bpc - kelompok 2 kamis pagi- faiz abdurrahman
DESCRIPTION
.TRANSCRIPT
ANALISA KHLOR AKTIF DENGAN
METODE IODOMETRI
KELOMPOK II / Kamis Pagi
Faiz Abdurrahman 1006773824
Fieneshia Sevita 1006773830
PriciliaDuma Laura 1006680915
Tanggal Praktikum : 1 November 2012
Asisten Praktikum : Prihutami Hermawati
Tanggal Disetujui :
Nilai :
Paraf Asisten :
LABORATORIUM TEKNIK PENYEHATAN DAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL-FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2012
ANALISA KHLOR AKTIF DENGAN
METODE IODOMETRI
I. TUJUAN
Mengetahui jumlah khlor yang dibutuhkan untuk air baku dengan kualitas tertentu
sehingga tercapai titik breakpoint chlorination (BPC)
II. DASAR TEORI
Desinfektan
Desinfektan adalah zat kimia yang berfungsi untuk menghilangkan zat-zat
berbahaya atau mikroorganisme patogen yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Desinfektan pun berguna dalam pengolahan air bersih maupun air limbah (akan
dijelaskan pada poin selanjutnya). Terdapat beberapa jenis desinfektan yang sering
digunakan dalam pengolahan air bersih maupun air limbah berupa kaporit, bromine
klorida, gas klor, ozon , dan kalium permanganat. Beberapa syarat desinfektan:
a. Dapat mematikan semua mikroorganisme patogen dalam air
b. Dapat membunuh kuman dalam waktu singkat
c. Ekonomis
d. Air tidak boleh menjadi toksik setelah penambahan
e. Dosis diperhitungkan agar mempunyai residu untuk mengatasi kontaminasi
dalam air
Pertimbangan Umum
Tujuan utama dari medesinfeksi persediaan air publik dan efluen air limbah adalah
untuk mencegah persebaran penyakit melalui air. Penggunaan klorin sebagai
desinfektan telah diterima secara luas di seluruh dunia. Harus dipahami bahwa
sejarahnya wabah penyakit telah menimpa manusia dan perkembangan wabah
penyakit tersebut menjadi bukti betapa air menjadi media utama untuk penyebaran
beberapa penyakit. Dalam beberapa tahun belakangan, klorinasi telah ditemukan
dapat menghasilkan trihalometan dan zat organik lain sebagai pertimbangan
kesehatan. Oleh karena itu, penggunaan desinfektan alternatif seperti kloramin,
klorin dioksida, radiasi ultravioletdan ozon, yang tidak menghasilkan masalah
khusus, bertambah. Sifat kimia dari semua desinfektan sama hal dengan batas-
batasnya harus dipahami. Salah satu pembatasan penting adalah klorinasi sendiri
tidak cukup kuat untuk melindungi beberapa penyakit yang menyebabkan
protozoa, seperti Giardia lamblia dan Cryptosporidiun parvum. Filtrasi yang baik
juga dibutuhkan.
Sifat Kimia dari Klorinasi
Klorin digunakan dalam bentuk klorin bebas atau sebagai hipoklorit. Dalam bentuk
tersebut klorin bertindak sebagai agen pengoksidasi yang kuat dan sering membuat
dirinya hilang pada reaksi sampingan begitu cepat sehingga desinfeksi yang
tercapai hanya sedikit sampai jumlah kelebihan klorin yang dibutuhkan telah
ditambahkan.
Reaksi dengan air
Klorin bereaksi dengan air untuk membentuk asam hipoklorus dan hidroklorik.
Cl2 + H2O HOCl + H+ + Cl-
pada suhu 25oC
Titik ekuilibrium ini adalah salah satu yang dominan pada air yang mengandung
klorin dengan pH 2 sampai 3. Reaksi alami didominasi oleh Cl2 bebas. Hal ini
sering menghasilkan perkembangan dari komponen yang buruk seperti trikloramin,
NCl3. Untuk meminimalisasi dampak ini, air berkualitas tinggi sering digunakan
sebagai klorinator dan percampuran cepat dibutuhkan di titik di mana air klorin
digunakan untuk mencegah perkembangan dari kondisi pH yang rendah. Pada
larutan yang encer dan pada pH sekitar di atas 4, hanya sedikit Cl2 yang terdapat
pada larutan tersebut. Asam hipoklorus yang terbentuk adalah asam lemah dan
terdisosiasi kurang baik pada pH di bawah 6.
