badan penelitian dan pengembangan kota …...laporan akhir “kajian kriteria kemiskinan di kota...

176
1 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial” Tahun 2018 1.1. Latar Belakang Menghapus segala bentuk kemiskinan merupakan salah satu tujuan yang dicanangkan oleh pemerintah dalam agenda SDGs di Indonesia selama 15 tahun ke depan. Propinsi Kalimantan Tengah sebagai salah satu wilayah di Indonesia, masih terdapat penduduk yang masuk dalam kriteria miskin. Meskipun angka kemiskinan makro Provinsi Kalimantan Tengah semakin menurun, namun hingga tahun 2017 masih terdapat 139.161 orang masuk kategori miskin. Mayoritas penduduk miskin di Provinsi Kalimantan Tengah berada di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Kapuas dan Seruyan. Sebesar 42,83 persen dari total penduduk miskin di Provinsi Kalimantan Tengah tinggal di empat kabupaten ini. Sedangkan Kota Palangka Raya, sebagai Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah, memiliki jumlah penduduk miskin kedua terendah (3,75%) setelah Kabupaten Sukamara (3,73%) (BPS Kalimantan Tengah, 2017). Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007) menyatakan bahwa, kemiskinan sering dianalogikan dengan sifat kekurangan dan ketidakberdayaan. Analogi ini mengakibatkan definisi kemiskinan

Upload: others

Post on 13-Feb-2020

19 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

1 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

1.1. Latar Belakang

Menghapus segala bentuk kemiskinan merupakan salah satu

tujuan yang dicanangkan oleh pemerintah dalam agenda SDGs di

Indonesia selama 15 tahun ke depan. Propinsi Kalimantan Tengah

sebagai salah satu wilayah di Indonesia, masih terdapat penduduk

yang masuk dalam kriteria miskin. Meskipun angka kemiskinan

makro Provinsi Kalimantan Tengah semakin menurun, namun

hingga tahun 2017 masih terdapat 139.161 orang masuk kategori

miskin. Mayoritas penduduk miskin di Provinsi Kalimantan Tengah

berada di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur,

Kapuas dan Seruyan. Sebesar 42,83 persen dari total penduduk

miskin di Provinsi Kalimantan Tengah tinggal di empat kabupaten

ini. Sedangkan Kota Palangka Raya, sebagai Ibukota Propinsi

Kalimantan Tengah, memiliki jumlah penduduk miskin kedua

terendah (3,75%) setelah Kabupaten Sukamara (3,73%) (BPS

Kalimantan Tengah, 2017).

Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007) menyatakan bahwa,

kemiskinan sering dianalogikan dengan sifat kekurangan dan

ketidakberdayaan. Analogi ini mengakibatkan definisi kemiskinan

2 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

menjadi sangat luas, sehingga kita kesulitan untuk memahaminya.

Pengukuran kemiskinan adalah isu yang senantiasa menjadi

perdebatan karena sulit diukur sehingga perlu kesepakatan

mengenai pendekatan pengukuran yang dipakai (BPS Kalimantan

Tengah, 2017). Keberagaman pandangan tentang kemiskinan

menunjukan bahwa masalah kemiskinan merupakan fenomena

multi dimensi.

Hingga saat ini masih terdapat berbagai perbedaan dalam

pengukuran indikator kemiskinan yang dilakukan berbagai pihak,

baik yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian

Sosial RI, BKKBN, Bank Dunia, Bappenas, dan Tim Nasional

Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Ada berbagai

pendekatan dalam memahami kemiskinan, antara lain pendekatan

kebutuhan dasar (basic need), pendekatan rumah tangga

(household), pendekatan berkarakteristik nilai local (local value),

pendekatan kesenjangan wilayah (regional disparity).

Diantara semua pendekatan itu, pendekatan kebutuhan dasar

yang paling banyak dipakai, sebagaimana yang dilakukan oleh

Badan Pusat Statistik (BPS). Konsep kemiskinan yang digunakan

oleh BPS adalah kemampuan seseorang atau rumah tangga dalam

memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Berdasarkan

pendekatan ini, BPS merumuskan kemiskinan sebagai

ketidakmampuan seseorang atau rumah tangga dari sisi ekonomi

3 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan

yang diukur dari sisi pengeluaran. Pengeluaran per kapita per bulan

dipakai sebagai variable yang akan dibandingkan dengan besarnya

nilai Garis Kemiskinan (GK) untuk menentukan seseorang

dikategorikan miskin atau tidak miskin. Seseorang yang mempunyai

rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah GK,

dikategorikan sebagai penduduk miskin.

Disamping penilaian berdasarkan kriteria BPS, Kemensos

menambahkan bahwa, penilaian kemiskinan tidak hanya ditandai

dengan rendahnya pendapatan, kemiskinan juga dapat ditandai

dengan tidak adanya kesempatan mencapai standar hidup tertentu

seperti kecukupan pangan, kesehatan, keterlibatan dengan

lingkungan sosial, penghargaan masyarakat, serta pendidikan yang

memadai. Masalah kemiskinan juga dapat ditandai dengan adanya

kerentanan, ketidakberdayaan, keterisolasian, dan ketidakmampuan

dalam menyampaikan aspirasi (AntaraNews.Com,2015).

Adanya berbagai perbedaan dalam pengukuran terhadap

kriteria kemiskinan dapat menghasilkan penarikan kesimpulan yang

juga berbeda. SMERU (2016) menunjukkan bahwa, dari berbagai

kriteria untuk menentukan kemiskinan atau penduduk miskin yang

ditetapkan oleh berbagai lembaga, dan berdasarkan studi-studi yang

pernah dilakukan SMERU, disimpulkan bahwa untuk menentukan

kemiskinan di Indonesia diperlukan kearifan lokal bagi para

4 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

pemangku kepentingan, seperti pemerintah lokal, organisasi

nonpemerintah, dan lembaga lainnya. Hal ini disebabkan oleh

kenyataan bahwa karakteristik kemiskinan di suatu wilayah

berbeda dengan karakteristik kemiskinan di wilayah lain.

Berkaitan dengan upaya penurunan angka kemiskinan di Kota

Palangka Raya, Pemerintah Kota Palangka Raya sangat menyadari

bahwa untuk menyusun strategi dan penanggulangan kemiskinan

itu diperlukan data dan informasi tentang realitas kemiskinan baik

untuk target kewilayahan maupun target sasaran (kelompok

masyarakat secara langsung). Data pendekatan kewilayahan

(geografis) dalam penanggulangan kemiskinan ini penting bagi

penyusunan staregi pembangunan berkepentingan. Sedangkan data

yang lebih mikro (target sasaran secara langsung), diperlukan untuk

menghasilkan informasi bagi penentuan intervensi kebijakan

peningkatan kesejahteraan rumahtangga miskin secara

kewilayahan.

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dikaji kriteria

kemiskinan yang sesuai dengan kebutuhan lokal bagi pemangku

kepentingan di Kota Palangka Raya. Penyusunan kriteria

kemiskinan untuk Kota Palangka Raya ini dilakukan dengan

menyelaraskan berbagai kriteria kemiskinan yang telah dihasilkan

oleh lembaga-lembaga yang ada. Hal ini perlu dilakukan agar

nantinya penggunaan kriteria kemiskinan tersebut relevan atau

5 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

tepat sasaran dengan berbagai program bantuan penanggulangan

kemiskinan yang dilakukan Pemerintah Kota Palangka Raya

Masyarakat miskin dapat diidentikkan sebagai Penyandang

Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Dalam usaha memberikan

pelayanan sosial untuk mengatasi masalah PMKS diperlukan

sumber yang dapat dipergunakan dan mendukung, sehingga

masalah atau kebutuhan yang didapat oleh PMKS dapat teratasi.

Untuk mengatasi PMKS tersebut, Pemerintah Kota Palangka Raya

tidak bisa bekerja sendiri. Peran serta dari seluruh elemen

pemerintah dan masyarakat, baik lembaga maupun perorangan

sangat diperlukan. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan

potensi dan sumber kesejahteraan sosial (PSKS) yang ada di kota

Palangka Raya. Menurut Peraturan Menteri Sosial Republik

Indonesia Nomor 8 tahun 2012, potensi-potensi sumber

dimasyarakat yang dapat berkontribusi menangani permasalahan

sosial diidentifikasi sebanyak 12 (dua belas) jenis, yang selanjutnya

disebut Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS).

Mengingat pentingnya data kemiskinan untuk bahan

pengambilan kebijakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

masyarakat Kota Palangka Raya dan pentingnya keberadaan Potensi

dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dalam membantu

menangani masalah sosial. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian

mengenai kriteria kemiskinan rumah tangga di Kota Palangka Raya

6 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

dan kontribusi PSKS dalam penanganan masalah sosial.

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah kajian

ini adalah:

1. Apakah pengukuran kemiskinan rumah tangga yang digunakan

untuk penilaian masyarakat miskin selama ini sudah sesuai

dengan kebutuhan program pengentasan kemiskinan yang

dilakukan Pemerintah Kota Palangka Raya.

2. Bagaimana kontribusi Potensi Dan Sumber Kesejahteraan Sosial

(PSKS) dalam pengentasan kemiskinan di Kota Palangka Raya?.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dari kajian ini adalah untuk mengetahui kriteria

rumah tangga miskin yang sesuai dengan kebutuhan Pemerintah

Kota Palangka Raya dan mengetahui kontribusi potensi dan sumber

kesejahteraan sosial dalam penanganan masalah sosial khususnya

dalam pengentasan kemiskinan di Kota Palangka Raya.

Selanjutnya tujuan dari kajian ini, adalah sebagai berikut:

1. Menyusun kriteria kemiskinan rumah tangga di Kota Palangka

Raya yang sesuai dengan kebutuhan program pengentasan

kemiskinan yang dilakukan Pemerintah Kota Palangka Raya.

2. Mengidentifikasi Potensi Dan Sumber Kesejahteraan Sosial(PSKS)

dan Menilai kontribusi Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial

(PSKS) dalam pengentasan kemiskinan di Kota Palangka Raya.

7 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

1.3. Hasil dan Manfaat

Hasil kajian ini adalah :

1. Tersusunnya kriteria kemiskinan rumah tangga yang sesuai

dengan kebutuhan penyusunan program pengentasan

kemiskinan di Kota Palangka Raya

2. Teridentifikasinya Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial

(PSKS) di Kota Palangka Raya dan kontribusi Potensi dan Sumber

Kesejahteraan Sosial (PSKS) dalam penanganan masalah sosial,

khususnya pengentasan kemiskinan di Kota Palangka Raya.

Manfaat kajian ini adalah

1. Sebagai rekomendasi bagi Pemerintah Kota Palangka Raya dalam

pengambilan kebijakan pengentasan kemiskinan di Kota

Palangka Raya,

2. Sebagai rekomendasi bagi Pemerintah Kota Palangka Raya dalam

penguatan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) yang

ada di Kota Palangka Raya.

1.4. Ruang Lingkup

1.4.1. Ruang Lingkup Wilayah

Berdasarkan data masyarakat Kota Palangka Raya yang

masuk dalam daftar Basis Data Terpadu (BDT) PFM Tahun 2018

yang di keluarkan oleh Dinas Sosial Kota Palangka Raya, maka

ruang lingkup wilayah kajian ini adalah diarahkan pada 5 (lima)

8 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Kecamatan di Kota Palangka Raya yaitu Kecamatan: Pahandut;

Sabangau; Jekan Raya; Bukit Batu; dan Rakumpit.

1.4.2. Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup kegiatan kajian ini adalah ::

1. Melakukan komparasi terhadap pengukuran kriteria kemiskinan

rumah tangga yang dilakukan oleh: a) Badan Pusat Statistik

(BPS) Kota Palangka; b) Badan Koordinasi Keluarga Berencana

Nasional (BKKBN) Kota Palangka Raya; c) Dinas Sosial Kota

Palangka Raya.

2. Menyusun kriteria pengukuran kemiskinan yang sesuai dengan

kebutuhan Pemerintah Kota Palangka Raya dalam penanganan

masalah kemiskinan.

3. Mengidentifikasi Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial dalam

penanganan masalah sosial di Kota Palangka Raya

4. Merumuskan strategi di dalam upaya meningkatkan kontribusi

Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dalam

penanganan masalah sosial di Kota Kota Palangka Raya

9 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

1.5. Keluaran

Keluaran yang hendak dicapai dari kegiatan kajian ini adalah:

1. Tersedianya kriteria pengukuran kemiskinan yang sesuai dengan

kebutuhan program pengentasan kemiskinan yang dilakukan

Pemerintah Kota Palangka Raya

2. Terumuskannya rekomendasi kriteria kemiskinan rumah tangga

yang sesuai dengan kebutuhan program pengentasan kemiskinan

yang dilakukan Pemerintah Kota Palangka Raya

3. Teridentifikasinya Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial yang ada

di Kota Palangka Raya

4. Terumuskannya rekomendasi arahan kebijakan pengembangan

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) di Kota Palangka

Raya.

10 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

2.1. Konsep Kemiskinan

2.1.1. Pengertian Kemiskinan

Pandangan konvensional, kemiskinan adalah keadaan dimana

seseorang atau sekelompok orang tidak memiliki pendapatan yang

cukup untuk bisa memenuhi kebutuhan minimum secara layak.

Pandangan konvensionalini hanya memandang kemiskinan dari sisi

ekonomi saja.

Sedangkan menurut Handler dan Hasenfeld (2007),

kemiskinan dapat dilihat dari dua pendekatan yaitu dari sisi: 1)

ekonomi dan 2) sosial. Pertama, dari sisi ekonomi, yaitu berfokus

pada identifikasi pendapatan untuk membeli sekeranjang barang

dan jasa bagi pemenuhan kebutuhan minimal. Kedua,dari sisi sosial

yang terkait dengan tidak hanya pemenuhan aspek materi, tapi juga

kemampuan untuk dapat berpartisipasi secara optimal sebagai

anggota masyarakat. Pendekatan sosial ini didasarkan pada prinsip

moral, bahwa setiap orang harus dapat memanfaatkan beragam

sumber untuk mengembangkan kapasitas mereka dan

mendapatkan kepuasan serta kehidupan yang produktif.

Selanjutnya, menurut Bank Dunia dalam Houghton dan

Kandker (2009) kemiskinan memiliki cakupan yang lebih luas,

11 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

karena terminologi yang digunakan adalah terminologi

kesejahteraan. Dalam konteks ini, orang dikatakan miskin tidak

terbatas pada ketidakmampuannya secara ekonomi dalam

memenuhi kebutuhan hidup minimum, sebagaimana dirumuskan

pandangan konvensional, namun kemiskinan seseorang juga sangat

dipengaruhi oleh dimensi-dimensi lain, seperti kapabilitas individu

yang relatif rendah dan ketidakberfungsian sosial.

Kemiskinan dapat juga didefinisikan sebagai kondisi

ketidakberuntungan. Menurut Chambers (1996) lima

ketidakberuntungan pada keluarga miskin, yaitu kerentanan,

kelemahan fisik, derajat isolasi, keterbatasan pemilikan aset, dan

ketidakberdayaan. Chambers menjelaskan bahwa masyarakat

miskin umumnya ditandai ketidakberdayaan (powerless) untuk 1)

memenuhi kebutuhan dasar; 2) melakukan usaha produktif; 3)

menjangkau sumber daya sosial dan ekonomi; 4) menentukan nasib

sendiri; dan 5) membebaskan diri dari mental dan budaya miskin.

Chambers (1981) dalam Istiana (2011) mengatakan, bahwa

inti dari masalah kemiskinan adalah adanya ’jebakan perampasan’

(deprevation trap). Dalam konteks ini, kemiskinan dilihat dari dua

sisi, yaitu kemiskinan wilayah dan kemiskinan individu. ’Jebakan

perampasan’ dapat diklasifikasikan menjadi lima aspek

ketidakberuntungan (disadvantages) pada kelompok keluarga

miskin, yang terdiri dari: (a) keterbatasan kepemilikan aset (poor);

12 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

(b) kondisi fisik yang lemah (physically weak); (c) keterisolasian

(isolation); (d) kerentanan (vulnerable); dan (e) ketidakberdayaan

(powerless).

Lima aspek ketidakberuntungan menurut Chambers tersebut

menyebabkan kondisi seseorang, kelompok, dan masyarakat

menjadi miskin. Secara faktual, tingkat kemiskinan suatu rumah

tangga yang ditandai dengan keterbatasan pemilikan aset (poor)

terkait erat dengan tingkat kesehatan dan pendidikan. Rendahnya

penghasilan keluarga miskin menyebabkan keluarga tersebut tidak

mampu memenuhi kebutuhan kesehatan dan pendidikan, sehingga

mereka hidup dalam kondisi fisik yang lemah (physically weak) dan

dalam kondisi ketidakberdayaan (powerless). Hal ini menjadikan

mereka hidup dalam kerentanan (vulnerable) dan keterisolasian

(isolation). Kondisi ini menyebabkan keluarga miskin terperangkap

dalam lingkaran kemiskinan. Dengan demikian, untuk mengatasi

masalah kemiskinan langkah pertama yang diambil adalah

meningkatkan jangkauan atau aksesibilitas masyarakat miskin

terhadap layanan publik, khususnya kesehatan dan pendidikan.

Menurut BPS dan Depsos RI (2003) kemiskinan dimaknai

sebagai ketidakmampuan individu untuk memenuhi kebutuhan

dasar minimal untuk hidup layak (inability of the individual to meet

basic needs). Konsep tersebut sejalan dengan konsep Sen Meier

(1989) yang menyatakan bahwa kemiskinan adalah ’the failure to

13 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

have certain minimum capabilities’. Definisi ini mengacu pada

standar kemampuan minimal tertentu, apabila penduduk tidak

mampu melebihi kemampuan minimum tersebut, maka dapat

dianggap sebagai miskin. Perhitungan penduduk miskin di

Indonesia mengikuti konsep ini. Artinya, penduduk yang secara

pendapatan tidak/kurang bisa memenuhi kebutuhan dasar minimal

dianggap miskin. Definisi kemiskinan dengan satu dimensi (ekonomi

semata) dengan standar pemenuhan kebutuhan dasar serta garis

kemiskinan nampaknya kurang memadai untuk menggambarkan

realitas kemiskinan yang sebenarnya. Pandangan ini terlalu sempit

karena masalah kemiskinan tidak hanya sebatas masalah material

saja. Penyebab kemiskinan dapat berasal dari berbagai hal, mulai

dari ketidakadilan distribusi pendapatan, ketimpangan pendidikan,

ketimpangan sosial, ketidakadilan hukum, ketidakmerataan aset,

baik antar wilayah maupun antar daerah dan sebagainya.

Biro Pusat Statistik (2006) membagi kemiskinan menjadi dua,

yaitu kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut. Kemiskinan relatif

didasarkan pada ketidakmampuan seseorang untuk mencapai

standar kehidupan tertentu yang ditetapkan oleh masyarakat

setempat, sehingga proses penentuannya sangatlah subyektif.

Dalam mengidentifikasi dan menentukan sasaran penduduk miskin,

garis kemiskinan relatif mencukupi untuk digunakan, kendati perlu

disesuaikan dengan tingkat pembangunan negara secara

14 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

keseluruhan. Misalnya garis kemiskinan US 1$ per hari mungkin

bermanfaat di Vietnam, ketika 27% penduduk tergolong miskin

dengan standar ini (Haugton, 2000). Sedang kemiskinan absolut

ditentukan berdasarkan ketidakmampuan seseorang dalam

mencukupi kebutuhan pokok minimum. Kebutuhan pokok

minimum ini diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk

uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal

dengan istilah ’garis kemiskinan’. Garis kemiskinan absolut ini tidak

berubah dalam hal standar hidup, karenanya garis kemiskinan

absolut mampu membandingkan kemiskinan secara umum.

Garis kemiskinan menurut Biro Pusat Statistik merupakan

sejumlah uang yang diperlukan oleh setiap individu untuk

memenuhi kebutuhan makan yang setara dengan 2.100 kalori per

orang per hari dan kebutuhan non makanan yang terdiri dari

perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan

aneka barang/jasa lainnya. Individu yang pengeluarannya lebih

rendah daripada garis kemiskinan disebut penduduk miskin, yang

terdiri dari penduduk fakir dan penduduk fakir miskin.

Fakir miskin menurut PP No 42 Tahun 1981 tentang

Pelayanan Kesejahteraan Sosial bagi Fakir Miskin dan Pola

Pembangunan Kesejahteraan Sosial dimaknai sebagai seseorang

yang sama sekali tidak mempunyai mata pencaharian dan tidak

mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang

15 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

layak bagi kemanusiaan atau orang yang mempunyai mata

pencaharian pokok tetapi tidak mencukupi. Lebih jauh Undang-

Undang No 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin

mendefinisikan Fakir Miskin adalah orang yang sama sekali tidak

mempunyai sumber mata pencaharian dan atau mempunyai sumber

mata pencaharian, tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi

kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan

keluarganya. Kelompok fakir miskin dan rentan miskin (seperti

anak-anak, lansia, wanita, dan penyandang disabilitas) inilah yang

menjadi amanah konstitusi sebagai sasaran/target untuk menerima

bantuan negara dalam rangka melindungi dan menyediakan hak-

hak dasar dan atau meningkatkan kemampuan dasar mereka,

sehingga hidup mereka relatif sejahtera.

Kemiskinan dalam konsep kesejahteraan sosial dimaknai

sebagai masalah sosial (ketunaan, keterasingan, kerentanan,

keterlantaran) yang disandang oleh seseorang atau sekelompok

warga masyarakat yang menyebabkan mereka mengalami

keterbatasan tingkat kesejahteraan sosialnya. Kesejahteraan sosial

yang dimaksud menurut UU No 11 Tahun 2009 adalah kondisi

terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga

negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan dirinya

sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Pendapat lain

menyatakan, bahwa kemiskinan bukanlah menyangkut masalah

16 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

material saja tetapi juga menyangkut faktor yang lebih luas.

Heru Nugroho (2000) mengemukakan, kemiskinan merupakan

masalah multidimensional yang tidak saja melibatkan faktor

ekonomi, tetapi juga politik dan budaya. Terkait dengan aspek

budaya, Lewis (1988) mendefinisikan budaya kemiskinan sebagai

suatu adaptasi atau penyesuaian, dan sekaligus juga merupakan

reaksi kaum miskin terhadap kedudukan marginal mereka di

kalangan masyarakat. Saifuddin (2005) menjelaskan budaya

kemiskinan ini merupakan cara hidup yang khas dikembangkan

oleh stratum terbawah masyarakat kapitalistik dalam upaya

merespon kondisi deprivasi ekonomi yang senjang. Lebih jauh

dikemukakan, bahwa ciri-ciri budaya kemiskinan yaitu kurang

efektifnya partisipasi dan integrasi kaum miskin ke dalam lembaga

utama masyarakat.

Friedman dalam Edy Suharto (2005) mendefinisikan

kemiskinan sebagai ketidaksamaan kesempatan untuk

mengakumulasikan basis kekuasaan sosial, meliputi modal

produktif dan aset (misalnya tanah, perumahan, peralatan,

kesehatan), sumber-sumber keuangan (pendapatan, kredit yang

memadai), organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk

mencapai kepentingan dan tujuan bersama (partai politik, koperasi,

kelompok usaha, kelompok simpan pinjam), network atau jaringan

sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang, pengetahuan,

17 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

dan keterampilan serta informasi yang berguna untuk memajukan

hidup.

Kemiskinan menurut World Summit for Social Development di

Kopenhagen, Denmark tahun 1995 memiliki wujud majemuk.

Dalam konteks tersebut, 117 negara peserta mengadopsi deklarasi

dan program aksi termasuk komitmen untuk menghapus ‛absolute

poverty‛ dan menurunkan ‛overall poverty‛. Absolute poverty

didefinisikan sebagai suatu kondisi yang dicirikan kekurangan

parah atas kebutuhan dasar manusia, termasuk pangan, air minum

aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, perumahan, pendidikan, dan

informasi.

Bappenas (2004) mendefinisikan istilah kemiskinan sebagai

kondisi seseorang atau sekelompok masyarakat, baik laki-laki

maupun perempuan yang tidak mampu memenuhi hak dasarnya

untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang

bermartabat. Hak dasar masyarakat antara lain kebutuhan pangan,

kesehatan, pendidikan, pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan,

perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam, lingkungan

yang sehat, rasa aman, baik bagi kaum laki-laki maupun

perempuan, dan persamaan derajat.

18 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

2.1.2. Bentuk dan Jenis Kemiskinan

Kemiskinan memiliki 4 bentuk jika dipandang sebagai

permasalahan multidimensional. Adapun keempat bentuk

kemiskinan tersebut adalah (Suryawati, 2004):

1) Kemiskinan Absolut

Kemiskinan absolut adalah suatu kondisi di mana pendapatan

seseorang atau sekelompok orang berada di bawah garis kemiskinan

sehingga kurang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan standar

untuk pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan

yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup.

Di sini, garis kemiskinan diartikan sebagai pengeluaran rata-

rata atau konsumsi rata-rata untuk kebutuhan pokok berkaitan

dengan pemenuhan standar kesejahteraan. Bentuk kemiskinan

absolut ini paling banyak dipakai sebagai konsep untuk

menentukan atau mendefinisikan kriteria seseorang atau

sekelompok orang yang disebut miskin.

2) Kemiskinan Relatif

Kemiskinan relatif diartikan sebagai bentuk kemiskinan yang

terjadi karena adanya pengaruh kebijakan pembangunan yang

belum menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat sehingga

menyebabkan adanya ketimpangan pendapatan atau ketimpangan

19 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

standar kesejahteraan. Daerah yang belum terjangkau oleh

program-program pembangunan seperti ini umumnya dikenal

dengan istilah daerah tertinggal.

3) Kemiskinan Kultural

Kemiskinan kultural adalah bentuk kemiskinan yang terjadi

sebagai akibat adanya sikap dan kebiasaan seseorang atau

masyarakat yang umumnya berasal dari budaya atau adat istiadat

yang relatif tidak mau untuk memperbaiki taraf hidup dengan tata

cara moderen. Kebiasaan seperti ini dapat berupa sikap malas,

pemboros atau tidak pernah hemat, kurang kreatif, dan relatif pula

bergantung pada pihak lain.

4) Kemiskinan Struktural

Kemiskinan struktural adalah bentuk kemiskinan yang

disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang

pada umumnya terjadi pada suatu tatanan sosial budaya ataupun

sosial politik yang kurang mendukung adanya pembebasan

kemiskinan. Bentuk kemiskinan seperti ini juga terkadang memiliki

unsur diskriminatif.

Bentuk kemiskinan struktural adalah bentuk kemiskinan

yang paling banyak mendapatkan perhatian di bidang ilmu sosial

terutama di kalangan negaranegara pemberi bantuan/pinjaman

20 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

seperti Bank Dunia, IMF, dan Bank Pembangunan Asia. Bentuk

kemiskinan struktural juga dianggap paling banyak menimbulkan

adanya ketiga bentuk kemiskinan yang telah disebutkan

sebelumnya (Jarnasy, 2004).

Setelah dikenal bentuk kemiskinan, dikenal pula dengan jenis

kemiskinan berdasarkan sifatnya. Adapun jenis kemiskinan

berdasarkan sifatnya adalah:

1) Kemiskinan Alamiah

Kemiskinan alamiah adalah kemiskinan yang terbentuk

sebagai akibat adanya kelangkaan sumber daya alam dan minimnya

atau ketiadaan pra sarana umum (jalan raya, listrik, dan air bersih),

dan keadaan tanah yang kurang subur. Daerah-daerah dengan

karakteristik tersebut pada umumnya adalah daerah yang belum

terjangkau oleh kebijakan pembangunan sehingga menjadi daerah

tertinggal.

2) Kemiskinan Buatan

Kemiskinan buatan adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh

system moderenisasi atau pembangunan yang menyebabkan

masyarakat tidak memiliki banyak kesempatan untuk menguasai

sumber daya, sarana, dan fasilitas ekonomi secara merata.

Kemiskinan seperti ini adalah dampak negatif dari

pelaksanaan konsep pembangunan (developmentalism) yang

umumnya dijalankan di negara-negara sedang berkembang. Sasaran

21 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi tinggi mengakibatkan

tidak meratanya pembagian hasil-hasil pembangunan di mana

sektor industry misalnya lebih menikmati tingkat keuntungan

dibandingkan mereka yang bekerja di sektor pertanian.

Kedua jenis kemiskinan di atas seringkali masih dikaitkan

dengan konsep pembangunan yang sejak lama telah dijalankan di

negara-negara sedang berkembang pada dekade 1970an dan 1980an

(Jarnasy, 2004).

2.1.3. Indikator Kemiskinan

Indikator Kemiskinan Menurut Bank Dunia

Pada level internasional, Bank Dunia menyatakan, indikator

utama kemiskinan adalah terbatasnya kepemilikan tanah dan

modal, terbatasnya sarana dan prasarana standar, perbedaan

kesempatan kerja, perbedaan layanan kesehatan yang layak,

perbedaan kesempatan kerja yang layak, perbedaan kualitas

sumberdaya manusia, budaya hidup yang jelek, tata pemerintahan

yang buruk (bad governance) dan pengelolaan sumber daya alam

yang berlebihan, tanpa memperhatikan keberlanjutan lingkungan

(environmental sustainable).

Garis kemiskinan yang dipakai Bank Dunia adalah

pendapatan penduduk rata-rata 1 dolar AS bentuk satuan PPP per

kapita per hari (Deaton,2005). Sedangkan negara maju, seperti

22 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Eropa menetapkan 1/3 dari nilai PDP per tahun sebagai garis

kemiskinan. Oleh karena itu, Kemiskinan menurut Bank Dunia

adalah keadaan tidak tercapainya kehidupan layak dengan

penghasilan USD 1,00 per hari.

Indikator Kemiskinan Menurut BKKBN

Pada awal pemerintahan Orde Baru, data yang dipakai

pemerintah, termasuk data keluarga, terpencar di masing-masing

departemen sesuai dengan kepentingannya. Sistem dan prosedurnya

pun berbeda-beda antara satu departemen dan departemen lainnya

sehingga sulit untuk digabungkan menjadi data nasional.

Kemudian Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional secara

khusus mencatat dan melakukan pemantauan keluarga di Indonesia

dan hasilnya dikumpulkan dalam satu pangkalan data yang bersifat

nasional. Sistem pendataan ini dilakukan secara konsisten dengan

pelaporan bulanan dari pusat kesehatan masyarakat (puskesmas)

kepada BKKBN Pusat, antara lain, tentang data jumlah pengguna

kontrasepsi. Pada 1985 BKKBN mengembangkan sistem

pendataannya dan melakukan survei perencanaan keluarga

nasional. Pada 1994 BKKBN menambah dua bagian dalam

surveinya, yaitu ukuran kesejahteraan keluarga dan karakteristik

demografi keluarga. Bagian kesejahteraan keluarga digunakan

untuk penargetan keluarga miskin yang dibagi dalam lima kategori

kesejahteraan, yaitu keluarga prasejahtera (Pra-KS), keluarga

23 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

sejahtera 1 (KS1), keluarga sejahtera 2 (KS2), keluarga sejahtera 3

(KS3), dan keluarga sejahtera 3 plus (KS3 Plus).

