bahan bacaan
TRANSCRIPT
Presentasi Kasus
RETINOBLASTOMA
Disusun Oleh :
Stella Marleen (07120070060)
Tutor :
dr. Martaviani B, MKes, SpA
Moderator :
dr. Adi Kusumadi, SpA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 9 JANUARI 2012 – 17 MARET 2012
JAKARTA
2012
i
Daftar Isi
Daftar Isi ..................................................................................................................................... i
BAB I ......................................................................................................................................... 1
STATUS PASIEN ..................................................................................................................... 1
Bab II ....................................................................................................................................... 16
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................................... 16
BAB III .................................................................................................................................... 29
ANALISA KASUS .................................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 34
1
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. R. R. M
No. CM : 37-85-82
Tempat & tanggal lahir : Bogor, 24 September 2008
Umur : 3 tahun 4 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Lubang Buaya RT/RW 05/04, Cipayung. Jakarta Timur
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 16 Januari 2012
Tanggal keluar RS : 17 Januari 2012
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan pada tanggal 16 – 17 Januari 2012 dengan Ibu pasien
Keluhan utama : Mata sebelah kiri menonjol keluar
Keluhan tambahan : tidak ada
Riwayat penyakit sekarang
Pasien anak laki-laki berumur 3 tahun 4 bulan datang ke RSPAD dengan keluhan
mata sebelah kiri menonjol keluar sejak bulan 6 bulan yang lalu. Keluhan tersebut
diawali dengan sejak pasien berumur 2 tahun, ibu pasien menyadari bahwa mata kiri
pasien menjadi seperti mata kucing terutama apabila mata pasien terkena cahaya yang
terang. Ibu pasien membawa pasien ke rumah sakit untuk berobat, pihak rumah sakit
mengatakan bahwa mata kiri pasien tidak dapat melihat namun belum diketahui
2
penyebab sakitnya. Oleh karena itu, ibu pasien membawa pasien pulang dan tidak
melakukan pengobatan apapun.
Pada 7 bulan yang lalu, mata kiri pasien menjadi tampak merah dan sedikit gatal
sehingga pasien dibawa ke Puskesmas dan diberikan obat tetes tetapi tidak ada
perubahan dan mata masih tetap merah. Ibu pasien mengaku tidak tahu akan nama
obat tetes yang diberikan. Kemudian, mata kiri pasien seperti terkena kemasukan
pasir sehingga mata kiri pasien langsung menjadi semakin bengkak, semakin merah
dan seperti ada nanah pada matanya. Pasien juga mengalami demam sejak mengalami
bengkak tersebut, mata juling disangkal. Menurut ibu pasien, penglihatan pada mata
kiri pasien sulit dinilai dikarenakan umur pasien yang masih kecil dan sulit untuk
menjawab pertanyaan mengenai penglihatannya. Ibu pasien kemudian membawa ke
rumah sakit Kimia Farma dan disana pasien disarankan untuk ke PMI dan akhirnya
dirujuk ke RSPAD. Di RSPAD pasien dirawat selama 5 hari dan dilakukan
pemeriksaan di bagian mata dan di observasi. Pada saat itu pasien dikatakan terkena
infeksi pada bola mata dan diberikan obat. Namun ibu pasien tidak mengetahui jenis
obat yang diberikan. Setelah itu, pasien pun pulang dan melakukan pengobatan jalan.
Dengan mengkonsumsi obat yang diberikan, menurut ibu pasien, keadaan mata kiri
pasien tidak juga membaik dan semakin lama semakin besar bengkak pada bola mata
sampai keluar dari rongga mata kirinya.
Pada bulan 3 bulan yang lalu, pasien kembali datang ke rumah sakit dengan
keluhan mata kiri pasien bengkak dan mata kirinya keluar sampai sebesar ukuran 6
cm x 7 cm x 5 cm, serta terdapat nanah dan darah yang keluar. Pasien berobat ke
bagian mata dan dikatakan bahwa pasien terkena tumor orbita.
Menurut ibu pasien, dari lahir pasien sangat mudah terserang demam. Setiap
bulannya, biasanya pasien mengalami demam selama 7 hari. Dan terkadang disertai
dengan batuk, pilek. Apabila diberikan obat penurun panas, demamnya pun akhirnya
menghilang. Menurut ibu pasien, pasien tumbuh dengan baik, aktif dan nafsu makan
yang baik. Sejak mata pasien bengkak 6 bulan yang lalu, pasien masih tetap sering
mengalami demam yang hilang timbul dan napsu makan pasien mulai menurun.
Pasien tidak mengeluh sakit baik pada matanya ataupun pada kepalanya. Pasien juga
tidak pernah mengalami kejang, ataupun kelemahan otot.
3
Tiga bulan yang lalu, dilakukan CT scan pada pasien dan dikatakan tidak ada
penyebaran ke otak. Pasien diberikan pengobatan kemoterapi dengan obat VCR,
Etoposide, Carboplatin. Setelah pemberian kemoterapi yang pertama, pasien
mengalami kejang sebanyak 3 kali dan demam. Menurut ibu pasien, dokter
mengatakan bahwa pasien tidak kuat untuk kemoterapi sehingga dosis kemoterapi
dibagi menjadi 2 setiap serinya. Satu bulan yang lalu, pasien melakukan kemoterapi
seri ke dua. Setelah kemoterapi, pasien tidak mengalami kejang, mual, muntah.
Bulan Januari 2012, pasien kembali datang ke rumah sakit untuk melakukan
kemoterapi seri ke 3. Pada saat datang ke rumah sakit, pasien tidak terdapat keluhan,
tidak ada demam, napsu makan baik. Menurut ibu pasien, setelah menjalani
kemoterapi 2 seri, tumor pada mata kiri pasien menjadi berwarna kehitaman, lalu
lama kelamaan bagian yang menghitam terlepas sampai akhirnya tumor tersebut
hanya tersisa pada rongga mata dan tidak menonjol keluar lagi. Sebelum dilakukan
kemoterapi, pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium darah dan dikatakan bahwa
pasien tidak dapat dikemoterapi saat ini dikarenakan hasil labortatorium darah pasien
kurang baik. Sehingga kemoterapi seri 3 ditunda dan pasien diminta untuk datang
kembali 1 minggu kemudian.
Riwayat penyakit dahulu yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang
Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit keluarga yang ada hubungan dengan penyakit sekarang
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal serupa.
Riwayat penyakit dahulu yang tidak ada hubungannya dengan penyakit
sekarang
Tidak ada
4
Riwayat pengobatan
Kemoterapi
I. Vincristine (bolus) 0.75 mg 27 Oktober 2011
Etoposide 150 mg/m2 IV, infus 1 jam 75 mg (27 Oktober 2011, 9 November
2011)
Carboplatin 560 mg/m2 IV, infus 1 jam 280 mg (15 November 2011)
II. Vincristine (bolus) 0.75 mg 2 Desember 2011
Etoposide 150 mg/m2 IV, infus 1 jam 75 mg (2 Desember 2011, 14 Desember
2011)
Carboplatin 560 mg/m2 IV, infus 1 jam 280 mg (20 Desember 2011)
Riwayat kehamilan
Perawatan antenatal: Teratur setiap bulan
Penyakit kehamilan: Tidak ada
Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Anak pertama berumur 17 tahun,
dan anak kedua berumur 10 tahun.
Riwayat persalinan
Tempat kelahiran : Rumah
Ditolong oleh : dukun beranak
Cara persalinan : Spontan
Masa gestasi : Cukup bulan (9 bulan lebih 2 minggu)
Keadaan Saat Lahir
Berat badan lahir : 3200 gram
Panjang badan lahir : ibu pasien lupa
Lingkar kepala : Tidak diukur
Warna kulit : Merah
Menangis : Langsung menangis
Gerakan : Aktif
Sianosis : Tidak ada
5
Ikterus : Tidak ada
Kelainan bawaan : Tidak ada
Kesan : Bayi berat badan lahir cukup, cukup bulan, sesuai masa
kehamilan, spontan
Riwayat perkembangan
Pertumbuhan gigi pertama: 5 bulan
Psikomotor
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 7 bulan
Berdiri : 11 bulan
Berjalan : 12 bulan
Berbicara : 6 bulan
Membaca dan menulis : belum dapat
Gangguan perkembangan mental/emosi: Tidak ada
Kesan: perkembangan normal sesuai umur
Riwayat imunisasi
Vaksin Dasar Ulangan
BCG X
DPT/DT X X X - - -
Polio X X X X - -
Campak X -
Hepatitis B X X X - - -
Kesimpulan: Imunisasi dasar lengkap sesuai dengan umur. Imunisasi ulangan belum.