HOCl H+ + OCl-
pada suhu 20oC
Hipoklorit yang digunakan dalam bentuk larutan adalah sodium hypochlorite dan
dalam bentuk kering adalah high-test Ca hypochlorite. Larutan sodium
hypochlorite digunakan jika proses desinfeksi air memerlukan hipoklorit dalam
jumlah yang banyak sedangkan high-test Ca hypochlorite digunakan pada kondisi
di mana hanya sedikit hipoklorit yang dibutuhkan.
Kedua senyawa ini berionisasi di air untuk menghasilkan ion hipoklorit seperti
yang diilustrasikan sebagai berikut:
Ca(Ocl)2 Ca2+ + 2OCl-
NaOCl Na+ + OCl-
Perbedaan signifikan dapat berupa efek pH dan pengaruhnya terhadaap jumlah
OCl- dan HOCl relatif pada titik ekuilibrium. Klorin cenderung menurunkan pH, di
mana hipoklorit justru cenderung menaikkan pH.
Reaksi dengan takmurnian di air
Klorin dan asam hipoklorus bereaksi dengan banyak jenis senyawa, termasuk
amonia dan secara alami menghasilkan material humus.
- Reaksi dengan amonia
Ion amonium terdapat di ekuilibrium dengan ion amonia dan hidrogen. Amonia
bereaksi dengan klorin atau asam hipoklorus untuk membentuk monokloramin,
dikloramin, dan trikloramin, tergantung dari jumlah relatif masing-masing dan
besar pH:
NH3 + HOCl NH2Cl + H2O (monokloramin)
NH2Cl + HOCl NHCl2 + H2O (dikloramin)
NHCl2 + HOCl NCl3 + H2O (trikloramin)
Monokloramin dan dikloramin memiliki kekuatan desinfeksi yang sangat
signifikan dan dapat digunakan untuk perhitungan sisa klorin.
- Reaksi yang tidak ada hubungannya
Klorin dapat berkombinasi dengan banyak material, khususnya agen pereduksi.
Banyak reaksi yang terjadi dengan sangat cepat, di mana yang lainnya jauh lebih
lambat. Reaksi sampingan ini menyulitkan penggunaan klorin untuk tujuan
desinfeksi. Kebutuhan akan klorin harus dipenuhi sebelum klorin mampu
menyelesaikan proses desinfeksi.
Reaksi antara hidrogen sulfida dan klorin dapat mengilustrasikan reaksi yang
terjadi dengan agen pereduksi:
H2S + Cl2 2HCl + S
Fe2+, Mn2+, dan NO2- adalah contoh agen pereduksi anorganik lain yang terdapat di
persediaan air yang bereaksi dengan klorin.
Klorin juga bereaksi dengan halogen lain di air. Contohnya, asam hipoklorus
bereaksi dnegan bromida untuk membentuk asam hipobromus:
Br- + HOCl HOBr + CL-
HOBr juga merupakan desinfektan, namun lebih cepat bereaksi daripada klorin.
Ketika bromida ada di air, klorin menjadi lebih reaktif karena alasan ini. HOBr
juga bereaksi dengan bahan organik.
Pentingnya Pengaruh Residu Desinfeksi pada Kesehatan Masyarakat
Desinfeksi adalah proses yang dirancang untuk membunuh organisme berbahaya,
dan biasanya tidak menghasilkan air yang steril. Perumuman ini menjaga
desinfeksi dengan klorin, klorin dioksida, radiasi ultra violet dan ozon. Dua faktor
yang sangat penting dalam desinfeksi, yaitu: waktu kontak dan konsentrasi dari
agen pendesifeksi. Di mana faktor lain adalah konstan, maka aksi desinfeksi dapat
direpresentasikan sebagai berikut:
Kill Cn x t (n > 0)
Poin penting yaitu bahwa dengan waktu kontak yang panjang cukup dengan
konsentrasi desinfektan yang rendah, sedangkan untuk waktu kontak yang singkat
membutuhan konsentrasi yang tinggi untuk menyelesaikan pembunuhan yang
ekivalen.
