case iufd nike
TRANSCRIPT
KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. Lindawati Nama suami : Tn. Jaslin
Umur : 25 thn Umur : 28 thn
Pendidikan : SD Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jln. Seberang Palinggam
MR : 75 58 68
Seorang pasien wanita umur 25 tahun masuk KB IGD RS M. Djamil
Padang tanggal 21 September 2011 jam 20.00 WIB kiriman bidan Puskesmas
dengan D/: G1P0A0H0 Gravida preterm + BJA tidak terdengar
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien tidak merasakan gerak anak sejak 3 hari yang lalu.
Sebelumnya pasien sudah merasakan gerak anak mulai berkurang sejak 5
hari yang lalu, dan merasakan tidak bergerak sama sekali sejak 3 hari ini.
Kemudian pasien pergi periksa ke bidan Puskesmas, oleh bidan dinyatakan
bahwa denyut jantung janin tidak terdengar, dan pasien dikirim ke KB IGD RS
M. Djamil Padang.
Nyeri pinggang yang menjalar ke ari-ari tidak ada.
Keluar lendir bercampur darah dari kemaluan tidak ada.
Keluar air-air yang banyak dari kemaluan tidak ada.
Keluar darah yang banyak dari kemaluan tidak ada.
Tidak haid sejak 8 bulan yang lalu.
Riwayat menstruasi : menarche umur 14 tahun, siklus tidak teratur, lama 4-6
hari, banyaknya 2-3 ganti duk/ hari, nyeri haid (-).
HPHT : lupa TP : sulit ditentukan
Gerak anak mulai dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, tidak dirasakan lagi
sejak 3 hari yang lalu.
Riwayat hamil muda : mual (-), muntah (-), perdarahan (-).
Prenatal care : kontrol ke Puskesmas 1x/bulan.
1
Riwayat hamil tua : mual (-) , muntah (-) , perdarahan (-)
Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada riwayat sakit jantung, paru, hati, ginjal, DM dan hipertensi.
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, menular
dan kejiwaan.
Riwayat pekerjaan : IRT
Riwayat pendidikan : tamat SD
Riwayat kebiasaan : merokok (-), alkohol (-), narkoba (-)
Riwayat perkawinan : 1 tahun 2010
Riwayat kehamilan / abortus/ persalinan : 1/0/0
I. Sekarang
Riwayat kontrasepsi : (-)
Riwayat Imunisasi : (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Frekuensi nadi : 80/menit
Frekuensi nafas : 20/menit
Suhu : 370 C
Tinggi badan : 154 cm
Berat badan : 52 kg
Mata : konjungtiva tak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5-2 cm H2 O, Kel. Thiroid tidak membesar
Thorak : jantung dalam batas normal
Paru dalam batas normal
Abdomen : Status obstetrikus
2
Genitalia : Status obstetrikus
Ekstremitas : RF +/+, RP-/-, edem -/-
STATUS OBSTETRIKUS
Muka : chloasma gravidarum (+)
Mammae : membesar, A/P hiperpigmentasi, kolostrum (+)
Abdomen :
Inspeksi : tampak membuncit sesuai usia kehamilan preterm
Linea mediana hiperpigmentasi, striae gravidarum (+)
sikatrik (-).
Palpasi L I : Fundus uteri teraba 4 jari dibawah prosesus xypodeus
teraba massa besar, lunak, noduler.