Dalam penentuan kesejahteraan keluarga, BKKBN

menggunakan 23 indikator, yaitu:

1. Anggota keluarga belum melaksanakan ibadah menurut

agamanya;

2. Seluruh anggota keluarga tidak dapat makan minimal dua kali

sehari;

3. Seluruh anggota keluarga tidak memiliki pakaian berbeda

untuk di rumah, bekerja, sekolah, dan bepergian;

4. Bagian terluas dari lantai rumah adalah tanah;

5. Bila anak sakit, tidak dibawa ke sarana kesehatan;

6. Anggota keluarga tidak melaksanakan ibadah agamanya secara

teratur;

7. Keluarga tidak makan daging/ikan/telur minimal sekali

seminggu;

8. Setiap anggota keluarga tidak memperoleh satu stel pakaian

baru dalam setahun;

9. Tidak terpenuhinya luas lantai rumah minimal delapan meter

persegi per penghuni;

10. Ada anggota keluarga yang sakit dalam tiga bulan terakhir;

11. Tidak ada anggota keluarga berumur 15 tahun ke atas yang

berpenghasilan tetap;

24 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

12. Ada anggota keluarga berumur 10–60 tahun yang tidak bisa

baca-tulis;

13. Ada anak berumur 5–15 tahun yang tidak bersekolah;

14. Jika keluarga telah memiliki dua anak atau lebih, tidak

memakai kontrasepsi;

15. Keluarga dapat meningkatkan pengetahuan agamanya;

16. Sebagian penghasilan keluarga ditabung;

17. Keluarga minimal dapat makan bersama sekali dalam sehari dan

saling berkomunikasi;

18. Keluarga ikut berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat;

19. Keluarga melakukan rekreasi di luar rumah minimal sekali

sebulan;

20. Keluarga dapat mengakses berita dari surat kabar, radio, televisi

ataupun majalah;

21. Anggota keluarga dapat menggunakan fasilitas transportasi

lokal;

22. Keluarga berkontribusi secara teratur dalam aktivitas sosial;

dan

23. Minimal satu anggota keluarga aktif dalam pengelolaan lembaga

lokal.

Sebuah keluarga dikategorikan sebagai Pra-KS bila belum bisa

memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs) secara minimal atau

belum bisa memenuhi indikator 1 hingga 5, KS1 bila memenuhi

25 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

indikator 1 hingga 5, KS2 bila memenuhi indikator 1 hingga 14, KS3

bila memenuhi indikator 1 hingga 21, dan dikategorikan KS3 Plus

bila memenuhi seluruh indikator 1 hingga 23. Pendataan

berdasarkan kriteria tersebut dilakukan secara berjenjang. Kader

desa, pembantu pembina keluarga berencana desa (PKBD), dan sub-

PPKBD mendata keluarga di tingkat desa. Kemudian penyuluh

lapangan Keluarga Berencana (PLKB) membuat rekapitulasi hasil

pendataan tersebut untuk dilaporkan ke tingkat kecamatan. Di

tingkat kecamatan pengawas PLKB membuat rekapitulasi dari data

desa-desa yang ada di wilayahnya, kemudian petugas di tingkat

kabupaten/kota mengolah data yang diperoleh dari kecamatan-

kecamatan.

Pada saat terjadi krisis ekonomi 1997/1998, BKKBN

menggolongkan keluarga miskin menjadi Keluarga Prasejahtera Plus

(KPS+), yakni keluarga yang memenuhi kriteria KPS ditambah lima

kriteria lainnya, yaitu: (i) kepala keluarga terkena pemutusan

hubungan kerja (PHK); (ii) anak putus sekolah; (iii) tidak mampu

berobat bila sakit; (iv) tidak mampu makan dua kali sehari; dan (v)

tidak mampu mengonsumsi lauk-pauk yang berprotein.

Data BKKBN ini telah digunakan baik oleh pemerintah

maupun lembaga swasta untuk penargetaan programnya seperti

Program Takesra/Kukesra, dan GN-OTA. Bahkan pada saat krisis

ekonomi 1997/1998, data BKKBN digunakan untuk penargetan

26 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

program-program JPS, misalnya, Program Operasi Pasar Khusus

Beras oleh Badan Urusan Logistik (Bulog).

Indikator Kemiskinan Menurut BPS pada PSE05

Badan Pusat Statistik pada 2005 melakukan pendataan untuk

penargetan Program Bantuan Langsung Tunai dengan berpedoman

pada Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2005. Sistem pendataan

ini disebut Pendataan Sosial-Ekonomi Penduduk Tahun 2005, atau

lebih dikenal sebagai PSE05. Tujuan PSE05 adalah memperoleh

daftar nama dan alamat rumah tangga miskin, urutan rumah

tangga miskin berdasarkan tingkat keparahannya di

kabupaten/kota, dan klasifikasi rumah tangga miskin bila

digolongkan menjadi sangat miskin, miskin, dan hampir miskin.

Pendataan dilakukan dalam unit wilayah Satuan Lingkungan

Setempat (SLS) sebagai basis wilayah kerja. SLS terkecil di wilayah

Indonesia pada umumnya adalah rukun tetangga (RT), atau banjar

di Bali, jurong di Sumatra Barat, dan kampung atau dusun di

wilayah yang belum menggunakan RT.

Dalam menentukan rumah tangga miskin, BPS menggunakan

14 indikator untuk menentukan apakah suatu rumah tangga layak

dikategorikan miskin. Keempat belas variabel tersebut adalah:

1. Luas bangunan;

2. Jenis lantai;

3. Jenis dinding;

27 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

4. Fasilitas buang air besar;

5. Sumber air minum;

6. Sumber penerangan;

7. Jenis bahan bakar untuk memasak;

8. Frekuensi membeli daging, ayam, dan susu dalam seminggu;

9. Frekuensi makan dalam sehari;

10. Jumlah stel pakaian baru yang dibeli dalam setahun;

11. Akses ke puskesmas/poliklinik;

12. Akses ke lapangan pekerjaan;

13. Pendidikan terakhir kepala rumah tangga; dan

14. Kepemilikan beberapa aset.

Dalam PSE05, sebuah rumah tangga dikatakan miskin

apabila:

1. Luas lantai bangunan tempat tinggalnya kurang dari 8 m2 per

orang;

2. Lantai bangunan tempat tinggalnya terbuat dari

tanah/bambu/kayu murahan;

3. Dinding bangunan tempat tinggalnya terbuat dari

bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah atau tembok tanpa

diplester;

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama rumah

tangga lain menggunakan satu jamban;

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik;

28 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

6. Air minum berasal dari sumur/mata air yang tidak

terlindung/sungai/air hujan;

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu

bakar/arang/minyak tanah;

8. Hanya mengonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam

seminggu;

9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun;

10. Hanya mampu makan satu/dua kali dalam sehari;

11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di

puskesmas/poliklinik;

12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani

dengan luas lahan 0,5 ha, buruhtani, nelayan, buruh

bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan

pendapatan di bawah Rp. 600.000 per bulan;

13. pendidikan terakhir kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak

tamat sekolah dasar (SD)/hanya SD; dan

14. tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai

minimal Rp500.000 seperti sepeda motor (kredit/nonkredit),

emas, hewan ternak, kapal motor ataupun barang modal

lainnya.

Dengan menggunakan kriteria tersebut BPS mendatangi

kantong-kantong kemiskinan untuk memperoleh informasi dari

ketua satuan lingkungan setempat, seperti ketua RT ataupun kepala

29 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

dusun, tentang rumah tangga yang betul-betul miskin. Berdasarkan

informasi itu, BPS mendatangi dan mewawancarai kepala atau

anggota rumah tangga tersebut secara lebih terperinci.

Hasil pendataan rumah tangga miskin kemudian ditentukan

skornya 1 atau 0. Skor 1 menunjukkan variabel yang

mengidentifikasi rumah tangga miskin, skor 0 menunjukkan

variabel yang mengidentifikasi rumah tangga tidak miskin. Semakin

banyak skor 1 yang dimiliki sebuah rumah tangga, semakin miskin

rumah tangga tersebut. Meskipun demikian, indikasi rumah tangga

miskin satu wilayah berbeda dengan wilayah lainnya sehingga

diperlukan pembobotan sebagai penimbang dalam penghitungan

rumah tangga miskin.

Dari pembobotan tersebut kemudian dihitung nilai indeks

untuk memperoleh kategori keparahan kemiskinan suatu rumah

tangga yang dibedakan menjadi rumah tangga sangat miskin, rumah

tangga miskin, rumah tangga mendekati miskin, dan rumah tangga

tidak miskin.

Indikator Kemiskinan Menurut BPS pada PPLS 2008

Pemerintah tidak henti-hentinya berupaya mengurangi jumlah

dan tingkat kemiskinan melalui berbagai program. Dalam hal

sasaran program, pemerintah memperbarui sasaran

programnya─misalnya untuk Program BLT─dengan memperbarui

datanya. Pada tahun 2008, pemerintah melalui BPS memperbarui

30 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

data penerima program dengan melakukan pemutakhiran data

PSE05 dan dinamai Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS)

2008. Pemutakhiran data ini dilakukan pada Oktober 2008 dan

dimaksudkan agar manfaat Program BLT menjangkau kalangan

yang lebih luas, yaitu rumah tangga yang terkena dampak kenaikan

harga BBM. Oleh karena itu, pendataan PPLS 2008 tidak hanya

menjaring rumah tangga sangat miskin dan miskinsebagaimana

dalam PSE05, tetapi juga rumah tangga yang mendekati miskin.

Pemutakhiran data PSE05 dalam PPLS 2008 menggunakan

pendekatan karakteristik rumah tangga dengan 14 variabel kualitatif

penjelas kemiskinan, yaitu

1. Luas lantai per kapita,

2. Jenis lantai,

3. Jenis dinding,

4. Fasilitas buang air besar,

5. Sumber air minum,

6. Sumber penerangan,

7. Bahan bakar,

8. Pembelian daging/ayam/susu,

9. Frekuensi makan,

10. Pembelian pakaian baru,

11. Kemampuan berobat,

12. Lapangan usaha kepala rumah tangga,

31 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

13. Pendidikan kepala rumah tangga, dan

14. Aset yang dimiliki.

Pada tahun 2000 Biro Pusat Statistik melakukan studi kriteria

penduduk miskin untuk mengetahui karakteristik rumah tangga

yang mampu mencerminkan kemiskinan secara konseptual /

pendekatan kebutuhan dasar/garis kemiskinan. Hal ini sangat

penting karena pengukuran makro (basic needs) tidak dapat

digunakan untuk mengidentifikasikan rumah tangga atau penduduk

miskin di lapangan. Informasi ini berguna untuk penentuan sasaran

rumah tangga program pengentasan (intervensi program) dan hasil

dari Studi Penentuan Kriteria Penduduk Miskin (SPKM) 2000 ini

menetapkan delapan variabel yang dianggap logik dan operasional

untuk menentukan rumah tangga miskin di lapangan. Delapan

variabel tersebut adalah luas lantai per kapita, jenis lantai, air

minum/ketersediaan air bersih, jenis jamban/WC, kepemilikan

asset, pendapatan, pengeluaran, dan konsumsi lauk pauk.

Indikator Kemiskinan Menurut Departemen Sosial

Kriteria kemiskinan menurut Departemen Sosial (2007) antara

lain:

1. Rendahnya penghasilan;

2. Terbatasnya pemilikan rumah tinggal yang layak huni;

3. Pendidikan dan keterampilan yang rendah;

4. Hubungan sosial dan akses informasi terbatas;

32 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

5. Angka buta huruf (dewasa) adalah proporsi penduduk usia 15

tahun ke atas yang tidak bisa membaca dan menulis dalam

huruf latin atau lainnya;

6. Penolong persalinan oleh tenaga tenaga tradisional, yaitu dukun,

keluarga atau tetangga;

7. Penduduk tanpa akses air bersih;

8. Penduduk tanpa akses sanitasi;

9. Angka kesakitan, yaitu proporsi penduduk yang mempunyai

gangguan kesehatan sehingga menyebabkan terganggunya

aktivitas sehari-hari; dan

10. Angka pengangguran adalah proporsi penduduk yang termasuk

dalam angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan,

mempersiapkan suatu usaha, tidak mencari pekerjaan karena

merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan, dan

sudah mendapat pekerjaan tetapi belum memulai pekerjaan.

Dalam Keputusan Mensos RI No. 146/HUK/2013 tentang

Kriteria Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu disebutkan 11

kriteria Sasaran Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan

Nasional , yaitu:

1. Aspek matapencaharian/pendapatan, yakni tidak mempunyai

sumber pencaharian dan/atau mempunyai mata pencaharian

tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan

dasar.

33 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

2. Aspek jenis pengeluaran, yakni sebagian besar pengeluaran

digunakan untuk memenuhi konsumsi makanan pokok dengan

sangat sederhana.

3. Aspek pemenuhan kebutuhan kesehatan, yakni tidak mampu

atau mengalami kesulitan untuk berobat ke tenaga medis,

kecuali Puskesmas atau yang disubsidi pemerintah.

4. Aspek pemenuhan kebutuhan sandang, yakni tidak mampu

membeli pakaian satu kali dalam satu tahun untuk setiap

anggota rumah tangga.

5. Aspek pemenuhan kebutuhan pendidikan, yakni mempunyai

kemampuan menyekolahkan anaknya hanya sampai jenjang

pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama.

6. Aspek kondisi dinding rumah/tempat tinggal, yakni mempunyai

dinding rumah terbuat dari bambu/kayu/tembok dengan

kondisi tidak baik/kualitas kurang/berlumut atau tembok

tidak diplester.

7. Aspek kondisi lantai/tempat tinggal, yakni kondisi lantai

terbuat dari tanah atau kayu/ semen/ keramik dengan kondisi

tidak baik/kualitas rendah.

8. Aspek kondisi atap rumah/tempat tinggal, yakni atap terbuat

dari ijuk/rumbia atau genteng/seng/asbes dengan kondisi

tidak layak.

9. Aspek kondisi penerangan rumah/tempat tinggal, yakni

34 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

mempunyai penerangan bangunan tempat tinggal bukan dari

listrik atau listrik tanpa meteran.

10. Aspek luas lantai rumah/tempat tinggal , yakni luas lantai

rumah kecil kurang dari 8 m2/ orang

11. Aspek sumber air minum, yakni mempunyai sumber air minum

berasal dari sumur atau mata air tak terlindungi/air sungai/air

hujan/lainnya.

Indikator Kemiskinan Menurut Pemerintah Kota Palangka

Raya/Dinas Sosial

Acuan untuk kategorik rumah tangga miskin di Kota Palangka

Raya adalah :

1. Kepala Keluarga berpenghasilan dibawah Rp. 600.000,- (enam

ratus ribu rupiah) perbulan

2. Tempat Tinggal yang kurang dari 8 (delapan) m².

3. Jenis tempat tinggal Atap Lantai Dinding (Aladin) yang

berkualitas rendah, kurang memadai, bahan kayu/bambu atau

rumbia, lantai masih tanah/cor biasa.

4. Tidak memiliki fasilitas MCK yang layak sesuai sanitasi utk

kesehatan masyarakat.

5. Memiliki anak usia sekolah yang tidak bisa disekolahkan karena

ketidakadaan biaya sekolah.

6. Hanya mengkonsumsi sumber protein (susu, daging

35 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

merah/ayam) dalam 1 minggu sekali.

7. Tidak mampu untuk membayar biaya pengobatan di fasilitas

kesehatan (faskes) apabila sakit

2.1.4. Garis Kemiskinan

Garis kemiskinan merupakan salah satu indikator kemiskinan

yang menyatakan rata-rata pengeluaran makanan dan non-

makanan per kapita pada kelompok referensi (reference population)

yang telah ditetapkan (BPS, 2004). Kelompok referensi ini

didefinisikan sebagai penduduk kelas marjinal, yaitu mereka yang

hidupnya dikategorikan berada sedikit di atas garis kemiskinan.

Berdasarkan definisi dari BPS, garis kemiskinan dapat

diartikan sebagai batas konsumsi minimum dari kelompok

masyarakat marjinal yang berada pada referensi pendapatan sedikit

lebih besar daripada pendapatan terendah. Pada prinsipnya,

indikator garis kemiskinan mengukur kemampuan pendapatan

dalam memenuhi kebutuhan pokok/dasar atau mengukur daya beli

minimum masyarakat di suatu daerah. Konsumsi yang

dimaksudkan dalam garis kemiskinan ini meliputi konsumsi untuk

sandang, pangan, perumahan, kesehatan, dan pendidikan

(Suryawati, 2004).

36 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

2.2. Masalah Sosial, Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial

(PSKS)

2.2.1. Masalah Sosial

Masalah sosial merupakan suatu fenomena yang mempunyai

berbagai dimensi. Oleh karena itu untuk memahami berbagai

masalah kesejahteraan sosial, maka harus dimengerti dahulu apa

masalah sosial itu sendiri, agar dapat mengetahui karakteristik dan

batas-batas dari masalah kesejahteraan sosial, sehinggga dapat

mengklasifikasikanya.

Secara sederhana konsep masalah sosial seringkali dikaitkan

dengan masalah yang tumbuh atau berkembang dalam kehidupan

komunitas. Namun demikian berdasar dimensi sosiologi tidak

semua masalah dan/atau berkembang dalam suatu kehidupan

komunitas adalah masalah sosial. Istilah sosial disini tidaklah

identik dengan komunitas, namun hanya menunjukkan bahwa

masalah itu berkaitan dengan tata interaksi, interrelasi dan

interdependensi antar-anggota komunitas. Dengan kata lain, istilah

sosial dalam masalah sosial menunjukkan bahwa masalah itu

berkaitan dengan perilaku masyarakat. Oleh karena itu secara

teoritik, ada banyak faktor penyebab terhadap tumbuh dan/atau

berkembangnya suatu masalah sosial.

Secara umum, faktor penyebab itu meliputi faktor struktural,

yaitu pola-pola hubungan antar individu dalam kehidupan

37 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

komunitas, dan faktor kultural, yaitu nilai-nilai yang tumbuh

dan/atau berkembang dalam kehidupan komunitas. Adanya

perubahan atas kedua faktor itulah, yang selama ini diteorikan

sebagai faktor penyebab utama munculnya suatu masalah sosial.

(Singgih, 2006).

Jensen (1992) dalam Suharto (2005) mengartikan masalah

sebagai: “Perbedaan antara harapan dan kenyataan atau sebagai

kesenjangan antara situasi yang ada dengan situasi yang

seharusnya”. Selanjutnya Soetomo (2008) menyatakan bahwa,

masalah sosial ditafsirkan sebagai suatu kondisi yang tidak

diinginkan oleh sebagian besar masyarakat. Hal itu disebabkan

karena gejala tersebut merupakan kondisi yang tidak sesuai dengan

harapan atau tidak sesuai dengan nilai, norma dan standar sosial

yang berlaku. Kondisi masalah sosial juga dipertegas oleh Horton

dan Leslie (1982) yang menyatakan bahwa, masalah sosial adalah:

“Suatu kondisi yang dirasakan banyak orang tidak menyenangkan

serta menuntut pemecahan melalui aksi sosial secara kolektif”.

Dapat disimpulkan bahwa masalah sosial memiliki karakteristik

sebagai berikut:

a. Kondisi yang dirasakan banyak orang, dimana suatu masalah

baru dapat dikatakan sebagai masalah sosial apabila kondisinya

dirasakan oleh banyak orang.

b. Kondisi yang dinilai tidak menyenangkan, dimana penilaian

38 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

masyarakat sangat penting dalam menentukan suatu kondisi

sebagai masalah sosial. Suatu kondisi dapat dianggap sebagai

masalah sosial oleh masyarakat tertentu tetapi tidak oleh

masyarakat lainnya. Ukuran baik atau buruk sangat tergantung

pada nilai atau norma yang dianut masyarakat.

c. Kondisi yang menuntut pemecahan. Suatu kondisi yang tidak

menyenangkan senantiasa menuntut pemecahan. Umumnya ,

suatu kondisi dianggap perlu dipecahkan jika masyarakat

merasa bahwa kondisi tersebut memang dapat dipecahkan

d. Pemecahan tersebut harus dilakukan melalui aksi sosial secara

kolektif. Masalah sosial berbeda dengan masalah individual,

masalah individu dapat diatasi secara individual, sedangkan

masalah sosial hanya dapat diatasi melalui rekayasa sosial

seperti aksi sosial

Setiap masyarakat dimanapun senantiasa memiliki masalah

dan kebutuhan. Agar mencapai tujuan yang diharapkan,

penanganan masalah harus dimulai dari perumusan masalah sosial.

Penanganan masalah sosial harus mampu merespon masalah dan

kebutuhan manusia dalam masyarakat yang senantiasa berubah,

meningkatkan keadilan serta hak azasi manusia, serta mengubah

struktur masyarakat yang menghambat pencapaian usaha dan

kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, dalam prakteknya,

penanganan masalah sosial kerap diimplementasikan ke dalam

39 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

program-program kegiatan dari, bagi dan bersama individu,

keluarga, kelompok sosial, organisasi sosial dalam mencapai tujuan

sosial dan menciptakan kondisi yang kondusif untuk mencapai

tujuan-tujuan tersebut.

2.2.2. Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS)

Pengertian kesejahteraan menurut kamus bahasa Indonesia

berasal dari kata sejahtera yang mempunyai makna aman, sentosa,

makmur, dan selamat (terlepas dari segala macam gangguan,

kesukaran, dan sebagainya). Kata sejahtera mengandung pengertian

bahasa sansekerta “catera” yang berarti payung. Catera dalam

konteks kesejahteraan berarti orang yang sejahtera, yakni orang

yang dalam hidupnya bebas dari kemiskinan, kebodohan,

ketakutan, atau kekhawatiran sehingga hidup aman dan tentram,

baik lahir maupun batin (Purwana, 2014). Kesejahteraan secara

umum dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan seseorang dalam

memenuhi kebutuhan primernya (basic needs) berupa sandang,

pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan.

Pengertian kesejahteraan sosial bukanlah hal yang baru, baik

dalam wacana global maupun nasional. Persatuan Bangsa-Bangsa,

misalnya, memberi batasan kesejahteraan sosial sebagai kegiatan-

kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu

individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan

40 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan

kepentingan keluarga dan masyarakat. Pengertian ini menekankan

bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu institusi atau bidang

kegiatan yang melibatkan aktivitas terorganisir yang

diselenggarakan baik oleh lembaga-lembaga pemerintah maupun

swasta yang bertujuan untuk mencegah, mengatasi atau

memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah sosial, dan

peningkatan kualitas hidup individu, kelompok dan masyarakat

(Suharto, 2005)

Kesejahteraan sosial adalah bagian tak terpisahkan dari cita-

cita kemerdekaan dan muara agenda pembangunan negara, oleh

karena itu UUD 1945 mengamanatkan tanggung jawab pemerintah

dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Pembangunan

kesejahteraan sosial juga menjadi tanggung jawab daerah termasuk

didalamnya Pemerintah Kota Palangka Raya

Sumber merupakan segala sesuatu yang memiliki nilai yang

dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan

suatu masalah. Dari definisi tersebut, maka pengertian sumber

kesejahteraan sosial adalah sumber atau potensi yang dapat

digunakan dalam Usaha Kesejahteraan Sosial atau Praktek

Pekerjaan Sosial. Selanjutnya penjelasan mengenai jenis sumber,

yaitu:

41 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

a. Sumber internal dan eksternal

Sumber internal dapat berupa kemampuan intelektual,

imaginasi, kreativitas, motivasi, kegairahan, karakter moral

kekuatan dan ketahanan fisik/jasmani, stamina,

ketampanan/kecantikan serta pengetahuan. Sedang sumber

eksternal dapat berupa harta kekayaan, prestise, mata

pencaharian sanak-saudara yang kaya, teman yang berpengaruh

dan hak jaminan.

b. Sumber formal dan non-formal

Sumber formal dapat berupa tokoh-tokoh formal, organisasi-

organisasi yang secara formal mewakili masyarakat seperti guru,

pekerja sosial, badan konseling, dan badan-badan sosial

pemberdayaan. Sedangkan sumber non-formal dapat berupa

dukungan emosional maupun sosial dari kerabat, teman serta

tetangga. Sumber tersebut merupakan bagian dari sistem sumber

pertolongan alamiah.

c. Sumber manusia dan non-manusia

Sumber manusia adalah orang-orang yang mempunyai

kemampuan dan kekuatan untuk digali dan dimanfaatkan untuk

membantu memecahkan permasalahan PMKS. Sedangkan

sumber non-manusia adalah sumber-sumber material atau

benda.

42 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

d. Sumber simbolik-pertikularistik, kongkrit-universal dan

pertukaran nilai

Sumber simbolik-partikularistik dapat berupa informasi dan

status sosial seseorang. Informasi dan status sosial seseorang di

dalam masyarakat mempunyai arti simbolik yang khusus dan

dapat dipergunakan sebagai sumber yang dapat digali dan

dimanfaatkan. Sumber kongkrit-universal dapat berupa

pelayanan-pelayanan maupun benda-benda kongkrit. Sedangkan

sumber pertukaran nilai dapat berupa kasih sayang maupun

uang.

Selain sumber-sumber yang telah disebutkan, ada juga

sumber-sumber yang berasal dari masyarakat yang disebut juga

dengan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS). Potensi

Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) merupakan bentuk keterlibatan

dari masyarakat dan dunia usaha untuk membantu dalam

penanggulangan masalah kesejahteraan sosial. Dimana peran

masyarakat dalam pelayanan kesejahteraan sosial meliputi peran

perorangan, kelompok, keluarga, organisasi sosial, yayasan, lembaga

swadaya masyarakat, organisasi profesi.

Menurut Peraturan Menteri Sosial Nomor 08 Tahun 2012,

Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disebut

PSKS adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan/atau

masyarakat yang dapat berperan serta untuk menjaga,

43 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

menciptakan, mendukung, dan memperkuat penyelenggaraan

kesejahteraan sosial.

Adapun yang termasuk dan memenuhi kriteria sebagai Potensi

Sumber Kesejahteraan Sosial adalah sebagai berikut:

1. Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik

di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki

kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam

pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan,

dan/atau pengalaman praktek pekerjaan sosial untuk

melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah

sosial.

Kriteria :

a. telah bersertifikasi pekerja sosial profesional; dan

b. melaksanakan praktek pekerjaan sosial.

2. Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) adalah warga masyarakat yang

atas dasar rasa kesadaran dan tanggung jawab sosial serta

didorong oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan dan

kesetiakawanan sosial secara sukarela mengabdi di bidang

kesejahteraan sosial.

Kriteria :

a. Warga Negara Indonesia;

b. laki-laki atau perempuan usia minimal 18 (delapan belas)

tahun;

44 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

c. setia dan taat pada Pancasila dan Undang-Undangan Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

d. bersedia mengabdi untuk kepentingan umum;

e. berkelakuan baik;

f. sehat jasmani dan rohani;

g. telah mengikuti pelatihan PSM; dan

h. berpengalaman sebagai anggota Karang Taruna sebelum

menjadi PSM.

3. Taruna Siaga Bencana (Tagana) adalah seorang relawan yang

berasal dari masyarakat yang memiliki kepedulian dan aktif

dalam penanggulangan bencana.

Kriteria untuk dapat diangkat menjadi Tagana :

a. generasi muda berusia 18 (delapan belas) tahun sampai

dengan 40 (empat puluh) tahun;

b. memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam

penanggulangan bencana;

c. bersedia mengikuti pelatihan yang khusus terkait dengan

penanggulangan bencana;

d. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; dan

e. setia dan taat pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4. Lembaga Kesejahteraan Sosial selanjutnya disebut LKS adalah

organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan

45 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh

masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak

berbadan hukum.

Kriteria :

a. mempunyai nama, struktur dan alamat organisasi yang jelas;

b. mempunyai pengurus dan program kerja;

c. berbadan hukum atau tidak berbadan hukum; dan

d. melaksanakan/mempunyai kegiatan dalam bidang

penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

5. Karang Taruna adalah Organisasi sosial kemasyarakatan sebagai

wadah dan sarana pengembangan setiap anggota masyarakat

yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan

tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama

generasi muda di wilayah desa/kelurahan terutama bergerak di

bidang usaha kesejahteraan sosial.

Kriteria :

a. organisasi kepemudaan berkedudukan di desa/kelurahan;

b. laki-laki atau perempuan yang berusia 13 (tiga belas) tahun

sampai dengan 45 (empat puluh lima) tahun dan berdomisili

di desa;

c. mempunyai nama dan alamat, struktur organisasi dan

susunan kepengurusan; dan

d. keanggotaannya bersifat stelsel pasif.

46 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

6. Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga selanjutnya

disebut (LK3) adalah Suatu Lembaga/Organisasi yang

memberikan pelayanan konseling, konsultasi,

pemberian/penyebarluasan informasi, penjangkauan, advokasi

dan pemberdayaan bagi keluarga secara profesional, termasuk

merujuk sasaran ke lembaga pelayanan lain yang benar-benar

mampu memecahkan masalahnya secara lebih intensif.

Kriteria :

a. Organisasi Sosial;

b. aktifitas memberikan jasa layanan konseling, konsultasi,

informasi, advokasi, rujukan;

c. didirikan secara formal; dan

d. mempunyai struktur organisasi dan pekerja sosial serta

tenaga fungsional yang profesional.

7. Keluarga Pioner adalah keluarga yang mampu mengatasi

masalahnya dengan cara-cara efektif dan bisa dijadikan panutan

bagi keluarga lainnya.

Kriteria:

a. keluarga yang mampu melaksanakan fungsi-fungsi keluarga;

b. keluarga yang mempunyai prilaku yang dapat dijadikan

panutan;

c. keluarga yang mampu mempertahankan keutuhan keluarga

dengan prilaku yang positif; dan

47 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

d. keluarga yang mampu dan mau menularkan perilaku positif

kepada keluarga lainnya.

8. Wahana Kesejahteraan Sosial Keluarga Berbasis Masyarakat

yang selanjutnya disebut (WKSBM) adalah Sistim kerjasama

antar keperangkatan pelayanan sosial di akar rumput yang

terdiri atas usaha kelompok, lembaga maupun jaringan

pendukungnya.

Kriteria :

a. adanya sejumlah perkumpulan, asosiasi, organisasi/kelompok

yang tumbuh dan berkembang di lingkungan RT / RW /

Kampung / Desa / kelurahan / nagari / banjar atau wilayah

adat;

b. jaringan sosial yang berada di RT / RW / Kampung / Desa /

Kelurahan / nagari / banjir atau wilayah adat; dan

c. masing-masing perkumpulan, asosiasi, organisasi kelompok

tersebut secara bersama-sama melaksanakan

penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara sinergis di

lingkungan.

9. Wanita Pemimpin Kesejahteraan Sosial adalah wanita yang

mampu menggerakkan dan memotivasi penyelenggaraan

kesejahteraan sosial di lingkungannya.

Kriteria :

48 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

a. berusia 18 (delapan belas) tahun sampai dengan 59 (lima

puluh sembilan) tahun;

b. berpendidikan minimal SLTP;

c. wanita yang mempunyai potensi untuk menjadi/sudah

menjadi pemimpin dan diakui oleh masyarakat setempat;

d. telah mengikuti pelatihan kepemimpinan wanita di bidang

kesejahteraan sosial; dan

e. memimpin usaha kesejahteraan sosial terutama yang

dilaksanakan oleh wanita di wilayahnya.