Metode Penentuan Sisa Klorin
Sisa Klorin Total
- Metode Orthotolidine
Metode ini membuat klorinasi menjadi sebuah metode desinfeksi yang praktis
bahkan pada suplai yang paling sedikit karena kesederhanaan pengujiannya.
Namun, uji orthotolidine memberikan akurasi dan presisi yang buruk jika
dibandingkan dengan prosedur lain yang sudah tersedia sekarang, dan juga
orthotolidine sekarang diketahui menjadi senyawa toksik dengan potensi
karsiogenik. Oleh karena ini metode ini telah dieliminasi dari metode Standar.
- Metode Iodometric
Metode iodometric ini bergantung pada kekuatan oksidasi dari residu klorin yang
bebas dan terkombinasi untuk mengkonversi ion iodida menjadi iodida bebas,
seperti reaksi yang tertera di bawah ini:
Cl2 + 2I- I2 + 2Cl-
I2 + kanji warna biru (uji kualitatif)
Dengan ditambahkannya kanji, iodin menghasilkan warna biru, yang telah diterima
sebagai indikator adanya sisa klorin namun tidak mengindikasikan jumlah sisa
yang ada, kecuali orang-orang dapat menilainya berdasarkan intensitas warna biru.
Metode iodometric menyediakan rata-rata perhitungan kuantitatif sisa total jika
iodine dibebaskan dan dititrasi dengan larutan standar dari agen pereduksi. Reagent
yang umum adalah natrium tiosulfat, dan titik akhirnya adalah hilangnya warna
biru.
Sisa Klorin Bebas dan Terkombinasi
- Metode Titrasi Amperometric
Prosedur titrasi amperometric tidak turut bukanlah subjek yang mencampuri warna
maupun kekeruhan, di mana keuntungan khususnya adalah ketika menghitung sisa
klorin pada air limbah.
- Metode DPD
Dengan metode DPD, prinsipnya mirip dengan metode titrasi amperometric.
Ketika DPD ditambahkan pada sampel yang mengandung sisa klorin bebas, reaksi
instan terjadi, menghasilkan warna merah. Jika iodida dalam jumlah kecil
ditambahkan pada sampel, monokloramin bereaksi untuk menghasilkan iodine,
yang secara bergantian mengoksidasi DPD untuk menghasilkan tambahan warna
merah. Jika iodida dalam jumlah besar ditambahkan, dikloramin akan bereaksi
yang menghasilkan warna merah. Dengan mengukur intensitas warna merah yang
dihasilkan dengan pH sekitar 6,2 sampai 6,5, kemudian sisa klorin bebas,
monoklorin, dan diklorin dapat ditentukan. Intensitas warna merah ini dapat
ditentukan baik dengan titrasi dengan ion belerang sampai warna merah
menghilang, atau langsung dengan analisis kolorimetrik
Aplikasi Data Desinfektan
Besarnya desinfektan yang digunakan sangat berguna dalam memperkirakan
design pengolahan air bersih maupun limbah. Hal ini mempengaruhi dimensi dan
kapasitas unit proses desinfeksi, besar desinfeksi yang dibutuhkan, dan semua hal
yang berhubungan dengan penanganan dan penyimpanan. Sisa desinfektan
digunakan dalam proses desinfeksi untuk menjadi ppengontrol penambahan
desinfektan agar lebih efektif.
Definisi Klor
Klor adalah unsur kimia dengan nomor atom 17 dan memiliki massa atom 35,453.
Unsur ini berupa gas berwarna kuning kehijauan. Klor memiliki titik beku -103˚C
dan titik didih -34,6˚C. Ditemukan oleh K. Scheele membentuk banyak senyawa
mineral padat. Klor dapat diperoleh dengan cara elektrolisis dan oksidasi senyawa.