Riwayat makan
Usia (bulan) ASI/PASI Buah/Biskuit Bubur susu Nasi
0 – 4 bulan ASI + susu
formula - - -
4 – 6 bulan ASI + susu - - -
6
formula
6 – 7 bulan ASI + susu
formula + - -
8 – 10 bulan ASI + susu
formula + + + (bubur nasi)
10 – 12 bulan ASI + susu
formula + + +
Kesan: ASI tidak eksklusif dengan frekuensi 3-4x/ sehari.
Kesulitan makan bila :
tidak ada kesulitan makan, namun menurut ibu pasien, pasien makan sedikit-sedikit
dan makan sesuai dengan keinginan pasien.
Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit Usia Penyakit Usia
Diare - Morbili -
Otitis - Parotitis -
Makanan S S R K J S M
Nasi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Sayur √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Daging √ √ √
Telur √ √ √
Ikan √ √ √ √
Tahu √ √ √ √ √ √ √
Tempe √ √ √ √ √ √ √
Susu √ √ √ √ √ √ √
7
Radang paru - Demam berdarah -
Tuberkulosis - Demam tifoid -
Kejang - Cacingan -
Ginjal - Alergi -
Jantung - Pertusis -
Darah - Varicella -
Difteri - Biduran -
Asma - Kecelakaan -
Penyakit kuning - Operasi -
Batuk berulang - Lain-lain -
Riwayat Keluarga
Corak reproduksi: G0P3A0
No. Tanggal Lahir
(umur)
Jenis
Kelamin Hidup
Lahir
Mati Abortus Mati
Keterangan
Kesehatan
1. 17 tahun Laki-laki X Sehat
2. 10 tahun Laki-laki X Sehat
3. 3 tahun 4 bulan Laki-laki X pasien
Data Orang Tua
Identitas Orang Tua Ayah Ibu
Nama Tn. S Ny. D. A
Umur 36 tahun 32 tahun
Perkawinan ke 1 2
Umur saat menikah 27 tahun 23 tahun
Pekerjaan Buruh Ibu rumah tangga
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Penyakit, bila ada - -
Agama Islam Islam
8
Suku bangsa Jawa Jawa
Konsanguinitas - -
Data Perumahan
Anggota keluarga lain yang serumah : tidak ada
Kepemilikan rumah : milik pribadi
Keadaan rumah : Cukup bersih
Keadaan lingkungan : Kebersihan lingkungan cukup baik,
selokan sering dibersihkan, penampungan air bersih tidak ditutup.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 17 Januari 2012, Pk. 11.00
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital
- Tekanan darah : 100/70 mmHg
- Nadi : 100 x / menit, irama reguler, isi cukup dan equal di keempat
ekstremitas
- Suhu : 36,6 oC (axilla)
- Pernapasan : 26 x / menit, irama reguler, pola pernafasan normal
(torakoabdominal)
Data antropometri
1. Berat badan : 12,0 kg
2. Panjang badan : 94,0 cm
3. Status gizi :
Interpretasi status gizi berdasarkan Berat Badan terhadap Tinggi Badan
(Kurva NCHS-CDC):
Berat badan terukur: 12 kg
9
Berat badan ideal (berdasarkan kurva BB terhadap TB): 15 kg
12/15 x 100 % = 80 %
Berat badan terhadap umur : 12/15 x 100% = 80 %
Tinggi badan menurut umur : 95/98 x 100% = 96 %
Kesan : status gizi pasien adalah gizi kurang
Pemeriksaan Sistematis
Status mental : Tenang
Kepala : Normosefal, rambut distribusi merata, warna hitam, tidak mudah
dicabut
Mata : OD : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, kornea jernih,
pupil bulat, reflex cahaya langsung (+).
OS : masa tumor orbita, konjungtiva sulit dinilai, sclera sulit
dinilai, reflex cahaya langsung sulit dinilai.
Hidung : Bentuk tidak ada kelainan, tidak ditemukan napas cuping hidung,
tidak ditemukan deviasi septum nasi, tidak ada sekret, tidak ada
darah.
Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada serumen, tidak ada
darah.
Mulut : Bentuk normal, mukosa bibir kering, tidak sianosis, lidah kotor
tepi tidak hiperemis, tidak ada celah mulut, gigi lengkap tidak ada
caries, tonsil T1-T1 tenang.
Leher : Tidak ada kelainan bentuk leher, pergerakan leher bebas, tidak
ditemukan kaku kuduk, tiroid tidak membesar.
10
KGB : Kelenjar getah bening di daerah preaurikular, retroaurikular,
oksipital, submandibula, supraklavikula, aksila sampai daerah
inguinal tidak teraba.
Kulit : Turgor kulit baik, tidak ada petekie.
Thorax : Tidak ada kelainan bentuk thorax, tidak tampak massa, sikatrik,
pelebaran vena
Paru-paru
- Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis. Tidak tampak retraksi
sela iga.
- Palpasi : Vocal fremitus normal, simetris kanan dan kiri
- Perkusi : sonor pada seluruh kedua lapang paru
- Auskultasi : Suara napas vesikuler, tidak ada ronki , tidak ada wheezing
Jantung
- Inspeksi : Tidak tampak iktus kordis.
- Palpasi : Iktus cordis teraba di intercostal IV linea midclavicula sinistra,
tidak kuat angkat, tidak ada thrill
- Perkusi : Batas jantung kanan : intercostal IV parasternal kanan,
Batas jantung kiri : intercostal V midclavicula kiri
Pinggang jantung : intercostal III parasternal kiri.
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, tidak ada murmur, tidak ada
gallop.
Abdomen
- Inspeksi : Datar, tidak tampak massa, tidak tampak sikatrik
- Palpasi : nyeri tekan tidak ada, supel, ballottement negatif, hepar dan lien
tidak teraba
- Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
- Auskultasi : Bising usus (+) normal.
11
Ekstremitas : Ekstremitas superior dan inferior, dekstra dan sinistra tidak
tampak deformitas, tidak ada edema, akral hangat, gerakan aktif,
normotonus, tidak sianosis, tidak ada jari tabuh, refleks fisiologis
(+) normal, reflex patologis (-), capillary refill kurang dari 3 detik.
Tanda rangsang meningeal : tidak ada
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Jenis
Pemeriksaan
12/10
pk 16.16
13/10
pk 07.56
01/12
pk 11.20
13/12
pk 08.57
19/12
pk 11.39
30/12
pk 08.20
16/01
pk 10.43 Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 12.1 13.0 8.4 10.9 9.4 12.8 9.9 13 – 16 g/dL
Hematokrit 37 38 25 34 29 38 30 40 – 52 %
Eritrosit 4,5 5.1 3.1 4.3 3.7 4.7 3.6 4.3 – 6.0 jt/uL
Leukosit 6300 10100 6700 11000 5100 7200 8000 5000 – 14500/uL
Trombosit 130000 480000 171000 650000 220000 150000 499000 150000 – 400000/uL
MCV 81 76 85 80 80 79 82 80 – 96 fl
MCH 27 25 27 26 26 27 27 27 – 32 pg
MCHC 33 33 32 32 32 34 33 32 – 36 g/dL
LED 15 < 10 mm/ 1 jam
Hitung jenis
Basofil 0 0 0 0 0 0 0-1%
Eosinofil 7 1 3 4 1 2 1-3%
Batang 2 2 2 1 1 2 2-6%
Segmen 45 47 55 35 28 45 50-70%
Limfosit 40 41 40 53 70 43 20-40%
Monosit 6 9 0 7 0 8 2-8%
Kimia
Bilirubin total 1.2 0.6 0.6 0.6 1.5 < 1,5 mg/dL
Bilirubin direk < 0.3 mg/dL
Bilirubin indirek < 1.1 mg/dL
SGPT (ALT) 19 122 34 32 33 33 < 40 U/L
SGOT (AST) 70 86 45 47 46 53 < 35 U/L
Ureum 18 23 23 27 21 49 20 – 50 mg/dL
Kreatinin 0.5 0.6 0.4 0.4 0.5 0.6 0.5 – 1.5 mg/dL
Natrium 145 135 – 145 mEq/L
Kalium 4.6 3.5 – 5.3 mEq/L
Klorida 106 97 – 107 mEq/L
Glukosa Sewaktu 68 < 140 mg/dL
Asam urat 4.4 4.4 3.4 3.2 4.6 3.5 – 7.4 mg/dL
12
Kesimpulan : anemia normositik normokrom ec keganasan
1. Pemeriksaan Radiologi
Dilakukan foto Rontgen Thorax pada tanggal 13 Oktober 2011, dengan hasil :
Deskripsi :
Sinus, diafragma dan cor normal
Kedua hilus normal
Tak tampak proses spesifik aktif di kedua paru
Tak tampak infiltrate di paru-paru
Kesan : cor/pulmo normal
Dilakukan foto CT Scan orbita tanpa dan dengan kontras pada tanggal 19 Oktober 2011
dengan hasil :
Deskripsi :
Nasofaring : ruang nasofaring terbuka simetris. Tidak tampak penebalan
Orbita : tampak masa berlobulasi yang melibatkan bulbus oculi kiri dengan
protrusi massa ke anterior dengan ukuran sekitar 4,89 x 4.1 x 7.15 cm disertai
kalsifikasi di dalamnya. Pasca pemberian kontras tampak penyangatan heterogen.
