berdasarkan perda rt rw kota mataram nama : … · peraturan daerah kota mataram nomor 12 tahun...

25
ABSTRAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN MENJADI PEMUKIMAN PERUMAHAN BERDASARKAN PERDA RT RW KOTA MATARAM Nama : Huliatul Laili Nim : D1A 010 204 Fakultas Hukum Universitas Mataram Pembangunan perumahan dan permukiman selalu menghadapi permasalahan pertanahan. Terlebih di daerah perkotaan terkait ketersediaan lahan yang terbatas. Akibatnya sebagian pengembang melakukan pembebasan tanah-tanah pertanian tersebut untuk lahan pembangunan perumahan melalui proses alih fungsi tanah dari tanah pertanian ke non pertanian menjadi perumahan. Pelaksanaan alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan di Kota Mataram tidak dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku, Pemerintah Daerah mengeluarkan izin Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian menjadi Perumahan tidak disertai dengan Pertimbangan Tekhnis Pertanahan yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan. Terkendala dua hambatan dalam pelaksanaan alih fungsi tanah antara lain kendala Koordinasi Kebijakan dan Kendala Pelaksanaan Kebijakan serta Kendala Konsistensi Perencanaan. Kata Kunci: alih fungsi, tanah, pertanian, perumahan, izin ABSTRACT THE TRANSFER OF LAND FARM FUNCTION TO BECOME HOUSING SETTLEMENT BASED ON LOCAL REGULATION OF RT RW OF MATARAM CITY The construction of housing and settlements always face problems of land. Especially in urban areas related to land availability is limited. As a result, some developers are acquiring agricultural lands for residential development land through the process of conversion of land from agricultural to non-agricultural land into housing. Implementation of the conversion of agricultural land into housing in city of Mataram was not conducted in accordance with the applicable rules, the local government issued permits Agricultural Land Use Change into housing is not accompanied by the Land Technical Advisory issued by the Land Office. Constrained by two obstacles in the implementation of the conversion of land among other constraints Constraints Policy Coordination and Implementation of Policy and Planning Consistency Constraints. Key Word: conversion , land, agriculture , housing , permits

Upload: nguyenhanh

Post on 30-May-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ABSTRAKALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN MENJADI PEMUKIMAN PERUMAHAN

BERDASARKAN PERDA RT RW KOTA MATARAM

Nama : Huliatul LailiNim : D1A 010 204Fakultas Hukum

Universitas Mataram

Pembangunan perumahan dan permukiman selalu menghadapi permasalahanpertanahan. Terlebih di daerah perkotaan terkait ketersediaan lahan yang terbatas.Akibatnya sebagian pengembang melakukan pembebasan tanah-tanah pertanian tersebutuntuk lahan pembangunan perumahan melalui proses alih fungsi tanah dari tanahpertanian ke non pertanian menjadi perumahan. Pelaksanaan alih fungsi lahan pertanianmenjadi perumahan di Kota Mataram tidak dilaksanakan sesuai dengan aturan yangberlaku, Pemerintah Daerah mengeluarkan izin Perubahan Penggunaan Tanah Pertanianmenjadi Perumahan tidak disertai dengan Pertimbangan Tekhnis Pertanahan yangdikeluarkan oleh Kantor Pertanahan. Terkendala dua hambatan dalam pelaksanaan alihfungsi tanah antara lain kendala Koordinasi Kebijakan dan Kendala PelaksanaanKebijakan serta Kendala Konsistensi Perencanaan.

Kata Kunci: alih fungsi, tanah, pertanian, perumahan, izin

ABSTRACTTHE TRANSFER OF LAND FARM FUNCTION TO BECOME HOUSING

SETTLEMENT BASED ON LOCAL REGULATION OF RT RW OF MATARAMCITY

The construction of housing and settlements always face problems of land.Especially in urban areas related to land availability is limited. As a result, somedevelopers are acquiring agricultural lands for residential development land through theprocess of conversion of land from agricultural to non-agricultural land into housing.Implementation of the conversion of agricultural land into housing in city of Mataramwas not conducted in accordance with the applicable rules, the local government issuedpermits Agricultural Land Use Change into housing is not accompanied by the LandTechnical Advisory issued by the Land Office. Constrained by two obstacles in theimplementation of the conversion of land among other constraints Constraints PolicyCoordination and Implementation of Policy and Planning Consistency Constraints.

