btls
DESCRIPTION
BTLSTRANSCRIPT
![Page 1: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan semakin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia, baik dari
segi jumlah, pemakai jalan, jumlah pemakai jalan jasa angkutan dan
bertambahnya jaringan jalan serta kecepatan kendaraan akan meningkatkan
angka kejadian trauma. Trauma kepala merupakan penyebab utama kematian
dan kecacatan di seluruh dunia dimana kecelakaan lalu lintas merupakan
penyebab utamanya sekitar 40 - 50 %. Mayoritas trauma kepala terjadi pada
usia 15 – 45 tahun dengan kejadian tertinggi pada pria. (1)
Berdasarkan data di atas maka desakan untuk
memperbaiki/meningkatkan cara dan sistem penanggulangan penderita gawat
darurat sekarang sangat dirasakan. Usaha yang dilakukan untuk
mempertahankan kehidupan pada saat pendertita mengalami keadaan yang
mengancam nyawa dikenal sebagai “Bantuan Hidup Dasar (BHD)”. (2)
Bantuan hidup dasar adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga
jalan napas (airway) tetap terbuka, menunjang pernapasan dan sirkulasi dan
tanpa menggunakan alat-alat bantu. Usaha ini harus dimulai dengan mengenali
secara tepat keadaan henti jantung atau henti napas dan segera memberikan
bantuan sirkulasi dan ventilasi. Usaha bantuan hidup dasar (BHD) ini
bertujuan dengan cepat mempertahankan pasok oksigen ke otak, jantung dan
alat-alat vital lainnya sambil menunggu pengobatan lanjutan (bantuan hidup
lanjut). Salah satu contoh Bantuan Hidup Dasar adalah melakukan RKP. (2)
1.2 Definisi Umum
Resusitasi Kardiopulmoner (RKP) adalah suatu tindakan darurat, sebagai
suatu usaha untuk mengembalikan keadaan henti napas dan atau henti jantung (yang
dikenal dengan kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian
biologis. Pengalaman menunjukkan bahwa resusitasi jantung paru akan
berhasil terutama pada keadaan “henti jantung” yang disaksikan
1
![Page 2: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/2.jpg)
(witnessed);dimana resusitasi segera dilakukan oleh orang yang berada di
sekitar korban. Korban dengan fibrilasi ventrikel harus segera dilakukan
resusitasi jantung paru dan tindakan defibrilasi dapat segera dilakukan dalam
8-10 menit setelah kejadian henti jantung. (3)
Dimana kematian klinis ditandai dengan : (3)
a. Hilangnya nadi arteri karotis dan arteri femoralis
b. Terhentinya denyut jantung atau pernapasan
c. Terjadinya penurunan atau hilang kesadaran
Kematian biologis yaitu keadaan dimana kerusakan otak tak dapat diperbaiki
lagi, terjadi hanya kurang lebih 4 menit setelah kematian klinis. Karenanya, berhasil
tidaknya tindakan RKP sangat tergantung pada cepatnya tindakan dan tepatnya teknik
pelaksanaannya walaupun dalam beberapa hal bergantung pula faktor penyebabnya.(3)
Tindakan Resusitasi Kardio Pulmonal (RKP) pada dasarnya dibagi
dalam tiga tahap dan pada setiap tahapan dilakukan tindakan-tindakan pokok
yang disusun menurut abjad: (3)
1. Pertolongan Dasar (Basic Life Support)
2. Pertolongan Lanjut (Advanced Life Suppor)
3. Pertolongan Jangka Panjang (Prolonged Life Support)
1.3 Insiden
Insiden terjadinya trauma atau Multiple trauma di Indonesia : (1)
a) 50% meninggal pada saat kejadian atau beberapa menit setelah kejadian
karena distruksi otak dan CNS,jantung aorta dan pembuluh besar
lainnya.
b) 35% meninggal 1-2 jam setelah trauma (the golden hour). Data kematian
disebabkan karena:
1. trauma kepla berat (hemtoma subdural dan epidural)
2. trauma toraks (hematoma toraks dan peneumotoraks)
3. trauma abdomen (ruptur limpha dan laserasi hati)
4. fraktur femur dan pelvis karena pendarahan massif
5. trauma multiple dan pendarahan.
2
![Page 3: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/3.jpg)
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Respirasi
Gambar 1 Anatomi sistem pernafasan (7)
Tujuan dari sistem respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²)
yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO²)
yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui
paru. . (4,5)
Untuk mencapai tujuan ini, pernapasan dapat dibagi menjadi empat
peristiwa fungsional utama : (4,5)
1. Ventilasi paru adalah masuk dan keluarnya udara antara atmosfir dan
alveoli paru
2. Difusi O² dan CO² antara alveoli dan darah
3. Transpor O² dan CO² dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel
4. Respirasi seluler adalah penggunaan O² oleh sel-sel tubuh untuk produksi
energi dan pelepasan produk oksidasi (CO² dan air) oleh sel-sel tubuh.
3
![Page 4: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/4.jpg)
Sistem respirasi terdiri dari: (6,7)
1. Saluran nafas bagian atas : Pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh
dihangatkan, disaring, dan dilembabkan.
2. Saluran nafas bagian bawah : Bagian ini menghantarkan udara yang
masuk dari saluran bagian atas ke alveoli
3. Alveoli : terjadi pertukaran gas antara O² dan CO²
4. Paru- paru, terdiri dari : Saluran nafas bagian bawah, Alveoli, Sirkulasi
paru.
5. Rongga Pleura : Terbentuk dari dua selaput serosa, yang meliputi
dinding dalam rongga dada yang disebut pleura parietalis, dan yang
meliputi paru atau pleura veseralis.
6. Rongga dan dinding dada : Merupakan pompa musculoskeletal yang
mengatur pertukaran gas dalam proses respirasi.
