bahan distribusi pendapatan

59
Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketimpangan yang besar dalam distribusi pendapatan atau kesenjangan ekonomi dan tingkat kemiskinan merupakan dua masalah besar di banyak negara berkembang, tak terkecuali di Indonesia. Berawal dari distribusi pendapatan yang tidak merata yang kemudian memicu terjadinya ketimpangan pendapatan sebagai dampak dari kemiskinan. Hal ini akan menjadi sangat serius apabila kedua masalah tersebut berlarut-larut dan dibiarkan semakin parah, pada akhirnya akan menimbulkan konsekuensi politik dan sosial yang dampaknya cukup negatif. Negara Indonesia secara geografis dan klimatalogis merupakan negara yang mempunyai potensi ekonomi yang sangat tinggi. Dengan garis pantai yang terluas di dunia, iklim yang memungkinkan untuk pendayagunaan lahan sepanjang tahun, hutan dan kandungan bumi Indonesia yang sangat kaya, merupakan bahan (ingredient) yang utama untuk membuat negara menjadi negara yang kaya. Suatu perencanaan yang bagus yang mampu memanfaatkan semua bahan baku tersebut secara optimal, akan mampu mengantarkan negara Indonesia menjadi negara yang makmur. Ini terlihat pada hasil hasil Pelita III sampai dengan Pelita V yang dengan pertumbuhan Kelompok 6 1

Upload: aldiez-net

Post on 26-Jun-2015

1.527 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Ketimpangan yang besar dalam distribusi pendapatan atau kesenjangan

ekonomi dan tingkat kemiskinan merupakan dua masalah besar di banyak negara

berkembang, tak terkecuali di Indonesia. Berawal dari distribusi pendapatan yang tidak

merata yang kemudian memicu terjadinya ketimpangan pendapatan sebagai dampak dari

kemiskinan. Hal ini akan menjadi sangat serius apabila kedua masalah tersebut berlarut-

larut dan dibiarkan semakin parah, pada akhirnya akan menimbulkan konsekuensi

politik dan sosial yang dampaknya cukup negatif.

Negara Indonesia secara geografis dan klimatalogis merupakan negara yang

mempunyai potensi ekonomi yang sangat tinggi. Dengan garis pantai yang terluas di

dunia, iklim yang memungkinkan untuk pendayagunaan lahan sepanjang tahun, hutan

dan kandungan bumi Indonesia yang sangat kaya, merupakan bahan (ingredient) yang

utama untuk membuat negara menjadi negara yang kaya. Suatu perencanaan yang bagus

yang mampu memanfaatkan semua bahan baku tersebut secara optimal, akan mampu

mengantarkan negara Indonesia menjadi negara yang makmur. Ini terlihat pada hasil

hasil Pelita III sampai dengan Pelita V yang dengan pertumbuhan ekonomi rata rata 7% -

8% membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi dan

pendapatan penduduk yang tinggi. Dan Indonesia menjadi salah satu negara yang

mendapat julukan “Macan Asia”.

Namun ternyata semua pertumbuhan ekonomi dan pendapatan tersebut ternyata

tidak memberikan dampak yang cukup berarti pada usaha pengentasan kemiskinan.

Indonesia adalah sebuah negara yang penuh paradoks. Negara ini subur dan kekayaan

alamnya melimpah, namun sebagian cukup besar rakyat tergolong miskin. Pada puncak

krisis ekonomi tahun 1998-1999 penduduk miskin Indonesia mencapai sekitar 24% dari

jumlah penduduk atau hampir 40 juta orang. Tahun 2002 angka tersebut sudah turun

menjadi 18%, dan pada menjadi 14% pada tahun 2004. Situasi terbaik terjadi antara

Kelompok 6 1

Page 2: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

tahun 1987-1996 ketika angka rata-rata kemiskinan berada di bawah 20%, dan yang

paling baik adalah pada tahun 1996 ketika angka kemiskinan hanya mencapai 11,3%. 

Di Indonesia pada awal orde baru para pembuat kebijaksanaan dan perencana

pembangunan di Jakarta masih sangat percaya bahwa proses pembangunan ekonomi

yang pada awalnya terpusatkan hanya di Jawa, Khususnya Jakarta dan sekitarnya, dan

hanya di sector-sektor tertentu saja, pada akhirnya akan menghasilkan “Trickle Down

Effects”. Didasarkan pada pemikiran tersebut, pada awal orde baru hingga akhir tahun

1970-an, strategi pembangunan ekonomi yang dianut oleh pemerintahan Orde Baru lebih

berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa memperhatikan pemerataan

pembangunan ekonomi.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pusat pembangunan ekonomi nasional di

mulai di Pulau Jawa dengan alasan bahwa semua fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan,

seperti transportasi, telekomunikasi, dan infrastruktur lainnya lebih tersedia di pulau

jawa, khususnya Jakarta, dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia.

Pembangunan saat itu juga hanya terpusatkan pada sektor-sektor tertentu saja yang

secara potensial memiliki kemampuan besar untuk menyumbang nilai pendapatan

nasional yang tinggi. Pemerintah saat itu percaya bahwa nantinya hasil dari

pembangunan itu akan menetes ke sektor-sektor dan wilayah Indonesia lainnya.

Ada berbagai cara untuk mengetahui prestasi pembangunan suatu negara yaitu

dengan pendekatan ekonomi dan pendekatan non-ekonomi. Dalam pendekatan ekonomi

dapat dilakukan berdasarkan tinjauan aspek pendapatan maupun aspek non pendapatan.

Dalam aspek pendapatan digunakan konsep pendapatan perkapita, namun hal tersebut

belum cukup untuk menilai prestasi pembangunan karena tidak mencerminkan

bagaimana pendapatan nasional sebuah negara terbagi di kalangan penduduknya,

sehingga tidak memantau unsur keadilan atau kemerataan. Untuk itu diperlukan data

mengenai kemerataan distribusi pendapatan dimana perhatiannya bukan hanya pada

distribusi pendapatan nasional tapi juga distribusi proses atau pelaksanaan pembangunan

itu sendiri.

Krisis yang terjadi secara mendadak dan diluar perkiraan pada akhir dekade

1990-an merupakan pukulan yang sangat berat bagi pembangunan Indonesia. Bagi

Kelompok 6 2

Page 3: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

kebanyakan orang, dampak dari krisis yang terparah dan langsung dirasakan,

diakibatkan oleh inflasi. Antara tahun 1997 dan 1998 inflasi meningkat dari 6% menjadi

78%, sementara upah riil turun menjadi hanya sekitar sepertiga dari nilai sebelumnya.

Akibatnya, kemiskinan meningkat tajam. Antara tahun 1996 dan 1999 proporsi orang

yang hidup di bawah garis kemiskinan bertambah dari 18% menjadi 24% dari jumlah

penduduk. Pada saat yang sama, kondisi kemiskinan menjadi semakin parah, karena

pendapatan kaum miskin secara keseluruhan menurun jauh di bawah garis kemiskinan.

1.2 Perumusan masalah

Berkaitan dengan permasalahan distribusi dan pemertaan pembangunan yang

telah di jelaskan sebelumnya, ada beberapa pertanyaan yang diajukan sebagai

perumusan masalah dengan tujuan agar pembahasan dapat terfokus pada masalah yang

telah di jabarkan diatas. Adapun perumusan masalah adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana distribusi pendapatan berpengaruh terhadap pemerataan

pembangunan nasional?

2. Bagaimana distribusi pendapatan berpengaruh terhadap kemiskinan di

Indonesia?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ketimpangan distribusi

pendapatan?

Kelompok 6 3

Page 4: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan perekonomian antardaerah di IndonesiaCarlos ChrisyantoDeskripsi Dokumen: http://www.lontar.ui.ac.id//opac/themes/libri2/detail.jsp?id=90373&lokasi=lokal

------------------------------------------------------------------------------------------AbstrakTerjadinya perbedaan dari distribusi pendapatan antar daerah dan distribusi pengeluaran pemerintah pusatdan daerah merupakan satu permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan di berbagai daerah di Indonesia.Perbedaan tersebut terjadi selama bertahun-tahun lamanya sehingga menyebabkan terjadinya ketimpanganantar daerah satu dengan yang lain. Dilakukannya satu kebijakan pemerintah yaitu otonomi daerah masihbelum mampu memperkecil adanya ketimpangan tersebut, dimana terlihat adanya perbedaan tingkatpembangunan antara lain perbedaan tingkat pendapatan per kapita dan infrastruktur di daerah yangdisebabkan karena minimnya pengeluaran pembangunan di daerah.Mengacu pada perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menganalisa faktor-faktor yangmempengaruhi ketimpangan ekonomi daerah melalui Indeks Williamson, faktor-faktor yang dianalisatersebut adalah PDRB, Pendapatan Per Kapita dan Pengeluaran daerah untuk Pembangunan selama masasebelum dan sesudah krisis.Metode analisa yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan menggunakan data 30 propinsi diIndonesia tahun 1989-2003, dengan variabel terikat adalah ketimpangan daerah (yang diukur dengan IndeksWilliamson) dan variabel bebas berupa pendapatan per kapita, pengeluaran daerah dan Dummy Krisis untukpembangunan. Pendugaan dilakukan dengan metode ordinary Least Square (OLS).Dari hasil analisa ditemukan bahwa terjadinya ketimpangan ekonomi antar daerah disebabkan olehtingginya pendapatan perkapita DKI Jakarta yang menyebabkan ketimpangan di Pulau Jawa dan tingginyapendapatan perkapita di Kalimantan Timur yang menyebabkan ketimpangan di luar Pulau Jawa.

Kelompok 6 4

Page 5: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

Interprestasi analisa model regresi menunjukan bahwa ketimpangan daerah dengan melihat faktor migasdipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah daerah pada saat 2 tahun sebelumnya dan terjadinya krisisekonomi. Sedangkan ketimpangan daerah tanpa melihat faktor migas dipengaruhi oleh pendapatan perkapitadaerah dan pengeluaran pemerintah.Kebijakan terhadap peningkatan alokasi pengeluaran pemerintah daerah khusus untuk daerah-daerah miskinatau daerah yang tidak kaya dengan migas akan memperkecil ketimpangan antar daerah sebab hasilpenelitian melihat bahwa pengeluaran pemerintah lebih banyak dialokasikan kepada daerah kaya (DKI

Jakarta) dan daerah kaya migas (Kalimantan Timur dan Riau).