10. Penyuluh Sosial :

a. Penyuluh Sosial Fungsional adalah Pegawai Negeri Sipil

(PNS) yang mempunyai jabatan ruang lingkup, tugas,

tanggung jawab, wewenang, untuk melaksanakan kegiatan

penyuluhan bidang penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Kriteria Penyuluh sosial fungsional:

a. berijazah sarjana (S1)/ Diploma IV;

b. paling rendah memiliki pangkat Penata Muda, Golongan

III/a;

c. memiliki pengalaman dalam kegiatan penyuluhan sosial

paling singkat 2 (dua) tahun;

d. telah mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan

fungsional penyuluh sosial;

e. usia paling tinggi 50 (lima puluh) tahun; dan

49 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

f. setiap unsur penilaian prestasi kerja atau pelaksanaan

pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan

(DP-3) paling kurang bernilai baik dalam 1 (satu) tahun

terakhir.

b. Penyuluh Sosial Masyarakat adalah tokoh masyarakat (baik dari

tokoh agama, tokoh adat, tokoh wanita, tokoh pemuda) yang

diberi tugas, tanggung jawab wewewang dan hak oleh pejabat

yang berwenang bidang kesejahteraan sosial (pusat dan daerah)

untuk melakukan kegiatan penyuluhan bidang penyelenggaraan

kesejahteraan sosial.

Kriteria Penyuluh sosial masyarakat :

a. memilki pendidikan minimal SLTP/sederajat;

b. berusia antara 25 (dua puluh lima) tahun sampai dengan 60

(enam puluh) tahun;

c. tokoh agama/tokoh masyarakat/tokoh pemuda/tokoh

adat/tokoh wanita;

d. Pekerja Sosial Masyarakat (PSM);

e. Taruna Siaga Bencana (Tagana);

f. Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamantan (TKSK);

g. Pendamping Keluarga Harapan (PKH);

h. Petugas Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (Petugas

LK3);

i. Manager Kesejahteraan Sosial tingkat desa (Kepala Desa);

50 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

j. memiliki pengaruh terhadap masyarakat tempat domisili;

k. memiliki pengalaman berceramah atau berpidato;

l. paham tentang permasalahan Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial (PMKS); dan

m. memahami pengetahuan tentang Potensi Sumber

Kesejahteraan Sosial.

11. Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan yang selanjutnya

disebut TKSM adalah Tenaga inti pengendali kegiatan

penyelenggaraan kesejahteraan sosial di kecamatan.

Kriteria :

a. berasal dari unsur masyarakat;

b. berdomisili di kecamatan dimana ditugaskan;

c. pendidikan minimal SLTA, diutamakan D3/S1;

d. diutamakan aktifis karang taruna atau PSM;

e. berusia 25 (dua puluh lima) tahun sampai dengan 50 (lima

puluh) tahun;

f. berbadan sehat (keterangan dokter/puskesmas);

g. diutamakan yang sudah mengelola UEP; dan

h. SK ditetapkan oleh Kementerian Sosial.

12. Dunia Usaha adalah organisasi yang bergerak di bidang usaha,

industri atau produk barang atau jasa serta Badan Usaha Milik

Negara, Badan Usaha Milik Daerah, serta/atau wirausahawan

beserta jaringannya yang peduli dan berpartisipasi dalam

51 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagai wujud tanggung

jawab sosial.

Kriteria :

a. peduli dan berpartisipasi dalam penyelenggaraan

kesejahteraan sosial; dan

b. membantu penanganan masalah sosial.

52 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

3.1. Metode Dasar

Metode dasar yang digunakan dalam kegiatan Kajian Kriteria

Kemiskinan di Kota Palangka Raya dan Kontribusi Potensi dan

Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah

Sosial ini adalah metode descriptive analysis, yaitu pemecahan

masalah aktual secara sistematis dari data yang diperoleh dan

dikumpulkan untuk selanjutnya disusun, ditabulasi, dianalisis serta

dijelaskan baik secara kualitatif dan kuantitatif.

Metode penelitian yang relevan adalah pendekatan kuantitatif

dan kualitatif. Kedua pendekatan ini menunjukkan strategi

penelitian yang berbeda. Metode kuantitatif menggunakan teknik

terstruktur dari pengumpulan dan pengukuran data, sedangkan

metode kualitatif mengaplikasikan teknik yang kurang terstruktur

dan kontak langsung dengan orang dan tempat yang diteliti

(Bryman, 2004). Kedua metode tersebut dapat digunakan secara

bersama. Penggunaan lebih dari satu metode dalam sebuah

penelitian dikenal sebagai trianggulasi metode.

53 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

3.2. Lokasi ,Pengambilan Sampel dan Waktu Penelitian

Penentuan lokasi kajian dilakukan dengan metode purposive

pada 5 (lima) wilayah Kecamatan yang ada di Kota Palangka Raya.

Selanjutnya dari masing-masing wilayah Kecamatan tersebut

ditentukan 1 (satu) kelurahan dengan jumlah KK miskin terbanyak

berdasarkan Rekapitulasi Basis Data Terpadu (BDT) PFM 2018 yang

diperoleh dari Dinas Sosial Kota Palangka Raya. Lokasi yang sudah

ditetapkan akan digunakan untuk pengambilan data baik yang

berkaitan dengan pengukuran kriteria kemiskinan maupun yang

berkaitan dengan identifikasi Potensi dan Sumber Kesejahteraan

Sosial (PSKS).

Penentuan jumlah sampel dalam kajian ini dilakukan secara

sengaja (purposive) dengan mendasarkan pada pada data populasi

penduduk miskin sebagaimana Rekapitulasi Basis Data Terpadu

(BDT) PFM 2018 yang diperoleh dari Dinas Sosial Kota Palangka

Raya. Mengingat adanya keterbatasan tenaga , waktu dan biaya

dalam pelaksanaan kajian ini, maka pengambilan sampel penduduk

miskin ditentukan secara sengaja yaitu diambil masing-masing

sebanyak 20 orang dari setiap kelurahan pada setiap kecamatan,

sehingga total sampel yang diambil adalah sebanyak 100 orang.

Secara rinci lokasi dan jumlah sampel dalam kajian ini sebagaimana

pada tabel 3.1.

54 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Tabel 3.1. Lokasi Penelitian dan Pengambilan Sampel.

No. Kecamatan/Kelurahan Jumlah

Penduduk

Miskin (KK) *)

Sampel (orang)

1. Kecamatan Pahandut

a. Kelurahan Pahandut 1.592 20

2. Kecamatan Jekan Raya

b. Kelurahan Palangka 1.121 20

3. Kecamatan Bukit Batu

c. Kelurahan Tangkiling 423 20

4. Kecamatan Sabangau

d. Kelurahan Kalampangan 444 20

5. Kecamatan Rakumpit

e. Kelurahan Mungku Baru 67 20

Total 3.647 100

Sumber: *) Data BDT-PFM, Dinas Sosial Kota Palangka Raya (2018)

Waktu pelaksanaan kajian baik mulai dari tahap persiapan

hingga penyerahan laporan akhir dilaksanakan selama 4 (empat)

bulan yaitu mulai bulan Juli 2018 sampai dengan Oktober 2018.

3.3. Metode Pengumpulan Data

3.3.1. Jenis Data

Data penelitian ini yang dikumpulkan terdiri dari 2 (dua) jenis

sumber data, yakni:

1. Data Primer, yaitu data utama yang diperoleh langsung dari

obyek penelitian melalui wawancara dengan responden dan atau

informan berbagai pihak yang telah ditentukan secara sengaja

(purposive sampling) dan secara insendentil (insendental

sampling) menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner), sehingga

55 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi secara

langsung pada obyek yang dikaji.

Data primer yang dibutuhkan dalam kajian ini meliputi :

a. Data rumah tangga miskin, menggunakan 14 kriteria miskin

dari BPS, yaitu :

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2

per orang

2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah / bamboo

/ kayu murahan

3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu

berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama

dengan rumah tangga lain.

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan

listrik.

6. Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak

terlindung/ sungai/ air hujan.

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu

bakar/ arang/ minyak tanah

8. Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam dalam satu

kali seminggu.

9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun

10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam

56 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

sehari

11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di

puskesmas/ poliklinik

12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani

dengan luas lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh

bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan

lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per

bulan

13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak

sekolah/ tidak tamat SD/ tamat SD.

14. Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual

dengan minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor

kredit/ non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau

barang modal lainnya

b. Data Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS)

berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia

Nomor : 08 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan

Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial, yaitu:

1. Pekerja Sosial Profesional

2. Pekerja Sosial Masyarakat (PSM)

3. Taruna Siaga Bencana (Tagana)

4. Lembaga Kesejahteraan Sosial

57 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

5. Karang Taruna

6. Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga

7. Keluarga pioneer

8. Wahana Kesejahteraan Sosial Keluarga Berbasis

Masyarakat (WKSBM)

9. Wanita Pemimpin Kesejahteraan Sosial

10. Penyuluh Sosial

11. Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSM)

12. Dunia usaha

2. Data sekunder, yaitu data pendukung yang diperoleh melalui

dokumen dan arsip-arsip dari berbagai instansi terkait serta

referensi kepustakaan lainnya, sehingga diharapkan dapat

digunakan untuk menambah datadan informasi terkait dengan

permasalahan yang dikaji.

3.3.2. Teknik Survei Data

Beberapa teknik survei data di lapangan dalam kegiatan

kajian ini, meliputi:

1. Observasi langsung, yaitu teknik pengumpulan data di lapangan

dengan melihat secara langsung situasi dan kondisi eksisting

lokasi kajian.

2. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengajukan

pertanyaan langsung menggunakan kuisioner kepada responden

58 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

maupun informan.

3. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan

pelacakan terhadap dokumen/arsip dari pihak instansi terkait

dan melakukan perekaman/pengambilan gambar terhadap

kondisi eksisting di lapangan.

Tahapan penelitian ini diatur sebagai berikut.

1. Tahap pertama, adalah melakukan observasi ke lapangan

kemudian melakukan wawancara awal dengan masyarakat

berkaitan dengan rumah tangga miskin.

2. Tahap kedua, adalah melakukan wawancara dengan masyarakat

yang masuk dalam kategori miskin, dan mengidentifikasi PSKS

yang ada di wilayah kajian

3. Tahap ketiga, adalah melakukan wawancara dengan pimpinan

wilayah (Camat, Kepala Desa, Ketua RT/RW), wawancara dengan

PSKS di wilayah kajian yang sudah diidentifikasi sebelumnya.

4. Tahap keempat, adalah melakukan wawancara dengan pimpinan

Pemerintah Kota Palangka Raya dan SOPD terkait berkenaan

dengan kebijakan dalam pengentasan kemiskinan dan penguatan

kontribusi PSKS dalam penanganan masalah sosial di Kota

Palangka Raya

59 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

3.3.3. Kaji Banding

Kaji banding, yaitu teknik pengumpulan data dengan

melakukan kunjungan ke suatu daerah lain yang dinilai telah

memiliki pengalaman dan banyak menciptakan terobosan

(pembuatan peraturan/kebijakan, inovasi kegiatan, dll) dalam upaya

pengentasan kemiskinan dan penguatan PSKS di wilayahnya. Hasil

kaji banding tersebut digunakan untuk menambah dan melengkapi

data dan informasi yang ada.

3.4. Metode Analisis Data

Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif.

Pendekatan tersebut digunakan untuk menggali dan mengumpulkan

data dan informasi terkait kriteria penduduk miskin dan identifikasi

Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) di Kota Palangka

Raya, yang nantinya digunakan sebagai acuan kebijakan bagi

Pemerintah Kota Palangka Raya dalam mengimplementasikan

program-program yang berkaitan dengan upaya pengentasan

kemiskinan di Kota Palangka Raya. Data dan informasi hasil kajian

diolah, dianalisis dan diinterpretasikan secara komprehensif

sehingga mampu menjabarkan temuan penelitian, kesimpulan dan

rekomendasi penelitian secara valid dan akurat sesuai kaidah

ilmiah.

60 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Sebagaimana pendekatan penelitian yang digunakan, maka

untuk menjawab tujuan penelitian 1 (pertama) menggunakan

analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif yakni untuk mengukur

kriteria kemiskinanrumah tangga di Kota Palangka Raya.

Selanjutnya untuk menjawab tujuan penelitian 2 (kedua)

menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif, yakni

untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan kontribusi Potensi dan

Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dalam penanganan masalah

sosial di Kota Palangka Raya.

3.5. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan

Tahapan pelaksanaan kegiatan Kajian Kriteria Kemiskinan

Rumah Tangga di Kota Palangka Raya dan Kontribusi Potensi dan

Sumber Kesejahteraan Sosial Dalam Penanganan Masalah Sosial,

seperti terlihat pada tabel berikut:

No Kegiatan

Bulan

Juli Agustus September Oktober

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Tahap Persiapan:

a. Penyusunan

KAK

b. Pembentukan

Tim Kerja

c. Pengumpulan

Bahan Kajian

d. Penugasan

Tenaga Peneliti, Survei dan

Pengolah Data

2 Penyusunan

Proposal Kegiatan

3 Ekspose

Awal/Seminar

Pendahuluan

61 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

No Kegiatan

Bulan

Juli Agustus September Oktober

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

4 Pelaksanaan

Kegiatan Survei

dan Pengambilan Data Lapangan

5 Kaji Banding Luar

Daerah

6 Pengolahan dan

Analisis Data

7 Penyusunan Draft

Laporan Kegiatan

8 Ekspose

Akhir/Seminar Hasil

9 Penyerahan

Dokumen Hasil

Kegiatan

10 Distribusi

Dokumen Hasil

Kegiatan

62 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

4.1. Gambaran Umum Kota Palangka Raya

4.1.1. Kondisi Geografis, Topografis dan Demografis

Kota Palangka Raya secara resmi ditetapkan sebagai ibukota

Provinsi Kalimantan Tengah pada tanggal 17 Juli 1957. Secara

geografis Kota Palangka Raya terletak pada 113°30’—114°07’

Bujur Timur dan 1°35’—2°24’ Lintang Selatan. Luas keseluruhan

wilayah Kota Palangka Raya adalah 2.853,52 Km2 berdasarkan

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 73 Tahun 2013 tentang

Batas Daerah Kota Palangka Raya dengan Kabupaten Katingan,

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 74 Tahun 2013 tentang

Batas Daerah Kota Palangka Raya dengan Kabupaten Pulang Pisau,

dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 75 Tahun 2013 tentang

Batas Daerah Kota Palangka Raya dengan Kabupaten Gunung Mas.

Secara administratif, Kota Palangka Raya berbatasan dengan:

1). Sebelah Utara: Kabupaten Gunung Mas; 2). Sebelah Timur:

Kabupaten Gunung Mas dan Kabupaten Pulang Pisau; 3). Sebelah

Selatan: Kabupaten Pulang Pisau; dan 4). Sebelah Barat:

Kabupaten Katingan. Secara umum Kota Palangka Raya dapat

dikatakan memiliki 3 wajah, yaitu wajah perkotaan, wajah

63 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

pedesaan dan wajah hutan. Kondisi ini merupakan tantangan

tersendiri bagi Pemerintah Kota Palangka Raya dalam

perencanaan pembangunan. Dengan wilayah seluas 2.853,52

Km2 Kota Palangka Raya merupakan wilayah administrasi kota

terluas di Indonesia. Berdasarkan Perda Nomor 32 Tahun 2002,

Kota Palangka Raya dibagi menjadi 5 kecamatan dan 30 kelurahan

, untuk jelasnya seperti disajikan pada Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1. Luas Wilayah Administrasi, Jumlah RT dan RW Berdasarkan Kelurahan di Kota Palangka Raya

No. Kecamatan Kelurahan Luas Wilayah Jumlah

(Km2) (%) RT RW

1 Pahandut, ibukota Pahandut

Pahandut 8.2 0.29 96 26

Panarung 23.1 0.81 50 15

Langkai 8.88 0.31 69 17

Tumbang Rungan 22.98 0.81 2 1

Tanjung Pinang 48.26 1.69 11 4

Pahandut Seberang 7.95 0.28 11 4

Sub Total Kecamatan Pahandut 119.37 4.18 239 67

2 Sabangau, ibukota Kalampangan

Kereng Bangkirai 323.43 11.33 19 3

Sabaru 151.83 5.32 13 3

Kalampangan 42.29 1.48 30 5

Kameloh Baru 63.75 2.23 5 1

Bereng Bengkel 19.43 0.68 6 1

Danau Tundai 40.77 1.43 2 1

Sub Total Kecamatan Sabangau 641.50 22.48 75 14

3 Jekan Raya, ibukota Palangka

Menteng 31.27 1.10 84 16

Palangka 22.49 0.79 125 25

Bukit Tunggal 274.15 9.61 95 16

Petuk Katimpun 59.62 2.09 7 2

Sub Total Kecamatan Jekan Raya

387.53 13.58 311 59

64 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Lanjutan Tabel 4.1.

No. Kecamatan Kelurahan Luas Wilayah Jumlah

(Km2) (%) RT RW

4 Bukit Batu, ibukota Tangkiling

Marang 128.64 4.51 7 2

Tumbang Tahai 60.91 2.13 7 2

Banturung 57.78 2.02 5 3

Tangkiling 83.88 2.94 11 3

Sei Gohong 97.91 3.43 11 3

Kanarakan 100.61 3.53 4 1

Habaring Hurung 73.44 2.57 7 2

Sub Total Kecamatan Bukit Batu 603.17 21.14 52 16

5 Rakumpit, ibukota Mungku Baru

Petuk Bukit 299.91 10.51 5 2

Pager Jaya 197.73 6.93 3 1

Panjehang 39.44 1.38 2 1

Gaung Baru 53.77 1.88 1 1

Petuk Barunai 155.7 5.46 3 1

Mungku Baru 193.37 6.78 3 1

Bukit Sua 162.03 5.68 2 1

Sub Total Kecamatan Rakumpit 1,101.95 38.62 19 8

Total Kota Palangka Raya 2,853.52 100 696 164

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Palangka Raya, 2018.

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas, diketahui bahwa kecamatan

terluas adalah Kecamatan Rakumpit sebesar 1.1.01,95 Km2 atau

38,62% luas wilayah Kota Palangka Raya, dan Kecamatan Pahandut

memiliki luas terkecil sebesar 119,37 Km2 atau 4,18% dari luas

wilayah Kota Palangka Raya. Sementara kelurahan terluas adalah

Kelurahan Petuk Bukit di Kecamatan Rakumpit sebesar 299,91

Km2, dan kelurahan tersempit adalah Kelurahan Pahandut Seberang

di Kecamatan Pahandut dengan luas sebesar 7,95 Km2.

Topografi Kota Palangka Raya terdiri atas tanah datar dan

berbukit dengan kemiringan kurang dari 40%. Ketinggian wilayah

65 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

di atas permukaan laut cukup variatif antar wilayah kecamatan,

namun demikian terdapat juga bukit berbatu di Kelurahan

Tangkiling Kecamatan Bukit Batu dengan kemiringan > 40%.

Secara rata-rata ketinggian di atas permukaan laut wilayah

kecamatan masing-masing dapat dilihat pada tabel 4.2. sebagai

berikut:

Tabel 4.2. Ketinggian Wilayah Di Atas Permukaan Laut (DPL)

Menurut Kecamatan, 2016

Sumber: Kota Palangka Raya Dalam Angka, 2018

Morfologi wilayah perencanaan merupakan daerah dataran

rendah dengan ketinggian rata-rata < 30 Meter di atas permukaan

laut. Sementara daerah morfologi pegunungan rendah dengan

ketinggian antara 30 – 60 Meter membentang dari arah Utara ke

Selatan dan membagi lembah aliran Sungai Kahayan dan Sungai

Rungan di bagian Barat. Jenis tanah yang ada di Kota Palangka

Raya meliputi podsol, regosol, organosol, aluvial, litosol dan podsolik

merah kuning yang menyebar di sekitar bantaran sungai dan danau.

Kondisi iklim di Kota Palangka Raya menurut klasifikasi

Schmid dan Ferguson termasuk ke dalam kelas Af (iklim tropis)

Kecamatan Ibukota Kecamatan Tinggi (meter)

Pahandut Pahandut 17

Sabangau Kalampangan 8

Jekan Raya Bukit Tunggal 17

Bukit Batu Tangkiling 26

Rakumpit Mungku Baru 29

66 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

tanpa musim kemarau yang nyata atau pada bulan terkering

bersuhu 320C. Sementara menurut klasifikasi Oldeman, termasuk

ke dalam kelas B1 karena terdapat bulan basah selama 7 bulan

berturut-turut sedangkan bulan kering hanya selama 5 bulan.

Badan Meterologi dan Geofisika Kota Palangka Raya melakukan

pengamatan dan perekaman terhadap kondisi iklim di Kota

Palangka Raya. Sepanjang tahun 2017 temperatur rata-rata di

Kota Palangka Raya adalah 27,28°C, temperatur minimum 21,4°C

pada terjadi bulan Juli dan maksimum 35,2°C pada bulan

September. Kelembaman udara berkisar antara 65—95% dengan

kelembaman rata-rata tahunan sebesar 82,89%. Curah hujan

tahunan di wilayah Kota Palangka Raya pada tahun 2017 yang

tercatat sebagai yang tertinggi adalah 168 mm dengan rata-rata 16,7

mm. Hasil pencatatan ini menunjukkan nilai yang lebih rendah

dibandingkan catatan pada beberapa tahun sebelumnya. Kecepatan

angin di Kota Palangka Raya sepanjang tahun 2017 berada di

kisaran 2—22 knot dengan rata-rata tahunan sebesar 5,3 knot.

Kecepatan angin yang cukup besar terjadi pada bulan Agustus

dan November yang mencapai kecepatan sampai 22 knot. Kejadian

ini merupakan bagian dari kondisi cuaca ekstrim yang melanda

wilayah Kalimantan Tengah dalam tahun 2017.

Kota Palangka Raya memiliki 3 (tiga) sungai, yakni Sungai

Kahayan, Rungan dan Sabangau. Keberadaan tiga sungai tersebut

67 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

dengan anak-anak sungainya merupakan prasarana transportasi

alam yang sangat penting bagi masyarakat lokal setempat karena

menghubungkan wilayah Kota Palangka Raya dengan wilayah lain

sekitarnya. Sebagian besar penduduk Kota Palangka Raya

memanfaatkan air permukaan tanah dangkal seluas 193.752,79 Ha

(72,34%) sebagai air untuk memenuhi kebutuhan hidup, selebihnya

lagi memanfaatkan air sungai atau air tanah menengah datar

sebagai sumber air bersih seluas 74.098,21 Ha (27,66%) (Direktorat

Jenderal Geologi Umum, 2007).

Secara demografis, Kota Palangka Raya memiliki jumlah

penduduk yang terus bertambah. Pertambahan penduduk yang

cepat, penyebaran penduduk yang tidak merata dan kualitas

penduduk yang rendah merupakan ciri-ciri permasalahan penduduk

Indonesia pada umumnya, termasuk di Kota Palangka Raya. Secara

rinci jumlah penduduk dan tingkat kepadatan penduduk

sebagaimana pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Jumlah Penduduk , Rumah Tangga dan Tingkat kepadatan Penduduk di Kota Palangka Raya

No. Kecamatan

/Kelurahan

Luas

Wilayah

(Km2)

Penduduk

(jiwa)

Rumah

Tangga

(KK)

Kepadatan

Penduduk

(jiwa/

Km2)

(KK/

Km2)

1 PAHANDUT 119.37 96,723 24,778 810 208

Pahandut 8.2 30,856 7,867 3,763 959

Panarung 23.1 25,496 6,387 1,104 276

Langkai 8.88 31,556 8,413 3,554 947

68 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Lanjutan Tabel 4.3.

No. Kecamatan

/Kelurahan

Luas

Wilayah

(Km2)

Penduduk

(jiwa)

Rumah

Tangga

(KK)

Kepadatan Penduduk

(jiwa/

Km2)

(KK/

Km2)

Tumbang Rungan 22.98 779 169 34 7

Tanjung Pinang 48.26 3,206 727 66 15

Pahandut

Seberang 7.95 4,830 1,215 608 153

2 SEBANGAU 641.50 17,922 4,435 28 7

Kereng Bangkirai 323.43 7,735 1,854 24 6

Sabaru 151.83 3,532 833 23 5

Kalampangan 42.29 4,419 1,181 104 28

Kameloh Baru 63.75 733 157 11 2

Bereng Bengkel 19.43 1,235 334 64 17

Danau Tundai 40.77 268 76 7 2

3 JEKAN RAYA 387.53 143,508 38,828 370 100

Menteng 31.27 46,838 13,312 1,498 426

Palangka 22.49 51,622 13,903 2,295 618

Bukit Tunggal 274.15 42,367 10,908 155 40

Petuk Katimpun 59.62 2,681 705 45 12

4 BUKIT BATU 603.17 14,039 3,703 23 6

Marang 128.64 966 209 8 2

Tumbang Tahai 60.91 2,535 674 42 11

Banturung 57.78 4,270 1,134 74 20

Tangkiling 83.88 3,344 908 40 11

Sei Gohong 97.91 1,578 417 16 4

Kanarakan 100.61 432 116 4 1

Habaring Hurung 73.44 914 245 12 3

5 RAKUMPIT 1,101.95 3,475 2,754 3 2

Petuk Bukit 299.91 989 268 3 1

Pager Jaya 197.73 371 104 2 1

Panjehang 39.44 276 73 7 2

Gaung Baru 53.77 248 56 5 1

Petuk Barunai 155.7 726 183 5 1

Mungku Baru 193.37 659 158 3 1

Bukit Sua 162.03 206 47 1 1

6 Kota Palangka Raya

2,853.52 275,667 72,633 97 26

Sumber: BPS Kota Palangka Raya, 2018.

69 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Penyebaran penduduk yang tidak merata per kecamatan

bahkan hingga per kelurahan akan mengakibatkan pemanfaatan

sumberdaya manusia menjadi tidak atau kurang efektif dan

produktif. Jumlah penduduk Kota Palangka Raya tahun 2017

sebanyak 275.667 jiwa yang terdiri dari 141.179 jiwa laki-laki dan

134.488 jiwa perempuan dengan kepadatan penduduk mencapai 97

jiwa/Km2. Sementara jumlah rumahtangga tahun 2017 sebanyak

74.498 rumahtangga dengan rata-rata anggota rumahtangga

sebanyak 3 – 4 orang. Penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan

Jekan Raya hingga 52,06% dari jumlah penduduk Kota Palangka

Raya dengan kepadatan penduduk mencapai 370 jiwa/Km2,

sedangkan penduduk terjarang terdapat di Kecamatan Rakumpit

hanya 1,26% dari penduduk Kota Palangka Raya dengan kepadatan

3 jiwa/Km2 (Badan Pusat Statistik Kota Palangka Raya, 2018).

Secara umum jumlah penduduk Kota Palangka Raya terus

meningkat, dan laju pertumbuhan penduduk pertahun berkisar 2 –

3% pertahun. Peningkatan yang cukup besar sekitar 3% terjadi di 3

kecamatan yaitu Kecamatan pahandut dan Kecamatan Jekan Raya ,

yang juga sebagai wilayah Ibukota Palangka Raya, dan Kecamatan

Sebangau yang merupakan wilayah dengan karakteristik peralihan

antara perdesaan dan perkotaan. Secara rinci perkembangan

penduduk dan laju pertumbuhan penduduk sebagaimana pada tabel

4.4.

70 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Tabel 4.4. Perkembangan Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan Kecamatan di Kota Palangka

Raya Tahun 2016 – 2017

No. Wilayah

Jumlah Penduduk

(jiwa)

Laju Pertumbuhan

(%)

2016 2017

1 Kec. Pahandut 93,894 96,723 3.01

2 Kec. Sabangau 17,398 17,922 3.01

3 Kec. Jekan Raya 139,312 143,508 3.01

4 Kec. Bukit Batu 13,749 14,039 2.11

5 Kec. Rakumpit 3,404 3,475 2.09

Kota Palangka Raya 267,757 275,667 2.95

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Palangka Raya, 2018.

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, diketahui bahwa jumlah

penduduk Kota Palangka Raya pada tahun 2017 meningkat

dibandingkan dengan tahun 2016 sebanyak 275.667 jiwa, dengan

laju pertumbuhan sebesar 2,95%. Menurut prediksi Badan Pusat

Statistik (BPS), bahwa pertumbuhan penduduk Kota Palangka Raya

setiap tahun akan terus meningkat. Dengan mempertimbangkan

kemajuan di masa mendatang diprediksikan bahwa pada tahun

2020 nanti jumlah penduduk Kota Palangka Raya meningkat

menjadi 299.691 jiwa.

Pada tahun 2017, rasio jenis kelamin penduduk di Kota

Palangka Raya sebesar 105, yang berarti bahwa di antara 105 orang

penduduk laki-laki terdapat 100 orang penduduk perempuan.

Perbandingan penduduk laki-laki lebih banyak dari penduduk

71 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

perempuan sudah terjadi dalam 5 tahun terakhir (2012 – 2016).

Demikian pula jumlah penduduk umur 15 tahun ke atas pada

tahun 2017 sebanyak 207.493 orang dan penduduk usia

kerja/produktif berjumlah 199.211 orang dengan rasio beban

tanggungan sebesar 38, yang berarti bahwa pada setiap 100

penduduk usia produktif menanggung sebanyak 38 orang penduduk

lanjut usia dan di bawah umur 15 tahun.

4.1.2. Ketenagakerjaan.

Kondisi ketenaga kerjaan di Kota Palangka Raya dicerminkan

dari data banyaknya angkatan kerja yang tersedia baik yang sudah

bekerja maupun yang masih mencari pekerjaan. Jika dilihat dari

jumlah angkatan kerja yang tersedia berdasarkan jenis kelamin,

diketahui bahwa, secara umum jumlah angkatan kerja laki-laki

lebih banyak dari angkatan kerja perempuan. Hal ini juga terlihat

dari data pada tahun 2017, dimana rasio jenis kelamin penduduk di

Kota Palangka Raya sebesar 105, yang berarti bahwa di antara 105

orang penduduk laki-laki terdapat 100 orang penduduk perempuan.

Perbandingan penduduk laki-laki lebih banyak dari penduduk

perempuan sudah terjadi dalam 5 tahun terakhir (2012 – 2016).

Secara rinci gambaran jumlah penduduk berusia 15 tahun keatas

berdasarkan ketenagakerjaan sebagaimana pada tabel 4.5.

72 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Tabel 4.5. Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Jenis kegiatan dan Jenis Kelamin di Kota Palangka Raya,

2017

No. Jenis Kegiatan Utama Jenis Kelamin

Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 Angkatan Kerja 81,770 47,703 129,473

1. Bekerja 77,245 42,825 120,070

2. Pengangguran Terbuka 4,525 4,878 9,403

2 Bukan angkatan 24,545 53,475 78,020

1. Sekolah 13,826 12,456 26,282

2. mengurus Rumah Tangga 7,449 39,904 47,353

3. Lainnya 3,270 1,115 4,385

Total 106,315 101,178 207,493

3 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 76.91 47.15 62.40

4 Tingkat Pengangguran 5.53 10.23 7.26

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Palangka Raya, 2018.