Saluran Nafas Bagian Atas
Gambar 2 saluran Nafas bagian atas (6)
a. Rongga hidung
Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal : (6,7)
a) Dihangatkan
b) Disaring
c) Dan dilembabkan
4
![Page 5: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/5.jpg)
Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi terdiri dari :
Psedostrafied ciliated columnar epitelium yang berfungsi menggerakkan partikel
partikel halus kearah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu
hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara yang
masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara). Ketiga hal tersebut
dibantu dengan concha. Kemudian udara akan diteruskan ke (6,7)
b. Nasofaring terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius
c. Orofaring merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat
pangkal lidah
d. Laringofaring terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan.
Saluran Nafas Bagian Bawah
Gambar 3 saluran Nafas bagian bawah (6)
a. Laring
Terdiri dari tiga struktur yang penting (6,7)
a) Tulang rawan krikoid
b) Selaput/pita suara
c) Epiglotis
b. Trakhea
Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾
cincin tulang rawan seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh
membran fibroelastic menempel pada dinding depan eusophagus. (6,7)
c. Bronchi
5
![Page 6: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/6.jpg)
Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat
percabangan ini disebut carina. Bronchus kanan lebih pendek, lebar dan
lebih dekat dengan trachea. Bronchus kanan bercabang menjadi : lobus
superior, medius, inferior. Brochus kiri terdiri dari : lobus superior dan
inferior (6,7)
Gambar 4 Alveoli (6)
d. Alveoli , terdiri dari :(6,7)
1) Membran alveolar :
a. Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah
rongga alveoli.
b. Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang
menghasilkan surfactant. Anastomosing capillary, merupakan
system vena dan arteri yang saling berhubungan langsung, ini
terdiri dari : sel endotel, aliran darah dalam rongga endotel.
Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh :
endotel kapiler, epitel alveoli, saluran limfe, jaringan kolagen
dan sedikit serum. (6,7)
2) Surfactant
Mengatur hubungan antara cairan dan gas. Dalam keadaan
normal surfactant ini akan menurunkan tekanan permukaan pada
waktu ekspirasi, sehingga kolaps alveoli dapat dihindari. . (6,7)
e. Paru-paru
Paru-paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut yang
terdapat dalam rongga dada. Kedua paru-paru saling terpisah oleh
mediastinum sentral yang mengandung jantung dan pembuluh darah
6
![Page 7: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/7.jpg)
besar. Setiap paru mempunyai apeks dan basis. Arteri pulmonalis dan
darah arteria bronkhiolus, bronchus, saraf dan pembuluh limphe masuk
pada setiap paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru.Paru kanan
lebih besar dari pada paru kiri, dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura
interlobaris; paru kiri dibagi menjadi dua lobus, yang terbagi lagi atas
beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkhus. (6,7)
f. Rongga dan Dinding Dada
Rongga ini terbentuk oleh: (6,7)
a. Otot –otot interkostalis
b. Otot – otot pektoralis mayor dan minor
c. Otot – otot trapezius
d. Otot –otot seratus anterior/posterior
e. Kosta- kosta dan kolumna vertebralis
f. Kedua hemi diafragma
Dasar mekanika pernapasan dari rongga dada adalah inspirasi dan
ekspirasi yang digerakkan oleh otot-otot pernapasan. Ketika dada
membesar karena aksi otot-otot inspirasi, maka kedua paru mengembang
mengikuti gerakan dinding dada. Dengan mengembangnya dada, udara
masuk melalui saluran pernapasan ke alveoli. Pengembangan rongga dada
menyebabkan saluran udara lebih lebar, sehingga lebih banyak udara yang
masuk ke alveoli. Pada waktu otot-otot inspirasi rileks, maka ekspirasi
mengambil alih, penurunan volume rongga dada bersama-sama dengan
recoil jaringan elastis kedua paru menghasilkan udara. Otot-otot yang
bekerja pada inspirasi normal adalah otot diafragma dan eksternal
intercostal. Pengajaran pernapasan terutama tergantung pada kontrol
gerakan iga dan pernapasan ditekankan pada tempat iga yang bergerak dari
daerah paru yang mengisap udara. (6,7)
2.2 Fisiologi Sistem Respirasi
Proses fisiologi pernapasan di mana oksigen dipindahkan dari
udara ke dalam jaringan–jaringan, dan karbon dioksida dikeluarkan ke
udara ekspirasi. Pernapasan dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium
7
![Page 8: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/8.jpg)
pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas – gas ke dalam
dan keluar paru – paru. Stadium ke dua, transportasi, yang terdiri dari
beberapa aspek: (8)
1. Difusi gas – gas antara alveolus dan kapiler paru – paru (respirasi
eksterna) dan antara darah sistemik dan sel – sel jaringan.
2. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar dan penyesuaiannya dengan
distribusi udara dalam alveolus – alveolus.
3. Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbon dioksida dengan darah.
Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir dari
respirasi, yaitu saat di mana metabolit dioksidasi untuk mendapatkan
energi dan karbon dioksida terbentuk sebagai sampah proses metabolisme
sel dan dikeluarkan oleh paru–paru.(8)
2.3 Regulasi Ventilasi
Kontrol dari pengaturan ventilasi dilakukan oleh sistem syaraf dan
kadar/konsentrasi gas-gas yang ada di dalam darah. Pusat respirasi di
medulla oblongata mengatur: Rate impuls,Respirasi rate,Amplitudo
impuls,Tidal volume(6,7)
Pusat inspirasi dan ekspirasi : posterior medulla oblongata, pusat
kemo reseptor : anterior medulla oblongata, pusat apneu dan
pneumothoraks : pons. Rangsang ventilasi terjadi atas : PaCo2, pH darah,
PaO2. (6,7)
3.1 Anatomi Fisiologi Sistem Sirkulasi
8
![Page 9: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/9.jpg)
Gambar 5
Anatomi
jantung (9)
Jantung normal dibungkus oleh perikardium terletak pada mediastinum
medialis dan sebagian tertutup oleh jaringan paru. Bagian depan dibatasi oleh
sternum dan iga 3,4, dan 5. Hampir dua pertiga bagian jantung terletak di
sebelah kiri garis media sternum. Jantung terletak diatas diafragma, miring ke
depan kiri dan apeks kordis berada paling depan dari rongga dada. Apeks ini
dapat diraba pada ruang sela iga 4 – 5 dekat garis medio- klavikuler kiri. Batas
kranial dibentuk oleh aorta asendens, arteri pulmonal dan vena kava superior.
