensi bedah adalah sebuah komplikasi yang lazim terjadi. Ruptur tuba dikaitkan dengan perdarahan intra abdominal yang signifikan.

Pengelolaan MedisTerapi medisinalispaling banyak dipilih, jika memungkinkan. Hanya metrotexat yang telah diteliti secara luas sebagai alternative bagi terapi pembedahan. Agen terapi lain yang telah digunakan termasuk prostagldanin dan mifepriston, sebagaimana potassium klorida atau glukosa kiperosmolar yang disuntikkan kedalam masa ektopik. Terapi medisinalisadalah pilihan terbaik bagi perempuan yang asimtomatik, motivasinya tinggi, dan memiliki sumber daya untuk patuh pada pengawasanterapi. Kontraindikasi absolute dari terapi medisinalisantara lain ketidakstabilan hemodinamik, ketidakmampuan untuk patuh pada monitoring post terapi, kehamilan intrauteri, menyusui, dan secara klinis terdapat disfungsi hepar/ginjal yang penting (American Society for Reproductive Medicine, 2006). Dengan terapi medis, beberapa prediktor keberhasilan antara lain:

1. Kadar β-hCG serum awal: Ini adalah indicator prognosis tunggal yang terbaik untuk keberhasilan terapi pada perempuan yang diberikan methotrexat dosis tunggal. Nilai prognosis dua prediktor lainnya secara langsung berkaitan dengan hubungannya dengan konsentrasi β-hCG serum. Menurut Lipscomb dkk (1999), kadar awal serum sebesar <5,000 IU/L dikaitkan dengan angka keberhasilan sebesar 92%, sedangkan konsentrasi awal sebesar >15,000 IU/L memiliki angka keberhasilan sebesar 68%. Pada penelitian yang lain Stika dkk (1996) melaporkan bahwa perempuan dengan kadar β-hCG awal >5,000 IU/L kemungkinan besar membutuhkan dosis gdana methotrexat atau membutuhkan intervensi bedah.

2. Ukuran kehamilan ektopik: Meskipun hanya ada sedikit data yang berkaitan dengan efek ukuran terhadap angka keberhasilan terapi medis, beberapa penelitian menggunakan ‘ukuran yang besar’ sebagai criteria eksklusi. Pada sebuah penelitian, angka keberhasilan methotrexat dosis tunggal adalah 93% pada kasus dengan masa ektopik sebesar <3.5 cm, sedangkan angka keberhasilan antara 87 dan 90% didapatkan ketika masa tersebut sebesar >3.5 cm (Lipscomb, 1998).

3. Aktivitas kardial fetus: Meskipun identifikasi dengan sonografi untuk aktivitas kardial merupakan kontraindikasi relatif bagi terapi medis, hal itu berdasarkan pada bukti yang terbatas. Meskipun sebagian besar penelitian melaporkan adanya kenaikan risiko kegagalan jika terdapat aktivitas kardial, angka keberhasilan sebesar 87% telah dilaporkan (Lipscomb, 1998).

METHOTREXATE

CHAPTER 7 Page 12

Methotrexat merupakan antagonis asam folat yang secara kompetitif menghambat ikatan asam hidrofolat pada dihidrofolat reduktase, yang pada gilirannya akan mereduksi jumlah metabolit aktif intraseluler, yaitu asam folat. Hal ini menyebabkan berkurangnya precursor nukleotida dan membatasi sintesis DNA (lihat Chap. 27, Methotrexate). Obat ini menghambat pertumbuhan cepat jaringan dan digunakan untuk kemoterapi kanker pada kondisi misalnya saja neoplasia trophoblastic gestational dan pada terminasi awal kehamilan. Obat dapat diberikan seara oral, intravena, intramuskular, atau secara langsung diinjeksikan pada sakus kehamilan ektopik. Akhir-akhir ini, methotrexat parenteral lebih lazim digunakan.Efek samping yang paling sering timbul adalah stomatitis, conjunctivitis, dan disfungsi liver transien/sementara, meskipun myelosuppresi, mukositis, kerusakan pulmoner, dan reaksi anafilaktik telah dilaporkan hanya dengan pemberian satu dosis sebesar 50 – 100 mg (Isaacs, 1996; Straka, 2004). Meskipun efek samping tersebut terlihat pada sepertiga perempuan yang diterapi, gejala tersebut biasanya self-limited. Pada beberapa kasus, leucovorin (asam folat) diberikan mengikuti terapi untuk menumpulkan atau membalikkan efek samping methotrexate. Terapi seperti itu dinamakan leucovorin rescue.Protocol methotrexat dosis tunggal dan multidosis yang ditampilkan pada Tabel. 7-3 ini dikaitkan dengan angka resolusi kehamilan ektopik keseluruhan sebesar 90%. Tidak terdapat penelitian acak yang membdaningkan antara pemberian dosis tunggal dan multidosis. Lipscom dkk (2005) mereview pengalaman institusional mereka dengan terapi methotrexat pada 643 pasien secara yang diterapi secara berurutan. Mereka menemukan bahwa tidak ada perbedaan pada durasi terapi, kadar β-hCG serum, atau angka kesuksesan antara protocol dosis tunggal dengan dosis multipel, yaitu secara beruturut-turut sebesar 95 dan 90%. Barnhart dan Gosman (2003a) melakukan meta analisis pada 26 penelitian yang melibatkan 1,327 perempuan yang diterapi dengan methotrexat untuk kehamilan ektopik. Terapi dosis tunggal lebih lazim digunakan karena kesederhanaannya. Ditemukan bahwa hal ini lebih murah, lebih mudah diterima karena monitoring intensif post terapi lebih sidikit, dan tidak membutuhkan leucovorin rescue (Alexdaner, 1996). Kekurangan utama adalah bahwa terapi multidosis mempunyai kesempatan keberhasilan lima kali lebih besar daripada dosis tunggal (OR 4.74; CI 1.77, 12.62). Kegagalan terjadi pada perempuan dengan rupture tuba, perdarahan intra abdominal massif, butuh pembedahan segera, dan transfuse darah. Pada akhirnya, kebanyakan perempuan menerima antara satu dan empat dosis methotrexat. Kedua regimen memiliki efek samping yang serupa.

