c4_kasus 5_2012

51
MAKALAH TUTORIAL SPECIAL SENSORY SYSTEM KASUS 5 TUTORIAL C4 Tutor : dr. Retno Yulianti Gresilva Sevyanti 1210211085 Dini Zahrina 1210211083 Srikandhi 1210211201 Dika Febby Larasati 1210211069 Marselia Wulandari 1210211032 Nurul Sharaswati 1210211125 M. Farizul Hikmah 1210211033 Malisa Fitri Umar 1210211145 Indah Putri Permata 1210211140 Muhammad Gilang 1210211179 Alkhawarizmi 1210211192 FAKULTAS KEDOKTERAN 1 | Page

Upload: malisa-fitri-umar

Post on 22-Dec-2015

32 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kasus 5

TRANSCRIPT

Page 1: C4_KASUS 5_2012

MAKALAH TUTORIAL SPECIAL SENSORY SYSTEM KASUS 5

TUTORIAL C4

Tutor : dr. Retno Yulianti

Gresilva Sevyanti 1210211085

Dini Zahrina 1210211083

Srikandhi 1210211201

Dika Febby Larasati 1210211069

Marselia Wulandari 1210211032

Nurul Sharaswati 1210211125

M. Farizul Hikmah 1210211033

Malisa Fitri Umar 1210211145

Indah Putri Permata 1210211140

Muhammad Gilang 1210211179

Alkhawarizmi 1210211192

FAKULTAS KEDOKTERAN

UPN “VETERAN” JAKARTA

2015/2016

1 | P a g e

Page 2: C4_KASUS 5_2012

P a g e | 2

KASUS 5

2 | P a g e

Page 3: C4_KASUS 5_2012

LEMBAR KE 2

3 | P a g e

Page 4: C4_KASUS 5_2012

BASIC

EMBRIOLOGI

Ovum + Sperma

Zigot( selpertama yang membelah : 1-8 sel ) : totipotent (mampumembentukembriosecarakeseluruhan)

Morula( 8-32 sel )

Blastula ( 64-200 sel )

Cakrammudigah / gastrula :multipoten : seltersebutbisaberdiferensiasimenjaditipeseldariberbagaijaringantetapitidaklagime

njaditipesel system organ yang lain

Trofoblas Embrioblas

Plasenta ectoderm mesodermendoderm

Paraksial intermediate lateral

Mingguke4 :Arkus faring 1 (region kepala : kepaladanleher )

Prominensiafasialis( mengelilingistomodeum )

2 Prominensiamandibularis 2 prominensiamaksilaris 1 prominensiafrontonasalis

4 | P a g e

Page 5: C4_KASUS 5_2012

Menyatumembentukbibir

bawah&rahang

2 prominensiamaksilaris 1 prominensiafrontonasalis

mingguke 6 bertambahbesar di keduasisinyamunculpenebalan

local ectoderm permukaan

tumbuhkearah medial

plakodanasalis

menekanprominensianasalis

medianakearahgaristengah mingguke 5 : invaginasibentuk fovea nasalis

membesarbentukpipidanmaksila prominensianasalis

palatumsekunder lateralismediana

duktusnasolakrimalis

celahantaraprominensianasalismedianadanprominensiamaksilarislenyap

mingguke 6 fovea nasalissemakindalam

ronggahidung primitive dipisahkandari

5 | P a g e

Page 6: C4_KASUS 5_2012

ronggamulutoleh membrane oronasalismenyatumembentukbibiratas

membraneoronasalispecah

mingguke 7 :terbentuknya foramen barukoana primitive ( hidung primitive berhubunganlangsungterletakdibelakangpalatum primer denganronggahidung

mingguke 9 denganterbentuknyapalatumsekunderdanperkembanganlebihlanjutronggahidung primitive sehinggaterbentukkoana definitive di taut antararonggahidungdan faring

6 | P a g e

Page 7: C4_KASUS 5_2012

7 | P a g e

Page 8: C4_KASUS 5_2012

8 | P a g e

Page 9: C4_KASUS 5_2012

9 | P a g e

Page 10: C4_KASUS 5_2012

10 | P a g e

Page 11: C4_KASUS 5_2012

Hidungterdiriatashidungluardancavumnasi.

Cavumnasidibagioleh septum nasimenjadiduabagian, kanandankiri.

11 | P a g e

Page 12: C4_KASUS 5_2012

HidungLuar

Hidungluarmempunyaidualubangberbentuklonjongdisebut nares, yang dipisahkansatudengan yang lain oleh septum nasi. Pinggir lateral, alanasi, berbentukbulatdandapatdigerakkan.

Rangkahidungluardibentukolehosnasale, processusfrontalismaxillaris, dan pars nasalisossisfrontalis. Di bawah, rangkahidungdibentukolehlempeng-lempengtulangrawanhialin.

SuplaiDarahHidungLuar

Kulithidungluarmendapatkandarahdaricabang-cabangarteriaophthalmicadanarteriamaxillaris. Kulitalanasidanbagianbawah septum mendapatkandarahdaricabang-cabangarteriafacialis.

SuplaiSarafSensorisHidungLuar

N.infratrochlearisdan rami nasalesexternaenervusophthalmicus (Nervuscranialis V) dan ramus infraorbitalisnervusmaxillaris (Nervuscranialis V) mengurushidungluar.