Ukuran atrium kanan dan berat jantung tergantung pada umur, jenis kelamin,
tinggi badan, lemak epikardium dan nutrisi seseorang Anatomi. . (10)
Jantung dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu anatomi luar dan anatomi
dalam. Anatomi luar, atrium dipisahkan dari ventrikel oleh sulkus koronarius
yang mengelilingi jantung.Pada sulkus ini berjalan arteri koroner kanan dan
arteri sirkumfleks setelah dipercabangkan dari aorta. Bagian luar kedua
ventrikel dipisahkan oleh sulkus interventrikuler anterior di sebelah depan,
yang ditempati oleh arteri desendens anterior kiri, dan sulkus interventrikularis
posterior disebelah belakang, yang dilewati oleh arteri desendens posterior. (10)
A. Dinding Jantung
Tersusun tiga lapisan: (10)
a. Epikardium :tersusun dari lapisan sel – sel mesotelial yang berada di atas
jaringan ikat.
9
![Page 10: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/10.jpg)
b. Miokardium terdiri dari jaringan otot jantung yang berkontraksi untuk
memompa darah.
c. Endokardium tersusun dari lapisan endotelial yang terletak di atas jaringan
ikat.Lapisan ini melapisi jantung,katup, dan menyambung dengan lapisan
endotelial yang melapisi pembuluh darah yang memasuki dan
meninggalkan jantung. .
Ruang Jantung (10)
1. Ada empat ruang : atrium kanan dan kiri yang dipisahkan oleh septum
intratrial, ventrikel kanan dan kiri bawah, dipisahkan oleh septum
interventrikuler.
2. Dinding atrium relatif tipis.Atrium menerima darah dari vena yang
membawa darah kembali ke jantung.
3. Ventrikel berdinding tebal.Bagian ini mendorong darah ke luar jantung
menuju arteri yang membawa darah meninggalkan jantung. (10)
3.2 Fisiologi system sirkulasi
1. Kontraksi Jantung
Kontraksi otot jantung untuk mendorong darah dicetuskan oleh
potensial aksi yang menyebar melalui membran sel otot. Jantung
berkontraksi atau berdenyut secara berirama akibat potensial aksi yang
ditimbulkan sendiri, suatu sifat yang dikenal dengan otoritmisitas. Terdapat
dua jenis khusus sel otot jantung yaitu 99% sel otot jantung kontraktil yang
melakukan kerja mekanis, yaitu memompa. Sel – sel pekerja ini dalam
keadaan normal tidak menghasilkan sendiri potensial aksi. Sebaliknya,
sebagian kecil sel sisanya adalah, sel otoritmik, tidak berkontraksi tetapi
mengkhususkan diri mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi yang
bertanggungjawab untuk kontraksi sel – sel pekerja. (11)
Kontraksi otot jantung dimulai dengan adanya aksi potensial pada
sel otoritmik. Penyebab pergeseran potensial membran ke ambang masih
belum diketahui. Secara umum diperkirakan bahwa hal itu terjadi karena
penurunan siklis fluks pasif K+ keluar yang langsung bersamaan dengan
kebocoran lambat Na+ ke dalam. Di sel – sel otoritmik jantung, antara
10
![Page 11: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/11.jpg)
potensial–potensial aksi permeabilitas K+ tidak menetap seperti di sel saraf
dan sel otot rangka. Permeabilitas membrane terhadap K+ menurun antara
potensial – potensial aksi, karena saluran K+ diinaktifkan, yang
mengurangi aliran keluar ion kalium positif mengikuti penurunan gradien
konsentrasi mereka.Karena influks pasif Na+ dalam jumlah kecil tidak
berubah, bagian dalam secara bertahap mengalami depolarisasi dan
bergeser ke arah ambang.Setelah ambang tercapai, terjadi fase naik dari
potensial aksi sebagai respon terhadap pengaktifan saluran Ca2+ dan
influks Ca2+ kemudian; fase ini berbeda dari otot rangka, dengan influks
Na+ bukan Ca2+ yang mengubah potensial aksi ke arah positif. Fase turun
disebabkan seperti biasanya, oleh efluks K+ yang terjadi karena terjadi
peningkatan permeabilitas K+ akibat pengaktifan saluran K+.Setelah
potensial aksi usai, inaktivasi saluran – saluran K+ ini akan mengawali
depolarisasi berikutnya. Sel – sel jantung yang mampu mengalami
otortmisitas ditemukan pada nodus SA, nodus AV, berkas His dan serat
purkinje. . (11)
Kecepatan normal pembentukan potensial aksi di jaringan
otoritmik jantung. Jaringan Potensial aksi per menit(11)
Nodus SA ( pemicu normal) 70 – 80
Nodus AV 40 – 60
Berkas His dan serat – serat
purkinje
20 - 40
Sebuah potensial aksi yang dimulai di nodus SA pertama kali akan
menyebar ke atrium melalui jalur antar atrium dan jalur antar nodus lalu ke
nodus AV. Karena konduksi nodus AV lambatcmaka terjadi perlambatan
sekitar 0,1 detik sebelum eksitasi menyebar ke ventrikel. Dari nodus
AV,cpotensial aksi akan diteruskan ke berkas His sebelah kiri lalu kanan dan
terakhir adalah ke sel purkinje. (11)
3.3. Siklus Jantung
Siklus jantung adalah periode dimulainya satu denyutan jantung dan
awal dari denyutan selanjutnya. Siklus jantung terdiri dari periode sistol dan
11
![Page 12: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/12.jpg)
diastol. Sistol adalah periode kontraksi dari ventrikel, dimana darah akan
dikeluarkan dari jantung. Diastol adalah periode relaksasi dari ventrikel,
dimana terjadi pengisian darah. (11)
Diastol dapat dibagi menjadi dua proses yaitu relaksasi
isovolumetrik dan ventricular filling. Pada relaksasi isovolumetrik terjadi
ventrikel yang mulai relaksaasi, katup semilunar dan katup atrioventrikularis
tertutup dan volume ventrikel tetap tidak berubah. Pada ventricular filling
