case report syok hipovolemik et causa dehidrasi berat
DESCRIPTION
bbbTRANSCRIPT
Case Report
SYOK HIPOVOLEMIK ET CAUSA
DIARE AKUT DENGAN DEHIDRASI BERAT
Oleh:
MUHAMMAD FARID
NIM. 1010312041
Preseptor:
dr. Eka Agustia Rini, Sp.A (K)
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. M. DJAMIL
PADANG
2015
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi Syok
Syok merupakan suatu proses akut yang ditandai dengan ketidakmampuan
tubuh dalam menghantarkan oksigen secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan
metabolik organ vital dan jaringan tubuh.1 Keadaan kritis ini akan terjadi ketika
suatu proses penyakit mengganggu faktor-faktor yang berkontribusi dalam
penghantaran oksigen dan nutrien.2
Syok menggambarkan suatu keadaan dinamis yang dimulai dari keadaan
syok awal terkompensasi hingga keadaan syok terminal irreversibel.1 Pada fase
awal syok, fungsi organ vital tetap terjaga oleh berbagai mekanisme
kompensatorik dan penatalaksanaan segera dapat menghentikan proses ini. Akan
tetapi, syok akan berlanjut menuju tahapan dekompensata, yang ditandai dengan
iskemia jaringan dan kerusakan di tingkat seluler dan subseluler, apabila tidak
dikenali atau tidak ditangani segera.
1.2. Klasifikasi Syok
Berdasarkan patogenesisnya, syok diklasifikasikan dalam 5 jenis utama,
yaitu (1) syok hipovolemik, (2) syok kardiogenik, (3) syok distributif, (4) syok
obstruktif, dan (5) syok septik.1Syok hipovolemik merupakan bentuk terbanyak
syok pada anak di seluruh dunia. Syok kardiogenik ditemukan pada pasien dengan
kelainan jantung dimana terdapat kegagalan fungsi jantung untuk memompa darah
ke seluruh tubuh sehingga terjadi penurunan curah jantung. Syok obstruktif terjadi
akibat berbagai lesi yang menimbulkan hambatan mekanis sehingga menghalangi
tersedianya curah jantung yang adekuat, seperti tension pneumothorax, tamponade
perikardiak, dan emboli paru.1 Syok distributif diakibatkan oleh kurang
adekuatnya tonus vasomotor, yang mengakibatkan terjadinya kebocoran kapiler
dan gangguan distribusi cairan ke interstisium.
1.3. Epidemiologi Syok
Syok terjadi pada 2% pasien anak yang menjalani perawatan di rumah sakit
di negara maju.1Di Amerika Serikat, sekitar 37% pasien anak yang datang ke
1
bagian gawat darurat pediatrik berada dalam kondisi syok.3 Jika dibandingkan
dengan pasien yang tidak berada dalam kondisi syok tanpa
melihat/membandingkan mekanisme dan jenis trauma yang terjadi, pasien anak
dalam kondisi syok memiliki angka mortalitas yang jauh lebih tinggi.
Penyebab utama terbanyak syok pada anak yang datang ke bagian gawat
darurat adalah sepsis (57%), kemudian diikuti dengan syok hipovolemik (24%),
syok distributif (14%), dan syok kardiogenik (5%).4
1.4. Patofisiologi Syok
Syok terjadi akibat adanya kegagalan sirkulasi dalam menghantarkan
substrat metabolik secara adekuat dan membuang toksin yang dihasilkan dalam
tingkat seluler dan jaringan.1 Dalam keadaan fisiologis, oksigen dan glukosa
dihantarkan intraseluler ke mitokondria untuk menghasilkan 36 molekul ATP
untuk tiap molekul glukosa melalui metabolisme aerob dan siklus Krebs. Pada
anak dengan keadaan stress, kemampuan kompensasi lewat glukoneogenesis dan
glikogenolisis sangat terbatas karena rendahnya massa otot rangka dan hepar
anak. Oleh karena itu, glikolisis dan metabolisme lemak sekunder menjadi sumber
utama substrat energi.
Metabolisme seluler menjadi lebih tidak efisien saat piruvat, yang awalnya
diubah menjadi asetil-KoA, mulai diubah menjadi laktat. Perubahan ini hanya
akan menghasilkan 2 molekul ATP tiap molekul glukosa dan mengakibatkan
akumulasi asam laktat.5 Selanjutnya, disfungsi pompa ion membran sel dan
asidosis akan terjadi diikuti dengan terbentuknya edema intraseluler. Proses ini
akan diakhiri dengan keluarnya komponen intraseluler ke ruang ekstraseluler yang
berujung pada kematian sel.
