c4_kasus 5_2012
DESCRIPTION
kasus 5TRANSCRIPT
MAKALAH TUTORIAL SPECIAL SENSORY SYSTEM KASUS 5
TUTORIAL C4
Tutor : dr. Retno Yulianti
Gresilva Sevyanti 1210211085
Dini Zahrina 1210211083
Srikandhi 1210211201
Dika Febby Larasati 1210211069
Marselia Wulandari 1210211032
Nurul Sharaswati 1210211125
M. Farizul Hikmah 1210211033
Malisa Fitri Umar 1210211145
Indah Putri Permata 1210211140
Muhammad Gilang 1210211179
Alkhawarizmi 1210211192
FAKULTAS KEDOKTERAN
UPN “VETERAN” JAKARTA
2015/2016
1 | P a g e
P a g e | 2
KASUS 5
2 | P a g e
LEMBAR KE 2
3 | P a g e
BASIC
EMBRIOLOGI
Ovum + Sperma
Zigot( selpertama yang membelah : 1-8 sel ) : totipotent (mampumembentukembriosecarakeseluruhan)
Morula( 8-32 sel )
Blastula ( 64-200 sel )
Cakrammudigah / gastrula :multipoten : seltersebutbisaberdiferensiasimenjaditipeseldariberbagaijaringantetapitidaklagime
njaditipesel system organ yang lain
Trofoblas Embrioblas
Plasenta ectoderm mesodermendoderm
Paraksial intermediate lateral
Mingguke4 :Arkus faring 1 (region kepala : kepaladanleher )
Prominensiafasialis( mengelilingistomodeum )
2 Prominensiamandibularis 2 prominensiamaksilaris 1 prominensiafrontonasalis
4 | P a g e
Menyatumembentukbibir
bawah&rahang
2 prominensiamaksilaris 1 prominensiafrontonasalis
mingguke 6 bertambahbesar di keduasisinyamunculpenebalan
local ectoderm permukaan
tumbuhkearah medial
plakodanasalis
menekanprominensianasalis
medianakearahgaristengah mingguke 5 : invaginasibentuk fovea nasalis
membesarbentukpipidanmaksila prominensianasalis
palatumsekunder lateralismediana
duktusnasolakrimalis
celahantaraprominensianasalismedianadanprominensiamaksilarislenyap
mingguke 6 fovea nasalissemakindalam
ronggahidung primitive dipisahkandari
5 | P a g e
ronggamulutoleh membrane oronasalismenyatumembentukbibiratas
membraneoronasalispecah
mingguke 7 :terbentuknya foramen barukoana primitive ( hidung primitive berhubunganlangsungterletakdibelakangpalatum primer denganronggahidung
mingguke 9 denganterbentuknyapalatumsekunderdanperkembanganlebihlanjutronggahidung primitive sehinggaterbentukkoana definitive di taut antararonggahidungdan faring
6 | P a g e
7 | P a g e
8 | P a g e
9 | P a g e
10 | P a g e
Hidungterdiriatashidungluardancavumnasi.
Cavumnasidibagioleh septum nasimenjadiduabagian, kanandankiri.
11 | P a g e
HidungLuar
Hidungluarmempunyaidualubangberbentuklonjongdisebut nares, yang dipisahkansatudengan yang lain oleh septum nasi. Pinggir lateral, alanasi, berbentukbulatdandapatdigerakkan.
Rangkahidungluardibentukolehosnasale, processusfrontalismaxillaris, dan pars nasalisossisfrontalis. Di bawah, rangkahidungdibentukolehlempeng-lempengtulangrawanhialin.
SuplaiDarahHidungLuar
Kulithidungluarmendapatkandarahdaricabang-cabangarteriaophthalmicadanarteriamaxillaris. Kulitalanasidanbagianbawah septum mendapatkandarahdaricabang-cabangarteriafacialis.
SuplaiSarafSensorisHidungLuar
N.infratrochlearisdan rami nasalesexternaenervusophthalmicus (Nervuscranialis V) dan ramus infraorbitalisnervusmaxillaris (Nervuscranialis V) mengurushidungluar.
CavumNasi
Cavumnasiterbentangdari nares di depansampaike aperture nasalis posterior atauchoanae di belakang, di manahidungbermuarakedalamnasopharynx.
Vestibulumnasiadalah area di dalamcavumnasi yang terletaktepat di belakang nares. Cavumnasidibagimenjadiduabagiankiridankananoleh septum nasi.
Septum nasidibentukoleh cartilage septinasi, lamina verticalisosisethmoidalis, danvomer.
12 | P a g e
DindingCavumNasi
Setiapbelahancavumnasimempunyaidasar, atap, dinding lateral dandinding medial ataudinding septum.
Dasar
Dasardibentukolehprocessuspalatinusos maxilla dan lamina horizontalisossispalatini .
