bina nusantara | library & knowledge...
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Informasi
2.1.1 Pengertian Sistem Informasi
Menurut Hall (2008: 6) Information System is the set of formal procedures by
which data are collected, processed into information and distributed to users.
Sistem informasi merupakan sekumpulan prosedur formal yang menentukan
bagaimana data dikumpulkan, lalu diproses menjadi informasi dan didistribusikan ke
user.
Menurut Gelinas, Dull, Wheeler (2012: 14) Information System is a man made
system that generally consist of an integrated set of computer based components and
manual components established to collect, store, and manage data, and to provide
output information to users.
Sistem informasi merupakan sistem buatan manusia yang secara umum terdiri
dari sekumpulan komponen berbasis komputer yang terintegrasi dan komponen
manual yang ditetapkan untuk mengumpulkan, menyimpan, dan mengelola data, serta
menyediakan keluaran (output) informasi kepada user.
Menurut Bagad (2009: 1-1) Information System is defined as group of
elements organized with the purpose of supporting management and operational
decision making.
Sistem Informasi adalah sekumpulan elemen yang diatur guna mendukung
pengambilan keputusan manajemen dan operasional.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sistem informasi
adalah sekumpulan elemen yang terdiri dari sekumpulan komponen berbasis
komputer yang terintegrasi, komponen manual, dan prosedur buatan manusia yang
mengatur bagaimana data dikumpulkan, diproses menjadi informasi, dan
didistribusikan ke user guna mendukung pengambilan keputusan manajemen dan
operasional.
2.1.2 Kerangka Sistem Informasi
Gambar 2.1 Kerangka Sistem Informasi
Menurut O’Brien dan Marakas (2008: 7) terdapat lima area sistem informasi
antara lain :
Foundation Concepts
Konsep-konsep dasar perilaku, teknis, bisnis, dan manajerial mengenai
komponen-komponen dan peran-peran dari sistem informasi.
Information Technologies
Konsep-konsep pengembangan, dan isu-isu manajemen utama di dalam
teknologi informasi yaitu hardware, software, network, data,
management, dan teknologi-teknologi berbasis internet lainnya.
Business Applications
Penggunaan sistem informasi utama untuk operasi, manajemen, dan
keunggulan kompetitif dari bisnis.
Development Processes
Bagaimana cara para ahli bisnis dan ahli informasi dalam merencanakan,
mengembangkan, dan mengimplementasikan, sistem informasi untuk
memperoleh peluang bisnis.
Management Challenges
Tantangan – tantangan dalam mengelola teknologi informasi pada
pengguna akhir, perusahaan, dan bisnis global secara etis dan efektif.
2.1.3 Peran Sistem Informasi
Menurut O’Brien dan Marakas (2008: 8) terdapat tiga peran utama dari
pengaplikasian sistem informasi terhadap proses bisnis perusahaan yaitu :
Mendukung operasi dan proses bisnis perusahaan
Mendukung pengambilan keputusan oleh karyawan dan manajer
Mendukung strategi-strategi perusahaan dalam mencapai keunggulan kompetitif
2.1.4 Komponen Sistem Informasi
Menurut O’Brien dan Marakas (2008: 26) terdapat lima sumber daya sistem
informasi antara lain :
People
Hardware
Software
Data
Network
2.2 Analisis dan Perancangan Sistem Informasi
2.2.1 Analisis Sistem
Menurut Satzinger, Jackson, Burd (2009: 4) System Analysis is the process of
understanding and specifying in detail what the information system should
accomplish.
Analisis sistem adalah proses pemahaman dan menetapkan apa yang
seharusnya dicapai oleh sistem secara detail.
Menurut Shelly, Rosenblatt (2012: 142) analisis sistem terdiri dari 4 aktivitas
utama :
1) Requirements Modeling
Aktivitas yang dilakukan disini meliputi pencarian fakta-fakta yang
menggambarkan sistem berjalan dan mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan
untuk pembuatan sistem baru seperti input, output, proses, kinerja, dan keamanan
sistem.
2) Data and Process Modeling
Aktivitas yang dilakukan disini adalah melanjutkan pembuatan model proses
dengan mempelajari bagaimana data dan proses sistem digambarkan secara grafis
dengan menggunakan teknik analisis terstruktur yang mengidentifikasi bagaimana
aliran data dalam sebuah proses, aturan bisnis yang mengubah data, dan output
hasil aliran data.
3) Object Modeling
Pada aktivitas ini dilakukan pembuatan model proses yang mengkombinasikan
data dan proses pengolahan data yang disebut dengan objek. Objek-objek ini
menggambarkan manusia, benda, transaksi, dan peristiwa yang mempengaruhi
sistem.
4) Considerations of Development Strategies
Pada aktivitas ini dilakukan pertimbangan dari berbagai macam pilihan
pengembangan sistem dan melakukan persiapan untuk transisi ke fase
perancangan sistem.
2.2.2 Perancangan Sistem
Menurut Satzinger, Jackson, Burd (2009: 4) System Design is the process of
specifying in detail how the many components of the information system should be
physically implemented.
Perancangan sistem adalah proses penetapan secara detail bagaimana
komponen-komponen sistem informasi yang banyak itu seharusnya
diimplementasikan secara fisik.
Menurut Shelly, Rosenblatt (2012: 333) ada 3 aktivitas utama dalam
perancangan sistem :
1. User Interface Design
Pada aktivitas ini dilakukan perancangan tampilan sistem yang menggambarkan
bagaimana user berinteraksi dengan sistem komputer dan termasuk bagaimana
semua tampilan, menu, fungsi, dan fitur yang ada pada sistem mempengaruhi
komunikasi dua arah diantara user dan komputer.
2. Data Design
Pada aktivitas ini dilakukan penetapan bagaimana data akan diorganisir,
disimpan, dan diatur yang akan memberikan dampak pada kualitas dan
konsistensi data.
3. System Architecture
Pada aktivitas ini dilakukan penetapan semua arsitektur sistem yang
mentranslasikan desain logis dari sebuah sistem informasi ke struktur fisik
(hardware, software, jaringan pendukung, metode pemrosesan, dan keamanan)
dengan tujuan untuk mengimplementasikan sistem informasi.
2.3 Proses Bisnis
2.3.1 Pengertian Proses Bisnis
Menurut Shelly, Rosenblatt (2012: 10) A business process is a specific set of
transactions, events, and results that can be described and documented.
Proses bisnis adalah sekumpulan transaksi, peristiwa, dan hasil spesifik yang
dapat digambarkan dan didokumentasikan.
Menurut McDonald (2010: 4-5) A business process is the set of steps a
business performs to create value for customers.
Proses bisnis adalah serangkaian langkah-langkah bisnis yang dilakukan guna
menghasilkan nilai bagi para pelanggan.
Sedangkan menurut pendapat Rama dan Jones (2008: 3) A business process is
a sequence of activities perform by a business for acquiring, producing, and selling
goods and services.
Proses bisnis adalah urutan aktivitas yang dilaksanakan oleh suatu bisnis
untuk memperoleh, menghasilkan, serta menjual barang dan jasa.
Dari pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa proses
bisnis merupakan semua aktivitas perusahaan atau peristiwa yang melibatkan
manusia, teknologi, dan informasi untuk mengubah input menjadi output yang dapat
didokumentasikan dan digambarkan.
2.3.2 Komponen Proses Bisnis
Menurut McDonald (2010: 4-5) Proses bisnis terbentuk dari dua kata yakni
proses dan bisnis. Sebuah proses memiliki 3 komponen dasar yaitu :
1. Input
Komponen-komponen yang memulai proses.
Contoh : bahan baku.
2. Aktivitas
Kegiatan-kegiatan yang mengubah input menjadi output.
Contoh : kegiatan produksi.
3. Output
Hasil yang didapatkan dari aktivitas yang dilakukan pada input.