dimana tekanan dari atrium lebih tinggi dari tekanan di ventrikel, katup
mitral dan katup tricuspid akan terbuka sehingga ventrikel akan terisi 80%
dan akan mencapai 100 % jika atrium berkontraksi. Volume total yang
masuk ke dalam diastol disebut End Diastolic Volume Sistolik dapat dibagi
menjadi dua proses yaitu kontraksi isovolumetrik dan ejeksi ventrikel. (10)
Pada kontraksi isovolumetrik, kontraksi sudah dimulai tetapi
katup–katup tetap tertutup. Tekanan juga telah dihasilkan tetapi tidak
dijumpai adanya pemendekan dari otot. Pada ejeksi ventrikel, tekanan dalam
ventrikel lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan pada aorta dan pulmoner
sehingga katup aorta dan katup pulmoner terbuka dan akhirnya darah akan
dipompa ke seluruh tubuh. Pada saat ini terjadi pemendekan dari otot. Sisa
darah yang terdapat di ventrikel disebut End Systolic Volume. (10)
Sistem sirkulasi dapat dibagi atas :
1. Sirkulasi Sistemik
Sirkulasi sistemik perjalanannya meliputi : Ventrikel Sinistra
Aorta Arteri Arteriole Kapiler Venule Vena Vena Cava
Superior et Inferior Atrium Dextra. (11)
2. Sirkulasi pulmonal
Sirkulasi pulmonal perjalanannya meliputi : Ventrikel Dextra
Arteri Pulmonalis Kapiler Pulmonal Vena Pulmonalis Atrium
Sinistra(11)
12
![Page 13: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/13.jpg)
BAB III
INITIAL ASESSMENT
PRIMARY SURVEY
A. Scene Survey
Pertama-tama harus diperhatikan adalah lingkungan/situsasi.
Perhatikan keadaan sekitar apakah aman untuk memberikan pertolongan.
Bila keadaan tidak memungkinkan maka jangan paksakan diri anda untuk
masuk ke lokasi yang berbahaya. Sebagai contoh bila dekat dengan korban
ada kabel listrik, maka singkirkan dulu kabel listrik tersebut. Bila yakin
aman dari bahaya baru anda bisa memberikan pertolongan. (12)
B. Respons
Kita menilai kesadaran dengan cara menepuk bahu korban dan
bertanya pada korban serta ukuran reaksi pupil. (13)
Evaluasi dengan menggunakan metode AVPU(13)
A : Alert (sadar)
V : Respon terhadap rangsangan suara (vocal)
P : Respon terhadap rangsangan nyeri (pain)
U : Unresponsive ( tidak ada respon )
Jika anda sendiri dan menemukan korban tak sadar “ teriak “ minta
tolong. Telepon nomor darurat dan kembali lagi ke korban untuk
memberikan pertolongan selanjutnya. Bila anda berdua atau lebih, maka
salah satu orang menghubungi nomor darurat dan yang lainnya memberikan
pertolongan kepada korban. (12)
C. Posisi Penderita
Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, korban/pasien harus
dalam posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras. jika
korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi
13
![Page 14: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/14.jpg)
korban ke posisi terlentang. Ingat! penolong harus membalikkan korban
sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakkan secara
bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang, korban harus dipertahankan
pada posisi horisontal dengan alas tidur yang keras dan kedua tangan
diletakkan di samping tubuh. (14)
D. Posisi Penolong
Penolong sebaiknya berlutut atau berdiri di samping penderita
dalam posisi dimana ia dapat melakukan gerakan bantuan nafas dan bantuan
sirkulasi tanpa harus merubah posisi tubuh. (2)
I. AIRWAY
a. Pemeriksaan
Memastikan kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan
adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur
tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea.
Pada keadaan penderita yang masih bernafas, mengenali ada tidaknya
sumbatan jalan nafas dapat dilakukan dengan bertanya dulu kepada pasien
setelah itu lakukan look, listen and feel. (15)
1) Lihat (Look). Apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya
menurun. Agitasi memberi kesan adanya hipoksia, dan penurunan
kesadaran memberi kesan adanya hiperkarbia. Sianosis menunjukkan
hipoksemia yang disebabkan oleh kekurangan oksigenasi dan dapat
dilihat dengan melihat pada kuku dan kulit sekitar mulut. Lihat adanya
retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang apabila ada
merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway. (15)
2) Dengar (listen). Adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang
berbunyi (napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat. Suara
mendengkur (snoring), berkumur (gurgling) dan bersiul (crowing sound,
stridor) mungkin berhubungan dengan sumbatan parsial pada faring atau
laring. Penderita yang melawan dan berkata-kata kasar (gaduh gelisah)
mungkin mengalami hipoksia dan tidak boleh dianggap karena
keracunan/mabuk. (15)
14
![Page 15: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/15.jpg)
3) Raba (feel) lokasi trakea dan dengan cepat tentukan apakah trakea
berada di tengah atau tidak(15)
Gambar 7 : Tekhnik LOOK, LISTEN and FEEL (16)
b. Permasalahan
Gangguan Airway dapat timbul secara mendadak dan total,
perlahan-lahan dan sebagian, dan progresif dan atau berulang. Jika
obstruksi parsial maka pasien akan menunjukan tanda bunyi nafas
tambahan. Beberapa bunyi nafas tambahan : (16)
a) Mendengkur(snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah.
b) Berkumur (gargling), penyebab : ada cairan di daerah hipofaring.
c) Stridor (crowing), sumbatan di plika vokalis.
