case 1 morbilli
DESCRIPTION
caseTRANSCRIPT
Morbilli stadium erupsi dengan penyulit
Gastroenteritis dehidrasi sedang
dan intake yang sulit
Pembimbing :
dr. Harmon.M SpA
Penyusun :
Umar Syarif
(030.06.263)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Budhi Asih
Periode 12 September 2011 – 19 November 2011
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
1
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
a. Identitas Pasien
No. CM : 77-89-07
Nama pasien : An. N
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat rumah : Jl.kebon pala no.8 RT/RW 12/4, Jakarta timur
Tempat dan tanggal lahir/umur : Jakarta, 26 november 2006 /4 tahun 10 bulan
Masuk RSUD Budhi Asih : 22 September 2011
b. Identitas Orang Tua
Ayah
Nama : Tn. R
Agama : Islam
Alamat : Jl.kebon pala no.8 RT/RW 12/4, Jakarta timur
Pekerjaan : Wiraswasta
Penghasilan : Rp 2.000.000 / Bulan
Ibu
Nama : Ny. L
Agama : Islam
Alamat : Jl.kebon pala no.8 RT/RW 12/4, Jakarta timur
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Penghasilan : -
Hubungan dengan orang tua : Anak kandung
2
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 22 September 2011 pukul
10.25 WIB di bangsal lantai VI Timur, kamar 513.
Keluhan Utama:
Demam tinggi sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Keluhan Tambahan:
Batuk kering, pilek, mata merah, muntah, bercak merah di seluruh tubuh, BAB mencret,
nafsu makan menurun.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang diantar orang tuanya dengan keluhan demam tinggi sejak 6 hari SMRS.
Demam muncul mendadak pada malam hari,terus-menerus,tidak sampai menggigil dan
mengigau. Pasien juga mengeluh batuk kering dan pilek, mata merah berair dan pasien
suka menutup matanya dengan tangan karena merasa silau. Muntah 3 kali isi
makanan,darah di sangkal. Kejang, nyeri dan keluar cairan di telinga, gusi berdarah,
mimisan di sangkal. Nafsu makan menurun. BAB dan BAK lancar.
5 hari SMRS ibu pasien membawa anaknya ke puskesmas. Di beri obat, demam
sempat turun, muntah berhenti namun batuk, pilek, mata merah berair, dan silau masih di
rasakan pasien.lalu keesokan hari nya demam kembali tinggi dan terus-menerus.
2 hari SMRS terdapat bercak merah pada tubuh pasien, awalnya di wajah lalu
menyebar keleher dan seluruh tubuh pasien. Menurut ibu pasien bercak merah itu
menyebabkan rasa gatal di tubuh pasien dan gejala seperti demam yg tinggi, batuk, pilek,
mata merah, dan silau, muntah 2 kali isi makanan, nafsu makan menurun. BAB dan BAK
lancar.
1 hari SMRS ibu pasien membawa anaknya ke Poliklinik Anak RSUD Budhi Asih,
sama dokter di beri obat dan di bilang jika keluhan tidak kunjung reda di suruh balik lagi
untuk di rawat.
Pagi hari SMRS ibu pasien membawa kembali anaknya ke Poliklinik anak RSUD
Budhi Asih karena demam yang tetap tinggi, bercak-bercak merah di tubuh, batuk kering,
pilek, mata merah berair, silau, muntah 1 kali isi makanan, BAB mencret 4-5 kali cair,
berwarna kuning, ampas (+), lendir(-), bau busuk (-), darah (-).BAK masih lancar, Anak
nya terlihat lemas, nafsu makan menurun dan terjadi penurunan berat badan (dari 22 Kg
menjadi 18 Kg). akhirnya pasien di anjurkan untuk dirawat.
3
Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit UmurAlergi - Difteria - Penyakit
jantung-
Cacingan - Diare 1 Tahun Penyakit ginjal -Demam berdarah
9 Bulan Kejang - Penyakit darah -
Demam tifoid - Kecelakaan - Radang paru -Otitis - Morbilli - Tuberkulosis -Parotitis - Operasi - Lainnya -
Riwayat Penyakit Keluarga
10 hari yang lalu Sepupu yang serumah dengan pasien menderita sama seperti pasien
namun tidak sampai di rawat.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kehamilan Morbiditas kehamilan Tidak adaPerawatan antenatal Periksa rutin ke bidan
Trimester pertama : 1x sebulanTrimester kedua : 2x sebulanTrimester ketiga : 4x sebulan
Persalinan Tempat kelahiran Rumah bersalinPenolong persalinan BidanCara persalinan SpontanMasa gestasi Cukup bulanKeadaan bayi BBL: 3100 gram
PBL: 49 cmLangsung menangis,warna kulit merah
Kesimpulan riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat kehamilan dan persalinan baik
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan gigi I : usia 5 bulan (normal: 5 – 9 bulan)
Psikomotor
Tengkurap : usia 4 bulan (normal: 3 – 4 bulan)
Duduk : usia 7 bulan (normal: 6 – 9 bulan)
Berdiri : usia 10 bulan (normal: 9 – 12 bulan)
Berjalan : usia 11 bulan (normal: 13 bulan )
Bicara : usia 14 bulan (normal: 9-12 bulan )
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan: Baik, tidak ada keterlambatan
psikomotor
4
Riwayat Makanan
Umur (bulan) ASI / PASI Buah / Biskuit Bubur susu Nasi tim0 – 2 √ - - -2 – 4 √ - -4 – 6 √ √ (4 bulan) √ ( 5 bulan) -6 – 8 √ √ √ √ (7 bulan)8 – 10 √ √ √ √10 – 12 √ √ √ √
Kesulitan makan : Tidak ada
Kesimpulan riwayat makanan : Pola makan pasien baik
Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar (Umur) Ulangan (Umur)BCG √DPT/DT √ √ √Polio √ √ √Campak -Hepatitis B √ √ √MMR -TIPA -
Kesimpulan : Riwayat imunisasi dasar tidak lengkap
Riwayat Keluarga
a. Corak reproduksi
No. Tgl Lahir(Umur)
Jenis Kelamin
Hidup Lahir Mati
Abortus Mati (Sebab)
Keterangan Kesehatan
1 26/11/2006 (4 tahun 9
bulan)
Laki-laki √ - - - Pasien
b. Riwayat pernikahan
Ayah IbuNama Tn. R Ny.LPerkawinan ke 1 2Umur saat menikah 45 tahun 26 tahunPendidikan terakhir SD SMAAgama Islam IslamSuku bangsa Betawi BetawiKeadaan kesehatan Baik Baik
Kesimpulan Riwayat Keluarga: kedua orang tua sehat
c. Riwayat keluarga orang tua pasien
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.
