carbon nanodots dari klorofil daun pepaya …
TRANSCRIPT
i
CARBON NANODOTS DARI KLOROFIL DAUN
PEPAYA SEBAGAI SUPLEMEN FERTILIZER
Skripsi
disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Program Studi Fisika
oleh
Yuvita Kiki Wulandari
4211416016
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
ii
PERNYATAAN
iii
HALAMAN PENGESAHAN
iv
MOTTO
Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.
(Q.S. Al-Inshirah:6)
Konsisten itu merupakan salah satu kunci dari kesuksesan.
(B.J. Habibie)
Impian itu bekerja sangat sederhana, dengan izin-Nya, dengan
kekuasaan-Nya, dengan kebesaran-Nya. Impikanlah dan percaya.
Maka semua akan dibawa pada apa yang diimpikan.
(Ustad Yusuf Mansur)
PERSEMBAHAN
Untuk Ayah, Ibu, dan Kakakku.
Bapak-Ibu Dosen.
Sahabat-sahabatku.
Teman-teman Suckseed 2016.
Almamaterku.
v
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur penulis kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga beliau, sahabat-sahabat beliau, dan orang-orang yang senantiasa
mengikuti risalah beliau hingga akhir zaman.
Alhamdulillah, penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul “Carbon
Nanodots dari Klorofil Daun Pepaya sebagai Suplemen Fertilizer” dengan tepat
waktu. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan Stata Satu Program Studi Fisika Universitas Negeri Semarang.
Skripsi ini dapat terselesaikan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Mahardika Prasetya Aji, M.Si. sebagai dosen pembimbing yang telah
membimbing dan meberikan arahan dengan penuh kesabaran serta
meluangkan waktu untuk selalu memberikan saran, masukan, dan motivasi
selama proses penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.
2. Dr. Suharto Linuwih, M.Si. selaku ketua jurusan Fisika yang telah
memberikan dukungan selama penyusunan skripsi ini.
3. Dr. Masturi, M.Si. selaku dosen wali yang senantiasa membimbing dan
memberikan dukungan untuk terselesaikannya skripsi ini.
4. Teknisi Laboratorium Fisika, R. Muttaqin, S.Si., Wasi Sakti Wiwit P., S.Pd.,
dan Natalia Erna S., S.Pd. yang telah membantu selama proses penelitian
skripsi ini.
5. Ayah dan Ibu atas segala doa dan motivasi untuk terselesaikannya skripsi ini.
6. Kakakku, keluargaku, serta saudara-saudaraku yang selalu memberikan
dukungan.
7. Sahabat-sahabatku, Yoan, Risca, dan Nurul yang selalu memberikan
semangat dan motivasi.
vi
8. Teman-teman sekaligus keluarga fisika, Adhe, Marathur, Dhea Para, Jenny,
Dea Ratna, Mae, Nisrina, Mba Ita, Mba Fina, dan Mba Ika yang selalu
membersamai dan membantu selama proses penelitian serta selalu
memberikan dukungan.
9. Teman-teman Suckseed 2016.
10. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Penulis juga memohon maaf apabila dalam penyusunan skripsi ini terdapat
banyak kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki penulis. Penulis berharap
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca sekalian.
Saran dan kritik sangat penulis harapkan demi menyempurnakan kajian ini. Semoga
penelitian yang telah dilakukan dapat menjadikan sumbangsih bagi kemajuan riset
di Indonesia. Amin.
Semarang, Juli 2020
Penulis
vii
ABSTRAK
Wulandari, Yuvita Kiki. (2020). Carbon Nanodots dari Klorofil Daun Pepaya
sebagai Suplemen Fertilizer. Skripsi, Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Dr. Mahardika
Prasetya Aji, M.Si.
Kata kunci: C-Dots, suplemen fertilizer, klorofil, absorbansi, laju pertumbuhan
Tanaman membutuhkan unsur hara makro yang digunakan sebagai nutrisi untuk
pertumbuhan. Ketersediaan unsur hara dapat dipenuhi dengan pemberian fertilizer.
Namun penyerapan unsur hara sangat lambat sehingga diperlukan suplemen
fertilizer berukuran nanometer untuk memacu pertumbuhan tanaman. Pada
umumnya nanopartikel yang digunakan sebagai suplemen fertilizer seperti ZnO, Cu,
Ag, Fe2O3, dan Fe3O4 merupakan bahan-bahan anorganik yang dapat memberi
dampak buruk bagi tanaman dan makhluk hidup yang mengonsumsinya. Penelitian
ini bertujuan untuk menggunakan suplemen fertilizer dari bahan organik yang
menggunakan C-Dots dari klorofil daun pepaya. Ekstrak klorofil daun pepaya
diperoleh melalui metode maserasi. Sintesis C-Dots dari ekstrak klorofil pepaya
menggunakan metode microwave dengan variasi waktu 10 menit, 20 menit, 30
menit, 40 menit, 50 menit, dan 60 menit. Ekstrak klorofil yang telah diradiasi
menggunakan microwave berpendar saat diradiasi menggunakan UV light
mengindikasikan telah terbentuk C-Dots. Karakteristik sifat optik C-Dots berupa
spektrum absorbansi yang terletak pada panjang gelombang 200-437 nm.
Karakteristik peak pertama terletak pada panjang gelombang 255 nm dan peak
kedua terletak pada panjang gelombang 333 nm. Perubahan sifat optik dapat
teramati dari perubahan intensitas transmitansi yang terjadi pada gugus fungsi
aromatik. C-Dots dari ekstrak klorofil daun pepaya yang telah terbentuk
diaplikasikan sebagai suplemen fertilizer pada tanaman terung hijau. Fertilizer
yang digunakan yaitu NPK. Aplikasi C-Dots sebagai suplemen fertilizer dilakukan
setiap empat hari sekali selama 60 hari. C-Dots paling optimum diaplikasikan pada
tanaman yaitu C-Dots yang diradiasi microwave selama 40 menit. Sementara itu,
laju pertumbuhan tanaman dengan diberi suplemen fertilizer lebih cepat daripada
tanaman tanpa diberi suplemen fertilizer. Hal ini menunjukkan bahwa C-Dots dari
ekstrak klorofil daun pepaya dapat diaplikasikan sebagai suplemen fertilizer.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... ii
PERNYATAAN ...................................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
MOTTO ................................................................................................................. iii
PRAKATA .............................................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
1.3 Batasan Masalah .......................................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 3
1.6 Sistematika Penulisan Skripsi .................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5
2.1 Daun Pepaya (Carica papaya Linn.) ........................................................ 5
2.1.1. Klorofil .......................................................................................................... 7
2.2 Nanopartikel sebagai Fertilizer .................................................................. 9
2.3 Carbon nanodots (C-Dots) ....................................................................... 11
2.3.1. Struktur dan Sintesis C-Dots .................................................................... 12
2.3.2. Sifat Optik C-Dots ..................................................................................... 14
2.3.3. C-Dots sebagai Fertilizer .......................................................................... 18
2.4 Mekanisme Transport Nanopartikel pada Tanaman ............................. 19
2.4.1. Transport Apoplastik ................................................................................. 21
2.4.2. Transport Simplastik ................................................................................. 21
BAB 3 METODE PENELITIAN.......................................................................... 24
3.1 Pelaksanaan Penelitian .............................................................................. 24
ix
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................... 26
3.3 Prosedur Penelitian .................................................................................... 26
3.3.1. Ektraksi Klorofil Daun Pepaya ................................................................ 26
3.3.2. Sintesis C-Dots ........................................................................................... 26
3.3.3. Karakterisasi C-Dots ................................................................................. 27
3.3.4. Uji Performa C-Dots pada Tanaman ....................................................... 28
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 30
4.1. Sifat Optik C-Dots dari Klorofil Daun Pepaya ...................................... 34
4.1.1. Spektrum Absorbansi ................................................................................ 34
4.1.2. Energi gap ................................................................................................... 36
4.2. Analisis Gugus Fungsi C-Dots dari Klorofil Daun Pepaya.................. 37
4.2.1. Karakterisasi FTIR .................................................................................... 37
4.3. Uji Performa C-Dots sebagai Fertilizer .................................................. 39
4.3.1. Dimensi Tanaman ...................................................................................... 41
4.3.2. Laju Pertumbuhan Tanaman .................................................................... 43
BAB 5 PENUTUP ................................................................................................ 48
5.1. Kesimpulan ................................................................................................. 48
5.2. Saran ............................................................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 49
LAMPIRAN……………………………………………………………………...56
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Rerata kandungan klorofil total………………………………………...6
Tabel 4.1. Energi gap C-Dots……………………………………….....................36
Tabel 4.2. Dimensi tanaman terung hijau………………………………………..41
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Daun pepaya (Carica papaya Linn.) ………………………..……..6
Gambar 2.2. Struktur klorofil a…………………………………………………...8
Gambar 2.3. Enam jenis material nano sebagai pembawa nutrien………………10
Gambar 2.4. Pengaruh nanopartikel Cu terhadap pertumbuhan tanaman……….11
Gambar 2.5. Representasi struktur C-Dots………………………………………12
Gambar 2.6. Skema sintesis C-Dots dari kulit semangka………………………..12
Gambar 2.7. Representasi metode sintesis C-Dots………………………………13
Gambar 2.8. Skema pembentukan C-Dots menggunakan teknik microwave……14
Gambar 2.9. Spektrum absorbansi C-Dots dari jus pisang………………………15
Gambar 2.10. Diagram tingkat energi dengan transisi elektronik……………….16
Gambar 2.11. Mekanisme fluorescence dan phosphorescence………………….17
Gambar 2.12. Benih kecambah yang dibudidayakan dalam larutan C-Dots…….19
Gambar 2.13. Skema aplikasi nanopartikel pada tanaman………………………20
Gambar 2.14. Mekanisme pergerakan nanopartikel pada tanaman……………...23
Gambar 3.1. Diagram alir penelitian………………………………………..........25
Gambar 3.2. Ilustrasi treatment C-Dots pada tanaman…………………………..28
Gambar 4.1. Perbandingan sampel C-Dots yang diradiasi dan tanpa diradiasi….30
Gambar 4.2. Ilustrasi sintesis C-Dots dari klorofil daun pepaya………………...31
Gambar 4.3. Spektrum absorbansi C-Dots dari klorofil daun pepaya…………...34
Gambar 4.4. Spektrum transmitansi C-Dots dari klorofil daun pepaya ………....37
Gambar 4.5. Pertumbuhan tanaman terung hijau………………………………...40
Gambar 4.6. Pola pengukuran dimensi tanaman…………………………………42
Gambar 4.7. Grafik laju pertumbuhan tanaman terung hijau…………………….43
Gambar 4.8. Grafik gradien laju pertumbuhan tanaman terung hijau……...…….44
Gambar 4.9. SEM-EDX C-Dots dari klorofil daun pepaya……………………...46
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Perhitungan Energi Gap C-Dots ........................................ 56
Lampiran 2. Hasil Karakterisasi FTIR .............................................................. 60
Lampiran 3. Hasil Pengukuran Dimensi Tanaman .......................................... 63
Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian ................................................................ 72
Lampiran 5. Dokumentasi Tanaman Terung Hijau ......................................... 78
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman membutuhkan unsur hara makro seperti Nitrogen (N), Fospor (P),
dan Kalium (K) untuk pertumbuhan. Unsur hara N berfungsi mempercepat
pertumbuhan tanaman, pembentukan protein dan klorofil pada daun. Unsur P
berperan dalam meningkatkan metabolisme tanaman. Sedangkan unsur K berperan
penting dalam proses fotosinteis. Kekurangan unsur hara makro menyebabkan
pertumbuhan tanaman berjalan lambat, menyebabkan daun menguning, dan buah
yang dihasilkan akan kerdil (Rosi et al., 2018).
Kekurangan unsur hara pada tanaman dapat dipenuhi dengan pemberian
suplemen tambahan berupa pupuk (fertilizer) sehingga tanaman dapat tumbuh
dengan optimal. Penyerapan unsur hara dari tanah ke tanaman melalui akar dengan
mekanisme difusi. Unsur hara diikat oleh rambut-rambut akar dengan prinsip
interaksi elektrostatik dan kemudian didistribusikan hingga ke bagian daun (Huang
et al., 2015). Namun aliran massa unsur hara yang melalui akar ini sangat lambat,
sehingga teknologi yang digunakan saat ini dengan memberi tambahan pupuk
dalam ukuran yang sangat kecil dalam orde nanometer (Ram et al., 2018). Di
samping itu, peningkatan penyerapan unsur hara dilakukan dengan pemberian
beberapa jenis logam dengan ukuran nanometer seperti seng oksida (ZnO), tembaga
(Cu), perak (Ag), hematit (Fe2O3), magnetit (Fe3O4) dan lain-lain (Jangid et al.,
2018; Du et al., 2018; Das et al., 2018; Boutchuen et al., 2019; Jayarambabu et al.,
2018 ). Ukuran partikel logam yang sangat kecil menyebabkan interaksi
elektrostatik sangat kuat sehingga partikel-partikel logam mampu mengikat unsur-
unsur hara. Di samping itu, ukuran partikel logam yang sangat kecil memudahkan
partikel-partikel logam tersebut dalam menyerap unsur-unsur hara (Elmer et al.,
2018).
Keberadaan bahan anorganik nanopartikel yang berperan mengikat dan
membawa unsur hara dalam tanaman dapat memberi dampak yang buruk bagi
2
tanaman dan makhluk hidup yang mengkonsumsinya. Namun peranannya yang
begitu penting untuk meningkatkan efektivitas serapan unsur hara, sehingga sangat
diperlukan nanopartikel dari bahan organik dan tidak beracun. Nanopartikel dari
bahan organik dan sifatnya yang tidak beracun diperoleh dari salah satu bahan
karbon seperti carbon nanodots (C-Dots) (Ali et al., 2019).
C-Dots adalah jenis material baru dari keluarga karbon dengan ukuran
partikelnya di bawah <10 nm, tidak beracun dan memiliki gugus dengan muatan-
muatan di permukaan yang sangat reaktif terhadap ion-ion logam. C-Dots dapat
diperoleh dari proses polimerisasi dan karbonisasi dari bahan alam (organik) seperti
kulit manggis, lemon dan bawang merah (Aji et al., 2017; Monte-Filho et al., 2019).
Keberadaan muatan permukaan dari C-Dots yang sangat reaktif terhadap ion-ion
logam menjadikan C-Dots berpotensi digunakan sebagai bahan pengikat dan
pembawa unsur hara untuk memacu pertumbuhan tanaman (Chen et al., 2018). C-
Dots dari bahan organik mampu memacu pertumbuhan tanaman (Aji et al., 2020).
Keberadaan pigmen dalam bahan-bahan organik menjadi salah satu sumber
karbon untuk sintesis C-Dots. Pigmen klorofil merupakan pigmen berwarna hijau
yang mengandung cincin porphyrin. Porphyrin merupakan molekul yang tersusun
dari karbon (C), Hidrogen (H), dan Nitrogen (N) (Shen et al., 2016). Kandungan
karbon yang tinggi dalam klorofil berpotensi menjadi sumber karbon dalam
pembuatan C-Dots. Sedangkan keberadaan unsur N dalam klorofil dapat menjadi
unsur yang sangat penting sebagai fertilizer untuk tanaman.
Klorofil paling banyak ditemukan pada daun tumbuhan. Daun dengan
kandungan klorofil tertinggi diperoleh pada jenis daun pepaya. Kandungan klorofil
total pada daun pepaya mencapai 80,076 mg/L (Maulana et al., 2015). Kandungan
ini lebih tinggi dari klorofil daun puring dengan kandungan klorofil total mencapai
33,48 mg/L (Gogahu et al., 2016). Fokus penelitian ini yaitu memanfaatkan
keberadaan rantai-rantai karbon dan unsur nitrogen di dalam klorofil daun pepaya
sebagai sumber pembuatan C-Dots dan penggunaannya sebagai suplemen fertilizer.
Perlu ditegaskan bahwa karakterisasi optik dan lainnya itu adalah karakterisasi yang
lazim untuk memastikan bahwa kondisi dot sudah terbentuk.
3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang teridentifikasi pada latar belakang, rumusan
masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana karakteristik sifat optik C-Dots dari klorofil daun pepaya (Carica
papaya Linn.)?
2. Bagaimana kinerja C-Dots dari klorofil daun pepaya (Carica papaya Linn.)
sebagai suplemen fertilizer pada tanaman?
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini yaitu terung hijau.
2. Fertilizer yang digunakan yaitu jenis NPK.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang dicapai dari penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui karakteristik sifat optik C-Dots dari klorofil daun pepaya (Carica
papaya Linn.).