Pemicu awal akan mencetuskan terjadinya syok, sehingga terjadi
penghantaran oksigen yang tidak adekuat ke jaringan dan organ tubuh.
Mekanisme kompensatorik akan menjaga tekanan darah tetap stabil dengan
meningkatkan curah jantung dan tahanan vaskuler sistemik. Tubuh juga akan
berusaha mengoptimalkan hantaran oksigen ke jaringan dengan meningkatkan
laju ekstraksi oksigen dan mengalihkan distribusi darah menuju organ-organ vital
utama (otak, jantung, dan ginjal) dengan menurunkan aliran darah ke saluran
cerna dan kulit.1 Efek kardiovaskuler akan meningkatkan denyut jantung, isi
2
sekuncup (stroke volume), dan tonus otot polos vaskuler.1 Mekanisme kompensasi
pernafasan akan meningkatkan laju eliminasi CO2 akibat terjadinya asidosis
metabolik dan peningkatan produksi CO2 akibat perfusi jaringan yang buruk.
Ginjal akan berupaya mengekskresikan hidrogen dan meretensi bikarbonat untuk
mempertahankan pH tubuh normal.1 Mekanisme ini menunjukkan fase awal syok
yaitu fase kompensasi, dimana tekanan darah tetap terjaga. Dalam fase ini,
volume intravaskuler akan tetap dijaga melalui regulasi natrium oleh sistem renin-
angiotensin-aldosteron dan atrial natriuretic factor, pelepasan kortisol dan
katekolamin, serta sekresi ADH.1 Apabila respon host terhadap faktor pencetus
tetap berlangsung dan mekanisme kompensatorik tidak mampu mempertahankan
perfusi jaringan, kerusakan sel endotel vaskuler dan kebocoran cairan
intravaskuler ke ruang interstisial ekstravaskuler akan terjadi.
Seluruh bentuk syok akan mempengaruhi curah jantung melalui beberapa
mekanisme, terutama lewat perubahan denyut jantung dan kontraktilitas otot
jantung. Syok hipovolemik ditandai dengan hilangnya cairan dan penurunan
preload. Fase awal syok hipovolemik akan dikompensasi lewat peningkatan
denyut jantung (takikardia) dan peningkatan tahanan vaskuler sistemik (systemic
vascular resistance/SVR).1 Apabila tidak dilakukan penggantian cairan yang
mencukupi, hipotensi akan terjadi, diikuti dengan iskemia jaringan dan
perburukan klinis.
Syok distributif terjadi akibat vasodilatasi abnormal dan penurunan SVR.
Penurunan SVR yang terjadi awalnya akan menyebabkan gangguan distribusi
aliran darah dari organ vital yang dikompensasi melalui peningkatan curah
jantung.1 Dalam keadaan ini, preload dan afterload sama-sama mengalami
penurunan sehingga penatalaksanaan syok distributif harus mengatasi kedua hal
tersebut.
Syok kardiogenik terjadi karena adanya gangguan terhadap kontraktilitas
miokardium, seperti pada miokarditis dan penyakit jantung bawaan.1 Gangguan
ini akan menyebabkan terjadinya disfungsi sistolik – diastolik yang kemudian
akan menurunkan curah jantung.
Berbeda dengan jenis syok lainnya, patogenesis syok septik seringkali
menggabungkan mekanisme syok distributif, hipovolemik, dan kardiogenik.1
3
Hipovolemia terjadi melalui kebocoran vaskuler dan syok distributif akan terjadi
lewat penurunan SVR. Efek depresan miokardial pada sepsis juga akan
menyebabkan terjadinya syok kardiogenik.