5
Riwayat Lingkungan Perumahan
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya. Rumah milik orang tua pasien sendiri,
berukuran 13 x 10 meter2, terdapat ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup baik, terletak
di daerah yang tidak terlalu padat penduduk. Keadaan lingkungan sekitar rumah pasien
diakui cukup bersih. Sumber air yang digunakan untuk mandi dan mencuci dari PAM,
sedangkan untuk masak dan minum menggunakan air mineral yang sudah disuling
(Aqua), air dimasak terlebih dahulu sebelum dikonsumsi.
III.PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 22 September 2011.
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, Rewel (+), menangis (+)
Data Antropometri
Berat badan : 18 kg
Tinggi badan : 107 cm
Lingkar kepala : 50 cm Normocephali
Lingkar dada : 52 cm
Lingkar lengan atas : 17 cm
Status gizi
BB/U : 18 kg/19 kg x 100% = 94,7%
Kesan : Gizi baik
TB/U : 107 cm/109 cm x 100% = 98 %
Kesan : Baik/normal
BB/TB: 18 kg/19,4 kg x 100% = 92,7%
Kesan : Normal
Kesimpulan : Status gizi baik
Tanda Vital
Suhu : 39,8 ºC
Nadi : 150 x/menit
Pernapasan : 30 x/menit
Tekanan darah : 110/70 mmHg
6
Kulit : Sawo matang, tidak tampak sianotik, tidak tampak ikterik, terdapat
ruam Makulopapular di seluruh tubuh, turgor kulit baik
Kepala : Normocephali, ubun-ubun besar sudah menutup
Rambut : Hitam, lurus, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Oedem palpebra -/-, alis mata hitam dan tersebar merata, konjungtiva
anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor Ø 3 mm, refleks
cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+, mata cekung
+/+, injeksi konjungtiva +/+, air mata +/+
Telinga : Normotia, serumen +/+ minimal, sekret -/-, membran timpani sulit
dinilai, nyeri tekan dan tarik -/-
Hidung : Tidak ditemukan deviasi septum, nafas cuping hidung -/-,cavum nasi
lapang,concha inferior oedema +/+, sekret +/+ serous
Bibir : Tampak kering dan pecah-pecah, sianosis (-),keilosis (-)
Mulut : Trismus (-),langit-langit normal, uvula letak di tengah, tonsil T1-T1,
mukosa mulut tidak hiperemis, Bercak koplik (-)
Tenggorokan : Faring hiperemis
Leher : Trakea lurus di tengah, KGB retroaurikuler teraba membesar(ukuran
± 1 cm,bulat,kenyal,permukaan rata,mobile(-),tidak merah dan tidak
nyeri) kaku kuduk (-)
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, pernafasan abdominotorakal, retraksi
(-)
Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor pada kedua hemithoraks
Auskultasi : Suara nafas vesikular, Rhonki -/-. Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Sulit di tentukan
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, terdapat ruam makulopapular
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat, arterial bruit (-), venous hum (-)
Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen
7
Palpasi : Supel, tidak ada pembesaran hepar dan lien, nyeri tekan (-),turgor baik
Genitalia eksterna : OUE: tanda radang (-). Sirkumsisi(-),epispadia (-),
hipospadia (-). Skrotum : Ruggae baik, Testis +/+
Anus : Perianal eritema (-)
Ekstremitas
Atas : Simetris, sianosis -/-, akral hangat +/+, gerak sendi : Aktif
Bawah : Simetris, sianosis -/-, akral hangat +/+, gerak sendi : Aktif
Tulang Belakang : Lordosis (-), Kifosis (-), Skoliosis(-), Spina bifida (-), Massa (-),
Nyeri tekan (-)
Susunan Saraf : Refleks Fisiologis : Biceps +/+, Triceps +/+, Patella +/+, Achilles +/+
Refleks Patologis : Babinzky -/-, Oppenheim -/-, chaddock -/-,
Gordon -/-, Schaeffer -/-
Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-), Brudzinky I (-),Brudzinky II
-/-,
Laseque -/-, Kerniq -/-
Maurice King Score
Keadaan Umum Tampak rewel dan menangis 1
Mata Sedikit Cekung 1
Ubun-ubun besar Sudah menutup 0
Turgor Baik 0
Mulut Sedikit kering 1
Nadi 150 x/menit 2
Jumlah 5 Dehidrasi Sedang
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
Tanggal 22 September 2011
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai NormalHEMATOLOGILENGKAP Jumlah leukosit Jumlah eritrosit Hemoglobin Jumlah hematokrit
4800/μl4,7 juta/μl13,1 g/dl
39 %
5.000 – 10.000/μl4,2 – 5,4 juta/μl
12 – 14 g/dl37 – 43 %
8
Jumlah trombosit 357.000/μl 150.000 – 400.000/μl
HITUNG JENIS Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit
0 %1 %2 %50 %41 %6 %
0 – 1 %1 – 3 %2 – 6 %
50 – 70 %20 – 40 %2 – 8 %
KIMIA DARAHGLUKOSA Glukosa sewaktuELEKTROLIT Natrium Kalium Klorida
100 mg/dl
137 mEq/l3,7 mEq/l100 mEq/l
<180 mg/dl
135 – 153 mEq/l3,5 – 5,3 mEq/l98 – 109 mEq/l
SEROLOGI CRP kuantitatif 7 mg/l <6 mg/l
Tanggal 23 September 2011
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai NormalANALISIS TINJAMAKROSKOPIS Warna Konsistensi Lendir Darah