2. Mengetahui kinerja C-Dots dari klorofil daun pepaya (Carica papaya Linn.)
sebagai suplemen fertilizer pada tanaman.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain:
1. Memberikan pengetahuan tentang sintesis C-Dots dari klorofil daun pepaya
(Carica papaya Linn.).
2. Memberikan pengetahuan tentang karakteristik sifat optik C-Dots dari
klorofil daun pepaya (Carica papaya Linn.).
3. Memberikan pengetahuan tentang pemanfaatan C-Dots dari klorofil daun
pepaya (Carica papaya Linn.) sebagai suplemen fertilizer pada tanaman.
4
1.6 Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan skripsi dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian
pendahuluan, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian pendahuluan skripsi terdiri dari
halaman judul, halaman pernyataan keaslian, halaman pengesahan, motto dan
persembahan, prakata, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar
lampiran.
Bagian isi skripsi terdiri dari lima bab yang tersusun atas bab 1 yaitu
pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan skripsi; bab 2 yaitu
tinjauan pustaka yang berisi kajian teori dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang
mendukung penelitian; bab 3 yaitu metode penelitian yang berisi pelaksanaan
penelitian, alat dan bahan yang digunakan, serta prosedur yang dilakukan dalam
penelitian; bab 4 yaitu hasil dan pembahasan yang membahas tentang hasil
penelitian dan analisis data; bab 5 yaitu penutup yang berisi kesimpulan hasil
penelitian yang telah dilakukan serta saran-saran yang berkaitan dengan hasil
penelitian.
Bagian akhir skripsi terdiri dari daftar pustaka yang digunakan sebagai acuan
dalam penulisan skripsi dan berisi lampiran-lampiran.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daun Pepaya (Carica papaya Linn.)
Tanaman pepaya (Carica papaya Linn.) berasal dari Meksiko dan Amerika
Selatan. Tanaman ini menyebar ke berbagai benua (Gunde et al, 2016) dan masuk
ke negara-negara tropis termasuk Indonesia. Bagian tanaman pepaya yang sering
dimanfaatkan yaitu buah dan daun. Buah pepaya yang sudah matang dapat langsung
dimakan atau dapat juga diolah menjadi masakan. Sementara itu, daun pepaya biasa
dijadikan sebagai sayur dan obat-obatan.
Klassifikasi botani tanaman pepaya (Carica papaya Linn.) menurut Gunde et al.
(2016)
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Dilleniidae
Divisi : Magnoliophyta
Superdivisi : Spermatophyta
Ordo : Brassicales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Species : Carica papaya Linn.
(Gunde et al., 2016)
6
Gambar 2.1. Daun pepaya (Carica papaya Linn.)
Daun pepaya seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.1. mengandung klorofil
(Setiari et al, 2009), senyawa alkaloid karpain, karikaksantin, violaksantin, papain,
saponin, flavonoid, dan tannin (Milind et al, 2011). Daun pepaya memiliki
kandungan klorofil tertinggi di antara daun tanaman yaitu kemangi, kangkung,
cincau, bayam, pegangan, dan singkong, seperti ditunjukkan Tabel 2.1. (Setiari et
al, 2009).
Table 2.1. Rerata kandungan klorofil total, klorofil a dan klorofil b (mg/g) pada
beberapa tanaman sayuran
Jenis
Tanaman
Klorofil
Total Klorofil a Klorofil b
Kemangi 13.8200 a 10.8500 a 2.9750 ab
Kangkung 16.7667 a 13.1911 ab 3.5856 ab
Cincau 21.5350 bc 16.1200 bc 5.4250 bcd
Bayam 23.0222 bcd 18.2622 cd 4.7700 abc
Pegagan 24.2911 cd 17.7611 bcd 6.5467 cde
Singkong 27.4467 cd 19.6592 cd 7.8033 de
Pepaya 29.5975 d 21.4850 d 8.1300 e
Penelitian lain yang dilakukan oleh Maulana et al (2015), kandungan klorofil
tertinggi diperoleh pada daun pepaya. Kandungan klorofil total pada daun pepaya
mencapai 80,076 mg/L (Maulana et al, 2015). Kandungan ini lebih tinggi dari
7
klorofil daun puring dengan kandungan klorofil total mencapai 33,48 mg/L
(Gogahu et al, 2016).
2.1.1. Klorofil
Klorofil merupakan pigmen berwarna hijau yang mengandung cincin
porphyrin dengan sebuah ion magnesium (Mg2+) yang berada di tengah yang saling
berikatan melalui rantai hidrofobik. Terdapat beberapa jenis klorofil yaitu, klorofil
a, b, c, dan d. Perbedaan dari keempat jenis klorofil tersebut dapat dilihat dari
struktur dan jumlah atom penyusunnya, dengan rumus empiris yaitu
C55H72O5N4Mg (klorofil a), C55H70O6N4Mg (klorofil b), C35H30O5N4Mg (klorofil
c1), C35H28O5N4Mg (klorofil c2), dan C54H70O6N4Mg (klorofil d). Struktur klorofil
a seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2. (Inanc, 2011).
Perbedaan komposisi kimia berpengaruh pada warna daun yang dihasilkan.
Klorofil a menampakkan warna biru-hijau, sedangkan klorofil b menampakkan
warna kuning-hijau (Ngamwonglumlert et al, 2017). Klorofil terdapat pada jaringan
tanaman dan berada dalam lamella organel interseluler yaitu kloroplas. Klorofil
dilindungi oleh protein yang membentuk suatu kompleks klorofilprotein. Kompleks
ini dikelilingi oleh protein-lipid bilayer sehingga membuat klorofil stabil di
dalamnya (Miazek et al, 2013). Klorofil a mempunyai gugus metil (CH3), sehingga
bersifat kurang polar. Sedangkan klorofil b mengikat gugus formil (CHO) sehingga
bersifat polar (Rahayuningsih et al. 2018).
Pigmen klorofil berperan penting dalam proses fotosintesis pada tumbuhan.
Hal ini karena pigmen tersebut dapat menyerap radiasi matahari dan melepaskan
electron dalam proses fotokimia, sehingga dapat megubah energi cahaya menjadi
energi kimia dalam bentuk ATP (adenosin trifosfat). Dengan demikian, kandungan
klorofil akan mempengaruhi keberlangsungan proses fotosintesis (Sumenda et al,
2011). Struktur klorofil memiliki bagian kepala (head) dan ekor (tail) kecuali
klorofil c. Bagian kepala tersusun oleh cincin porphyrin sedangkan bagian ekor
tersusun dari 20 gugus karbon (C) yang disebut phytol (Inanc, 2011). Struktur
klorofil ditunjukkan oleh Gambar 2.2.
8
Gambar 2.2. Struktur klorofil a (Inanc, 2011).
Salah satu bahan organik yang mengandung unsur hara makro adalah pigmen
klorofil. Pigmen klorofil mengandung cincin porphyrin. Porphyrin merupakan
molekul yang tersusun dari karbon (C), Hidrogen (H), dan Nitrogen (N) (Zhou et
al, 2017). Unsur C dalam klorofil sangat berpotensi untuk dijadikan C-Dots.
Keberadaan muatan permukaan dari C-Dots yang sangat reaktif terhadap ion-ion
logam menjadikan C-Dots berpotensi digunakan sebagai bahan pengikat dan
pembawa unsur hara untuk pemacu pertumbuhan tanaman (Chen, 2018). Nitrogen
merupakan salah satu unsur hara makro yang diperlukan tanaman. Keberadaan
unsur N dalam klorofil dapat menjadi unsur yang sangat penting sebagai suplemen
fertilizer untuk tanaman.
9
2.2 Nanopartikel sebagai Fertilizer
Nanopartikel didefinisikan sebagai partikel yang sangat kecil kurang dari satu
dimensi dengan ukuran kurang dari 100 nm (Hasan, 2015). Teknologi nanopartikel
telah banyak diaplikasikan pada bidang pertanian salah satunya yaitu sebagai
fertilizer. Fertilizer merupakan zat alami atau sintesis berbahan dasar kimia yang
digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan dan kesuburan tanaman (Li et al.,
2019). Fertilizer dapat meningkatkan persediaan air dan menyaring cairan berlebih
sehingga dapat meningkatkan efektivitas tanah (Senna et al., 2015). Aplikasi
nanopartikel sebagai fertilizer karena penyerapan unsur hara yang diberikan melalui
fertilizer pada umumnya tidak dengan mudah terserap oleh akar tanaman. Oleh
karena itu, diperlukan fertilizer yang berukuran nano. Hal ini karena nanopartikel
yang berukuran 5-20 nm dapat dengan mudah masuk dan diserap oleh sel dinding
akar tanaman (Liu et al., 2015). Beberapa material nano yang digunakan sebagai
fertilizer seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Nanopartikel sebagai fertilizer berperan sebagai agen pembawa nutrien
(carrier) yang aman bagi pengguna, ramah lingkungan, dan kompatibel dengan
media tanam, tanaman, dan organisme lain. Fertilizer mampu diformulasikan
“disetel” untuk melepaskan nutrisi secara terkendali. Fertilizer dengan kemampuan
“controlled release” mampu memperpanjang umur nutrien dalam tanah atau media
tanam, artinya secara efektif mampu menjaga pasokan nutrien untuk tanaman
secara berkelanjutan selama periode pertumbuhan yang lebih lama serta
meningkatkan efisiensi penggunaan nutrien. Hal ini mampu mengurangi frekuensi
pemberian fertilizer pada tanaman dan biaya yang digunakan (Guo et al., 2018).
Nanopartikel sebagai fertilizer dapat meningkatkan kandungan nutrisi pada
tanah, aktivitas enzim dalam tanah, mikroorganisme, mengurangi hilangnya nutrien
dan meningkatkan ekologi tanah (Teng et al., 2018). Nanopartikel sebagai fertilizer
memiliki luas permukaan khusus yang lebih besar sehingga nutrien lebih mudah
diserap oleh tanaman, yang secara signifikan meningkatkan efisiensi fertilizer.
Selain itu juga mampu memperbaiki sifat fisik dan kimia dari tanah dan memelihara
persediaan air (Yu et al., 2015).
10
Gambar 2.3. Enam jenis material nano sebagai pembawa nutrien (Guo et al.,
2018)
Penelitian yang dilakukan oleh Ajirloo (2015) tentang pengaruh K-nano
fertilizer dan N-nano fertilizer terhadap tanaman tomat telah berhasil membuktikan
bahwa aplikasi 400 kg/ha K-nano fertilizer mampu meningkatkan tinggi tanaman
dan diameter batang tanaman tomat. Sedangkan aplikasi N-nano fertilizer mampu
meningkatkan hasil panen seperti jumlah buah tiap tanaman, berat buah, maupun
diameter buah tanaman tomat (Ajirloo et al., 2015). Namun penggunaan
nanopartikel sebagai fertilizer juga harus memperhatikan konsentrasi karena
diperlukan konsentrasi yang paling optimum untuk menghasilkan pengaruh yang
signifikan terhadap tanaman, penelitian yang telah dilakukan Hafeez (2015)
menunjukkan bahwa semakin banyak konsentrasi nanopartikel yang diberikan
dapat menghambat laju pertumbuhan tanaman seperti ditunjukkan Gambar 2.4.
(Hafeez et al., 2015).
11
Gambar 2.4. Pengaruh nanopartikel Cu terhadap pertumbuhan tanaman gandum
dengan konsentrasi berturut-turut 50, 40, 30, 20, 10, dan 0 ppm.
Beberapa material lain yang telah disintesis menjadi nanopartikel sebagai
fertilizer antara lain TiO2 yang diaplikasikan pada tanaman gandum (Jiang et al.,
2017), SiO2 yang diaplikasikan pada tanaman gandum (Behboudi et al., 2018),
CeO2 yang diaplikasikan pada tanaman selada (Gui et al., 2015), dan RuO2 yang
diaplikasikan pada tanaman brokoli (Hussain et al., 2015).
2.3 Carbon nanodots (C-Dots)
Carbon nanodots (C-Dots) merupakan salah satu jenis nanopartikel berbahan
dasar karbon (Carbon nanoparticles) yang berukuran kurang dari 10 nm. Contoh
jenis-jenis carbon nanoparticles lainnya adalah graphene, carbon nanotubes, dan
fullerenes. Perbedaan C-Dots dengan jenis carbon nanoparticles lainnya
didasarkan pada dimensi dan bentuk strukturnya (Yan et al., 2016). C-Dots
merupakan penemuan terbaru kelompok famili karbon yang secara tidak sengaja
ditemukan oleh Xu et al. pada 2004 yaitu selama proses purifikasi Single Walled
Carbon Nanotubes (SWCNTs) (Xu et al., 2004). C-Dots didefinisikan sebagai
nanopartikel berbentuk quasi-sferis yang berdiameter kurang dari 10 nm dengan
jarak spasi antar kisi 0.18-0.24 nm (Wu et al., 2017). Secara umum C-Dots
berbentuk inti amorf atau nanokristalin dengan gugus sp2 (Sciortino et al., 2018).
12
2.3.1. Struktur dan Sintesis C-Dots
Struktur morfologi C-Dots seringkali berbentuk quasi-sferis dan strukturnya
dapat menjadi graphitic, amorphous, atau mencirikan inti kristalin C3N4 (Sciortino
et al., 2018) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5. Inti dan struktur C-Dots
bergantung pada proses sintesis C-Dots.
Gambar 2.5. Representasi struktur C-Dots (Sciortino et al., 2018)
C-Dots sangat populer karena memiliki sifat optik yang khusus,
biokompatibilitas baik, rendah toksisitas, sintesis mudah, dan sumber prekursor
yang serba guna (Chan et al., 2018). Salah satu karakteristik C-Dots yaitu memiliki
sifat fluorescence (dapat berpendar) dengan gradien warna biru hingga merah
mendekati daerah infrared (Liu et al., 2019). C-Dots dapat memancarkan cahaya
biru (Zhou et al., 2012), hijau (Dias et al., 2019), atau merah (Miao et al., 2017).
Contoh sintesis C-Dots dari bahan organik yang menghasilkan warna biru ketika
diradiasi sinar UV seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Skema sintesis C-Dots dari kulit semangka yang memancarkan
cahaya biru ketika disinari UV (Zhou et al., 2012)
13
C-Dots dapat disintesis melalui berbagai metode. Sintesis C-Dots
diklasifikasikan menjadi dua yaitu metode top-down dan bottom-up seperti
ditunjukkan oleh Gambar 2.7. Metode top-down yaitu sintesis nanopartikel dengan
cara memecah partikel berukuran besar seperti graphite menjadi partikel berukuran
nanometer. Metode ini terdiri dari arc-discharge, laser ablation, ultrasonic
treatment, electrochemical oxidation, dan chemical oxidation. Sedangkan metode
bottom-up merupakan metode sintesis yang sederhana antara lain microwave,
thermal decomposition, hydrothermal treatment, template routes, dan plasma
treatment. (Chan et al., 2018; Das et al., 2018).
Gambar 2.7. Representasi metode sintesis C-Dots (Rawat et al., 2015)
Metode sintesis C-Dots yang paling sederhana yaitu dengan teknik
microwave. Selain sederhana, proses sintesis C-Dots berlangsung lebih cepat dan
menggunakan energi yang rendah sehingga menghindari sintesis multi-step (Xiao
et al., 2013). Metode pemanasan menggunakan microwave, proses karbonisasi
molekul-molekul organik yang kecil berlangsung lebih cepat seiring meningkatnya
waktu pemanasan (microwave). Dengan menggunakan metode pemanasan, ukuran
C-Dots dipengaruhi oleh waktu dan suhu selama proses pemanasan (heat treatment)
seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.8.
14
Gambar 2.8. Skema pembentukan C-Dots menggunakan teknik microwave (He
et al., 2017)
Melimpahnya sumber karbon di alam menjadikan C-Dots banyak diteliti.
Berbagai sumber karbon telah diteliti untuk menghasilkan C-Dots antara lain
berasal dari sari lemon (Ding et al., 2017), kulit buah naga dan kulit buah manggis
(Hepriyadi et al., 2018), kulit manggis (Aji et al., 2017), sari tomat (Miao et al.,
2016), kulit durian (Praneerad et al., 2019). C-Dots telah banyak digunakan untuk
aplikasi biomaging (Zheng et al., 2017), sensing (Xu et al., 2015), lighting (Sarswat
et al., 2015), dan fertilizer (Wang et al., 2018).
2.3.2. Sifat Optik C-Dots
Secara umum C-Dots efektif menyerap cahaya pada rentang panjang
gelombang 230-340 nm dengan tail (ekor) memanjang ke daerah cahaya tampak.
