jurnal pepaya

61

Upload: andrie-jo

Post on 02-Nov-2015

49 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

farmasi

TRANSCRIPT

  • EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA Carica papaya L. UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN IKAN LELE

    DUMBO Clarias sp YANG DIINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila

    AGUNG SETIAJI

    DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

  • PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA Carica papaya L. UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN IKAN LELE DUMBO Clarias sp YANG DIINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skirpsi ini. Bogor, Januari 2009 AGUNG SETIAJI C 14104074

  • RINGKASAN

    AGUNG SETIAJI. Efektifitas Ekstrak Daun Pepaya Carica papaya L. untuk Pencegahan dan Pengobatan Ikan Lele Dumbo Clarias sp yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Dibimbing oleh MUNTI YUHANA dan DINAMELLA WAHJUNINGRUM.

    Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian ikan lele dumbo adalah penyakit MAS (Motile Aeromonads Septicaemia) yang disebabkan oleh infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Pengendalian penyakit ini biasanya dilakukan dengan pencampuran pakan dan antibiotik. Penggunaan antibiotik dikhawatirkan akan menimbulkan residu dalam tubuh ikan dan membahayakan manusia yang mengkonsumsinya. Oleh karena itu, dibutuhkan obat alternatif yang aman digunakan, murah, dan tidak merugikan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui keefektifan penggunaan ekstrak daun pepaya dalam pencegahan dan pengobatan ikan lele dumbo yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu identifikasi bakteri uji, uji LD50, uji in vitro, dan uji in vivo. Uji LD50 dilakukan selama 7 hari, sedangkan uji in vivo dilakukan selama 14 hari. Bakteri yang digunakan adalah Aeromonas hydrophila strain 26. Ikan lele dumbo yang digunakan memiliki panjang rata-rata 9,710,21 cm dan bobot rata-rata 5,810,43 gram. Berdasarkan uji LD50, konsentrasi bakteri 105 cfu/ml dapat mematikan 50% populasi ikan lele dumbo dan termasuk dalam kategori bakteri virulen. Berdasarkan uji in vitro, dosis terkecil ekstrak daun pepaya yang efektif menghambat pertumbuhan Aeromonas hydrophila adalah dosis 20 mg/ml. Dosis pengobatan dua kali dari dosis pencegahan yaitu dosis 40 mg/ml. Berdasarkan uji in vivo, persentase akumulasi mortalitas harian perlakuan pencegahan dengan nilai 6,67% menunjukkan hasil berbeda nyata (P

  • EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA Carica papaya L. UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN IKAN LELE

    DUMBO Clarias sp YANG DIINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila

    AGUNG SETIAJI

    SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

    Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

    DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

  • Judul Skripsi : Efektifitas Ekstrak Daun Pepaya Carica papaya L. untuk Pencegahan dan Pengobatan Ikan Lele Dumbo Clarias sp yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

    Nama Mahasiswa : Agung Setiaji

    Nomor Pokok : C 14104074

    Disetujui,

    Pembimbing I Pembimbing II

    Dr. Munti Yuhana Dr. Dinamella Wahjuningrum NIP. 132 092 238 NIP. 132 234 940

    Diketahui,

    Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799

    Tanggal Lulus :

  • KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah

    melimpahkan berkat dan anugrah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan

    dengan sebaik-baiknya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

    memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

    Institut Pertanian Bogor.

    Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Ibu Dr. Munti Yuhana selaku pembimbing akademik dan pembimbing skripsi

    yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dari

    awal masa perkuliahan, penelitian, dan sampai penyelesaian skripsi

    2. Ibu Dr. Dinamella Wahjuningrum selaku pembimbing yang telah banyak

    membantu dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi

    3. Ibu Mia Setiawati M, Si selaku dosen penguji

    4. Ayah, Ibu, kakak-kakakku Kristian Pujo Handoyo, Yogo Budi Prasetyo, dan

    Sigit Priyo Nugroho, serta adikku Aditya Heksa Putra tercinta yang senantiasa

    selalu memberikan kasih sayang, dukungan, dan doa

    5. Bapak dan Ibu dosen BDP, staf administrasi BDP, dan staf laboratorium BDP

    (Pak Ranta, Kang Adna, Kang Hadi, dan staf laboratorium BDP lainnya)

    6. Teman-teman BDP41 yang selalu memberi semangat dan bantuan selama

    mengerjakan penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan

    7. Ima Hani Setiawati atas kesabaran, kasih sayang, waktu dan perhatianmu yang

    membuatku menjadi lebih semangat untuk maju

    Semoga karya ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan juga semua

    pihak yang membutuhkan. Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini

    masih jauh dari sempurna, karenanya penulis sangat mengharapkan kritik dan

    saran dari semua pihak. Terima kasih.

    Bogor, Januari 2009

    Agung Setiaji

  • DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 14 Agustus 1985 dari Ayah Tugiman

    dan Ibu Sumarni. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara.

    Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1991 di SDN Puspanegara II

    dan lulus pada tahun 1997, kemudian dilanjutkan ke SLTPN 1 Citeureup dan lulus

    pada tahun 2000. Pendidikan sekolah menengah umum penulis tempuh di SMUN

    1 Cibinong dan lulus pada tahun 2003, pada tahun 2004 penulis diterima di

    Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya

    Perairan, Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui

    jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

    Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melakukan magang ikan hias

    di Yohanes Fish Farm Ciseeng, Parung (2005). Penulis juga pernah melakukan

    praktek lapang di PT. Tirtamutiara Makmur, Situbondo (2007) dan UD. Sumber

    Kerapu Sejati, Situbondo (2007). Penulis menjadi asisten mata kuliah Dasar-dasar

    Mikrobiologi semester ganjil 2007/2008 dan Manajemen Kesehatan Akuakultur

    semester genap 2007/2008. Selain itu penulis juga aktif menjadi pengurus

    Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) periode 2006/2007. Tugas akhir

    dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul

    Efektifitas Ekstrak Daun Pepaya Carica papaya L. untuk Pencegahan dan

    Pengobatan Ikan Lele Dumbo Clarias sp yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas

    hydrophila.

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ x

    DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xi

    I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 I.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

    I.2 Tujuan ................................................................................................. 2

    II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3

    2.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias sp) ............................................................. 3

    2.2 Pepaya (Carica papaya L.) .................................................................. 4

    2.3 Bakteri Aeromonas hydrophila ............................................................ 7

    2.4 Bahan Aktif Antimikroba Pada Daun Pepaya ..................................... 9

    2.5 Injeksi Aeromonas hydrophila Secara Intramuskuler .......................... 10

    III. METODOLOGI ......................................................................................... 12

    3.1 Waktu dan Tempat .............................................................................. 12

    3.2 Alat dan Bahan .................................................................................... 12

    3.3 Tahapan Pelaksanaan .......................................................................... 12

    3.3.1 Penyediaan Bakteri Uji ........................................................... 12 3.3.2 Uji LD50 ................................................................................... 13 3.3.3 Persiapan Wadah dan Ikan Uji................................................. 14

    3.3.3.1 Desinfeksi Wadah .................................................... 14 3.3.3.2 Pengisian Air............................................................ 14 3.3.3.3 Desinfeksi dan Pengadaptasian Ikan Uji ................. 15

    3.3.4 Pembuatan Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.) ........... 15 3.3.5 Uji In Vitro ............................................................................... 16 3.3.6 Uji In Vivo ................................................................................ 16 3.3.6.1 Uji Respon Makan .................................................. 18 3.3.6.2 Pertambahan Bobot Rata-rata ................................. 18 3.3.6.3 Gejala Klinis dan Pengukuran Diameter Kelainan Klinis ........................................................................ 18 3.3.6.4 Mortalitas ................................................................. 19 3.3.6.5 Pengamatan Organ Dalam ....................................... 19 3.3.6.6 Analisa Kualitas Air................................................. 19

    3.3.7 Analisis Data ............................................................................ 19

  • IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 21

    4.1 Hasil ..................................................................................................... 21

    4.1.1 Identifikasi Bakteri Uji ............................................................ 21 4.1.2 Uji LD50 .. ................................................................................. 21 4.1.3 Uji In Vitro ............................................................................... 22 4.1.4 Uji In Vivo ................................................................................ 23

    4.1.4.1 Persentase Akumulasi Mortalitas Harian Pasca Infeksi ........................................................... 23 4.1.4.2 Skor Gejala Klinis Harian Pasca Infeksi ................. 24 4.1.4.3 Pertambahan Bobot Rata-rata Ikan Lele Dumbo ..... 25 4.1.4.4 Respon Makan Ikan Lele Dumbo ........................... 26 4.1.4.5 Pengamatan Terhadap Organ Dalam Ikan Lele Dumbo ............................................................. 27 4.1.4.6 Parameter Kualitas Air ............................................ 28

    4.2 Pembahasan ......................................................................................... 29

    V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 39

    5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 39

    5.2 Saran .................................................................................................... 39

    DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 40

    LAMPIRAN....................................................................................................... 44

  • DAFTAR TABEL

    No Halaman

    1. Analisis komposisi dalam 100 gram daun pepaya .................................... 7

    2. Hasil identifikasi bakteri Aeromonas hydrophila ..................................... 21

    3. Respon makan ikan lele dumbo tiap perlakuan ......................................... 27

    4. Pengamatan terhadap organ dalam ikan lele dumbo ................................. 28

    5. Kisaran kualitas air selama perlakuan ....................................................... 29

  • DAFTAR GAMBAR

    No Halaman

    1. Ikan lele dumbo (Clarias sp) ..................................................................... 4

    2. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) ........................................................ 6

    3. Skema metode penelitian (uji in vivo)........................................................ 17

    4. Diameter zona hambat ekstrak daun pepaya Carica papaya L. terhadap Aeromonas hydrophila ............................................................... 22

    5. Akumulasi mortalitas harian ikan lele dumbo (%) pasca infeksi............... 23

    6. Skor rata-rata gejala klinis ikan lele dumbo pasca infeksi ......................... 24

    7. Pertambahan bobot rata-rata (%) ikan lele dumbo selama perlakuan ....... 26

  • DAFTAR LAMPIRAN

    No Halaman

    1. Penyiapan media bakteri Aeromonas hydrophila ...................................... 45

    2. Metode uji fasase........................................................................................ 46

    3. Karakterisasi sifat biokimia bakteri ........................................................... 47

    4. Pewarnaan Gram ........................................................................................ 48

    5. Hasil dan perhitungan Uji Lethal Dosis 50%............................................. 49

    6. Metode pembuatan bubuk daun pepaya (a) dan metode ekstrak daun

    pepaya (b)................................................................................................... 50

    7. Metode kertas cakram ................................................................................ 51

    8. Gambar zona hambat yang terbentuk......................................................... 51

    9. Diameter rata-rata (mm) zona hambat pada uji in vitro ............................. 52 10. Analisis statistik RAL (a) dan uji lanjut Duncan (b) diameter rata-rata zona hambat yang terbentuk pada uji in vitro ........................................... 52 11. Persentase mortalitas harian ikan lele dumbo (%) pasca infeksi ............... 53

    12. Analisis statistik RAL (a) dan uji lanjut Duncan (b) akumulasi mortalitas harian ikan lele dumbo (%) pasca infeksi ................................ 53

    13. Skor gejala klinis harian pasca infeksi....................................................... 54

    14. Analisis statistik RAL (a) dan uji lanjut Duncan (b) skor rata-rata gejala klinis harian pasca infeksi.......................................................................... 56

    15. Persentase pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo selama perlakuan .................................................................................................... 57

    16. Analisis statistik RAL (a) dan uji lanjut Duncan (b) persentase pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo............................................ 58

  • I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Lele dumbo merupakan ikan yang populer di kalangan masyarakat luas dan

    menjadi kegemaran banyak orang di Indonesia. Ikan lele dumbo memiliki

    kelebihan diantaranya adalah pertumbuhannya cepat, memiliki kemampuan

    beradaptasi terhadap lingkungan yang tinggi, rasanya enak, dan kandungan

    gizinya cukup tinggi. Di Kabupaten Badung-Bali misalnya, kendati produksinya

    telah mencapai 22,1 ton pertahun, tetapi sebagian permintaannya masih belum

    bisa terpenuhi. Demikian pula di Provinsi Banten membutuhkan pasokan lele 6-7

    ton perhari. Sementara wilayah Jabotabek membutuhkan sekitar 100 ton ikan lele

    perhari (Anonimus, 2007a), sehingga minat masyarakat untuk membudidayakan

    ikan lele dumbo sangat besar.