Atap
Atapsempitdandibentuk di sebelah anterior mulaidaribagianbawahbatanghidungolehosnasaledanosfrontale, di tengaholeh lamina cribrosaossisethmoidalis, terletak di bawah fossa cranii anterior, dan di sebelah posterior olehbagian miring kebawah corpus ossissphenoidalis.
Dinding Lateral
13 | P a g e
Dinding lateral mempunyaitigatonjolantulangdisebut concha nasalis superior, media, dan inferior. Area di bawahsetiap concha disebut meatus
RecessusSphenoethmoidalis
Recessussphenoethmoidalisadalahsebuahdaerahkecil yang terletak di atas concha nasalis superior. Di daerahiniterdapatmuara sinus sphenoidalis.
Meatus Nasi Superior
Meatus nasi superior terletak di bawah concha nasalis superior. Di siniterdapatmuara sinus ethmoidales posterior.
Meatus Nasi Media
Meatus nasi media terletak di bawah concha nasalis media. Meatus inimempunyaitonjolanbulatdisebut bulla ethmoidalis, yang dibentukoleh sinus ethmoidalesmedii yang bermuarapadapinggiratasnya. Sebuahcelahmeiengkung, disebut hiatus semilunaris,terletaktepat di bawah bulla.
Ujung anterior hiatus yang menuju ke dalam sebuah saluran berbentuk corongdisebut infundibulum, yang akanberhubungandengan sinus frontalis. Sinus maxillarisbermuarakedalam meatus nasi media melalui hiatus semilunaris.
Meatus Nasilnferior
Meatus nasi inferior terletak di bawah concha nasalis inferior danmerupakantempatmuaradariujungbawahductusnasolacrimalis, yang dilindungiolehsebuahlipatanmembrana mucosa.
Dinding Medial
Dinding medial dibentukoleh septum nasi. Bagianatasdibentukoleh lamina verticalisossis, ethmoidalisdanosvomer. Bagian anterior dibentukoleh cartilage septalis. Septum inijarangterletakpadabidang median, sehinggabelahancavumnasi yang satulebihbesardaribelahansisilainnya.
14 | P a g e
Membrana mucosa cavumnasi
15 | P a g e
Vestibulumdilapisiolehkulitvangtelahmengalamimodifikasidanmempunvairambutvangkasar. Area di atas concha nasalis superior dilapisimembrana mucosa olfactoriusdanbenarujung-ujungsarafsensitifreseptorpenghidu.
Bagianbawahcavumnasidilapisiolehmembrana mucosa respiratorius. Di daerahrespiratoriusterdapatsebuahanyaman vena yang besar di dalamsubmucosajaringanikat.
SuplaiSarafCavumNasi
Nervusolfactorius yang berasaldarimembrana mucosa olfactoriusberjalankeatasmelalui lamina cribrosaosethmoidalemenuiukebulbusolfactorius .Sarafuntuksensasiumummerupakancabang-cabangnervusophthalmicus (N.Vl) dannervusmaxillaris (N.V2) divisinervustrigeminus.
16 | P a g e
PerdarahanCavumNasi
Pendarahancavumnasiberasaldaricabang-cabangarteriamaxillaris, yang merupakansalahsatucabang terminal arteriacarotisexterna. Cabang yang terpentingadalaharteriasphenopalatina .
Arteriasphenopalatinaberanastomosisdengan ramus septalisarterialabialis superior yang merupakancabangdariarteriafacialis di daerahvestibulum.
Darah di dalamanyaman vena submucosadialirkanoleh vena-vena yang menyertaiarteri.
17 | P a g e
AliranLimfeCavumNasi
Pembuluhlimfemengalirkanlimfedarivestibulumkenodisubmandibulares. Bagian lain cavumnasidialirkanlimfenyamenujukenodicervicalesprofundisuperiores.
Sinus Paranasales
Sinus paranasalesadalahrongga-rongga yang terdapat di dalam osmaxilla,osfrontale, ossphenoidale, dano sethmoidale. Sinus-sinus inidilapisiolehmucoperiosterumdanterisiudara, berhubungandengancavumnasimelalui aperture yang relatifkecil. Sinus maxillaries dan sphenoidalis pada waktu lahir terdapat dalam bentuk yang rudimenter, setelah usia delapan tahun menjadi lumayan besar, dan pada masa remaja telah berbentuk sempurna.
18 | P a g e
FISIOLOGI PENGHIDU
Tidak seperti fotoreseptor mata dan mekanoreseptor telinga, reseptor untuk pengecapan dan penghidu (penciuman) adalah kemoreseptor yang menghasilkan sinyal saraf apabila berikatan dengan zat kimiawi tertentu dari lingkungan.
Pada manusia, indera penghidu kurang peka dan sangat kurang berperan dalam mempengaruhi perilaku kita. Penghidu adalah indera khusus yang paling kurang dipahami.
Jaras olfaktorius terdiri epithelium olfaktorius, bulbus olfaktorius, dan traktus olfaktorius.