Pita serapan pertama terletak sekitar panjang gelombang 230-280 nm yang terkait
dengan transisi 𝜋 − 𝜋∗ ikatan 𝐶 = 𝐶 dari inti karbon, sementara pita kedua terletak
sekitar panjang gelombang 300-340 nm yang disebabkan oleh transisi 𝑛 − 𝜋∗ dari
gugus permukaan 𝐶 = 𝑂 (Ganiga et al., 2016; Han et al.,2016). Sekitar daerah
panjang gelombang 350 nm transisi 𝑛 → 𝜋∗ terjadi karena ikatan karbon yang
mengandung N atau O (Sharma et al., 2017). Puncak absorbansi C-Dots teramati
pada daerah UV dengan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 283 nm
dengan ekor memanjang ke daerah cahaya tampak seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.9.
15
Gambar 2.9. Spektrum absorbansi C-Dots dari jus pisang (De et al., 2013)
Absorbansi C-Dots pada daerah UV-Vis terjadi karena transisi elektronik
molekul-molekul C-Dots, spektrum UV terletak pada panjang gelombang 200-400
nm dan spektrum Visible light terletak pada panjang gelombang 400-800 nm.
Cahaya dari spektrum UV-Vis cukup aktif untuk mendorong elektron valensi keluar
dari tingkat energi yang lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah. Elektron
valensi terbagi menjadi tiga jenis elektron orbital yaitu 𝜎 (bonding orbital), 𝜋
(bonding orbital), dan n (non-bonding orbital). Sigma (𝜎) cenderung memiliki
tingkat energi yang lebih rendah daripada 𝜋 yang mana energinya lebih rendah
daripada orbital n. Orbital anti-bonding (𝜎∗ dan 𝜋∗ ) merupakan orbital dengan
tingkat energi tertinggi. Diagram tingkat energi menunjukkan transisi elektronik
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.10. Transisi elektron dari Highest Occupied
Molecular Orbital (HOMO) ke Lowest Unoccupied Molecular Orbital dan
menghasilkan keadaan tereksitasi (Sagadevan et al., 2014).
16
Gambar 2.10. Diagram tingkat energi dengan transisi elektronik (Sagadevan et
al., 2014)
Selain absorbansi, sifat optik C-Dots yang paling menarik yaitu terkait
dengan photoluminescene. Photoluminescence merupakan salah satu fenomena
luminescene berdasarkan sumber energi yang digunakan yaitu foton atau cahaya.
Emisi cahaya merupakan hasil dari eksitasi oleh radiasi elektromagnetik (Murthy
et al., 2013). C-Dots dapat berpendar (fluorescence) ketika diradiasi menggunakan
sinar UV (Liu et al., 2019). Fluorescene merupakan fenomena luminescene yang
diklasifikasikan berdasarkan durasi emisi (𝜏𝑐) yaitu apabila emisi cahaya terjadi
𝜏𝑐 < 10−8s. Oleh karena itu, emisi cahaya dari proses fluorescence terjadi hampir
bersamaan ketika material diradiasi dan berhenti mengemisikan cahaya ketika
radiasi dihentikan (Murthy et al., 2013). Apabila emisi cahaya terjadi 𝜏𝑐 > 10−8s
maka disebut phosphorescence. Perbedaan antara keduanya dapat dijelaskan
menggunakan diagram Jablonski seperti ditunjukkan pada Gambar 2.11.
17
Gambar 2.11. Mekanisme fluorescence dan phosphorescence berdasarkan
Diagram Jablonski (Li et al., 2018)
Fluorescence terjadi ketika elektron yang dikenai foton maka energi radiasi
yang masuk mengeksitasi elektron dari keadaan dasar (ground state) (S0) ke tingkat
energi yang lebih tinggi (singlet state) (S1, S2,…, Sn). Elektron akan tereksitasi
kembali ke tingkat yang lebih rendah (S1), kemudian tereksitasi ke tingkat yang
lebih rendah lagi (S0) dalam waktu 10 ns sambil memancarkan cahaya. Sedangkan
pada emisi phosphorescence, sebelum sampai ke ground state elektron mengalami
transisi ke triplet state (Tn, T2 dan T1), elektron yang stabil kemudian tereksitasi ke
bawah dari T2 ke T1. Kemudian elektron tereksitasi ke ground state sambil
memancaekan cahaya. Transisi elektron dari singlet state ke triplet state
menyebabkan penundaan (delay) waktu mencapai 10 s. Sehingga yang cahaya
dipancarkan setelah mencapai waktu 10 s (Baryshnikov et al., 2017; Li et al., 2018).
Beberapa C-Dots yang telah disintesis dari bahan organik yaitu berasal dari
kulit manggis yang menujukkan spektrum serapan pada panjang gelombang 350-
550 nm (Aji et al., 2017). Sementara C-Dots dari kulit durian menunjukkan
spektrum serapan pada panjang gelombang 200-600 nm (Praneerad et al., 2019).
Penelitian lainnya juga telah dilakukan sintesis C-Dots dari kulit buah naga dan
18
kulit buah manggis, keduanya menunjukkan spektrum serapan pada panjang
gelombang 280-350 nm (Hepriyadi et al., 2018).
2.3.3. C-Dots sebagai Fertilizer
C-Dots telah menarik perhatian di bidang pertanian untuk meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman (Li et al., 2019). Qu et al. pada 2012 telah
mengungkap biokompabilitas C-Dots pada kecambah (Qu et al., 2012), sejak saat
itu potensi C-Dots terhadap tanaman banyak diteliti termasuk pertumbuhan
tanaman, fotosintesis, dan resistensi terhadap tekanan komponen biotik maupun
abiotik (Wang et al., 2018; Chandra et al., 2014; Su et al., 2018; Li et al., 2018).
Selain itu pemberian C-Dots juga meningkatkan proses fiksasi nitrogen oleh bakteri
Azobacter sp (Wang et al., 2018). Potensi C-Dots sebagai fertilizer telah berhasil
disintesis oleh Wang et al (2018) dari asam sitrat monohidrat dan thiourea untuk
menghasilkan C-Dots yang kaya akan Nitrogen (N-CDots) (Wang et al., 2018).
Urea merupakan sumber yang kaya akan kandungan nitrogen (N) sehingga
digunakan sebagai fertilizer pada tanaman(Kottegoda et al., 2017).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wang et al (2018), N-CDots
diaplikasikan pada kecambah kacang seperti ditunjukkan pada Gambar 2.12.
membuktikan bahwa benih kecambah yang dibudidayakan dalam larutan N-Cdots
(0.2 mg/mL) mengalami pertumbuhan lebih cepat daripada benih kecambah yang
hanya diberi air murni. Namun benih kecambah yang diberi konsentrasi N-Cdots
lebih tinggi yaitu 4.0 mg/mL pertumbuhannya terhambat dan lebih kecil daripada
benih kecambah yang hanya menggunakan air murni (Wang et al., 2018). Hal ini
membuktikan bahwa konsentrasi berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Seperti
halnya dengan penggunaan pupuk apabila terlalu berlebihan maka tanaman akan
mati, begitu pula apabila kekurangan pupuk. Jadi diperlukan konsentrasi yang
optimum.
19
(a)
(b)
Gambar 2.12. (a) Benih kecambah yang dibudidayakan dalam larutan N-Cdots
(0.2 mg/mL) dengan pembanding air murni, dan (b) dalam larutan N-Cdots (4.0
mg/mL) dengan pembanding air murni
2.4 Mekanisme Transport Nanopartikel pada Tanaman
Secara umum, interaksi tanaman dengan nanopartikel dibagi menjadi tiga
yaitu: i) deposisi nanopartikel pada permukaan tanaman (misalnya pada daun, akar,
atau batang), ii) penetrasi nanopartikel melalui kutikula dan epidermis, dan iii)
transport dan transformasi pada tanaman (Su et al., 2019). Terdapat beberapa
metode aplikasi nanopartikel pada tanaman antara lain: 1) aplikasi pada daun, 2)
aplikasi pada akar (terutama membasahi tanah), dan 3) secara injeksi pada batang.
Skema aplikasi nanopartikel pada tanaman ditunjukkan oleh Gambar 2.13.
20
Gambar 2.13. Skema aplikasi nanopartikel pada tanaman (Su et al., 2019)
Aplikasi nanopartikel pada tanaman melalui akar, batang, dan daun adalah
tiga metode yang paling umum digunakan. Nanopartikel ditransportasikan ke
bagian lain dari tanaman melalui sistem vaskuler (Lv et al., 2019). Aplikasi pada
akar merupakan metode yang paling sederhana dengan proses irigasi secara rutin
pada tanaman dan aplikasinya sering dipadukan dengan fertilizer (Geisler-Lee et
al., 2014). Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, penyerapan
nanopartikel melalui akar tanaman bergantung pada ukuran partikel tersebut. Hal
ini menunjukkan bahwa bentuk dan dimensi nanopartikel juga berpengaruh
terhadap proses penyerapan nanopartikel dari akar hingga ke pucuk tanaman
(Antisari et al., 2014). Selain itu penyerapan nanopartikel pada konsentrasi tinggi
dibatasi oleh homoagregasi antar partikel dan heretoagregasi antara nanopartikel
dengan partikel-partikel pada permukaan tanah atau akar (Su et al., 2019).
21
Mekanisme transport nanopartikel dari akar ke dalam tanaman terbagi
menjadi dua yaitu: apoplastik dan simplastik.
2.4.1. Transport Apoplastik
Ketika nanopartikel melewati dinding sel yang berpori, partikel-partikel
mengalami difusi di dalam ruang antara dinding sel dan membran plasma yang
mengacu pada tekanan osmosis atau gaya kapilaritas (Lin et al., 2009).
Nanopartikel masuk ke epidermis akar dan korteks melalui jalur apoplastik. Jalur
apoplastik penting untuk pergerakan partikel secara radial di dalam jaringan
tanaman dan memungkinkan nanopartikel untuk mencapai silinder pusat akar dan
jaringan vaskuler (jaringan pengangkut). Sementara di dalam silinder pusat,
nanopartikel bergerak menuju bagian aerial melalui xylem, mengikuti aliran
transpirasi. Namun, untuk menjangkau xylem melalui akar maka harus melewati
pita Kasparian (Casparian strip) yang mana harus dilakukan menggunakan jalur
simplastik melalui sel endodermal (Perez-de-Luque, 2017).
2.4.2. Transport Simplastik
Transport simplastik melibatkan pergerakan air dan zat-zat antara sel-sel yang
berdekatan dengan sitoplasma melalui plasmodesmata (Roberts et al., 2003). Jalur
simplastik dianggap sebagai jalur yang lebih penting dalam proses pengangkutan
nanopartikel ke tanaman. Melalui transport simplastik, nanopartikel di dalam sel
tanaman dapat mengalami beberapa proses antara lain:
• Endositosis : nanopartikel yang dikelilingi oleh membran plasma yang melipat
membentuk vesikula, dan kemudian masuk ke dalam sel.
• Pore formation : beberapa bahan nanopartikel dapat mengganggu membran
plasma yang kemudian menyebabkan pembentukan pori-pori untuk
menyeberang ke dalam sel dan secara langsung mampu menjangkau sitosol
tanpa diselubungi oleh organel apapun.
• Carrier proteins : nanopartikel dapat mengikat protein disekitarnya, termasuk
protein membran sel yang dapat bertindak sebagai carrier selama proses
penyerapan di dalam sel. Secara khusus, aquaporin (protein dalam membran sel
yang membentuk pori-pori) dianggap mampu berperan sebagai transporter
nanopartikel di dalam sel. Pengaruh hidrofobik ataupun hidrofilik dapat
22
mengubah interaksi nanopartikel dengan membran sel tanaman. Nanopartikel
yang bersifat hidrofobik cenderung melekat pada inti hidrofobik membran tanpa
mengahasilkan kebocoran dalam membran. Sedangkan nanopartikel yang
bersifat hidrofilik membantu proses absopsi pada permukaan bilayer dan
cenderung mengikat vesikel intraseluler.
• Plasmodesmata : nanopartikel masuk ke dalam sel yaitu melalui plasmodesmata
(saluran terbuka pada dinding sel yang menjadi penghubung antar sel yang
bersebelahan) sehingga menggunakan jalur simplastik karena mekanisme ini
penting untuk proses translokasi pada tanaman melalui floem. Selama di dalam
sel, nanopartikel mengandung endosom atau protein kompleks dapat melakukan
transport secara efisien ke sel-sel tetangga melalui plasmodesmata
• Ion channels : saluran ion mampu bertindak sebagai jalan untuk nanopartikel
masuk ke dalam sel
Karakteristik nanopartikel mempengaruhi bagaimana mereka diserap dan
ditranslokasikan pada tanaman yang menyangkut metode aplikasinya pada tanaman.
Nanopartikel dapat berinteraksi dengan mikroorganisme dan senyawa-senyawa di
dalam tanah, yangmana dapat memudahkan atau menghambat proses absorbsinya.
Nanopartikel dapat mengikuti jalur apoplastik atau simplastik untuk bergerak ke
atas atau ke bawah, dan bergerak secara radial untuk berpindah dari satu jalur ke
jalur yang lainnya (Perez-de-Luque, 2017).
23
Faktor yang mempengaruhi transport dan penyerapan nanopartikel pada
tanaman seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.14. mulai dari mekanisme pemberian
nanopartikel pada tanaman, pergerakan nanopartikel pada tanaman hingga masuk
ke sel-sel tanaman.
Gambar 2.14. Mekanisme pergerakan nanopartikel pada tanaman (Perez-de-
Luque, 2017)
24
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini mengenai sintesis C-Dots dari klorofil daun pepaya (Carica
papaya Linn.) sebagai fertilizer. Penelitian ini dilakukan secara eksperimental
dengan merujuk referensi terkait. Penelitian ini terdiri dari empat tahapan yaitu (i)
ekstraksi klorofil daun pepaya, (ii) sintesis C-Dots dari klorofil daun pepaya, (iii)
karakterisasi C-Dots dari klorofil daun pepaya, dan (iv) aplikasi C-Dots pada
tanaman. Proses ekstraksi klorofil dan sintesis C-Dots dilakukan di Laboratorium
Fisika Material Terapan Gedung D9 Lantai 3 Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.
Karakterisasi C-Dots dibatasi pada sifat optik dan strukturnya. Sifat optik C-
Dots dari klorofil daun pepaya dianalisis dari spektrum serapan. Spektrum serapan
diukur menggunakan perangkat UV-Vis di Laboratorium Fisika Universitas Negeri
Semarang. Sedangkan struktur C-Dots dianalisis dari hasil karakterisasi
menggunakan perangkat FTIR di Laboratorium Fisika Universitas Negeri
Semarang dan karakterisasi komposisi unsur yang terkandung pada C-Dots
dianalisis menggunakan perangkat SEM-EDX di Laboratorium Fisika Universitas
Negeri Semarang
Aplikasi C-Dots pada tanaman terung hijau yang dilakukan di Aulia Kos No.
4 Gang Pisang Sekarang Gunungpati. Analisis dilakukan dengan mengukur dimensi
daun dan tinggi tanaman per empat hari sehingga diperoleh laju pertumbuhan
tanaman. Alur penelitian sintesis C-Dots dari klorofil daun pepaya melalui proses
pemanasan dan pengaplikasiannya sebagai fertilizer ditunjukkan pada Gambar 3.1.
25
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian
Mulai
Menyiapkan alat
dan bahan
Maserasi daun
pepaya
Sintesis C-Dots
Metode
Pemanasan
Karakterisasi C-
Dots
UV-Vis FTIR Lampu UV
Uji performa C-
Dots pada tanaman
Jumlah daun Laju pertumbuhan Dimensi daun
Analisis hasil
penelitian
Karakterisasi
tanaman
Penulisan laporan
Selesai
SEM-EDX
26
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu daun pepaya,
aquades, alkohol 96%, urea, gelas ukur, spatula, neraca digital, saringan, kertas
saring halus, gunting, gelas beker, cawan, aluminium foil, magnetic stirrer, botol
sampel 50 ml, pipet tetes, stopwatch, microwave, cuvet, lampu UV 15 watt, polibag,
dan mistar.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1. Ektraksi Klorofil Daun Pepaya
Tahap awal dalam penelitian ini yaitu ekstraksi klorofil daun pepaya. Proses
ekstraksi klorofil daun pepaya dilakukan dengan metode maserasi. Metode
maserasi dilakukan dengan merendam daun pepaya yang sudah dipotong kecil-kecil
sebanyak 50 gram dalam etanol 96% sebanyak 250 ml selama 24 jam. Daun pepaya
yang sudah dimaserasi selama 24 jam kemudian disaring dari ampasnya sehingga
diperoleh ekstrak klorofil daun pepaya.