Gambar 1. Mekanisme patogenesis syok.1
1.5. Manifestasi Klinis Syok
1.5.1. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan bentuk syok yang sering ditemukan
pada anak. Syok hipovolemik ditandai dengan takikardia, takipnea, dan
tanda-tanda perfusi buruk (ekstremitas teraba dingin, denyut nadi perifer
teraba lemah, pengisian kapiler yang lambat, turgor kulit kembali lambat,
membran mukosa kering).1,2 Hipotensi orthostatik dapat ditemukan sebagai
tanda awal syok. Ketika tubuh tidak mampu mengkompensasi syok,
hipotensi akan terjadi disertai dengan tanda-tanda hipoperfusi dan kerusakan
organ, seperti denyut nadi perifer yang tidak teraba, denyut nadi sentral
yang sangat lemah, output urin yang sangat menurun, perubahan status
mental, dan asidosis metabolik.2
1.5.2. Syok Kardiogenik
Manifestasi klinis awal yang ditemukan pada syok kardiogenik
adalah letargi, takipnea, dan takikardia.2 Keluhan lain yang juga sering
ditemukan pada anak kecil dan bayi adalah sulit makan (poor feeding).2
4
Kehilangan Cairan EkstrakorporealHilangnya darah secara langsung: perdarahanPerubahan komposisi cairan tubuh: diare, muntah, diabetes mellitus, nefrosis, luka bakar
Penurunan Tekanan Onkotik PlasmaHipoproteinemia: liver injury, komplikasi progresif peningkatan permeabilitas vaskuler
Vasodilatasi AbnormalKehilangan tonus vaskuler: blokade simpatik, gangguan permeabilitas lokal akibat zat spesifik, efek obat, asidosis
Peningkatan Permeabilitas VaskulerPerubahan permeabilitas vaskuler tanpa adanya perubahan tekanan hidrostatik kapiler: endotoksin pada sepsis, pelepasan histamin pada anafilaksis
Disfungsi KardiakGangguan kemampuan jantung dalam memompa darah secara efisien: perikarditis konstriktif, sepsis
Anak biasanya akan tampak pucat dengan ekstremitas teraba dingin. Waktu
pengisian kapiler yang lambat, denyut nadi perifer & sentral yang lemah,
perubahan status mental, dan penurunan output urin juga dapat ditemukan
pada anak dengan syok kardiogenik.1
Dalam fase awal, syok kardiogenik seringkali sulit dibedakan
dengan syok septik. Akan tetapi, temuan-temuan seperti gallop, rhonchi
basah halus, distensi vena juguler, dan hepatomegali biasanya menunjukkan
kelainan spesifik yang seringkali menyebabkan syok kardiogenik. Hal ini
terjadi akibat adanya peningkatan tekanan vena juguler yang hanya
ditemukan pada kondisi syok kardiogenik.2
1.5.3. Syok Distributif
Syok distributif ditandai dengan vasodilatasi perifer akibat
penurunan cepat SVR, seperti yang ditemukan pada syok anafilaktik.
Hipotensi akan terjadi secara cepat dan seringkali ditemukan tanpa adanya
takikardia refleks.1
1.5.4. Syok Obstruktif
Temuan utama yang didapatkan pada syok obstruktif adalah
tekanan nadi yang sempit dan tanda-tanda hipoperfusi. Kelainan ini terjadi
akibat adanya gangguan dalam pengisian diastolik jantung, sehingga isi
sekuncup dan curah jantung mengalami penurunan.2Peningkatan tekanan
vena juguler juga dapat ditemukan pada beberapa kasus, seperti pada
tension pneumothorax.
1.5.5. Syok Septik
Syok septik memiliki gejala yang menyerupai syok distributif jika
dilihat secara umum. Gejala awal yang ditemukan pada syok septik adalah
gangguan regulasi suhu tubuh (hipertermia atau hipotermia), takikardia, dan
takipnea. Pada fase awal (fase hiperdinamik dengan SVR rendah, “warm
shock”), temuan yang didapatkan adalah takikardia, plethora, ekstremitas
teraba hangat dengan waktu pengisian kapiler yang cepat, bounding pulses,
dan tekanan nadi yang melebar.2 Ketika curah jantung tidak mampu lagi
mencukupi perfusi jaringan akibat proses sepsis yang terjadi, SVR akan
meningkat dan terjadi “cold shock”.1 Manifestasi klinis dari cold shock
5
adalah takikardia, mottled skin, ekstremitas yang teraba dingin dengan
waktu pengisian kapiler memanjang, dan tidak terabanya denyut nadi
perifer.2
1.6. Diagnosis Syok
Syok merupakan suatu diagnosis klinis yang dapat ditegakkan melalui
anamnesis terarah dan pemeriksaan fisik.1 Berbeda dengan jenis syok lainnya,
syok septik memiliki definisi spesifik dan memiliki kriteria diagnostik tersendiri
yang disusun berdasarkan konsensus. Anak yang didiagnosis dengan syok harus
dirawat di ruang rawat intensif anak (pediatric intensive care unit/PICU) atau
ruang rawatan lain dengan monitoring ketat. Pasien-pasien dengan syok ini akan
membutuhkan monitoring secara kontinu dan tak jarang membutuhkan tindakan
invasif (seperti pengukuran tekanan vena sentral) dalam perawatannya.
Gambar 2. Definisi sepsis dan syok sepsis pada anak.1
Dalam kasus syok sepsis, diagnosis ditegakkan apabila kriteria sesuai
konsensus dipenuhi.