Tabel 7-3 Protokol Terapi Medisinalisuntuk Kehamilan EktopikDosis tunggal Dosis dua Multidosis

Pemberian obat Dosis tunggal; diulang jika perlu

Hari ke-0 dan 4 Sampai dosis keempat untuk kedua obat sampai β-hCG serum menurun sebanyak 15%

Dosis pengobatan Methotrexate 50 mg/m2 BSA

(hari ke-1)Dosage 50 mg/m2 BSA

1 mg/kg hari ke-1, 3, 5, dan 7

Leucovorin N/A N/A 0.1 mg/kg hari ke- 2, 4, 6, dan 8

CHAPTER 7 Page 13

Kadar β-hCG serum

Hari ke-0 (baseline), 4, dan 7

Hari ke-0 (baseline), 4, dan 7Hari ke-11 dan 14 jika dosis ulangan diberikan

Hari ke-0 (baseline), 1, 3, 5, dan 7

Indikasi dosis tambahan

- Jika kadar β-hCG serum tidak menurun sebesar 15% dari hari ke-4 sampai 7

- Penurunan kurang dari 15% selama pengawasan mingguan

- Jika kadar β-hCG serum tidak menurun sebesar 15% dari hari ke-4 sampai 7

- Jika kadar β-hCG serum tidak menurun sebesar 15% dari hari ke-4 sampai 11

- Maksimal empat dosis

Jika kadar β-hCG serum menurun sebesar <15%, diberikan dosis tambahan; hitung ulang kadar β -hCG serum dalam 48 jam dan bandingkan dengan kadar sebelumnya; maksimum empat dosis

Pengawasan post terapi

Mingguan sampai kadar β-hCG serum tidak terdeteksi

Mingguan sampai kadar β-hCG serum tidak terdeteksi

Mingguan sampai kadar β-hCG serum tidak terdeteksi

BSA = body surface area; β-hCG = β -human chorionic gonadotropin; N/A = not applicable.Pada penelitian klinik acak yang membandingkan terapi dosis tunggal dan multidosis, angka keberhasilan pada kedua kelompok terapi adalah serupa (89 dan 93% secara berturut turut) (Alleyassin, 2006). Untuk memberikan kenyamanan dan kemanjuran, kami mengginakan methotrexate dosis tunggal.

Dosis Tunggal MethotrexatMethotrexat intramuskular diberikan dalam dosis tunggal digunakan secara luas sebagai terapi medisinalisuntuk kehamilan ektopik. Keberagaman dosis telah diteliti, dan yang paling popular adalah protocol 50 mg/m2 body surface area (BSA)/luas area tubuh yang dipaparkan oleh sebuah kelompok peneliti dari Memphis (Stovall, 1993). Dalam sebuah penelitian rdanom kecil oleh Hajenius dkk (2000), terapi dengan 25 mg/m2 memiliki efektivitas yang setara dengan terapi dengan 50 mg/m2 . Tabel 27-2 dapat digunakan untuk menghitung BSA.Monitoring secara dekat sangat penting. Kadar β-hCG serum dasar ditentukan sebelum pemberian methotrexata (Hari 0).Terapi diperimbangkan pada hari ke-1 dan kadar β-hCG serum diulang pada hari ke-4 dan 7 mengikuti injeksi. Kadar tersebut biasanya terus meningkat sampai hari ke-4. Sebagai catatan, kadar β-hCG serum pada hari ke-4 tidak berhubungan dengan keberhasilan terapi medisinalisataupun kebutuhan pembedahan di kemudian hari. Pembdaningan kemudian dibuat antara kadar serum pada hari ke-4 dan 7. Apabila ada penurunan sebanyak 15% atau lebih, kadar β-hCG serum secara mingguan diambil sampai terukur sebesar <15 IU/L. sebuah penurunan yang kurang dari 15% terlihat pada hampir 20% perempuan yang diterapi. Pada beberapa kasus,