3.3.2. Sintesis C-Dots
Tahap selanjutnya yaitu sintesis C-Dots. Proses sintesis C-Dots dari ekstrak
klorofil daun pepaya dilakukan dengan metode bottom up menggunakan microwave.
Proses awal sintesis C-Dots yaitu menambahkan urea sebanyak 2 gram ke dalam
20 ml ekstrak klorofil, urea berfungsi sebagai agen passivasi agar terbentuk C-Dots
(Aji et al., 2017). Proses pelarutan ini dilakukan menggunakan magnetic stirrer
selama 10 menit. Setelah itu, larutan tersebut dimasukkan ke dalam cawan dan
dipanaskan menggunakan microwave (Panasonic Series NN-SM32HM 750 watt)
27
selama 10 menit. Kemudian dilanjutkan dengan cara yang sama untuk variasi waktu
microwave yaitu 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit dan 60 menit. Setelah
melalui proses microwave, masing-masing sampel dengan variasi waktu microwave
dilarutkan ke dalam 20 ml aquades menggunakan magnetic stirrer selama 10 menit.
Larutan tersebut kemudian disaring menggunakan kertas saring halus. Uji awal
terbentuknya C-Dots klorofil daun pepaya menggunakan radiasi sinar UV di mana
jika sampel mengalami fluoresensi (berpendar) diasumsikan telah terbentuk
partikel C-Dots di dalamnya (Liu et al., 2019)
3.3.3. Karakterisasi C-Dots
Uji awal dilakukan dengan cara masing-masing sampel yaitu 10 menit, 20
menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit, dan 60 menit dimasukkan ke dalam cuvet
kemudian disinari menggunakan lampu UV 15 watt. Pengujian selanjutnya yaitu
karakterisasi sifat optik menggunakan perangkat UV-Vis (UV-2600 Series) untuk
mengetahui spektrum absorbansi dan energi gap sampel C-Dots. Sampel yang diuji
yaitu ekstrak, 0 menit, 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit, dan 60
menit. Energi gap C-Dots ditentukan melalui metode Tauc Plot (Aji et al., 2017).
Persamaan untuk menentukan energi gap yaitu:
𝛼2 =ℎ𝑐
𝜆− 𝐸𝑔 (3.1)
di mana 𝛼 adalah koefisien absorbansi (𝑚−1), h adalah tetapan Planck (4136 ×
10−15 eV. s), 𝜆 adalah panjang gelombang (m) dan 𝐸𝑔 adalah energi gap (eV).
Kararterisasi sifat struktur dan gugus fungsional C-Dots menggunakan perangkat
FTIR (PerkinElmer Spectrum Version 10.03.06). Sedangkan karakterisasi
28
komposisi unsur-unsur yang terkandung pada C-Dots dari korofil daun pepaya
menggunakan perangkat SEM-EDX (Phenom-World).
3.3.4. Uji Performa C-Dots pada Tanaman
C-Dots dari ekstrak klorofil daun pepaya selanjutnya diaplikasikan pada
tanaman sebagai suplemen fertilizer. C-Dots diaplikasikan pada bibit tanaman
terung hijau yang memiliki tinggi dan jumlah daun sama serta ukuran daun yang
relatif sama. Masing-masing bibit tanaman terung diberi pupuk NPK 16:16:16 yaitu
di awal (pada hari ke-2) setelah bibit tanaman dipindah ke media tanam dan pada
hari ke-35. Sebanyak 10 gram pupuk NPK 16:16:16 dilarutkan dalam 1 liter air.
Masing-masing tanaman diberi 100 ml larutan NPK 16:16:16. Tanaman di-
treatment dengan variabel waktu microwave 0 menit, 10 menit, 20 menit, 30 menit,
40 menit, 50 menit, dan 60 menit. Ilustrasi treatment C-Dots pada tanaman
ditunjukkan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Ilustrasi treatment C-Dots pada tanaman
Mekanisme pemberian C-Dots pada tanaman dengan metode aplikasi pada
akar (root). Aplikasi pada akar merupakan metode yang paling sederhana dengan
proses irigasi atau penyiraman secara rutin pada tanaman dan aplikasinya sering
dipadukan dengan fertilizer (Geisler-Lee et al., 2014). Tanaman terung hijau
disiram secara rutin menggunakan air. Sedangkan treatment menggunakan C-Dots
29
dilakukan setiap empat hari sekali. Konsentrasi C-Dots yang diberikan pada
masing-masing tanaman yaitu 20 ml C-Dots per 600 ml air, sehingga larutan C-
Dots bisa digunakan untuk 4 kali treatment. Larutan C-Dots yang diberikan pada
tanaman yaitu 150 ml. Parameter yang diukur selama penelitian ini yaitu setiap
empat hari sekali diukur tinggi tanaman, jumlah daun, dan dimensi daun. Proses
treatment dan pengambilan data pada tanaman terung hijau dilakukan selama 60
hari.
30
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sintesis C-Dots dari klorofil daun pepaya (Carica papaya Linn.) dengan
metode bottom-up menggunakan microwave. Sintesis C-Dots dari ekstrak klorofil
daun pepaya dengan memvariasikan waktu pemanasan (microwave) yaitu 0 menit,
10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit, dan 60 menit. Uji awal
terbentuknya C-Dots dari klorofil daun pepaya yaitu dengan diradiasi menggunakan
sinar ultraviolet (UV). Sampel 0 menit, 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50
menit, dan 60 menit diradiasi menggunakan lampu UV. Apabila terjadi
fluorescence (berpendar) menunjukkan bahwa telah terbentuk C-Dots (Liu et al.,
2019). Perbandingan sampel C-Dots dari klorofil daun pepaya yang diradiasi di
bawah cahaya UV dan tanpa diradiasi cahaya UV ditunjukkan pada Gambar 4.1.
(a)
(b)
Gambar 4.1. Perbandingan sampel C-Dots dari klorofil daun pepaya ketika
diradiasi a) daylight, dan b) UV light
Gambar 4.1a. menunjukkan sampel C-Dots tanpa diradiasi menggunakan UV
light. Ekstrak klorofil daun pepaya tanpa diradiasi menggunakan microwave
maupun diradiasi menggunakan microwave tidak menunjukkan perpendaran
(fluorescence) ketika berada di bawah daylight dengan warna dari hijau ke cokelat.
31
Radiasi menggunakan microwave menyebabkan ekstrak klorofil berubah warna
menjadi cokelat. Sedangkan ekstrak klorofil daun pepaya yang telah dipanasi
menggunakan microwave ketika diradiasi di bawah UV light mampu menunjukkan
perpendaran (fluorescence) seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1b. Ekstrak klorofil
daun pepaya ketika diradiasi di bawah cahaya UV telah berubah warna namun tidak
berpendar dan menunjukkan warna hijau bening. Sampel 0 menit ketika diradiasi
menggunakan cahaya UV juga tidak berpendar dan menunjukkan warna biru
kehijauan. Hal ini mengindikasikan bahwa sampel yang belum mengalami proses
pemanasan (microwave) tidak mengalami fluorescence (berpendar). Sedangkan
sampel 10 menit telah mengalami fluorescence dan memancarkan perpendaran
berwarna biru. Begitu pula dengan sampel 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit,
dan 60 menit juga mengalami fluorescence dan memancarkan perpendaran
berwarna biru.
Proses fluorescence atau perpendaran pada sampel C-Dots dari klorofil daun
pepaya tersebut terjadi akibat radiasi lampu UV. Suatu material di dalamnya
terdapat elektron, di mana dalam kondisi tanpa diberi energi (tidak diiradiasi) maka
elektron di dalam material tersebut tetap stabil begitu pula dengan C-Dots. C-Dots
memiliki muatan-muatan di permukaannya, ketika diiradiasi menggunakan UV
light maka elektron-elektron tersebut tereksitasi dari HOMO ke LUMO akibat
diberi energi yang lebih tinggi. Elektron-elektron dengan energi yang tinggi
tersebut mengalami ketidakstabilan dan menglami rekombinasi (tereksitasi kembali)
ke level energi yang lebih rendah disertai dengan pemancaran cahaya berupa
perpendaran (fluorescence). Jadi ketika tereksitasi ke tingkat energi yang lebih
tinggi, elektron menyerap energi dari radiasi sinar UV dan ketika elektron
berpindah ke level energi yang lebih rendah yaitu dengan melepaskan energi dalam
bentuk cahaya. Terlihat pada sampel C-Dots dari klorofil daun pepaya bahwa energi
yang dilepaskan dalam bentuk cahaya perpendaran berwarna biru. Fluorescence
(perpendaran) tersebut ditunjukkan oleh sampel 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40
menit, 50 menit, dan 60 menit. Hal itu merepresentasikan bahwa sampel 10 menit,
20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit, dan 60 menit telah terbentuk C-Dots.
32
C-Dots dari klorofil daun pepaya terbentuk karena mengalami polimerisasi
dan karbonisasi selama proses pemanasan (microwave). Penelitian sebelumnya,
sintesis C-Dots menggunakan metode bottom up mengalami proses polimerisasi
dan karbonisasi, di mana proses karbonisasi dapat dicapai melalui proses
solvothermal, microwave, atau pembakaran (Reckmeier et al., 2016). C-Dots yang
berasal dari prekursor senyawa aromatik sebagian besar dibentuk melalui proses
pembentukan ikatan, polimerisasi, dan karbonisasi untuk membentuk cincin atau
ikatan rantai (domain sp2) (Qu et al., 2019) dan matriks amorf sp3 (Strauss et al.,
2014). Telah banyak studi yang mengungkap bahwa C-Dots terbentuk melalui
proses polimerisasi dan karbonisasi (Xia et al., 2019; Strauss et al, 2014; Qu et al.,
2019; Jia et al., 2012). Karbonisasi merupakan suatu proses mengkonversi bahan
organik menjadi ikatan rantai karbon. Sedangkan polimerasi merupakan proses
penyusunan ikatan rantai karbon yang telah terurai selama proses pemanasan.
Ikatan rantai karbon bahan organik mudah putus sehingga mengkibatkan rantai-
rantai karbon mengalami penyusunan ulang (Aji et al., 2015). Polimer nanopartikel
dibentuk dari klorofil daun pepaya sebagai prekursor C-Dots dan urea sebagai agen
pasivasi. Urea merupakan bahan adiktif sebagai agen pasivasi permukaan C-Dots
dan berperan dalam meningkatkan sifat fotoluminisensi C-Dots (Dai et al., 2017).
Ilustrasi sintesis C-Dots dari klorofil daun pepaya ditunjukkan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Ilustrasi sintesis C-Dots dari klorofil daun pepaya
Ketika sampel diiradiasi menggunakan microwave terjadi interaksi antara
gelombang mikro dengan molekul-molekul yang terdapat pada sampel sehingga
mengakibatkan molekul-molekul tersebut mengalami vibrasi yang kemudian
33
memutus ikatan-ikatan rantai karbon (C) sehingga terjadi proses polimerisasi.
Ikatan-ikatan karbon (C) yang terputus tersebut kemudian terkumpul dan
membentuk inti karbon. Identifikasi telah terbentuk C-Dots dapat terlihat dari
perubahan sampel ketikan diiradiasi menggunakan microwave menjadi berwarna
coklat dan di bawah UV light mampu menunjukkan fluorescence.
Setiap bahan organik mengandung karbon (C) mampu membentuk C-Dots
melalui proses pemanasan. Namun tidak semua proses pemanasan mampu
memutus ikatan-ikatan rantai karbon yang terdapat di dalam bahan organik secara
maksimal. Oleh karena itu, diperlukan metode-metode tertentu untuk sintesis C-
Dots sehingga variabel-variabel seperti suhu dan waktu yang dapat dikontrol agar
material yang dihasilkan lebih seragam. Penelitian yang dilakukan oleh Patidar et
al. pada 2016 telah membuktikan bahwa arang yang diperoleh dari hasil
pembakaran memerlukan proses heat treatment (microwave dan hydrothermall)
untuk membentuk karbon yang berukuran nanopartikel (Patidar et al., 2016). Hal
ini mebuktikan bahwa perlu metode tertentu untuk memecah bulk agar menjadi
partikel yang lebih kecil untuk membentu C-Dots. Selama proses pemanasan
(microwave), C-Dots dari klorofil daun pepaya terbentuk lebih cepat. Hal ini karena
keberadaan unsur N dapat meningkatkan proses pembentukan C-Dots (Dai et al.,
2017). Berdasarkan Gambar 4.1b. sampel C-Dots yaitu 10 menit, 20 menit, 30
menit, 40 menit, 50 menit, dan 60 menit menunjukkan intensitas perpendaran
semakin tinggi dengan meningkatnya waktu pemanasan (microwave). Semakin
tinggi suhu atau lama pemanasan maka partikel C-Dots yang terbentuk lebih banyak
sehingga perpendaran (fluorescence) yang dihasilkan semakin terang. Namun
dengan waktu yang tidak terkendali atau terlalu lama mampu mengakibatkan
terbentuknya carbon black (Yan et al., 2016).
Setiap material yang mengandung karbon (C) hasil pembakaran
memungkinkan mengalami perpendaran yang dapat dilihat secara kasat mata di
bawah UV light. Namun memungkinkan pula bahwa spektrum cahaya yang
dipancarkan bukan merupakan cahaya tampak sehingga tidak dapat dilihat secara
langsung terjadinya fluorescence dan diperlukan instrumen tertentu untuk
mengamatinya.
34
4.1. Sifat Optik C-Dots dari Klorofil Daun Pepaya
4.1.1. Spektrum Absorbansi
Spektrum absorbansi C-Dots dari klorofil daun pepaya dianalisis
menggunakan perangkat UV-Vis (UV-2600 Series). Hasil analisis spektrum
absorbansi C-Dots dari klorofil daun pepaya ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Spektrum absorbansi C-Dots dari klorofil daun pepaya
Pendekatan Molecular Orbitals (MO) digunakan untuk mendeskripsikan
perpindahan elektron atau transisi elektronik. Pergeseran spektrum absorbansi
mengindikasikan perubahan transisi elektronik C-Dots yaitu transisi 𝜋 − 𝜋∗ dan
𝑛 − 𝜋∗ . Karakteristik puncak absorbansi C-Dots pada rentang panjang gelombang
220-280 nm berhubungan dengan ikatan 𝐶 = 𝐶 dengan transisi 𝜋 − 𝜋∗ (Sciortino
et al., 2017). Sedangkan puncak absorbansi sekitar panjang gelombang 330-345 nm
menunjukkan transisi 𝑛 − 𝜋∗ yang berhubungan dengan ikatan 𝐶 = 𝑂 (Sharma et
al., 2017). C-Dots kaya akan gugus karbonil 𝐶 = 𝑂 pada permukaan, karena
prekursor yang berasal dari bahan organik kaya akan kandungan karbon dan
oksigen (Hu et al., 2015).
35
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa ekstrak klorofil daun pepaya memiliki dua
peak yang terletak pada rentang panjang gelombang 200-258 nm dan peak kedua
terletak pada rentang panjang gelombang 627-703 nm. Kedua peak tersebut
menunjukkan karakteristik dari pigmen klorofil. Sedangkan ekstrak klorofil daun
pepaya yang telah diberi urea (sampel 0 menit) intensitas absorbansinya mengalami
penurunan namun tetap berada pada rentang panjang gelombang yang sama dengan
ekstrak klorofil daun pepaya. Setelah mengalami proses pemanasan (microwave)
dan membentuk C-Dots, spektrum absorbansi C-Dots dari klorofil daun pepaya
bergeser dan terletak pada rentang panjang gelombang 200-437 nm yaitu
mengindikasikan bahwa C-Dots menunjukkan sifat optik yang jelas pada daerah
UV. Berdasarkan grafik spektrum absorbansi yang ditunjukkan pada Gambar 4.2
C-Dots dari klorofil daun pepaya memiliki serapan yang paling optimum pada
rentang panjang gelombang 285-356 nm. Karakteristik puncak (peak) absorbansi
pertama dari keenam sampel C-Dots berada pada panjang gelombang 255 nm
dengan transisi 𝜋 − 𝜋∗ . Sedangkan karakteristik puncak absorbansi kedua dari
keenam sampel C-Dots yang terletak pada 333 nm berkaitan dengan transisi 𝑛 −
𝜋∗. C-Dots dari klorofil daun pepaya menunjukkan intensitas absorbansi yang kuat
pada daerah UV dengan ekor (tail) memanjang mendekati daerah cahaya tampak.