KuningLunakNegatifNegatif
NegatifNegatif
MIKROSKOPIS Leukosit Eritrosit Amoeba coli Amoeba histolitika Telur cacing
NegatifNegatifNegatifNegatifNegatif
NegatifNegatifNegatifNegatifNegatif
PENCERNAAN Lemak Amilum Serat Sel ragi
NegatifNegatifNegatifNegatif
NegatifNegatifNegatifNegatif
V. RESUME
Anak Laki-laki berusia 4 tahun 10 bulan dengan keluhan demam tinggi terus-
menerus 6 hari SMRS. Selain itu pasien mengeluh batuk kering, pilek, mata merah, silau,
muntah, bercark merah di seluruh tubuh di mulai dari wajah,leher,dan menyebar keseluruh
tubuh di sertai gatal, BAB mencret 4-5 kali,cair,ampas(+),lendir (-),darah (-), pasien juga
merasa lemas,nafsu makan menurun,penurunan berat badan, riwayat kontak dengan
sepupu yg serumah dengan pasien. Pada Pemeriksaan fisik di dapat tampak sakit
sedang,rewel (+), menangis (+), tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 150 x/menit, Suhu
39,8 º C, Pernapasan 30x/menit. Mata cekung +/+,injeksi konjungtiva +/+,berair. Hidung
9
chonca inferior oedema,sekret serous +/+. Faring hiperemis, Bibir kering (+), KGB
retroaurikuler teraba membesar. Abdomen bising usus (+) meningkat. Ruam
makulopapular tersebar merata dan gatal. Maurice king score = 5 dehidrasi sedang
Berdasarkan pemeriksaan darah, Leukopenia, limfosit 41%, dan CRP kuantitatif 7
mg/l.
VI. DIAGNOSIS BANDING
Morbilli stadium erupsi
Rubella
Demam skarlatina
VII. DIAGNOSIS KERJA
Morbilli stadium erupsi dengan penyulit Gastroenteritis dehidrasi sedang dan intake
yang sulit
VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
- IgM dan IgG anti Rubeola
IX. PENATALAKSANAAN
Non-medikamentosa :
- Tirah baring
Medikamentosa :
- IVFD RL 3 cc/kgBB/jam
- Fraxion forte 3 x 1 cth
- Inj Ampisilin 4 x 400 mg
- Dialac 1 x 1 bks
- Zinkid 1x 10 mg
- Isoprinosin 125 mg 3 x 1 Cth
- Comtusi 3 x 1 Cth
X. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
10
XI. FOLLOW UP
23 September 2011 24 September 2011 26 September 2011S - Demam masih tinggi
- Batuk kering (+)- Pilek (+)- BAB (-)- Bercak merah di seluruh
tubuh + gatal- Mata merah berair(+)- Muntah 1 x cair- Nafsu makan menurun- BAK lancar,kuning
- Demam berkurang- Batuk kering (+)- Pilek (-)- BAB 1x padat,kuning- Bercak merah di seluruh
tubuh + gatal- Mata merah berair(+)- Muntah (-)
- Nafsu makan baik - BAK lancar,kuning
- Demam (-)- Batuk kering (+)- Pilek (-)- BAB 2x padat,kuning- Bercak merah di seluruh
tubuh + gatal- Mata merah berair (-)- Muntah (-)- Nafsu makan baik- BAK lancar,kuning
O KU : Tampak sakit sedang, rewel,menangisKes : Compos mentisHR : 140 x/menit S : 38,3 °CTD : 100/80 mmHgRR : 32 x/menitBB : 18,5 kg
Kepala: Normosefali
Mata: CA -/-, SI -/-, cekung (-),injeksi konjungtiva (+)
Hidung: NCH (-),sekret (+)
Bibir: kering (+), sianosis (-)
Leher: KGB retroaurikuler teraba membesar
Paru: Sn. vesikuler, rh -/-, wh -/-Jantung: S1S2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen: datar, supel, BU (+) normal
Ekstremitas: akral hangat (+), sianosis (-)
Kulit: ruam (+), pucat (-), ikterik (-)
KU : Tampak sakit sedang, tenangKes : Compos mentisHR : 120 x/menit S : 37,3 °CTD : 110/70 mmHgRR : 30 x/menitBB : 19 kg
Kepala: Normosefali
Mata: CA -/-, SI -/-,cekung (-),injeksi konjungtiva (+)
Hidung: NCH (-),sekret (-)
Bibir: kering (+), sianosis (-)
Leher: KGB retroaurikuler teraba membesar
Paru: Sn. vesikuler, rh -/-, wh -/-Jantung: S1S2 reguler, m (-), g (-)Abdomen: datar, supel, BU (+) normal
Ekstremitas: akral hangat (+), sianosis (-)
Kulit: ruam (+), pucat (-), ikterik (-)
KU : Tampak sakit sedang, tenangKes : Compos mentisHR : 137 x/menit S : 36,6 °CTD : 110/80 mmHgRR : 30 x/menitBB : 19,5 kg
Kepala: Normosefali
Mata: CA -/-, SI -/-, cekung (-),injeksi konjungtiva (-)
Hidung: NCH (-),sekret (-)
Bibir: kering (+), sianosis (-)
Leher: KGB retroaurikuler tidak teraba membesar
Paru: Sn. vesikuler, rh -/-, wh -/-
Jantung: S1S2 reguler, m (-), g (-)Abdomen: datar, supel, BU (+) normal
Ekstremitas: akral hangat (+), sianosis (-)
Kulit: ruam (+), pucat (-), ikterik (-)
A Morbilli stadium erupsi
dengan penyulit
Gastroenteritis dehidrasi
sedang dan intake yang sulit
Morbilli stadium erupsi
dengan penyulit
Gastroenteritis dehidrasi
sedang dan intake yang sulit
Dengan perbaikan klinis
Morbilli stadium erupsi
dengan penyulit
Gastroenteritis dehidrasi
sedang dan intake yang sulit
Dengan perbaikan klinis
11
P - IVFD RL
3cc/kgBB/jam
- Fraxion forte 3 x 1
cth
- Inj Ampisilin 4 x
400 mg
- Zinkid 1x 10 mg
- Isoprinosin 125 mg
3 x 1 Cth
- Comtusi 3 x 1 Cth
- IVFD RL
3cc/kgBB/jam