Key Word: conversion , land, agriculture , housing , permits

lll. PENUTUP

Kesimpulan

1. Pelaksanaan alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman perumahan di Kota

Mataram tidak dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku,

Pemerintah Daerah mengeluarkan izin Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian

menjadi Pemukiman Perumahan tidak disertai dengan Pertimbangan Tekhnis

Pertanahan yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan sebelumnya. Seharusnya, pada

saat permohonan masuk ke Kantor Pertanahan Kota Mataram dan Petugas

Pertimbangan Tekhnis Pertanahan melakukan rapat koordinasi untuk memberikan

pertimbangan-pertimbangan tekhnis kondisi tanah yang dimohonkan, kemudian

Pertimbangan Tekhnis Pertanahan tersebutlah yang akan menjadi rujukan apakah

disetujui atau tidaknya Izin Perubahan Penggunaan Tanah tersebut. Pertimbangan

Teknis Pertanahan tersebut merupakan syarat apakah izin dapat diberikan atau tidak

oleh Pemerintah Daerah/Walikota Kota Mataram, seperti yang dinyatakan dalam

Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor 12 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Mataram Tahun 2011-2031 Pasal 84 Ayat (3) mengenai Ketentuan

Perizinan; 2. hambatan-hambatan yang timbul dalam pelaksanaan alih fungsi lahan

pertanian menjadi pemukiman perumahan di kota mataram, terdapat dua faktor

mendasar yang dapat penulis simpulkan dan menjadi alasan mengapa peraturan

pelaksanaan alih fungsi lahan sulit berjalan sesuai aturan, yaitu : a. Kendala

Koordinasi Kebijakan dan Kendala Pelaksanaan Kebijakan. b. Kendala Konsistensi

Perencanaan.

Saran

1. Peningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat serta pejabat instansi terkait

terhadap prosedur permohonan alih fungsi tanah pertanian menjadi kawasan

pemukiman perumahan yang seharusnya sesuai dengan Undang-undang yang

berlaku. 2. Agar dalam pemberian izin perubahan penggunaan tanah tidak hanya

tanah pertananian, tetapi lahan-lahan lainnya benar-benar dapat disesuaikan

berdasarkan aspek Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Tata Guna Tanah

sehingga nantinya penggunaan dan pemanfaatannya dilakukan secara optimal

tanpa menggangu pemanfaatan tanah di sekitarnya. 3. Masyarakat hendaknya

menyadari dan berperan aktif, apabila ditemukan penyimpangan terkait

penggunaan fungsi tanah yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah

untuk segera melaporkan kepada pihak terkait mengenai masalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku

Idham, H. Konsolidasi Tanah Perkotaan dalam Perspektif Otonomi Daerah, Alumni,Bandung, 2004.

Maria S. W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan ImplementasiEdisi Revisi, Jakarta, Penerbit Buku Kompas, 2005,

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang PokokAgraria Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta : Penerbit Djambatan, 2005), hal. 276

Kantor Pertanahan Kota Mataram, Badan Pertanahan Nasional Provinsi Nusa TenggaraBarat-Mataram.

II. Perundang-Undangan

Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian PanganBerkelanjutan

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan Dan Permukiman

Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor 12 Tahun 2011 tentang Rencana Tata RuangWilayah Kota Mataram Tahun 2011-2031

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011tentang Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan Dalam Penerbitan Izin Lokasi

Kepala Kantor Pertanaha Kota Mataram, Risalah Pertimbangan Teknis Pertanahan DalamPenerbitan Izin Perubahan Penggunaan Tanah Nomor: 92/460.3/PTP/IX/2013Tanggal 18 September 2013.

III.Internet

Profil PT. Varindo Lombok Inti, Sumber: http://varindolombo kinti.com/corporate/.Diakses pada tanggal 1 februari pukul 21.17 Wita.

Irawan, dalam: http://planthospital.blogspot.co.id/2011/09/alih-fungsi-lahan.html diaksespada tanggal 30-01-2016

1

JURNAL

ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN MENJADI PEMUKIMAN

PERUMAHAN BERDASARKAN PERDA RT RW KOTA MATARAM

Oleh:

HULIATUL LAILI

D1A 010 204

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MATARAM

2016

2

i

1. PENDAHULUAN

Dewasa ini pembangunan ekonomi secara fisik dan penggalakan

investasi telah menjadi prioritas utama dalam berbagai kebijakan dan

implementasi pembangunan tersebut, termasuk di bidang pertanahan. Fungsi

dan peranan tanah dalam berbagai sektor kehidupan manusia memiliki tiga

aspek yang sangat strategis yaitu aspek ekonomi, politik, dan hukum. Perwujudan

kebijakan hukum pertanahan tersebut, yang harus dapat diaktualisasikan oleh

pemerintah daerah dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah, salah

satu diantaranya tentang pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan.1 Penataan

ruang terkait dengan pertanahan terutama dalam penatagunaan tanah yang

merupakan subsistem dari penataan ruang berdasarkan Undang-Undang Penataan

Ruang yaitu Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Pembangunan perumahan dan permukiman selalu menghadapi

permasalahan pertanahan. Terlebih di daerah perkotaan terkait ketersediaan lahan

yang terbatas. Bahkan di beberapa kota, kondisi tersebut sangat kritis.

