blok 19 pbl makalah

Upload: thiautami

Post on 30-Oct-2015

78 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Beberapa Penyakit Pada Sistem Kardiovaskular

Fathia Utami102010179D724 September [email protected] Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510021-56942061PendahuluanTubuh kita memiliki system kardiovaskular yang berfungsi sebagai alat pemompa darah dan system terpenting dari kehidupan kita. Jika system kardiovaskular kita rusak otomatis hidup kita juga terganggu dan terancam. Banyak penyakit kardiovaskular atau jantung yang biasa menyerang orang tua ataupun dewasa bahkan anak-anak terutama penyakit gagal jantung. Penyakit gagal jantung seperti kita ketahui dapat menggangu kualitas hidup kita karena adanya kesulitan bernafas. Dalam makalah ini saya akan membahas lebih lanjut mengenai gagal jantung dan juga tentang penyakit-penyakit pada system kardiovaskular antara lain gagal jantung kronik,penyakit paru obstruktif kronik dan edema paru.

AnamnesisKeterampilan melakukan anamnesa yang terarah pada penyakit jantung sangat penting dalam rangkaian pemeriksaan lain agar dapat membuatdiagnosa penyakit jantung yang diderita pasien dengan tepat.1RPS: 11. Chest pain/ chest discomfort Merupaakan salah satu gejala yang sangat penting. Pertanyaan harus lengkap dan mengarah Apakah pasien merasakan rasa nyeri di dada? Apakah nyeri tersebut berhubungan dengan kegiatan? Aktivitas apa yang menimbulkan nyeri tersebut Apakah nyeribmenyebar ke leher, bahu, belakang atau ke arah lengan Apakah disertai gejala lain sperti : nafas pendek, berkeringat, palpitasi atau mual Apakah nyeri tersebut membuat pasien terbangun pada malam hari? Dan apa tindakan pasien yang membuat nyeri tersebut berkurang?2. PalpitasiBiasanya palpitasi akan di keluhkan oleh pasien yang merasa aneh pada denyut jantungnya, seprti bunyi jantung melompat, berpacu, bergetar, memukul keras atau ada periode berhenti. Gejala atau tanda adanya denyut jantung yang ireguler, merupakan indikaasi melakukan pemeriksaan EKG. Hanya fibrilasiatrial yang dapat dideteksi pada pemeriksaan langsung di tempat tidur. Irama jantung yang melompat mungkin ditemukan pada kontraksi prematur , sedang irama yang cepat dengan onset yang tiba-tiba, kemungkinan disebabkan oleh supraventrikuler takikardia.3. Nafas pendekGejala nafas pendek/ tersengal-sengal atau dyspnoe harus dibedakan dari kelainan Orthopnea yaitu dyspnea yang terjadi bila pasien berbaring dan membaik bila pasien duduk atau berdiri. Keluhan ini khas dikeluhkan pasien mengatakan harus tidur dengan bantal yang tinggi/ditumpuk. Orthopnea sering ditemukan pada gagal jantung kiri atau stenosis mitral dan mungkin menyertai penyakit obtruksi paru Paroxysmal noctural dyspnea menggambarkan episode dyspnea dan orthopnea pada malam hari, yang sering membangunkan penderita dari tidurnya. PND mungkin terjadi pada gagal jantung kiri, stenosis mitral dan perlu dibedakan dengan serangan asma pada malam hari4. Edema Adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan interstitisial dan tampak sebagai pembengkakan. Edema dapat disebabkan karena penyakit kardiak dan nonkardiak, serta dapat bersifat lokal atau meyeluruh. Arahkan pertanyaan pada dimana terjadinya pembengkakan , kapan terjadinya, apakah bertambah pada pagi hari atau malam hari dan apakah sepatu atau cicncin yang sekarang dipakai tarasa kencang atau lebih kecil ukurannya.1