CHAPTER 7 Page 14

50-mg/m2 dosis diberikan dan protocol diulangi. Kira-kira, waktu rata-rata yang diperlukan semua perempuan untuk pulih kembali adalah 36 hari, tetapi beberapa terapi memerlukan waktu 109 hari (Lipscomb, 1998).Selama beberapa hari pertama setelah pemeberian methotrexat, sampai setengah dari perempuan mengalami nyeri abdomen berdurasi singkat yang dapat dkontrol dengan obat-obatan nonsteroidal anti-inflammatory (NSAID). Nyeri yang terpisah ini kemungkinan akibat dari distensi tuba karena abortus tuba atau terbentuknya hematoma tau karena keduanya (Stovall, 1993). Pada beberapa kasus, observasi pada pasien yang dirawat dengan penentuan hematokrit serial dan pemeriksaan abdomen dengan hati-hati dapat membantu menilai kebutuhan intervensi bedah. Monitoring sonografi terhadap dimensi masa ektopik dapat menyesatkan setelah kadar β-hCG serum menurun sampai <15 IU/L. Brown dkk (1991) telah menjelaskan tentang masa persisten akan pecah menjadi hematom daripada jaringan tropoblas peristen.

Multidose MethotrexatRegimen yang paling lazim digunakan dapat dilihat pada Tabel 7-3 dan terdiri dari sampai empat dosis methotrexat parenteral, diikuti dengan dosis adjuvant berupa leucoverin pada 24 jam selanjutnya. Konsentrasi β-hCG serum serial juga diperolah. Jika tidak ada penurunan sebesar 15% dari kadar sebelumnya (misalnya, hari ke-0 sampai 1 atau hari ke-1 sampai 3), sebuah dosis tambahan methotrexat/leucovorin diberikan, dan kadar β-hCG serum diulang 2 hari kemudian. Empat dosis maksimum diberikan dan setiap minggunya kadar β-hCG serum diawasi sampai nilanya tidak bisa dideteksi lagi.Dalam sebuah usaha untuk memaksimalkan keseimbangan antara kemanjuran dan kenyamanan untuk para perempuan yang menjalani terapi methotrexat untuk kehamilan ektopik, Barnhart dkk (2007) baru-baru ini telah menjelaskan tentang protocol dua-dosis hybrid/a hybrid two-dose protocol. Penelitian sebelumnya mendukung keamanan penggunaan dua dosis methotrexat tanpa leucovorin rescue pada hari ke-0 dan 4. Penelitian yang lebih luas dibutuhkan untuk memastikan efektivitas yang seimbang.

Methotrexat OralBioavailabilitas methotrexat oral dan parenteral adalam sama (Jundt, 1993). Hanya ada beberapa penelitian dimana methotrexat oral dievaluasi. Korhonen dkk (1996) secara acak memilih perempuan dnegan kehamilan tubatanpa aktivitas jantung fetus dan kadar β-hCG serum <5,000 IU/L untuk menerima oral methotrexat dosis rendah, 2.5 mg per hari selama 5 hari, atau dikelola sebagai ibu hamil dan tidak menemukan perbedaan pada keberhasilan terapi primer. Bengtsson dkk (1992) memberikan 15 mg oral methotrexat pada hari ke-1, 3, dan 5 dengan asam folat pada hari ke-2, 4, dan 6. Hal tersebut sukses pada 14 dari 15 perempuan dengan waktu resolusi rata-rata selama 24 hari.

Mifepriston Ditambah MethotrexatTerlihat logis bahwa penambahan 600 mg mifepriston secara oral pada dosis tunggal methotrexatdapat meningkatkan kemanjuran dan berakibat pada resolusi yang lebih cepat pada kehamilan ektopik yang tidak ruptur (lihat Chap. 6, Medical Abortion/abortus medis). Akan tetapi, pada penelitian acak terhadap 212 kasus, Rozenberg dkk (2003) mencatat tidak adanya perbedaan pada angka keberhasilan.