Kecenderungan pengembangan pertumbuhan penduduk mengarah pada wilayah

pinggiran kota sebagai akibat perluasan aktivitas kota. Untuk memenuhi

kebutuhan akan perumahan digunakanlah tanah pertanian untuk pembangunan

1 H. Idham, Konsolidasi Tanah Perkotaan dalam Perspektif Otonomi Daerah,Alumni, Bandung, 2004, hal 1

ii

perumahan. Pembangunan perumahan baik yang diusahakan oleh pihak swasta

maupun oleh perseorangan untuk pemenuhan akan kebutuhan rumah tinggal.

Tata guna lahan, sistem transportasi, dan sistem jaringan utilitas merupakan

tiga faktor utama dalam menata ruang kota. Dalam perkembangan selanjutnya,

konsep ruang kota selain dikaitkan dengan permasalahan utama perkotaan yang

akan dicari solusinya juga dikaitkan dengan pencapaian tujuan akhir dari suatu

penataan ruang yaitu untuk kesejahteraan, kenyamanan, serta kesehatan warga dan

kotanya.

Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian di atas, maka

permasalahan yang dapat dirinci sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan alih

fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman perumahan berdasarkan Perda RTRW

Kota Mataram? 2. Hambatan-hambatan apa saja yang timbul dalam pelaksanaan

alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman perumahan di kota Mataram?

Penelitian ini bertujuan: a. Untuk mengetahui pelaksanaan alih fungsi

tanah pertanian untuk pembangunan perumahan di Kota Mataram. b. Untuk

mengetahui hambatan-hambatan yang timbul dari pelaksanaan alih fungsi tanah

pertanian untuk pembangunan perumahan di kota Mataram.

Manfaat Penelitian. A. Manfaat Secara Teoritis: Hasil penelitian ini

bermanfaat untuk: 1. Diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum,

khususnya yang terkait dengan alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman. 2.

Pengembangan ilmu pengetahuan dibidang Hukum khususnya dikalangan praktisi

Hukum Perdata. B. Manfaat Secara Praktis Hasil penelitian ini bermanfaat untuk:

iii

1. Memberikan sumbangan pemikiran dibidang hukum pada umumnya dan

khususnya tentang alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman perumahan. 2.

Sebagai bahan kajian bagi penyusun berikutnya, jika melakukan penelitian

terhadap masalah yang relavan dengan hasil penelitian yang telah penyusun

sajikan.

Jenis Penelitian Sesuai dengan judul dan rumusan masalah, maka jenis

penelitian yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif – empiris yaitu

penelitian yang mengkaji hukum sebagai norma dalam perundang-undangan dan

gejala-gejala sosial. Dalam melakukan penelitian hukum normatif – empiris atau

yang disebut juga penelitian non doctrinal menggunakan peraturan perundangan,

teori hukum, dan pendapat para ahli hukum serta mengunpulkan data-data dalam

kehidupan sosial. Dalam penelitian ini metode pendekatan yang digunakan adalah:

a. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach), yaitu suatu pendekatan

dengan menelaah semua perundang-undangan dan berbagai peraturan-peraturan

yang berhubungan dengan persoalan yang akan dibahas. b. Pendekatan Konsep

(conceptual approach), yakni pendekatan yang dilakukan untuk memahami

konsep-konsep, asas-asas hukum, prinsip-prinsip hukum serta pandangan dan

doktrin/pendapat para ahli yang terkait dengan masalah yang dihadapi. c.

Pendekatan Sosiologis, yaitu suatu pendekatan yang dilakukan untuk menemukan

kebenaran dengan menggunakan metode berpikir induktif dan kriterium kebenaran

koresponden serta fakta yang digunakan untuk melakukan proses induksi dan

pengujian kebenaran secara koresponden adalah fakta yang mutakhir.

iv

ll. PEMBAHASAN

ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN MENJADI PEMUKIMANPERUMAHAN BERDASARKAN PERDA RT RW KOTA MATARAM

Gambaran Umum Tata Wilayah Kota Mataram

Keberadaan kota Mataram sebagai Ibukota Provinsi Nusa Tenggara Barat

memiliki posisi strategis sebagai pintu masuk utama yang berseberangan dengan

pulau Bali di bagian Barat. Secara geografis Kota Mataram terletak di bagian

sebelah barat dari Pulau Lombok, letaknya diapit antara kabupaten Lombok Barat

dan Selat Lombok. Secara geografis letaknya antara 08o 33’ dan 08o 38’ Lintang

Selatan dan antara 116 o 04’ - 116 o 10’ Bujur Timur.

Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Kota Mataram yang berwawasan

ramah lingkungan harus dijadikan pedoman perencanaan terpadu pembangunan

agar tatanan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumberdaya alam (SDA), sumber

daya manusia (SDM) dan sumber daya buatan (SDB) dapat dilakukan secara tepat

guna, berdaya-guna serta berhasil-guna secara berkelanjutan.