CavumNasi

Cavumnasiterbentangdari nares di depansampaike aperture nasalis posterior atauchoanae di belakang, di manahidungbermuarakedalamnasopharynx.

Vestibulumnasiadalah area di dalamcavumnasi yang terletaktepat di belakang nares. Cavumnasidibagimenjadiduabagiankiridankananoleh septum nasi.

Septum nasidibentukoleh cartilage septinasi, lamina verticalisosisethmoidalis, danvomer.

12 | P a g e

Page 13: C4_KASUS 5_2012

DindingCavumNasi

Setiapbelahancavumnasimempunyaidasar, atap, dinding lateral dandinding medial ataudinding septum.

Dasar

Dasardibentukolehprocessuspalatinusos maxilla dan lamina horizontalisossispalatini .

Atap

Atapsempitdandibentuk di sebelah anterior mulaidaribagianbawahbatanghidungolehosnasaledanosfrontale, di tengaholeh lamina cribrosaossisethmoidalis, terletak di bawah fossa cranii anterior, dan di sebelah posterior olehbagian miring kebawah corpus ossissphenoidalis.

Dinding Lateral

13 | P a g e

Page 14: C4_KASUS 5_2012

Dinding lateral mempunyaitigatonjolantulangdisebut concha nasalis superior, media, dan inferior. Area di bawahsetiap concha disebut meatus

RecessusSphenoethmoidalis

Recessussphenoethmoidalisadalahsebuahdaerahkecil yang terletak di atas concha nasalis superior. Di daerahiniterdapatmuara sinus sphenoidalis.

Meatus Nasi Superior

Meatus nasi superior terletak di bawah concha nasalis superior. Di siniterdapatmuara sinus ethmoidales posterior.

Meatus Nasi Media

Meatus nasi media terletak di bawah concha nasalis media. Meatus inimempunyaitonjolanbulatdisebut bulla ethmoidalis, yang dibentukoleh sinus ethmoidalesmedii yang bermuarapadapinggiratasnya. Sebuahcelahmeiengkung, disebut hiatus semilunaris,terletaktepat di bawah bulla.

Ujung anterior hiatus yang menuju ke dalam sebuah saluran berbentuk corongdisebut infundibulum, yang akanberhubungandengan sinus frontalis. Sinus maxillarisbermuarakedalam meatus nasi media melalui hiatus semilunaris.

Meatus Nasilnferior

Meatus nasi inferior terletak di bawah concha nasalis inferior danmerupakantempatmuaradariujungbawahductusnasolacrimalis, yang dilindungiolehsebuahlipatanmembrana mucosa.

Dinding Medial

Dinding medial dibentukoleh septum nasi. Bagianatasdibentukoleh lamina verticalisossis, ethmoidalisdanosvomer. Bagian anterior dibentukoleh cartilage septalis. Septum inijarangterletakpadabidang median, sehinggabelahancavumnasi yang satulebihbesardaribelahansisilainnya.

14 | P a g e

Page 15: C4_KASUS 5_2012

Membrana mucosa cavumnasi

15 | P a g e

Page 16: C4_KASUS 5_2012

Vestibulumdilapisiolehkulitvangtelahmengalamimodifikasidanmempunvairambutvangkasar. Area di atas concha nasalis superior dilapisimembrana mucosa olfactoriusdanbenarujung-ujungsarafsensitifreseptorpenghidu.

Bagianbawahcavumnasidilapisiolehmembrana mucosa respiratorius. Di daerahrespiratoriusterdapatsebuahanyaman vena yang besar di dalamsubmucosajaringanikat.

SuplaiSarafCavumNasi

Nervusolfactorius yang berasaldarimembrana mucosa olfactoriusberjalankeatasmelalui lamina cribrosaosethmoidalemenuiukebulbusolfactorius .Sarafuntuksensasiumummerupakancabang-cabangnervusophthalmicus (N.Vl) dannervusmaxillaris (N.V2) divisinervustrigeminus.

16 | P a g e

Page 17: C4_KASUS 5_2012

PerdarahanCavumNasi

Pendarahancavumnasiberasaldaricabang-cabangarteriamaxillaris, yang merupakansalahsatucabang terminal arteriacarotisexterna. Cabang yang terpentingadalaharteriasphenopalatina .

Arteriasphenopalatinaberanastomosisdengan ramus septalisarterialabialis superior yang merupakancabangdariarteriafacialis di daerahvestibulum.

Darah di dalamanyaman vena submucosadialirkanoleh vena-vena yang menyertaiarteri.

17 | P a g e

Page 18: C4_KASUS 5_2012

AliranLimfeCavumNasi

Pembuluhlimfemengalirkanlimfedarivestibulumkenodisubmandibulares. Bagian lain cavumnasidialirkanlimfenyamenujukenodicervicalesprofundisuperiores.

Sinus Paranasales

Sinus paranasalesadalahrongga-rongga yang terdapat di dalam osmaxilla,osfrontale, ossphenoidale, dano sethmoidale. Sinus-sinus inidilapisiolehmucoperiosterumdanterisiudara, berhubungandengancavumnasimelalui aperture yang relatifkecil. Sinus maxillaries dan sphenoidalis pada waktu lahir terdapat dalam bentuk yang rudimenter, setelah usia delapan tahun menjadi lumayan besar, dan pada masa remaja telah berbentuk sempurna.