Sumber: http://id.shvoong.com/exact-sciences/chemistry/2119946-pengertian-
klor/#ixzz2BYukfrxb
Proses Klorinasi
Klorinasi ialah proses penambahan klor. Klorin yang digunakan sebagai
disinfektan adalah gas klor yang berupa molekul klor (Cl2) atau kalsium
hipoklorit[Ca(OCl2)].
Pada proses klorinasi, sebelum berperan sebagai disinfektan, klorin yang
ditambahkan akan berperan sebagai oksidator, seperti persamaan reaksi :
H2S + 4 Cl2 + 4 H2O → H2SO4 + 8 HCl
Jika kebutuhan klorin untuk mengoksidasi beberapa senyawa kimia perairan telah
terpenuhi yaitu ketika amonia sudah habis, maka baru akan berperan sebagai
disinfektan.
Dampak Negatif Klorin Bagi Tubuh
Klorin merupakan bahan utama yang digunakan dalam proses khlorinasi. Sudah
umum pula bahwa khlorinasi adalah proses utama dalam proses penghilangan
kuman penyakit air.Klorin juga dapat berbahaya bagi kesehatan. Orang yang
meminum air yang mengandung klorin memiliki kemungkinan lebih besar untuk
terkena kanker kandung kemih, dubur ataupun usus besar.
(http://aimyaya.com/id).
Air dapat merupakan medium pembawa mikroorganisme patogenik yang dapat
berbahaya bagi kesehatan. Patogen yang sering ditemukan di dalam air terutama
Universitas Sumatera Utara adalah bakteri-bakteri penyebab infeksi saluran
pencernaan seperti Vibrio cholera penyebab penyakit kolera, shigella dysentereae
penyebab disentri basiler, salmonella typhosa penyebab tifus dan S. Paratyphy
penyebab paratifus, virus polio dan hepatitis. Untuk mencegah penyebaran
penyakit melalui air, maka bakteri patogen di dalam air harus dihilangkan dengan
proses disinfeksi (Fardiaz, 1992).
Cara Menghitung Klorin yang Dibutuhkan
Klorin yang dibutuhkan dalam air merupakan perbedaan besar klorin yang
dimasukkan dalam air dengan besar yang ada pada air selama contact period.
Setiap air memiliki kebutuhan klorin yang berbeda, serta berbeda pula besar klorin
yang akan dimasukkan, besar sisa klorin, waktu yang dibuthkan, pH, dan
temperatur.
Perhitungan klorin yang dibutuhkan dapat dilakukan dengan memperlakukan
beberapa sampel dengan dosis klorin atau hipoklorin yang berbeda. Setelah itu,
dihitung besar klorin yang tersisa setelah contact period pada dosis yang
memenuhi persyaratan.
Kegunaan Desinfektan
Kegunaan disinfeksi pada air adalah untuk mereduksi konsentrasi bakteri secara
umum dan menghilangkan bakteri patogen. Penghilangan bakteri patogen
dilakukan agar mencegah timbulnya penyakit. Mikroba dalam hal ini bakteri
patogen pada umumnya dapat bertahan selama beberapa hari tergantung juga dari
kondisi lingkungannya. Beberapa faktor yang mempengaruhi ketahanan tersebut
antara lain pH, suhu, gizi yang tersedia, kompetisinya dengan mikroba lain,
kemampuan membentuk spora dan ketahanannya terhadap senyawa penghambat.
Sedangkan kemampuannya untuk menyebabkan penyakit antara lain ditentukan
oleh konsentrasi, virulensi dan resistensi.
Lebih dari 50% bakteri patogen didalam air yang akan mati dalam waktu 2 hari dan
90% akan mati pada akhir 1 minggu. Oleh karena itu, waduk-waduk penampang
sebenarnya cukup efektif untuk mengendalikan bakteri. Walaupun demikian,
beberapa jenis patogen mungkin tetap hidup selama 2 tahun lebih, karena itu
dibutuhkan disinfeksi. Klorin teerbukti merupakan disinfektan yang ideal. Bila
dimasukkan kedalam air akan mempunyai pengruh yang segera akn membinasakan
kebanyakan makhluk mikroskopis (Linsley, 1991).