    Teknologi budidaya ikan lele dumbo yang digunakan di Indonesia adalah

    sistem budidaya intensif dengan padat tebar yang tinggi dengan pemberian pakan

    tambahan yang optimal. Sama seperti usaha budidaya perikanan lainnya, masalah

    utama dalam budidaya ikan lele dumbo adalah serangan penyakit. Kematian ikan

    lele dumbo dan kegagalan panen akan dialami jika serangan penyakit tidak

    ditanggulangi secara dini. Untuk menghindari keadaan ini, perlu dilakukan upaya

    pencegahan dan penanggulangan penyakit secara tepat.

    Salah satu penyakit yang sering menyebabkan kematian ikan lele dumbo

    adalah penyakit MAS (Motile Aeromonads Septicaemia) yang disebabkan oleh

    infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Penyakit MAS dapat menyebabkan

    kematian benih ikan lele dumbo antara 80-100% dalam waktu yang relatif singkat

    (Tonguthai et al., 1993 dalam Grant, 2004). Pengendalian penyakit akibat bakteri

    Aeromonas hydrophila biasanya dilakukan dengan pencampuran pakan dengan

    antibiotik seperti chloramphenicol, terramycin atau oxytetracycline. Dosisnya

    sebanyak 5-7,5 gram/100 kg pakan. Selain itu, penanggulangan penyakit akibat

    bakteri Aeromonas hydrophila juga bisa dilakukan dengan menaburkan

    furaltadone sebanyak 50 ppm/jam (Anonimus, 2007b). Namun, pemakaian

    antibiotik dapat menimbulkan resistensi bakteri Aeromonas hydrophila terhadap

    antibiotik tertentu. Penelitian tentang resistensi dari bakteri Aeromonas

  • hydrophila terhadap antibiotik telah dilakukan. Sebanyak 80 galur dari bakteri

    Aeromonas hydrophila resisten terhadap antibiotik bacitracin dan ampicilin serta

    sensitif terhadap antibiotik chloramphenicol, neomycin, streptomycin, dan

    kombinasi trimethoprim dengan sulfamethoxazole (Wang dan Silva, 1999).

    Pengaruh lain dari penggunaan antibiotik ini dikhawatirkan akan menimbulkan

    residu dalam ikan dan membahayakan manusia yang mengkonsumsinya. Oleh

    karena itu dibutuhkan obat alternatif yang aman digunakan, murah, dan tidak

    merugikan bagi pembudidaya dan konsumen ikan lele dumbo.

    Tanaman pepaya merupakan tanaman herbal yang populer di kalangan

    masyarakat. Tidak hanya buahnya, daun pepaya muda juga dapat dibuat sebagai

    bahan berbagai ragam sayuran. Dalam pengobatan tradisional, bagian-bagian

    tanaman pepaya banyak yang dimanfaatkan. Dalam dunia perikanan, hasil

    penelitian Marsul (2005) telah membuktikan potensi ekstrak daun pepaya dalam

    menghambat pertumbuhan cendawan pada perkembangan awal ikan gurame

    (Osphronemus gouramy).

    Di dalam ekstrak daun pepaya terkandung enzim papain yang memiliki

    aktivitas proteolitik dan antimikroba, sedangkan alkaloid carpain berfungsi

    sebagai antibakteri (Ardina, 2007). Selain itu terdapat pula tocophenol dan

    flavonoid (Markham, 1988) yang memiliki daya antimikroba. Dalam penelitian ini

    diuji keefektifan ekstrak daun pepaya sebagai bahan antibakteri serta

    imunostimulan, sehingga diperoleh dosis yang tepat untuk pencegahan dan

    pengobatan ikan lele dumbo yang telah terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila.

    1.2 Tujuan

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan penggunaan ekstrak

    daun pepaya dalam pencegahan dan pengobatan ikan lele dumbo yang diinfeksi

    bakteri Aeromonas hydrophila.

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Ikan lele dumbo (Clarias sp)

    Menurut Saanin (1984), taksonomi ikan lele dumbo adalah sebagai berikut:

    Kingdom : Animalia

    Filum : Chordata

    Kelas : Pisces

    Subkelas : Teleostei

    Ordo : Ostariophysi

    Sub ordo : Siluroidea

    Famili : Clariidae

    Genus : Clarias

    Spesies : Clarias sp

    Berbeda dengan ikan lele lokal (Clarias batrachus), ikan lele dumbo

    (Clarias sp) berasal dari Mozambique (Afrika). Ikan lele dumbo masuk ke

    Indonesia pada tahun 1985, yang diintroduksi dari Taiwan oleh sebuah perusahaan

    yang bergerak di bidang perikanan. Beberapa keterangan menyatakan bahwa ikan

    lele dumbo merupakan hasil persilangan ikan lele lokal yang berasal dari Afrika

    dengan ikan lele lokal dari Taiwan (Khairuman dan Khairul, 2002). Pada awalnya

    ikan ini dijadikan sebagai ikan hias, tetapi dalam perkembangannya menjadi salah

    satu ikan konsumsi unggulan pada sistem budidaya air tawar.

    Bentuk tubuh ikan lele dumbo memanjang, agak silindris (membulat) di

    bagian depan dan mengecil ke bagian ekornya. Kulitnya tidak memiliki sisik,

    berlendir, dan licin. Jika terkena sinar matahari, warna tubuh ikan lele dumbo

    berubah menjadi pucat dan jika terkejut warna tubuhnya otomatis menjadi loreng

    seperti mozaik hitam-putih. Mulut ikan lele dumbo relatif lebar, yaitu sekitar

    dari panjang total tubuhnya (Khairuman dan Khairul, 2002). Di atas rongga insang

    terdapat selaput alat pernapasan tambahan (aborescent organ) yang

    memungkinkan ikan lele dumbo dapat mengambil oksigen langsung dari udara.

    Kepala ikan lele dumbo berbentuk gepeng dengan batok kepala sangat

    keras, memiliki empat buah sungut yang berfungsi sebagai alat peraba. Ikan lele

    dumbo memiliki beberapa buah sirip, yakni sirip ekor, sirip dada, sirip anal, dan

  • sirip punggung yang memanjang dari perut belakang hingga pangkal ekor. Selain

    itu, ikan lele dumbo juga memiliki sepasang tulang keras di depan sirip dada.

    Tulang ini disebut patil, berfungsi sebagai alat pertahanan diri. Walaupun

    berfungsi sebagai alat pertahanan diri, patil ikan lele dumbo tidak memiliki racun.

    Morfologi ikan lele dumbo dapat dilihat pada Gambar 1.

    Ikan lele dumbo merupakan hewan nokturnal, yakni hewan yang aktif

    mencari makan pada malam hari dan termasuk hewan karnivora karena pakan

    alaminya adalah kutu air (daphnia, cladosera, copepoda, chydorus, ceriodaphnia,

    moina, nauplius, rotaria), cacing, krustacea kecil, rotifera, jentik-jentik (larva

    serangga dan siput-siput kecil).

    Gambar 1. Ikan Lele Dumbo (Clarias sp)

    Air yang baik untuk pertumbuhan ikan lele dumbo adalah air bersih yang

    berasal dari sungai, air hujan, dan air sumur dengan kisaran suhu 25-32 oC

    (Anonimus, 2007b). Kadar oksigen air yang dibutuhkan ikan lele dumbo berkisar

    antara 3 ppm. Namun, ketersediaan kadar oksigen tidak banyak berpengaruh

    karena ikan lele dumbo bisa mengambil oksigen langsung dari udara. Sementara

    itu, kandungan karbon dioksida (CO2) air harus di bawah 15 ppm, kandungan NH3

    harus di bawah 0,05 ppm, kandungan NO2 sekitar 0,25 ppm, kandungan NO3

    sekitar 250 ppm dan pH 6,5 8 (Khairuman dan Khairul, 2002).

    2.2 Pepaya (Carica papaya L.)

    Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko

    bagian selatan dan bagian utara dari Amerika Selatan. Tanaman ini menyebar ke

    Benua Afrika dan Asia serta negara India. Dari India, tanaman ini menyebar ke

    berbagai negara tropis, termasuk Indonesia di abad ke-17.

  • Menurut Steenis (1978), taksonomi tanaman pepaya adalah sebagai berikut:

    Kingdom : Plantae

    Divisi : Magholiophyta

    Kelas : Magholiopsida

    Ordo : Brassicates

    Famili : Caricaceae

    Genus : Carica

    Spesies : Carica papaya L.

    Menurut Kalie (2006) famili Caricaceae memiliki empat genus, yaitu

    Carica, Jarilla, Jacaranta, dan Cylicomorpha. Ketiga genus pertama merupakan

    tanaman asli Meksiko bagian selatan serta bagian utara dari Amerika Selatan,

    sedangkan genus keempat merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Genus

    Carica memilki 24 spesies, salah satu diantaranya adalah papaya. Tanaman dari

    genus Carica (Gambar 2) banyak diusahakan petani karena buahnya enak

    dimakan, genus lainnya hanya lazim untuk dinikmati keindahan habitusnya.

    Pepaya merupakan tanaman herbal dengan batang berongga, biasanya tidak

    bercabang, dan tinggi mencapai 10 m. Daunnya merupakan daun tunggal dan

    berukuran besar dengan tangkai daun panjang dan berongga. Bunganya terdiri dari

    tiga jenis, yaitu bunga jantan, bunga betina, dan bunga sempurna. Batang, daun,

    dan buahnya mengandung getah yang memiliki daya enzimatis yaitu dapat

    memecah protein.

    Pemanfaatan tanaman pepaya cukup beragam. Bagian-bagian tanaman

    pepaya banyak yang digunakan dalam pengobatan tradisional. Perasan daun

    pepaya dapat digunakan untuk meredam atau menurunkan demam akibat penyakit

    malaria.

    Menurut Kalie (2006) rasa pahit perasan daun pepaya disebabkan oleh

    kandungan alkaloid carpain (C14H25NO2) yang banyak terdapat pada daun muda.

    Alkaloid ini dapat menurunkan tekanan darah dan membunuh amuba. Menurut

    Ardina (2007) di dalam ekstrak daun pepaya terkandung enzim papain yang

    memiliki aktivitas proteolitik dan antimikroba, sedangkan alkaloid carpain

    berfungsi sebagai antibakteri. Selain itu ekstrak daun pepaya dapat digunakan

    sebagai antifungal pada powdery mildew fungi (Erysiphe cichoracearum DC)

  • yang menyebabkan penyakit powdery mildew pada lada (Capsicum annum L.)

    (Amadioha, 1998).

    Gambar 2. Tanaman Pepaya (Carica papaya L.)

    Batang, daun, dan buah pepaya muda mengandung getah berwarna putih.