18 | P a g e

Page 19: C4_KASUS 5_2012

FISIOLOGI PENGHIDU

Tidak seperti fotoreseptor mata dan mekanoreseptor telinga, reseptor untuk pengecapan dan penghidu (penciuman) adalah kemoreseptor yang menghasilkan sinyal saraf apabila berikatan dengan zat kimiawi tertentu dari lingkungan.

Pada manusia, indera penghidu kurang peka dan sangat kurang berperan dalam mempengaruhi perilaku kita. Penghidu adalah indera khusus yang paling kurang dipahami.

Jaras olfaktorius terdiri epithelium olfaktorius, bulbus olfaktorius, dan traktus olfaktorius.

A. EPITHELIUM OLFAKTORIUS

Epithelium olfaktorius (penghidu/penciuman) terletak di langit-langit rongga hidung dengan luas sekitar 5 cm2 dan menutupi bagian superior concha nasalis dan septum nasale. Epithelium olfaktorius mengandung tiga jenis sel, yaitu:

1. Reseptor olfactorius

Dengan jumlah 10-20 juta sel dan berfungsi sebagai neuron ordo pertama dalam jaras olfaktorius.

2. Sel penunjang

Sel-sel penunjang bersama dengan kelenjar Bowmann menghasilkan mukus yang melapisi saluran hidung.

3. Sel basal

Sel basal adalah pekursor untuk sel-sel reseptor olfaktorius yang baru, yang diganti sekitar dua bulan. Hal ini sungguh luar biasa, karena tidak seperti reseptor indera lainnya, reseptor olfaktorius merupakan ujung-ujung aferen khusus, bukan sel-sel tersendiri. Neuron keseluruhan, termasuk akson aferen yang menuju ke otak, diganti. Sel ini adalah satu-satunya neuron yang mengalami pembelahan sel.

Akson-akson sel reseptor olfaktorius secara kolektif membentuk saraf olfaktorius. Bagian reseptor dari sel reseptor olfaktorius terdiri dari sebuah kepala yang menggembung dan berisi beberapa silia panjang yang meluas kepermukaan mukosa. Silia ini mengandung tempat pengikatan untuk melekatnya berbagai molekul-molekul odoriferosa (pembentuk bau). Selama kita bernafas biasa, odoran biasanya mencapai reseptor-reseptor peka hanya dengan berdifusi karena mukosa olfaktorius terletak di atas jalur aliran udara normal.

19 | P a g e

Page 20: C4_KASUS 5_2012

B. BULBUS OLFAKTORIUS

Axon dari sel olfaktorius akan melewati lempeng kribiformis dari tulang ethmoid dan memasuki bulbus olfaktorius dalam bentuk fila olfaktorius. Dalam bulbus olfaktorius, axon sel olfaktorius akan berkontak dengan dendrite dari sel kitral dan sel berumbai membentuk unit sinaps yang disebut dengan glomeruli olfaktori. Masing-masing glomeruli olfaktori hanya menerima sinyal dari reseptor yang mendeteksi bau, maka glomerulus berperan sebagai “arsip bau”. Karena itu, glomerulus berperan sebagai stasiun pemancar utama untuk pemrosesan informasi bau, berperan kunci dalam pengorganisasian ersepsi bau. Sel mitral dan sel berumbai kemudian akan mengirimkan sinyalnya menuju cortex olfaktorius.

Pada bulbus olfaktorius juga terdapat sel periglomerular yang merupakan neuron inhibitorik yang menghubungkan glomerulus dengan glomerulus lain, dan juga sel granular yang tidak memiliki axon dan membentuk sinaps dengan dendrite lateral dari sel mitral dan sel berumbai. Pada sinaps tersebut, sel mitral dan sel berumbai mengeksitasi sel granular melalui pelepasan glutamate dan sel granular akan menginhibisi sel mitral dan sel berumbai melalui pelepasan GABA.

20 | P a g e

Page 21: C4_KASUS 5_2012

C. TRAKTUS OLFAKTORIUS

Axon dari sel mitral dan sel berumbai akan keluar dari bulbus olfaktorius dan melanjutkan diri menuju cortex olfaktorius sebagai traktus olaktorius. Traktus olfaktorius memasuki otak pada sambungan anterior antara mesencephalon dan cerebrum, disini traktus akan terbagi menjadi dua jaras tua dan satu jaras baru, yaitu:

1) Jaras olfaktorius paling tua yang diwakili oleh stria

olfaktori medial. Stria olfaktori medial mencapai nucleus

olfaktori anterior, lalu menyilang di komisura anterior dan

bersinaps dengan sel mitral kontralateral kemudian

berproyeksi pada hemisfer kontralateral.

2) Jaras olfaktorius tua yang diwakili oleh stria olfaktori

lateral. Stria olfaktori lateral akan memproyeksikan diri ke

korteks olfaktorius primer yang terdiri dari korteks

prepiriformis, korteks piriformis, tuberculum olfaktorium,

dan bagian kortikal nuclei amigdaloid. Dari daerah tersebut

sinyal juga disebarkan ke system limbic, e.g. hipokampus

yang berperan penting dalam pembelajaran untuk

menyukai/tidak menyukai suatu bau. System ini juga

berhubungan dengan system perilaku limbic yang

menyebabkan seseorang mengembangkan sikap antipatinya

terhadap bau yang menyebabkan mual dan muntah.