Macam-macam desinfektan
Bermacam-macam zat kimia seperti ozon (O3), klor (Cl2), klor dioksida
(ClO2) dan proses fisik seperti penyinaran dengan ultraviolet, pemanasan, dan lain-
lain, digunakan untuk disinfeksi air. Dari bermacam-macam zat kimia yang
disebutkan di atas, klor adalah zat kimia yang sering dipakai karena harganya
murah dan masih mempunyai daya disinfeksi sampai beberapa jam setelah
pembubuhannya (residu klor).
Selain dapat membasmi bakteri dan mikroorganisme seperti amoeba,
ganggang, dan lain-lain, klor dapat mengoksidasi ion-ion logam seperti Fe2+, Mn2+,
menjadi Fe3+, Mn4+, dan memecah molekul organis seperti warna. Selama proses
tersebut, klor sendiri direduksi sampai menjadi klorida (Cl-) yang tidak mempunyai
daya disinfeksi. Di samping ini klor juga bereaksi dengan amoniak.
Standar Klorin diperbolehkan
Standar sisa klor pada air berdasarkan permenkes RI nomor :
492/Menkes/Per/IV/2010 adalah lebih besar dari atau sama dengan 0,2 mg/L. Jika
kurang maka dikhawatirkan klorin tidak dapat membunuh mikroorganisme...
Klor Aktif dengan Metode Iodometri
Metode analisa khlor aktif dengan metoda iodometri digunakan untuk mengetahui
jumlah khlor yang dibutuhkan sehingga semua zat kimia yang dapat dioksidasi
teroksidasi: amoniak hilang sebagai gas N2, dan juga masih tersedia sisa khlor
aktif terlarut yang konsentrasinya dianggap perlu untuk pembasmian bakteri.
Reaksi-reaksi yang terjadi dalam analisa ini adalah :
OCl- + 2 KI + 2 HAs I2 + 2 KAs + Cl- + 2 H2O
NH2Cl + 2 KI + 2 HAs I2 + KAs + KCl + NH 4As
I2 + kanji warna biru
I2 + 2 Na2S2O3 Na2S4O6 + 2 NaI
Hal yang mempengaruhi Klor
1. Konsentrasi
Nilai konsentrasi berpengaruh pada residual khlorin yang akan dihasilkan
2. Waktu kontak
Waktu kontak berkaitan dengan waktu yang dibutuhkan untuk membunuh semua
organisme. Waktu kontak harus didesain agar sesuai dengan rencana distribusi air
bersih, agar ketika sampai pada konsumen air sudah selesai mengalami proses
pembunuhan bakteri.
3. pH
Efektivitas klorin juga dipengaruhi oleh pH air. Klorinasi tidak akan efektif jika pH
air lebih dari 7.2 atau kurang dari 6.8.
4. Jumlah Mikroorganisme
Banyaknya mikroorganisme berpengaruh pada seberapa lama dan seberapa banyak
klorin harus digunakan.
Aplikasi pada Bidang Teknik Lingkungan
Pada unit pengolahan air bersih, klor sering digunakan sebagai disinfektan
dikarenakan efektif dalam pembunuhan mikroorganisme patogen. Selain itu harga
dan jangka waktu disinfeksi yang lama menjadi faktor seringnya klor digunakan
sebagai zat disinfektan.
Pengawetan Sampel
Khlor tidak stabil bila terlarut dalam air dan kadarnya akan turun dengan
cepat. Sinar matahari atau lampu, dan pengocokan sampel akan mempercepat
penurunannya. Oleh karena itu analisa khlor aktif harus dilakukan paling lambat
dua jam setelah pengambilan sample.
Larutan dengan kadar klor yang lebih tinggi adalah lebih stabil, tetapi sebaiknya
disimpan ditempat gelap atau di botol kaca coklat.