Massa juga tampak menginfiltrasi otot-otot bola mata kiri dan N. II kiri sampai
dengan pertengahan. Tidak tampak destruksi dinding orbita.
Bulbus oculi, otot-otot bola mata, dan N II kanan baik. Tidak tampak massa
retrobulbar kanan. Tidak tampak lesi patologis dan penyangatan patologis
parenkim intracranial.
N. Opticus kanan : caliber dan perjalanannya dalam batas normal
Sinus paranasalis : sinus maksilaris, ethmoidalis, dalam batas normal. Frontralis
dan sphenoid belum berkembang
Tulang-tulang, cavum orbita, ala major/minor os sphenoid, margo supra/infra
orbitalis beserta foramen optikus dan fissure supra/infra orbitalis intact
Kesan : Massa intra-orbita yang melibatkan bulbus oculi kiri disertai kalsifikasi
intralesional sugestif maligna diserta infiltrasi otot-otot bola mata dan N II kiri
13
suspek retinoblastoma. Tidak tampak destruksi dinding orbita kiri maupun infiltrasi
ke intrakranial.
Dilakukan foto MS CT Scan kepala, tanpa dan dengan kontras pada tanggal 19 Oktober
2011 dengan hasil :
Deskripsi :
Susunan ventrikel lateralis di garis tengah, tidak melebar/menyempit, simetris,
tidak tampak adanya distorsi
Parenchym kedua hemisfer dalam batas normal, tidak tampak adanya lesi fokal
Sisterna basalis, ambiens, kuadrigeminus, supra sellar, fissure interhemisfer,
sylvii dan sulci kedua hemisphere dalam batas normal, tidak tampak adanya
penyempitan/pelebaran
Infra tentorial : kontur batang otan dan cerebellum dalam batas normal, tidak
tampak adanya lesi fokal. Ventrikel IV di tengah, tidak melebar.menyempit
Calvaria intact, tidak tampak adanya defect/diskontinuitas tulang
Sinus ethmoidalis dan maksilaris serta sella turcika dalam batas normal
Os petrosus dan mastoid baik
Kesan : pada pemeriksaan CT scan kepala saat ini normal, tidak tampak adanya
tanda-tanda tekanan intracranial yang meningkat ataupun lesi fokal di kedua
hemisphere cerebri cerebelli.
V. RESUME
Pasien anak laki-laki berumur 3 tahun 4 bulan datang ke RSPAD dengan keluhan
mata sebelah kiri menonjol keluar sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan tersebut diawali
dengan sejak pasien berumur 2 tahun, ibu pasien menyadari bahwa mata kiri pasien
menjadi seperti mata kucing terutama apabila mata pasien terkena cahaya yang
terang.
Tujuh bulan yang lalu, mata kiri pasien menjadi tampak merah dan sedikit gatal.
Kemudian, mata kiri pasien terkena kemasukan pasir sehingga mata kiri pasien
langsung menjadi semakin bengkak, semakin merah dan seperti ada nanah pada
matanya. Pasien juga mengalami demam sejak mengalami bengkak tersebut. Di
14
RSPAD pasien dirawat selama 5 hari. Pasien dikatakan terkena infeksi pada bola
mata dan diberikan obat. Namun keadaan mata kiri pasien tidak juga membaik dan
semakin lama semakin besar bengkak pada bola mata sampai keluar dari rongga mata
kirinya.
Tiga bulan yang lalu, pasien kembali datang ke rumah sakit dengan keluhan mata
kiri pasien bengkak dan mata kirinya keluar sampai sebesar ukuran 6 cm x 7 cm x 5
cm, serta terdapat nanah dan darah yang keluar. Kejang, kelemahan otot tidak ada.
Pasien dikatakan terkena tumor orbita. Pemeriksaan radiologi CT Scan orbita yang
dikatakan bahwa terdapat masa intra orbita sampai menginfiltrasi otot-otot mata dan
N II kiri. Tidak ada metastase ke intracranial.
Sejak lahir pasien sangat mudah terserang demam.. Sejak mata pasien bengkak 6
bulan yang lalu, pasien masih tetap sering mengalami demam yang hilang timbul dan
napsu makan pasien mulai menurun.
Pasien diberikan pengobatan kemoterapi dengan obat VCR, Etoposide,
Carboplatin. Setelah pemberian kemoterapi yang pertama, pasien mengalami kejang
sebanyak 3 kali dan demam. Satu bulan yang lalu, pasien melakukan kemoterapi seri
ke dua. Setelah kemoterapi, pasien tidak mengalami kejang.
Bulan Januari 2012, pasien kembali datang ke rumah sakit untuk melakukan
kemoterapi seri ke 3. Tumor pada mata tersisa pada mata dan tidak menonjol keluar
setelah dilakukan kemoterapi seri 2.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran umum kompos mentis. Tanda-tanda vital dalam batas normal. Status gizi
kurang. Pada pemeriksaan mata OS terdapat masa tumor. Pemeriksaan CT Scan
Orbita didapatkan massa intra-orbita yang melibatkan bulbus oculi kiri disertai
kalsifikasi intralesional sugestif maligna diserta infiltrasi otot-otot bola mata dan N II
kiri. Tidak tampak destruksi dinding orbita kiri maupun infiltrasi ke intrakranial. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya anemia normositik normokrom dan
peningkatan kadar SGOT dan bilirubin total dalam batas atas sehingga kemoterapi
seri 3 ditunda dan diminta untuk datang kembali 1 minggu kemudian.
