case report-chf (autosaved)
DESCRIPTION
medTRANSCRIPT
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. N
Nomor CM : 6793xx
Umur : 40 th
Alamat : Kp. Sukasirna
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Status Pernikahan : Sudah menikah
Status Pekerjaan : Pedagang
Tanggal Masuk : 06 / 07 / 2014
Tanggal Keluar : 10 / 07 / 2014
Jam Masuk : 23.50 WIB.
Ruangan : Ruby
II. Anamnesis
(Autoanamnesis)
A. Keluhan Utama : Sesak nafas sejak 7 hari sebelum masuk RS.
B. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak sejak
7 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan ketika
beraktivitas. Sesak membaik ketika pasien dalam posisi
duduk dan merasa kurang nyaman apabila dalam posisi
berbaring. Pasien juga mengaku sering merasa cepat lelah
walau hanya jalan ke kamar mandi. Pasien mengatakan
sering terbangun pada malam hari akibat sesak tersebut.
Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati dan terasa mual.
Riwayat muntah disangkal oleh pasien. Kedua kaki pasien
terlihat bengkak. Gangguan pada buang air besar dan buang
air kecil disangkal pasien.
C. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien mengaku memiliki riwayat sakit jantung sejak 5
bulan yang lalu dan rajin kontrol selama satu bulan sekali
ke poli jantung RSUD dr. Slamet. Pasien juga mengaku
1
sedang dalam pengobatan OAT sejak 1 bulan yang lalu,
namun pasien mengaku berhenti minum obat karena
merasa sesak.
D. Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat penyakit jantung pada orang tua pasien
disangkal.
E. Riwayat Alergi : Tidak ada riwayat
F. Keadaan Sosial – Ekonomi : Pasien tinggal bersama istri dan keempat orang anaknya.
Pasien sehari hari bekerja sebagai pedagang keliling.
G. Anamnesis Sistem :
Kulit : Tidak ada kelainan
Kepala : Tidak ada kelainan
Mata : Tidak ada kelainan
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Tidak ada kelainan
Mulut : Tidak ada kelainan
Leher : Tidak ada kelainan
Thoraks : Sesak (+)
Abdomen : Nyeri perut (+)
Saluran Kemih : Tidak ada kelainan
Kelamin : Tidak ada kelainan
Saraf dan Otot : Tidak ada kelainan
Ekstremitas : Bengkak (+)
H. Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : Sakit sedang
Tekanan Darah : 110 / 70 mmHg
Nadi : 88 x / menit
Respirasi : 30 x / menit
Suhu : 36,5 o C
Keadaan Gizi : Tampak baik, tidak kurus dan tidak terlalu gemuk
Sianosis : Tidak tampak sianosis
2
Edema : Ascites (-), ekstremitas bawah (+), ektremitas atas (-)
Cara Berjalan : Tidak diperiksa (Pasien sesak)
Mobilitas : Pasif (Pasien tidak banyak bergerak di tempat tidur)
Aspek Kejiwaan : Tingakah laku : Wajar
: Alam Perasaan : Biasa
: Proses Berpikir : Wajar
Kulit : Warna : Sawo matang
: Jaringan Parut : Tidak ditemukan
: Pembuluh Darah : Tidak tampak melebar
: Keringat : Tampak umum
: Lapisan Lemak : Cukup
: Efloresensi : Tidak ditemukan
: Pigmentasi : Tidak ditemukan
: Suhu Raba : Hangat
: Kelembapan : Biasa
: Turgor : Baik
Kepala : Normocephal
: Ekspresi Wajah : Wajar
: Simetrisitas Muka : Simetris
: Rambut : Hitam sebagian beruban. Tidak mudah
dicabut
Mata : Exophthalmus : - / -
: Endophtalmus : - / -
: Kelopak : Tidak ada kelainan
: Conjungtiva Anemis : - / -
: Sklere Ikterik : - / -
: Lapang Penglihatan : Tidak diperiksa
: Deviatio Konjugae : Tidak diperiksa
: Lensa : Normal
: Visus : Tidak diperiksa
: Tekanan Bola Mata : Tidak diperiksa
3
Telinga : Lubang : Normal
: Serumen : Tidak diperiksa
: Selaput Pendengaran : Tidak diperiksa
: Cairan : Tidak tampak ada cairan
: Penyumbatan : Tidak tampak
: Perdarahan : Tidak tampak ada darah
Hidung : Pernafasan cuping hidung : Tidak tampak
Mulut : Bibir : Lembab
: Langit – Langit : Normal
: Faring : Tidak hiperemis
: Sianosis peroral : Tidak tampak
: Tonsil : T1 – T1
Leher : Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran
: Trakea : Berada di tengah, tidak ada deviasi
: Tiroid : Tidak teraba pembesaran
: JVP : 5+2 cm
Cardio : Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
: Palpasi : Iktus cordis teraba pada sela iga ke 5
sebelah medial garis midclavicula kiri
: Perkusi : Batas jantung kanan pada linea
midclavicula sela iga ke 5 kanan
: Batas jantung kiri pada sisi medial linea
midclavicula kiri sela iga ke 5
: Batas pinggang jantung pada parastenum
kiri sela iga ke 3
: Auskultasi : Bunyi jantung S1 = S2 murni regular
: Murmur ( + ) Gallop ( - )
Pulmo (depan) : Inspeksi : Hemitoraks simetris, tidak tampak adanya
sikatrik, massa dan fraktur pada kedua
hemitoraks.