Jumlah penduduk umur 15 tahun ke atas tahun 2017

sebanyak 207.493 orang dengan 129.473 orang termasuk angkatan

kerja. Dari jumlah tersebut terdapat 120.070 orang yang bekerja

yang terdiri dari 77.245 laki-laki dan 42.825 orang perempuan,

dengan demikian tingkat partisipasi angkatan kerja Kota Palangka

Raya sebesar 62,40%. Sebagian besar angkatan kerja yang bekerja

tersebut, bekerja pada lapangan utama non pertanian seperti

Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan dan Hotel (36,8%) dan

kegiatan jasa kemasyarakatan sosial dan perseorangan (33,94%),

sedangkan lapangan utama pertanian, jumlah angkatan kerja yang

bekerja hanya sebanyak 4,92%. Secara rinci gambaran jumlah

penduduk yang bekerja pada beberapa lapangan utam sebagaimana

tabel 4.6.

73 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Tabel 4.6. Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Jenis Lapangan Utama dan Jenis

Kelamin di Kota Palangka Raya, 2017

No. Lapangan Pekerjaan Utama Jenis Kelamin

Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Perikanan 5,252 693 5,945

2 Pertambangan dan

penggalian 2,735 423 3,158 3 Industri Pengolahan 3,998 1,162 5,160 4 Listrik, Gas, dan Air 1,107 604 1,711

5 Bangunan 10,573 429 11,002

6 Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan dan Hotel 24,758 19,801 44,559

7 Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi 2,878 545 3,423

8 Keuangan, Asuransi, Usaha

Persewaan, Bangunan, Tanah dan Jasa 4,010 822 4,832

9 Jasa Kemasyarakatan,

Sosial dan Perorangan 21,934 19,066 41,000

Jumlah 77,245 43,545 120,790

Sumber: Kota Palangka Raya Dalam Angka, 2018.

Dari keseluruhan angkatan kerja yang ada di Kota Palangka

Raya, masih terdapat penduduk yang berusia 15 tahun keatas yang

dikategorikan sebagai pengangguran terbuka yaitu angkatan kerja

yang sama sekali tidak mempunyai pekerjaan, yang jumlahnya

mencapai 7,26 % dari total angkatan kerja, yaitu sebanyak 9.403

jiwa yang terdiri dari 4.525 jiwa laki-laki dan 4,878 jiwa perempuan.

Data pencari kerja yang ada di Dinas Tenaga Kerja Kota

Palangka Raya menunjukkan kenaikan jumlah tenaga kerja. Pada

tahun 2015 jumlah pencari kerja sebanyak 811 orang, tahun 2016

74 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

sebanyak 1.920 orang, dan pada tahun 2017 meningkat hampir dua

kali lipat menjadi sebanyak 2.252 orang. Gambaran angkatan kerja

berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan sebagaimana pada

tabel 4.7.

Tabel 4.7. Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut

Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kota Palangka Raya, 2017

No. Pendidikan tertinggi yang

Ditamatkan

Angkatan Kerja

Bekerja Pengang-

guran Jumlah %

1 Tidak/Belum Tamat SD 3,277 299 3,576 2.76

2 Sekolah Dasar 16,600 762 17,362 13.41

3 Sekolah Menengah Pertama 20,299 1,183 21,482 16.59

4 Sekolah Menengah 34,661 3,850 38,511 29.74

5 Sekolah Menengah Kejuruan 12,999 1,433 14,432 11.15

6 Diploma I/II/III 5,038 286 5,324 4.11

7 Universitas 27,196 1,590 28,786 22.23

Jumlah 120,070 9,403 129,473 100

Sumber: Kota Palangka Raya Dalam Angka, 2018.

Dalam tiga tahun tersebut pencari kerja di Kota Palangka

Raya didominasi oleh tamatan perguruan tinggi disusul tamatan

SMA dan sederajat (29,74%) diikuti angkatan kerja yang memiliki

tingkat pendidikan universitas (22,23%). Komposisi pencari kerja

berdasarkan jenis kelamin dalam tiga tahun tersebut menunjukkan

jumlah yang seimbang antara pencari kerja laki-laki dan

perempuan.

75 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Gambaran kondisi pengangguran terbuka pada angkatan

kerja yang masih berada pada usia produktif tersebut, tentunya

memerlukan berbagai kebijakan dari pemerintah Kota Palangka

Raya yang dapat membuka atau menciptakan lapangan pekerjaan

baru agar dapat menyerap angkatan kerja yang masih menganggur

atau mendorong angkatan kerja tersebut agar mau berwirausaha

dengan dampingan dari pemerintah Kota Palangka Raya. Upaya

yang dilakukan tersebut pada akhirnya akan dapat mengurangi

tingkat pengangguran di Kota Palangka Raya dan secara langsung

atau tidak langsung dapat menurunkan angka kemiskinan yang ada

di Kota Palangka Raya.

4.2. Kondisi Kemiskinan di Kota Palangka Raya.

Empat puluh persen kelurahan di Kota Palangka Raya ini

diklasifikasikan sebagai daerah perkotaan. Secara umum, penduduk

miskin di Kalimantan Tengah berada di perkotaan sehingga Kota

Palangka Raya memiliki tingkat kemiskinan terendah setelah

Kabupaten Sukamara. Dengan tingkat kepadatan penduduk

tertinggi, pada kota ini akan ditemukan 4 hingga 5 orang miskin

atau setidaknya satu rumah tangga miskin di setiap km2 (BPS

Propinsi Kalimantan Tengah (2017). Secara umum perkembangan

penduduk miskin di Kota Palangka Raya sebagaimana pada tabel

4.8.

76 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Tabel 4.8. Perkembangan Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan dan Indeks Kemiskinan Kota Palangka Raya Tahun 2012 –

2017

No. Tahun

Penduduk Miskin

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/

Bulan)

Indeks Kemiskinan

(ribu jiwa) (%) Kedalaman

(P1) Keparahan

(P2)

1 2012 10,10 4,24 258,381 0,46 0,10

2 2013 9,70 3,94 281,323 0,48 0.09

3 2014 9,68 3,81 299,328 0,41 0,09

4 2015 10,25 3,91 307,796 0,51 0,11

5 2016 9,96 3,75 324,082 0,41 0,06

6 2017 9,91 3,62 345,417 0,51 0,14

Sumber: BPS Propinsi Kalimantan Tengah, 2018.

Ukuran lain itu untuk memahami kemiskinan adalah Indeks

Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap index/P1) dan Indeks

Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index/P2). P1 adalah rata-

rata jarak pengeluaran orang-orang miskin terhadap garis

kemiskinan. Semakin tinggi nilai P1 semakin jauh rata-rata

pengeluaran orang miskin tersebut dari garis kemiskinan. P2 adalah

menggambarkan disparitas kemiskinan di antara orang miskin itu

sendiri. Semakin tinggi nilai P2 semakin tinggi ketimpangan

pengeluaran diantara penduduk miskin

Sejak tahun 2003 - 2017 tingkat kemiskinan di wilayah Kota

Palangka Raya sudah relatif rendah. Hal ini ditunjukkan dengan

tingkat kedalaman kemiskinan (P1) Tahun 2003 sebesar 1,13

menurun pada tahun 2017 menjadi sebesar 0,51. Sedangkan

77 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

tingkat keparahan kemiskinan (P2) pada tahun 2003 sebesar 0,26

menurun pada tahun 2017 menjadi sebesar 0,14. Jika menyasar

tepat pada penduduk miskin, usaha pengentasan kemiskinan di

kota ini relatif lebih mudah dibandingan dengan wilayah lain. Rata-

rata jarak pengeluaran orang-orang miskin terhadap garis

kemiskinan (P1) relatif paling rendah dibandingkan wilayah lain.

Begitu juga dengan tingkat keparahan kemiskinan (P2) yang

menunjukkan ketimpangan pengeluaran di antara sesama

penduduk miskin yang relatif kecil. Hal ini memberi sinyal bagi

stakeholder untuk dapat melakukan program pengentasan

kemiskinan yang sejenis kepada mereka (BPS Propinsi Kalimantan

Tengah (2017).

Pada tahun 2017, sebanyak 9,91 ribu orang hidup dengan

kurang dari Rp. 345.417/bulan. Sebesar 65,66 persen dari total

pengeluaran perkapita dikeluarkan untuk makanan. Dari sisi

pendidikan, sebesar 82,27 persen penduduk miskin usia 15 tahun

ke atas merupakan tamatan SD/SLTP dan 17,73 persen yang

memilik ijazah SLTA ke atas. Angka Partisipasi Sekolah penduduk

miskin usia 7-12 tahun dan usia 13-15 tahun sebesar 100 persen.

Secara rinci gambaran penduduk miskin menurut pengeluaran

perkapita untuk makanan, menurut status bekerja, menurut

pendidikan yang ditamatkan dan menurut angka melek huruf dan

angka partisipasi sekolah sebagaimana pada tabel 4.9.

78 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Tabel 4.9. Kondisi Penduduk Miskin Berdasar Pengeluaran, Status Bekerja, Pendidikan dan Angka Melek Huruf dan

Partisipasi SekolahTahun 2017.

No. Uraian Jumlah (%)

1 Pengeluaran Per Kapita untuk makanan menurut status miskin

a. Miskin 65,66

b. Tidak Miskin 51,91 c. Total (Miskin + Tidak Miskin) 52,41

2 Penduduk Miskin Usia 15 thn ke Atas menurut status bekerja

a. Tidak Bekerja 53,14

b. Bekerja di Sektor Pertanian

c. Bekerja di Luar Sektor Pertanian 46,86

3 Penduduk Miskin Usia 15 thn ke Atas menurut

Pendidikan yang Ditamatkan a. < SD b. Tamat SD/SLTP 82,27 c. SLTA+ 17,73

4 Angka Melek Huruf dan Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Miskin

1. Angka Melek Hurup a. 15 -24 Tahun 100 b. 15 - 55 Tahun 100 Angka Partisipasi Sekolah

a. 7 -12 Tahun 100 b. 13 - 15 Tahun 100

Sumber: BPS Propinsi Kalimantan Tengah, 2018.

Berbeda dengan penilaian penduduk miskin yang dilakukan

oleh Badan Pusat Statistik Kota Palangka Raya, data penduduk

miskin yang disediakan oleh Dinas Sosial Kota Palangka Raya

didasarkan pada penilaian berdasarkan Basis Data Terpadu (BDT)

PFM, yang menghasilkan penilaian dengan jumlah yang sedikit

79 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

berbeda, dimana jumlah penduduk miskin berdasarkan penilaian

BPS Kota Palangka Raya pada tahun 2017 adalah sebanyak 9,91

ribu jiwa, sedangkan data yang dikeluarkan Dinas Sosial Kota

Palangka Raya adalah sebanyak 10,44 ribu jiwa (14,8% dari total

Jumlah penduduk Kota Palangka Raya. Secara rinci sebagaimana

pada tabel 4.10.

Tabel 4.10. Jumlah Penduduk dan Penduduk Miskin Berdasarkan

Kecamatan dan Kelurahan di Kota Palangka Raya.

No. Kecamatan/

Kelurahan

Rumah

Tangga

(KK)

Penduduk

(Jiwa)

Penduduk Miskin *)

(KK) % (Jiwa) %

1 Kec. Pahandut

1 Pahandut 7,867 30,856 1,592 20.2 6,388 20.7

2 Panarung 6,387 25,496 438 6.9 1,774 7.0

3 Langkai 8,413 31,556 1,105 13.1 4,390 13.9

4 Tumbang Rungan 169 779 115 68.0 444 57.0

5 Tanjung Pinang 727 3,206 357 49.1 1,623 50.6

6 Pahandut Seberang 1,215 4,830 596 49.1 2,384 49.4

Sub Total 1 24,778 96,723 4,203 17.0 17,003 17.6

2 Kec. Sabangau

1 Kereng Bangkirai 1,854 7,735 374 20.2 1,510 19.5

2 Sabaru 833 3,532 173 20.8 731 20.7

3 Kalampangan 1,181 4,419 444 37.6 1,424 32.2

4 Kameloh Baru 157 733 157 100.0 613 83.6

5 Bereng Bengkel 334 1,235 219 65.6 892 72.2

6 Danau Tundai 76 268 62 81.6 215 80.2

Sub Total 2 4,435 17,922 1,429 32.2 5,385 30.0

3 Kec. Jekan Raya

1 Menteng 13,312 46,838 603 4.5 2,400 5.1

2 Palangka 13,903 51,622 1,121 8.1 4,469 8.7

3 Bukit Tunggal 10,908 42,367 884 8.1 3,483 8.2

4 Katimpun 705 2,681 223 31.6 944 35.2

Sub Total 3 38,828 143,508 2,831 7.3 11,296 7.9

80 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Lanjutan tabel 4.10.

No. Kecamatan/

Kelurahan

Rumah

Tangga (KK)

Penduduk (Jiwa)

Penduduk Miskin *)

(KK) % (Jiwa) %

4 Kec. Bukit Batu

1 Marang 209 966 135 64.6 495 51.2

2 Tumbang Tahai 674 2,535 368 54.6 1,386 54.7

3 Banturung 1,134 4,270 327 28.8 1,145 26.8

4 Tangkiling 908 3,344 423 46.6 1,517 45.4

5 Sei Gohong 417 1,578 155 37.2 610 38.7

6 Kanarakan 116 432 90 77.6 338 78.2

7 Habaring Hurung 245 914 181 73.9 633 69.3

Sub Total 4 3,703 14,039 1,679 45.3 6,124 43.6

5 Kec. Rakumpit

1 Petuk Bukit 268 989 65 24.3 242 24.5

2 Pager 104 371 31 29.8 115 31.0

3 Panjehang 73 276 42 57.5 169 61.2

4 Gaung Baru 56 248 21 37.5 96 38.7

5 Petuk Barunai 183 726 40 21.9 169 23.3

6 Mungku Baru 158 659 67 42.4 383 58.1

7 Bukit Sua 47 206 31 66.0 133 64.6

Sub Total 5 889 3,475 297 33.4 1,307 37.6

Kota Palangka Raya 72,633 275,667 10,439 14.4 41,115 14.9

Sumber: BPS Propinsi Kalimantan Tengah, 2018. *) Berdasarkan Basis Data Terpadu (BDT) PFM 2018.

Pada table 4.10 menunjukkan bahwa jika dibandingkan

dengan total jumlah penduduk yang ada di masing-masing wilayah

kecamatan, jumlah penduduk miskin (penerima manfaat) cukup

menyebar di 5 (lima) kecamatan yang ada di Kota Palangka Raya.

Jika jumlah penduduk di masing-masing wilayah kecamatan dinilai

berdasarkan jumlah masyarakat penerima bantuan program

pengentasan kemiskinan (Basis Data Terpadu PFM) Dinas Sosial

Kota palangka Raya, maka terlihat bahwa persentase penduduk

81 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

miskin yang terbanyak terdapat di wilayah Kecamatan Bukit Batu

(46,7%), sedangkan yang terendah terdapat di wilayah Kecamatan

Jekan Raya (7,5%).

82 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

5.1. Gambaran Umum Kota Yogyakarta

Filosofi pembentukan Kota Yogyakarta bertumpu pada

keberadaan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang secara

spesifik memancarkan citra kota dan membangun ’image’

Kota Yogyakarta sebagai Kota Budaya, Kota Perjuangan, Kota

Pendidikan dan Kota Pariwisata. Hal ini terbentuk atas

berkembangnya fungsi‐fungsi pelayanan kota yang sejalan dengan

tumbuh dan berkembangnya pembangunan wilayah perkotaan

Yogyakarta. Gambaran umum perkembangan Kota Yogyakarta

memperlihatkan peta potensi pengembangan wilayah

berdasarkan aspek geografi dan demografi, aspek kesejahteraan

masyarakat, aspek pelayanan umum dan aspek daya saing daerah.

5.1.1. Aspek Geografi.

A. Luas dan Letak Wilayah

Kota Yogyakarta memiliki luas sekitar 32,5 Km2 atau 1,02%

dari luas wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jarak

terjauh dari Utara ke Selatan kurang lebih 7,5 km dan dari Barat

ke Timur kurang lebih 5,6 km. Secara geografis, kota ini terletak

antara 110o24’1”‐ 110o28’53” Bujur Timur dan antara

83 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

07o15’24”‐07o49’26” Lintang Selatan.

Secara administratif, KotaYogyakarta terdiri dari 14

kecamatan dan 45 kelurahan dengan batas wilayah sebagai

berikut:

Sebelah Utara : Kabupaten Sleman (Kecamatan Depok dan

Kecamatan Mlati)

Sebelah Timur : Kabupaten Sleman (Kecamatan Depok dan

Kecamatan Berbah) dan Kabupaten Bantul

(Kecamatan Banguntapan)

Sebelah Selatan : Kabupaten Bantul (Kecamatan Banguntapan

dan Kecamatan Sewon)

Sebelah Barat : Kabupaten Sleman (Kecamatan Gamping) dan

Kabupaten Bantul (Kecamatan Kasihan)

Secara umum Kota Yogyakarta memiliki posisi strategis

antara lain sebagai ibukota Provinsi dan pusat kegiatan regional

yang mencakup kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa

bagian Selatan.

84 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Gambar 5.1. Peta Administrasi Kota Yogyakarta

Secara administratif Kota Yogyakarta terdiri dari 14

Kecamatan, 45 Kelurahan, 616 Rukun Warga (RW) dan 2.532

Rukun Tetangga (RT). Kecamatan Umbulharjo merupakan

kecamatan yang wilayahnya paling luas yaitu 812 Ha atau

sebesar 24,98% dari luas Kota Yogyakarta, sedangkan kecamatan

yang wilayahnya paling sempit adalah Kecamatan Pakualaman

85 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

dengan luas 63 Ha atau sebesar 1,94% luas Kota Yogyakarta.

Berikut luas masing‐ masing kecamatan di Kota Yogyakarta. Secara

rinci pembagian administrasi dan luas wilayah Kota Yogyakarta

sebagaimana pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Pembagian Administrasi dan Luas Wilayah Kota

Yogyakarta

No. Kecamatan Kelurahan Luas Area

(km2)

Jumlah

RW

Jumlah

RT

1 Mantrijeron

Gedongkiwo 0.9 18 86

Suryodiningratan 0.85 17 70

Mantrijeron 0.86 20 75

Total 1 2.61 55 231

2 Kraton

Patehan 0.4 10 44

Panembahan 0.66 18 78

Kadipaten 0.34 15 53

Total2 1.40 43 175

3 Mergangsan

Brontokusuman 0.93 23 84

Keparakan 0.53 13 58

Wirogunan 0.85 24 76

Total 3 2.31 60 218

4 Umbulharjo

Giwangan 1.26 13 42

Sorosutan 1.68 18 70

Pandean 1.38 13 52

Warungboto 0.83 9 38

Tahunan 0.78 12 50

Muja‐muju 1.53 12 55

Semaki 0.66 10 34

Total 4 8.12 87 341

5 Kotagede

Prenggan 0.99 13 57

Purbayan 0.83 14 58

Rejowinangun 1.25 13 49

Total 5 3.07 40 164

6 Gondokusuman

Baciro 1.06 21 87

Demangan 0.74 12 44

Klitren 0.68 16 63

Kotabaru 0.71 4 20

86 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

No. Kecamatan Kelurahan Luas Area (km2)

Jumlah

RW

Jumlah

RT

Terban 0.8 12 58

Total 6 3.99 65 272

7 Danurejan

Suryatmajan 0.28 14 43

Tegalpanggung 0.35 16 66

Bausasran 0.47 12 49

Total 7 1.10 42 158

8 Pakualaman

Purwokinanti 0.33 10 47

Gunungketur 0.3 9 36

Total 8 0.63 19 83

9 Gondomanan

Prawirodirjan 0.67 18 61

Ngupasan 0.45 13 49

Total 9 1.12 31 110

10 Ngampilan

Notoprajan 0.37 8 50

Ngampilan 0.45 13 70

Total 10 0.82 21 120

11 Wirobrajan

Patangpuluhan 0.44 10 51

Wirobrajan 0.67 12 58

Pakuncen 0.65 12 56

Total 11 1.76 34 165

12 Gedongtengen

Pringgokusuman 0.46 22 85

Sosromenduran 0.5 14 54

Total 12 0.96 36 139

13 Jetis

Bumijo 0.58 13 57

Gowongan 0.46 13 52

Cokrodiningratan 0.66 11 57

Total 13 1.70 37 166

14 Tegalrejo

Tegalrejo 0.82 12 47

Bener 0.57 7 26

Kricak 0.82 13 61

Karangwaru 0.7 14 56

Total 14 2.91 46 190

Total 32.50 616 2532

Sumber : Kota Yogyakarta Dalam Angka, 2017

87 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

5.1.2. Aspek Demografi

Jumlah penduduk di Kota Yogyakarta pada tahun 2017

menurut data BPS mencapai 422.732 jiwa. Jumlah penduduk di

Kota Yogyakarta mengalami fluktuasi, dengan kecenderungan

meningkat. Menurut kecamatan, jumlah penduduk paling tinggi

berada di Kecamatan Umbulharjo (90.775 jiwa atau 21,47

persen), selanjutnya yaitu Kecamatan Gondokusuman (47.461

jiwa atau 11,23 persen). Sementara itu, jumlah penduduk paling

rendah yaitu di Kecamatan Pakualaman (9.341 jiwa atau 2,21

persen), selanjutnya yaitu Kecamatan Gondomanan (13.697 jiwa

atau 3,24 persen). Tinggi atau rendah jumlah penduduk di Kota

Yogyakarta lebih dipengaruhi oleh luas wilayah, di mana Kecamatan

Umbulharjo dan Kecamatan Gondokusuman dengan jumlah

penduduk yang tinggi, memiliki wilayah yang lebih luas

dibandingkan dengan kecamatan lain. Begitu pula sebaliknya,

Kecamatan Pakualaman dan Kecamatan Gondomanan yang berada

di bagian tengah Kota Yogyakarta dengan jumlah penduduk yang

rendah, memiliki luas wilayah yang lebih kecil. Pola yang sama

juga ditunjukkan jumlah penduduk pada tahun‐tahun sebelumnya.

Penyebaran penduduk yang tidak merata per kecamatan bahkan

hingga perkelurahan akan mengakibatkan pemanfaatan sumberdaya

manusia menjadi tidak atau kurang efektif dan produktif. Secara

rinci jumlah penduduk dan tingkat kepadatan penduduk

88 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

sebagaimana pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. Jumlah Penduduk, Rumah Tangga dan Tingkat kepadatan Penduduk di Kota Yogyakarta

No. Kecamatan/

Kelurahan

Luas

Area

(km2)

Rumah

Tangga

(KK)

Penduduk

(jiwa)

Kepadatan

Penduduk

(KK/

Km2)

(jiwa/

Km2)

1 Kec. Mantrijeron

Gedongkiwo 0.9 4,657 13,993 5,174 15,548

Suryodiningratan 0.85 3,661 11,105 4,307 13,065

Mantrijeron 0.86 3,421 10,200 3,978 11,860

Total 1 2.61 11,739 35,298 4,498 13,524

2 Kec. Kraton

Patehan 0.4 1,979 5,896 4,948 14,740

Panembahan 0.66 3,080 9,206 4,667 13,948

Kadipaten 0.34 2,263 3,661 6,656 10,768

Total 2 1.40 7,322 18,763 5,230 13,402

3 Kec. Mergangsan

Brontokusuman 0.93 3,442 10,760 3,701 11,570

Keparakan 0.53 3,230 9,954 6,094 18,781

Wirogunan 0.85 3,703 11,272 4,356 13,261

Total 3 2.31 10,375 31,986 4,491 13,847

4 Kec. Umbulharjo

Giwangan 1.26 2,354 7,620 1,868 6,048

Sorosutan 1.68 4,850 15,178 2,887 9,035

Pandean 1.38 3,895 12,064 2,822 8,742

Warungboto 0.83 2,863 9,024 3,449 10,872

Tahunan 0.78 2,886 9,054 3,700 11,608

Muja‐muju 1.53 3,341 10,667 2,184 6,972

Semaki 0.66 1,658 5,153 2,512 7,808

Total 4 8.12 21,847 68,760 2,691 8,468

5 Kec. Kotagede

Prenggan 0.99 3,563 11,072 3,599 11,184

Purbayan 0.83 3,235 10,073 3,898 12,136

Rejowinangun 1.25 3,782 12,390 3,026 9,912

Total 5 3.07 10,580 33,535 3,446 10,923

Lanjutan Tabel 5.2.

89 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

No. Kecamatan/

Kelurahan

Luas

Area

(km2)

Rumah

Tangga

(KK)

Penduduk

(jiwa)

Kepadatan

Penduduk

(KK/

Km2)

(jiwa/

Km2)

6 Kec. Gondokusuman

Baciro 1.06 3,961 12,224 3,737 11,532

Demangan 0.74 2,830 8,686 3,824 11,738

Klitren 0.68 3,096 9,493 4,553 13,960

Kotabaru 0.71 860 2,718 1,211 3,828

Terban 0.8 3,035 9,166 3,794 11,458

Total 6 3.99 13,782 42,287 3,454 10,598

7 Kec. Danurejan

Suryatmajan 0.28 1,547 4,665 5,525 16,661

Tegalpanggung 0.35 2,932 9,199 8,377 26,283

Bausasran 0.47 2,362 7,316 5,026 15,566

Total 7 1.10 6,841 21,180 6,219 19,255

8 Kec. Pakualaman

Purwokinanti 0.33 2,077 6,221 6,294 18,852

Gunungketur 0.3 1,491 4,495 4,970 14,983

Total 8 0.63 3,568 10,716 5,663 17,010

9 Kec. Gondomanan

Prawirodirjan 0.67 3,057 9,346 4,563 13,949

Ngupasan 0.45 1,876 5,664 4,169 12,587

Total 9 1.12 4,933 15,010 4,404 13,402

10 Kec. Ngampilan

Notoprajan 0.37 2,586 8,131 6,989 21,976

Ngampilan 0.45 3,268 10,430 7,262 23,178

Total 10 0.82 5,854 18,561 7,139 22,635

11 Kec. Wirobrajan

Patangpuluhan 0.44 2,469 7,601 5,611 17,275

Wirobrajan 0.67 3,028 9,352 4,519 13,958

Pakuncen 0.65 3,453 10,793 5,312 16,605

Total 11 1.76 8,950 27,746 5,085 15,765

12 Kec. Gedongtengen

Pringgokusuman 0.46 4,125 12,549 8,967 27,280

Sosromenduran 0.5 2,545 7,661 5,090 15,322

Total 12 0.96 6,670 20,210 6,948 21,052

90 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Lanjutan Tabel 5.2.

No. Kecamatan/ Kelurahan

Luas

Area (km2)

Rumah

Tangga (KK)

Penduduk (jiwa)

Kepadatan

Penduduk

(KK/

Km2)

(jiwa/

Km2)

13 Kec. Jetis

Bumijo 0.58 3,404 10,299 5,869 17,757

Gowongan 0.46 2,665 8,018 5,793 17,430

Cokrodiningratan 0.66 2,897 8,918 4,389 13,512

Total 13 1.70 8,966 27,235 5,274 16,021

14 Kec. Tegalrejo

Tegalrejo 0.82 2,966 9,124 3,617 11,127

Bener 0.57 1,611 4,851 2,826 8,511

Kricak 0.82 4,240 13,401 5,171 16,343

Karangwaru 0.7 3,140 9,837 4,486 14,053

Total 14 2.91 11,957 37,213 4,109 12,788

Total Kota Yogyakarta 32.50 133,384 408,500 4,104 12,569

Sumber: BPS Kota Yogyakarta, 2018.

Secara umum jumlah penduduk Kota Yogyakarta terus

meningkat, dan laju pertumbuhan penduduk pertahun berkisar 0 –

2,46% pertahun. Sebagian besar laju pertumbuhan penduduk di

Kota Yogyakarta adalah kurang dari 1%, bahkan di Kecamatan

Pakualaman tercatat hampir tidak ada pertumbuhan penduduk.

Peningkatan pertumbuhan penduduk yang cukup besar terjadi di 3

kecamatan yaitu Kecamatan Kotagede (2,46%), Kecamatan

Umbulharjo (2,38%) dan Kecamatan Tegalrejo (1,26%), Secara rinci

perkembangan penduduk dan laju pertumbuhan penduduk

sebagaimana pada tabel 5.3.

91 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Tabel 5.3. Perkembangan Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan Kecamatan di Kota Palangka

Raya Tahun 2016 – 2017

No. Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa)

Laju

Pertumbuhan (%)

2016 2017

1 Mantrijeron 33,103 33,406 0.92

2 Kraton 17,564 17,575 0.06

3 Mergangsan 30,475 30,666 0.63

4 Umbulharjo 88,667 90,775 2.38

5 Kotagede 36,165 37,055 2.46

6 Gondokusuman 47,160 47,461 0.64

7 Danurejan 19,019 19,128 0.57

8 Pakualaman 9,341 9,341 0.00

9 Gondomanan 13,603 13,697 0.69

10 Ngampilan 16,932 17,031 0.58

11 Wirobrajan 25,831 25,992 0.62

12 Gedongtengen 18,216 18,388 0.94

13 Jetis 23,911 23,983 0.30

14 Tegalrejo 37,757 38,234 1.26

Kota Yogyakarta 417,744 422,732 1.19

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta,2017 dan 2018.

Berdasarkan Tabel 5.3 di atas, diketahui bahwa jumlah

penduduk Kota Yogyakarta pada tahun 2017 meningkat

dibandingkan dengan tahun 2016 sebanyak 422.732 jiwa, dengan

laju pertumbuhan sebesar 1,19%. Menurut prediksi Badan Pusat

Statistik (BPS), bahwa pertumbuhan penduduk Kota Yogyakarta

setiap tahun akan terus meningkat. Dengan mempertimbangkan

kemajuan di masa mendatang diprediksikan bahwa pada tahun

2020 nanti jumlah penduduk Kota Yogyakarta meningkat menjadi

92 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

438.761 jiwa, dan pada tahun 2025 jumlah penduduk Kota

Yogyakarta meningkat menjadi 466.950 jiwa.

Pada tahun 2017, rasio jenis kelamin penduduk di Kota

Yogyakarta sebesar 95, yang berarti bahwa di antara 95 orang

penduduk laki-laki terdapat 100 orang penduduk perempuan.

Perbandingan penduduk laki-laki lebih banyak dari penduduk

perempuan sudah terjadi dalam 5 tahun terakhir (2012 – 2016).

Demikian pula jumlah penduduk umur 15 tahun ke atas pada

tahun 2017 sebanyak 213.591 orang dan penduduk usia

kerja/produktif berjumlah 204.237 orang dengan rasio beban

tanggungan sebesar 284, yang berarti bahwa pada setiap 100

penduduk usia produktif menanggung sebanyak 284 orang

penduduk lanjut usia dan di bawah umur 15 tahun.