15
VI. DIAGNOSIS KERJA
Retinoblastoma sinistra
VII. PENATALAKSANAAN
a. Non farmakologi
Makan biasa 3 kali sehari
Pantau kenaikan berat badan
b. Farmakologi
Puyer 1 x 1 :
o Asam folat 1 mg
o Vit B kompleks 1 tablet
o Vitamin C 25 mg
Kemoterapi :
o Vincristine 0.75 mg bolus
o Etoposide 150 mg/m2 : 75 mg
o Carboplastin 560 mg/m2 : 280 mg
VIII. PROGNOSIS
a. Ad vitam : bonam
b. Ad fungsionam : malam
c. Ad sanationam : dubia ad bonam
16
Bab II
TINJAUAN PUSTAKA
RETINOBLASTOMA
Retinoblastoma adalah tumor endo-ocular pada anak yang mengenai saraf embrionik
retina. Karena jarangna kasus, sebagian besar dokter anak dan ahli onkologi anak hanya melihat
sedikit kasus, sehingga kadang-kadang diagnosis, penanganannya masih secara tradisional
terbatas pada ahli mata. Dengan demikian banyak petugas kesehatan gagal untuk mendeteksi
secara awal, dan biasanya pertama kali diketahui oleh orang tua. Pada kenyataannya ahli mata
biasanya menentukan diagnosis, memutuskan terapi dan memonitor responsnya.1
Meskipun diperkirakan jarang, kejadiannya kira-kira 1 per 15.000 – 18.000 kelahiran
hidup di Negara berkembang. Bagaimanapun kejadiannya lebih sering terjadi di banyak Negara
sedang berkembang, khususnya di Amerika Latin, Afrika, dan Asia. Di beberapa area Amerika
Latin, retinoblastoma terjadi lebih sering daripada keganasan anak lain, dan merupakan kasus
terbanyak dari tumor solid pada anak-anak di Brazil, Colombia, Mexico, dan Argentina. Di
Negara tersebut, retinoblastoma terdeteksi lambat setelah ada massa ekstraokular. Insidens pada
abad ini meningkat dua kali lipat, oleh karena mungkin adanya perbanyak gena karena penyakit
ini, dan mungkin dihasilkan karena kenaikan paparan agen mutagenic.1
Rata-rata usia pasien saat diagnosis adalah 24 bulan pada kasus unilateral, 13 bulan pada
kasus-kasus bilateral. Beberapa kasus bilateral tampak sebagai kasus unilateral, dan tumor pada
bagian mata yang lain terdeteksi pada saat pemeriksaan evaluasi. Gambaran ini menunjukkan
betapa pentingnya untuk memeriksa pasien dengan anestesi pada anak-anak dengan
retinoblastoma unilateral, khususnya pada usia dibawah 1 tahun.1
The Third National Cancer Survey mengemukakan bahwa di Amerika Serikat, rata-rata
insidens retinoblastoma adalah 11 kasus per 1 juta populasi usia kurang dari 5 tahun, atau 1
diantara 18.000 kelahiran hidup. Perkiraan frekuensi retinoblastoma bilateral antara 20% sampai
30%. Sehingga dengan demikian di Amerika Serikat diperkirakan 200 anak-anak akan menderita
retinoblastoma; dari 200 ini minimal 40-60 kasus adalah bilateral.1
17
Anatomi dan Fistologi Retina2
a. Anatomi Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multilapis yang
melapisi bagian dalam 2/3 poterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir
sama jauhnya dengan corpus sillier, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora
serrata berada disekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di
belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan
epitel pigmen retina sehingga juga bertumpuk dengan membrane Bruch, khoroid, dan sclera. Di
sebagian besar tempat, retina dan epithelium pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk
ruang subretina. tetapi pada discus optikus dan ora serrata, retina dan epithelium pigmen retina
saling melekat kuat. Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub
posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat macula. Di tengah macula, sekitar 3,5 mm
sebelah lateral discus optikus terdapat fovea. Retina menerima asupan darah dari dua sumber :
khoriokapilaria yang berada tepat di luar membrane Bruch yang memperdarahi sepertiga luar
retina, termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar fotoreseptor dan lapisan epitel
pigmen retina; serta cabang-cabang dari ateria sentralis retina yang memperdarahi dua pertiga
sebelah dalam.
Retina terdiri dari 10 lapisan, mulai dari sisi dalam adalah :
(1) membrane limitans interna,
(2) lapisan serat saraf,
(3) lapisan sel ganglion,
(4) lapisan fleksiformis dalam,
(5) lapisan inti dalam,
(6) lapisan fleksiformis luar,
(7) lapisan inti luar,
(8) membrane limitan eksterna,
(9) lapisan fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut), dan
(10) epithelium pigmen retina.
18
b. Fisiologi Retina
Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata harus berfungsi
sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transducens yang
efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya
menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan, serta saraf retina melalui saraf optikus
dan akhirnya ke konteks penglihatan. Macula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan
yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Macula
terutama digunakan untuk ketajaman sentral dan warna (fotopik) sedangkan bagian retina
lainnya, yang besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan
perifer dan malam (skotopik).
Patofisiologi3
Konsep yang paling banyak digunakan dalam histogenesis dari retinoblastoma adalah
bahwa retinoblastoma muncul dari mutasi dari kromosom 13q14 lengan panjang yang dapat
berkembang menjadi tipe sel inner retina atau outer retina yang berkembang menjadi beberapa
macam pola.
Pertumbuhan endofitik
Pertumbuhan endofitik muncul ketika tumor menembus membrane limitan interna dan
mempunyai gambaran seperti masa putih sampai krim yang menunjukan tidak ada pembuluh
darah pada tumor. Pola pertumbuhan ini berhubungan dengan pembenihan pada vitreus, ketika
fragmen kecil dari jarungan tumor terlepas dari tumor utama. Fragmen tersebut dapat
berkembang dan tumbuh mencari massa yang mengambang pada vitreus dan kamera okuli
anterior, yang dapat menyebabkan endoftalmitis atau iridosiklitis dan menutupi masa tumor
utama.
Pertumbuhan eksofitik
Pertumbuhan eksofitik muncul pada celah subretinal. Pertumbuhan ini sering
berhubungan dengan akumulasi cairan pada subretinal dan terlepasnya retina. Sell tumor dapat
mneginfiltrasi melalui menbran Bruch ke koroid dan kemudian menginvasi pembuluh darah atau
nervus siliari. Pembuluh darah retina pada masa terlihat membesar.
19
Pertumbuhan infiltrasi difus
Pertumbuhan ini jarang terjadi. Hanya pada 1.5% dari semua kasus retinoblastoma.
Karakteristik terlihat pada infiltrasi retina oleh sel tumor tanpa terlihatnya massa tumor. Masa
putih yang biasanya terlihat pada tipikal retinoblastoma, tidak terlihat pada pertumbuhan ini.
Pertumbuhan ini juga mengalami progres yang lambat dibandingakan tipikal retinoblastoma.
Gejala dan Tanda1
Sebagian besar kasus-kasus retinoblastoma di Amerika Serikat terdiagnosis sejak tumor
masi di intraocular tanpa invasi local atau metastasis jauh. Di Negara berkembang bagaimanapun
diagnosis sering dibuat setelah penyakit menyebar keluar mata atau penyebaran ekstraokular
tampak.
Gejala dari retinoblastoma sering diketahui oleh orang tuanya, yang secara umum
konsultasi ke dokter ahli mata karena keluhan sering leukokoria, strabismus, mata merah, nyeri
mata yang sering disertai glaukoma, dan visus yang menurun. Gejala yang jarang adalah rubeosis
iridis (kemerahan pada iris), selulitis orbita, heterochromia iridis (perubahan warna pada tempat
yang berbeda pada iris), midriasis unilateral, hyphaema (perdarahan ke bilik depan, yang akan
menghasilkan meniscus yang akan tampak dibelakang iris), nistagmus, pada sebagian kecil anak
bias terjadi gagal tumbuh dan muka yang tidak normal.
Bukti paling awal dari tumor ini adalah gerakan putih, atau yang dikenal sebagai gerakan
mata kucing (cat eyes reflex) atau leukokoria. Hal ini menunjukkan adanya tumor besar yang
biasanya tumbuh dari tepi. Hal ini hanya akan Nampak apabila anak diperiksa dari samping atau
seandainya pemeriksa ada di sudut miring dari wajah anak lurus terhadap kepala. Apabila tumor
mencapai bagian macular, reflex ini bias terlihat meskipun ukuran tumor cukup kecil. Orang tua
mungkin mencatat penampakan kelainan ini saat anaknya di foto, ada sinar kuat yang melalui
pupil dan konjungtiva yang akan menghasilkan gambaran putih pada foto berwarna.
Gejala kedua yang paling umum adalah strabismus. Tes untuk strabismus dianjurkan
sebagai bagian dari skrining pemeriksaan visus untuk semua anak. Keadaan ini terjadi apabila
tumor mencapai area macular menyebabkan ketidakmampuan untuk fiksasi dan akhirnya mata
akan mengalami deviasi. Gejala yang tampak lainnya karena lesi sekunder adalah penurunan
ketajaman penglihatan.
20
Sebagian besar pasien retinoblastoma terlalu kecil untuk mengeluh mengenai gangguan
visual, tetapi mungkin bisa manifestasi awal tumor ini pada anak-anak yang lebih tua. Gejala
manifestasi klinik yang lain adalah merah, mata sakit, sering disertai dengan glaucoma.