INJEKSI LANGSUNG KE DALAM KEHAMILAN EKTOPIK

CHAPTER 7 Page 15

MethotrexatDalam usaha untuk meminimalisir efek samping sitemik dari methotrexat, injeksi lokal ke dalam sacus gestasional dengan arahan sonografi atao laparoskopi telah dievaluasi. Penelitian farmakokinetik dengan 1 mg/kg methotrexat yang disuntikkan baik kedalam sacus ataupun secara intramuskuler menunjukkan angka keberhasilan yang serupa tetapi efek samping yang lebih sedikit ditemukan pada injeksi intragestational (Ferndanez, 1994).

Glukosa Hiperosmolar Pada sebuah penelitian prospektif yang kecil, Yeko dkk (1995) melaporkan bahwa injeksi langsung 50% glukosa ke dalam masa ektopik dengan menggunakan arahan laparoskopi berhasil pada 94% perempuan dengan ektopik yang tidak rumtur yang kadar β-hCG serumnya <2,500 IU/L. Gjelldan dkk (1995) melaporkan bahwa keberhasilan terapi tersebut jauh lebih baik pada populasi serupa yang injeksinya menggunakan arahan sonografi daripada dengan arahan laparoskopi.

PENGAWASANMonitoring post terapi menilai keberhasilan terapi dan menyaring tdana adanya kehamilan ektopik persisten. Sebagian besar protocol pengelolaan medisinalistelah menetapkan jadwal pengawasan. Kirk dkk (2007) secara prospektif meneliti aturan (hari ke-4 sampai 7) dalam usaha untuk memprediksi keberhasilan pada tingkatan awal dan pada akhirnya menemukan bahwa hal tersebut lebih baik daripada kombinasi yang lain. Pada keadaan tidak adanya gejala, pemeriksaan bimanual memiliki keterbatasan untuk menghindari risiko rupture tuba secara teoritis. Sonografi post terapi dilakukan kembali untuk kecurigaan adanya komplikasi misalnya rupture tuba. Demikian juga, pemeriksaan fungsi hepar berulang tidak berguna di awal nilai normal preterapi karena hanya sedikit abnormalitas yang dideteksi yang relavan secara klinik (Lecuru, 2000). Kontrasepsi direkomendasikan untuk 3 sampai 6 bulan setelah terapi medisinalisyang berhasil dengan methotrexat, karena obat ini bisa tetap ada dalam jaringan manusia sampai 8 bulan setelah dosis tunggal (Warkany, 1978).

Pengelolaan BedahLAPAROTOMI VERSUS LAPAROSKOPISetidaknya telah ada tiga penelitian prospektif yang membdaningkan antara laparotomi terbuka dengan pembedahan laparoskopi untuk kehamilan ektopik (Lundorff, 1991; Murphy, 1992; Vermesh, 1989). Temuan mereka diringkas sebagai berikut:

1. Tidak ada perbedaan signifikan pada semua tuba yang paten yang ditetapkan pada laparoskopi kedua. Walaupun adhesi ipsilateral lebih tinggi jumlahnya pada kelompok laparotomi.

2. Setiap metode diikuti dengan kehamilan uteri berikutnya dalam jumlah yang sama.3. Kejadian kehamilan ektopik berikutnya lebih sedikit pada perempuan yang diterapi

dengan cara laparoskopi, meskipun tidak signifikan.4. Laparoskopi menghasilkan waktu pemedahan yang lebih singkat, lebih sedikit kehilangan

darah, lebih sedikit memerlukan analgesic, dan lama tinggal di rumah sakit lebih singkat.5. Pembedahan laparoskopi kurang berhasil secara signifikan dalam mengatasi kehamilan

tuba (RR 0.90; CI 0.83, 0.97). Namun, hal tersebut diimbangi dengan manfaat laparoskopi yang telah disebutkan di atas.

6. Biaya laparoskopi lebih murah dibdaningkan dnegan laparotomi, meskipun beberapa

CHAPTER 7 Page 16

berpendapat bahwa harga menjadi sama ketika kasus yang dirubah menjadi laparotimi diperhitungkan (Foulk, 1996).

Sejak selesainya penelitian tersebut, dengan peningkatan peralatan laparoskopi dan pengalaman yang bertambah, kasus yang sebelumnya dikelola dengan laparotomi seperti rupture tuba atau kehamilan interstisial yang intak, sekarang sudah bisa dilakukan pendekatan dengan menggunakan laparoskopi (Sagiv, 2001).