1.7. Penatalaksanaan Syok
Syok merupakan suatu keadaan gawat darurat dan harus ditangani
secepatnya agar tidak terjadi komplikasi lanjut berupa kegagalan fungsi organ.
Syok harus dikenali secepatnya dan terapi awal harus dilakukan segera.
6
Tatalaksana awal yang dilakukan adalah stabilisasi jalan nafas, pernafasan, dan
sirkulasi sesuai petunjuk bantuan hidup lanjut pediatrik. Tindakan lanjut, seperti
intubasi dan ventilasi mekanik, dapat dilakukan untuk mengurangi kebutuhan
metabolik tubuh berdasarkan tingkat keparahan syok.
Secara umum, tujuan utama tatalaksana syok dalam 1 jam pertama adalah
harus tercapainya waktu pengisian kapiler kurang dari 2 detik, denyut nadi normal
tanpa perbedaan kualitas nadi perifer dan sentral, produksi urin lebih dari 1
mL/kgBB/jam, kesadaran yang normal, tekanan darah normal sesuai usia, dan
saturasi oksigen lebih dari 95%.6 Karena bentuk syok terbanyak pada anak adalah
syok hipovolemik dan syok septik, sebagian besar panduan tatalaksana didasari
atas kondisi ini. Jalur infus intravena atau intraosseus segera dipasang dan bolus
cairan isotonik sebanyak 20 mL/kgBB diberikan secara cepat untuk mengatasi
keadaan syok. Pemberian bolus dapat diulang hingga 60-80 mL/kgBB sambil
menilai respon tubuh terhadap pemberian cairan. Pada kasus syok hipovolemik
berat, pemberian cairan dapat diulangi sebanyak 10 mL/kgBB. Apabila syok tetap
bersifat refrakter setelah pemberian cairan sebanyak 60-80 mL/kgBB, terapi
vasopresor harus dimulai sembari melanjutkan pemberian cairan tambahan.
7
Gambar 3. Algoritme tatalaksana syok septik pada anak.7
Pada syok distributif, pasien yang mendapatkan tatalaksana pemberian
cairan dapat mengalami perbaikan secara temporer namun diperlukan perbaikan
tonus vaskuler untuk meningkatkan SVR pada kasus ini. Pemberian agen
vasokonstriktif seperti epinefrin akan memperbaiki kondisi pasien dan menjadi
terapi pilihan pada kasus spesifik seperti syok anafilaktik.1
Pada syok septik, pemberian antibiotik spektrum luas lebih awal akan
membantu menurunkan mortalitas. Pemilihan antibiotik harus disesuaikan dengan
pola resistensi bakteri komunitas dan rumah sakit. Pada neonatus, dapat diberikan
ampisilin dengan sefotaksim atau gentamisin. Pada bayi dan anak, infeksi akibat
N. meningitidis dan H. influenzae dapat diterapi secara empiris dengan pemberian
sefalosporin generasi ketiga (seftriakson atau sefotaksim).1 Infeksi akibat S.
pneumoniae dan S. aureus seringkali membutuhkan vankomisin, karena
meningkatnya prevalensi bakteri resisten.
8
Pasien dengan syok kardiogenik seringkali tidak memberikan respon
terhadap resusitasi cairan dan dekompensasi dapat terjadi apabila diberikan cairan
secara cepat dalam jumlah banyak. Bolus cairan yang lebih kecil (5-10 mL/kgBB)
harus diberikan pada kasus syok kardiogenik untuk menjaga preload.1 Terapi
myocardial support dengan epinefrin dan dopamin untuk meningkatkan curah
jantung sangat dibutuhkan dalam kondisi ini.
Pasien dengan syok obstruktif dapat menerima resusitasi cairan segera untuk
menjaga curah jantung, namun tindakan definitif segera harus dilakukan untuk
mencegah kondisi yang mengancam jiwa, seperti perikardiosentesis pada kasus
efusi perikard dan pemasangan chest tube pada kasus pneumothorax.1 Jika lesi
obstruktif tidak ditangani segera, kematian dapat terjadi.
9
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Seorang pasien laki-laki berusia 8 tahun 1 bulan masuk Ruang Rawat Akut
Anak RSUP Dr. M. Djamil – Padang pada tanggal 11 Juli 2015 melalui IGD
RSUP Dr. M. Djamil – Padang dengan keluhan tangan dan kaki teraba
dingin.