Pemeriksaan Fisik Pengukuran Tekanan Darah & Frekuensi JantungMengukur tekanan darah menggunakan sfigmomanometer, denyut pertama yang terdengar adalah bunyi sistol dan bunyi terakhir yang didengar sebelum menghilang adalah diastol. Ukur frekuensi denyut jantung pada arteri radialis yang sejajar dengan ibu jari. Normal tekanan darah adalah 120/80 dan normal frekuensi denyut jantung adalah 70-80 kali/menit.1 Pengukuran Tekanan VenaIdentifikasi pulsasi vena jugularis dan titik tertingginya di leher. Kepala dan tempat tidur harus mulai ditinggikan dengan sudut 300, sesuaikan sudut tempat tidur dengan kebutuhan. Pelajari gelombang denyut vena. Perhatikan adanya gelombang a pada kontraksi atrium dan gelombang v pada pengisian vena. Ukur tekanan vena jugularis (jugularis venous pressure,JVP)-jarak vertikal antara titik tertinggi dan sudut sternal, normalnya kurang dari 3-4 cm. Inspeksi (LOOK)Inspeksi adalah mengamati daerah yang sakit yang menjadi keluhan utama dari pasien. Sama dengan inspeksi toraks anterior dan posterior, inspeksi jantung pun harus dipastikan bahwa area yang diperiksa bebas dari pakaian atau penutup. Secara umum hal yang harus diperhatikan adalah : KulitApakah pada kulitnya terdapat bekas luka, penonjolan, perubahan warna kulit, atau kelainan lainnya. Bentuk toraksApakah simetris atau asimetri, apakah terdapat deformitas, pectus excavatum (funnel chest), pectus carinatum (pigeon chest), barrel chest, kyphoscoliosis, dll. Apeks JantungKhusus pada pemeriksaan jantung, perhatikan letak apeks jantung di Intercosta IV atau V di galis Mid Clavicula kiri.1 Palpasi (FEEL)Palpasi adalah dengan meraba dan menekan daerah toraks dan daerah disekitar jantung.Palpasi apeks jantung dan periksa lokasi, amplitudo, dan lamanya. Raba impuls ventrikel kanan pada garis parasternal kiri dan area epigastrium. Jika terdapat impuls yang kuat dicurigai pembesaran ventrikel kanan. Palpasi intercostal kanan dan kiri dekat sternum, catat jika terdapat thrill pada area ini. Kemungkinan temuan adalah perabaan pulsasi pembuluh darah, S2 yang menonjol, thrill pada stenosis aorta atau pulmo. AuskultasiDua posisi penting yang lain adalah Left Lateral Decubitus (dimana posisi ini LV dekat dengan dinding dada, sehingga memperjelas bunyi S3 dan S4, bising mitral terutama MS). Posisi duduk, membungkuk, tahan napas dalam keadaan ekspirasi (posisi ini dapat memperjelas Early Diastolic Murmur dari AR).Pada keadaan STEMI ditemukan disfungsi ventrikular S4 dan S3 Gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama, dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersibat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub.1 PerkusiPerkusi pada jantung biasa dilakukan untuk menjadi batas paru-jantung. Agar mengetahui ukuran jantung, batas pinggang jantung, sehingga bisa dicurigai terjadi pembesaran atau tidak.

Pemeriksaan penunjangSecara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan tanda seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP, hepatomegali, edema tungkai. Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk mendiagnosis adanya gagal jantung antara lain foto thorax, EKG 12 lead, ekokardiografi, pemeriksaan darah, pemeriksaan radionuklide, angiografi dan tes fungsi paru. Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya udema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan.Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yangsering didapatkan antara lain gelombang Q, abnormalitas ST T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispneu padapasien sangat kecil kemungkinannya.Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal jantung.Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung.Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah : semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria.Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretik tanpa suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium sparring. Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal karena kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan.Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah 300 pg/ml.Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat mengetahui ejection fraction,laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan dinding.Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta mengetahui tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui tekanan sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary artery capillary wedge pressure. 1

Gagal jantung merupakan sindrom klinik yang ditandai dengan sesak napas dan kelelahan (saat istirahat atau aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung.10,11 Gagal jantung juga didefinisikan sebagai sindrom klinik kompleks yang disebabkan oleh disfungsi ventrikel berupa gangguan pengisian atau kegagalan pompa jantung sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.Gagal jantung akut adalah serangan cepat dari gejala-gejala atau tandatanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Gagal jantung akut dapat berupa acute de novo (serangan baru dari gagal jantung akut, tanpa ada kelainan jantung sebelumnya) atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronik. Disfungsi yang terjadi pada gagal jantung dapat berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik. 2Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam pengenalan danpenanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain pembagian berdasarkan Killip yang digunakan pada Infark Miokard Akut, klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi Forrester, Stevenson dan NYHA. Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut, dengan pembagian: 2- Derajat I : tanpa gagal jantung- Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus dibasal paru, S3 galop dan peningkatantekanan vena pulmonalis- Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paruseluruh lapangan paru.- Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanandarah sistolik _ 90 mmHg) danvasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dandiaforesis)