L II : teraba tahanan terbesar di sebelah kiri
teraba bagian-bagian kecil di sebelah kanan
L III : teraba massa keras, floating
L IV : tidak dilakukan
TFU : 26 cm TBA : 2015 gram His : (-)
Auskultasi : Denyut jantung janin (-)
Genitalia :
Inspeksi : V/U tenang
VT : pembukaan 1 jari, efficement 60%
Portio tebal, 1½ cm, medial, sedang
Ketuban sulit dinilai
Teraba kepala HI-II
UPD : Promontorium sulit dinilai
Linea inominata sulit dinilai
Os sakrum cekung
Dinding samping panggul lurus
Spina ischiadika tidak menonjol
Os koksigis mudah digerakkan
Arkus pubis > 90O
3
DIT : Dapat dilalui 1 tinju dewasa (>10,5 cm)
Kesan/ Panggul luas
Laboratorium
Darah :
Hb : 11,9 g% Protein total : 7,1 g/dL
Leukosit : 17.200/mm3 Albumin : 4,1 g/dL
Trombosit : 335.000/ mm3 Globulin : 3,0 g/dL
Hematokrit : 38,5% SGOT : 34 u/I
APTT : 28” SGPT : 21 u/I
PT : 13” Ureum : 10 mg/dL
Cl : 109 mmol/L Kreatinin : 0,5 mg/dL
K : 4,2 mmol/L GDS : 94 mg/dL
Na :139 mmol/L
Urine :
Protein : (-) Silinder : (-)
Glukosa : (-) Kristal : (-)
Leukosit : 0-1/LPB Epitel : (+) gepeng
Eritrosit : 0-1/LPB
Diagnosis :
G1P0A0H0 Gravid preterm 32-34 minggu + IUFD
Janin mati, tunggal, intra uterin, pres kep HI-II
Sikap :
- Kontrol KU, VS, His
- Cek darah lengkap
- Informed consent
- Kultur urine dan swab vagina
- Pematangan serviks
Rencana : Partus pervaginam
4
Lapor konsulen jaga : Dr. dr. H. Joserizal serudji, Sp.OG(K)
Advice Pematangan serviks (misoprostol 25µg - 25µg - 50µg - 50µg)
Jam 21.50 WIB
A/ Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (-)
PF/ Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 84/menit
Frekuensi nafas : 20/menit
Suhu : 370 C
HIS : (-)
Genitalia :
Inspeksi : v/u tenang
VT : pembukaan 1 jari, eff 60%
Portio tebal, 1½ cm, posterior, lunak
Ketuban sulit dinilai
Teraba kepala HI-II
Diagnosis :
G1P0A0H0 Gravid preterm 32-34 minggu + IUFD
Janin mati, tunggal, intra uterin, pres kep HI-II
Sikap :
- Kontrol KU, VS, His
- Misoprostol 25µg pervaginam
Rencana : Partus Pervaginam
22 September 2011
Jam 01.50 Wib
A/ Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (+)
Keluar lendir campur darah dari kemaluan (+)
PF/ Keadaan umum : sedang
5
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Frekuensi nadi : 90/menit
Frekuensi nafas : 20/menit
Suhu : 370 C
HIS : 2x/30”/sedang
Genitalia :
Inspeksi : v/u tenang
VT : pembukaan 2-3 cm
Ketuban (+)
Teraba kepala HI-II
Diagnosis :
G1P0A0H0 Parturient preterm 32-34 minggu + Kala I fase laten + IUFD
Janin mati, tunggal, intra uterin, pres kep HI-II
Sikap :
- Kontrol KU, VS, His
- Nilai 4 jam lagi
Rencana : partus pervaginam
Jam 05.50 WIB
A/ Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (+) makin sering, makin kuat dan lama
PF/ Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Frekuensi nadi : 90/menit
Frekuensi nafas : 20/menit
Suhu : 370 C
HIS : 3x/40”/Kuat
Genitalia :
Inspeksi : v/u tenang
VT : pembukaan 5-6 cm
6
Ketuban (+)
Teraba kepala H II-III
Diagnosis :
G1P0A0H0 Parturient preterm 32-34 minggu + Kala I fase aktif + IUFD
Janin mati, tunggal, intra uterin, pres kep HII-III
Sikap :
- Kontrol KU, VS, His
- Nilai 2 jam lagi
Rencana : Partus Pervaginam
Jam 07.50. WIB
A/ pasien kesakitan dan ingin mengedan
Keluar air-air yang banyak dari kemaluan (+) warna kemerahan
PF/ Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Frekuensi nadi : 92/menit
Frekuensi nafas : 24/menit
Suhu : 370 C
HIS : 4x/45”/K
Genitalia :
Inspeksi : v/u tenang
VT : pembukaan 7-8 cm
Ketuban (-) sisa kemerahan
Teraba kepala H III-IV
Diagnosis :
G1P0A0H0 Parturient preterm 32-34 minggu + Kala II + IUFD
Janin mati, tunggal, intra uterin, pres kep HIII-IV
Sikap :
Kontrol KU, VS, His
7
Pimpin mengedan
Rencana : partus pervagiam
Jam 08.00 WIB
Lahir seorang anak laki-laki secara spontan dengan :
BB : 2076 gr
PB : 42 cm
A/S : -
Ditemukan kelainan congenital labiopalatoschizis
Ditemukan tanda-tanda maserasi tingkat IV
Placenta lahir spontan, lengkap satu buah dengan ukuran 14 x 14 x 2 cm, berat
± 350 gram, panjang tali pusat ± 40 cm. Incersi para centralis.
Perdarahan selama persalinan ± 80 cc.