c. Penanganan
1. Airway maneuver
Head tilt : leher di ekstensikan sejauh mungkin dengan
menggunakan satu tangan atau kepala di ekstensikan dengan cara
meletakkan satu tangan di bawah leher pasien dengan sedikit
mengangkat ke atas. Tangan lain diletakkan pada dahi depan pasien
sambil mendorong/menekuk kebelakang.(2)
Gambar 8 : Head tilt (17)
15
![Page 16: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/16.jpg)
Chin lift: Dagu bagian sentral ditarik kedepan dengan
menggunakan tangan yang lain atau jemari salah satu tangan
diletakkan dibawah rahang yang secara hati-hati diangkat keatas
untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari yang sama, dengan
ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut. Ibu jari juga
dapat diletakkan dibelakang gigi seri (incisor) bawah dan secara
bersamaan, dagu dengan hati-hati diangkat. Manuver chin lift tidak
boleh menyebabkan hiperextensi leher. Manuver ini berguna pada
korban trauma karena tidak membahayakan penderita dengan
kemungkinan patah ruas tulang leher atau mengubah patah tulang
tanpa cedera sum-sum tulang menjadi cedera sum-sum tulang. (18)
Gambar 9 : Chin lift (17)
Jaw thrust : Masing-masing tangan di tempatkan di
samping kepala penderita, kemudian siku di tempatkan pada
permukaan di mana penderita di tempatkan. Sudut rahang bawah
penderita digenggam dan diangkat dengan kedua tangan. Jika bibir
terkatup, bibir bawah dapat ditarik dengan ibu jari. (13)
Teknik jaw thrust tanpa head tilt merupakan tindakan
paling aman untuk membuka jalan napas pada penderita yang
dicurigai mengalami trauma leher karena biasanya dapat dilakukan
tanpa menggerakkan leher. Kepala ditopang dengan hati-hati tanpa
menarik kepala ke belakang atau ke samping. (13)
16
![Page 17: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/17.jpg)
Gambar 10 : Jaw thrust (16)
Bila dengan ekstensi kepala, penarikan mandibula ke depan
dan membuka mulut pasien yang dikenal seebagai triple airway
maneuver masih belum berhasil, maka perlu dipikirkan adanya
penyumbatan pada jalan nafas. Oleh karena itu mulut harus segera
dibuka, dibersihkan dan dikeluarkan benda padat dengan
tangan.Dengan cara : (16)
Finger swepp : jari- jari tangan menahan mandibula, ibu
jari digunakan untuk menahan pangkal lidah, sedangkan tangan yang
lain digunakan untuk menahan benda yang menyebabkan obstruksi. (16)
Gambar 11 : Finger sweap(16)
Keluarkan semua benda asing yang terlihat atau muntahan
dari mulut, keluarkan cairan dari mulut dengan memakai jari-jari yang
dibungkus dengan sarung tangan atau selembar kain (finger sweep).
Keluarkan benda padat dengan jari telunjuk sementara jari pada
tangan lain mempertahankan lidah dan rahang atas. (16)
Hal lain yang perlu diperhatikan adanya benda asing pada
jalan nafas. Ada 3 manuver yang dianjurkan untuk dilakukan jika
didapatkan benda asing (benda padat) pada jalan nafas tersebut, yaitu (16)
Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita
hamil). Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang
17
![Page 18: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/18.jpg)
dada dengan jari telunjuk atau jari tengah kira-kira satu jari di bawah
garis imajinasi antara kedua putting susu pasien). Bila penderita sadar,
tidurkan terlentang, lakukan chest thrust, tarik lidah apakah ada benda
asing, beri nafas buatan(16)
Gambar 12 Chest thrust (16)
Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) kepalkan sebuah
tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan di bawah
ujung tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke
atas ke arah diafragma dengan gerakan yang cepat. (16)
Gambar 13 Heimlch
maneuver (19)
Back Blow (untuk bayi) : Bila penderita sadar dapat batuk
keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau berhenti, lakukan
back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban dititik silang
garis antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae) (16)
18
![Page 19: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/19.jpg)
Gambar .14 Back blow pada bayi (16)
Khusus dalam keadaan kecurigaan fraktur servikal, harus
dipakai alat imobilisasi. Bila alat imobilisasi ini harus dipakai
sementara,maka terhadap kepala harus dilakukan imobilisasi manual.
Ini harus dipakai sampai kemungkinan fraktur servikal dapat
disingkirkan. (16)
2. BREATHING
a. Pemeriksaan
Untuk menilai seseorang bernafas secara normal dapat dilihat
dari berapa kali seseorang bernapas dalam satu menit, secara umum; (20)
1) Frekuensi/jumlah pernapasan 12-20x/menit (dewasa),anak
(20-30x/menit), bayi (30-40x/menit)
2) Dada sampai mengembang
b. Permasalahan
Pernapasan dikatakan tidak baik/tidak normal jika terdapat
keadaan berikut ini: (20)
1) Ada tanda-tanda sesak napas : peningkatan frekuensi napas dalam satu
menit
2) Ada napas cuping hidung (cuping hidung ikut bergerak saat bernafas)
3) Ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan (otot sela iga, otot leher,
otot perut)
4) Warna kebiruan pada sekitar bibir dan ujung-ujung jari tangan
5) Tidak ada gerakan dada dan Tidak ada suara napas
6) Tidak dirasakan hembusan napas
7) Pasien tidak sadar dan tidak bernapas.
c. Penanganan
19
![Page 20: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/20.jpg)
Check breathing. Saat membebaskan jalan nafas, perhatikan
pernapasan korban dengan cara lihat,dengarkan, dan rasakan ( look,
listen dan feel ). Lihat pergerakan dada, dengarkan bunyi napas, dan
rasakan hembusan nafas korban. (20)
a. Lihat (look) : naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding
dada yang adekuat atau tidak.
b. Dengar ( listen ) : adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada.
Penurunan atau tidak terdengarnya suara napas pada satu atau kedua
hemitoraks merupakan tanda adanya cedera. Hati – hati terhadap
adanya laju pernapasan yang cepat ( takipnea ) mungkin menunjukkan
kekurangan oksigen.
c. Rasa ( feel ) : hembusan nafas korban.