Contoh : produk akhir siap jual.
Sementara itu dari konteks bisnis maka proses bisnis tidak dapat lepas dari
serangkaian peristiwa yang melibatkan 3 komponen berikut :
1. Manusia
Sebagai aktor yang melakukan serangkaian aktivitas pada inputan yang
diterimanya.
2. Teknologi
Digunakan sebagai fasilitas oleh manusia untuk melakukan aktivitas proses.
Contoh : aplikasi software dan internet.
3. Informasi
Hasil pengolahan data atau fakta-fakta mentah yang bisa dijadikan sebagai input-
an pada suatu proses ataupun sebagai output pada suatu proses.
2.4 Gap Analysis
Menurut Cyber Media Services (2007: 200) Gap analysis is the study of the
differences between two different information systems or applications, often for the
purpose of determining how to get from one state to a new state.
Gap analysis merupakan sebuah studi yang mempelajari perbedaan antara dua
sistem informasi atau aplikasi yang berbeda, biasanya digunakan untuk berpindah ke
suatu state yang baru.
Gap analysis menurut Baschab, Piot (2007: 435) dilakukan karena dua tujuan:
Analisis dilakukan untuk memastikan digunakannya pendekatan yang terbaik
dalam memenuhi tiap requirements yang ada.
Dengan mengetahui pendekatan yang akan digunakan dalam memenuhi
requirements, analis dapat memperkirakan seberapa besar usaha yang dibutuhkan
untuk menutupi gap yang ada.
2.5 Laporan
Menurut Rama dan Jones (2008:285) laporan merupakan penyajian data yang
terpola dan tersusun.
Laporan memiliki berbagai macam kegunaan. Adapun manfaat laporan
menurut Sumarto, Dwiantara (2000:149-150 ) antara lain sebagai berikut.
1. Sebagai Sarana Komunikasi Vertikal
Melalui laporan, dari pihak bawahan dapat menginformasikan berbagai kegiatan
dan masukan berupa ide atau gagasan terhadap suatu permasalahan. Sedangkan
dari pihak pimpinan dapat memperoleh berbagai input kemudian diolah,
dikembangkan, dan sebagai pertimbangan pengambilan keputusan dan
perencanaan lebih lanjut.
2. Sebagai Alat Pertanggungjawaban
Laporan merupakan manifestasi dari bentuk komunikasi vertikal dari atas ke
bawah. Oleh karena bawahan telah dipercaya dengan diberikannya tanggung
jawab dan wewenang tertentu, maka bawahan harus mempertanggungjawabkan
kepercayaan dan wewenang yang telah diterimanya yang dituangkan dalam
bentuk suatu laporan.
3. Memberikan Informasi Penting
Isi suatu laporan harus merupakan informasi faktual dan dipandang penting serta
merupakan pemikiran-pemikiran rasional, argumentatif, dan objektif sebagai
laporan terhadap fenomena faktual tersebut. Oleh karena itu, laporan dapat
digunakan sebagai sumber informasi yang penting.
4. Sebagai Bahan untuk Pengambilan Keputusan
Laporan dapat digunakan sebagai sumber pertimbangan untuk pengambilan suatu
kebijakan atau keputusan bagi unit kerja dan organisasi secara keseluruhan.
2.6 Sistem ERP
2.6.1 Pengertian ERP
Menurut Leon (2008: 14) ERP means the techniques and concepts for
integrated management of businesses as a whole from the viewpoint of the effective
use of management resources to improve the efficiency of enterprise management.
ERP adalah teknik-teknik dan konsep-konsep untuk manajemen bisnis yang
terintegrasi sebagai satu keseluruhan yang dilihat dari penggunaan sumber daya
secara efektif untuk meningkatkan efisiensi manajemen perusahaan.
Menurut Monk, Wagner (2009: 3) Enterprise Resource Planning (ERP)
programs are core software used by companies to coordinate information in every
area of the business using a common database and shared management reporting
tools.
Program Enterprise Resource Planning (ERP) adalah software inti yang
digunakan oleh perusahaan-perusahaan untuk mengkoordinasikan informasi di setiap
area bisnis dengan menggunakan database dan alat-alat laporan manajemen yang
sama.
Menurut Hasibuan dan Dantes (2012), Enterprise Resource Planning (ERP)
system is an integrated information system that is used to support business processes
and resource management within an organization.
Sistem Enterprise Resource Planning merupakan sistem informasi terintegrasi
yang digunakan untuk mendukung proses bisnis dan manajemen sumber daya di
dalam sebuah organisasi.
Dari pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Enterprise
Resource Planning (ERP) adalah sebuah sistem atau software yang menerapkan
konsep manajemen bisnis yang terintegrasi dan menghubungkan serta
mengkoordinasikan informasi dari seluruh area fungsional perusahaan guna
meningkatkan efisiensi manajemen perusahaan, mendukung proses bisnis, dan
manajemen sumber daya melalui penggunaan sumber daya secara efektif dan
infrastruktur software dan database yang sama.
2.6.2 Sejarah ERP
Menurut Leon (2008: 20) berikut adalah sejarah evolusi ERP :
1. Tahun 1960-an, Inventory Management and Control
Merupakan kombinasi dari teknologi informasi dengan proses-proses bisnis untuk
menjaga jumlah stok dalam sebuah gudang.
2. Tahun 1970-an, Material Requirement Planning (MRP)
MRP membantu aplikasi software untuk membuat jadwal proses-proses produksi
3. Tahun 1980-an, Manufacturing Requirement Planning (MRP II)
MRP II membantu aplikasi software dalam mengkoordinasikan proses-proses
produksi, mulai dari perencanaan produk, pembelian bahan baku, inventory
control hingga distribusi produk.
4. 1990-an, Enterprise Resource Planning (ERP)
ERP menggunakan banyak modul untuk meningkatkan performa dari proses
bisnis internal dengan mengintegrasikan aktivitas-aktivitas bisnis antar
departemen fungsional perusahaan mulai dari perencanaan produk, pembelian
bahan baku, inventory control, distribusi produk, pelayanan pesanan hingga
pelacakan pesanan. Integrasi data antar fungsional yang diberikan oleh ERP ini
memberikan keuntungan besar bagi perusahaan karena integrasi data seperti yang
dinyatakan oleh Zeng, Tang (2008: 5) akan memberikan keuntungan yang
signifikan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan pada perusahaan kelas
enterprise.
2.6.3 Karakteristik ERP
Menurut Wang, Wang (2012: 26) ERP memiliki 4 karakteristik berikut :
1. ERP merupakan sebuah sistem terintegrasi yang beroperasi dengan real-time.
2. ERP memiliki satu database yang sama yang mendukung semua aplikasi.
3. ERP terdiri dari sekumpulan modul dengan tampilan yang konsisten.
4. ERP dapat digunakan oleh berbagai perusahaan bisnis besar dimana diperlukan
konfigurasi atau customize agar sesuai dengan kebutuhan spesifik sebuah
perusahaan.
2.6.4 Modul ERP
Menurut Gelinas, Dull, Wheeler (2012: 51) Terdapat 5 modul utama didalam
sistem ERP :
1. Sales and Distribution
Merupakan modul yang berisi fungsi-fungsi yang berkaitan dengan penjualan
produk ke customer, termasuk menyimpan customer order, mengirim produk ke
customer, dan melakukan penagihan pada customer.
2. Materials Management
Merupakan modul yang berisi fungsi-fungsi yang berkaitan dengan pembelian
barang-barang dari vendor dan melakukan manajemen barang-barang yang ada
pada stok.
3. Financial Accounting
Merupakan modul yang mentranslasikan transaksi-transaksi bisnis dari modul
lain, seperti SD dan MM, kedalam akun-akun buku besar, termasuk juga membuat
laporan keuangan eksternal, seperti neraca lajur, laporan laba rugi, dan laporan
arus kas.