4
: Palpasi : Fremitus taktil simetris dan fremitus vocal
kanan < kiri.
: Perkusi : Sonor di lapang paru sebelah kiri, redup
pada lapang paru sebelah kanan mulai ICS
V
: Auskultasi : VBS kanan < kiri
: Ronkhi ( + / + ) Wheezing ( - / - )
Pulmo (belakang) : Inspeksi : Hemitoraks simetris, tidak tampak adanya
sikatrik, massa dan fraktur pada kedua
hemitoraks.
: Palpasi : Fremitus taktil simetris dan fremitus vocal
kanan < kiri
: Perkusi : Sonor di lapang paru sebelah kiri, redup
pada lapang paru sebelah kanan mulai dari
ICS V
: Auskultasi : VBS kanan < kiri
: Ronkhi ( + / + ) Wheezing ( - / - )
Pembuluh darah : Arteri Temporalis : Teraba
: Arteri Karotis : Teraba
: Arteri Brakhialis : Teraba
: Arteri Radialis : Teraba
: Arteri Femoralis : Tidak Diperiksa
: Arteri Poplitea : Tidak Diperiksa
: Arteri Tibialis Posterior : Tidak Diperiksa
Abdomen : Inspeksi : Datar normal
: Auskultasi : BU ( + ) 10 x / menit di 4 kuadran
: Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
: Palpasi : Nyeri tekan di epigastrium. Pembesaran
hepar tidak teraba, pembesaran lien tidak
teraba
Ekstremitas : Purpura : Tidak ditemukan
5
: Petechie : Tidak ditemukan
: Hematom : Tidak ditemukan
: Kelenjar getah bening : Axila : Tidak teraba pembesaran
: Inguinal : Tidak teraba pembesaran
: Edema : Tampak edema pada kedua ekstremitas
bawah. Edema pretibia (+)
: Varises : Tidak tampak varises pada ekstremitas
: Akral : Hangat
I. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien ini dilakukan:
1. Lab darah rutin
a. Hematologi rutin
Haemoglobin : 15 gr/dl
Hematokrit : 46 %
Leukosit : 10.000 /mm3
Trombosit : 256.000 /mm
Eritrosit : 4.74 juta/mm3
b. Kimia Klinik
AST (SGOT) : 25 U/L
ALT (SGPT) : 10 U/L
Ureum : 32 mg/dL
Kreatinin : 0,8 mg/dL
Gula darah sewaktu : 129 mg/dl
2. Pemeriksaan EKG
6
J. Ringkasan Permasalahan
Laki - laki berusia 40 tahun, sesak nafas sejak 7 hari SMRS, sesak dirasakan saat beraktivitas dan
sering terbangun akibat sesak. Keluhan disertai nyeri ulu hati dan mual, terdapat murmur (+) dan
nyeri epigastrium (+).
K. Daftar Permasalahan
CHF fc II- III ec. PJK
Suspect Efusi Pleura
TB paru dalam pengobatan (namun DO)
L. Perencanaan
- O2 3L/menit
- Infus RL 500 cc 20 tpm
- Furosemid 2x1 amp IV
7
- KSR 1x1 PO
- Digoxin 1x1/2 PO
- Omeperazole 1x1 IV
M. Prognosis
Quo ad Vitam : ad bonam
Quo ad Fungsional : dubia ad malam
Quo ad Sanationam : ad malam
N. Follow Up
Tanggal S O A P
08/07/1
4
-Sesak
-Batuk
-Demam
malam hari
KU: SS KS: CM
T: 100/60 mmHg
N: 72 x/menit
R: 24 x/menit
S : Afebris
Mata: CA - / - SI - / -
PCH (-) SPO (-)
Cardio: BJ I - II reg.