EpidemiologiDiperkirakan terdapat sekitar 23 juta orang mengidap gagal jantung di seluruh dunia. American Heart Association memperkirakan terdapat 4,7 juta orang menderita gagal jantung di Amerika Serikat pada tahun 2000 dan dilaporkan terdapat 550.000 kasus baru setiap tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa diperkirakan mencapai 1 2%. Namun, studi tentang gagal jantung akut masih kurang karena belum adanya kesepakatan yang diterima secara universal mengenai definisi gagal jantung akut serta adanya perbedaan metodologi dalam menilai penyebaran penyakit ini.16 Meningkatnya harapan hidup disertai makin tingginya angka survival setelah serangan infark miokard akut akibat kemajuan pengobatan dan penatalaksanaannya, mengakibatkan semakin banyak pasien yang hidup dengan disfungsi ventrikel kiri yang selanjutnya masuk ke dalam gagal jantung kronis.Akibatnya, angka perawatan di rumah sakit karena gagal jantung dekompensasi juga ikut meningkat. 2 Dari survei registrasi di rumah sakit didapatkan angka perawatan pasien yang berhubungan dengan gagal jantug sebesar 4,7% untuk perempuan dan 5,1 % untukk laki-laki.14 Secara umum, angka perawatan pasien gagal jantung di Amerika dan Eropa menunjukkan angka yang semakin meningkat.Insidensi dan prevalensi gagal jantung meningkat secara dramatis sesuai dengan peningkatan umur. Studi Framingham menunjukkan peningkatan prevalensi gagal jantung, mulai 0,8% untuk orang berusia 50-59 hingga 2,3% untuk orang dengan usia 60-69 tahun.20 Gagal jantung dilaporkan sebagai diagnosis utama pada pasien di rumah sakit untuk kelompok usia lebih dari 65 tahun pada tahun 1993.25 Beberapa studi di Inggris juga menunjukkan adanya peningkatan prevalensi gagal jantung pada orang dengan usia lebih tua.

EtiologiPenyakit jantung koroner merupakan etiologi gagal jantung akut pada 60 70% pasien terutama pada pasien usia lanjut. Pada usia muda, gagal jantung akut lebih sering diakibatkan oleh kardiomiopati dilatasi, aritmia, penyakit jantung kongenital, penyakit jantung katup dan miokarditis.Banyak pasien dengan gagal jantung tetap asimptomatik. Gejala klinis dapat muncul karena adanya faktor presipitasi yang menyebabkan peningkatan kerja jantung dan peningkatan kebutuhan oksigen, seperti infeksi, aritmia, kerja fisik, cairan, lingkungan, emosi yang berlebihan, infark miokard, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, hipertensi, miokarditis dan endokarditis infektif. 3