BAB II

ISI

2.1 Konsep Dan Teori Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil

pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya. Ada beberapa cara yang dijadikan

sebagai indikator untuk mengukur kemerataan distribusi pendapatan, diantaranya yaitu :

1. Kurva Lorenz

Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di

kalangan lapisan-lapisan penduduk. Kurva ini terletak di dalam sebuah bujur sangkar

yang sisi tegaknya melambangkan persentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan

sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk. Kurvanya sendiri ditempatkan

pada diagonal utama bujur sangkar tersebut. Kurva Lorenz yang semakin dekat ke

Kelompok 6 5

Page 6: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

diagonal (semakin lurus) menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang semakin

merata. Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin lengkung),

maka ia mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusi pendapatan nasional

semakin timpang dan tidak merata.

`

Sumber : Tulus Tambunan (2003)

2. Indeks atau Rasio Gini

Gini ratio merupakan alat ukur yang umum dipergunakan dalam studi empiris,

yaitu dengan formula:

 

1 n n

 Gini = ---------- å å ½yi - yj ½ 2n2 – y I=1 j=1

  Sumber: Tulus Tambunan (2003)

Nilai  Gini antara 0 dan 1, dimana nilai 0 menunjukkan tingkat pemerataan

yang sempurna, dan semakin besar nilai  Gini maka semakin tidak sempurna tingkat

pemerataan pendapatan.

Kelompok 6 6

Pers

enta

se P

en

dapata

n

Nasi

onal

Persentase Jumlah Penduduk

Page 7: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

Namun dalam studi studi empiris terutama dalam single country, ternyata

kemiskinan tidak identik dengan kesejahteraan. Artinya ukuran ukuran diatas belum

mencerminkan tingkat kesejahteraan. Studi yang dilakukan oleh Ranis (1977) dalam

Tulus Tambunan (2003) mengemukakan bahwa di Republik Cina dan Ravallion dan

Datt (1996) dalam Tulus Tambunan (2003) mengemukakan bahwa di India,

menunjukkan kedua negara tersebut dilihat dari ti ngkat pendapatan per kapita maupun

ukuran  Gini ( Gini ratio) menunjukkan tingkat kemikskinan yang cukup parah. Namun

dilihat dari tingkat kesejahteraan, kedua negara tersebut masih lebih baik dari beberpa

negera Amerika Latin yang mempunyai tingkat  Gini ratio rendah dan tingkat

pendapatan perkapita tinggi. Ranis, Ravallion dan Datt memasukan faktor seperti tingkat

kemudahan mendapatkan pendidikan yang murah, hak mendapatkan informasi, layanan

kesehatan yang mudah dan murah, perasaan aman baik dalam mendapatkan pendidikan

dan lapangan kerja, dan lain lain.

Intinya adalah dalam mengukur kemiskinan, banyak variabel non keuangan

yang harus diperhatikan. Variabel keuangan (tingkat pendapatan) bukanlah satu satunya

variabel yang harus dipakai dalam menghitung kemiskinan.

Namun kalau pengambil keputusan, lebih menitikberatkan pada cross variable

study dalam mengatasi masalah kemiskinan, maka berarti kemiskinan akan diatasi

dengan cara meningkatkan kesejahteraan dalam arti yang luas.

3. Kriteria Bank Dunia

Kriteria ketidakmerataan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan

nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni 40% penduduk

berpendapatan rendah, 40% penduduk berpendapatan menengah, serta 20% penduduk

berpendapatan tinggi. Ketimpangan atau ketidakmerataan distribusi pendapatan

dinyatakan parah apabila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati kurang dari

12% pendapatan nasional. Ketidakmerataan dianggap sedang atau moderat apabila 40%

penduduk miskin menikmati antara 12-17% pendapatan nasional. Sedangkan jika 40%

penduduk yang berpendapatan rendah menikmati lebih dari 17% pendapatan nasional,

Kelompok 6 7

Page 8: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

maka ketimpangan atau kesenjangan dikatakan lunak dan distribusi pendapatan nasional

dianggap cukup merata.

4. Hipotesis Kuznets

Data data ekonomi periode 1970 – 1980, terutama mengenai pertumbuhan

ekonomi dan distribusi pendapatan terutama di LDS (Less Developing Countries),

terutama di negara negara yang mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup

pesat, seperti Indonesia, menunjukan seakan akan korelasi positif antara laju

pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesenjangan ekonomi. Semakin tinggi pertumbuhan

produk domestik bruto, atau semakin tinggi tingkat pendapatan per kapita, maka

semakin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya. Bahkan studi yang

dilakukan di negara negara Eropa Barat, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi

tidak atau justru membuat ketimpangan antara kaum miskin dan kaum kaya semakin

melebar. Jantti (1997) dalam Tulus Tambunan (2003) mengemukakan bahwa fenomea

tersebut timbul karena adanya perubahan suplly of labor (masuknya buruh murah dari

Turki, atau negara Eropa Timur kedalam pasar buruh di Eropa Barat). Berdasarkan

fakta tersebut, muncul pertanyaan: mengapa terjadi trade-off antara pertumbuhan dan

kesenjangan ekonomi dan untuk berapa lama?  Kerangka pemikiran ini yang melandasi

Hipotesis Kuznets. Yaitu, dalam jangka pendek ada korelasi positip antara pertumbuhan

pendapatan perkapita dengan kesenjangan pendapatan. Namun dalam jangka panjang

hubungan keduanya menjadi korelasi yang negatif. Artinya, dalam jangka pendek

meningkatnya pendapatan akan diikuti dengan meningkatnya kesenjangan pendapatan,

namun dalam jangka panjang peningkatan pendapatan akan diikuti dengan penurunan

kesenjangan pendapatan. Fenomena ini dikenal dengan nama “Kurva U terbalik dari

Hipotesis Kuznets”.

Namun,  hipotesis Kuznets ini mulai dipertanyakan. Beberapa studi yang

mengambil data time series membuktikan bahwa dalam beberapa negara yang masih

bertumpu pada sektor pertanian (rural economy) menunjukan hubungan negatif. Ini

berarti bertolak belakang dari hipotesis Kuznets.

Kelompok 6 8

Page 9: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

Pemahaman atas variabel variable tersebut akan membuktikan bahwa negara

pertanian tidak identik dengan kemiskinan atau mungkin lebih tepatnya adalah

kesejahteraan pun bisa meningkat di negara-negara yang berbasis pertanian.

5. Indeks Theil

Digunakan untuk mengukur ketimpangan pendapatan antar individu di dalam

provinsi dan ketimpanan pendapatan antar provinsi. Untuk megukurnya digunakan

rumus sebagai berikut:

Theil = Σi Σj (Y ij/Y)1n(Ŷij /Ŷ)

Sumber : Tulus Tambunan (2003

Keterangan:

Y ij = Total pendapatan di prvinsi i, grup j

Ŷij  = Rata-rata pendapatan per kapita di provinsi i, grup j

Ŷ = Total pendapatan nasional

Untuk mengakses dan mendownload tugas kuliah ini selengkapnya

anda harus berstatus Paid Member

Kemiskinan,

Distribusi Pendapatan, Masalah Kemiskinan,

dan

Ketimpangan.

Kelompok 6 9

Page 10: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

Pertumbuhan versus Pemerataan

Simon Kuznets (1955) membuat hipotesis adanya kurva U terbalik (inverted U curve) bahwa mula-mula ketika pembangunan dimulai, distribusi pendapatan akan makin tidak merata, namun setelah mencapai suatu tingkat pembangunan tertentu, distribusi pendapatan makin merata.

INDIKATOR DISTRIBUSI PENDAPATAN

Distribusi Ukuran (Distribusi Pendapatan Perorangan) Kurva Lorenz Koefisien Gini

Distribusi Ukuran(personal distribution of income)

Distribusi pendapatan perseorangan (personal distribution of income) atau distribusi ukuran pendapatan (size distribution of income) merupakan indikator yang paling sering digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga.

Yang diperhatikan di sini adalah seberapa banyak pendapatan yang diterima seseorang, tidak peduli dari mana sumbernya, entah itu bunga simpanan atau tabungan, laba usaha, utang, hadiah ataupun warisan.

Lokasi sumber penghasilan (desa atau kota) maupun sektor atau bidang kegiatan yang menjadi sumber penghasilan (pertanian, industri, perdagangan, dan jasa) juga diabaikan.

Bila si X dan si Y masing-masing menerima pendapatan yang sama per tahunnya, maka kedua orang tersebut langsung dimasukkan ke dalam satu kelompok atau satu kategori penghasilan yang sama, tanpa mempersoalkan bahwa si X memperoleh uangnya dari membanting tulang selama 15 jam

Kelompok 6 10

Page 11: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

sehari, sedangkan si Y hanya ongkang-ongkang kaki menunggu bunga harta warisan yang didepositokannya.

Berdasarkan pendapatan tsb, lalu dikelompokkan menjadi lima kelompok, biasa disebut kuintil (quintiles) atau sepuluh kelompok yang disebut desil (decile) sesuai dengan tingkat pendapatan mereka, kemudian menetapkan proporsi yang diterima oleh masing-masing kelompok.

Selanjutnya dihitung berapa % dari pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing kelompok, dan bertolak dari perhitungan ini mereka langsung memperkirakan tingkat pemerataan atau tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di masyarakat atau negara yang bersangkutan.

Indikator yang memperlihatkan tingkat ketimpangan atau pemerataan distribusi pendapatan diperoleh dari kolom 3, yaitu perbandingan antara pendapatan yang diterima oleh 40 persen anggota kelompok bawah (mewakili lapisan penduduk termiskin) dan 20 persen anggota kelompok atas (lapisan penduduk terkaya).

Rasio inilah yang sering dipakai sebagai ukuran tingkat ketidakmerataan antara dua kelompok ekstrem, yaitu kelompok yang sangat miskin dan kelompok yang sangat kaya di dalam suatu negara.

Kelompok 6 11

Page 12: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

Rasio ketidakmerataan dalam contoh di atas adalah 14 dibagi dengan 51, atau sekitar 1 berbanding 3,7 atau 0,28.

Peta pendapatan jika total populasi dibagi menjadi sepuluh kelompok (desil) yang masing-masing menguasai pangsa 10 persen pada kolom 4.

10 persen populasi terbawah (dua individu atau rumah tangga yang paling miskin) hanya menerima 1,8 persen dari total pendapatan, sedangkan 10 persen kelompok teratas (dua individu atau rumah tangga terkaya) menerima 28,5 persen dari pendapatan nasional.