III. Peralatan dan bahan
Alat-alat
- buret 25 ml
- pipet 5 ml, 1 ml
- kertas pH
- karet penghisap
Reagen
a. Asam asetat (glacial) yang pekat
b. Kalium iodida KI kristal (hablur)
c. Standar natrium tiosulfat Na2S2O3 0,1 N
Gunakan labu takar 1 liter untuk melarutkan 25 g Na2S2O3.5H2O; isi dengan air
suling sampai volum menjadi 1 liter, lalu tambahkan beberapa ml kloroform CHCl3
supaya larutan stabil. Kemudian awetkan larutan standard tersebut selama
minimum 2 minggu sebelum di standardkan dan dipakai untuk pertama kali.
d. Standardisasi larutan Na2S2O3 dengan metoda kaliumdikromat (masa pakai
larutan Na2S2O3 adalah 24 jam sebelum perlu distandardisasi lagi) ;
- larutkan 4,904 g K2Cr2O7 (tanpa H2O, yang sudah dikeringkan pada 105o C
selama 2 jam ) dalam 1 L air suling. Larutan ini adalah larutan 0,10 N K2Cr2O7.
Simpan larutan ini dalam botol kaca dengan tutup kaca
- siapkan ± 80 ml air suling dalam beker 500 ml kemudian tambahkan 1ml
H2SO4 pekat, 10 ml 0,10 N K2Cr2O7 di atas dan ± 1 g KI, aduk selam 6 menit
- titrasikan larutan tersebut dengan 0,1 N Na2S2O3 sampai warna kuning hamper
habis (iodida telah dibebaskan)
- tambahkan 1 ml larutan kanji, kemudian teruskan titrasi sampai warna biru
hilang pertama kali (warna biru akan keluar lagi setelah beberapa menit),
sehingga :
Normalitas Na2S2O3 = 1
ml Na2S2O3 yang dibutuhkan
e. Indikator kanji
5 g kanji dituagkan ke dalam 1 L air suling di dalam beaker yang sedang mendidih
IV. Prosedur Percobaan
a. Sampel
a
Masukkan air sampel ke dalam 9 botol winkler masing masing 100 mL
Masukkan kaporit ke dalam botol winkler 1-7 masing-masing 0,5 ; 1 ;1,5 ;
2; 2,5; 3; 3,5 ml
Siapkan larutan asam asetat dan pipet 5 mL
Semua sampel dihomogenkan
Cek pH, pH harus berkisar antara 3-4, apabila tidak
dalam range itu maka tambahkan asam asetat
Masukkan asam asetat kedalam botol winkler
Diamkan selama 30 menit
Masukkan 1 gr KI kedalam botol winkler hingga
berwarna kuningMasukkan kertas pH
kedalam larutan
Ambil 10 ml larutan dan masukkan kedalam
erlenmeyer
Titrasi dengan Na2S203 hingga warna kuning tepat
hilang
Tambahkan 3 tetes kanji hingga larutan berwarna
biru
b. Blanko
Titrasi dengan Na2S203 hingga warna biru tepat
hilang
Membuat grafik mL kaporit vs Khlor aktif dan
tentukan titik BPC
Menggunakan kaporit dengan jumlah sesuai pada titik BPC pada botol 8 dan 9 (waktu kontak 5 menit
dan 2 jam)
Melakukan hal yang sama dengan langkah diatas pada botol blanco (air keran), namun tanpa
menggunakan kaporit dan tanpa menunggu 30 menit
V. Data Pengamatan
Botol 1-7
Botol ke- Titrasi 1
Jumlah Na2S2O3
0,087 N terpakai
(mL)
Titrasi 2
Jumlah Na2S2O3 0,087 N
terpakai (mL)
Total Volume
1 0,4 0,4
2 0,2 0,6 0,8
3 0,6 0,5 1,1
4 0,95 1,14 2,09
5 1,33 0,7 2,03
6 1,6 0,7 2,3
7 2,27 0,58 2,85
Botol 8-9
Boto
l ke-
Titrasi 1
Jumlah
Na2S2O3 0,087
N terpakai
(mL)
Titrasi 2
Jumlah
Na2S2O3 0,087
N terpakai
(mL)
Total
Volum
e
8 1,45 0,5 1,95
9 0,06 0,9 0,96
Botol blanko
Botol
ke-
Penambahan iodine
(mL)
Jumlah Na2S2O3 0,087 N
terpakai (mL)
Blank
o
0,1 0,45
Perhitungan
Klor aktif sebagai mg Cl2/L = (A-B) x N x 35453 X fP
V
A = ml titran Na2S2O3 untuk sample
B = ml titran Na2S2O3 untuk blanko (bisa positif atau negatif)
N = Normalitas larutan titran Na2S2O3
V = Volume sample (ml)
Fp = faktor pengencer
VI. Pengolahan Data
Dengan menggunakan rumus :
Klor aktif sebagai mg Cl2/L = (A-B) x N x 35453 X fP
V
Dengan normalitas larutan natrium thiosulfat = 0,087 N, faktor pengenceran = 1
(tidak ada pengenceran), dan volume sampel = 100 mL.