4. Controlling and Profitability Analysis
Merupakan modul yang menangani akuntansi dari sisi internal, termasuk Cost
Center Accounting, Profitability Analysis untuk penjualan, Activity-Based
Accounting, dan Budgeting.
5. Human Resources
Merupakan modul yang berisi fungsi-fungsi yang berkaitan dengan penerimaan,
manajemen, dan administrasi karyawan, pemrosesan gaji, training dan perjalanan
karyawan.
2.6.5 Kelebihan ERP
Di dalam jurnalnya, Mehrjerdi (2010: 316) mendefinisikan lima macam aspek
keuntungan yang didapatkan dari ERP :
1. Aspek Operasional
Berkurangnya biaya dan siklus waktu proses bisnis; dan meningkatnya
produktivitas, kualitas, dan pelayanan customer.
2. Aspek Manajerial
Manajemen sumber daya, perencanaan, pengambilan keputusan, dan performa
yang lebih baik.
3. Aspek Strategik
Mendukung pertumbuhan bisnis, kerjasama bisnis, dan penciptaan inovasi bisnis;
menciptakan cost leadership dan diferensiasi produk; dan menciptakan hubungan
eksternal yang lebih baik.
4. Aspek Infrastruktur IT
Menciptakan fleksibilitas dalam menghadapi perubahan bisnis saat ini ataupun di
masa depan, mengurangi biaya IT, dan meningkatkan kapabilitas infrastruktur IT.
5. Aspek Organizational
Mengubah pola kerja, menunjang organizational learning, dan pemberdayaan
karyawan.
Sementara itu menurut Ray (2011: 11) kelebihan ERP adalah sebagai berikut:
1. ERP menggunakan best practices
ERP dikembangkan berdasarkan pengalaman-pengalaman dari beberapa
perusahaan yang sudah maju dan terdepan dalam mengelola proses bisnisnya.
2. ERP menyediakan integrasi bisnis
ERP menyatukan perusahaan dari sisi proses, data, dan informasi.
3. ERP memfasilitasi komunikasi internal perusahaan dan kolaborasi
eksternal perusahaan
ERP menyediakan aplikasi-aplikasi dasar untuk melakukan kolaborasi dan
komunikasi internal dan eksternal, seperti aplikasi Customer Relationship
Management (CRM).
4. ERP menyediakan informasi secara real-time dan online
ERP memiliki satu database yang tersentralisasi sehingga semua perubahan data
yang terjadi akan meng-update data-data lain yang relevan secara otomatis.
5. ERP memfasilitasi Business Process Reengineering (BPR)
ERP membantu BPR dalam membuat desain To-Be process.
6. ERP mengotomatisasikan semua proses-proses transaksi dan
menjadikannya menjadi lebih efisien
ERP mampu mengotomatisasikan proses-proses transaksi rutin seperti pembuatan
sales oder dan purchase order sehingga proses menjadi lebih cepat dan
meminimalisir error.
7. ERP membantu manajemen data yang lebih baik dan mengurangi
redudansi data
Hanya cukup sekali memasukkan atau membuat data di ERP. Cukup sekali data
dibuat kemudian data bisa digunakan oleh semua pihak perusahaan yang
terotorisasi.
8. ERP mempersingkat siklus pemenuhan order atau siklus penagihan uang
Otomatisasi dan penyediaan serta penyebaran informasi yang real-time mampu
mengurangi siklus waktu proses-proses dengan signifikan.
9. ERP menyediakan fleksibilitas yang lebih baik
ERP dapat dikonfigurasikan sesuai dengan keadaan atau skenario-skenario bisnis
yang ada.
10. ERP dapat meningkatkan kepuasan pelanggan
ERP meningkatkan kepuasan pelanggan melalui kemampuan pelacakan status
pemesanan dan harga secara online.
11. ERP membantu perencanaan, analisis, dan pengambilan keputusan yang
lebih baik
ERP mampu menyediakan data-data operasional setiap harinya sehingga
membantu untuk membuat perencanaan, analisis, dan pengambilan keputusan
yang lebih baik.
2.7 System Development Life Cycle
Menurut Satzinger, Jackson, Burd (2009: 38) System Development Life Cycle
(SDLC) is the entire process of building, deploying, using, and updating an
information system.
System Development Life Cycle (SDLC) adalah semua kegiatan membuat,
menyebarkan, menggunakan, dan memperbaharui sebuah sistem informasi.
Menurut Rainer, Cegielski (2011: 402) System Development Life Cycle
(SDLC) is the traditional systems development method that organization use for
large-scale IT projects.
System Development Life Cycle (SDLC) adalah sebuah metode tradisional
pengembangan sistem yang digunakan oleh perusahaan untuk sebuah proyek IT
berskala besar.
Menurut Rob, Coronel (2009: 372) System Development Life Cycle (SDLC) is
a continous process of creation, maintenance, enhancement, and replacement of the
information system.
System Development Life Cycle (SDLC) adalah sebuah proses yang
berkesinambungan dalam membuat, memelihara, meningkatkan, dan mengganti
sistem informasi.
Dari pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa System
Development Life Cycle (SDLC) adalah semua proses yang berkesinambungan dalam
membuat, memelihara, meningkatkan, dan memperbaharui sistem informasi atau
proyek IT yang berskala besar.
Di dalam System Development Life Cycle (SDLC) dikenal pendekatan model
waterfall. Menurut Satzinger, Jackson, Burd (2009: 40) Waterfall model is an SLDC
approach that assumes the various phases of a project can be completed sequentially
– one phase leads (fails) into the next phase.
Model Waterfall adalah sebuah pendekatan SDLC yang mengasumsikan
bahwa berbagai fase dari sebuah proyek dapat diselesaikan secara berurutan –
kesuksesan dan kegagalan dari satu fase mempengaruhi kesuksesan dan kegagalan
fase berikutnya. Dikarenakan fase-fase tersebut harus dilalui secara berurutan dan
tidak dapat kembali ke fase sebelumnya maka pada prakteknya model Waterfall ini
membutuhkan perencanaan dan pengambilan keputusan yang tegas pada tiap fase
pengembangan suatu sistem informasi.
Menurut Mall (2009: 34) berikut adalah fase-fase dari SDLC model
Waterfall :
Gambar 2.1 SDLC Model Waterfall
1. Feasibility Study
Tujuan utama dari dilakukannya studi kelayakan adalah untuk menentukan
apakah sistem informasi atau produk yang akan dikembangkan layak untuk
dikembangkan baik dari sudut pandang finansial maupun teknis. Pada studi
kelayakan ini dilakukan analisis masalah dan pengumpulan informasi yang
relevan dengan sistem informasi, seperti apa saja input yang dibutuhkan oleh
sistem, proses-proses apa saja yang harus dapat dijalankan oleh sistem untuk
mengolah input-an yang telah tersedia, dan output apa yang harus dihasilkan oleh
sistem sebagai hasil dari pemrosesan input.
2. Requirements Analysis and Spesification
Tujuan utama dari fase ini adalah memahami keinginan klien atau pelanggan
dengan jelas dan mendokumentasikan semua keinginan klien atau pelanggan
dengan benar. Terdapat 2 aktivitas di dalam fase ini:
Requirements Gathering and Analysis
Aktivitas yang dilakukan disini adalah mengumpulkan semua
requirements dan menganalisisnya. Tujuan dari pengumpulan
requirements ini adalah untuk mengumpulkan semua informasi yang
relevan dengan produk yang akan dikembangkan dari sudut pandang klien
atau pelanggan agar developer memahami dengan jelas keinginan klien
atau pelanggan. Sedangkan tujuan dilakukannya analisis pada
requirements adalah untuk membuang requirements yang tidak lengkap
dan tidak konsisten. Maksud dari tidak lengkap disini adalah dimana ada
bagian dari requirements yang hilang dengan tidak sengaja, sementara
maksud dari tidak konsisten adalah dimana ada bagian dari requirements
yang bertentangan dengan bagian requirements yang lain.