Gambar 15: Tekhnik Look, Listen and Feel(20)
Bila korban tak bernapas, maka berikan napas buatan. Pemberian
bantuan nafas bisa dilakukan dengan cara : (20)
1. Mouth to mouth
Berikan napas buatan dengan menarik napas biasa lalu
tempelkan bibir anda ke bibir korban hembuskan perlahan >1 detik
sambil jari tangan anda menutup hidung korban dan mata anda melihat
ke arah dada korban untuk menilai pernapasan buatan yang anda berikan
efektif atau tidak (dengan naiknya dada korban maka pernapasan buatan
dikatakan efektif). (3)
20
![Page 21: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/21.jpg)
Gambar 16: Mouth to mouth(21)
Cara ventilasi dari mulut ke mulut mempunyai resiko tertular
berbagai penyakit infeksi seperti tuberculosis dan virus hepatitis B.
Sedangkan penularan infeksi virus hepatitis C resikonya sangat kecil. (20)
2. Mouth to nose
Pernapasan buatan dari mulut ke hidung. Sama dengan cara dari
mulut ke mulut, hanya bedanya penolong meniupkan napasnya melalui
hidung korban. Mulut korban harus menutupi seluruh hidung korban.
Sementara meniup korban, mulut korban harus dalam keadaan tertutup. (3)
Gambar 17 : Mouth to nose (22)
3. Mouth to mask
Sama dengan cara dari mulut ke mulut. Hanya bedanya meniup
napasnya melalui masker ke mulut korban.Bantuan pernapasan ini
biasanya memerlukan volume tidal sekitar 400-600 ml pada orang
dewasa. Jika korban bisa bernapas setelah pemberian 2x nafas buatan,
maka posisikan pasien ke posisi aman. (3)
Gambar 18: Mouth to mask (23)
Berikan nafas buatan 2x lalu periksa denyut nadi carotis korban
bila tidak ada denyut maka masuk ke langkah CPR. Bila ada denyut nadi
maka berikan napas buatan dengan frekuensi 12x/menit/1 tiap 5 detik
21
![Page 22: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/22.jpg)
sampai korban sadar dan bernapas kembali atau tenaga paramedis datang;
dan selalu periksa denyut nadi korban apakah masih ada atau tidak setiap
2 menit. (3)
3. CIRCULATION
Pada keadaan henti jantung dimana jantung berhenti berdenyut
dan berhenti memompakan darah ke seluruh tubuh, maka organ-organ
tubuh akan kekurangan oksigen. Organ yang paling rentan untuk terjadi
kerusakan akibat kekurangan oksigen adalah otak. Hal ini disebabkan
karena sel-sel otak mengkonsumsi energi yang berasal dari oksigen saja.
Tanpa oksigen, proses hidup sel otak akan terganggu. Dalam waktu 4-6
menit tanpa oksigen, sel-sel otak akan mulai mengalami kerusakan.
Setelah 8-10 menit sel otak akan rusak permanen.Circulation merupakan
tindakan resusitasi jantung dalam usaha mempertahankan sirkulasi darah
dengan cara memijat jantung sehingga kemampuan hidup sel-sel saraf otak
dalam batas minimal dapat dipertahankan. (20)
a. Pemeriksaan
Pemeriksaan sirkulasi dengan menilai tanda-tanda henti jantung.
Adapun tanda-tanda henti jantung :
Tanda- tanda henti jantung adalah :
1) Kesadaran hilang dalam waktu 15 detik setelah henti jantung.
2) Tak teraba denyut nadi arteri besar (femoralis dan karotis pada orang
dewasa atau brakhialis pada bayi).
3) Henti nafas atau megap- megap.
4) Terlihat seperti mati.
5) Warna kulit pucat sampai kelabu.
6) Pupil melebar (45 detik setelah henti jantung) (24)
b. Permasalahan
Henti jantung dapat disebabkan oleh faktor intrinsik atau
ekstrinsik. Faktor intrinsik berupa penyakit kardiovaskuler seperti, jantung
sistemik, infark miokardial akut, embolus paru, fibrosis pada sistem
22
![Page 23: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/23.jpg)
konduksi (penyakit lenegre, sindrom adam stokes), asistol, fibrilasi
ventrikel dan disosiasi elektromekanik. Faktor ekstrinsik adalah
kekurangan oksigen akut (henti napas sentral/perifer, sumbatan jalan
napas, dan inhalasi asap), kelebihan dosis obat (digitalis, kuinin,
antidepresan trisiklik, propoksifen, adrenalin dan isoprenalin), gangguan
asam basa/elektrolit (hipo/hiperkalmeia, hipo/hipermagnesia,
hiperkalsemia dan asidosis), kecelakaan (syok listrik, tenggelam, dan
cedera kilat petir), transfusi darah, refleks vagal anestesi dan pembedahan,
rekasi sensifitas, syok (hipovolemik, neurogenik, toksik dan anafilaktik).(3)
c. Penanganan
Tindakan sirkulasi buatan dapat dilakukan dengan cara pijat
jantung dan pembuluh darah luar (PJL) atau Resusitasi Cardiopulmonal
(RKP) dan atau pijat jantung dalam. PJL dilakukan dengan cara kompresi
dinding dada secara teratur yang ada pada akhir inspirasi. Dengan cara ini
dapat dihasilkan tekanan sistolik 100 mmHg atau lebih, tetapi tekanan
distolik tidak lebih dari 100 mmHg. Tekanan vena sentralis meninggi
hampir sebanding dengan tekanan arteri, akibatnya dapat terjadi perfusi
walaupun minimal. (3)
Teknik melakukan PJL : (3)
1) Letakkan satu tapak tangan di atas permukaan dinding dada pada ½
bagian ujung sternum, namun tidak boleh diletakkan di atas prosesus
xiphoideus.
Gambar 19: Posisi telapak tangan (3)
2) Beri tekanan berarah ventrikel ke bawah kira – kira 3 – 5 cm untuk
orang dewasa dengan tekanan kira – kira 30 – 50 kg. Frekuensi gerakan
diatur 1 kali perdetik atau 60-70 kali permenit.