Diagnosa : P1 A1 H0 post partus prematurus spontan
Anak mati, ibu dalam perawatan
Sikap : Awasi kala IV
Jam 10.00 WIB
A/ demam (-), nyeri perut (-), BAB (-), BAK (+), ASI (-)
PF/ Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 88/menit
Frekuensi nafas : 20/menit
Suhu : 370 C
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Abdomen : Inspeksi : tidak tampak membuncit
Palpasi : fundus uteri teraba 2 jari bawah pusat, kontraksi baik
NT (-), NL (-), DM (-)
Perkusi : tympani
8
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Genitalia : Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)
Diagnosis : P1 A1 H0 post partus prematurus spontan
Anak mati, ibu dalam perawatan
Sikap : Kontrol KU, VS, PPV
Diet TKTP
Vulva hygiene
Mobilisasi bertahap
Therapy : Amoxicilin 3x500mg
Antalgin 3x500mg
Metronidazole 3x500mg
Benovit C 1x1
Telah dijelaskan kepada keluarga dan pasien tentang keadaan pasien
saat ini, berupa segala kemungkinan dan komplikasi yang mungkin terjadi,
berupa perdarahan dan kemungkinan terburuk sampai kematian. Pasien
dan keluarga telah mengerti akan penjelasan yang diberikan, namun tetap
meminta untuk pulang paksa.
9
TINJAUAN PUSTAKA
Kematian Janin Dalam Kandungan
Defenisi
Kematian janin dalam kandungan ialah kematian konsepsi sebelum
dikeluarkan dengan sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan.
Menurut WHO kematian janin dalam kandungan ialah kematian janin sesudah 28
minggu kehamilan, pada waktu lahir berat badan janin diatas 1000 gram.
(Ahluwalia 1998) meyatakan kematian janin dalam rahim mencakup kematian
janin yang terjadi baik selama kehamilan sebelum dan sesudah 28 minggu
maupun selama persalinan.
Patologi Kematian
Kematian janin akan menyebabkan rusaknya desidua plasenta yang akan
mengaktifkan trombolplastin jaringan. Tromboplastin jaringan masuk dalam
pembuluh darah ibu yang menyebabkan terjadinya pembekuan intra vaskuler
yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh trombosit menyebabkan
pembekuan darah yang luas sehingga terjadi hipofibrinogenemia.
Bila janin mati pada kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan-
perubahan sebagai berikut :
Rigor mortis (tegang mati), berlansung 2,5 jam setelah mati, kemudian
lemas kembali.
Stadium maserasi tk I, timbul lepuh-lepuh pada kulit, lepuh ini mula-mula
terisi cairan jernih tetapi kemudian menjadi merah. Berlansung sampai 48
jam setelah janin mati.
Stadium maserasi tk II, lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban
menjadi merah coklat, terjadi setelah 48 jam janin mati.
Maserasi tk III, terjadi kira-kira 3 minggu setelah janin mati. Badan janin
sangat lemas, hubungan antar tulang-tulang sangat longgar, edema
dibawah kulit, otak mencair.
10
Janin mati dikelilingi oleh cairan yang steril, terjadi proses destruktif aseptik
yang disebut maserasi. Epidermis adalah struktur pertama yang mengalami
proses tersebut, dimana terjadi gelembung dan pengelupasan kulit. Hal ini terjadi
dalam 12-24 jam setelah kematian janin. Janin menjadi sembab dan terlihat
merah kabur. Selanjutnya terjadi autolisis aseptik secara gradual terhadap
jaringan-jaringan ligamentum dan pencairan otak serta organ-organ lain.
Perubahan tersebut bervariasi tingkatnya dan dapat menimbulkan tanda-tanda
radiologist yang khas.
Etiologi
Kematian janin selama kehamilan berhubungan dengan sejumlah
komplikasi penyakit dari ibu atau janin yang menyebabkan insufisiensi akut
maupun kronik. Penyebab kematian dapat tunggal atau kombinasi dari berbagai
penyebab.
Penyebab kematian akut seperti abrupsio atau komplikasi tali pusat.
Penyebab kematian subakut, seperti infeksi atau insufisiensi uteroplasenta dan
penyebab kematian yang kronik seperti insufisiensi uteroplasenta yang lama,
seperti diabetes mellitus atau reaksi imunologis.
Penyebab Kematian Akut.
Solusio plasenta, plasenta previa, vasa previa
Nasib janin pada solusio plasenta tergantung dari luasnya plasenta yang
terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas,
anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang
terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau mengakibatkan gawat
janin.