LAPAROSKOPISampai sekarang belum ada penelitian acak untuk mengarahkan pilihan diantara prosedur konservatif (salpingostomi) dan prosedur radikal (salpingektomi) yang digunakan melalui laparoskopi. Tinjauan retrospektif menunjukkan jumlah yang sama pada kehamilan uteri berikutnya baik pada pembedahan konservatif ataupun radikal untuk kehamilan tuba, yaitu sebesar 46 dan 44% (Clausen, 1996).Angka kehamilan ektopik berulang sedikit lebih tinggi pada wanita yang mengalami pembedahan radikal jika dibdaningkan dengan teknik konservatif, 15 versus 10%.

SALPINGEKTOMIJika tuba fallopi kontralateral tampak normal, salpingektomi merupakan pilihan tindakan yang beralasan yang dapat menghindari 5-8% kejadian komplikasi yang disebabkan oleh kehamilan ektopik persisten atau berulang pada tuba yang sama (Rulin, 1995). Penjelasan tentang pembedahan dapat dilihat pada Bagian 41-25, Salpingektomi dan Salpingostomi dan 41-30, Salpingektomi Laparoskopi.

SALPINGOSTOMIPerempuan yang hemodinamiknya stabil dan berkeinginan kuat untuk memelihara fertilitasnya merupakan kdanidat yang tepat untuk dilakukan salpingostomi.Dengan salpingostomi, penelitian retrospektif oleh Milad dkk (1998) menunjukkan bahwa angka resolusi ektopik adalh lebih rendah pada perempuan yang kadar β-hCG serum awalnya <8,000 IU/L. Bukti yang mendukung hal tersebut datang dari Natale dkk (2003), yang melaporkan bahwa kadar β-hCG serum yang >6,000 mIU/mL memiliki risiko tinggi terjadinya implantasi di dalam lapisan muscular tuba dengan kerusakan tuba berikutnya.

Terapi Medisinalisversus PembedahanAda sejumlah penelitian acak yang telah membdaning antara terapi methotrexat dengan pembedahan laparoskopi. Sebuah penelitian multisenter membdaningkan protocol methotrexat multidosis dengan salpingostomi laparoskopi dan tidak menemukan perbedaan pada terpeliharanya tuba dan keberhasilan terapi primer (Hajenius, 1997). Kualitas hidup yang terkait kesehatan, berupa rasa nyeri, depresi post terapi, dan penurunan persepsi ternadap kesehatan, secara signifikan terganggu setelah pemberian methotrexat sistemik jika dibdaningkan dengan salpingostomi laparoskopi (Nieuwkerk, 1998). Dan 61% perempuan yang menjalani terapi menis mengeluhkan beberapa komplikasi methotrexat. Jika dibdaningkan, methotrexat dosis tunggal secara keseluruhan kurang berhasil dalam menyelesaikan/menghentikan kehamilan daripada salpingostomi laparoskopi (RR 0.83; CI 0.71, 0.97), meskipun angka kejadian patensi tuba dan kehamilan uteri berikutnya relative sama pada kedua kelompok (Ferndanez,1998; Sowter, 2001). Perempuan yang diterapi dengan methotrexat memiliki fungsi fisik yang

CHAPTER 7 Page 17

lebih baik secara signifikan dengan seketika setelah mendapatkan terapi, tetapi tidak ada perbedaan dalam fungsi psikologisnya.Semua hal telah dipertimbangkan, fungsi reproduksi yang potensial di kemudian hari, yang ditdanai dengan patensi tuba fallopi kontralateral dan kehamilan intrauteri berikutnya, adalah serupa hasilnya setelah medisinalisataupun pembedahan (Buster dan Krotz, 2007; Elito, 2006). Sebagai tambahan, angka kehamilan ektopik berulang adalah sebading (8% sampai 13%) setelah metode terapi baru yang diterima (Buster dan Krotz, 2007).Dari hal-hal di atas, kami menyimpulkan bahwa perempuan yang stabil secara hemodinamik dan yang diameter tubanya kecil, tidak ada aktivitas jantung fetus, dan konsentrasi β-hCG serum <5,000 IU/L memiliki hasil yang serupa baik dengan pengelolaan medisinalisataupun pembedahan.Meskipun angka keberhasilan dengan terapi medisinalislebih rendah untuk perempuan dnegan ukuran tuba yang lebih luas, kadar β-hCG serum yang lebih tinggi, dan ada aktivitas jantung fetus, pengelolaan medisinalisdapat ditawarkan pada perempuan yang bermotivasi tinggi yang paham akan risiko pembedahan darurat jika erjadi kegagalan terapi.