    Getah ini mengandung suatu enzim pemecah protein atau enzim proteolitik yang

    disebut papain. Papain termasuk enzim hidrolase, yaitu enzim yang mampu

    mengkatalis reaksi-reaksi hidrolisis suatu substrat (protein) (Lukitasari, 2004).

    Sebagai enzim proteolitik, papain banyak digunakan dalam industri, di antaranya

    industri makanan, minuman, farmasi, kosmetik, tekstil, dan penyamak. Sementara

    itu, getah pepaya selain mengandung enzim papain juga mengandung

    kemokapain, lisosim, lipase, glutamin, dan siklotransferas. Analisis komposisi

    daun pepaya dapat dilihat pada Tabel 1.

    Selain mengandung enzim papain dan alkaloid carpain, daun pepaya juga

    mengandung psudo carpain, glikosid, karposid, dan saponin (Muhlisah, 2007),

    serta mengandung sakarosa, dektrosa, levulosa, tocophenol dan flavonoid

    (Rahman, 2008). Buahnya mengandung -karoten, pectin, d-galaktosa, I-

    arabinosa, papain, papayotimin, dan vitokinose. Bijinya mengandung glukosida

    kasirin dan carpain. Dalam pengobatan herbal, tanaman pepaya dapat digunakan

    untuk mengobati berbagai penyakit diantaranya kulit melepuh karena panas,

    malaria, demam karena digigit ular berbisa, beruban sebelum waktunya, cacing

    gelang, dan sariawan.

  • Tabel 1. Analisis komposisi dalam 100 gram daun pepaya

    Unsur Komposisi Daun (100 gram)

    Energi (kal)

    Air (g)

    Protein (g)

    Lemak (g)

    Karbohidrat (g)

    Vitamin A (IU)

    Vitamin B (mg)

    Vitamin C (mg)

    Kalsium (mg)

    Besi (mg)

    Fosfor (mg)

    79

    75,4

    8

    2

    11,9

    18,25

    0,15

    140

    353

    0,8

    63

    Sumber : Direktorat Gizi, Depkes RI (1979) dalam Kalie (2006)

    2.3 Bakteri Aeromonas hydrophila

    Klasifikasi bakteri Aeromonas hydrophila menurut Kried dan Holt (1984)

    dalam Giyarti (2000) :

    Filum : Protophyta

    Kelas : Schizomycetes

    Ordo : Pseudomonadales

    Famili : Vibrionaceae

    Genus : Aeromonas

    Species : Aeromonas hydrophila

    Bakteri Aeromonas hydrophila adalah bakteri penyebab sakit pada ikan.

    Umumnya hidup di air tawar yang mengandung bahan organik tinggi. Ciri utama

    bakteri Aeromonas hydrophila adalah berbentuk batang, berdiameter 0,3-1,0 m

    dan panjang 1,0-3,5 m (Aoki, 1999), bersifat Gram negatif, fakultatif aerobik

    (dapat hidup dengan atau tanpa oksigen), tidak berspora, dan bersifat motil

    (bergerak aktif) karena memiliki satu flagel (monotrichous flagella) yang keluar

    dari salah satu kutubnya (Ghufran dan Kordi, 2004). Bakteri Aeromonas

    hydrophila tumbuh pada pH 4,7-11 dengan temperatur 10-42 oC, dapat

    menghasilkan beberapa ekstraseluler enzim yang dapat menghidrolisis zat tepung,

  • kasein, DNA, gelatin, sel darah merah, serum dan tween-80 (Tanasupawat dan

    Saitanu, 1985 dalam Saitanu, 1986). Pada media nutrien agar koloni bakteri ini

    berwarna krem, bentuk bundar dan cembung, oksidase sitokrom dan reaksi

    katalase positif (Aoki, 1999). Kebanyakan dari galur Aeromonas hydrophila yang

    diisolasi dari ikan menghasilkan hemolisin, sitotoksin, faktor dermonekrotik, dan

    enterotoksin. Aktivitas dari toksin ini dapat dikurangi oleh asam, pH tinggi, dan

    panas. Aktifitas proteolitik, hemolitik, dan sitolitik akan sepenuhnya dihancurkan

    setelah pemanasan sampai 100 oC selama 10 menit (Saitanu, 1986).

    Menurut Amlachler (1961) dalam Snieszko dan Axelrod (1971) terdapat

    empat tingkatan serangan bakteri Aeromonas hydrophila, yaitu :

    1. Akut : Septisemia yang fatal, infeksi cepat dengan sedikit tanda-

    tanda penyakit yang terlihat.

    2. Sub Akut : Gejala dropsi, lepuh, abses, perdarahan pada sisik.

    3. Kronis : Gejala tukak, bisul, abses yang perkembangannya

    berlangsung lama.

    4. Laten : Tidak memperlihatkan gejala penyakit, namun pada organ

    dalam terdapat bakteri penyebab penyakit.

    Tanda-tanda klinis infeksi Aeromonas hydrophila bervariasi, tetapi pada

    umumnya ditunjukkan dengan adanya hemoragi pada kulit, insang, rongga mulut,

    dan borok pada kulit yang dapat meluas ke jaringan otot. Secara histopatologis

    tampak terjadinya nekrosis pada limpa, hati, ginjal, dan jantung (Austin dan

    Austin, 1986).

    Beberapa hewan akuatik yang telah diserang oleh bakteri Aeromonas

    hydrophila menunjukkan gejala-gejala infeksi yang sama, yaitu : warna tubuh

    ikan menjadi gelap, kemampuan berenang menurun, mata ikan rusak dan agak

    menonjol, sisik terkuak, seluruh siripnya rusak, insang berwarna merah keputihan,

    ikan terlihat megap-megap di permukaan air, insangnya rusak sehingga sulit

    bernafas, kulit ikan menjadi kasat dan timbul perdarahan selanjutnya diikuti

    dengan luka borok, perut kembung (dropsi), jika dilakukan pembedahan akan

    terlihat perdarahan pada hati, ginjal, serta limpa (Ghufran dan Kordi, 2004).

    Menurut Angka et al. (1981) bakteri Aeromonas hydrophila memiliki

    derajat penularan penyakit (morbiditas) yang tinggi. Di kolam yang mempunyai

  • kepadatan tinggi, 97% ikan menunjukkan gejala klinis, sedangkan kolam yang

    berpopulasi rendah derajat morbiditasnya lebih rendah yaitu 45%.

    2.4 Bahan Aktif Antimikroba Pada Daun Pepaya

    Bahan antimikroba adalah senyawa kimia atau biologi yang dapat

    menghambat pertumbuhan dan aktifitas mikroba (Fardiaz, 1989 dalam Marsul,

    2005). Sedangkan menurut Beuchot (1976) dalam Agustian (2007) bahan

    antibakteri merupakan senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan atau

    bahkan membunuh bakteri. Daun pepaya mengandung tocophenol, flavonoid, dan

    enzim papain yang diduga memiliki daya antimikroba, serta alkaloid carpain yang

    berfungsi sebagai antibakteri (Ardina, 2007). Menurut Amadioha (1998) ekstrak

    daun pepaya dapat menjadi antifungal bagi powdery mildew fungi (Erysiphe

    cichoracearum DC).

    Tocophenol merupakan senyawa fenol yang khas pada tanaman pepaya.

    Senyawa fenol memberikan rasa dan warna pada tanaman, buah, dan sayuran,

    fungsinya melindungi tanaman dari serangan mikroorganisme, serangga, dan

    herbivora (Roller, 2003). Fenol dapat merusak membran sel bakteri dan

    menyebabkan lisisnya sel bakteri (Nogrady, 1992 dalam Rahman, 2008). Sisi dan

    jumlah gugus hidroksil pada fenol diduga memiliki hubungan dengan toksisitas

    relatif terhadap mikroorganisme dengan bukti bahwa hidroksilasi yang meningkat

    juga menyebabkan tingginya toksisitas zat ini (Naim, 2004). Kepolaran gugus

    hidroksil fenol mampu membentuk ikatan hidrogen yang larut dalam air sehingga

    efektif sebagai desinfektan (Nogrady, 1992 dalam Rahman, 2008). Sifat toksik

    fenol mengakibatkan struktur tiga dimensi protein bakteri terganggu dan terbuka

    kemudian menjadi struktur acak tanpa adanya kerusakan struktur kerangka

    kovalen, sehingga protein terdenaturasi. Deret asam amino protein tetap utuh

    setelah denaturasi, namun aktifitas biologisnya rusak sehingga protein tidak dapat

    melakukan fungsinya (Hasim, 2003a). Mekanisme toksisitas senyawa fenolik pada

    mikroorganisme adalah sebagai inhibitor enzim bakteri, kemungkinan melalui

    reaksi dengan grup sulfihidril atau melalui interaksi nonspesifik dengan protein.

    Kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan (atau

    kira-kira 1 x 109 ton/tahun) diubah menjadi flavonoid (Smith, 1972 dalam

    Markham, 1988). Sebagian besar tanin berasal dari flavonoid, sehingga flavonoid

  • merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar. Flavonoid terdapat dalam

    semua tumbuhan hijau sehingga selalu ditemukan pada setiap ekstrak tumbuhan

    (Markham, 1988). Flavonoid dan flavonol disintesis tanaman dalam responnya

    terhadap infeksi mikroba, sehingga secara in vitro efektif terhadap

    mikroorganisme. Senyawa ini merupakan antimikroba karena kemampuannya

    membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler terlarut serta dinding sel

    mikroba. Flavonoid yang bersifat lipofilik akan merusak membran mikroba.

    Flavonoid bersifat antiinflamasi sehingga dapat mengurangi peradangan serta

    membantu mengurangi rasa sakit bila terjadi perdarahan atau pembengkakan pada

    luka (Rahman, 2008).

    Carpain merupakan senyawa alkaloid yang khas dihasilkan oleh tanaman

    pepaya. Alkaloid merupakan senyawa nitrogen heterosiklik. Alkaloid bersifat

    toksik terhadap mikroba, sehingga efektif membunuh bakteri dan virus, sebagai

    antiprotozoa dan antidiare (Naim, 2004), bersifat detoksifikasi yang mampu

    menetralisir racun dalam tubuh. Alkaloid diketahui mampu meningkatkan daya

    tahan tubuh. Mekanisme kerja dari alkaloid dihubungkan dengan kemampuan

    berinteraksi dengan DNA (Naim, 2004).

    2.5 Injeksi Aeromonas hydrophila Secara Intramuskuler

    Injeksi secara intramuskuler akan menunjukkan gejala serangan yang

    tampak dari luar berupa borok pada kulit yang menembus ke arah daging

    (Supriyadi dan Taufik, 1981 dalam Haliman, 1993). Selain itu pada penyuntikan

    secara intramuskuler, difusi antigen atau vaksin untuk merangsang antibodi dan

    proteksi berlangsung lambat dan konstan (Anderson, 1974 dalam Haliman, 1993).

    Bakteri Aeromonas hydrophila menghasilkan enzim dan toksin yang dikenal

    sebagai produk ekstraseluler yang merupakan racun bagi ikan. Apabila

    disuntikkan ke ikan, produk ekstraseluler dapat menimbulkan kematian dan

    perubahan jaringan. Baik galur yang virulen maupun galur yang lemah, keduanya

    menghasilkan hemolitik, enterotoksin, dan akivitas dermonekrotik.