Pelaksanaan Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Pemukiman Perumahan

Berdasarkan Perta RT RW Kota Mataram

Tanah itu merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa (Pasal 1 Undang-

undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960). Dengan demikian selain memiliki

nilai fisik, tanah juga mempunyai nilai kerohanian. Sebagai titipan Tuhan,

perolehan dan pemanfaatannya harus sedemikian rupa sehingga dirasakan adil

v

bagi semua pihak.2 Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945

menyebutkan, bahwa :

“Bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnyadikuasasi oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnyakemakmuran rakyat”.

Pasal 33 Ayat (3) tersebut di atas merupakan landasan adanya

hubungan hukum antara tanah dan subyek tanah, dimana Negara bertindak

sebagai subyek yang mempunyai kewenangan tertinggi terhadap segala

kepentingan atas tanah yang bertujuan untuk kemakmuran rakyat.

Selanjutnya, lebih jauh dijelaskan mengenai Hak-Hak Atas Tanah

dalam tatanan hukum nasional terdiri atas:3 1. Hak Primer (tetap) yaitu semua

hak yang langsung diperoleh dari Negara yang meliputi Hak Milik, Hak Guna

Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan. 2. Hak

Sekunder (sementara) yaitu semua hak yang berasal dari pemegang hak atas

tanah lain berdasarkan atas adanya perikatan (perjanjian) yang meliputi Hak

Guna Bangunan dan Hak Pakai, Hak Gadai, Hak Guna Usaha Bagi-Hasil, Hak

Menumpang, Hak Sewa dan lain-lainnya (Pasal 37, 41 dan 53).

Persamaan kedua kategori hak tersebut terletak pada hak

pemegangnya untuk menggunakan tanah yang dikuasainya untuk dirinya

sendiri atau untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain melalui perjanjian

2 Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan ImplementasiEdisi Revisi,(Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2005), hal. 42

3 Rahayu. Op.Cit. hal 16

vi

dimana satu pihak memberikan hak-hak sekundernya pada pihak lain. Para

pihak tersebut dapat di klasifikasikan sebagai perusahaan pembangunan

perumahan berdasarkan pemilikan dan sasaran pembangunan perumahan,

dapat berupa:4 1. Perusahaan Pembangunan Perumahan Milik Negara

Merupakan perusahaan pembangunan perumahan yang identik dengan perum

perumnas, selain bertujuan menjaring keuntungan namun juga menjalankan

misi sosial bagi kelompok masyarakat penghasilan menengah ke bawah. 2.

Perusahaan Pembangunan Milik Swasta Perusahaan pembangunan perumahan

milik swasta bertujuan mendapat keuntungan dengan sasaran pembangunan

perumahan untuk seluruh masyarakat, baik menengah ke atas maupun ke

bawah.

Sebagai pemegang hak atas tanah, suatu badan hukum yang didirikan

menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia berdasarkan Pasal

30, 36, 45 UUPA, yakni Undang-Undang No 5 Tahun 1960 dapat memiliki

tanah HGU, HGB, Hak Pakai Atas Tanah dan Hak Sewa. Berdasarkan Pasal

12 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1987, hak atas tanah

yang dapat dimiliki oleh perusahaan pembangunan perumahan antara lain

dibedakan :5 1. Untuk perusahaan pembangunan perumahan yang seluruh

modalnya dari pemerintah dan atau pemerintah daerah, maka dapat diberikan :

4 Ibid. hal. 275 Ibid.

vii

a. Hak Pengelolaan, b. Hak Guna Bangunan, c. Hak Pakai. 2. Untuk

perusahaan pembangunan perumahan yang modalnya swasta maka dapat

diberikan : a, Hak Guna Bangunan, b. Hak Pakai

Jadi perusahaan pembangunan perumahan hanya dapat memperoleh

hak atas tanah berupa:

Hak Guna Bangunan (HGB)

Pasal 35 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), menyebutkan:

Ayat (1) Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan danmempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri,dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.Ayat (2) Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluanserta keadaan bangunan-bangunan jangka waktu tersebut dalam Ayat (1)dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahunAyat (3) Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihaklain.

Hak Pakai (HP)

Berdasarkan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), disebutkan bahwa :

“Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari

tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain,

yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam

keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya

atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian

viii

sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak

bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini”.

Hak Pengelolaan (HPL)

Hak Pengelolaan dalam Hukum Tanah Nasional tidak disebutkan

dalam UUPA, namun tersirat dalam pernyataan dalam Penjelasan Umum,

bahwa:6

“Dengan berpedoman pada tujuan yang disebutkan di atas, Negara dapatmemberikan tanah yang demikian (yang dimaksudkan adalah tanah yangtidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lain) kepadaseseorang atau badan-badan dengan sesuatu hak menurut peruntukan dankeperluannya, misalnya dengan hak milik, hak guna usaha, hak gunabangunan, atau hak pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepadasesuatu Badan Penguasa (Departemen, Jawatan atau Daerah Swatantra)untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing (Pasal 2Ayat (4))”.