Nilai klor aktif sebagai berikut:
Botol ke- Mg Cl2/L
1 1,542
2 10,795
3 20,049
4 50,584
5 48,734
6 57,062
7 74,026
Dari grafik diatas maka diambil titik BPC yaitu 2,5 mL. Oleh karenanya botol 8 dan
9 digunakan dosis 2,5 mL untuk perbandingan jumlah residu khlor aktif terhadap
waktu kontak.
Botol ke- Mg Cl2/L
8 46,266
9 15,730
VII. Analisa
Analisa Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui jumlah khlor yang dibutuhkan untuk air
baku dengan kualitas tertentu sehingga tercapai titik breakpoint chlorination (BPC)
dengan menggunakan metode Iodometri. Pada praktikum
Percobaan ini dimulai dengan memasukkan air sampel sebanyak 100 ml kedalam 9
botol winkler yang sudah disiapkan. Kemudian 7 botol disiapkan dan diisi dengan
kaporit dengan volume masing-masing 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5 mL dan
dihomogenkan. Volume ketujuh botol dibedakan agar dapat mendapatkan variasi
nilai untuk menentukan break point chlorination. Setelah kaporit dimasukkan,
diamkan ketujuh botol selama 30 menit yaitu waktu agar berlangsungnya kontak
antara khlor dengan air sampel. Kemudian tambahkan 5 mL asam asetat kedalam
botol winkler lalu dihomogenkan agar merata. Setelah itu cek pH apakah berada
dalam kisaran dari 3-4 atau tidak, apabila tidak tambahkan kembali asam asetat
sampai pH 3-4. Pengondisian pH pada kisaran tersebut karena merupakan pH agar
dapat bereaksi optimal. Selanjutnya masukkan 1 gram KI kedalam botol dan
homogenkan kembali. Penambahan KI bertujuan agar klor aktif dapat melepaskan
iodin sehingga warna sampel menjadi kekuningan. Sampel kemudian dititrasi
dengan Na2S2O3 0,087 N hingga warna kuning tepat mendekati hilang. Perubahan
warna menunjukkan bahwa senyawa iodida sudah menjadi iodin bebas. Setelah itu
tambahkan 3 tetes indikator kanji pada larutan dan titrasi kembali dengan Na2S2O3
0,087 N sampai warna biru hilang. Kemudian lakukan hal yang sama pada botol 2-7.
Langkah selanjutnya ialah membuat larutan blanko, larutan blanko menggunakan air
keran sebanyak 100 mL. Prosedur pembuatannya sama seperti sebelumnya hanya
saja tanpa dimasukkan kaporit dan tanpa menunggu 30 menit.
Selanjutnya untuk botol 8 dan 9 akan mengalami perlakuan yang sama seperti botol
1-7 namun volume kaporit yang digunakan berdasarkan titik BPC yang didapatkan
dari percobaan 7 botol sebelumnya. Waktu kontak yang digunakan ialah selama 5
menit dan 2 jam.
