bencana alam di jawa barat

12
Bencana Alam Tanah Longsor di Propinsi Jawa Barat Dalam tahun 2005 terjadi 47 kali musibah tanah longsor atau gerakan tanah di Indonesia, yang mengakibatkan 243 orang meninggal dunia. Dari kuantifikasi tersebut, berarti terjadi peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya terdata 32 kasus dan 110 orang meninggal dunia. Hal itu terungkap dari pemaparan Kasubdit Mitigasi Bencana Geologi Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) Bandung Dr. Surono di Bandung, Kamis (29/12). Surono menyampaikan refleksi dan laporan akhir tahun tentang gejala geologi di tanah air. Dikatakan, 47 bencana alam tanah longsor tersebut, yang paling banyak terjadi di Provinsi Jawa Barat. "Hal ini memang terkait dengan kondisi geologis dan geografis Jabar. Selama 2005, di Jabar terjadi 39 kali longsor atau gerakan tanah, yang mengakibatkan 205 orang meninggal dunia, 490 rumah mengalami kerusakan, 114 rumah hancur, dan 758 rumah terancam," ujar Surono. Penyebab tingginya musibah tanah longsor di Jabar, menurutnya, terkait erat dengan kondisi geografis yang rentan terjadi tanah longsor. "Hal itu diperparah dengan praktik atau kebijakan pengubahan tata guna lahan, sehingga semakin meningkatkan kerawanan terjadinya pergerakan tanah," tegasnya. Di Provinsi Jabar, kata Surono, musibah terbesar adalah longsoran gunungan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Leuwigajah. "Musibah itu mengakibatkan 176 meninggal dunia dan 48 rumah hancur," katanya. Daerah lain Surono mengatakan, bencana tanah longsor lainnya di tanah air selama 2005, terjadi di Jawa Timur sebanyak tiga kali, Aceh satu kali, Jawa Tengah satu kali, Sumatra Utara satu kali, dan Sumatra Barat dua kali. "Secara keseluruhan jumlah korban luka-luka akibat tanah longsor mencapai 22 orang, 532 rumah rusak, 287 rumah hancur, 788 rumah terancam, 8 bangunan lain rusak, 557 hektare lahan pertanian rusak, 1.395 ruas jalan rusak, dan 650 saluran irigasi terputus," paparnya. Secara umum, musibah bencana alam di tanah air tidak menunjukkan penurunan. Hal ini juga disebabkan konsep pembangunan kawasan permukiman yang berada di daerah rawan terjadinya gerakan tanah. "Di sisi lain, pemerintah daerah yang membangun wilayah belum menggunakan prinsip kebencanaan. Di Jabar, memang sulit mendapatkan daerah yang aman dari gerakan tanah," tandasnya. Salah satu solusi yang direkomendasikan DVMBG adalah penataan ulang kawasan pemukiman. "Diharapkan permukiman tidak berada di

Upload: orchiedmezzan

Post on 17-Feb-2016

134 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah tentang bencana alam di jawa barat

TRANSCRIPT

Page 1: Bencana Alam Di Jawa Barat

Bencana Alam Tanah Longsor di Propinsi Jawa Barat

Dalam tahun 2005 terjadi 47 kali musibah tanah longsor atau gerakan tanah di Indonesia, yang mengakibatkan 243 orang meninggal dunia. Dari kuantifikasi tersebut, berarti terjadi peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya terdata 32 kasus dan 110 orang meninggal dunia.Hal itu terungkap dari pemaparan Kasubdit Mitigasi Bencana Geologi Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) Bandung Dr. Surono di Bandung, Kamis (29/12). Surono menyampaikan refleksi dan laporan akhir tahun tentang gejala geologi di tanah air.Dikatakan, 47 bencana alam tanah longsor tersebut, yang paling banyak terjadi di Provinsi Jawa Barat. "Hal ini memang terkait dengan kondisi geologis dan geografis Jabar. Selama 2005, di Jabar terjadi 39 kali longsor atau gerakan tanah, yang mengakibatkan 205 orang meninggal dunia, 490 rumah mengalami kerusakan, 114 rumah hancur, dan 758 rumah terancam," ujar Surono.Penyebab tingginya musibah tanah longsor di Jabar, menurutnya, terkait erat dengan kondisi geografis yang rentan terjadi tanah longsor. "Hal itu diperparah dengan praktik atau kebijakan pengubahan tata guna lahan, sehingga semakin meningkatkan kerawanan terjadinya pergerakan tanah," tegasnya.Di Provinsi Jabar, kata Surono, musibah terbesar adalah longsoran gunungan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Leuwigajah. "Musibah itu mengakibatkan 176 meninggal dunia dan 48 rumah hancur," katanya.