Nama : Regin Jonathan Threeano
No. RM : 91.65.81
Tanggal lahir : 8 Juni 2007
Umur : 8 tahun 1 bulan
Alamat : Arai Pinang Blok C10 RT 01/RW 04 Pegambiran,
Ampalu Nan XX, Kec. Lubuk Begalung, Padang
B. ANAMNESIS
Teknik anamnesis : alloanamnesis dengan ibu kandung pasien
a. KELUHAN UTAMA
Kaki dan tangan teraba dingin sejak 8 jam sebelum masuk rumah
sakit.
b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Berak-berak encer sejak 14 jam sebelum masuk rumah sakit,
frekuensi 10 – 12 kali sehari, sebanyak ± ¼ gelas setiap kali
berak. Berak tidak berlendir dan tidak bercampur darah.
Muntah sejak 14 jam sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 15
– 20 kali sehari, sebanyak ± 4 – 5 sendok makan setiap kali
muntah. Muntah berisi makanan dan tidak terjadi secara tiba-
tiba tanpa rasa mual/menyemprot. Muntah mulai berwarna
coklat kehitaman bercampur darah sejak 4 jam sebelum masuk
rumah sakit.
Kaki dan tangan mulai teraba dingin sejak 8 jam sebelum masuk
rumah sakit.
10
Demam tidak ada, sesak nafas tidak ada, batuk dan pilek tidak
ada, kejang tidak ada.
Berat badan terakhir tidak diketahui.
Buang air kecil sangat sedikit, warna seperti teh pekat. Anak
terakhir kali buang air kecil ± 6 jam sebelum masuk rumah
sakit.
Anak diterima di Bagian Anak IGD RSUP Dr. M. Djamil –
Padang lalu diperiksa dengan temuan anak berada dalam
keadaan syok, kaki dan tangan teraba dingin, nadi halus dan
cepat, tekanan darah 60/40 mmHg. Anak ditatalaksana dengan
pemberian IVFD Ringer Laktat 20 cc/kgBB secepatnya. Setelah
pemberian cairan sebanyak 340 cc, nadi masih teraba halus dan
cepat, kaki dan tangan masih teraba dingin, urin belum keluar
kemudian dilakukan pemberian cairan kedua sebanyak 170 cc.
Syok teratasi setelah cairan habis ± 500 cc dan keluar urin
sebanyak ± 100 cc, kaki dan tangan teraba hangat. Anak
kemudian dirawat di HCU Ruang Rawat Inap Anak RSUP Dr.
M. Djamil – Padang. Dalam perawatan, kondisi anak membaik
kemudian anak dipindahkan ke Ruang Rawat Akut Anak RSUP
Dr. M. Djamil – Padang setelah dirawat selama 2 hari.
c. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Anak telah dikenal menderita penyakit Hirschsprung sejak bulan
Februari 2015. Anak telah dibawa berobat ke Klinik Bedah
RSUP Dr. M. Djamil – Padang dan direncanakan untuk
menjalani kolostomi pada pertengahan Juli 2015.
Anak pernah dirawat 6 bulan sebelumnya di RSUP Dr. M.
Djamil – Padang dengan keluhan berak-berak encer yang sama.
d. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan berak-berak
encer.
11
e. RIWAYAT PERSALINAN
Anak lahir spontan dibantu oleh bidan di rumah dengan berat badan
lahir 2500 gram. Orang tua tidak ingat panjang badan lahir anak. Anak
langsung menangis setelah dilahirkan.
f. RIWAYAT IMUNISASI
Riwayat imunisasi dasar lengkap sesuai usia anak.
g. RIWAYAT NUTRISI
Anak mendapatkan ASI dari lahir hingga berusia 1 tahun, ASI
diberikan kapan anak menginginkan. Anak diberi makanan
pendamping ASI berupa bubur susu sejak berusia 6 bulan hingga
berusia tahun, pemberian 2 kali sehari, habis 2/3 – 1 porsi setiap kali
makan.
h. RIWAYAT SOSIAL, EKONOMI, DAN KEBIASAAN
Anak merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara.
Riwayat pertumbuhan terganggu, badan anak tampak kecil jika
dibandingkan dengan teman seusianya. Riwayat perkembangan
sesuai dengan anak seusianya.
Higiene dan sanitasi lingkungan tempat tinggal anak cukup baik.
i. RIWAYAT LINGKUNGAN
Anak tinggal di rumah permanen bersama orangtua dan saudaranya.
Jamban berada di dalam rumah. Sumber air minum dari pasokan air
PDAM. Sampah rumah diambil dan dikumpulkan oleh petugas khusus
lingkungan perumahan. Pekarangan rumah ada.