Patofisiologi dan PatogenesisGagal jantung merupakan manifestasi akhir dari kebanyakan penyakit jantung. Pada disfungsi sistolik, kapasitas ventrikel untuk memompa darah terganggu karena gangguan kontraktilitas otot jantung yang dapat disebabkan oleh rusaknya miosit, abnormalitas fungsi miosit atau fibrosis, serta akibat pressure overload yang menyebabkan resistensi atau tahanan aliran sehingga stroke volume menjadi berkurang. Sementara itu, disfungsi diastolik terjadi akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering disfungi diastolik adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofi. Beberapa mekanisme kompensasi alami akan terjadi pada pasien gagal jantung sebagai respon terhadap menurunnya curah jantung serta untuk membantu mempertahankan tekanan darah yang cukup untuk memastikan perfusi organ yang cukup. Mekanisme tersebut mencakup: 31. Mekanisme Frank StarlingMenurut hukum Frank-Starling, penambahan panjang serat menyebabkan kontraksi menjadi lebih kuat sehingga curah jantung meningkat.2. Perubahan neurohormonalPeningkatan aktivitas simpatis Salahmerupakan mekanisme paling awal untuk mempertahankan curah jantung. Katekolamin menyebabkan kontraksi otot jantung yang lebih kuat (efek inotropik positif) dan peningkatan denyut jantung. Sistem saraf simpatis juga turut berperan dalam aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron (RAA) yang bersifat mempertahankan volume darah yang bersirkulasi dan mempertahankan tekanan darah. Selain itu dilepaskan juga counter-regulator peptides dari jantung seperti natriuretic peptides yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi perifer, natriuresis dan diuresis serta turut mengaktivasi sistem saraf simpatis dan sistem RAA.3. Remodeling dan hipertrofi ventrikelDengan bertambahnya beban kerja jantung akibat respon terhadap peningkatan kebutuhan maka terjadi berbagai macam remodeling termasuk hipertrofi dan dilatasi. Bila hanya terjadi peningkatan muatan tekanan ruang jantung atau pressure overload (misalnya pada hipertensi, stenosis katup), hipertrofi ditandai dengan peningkatan diameter setiap serat otot. Pembesaran ini memberikan pola hipertrofi konsentrik yang klasik, dimana ketebalan dinding ventrikel bertambah tanpa penambahan ukuran ruang jantung. Namun, bila pengisian volume jantung terganggu (misalnya pada regurgitasi katup atau ada pirau) maka panjang serat jantung juga bertambah yang disebut hipertrofi eksentrik, dengan penambahan ukuran ruang jantung dan ketebalan dinding.Mekanisme adaptif tersebut dapat mempertahankan kemampuan jantung memompa darah pada tingkat yang relatif normal, tetapi hanya untuk sementara. Perubahan patologik lebih lanjut, seperti apoptosis, perubahan sitoskeletal, sintesis, dan remodelling matriks ekstraselular (terutama kolagen) juga dapat timbul dan menyebabkan gangguan fungsional dan struktural yang semakin mengganggu fungsi ventrikel kiri. 3

Manifestasi Klinis dan DiagnosisGejala gagal jantung akut terutama disebabkan oleh kongesti paru yang berat sebagai akibat peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat, dapat disertai penurunan curah jantung ataupun tidak.19 Manifestasi klinis GJA meliputi: 41. Gagal jantung dekompensasi (de novo atau sebagai gagal jantung kronik yang mengalami dekompensasi).2. Gagal jantung akut hipertensi yaitu terdapat gagal jantung yang disertai tekanan darah tinggi dan gangguan fungsi jantung relatif dan pada foto toraks terdapat tanda-tanda edema paru akut.3. Edema paru yang diperjelas dengan foto toraks, respiratory distress, ronki yang luas, dan ortopnea. Saturasi oksigen biasanya kurang dari 90% pada udara ruangan.4. Syok kardiogenik ditandai dengan penurunan tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg dan atau penurunan pengeluaran urin kurang dari 0,5 ml/kgBB/jam, frekuensi nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ.5. High output failure, ditandai dengan curah jantung yang tinggi, biasanya dengan frekuensi denyut jantung yang tinggi, misalnya pada mitral regurgitasi, tirotoksikosis, anemia, dan penyakit Pagets. Keadaan ini ditandai dengan jaringan perifer yang hangat dan kongesti paru, kadang disertai tekanan darah yang rendah seperti pada syok septik.6. Gagal jantung kanan yang ditandai dengan sindrom low output, peninggian tekanan vena jugularis, serta pembesaran hati dan limpa. Diagnosis gagal jantung akut ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala, penilaian klinis, dan pemeriksaan penunjang, yaitu elektrokardiografi (EKG), foto toraks, biomarker, dan ekokardiografi Doppler.17

Diagnosis Banding P P O K( Penyakit Paru Obstruktif Kronik )

penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhunya reversibel. bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun / berbahaya. 4

Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena : 3 Emfisema merupakan diagnosis patologis Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinisSelain itu kedunya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara dalam saluran napas.

A. Faktor Risiko Asap rokok Polusi udara Infeksi saluran napas bawah bertulang

Gejala eksaserbasi akut: 4 batuk bertambah produksi sputum bertambah sputum berubah warna sesak napas bertambah keterbatasan aktiviti bertambah terdapat gagal napas akut pada gagal napas kronik penurunan kesadaran