    Hasil penelitian Haliman (1993) dan Riyanto (1993) menunjukkan hasil

    bahwa bakteri Aeromonas hydrophila yang disuntikkan secara intramuskuler

    dapat menyebabkan kematian ikan lele dumbo. Pada ikan yang mati tampak

    adanya tukak yang besar, ikan mengalami ascites, dan ikan yang sekarat tampak

  • menggantung di bawah permukaan air. Tanda-tanda ini sesuai dengan gejala-

    gejala bacterial haemorrhagic septicaemia (Kabata, 1985). Hal ini diperkuat

    oleh penelitian Husein (1993) yang menunjukkan bahwa penyuntikan ikan lele

    dumbo dengan bakteri Aeromonas hydrophila galur virulen lemah yang

    disonifikasi (penghancuran sel secara fisik menggunakan gelombang pendek)

    dapat menyebabkan kematian.

    Penyuntikan secara intramuskuler mengakibatkan ikan tidak memiliki nafsu

    makan dan menyebabkan adanya perubahan patologis pada tubuh ikan. Menurut

    Husein (1993) penyuntikan bakteri Aeromonas hydrophila secara intramuskuler

    dapat menyebabkan radang pada jam ke-3 pasca infeksi hingga jam ke-12 pasca

    infeksi diikuti perdarahan organ hati sejak jam ke-12 hingga 120 pasca infeksi.

    Perdarahan pada kulit di daerah bekas penyuntikan terjadi pada jam ke-24 sampai

    jam ke-48 pasca infeksi, kemudian menjadi tukak pada jam ke-120 pasca infeksi.

    Menurut Haliman (1993) ikan-ikan yang mengalami tukak mampu bertahan

    hidup, karena ikan memiliki daya regenerasi yang tinggi apabila dibandingkan

    dengan hewan-hewan dari kelas vertebrata lainnya.

    Menurut Haliman (1993) dan Husein (1993) ikan-ikan yang mengalami

    tukak menunjukkan nilai hemoglobin, hematokrit, dan jumlah eritrosit tampak

    menurun. Tukak menyebabkan ikan banyak kehilangan darah, sehingga jumlah

    eritrosit ikan uji menjadi rendah. Rendahnya jumlah eritrosit mempengaruhi nilai

    hemoglobin dan hematokrit. Hal ini berbeda dengan yang dinyatakan Riyanto

    (1993), menurutnya gambaran darah lele dumbo ukuran fingerling yang diamati

    menunjukkan bahwa secara keseluruhan nilai rata-rata gambaran darah yang

    didapatkan tidak menggambarkan hubungan gejala klinis dengan perubahan

    gambaran darah ikan uji. Hal ini dikarenakan pada lele dumbo ukuran fingerling,

    proses pembentukan imunitas di dalam tubuhnya belum sempurna. Pada lele

    dumbo dewasa yang disuntik bakteri Aeromonas hydrophila sel utuh, persentase

    limfosit menjadi rendah ketika tukak tampak pada kulit (Haliman, 1993).

  • IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil

    Hasil yang diperoleh berupa data identifikasi bakteri uji, data uji LD50, data

    uji in vitro, dan data uji in vivo. Data hasil uji in vivo antara lain persentase

    akumulasi mortalitas harian pasca infeksi, skor gejala klinis harian pasca infeksi,

    pertambahan robot rata-rata ikan lele dumbo, respon makan ikan lele dumbo,

    pengamatan terhadap organ dalam ikan lele dumbo, dan data tambahan berupa

    parameter kulitas air.

    4.1.1 Identifikasi Bakteri Uji

    Hasil pengamatan morfologi koloni, uji karakterisasi biokimia, dan

    pewarnaan Gram terhadap bakteri hasil fasase (reisolasi) (Isolat 2) dari ikan lele

    dumbo yang telah diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila asal Balai Riset

    Perikanan Air Tawar (Bariskanwar) (Isolat 1) dapat dilihat pada Tabel 2. Menurut

    Aoki (1999) kedua bakteri tersebut merupakan bakteri Aeromonas hydrophila.

    Bakteri yang digunakan untuk uji LD50, uji in vitro, dan uji in vivo adalah bakteri

    Aeromonas hydrophila hasil fasase.

    Tabel 2. Hasil identifikasi bakteri Aeromonas hydrophila Morfologi Koloni Uji Karakterisasi Biokimia Isolat

    Bakteri Warna Elevasi Tepian O/F Motilitas Katalase Oksidase Sifat Gram

    1 Krem Cembung Halus F + + + - 2 Krem Cembung Halus F + + + -

    4.1.2 Uji LD50

    Menurut Reed dan Muench (1938) LD50 (50 per cent lethal dose) adalah

    dosis yang dapat mematikan 50% dari jumlah hewan percobaan dalam waktu

    tertentu. Hasil dan perhitungan uji LD50 dapat dilihat pada Lampiran 5.

    Berdasarkan hasil uji LD50 diperoleh hasil bahwa konsentrasi bakteri

    Aeromonas hydrophila 108 cfu/ml dapat mematikan 4 ekor ikan lele dumbo

    dengan rasio kematian 100%. Konsentrasi bakteri 107 cfu/ml dapat mematikan 4

    ekor ikan lele dumbo dengan rasio kematian 100%. Konsentrasi bakteri 106 cfu/ml

    dapat mematikan 3 ekor ikan lele dumbo dengan rasio kematian 88%. Konsentrasi

    bakteri 105 cfu/ml dapat mematikan 3 ekor ikan lele dumbo dengan rasio kematian

  • 67%. Konsentrasi bakteri 104 cfu/ml dapat mematikan 1 ekor ikan lele dumbo

    dengan rasio kematian 17%.

    Berdasarkan hasil perhitungan LD50 diketahui bahwa konsentrasi yang dapat

    mematikan 50% dari populasi ikan lele dumbo yang ada adalah konsentrasi

    bakteri 104.7 cfu/ml yang dibulatkan menjadi konsentrasi 105 cfu/ml. Oleh karena

    itu pada perlakuan selanjutnya konsentrasi bakteri Aeromonas hydrophila yang

    digunakan adalah konsentrasi 105 cfu/ml.

    4.1.3 Uji In Vitro

    Berdasarkan hasil pengujian secara in vitro terhadap ekstrak daun pepaya

    Carica papaya L. diketahui bahwa ekstrak daun pepaya mampu menghambat

    pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila dengan kepadatan 105 cfu/ml yang

    disebar pada media TSA. Hal ini diketahui dengan terbentuknya zona hambat

    setelah media diinkubasi selama 24 jam, yang menunjukkan bahwa ekstrak daun

    pepaya memiliki sifat antibakteri.

    8.17 d

    7.33 bc

    8.5 d

    7.83 cd

    0 a

    7 b

    0123456789

    10

    Kontrol 10 20 30 40 50

    Dosis Ekstrak Daun Pepaya (mg/ml)

    Dia

    met

    er R

    ata-

    rata

    Zon

    a H

    amba

    t (m

    m)

    Gambar 4. Diameter zona hambat ekstrak daun pepaya Carica papaya L.

    terhadap Aeromonas hydrophila

    Terbentuknya area bening di sekitar kertas cakram menunjukkan adanya

    daya kerja antibakteri (Lay, 1994). Zona hambat yang kecil menunjukkan adanya

    aktifitas antibakteri yang rendah, sedangkan zona hambat yang besar

    menunjukkan adanya aktifitas antibakteri yang tinggi. Tinggi rendahnya diameter

    Keterangan : Huruf dengan superscript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P

  • zona hambat yang terbentuk diduga karena adanya enzim papain, alkaloid carpain,

    tocophenol, dan flavonoid yang terkandung dalam ekstrak daun pepaya.

    Gambar 4 menunjukkan bahwa pada perlakuan PBS sebagai kontrol,

    diameter rata-rata zona hambat yang terbentuk adalah 0,000,00 mm. Ekstrak

    daun pepaya dosis 10 mg/ml, menghasilkan diameter rata-rata zona hambat

    sebesar 7,830,29 mm. Diameter rata-rata zona hambat yang terbentuk pada dosis

    20 mg/ml adalah 8,500,87 mm. Diameter rata-rata zona hambat yang terbentuk

    pada dosis 30 mg/ml adalah 7,330,29 mm. Dosis 40 mg/ml menghasilkan

    diameter rata-rata zona hambat sebesar 8,170,29 mm. Dosis 50 mg/ml

    menghasilkan diameter rata-rata zona hambat terkecil yaitu 7,000,00 mm.

    Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa ada perlakuan yang

    memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P

  • Gambar 5 menunjukkan persentase akumulasi mortalitas harian ikan lele

    dumbo pasca infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Akumulasi mortalitas

    tertinggi hari pertama terdapat pada kontrol positif dengan nilai 26,67%, lebih

    tinggi dari pada perlakuan pengobatan dengan nilai 13,33%, sedangkan perlakuan

    pencegahan dan kontrol negatif memiliki nilai mortalitas 0%. Peningkatan

    persentase akumulasi mortalitas terjadi pada kontrol positif menjadi 33,33%.

    Persentase akumulasi mortalitas perlakuan pengobatan meningkat menjadi 20%.

    Persentase akumulasi mortalitas perlakuan pencegahan meningkat menjadi 6,67%.

    Persentase akumulasi mortalitas pada kontrol negatif tetap sebesar 0%. Nilai

    akumulasi mortalitas ini tetap hingga akhir perlakuan (Lampiran 11).

    Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa perlakuan pencegahan

    memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P

  • ke-2 berkembang menjadi hemoragi dan pada hari ke-3 menjadi tukak. Hal ini

    terjadi hingga pengamatan pada hari ke-7.

    Ikan lele dumbo pada perlakuan pengobatan setelah diinfeksi bakteri

    Aeromonas hydrophila pada hari pertama menunjukkan adanya kelainan kilnis

    berupa radang sebanyak 5 ekor, sedangkan hemoragi sebanyak 8 ekor. Pada hari

    ke-2 ikan lele dumbo diinjeksikan ekstrak daun pepaya dengan dosis 40 mg/ml

    dan volume injeksi 0,1 ml/ekor. Berdasarkan Gambar 6, pada hari ke-3 pasca

    infeksi skor rata-rata mengalami penurunan, walaupun ikan mengalami kelainan

    klinis berupa tukak. Penurunan kelainan klinis terjadi hingga hari ke-7. Ada 1

    ekor ikan yang mengalami penyembuhan yang cepat.

    Pada perlakuan pencegahan, hari pertama setelah diinfeksi oleh bakteri

    Aeromonas hydrophila menunjukkan adanya kelainan klinis berupa radang

    sebanyak 8 ekor. Selain itu, 5 ekor mengalami hemoragi dan 1 ekor normal.

    Sebanyak 6 ekor mengalami penyembuhan pada akhir perlakuan (Lampiran 13).

    Hal ini dikarenakan 7 hari sebelum diinfeksi Aeromonas hydrophila, ikan telah

    diinjeksikan ekstrak daun pepaya dosis pencegahan 20 mg/ml dengan volume

    injeksi 0,1 ml/ekor.

    Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa perlakuan pencegahan

    memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P

  • 92.31 b

    38.56 a

    55.17 a51.78 a

    0102030405060708090

    100110120

    Kontrol Negatif Kontrol Positif Pencegahan Pengobatan

    Perlakuan

    Pert

    amba

    han

    Bobo

    t Rat

    a-ra

    ta (%

    )

    Gambar 7. Pertambahan bobot rata-rata (%) ikan lele dumbo selama perlakuan

    Gambar 7 menunjukkan bahwa ikan lele dumbo pada kontrol negatif

    mengalami pertambahan bobot tubuh rata-rata sebesar 92,3123,45% dan jumlah

    ikan sampai akhir perlakuan adalah 15 ekor. Pertambahan bobot tubuh rata-rata

    pada kontrol positif sebesar 38,565,99% dan jumlah total ikan sampai akhir

    perlakuan adalah 10 ekor. Pertambahan bobot tubuh rata-rata pada perlakuan

    pencegahan sebesar 55,1712,55% dan jumlah total ikan sampai akhir perlakuan

    adalah 14 ekor. Pertambahan bobot tubuh rata-rata pada perlakuan pengobatan

    sebesar 51.7810.33% dan jumlah total ikan sampai akhir perlakuan adalah 12

    ekor (Lampiran 15).

    Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa perlakuan pencegahan,

    pengobatan, dan kontrol positif memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata

    (P>0,05) terhadap pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo (Lampiran 16).

    4.1.4.4 Respon Makan Ikan Lele Dumbo

    Suatu jenis bahan pengganggu seperti suhu ekstrim, tekanan osmotik, racun,

    infeksi bakteri, atau stimulasi lingkungan dapat menghasilkan stress (Affandi dan

    Usman, 2002). Stres yang dialami oleh ikan lele dumbo akibat dari infeksi bakteri

    Aeromonas hydrophila menimbulkan respon penolakan terhadap makanan.

    Respon makan pada ikan menjadi faktor yang penting dalam menunjang upaya

    pencegahan dan pengobatan ikan sakit. Semakin baik respon makan ikan maka

    Keterangan : Huruf dengan superscript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P

  • semakin cepat pula terjadi proses penyembuhan. Respon makan ikan lele dumbo

    tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3. Respon makan ikan lele dumbo tiap perlakuan Respon Makan Ikan Lele Dumbo

    Kontrol Negatif Kontrol Positif Pencegahan Pengobatan Hari Ke- U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3

    -7 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++-6 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++-5 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++-4 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++-3 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++-2 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++-1 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++0 +++ +++ +++ ++ + ++ +++ ++ ++ + + ++ 1 +++ +++ +++ + + + ++ + + + + + 2 +++ +++ +++ + + + + + + - - + 3 +++ +++ +++ - - - + + + + - + 4 +++ +++ +++ - - - ++ ++ ++ ++ + ++ 5 +++ +++ +++ - - - +++ +++ +++ ++ ++ +++6 +++ +++ +++ - - - +++ +++ +++ +++ +++ +++7 +++ +++ +++ - - - +++ +++ +++ +++ +++ +++

    Keterangan : Respon makan tidak ada = - Respon makan sedikit = + Respon makan baik = ++ Respon makan sangat baik = +++

    Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa pada hari ke-7 sebelum diinfeksi

    Aeromonas hydrophila hingga hari ke-1 sebelum diinfeksi Aeromonas hydrophila

    semua perlakuan menunjukkan respon makan yang sangat baik. Hari ke-0 hingga

    hari ke-7 pasca infeksi pada kontrol negatif tetap menunjukkan respon makan

    yang sangat baik, sedangkan pada hari ke-0 hingga hari ke-7 pasca infeksi pada

    kontrol positif ikan lele dumbo mengalami penurunan nafsu makan. Penyakit

    bakteria akibat bakteri Aeromonas hydrophila mengakibatkan nafsu makan ikan

    hilang bahkan dapat mengakibatkan kematian (Angka et al., 1981). Hari ke-0

    hingga hari ke-7 pasca infeksi pada perlakuan pencegahan ikan lele dumbo

    mengalami penurunan nafsu makan kemudian meningkat kembali nafsu

    makannya hingga akhir perlakuan.

    4.1.4.5 Pengamatan Terhadap Organ Dalam Ikan Lele Dumbo

    Pengamatan terhadap perubahan organ dilakukan dengan membedah tubuh

    ikan lele dumbo pada akhir perlakuan (hari ke-7 pasca infeksi Aeromonas

    hydrophila). Pengamatan dilakukan terhadap organ dalam antara lain ginjal, hati,

  • empedu, dan limpa. Organ dalam ikan lele dumbo hasil pembedahan dapat dilihat

    pada Tabel 4.

    Tabel 4. Pengamatan terhadap organ dalam ikan lele dumbo Perlakuan Organ Kontrol Negatif Kontrol Positif Pencegahan Pengobatan

    Ginjal Merah kecoklatan

    Merah tua kehitaman dan membengkak

    Merah tua Merah sedikit pucat

    Hati Merah kecoklatan

    Merah kekuningan dan membengkak

    Merah gelap Merah sedikit pucat

    Empedu Hijau kebiruan Kuning Hijau kebiruan Hijau kekuningan

    Limpa Merah tua Merah kecoklatan Merah gelap Merah kecoklatan

    Berdasarkan Tabel 4, kondisi organ dalam pada ikan lele dumbo kontrol

    negatif merupakan kondisi organ dalam pada ikan lele dumbo yang sehat. Kondisi

    organ dalam ikan lele dumbo kontrol positif mengalami infeksi bakteri

    Aeromonas hydrophila. Organ dalam ikan lele dumbo pada kontrol positif

    mengalami perubahan warna dan pembengkakan. Kondisi organ dalam pada ikan

    lele dumbo perlakuan pencegahan merupakan kondisi organ dalam ikan lele

    dumbo yang telah diberi ekstrak daun pepaya untuk meningkatkan daya tahan

    tubuh. Kondisi organ dalam ikan lele dumbo perlakuan pencegahan sedikit

    menyerupai kondisi organ dalam ikan lele dumbo kontrol negatif. Kondisi organ

    dalam ikan lele dumbo perlakuan pengobatan merupakan kondisi organ dalam

    ikan lele dumbo yang telah terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila kemudian

    diinjeksikan ekstrak daun pepaya sebagai bahan antibakteri. Kondisi organ dalam

    pada ikan lele dumbo perlakuan pengobatan memiliki ciri yang berada diantara

    kontrol positif dan perlakuan pencegahan.

    4.1.4.6 Parameter Kualitas Air

    Air merupakan media yang paling vital bagi kehidupan ikan lele dumbo.

    Kualitas air yang baik dan optimum serta didukung oleh kondisi ikan lele dumbo

    yang prima karena berasal dari benih-benih yang berkualitas dan diberi pakan

    yang bergizi, cukup dan tepat waktu, dapat meningkatkan ketahanan tubuh ikan

    lele dumbo (Ghufran dan Kordi, 2004). Parameter kualitas air yang diamati adalah

  • suhu, pH, DO (Dissolved Oksigen), dan TAN (Total Amoniak Nitrogen) yang

    diukur di awal dan akhir perlakuan. Kisaran kualitas air selama perlakuan dapat

    dilihat pada Tabel 5.

    Tabel 5. Kisaran kualitas air selama perlakuan Parameter Perlakuan Suhu (C) pH DO (mg/ml) TAN (mg/l)

    Kontrol Negatif 27 - 31 6.6 - 7.3 4.64 - 7.24 0.014 - 1.65 Kontrol Positif 28 - 31 6.6 - 7.3 5.84 - 7.24 0.014 - 1.22 Pencegahan 29 - 31 6.6 - 7.3 4.97 - 7.24 0.014 - 1.37 Pengobatan 30 - 31 6.6 - 7.3 5.16 - 7.24 0.014 - 1.66

    Kualitas air selama perlakuan menunjukkan kisaran suhu antara 27-31 oC,

    pH antara 6,6-7,3, DO antara 4,64-7,24 mg/ml, dan TAN antara 0,014-1,66.

    Sehingga kualitas air selama perlakuan menunjukkan kualitas air yang layak

    untuk kehidupan ikan lele dumbo.

    4.2 Pembahasan

    Identifikasi bakteri yang dilakukan terhadap bakteri hasil fasase

    menunjukkan bahwa bakteri tersebut adalah bakteri Aeromonas hydrophila. Hal

    tersebut dapat diketahui dari pengamatan morfologi koloni, uji karakterisasi

    biokimia, dan pewarnaan Gram yang hasilnya sesuai dengan ciri-ciri bakteri

    Aeromonas hydrophila seperti yang dinyatakan oleh Aoki (1999).

    Berdasarkan hasil uji LD50, konsentrasi bakteri yang dapat mematikan 50%

    populasi ikan adalah 105 cfu/ml. Isolat bakteri Aeromonas hydrophila yang

    digunakan termasuk dalam kategori bakteri virulen karena memiliki nilai LD50

    sebesar 105 cfu/ml (Mittal et al., 1980 dalam Lallier et al.,1984). Berdasarkan

    penelitian Supriyadi (1986) menunjukkan bahwa ikan lele sangat rentan terinfeksi

    oleh bakteri Aeromonas hydrophila. Hal ini ditunjukkan dalam penelitiannya

    menggunakan ikan mas (Cyprinus carpio), Taiwan dan Sinyonya, ikan lele

    (Clarias batrachus), dan ikan gurame (Osphronemus gouramy), yang ditantang

    melalui injeksi peritoneal dengan tiga level dosis : 103, 105, dan 107 sel bakteri per

    ikan. Hasilnya menunjukkan bahwa mortalitas tertinggi berada pada konsentrasi

    105 cfu/ml bakteri per ikan. Selain itu ikan gurame lebih resisten dari pada ikan

    lele tapi resistensinya tak sebanyak ikan mas Sinyonya dan Taiwan.

  • Kemampuan ekstrak daun pepaya dalam menghambat pertumbuhan bakteri

    Aeromonas hydrophila telah diuji secara in vitro. Dari uji tersebut didapatkan

    dosis ektrak daun pepaya yang efektif menghambat pertumbuhan bakteri

    Aeromonas hydrophila yaitu 20 mg/ml. Ekstrak daun pepaya pada dosis 20 mg/ml

    memiliki kekuatan antibakteri sedang karena diameter rata-rata zona hambatnya

    8,5 mm. Menurut Davis Stout dalam Hasim (2003b), daerah hambatan 20 mm

    atau lebih berarti sangat kuat, daerah hambatan 10-20 mm berarti kuat, diameter

    hambat 5-10 mm berarti sedang, dan diameter hambat 5 mm atau kurang berarti

    lemah.

    Zona hambat yang terbentuk dikarenakan adanya bahan aktif yang bersifat

    antimikroba dan antibakteri. Bahan aktif pada ekstrak daun pepaya yang berfungsi

    sebagai antimikroba adalah enzim papain, sedangkan yang berfungsi sebagai

    antibakteri adalah carpain (Ardina, 2007) atau alkaloid carpain (C14H25NO2) yang

    banyak terdapat pada daun muda (Kalie, 2006). Selain itu terdapat pula senyawa

    aktif dari golongan fenolik, yaitu flavonoid dan tocophenol yang juga

    berkontribusi dalam pembentukan zona hambat disekitar kertas cakram. Cara

    kerja zat antimikrobial alkaloid, flavonoid, dan tocophenol terhadap bakteri

    Aeromonas hydrophila diduga dengan menghambat kerja enzim bakteri sehingga

    mengganggu reaksi biokimiawi dan mengakibatkan terganggunya metabolisme

    atau matinya sel bakteri Aeromonas hydrophila dan diduga pula adanya

    penghambatan pembentukan enzim berupa toksin ekstraseluler yang merupakan

    faktor virulensi bakteri Aeromonas hydrophila (Buckly et al.,1981). Menurut

    Katzung (1989) dalam Naiborhu (2002) menjelaskan bahwa mekanisme kerja

    senyawa antimikroba dimulai dengan penghambatan sintesis dinding sel,

    perubahan permeabilitas membran sel atau transpor aktif melalui membran sel,

    penghambatan sintesis protein yaitu penghambatan penerjemahan dan transkripsi

    material genetik dan penghambatan sintesis asam nukleat. Kerusakan membran

    sel menyebabkan tidak berlangsungnya transpor senyawa dan ion ke dalam sel

    bakteri sehingga bakteri mengalami kekurangan nutrisi yang diperlukan bagi

    pertumbuhannya dan akhirnya mati.