Kesan: higiene dan sanitasi lingkungan tempat tinggal anak cukup
baik
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 13 Juli 2015
Keadaan Fisik Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : sadar
Berat badan : 20 kg
12
Tinggi badan : 116 cm
BB/U : 76,9 %
TB/U : 89,9 %
BB/TB : 95,2 %
Status gizi : gizi baik
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 92 kali/menit, kuat angkat
Pernafasan : 22 kali/menit, teratur
Suhu tubuh : 36,5 °C
Ikterik : tidak ada
Edema : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Kulit
Teraba hangat, turgor kembali cepat
Kelenjar getah bening
Tidak tampak dan tidak teraba membesar
Kepala
Bentuk normal, bulat simetris
Rambut
Hitam, tidak mudah rontok
Mata
Tidak tampak cekung, air mata ada; konjunctiva tidak pucat, sklera
tidak ikterik; pupil isokor, diameter 2 mm – 2 mm, refleks cahaya
mata kanan & kiri positif normal
Telinga
Tidak ditemukan kelainan
Hidung
Epistaksis tidak ada, nafas cuping hidung tidak ada
Tenggorok
Tonsil ukuran T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak tampak hiperemis
Gigi dan mulut
Bibir basah, mukosa mulut basah, trismus tidak ada, lidah tidak kotor
13
Leher
JVP 5 – 2 cmH2O
Dada
Inspeksi : bentuk dada normal, retraksi dinding dada tidak
ada
Paru :
Pemeriksaan Interpretasi
Inspeksi Gerakan dada simetris statis & dinamis
Palpasi Fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi Suara nafas bronkovesikuler, wheezing
tidak ada, rhonchi tidak ada
Jantung :
Pemeriksaan Interpretasi
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba di LMCS RIC V
Perkusi Batas kanan jantung: RIC V, LSD
Batas kiri jantung: RIC V, LMCS
Batas atas jantung: RIC II
Auskultasi Bunyi jantung murni, irama teratur,
murmur tidak ada
Abdomen
Pemeriksaan Interpretasi
Inspeksi Perut tidak tampak membuncit, distensi
tidak ada
Palpasi Perabaan supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus positif normal
Punggung
Tidak ditemukan kelainan
14
Alat kelamin
Tidak ditemukan kelainan
Status pubertas A1G1P1
Anus
Anus tenang, sfingter ani menjepit kuat, mukosa licin, ampula kolaps,
sarung tangan/hanschoen: feses tidak ada, darah tidak ada, lendir tidak
ada.
Anggota gerak
Akral hangat, perfusi baik, capillary refilling time < 2 detik
Refleks fisiologis: (+/+), normal
Refleks patologis: Babinsky (-/-), Chaddock (-/-), Schaffer (-/-),
Gordon (-/-), Oppenheim (-/-)
Tanda rangsangan meningeal: Kernig (-), Brudzinski I (-), Brudzinski
II (-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin (11 Juli 2015)
Hb : 15,4 gram/dL
Leukosit : 17.100/mm3
Trombosit : 530.000/mm3
Feses rutin
Warna : kuning kecoklatan
Konsistensi : encer
Leukosit : 0-1/LPB
Eritrosit : tidak ada
Telur cacing : tidak ada
E. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja :
Syok hipovolemik et causa dehidrasi berat (syok telah teratasi)
Diare akut dengan dehidrasi ringan et causa suspect enterocolitis (rehidrasi
telah tercapai)
Hirschsprung disease
F. PEMERIKSAAN TAMBAHAN
15
Pemeriksaan kultur feses
Konsul ke Bagian Bedah Anak
G. TERAPI
IVFD KaEN-1B 4 tetes per menit (makro)
Diet makanan lunak 1350 kkal
Tablet zinc 1 x 20 mg
Ceftriaxone 2 x 1 gram IV
Oralit 200 cc tiap BAB encer/muntah
H. FOLLOW UP
Senin, 13 Juli 2015, pukul 07.00 WIB
S/
demam tidak ada, mencret tidak ada, muntah tidak ada, muntah
tidak ada, sesak nafas tidak ada, pilek ada
BAK warna kuning jernih, jumlah ± 580 cc (dihitung dari jam
12.00 WIB tanggal 12 Juli 2015)
Makan makanan lunak, toleransi baik
Minum sering
O/
Tampak sakit sedang; sadar; tekanan darah 110/70 mmHg; nadi
92 kali/menit, kuat angkat; nafas 19 kali/menit, teratur; suhu