Selanjutnya, dalam pelaksanaan perolehan hak atas tanah diatas bagi

perusahaan harus mendapat ijin lokasi terlebih dahulu untuk mendapatkan

tanah yang dibutuhkan. Seperti yang penyusun akan fokuskan dalam

pembahasan berikut mengenai pengajuan permohonan tanah pertanian untuk

Pertimbangan Teknis Pertanahan oleh PT. Varindo kepada Kantor Pertanahan

Kota Mataram yakni Badan Pertanahan Nasional Provinsi Nusa Tenggara

Barat (BPN Prov. NTB) untuk keperluan pembangunan perumahan.

Setiap proyek PT.Varindo Lombok Inti menjadi wujud komitmen

untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat. Tidak semata-

6 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-UndangPokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta : Penerbit Djambatan, 2005), hal. 276

ix

mata mempersembahkan produk pembangunan, di setiap proyeknya

PT.Varindo Lombok Inti selalu mementingkan unsur lingkungan hijau

sebagai bagian yang tidak dapat di pisahkan dari proyek pembangunan

sebagai upaya untuk menciptakan lingkungan yang asri ,nyaman dan bebas

polusi.7 Berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib

Daftar Perusahaan dan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas, PT. Varindo Lombok Inti mengantongi izin, berupa: 1.

Nomor Tanda Daftar Perusahan (TDP) 23.07.1.70.00388, 2. Surat Ijin

Usaha Perdagangan (SIUP) Menengah 23-07/2011-06/0843, 3. Nomor

Pokok Wajib Pajak (NPWP) 01.658.637.2-911.000

Maksud dari pernyataan Bapak Supar di atas, yaitu pelaksanaan alih

fungsi lahan pertanian menjadi kawasan non pertanian tersebut pada saat

pemohon mengajukan permohonan alih fungsi lahan tidak sesuai dengan urutan

prosedur yang di uraikan di atas. Seharusnya, pada saat permohonan masuk ke

Kantor Pertanahan Kota Mataram dan Petugas Pertimbangan Tekhnis Pertanahan

melakukan rapat koordinasi untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan

tekhnis kondisi tanah yang dimohonkan.

Hal tersebut semakin ditegaskan juga oleh Bapak Supar yang menyatakan,

bahwa Pemerintah Daerah dalam hal ini Walikota Kota Mataram dalam

melakukan pertimbangan dan mengeluarkan Surat Keputusan terkait izin

7 Profil PT. Varindo Lombok Inti, Sumber: http://varindolombokinti.com/corporate/.Diakses pada tanggal 1 februari pukul 21.17 Wita.

x

perubahan atas tanah tersebut tanpa disertai adanya Pertimbangan Tekhnis

Pertanahan dari Kantor Pertanahan Kota Mataram.8 Hal tersebut sudah jelas

termuat di dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pertimbangan Teknis

Pertanahan Dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan

Penggunaan Tanah dalam Pasal 1, yang berbunyi:

1. Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi adalahpertimbangan yang memuat ketentuan dan syarat penggunaan danpemanfaatan tanah, sebagai dasar penerbitan Izin Lokasi yangdiberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yangdiperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagaiizin pemindahan hak dan untuk menggunakan tanah tersebut gunakeperluan usaha penanaman modalnya.

2. Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Penetapan Lokasiadalah pertimbangan yang memuat ketentuan dan syarat penggunaandan pemanfaatan tanah, sebagai dasar pemberian keputusan penetapanlokasi tanah yang akan digunakan untuk pembangunan bagikepentingan umum yang dilaksanakan oleh Pemerintah atauPemerintah Daerah.

3. Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin PerubahanPenggunaan Tanah adalah pertimbangan yang memuat ketentuan dansyarat penggunaan dan pemanfaatan tanah, sebagai dasar pemberianizin kepada pemohon untuk melakukan perubahan penggunaan danpemanfaatan tanahnya.

Memahami makna dari dari isi pengertian Pertimbangan Tekhnis

Pertanahan di atas sudah jelas makna yang terkandung, bahwa Pertimbangan

Tekhnis Pertanahan baik itu Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan

Izin Lokasi, Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Perubahan

Penggunaan Tanah, dan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin

8 Supar. Ibid.

xi

Perubahan Penggunaan Tanah merupakan hal yang menjadi persyaratan dalam

penerbitan izin lokasi, penetapan lokasi atau Izin Perubahan Penggunaan Tanah

yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah / alikota. Berangkat dari pedoman

Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi

dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah, harus diselenggarakan dengan ketentuan:

a. tidak boleh mengorbankan kepentingan umum; b. tidak boleh saling

mengganggu penggunaan tanah sekitarnya; c. memenuhi azas keberlanjutan; d.

memperhatikan azas keadilan; dan e. memenuhi ketentuan peraturan

perundangan.