    Dari hasil uji in vivo, pada perlakuan pencegahan ikan lele dumbo

    menunjukkan respon makan yang sangat baik. Perlakuan kontrol negatif, kontrol

  • positif, dan pengobatan pun menunjukkan respon makan yang sangat baik. Selama

    7 hari pemeliharaan, ikan lele dumbo menunjukkan kondisi kesehatan yang baik,

    sehingga nafsu makan ikan dalam kondisi yang normal, hal ini didukung dengan

    sifat ikan lele dumbo yang rakus. Setelah ikan lele dumbo diinfeksi dengan bakteri

    Aeromonas hydrophila dengan volume 0,1 ml/ikan secara intramuskuler, ikan lele

    dumbo menunjukkan respon makan yang sedikit atau tidak sama sekali kecuali

    pada ikan perlakuan kontrol negatif karena tidak diberi perlakuan injeksi bakteri

    Aeromonas hydrophila. Menurut Kabata (1985) ikan yang terserang bakteri

    Aeromonas hydrophila akan menolak makanan yang diberikan. Menurut Nabib

    dan Pasaribu (1989) menjelaskan bahwa penolakan terhadap makanan sering

    dialami pada ikan yang tidak sehat. Hal ini terjadi karena ikan mengalami stres

    pasca penyuntikan, sehingga respon makannya sangat sedikit. Stres dapat

    mengakibatkan ikan menjadi shock, tidak mau makan, kanibalisme, dan

    meningkatnya kepekaan terhadap penyakit (Ghufran dan Kordi, 2004). Stres

    adalah kondisi dimana pertahanan tubuh ikan menurun, dan stres merupakan salah

    satu kunci terjadinya infeksi yang peranannya sangat dominan (Affandi dan

    Usman, 2002). Kondisi stres yang dialami ikan lele dumbo setelah diinjeksikan

    bakteri Aeromonas hydrophila secara intramuskuler ditunjang dengan aktivitas

    toksin yang dihasilkan bakteri Aeromonas hydrophila dalam tubuh ikan

    memudahkan terjadinya infeksi dan kerusakan jaringan tubuh ikan lele dumbo.

    Penyuntikan bakteri Aeromonas hydrophila secara intramuskuler mengakibatkan

    ikan tidak memiliki nafsu makan dan menyebabkan adanya perubahan patologis

    pada tubuh ikan (Haliman, 1993; Riyanto, 1993; dan Husein, 1993). Persentase

    pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo pada perlakuan pencegahan dan

    perlakuan pengobatan lebih tinggi dari pada kontrol positif, yaitu pada perlakuan

    pencegahan 55,17% dan perlakuan pengobatan 51,78%, sedangkan kontrol positif

    38,56%. Energi yang diperoleh dari pakan yang dikonsumsi oleh ikan lele dumbo

    kontrol positif, perlakuan pencegahan, dan pengobatan digunakan ikan lele dumbo

    untuk pemulihan dan pembentukan jaringan yang telah rusak. Berdasarkan uji

    statistik dapat diketahui bahwa perlakuan pencegahan, perlakuan pengobatan, dan

    kontrol positif memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap

    persentase pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo selama perlakuan.

  • Menurut Effendie (2002) beberapa sebab kematian terhadap populasi ikan

    adalah diambil oleh orang (fishing), pemangsaan, penyakit, dan kecelakaan. Jadi,

    penyakit merupakan bagian dari mortalitas. Persentase mortalitas tertinggi selama

    perlakuan terjadi pada perlakuan kontrol positif sebesar 33,33%, sedangkan

    persentase mortalitas terendah terjadi pada kontrol negatif yaitu 0%, pada

    perlakuan pencegahan persentase mortalitas akhir yaitu 6,67%, lebih kecil dari

    persentase mortalitas pengobatan yaitu sebesar 20%. Hal ini berarti kelangsungan

    hidup tertinggi secara berturut-turut terdapat pada kontrol negatif, pencegahan,

    pengobatan, kemudian kontrol positif. Kematian tertinggi pada perlakuan kontrol

    positif terjadi pada hari pertama sebanyak 4 ekor diikuti pada hari ke-5 sebanyak 1

    ekor, hal ini menujukkan patogenitas bakteri Aereomonas hydrophila dapat

    membunuh ikan dalam waktu kurang dari 24 jam dengan gejala klinis berupa

    radang dan hemoragi. Bakteri Aeromonas hydrophila merupakan bakteri yang

    bekerja secara sistemik atau melalui peredaran darah sehingga penyebarannya

    dapat ke organ-organ dalam. Luka terparah dialami pada daerah sekitar injeksi

    karena merupakan daerah yang pertama kali kontak dengan bakteri Aeromonas

    hydrophila. Menurut Affandi dan Usman (2002) Adanya luka pada kulit

    merupakan jalan masuk utama (port of entry) untuk beberapa infeksi bakteri.

    Proses injeksi merupakan jalan masuk yang sangat cepat bagi bakteri Aeromonas

    hydrophila untuk menginfeksi. Kematian tertinggi pada perlakuan pengobatan

    terjadi pada hari pertama sebanyak 2 ekor dan diikuti pada hari ke-2 sebanyak 1

    ekor. Gejala klinis berupa radang dan hemoragi. Injeksi ekstrak daun pepaya pada

    perlakuan pengobatan dilakukan pada hari ke-2 dan terdapat 1 ekor ikan yang

    mati. Kematian ikan lele dumbo pada perlakuan pencegahan terjadi pada hari ke-3

    dengan kondisi tukak pada daerah injeksi. Ikan yang mati dalam kondisi yang

    parah dengan diameter tukak 1,8 cm. Hal ini diduga karena kondisi ikan yang

    sedang mengalami stres akibat aktifitas bakteri Aeromonas hydrophila dalam

    tubuhnya.

    Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa perlakuan pencegahan

    memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P

  • dikarenakan pada perlakuan pencegahan dilakukan injeksi ekstrak daun pepaya

    dengan dosis 20 mg/ml pada hari ke-7 sebelum dilakukan infeksi Aeromonas

    hydrophila. Bahan aktif yang terdapat dalam ekstrak daun pepaya bekerja

    menstimulasi dan meningkatkan produksi antibodi tubuh ikan, sehingga daya

    tahan tubuh ikan saat diinfeksi bakteri dalam kondisi kuat

    Gejala klinis yang terlihat selama perlakuan tampak pada ikan lele dumbo

    kontrol positif, pencegahan, dan pengobatan. Secara umum gejala klinis yang

    terjadi berupa kulit yang membengkak dan berwarna putih pada daerah bekas

    injeksi, lalu berkembang menjadi bintik-bintik merah, ikan mulai mengalami

    peradangan, kemudian berkembang menjadi hemoragi, dan berkembang menjadi

    tukak, dan beberapa ikan mati. Menurut Kabata (1985) penyakit yang disebabkan

    Aeromonas hydrophila menunjukkan tiga ciri yang nyata yaitu: (a) perut

    menggembung ditandai dengan rongga perut yang berisi cairan, (b) daging rusak

    atau borok ditandai dengan kulit dan daging yang terluka, dan (c) kehilangan

    banyak darah. Ikan lele dumbo memiliki sistem imunitas yang dapat melawan

    berbagai macam penyakit, yang meliputi sistem pertahanan spesifik dan non

    spesifik. Sehingga tidak semua ikan lele dumbo pada perlakuan memiliki laju

    gejala klinis yang sama, bahkan bisa saja ikan tidak mengalami sakit. Secara

    umum respon imun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu respon imun bersifat

    spesifik dan non spesifik yang merupakan komponen penting sistem pertahanan

    tubuh (Anderson, 1974; Tizard, 1988 dalam Affandi dan Usman, 2002).

    Pertahanan tubuh non spesifik meliputi barier mekanik dan kimiawi (mukus, kulit,

    sisik, dan insang) dan pertahanan seluler (sel makrofag, leukosit seperti monosit,

    neutrofil, eosinofil, dan basofil). Mukus ikan lele dumbo yang menyelimuti

    permukaan tubuh, insang dan terdapat juga pada lapisan mukosa usus berperan

    untuk memperangkap patogen secara mekanik dan eleminasi patogen secara

    kimiawi dengan lisosim dan enzim proteolitik lainnya (Anderson, 1974 dalam

    Affandi dan Usman, 2002). Mekanisme kerja kedua respon imun tersebut saling

    menunjang antara satu dengan yang lainnya melalui mediator seperti limfokin dan

    sitokin. Sistem pertahanan tubuh ini diperlukan untuk proteksi tubuh terhadap

    serangan patogen seperti virus, bakteri, cendawan, dan parasit, dengan demikian

  • homeostasi tubuh tetap terkendali dan kondisi patosiologinya seimbang

    (Anderson, 1990 dalam Affandi dan Usman, 2002).

    Kebanyakan dari galur Aeromonas hydrophila yang diisolasi dari ikan

    menghasilkan toksin hemolisin, sitotoksin, faktor dermonekrotik, dan enterotoksin

    (Saitanu, 1986). Toksin ini apabila masuk dalam peredaran darah maka akan

    berinteraksi dengan sel darah. Menurut Fujaya (2004) darah membawa substansi

    dari tempatnya dibentuk ke semua bagian tubuh dan menjaga tubuh dapat

    melakukan fungsinya dengan baik. Di dalam sel darah terdapat haemoglobin yang

    dapat mengikat oksigen, sel darah putih menjaga serangan tubuh dari serangan

    organisme penyerbu, sedangkan kombinasi trombosit dan faktor pembeku,

    berperan menyumbat kebocoran pembuluh darah tanpa menghambat aliran.

    Sehingga apabila jumlah patogen berlebih dan memiliki tingkat patogenitas tinggi

    akan mengakibatkan kerusakan sel darah berupa lisis.

    Dalam Darmanto (2003) dijelaskan bahwa setelah diinjeksikan bakteri

    Aeromonas hydrophila ke dalam tubuh ikan maka bakteri akan langsung melalui

    garis sistem pertahanan pertama yang berupa lapisan mukus, baik pada permukaan

    tubuh maupun organ dalam seperti insang. Garis sistem pertahanan ke dua dalam

    melawan infeksi adalah sistem pertahanan humoral non spesifik, yaitu dapat

    berupa protease, lisine dan aglutinin hasil sekresi mukus yang berada di luar sel

    mukus. Sel-sel darah khususnya granulosit dan monosit akan menghancurkan

    antigen yang masuk ke dalam sirkulasi darah, dan ini merupakan garis sistem

    pertahanan ke tiga. Garis sistem pertahanan terakhir berupa sel-sel aktif

    endosithelial, yaitu sel-sel endothelial, makrofag dan granulosit dalam organ dan

    jaringan yang akan menangkap dan mendegradasi antigen dan produknya.

    Adanya patogen dalam tubuh ikan, akan direspon oleh sel B yang dibantu

    pula oleh sel T helpher untuk menstimulir pembentukan antibodi. Adanya

    antibodi maka akan terbentuk sistem pertahanan humoral (sel B) yang akan

    bekerja secara sinergis dengan sistem pertahanan seluler (sel T). Sistem

    pertahanan tersebut disamping menghancurkan patogen juga akan mengaktifkan

    sistem memori, sehingga apabila ada serangan kembali oleh patogen yang sama

    akan segera direspon lebih optimal daripada saat serangan pertama.