Daerah lainSurono mengatakan, bencana tanah longsor lainnya di tanah air selama 2005, terjadi di Jawa Timur sebanyak tiga kali, Aceh satu kali, Jawa Tengah satu kali, Sumatra Utara satu kali, dan Sumatra Barat dua kali."Secara keseluruhan jumlah korban luka-luka akibat tanah longsor mencapai 22 orang, 532 rumah rusak, 287 rumah hancur, 788 rumah terancam, 8 bangunan lain rusak, 557 hektare lahan pertanian rusak, 1.395 ruas jalan rusak, dan 650 saluran irigasi terputus," paparnya.Secara umum, musibah bencana alam di tanah air tidak menunjukkan penurunan. Hal ini juga disebabkan konsep pembangunan kawasan permukiman yang berada di daerah rawan terjadinya gerakan tanah. "Di sisi lain, pemerintah daerah yang membangun wilayah belum menggunakan prinsip kebencanaan. Di Jabar, memang sulit mendapatkan daerah yang aman dari gerakan tanah," tandasnya.Salah satu solusi yang direkomendasikan DVMBG adalah penataan ulang kawasan pemukiman. "Diharapkan permukiman tidak berada di daerah yang termasuk rawan bencana alam tanah longsor. Terjadinya musibah tanah longsor inti tidak bisa dihentikan, kecuali dengan pengurangan jumlah korbannya," ucapnya.Ia mengatakan, kejadian gempa bumi di tanah air sepanjang tahun 2005 terjadi sebanyak 13 kali, antara lain di Sulteng sebanyak satu kali, Sulawesi Tenggara satu kali, Jabar dua kali, Bengkulu satu kali, Sumbar satu kali, NAD satu kali, Banten satu kali, Maluku dua kali, dan Sumut dua kali.Musibah gempa bumi merusak yang terjadi di Jabar adalah di Kabupaten Garut pada 2 Februari 2005, dengan kekuatan gempa mencapai 4,2 Skala Richter (SR), yang menyebabkan beberapa bangunan rusak. Kemudian di Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung pada 15 April 2005 dengan kekuatan gempa 5 SR hingga 24 bangunan roboh dan puluhan bangunan rusak.

Sementara itu, pengamat lingkungan Sobirin yang juga Ketua Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) mengakui bahwa daerah Jawa Barat rawan bencana. Tapi, hal itu bukan berarti Jawa Barat tidak bisa menjadi daerah yang bencananya nol (zero disaster). Dalam artian, bencana yang terjadi tidak menimbulkan kerugian apa pun bagi manusia.Menurut Sobirin, zero disaster bisa diterapkan di Jawa Barat jika masyarakat dan pemerintah benar-benar menerapkan konsep konservasi alam.Dicontohkannya, bencana gunung berapi di Jawa Barat bisa dicegah agar tidak menimbulkan kerugian, baik itu material maupun jiwa. Caranya, melakukan sejumlah langkah mitigasi