Pengelolaan (yang Mengandung) HarapanPada perempuan terpilih, beberapa memilih observasi dekat pada situasi yang mana akan terjadi resorpsi kehamilan ektopik spontan. Dengan tidak sengaja, adalah hal yang sulit untuk memprediksi perempuan yang mana yang akan memiliki jalan yang tidak rumit dengan pengelolaan semacam itu. Meskipun konsentrasi awal β-hCG serum telah ditunjukkan untuk meprediksi hasil akhir dengan baik, kisaran hasilnya sangat variatif. Sebagai contoh, nilai awal sebesar <200 IU/L memprediksi resolusi spontan yang sukses pada 88-96% usaha, sedangkan nilai >2,000 IU/L memiliki angka keberhasilan hanya sebesar 20-25% (Elson, 2004; Trio, 1995). Bahkan dengan nilai yang neuron, ketika kadar β-hCG awal melewati angka 2,000 IU/L, angka keberhasilan hanya sebesar 7% (Shalev, 1995). Yang menarik, tidak ada perbedaan pada patensi tuba ipsilateral atau angka fertilitas 1 tahun baik dengan keberhasilan atau kegagalan pengelolaan (yang mengdanung) harapan itu. Monitoring secara dekat lebih menjamin karena laporan tentang rupture tuba meskipun kadar β-hCG serum rendah rendah dan menurun. Sebuah argument dapat dibuat bahwa efek samping minimal methotrexat membuatnya lebih dipilih untuk menghindari pengawasan yang memanjang dan dihubungkan dengan ansietas pasien.

Kehamilan Ektopik PersistenNyeri abdomen setelah pengelolaan pembedahan konservatif pada kehamilan tuba seharusnya dengan cepat dan segera ada kecurigaan terjadinya proliferasi tropoblas persisten. Pengangkatan tidak sempurna jaringan tropoblas dan pertumbuhannya yang berlanjut menyebabkan rupture tuba pada 3-20% perempuan (Graczykowski, 1999). Mungkin secara ironis, kehamilan ektopik persisten lebih mungkin terjadi dengan kehamilan yang sangat awal.Secara spesifik, pengelolaan pembedahan lebih sulit karena kehamilan yang lebih kecil dari 2 cm sangat sulit untuk dilihat dan diangkat dengan sempurna. Untuk memastikannya, Graczykowski dkk (1997) memberikan dosis profilaksis 1 mg/m2 methotrexat setelah operasi, yang dapat mengurangi insidensi kehamilan ektopik persisten sebaik lamanya pengawasan.Jadwal yang optimal untuk mengidentifikasi adanya kehamilan ektopik persisten setelah terapi pembedahan belum ditentukan. Protocol menjelaskan bahwa monitoring kadar β-hCG serum dari hari ke-3 sampai setiap 2 minggu. Spdanorfer dkk (1997) memperkirakan risiko kehamilan ektopik resisten berdasarkan kadar β-hCG serum yang diperiksa pada hari pertama post operasi.

CHAPTER 7 Page 18

mereka menemukan bahwa jika kadar β-hCG serum turun sebanyak >50% dibadingkan dengan nilai sebelum pembedahan, maka tidak terjadi kegagalan terapi dalam 9 hari pertama, dan kadar β-hCG serum setelahnya yang ditetapkan 1 minggu setelah pembedahan juga diperlukan. Sebaliknya, jika kadar β-hCG serum menurun <50% maka terdapat 3.5 kali lipat risiko kegagalan selama minggu pertama, oleh karenanya memerlukan tindak lanjut lebih dini. Yang penting, meskipun konsentrasi β-hCG serum rendah dan menurun, rupture tuba tetap dapat terjadi (Tuldani, 1991).Sekarang ini, terapi stdanar untuk kehamilan ektopik persisten adalah methotrexta dosis tunggal dengan 50 mg/m2 BSA. Meskipun dipertimbangkan, ada sedikit penelitian untuk mengevaluasi methotrexat oral dosis rendah untuk keadaan tersebut. Bengtsson dkk (1992) memberikan 15 mg methotrexat secar aoral pada hari ke-1, 3, dan 5, dengan asam folat 30 mg pada hari ke-2, 4, dan 6, dan menemukan bahwa regimen ini efektif pada 14 dari 15 perempuan yang dilibatkan dalam penelitian mereka.

Isoimunisasi Anti-DJika perempuannya adalah D-negatif dan partnernya memiliki golongan darah baik D-positif atau tidak diketahui, maka 300 g imun globulin anti-D sebaiknya diberikan intramuskuler untuk mencegah isoimunisasi anti-D

KEHAMILAN OVARIANImplantasi ektopik pada telur yang dibuahi jarang terjadi. Kenaikan insidensi sekarang ini mungkin adalah artifaktual (karena faktor manusia) terkait dengan peningkatan modalitas. Faktor risikonya sama dengan terjadinya kehamilan tuba. imaging. Pada sebuah penelitian, pengguna IUD memiliki proporsi yang lebih tinggi pada kejadian kehamilan ovarian dibdaningkan dengan bukan pengguna, 5.5% versus tidak ada (World Health Organization, 1985). Hampir sepertiga peremuan dengan kehamilan ovarian ada dengan instabilitas hemodinamik karena rupture. Diagnosis didasarkan pada sonografi klasik dengan deskripi kista dengan lingkaran luar yang luas dan echogenik di atas atau di dalam ovarium (Comstock, 2005).

