makalah pbl blok 14

22
Fraktur Femur Tertutup pada Pasien Kecelakaan Kelly 102012078 C 9 Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 kelly [email protected] Pendahuluan Fraktur merupakan suatu gangguan pada kontinuitas tulang. Penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress atau beban yang lebih besar dan kemampuan tulang untuk mentoleransi beban tersebut. Fraktur dapat menyebabkan disfungsi organ tubuh atau bahkan dapat menyebabkan kecacatan atau kehilangan fungsi ekstremitas permanen. Dampak masalah dari fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada bagian tubuh yang terkena cedera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri yang dirasakannya, resiko terjadinya infeksi, resiko perdarahan, ganguan integritas kulit serta berbagai masalah yang mengganggu 1

Upload: kresentia-kelly

Post on 03-Sep-2015

233 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Fraktur Femur Tertutup pada Pasien Kecelakaan

Kelly

102012078

C 9

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

[email protected]

Pendahuluan

Fraktur merupakan suatu gangguan pada kontinuitas tulang. Penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress atau beban yang lebih besar dan kemampuan tulang untuk mentoleransi beban tersebut. Fraktur dapat menyebabkan disfungsi organ tubuh atau bahkan dapat menyebabkan kecacatan atau kehilangan fungsi ekstremitas permanen.

Dampak masalah dari fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada bagian tubuh yang terkena cedera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri yang dirasakannya, resiko terjadinya infeksi, resiko perdarahan, ganguan integritas kulit serta berbagai masalah yang mengganggu kebutuhan dasar lainnya. Selain itu, fraktur juga dapat menyebabkan kematian. Kegawatdaruratan fraktur harus segera dilakukan tindakan untuk menyelamatkan pasien dari kecacatan fisik. Kecacatan fisik dapat dipulihkan secara bertahap melalui mobilisasi persendian yaitu dengan latihan range of motion (ROM). Range of motion adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan dalam kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot. Pasien harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera mungkin. Hal tersebut perlu dilakukan sedini mungkin pada pasien post operasi untuk mengembalikan kelainan fungsi pasien seoptimal mungkin.

Pembahasan

A. Anamnesis

Anamnesis yaitu pemeriksaan yang pertama kali dilakukan yaitu berupa rekam medik pasien yang dapat dilakukan pada pasiennya sendiri (auto) atau pada keluarga terdekat (allo). Rekam medik yang dilakukan meliputi:

a. Identitas : nama, umur, jenis kelamin, pemberi informasi (misalnya pasien, keluarga,dan lain-lain) dan keandalan pemberi informasi.

b. Keluhan utama : keluhan yang dirasakan pasien tentang permasalahan yang sedang dihadapinya.

c. Keluhan penyerta : keluhan lain yang menyertai keluhan utama.

d. Riwayat penyakit dahulu (RPD) : bertanya apakah pasien pernah mengalami penyakit seperti saat ini atau tidak.

e. Riwayat penyakit sekarang (RPS) : cerita kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat.

f. Riwayat penyakit keluarga : umur, status anggota keluarga (hidup/meninggal) dan masalah kesehatan pada anggota keluarga.

g. Riwayat obat : riwayat penggunaan obat yang telah dikonsumsi sebelumnya.

h. Riwayat sosial : stressor (lingkungan kerja atau sekolah, tempat tinggal), faktor resiko gaya hidup (makan makanan sembarangan).1

Dari kasus yang diperoleh, didapatkan anamnesis sebagai berikut:

a) Identitas

Jenis kelamin: laki-laki.

Umur: 18 tahun.

b) Keluhan utama

Pasien sakit pada kaki kanannya setelah mengalami kecelakaan sepeda motor.

c) Keluhan penyerta

Pasien mengalami kesakitan pada tungkai bawah kanan di atas sendi lutut, tidak dapat berdiri dan merasa kesakitan ketika berusaha mengangkat pahanya.

d) Riwayat penyakit dahulu

Bertanya apakah pasien pernah mengalami kejadian patah tulang atau tidak dan apakah pernah mengalami kanker tulang atau tidak.

e) Riwayat penyakit sekarang

Pasien mengeluh nyeri akibat kecelakaan sepeda motor.

f) Riwayat penyakit keluarga

Bertanya apakah di dalam anggota keluarga ada yang pernah mengalami penyakit patah tulang atau tidak.

g) Riwayat obat

Bertanya tentang obat apa saja yang telah dikonsumsi sebelumnya.

h) Riwayat sosial

Bertanya tentang gaya hidupnya sehari-hari di lingkungan tempat tinggal dan sekolahnya.