A. EPITHELIUM OLFAKTORIUS
Epithelium olfaktorius (penghidu/penciuman) terletak di langit-langit rongga hidung dengan luas sekitar 5 cm2 dan menutupi bagian superior concha nasalis dan septum nasale. Epithelium olfaktorius mengandung tiga jenis sel, yaitu:
1. Reseptor olfactorius
Dengan jumlah 10-20 juta sel dan berfungsi sebagai neuron ordo pertama dalam jaras olfaktorius.
2. Sel penunjang
Sel-sel penunjang bersama dengan kelenjar Bowmann menghasilkan mukus yang melapisi saluran hidung.
3. Sel basal
Sel basal adalah pekursor untuk sel-sel reseptor olfaktorius yang baru, yang diganti sekitar dua bulan. Hal ini sungguh luar biasa, karena tidak seperti reseptor indera lainnya, reseptor olfaktorius merupakan ujung-ujung aferen khusus, bukan sel-sel tersendiri. Neuron keseluruhan, termasuk akson aferen yang menuju ke otak, diganti. Sel ini adalah satu-satunya neuron yang mengalami pembelahan sel.
Akson-akson sel reseptor olfaktorius secara kolektif membentuk saraf olfaktorius. Bagian reseptor dari sel reseptor olfaktorius terdiri dari sebuah kepala yang menggembung dan berisi beberapa silia panjang yang meluas kepermukaan mukosa. Silia ini mengandung tempat pengikatan untuk melekatnya berbagai molekul-molekul odoriferosa (pembentuk bau). Selama kita bernafas biasa, odoran biasanya mencapai reseptor-reseptor peka hanya dengan berdifusi karena mukosa olfaktorius terletak di atas jalur aliran udara normal.
19 | P a g e
B. BULBUS OLFAKTORIUS
Axon dari sel olfaktorius akan melewati lempeng kribiformis dari tulang ethmoid dan memasuki bulbus olfaktorius dalam bentuk fila olfaktorius. Dalam bulbus olfaktorius, axon sel olfaktorius akan berkontak dengan dendrite dari sel kitral dan sel berumbai membentuk unit sinaps yang disebut dengan glomeruli olfaktori. Masing-masing glomeruli olfaktori hanya menerima sinyal dari reseptor yang mendeteksi bau, maka glomerulus berperan sebagai “arsip bau”. Karena itu, glomerulus berperan sebagai stasiun pemancar utama untuk pemrosesan informasi bau, berperan kunci dalam pengorganisasian ersepsi bau. Sel mitral dan sel berumbai kemudian akan mengirimkan sinyalnya menuju cortex olfaktorius.
Pada bulbus olfaktorius juga terdapat sel periglomerular yang merupakan neuron inhibitorik yang menghubungkan glomerulus dengan glomerulus lain, dan juga sel granular yang tidak memiliki axon dan membentuk sinaps dengan dendrite lateral dari sel mitral dan sel berumbai. Pada sinaps tersebut, sel mitral dan sel berumbai mengeksitasi sel granular melalui pelepasan glutamate dan sel granular akan menginhibisi sel mitral dan sel berumbai melalui pelepasan GABA.
20 | P a g e
C. TRAKTUS OLFAKTORIUS
Axon dari sel mitral dan sel berumbai akan keluar dari bulbus olfaktorius dan melanjutkan diri menuju cortex olfaktorius sebagai traktus olaktorius. Traktus olfaktorius memasuki otak pada sambungan anterior antara mesencephalon dan cerebrum, disini traktus akan terbagi menjadi dua jaras tua dan satu jaras baru, yaitu:
1) Jaras olfaktorius paling tua yang diwakili oleh stria
olfaktori medial. Stria olfaktori medial mencapai nucleus
olfaktori anterior, lalu menyilang di komisura anterior dan
bersinaps dengan sel mitral kontralateral kemudian
berproyeksi pada hemisfer kontralateral.
2) Jaras olfaktorius tua yang diwakili oleh stria olfaktori
lateral. Stria olfaktori lateral akan memproyeksikan diri ke
korteks olfaktorius primer yang terdiri dari korteks
prepiriformis, korteks piriformis, tuberculum olfaktorium,
dan bagian kortikal nuclei amigdaloid. Dari daerah tersebut
sinyal juga disebarkan ke system limbic, e.g. hipokampus
yang berperan penting dalam pembelajaran untuk
menyukai/tidak menyukai suatu bau. System ini juga
berhubungan dengan system perilaku limbic yang
menyebabkan seseorang mengembangkan sikap antipatinya
terhadap bau yang menyebabkan mual dan muntah.
21 | P a g e
3) Jaras yang lebih baru, ditemukan bahwa sinyal
olfaktorius berjalan melalui thalamus, melewati
dorsomedial nucleus thalamik kemudian ke kuadran
laterosuperoir korteks orbitofrontalis, korteks ini berperan
dalam diskriminasi bau secara sadar.