Bila ingin diketahui berapa yang diterima oleh 5 persen kelompok teratas, maka jumlah penduduknya harus dibagi menjadi 20 kelompok yang masing-masing anggotanya sama (masing-masing kelompok terdiri dari satu individu) dan kemudian dihitung persentase total pendapatan yang diterima oleh lima kelompok teratas dari pendapatan nasional atau total pendapatan yang diterima oleh kedua puluh kelompok tersebut.

Dari Tabel 5-1, kita bisa mengetahui bahwa pendapatan 5 persen penduduk terkaya (20 individu) menerima 15 persen dari pendapatan, lebih tinggi dibandingkan dengan total pendapatan dari 40 persen kelompok terendah (40 persen rumah tangga yang paling miskin).

Kurva Lorenz

Sumbu horisontal menyatakan jumlah penerimaan pendapatan dalam persentase kumulatif. Misalnya, pada titik 20 kita mendapati populasi atau kelompok terendah (penduduk yang paling miskin) yang jumlahnya meliputi 20 persen dari jumlah total penduduk. Pada titik 60 terdapat 60 persen kelompok bawah, demikian seterusnya sampai pada sumbu yang paling ujung yang meliputi 100 persen atau seluruh populasi atau jumlah penduduk.

Sumbu vertikal menyatakan bagian dari total pendapatan yang diterima oleh masing-masing persentase jumlah (kelompok) penduduk tersebut. Sumbu tersebut juga berakhir pada titik 100 persen, sehingga kedua sumbu (vertikal dan horisontal) sama panjangnya.

Kelompok 6 12

Page 13: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

Setiap titik yang terdapat pada garis diagonal melambangkan persentase jumlah penerimanya (persentase penduduk yang menerima pendapatan itu terdapat total penduduk atau populasi). Sebagai contoh, titik tengah garis diagonal melambangkan 50 persen pendapatan yang tepat didistribusikan untuk 50 persen dari jumlah penduduk.

Titik yang terletak pada posisi tiga perempat garis diagonal melambangkan 75 persen pendapatan nasional yang didistribusikan kepada 75 persen dari jumlah penduduk.

Garis diagonal merupakan garis "pemerataan sempurna" (perfect equality) dalam distribusi ukuran pendapatan.

Persentase pendapatan yang ditunjukkan oleh titik-titik di sepanjang garis diagonal tersebut persis sama dengan persentase penduduk penerimanya terhadap total penduduk.

Titik A menunjukkan bahwa 10 persen kelompok terbawah (termiskin) dari total penduduk hanya menerima 1,8 persen total pendapatan (pendapatan nasional).

Titik B menunjukkan bahwa 20 persen kelompok terbawah yang hanya menerima 5 persen dari total pendapatan, demikian seterusnya bagi masing-masing 8 kelompok lainnya. Perhatikanlah bahwa titik tengah, menunjukkan 50 persen penduduk hanya menerima 19,8 persen dari total pendapatan.

Semakin tinggi derajat ketidakmerataan, kurva Lorenz akan semakin melengkung (cembung) dan semakin mendekati sumbu horizontal sebelah bawah.

Kelompok 6 13

Page 14: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

Figur (a):

Distribusi pendapatan yang relatif merata

(ketimpangannya tidak parah).

Figur (b):

Distribusi pendapatan yang relatif tidak merata

(ketimpangannya parah)

Koefisien Gini dan Ukuran Ketimpangan

Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relatif sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang di mana kurva Lorenz itu berada.

Pada Figur 5-6, rasio yang dimaksud adalah rasio atau perbandingan bidang A terhadap total segitiga BCD. Rasio inilah yang dikenal sebagai rasio konsentrasi Gini (Gini concentration ratio) yang seringkali disingkat dengan istilah koefisien Gini (Gini coefficient).

Istilah tersebut diambil dari nama seorang ahli statistik Italia yang pertama kali merumuskannya pada tahun 1912.

Kelompok 6 14

Page 15: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

Koefisien Gini dan Ukuran Ketimpangan Agregat

Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relatif sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang di mana kurva Lorenz itu berada.

Pada Figur 5-6, rasio yang dimaksud adalah rasio atau perbandingan bidang A terhadap total segitiga BCD. Rasio inilah yang dikenal sebagai rasio konsentrasi Gini (Gini concentration ratio) yang seringkali disingkat dengan istilah koefisien Gini (Gini coefficient).

Istilah tersebut diambil dari nama seorang ahli statistik Italia yang pertama kali merumuskannya pada tahun 1912.

Koefisien Gini adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan (pendapatan/ kesejahteraan) agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna).

Angka ketimpangan untuk negara-negara yang ketimpangan pendapatan di kalangan penduduknya dikenal tajam berkisar antara 0,50 hingga 0,70.

Untuk negara-negara yang distribusi pendapatannya dikenal relatif paling baik (paling merata), berkisar antara 0,20 sampai 0,35.

Kelompok 6 15

Page 16: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

http://ridhoassegaf.blogspot.com/2008/12/kemiskinan-distribusi-

pendapatan.html

KEMISKINAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN KEMISKINAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

A. Latar BelakangKesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpandapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada dibawah garis kemiskinan merupakan dua masalah besar yang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang, tidak terkecuali Indonesia.Pada awal periode orde baru hingga akhir dekade 1970-an strategi pembangunan ekonomi lebih terfokus pada bagaimana mencapai suatu laju pertumbuhan yang tinggi dalam suatu periode yang sangat singkat. Pada akhir dekade itu strategi pembangunan diubah , tidak lagi hanya pertumbuhan tetapi juga untuk kesejahteraan rakyat. Hingga menjelang krisis nilai tukar, program yang dilakukan pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi jumlah orang miskin dan perbedaan pendapatan antara kelompok miskin dan kelompok kaya, seperti Inpres Desa tertinggal (IDT).Di negara-negara miskin, perhatian utama terfokus pada dilema kompleks antara pertumbuhan versus distribusi pendapatan. Keduanya sama-sama penting, namun hampir selalu sangat sulit diwujudkan secara bersamaan. Pengutamaan yang satu akan menuntut dikorbankannya yang lain. Pembangunan ekonomi mensyaratkan GNP yang lebih tinggi, dan untuk itu tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi merupakan pilihan yang harus diambil. Namun, yang menjadi masalah bukan hanya soal bagaimana caranya memacu pertumbuhan, tetapi juga siap melakukan dan berhak menikmati hasil-hasilnyaPersoalan kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi instrument tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi hidup orang miskin. Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar waktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki posisi mereka.

B. Konsep dan DefenisiDefenisi kemiskinan terbagi dua,

Kelompok 6 16

Page 17: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

1. Kemiskinan relative (yang mengaju pada garis kemiskinan) yaitu suatu ukuran mengenai kesenjangan didalam distribusi pendapatan, biasanya dapat didefisisikan didalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud. Dinegara-negara maju, kemiskinan relative diukur sebagai suatu proporsi dari tingkat pendapatan rata-rata perkapita. Standar minimum disusun berdasarakan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan perhatian terfokus pada golongan penduduk “termiskin”, misalnya 20 persen atau 40 persen dari total penduduk yang telah diurutkan menurut pendapatan/pengeluaran. Kelompok ini merupakan penduduk relative miskin. Dengan demikian, ukuran kemiskinan relative sangat tergantung pada distribusi pendapatan/pengeluaran penduduk sehingga dengan menggunakan definisi ini berarti “orang miskin selalu hadir bersama kita”.Dalam hal mengidentifikasi dan menentukan sasaran penduduk miskin, maka garis kemiskinan relative cukup untuk untuk digunakan, dan perlu disesuaikan terhadap tingkat tingkat pembangunan negara secara keseluruhan. Garis kemiskinan relative tidak dapat dipakai untuk membandingkan tingkat kemiskinan antar negara dan waktu karena tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan yang sama.

2. Kemiskinan absolute (derajat kemiskinan di bawah, dimana kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi. Yaitu suatu ukuran tetap didalam bentuk suatu kebutuhan kalori minimum ditambah komponen-komponen non makanan yang juga sangat diperlukan untuk survive. Kemiskinan absolute ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seprti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin.Garis kemiskinan absolute sangat penting jika seseorang akan mencoba menilai efek dari kebijakan anti kemiskinan antar waktu, atau memperkirakan dampak dari suatu proyek terhadap kemiskinan (misalnya, pemberian kredit skala kecil). Angka kemiskinan akan terbanding antara satu Negara dengan Negara lain hanya jika garis kemiskinan absolute yang sama digunakandi kedua Negara tersebut. Bank Dunia memerlukan garis kemiskinan absolute agar dapat membandingkan angka kemiskinan antar Negara. Hal ini bermanfaat dalam menentukan kemana menyalurkan sumber daya financial (dana) yang ada, juga dalam menganalisis kemajuan dalam memerangi kemiskinan. Pada umumnya ada dua ukuran yang digunakan oleh Bank Dunia, yaitu:a) US $1 per hari dimana diperkirakan ada sekitar 1,2 miliar penduduk dunia yang hidup dibawah ukuran tersebut;b) US $2 per hari dimana lebih dari 2 miliar penduduk yang hidup kurang dari batas tersebut. Kedua batas ini adalah garis kemiskinan absolute.

3. Kemiskinan LainnyaKemiskinan struktural adalah kemiskinan yang ditengarai bersebab dari kondisi struktur atau tatanan kehidupan yang tak menguntungkan.Kemiskinan Cultural disebabkan oleh faktor-faktor adat dan budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang tetap melekat dengan indicator kemiskinan.

Kelompok 6 17

Page 18: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

C. Metodologi dan Konsep Penghitungan Penduduk Miskin, Distribusi dan Ketimpangan Pendapatan1) Badan Pusat StatistikUntuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKMN), sebagai berikut :GK = GKM + GKNMPenghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah garis kemiskinan.

2) Kurva LorenzKurva Lorenz memperlihatkan hubungan kuantitatif actual antara persentase jumlah penduduk penerima pendapatan tertentu dari total penduduk dengan persentase pendapatan yang benar-benar mereka peroleh dari total pendapatan.

Kurva Lorenz

Semakin jauh jarak kurva Lorenz dari garis diagonal, maka semakin timpang atau tidak merata distribusi pendapatannya. Kasus ekstrem dari ketidakmerataan yang sempurnah yaitu apabila hanya seseorang saja yang menerima seluruh pendapatn nasional, sementara orang-orang lainnya sama sekali tidak menerima pendapatan akan diperlihatkan oleh kurva Lorenz yang berhimpit dengan sumbu horizontal sebelah bawah dan sumbu vertical di sebelah kanan.Koefisien Gini adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan (pendapatan/kesejahteraan) agregat yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurnah) hingga satu (ketimpangan yang sempurnah).

Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relative sangat sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara garis diagonal dan kurva loronz dibagi dengan luas separuh bidang di mana kurva Lorenz itu berada.

3) Indeks Kemiskinan ManusiaTidak puas dengan ukuran pendapatan perhari yang digunakan oleh bank Dunia, UNDP berusaha mengganti ukuran kemiskinan “pendapatan “ Bank dunia dengan ukuran kemiskinan “Manusia”. Diukur dengan keyakinan bahwa kemiskinan manusia harus diukur dalam satuan hilangnya tiga hal utama. Yaitu kehidupan, pendidikan dasar, serta keseluruhan ketetapan ekonomi (diukur oleh persentase penduduk yang tidak memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan dan air bersih ditambah persentase anak-anak di

Kelompok 6 18

Page 19: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

bawah usia 5 Tahun yang kekurangan berat badan.

D. Faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan:1) Tingkat Pendidikan; 2) Tingkat dan laju pertumbuhan;3) Tingkat upah neto;4) Distribusi pendapatan5) Kesempatan kerja6) Tingkat Inflasi7) Pajak dan Subsidi8) Investasi9) Alokasi serta kualitas sumber daya alam10) Ketersediaan fasilitas umum11) Penggunaan teknologi12) Kondisi fisik dan alam disuatu wilayah, etos kerja dan motivasi pekerja

Dilihat secara sektoral, pusat kemiskinan di Indonesia terdapat disektor pertanian, terutama disektor perikanan. Ini disebabkan karena:a) Tingkat produktivitas yang rendah disebabkan karena jumlah pekerja disektor tersebut terlalu banyak, sedangkan tanah, capital, dan teknologi terbatas, dan tingkat pendidikan petani masih sangat rendah.b) Daya saing petani atau dasar tukar domestic antara komoditi pertanian terhadap output industri semakin lemah.c) Tingkat diversifikasi usaha di sektor pertanian ke jenis-jenis komoditi nonfood yang memiliki prospek pasar dan harga yang lebih baik masih sangat terbatas.

E. Kebijakan Pemerintah dalam Kemiskinan dan Distribusi PendapatanStrategi dalam pengurangan kemiskinan yaitu:1. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan2. Pemerintahan yang baik (good Governance)3. Pembangunan Sosial

Intervensi pemerintah:1. Intervensi jangka pendek adalah terutama pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan;2. Manajemen lingkungan dan sumber daya alam, ini penting karena hancurnya lingkungan dan habisnya SDA akan dengan sendirinya menjadi factor pengerem proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, yang berarti juga sumber peningkatan kemiskinan.3. Intervensi jangka menegah dan panjang yang penting adalah:a. Pembangunan Sektor Swasta, sebagai motor utama penggerak ekonomi/sumber pertumbuhan dan penentu daya saing perekonomian nasional harus ditingkatkan.b. Kerjasama Regional, kerjasama yang baik dalam bidang ekonomi, industry, dan perdagangan, maupun non ekonomi.c. Manajemen Pengeluaran Pemerintah (APBN) dan Administrasi, sangat membantu

Kelompok 6 19

Page 20: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

usaha untuk meningkatkan cost effectiveness dari pengeluaran pemerintah untuk membiayai penyediaan/ pembangunan/penyempurnaan fasilitas-fasilitas umum.d. Desentralisasi, sangat membantu usaha pengurangan kemiskinan dalam negerie. Pendidikan dan Kesehatan,f. Penyediaan Air Bersih dan Pembangunan Perkotaan.

Kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan pemerintah antara lain:A. Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan dan KesenjanganDalam kurun waktu 2005-2008 program penanggulangan kemiskinan dilaksanakan melalui sinkronisasi berbagai kebijakan lintas sektor yang diarahkan untuk penciptaan kesempatan usaha bagi masyarakat miskin, pemberdayaan masyarakat miskin, peningkatan kemampuan masyarakat miskin, serta pemberian perlindungan sosial bagi masyarakat miskin. Sejak tahun 2009, program penanggulangan kemiskinan diarahkan pada 4 fokus, yaitu: (i) pembangunan dan penyempurnaan sistem perlindungan sosial dan keberpihakan terhadap rakyat miskin; (ii) perluasan akses masyarakat miskin terhadap kesehatan serta keluarga berencana; (iii) penyempurnaan dan perluasan cakupan program pembangunan berbasis masyarakat; dan (iv) peningkatan usaha rakyat.

Pembangunan dan penyempurnaan sistem perlindungan sosial dan keberpihakan terhadap rakyat miskin dilaksanakan melalui kegiatan: (1) pemberian Bantuan Langsung Tunai/BLT bagi 18,5 juta rumah tangga miskin; (2) pelaksanaan Program Harapan Keluarga/PKH bagi 720.000 rumah tangga sangat miskin di 13 provinsi; (3) subsidi pangan untuk masyarakat miskin dengan sasaran 18,5 juta rumah tangga sasaran; (4) peningkatan akses dan kualitas pendidikan dalam bentuk dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dalam rangka mendukung Wajib belajar 9 tahun, serta pemberian beasiswa bagi mahasiswa miskin; (5) peningkatan kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah dengan membantu masyarakat miskin dalam memperoleh sertifikat hak atas tanah; (6) peningkatan akses terhadap air bersih dengan membangun prasarana air minum perpipaan di perkotaan dan perdesaan. Perluasan akses masyarakat miskin terhadap kesehatan serta keluarga berencana dilaksanakan melalui kegiatan: (1) peningkatan akses masyarakat miskin terhadap kesehatan melalui program Jaminan Pengamanan Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK) dalam bentuk asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin bagi 76,4 juta penduduk miskin dan (2) Peningkatan Akses Terhadap Pelayanan Keluarga Berencana.Penyempurnaan dan perluasan cakupan program pembangunan berbasis masyarakat yang dilaksanakan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang terdiri atas kegiatan-kegiatan: kelanjutan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) untuk daerah perdesaan, Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) untuk daerah perkotaan, Program Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK), Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi wilayah (PISEW) dan Program Peningkatan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), kegiatan pengembangan usaha agribisnis pertanian (PUAP), serta program pemberdayaan bidang kelautan dan perikanan. Sementara itu, peningkatan usaha rakyat dilaksanakan melalui: (1) pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR); (2) penguatan modal di sektor pertanian melalui dana penguatan modal-Lembaga Usaha

Kelompok 6 20

Page 21: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

Ekonomi Perdesaan di 27 provinsi; serta (3) penguatan akses modal di sektor kelautan dan perikanan dalam bentuk penguatan akses modal kerja untuk masyarakat pesisir melalui penyediaan jasa lembaga keuangan di sentra-sentra kegiatan nelayan.Berbagai kegiatan tersebut menghasilkan angka kemiskinan yang semakin membaik. Dalam 3 tahun terakhir jumlah penduduk miskin mengalami penurunan, dari sebesar 37,17 juta (16,58%) pada tahun 2007, menjadi 34,96 juta (15,42%) pada tahun 2008, dan pada tahun 2009 angkanya menjadi 32,53 juta (14,15%).

Pertumbuhan Ekonomi membutuhkan:

Ketahanan PanganKetahanan EnergyStabilitas HargaStabilitas Ekonomi dan stimulus fiscalIklim Investasi yang kondusifPengembangan Infrastruktur untuk mendukung daya saing sector riil.

B. Kebijakan Penunjang Penanggulangan Kemiskinan dan Kesenjangan1. Kebijakan di bidang energiSelama kurun waktu 2005-2009 bidang energi termasuk tenaga listrik menghadapi beberapa permasalahan, antara lain masih tingginya ketergantungan kepada produk minyak bumi; keterbatasan infrastruktur; pertumbuhan dan intensitas energi yang masih tinggi; dan keterbatasan dana untuk pengembangan infrastruktur. Beberapa langkah kebijakan yang telah ditempuh, antara lain: 1) meningkatkan pemanfaatan gas bumi nasional sesuai dengan Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional (RIJTDGBN); 2) melanjutkan program konversi (diversifikasi) energi, melalui pengalihan pemanfaatan minyak tanah ke Liquefied Petroleum Gas (LPG); 3) percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW; 4) pengembangan usaha Hilir Migas dilaksanakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan; 5) restrukturisasi sektor energi; serta 5) meningkatkan koordinasi lintas sektor dalam pengelolaan energi.Hasil-hasil di bidang energi yang dicapai hingga Juni 2009 antara lain: 1) pembangunan pipa transmisi gas bumi Sumatera Selatan-Jawa Barat tahap I dan tahap II yang akan meningkatkan pasokan gas untuk daerah Jawa Barat, Jakarta, dan Banten. 2) pengembangan wilayah distribusi gas bumi di Jawa Bagian Barat yang melalui Domestic Gas Market Development Project; 3) pembangunan 2 kilang mini minyak bumi dan 3 kilang mini LPG; 4) pembangunan kilang Liquefied Natural Gas (LNG) di Tangguh; 5) pelaksanaan program pengalihan dari minyak tanah ke LPG; 4) pengembangan Desa

Kelompok 6 21

Page 22: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

Mandiri Energi (DME) yang berbasis NonBBN (Bahan Bakar Nabati) dan berbasis BBN; 5) penyelesaian beberapa peraturan, antara lain UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi; PP No. 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi; dan Perpres No. 104 tahun 2007 tentang Penyediaan dan Pendistribusian LPG Tabung 3 Kilogram Untuk Rumah Tangga dan Usaha Kecil; Perpres No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.Sementara itu, dalam pembangunan kelistrikan telah dilaksanakan: 1) penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 5.457 MW; 2) pembangunan pembangkit listrik skala kecil di berbagai wilayah di Indonesia yang menggunakan pembangkit listrik tenaga hidro dan panas bumi; 3) percepatan pembangunan PLTU 10.000 MW; 4) pembangunan jaringan transmisi sebesar 4.137 km; 5) pencapaian rasio elektrifikasi sebesar 65,1%; 6) pencapaian rasio desa berlistrik dari 86,26% (2004) menjadi 92,2% (2008); dan 7) pengembangan Energi Baru Terbarukan dalam bentuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Mikro-Hidro (PLTMH), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), dan Biofuel.