B. Pemeriksaan

Setelah anamnesis selesai, dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

1) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik diawali dengan pemeriksaan obyektif tentang hal-hal yang terukur yaitu tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan, suhu, dan tingkat kesadaran.2

Pada kasus didapatkan hasil pemeriksaan fisik sebagai berikut:

a. Tanda-tanda vital : normal

b. Keadaan umum : compos mentis

c. Look (inspeksi) : edema, hematom dan deformitas

d. Feel (palpasi) : tidak ada panas, krepitasi (+), nyeri tekan (+), pulsasi distal teraba, tidak melemah

e. Move (pergerakan) : pergerakan tungkai terbatas.

2) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk pasien yang menderita fraktur femur tertutup 1/3 distal dextra dapat dilakukan melalui:

a.Foto rontgen femur dextra

Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang. Oleh karena itu, minimal diperlukan 2 proyeksi yaitu anteroposterior (AP) atau AP lateral. Dalam keadaan tertentu, diperlukan proyeksi tambahan (khusus) atau indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari, karena adanya superposisi. Untuk fraktur baru, tujuan dilakukannya foto rontgen adalah untuk melihat jenis dan kedudukan fraktur serta mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung. Oleh karena itu, perlu tampak seluruh bagian tulang (kedua ujung persendian).3

b. Scan tulang, CT-scan atau MRI

Memperlihatkan fraktur dan mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.3

c. Pemeriksaan darah lengkap

Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan sel darah putih adalah respon stres normal setelah trauma.3

C.Working Diagnosis (WD)

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang baik yang bersifat total maupun sebagian. Fraktur terjadi akibat tekanan yang kuat diberikan pada tulang normal atau tekanan yang sedang pada tulang yang terkena penyakit, misalnya osteoporosis.4

Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Dari beberapa pengertian di atas, maka pengertian fraktur femur 1/3 distal dextra adalah terputusnya kontinuitas struktur tulnag femur kanan pada 1/3 bagian ujung. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak dan mengakibatkan penderita jatuh dalam syok.Klasifikasi fraktur femur dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :

1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

a. Fraktur tertutup (Simple), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.

b. Fraktur terbuka (Compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.4

2. Berdasarkan komplit atau ketidaklomplitan fraktur.

a. Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.

b. Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang panjang.4

3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.

a. Fraktur transversa : fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.

b. Fraktur oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.

c. Fraktur spiral : fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.

d. Fraktur kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.

e. Fraktur avulsi : fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya di tulang.4

4. Berdasarkan jumlah garis patah

a. Fraktur komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.

b. Fraktur segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.

c. Fraktur multiple : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.4

5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

a. Fraktur undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.

b. Fraktur displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen.4

6. Berdasarkan posisi fraktur, sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian yaitu 1/3 proksimal, 1/3 medial dan 1/3 distal.4

Gambar 1. Jenis-Jenis Fraktur.4

Ada beberapa komplikasi yang berhubungan dengan fraktur femur antara lain sebagai berikut:

a) Infeksi

Infeksi biasanya terjadi pada fraktur terbuka karena luka terkontaminasi oleh organisme yang masuk dari luar tubuh. Pada fraktur tertutup dapat terjadi karena penolakan terhadap fiksasi internal yang dipasang pada tubuh pasien.4

b) Delayed union

Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan yang lambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya peredaran darah ke fragmen.4

c) Non union

Non union adalah penyambungan tulang yang tidak sukses memperbaiki perpatahannya.4

d) Mal union

Mal union adalah penyambungan tulang pada posisi yang salah atau abnormal.4

D. Differential Diagnosis (DD)

Dislokasi merupakan gangguan persendian yang menyebabkan sendi bergeser dari kedudukan semula. Dislokasi terjadi ketika gerakan memuntir atau memilin membuat tulang tertarik keluar dari posisi normalnya dalam sendi. Fraktur dapat sekaligus terjadi dan ligamen di sekitarnya bisa terkoyak.5

Dislokasi sendi biasanya terjadi setelah trauma berat, yang mengganggu kemampuan ligamen menahan tulang di tempatnya. Untuk dislokasi akibat trauma, terdapat nyeri terkait yang nyata, pembengkakan, dan kehilangan rentang gerak sendi. Dislokasi sendi biasanya akan tampak pada radiograf dan diatasi dengan manipulasi atau bedah perbaikan yang diikuti dengan imobilisasi sampai struktur sendi sembuh.5