Requirements Specification
Keinginan klien atau pelanggan yang telah diidentifikasi selama aktivitas
Requirements Gathering and Analysis diorganisasikan ke dalam dokumen
Software Requirements Specification (SRS). Di dalam dokumen SRS
terdapat 3 konten yang penting yaitu functional requirements, non-
functional requirements, dan tujuan dari implementasi. Functional
requirements menggambarkan fungsi-fungsi apa saja yang diinginkan
untuk dapat dijalankan oleh sistem sementara untuk non-functional
requirements mengidentifikasikan performa sistem yang diinginkan,
standar yang digunakan, dan lain-lain.
3. Design
Tujuan utama dari fase ini adalah mengubah requirements yang ada di
dokumen SRS menjadi struktur yang cocok untuk diimplementasikan ke dalam
bahasa pemrograman. Ada 2 pendekatan desain yang sekarang marak digunakan:
Tradiional Design Approach
Pendekatan ini dilakukan berdasarkan desain yang berorientasi pada alur
data. Di pendekatan ini fase design terdiri dari 2 aktivitas utama yaitu
analisis terstruktur pada Requirements Specification yang dilakukan ketika
struktur detail dari masalah diperiksa dimana salah satu diagram yang
digunakan untuk analisis terstruktur ini adalah Data Flow Diagram (DFD)
dan kemudian dilanjutkan dengan structured design activity dimana hasil
dari analisis terstruktur akan diubah ke dalam desain software melalui 2
aktivitas utamanya yaitu architectural design (high-level design) yang
membagi sistem ke dalam modul-modul, merepresentasikan interface, dan
mengatur hubungan antar modul agar sesuai dengan ekspektasi dan
detailed design (low-level design) yang mendesain detail tiap modul
seperti desain struktur data dan algoritma tiap modul.
Object Oriented Design Approach (OOD)
Pada pendekatan ini hal pertama yang dilakukan adalah dengan
mengidentifikasikan berbagai objek yang berada dalam problem domain
dan solution domain. Pendekatan OOD ini memiliki beberapa kelebihan
yaitu waktu & usaha pengembangan yang lebih cepat dan ketahanan
produk yang lebih baik. Rajput, Singh (2011: 345) menambahkan bahwa
OOD memiliki kelebihan untuk menangani sistem-sistem yang besar,
mengubahnya, memiliki kelebihan untuk menggunakan bagian sistem
lama ke dalam sistem baru, dan mempermudah komunikasi diantara
customer dengan developer.
4. Coding and Unit Testing
Tujuan utama dari fase ini adalah untuk mentranslasikan desain software
ke dalam source code. Fase ini juga sering disebut dengan fase implementasi.
Setelah coding selesai dilakukan, dilakukan unit testing pada tiap modul. Unit
testing menguji masing-masing modul, melakukan debugging pada tiap modul,
dan kemudian mendokumentasikan hasilnya. Tujuan utama dari dilakukannya
unit testing adalah untuk memastikan bahwa tiap modul telah bekerja dengan
benar melalui test cases, kriteria uji, dan manajemen test cases.
5. Integration and System Testing
Pada fase ini modul-modul yang berbeda diintegrasikan sesuai dengan
yang diinginkan. Integrasi berbagai modul ini dilakukan secara bertahap. Setelah
integrasi semua modul selesai dilakukan selanjutnya dilakukan system testing.
Tujuan dari system testing adalah memastikan bahwa sistem yang dikembangkan
sesuai dengan requirements yang ada pada dokumen SRS. System testing
biasanya terdiri dari 3 macam pengujian :
α – testing
System testing dilakukan oleh tim developer.
β – testing
System testing dilakukan oleh beberapa klien atau pelanggan lain yang
bersedia meluangkan waktu untuk mencoba sistem.
Acceptance testing
System testing yang dilakukan sendiri oleh klien atau pelanggan calon
pengguna setelah produk diimplementasikan dan akan menjawab apakah
produk diterima atau ditolak.
6. Maintenance
Dalam fase ini biasanya terdapat salah satu atau lebih dari 3 macam aktivitas
berikut :
Corrective Maintenance
Melakukan perbaikan error yang sebelumnya tidak ditemukan dalam fase
pengembangan produk.
Perfective Maintenance
Melakukan peningkatan mutu implementasi sistem dan melakukan
peningkatan fungsionalitas dari sistem sesuai dengan kebutuhan klien atau
pelanggan.
Adaptive Maintenance
Maintenance ini diperlukan ketika sistem bekerja di lingkungan yang baru.
2.8 Object Oriented Design
Menurut Satzinger, Jackson, Burd (2009: 388) Object-Oriented Design is a
process by which a set of detailed object-oriented design models are built and then
used by the programmers to write and test the new system.
Object-Oriented Design adalah sebuah proses dimana sekumpulan desain
model-model detail dibuat dan kemudian digunakan oleh programmer untuk menulis
dan menguji sistem baru.
Berikut adalah langkah – langkah pembuatan Object-Oriented Design
menurut Satzinger, Jackson, Burd (2009: 392) :
1. Object-oriented Architectural Design
Pada langkah ini developer mulai berpikir bagaimana nantinya sistem
akan digunakan dan bagaimana struktur keseluruhan dari sistem tersebut. Disini
ditentukan apakah sistem termasuk single-user system atau enterprise-level
system, dan jika sistem adalah enterprise-level system nantinya juga ditentukan
apakah desain sistemnya berbasiskan sistem client-server atau berbasiskan
internet.
7. Object-oriented Detailed Design
Langkah ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan menetapkan semua
objek yang nantinya akan bekerja bersama-sama untuk menjalankan tiap usecase
atau proses bisnis.
2.9 Diagram UML
Menurut Loton (2010: 15) The Unified Modeling Language is a notation; a
set of diagrams and diagram elements that may be arranged to describe the analysis
of a business problem or the design of a software solution.
Unified Modeling Language adalah sebuah notasi; sekumpulan diagram dan
elemen diagram yang disusun untuk menggambarkan analisis dari suatu masalah
bisnis atau untuk mendesain sebuah solusi software.
Menurut Whitten, Bentley (2007: 371) Unified Modeling Language is a set of
modeling conventions that is used to specify or describe a software system in terms of
objects.
Unified Modeling Language (UML) adalah sekumpulan peraturan yang
digunakan untuk menetapkan atau menggambarkan sistem software dari sudut
pandang objek.
1. Class Diagram
Menurut Whitten, Bentley (2007: 382) Class Diagram is a diagram that
depicts the system’s object structure. It shows object classes that the system is
composed of as well as the relationships between those object classes.
Class Diagram merupakan sebuah diagram yang menggambarkan struktur
objek dari sebuah sistem. Yang menampilkan kelas-kelas yang ada pada sistem
dan hubungan antar objek tersebut.
2. Use Case Diagram
Menurut Whitten, Bentley (2007: 382) Use Case Diagram is a diagram
that depicts the interactions between the system and external systems and users or
in the other words, it graphically describes who will use the system and in what
ways the user expects to interact with the system.
Use Case Diagram merupakan sebuah diagram yang menggambarkan
interaksi-interaksi antara sistem dengan sistem-sistem eksternal dan user atau
dengan kata lain merupakan diagram yang menggambarkan secara grafis siapa
yang akan menggunakan sistem dan menggambarkan bagaimana bentuk interaksi
dengan sistem yang diharapkan oleh user.
8. Activity Diagram
Menurut Whitten, Bentley (2007: 382) Activity Diagram is a diagram that
depicts the sequential flow of activities of a use case or business process.
Activity Diagram merupakan diagram yang menggambarkan urutan alur
aktivitas dari sebuah use case atau proses bisnis.