KEHAMILAN INTERSTITIALDisebut juga kehamilan cornual, kehamilan interstitial menempel pada segmen proksimal tuba yang melintang di dalam dinding muskuler uterus. Pembengkakan lateral sampai insersi pada ligament rotundum adalah temuan anatomi yang khas (Gambar. 7-11). Dahulu, rupture biasanya mengikuti minggu ke-8-16 amenorhea karena distensibilitas (kemampuan meregang) miometrium yang lebih besar yang menutupi segmen interstisial tuba fallopi. Faktor ririkonya sama dengan kejadian lain yang telah didiskusikan sebelumnya, meskipun salpingektomi ipsilateral sebelumnya adalah faktor risiko spesifik bagi kehamilan interstisial (Lau, 1999). Karena dekatnya kehamilan ini dengan arteri uterine dan ovarii, ada risiko terjadinya perdarahan berat (Tuldani, 2004).Dengan menggunakan meperiksaan TVS dan β-hCG serum sebagaimana didiskusikan untuk kecurigaan kehamilan tuba, kehamilan interstisial dapat didiagnosis cukup lebih dini untuk meperbolehkannya terapi medisinaliskonservatof atau pembedahan (Bernstein, 2001). Karena insidensi kehamilan interstisial yang rendah, tidak ada konsensus mengenai prediksi keberhasilan penggunaan methotrexat yang telah dihasilkan. Jermy dkk (2004) melaprkan angka keberhasilan sebesar 94 dengan methorexat sistemik menggunakan 50 mg/m2 BSA. Rangkaian penelitian

CHAPTER 7 Page 19

mereka melibatkan empat perempuan yang mana aktivitas kardial (fetus)nya bervariasi. Karena perempuan tersebut memiliki kadar β-hCG serum awal lebih tinggi saat diagnosis, biasanya diperlukan pengawasan yang lebih lama.Deruelle dkk (2005) menganjurkan terapi postmethotrexat selectif emboli arteri uterine untuk membantu help mencegah risiko perdarahan dan diharapkan dapat mempercepat resolusi kehamilan ektopik.Pengelolaan pembedahan melibatkan reseksi cornu baik pada laparotomi atau laparoskopi. Reseksi heteroskopi pada kehamilan interstisial telah dijelaskan oleh Sanz dan Verosko (2002), tetapi hasil jangka panjang yang mengikuti teknik ini tidak diketahui.Risiko terjadinya rupture uteri dengan kehamilan berikutnya baik pada pengelolaan medisinalisataupun pembedahan masih belum jelas. Oleh karenanya, observasi yang hati-hati pada perempuan tersebut, seiring dengan pertimbangan dilakukannya persalinan caesar pilihan, lebih menjamin.

KEHAMILAN SERVIKAL Insidensi kehamilan cerical dilaporkan antara 1 dalam 8,600 sampai 12,400 kehamilan (Ushakov, 1997). Nampaknya insidensinya meningkat karena teknologi bantuan reproduksi, terutama dalam fertilisassi in vitro dan transfer embrio (Ginsburg, 1994; Pattinson, 1994). Faktor risiko khas untuk kehamilan cervical adalah riwayat dilatasi dan kuretase, nampak pada hampir 70% kasus (Hung, 1996; Pisarska, 1999). Dua criteria diagnosis dibutuhkan untuk mengkonfirmasi kehamilan cervical: (1) adanya glandula cervical berlawanan dengan tempat perlekatan plasenta, (2) portio atau keseluruhan plasenta harus terletak baik di tempat keluarnya vasa uterina atau refleksi peritoneum di atas permukaan uterus anterior dan posterior. Diagnosis dini dari kehamilan cervical dapat menyingkirkan perdarahan yang tidak terkontrol dan histerektomi berikutnya pada wanita ini. Karena kejarangannya, penelitian dengan terapi medisinalispada kehamilan cervical sangat terbatas jumlahnya. Pemberian methotrexat sistemik atai intra amniotic dilaporkan efektif pada beberapa kasus (Hung, 1996; Kung, 1997). Pengelolaan pembedahan termasuk kuretase suction cervical dan pengkontrolan perdarahan menggunakan sutura/jahitan Sturmdorf. Karena morbiditas yang dikaitkan dengan terapi pembedahan, terapi medisinalisbiasanya diberikan bersama dnegan terapi pembedahan, terapi medisinalisbiasanya diberikan jika ttidak terdapat perdarahan serius pada waktu penyembuhan. Pada laporan terbaru, Mesogitis dkk (2005) menjelaskan bahwa Sembilan perempuan yang diberikan methotrexat dosis 25 mg disuntikkan langsung ke dalam sacus amnion. Setelah ditemukannya regresi jaringan tropoblastik, kuretase suction cervical berhasil pada semua kasus. Saat terjadi perdarahan, kateter 26-F Foley dengan balon 30 ml dapat diletakkan intra cervical dan dipompa untuk mengefektifkan hemostasis dan untuk memonitor drainase utrus. Balon terus dikembangkan selama 24 sampai 48 jam dan secara bertahap dikempeskan pada hari berikutnya (Ushakov, 1997). Embolisasi bilateral pada arteri uterina juga telah berhasil digunakan untuk mencegah perdarahan akut setelah involusi dan lepasnya kehamilan cervical (Trambert, 2005).