EDEMA PARU/ ARDS

Secara anatomi terbagi 2: 4 Edema interstisial Edema alveolarA. Patogenesis Terbagi 2 peristiwa: 5 Cairan dari rongga vaskuler insterstisium Masuknya cairan ke rongga alveolar Kekuatan melawan transudasi cairan , migrasi cairan keluar dari rongga vaskuler lebih sensitif terhadap perubahan tekanan hidrostatik kapiler. Perubahan intraseluler (kadar kalsium, radikal oksigen bebas & eikosanoid) perubahan sel endotel membuka junction interseluler cairan keluar dari rongga vaskuler. Kecepatan edema interstisial > kapasitas normal berbagai mekanisme klirens paru seperti aliran limfe edema interstisial edema alveolar Pembengkakan interstisial barrier epitel rusak alveolar flooding

B. Etiologi Sepsis/sindroma sepsis Trauma berat (transfusi masif, fraktur multipel & kontusio paru) Pneumonia berat Aspirasi isi lambung Pankreatitis hemoragik akut Inhalasi asap atau gas toksik, dll

C. Gejala Klinis ARDS dapat terjadi selama 12-48 jam sampai beberapa hari, berupa dispnea hipoksemia dengan pernafasan cepat dan dangkal. Umumnya penderita membutuhkan intubasi & ventilator.

Gagal jantung kronikManifestasiklinis darigagaljantung harusdipertimbangkan relatif terhadap derajat latihan fisik yang menyababkan timbulnya gejala. Pada permulaan, secara khas gejala-gejala hanya muncul pada latihan atau aktivitas fisik. Toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan. 5Diagnosagagaljantung kongestifmenurut Framingham dibagi menjadi2 yaitukriteria mayor dan kriteria minor.Kriteria mayor : 31. Dispnea nocturnal paroksismal atau ortopnea.2. Peningkatan tekanan vena jugularis.3. Ronkhi basah tidak nyaring4. Kardiomegali5. Edema paru akut6. Irama derap S3.7. Peningkatan tekanan vena >1 6cm H20 Refluks hepatojugular.(1,2,4)Kriteria minor : 31. Edema pergelangan kaki2. Batuk malam hari3. Dispneu deffort4. Hepatomegali5. Efusi pleura