2.10 Navigation Diagram
Menurut Mathiassen, Madsen, Nielsen, Stage (2000: 344) A Navigation
Diagram is a special kind of statechart diagram that focuses on the overall dynamics
of the user interface and shows the participating windows and the transitions between
them.
Navigation Diagram adalah bentuk khusus dari statechart diagram yang
fokus ke dinamika keseluruhan dari user interface dan menunjukkan window-window
yang terlibat dan transisi antar window.
2.11 Window Diagram
Menurut Mathiassen, Madsen, Nielsen, Stage (2000: 344) Window Diagram is
a diagram that describes the layout of a single window and includes a detailed
outline of the window’s element.
Window Diagram adalah sebuah diagram yang menggambarkan tampilan dari
sebuah window dan juga termasuk penjelasan detail dari elemen window.
2.12 Penjualan
2.12.1 Pengertian Penjualan
Menurut Himayati (2008: 123) Penjualan adalah suatu transaksi yang
bertujuan untuk mendapatkan suatu keuntungan dan merupakan suatu jantung dari
suatu perusahaan.
2.12.2 Jenis Penjualan
Penjualan secara umum terdiri dari dua jenis yaitu penjualan tunai dan
penjualan kredit. Berikut penjelasan untuk masing-masing jenis penjualan:
1. Penjualan Tunai
Menurut Mulyadi (2001: 455) Penjualan tunai dilaksanakan oleh
perusahaan dengan cara mewajibkan pembeli melakukan pembayaran harga
barang lebih dahulu sebelum barang diserahkan oleh perusahaan kepada pembeli.
9. Penjualan Kredit
Menurut Mulyadi (2001: 210) Penjualan kredit dilaksanakan oleh
perusahaan dengan cara mengirimkan barang sesuai dengan order yang diterima
dari pembeli dan untuk jangka waktu tertentu perusahaan mempunyai tagihan
kepada pembeli tersebut.
2.12.3 Prosedur Penjualan
Menurut Mulyadi (2001: 5) Sistem adalah suatu jaringan prosedur yang dibuat
menurut pola yang terpadu untuk melaksanakan kegiatan perusahaan. Sementara itu
prosedur didefinisikan oleh Mulyadi sebagai suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya
melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk
menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan secara berulang-ulang.
Mengacu dari pernyataan ini berikut akan dipaparkan prosedur yang terlibat
dari masing-masing jenis penjualan:
1. Sistem Penjualan Tunai
Menurut Mulyadi (2001: 469) berikut adalah prosedur dari sistem
penjualan tunai:
Prosedur order penjualan
Dalam prosedur ini fungsi penjualan menerima order dari pembeli dan
membuat faktur penjualan tunai untuk memungkinkan pembeli melakukan
pembayaran harga barang ke fungsi kas dan untuk memungkinkan fungsi
gudang dan fungsi pengiriman menyiapkan barang yang akan diserahkan
kepada pembeli.
Prosedur penerimaan kas
Dalam prosedur ini fungsi kas menerima pembayaran harga barang dari
pembeli dan memberikan tanda pembayaran kepada pembeli untuk
memungkinkan pembeli tersebut melakukan pengambilan barang yang
dibelinya dari fungsi pengiriman.
Prosedur penyerahan barang
Dalam prosedur ini fungsi pengiriman menyerahkan barang kepada
pembeli.
Prosedur pencatatan penjualan tunai
Dalam prosedur ini fungsi akuntansi melakukan pencatatan transaksi
penjualan dalam jurnal penjualan dan jurnal penerimaan kas. Di samping
itu fungsi akuntansi juga mencatat berkurangnya persediaan barang yang
dijual dalam kartu persediaan.
Prosedur penyetoran kas ke bank
Dalam prosedur ini fungsi kas menyetorkan kas yang diterima dari
penjualan tunai ke bank dalam jumlah penuh.
Prosedur pencatatan penerimaan kas
Dalam prosedur ini fungsi akuntansi mencatat penerimaan kas ke dalam
jurnal penerimaan kas berdasarkan bukti setor bank yang diterima dari
bank melalui fungsi kas.
Prosedur pencatatan harga pokok penjualan
Dalam prosedur ini fungsi akuntansi membuat rekapitulasi harga pokok
penjualan berdasarkan data yang dicatat dalam kartu persediaan.
10. Sistem Penjualan Kredit
Menurut Mulyadi (2001: 209) berikut adalah prosedur dari sistem
penjualan kredit:
Prosedur order penjualan
Dalam prosedur ini fungsi penjualan menerima order dari pembeli dan
membuat faktur penjualan kredit dan mengirimkannya ke berbagai fungsi
lain untuk memungkinkan fungsi tersebut berkontribusi dalam melayani
order dari pembeli.
Prosedur pengiriman barang
Dalam prosedur ini fungsi gudang menyiapkan barang yang diperlukan
oleh pembeli dan fungsi pengiriman mengirimkan barang kepada
pembeli.
Prosedur pencatatan piutang
Dalam prosedur ini fungsi akuntansi mencatat tembusan faktur penjualan
kredit ke dalam kartu piutang.
Prosedur penagihan
Dalam prosedur ini fungsi penagihan menerima faktur penjualan kredit.
Secara periodik fungsi penagihan membuat surat tagihan dan
mengirimkannya kepada pembeli dengan lampiran berupa faktur
penjualan kredit.
Prosedur pencatatan penjualan
Dalam prosedur ini fungsi akuntansi mencatat transaksi penjualan kredit
ke dalam jurnal penjualan.
2.12.4 Sistem Informasi Penjualan
Menurut Hall (2008: 47) Sales order processing is involving tasks such as
preparing sales orders, granting credit, shipping products (or rendering of a service)
to the customer, billing customers, and recording the transaction in the accounts
(account receivable, inventory, expenses, and sales).
Proses order penjualan terdiri dari kegiatan-kegiatan seperti mempersiapkan
dokumen Sales Order, memberikan kredit, mengirimkan produk (atau memberikan
jasa) kepada customer, melakukan penagihan kepada customer, dan menyimpan
transaksi ke dalam akun-akun terkait (piutang, persediaan, beban, dan penjualan).
Sementara itu pada sistem SAP, menurut Dickersbach (2009: 97) Order
fullfilment in SAP contains the processes related to the customer from order taking,
availability check and confirmation to the shipment to the customer.
Pemenuhan order pada SAP berisi proses-proses yang berhubungan mulai
dari melayani pesanan customer, melakukan pengecekan ketersediaan barang, dan
konfirmasi pengiriman kepada customer.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sistem informasi
penjualan adalah sebuah sistem informasi yang terdiri dari kegiatan dan proses yang
saling berkaitan mulai dari melayani pesanan customer hingga melakukan penagihan
kepada customer disertai dengan pencatatan akun yang terkait dengan penjualan.
2.13 Pembelian
2.13.1 Pengertian Pembelian
Menurut Himayati (2008: 78) Pembelian adalah suatu transaksi dimana
perusahaan membutuhkan barang atau jasa, baik dipakai maupun untuk persediaan
yang akan dijual.
2.13.2 Jenis Pembelian
Pembelian secara umum terdiri dari dua jenis yaitu pembelian tunai dan
pembelian kredit. Berikut penjelasan untuk masing-masing jenis pembelian:
1. Pembelian Tunai
Menurut Arif, Wibowo (2008: 81) Pembelian tunai adalah pembelian
barang dagangan yang dilakukan dengan cara dibayar langsung dengan kas atau
setara kas pada saat transaksi.
11. Pembelian Kredit
Menurut Arif, Wibowo (2008: 81) Pembelian kredit adalah pembelian
barang dagangan yang disertai komitmen pembeli untuk membayar tunai di waktu
yang akan datang.