Jari-jari tangan dan bahu merupakan sendi yang umum mengalami dislokasi. Dislokasi terasa sangat menyakitkan dan rasa nyeri bertambah jika sendi digerakkan. Biasanya terjadi kelainan bentuk dan bengkak di sekitar sendi. Apabila mengalami dislokasi sendi, diperlukan penanganan medis secepatnya. Rontgen dapat dilakukan untuk memeriksa tanda-tanda patah tulang. Apabila tidak terjadi patah, tulang yang bermasalah biasanya digeser kembali ke posisi semula. Obat penghilang rasa sakit dan obat penenang dapat diberikan selama proses ini dilakukan. Sendi tersebut kemudian tidak boleh digerakkan selama beberapa minggu dan memerlukan fisioterapi saat mulai menggerakkannya. Dislokasi dapat melemahkan sendi sehingga rentan terhadap gangguan lain. Kadang-kadang operasi dilakukan untuk membantu menstabilkan sendi.5

Gambar 2. Perbedaan Sendi Normal dan Dislokasi Sendi.5

E. Etiologi

Fraktur femur tertutup 1/3 distal dextra dapat disebabkan oleh berbagai hal sebagai berikut:

a. Trauma langsung merupakan pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan, misalnya kecelakaan lalu lintas.

b. Trauma tidak langsung merupakan pukulan langsung yang berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.

c. Proses penyakit misalnya osteoporosis yang menyebabkan fraktur yang patologis.

d. Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.

e. Kelemahan abnormal pada tulang. Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal jika tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau jika tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget).6

F. Epidemiologi

Fraktur femur mempunyai insiden yang cukup sering, biasanya terjadi pada tahun-tahun awal dari umur 2 tahun (18%) dan 10 tahun (4%). Sehubungan dengan meningkatnya umur, angka kejadian semakin kecil. Lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki. Pada orang dewasa terjadi pada usia produktif antara 17-50 tahun dan insidennya lebih banyak pada pria dibandingkan wanita.6

Fraktur collum femur dan fraktur subtrochanter terjadi pada wanita tua dengan usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporosis. Trauma yang dialami oleh wanita tua biasanya ringan sedangkan pada penderita usia muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan. Sedangkan fraktur batang femur, fraktur supracondyler, fraktur intercondyler, dan fraktur condyler banyak terjadi pada laki-laki dewasa karena kecelakaan ataupun jatuh dari ketinggian. Sedangkan fraktur batang femur pada anak terjadi karena jatuh saat bermain di rumah atau di sekolah.6

G. Patofisiologi

Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka periosteum, pembuluh darah di korteks, sumsum tulang dan jaringan di sekitarnya rusak. Terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang dan terbentuklah hematoma di canal medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya, menyerap hematoma tersebut, dan menggantikannya. Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal dari periosteum. Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium dalam jaringan ikat yang disebut callus.7

Pada kasus fraktur femur 1/3 distal, tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki posisi fragmen adalah dengan reduksi secara terbuka atau dengan tindakan operasi. Dengan adanya tindakan operasi ini, maka akan terjadi kerusakan jaringan lunak. Tindakan operasi akan menyebabkan reaksi radang, pembuluh darah vasodilatasi sehingga permeabilitas dinding akan meningkat. Dengan meningkatnya permeabilitas dinding maka cairan eksudat keluar dan meningkatkan tekanan pada jaringan interstisial. Kumpulan cairan eksudat akan mengakibatkan oedem. Oedem akan menekan nosiseptor sehingga akan timbul nyeri. Apabila terasa nyeri, biasanya pasien tidak ingin untuk bergerak, sehingga dapat menyebabkan penurunan lingkup gerak sendi. Apabila hal ini dibiarkan terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama, maka akan terjadi penurunan kekuatan otot sehingga aktivitas fungsional pasien juga akan menurun khususnya aktivitas jalan.7