5.1.3. Aspek Ketenagakerjaan.

Kondisi ketenagakerjaan di Kota Yogyakarta dicerminkan dari

data banyaknya angkatan kerja yang tersedia baik yang sudah

bekerja maupun yang masih mencari pekerjaan. Jika dilihat dari

jumlah angkatan kerja yang tersedia berdasarkan jenis kelamin,

diketahui bahwa, secara umum jumlah angkatan kerja laki-laki

lebih banyak dari angkatan kerja perempuan. Tenaga kerja

merupakan salah satu faktor yang paling menentukan dalam proses

pembangunan di suatu wilayah. Semakin besar jumlah tenaga kerja,

93 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

lebih-lebih apabila disertai dengan ketrampilan dan keahlian yang

cukup memadai, akan semakin pesat pula perkembangan

pembangunan di wilayah tersebut. Secara rinci gambaran jumlah

penduduk berusia 15 tahun keatas berdasarkan ketenagakerjaan

sebagaimana pada tabel 5.4.

Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Jenis kegiatan dan Jenis Kelamin di Kota Yogyakarta,

2017

No. Jenis Kegiatan Utama Jenis Kelamin

Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 Angkatan Kerja 118,550 106,463 225,013

1. Bekerja 111,395 102,196 213,591

2. Pengangguran Terbuka 7,155 4,267 11,422

2 Bukan angkatan 46,538 70,826 117,364

1. Sekolah 23,856 23,867 47,723

2. mengurus Rumah Tangga 15,391 41,918 57,309

3. Lainnya 7,291 5,041 12,332

Total 165,088 177,289 342,377

3 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 71.81 60.05 65.72

4 Tingkat Pengangguran 6.04 4.01 5.08

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta, 2018.

PAda Tabel 5.4 diketahui bahwa Tingkat Partisipasi Angkatan

Kerja (TPAK) di Kota Yogyakarta pada tahun 2017 sebesar 65,72

persen. Bila diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, maka

tingkat TPAK perempuan 60,05 persen lebih kecil dibandingkan

TPAK laki-laki yang mencapai 71,81persen. Tingkat pengangguran

pada tahun 2017 sebesar 5,08 persen. Jika dilihat dari jenis kelamin

tingkat pengangguran laki-laki sebesar 6,06 persen lebih tinggi

dibandingkan tingkat pengangguran perempuan yang hanya 4,01

94 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

persen. Sedangkan menurut lapangan usaha, sektor Perdagangan

Besar, Eceran, Rumah Makan, dan Hotel mendominasi pasar kerja

di Kota Yogyakarta dengan persentase 43,44 persen pada tahun

2017. Kemudian diikuti sektor Jasa Kemasyarakatan, Sosial, dan

Perorangan sebesar 27,93 persen dan sektor Industri Pengolahan

hanya 12,58 persen. Secara rinci gambaran jumlah penduduk yang

bekerja pada beberapa lapangan utama sebagaimana tabel 5.5.

Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Jenis Lapangan Utama dan Jenis

Kelamin di Kota Yogyakarta, 2017

No. Lapangan Pekerjaan Utama Jenis Kelamin

Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Perikanan 399 0 399

2 Pertambangan dan penggalian 929 0 929

3 Industri Pengolahan 13,409 13,455 26,864

4 Listrik, Gas, dan Air 792 0 792

5 Bangunan 5,846 1,085 6,931

6 Perdagangan Besar, Eceran, Rumah

Makan dan Hotel 42,576 50,210 92,786

7 Angkutan, Pergudangan dan

Komunikasi 10,194 2,395 12,589

8 Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan, Bangunan, Tanah dan Jasa 8,126 4,509 12,635

9 Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan

Perorangan 29,124 30,542 59,666

Jumlah 111,395 102,196 213,591

Sumber: Kota Yogyakarta Dalam Angka, 2018.

Jumlah Pencari kerja yang terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja

dan Transmigrasi tahun 2017 sebanyak 3.429 jiwa yang terdiri dari

1.577 laki-laki dan 1.852 perempuan. Sebagian besar dari pencari

95 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

kerja tersebut berpendidikan SMU/Sederajat yaitu 64,92 persen,

kemudian diikuti yang S1/Sederajat (24,15 persen), berpendidikan

Diploma (5,05 persen), dan sisanya (5,88) berpendidikan S2, SMP,

dan SD.. Sebagian besar angkatan kerja yang bekerja tersebut,

bekerja pada lapangan utama non pertanian seperti Perdagangan

Besar, Eceran, Rumah Makan dan Hotel (43,44%) dan kegiatan jasa

kemasyarakatan sosial dan perseorangan (27,93%), sedangkan

lapangan utama pertanian, jumlah angkatan kerja yang bekerja

hanya sebanyak 0,19%. Gambaran angkatan kerja berdasarkan

tingkat pendidikan yang ditamatkan sebagaimana pada tabel 5.6.

Tabel 5.6. Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut

Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kota Palangka

Raya, 2017

No. Pendidikan tertinggi yang

Ditamatkan

Angkatan Kerja

Bekerja Pengangguran Jumlah

1 Tidak/Belum Pernah Sekolah 273 0 273

2 Tidak/Belum Tamat SD 9,998 333 10,331

3 Sekolah Dasar 20,045 276 20,321

4 Sekolah Menengah Pertama 30,195 495 30,690

5 Sekolah Menengah 47,019 3,847 50,866

6 Sekolah Menengah Kejuruan 44,789 3,342 48,131

7 Diploma I/II/III 17,548 382 17,930

8 Universitas 43,724 2,747 46,471

Jumlah 213,591 11,422 225,013

Sumber: Kota Yogyakarta Dalam Angka, 2018.

96 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Dalam tiga tahun tersebut pencari kerja di Kota Yogyakarta

didominasi oleh tamatan perguruan tinggi disusul tamatan SMA dan

sederajat (29,74%) diikuti angkatan kerja yang memiliki tingkat

pendidikan universitas (22,23%). Komposisi pencari kerja

berdasarkan jenis kelamin dalam tiga tahun tersebut menunjukkan

jumlah yang seimbang antara pencari kerja laki-laki dan

perempuan.

Gambaran kondisi pengangguran terbuka pada angkatan

kerja yang masih berada pada usia produktif tersebut, tentunya

memerlukan berbagai kebijakan dari pemerintah Kota Palangka

Raya yang dapat membuka atau menciptakan lapangan pekerjaan

baru agar dapat menyerap angkatan kerja yang masih menganggur

atau mendorong angkatan kerja tersebut agar mau berwirausaha

dengan dampingan dari pemerintah Kota Palangka Raya. Upaya

yang dilakukan tersebut pada akhirnya akan dapat mengurangi

tingkat pengangguran di Kota Palangka Raya dan secara langsung

atau tidak langsung dapat menurunkan angka kemiskinan yang ada

di Kota Palangka Raya.

5.2. Karakteristik Kemiskinan di Kota Yogyakarta.

Kemiskinan merupakan indikator makro yang dapat

memberikan informasi terkait seberapa banyak penduduk suatu

wilayah yang belum sejahtera. Selain itu pula, kemiskinan dapat

97 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

dipergunakan untuk mengukur pencapaian pembangunan yang

telah dilakukannya. Kompleksitas kemiskinan tidak hanya terkait

dengan upaya pengentasan penduduk miskin namun juga

mencakup implementasi pembangunan dan efektivitas program di

bidang ekonomi dan sosial.

Perkembangan jumlah penduduk miskin di Kota Yogyakarta

selama 5 tahun terakhir cenderung mengalami penurunan,

meskipun pada tahun 2015 terjadi kenaikan (36 ribu jiwa) namun

selama dua tahun terakhir (2016 dan 2017) sudah mengalami

penurunan (32,6 dan 32,2 ribu jiwa). Secara rinci gambaran kondisi

kemiskinan di Kota Yogyakarta sebagaimana pada tabel 5.7.

Tabel 5.7. Perkembangan Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan dan Indeks Kemiskinan Kota Yogyakarta Tahun 2013 – 2017

No. Tahun

Penduduk Miskin

Garis Kemiskinan

Indeks Kemiskinan

(ribu jiwa)

(%) (Rp/Kapita/

Bulan) Kedalaman

(P1) Keparahan

(P2)

1 2013 35.6 8.82 353,602 1.24 0.27

2 2014 35.6 8.67 366,520 1.14 0.26

3 2015 36,0 8.75 383,966 1.06 0.23

4 2016 32.6 7.70 401,193 1.05 0.19

5 2017 32.2 7.64 423,815 1.58 0.48

Sumber: BPS Propinsi DIY, 2018.

Garis kemiskinan adalah garis batas yang membedakan

antara kelompok penduduk miskin dan tidak miskin. Garis ini

menunjukkan sejumlah rupiah yang diperlukan oleh individu untuk

dapat memenuhi kebutuhan hidup minimumnya, baik kebutuhan

98 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

makanan maupun non makanan (BPS DIY, 2018). Penduduk dengan

nilai pengeluaran di bawah garis kemiskinan akan dikategorikan

sebagai pen duduk miskin. Sebaliknya penduduk dengan jumlah

pengeluaran yang lebih besar dari nilai garis kemiskinan

dikategorikan sebagai bukan penduduk miskin. Garis kemiskinan

biasanya dibuat lebih dari satu. Hal ini diperlukan untuk

mengakomodir perbedaan karakteristik wilayah, terutama dalam

kaitannya dengan harga komoditi dan pola konsumsi yang berbeda

antar wilayah. Dalam hal ini, garis kemiskinan dibedakan menjadi

garis kemiskinan daerah perkotaan dan garis kemiskinan daerah

perdesaan. Selain itu, garis kemiskinan juga dibedakan menurut

kabupaten/kota. Secara umum garis kemiskinan yang ditetapkan di

Kota Yogyakarta selama lima tahun terakhir selalu mengalami

peningkatan, dimana pada tahun 2013 adalah sebesar Rp. 353.602

meningkat sebesar 19,86% pada tahun 2017 menjadi sebesar Rp.

423.815.

Indeks kedalaman kemiskinan digunakan untuk mengetahui

jarak antara rata-rata pengeluaran rumah tangga miskin terhadap

garis kemiskinan. Semakin besar nilai indeks P1 menunjukkan

bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin menjauh

dari garis kemiskinan. Dengan demikian, semakin besar nilai P1

maka semakin besar pula upaya yang diperlukan untuk

mengentaskan penduduk miskin dari keterpurukannya. Kota

99 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Yogyakarta juga menunjukkan adanya kecenderungan nilai indeks

P1 yang meningkat dalam rentang waktu 2013 – 2017. Pada tahun

2013, nilai indeks P1 Kota Yogyakarta tercatat sebesar 1,24 dan

sempat menyentuh angka 1,04 pada tahun 2016. Namun pada

tahun 2017, indeks P1 di daerah ini meningkat menjadi 1,58.

Kondisi ini perlu mendapat perhatian mengingat dengan

meningkatnya indeks P1 menunjukkan semakin besarnya usaha

yang diperlukan untuk melakukan pengentasan kemiskinan. Selain

itu, peningkatan indeks P1 juga menunjukkan semakin terpuruknya

penduduk miskin karena rata-rata pengeluarannya semakin

menjauhi garis kemiskinan.

Indeks keparahan kemiskinan (P2) menunjukkan tingkat

kesenjangan pengeluaran antara penduduk miskin. Dari lima

kabupaten/kota di D.I. Yogyakarta, Kota Yogyakarta merupakan

wilayah dengan nilai indeks P2 yang relatif paling rendah untuk

kurun waktu empat tahun terakhir. Rata-rata indeks P2 Kota

Yogyakarta adalah 0,29 per tahun. Bahkan pada tahun 2016, nilai

P2 kota ini mencapai nilai terendahnya yaitu 0,19 yang sekaligus

menunjukan rendahnya tingkat kesenjangan pengeluaran antara

penduduk miskin di Kota Yogyakarta.

100 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

5.3. Indeks Pembangunan Manusia Kota Yogyakarta.

Bank Dunia dalam salah satu publikasi yang dirilis

menyatakan bahwa tantangan terbesar dalam pembangunan adalah

memperbaiki kualitas kehidupan manusia, terutama di negara-

negara miskin dan terbelakang. Perbaikan kualitas kehidupan

memang mensyaratkan adanya pendapatan yang lebih tinggi,

namun masih ada syarat-syarat lainnya yang juga harus

diperjuangkan yaitu kualitas pendidikan yang lebih baik,

peningkatan nutrisi dan kesehatan, pemberantasan kemiskinan,

perbaikan kualitas lingkungan hidup, pemerataan kesempatan,

peningkatan kebebasan individu serta pelestarian aneka ragam

budaya (Bank Dunia, 2001). Untuk mengkaji perbandingan

pencapaian pembangunan, khususnya pembangunan manusia

antarwilayah dan antarnegara beserta perkembangan antarwaktu

diperlukan sebuah indikator yang mampu merepresentasikan

berbagai aspek dan dimensi dalam pembangunan manusia secara

berkelanjutan.

Salah satu upaya yang ditempuh oleh United Nation

Development Programme (UNDP) adalah merilis Human

Development Index (HDI) sebagai ukuran untuk menilai dan

menganalisis keberhasilan atau kinerja pembangunan manusia

dalam suatu wilayah sejak tahun 1990 (Human Development

Reports, 1990). Selanjutnya secara berkala, indeks tersebut

101 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

digunakan untuk mengukur kinerja pembangunan manusia

antarwilayah di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia. Dalam

ruang lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia, HDI

diterjemahkan menjadi Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Dalam perkembangannya IPM sudah dihitung dan disajikan

sampai level provinsi dan kabupaten/kota oleh Badan Pusat

Statistik (BPS). IPM Kota Yogyakarta pada kondisi awal tahun 2010

tercatat sebesar 82,72 dan meningkat secara bertahap menjadi

85,49 pada tahun 2017. Berdasarkan klasifikasinya, maka IPM Kota

Yogyakarta pada tahun 2017 termasuk dalam kategori IPM sangat

tinggi (IPM ≥80). Level IPM di daerah ini termasuk dalam lima

kabupaten/kota yang memiliki nilai IPM tertinggi secara nasional.

Bahkan, IPM Kota Yogyakarta tercatat menempati peringkat tertinggi

secara nasional di atas Kota Jakarta Selatan dalam beberapa tahun

terakhir. Secara umum, pencapaian angka tersebut menggambarkan

kualitas pembangunan manusia di Kota Yogyakarta yang lebih baik

dibandingkan dengan semua kabupaten/kota di Indonesia. Secara

rinci perkembangan indeks pembangunan manusia Kota Yogyakarta

seperti pada Tabel 5.8.

102 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Tabel 5.8. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Kota

Yogyakarta, 2013-2017

No. Indikator Penyusun Indeks

Pembangunan Manusia (IPM)

Tahun

2013 2014 2015 2016 2017

1 Angka Harapan Hidup (AHH) 74.05 74.05 74.25 74.3 74.35

2 Harapan Lamanya Sekolah (HLS) 15.89 15.97 16.32 15.23 16.82

3 Rata-rata Lama Sekolah (RLS) 11.36 11.39 11.41 11.42 11.43

4 Pengeluaran Per Kapita Riil (PPP) 16.65 16.755 17.317 17.770 18.005 5 Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) 83.61 83.78 84.56 85.32 85.49

Sumber: Kota Yogyakarta Dalam Angka, 2018.

Tingginya level IPM Kota Yogyakarta ditopang oleh tingginya

capaian keempat indikator penyusunnya, terutama angka harapan

lama sekolah dan pengeluaran perkapita rill yang disesuaikan.

Indikator harapan lama sekolah Kota Yogyakarta berada pada level

16,82 tahun dan berada di peringkat kedua tertinggi secara

nasional. Indikator pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan

sudah mencapai level Rp18,0 juta setahun dan berada dalam

kelompok lima besar daerah dengan pengeluaran per kapita riil

tertinggi secara nasional. Sementara, indikator angka harapan hidup

dan rata-rata lama sekolah masing-masing tercatat pada level 74,35

tahun dan 11,43 tahun. Capaian rata-rata lama sekolah Kota

Yogyakarta berada pada posisi sepuluh besar secara nasional,

sementara angka harapan hidupnya berada dalam posisi 25 besar

secara nasional.

103 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

5.4. Kondisi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)

dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Di

Kota Yogyakarta.

5.4.1. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial.

Kemiskinan di Kota Yogyakarta menuntut kehadiran

pemerintah, terutama Dinas Sosial Kota Yogyakarta sesuai dengan

tugas dan fungsinya. Sebagaimana diketahui, bahwa salah satu

tugas dan fungsi dinas sosial adalah menyelenggarakan program

kesejahteraan sosial, dan salah satunya adalah penanggulangan

kemiskinan yang merupakan salah satu bagian dari permasalahan

kesejahteraan sosial.

Permasalahan sosial yang terjadi di Kota Yogyakarta semakin

kompleks, dan terus berkembang. Kondisi ini menuntut Pemerintah

Kota Yogyakarta untuk memberikan prioritas terhadap

penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Hal ini relevan dengan

populasi dan kompleksitas permasalahan sosial yang ada di Kota

Yogyakarta yang cenderung mengalami peningkatan. Pemerintah

Kota Yogyakarta melalui Dinas Sosial berupaya dalam

menangani permasalahan Penyandang Masalah Kesejahteraan

Sosial (PMKS).

104 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah

perseorangan, keluarga kelompok, dan atau masyarakat yang

karena suatu hambatan, kesulitan atau gangguan tidak dapat

melaksanakan fungsi sosialnya, sehingga tidak dapat terpenuhi

kebutuhan hidupnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial

secara memadai dan wajar. Ada 26 jenis PMKS menurut Permensos

RI 08 Tahun 2012, namun di Kota Yogyakarta, hanya terdata 25

jenis PMKS. Gambaran perkembangan Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial di Kota Yogyakarta seperti pada tabel 5.9

Tabel 5.9. Perkembangan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Kota Yogyakarta Tahun 2013 – 2016

No. Jenis PMKS 2013 2014 2015 2016

1 Anak yg menjadi korban tindak kekerasan/diperlakukan salah 47 39 21 0

2 Anak yg memerlukan perlindungan khusus 0 5 11 0

3 Kelompok Minoritas 117 117 0 0 4 Korban Bencana Alam 0 0 299 0 5 Korban Bencana Sosial 0 0 72 0 6 Korban Trafficking 0 0 0 1 7 Bekas warga binaan lembaga

Pemasyarakatan 665 710 743 16 8 Anak yg berhadapan dengan

hukum 0 0 0 17 9 Gelandangan 9 7 8 18 10 Anak Jalanan 57 54 42 27 11 Tuna Susila 74 77 10 35 12 Pengemis 32 31 24 35 13 Pekerja Migran Bermasalah

Sosial 34 298 181 35 14 Anak Balita Terlantar 17 17 32 45 15 Korban Tindak Kekerasan 183 173 172 67 16 Pemulung 6 15 27 73 17 Korban Penyalahgunaan Nafza 250 238 178 103

105 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

18 Keluarga bermasalah Sosial Psikologis - - 170 185

19 Anak dengan kedisabilitasan 256 334 253 229 20 Anak terlantar 433 403 331 307 21 Orang dgn HIV/AID (ODHA) - - 943 806 22 Perempuan Rawan Sosial

Ekonomi - - 1227 1174 23 Penyandang Disabilitas 2319 2344 1819 1725 24 Lanjut usia terlantar 2031 1981 1578 1759

25 Fakir Miskin - - 20,253 20,253

Jumlah 6,530 6,843 28,394 26,910

Sumber: Dinas Sosial Kota Yogyakarta, 2018

Pada tabel 5,9 diketahui bahwa dari 26 PMKS yang ada, hanya

terdapat 25 PMKS yang terdata di Dinas Sosial Kota Yogyakarta.

Dari 25 PMKS tersebut, penduduk yang masuk dalam kategori fakir

miskin atau orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata

pencaharian dan atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi

tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang

layak bagi kehidupan dirinya dan keluarganya, jumlahnya sangat

besar atau mencapai 75,26% dari total keseluruhan PMKS yang ada

di Kota Yogyakarta. Jenis PMKS lainnya yang jumlahnya cukup

banyak adalah lanjut usia terlantar (6,54%), Penyandang Disabilitas

(6,41%), Perempuan rawan sosial ekonomi (4,36%), dan orang

dengan HIV/AID (ODHA) (3,0%). Sementara beberapa jenis PMKS

lainnya jumlahnya kurang dari 1%. Berdasarkan gambaran jumlah

tersebut, penanganan jenis PMKS fakir miskin di wilayah Kota

Yogyakarta menjadi salah satu prioritas utama.

106 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

5.4.2. Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial

Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS)

perseorangan, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang

dapat berperan serta untuk menjaga, menciptakan, mendukung dan

memperkuat penyelenggaraan kesejahteraan sosial. PSKS

merupakan potensi dan kemampuan yang ada dalam masyarakat

baik manusiawi, sosial maupun alami, yang dapat digali dan

didayagunakan untuk mencegah, menjaga, menciptakan,

mendukung dan memperkuat usaha-usaha kesejahteraan sosial

yang dilaksanakan. Secara rinci gambaran jumlah PSKS yang ada di

Kota Yogyakarta sebagaimana pada tabel 5.10

Tabel 5.10. Perkembangan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) di Kota Yogyakarta Tahun 2013 – 2017

No. PSKS 2013 2014 2015 2016 2017

1 Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) 1,158 1,057 1,049 1,049 1,144

2 Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) 176 90 67 66 67

3 Personal Tagana 93 56 108 108 75

4 Karang Taruna 45 45 45 45 45 5 Lembaga Konsultasi

Kesejahteraan Keluarga (LK3) 2 2 3 3 3

6 Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM) 12 22 21 21 21

7 Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) 14 14 14 14 14

8 Dunia Usaha yang Bergerak di Bidang UKS 15 15 15 15

Jumlah 1,500 1,301 1,322 1,321 1,384

Sumber: Dinas Sosial Kota Yogyakarta, 2018

107 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Pada tabel 5.10 diketahui bahwa, dari 12 jenis PSKS yang

seharusnya ada sesuai dengan peraturan Menteri Sosial RI Nomor

08 tahun 2012 tentang pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan Potensi dan

Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS), akan tetapi hanya terdapat 8

jenis PSKS yang ikut serta dalam berbagai kegiatan penyelenggaraan

kesejahteraan sosial, antara lain: 1) Pekerja Sosial MAsyarakat

(PSM); 2) Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS); 3) Personal Tagana; 4)

Karang Taruna; 5) Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3); 6)

Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM); 7) Tenaga

Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), dan; 8) Dunia Usaha yang

Bergerak di Bidang UKS. Dari ke 8 (delapan) jenis PSKS tersebut, jenis

Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) yang paling banyak ikut serta

dalam berbagai kegiatan untuk memperkuat penyelenggaraan

kesejahteraan sosial, dimana jumlahnya adalah sebanyak 1.144

orang. Meskipun sejak tahun 2013 – 2016 terjadi penurunan jumlah

PSM, akan tetapi pada tahun 2017, jumlah PSM yang terlibat

meningkat kembali.

Dari hasil wawancara dengan pihak Dinas Sosial Kota

Yogyakarta diketahui bahwa, masih banyak berbagai program dan

Sumber daya kesejahteraan sosial yang dinamakan Potensi dan

Sumber kesejahteraan sosial (PSKS) tersebut belum banyak

diketahui dan dimanfaatkan oleh masyarakat

108 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

5.4.3. Program dan Kegiatan Pemberdayaan Kesejahteraan Sosial

Kota Yogyakarta.

Permasalahan sosial yang terjadi di Kota Yogyakarta semakin

kompleks, dan terus berkembang. Kondisi ini menuntut Pemerintah

Kota Yogyakarta untuk memberikan prioritas terhadap

penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Hal ini relevan dengan

populasi dan kompleksitas permasalahan sosial yang ada di Kota

Yogyakarta yang cenderung mengalami peningkatan. Berbagai

permasalahan sosial tersebut menuntut pemecahan yang

terencana, sistematis dan berkelanjutan. Untuk itu, Dinas Sosial

Dinas Sosial Kota Yogyakarta memiliki 6 program dan 14 kegiatan

yang salah satu dari beberapa program tersebut bertujuan untuk

mengatasi berbagai permasalahan kesejahteraan sosial. Secara rinci

jenis program dan kegiatan serta penganggaran untuk mendukung

pelaksanaan program sebagaimana pada tabel 5.10.

Tabel 5.10. Program, Kegiatan Anggaran Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial di Kota Yogyakarta

No. Program Kerja Kegitan yang di lakukan Anggaran Perubahan

Tahun 2017 (Rp)

1 Program

Pelayanan Administrasi

Perkantoran

Penyediaan rapat-rapat

koordinasi dan Konsultasi

Penyediaan Jasa, Peralatan

dan Perlengkapan Kantor

Penyediaan Jasa

Pengelolaan Perkantoran

230.240.000

752.401.350

353.556.800

2 Program Peningkatan

Sarana

Prasarana

Aparatur

Pemeliharaan

Rutin/Berkala Gedung/Bangunan Kantor

Pemeliharaan

Rutin/Berkala Kendaraan

Dinas Operasional

230.066.000

435.517.000

109 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

3 Program

Peningkatan

Pengembangan Sistem

Pelaporan

Capaian

Kinerja dan

Keuangan

Penyusunan Dokumen

Perencanaan,

Pengendalian, dan Laporan

Capaian Kinerja SKPD

65.760.000

4 Program

Perlindungan dan Jaminan

Sosial

Perlindungan Sosial

Jaminan dan Bantuan

Sosial

Pelayanan Anak di Rumah

Pengasuhan Anak Wilopo

Projo

Pelayanan di Rumah Pelayanan Sosial Lanjut

Usia Terlantar Budhi

Dharma

657.194.250

699.849.000

897.053.300

1.442.945.444

Lanjutan Tabel 5.10.

No. Program Kerja Kegitan yang di lakukan Anggaran Perubahan

Tahun 2017 (Rp)

5 Program

Advokasi dan Rehablitasi

Sosial

Rehabilitasi Penyandang

Masalah Kesejahteraan

Sosial (PMKS)

Advokasi dan Pendampingan Penyandang

Masalah Kesejahteraan

Sosial (PMKS)

437.551.600

929.859.600

6 Program Data,

Informasi dan

Pemberdayaan

Sosial

Pendataan PMKS dan PSKS

Pemberdayaan Potensi

Kesejahteraan Sosial (PSKS)

1.177.107.300

702.994.100

Sumber: Dinas Sosial Kota Yogyakarta, 2018

Pada tabel 5.10 diketahui bahwa, dari 6 program dan 14

kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial Kota Yogyakarta,

terdapat 3 program yang berkaitan dengan penanganan masalah

kesejahteraan sosial, yaitu: 1) Program Perlindungan dan Jaminan

Sosial, dengan kegiatannya berupa perlindungan sosial, jaminan

dan bantuan sosial, pelayanan anak asuh, dan pelayanan orang

110 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

lanjut usia dan terlantar; 2) Program Advokasi dan Rehabilitasi

Sosial yang memiliki kegiatan rehabilitasi , advokasi dan

pendampingan bagi PMKS, dan; 3) Program Data, Informasi dan

Pemberdayaan Sosial, yang melakukan pendataan PMKS dan PSKS

serta melakukan pemberdayaan pada PSKS. Dalam melaksanakan

program dan kegiatan tersebut, Dinas Sosial Kota Yogyakarta

didukung oleh anggaran pemerintah daerah yang tertera dalam

DPPA Tahun 2017. Besarnya anggaran yang dialokasikan untuk

masing-masing program tersebut menunjukkan adanya perhatian

penuh dari Pemerintah Kota Yogyakarta agar penyelenggaran

kesejahteraan sosial dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

5.5. Penyusunan dan Penetapan Parameter Kemiskinan Di Kota

Yogyakarta.

5.5.1. Latar Belakang Penyusunan Parameter Kemiskinan.

Penyusunan dan penetapan parameter kemiskinan di Kota

Yogyakarta dimulai dari adanya pemikiran pimpinan daerah

(Walikota Yogyakarta) pada waktu tahun 2007, yang memandang

perlu dilakukan pendataan warga miskin dengan kriteria tetap

mengacu kepada kriteria kemiskinan yang dikeluarkan pemerintah

(BPS) dan dengan penyesuaian pada penilaian dengan karakteristik

lokal (spesifik lokal). Oleh karena itu, pemerintah Kota Yogyakarta

secara sistematis, terarah, dan terukur telah menempatkan program

111 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

penanggulangan kemiskinan sebagai salah satu agenda penting

yang harus diselesaikan. Titik keberhasilan program

penanggulangan kemiskinan di Kota Yogyakarta adalah

ditetapkannya parameter dan indikator kemiskinan wilayah kota

Yogyakarta.

Dengan memperhatikan adanya variasi antar daerah di Indonesia,

sepatutnyalah bila parameter untuk mengukur tingkat kemiskinan

bersifat konstektual menyesuaikan dengan situasi setiap daerah.

Tidak ada lagi memaksakan parameter yang disusun pemerintah

pusat sebagai satu-satunya model yang harus berlaku secara

universal diseluruh daerah. Perumusan parameter lokal ini

selanjutnya digunakansebagai pedoman kebijakan pengentasan

kemiskinan disetiap daerah yang didanai APBD.

5.5.2. Penetapan Peraturan Pemerintah Daerah

Pemerintah Kota Yogyakarta dalam melaksanakan kebijakan

penanggulangan kemiskinan telah mengeluarkan Keputusan

Walikota Yogyakarta Nomor 227 Tahun 2007 yang kemudian diubah

dengan Keputusan Walikota Yogyakarta nomor 470/KEP/2007

tentang perubahan Lampiran Keputusan Walikota Yogyakarta

Nomor 227 Tahun 2007 menetapkan parameter keluarga miskin

Kota Yogyakarta. Parameter tersebut diharapkan sebagai pedoman

penentuan sasaran program penanggulangan kemiskinan semua

112 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

instansi di Kota Yogyakarta. Keseragaman dan kesepakatan

indikator ini adalah salah satu aspek penting untuk meminimalkan

kesalahan atau bias sasaran.

Parameter tersebut merupakan indikator komposit yang

tersusun dari sektor fisik, ekonomi, sosial dan lainnya. Masing-

masing sektor dikembangkan dalam dimensi dan indikator sehingga

mudah pengukurannya. Indikator tersebut merupakan kombinasi

beberapa model penanggulangan kemiskinan yang sudah ada

sebelumnya seperti indikator kebutuhan dasar yang dikembangkan

BPS, Indikator Keluarga Sejahtera yang dikembangkan oleh BKKBN,

dan indikator model pembangunan manusia yang dikembangkan

UNDP. Langkah -langkah yang dilakukan, antara lain:

1. Indikator Kemiskinan. Penajaman indikator kemiskinan

dilakukan dengan menggunakan kombinasi metode yakni: FGD,

analisis data sekunder dai survei yang dilakukan Dinkessos Kota

Yogyakarta, dan analisis data primer untuk menguji indikator

yang terbentuk

2. Peserta Diskusi. Adalah yang dapat memberikan banyak

informasi tentang kemiskinan yang ada, yakni: Masyarakat

miskin, tokoh masyarakat (ketua RW, RT, dll) dan aparat

pemerintahan kelurahan, aparat pemerintah kecamatan, dan

instansi terkait.

113 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

3. Wilayah FGD didasarkan pada pertimbangan : a) yang mewakili

sektor usaha (misal, usaha pertanian, industri, dll); b) yang

mewakili keunikan tertentu (misal, pinggir sungai, dll)

4. Tahapan FGD. Dilakukan sesuai dengan informan, yaitu: a) FGD

dgn masyarakat miskin; b) FGD dengan tokoh masyarakat dan

aparat pemerintahan (Kelurahan); c) FGD dengan aparat

Kecamatan, dan; d) FGD dengan instansi terkait.