M (-) G (+)
Pulmo: VBs ki=ka
Rh +/+ Wh -/-
Abdomen: BU (+) NT (-)
Edema: atas -/- bawah +/+
Akral: Hangat
-CHF grade
II-III
-Pneumonia
D:
-Thorax PA
T:
-Infus RL 500 cc 20
tpm.
-Furosemid 1x1 IV
-KSR 1x1 tab
-Digoxin 1x1/2 tab
-Ceftriaxone 1x2 IV
-Ambroxol 2x1
Tanggal. S O A P
8
09/07/1
4
-Sesak
perbaikan
-Batuk
perbaikan
-Riwayat
OAT DO 10
hari
KU: SS KS: CM
T: 100/70 mmHg
N: 72 x/menit.
R: 20 x/menit.
S: Afebris
Mata: CA - / - SI - / -
Cardio: BJ I - II reg.
M (-) G (-)
Pulmo: VBs ki = ka
Rh +/- Wh -/-
Abdomen: BU (+) NT (-)
Edema: atas -/- bawah +/+
Akral: Hangat
- CHF grade
II-III
- Pneumonia
D:
Thorax PA
T:
-Infus RL 500cc 20
tpm.
-Furosemid 1x1 IV
-Omeperazole 1x1
-KSR 1x1 tab
-Digoxin 1x1/2 tab
-Ceftriaxone 1x2gr
-Ambroxol 2x1 tab
Konsul dr. Fikri
Sp.P
09/07/2014
Kepada Yth dr ahli paru
Di Tempat
Mohon konsul untuk tindakan atas pasien oleh karena riwayat OAT DO.
Atas bantuannya, BTK
Dr. Hj. Shelvy SpPD
09/07/2014
BTK atas konsulannya,
Perencanaan Diagnostik:
- Thorax PA
- Sputum BTA
Perencanaan Terapi:
- OAT teruskan
- BLPL, kontrol poli DOTS
dr. Fikri Faisal, Sp.P
9
10
PERTANYAAN KASUS
1. Bagaimana diagnosa pada pasien ini ?
2. Bagaimana tata laksana pada pasien ini?
3. Bagaimana prognosis pada pasien ini?
CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE)
Definisi dan Klasifikasi CHF
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Secara klinis
keadaan pasien sesak napas disertai dengan adanya bendungan vena jugularis, hepatomegali,
asites dan edema perifer. Gagal jantung kongestif biasanya diawali lebih dulu oleh gagal jantung
kiri dan secara lambat diikuti gagal jantung kanan.
CHF menurut New York Heart Assosiation (NYHA) dibagi menjadi :
a. Grade 1 : Penurunan fungsi ventrikel kiri tanpa gejala.
b. Grade 2 : Sesak nafas saat aktivitas berat
c. Grade 3 : Sesak nafas saat aktivitas sehari-hari.
d. Grade 4 : Sesak nafas saat sedang istirahat.
Etiologi dan Faktor Resiko
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung
kongestif maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas
miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi: regurgitasi aorta dan
cacat septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta
dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada imfark miokardium dan
kardiomiopati.
Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanana
sirkulasi yang mendadak dapat berupa: aritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru-paru dan
emboli paru-paru.
Patofisiologi
11
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat
penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif.
Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan
volume residu ventrikel.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis
tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan.
Serentetan kejadian seprti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan,
dimana akhirnya akan terjdi kongesti sistemik dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi oleh
regurgitasi fungsional dan katub-katub trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi
fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katub atrioventrikularis atau perubahan-
perubahan pada orientasi otot papilaris dan kordatendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi
ruang.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat;
meningkatnya aktifitas adrenergik simpatik, meningkatnya beban awal akibat aktivasi istem
rennin-angiotensin-aldosteron dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan usaha
untuk mempertahankan curh jantung. Meknisme-meknisme ini mungkin memadai untuk
mempertahnkan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini,
pada keadaan istirahat. Tetapi kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung
biasanya tampak pada keadaan berktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi
akan menjadi semakin luring efektif.