Namun secara fisiologis, tulang mempunyai kemampuan untuk menyambung sendiri setelah patah tulang. Proses penyambungan tulang pada setiap individu berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyambungan tulang adalah usia pasien, jenis fraktur, lokasi fraktur, suplai darah, dan kondisi medis yang menyertainya. Proses penyambungan tulang terdiri dari beberapa tahapan yaitu:

a. HematomaPembuluh darah robek dan darah keluar sehingga terbentuk kumpulan darah di sekitar dan di dalam tempat yang mengalami fraktur. Tulang pada ujung fragmen yang tidak mendapat pasokan darah akan mati sepanjang satu atau dua millimeter.7

b. ProliferasiDalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi sel di bawah periosteum dan di dalam canalis medullaris yang terkoyak. Ujung fragmen dikelilingi oleh jaringan yang kaya sel, yang menghubungkan ujung fragmen fraktur. Hematoma yang membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru yang halus berkembang ke dalam daerah itu.7

c. Pembentukan callus

Selama beberapa minggu berikutnya, callus bervaskular masih lunak, penuh dengan sel berbentuk kumparan yang aktif. Tulang spongiosa membentuk callus bila kedua ujung fragmen berdekatan, sedangkan tulang kortikal dapat membentuk callus walaupun kedua ujung fragmen tidak berdekatan. Pergerakan yang lembut dapat merangsang pembentukan callus pada fraktur tulang panjang. Setelah dua minggu, endapan kalsium telah cukup terdapat pada callus yang dapat dilihat pada foto sinar-X dan diraba dengan palpasi. Callus yang mengalami kalsifikasi ini secara lambat diubah menjadi anyaman tulang longgar terbuka yang membuat ujung tulang menjadi melekat dan mencegah pergerakan ke samping satu sama lain.7

d. Konsolidasi Bila aktivitas osteoklast (sel yang mereabsorpsi tulang) dan osteoblast (sel yang membentuk tulang) berlanjut, tulang baru akan berubah menjadi tulang lamellar (berlapis-lapis). Sistem itu sekarang cukup kaku untuk memungkinkan osteoklast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur dan dekat di belakangnya osteoblast mengisi celah-celah yang tersisa di antara fragmen dengan tulang yang baru.7

e. RemodellingTulang yang fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses reabsorpsi dan pembentukan tulang yang terus menerus. Lamella (lapisan) yang lebih tebal diletakkan pada tempat yang tekanannya tinggi, dinding-dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk akhirnya tulang akan memperoleh bentuk yang mirip dengan bentuk normalnya. 7

H. Gejala Klinis

Adapun gejala klinis dari fraktur femur tertutup 1/3 distal dextra yaitu:

1) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2) Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada ekstremitas. Deformitas dapat diketahui dengan cara membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.

3) Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm.

4) Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.

5) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.

6) Peningkatan temperatur lokal.

7) Pergerakan abnormal.

8) Ekimosis (perdarahan subkutan yang lebar).

9) Kehilangan fungsi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan).

10) Syok hipovolemik (hasil dari hilangnya volume cairan darah).7

I. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan fraktur adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang supaya satu sama lain saling berdekatan dan menjaga agar tulang tetap menempel sebagaimana mestinya. Proses penyembuhan memerlukan waktu minimal 4 minggu, tetapi pada usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama. Setelah sembuh, tulang biasanya kuat dan kembali berfungsi seperti semula.8

Penatalaksanaan medis untuk penderita fraktur femur tertutup 1/3 distal dextra dibagi menjadi 2 yaitu melalui terapi farmakologis dan non farmakologis.8

a. Terapi Farmakologis

Pada semua kasus fraktur, penatalaksanaan nyeri harus diutamakan. Analgesik seperti asetaminofen atau NSAID (Non Steroid Anti Inflammatory Drugs) dapat diberikan pada fase akut dari fraktur. Walupun demikian, penambahan penghilang nyeri mungkin diperlukan bila nyeri pasien tidak hilang hanya dengan pemberian asetaminofen atau NSAID. Pada kasus seperti ini, golongan opioid mungkin dapat digunakan, khususnya untuk mengatasi rasa nyeri yang hebat. Penyesuaian terhadap rasa nyeri harus dilakukan, terutama pada fase akut.8

Kontrol terhadap rasa nyeri sangat penting pada pasien. Analgesik akan membuat pasien nyaman, napas yang tenang, dan mempunyai efek sedatif, yang bermanfaat bagi pasien dengan nyeri yang terus menerus. Beberapa jenis analgesik yang dapat digunakan, antara lain:

1) Asetaminofen

Diindikasikan untuk nyeri ringan sampai sedang. Merupakan obat pilihan untuk nyeri pasien yang hipersensitif terhadap aspirin atau NSAID, dengan gangguan gastrointestinal atas, atau pasien yang mengonsumsi antikoagulan oral.

Dosis yang digunakan adalah 325-650 mg per oral setiap 4-6 jam atau 1.000 mg 3 sampai 4x sehari; dosis tidak lebih dari 4 gram per hari.