Memaknai pedoman Pertimbangan teknis tersebut di atas, bahwa

penerbitan izin alih fungsi lahan yang terjadi di Kota Mataram sangat lah

menyalahi aturan yang berlaku secara nasional di Indonesia. Hal ini tidak akan

berdampak pada tidak terlaksananya aturan hukum secara nasional saja, akan

tetapi berdampak pada kepentingan umum yang dilanggar, hak-hak setiap warga

negara, asas keberlanjutan terhadapa lingkungan, serta asas keadilan.

Selanjutnya, untuk memaknai lebih dalam pokok permasalah di atas,

penyusun akan memberikan sebuah analisis kasus dimana PT. Varindo Lombok

Inti mengajukan permohonan pengalihan fungsi lahan pertanan yang dibebankan

Hak Guna Bangunan di atasnya, hingga sampai terbitnya Izin Perubahan

Penggunaan Tanah yang sebelumnya penyusun telah narasikan pada awal

penulisan skripsi ini.

xii

Jadi hak yang berdiri di atas tanah yang dimohonkan oleh PT. Varindo

diatas merupakan Hak Guna Bangunan (HGB). Berdasarkan ketentuan Pasal 35

ayat (1) UUPA, pengertian Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan

dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri

dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Pengertian “bukan miliknya sendiri”

berarti Hak Guna Bangunan dapat lahir dari: 1. Pemberian atau permohonan hak

(HGB sebagai Hak atas Tanah Primer); 2. Perjanjian pembebanan Hak Guna

Bangunan di atas tanah Hak Milik kepunyaan orang lain (HGB sebagai Hak atas

Tanah Sekunder).

Namun, sebelum mengajukan permohonan Pertimbangan Teknis

Pertanahan kepada Kantor Pertanahan Kota Mataram, pihak PT. Varindo telah

memperoleh Surat Kepetusan Izin Perubahan Penggunaan Tanah dari Pemerintah

Daerah / Walikota Mataram. Padahal seharusnya sebelum dikeluarkannya Surat

Keputusan Izin Perubahan Penggunaan Tanah tersebut, PT. Varindo diharuskan

melakukan uji Pertimbangan Tekhnis Pertanahan terlebih dahulu yang dilakukan

oleh Kantor Pertanahan Kota Mataram, yang dimana hasil dari Pertimbangan

Tekhnis Pertanahan tersebut menjadi syarat pertimbangan apakah dapat atau

tidaknya Izin Perubahan Penggunaan Tanah yang dikeluarkan oleh Walikota Kota

Mataram.

Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Supar, bahwa Pertimbangan

Tekhnis Pertanahan yang kami lakukan terhadap permohonan PT. Varindo

Lombok Inti, semata-mata kami laksanakan setelah izin mereka terbit dari

xiii

Pemerintah Daerah/Walikota, prosedur yang seharusnya pemohon mengajukan

konsultasi terlebih dahulu ke Kantor Pertanahan, setelah itu mengajukan

Pertimbangan Tekhnis Pertanahan dengan prosedur-prosedur yang sudah saya

paparkan sebelumnya, nah baru mengirimkan permohonan izin dengan

melampirkan kelengkapan berkas yang sudah ada dan hasil dari Pertimbangan

Tekhnis Pertanahan yang kami lakukan kepada Pemerintah Daerah / Walikota

Kota Mataram untuk disetujui atau tidaknya Izin Perubahan Penggunanan Tanah

yang dimohonkan oleh PT. VArindo Tersebut.9

Itu artinya bahwa dengan pelimpahan kewenangan berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 28 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara

Pemerintah Daerah Provinsi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota, Izin

Lokasi telah diserahkan kepada Pemerintah Kota Mataram jika terus dijalankan

seperti ini maka pemberian izin tanpa memerhatikan Pertimbangan Teknis

Pertanahan terlebih dahulu akan berdampak negatif terhadap tatanan hukum yang

berlaku serta Pola Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram. Dampak

terhadap peraturan yang berlaku serta dampak terhadap Pola Tata Ruang Wilayah

Kota Mataram sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor 12 Tahun

2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram Tahun 2011-2031

Pasal 84 Ketentuan Perizinan, menyatakan bahwa:

(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2)huruf b merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam

9 Supar. Ibid.

xiv

pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan rencana tata ruangyang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.

(2) Ketentuan perizinan ini bertujuan untuk:a. menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang,

peraturan zonasi, dan standar pelayanan minimal bidang penataanruang;

b. mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang; danc. melindungi kepentingan umum.