Gambaran Klinis
Penderita gagal jantung yang tidak terkompensasi akan merasakan lelah dan lemah jika
melakukan aktivitas fisik karena otot-ototnya tidak mendapatkan jumlah darah yang cukup.
Pembengkakan juga menyebabkan berbagai gejala. Selain dipengaruhi oleh gaya gravitasi, lokasi
dan efek pembengkakan juga dipengaruhi oleh sisi jantung yang mengalami gangguan.
Gagal jantung kanan cenderung mengakibatkan pengumpulan darah yang mengalir ke
bagian kanan jantung. Hal ini menyebabkan pembengkakan di kaki, pergelangan kaki, tungkai,
hati dan perut.
12
Gagal jantung kiri menyebabkan pengumpulan cairan di dalam paru-paru (edema pulmoner),
yang menyebabkan sesak nafas yang hebat. Pada awalnya sesak nafas hanya terjadi pada saat
melakukan aktivitas; tetapi sejalan dengan memburuknya penyakit, sesak nafas juga akan timbul
pada saat penderita tidak melakukan aktivitas.
Diagnosis
Diagnosis gagal jantung kongestif dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan jasmani,
elektrokardiografi, foto toraks, ekokardiografi-Doppler dan kateterisasi. Diagnosis gagal jantung
kongestif dapat pula ditegakkan menggunakan kriteria Framingham dibawah ini :
KRITERIA MAYOR KRITERIA MINOR
Paroxysmal Nocturnal Dyspneu
Distensi Vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peninggian tekanan Vena Jugularis
Refluks hepatojugular
Edema ekstremitas
Batuk Malam Hari
Dyspnea d’effort
Hepatomegali
Efusi Pleura
Penurunan Kapasitas Vital 1/3 dari
normal
Takikardia
*Diagnosis gagal jantung kongestif tegak apabila memenuhi minimal 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor.
Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Polos
Foto polos dada dapat menunjukkan adanya hipertensi vena paru, sembab paru atau
kardiomegali. Edema paru dan hipertensi vena pulmonal: tanda awal adanya hipertensi
vena pulmonal ialah adanya peningkatan aliran darah ke daerah paru atas dan
peningkatan kaliber vena (flow redistribution). Jika tekanan paru makin tinggi, maka
sembab paru mulai timbul, dan terdapat garis Kerley B. Akhirnya sembab alveolar timbul
dan tampak berupa perkabutan di daerah hilus. Efusi pleura seringkali terjadi terutama di
sebelah kanan.
13
Kardiomegali: dapat ditunjukkan dengan peningkatan diameter transversal lebih dari 15,5
cm pada pria dan lebih 14,5 cm pada wanita. Atau peningkatan CTR (cardio thoracic
ratio) lebih dari 50%.
2. EKG
Kelainan EKG dibawah ini dapat ditemukan pada GJA:
a) Gelombang Q (menunjukkan adanya infark miokard lama) dan kelainan gelombang
ST-T menunjukkan adanya iskemia miokard.
b) LBBB (left bundle branch block), kelainan ST-T dan pembesaran atrium kin
menunjukkan adanya disfungsi bilik kiri.
c) LVH (left ventricular hypertrophy) dan inversi gelombang T menunjukkan adanya
stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi.
d) Aritmia jantung.
PNEUMONIA
Definisi dan Etiologi Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi pada organ paru, merupakan penyakit menular. Penyebab
infeksi bisa virus, bakteri dan jamur. Gejala klinik yang dikeluhkan pasien pada awalnya adalah
panas dan batuk dan bila berlanjut akan terjadi sesak napas, nyeri dada, panas tinggi dan
penurunan kesadaran. Penundaan penanganan pneumonia adalah fatal karena organ paru yang
terkena tidak lagi dapat melakukan fungsi dengan baik karena elemen terkecil tempat pertukaran
gas di paru yang disebut alveoli sudah terisi oleh infiltrat (cairan) sehingga oksigen yang
dibutuhkan tubuh tidak lagi dapat diambil oleh alveoli. Kejadian ini disebut sebagai gagal
napas yang menyebabkan pasien harus dibantu dengan mesin pompa napas (ventilator) untuk
menyelamatkan jiwanya.