2. Kebijakan di bidang panganDi bidang pangan, pemerintah telah merumuskan berbagai kebijakan dan program/kegiatan yang diarahkan pada pencapaian swasembada pangan dan kemandirian pangan sehingga ketersediaan dan konsumsi pangan dapat dipenuhi dalam jumlah yang cukup, aman, bergizi, seimbang, dan berkelanjutan baik di tingkat nasional, daerah, maupun di tingkat rumah tangga. Di samping itu, dalam arti luas, kebijakan juga diarahkan untuk menjamin kebutuhan pangan masyarakat, memenuhi kebutuhan bahan baku industri, meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian, meningkatkan kemampuan/keterampilan petani, meningkatkan perlindungan terhadap petani dari dampak pasar global dan daya saing produk pertanian, meningkatkan mutu produk pertanian, meningkatkan efisiensi usaha tani, meningkatkan dukungan infrastruktur pertanian dan regulasi yang kondusif serta pengelolaan sumber daya pertanian secara lestari dan berkelanjutan.

3. Kebijakan di bidang industriUntuk meningkatkan daya saing industri nasional, dan menjadi negara industri tangguh pada tahun 2020, pada tahun 2005 telah diterbitkan buku Kebijakan Pembangunan Industri Nasional yang kemudian dikukuhkan melalui Peraturan Presiden No.28 Tahun 2008 yang antara lain menetapkan bangun industri nasional dalam jangka panjang, strategi pembangunan industri, serta 6 industri prioritas dan 1 industri kompetensi daerah.Mengantisipasi dampak negatif krisis global tahun 2008 terhadap industri dalam negeri, telah diterbitkan Instruksi Presiden tahun 2009 tentang penggunaan produk dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Selanjutnya untuk lebih mengoptimalkan pembinaan industri, pada tahun 2009 ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 24 tentang Kawasan Industri.

4. Kebijakan di bidang perdagangan

Kelompok 6 22

Page 23: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

Beberapa kebijakan di bidang perdagangan dan industri adalah: (i) melakukan upaya penetrasi pasar global melalui diversifikasi produk dan pasar tujuan ekspor; (ii) meningkatkan fasilitas perdagangan melalui pelayanan elektronik; (iii) kerjasama perdagangan internasional untuk peningkatan akses pasar; (iv) perlindungan konsumen; dan (v) standarisasi produk. Selain itu, dalam rangka stabilisasi harga bahan pokok dalam negeri telah dilakukan berbagai upaya, antara lain kebijakan PPN ditanggung Pemerintah (PPn DTP) untuk minyak goreng dan terigu, penurunan PPN impor untuk gandum, kedelai dan terigu, serta peluncuran program MAKITA.Upaya lain yang dilakukan di bidang perdagangan adalah mewujudkan penyediaan layanan elektronik perdagangan dalam bentuk Penerapan E-Licensing dalam rangka National Single Window (NSW) serta penerapan otomasi Surat Keterangan Asal (SKA). Sedangkan untuk peningkatan akses pasar telah dilaksanakan market intelligence, penyediaan layanan buyers reception desk, serta promosi dagang. Kerja sama perdagangan internasional dilaksanakan melalui ratifikasi berbagai perjanjian dan kesepakatan internasional. Sementara itu dalam kerangka standardisasi produk telah ditetapkan 905 SNI di mana 173 diantaranya sudah harmonis dengan standar internasional.

5. Kebijakan di bidang investasiKebijakan untuk meningkatkan investasi dilaksanakan melalui penetapan berbagai peraturan perundangan guna memberikan kepastian usaha bagi para penanam modal. Beberapa peraturan penting yang telah ditetapkan, antara lain: UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di bidang penanaman modal, serta beberapa peraturan yang langsung atau tidak langsung terkait dengan perbaikan iklim usaha, yaitu: UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM; UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan; UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara; UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan; Peraturan Pemerintah No. 62 tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu; Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2009 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Pengawasan Atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di Kawasan yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas; dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri.Pelaksanaan berbagai perangkat peraturan tersebut menghasilkan realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang meningkat dari Rp 15,4 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp 20,4 triliun pada akhir tahun 2008 atau rata-rata tumbuh sebesar 7,2%, bahkan pada tahun 2007 mencapai Rp 34,9 triliun. Demikian pula untuk Penanaman Modal Asing (PMA) pada periode yang sama mengalami lonjakan dari USD 4,6 miliar menjadi USD 14,9 miliar atau rata-rata tumbuh sebesar 34,3%.

6. Kebijakan di bidang infrastrukturPada dasarnya, permasalahan yang dihadapi di bidang infrastruktur adalah kualitas dan kuantitas yang terbatas serta sebarannya yang belum merata di seluruh wilayah.

Kelompok 6 23

Page 24: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

Kebijakan dalam infrastruktur sumber daya air ditujukan untuk menjaga ketersediaan air secara memadai, baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya, antara lain melalui pengembangan pola hubungan hulu-hilir dalam mencapai pola pengelolaan yang lebih berkeadilan serta melakukan percepatan pembangunan tampungan-tampungan air skala kecil/menengah. Di bidang prasarana jalan, kebijakan pokok diarahkan untuk: (i) memulihkan fungsi arteri dan kolektor serta mengoptimalkan pemeliharaan dan rehabilitasi jalan dan jembatan nasional terutama pada lintas-lintas strategis untuk mempertahankan dan meningkatkan baik daya dukung, kapasitas, maupun kualitas pelayanannya, baik di daerah yang perekonomiannya berkembang pesat, maupun dalam membuka akses ke daerah terisolir dan belum berkembang; (ii) meningkatkan dan membangun jalan dan jembatan nasional pada lintas strategis; (iii) mengembangkan jalan bebas hambatan pada koridor-koridor jalan berkepadatan tinggi; (iv) dukungan pembebasan tanah dalam pembangunan jalan tol; serta (v) melakukan koordinasi di antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mengharmonisasikan keterpaduan sistem dalam konteks pelayanan intermoda dan sistem transportasi nasional (Sistranas).Kebijakan di bidang perkeretaapian antara lain: (i) melanjutkan deregulasi pada angkutan kereta api; (ii) melaksanakan program Roadmap to Zero Accident; (iii) meningkatkan kapasitas lintas dan angkutan perkeretaapian untuk meningkatkan share angkutan barang; (iv) meningkatkan akuntabilitas dan efektivitas skema pendanaan public service obligation (PSO), infrastructures maintenance and operation (IMO), dan track access charge (TAC); (v) meningkatkan peran swasta dalam penyelenggaraan perkeretaapian; (vi) meningkatkan pangsa angkutan barang pada pusat-pusat pertambangan nasional; serta (vii) mengaktifkan jalur-jalur kereta api yang sudah tidak dioperasikan.Kebijakan di bidang transportasi laut antara lain: meningkatkan peran armada laut nasional terutama untuk angkutan domestik antarpulau; melanjutkan kewajiban pemerintah dalam angkutan perintis; menghilangkan biaya ekonomi tinggi dalam kegiatan bongkar muat di pelabuhan; menambah dan memperbaiki pengelolaan prasarana dan sarana transportasi laut untuk pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri; mengetatkan pengecekan kelaikan laut baik kapal maupun peralatan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran; dan meningkatkan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran sesuai dengan standar International Maritime Organization (IMO).Di bidang transportasi udara, beberapa kebijakan yang ditempuh antara lain: melanjutkan kebijakan multioperator angkutan udara; restrukturisasi kewenangan antara pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam aspek keselamatan penerbangan; melanjutkan pelayanan keperintisan untuk wilayah terpencil; memperketat pengecekan kelaikan udara baik pesawat maupun peralatan navigasi; peningkatan fasilitas keselamatan penerbangan dan navigasi sesuai dengan standar (International Civil Aviation Organization) ICAO; serta memperketat pengecekan kelaikan udara baik pesawat maupun peralatan navigasi.Berdasarkan pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut, telah diperoleh hasil dan pencapaian dalam berbagai bentuk infrastruktur. Hasil pembangunan infrastruktur sumber daya air antara lain berupa waduk, embung, atau sarana pengamanan bendungan di berbagai lokasi.

Kelompok 6 24

Page 25: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

7. Kebijakan di bidang ketenagakerjaanDua kebijakan utama dalam mengatasi permasalahan pengangguran terbuka adalah melalui: (i) kebijakan yang dapat mendorong penciptaan lapangan kerja dan (ii) mendorong program-program pembangunan agar mengarah pada penciptaan lapangan kerja sebanyak-banyaknya. Berdasarkan dua kebijakan pokok tersebut, langkah kebijakan yang ditempuh adalah: (1) mendorong pembukaan lapangan kerja baru melalui pengembangan UMKM; (2) meningkatkan kualitas dan kompetensi tenaga kerja melalui penyelenggaraan pelatihan kerja; (3) memperbaiki mekanisme penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri melalui peningkatan kualitas pelayanan; (4) melaksanakan konsolidasi program-program perluasan kesempatan kerja melalui peningkatan sinergi proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan UMKM; (5) membuka akses informasi pasar kerja; dan (6) memperkuat hubungan industrial antara pekerja dan pemberi kerja dengan mendorong tercapainya perundingan bipartit.

http://hendragforce.blogspot.com/2010/06/kemiskinan-dan-distribusi-

pendapatan.html

Distribusi Pendapatan

1  Distribusi Pendapatan

Para ekonom pada umumnya membedakan dua ukuran pokok distribusi

pendapatan, yang keduanya digunakan untuk tujuan analisis dan kuantitatif tentang

keadilan distribusi pendapatan.   Kedua ukuran tersebut adalah distribusi ukuran, yakni

besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing-masing orang; dan

distribusi “fungsional” atau distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi.  Dari kedua

jenis distribusi pendapatan ini kemudian dihitung indikator untuk menunjukkan

distribusi pendapatan masyarakat.

1.1 Distribusi Pendapatan Ukuran

Distribusi pendapatan perorangan (personal distribution of income) atau distribusi

ukuran pendapatan (size distribution of income) merupakan ukuran yang paling sering

digunakan oleh para ekonom.  Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah

Kelompok 6 25

Page 26: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

pendapatan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga tanpa memperdulikan

sumbernya. 

Contoh, Tabel 1 di bawah ini yang memperlihatkan distribusi pendapatan yang

walaupun datanya hipotetis, namun biasa ditemui di satu negara berkembang.

Tabel 1: Distribusi Ukuran Pendapatan Perorangan di Satu Negara Berdasarkan Pangsa Pendapatan –

Kuintil dan Desil 

Individu Pendapatan/orang

(unit uang)

Pangsa (%)

Kuintil

Pangsa (%)

Desil

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

0,8

1,0

1,4

1,8

1,9

2,0

2,4

2,7

2,8

3,0

3,4

3,8

4,2

4,8

5,9

7,1

10,5

12,0

13,5

15,0

5

9

13

22

51

1,8

3,2

3,9

5,1

5,8

7,2

9,0

13,0

22,5

28,5

Total (pendapatan nasional)    100 100 100

Ukuran ketimpangan = jumlah pendapatan dari 40 persen rumah tangga termiskin dibagi dengan jumlah

pendapatan dari 20 persen rumah tangga terkaya = 14/51 = 0,28.