  • Bakteri Aeromonas hydrophila disamping memakan dan merusak jaringan

    organ tubuh, diduga juga mengeluarkan toksin yang disebarkan ke seluruh tubuh

    melalui aliran darah sehingga mengakibatkan warna kemerahan pada tubuh ikan.

    Bakteri Aeromonas hydrophila yang diinjeksikan ke dalam tubuh ikan lele dumbo

    akan berlipat ganda di dalam jaringan usus, menyebabkan pendarahan dan

    berlendir. Toksin yang dihasilkan bakteri Aeromonas hydrophila akan terserap

    dari usus dan menyebabkan darah tercemar racun. Pembuluh dermis dari sirip dan

    tubuh serta lapisan submukosa dari kulit mengalami hemoragi (perdarahan). Sel

    hati dan jaringan epitelia ginjal mengalami kerusakan (kemerosotan fungsional)

    (Aoki, 1999).

    Reaksi radang merupakan reaksi untuk mencegah masuknya

    mikroorganisme di sekitar tempat infeksi. Reaksi peradangan dapat terjadi di

    sekitar situs masuknya patogen, dalam hal ini komponen lainnya yang berperan

    dalam proses pertahanan seluler seperti leukosit akan membanjiri situs untuk

    memfagosit patogen yang ada tersebut (Anderson, 1974 dalam Affandi dan

    Usman, 2002). Pandangan ini dimaksudkan untuk membatasi meluasnya

    penyebaran patogen dalam tubuh inang. Selain itu, pada proses peradangan juga

    terjadi reaksi antara fibrinogen dan faktor-faktor penggumpal lainnya dalam darah

    dan membentuk jaringan fibrin untuk mencegah keluarnya cairan tubuh dan

    mencegah masuknya benda asing ke dalam tubuh (Anderson, 1974 dalam

    Normalina, 2007).

    Luka di permukaan tubuh ikan dan bagian lainnya disebabkan karena pada

    Aeromonas hydrophila terdapat produk ekstraseluler yang berupa enterotoksin,

    sitotoksin, hemolisin, lipase dan protease (Noga, 2000). Pada reaksi peradangan

    terjadi penurunan jumlah sel leukosit yang dimungkinkan karena sel-sel tersebut

    lisis. Pelepasan enzim intraseluler merupakan suatu konsekuensi dari sel leukosit

    yang lisis sehingga akan merugikan patogen, dan bahkan diperkirakan neutrofil

    secara aktif mengeluarkan enzim ekstraselulernya sebagai mekanisme membunuh

    patogen.

    Skor rata-rata gejala klinis harian pasca infeksi menujukkan bahwa

    perlakuan pencegahan memiliki gejala klinis yang lebih ringan dibandingkan

    perlakuan pengobatan dan kontrol positif. Berdasarkan skor gejala klinis harian

  • pasca infeksi, penyembuhan gejala klinis pada perlakuan pencegahan mulai terjadi

    pada hari ke-3 dan terus mengalami peningkatan penyembuhan sampai akhirnya

    ada yang mengalami penyembuhan berupa penutupan luka karena tukak.

    Jaringan-jaringan otot tersusun kembali dan jaringan kulit terbentuk dan menutup

    bekas luka. Hal ini diduga karena energi yang diperoleh dari pakan yang

    dikonsumsi oleh ikan lele dumbo digunakan untuk pemulihan dan pembentukan

    jaringan baru, sehingga luka karena tukak dapat tertutup kembali. Selain itu,

    penyembuhan gejala klinis ini disebabkan karena adanya bahan aktif dari ekstrak

    daun pepaya berupa enzim papain, senyawa alkaloid carpain, flavonoid, dan

    tocophenol yang masuk ke dalam tubuh dan darah sehingga mampu meningkatkan

    ketahanan tubuh terhadap serangan patogen Aeromonas hydrophila dan

    mempercepat pemulihan organ dalam ikan lele dumbo. Berdasarkan uji statistik

    dapat diketahui bahwa perlakuan pencegahan memberikan pengaruh yang berbeda

    nyata (P

  • Menurut Ghufran dan Kordi (2004) ikan yang mengalami sakit setelah

    dibedah akan terlihat perubahan warna pada organ hati, jantung dan limpa

    menjadi warna kekuning-kuningan, kemerahan atau terjadi perdarahan.

    Patogenitas bakteri Aeromonas hydrophila mengakibatkan menurunnya fungsi

    organ hati, ginjal, limpa, dan empedu. Organ-organ tersebut mengalami

    pembengkakan dan perubahan warna. Hati merupakan organ yang penting yang

    mensekresikan bahan untuk proses pencernaan. Organ ini umumnya merupakan

    suatu kelenjar yang kompak, berwarna merah kecoklatan, tersusun oleh sel-sel

    hati (hepatosit). Di sekitar hati terdapat organ berbentuk kantung kecil bulat, oval

    atau memanjang dan berwarna hijau kebiruan, organ ini disebut kantung empedu

    yang berfungsi menampung cairan empedu, yakni cairan bile yang telah

    mengalami pemekatan (Fujaya, 2004). Karena fungsi hati terganggu akibat infeksi

    bakteri Aeromonas hydrophila maka kantung empedu menampung cairan bile

    yang kurang maksimal dalam mengalami pemekatan dan berwarna kuning.

    Seperti yang terlihat pada hati dan empedu ikan kontrol positif.

    Menurut penjelasan Affandi dan Usman (2002) ginjal merupakan suatu

    organ yang berperan dalam filtrasi (penyaringan) beberapa bahan buangan sisa

    metabolisme. Bahan-bahan yang dibuang lewat ginjal, antara lain ureum

    [CO(NH2)2], air, dan garam mineral. Sel yang bertanggung jawab pada filtrasi di

    ginjal adalah sel glomerulus. Bagian sel glomerulus yang berperan dalam proses

    filtrasi ini adalah kapsul bowman. Sedangkan bagian lain yang berperan dalam

    proses reabsorbsi ion adalah tubuli ginjal. Unit terkecil dari ginjal adalah nepron

    yang terdiri dari badan malphigi dan tubuli ginjal. Badan malphigi berfungsi

    untuk menyaring hasil buangan metabolik yang terdapat dalam darah. Darah tidak

    ikut tersaring dan masuk ke dalam pembuluh darah balik ginjal (vena renalis).

    Protein tertahan dalam darah. Cairan ekskresi ini kemudian masuk ke tubuli

    ginjal. Karena fungsi utamanya mensekresikan sebagian besar produk akhir

    metabolisme tubuh dan mengatur konsentrasi cairan tubuh (Fujaya, 2004), maka

    ginjal rentan untuk terserang bakteri Aeromonas hydrophila yang bersifat

    sistemik. Seperti yang terlihat pada ikan kontrol positif.

    Limpa merupakan organ yang berperan dalam pemecahan eritrosit tua dan

    membentuk sel darah baru (Chinabut et al., 1991 dalam Abdullah, 2008).

  • Perubahan warna pada organ limpa mungkin disebabkan oleh peningkatan jumlah

    pigmen dan hemosiderin pada organ limpa. Sedangkan Ventura et al. (1988)

    dalam Abdullah (2008) menyatakan bahwa peningkatan jumlah pigmen dan

    hemosiderin pada organ limpa disebabkan oleh aktivitas toksin bakteri dalam

    menghancurkan sel-sel darah.

    Parameter kualitas air yang diamati adalah suhu, pH, DO (Dissolved

    Oksigen), dan TAN (Total Amoniak Nitrogen) yang diukur di awal dan di akhir

    perlakuan. Jumlah oksigen tidak terlalu berpengaruh karena lele dumbo bisa

    mengambil oksigen langsung dari udara. Suhu air selama perlakuan mengalami

    fluktuasi tetapi tetap berada dalam kisaran suhu yang baik bagi ikan lele dumbo.

    Nilai pH air berada pada kisaran yang baik bagi kehidupan ikan lele dumbo.

    Menurut Ghufran dan Kordi (2004) ikan akan mengalami pertumbuhan yang

    optimal pada nilai pH antara 6,5-9,0. Nilai TAN berada pada kisaran yang normal,

    karena selama perlakuan dilakukan penyiponan sisa pakan dan feses ikan lele

    dumbo sehingga kualitas air tetap terjaga. Kualitas air selama perlakuan

    menunjukkan kualitas air yang layak untuk kehidupan ikan lele dumbo.

  • V. KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

    ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) efektif dalam mencegah infeksi bakteri

    Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo (Clarias sp) tetapi kurang efektif

    dalam pengobatan terhadap penyakit tersebut. Dosis efektif yang berguna dalam

    pencegahan adalah dosis 20 mg/ml. Sedangkan ekstrak daun pepaya dengan dosis

    40 mg/ml tidak menunjukkan efektifitas dalam pengobatan ikan lele dumbo yang

    terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila.

    5.2 Saran

    Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui keefektifan ekstrak daun

    pepaya (Carica papaya L.) ditinjau dari gambaran darah ikan lele dumbo.

    2. Diperlukan penelitian mengenai kombinasi antara ekstrak daun pepaya

    (Carica papaya L.) dengan ekstrak bahan lain untuk melihat keefektifannya

    sebagai imunostimulan dan antibakteri.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Abdullah Y. 2008. Efektifitas ekstrak daun paci-paci Leucas lavandulaefolia untuk pencegahan dan pengobatan infeksi penyakit MAS Motile Aeromonads Septicaemia ditinjau dari patologi makro dan hematologi ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

    Affandi R, Usman MT. 2002. Fisiologi Hewan Air. Unri Press: Pekanbaru.

    Agustian R. 2007. Penggunaan ekstrak bawang putih (Allium sativum) untuk pengendalian infeksi Vibrio harveyi pada larva udang vaname Litopenaeus vannamei. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

    Amadioha AC. 1998. Control of powdery mildew in pepper (Capsicum annum L.) by leaf ekstracts of papaya (Carica Papaya L.). Journal of Herbs, Spices and Medicinal Plants 6: 41-46.

    Angka SL, Soehardjo H, Enang H, Muhammad A, Dadang S. 1981. Simtomatologi dan epizootiologi. Di dalam: Angka SL, Soehardjo H, Kusman S, dan Muhammad E (Editor). Wabah penyakit bercak merah ikan. Laporan Kelompok Kausal Team Crash Program Penanggulangan Epidemi Penyakit Ikan. Institut Pertanian Bogor. hlm. 1-17.

    Anonimus. 2007a. Lele Phiton: Sang bintang pencetak uang. http://www.trobos.or.id [02 Desember 2008].

    Anonimus. 2007b. Beternak Lele Dumbo. Agromedia Pustaka: Jakarta.

    Aoki T. 1999. Motile Aeromonads (Aeromonas hydrophila). Journal Laboratory of Genetics and Biochemistry 11: 427-435..

    Ardina Y. 2007. Development of antiacne gel formulation and minimum inhibitory concentration determination from Carica Papaya leaves extract (Carica papaya A Linn.). http://digilib.itb.ac.id/gdl.php [27 Oktober 2008].

    Austin B, Austin DA. 1986. Bacterial Fish Patogens Diseases in Farmed and Wild Fish. Second Edition. Ellis Horwood Limited: England.

    Buckly JT, Halasa LN, Lund KD, Mac Intyre S. 1981. Purification and Some Properties of the Haemolytic Toxin of Aerolysin. J Biochem Can 56: 430-435.

  • Darmanto. 2003. Respon kebal ikan mas koki (Carassius auratus L.) melalui vaksinasi dan immunostimulasi terhadap infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. [Tesis]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

    Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara: Yogyakarta.

    Fujaya Y. 2004. Fisiologi Ikan. Rineka Cipta: Jakarta.

    Ghufran M, H Kordi K. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. PT. Rineka Cipta dan PT. Bina Adiaksara: Jakarta.