Pneumonia bakterialis adalah yang paling sering terjadi. Bakteri yang paling sering
menjadi penyebab adalah Streptococcus pneumonia dan Haemofilus. Di Indonesia sering
disebabakan oleh golongan Klebsiella dan Acinetobacter yaitu kuman dengan kekerapan yang
tinggi dan kebal terhadap banyak antibiotik. Pneumonia sebenarnya pada keadaan awal mirip
dengan infeksi saluran napas, karena kemiripannya ini yang menyebabkan pasien menunda untuk
berkonsultasi dengan dokter dan akhirnya menyebabkan kegawatan.
14
Klasifikasi
Jenis jenis pneumonia berdasarkan lokasi didapatnya bisa dibagi sebagai berikut:
1) Pneumonia yang didapat di masyarakat (Community Acquired), kuman kuman
penyebabnya bermacam macam, dengan daya infeksius yang menengah sampai kuat.
Dapat diatasi dengan antibiotika umum
2) Pneumonia yang didapat di Rumah Sakit (Hospital Acquired), biasanya pneumonia ini
dialami oleh mereka yang dirawat di RS lebih dari 72 jam dengan penyakit lain yang
berat dan jangka perawatan yang lama. Kuman yang menginfeksi bisanya kuman yang
daya infeksi nya tinggi dan kebal (resisten) terhadap sebagian antibiotika. Pemakaian
infus yang lama, pemakaian alat alat kesehatan di rumah sakit misalnya selang kencing
(kateter), selang makan (sonde) bahkan pemasangan infus dan tindakan lain yang kurang
steril memberi andil dalam terjadinya infeksi ini (disebut juga pneumonia nosokomial)
3) Pneumonia yang didapat pada pemakaian alat bantu napas ventilator (Ventilator
Acquired) yang terjadi pada pasien dengan penyakit gawat mengancam jiwa dan
memerlukan alat bantu pompa napas (ventilator) lebih dari 48 jam yang disebabkan oleh
penyakit lain selain pneumonia. Kuman di ICU adalah kuman dengan tingkat kekebalan
yang tinggi dan daya infeksi yang kuat pada pasien yang klinisnya lemah. Kuman kuman
ini kadang menyulitkan dan menyebabkan angka kematian yang tinggi pada pasien.
Manifestasi Klinis:
sesak dengan nafas yang dangkal dan cepat (rapid or difficult breathing)
batuk produktif dengan pengeluaran dahak yang kuning kehijauan (purulent sputum
cough)
demam >38 derajat Celcius diserta menggigil
hilang selera makan (loss of appetite)
nyeri dada tidak spesifik biasanya karena keterlibatan pleura/selaput paru
(pleuropneumonia)
mengigau sampai kesadaran menurun (delirium)
gagal napas yang tampak dari bibir kebiruan (sianosis) menunjukkan pneumonia berat
dan mengancam
foto rontgen tampak perselubungan infiltrat pada satu atau kedua paru
15
pemeriksaan darah nampak penurunan leukosit < 4000 (pneumonia virus) atau
peningkatan >12.000 (pneumonia bakterial)
Diagnosis
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat
melebihi 400, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak
napas dan nyeri dada.
b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat
bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada
perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang
mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium
resolusi.
c. Pemeriksaan penunjang
- Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan
diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan "air
broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks
saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan
petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering
disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
16
pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun
dapat mengenai beberapa lobus.
- Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari
10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi
diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada
20-25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan
hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
Bagaimana penegakkan diagnosis pada pasien ini?
Pada pasien ini, pasien mengeluhkan sesak yang dirasakan saat beraktivitas dan pasien
mengaku sering terbangun malam akibat sesak tersebut. Selain itu, pada pemeriksaan fisik
ditemukan ronki pada kedua hemitoraks serta gallop yang positif. Pasien juga mengeluhkan
bengkak pada kedua ekstremitas bawah. Dari beberapa keluhan dan pemeriksaan yang
dilakukan, memenuhi kriteria Framingham sehingga diagnosis CHF dapat ditegakkan pada
pasien ini. Berdasarkan klasifikasi NYHA, pasien ini termasuk pada CHF grade III karena sesak
dirasakan saat beraktifitas sehari-hari.
Sejalan dengan perawatan pada pasien di rumah sakit, pada hari ketiga didapatkan adanya
batuk dan riwayat demam. Selain itu masih ditemukan adanya ronki dan sesak pada pasien saat
batuk. Pada pemeriksaan fisik lainnya didapatkan adanya retraksi saat bernapas. Dari beberapa
keluhan dan pemeriksaan yang dilakukan, memenuhi kriteria diagnosis Pneumonia, sehingga
dapat ditegakkan pada pasien ini.
CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE)
Tata Laksana CHF
Tujuan primer dari pengobatan gagal jantung adalah mencegah terjadinya gagal jantung
dengan cara mengobati kondisi-kondisi yang menuju terjadinya gagal jantung , terutama
hipertensi dan/atau penyakit arteri koroner. Jika terjadi disfungsi miokard, pengobatan ditujukan
untuk menghilangkan penyebab. Namun, bila hal tersebut tidak dapat dikoreksi, pengobatan
ditujukan untuk:
17
a) Mencegah memburuknya fungsi Jantung
Hal ini dilakukan dengan cara memperlambat remodelling miokard, sehingga dapat
mengurangi mortalitas dan merupakan tujuan utama dari pengobatan gagal jantung
kronik. Obat yang sesuai adalah ACE inhibitor dan beta blocker, yang dapat mengurangi
beban jantung.
b) Mengurangi gejala-gejala gagal jantung
Hal ini merupakan tujuan dari pengobatan gagal jantung akut dan dilakukan dengan
pemberian vasodilator untuk menurunkan resistensi perifer, obat diuretik untuk
mengurangi overload cairan dan obat inotropik untuk meningkatkan kontraktilitas
miokardium. Menurut Eugene Braunwald (Isselbacher, et al., 2000), terapi gagal jantung
secara logis dapat dibagi menjadi tiga komponen:
(1) menghilangkan factor pemicu
(2) memperbaiki penyebab yang mendasari
(3) mengendalikan keadaan gagal jantung kongestif.
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja jantung
dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama fungsi miokardium, baik secara
sendiri-sendiri ataupun gabungan dari beban awal, kontraktilitas dan beban akhir.
Penanganan dimulai bila timbul gejala saat beraktivitas biasa (NYHA fungsional II).
Regimen penanganan secara progresif ditingkatkan sampai mencapai respons klinis yang
diinginkan. Eksaserbasi akut dari gagal jantung atau perkembangan menuju gagal jantung
berat dapat menjadi alasan untuk perawatan dirumah sakit dan penanganan yang lebih
agresif.
c) Pengurangan Beban Awal
Pembatasan asupan garam dalam makanan dapat mengurangi beban awal dengan
menurunkan retensi cairan yang terjadi. Apabila gejala-gejala menetap dengan
pembatasan garam yang sedang, diperlukan pemberian diuretik oral untuk mengatasi
retensi natrium dan air. Biasanya, diberikan regimen diuretik maksimum sebelum
dilakukan pembatasan asupan natrium yang ketat, diet yang tidak mempunyai rasa dapat
menghilangkan nafsu makan dan menyebabkan gizi buruk.
Vasodilatasi vena dapat menurunkan beban awal melalui distribusi darah dan sentral ke
sirkulasi perifer. Venodilatasi menyebabkan menaglirnya darah kapiler dan mengurangi
18
aliran darah balik vena ke jantung. Pada situasi yang ekstrim mungkin diperlukan
pengeluaran cairan melalui hemodialisis untuk menunjang fungsi miokoardium.
Ventrikel yang gagal bekerja dapat meningkatkan End Diastolic Volume (EDV). Hal ini
dapat diturunkan dengan penggunaan diuretik dan pembatasan natrium. Penurunan EDV
dapat menurunkan gejala-gejala kongesti yang muncul.
d) Peningkatan Kontraktilitas
Obat inotropik dapat meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium. Mekanisme pasti
yang menghasilkan efek inotropik psoitif masih belum jelas. Namun, tampaknya
merupakan meningkatnya persediaan kalsium intrasel untuk protein-protein kontraktil,
aktin, dan miosin. Ion kalsium sangan berperan dalam pembentukan jembatan
penghubung antara protein kontraktil dan kontraksi otot.
Dua golongan obat inotropik yang dapat dipakai adalah glikosida digitalis dan obat non-
glikosida. Obat non-glikosida meliputi amin simpatomimetik seperti epinefrin dan
nirepinefrin, dan penghambat fosfodiesterase, seperti amrinon dan enoksimon. Amin
simpatomimetik meningkatkan kontraktilitas secara langsung dengan merangsang
reseptor beta adrenergik pada miokardium dan secara tidak langsung dengan melepaskan
norepinefrin dari medula adrenal. Fosfodiesterase (PDE) adalah enzim yang
menyebabkan pemecahan suatu senyawa, adenosin monofosfat siklik (cAMP), yang
memulai perpindahan kalsium ke dalam sel melalui saluran kalsium lambat.