Plasenta previa adalah keadaan dimana implantasi plasenta terletak pada
atau dekat ostium uteri internum. Gejala plasenta previa adalah perdarahan
pervaginam tanpa adanya rasa nyeri setelah kehamilan 28 minggu. Perdarahan
terjadi tiba-tiba tanpa penyebab dan berulang. Keadaan janin biasanya tidak
terpengaruh kecuali pada perdarahan yang banyak sehingga menimbulkan
11
gawat janin oleh sebab hipotensi pada ibu yang menyebabkan perfusi darah
menurun dan janin menderita hipoksia.
Vasa previa , suatu keadaan dimana tali pusat berinsersi diluar plasenta.
Pembuluh darah arteri dan vena umbilikalis terbentang dalam selaput ketuban.
Apabila letak pembuluh darah tersebut dekat sekali dengan pinggir servik, maka
oleh karena dilatasi servik pembuluh darah tersebut dapat robek, sering
bersamaan dengan pecahnya selaput ketuban pada tempat itu. Pada keadaan
ini darah yang keluar berasal dari janin dan menimbulkan gawat janin dan
berakhir dengan kematian janin.
Penyebab Kematian Sub Akut
Infeksi telah lama diketahui sebagai penyebab dari kematian jani. Infeksi
juga merupakan penyebab tersering persalinan preterm pada usia kehamilan 24-
29 minggu. Secara umum terdapat 3 mekanisme infeksi yang berpengaruh
terhadap kehamilan : asending infeksi, infeksi melalui plasenta dan infeksi dari
jalan lahir.
Asending infeksi terjadi ketika mikroorganisme menempel di genitalia
eksterna wanita hamil dan memasuki kantong amnion. Hal ini dapat melemahkan
kantong tersebut dan akhirnya pecah. Kuman-kuman akan menyebar melalui
kantong amnion. Janin terinfeksi akibat aspirasi kuman ke paru-paru dengan
menelannya atau melalui penetrasi ke lubang telinga.
Pada infeksi melalui plasenta, infeksi berasal dari sirkulasi ibu, kemudian
memasuki plasenta dan mempengaruhi fungsi plasenta dan dapat menyerang
janin.
Beberapa kuman tidak dapat memasuki kantong amnion atau menembus
sawar plasenta. Kuman-kuman ini membentuk koloni di genitalia externa. Ketika
persalinan , janin akan terinfeksi melalui darah ibu dan sekresi dari jalan lahir.
12
Beberapa mikorganisme yang dapat meyebabkan komplikasi terhadap
kehamilan:
Sifilis
Toksoplasmosis
Gonorhoe
Chlamydia
Streptococcus group B
Parvovirus B 19
Listerosis
Parasit malaria
Penyebab Kematian Kronik
Insufisiensi plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta baik secara
anatomi maupun fisiologi tidak mampu memberi makan dan oksigen kepada
janin, juga untuk mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan secara
normal. Disfungsi plasenta (isufisiensi plasenta) dapat menyebabkan janin
mempunyai resiko untuk terjadinya fetal dismatur atau intra uterine growth
retardation sehingga menghasilkan small for date baby atau kematian intra
uterine.
Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan
kemudian berkurang terutama setelah 42 minggu, hal ini dapat dibuktikan
dengan penurunan kadar estriol. Akibat dari proses penuaan plasenta maka
pemasokan makanan dan oksigen akan menurun disamping spasme arteri
spiralis, janin akan mengalami pertumbuhan terhambat dan penurunan berat,
dalam hal ini disebut dismatur. Sirkulasi uteroplasenter akan berkurang dengan
50% menjadi hanya 250 ml/menit. Penyebab utama kematian perinatal ialah
hipoksia dan aspirasi mekonium.
Insufisiensi plasenta pada umumya terjadi pada kehamilan resiko tinggi
seperti diabetes, hipertensi pada kehamilan, penyaklit jantung, kehamilan
serotinus.
13
Diabetes mellitus
Komplikasi ibu dan bayi pada penderita diabetes akan meningkat karena
perubahan metabolic. Angka lahir mati terutama pada kasus dengan diabetes tak
terkendali dapat terjadi 10 kali dari normal. Diperkirakan kejadian diabetes
dalam kehamilan ialah 0,7%.
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme karbohidrat yang
menunjang pemasokan makanan bagi janin serta persiapan untuk menyusui.
Glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga
kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu. Sedangkan
insulin ibu tidak dapat mencapai janin. Pengendalian kadar gula terutama
dipengaruhi oleh insulin disamping hormone lain seperti estrogen, steroid dan
plasent laktogen. Akibat lambatnya reasorbsi maka terjadi hiperglikemia yang
relative lama dan ini menuntut kebutuhan insulin. Menjelang aterm kebutuhan
insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali dari keadaan normal.