21 | P a g e

Page 22: C4_KASUS 5_2012

3) Jaras yang lebih baru, ditemukan bahwa sinyal

olfaktorius berjalan melalui thalamus, melewati

dorsomedial nucleus thalamik kemudian ke kuadran

laterosuperoir korteks orbitofrontalis, korteks ini berperan

dalam diskriminasi bau secara sadar.

D. MEKANISME PENGHIDU

Syarat suatu bahan dapat dibaui, yaitu ;

1. Cukup mudah menjadi gas (mudah menguap), sehingga sebagian

molekulnya dapat masuk ke hidung dalam udara yang dihirup

2. Cukup mudah larut-air, sehingga dapat larut ke dalam lapisan mukus

yang melapisi mukosa olfaktorius

22 | P a g e

Molekul-molekul harus dilarutkan agar dapat dideteksi oleh reseptor penghidu

Pembukaan saluran Na+ dan K+

Perpindahan ion-ion yang menimbulkan depolarisasi potensial reseptor

Potensial aksi di serat aferen

Pengikatan molekul odoriferosa ke tempat khusus di silia

Frekuensi potensial aksi bargandung pada konsentrasi molekul-molekul zat kimia yang terstimuasi

Serat-serat tersebut segera bersinaps di bulbus olfaktorius, suatu struktur saraf kompleks yang mengandung beberapa lapisan sel yang berbeda-beda

Serat-serat yang keluar dari bulbus olfaktorius berjalan melalui dua rute

Page 23: C4_KASUS 5_2012

Seorang peneliti baru-baru ini menemukan gen-gen untuk lebih dari seratus jenis reseptor bau yang berbeda-beda di mukosa penghidu, dan ia beranggapan mungkin terdapat sampai seribu reseptor jenis ini.

Menurut teori terkemuka tentang bau, molekul-molekul dengan bau serupa memiliki suatu konfigurasi tertentu yang sama, bukan komposisi kimiawi yang sama. Dengan demikian, setiap jenis tempat pengikatan reseptor diperkirakan memiliki bentuk dan ukuran tertentu (kunci) yang cocok dengan konfigurasi bau primer tertentu (anak kunci).

23 | P a g e

Terutama yang menuju ke darah-daerah di sistem limbik, khususnya sisi medial bawah lobus temporalis( (korteks olfaktorius primer). Di anggap satu-satunya jalur penghidu. Rute ini mencakup keterlibatan hipotalamus, memungkinkan koordinasi erat antara reaksi penghidu dan perilaku yang berkaitan dengan makan, kawin, dan penentuan arah.

Penting untuk persepsi sadar dan diskriminasi halus penghidu. Mekanisme diskiminasi masih belum jelas. Manusia dapat membedakan puluhan ribu bau yang berbeda.pera peneliti beranggapan bahwa persepsi ini bergantung pada kombinasi bau-bau primer, namun belum ada kesepakatan mengenai jumlah bau primer.

Rute talamus-kortikalRute subkortikal

Serat-serat yang keluar dari bulbus olfaktorius berjalan melalui dua rute

Page 24: C4_KASUS 5_2012

E. ADAPTASI PENGHIDU

Kepekaan kita terhadap suatu bau baru dengan cepat menghilang setelah periode singkat pajanan terhadap bau tersebut, walaupun sumber bau tersebut masih tetap ada.

24 | P a g e

Page 25: C4_KASUS 5_2012

Terdapat enzim-enzim “pemakan-bau” di mukosa penghidu yang mungkin berfungsi sebagai pembersih molekuler, yang membersihkan molekul-molekul odoriferosa

Enzim ini memilili fungsi ganda :

1. Membersihkan mukosa olfaktorius dari odoran-odoran lama

2. Mengubah zat-zat kimia yang mungkin berbahaya menjadi molekul

yang tidak membahayakan (mirip enzim detoksifikasi yang ada di hati)

25 | P a g e

Penurunan kepekaan ini melibatkan proses adaptasi di SSP

Molekul tidak merangsang reseptor penghidu

pajanan terhadap bau dalam periode singkat

tidak melibatkan adaptasi reseptor

Kepekaan terhadap suatu bau baru dengan cepat menghilang

adapasi bersifat spesifik untuk bau tertentu dan ketanggapan terhadap bau lain tetap tidak berubah.

Page 26: C4_KASUS 5_2012

SINUSITIS

Definisi :

Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau selaput

lendir sinus paranasal. Akibat peradangan ini dapat menyebabkan

pembentukan cairan atau kerusakan tulang di bawahnya.

Sinus paranasal adalah rongga-rongga yang terdapat pada tulang-tulang di

wajah. Terdiri dari sinus frontal (di dahi), sinus etmoid (pangkal hidung),

sinus maksila (pipi kanan dan kiri), sinus sfenoid (di belakang sinus

etmoid). 