D. MEKANISME PENGHIDU
Syarat suatu bahan dapat dibaui, yaitu ;
1. Cukup mudah menjadi gas (mudah menguap), sehingga sebagian
molekulnya dapat masuk ke hidung dalam udara yang dihirup
2. Cukup mudah larut-air, sehingga dapat larut ke dalam lapisan mukus
yang melapisi mukosa olfaktorius
22 | P a g e
Molekul-molekul harus dilarutkan agar dapat dideteksi oleh reseptor penghidu
Pembukaan saluran Na+ dan K+
Perpindahan ion-ion yang menimbulkan depolarisasi potensial reseptor
Potensial aksi di serat aferen
Pengikatan molekul odoriferosa ke tempat khusus di silia
Frekuensi potensial aksi bargandung pada konsentrasi molekul-molekul zat kimia yang terstimuasi
Serat-serat tersebut segera bersinaps di bulbus olfaktorius, suatu struktur saraf kompleks yang mengandung beberapa lapisan sel yang berbeda-beda
Serat-serat yang keluar dari bulbus olfaktorius berjalan melalui dua rute
Seorang peneliti baru-baru ini menemukan gen-gen untuk lebih dari seratus jenis reseptor bau yang berbeda-beda di mukosa penghidu, dan ia beranggapan mungkin terdapat sampai seribu reseptor jenis ini.
Menurut teori terkemuka tentang bau, molekul-molekul dengan bau serupa memiliki suatu konfigurasi tertentu yang sama, bukan komposisi kimiawi yang sama. Dengan demikian, setiap jenis tempat pengikatan reseptor diperkirakan memiliki bentuk dan ukuran tertentu (kunci) yang cocok dengan konfigurasi bau primer tertentu (anak kunci).
23 | P a g e
Terutama yang menuju ke darah-daerah di sistem limbik, khususnya sisi medial bawah lobus temporalis( (korteks olfaktorius primer). Di anggap satu-satunya jalur penghidu. Rute ini mencakup keterlibatan hipotalamus, memungkinkan koordinasi erat antara reaksi penghidu dan perilaku yang berkaitan dengan makan, kawin, dan penentuan arah.
Penting untuk persepsi sadar dan diskriminasi halus penghidu. Mekanisme diskiminasi masih belum jelas. Manusia dapat membedakan puluhan ribu bau yang berbeda.pera peneliti beranggapan bahwa persepsi ini bergantung pada kombinasi bau-bau primer, namun belum ada kesepakatan mengenai jumlah bau primer.
Rute talamus-kortikalRute subkortikal
Serat-serat yang keluar dari bulbus olfaktorius berjalan melalui dua rute
E. ADAPTASI PENGHIDU
Kepekaan kita terhadap suatu bau baru dengan cepat menghilang setelah periode singkat pajanan terhadap bau tersebut, walaupun sumber bau tersebut masih tetap ada.
24 | P a g e
Terdapat enzim-enzim “pemakan-bau” di mukosa penghidu yang mungkin berfungsi sebagai pembersih molekuler, yang membersihkan molekul-molekul odoriferosa
Enzim ini memilili fungsi ganda :
1. Membersihkan mukosa olfaktorius dari odoran-odoran lama
2. Mengubah zat-zat kimia yang mungkin berbahaya menjadi molekul
yang tidak membahayakan (mirip enzim detoksifikasi yang ada di hati)
25 | P a g e
Penurunan kepekaan ini melibatkan proses adaptasi di SSP
Molekul tidak merangsang reseptor penghidu
pajanan terhadap bau dalam periode singkat
tidak melibatkan adaptasi reseptor
Kepekaan terhadap suatu bau baru dengan cepat menghilang
adapasi bersifat spesifik untuk bau tertentu dan ketanggapan terhadap bau lain tetap tidak berubah.
SINUSITIS
Definisi :
Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau selaput
lendir sinus paranasal. Akibat peradangan ini dapat menyebabkan
pembentukan cairan atau kerusakan tulang di bawahnya.
Sinus paranasal adalah rongga-rongga yang terdapat pada tulang-tulang di
wajah. Terdiri dari sinus frontal (di dahi), sinus etmoid (pangkal hidung),
sinus maksila (pipi kanan dan kiri), sinus sfenoid (di belakang sinus
etmoid).
Epidemiologi :
Angka kejadian sinusitis di Indonesia belum diketahui secara pasti. Tetapi
diperkirakan cukup tinggi karena masih tingginya kejadian infeksi saluran
napas atas, yang merupakan salah satu penyebab terbesar terjadinya
sinusitis. Di Eropa angka kejadian sinusitis sekitar 10% - 30% populasi, di
Amerika sekitar 135 per 1000 populasi.
Etiologi :
Faktor lokal adalah semua kelainan pada hidung yang dapat
mengakibatkan terjadinya sumbatan; antara lain infeksi, alergi, kelainan
anatomi, tumor, benda asing, iritasi polutan dan gangguan pada mukosilia
(rambut halus pada selaput lendir).