Page 2: Bencana Alam Di Jawa Barat

bencana, yakni dengan tidak membangun kawasan perumahan di area gunung berapi. Jika ini diterapkan, maka ketika ada bencana gunung berapi, korban jiwa bisa dicegah.Selain itu, dalam kasus Cipularang, ambruknya sejumlah ruas jalan juga disebabkan faktor manusia yang lalai dalam merancang pembangunan jalan tersebut. Akibat perencanaan yang kurang matang, jalan tol tersebut sempat menimbulkan kerugian bagi masyarakat.Oleh karena itu, dalam setiap pembangunan yang akan dilakukan, aspek konservasi alam harus menjadi prioritas. Apalagi jumlah hutan lindung di Jawa Barat yang merupakan bagian penting dari konservasi alam, sudah menyusut, dari sekira 800 ribu hektare, lebih dari setengahnya rusak.Tambahan pula, sejumlah kawasan konservasi regional lainnya di luar hutan lindung, sudah banyak yang berubah fungsi. Di antaranya digunakan untuk lahan permukiman, seperti di Punclut.Ditambahkan Sobirin, selama ini peraturan pemerintah tentang lingkungan hidup dan mitigasi bencana belum mengakomodasi konsep pembangunan yang berkelanjutan.Seharusnya, kata Sobirin, perda (peraturan daerah) dibuat mengarah ke asas konservasi alam. Jika hal ini bisa direalisasikan, kata Sobirin, tindakan eksploitatif dan tindakan destruktif terhadap alam bisa dihindari.

Bencana alam di Tasik Manonjaya

Page 3: Bencana Alam Di Jawa Barat

BENCANA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI PANGANDARAN JAWA BARAT

[PANGANDARAN] Sampai pukul 11.00 WIB Selasa (18/7) tercatat 281 orang tewas akibat gempa disusul tsunami di wilayah pantai selatan Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin (17/7) sore. Selain itu ratusan orang dinyatakan hilang dan masih dicari, sehingga korban tewas diperkirakan bertambah.

Jumlah korban tewas terbanyak di kawasan Pangandaran, Kabupaten Ciamis, sebanyak 172 orang. Data tersebut diperoleh dari Pusat Penanggulangan Bencana yang berlokasi di kantor Kepala Desa Pangandaran. Para korban berasal dari enam kecamatan, yakni Cimerak, Parigi, Idamulya, Karapiak, Pangandaran, dan Kali Pucang.

Jumlah korban tewas di Kabupaten Cilacap tercatat 68 orang, Kabupaten Kebumen 39 dan Kabupaten Bantul 2.

Begitu gempa mengguncang, ribuan warga di pantai selatan itu panik dan berusaha menyelamatkan diri dengan berlari ke kawasan yang lebih tinggi, seperti perbukitan. Teriakan ketakutan terdengar di sana-sini. Banyak rumah yang ditinggalkan tanpa dikunci, yang penting selamat.

Daerah terparah dihantam tsunami itu adalah Pangandaran di Jabar, Cilacap, dan Kebumen di Jateng. Di ketiga daerah itu ratusan rumah roboh diterjang gelombang tinggi.

Dari Pangandaran dilaporkan, proses evakuasi korban terus dilakukan oleh sekitar 1.500 aparat TNI/Polri bersama ratusan relawan. Sebagian besar korban tewas ditemukan di semak-semak atau tertindih reruntuhan bangunan. Para korban dievakuasi ke kantor Kepala Desa Pangandaran. Di tempat itu sanak saudara dari korban diperkenankan membawa jenazah keluarganya pulang setelah proses identifikasi selesai.

Beberapa saat setelah guncangan gempa, ombak besar setinggi tiga meter menyapu pantai selatan sampai sejauh tiga kilometer dari bibir pantai Pangandaran, Cilacap, serta Kebumen, sekitar pukul 16.15 WIB.

Bencana Alam Gempa dan Tsunami di Pangandaran Jawa Barat

Page 4: Bencana Alam Di Jawa Barat

TERJADINYA TANAH LONGSOR DI KABUPATEN GARUT

Hujan deras yang terus mengguyur kawasan Garut Selatan, Jabar, kembali mengakibatkan bencana tanah longsor. Di Batusero, Desa Sukamulya Kec Talegong, Kab Garut, tanah longsor mengakibatkan jalan utama penghubung Kab Garut-Kab Bandung via Pangalengan lumpuh total. Menurut sejumlah saksi mata, kejadian tersebut dipicu oleh derasnya hujan yang datang di kawasan tersebut