Yang menjadi masalah ialah bila tak mampu meningkatkan produksi
insulin, sehingga ia relative hipoinsulin yang mengakibatkan hiperglikemia atau
diabetes kehamilan (diabetes yang timbul hanya karena kehamilan). Kematian
janin pada kehamilan dengan diabetes melitus gestasional 22 kali lebih besar
dibandingkan dengan kematian janin pada ibu non diabetes melitus.
Kematian janin dihubungkan dengan kejadian ketoasidosis pada ibu
dengan diabetes dan juga karena disfungsi plasenta serta adanya komplikasi
vaskuler pada ibu dengan diabetes. Aliran darah melalui ruang intervillus
kemungkinan berkurang sebanyak 35 – 45 %, pengurangan ini disebabkan
adanya perubahan morfologi pada plasenta yaitu edema vilosa, peningkatan
percabangan dari vilus dan peningkatan volume darah intravillus janin, sehingga
mengganggu transfer oksigen dari darah ibu ke janin.
Preeklampsia
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah spasme
pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Dengan biopsy ginjal,
ditemui spasme yang hebat pada arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus
14
lumen arteriola demikian kecilnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel
darah merah. Bila dianggap bahwa spasme arteriola juga ditemukan juga
diseluruh tubuh, maka mudah dimengerti bahwa tekanan darah yang meningkat
tampaknya merupakan usaha mengatasi kenaikan tahanan perifer, agar
oksigenasi jaringan dapat dicukupi.
Isoimunisasi Rhesus
Isoimunisasi rhesus (Rh) adalah suatu kelainan imunologik yang terjadi
pada pasien hamil Rh-negatif yang mengandung janin Rh-positif. System
imunologik pada ibu diransang untuk menghasilkan antibodi terhadap antigen
Rh, yang kemudian melintasi plasenta dan menghancurkan sel darahmerah
janin.
Kehamilan serotinus
Kehamilan yang berlansung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih,
dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus
rata-rata 28 hari. (WHO 1977, FIGO 1986)
Diagnosa kehamilan posterm dapat ditentukan dari perhitungan rumus
Naegele setelah mempertimbangkan siklus haid dan keadaan klinis. Anderson et
all mendapatkan bahwa periode menstruasi terakhir merupakan predictor klinis
terbaik usia gestasi. Regularitas, jumlah dan lamanya menstruasi merupakan
faktor klinis yang penting dalam memperkirakan usia kehamilan.
Untuk mendiagnosa kehamilan posterm dapat ditentukan berdasarkan
beberapa keadaan berikut :
Pregnancy test positif tercatat saat 6 minggu dari LMP
Pemeriksaan pertama dilakukan 10 minggu usia gestasi dengan
pemeriksaan bimanual
Fetal heart tones didengar dengan Doppler pada 12 minggu usia gestasi
atau 30 minggu sejak fetal heart tones pertama klai didengar dengan
Doppler
Quickening antara 16-18 minggu
15
Fetal heart tones didengar dengan de lee stetoskop pada usia 20 minggu
gestasi atau 22 minggu sejak fetal heart tones pertama kali dengan de
lee stetoskop.
Usia gestasi dikonfirmasi dengan pemeriksaan USG sebelum 28 minggu.
Tidak terpenuhinya keadaan diatas tidak dapat menguatkan usia kehamilan.
Bila pemeriksaan USG serial dilakukan terutama sejak trimester I maka hampir
dapat dipastikan usia kehamilan. Pemeriksaan USG tidak mempunyai nilai
prediksi bila dilakukan setelah 24 minggu untuk menentukan usia kehamilan.
Pemeriksaan sitologi vagina, indeks kariopiknotik > 20% mempunyai sensitifitas
70% dan tes tanpa tekanan dengan CTG mempunyai spesifisitas 100% dalam
menetukan disfungsi plasenta atau postterm.
Monitoring ibu terhadap gerakan janin dapat berguna sebagai suatu
metoda monitoring biofisik dan biokimiawi janin. Persepsi ibu terhadap gerakan
janin berhubungan dengan onset fetal hipoksia atau asfiksia. Gerakan janin
dapat ditentukan secara subjektif normal rata-rata 7 kali/20 menit atau secara
objektif dengan tokografi (normal rata-rata 10 kali/20 menit)
Gangguan pertumbuhan pada serotinus merupakan akibat insufisiensi
utero plasenta. Pertama plasenta akan mengurangi suplai makanan yang
adekuat ke janin dan janin kemudian akan lahir dengan berat badan yang
berkurang karena janin menggunakan energi yang tersimpan pada jaringan
lemak dan hati. Pengurangan volume plasma janin akan mengarah pada
oligohidramnion. Kemudian plasenta akan kehilangan fungsi respirasi yang
mengakibatkan terjadinya asfiksia janin serta kemungkinan lahir mati. Kematian
bayi pada kehamilan serotinus 2 kali lebih besar dari usia kehamilan normal.