Untuk pasien anak 12 tahun: 325-650 mg per oral setiap 4 jam; tidak lebih dari 5x dalam 24 jam.

Kontraindikasi pada pasien yang hipersensitif; defisiensi G6PD (Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase).

Interaksi obat. Rifampisin dapat mengurangi efek analgesik; digunakan bersama barbiturate, carbamazepine, hydantoins, dan isoniazid akan meningkatkan hepatotoksisitas.

Efek samping bersifat hepatotoksik terutama bila pasien pecandu alkohol. Nyeri hebat atau nyeri terus menerus atau demam tinggi merupakan efek samping yang serius.8

2) Ibuprofen

Obat pilihan untuk pasien dengan nyeri ringan sampai sedang. Menghambat reaksi inflamasi dengan menurunkan sintesis prostaglandin.

Dosis dewasa 400-600 mg per oral setiap 4-6 jam selama gejala masih ada; tidak melebihi 3,2 gram/hari.

Dosis anak 12 tahun: mengikuti dosis dewasa.

Kontraindikasi pada pasien yang hipersensitif; ulkus peptik, perdarahan dan perforasi saluran cerna, insufisiensi renal, atau resiko perdarahan.

Bila digunakan bersama aspirin akan meningkatkan efek kebalikan dari NSAID.

Efek samping: kategori D pada trimester III kehamilan; kategori B pada trimester I dan II kehamilan; menyebabkan hipertensi dan menurunkan fungsi ginjal dan hati serta menyebabkan abnormalitas antikoagulan atau selama terapi antikoagulan.8

b. Terapi Non Farmakologis

Terapi non farmakologis untuk kasus fraktur femur tertutup 1/3 distal dextra dapat dilakukan melalui traksi dan konsultasi bedah tulang.

1) Traksi

Traksi adalah penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh. Ini dicapai dengan memberi beban yang cukup untuk mengatasi penarikan otot. Traksi skelet adalah traksi yang dilakukan langsung pada skelet/tulang tubuh. Metode traksi ini digunakan paling sering untuk menangani fraktur femur, tibia, humerus, dan tulang leher. Traksi dipasang langsung ke tulang menggunakan pin logam atau kawat yang dimasukkan ke dalam tulang di sebelah distal garis fraktur, menghindari saraf dan pembuluh darah, otot, serta tendon dan sendi. Traksi skelet biasanya menggunakan beban 7-12 kg untuk mencapai efek terapi. Pemberat yang dipasang harus dapat melawan daya pemendekan akibat spasme otot yang cedera. Ketika otot relaks, pemberat dapat dikurangi untuk mencegah dislokasi garis fraktur dan mencapai penyembuhan fraktur.8

2) Konsultasi bedah tulang

Terjadinya fraktur femur secara umum lebih memerlukan penanganan serius jika dibandingkan dengan fraktur pada tulang-tulang ekstremitas lain. Sering terjadi kasus fraktur femur diperlakukan sama dengan fraktur tibia, humerus dan radius. Untuk mencegah terjadinya kesalahan yang sering dilakukan oleh individu atau komunitas dalam penatalaksanaan kasus fraktur femur ini, maka dianjurkan untuk berkonsultasi ke dokter spesialis/ahli bedah tulang.8

J. Prognosis

Prognosis fraktur femur tertutup 1/3 distal dextra yaitu dubia ad bonam (meragukan ke arah baik). Penderita fraktur femur setelah mendapatkan terapi latihan yang tepat diharapkan kemampuan fungsional anggota geraknya menjadi lebih baik. Fraktur femur mempunyai kemungkinan yang besaruntuk disembuhkan.8

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, maka hipotesis diterima yaitu pasien menderita fraktur femur tertutup 1/3 distal dextra. Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat cedera traumatik dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Fraktur tertutup terjadi bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Dari kasus yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa penyebab pasien menderita penyakit ini yaitu trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas.

Daftar Pustaka

1. Swartz, Mark H. Intisari buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.h.2-8.

2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.h.62-5.

3. Grace PA, Norley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.h.85.

4. David C. Buku ajar bedah. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.h.380-3.

5. Davies K. Buku pintar nyeri tulang dan otot. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.h.108.

6. Schwartz, Seymour I. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.h.657-60.

7. Corwin, Elizabeth J. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.h.432-4.

8. Hayes, Peter C. Buku saku diagnosis dan terapi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.h.317-8.

14