dalam waktu 24 jam. Tepat saat waktu menjelang magrib, tanda-tanda akan terjadi longsor mulai terlihat. Dinding bukit kecil yang berada persis di tepian jalan mulai terlihat mengeluarkan bongkahan-bongkahan tanah kecil ke median jalan. Bongkahan tersebut semakin lama semakin besar dan banyak. Hingga, badan jalan yang lebarnya tidak lebih dari 3 meter hampir tertutupi oleh longsoran tanah. Saking banyaknya, longsoran tersebut menutupi badan jalan sepanjang 200 meter. Selain itu, ketinggian longsoran tersebut mencapai lebih dari 100 meter. Camat Talegong, Asep Suparman, Senin (24/11), menjelaskan bahwa selain mengakibatkan terputusnya lalulintas Bandung-Garut via Pangalengan, peristiwa tersebut juga memaksa sejumlah warga yang memiliki rumah di tepian jalan tersebut mengungsi ke tempat lain. Itu terjadi, karena ada beberapa rumah yang terkena longsoran tanah. Selain di Batusero, terdapat juga rumah di Kampung Pasarean Desa Sukamaju yang tidak bisa ditempati karena bangunan rumah habis tertutupi longsor. Beberapa pemilik rumah yang sudah diketahui itu diantaranya Sumitra dan Engkus.

‘’Hingga saat ini belum diketahui berapa jumlah kerugian. Kita masih berusaha melakukan pembersihan badan jalan hingga bisa dilalui lagi,’’jelas Asep. Saat ini, semua kepala keluarga (KK) yang rumahnya terkena longsor sementara waktu diungsikan ke rumah milik warga atau saudaranya.

Meskipun penyebab utama kejadian ini adalah gravitasi yang mempengaruhi suatu lereng yang curam, namun ada pula faktor-faktor lainnya yang turut berpengaruh: erosi yang disebabkan sungai-sungai atau gelombang laut yang menciptakan lereng-lereng

yang terlalu curam lereng dari bebatuan dan tanah diperlemah melalui saturasi yang diakibatkan hujan lebat gempa bumi menyebabkan tekanan yang mengakibatkan longsornya lereng-lereng yang

lemah gunung berapi menciptakan simpanan debu yang lengang, hujan lebat dan aliran debu-debu getaran dari mesin, lalu lintas, pengunaan bahan-bahan peledak, dan bahkan petir berat yang terlalu berlebihan, misalnya dari berkumpulnya hujan atau salju

Yang dilakukan pada saat dan setelah longsor1. Karena longsor terjadi pada saat yang mendadak, evakuasi penduduk segera setelah diketahui tanda-tanda tebing akan longsor. 2. Segera hubungi pihak terkait dan lakukan pemindahan korban dengan hati-hati. 3. Segera lakukan pemindahan penduduk ke tempat yang aman.

Pencegahan Terjadinya Bencana Tanah Longsor: Tidak menebang atau merusak hutan Melakukan penanaman pada daerah-daerah yang gundul Membuat saluran air hujan Membangun tanggul atau dinding penahan

Cara-cara Menghindari Korban Jiwa & Harta Akibat Tanah Longsor: Membangun pemukiman jauh dari daerah yang rawan. Bertanya pada pihak yang mengerti sebelum membangun. Membuat Peta Bencana Melakukan deteksi dini sebelum terjadi bencana

Page 5: Bencana Alam Di Jawa Barat

LAPSING BENCANA ALAM GERAKAN TANAH DI KECAMATAN CIKONENG, KABUPATEN CIAMIS, PROVINSI JAWA BARAT.

1. Lokasi bencana dan Waktu kejadian:

Lokasi bencana gerakan tanah secara administratif terletak di Kampung Subang, Desa Darmacaang, Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Terletak pada koordinat 108o 16’ 19,32” BT – 7o 17’ 16,62” LS. Gerakan tanah di lokasi ini terjadi pada hari Selasa pagi 11 Maret 2014, gerakan tanah serupa pernah terjadi pada tahun 1990 (Informasi masyarakat setempat).