Kelompok 6 26

Page 27: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

Dalam tabel tersebut, semua penduduk negara tersebut diwakili oleh 20 individu

(atau lebih tepatnya rumah tangga).  Kedua puluh rumah tangga tersebut kemudian

diurutkan berdasarkan jumlah pendapatannya per tahun dari yang terendah (0,8 unit),

hingga yang tertinggi (15 unit).  Adapun pendapatan total atau pendapatan nasional yang

merupakan penjumlahan dari pendapatan semua individu adalah 100 unit, seperti tampak

pada kolom 2 dalam tabel tersebut.  Dalam kolom 3, segenap rumah tangga digolong-

golongkan menjadi 5 kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 individu atau rumah

tangga.  Kuintil pertama menunjukkan 20 persen populasi terbawah pada skala

pendapatan.   Kelompok ini hanya menerima 5 persen (dalam hal ini adalah 5 unit uang)

dari pendapatan nasional total. Kelompok kedua (individu 5-8) menerima 9 persen dari

pendapatan total.  Dengan kata lain, 40 persen populasi terendah (kuintil 1 dan 2) hanya

menerima 14 persen dari pendapatan total, sedangkan 20 persen teratas (kuintil ke lima)

dari populasi menerima 51 persen dari pendapatan total.

Ada tiga alat ukur tingkat ketimpangan pendapatan  dengan bantuan distribusi

ukuran, yakni: (1)  Rasio Kuznets, (2)  Kurva Lorenz, dan (3) Koefisien Gini.

(1) Rasio Kuznets

Ukuran umum yang memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan dapat

ditemukan dalam kolom 3, yaitu perbandingan antara pendapatan yang diterima oleh 20

persen anggota kelompok teratas dan 40 persen anggota kelompok terbawah.  Rasio

yang sering disebut sebagai rasio Kuznets inilah (dinamai berdasarkan nama pemenang

Nobel Simon Kuznets), yang sering dipakai sebagai ukuran tingkat ketimpangan antara

dua kelompok ekstrem, yaitu kelompok yang sangat miskin dan kelompok yang sangat

kaya di satu negara. Rasio ketimpangan dalam contoh ini adalah 14 dibagi dengan 51,

atau sekitar 0, 28.

(2) Kurva Lorenz

Kelompok 6 27

Page 28: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

Kurva Lorenz menunjukkan hubungan kuantitatif aktual antara persentase penerima pendapatan dengan persentase pendapatan total yang benar-benar mereka terima selama, misalnya, satu tahun.

 (3) Koefisien Gini dan Ukuran Ketimpangan Agregat

Rasio konsentrasi Gini (Gini concentration ratio) atau sederhananya disebut

koefisien Gini (Gini coefficient), mengambil nama dari ahli statistik Italia yang

merumuskannya pertama kali pada tahun 1912. Koefisien Gini adalah ukuran

ketimpangan agregat yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga

satu (ketimpangan sempurna).  Koefisien Gini untuk negara-negara yang derajat

ketimpangannya tinggi berkisar antara 0,50 hingga 0,70, sedangkan untuk negara-negara

yang distribusi pendapatannya relatif merata, angkanya berkisar antara 0,20 hingga

0,35. 

1.2 Distribusi Fungsional

Distribusi pendapatan fungsional atau pangsa distribusi pendapatan per faktor

produksi (functional or factor share distribution of income) berfokus pada bagian dari

pendapatan nasional  total yang diterima oleh masing-masing faktor produksi (tanah,

tenaga kerja, dan modal).  Teori distribusi pendapatan fungsional ini pada dasarnya

mempersoalkan persentase pendapatan tenaga kerja secara keseluruhan, bukan sebagai

unit-unit usaha atau faktor produksi yang terpisah secara individual, dan

membandingkannya dengan persentase pendapatan total yang dibagikan dalam bentuk

sewa, bunga, dan laba (masing-masing merupakan perolehan dari tanah, modal uang,

dan modal fisik).  Walaupun individu-individu tertentu mungkin saja menerima seluruh

hasil dari segenap sumber daya tersebut, tetapi hal itu bukanlah merupakan perhatian

dari analisis pendekatan fungsional ini.

Kurva permintaan dan penawaran diasumsikan sebagai sesuatu yang menentukan

harga per satuan (unit) dari masing-masing faktor produksi.  Apabila harga-harga unit

faktor produksi tersebut dikalikan dengan kuantitas faktor produksi yang digunakan

bersumber dari asumsi utilitas (pendayagunaan) faktor produksi secara efisien (sehingga

biayanya berada pada taraf minimum), maka kita bisa menghitung total pembayaran atau

pendapatan yang diterima oleh setiap faktor produksi tersebut.  Sebagai contoh,

Kelompok 6 28

Page 29: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

penawaran dan permintaan terhadap tenaga kerja diasumsikan akan menentukan tingkat

upah. Lalu, bila upah ini dikalikan dengan seluruh tenaga kerja yang tersedia di pasar,

maka akan didapat jumlah keseluruhan pembayaran upah, yang terkadang disebut

dengan istilah tersendiri, yakni total pengeluaran upah (total wage bill).

1.3  Perkembangan Indeks Ketimpangan

Sebagai hasil dari penerapan berbagai cara untuk mencapai ukuran pembagian

pendapatan di bawah ini disampaikan data mengenai koefisien Gini untuk periode

1964/65 sampai 1976 dan untuk periode 2002-2007, dan  persentase pendapatan yang

diterima oleh berbagai kelompok masyarakat di Indonesia dari 2002 sampai 2007 untuk

menghitung koefisien Kuznets.

Tingkat ketimpangan pembagian pendapatan  secara keseluruhan pada tahun

1964/65 hampir sama untuk perkotaan dan pedesaan dan termasuk pada ketimpangan

yang sedang. Sedangkan pembagian pendapatan perkotaan di Jawa lebih merata

dibandingkan di pedesaan Jawa, namun sebaliknya terjadi di Luar Jawa, yakni di

pedesaan lebih merata.  Kalau kita bergerak dari tahun 1964/65 maka distribusi

pendapatan di perkotaan Jawa selalu menjadi lebih timpang, sedangkan di daerah

pedesaan di Jawa selalu menjadi lebih merata sampai pada tahun 1976.  Hal ini mungkin

disebabkan oleh karena UUPMA dan UUPMDN dan beberapa kebijaksanaan lainnya

yang mulai dilaksanakan pada awal pemerintahan Suharto lebih banyak dimanfaatkan

oleh orang-orang kaya perkotaan di Jawa sehingga distribusi pendapatan di perkotaan

Jawa menjadi lebih timpang.  Hal yang sebaliknya terjadi di pedesaan di Jawa, yakni

program pembangunan pertanian dan pedesaan, terutama program BIMAS-INMAS,

lebih banyak dinikmati oleh golongan miskin di Jawa sehingga distribusi pendapatannya

menjadi lebih merata (koefisien Gini menurun).  Koefisien Gini secara keseluruhan di

perkotaan menjadi lebih timpang, sedangkan di pedesaan sedikit menjadi lebih baik bila

kita bergerak dari 1964/65 menuju 1976. 

Kalau kita bergerak dari periode 1970an ke periode 2000an, maka dapat kita

katakan bahwa tidak terjadi perubahan yang berarti mengenai ketimpangan distribusi

pendapatan di Indonesia, masih tetap secara umum berada pada ketimpangan yang

sedang baik ditunjukkan oleh koefisien Kuznets maupun koefisien Gini.  Pada awal

Kelompok 6 29

Page 30: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

periode (2002-2004) bagian pendapatan yang diterima oleh 40 persen termiskin relatif

tetap sekitar 20 persen dan bagian yang diterima oleh 20 persen terkaya juga tetap

(sekitar 42 persen), sehingga koefisien Kuznets juga relatif konstan (bedanya 0,01

karena pembulatan), dan koefisien Gini juga menunjukkan hal yang sama dari 0,33

(pada tahun 2002)  menjadi 0,32 pada dua tahun setelah itu.   Dari tahun 2004 ke 2005

distribusi pendapatan menjadi sedikit lebih buruk, bagian yang diterima oleh 40 persen

termiskin menurun dan bagian yang diterima oleh 20 persen terkaya meningkat sehingga

koefisien Kuznets mengalami penurunan.  Hal ini juga ditunjukkan oleh koefisien Gini

yang menunjukkan distribusi pendapatan menjadi lebih timpang.  Memburuknya

distribusi pendapatan dari tahun 2006 ke 2007 (ditunjukkan oleh menurunnya koefisien

Kuznets dan menaiknya koefisien Gini) mungkin dapat dijelaskan karena adanya

kenaikan harga-harga sebagai akibat naiknya harga bensin ketika itu.  Kenaikan harga-

harga rupanya lebih menguntungkan kelompok kaya dibandingkan dengan kelompok

miskin, sebagaimana diperjuangkan oleh para demonstran yang menentang kenaikan

harga premium waktu itu.

2    Kemiskinan

Yang dimaksud dengan kemiskinan di sini adalah penduduk miskin, yakni

penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi

kebutuhan dasar.  Mereka hidup di bawah tingkat pendapatan riil minimum tertentu –

atau di bawah “garis kemiskinan internasional”.  Garis tersebut tidak mengenal tapal

batas antar negara, tidak tergantung pada tingkat pendapatan per kapita di satu negara,

dan juga memperhitungkan perbedaan tingkat harga antar negara dengan mengukur

penduduk miskin sebagai orang yang hidup kurang dari US$1 per hari dalam dolar

paritas daya beli (ppp).  Kemiskinan absolut dapat dan memang terjadi di mana-mana, di

Jakarta, di Bali, di Nusa Penida, di Medan,  walaupun persentasenya terhadap jumlah

penduduk berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lainnya.

2.1 Mengukur Kemiskinan absolut

Kemiskinan absolut dapat diukur dengan angka, atau “hitungan per kepala

(headcount)”, H, untuk mengetahui seberapa banyak orang yang penghasilannya berada

di bawah garis kemiskinan absolut, Yp. Ketika hitungan per kepala tersebut dianggap

Kelompok 6 30

Page 31: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

sebagai bagian dari populasi total, N, kita memperoleh indeks per kepala (headcount

index), H/N.  Garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat yang selalu konstan secara riil,

sehingga kita dapat menelusuri kemajuan yang diperoleh dalam menanggulangi

kemiskinan pada level absolut sepanjang waktu.  Gagasan yang mendasari penetapan

level ini adalah satu standar minimum di mana seseorang hidup dalam “kesengsaraan

absolut manusia”, yaitu ketika kesehatan seseorang sangat buruk.