(3) Pemberian izin pemanfaatan ruang disertai dengan persyaratan teknisdan persyaratan administratif sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan.

(4) Pemerintah Daerah melimpahkan kewenangan dalam penerbitan izinkepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota yangmembidangi perizinan.

Jelas sudah, bahwa Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor 12 Tahun

2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram Tahun 2011-2031

Pasal 84 di atas tidak hanya mengatur mengenai prosedur maupun ketentuan

administratif, tetapi juga menjelaskan bahwa tujuan perizinan adalah menjamin

pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang, peraturan zonasi, dan

standar pelayanan minimal bidang penataan ruang, mencegah dampak negatif

pemanfaatan ruang dan melindungi kepentingan umum. Jadi bagamana mungkin

suatu izin yang di keluarkan oleh Pemerintah Daerah / Walikota Mataram dapat

dikatakan tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan apabila

pemberian izin tersebut kepada PT. Varindo Lombok Inti tidak memerhatikan

hasil Pertimbangan Teknis Pertanahan dari Kantor Pertanahan Kota Mataram

terlebih dahulu.

Pentingnya Pertimbang Tekhnis Pertanahan ini akan memberikan dampak

yang sangat berpengaruh sesuai dengan Asas Keberlanjutan di masa yang akan

xv

datang. Walaupun Izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah / Walikota Kota

Maratam kepada PT. Varindo Lombok Inti tidak menimbulkan masalah atau

dampak negatif maupun di tolaknya permohonan tersebut terhadap hasil-hasil

Pertimbangan Teknis Pertanaha yang dilakukan Kantor Pertanahan Kota

Mataram.

Yang menyatakan hasil Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Risalah

Pertimbangan Teknis Pertanahan Dalam Penerbitan Izin Perubahan Penggunaan

Tanah Nomor: 92/460.3/PTP/IX/2013 Tanggal 18 September 2013,

menyimpulkan hal sebagai berikut:10 1. Permohonan Pertimbangan Teknis

Pertanahan dalam penerbitan Izin Perubahan Tanah dapat disetujui seluas 2.170

M2 dengan rincian sebagai berikut: a. Untuk Kegiatan Perumahan Seluas 1.173

M2 (54%) b. Untuk Kegiatan Jalan Seluas 997 M2 (46%). 2. Ketentuan dan

syarat penggunaan tanah adalah sebagai berikut: a. Kesesuaian Penggunaan

Tanah dengan RUTRK/RTRW, terhadap tanah yang perencanaan penggunaan

sesuai Tata Ruang Wajib direalisasikan dan dipertahankan, terhadap yang tidak

sesuai tidak boleh diperluas/dikembangkan dan tidak ditingkatkan pemanfaatan

yang selanjutnya di programkan untuk disesuaikan dengan RTRW, b. Ketentuan

pada Azaz LOSS / ATLAS / syarat-syarat dipergunakan tanah (Pasal 13,14,15 PP

No. 16 Tahun 2004 dan lain-lain), c. KDB maksimum 20%, d. Apabila hendak

membangun, pemohon wajib mendapatkan ijin membangun dari Walikota

10Kepala Kantor Pertanaha Kota Mataram, Risalah Pertimbangan Teknis PertanahanDalam Penerbitan Izin Perubahan Penggunaan Tanah Nomor: 92/460.3/PTP/IX/2013 Tanggal 18September 2013. Data dari hasil wawancara pada hari selasa 26 januari 2016.

xvi

Mataram, e. Menanam pohon sebagai realisasi dari RTH Privat. 3. Permohonan

Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam penerbitan Izin Perubahan Penggunaan

Tanah ditolak seluas 0 M2 dengan alasan sebagai berikut: a. –, b. –, c. –. 4.

Keterangan lebih rinci mengenai ketentuan dan syarat-syarat penggunaan tanah,

letak dan luas tanah yang disetujui dapat dilihat pada Peta Pertibangan Teknis

Pertanahan dalam Penerbitan Izin Perubahan Penggunaan Tanah sebagaimana

terlampir, yang merupakan bagian yang tidak terpisah dari Pertimbangan Teknis

Pertanahan dalam penerbitan Izin Perubahan Penggunaan Tanah Ini.

Senyatanya, pelaksanaan alih fungsi kawasan ini hingga sampai kepada

keluarnya Surat Keputusan Pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah tersebut

harus dilakukan sesuai dengan prosedur baik itu secara tekhnis maupun

administratif dilaksanakan sesuai dengan tatanan hukum yang berlaku agar tidak

timbulnya masalah yang tidak diinginkan dikemudian hari yang merugikan semua

pihak termasuk dampak terhadap lingkungan berkepanjangan.

Hambatan-hambatan Yang Timbul Dalam Pelaksanaan Alih Fungsi Lahan

Pertanian Menjadi Pemukiman Perumahan di Kota Mataram.