KEHAMILAN HETEROTOPIKSebuah kehamilan uteri bersama dengan kehamilan ektrauteri diistilahkan sebagai kehamilan heterotopic. Dahulu, insidensinya diperkirakan pada 1 dalam 30,000 kehamilan, dengan menghitung insidensi kembar dizigot dan kehamilan ektopik masing-masing sebesar 1%. Sebagai hasil teknologi bantuan reproduksi, angka kejadian kehamilan heterotopik secara harfiah

CHAPTER 7 Page 20

telah membungbung tinggi menjadi 1 dalam 100 kehamilan (Habana, 2000). Mekanisme yang telah diajukan untuk mejelaskannya adalah peletakan embrio yang didorong dengan hidrostatik ke dalam area cornu atau tuba, ujung kateter mengarahkan pemindahan ke ostium tuba, atau refluk sekresi uterus yang mneyebabkan implantasi tuba retrograde.Jika kehamilan tuba berbarengan dengan kehamilan uteri, potasium khlorida dapat disuntikkan ke dalam sacus kehamilan tuba. Methotrexat dikontraindikasikan terkait dengan efek terminasinya pada kehamilan normal. Kasus kraniofasial, kelainan anomali skeletal, kardiopulmonal, dan gerstasional telah digambarkan bahkan dengan paparan terbatas methotrexat pada trimester pertama (Nguyen, 2002).

KEHAMILAN SKAR KARENA PERSALINAN CAESAR/CESAREAN DELIVERY SCAR PREGNANCYImplantasi ke dalam skar dari persalinan Caesar sebelumnya melalui jalur mikroskopis dalam miometrium merupakan kondisi yang jarang yang bisa menyebabkan morbiditas dan mortalitas maternal yang serius karena perdarahan massif. Sulit membedakan antara kehamilan cervico-istmus dan kehamilan skar karena persalinan caesar. Menurut Godin (1997), ada empat criteria sonografi yang harus didapatkan untuk mengokohkan diagnosis: (1) kavum uteri yang kosong, (2) canalis cervical yang kosong, (3) sacus gestasional di bagian anterior istmus uteri, dan (4) ketiadaan miometrium sehat antara kandung kemih dan sacus gestasional. Imaging dengan Doppler warna tiga dimensi menghasilkan gambaran pola vaskularisasi uteroplasental (Chou, 2004).Magnetic resonance imaging juga dapat membantu evaluasi. Terapi menggunakan methotrexat, reseksi laparoskopi atau laparotomi dipilih tergantung situasi. Diberikannya durasi yang lebih lama menurut laporan perlu untuk mencapai resolusi komplit dengan terapi medisinalis (3 sampai 4 bulan), devaskularisasi definitive dapat dipercepat dengan penambahan embolisasi arteri uterina.

PENCEGAHANKehamilan ektopik sukar dicegah karena faktor risiko yang sukar dimodifikasi (Butts, 2003). Patologi tuba membawa risiko tertinggi dan pelvic inflammatory disease memainkan peran utama pada terjadinya adesi dan obstruksi tuba. Karena kasus pelvic inflammatory disease hampir setengahnya disebabkan oleh infeksi klamidia, upaya telah diarahkan pada skrining populasi berisiko tinggi terhadap infeksi asimtimatik (lihat Tabel 1-2). Populasi ini termasuk perempuan yang aktif secara seksual usia di bawah 25 tahun atau perempuan yang menggunakan kontrasepsi nonbarier. Program skrining di Swedia telah menunjukkan penurunan tetap angka kejadian baik pada infeksi klamidia dan kehamilan ektopik, terutama pada perempuan usia 20 sampai 24 tahun (Cates, 1999; Egger, 1998).

CHAPTER 7 Page 21