23
![Page 24: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/24.jpg)
3) Pada waktu gerakan penekanan, diusahakan menahan sternum ke
bawah selama ½ detik lagi (50% siklus), agar jantung dan pembuluh
darah terisi darah. Kira – kira 2 inci.
4) Komposisi harus teratur, halus dan tidak terputus-putus.
5) Dalam keadaan apapun kompresi tidak boleh terhenti lebih dari 5 detik.
Gambar 20: Posisi RKP yang baik (20)
6) Tindakan PJL, harus dibarengi ventilasi buatan dengan frekuensi 30 kali
kompresi diiringi 2 kali ventilasi paru. (3,25)
Rasio Satu Kompresi dengan Ventilasi Universal untuk Semua
Penyelamat yang Sendirian
2005 (Baru): AHA merekomendasikan suatu rasio kompresi dengan
ventilation dari 30:2 untuk semua penyelamat yang sendirian untuk semua
korban dari bayi (bayi baru lahir) sama orang dewasa. (26)
Selama tindakan PJL, hendaklah dilakukan pemerikaan denyut
nadi arteri karotis dan pupil secara berkala. Bila pupil dalam keadaan
kontriksi dengan reflex cahaya positif, menandakan oksigenasi aliran
darah otak cukup. Bila sebaliknya yang terjadi, merupakan tanda
kerusakan otak berat dan RKP dianggap kurang berhasil. (3)
PJL dapat menimbulkan penyulit berupa: (3)
a) Patah tulang iga, sternum, kerusakan tulang belakang
b) Laserasi paru, hati atau laserasi/ruptur jantung dan pembuluh darah.
Herniasi jantung dan pembuluh darah melalui pericardium.
c) Tamponade jantung dan pembuluh darah.
d) Emboli lemak pada paru-paru dan otak.
24
![Page 25: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/25.jpg)
e) Hematotoraks dan pneumothorax.
Untuk menghindari penyulit-penyulit di atas, maka dalam
melakukan PJL perlu diperhatikan beberapa hal : (3)
a. Kompresi tidak boleh melewati batas prosesus xiphoideus.
b. Pada waktu kompresi harus berhati-hati agar jari tangan tidak
menyentuh iga pasien, dan harus diletakkan tepat pada ½ distal
sternum.
c. Tidak melakukan gerakan tiba-tiba atau terputus-putus serta kompresi
dan relaksasi harus lah seirama.
d. Tidak melakukan kompresi dada dan perut bersamaan.
e. Harus sangat berhati-hati pada pasien dengan katup buatan karena PJL,
dapat menimbulkan laserasi katup.
Dalam beberapa keadaan PJL, merupakan kontraindikasi seperti
luka tajam dinding dada, trauma pada bagian dalam dada embelit udara
atau paru masif, tension pneumothorax atau pneumothorax bilateral,
emfisema berat atau tamponade jantung dan pembuluh darah. (3)
Efek dari PJL, dapat dilihat dengan beberapa jalan, antara lain
dengan melihat pulsasi arteri karotis, dengan EKG atau dengan melihat
pupil penderita. (3)
Pijat jantung dari dalam ( manual direct of cardiac massage )
dilakukan pada keadaan – keadaan tertentu dimana dengan PJL, tidak
berhasil atau tidak dapat dikerjakan karena suatu kontra indikasi. Pijat
jantung dari dalam ini hanya dikerjakan bila ada fasilitas yang memadai
dan tenaga – tenaga medis yang terlatih. (3)
RJP pada bayi dan anak
RJP ini dilakukan dengan ibu jari pada sternum yang ditekan
sedalam satu setengah sentimeter .Ventrikel bayi dan anak kecil terletak
lebih tinggi dalam rongga dada, jadi tekanan harus dilakukan di bagian
25
![Page 26: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/26.jpg)
tengah tulang dada. Bahaya robeknya hati lebih besar pada anak karena dada
lebih lunak dan hati terletak lebih tinggi di bawah tulang dada bawah dan
xifoid. Tekanan : Pada bayi 1- 2 cm, pada tulang dada, anak kecil 2- 4 cm.
Perbandingan kompresi terhadap ventilasi selalu 5:1.Jumlah kompresi :
antara 80-100 kali/menit dengan napas buatan secepat mungkin tiap 5 kali
kompresi.Penarikan kepala bayi dan anak ke belakang akan mengangkat
punggung-nya. Jadi bila melakukan kompresi maka punggung si anak harus
diganjal dengan lengan, sedang lengan yang lain melakukan kompresi
jantung. (24)
Gambar 21 RKP pada Bayi (24)
SECONDARY SURVEY
Secondary survey baru dilakukan setelah primary survey selesai,
resusitasi dilakukan dan ABC-nya penderita dipastikan membaik. Bila
sewaktu survey sekunder kondisi pasien memburuk maka kita harus kembali
mengulangi PRIMARY SURVEY (13)
A. Disability ( pemeriksaan neurologis singkat)
Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap
keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai secara cepat. Yang dinilai
disini adalah tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil. Suatu cara
sederhana untuk menilai tingkat kesadaran adalah metode AVPU : (13)
A : Alert (sadar)
V : Respon terhadap rangsangan suara ( vocal )
P : Respon terhadap rangsangan nyeri ( pain )
U : Unresponsive ( tidak ada respon )
26
![Page 27: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/27.jpg)
GCS ( Glasgow Coma Scale ) adalah sistem skoring yang
sederhana dan dapat meramal kesudahan (outcome) penderita. GCS ini dapat
dilakukan sebagai pengganti AVPU. (13)
Evaluasi dengan GCS
E. Mata membuka
Spontan 4
Setelah di panggil 3
Dengan rangsangan nyeri 2
Tidak merespon 1
M. Respon Motorik
Mengikuti perintah 6
Dapat menunjuk letak nyeri 5
Menghindar dari rangsangan nyeri 4
Gerak flexi anggota badan 3
Gerak meluruskan anggota gerak 2
Tidak ada 1
V. Respon Verbal
Pembicaraan terarah 5
Bingung, bicara tidak terarah 4
Pembicaraan kacau 3
Suara tidak dimengerti 2
Tidak ada 1
Nilai tertinggi : E + M + V = 13 – 15 ( responsiveness )
Nilai sedang : E + M + V = 9 – 12
Nilai terendah : E + M + V = 3 – 8 ( coma )
B. Exposure/Kontrol Lingkungan
Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya, sering dengan
cara menggunting, guna memeriksa dan evaluasi penderita. Setelah
pakaian dibuka, penting penderita diselimuti agar penderita tidak
kedinginan. Harus dipakaikan slimut hangat, ruangan cukup hangat dan
27
![Page 28: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/28.jpg)
diberikan cairan intra-vena yang sudah dihangatkan. Yang penting adalah
suhu tubuh penderita, bukan rasa nyaman petugas kesehatan. (15)
Semua prosedur yang dilakukan harus dicatat dengan baik.