Penghambatan PDE meningkatkan kadar cAMP dalam darah sehingga meningkatkan
kadar kalsium intrasel. Penghambat PDE juga mengakibatkan vasodilatasi.
Obat inotropik memperbaiki fungsi ventrikel sehingga curah jantung lebih besar pada
volume dan tekanan akhir sistolik. Peningkatan aliran ke depan mengakibatkan
menurunnya volume ventrikel residu. Dengan menurunnya EDV, akan tercapai titik
optimal sehingga gejala mereda dan curah jantung dipertahankan.
e) Pengurangan Beban Akhir
Dua respons kompensatorik terhadap gagal jantung (Aktivasi sistem saraf simpatis dan
sistem RAA) menyebabkan terjadinya vasokonstriksi yang dapat meningkatkan tahanan
terhadap ejeksi ventrikel dan beban akhir. Dengan meningkatnya beban akhir, kerja
jantung bertambah dan curah jantung menurun. Vasodilator arteri akan menekan efek
19
efek negatif tersebut. Vasodilator yang umum dipakai mengakibatkan dilatasi anyaman
vaskular melalui dua cara, yaitu :
- Dilatasi langsung otot polos pembuluh darah
- Hambatan enzim konversi angiotensin.
Vasodilator langsung terdiri dari obat-obatan seperti hidralazin dan nitrat. Supaya efektif,
pemberian hidralazin harus dikombinasikan dengan terapi nitrat. Kombinasi obat yang
paling sering digunakan adalah hidralazin-isosorbid dinitrat yang dapat dikombinasikan
dengan terapi penghambat enzim konversi angiotensin atau diberikan tersendiri apabila
penghambat enzim konversi angiotensin tidak dapat ditoleransi.
Penghambat enzim konversi angiotensin (ACE Inhibitor) menghambat konversi
angiotensin I menjadi angiotensin II. Efek ini dapat mencegah vasokontriksi yang
diinduksi oleh angiotensin dan menghambat produksi aldostereon dan retensi cairan.
ACE inhibitor memberikan harapan besar dalam penanganan gagal jantung sehingga
penggunaan vasodilator oral diberikan lebih awal yaitu untuk gagal jantung NYHA kelas
II.
Vasodilator arteri mengurangi tahanan terhadap ejeksi ventrikel, sehingga dapat
memudahkan ejeksi ventrikel dan beban jantung berkurang serta curah jantung dapat
meningkat. Dengan penanganan yang optimal, penurunan tekanan arteri biasanya tidak
bermakna karena peningkatan curah jantung menghilangkan kemungkinan penurunan
tekanan yang biasanya timbul jika pasien hanya diberi vasodilator.
Penelitian terbaru memperlihatkan bahwa obat beta blocker efektif menurunkan
morbilitas dan mortalitas pada gagal jantung. Carvedilol merupakan satu-satunya obat
beta blocker yang disetujui oleh FDA sebagai penggunaan pada gagal jantung dan terpilih
sebagai pengobatan bagi gagal jantung ringan hingga sedang. Propanolol , metoprolol
dan timolol dapat digunakan pada pasien asimtomatis tanpa disfungsi ventrikel kiri yang
menyertai infark miokardium.
PNEUMONIA
Tata Laksana Pneumonia
Pengobatan pneumonia khususnya bakterial bila ditemukan pada keadaan dini bisa dengan
pemberian antibiotika secara rawat jalan, namun bila sudah ditemukan gejala di atas sebaiknya
20
dilakukan rawat inap. Pneumonia virus dapat menggunakan antivirus, hanya ada keterbatasan
tersedianya obat ini secara injeksi atau suntikan yang menyebabkan kesulitan untuk
memberikannya pada keadaaan berat. Angka kematian Pneumonia virus lebih tinggi, klinisnya
lebih berat dan cepat dan mudah berubahnya sifat virus (mutasi) sehingga lebih sulit memberikan
antivirus. Semakin dini memberikan perawatan pada kasus pneumonia maka lebih mudah
mendapat kesembuhan. Bila terlambat, bisa menjadi pembunuh karena gagal napas yang
ditimbulkan.