Disfungsi plasenta adalah factor komplikasi dari kehamilan posterm yang
meningkatkan resiko janin. Disfungsi plasenta terjadi kira-kira 5 – 12 %
kehamilan dan patologi plasenta ditemukan 20-40% dari semua kematian
perinatal. Disfungsi ini dapat menyebabkan hipoksia kronik yang ditemukan 60-
70% kematian janin antepartum.
16
Menurut Clifford SA (dikutip dari Freeman RK, Lagrew Jr DC,1996)
kehamilan posterm difokuskan pada janin dismatur dimana insidennya 10% pada
kehamilan 43 minggu dimana janin menjadi kurus,mekonium stained, kuku
panjang, fragile, dengan plasenta yang kecil dan resiko stillbirth.
Gangguan pertumbuhan pada postmaturitas disebabkan oleh insufisiensi
uteroplasenta. Pertama plasenta mengurangi suplai nutrisi yang adekuat
kemudian berat badan menurun ketika janin menggunakan energi yang
tersimpan pada jaringan lemak dan hati. Pengurangan volume plasma janin
mengakibatkan oligohidramnion. Dengan kerusakan pada plasenta yang lebih
lanjut menimbulkan hilangnya fungsi respirasi dan janin mengalami asfiksia dan
kemungkinan lahir mati.
Sindroma postmaturias atau disebut janin dismaturitas merupakan
komplikasi jani akibat dari fungsi plasenta yang berkurang atau disfungsi
plasenta/insufisiensi plasenta. Plasenta baik secara anatomis dan fisiologis tidak
mampu memberi makan dan oksigen pada janin untuk mempertahankan
pertumbuhan dan perkembangan secara normal. Hal ini menyebabkan
gangguan pada janin dalam bentuk dismaturitas atau gangguan pertumbuhan
intra uterine ( intra uterine growth retardation) sehingga menghasilkan bayi kecil
dari masa kehamilan.
Sindroma postmaturitas timbul tergantung dari berat dan lamanya
insufisiensi plasenta pada janin. Clifford menggambarkan janin postmatur
sebagai berikut;
Stadium I, cairan amnion jernih, bayi tampak kurus dan relative lebih
panjang, terdapat gambaran kekurangan gizi. Kulit menunjukkan
kehilangan vernik caseosa dan pengurangan lemak sub kutan. Mata
terbuka dan waspada.
Stadium II, gejala diatas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan ) pada
kulit. Plasenta mengalami degenerasi yang menyebabkan fetal distress
atau anoksia.
Stadium III, kulit janin berwarna kehijauan, terdapat pewarnaan
kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat.
17
Menegakkan Diagnosa
Pemeriksaan berulang-ulang sering dibutuhkan untuk mengkonfirmasikan
diagnosa.
Symptom ; tidak adanya gerakan janin yang sebelumnya pernah
dirasakan oleh pasien.
Sign ; retrogesi payudara, penurunan berat badan, perubahan nafsu
makan.
Pemeriksaan abdomen didapatkan :
Retrogesi gradual dari besar uterus
Tonus uterus berkurang dan menjadi flaccid
Gerakan janin tidak terasa selama palpasi
Bunyi jantung janin yang sebelumnya terdengar menghilang
Egg-Shell Cracking Feel , terasa retak pada kepala janin, bila muncul
merupakan patognomonic.
Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan USG tidak ditemui gerakan fetus (termasuk gerakan
jantung janin) selama 10 menit observasi yang hati-hati dengan suatu alat
pengukur waktu tertentu. Hilangnya aktivitas jantung janin mempunyai
keakuratan 100% dalam diagnosa kematian janin.
Gambaran radiology ditemukan dalam derajat yang bervariasi, tunggal
atau kombinasi. Spalding sign; tulag engkorak yang overlapping tidak teratur
satu sama lain, biasanya 7 hari setelah kematian. Hiperfleksi tulang belakang,
pada beberapa kasus hiperekstensi leher. Bayangan tulang iga yang tampak
tumpang tindih. Munculnya bayangan gas (Robert sign) pada jantung dan
pembuluh darah besar yang muncul paling cepat dalam 12 jam, tetapi sukar
diiterpretasikan.