C-Dots dari klorofil daun pepaya yang disintesis menggunakan microwave
menunjukkan bahwa semakin lama waktu pemanasan (microwave), intensitas
spektrum serapan yang dihasilkan sampel C-Dots 10 menit hingga 40 menit
semakin tinggi dan intensitas serapannya menurun pada sampel C-Dots 50 menit
dan 60 menit. Namun peak yang dihasilkan masing-masing sampel C-Dots dari
klorofil daun pepaya relatif sama yaitu pada rentang panjang gelombang 333 nm.
36
4.1.2. Energi gap
Energi bandgap atau energi gap adalah energi minimum yang diperlukan
untuk mengeksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi (Afrozi et al., 2016)
atau transisi elektron dari orbital yang terisi penuh ke orbital kosong. Energi
bandgap dihitung menggunakan persamaan:
𝛼2 =ℎ𝑐
𝜆− 𝐸𝑔 (4.1)
dengan 𝛼 adalah koefisien absorbansi (m-1), 𝜆 adalah panjang gelombang (m), h
adalah tetapan Planck (4136 × 10−15 eV. s) dan 𝐸𝑔 adalah energi gap dari C-Dots
(eV) (Aji et al., 2017). Hasil perhitungan energi gap C-Dots dari klorofil daun
pepaya menggunakan metode Tauc Plot ditunjukkan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Energi gap C-Dots dari klorofil daun pepaya dengan variasi waktu
microwave
Waktu microwave Energi gap
Ekstrak 3.88 eV
0 menit 3.89 eV
10 menit 3.11 eV
20 menit 3.10 eV
30 menit 3.09 eV
40 menit 3.09 eV
50 menit 3.07 eV
60 menit 3.07 eV
Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa energi gap (𝐸𝑔) yang dihasilkan
C-Dots dari klorofil daun pepaya yaitu kisaran 3.07 eV hingga 3.11 eV. Semakin
lama waktu microwave energi gap yang dihasilkan C-Dots dari klorofil pepaya
yaitu semakin menurun namun dengan selisih penurunan yang sedikit. Penurunan
energi gap mengindikasikan bertambahnya jumlah atom oksigen yang bergabung
dengan struktur C-Dots. Penelitian yang dilakukan oleh Ding et al. (2016) sintesis
C-Dots menggunakan metode bottom up yaitu hydrothermal membuktikan bahwa
37
semakin meningkatnya derajat oksidasi yang menyebabkan pergeseran merah
(bathochromic shift), energi gap yang dihasilkan semakin kecil (Ding et al., 2016).
4.2. Analisis Gugus Fungsi C-Dots dari Klorofil Daun Pepaya
4.2.1. Karakterisasi FTIR
Identifikasi gugus fungsi C-Dots dari klorofil daun pepaya menggunakan
perangkat FTIR (PerkinElmer Spectrum Version 10.03.06). Hasil karakterisasi dan
analisis menggunakan perangkat FTIR ditunjukkan pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4. Spektrum transmitansi C-Dots dari klorofil daun pepaya
Gambar 4.4. menunjukkan bahwa C-Dots dari klorofil daun pepaya
mengandung unsur-unsur yang dominan yaitu C, H, dan O. Sampel 0 menit
merupakan sampel yang belum terbentuk C-Dots karena belum mengalami proses
pemanasan (microwave). Berdasarkan Gambar 4.4. C-Dots yang telah terbentuk
akibat proses pemanasan (microwave) yaitu sampel 10 menit, 20 menit, 30 menit,
40 menit, 50 menit, dan 60 menit telah mengalami perubahan struktur. Hasil analisis
gugus fungsi berdasarkan karakterisasi FTIR menunjukkan bahwa pigmen klorofil
38
memiliki intensitas serapan yang ditunjukkan oleh peak-peak tajam yang berada
pada daerah 3463 cm−1 ,1644 cm−1 , 1460 cm−1, 1235 cm−1, 1024 cm−1 , dan
711 cm−1 . Serapan pada daerah 3150 − 3550 cm−1 berkaitan dengan gugus
fungsi O-H dengan vibrasi stretching (Das et al., 2017). Peak pada daerah
3463 cm−1 diidentifikasi sebagai vibrasi stretching O-H yang teramati jelas pada
sampel 0 menit, 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit, dan 60 menit.
Keberadaan gugus O-H membuat C-Dots bersifat hidrofilik dan meningkatkan
stabilitas serta dispersibilitas dalam larutan (Wang et al., 2020). Penurunan
intensitas peak mulai terlihat ketika sampel mengalami proses pemanasan
(microwave). Hal ini karena gugus fungsi pigmen klorofil berubah setelah disintesis
menjadi C-Dots. Peak kecil yang tampak pada daerah 2925 cm−1 dan 2843 cm−1
pada sampel 0 menit menunjukkan bahwa terdapat stretching 𝐶𝐻2. Sedangkan pada
sampel 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit, dan 60 menit peak kecil
tersebut mengalami reduksi, ketidakhadiran peak tersebut mengindikasikan bahwa
sumber karbon dari klorofil daun pepaya telah mengalami karbonisasi secara penuh
(Dager et al., 2019).
Terdapat dua peak pada sampel 0 menit yang berada di daerah 1665 cm−1
dan 1629 cm−1 yang berhungan dengan stretching C = O (Dai et al., 2017; Bao
et al., 2015). Setelah mengalami proses pemanasan (microwave) dan terbentuk C-
Dots yaitu sampel pada 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit, dan 60
menit hanya terdapat sebuah peak yang berada pada daerah 1644 cm−1. Daerah
1644 cm−1 terdapat bending C = C yang terlihat jelas pada sampel C-Dots 10
menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit, dan 60 menit. Kehadiran gugus C =
C mengindikasikan bahwa C-Dots dari klorofil daun pepaya terbentuk dari struktur
grafit (Dager et al., 2019). Sementara itu, pada daerah 1460 cm−1, 1235 cm−1,
, dan 1024 cm−1 terdapat gugus C = N, C − N, dan C − O (Dordevic et al., 2018;
Das et al., 2017) yang terlihat jelas pada sampel 0 menit. Serapan pada daerah
895 − 604 cm−1 berkaitan dengan vibrasi bending C − H/O − H (Zulfajri et al,
2019) yang teramati pada sampel 0 menit, 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit,
50 menit, dan 60 menit dengan peak pada daerah 711 cm−1. Ikatan-ikatan gugus
fungsi yang teramati pada setiap sampel mengindikasikan pembentukan struktur
39
poliaromatik dalam C-Dots selama proses reaksi (Ding et al., 2016). Melimpahnya
gugus hidrofilik hidroksil, karbonil, dan karboksil membantu kestabilan C-Dots
dari klorofil daun pepaya agar larut dalam air (Wang et al., 2018) sehingga
polaritasnya dalam air tinggi.
4.3. Uji Performa C-Dots sebagai Suplemen Fertilizer
Uji performa C-Dots dari klorofil daun pepaya sebagai suplemen fertilizer
yaitu diaplikasikan pada tanaman terung hijau. Tanaman terung hijau dipilih karena
merupakan tanaman berbuah. C-Dots diaplikasikan pada bibit tanaman terung hijau
yang memiliki tinggi dan jumlah daun sama serta ukuran daun yang relatif sama.
Fertilizer yang digunakan yaitu jenis NPK 16:16:16. Masing-masing bibit tanaman
terung hijau diberi NPK yaitu di awal (pada hari ke-2) setelah bibit tanaman
dipindah ke media tanam dan pada hari ke-35. Tanaman di treatment dengan
variabel waktu microwave 0 menit, 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50
menit, dan 60 menit. Mekanisme pemberian C-Dots pada tanaman dengan metode
aplikasi pada akar (root). Aplikasi pada akar merupakan metode yang paling
sederhana dengan proses irigasi atau penyiraman secara rutin pada tanaman dan
aplikasinya sering dipadukan dengan fertilizer (Geisler-Lee et al., 2014). Pengaruh
pemberian C-Dots dari klorofil daun pepaya pada tanaman terung hijau dapat
terlihat pada Gambar 4.5.
40
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.5. Pertumbuhan tanaman terung hijau pada a) hari ke-20, b) hari ke-40,
dan c) hari ke-60
Gambar 4.5. menunjukkan perbedaan tinggi tanaman terung hijau yang diberi
C-Dots dari klorofil daun pepaya pada hari ke-20, hari ke-40, dan hari ke-60. Hasil
pengukuran terhadap tanaman terung hijau meliputi diameter daun, jumlah daun,
dan tinggi tanaman terung hijau.
41
4.3.1. Dimensi Tanaman
Dimensi tanaman terung diukur menggunakan mistar. Daun yang diukur yaitu
daun yang terletak pada bagian paling bawah, tiga daun paling besar, dan daun yang
terletak paling atas (pucuk) dari tanaman terung hijau. Pengukuran dimensi daun
dilakukan setiap empat hari sekali. Sampel hasil pengukuran dimensi daun terung
hijau ditunjukan oleh Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Dimensi tanaman terung hijau
Dimensi tanaman Parameter
Control 0’ 10’ 20’ 30’ 40’ 50’ 60’
• Hari ke-20
Tinggi tanaman (cm) 12.2 15 17.8 20.5 19 21.5 20 20.3
Panjang daun (cm) 10.3 14.6 12.5 18.9 18.5 19.5 17.7 18
Lebar daun (cm) 8.7 10.2 10.8 14.5 15.3 15.7 14.7 14.8
Jumlah daun 5 6 7 8 8 8 8 8
Jumlah daun axial - - - - - - - -
Jumlah bunga - - - - - - - -
• Hari ke-40
Tinggi tanaman (cm) 17.6 23 26.3 31.2 30.3 32.5 28.7 30.9
Panjang daun (cm) 13.5 18.5 18.2 22.5 22 20.5 21.5 19.7
Lebar daun (cm) 11.4 15 13.4 17 19 18.5 17.5 16.8
Jumlah daun 3 5 6 8 9 12 10 11
Jumlah daun axial - - - - - - - -
Jumlah bunga - - - - - - - -
• Hari ke-60
Tinggi tanaman (cm) 22.7 28.7 34.5 41 42 45 40 42
Panjang daun (cm) 14.2 16.5 18.3 17 20.3 21 20.5 17.5
Lebar daun (cm) 12 9.8 13.7 12 17 18 16.5 13
Jumlah daun 5 5 9 8 9 9 8 9
Jumlah daun axial - - - 2 3 4 4 3
Jumlah bunga - - - 1 1 2 2 2
42
Tabel 4.2. menunjukkan dimensi daun tanaman terung hijau pada hari ke-20,
hari ke-40, dan hari ke-60. Berdasarkan tabel tersebut dapat ditunjukkan bahwa
tinggi tanaman terung hijau setiap harinya semakin bertambah. Dimensi daun
tanaman terung hijau yang terukur memungkinkan untuk tidak tetap pada daun
tertentu. Hal ini karena daun tanaman terung hijau yang sudah jatuh (berguguran)
sudah tidak dapat teramati dan terukur kembali sehingga diambil sampel daun lain
pada tanaman tersebut dengan tetap mengacu pada ukuran dimensi terbesar. Pola
pengukuran dimensi daun tanaman terung dapat ditunjukkan pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6. Pola pengukuran dimensi daun
Dimensi daun yaitu panjang dan lebar daun yang diukur dari setiap tanaman
diambil dengan ukuran panjang dan lebar terbesar dari masing-masing daun
tanaman terung hijau. Sedangkan jumlah daun terdiri dari daun utama dan daun
axial. Daun axial merupakan daun yang terletak di persimpangan daun dan batang
daun. Daun axial pada hari ke-20 dan hari ke-40 belum teramati sedangkan pada
hari ke-60 sudah teramati daun axial pada tanaman yang diberi C-Dots 20 menit,
30 menit, 40 menit, dan 60 menit. Daun axial dengan jumlah terbanyak yaitu pada
sampel 40 menit dan 50 menit. Jadi rata-rata jumlah daun terbanyak terdapat pada
tanaman yang diberi C-Dots 40 menit dengan mengesampingkan daun utama yang
telah berguguran. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak C-Dots yang
diberikan, jumlah daun pada tanaman terung hijau semakin bertambah. Sementara
43
itu pada hari ke-20 dan hari ke-40 belum terlihat. Berdasarkan hasil pengamatan,
bunga pertama terlihat pada tanaman terung hijau yang diberi C-Dots 40 menit dan
50 menit mulai hari ke-48. Kemudian pada hari ke-52 bunga juga terlihat pada
tanaman terung yang diberi C-Dots 20 menit, 30 menit, dan 60 menit. Hal ini
menunjukkan bahwa C-Dots juga dapat meningkatkan proses pembungaan seiring
dengan meningkatnya laju pertumbuhan tanaman. Laju pertumbuhan tanaman
dianalisis berdasarkan data tinggi tanaman terung hijau yang diperoleh selama 60
hari.
4.3.2. Laju Pertumbuhan Tanaman
Laju pertumbuhan tanaman terung hijau dianalisis berdasarkan data tinggi
tanaman yang diperoleh selama 60 hari. Grafik laju pertumbuhan tanaman terung
hijau ditunjukkan pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7. Grafik laju pertumbuhan tanaman terung hijau
44
Gambar 4.7. menunjukkan grafik laju pertumbuhan tanaman terung hijau
berdasarkan data tinggi tanaman yang diukur setiap empat hari sekali selama 60
hari. Berdasarkan grafik tersebut dapat terlihat bahwa hari ke-4 merupakan awal
treatment pada tanaman terung hijau. Pengaruh treatment pemberian C-Dots pada
hari ke-8 belum terlihat signifikan yang ditandai dengan tinggi masing-masing
tanaman terung hijau relatif tetap yaitu 8 cm. Sedangkan mulai hari ke-12 sudah
mulai terlihat pengaruh treatment pemberian C-Dots terhadap tinggi tanaman
terung hijau. Tanaman terung hijau yang diberi C-Dots 40 menit menunjukkan
perubahan ketinggian yang signifikan dibandingkan tanaman terung yang diberi C-
Dots lainnya. Pengaruh pemberian C-Dots dengan variasi waktu pemanasan
(microwave) menunjukkan bahwa semakin meningkatnya waktu pemanasan, laju
pertumbuhan tanaman semakin meningkat. Namun pada sampel 50 menit dan 60
menit mulai mengalami penurunan. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi
C-Dots dapat semakin menghambat pertumbuhan. Perbandingan laju pertumbuhan
antara tanaman yan diberi C-Dots dengan tanaman yang tanpa diberi C-Dots
ditunjukkan pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8. Grafik gradien laju pertumbuhan tanaman terung hijau
45
Gambar 4.8. menunjukkan gradien grafik laju pertumbuhan tanaman terung
hijau. Semakin landai gradien grafik menunjukkan bahwa laju pertumbuhan
tanaman rendah. Berdasarkan grafik tersebut tanaman tanpa diberi C-Dots memiliki
gradien yang paling landai daripada tanaman yang diberi C-Dots. Sedangkan
gradien grafik paling curam teramati pada tanaman yang diberi C-Dots 40 menit.
Berdasarkan data laju pertumbuhan tanaman diperoleh rata-rata laju pertumbuhan
tanaman terung hijau tanpa diberi C-Dots yaitu 0.26 cm hari⁄ dan rata-rata laju
pertumbuhan tanaman terung hijau yang diberi C-Dots 40 menit yaitu
0.66 cm hari⁄ . Hal ini menunjukkan bahwa pemberian C-Dots yang optimum
mampu meningkatkan laju pertumbuhan tanaman terung hijau. Selain itu,
pemilihan daun pepaya sebagai sumber klorofil yang kaya akan kandungan nitrogen
(N) memiliki dampak besar terhadap peningkatan laju pertumbuhan tanaman terung.
Sebagai nano-fertilizer C-Dots dari klorofil daun pepaya memiliki beberapa
keuntungan yaitu: (i) ukuran partikel yang kecil dengan kelarutan yang baik dalam
air mampu meningkatkan efisiensi penyerapan C-Dots oleh tanaman; dan (ii) tinggi
kandungan nitrogen (N) mampu menyediakan nutrisi untuk pertumbuhan tanaman
(Wang et al., 2018).
Keberadaan unsur Nitrogen (N) yang tinggi pada C-Dots dari klorofil daun
pepaya dapat dibuktikan berdasarkan hasil analisis menggunakan perangkat SEM-
EDX (Phenom-World). Hasil analisis C-Dots dari klorofil daun pepaya dengan
menggunakan mikrograf SEM-EDX ditunjukkan pada Gambar 4.9.