Faktor sistemik adalah keadaan di luar hidung yang dapat menyebabkan
sinusitis; antara lain gangguan daya tahan tubuh (diabetes, AIDS),
penggunaan obat-obat yang dapat mengakibatkan sumbatan hidung.
26 | P a g e
Gambar: sinus dan ostium
Gejala klinis:
Untuk memudahkan diagnosis sinusitis dapat berpatokan pada The Task
Force on Rhinosinusitis of The American Assosiation of Otolaryngology
Head and Neck Surgery, dengan menggunakan gejala mayor dan minor.
Gejala mayor :
a. Nyeri / berat / tertekan pada wajah
b. Hidung buntu
c. Lendir / ingus kekuningan / kehijauan
d. Gangguan membau
e. Panas
Gejala minor :
a. Nyeri kepala
b. Napas bau
c. Nyeri gigi
d. Batuk
e. Nyeri / berat / tertekan pada telinga
27 | P a g e
Sangkaan sinusitis apabila terdapat
a. minimal 2 gejala mayor atau
b. 1 gejala mayor disertai dengan minimal 2 gejala minor
Komplikasi :
Komplikasi sinusitis di antaranya:
Otak (infeksi pada otak atau timbunan nanah pada otak)
Mata (infeksi pada jaringan di sekitar bola mata, infeksi bola mata,
pecahnya bola mata)
Infeksi tulang sekitar sinus (dapat terjadi kebocoran nanah keluar dari
wajah, perubahan bentuk wajah/menonjol/membengkak)
Radang tenggorok yang sering kambuh
Radang amandel
Radang pita suara (sering batuk atau serak)
Sesak napas atau asma
Gangguan pencernaan (sering sakit perut, mual, muntah, diare)
Diagnosis :
Pada pemeriksaan beberapa gejala obyektif bisa didapatkan:
Pembengkakan di daerah muka
Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior , selaput permukaan konka merah
dan Bengkak
Pada rhinoskopi posterior terdapat lendir di nasofaring dan post nasal
drip.
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan adalah pemeriksaan transluminasi,
sinus yang terinfeksi akan terlihat lebih suram dan gelap pada pencahayaan
tekhnik khusus.
Pemeriksaan lainnya adalah pemeriksaan radiologic waters pa dan lateral,
akan tampak perselubungan atau penebalan selaput permukaan dengan batas
garis khayalan yang terbentuk karena beda zat cair dan udara pada sinus yang
sakit.
Pemeriksaan mikrobiologik pada sekret yang diambil.
28 | P a g e
Terapi :
Sinusitis dibagi menjadi:
1. Akut (berlangsung kurang dari 4 minggu),
2. Sub akut (berlangsung antara 4 – 12 minggu),
3. Kronik (berlangsung lebih dari 12 minggu).
Sinusitis akut dapat sembuh spontan atau dapat sembuh hanya dengan
pemberian obat. Sinusitis akut perlu dilakukan operasi jika penderita sakit
berat atau telah terjadi komplikasi atau terjadi akibat kelainan anatomi.
Sinusitis kronik perlu dilakukan operasi di samping dengan pemberian obat.
Prinsip penanganan sinusitis adalah di samping penanganan terhadap
sinusitisnya juga harus dilakukan penanganan terhadap penyebabnya.
Cara operasi paling mutakhir terhadap sinusitis adalah dengan metode FESS
(Functional Endoscopic Sinus Surgery) atau BSEF (Bedah Sinus
Endoskopik Fungsional).
DIAGNOSIS BANDING SINUSITIS :
1. Rhinitis
Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di
hidung. (Dipiro, 2005 ). Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung.
( Dorland, 2002 )
Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua:
a. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan
membran mukosa hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan
oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap
orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin
dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.
b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa
yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena
rinitis vasomotor.
29 | P a g e
2. Common cold
Common Cold (pilek, selesma) adalah suatu reaksi inflamasi saluran pernapasan yang disebabkan oleh infeksi virus.
Berbagai virus yang berbeda menyebabkan terjadinya common cold:
Rhinovirus, Virus influenza A, B, C ,Virus Parainfluenza, Virus sinsisial
pernafasan.
Semuanyanya mudah ditularkan melalui ludah yang dibatukkan atau
dibersinkan oleh penderita.
3. Influenza
Influenza (flu) adalah suatu infeksi virus yang menyebabkan demam,
hidung meler, sakit kepala, batuk, tidak enak badan (malaise) dan
peradangan pada selaput lendir hidung dan saluran pernafasan.
Disebabkan Virus influenza tipe A atau B. Virus ditularkan melalui air
liur terinfeksi yang keluar pada saat penderita batuk atau bersin; atau
melalui kontak langsung dengan sekresi (ludah, air liur, ingus) penderita.