    Giyarti D. 2000. Efektifitas ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.), sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.F.) Nees) dan sirih (Piper betle L.) terhadap infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan patin (Pangasius hypophthalmus). [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

    Grant B. 2004. Peningkatan sistem pembelajaran melalui usaha pembenihan lele dumbo (Clarias gariepinus). http://perikanan.blog.com/1765785/ [11 Desember 2008].

    Haliman RW. 1993. Gejala klinis dan gambaran darah ikan lele dumbo (Clarias sp) dewasa yang disuntik dengan bakteri Aeromonas hydrophila (sel utuh) galur virulen lemah secara intramuskuler. [Skripsi]. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.

    Hasim D. 2003a. Daun sirih sebagai antibakteri pasta gigi. http://www.unisosdem.org/ekopol_detail.php?aid=2675&coid=2&caid=40[23 Desember 2008].

    Hasim D. 2003b. Menanam rumput, memanen antibiotik. http://destiutami.wordpress.com/2007/02/27/menanam-rumput-memanen-antibiotik/ [11 Desember 2008].

    Husein A. 1993. Gambaran darah ikan lele dumbo (Clarias sp) yang disuntik bakteri Aeromonas hydrophila galur virulen lemah (sonifikasi) secara intramuskuler. [Skripsi]. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.

    Kabata Z. 1985. Parasites and disease of fish cultured in the tropics. Taylor and Francis: London and Philadelphia.

    Kalie MB. 2006. Bertanam Pepaya. Penebar Swadaya: Jakarta.

    Khairuman, Khairul A. 2002. Budidaya Lele Dumbo Secara Intensif. Agromedia Pustaka: Jakarta.

  • Lallier R, P Daigneault. 1984. Antigenic differentiation of Pilli from Non Virulen and fish pathogenic strain of Aeromonas hydrophila. Short Communication Journal Of Fish Diseases 7: 509-512.

    Lay BW. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

    Lukitasari D. 2004. Studi produksi papain enam genotipe pepaya. [Skripsi]. Departemen Budidaya Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

    Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Kosasih Padmawinata (Penerjemah). ITB: Bandung.

    Marsul N. 2005. Potensi ekstrak daun pepaya Carica papaya terhadap pertumbuhan cendawan pada perkembangan awal ikan gurame Osphronemus gouramy. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

    Muhlisah F. 2007. Tanaman Obat Keluarga (Toga). Penebar swadaya: Jakata.

    Nabib R, Pasaribu FH. 1989. Patologi Dan Penyakit Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor, Bogor.

    Naiborhu PE. 2002. Ekstraksi dan manfaat ekstrak mangrove (Sonneratia alba dan Sonneratia caselaris) sebagai bahan alami antibakterial pada patogen udang windu Penaeus Monodon, Vibrio harveyi. [Tesis]. Program Studi Ilmu Perairan. Institut Pertanian Bogor.

    Naim R. 2004. Senyawa Antimikroba Dari Tanaman. http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0409/15/sorotan/1265264.htm [23 Desember 2008].

    Noga EJ. 2000. Fish Disease : Diagnosis and Treatment. A Blackwell Publishing Company: Iowa.

    Normalina I. 2007. Pemanfaatan ekstrak bawang putih Allium Sativum untuk pencegahan dan pengobatan pada ikan patin Pangasiodon hypophthalmus yang diinfeksi Aeromonas hydrophila. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

    Rahman MF. 2008. Potensi antibakteri ekstrak daun pepaya pada ikan gurami yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

    Reed LJ, H Muench.1938. A simple method of estimating fifty percent endpotants. The American Journal Of Hygiene 27: 493-497.

  • Riyanto TA. 1993. Patologi dan gambaran darah ikan lele dumbo (Clarias sp) ukuran fingerling yang disuntik secara intramuskuler dengan bakteri Aeromonas hydrophila (sel utuh). [Skripsi]. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.

    Roller S. 2003. Natural Antimicrobials for the Animal Processing of Foods. CRC Press: Boca Raton Boston New York Washington DC.

    Saanin H.1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan I. Binacipta : Jakarta.

    Saitanu K. 1986. Aeromonas hydrophila infections in Thailand, p. 231-234. In J. L. Maclean, L. B. Dizon and L. V. Hosillos (eds.) The First Asian Fisheries Forum. Asian Fisheries Society, Manila, Philippines.

    Snieszko, HR Axelrod.1971. Desease of Fishes. TFH Publication Ltd.: Hongkong.

    Steenis V. 1978. Flora untuk Sekolah di Indonesia. Moeso Surjowinoto dkk. (Penerjemah). Pradnya Paramita: Jakarta.

    Supriyadi H. 1986. The susceptibility of various fish species to infection by the bacterium Aeromonas hydrophila, p. 241 242. In J. L. Maclean, L. B. Dizon and L. V. Hosillos (eds.) The First Asian Fisheries Forum. Asian Fisheries Society, Manila, Philippines.

    Wang C, JL Silva. 1999. Prevalence and characteristics of Aeromonas species isolated from processed channel catfish. Journal of Food Protection 62: 30-34.

  • Lampiran 1. Penyiapan media bakteri Aeromonas hydrophila

    a. Media TSA (Trypticase Soy Agar) Untuk membuat media TSA, dilarutkan 4 gram TSA dalam 100 ml akuades yang ditempatkan dalam erlenmeyer dan dipanaskan pada penangas air sambil diaduk hingga larut dan homogen. Kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 121 atm selama 15 menit. Setelah itu dimasukkan ke dalam tabung reaksi atau cawan yang telah steril, lalu disimpan di dalam lemari es dengan menggunakan plastik steril.

    b. PBS (Phospat Buffer Saline) Untuk membuat 1 liter PBS diperlukan :

    - 8,0 gram NaCl - 0,2 gram KH2PO4 - 1,5 gram NaH2PO4 - 0,2 gram KCl

    Dilarutkan dalam 1 liter akuades yang ditempatkan dalam erlenmeyer, dan dipanaskan pada penangas air sambil diaduk hingga larut dan homogen, kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan uap 1 atm selama 15 menit.

    c. Media LB (Lauryl Broth) Untuk membuat 25 ml LB diperlukan :

    - Yeast ekstrak 0,125 gram - Triptone 0,250 gram - NaCl 0,750 gram

    Dilarutkan dalam 25 ml akuades yang ditempatkan dalam erlenmeyer, dan dipanaskan pada penangas air sambil diaduk hingga homogen, kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan uap 1 atm selama 15 menit.

  • Lampiran 2. Metode uji fasase

    4 ekor ikan lele dumbo (Clarias sp)

    Masing-masing ikan diinjeksi bakteri A.

    hydrophila

    Ikan yang mati dalam waktu 24 jam diisolasi

    Ikan dibedah

    Ginjal ikan digores menggunakan ose

    Hasil goresan ditumbuhkan pada media TSA dan

    diinkubasi di inkubator

    Koloni tunggal yang terbentuk ditumbuhkan pada media agar miring kemudian diinkubasi

    Dilakukan uji biokimia pada bakteri yang tumbuh, yaitu uji oksidatif/fermentative, uji motilitas, uji

    oksidase, uji katalase, dan pewarnaan gram

    Bila positif A. hydrophila maka bakteri ditumbuhkan kembali dalam TSA agar

    miring dan diinkubasi 18 24 jam

    Bakteri siap digunakan dalam perlakuan

  • Lampiran 3. Karakterisasi sifat biokimia bakteri

    1. Uji Oksidatif/Fermentatif Untuk mengetahui kemampuan memecah karbohidrat (glukosa) dalam suasana aerobik (oksidatif) atau anaerobik (fermentatif). Media O/F terdiri dari : Bacto trypton 2,00 gram K2HPO4 0,30 gram Natrium Chloride (NaCl) 5,00 gram Bacto agar 2,00 gram Bromtymol blue 0,08 gram Media disiapkan dengan melarutkan 9,4 gram bahan dalam 1 liter air, ditambah 10 gram glukosa, dipanaskan di penangas hingga larut sempurna. Didistribusikan ke tabung reaksi sebanyak 5 ml, disterilkan dalam autoklaf selama 15 menit suhu 121oC tekanan 1 atm. Cara melakukan uji, koloni bakteri diambil dengan jarum ose, diinokulasikan vertikal pada 1 set O/F medium, salah satu tabung diberi paraffin cair 1 ml, diinkubasi selama 24 jam, sedangkan yang satu lagi tidak diberi paraffin. Kemudian diinkubasi 24 jam. Hasil pengujian, reaksi oksidatif bila pada tabung yang tidak diberi paraffin berubah menjadi kuning; sedangkan reaksi fermentatif bila tabung yang diberi paraffin berubah warna menjadi kuning atau kedua tabung berubah warna menjadi kuning.

    2. Uji Motilitas Menggunakan media SIM (Sulfida Indol Motility) yang merupakan salah satu media semi solid yang digunakan untuk pengujian fisio-metabolisme suatu bakteri yakni untuk mengetahui kemampuan membentuk indol (produk hasil degradasi protein), ikatan sulfida dan motilitas atau pergerakan bakteri. Media SIM terdiri dari : Trypton 20,0 gram Ferrous ammonium sulfat 0,2 gram Sodium thiosulfat 0,2 gram Pepton 6,1 gram Bacto agar 3,5 gram Penyiapan media, dilakukan dengan melarutkan 30 gram bahan dalam 1 liter, dipanaskan di penangas hingga larut sempurna, didistribusikan dalam kemasan tabung reaksi sebanyak 5 ml, disterilkan dengan autoklaf 15 menit suhu 121oC tekanan 1 atm. Cara melakukan uji, koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum inokulum, diinokulasikan secara vertikal, diinkubasi selama 24 jam. Hasil uji, motilitas bakteri diperlihatkan dengan adanya pertumbuhan pada permukaan medium dan tidak hanya pada bekas pada tusukan, bakteri non motil tumbuh sepanjang tusukan.

    3. Uji Oksidase Cara melakukan uji, p-aminodimethylaniline-oxalat 1% diteteskan pada kertas saring. Kemudian satu ose penuh biakan dari media padat diulaskan diatas

  • tetesan p-aminodimethylaniline-oxalat. Bila koloni berubah warna menjadi merah, berarti tes positif, dan bila berwarna ungu berarti tes negatif.

    4. Uji Katalase Uji ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya enzim katalase. Enzim tersebut merupakan katalisator dalam penguraian hydrogen-peroksida (H2O2) untuk menghasilkan oksigen dan air. Cara melakukan uji, sebagian koloni bakteri dari agar miring diambil dan diletakkan pada gelas objek, kemudian diberikan larutan hydrogen-peroksida pada koloni tersebut. Adanya gelembung-gelembung menunjukkan reaksi positif.

    Lampiran 4. Pewarnaan Gram

    Keterangan :

    1. Preparat olesan bakteri. 2. Larutan kristal violet diteteskan sebanyak 2 3 tetes pada olesan bakteri,

    dibiarkan selama 1 menit. 3. Pencucian menggunakan air mengalir dan pengeringan dengan kertas isap

    secara hati-hati. 4. Larutan kalium iodida diteteskan dan dibiarkan selama 1 menit. 5. Dicuci dengan air dan dikeringkan. 6. Larutan alkohol diteteskan dan dibiarkan selama 30 detik. 7. Dicuci dengan air dan dikeringkan. 8. Larutan safranin diteteskan dan didiamkan selama 30 detik. 9. Dicuci dengan air dan dikeringkan menggunakan kertas isap, kemudian

    diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x.

    1 2 3

    6 5 4

    7 8 9

  • Lampiran 5. Hasil d