- Fraxion forte 3 x 1
cth
- Cefixime 3 x ½ cth
- Zinkid 1x 10 mg
- Isoprinosin 125
mg 3 x 1 Cth
- Comtusi 3 x 1 Cth
- IVFD RL
3cc/kgBB/jam
- Fraxion forte 3 x 1
cth
- Cefixime 3x ½ cth
- Zinkid 1x 10 mg
- Isoprinosin 125 mg
3 x 1 Cth
- Comtusi 3 x 1 Cth
- Pasien boleh pulang
12
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Campak, morbili, atau rubeola adalah suatu penyakit virus akut yang disebabkan oleh
virus campak. Penyakit ini sangat infeksius, dapat menular sejak awal masa prodromal sampai
lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam. Penyebaran infeksi terjadi melalui perantara
droplet.1
Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi,
yaitu sekitar 3000 sampai 4000 per tahun demikian juga frekuensi terjadinya kejadian luar
biasa tampak meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality rate telah
dapat diturunkan dari 5,5 % menjadi 1,2 %. Usia terbanyak penderita campak adalah kurang
dari 12 bulan, diikuti kelompok usia 1 sampai 4 tahun dan 5 sampai 14 tahun.1
II. ETIOLOGI
Etiologi atau penyebab dari penyakit campak adalah virus RNA dari famili
Paramixoviridae, genus Morbilivirus. Hanya satu tipe antigen yang diketahui. Virus tetap
aktif minimal dalam 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu dalam pengawetan beku,
minimal 4 minggu disimpan dalam temperatur 35˚ C, dan beberapa hari dalam suhu 0˚ C.
Virus tidak aktif pada pH rendah. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5 sampai 10 hari, terdiri
dari sel raksasa multinukleus dengan inklusi intranuklear. Antibodi di dalam sirkulasi dapat
dideteksi bila ruam muncul.2
Virus morbili terdapat dalam sekret nasofaring dan darah selama masa prodromal
sampai 24 jam setelah timbulnya ruam kemerahan.3
III. INFEKTIVITAS
Penyebaran virus maksimal adalah dengan droplet selama masa prodromal (stadium
kataral). Penularan terhadap kontak rentan sering terjadi sebelum diagnosis ditegakkan.
Seseorang yang terinfeksi virus campak menular pada hari ke 9-10 setelah pemajanan (mulai
fase prodromal), pada beberapa kasus dapat terjadi hari ke 7. Tindakan pencegahan isolasi
terutama di rumah sakit atau instisusi lain, harus dipertahankan dari hari ke 7 setelah
pemajanan sampai hari ke 5 setelah timbul ruam.2
IV. EPIDEMIOLOGI
13
Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), di Indonesia campak menduduki
tempat ke-5 dalam urutan 10 penyakit tersering pada bayi (0,7%) dan tempat ke-5 dalam
urutan 10 penyakit tersering pada anak usia 1– 4 tahun (0,77%).3
Biasanya penyakit ini muncul pada masa anak-anak dan kemudian menyebabkan
kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang pernah menderita morbili akan
mendapatkan kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai usia 4–6 bulan dan setelah itu
kekebalan akan berkurang, sehingga bayi dapat menderita morbili. Bila ibu belum penah
menderita morbili, maka bayi yang dilahirkan tidak akan memiliki kekebalan terhadap morbili
dan dapat menderita penyakit ini setelah dilahirkan. Bila seorang wanita menderita morbili
pada usia kehamilan 1 atau 2 bulan, kemungkinan 50 % akan mengalami abortus, sedangkan
jika menderita morbili pada trimester I, II, atau III, maka ibu tersebut mungkin akan
melahirkan anak dengan kelainan bawaan, berat badan lahir rendah (BBLR) atau lahir mati
ataupun anak akan meninggal sebelum usia 1 tahun.2
Pengalaman menunjukkan bahwa epidemik campak di Indonesia timbul secara tidak
teratur. Di daerah perkotaan epidemik campak terjadi setiap 2-4 tahun. Wabah terjadi pada
kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu di daerah dengan populasi balita banyak
mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah. Telah diketahui bahwa campak
menyebabkan penurunan daya tahan tubuh secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi
sekunder atau penyulit. Penyulit yang sering dijumpai adalah bronkopenumonia (75,2%),
gastroenteritis (7,1%), ensefalitis (6,7%), dan lain-lain (7,9%).4
V. PATOLOGI
Sebagai reaksi terhadap virus, maka terbentuk eksudat serous dan proliferasi sel
mononukleus dan beberapa sel polimorfonukleus di sekitar kapiler. Biasanya juga terdapat
hiperplasia jaringan limfoid, terutama pada apendiks (biasanya ditemukan sel raksasa
retikuloendothelial Warthin-Finkeldey). Pada kulit, reaksi terutama menonjol disekitar
kelenjar sebasea dan folikel rambut. Bercak Koplik terdiri dari eksudat serosa dan proliferasi
sel endotel serupa dengan bercak lesi pada kulit. Reaksi radang menyeluruh pada mukosa
bukal dan faring meluas ke dalam jaringan limfoid dan membrana mukosa trakeobronkial.
Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder. Ensefalomielitis yang
mematikan terjadi apabila terjadi demielinisasi perivaskuler pada daerah otak dan medulla
spinalis. Subacute Sclerosing Pan Encephalitis (SSPE) terjadi karena adanya degenerasi
korteks dan substansia alba dengan benda inklusi intranuklear dan intrasitoplasmik.2,4
14
VI. PATOFISIOLOGI
Penularan campak terjadi secara droplet melaui udara, sejak 1–2 hari sebelum timbul
gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Virus masuk ke dalam jaringan limfatik lokal,
bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear, kemudian mencapai kelenjar getah
bening regional, disini virus memperbanyak diri dengan perlahan dan dimulailah penyebaran
ke sel jaringan limforetikular seperti limpa. Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan
terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel Worthin), sedangkan limfosit T yang rentan
terhadap infeksi, turut aktif membelah.3
Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap,
tetapi 5–6 hari setelah infeksi awal terbentuklah fokus infeksi, yaitu ketika virus masuk ke
dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran
napas, kulit, kandung kemih dan usus.3
Pada hari 9–10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran napas dan konjungtiva,
akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada 1 sampai 2 lapis sel, pada saat itu virus dalam
jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis sistem
saluran napas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak
merah.3
Respon imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada sistem saluran
pernapasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat
dan tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak Koplik, yang dapat
dijadikan sebagai tanda pasti untuk menegakkan diagnosis.3
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respon delayed hypersensitivity
terhadap antigen virus, muncul ruam makupapular pada hari ke 14 sesudah awal infeksi dan
pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi pada kulit. Fokus infeksi tidak menyebar jauh
ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara mikroskopik di epidermis, tetapi virus tidak
berhasil tumbuh di kulit. Di kulit, reaksi menonjol sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut.
Daerah epitel yang nekrotik di epitel nasofaring dan saluran pernapasan memberikan
kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media, dan sebagainya.3
15
VII. GEJALA KLINIS
Masa tunas 10–12 hari dan kemudian timbul gejala yang dibedakan dalam 3
stadium.4,5
1. Stadium kataral (prodromal)
Berlangsung 4–5 hari. Gejala menyerupai influenza, yaitu demam tinggi 105o F
(40,6oC), malaise, batuk, fotofobia, konjungivitis, dan koriza. Menjelang akhir stadium
kataral dan 24–48 jam sebelum timbul eksantem, timbul bercak Koplik yang patognomonik
bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai.
Lesi ini dideskripsi oleh Koplik pada tahun 1986 sebagai suatu bintik berwarna putih
kelabu, sebesar ujung jarum dengan diameter sekitar 1 mm, dikelilingi oleh eritema, dan
berlokasi di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah. Jarang ditemukan di bibir
bawah tengah atau palatum. Timbulnya Koplik’s spot hanya berlangsung sebentar, kurang
lebih 12 jam, sehingga sukar terdeteksi dan biasanya luput pada waktu dilakukan pemeriksaan
klinis.
Kadang–kadang terdapat makula halus yang kemudian menghilang sebelum stadium
erupsi. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan leukopenia. Diagnosis perkiraan dapat
dibuat bila ada bercak Koplik dan penderita pernah kontak dengan penderita morbili dalam
waktu 2 minggu terakhir.4,5
16
2. Stadium erupsi
Berlangsung selama 5–10 hari. Gejala pada stadium kataral seperti koriza dan batuk-
batuk bertambah. Timbul enantem atau titik merah di palatum durum dan palatum mole.
Kadang-kadang terlihat pula bercak Koplik. Kemudian terjadi ruam eritematosa yang
berbentuk makula-papula disertai meningkatnya suhu badan. Di antara makula terdapat kulit
yang normal. Ruam mula-mula timbul di belakang telinga, di bagian lateral tengkuk,
sepanjang rambut, dan bagian belakang bawah. Dapat terjadi perdarahan ringan, rasa gatal,
dan muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan menghilang sesuai
urutan terjadinya. Dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening mandibula dan leher
bagian belakang, splenomegali, diare, dan muntah. Variasi lain adalah black measles, yaitu
morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung, dan traktus digestivus.4,5
3. Stadium konvalesens.
Gejala-gejala pada stadium kataral mulai menghilang, erupsi kulit berkurang dan
meninggalkan bekas di kulit berupa hiperpigmentasi yang akan menghilang sendiri dengan
sempurna setelah 2–3 minggu. Selain hiperpigmentasi, pada anak Indonesia sering ditemukan
pada kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbili.
Pada penyakit–penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa
hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.4,5
VIII. DIAGNOSA
Diagnosa biasanya ditegakkan dari gambaran klinis yang khas, konfirmasi
laboratorium jarang diperlukan. Selama stadium prodromal, sel raksasa multinuklear dapat
terlihat pada pulasan mukosa hidung. Virus dapat diisolasi pada biakan jaringan, dan
diagnostik kenaikan titer antibodi dapat dideteksi antara serum akut dan konvalesen. Leukosit
cenderung rendah dengan relatif limfositosis. Pungsi lumbal pada penderita dengan ensefalitis
campak biasanya menunjukkan kenaikan kadar protein dan sedikit kenaikan limfosit
sedangkan kadar glukosa normal.4
17
IX. DIAGNOSA BANDING
Campak Jerman (Rubella)
Pada campak Jerman Bercak Koplik tidak ada, limfadenitis terjadi pada beberapa tempat
yaitu terdapat pembesaran kelenjar getah bening sub oksipital, servikal posterior,
belakang telinga.5
Eksantem Subitum (Roseola Infantum)
Roseola infantum dibedakan dengan campak dimana ruam roseola infantum tampak
ketika demam menghilang.3
Erupsi obat
Pada erupsi karena obat timbul papul vesikel, gatal, tidak ada gejala prodromal seperti
pada morbilli, dan terjadi setelah minum obat tertentu.3
X. PENATALAKSANAAN 1, 6
Pengobatan pada penyakit campak bersifat suportif, diantaranya:
Pemberian cairan yang cukup
Kalori yang disesuaikan dengan kebutuhan kalori per hari dan jenis makanan
yang disesuaikan dengan tingkat kesadaran dan adanya komplikasi
Suplemen nutrisi
Antibiotik diberikan apabila terdapat infeksi sekunder
Antikonvulsi apabila terjadi kejang
Pemberian Vitamin A.