Bagaimana tatalaksana pada pasien ini?
Pada pasien ini sudah dilakukan tata laksana yang benar. Pasien ini mendapatkan terapi :
1) Farsix 10 mg 1x1 amp iv
Farsix merupakan salah satu obat diuretik kuat (furosemid), yang diberikan pada pasien gagal
jantung yang disertai dengan kelebihan beban cairan. Diuretik dapat mengurangi retensi air
dan natrium sehingga mengurangi volume cairan ekstrasel, aliran balik venda dan tekanan
pengisian ventrikel, tanpa mengurangi volume curah jantung. Efek samping dari pemberian
diuretik kuat adalah hipokalemi dan hipomagnesemia yang dpaat menimbulkan aritmia oleh
digitalis.
2) KSR 600 mg 1x1 p.o
Kalium klorida adalah suatu suplemen yang biasa diberikan untuk mencegah terjadinya
hipokalemia. Kalium klorida diberikan secara berhati-hati pada keadaan gagal ginjal,
penyakit addison tidak diobati, dehidrasi akut, hyperkalemia dan gangguan saluran cerna.
Efek samping nya adalah mual, muntah, sakit pinggang, dan diare.
3) Digoxin 1x1/2 po
Obat inotropik dapat meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium. Obat inotropik
memperbaiki fungsi ventrikel sehingga curah jantung lebih besar pada volume dan tekanan
akhir sistolik. Peningkatan aliran ke depan mengakibatkan menurunnya volume ventrikel
residu. Dengan menurunnya EDV, akan tercapai titik optimal sehingga gejala mereda dan
curah jantung dipertahankan.
4) Ambroxol syr 3x1 Cth p.o
21
Ambroxol adalah suatu obat mukolitik yang mengencerkan sekret pada saluran nafas dengan
jalan memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum. Pemberian
ambroxol harus berhati-hati pada kasus asma.
5) Ceftriaxone 1x2 gr iv
Ceftriaxone adalah kelompok obat yang disebut cephalosporin antibiotics. Ceftriaxone
bekerja dengan cara mematikan bakteri dalam tubuh. Golongan sefalosporin ini mempunyai
spektrum luas dengan waktu paruh eliminasi 8 jam. Efektif terhadap mikroorganisme gram
positif dan gram negatif. Ceftriaxone juga sangat stabil terhadap enzim beta laktamase yang
dihasilkan oleh bakteri.
6) Omeperazole 1x1
Omeprazole merupakan antisekresi, turunan benzimidazole, yang bekerja menekan sekresi
asam lambung dengan menghambat H+/K+-ATPase (pompa proton) pada permukaan
kelenjar sel parietal gastrik pada pH < 4. Omeprazole yang berikatan dengan proton (H+)
secara cepat akan diubah menjadi sulfonamida, suatu penghambat pompa proton yang aktif.
Penggunaan omeprazole secara oral menghambat sekresi asam lambung basal dan stimulasi
pentagastrik.
Bagaimana prognosis pada pasien ini ?
1. Quo ad vitam: ad bonam
Karena keadaan klinik pasien dari hari ke hari menjadi lebih baik dibandingkan
dengan saat pertama kali datang ke rumah sakit.
2. Quo ad functionam: ad malam (CHF) ad bonam (Pneumonia)
Karena pada penyakit gagal jantung kongestif, keadaan jantung sudah tidak dapat
dikembalikan seperti semula, sehingga seumur hidup pasien akan memiliki penyakit
tersebut. Pemberian obat-obatan hanya dapat memperbaiki keadaan klinis.
Sedangkan pada pneumonia, keadaan paru dapat kembali normal apabila penanganan
dilakukan dengan tepat.
3. Quo ad sanationam: ad bonam
Karena pasien masih dapat melakukan fungsi sosialnya seperti keadaan sebelumnya,
yaitu pedagang, walaupun dengan keadaan jantung yang demikian.
22
DAFTAR PUSTAKA
Kurt, J et al. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif M, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
Noer, S et al. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Price, Sylvia A, et al. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta:
EGC.
Unnamed. 2013. Pneumonia Overview. Dalam http://www.webmd.com/lung/tc/pneumonia-
topic-overview. Diakses pada 17-07-2014.
Unnamed. 2012. Pneumonia. Dalam http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/pnu/.
Diakses pada 17-07-2014.
23