2.13.3 Prosedur Pembelian
Berikut akan dipaparkan prosedur yang terlibat di dalam sistem pembelian
secara umum menurut Mulyadi (2001: 301):
1. Prosedur permintaan pembelian
Dalam prosedur ini fungsi gudang mengajukan permintaan pembelian
dalam formulir surat permintaan pembelian kepada fungsi pembelian.
12. Prosedur permintaan penawaran harga dan pemilihan pemasok
Dalam prosedur ini fungsi pembelian mengirimkan surat permintaan
penawaran harga kepada para pemasok untuk memperoleh informasi mengenai
harga barang dan berbagai syarat pembelian yang lain.
13. Prosedur order pembelian
Dalam prosedur ini fungsi pembelian mengirim surat order pembelian
kepada pemasok yang dipilih dan memberitahukan unit organisasi lain dalam
perusahaan mengenai order pembelian yang telah dilakukan oleh perusahaan.
14. Prosedur penerimaan barang
Dalam prosedur ini fungsi penerimaan melakukan pemeriksaan mengenai
jenis, kuantitas, dan mutu barang yang diterima dari pemasok, dan kemudian
membuat laporan penerimaan barang untuk menyatakan penerimaan barang dari
pemasok tersebut.
15. Prosedur pencatatan utang
Dalam prosedur ini fungsi akuntansi memeriksa dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan pembelian dan menyelenggarakan pencatatan utang.
16. Prosedur distribusi pembelian
Prosedur ini meliputi distribusi rekening yang didebit dari transaksi
pembelian untuk kepentingan pembuatan laporan manajemen.
2.13.4 Sistem Informasi Pembelian
Menurut Gelinas, Dull, Wheeler (2012: 420) Proses pembelian adalah struktur
dari manusia, peralatan, metode, dan kontrol yang saling berinteraksi dan didesain
untuk mencapai fungsi-fungsi utama berikut :
1. Menangani pekerjaan-pekerjaan rutin yang berulang dari departemen pembelian
dan departemen penerimaan.
17. Mendukung kebutuhan pengambilan keputusan bagi orang-orang yang
menangani departemen pembelian dan departemen penerimaan.
18. Membantu dalam persiapan pembuatan laporan internal dan eksternal.
Pada SAP, pembelian dilakukan melalui Modul Materials Management (MM)
yang menurut Gelinas, Dull, Wheeler (2012: 51) merupakan modul yang terdiri dari
fungsi-fungsi yang berkaitan dengan pembelian barang dari vendor dan manajemen
barang saat barang tersebut berada di stok.
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sistem informasi
pembelian merupakan sistem informasi yang terdiri atas proses dan kegiatan yang
mendukung fungsi pembelian untuk melakukan pembelian dari vendor.
2.14 SAP Best Practices
Menurut Leon (2008: 28) SAP Best Practices adalah cara terbaik untuk
menjalankan proses bisnis yang telah dilakukan oleh SAP dengan mitra dan
customer-nya yang terdepan di dalam proses bisnisnya.
2.14.1 SAP Sales Process
Menurut Kogent Learning Solutions (2011: 34-36) Berikut adalah proses
Sales and Distribution (SD) pada aplikasi SAP:
Gambar 2.1 Proses Sales and Distribution pada aplikasi SAP
Gambar diatas menunjukkan ketika pesanan diterima maka aktivitas
pengiriman dapat langsung dimulai agar barang tiba di customer dengan tepat waktu.
Ketika barang dikirim oleh perusahaan, perintah Goods Issue dilakukan di dalam
modul SD untuk men-update kuantitas persediaan. Kemudian dilanjutkan dengan
pembuatan Billing Document untuk pesanan terkait lalu Invoice dikirim kepada
customer. Pembayaran diterima oleh perusahaan dari customer dan jumlah
pembayaran yang diterima kemudian dicatat di dalam Modul Finance (FI).
Kogent Learning Solutions (2011: 35) menyatakan bahwa terdapat tiga fungsi
dasar pada Modul SD di mySAP ERP system yaitu:
1. Memenuhi pesanan customer
Disini dilakukan pembuatan dokumen Sales Order yang menyimpan
pesanan customer atas barang/jasa untuk dikirim pada tanggal yang
telah ditentukan. Sebelum dilakukan pemrosesan Sales Order,
dilakukan pengecekan terhadap persediaan dari barang yang dipesan.
Pemrosesan Sales Order dilakukan hanya jika barang yang dipesan
tersedia. Jika barang pesanan tidak tersedia maka Sales Order memicu
untuk dilakukannya kegiatan procurement seperti berikut:
Guaranteed Replenishment (Purchase Order, Planned Order,
atau Production Order).
Mendorong pembuatan Production Order.
Mendorong untuk dilakukannya Outbound Delivery melalui
pihak ketiga.
Mengatur Outbound Delivery melalui kegiatan stock transfer
dari gudang lain.
2. Mengirimkan barang kepada customer
Setelah barang dipastikan tersedia untuk dapat dikirimkan sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan, proses pengiriman pada Modul
SD dimulai. Dalam proses pengiriman, Delivery Document dibuat
dengan mengambil informasi (seperti barang dan kuantitas) dari
dokumen Sales Order. Proses pengiriman mengontrol, mendukung,
dan mengawasi subproses dari proses pengiriman seperti pengambilan
barang dari gudang & memastikan kuantitas barang yang diambil,
pengepakan barang, merencanakan & mengawasi fasilitas pengiriman,
dan melakukan pencatatan ketika barang dikeluarkan dari persediaan.
3. Menerima pembayaran atas pengiriman barang/jasa yang telah
dilakukan
Setelah pesanan customer diproses, Billing Document dibuat dengan
menggunakan informasi yang tersedia pada Sales Order dan Delivery
Document. Billing Document memiliki tiga fungsi:
Sebagai dasar pembuatan Invoice.
Sebagai sumber data bagi Financial Accounting yang nantinya
akan membantu dalam mengawasi dan memproses pembayaran
customer.
2.14.2 SAP Purchase Process
Menurut Kogent Learning Solutions (2010: 107) Siklus pembelian barang
pada Modul Materials Management aplikasi SAP adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Siklus Pembelian Barang pada aplikasi SAP-MM
1. Determination of Requirements
Disini kebutuhan barang diidentifikasi baik oleh departemen user
ataupun melalui Materials Planning and Control (MRP). Purchase
Requisition dapat dibuat secara manual maupun secara otomatis
melalui MRP.
2. Source Determination
Komponen Purchasing akan membantu dalam menentukan sumber
pasokan barang berdasarkan pemesanan-pemesanan pembelian
sebelumnya dan syarat pembelian jangka panjang yang telah disetujui.
Kegiatan ini mempercepat proses pembuatan Request for Quotation
(RFQs) yang dapat dikirimkan ke vendor melalui SAP EDI jika
diperlukan.
3. Vendor Selection and Comparison of Quotations
Sistem mampu menjalankan berbagai simulasi skenario harga yang
digunakan untuk membandingkan sejumlah Quotation yang diberikan
oleh para vendor. Rejection Letter dapat dikirimkan secara otomatis
kepada vendor yang tidak terpilih.
4. Purchase Order Processing
Sistem Purchasing menggunakan informasi dari Requisition dan
Quotation dalam melakukan pembuatan Purchase Order. Seperti pada
Purchase Requisition, Purchase Order dapat dibuat secara manual
ataupun secara otomatis.
5. Purchase Order Follow-Up
Sistem melakukan pengecekan terhadap reminder period yang
ditetapkan dan jika diperlukan sistem secara otomatis dapat mencetak
reminder pada interval-interval yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sistem juga menyediakan informasi status semua Purchase
Requisition, Quotation, dan Purchase Order yang up-to-date.
6. Goods Receiving and Inventory Management
Disini bagian penerimaan dapat melakukan konfirmasi penerimaan
barang hanya dengan memasukkan nomor Purchase Order.