Kebutaan adalah gejala yang timbulnya akhir dan seandainya unilateral, sering tidak diketahui
dengan baik oleh orang tua maupun dokter anaknya.
Sindrom yang dihubungkan dengan delesi lengan panjang kromosom 13 sudah
dilaporkan dengan gambaran anak dengan mikrosefali, hipertelorime, mikrooftalmus, lipatan
epikantus, mikrognatia, leher pendek dengan lipatan di tepi, telinga rendah, anus imperforate,
hipoplasi atau tidak adanya ibu jari, retardasi mental dan psikomotor. Identifikasi gejala ini bias
menyertai retinoblastoma. Anak-anak seperti ini membutuhkan analisis kariotiping dan
pemeriksaan retina. Cara lain untuk mendeteksi secara dini kasus ini dengan cara pemeriksaan
secara teliti pada bayi muda yang memiliki riwayat keluarga.
Penyebaran Sel Tumor Retinoblastoma4
Retinoblastoma dapat menyebar melalui berbagai cara, yaitu :
1. Dalam bola mata, sel-sel tumor dapat terlepas dan jatuh kebagian-bagian mata lainnya
seperti retina di dekatnya, vitreus bilik mata depan, iris.
2. Perluasan keluar bola mata, yang paling sering adalah melalui nervus opticus dan dari
sini dapat meluas ke rongga subarrachnoid, dan rongga tengkorak.
3. Invasi khoroid yang kaya akan pembuluh darah, memberi kemungkinan metastasis jauh
melalui darah (hematogen), yang paling sering ke sumsum tulang dan liver.
4. Perluasan ke kelenjar limfe regional.
5. Pada kasus-kasus yang lanjut, perluasan langsung menembus sclera ke rongga orbita
dapat terjadi, dan akan menimbulkan gejala proptosis. Tumor yang tumbuh meluas di
rongga orbita dapat mengakibatkan destruksi tulang-tulang orbita dan selanjutnya
menembus ke dalam rongga-rongga sinus, hidung, dan rongga tengkorak.
Grabowski dan Abramson, mengembangkan system penderajatan berdasarkan 4 tempat utama
dimana retinoblastoma menyebar sebagai berikut :1
Derajat I : Intraokular
a. Tumor retina
21
b. Penyebaran ke lamina kribosa
c. Penyebaran ke uvea
Derajat II : Orbita
a. Tumor orbita. Sel-sel episklera yang tersebar. Tumor terbukti dengan biopsy
b. Nervus optikus
Pemeriksaan Pada Retinoblastoma
Pemeriksaan yang sangat penting untuk diagnosis adalah pemeriksaan mata dibawah
anestesi pada keadaan pupil dilatasi maksimal, dengan oftalmoskopi indirek dan penekanan
sclera oleh dkter ahli mata yang sudah berpengalaman. Retinoblastoma merupakan satu dari
sedikit kanker anak yang dapat didiagnposa secara akurat tanpa konfirmasi histopatologi. Pada
pemeriksaan oftalmoskopi indirek tumor yang kecil akan tampak sebagai penebalan lapisan
sensori retina yang jernih, berbentuk bulat atau lonjong. Tidak terdapatnya perbedaan kontras
antara tumor yang kecil ini dengan latar belakang fundus, mengakibatkan tumor ini sulit
dideteksi dengan opthtalmoskop. Tumor yang lebih besar tampak kabur (opak) dan lebih putih,
dengan gambaran pembuluh-pembuluh darah diatasnya. Banyak tumor yang lebih besar
memperlihatkan gambaran fokus-fokus putih seperti kapur yang merupakan perkapuran dalam
jaringan tumor.4
USG dapat sangat membantu untuk membantu membuat diagnosis banding dari anak-
anak dengan leukokoria. Dengan USG adanya masa dalam bola mata dapat diketahui letak,
besar, dan bentuknya. Perluasan tumor ke nervus opticus atau ke dalam orbita juga dapat dilihat
dengan alat ini. Pemeriksaan dengan X-Ray dapat dilakukan, berguna untuk mendeteksi
perkapuran dalam jaringan tumor, yang merupakan tanda khas retinoblastoma. Pemeriksaan ini
juga digunakan untuk melihat apakah ada tanda-tanda destruksi tulang orbita, terutama pada
tumor-tumor yang sudah menunjukkan tanda-tanda perluasan ekstraokuler.4 CT Scan dan MRI
sangan berguna untuk mengevaluasi nervus optikus, orbital, keterlibatan system saraf pusat dan
adanya kalsifikasi intraocular.
Adanya kalsifikasi intraocular pada pemeriksaan USG, CT Scan, atau MRI, menunjukkan
kemungkinan retinoblastoma, tetapi tidak patognomonik. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang
belakang serta pungsi lumbal untuk pemeriksaan sitologi sangat dianjurkan apabila ada bukti
penyebaran ekstraokular. Pada keadaan dimana pasien mengeluh nyeri tulang (kemungkinan
22
metastasis ke tulang) scan tulang diindikasiakan. Pemeriksaan LDH serum atau cairan mata
sudah digunakan untuk membedakan retinoblastoma dengan lesi lain yang bias merangsang
produksi LDH, tetapi sekarang biopsy intraocular untuk mengambil jaringan atau cairan untuk
pemeriksaan enzim merupakan kontraindikasi.
Pemeriksaan Genetik1
Retinoblastoma dapat terjadi secara familiar atau sporadik. Hanya 6-10% adalah familial.
Namun demikian dapat juga diklasifikasikan menjadi dua subkelompok yang berbeda, yaitu
bilateral atau unilateral dan diturunkan atau tidak diturunkan, kasus yang tidak diturunkan slalu
unilateral, sedangkan 90% kasus-kasus yang diturunkan adalah bilateral, 10% unilateral. Semua
kasus bilateral diturunkan, apakah familial atau sporadik. Pada tahun 1971, Knudson
mengembangkan model matematika untuk menerangkan penurunan retinoblastoma. Dia
menerangkan bahwa dua kejadian benturan “hit” harus terjadi pada tingkat gena untuk terjadinya
retinoblastoma. Pada kasus-kasus yang diwariskan, kejadian pertama atau “hit” adalah mutasi
akhir (germinal mutation) artinya akan diturunkan dan tampak pada semua sel individu yang
terkena. Benturan atau “hit” kedua kadang-kadang terjadi selama perkembangan sel retina, yang
akhirnya menjadi retinoblastoma. Sebaliknya pada kasus-kasus yang tidak diwariskan, kedua
benturan atau “hit” tersebut terjadi pada sel-sel retina pada keadaan karena didapat, dan tidak
dideteksi pada “germ line”. Retinoblastoma yang diwariskan, diwariskan secara trait dominan
autosom.
Gen retinoblastoma (RB1) diisolasi dari kromosan 13q14. Gena ini sangat panjang, lebih
dari 200 Kb. Gena ini berperanan sebagai pengatur pertumbuhan sel pada sel normal. Mutasi gen
RB1 ditemukan juga pada tumor lain seperti osteosarcoma, small cell lung cancer, dan kanker
payudara. Benturan atau hit pertama bisanya berupa delesi atau translokasi dari gena
retinoblastoma, kejadian ini terjadi baik pada allel pihak ibu atau pihak ayah. Benturan atau hit
kedua sering berupa hilangnya heterosigositas allel sisanya, yang akhirnya mengalami
transformasi neoplastic. Diagnosis secara molecular memegang peranan penting pada konseling
genetic. Apabila mutasi germ line ditemukan pada satu keluarga, saudra-saudara yang lain dapt
di tes, dan funduskopi secara regular (dengan anestesi umum pada anak-anak yang lebih muda),
dapat dihindari dimana tidak ditemukan pembawa gena abnormal. Diagnosis prenatal juga
dimungkinkan, apabila mutasi gen RB1 ditemukan pada fetus dari keluarga yang menderita,
23
persalinan lebih dini dapat dianjurkan, sehingga pengobatan tumor dapat dilakukan sesegera
mungkin.