            Dalam banyak hal, metode dan penyederhanaan perhitungan jumlah penduduk

yang masih hidup di bawah garis kemiskinan itu sendiri memang masih mengandung

banyak keterbatasan.  Oleh karena itu beberapa ekonom mencoba mengalkulasikan

indikator jurang kemiskinan (poverty gap) yang mengukur pendapatan total yang

diperlukan untuk mengangkat mereka yang masih di bawah garis kemiskinan ke atas

garis itu.  Pada peraga di bawah ini, meskipun di negara A dan B, 50 persen

penduduknya sama-sama masih berada di bawah garis kemiskinan, namun jurang

kemiskinan di A ternyata lebih lebar daripada yang ada di negara B.  Dengan demikian

negara A harus berusaha lebih keras guna memerangi kemiskinan absolut penduduknya.

            Seperti dalam ukuran ketimpangan, ada beberapa kriteria ukuran kemiskinan

yang diinginkan, yang telah diterima secara luas oleh para ekonom, yaitu prinsip-prinsip

anonimitas, independensi populasi, monotonisitas, dan sensitivitas distribusional.  Kedua

prinsip yang pertama (anonimitas dan independensi populasi) sangat mirip karakteristik

yang digunakan untuk membahas indeks ketimpangan.  Ukuran cakupan kemiskinan

tidak boleh tergantung pada siapa yang miskin atau apakah negara tersebut mempunyai

jumlah penduduk yang banyak atau sedikit.  Prinsip monotonisitas berarti bahwa dan

jika anda memberi sejumlah uang kepada seseorang yang berada di bawah garis

kemiskinan, jika semua pendapatan yang lain tetap, maka kemiskinan yang terjadi tidak

mungkin lebih tinggi dari pada sebelumnya.  Jika ukuran kemiskinan selalu lebih rendah

setelah pemberian transfer tersebut, sifat ini disebut mempunyai monotonisitas yang kuat

(strong monotonicity).  Rasio headcount memenuhi asas monotonisitas, namun bukan

yang kuat. Prinsip sensitivitas distribusional menyatakan bahwa, dengan semua hal lain

konstan, jika anda mentransfer pendapatan dari orang miskin ke orang kaya, maka

akibatnya perekonomian akan menjadi lebih miskin.

Kelompok 6 31

Page 32: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

2.2  Karakteristik Ekonomi Kelompok Masyarakat Miskin 

Kita telah memahami dari pembicaraan sebelumnya bahwa perpaduan tingkat

pendapatan per kapita yang rendah dan distribusi pendapatan yang sangat tidak merata

akan menghasilkan kemiskinan absolut yang parah.  Pada tingkat distribusi pendapatan

tertentu, semakin tinggi pendapatan per kapita yang ada, maka akan semakin rendah

jumlah kemiskinan absolut.  Akan tetapi sebagaimana telah diungkapkan, tingginya

tingkat pendapatan per kapita tidak menjamin lebih rendahnya tingkat kemiskinan

absolut.  Pemahaman terhadap hakikat distribusi ukuran pendapatan merupakan

landasan dasar bagi setiap analisis masalah kemiskinan  satu negara yang berpendapatan

rendah.

Di Indonesia, nelayan ikan sangat miskin dibandingkan dengan petani.  Hal ini

disebabkan karena nelayan tidak punya tanah dan proses produksinya tidak bersifat

cultivation, seperti halnya di pertanian.  Pendapatan nelayan tiap hari sangat tergantung

pada berapa jumlah ikan yang ia bisa tangkap di laut dan jual di pasar pada hari itu.  

Jelas jumlah ikan yang ia bisa kumpulkan selama, misalnya, tiga bulan jauh lebih sedikit

daripada hasil seorang petani pada saat panen.  Ditambah  lagi, industri ikan di Indonesia

tidak berkembang seperti industri-industri pengolahan komoditas-komoditas pertanian.

Dengan demikian, di Indonesia nilai tambah produk pertanian jauh lebih tinggi daripada

nilai tambah dari produk-produk ikan.

Pertanyaannya sekarang: kenapa sektor pertanian merupakan pusat kemiskinan

di Indonesia.  Kemungkinan ada tiga faktor penyebab utama. Pertama, tingkat

produktivitas yang rendah disebabkan karena jumlah pekerja di sektor tersebut terlalu

banyak, sedangkan tanah, kapital, dan teknologi terbatas dan tingkat pendidikan petani

yang rata-ratanya sangat rendah. Kedua, daya saing petani atau dasar tukar domestik

(terms of trade) antar komoditas pertanian terhadap komoditas industri semakin lemah. 

Perbedaan harga ini disebabkan antara lain oleh perbedaan nilai tambah antara hasil

pertanian dan hasil industri serta tata niaga yang lebih menguntungkan produsen di

sektor industri.  Ketiga, tingkat diversifikasi usaha di sektor pertanian ke jenis-jenis

komoditas bukan bahan makanan yang memiliki prospek pasar (terutama ekspor) dan

harga yang lebih baik masih sangat terbatas.     

Kelompok 6 32

Page 33: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

2.4           Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan

                Tidak sulit mencari faktor-faktor penyebab kemiskinan, tetapi dari faktor-

faktor tersebut sangat sulit memastikan mana yang merupakan penyebab sebenarnya

atau utama serta mana yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap

perubahan kemiskinan.  Sebagai contoh, sering dikatakan bahwa salah satu penyebab

kemiskinan adalah tingkat pendidikan yang rendah.  Sekarang ini, seseorang hanya

dengan tingkat pendidikan SD akan sangat sulit mendapatkan pekerjaan, terutama di

sektor modern (formal) dengan pendapatan yang baik.  Akan tetapi, pertanyaannya

adalah: apakah tingkat pendidikan yang rendah itu adalah penyebab utama/sebenarnya?

Apabila banyak orang di Indonesia hanya berpendidikan SD karena orang tua mereka

tidak sanggup membiayai pendidikan lanjutan, maka jelas penyebab sebenarnya adalah

masalah biaya atau lebih tepatnya lagi disebabkan oleh kemiskinan (orang tua mereka). 

Kalau ditelusuri ke belakang, pertanyaan selanjutnya adalah: kenapa orang tua mereka

miskin dan jawabannya juga karena pendidikannya rendah? Jadi terdapat semacam

“lingkaran setan” (vicious circle) dalam masalah timbulnya kemiskinan.

                Hal Ini selanjutnya disebabkan oleh sejumlah faktor lainnya, termasuk sistem

penghargaan (rewarding) yang kurang baik, dan kinerja yang buruk.  Di Eropa Barat

atau Amerika Serikat, setiap jenis pendidikan atau keahlian sudah mempunyai bidang

kegiatan (sektor atau subsektor) sendiri dan mendapat penghargaan yang baik sesuai

dengan jenis pekerjaan.  Sedangkan di Indonesia, banyak bengkel mobil atau motor

berupa kegiatan informal dengan upah yang rendah.

 2.5.   Pertumbuhan dan Kemiskinan

Biasanya, banyak yang berpendapat bahwa pertumbuhan yang cepat berakibat

buruk kepada kaum miskin, karena mereka akan tergilas dan terpinggirkan oleh

perubahan struktural pertumbuhan modern.  Di samping itu, terdapat pendapat yang

santer terdengar di kalangan pembuat kebijakan bahwa pengeluaran publik yang

digunakan untuk menanggulangi kemiskinan akan mengurangi dana yang dapat

digunakan untuk mempercepat pertumbuhan.  Pendapat yang mengatakan bahwa

konsentrasi penuh untuk mengurangi kemiskinan akan memperlambat tingkat

pertumbuhan sebanding dengan argumen yang menyatakan bahwa derajat ketimpangan

Kelompok 6 33

Page 34: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

yang rendah akan mengalami tingkat pertumbuhan yang lambat juga.  Khususnya, jika

terdapat redistribusi pendapatan atau aset dari golongan kaya ke golongan miskin,

bahkan jika melalui pajak progresif, terdapat kekhawatiran bahwa jumlah tabungan akan

menurun,  Namun, sementara tingkat tabungan golongan menengah biasanya adalah

yang tertinggi, tingkat tabungan marjinal golongan miskin pun sebenarnya tidak kecil,

jika dipandang dari perspektif menyeluruh.  Selain tabungan keuangan, golongan miskin

cenderung membelanjakan tambahan pendapatan untuk memperoleh gizi yang lebih

baik, pendidikan untuk anak-anak mereka, perbaikan kondisi rumah, dan pengeluaran-

pengeluarn lain yang lebih mencerminkan investasi dan bukan konsumsi, khususnya jika

dilihat dari sudut pandang kaum miskin.  Paling tidak terdapat lima alasan mengapa

kebijaksanaan yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan tidak harus memperlambat

laju pertumbuhan.

            Pertama, kemiskinan yang meluas menciptakan kondisi yang membuat kaum

miskin tidak mempunyai akses terhadap pinjaman kredit, tidak mampu membiayai

pendidikan anaknya, dan dengan ketiadaan peluang investasi fisik maupun moneter,

mempunyai banyak anak sebagai sumber keamanan keuangan di masa tuanya nanti. 

Faktor-faktor ini secara bersama-sama menyebabkan pertumbuhan per kapita lebih kecil

daripada jika distribusi pendapatan lebih merata.

            Kedua, akal sehat yang didukung dengan banyaknya data empiris terbaru,

menyaksikan fakta bahwa, tidak seperti sejarah yang pernah dialami oleh negara-negara

yang sekarang sudah maju, kaum kaya di negara-negara miskin sekarang tidak dikenal

karena hematnya atau hasrat mereka untuk menabung atau menginvestasikan bagian

yang besar dari pendapatan mereka di dalam perekonomian negara mereka sendiri.

            Ketiga, pendapatan yang rendah dan standar hidup yang buruk yang dialami oleh

golongan miskin, yang tercermin dari kesehatan, gizi, dan pendidikan yang rendah,

dapat menurunkan produktivitas ekonomi mereka dan akibatnya secara langsung

maupun tidak langsung menyebabkan perekonomian tumbuh lambat. 