(a)
46
(b)
(c)
Gambar 4.9. Hasil SEM-EDX a) ekstrak klorofil daun pepaya, b) sampel 0 menit
(ekstrak + urea), dan c) sampel 40 menit
Gambar 4.9. menunjukkan bahwa ekstrak klorofil memiliki kandungan
nitrogen (N) yang tinggi dan setelah diberi tambahan urea kandungan nitrogen (N)
tetap tinggi namun dengan selisih yang sedikit. Hal itu menunjukkan bahwa urea
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan kandungan nitrogen
(N). Sedangkan sampel yang telah diiradiasi microwave mengalami penurunan
kandungan unsur nitrogen (N) namun tetap dominan di anatara unsur-unsur lainnya.
Kandungan unsur nitrogen (N) yang berasal dari klorofil daun pepaya tetap
dominan walaupun telah mengalami proses pemanasan (microwave) hingga
membentuk C-Dots. Selain itu, kandungan unsur-unsur lain pembentuk C-Dots
yaitu Karbon (C) dan Oksigen (O) juga tinggi.
47
C-Dots dari klorofil daun pepaya terbukti mampu meningkatkan laju
pertumbuhan tanaman karena keberadaan unsur N yang tinggi. Bahan lain yang
telah berhasil diaplikasikan sebagai suplemen fertilizer pada tanaman karena
keberadaan unsur N yaitu kulit buah naga. Keberadaan unsur N pada kulit buah
naga karena adanya pigmen betalain. C-Dots dari kulit buah naga terbukti mampu
diaplikasikan sebagai suplemen fertilizer untuk memacu pertumbuhan tanaman
kangkung (Aji et al., 2020). Namun jumlah unsur N yang terdapat pada struktur
pigmen betalain ini lebih rendah daripada unsur N yang terdapat pada struktur
pigmen klorofil, sehingga C-Dots dari klorofil daun pepaya memiliki potensi yang
lebih tinggi untuk diaplikasikan sebagai suplemen fertilizer. Aplikasi C-Dots
sebagai suplemen fertilizer dengan konsentrasi optimum dapat meningkatkan laju
pertumbuhan tanaman secara signifikan. Jadi konsentrasi dan lamanya sintesis C-
Dots serta mekanisme treatment C-Dots pada tanaman memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap pertumbuhan tanaman terung hijau. Konsentrasi C-Dots yang
terlalu sedikit dapat mengurangi hasil panen sedangkan konsentrasi C-Dots yang
terlalu tinggi dapat menghambat pertumbuhan tanaman atau tanaman menjadi mati
(Wang et al., 2018). C-Dots diserap melalui permukaan akar dan masuk ke dalam
jaringan pembuluh vaskuler akar yang kemudian menuju ke batang dan daun
melalui sistem vaskuler dengan proses difusi ke bagian-bagian sel tanaman karena
ukuran partikel C-Dots yang kecil. Proses transport tersebut berakhir di pembuluh
yang terletak pada daun. Selain itu, tanaman juga mengambil karbondioksida (CO2)
yang dari udara. Karbondioksida (CO2) yang terdapat pada tanaman
memungkinkan diikat dan dibawa oleh C-Dots sebagai carrier. Hal ini dapat
ditunjukkan bahwa C-Dots mampu meningkatkan proses fotosintesis pada tanaman
(Wang et al., 2018) di mana salah satu komponen yang diperlukan untuk
fotosintesis adalah CO2. Permukaan C-Dots dengan gugus yang bersifat hidrofilik
(seperti −COOH dan − OH) memiliki kemampuan absorbsi air yang baik (Li et al.,
2018).
48
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
yaitu:
1. C-Dots dari klorofil daun pepaya memiliki karakteristik sifat optik yaitu
berkaitan dengan spektrum absorbansi. C-Dots dari klorofil daun pepaya
memiliki serapan yang paling optimum pada rentang panjang gelombang
285-356 nm.
2. C-Dots dari klorofil daun pepaya sangat berpotensi diaplikasikan sebagai
suplemen fertilizer untuk meningkatkan laju pertumbuhan tanaman. C-Dots
dari klorofil daun pepaya mampu meningkatkan laju pertumbuhan tanaman
secara signifikan serta mempercepat proses pembungaan pada tanaman
terung hijau.
5.2. Saran
Berdasarkan penelitian sintesis C-Dots dari klorofil daun pepaya sebagai
suplemen fertilizer pada tanaman terung hijau. Maka saran untuk penelitian
selanjutnya yaitu melakukan penelitian untuk menentukan estimasi konsentrasi
fertilizer yang optimum dan meneliti hingga tanaman berbuah untuk mengamati
pengaruh C-Dots terhadap buah yang dihasilkan pada tanaman yang diberi C-Dots.
49
DAFTAR PUSTAKA
Aji, M.P., Wiguna, P. A., Susanto, Wicaksono, R., & Sulhadi. (2015). Identification
of Carbon Dots in Wsaste Cooking Oil. Advanced Materials Research, 1123,
402–405.
Aji, M. P., Susanto, Wiguna, P. A., & Sulhadi. (2017). Facile synthesis of
luminescent carbon dots from mangosteen peel by pyrolysis method. Journal
of Theoretical and Applied Physics, 11(2), 119–126.
Aji, M. P., Sholikhah, L., & Silmi, F. I. (2020). Carbon dots from dragonfruit peels
as growth-enhancer on ipomoea aquatica vegetable cultivation. Advances in
Natural Sciences: Nanoscience and Nanotechnology, 11(3), 35005.
Afrozi, A.S., & Sudaryanto. (2016). Penambahan N pada TiO2 dan Pengaruhnya
pada Energi Band Gap TiO2 sebagai Bahan pengolah Limbah.
PENAMBAHAN N PADA TiO2 DAN PENGARUHNYA PADA ENERGI
BAND GAP TiO2 SEBAGAI BAHAN PENGOLAH LIMBAH, (August).
Ajirloo, A. R., Morad, S., & Zahra, R. M. (2015). Effect of K Nano-Fertilizer and
N Bio-Fertilizer on Yield and Yield Components of Tomato. International
Journal of Advanced Biological and Biomedical Research, 3(1), 138–143.
Ali, S., Rizwan, M., Noureen, S., Anwar, S., Ali, B., Naveed, M., … Ahmad, P.
(2019). Combined use of biochar and zinc oxide nanoparticle foliar spray
improved the plant growth and decreased the cadmium accumulation in rice
(Oryza sativa L.) plant. Environmental Science and Pollution Research,
26(11), 11288–11299.
Antisari, L.V., Carbone, S., Gatti, A., Vianello, G., & Nannipieri, P. (2015). Uptake
and translocation of metals and nutrients in tomato grown in soil polluted with
metal oxide (CeO2, Fe3O4, SnO2, TiO2) or metallic (Ag, Co, Ni) engineered
nanoparticles. Environmental Science and Pollution Research, 22(3), 1841–
1853.
Bao, L., Liu, C., Zhang, Z. L., & Pang, D. W. (2015). Photoluminescence-tunable
carbon nanodots: Surface-state energy-gap tuning. Advanced Materials,
27(10), 1663–1667.
Baryshnikov, G., Minaev, B., & Ågren, H. (2017). Theory and Calculation of the
Phosphorescence Phenomenon. Chemical Reviews, 117(9), 6500–6537.
Behboudi, F., Tahmasebi Sarvestani, Z., Zaman Kassaee, M., Modares Sanavi, S.
A. M., & Sorooshzadeh, A. (2018). Improving growth and yield of wheat
under drought stress via application of SiO2 nanoparticles. Journal of
Agricultural Science and Technology, 20(7), 1479–1492.
Boutchuen, A., Zimmerman, D., Aich, N., Masud, A. M., Arabshahi, A., &
Palchoudhury, S. (2019). Increased plant growth with hematite nanoparticle
fertilizer drop and determining nanoparticle uptake in plants using multimodal
approach. Journal of Nanomaterials, 2019, 7–9.
Chan, K. K., Yap, S. H. K., & Yong, K. T. (2018). Biogreen Synthesis of Carbon
Dots for Biotechnology and Nanomedicine Applications. In Nano-Micro
Letters (Vol. 10).
50
Chandra, S., Pradhan, S., Mitra, S., Patra, P., Bhattacharya, A., Pramanik, P., &
Goswami, A. (2014). High throughput electron transfer from carbon dots to
chloroplast: A rationale of enhanced photosynthesis. Nanoscale, 6(7), 3647–
3655.
Chen, H. (2018). Metal based nanoparticles in agricultural system: Behavior,
transport, and interaction with plants. Chemical Speciation and Bioavailability,
30(1), 123–134.
Dager, A., Uchida, T., Maekawa, T., & Tachibana, M. (2019). Synthesis and
characterization of Mono-disperse Carbon Quantum Dots from Fennel Seeds:
Photoluminescence analysis using Machine Learning. Scientific Reports, 9(1),
1–10.
Dai, B., Wu, C., Lu, Y., Deng, D., & Xu, S. (2017). Synthesis and formation
mechanism of s-doped carbon dots from low-molecule-weight organics.
Journal of Luminescence, 190(December 2016), 108–114.
Das, A., Gude, V., Roy, D., Chatterjee, T., De, C. K., & Mandal, P. K. (2017). On
the Molecular Origin of Photoluminescence of Nonblinking Carbon Dot.
Journal of Physical Chemistry C, 121(17), 9634–9641.
Das, C. K., Srivastava, G., Dubey, A., Roy, M., Jain, S., Sethy, N. K., … Das, M.
(2016). Nano-iron pyrite seed dressing: a sustainable intervention to reduce
fertilizer consumption in vegetable (beetroot, carrot), spice (fenugreek), fodder
(alfalfa), and oilseed (mustard, sesamum) crops. Nanotechnology for
Environmental Engineering, 1(1).
Das, R., Bandyopadhyay, R., & Pramanik, P. (2018). Carbon quantum dots from
natural resource: A review. Materials Today Chemistry, 8, 96–109.
De, B., & Karak, N. (2013). A green and facile approach for the synthesis of water
soluble fluorescent carbon dots from banana juice. RSC Advances, 3(22),
8286–8290.
Dias, C., Vasimalai, N., Sárria, M. P., Pinheiro, I., Vilas-Boas, V., Peixoto, J., &
Espiña, B. (2019). Biocompatibility and bioimaging potential of fruit-based
carbon dots. Nanomaterials, 9(2).
Ding, H., Ji, Y., Wei, J. S., Gao, Q. Y., Zhou, Z. Y., & Xiong, H. M. (2017). Facile
synthesis of red-emitting carbon dots from pulp-free lemon juice for
bioimaging. Journal of Materials Chemistry B, 5(26), 5272–5277.
Ding, H., Yu, S. B., Wei, J. S., & Xiong, H. M. (2016). Full-color light-emitting
carbon dots with a surface-state-controlled luminescence mechanism. ACS
Nano, 10(1), 484–491.
Ðorđević, L., Arcudi, F., D’Urso, A., Cacioppo, M., Micali, N., Bürgi, T., … Prato,
M. (2018). Design principles of chiral carbon nanodots help convey chirality
from molecular to nanoscale level. Nature Communications, 9(1).
Du, W., Tan, W., Yin, Y., Ji, R., Peralta-Videa, J. R., Guo, H., & Gardea-Torresdey,
J. L. (2018). Differential effects of copper nanoparticles/microparticles in
agronomic and physiological parameters of oregano (Origanum vulgare).
Science of the Total Environment, 618, 306–312.
Elmer, W., Latorre-Roche, R. De, Pagano, L., Majumdar, S., Zuverza-Mena, N.,
Dimkpa, C., … White, J. C. (2018). Effect of metalloid and metal oxide
51
nanoparticles on fusarium wilt of watermelon. Plant Disease, 102(7), 1394–
1401.
Ganiga, M., & Cyriac, J. (2016). FRET based ammonia sensor using carbon dots.
Sensors and Actuators, B: Chemical, 225, 522–528.
Geisler-Lee, J., Brooks, M., Gerfen, J., Wang, Q., Fotis, C., Sparer, A., … Geisler,
M. (2014). Reproductive Toxicity and Life History Study of Silver
Nanoparticle Effect, Uptake and Transport in Arabidopsis thaliana.
Nanomaterials, 4(2), 301–318.
Gogahu, Y., Nio, S. A., & Siahaan, P. (2016). Konsentrasi Klorofil pada Beberapa
Varietas Tanaman Puring (Codiaeum varigatum L.). Jurnal MIPA, 5(2), 76.
Gui, X., Zhang, Z., Liu, S., Ma, Y., Zhang, P., He, X., … Cao, W. (2015). Fate and
phytotoxicity of CeO2 nanoparticles on lettuce cultured in the potting soil
environment. PLoS ONE, 10(8), 1–10.
Gunde, M.C., & Nikhil D, A. (2016). Nutritional, medicinal and pharmacological
properties of papaya (Carica papaya linn.): A review. Journal of Innovations
in Pharmaceuticals and Biological Sciences, 3(1), 162–169. Retrieved from
www.jipbs.com
Guo, H., White, J. C., Wang, Z., & Xing, B. (2018). Nano-enabled fertilizers to
control the release and use efficiency of nutrients. Current Opinion in
Environmental Science and Health, 6(January), 77–83.
Hafeez, A., Razaaq, A., Mahmood, T., & Jhanzab, H.M. (2015). Potential of Copper
Nanoparticles to Increase Growth and Yield of Wheat. Journal of Nanoscience
with Advanced Technology, 1(1), 6–11.
Han, C., Wang, R., Wang, K., Xu, H., Sui, M., Li, J., & Xu, K. (2016). Highly
fluorescent carbon dots as selective and sensitive “on-off-on” probes for
iron(III) ion and apoferritin detection and imaging in living cells. Biosensors
and Bioelectronics, 83, 229–236.
Hasan, S. (2014). A Review on Nanoparticles : Their Synthesis and Types.
Research Journal of Recent Sciences Res . J . Recent . Sci . Uttar Pradesh
( Lucknow Campus ), 4, 1–3.
He, G., Shu, M., Yang, Z., Ma, Y., Huang, D., Xu, S., … Xu, L. (2017). Microwave
formation and photoluminescence mechanisms of multi-states nitrogen doped
carbon dots. Applied Surface Science, 422, 257–265.
Hepriyadi, S. U., & Isnaeni, . (2018). Synthesis and Optical Characterization of
Carbon Dot from Peels of Dragon Fruit and Pear. Omega: Jurnal Fisika Dan
Pendidikan Fisika, 4(1), 19.
Hu, S., Trinchi, A., Atkin, P., & Cole, I. (2015). Tunable photoluminescence across
the entire visible spectrum from carbon dots excited by white light.
Angewandte Chemie - International Edition, 54(10), 2970–2974.
Huang, Y. W., Lee, H. J., Tolliver, L. M., & Aronstam, R. S. (2015). Delivery of
nucleic acids and nanomaterials by cell-penetrating peptides: Opportunities
and challenges. BioMed Research International, 2015, 11–13.
Hussain, I., Singh, A., Singh, H., Singh, S. C., & Singh, N. B. (2015). Physiological
response of broccoli exposed to RuO2 nanoparticle. Tropical Plant Research,
2(3), 246-252.
52
Inanc, A.L. (2011). Chlorophyll: Structural Properties, Health Benefits and Its
Occurrence in Virgin Olive Oils. Academic Gida, 9(2), 26-32.
Jangid, B., Srinivas, A., Kumar, R. M., Ramprakash, T., Prasad, T., Kumar, K. A.,
… Kumar, V. (2019). Influence of zinc oxide nanoparticles foliar application
on zinc uptake of rice (Oryza sativa L.) under different establishment methods.
International Journal of Chemical Studies, 7(1), 257–261.
Jayarambabu, N., Rao, K. V., Park, S. H., & Rajendar, V. (2018). Biogenic
synthesized Fe 3 O 4 nanoparticles affect on growth parameter of maize (Zea
mays L.). Digest Journal of Nanomaterials and Biostructures, 13(4), 903–913.
Jia, X., Li, J., & Wang, E. (2012). One-pot green synthesis of optically pH-sensitive
carbon dots with upconversion luminescence. Nanoscale, 4(18), 5572–5575.
Jiang, F., Shen, Y., Ma, C., Zhang, X., Cao, W., & Rui, Y. (2017). Effects of TiO2
nanoparticles on wheat (Triticum aestivum L.) seedlings cultivated under
super-elevated and normal CO2 conditions. PLoS ONE, 12(5), 1–14.
Kottegoda, N., Sandaruwan, C., Priyadarshana, G., Siriwardhana, A., Rathnayake,
U. A., Berugoda Arachchige, D. M., … Amaratunga, G. A. J. (2017). Urea-
Hydroxyapatite Nanohybrids for Slow Release of Nitrogen. ACS Nano, 11(2),
1214–1221.
Li, H., Huang, J., Liu, Y., Lu, F., Zhong, J., Wang, Y., … Kang, Z. (2019).