5. Materi Diskusi. Materi disusun sesuai dengan identifikasi

kategori kondisi ekonomi. Peserta mendiskusikan sebab-akibat

kemiskinan serta menentukan prioitas dari setiap determinan

penentu kemiskinan.

6. Penentuan Bobot dan Indikator Kemiskinan. Bobot digunakan

untuk menentukan tingkat kepentingan suatu indikator. Nilai

Bobot berkisar 0 – 100 persen. Semakin besar bobot suatu

indikator semakin penting indikator tersebut dalam mengukur

kemiskinan. Penentuan besarnya bobot indikator kemiskinan

dihitung berdasarkan hasil Focus Group Discsussion (FGD)

perwakilan masyarakat miskin di tiap-tiap kelurahan.

Setelah melalui proses diskusi dalam forum koordinasi antar

lembaga/instansi tingkat kota oleh Komite Penanggulangan

Kemiskinan Daerah Kota Yogyakarta, langkah awal adalah mencari

persamaan-persamaan konsep dari masing-masing indikator dasar

114 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

yang dipakai oleh sektoral departemen. Dari rangkuman berbagai

indikator diatas maka dikembangkan parameter kemiskinan yang

disepakati secara bersama-sama oleh masing-masing instansi di

Kota Yogyakarta untuk selanjutnya diusulkan untuk menjadi

Keputusan Daerah yang secara formal menjadi acuan oleh semua

pihak sebagai indikator kemiskinan.

Beberapa contoh keputusan Pemerintah Kota Yogyakarta

paling awal (2007) dan paling terakhir (2017) yang secara formal

menjadi acuan oleh semua pihak sebagai indikator kemiskinan,

antara lain :

1. Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 616/KEP/2007 tentang

Rencana Aksi Daerah (RAD) Penanggulangan Kemiskinan dan

Pengangguran Kota Yogyakarta Tahun 2007 – 2011. Adapun

rumusan parameter kemiskinan tersebut adalah sebagai berikut:

115 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Aspek Parameter Bobot

1. Pendapatan dan Aset

1. Pendapatan rata-rata anggota keluarga setiap bulan kurang dari Rp.150.000,-

2. Kepala Keluarga tidak bekerja. 3. Keluarga tidak memiliki

barang selain tanah yang bernilai lebih dari Rp.

500.000,- 4. Status tempat tinggal bukan

milik sendiri. 5. Jenis bahan bakar untuk

memasak yang digunakan sehari-hari bukan gas.

6. Jenis alat penerangan yang digunakan bukan listrik atau listrik tetapi bukan milik sendiri.

8

5

5

2

3

2

2. Pangan 1. Keluarga tidak mampu memberi makan Anggota keluarga 3 kali setiap hari.

2. Keluarga tidak mampu membeli dan menyediakan lauk daging/ayam atau susu 1 kali dalam seminggu.

12

8

3. Sandang 1. Keluarga hanya bisa membeli pakaian baru bagi Anggota keluarga maksimal 1 kali dalam satu tahun

5

4. Papan 1. Luas tempat tinggal rata-rata tiap Anggota keluarga kurang dari 8 meter persegi.

2. Jenis bahan lantai bidang terluas dari tempat tinggal berupa tanah/bambu /kayu kualitas rendah.

3. Jenis bahan dinding bidang terluas dari tempat tinggal berupa bambu/kayu/bahan lain berkualitas rendah/tembok tanpa plester atau diplester kualitas rendah

3

3

4

116 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Aspek Parameter Bobot

5. Kesehatan 1. Keluarga tidak mampu mengobatkan anggota keluarga yang sakit di Puskesmas.

2. Sumber air minum yang digunakan berasal dari sumber air tidak terlindung.

3. Kebiasaan membuang air besar di sungai/MCK

umum/Milik tetangga.

5

5

5

6. Pendidikan 1. Pendidikan Kepala Keluarga maksimal hanya lulus SD

2. Terdapat anak usia sekolah yang DO

5

10

7. Sosial 1. Keluarga tidak mengikuti aktivitas lingkungan sama sekali

5

Kriteria/Stratifikasi Miskin: a. Fakir

Miskin/Miskin Sekali

b. Miskin c. Hampir Miskin d. Tidak Miskin

Jumlah Bobot antara 76 – 100

Jumlah Bobot antara 51 – 75

Jumlah Bobot antara 31 – 50

Jumlah Bobot antara 0 – 30

Kode:

FM

M HM TM

2. Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 482 Tahun 2017 tentang

Penetapan Parameter Pendataan Penduduk dan Keluarga

Sasaran Jaminan perlindungan Sosial di Kota. Kriteria yang

ditetapkan sebanyak 7 aspek dengan 17 Parameter. Adapun

rumusan pendataan penduduk tersebut adalah sebagai berikut:

117 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Aspek Parameter Bobot

1. Pendapatan dan Aset

1. Suami dan Istri tidak bekerja 2. Pendapatan rata-rata anggota

keluarga per bulan selama 3 bulan terakhir sampai dengan Rp.401.193,-

3. Status kepemilikan bangunan mengontrak dengan nilai kontrak bangunan sampai dengan Rp. 4.000.000

4. Keluarga tidak memiliki barang yang bernilai lebih dari Rp. 1.800.000,-

5. Penerangan listrik dengan daya 450 sampai dengan 900 kWh dan tagihan kurang dari Rp. 75.000.

8

10

6

3

3

2. Papan 1. Luas bangunan tempat tinggal kurang dari 8 meter persegi per anggota keluarga.

2. Jenis bahan dinding tempat tinggal lebih dari 50% berupa bambu/kayu/tembok tanpa plester

8

10

3. Pangan 3. Keluarga tidak mampu memberi makan Anggota keluarga 3 kali setiap hari.

4. Keluarga tidak mampu membeli dan menyediakan lauk daging/ayam/ikan sebanyak 2 kali dalam seminggu.

6

9

4. Sandang 1. Keluarga hanya bisa membeli pakaian baru bagi Anggota

keluarga maksimal 1 kali dalam satu tahun, dluar pakaian seragam

3

5. Kesehatan 1. Keluarga tidak mampu berobat kecuali yang disubsidi pemerintah.

2. Sumber air minum dan masak bukan dari PDAM.

3. Tempat membuang air besar tidak di mandi Cuci kakus (MCK).

5

2

5

118 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Aspek Parameter Bobot

6. Pendidikan 1. Pendidikan Kepala Keluarga maksimal lulus SMP

2. Terdapat tanggungan anggota keluarga lebih dari satu yang bersekolah di Sekolah menengah Atas

3. Terdapat anak usia sekolah yang Drop Out (DO) atau tidak melanjutkan ke jenjang

pendidikan sampai dengan SEkolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan karena alasan ekonomi

4

10

9

7. Sosial 1. Keluarga tidak dapat kegiatan sosial karena waktunya habis untuk mencari nafkah

2

Kriteria/Stratifikasi Miskin: a. KMS 1 b. KMS 2 c. KMS 3

Bobot:

Jumlah Bobot antara 76 – 100

Jumlah Bobot antara 51 – 75

Jumlah Bobot antara 31 – 50

5.5.3. Hasil Kaji Banding ke Pusat Studi Kependudukan dan

Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Berdasarkan hasil diskusi dengan narasumber dari Pusat

Studi dan Kebijakan UGM, yang diwakili oleh Dr. Pande Made Kuta

Negara, M.Si, diperoleh beberapa informasi dan masukan yang

berguna nantinya sebagai bahan dalam rangka penyusunan kriteria

kemiskinan spesifik lokal di Kota Palangka Raya. Informasi dan

masukan tersebut, antara lain:Pemerintah Kota Yogyakarta

menggunakan variabel yang dianggap penting dan berperan dalam

penentuan kriteria miskin sesuai dengan kondisi Kota Yogyakarta.

119 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

1. Parameter dan Indikator yang ditetapkan dapat lebih

mencerminkan kondisi riil masyarakat dalam mengukur kondisi

kesejahteraan masyarakatnya.

2. Dalam konteks makro, adanya perbedaan dengan data dari BPS

yang juga mengukur kemiskinan tidak perlu dipertentangkan,

karena nilai guna diantara keduanya sangat berbeda. Parameter

dan Indikator kemiskinan yang digunakan BPS lebih bersifat

makro dan merupakan ukuran yang dapat diperbandingkan

antar wilayah. Sementara itu ukuran yang digunakan oleh

Pemerintah Kota Yogyakarta lebih bersifat mikro, hanya

mencerminkan kondisi di wilayah tersebut.

3. Dalam konteks kebijakan, ukuran yang digunakan oleh

Pemerintah Kota Yogyakarta akan lebih dapat diterapkan

langsung oleh pemegang kebijakan karena ukuran-ukuran yang

digunakan memang benar-benar ukuran yang berlaku dalam

tingkat lokal.

4. Ukuran Indikator dan Parameter yang disusun Pemerintah Kota

Yogyakarta, dapat disesuaikan dengan dinamika sosial ekonomi

dan budaya masyarakat, sehingga memiliki sensitivitas dalam

mengukur kemiskinan masyarakat. Oleh karena itu penajaman

paramater dan indikator selalu dilakukan, menyesuaikan dengan

perubahan kondisi masyarakat Kota Yogyakarta.

120 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

5.

6.

7.

6.1. Karakteristik Umum Rumah Tangga Miskin di Kota

Palangka Raya.

Karakteristik responden digunakan untuk mengetahui

keragaman dari responden. Hal tersebut diharapkan dapat

memberikan gambaran yang cukup jelas mengenai kondisi dari

responden dan kaitannya dengan masalah dan tujuan kajian

tersebut. Karakteristik umum responden dalam kajian ini terdiri dari

tiga karakter, yakni: berdasarkan jenis kelamin, pekerjaan kepala

keluarga, dan umur. Deskripsi mengenai karakteristik responden

penelitian di uraikan sebagai berikut:

6.1.1. Jenis Kelamin

Kriteria responden berdasarkan jenis kelamin digunakan

untuk membedakan responden kepala keluarga laki-laki dan

perempuan. Umumnya kepala keluarga berjenis kelamin laki-laki.

Akan tetapi, kepala keluarga dari responden keluarga miskin di Kota

Palangka Raya lebih banyak berjenis kelamin perempuan yaitu

sebesar 59,30%. Hal ini disebabkan adanya perceraian dan suami

yang telah meninggal. Secara rinci jumlah responden berdasarkan

jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 6.1.

121 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Tabel. 6.1. Jumlah Kepala Keluarga Menurut Jenis Kelamin

Kecamatan kelurahan Jenis Kelamin (%) Total

L P % Orang

Pahandut Pahandut 41.67 58.33 100.00 24

Jekan Raya Palangka 50.00 50.00 100.00 22

Bukit Batu Tangkiling 45.45 54.55 100.00 22

Sabangau Kalampangan 39.13 60.87 100.00 23

Rakumpit Mungku Baru 27.27 72.73 100.00 22

Jumlah 40.70 59.30 100.00 113

Sumber: Data Primer, 2018.

Perempuan sebagai kepala keluarga memang rentan menjadi

miskin karena umumnya menjadi tulang punggung satu-satunya

dalam keluarga. Hal ini semakin parah apabila anak yang dimiliki

masih harus dalam pengasuhan. Fenomena perempuan sebagai KK

dari keluarga miskin terjadi di seluruh kecamatan survey.

Persentase tertinggi berada di Mungku Baru. yaitu sebesar 72,73%.

Sedangkan persentase terendah berada pada Kelurahan

kalampangan.

6.1.2. Pekerjaan Kepala Keluarga

Memiliki pekerjaan adalah salah satu untuk mengurangi

tingkat kemiskinan. Sebagian besar responden memiliki pekerjaan

yaitu sebesar 71,15%. Sedangkan sisanya sebesar 28,85 tidak

memiliki pekerjaan. Alasan tidak memiliki pekerjaan karena sulit

mencari lapangan pekerjaan dan rendahnya pendidikan. Secara

rinci gambaran responden berdasarkan kepemilikan pekerjaan

utama sebagaimana pada tabel 6.2.

122 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Tabel. 6.2. Jumlah Kepala Keluarga Menurut Pekerjaan Utama

Kecamatan kelurahan Status Pekerjaan Utama (%)

Ada Tidak Ada Total

Pahandut Pahandut 54.17 45.83 100.00

Jekan Raya Palangka 86.36 13.64 100.00

Bukit Batu Tangkiling 86.36 13.64 100.00

Sabangau Kalampangan 65.22 34.78 100.00

Rakumpit Mungku Baru 63.64 36.36 100.00

Jumlah Rata-rata 71.15 28.85 100.00

Sumber: Data Primer, 2018.

Secara umum responden rumah tangga miskin memiliki

pekerjaan utama (71,15%), dan sebagian lainnya tidak memiliki

pekerjaan (28,85%). Responden yang banyak tidak memiliki

pekerjaan utama adalah responden di Kelurahan Pahandut

(45,83%), diikuti responden yang berada di Kelurahan Mungku Baru

(36,36%) dan Kelurahan Kalampangan (34,78)

6.1.3. Umur Kepala Keluarga

Di dalam analisis demografi, struktur umur penduduk

dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu (a) kelompok umur muda,

dibawah 15 tahun; (b) kelompok umur produktif, usia 15 – 64

tahun; dan (c) kelompok umur tua, usia 65 tahun ke atas. Struktur

umur penduduk dikatakan muda apabila proporsi penduduk umur

muda sebanyak 40% atau lebih sementara kelompok umur tua

kurang atau sama dengan 5%. Sebaliknya suatu struktur umur

penduduk dikatakan tua apabila kelompok umur mudanya

sebanyak 30% atau kurang sementara kelompok umur tuanya lebih

123 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

besar atau sama dengan 10%.

Kriteria responden berdasarkan umur dibagi kedalam lima

kategori yakni kurang dari 30 tahun , 31-40 tahun, 41 – 50 tahun,

51 – 60 tahun dan lebih dari 60 tahun. Penduduk dengan umur

produktif memiliki kesempatan lebih besar untuk mendapatkan

penghasilan karena masih memiliki fisik yang sehat dan kuat. Oleh

karena itu, jika KK dari rumah tangga miskin tersebut sudah renta,

akan semakin sulit untuk keluar dari kemiskinan tanpa bantuan

dari pemerintah. Secara rinci jumlah responden berdasarkan umum

kepala keluarga sebagaimana pada tabel 6.3.

Tabel. 6.3. Jumlah Kepala Keluarga Menurut Umur

Kecamatan kelurahan Kepala Keluarga Berdasarkan Umur (%) Total

< 30 thn

31-40 thn

41-50 thn

51-60 thn

>60 thn

% Total

(orang)

Pahandut Pahandut 16.67 20.83 33.33 25.00 4.17 100 24

Jekan Raya Palangka 0.00 36.36 18.18 31.82 13.64 100 22

Bukit Batu Tangkiling 4.55 36.36 27.27 13.64 18.18 100 22

Sabangau Kalampangan 21.74 13.04 26.09 26.09 13.04 100 23

Rakumpit Mungku Baru 22.73 31.82 22.73 13.64 9.09 100 22

Jumlah 13.14 27.68 25.52 22.04 11.62 100 113

Sumber: Data Primer, 2018.

Hasil survey menunjukan bahwa hanya sebagian kecil

responden yang berada pada usia >60 tahun, yaitu sekitar 11,62 %.

Daerah yang paling banyak memiliki responden berumur >60 tahun

adalah kelurahan Tangkiling yaitu sebesar 18,18%. Sedangkan

daerah yang paling sedikit memiliki responden berumur >60 tahun

Kelurahan pahandut, yaitu sebesar 4,17%. Jumlah Responden yang

124 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

lebih muda di daerah survey sangat tinggi yaitu lebih dari 80%.

Responden yang lebih muda mayoritas berada pada rentang umur

31-40 tahun, 41-50 tahun dan 51-60 tahun dengan persentase

masing-masing sebesar 27,68%, 25,52% dan 22,04%.

Pergeseran struktur umur muda ke umur tua produktif akan

membawa konsekuensi peningkatan pelayanan pendidikan terutama

pendidikan tinggi dan kesempatan kerja. Sedangkan pergeseran

struktur umur produktif ke umur tua pada akhirnya akan

mempunyai dampak terhadap persoalan penyantunan penduduk

usia lanjut. Bersamaan dengan perubahan sosial ekonomi

diperkirakan akan terjadi pergeseran pola penyantunan usia lanjut

dari keluarga ke institusi. Apabila keadaan ini terjadi, maka

tanggung jawab pemerintah akan menjadi bertambah berat (Kasto

dalam Prijono, 1995)

6.2. Karakteristik Rumah Tangga Miskin di Kota Palangka Raya

Karakteristik rumah tangga miskin diperlukan untuk

mengetahui seberapa jauh komponen penilaian untuk menilai

rumah tangga miskin dapat menggambarkan kondisi rumah tangga

miskin, dan apakah dari komponen penilaian tersebut sesuai

dengan kebutuhan Pemerintah Kota Palangka Raya untuk

melakukan pendataan rumah tangga miskin yang akan digunakan

sebagai data untuk merencanakan program pemberdayaan

masyarakat miskin di Kota Palangka Raya. Masing-masing

125 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

karakteristik rumah tangga miskin akan diuraikan sebagai berikut:

6.2.1. Luas Bangunan

Bangunan rumah memiliki fungsi baik secara fisik dan

psikologis. Fungsi bangunan rumah adalah cara bangunan itu dapat

melayani pemakainya dalam suatu kegiatan yang mengandung

proses yaitu baik sebagai tempat berlindung manusia dari pengaruh

sekitar (Alam), sebagai tempat beristirahat/ tidur setelah beraktifitas

dan sebagai wadah untuk aktifitas-aktifitas harian manusia. seperti

: mandi, makan, masak, dll. Secara umum tidak ada standar

khusus yang menjelaskan ukuran ideal sebuah ruangan atau

rumah. Ukuran rumah ideal tidak dapat ditentukan oleh ukuran

m2, tetapi idealnya sebuah rumah sangat tergantung pada jumlah

calon penghuni. Baik rumah besar maupun kecil apabila dapat

memenuhi kebutuhan penghuninya itu sudah ideal.

Hasil survey menunjukan bahwa rata-rata luas bangunan

perorang di Kota Palangka Raya adalah sebesar 8,30m2. Luas

bangunan/orang paling tinggi terdapat di Kelurahan Tangkiling

yaitu sebesar 10,72m2. Sedangkan yang paling rendah berada di

Kecamatan Mungku Baru yaitu sebesar 6,83m2. Secara secara rinci

gambaran luas bangunan tempat tinggal responden sebagaimana

tabel 6.4.

126 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Tabel 6.4. Kondisi Bangunan Tempat Tinggal Rumah Tangga Miskin Menurut Luas Bangunan dan Jumlah Penghuni Di Kota

Palangka Raya

Kecamatan Kelurahan

Rata-rata Luas

Bangunan

Rata-rata Jumlah

penghuni

Rata-rata Luas bangunan/orang

(m2) (Orang) (orang/m2)

Pahandut Pahandut 40.08 5 8.02

Jekan Raya Palangka 31.00 4 7.75

Bukit Batu Tangkiling 42.86 4 10.72

Sabangau Kalampangan 41.04 5 8.21

Rakumpit Mungku Baru 27.32 4 6.83

Jumlah Rata-rata 36.46 4 8.30

Sumber: Data Primer, 2018.

Menurut BPS, rumah tangga masuk dalam kategori miskin

jika luas lantai bangunan tempat tinggalnya kurang dari 8 m2 per

orang. Jika mengacu pada kriteria BPS tersebut, maka daerah yang

paling banyak memenuhi kriteria ini adalah Kelurahan Palangka

dan Mungku Baru dengan rata-rata luas bangunan/orang masing-

masing sebesar 7,75m2 dan 6.83m2.

6.2.2. Jenis Lantai

Lantai adalah bagian bawah/dasar/alas suatu ruangan, baik

terbuat dari marmer, keramik, granit, tegel/teraso, semen, kayu,

tanah dan lainnya. Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa

sebagian besar responden memiliki rumah dengan jenis lantai

berbahan kayu (papan kayu) baik jenis kayu kuat maupun kayu

biasa. Namun demikian, masih ditemui responden dengan kondisi

lantai rumah yang menggunakan semen, sedangkan responden yang

127 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

memiliki lantai keramik, hanya terdapat pada responden yang

berada di Kelurahan Pahandut.. Secara rinci gambaran kondisi

lantai rumah tempat tinggal responden sebagaimana table 4.8.

Tabel 6.5. Kondisi Bangunan Tempat Tinggal Rumah Tangga Miskin

Menurut Jenis Lantai Rumah Di Kota Palangka Raya

Kecamatan kelurahan

Jenis Lantai Rumah (%)

Total Keramik Semen

Kayu

Kuat Biasa

Pahandut Pahandut 12.50 16.67 0.00 70.83 100

Jekan Raya Palangka 0.00 18.18 0.00 81.82 100

Bukit Batu Tangkiling 0.00 0.00 77.27 22.73 100

Sabangau Kalampangan 0.00 17.39 82.61 0.00 100

Rakumpit Mungku Baru 0.00 22.73 72.73 4.55 100

Jumlah Rata-rata 2.50 14.99 46.52 35.98 100

Sumber: Data Primer, 2018.

Hasil survey menunjukan bahwa sebagian besar responden

memiliki rumah dengan lantai kayu yang kuat yaitu sebesar 46,52%.

Jenis kayu yang digunakan tersebut adalah meranti dan belangiran.

Kedua jenis kayu ini termasuk dalam kategori cukup kuat.

Sedangkan responden yang menggunakan lantai dari kayu biasa

adalah sebesar 35,98%. Jenis lantai yang paling sedikit digunakan

adalah keramik yaitu sebesar 2,50%.

Daerah yang paling banyak menggunakan kayu kuat sebagai

lantai adalah Kalampangan, Tangkiling dan Mungku Baru dengan

persentase masing-masing sebesar 82,61%, 77,27% dan 72,73%.

Sedangkan daerah yang paling banyak menggunakan kayu biasa

adalah Palangka dan Pahandut dengan persentase masing-masing

128 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

sebesar 81,82% dan 70,83%.

Berdasarkan kriteria BPS, rumah tangga masuk dalam

kategori miskin jika lantai bangunan tempat tinggalnya terbuat dari

tanah/bambu/kayu murahan. Apabila menggunakan kriteria ini

maka sebagian besar responden di 3 daerah yaitu Kalampangan,

Tangkiling dan Mungku Baru tidak memenuhi kriteria ini karena

lebih dari 70 persen respondennya memiliki lantai dari kayu kuat.

Tingginya responden yang menggunakan kayu kuat sebagai lantai

rumah disebabkan karena kalimatan Tengah memang memiliki

banyak kayu kuat sehingga harganya relatif murah jika

dibandingkan di Pulau Jawa. Oleh karena itu, kriteria ini memiliki

bobot yang rendah jika diterapkan di Kota palangka Raya.

6.2.3. Jenis Dinding

Dinding adalah sisi luar/batas dari suatu bangunan atau

penyekat dengan bangunan fisik lain. Bentuk dinding dapat terdiri

dari dinding tembo, dinding kayu (papan), dinding kulit

kayu/bambu/rumbia dan dinding campuran antara bahan tersebut.

Di Wilayah Kajian hampir sebagian besar (86,9%) rumah tempat

tinggal responden memiliki dinding berbahan kayu (papan) baik dari

jenis kayu yang kuat maupun kayu biasa, dan sebagian kecil yang

memiliki dinding tembok dan jenis dinding lainnya. Secara rinci

kondisi dinding rumah tempat tinggal responden sebagaimana tabel

6.6.

129 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Tabel 6.6. Kondisi Bangunan Tempat Tinggal Rumah Tangga Miskin Menurut Jenis Dinding Rumah Di Kota Palangka Raya

Kecamatan kelurahan

Jenis Dinding Rumah (%)

Total Tembok

Kayu Lainnya Kuat Biasa

Pahandut Pahandut 16.67 4.17 79.17 0.00 100

Jekan Raya Palangka 13.64 0.00 86.36 0.00 100

Bukit Batu Tangkiling 0.00 72.73 27.27 0.00 100

Sabangau Kalampangan 21.74 69.57 4.35 4.35 100

Rakumpit Mungku Baru 4.55 4.55 86.36 4.55 100

Jumlah Rata-rata 11.32 30.20 56.70 1.78 100

Sumber: Data Primer, 2018.

Hasil survey menunjukan bahwa sebagian besar responden

memiliki rumah dengan dinding dari kayu biasa, yaitu sebesar

56,70%. Sedangkan kayu kuat dan tembok masing-masing sebesar

30,20% dan 11,32%. Daerah yang paling banyak menggunakan

kayu bias adalah Palangka, Mungku Baru dan Pahandut dengan

persentase masing-masing sebsar 86,36%, 86,36% dan 79,17%.

Sedangkan daerah yang paling banyak menggunakan kayu kuat

adalah Tangkiling dan Kalampangan dengan persentase masing-

masing sebesar 72,73% dan 69,57%.

Berdasarkan kriteria BPS, rumah tangga masuk dalam

kategori miskin jika dinding bangunan tempat tinggalnya terbuat

dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah atau tembok tanpa

diplester. Apabila menggunakan kriteria ini, maka sebagian besar

responden yang menggunakan kayu biasa (56,70%) memenuhi

kriteria ini. Biasanya, untuk menghemat biaya, rumah tangga

miskin akan menggunakan bahan kayu yang lebih murah

130 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

dibandingkan bahan untuk lantai. Oleh karena itu, kriteria jenis

dinding memiliki bobot yang lebih tinggi dibandingkan kriteria jenis

lantai.

6.2.4. Fasilitas WC.

Salah satu kegiatan sanitasi dasar adalah penanganan

pembuangan tinja/kotoran. Secara umum metode pembuangan

tinja/kotoran yang baik yaitu dengan jamban dengan syarat sebagai

berikut : a) Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi;

b)Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin

memasuki mata air atau sumur; c) Tidak boleh terkontaminasi air

permukaan: d) Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan

lain; e) Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar atau, bila

memang benar-benar diperlukan, harus dibatasi seminimal

mungkin; f) Jamban harus bebas dari bau atau kondisi yang tidak

sedap dipandang; g) Metode pembuatan dan pengoperasian harus

sederhana dan tidak mahal. Secara rinci gambaran fasilitas WC yang

dimiliki responden rumah tangga miskin sebagaimana pada tabel

6.7.

131 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Tabel 6.7. Kondisi Rumah Tangga Miskin Menurut Fasilitas WC yang Dimiliki Di Kota Palangka Raya

Kecamatan kelurahan

Fasilitas WC (%)

Total WC Sendiri

Jamban WC

Bersama

Pahandut Pahandut 83.33 12.50 4.17 100

Jekan Raya Palangka 63.64 27.27 9.09 100

Bukit Batu Tangkiling 72.73 4.55 22.73 100

Sabangau Kalampangan 82.61 8.70 8.70 100

Rakumpit Mungku Baru 68.18 18.18 13.64 100

Jumlah Rata-rata 74.10 14.24 11.66 100

Sumber: Data Primer,2018.

Hasil survey menunjukan bahwa sebagian besar responden

memiliki WC sendiri baik yang berada di dalam atau di luar rumah,

yaitu sebesar 74,10%. Sedangkan yang menggunakan WC bersama

hanya sebesar 11,66%. Masih ditemukan responden yang

menggunakan jamban di sungai ,yaitu sebesar 14,24%. Hal ini bisa

dimaklumi karena kota Palangka Raya dilintasi banyak sungai.

Daerah yang paling banyak memiliki WC sendiri adalah

Pahandut dan Kalampangan yaitu masing-masing sebesar 83.33%

dan 82,61%. Daerah yang paling banyak menggunakan WC bersama

adalah Tangkiling dan Mungku Baru yaitu masing-masing sebesar

22,73% dab 13,64%. Sedangkan daerah yang paling banyak

menggunakan Jamban di Sungai adalah Palangka dan Mungku

Baru yaitu masing-masing sebesar 27,27% dan 18,18%.

Berdasarkan kriteria BPS, rumah tangga masuk kategori

miskin jika tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama

rumah tangga lain menggunakan satu WC. Jika menggunakan

132 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

kriteria ini maka sebagian responden (74,10%) tidak memenuhi

kriteria ini. Tampaknya sebagian besar masyarakat Kota Palangka

Raya telah memahami pentingnya memiliki WC sendiri, sehingga

keterbatasan ekonomi tidak mempengaruhi keingnan mereka

memiliki WC sendiri. Oleh karena itu, kriteria ini memiliki bobot

yang rendah.

6.2.5. Sumber air minum

Kebutuhan akan air bersih terutama utk konsumsi menjadi

salah satu penunjang kesehatan masyarakat.-Air bersih adalah air

yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya

memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah

dimasak. Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat

kesehatan dan dapat langsung diminum. Pada akhirnya

ketersediaan air bersih sangat mempengaruhi kesehatan penduduk.

Penduduk yang miskin akan sulit mendapat air bersih dan keadaan

ini mempengaruhi tingkat kesehatan. Secara umum responden yang

berada di wilayah kajian sudah memiliki sarana sumber air bersih yang

cukup baik yaitu berasal dari sumur pompa/bor. Gambaran mengenai

kondisi akses masyarakat terhadap sumber air minum yang dimiliki,

secara rinci sebagaimana pada table 6.8.

133 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Tabel 6.8. Kondisi Rumah Tangga Miskin Menurut Sumber Air Minum yang Dimiliki Di Kota Palangka Raya

Kecamatan Kelurahan

Sumber Air Minum (%)

Total sumur

timba

Sumur

Pompa/Bor Sungai

Air

Hujan

isi

ulang

Pahandut Pahandut 0.00 95.83 4.17 0.00 0.00 100

Jekan Raya Palangka 9.09 90.91 0.00 0.00 0.00 100

Bukit Batu Tangkiling 4.55 95.45 0.00 0.00 0.00 100

Sabangau Kalampangan 0.00 100.00 0.00 0.00 0.00 100

Rakumpit Mungku Baru 0.00 95.45 0.00 0.00 4.55 100

Jumlah Rata-rata 2.73 95.53 0.83 0.00 0.91 100

Sumber: Data Primer, 2018.

Hasil survey menunjukan bahwa 95,53% responden

menggunakan sumur pompa/bor sebagai sumber air bersih. Daerah

yang paling banyak menggunakan sumur pompa/bor adalah

Kalampangan,yaitu sebesar 100%. Ditemukan responden yang

menggunakan isi ulang didaerah MungkuBaru, yaitu sebesar 0,91%.

Berdasarkan kriteria BPS, rumah tangga di katakana miskin

jika air minum berasal dari sumur/mata air yang tidak

terlindung/sungai/air hujan. Jika menggunakan kriteria BPS ini

maka banyak sekali responden yang tidak memenuhi kriteria ini.

Oleh karena itu, kritgeria ini memiliki bobot yang rendah jika

diterapkan di Kota Palangka Raya.