Pemeriksaan Histologi1
Retinoblastoma adalah tumor yang berasal dari neuroepithelial yang dapat
diklasifikasikan sebagai salah satu dari primitive neuroectodermal tumor anak-anak. Secara
hitologi terdiri dari sel-sel yang keil, undifferentiated, dan anaplastic dengan sitoplasma sangat
sedikit, nucleus besar dan akan tercat dengan jelas denngan hematoksilin, berasal dari dinding
inti. Kalsifikasi terjadi pada daerah nekrotik dan ini adalah gambaran umum dari tumor yang
besar. Yang paling umum adalah tipe highly differentiated retinoblast; yang lain berupa sel
dengan fotoreseptor yang lebih berdiferensiasi dengan formasi rosset neuroepithelia. Rosettes
Flexner-Wintersteiner khas pada retinoblastoma tetapi dapat juga terlihat pada tumor mata lain.
Kurang umum adaah bentuk tumor dengan diferensiasi baik, adalah “bouquet-like” yang disusun
oleh sel-sel jinak dengan sitoplasma yang jelas, nucleus kecil, sitoplasma meluas melewati
membrane. Retinoblastoma dapat meluas keluar bola mata, menujunsepanjang nervus optikusdan
atau subarachnoid ke kiasma, otak dan meningen. Metastatik retinoblastoma biasanya mengenai
system saraf pusat berupa masa solid atau lesi multiple atau merata dengan leptomeningeal.
Tumor ini dapat juga meluas ke muka, limfonodi preaurikular dan tulang kepala. Selain itu,
penyebaran hematogen termasuk ke tulang, sumsum tulang, dan jarang ke hati, paru-paru, atau
beberpa organ lain.
Gambar 1. Rosettes Flexner-Wintersteiner pada retinoblastoma3
24
Stadium
Sistem yang digunakan secara luas adalah menurut Reese-Ellsworth, untuk
retinoblastoma intraocular :
Grup Deskripsi
I A Tumor solid kurang dari 4 dd (disc diameter), pada atau di belakang ekuator
I B Tumor multiple tidak lebih dari 44 dd, semua berada atau di belakang ekuator
II A Tumor solid dengan diameter 4 – 10 dd, pada atau di belakang ekuator
II B Tumor multiple dengan diameter 4 – 10 dd, pada atau dibelakang ekuator
III A Beberapa lesi di depan ekuator
III B Tumor solid lebih besar dari 10 dd di belakang ekuator
IV A Tumor multiple, sebagian besar lebih besar dari 10 dd
IV B Beberapa lesi menyebar di anterior ke ora serata
V A Tumor massif mengenai lebih dari setengah retina
V B Penyebaran ke vitreous
Terapi1
Dua aspek pengobatan retinoblastoma harus diperhatikan, pertama adalah pengobatan
local untuk jenis intraocular, dan kedua adalah pengobatan sistemik untuk jenis ekstraokular,
regional dan metastatik.
Di Negara berkembang, kebanyakan pasien memperlihatkan penyakit intraocular, dan
Harapan hidupnya sekitar 95%. Pada kasus-kasus ini rencana terapi harus dipertimbangkan untuk
menjaga potensi dan kegunaan visus, meminimalkan komplikasi jangka panjang. Ukuran, jumlah
dan lokasi tumor dan status mata harus dipertimbangkan untuk memilih terapi. Sebagian besar
pasien dengan retinoblastoma bilateral datang dalam keadaan masa intraocular yang sudah lanjut
pada satu mata, sering membutuhkan enukleasi, sementara pada bagian mata yang lain masih
belum lanjut, dan bias bertahan.
25
Hanya 17 % pasien dengan retinoblastoma bilateral kedua matanya masih terlindungi.
Gambaran seperti ini lebih banyak pada keluarga yang memiliki riwayat keluarga, karena
giagnosis kerja lebih awal. Sementara 13% pasien dengan retinoblastoma bilateral kedua
matanya terambil atau keluar karena penyakit intraocular yang sudah lanjut, baik pada waktu
masuk atau setelah gagal pengobatan local.
Di Negara berkembang, retinoblastoma biasanya didiagnosis setelah menyebar ke
ekstraokular. Pada kasus seperti ini, tujuan terapi adalah untuk menjaga kehidupan pasien,
karena kematian sangat mungkin akan terjadi karena metastasis.
Jenis Terapi1
Pembedahan
Enukleasi adalah terapi yang paling sederhana dan aman untuk retinoblastoma.
Pemasangan bola mata palsu dilakukan beberapa minggu setelah prosedur ini, untuk
menimbulkan efek kosmetik. Bagaimanapun, apabila enukleasi dilakukan pada dua tahun
pertama kehidupan, asimetri wajah akan terjadi karena hambatan pertumbuhan orbita.
Bagaimanapun, jika mata kontralateral juga terlibat cukup parah, pendekatan konservatif
mungkin bisa diambil.
Enukleasi dianjurkan apabila terjadi glaukoma, invasi ke ringga anterior, atau terjadi
rebeosis iridis, dan apabila terapi local tidak dapat dievaluasi karena katarak atau gagal untuk
mengikuti pasien secara lengkap atau teratur. Enukleasi dapat ditunda atau ditangguhkan apabila
pada saat diagnosis tumor sudah menyebar ke extraokular. Massa orbita biasanya akan menyusut
setelah beberapa siklus kemoterapi, diikuti dengan enukleasi dan eksentrasi orbita harus
dihindari. Pembedahan intraocular seperti vitrektomi, adalah kontraindikasi pada pasien
retinoblastoma, karena akan menaikkan relaps orbita.
External Beam Radiotherapy (EBRT)
Retinoblastoma merupakan tumor yang rediosensitif dan radioterapi merupakan terapi
elektif local untuk kasus ini. EBRT menggunakan akselerator linear dengan dosis 40-45 Gy
dengan pemecahan konvensional yang meliputi seluruh retina. Pada bayi muda harus dibawah
anestesi dan imobilisasi selama prosedur ini, dan harus ada kerjasama yang erat antara dokter
26
ahli mata dan dokter radioterapi untuk membuat perencanaan. Keberhasilan EBRT tidak hanya
ukuran tumor, tetapi tergantung teknik dan lokasi. Gambaran regresi setelah radiasi akan terlihat
dengan oftalmoskopi. Sebagian besar kasus rekurensi setelah radiasi dapat diterapi lagi dengan
cryo atau fotokoagulasi. Efek samping jangka panjang dari radioterapi harus diperhatikan.
Seperti enukleasi, dapat terjadi komplikasi hambatan pertumbuhan tulang orbita, yang akhirnya
akan menyebabkan gangguan kosmetik. Hal yang lebih penting adalah terjadinya malignansi
sekunder.
Radioterapi Plaque
Radioaktif episkleral plaque menggunakan 60
Co, 106
RU, atau 125
I sekarang makin sering
digunakan untuk mengobati retinoblastoma. Cara ini biasanya digunakan untuk masa tumor yang
ukurannya kecil sampai sedang yang tidak setuju dengan kryo atau fotokoagulasi, pada kasus
yang residif setelag EBRT, tetapi akhir-akhir ini juga digunakan pada terapi awal, khususnya
setelah kemoterapi. Belum ada bukti bahwa cara ini akan menimbulkan malignasi sekunder.
Kryo dan Fotokoagulasi
Cara ini digunakan untuk mengobati tumor kecil (kurang dari 5 mm) dan dapat diambil.
Cara ini sudah secara luas digunakan dan dapat diulang beberapa kali sampai kontrol local
tercapai. Kryoterapi biasanya digunakan untuk tumor bagian depan dan dilakukan dengan
petanda kecil yang diletakan di konjungtiva. Sementara fotokoagulasi secara umum digunakan
untuk tumor bagian belakang baik menggunakan laser argon atau xenon. Fotokoagulasi tidak
boleh diberikan pada tumor dekat macula atau diskus optikus, karena bisa meninggalkan jaringan
parut yang nantinya akan menyebabkan amblyopia. Kedua cara ini tidak akan ada sedikit
menyebabkan komplikasi jangka panjang.