7. Invoice Verification
Sistem membantu dalam melakukan pengecekan dan pencocokan
Invoice. Bagian Account Payable akan diberikan notifikasi jika
terdapat perbedaan pada harga dan kuantitas dikarenakan sistem
memiliki akses ke Purchase Order dan data Goods Receipt. Kegiatan
ini mempercepat proses audit dan penuntasan Invoice untuk
pembayaran yang dilakukan.
2.15 Persediaan
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2007: 14.1) pengertian dari persediaan
adalah aset tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal.
Persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali,
misalnya barang dagang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, atau pengadaan
tanah dan properti lainnya untuk dijual kembali.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2002: 14.1-14.2 & 14.9 –IAI)
persediaan adalah aktiva:
1. Yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal.
19. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan; atau
20. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam
proses atau pemberian jasa.
Persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali,
misalnya barang dagang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, atau pengadaan
tanah dan properti lainnya untuk dijual kembali. Persediaan juga mencakup barang
jadi yang telah diproduksi, atau barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi
perusahaan, dan termasuk bahan serta perlengkapan yang akan digunakan dalam
proses produksi.
Menurut Weygandt, Kimmel, Kieso (2010: 250) Persediaan barang dagang
terdiri dari barang-barang yang memiliki dua karakteristik umum, yaitu : (1) dimiliki
oleh perusahaan, dan (2) dalam bentuk siap untuk dijual pada customer dalam bisnis.
Weygandt, Kimmel, Kieso (2010: 201) juga mengemukakan bahwa terdapat
dua sistem pencatatan persediaan dalam penjualan barang dagang, yaitu:
Sistem perpetual
Merupakan sistem pencatatan persediaan dimana perusahaan
menentukan harga pokok dari setiap barang pada setiap kali transaksi
terjadi.
Sistem periodik
Merupakan sistem pencatatan persediaan dimana perusahaan
menentukan harga pokok dari setiap barang di akhir periode akuntansi.
Sementara itu terdapat tiga metode asumsi aliran biaya pada persediaan
menurut Weygandt, Kimmel, Kieso (2010: 255-259)
First-in, First-Out (FIFO)
Di dalam metode ini biaya untuk pembelian barang yang lebih
dahulu dibeli digunakan dalam menentukan harga pokok barang tersebut.
Last-in, First-Out (LIFO)
Di dalam metode ini biaya untuk pembelian barang yang paling
akhir dibeli digunakan dalam menentukan harga pokok barang tersebut.
Average Cost
Di dalam metode ini digunakan harga rata-rata dari jumlah tiap kali
pembelian barang dalam satu periode akuntansi.
Berikut adalah beberapa tujuan dari persediaan menurut Muller (2011: 3-6):
Fluctuations in Demand
Tersedianya stok di tangan memberikan perlindungan kepada
perusahaan untuk selalu dapat memenuhi kebutuhan customer setiap saat.
Unreliability of Supply
Persediaan melindungi perusahaan dari kelangkaan barang dan dari
supplier yang tidak dapat diandalkan karena sulit untuk menjamin aliran
barang yang stabil dari supplier.
Price Protection
Melakukan pembelian barang di saat yang tepat membantu
perusahaan untuk menghindari dampak dari inflasi harga.
Safety Inventory
Persediaan membantu perusahaan dalam menghadapi
ketidakpastian penawaran dan permintaan.
2.16 Konsinyasi
2.5.1 Pengertian Konsinyasi
Menurut Tulsian (2007: 11.1) Consignment means the transaction of sending
goods by one person to another, who is to sell those goods on behalf of the first
person.
Konsinyasi adalah transaksi pengiriman barang-barang dari satu orang ke
orang lain yang akan menjualkan barang-barang tersebut untuk orang pertama.
Menurut Drebin yang diterjemahkan oleh Saragih, F., Sinaga, M., Saat, S.
(1998: 158) penjualan konsinyasi adalah penyerahan fisik atau penitipan barang-
barang oleh pihak pemilik kepada pihak lain yang bertindak sebagai agen penjual
dimana secara hukum hak atas barang-barang tetap berada di tangan pemilik sampai
barang-barang tersebut dijual oleh pihak agen penjual.
Untuk orang pertama yang melakukan pengiriman barang untuk dijualkan
oleh orang kedua disebut consignor sementara orang kedua yang menerima barang
dari orang pertama dan menjualkan barang tersebut untuk orang pertama disebut
consignee.
2.16.1 Karakteristik Konsinyasi
Menurut Rao (2005: 268) konsinyasi memiliki karakteristik seperti berikut :
1. Konsinyasi bukan transaksi penjualan.
21. Hubungan antara consignor dengan consignee adalah principal-agent.
Tidak ada perpindahan kepemilikan barang antara consignor dengan consignee.
22. Consignee tidak memiliki kewajiban untuk membayar barang-barang yang
diterima dalam konsinyasi. Kewajiban membayar timbul ketika consignee
menjual barang konsinyasi ke pelanggan.
23. Consignee tidak bertanggung jawab untuk menangani piutang tak tertagih
kecuali consignee bersedia untuk menanggungnya dimana dalam situasi ini
consignee dinamakan del credere agent.
24. Consignor menanggung semua biaya yang dikeluarkan consignee mulai
dari consignee menerima barang-barang konsinyasi hingga consignee menjual
barang konsinyasi ke pelanggan.
25. Consignee bertanggung jawab atas barang-barang konsinyasi mulai dari
ketika barang konsinyasi diterima dari consignor hingga barang konsinyasi
terjual.
26. Consignor membayar consignee dalam bentuk komisi atas penjualan
barang-barang konsinyasinya.
27. Semua barang-barang konsinyasi yang tidak terjual dicatat sebagai aset
pada neraca consignor dengan nama akun “Stock on Consignment”.
28. Consignee wajib membayar consignor atas barang-barang konsinyasi yang
terjual setelah dipotong dengan komisi dan total biaya yang telah dikeluarkan
untuk barang konsinyasi hingga barang tersebut terjual.
2.16.2 Hak dan kewajiban pihak konsinyi
Menurut Drebin yang diterjemahkan oleh Saragih, F., Sinaga, M., Saat, S.
(1998: 159-160) Hak dan kewajiban pihak konsinyi ditetapkan dan ditentukan oleh
undang-undang penitipan dan keagenan seperti yang dimodifikasi oleh Uniform
Commercial Code. Hal-hal yang terpenting adalah sebagai berikut :
Hak Pihak Konsinyi
Pihak konsinyi berhak memperoleh penggantian atas pengeluaran yang
dibutuhkan berkaitan dengan barang konsinyasi dan juga berhak
memperoleh imbalan atas penjualan barang konsinyasi.
Pihak konsinyi berhak menawarkan garansi biasa atas barang konsinyasi
yang dijual dan sementara itu pihak konsinyor terikat pada yarat
pemberian garansi seperti ini.
Kewajiban Pihak Konsinyi
1. Pihak konsinyi harus melindungi barang-barang pihak pemilik dengan
cara yang baik dans esuai dengan sifat barang dan kondisi konsinyasi.
2. Pihak konsinyi harus menjual barang konsinyasi dengan harga yang telah
ditentukan atau jika tidak ada ketentuan mengenai harga, ia harus
menjualnya dengan harga yang memuaskan kepentingan pihak pemilik.
3. Pihak konsinyi harus memisahkan barang konsinyasi dari barang
dagangan lainnya. Jika pemisahan fisik ini tidak dapat dilakukan, maka
barang konsinyasi ini harus diberi tanda khusus atau diselenggarakan
catatan yang memungkinkan untuk menetapkan dengan segera barang
konsinyasi ini.
4. Pihak konsinyi harus mengirimkan laporan berkala mengenai kemajuan
penjualan barang konsinyasi.