Campak tanpa komplikasi 1
Hindari terjadinya penularan
Tirah baring di tempat tidur
Vitamin A 100.000 IU, apabila disertai malnutrisi dilanjutkan 1500 IU setiap
hari
Diet makanan cukup cairan dan kalori yang memadai. Jenis makanan
disesuaikan dengan tingkat kesadaran pasien dan terdapat atau tidaknya
komplikasi.
Campak dengan komplikasi 1
18
Ensefalopati
– Kloramfenikol dosis 75 mg/kgbb/hari dan ampisilin 100 mg/kgbb/hari
selama 7 sampai 10 hari.
– Kortikosteroid: deksametason 1 mg/kgbb/hari sebagai dosis awal,
kemudian dilanjutkan 0,5 g/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis sampai
kesadaran membaik (bila pemberian dilakukan lebih dari 5 hari, maka
dilakukan secara tapering off.
– Kebutuhan jumlah cairan dikurangi ¾ kebutuhan serta koreksi terhadap
gangguan elektrolit.
Bronkopneumonia
– Kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari dan ampisilin 100 mg/kgbb/hari selama
7-10 hari
– Oksigen 2 liter/menit.
Indikasi rawat pasien campak 1
Hiperpireksia (suhu lebih dari 39°C)
Dehidrasi
Kejang
Asupan oral sulit
Ada komplikasi.
XI. KOMPLIKASI
Pada penyakit campak terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat terjadi
anergi (uji tuberkulin yang semula positif berubah menjadi negatif). Keadaan ini
menyebabkan mudah terjadi komplikasi sekunder seperti otitis media akut, ensefalitis, dan
bronkopneumonia.2,3
Kejang demam
Kejang demam dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam saat
ruam keluar.3
Laringitis akut
19
Laringitis akut muncul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran napas, yang
bertambah berat pada saat demam mencapai puncaknya. Ditandai dengan distres pernapasan,
sesak, sianosis dan stridor. Ketika demam turun keadaan akan membaik.3
Otitis media
Otitis media merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada morbili. Agen
penyebab dari otitis media pada campak tidak berbeda dengan anak lain yang juga menderita
otitis media akut (OMA) tanpa campak, maka terapi antibiotik diperlukan pada kasus seperti
ini. Kuman penyebab utama OMA ialah bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemolitikus,
Staphylococcus aureus, Pneumococcus. Selain itu kadang–kadang ditemukan juga
Haemophylus influenza, Escheria coli, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas aerugenosa.
Haemophylus influenza sering ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun. Telinga
tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologik
terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia
mukosa tuba Eustachius, enzim dan antibodi. Otitis media akut terjadi karena faktor
pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab
utama dari otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman
ke dalam telinga tengah terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan
terjadi peradangan. Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran
nafas atas. Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran nafas, semakin besar
kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba
Eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal.2,3
Bronkopneumonia
Bronkopneumonia merupakan komplikasi yang umum ditemui pada campak. Dapat
disebabkan oleh virus morbili atau oleh Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus.
Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak dengan
malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun (misalnya tuberkulosis), leukemia dan
lain–lain. Oleh karena itu pada keadaan tertentu perlu dilakukan pencegahan. Gambaran pada
foto toraks yang sering dijumpai adalah hiperinflasi, infiltrat perihiler, atau bintik–bintik
perihiler, dan penebalan hilus. Konsolidasi sekunder atau efusi pleura juga dapat dijumpai.
Bronkopneumonia ditandai dengan batuk, meningkatnya frekuensi napas, dan adanya ronkhi
20
basah halus. Pada saat suhu turun, apabila disebabkan oleh virus, gejala pneumonia akan
hilang, kecuali batuk yang masih dapat berlanjut sampai beberapa hari lagi. Apabila suhu
tidak juga turun pada saat yang diharapkan dan gejala saluran nafas masih terus berlangsung,
dapat diduga adanya pneumonia karena bakteri yang telah mengadakan invasi pada sel epitel
yang telah dirusak oleh virus.3,6
Konjungtivitis
Konjungtivitis dapat erjadi pada semua kasus campak, ditandai dengan adanya mata
merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia. Kadang–kadang terjadi infeksi
sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigennya dapat dideteksi pada lesi konjungtiva
pada hari–hari pertama sakit. Konjungtivitis dapat memburuk dengan terjadinya hipopion dan
pan-oftalmitis hingga menyebabkan kebutaan. Dapat pula timbul ulkus kornea.3,6
Komplikasi neurologis pada morbili dapat berupa hemiplegia, paraplegia, afasia,
gangguan mental, neuritis optika dan ensefalitis.3
Ensefalitis
Ensefalitis morbili dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang menderita
morbili atau dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin virus morbili hidup
(ensefalitis morbili akut), pada penderita yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif
(immunosuppresive measles encephalopathy) dan sebagai subacute sclerosing
panencephalitis (SSPE). Ensefalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksantem, angka
kematian rendah dan sisa defisit neurologis sedikit. Angka kematian ensefalitis setelah
infeksi morbili ialah 1:1000 kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus
morbili hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis.3
Subacute sclerosing panencephalitis
SSPE adalah suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat. Penyakit
ini progresif dan fatal serta ditemukan pada anak dan orang dewasa. Ditandai oleh gejala
yang terjadi secara tiba–tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang dan koma.