Influenza berbeda dengan common cold. Gejalanya timbul dalam waktu
24-48 jam setelah terinfeksi dan bisa timbul secara tiba-tiba. Kedinginan
biasanya merupakan petunjuk awal dari influenza. Pada beberapa hari
pertama sering terjadi demam, bisa sampai 38,9-39,4°Celsius.
4. Polip hidung
Polip nasi atau polip hidung adalah kelainan selaput permukaan hidung
berupa massa lunak yang bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong,
berwarna putih keabu-abuan dengan permukaan licin dan agak bening
karena mengandung banyak cairan.
Patogenesis polip pada awalnya ditemukan bengkak selaput permukaan
yang kebanyakan terdapat pada meatus medius, kemudian stroma akan
terisi oleh cairan interseluler sehingga selaput permukaan yang sembab
menjadi berbenjol-benjol. Bila proses terus membesar dan kemudian turun
ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai sehingga terjadi Polip
30 | P a g e
TERAPI SINUSITIS
Tujuan terapi sinus :
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah perubahan menjadi kronik
Prinsip pengobatan :
Membuka sumbatan di KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih
secara alami.
Penatalaksanaan sinusitis :
1. Drainage
- Medical :
a. Dekongestan lokal : efedrin 1% (dewasa), ½ %(anak)
b. Dekongestan oral : Psedo efedrin 3 X 60 mg
- Surgikal : irigasi sinus maksilaris.
2. Antibiotik diberikan dalam 5-7 hari (untuk akut), atau 10-14 hari (kronis)
yaitu :
- Ampisilin 4 x 500 mg
- Amoksilin 3 x 500 mg
- Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
- Doksisiklin 100 mg/hari.
3. Simtomatik :
- parasetamol, metampiron 3 x 500 mg.
4. Untuk kronis adalah :
- Cabut geraham atas bila penyebab dentogen
31 | P a g e
- Diatermi; menggunakan sinar gelombang pendek (Ultra Short Wave
Diathermy) sebanyak 5-6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki
vaskularisasi sinus. Kalau belum membaik, maka dilakukan pencucian
sinus.
- Pungsi dan irigasi sinus (sinusitis maksila) dan pencucian Proetz
(sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid)
- Pembedahan :
a. Radikal
o Sinus maksila dengan operasi Cadwell-luc membuka rongga sinus
atau membuat lubang pada rongga sinus sudah lama di tinggalkan dan
merupakan tindakan yang berlebihan dan sudah lama di tinggalkan
o Sinus ethmoid dengan etmoidektomi
o Sinus frontal dan sphenoid dengan operasi Killian
b. Non radikal
o Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya dengan
membuka dan membersihkan daerah kompleks ostiomeatal
Dekongestan :
- Dekongestan bekerja dengan melakukan penyempitan pembuluh darah
kapiler, sehingga sumbatan di hidung akibat pelebaran pada pembuluh darah
kapiler dapat diredakan.
- Dapat diberikan secara sistemik maupun topical.
- Tabel dekongestan untuk hidung:
32 | P a g e
Antibiotik :
- Macam-macam golongan antibiotik :
1. Penghambat Dinding Sel Bakterisidal
contoh : Penicillin, Sefalosporin, Vankomisin, Bacitrasin, Imipenem,
Aztreonam
2. Penghambat Sintesis Protein Bakterisidal
contoh : Golongan Aminoglikosida
3. Penghambat Sintesis Protein Bakteriostatik
contoh: Kloramfenikol, Eritromisin, Klaritromisin, Azitromisin,
Klindamisin, Linkomisin, Tetrasiklin, Doksisiklin.
4. Zat Antibakteri Bakteriostatik lain
contoh : Sulfonamid, Trimetoprim
Analgetik dan antipiretik :
- Analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri
dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita.
33 | P a g e
- Antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan demam (suhu tubuh yang
tinggi).
- Parasetamol sebagai analgetik bekerja dengan meningkatkan ambang
rangsang rasa sakit, dan sebagai antipiretik diduga bekerja langsung pada
pusat pengatur panas di hipotalamus.
Pencucian sinus paranasal :
- Pada sinus maksila :
Dilakukan fungsi sinus maksila, dan dicuci 2 kali seminggu dengan larutan
garam fisiologis. Caranya ialah, dengan sebelumnya memasukkan kapas
yang telah diteteskan xilokain dan adrenalin ke daerah meatus inferior.
Setelah 5 menit, kapas dikeluarkan, lalu dengan trokar ditusuk di bawah
konka inferior, ujung trokar diarahkan ke batas luar mata. Setelah tulang
dinding sinus maksila bagian medial tembus, maka jarum trokar dicabut,
sehingga tinggal pipa selubungnya berada di dalam sinus maksila. Pipa itu
dihubungkan dengan semprit yang berisi larutan garam fisiologis, atau
dengan balon yang khusus untuk pencucian sinus itu. Pasien yang telah
ditataki plastik di dadanya, diminta untuk membuka mulut. Air cucian sinus
akan keluar dari mulut, dan ditampung di tempat bengkok. Tindakan ini
diulang 3 hari kemudian.