6.2.6. Jenis bahan bakar untuk memasak

Kebutuhan bahan bakar untuk keperluan rumah tangga

miskin sudah banyak bergeser dari penggunaan bahan bakar kayu

atau minyak tanah menjadi bahan bakar gas. Kondisi ini terutama

disebabkan oleh kemudahan akses untuk mendapatkan sumber

134 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

bahan bakar tersebut, khususnya rumah tangga miskin yang tinggal

di wilayah perkotaan. Sedangkan rumah tangga miskin yang berada

di wilayah pedesan, alternatif selain penggunaan bahan bakar gas

masih cukup tersedia, misalnya penggunaan kayu bakar. Secara

rinci kondisi rumah tangga miskin berdasarkan penggunaan bahan

bakar sebagaimana pada tabel 6.9.

Tabel 6.9. Kondisi Rumah Tangga Miskin Menurut Penggunaan Bahan Bakar yang Dimiliki Di Kota Palangka Raya

Kecamatan Kelurahan Penggunaan Bahan Bakar (%)

Total Kayu Minyak Tanah LPG

Pahandut Pahandut 41.38 13.79 44.83 100

Jekan Raya Palangka 35.48 6.45 58.06 100

Bukit Batu Tangkiling 25.93 0.00 74.07 100

Sabangau Kalampangan 12.50 0.00 87.50 100

Rakumpit Mungku Baru 29.17 12.50 58.33 100

Jumlah Rata-rata 28.89 6.55 64.56 100

Hasil survey menunjang bahwa 64,56 persen responden

menggunakan LPG 3kg sebagai bahan bakar untuk memasak.

Sedangkan responden yang menggunakan kayu bakar dan minyak

tanah masing-masing sebesar 28.89% dan 6.55%. Daerah yang

paling banyak menggunakan LPG 3kg adalah kalampangan dan

Tangkiling dengan persentase masing-masing sebesar 87,50 dan

74,07%. Daerah yang paling banyak menggunakan kayu bakar

adalah Pahandut dan Palangka dengan persentase masing-masing

sebesar 41,38% dan 35,48%. Sedangkan daerah yang paling banyak

menggunakan Minyak tanah adalah Pahandut dan Mungku Baru,

135 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

yaitu masing-masing sebesar 13,79% dan 12,50%.

Berdasarkan kriteria BPS, rumah tangga dikatakan miskin

jika bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu

bakar/arang/minyak tanah. Jika menggunakan kriteria ini maka

sebagian besar responden (64,56%) tidak memenuhi kriteria ini.

Selain itu, kayu bakar,arang dan minyak tanah tidak cocok sebagai

kriteria bahan bakar masyarakat miskin di Kota Palangka Raya.

Adapun alasannya adalah sebagai berikut. 1) kayu merupakan

bahan bakar yang cukup melimpah sehingga penggunaan kayu

bakar bukan berarti rumah tangga tersebut miskin. 2) penggunaan

arang tidak lazim digunakan sebagai sumber bahan bakar untuk

memasak di Kota palangka Raya. 3) Minyak tanah cukup sulit

ketersediaannya di Kota Palangka Raya. 4) LPG 3 kg relatif lebih

murah karena mendapatkan subsidi dari pemerintah. Oleh karena

itu, kriteria ini memiliki bobot yang rendah jika diterapkan di Kota

Palangka Raya.

6.2.7. Sumber Penerangan

Kemudahan bagi warga masyarakat yang tinggal di wilayah

perkotaan adalah dalam hal penyediaan sumber penerangan yang

diperlukan, khususnya penerangan listrik. Meskipun kondisi rumah

tangga miskin di asosiasikan dengan kekurangan dalam hal

pemenuhan berbagai kebutuhan rumah tangga, akan tetapi dengan

mudahnya akses untuk mendapatkan sumber penerangan yang

136 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

tersedia, sehingga sebagian besar rumah tangga miskin menjadikan

pengeluaran untuk penerangan listrik menjadi kebutuhan utama.

Gambaran penggunaan sumber penerangan bagi responden rumah

tangga miskin sebagaimana pada tabel 6.10.

Tabel 6.10. Kondisi Rumah Tangga Miskin Menurut Penggunaan Sumber Penerangan yang Dimiliki Di Kota Palangka

Raya

Kecamatan kelurahan

Pengguna Sumber Penerangann (%)

Total

Listrik Panel Surya

Pelita

Pahandut Pahandut 95.83 0.00 4.17 100

Jekan Raya Palangka 100.00 0.00 0.00 100

Bukit Batu Tangkiling 100.00 0.00 0.00 100

Sabangau Kalampangan 100.00 0.00 0.00 100

Rakumpit Mungku Baru 100.00 0.00 0.00 100

Jumlah Rata-rata 99.17 0.00 0.83 100

Sumber: Data Primer, 2018.

Hasil survey menunjukan bahwa 99,17% responden

menggunakan listrik sebagai sumber penerangan. Sumber listrik

responden tersebut ada yang milik sendiri dan sebagian kecil

berbagi dari listrik orang lain. Masih ditemukan responden yang

menggunakan pelitata di pahandut, yaitu sebesar 4,17%.

Berdasarkan kriteria BPS, rumah tangga masuk dalam

kategori miskin jika sumber penerangan rumah tangga tidak

menggunakan listrik. Jika menggunakan kriteria BPS, maka lebih

dari 90% responden tidak memenuhi kriteria ini. Oleh karena itu

tampaknya kriteria ini harus dilengkapi dengan kapasitas listrik dan

kepemilikan listrik (sendiri atau berbagi dengan orang lain).

137 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

6.2.8. Akses ke lapangan pekerjaan

Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi

oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, seperti tingkat

pendapatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, dan

kondisi lingkungan. Ketidakmampun untuk mengakses berbagai

faktor-faktor tersebut menyebabkan masyarakat tersebut dapat

dikategorikan sebagai masyarakat miskin. Kondisi lainnya adalah

ketidakmampuan untuk mengakses lapangan pekerjaan yang

menyebabkan suatu masyarakat dapat dikategorikan sebagai

pengangguran dan dianggap sebagai salah satu penyebab utama

timbulnya kemiskinan absolut.

Mereka yang tidak bekerja atau menganggurtentu tidak akan

memperoleh pendapatan, sementara yang setengah menganggur

akan memperoleh pendapatan yang rendah. Sejauh ini masalah

pengangguran dan setengah pengangguran pada dasarnya

disebabkan oleh salah satu dari dua penyebab atau keduanya.

Penyebab pertama adalah sempitnya peluang kerja dan penyebab

kedua adalah pertumbuhan angkatan kerja yang terlalu tinggi.

Gambaran kondisi rumah tangga miskin menurut kepemilikan

pekerjaan utama secara rinci dapat dilihat pada tabel 6.11.

138 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Tabel 6.11. Kondisi Rumah Tangga Miskin Menurut Status Pekerjaan Utama yang Dimiliki Di Kota Palangka Raya

Kecamatan kelurahan Status Pekerjaan Utama (%) Rata-rata

Penghasilan/bln (Rp) Ada Tidak Ada Total

Pahandut Pahandut 54.17 45.83 100.00 1,065,384

Jekan Raya Palangka 86.36 13.64 100.00 1,021,052

Bukit Batu Tangkiling 86.36 13.64 100.00 1,536,842

Sabangau Kalampangan 65.22 34.78 100.00 1,060,000

Rakumpit Mungku Baru 63.64 36.36 100.00 835,700

Jumlah Rata-rata 71.15 28.85 100.00 1,103,796

Sumber: Data Primer, 2018.

Hasil survey menunjukan bahwa 71,15 % responden

memiliki pekerjaan. Daerah dengan responden bekerja terbanyak

adalah Kelurahan Palangka dan Kelurahan Tangkiling dengan

persentase masing-masing sebesar 86,36%. Daerah dengan

responden tidak bekerja paling tinggi adalah Kelurahan Pahandut,

yaitu sebesar 45,83%. Rata-rata penghasilan responden adalah Rp.

1.103.796/bulan. Daerah yang paling tinggi penghasilannya adalah

Tangkiling, yaitu sebesar Rp. 1.536.842. sedangkan yang paling

rendah adalah Mungku Baru,yaitu sebesar Rp. 835.100.

Berdasarkan kriteria BPS, rumah tangga dikatakan miskin

jika sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani

dengan luas lahan 0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan,

buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di

bawah Rp. 600.000 per bulan. Jika menggunakan kriteria ini maka

sebagian responden (71,15%) tidak memenuhi kriteria ini. Oleh

karena itu, sebaiknya kriteria ini dimodifikasi dengan pendekatan

139 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

pendapatan/orang. Sehingga semakin banyak anggota keluarga,

maka pendapatan/orang semakin sedikit. Selain itu, dapat juga

dengan meningkatkan batas pendapatan terendah menjadi lebih

dari Rp. 600.000, mengingat harga barang-barang dikota Palangka

Raya relatif lebih mahal di bandingkan kota yang ada di Pulau

Jawa.

6.2.9. Kepemilikan Beberapa Aset

Asset dapat diartikan sebagai sumber daya ekonomi yang

dikuasai atau dimiliki oleh masyarakat dan mempunyai manfaat

ekonomi sosial serta dapat diukur dalam satuan uang. Menurut

Syamsul Amar (2002:104), kemiskinan relatif terlihat dari

ketimpangan pemilikan asset produksi terutama tanah sebagai

lahan pertanian dan ketimpangan distribusi pendapatan antar

kelompok masyarakat. Meratanya distribusi penguasaan lahan akan

sangat berpengaruh terhadap distribusi pendapatan masyarakat,

karena lahan adalah faktor produksi utama bagi masyarakat dalam

menciptakan pendapatan keluarga.

Salim (1997:14) menyebutkan bahwa tempat tinggal sangat

mempengaruhi kesejahteraan keluarga. Suasana atau tempat tinggal

yang bersih, sehat, dan teratur sesuai dengan selera keindahan

penghuninya akan lebih menimbulkan suasana tenang sehinggga

suasana tempat tinggal sangat berpengaruh terhadap kenyamanan

anggota keluarga untuk tinggal. Kepemilikan asset yang dimiliki oleh

140 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

keluarga miskin meliputi: 1) Kepemilikan lahan (lahan pertanian); 2)

Kepemilikan tempat tinggal (status rumah yang ditempati); 3)

Kepemilikan kendaraan (kendaraan atau alat transportasi yang

dimiliki). Dalam kajian ini kepemilikan aset dilihat dari kepemilikan

terhadap barang-barang seperti sepeda motor, emas, hewan ternak, ,

kapal motor, dan lainnya. Emas merupakan barang investasi yang

paling mudah dijual. Hasil survey menunjukan bahwa rumah tangga

yang memiliki emas rata-rata sebanyak 34,31%. Daerah yang

respondennya paling banyak memiliki emas adalah Pahandut dan

Palangka, yaitu masing-masing sebesar 42.86% dan 34,78%. Secara

rinci gambaran kepemilikan aset responden rumah tangga miskin

sebagaimana pada tabel 6.12

Tabel 6.12. Kondisi Rumah Tangga Miskin Menurut Aset yang

Dimiliki Di Kota Palangka Raya

Kecamatan kelurahan

Jenis Aset(%)

Sepeda Motor

Emas Hewan Ternak

Kapal Motor

Lainnya

Pahandut Pahandut 17.86 42.86 0.00 3.57 35.71

Jekan Raya Palangka 4.00 24.00 0.00 8.00 64.00

Bukit Batu Tangkiling 17.24 37.93 20.69 17.24 6.90

Sabangau Kalampangan 47.83 34.78 13.04 0.00 4.35

Rakumpit Mungku Baru 24.00 32.00 0.00 0.00 44.00

Jumlah Rata-rata 22.18 34.31 6.75 5.76 30.99

Sumber: Data primer, 2018.

Barang lain yang mudah dijual adalah sepeda motor dan

hewan ternak. Hasil survey menunjukan rumah tangga yang

memiliki sepeda motor rata-rata sebanyak 22,18% dengan

kepemilikan sepeda motor paling banyak di daerah Kalampangan,

141 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

yaitu sebanyak 47,83%. Sedangkan rata-rata kepemilikan ternak

sebesar 6,75%, dimana daerah yang paling banyak memiliki ternak

adalah Tangkiling yaitu sebesar17,24%.

Berdasarkan kriteria BPS, rumah tangga masuk kriteria

miskin jika tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual

dengan nilai minimal Rp500.000 seperti sepeda motor

(kredit/nonkredit), emas, hewan ternak, kapal motor ataupun

barang modal lainnya. kepemilikan asset yang mudah dijual adalah

sama dengan tabungan yang setiap saat bisa diuangkan dengan

segera. Rumah tangga yang mampu menyisihkan sebagian

penghasilan menjadi asset berarti memiliki kemampuan finansial

yang cukup baik. Responden di Kota Palangka Raya yang memiliki

asset ini tidak terlalu besar,yaitu tidak mencapai 40%. Oleh karena

itu, kriteria ini memiliki bobot yang tinggi jika diterapkan di Kota

Palangka Raya.

142 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

7.1. Kondisi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)

Permasalahan sosial yang terjadi di Kota Palangka Raya

semakin kompleks, dan terus berkembang. Kondisi ini menuntut

Pemerintah Kota Palangka Raya untuk memberikan prioritas

terhadap penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Dinas Sosial

Kota Palangka Raya sebagai salah satu perangkat kerja Pemerintah

Kota Palangka Raya, mempunyai tugas membantu Walikota

Palangka Raya dalam melaksanakan urusan pemerintahan di

bidang Sosial yang menjadi kewenangan daerah dan tugas

pembantuan yang diberikan kepada daerah. Tugas dimaksud

meliputi perumusan pelaksanaan kebijakan, penyusunan

norma, standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan

teknis dan supervise, serta evaluasi dan pelaporan pelaksanaan di

bidang perlindungan jaminan sosial, rehabilitasi sosial,

pemberdayaan sosial, dan penanganan fakir miskin.

Sesuai dengan Visi Dinas Sosial Kota Palangka Raya, yaitu

“Terwujudnya Peningkatan Pelayanan Kesejahteraan Sosial

Bagi PMKS dan PSKS Kota Palangka Raya. , maka penekanan

143 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

program dan kegiatan lebih difokuskan pada penanganan PMKS dan

PSKS yang ada di Kota Palangka Raya. Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah perseorangan, keluarga

kelompok, dan atau masyarakat yang karena suatu hambatan,

kesulitan atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi

sosialnya, sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya baik

secara jasmani, rohani maupun sosial secara memadai dan wajar.

Ada 26 jenis PMKS menurut Permensos RI 08 Tahun 2012, namun

di Kota Palangka Raya, hanya terdata 25 jenis PMKS. Gambaran

perkembangan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial di Kota

Palangka Raya seperti pada tabel 7.1

Tabel 7.1. Perkembangan Penyandang Masalah Kesejahteraan

Sosial (PMKS) di Kota Palangka Raya

No PMKS Satuan 2017 2018

2. Anak Terlantar Jiwa 270 270

3. Anak yang Berhadapan dengan Hukum

Jiwa 25 25

4. Anak Jalanan Jiwa 35 35

5. Anak dengan Kedisabilitasan (ADK) Jiwa 85 85

6. Anak Korban Tindak Kekerasan Jiwa 30 30

7. Anak yang memerlukan Perlindungan Khusus

Jiwa 30 30

8. Lanjut Usia Terlantar Jiwa 359 359

- Lanjut Usia Produktif Jiwa 266 266

- Lanjut usia Non Produktif Jiwa 93 93

9. Penyandang Disabilitas Jiwa 633 633

10. Tuna Susila Jiwa 472 472

11. Gelandangan Jiwa 120 120

12. Pengemis Jiwa 127 127

13. Pemulung Jiwa 95 95

14. Kelompok Minoritas Kelompok 115 115

15. Bekas Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan

(BWBLP)

Jiwa 25 25

16. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) Jiwa 35 35

17. Korban Penyalahgunaan NAPZA Jiwa 100 100

144 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

No PMKS Satuan 2017 2018

18. Korban Trafficking Jiwa 5 5

19. Korban Tindak Kekerasan Jiwa 45 45

20. Pekerja Migran Bermasalah Sosial Jiwa 15 15

21. Korban Bencana Alam KK - -

22. Korban Bencana Sosial KK 77

23. Perempuan Rawan Sosial Ekonomi Jiwa 55 55

24. Fakir Miskin

- PKH KK 2.391 3.671

- Penerima Bantuan Iuran JKN (APBN)

Jiwa 35.543 35.543

- Penerima Bantuan Iuran Jamkes (APBD)

Jiwa 19.794 25.751

25. Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis

KK 15 15

26. Komunitas Adat Terpencil (KAT) Kelompok - -

Sumber: Dinas Sosial Kota Palangka Raya, 2018

Pada tabel 7.1 diketahui bahwa dari 26 PMKS yang ada, hanya

terdapat 25 PMKS yang terdata di Dinas Sosial Kota Palangka Raya.

Dari 25 PMKS tersebut, penduduk yang masuk dalam kategori fakir

miskin atau orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata

pencaharian dan atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi

tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang

layak bagi kehidupan dirinya dan keluarganya, jumlahnya sangat

besar atau mencapai lebih dari 90% dari total keseluruhan PMKS

yang ada di Kota Palangka Raya. Jenis PMKS lainnya yang

jumlahnya cukup banyak adalah penyandang disabilitas,

Perempuan rawan sosial ekonomi (Tuna Susila) , dan lanjut usia

terlantar. Sementara beberapa jenis PMKS lainnya jumlahnya

kurang dari 1%. Berdasarkan gambaran jumlah tersebut,

penanganan jenis PMKS fakir miskin di wilayah Kota Palangka Raya

menjadi salah satu prioritas utama.

145 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

7.2. Kondisi Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS)

Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS)

perseorangan, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang

dapat berperan serta untuk menjaga, menciptakan, mendukung dan

memperkuat penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Potensi dan

Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) merupakan bentuk keterlibatan

dari masyarakat dan dunia usaha untuk membantudalam

penanggulangan masalah kesejahteraan sosial. Dimana peran

masyarakat dalam pelayanan kesejahteraan sosial meliputi peran

perorangan, kelompok, keluarga, organisasi sosial, yayasan, lembaga

swadaya masyarakat, organisasi profesi. Diharapkan keberadaan

Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dapat dioptimalkan

fungsinya, sehingga keberadaanya bisa lebih di rasakan oleh

masyarakat di dalam meningkatkan kepekaannya terhadap

masalah-masalah sosial. Secara rinci gambaran jumlah PSKS yang

ada di Kota Yogyakarta sebagaimana pada tabel 7.2

Tabel 7.2. JUmlah Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) di Kota Palangka Raya Tahun 2017 – 2018

No. Jenis PSKS 2018

1 Pendamping PKH 25

2 Pekerja Sosial 5

3 Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) 5

4 Pekerja Sosial Masyarakat (PSM): 146

1. Kec. Pahandut 45

2. Kec. Jekan Raya 29

3. Kec. Sabangau 1

4. Kec. Bukit Batu 12

146 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

No. Jenis PSKS 2018

5. Kec. Rakumpit 59

5 Karang Taruna 11

1. Kec. Pahandut 3

2. Kec. Jekan Raya 2

3. Kec. Sabangau 5

4. Kec. Bukit Batu 1

5. Kec. Rakumpit -

6 Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) 35

7 Personal Tagana 32

8 Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) 1

9 Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM)

7

Jumlah 267

Sumber: Dinas Sosial Kota Palangka Raya, 2018

Pada tabel 7.2 diketahui bahwa, dari 12 jenis PSKS yang

seharusnya ada sesuai dengan peraturan Menteri Sosial RI Nomor

08 tahun 2012 tentang pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan Potensi dan

Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS), akan tetapi hanya terdapat 9

jenis PSKS yang ikut serta dalam berbagai kegiatan penyelenggaraan

kesejahteraan sosial. Dari ke 9 (sembilan) jenis PSKS tersebut, jenis

Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) yang paling banyak ikut serta

dalam berbagai kegiatan untuk memperkuat penyelenggaraan

kesejahteraan sosial, dimana jumlahnya adalah sebanyak 146

orang.

Dari hasil wawancara selama pengambilan data terhadap

responden maupun masyarakat diluar responden diketahui bahwa ,

untuk beberapa jenis Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial

147 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

sebagian sudah mengetahui keberadaannya, misalnya Karang

Taruna, PSM, Tagana, akan tetapi mengenai peran mereka dalam

penyelenggaraan kesejahteraan sosial belum banyak dipahami.

KArang Taruna selama ini dipahami hanya sebagai organisasi yang

mewadahi remaja dan pemuda untuk berorganisasi dan belum

banyak diketahui peran Karang Taruna dalam membantu

penyelenggaraan kesejahteraan sosial, misalnya penanganan

penayandang masalah sosial termasuk maupun fakir miskin.

Keberadaan Taruna Tangga Bencana (Tagana) diketahui sebagai

tenaga sukarela yang banyak membantu pemerintah dalam hal

penanganan bencana (misal, membantu pemadaman kebakaran

hutan dan lahan).

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak aparat Kelurahan

diketahui bahwa, tenaga PSKS yang banyak berperan dalam

membantu masyarakat adalah tenaga Pekerja Sosial Masyarakat,

dan keberadaannya diketahui aparat Kelurahan. Sedangkan Karang

Taruna meskipun organisasinya ada dan tercatat (ada SK

Pembentukan), akan tetapi banyak dari organisasi Karang Taruna

tersebut yang tidak aktif dalam menjalankan kegiatan

organisasinya.

Secara umum diketahui bahwa, masih banyak berbagai

program dan Sumber Daya Kesejahteraan Sosial yang dinamakan

Potensi dan Sumber kesejahteraan Sosial (PSKS) tersebut belum

148 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

banyak diketahui dan dimanfaatkan oleh masyarakat. banyaknya

program kesejahteraan sosial yang digulirkan pemerintah tidak akan

berhasil jika masyarakat tidak mau ikut berperan atau

berpartisipasi dalam pelaksanaannya.

Harapan masyarakat termasuk aparat pemerintahan setempat

(Kelurahan) mengenai peran Kader PSKS, adalah dapat menjadi

pemicu dan pemacu dalam menggerakkan masyarakat, baik dalam

penyelenggaraan kegiatan yang bersifat sosial, misalnya

mewujudkan kesejahteraan sosial masyarakat khususnya para

penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) seperti Fakir

Miskin, anak terlantar, penyandang Disabilitas, harus dilakukan

bersama dengan masyarakat termasuk seluruh Kader PSKS.

Sedangkan kegiatan yang bersifat ekonomi, diharapkan peran Kader

PSKS dapat menjadi contoh penggerak usaha-usaha ekonomi di

wilayahnya (Kelurahan). Misalnya, kegiatan ekonomi melalui

Kelompok Usaha bersama (KUBE) yang terbentuk di lingkungan

masyarakat yang digulirkan pemerintah dapat melibatkan Kader

PSKS lebih banyak lagi, sehingga secara langsung atau tidak

langsung masyarakat lain dapat meniru jika program ekonomi

tersebut dapat berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat

sekitar.

Hasil wawancara dengan pihak Dinas Sosial Kota palangka

Raya menyatakan bahwa, program pengembangan Kelompok Usaha

149 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Bersama (KUBE) sebagai salah satu upaya untuk penanggulangan

kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat miskin di Kota Palangka

Raya. Selama lima tahun terakhir (2013-2017) sudah terbentuk 96

KUBE produksi dengan anggota sebanyak 960 orang, dan 9 KUBE

E-Warung dengan jumlah anggota 90 orang.

Program KUBE bertujuan untuk mengurangi angka

kemiskinan di Kota Palangka Raya dengan pendekatan spesifik

melalui tahapan membangun kesadaran berkelompok untuk

kemandirian masyarakat miskin, kebersamaan dan kesetiakawanan

sosial, ekonomi produktif dengan mengembangkan usaha yang

mampu memberi nilai tambah ekonomis dan kemandirian melalui

infrastruktur ekonomi-sosial yang berkelanjutan. Tahap

pengembangan KUBE dilakukan melalui lima tahapan, yaitu :

a) Tahap Persiapan (Orientasi dan Observasi; Registrasi dan

ldentifikasi; Perencanaan Program Pelaksanaan; Penyuluhan

Sosial Umum; Bimbingan Pengenalan Masalah; Bimbingan

Motivasi dan; Evaluasi Persiapan)

b) Tahap Pelaksanaan (Seleksi Calon Keluarga Binaan Sosia! (kbs);

Pembentukan Pra Kelompok Dan Kelompok;

Pemilihan/penentuan Jenis Usaha Peralihan; Peralihan

Ketrampilan Anggota Kube; Pemberian Bantuan Makanan Atau

Santunan; Bantuan Stimulan Permodalan; Pendampingan Dan

Evaluasi)

150 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

c) Tahap Pengembangan Usaha (bimbingan pengembangan usaha;

Pemberian bantuan pengembangan usaha; Pendampingan dan

evaluasi)

d) Tahap Kemitraan Usaha (lnventarisasi sumber-sumber yang ada;

Membuat kesepakatan-kesepakatan; Pelaksanaan kemitraan

usaha; Bimbingan kemitraan usaha; Perluasan jaringan

kemitraan usaha; Evaluasi)

e) Tahap Monitoring dan Evaluasi (Pengendalian dan monitoring

proses pelaksanaan yang sedang berjalan; Evaluasi terhadap

keberhasilan yang sudah dicapai)

7.2. Program dan Kegiatan Penyelenggaraan Kesejahteraan

Sosial di Kota Palangka Raya.

Sesuai dengan Visi Dinas Sosial Kota Palangka Raya, yakni

“Terwujudnya Peningkatan Pelayanan Kesejahteraan Sosial

Bagi PMKS dan PSKS Kota Palangka Raya”. Untuk mewujudkan

visi tersebut, maka dirumuskan misi sebagai berikut:

1. Mewujudkan keberfungsian sosial masyarakat dan

potensi/sumber kesejahteraan .

2. Mewujudkan kualitas SDM aparatur yang handal, berdedikasi

dan profesional.

3. Memperkuat ketahanan sosial melalui upaya memperkecil

kesenjangan sosial dengan memberikan perhatian kepada

151 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

masyarakat yang kurang beruntung dan rentan kesejahteraan

sosial.

Terdapat berbagai kebijakan dan program yang disusun untuk

mencapai visi dan misi Dinas Sosial tersebut, antara lain:

A. Kebijakan Dinas Sosial Kota Palangka Raya:

1. Memperluas jangkauan penanganan masalah kesejahteraan

sosial fakir miskin, lanjut usia terlantar, anak dan balita

terlantar, penyandang cacat, tuna sosial, korban tindak

kekerasan dan orang terlantar.

2. Peningkatan mutu penanganan bencana dan korban bencana.

3. Peningkatan kualitas SDM aparatur yang profesional dan

handal.

4. Peningkatan mutu pelayanan dan perlindungan kesejahteraan

sosial anak dan lanjut usia.

5. Peningkatan sarana dan prasarana pendukung pelayanan

kesejahteraan sosial.

6. Penumbuhan kemitraan dengan dunia usaha dalam

peningkatan kesejahteraan sosial.

7. Peningkatan sistem informasi kesejahteraan sosial.

B. Program Dinas Sosial Kota Palangka Raya.

Permasalahan sosial yang terjadi di Kota Palangka Raya

semakin kompleks, dan terus berkembang. Kondisi ini menuntut

152 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Pemerintah Kota Palangka Raya untuk memberikan prioritas

terhadap penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Berbagai

permasalahan sosial tersebut menuntut pemecahan yang

terencana, sistematis dan berkelanjutan. Untuk itu, Dinas Sosial

Kota Palangka Raya memiliki 13 program yang bertujuan untuk

mengatasi berbagai permasalahan kesejahteraan sosial. Secara rinci

jenis program dan kegiatan serta penganggaran untuk mendukung

pelaksanaan program sebagaimana pada tabel 7.3.

Tabel 7.3. Program dan Anggaran Kegiatan Dinas Sosial Kota Palangka Raya.

No. Program Kerja

Anggaran

Perubahan Tahun 2018(Rp)

1 Program Pelayanan Administrasi Perkantoran 719.341.400

2 Program Peningkatan Sarana dan

Prasarana Aparatur 329.892.402

3 Program peningkatan disiplin aparatur

4 Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur 50.000.000

5 Program peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian kinerja dan keuangan

152.806.600

6 Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Komunitas Adat Terpencil (KAT) dan

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Lainnya

647.138.800

7 Program Pelayanan dan Rehabilitasi

Kesejahteraan Sosial 56.993.220

8 Program Pembinaan Anak Terlantar 92.352.000

9 Program Pembinaan Para Penyandang

Cacat dan Trauma 157.704.000

153 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

No. Program Kerja

Anggaran

Perubahan Tahun 2018(Rp)

10 Program Pembinaan Eks Penyandang

Penyakit Sosial (Eks Narapidana, PSK, Narkoba dan Penyakit Sosial Lainnya)

186.143.800

11 Program Pemberdayaan Kelembagaan

Kesejahteraan sosial 223.526.300

12 Program Peningkatan Kesiapsiagaan Bencana 130.000.000

13 Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi

30.800.000

Sumber: Dinas Sosial Kota Palangka Raya, 2018

Pada tabel 7.3 diketahui bahwa, dari 13 program yang

dilaksanakan oleh Dinas Sosial Kota Yogyakarta, program untuk

pemberdayaan Potensi dan Smber Kesejahteraan Sosial (PSKS)

masih sangat kurang. Hanya terdapat 1 kegiatan yang secara

langsung berkaitan dengan pemberdayaan PSKS yaitu fasilitas

komunikasi PMKS dan PSKS pada Program Program Pemberdayaan

Fakir Miskin, Komunitas Adat Terpencil (KAT) dan Penyandang

Masalah Kesejahteraan Sosial(PMKS) , dimana pendanaan anggaran

untuk kegiatan fasilitas komunikasi PMKS dan PSKS tersebut

adalah sebesar Rp.61.082.500. Diharapkan alokasi penganggaran

untuk pemberdayaan PSKS di Kota Palangka Raya dapat meningkat,

mengingat, keberhasilan penyelenggaraan kesejahteraan sosial tidak

lepas dari peran serta masyarakat, khususnya Kader-kader PSKS

yang sudah dibina maupun kader-kader PSKS yang baru dan akan

direkrut untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial masyarakat.

154 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

8.1. Penyusunan Kriteria Kemiskinan

Dari berbagai kriteria untuk menentukan kemiskinan atau

penduduk miskin yang ditetapkan oleh berbagai lembaga,

disimpulkan bahwa untuk menentukan kemiskinan di Indonesia

diperlukan kearifan lokal bagi para pemangku kepentingan, seperti

pemerintah lokal, organisasi nonpemerintah, dan lembaga lainnya.

Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa karakteristik kemiskinan

di suatu wilayah berbeda dengan karakteristik kemiskinan di

wilayah lain.

Penentuan/kriteria penduduk miskin dapat dilihat

berdasarkan kelompok variabel dan variabel-variabelnya. Kelompok

variabel mencakup kepemilikan kekayaan/aset, kepemilikan hewan

ternak, status perkawinan, jenis kelamin kepala keluarga, tingkat

pendidikan kepala keluarga dan pasangannya, status bekerja atau

tidak, sektor pekerjaan, akses kepada lembaga keuangan, konsumsi

makanan dan indikator kesehatan, indikator kesejahteraan lainnya,

serta partisipasi politik dan akses informasi. Variabel -variabel yang

termasuk dalam kelompok kepemilikan aset adalah kulkas, telepon,

kipas angin, pendingin udara (AC), parabola, DVD/VCD player,

155 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

televisi berwarna, televisi hitam putih, radio, tape recorder,

komputer, mesin jahit, telepon genggam, perlengkapan elektronik

lainnya, sepeda motor, mobil, sepeda, tanah, dan rumah.