            Keempat, peningkatan tingkat pendapatan golongan miskin akan mendorong

kenaikan permintaan produk kebutuhan rumah tangga buatan lokal, seperti makanan dan

Kelompok 6 34

Page 35: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

pakaian, secara menyeluruh, sementara golongan kaya cenderung membelanjakan

sebagian besar pendapatannya untuk barang-barang mewah impor. 

            Kelima dan yang terakhir, penurunan kemiskinan secara massal dapat

menstimulasi ekspansi ekonomi yang lebih sehat karena merupakan insentif materi dan

psikologis yang kuat bagi meluasnya partisipasi publik dalam proses pembangunan. 

Sebaliknya, lebarnya kesenjangan pendapatan dan besarnya kemiskinan absolut dapat

menjadi pendorong negatif  materi dan psikologis yang sama kuatnya terhadap kemajuan

ekonomi. 

Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang cepat dan

penanggulangan kemiskinan bukanlah tujuan yang saling bertentangan.

2        Pilihan Kebijaksanaan

Pilihan kebijaksanaan berikut ini berlaku untuk mengubah/memperbaiki distribusi

pendapatan dan sekaligus memerangi kemiskinan.  Ada beberapa pilihan, yakni:

1. Perbaikan distribusi pendapatan fungsional melalui serangkaian kebijakan yang

khusus dirancang untuk mengubah harga-harga relatif faktor produksi. 

Kebijaksanaan ini dapat berupa:

a.       Upah buruh, dilaksanakan dengan menentukan tingkat upah minimum nasional dan

regional, seperti yang dilaksanakan di Indonesia.  Pemerintah menentukan tingkat upah

minimum yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat upah yang ditentukan di pasar

bebas atas permintaan dan penawaran.  Dengan kebijaksanaan ini para investor

menganggap buruh menjadi terlalu mahal dan mereka memilih teknologi produksi yang

hemat tenaga kerja.  Bagian upah pada perekonomian nasional menjadi lebih kecil, dan

kemungkinan jumlah orang miskin menjadi lebih besar.

b.      Bunga modal, dilaksanakan dengan menentukan harga modal terlalu murah

dibandingkan dengan harga modal yang ditetapkan atas permintaan dan penawaran.  Ini

bisa dikerjakan dengan, misalnya, pemberian kemudahan prosedur investasi, keringanan

pajak bagi pengusaha, subsidi tingkat bunga (tingkat bunga yang lebih rendah untuk

investasi), penetapan kurs valuta asing yang terlalu tinggi, dan penurunan bea masuk

Kelompok 6 35

Page 36: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

bagi impor barang-barang modal seperti traktor dan mesin-mesin otomatis relatif

terhadap barang konsumsi.     

Kiranya kita bisa simpulkan bahwa penghapusan distorsi harga faktor produksi sangat

bermanfaat  dan penyesuaian harga memungkinkan satu negara meraih pemerataan

pendapatan dan sekaligus memperbaiki taraf hidup kaum miskin, namun apa yang telah

dikerjakan oleh Indonesia selama ini bertentangan, sehingga distribusi pendapatan tetap

dan malah makin timpang dan jumlah orang miskin tetap dalam jumlah yang besar. 

2. Perbaikan distribusi ukuran melalui redistribusi progresif kepemilikan aset. Hal

ini akan sangat tergantung pada distribusi kepemilikan aset (sumber daya atau

faktor produksi) di antara berbagai kelompok masyarakat, terutama modal fisik

dan tanah, modal finansial seperti saham dan obligasi, serta sumber daya

manusia dalam bentuk pendidikan dan kesehatan yang lebih baik.  

 Hal ini dilaksanakan melalui UUPA (Undang-undang Pokok Agraria) 1960, yang

membatasi jumlah pemilikan tanah pertanian. Pajak dividen obligasi dan pajak terhadap

hasil (bagian laba) saham, berbagai jenis bea siswa dan bantuan sekolah sampai

perguruan tinggi, wajib belajar, dan asuransi kesehatan bagi rakyat miskin.  Cara lain

dapat dilakukan melalui pemberian kredit komersial dengan bunga pasar yang wajar

(bukannya dengan bunga rentenir yang sangat tinggi) bagi para wirausaha kecil (kredit

ini bisa disebut “pinjaman mikro” seperti kredit usaha rakyat, kredit usaha tani,dan

sebagainya.

3. Pengurangan distribusi ukuran golongan atas melalui pajak yang progresif.  Satu

contoh yang diterapkan di Indonesia adalah pajak penghasilan perorangan dan

badan yang mempunyai sifat progresif.  Pajak kekayaan, (akumulasi aset dan

penghasilan) merupakan pajak properti perorangan dan perusahaan yang bersifat

progresif, yang biasanya dikenakan kepada mereka yang kaya raya.

4. Pembayaran transfer secara langsung dan penyediaan berbagai barang dan jasa

publik.  Transfer langsung dilaksanakan melalui BLT (bantuan langsung tunai)

kepada orang miskin yang berhak menerima. Penyediaan barang dan jasa publik

Kelompok 6 36

Page 37: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

dilaksanakan melalui beras murah untuk orang miskin (raskin), penyediaan

asuransi kesehatan bagi golongan miskin (jamkesmas).

Meskipun pemerintah Indonesia telah melaksanakan berbagai program pemerataan

distribusi dan program pengentasan kemiskinan seperti disajikan di atas, ternyata

ketimpangan distribusi masih belum memuaskan dan masih banyak jumlah orang miskin

yang luput dari program, di samping dalam jumlah yang tidak sedikit, sangat sulit untuk

menyaring orang-orang yang benar-benar tidak mampu dengan orang-orang yang

sebenarnya tidak berhak atas bantuan yang disediakan

Kesimpulan

Ada dua jenis distribusi pendapatan, ukuran dan fungsional.  Dari distribusi

ukuran dapat dibuat kurva Lorens, atau dihitung koefisien Kuznets dan koefisien Gini

yang dapat dipakai untuk tujuan analisis dan kuantitatif tentang keadilan distribusi

pendapatan.  Ukuran yang paling biasa dipakai di Indonesia adalah Koefisien Kuznets,

koefisien Gini, sedangkan kurva Lorens tidak.  Distribusi fungsional memberikan

kerangka analisis kebijaksanaan yang menjelaskan keadilan distribusi pendapatan

berdasarkan kepemilikan faktor produksi.  Dari data mengenai koefisien Gini dapat

dikatakan bahwa ketimpangan pembagian pendapatan  secara keseluruhan pada tahun

1964/65 hampir sama untuk perkotaan dan pedesaan dan termasuk pada ketimpangan

yang sedang.   Sedangkan pembagian pendapatan perkotaan di Jawa lebih merata

dibandingkan di pedesaan Jawa, namun sebaliknya terjadi di Luar Jawa, yakni di

pedesaan lebih merata.  Kalau kita bergerak dari tahun 1964/65 maka distribusi

pendapatan di perkotaan Jawa dan juga di Indonesia pada umumnya selalu menjadi lebih

timpang, sedangkan di daerah pedesaan di Jawa dan di Indonesia pada umumnya selalu

menjadi lebih merata sampai pada tahun 1976, namun tetap pada ketimpangan sedang. 

Bergerak dari periode 1970an ke periode 2000an, maka dapat kita katakan bahwa tidak

Kelompok 6 37

Page 38: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

terjadi perubahan yang berarti mengenai ketimpangan distribusi pendapatan di

Indonesia, masih tetap pada ketimpangan yang sedang baik ditunjukkan oleh koefisien

Kuznets maupun koefisien Gini, meskipun pada awalnya (2032-2004) sedikit membaik

untuk kemudian menjadi sedikit lebih timpang pada 2005 dan membaik lagi 2006 untuk

akhirnya memburuk lagi tahun 2007.

Perpaduan tingkat pendapatan per kapita yang rendah dan distribusi pendapatan

yang  tidak merata akan menghasilkan kemiskinan absolut yang parah, atau dengan kata

lain, banyak penduduk yang  hidup di bawah tingkat pendapatan riil minimum tertentu –

atau di bawah “garis kemiskinan internasional”.  Ada beberapa ukuran untuk penduduk

miskin, yakni dengan menghitung jumlah mereka atau disebut “hitungan per kepala

(headcount)”, indeks per kepala (headcount index), jurang kemiskinan (poverty gap,

total atau average atau normalized),  Indeks Poster-Greer-Thornbeck (FGT) dan human

poverty index (indeks kemiskinan manusia = IKM).  Ada beberapa kriteria ukuran

kemiskinan yang diinginkan, yang telah diterima secara luas oleh para ekonom, yakni

prinsip-prinsip anonimitas, independensi populasi, monotonisitas, dan sensitivitas

distribusional.  Kriteria yang sering dipakai di Indonesia adalah jumlah penduduk miskin

dan persentase penduduk miskin. Data menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi

telah menurunkan persentase penduduk miskin dari lebih dari 40 persen dari jumlah

penduduk (atau sekitar 54 juta orang) pada tahun 1976 menjadi sekitar 11,34 persen dari

jumlah penduduk (atau sekitar 22,5 juta orang) pada tahun 1996, untuk kemudian

sebagai akibat dari krisis ekonomi meningkat menjadi sekitar 23 persen dari jumlah

penduduk (atau sekitar 49 juta orang) pada tahun 1999.  Setelah itu terus mengalami

penurunan sehingga menjadi sekitar 16 persen dari jumlah penduduk (atau sejumlah 37

juta orang) pada tahun 2007.

Jumlah penduduk miskin yang banyak ini merupakan tugas penting dan berat

mengingat tujuan pembangunan milenium yang sekarang didengungkan dan untuk

keperluan itu pemerintah perlu mengetahui siapa penduduk miskin tersebut beserta

karakteristiknya, serta menentukan sikap yang tegas apakah pertumbuhan yang tinggi

selalu dibarengi dengan kemiskinan untuk dapat menyusun berbagai kebijakan yang

memihak kaum miskin.  Berbagai kebijaksanaan yang bertujuan untuk memperbaiki

Kelompok 6 38

Page 39: Bahan Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

distribusi pendapatan kukuran dan fungsional telah dilaksanakan oleh pemerintah,

namun sampai sejauh ini tampaknya baru berhasil mempertahankan pembagian

pendapatan pada tingkat ketimpangan sedang dan belum begitu berhasil menurunkan

jumlah orang miskin.  Hal yang terakhir ini mungkin disebabkan oleh karena banyak

penduduk yang mestinya tidak berhak atas program pemerintah tertentu namun

menikmatinya.

http://dedysuarjaya.blogspot.com/2010/09/distribusi-pendapatan.html

Kelompok 6 39