Terapi Gagal Jantung Akut

Tujuan utama terapi GJA adalah koreksi hipoksia, meningkatkan curah jantung, perfusi ginjal, pengeluaran natrium dan urin. Sasaran pengobatan secepatnya adalah memperbaiki simtom dan menstabilkan kondisi hemodinamik. 6Terapi UmumTerapi umum pada gagal jantung akut ditujukan untuk mengatasi infeksi, gangguan metabolik (diabetes mellitus), keadaan katabolik yang tidak seimbangantara nitrogen dan kalori yang negatif, serta gagal ginjal. 5Terapi Oksigen dan VentilasiTerapi ini ditujukan untuk memberikan oksigen yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan oksigen tingkat sel sehingga dapat mencegah disfungsi end organ dan awitan kegagalan multi organ. Pemeliharaan saturasi O2 dalam batas normal (95%-98%) penting untuk memaksimalkan oksigenasi jaringan. 5Terapi MedikamentosaMorfin diindikasikan pada tahap awal pengobatan GJA berat, khususnya pada pasien gelisah dan dispnea. Morfin menginduksi venodilatasi, dilatasi ringan pada arteri dan dapat mengurangi denyut jantung.Antikoagulan terbukti dapat digunakan untuk sindrom koroner akut dengan atau tanpa gagal jantung. Namun, tidak ada bukti manfaat heparin atau low molecular weight heparin (LMWH) pada GJA saja.Vasodilator diindikasikan pada kebanyakan pasien GJA sebagai terapi lini pertama pada hipoperfusi yang berhubungan dengan tekanan darah adekuat dan tanda kongesti dengan diuresis sedikit. Obat ini bekerja dengan membuka sirkulasi perifer dan mengurangi preload. Beberapa vasodilator yang digunakan adalah: 71. Nitrat bekerja dengan mengurangi kongesti paru tanpa mempengaruhi stroke volume atau meningkatkan kebutuhan oksigen oleh miokardium pada GJA kanan, khususnya pada pasien sindrom koroner akut. Pada dosis rendah, nitrat hanya menginduksi venodilatasi, tetapi bila dosis ditingkatkan secara bertahap dapat menyebabkan dilatasi arteri koroner.2. Nesiritid merupakan rekombinan peptida otak manusia yang identik dengan hormon endogen yang diproduksi ventrikel, yaitu B-type natriuretic peptides dalam merespon peningkatan tegangan dinding, peningkatan tekanan darah, dan volume overload. Kadar B-type natriuretic peptides meningkat pada pasien gagal jantung dan berhubungan dengan keparahan penyakit. Efek fisiologis BNP mencakup vasodilatasi, diuresis, natriuresis, dan antagonis terhadap sistem RAA dan endotelin. Nesiritid memiliki efek vasodilator vena, arteri, dan pembuluh darah koroner untuk menurunkan preload dan afterload, serta meningkatkan curah jantung tanpa efek inotropik langsung. Nesiritid terbukti mampu mengurangi dispnea dan kelelahan dibandingkan plasebo. Nesiritid juga mengurangi tekanan kapiler baji paru.3. Dopamine merupakan agonis reseptor -1 yang memiliki efek inotropik dan kronotropik positif. Pemberian dopamine terbukti dapat meningkatkan curah jantung dan menurunkan resistensi vaskular sistemik.4. Milrinone merupakan inhibitor phosphodiesterase-3 (PDE3) sehingga terjadi akumulasi cAMP intraseluler yang berujung pada inotropik dan lusitropik positif. Obat ini biasanya digunakan pada pasien dengan curah jantung rendah dan tekanan pengisian ventrikel yang tinggi serta resistensi vaskular sistemik yang tinggi.5. Dobutamin merupakan simpatomimetik amin yang mempengaruhi reseptor - 1, -2, dan pada miokard dan pembuluh darah. Walaupun mempunyai efek inotropik positif, efek peningkatan denyut jantung lebih rendah dibanding dengan agonis -adrenergik. Obat ini juga menurunkan Systemic Vascular Resistance (SVR) dan tekanan pengisian ventrikel kiri.296. Epinefrin dan norepinefrin menstimulasi reseptor adrenergik -1 dan -2 di miokard sehingga menimbulkan efek inotropik kronotropik positif. Epinefrin bermanfaat pada individu yang curah jantungnya rendah dan atau bradikardi.7. Digoksin digunakan untuk mengendalikan denyut jantung pada pasien gagal jantung dengan penyulit fibrilasi atrium dan atrial flutter. Amiodarone atau ibutilide dapat ditambahkan pada pasien dengan kondisi yang lebih parah.8. Nitropusid bekerja dengan merangsang pelepasan nitrit oxide (NO) secara nonenzimatik. Nitroprusid juga memiliki efek yang baik terhadap perbaikanpreload dan after load. Venodilatasi akan mengurangi pengisian ventrikel sehingga preload menurun. Obat ini juga mengurangi curah jantung dan regurgitasi mitral yang diikuti dengan penurunan resistensi ginjal. Hal ini akan memperbaiki aliran darah ginjal sehingga sistem RAA tidak teraktivasi secara berlebihan. Nitroprusid tidak mempengaruhi sistem neurohormonal. ACE-inhibitor tidak diindikasikan untuk stabilisasi awal GJA. Namun, bila stabil 48 jam boleh diberikan dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap dengan pengawasan tekanan darah yang ketat.Diuretik diindikasikan bagi pasien GJA dekompensasi yang disertai gejala retensi cairan. Pemberian loop diuretic secara intravena dengan efek yang lebih kuat lebih diutamakan untuk pasien GJA. Sementara itu, pemberian -blocker merupakan kontraindikasi pada GJA kecuali bila GJA sudah stabil.Obat inotropik diindikasikan apabila ada tanda-tanda hipoperfusi perifer (hipotensi) dengan atau tanpa kongesti atau edema paru yang refrakter terhadap diuretika dan vasodilator pada dosis optimal. Pemakaiannya berbahaya, dapat meningkatkan kebutuhan oksigen dan calcium loading sehingga harus diberikan secara hati-hati. 7KomplikasiKomplikasi gagal jantung akut adalah: 6 Stroke Penyakit katub jantung Infark miokard Emboli pulmonal Hipertensi Pencegahanpencegahan yang dapat dikerjakan antara lain adalah dengan menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan serta pertolongan yang dapat dilakukan sendiri. Perubahan gaya hidup seperti pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada penderita dengan kegemukan. Pembatasan asupan garam, konsumsi alkohol, serta pembatasan asupan cairan perlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal jantung kongestif berat. Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai efek yang positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel serta neurohormonal dan juga terhadap sensitifitas terhadap insulin meskipun efek terhadap kelengsungan hidup belum dapat dibuktikan. 6