tubuh 36,5°C
kulit teraba hangat, turgor kembali cepat
mata: tidak cekung, air mata ada, konjunctiva tidak pucat, sklera
tidak ikterik
hidung: sekret tidak ada, nafas cuping hidung tidak ada
tenggorok: tonsil ukuran T1-T1, faring tidak hiperemis
cor & pulmo: tidak ditemukan kelainan
abdomen: distensi tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, nyeri
tekan pada kuadran kiri bawah
ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik
berat badan masuk: 17 kg, berat badan saat ini: 20 kg
A/
16
Diare akut dengan dehidrasi ringan et causa suspect enterocolitis
(rehidrasi telah tercapai)
Hirschsprung disease
P/
IVFD KaEN-1B 4 tetes per menit (makro)
Diet ML 1350 kkal
tablet zinc 1 x 20 mg
ceftriaxone 2 x 1 gram IV
oralit 200 cc tiap BAB encer/muntah
Selasa, 14 Juli 2015, pukul 07.00 WIB
S/
demam tidak ada, mencret tidak ada, muntah tidak ada, muntah
tidak ada, sesak nafas tidak ada
BAK warna dan jumlah biasa
BAB tidak ada, anak belum BAB sejak kemarin
Makan makanan lunak, toleransi baik
Minum sering
O/
Tampak sakit sedang; sadar; tekanan darah 110/80 mmHg; nadi
82 kali/menit, kuat angkat; nafas 25 kali/menit, teratur; suhu
tubuh 36,6°C
kulit teraba hangat, turgor kembali cepat
mata: tidak cekung, air mata ada, konjunctiva tidak pucat, sklera
tidak ikterik
cor & pulmo: tidak ditemukan kelainan
abdomen: distensi tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, perkusi
pekak pada kuadran kiri bawah, nyeri tekan tidak ada
ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik
berat badan saat ini: 20 kg
A/
Hirschsprung disease
17
P/
IVFD KaEN-1B 4 tetes per menit (makro)
Diet MB 1350 kkal
tablet zinc 1 x 20 mg
ceftriaxone 2 x 1 gram IV
oralit 200 cc tiap BAB encer/muntah
konsul ke Bagian Bedah Anak
Rabu, 15 Juli 2015, pukul 07.00 WIB
S/
demam tidak ada, mencret tidak ada, muntah tidak ada, muntah
tidak ada, sesak nafas tidak ada
BAK warna dan jumlah biasa
BAB tidak ada, anak belum BAB sejak 2 hari yang lalu
Makan lahap, habis satu porsi setiap kali makan, minum sering.
O/
Tampak sakit sedang; sadar; tekanan darah 110/80 mmHg; nadi
82 kali/menit, kuat angkat; nafas 25 kali/menit, teratur; suhu
tubuh 36,6°C
kulit teraba hangat, turgor kembali cepat
mata: tidak cekung, air mata ada, konjunctiva tidak pucat, sklera
tidak ikterik
cor & pulmo: tidak ditemukan kelainan
abdomen: distensi tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, perkusi
pekak pada kuadran kiri bawah, nyeri tekan tidak ada
ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik
berat badan saat ini: 18 kg
hasil konsul dengan Bagian Bedah Anak: anak dapat
dipulangkan, tidak ada indikasi akut yang membutuhkan
rawatan, anjuran: kontrol ke Klinik Bedah untuk perencanaan
tindakan operasi setelah pulang
A/
18
Hirschsprung disease
P/
Rencana pulang
BAB III
DISKUSI
Telah dilaporkan kasus seorang pasien anak laki-laki berusia 8 tahun 1
bulan yang dirawat di Ruang Rawat Akut Anak RSUP Dr. M. Djamil – Padang
pada tanggal 11 Juli 2015 dengan keluhan tangan dan kaki teraba dingin sejak 8
jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien didiagnosis dengan syok hipovolemik et
causa dehidrasi berat melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Diagnosis syok
ditegakkan dari temuan tanda-tanda hipoperfusi pada anak (kaki dan tangan anak
yang teraba dingin), nadi yang cepat dan halus, dan hipotensi (tekanan darah
terukur 60/40 mmHg). Dari anamnesis yang dilakukan, didapatkan adanya diare
akut pada anak yang mengakibatkan dehidrasi berat sejak 14 jam sebelum masuk
rumah sakit sehingga ditegakkan diagnosis syok hipovolemik.