Modalitas yang lebih baru
Pada beberapa tahun terakhir, banyak kelompok yang menggunakan kemoterapi sebagai
terapi awal untuk kasus intraocular, dengan tujuan untuk mengurangi ukuran tumor dan
membuat tumor bisa dicapai secara lokal. Kemoterapi sudah dibuktikan tidak berguna untuk
kasus intraocular, tetapi dengan menggunakan obat yang lebih baru dan lebih bisa penetrasi ke
mata, obat ini muncul kembali. Pendekatan ini digunakan pada kasus-kasus yang tidak dilakukan
27
EBRT atau enukleasi, khususnya yang telah lanjut. Carboplatin baik sendiri atau dikombinasi
dengan vincristine da VP16 atau VM26 sudah digunakan. Sekarang kemoreduksi dilakukan
sebagai terapi awal kasus retinoblastoma bilateral dan mengancam fungsi mata.
Kemoterapi
Kemoterapi atau kemoreduksi adalah sebuah metode untuk mengurangi volume tumor
sehingga pengobatan dapat dilakukan dengan lebih focus dan kerusakan dapat lebih minimal.
Tujuan dari kemoreduksi adalah untung mengurangi ukuran tumor sehingga tatalaksana local
dapat dilakukan pada ukuran tumor yang lebih kecil dan dapat mempertahankan visus dan
mungkin dapat menghindari tindakan enukleasi dan EBRT. Telah dilaporkan bahwa pada kasus
retinoblastoma yang telah mendapatkan kemoreduksi 2 siklus mengalami pengurangan ukuran
35% - 50% dari ketebalan tumor. Hal ini menunjukkan bahwa retinoblastoma sensitif terhadap
regimen kemoreduksi.5
Protokol adjuvant kemoterapi masih kontroversial. Belum ada penelitian yang luas,
prospektif dan random. Sebagian besar penelitian didasarkan pada sejumlah kecil pasien dengan
perbedaan resiko relaps. Selain itu juga karena kurang diterimanya secara luas sistem stadium
yang ada dibandingkan dengan berbagai macam variasi. Sebagaian besar penelitian didasarkan
pada gambaran faktor resiko secara histopatologi.
Penentuan stadium secara histopatologi setelah enukleasi sangat penting untuk
menentukan resiko relaps. Banyak peneliti memberikan kemoterapi adjuvant untuk pasien
retinoblastoma intraocular dan memiliki faktor resiko potensial seperti nervus optikus yang
pendek (< 5mm), tumor undifferentiated, atau invasi ke nervus optikus prelaminar. Kemoterapi
intratekal dan radiasi intracranial untuk mencegah penyebaran ke otak tidak dianjurkan.
Apabila penyakitnya sudah menyebar ke ekstraokular, kemoterapi awal dianjurkan.
Meskipun laporan terakhir menemukan bahwa invasi keluar orbita dan limfonodi preaurikular
dihubungkan dengan keluaran yang buruk, sebagian besar pasien ini akan mencapai harapan
hidup yang lebih panjang dengan pendekatan kombinasi kemoterapi, pembeahan dan radiasi.
Meskipun remisi bisa dicapai oleh pasien dengan metastasis, biasanya mempunyai kehidupan
pendek. Hal ini biasanya dikaitkan dengan ekskresi yang berlebihan p 170 glikoprotein pada sel
retinoblastoma, yang dihubungakan dengan multidrug resistance terhadap kemoterapi.
28
Obat yang digunakan adalah carboplatin, cisplatin, etoposid, teniposid, siklosfosfamid,
ifosfamid, vinkristin, adriamisisn, dan akhir-akhir ini adalah dikombinasi dengan idarubisin.
Penggunaan agen kemoterapi bervariasi antar ahli onkologi. Obat-obat yang paling sering
digunakan adalah kombinasi carboplatin, etoposide, dan vinkristin. Biasanya kemoterapi
diberikan sebanyak 6 siklus untuk memberikan hasil reduksi tumor yang adekuat.5
Tabel. 1 Regimen kemoreduksi untuk retinoblastoma intraocular yang diberikan selama siklus 6
bulan5
Perhitungan dosis berdasarkan luas permukaan tubuh :3
Etoposide : 60-120 mg/m2/d IV
Carboplatin : 560 mg/m2 IV
*luas permukaan tubuh6 : √((BB(kg) x TB(cm))/3600)
Setelah dilakukan kemoreduksi 6 siklus, dapat terjadi supresi dari sumsum tulang dan
resiko infeksi. Resiko terjadi kanker lainnya dapat terjadi namun masih belum diketahui secara
pasti tetapi diperkirakan dapat minimal oleh karena pengobatan yang singkat. Leukemia
sekunder perlu diperhatikan pada anak-anak yang menerima etoposide dosis tinggi. Masalah
lainnya dapat berupa ototoksik dan nefrotoksik.5
Prognosis4
Prognosis sangat ditentukan diagnosis dini, dan pengobatan yang cepat dan tepat. Makin
lanjut keadaan penyakit, makin buruk prognosisnya. Di Negara Maju, 95% anak-anak dengan
retinoblastoma mempunyai prognosis yang baik karena mendapat pengobatan yang cepat dan
tepat. Setidaknya 9 dari 10 anak-anak dengan retinoblastoma sembuh.7
29
BAB III
ANALISA KASUS
Diagnosa kerja Retinoblastoma
Pasien ini didiagnosa sebagai Retinoblastoma, berdasarkan:
1. Anamnesa
- Mata kucing yang terlihat terutama apabila mata pasien terkena cahaya yang
terang. White pupillary reflex (cat-eyes reflex) ini sesuai dengan gejala utama
yang terjadi pada kasus retinoblastoma.
- Dalam perjalanan pernyakit, terdapat mata merah. Gejala tersebut sering
ditemukan pada retinoblastoma.
- Mata kiri bengkak dan bernanah yang telah diberikan pengobatan namun tidak
membaik. Hal ini dapat membantu menguatkan diagnosis retinoblastoma. Karena
pada kasus retinoblastoma dapat mungkin terjadi endoftalmitis akibat fragmen
yang terlepas pada vitreus. Fragmen tersebut dapat menutupi massa yang ada pada
retina sehingga dapat menyebabkan salah dalam diagnosis.
- Bola mata yang keluar dari rongga mata kiri. Untuk perjalanan penyakit
retinoblastoma lebih lanjut, massa tumor yang semakin besar dapat menyebabkan
keluarnya dari rongga mata. Hal ini semakin menguatkan diagnosis
retinoblastoma.
- Demam berulang. Hal ini sering ditemukan pada pasien yang mengalami
keganasan.
- Tidak adanya sakit kepala, kelemahan otot, kejang sebelumnya, mengindikasikan
tidak adanya penyebaran ke intrakranial.
2. Pemeriksaan fisik
- Pada mata : OS : masa pada rongga orbita, konjungtiva sulit dinilai, sclera sulit
dinilai, reflex cahaya sulit dinilai.
- Tidak ada kelenjar getah bening yang teraba. Mengindikasikan belum adanya
penyebaran regional.
30
3. Pemeriksaan laboratorium
- Anemia normositik normokrom yang terjadi akibat keganasan
- Kenaikan enzim liver (SGOT) dapat terjadi akibat pemberian kemoterapi.
Terutama etoposide yang dimetabolisme di liver.
4. Pemeriksaan Radiologi
- Telah dilakukan pemeriksaan radiologi berupa CT scan orbita. Dimana dikatakan
bahwa terdapat massa tumor intraorbita yang melibatkan okuli kiri serta
kalsifikasi intralesion. Menurut kepustakaan adanya kalsifikasi intraocular pada
pemeriksaan CT Scan menunjukkan kemungkinan retinoblastoma, tetapi tidak
patognomonik.
- Didasarkan pemeriksaan CT scan orbita dan CT scan kepala, menegaskan bahwa
tidak adanya infiltrasi maupun metastasis ke intracranial.
Menyingkirkan Diagnosa banding karena
1. Katarak kongenital. Biasanya terjadi dikarenakan oleh adanya infeksi intrauterin
dan penyakit metabolik. Dimana pada kehamilan, tidak terdapat adanya infeksi
dan dilakukan ante natal care yang teratur. Dan juga pada katarak kongenital
terlihat pupil yang putih walaupun dengan cahaya ruangan dikarenakan lensa
yang putih.
Menurut kepustakaan retinoblastoma merupakan satu dari sedikit kanker anak yang dapat
didiagnosa secara akurat tanpa konfirmasi histopatologi.