Pesatnya proyek pembangunan perumahan pemukiman dan industri di

Kota Mataram, di satu sisi menambah terbukanya lapangan kerja di sektor

nonpertanian seperti jasa konstruksi, dan industri, akan tetapi juga menimbulkan

dampak negatif yang kurang menguntungkan. Beberapa dampak negatif tersebut

dapat penyusun uraikan, antara lain : 1. Berkurangnya luas sawah yang

mengakibatkan turunnya produksi padi, yang mengganggu tercapainya

xvii

swasembada pangan. 2. Berkurangnya luas sawah yang mengakibatkan

bergesernya lapangan kerja dari sektor pertanian ke nonpertanian, yang apabila

tenaga kerja lokal yang ada tidak terserap seluruhnya justru akan meningkatkan

angka pengangguran. 3. Kegagalan investor dalam melaksanakan pembangunan

perumahan maupun industri, sebagai dampak krisis ekonomi, atau karena

kesalahan perhitungan mengakibatkan tidak termanfaatkannya tanah secara

maksimal. 4. Berkurangnya ekosistem sawah terutama di jalur pantai Ampenan

Selatan hingga ke Jalan lingkar Selatan yang dahulunya produktif kini hanya

tinngal beberapa persen yang tersisa sedangkan untuk membuka lahan pertanian

yang baru sudah tidak tersedia lagi serta dampak-dampak lain yang akan timbul

baik secara langsung maupun tidak langsung di masa mendatang.

Adanya keinginan Pemerintah Daerah Kota Mataram menjalankan

pemberian izin lokasi tanpa disertai Pertimbangan Tekhnis Pertanahan oleh

Kantor Pertanahan akan sangat menimbulkan dampak yang sangat negatif dari

segala sisi. Menurut Bapak Supar, di Kabupaten Kota Mataram prosedur

pemberian izin tidak sepenuhnya berjalan, secara lahiriah harusnya Pertimbangan

Teknis Pertanahan dilakukan terlebih dahulu, baru kita mohonkan dan mengirim

hasil serta kelengkapan berkas kepada Walikota untuk disetujui. Namun

kenyataannya terbalik, Izin telah dikirim dan di berikan oleh Walikota, kemudian

baru kita mengeluarkan Pertimbangan Teknhis Pertanahannya. Pemohon terlebih

dalu ke Kantor Pertanahan bukan ke Walikota. Disini kita menjadi serba salah,

xviii

pemohon tidak mengajukan Pertimbangan Teknis Pertanahan terlebih dahulu kita

yang salah, kalau tidak melakukan Pertimbangan Pertanahan setelah keluarnya

izin dar Walikota juga kita yang akan disalahkan nantinya.11

Dari pernyataan di atas, dapat penulis tarik makna, bahwa Pemerintah

Daerah hanya mementingkan pemasukan dari hasil izin yang diterbitkan sesuai

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif atas

Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan Pertanahan

Nasional tanpa menjalankan prosedur pelaksanaan perbitan izin perubahan

penggunaan tanah serta peraturan-peraturan yang mencangkup izin dan Tata

Ruang Wilayah Kota Mataram. Maka dari beberapa pernyataan tersebut penulis

dapat tarik sebuah argument, bahwa faktor-faktor pelaksanaan hukum yang

memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap faktor pendorong perolehan Izin

Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian menjadi Perumahan Pemukiman di

Wilayah Kota Mataram, antara Lain: 1. Faktor Administratif, 2. Faktor Ekonomi

dan Pendapatan Daerah

Maka dari hasil pemaparan diatas terdapat dua hambatan mendasar yang

dapat penulis simpulkan dan menjadi alasan mengapa peraturan pelaksanaan alih

fungsi lahan sulit berjalan sesuai aturan, yaitu : 1. Kendala Koordinasi Kebijakan

dan Kendala Pelaksanaan Kebijakan. Di satu sisi pemerintah dengan aturannya

berupaya melarang terjadinya alih fungsi lahan yang tidak terkendali, tetapi di sisi

11 Supar. Op.Cit.

xix

lain justru mendorong terjadinya alih fungsi lahan tersebut melalui kebijakan

yang mementingkan pemasukan daerah bukan pajak. 2. Kendala Konsistensi

Perencanaan. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram sesuai dengan

Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor 12 Tahun 2011 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kota Mataram Tahun 2011-2031, yang kemudian dilanjutkan

dengan mekanisme pemberian izin lokasi, merupakan instrumen utama dalam

pengendalian untuk mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Namun

dalam kenyataannya, banyak Rencana Tata Ruang Wilayah yang justru

merencanakan untuk mengalih fungsikan lahan pertanian tanpa melihat

Pertimbangan Teknis Pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kota Mataram yang

justru disepelekan.