Epidemiologi :

Angka kejadian sinusitis di Indonesia belum diketahui secara pasti. Tetapi

diperkirakan cukup tinggi karena masih tingginya kejadian infeksi saluran

napas atas, yang merupakan salah satu penyebab terbesar terjadinya

sinusitis. Di Eropa angka kejadian sinusitis sekitar 10% - 30% populasi, di

Amerika sekitar 135 per 1000 populasi.

Etiologi :

Faktor lokal adalah semua kelainan pada hidung yang dapat

mengakibatkan terjadinya sumbatan; antara lain infeksi, alergi, kelainan

anatomi, tumor, benda asing, iritasi polutan dan gangguan pada mukosilia

(rambut halus pada selaput lendir).

Faktor sistemik adalah keadaan di luar hidung yang dapat menyebabkan

sinusitis; antara lain gangguan daya tahan tubuh (diabetes, AIDS),

penggunaan obat-obat yang dapat mengakibatkan sumbatan hidung.

26 | P a g e

Page 27: C4_KASUS 5_2012

Gambar: sinus dan ostium

Gejala klinis:

Untuk memudahkan diagnosis sinusitis dapat berpatokan pada The Task

Force on Rhinosinusitis of The American Assosiation of Otolaryngology

Head and Neck Surgery, dengan menggunakan gejala mayor dan minor.

Gejala mayor :

a. Nyeri / berat / tertekan pada wajah                           

b. Hidung buntu        

c. Lendir / ingus kekuningan / kehijauan                         

d. Gangguan membau                

e. Panas                                                                      

Gejala minor :

a. Nyeri kepala

b. Napas bau

c. Nyeri gigi

d. Batuk

e. Nyeri / berat / tertekan pada  telinga 

27 | P a g e

Page 28: C4_KASUS 5_2012

Sangkaan sinusitis apabila terdapat

a. minimal 2 gejala mayor atau

b. 1 gejala mayor disertai dengan minimal 2 gejala minor

Komplikasi :

Komplikasi sinusitis di antaranya:

Otak (infeksi pada otak atau timbunan nanah pada otak)

Mata (infeksi pada jaringan di sekitar bola mata, infeksi bola mata,

pecahnya bola mata)

Infeksi tulang sekitar sinus (dapat terjadi kebocoran nanah keluar dari

wajah, perubahan bentuk wajah/menonjol/membengkak)

Radang tenggorok yang sering kambuh

Radang amandel

Radang pita suara (sering batuk atau serak)

Sesak napas atau asma

Gangguan pencernaan (sering sakit perut, mual, muntah, diare) 

 Diagnosis :

Pada pemeriksaan beberapa gejala obyektif bisa didapatkan:

Pembengkakan di daerah muka

Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior , selaput permukaan konka merah

dan Bengkak

Pada rhinoskopi posterior terdapat lendir  di nasofaring dan post nasal

drip.

Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan adalah pemeriksaan transluminasi,

sinus yang terinfeksi akan terlihat lebih suram dan gelap pada pencahayaan

tekhnik khusus.

Pemeriksaan lainnya adalah pemeriksaan radiologic waters pa dan lateral,

akan tampak perselubungan atau penebalan selaput permukaan dengan batas

garis khayalan yang terbentuk karena beda zat cair dan udara pada sinus yang

sakit. 

Pemeriksaan mikrobiologik pada sekret yang diambil.

28 | P a g e

Page 29: C4_KASUS 5_2012

Terapi :

Sinusitis dibagi menjadi:

1. Akut (berlangsung kurang dari 4 minggu),

2. Sub akut (berlangsung antara 4 – 12 minggu),

3. Kronik (berlangsung lebih dari 12 minggu).

Sinusitis akut dapat sembuh spontan atau dapat sembuh hanya dengan

pemberian obat. Sinusitis akut perlu dilakukan operasi jika penderita sakit

berat atau telah terjadi komplikasi atau terjadi akibat kelainan anatomi.

Sinusitis kronik perlu dilakukan operasi di samping dengan pemberian obat.

Prinsip penanganan sinusitis adalah di samping penanganan terhadap

sinusitisnya juga harus dilakukan penanganan terhadap penyebabnya.

Cara operasi paling mutakhir terhadap sinusitis adalah dengan metode FESS

(Functional Endoscopic Sinus Surgery) atau BSEF (Bedah Sinus

Endoskopik Fungsional). 

DIAGNOSIS BANDING SINUSITIS :

1. Rhinitis

Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di

hidung. (Dipiro, 2005 ). Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung.

( Dorland, 2002 )

Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua:

a. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan

membran mukosa hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan

oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap

orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin

dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.

b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa

yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena

rinitis vasomotor.

29 | P a g e

Page 30: C4_KASUS 5_2012

2. Common cold

Common Cold (pilek, selesma) adalah suatu reaksi inflamasi saluran pernapasan yang disebabkan oleh infeksi virus.

Berbagai virus yang berbeda menyebabkan terjadinya common cold:

Rhinovirus, Virus influenza A, B, C ,Virus Parainfluenza, Virus sinsisial

pernafasan.

Semuanyanya mudah ditularkan melalui ludah yang dibatukkan atau

dibersinkan oleh penderita.

3. Influenza

Influenza (flu) adalah suatu infeksi virus yang menyebabkan demam,

hidung meler, sakit kepala, batuk, tidak enak badan (malaise) dan

peradangan pada selaput lendir hidung dan saluran pernafasan.