Analisa Hasil
Pada percobaan pada botol 1-7, praktikan mendapatkan hasil khlor aktif yaitu :
Botol ke-
(Khlor yang
dibubuhkan)
Mg Cl2/L
1 (0,5 mL) 1,542
2(1 mL) 10,795
3(1,5mL) 20,049
4(2 mL) 50,584
5 (2,5 mL) 48,734
6 (3 mL) 57,062
7 (3,5 mL) 74,026
Dari data yang diperoleh diatas menunjukkan bahwa semakin besar khlor yang
dibubuhkan maka akan berbanding lurus dengan khlor aktif yang dihasilkan. Hal ini
dikarenakan semakin besar kandungan khlornya maka akan semakin besar
kemungkinannya untuk menyisakan khlor aktif karena khlor lainnya sudah habis
bereaksi dengan amonia. Reaksi khlor dengan amonia diantaranya membentuk
monokloramin, dikloramin, dan trikloramin :
NH3 + HOCl NH2Cl + H2O (monokloramin)
NH2Cl + HOCl NHCl2 + H2O (dikloramin)
NHCl2 + HOCl NCl3 + H2O (trikloramin)
Pada grafik diatas yaitu khlor aktif vs khlor yang dibubuhkan terlihat bahwa grafik
mengalami kenaikan seiring dengan penambahan khlor yang dibubuhkan (kaporit).
Namun, ada satu titik dimana khlor aktif yang dihasilkan mengalami penurunan
yaitu pada 2,5 mL. Pada titik itulah yang disebut titik breakpoint chlorination, yaitu
titik dimana ammonia habis bereaksi dengan kaporit dan khlor aktif dapat berfungsi
sebagai desinfektan.
Botol 8 dan 9 akan mengalami perlakuan yang sama seperti botol 1-7 namun volume
kaporit yang dibubuhkan sebesar 2,5 Ml. 2,5 Ml ialah titik dimana ammonia telah
habis bereaksi dengan khlor. Waktu kontak yang digunakan ialah selama 5 menit
untuk botol 8 dan 2 jam untuk botol 9, Sehingga diperoleh data sebagai berikut :
Botol ke- Mg Cl2/L
8 46,266
9 15,730
Dari data diatas dapat dikatakan bahwa nilai khlor aktif akan berkurang apabila
semakin lama waktu detensi. Penurunan jumlah khlor diakibatkan sifatnya yang
langsung segera bereaksi apabila dimasukkan ke dalam air. Semakin lama waktu
kontaknya maka akan semakin banyak khlor yang bereaksi di dalam air sehingga
khlor yang tersisa semakin sedikit. Hal ini juga disebabkan oleh sifat khlor yang
tidak stabil apabila sudah bereaksi dengan air. Oleh karenanya harus diperiksa
selambat-lambatnya 2 jam setelah pengambilan sampel.
Analisa Kesalahan
Pada percobaan kali ini ada beberapa kesalahan yang mungkin dilakukan :
1. Ketidaktelitian praktikan dalam melakukan titrasi diakibatkan kesalahan
pengamatan membaca skala buret
2. Ketidaktelitian praktikan dalam mengamati perubahan warna sehingga
mempengaruhi volume titrasi
3. Tidak akuratnya pembubuhan KI akibat masih menempelnya di kertas wadah
maupun terbang akibat angin
VIII. Kesimpulan
Dari percobaan dapat disimpulkan bahwa :
1. BPC merupakan titik dimana seluruh ammonia habis bereaksi dengan khlor dan
menyisakan khlor yang akan berfungsi sebagai desinfektan
2. Titik BPC pada percobaan kali ini berada ketika pembubuhan 2,5 mL kaporit
3. Semakin besar nilai kaporit yang dimasukkan maka relatif akan semakin besar
nilai khlor aktifnya dan terjadi penurunan pada titik BPC.
4. Lamanya waktu kontak mempengaruhi reaksi yang terjadi, sehingga
mempengaruhi juga khlor aktif yang tersisa
IX. Referensi
Sawyer, Clair Perry L. McCarty, Gene F. Parkin. Chemistry for Environmental Engineering and Science.2002
http%3A%2F%2Fdigilib.its.ac.id%2Fpublic%2FITS-Undergraduate-13278-Paper.pdf&ei=VJ-aUJdcw4asB7rDgMgB&usg=AFQjCNHiA8HaYPNc9l3-c-HVhy44euXBcQ&sig2=z1eOGkWpKAHMi-zrN-joGg
http://id.shvoong.com/exact-sciences/chemistry/2119946-pengertian-klor/