2.  Dampak Bencana:

Luas lahan yang terancam gerakan tanah sekitar 4,2 Hektar,

15 rumah dan 1 (satu) mesjid terancam gerakan tanah,

Kolam kering akibat retakan tanah pada dasar kolam.

3. Kondisi daerah bencana:

Morfologi:

Morfologi pada lokasi gerakan tanah merupakan daerah yang datar sampai landai di daerah pemukiman, dan lereng diatas pemukiman dengan kemiringan agak terjal – terjal.

Geologi:

Batuan dasar dikawasan bencana berdasarkan Peta Geologi Lembar Tasikmalaya, Jawa Barat (T. Budhistrisna, 1986, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi) terdiri dari Hasil Gunungapi Tua (Qvts) yang terdiri dari breksi gunungapi, breksi aliran, tufa dan lava bersusunan andesit sampai basal dari G. Sawal. Bagian permukaan terdiri dari tanah pelapukan yang lepas mengandung boulder dan bersifat lempung pasiran, warna merah kecoklatan dan mudah meresap air. Ketebalan tanah > 5 meter.

Tata guna lahan:

Lokasi gerakan tanah di bagian bawah berupa lahan permukiman dan setempat-setempat kolam, bagian atas lokasi gerakan tanah berupa kebun campuran.

Kerentanan Gerakan Tanah:

Berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Kabupaten Ciamis (Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi), daerah gerakan tanah termasuk dalam Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah, artinya daerah ini mempunyai tingkat kerentanan menengah untuk terjadi gerakan tanah.

Berdasarkan Peta Prakiraan Wilayah Potensi Terjadi Gerakan Tanah pada Bulan Maret 2014, Kabupaten Ciamis, daerah ini termasuk kedalam Zona Potensi Terjadi Gerakan Tanah Menengah - Tinggi, pada zona ini sangat berpotensi untuk terjadi gerakan tanah jika curah hujan diatas normal.

Menurut informasi masyarakat, bahwa di lokasi ini pernah terjadi gerakan tanah pada tahun 1990 dengan ukuran lebih kecil.

Page 6: Bencana Alam Di Jawa Barat

 4.  Jenis gerakan tanah:

Gerakan tanah yang terjadi berupa gerakan tanah tipe rayapan, pergerakannya lambat tapi menerus.

 5. Faktor penyebab terjadinya gerakan tanah adalah:

Kondisi geologi dengan bagian permukaan berupa tanah pelapukan yang bersifat sarang sehingga mudah meloloskan air yang berada diatas batuan yang masif yang tidak mudah meloloskan air, sehingga batas antara keduanya merupakan bidang gelincir gerakan tanah,

Kemiringan lereng yang landai - terjal, Curah hujan yang tinggi dan berlangsung lama, tanah permukaan menjadi jenuh dengan

air, sehingga mengalami gangguan berupa gerakan tanah yang lambat atau gerakan tanah tipe rayapan.

 

6.  Mekanisme Gerakan Tanah:

Curah hujan yang tinggi mengakibatkan kandungan air dalam tanah meningkat, sehingga tanah menjadi jenuh air, bobot massa tanah bertambah, ikatan antar butir tanah mengecil, mengakibatkan  lereng menjadi tidak stabil.  Kemiringan lereng yang landai – terjal dan adanya bidang gelincir gerakan tanah mengakibatkan lereng mudah bergerak mencari keseimbangan baru. Kondisi di atas mengakibatkan  terjadinya gerakan tanah tipe rayapan.