Disebabkan Virus influenza tipe A atau B. Virus ditularkan melalui air

liur terinfeksi yang keluar pada saat penderita batuk atau bersin; atau

melalui kontak langsung dengan sekresi (ludah, air liur, ingus) penderita.

Influenza berbeda dengan common cold. Gejalanya timbul dalam waktu

24-48 jam setelah terinfeksi dan bisa timbul secara tiba-tiba. Kedinginan

biasanya merupakan petunjuk awal dari influenza. Pada beberapa hari

pertama sering terjadi demam, bisa sampai 38,9-39,4°Celsius.

4. Polip hidung

Polip nasi atau polip hidung adalah kelainan selaput permukaan hidung

berupa massa lunak yang bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong,

berwarna putih keabu-abuan dengan permukaan licin dan agak bening

karena mengandung banyak cairan.

Patogenesis polip pada awalnya ditemukan bengkak selaput permukaan

yang kebanyakan terdapat pada meatus medius, kemudian stroma akan

terisi oleh cairan interseluler sehingga selaput permukaan yang sembab

menjadi berbenjol-benjol. Bila proses terus membesar dan kemudian turun

ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai sehingga terjadi Polip

30 | P a g e

Page 31: C4_KASUS 5_2012

TERAPI SINUSITIS

Tujuan terapi sinus :

1. Mempercepat penyembuhan

2. Mencegah komplikasi

3. Mencegah perubahan menjadi kronik

Prinsip pengobatan :

Membuka sumbatan di KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih

secara alami.

Penatalaksanaan sinusitis :

1. Drainage

- Medical :

a. Dekongestan lokal : efedrin 1% (dewasa), ½ %(anak)

b. Dekongestan oral : Psedo efedrin 3 X 60 mg

- Surgikal : irigasi sinus maksilaris.

2. Antibiotik diberikan dalam 5-7 hari (untuk akut), atau 10-14 hari (kronis)

yaitu :

- Ampisilin 4 x 500 mg

- Amoksilin 3 x 500 mg

- Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet

- Doksisiklin 100 mg/hari.

3. Simtomatik :

- parasetamol, metampiron 3 x 500 mg.

4. Untuk kronis adalah :

- Cabut geraham atas bila penyebab dentogen

31 | P a g e

Page 32: C4_KASUS 5_2012

- Diatermi; menggunakan sinar gelombang pendek (Ultra Short Wave

Diathermy) sebanyak 5-6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki

vaskularisasi sinus. Kalau belum membaik, maka dilakukan pencucian

sinus.

- Pungsi dan irigasi sinus (sinusitis maksila) dan pencucian Proetz

(sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid)

- Pembedahan :

a. Radikal

o Sinus maksila dengan operasi Cadwell-luc membuka rongga sinus

atau membuat lubang pada rongga sinus sudah lama di tinggalkan dan

merupakan tindakan yang berlebihan dan sudah lama di tinggalkan

o Sinus ethmoid dengan etmoidektomi

o Sinus frontal dan sphenoid dengan operasi Killian

b. Non radikal

o Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya dengan

membuka dan membersihkan daerah kompleks ostiomeatal

Dekongestan :

- Dekongestan bekerja dengan melakukan penyempitan pembuluh darah

kapiler, sehingga sumbatan di hidung akibat pelebaran pada pembuluh darah

kapiler dapat diredakan.

- Dapat diberikan secara sistemik maupun topical.

- Tabel dekongestan untuk hidung:

32 | P a g e

Page 33: C4_KASUS 5_2012

Antibiotik :

- Macam-macam golongan antibiotik :

1. Penghambat Dinding Sel Bakterisidal

contoh : Penicillin, Sefalosporin, Vankomisin, Bacitrasin, Imipenem,

Aztreonam

2. Penghambat Sintesis Protein Bakterisidal

contoh : Golongan Aminoglikosida

3. Penghambat Sintesis Protein Bakteriostatik

contoh: Kloramfenikol, Eritromisin, Klaritromisin, Azitromisin,

Klindamisin, Linkomisin, Tetrasiklin, Doksisiklin.

4. Zat Antibakteri Bakteriostatik lain

contoh : Sulfonamid, Trimetoprim

Analgetik dan antipiretik :

- Analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri

dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita.

33 | P a g e

Page 34: C4_KASUS 5_2012

- Antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan demam (suhu tubuh yang

tinggi).

- Parasetamol sebagai analgetik bekerja dengan meningkatkan ambang

rangsang rasa sakit, dan sebagai antipiretik diduga bekerja langsung pada

pusat pengatur panas di hipotalamus.

Pencucian sinus paranasal :

- Pada sinus maksila :

Dilakukan fungsi sinus maksila, dan dicuci 2 kali seminggu dengan larutan

garam fisiologis. Caranya ialah, dengan sebelumnya memasukkan kapas

yang telah diteteskan xilokain dan adrenalin ke daerah meatus inferior.