18
Warna cairan amnion yang coklat tua dan keruh merupakan gambaran
kuat kematian janin, tapi bukan merupakan suatu kesimpulan. Pada cairan
amnion juga terjadi peningkatan creatine phophokinase dari 30mu/ml (pada
kehamilan normal) menjadi 1000 mu/ml.
Analisa cairan amnion tetap merupakan metode yang paling sering
digunakan untuk mengukur beratnya hemolisis janin, terdapat korelasi antara
jumlah pigmen empedu dalam cairan amnion dengan beratnya anemia pada
janin.
Protokol pemeriksaan penunjang IUFD, ditujukan untuk :
Mengkonfirmasikan diagnosis dengan USG atau roentgen
Memperkirakan kadar fibrinogen darah dan tromboplastin partial time
secara periodic, khususnya jika janin mati masih ada dalam 2 minggu.
Menemukan penyebab kematian.
Komplikasi
Gangguan psikologis
Infeksi
Gangguan pembekuan darah, jka janin mati tetap ada dalam rahim lebih
dari 4 minggu (10-20% kaus), dimana kemungkinan terjadi defibrinasi dari
DIC tersembunyi. Terjadi absorbsi tromboplastin secara gradual.
Selama persalinan ; inertia uteri,retensio plasenta dan HPP.
Penatalaksanaan
Non interfensi
Kira-kira 80% kasus,ekspulsi spontan terjadi dalam 2 minggu kematian.
Jika ekspulsi spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, pasien harus dirawat. Kadar
fibrinogen harus diperiksa tiap minggu, jika 2 x seminggu tidak dapat dilakukan.
Penurunan kadar fibrinogen mencapai 150mg% harus dicegah dengan control
infus heparin.
19
Interfensi
Indikasi interfensi:
Gangguan psikologis pasien
Manifestasi infeksi uterus
Fibrinogen turun dari kadar atau batas kritis sebelum diinterfensi.
Adanya kecenderungan prolong kehamilan dengan IUFD lebih dari 2
minggu.
Terminasi dini sekarang menjadi favorite, karena;
Diagnosa yang dapat dipercaya dapat dibuat dengan cepat dengan
bantuan USG
Prostaglandin tersedia untuk induksi ynag efektif
Komplikasi-komplikasi dapat dihindarkan.
Metode Terminasi
Terminasi harus dilakukan dengan indikasi secara medis :
Jika ukuran uterus tak lebih besar dari 12 minggu kehamilan dapat
dilakukan suction curettage
Jika ukuran uterus antara 12-28 minggu, prostaglandin E2 vaginal
suppositoria dapat digunakan dengan dosis percobaan. Jika tidak
menghasilkan apa yang diharapkan, dosis ditambah menjadi 20 mg tiap 3-
4 jam. Dapat juga digunakan dosis intra muscular 15 methylprostaglandin
F2α 250 µg dengan interval waktu 1,5 – 3,5 jam jika sudah terjadi rupture
membrane.
Jika kehamilan telah lebih dari 28 minggu terapi prostaglandin tidak lagi
direkomendasikan. Jika persalinan tidak terjadi dalam 2 minggu, induksi
persalinan dengan oksitosin dapat dilakukan.
Seksio cesarean pada kematian janin dalam kandungan sangat dibatasi,
kecuali pada kasus plasenta previa berta, bekas seksio cesarean dua kali atau
lebih dan anak letak lintang.
20
Management Post Partus
Memberikan dukungan moral kepada pasien
Memberikan penjelasan singkat tentang kemungkinan penyebab kematian
janin.
Laktasi ditekan dengan bromokriptin 2,5 mg 2x sehari selama 10 hari.
Setelah 6 minggu pasien dianjurkan datang ke poliklinik untuk dilakukan
pemeriksaan lanjutan dan screening untuk kehamilan selanjutnya.
21
DISKUSI
Telah dilaporkan satu kasus, wanita 25 tahun masuk KB IGD RSAM tgl 31
Maret 2005 kiriman SpoG dg D/ G2P0A1H0 gravid 41 minggu + IUFD. Dari
kasus tersebut diatas ada beberapa permasalahan yang dapat kita bahas;
1. Apakah penyebab IUFD pada pasien ini.
2. Bagaimanakah penatalaksanaan kasus ini yang seharusnya.
Pembahasan
1. Penyebab kematian janin.
Bila bayi dilahirkan mati, maka sangatlah penting untuk mencari sebab
kematian janin tersebut. Informasi dikumpulkan dari ibu meliputi komplikasi
medik dan obstetric, golongan darah, penapisan anti bodi, riwayat persalinan
sebelumnya,riwayat menstruasi termasuk siklusnya, lamanya serta kapan hari
pertama haid terakhirnya yang pasti.