Perjalanan klinis lambat dan sebagian besar penderita meninggal dunia dalam 6 bulan–3 tahun
21
setelah terjadi gejala pertama. Meskipun demikan remisi spontan masih dapat terjadi.
Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti bahwa virus morbili memegang peranan dalam
patogenesisnya. Biasanya anak menderita morbili sebelum usia 2 tahun, sedangkan SSPE bisa
timbul sampai 7 tahun setelah menderita morbili. SSPE yang terjadi setelah vaksinasi morbili
didapatkan kira–kira 3 tahun kemudian. Kemungkinan menderita SSPE setelah vaksinasi
morbili sekitar 0,5–1,1 tiap 10 juta; sedangkan setelah infeksi morbili sebesar 5,2–9,7 tiap 10
juta.3,6
Ensefalomielitis diseminata akuta (pasca vaksinasi atau pasca infeksi)
Ensefalitis diseminata akuta walaupun jarang terjadi, tetapi merupakan gangguan
demielinisasi lain yang patut disebutkan karena penyakit ini pada dasarnya dapat dicegah.
Penyakit ini merupakan suatu mielitis atau ensefalitis akut dengan perjalanan yang bervariasi
dan ditandai dengan gejala-gejala yang merupakan indikasi kerusakan pada substansia alba
otak atau medula spinalis. Gambaran patologis berupa demielinisasi sirkumskripta yang
banyak terdapat pada daerah perivaskular. Sekitar 1 minggu sesudah campak, dapat timbul
gejala-gejala neurologik secara cepat berupa sakit kepala, mengantuk, stupor, kelumpuhan
otot mata dan seringkali disertai lesi transversal medula spinalis sehingga keempat anggota
badan (tungkai dan lengan) mengalami paralisis flaksid. Tingkat paralisis seringkali
bervariasi.3
Ensefalomielitis pasca infeksi terjadi sesudah infeksi virus, terutama campak, yaitu
pada satu dari 1000 kasus. Angka kematian mencapai 10 hingga 20%, dan sekitar 50% di
antara mereka yang dapat bertahan akan mengalami kerusakan neurologik.3
Penyulit lain diantaranya adalah aktivasi tuberculosis, enteritis, miokarditis, adenitis
servikal, purpura trombositopenik, aktivasi tuberculosis, emfisema subkutan, gangguan gizi,
infeksi piogenik pada kulit serta pada ibu hamil dapat terjadi abortus, prematur dan kelainan
kongenital pada bayi.3,4
XII. PROGNOSIS
Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai dengan penyulit
maka prognosisnya baik.6
22
Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik. Prognosis buruk bila
keadaan umum buruk, pada anak yang sedang menderita penyakit kronis atau bila terdapat
komplikasi.5
XIII. PENCEGAHAN
Imunisasi aktif
Imunisasi aktif dilakukan dengan pemberian live attenuated measles vaccine. Mula–
mula digunakan strain Edmonston B, tetapi karena strain ini menyebabkan panas tinggi dan
eksantem pada hari ke–7 sampai hari ke–10 setelah vaksinasi, maka strain Edmonston
diberikan bersama–sama dengan globulin–gama pada lengan yang lain.4
Sekarang digunakan strain Schwarz dan Moraten dan tidak diberikan globulin–
gamma. Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan memberi imunitas yang berlangsung
lama. Pada penelitian secara serologis ternyata bahwa imunitas tersebut mulai mengurang 8–
10 tahun setelah vaksinasi. Dianjurkan untuk memberikan vaksin morbili pada anak berusia
15 bulan, karena sebelum usia 15 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi
secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Namun dianjurkan agar anak yang tinggal di
daerah endemis morbili dan terdapat banyak tuberkulosis diberikan vaksinasi pada usia 6
bulan dan revaksinasi dilakukan pada usia 15 bulan. 4,5
Dari penelitian Linnemann dkk. (1982) pada anak yang divaksinasi sebelum usia 10
bulan tidak ditemukan antibodi, begitu pula setelah revaksinasi kadang–kadang titer antibodi
tidak naik secara bermakna. 4
Di Indonesia saat ini masih dianjurkan untuk memberikan vaksin morbili pada anak
berusia 9 bulan ke atas. Vaksin morbili tersebut di atas dapat pula diberikan pada orang yang
alergi terhadap telur, karena vaksin morbili ini ditumbuhkan dalam biakan jaringan janin
ayam yang secara antigen berbeda dengan protein telur. Hanya apabila terdapat suatu
penyakit alergi sebaiknya vaksinasi ditunda sampai 2 minggu setelah sembuh. Vaksin morbili
juga dapat diberikan kepada penderita tuberkulosis aktif yang sedang mendapat pengobatan
tuberkulostatika. Vaksin morbili tidak boleh diberikan kepada wanita hamil, anak dengan
tuberkulosis yang tidak diobati, penderita leukemia dan anak yang sedang mendapat
pengobatan imunosupresif. 4,5
Vaksin morbili dapat diberikan sebagai vaksin morbili saja atau sebagai vaksin
measles–mumps–rubella (MMR).5
23
Di Indonesia digunakan pula vaksin morbili buatan Perum Biofarma yang terdiri dari
virus morbili yang hidup dan sangat dilemahkan, strain Schwarz dan ditumbuhkan dalam
jaringan janin ayam dan kemudian dibeku–keringkan. Tiap dosis vaksin yang sudah
dilarutkan mengandung virus morbili tidak kurang dari 1000 TCID50 dan neomisin B sulfat
tidak lebih dari 50 mikrogram.4,5
Vaksin ini diberikan secara subkutan di bagian luar lengan atas sebanyak 0,5 ml pada
usia 9 bulan. Terjadi anergi terhadap tuberkulin selama 2 bulan setelah vaksinasi. Bila
seseorang telah mendapat imunoglobulin atau transfusi darah, maka vaksinasi dengan vaksin
morbili harus ditangguhkan sekurang–kurangnya 3 bulan. Vaksin ini tidak boleh diberikan
kepada anak dengan infeksi saluran pernafasan akut atau lainnya yang disertai demam, anak
dengan defisiensi imunologik, anak yang sedang diberi pengobatan intensif dengan obat
imunosupresif. Untuk mencegah demam, kepada semua anak/bayi diberikan aspilet, dan
semua bayi atau anak yang divaksinasi diambil darahnya 2 kali, sebelum vaksinasi dan 3
minggu setelah vaksinasi.4
Efek sampingan yang paling banyak adalah demam 5 sampai 12 hari setelah vaksinasi.