 

7. Penanggulangan :

Gerakan tanah yang terjadi dilokasi bencana di Kampung Subang, Desa Darmacaang, Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis berupa gerakan tanah tipe rayapan, gerakan tanah ini berlangsung lambat, tetapi akan terus bergerak, sehingga dapat merusak bangunan/rumah yang ada diatasnya. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, dalam rangka mitigasi bencana gerakan tanah, disarankan antara lain sebagai berikut:

Masyarakat yang bermukim dan beraktifitas di Kampung Subang yang berada pada lokasi yang terancam gerakan tanah harus meningkatkan kewaspadaannya terhadap ancaman gerakan tanah, segera mengungsi terutama pada saat  dan setelah hujan lebat yang berlangsung lama,

Semua retakan tanah supaya di tutup dengan tanah liat dan dipadatkan, Semua kolam dikeringkan agar airnya tidak meresap kedalam tanah, Aliran air permukaan supaya dikendalikan, saluran air harus kedap air dan langsung

dibuang ke sungai menjauhi lereng, Tidak memotong lereng yang terjal yang dapat mengganggu kestabilan lereng, Tidak membangun di atas, pada dan dibawah lereng yang terjal. Kondisi gerakan tanah agar selalu dipantau, jika gerakan tanah semakin berkembang agar

dilaporkan ke BPBD setempat, Apabila gerakan tanah (rayapan tanah) semakin berkembang, maka disarankan supaya

pemukiman di Kampung Subang yang terkena dan terancam bencana direlokasi ke tempat yang aman dari ancaman bencana gerakan tanah. Untuk menentukan daerah relokasi yang aman dan terhindar dari bencana gerakan tanah pada waktu yang akan datang, agar berkoordinasi dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi/Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Lahan bekas pemukiman sebaiknya dihutankan untuk menjaga kestabilan lahan/lereng

Page 7: Bencana Alam Di Jawa Barat

BANJIR DI BANDUNG SELATANBanjir yang melanda Bandung Selatan sejak Kamis (8/12/2014), disebabkan banyak faktor. Di antaranya,

- sedimentasi yang terjadi di Sungai Citarum,

- kerusakan di hulu Sungai Citarum, sampah, dan lainnya. Sehingga, ketika hujan turun dalam intensitas cukup tinggi, Sungai Citarum, Sungai Cisangkuy, dan anak sungai meluap dan airnya meluber merendam permukiman.

“Kami terus melakukan evaluasi dan mencari solusi sehingga persoalan Citarum beres dalam lima tahun ke depan,” ungkap Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, di Gedung sate Bandung, belum lama ini.

Aher mengaku telah mengantongi sejumlah usulan. Di antaranya :- memperbaiki hulu Sungai Citarum. Selama ini, penanganan Citarum terlalu

terfokus di daerah hilir, itu terlihat dari jumlah anggarannya yang besar. Namun ke depan, anggaran perbaikan hulu Citarum akan diperbesar, minimal sama dengan anggaran di hilir. “Citarum ini milik pusat yang diurus oleh Balai Besar Wilayang Sungai (BBWS) Citarum. Tapi untuk menyelesaikan persoalan Sungai Citarum, tentunya diperlukan kerja sama semua pihak, termasuk provinsi," terang Aher.

- Normalisasi Sungai Citarum wilayah hulu.

- Meningkatkan kapasitas Sungai Citarum hulu.

- Anggaran yang digunakan pun tidak sedikit. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mencatat, pada 2014, anggatan normalisasi dan penanganan banjir Citarum mencapai Rp 740 miliar. Fokusnya, meningkatkan kapasitas penampungan debit Citarum. Sementara itu, menurut pengungsi, Dian (41) warga Baleendah Bandung, banjir terjadi akibat Sungai Citarum meluap.

“Kemarin saya tidak melihat pengerukan. Mungkin karena belum dikeruk itu, kedalaman sungai jadi dangkal dan aliran air jadi ke permukaan. Terus biasanya, banjirnya cepat surut, sekarang tidak,” tuturnya.

Banjir akibat meluapnya Sungai Citarum membuat 36 ribu rumah di Bandung selatan terendam air dengan ketinggian 50 cm-3 meter. Saat ini, ketinggian air banjir sudah menyusut. Namun pekerjaan rumah memperbaiki DAS Citarum terus menanti.

Page 8: Bencana Alam Di Jawa Barat

TUGAS PLH

“BENCANA ALAM DI JAWA BARAT”

OLEH KELOMPOK V :

INDAH

R O N I

E R N I

MOH. ANGGARA

JAKA. S

KELAS : IX.G

SMP NEGERI 1 BABAKANCIKAO