Enhanced RuBisCO activity and promoted dicotyledons growth with
degradable carbon dots. Nano Research, 12(7), 1585–1593.
Li, H., Huang, J., Lu, F., Liu, Y., Song, Y., Sun, Y., … Kang, Z. (2018). Impacts of
carbon dots on rice plants: Boosting the growth and improving the disease
resistance [Research-article]. ACS Applied Bio Materials, 1(3), 663–672.
Li, Q., Tang, Y., Hu, W., & Li, Z. (2018). Fluorescence of Nonaromatic Organic
Systems and Room Temperature Phosphorescence of Organic Luminogens:
The Intrinsic Principle and Recent Progress. Small, 14(38), 1–20.
Lin, S., Reppert, J., Hu, Q., Hudson, J. S., Reid, M. L., Ratnikova, T. A., … Ke, P.
C. (2009). Uptake, translocation, and transmission of carbon nanomaterials in
rice plants. Small, 5(10), 1128–1132.
Liu, M. L., Chen, B. Bin, Li, C. M., & Huang, C. Z. (2019). Carbon dots: Synthesis,
formation mechanism, fluorescence origin and sensing applications. Green
Chemistry, 21(3), 449–471.
Liu, R., & Lal, R. (2015). Potentials of engineered nanoparticles as fertilizers for
increasing agronomic productions. Science of the Total Environment, 514,
131–139.
Lv, J., Christie, P., & Zhang, S. (2019). Uptake, translocation, and transformation
of metal-based nanoparticles in plants: recent advances and methodological
challenges. Environmental Science: Nano, 6(1), 41–59.
Maulana, E., Pramono, S. H., Fanditya, D., & Julius, M. (2015). Effect of
Chlorophyll Concentration Variations from Extract of Papaya Leaves on Dye-
Sensitized Solar Cell. 070, 9(1), 49–52.
Miao, H., Wang, L., Zhuo, Y., Zhou, Z., & Yang, X. (2016). Label-free fluorimetric
detection of CEA using carbon dots derived from tomato juice. Biosensors and
Bioelectronics, 86, 83–89.
53
Miao, X., Yan, X., Qu, D., Li, D., Tao, F. F., & Sun, Z. (2017). Red Emissive Sulfur,
Nitrogen Codoped Carbon Dots and Their Application in Ion Detection and
Theraonostics. ACS Applied Materials and Interfaces, 9(22), 18549–18556.
Miazek, K., & Ledakowicz, S. (2013). Chlorophyll extraction from leaves, needles
and microalgae: A kinetic approach. International Journal of Agricultural and
Biological Engineering, 6(2), 107–115.
Milind, Parle., & Gurdita R. (2011). Basketful Benefits of Papaya. International
Research Journal of Pharmacy, 2(7), 6–12.
Murthy, K. V. R., & Virk, H. S. (2014). Luminescence phenomena: An introduction.
Defect and Diffusion Forum, 347(December), 1–34.
Patidar, R., Rebary, B., Sanghani, D. A., Bhadu, G. R., & Paul, P. (2017).
Fluorescent carbon nanoparticles obtained from charcoal via green methods
and their application for sensing Fe3+ in an aqueous medium. Luminescence,
32(8), 1466–1472. Pérez-de-Luque, A. (2017). Interaction of nanomaterials with plants: What do we
need for real applications in agriculture? Frontiers in Environmental Science,
5(APR).
Praneerad, J., Neungnoraj, K., In, I., & Paoprasert, P. (2019). Environmentally
friendly supercapacitor based on carbon dots from durian peel as an electrode.
Key Engineering Materials, 803, 115–119.
Qu, D., Yang, D., Sun, Y., Wang, X., & Sun, Z. (2019). White Emissive Carbon
Dots Actuated by the H-/J-Aggregates and Förster Resonance Energy Transfer
[Rapid-communication]. Journal of Physical Chemistry Letters, 10(14), 3849–
3857.
Qu, S., Wang, X., Lu, Q., Liu, X., & Wang, L. (2012). A Biocompatible Fluorescent
Ink Based on Water-Soluble Luminescent Carbon Nanodots. Angewandte
Chemie, 124(49), 12381–12384.
Rahayuningsih, E., Pamungkas, M. S., Olvianas, M., & Putera, A. D. P. (2018).
Chlorophyll extraction from suji leaf (Pleomele angustifolia Roxb.) with
ZnCl2 stabilizer. Journal of Food Science and Technology, 55(3), 1028–1036.
Ram, P., Kumar, R., Rawat, A., Singh, V. P., & Pandey, P. (2018). Nanomaterials
for efficient plant nutrition. International Journal of Chemical Studies, 6(3),
867–871.
Rawat, R. S. (2015). Dense Plasma Focus - From Alternative Fusion Source to
Versatile High Energy Density Plasma Source for Plasma Nanotechnology.
Journal of Physics: Conference Series, 591(1).
Reckmeier, C. J., Schneider, J., Susha, A. S., & Rogach, A. L. (2016). Luminescent
colloidal carbon dots: optical properties and effects of doping [Invited]. Optics
Express, 24(2), A312.
Roberts, A. G., & Oparka, K. J. (2003). Plasmodesmata and the control of
symplastic transport. Plant, Cell and Environment, 26(1), 103–124.
Rosi, A., & Roviq, M. (2018). Pengaruh Dosis Pupuk NPK pada Pertumbuhan dan
Hasil Tiga Varietas Kedelai ( Glycine max ( L .) Merr .) The Effects Of Doses
NPK Fertilizers On Growth and Yield Of Three Soybean Varieties ( Glycine
max ( L .) Merr .). 6(10), 2445–2452.
54
Sagadevan, S., & Murugasen, P. (2014). Studies on Optical, Mechanical and
Electrical Properties of Organic Nonlinear Optical p-Toluidine p-
Toluenesulfonate Single Crystal. Journal of Crystallization Process and
Technology, 04(02), 99–110.
Sarswat, P. K., & Free, M. L. (2015). Light emitting diodes based on carbon dots
derived from food, beverage, and combustion wastes. Physical Chemistry
Chemical Physics, 17(41), 27642–27652.
Sciortino, A., Cannizzo, A., & Messina, F. (2018). Carbon Nanodots : A Review —
From the Current Understanding of the Fundamental Photophysics to.
Senna, A. M., Braga Do Carmo, J., Santana Da Silva, J. M., & Botaro, V. R. (2015).
Synthesis, characterization and application of hydrogel derived from cellulose
acetate as a substrate for slow-release NPK fertilizer and water retention in
soil. Journal of Environmental Chemical Engineering, 3(2), 996–1002.
Setiari, N. (2009). Eksplorasi Kandungan Klorofil pada beberapa Sayuran Hijau
sebagai Alternatif Bahan Dasar Makanan Tambahan. 11(1), 6–10.
Sharma, A., Gadly, T., Neogy, S., Ghosh, S. K., & Kumbhakar, M. (2017).
Molecular Origin and Self-Assembly of Fluorescent Carbon Nanodots in Polar
Solvents. Journal of Physical Chemistry Letters, 8(5), 1044–1052.
Shen, Y., Li, J., Gu, R., Yue, L., Zhan, X., & Xing, B. (2017). Phenanthrene-
triggered Chlorosis is caused by elevated Chlorophyll degradation and leaf
moisture. Environmental Pollution, 220, 1311–1321.
Strauss, V., Margraf, J. T., Dolle, C., Butz, B., Nacken, T. J., Walter, J., … Guldi,
D. M. (2014). Carbon nanodots: Toward a comprehensive understanding of
their photoluminescence. Journal of the American Chemical Society, 136(49),
17308–17316.
Su, L. X., Ma, X. L., Zhao, K. K., Shen, C. L., Lou, Q., Yin, D. M., & Shan, C. X.
(2018). Carbon Nanodots for Enhancing the Stress Resistance of Peanut Plants.
ACS Omega, 3(12), 17770–17777.
Su, Y., Ashworth, V., Kim, C., Adeleye, A. S., Rolshausen, P., Roper, C., … Jassby,
D. (2019). Delivery, uptake, fate, and transport of engineered nanoparticles in
plants: A critical review and data analysis. Environmental Science: Nano, 6(8),
2311–2331.
Sumenda, L. (2011). Analisis Kandungan Klorofil Daun Mangga (Mangifera indica
L.) pada Tingkat Perkembangan Daun yang Berbeda. Jurnal Bios Logos, 1(1).
Teng, Q., Zhang, D., Niu, X., & Jiang, C. (2018). Influences of application of slow-
release Nano-fertilizer on green pepper growth, soil nutrients and enzyme
activity. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 208(1).
Wang, A., Kang, F., Wang, Z., Shao, Q., Li, Z., Zhu, G., … Li, Y. Y. (2019). Facile
Synthesis of Nitrogen-Rich Carbon Dots as Fertilizers for Mung Bean Sprouts.
Advanced Sustainable Systems, 3(3), 1800132.
Wang, H., Li, H., Zhang, M., Song, Y., Huang, J., Huang, H., … Kang, Z. (2018).
Carbon Dots Enhance the Nitrogen Fixation Activity of Azotobacter
Chroococcum. ACS Applied Materials and Interfaces, 10(19), 16308–16314.
Wang, H., Zhang, M., Song, Y., Li, H., Huang, H., Shao, M., … Kang, Z. (2018).
Carbon dots promote the growth and photosynthesis of mung bean sprouts.
Carbon, 136, 94–102.
55
Wang, S., Sun, W., Yang, D., & Yang, F. (2020). Soybean-derived blue
photoluminescent carbon dots. Beilstein Journal of Nanotechnology, 11, 606–
619. Wu, Z. L., Liu, Z. X., & Yuan, Y. H. (2017). Carbon dots: Materials, synthesis,
properties and approaches to long-wavelength and multicolor emission.
Journal of Materials Chemistry B, 5(21), 3794–3809.
Xia, C., Zhu, S., Feng, T., Yang, M., & Yang, B. (2019). Evolution and Synthesis
of Carbon Dots: From Carbon Dots to Carbonized Polymer Dots. Advanced
Science, 6(23).
Xiao, D., Yuan, D., He, H., & Gao, M. (2013). Microwave assisted one-step green
synthesis of fluorescent carbon nanoparticles from ionic liquids and their
application as novel fluorescence probe for quercetin determination. Journal
of Luminescence, 140, 120–125.
Xu, H., Yang, X., Li, G., Zhao, C., & Liao, X. (2015). Green Synthesis of
Fluorescent Carbon Dots for Selective Detection of Tartrazine in Food
Samples. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 63(30), 6707–6714.
Xu, X., Ray, R., Gu, Y., Ploehn, H. J., Gearheart, L., Raker, K., & Scrivens, W. A.
(2004). Electrophoretic analysis and purification of fluorescent single-walled
carbon nanotube fragments. Journal of the American Chemical Society,
126(40), 12736–12737.
Yan, Q. L., Gozin, M., Zhao, F. Q., Cohen, A., & Pang, S. P. (2016). Highly
energetic compositions based on functionalized carbon nanomaterials.
Nanoscale, 8(9), 4799–4851. Zheng, Y., Xie, G., Zhang, X., Chen, Z., Cai, Y., Yu, W., … Lei, B. (2017).
Bioimaging Application and Growth-Promoting Behavior of Carbon Dots
from Pollen on Hydroponically Cultivated Rome Lettuce. ACS Omega, 2(7),
3958–3965.
Zhou, J., Sheng, Z., Han, H., Zou, M., & Li, C. (2012). Facile synthesis of
fluorescent carbon dots using watermelon peel as a carbon source. Materials
Letters, 66(1), 222–224.
Zhou, S. qin, Chen, T. nan, Ji, G. fu, & Wang, E. ren. (2017). IR Spectra of Different
O2-Content Hemoglobin from Computational Study: Promising Detector of
Hemoglobin Variant in Medical Diagnosis. Interdisciplinary Sciences:
Computational Life Sciences, 9(2), 322–331.
Zulfajri, M., Gedda, G., Chang, C. J., Chang, Y. P., & Huang, G. G. (2019).
Cranberry Beans Derived Carbon Dots as a Potential Fluorescence Sensor for
Selective Detection of Fe3+ Ions in Aqueous Solution. ACS Omega, 4(13),
15382–15392.