Demam biasanya hilang dalam 1 sampai 5 hari; Sedangkan efek samping yang berat terjadi
pada 2 kasus, masing-masing 1 anak dengan kejang dan gastro enteritis dengan dehidrasi
berat, dan 1 anak dengan hiperpireksi.4
Langkah p romotif / p reventif 3
Pengobatan pasien campak dengan memberikan vit.A
Imunisasi campak
– Program pengembangan imunisasi (PPI): diberikan pada usia 9 bulan.
– Imunisasi campak dapat diberikan bersama vaksin MMR pada usia 12–
15 bulan.
Mass campaign, bersama dengan Pekan Imunisasi Nasional
Catch-up immunization, diberikan pada anak–anak sekolah dasar (SD ) kelas
1–6.
Survailans.
24
Imunisasi Pasif
Baik diketahui bahwa morbili yang perjalanan penyakitnya diperingan dengan
pemberian globulin–gama dapat mengakibatkan ensefalitis dan penyebaran proses
tuberkulosis.
Immunization Coverage with Measles Containing Vaccines in Infants (2009).7
Imunisasi campak 7,8
Pada tahun 1963, telah dibuat 2 jenis vaksin campak :
a. Vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe Edmonston
B).
b. Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada
dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam alumunium).
Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan adalah 1000
TCID50 atau sebanyak 0,5 ml. Untuk vaksin hidup, pemberian dengan 20 TCID50 saja
mungkin sudah dapat memberikan hasil yang baik. Pemberian yang dilanjutkan secara
subkutan, walaupun demikian dapat diberikan secara intramuskular.8
25
Pada saat ini di Negara yang sedang berkembang angka kejadian campak masih tinggi
dan seringkali dijumpai penyulit, maka WHO menganjurkan pemberian imunisasi campak
(MMR) dianjurkan pada anak usia 12–15 bulan. Kemudian imunisasi kedua (booster) juga
dengan MMR dilakukan secara rutin pada usia 4–6 tahun, tetapi dapat juga diberikan setiap
waktu semasa periode anak dengan tenggang waktu paling sedikit 4 minggu dari imunisasi
pertama.8
Imunisasi campak tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi
primer, pasien TB yang tidak diobati, pasien kanker atau transplantasi organ, mereka yang
mendapatkan pengobatan imunosupresif jangka panjang atau immunocompromised yang
terinfeksi HIV. Anak yang terinfeksi HIV tanpa imunosupresi berat dan tanpa bukti kekebalan
terhadap campak, bisa mendapat imunisasi campak.7,8
Imunisasi dengan vaksin campak yang dilemahkan menghasilkan nontransmissible,
infeksi tanpa gejala. Sekitar 95% anak yang menerima vaksin campak tunggal setelah usia 12
bulan akan menjadi kebal, dan 5% akan tetap rentan dan akan menjadi kegagalan vaksin
primer. Di antara anak–anak yang divaksinasi di usia 14 bulan, 98% akan membentuk
antibodi. Kegagalan primer dikaitkan dengan adanya antibodi maternal sisa pada saat
vaksinasi, vaksin rusak, penerimaan immunoglobulin, faktor genetik, dan lainnya tidak
lengkap. Setelah imunisasi kedua, > 99% dari pengalaman serokonversi vaksin dan
meningkatkan kekebalan.9
Di negara berkembang dengan tingkat endemik campak tinggi, imunisasi rutin sering
dianjurkan pada usia 9 bulan karena peningkatan risiko infeksi yang berat pada awal
kehidupan. Secara global, 98% dari semua kematian akibat komplikasi campak terjadi di
negara yang banyak dijumpai anak dengan gizi yang kurang, terutama kekurangan vitamin A.9
Dosis dan Cara Pemberian
Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan adalah 1000
TCID50 atau sebanyak 0,5 ml. Pemberian diberikan pada usia 9 bulan, secara subkutan
walaupun demikian dapat diberikan secara intramuskular. Daya proteksi vaksin campak
diukur dengan berbagai macam cara. Salah satu indikator pengaruh vaksin terhadap proteksi
adalah penurunan angka kejadian kasus campak sesudah pelaksanaan program imunisasi.
Imunisasi campak diberikan lagi pada saat masuk SD (program BIAS).8,9
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Pudjiadi A.H, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, editor. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010
2. Behrman RE, Kliegman RM, Arvio. Campak. Dalam: Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 2. Edisi 15. Jakarta: EGC; 2005. Hal.1068-71.
3. Soedarmo P dkk. Campak. Dalam: Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi kedua. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. Hal.109-18.
4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FKUI; 2007.
5. Staf Pengajar FKUI. Ilmu Kesehatan Anak 2. Edisi IX. Jakarta; 2000. Hal 624–8.6. Rampengan TH, Laurentz IR. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Edisi kedua. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008. Hal 109-217. WHO. Measles. Available from
http://www.who.int/immunization_monitoring/diseases/measles/en/index.html. Accessed August 20, 2011.
8. Ranuh IGN, dkk. Campak. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. Hal.171–7.
9. Meissner H, Strebel P, Orenstein W. Measles Vaccines and the Potential for Worldwide Eradication of Measles. PEDIATRICS. 2004;114(4): 1065–9.
27