Penatalaksanaan pasien
Pada pasien ini dilakukan pengobatan kemoterapi. Dilakukan pemberian kemoterapi
dengan vinkristin, etoposide, dan carboplatin. Hal ini sesuai dengan kepustakaan terakhir.
Dikatakan bahwa kemoterapi sudah dibuktikan tidak berguna namun dengan penggunaan obat
yang lebih baru dan lebih dapat penetrasi ke mata , pengobatan kemoterapi dilakukan kembali.
Pendekatan ini digunakan pada kasus-kasus yang tidak dilakukan EBRT, enukleasi dan
khususnya yang telah lanjut. Pada kasus pasien ini, perkembangan retinoblastoma sudah
31
mencapat stadium yang lanjut (Stadium VB menurut Reese Ellsworth) dimana massa tumor
protrusi dari rongga orbita dengan ukuran mencapai 4,89 x 4,1 x 7,15 cm.
Penggunaan agen kemoterapi juga sudah sesuai dengan yang disarankan kepustakaan
terakhir, yaitu kombinasi vinkristin, etoposide dan carboplatin. Dosis yang digunakan pada
pasien ini :
- Vinkristin : 0.75 mg
- Etoposide : 150mg/m2 75mg
- Carboplatin : 560mg/m2 280 mg
*BB : 10 kg, TB : 83 cm, LPT (luas permukaan tubuh) : 0,48 m2 ≈ 0.5 m
2
Namun untuk pemberian dosis pada vinkristin dan etoposide belum sesuai dengan
kepustakaan yang ada. Menurut kepustakaan dosis untuk vinkristin sebesar 0,05 mg/kg, dimana
dosis seharusnya pada pasien ini sebesar 0.50 mg. Untuk dosis etoposide menurut kepustakaan
5mg/kg atau 60 – 120mg/m2, sehingga dosis seharusnya untuk pasien ini sebesar 50 mg atau 30-
60mg.
Agen kemoterapi tersebut mempunyai mekanisme yang berbeda :
- Vinkristin : menginhibisi sintesis DNA/RNA.
- Etoposide : mencegah replikasi DNA, menginduksi fase G2, dan membunuh sel
pada fase G2 dan fase S.
- Carboplatin : membuat terjadinya cross-link pada DNA
Pada pasien ini diberikan pula pengobatan suportif berupa asam folat 1 mg, vitamin b
komplex 1 tablet, dan vitamin c 25 mg. Pemberian asam folat dapat berguna untuk membantu
penyerapan nutrisi pada pencernaan dan membantu pembentukan sel darah merah serta
membantu memproduksi DNA. Sel memerlukan asam folat untuk membuat dan memperbaiki
DNA ketika sel membelah untuk membentuk sel baru. Beberapa peneliti percaya bahwa
kekurangan asam folat dapat menyebabkan perubahan kimia yang mempengaruhi DNA
sehingga akhirnya mengganggu pemecahan sel yang mungkin dapat menjadi sel kanker.8 Selain
itu, menurut kepustakaan asam folat juga dapat berguna dalam mengurangi mual dan muntah,
dimana pada pasien-pasien dengan pengobatan kemoterapi sering terjadi efek samping berupa
mual dan muntah. Dosis yang diberikan pada pasien ini sudah sesuai dengan kepustakaan yang
ada.
32
Vitamin B kompleks diberikan membantu metabolisme, meningkatkan sistem imun dan
sistem saraf, menjaga kulit dan otot, membantu dalam perkembangan sel dan divisi. Dosis yang
diberikan sesuai dengan kepustakaan yang ada. Vitamin C diberikan untuk meningkatkan daya
tahan tubuh dan sebagai anti oksidan. Dosis yang diberikan sudah sesuai dengan kepustakaan
yang ada.
Untuk nutrisi pasien diberikan makan biasa 3x sehari. Menurut kepustakaan untuk gizi
kurang pada pasien yang rawat jalan diberikan nasihat pemberian makanan dan vitamin serta
selalu memantau kenaikan berat badan pasien.9
Pada saat datang ke rumah sakit untuk melakukan kemoterapi siklus yang ke 3, dilakukan
pemeriksaan darah dan didapatkan bahwa nilai bilirubin yang dalam batas ambang atas dan
SGOT yang meningkat. Hal ini menyebabkan pelaksanaan kemoterapi ditunda, mengingat efek
samping obat kemoterapi yang hepatotoksik.
Prognosis pasien ini, untuk fungsi dari mata kiri pasien, sudah tidak dapat digunakan lagi.
Hal ini melihat bahwa tumor sudah mencapai nervus optikus dan meluas sampai otot-otot mata
maka penglihatan sudah rusak dan tidak dapat diperbaiki kembali. Untuk sanactionam dubia ad
bonam. Pada kasus-kasus retinoblastoma dengan pengobatan yang adekuat dapat memberikan
kesembuhan. Dikatakan dalam kepustakaan bahwa 9 dari 10 anak-anak dengan retinoblastoma
sembuh. Dengan melihat tatalaksana pada pasien ini dengan menggunakan kemoterapi, juga
dapat mengurangi resiko metastasis. Namun kemungkinan untuk muncul kembali masih ada.
Diperlukan evaluasi setiap 2 – 4 bulan untuk memonitor rekurensi.
Adapun perlu dilakukan monitoring pada pasien ini, berupa :
- Kemungkinan adanya metastasis
- Fungsi hati dengan memeriksakan SGPT, SGOT dan bilirubin. Hal ini penting terutama
untung pengobatan. Dimana etoposide dimetabolisme di hati.
- Fungsi ginjal dengan memeriksakan ureum dan kreatinin. Mengingat obat kemoterapi
yang diberikan carboplatin tidak boleh diberikan dengan gangguan ginjal karena
nefrotoksik
33
Kesimpulan :
1. Adanya gejala mata kucing atau white pupillary reflex dapat menjadi indikasi utama
dalam mendiagnosis retinoblastoma. Pemeriksaan lebih lanjut seperti optalmoskopi, slit
lamp segera dilakukan sehingga diagnosis semakin cepat ditegakkan.
2. Semakin cepat diagnosis ditegakkan maka semakin dini pengobatan dapat diberikan
sehingga dapat menghasilkan angka kesembuhan yang lebih baik. Terapi yang diberikan
terdiri dari kuratif dan suportif. Serta aspek psikososial juga harus diperhatikan
3. Pemantauan efek samping obat juga perlu diperhatikan.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. H. Bambang Permono, Sutaryo, dkk. Retinoblastoma. Buku Ajar Hematologi-Onkologi
Anak. Cetakan ke 3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010 : 302 – 309.
2. Paul Riordan-Eva, John P. Whitcher. Retina. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.
Edisi 17. EGC. 2007 : 12 – 14.
3. Marichelle Aventura Isidro, MD. Retinoblastoma. Tersedia pada
http://emedicine.medscape.com/article/1222849-overview. Di akses pada 23 Januari
2012.
4. Anonim. Retinoblastoma. Tersedia pada :
http://www.docstoc.com/docs/42221250/Retino-blastoma2. Di akses pada : 18 Januari
2012.
5. Carol L. Shields, MD; Jerry A. Shields, MD. Diagnosis and Management of
Retinoblastoma. Cancer Control. Journal of Moffitt Cancer Center and Research Institute,
Inc. 2004 : 11(5)
6. Anonim. Sindrom Nefrotik. Tersedia pada : http://www.untukku.com/artikel-
untukku/sindrom-nefrotik-penyakit-ginjal-‘bocor’-untukku.html. Diakses pada 23 Januari
2012.
7. Anonim. Retinoblastoma in Children. Tersedia pada :
http://www.macmillan.org.uk/Cancerinformation/Cancertypes/Childrenscancers/Typesof
childrenscancers/Retinoblastoma.aspx. Diakses pada 23 Januari 2012.
8. Anonim. Folic Acid. American Cancer Society. Tersedia pada :
http://www.cancer.org/Treatment/TreatmentsandSideEffects/ComplementaryandAlternati
veMedicine/HerbsVitaminsandMinerals/folic-acid. Diakses pada : 23 Januari 2012.
9. Herry Garna, Heda Melinda. Kurang Energi Protein. Pedoman Diagnosis dan Terapi.
Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Edisi ke 3. 2005 : 50.