Pemeriksaan dari kepala sampai ke jari kaki ( head-to-toe examination )
dilakukan dengan perhatian utama termasuk re-evaluasi pemeriksaan tanda
vital. (15)
1. Anamnesis
Setiap pemeriksaan yang lengkap memerlukan anamnesis
mengenai riwayat perlukaan. Seringkali data seperti ini tidak bisa didapat
dari penderita sendiri, dan harus didapat dari petugas lapangan atau
keluarga. (15) Mekanisme perlukaan sangat menentukan keadaan penderita.
Petugas lapangan seharusnya melaporkan mekanisme perlukaan. (15)
2. Pemeriksaan fisik yang di lakukan : (15)
Pemeriksaan kepala, Pemeriksaan leher, Pemeriksaan
neurologis,Pemeriksaan dada, Pemeriksaan rongga perut ( abdomen ),
Pelvis dan extremitas. “ Pasien trauma kepala harus dicurigai juga mengalami
trauma tulang leher sampai terbukti tidak demikian”
BAB IV
ALGORITMA INITIAL ASSESMENT
28
![Page 29: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/29.jpg)
BAB V
INDIKASI PENGAKHIRAN RESUSITASI
A. RKP yang berhasil (24)
29
![Page 30: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/30.jpg)
1. Dada harus naik dan turun dengan setiap tiupan (ventilasi).
2. Pupil bereaksi atau tampak berubah normal (pupil harus mengecil saat
diberikan cahaya).
3. Denyut jantung kembali terdengar
4. Reflek pernapasan spontan dapat terlihat
5. Kulit penderita pucat berkurang atau kembali normal.
6. Penderita dapat menggerakkan tangan atau kakinya
7. Penderita berusaha untuk menelan
8. Penderita menggeliat atau memberontak
B. Resusitasi Yang Tidak Berhasil (24)
Dalam keadaan darurat resusitasi dapat diakhiri bila ada salah satu dari
berikut ini :
a) Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif.
b) Upaya resusitasi telah diambil alih oleh orang lain yang lebih
bertanggung jawab meneruskan resusitasi (bila tidak ada dokter).
c) Seorang dokter mengambil alih tanggung jawab (bila tidak ada dokter
sebelumnya).
d) Penolong terlalu capek sehingga tak sanggup meneruskan resusitasi.
e) Pasien dinyatakan meninggal.
Dalam resusitasi darurat, seseorang dinyatakan meninggal, jika : (24)
a. Terdapat tanda- tanda henti jantung.
b. Sesudah dimulai resusitasi pasien tetap tidak sadar, tidak timbul ventilasi
spontan dan refleks muntah serta pupil tetap dilatasi selama 15 sampai
30 menit atau lebih.
BAB VI
KOMPLIKASI
30
![Page 31: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/31.jpg)
Pada pasien dengan trauma, memutar atau melakukan ekstensi
kepala harus berhati-hati karena dapat memperberat kerusakan tulang
belakang, bila ada pasien yang tertelan benda asing dan masih sadar
manipulasi dengan pukulan pada punggung kadang-kadang dapat
memperberat keadaan. Oleh karena itu dapat dicoba dulu dengan
menganjurkan pasien batuk. (3)
Komplikasi pijat jantung luar dapat berupa : (3)
1) Patah tulang iga stenum, kerusakan tulang belakang.
2) Laserasi paru, hati atau laserasi/rupture jantung dan pembuluh darah,
herniasi jantung dan pembuluh darah melalui pericardium.
3) Tamponade jantung dan pembuluh darah
4) Emboli lemak pada paru dan otak
5) Hematotoraks dan pneumotoraks
BAB VII
KESIMPULAN
31
![Page 32: BTLS](https://reader033.vdocuments.mx/reader033/viewer/2022061516/557213bc497959fc0b92e521/html5/thumbnails/32.jpg)
1. Tindakan Resusitasi Kardio Pulmonal (RKP) pada dasarnya dibagi dalam
tiga tahap dan pada setiap tahapan dilakukan tindakan-tindakan pokok yang
disusun menurut abjad:
1. Pertolongan Dasar (Basic Life Support)
2. Pertolongan Lanjut (Advanced Life Suppor)
3. Pertolongan Jangka Panjang (Prolonged Life Support)
Pertolongan Dasar (Basic Life Support)
a. Airway control
b. Breathing support
c. Circulation support
2. Pemeriksaan airway dapat mengenali ada tidaknya sumbatan jalan napas
dapat dilakukan dengan cara lihat ( look ), dengar ( listen ), dan raba ( feel ).
3. Pengelolaan pada gangguan jalan napas meliputi :
Head tilt,Chin lift,Finger sweep,Heimlich manuver,Chest thrust,
4. Pemberian bantuan napas bisa dilakukan dengan :
Mouth to Mouth, Mouth to Nose, dan Mouth to Mask
5. Tindakan sirkulasi buatan dapat dilakukan dengan cara pijat jantung dan
pembuluh darah luar (PJL) atau Resusitasi Cardiopulmonal (RKP).
6. Pemeriksaan sirkulasi dengan melihat tanda – tanda vital dan penanganan
sirkulasi dengan CPR dengan rasio 30:2 (22)
32