2.16.3 Keuntungan Konsinyasi bagi Konsinyor dan Konsinyi
Menurut Drebin yang diterjemahkan oleh Saragih, F., Sinaga, M., Saat, S.
(1998: 158-159) konsinyasi mengandung beberapa keuntungan untuk jenis produk
seperti alat-alat rumah tangga, buku, majalah, surat kabar, dan barang-barang baru.
Konsinyor lebih menyukai bentuk penyerahan barang-barangnya kepada agen
penjual karena alasan-alasan sebagai berikut :
1. Konsinyasi mungkin merupakan satu-satunya cara yang memungkinkan
produsen atau distributor memperoleh daerah pemasaran yang lebih luas,
terutama jika barang itu merupakan barang yang baru diintrodusir dan
permintaan akan produk ini tidak diketahui atau tidak pasti; penjualan di waktu
lalu terbukti tidak menguntungkan bagi agen penjual; barang itu mahal dan
membutuhkan investasi yang besar bagi agen penjual jika harus membelinya;
dan fluktuasi harga atau produk ini tidak tahan lama sehingga agen penjual setuju
membeli barang hanya jika risiko kerugian ditanggung oleh pihak lain.
29. Konsinyor dapat memperoleh spesialis penjualan, terutama untuk
penjualan gandum, temak, dan hasil bumi.
30. Harga jual eceran barang konsinyasi dapat dikendalikan oleh pihak
konsinyor yang masih menjadi pemilik barang ini.
Sementara itu pihak konsinyi lebih menyukai barang konsinyasi daripada
membeli-nya karena alasan-alasan sebagai berikut :
1. Pihak konsinyi terlepas dari risiko kegagalan menjual barang itu atau dari risiko
penjualan dengan rugi.
31. Risiko kerusakan fisik dan fluktuasi harga dapat dihindari.
32. Kebutuhan modal kerja berkurang, karena penetapan harga pokok
persediaan barang konsinyasi dilakukan oleh pihak konsinyor.
2.16.4 Penjualan Konsinyasi VS Penjualan Biasa
Menurut Tulsian (2007: 11.1-11.2) berikut adalah perbedaan mendasar antara
penjualan konsinyasi dengan penjualan biasa:
Tabel 2.1 Perbedaan penjualan konsinyasi dengan penjualan biasa
Karakteristik Dasar Konsinyasi Penjualan
Hubungan Dasar Hubungan antara
consignor dan
consignee adalah
principal-agent
Hubungan antara
penjual dan pembeli
adalah kreditor dan
debitur
Kepemilikan Barang Kepemilikan barang
tidak diberikan ke
consignee
Kepemilikan barang
ditransfer seutuhnya ke
pembeli
Resiko Barang Risiko tetap ada di
consignor karena
Risiko ada pada
pembeli karena barang
barang masih milik
consignor
sudah menjadi milik
pembeli
Proforma Invoice Consignor hanya
mempersiapkan
Proforma Invoice
Penjual mempersiapkan
Sales Invoice
Subjek Subjek yang dilibatkan
adalah properti yang
nyata dapat dipindahkan
Subjek yang dilibatkan
dapat properti apa saja
Penanggung Biaya Biaya yang dibayar oleh
consignee selama
barang ada di consignee
hingga barang terjual
menjadi tanggungan
consignor
Biaya yang terjadi
setelah penjualan
ditanggung oleh
pembeli
Laba atau Rugi Laba atau rugi
penjualan adalah milik
consignor
Setelah penjualan
dilakukan, laba atau
rugi menjadi milik
pembeli
Retur Barang Barang dapat diretur
jika barang-barang
tersebut tidak dijual
oleh consignee
Retur barang tidak
mungkin dapat
dilakukan karena begitu
barang terjual, barang
tidak dapat
dikembalikan
Laporan Penjualan Laporan penjualan
harus dilaporkan oleh
consignee ke consignor
dari waktu ke waktu
Tidak ada laporan
penjualan yang harus
diberikan pembeli ke
penjual
Barang Sisa
(Tidak Terjual)
Barang yang tidak
terjual oleh consignee
diperlakukan sebagai
persediaan milik
consignor
Tidak ada yang dapat
dilakukan penjual
dengan barang-barang
yang tidak terjual
karena tidak dapat
dijual kembali
2.16.5 Istilah – Istilah dalam Konsinyasi
Menurut Tulsian (2007: 11.2) terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam
konsinyasi seperti sebagai berikut :
1. Proforma Invoice
Dokumen yang diberikan oleh consignor ketika melakukan pengiriman
barang ke consignee adalah Proforma Invoice yang hanya memberikan informasi
mengenai kuantitas, jenis, biaya, dan harga dari barang-barang yang dikirim
sehingga tidak menimbulkan hutang bagi consignee.
33. Komisi
Komisi merupakan remunerasi yang dibayarkan kepada consignee oleh
consignor karena penjualan barang konsinyasi yang telah dilakukannya.
Terdapat 2 tipe komisi di dalam konsinyasi :
Ordinary Commission
Merupakan komisi yang biasa dibayarkan melalui persentase tetap dari
penjualan kotor. Disini consignee tidak bertanggung jawab terhadap
piutang tak tertagih dan tidak menjamin pembayaran dari penjualan
barang konsinyasi secara kredit.
Special Commission
Merupakan komisi yang didapatkan consignee diatas ordinary
commission. Terdapat 2 kategori dari special commission yaitu :
1) Over-riding Commission
Merupakan komisi ekstra diatas komisi normal yang diberikan dengan
tujuan :
1. Agar consignee bekerja keras untuk memperkenalkan produk baru
di pasaran.
2. Ketika consignee dipercaya untuk mengarahkan performa dari
consignee-consignee di suatu daerah tertentu.
3. Untuk mempengaruhi penjualan agar harga jual lebih tinggi dari
harga yang ditetapkan consignor.
Cara perhitungannya sesuai dengan kesepakatan antara dua belah
pihak, namun biasanya dihitung dari selisih antara total penjualan
aktual dengan total penjualan yang memakai harga jual yang telah
ditetapkan di awal.
2) Del-Credere Comission
Merupakan komisi tambahan yang dibayarkan consignor ke consignee
atas kesediaan consignee untuk menanggung kerugian dari piutang tak
tertagih.
Cara perhitungannya sesuai dengan kesepakatan antara dua belah
pihak, namun biasanya komisi diberikan dari total penjualan ataupun
dari kredit penjualan.
34. Uang Muka
Merupakan permintaan dari dari consignor kepada consignee untuk
membayar uang muka sebagai jaminan keamanan atas barang konsinyasi yang
dititipkan kepada consignee. Uang muka dapat dibayarkan sebelum ataupun
sesudah consignee menerima barang konsinyasi dari consignor. Penerimaan uang
muka dari consignee tidak menkreditkan akun konsinyasi consignor karena bukan
merupakan bagian dari proses penjualan. Nantinya pembayaran di muka ini akan
disesuaikan dalam perhitungan invoice.
35. Consigned Goods
Weygandt, Kimmel, Kieso (2010:253) menyatakan bahwa, “In some lines
of business, it is common to hold the goods of other parties and try to sell the
goods for them for a fee, but without taking ownership of the goods. These are
called consigned goods”.
Maksud dari pernyataan diatas adalah bahwa consigned goods merupakan
barang milik suatu pihak yang dijual oleh pihak lain untuk mendapatkan suatu
bayaran atau upah atau komisi, tanpa adanya pengalihan kepemilikan dari barang
tersebut.
36. Laporan Penjualan (Account Sales)
Merupakan laporan yang diberikan oleh consignee secara periodik kepada
consignor. Laporan ini berisi informasi mengenai besar penjualan barang
konsinyasi yang terjadi, biaya-biaya yang dikeluarkan oleh consignor, komisi
yang didapatkan consignee, uang muka (jika ada), dan jumlah uang yang diterima
bersih oleh consignor.