56
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Perhitungan Energi Gap C-Dots dari Klorofil
Daun Pepaya 1.1. Energi Gap Ekstrak Klorofil Daun Pepaya
1.2. Energi Gap Ekstrak Klorofil Daun Pepaya + Urea (variasi waktu 0 menit)
57
1.3. Energi Gap C-Dots dari Klorofil Daun Pepaya variasi waktu 10 menit
1.4. Energi Gap C-Dots dari Klorofil Daun Pepaya variasi waktu 20 menit
58
1.5. Energi Gap C-Dots dari Klorofil Daun Pepaya variasi waktu 30 menit
1.6. Energi Gap C-Dots dari Klorofil Daun Pepaya variasi waktu 40 menit
59
1.7. Energi Gap C-Dots dari Klorofil Daun Pepaya variasi waktu 50 menit
1.8. Energi Gap C-Dots dari Klorofil Daun Pepaya variasi waktu 60 menit
60
Lampiran 2. Hasil Karakterisasi FTIR 2.1. Analisis FTIR Ekstrak Klorofil Daun Pepaya + Urea (variasi waktu 0
menit)
2.2. Analisis FTIR C-Dots dari Klorofil Daun Pepaya variasi waktu 10 menit
2.3. Analisis FTIR C-Dots dari Klorofil Daun Pepaya variasi waktu 20 menit
61
2.4. Analisis FTIR C-Dots dari Klorofil Daun Pepaya variasi waktu 30 menit
2.5. Analisis FTIR C-Dots dari Klorofil Daun Pepaya variasi waktu 40 menit
2.6. Analisis FTIR C-Dots dari Klorofil Daun Pepaya variasi waktu 50 menit
62
2.7. Analisis FTIR C-Dots dari Klorofil Daun Pepaya variasi waktu 60 menit
63
Lampiran 3. Hasil Pengukuran Dimensi Tanaman 3.1. Hasil Pengukuran Tinggi Tanaman Terung Hijau
Parameter
Tinggi Tanaman/ 4 hari (cm)
1 2 3 4 5
11/02/2020 15/02/2020 19/02/2020 23/02/2020 27/02/2020
NPK 8 8 10 12 12.2
NPK + 0' 8 8 12.5 13.5 15
NPK + 10' 8 8 15 16 17.8
NPK + 20' 8 8 16.5 18.5 20.5
NPK + 30' 8 8 16 16.4 19
NPK + 40' 8 8 16 19.5 21.5
NPK + 50' 8 8 15 16 20
NPK + 60' 8 8 16 17.6 20.3
Parameter
Tinggi Tanaman/ 4 hari (cm)
6 7 8 9 10
02/03/2020 06/03/2020 10/03/2020 14/03/2020 18/03/2020
NPK 13 14 15.5 15.5 17.6
NPK + 0' 17 17.5 21.3 20 23
NPK + 10' 19 20.5 22.3 24.4 26.3
NPK + 20' 21 23.3 26.4 28 31.2
NPK + 30' 20.5 22 26 27.7 30.3
NPK + 40' 24 24 30 30 32.5
NPK + 50' 20.5 22 26 26.5 28.7
NPK + 60' 20.5 22.5 26.5 27 30.9
Parameter
Tinggi Tanaman/ 4 hari (cm)
11 12 13 14 15
22/03/2020 26/03/2020 30/03/2020 03/04/2020 07/04/2020
NPK 18 19.6 20.9 22.5 22.7
NPK + 0' 24 24.7 26.5 26.5 28.7
NPK + 10' 28 29.3 30.9 32.5 34.5
NPK + 20' 32.5 33.5 34.5 37 41
NPK + 30' 33 36 37.5 40 42
NPK + 40' 34.5 37.5 39.5 42 45
NPK + 50' 31.5 33.5 35.5 37.5 40
NPK + 60' 33 34 35.5 38.5 42
64
3.2. Hasil Pengukuran Jumlah Daun Tanaman Terung Hijau
3.2.1. Daun Utama
Parameter
Jumlah Daun
1 2 3 4 5
11/02/2020 15/02/2020 19/02/2020 23/02/2020 27/02/2020
NPK 4 4 4 5 5
NPK + 0' 4 4 5 5 6
NPK + 10' 4 4 5 6 7
NPK + 20' 4 5 7 8 8
NPK + 30' 4 5 7 8 8
NPK + 40' 4 5 7 8 8
NPK + 50' 4 6 7 8 8
NPK + 60' 4 6 7 8 8
Parameter
Jumlah Daun
6 7 8 9 10
02/03/2020 06/03/2020 10/03/2020 14/03/2020 18/03/2020
NPK 6 7 3 4 3
NPK + 0' 7 8 5 5 5
NPK + 10' 7 8 7 6 6
NPK + 20' 9 10 10 7 8
NPK + 30' 8 9 9 9 9
NPK + 40' 9 10 11 12 12
NPK + 50' 9 9 10 11 10
NPK + 60' 9 10 10 11 11
Parameter
Jumlah Daun
11 12 13 14 15
22/03/2020 26/03/2020 30/03/2020 03/04/2020 07/04/2020
NPK 3 3 4 5 5
NPK + 0' 5 4 4 5 5
NPK + 10' 3 6 7 8 9
NPK + 20' 7 7 8 8 8
NPK + 30' 7 7 8 8 9
NPK + 40' 9 7 8 10 9
NPK + 50' 10 6 8 8 8
NPK + 60' 9 7 8 10 9
65
3.2.2. Daun Axial
Parameter
Jumlah Daun Axial
12 13 14 15
26/03/2020 30/03/2020 03/04/2020 07/04/2020
NPK
NPK + 0'
NPK + 10'
NPK + 20' 1 2
NPK + 30' 1 3
NPK + 40' 1 1 3 4
NPK + 50' 1 4
NPK + 60' 2 3
3.3. Hasil Pengukuran Dimensi Tanaman Terung Hijau
Parameter
Dimensi Daun (cm)
1
11/02/2020
Bawah Besar Pucuk lainnya
NPK 5.5*4.4 6.4*5.5 4*3.5 5.2*4.2
NPK + 0' 5.5*4.4 6.4*5.5 4*3.5 5.2*4.2
NPK + 10' 5.5*4.4 6.4*5.5 4*3.5 5.2*4.2
NPK + 20' 5.5*4.4 6.4*5.5 4*3.5 5.2*4.2
NPK + 30' 5.5*4.4 6.4*5.5 4*3.5 5.2*4.2
NPK + 40' 5.5*4.4 6.4*5.5 4*3.5 5.2*4.2
NPK + 50' 5.5*4.4 6.4*5.5 4*3.5 5.2*4.2
NPK + 60' 5.5*4.4 6.4*5.5 4*3.5 5.2*4.2
Parameter
Dimensi Daun (cm)
2
15/02/2020
Bawah Besar Pucuk 2 lainnya
NPK 5.7*4.8 6.8*5.7 4.2*3.8 5.5*4.5 -
NPK + 0' 5.8*4.8 6.8*5.7 4.2*3.8 5.5*4.5 -
NPK + 10' 6*5 7*5.8 4.2*3.8 5.5*4.6 -
NPK + 20' 6*5.1 7*5.8 3.6*3.3 5.6*4.6 4.5*4
NPK + 30' 6*5 7*5.8 3.8*3.3 5.6*4.7 4.5*4
NPK + 40' 6.1*5.2 7*6 3.8*3.6 5.6*4.7 4.5*4.1
NPK + 50' 6.1*5.2 7*6 3.8*3.6 5.6*4.7 4.5*4
NPK + 60' 6.1*5.2 7*6 3.8*3.6 5.6*4.7 4.5*4
66
Parameter
Dimensi Daun (cm) 3
19/02/2020
Bawah Besar Pucuk 2 lainnya
NPK 6.8*5.7 9.8*8.3 5.6*3.8 6.1*5 -
NPK + 0' 8.1*5.6 9.8*8.4 5.6*3.6 6.1*5 6.3*8.4
NPK + 10' 7.1*6.1 10*8 7*5.4 9*8 9*7
NPK + 20' 6.6*5.6 10*8.1 6.8*5.6 9*8 8.9*8
NPK + 30' 5.6*5.1 10*8 5.8*3.6 9.1*8 8.9*8
NPK + 40' 5.1*4.7 10.1*8.2 6.3*4.6 9.2*8 9*8.1
NPK + 50' 6.7*6.3 10*8.2 7*5 9.2*8 9*8
NPK + 60' 7.1*6.2 10.1*8.2 5.8*4 9.2*8 9*8
Parameter
Dimensi Daun (cm) 4
23/02/2020
Bawah Besar Pucuk 2 lainnya
NPK 7*5.9 10*8.5 5.8*4 8.3*6.6 7*5.1
NPK + 0' 8.3*5.8 12*10 5.8*3.8 9*8.4 6.5*8.6
NPK + 10' 7.3*6.3 12.3*10.5 7.2*5.6 12.3*10 9.2*7.2
NPK + 20' 6.8*5.8 14.7*12 7*5.8 12.5*11.6 12.3*10
NPK + 30' 5.8*5.3 14.3*13 6*3.8 12.2*11.6 12*11
NPK + 40' 5.3*4.9 15.3*12.8 6.5*4.8 12.8*12 13.5*12
NPK + 50' 6.9*6.5 15.5*12 7.3*6 12.8*12 13.3*11.7
NPK + 60' 7.3*6.4 14.8*12 6*4.2 14*12.2 13*11.2
Parameter
Dimensi Daun (cm) 5
27/02/2020
Bawah Besar Pucuk 2 lainnya
NPK 7.2*6 10.3*8.7 6*4.3 8.5*6.5 7.3*5.5
NPK + 0' 8.5*7 14.6*10.2 6*4 13.4*11.1 6.7*8.8
NPK + 10' 7.5*6.5 12.5*10.8 7.5*5.9 13*10.3 9.4*7.4
NPK + 20' 7*6 18.9*14.5 7.3*6 16.8*14.3 16.5*12.7
NPK + 30' 6*5.5 18.5*15.3 6.3*4 17.5*14 18.3*16.3
NPK + 40' 5.5*5.1 19.5*15.7 6.8*5 16*13 17.8*14.3
NPK + 50' 7.1*6.8 17.7*14.7 9.5*8 19.2*14.8 17.5*14
NPK + 60' 7.5*6.6 18*14.8 6.2*4.4 16.6*14 18.3*16.4
67
Parameter
Dimensi Daun (cm) 6
02/03/2020
Bawah Besar Pucuk 2 lainnya
NPK 7.5;6.2 12;9.5 4;2.2 10.1;8.3 10.5;8.7
NPK + 0' 8.5;7.2 18.2;12.9 5;3.1 13;10.6 14.5;11.8
NPK + 10' 7.9;6.3 14.5;11.8 6.9;4.6 12.7;10 13.3;10.8
NPK + 20' 7.2;6 20.5;15.5 6.5;4.4 18.5;14.7 19.1;15
NPK + 30' 8.1;7.2 21;18.1 4.5;2.8 19.2;16.1 18.9;14.1
NPK + 40' 5.6;5.4 20.3;16.6 5.5;3.5 20.5;16.2 18.8;14.3
NPK + 50' 7.8;6.5 20;16.4 3;1.5 18.7;15.6 19;15
NPK + 60' 7;6.5 19.8;16.7 4.8;3.5 19.2;14.1 19.1;17
Parameter
Dimensi Daun (cm) 7
06/03/2020
Bawah Besar Pucuk 2 lainnya
NPK 7.7;6.3 12.6;10.2 3;1.5 12.4;9.4 10.2;9
NPK + 0' 8.5;7.4 20;14 3.8;2 17;14 14.7;11
NPK + 10' 7.8;6.6 15.5;12.5 5.2;3.2 15.4;12.7 13.1;12.6
NPK + 20' 6.7;5.6 21.1;15.6 5.7;3.7 18.7;14.5 19;13.2
NPK + 30' 8;6.4 21;17.3 3.5;2.5 18.8;15.5 19.3;14.7
NPK + 40' 5.4;15 20;16 4.7;3.2 19.8;14 20.5;15.5
NPK + 50' 7.4;6 18.5;15 6.2;5 20.7;16.2 19.2;14
NPK + 60' 7;6 19.2;16.2 4.1;2.2 19.8;15 19.1;15.6
Parameter
Dimensi Daun (cm) 8
10/03/2020
Bawah Besar Pucuk 2 lainnya
NPK 13.2;11.4 11.3;9.5 7;4.5 - -
NPK + 0' 9;6.8 18.2;15 8.7;6.7 20;13.7 15.2;12.3
NPK + 10' 8;6.5 17.5;14 4.4;2.8 15.7;12.9 16.6;12.5
NPK + 20' 7;6.2 22.1;16.3 4;2.2 19;15.2 18;15.2
NPK + 30' 8;7.2 21.6;19.1 4;2 19.2;16.4 21;15.5
NPK + 40' 5.6;5.2 20.7;16.1 5.5;3.3 21.1;16 21.2;17
NPK + 50' 7.7;7 18.5;15.4 5.7;4 19.5;15.4 21.5;17.5
NPK + 60' 7.2;6.6 21;16 4.2;2 20.2;17 19.8;17
68
Parameter
Dimensi Daun (cm)
9
14/03/2020
Bawah Besar Pucuk 2 lainnya
NPK 13.5;11.2 12.9;10.5 3;1.9 10.4;8.2 -
NPK + 0' 19.7;14 17.7;15 2.4;1.5 12.9;12.5 9.4;7.3
NPK + 10' 7.8;6.5 17.5;13.7 8;5.3 13.7;11 17;13
NPK + 20' 14.8;13.5 22.4;16.6 5.5;4 19;15.5 18;15.4
NPK + 30' 10;7.7 21.8;19.8 6;3.5 19.5;16.2 21.4;16.2
NPK + 40' 5.7;5.3 20.5;17 3;1.5 21.4;16 20;17.5
NPK + 50' 7.5;7 21;17.5 2.5;1.3 18.7;15.5 18;16
NPK + 60' 9.1;7.4 20.5;17.3 2.5;1.3 21.5;16.3 18.3;16.7
Parameter
Dimensi Daun (cm) 10
18/03/2020
Bawah Besar Pucuk 2 lainnya
NPK 13.5;10.8 13.5;11.4 7.3;6 - -
NPK + 0' 19.5;13.5 18.5;15 6.1;4.7 16.5;13.3 11;7
NPK + 10' 10;8 18.2;13.4 5.3;3.7 17.4;14.1 16.4;12.9
NPK + 20' 15.2;12.2 22.5;17 5.6;1.4 16.8;12.5 20.5;16
NPK + 30' 15.2;16 22;19 2;1.3 19.1;16 21.9;16.6
NPK + 40' 8;6.8 20.5;18.5 3;2 20.5;17 21;17
NPK + 50' 7.8;6.8 21.5;17.5 2;1.5 18.9;15.9 21.5;17.4
NPK + 60' 9;7.4 19.7;16.8 5.2;4 21.7;16.5 20.1;17
Parameter
Dimensi Daun (cm) 11
22/03/2020
Bawah Besar Pucuk 2 lainnya
NPK 14.1;12 9.5;7.6 3;1.1 - -
NPK + 0' 18;15 16.9;13.5 2.9;1.8 10;9 11.8;8.5
NPK + 10' 18;13.9 17.8;13.9 5.6;4 18.5;13.8 15.7;12.4
NPK + 20' 22;16.7 19.8;16.5 6.3;4.4 16.9;13.2 16.3;12
NPK + 30' 19.8;16.3 20;16.5 2.6;1.2 13.9;10.5 16.5;14.3
NPK + 40' 21;17 21;18.6 2.6;1.7 21.8;16.2 19.9;16.5
NPK + 50' 7.4;6.8 21.5;17.5 2.7;1.3 19;17 19;16.5
NPK + 60' 9.3;7.2 12.5;16.5 4;2.6 18.4;15 20.2;17.5
69
Parameter
Dimensi Daun (cm) 12
26/03/2020
Bawah Besar Pucuk 2 lainnya
NPK 14.2;11.2 10.5;8.5 5.9;4.2 - -
NPK + 0' 17;12.7 12;9 4.5;3.5 11.3;9 -
NPK + 10' 18.5;13.9 18;14.3 3.1;1.7 16.5;13.5 11.6;9
NPK + 20' 19.6;16.5 17.3;13.3 5;3 16.4;11.6 12.7;10.6
NPK + 30' 19.5;16.5 20.2;17.1 4.6;2.5 15.1;11.9 17.1;14.2
NPK + 40' 21;19 20.3;17.7 5;3.5 17;13.9 13.1;10.5
NPK + 50' 18;14 19.6;16.7 5;2.5 13.6;11.5 12.2;10.8
NPK + 60' 20.2;17.3 18.5;15.1 3.2;2 16.4;12 11.5;8
Parameter
Dimensi Daun (cm)
13
30/03/2020
Bawah Besar Pucuk 2 lainnya
NPK 14.2;12.2 11.1;9.1 5;3.2 8.6;6.9 -
NPK + 0' 17;13.1 12.5;10.2 7.6;6.5 12.6;9 -
NPK + 10' 18.7;13.9 18.7;14.3 4.5;3 17.5;13.2 12.7;9.5
NPK + 20' 19.5;16.5 17.6;13.5 6;4 16.8;11.2 13.7;11.1
NPK + 30' 19;16.5 20.2;16.6 4.6;2.7 16;11.3 17.3;14.2
NPK + 40' 22.1;19.2 21.5;18 7.3;5 18.3;14.5 15.2;10.2
NPK + 50' 18;14 21;17.1 2.6;1.2 14.8;12.5 15.1;11.2
NPK + 60' 21.3;16.8 19.5;15.5 5.9;3.7 17.5;12.5 12.1;10.3
Parameter
Dimensi Daun (cm) 14
03/04/2020
Bawah Besar Pucuk 2 lainnya
NPK 14.5;12.2 11.2;9 3.5;2.2 8.9;6.6 9.5;7.7
NPK + 0' 13;9.3 13.2;10.5 2.5;1.3 9.3;8.2 5.2;4.4
NPK + 10' 18.5;14 18.5;14.5 5.2;3.5 17.9;13.2 13;9.5
NPK + 20' 18;14 17.2;12 2.9;1.4 15;10.3 13.9;11.4
NPK + 30' 21.2;16.5 17;15 3.9;2 16.5;11.7 15;11
NPK + 40' 21.5;18 21.7;17.5 3.8;2 18.5;15 15.8;13.1
NPK + 50' 20.5;16.5 16.2;12 5.2;2.7 12.5;12.3 16.8;11.5
NPK + 60' 20.3;12 19.3;15 4.5;2.4 14.6;12.3 17.8;13
70
Parameter
Dimensi Daun (cm) 15
07/04/2020
Bawah Besar Pucuk 2 lainnya
NPK 14.2;12 10;8 3.5;2.5 10;7.5 5.6;4.5
NPK + 0' 16.5;9.8 13.5;11 7;4.8 10.2;9.5 8.5;6.7
NPK + 10' 18.3;13.7 18.6;14 3.4;2 17.5;14 13;9.7
NPK + 20' 17;12 15.5;10 7.6;5 15.5;11.5 14;11.2
NPK + 30' 20.3;17 17.3;14 6.5;4.1 16.5;11.5 16.9;13
NPK + 40' 21;18 17.5;15.8 8.5;5.5 18.5;14.5 16;13
NPK + 50' 20.5;16.5 18;12.5 10;6 16;13 17;13
NPK + 60' 17.5;13 14.7;12.6 3.2;1.5 11.5;9.8 13.5;10.5
71
3.4. Hasil Perhitungan Laju Pertumbuhan Tanaman Terung Hijau
Siklus ke- Laju pertumbuhan (cm/hari)
Control (NPK) NPK+40 menit
2 0 0
3 0.5 2
4 0.5 0.875
5 0.05 0.5
6 0.2 0.625
7 0.25 0
8 0.375 1.5
9 0 0
10 0.525 0.625
11 0.1 0.5
12 0.4 0.75
13 0.325 0.5
14 0.4 0.625
15 0.05 0.75
Rata-rata 0.2625 0.660714
72
Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian
Microwave NN-SM32HM 750 W
Preparasi Daun Pepaya
Daun pepaya yang sudah dipotong kecil-kecil
73
Preparasi Daun Pepaya yang sudah dipotong kecil-kecil sebanyak 50
gram
74
Ekstraksi Klorofil Daun Pepaya menggunakan Alkohol 96% dengan
metode maserasi selama 24 jam
Pemisahan Hasil Ekstraksi Klorofil Daun Pepaya dari ampasnya
75
Preparasi Ekstrak Klorofil Daun Pepaya sebanyak 20 ml
Urea
76
Preparasi Urea sebanyak 2 gram
77
Hasil pelarutan 2 gram urea dalam 20 ml ekstrak klorofil
Sampel C-Dots dari Klorofil Daun Pepaya hasil pemanasan
menggunakan microwave
78
Lampiran 5. Dokumentasi Tanaman Terung Hijau
Hari ke-20
Hari ke-40
Hari ke-60
79
Bunga tanaman terung hijau menggunakan C-Dots dari klorofil daun pepaya