Setelah 5 menit, kapas dikeluarkan, lalu dengan trokar ditusuk di bawah

konka inferior, ujung trokar diarahkan ke batas luar mata. Setelah tulang

dinding sinus maksila bagian medial tembus, maka jarum trokar dicabut,

sehingga tinggal pipa selubungnya berada di dalam sinus maksila. Pipa itu

dihubungkan dengan semprit yang berisi larutan garam fisiologis, atau

dengan balon yang khusus untuk pencucian sinus itu. Pasien yang telah

ditataki plastik di dadanya, diminta untuk membuka mulut. Air cucian sinus

akan keluar dari mulut, dan ditampung di tempat bengkok. Tindakan ini

diulang 3 hari kemudian.

- Pada sinus frontal, etmoid dan sphenoid :

Pencucian sinus dilakukan dengan pencucian Proetz. Caranya ialah dengan

pasien ditidurkan dengan kepala lebih rendah dari badan. Kedalam hidung

diteteskan HCL efedrin 0,5-1,5 %. Pasien harus menyebut “kek-kek” supaya

HCL efedrin yang diteteskan tidak masuk ke dalam mulut, tetapi ke dalam

rongga yang terletak dibawah ( yaitu sinus paranasal, oleh karena kepala

diletakkan ebih rendah dari badan). Ke dalam lubang hidung dimasukkan

pipa gelas yang dihubungkan dengan alat pengisap untuk menampung ingus

yang terisap dari sinus. Pada pipa gelas itu dibuat lubang yang dapat ditutup

dan dibuka dengan ujung jari jempol. Pada waktu lubang ditutup maka akan

terisap ingus dari sinus. Pada waktu meneteskan HCL ini, lubang di pipa

tidak ditutup. Tindakan pencucian menurut cara ini dilakukan 2 kali

seminggu.

- Pembedahan, dilakukan :

34 | P a g e

Page 35: C4_KASUS 5_2012

a. bila setelah dilakukan pencucian sinus 6 kali ingus masih tetap kental.

b. bila foto rontgen sudah tampak penebalan dinding sinus paranasal.

Pembedahan sinus paranasal :

1. Sinus maksila

a. Antrostomi.

Yaitu membuat saluran antara rongga hidung dengan sinus maksila di

bagian lateral konka inferior. Gunanya ialah untuk mengalirkan nanah dan

ingus yang terkumpul di sinus maksila.

b. Operasi Caldwell-Luc.

Operasi ini ialah membuka sinus maksila, dengan menembus tulang pipi.

Supaya tidak terdapat cacat di muka, maka insisis dilakukan di bawah

bibir, di bagian superior ( atas ) akar gigi geraham 1 dan 2. Kemudian

jaringan diatas tulang pipi diangkat kearah superior, sehingga tampak

tulang sedikit di atas cuping hidung, yang disebut fosa kanina. Dengan

pahat atau bor tulang itu dibuka, dengan demikian rongga sinus maksila

kelihatan. Dengan cunam pemotong tulang lubang itu diperbesar. Isi sinus

maksila dibersihkan. Seringkali akan terdapat jaringan granulasi atau

polip di dalam sinus maksila. Setelah sinus bersih dan dicuci dengan

larutan bethadine, maka dibuat anthrostom. Bila terdapat banyak

perdarahan dari sinus maksila, maka dimasukkan tampon panjang serta

pipa dari plastik, yang ujungnya disalurkan melalui antrostomi ke luar

rongga hidung. Kemudian luka insisi dijahit.

2. Sinus etmoid

Pembedahan untuk membersihkan sinus etmoid, dapat dilakukan dari dalam

hidung (intranasal) atau dengan membuat insisi di batas hidung dengan pipi

(ekstranasal).

a. Etmoidektomi intranasal

Tindakan dilakukan dengan pasien dibius umum ( anastesia). Dapat juga

dengan bius lokal (analgesia). Setelah konka media di dorong ke tengah,

maka dengan cunam sel etmoid yang terbesar ( bula etmoid ) dibuka.

35 | P a g e

Page 36: C4_KASUS 5_2012

Polip yang ditemukan dikeluarkan sampai bersih. Sekarang tindakan ini

dilakukan dengan menggunakan endoskop, sehingga apa yang akan

dikerjakan dapat dilihat dengan baik. Perawatan pasca-bedah yang

terpenting ialah memperhatikan kemungkinan perdarahan.

b. Etmoidektomi ekstranasal

Insisi dibuat di sudut mata, pada batas hidung dan mata. Di daerah itu

sinus etmoid dibuka, kemudian dibersihkan.

3. Sinus frontal

Pembedahan untuk membuka sinus frontal disebut operasi Killian. Insisi

dibuat seperti pada insisi etmoidektomi ekstranasal, tetapi kemudian

diteruskan ke atas alis.Tulang frontal dibuka dengan pahat atau bor,

kemudian dibersihkan. Salurannya ke hidung diperikasa, dan bila tersumbat,

dibersihkan. Setelah rongga sinus frontal bersih, luka insisi dijahit, dan diberi

perban-tekan. Perban dibuka setelah seminggu. Seringkali pembedahan untuk

membuka sinus frontal dilakukan bersama dengan sinus etmoid, yang disebut

fronto-etmoidektomi.

4. Sinus sphenoid

Pembedahan untuk sinus sfenoid yang aman sekarang ini ialah dengan

memakai endoskop. Biasanya bersama dengan pembersihan sinus etmoid dan

muara sinus maksila serta muara sinus frontal, yang disebut Bedah

Endoskopi Sinus Fungsional.

Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) atau Functional Endoscopic Sinus

Surgery (FESS) :

- Cara pemeriksaan ini ialah dengan mempergunakan endoskop, tanpa

melakukan insisis di kulit muka. Endoskop dimasukkan ke dalam rongga

hidung. Karena endoskop ini dihubungkan dengan monitor (seperti televisi),

maka dokter juga melakukan pembedahan tidak perlu melihat kedalam

endoskop, tetapi cukup dengan melihat monitor.

36 | P a g e

Page 37: C4_KASUS 5_2012

- Dengan bantuan endoskop dapat dibersihkan daerah muara sinus, seperti

daerah meatus medius untuk sinus maksila, sinus etmoid anterior dan sinus

frontal.

- Endoskop juga dapat dimasukkan kedalam sinus etmoid anterior dan

posterior untuk membuka sel-sel sinus etmoid. Kemudian dapat diteruskan

kedalam sinus sfenoid yang terletak dibelakang sinus etmoid apabila di CT

scan terdapat kelainan di sinus sfenoid.

- Sekitar sinus yang sakit dibersihakan, dilihat juga muara sinus-sinus yang

lain. Setelah selesai, rongga hidung di tampoan untuk mencegah perdarahan.

Tampon dicabut pada hari ketiga.

Epistaksis

37 | P a g e

Page 38: C4_KASUS 5_2012

Definisi

Epistaksis adalah perdarahan melalui hidung yang dapat berasal dari rongga hidung, sinus para nasal atau nasofaring. Epistaksis adalah gejala, bukan penyakit. Perdarahan bisa menetes, bisa mengucur,bisa lewat hidung, bisa lewat nasofaring.

Epidemiologi

Petruson (dikutip oleh Djojodiharjo, 1986) melaporkan survei di Skandinavia :

60% masyarakat pernah epistaksis 4% epistaksis berulang 6% pergi berobat ke dokter 15% epistaksis pada anak 1% epistaksis berobat pada dokter

Dalam menangani epistaksis harus dicari etiologi penyebabnya. Epistaksis biasanya ringan pada usia muda. Epistaksis tambah berat dengan meningkatnya usia.

Etiologi

Penyebab lokal :

1. Idiopatik2. Trauma3. radang akut/kronik4. Alergi5. Neoplasma6. parasit hidung7. Struktur8. lingkungan

Penyebab sistemik :

1. kardiovaskuler 2. penyakit darah / pembuluh darah 3. peradangan sistemik

Gejala klinik

38 | P a g e

Page 39: C4_KASUS 5_2012

Gejala yang sering terjadi pada pasien epistaksis :

Darah menetes atau mengalir dari lubang hidung depan atau belakang. Muntah darah bila banyak darah tertelan. Bisa spontan. Bisa akibat trauma. Bila perdarahan berlanjut penderita menjadi lemah, pucat, anemis. Penderita jatuh syok, nadi cepat, lemah, tekanan darah turun.

Patofisiologi

Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari  bagian anterior dan bagian posterior. Epistaksis anterior dapat  berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari arteri athmoidalis  anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior.

Pada epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus Kiesselbach (yang paling banyak terjadi dan sering ditemukan pada anak-anak), atau dari arteri etmoidalis anterior. Biasanya perdarahan tidak begitu hebat dan bila pasien duduk, darah akan keluar melalui lubang hidung. Seringkali dapat berhenti spontan dan mudah diatasi.

Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri etmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien usia lanjut yang menderita hipertensi, arteriosklerosis, atau penyakit kardiovaskular. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.

Penatalaksanaan

39 | P a g e

Page 40: C4_KASUS 5_2012

Prinsip utama penanggulangan epistaksis adalah untuk menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi, mencegah berulangnya epistaksis. Pengobatan disesuaikan dengan keadaan penderita, apakah dalam keadaan akut atau tidak hal-hal yang perlu :

1. Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok.

2. Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan ke arah septum selama beberapa menit.

3. Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang telah dibasahi dengan adrenalin dan pantokain/lidokain, serta bantuan alat penghisap untuk membersihkan bekuan darah.

4. Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas, dilakukan kaustik dengan larutan nitras argenti 20%-30%, asam trikloroasetat 10% atau dengan elektrokauter. Sebelum kaustik diberikan analgesia topikal terlebih dahulu.

5. Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukan pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin yang dicampur betadin atau zat antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol yang dibuat dari kasa sehingga menyerupai pita dengan lebar kurang ½ cm, diletakkan berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yang dipasang harus menekan tempat asal perdarahan dan dapat dipertahankan selama 1-2 hari.

6. Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau tampon Bellocq,dibuat dari kasa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dan mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi yang lainnya. Tampon harus menutup koana (nares posterior).

7. Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley dengan balon. Balondiletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air.

8. Di samping pemasangan tampon, dapat juga diberi obat-obat hemostatik. Akan tetapi ada yang berpendapat obat-obat ini sedikit sekali manfaatnya.

9. Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasidengan pemasangan tampon posterior. Untuk itu pasien harus dirujuk ke rumah sakit.

40 | P a g e

Page 41: C4_KASUS 5_2012

41 | P a g e