Informasi tentang bagaimana keadaan bayi lahir, plasenta dan tali pusatnya.
Jika kita mempelajari pada kasus ini, dari data dan informasi yang didapatkan
dari pasien setelah dilakukan anamnesa ulang didapatkan :
Pasien sudah tidak merasakan gerak anak kira-kira 1 hari sebelum pergi
ke SpOG.
Pasien sebelumnya kontrol ke bidan sebulan sekali sampai bulan ke
sembilan kehamilan
HPHT yang dinyatakan waktu kontrol pertama adalah tgl 18 juni 2004,
dimana haidnya datang hanya 2 hari dan sedikit.
Riwayat menstruasi sebelumnya teratur 1x28 hari selama 1 minggu dan
banyak, menstruasi sebelumnya tanggal 20 Mei 2004.
Dari laporan partus didapatkan janin yang lahir beratnya 1900 gram,
ditemukan tanda maserasi tk II dan tanda-tanda postmaturitas pada bayi
baru lahir.
Dari data-data tersebut diatas penyebab kematian janin pada kasus ini
kemungkinan besar adalah kematian janin pada kehamilan posterm. Jika diambil
22
data dari riwayat menstruasinya maka HPHT-nya tgl 20 Mei 2004, berarti
kehamilannya saat dia merasakan gerak anaknya tidak ada lagi sudah 44-45
minggu.
Sesuai dengan kepustakaan pada kehamilan posterm kemungkinan untuk
terjadinya kematian janin makin tinggi, 2 kali dari kehamilan normal. Karena
semakin berkurangnya fungsi uteroplasenta, sehingga terjadi insufisiensi
plasenta yang pada akhirnya akan terjadi asfiksia janin dan berakhir dengan
kematian janin.
Pada kasus ini kehamilan postermnya tidak terpantau dengan baik karena
pasien tidak tahu kalau kehamilannya telah lewat bulan karena tanda-tanda
untuk melahirkan tidak ada. Dan hal ini bisa dikuatkan lagi dengan keadaan
bayi lahir yang ditemukan tanda-tanda postmatur seperti garis-garis telapak
tangan dan kaki yang jelas, kuku-kuku yang panjang.
Jika dilihat dari berat badan bayi lahir yang 2100 gram, panjang 46 cm dan
ditemukan maserasi tk II kemungkinan kematian janin sudah berlansung lebih
dari 2 hari, dan telah terjadi proses outolisis aseptic secara gradual terhadap
jaringan–jaringan ligamentum dan pencairan otak dan organ-organ dalam lain.
Untuk memastikan penyebab pasti kematian janin masih perlu pemeriksaan-
pemeriksaan penunjang lainnya seperti, pemeriksaan fungsi tiroid, pemeriksaan
fungsi ginjal, fungsi serum dan titer toksoplasmosis, servik perlu dikultur serta
beberapa pemeriksaan lain seperti pemeriksaan antikardiolipin anti bodi,
pemeriksaan test toleransi glukosa atau HbA1C, pemeriksaan plasenta secara
mikroskopis dan makroskopis. Walaupun sekitar 20 -30% kasus penyebab
kematian janin tetap tidak bisa ditentukan.
Untuk menentukan sudah berapa lama terjadi kematian janin perlu
pemeriksaan penunjang seperti Radiologi.
2. Penatalaksanaannya
Pada kasus ini setelah ditegakkan diagnosa IUFD, maka sikap yang diambil
adalah terminasi segera. Walaupun menurut beberapa kepustakaan bahwa pada
kasus janin mati biasanya ekspulsi spontan akan terjadi dalam 2 minggu. Namun
karena pertimbangan untuk mengurangi gangguan psikologis dari pasien dan
23
untuk menghindari resiko infeksi uterus dan timbulnya komplikasi, maka diambil
sikap terminasi segera. Adapun komplikasi yang ditakutkan terjadi dengan
kematian janin yang dibiarkan lama dalam rahim ibu adalah terdinya DIC dengan
menurunnya kadar fibrinogen dalam darah ibu sehingga dapat terjadi
perdarahan.
Terminasi yang dipilih pada pasien ini adalah dengan cara induksi persalinan
dengan terlebih dahulu memberikan induksi secara mekanik untuk pematangan
cervik dengan cara pemasangan balon kateter. Kemudian dilakukan drip induksi
5 IU sintosinon dalam 500 cc RL dengan tetesan awal 10 tetes per menit yang
dinaikan 5 tetes tiap 15 menit.
24