Penanganan awal yang dilakukan pada anak adalah pemasangan infus
segera dan resusitasi cairan dengan pemberian Ringer Laktat sebanyak 20
cc/kgBB. Dalam hal ini, cairan yang diberikan adalah sebanyak 340 cc. Cairan
diberikan secepatnya dan respon anak dinilai. Pemberian cairan diulang karena
respon belum adekuat. Cairan diberikan kembali sebanyak 10 cc/kgBB (170 cc)
lalu syok teratasi setelah cairan masuk sebanyak 500 cc dan keluar urin sebanyak
100 cc. Anak menjalani penatalaksanaan diare dengan dehidrasi berat lalu dirawat
di HCU Ruang Rawat Inap Anak RSUP Dr. M. Djamil – Padang selama 2 hari.
Anak kemudian dipindahkan ke Ruang Rawat Akut Anak dengan kondisi dalam
perbaikan.
Anak telah dikenal menderita Hirschsprung disease dan direncanakan untuk
menjalani kolostomi pada pertengahan Juli 2015. Dalam perjalanan penyakit ini,
Hirschsprung disease dapat menyebabkan terjadinya diare karena
ketidakmampuan anak dalam mengeluarkan feses. Usus proksimal akan
mengalami dilatasi dan tekanan intraluminal akan meningkat sehingga terjadi
penurunan aliran darah dan gangguan sawar mukosa. Keadaan stasis ini akan
19
menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri sehingga timbul enterokolitis, yang
ditandai dengan obstruksi saluran cerna, abdominal tenderness, dan diare.8 Karena
bakteri yang terbanyak ditemukan di kolon adalah bakteri koliformis dan anaerob,
terapi antibiotik harus segera dimulai dengan pilihan utama berupa pemberian
antibiotik spektrum luas dengan cakupan terhadap bakteri anaerob. Dalam kasus
ini, anak diberi antibiotik spektrum luas berupa sefalosporin generasi ketiga
(ceftriaxone). Sefalosporin diketahui memiliki aktivitas antibacterial yang luas
mencakup cocci Gram positif, bacilli enteric Gram negatif, dan bakteri anaerob
sehingga dapat diberikan dalam kasus ini.9
Setelah dirawat selama 3 hari di Ruang Rawat Akut Anak, pasien
dipulangkan dengan kondisi dalam perbaikan. Sebelum dipulangkan, pasien
dikonsulkan ke Bagian Bedah Anak dengan hasil pasien dapat dipulangkan
dengan nasihat kontrol ke Klinik Bedah RSUP Dr. M. Djamil – Padang setelah
pulang untuk perencanaan pembedahan.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Turner DA, Cheifetz IM. 2015. Shock. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF,
St Geme JW, Schor NF, ed. 2015. Nelson Textbook of Pediatrics, 20th
Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier, Inc.
2. Yager P, Noviski N. 2010. Shock. Pediatrics in Review, 31 (8), halaman
311-19.
3. Carcillo JA, Kuch BA, Han YY, Day S, Greenwald BM, McCloskey KA, et
al. 2009. Mortality and functional morbidity after use of PALS/APLS by
community physicians. Pediatrics, 124 (2), halaman : 500-8.
4. Fisher JD, Nelson DG, Beyersdorf H, Satkowiak LJ. 2010. Clinical
spectrum of shock in the pediatric emergency department. Pediatr Emerg
Care, 26 (9), halaman : 622-5.
5. Epstein D, Randall CW. 2006. Cardiovascular physiology and shock.
Dalam: Nichols DG, ed. 2006. Critical Heart Disease in Infants and
Children, 2nd Edition. Philadelphia: Mosby Elsevier, Inc.
6. Kushartono H, Pudjiadi AH. 2013. Syok. Dalam: Pudjiadi AH, Latief A,
Budhiwardhana N, ed. 2013. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat. Jakarta:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
7. Brierly J, Carcillo JA, Choong K, et al. 2009. Clinical practice parameters
for hemodynamic support of pediatric and neonatal septic shock: 2007
update from the American College of Critical Care Medicine.Crit Care
Med, 37, halaman: 666-88.
8. Mattei P. 2011. Hirschsprung’s Disease. Dalam: Wyllie R, Hyams J, Kay
M, ed. 2011. Pediatric Gastrointestinal and Liver Disease, 4th Edition.
Philadelphia: Saunders Elsevier, Inc.
9. Michelow IC, McCracken GH. 2009. Antibacterial Theraupetic Agents.
Dalam: Feigin RD, Cherry JD, Demmler-Harrison GJ, Kaplan SL, ed. 2009.
21
Feigin & Cherry’s Textbook of Pediatric Infectious Diseases, 6th Edition.
Philadelphia: Saunders Elsevier, Inc.
22