PrognosisPasien dengan gagal jantung akut memiliki prognosis yang sangat buruk. Dalam satu randomized trial yang besar pada pasien yang dirawat dengan gagal jantung yang mengalami dekompensasi, mortalitas 60 hari adalah 9,6% dan apabila dikombinasi dengan mortalitas dan perawatan ulang dalam 60 hari jadi 35,2%. Sekitar 45% pasien GJA akan dirawat ulang paling tidak satu kali, 15% paling tidak dua kali dalam 12 bulan pertama. Angka kematian lebih tinggi lagi pada infark jantung yang disertai gagal jantung berat dengan mortalitas dalam 12 bulan adalah 30%.Terdapat beberapa faktor klinis yang penting pada pasien dengan gagal jantung akut yang dapat mempengaruhi respon terhadap terapi maupun prognosis, diantaranya adalah: 81. Tekanan darah sistolik yang tinggi saat masuk berhubungan dengan mortalitas pasca perawatan yang rendah namun perawatan ulang dalam 90 hari tidak berbeda antara pasien dengan hipertensi maupun normotensi. Tekanan darah sistolik yang rendah (< 120 mmHg) saat masuk rumah sakit menunjukkan prognosis yang lebih buruk. Pada penelitian yang dilakukan oleh Gheorghiade et al didapatkan bahwa peningkatan tekanan darah sistolik berhubungan dengan mortalitas selama perawatan yang rendah yaitu 7.2% (161 mm Hg).2. Gangguan fungsi ginjal tampaknya juga mempengaruhi hasil akhir pada gagal jantung akut. Pada penelitian yang dilakukan Klein et al didapatkan bahwa rendahnya estimated glomerular filtration rate (eGFR) dan tingginya BUN saat masuk RS berkaitan dengan meningkatnya risiko kematian dalam 60 hari pasca perawatan.3. Pada pasien gagal jantung yang disertai PJK terdapat peningkatan mortalitas pasca perawatan dibandingkan pasien tanpa PJK. Secara umum, penyakit jantung koroner dapat meningkatkan mortalitas pasien gagal jantung akut.13 Angka mortalitas mencapai 20-40% pada gagal jantung yang berhubungan dengan infark miokard akut.33 Peningkatan kadar troponin yang diobservasi pada 30 70% pasien dengan PJK berkaitan dengan meningkatnya mortalitas pasca perawatan sebanyak 2 kali, sedangkan angka perawatan ulang dirumahsakit meningkat 3 kali.4. Peningkatan kadar natriuretik peptida juga berhubungan dengan meningkatnya mortalitas pasca perawatan dan perawatan ulang di rumah sakit.5. Pasien dengan tekanan baji kapiler paru yang rendah memperlihatkan peningkatan survival pasca perawatan. Tekanan baji kapiler paru yang tinggi, sama atau lebih dari 16 mmHg merupakan prediktor mortalitas tinggi.6. Durasi QRS yang memanjang juga menjadi faktor independen terhadap tingginya morbiditas dan pasca perawatan.7. Hiponatremia juga berpengaruh terhadap mortalitas GJA. Sekitar 25% hingga 30% pasien GJA akut memiliki hiponatremia ringan (Na+ < 130 mmol/L). Hiponatremia sedang sampai berat didefinisikan sebagai konsentrasi Na plasma < 130 mmol/L, namun jarang terjadi pada pasien gagal jantung akut. Suatu studi ESCAPE trial menyebutkan bahwa hiponatermia ringan yang persisten ditemukan pada 23,8% pasien dan berhubungan dengan tingginya risiko kematian, perawatan di rumah sakit dibandingkan pasien tanpa hiponatremia.

Kesimpulan

Daftar Pustaka1. Hartono A. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan Bates. Terjemahan. Lynn SB. Bates guide to physical examination & history taking. 2009. Edisi ke-8. Jakarta: EGC2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.3. www.bioconsultor.com. Diunduh tanggal 23 September 2012.4. Karo-Karo S, Rahajoe AU, Sulistyo S. 2008. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular (PERKI). 5. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Ed. 3. 1999. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.6. Wilson,Martin,Fauci,etc. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. 2001. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.7. Price SA,Wilson L.M. Patofisiologi. Edisi Keenam. 2006. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.8. Fakultas kedokteran Indonesia. Kapita selekta kedokteran jilid I.2005. Edisi VII. Jakarta : Media Aesculapics.