- Pada sinus frontal, etmoid dan sphenoid :
Pencucian sinus dilakukan dengan pencucian Proetz. Caranya ialah dengan
pasien ditidurkan dengan kepala lebih rendah dari badan. Kedalam hidung
diteteskan HCL efedrin 0,5-1,5 %. Pasien harus menyebut “kek-kek” supaya
HCL efedrin yang diteteskan tidak masuk ke dalam mulut, tetapi ke dalam
rongga yang terletak dibawah ( yaitu sinus paranasal, oleh karena kepala
diletakkan ebih rendah dari badan). Ke dalam lubang hidung dimasukkan
pipa gelas yang dihubungkan dengan alat pengisap untuk menampung ingus
yang terisap dari sinus. Pada pipa gelas itu dibuat lubang yang dapat ditutup
dan dibuka dengan ujung jari jempol. Pada waktu lubang ditutup maka akan
terisap ingus dari sinus. Pada waktu meneteskan HCL ini, lubang di pipa
tidak ditutup. Tindakan pencucian menurut cara ini dilakukan 2 kali
seminggu.
- Pembedahan, dilakukan :
34 | P a g e
a. bila setelah dilakukan pencucian sinus 6 kali ingus masih tetap kental.
b. bila foto rontgen sudah tampak penebalan dinding sinus paranasal.
Pembedahan sinus paranasal :
1. Sinus maksila
a. Antrostomi.
Yaitu membuat saluran antara rongga hidung dengan sinus maksila di
bagian lateral konka inferior. Gunanya ialah untuk mengalirkan nanah dan
ingus yang terkumpul di sinus maksila.
b. Operasi Caldwell-Luc.
Operasi ini ialah membuka sinus maksila, dengan menembus tulang pipi.
Supaya tidak terdapat cacat di muka, maka insisis dilakukan di bawah
bibir, di bagian superior ( atas ) akar gigi geraham 1 dan 2. Kemudian
jaringan diatas tulang pipi diangkat kearah superior, sehingga tampak
tulang sedikit di atas cuping hidung, yang disebut fosa kanina. Dengan
pahat atau bor tulang itu dibuka, dengan demikian rongga sinus maksila
kelihatan. Dengan cunam pemotong tulang lubang itu diperbesar. Isi sinus
maksila dibersihkan. Seringkali akan terdapat jaringan granulasi atau
polip di dalam sinus maksila. Setelah sinus bersih dan dicuci dengan
larutan bethadine, maka dibuat anthrostom. Bila terdapat banyak
perdarahan dari sinus maksila, maka dimasukkan tampon panjang serta
pipa dari plastik, yang ujungnya disalurkan melalui antrostomi ke luar
rongga hidung. Kemudian luka insisi dijahit.
2. Sinus etmoid
Pembedahan untuk membersihkan sinus etmoid, dapat dilakukan dari dalam
hidung (intranasal) atau dengan membuat insisi di batas hidung dengan pipi
(ekstranasal).
a. Etmoidektomi intranasal
Tindakan dilakukan dengan pasien dibius umum ( anastesia). Dapat juga
dengan bius lokal (analgesia). Setelah konka media di dorong ke tengah,
maka dengan cunam sel etmoid yang terbesar ( bula etmoid ) dibuka.
35 | P a g e
Polip yang ditemukan dikeluarkan sampai bersih. Sekarang tindakan ini
dilakukan dengan menggunakan endoskop, sehingga apa yang akan
dikerjakan dapat dilihat dengan baik. Perawatan pasca-bedah yang
terpenting ialah memperhatikan kemungkinan perdarahan.
b. Etmoidektomi ekstranasal
Insisi dibuat di sudut mata, pada batas hidung dan mata. Di daerah itu
sinus etmoid dibuka, kemudian dibersihkan.
3. Sinus frontal
Pembedahan untuk membuka sinus frontal disebut operasi Killian. Insisi
dibuat seperti pada insisi etmoidektomi ekstranasal, tetapi kemudian
diteruskan ke atas alis.Tulang frontal dibuka dengan pahat atau bor,
kemudian dibersihkan. Salurannya ke hidung diperikasa, dan bila tersumbat,
dibersihkan. Setelah rongga sinus frontal bersih, luka insisi dijahit, dan diberi
perban-tekan. Perban dibuka setelah seminggu. Seringkali pembedahan untuk
membuka sinus frontal dilakukan bersama dengan sinus etmoid, yang disebut
fronto-etmoidektomi.
4. Sinus sphenoid
Pembedahan untuk sinus sfenoid yang aman sekarang ini ialah dengan
memakai endoskop. Biasanya bersama dengan pembersihan sinus etmoid dan
muara sinus maksila serta muara sinus frontal, yang disebut Bedah
Endoskopi Sinus Fungsional.
Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) atau Functional Endoscopic Sinus
Surgery (FESS) :
- Cara pemeriksaan ini ialah dengan mempergunakan endoskop, tanpa
melakukan insisis di kulit muka. Endoskop dimasukkan ke dalam rongga
hidung. Karena endoskop ini dihubungkan dengan monitor (seperti televisi),
maka dokter juga melakukan pembedahan tidak perlu melihat kedalam
endoskop, tetapi cukup dengan melihat monitor.
36 | P a g e
- Dengan bantuan endoskop dapat dibersihkan daerah muara sinus, seperti
daerah meatus medius untuk sinus maksila, sinus etmoid anterior dan sinus
frontal.
- Endoskop juga dapat dimasukkan kedalam sinus etmoid anterior dan
posterior untuk membuka sel-sel sinus etmoid. Kemudian dapat diteruskan
kedalam sinus sfenoid yang terletak dibelakang sinus etmoid apabila di CT
scan terdapat kelainan di sinus sfenoid.
- Sekitar sinus yang sakit dibersihakan, dilihat juga muara sinus-sinus yang
lain. Setelah selesai, rongga hidung di tampoan untuk mencegah perdarahan.
Tampon dicabut pada hari ketiga.
Epistaksis
37 | P a g e
Definisi
Epistaksis adalah perdarahan melalui hidung yang dapat berasal dari rongga hidung, sinus para nasal atau nasofaring. Epistaksis adalah gejala, bukan penyakit. Perdarahan bisa menetes, bisa mengucur,bisa lewat hidung, bisa lewat nasofaring.
Epidemiologi
Petruson (dikutip oleh Djojodiharjo, 1986) melaporkan survei di Skandinavia :
60% masyarakat pernah epistaksis 4% epistaksis berulang 6% pergi berobat ke dokter 15% epistaksis pada anak 1% epistaksis berobat pada dokter
Dalam menangani epistaksis harus dicari etiologi penyebabnya. Epistaksis biasanya ringan pada usia muda. Epistaksis tambah berat dengan meningkatnya usia.
Etiologi
Penyebab lokal :
1. Idiopatik2. Trauma3. radang akut/kronik4. Alergi5. Neoplasma6. parasit hidung7. Struktur8. lingkungan
Penyebab sistemik :
1. kardiovaskuler 2. penyakit darah / pembuluh darah 3. peradangan sistemik
Gejala klinik
38 | P a g e
Gejala yang sering terjadi pada pasien epistaksis :
Darah menetes atau mengalir dari lubang hidung depan atau belakang. Muntah darah bila banyak darah tertelan. Bisa spontan. Bisa akibat trauma. Bila perdarahan berlanjut penderita menjadi lemah, pucat, anemis. Penderita jatuh syok, nadi cepat, lemah, tekanan darah turun.
Patofisiologi
Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari arteri athmoidalis anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior.
Pada epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus Kiesselbach (yang paling banyak terjadi dan sering ditemukan pada anak-anak), atau dari arteri etmoidalis anterior. Biasanya perdarahan tidak begitu hebat dan bila pasien duduk, darah akan keluar melalui lubang hidung. Seringkali dapat berhenti spontan dan mudah diatasi.
Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri etmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien usia lanjut yang menderita hipertensi, arteriosklerosis, atau penyakit kardiovaskular. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.
Penatalaksanaan
39 | P a g e
Prinsip utama penanggulangan epistaksis adalah untuk menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi, mencegah berulangnya epistaksis. Pengobatan disesuaikan dengan keadaan penderita, apakah dalam keadaan akut atau tidak hal-hal yang perlu :
1. Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok.
2. Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan ke arah septum selama beberapa menit.
3. Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang telah dibasahi dengan adrenalin dan pantokain/lidokain, serta bantuan alat penghisap untuk membersihkan bekuan darah.
4. Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas, dilakukan kaustik dengan larutan nitras argenti 20%-30%, asam trikloroasetat 10% atau dengan elektrokauter. Sebelum kaustik diberikan analgesia topikal terlebih dahulu.
5. Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukan pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin yang dicampur betadin atau zat antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol yang dibuat dari kasa sehingga menyerupai pita dengan lebar kurang ½ cm, diletakkan berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yang dipasang harus menekan tempat asal perdarahan dan dapat dipertahankan selama 1-2 hari.
6. Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau tampon Bellocq,dibuat dari kasa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dan mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi yang lainnya. Tampon harus menutup koana (nares posterior).
7. Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley dengan balon. Balondiletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air.
8. Di samping pemasangan tampon, dapat juga diberi obat-obat hemostatik. Akan tetapi ada yang berpendapat obat-obat ini sedikit sekali manfaatnya.
9. Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasidengan pemasangan tampon posterior. Untuk itu pasien harus dirujuk ke rumah sakit.
40 | P a g e
41 | P a g e