Kepemilikan hewan ternak oleh keluarga meliputi kepemilikan atas

ayam, kambing, atau sapi. Status pernikahan kepala keluarga

adalah menikah atau tidak menikah. Jenis kelamin kepala keluarga

adalah laki-laki atau perempuan.

Variabel lain dalam penentuan kemiskinan adalah tingkat

pendidikan kepala keluarga dan pasangannya. Adapun dalam hal

bekerja, indikatornya adalah apakah kepala keluarga bekerja,

pasangannya bekerja, atau bahkan ada anggota keluarga yang

bekerja. Untuk sektor pekerjaan, indikatornya adalah apakah

keluarga bekerja di sektor pertanian, industri, perdagangan, jasa,

ataukah keluarga tersebut menerima transfer dari keluarga lain

(pengangguran). Dalam hal akses keluarga terhadap lembaga

keuangan, indikatornya adalah apakah keluarga tersebut memiliki

tabungan. Sementara itu, dalam hal konsumsi makanan,

indikatornya adalah apakah keluarga tersebut makan minimal dua

kali dalam sehari, dan apakah keluarga tersebut makan

daging/ikan/telur minimal sekali seminggu. Dalam hal kesehatan,

indikatornya adalah apakah keluarga tersebut berobat ke

pengobatan modern bila sakit, apakah air minumnya diambil dari

sumur yang terlindung, apakah keluarga tersebut memiliki kamar

156 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

mandi sendiri, apakah luas rumahnya minimal 8 m per anggota

keluarga, apakah rumahnya berlantai tanah, dan apakah ada anak

balita dalam keluarga tersebut yang meninggal pada tiga tahun

terakhir.

Indikator kesejahteraan lainnya adalah penggunaan sumber

penerangan listrik, ada/tidaknya anggota keluarga yang masih

dalam usia sekolah namun putus sekolah (dropped-out/DO), jumlah

orang yang menjadi tanggungan kepala keluarga, dan apakah ada

anggota keluarga yang menjadi korban kejahatan dalam setahun

terakhir. Selain variabel-variabel tersebut, perlu dipertimbangkan

variabel-variabel lain yang merupakan kekhasan lokal (local

specific). Oleh karena itu, dalam penentuan kriteria penduduk

miskin ini digunakan variabel-variabel yang secara nasional sama,

ditambah dengan variabel-variabel lain yang merupakan kekhasan

daerah masing-masing.

Berdasarkan hasil kajian dengan mengkomparasikan

beberapa parameter penetapan keluarga miskin yang ada baik yang

secara resmi digunakan Badan Pusat Statistik (BPS), Penetapan

Paramater hasil kaji banding di Kota Yogyakarta, dan penerapan

parameter BPS yang digunakan sebagai dasar dalam survei terhadap

responden rumah tangga miskin di Kota Palangka Raya pada 5

(lima) Kelurahan di 5 Kecamatan di Kota Palangka Raya, tim peneliti

mengusulkan parameter pendataan penduduk dan keluarga sasaran

157 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

jaminan perlindungan sosial, yang diharapkan parameter tersebut,

mendapatkan pembahasan lebih lanjut melalui forum Focus Group

Discussion (FGD) untuk mendapatkan kesepakatan secara bersama-

sama oleh masing-masing instansi di Kota Yogyakarta untuk

selanjutnya diusulkan untuk menjadi Keputusan Daerah yang

secara formal menjadi acuan oleh semua pihak sebagai indikator

kemiskinan.

Usulan Paramater Pendataan Penduduk Miskin/Keluarga

Sasaran Perlindungan Sosial di Kota Palangka Raya.

Aspek Parameter Bobot

8. Pendapatan dan Aset

6. Suami dan Istri tidak bekerja 7. Pendapatan rata-rata anggota

keluarga per bulan selama 3 bulan terakhir sampai dengan Rp.345.417,-

8. Status kepemilikan bangunan

mengontrak dengan nilai kontrak bangunan sampai dengan Rp. 5.000.000

9. Keluarga tidak memiliki barang yang bernilai lebih dari Rp. 2.000.000,-

10. Penerangan listrik dengan daya 450 sampai dengan 900 kWh dan tagihan kurang dari Rp. 100.000.

11. Penggunaan bahan bakar LPG (3 Kg) minimal 1 tabung per bulan.

9. Papan 3. Luas bangunan tempat tinggal kurang dari 8 meter persegi per anggota keluarga.

4. Jenis bahan dinding tempat tinggal lebih dari 50% berupa

bambu/kayu/tembok tanpa plester

158 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Aspek Parameter Bobot

10. Pangan 5. Keluarga tidak mampu memberi

makan Anggota keluarga 3 kali setiap hari.

6. Keluarga tidak mampu membeli dan menyediakan lauk daging/ayam/ikan sebanyak 2 kali

dalam seminggu.

11. Sandang 2. Keluarga hanya bisa membeli

pakaian baru bagi Anggota keluarga maksimal 1 kali dalam satu tahun, diluar pakaian seragam

12. Kesehatan 4. Keluarga tidak mampu berobat kecuali yang disubsidi pemerintah.

5. Sumber air minum dan masak bukan dari PDAM.

6. Tempat membuang air besar tidak di

mandi Cuci kakus (MCK).

13. Pendidikan 4. Pendidikan Kepala Keluarga

maksimal lulus SMP 5. Terdapat tanggungan anggota

keluarga lebih dari satu yang bersekolah di Sekolah menengah Atas

6. Terdapat anak usia sekolah yang

Drop Out (DO) atau tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan sampai dengan SEkolah Menengah

Atas/Sekolah Menengah Kejuruan karena alasan ekonomi

14. Sosial 2. Keluarga tidak dapat mengikuti kegiatan sosial karena waktunya

habis untuk mencari nafkah

8.2. Strategi Pemberdayaan Potensi dan Sumber Kesejahteraan

Sosial (PSKS)

Kesejahteraan sosial merupakan suatu kondisi yang harus

diwujudkan bagi seluruh warga negara di dalam pemenuhan

kebutuhan materi, antara lain: spiritual, dan sosial agar dapat

159 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat

melaksanakan fungsi sosialnya. Hal ini merupakan salah satu

amanat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan

Republik Indonesia 1945. Namun pada kenyataannya permasalahan

yang berkaitan dengan Kesejahteraan Sosial cenderung meningkat

baik kualitas maupun kuantitas. Masih banyak warga negara belum

dapat memenuhi kebutuhan dasarnya karena kondisinya yang

mengalami hambatan fungsi sosial, akibatnya mereka mengalami

kesulitan dalam mengakses sistem pelayanan sosial dan tidak dapat

menikmati kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Pembangunan kesejahteraan sosial saat ini pada umumnya

belum termasuk bidang pembangunan yang cukup berpihak pada

penyediaan anggaran yang memuaskan, namun demikian program

kegiatan yang telah dilaksanakan telah nyata dan mampu

memberikan kontribusi dalam penanganan permasalahan

kesejahteraan seperti penanganan kemiskinan, penanganan korban

bencana alam dan penanganan PMKS lainnya. Untuk itu perlu

disusun beberapa strategi pengembangan PSKS, meliputi:

1. Strategi Peningkatan Kualitas SDM Kesejahteraan Sosial.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2012, disebutkan

sumberdaya manusia (SDM) penyelenggara kesejahteraan sosial,

terdiri atas: (a). Tenaga Kesejahteraan Sosial; (b). Pekerja Sosial

160 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Profesional; (c). Relawan Sosial; dan (d). Penyuluh sosial. Sumber

daya manusia sebagaimana dimaksud, dapat terdiri dari unsur

pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Dalam kasus ini,

peningkatan SDM kesejahteraan sosial, dibedakan menjadi dua,

yaitu SDM kesejahteraan sosial yang PNS di Dinas Sosial dan SDM

kesejahteraan sosial dari unsur masyarakat. Dengan demikian,

peningkatan SDM kesejahteraan sosial baik yang PNS maupun non

PNS, diperlukan untuk menghasilkan tenaga-tenaga penyelenggara

kesejahteraan sosial yang profesional dan memiliki kompetensi

tinggi dalam upaya memberikan pelayanan yang optimal dan

berkualitas di bidang kesejahteraan sosial sehingga mampu

mendukung tujuan pembangunan kesejahteraan sosial.

Strategi peningkatan SDM kesejahteraan sosial PNS, dapat

dilaksanakan melalui tiga hal, yakni: pertama, peningkatan

pengetahuan dan keterampilan melalui kediklatan, kedua,

optimalisasi SDM kesejahteraan sosial melalui kebijakan mutasi dan

promosi, dan; ketiga membuka kesempatan yang seluasluasnya

bagi pegawai untuk bisa meningkatkan ketrampilan, keahlian dan

pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Sedangkan, peningkatan

SDM kesejahteraan sosial non-PNS dilaksanakan melalui pembinaan

dan penyuluhan yang dilakukan oleh Dinas Sosial maupun lembaga

lain melalui kediklatan.

161 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Selama ini, profesionalitas SDM kesejahteraan sosial dalam

penyelenggaraan kesejahteraan sosial seringkali dipersoalkan.

Disamping jumlahnya yang terbatas, keberadaan SDM

kesejahteraan sosial kerap dipandang kapasitasnya belum cukup

memadai sesuai dengan pengalaman, keahlian, serta bidang

tugasnya. Hal tersebut disebabkan ketidaksesuaian latar belakang

pengetahuan serta ketrampilan yang dimiliki SDM tersebut, maupun

ketidaksesuaian penugasan mereka untuk bekerja pada berbagai

instansi sosial.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Dinas Sosial Kota

Palangka Raya, diketahui bahwa Sumber Daya Manusia merupakan

hal yang mendasar yang belum terpenuhi sehingga akhirnya

berdampak langsung pada pelayanan, hal ini karena dengan semakin

berkembangnya Kota Palangka Raya, maka permasalahan sosial yang timbul

dimasyarakat juga akan semakin banyak dan beragam. Sementara SDM yang

tersedia belum sepenuhnya memenuhi kualifikasi kompetensinya. Dalam

konteks ini, Pemerintah Kota Palangka Raya perlu memberdayakan

SDM kessos (tingkat kota, kecamatan, kelurahan, para kader PSM,

Karang Taruna, Tagana, Organisasi Sosial). Kegiatan pendidikan dan

pelatihan ditujukan untuk meningkatkan kompetensi sumber daya

manusia (SDM) kesejahteraan sosial, sehingga diharapkan tercipta

profesionalisme dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Peningkatan SDM kesejahteraan sosial bagi Aparatur PNS,

162 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

dapat dilakukan dengan mengikuti berbagai diklat, seperti; diklat

manajemen pekerjaan sosial bagi aparatur, Diklat Jabatan

Fungsional Pekerja Sosial, Diklat Kepemimpinan Tingkat III dan IV

di lingkungan Kementerian Sosial, atau juga mengikuti pendidikan

kedinasan program D-3, D-4, Sp-1, dan S-2 yang diselenggarakan

STKS Bandung.

2. Strategi Peningkatan Sarana dan Prasarana Kesejahteraan

Sosial.

Sarana dan prasarana merupakan sumberdaya kesejahteraan

sosial yang berbentuk fisik. Sarana dan prasarana dimaksudkan

untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan penyelenggara

kesejahteraan sosial yang memadai agar pelaksanaan tugas

kesejahteraan sosial dapat diselenggarakan dengan efektif dan

efisien. Sumber pembiayaan untuk sarana dan prasarana dapat

disediakan melalui APBD Kota, baik secara sektoral maupun lintas

sektoral, maupun sumber-sumber lain yang tidak mengikat.

Pembiayaan kegiatan penyelenggaraan kesejahteraan sosial di

tingkat Kota, kecamatan, dan kelurahan, yang berkaitan dengan

tunjangan jabatan fungsional dan professi, biaya operasional

petugas sosial PNS, serta sarana dan prasarana bersumber dari

APBD, yang jumlah dan alokasinya disesuaikan dengan pagu

program (UU No. 16 Tahun 2006). Secara umum, sarana dan

prasarana mencakup segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan

163 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

fasilitas yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam

pelaksanaan pekerjaan kegiatan penyelenggaraan kesejahteraan

sosial.

Kaitannya dengan kesejahteraan sosial, sarana dan prasarana

kesejahteraan sosial merupakan kebutuhan dasar untuk

terselenggaranya penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang baik.

Sarana dan prasarana kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 32 huruf b Undang-undang Nomor; 11 tahun 2009,

meliputi:

a. Panti sosial;

b. Pusat rehabilitasi sosial;

c. Pusat pendidikan dan pelatihan;

d. Pusat kesejahteraan sosial;

e. Rumah singgah;

f. Rumah perlindungan sosial.

Dalam pembangunan kesejahteraan sosial, sarana dan

prasarana mempunyai peranan yang tidak kalah penting. Sarana

dan prasarana pembangunan kesejahteraan sosial sebagaimana

tersebut di atas, harus memiliki standar minimum yang ditetapkan.

Sedangkan dalam hal sarana dan prasarana rehabilitasi atau lebih

dikenal dengan istilah the tools of rehabilitation, sarana dan

prasarana rehabilitasi terbagi menjadi 4 kategori, antara lain:

1. Program, merupakan suatu rencana prosedur yang luas yang

164 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

diprakarsai dan dilaksanakan oleh kelompok-kelompok atau

perorangan tentang rehabilitasi secara umum.

2. Pelayanan (services), merupakan penerapan dari gabungan

antara bakat dan metode, yang pada umumnya bersifat

profesional atau teknis yang mendatangkan hasil yaitu

meringankan akibat-akibat dari masalah yang dihadapi.

3. Tenaga yang terlibat (personel), merupakan berbagai personel

yang terlibat dalam proses rehabilitasi, terdiri dari; dokter

(umum dan spesialis), perawat, terapis fisik, terapis

penempatan kerja, terapis korektif, terapis bicara dan

pendengaran, pekerja sosial dan medical social work, psikolog

klinis dan konselor, guru (umum dan khusus), konsultan

latihan kerja, direktur dan staf administrasi pada pusat-pusat

rehabilitasi, sheltered workshop dan sekolah-sekolah luar biasa.

Selain tenaga tersebut, masih terdapat lagi orang-orang atau

anggota masyarakat yang dapat berpartisipasi secara tidak

langsung dalam memprakarsai atau melaksanakan salah satu

atau beberapa program rehabilitasi. Diantaranya adalah:

volunteeers, pencari dana (fundraisers), buruh dan pengusaha,

kelompok orang tua, kelompok-kelompok keagamaan, dan lain-

lain. tanpa adanya pengertian, kerjasama dan bantuan dari

orangorang tersebut maka usaha-usaha yang dilakukan untuk

para tenaga profesional tidak akan berhasil dengan baik.

165 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

4. Fasilitas, merupakan fasilitas yaitu sesuatu yang dapat

memperlancar suatu tindakan atau pelaksanaan suatu

kegiatan. dalam hubungannya dengan urusan medis dan

rehabilitasi, fasilitas terdiri dari: Rumah Sakit atau panti

rehabilitasi (khusus bagi rehabilitasi), lembaga atau pusat

rehabilitasi, sheltered workshop (tempat berusaha yang

dilindungi/dibantu), pusat-pusat latihan kerja dan sekolah-

sekolah luar biasa, perlengkapan/peralatan (equipment),

perlengkapan yang digunakan dan diperlukan dalam

melaksanakan program rehabilitasi terdiri dari berbagai jenis

dan jumlahnya sangat banyak sesuai dengan jumlah profesi

yang terlibat.

Ketersediaan berbagai sarana dan prasarana tersebut dalam

penyelenggaraan kesejahteraan sosial sangat penting. Sarana dan

prasarana adalah tempat berbagai yang dapat menunjang pranata

sosial dapat menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam rangka

penyelenggaraan kesejahteraan sosial, khususnya dalam hal

rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial

kepada pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial. Ketersediaan

sarana dan prasarana dapat membantu mempermudah

penyelenggara kesejahteraan sosial dalam menjalankan aktivitasnya

dibidang kesejahteraan sosial sesuai dengan rencana yang telah

disusun, sehingga dapat dicapai target penyelesaian tugas dan

166 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

tanggungjawabnya secara tepat waktu dan baik, dimana hal

tersebut mendorong tingkat keberhasilan pencapaian pekerjaan di

bidang kesejahteraan sosial.

Berdasarkan informasi dari Dinas Sosial Kota palangka Raya,

penyediaan sarana prasarana dalam penyelenggaraan kesejahteraan

sosial masih terbatas. Sarana dan prasarana mendasar dan mutlak

ada yang saat ini belum tersedia untuk menunjang pekerjaan sosial

yaitu:

1. Rumah singgah, pernah ada namun sudah beralih fungsi untuk

Kantor SKPD lain yaitu di Jl. Badak dan di Jl Tjilik Riwut km. 6,5

(komplek disnaker) Kota Palangka Raya.

2. Gudang Logistik, pernah ada namun sudah beralih fungsi untuk

Kantor SKPD lain yaitu di Jalan Badak Kota Palangka Raya

3. Sekretariat Tagana, berfungsi sebagai markas komando dan

pembinaan

4. Sekretariat Sistem Layanan Rujukan Terpadu dengan Instansi

Terkait beserta perlengkapannya, berfungsi sebagai pusat

penanganan PMKS

5. Rumah Pelayanan Trauma Center beserta perlengkapannya,

berfungsi sebagai tempat pelayanan dan asessment bagi PMKS

yang mengalami trauma.

3. Strategi Peningkatan IPTEK Kesejahteraan Sosial.

167 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

Pembangunan iptek merupakan sumber terbentuknya iklim

inovasi yang menjadi landasan bagi tumbuhnya kreativitas

sumberdaya manusia (SDM), yang pada gilirannya dapat menjadi

sumber pertumbuhan dan daya saing ekonomi. Selain itu iptek

menentukan tingkat efektivitas dan efisiensi proses transformasi

sumberdaya menjadi sumberdaya baru yang lebih bernilai. Dengan

demikian, peningkatan kemampuan iptek sangat diperlukan untuk

meningkatkan standar kehidupan bangsa dan negara, serta

kemandirian dan daya saing bangsa Indonesia di mata dunia.

Pemanfaatan, pengembangan, dan penggunaan iptek dalam

penyelenggaraan kesejahteraan sosial diarahkan untuk dapat

mempercepat pelayanan kesejahtaraan sosial, meningkatkan

kualitas rehabilitasi, pencegahan dini bencana, dan peningkatan

kualitas pemberdayaan berbasis diklat dan bintek. Perlu

digarisbawahi pula bahwa pengembangan dan peningkatan iptek

kesejahteraan sosial harus juga didukung oleh SDM kesejahteraan

sosial yang berkualitas melalui pendidikan dan pelatihan, penataan

sistem kelembagaan, serta penyediaan sarana dan prasarana, dan

pembiayaan yang memadai. Peningkatan iptek kesejahteraan sosial

harus diiringi oleh kemampuan pemanfaatan, pengembangan, dan

penguasaan teknologi, ilmu pengetahuan terapan dan ilmu

pengetahuan dasar kesejahteraan sosial secara seimbang dalam

hubungan yang dinamis dan efektif dalam rangka mendukung

168 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

tujuan pembangunan kesejahteraan sosial di Kota Palangka Raya.

4. Strategi Peningkatan Kelembagaan Kesejahteraan Sosial.

Kelembagaan adalah suatu pola hubungan dan tatanan antara

anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat, diwadahi

dalam suatu jaringan atau organisasi, yang dapat menentukan

bentuk hubungan antar manusia atau antara organisasi dengan

ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma,

kode etik aturan formal dan non-formal untuk bekerjasama demi

mencapai tujuan yang diinginkan.

Kelembagaan sosial masyarakat dalam konteks pembangunan

kesejahteraan sosial menjadi salah satu komponen penting di

samping pemerintah dan dunia usaha. Kelembagaan sosial

masyarakat tidak hanya berfungsi sebagai agen sosialisasi

perubahan terencana yang tumbuh dari masyarakat dan atau

diprakarsai oleh pemerintah. Lebih dari itu, dapat berperan sebagai

perekat dan penguat keberhasilan dan keberlanjutan kegiatan-

kegiatan yang ada di lingkungan masyarakat. Dalam konteks

pemberdayaan, suatu kegiatan dapat bertahan lama dan

berkelanjutan apabila didukung oleh kelembagaan lokal yang

berakar pada masyarakat. Untuk mendukung pemberdayaan

kelembagaan sosial masyarakat dalam kerangka mendukung

program pemberdayaan sosial, dilakukan beberapa upaya sebagai

berikut: (1) Pemberdayaan karang taruna; (2) Pemberdayaan

169 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

organisasi sosial; (3) Pemberdayaan pekerja sosial masyarakat; (4)

Pengembangan wahana kesejahteraan sosial berbasis masyarakat di

tingkat desa; dan (5) Pemberdayaan tenaga kesejahteraan sosial

kecamatan (TKSK) di tingkat kecamatan. Serangkaian kegiatan

pemberdayaan tersebut akan memperkuat potensi sumberdaya

kesejahteraan sosial dari dimensi kelembagaan sosial masyarakat.

Peran karang taruna, organisasi sosial, pekerja sosial

masyarakat, wahana kesejahteraan sosial berbasis masyarakat, dan

tenaga kesejahteraan sosial kecamatan sangat vital untuk

mengoptimalkan peran serta masyarakat di tingkat lokal dan akar

rumput. Untuk itu, perlu dilakukan revitalisasi

terhadapkelembagaan yang telah lama eksis seperti karang taruna

dan penguatan kapasitas kepada institusi yang baru tumbuh seperti

TKSK. Pemberdayaan kelembagaan kesejahteraan sosial, juga dapat

dilakukan dengan;

a) Meningkatkan peran aktif masyarakat dan dunia usaha dalam

mendukung upaya-upaya penyelenggaraan pelayanan

kesejahteraan sosial bagi PMKS;

b) Membentuk jejaring kerja sama pelaku-pelaku Usaha

Kesejahteraan Sosial (UKS), masyarakat dan dunia usaha,

termasuk organisasi sosial tingkat lokal;

c) Peningkatan peran dan jejaring sosial dengan

mengembangkan pola kemitraan guna mempercepat serta

170 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

menjangkau pelayanan sosial yang lebih luas dan merata

sekaligus menciptakan sistem sumber kesejahteraan sosial

yang ada secara mandiri dan sinergis;

d) Pemantapan dan pembinaan organisasi sosial, dunia usaha

dan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan secara kreatif,

koodinatif dan saling mendukung melalui pola pembinaan

berkelanjutan, kerja sama, dan berorientasi program

pengembangan yang mengarah pada penciptaan peluang

pasar dan usaha ekonomis produktif.

e) Memperkuat dan pengembangan berbagai pola pemberdayaan

masyarakat yang menekankan pada potensi dan sumber daya

lokal dan insani sebagai basis pembangunan kesejahteraan

sosial;

f) Peningkatan pelayanan sosial dan bantuan sosial yang

mengacu pada kebutuhan riil dan kelayakan serta bermanfaat

berdasarkan prinsipberkeadilan dan manfaat;

g) Pemberiaan pelayanan dan bantuan stimulan serta penguatan

permodalan usaha melalui kelompok-kelompok usaha

masyarakat lembaga keuangan mikro yang handal dan

profesional;

h) Pemberdayaan potensi individu, keluarga, kelompok,

komunitas dan masyarakat melalui berbagai bimbingan,

santuan, bantuan sosial serta keterampilan berusaha.

171 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

i) Penguatan dan pelibatan aktif peran pemuda dan tenaga

sukarela dalam upaya pencegahan, penanggulangan dan

penanganan berbagai masalah sosial melalui pelatihan-

pelatihan dasar dan teknis.

j) Penciptaan dan pembinaan lembaga-lembaga kesejahteraan

sosial yang mampu mengelola dan memberikan pelayanan

serta perlindungan sosial kepada masyarakat yang membutuh

pemecahan masalah atau pertolongan dalam mengatasi

masalahnya;

k) Pendayagunaan sumber dana sosial (PSDS) melalui berbagai

sosialisasi dan pemantapan pelaksanaan, penyiapan dan

perizinan usaha kesejahteraan sosial.

Beberapa program kegiatan peningkatan kelembagaan

kesejahteraan sosial yang sudah dilakukan oleh Dinas Sosial

KotaPalangka Raya, yaitu:

A. Bersumber dari APBD:

1. Penataran Profesi PSM dan Tenaga Penyuluh

2. Bimbingan TKSM Tingkat Dasar

3. Bimbingan Pemantapan TKSM

4. Pemantapan PSM

5. Pemberian asistensi bagi PMKS penyandang disabilitas

6. Pelatihan keterampilan bagi PMKS lanjut usia terlantar

produktif

172 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

7. Program rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni

8. Pelatihan keterampilan dan praktek belajar kerja bagi anak

terlantar

9. Pendayagunaan penyandang disabilitas dan eks. Trauma

10. Pemberian alat bantu bagi penyandang disabilitas tidak mampu

11. Pelatihan ketrampilan dan bantuan usaha bagi eks penyandang

penyakit sosial

12. Sosialisasi Napza dan bantuan stimulan usaha

13. Penertiban dan PengawasanTuna Sosial

14. Bantuan Usaha KUBE Jasa E-Warong dan RPK

15. Verifikasi dan Proses administrasi Korban Bencana

16. Kedaruratan Logistik

17. Pembinaan Tagana

18. Pembinaan Pengelolaan Sumber Kessos

19. Bantuan Sapras LKS

20. Sosialisasi Pelayanan Orsos

21. Kegiatan Ziarah

22. Pembinaan PSKS

23. Sunatan Massal

24. Sosialisasi Jaminan Sosial Penerima Bantuan Iuran

B. Bersumber dari APBN:

1. KUBE Jasa e-warong (Baru)

2. KUBE UEP Produksi (Baru)

3. Pemberian bantuan bagi kube Lanjutan

173 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

5. Strategi Pengembangan Organisasi dan Manajemen

Kesejahteraan Sosial.

Program pengembangan organisasi dan manajemen

kesejahteraan sosial ditujukan untuk meningkatkan kualitas

manajemen dan profesionalisme lembaga pelayanan kesejahteraan

sosial. Melalui pengembangan organisasi dan manajemen

kesejahteraan sosial, diharapkan tidak terjadi lagi tumpang tindih

dalam pelaksanaan fungsi organisasi dan manajemen dalam

pengelolaan program kesejahteraan sosial.

Dalam tata kelola organisasi dan manajemen SDM dilakukan

penataan organisasi dan tata laksana dinas, pengelolaan

kepegawaian, pembinaan jabatan fungsional pekerja sosial. Dalam

pengembangan organisasi dan manajemen kesejahteraan sosial

diatur secara terencana mengenai:

1. Pelaksanaan analisis jabatan, pengorganisasian dan

ketatalaksanaan bidang;

2. Pelaksanaan urusan pengadaan dan pengembangan pegawai;

3. Pelaksanaan urusan mutasi dan kesejahteraan pegawai; dan

4. Pelaksanaan urusan pembinaan jabatan fungsional pekerja

sosial.

Pengembangan organisasi dan manajemen sumber daya

manusia kesejahteraan sosial di Dinas Sosial Kota Palangka Raya,

174 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

akan menentukan agenda, sasaran, serta program Dinas Sosial yang

juga harus bersifat lintas kaitan dan lintas koordinasi. Sasaran ini

ditetapkan untuk mewujudkan sinkronisasi kebijakan bidang SDM

kesejahteraan sosial baik di tingkat kota maupun kecamatan;

peningkatan kinerja pelayanan; kepastian waktu; transparansi; dan

responsif terhadap permasalahan sosial yang berkembang di daerah;

konsolidasi program dan anggaran; pengelolaan dan pendayagunaan

SDM kesejahteraan sosial, dan penataan struktur organisasi dan

prosedur kerja perangkat pemerintah (dinas, balai, dan UPT) agar

sejalan dengan semangat pembangunan kesejahteraan sosial.

Untuk mendukung kegiatan itu, dilakukan upaya sebagai

berikut:

1. Pemberian dukungan penataan dokumen yang terkait dengan

prosedur dan tata kerja organisasi dan kepegawaian;

2. Penyebaran SDM kesejahteraan sosial melalui rotasi, mutasi,

dan promosi secara transparan dan proporsional;

3. Dukungan sistem informasi manajemen kepegawaian;

4. Terselenggaranya peningkatan kompetensi dan kapasitas

pegawai.

175 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

9.1. Kesimpulan

Dari hasil kajian terhadap kriteria kemiskinan rumah tangga

di Kota Palangka dan Kontribusi Potensi dan Sumber Kesejahteraan

Sosial di Kota Palangka Raya, dapat disimpulkan beberapa hal

sebagai berikut:

1. Indikator yang paling menonjol dalam mencirikan kemiskinan di

Kota Palangka Raya adalah kepemilikan asset dan jenis dinding

rumah. Sedangkan Indikator lainnya perlu dibahas secara

mendalam dengan stakeholder terkait.

2. Penilaian pada indikator sumber penerangan masih belum

menggambarkan kondisi riil rumah tangga miskin, karena belum

ada informasi mengenai daya listrik yang digunakan dan

kepemilikan listrik (sendiri atau berbagi dengan orang lain).

3. Penilaian terhadap Indikator jenis bahan bakar yang digunakan

belum memasukkan informasi mengenai penggunaan bahan

bakar LPG 3 kg.

4. Kontribusi PSKS dalam penyelenggaraan kesejahteraan masih

terbatas,hal ini dikarenakan untuk memperkuat penyelenggaraan

kesejahteraan sosial masih sedikit,hal ini terlihat dari penyediaan

176 Laporan Akhir “Kajian Kriteria Kemiskinan DI Kota Palangka Raya dan Kontribusi

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) Dalam Penanganan Masalah Sosial”

Tahun 2018

penganggaran untuk penguatan PSKS masih sedikit.

5. Penyediaan sarana prasarana penyelenggaraan kesejahteraan

sosial masih terbatas

9.2. Rekomendasi Kebijakan

Dari hasil kesimpulan hasil kajian kemiskinan rumah tangga

dan kontribusi Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial di Kota

Palangka Raya,dapat di ajukan beberapa rekomendasi kebijakan,

antara lain :

1. Perlu dilaksanakan FGD mulai tingkat terbawah

(RT/RW,Kelurahan) hingga ketingkat Kecamatan dan Kota

Palangka Raya,untuk menetapkan indikator penetapan rumah

tangga miskin,agar ditemukan kesesuaian dan kesepakatan

semua stake holder terkait.

2. Sebagai Koordinator Tim Penyusunan dan Penetapan Indikator

Kemiskinan Rumah Tangga adalah Dinas Sosial Kota Palangka

Raya.

3. Indikator yang sudah mendapatkan kesepakatan semua stake

holder, diusulkan untuk ditetapkan dalam Peraturan Walikota

Palangka Raya.

4. Perlu peningkatan anggaran untuk kegiatan pemberdayaan

Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS)

5. Perlu peningkatan anggaran untuk penyediaan sarana prasarana

dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial masih terbatas.